Langkah 1-Membangun kesadaran akan nilai Keselamatan Pasien3.pdf
-
Upload
adrianus-medan -
Category
Documents
-
view
384 -
download
11
Transcript of Langkah 1-Membangun kesadaran akan nilai Keselamatan Pasien3.pdf
Curiculum Vitae: Dr.dr.Sutoto,MKes
TEMPAT/TGL LAHIR :PURWOKERTO, 21 JULI – 1952
JABATAN SEKARANG:
1. Ketua KARS Th 2014-2018
2. Ketua umum PERSI Th 2009-2012/Th 2012-2015
3. Dewan Pembina MKEK IDI Pusat
4. Dewan Pembina AIPNI (Asosiasi Institusi Pendidikan Ners Indonesia)
5. Anggota Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit Kementerian Kesehatan R.I
6. Dewan Penyantun RS Mata Cicendo,Pusat Mata Nasional
PENGALAMAN ORGANISASI
1. Ketua :IRSPI (Ikatan RS Pendidikan Ind) Th 2005-2008
2. Ketua :ARSPI (Asosiasi RS Pendidikan Ind) Th 2008-2010
3. Ketua IRSJAM (Ikatan RS Jakarta Metropolitan) 2008-2010
PENGALAMAN KERJA
1. Direktur RSUD Banyumas Jawa Tengah 1992-2001
2. Direktur Utama RSUP Fatmawati Jakarta 2001 - 2005
3. Direktur Utama RS Kanker Dharmais Jakarta 2005-2010
4. Sesditjen/Plt Dirjen Binyanmed KEMENKES R.I( Feb- Juli 2010)
• PENDIDIKAN:
1. SI dan Dokter Fakultas Kedokteran Univ Diponegoro
2. SII Magister Manajemen RS Univ. Gajahmada
3. S III Manajemen Pendidikan Universitas Negeri Jakarta (Cumlaude)
Permenkes 1691 / VIII / 2011 Tentang Keselamatan
Pasien RS
Pasal 5
• Rumah sakit dan tenaga kesehatan yang bekerja di rumah sakit
wajib melaksanakan program dengan mengacu pada kebijakan
nasional Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
Pasal 6
• (1) Setiap rumah sakit wajib membentuk Tim Keselamatan Pasien
Rumah Sakit (TKPRS) yang ditetapkan oleh kepala rumah sakit
sebagai pelaksana kegiatan keselamatan pasien.
• (2) TKPRS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung
jawab kepada kepala rumah sakit.
• (3) Keanggotaan TKPRS sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terdiri dari manajemen rumah sakit dan unsur dari profesi
kesehatan di rumah sakit.
Pasal 7
(1) Setiap Rumah Sakit wajib menerapkan Standar Keselamatan
Pasien.
Pasal 8
(1) Setiap rumah sakit wajib mengupayakan pemenuhan Sasaran
Keselamatan Pasien.
Pasal 9
(1) Dalam rangka menerapkan Standar Keselamatan Pasien,
Rumah Sakit melaksanakan Tujuh Langkah Menuju Keselamatan
Pasien Rumah Sakit.
I. Standar Keselamatan Pasien RS
I. Sasaran Keselamatan Pasien RS
II. Tujuh Langkah Keselamatan Pasien RS
(Permenkes 1691 / VIII / 2011 Tentang Keselamatan Pasien RS)
TUJUH LANGKAH MENUJU
KESELAMATAN PASIEN RUMAH SAKIT BANGUN KESADARAN AKAN NILAI KP, Ciptakan kepemimpinan & budaya yg terbuka & adil.
PIMPIN DAN DUKUNG STAF ANDA, Bangunlah komitmen & fokus yang kuat & jelas tentang KP di RS Anda
INTEGRASIKAN AKTIVITAS PENGELOLAAN RISIKO, Kembangkan sistem & proses pengelolaan risiko, serta lakukan identifikasi & asesmen hal yang potensial bermasalah
KEMBANGKAN SISTEM PELAPORAN, Pastikan staf Anda agar dgn mudah dapat melaporkan kejadian / insiden, serta RS mengatur pelaporan kpd KKP-RS.
LIBATKAN DAN BERKOMUNIKASI DENGAN PASIEN, Kembangkan cara-cara komunikasi yg terbuka dgn pasien
BELAJAR & BERBAGI PENGALAMAN TTG KP, Dorong staf anda utk melakukan analisis akar masalah untuk belajar bagaimana & mengapa kejadian itu timbul
CEGAH CEDERA MELALUI IMPLEMENTASI SISTEM KP, Gunakan informasi yang ada tentang kejadian / masalah untuk melakukan perubahan pada sistem pelayanan
KKP RS
BANGUN KESADARAN AKAN NILAI KP
Ciptakan kepemimpinan & budaya yg terbuka & adil.
RS:
•Kebijakan : tindakan staf segera setetelah insiden, langkah kumpul
fakta, dukungan kepada staf, pasien - keluarga
•Kebijakan : peran & akuntabilitas individual pada insiden
•Tumbuhkan budaya pelaporan & belajar dari insiden
•Lakukan asesmen dengan menggunakan survei penilaian KP.
Tim:
•Anggota mampu berbicara, peduli & berani lapor bila ada insiden
•Laporan terbuka & terjadi proses pembelajaran serta pelaksanaan
tindakan / solusi yg tepat.
1.
BUDAYA ORGANISASI
Budaya organisasi adalah suatu pola keyakinan,nilai-
nilai,perilaku,norma-norma yang disepakati/diterima dan
melingkupi semua proses sehingga membentuk
bagaimana seseorang berperilaku dan bekerja bersama.
Budaya organisasi merupakan suatu kekuatan yang sangat
besar dan sesuatu yang tetap ada walaupun
terjadi perubahan tim dan perpindahan personil.
What is a safety culture?
Dalam organisasi ini,keselamatan pasien selalu
menjadi pemikiran utama dalam benak setiap
orang, bukan hanya waktu memberikan layanan
kesehatan tetapi juga pada saat menentukan
tujuan, mengembangkan proses dan
prosedur,membeli peralatan dan produk
baru,meredisain klinik,tempat perawatan,dan
mengembangkan unit-unit baru.
Keselamatan pasien mempengaruhi visi,misi dan
tujuan organisasi secara keseluruhan.
Basic principle of Patient Safety
Culture 1. Accountability for Delivering Effective, Safe
Care
2. Awareness Potensi timbulnya medical
error di RS
3. Transparency and Learning being open
and Fair
4. Systems Thinking Approach
5. Limiting Blame No Blame and Shame
Game
sutoto-KARS
MAURICE MURPHY London Symphony Orchestra selama 30 tahun, ia bermain di soundtrack untuk sekitar 450 film, termasuk Star Wars, Raiders Of The Lost Ark, Superman dan Harry Potter. MENINGGAL DI ROYAL FREE HOSPITAL KARENA DOKTER SALAH MEMASUKKAN NGT
The Genesis of Harm
DEATH
FAILURE TO STANDARDISE PROCEDURE
PERSONAL ARROGANCE
HIERRARCHY
INEXPERIENCED
PRACTITIONER
sutoto-KARS
Akuntabilitas tenaga kesehatan: Kepatuhan
terhadap Standar Prosedur operasional
UU RS Pasal 13
(3) Setiap tenaga kesehatan yang bekerja di
Rumah Sakit harus bekerja sesuai dengan
– Standar profesi
– Standar pelayanan rumah sakit
– Standar prosedur operasional yang berlaku
– Etika profesi
– Menghormati hak pasien dan
– Mengutamakan keselamatan pasien
UU RS
Pasal 32 Hak Pasien q. menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit
apabila Rumah Sakit diduga memberikan
pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik
secara perdata ataupun pidana; dan
Pasal 29
s. melindungi dan memberikan bantuan hukum bagi semua petugas Rumah Sakit dalam melaksanakan tugas
UU PRAKTIK KEDOKTERAN
PASAL 44
(1) Dokter atau dokter gigi dalam menyelenggarakan
praktik kedokteran wajib mengikuti standar pelayanan kedokteran atau kedokteran gigi.
(2) Standar pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibedakan menurut jenis dan strata sarana pelayanan kesehatan.
(3) Standar pelayanan untuk dokter atau dokter gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan peraturan Menteri.
PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR
1438/MENKES/PER/IX/2010
TENTANG STANDAR PELAYANAN KEDOKTERAN
UU PRAKTIK KEDOKTERAN
PASAL 50
Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik
kedokteran mempunyai hak :
a. memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional;
b. memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar prosedur operasional;
PASAL 50
Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai kewajiban :
a. memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien;
STANDAR PELAYANAN KEDOKTERAN:
1. PEDOMAN NASIONAL PELAYANAN KEDOKTERAN (PNPK) : Standar pelayanan kedokteran yang bersifat nasional dan dibuat oleh organisasi profesi serta disahkan oleh menteri
2. SPO : PANDUAN PRAKTIK KLINIK
PERMENKES 1438 / 2010 TENTANG STANDAR PELAYANAN
KEDOKTERAN
STANDARPELAYANAN
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
ALUR KLINIS (CLINICAL
PATHWAY)
ALGORITME
PROTOKOL
STANDING ORDER
PROSEDUR
STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL
Panduan Praktik Klinis
• Definisi
• Anamnesis
• Pemeriksaan fisis
• Kriteria diagnosis
• Diagnosis banding
• Pemeriksaanpenunjang
• Terapi
• Edukasi
• Prognosis
• Kepustakaan
BEKERJA
SESUAI
SPO,STANDA
R PROFESI,
KOMPETEN
KONDISI IDEAL
Hukum disiplin (+)
Pidana dan/atau
perdata (+)
Hukum disiplin (+)
Pidana dan/atau
perdata (-)
Hukum disiplin (-)
BEKERJA
MELANGGAR
SPO,STANDA
R PROFESI,
TAK
KOMPETEN
TAK TERJADI CEDERA PASIEN
CEDERA PASIEN/ KEGAGALAN MEDIS
KEPATUHAN TERHADAP SPO MENJADI KEHARUSAN
Akuntabilitas kerja ditunjukkan dengan
kepatuhan terhadap spo
MALPRAKTIK
In a Hospital :
Because there are
hundreds of
medications, tests
and procedures,
and many patients
and clinical staff
members in a
hospital, it is quite
easy for a mistake
to be made. . . .
KESADARAN AKAN POTENSI TERJADINYA KESALAHAN
OBAT DAN PERALATAN MEDIS SEMAKIN BANYAK DAN
RUMIT SERTA TEKNOLOGI MAKIN MAJU
JIKA STAF RS TIDAK KOMPETEN DAN TIDAK PATUH TERHADAP
STANDAR PROSEDUR MAKA:
• KUALITAS PELAYANAN TIDAK TERJAMIN
• KESELAMATAN PASIEN TIDAK TERJAMIN
Bila Terjadi Kesalahan Staf Dan RS :
1. Mampu Mengenali Kesalahan-kesalahan,
2. “Menjadi Terbuka” mau melaporkan kesalahan
3. Belajar Dari Kesalahan Tersebut
4. Mengambil Tindakan Untuk Memperbaikinya
3. Transparency and Learning being
open and Fair
To Err is Human
• Kami merekrut
orang-orang yang
sangat kompeten,
lalu kami ciptakan
lingkungan dimana
mereka boleh
berbuat salah dan
mampu belajar dan
berkembang dari
kesalahannya
• Steve Jobs - Founder of
Apple Computer
Transparency and Learning being open
and Fair
Being open and fair
Bagian yang fundamental dari organisasi dengan budaya keselamatan adalah menjamin adanya keterbukaan dan adil.
Untuk RS hal ini berarti :
- staf harus terbuka tentang insiden yang melibatkan mereka;
- staf dan RS harus akuntabel terhadap tindakan mereka;
- staf merasa mampu berbicara kepada kolega dan atasannya tentang insiden yang terjadi;
- RS terbuka dg pasien,masyarakat dan staf ;
- staf diperlakukan adil dan didukung bila terjadi insiden.
Being open and fair
Untuk menciptakan lingkungan yang terbuka dan adil kita harus menyingkirkan dua mitos utama :
• mitos kesempurnaan (the perfection myth): jika seseorang berusaha cukup keras,mereka tidak akan membuat kesalahan.
• mitos hukuman (the punishment myth):
jika kita menghukum seseorang yang melakukan kesalahan,kesalahan yang terjadi akan berkurang;tindakan remedial dan disipliner akan membawa perbaikan dengan meningkatnya motivasi.
Terbuka dan adil tidak berarti meniadakan akuntabilitas.
PENDEKATAN SISTEM TERHADAP KESELAMATAN
Memiliki budaya keselamatan akan mendorong
terciptanya lingkungan yang mempertimbangkan
semua komponen sebagai faktor yang
ikut berkontribusi terhadap insiden yang terjadi.
Hal ini menghindari kecenderungan untuk
menyalahkan individu dan lebih melihat kepada
sistem dimana individu tersebut bekerja.
Inilah yang disebut pendekatan sistem
(systems approach).
The systems approach to safety
Semua jenis insiden keselamatan pasien mengandung
empat komponen dasar:
1. Causal Factors:
1. Active Failures;
2. Contributary Factors
3. Latent System Conditions
2. Timing,
3. Consequences
4. Mitigating Factors.
Tiap komponen harus menjadi bahan pertimbangan dalam pendekatan sistem terhadap keselamatan ini :
1. Faktor-faktor penyebab
(Causal Factors): faktor-faktor ini memegang peranan penting dalam setiap
insiden keselamatan pasien.
Menghilangkan faktor ini dapat mencegah atau mengurangi kemungkinan terulangnya kembali kejadian yang sama.
Faktor penyebab (Causal Factors) dikelompokkan menjadi :
1. Active Failures: 1. slips : attention failure
2. lapses : memory failure
3. kesalahan (mistakes),
4. pelanggaran (violations )dari prosedur, Pedoman atau kebijakan.
2. Contributary Factors
3. Latent System Conditions
Latent Failures Active Failures
( “sharp end “ ) -Procedure -Professionalism
-Team
-Individual
-Environment
-Equipment
•Emergency
•Diagnose
•Pemeriksaan
•Pengobatan
•Perawatan
1. PATIENT
2. TASK AND TECHNOLOGY
3. INDIVIDUAL
4. TEAM
5. WORK ENVIRONMENT
Planning,
Designing ,
Policy-making,
Communicating
Management
Decisions/
Organisational
Processes
Error
Producing
Conditions
Violation
Producing
Conditions
Error
Violation
Organisational &
Corporate Culture
Contributary Factors
Influencing
Clinical Practice
Task Defence
Barriers
Adapted from Reason (revised)
The systems approach to safety
The basic premis: manusia dapat berbuat salah dan kesalahan seringkali tidak dapat dihindari, bahkan di organisasi-organisasi yang terbaik.
Kesalahan dipandang sebagai konsekuensi bukan penyebab
• Kegagalan Aktif (Active failures):
sering disebut “tindakan yang tidak aman”( „unsafe acts‟). Dilakukan oleh petugas yang memiliki kontak langsung
dengan pasien,termasuk :
- slips : attention failure
- lapses : memory failure
- kesalahan (mistakes),
- pelanggaran (violations )dari prosedur,
pedoman atau kebijakan.
HUMAN ERROR TYPES
UNSAFE ACTS
(“ ERROR “)
UNINTENDED
INTENDED
LAPSES
SLIPS
MISTAKES
VIOLATIONS OPTIMISING
ROUTINE
KNOWLEDGE BASED
RULE BASED
MEMORY FAILURE
ATTENTION FAILURE
NECESSARY/
SITUATIONAL
LASA (LOOK ALIKE SOUND ALIKE)
NORUM ( NAMA OBAT RUPA MIRIP)
hidraALAzine
ceREBYx
vinBLASTine
chlorproPAMIDE
glipiZIde
dAUNOrubicine
hidrOXYzine
ceLEBRex
vinCRIStine
chlorproMAZINE
glYBURIde
dOXOrubicine
Sutoto.KARS 44
3. Latent Failures Active Failures
( “sharp end “ ) -Procedure -Professionalism
-Team
-Individual
-Environment
-Equipment
•Emergency
•Diagnose
•Pemeriksaan
•Pengobatan
•Perawatan
1. PATIENT
2. TASK AND TECHNOLOGY
3. INDIVIDUAL
4. TEAM
5. WORK ENVIRONMENT
Planning,
Designing ,
Policy-making,
Communicating
Management
Decisions/
Organisational
Processes
Error
Producing
Conditions
Violation
Producing
Conditions
Error
Violation
Organisational &
Corporate Culture
2. Contributary Factors
Influencing
Clinical Practice
Task Defence
Barriers
Adapted from Reason (revised)
The systems approach to safety
•2. Faktor Kontribusi (Contributory factors):
faktor ini ikut mendukung terjadinya insiden,
diantaranya berhubungan dengan :
– pasien (Patients)
– individu (Individuals)
– tugas (Tasks)
– komunikasi ( Communication)
– faktor tim dan faktor sosial (Team and social factors)
– pendidikan dan pelatihan (Education and training)
– peralatan dan sumberdaya (Equipment and resources)
– kondisi tempat kerja dan faktor lingkungan
(Working conditions and environmental factors)
The systems approach to safetys
• 3. Kondisi sistem yang laten
(Latent system conditions):
kondisi yang melatarbelakangi penyebab
langsung,berhubungan dengan aspek sistem.
Contoh faktor sistem yang laten ini termasuk keputusan
dalam hal :
Planning,
Designing ,
Policy-making,
Communicating.
2. Faktor waktu (Timing):
ini adalah saat faktor penyebab
bersamaan dengan terjadinya
kegagalan sistem (pertahanan atau
kendali) sehingga berakibat
terjadinya insiden.
The systems approach to safety
3. Dampak (Consequences):
akibat yang ditimbulkan oleh insiden, berkisar dari tidak mencederai pasien sampai kepada cidera dengan tingkat keparahan tertentu :
rendah,sedang sampai berat atau meninggal.
4. Faktor mitigasi (Mitigating factors):
beberapa faktor (termasuk “chance” atau “luck”)
dapat mengurangi dampak yang lebih parah.
Why is a safety culture important?
Manfaat penting dari budaya keselamatan :
1. Mengurangi berulangnya dan keparahan dari insiden keselamatan
(dengan pelaporan dan pembelajaran )
2. Mengurangi cidera fisik dan psikis terhadap pasien ( kesadaran konsep patient safety,”speaking up” )
3. Mengurangi biaya pengobatan dan ekstra terapi
4. Mengurangi kebutuhan sumberdaya untuk manajemen komplain dan klaim
5. Mengurangi jumlah staf yang stres,merasa bersalah,malu, kehilangan kepercayaan diri,dan moril rendah
Safety culture assessment
Harus diwaspadai bahwa asesmen hanya
menggambarkan tingkat budaya pada
satu waktu tertentu saja,sehingga diperlukan
pengulangan asesmen secara berkala
untuk menilai perkembangannya.
Secara umum ada dua jenis tools :
TYPOLOGICAL TOOL & DIMENSIONAL TOOL
Typological tools
Checklist yang menggambarkan budaya keselamatan
dalam organisasi.
Menilai apakah ada budaya keselamatan atau tidak.
Menyajikan pernyataan tunggal terhadap
budaya keselamatan dalam organisasi dalam skala dari
“tidak aman”(unsafe) sampai “sangat aman” (very safe)
Typological tools
Manchester Patient Safety Assessment Tool (MaPSaT)
Resulting from collaboration between the National Primary Care Research and Development Centre and Manchester University‟s psychology department, and based on Westrum‟s theory of organisational safety, MaPSaT aims to help staff in hospitals measure the safety culture in their organisations.
Advancing Health in America (AHA) and Veterans Health Association (VHA):Strategies for Leadership. An Organisational Approach to Patient Safety
This checklist helps organisations assess which areas of its practice promote a patient safety culture and which areas it needs to improve on.
Checklist for Assessing Institutional Resilience (CAIR )
The checklist comprises 20 points based on a variety of research evidence.
Levels of maturity with respect to a safety culture
Pathological
Informasi disembunyikan
Pelapor (Messengers) “dibunuh”
Pertanggung jawaban dielakkan
Koordinasi dilarang
Kegagalan ditutupi
Ide-ide baru dihancurkan
Levels of maturity with respect to a safety culture
Bureaucratic
Informasi diabaikan
“Messengers”ditoleransi
Pertanggung jawaban terkotak-kotak
Koordinasi dijinkan tetapi disia-siakan
Ide-ide baru menimbulkan masalah
Levels of maturity with respect to a safety culture
Generative
Informasi secara aktif dicari
Pelapor (Messengers) dilatih
Berbagi pertanggung jawaban
Koordinasi dihargai (rewarded)
Penyebab kegagalan diselidiki
Ide-ide baru diterima (welcomed)
Dimensional tools
Tool ini menetapkan organisasi dengan posisinya
pada urutan variabel yang kontinyu.
Data dikumpulkan dengan menggunakan skala
(skala jawaban 1 – 5 ))menunjukkan rate dari staf
seberapa jauh mereka setuju atau tidak setuju
terhadap suatu pernyataan.
Dimensional tools
The Survei Stanford mengumpulkan data tentang 16 topik penting
untuk sebuah budaya keselamatan dalam pelayanan kesehatan,
termasuk:
Apakah pelaporan insiden dihargai atau dihukum;
Bgmn komitmen manajemen senior dan sikapnya terhadap
keselamatan pasien;
Bagaimana risiko yang dirasakan di antara staf yang berbeda;
Bagaimana data keselamatan pasien ditangani;
Tekanan waktu pada staf;
Apakah staf mematuhi kebijakan dan prosedur;
Kualitas komunikasi dalam tim
dll
Stanford Patient Safety Centre of Inquiry Culture Survey
LANGKAH RS
Organisational safety culture surveys :
- safety culture assessment tool will enable organisations to undertake a baseline assessment of their safety culture, against which they can measure progress over time
Creating the virtuous circle: patient safety, accountability and an open and fair culture
Incident Decision Tree (IDT)
IDT helps to identify whether the action(s) of individuals were due to :
- systems failures or
- whether the individual knowingly committed a reckless,
- intentional unsafe or criminal act.
The tool changes the focus from asking
„Who was to blame‟ to
„Why did the individual act in this way?‟
Were the
actions
as intended?
Evidence of
illness or
substance use?
Knowingly
violated safe
procedures?
Pass
substitution
test?
History of
unsafe
acts?
Were the
consequences
as intended?
Known medical
condition?
Were procedures
available,
workable,
intelligible,
correct and
routinely used?
Deficiencies in
training,
selection, or
inexperienced?
Substance
abuse
without
mitigation
Sabotage,
malevolent
damage
Substance use
with mitigation
Possible
reckless
violation
System
induced
violation
Possible
negligent
behavior
System induced
error
Blameless error,
corrective training,
counseling indicated
Blameless
error
NO NO NO YES
NO YES
YES
YES
YES NO
YES
YES
NO
Culpable Grey Area Blameless
NO
YES
NO
YES
NO
James Reason (1997). Managing the Risks of Organizational Accidents
UNSAFE ACTS ALGORITHM
If the action in the incident was found to be
intended one or more of the following options
may apply:
• referral to occupational health;
• referral to the appropriate disciplinary or
regulatory body;
• referral to the police;
• suspension.
Mengubah nilai-nilai, keyakinan, dan perilaku
tidaklah mudah.
Mengembangkan budaya keselamatan
dalam suatu organisasi
memerlukan kepemimpinan yang kuat,
perencanaan dan pemantauan yang cermat