LAJU PERTUMBUHAN LAMUN Thallasia hemprichi...
Transcript of LAJU PERTUMBUHAN LAMUN Thallasia hemprichi...
LAJU PERTUMBUHAN LAMUN Thallasia hemprichi DENGAN
TEKNIK TRANSPLANTASI TERFs DAN PLUG PADA JUMLAH
TEGAKAN YANG BERBEDA DALAM RIMPANG
Muhammad Halim
Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH, [email protected]
Ita Karlina
Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH, [email protected]
Henky Irawan
Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH, [email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui laju pertumbuhan lamun dan
tingkat kelangsungan hidup lamun Thallasia hemprichi dan mengetahui jumlah tegakan
optimal bagi pertumbuhan lamun Thallasia hemprichi yang ditransplantasi dengan metode
TERFs dan PLUG. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Februari sampai bulan Mei
tahun 2016, di daerah Kampe, Desa Malangrapat, Kecamatan Gunung Kijang, Kabupaten
Bintan. Metode yang digunakan adalah metode transplantasi TERFs dan PLUG. Jumlah
tegakan lamun Thallasia hemprichi diberi 5 perlakuan yaitu 1 tegakan, 2 tegakan, 3 tegakan, 4
tegakan, dan 5 tegakan dengan 5 kali pengulangan tiap perlakuan. Analisis data dengan
menggunakan Uji One-Way ANOVA menunjukkan tingkat kelangsungan hidup lamun
Thallasia hemprichi tidak terdapat pengaruh yang nyata terhadap perlakuan jumlah tegakan
yang berbeda (p>0,05); sedangkan untuk laju pertumbuhan daun lamun Thallasia hemprichi
terdapat perbedaan yang nyata terhadap perlakuan jumlah tegakan yang berbeda (p<0,05).
Jumlah tegakan optimal lamun Thallasia hemprichi didapat oleh perlakuan dengan jumlah
tegakan 2, yaitu perlakuan dengan jumlah tegakan sedikit mungkin, tetapi memiliki laju
pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup tertinggi. Tegakan optimal ini dinilai sebagai
pertumbuhan lamun yang efektif dan efisien dalam kegiatan transplantasi lamun Thallasia
hemprichi.
Kata Kunci : Transplantasi Lamun, Tegakan Lamun, Tegakan Optimal, TERFs dan PLUG,
Thallasia hemprichi
GROWTH RATE SEAGRASSES Thallasia hemprichi WITH
TRANSPLANTATION TECHNIQUE TERFs AND PLUG THE AMOUNT
STANDS DIFFERENT IN RHIZOME
ABSTRACT
This study was conducted to determine the rate of growth of seagrass and the survival
rate of seagrass Thallasia hemprichi and determine the number of stands to the growth of
seagrass Thallasia hemprichi transplanted with TERFs and PLUG method. This study was
conducted from February to May 2016, in Kampe area, Malangrapat Village, Gunung Kijang
District, Bintan regency. The method used is the method of transplantation TERFs and PLUG.
Number of stands of seagrass Thallasia hemprichi given 5 treatments, 1 stand, 2 stands, 3
stands , 4 stands, and 5 stands with five repetitions of each treatment. Analysis of the data using
One-Way ANOVA test showed a survival rate of seagrass Thallasia hemprichi there is no
significant effect on the number of stands of different treatments (p> 0.05); while the rate of
growth of seagrass leaves Thallasia hemprichi there is significant difference to the number of
stands of different treatments (p <0.05). Optimal amount of seagrass stands Thallasia
hemprichi obtained by treatment with a number of stands 2, namely the treatment by the
number of stands little as possible, but it has the growth rate and the highest survival rate.
Optimal stands is considered as the growth of seagrass effective and efficient in Thallasia
hemprichi seagrass transplantation activities.
Keywords : Seagrass Transplantation, Stand of Seagrass, Optimal Stand, TERFs and PLUG,\
Thallasia hemprichi
I. PENDAHULUAN
Padang lamun merupakan salah satu
ekosistem pesisir yang sangat produktif dan
bersifat dinamik. Faktor-faktor lingkungan
yaitu faktor fisik, kimia, dan biologi secara
langsung berpengaruh terhadap ekosistem
padang lamun (Wulandari, Riniatsih dan
Yudiati, 2013). Ekosistem padang lamun
berperan penting dalam ekologi kawasan
pesisir karena menjadi habitat berbagai biota
laut termasuk menjadi tempat mencari makan
(feeding ground), sebagai tempat perlindungan
(nursery ground), dan sebagai tempat memijah
(spawning ground) (Kikuchi, 1971 dalam
Marabessy, 2010). Peranan lain dari ekosistem
padang lamun yaitu sebagai barrier
(penghalang) bagi ekosistem terumbu karang
dari ancaman sedimentasi yang berasal dari
daratan (Poedjirahajoe, Mahayani, Sidharta,
dan Salamuddin, 2013).
Menurut Setyawan (2009) dalam
Tristanto, Situmorang, dan Suryanti (2014),
lamun jenis Thalassia hemprichii merupakan
jenis lamun yang sering dominan pada padang
lamun campuran, lamun jenis Thalassia
hemprichii memiliki ciri utama yaitu; daun
lamun jenis Thalassia hemprichii bercabang
dua, tidak terpisah, berbentuk pita dan bertepi
rata dengan ujung daun membulat serta
memiliki akar berbuku-buku yang pendek.
Padang lamun di Indonesia yang
diperkirakan seluas sekitar 30.000 km2 (Nontji,
TRISMADES). Padang lamun di pesisir
Indonesia diketahui telah mengalami kerusakan
sekitar 30% - 40% (Nadiarti, Riani, Djuwita,
Budiharsono, Purbayanto dan Asmus, 2012).
Ekosistem padang lamun banyak yang
mengalami degradasi. Maka perlu dilakukan
rehabilitasi. Transplantasi lamun merupakan
salah satu upaya dari rehabilitasi padang lamun,
selama ini transplantasi dengan metode TERFs
menggunakan jumlah tegakan yang sama yaitu
2 tegakan lamun dalam rimpang, sedangkan
pada metode PLUG menggunakan lamun yang
utuh beserta subtrat tanpa diketahui jumlah
tegakan yang digunakan ketika melakukan
transplantasi. Penggunaan jumlah tegakan yang
sama pada rimpang dalam kegiatan
transplantasi lamun jenis Thalassia hemprichii
tentu membuat tingkat pertumbuhan lamun
Thalassia hemprichii menjadi relatif sama,
untuk mendapatkan hasil yang optimal dalam
kegiatan transplantasi lamun, maka perlu
diketahui pada jumlah tegakan berapa
pertumbuhan lamun jenis Thalassia hemprichii
hasil tranplantasi akan tumbuh optimal.
Berdasarkan kondisi tersebut maka perlu
dilakukan penelitian tentang laju pertumbuhan
lamun jenis Thalassia hemprichii dengan
teknik transplantasi pada jumlah tegakan yang
berbeda dalam rimpang.
Penelitian ini untuk mengetahui laju
pertumbuhan daun lamun dan tingkat
kelangsungan hidup lamun jenis Thalassia
hemprichii yang ditransplantasi dengan jumlah
tegakan berbeda dalam rimpang dan untuk
mengetahui jumlah tegakan yang optimal bagi
pertumbuhan lamun jenis Thalassia hemprichii
yang ditransplantasi dengan metode TEFRs dan
PLUG; manfaatnya untuk mendapatkan jumlah
tegakan yang optimal sehingga dapat
diterapkan dalam kegiatan transplantasi lamun
agar terciptanya efisiensi dan efektivitas; dan
sebagai informasi ilmiah yang bermanfaat
dalam hal pengembangan teknik transplantasi
lamun.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Lamun mulai menghuni lingkungan
perairan laut pada 100 juta tahun yang lalu di
Cretaceous (Larkum, Orth, J Robert., and
Duarte, 2006). Lamun (seagrass) adalah
tumbuhan berbunga (angiospermae) yang
tumbuh dan berkembang baik di lingkungan
perairan pesisir mulai dari daerah pasang surut
sampai pada kedalaman 40 m (Den Hartog,
1970 dalam Mc. Roy and Helfferich, 1977
dalam Phillips and Mc. Roy, 1980 dalam Patty,
I Simon dan Husen, Rifai, 2013).
Lamun jenis Thalassia hemprichii
memiliki daun melengkung (McKenzie, 2007);
dengan sel tannin yang terdapat di dalamnya.
Sel-sel ini menjadikan daun terlihat berbintik
merah. Ujung daun bulat dan sedikit bergerigi.
Lebar daun 5 mm. Memiliki karakteristik
rimpang yang tebal (biasanya berwarna pink
pucat atau putih) dengan leaf sheet berbentuk
segitiga.
Transplantasi lamun adalah suatu metode
penanaman lamun yang dikembangkan untuk
melakukan restorasi di daerah padang lamun
yang telah mengalami kerusakan (Hutomo dan
Soemodihardjo, 1992). Teknik transplantasi
lamun ini dibagi menjadi dua, yaitu dengan
menggunakan jangkar dan tanpa menggunakan
jangkar (Phillips 1994 dalam Kiswara 2009).
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat
Penelitian akan dilaksanakan pada bulan
Februari 2016 sampai dengan bulan April 2016
di Kampung Kampe, Desa Malangrapat,
Kecamatan Gunung Kijang, Kabupaten Bintan.
Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian
B. Alat dan Bahan
Alat yang digunkan selama penelitian
yaitu; alat snorkling, kamera, GPS, frame, plug,
box, kertas tisu, gunting, alat tulis, plastik
sampel multi tester, salt meter, secchi disk.
Bahan yang digunakan yaitu; lamun dengan
jumlah tegakan 1, tegakan 2, tegakan 3, tegakan
4, dan tegakan 5.
Tegakan 1 Tegakan 2 Tegakan 3
Tegakan 4 Tegakan 5
Gambar 2. Gambar Lamun Satu (1) sampai
Lima (5) Tegakan
C. Prosedur Kerja
1. Persiapan
Pada tahap ini peneliti melakukan
konsultasi kepada dosen Penasehat Akademik,
selanjutnya konsultasi kepada dosen
pembimbing; tahap selanjutnya yaitu
melakukan studi literatur dan melakukan survei
di lokasi penelitian.
2. Pemilihan Lokasi Penelitian
Pemilihan lokasi untuk penelitian
transplantasi lamun mengikuti cara yang
dijelaskan oleh F.T. Short et al., (2002) dalam
BTNKpS (2006) dengan sedikit perubahan
untuk menyesuaikan dengan kondisi lokasi
yang akan dilakukan transplantasi. Informasi
tentang karakteristik padang lamun yang ada /
sumber bibit (reference sites) pada lokasi yang
akan dilakukan transplantasi diambil untuk
perhitungan indeks kesesuaian lokasi
penanaman atau preliminary transplant
suitability index (PTSI.
3. Pembuatan Kurungan di Lokasi
Transplantasi
Lokasi transplantasi lamun dibuat dalam
kurungan jaring seluas 30 meter x 20 meter.
Tujuan dari pembuatan kurungan ini agar
transplantasi lamun di lapangan tidak terganggu
oleh aktifitas manusia, grazer dan kondisi alam.
4. Penanganan Bibit Lamun
Penanganan bibit lamun saat
ditransplantasi setelah bibit lamun diambil dari
padang lamun donor saat air pasang kemudian
dimasukkan ke dalam wadah keranjang tetapi
tetap berada dalam air; kemudian bibit lamun
ditanam di daerah transplantasi (metode
TERFs) sedangkan untuk metode PLUG
dikembalikan ke lokasi awal untuk kembali
tergabung bersama substrat (metode PLUG).
Untuk metode PLUG bibit lamun diambil
dengan menggunakan pvc di daerah lamun
donor, lalu bawa lamun bibit ke daerah
transplantasi.
5. Metode Transplantasi Lamun
Penelitian ini dilakukan disatu (1)
stasiun, dengan dua (2) metode, yaitu TEFRs
dan PLUG; pada setiap jumlah perlakuan terdiri
dari bibit utama dan bibit cadangan (stok);
setiap perlakuan diulang sebanyak 5 kali.
Adapun perinciannya sebagai berikut:
Tabel 1. Metode, Perlakuan, dan Pengulangan Metode Jenis
Perlakuan
Pengulangan
Bibit Utama Bibit
Cadangan
TERFs 1 tegakan 5 kali 5 kali
2 tegakan 5 kali 5 kali
3 tegakan 5 kali 5 kali
4 tegakan 5 kali 5 kali
5 tegakan 5 kali 5 kali
PLUG 1 tegakan 5 kali 5 kali
2 tegakan 5 kali 5 kali
3 tegakan 5 kali 5 kali
4 tegakan 5 kali 5 kali
5 tegakan 5 kali 5 kali
6. Metode Pengamatan
Pengamatan terhadap pertumbuhan
lamun yang sudah ditransplantasi dan
parameter perairan rinciannya dapat dilihat
pada tabel 2 dan 3 berikut:
Tabel 2. Perhitungan Tingkat Pertumbuhan
Lamun No Perhitungan
lamun
Waktu Jumlah
Pengamatan
1 Tingkat
kelangsungan
hidup lamun
Awal dan
Akhir
pengamatan
2 kali
2 Laju pertumbuhan
daun lamun
Setiap minggu pengamatan
selama 2 bulan
8 kali
Tabel 3. Perhitungan Parameter Perairan No Waktu
Pengamatan
Parameter Tempat
1 Hari ke 7, 14, 21, 28, 35, 42,
49, dan 56
Suhu Salinitas
DO Kecerahan
Kecepatan
arus Ph
Di lokasi transplantasi yaitu
di dalam plot transplantasi
2 Hari ke 7 Nutrien Di lokasi
transplantasi yaitu di dalam plot
transplantasi.
Sampel di uji di laboratorium Balai
Budidaya Laut
Batam
7. Pengolahan Data
1. Tingkat Kelangsungan Hidup
Kelangsungan hidup lamun ini dihitung
dengan rumus yang dijelaskan Effendie (1978)
dalam Widiastuti (2009), yaitu:
𝑺𝑹 =𝑵𝒕
𝑵𝒐 𝒙 𝟏𝟎𝟎
Keterangan:
SR : Tingkat Kelangsungan Hidup (%)
Nt : Jumlah unit transplantasi (lamun utama)
pada waktu t (minggu)
No : Jumlah unit transplantasi (lamun utama)
pada waktu awal atau t=0
2. Laju Pertumbuhan Daun Lamun
Laju pertumbuhan daun lamun jenis
Thallasia hemprichii yang ditransplantasi
dengan jumlah rimpang yang berbeda dihitung
dengan rumus yang dijelaskan Supriadi (2003);
yaitu:
𝑷 =𝑳𝒕 − 𝑳𝒐
∆𝒕
Keterangan :
P : Tingkat pertumbuhan panjang daun (cm)
Lt : Panjang daun lamun akhir setelah waktu t
(cm)
Lo : Panjang daun lamun pada pengukuran awal
(cm)
Δt : Selang waktu pengukuran (Minggu)
3. Pengolahan data parameter perairan
8. Analisis Data
Data yang didapat dari hasil pengamatan
di lapangan akan dianalisis secara kuantitatif.
Hasil perhitungan data tingkat kelangsungan
hidup, dan pertumbuhan daun lamun yang
ditransplantasi dengan jumlah tegakan berbeda
dalam satu rimpang, setiap parameter untuk tiap
perlakuan dianalisis menggunakan One Way
Anova dengan post hoc test dengan tingkat
ketelitian 95% menggunakan aplikasi
Statistical Product and Service Solution
(SPSS).
Penentuan jumlah tegakan lamun yang
optimal dari semua perlakuan adalah, dari hasil
analisis data selisih masing-masing parameter
pertumbuhan lamun Thallasia hemprichii yang
dihitung. Data hasil analisis dilihat perlakuan
jumlah tegakan yang paling sedikit tetapi
memiliki parameter pertumbuhan yang paling
cepat ataupun sama dan tidak berbeda nyata
antar perlakuan dengan parameter pertumbuhan
yang tercepat atau tertinggi.
Data parameter perairan yang diukur di
lapangan akan dianalisis secara deskriptif,
dengan membandingkan data hasil pengukuran
secara langsung di lapangan dengan Keputusan
Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun
2004 Tentang Baku Mutu Air Laut untuk Biota
Laut. Analisis parameter perairan digunakan
untuk melihat pengaruh parameter perairan di
lokasi penelitian terhadap pertumbuhan lamun
Thallasia hemprichi.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Tingkat Kelangsungan Hidup Lamun
Thallasia hemprichi
Tingkat kelangsungan hidup lamun jenis
Thallasia hemprichi adalah kemampuan lamun
Thallasia hemprichi untuk tetap bertahan hidup
tanpa mengalami kematian selama waktu
penelitian, yang dinyatakan dengan satuan
persen (%).
1. Tingkat Kelangsungan Hidup Lamun
Thallasia hemprichi yang ditransplantasi
dengan Metode TERFs Hasil pengukuran rata-rata tingkat
kelangsungan hidup lamun Thallasia hemprichi
yang ditransplantasi dengan metode TERFs
dapat dilihat pada gambar 3.
Gambar 3. Tingkat Kelangsungan Hidup
Lamun Thallasia hemprichi
yang ditransplantasi dengan
Metode TERFs.
Tingkat kelangsungan hidup lamun pada
metode TERFs yang terendah terdapat pada
perlakuan T5 dengan nilai tingkat
kelangsungan hidup sebesar 52%, sedangkan
tingkat kelangsungan hidup yang tertinggi
terdapat pada perlakuan T2 dan T4 dengan nilai
tingkat kelangsungan hidup sebesar 90%.
Hasil analisis data tingkat kelangsungan
hidup lamun Thallasia hemprichi yang
ditransplantasi dengan metode TERFs
menggunakan One-Way Anova dapat dilihat
pada tabel 4.
Tabel 4. Uji One-Way ANOVA Tingkat
Kelangsungan Hidup Lamun
Thallasia hemprichi yang
ditransplantasi dengan Metode
TERFs. Source Type III Sum
of Squares Df Mean
Square F Sig.
Corrected Model
5056,000(a) 4 1264,000 1,228 ,331
Intercept 158404,000 1 158404,000 153,865 ,000
Tegakan
5056,000
4
1264,000
1,228
,331
Error 20590,000 20 1029,500
Total 184050,000 25
Corrected Total
25646,000 24
Berdasarkan uji One-Way ANOVA pada
tingkat kelangsungan hidup lamun Thallasia
hemprichi yang ditransplantasi dengan metode
TERFs didapat nilai signifikan sebesar 0,331
atau nilai signifikan lebih besar α (p>0,05). Hal
ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan
yang nyata dari tingkat kelangsungan hidup
lamun Thallasia hemprichi; sehingga dapat
dikatakan tegakan lamun tidak memberikan
pengaruh yang nyata terhadap tingkat
kelangsungan hidup lamun Thallasia hemprichi
yang ditransplantasi dengan metode TERFs.
2. Tingkat Kelangsungan Hidup Lamun
Thallasia hemprichi yang ditransplantasi
dengan Metode Plug Hasil pengukuran rata-rata tingkat
kelangsungan hidup lamun Thallasia hemprichi
yang ditransplantasi dengan metode plug dapat
dilihat pada gambar 4.
Gambar 4. Tingkat Kelangsungan Hidup
Lamun Thallasia hemprichi
yang ditransplantasi dengan
Metode Plug.
Tingkat kelangsungan hidup lamun pada
metode plug yang terendah terdapat pada
perlakuan T4 dengan nilai tingkat
kelangsungan hidup sebesar 50%, sedangkan
tingkat kelangsungan hidup yang tertinggi
terdapat pada perlakuan T5 dengan nilai tingkat
kelangsungan hidup sebesar 64%.
Hasil analisis data tingkat kelangsungan
hidup lamun Thallasia hemprichi yang
ditransplantasi dengan metode plug
menggunakan One-Way Anova dapat dilihat
pada tabel 5.
Tabel 5. Uji One-Way ANOVA Tingkat
Kelangsungan Hidup Lamun
Thallasia hemprichi yang
ditransplantasi dengan Metode
Plug. Source Type III
Sum of
Squares
Df Mean
Square
F Sig.
Corrected
Model
1360,536(a) 4 340,134 ,245 ,909
Intercept 78584,909 1 78584,909 56,531 ,000
Tegakan
1360,536
4
340,134
,245
,909
Error 27802,556 20 1390,128
Total 107748,000 25
Corrected
Total
29163,091 24
Berdasarkan uji One-Way ANOVA pada
tingkat kelangsungan hidup lamun Thallasia
hemprichi yang ditransplantasi dengan metode
plug didapat nilai signifikan sebesar 0,909 atau
nilai signifikan lebih besar α (p>0,05). Hal ini
menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang
nyata dari tingkat kelangsungan hidup lamun
Thallasia hemprichi; sehingga dapat dikatakan
tegakan lamun tidak memberikan pengaruh
80 90 80 90
52
0
50
100
T1 T2 T3 T4 T5Tin
gk
at K
elan
gsu
ng
an H
idu
p (
%)
KELANGSUNGAN HIDUP LAMUN Thallasia
hemprichi (METODE TERFs)
TERFs
60 60 53 5064
0
50
100
T1 T2 T3 T4 T5Tin
gk
at K
elan
gsu
ng
an H
idu
p (
%)
KELANGSUNGAN HIDUP LAMUN Thallasia
hemprichi (METODE PLUG)
yang nyata terhadap tingkat kelangsungan
hidup lamun Thallasia hemprichi yang
ditransplantasi dengan metode plug.
Faktor biologis seperti morfologi lamun
Thallasia hemprichi diduga berpengaruh
terhadap kelangsungan hidupnya; hal ini
didukung oleh penelitian Asriani (2014),
menyatakan Thallasia hemprichi memiliki
struktur rimpang yang tebal dengan akar sedikit
berkayu dibandingkan dengan jenis lamun
Halodule uninervis, Cymodocea rotundata, dan
Halophila ovalis sehingga diperkirakan
memungkinkan untuk menunjang
keberlangsungan hidupnya.
Tingkat kelangsungan hidup lamun
Thallasia hemprichi juga tergantung pada
proses transplantasi; ketepatan proses
transplantasi lamun Thallasia hemprichi
berpengaruh terhadap kelangsungan hidup
lamun Thallasia hemprichi, sinar matahari
langsung akan membuat bibit lamun Thallasia
hemprichi layu tentu hal ini akan berpengaruh
langsung terhadap tingkat kelangsungan hidup
lamun; peletakan bibit di perairan juga perlu
diperhatikan, untuk metode TERFs frame harus
ditekan agar masuk beberapa centimeter ke
dasar perairan sehingga akar lamun bisa
menyatu dengan sedimen di dasar perairan;
pemilihan tempat untuk peletakan bibit lamun
pada metode TERFs juga berpengaruh terhadap
nilai tingkat kelangsungan hidup lamun, dasar
perairan harus yang memiliki kontur rata
sehingga setiap bibit lamun yang di dalam
frame akar dan rimpangnya dapat masuk
beberapa centimeter ke dalam sedimen di dasar
perairan. Selain itu itu tingkat kelangsungan
hidup juga dipengaruhi oleh grazer seperti
ikan-ikan kecil dan kepiting, bibit lamun yang
muda sangat rentan dimakan oleh ikan-ikan
kecil dan kepiting.
Tingkat kelangsungan hidup lamun
Thallasia hemprichi juga dipengaruhi oleh
kondisi lingkungan seperti gelombang dan arus;
bibit lamun yang ditransplantasi dengan metode
plug (tanpa jangkar) akan terbawa oleh
gelombang dan arus sehingga nilai tingkat
kelangsungan hidupnya menjadi rendah;
sedangkan bibit lamun yang ditransplantasi
dengan metode TERFs (dengan jangkar dan
pengikat) relatif bisa mepertahankan hidupnya
dan tidak terbawa oleh gelombang dan arus.
Pendapat ini didukung oleh penelitian
Febriyantoro, et al (2013), yang menyatakan
metode plug memiliki kelemahan yaitu bibit
lamun yang didonorkan lebih tidak terlindung
dan kokoh bila ada pergerakan arus yang cepat.
Ganassin dan Gibbs (2008) dalam Asriani
(2014), juga menyatakan beberapa faktor dapat
berkontribusi pada kegagalan transplantasi
lamun adalah erosi, penguburan dengan pasir,
perubahan kondisi perairan drastis, kekeruhan,
konsentrasi amonia sedimen yang tinggi, akibat
kegiatan antropogenik dan jangkar yang
digunakan saat transplantasi.
B. Laju Pertumbuhan Daun Lamun
Thallasia hemprichi Laju pertumbuhan daun lamun adalah
selisih pertambahan tinggi daun lamun
Thallasia hemprichi pada setiap minggu
pengamatan dimulai pada awal penelitian
sampai akhir penelitian.
1. Laju Pertumbuhan Daun Lamun
Thallasia hemprichi yang ditransplantasi
dengan Metode TERFs.
Hasil pengukuran pertumbuhan daun
lamun Thallasia hemprichi yang ditransplantasi
dengan metode TERFs selama penelitian dapat
dilihat pada gambar 5.
Gambar 5. Hasil Pengukuran Laju
Pertumbuhan Daun Lamun
Thallasia hemprichi (Metode
TERFs)
Berdasarkan hasil pengolahan data laju
pertumbuhan daun lamun Thallasia hemprichi
yang ditransplantasi menggunakan metode
TERFs diperoleh rata-rata pertumbuhan daun
lamun perminggu adalah sebagai berikut :
- T1 sebesar 0,29 cm
- T2 sebesar 0,52 cm
- T3 sebesar 0,53 cm
- T4 sebesar 0,31 cm
- T5 sebesar 0,27 cm
Hasil analisis data laju pertumbuhan
daun lamun Thallasia hemprichi yang
ditransplantasi dengan metode TERFs
menggunakan One-Way Anova dapat dilihat
pada tabel 6.
Tabel 6. Uji One-Way ANOVA Laju
Pertumbuhan Daun Lamun
Thallasia hemprichi yang
ditransplantasi dengan Metode
TERFs. Source Type III
Sum of
Squares
Df Mean
Square
F Sig.
Corrected
Model
,340(a) 4 ,085
5,456 ,004
Intercept 3,756 1 3,756 241,192 ,000
Tegakan
,340
4
,085
5,456
,004
Error ,311 20 ,016
Total 4,407 25
Corrected
Total
,651 24
Berdasarkan uji One-Way ANOVA pada
laju pertumbuhan daun lamun Thallasia
hemprichi yang ditransplantasi dengan metode
TERFs didapat nilai signifikan sebesar 0,004
atau nilai signifikan lebih kecil α (p<0,05). Hal
ini menunjukkan bahwa ada perbedaan nyata
dari laju pertumbuhan daun lamun Thallasia
hemprichi yang ditransplantasi dengan metode
TERFs; sehingga bisa dikatakan jumlah
tegakan lamun memberikan pengaruh yang
nyata terhadap laju pertumbuhan daun lamun
perminggu selama penelitian. Karena ada
perbedaan nyata maka dilakukan uji statistik
lanjutan meggunakan uji Post Hoc Duncan
dengan tingkat ketelitian sebesar 95% untuk
melihat nilai perbedaan antara laju
pertumbuhan daun lamun Thallasia hemprichi
pada setiap perlakuan. Hasil analisis data laju
pertumbuhan daun lamun Thallasia hemprichi
perminggu mengunakan uji Post Hoc Duncan
dapat dilihat pada tabel 7.
Tabel 7. Uji Post Hoc Duncan Laju
Pertumbuhan Daun Lamun
Thallasia hemprichi yang
ditransplantasi dengan Metode
TERFs. Tegakan N Subset
1 2 1
5,00 5 ,2700
1,00 5 ,2920
4,00 5 ,3180
2,00 5
,5200
3,00 5 ,5380
Sig. ,573 ,822
Berdasarkan uji Post Hoc Duncan
dengan tingkat ketelitian 95% pada
pertumbuhan daun lamun Thallasia hemprichi
yang ditransplantasi dengan metode TERFs
didapatkan nilai signifikan sebesar 0,573 cm
untuk perlakuan T5 (tegakan 5), T1 (tegakan 1),
dan T4 (tegakan 4); nilai signifikan sebesar
0,822 cm untuk perlakuan 2 (tegakan 2), dan T3
(tegakan 3). Hasil uji Post Hoc Duncan
menunjukkan bahwa nilai perbedaan paling
besar terdapat pada kelompok kedua yang
merupakan kelompok dengan laju pertumbuhan
daun lamun tertinggi selama penelitian.
2. Laju Pertumbuhan Daun Lamun
Thallasia hemprichi yang ditransplantasi
dengan Metode Plug.
Hasil pengukuran pertumbuhan daun
lamun Thallasia hemprichi yang ditransplantasi
dengan metode PLUG selama penelitian dapat
dilihat pada gambar 6.
Gambar 6. Hasil Pengukuran Laju
Pertumbuhan Daun Lamun
Thallasia hemprichi (Metode
Plug)
Berdasarkan hasil pengolahan data laju
pertumbuhan daun lamun Thallasia hemprichi
yang ditransplantasi menggunakan metode plug
diatas diperoleh rata-rata pertumbuhan daun
lamun perminggu adalah sebagai berikut :
- T1 sebesar 0,23 cm
- T2 sebesar 0,49 cm
- T3 sebesar 0,66 cm
- T4 sebesar 0,49 cm
- T5 sebesar 0,38 cm
Hasil analisis data laju pertumbuhan
daun lamun Thallasia hemprichi yang
ditransplantasi dengan metode plug
menggunakan One-Way Anova dapat dilihat
pada tabel 8.
Tabel 8. Uji One-Way ANOVA Laju
Pertumbuhan Daun Lamun
Thallasia hemprichi yang
ditransplantasi dengan Metode
Plug.
Source
Type III Sum
of Squares
Df
Mean
Square
F
Sig.
Corrected
Model
,499(a) 4 ,125 3,096 ,039
Intercept 5,099 1 5,099 126,565 ,000
Tegakan
,499
4
,125
3,096
,039
Error ,806 20 ,040
Total 6,403 25
Corrected
Total
1,305 24
Berdasarkan uji One-Way ANOVA pada
laju pertumbuhan daun lamun Thallasia
hemprichi yang ditransplantasi dengan metode
plug didapat nilai signifikan sebesar 0,039 atau
nilai signifikan lebih kecil α (p<0,05). Hal ini
menunjukkan bahwa ada perbedaan nyata dari
laju pertumbuhan daun lamun Thallasia
hemprichi yang ditransplantasi dengan metode
plug; sehingga bisa dikatakan jumlah tegakan
lamun memberikan pengaruh yang nyata
terhadap laju pertumbuhan daun lamun
perminggu selama penelitian. Karena ada
perbedaan nyata maka dilakukan uji statistik
lanjutan meggunakan uji Post Hoc Duncan
dengan tingkat ketelitian sebesar 95% untuk
melihat nilai perbedaan antara laju
pertumbuhan daun lamun Thallasia hemprichi
pada setiap perlakuan. Hasil analisis data laju
pertumbuhan daun lamun Thallasia hemprichi
perminggu mengunakan uji Post Hoc Duncan
dapat dilihat pada tabel 9.
Tabel 9. Uji Post Hoc Duncan Laju
Pertumbuhan Daun Lamun
Thallasia hemprichi yang
ditransplantasi dengan Metode
Plug.
Berdasarkan uji Post Hoc Duncan
dengan tingkat ketelitian 95% pada
pertumbuhan daun lamun Thallasia hemprichi
yang ditransplantasi dengan metode TERFs
didapatkan nilai signifikan sebesar 0,071 cm
untuk perlakuan T1 (tegakan 1), T5 (tegakan ),
T2 (tegakan 2), dan T4 (tegakan 4); nilai
signifikan sebesar 0,057 cm untuk perlakuan 5
(tegakan 5), T2 (tegakan 2), T4 (tegakan 4), dan
T3 (tegakan 3). Hasil uji Post Hoc Duncan
menunjukkan bahwa nilai perbedaan paling
besar terdapat pada kelompok pertama yang
merupakan kelompok dengan laju pertumbuhan
daun lamun tertinggi selama penelitian.
Laju pertumbuhan daun lamun
Thallassia hemprichi diduga dipengaruhi oleh
penanganan bibit sebelum melakukan
transplantasi, pemotongan bibit lamun sebelum
melakukan transplantasi diduga membuat bibit
lamun Thallasia hemprichi menjadi stress;
selain itu tingkat adaptasi lamun Thallasia
hemprichi terhadap lingkungan baru di lokasi
transplantasi diduga berpengaruh terhadap laju
pertumbuhan daun lamun, hal ini dibuktikan
dengan laju pertumbuhan daun lamun pada
minggu pertama yang tergolong sangat kecil.
Setelah melakukan adaptasi dilingkungan di
tempat transplantasi barulah pertumbuhan daun
lamun relatif stabil. Menurut Febriyantoro, et al
(2013) pada awal perlakuan tumbuhan lamun
melakukan penyesuaian terlebih dahulu
melakukan penyesuaian terlebih dahulu dengan
lingkungan yang baru dan pemulihan pada
bagian tubuh yang terluka akibat pemotongan,
setelah beberapa waktu dapat tumbuh dengan
perlahan dan stabil.
Kadar nutrien (nitrat dan fosfat) juga
menjadi faktor utama dalam pertumbuhan daun
lamun, perbedaaan daya serap nutrisi antar
perlakuan diduga menjadi faktor yang membuat
laju pertumbuhan daun lamun setiap perlakuan
mengalami perbedaan. Hal ini didukung oleh
pernyataan nitrat merupakan unsur nutrien
dalam perairan yang membatasi pertumbuhan
lamun (McRoy dan McMillan, 1977; dalam
Short, 1981; dalam Philips dan Menez, 1988;
dalam Wulandari, 2013).
Kondisi perairan di lokasi transplantasi
diduga berpengaruh terhadap pertumbuhan
lamun Thalllasia hemprichi, gelombang dan
arus yang kencang akan membuat sedimen di
dasar perairan terangkat dan hal ini akan
membuat kondisi perairan menjadi keruh.
Kondisi periran yang keruh membuat cahaya
matahari yang masuk ke perairan menjadi
berkurang, hal ini membuat proses fotosintesis
lamun Thalllasia hemprichi menjadi terhambat
tentu hal ini akan membuat laju pertumbuhan
daun lamun menjadi terganggu.
Menurut Riniatsih et al, 2001 dalam
Riniatsih dan Hadi Endrawati, 2013;
pertumbuhan daun lamun hasil transplantasi
lebih rendah dari pertumbuhan lamun secara
alami, hal ini karena energi dari proses
Tegakan N Subset
1 2 1
1,00 5 ,2320
5,00 5 ,3820 ,3820
2,00
5
,4900
,4900
4,00 5 ,4940 ,4940
3,00 5 ,6600
Sig. ,071 ,057
fotosintesis mengalami penurunan sebagai
akibat dari adaptasi dengan lokasi transplantasi
yang berbeda dengan lokasi padang lamun
donor hal ini diduga menyebabkan proses
fotosintesis sementara tidak dapat berjalan
dengan sempurna dan pada akhirnya akan
mempengaruhi pertumbuhan daun lamun.
Energi hasil fotosintesis untuk sementara waktu
akan terpakai untuk perbaikan jaringan
tumbuhan, setelah jenuh maka jaringan tersebut
baru akan melakukan pembelahan sel untuk
pertumbuhan jaringan baru berupa tumbuhnya
daun muda dan daun tua.
C. Jumlah Tegakan Optimal Untuk
Pertumbuhan Lamun Thallasia
hemprichi
Penentuan jumlah tegakan ditentukan
berdasarkan hasil analisis laju pertumbuhan
daun lamun dan tingkat kelangsungan hidup
lamun. Hasil analisis dilihat perlakuan jumlah
tegakan sedikit mungkin tetapi memiliki laju
pertumbuhan dan nilai kelangsungan hidup
yang tertinggi; ataupun tidak berbeda nyata dari
perlakuan dengan parameter pertumbuhan
tertinggi.
Penentuan jumlah tegakan yang optimal
bagi pertumbuhan lamun Thalllasia hemprichi
dilihat dari laju pertumbuhan daun lamun yang
ditransplantasi dengan metode TERFs dan plug
dan tingkat kelangsungan hidup lamun
Thalllasia hemprichi yang ditransplantasi
dengan metode TERFs dan plug; untuk laju
pertumbuhan daun lamun digunakan uji lanjut
Post Hoc Duncan, sedangkan untuk
kelangsungan hidup lamun Thalllasia
hemprichi menggunakan uji One-Way Anova.
Tabel 10. Penentuan Jumlah Tegakan Optimal
Tingkat Kelangsungan Hidup Lamun
Thalllasia hemprichi yang
ditransplantasi dengan Metode
TERFs.
Tegakan N Subset
1 1
5,00 5 52,0000
1,00 5 80,0000
2,00 5 90,0000
3,00 5 80,0000
4,00 5 90,0000
Sig. ,107
Tabel 11. Penentuan Jumlah Tegakan Optimal
Tingkat Kelangsungan Hidup
Lamun Thalllasia hemprichi yang
ditransplantasi dengan Metode
Plug.
Tabel 12. Penentuan Jumlah Tegakan Optimal
Laju Pertumbuhan Daun Lamun
Thalllasia hemprichi yang
ditransplantasi dengan Metode
TERFs.
Tegakan N Subset
1 2 1
5,00 5 ,2700
1,00 5 ,2920
4,00 5 ,3180
2,00 5 ,5200
3,00 5 ,5380
Sig. ,573 ,822 Tabel 13. Penentuan Jumlah Tegakan Optimal
Laju Pertumbuhan Daun Lamun
Thalllasia hemprichi yang
ditransplantasi dengan Metode
Plug.
Tegakan N Subset
1 2 1
1,00 5 ,2320
5,00 5 ,3820 ,3820
2,00 5 ,4900 ,4900
4,00 5 ,4940 ,4940
3,00 5 ,6600
Sig. ,071 ,057
Berdasarkan hasil analisis laju
pertumbuhan daun lamun dan tingkat
kelangsungan hidup lamun Thalllasia
hemprichi menunjukkan bahwa jumlah tegakan
optimal bagi pertumbuhan lamun yang
ditransplantasi dengan metode TERFs adalah
perlakuan dengan jumlah tegakan 2 dan metode
plug didapat hasil yang sama yaitu perlakuan
dengan jumlah tegakan 2, yaitu perlakuan
Tegakan N Subset
1 1
4,00 5 50,0000
3,00 5 53,3300
1,00 5 60,0000
2,00 5 60,0000
5,00 5 64,0000
Sig. ,434
dengan jumlah tegakan sedikit mungkin, tetapi
memiliki nilai laju pertumbuhan dan tingkat
kelangsungan hidup tertinggi.
Pertumbuhan lamun Thalllasia
hemprichi di lokasi transplantasi dipengaruhi
oleh banyak faktor. Berdasarkan uji kandungan
nutrien dilokasi transplantasi didapat hasil
bahwa nutrien (nitrat dan fosfat) sangat rendah
kandungannya, hal ini tentu menjadi faktor
yang mempengaruhi pertumbuhan lamun
Thalllasia hemprichi.
Bibit lamun yang diambil tidak jauh dari
lokasi transplantasi juga menjadi faktor
pendukung pertumbuhan lamun Thalllasia
hemprichi, bibit lamun yang diambil dari
padang lamun donor mudah melakukan
adaptasi karena kondisi perairan di lokasi
padang lamun donor sama dengan kondisi
perairan di lokasi transplantasi.
Pertumbuhan tegakan lamun Thalllasia
hemprichi yang optimal ini dinilai sebagai
pertumbuhan lamun yang efektif dan efisien
dalam kegiatan transplantasi lamun Thalllasia
hemprichi. Hal ini dilihat dari jumlah tegakan
yang sedikit, tetapi memiliki laju pertumbuhan
tercepat atau tertinggi dan tingkat kelangsungan
hidup yang baik.
D. Parameter Kualitas Perairan di
Lokasi Transplantasi
Kondisi perairan merupakan salah satu
faktor utama yang berpengaruh terhadap
ekosistem padang lamun, berikut hasil
pengukuran parameter perairan selama
penelitian.
Tabel 14. Hasil Pengukuran Parameter
Perairan Selama Penelitian No Parameter
Perairan
Satuan
Ukur
Nilai
Rata-
rata
Standar
Baku
Mutu
1 Suhu 0C 28,7 28-30
2 Salinitas 0/00 32,2 33-34
3 pH Asam/basa 8,7 7-8,5
4 Arus m/s 0,17 -
5 DO mg/L 6,65 >5
6 Kecerahan % 100%
(Tampak
Dasar)
-
1. Suhu
Hasil pengukuran suhu di lokasi
penelitian didapatkan nilai rata-rata sebesar
28,50C, suhu di lokasi penelitian sangat
mendukung bagi pertumbuhan lamun. Menurut
Kepmen LH No 51 Tahun 2004 suhu optimum
untuk ekosistem padang lamun berkisar antara
28-300C. Lamun dapat mentolerir suhu perairan
antara 26-360C, akan tetapi suhu optimum
untuk fotosintesis lamun berkisar antara 28-
300C (Phillips dan Menez, 1988). Menurut
Glynn (1968) dalam Kordi, et al (2011) bahwa,
daun Thalasia akan mati pada suhu 35-40 oC,
walaupun rhizomanya tidak berpengaruh,
demikian pula pada suhu yang terlampau
rendah juga dapat mematikan tumbuhan lamun
di daerah sub tropis.
Suhu sangat berpengaruh bagi lamun,
suhu mempengaruhi proses-proses fisiologis
yaitu fotosintesis, tingkat respirasi,
pertumbuhan, dan reproduksi. Proses- proses
fisiologis akan menurun tajam apabila suhu
perairan berada diluar kisaran antara 28-300C
(Berwich, 1983 dalam Faiqoh, 2006 dalam
Sambara, 2014).
2. Salinitas
Hasil pengukuran salinitas di lokasi
penelitian didapatkan nilai rata-rata sebesar
32,20/00 , salinitas di lokasi penelitian cukup
mendukung bagi pertumbuhan lamun. Menurut
Kepmen LH No 51 Tahun 2004 salinitas
optimum untuk ekosistem padang lamun
berkisar antara 33-34 0/00. Lamun memiliki
kemampuan yang berbeda-beda dalam
mentoleransi salinitas tergantung jenisnya,
umumnya dapat mentolerir kisaran salinitas
antara 10-40 0/00 (Dahuri, et al, 2001 dalam
Sambara, 2014).
Menurut Hilman, et all (1989) dalam
Asriani (2014), kisaran salinitas 24 0/00 – 35 0/00
dapat mendukung pertumbuhan lamun.
Penurunan salinitas akan menurunkan
kemampuan fotosintesis lamun (Dahuri, 2001
dalam Asriani, 2014).
3. pH
Hasil pengukuran pH di lokasi penelitian
didapatkan nilai rata-rata sebesar 8,7. Menurut
Kepmen LH No 51 Tahun 2004 pH optimum
untuk ekosistem padang lamun berkisar antara
7 – 8,5. Berdasarkan hal ini jadi bisa
disimpulkan bahwa pH di lokasi penelitian
kurang mendukung untuk pertumbuhan lamun.
4. Arus
Hasil pengukuran arus di lokasi
penelitian didapatkan nilai rata-rata sebesar
0,17 m/s. Arus di lokasi penelitian sangat
mendukung untuk pertumbuhan lamun, hal ini
didukung oleh pernyataan Phillips dan Menez
(1988) yang menyatakan lamun umumnya
dapat tumbuh pada perairan tenang dengan
kecepatan arus sampai dengan 3,5 knots (0,70
m/s). Pertumbuhan lamun sangat dipengaruhi
oleh kecepatan arus perairan. Arus dan
pergerakan air sangat penting dalam karena
terkait dengan suplai unsur hara, sediaan gas-
gas terlarut, dan menghalau sisa-sisa
metabolisme atau limbah. Pada ekosistem
padang lamun arus menentukan tingginya
produktivitas primer, melalui pencampuran dan
penyebaran unsur hara dan gas-gas, serta
memindahkan limbah (Kordi, et al 2011).
5. Oksigen Terlarut (DO)
Hasil pengukuran salinitas di lokasi
penelitian didapatkan nilai rata-rata sebesar
6,65 mg/L. Oksigen terlarut di lokasi penelitian
sangat mendukung untuk pertumbuhan lamun.
DO berfungsi membantu proses metabolisme
biota yang hidup di dalam perairan. \
6. Kecerahan
Nilai kecerahan di lokasi penelitian
sebesar 100 % (tampak dasar), kecerahan
peraran di lokasi transplantasi sangat
mendukung untuk proses fotosintesis lamun,
hal ini karena penetrasi cahaya matahari sampai
kedasar perairan.
7. Nutrien (Fosfat dan Nitrat)
Hasil pengujian nitrat dan fosfat pada
sedimen di lokasi transplantasi lamun didapat
nilai sebesar 2,002 mg/L (fosfat/PO4), dan <0,1
mg/L (nitrat/NO3). Tingkat kesuburan perairan
berdasarkan kandungan fosfat dapat dilihat dari
tabel 24 berikut:
Tabel 15. Tingkat Kesuburan Berdasarkan
Kandungan Fosfat (Sulaeman,
2005 dalam Sambara, 2014). Kandungan Fosfat
Tingkat Kesuburan
<5 ppm
Kesuburan sangat rendah
5-10 ppm
Kesuburan rendah
11-15 ppm
Kesuburan sedang
16-20 ppm
Kesuburan baik sekali
>21
Kesuburan sangat baik
Berdasarkan hasil pengujian kandungan
fosfat di lokasi penelitian tergolong dalam
kategori sangat rendah (kesuburan sangat
rendah). Hal ini dapat berpengaruh terhadap
pertumbuhan lamun. Menurut Smith, 1950
dalam Yatim, 2005 dalam Sambara, 2014),
fosfat sangat diperlukan bagi pertumbuhan
lamun, dan sangat berpengaruh pada
produktivitas biomassa.
Kandungan nitrat di lokasi transplantasi
sebesar <0,1 mg/L, kandungan ini tergolong
rendah (kesuburan rendah), menurut Yatim
(2005) dalam Sambara (2014), konsentrasi
nitrat dalam tanah dibagi 3 bagian, yaitu <3
ppm (rendah), 3-10 ppm (sedang), dan >10
(tinggi). Kandungan nitrat di lokasi penelitian
yang rendah berpengaruh terhadap
pertumbuhan lamun. Kandungan nitrat yang
tinggi cenderung menyebabkan pertumbuhan
yang tinggi pula (Supriadi, et al, 2006 dalam
Sambara, 2014).
V. PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilakukan, dapat disimpulkan bahwa: 1. Laju pertumbuhan daun lamun berbeda
untuk tiap tegakan pada metode TERFs dan
plug, untuk metode TERFs rata-rata laju
pertumbuhan daun lamun perminggu
sebesar 0,27 – 0,53 cm, dengan rata-rata
tingkat kelangsungan hidup sebesar 78,4 %;
sedangkan untuk metode plug rata-rata laju
pertumbuhan daun lamun perminggu
sebesar 0,23 – 0,66 cm, dengan rata-rata
tingkat kelangsungan hidup sebesar 57,4 %.
2. Jumlah tegakan optimal yang diperoleh
adalah tegakan 2 untuk metode TERFs dan
plug sebagai tegakan yang efektif dan
efisien dalam transplantasi lamun secara
berkelanjutan.
B. Saran
Berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan, maka penulis menyarankan hal-hal
berikut:
1. Kegiatan transplantasi lamun Thallasia
hemprichi sebaiknya menggunakan bibit
lamun dengan jumlah tegakan 2, agar
didapat hasil yang efektif dan efisien.
2. Pemilihan lokasi untuk kegiatan
transplantasi lamun harus diperhatikan,
kegiatan transplantasi lamun sebaiknya
dilakukan pada daerah dengan gelombang
dan arus yang tidak terlalu kuat, hal ini
untuk menghindari kegagalan dalam
kegiatan transplantasi lamun.
3. Pemilihan musim sebelum melakukan
kegiatan transplantasi lamun sangat perlu
dilakukan; sebaiknya kegiatan transplantasi
lamun dilakukan pada musim timur karena
pada saat itu gelombang dan arus tidak
terlalu kuat.
4. Sebaiknya dilakukan penelitian pengaruh
kandungan nutrien terhadap laju
pertumbuhan lamun Thallasia hemprichi
hasil transplantasi, serta penelitian
mengenai pengaruh musim terhadap tingkat
keberhasilan transplantasi lamun.
DAFTAR PUSTAKA
Asriani, Nenni. 2014. Tingkat Kelangsungan
Hidup dan Persen Penutupan Berbagai
Jenis Lamun yang Ditransplantasi di
Pulau Barranglompo. Skripsi.
Universitas Hasanuddin. Makassar.
Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu. 2006.
Metode Penanaman Lamun. BTNKpS.
Jakarta.
Febriyantoro, I. Riniatsih, dan H. Endrawati.
2013. Rekayasa Teknologi
Transplantasi Lamun (Enhalus
acoroides) di Kawasan Padang Lamun
Perairan Prawean Bandengan Jepara.
Jurnal Penelitian Kelautan. Volume 1.
Nomor 1.
Hutomo, M & Soemodihardjo, S. 1992.
Prosiding Lokakarya Nasional
Penyusunan Program Penelitian
Biologi Kelautan dan Proses Dinamika
Pesisir. Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia – Universitas Diponegoro.
Kementerian Lingkungan Hidup. 2004.
Keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun
2004. Tentang Kriteria Baku Mutu Air
Laut Untuk Biota Air Laut.
Kiswara W. 2009. Perspektif Lamun dalam
Produktifitas Hayati Pesisir. Makalah
disampaikan pada Lokakarya Nasional
1 Pengelolaan Ekosistem Lamun
“Peran Ekosistem Lamun dalam
Produktifitas Hayati dan Meregulasi
Perubahan Iklim”. 18 November 2009.
PKSPL-IPB, DKP, LH, dan LIPI.
Jakarta.
Kordi K, M Ghufran H & A.B. Bancung. 2011.
Padang Lamun. Rineka Cipta: Jakarta.
Larkum, W.D, Anthony, R.J. Orth, and C.M.
Duarte. 2006. Seagrasses: Biology,
Ekology and Conservation. Springer.
Netherlands.
Marabessy, Djen Muhammad. 2010. Sumber
Daya Ikan di Daerah Padang Lamun
Pulau-Pulau Derawan, Kalimantan
Timur. Oseanologi dan Limnologi di
Indonesia. 36 (2) : 193-210.
McKenzie, L.J. 2007. Seagrass-watch:
Guidelines for Philippine Participants
Proceedings of training workshop,
Bolinao marine Laboratory, University
of the Philippines, 9th – 10th April
2007 (DPI&F, Cairns). 36pp
Nadiarti, E. Riani, I. Djuwita, S. Budiharsono,
A. Purbayanto dan H. Asmus. 2012.
Challenging for seagrass management
in Indonesia. Journal of Coastal
Development 15:234-242.
Patty, I Simon and Rifai, Husen. 2013.
Community Structure of Seagrass
Meadows In Mentehage Island Waters,
North Sulawesi. Jurnal Ilmiah
Platax.Vol. 1: No. 4.
Phillips, R.C. dan E.G Menez. 1988.
Seagrasses. Smithsonian Institution
Press, Washington, D.C. 104 pp.
Poedjirahajoe, Erny, Mahayani, N.P. Diana,
S.B. Rahardjo, dan M. Salamuddin.
2013. Tutupan lamun dan Kondisi
Ekosistem di Kawasan Pesisir
Madasanger, Jelenga, dan Maluk,
Kabupaten Sumbawa Barat. Jurnal
Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis.
Vol. 5: No. 1.
Riniatsih, Ita dan H. Endrawati. 2013.
Pertumbuhan Lamun Hasil
Transplantasi Jenis Cymodocea
rotundata di Padang Lamun Teluk
Awur Jepara. Buletin Oseanografi
Marina Januari 2013. vol. 2 34 – 40 Sambara, Rapi Zusan. 2014. Laju Penjalaran
Rhizoma Lamun yang Ditransplantasi
Secara Multi Spesies di Pulau Barrang
Lompo. Skripsi. Universitas
Hasanuddin. Makassar. Supriadi. 2003. Produktivitas Lamun E.
acoroides (Linn. F) Royle dan
Thalassia hemprichii (Enrenb)
Ascherson di Pulau Barrang Lompo
Makassar (Tesis). Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor.
Tristanto, Riki, P.A. Megawati, P.A.
Situmorang, dan Suryanti. 2014.
Optimalisasi Pemanfaatan Daun
Lamun Thalassia hemprichii Sebagai
Sumber Anti Oksidan Alami. Jurnal
Saintek Perikanan. Vol. 10: No. 1.
Widiastuti, I. M. 2009. Pertumbuhan dan
Kelangsungan Hidup (Survival Rate)
Ikan Mas (Cyprinus carpio) yang
Dipelihara dalam Wadah Terkontrol
dengan Padat Penebaran Berbeda.
Media Litbang Sulteng 2 (2) : 126-13.
Wulandari, D, I. Riniatsih, dan E. Yudiati.
2013. Transplantasi Lamun Thalassia
hemprichii Dengan Metode Jangkar di
Perairan Teluk Awur dan Bandengan,
Jepara. Journal of Marine Research.
Vol: 2, No. 2 Hal. 30-38