LANDASAN PUSTAKA - eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/780/3/BAB II.pdf ·...
Transcript of LANDASAN PUSTAKA - eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/780/3/BAB II.pdf ·...
BAB II
LANDASAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Koperasi Secara Umum
a. Pengertian Koperasi
Istilah Koperasi berasal dari bahasa Latin Cooperate yang
dalam bahasa Inggris Cooperation. Co artinya bersama dan operation
artinya bekerja, sehingga Cooperation berarti bekerja atau berusaha
bersama-sama. Menurut Revrisond Baswir (2000:2) dalam bukunya
yang berjudul “Koperasi Indonesia” menjelaskan bahwa secara umum
koperasi dipahami sebagai perkumpulan orang yang secara sukarela
mempersatukan diri untuk memperjuangkan peningkatan
kesejahteraan ekonomi mereka, melalui pembentukan sebuah
perusahaan yang dikelola secara demokratis.
Menurut Undang-undang Nomor 25 tahun 1992 menyebutkan
bahwa:
“Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan.”
Menurut ILO (International Labour Organization) (dalam
Revrisond Baswir, 2015:22) menjelaskan bahwa:
“Koperasi adalah suatu perkumpulan orang, biasanya yang memiliki kemampuan ekonomi terbatas, yang melalui suatu bentuk organisasi organisasi perusahaan yang diawasi secara demokratis,
masing-masing memberikan sumbangan yang setara terhadap modal yang diperlukan, dan bersedia menanggung resiko serta menerima imbalan yang sesuai dengan usaha yang mereka lakukan”
Menurut Hendrojogi (dalama Alfi Rohmaning Tyas, 2014:9)
menyebutkan bahwa:
“Koperasi itu merupakan suatu wadah bagi golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah yang dalam rangka usaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya berusaha meningkatkan tingkat hidup mereka.”
Sedangkan ICA (International Cooperative Alliance) (dalam
Hendar, 2005: 17-18) mendefinisikan koperasi sebagai:
“...kumpulan orang-orang atau badan hukum yang bertujuan untuk perbaikan sosial ekonomi anggotanya dengan memenuhi kebutuhan ekonomi anggotanya dengan jalan berusaha bersama dengan saling membantu antara satu dengan lainnya dengan cara membatasi keuntungan, usaha tersebut harus didasarkan prinsip-prinsip koperasi”.
Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa
koperasi berbeda dengan badan usaha yang lainnya karena dalam
koperasi memfokuskan untuk menyejahterakan seluruh anggotanya
melalui usaha yang dijalankan bersama. Seluruh anggota koperasi
akan mendapatkan imbalan secara proporsional sesuai dengan
kontribusi mereka terhadap koperasi. Menurut Hendar Kusnadi
(2005:22-23), perbedaan koperasi dengan perusahaan konvensional
lain adalah:
Tabel II.1. Perbedaan Koperasi dengan Perusahaan Konvensional
Komponen Koperasi Perusahaan
Konvensional Anggota Keanggotaan terbuka
untuk semua pemakai. Keanggotaan terbuka untuk para penanam modal
Modal awal yang dimasukkan minimal dan karenanya tidak merupakan rintangan bagi keanggotaan. Para anggota dapat dimasukkan dana tambahan sesuai dengan pemanfaatannya terhadap pelayanan koperasi.
tertentu. Pemilik yang ada biasanya hanya menambah jumlah anggotanya sebanyak penanam modal baru yang dipandang perlu. Penanam modal baru diperoleh melalui penjualan saham yang ditawarkan dengan harga pasar.
Pemilik Pemakai adalah pemilik Penanam modal adalah pemilik
Pengawasan Pengawasan berada pada anggota atas dasar hal yang sama.
Terikat pada penanam modal sebanding dengan modal yang ditanamkan dalam perusahaan itu.
Kemanfaatan Anggota/pemakai memperoleh kemanfaatannya sebanding dengan pemanfaatannya atas jasa yang disediakan oleh koperasi. Tingkat bunga yang dibayarkan untuk modalnya terbatas.
Penanam modal memperoleh bagian laba sebagai hasil dari modal yang ditanamkannya, sebanding dengan modal yang ditanamkan oleh tiap-tiap penanam modal.
Sumber: Buku Ekonomi Koperasi Edisi Kedua (Hendar Kusnadi) tahun 2005
b. Landasan dan Asas Koperasi
Landasan merupakan pedoman dalam menentukan arah,
tujuan, peran, serta kedudukan Koperasi terhadap pelaku-pelaku
ekonomi lainnya. Landasan Koperasi di Indonesia terdiri dari 2 (dua)
landasan yaitu landasan idiil dan landasan strukturil. Landasan idiil
adalah Pancasila, sedangkan landasan strukturil adalah Undang-
Undang Dasar 1945.
Hal ini sebagaimana dinyatakan dalam UU No.25 Tahun 1992
tentang Pokok-pokok Perkoperasian. Dalam UU No 25 tahun 1992
Pasal 2, dinyatakan bahwa “Koperasi berlandaskan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945 serta berdasar atas asas kekeluargaan”.
Hal tersebut sesuai dengan Pasal 33 UUD 1945 yang berbunyi
“...perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar asas
kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan itu ialah
Koperasi”.
c. Tujuan Koperasi
Dalam Pasal 4 UU No 25 Tahun 1992 dijelaskan bahwa:
“Koperasi bertujuan memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian Nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.”
d. Prinsip Koperasi
Revrisond Baswir (2015:33) menjelaskan prinsip-prinsip
koperasi sebagai berikut:
“Prinsip-prinsip pengelolaan koperasi merupakan penjabaran lebih lanjut dari asas kekeluargaan yang dianut oleh Koperasi. Prinsip-prinsip koperasi ini biasanya mengatur baik mengenai hubungan antara Koperasi dengan para anggotanya, hubungan antar sesama anggota Koperasi, pola kepengurusan organisasi Koperasi, serta mengenai tujuan yang ingin dicapai oleh Koperasi sebagai lembaga ekonomi yang berasas kekeluargaan”.
Prinsip-prinsip koperasi dikembangkan oleh para pelopor
koperasi di Rochdale, yang kemudian dikenal sebagai “Prinsip-prinsip
Rochdale” atau “The Principles of Rochdale”. Prinsip Rochdale
dipelopori oleh 28 koperasi konsumsi di Rochdale, Inggris pada tahun
1944 yang kemudian terjadi penyesuaian oleh berbagai negara sesuai
dengan keadaan koperasi, sosial budaya, dan perekonomian
masyarakat setempat.
Menurut Revrisond Baswir (2015: 35-36), prinsip-prinsip
Rochdale tersebut adalah sebagai berikut:
1. Barang-barang dijual bukan barang palsu dan dengan timbangan
yang benar;
2. Penjualan barang dengan tunai;
3. Harga penjualan menurut harga pasar;
4. Sisa hasil usaha (keuntungan) dibagikan kepada para anggota
menurut perimbangan jumlah pembelian tiap-tiap anggota ke
Koperasi;
5. Masing-masing anggota mempunyai satu suara;
6. Netral dalam politik dan kegamaan.
Keenam prinsip tersebut sampai sekarang banyak digunakan oleh
Koperasi di banyak negara sebagai prinsip-prinsip pendiriannya.
Namun di dalam perkembangannya kemudian, ditambahkan
beberapa prinsip lain seperti:
7. Adanya pembatasan bunga atas modal;
8. Keanggotaan bersifat sukarela;
9. Semua anggota menyumbang dalam permodalan (saling tolong
untuk mencapai penyelamatan secara mandiri).
Koperasi di Indonesia melaksanakan prinsip-prinsip Koperasi
yang tercantum dalam pasal 5 UU No 25 Tahun 1992. Prinsip-prinsip
tersebut meliputi:
1. Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka;
2. Pengelolaan dilaksanakan secara demokratis;
3. Pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil sebanding dengan
besarnya jasa usaha masing-masing anggota;
4. Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal;
5. Kemandirian
Dalam pengembangan koperasim koperasi juga melaksanakan
prinsip Koperasi sebagai berikut:
6. Pendidikan perkoperasian;
7. Kerja sama antar Koperasi.
e. Fungsi dan Peran Koperasi
Menurut UU No 25 Tahun 1992 Pasal 4 tentang perkoperasian,
fungsi dan peran koperasi adalah sebagai berikut:
1. Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan
ekonomi anggota pada khususnya dan pada masyarakat pada
umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan
sosialnya;
2. Berperan serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas
kehidupan manusia dan masyarakat;
3. Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan
ketahanan perekonomian nasional dengan koperasi sebagai
sokogurunya;
4. Berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian
nasional yang merupakan usaha bersama berdasar atas asas
kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.
Menurut Revrisond Baswir (2000:68), dua peran penting
koperasi adalah sebagai berikut:
1. Peran koperasi dalam Bidang Ekonomi
Peran koperasi dalam bidang ekonomi secara khusus antara lain
sebagai berikut:
a) Menumbuhkan motif berusaha yang lebih berperikemanusiaan
b) Mengembangkan metode pembagian SHU secara adil
c) Memerangi monopoli
d) Menawarkan barang dan jasa dengan harga yang lebih murah
e) Meningkatkan penghasilan anggota koperasi
f) Menumbuhkan sikap jujur dan keterbukaan dalam pengelolaan
perusahaan
2. Peran koperasi dalam Bidang Sosial
Peran koperasi dalam bidang sosial secara khusus antara lain
sebagai berikut:
a) Mendidik anggotanya untuk memiliki semangat bekerjasama
b) Mendorong terwujudnya suatu tatanan sosial yang manusiawi
atas rasa persaudaraan dan kekeluargaan
c) Mendorong terwujudnya tatanan nasional yang bersifat
demokratis
d) Mendorong terwujudnya kehidupan masyarakat yang tenteram
f. Jenis-jenis Koperasi
Subandi (dalam Yuni Astuti Dwi Suryani, 2015:14)
mengelompokkan koperasi berdasarkan bidang usahanya sebagai
berikut:
1. Koperasi konsumsi adalah koperasi yang bergerak dalam bidang
penyediaan barang-barang konsumsi yang dibutuhkan oleh para
anggotanya. Jenis konsumsi yang dilayani oleh suatu koperasi
sangat tergantung pada ragam anggota dan daerah kerja tempat
koperasi didirikan.
2. Koperasi produksi adalah koperasi yang kegiatan usahanya
memproses bahan baku menjadi barang jadi atau setengah jadi.
Tujuannya adalah untuk menyatukan kemampuan dan modal para
anggotanya guna meningkatkan barang-barang tertentu melalui
proses yang meratakan pengelolaan dan memiliki sendiri.
3. Koperasi pemasaran adalah koperasi yang dibentuk terutama untuk
membantu para anggotanya dalam memasarkan barang-barang
yang dihasilkannya. Tujuannya adalah untuk menyederhanakan
mata rantai niaga, dan mengurangi sekecil mungkin keterlibatan
perantara dalam memasarkan produk-produk yang dihasilkan.
4. Koperasi kredit atau Simpan Pinjam adalah koperasi yang bergerak
dalam pemupukan simpanan dari para anggotanya untuk
dipinjamkan kembali kepada para anggotanya yang membutuhkan
bantuan modal untuk usahanya. Selain itu koperasi simpan pinjam
juga bertujuan untuk mendidik anggotanya untuk bersifat hemat
dan gemar menabung serta menghindarkan anggotanya dari jeratan
para rentenir.
2. Unit Simpan Pinjam Koperasi
a. Pengertian Unit Simpan Pinjam Koperasi (USP Koperasi)
Berdasarkan Peraturan Deputi Bidang Pengawasan Kementrian
KUKM No. 06/Per/Dep.6/IV/2016, dijelaskan bahwa Unit Simpan
Pinjam Koperasi yang selanjutnya disebut USP Koperasi adalah unit
koperasi yang bergerak di bidang usaha simpan pinjam sebagai bagian
dari kegiatan usaha Koperasi yang bersangkutan.
b. Syarat Pembentukan USP Koperasi
Di dalam Peraturan Menteri KUKM No 15/Per/M.KUKM/IX/2015,
disebutkan bahwa syarat pembentukan USP Koperasi adalah:
1) Pembukaan USP Koperasi dilaksanakan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan dengan memperhatikan kelayakan usaha
serta manfaat bagi anggotanya.
2) Koperasi yang memiliki unit simpan pinjam wajib mengajukan
permohonan ijin usaha simpan pinjam.
3) USP Koperasi yang memiliki modal tetap lebih kecil dari
Rp15.000.000,00 (lima belas juta rupiah) didaftar pada buku
registrasi koperasi dan selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sudah
mengajukan permohonan ijin usaha.
4) USP Koeprasi wajib dikelola secara terpisah dengan unit usaha
lainnya.
5) USP Koperasi yang telah mencapai aset sebesar sekurang-
kurangnya Rp.5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dapat
memisahkan menjadi KSP.
(Permen KUKM No 15/Per/M.KUKM/IX/2015)
c. Kegiatan Unit Simpan Pinjam Koperasi
Menurut Peraturan Menteri KUKM No
15/Per/M.KUKM/IX/2015 dijelaskan bahwa kegiatan Usaha Simpan
Pinjam meliputi:
1. Menghimpun simpanan dari anggota;
2. Memberikan pinjaman kepada anggota, calon anggota koperasi
yang bersangkutan, koperasi lain dan atau anggotanya; dan
3. Mengelola keseimbangan sumber dana dan penyaluran pinjaman.
(Permen KUKM No 15/Per/M.KUKM/IX/2015)
d. Pengawasan Unit Simpan Pinjam Koperasi
Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Koperasi dan UKM
Nomor 08/Per/Dep.6/IV/2016 tentang Petunjuk Teknis Pemeriksaan
Usaha Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam Koperasi,
dijelaskan pengertian bahwa:
“Pengawasan Usaha KSP dan USP Koperasi adalah upaya
yang dilakukan oleh pengawas koperasi, pemerintah, gerakan
koperasi, dan masyarakat, agar usaha KSP dan USP Koperasi
diselenggarakan dengan baik sesuai dengan perundang-undangan.”
Sedangkan pemeriksaan Usaha KSP dan USP Koperasi adalah
“proses dan serangkaian kegiatan mencari, mengumpulkan, dan
mengolah data dan atau keterangan lain yang dilakukan oleh
Pengawas KSP dan USP Koperasi untuk membuktikan ada atau tidak
adanya pelanggaran atas peraturan perundang-undangan”.
Menurut Pasal 2 Peraturan Menteri Negara koperasi dan UKM
Nomor 21/Per/M.KUKM/XI/2008 disebutkan bahwa, tujuan
pengawasan Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam
Koperasi adalah sebagai berikut:
1. Mengendalikan KSP dan USP Koperasi dalam menjalankan
kegiatan usahanya sesuai dengan ketentuan dengan ketentuan
hukum yang berlaku.
2. Meningkatkan citra dan kredibilitas KSP dan USP Koperasi
sebagai lembaga keuangan yang mampu mengelola dana dari
anggota, calon anggota, koperasi lain dan atau anggotanya
berdasarkan prinsip koperasi.
3. Menjaga dan melindungi asset KSP dan USP Koperasi dari
tindakan penyelewengan oleh pihak-pihak yang tidak
bertanggungjawab.
4. Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan KSP dan
USP Koperasi terhadap pihak-pihak yang berkepentingan.
5. Mendorong pengelolaan KSP dan USP Koperasi mencapai
tujuannya secara efektif dan efisien yaitu meningkatkan
pemberdayaan ekonomi anggota.
Dijelaskan lebih lanjut dalam Pasal 4 Peraturan Menteri
Negara Koperasi dan UKM Nomor 21/Per/M.KUKM/XI/2008, bahwa
ruang lingkup pengawasan KSP dan USP Koperasi meliputi:
1. Pembinaan pelaksanaan pengendalian internal KSP dan USP
Koperasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku
2. Pemantauan perkembangan KSP dan USP Koperasi secara berkala
melalui laporan keuangan KSP dan USP Koperasi yang
bersangkutan
3. Pemeriksaan terhadap KSP dan USP Koperasi yang menyangkut
organisasi dan usahanya, termasuk program pembinaan anggota
sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP) KSP dan USP Koperasi
4. Penilaian kesehatan KSP dan USP Koperasi sesuai standar
kesehatan KSP dan USP Koperasi yang diatur dalam ketentuan
yang berlaku.
3. Penilaian Kesehatan Koperasi
Berdasarkan Peraturan Deputi Bidang Pengawasan Kementerian
Koperasi dan UKM Nomor 06/Per/Dep.6/IV/2016, bahwa “Penilaian
Kesehatan Usaha Simpan Pinjam merupakan penilaian untuk mengukur
tingkat kesehatan KSP dan USP Koperasi”.
Penilaian kesehatan koperasi sangat diperlukan untuk mengetahui
kondisi tingkat kesehatan sehingga koperasi dapat mengambil keputusan
yang hendak diambil untuk kemajuan koperasi selanjutnya. Ruang
lingkup Penilaian Kesehatan KSP meliputi penilaian terhadap beberapa
aspek sebagai berikut:
a. Aspek Permodalan
Menurut Hendrojogi (dalam Alfi Rohmaning Tyas, 2014:23),
permodalan merupakan dana yang akan digunakan untuk
melaksanakan usaha-usaha koperasi. Arti modal lebih ditekankan
kepada nilai, daya beli, atau kekuasaan untuk menggunakan apa
yang terkandung dalam barang modal.
Hendar (dalam Alfi Rohmaning Tyas, 2014:23) menyatakan
bahwa sumber-sumber permodalan koperasi dapat berasal dari
simpanan pokok, simpanan wajib, simpanan sukarela, hibah, modal
penyertaan, cadangan koperasi, utang jangka pendek maupun utang
jangka panjang.
Berdasarkan pada Peraturan Menteri Negara Koperasi dan
UKM RI No. 20/Per/M.KUKM/XI/2008, dijelaskan bahwa modal
sendiri KSP adalah jumlah simpanan pokok, simpanan wajib dan
simpanan lain yang memiliki karakteristik sama dengan simpanan
wajib, hibah, cadangan yang disisihkan dari Sisa Hasil Usaha dan
dapat ditambah dengan maksimal 50% modal penyertaan, sedangkan
“pinjaman diberikan yang berisiko adalah dana yang dipinjamkan
oleh KSP kepada peminjam yang tidak mempunyai agunan yang
memadai”.
Analisis untuk aspek permodalan menyangkut kemampuan
Koperasi dalam memanfaatkan apa yang terkandung dalam barang
modal. Aspek permodalan dinilai melalui 3 (tiga) rasio, yaitu:
1) Rasio Modal Sendiri terhadap Total Aset
Rasio Modal Sendiri terhadap Total Aset digunakan untuk
mengetahui perbandingan jumlah modal sendiri dengan total
aset yang dimiliki oleh Koperasi Simpan Pinjam (KSP) atau
Unit Simpan Pinjam (USP). Jadi, dari rasio tersebut bisa
diketahui sejauh mana aset yang dimiliki didanai oleh modal
sendiri.
2) Rasio Modal Sendiri terhadap Pinjaman Diberikan yang
Berisiko
Rasio Modal Sendiri terhadap Pinjaman Diberikan yang
Berisiko digunakan untuk mengetahui perbandingan modal
sendiri dengan pinjaman diberikan yang berisiko yaitu pinjaman
yang memiliki agunan tidak memadai. Dari rasio ini dapat
diketahui kemampuan modal sendiri untuk menutup kerugian
apabila pinjaman yang berisiko ini tidak tertagih.
3) Rasio Kecukupan Modal Sendiri
Menurut Peraturan Menteri Negara Koperasi dan UKM RI No.
20/Per/M.KUKM/XI/2008, Rasio Kecukupan Modal Sendiri
digunakan untuk mengetahui perbandingan antara Modal
Tertimbang dengan Aktiva Tertimbang Menurut Resiko
(ATMR).
b. Aspek Kualitas Aktiva Produktif
Aktiva produktif sering juga disebut earning asset atau aktiva
yang menghasilkan, karena penempatan dana tersebut untuk
mencapai tingkat penghasilan yang diharapkan. Aktiva produktif
adalah kekayaan koperasi yang mendatangkan penghasilan bagi
koperasi bersangkutan.
Kualitas aktiva produktif dinilai melalui 4 rasio yaitu:
1) Rasio volume pinjaman pada anggota terhadap total volume
pinjaman diberikan
Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Koperasi dan UKM RI
No. 20/Per/M.KUKM/XI/2008, dijelaskan bahwa “Volume
pinjaman pada anggota adalah pinjaman koperasi yang berasal
dari pinjaman anggota”, sedangkan “volume pinjaman adalah
semua pinjaman koperasi yang berasal dari anggota, koperasi
lainnya, bank dan lembaga keuangan lain, penerbitan obligasi dan
surat hutang lainnya serta sumber lain yang sah”.
2) Rasio risiko pinjaman bermasalah terhadap pinjaman yang
diberikan
Menurut Peraturan Menteri Negara Koperasi dan UKM RI No.
20/Per/M.KUKM/XI/2008, dijelaskan bahwa “pinjaman yang
diberikan adalah dana yang dipinjamkan dan dana tersebut masih
di tangan peminjam atau sisa dari pinjaman pokok tersebut yang
masih belum dikembalikan oleh peminjam”, sedangkan “risiko
pinjaman bermasalah adalah perkiraan risiko atas pinjaman yang
kemungkinan macet atau tidak tertagih”.
Pinjaman bermasalah terdiri dari pinjaman kurang lancar,
pinjaman yang diragukan dan pinjaman macet. Kriteria pinjaman
bermasalah dapat dilihat di tabel berikut:
Tabel II.2 Kriteria Pinjaman Bermasalah
Kriteria Pinjaman Bermasalah
No Pinjaman Kurang Lancar
(PKL) Pinjaman yang
Diragukan (PDR) Pinjaman Macet
(PM) 1. Pengembalian pinjaman
dilakukan dengan angsuran a. Terdapat tunggakan
angsuran pokok: 1<x<2 bulan bagi
pinjaman dengan
Pinjaman masih dapat diselamatkan dan agunannya bernilai sekurang-kurangnya 75% dari hutang peminjam termasuk bunganya;
Tidak memenuhi kriteria kurang lancar dan diragukan, atau;
angsuran harian dan/atau mingguan;
3<x<6 bulan bagi pinjaman yang masa angsurannya ditetapkan bulanan;
6<x<12 bulan bagi pinjaman yang masa angsurannya ditetapkan 6 bulan/lebih; atau
b. Terdapat tunggakan bunga:
1<x<3 bulan bagi pinjaman dengan masa angsuran kurang dari 1 bulan; atau
3<x<6 bulan bagi pinjaman yang masa angsurannya lebih dari 1 bulan.
atau
2. Pengembalian pinjaman tanpa angsuran a. Pinjaman belum jatuh
tempo Terdapat tunggakan
bunga yang melampaui 3 bulan tetapi belum melampaui 6 bulan.
b. Pinjaman telah jatuh tempo
Pinjaman telah jatuh tempo dan belum dibayar tetapi belum melampaui 3 bulan.
Pinjaman tidak dapat diselamatkan tetapi agunannya masih bernilai sekurang-kurangnya 100% dari hutang peminjam termasuk bunganya.
Memenuhi kriteria diragukan tetapi dalam jangka waktu 12 bulan sejak digolongkan diragukan belum ada pelunasan.
3. - - Pinjaman tersebut penyelesaiannya telah diserahkan kepada Pengadilan Negeri atau telah diajukan penggantian kepada perusahaan asuransi pinjaman.
Sumber: Permen KUKM No. 14/Per/M.KUKM/XII/2009
3) Rasio Cadangan Risiko terhadap Risiko Pinjaman Bermasalah
Cadangan risiko adalah cadangan tujuan risiko yang dimaksudkan
untuk menutup risiko apabila terjadi pinjaman macet/tidak
tertagih.
4) Rasio Pinjaman yang Berisiko terhadap Pinjaman yang Diberikan
Menurut Peraturan Menteri Negara Koperasi dan UKM RI No.
20/Per/M.KUKM/XI/2008, dijelaskan bahwa “pinjaman diberikan
yang berisiko adalah dana yang dipinjamkan oleh KSP kepada
peminjam yang tidak mempunyai agunan yang memadai”,
sedangkan “pinjaman yang diberikan adalah dana yang
dipinjamkan dan dana tersebut masih di tangan peminjam atau
sisa dari pinjaman pokok tersebut yang masih belum
dikembalikan oleh peminjam”.
c. Penilaian Manajemen
Pengertian manajemen dapat menunjuk kepada
orang/sekelompok orang, atau bisa juga merupakan proses.
Manajemen dalam koperasi terdiri dari rapat anggota, pengurus, dan
manajer. Ada hubungan timbal balik antara ketiga unsur tersebut,
dalam arti bahwa tidak satu unsur pun bisa bekerja secara efektif
tanpa dibantu atau didukung oleh unsur-unsur lainnya (Hendrojogi,
2002:135).
Manajemen koperasi adalah suatu proses untuk mencapai
tujuan melalui usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan. Untuk
mencapai tujuan koperasi, perlu diperhatikan adanya sistem
manajemen yang baik, agar tujuannya berhasil, yaitu dengan
diterapkannya fungsi-fungsi manajemen.
Penilaian aspek manajemen KSP/USP Koperasi meliputi lima
komponen yaitu:
1) Manajemen umum;
2) Kelembagaan;
3) Manajemen Permodalan;
4) Manajemen aktiva; dan
5) Manajemen likuiditas
d. Penilaian Efisiensi
Efisiensi merupakan suatu ukuran keberhasilan yang dinilai
dari segi besarnya sumber/biaya untuk mencapai hasil dari kegiatan
yang dijalankan. Penilaian aspek efisiensi koperasi menyangkut
kemampuan koperasi dalam melayani anggotanya dengan
penggunaan asset dan biaya seefisien mungkin.
Penilaian efisiensi KSP/USP koperasi didasarkan pada 3 (tiga)
rasio yang menggambarkan sampai seberapa besar KSP/USP
koperasi mampu memberikan pelayanan yang efisien kepada
anggotanya dari penggunaan asset yang dimilikinya. Tiga rasio
tersebut adalah:
1) Rasio beban operasi terhadap partisipasi bruto
Beban operasi anggota terdiri dari beban pokok, beban usaha dan
beban perkoperasian adalah biaya yang dikeluarkan untuk
melakukan aktivitas usaha Koperasi Simpan Pinjam, sedangkan
partisipasi bruto adalah jumlah pendapatan yang diperoleh dari
partisipasi anggota terhadap usaha jasa keuangan koperasi dalam
periode waktu tertentu sebelum dikurangi beban pokok.
2) Rasio beban usaha terhadap SHU Kotor
Rasio beban usaha terhadap SHU Kotor digunakan untuk
mengetahui perbandingan beban usaha yang dikeluarkan dengan
SHU Kotor yang dihasilkan. Beban usaha adalah beban-beban
yang dikeluarkan oleh KSP/USP yang berkaitan dengan
operasional simpan pinjam.
3) Rasio efisiensi pelayanan
Rasio efisiensi pelayanan digunakan untuk mengetahui tingkat
efisiensi atas biaya yang dikeluarkan untuk melakukan pelayanan
simpan pinjam dengan volume pinjaman yang diberikan pada
anggota. Biaya untuk pelayanan tersebut salah satunya adalah
biaya untuk menggaji karyawan bagian pelayanan. Semakin
rendah rasionya berarti semakin baik.
e. Likuiditas
Perhitungan aspek likuiditas menyangkut kemampuan
Koperasi Simpan Pinjam dalam memenuhi kewajiban jangka
pendeknya. Penilaian kuantitatif terhadap likuiditas KSP dan USP
Koperasi dilakukan terhadap 2 (dua) rasio, yaitu:
1) Pengukuran Rasio Kas Bank terhadap Kewajiban Lancar
Tatik Suryani, dkk (2008: 82) menjelaskan bahwa “Kas adalah
alat pembayaran milik KSP atau USP yang siap dan bebas
digunakan untuk membiayai kegiatan umum KSP atau USP”,
sedangkan “Bank adalah sisa rekening milik KSP atau USP yang
siap dan bebas digunakan untuk membiayai kegiatan umum KSP
atau USP”. Kewajiban lancar adalah kewajiban atau hutang
koperasi jangka pendek, salah satunya adalah simpanan sukarela.
2) Pengukuran rasio pinjaman diberikan terhadap dana yang
diterima
Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Koperasi dan UKM RI
No. 20/Per/M.KUKM/XI/2008, dijelaskan bahwa “Pinjaman yang
diberikan adalah dana yang dipinjamkan dan dana tersebut masih
ada di tangan peminjam atau sisa dari pinjaman pokok tersebut
yang masih belum dikembalikan oleh peminjam”. Sedangkan
“dana yang diterima adalah total pasiva selain hutang biaya dan
SHU belum dibagi”.
f. Kemandirian dan Pertumbuhan
Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Koperasi dan UKM RI
No. 20/Per/M.KUKM/XI/2008, dijelaskan bahwa “kemandirian dan
pertumbuhan koperasi merujuk pada bagaimana kemampuan
koperasi dalam melayani masyarakat secara mandiri dan seberapa
besar pertumbuhan koperasi di tahun yang bersangkutan jika
dibandingkan dengan tahun sebelumnya”.
Penilaian terhadap kemandirian dan pertumbuhan didasarkan
pada 3 (tiga) rasio, yaitu:
1) Rasio Rentabilitas Aset
Rasio Rentabilitas aset adalah SHU sebelum pajak dibandingkan
dengan total aset. Rasio ini untuk mengetahui kemampuan aset
yang dimiliki dalam menghasilkan SHU sebelum pajak.
2) Rasio Rentabilitas Modal Sendiri
Rasio Rentabilitas Modal Sendiri yaitu SHU bagian anggota
dibandingkan total modal sendiri.
SHU bagian anggota adalah SHU yang diperoleh anggota atas
partisipasi simpanan pokok, dan simpanan wajib dan transaksi
pemanfaatan pelayanan KSP. Berdasarkan Peraturan Menteri
Negara Koperasi dan UKM RI No. 20/Per/M.KUKM/XI/2008,
dijelaskan bahwa “total modal sendiri adalah jumlah dari
simpanan pokok, simpanan wajib dan simpanan lain yang
memiliki karakteristik sama dengan simpanan wajib, hibah,
cadangan yang disisihkan dari Sisa Hasil Usaha dan dalam
kaitannya dengan penilaian kesehatan dapat ditambah dengan
maksimal 50% modal penyertaan”.
3) Rasio Kemandirian Operasional Pelayanan
Rasio Kemandirian Operasional yaitu partisipasi netto
dibandingkan beban usaha ditambah beban perkoperasian.
Partisipasi Netto adalah partisipasi bruto dikurangi beban pokok.
Sedangkan Beban Pokok adalah jumlah biaya atas dana yang
dihimpun dari anggota.
g. Jati Diri Koperasi
Penilaian aspek jatidiri koperasi bertujuan untuk mengukur
keberhasilan koperasi dalam mencapai tujuannya yaitu
mempromosikan ekonomi anggota.
Aspek penilaian jatidiri koperasi menggunakan 2 (dua) rasio,
yaitu:
1) Rasio Partisipasi Bruto
Rasio Partisipasi Bruto adalah tingkat kemampuan koperasi
dalam melayani anggota, semakin tinggi/besar persentasenya
semakin baik. Partisipasi Bruto adalah kontribusi anggota
kepada koperasi sebagai imbalan penyerahan jasa pada anggota
yang mencakup beban pokok dan partisipasi netto.
Pengukuran rasio partisipasi bruto dihitung dengan
membandingkan partisipasi bruto terhadap partisipasi bruto
ditambah pendapatan.
2) Rasio Promosi Ekonomi Anggota (PEA)
Rasio ini untuk mengukur kemampuan koperasi memberikan
manfaat efisiensi partisipasi dan manfaat efisiensi biaya koperasi
dengan simpanan pokok dan simpanan wajib, semakin tinggi
persentasenya semakin baik.
Rasio Promosi Ekonomi Anggota dihitung dengan
membandingkan promosi ekonomi anggota terhadap simpanan
pokok ditambah simpanan wajib.
Promosi Ekonomi Anggota (PEA): Manfaat MEPP + Manfaat
SHU. MEPP (Manfaat Ekonomi Partisipasi Pemanfaatan
Pelayanan) adalah manfaat yang bersifat ekonomi yang
diperoleh anggota dan calon anggota pada saat bertransaksi
dengan KSP, sedangkan manfaat SHU adalah SHU bagian
anggota yang diperoleh satu tahun sekali berdasarkan
perhitungan partisipasi anggota dalam pemanfaatan pelayanan
KSP. (Peraturan Menteri Koperasi dan UKM RI No.
20/Per/M.KUKM/XI/2008).
Simpanan Pokok adalah sejumlah uang yang diwajibkan kepada
anggota untuk diserahkan kepada koperasi pada waktu
seseorang masuk menjadi anggota koperasi tersebut dan
besarnya sama dengan semua anggota, sedangkan Simpanan
Wajib adalah simpanan tertentu yang diwajibkan kepada
anggota untuk membayarnya kepada koperasi pada waktu-waktu
tertentu.
B. Tinjauan Pustaka
Sebagai acuan dari penelitian ini, dikemukakan hasil-hasil penelitian
yang telah dilakukan sebelum-sebelumnya:
1. Alfi Rohmaning Tyas (2014) meneliti tentang analisis tingkat kesehatan
Koperasi Simpan Pinjam Mukti Bina Usaha Kelurahan Muktisari Kota
Banjar, Jawa Barat Tahun 2011-2013. Penelitian ini menganalisis tingkat
kesehatan koperasi ditinjau dari tujuh aspek, yaitu: aspek permodalan,
aspek kualitas aktiva produktif, aspek manajemen, aspek efisiensi, aspek
likuiditas, aspek kemandirian dan pertumbuhan, dan aspek jatidiri. Dari
penelitian tersebut diperoleh hasil penilaian dengan total skor sebesar
68,02 dan dapat dikategorikan dengan predikat “cukup sehat”.
2. Yuni Astuti Dwi Suryani (2015) meneliti tentang penilaian tingkat
kesehatan unit simpan pinjam Koperasi Pegawai Republik Indonesia
“PGP” Kecamatan Prembun Kabupaten Kebumen Tahun 2011-2012.
Penelitian ini menganalisis tingkat kesehatan koperasi ditinjau dari
beberapa aspek, yaitu: aspek permodalan, aspek kualitas aktiva produktif,
aspek manajemen, aspek efisiensi, aspek likuiditas, aspek kemandirian dan
pertumbuhan, dan aspek jatidiri. Dari penelitian tersebut diperoleh hasil
bahwa pada tahun 2011 tingkat kesehatan USP “PGP” berada pada
kategori “kurang sehat” dengan total skor sebesar 58,30, sedangkan pada
tahun 2012 berada pada kategori “cukup sehat” dengan total skor sebesar
61,35. Berdasarkan rata-rata skor yang didapat pada tahun 2011-2012,
USP “PGP” berada pada kategori “cukup sehat”.
3. Albert Budiyanto Soleh (2013) meneliti tentang analisis tingkat kesehatan
Koperasi Kartika Kuwera Jaya dengan menggunakan Peraturan Menteri
Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia
Nomor: 14/PER/M.KUKM/XII/2009. Aspek yang diteliti masih
menggunakan tujuh aspek penilaian yang lazim digunakan yaitu aspek
permodalan, aspek kualitas aktiva produktif, aspek manajemen, aspek
efisiensi, aspek likuiditas, aspek kemandirian dan pertumbuhan, dan aspek
jatidiri. Dari ke tujuh aspek penilaian tersebut, nilai skor tingkat kesehatan
Koperasi Kartika Kuwera Jaya adalah sebesar 76,40 yang artinya Koperasi
Kartika Kuwera Jaya tergolong koperasi yang “cukup sehat”.
4. Karmani Kamar (2014) meneliti tentang Analisis Kinerja Keuangan dan
Tingkat Kesehatan Koperasi Simpan Pinjam (Studi Kasus pada KSP Al-
Ikhlas di Kota Makassar). Acuan yang digunakan dalam penelitian adalah
Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
Republik Indonesia Nomor: 14/PER/M.KUKM/XII/2009. Dalam
penelitian ini, tahun 2011 diperoleh skor sebesar 73,9 dan pada tahun 2012
diperoleh skor sebesar 79,15. Dari hasil tersebut, maka koperasi simpan
pinjam Al-Ikhlas Makassar tergolong dalam kategori Cukup Sehat.
5. Munarsah (2007) meneliti tentang analisis tingkat kesehatan Unit Simpan
Pinjam (USP) pada Primkopti Semarang Barat Tahun 2000-2005. Aspek
penilaian yang diteliti berupa aspek kualitas aktiva produktif, aspek
likuiditas, aspek rentabilitas, dan aspek permodalan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pada tahun 2000, tingkat kesehatannya mencapai
58,73 yang berada dalam kategori “kurang sehat”, pada tahun 2001
sebesar 70,93 berada dalam kategori “cukup sehat”, tahun 2002 sebesar
69,66 dalam kategori “cukup sehat”, tahun 2003 sebesar 34,00 dalam
kategori “tidak sehat”, pada tahun 2004 sebesar 51,48 dalam kategori
“kurang sehat”, dan pada tahun 2005 mencapai 69,36 dalam kategori
“cukup sehat”. Dari keempat aspek yang diteliti, aspek yang paling
menyebabkan rendahnya tingkat kesehatan adalah kualitas aktiva
produktif dan likuiditas, selanjutnya aspek rentabilitas, dan yang paling
sehat adalah aspek permodalan.
6. Nurwahidjah, Sri Kartikowati, Gani Haryana (2015) meneliti tentang
Analisis Tingkat Kesehatan Unit Simpan Pinjam pada Koperasi Serba
Usaha Rejosari Pekanbaru. Pedoman dalam melakukan penilaian
kesehatan menggunakan Peraturan Menteri Negara Koperasi Usaha Kecil
dan Menengah Republik Indonesia Nomor: 20/Per/M.KUKM/XI/2008
meliputi permodalan, kualitas aktiva produktif, manajemen, efisiensi,
likuiditas, kemandirian dan pertumbuhan serta jatidiri koperasi. Data
diperoleh dari laporan keuangan selama 5 tahun dari tahun 2010-2014.
Hasil penelitian yang ditemukan pada Unit Simpan Pinjam memperoleh
predikat cukup sehat. Tahun 2010 memperoleh skor sebesar 63,65, tahun
2011 memperoleh skor sebesar 63,65, tahun 2012 memperoleh skor
sebesar 63,65, tahun 2013 memperoleh skor sebesar 64,90, dan tahun 2014
memperoleh skor sebesar 66,15.
7. I Nyoman Karyawan (2015) meneliti tentang Penilaian Kesehatan dan
Rasio Keuangan Koperasi Simpan Pinjam “Mitra Lestari Mataram”.
Pedoman penelitian menggunakan Peraturan Menteri Negara Koperasi
Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia Nomor:
20/Per/M.KUKM/XI/2008. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Koperasi
Simpan Pinjam “Mitra Lestari Mataram” termasuk dalam kategori Sehat
dengan perolehan skor sebesar 84,19.
C. Kerangka Berpikir
Koperasi Karyawan “Mitra Starlight” merupakan koperasi yang
bergerak pada 2 (dua) bidang usaha yaitu Unit Toko dan Unit Simpan Pinjam.
Penelitian ini memfokuskan pada satu bidang usaha yaitu Unit Simpan
Pinjam (USP). Salah satu permasalahan yang dihadapi Unit Simpan Pinjam
adalah belum tercapainya Unit Simpan Pinjam secara kualitas.
Penilaian Kesehatan Unit Simpan Pinjam Koperasi Karyawan “Mitra
Starlight” berpedoman pada Peraturan Deputi Bidang Pengawasan
Kementrian KUKM No. 06/Per/Dep.6/IV/2016 tentang Pedoman Penilaian
Kesehatan Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam Koperasi.
Tingkat kesehatan USP dianalisis berdasarkan 7 (tujuh) aspek yang
mencakup aspek keuangan dan manajemen yaitu aspek permodalan, kualitas
aktiva produktif, efisiensi, likuiditas, kemandirian dan pertumbuhan, dan
jatidiri koperasi. Aspek Manajemen meliputi manajemen umum,
kelembagaan, manajemen permodalan, manajemen aktiva dan manajemen
likuiditas. Dari skor masing-masing aspek kemudian diakumulasikan untuk
menentukan kriteria kesehatan Unit Simpan Pinjam.
Hasil dari penilaian akan menunjukkan kondisi tingkat kesehatan
koperasi yang berada pada kondisi sehat, cukup sehat, dalam pengawasan,
dan dalam pengawasan khusus. Adapun kerangka berpikir dari penelitian ini
digambarkan sebagai berikut:
Gambar II.1
Skema Penilaian Tingkat Kesehatan Unit Simpan Pinjam Koperasi Karyawan
“Mitra Starlight”
UNIT SIMPAN PINJAM
KOPERASI KARYAWAN
“MITRA STARLIGHT
Laporan Keuangan
Tahun 2013-2015
Analisis Tingkat Kesehatan Berdasarkan
Per. Dep. Pengawasan Menteri KUKM No.
06/Per/Dep.6/IV/2016
Aspek
Permodalan
Aspek
Kualitas
Aktiva
Produktif
Aspek
Manajemen
Aspek
Efisiensi
Aspek
Likuiditas
Aspek
Kemandiri
an dan
Pertumbu
han
Aspek
Jatidiri
Koperasi
Tingkat Kesehatan
KSP/USP
SEHAT
CUKUP SEHAT
DALAM
PENGAWASAN
DALAM
PENGAWASAN
KHUSUS
Aspek-aspek yang digunakan untuk menilai tingkat kesehatan Unit
Simpan Pinjam Koperasi Karyawan “Mitra Starlight” dihitung dengan
menggunakan tolok ukur yang telah ditentukan. Rata-rata total skor masing-
masing aspek selama tahun 2013-2015 akan digunakan sebagai dasar dalam
menentukan kriteria kesehatan unit simpan pinjam yaitu sehat, cukup sehat,
dalam pengawasan, dan dalam pengawasan khusus.