LAND. Media Pengembangan Kebijakan Pertanahan Edisi Agustus-Oktober 2008. Pasar Tanah

24
Edisi 08, Agustus - Oktober 08 Land Bulletin LMPDP Media Pengembangan Kebijakan Pertanahan ISSN 1978-7626 771978 762634 9 Pasar Tanah Mengkritisi Kajian Pasar Tanah Kajian Pasar Tanah Eksekutif Summary Pasar Tanah Pertanian yang sehat Perbaikan Indeks Harga Tanah Penyusunan

description

diterbitkan oleh Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan Bappenas

Transcript of LAND. Media Pengembangan Kebijakan Pertanahan Edisi Agustus-Oktober 2008. Pasar Tanah

Edisi 08, Agustus - Oktober 08

LandB u l l e t i n L M P D P

M e d i a P e n g e m b a n g a n K e b i j a k a n P e r t a n a h a n

ISSN 1978-7626

771978 7626349

Pasar Tanah

Mengkritisi Kajian Pasar Tanah

Kajian Pasar TanahEksekutif Summary

Pasar Tanah Pertanian yang sehatPerbaikan

Indeks Harga TanahPenyusunan

Pasar Tanah

Mengkritisi Kajian Pasar Tanah

Kajian Pasar TanahEksekutif Summary

Pasar Tanah Pertanian yang sehatPerbaikan

Indeks Harga TanahPenyusunan

19

Edisi 08, Agustus - Oktober 08

LandB u l l e t i n L M P D P

M e d i a P e n g e m b a n g a n K e b i j a k a n P e r t a n a h a n

Tanggapan Puslitbang BPN atas Laporan Pendahuluan studi Pasar Tanah

LMPDP Komponen 1

4

9

Studi tentang Pasar Tanah berlatarbelakang adanya kebijakan nasional mengenaipengelolaan sumberdaya alam khususnya sumberdayatanah untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.Dewasa ini tujuan tersebut belum tercapai, antara laindisebabkan mekanisme pasar tanah yang tidak efisiensehingga memperbesar ketimpangan penguasaanpemilikan tanah dan berdampak terhadap makinluasnya kesenjangan pendapatan masyarakat. Tulisanini dibuat sebagai tanggapan dari BPN atas laporanpendahuluan kajian pasar tanah.

(land market)

Keterangan Cover

Cover DepanMA

Thamrin-Jakarta

Foto : LMPDP/Lokasi :

ISSN 1978-7626

771978 7626349

Cover BelakangA

DI Jogjakarta

Foto : LMPDP/ ALokasi :

3

LandB u l l e t i n L M P D P

DARI REDAKSI

Pasar Tanah

12

Perbaikan

yang SehatPasar Tanah Pertanian

Pasar tanah pertanian merupakan salah satu instrumendalam mencapai tujuan politik hukum pertanian untukmenjamin kesejahteraan petani, menjamin panganpenduduk dengan harga yang pantas, serta menjaminkelestarian lingkungan hidup dan pemeliharaanpemandangan. Untuk mencapai tujuan tersebut perludilakukan tinjauan permasalahan pertanahan secarakomprehensif, karena rencana penggunaan tanah pertanianberkelanjutan dalam waktu bersamaan menuntut jugaadanya rencana penggunaan tanah dari sektor-sektorlainnya secara berkelanjutan. Apakah bekerjanyamekanisme pasar tanah (pertanian) Indonesia, sudahdimodifikasi, dikendalikan dan dibatasi oleh hukum dandilaksanakan sebagaimana mestinya, dalam kerangkanegara hukum dan negara kesejahteraan, sehingga alokasitanah pertanian sebagai salah satu sumber daya agrariadapat digunakan secara effisien untuk usaha pertanian yangberkelanjutan?

5

Secara garis besar tujuan dari kajian ini adalah untukmenghasilkan pilihan-pilihan kebijakan secarakomprehensif yang terkait dengan fungsi pasar tanah diIndonesia. Secara khusus kajian ini bertujuan untukmenganalisis perkembangan pasar tanah di perkotaandan perdesaan, mengukur tingkat efisiensi pasar tanah,mendeteksi implikasi sosial ekonomi dan sosial budayadari perkembangan pasar tanah.

Mekanisme pasar tanah sudah berhasil dalammempertemukan para penjual dan pembeli, tetapibelum berhasil menciptakan harga tanah yang efisien,sehingga tingkat efisiensi pasar masih berkisar antara43% sampai dengan 74%.

RingkasanKajian Pasar Tanah

Secara formal, Indonesia belum mempunyaikelembagaan 'Pasar Tanah'. Walaupun ada, pasaritu tumbuh dalam skala lokal, didesain hanyauntuk kepentingan individual satu penyediatanah/property tertentu.

Membangun lembaga pasar tanah yang formalpada dasarnya membutuhkan pembiayaan yangcukup besar dan dukungan politis dari semuapemangku kepentingan, kebijakan serta

dari Pemerintah.political

will

PenyusunanIndeks Harga Tanah

MengkritisiKajian Pasar Tanah

Pemantauan perkembangan harga tanah sangatpenting dilakukan karena terkait langsung denganberbagai aktivitas perekonomian seluruh wargamasyarakat, di antaranya pajak tanah, kredit dengankolateral tanah, biaya konstruksi bangunan/gedung,dan ganti rugi tanah. Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Tentang Pajak Bumi dan Bangunan,masyarakat wajib membayar pajak tanah (bumi) yangnilainya ditentukan atas dasar Nilai Jual Obyek Pajakatau NJOP.Demikian pentingnya harga tanah dalamperekonomian suatu negara, maka informasi hargatanah perlu disajikan secara akurat, murah, danmudah diakses oleh masyarakat. Informasi hargatanah tersebut dapat diperlakukan sebagai wujudpelayanan publik, sehingga Pemerintah dapatmenyediakannya.

KEBIJAKAN PERTANAHANbagi

KESEJAHTERAAN RAKYAT

Jumlah KPR dan KPA meningkat per tahun21,9%selama tahun 1998 - 2007(berdasarkan statistik Bank Indonesia)

Dari Redaksi

Redaksi

PenanggungjawabDirektur Tata Ruang

dan Pertanahan

Pemimpin RedaksiIr. Rinella Tambunan, MPA

PelindungDeputi Bidang Pengembangan Regional

dan Otonomi Daerah - Bappenas

EditorB. Guntarto

Khairul Rizal

RedaksiEsther FitrinikaZaenal ArifinArie Faizal

Idham Khalik

Redaksi menerima tulisan/artikel dari Pembaca.Tulisan/artikel dalam bulletin ini

tidak selalu mencerminkan opini pengelolaprogram LMPDP (PIU-Bappenas)

Alamat RedaksiJl. Latuharhary No. 9

Jakarta 10310Phone (021) 310 1885-87

Fax (021) 390 2983

www.landpolicy.or.idE-mail : [email protected]

Desain & LayoutDica.H

Distribusi & AdministrasiNerry.GNunik P

(Sekretariat Komponen-1 LMPDP)

LandEdisi 05, Nov 07 - Jan 08

ISSN 1978-7626

diterbitkan oleh Komponen-1 LMPDP

Bappenas

Dewan RedaksiJ. Sudarjanto Wirjodarsono, SH. MA

Ing. Andreas Groetschel, Dipl. Agr., MscIr. Salusra Widya, MAIr. Nana Apriyana, MTDr. jur. Any Andjarwati

Sudira, S.Sos

Penerapan konsep “pasar tanah” dalam sistem pengelolaanpertanahan di Indonesia masih memerlukan elaborasi . Undang-undang No. 5 Tahun 1960 tentang Agraria (UUPA) tidakmengatur atau menyebut lembaga “pasar tanah”. Bahkan banyakpengamat masalah pertanahan yang menafsirkan bahwa “tanahtidak boleh diperlakukan sebagai barang dagangan ataukomoditi”. Memang dalam sistem UUPA alokasi tanah untukberbagai keperluan dilakukan melalui pemberian hak atas tanaholeh Negara dalam hal ini Pemerintah yang sehari-hari dilakukanoleh Badan Pertanahan Nasional. Namun demikian karena dalamkenyataannya Pemerintah tidak sepenuhnya “menguasai” tanah(termasuk tanah yang belum ada haknya atau tanah negara),maka transaksi atau jual beli dengan obyek tanah yangmerupakan inti dari “pasar tanah” tetap merupakan mekanismealokasi tanah yang utama.

Oleh karena itu pasar tanah merupakan salah satu aspek yangpenting dalam pengelolaan pertanahan. Bahkan pasar properti,khususnya perumahan termasuk tanahnya, sudah mengikutikonsep pasar pada umumnya. Hal ini terlihat dari arahperkembangan Fasilitas Pembiayaan Sekunder Perumahan( ) yang pada tahap akhir akanmengintegrasikan pasar properti ini dengan pasar surat-suratberharga untuk pembiayaan pemilikan rumah.

Ada 2 (dua) masalah pokok yang kiranya memerlukan perhatiandalam upaya agar pasar tanah dapat beroperasi secara efisien danberkeadilan, yaitu:

Pertama, masalah kepastian hukum dari obyek pasar (hak atastanah), yang menyangkut 2 hal:

a. sistem hak atas tanah dalam Hukum Tanah NasionalIndonesia yang memberi kewenangan besar kepadaPemerintah dalam menentukan boleh berlanjut atautidaknya sesuatu hak yang sudah diberikan. Kewenangan inimengurangi kepastian hak atas tanah dan berpengaruhnegatif terhadap pasar tanah.

b. sistem pendaftaran tanah yang sampai sekarang masih belummampu memberi kepastian mengenai hak atas tanah yangsudah terdaftar.

Kedua, masalah informasi mengenai ketersediaan tanah danharganya serta informasi relevan lainnya yang transparan dandapat dengan mudah diakses semua pihak yang berkepentingan.

Sejalan dengan perkembangan permasalahan pertanahan di atasmaka dalam proses perumusan kebijakan, pasar tanah telahdiidentifikasi sebagai salah satu isu krusial yang memerlukanpemikiran mendalam. Sehubungan dengan itu telah dilakukanpengkajian atas pasar tanah di dalam rangka kegiatan LMPDPyang telah menghasilkan rekomendasi-rekomendasi bagi pilihankebijakan yang perlu diambil di masa datang. Ringkasan hasilkajian tersebut disajikan dalam Bulletin Land Edisi 8 ini. Selain itujuga disajikan tulisan-tulisan lain yang memuat berbagai aspekpasar tanah, dengan harapan bulletin edisi ini dapat memberisumbangan kepada proses perumusan kebijakan bidangpertanahan pada umumnya dan pasar tanah pada khususnya.

Secondary Mortgage Facility

Pasar

Oleh: Deni Santo, ST., MSc*)

Tanah

Secara forma l , Indones ia be lum

mempunyai kelembagaan 'Pasar Tanah'

( ). Walaupun ada,

pasar itu tumbuh dalam skala lokal, didesain

hanya untuk kepentingan individual satu

penyedia tanah/properti tertentu. Pada

umumnya, metode pemasaran dan transaksi

yang berada di dalam pasar tersebut bersifat

tertutup dan eksklusif ( ), sehingga

pasar seperti ini tidak transparan dan tidak

mengikuti konsep pasar sempurna (

). Transaksi seringkali terjadi hanya antara

penjual dan pembeli setempat (

). Calon konsumen harus mengikuti

mekanisme pasar yang telah ditentukan oleh

penyedia tanah/properti tersebut dan hanya

sebagian kecil calon konsumen mempunyai

alternatif untuk memilih properti yang

diinginkannya sesuai dengan kemampuan

finansial yang dimilikinya.

Pendekatan teoritis ekonomi '

dan ' tidak berlaku pada pasar

tersebut. Konsekuensi dari kelembagaan pasar

seperti kondisi di atas adalah :

1) Ketersediaan tanah/properti hanya dari satu

pelaku pasar dan pemasaran hanya

berorientasi lokal untuk konsumen yang

berada di dekat lokasi tanah/properti yang

ditawarkannya,

land market institution

close market

the perfect

market

local market

actors

supply and demand'

equalibrium price'

2) Pasar menjadi tidak efisien dan efektif,

3) Harga yang ditawarkan tinggi dan tidak

kompetitif,

4) Tanah/property yang ditawarkannya sulit

terjual/tersewa ( ),

5) Total nilai transaksi menjadi mahal dan tak

terduga,

6) Konsumen tidak mempunyai pilihan

a l ternat i f terhadap yang

diinginkannya ,

7) Nilai kepuasaan konsumen (

) menjadi rendah.

Nampaknya, Pemerintah Indonesia belum

menyadari untuk membangun suatu lembaga

“Pasar Tanah”, dimana dan akan

tanah/properti dapat dipertemukan dalam suatu

tempat termasuk di dalamnya menyediakan jasa.

Akan lebih efektif dan efisien, apabila

Pemerintah atau Lembaga yang ditunjuk untuk

mengelola “Pasar Tanah” menyediakan suatu

tempat pemasaran sehingga seluruh rangkaian

transaksi ( ) yang dilakukan oleh

seluruh pelaku pasar tanah dapat diselesaikan di

tempat tersebut ( ) dalam waktu

yang cepat, murah dan mudah. Dan untuk alasan

itu pula, maka suatu “Pasar Tanah” harus dapat

memberikan akses informasi yang cukup dan

low liquid

proper ty

consumer

satisfaction

supply demand

transaction chain

one stop services

terbuka untuk semua pelaku pasar baik di tingkat

lokal, regional maupun global.

Badan Pertanahan Nasional*) Kasi Sistem Pengembangan Pertanahan

Lembaga ”Pasar Tanah” dibangun oleh 5 (lima)

komponen yang saling ketergantungan yaitu :

1) Produk pasar tanah;

2) Pelaku pasar tanah;

3) Ketersedian jasa di bidang properti;

4) Kebijakan dan peraturan perundangan;

5) Tempat pemasaran.

Tempat pemasaran menjadi pusat interaksi antara

seluruh komponen. Beragamnya produk yang

ditawarkan dalam 'Pasar Tanah' adalah rumah,

apartemen, kondominium, , ruko atau

rukan, kantor ( ), gudang ( ),

indekost, dan ruang usaha ( )

masing-masing memberikan karakteristik unik di

dalam pasar tanah. seluruh produk di atas dilempar

ke pasaran dalam tiga jenis transaksi yaitu jual (

), sewa ( ) dan lelang ( ).

Sedangkan jasa yang tersedia dapat meliputi :

1) Jasa manajemen pemasaran,

2) Fasilitas kredit kepemilikan rumah/apartemen,

3) Jasa kenotariatan,

4) Jasa pengukuran bidang tanah,

5) Jasa penilaian tanah/properti,

6) Jasa pelelangan,

7) Jasa periklanan.

townhouse

office space warehouse

commercial space

for

sale for rent for auction

Membangun lembaga pasar tanah yang formal pada

dasarnya membutuhkan pembiayaan yang cukup

besar dan dukungan politis dari semua pemangku

kepentingan, kebijakan serta dari

Pemerintah. Langkah-langkah yang dapat dilakukan

untuk menciptakan pasar tanah yang efektif dan

efisien adalah melalui serangkaian tindakan :

1) Membentuk kelembagaan pasar tanah dalam

suatu “ ” bahkan

untuk lebih meningkatkan likuiditas perlu

sekaligus membentuk “ ”

yang didalamnya dimungkinkan untuk

menyelenggarakan “

)”,

2) untuk

melakukan aktifitas transaksi sesuai dengan

peran dan kewenangannya,

3) Menciptakan mekanisme pasar melalui

,

4) yang cukup bagi

seluruh pelaku pasar,

5) bagi

semua pelaku pasar.

political will

Secondary Morgage Facility

(Sub-prime mortgage

Bursa Tanah & Properti

Bursa Efek Properti

Membawa seluruh pelaku pasar

standarisasi alur transaksi dan tata niaga

tanah/properti

Menyediakan informasi

Menerapkan kebijakan yang kondusif

Kajian pasar tanah ini merupakan bagian

dari

(LMPDP) komponen

satu yang dilaksanakan pada tahun 2008 di bawah

kendali Badan Perencanaan Pembangunan

Nasional (BAPPENAS).

Secara garis besar tujuan dari kajian ini adalah

untuk menghasilkan pilihan-pilihan kebijakan

secara komprehensif yang terkait dengan fungsi

pasar tanah di Indonesia. Secara khusus kajian ini

bertujuan untuk menganalisis perkembangan pasar

tanah di perkotaan dan perdesaan, mengukur

tingkat efisiensi pasar tanah, mendeteksi implikasi

sosial ekonomi dan sosial budaya dari

perkembangan pasar tanah.

Lokasi kajian terdiri dari wilayah perkotaan di DKI

Jakarta, Kota Medan, dan Kota Balikpapan, serta

wilayah perdesaan di Kabupaten Klaten dan

Kabupaten Maros. Analisis dalam kajian ini

dilakukan berdasarkan data yang terkandung

dalam laporan PPAT. Sampel laporan PPAT dipilih

dari 5-10 kantor PPAT yang melaporkan transaksi

tanah pal ing banyak di masing-masing

kota/kotamadya/kabupaten sampel. Analisis

kecenderungan data runtun waktu dan analisis

regresi yang dilengkapi dengan analisis kualitatif

diaplikasikan dalam kajian ini.

Land Management and Policy

Development Project

Hasil kajian ini menunjukkan bahwa pasar tanah di

Indonesia, baik di perkotaan maupun di perdesaan

b e r k e m b a n g s e j a l a n d e n g a n k o n d i s i

perekonomian secara makro. Dalam kondisi

perekonomian tumbuh cepat atau normal jumlah

transaksi jual beli tanah meningkat, dan sebaliknya

dalam kondisi tumbuh lambat atau resesi jumlah

transaksi tanah menurun. Mekanisme pasar tanah

sudah berhasil dalam mempertemukan para

penjual dan pembeli, tetapi belum berhasil

menciptakan harga tanah yang efisien, sehingga

tingkat efisiensi pasar masih berkisar antara 43%

sampai dengan 74%; dan semakin jauh dari Jakarta

tampak pasar tanah semakin kurang efisien dalam

memberikan informasi harga tanah.

Laju kenaikan harga tanah dan NJOP ternyata lebih

tinggi daripada rata-rata tingkat inflasi dan

berdampak langsung terhadap pendapatan pajak

yang diterima oleh Pemerintah, terutama bagi

Pemerintah Daerah sebagai sumber pembiayaan

pelayanan publik, tetapi di lain pihak menjadi

beban yang semakin berat bagi masyarakat karena

harus membayar pajak yang semakin besar secara

riil. Kenaikan harga tanah berkaitan erat dengan

kenaikan nilai kredit perbankan yang dapat

diperoleh dengan menggunakan tanah sebagai

jaminan, juga berkaitan erat dengan kenaikan nilai

pembangunan rumah dan gedung lainnya, serta

berkaitan erat dengan kenaikan nilai kredit

properti.

Oleh: Prof. Dr. Ir. Tumari Jatileksono, MSc., MA; A. Safik, SE., MH;Dr. Rasidin.K.Sitepu, SP., Msi; Drs. Ary Wahyono, MSi *)

Kajian

Ringkasan EksekutifPasar Tanah

Dinamika pasar tanah di

perkotaan memungkinkan

mobilitas masyarakat untuk

mencari tempat tinggal yang

nyaman dan sesuai dengan

kemampuan ekonominya,

s e k a l i g u s m e n d o r o n g

p l u r a l i s a s i k e h i d u p a n

m a s y a r a k a t g o l o n g a n

ekonomi menengah ke

bawah. Namun pada waktu yang bersamaan juga

terjadi eksklusifisme dan kolektifisme kepentingan

kelompok menengah ke atas yang bertempat

tinggal di kompleks perumahan elit atau

apartemen; dan berkembangnya pasar tanah di

perdesaan memungkinkan pembagian warisan

yang berupa tanah sekarang dengan cara menjual

tanah atau menilai tanah berdasarkan harga pasar,

sehingga dapat mencegah fragmentasi dan

penyempitan luas kepemilikan tanah.

Peningkatan akses tanah bagi masyarakat adalah

prioritas utama yang harus dipenuhi oleh negara,

sebab masyarakatlah yang memiliki mandat

tertinggi atas sumberdaya agraria dan sumberdaya

alam yang ada di Nusantara, sebagaimana

diamanatkan oleh Pasal 33 UUD 1945. Berbagai

keperluan lain seperti pengadaan tanah untuk

kepentingan umum, HGU dan izin lokasi untuk

keperluan komersial, dan hak-hak lain sejenis

harusnya diletakkan dalam konteks itu; dan tidak

pada tempatnya ketika eksploitasi atas

sumberdaya alam dilakukan oleh perusahaan-

perusahaan mult inas ional mengabaikan

kepentingan masyarakat dan bangsa.

Para PPAT sudah secara teratur mengalirkan

informasi harga tanah dari hasil transaksi setiap

bidang tanah ke berbagai pihak. Namun informasi

tersebut belum dimanfaatkan dengan baik untuk

pelayanan publik yang akurat, murah, dan mudah

diakses oleh masyarakat. Laporan bulanan

pembuatan akta oleh PPAT belum memuat

informasi tentang jenis penggunaan tanah yang

merupakan salah satu atribut tanah yang sangat

penting, yaitu tanah pekarangan, sawah, kebun,

tegal, ladang, huma, padang rumput, rawa, atau

tanah kosong.

Pengembangan sistem informasi harga tanah dapat

dilakukan dengan mudah dan segera direalisasikan

dengan memanfaatkan kemajuan IT

). Informasi harga tanah dapat

ditampilkan dengan menggunakan tabel, peta,

dan/atau peta GIS

Sistem informasi harga tanah dapat dibangun

dengan meningkatkan fungsi pelayanan publik dari

Badan Pertanahan Nasional (BPN), atau dengan

menugaskan kepada Badan Pusat Statistik (BPS),

atau dengan menciptakan kerja sama antara BPN

dan BPS.

Akhirnya kajian ini merekomendasikan bahwa

untuk meningkatkan efisiensi pasar tanah perlu

dibangun sistem informasi harga pasar tanah yang

dapat memberikan informasi harga tanah yang

akurat, murah, dan mudah diakses oleh masyarakat

dengan memanfaatkan kemajuan di bidang

teknologi informatika.

Dengan semakin besarnya pajak yang terkait

dengan tanah (PBB, PPh, dan BPHTB) secara riil

maka Pemerintah perlu mengalokasikan sebagian

dana yang diperoleh dari pajak tersebut untuk

membiayai pengadaan sertifikat tanah bagi

masyarakat golongan ekonomi lemah, sehingga

sebagian masyarakat dapat memperoleh sertifikat

tanah secara gratis dan sebagian lain dapat

memperolehnya dengan biaya murah. Pemerintah

perlu memberikan subsidi kepada kelompok

miskin di perkotaan untuk memperoleh tempat

tinggal yang layak dengan membangun rumah

susun lebih banyak di atas tanah yang relatif masih

murah. Fasilitas angkutan publik juga perlu

mendapatkan perhatian yang serius oleh

Pemerintah karena mobilitas masyarakat akan

semakin meningkat sejalan dengan meningkatnya

harga tanah di pusat kota yang diikuti dengan

perpindahan sebagian warga masyarakat ke

pinggiran kota.

PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah

perlu diamandemen dan kemudian ditingkatkan

menjadi UU Pendaftaran Tanah. Sistem

pendaftaran tanah nasional yang kurang

memberikan insentif bagi para pendaftar tanah

(Information

Technology

(Geographic Information System).

Rekomendasi

adalah sebuah kenyataan yang harus diperbaiki

dengan segera. Tanpa adanya insentif yang berupa

perlindungan hukum yang nyata dari pendaftaran

tanah akan mengakibatkan sistem pendaftaran

tidak berwibawa. Mengingat UUPA juga

mengamanatkan kepada pemerintah untuk

melakukan pendaftaran tanah dan pemberian

keringanan bagi masyarakat yang tidak mampu,

maka pemerintah sudah seharusnya melakukan

program pendaftaran tanah yang membebaskan

biaya pendaftaran tanah pertama kali, khususnya di

wilayah pedesaan. Kebijakan ini akan memiliki

dampak yang nyata terhadap perkembangan pasar

tanah secara nasional.

K e t e n t u a n

p e m b a y a r a n

B P H T B d a n

P e n e n t u a n

NPOTKP (Nilai

Perolehan Objek

Pajak Tidak Kena

Pa j a k ) d a l a m

Undang-Undang

No. 20 tahun

2000 perlu dievaluasi kembali. Dalam proses

pendaftaran tanah, BPHTB merupakan beban

tambahan yang menyebabkan terhambatnya

proses pendaftaran tanah yang sangat diperlukan

guna mengembangkan pasar tanah yang efisien.

Pemerintah perlu memberikan dispensasi BPHTB

atas pendaftaran tanah pertama kali. Selain itu,

NPOTKP yang diterapkan hanya menggunakan

batas atas tanpa adanya batas bawah menyebabkan

masyarakat dirugikan karena pemerintah-

pemerintah daerah banyak yang menentukan

NPOTKP sangat rendah yang berakibat

membebani masyarakat secara umum terutama

kalangan ekonomi lemah, dan dalam kondisi yang

terpaksa masyarakat akhirnya berupaya

sedemikian rupa untuk melakukan upaya-upaya

penghindaran pajak yang harus dibayarnya karena

memang mereka tidak memiliki kemampuan

membayarnya.

Pengkajian kembali peranan dan fungsi PPAT serta

perbaikan bentuk, isi dan mekanisme pelaporan

a k t a P PAT p e r l u d i l a k u k a n . U U PA

mengamanatkan bahwa pendaftaran hak atas

tanah adalah fungsi dari pemerintah oleh karena itu

perlu dikaji kembali fungsi dan peranan PPAT yang

memiliki “hak monopoli”, karena tidak ada

lembaga atau institusi lain yang memiliki

kewenangan dalam pembuatan akta-akta

peralihan hak walaupun para PPAT sendiri saling

bersaing untuk mendapatkan hak membantu BPN

dalam proses pendaftaran tanah.

Maka perlu kiranya dikembangkan pihak-pihak lain

yang mempunyai kredibilitas seperti staf Badan

Pertanahan Nasional, para pengacara dan aparat

pedesaan yang memenuhi syarat tertentu dalam

proses verifikasi akta-akta pendaftaran tanah

sehingga proses pemberian dan peralihan serta

perbuatan hukum atas tanah yang lain berjalan

efektif dan efisien Juga perlu dikaji lebih lanjut

fungsi pelaporan PPAT kepada BPN dan Kantor

Pa jak . BPN atau Kantor Pa jak dapat

menginstruksikan kepada staf untuk melakukan

proses pengolahan dan analisa data laporan lebih

lanjut, baik di BPN dan Kantor Pajak; dan dari

bentuk, isi dan mekanisme pelaporan perlu diubah

dari bentuk dari “ ” menjadi “ ”

dan isi laporan harus ditambahkan jenis-jenis tanah

apa yang ditransaksikan.

Perlu ada Lembaga Independen yang melakukan

pengumpulan, analisa dan penyajian data pasar

tanah yang dapat diakses oleh masyarakat dengan

mudah dan murah. Selama ini masyarakat tidak

tahu harus kemana untuk mencari harga tanah di

suatu tempat tertentu pada waktu yang tertentu.

Pemerintah menghadapi kendala yang sama ketika

akan melakukan pengadaan tanah untuk

kepentingan umum. Lembaga independen yang

bertugas mengkaji dan menyajikan data pasar

tanah sangat diperlukan. Lembaga ini dapat

“disisipkan” di BPN, Bappenas, BPS atau lembaga

yang berdiri sendiri yang memiliki kompetensi dan

profesionalisme dalam kebijakan pertanahan.

Diperlukan adanya kajian lebih lanjut mengenai

metode penentuan standar harga tanah yang

sebagai “alternatif” dari standar NJOP

sehingga masyarakat tidak menjadi lebih terbebani

dalam pembayaran NJOP yang semakin besar.

.

hard copy soft copy

reasonable

Penerapan NJOP dalam berbagai kebijakan

pemerintah di bidang pertanahan telah menuai

berbagai keluhan dari masyarakat. NJOP tidak bisa

disalahkan karena dibuat hanya untuk keperluan

penarikan pajak, namun telah dipakai oleh paling

tidak 14 institusi pemerintah dan belum adanya

upaya konkrit secara serius dan konsisten untuk

mencari alternatif patokan yang lain.

Perlu dikembangkan kebijakan pengadaan tanah

untuk kepentingan umum yang memberikan

jaminan ganti kerugian yang adil dengan

berpatokan kepada nilai pasar tanah yang

disertai fasilitas sehingga

kehidupan masyarakat tidak lebih buruk setelah

proses pembebasan tanah. Kebijakan pemberian

HGU, izin lokasi, dan hak-hak sejenis bagi

perolehan tanah untuk keperluan komersial perlu

dievaluasi roses pemberian harus disertai dengan

penelitian yang mendalam terhadap subyek

pemohon dan dilakukan pengawasan secara ketat

dalam penggunaan dan pemanfaatan izin lokasi

tersebut dengan melibatkan partisipasi aktif dari

masyarakat.

Perlu adanya penyusunan model program reforma

agraria yang sesuai dengan kondisi dan situasi

Indonesia dengan belajar dari pengalaman negara-

negara lain yang sudah lebih dahulu melakukannya.

Model reforma agraria dengan pendekatan “

” merupakan

alternatif yang patut dicoba untuk wilayah Pulau

Jawa.

reasonable resettlement

. P

small

plot land allocation/redistribution

Perlu ada pembaruan dan penegakan hukum atas

tanah-tanah terlantar yang telah mengabaikan

pr ins ip-pr ins ip kead i l an sos ia l dengan

menjadikannya sebagai obyek reforma agraria,

maka amandemen terhadap PP No. 36 Tahun 1998

tentang Tanah Terlantar harus segera diwujudkan

dan diarahkan guna mendukung gerakan reforma

agraria bagi kesejahteraan masyarakat. Disamping

itu juga perlu ada pengkajian penerapan

di Indonesia guna mengurangi terjadinya

penelantaran hak atas tanah dan sebagai upaya

penghormatan terhadap sumberdaya agraria yang

jumlahnya semakin terbatas dan kompetisi

pemanfaatannya yang semakin meningkat.

Untuk meningkatkan efisiensi pasar tanah perlu

dibangun sistem informasi harga tanah yang dapat

memberikan informasi harga yang akurat, murah,

dan mudah diakses oleh masyarakat dengan

memanfaatkan kemajuan di bidang teknologi

informatika. Institusi baru atau pengembangan dari

institusi yang sudah ada perlu segera dibentuk dan

diberi mandat secara khusus menangani Sistem

Informasi Harga Tanah yang dirancang untuk

memberikan pelayanan publik yang lebih baik.

Pembentukan institusi baru ini dapat dilakukan

dengan menambah tugas dan fungsi Badan

Pertanahan Nasional (BPN), atau Badan Pusat

Statsitik (BPS), atau dengan menciptakan

kerjasama antara BPN dan BPS.

adverse

possession

*) Tim Kajian Pasar TanahLMPDP Komponen 1, Bappenas

Studi tentang Pasar Tanah

berlatar belakang adanya kebijakan nasional

mengenai pengelolaan sumberdaya alam

khususnya sumberdaya tanah untuk sebesar-besar

kemakmuran rakyat. Dewasa ini tujuan tersebut

belum tercapai, antara lain disebabkan mekanisme

pasar tanah yang tidak efisien sehingga

memperbesar ketimpangan penguasaan pemilikan

tanah dan berdampak terhadap makin luasnya

kesenjangan pendapatan masyarakat. Dengan latar

belakang itu, studi seharusnya merekomendasi

berbagai pilihan pendekatan dan strategi

mengatasi mekanisme pasar tanah yang tidak

efisien dengan berbagai implikasi kebijakan yang

perlu dikembangkan maupun dilaksanakan.

Secara filosofis, perkembangan harga tanah tidak

terlepas dari perkembangan pemanfaatan tanah di

kota-kota. Para pakar dituntut

untuk mengetahui bagaimana mekanisme pasar

dapat mengalokasikan tanah perkotaan pada

berbagai alternatif pengunaan. Dalam hal ini, teori

sewa dan teori alokasi tanah dapat digunakan

sebagai untuk menganalisis

pemanfaatan tanah pada setiap kasus, baik di kota

maupun di pedesaan.

(land market)

urban economist

grand theory

Landasan Teoritis

Penentuan harga tanah di suatu wilayah pada

prinsipnya berupaya menjaga keseimbangan fungsi

ekologis dan fungsi ekonomis sumber daya tanah.

Untuk mencapai tersebut perlu

dipertimbangkan keunikan sumber daya tanah

( ) yang mempunyai karakteristik

fisik ,

serta karakteristik

ekonomi, seperti: , ,

,

(lihat Jacobus & Harwood, 1996).

Hingga saat ini, Pemerintah sudah mengeluarkan

berbagai peraturan yang terkait dengan

pengendalian harga tanah. Dalam rangka

pengendalian harga tanah, Pemerintah pada bagian

tertentu menyerahkan pada mekanisme pasar, dan

pada bagian lain mengendalikannya melalui

mekanisme pajak, penetapan harga dasar tanah,

nilai ganti rugi tanah dan sebagainya.

Penentuan harga tanah yang diserahkan melalui

mekanisme pasar pada umumnya terlihat dalam

peralihan bidang tanah perorangan dalam skala

kecil. Pasar tanah terbentuk melalui kekuatan

tarik-menarik antara pihak yang memerlukan

tanah dan pihak yang menawarkan tanah.

equilibrium

unique resource

immobil ity indestructibil ity/durable,

heterogenity, non-substitution

scarcity modification fix

investment permanence site location preference,

MengkritisiKajian Pasar Tanah

Oleh: Dr. Risnarto*)

Tanggapan Puslitbang BPN atas Laporan Pendahuluankajian Pasar Tanah pada pelaksanaanFocus Group Meeting 1, LMPDP Komponen 1

Informasi pasar tanah tersebut disampaikan

melalui Biro Iklan atau pihak ketiga ( ) dan

belakangan ini melalui pameran properti.

Harga tanah yang berfluktuasi tinggi di satu sisi

memang memberi keuntungan bagi para pemilik

tanah. Namun masalahnya, apakah keuntungan

yang diterima dari transaksi tanah tersebut telah

terdistribusi secara adil di antara para pelaku

ekonomi tanah? Kenyataan menunjukkan

keuntungan berlebihan terhadap transaksi tanah

belum dapat didistribusikan secara adil di

masyarakat. Sebagai ilustrasi Skema-1 berikut

menggambarkan meningkatnya nilai tambah harga

tanah akibat pembangunan di wilayah perkotaan.

Dengan pendekatan makro tersebut, masalah

utamanya bukanlah pada kenaikan harga tanah itu

sendiri, namun siapakah yang memperoleh

atas kenaikan harga tanah itu? Apakah pemerintah

dalam rangka menjalankan fungsi kebijakan publik

dapat mengatur secara

lebih adil di masyarakat? Instrumen apakah yang

sesuai untuk itu?

broker

benefit

redistribution of value added

Pendekatan analisis pasar tanah dalam studi ini

menggunakan landasan ekonomi mikro yang

sebetulnya lebih tepat digunakan untuk analisis

studi , sebagai fungsi produksi padahal

pengertian tanah dalam studi kebijakan ini adalah

“ ” sebagaimana properti yang lebih tepat

menggunakan landasan ekonomi makro sebagai

landasan filosofi, dan teori mikro sebagai landasan

operasional.

Kekeliruan itu menyebabkan teori pasar tanah

menggunakan asumsi tanah sebagaimana komoditi

perdagangan pada umumnya, dimana fungsi

bersilangan dengan fungsi . Tanah sebagai

menghendaki fungsi suplai relatif

tegak, karena diasumsikan dalam jangka pendek

luasnya dalam suatu wilayah tidak bertambah.

Keadaan inilah yang seharusnya menjadi titik kunci

pemecahan masalah pengalokasian yang tidak

mudah.

Aspek lokasi (J), Luas (L) dan Kelas (K) dan Status

tanah (S) yang menjadi dasar teori terlalu

soil

land

supply

demand

unique resource

E

D

C

B

A

Gambar 1 : Ilustrasi Proses Kenaikan Harga Tanah di Perkotaan

I5

I4

I3

I2

I1

V5

V4

V3

V2

V1

Keterangan :A = nilai tambah akibat penetapan pembangunan (kelembagaan perencanaan)B = nilai tambah akibat kemudahan lokasi ( )C = nilai tambah akibat pematangan tanah ( )D = nilai tambah akibat pembangunan fasilitas dan utilitasE = nilai tambah akibat pensertifikatan tanah ( )

accessibility

land development

property right

sederhana jika digunakan sebagai faktor yang

mempengaruhi harga tanah. Apabila menggunakan

kerangka pikir proses kenaikan harga tanah, maka

fungsi matematisnya menjadi:

HT = f ( , ,

, infrastruktur,

) dan faktor lain yang

belum terdeteksi.

Penggunaan analisis regresi berdasarkan

p e n g a l a m a n P u s l i t b a n g , t i d a k d a p a t

dioperasionalkan karena asumsinya adalah tanah

tidak ada yang menguasai atau dianggap dikuasai

negara atau Pemda yang dapat dialokasikan setiap

saat. Apa artinya dan apa implikasinya jika salah

satu atau semua variabel itu signifikan? Tidak jelas

arah penggunaan .

Dengan pemikiran bahwa studi kebijakan ini

didasari pada Analisis Pengambilan Keputusan yang

mampu membuat ramalan ( ), maka

tujuan melakukan peramalan dalam konteks ini

adalah untuk memperoleh gambaran atau

informasi masa depan berupa: (1) dampak

kebijakan ( ), (2)

terhadap kebijakan dan konsekuensinya serta

pembentukan keadaan yang lebih baik di masa

depan yang memerlukan intervensi kebijakan

publik.

Terdapat berbagai model yang dapat digunakan

dalam analisis pengambilan keputusan (

), dengan pendekatan pengambilan

keputusan berdasarkan perkiraan (

), yaitu dengan menggunakan

, AHP ( ), TEV

( ) dan Analisis SWOT. Sesuai

dengan tujuannya, maka kajian tersebut dapat

didekati dengan analisis TEV yang merupakan

analisis persepsi para dan masyarakat

terhadap faktor pembentukan harga tanah.

Pengertian perkotaan dalam arti fungsi perlu

dibedakan dengan kota/kotamadya dalam arti

administrasi pemerintahan. Apabila studi ini

difokuskan pada wilayah perkotaan, maka wilayah

landuse planning accessibility

land development

property right

dummy

forecasting

policy consequences greater control

Model

Decision Theory

judgemental

forecasting Delphy

Technique Analitical Hirarchy Process

Tree Expected Value

stakeholder

Metode Penelitian

kabupaten di sekitar kota/kotamadya yang

merupakan daerah juga perlu diteliti.

Peralihan yang melalui PPAT adalah tanah yang

sudah bersetifikat. Bagaimana dengan tanah yang

belum bersertifikat? Yang jumlahnya jauh lebih

besar? Apabila tidak diambil, maka model regresi

tidak dapat mendeskripsikan pengaruh sertifikat

hak atas tanah.

Pengertian harga optimal yang merupakan prediksi

dan harga dalam praktek menjadi rancu.

Sampai saat ini ada beberapa jenis harga tanah,

yaitu:

(1) penentuan harga tanah oleh PPAT yang

mendasarkan pada kesepakatan harga antara

penjual dan pembeli tanah

(2) penentuan harga tanah yang disesuaikan

dengan ketetapan Direktorat Pajak Bumi dan

Bangunan (PBB), yaitu melalui NJOP

(3) penentuan harga tanah yang ditetapkan oleh

tim dari Kantor Pertanahan, Instansi PBB,

Camat/PPAT, Lurah dan Kepala Bagian

Pemerintah Daerah setempat untuk

keperluan pengadaan tanah

(4) harga tanah penawaran penjual

(5) harga tanah penawaran calo. Masyarakat

sebagai penjual langsung dalam studi ini belum

terakomodasi sampelnya.

Terdapat beberapa jenis peralihan tanah antara jual

beli, warisan, lelang dan sebagainya. Dalam studi

Pasar Tanah yang dilakukan oleh Komponen 1

LMPDP tahun 2008, hubungan antara populasi dan

sampel secara purposif belum jelas, sebab populasi

belum ditetapkan apakah peralihan tanah seluruh

Indonesia? Atau hanya peralihan melalui jual beli

saja? Atau populasi berstarata ditetapkan di

masing-masing kantor pertanahan?

periphery,

actual

Badan Pertanahan Nasional (BPN)*) Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan

PenyusunanIndeks Harga Tanah

Oleh: Prof. Dr. Ir. Tumari Jatileksono, MSc., MA

Pemantauan perkembangan harga tanah

sangat penting dilakukan karena terkait

langsung dengan berbagai aktivitas

perekonomian seluruh warga masyarakat, di

antaranya pajak tanah, kredit dengan kolateral

tanah, biaya konstruksi bangunan/gedung, dan

ganti rugi tanah. Berdasarkan ketentuan Undang-

Undang Tentang Pajak Bumi dan Bangunan,

masyarakat wajib membayar pajak tanah (bumi)

yang nilainya ditentukan atas dasar Nilai Jual Obyek

Pajak atau NJOP. NJOP ini adalah harga rata-rata

yang diperoleh dari transaksi jual beli tanah yang

terjadi secara wajar (UU No.12/1994). Para

penjual tanah wajib membayar pajak penghasilan

dan para pembeli tanah wajib membayar bea atas

perolehan hak atas tanah dan bangunan yang

nilainya ditentukan berdasarkan harga transaksi

tanah atau NJOP-nya.

Tanah secara legal dapat dipergunakan sebagai

jaminan atau kolateral atas kredit (UU No. 4/1996)

yang nilainya ditentukan oleh harga pasar tanah

yang bersangkutan. Tanah beserta bangunannya

secara otomatis sebagai kolateral dalam kredit

properti yang berupa kredit pemilikan rumah

(KPR) atau kredit pemilikan apartemen (KPA).

Berdasarkan statistik Bank Indonesia, jumlah KPR

dan KPA telah meningkat dari Rp 17,5 trilyun pada

tahun 1998 menjadi Rp 94,3 trilyun pada tahun

2007 atau meningkat 21,9% per tahun selama

tahun 1998-2007. Tanah juga merupakan komponen

yang sangat penting dalam pembangunan gedung

perkantoran dan perumahan atau apartemen,

sehingga harga tanah sebagai salah satu komponen

biaya pokok secara otomatis sangat menentukan

kelayakan usaha pembangunan gedung-gedung

tersebut. Harga tanah yang berlaku di pasar juga

seringkali dipergunakan sebagai acuan dalam

penentuan ganti rugi atas pencabutan hak atas tanah

demi kepentingan umum.

Demik ian pent ingnya harga tanah da lam

perekonomian suatu negara, maka informasi harga

tanah perlu disajikan secara akurat, murah, dan mudah

diakses oleh masyarakat. Informasi harga tanah

tersebut dapat diperlakukan sebagai wujud pelayanan

publik, sehingga Pemerintah dapat menyediakannya.

Jika hasil pemantauan atas perkembangan harga tanah

menunjukkan perkembangan pasar tanah yang tidak

normal, atau yang tidak diharapkan, maka Pemerintah

dapat mengambil langkah-langkah intervensi dalam

pasar tanah.

Sebagai contoh pada waktu harga tanah di Jepang

melambung pada tahun 1985-1991, sehingga harga

tanah di enam kota metropolitan pada tahun 1991

menjadi lebih dari empat kali harga pada tahun 1984

(MLIT, 2002), maka Pemerintah Jepang melakukan

intervensi dengan berbagai cara. Misalnya dengan

meregulasi transaksi tanah berskala kecil, menerapkan

sistem pemantauan wilayah, meningkatkan efisiensi

penggunaan tanah negara dan tanah yang dibiarkan

kosong untuk merelokasi kantor-kantor institusi

nasional (BCPMTG, 2004). Hasilnya, harga tanah

berangsur-angsur turun kembali sehingga pada

tahun 2000 mencapai trend yang wajar.

Di Indonesia, gejala kenaikan harga tanah yang

kurang terkendali sudah terjadi pada tahun 1983-

1996 (Condro, 2005), tetapi setelah memasuki era

reformasi , harga tanah belum tampak

mengkhawat i rkan sebaga i ak iba t dar i

pertumbuhan ekonomi yang masih lambat.

Secara ekonomi mikro, informasi harga sangat

berguna sebagai dasar pertimbangan dalam

pengambilan keputusan bisnis, dan secara makro,

informasi harga sangat bermanfaat untuk

mengetahui dinamika perekonomian suatu bangsa.

Indeks harga dapat dipergunakan untuk memantau

perkembangan harga dari sekelompok barang

dan/atau jasa, atau satu macam barang atau jasa

yang tidak homogen sehingga harganya bervariasi

menurut ukuran, kelas, kualitas, lokasi, dan atribut

lainnya.

Bidang-bidang tanah yang diperjualbelikan oleh

masyarakat termasuk barang yang sangat

heterogen dan harganya sangat bervariasi. Secara

teoritis variasi harga tanah dapat diterangkan

dengan teori harga hedonik, dan lebih jauh teori ini

dapat dipergunakan untuk menerangkan adanya

perubahan struktur harga tanah (Shimizu, 2007).

Oleh karena itu Indeks Harga Tanah perlu disusun

untuk mengetahui dan memantau perkembangan

harga tanah.

Artikel ini disusun berdasarkan data yang telah

dikumpulkan penulis dalam rangka Kajian Pasar

Tanah yang diadakan atas kerjasama antara Badan

Perencanaan Pembangunan Nasional dan World

Bank. Kajian ini mencakup tiga wilayah perkotaan,

yaitu Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta, Kota

Medan, dan Kota Balikpapan; dan dua wilayah

perdesaan, yaitu Kabupaten Klaten dan Kabupaten

Maros. Sampel data jual beli tanah (tanpa

bangunan) dipilih dari dua sampai lima laporan

PPAT yang menunjukkan transaksi jual beli tanah

paling banyak selama lima tahun terakhir di masing-

masing kota/kabupaten.

Data harga tanah yang diperoleh dari laporan

pembuatan akta oleh para Pejabat Pembuat Akta

Tanah (PPAT) dan secara teratur disampaikan

kepada Kantor Pertanahan Kota/Kabupaten

dicoba dipergunakan untuk menyusun Indeks

Harga Tanah seperti halnya pada Indeks Harga

Konsumen (IHK), Indeks Harga Produsen (IHP),

dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Dalam

laporan Kajian Pasar Tanah tersebut telah disajikan

perkembangan Indeks Harga Tanah per tahun di

lima lokasi kajian. Dalam artikel ini disajikan hasil

perhitungan Indeks Harga Tanah per kuartal dan

per bulan, serta hasil perhitungan Indeks Fisher

yang belum disajikan dalam laporan tersebut.

Indeks Harga Tanah (IHT) dapat disusun

berdasarkan formula rata-rata tertimbang

sederhana sebagai berikut:

∑ (P x Q ) / ∑ Q

IHT =

∑ (P x Q ) / ∑ Q

di sini P adalah harga tanah rata-rata dari satu unit

wilayah i (kelurahan/desa, kecamatan) dan Q

adalah jumlah transaksi yang terjadi di satu unit

wilayah i, to adalah tahun, kuartal, atau bulan dasar,

dan tn adalah waktu yang dikehendaki untuk kapan

indeks harga dihitung.

IHT dapat juga dihitung dengan menggunakan

formula Indeks Harga Laspeyres dan/atau Indeks

Harga Paasche sebagai berikut:

Indeks Harga Laspeyres:

∑ (P x Q )

IHT =

∑ (P x Q )

Indeks Harga Paasche:

∑ (P x Q )

IHT =

∑ (P x Q )

Perbedaan antara Indeks Harga Laspeyres dan

Paasche terletak pada besarnya kuantitas (Q) yang

dipergunakan untuk pembobotan. Indeks Harga

Formula Indeks Harga Tanah

i,tn i,tn i,tn

S

i,to i,to i,to

i

i

i,tn i,to

L

i,to i,to

i,tn i,tn

P

i,to i,tn

i

_________________________________

____________________

___________________

Laspeyres menggunakan bobot kuantitas pada

waktu to sehingga menunjukkan perubahan harga

dengan asumsi kuantitas tetap, seperti yang

dipergunakan untuk menghitung Indeks Harga

Konsumen (IHK). Indeks Harga Paasche

menggunakan bobot kuantitas pada waktu tn

untuk menunjukkan perubahan harga dengan

mempertimbangkan juga perubahan kuantitas

seperti yang dipergunakan untuk menghitung

deflator harga PDB .

Secara teoritis Indeks Harga Laspeyres dapat

menghasilkan kenaikan harga yang ketinggian

, sedangkan Indeks Harga Paasche

dapat menghasilkan kenaikan harga yang

kerendahan , sehingga dalam artikel

ini dicoba untuk menggabungkan kedua indeks

tersebut dengan menggunakan formula Indeks

Fisher sebagai berikut:

IHT = √ IHT IHT

Data sampel transaksi jual beli tanah yang

terkumpul dari Kotamadya (Kodya) Jakarta Selatan

dapat dipergunakan untuk menghitung rata-rata

harga transaksi tanah milik per-bulan di Kecamatan

Pasar Minggu dan Kecamatan Jagakarsa seperti

yang disajikan pada Grafik 1. Data harga tanah yang

diperoleh dari transaksi yang terjadi dalam sebulan

dapat dipergunakan untuk menghitung IHT simpel

(IHT ) dan IHT berdasarkan formula Laspeyres

(IHT ) dan formula Paasche (IHT ) per bulan yang

disajikan pada Grafik 2. Hasil perhitungan IHT

berdasarkan fomula Fisher (IHT ) per bulan

disajikan pada Grafik 3 dan 4.

(GDP price deflator)

(overstated)

(understated)

_______________

F L P

S

L P

F

x

Hasil Estimasi Indeks Harga Tanah

Grafik 1 menunjukkan bahwa dalam kurun waktu

2003-2007 rata-rata harga tanah milik di

Kecamatan Pasar Minggu hampir seluruhnya lebih

tinggi daripada di Kecamatan Jagakarsa.

Perkembangan harga tanah di kedua kecamatan

tersebut tidak mempunyai pola keteraturan secara

runtun waktu , akan tetapi

menunjukkan kecenderungan meningkat

dengan jelas. Setelah data harga tanah diubah

menjadi indeks harga tanah, sungguh tak terduga,

ternyata pada Grafik 2, baik IHT simpel, Laspeyres,

maupun Paasche, tampak jelas sekali bahwa harga

tanah di Kodya Jakarta Selatan (dengan sampel

gabungan dua Kecamatan Pasar Minggu dan

Kecamatan Jagakarsa) mempunyai pola

keteraturan, yaitu harga tanah akan turun pada

akhir tahun dan awal tahun berikutnya, kemudian

naik lagi pada kuartal kedua dan ketiga.

Grafik 2 juga memberikan informasi bahwa ketiga

macam indeks hampir sama nilainya pada tahun

dasar (2003), tetapi semakin jauh dari tahun dasar

IHT simpel tampak semakin lebih rendah daripada

IHT Laspeyres maupun IHT Paasche. Hal ini terjadi

karena dalam periode 2003-2007 itu jumlah

transaksi jual beli tanah di Kecamatan Pasar Minggu

(yang harganya lebih tinggi) ternyata cenderung

menurun dan sebaliknya di Kecamatan Jagakarsa

cenderung meningkat. Peristiwa semacam ini

terjadi juga di Kota Balikpapan dan di perdesaan

Klaten. Dalam hal demikian penggunaan IHT

simpel untuk menghitung laju kenaikan harga

menjadi bias ke bawah (kerendahan). Hasil ini

memperkuat penemuan sebelumnya yang telah

dimuat dalam Laporan Final Kajian Pasar Tanah

berdasarkan analisis data per tahun (Jatileksono

dkk., 2008).

(time series)

(trend)

Grafik 1

Grafik 2

Grafik 3 mempresentasikan hasil perhitungan IHT

Fisher di Kodya Jakarta Selatan, Kota Balikpapan,

dan di perdesaan Klaten. IHT Fisher untuk Kodya

Jakarta Selatan bergerak naik turun pada tahun

2003-2005 dengan trend yang relatif mendatar,

tetapi sejak bulan Februari 2006 menunjukkan

trend meningkat secara signifikan. IHT Fisher

untuk perdesaan Klaten ternyata lebih bergejolak

naik turun daripada IHT Fisher Kodya Jakarta

Selatan. Selama tahun 2004-2007 sebagian besar

IHT Fisher perdesaan Klaten berada di atas IHT

Fisher Kodya Jakarta Selatan, sehingga

mengindikasikan bahwa laju kenaikan harga tanah

di perdesaan Klaten lebih tinggi daripada di Kodya

Jakarta Selatan. IHT Fisher Kota Balikpapan

menggambarkan gejolak naik turunnya harga tanah

yang lebih besar daripada harga tanah di perdesaan

Klaten, tetapi keduanya ada kesamaan dalam

menunjukkan trend yang meningkat secara

signifikan.

IHT Fisher Kota Medan dan perdesaan Maros juga

menunjukkan gejolak naik turun secara tidak

teratur, tetapi keduanya dengan trend yang hampir

sama, yaitu meningkat secara mantap, sehingga

pada tahun 2007 berada jauh di atas IHT Fisher

Kota Balikpapan. Hal ini mengindikasikan laju

kenaikan harga tanah di Medan dan di Maros yang

hampir sama, keduanya lebih tinggi daripada di

Kota Balikpapan dan perdesaan Klaten.

Grafik 4 menunjukkan perbandingan hasil

perhitungan IHT Fisher Gabungan dari Kodya

Jakarta Selatan, Kota Medan, Kota Balikpapan,

perdesaan Klaten, dan perdesaan Maros dengan

Indeks Harga Konsumen (IHK). Selama kurun

waktu Januari 2003 sampai dengan Desember

2007 tampak bahwa IHK naik secara teratur,

kecuali pada bulan Oktober 2005 IHK naik sangat

tinggi (8,7%) sebagai akibat adanya kenaikan harga

BBM. IHT Fisher Gabungan bergerak naik turun

pada tahun 2003-2005, di atas dan kemudian di

bawah IHK, tetapi sejak bulan April 2006 IHT

Fisher Gabungan selalu berada di atas IHK dan

menunjukkan trend meningkat secara signifikan

menjauhi IHK. Hal ini menunjukkan bahwa

kenaikan harga tanah pada tahun 2006-2007

secara umum semakin lebih tinggi daripada

kenaikan IHK (inflasi).

Berdasarkan hasil perhitungan harga tanah rata-

rata dan IHT simpel per bulan dapat diketahui

bahwa tanah milik di Kota Medan dan di perdesaan

Kabupaten Maros menunjukkan kenaikan harga

yang sangat tinggi, yaitu 31,4% dan 31,3% per

tahun. Laju kenaikan harga tanah di Kota

Balikpapan dan di perdesaan Kabupaten Klaten

berada di kelompok kedua, yaitu 14,4% dan

13,9% per tahun, dan yang paling rendah terjadi di

Kodya Jakarta Selatan, yaitu 11,5% per tahun.

Akan tetapi angka kenaikan harga tanah ini

mengandung kelemahan atau bias terutama

sebagai akibat terjadinya perubahan intensitas

transaksi dari satu lokasi ke lokasi lain yang

mengakibatkan harga tanah di wilayah yang masih

rendah menjadi semakin besar proporsinya atau

sebaliknya.

IHT yang dihitung berdasarkan Indeks Harga

Fisher dapat memberikan gambaran kenaikan

harga tanah yang lebih tepat. Berdasarkan hasil

Grafik 3

Grafik 4

dokumentasi www.learnnc.org

perhitungan IHT Fisher, dapat diketahui laju

kenaikan harga tanah sebesar 35,2% di kota

Medan, 31,3% di perdesaan Maros, 17,3% di Kota

Balikpapan, 16% di perdesaan Klaten, dan 14% di

Kodya Jakarta Selatan. IHT Fisher yang dihitung

berdasarkan data sampel jual beli tanah di Kodya

Jakarta Selatan, Kota Medan, Kota Balikpapan, dan

perdesaan Klaten ternyata lebih tinggi bila

dibandingkan dengan IHT simpelnya, sedangkan di

perdesaan Kabupaten Maros ternyata sama.

Dengan kata lain, laju kenaikan harga tanah yang

diestimasi berdasarkan kenaikan rata-rata harga

tanah atau IHT simpel Kotamadya Jakarta Selatan,

Kota Medan, Kota Balikpapan, dan perdesaan

Kabupaten Klaten adalah bias ke bawah,

sedangkan untuk perdesaan Kabupaten Maros

kebetulan tidak bias.

Lebih jauh, IHT yang disusun berdasarkan data

kuartalan, baik yang simpel maupun yang

menggunakan formula Laspeyres, Paasche, dan

Fisher menghasilkan laju kenaikan harga tanah

yang pada umumnya sedikit lebih rendah daripada

IHT yang disusun berdasarkan data bulanan (Tabel

1). Hal ini terjadi terutama karena perubahan

perlakuan data bulanan menjadi data kuartalan

akan cenderung menurunkan (menghaluskan)

variasi data.

Dengan demikian jika data jumlah dan harga

transaksi tanah dalam satu kota/kabupaten dapat

dikumpulkan secara berkala dan seluruhnya dapat

dipergunakan untuk menyusun Indeks Harga

Tanah, maka formula Indeks Fisher yang paling

tepat. Akan tetapi jika hanya sejumlah transaksi

tanah yang akan dipergunakan sebagai sampel

untuk menghitung Indeks Harga Tanah maka

Indeks Laspeyres dapat diadopsi dengan biaya

yang lebih hemat, dengan catatan tahun dasarnya

harus disesuaikan (dirubah) dalam waktu paling

lama setiap lima tahun.

Akhirnya penulis menyimpulkan bahwa data harga

tanah yang diperoleh dari transaksi jual beli yang

secara teratur dilaporkan oleh para PPAT ke

Kantor Pertanahan Kota/Kabupaten dapat

dipergunakan untuk menyusun Indeks Harga

Kesimpulan dan Saran

Tanah seperti halnya pada

Indeks Harga Konsumen

(IHK), Indeks Harga

Produsen (IHP), atau

Indeks Harga Saham

Gabungan (IHSG), yang

dapa t d ipergunakan

sebagai instrumen pemantauan perkembangan

pasar tanah di Indonesia. Indeks Harga Tanah yang

diestimasi berdasarkan data sampel transaksi jual

beli tanah dari Kodya Jakarta Selatan, Kota Medan,

Kota Balikpapan, perdesaan Klaten, dan perdesaan

Maros pada tahun 2003-2007, baik sendiri-sendiri

maupun gabungannya, menunjukkan kenaikan

harga tanah yang jauh lebih tinggi daripada laju

inflasi.

Berdasarkan hasil penemuan yang telah

disampaikan dalam artikel ini maka penulis

menyarankan agar Pemerintah Republik Indonesia

sebaiknya berinisiatif untuk menyusun Indeks

Harga Tanah seperti halnya pada Indeks Harga

Konsumen (IHK), Indeks Harga Produsen (IHP),

dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), dengan

memberikan tambahan tugas kepada Badan

Pertanahan Nasional (BPN) atau kepada Badan

Pusat Statistik (BPS) atau dengan menciptakan

kerja sama antara BPN dan BPS. Indeks Harga

Tanah yang dimaksud dalam artikel ini perlu

disediakan sebagai wujud pelayanan publik yang

akurat, murah, dan mudah diakses oleh

masyarakat. Keberadaan Indeks Harga Tanah juga

perlu dimanfaatkan oleh Pemerintah sendiri untuk

memonitor perkembangan harga dan pasar tanah

di Indonesia.

Daftar Referensi

Bank Indonesia. 2008.

(dan beberapa Edisi

sebelumnya).

Bureau of City Planning Tokyo MetropolitanGovernment (BCPTMG). 2004.

.www.toshikei.metro. tokyo.jp/

Condro, A. 2005.

Statistik Ekonomi dan

Keuangan Desember 2007

Response to

Land Prob lems in Tokyo Metropo l i s

Kenaikan Harga Tanah di

Indones ia dan Jepang Sebuah Studi

P e r b a n d i n g a n

Laporan Final Kajian Pasar

Tanah.

Summary of White Paper

on Land (2002)

Pricing Structure in Tokyo

Metropolitan Land Markets and Its Structural

Changes: Pre-Bubble, Bubble and Post-Bubble

Periods

:. w

@yahoogroups.com/msg02488.html.

Jatileksono, T., R. K. Sitepu, A. Safik, dan A.Wahyono. 2008.

Kerjasama antara Bappenas, WorldBank, dan PT. Alpindo Arga Cipta. Laporanpenelitian, tidak dipublikasikan.

Ministry of Land, Infrastructure and Transport(MLIT) of Japan. 2002.

. www.MLIT.go.jp/english.

Shimizu, C. 2007.

. J. of Real Estate Finance andEconomics, Vol. 35.No. 4.

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 TentangPerubahan atas Undang-Undang Nomor 12Tahun 1985 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan.

w w . m a i l -archieve.com/ekonomi-nasional

Tabel 1. Kenaikan Harga Tanah Milik di Kodya Jakarta Selatan,Kota Balikpapan, dan Perdesaan Kabupaten Klaten

Periode Data Indeks Jkt Selatan Balikpapan Klaten Medan Maros

Simpel 11,5 14,4 13,9 31,4 31,3

Laspeyres 14,5 17,4 16,2 44,2 35,9

Bulanan Paasche 13,6 17,2 15,8 26,7 26,8

Fisher 14,0 17,3 16,0 35,2 31,3

Harga Konsumen 9,44 9,44 9,44 9,44 9,44

Simpel 11,1 12,6 13,1 31,8 28,1

Laspeyres 14,6 14,6 16,0 38,8 31,1

Kuartalan Paasche 13,1 17,1 15,6 26,2 24,5

Fisher 13,9 15,9 15,8 32,4 27,7

Harga Konsumen 9,37 9,37 9,37 9,37 9,37

Catatan: selain Indeks Harga Konsumen adalah Indeks Harga Tanah (IHT).

*) Team Leader Kajian Pasar Tanah LMPDPKomponen 1 dan dosen UniversitasIndonesia Esa Unggul

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 TentangHak Tanggungan.

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 TentangBea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan.

*) Staf PerencanaDirektorat Tata Ruang dan PertanahanBappenas

Oleh: DR. Jur. Any Andjarwati *)

Perbaikan

yang SehatPasar Tanah Pertanian

Rumusan dalam Konstitusi tersebut

mencerminkan negara Indones ia

menganut Negara Kesejahteraan (

). Artinya, untuk memenuhi tuntutan hidup

existen minimum setiap individu dan keluarganya

melalui penyediaan lapangan pekerjaan dana

pemenuhan defisit pendapatannya dijamin oleh

Negara. Negara kesejahteraan, menurut Goodin

(1988), dibangun dalam kerangka ekonomi pasar:

“…

(Barr

dalam Darmawan, 1998).

Berkaitan dengan hal itu, pasar tanah yang efisien

didefinisikan sebagai

welfare

state

fungsi dari negara kesejahteraan adalah untuk

memodifikasi bekerjanya kekuatan pasar…negara

kesejahteraan tidak menolak keberadaan sistem

ekonomi pasar kapitalis, tapi meyakini bahwa ada

elemen-elemen dalam tatanan masyarakat yang

lebih penting (dari tujuan-tujuan pasar) dan hanya

dapat dicapai dengan mengendalikan dan membatasi

bekerjanya mekanisme pasar tersebut…”

“Pasar yang menghantarkan

penjual dan pembeli melakukan transaksi, pasar

tanah menyusun harga tanah yang efisien, pasar

tanah mengalokasikan tanah dengan menyusun

harga sehingga pasar tanah “clears”, dan harga tanah

yang tercipta berperan penting dalam menjamin

tanah digunakan secara efisien” (World Bank, 2005).

zakelijk

Asset is something that

produce income to your pocket

Dari definisi pasar tanah tersebut tampak bahwa

pasar tanah sebagai suatu institusi yang ,

“tanah” sebagai aset. “

” (Robert Kiyosaki).

Namun dinyatakan juga oleh Goodin, bahwa

mekanisme pasar hanya bisa mengalokasikan

sumber daya secara efisien jika seperangkat asumsi

dasarnya bisa dipenuhi. Oleh karena itu dapat

dikemukakan pertanyaan, apakah bekerjanya

mekanisme pasar tanah (pertanian) Indonesia,

sudah dimodifikasi, dikendalikan dan dibatasi oleh

hukum dan dilaksanakan sebagaimana mestinya,

dalam kerangka negara hukum dan negara

kesejahteraan, sehingga alokasi tanah pertanian

sebagai salah satu sumber daya agraria dapat

digunakan secara effisien untuk usaha pertanian

yang berkelanjutan?

“…Pemerintah melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah, memajukankesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa” (Pembukaan UUD 1945).

Setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagikemanusiaan dan dijamin mendapatkan pendidikan (pasal 27, 31 UUD 1945)

Pengelolaan kekayaan alam untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, serta fakir miskindan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara (pasal 33 dan 34 UUD 1945).

Ruang Lingkup Pasar Tanah Pertanian

Pasar tanah pertanian merupakan salah satu

instrumen dalam mencapai tujuan politik hukum

pertanian untuk menjamin kesejahteraan petani,

menjamin pangan penduduk dengan harga yang

pantas, serta menjamin kelestarian lingkungan

hidup dan pemeliharaan pemandangan (Lihat

Gambar1).

Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan

tinjauan permasalahan pertanahan secara

komprehensif, karena rencana penggunaan tanah

pertanian berkelanjutan dalam waktu bersamaan

menuntut juga adanya rencana penggunaan tanah

dari sektor-sektor lainnya secara berkelanjutan.

Oleh karena itu asumsi dasar yang harus dipenuhi

oleh pasar tanah pertanian yang yaitu

adanya stabilitas untuk pertanian

dan rencana tata ruang pertanian dan nya.

Disamping itu perlu adanya dukungan kapasitas

birokrasi “pertanian” yang kuat - sebagai bentuk

zakelijk

land use planning

zonasi

organisasi administrasi pertanian modern yang

efektif dan efisien, dukungan basis politik yang

lebih menekankan demokrasi pertanian,

yang termasuk tata kelola pemerintahan pusat-

daerah, serta basis pembiayaan dan kerangka

makro ekonomi yang tepat untuk pertanian

(Darmawan, 2006).

”Kebebasan mengadakan perjanjian peralihan

tanah pertanian adalah hak setiap orang,

menghormati hukum yang membatasinya adalah

kewajibannya, untuk kemakmuran bersama.”

Ungkapan ini mengandung hak dan kewajiban bagi

Pemerintah ataupun anggota masyarakat.

Modifikasi mekanisme kekuatan pasar pertanian,

pengendalian dan pembatasan pasar tanah

pertanian secara garis besar pada dasarnya telah

diatur didalam Peraturan Dasar Pokok-Pokok

Agraria (UU no. 5 tahun 1960) dan peraturan-

perundangan Landreform seperti UU no. 56 tahun

1960 tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian,

UU no. 2 tahun 1960 tentang Pejanjian Bagi Hasil,

PP 224 tahun 1961 jo. PP 41/

1964 tentang Pelaksanaan

Pembag i an Tanah dan

Pemberian Ganti Kerugian,

dll. Asumsi yag harus

dipenuhi dalam pasar tanah

pertanian antara lain:

1. Adanya asas ,

y a i t u p e r o m b a k a n

p e m i l i k a n a t a u

p e n g u a s a a n t a n a h

pertanian dan hubungan-

hubungan hukum yang

b e r k a i t a n d e n g a n

pengusahaannya, yang

d i sesua ikan dengan

tuntutan perkembangan

zaman usaha pertanian

yang berke l an ju t an

(diktum “mengingat”,

dalam UUPA)

2. A d a n y a s t a b i l i t a s

p e r e n c a n a a n d a n

substantif

landreform

Kerangka Hukum Dasar Pasar Tanah

Pertanian

PERALIHAN

HAK ATAS TANAH

TERDAFTAR BELUM TERDAFTAR

TUJUAN POLITIK HUKUM

PERTANIAN

PETANI

FAKTOR

TEKNIS

PASAR TANAH

TANAH PRIVAT TANAH NEGARA

WARIS TANAH

TANAH

PERTANIAN

TANAH

NON-PERTANIAN

TANAH ADAT

RENCANA SEKTOR-SEKTOR

BERKELANJUTANRENCANA PENGGUNAAN

TANAH DAN ZONASI

RENCANA TATA

RUANG

KONSEP KEBIJAKAN DAN

STRATEGI PERTANIAN

FAKTOR

EKONOMI

FAKTOR

SOSIAL

PEMERINTAH TANAH PERATURAN DLL.

Gambar 1

Posisi Pasar Tanah Pertanian

penatagunaan sektor pertanian sebagai bagian

yang tak terpisahkan dengan stabilitas

perencanaan dan penatagunaan sektor-sektor

lainnya (pasal 14 UUPA)

3. Adanya jaminan pemeliharaan tanah,

termasuk menambah kesuburannya serta

mencegah kerusakannya (pasal 15 UUPA)

4. Subyek-subyek pasar tanah pertanian adalah

petani, karena tanah pertanian pada asasnya

harus diusahakan oleh pemiliknya sendiri

secara aktif (pasal 10 ayat 1 UUPA)

5. Tidak menjadikan pemilikan dan penguasaan

tanah pertanian yang melampaui batas

maksimum karena merugikan kepentingan

umum atau di bawah luas minimum (larangan

tanah pertanian (pasal 7, 10, 17

UUPA)

6. Memperhatikan aturan “Perbedaan dalam

keadaan masyarakat dan keperluan hukum

golongan rakyat di mana perlu dan tidak

bertentangan dengan kepent ingan-

kepentingan golongan yang ekonomis lemah”

(pasal 11 ayat 2 UUPA), dll.

Oleh karena itu selama asumsi-asumsi tersebut

belum ada atau belum dapat dijalankan dalam

pasar tanah, maka yang terjadi adalah “pasar tanah

pertanian illegal yang di-legalkan” atau sebagai

. Lebih jelasnya dapat dicermati

dari uraian mengenai seperti berikut

ini,

. (Wikipedia)

Disamping asumsi-asumsi pasar tanah pertanian

yang harus dipenuhi tersebut, dibutuhkan lembaga

yang berwenang untuk sahnya suatu peralihan

(hak atas) tanah pertanian, seperti jual-beli,

penukaran, penghibahan, pemberian dengan

fragmentasi

black land market

black market

Black market or the underground economy is a

market consisting of all commerce on which

applicable taxes and or regulations of trade are being

avoided. The term is also often known as the

underdog, shadow economy or parallel economy. In

modern societies the underground economy covers a

nast array activities. It is generally smallest in

countries where economic freedom is greatest, and

becomes progressively larger in those areas where

corruption, regulation or legal monopolies restrict

legitimate economic activity

,

wasiat dan perbutan-perbuatan lain yang

dimaksudkan untuk memindahkan hak milik tanah

pertanian serta pengawasannya. Sebagai aturan

pelaksana pasal 19 UUPA dan pasal 26 ayat 1 UUPA

dikeluarkan PP no. 24 tahun 1997 yang mencabut

PP 10 tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah.

Namun Peraturan Pemerintah ini belum

membedakan pendaftaran tanah pertanian dan

non-pertanian. Hal ini berakibat tiadanya

pemikiran aspek-aspek yang seharusnya dipenuhi

dalam pasar tanah pertanian, seperti misalnya

kawasan strategis pinggiran (kota-desa, desa-

hutan, perbatasan RI dengan negara tetangga)

sebagai kawasan khusus “sabuk pengaman” untuk

penguatan usaha pertanian berkelanjutan. Juga

pembatasan ekspansi kota atau pencegahan alih

fungsi tanah-pertanian ke non-pertanian, sebagai

obyek konsolidasi tanah perdesaan (

), yang berfungsi untuk kepentingan

ekologi, sosial, ekonomi, maupun pertahanan.

Disamping itu usaha pertanian tidak lepas dengan

kebijakan di bidang penggunaan sumber daya air

dan udara. Seperti misalnya kebijakan pemenuhan

kebutuhan air baku untuk pertanian, yang melalui

pendayagunaan, pengembangan sumber daya air

pada wilayah sungai dengan mengacu pada pola

pengelolaan sumber daya air yang ditetapkan,

dilakukan dengan pengembangan sistem irigasi

(pasal 26 ayat 1, 34 ayat 1 dan 41 ayat 1 UU no. 7/

2004 tentang Sumber Daya Air) Begitu juga adanya

larangan bagi setiap orang atau badan usaha untuk

melakukan kegiatan yang mengakibatkan rusaknya

sumber air dan prasarananya, mengganggu upaya

pengawetan air, dan/ atau mengakibatkan

pencemaran air, jika dilanggar dapat dikenakan

pidana (pasal-pasal 24, 94 - 96 UU no. 7/ 2004

tentang Sumber Daya Air).

Oleh karena itu modifikasi bekerjanya kekuatan

pasar pertanian mutlak didasarkan pada asumsi-

asumsi dasar yang harus dipenuhi dalam pasar

tanah pertanian, supaya dapat mengalokasikan

sumber daya tanah pertanian secara efisien. Jadi

tidak hanya menyangkut pertanahan saja, tetapi

juga sumber daya agraria lainnya, seperti air dan

udara. Untuk itu diperlukan adanya institusi khusus

.

rural land

consolidation

yang menangani sah-nya peralihan tanah pertanian,

misalnya pendirian “ ”, yang

beranggotakan hakim-hakim professional, yang

m e m p u n y a i p e n g e t a h u a n k h u s u s d a n

komprehensif di bidang pertanian, agraria,

lingkungan hidup, dll. (lihat tabel 1).

Tanah Indonesia bukan lembaran kanvas putih yang

siap untuk dilukis, tetapi sebaliknya penuh

permasalahan carut-marut dan komplek, sehingga

itu mutlak diperbaiki untuk mendapatkan lukisan

yang manusiawi.

Stabil itas perencanaan umum mengenai

persediaan, peruntukkan dan penggunaan bumi,

air dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang ada

di dalamnya merupakan kewenangan dan tugas

Pemerintah. Salah satu asumsi pasar tanah yang

harus dipenuhi yaitu

(pasal 14 dan 15

UUPA), namun kiranya ini belum dilaksanakan

dengan baik. Hal ini dapat dilihat pada masih

maraknya alih fungsi tanah pertanian ke non-

pertanian. Sementara pengendalian harga tanah

pemerintah selama ini menyerahkan pada

mekanisme pasar, mekanisme pajak, penetapan

harga dasar tanah, nilai ganti rugi tanah, dll. Siapa

yang memperoleh benefit atas kenaikan harga

tanah atau ? (Risnarto, 2008).

Peradilan Pertanian

Sustainibility plannings sectors,

land use planning, spatial planning

economic rent

Land Rent Pasar Tanah dan Alih Fungsi

Tanah Pertanian

Alih fungsi lahan atau konversi lahan disebabkan

antara lain oleh pertumbuhan penduduk dan

ekonomi , pembangunan in f r a s t ruk tu r

perhubungan, dampak dari penyelenggaraan

otonomi daerah, ketidakseimbangan

antara Jawa dan Luar Jawa, antara Kota dan Desa,

antara sawah dan non-sawah, serta hutan dan non-

hutan (Diskusi Nasional Penataan Ruang.

Reformasi Strategi Pengendalian Konversi Lahan di

Indonesia BAPPENAS, 6.11.2008 ). Sebagai

pemicu alih fungsi tanah pertanian antara lain di

satu sisi tingginya tingkat keuntungan yang

d ipero leh sektor non-per tan i an yang

mempengaruhi perilaku pasar atau tindakan yang

dilakukan oleh subyek dalam kapasitasnya sebagai

pembeli tanah pertanian untuk mencapai tujuan

antara lain pencapaian laba, pertumbuhan

tanah. Sementara di sisi lain karena labilnya

rencana tata ruang mempengaruhi perilaku subyek

pasar tanah pertanian dalam kapasitasnya sebagai

penjual.

Alasan penjual tanah pertanian yaitu karena

rendahnya dari sektor pertanian.

Walaupun basis ekonominya pertanian,

masyarakat pinggiran kota mengharapkan kelak

wajah kota akan mencapai wilayah mereka. Ini

menyebabkan keengganan mereka melakukan

investasi pertanian secara intensif, dan

menyuburkan bisnis jual-beli tanah di wilayah

pinggiran. Sikap ini menyebabkan tanah pertanian

di pinggiran kota semakin rentan terhadap

konversi penggunaan tanah.

Praktek-praktek semacam ini menyebabkan

rendahnya produktifitas tanah dan menutup

kemungkinan pihak lain melaksanakan aktivitas

produksi di tanah tersebut. Akibatnya,

ketersediaan tanah semakin langka dan

akhirnya harga tanah bergerak menjadi lebih

tinggi. Dalam fase ini tanah tidak lagi sebagai

faktor sumber daya alam, melainkan benda

komoditas untuk diperdagangkan (Iwan

Taruna Isa, BPN).

Keadaan pasar tanah pertanian, jika dilihat dari

sisi Pemerintah dapat digolongkan menjadi dua

sifat. Pertama, dengan “membiarkan pasar

land rent

asset

land rent

Tabel 1: Das Sein dan Das Sollen Pasar Tanah Pertanian

DAS SEIN

Pasar Tanah Pertanian = Pasar Tanah (Pertanian) diluar kerangka Hukum UUPA =penggunaan tanah pertanian tidak secara efisien atau alih fungsi lahan ke non-pertanian = pemuasan pengejar land rent= tiada perlindungan terhadap pihak yanglemah.Pemerintah keluar dari kerangka hukum, “pembiaran” atau “pengadaan” pasar tanahpertanian untuk pengejar land rent, tidak untuk usaha pertanian berkelanjutan.

Das SOLLEN:

Pasar Tanah Pertanian = Pasar Tanah Pertanian dalam Kerangka Hukum UUPA =penggunaan tanah pertanian secara efisien untuk mencapai tujuan = keberlanjutanusaha pertanian = perlindungan petani.Pemerintah melaksanakan UUPA (kerangka hukum), untuk jaminan kesejaheraanpetani, jaminan pangan penduduk dengan harga yang pantas, jaminan kelestarianlingkungan hidup.

SOLUSI:

Pendirian “Peradilan Pertanian” (Lembaga Yudikatif), yang berwenang untuk sahnyasuatu peralihan (usaha) tanah pertanian, yang beranggotakan hakim-hakim yangprofesional di bidangnya, yang berkaitan dengan “usaha pertanian”.Alasan:

Pasar tanah pertanian dalam praktek adalah konflik kepentingan, Produkperundang-undangan Keagrariaan (L. Legislatif) dan Pelaksanaannya (L. Executif)sarat dengan Politik “Kepentingan”, berakibat tiadanya jaminan usaha pertanianyang berkelanjutan.

PP 24/1997 tentang Pendaftaran Tanah tidak mengatur khusus pendaftaran tanahpertanian.

tanah pertanian illegal yang dilegalkan”

berlangsung, karena pemerintah tidak mampu

mengendalikan. Ini karena belum adanya strategi

perencanaan pertanian berkelanjutan secara

Nasional dan organisasi administrasi pertanian

yang terpecah (BPN, Depdagri, Deperindag,

Deptan, Bulog, dll).

Kedua, “mengadakan pasar tanah pertanian illegal

yang di legalkan”. Misalnya rencana pembangunan

jalan tol Tans-Jawa sepanjang 652 kilometer, dari

Cikampek sampai Surabaya yang akan dapat

memicu konversi lahan sawah dan lahan subur

lainnya. “Lukisan” ini dengan meyakinkan akan

memicu pemilik modal, untuk mengejar

yang luar biasa fantastis dalam “gebyar pasar

tanah” disekitar perencanaan pembangunan jalan

tol itu. Seperti juga yang terjadi di sekitar jalan tol

Semarang-Solo, ada indikasi lahan-lahan pertanian

sudah mulai dibeli, dan bisa jadi lahan akan diubah

jadi perumahan atau pabrik.

UU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang

(UUTR) menerapkan “sistem perencanaan” yang

mempunyai sifat dominan membuat” rencana

tata ruang di atas tanah dengan kondisi tertentu.

Misalnya, tanah yang bebas masalah, tanah yang

belum pernah dibangun, kota yang hancur akibat

perang atau karena bencana alam, dan tidak di atas

tanah yang menghadapi permasalahan agraria yang

carut-marut dan kompleks.

T i a d a n y a p e r e n c a n a a n s e k t o r- s e k t o r

berkelanjutan, salah satu penyebabnya yaitu

lemahnya data dan informasi pertanahan, sebagian

tanah belum mempunyai status hukum yang jelas

(sekitar 60%), apakah tanah negara, tanah adat

atau tanah privat; lemahnya kepastian hukum

pertanahan, dan lain-lain. Oleh karena itu sistem

penataan ruang yang dibutuhkan yaitu yang

memperhatikan dan memberi solusi pemecahan

permasalahan tersebut.

Sebagai reaksi terhadap sistem perencanaan, yaitu

“sistem pengembangan” dalam penataan ruang,

dimana Tata Ruang Desa yang didukung dengan

segala data dan informasi pertanahan-agraria desa

yang bersangkutan dapat secara strategis dan

land rent

Sistem Perencanaan dan Pengembangan

efektif dipakai sebagai pembuatan rencana tata

ruang supra desa. Hal ini akan menghasilkan

rencana tata ruang yang seminimal mungkin

merugikan manusia dan lingkungan hidup lainnya.

Sistem pengembangan dalam tata ruang ini,

cenderung pada tindakan koreksi dan penambahan

yang konstruktif terhadap wujud struktur ruang

dan pola ruang yang sudah ada, agar tuntutan

kebutuhan masyarakat dan jaminan lingkungan

hidup dapat dipenuhi secara proporsional dan

berkesinambungan.

Senada dengan itu pola sistem pengembangan ini

pada dasarnya juga sebagai tanda tidak

mengabaikannya institusi Pemerintah Desa atau

dengan sebutan lain setingkat dengan itu, sebagai

kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-

batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan

mengurus kepentingan masyarakat setempat,

berdasar asal-usul dan adat istiadat setempat yang

diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintah dan

negara RI (pasal 1 No. 5 PP No 72/2005 tentang

Desa).

Untuk mencapai pasar tanah pertanian yang

bertanggung jawab, perlu adanya pengaturan

seluruh asumsi-asumsi pasar tanah yang harus

dipenuhi untuk memodifikasi mekanisme kekuatan

pasar tanah pertanian secara rasional. Harus lebih

memperhatikan aspek-aspek sosial maupun

ekologi, disamping ekonomi. Benar apa yang

dikemukakan oleh para pengikut Luthianian, “

Darmawan Triwibowo/ Sugeng Bahagijo,

, LP3ES-Perkumpulan

Prakarsa, Jakarta, 2006, hal 20.

Lihat Perumusan Kunci hasil penelitian (2004-

2006) dibawah Thema “Peran Negara”, buku

Darmawan Triwibowo/ Sugeng Bahagijo,

, LP3ES-

Perkumpulan Prakarsa, Jakarta, 2006, hal 96-

99.

KESIMPULAN

If

you don't create a free market, a black market will

emerge”.

Mimpi

Negara Kesejahteraan

Mimpi Negara Kesejahteraan

Referensi:

Fakultas Hukum UGM*) Direktur Pusat Kajian Hukum dan Pertanian

KEBIJAKAN PERTANAHANbagi

KESEJAHTERAAN RAKYAT

Jumlah KPR dan KPA meningkat per tahun21,9%selama tahun 1998 - 2007(berdasarkan statistik Bank Indonesia)