LAMPIRAN KEPUTUSAN BUPATI...
-
Upload
nguyenminh -
Category
Documents
-
view
217 -
download
0
Transcript of LAMPIRAN KEPUTUSAN BUPATI...
515
KAB. CIAMIS
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS
TAHUN : 2011 NOMOR : 17 SERI : C
PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS
NOMOR 17 TAHUN 2011
TENTANG
RETRIBUSI PENGENDALIAN MENARA TELEKOMUNIKASI
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI CIAMIS,
Menimbang : a bahwa penyesuaian dalam penyelenggaraan
telekomunikasi di tingkat nasional dan kabupaten merupakan kebutuhan nyata, mengingat meningkatnya kemampuan sektor swasta dalam penyelenggaraan telekomunikasi, penguasaan teknologi telekomunikasi, dan keunggulan kompetitif dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat;
b bahwa menara telekomunikasi merupakan salah satu infrastruktur pendukung dalam penyelenggara-an telekomunikasi yang vital dan memerlukan
516
ketersediaan lahan, bangunan, ruang udara serta penyelenggaraannya harus memenuhi aspek keamanan, kenyamanan, kesehatan dan estetika lingkungan;
c bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Retribusi Pengendalian Menara Teleko-munikasi merupakan jenis retribusi Kabupaten/Kota yang pemungutannya menjadi kewenangan Daerah;
d bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, b dan c, perlu menetapkan Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi dengan Peraturan Daerah.
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Jawa Barat (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 1950) sebagaimana telah di ubah dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1968 tentang Pembentukan Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Subang dengan mengubah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah Kabupaten Dalam Lingkungan Propinsi Jawa Barat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1968 Nomor 2851);
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3817);
3. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari
517
Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851);
4. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3881);
5. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4247);
6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana yang telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
7. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
8. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan
518
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4724); 9. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4752);
10. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5043);
11. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049);
12. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Pembinaan Jasa Konstruksi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3980);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Republik
519
Indonesia Nomor 3980); 15. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2000
tentang Penggunaan Spektrum Radio dan Orbit Satelit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3981);
16. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578);
17. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593);
18. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Propinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
19. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pemberian dan Pemanfaatan Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5161);
20. Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2007 tentang Pengesahan, Pengundangan dan Penyebarluasan
520
Peraturan Perundang-undangan; 21. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun
2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, sebagaimana telah diubah dua kali terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah;
22. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2006 tentang Jenis dan Bentuk Produk Hukum Daerah;
23. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 16 Tahun 2006 tentang Prosedur Penyusunan Produk Hukum Daerah;
24. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2006 tentang Lembaran Daerah dan Berita Daerah;
25. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 23/Per.Kominfo 104/2009 Tentang Pedoman Pelaksanaan Urusan Pemerintah Sub Bidang Pos dan Telekomunikasi;
26. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 20 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 43/P/M.KOMINFO/12/2007;
27. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 21 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi;
28. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 35 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan Jaringan
521
Tetap Lokal Tanpa Kabel dengan Mobilitas Terbatas;
29. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 02/PER/M.KOMINFO/03/2008 tentang Pedoman Pembangunan dan Penggunaan Menara Bersama Telekomunikasi;
30. Peraturan Daerah Kabupaten Ciamis Nomor 4 Tahun 2001 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Daerah Kabupaten Ciamis Tahun 2001 Nomor 1);
31. Peraturan Daerah Kabupaten Ciamis Nomor 3 Tahun 2007 tentang Rencana Umum Tata Ruang Kabupaten Ciamis (Lembaran Daerah Kabupaten Ciamis Tahun 2007 Nomor 3);
32. Peraturan Daerah Kabupaten Ciamis Nomor 9 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Perhubungan (Lembaran Daerah Kabupaten Ciamis Tahun 2008 Nomor 9);
33. Peraturan Daerah Kabupaten Ciamis Nomor 3 Tahun 2008 tentang Pokok-pokok Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Ciamis Tahun 2008 Nomor 3);
34. Peraturan Daerah Kabupaten Ciamis Nomor 13 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan yang menjadi Kewenangan Pemerintah Kabupaten Ciamis (Lembaran Daerah Kabupaten Ciamis Tahun 2008 Nomor 13);
35. Peraturan Daerah Kabupaten Ciamis Nomor 17 Tahun 2008 tentang Organisasi Perangkat Daerah Kabupaten Ciamis (Lembaran Daerah Kabupaten Ciamis Tahun 2008 Nomor 17) sebagaimana telah
522
diubah dengan Peraturan Daerah Kabupaten Ciamis Nomor 4 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Ciamis Nomor 17 Tahun 2008 tentang Organisasi Perangkat Daerah Kabupaten Ciamis (Lembaran Daerah Kabupaten Ciamis Tahun 2010 Nomor 4).
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN CIAMIS
dan
BUPATI CIAMIS
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RETRIBUSI PENGENDALIAN MENARA TELEKOMUNIKASI.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksudkan dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Ciamis;
2. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah;
3. Bupati adalah Bupati Ciamis;
523
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah;
5. Dinas adalah Dinas Perhubungan Kabupaten Ciamis
6. Kepala Dinas adalah Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Ciamis;
7. Kas Daerah adalah Kas Daerah Kabupaten Ciamis;
8. Retribusi adalah pungutan daerah sebagai bayaran atas jasa uang khusus di sediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah daerah untuk orang pribadi dan/atau badan;
9. Badan Hukum adalah Badan Hukum Indonesia yang terdiri dari Perseroan Terbatas Perseroan Komanditer Perseroan lainnya Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan/atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dengan nama dan bentuk apapun persekutuan perkumpulan, Firma, Kongsi, Koperasi, Yayasan atau organisasi sejenis, lembaga, dana pensiun bentuk usaha tetap serta bentuk usaha lainnya;
10. Wajib Retribusi adalah perorangan dan atau Badan hukum yang menurut peraturan perundang-undangan retribusi berkewajiban untuk melakukan pembayaran retribusi;
11. Masa Retribusi adalah suatu jangka waktu tertentu yang merupakan batas waktu bagi wajib retribusi untuk memanfaatkan jasa Pemerintah Daerah;
12. Surat Setoran Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat SSRD adalah surat yang digunakan oleh wajib retribusi untuk melakukan pembayaran atau
524
penyetoran Retribusi yang terutang ke Kas Daerah atau tempat pembayaran lain yang ditetapkan oleh Bupati;
13. Surat Tagihan Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat STRD adalah surat untuk melakukan tagihan retribusi dan atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda;
14. Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman dan/atau penerimaan dari setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio atau sistem elektromagnetik lainnya;
15. Menara telekomunikasi yang selanjutnya disebut menara adalah bangunan yang berfungsi sebagai sarana penunjang untuk menempatkan peralatan telekomunikasi yang desain/bentuk konstruksinya disesuaikan dengan keperluan penyelenggaraan telekomunikasi;
16. Menara telekomunikasi khusus adalah menara yang berfungsi sebagai penunjang jaringan telekomunikasi khusus;
17. Menara bersama adalah menara telekomunikasi yang digunakan secara bersama-sama oleh para penyelenggara telekomunikasi;
18. Menara telekomunikasi rangka adalah menara telekomunikasi yang bangunannya berbentuk rangka baja yang diikat oleh berbagai simpul untuk menyatukannya;
19. Menara telekomunikasi tunggal adalah menara telekomunikasi yang bangunannya berbentuk tunggal
525
tanpa adanya simpul-simpul rangka yang mengikat satu sama lain;
20. Penyelenggara telekomunikasi adalah perseorangan, koperasi, badan usaha milik daerah, badan usaha milik negara, badan usaha swasta, instansi peme-rintah, dan instansi pertahanan keamanan Negara;
21. Penyedia menara adalah badan usaha yang membangun, memiliki, menyediakan serta menyewakan menara telekomunikasi untuk digunakan bersama oleh penyelenggara telekomunikasi;
22. Pengelola menara adalah badan usaha yang mengelola atau mengoperasikan menara yang dimiliki oleh pihak lain;
23. Kontraktor menara adalah penyedia jasa orang perseorangan atau badan usaha yang dinyatakan ahli serta profesional di bidang jasa konstruksi pembangunan menara yang mampu menyeleng-garakan kegiatannya untuk mewujudkan suatu hasil perencanaan menara untuk pihak lain;
24. Transmisi utama (backbone) adalah jaringan telekomunikasi utama yang berfungsi sebagai jaringan perhubungan utama;
25. Bangunan adalah suatu perwujudan fisik arsitektur yang digunakan untuk kegiatan manusia dan/atau menunjang kegiatan manusia, yang sebagian dan seluruhnya ditanam atau diletakan atau melayang dalam suatu lingkungan secara tetap, sebagian atau seluruhnya berada di atas atau di bawah permukaan tanah dan/atau perairan yang berupa bangunan gedung dan bangunan bukan gedung;
526
26. Bangunan gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatan, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya maupun kegiatan khusus;
27. Bangunan pelengkap adalah bangunan-bangunan yang merupakan perwujudan fisik yang tidak dihuni sebagai sarana penunjang jaringan utilitas menara lain, ducting, manhole, gardu listrik, rumah kabel, tiang menara telekomunikasi dan listrik, panel listrik dan telekomunikasi serta lainnya yang berada di atas tanah, di bawah dan di dalam tanah;
28. Barang milik daerah adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah atau perolehan lainnya yang sah;
29. Operator adalah perseorangan, badan hukum, instansi pemerintah yang menyelenggarakan jasa telekomunikasi, jaringan telekomunikasi dan telekomunikasi khusus yang mendapat ijin untuk melakukan kegiatan;
30. Kamuflase adalah penyesuaian desain bentuk menara telekomunikasi yang selaraskan dengan lingkungan dimana menara tersebut berada;
31. Surat Ketetapan Retribusi Daerah, yang selanjutnya dapat disingkat SKRD, adalah Surat Keputusan yang menentukan besarnya jumlah retribusi yang terutang;
527
32. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar, yang selanjutnya dapat disingkat SKRDLB, adalah Surat Keputusan yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran retribusi karena jumlah kredit retribusi lebih besar daripada retribusi yang terutang atau tidak seharusnya terutang;
33. Surat Tagihan Retribusi Daerah yang selanjutnya dapat disingkat STRD, adalah surat untuk melakukan tagihan retribusi dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda;
34. Surat Keputusan Keberatan, adalah Surat Keputusan atas keberatan terhadap SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan dan SKRDLB yang oleh Wajib Retribusi;
35. Pemeriksaan, adalah serangkaian kegiatan untuk mencari mengumpulkan dan mengolah data dan/atau keterangan lainnya dalam rangka pengawasan kepatuhan pemenuhan kewajiban Retibusi Daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan Retribusi Daerah;
36. Penyidik adalah Penyidik Polisi Republik Indonesia atau Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan;
37. Penyidik Pegawai Negeri Sipil adalah Pejabat Pegawai Negeri Sipil yang diberi wewenang dan kewajiban untuk melakukan penyidikan terhadap Pelanggaran Peraturan Daerah Kabupaten Ciamis yang memuat ketentuan pidana.
528
BAB II NAMA, OBJEK DAN SUBJEK RETRIBUSI
Pasal 2
(1) Dengan Nama Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi dipungut retribusi atas pemanfaatan ruang untuk menara telekomunikasi.
(2) Objek Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi adalah pemanfaatan ruang untuk menara telekomunikasi dengan memperhatikan aspek tata ruang, keamanan dan kepentingan umum.
(3) Subjek Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan/menikmati pelayanan jasa umum yang bersangkutan.
(4) Wajib Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi adalah orang pribadi atau Badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan Retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran Retribusi termasuk pemungutan atau pemotongan Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi.
BAB III
GOLONGAN RETRIBUSI
Pasal 3
Dalam rangka pelayanan penyelenggaraan pengendalian Menara Telekomunikasi, Pemerintah Daerah berwenang melakukan pungutan Retribusi Daerah.
529
Pasal 4
Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi digolongkan sebagaimana dimaksud pada Pasal 3 adalah Retribusi Jasa Umum.
BAB IV
CARA MENGUKUR TINGKAT PENGGUNAAN JASA, PRINSIP DAN SASARAN DALAM PENETAPAN TARIF
RETRIBUSI
Pasal 5
(1) Tingkat penggunaan jasa pengendalian pemanfaatan ruang daerah diukur berdasarkan frekuesi penga-wasan dan pengendalian menara telekomunikasi.
(2) Prinsip dan Sasaran dalam penetapan Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi dengan mempertimbangkan biaya pengawasan dan pengendalian menara telekomunikasi.
(3) Pengawasan dan pengendalian menara telekomunikasi dilakukan secara berkala oleh Dinas.
(4) Ketentuan tentang Pengawasan dan Pengendalian Menara Telekomunikasi diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
BAB V
STRUKTUR DAN BESARAN TARIF
Pasal 6
(1) Setiap orang atau badan usaha yang mendapatkan
530
jasa pemanfaatan ruang Daerah untuk menara telekomunikasi wajib membayar retribusi.
(2) Besarnya tarif retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebesar 2% (dua persen) dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) Bangunan Menara Telekomunikasi.
(3) Nilai Jual Objek Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah NJOP yang digunakan untuk perhitungan PBB.
BAB VI
PEMUNGUTAN RETRIBUSI
Bagian Kesatu
Tata Cara Pemungutan
Pasal 7
Retribusi terutang dipungut di Wilayah Daerah tempat Menara Telekomunikasi didirikan
Pasal 8
(1) Pemungutan retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi dilaksanakan oleh Dinas.
(2) Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD atau dokumen lainnya yang dipersamakan.
(3) Dokumen lain yang dipersamakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa karcis, kupon dan kartu langganan.
531
(4) Dalam hal wajib Retribusi tertentu tidak membayar kewajibannya, dikenakan sanksi administratif berupa bunga sebesar 2 % (dua persen) setiap bulan dari Retribusi yang terutang yang tidak atau kurang bayar dan ditagih dengan menggunakan STRD.
(5) Penagihan Retribusi terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (4) didahului dengan surat teguran.
Pasal 9
Dalam hal Wajib Retribusi tidak membayar tepat pada waktunya atau kurang membayar dikenakan sanksi administratif berupa bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan dari besarnya retribusi terutang atau kurang bayar dan ditagih dengan menggunakan STRD.
Bagian Kedua
Keberatan
Pasal 10
(1) Wajib Retribusi tertentu dapat mengajukan keberatan
hanya kepada Bupati atau pejabat yang ditunjuk atas SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.
(2) Keberatan diajukan secara tertulis dengan disertai alasan-alasan yang jelas.
(3) Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal SKRD diterbitkan, kecuali jika Wajib Retribusi tertentu dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaannya.
532
(4) Keadaan di luar kekuasaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah suatu keadaan yang terjadi diluar kehendak atau kekuasaan Wajib Retribusi.
(5) Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar Retribusi dan pelaksanaan penagihan Retribusi.
(6) Bupati dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal surat keberatan diterima harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan dengan menerbitkan surat keputusan keberatan.
(7) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah untuk memberikan kepastian hukum bagi Wajib Retribusi, bahwa keberatan yang diajukan harus diberi keputusan oleh Bupati.
(8) Keputusan Bupati atas keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau sebagian, menolak, atau menambah besarnya retribusi yang terutang.
(9) Apabila jangka waktu sebagimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat dan Bupati tidak memberi suatu keputusan, keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan.
(10) Jika pengajuan keberatan dikabulkan sebagian atau seluruhnya, kelebihan pembayaran Retribusi dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk paling lama 12 (dua belas) bulan.
(11) Imbalan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung sejak bulan pelunasan sampai dengan diterbitkannya SKRDLB.
533
BAB VII PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN
Pasal 11
(1) Atas kelebihan pembayaran Retribusi, Wajib Retribusi dapat mengajukan permohonan pengembalian kepada Bupati.
(2) Bupati dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan, sejak diterimanya permohonan pengembalian kelebihan pembayaran Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus memberikan keputusan.
(3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah dilampaui dan Bupati tidak memberikan suatu keputusan, permohonan pengem-balian pembayaran Retribusi dianggap dikabulkan dan SKPDLB atau SKRDLB harus diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan.
(4) Apabila Wajib Retribusi mempunyai utang Retribusi lainnya, kelebihan pembayaran Retribusi sebagai-mana dimaksud pada ayat (1) langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang Retribusi tersebut.
(5) Pengembalian kelebihan pembayaran Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKPDLP atau SKLDLB.
(6) Jika pengembalian kelebihan pembayaran Retribusi dilakukan setelah lewat 2 (dua) bulan, Bupati memberikan imbalan bunga sebesar 2% (dua
534
persen) sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan pembayaran Retribusi.
(7) Tatacara pengembalian kelebihan pembayaran Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bupati.
BAB VIII
KEDALUWARSA PENAGIHAN
Pasal 12
(1) Hak untuk melakukan penagihan Retribusi menjadi kedaluwarsa setelah melampaui waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak saat terutangnya retribusi, kecuali apabila Wajib Retribusi melakukan tindak pidana dibidang Retribusi.
(2) Kedaluwarsa penagihan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh apabila : a. Diterbitkan Surat Teguran dan/atau Surat Paksa;
atau b. Ada pengakuan utang Retribusi dari Wajib
Retribusi, baik langsung maupun tidak langsung. (3) Dalam hal diterbitkan Surat Teguran dan Surat Paksa
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, kedaluwarsa penagihan dihitung sejak tanggal penyampaian Surat Paksa tersebut.
(4) Pengakuan utang Retribusi secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b adalah Wajib Retribusi dengan kesadarannya menyatakan masih mempunyai utang retribusi dan belum melunasinya kepada Pemerintah Daerah.
535
(5) Pengakuan utang secara tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dapat diketahui dari pengajuan permohonan angsuran atau penundaan pembayaran dan permohonan keberatan oleh Wajib Retribusi.
(6) Piutang Retribusi yang tidak mungkin ditagih karena hak untuk melakukan penagihan kedaluwarsa dapat dihapuskan.
(7) Bupati menetapkan Keputusan Penghapusan Piutang Retribusi yang sudah kedaluwarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(8) Tata cara penghapusan Retribusi yang sudah kedaluwarsa diatur lebih lanjut oleh Bupati.
BAB IX
KETENTUAN PIDANA
Pasal 13
(1) Wajib retribusi yang tidak melaksanakan kewajibannya, sehingga merugikan keuangan Daerah diancam pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau pidana denda paling banyak 3 (tiga) kali jumlah Retribusi terutang yang tidak atau kurang bayar.
(2) Selain pelanggaran sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), wajib Pajak yang melanggar ketentuan
Peraturan Daerah ini sehingga merugikan Keuangan
Daerah, diancam pidana kurungan paling lama 3
(tiga) bulan atau denda paling banyak Rp.
50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).
536
(3) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan (2) adalah pelanggaran.
(4) Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1))
merupakan penerimaan Negara.
(5) Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
disetorkan ke Kas Daerah.
BAB X
INSENTIF PEMUNGUTAN
Pasal 14
(1) Instansi yang melaksanakan pemungutan Retribusi
dapat diberikan insentif atas dasar pencapaian
kinerja tertentu.
(2) Pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ditetapkan melalui Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah.
(3) Tata cara pemberian dan pemanfaatan insentif
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh
Bupati.
BAB XI PENYIDIKAN
Pasal 15
(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai
537
Penyidik untuk melakukan Penyidikan Tindak Pidana di bidang Perpajakan Daerah dan Retribusi, sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana.
(2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu dilingkungan Pemerintah Daerah yang diangkat oleh Pejabat yang berwenang yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah : a. menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti
keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang Perpajakan Daerah dan Retribusi agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas;
b. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau Badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana perpajakan Daerah dan Retribusi;
c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau Badan sehubungan dengan tindak pidana di Bidang Perpajakan Daerah dan Retribusi;
d. memeriksa buku, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan Daerah dan Retribusi;
e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan, dan
538
dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;
f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan Daerah dan Retribusi;
g. menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang, benda, dan/atau dokumen yang dibawa;
h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana perpajakan Daerah dan Retribusi;
i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
j. menghentikan penyidikan; dan/atau
k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan Daerah dan Retribusi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikanya kepada Penuntut Umum melalui Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang hukum acara pidana.
BAB XII PENGAWASAN
Pasal 16
539
(1) Pengawasan Peraturan Daerah ini dilakukan oleh Dinas bersama sama dengan Satuan Polisi Pamong Praja serta oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah/lembaga/ terkait lainya.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi pengawasan preventif dan pengawasan represif.
Pasal 17
Pengawasan preventif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) Peraturan Daerah ini dilakukan antara lain, meliputi : a. Pembinaan kesadaran hukum aparatur dan
masyarakat; b. Peningkatan profesionalisme aparatur pelaksana; c. Peningkatan peran dan fungsi pelaporan.
Pasal 18
Pengawasan represif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) Peraturan Daerah ini meliputi :
a. Tindakan penertiban terhadap perbuatan-perbuatan warga masyarakat yang tidak melaksanakan ketentuan dalam Peraturan Daerah dan peraturan pelaksanaannya;
b. Penyerahan penanganan pelanggaran Peraturan
Daerah kepada Lembaga Peradilan;
c. Pengenaan sanksi administratif dan hukuman disiplin
kepada para pegawai yang melanggar Peraturan
Daerah.
540
BAB XIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 19
(1) Tarif Retribusi ditinjau kembali paling lama 3 (tiga)
Tahun sekali.
(2) Peninjauan tarif Retribusi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan
indeks harga dan perkembangan perekonomian.
(3) Penetapan tarif Retribusi sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Bupati.
Pasal 20
Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Daerah
ini, sepanjang mengenai teknis pelaksanaanya diatur lebih
lanjut oleh Bupati.
Pasal 21
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Ciamis.
541
Ditetapkan di Ciamis pada tanggal 27 September 2011
BUPATI CIAMIS,
Cap/ttd
H. ENGKON KOMARA Diundangkan di Ciamis pada tanggal 27 September 2011
SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN CIAMIS,
H. TAHYADI A. SATIBIE
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN 2011 NOMOR 17
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS
542
NOMOR 17 TAHUN 2011
TENTANG
RETRIBUSI PENGENDALIAN MENARA TELEKOMUNIKASI I. UMUM
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Retribusi Pengendalian Menara
Telekomukasi merupakan jenis Retribusi Jasa Umum yang
pemungutannya menjadi kewenangan Daerah Kabupaten/Kota.
Agar dalam pelaksanaannya dapat berdaya guna dan
berhasil guna perlu menetapkan pengaturan Retribusi Pengendalian
Menara Telekomukasi di Kabupaten Ciamis dengan Peraturan
Daerah.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Pasal ini menjelaskan beberapa istilah yang dipergunakan
dalam Peraturan Daerah ini, dengan maksud agar terdapat
pengertian yang sama sehingga kesalah pahaman dalam
penafsiran dapat dihindarkan
Pasal 2
Cukup jelas Pasal 3
Yang dimaksud dengan Objek Retribusi Jasa Umum adalah Pelayanan yang disediakan atau diberikan Pemerintah
543
Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau Badan.
Pasal 4 Cukup jelas
Pasal 5 Cukup jelas Pasal 6 Cukup jelas Pasal 7 Cukup jelas Pasal 8 Cukup jelas Pasal 9 Cukup jelas Pasal 10 Cukup jelas Pasal 11 Cukup jelas Pasal 12 Cukup jelas Pasal 13 Cukup jelas Pasal 14 Cukup jelas Pasal 15 Cukup jelas Pasal 16 Cukup jelas Pasal 17 Cukup jelas