LANDASAN TEORI TIS BAB II - Welcome to Digilib UIN Sunan …digilib.uinsby.ac.id/9664/4/bab2.pdf ·...
Transcript of LANDASAN TEORI TIS BAB II - Welcome to Digilib UIN Sunan …digilib.uinsby.ac.id/9664/4/bab2.pdf ·...
11
BAB II
LANDASAN TEORITIS
A. Tinjauan Tentang Model Pembelajaran Berbasis Deep Dialogue/Critical
Thinking (DD/CT)
1. Pengertian Model Pembelajaran
Pembelajaran menurut Muhammad Surya merupakan suatu proses
perubahan yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan
perilaku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dan pengalaman
individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.1 Pembelajaran
pada dasarnya merupakan upaya pendidik untuk membantu peserta didik
melakukan kegiatan belajar. Tujuan pembelajaran adalah terwujudnya
efesiensi dan efektivitas kegiatan belajar yang dilakukan peserta didik.
Dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah suatu proses atau
kegiatan yang sistematis dan sistemik, yang bersifat interaktif dan
komunikatif antara pendidik (guru) dengan peserta didik, sumber belajar
dan lingkungan untuk menciptakan suatu kondisi yang memungkinkan
terjadinya tindakan belajar peserta didik baik di kelas maupun di luar
kelas.
1 Isjoni, Pembelajaran kooperatif, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2009), h. 72.
12
Sedangkan model pembelajaran menurut Joice dan Weil adalah
suatu pola yang sudah direncanakan sedemikian rupa dan digunakan untuk
menyusun kurikulum, mengatur materi pelajaran, dan memberi petunjuk
pengajar di kelasnya.2
Model pembelajaran perlu dipahami guru agar dapat melaksanakan
pembelajaran secara efektif dalam meningkatkan hasil pembelajaran.
Dalam penerapannya model pembelajaran harus sesuai dengan kebutuhan
siswa karena masing-masing model pembelajaran memiliki tujuan,
prinsip, dan tekanan utama yang berbeda-beda. Untuk memilih model
pembelajaran yang tepat, maka perlu diperhatikan relevansinya dengan
pencapaian tujuan pengajaran.
2. Model Pembelajaran berbasis Deep Dialogue/Critical Thinking
(DD/CT)
a. Pengertian Model Pembelajaran Berbasis Deep Dialogue/Critical
Thinking (DD/CT)
Model pembelajaran berbasis Deep Dialogue/Critical Thinking
(DD/CT) adalah suatu pendekatan pembelajaran yang mengakses
paham konstruktivis dengan menekankan dialog mendalam dan
2 Ibid., h. 73.
13
berpikir kritis dalam mendapatkan pengetahuan dan pengalaman.3
Kontruktivisme adalah suatu pandangan bahwa siswa membina sendiri
pengetahuan atau konsep secara aktif berdasarkan pengetahuan dan
pengalaman.4 Melalui dialog secara mendalam dan berpikir kritis,
tidak saja menekankan keaktifan peserta didik pada aspek fisik, akan
tetapi juga aspek intelektual, sosial, mental, emosional dan spiritual.
Model Pembelajaran dengan Pendekatan Deep
Dialogue/Critical Thinking (DD/CT) merupakan model pembelajaran
yang membantu guru untuk menjadikan pembelajaran bermakna bagi
peserta didik. Dalam pendekatan ini pembelajaran sedapat mungkin
mengurangi pengajaran yang terpusat pada guru (Teacher Centered)
dan sebanyak mungkin pengajaran yang terpusat pada peserta didik
(Student Centered), namun demikian guru harus tetap memantau dan
mengarahkan untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Dengan landasan filosofi konstruktivisme, DD/CT dicita-
citakan menjadi sebuah pendekatan pembelajaran alternatif, dimana
melalui DD/CT diharapkan peserta didik belajar melalui mengalami,
merasakan, medialogkan bukan hanya menghafalkan. Dengan
mengalami sendiri, merasakan, mendialogkan dengan orang lain, maka
3 Ketut P. Arthana, “Pembelajaran Inovatif Berbasis Deep Dialogue/Critical Thinking”, Jurnal
Tekhnologi Pendidikan, Vol.10, No. 1, April 2010, h. 17. 4 Isjoni, Pembelajaran kooperatif, op.cit., h. 46.
14
pengetahuan dan pemahaman peserta didik akan sesuatu yang baru
akan mengendap dalam pikiran peserta didik dalam jangka panjang
yang pada akhirnya dapat dipergunakan untuk bekal peserta didik
dalam memecahkan persoalan yang dihadapinya, dan mengembangkan
kecakapan hidupnya (life skills).
b. Pengembangan Pembelajaran Berbasis Deep Dialogue/Critical
Thinking (DD/CT)
Pengembangan pembelajaran berbasis DD/CT yang
diimplementasikan dalam proses belajar mengajar dijalankan secara
tahap demi tahap sebagaimana proses belajar mengajar pada
umumnya. Sebagaimana dikemukakan oleh Sudjana (1997) yakni:5
1. Tahap Pra Instruksional
Tahap pra instruksional adalah tahapan yang ditempuh guru
pada saat masuk kelas untuk mengajar, antara lain melalui
kegiatan:
a. Guru menanyakan siswa kehadiran siswa dan mencatat siapa
yang tidak hadir.
5 Nana Sudjana, Cara Belajar Siswa Aktif dalam Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar
Baru Algesindo, 1989), h. 68-72.
15
b. Guru bertanya kepada siswa sampai dimana pembahasan
pelajaran sebelumnya.
c. Memberi kesempatan peserta didik untuk bertanya mengenai
bahan pelajaran yang belum dikuasai dari pelajaran yang sudah
dibelajarkan.
d. Mengajukan pertanyaan pada peserta didik mengenai bahan
yang telah dibelajarkan.
e. Mengulang secara singkat semua aspek yang telah
dibelajarkan.
2. Tahap Instruksional
Tahap instruksional adalah tahap pengajaran atau tahap
inti, yakni tahap yang membahas bahan yang telah disusun oleh
guru sebelumnya. Secara umum dapat diidentifikasi beberapa
kegiatan sebagai berikut:
a. Menjelaskan kepada siswa tujuan pengajaran yang harus
dicapai siswa.
b. Menuliskan pokok-pokok materi yang akan dibahas.
c. Membahas pokok-pokok materi yang sudah dituliskan tadi.
16
d. Pada setiap pokok bahasan diberikan contoh yang kongkret.
e. Penggunaan alat bantu pengajaran untuk memperjelas
pembahasan setiap pokok materi sangat diperlukan.
f. Menyimpulkan hasil pembahasan dari semua pokok materi.
3. Tahap Evaluasi
Tujuan dari tahapan ini adalah untuk mengetahui tingkat
keberhasilan tahapan kedua (instruksional). Kegiatan yang
dilakukan pada tahapan ini antara lain adalah sebagai berikut:
a. Mengajukan pertanyan kepada kelas atau kepada beberapa
siswa mengenai semua pokok materi yang telah dibahas pada
tahap kedua.
b. Guru harus mengulang kembali pembahasan materi yang
belum dikuasai jika pertanyaan yang diajukan belum dapat
dijawab kurang dari 70% diantara siswa.
c. Untuk memperkaya pengetahuan siswa mengenai materi guru
dapat memberikan tugas pekerjaan rumah.
17
Penyusunan rancangan pembelajaran berbasis DD/CT
dilakukan melalui empat tahapan utama, yaitu:6
a. Mengembangankan Komunitas (Community Building)
Tahap ini merupakan bagian refleksi diri pendidik terhadap
dunia peserta didiknya. Pandangan dunia dosen tentang
kemampuan yang dimiliki oleh peserta didiknya menjadi bagian
yang berguna dalam menyusun rancangan pembelajarannya yang
bernuansa dialog mendalam dan berpikir kritis.
b. Analisis Isi (Content Analysis)
Proses untuk melakukan identifikasi, seleksi dan penetapan
materi pembelajaran. Proses ini dapat ditempuh dengan
berpedoman atau mengunakan rambu-rambu materi yang terdapat
dalam kurikulum/diskripsi matakuliah, yang antara lain standar
minimal, urutan (Sequence) dalam keluasan (Scope) materi,
kompetensi dasar yang dimiliki, serta keterampilan yang
dikembangkan.
c. Analisis Latar Cultural (Cultural Setting Analysis)
6 Ketut P. Arthana, “Pembelajaran Inovatif Berbasis Deep Dialogue/Critical Thinking”, Jurnal
Tekhnologi Pendidikan, Vol.10, No. 1, April 2010, h. 20.
18
Dalam analisis ini mengandung dua konsep, yaitu konsep
wilayah atau lingkungan (lokal, regional, nasional dan global) dan
konsep manusia berserta aktifitasnya yang mencakup seluruh
aspek kehidupan. Selain itu, analisis latar juga mempertimbangkan
nilai-nilai kultural yang tumbuh dan berkembang serta dijunjung
tinggi oleh suatu masyarakat serta kemungkinan kemanfaatan bagi
kehidupan peserta didik.
d. Pengorganisasian Materi (Content Organizing)
Dengan pendekatan DD/CT dilakukan dengan
memperhatikan prinsip 4 W dan 1H, yaitu What (apa), Why
(mengapa), When (kapan), Where (dimana) dan How (bagaimana).
Dalam rancangan pembelajaran , keempat prinsip ini, harus
diwarnai oleh ciri-ciri pembelajaran dengan Deep Dialogue dalam
menuju pelakonan (Experience) nilai-nilai moral dan Critical
Thinking dalam upaya pencapaian/pemahaman konsep (Concept
Attaintment) dan pengembanagn konsep (Concept Development).
Kesemuanya dilakukan dengan memberdayakan metode
pembalajaran yang memungkinkan peserta didik untuk ber -
DD/CT.
19
c. Langkah-Langkah Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Deep
Dialogue/Critical Thinking (DD/CT)
1. Kegiatan Awal
Dalam setiap mengawali pembelajaran dimulai dengan
salam, tujuan pembelajaran, kompetensi yang akan dicapai,
kemudian menggunakan elemen dinamika kelompok untuk
membangun komunitas, yang bertujuan mempersiapkan peserta
didik berkonsentrasi sebelum mengikuti pembelajaran. Aktivitas
pembelajaran pada tahap ini dilalui sebagai berikut:
a. Membuka pelajaran, dalam membuka pelajaran pendidik selalu
mengajak atau memerintahkan peserta didik untuk berdoa atau
hening menurut agama dan kepercayaan masing-masing.
b. Dinamika kelompok dalam rangka membangun komunitas
dapat dilakukan dengan membaca puisi, menyanyi, peragaan,
bermain peran, simulasi atau senam otak/brain gym yang
relevan dengan materi pokok yang dibelajarkan.
2. Kegiatan Inti
Kegiatan ini sebagai pengembangan dan pengorganisasian
materi pembelajaran. Adapun tahap yang dilalui sebagai berikut:
20
a. Pendidik melaksanakan kegiatan dengan menggali informasi
dengan memperbanyak brain storming dan diskusi dengan
melemparkan pertanyaan kompleks untuk menciptakan kondisi
dialog mendalam dan berpikir kritis.
b. Tahap umpan balik yang selalu dilaksanakan pendidik setelah
peserta didik diberi waktu untuk berdialog mendalam , semua
temuan dan hasil belajar yang diperoleh selama diskusi dalam
situasi cooperative learning.
3. Kegiatan Akhir
Tahap ini merupakan tahap pengambilan simpulan dari
semua yang saling dibelajarkan, sekaligus penghargaan atas segala
aktivitas peserta didik . Tahap ini dilakukan penilaian hasil belajar
dan pemajangan dan penyimpanan dalam file (bahan portofolio)
peserta didik.
Tahap berikutnya adalah refleksi Kegiatan ini merupakan
kegiatan pembelajaran yang penting dalam pendekatan DD/CT.
Kegiatan ini bukan menyimpulkan materi pembelajaran, tetapi
pendapat peserta didik tentang apasaja yang dirasakan dan dialami
yang dikaitkan dengan apa saja yang dirasakan, dialami dan
dilakukan di masa lalu. Peserta didik menyampaikan secara bebas
21
perasaan dan keinginan yang terkait dengan pembelajaran.
Selanjutnya pembelajaran diakhiri dengan hening atau doa.
B. Pembahasan Tentang Prestasi Belajar Siswa pada Mata Pelajaran
Pendidikan Agama Islam
1. Pengertian Prestasi Belajar
Istilah prestasi berasal dari bahasa Belanda yaitu prestatie.
Kemudian dalam bahasa Indonesia menjadi prestasi yang artinya hasil
usaha.7 Sedangkan belajar adalah suatu aktivitas yang dilakukan secara
sadar untuk mendapatkan sejumlah kesan dari bahan yang telah dipelajari.
Hasil dari aktivitas belajar terjadilah perubahan dalam diri individu.
Belajar dikatakan berhasil bila terjadi perubahan dalam diri individu.
Sebaliknya, bila tidak terjadi perubahan dalam diri individu, maka belajar
dikatakan tidak berhasil.8
Menurut Whitterington, belajar adalah suatu perubahan di dalam
kepribadian yang mengatakan diri sebagai suatu pola baru daripada reaksi
yang berupa kecakapan sikap, kebiasaan, kepandaian, atau suatu
pengertian.9
7 Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009), h. 12. 8 Syaiful Bahri Djamarah, Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru, (Surabaya: Usaha Nasional,
1994), h. 9. 9 M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000), h. 84.
22
Sedangkan menurut Dewa Ketut Sukardi dalam bukunya
Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah mengemukakan: “Belajar adalah
suatu proses perubahan tingkah laku melalui pendidikan atau lebih khusus
melalui latihan.”10
Sedangkan menurut Drs. Abu Ahmadi, belajar adalah suatu proses
usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan
tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman
individu dalam interaksi dengna lingkungannya.11
Dari beberapa definisi tersebut menunjukkan bahwa belajar adalah
suatu proses perubahan tingkah laku atau kecakapan manusia. Perubahan
tingkah laku ini bukan disebabkan oleh proses pertumbuhan yang bersikap
fisiologis atau proses kematangan. Bahkan perubahan yang terjadi karena
belajar dapat berupa perubahan-perubahan dalam kebiasaan, kecakapan-
kecakapan (skill), atau dalam ketiga aspek yakni pengetahuan (kognitif),
sikap (afektif), dan ketrampilan (psikomotor). Kegiatan belajar merupakan
kegiatan yang paling pokok dalam keseluruhan proses pendidikan. Hal ini
mengandung arti bahwa berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan
banyak tergantung pada bagaimana proses belajar yang dialami oleh
peserta didik atau siswa.
10
Dewa Ketut Sukardi, Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah, (Surabaya: Usaha Nasional,
1999), h. 17. 11 Abu Ahmadi dan Widodo Supriyanto, Psikologi Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), h.
121.
23
Prestasi belajar merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari
kegiatan belajar, karena kegiatan belajar meripakan proses, sedangkan
prestasi merupakan hasil dari proses belajar. Memahami pengertian
prestasi belajar secara garis besar harus bertitik tolak pada pengertian
belajar itu sendiri. Untuk itu para ahli mengemukakan pendapatnya yang
berbeda-beda sesuai dengan pandangna yang mereka anut. Namun dari
pendapat yang berbeda itu dapat ditemukan satu titik persamaan.
Sehubungan dengan prestasi belajar, Poerwanto memberikan pengertian
prestasi belajar adalah hasil yang dicapai oleh seseorang dalam usaha
belajar sebagaimana yang dinyatakan dalam raport.
Selanjutnya Winkel mengatakan bahwa prestasi belajar adalah
suatu bukti keberhasilan belajar atau kemampuan sesorang siswa dalam
melakukan kegiatan belajarnya sesuai dengan bobot yang dicapainya.
Sedangkan menurut S. Nasution prestasi belajar adalah kemampuan yang
dicapai seseorang dalam berfikir, merasa dan berbuat. Prestasi belajar
dikatakan sempurna bila memenuhi tiga aspek yakni: kognitif, afektif, dan
psikomotor. Sebaliknya dikatakan kurang memuaskan jika seseorang
belum mampu memenuhi target dalam ketiga kriteria tersebut.
Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
prestasi belajar merupakan tingkat kemanusiaan yang dimiliki siswa
dalam menerima, menolak, dan menilai informasi -informasi yang
24
diperoleh dalam proses belajar mengajar. Prestasi belajar seseorang sesuai
dengan tingkat keberhasilan sesuatu dalam mempelajari materi pelajaran
yang dinyatakan dalam bentuk nilai atau raport setiap bidang studi setelah
mengalami proses belajar mengajar.
Kemampuan intelektual siswa sangat menentukan keberhasilan
siswa dalam memperoleh prestasi. Untuk mengetahui berhasil tidaknya
seseorang dalam belajar maka perlu dilakukan suatu evaluasi, tujuannya
untuk mengetahui prestasi yang diperoleh siswa setelah proses belajar
mengajar berlangsung. Prestasi belajar siswa dapat diketahui setelah
diadakan evaluasi. Hasil dari evaluasi dapat memperlihatkan tentang
tinggi rendahnya prestasi belajar siswa.12
a. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
Kebanyakan orang awam percaya, bahwa kegagalan anaknya
dalam mencapai prestasi belajar yang baik di sekolah hanya
disebabkan kemampuan otaknya rendah. Mereka tidak menyadari
bahwa sebenarnya banyak faktor yang ikut menentukan prestasi
belajar anak dan otak yang cerdas bukanlah satu-satunya jaminan
untuk berhasil dalam belajar. Meskipun disadari bahwa otak
merupakan salah satu faktor yang memegang peranan penting dalam
12 Ibid., h. 125.
25
menentukan prestasi belajar. Sebagaimana pendapat Wayan
Nurkancana dan PPN. Sumartana, bahwa rendahnya prestasi yang
dicapai seorang anak dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Salah
satu penyebabnya adalah karena intelegensinya yang rendah. Apabila
anak yang berprestasi rendah itu memang ternyata intelegensinya
rendah maka sudah dapat dipastikan bahwa faktor penyebanya adalah
terletak pada intelegensinya.13
Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi prestasi
belajar anak dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu: faktor
internal dan eksternal.
1) Faktor Internal
Yang dimaksud faktor internal adalah faktor yang ada
dalam diri individu/siswa. Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa salah
satu faktor yang menentukan tinggi rendahnya prestasi belajar
siswa adalah siswa itu sendiri.
Ali Syaifullah dalam bukunya “Pengantar Dasar-Dasar
Pendidikan” mengatakan bahwa tinggi rendahnya angka hasil
pengajaran di sekolah tidak ditentukan oleh faktor-faktor yang ada
di sekolah saja apabila kita mendekatinya dari sosilogi pendidikan,
13
Wayan Nurkancana dan PPN. Sumartana, Evaluasi Pendidikan, Cet. IV, (Surabaya: Usaha
Nasional, 1986), h. 201-202.
26
akan tetapi faktor di luar gedung (sekolah) banyak juga yang
menentukan kemajuan murid di sekolah itu.14
Faktor internal ini juga sangat menentukan prestasi belajar
anak, seperti yang dikemukakan oleh Schopenhauer dari Jerman
yang beraliran Nativisme mengatakan bahwa anak sejak lahir telah
mempunyai pembawaan yang kuat, sehingga tidak dapat menerima
pengaruh dari luar. Baik buruknya anak itu sangat ditentukan oleh
pembawaan, bukan tergantung pengaruh dari luar. Oleh sebab itu
maka pendidikan itu tidak perlu, sebab pada hakeketnya yang
memegang peranan adalah pembawaan.15
Berdasarkan pendapat yang pertama, siswa merupakan
kesatuan yang psikologis, satu dengan yang lainnya saling
berhubungan dan berkaitan. Jadi, disamping faktor individual itu
sendiri, juga diperlukan peningkatan minat baca agar siswa
tersebut selalu mendapat buku-buku pelajaran maupun ilmu
pengetahuan lainnya agar prestasi yang dicapai itu sesuai dengan
kemampuannya. Sedangkan menurut pendapat yang kedua
menerangkan bahwa baik atau tidaknya prestasi belajar anak
ditentukan oleh pembawaan, pendidikan hanya bersifat
14 Ali Syaifullah, Pengantar Dasar-Dasar Pendidikan, (Surabaya: Usaha Nasional, 1981), h.
140. 15
Zuhairini, et al, Metodik Khusus Pendidikan Agama, (Surabaya: Usaha Nasional, 1981), h.
29.
27
mengantarkan dan bukan menjadikan anak itu pandai dan
mempunyai prestasi yang baik.
Adapun faktor internal (pembawaan) ini meliputi: faktor
biologis dan faktor psikologis.
a) Faktor Jasmaniah
Faktor ini mencakup hal-hal yang berhubungan dengan
jasmaniah siswa itu sendiri. Siswa yang sehat jasmaninya akan
mudah mencapai prestasi belajar yang baik dibandingkan
dengan siswa yang tidak sehat jasmaninya atau sakit-sakitan.
Siswa yang tidak sehat jasmaninya tidak dapat melakukan
konsentarasi terhadap pelajarannya. Akibatnya pelajaran
kurang diterima atau kurang dipahami, apalagi dalam usaha
membaca buku-buku pelajaran di perpustakaan, siswa tersebut
malas menggunakan jasa perpustakaan. Oleh karena itu faktor
biologis tersebut juga faktor kemampuan siswa atu tabiatnya
sendiri.
Oleh karena itu, agar siswa dapat belajar dengan baik,
maka siswa harus mengetahui kemampuannya serta
memperhatikan jasmaninya dalam kondisi yang baik, sebab
28
dengna kondisi yang baikserta belajarnya disesuaikan dengan
kemampuannya akan memberikan penagruh terhadap hasil
belajar.
b) Faktor Psikologis
Faktor psikologis adalah faktor-faktor yang
berhubungan dengan aktivitas kejiwaan seseorang. Faktor
psikologis memberikan andil yang cukup besar dalam belajar,
faktor ini akan senantiasa memberikan landasan dan
kemudahan dalam upaya mencapai tujuan belajar yang
optimal, tanpa adanya faktor psikologi akan memperlambat
pencapaian belajar yang berpengaruh terhadap prestasi belajar
bahkan dapat pula menambah kesulitan dalam mengajar.16
Menurut Slameto sekurang-kurangnya ada tujuh faktor
psikologis yang mempengaruhi belajar. Faktor-faktor itu
adalah intelegensi, perhatian, minat, bakat, motivasi,
kematangan, dan kesiapan.17
(1) Intelegensi
16
Sardiman A. M., Interaksi Dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2010), h. 39. 17
Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya, (Jakarta: Rineka Cipta, 1995),
h. 55.
29
Menurut W. Stern mengatakan bahwa intelegensi
adalah kesanggupan jiwa untuk dapat menyesuaikan diri
dengan cepat terhadap yang baru.18
Dari pernyataan di atas, kita dapat melihat bahwa
didalam menilai masalah intelegensi, W. Stern lebih
menitikberatkan kepada masalah penyesuaian diri terhadap
persoalan yang dihadapi oleh individu. Bagi orang yang
intelegensinya tinggi, mereka akan lebih cepat dalam
memecahkan masalah yang dihadapi dibandingkan mereka
yang kurang cerdas. Disamping itu, seorang tokoh ahli ilmu
jiwa Thorndike, mengatakan bahwa seseorang itu dapat
dikatakan cerdas apabila mereka mampu memberikan
tanggapan yang tepat dan sesuai dengan rangsangan yang
diterima.19
Selanjutnya, Lewis Hedison Terman
mengatakan pendapatnya mengenai kesanggupan individu
untuk berpikir secara abstrak.20
Dari definisi tersebuat di atas, dapat disimpulkan
secara sederhana bahwa intelegensi adalah kesanggupan
untuk berpikir.
18
Afifudin, et. al, Psikologi Pendidikan Anak Usia Sekolah dasar, Cet. IV, (Solo: Harapan
Massa, 1988), h. 39. 19
Ibid., h. 40. 20
Ibid., h. 41.
30
Intelegensi besar pengaruhnya terhadap kemajuan
belajar. Dalam situasi yang sama, siswa yang mempunyai
tingkat intelegensi yang tinggi akan lebih berhasil daripada
yang mempunyai intelegensi rendah. Walaupun begitu,
siswa yang mempunyai intelegensi belum tentu berhasil
dalam belajarnya. Hal ini disebabkan karena belajar adalah
suatu proses yang kompleks dengan banyak faktor yang
mempengaruhinya. Sedangkan intelegensi adalah salah satu
faktor di antara faktor yang lain.
(2) Perhatian
Menurut Al-Ghazali perhatian adalah keaktifan jiwa
yang dipertinggi, jiwa itupun semata-mata tertuju kepada
suatu objek (benda/hal) atau sekumpulan objek.21
Untuk
dapat menjamin hasil belajar yang baik, maka siswa harus
mempunyai perhatian terhadap bahan yang dipelajarinya.
Jika bahan pelajaran tidak menjadi perhatian siswa, maka
timbullah kebosanan, sehingga tidak lagi suka belajar.
(3) Minat
21 Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi, op.cit., h. 58.
31
Menurut Hilgrad minat adalah kecenderungan yang
tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa
kegiatan.22
Kegiatan yang diminati seseorang akan
diperhatikan terus menerus dan disertai dengan rasa
senang. Minat besar pengaruhnya terhadap belajar, karena
bila bahan pelajaran yang dipelajari tidak sesuai denga n
minat siswa, siswa tidak akan belajar dengan sebaik-
baiknya karena tidak ada daya tarik baginya.
(4) Bakat
Pengertian bakat dikemukakan oleh Crow and Crow
sebagai suatu kualitas yang nampak pada tingkah laku
manusia dalam suatu lapangan keahlian tertentu, seperti
musik, mengarang, ilmu pasti, teknik atau keahlian
lainnya.23
Bakat dapat dikembangkan atau sebaliknya, hal ini
bergantung pada latihan atau pendidikan yang diberikan.
Apabila mendapat latihan atau pendidikan yang cukup
memadai, maka bakat tersebut akan berkembang menjadi
suatu kecakapan yang nyata. Sebaliknya, apabila bakat
22
Ibid, h. 59. 23
Wayan Nurkancana dan PPN. Sumartana, Evaluasi Pendidikan, Cet. IV, (Surabaya: Usaha
Nasional, 1986), h. 204-205.
32
tidak mendapat latihan atau pendidikan yang baik, maka
bisa jadi bakat tersebut berkembang tidak semestinya,
bahkan bisa tidak sama sekali berkembang. Sehingga bakat
tersebut terpendam dan tidak dapat tersalurkan dan tidak
akan pernah tampil ke permukaan.
Demikian pula halnya dengan siswa, jika bahan
pelajaran yang dipelajari sesuai dengan bakatnya, maka
hasil belajarnya lebih baik karena ia senang belajar dan
selanjutnya akan lebih giat lagi dalam belajanya
(5) Motivasi
Motivasi merupakan salah satu faktor yang penting
dalam belajar, karena motivasi memberikan semangat pada
seseorang dalam kegiatan belajarnya. Menurut Noehi
Nasution motivasi adalah kondisi psikologis yang
mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu.24
Jadi
yang dimaksud dengan motivasi belajar adalah kondisi
psikologis yang mendorong seseorang untuk belajar. Kuat
lemahnya motivasi belajar seseorang turut mempengaruhi
prestasi belajar.
24
Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2008), h. 200.
33
(6) Kematangan
Kematangan adalah suatu tingkat/frase dalam
pertumbuhan seseorang, dimana alat-alat tubuhnya sudah
siap untuk melaksanakan kecakapan baru.25
Kematangan
belum berarti anak dapat melaksanakan kegiatan secara
terus menerus, untuk itu diperlukan latihan-latihan dan
pelajaran. Dengan kata lain anak yang sudah siap (matang)
belum dapat melaksanakan kecakapannya sebelum belajar.
Belajarnya akan lebih berhasil jika anak sudah siap
(matang).
(7) Kesiapan
Menurut James Drever kesiapan adalah kesediaan
untuk memberi respon atau bereaksi.26
Kesediaan itu
timbul dari dalam diri seseorang dan juga berhubungan
dengan kematangan, karena kematangan adalah kesiapan
25
Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi, op.cit., h. 60. 26
Ibid, h. 61.
34
untuk melaksanakan kecakapan. Kesiapan ini perlu
diperhatikan dalam proses belajar, karena jika siswa sudah
mempunyai kesiapan dalam belajar, maka hasil belajarnya
akan lebih baik.
2) Faktor Eksternal
Yang dimaksud dengan faktor eksternal adalah faktor yang
ada di luar diri individu. Faktor itu terdiri dari:
a) Faktor Keluarga
Keluarga adalah tempat pertama kali dimana anak
menerima pendidikan dari orang tua yang melatarbelakangi
sikap dan tingkah lakunya sehari-hari. Hal ini terjadi karena
anak dilahirkan dan dibesarkan kebanyakan waktunya
kendatipun sudah sekolah berada dalam keluarga. Oleh Karena
itu keadaan keluarga sangat berpengaruh terhadap prestasi
belajar siswa. Peranan orang tua dalam membimbing anak
memang sangat besar pengaruhnya. Kedua orang tua adalah
yang pertama kali membimbing, memberi pengarahan serta
mengajari anak-anaknya, karena kedua orang tua adalah orang
yang pertama kali dikenal anak.
b) Keadaan Sekolah
35
Sekolah adalah tempat anak menuntut ilmu. Sehingga
sekolah juga merupakan faktor yang ikut menentukan hasil
belajar karena menentukan instrumental dalam pendidikan,
yaitu: Perlengkapan yang berpengaruh langsung terhadap
proses pendidikan dan menentukan berhasil tidaknya tujuan
pendidikan.27
Faktor ini terdiri antara lain: sarana, kurikulum,
perpustakaan, sekolah, karyawan dan guru yang semuanya itu
akan mempengaruhi proses belajar menagajar. Terutama yang
terakhir yaitu faktor guru merupakan faktor kunci atau penentu
dalam usaha meningkatkan mutu pendidikan. Maksudnya
bahwa kehadiran guru (dengan seluruh karakteristiknya) di
dalam kelas sangat menentukan terhadap peningkatan belajar
siswa.
c) Faktor Masyarakat
27
Sofyan Ahmad, Pembinaan dan Pengembangan Sistem Pendidikan Islam, (Bandung : PT.
Al-Ma’arif, 1982), h. 31-32.
36
Masyarakat merupakan perwujudan dari pergaulan
hidup bersama manusia. Selo Sumarjan mengatakan bahwa
masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama yang
menghasilkan kebudayaan.28
Dengan demikian selain rumah/keluarga dan sekolah,
anak juga berada dalam masyarakat. Dalam banyak hal yang
kurang menguntungkan bagi proses belajar mengajar. Sepereti
film, majalah, komik, dan lain-lain yang tidak sesuai dengan
perkembangan anak, mempunyai pengaruh agak kurang baik
terhadap perkembangan anak. Pengaruh-pengaruh ini sukar
sekali untuk dicegah atau ditolak, sehingga menagakibatkan
terhadap perhatian belajar anak menjadi berkuarang atau
terganggu serta tidak dapat tercurhkan semaksimal mungkin.
Keadaan masyarakat di lingkungan sekitar, baik secara
langsung maupun tidak langsung akan memberikan penagaruh
terhadap perkembangan anak. Keadaan masyarakat ini dapat
dilihat dari bermacam-macam segi, misalnya:
(1) Kegiatan siswa dalam masyarakat
(2) Mass media
28 Imam Asy’ari, Pengantar Sosiologi, (Surabaya: Usaha Nasional, 1983), h. 46.
37
(3) Teman bergaul.
(4) Bentuk kehidupan masyarakat.
b. Jenis-Jenis Prestasi Belajar
Setiap lembaga pendidikan di sekolah maupun luar sekolah
tentu mempunyai keinginan agar siswa yang dididik mempunyai
prestasi yang tinggi termasuk di dalamnya adalah Pendidikan Agama
Islam.
Untuk mengetahui bahwa siswa telah mencapai prestasi
belajar, seperti apa yang diharapkan pendidik jika dilihat dari adanya
perubahan tingkah laku atau sikap dari anak didik.
Bloom juga menyatakan bahwa ada tiga bentuk prestasi belajar
yaitu: kognitif, afektif, dan psikomotor.29
Untuk lebih jelasnya akan
penulis uraikan tentang maksud dan apa yang akan dicapai
didalamnya:
1) Prestasi Belajar Kognitif
Prestasi belajar siswa pada aspek kognitif ini banyak
menitikberatkan pada masalah atau bidang intelektual, sehingga
kemampuan akal akan selalu mendapatkan perhatian yaitu kerja
29
Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
1989), h. 22.
38
otak untuk dapat menguasai berbagai pengetahuan yang
diterimanya.
Prestasi belajar pada aspek kognitif ini berkenaan dengan
hasil belajar intelektual. Bloom mengklasifikasikan tujuan kognitif
menjadi enam tingkatan yang terdiri dari aspek pengetahuan dan
ingkatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.30
Untuk lebih jelasnya akan penulis uraikan sebagai berikut:
a) Pengetahuan
Aspek ini mengacu pada kemampuan mengenal atau
mengingat materi yang sudut dipelajari dari yang sederhana
sampai hal-hal yang sukar. Yang penting disini adalah
kemampuan mengingat keterangan yang berat.31
Jadi hasil belajar pengetahuan ini penting sebagai
persyaratan untuk menguasai dan mempelajari hasil belajar
yang lain.
b) Pemahaman
30
Moh. Uzer Usman dan Lilis Setiawati, Upaya Optimalisasi Kegiatan Belajar Mengajar,
(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1993), h. 111. 31 R. Ibrahim dan Nana Syaodih, Perencanaan Pengajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 1996), h.
72.
39
Aspek ini mengacu pada kemampuan memahami
makna materi yang dipelajari. Misalnya menjelaskan dengan
susunan kalimatnya sendiri sesuatu yang dibaca atau
didengarnya.
c) Aplikasi
Aplikasi adalah penggunaan abstraksi pada situasi
kongkrit atau situasi khusus. Abstraksi tersebut mungkin
berupa ide, teori, petunjuk teknis.32
d) Analisis
Analisis adalah usaha memilih suatu integritas menjadi
unsur-unsur atau bagian-bagian sehingga jelas hierarkinya dan
atau susunannya.33
Dengan analisis diharapkan seseorang mempunyai
pemahaman yang kompherensif dan dapat memilahkan
integritas menjadi bagian-bagian yang terpadu, untuk hal lain
memahami cara bekerjanya, untuk hal lain lagi memahami
sistemtikanya.
32
Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, op.cit., h. 25. 33
Ibid., h. 27.
40
e) Sintesis
Sintesis adalah penyatuan unsur-unsur bagian-bagian ke
dalam bentuk menyeluruh.34
Berpikir sintesis merupakan salah
satu terminal untuk menjadikan orang lebih kreatif. Berpikir
kreatif merupakan salah satu hasil yang dicapai dalam
pendidikan.
f) Evaluasi
Evaluasi adalah kesanggupan memberikan keputusan
tentang nilai sesuatu berdasarkan pertimbangan yang telah
dimilikinya dan kriteria yang dipakai.35
2) Prestasi Belajar Aspek Afektif
Prestasi belajar afektif ini dikatkan berhasil apabila siswa
benar-benar mampu bersikap dan bertingkah laku sesuai denga
tujuan pendidikan dan apa yang diharapkan oleh guru.
Menurut Karthwohl, Bloom, dan manusia bahwa domain
afektif berdasarkan lima kategori yaitu:36
34 Ibid, h. 28. 35
Nana Sudjana, Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT. Sinar Baru
Algesindo, 1999), h. 76.
41
a) Penerimaan (Reveiving)
Aspek ini mengacu pada kepekaan dan kesediaan
menerima dan menaruh perhatian terhadap nilai tertentu,
seperti nilai kesediaan menerima dan menaruh perhatian
terhadap nilai di sekolah.
b) Pemberian Respons (Responding)
Aspek ini mengacu pada kecenderungan
memperlihatkan reaksi terhadap norma tertentu. Menunjukkan
kesediaan dan kerelaan untuk merespon, memperhatikan secara
aktif, turut berpartisipasi dalam suatu kegiatan, seperti tertib
disiplin sesuai yang diterima.
c) Penghargaan atau Penilaian (Valuing)
Aspek ini mengacu pada kecenderungan menerima
suatu norma tetentu, menghargai, suatu norma, memberikan
penilaian terhadap sesuatu dengan memposisikan diri sesuai
dengan penilaian dan mengikat diri pada suatu norma. Seperti
telah memperlihatkan perilaku disiplin yang menetapkan dari
waktu ke waktu.
36
Syaiful Sagala, Konsep dan makna Pembelajaran, (Bandung: Alfabeta, 2009), h. 159.
42
d) Pengorganisasian (Organization)
Aspek ini mengacu pada proses membentuk konsep
tentang suatu nilai serta menyusun suatu system nilai-nilai
pada dirinya. Pada taraf ini seseorang mulai memilih nilai -nilai
dalam dirinya, sesuai dengan norma-norma disiplin tersebut.
e) Karakterisasi (Charakterization)
Pembentukan pola hidup, aspek ini mengacu pada
proses mewujudkan nilai-nilai pribadi sehingga merupakan
watak, dimana norma itu tercermin dalam pribadinya. Seperti
betul-betul telah menyatu dalam dirinya, aspek ini merupakan
tingkat paling tinggi dari domain afektif.
3) Prestasi Belajar Aspek Psikomotorik
Ranah psikomotorik adalah ranah yang berkaitan dengan
ketrampilan (skill) atau kemampuan bertindak setelah seseorang
43
menerima pengalaman belajar tertentu. Menurut Dave domain
psikomotor terbagi menjadi lima kategori:37
a) Peniruan
Terjadi ketika siswa mengamati suatu gerakan. Mulai
memberi respon serupa dengan yang diamati. Mengurangi
koordinasi dan control otot-otot syaraf.
b) Manipulasi
Menekankan pada perkembangan kemampuan
mengikuti pengarahan, penampilan gerakan-gerakan pilihan,
dan menetapkan suatu penampilan melalui latihan. Pada
tingkat ini siswa menampilkan sesuatu menurut petunjuk-
petunjuk, tidak hanya meniru tingkah laku saja.
c) Ketetapan
Memerlukan kecermatan, proporsi, dan kepastian yang
lebih tinggi dalam penampilan. Respon-respon lebih terkoreksi
dan kesalahan-kesalahan dibatasi sampai pada tingkat
minimum.
d) Artikulasi
37 Moh. Uzer Usman dan Lilis Setiawati, Upaya Optimalisasi Kegiatan Belajar Mengajar,
op.cit., h. 117.
44
Menekankan pada koordinasi suatu rangkaian gerakan
dengan membuat urutan tepat dan mencapai yang diharapkan
atau konsistensi internal antar gerakan-gerakan yang berbeda.
e) Pengalamiahan
Menurut tingkah laku yang ditampilkan paling sedikit
mengeluarkan energi fisik mapun psikis. Gerakannya
dilakukan secara rutin.
4) Fungsi Prestasi Belajar
Ada beberapa fungsi utama dalam prestasi belajar yaitu:
a) Prestasi belajar sebagai indikator kualitas dan kuantitas
pengetahuan yang telah dikuasai anak didik.
b) Prestasi belajar sebagai lambang pemuasan hasrat ingin tahu.
c) Prestasi belajar sebagai bahan informasi dalam inovatif
pendidikan.
d) Prestasi belajar sebagai indikator internal dan eksternal dari
suatu institusi pendidikan.
e) Prestasi belajar dapat dijadikan indikator terhadap daya serap
terhadap kecerdasan peserta didik.
45
Jadi dilihat dari beberapa fungsi prestasi belajar di atas,
maka betapa pentingnya kita mengetahui prestasi belajar anak
didik, baik secara perorangan maupun secara kelompok sebab
fungsi prestasi belajar tidak hanya sebagai indikator institusi
pendidikan. Selain itu, prestasi belajar apakah perlu
mengadakan diagnosis, bimbingan dan penyuluhan, untuk
keperluan seleksi, untuk keperluan penempatan atau
penjurusan, untuk menentukan isi kurikulum, dan untuk
menentukan kebijaksanaan sekolah.38
2. Tinjauan Tentang PAI
a. Pengertian PAI
Islam sebagai petunjuk Ilahi mengandung implikasi
kependidikan (Paedagogis) yang mampu membimbing dan
mengarahkan manusia menjadi mukmin, muslim, muhsin, dan
muttaqin melalui proses tahap demi tahap.
Memahami PAI berarti harus menganalisa secara paedagogis
suatu aspek utama dari misi agama yang diturunkan kepada umat
manusia melalui Nabi Muhammad SAW 14 abad yang lalu. Misi
38
Zainal Arifin, Evaluasi Instruksional, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1991), h. 3-4.
46
agama Islam itu nsendiri ada tiga dimensi pengembangan kehidupan
manusia yaitu:
1) Dimensi kehidupan duniawi yang mendorong manusia sebagai
hamba Allah yang mengembangkan dirinya dan ilmu pengetahuan,
ketrampilan, nilai-nilai yang mendasari kehidupan yaitu nilai -nilai
Islam.
2) Dimensi kehidupan ukhrowi mendorong manusia untuk
mengembangkan dirinya dalam pola yang serasi dan seimbang
dengan Tuhannya.
3) Dimensi hubungan antara kehidupan dunia dan ukhrowi.39
Dengan demikian, PAI menjadi aspek yang paling penting
dalam mendukung dan melaksanakan misi Islam tersebut. Karena
pendidikan merupakan proses yang sempurna dalam membimbing dan
mengarahkan manusia untuk lebih mengetahui dan memahami segala
sesuatu yang belum dimengerti atau dipahami. Untuk itu pengertian
dan tujuan PAI harus jelas. Definisi dari PAI sendiri mempunyai
banyak versi diantaranya adalah:
Secara global oleh Zuhairini, Abdul Ghofir, dan Slamet
As.Yusuf, PAI diartikan sebagai usaha-usaha sistematis dan pragmatis
39
M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1989), h. 31.
47
dalam membnatu ana didik agar mereka hidup sesuai dengan ajaran
Islam.40
Sedangkan Arifin mendefinisikan PAI sebagai suatu sistem
pendidikan yang mencakup seluruh aspek kehidupan yang dibutuhkan
oleh hamba Allah.41
Zakiah Daradjat mendefinisikan PAI adalah usaha berupa
bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar kelak setelah selesai
pendidikannya dapat memahami dan mengamalkan ajaran agama
Islam serta menjadikannya sebagai pandangna hidup (way of life).42
Sedangkan menurut Direktorat Pembinaan Pendidikan Agama
Islam pada Sekolah Umum Negeri (Ditbinpaisun) definisi PAI adalah
suatu usaha bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar nantinya
setelah selesai dari pendidikan dapat memahami apa yang terkandung
di dalam Islam secara keseluruhan, menghayati makna dan maksud
serta tujuannya dan pada akhirnya dapat mengamalkannya serta
menjadikan ajaran-ajaran agama Islam yang telah dianutnya itu
sebagai pandangan hidupnya sehingga dapat mendatangkan
keselamatan dunia dan akhirtnya kelak.43
40
Zuhairini, Abdul Ghofir As.Yusuf, Pendidikan Agama, (Surabaya: Usaha Nasional, 1983), h.
27. 41
M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, op.cit., h. 11. 42
Zakiah Daradjat, dkk, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), h. 86. 43
Ibid, h. 88.
48
Dari berbagai pendapat mengenai definisi PAI dapat
disimpulkan bahwa PAI adalah pendidikan yang dilaksanakan
berdasarkan ajaran agama Islam. Berkaitan dengan pendidikan maka
Islam telah memerintahkan menuntut ilmu sejak dari kandungan
sampai ke liang kubur. Artinya sejak anak dalam kandungan, sikap ibu
dan amal perbuatannya akan dapat mempengaruhi anak yang
dikandungnya. Setelah lahir ibulah yang pertama-tama mendidiknya,
mengajarnya berbicara, bersikap sopan santun yang baik. Jadi, rumah
tangga merupakan lembaga pendidikan yang pertama.
Pendidikan berusaha mengubah seseorang tidak tahu menjadi
tahu, dari tidak dapat berbuat menjadi dapat berbuat, dari tidak dapat
bersikap seperti yang diharapkan menjadi dapat bersikap yang
diharapkan. Kegiatan PAI adalah bimbingan terhadap pertumbuhan
rohani dan jasmani menurut ajaran Islam dengna hikmah
mengarahkan, mengajarkan, melatih, menggugah, dan mengawasi
berlakunya semua ajaran Islam. Usaha itu dilakukan untuk membentuk
manusia secara keseluruhan, aspek kemanusiaan secara utuh, lengkap,
dan terpadu menuju kepribadian yang Islami dan pembentukan
manusia yang bertaqwa.
b. Tujuan PAI di Sekolah Umum
49
Tujuan artinya sesuatu yang harus dituju, yaitu yang akan
dicapai dengan suatu kegiatan atau usaha. Suatu kegiatan akan
berakhir bila tujuannya sudah tercapai. Kalau tujuan itu bukan tuju an
akhir kegiatan berikutnya akan langsung dimulai untuk mencapai
tujuan selanjutnya dan terus menerus sampai pada tujuan akhir.44
Tujuan pendidikan merupakan faktor yang sangat penting
karena merupakan arah yang akan dituju oleh pendidikan itu. Untuk
merumuskan tujuan pendidikan, pendidikan seharusnya menimbulkan
pertumbuhan yang seimbang dari kepribadian total manusia melalui
latihan spiritual, intelek, rasional diri, perasaan, dan kepekaan
manusia. Karena itu pendidikan seharusnya menyediakan jalan bagi
pertumbuhan manusia dalam segala aspeknya, spiritual, intelektual,
imajinatif, fisikal, ilmiah linguistik, baik secara individual maupun
secara kolektif dan memotivsi semua aspek untuk mencapai kebaikan
dan kesempurnaan.45
Di dalam GBHN tujuan Pendidikan Nasional dikemukakan
dengan jelas, bahwa Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan
bertujuan untuk meningkatkan ketaqwaan terhadap Tuhan YME,
kecerdasan, keterampilan, mempertinggi budi pekerti, memperkuat
44
Zakiyah Daradjat, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), h.
27. 45
Ali Ashraf, Horison Baru Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1989), h. 2.
50
kepribadian dan mempertebal semangat kebangsaan agar dapat
menumbuhkan manusia pembangunan agar dapat membangun dirinya
sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan
bangsa.
Tujuan Pendidikan Nasional yang berdasarkan Pancasila juga
merupakan tujuan PAI, karena peningkatan ketaqwaan terhadap Tuhan
YME sebagaimana yang dimaksudkan dalam GBHN, hanya dapat
dibina melalui Pendidikan Agama yang intensif dan efektif. Untuk
mencapai hal tersebutdi atas maka pelaksanaannya dapat ditempuh
dengan cara:
1) Membina manusia yang mampu melaksanakan ajaran-ajaran
agama Islam dengan baik dan sempurna sehingga mencerminkan
sikap dan tindakan dalam seluruh kehidupannya.
2) Mendorong manusia untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia
dan di akhirat.
3) Mendidik ahli-ahli agama yang cukup trampil.
Pendidikan Agama mempunyai tujuan-tujuan yang berintikan
tiga aspek, yaitu aspek iman, ilmu dan amal, yang pada dasarnya
berisi:
51
1) Menumbuh suburkan dan mengembangkan serta membentuk sikap
positif dan disiplin serta cinta terhadap agama dalam pelbagai
kehidupan anak yang nantinya akan menjadi manusia yang
bertaqwa kepada Allah SWT, taat kepada perintah Allah SWT dan
Rasul-Nya.
2) Ketaatan kepada Allah SWT dan Rasul-Nya merupakan motivasi
instrinsik terhadap pengembangan ilmu pengetahuanyang harus
dimiliki anak. Berkat pemahaman tentang pentingnya agama dan
pengetahuan (agama dan umum) maka anak menyadari keharusan
menjadi seorang hamba Allah yang beriman dan berilmu
pengetahuan.
3) Menumbuhkan dan membina ketrampilan beragama dalam semua
lapangan hidup dan kehidupan serta dapat memahami dan
menghayati ajaran agama Islam secara mendalam dan bersifat
menyeluruh, sehingga dapat digunakan sebagai pedoman hidup.46
Secara keseluruhan tujuan PAI adalah pembentukan manusia
yang bertaqwa. Materi Pendidikan Agama Islam di SMP meliputi
aqidah akhlak, fiqih, al-qur’an hadist, dan SKI.
46
Zakiah Daradjat, dkk, Ilmu Pendidikan Islam, op.cit., , h. 89-90.
52
C. Efektivitas Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Deep
Dialogue/Critical Thinking (DD/CT) Terhadap Prestasi Belajar Siswa
Model pembelajaran berbasis Deep Dialogue/Critical Thinking
(DD/CT) dapat meningkatkan prestasi belajar pada mata pelajaran Pendidikan
Agama Islam. Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas bahwa model
pembelajaran berbasis Deep Dialogue/Critical Thinking (DD/CT) adalah
suatu pendekatan pembelajaran yang mengakses paham konstruktivis dengan
menekankan dialog mendalam dan berpikir kritis dalam mendapatkan
pengetahuan dan pengalaman.
Prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan atau ketrampilan yang
dikembangkan melalui mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai
tugas atau angka nilai yang diberikan oleh guru.
Dari beberapa definisi prestasi dalam kaitannya dengan belajar,
prestasi belajar berarti hasil akhir yang telah dicapai oleh seseorang setelah
melakukan kegiatan belajarnya melalui metode atau pendekatan pembelajaran
yang digunakan. Pada dasarnya pembelajaran adalah suatu proses belajar,
dalam arti siswa sebagai pembelajar, pelaku atau subjek pembelajaran .
Kegiatan ini akan mengakibatkan siswa mempelajari mata pelajaran atau
sesuatu dengan cara yang lebih efektif dan efisien untuk menunjang
keberhasilan. Sehingga siswa sebagai penentu terjdinya atau tidak terjadinya
53
proses belajar. Proses belajar terjadi berkat siswa memperoleh sesuatu yang
ada di lingkungna sekitar. Lingkungan yang dipelajari siswa dapat berupa
keadaan alam, benda-benda, hewan, tumbuhan, atau hal-hal yang dapat
dijadikan bahan belajar.47
Dalam model pembelajaran berbasis Deep Dialogue/Critical Thinking
siswa membina sendiri pengetahuan atau konsep secara aktif berdasarkan
pengetahuan dan pengalaman. Melalui model pembelajaran tersebut,
diharapkan peserta didik belajar melalui mengalami, merasakan, medialogkan
bukan hanya menghafalkan.
Prestasi belajar yang diperoleh siswa berdasarkan pengalamannya
sendiri akan lebih mengena daripada harus menghafal teori -teori saja. Tetapi
yang lebih penting adalah bagaimana siswa dapat menerapkan apa yang
sudah dipelajari dalam materi Pendidikan Agama Islam dalam kehidupan
sehari-hari.
Jadi, jelaslah bahwa penerapan model pembelajaran berbasis Deep
Dialogue/Critical Thinking (DD/CT) adalah model pembelajaran yang efektif
dalam meningkatkan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran Pendidikan
Agama Islam.
47
Dimyati dan Mudjino, Belajar dan Pembelajaran, op.cit., h. 7.
54
55