KUP

download KUP

of 120

description

Modul Pembelajaran untuk mata ajaran Ketentuan Umum Perpajakan dalam pendidikan brevet pajak.

Transcript of KUP

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

Hak cipta :

Seluruh tulisan pada modul ini merupakan milik dari Pusdiklat Pajak BPPK, hasil tulisan dari Widyaiswara Pusdiklat Pajak, Drs. Hasan Basri. Modul ini dapat digunakan dalam rangka proses pembelajaran, dengan tetap mencantumkan penulis dan pemilik sah dokumen ini. Dilarang mengunakan sebagian atau seluruh isi dari modul ini untuk kepentingan komersial.

DAFTAR ISI

PENDAHULUAN 1. 2. 3. Deskripsi Singkat Tujuan Instruksional Umum Tujuan Instruksional Khusus

1 1 2 3

Kegiatan Belajar 1 UU KUP 1. 2. 3. Landasan UU KUP UU KUP Self Assessment 4 4 4 6

Kegiatan Belajar 2 NPWP DAN PENGUKUHAN PKP 1. 2. Pengertian NPWP dan Pengukuhan PKP Yang wajib mendaftarkan diri dan kepadanya diberikan NPWP 3. Yang wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan menjadi 9 7 7 7

MODUL KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN@DTS DASAR PAJAK II 1

HALAMAN

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

PKP 4. 5. 6. 7. Jangka waktu pendaftaran dan/atau melaporkan usaha Tempat pendaftaran dan pelaporan usaha Penerbitan NPWP dan/atau Pengukuhan PKP secara jabatan Sanksi berkaitan dengan kewajiban mendaftarkan diri dan melaporkan usaha 8. Penghapusan NPWP dan Pencabutan Pengukuhan PKP 12 13 10 11 12

Kegiatan Belajar 3 PEMBUKUAN DAN PENCATATAN 1. 2. 3. Pengertian Pembukuan dan Pencatatan Penyimpanan Dokumen Pembukuan Sanksi berkaitan dengan kewajiban pembukuan dan 16 16 21 21

pencatatan

Kegiatan Belajar 4 SURAT PEMBERITAHUAN (SPT) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Pengertian Surat Pemberitahuan (SPT) Kewajiban menyampaikan SPT Tempat dan cara pengambilan SPT Penandatanganan SPT Cara penyampaian SPT Batas waktu penyampaian SPT SPT dianggap tidak disampaikan WP dengan kriteria tertentu yang dapat melaporkan beberap masa pajak dalam satu SPT Masa 9. WP PPh tertentu yang dikecualikan dari kewajiban 28 28 31 27 23 23 23 24 24 25 26 26

menyampaikan SPT 10 11 Sanksi karena tidak menyampaikan SPT Hak WP berkaitan dengan penyampaian SPT

Kegiatan Belajar 5 PEMBAYARAN PAJAK 1. Kewajiban dan Sarana Pembayaran Pajak 39 39

MODUL KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN@DTS DASAR PAJAK II 2

HALAMAN

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

2.

Jatuh Tempo Pembayaran Pajak dan Sanksi Administrasi Atas Keterlambatannya 39 44 44

3. 4.

Hak WP Berkaitan dengan Pembayaran Pajak Ketentuan mengenai Angsuran atau Penundaan Pembayaran Pajak

5.

Sanksi Administrasi akibat Angsuran dan/atau Penundaan Pembayaran Pajak 45

6.

Sanksi Pidana terhadap WP yang tidak memenuhi Kewajiban Penyetoran Pajak 45

Kegiatan Belajar 6 PEMERIKSAAN PAJAK 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Pengertian Pemeriksaan Pajak Wewenang dan Tata Cara Pemeriksaan Pajak Kriteria Pemeriksaan untuk Menguji Kepatuhan WP Pemeriksaan Untuk Tujuan Lain Kewajiban WP yang Diperiksa Produk Pemeriksaan dalam rangka Menguji Kepatuhan WP Sanksi Administrasi apabila menurut hasil pemeriksaan terdapat kurang bayar pajak 8. Sanksi apabila WP tidak memenuhi kewajibannya ketika diperiksa Kegiatan Belajar 7 PENETAPAN dan KETETAPAN 1. 2. 3. 4. Pengertian Penetapan Pengertian Ketetapan Surat Ketetapan Pajak (SKP) Surat Tagihan Pajak (STP) 54 54 55 55 67 52 52 47 47 48 48 50 51 51

Kegiatan Belajar 8 PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK (RESTITUSI) 1. 2. 3. Sebab Terjadinya Kelebihan Pembayaran Pajak Restitusi Kelebihan Pajak dalam SPT Kelebihan Pajak akibat pembayaran pajak yang Seharusnya 72 72 73

MODUL KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN@DTS DASAR PAJAK II 3

HALAMAN

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

Tidak Terutang Kegiatan Belajar 9 SENGKETA PAJAK 1. 2. 3. 4. 5. 6. Pengertian Sengketa Pajak Penyelesaian Sengketa Pajak Penyelesaian di DJP sebelum ke Pengadilan Pajak Keberatan Penyelesaian di Pengadilan Pajak Penyelesaian di Mahkamah Agung

77

79 79 79 80 85 90 93

Kegiatan Belajar 10 IMBALAN BUNGA 1. Keterlambatan Restitusi Kelebihan Pajak, menurut Pasal 11 ayat (3) UU KUP 2. Keterlambatan Penerbitan SKP LB, menurut Pasal 17B ayat (3) UU KUP 3. Pembayaran Kelebihan Pajak tertangguh akibat Pemeriksaan Bukti Permulaan (Pasal 17B ayat {4} UU KUP) 4. Kelebihan pembayaran pajak karena pengajuan keberatan atau permohonan banding atau peninjauan kembali, diterima sebagian atau seluruhnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27A ayat (1) UU KUP 5. Kelebihan pembayaran pajak karena SK Pembetulan, SK Pengurang an atau Pembatalan Ketetapan Pajak, yang dikabulkan sebagian atau seluruhnya sebagaimana dimaksud Pasal 27 ayat (1a) UU KUP 6. Kelebihan pembayaran sanksi administrasi Pasal 14 ayat (4) dan/atau Pasal 19 ayat (1) berdasarkan SK Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi sebagai akibat diterbitkan SK Keberatan, Putus an Banding, atau Putusan Peninjauan Kenbali yang mengabulkan se bagian atau seluruh 100 99 98 98 97 96 95

permohonan WP, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27A ayat (2) UU KUP

MODUL KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN@DTS DASAR PAJAK II 4

HALAMAN

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

Kegiatan Belajar 11 TINDAK PIDANA PERPAJAKAN DAN PENYIDIKAN. 1. 2. 3. 4. 5. 6. Pengertian Tindak Pidana dan Ketentuan Pidana Tindak Pidana di Bidang Perpajakan Tindak Pidana dalam UU KUP Tindak Pidana dalam UU PBB Tindak Pidana dalam UU Bea Meterai Tindak Pidana dalam UU Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa 7. 8. Penyidikan Pajak Daftar Pustaka 110 114 101 101 102 103 108 109 109

MODUL KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN@DTS DASAR PAJAK II 5

HALAMAN

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

Hak cipta :

Seluruh tulisan pada modul ini merupakan milik dari Pusdiklat Pajak BPPK, hasil tulisan dari Widyaiswara Pusdiklat Pajak, Drs. Hasan Basri Modul ini dapat digunakan dalam rangka proses pembelajaran, dengan tetap mencantumkan penulis dan pemilik sah dokumen ini. Dilarang mengunakan sebagian atau seluruh isi dari modul ini untuk kepentingan komersial.

PENDAHULUAN

1.

Deskripsi Singkat. Dengan penyempurnaan Undang-undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), melalui Undang-undang No. 28 Tahun 2007 diharapkan kepastian hukum pelaksanaan sistem self assessment dalam pemungutan pajak menjadi lebih terjaga dan berkualitas. Hal ini tercermin dari beberapa pasal yang mengatur tentang jadual/batasan waktu yang harus dipenuhi aparatur pajak dalam memenuhi/melayani hak Wajib Pajak (WP). UU KUP merupakan ketentuan formil bagi undang-undang pajak materiil. Hukum pajak materiil berfungsi menjawab pertanyaan tentang, siapa yang dikenakan pajak; dan apa yang menjadi sasaran pajak; serta berapa besarnya pajak. Sementara hukum pajak formil akan menjawab siapa WP, penanggung pajak dan bagaimana caranya WP membayar pajak yang terutang menurut hukum pajak materiil, sehingga terealisasi menjadi penerimaan negara. Hukum pajak formil berisi kewajiban dan hak WP secara formil. Dalam kewajiban formil antara lain diatur bagaimana suatu kewajiban harus ditunaikan, serta apa

MODUL KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN@DTS DASAR PAJAK II 6

HALAMAN

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

sanksinya bila kewajiban tersebut dilanggar. Sebaliknya juga diatur secara formal bagaimana hak-hak WP dapat diperoleh, serta apa sanksi bagi aparat pajak yang melalaikan/tidak memberikan hak tersebut. Jika kita teliti UU KUP sejak berlakunya UU Perpajakan, sedikitnya terdapat empat tahap yang akan dilalui WP sampai dengan pajak yang menjadi kewajibannya tersebut berakhir atau menjadi pasti/final menurut hukum. A. Tahap pertama terlihat sejak mendaftarkan diri dan diberi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), menyelenggarakan pembukuan/pencatatan guna menghitung pajak terutang, melakukan pembayaran pajak dengan Surat Setoran Pajak (SSP) dan diakhiri dengan kewajiban menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) sebagai sarana untuk melaporkan seluruh kewajiban perpajakannya dalam suatu masa pajak atau tahun pajak, termasuk membetulkan SPT. (Tahap Self Assessment) B. Tahap kedua diawali dengan penelitian SPT dan tindakan pemeriksaan oleh aparat pajak. Tidak semua WP terdaftar diperiksa. Apabila dalam lima tahun tidak dilakukan pemeriksaan yang melahirkan Surat Ketetapan Pajak (SKP), maka kewajiban WP untuk suatu jenis pajak dalam suatu periode, menjadi pasti berdasar kan hukum. Disini WP pasif, yang aktif adalah pemeriksa pajak dan SKP dapat berupa kurang/lebih bayar atau nihil (SKP KB, LB atau Nihil). C. Tahap ketiga terjadi dalam hal WP tidak setuju dengan SKP maka WP berhak untuk mengajukan keberatan. Penyelesaian keberatan dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dengan menerbitkan Surat Keputusan Keberatan (SK Keberatan). Rohmat Soemitro menyebutnya peradilan semu sebab yg menyelesai kan sengketa adalah yang bersengketa (fiskus). Sengketa pajak disini tidak melulu berkaitan dengan materi hasil pemeriksaan tetapi dapat juga berkaitan dengan salah tulis atau salah hitung, sanksi administrasi maupun prosedur formal lainnya. D. Tahap keempat dimulai apabila WP tidak setuju dengan keputusan fiskus (SK Keberatan) maka upaya hukum selanjutnya yang dapat dilakukan WP adalah mengajukan banding atau gugatan ke Pengadilan Pajak dan ini

MODUL KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN@DTS DASAR PAJAK II 7

HALAMAN

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

merupakan peradilan murni. Untuk upaya hukum luar biasa atas Putusan Banding maupun Putusan Gugatan, pihak yang bersengketa dapat mengajukan Peninjauan Kembali yang penyelesaiannya dilakukan oleh Mahkamah Agung. Materi tentang KUP yang disusun dalam modul ini menggunakan kronologi berdasarkan tahap-tahap di atas dan tidak berdasarkan urut-urutan pasal-pasalnya dengan harap an agar para pembaca, khususnya peserta diklat dapat memahami KUP secara lebih mudah dan komprehensif. 2. Tujuan Instruksional Umum. Setelah mempelajari modul ini, peserta diklat diharapkan memahami dan mampu menjelaskan kewajiban dan hak WP dalam melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang KUP sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007. Tujuan Instruksional Khusus. Setelah mempelajari modul ini, peserta diklat diharapkan mampu : a. Menjelaskan kewajiban mendaftarkan diri bagi WP dan kewajiban melaporkan usahanya sebagai PKP; b. c. Menjelaskan kewajiban melakukan pembukuan/ pencatatan kepada WP; Menjelaskan kewajiban menyampaikan SPT bagi WP dan hak-hak yang berkaitan dengan penyampaian SPT; d. e. Menjelaskan bagaimana cara melakukan pembayaran pajak; Menjelaskan pengertian/wewenang pemeriksa dan produk hukum hasil pemeriksaan pajak serta hak-hak WP yang berkaitan dengan pemeriksaan pajak; f. g. h. i. Menjelaskan penetapan dan ketetapan pajak; Menjelaskan ketentuan dan tatacara penyelesaian sengketa pajak; Menjelaskan ketentuan mengenai imbalan dan besarnya imbalan bunga; Menjelaskan pengertian tindak pidana di bidang perpajakan dan menjelaskan pengertian penyidikan, kewenangan dan wewenang penyidik.

3.

MODUL KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN@DTS DASAR PAJAK II 8

HALAMAN

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

KEGIATAN BELAJAR 1

UNDANG-UNDANG TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN (UU KUP)

1.

Landasan UU KUP. Falsafah Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang menjunjung tinggi hak warga negara dan menempatkan kewajiban perpajakan sebagai kewajiban kenegaraan, adalah merupakan landasan yang melahirkan UU KUP. Dengan demikian, Pancasila seharusnya menjiwai setiap ketentuan dan pelaksanaan pemungutan pajak di lapangan. Secara formal landasan segala hukum pajak di Indonesia mengacu pada Pasal 23 ayat 2 UUD 1945 yang berbunyi: Segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan undang-undang. Dalam penjelasannya diuraikan: Betapa caranya rakyat sebagai bangsa akan hidup dan dari mana didapatnya belanja buat hidup, harus ditetapkan oleh rakyat sendiri, dengan perantaraan Dewan Perwakilannya. Oleh karena penetapan belanja mengenai hak rakyat untuk menentukan sendiri nasibnya, maka segala tindakan yang menempatkan beban kepada rakyat, seperti

MODUL KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN@DTS DASAR PAJAK II 9

HALAMAN

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

pajak dan pungutan-pungutan lainnya, harus ditetapkan dengan undang-undang, yaitu dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Landasan hukum ini mengalami perubahan melalui Amandemen ketiga UUD 1945 yang disahkan 10 November 2001 yaitu menjadi Pasal 23A dengan bunyi: Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undangundang.

2.

U U K U P. UU KUP memuat ketentuan umum dan tata cara perpajakan yang pada prinsipnya berlaku bagi semua undang-undang pajak materiil, kecuali undangundang pajak materiil yang bersangkut an telah mengatur sendiri mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakannya. Undang-undang KUP telah mengalami tiga kali perubahan sejak diundangkan pertama kali dengan UU Nomor 6 Tahun 1983 yang mulai berlaku sejak 1 Januari 2004. Perubahan pertama dilakukan dengan UU Nomor 9 Tahun 1994 dan mulai berlaku 1 Januari 1995. Perubahan kedua dilakukan dengan UU Nomor 16 Tahun 2000 dan mulai berlaku tanggal 1 Januari 2001. Perubahan terakhir dilakukan dengan UU Nomor 28 Tahun 2007 yang mulai berlaku tanggal 1 Januari 2008. Kebijakan/tujuan dilakukannya perubahan ketiga UU KUP adalah : A. B. meningkatkan efisiensi pemungutan pajak guna mendukung penerimaan negara; meningkatkan pelayanan, kepastian hukum dan keadilan bagi masyarakat guna menaikkan daya saing dalam bidang penanaman modal, dengan tetap mendukung pengembangan usaha kecil dan menengah; menyesuaikan tuntutan perkembangan sosial ekonomi masyarakat serta perkembangan di bidang teknologi informasi; meningkatkan keseimbangan antara hak dan kewajiban; menyederhanakan prosedur administrasi perpajakan; meningkatkan penerapan prinsip self assessment yang akuntabel dan konsisten; mendukung iklim usaha ke arah yang lebih kondusif dan kompetitif. dilaksanakannya kebijakan pokok tersebut diharapkan dapat

C. D. E. F. G.

Dengan

meningkatkan penerimaan negara dalam jangka menengah dan panjang seiring dengan meningkatnya kepatuhan sukarela para WP dan membaiknya iklim usaha.MODUL KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN@DTS DASAR PAJAK II 10 HALAMAN

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

Isi dari keseluruhan naskah UU KUP adalah sebagai berikut : Bab 1 Bab 2 Bab 3 Bab 4 Bab 5 Bab 6 Bab 7 Bab 8 Bab 9 Bab 10 Bab 11 3. : : : : : : : : : : : Ketentuan Umum NPWP, Pengukuhan PKP, SPT, Pembayaran Pajak Penetapan dan Ketetapan Pajak Penagihan Pajak Keberatan dan Banding Pembukuan dan Pemeriksaan Ketentuan Khusus Ketentuan Pidana Penyidikan Ketentuan Peralihan Ketentuan Penutup dan Tata Cara

Self Assessment. Salah satu ciri dari sistem pemungutan pajak Indonesia adalah self assessment yaitu sistem pemungutan pajak yang memberikan kepercayaan kepada masyarakat WP untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri jumlah pajak yang terutang. Sistem pemungutan pajak tersebut mempunyai arti bahwa penentuan /penetapan, serta pelaporan secara teratur tentang besarnya pajak terutang dan jumlah pajak yang telah dibayar, sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan dipercayakan sepenuhnya kepada WP. Administrasi perpajakan berperan aktif dalam melaksanakan pengendalian administrasi pemungutan pajak yang meliputi tugas-tugas perpajakan. Jiwa Self Assessment tercantum dalam pasal 12 UU KUP yang berbunyi : (1) Setiap WP wajib membayar pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dengan tidak menggantungkan pada adanya SKP. Jumlah Pajak yang terutang menurut SPT yang disampaikan oleh WP adalah jumlah pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Apabila Direktur Jenderal Pajak (Dirjen Pajak) mendapatkan bukti jumlahHALAMAN 11

pembinaan,

pelayanan,

pengawasan,

dan

penerapan

sanksi

(2)

(3)

MODUL KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN@DTS DASAR PAJAK II

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

pajak yang terutang menurut SPT sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak benar, Dirjen Pajak menetapkan jumlah pajak yang terutang. Dari bunyi Pasal 12 UU KUP tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa penghitungan pajak yang terutang (untuk Pajak Penghasilan {PPh}, PPN dan PPnBM), pembayarannya ke Kas Negara, dan pelaporannya diserahkan sepenuhnya kepada WP serta tidak didasarkan pada SKP yang diterbitkan administrasi pajak. Perhitungan, pembayaran dan pelaporan yang dilakukan WP tersebut dianggap benar (sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan) sepanjang Dirjen Pajak tidak dapat membuktikan sebaliknya. Pada prinsip self assessment beban pembuktian (bahwa pajak terutang yang telah dilaporkan adalah tidak benar) berada di pihak fiskus (Dirjen Pajak). SKP hanya diterbitkan oleh fiskus apabila perhitungan wajib pajak tersebut tidak benar berdasarkan pada suatu pembuktian oleh fiskus. KEGIATAN BELAJAR 2

N P W P DAN PENGUKUHAN P K P 1. Pengertian NPWP dan Pengukuhan PKP. NPWP adalah nomor yang diberikan kepada WP sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas WP dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya (Pasal 1 angka 6 UU KUP). NPWP diberikan kepada WP Orang Pribadi atau Badan yang berdasarkan UU PPh dikenai kewajiban perpajakan baik kewajiban perpajakan atas dirinya sendiri ataupun kewajiban memungut atau memotong PPh pihak lain (withholding tax). NPWP terdiri dari 15 (lima belas) digit, yaitu 9 (sembilan) digit pertama merupakan Kode WP dan 6 (enam) digit berikutnya merupakan Kode Administrasi Perpajakan.

01.234.567.8 999 . 000Kode WP Kode KPP Kode cabang

Pengukuhan PKP adalah kewajiban bagi WP sebagai pengusaha yang

MODUL KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN@DTS DASAR PAJAK II 12

HALAMAN

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

menyerahkan Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP) atau ekspor BKP yang atas penyerahan atau ekspor BKP tersebut terutang PPN sebagaimana ditentukan oleh UU PPN 1984. Fungsi Pengukuhan PKP selain dipergunakan untuk mengetahui identitas PKP yang sebenarnya, juga berguna untuk melaksanakan hak dan kewajiban di bidang PPN dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPn BM) serta untuk pengawasan administrasi perpajakan. 2. Yang wajib mendaftarkan diri dan kepadanya diberikan NPWP. Dalam pasal 2 ayat (1) UU KUP dinyatakan bahwa : Setiap WP yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan wajib mendaftarkan diri pada kantor DJP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan WP dan kepadanya diberikan NPWP. WP adalah Orang Pribadi atau Badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Yang dimaksud dengan persyaratan subjektif adalah sesuai dengan ketentuan mengenai subjek pajak dalam UU PPh 1984 dan perubahannya. Sedangkan persyaratan objektif adalah persyaratan bagi subjek pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan atau diwajibkan untuk melakukan pemotongan/ pemungutan sesuai UU PPh 1984 dan perubahannya. Timbulnya kewajiban pajak subjektif sebagaimana diatur dalam UU PPh 1984 dapat diuraikan sebagai berikut : A. orang pribadi sebagai subjek pajak dalam negeri, dimulai pada saat orang pribadi tersebut dilahirkan, berada, atau berniat untuk bertempat tinggal di Indonesia; B. C. badan, dimulai pada saat badan tersebut didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia; orang pribadi atau badan sebagai subjek pajak luar negeri yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia, dimulai pada saat orang pribadi atau badan tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia; D. orang pribadi atau badan sebagai subjek pajak luar negeri yang dapatHALAMAN 13

MODUL KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN@DTS DASAR PAJAK II

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia, dimulai pada saat orang pribadi atau badan tersebut menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia; E. warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak, dimulai pada saat timbulnya warisan yang belum terbagi tersebut. WP yang memenuhi persyaratan subjektif dan objektif secara formal dijabarkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 20/PMK.03/2008 adalah sebagai berikut : a) WP Orang Pribadi yang menjalankan usaha atau melakukan pekerjaan bebas, yaitu pekerjaan yang dilakukan oleh Orang Pribadi yang mempunyai keahlian khusus sebagai usaha untuk memperoleh penghasilan yang tidak terikat oleh suatu hubungan kerja. b) WP Badan yaitu sekumpulan orang dan/atau modal yg merupakan kesatuan baik yg mela kukan usaha maupun yg tidak melakukan usaha, meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutu an, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan BUT. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 143 Tahun 2000 mengenai bentuk badan lainnya disinggung bahwa dalam rangka pengukuhan Pengusaha sebagai PKP, termasuk dalam pengertian bentuk badan lainnya adalah bentuk kerjasama operasi. c) WP Orang Pribadi yang tidak menjalankan usaha atau tidak melakukan pekerjaan bebas, apabila jumlah penghasilannya sampai dengan suatu bulan yang disetahunkan telah melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak

(PTKP). Dari uraian mengenai kewajiban pajak subjektif dalam UU PPh 1984 diketahui bahwa timbulnya kewajiban pajak subjektif berlaku bagi subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri. Yang membedakan adalah, timbulnya kewajiban subjektif subjek pajak luar negeri bersamaan dengan timbulnya kewajiban pajak objektif (menjalankan usaha melalui BUT atau menerima/memperoleh penghasilan). Sementara itu dalam Peraturan MenteriMODUL KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN@DTS DASAR PAJAK II 14 HALAMAN

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

Keuangan Nomor 20/PMK.03/2008, tidak diatur mengenai kewajiban mendaftarkan diri bagi subjek pajak luar negeri. Kiranya menjadi jelas bahwa yang dimaksud dengan memenuhi persyaratan subjektif dalam Pasal 2 angka 1 UU KUP adalah persyaratan subjektif orang pribadi atau badan sebagai subjek pajak dalam negeri. Dan memang demikian kelazimannya. Kewajiban mendaftarkan diri berlaku pula terhadap wanita kawin yang dikenakan pajak secara terpisah karena hidup berpisah berdasarkan keputusan hakim atau dikehendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta (PP Nomor 80 Tahun 2007). Warisan yang belum terbagi dalam kedudukannya sebagai Subjek Pajak menggunakan NPWP dari WP Orang Pribadi yang meninggalkan warisan tersebut. 3. Yang wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan menjadi PKP. Dalam pasal 2 ayat (2) disebutkan bahwa : Setiap WP sebagai Pengusaha yg dikenai pajak berdasarkan UU PPN 1984 dan perubahannya, wa jib melaporkan usahanya pada kantor DJP yg wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Pengusaha, dan tempat kegiatan usaha dilakukan untuk dikukuhkan menjadi PKP. Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean (Pasal 1 butir 4 UU KUP). Dalam Pasal 1 butir 15 UU PPN 1984, PKP adalah pengusaha yang melakukan penyerahan BKP dan atau penyerahan JKP yang dikenakan pajak berdasarkan UU ini, tidak termasuk Pengusaha Kecil, kecuali Pengusaha Kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP. Dalam UU PPN 1984 pengusaha yang melakukan penyerahan BKP dan atau penyerahan JKP yang tergolong pengusaha kecil tidak diwajibkan untuk dikukuhkan sebagai PKP, kecuali pengusaha kecil tersebut memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP. Batasan Pengusaha Kecil berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 571/KMK.03/2003 adalah pengusaha yang selama satu tahun buku melakukan penyerahan BKP dan atau JKP dengan jumlah peredaran bruto dan atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp.600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah). Disamping itu dalam Pasal 3A ayat 1 UU PPN 1984 disebutkan bahwa, yang wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP selain pengusaha

MODUL KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN@DTS DASAR PAJAK II 15

HALAMAN

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

yang menyerah kan BKP atau JKP, juga termasuk pengusaha yang melakukan ekspor BKP. 4. Jangka waktu pendaftaran dan/atau melaporkan usaha. Berdasarkan PMK No. 20/PMK.03/2008, jangka waktu pendaftaran dan pelaporan usaha diatur sebagai berikut : A. Jangka waktu pendaftaran : WP Orang Pribadi yang menjalankan usaha atau melakukan pekerjaan bebas dan WP Badan, wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP paling lama 1 (satu) bulan setelah saat usaha mulai dijalankan. Saat usaha mulai dijalankan adalah saat pendirian, atau saat usaha/pekerjaan bebas nyata-nyata mulai dilakukan; WP orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau tidak melakukan pekerjaan bebas, apabila jumlah penghasilannya sampai dengan suatu bulan yang disetahunkan telah melebihi PTKP, wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP paling lama pada akhir bulan berikutnya; B. untuk dikukuhkan sebagai PKP sebelum melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP; Pengusaha Kecil, yang : 1. 2. memilih sebagai PKP; atau tidak memilih sebagai PKP tetapi sampai dengan suatu bulan dalam suatu tahun buku jumlah nilai peredaran bruto atas penyerahan BKP melampaui batasan yang ditentukan sebagai Pengusaha Kecil, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP paling lama akhir bulan berikutnya. 5. Tempat pendaftaran dan pelaporan usaha. a. WP mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal bagi WP Orang Pribadi dan tempat kedudukan bagi WP Badan atau ke KPP tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. b. WP Orang Pribadi yang menjalankan usaha atau melakukan pekerjaan bebas diMODUL KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN@DTS DASAR PAJAK II 16 HALAMAN

Jangka waktu pelaporan usaha : WP yg memenuhi ketentuan sebagai PKP, wajib melaporkan usahanya

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

beberapa tempat atau mempunyai tempat usaha yang berbeda alamat dengan tempat tinggal, selain mendaftarkan diri ke KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal juga mendaftarkan diri ke KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat-tempat kegiatan usaha WP. c. Dalam hal tempat tinggal, tempat kedudukan, atau tempat kegiatan usaha Wajib Pajak berada dalam 2 (dua) atau lebih wilayah kerja KPP, Dirjen Pajak dapat menetapkan KPP tempat WP terdaftar. A. Tempat pendaftaran WP Orang Pribadi pengusaha tertentu Dirjen Pajak dapat menetapkan tempat pendaftaran pada kantor DJP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal dan kantor DJP yang wilayah kerjanya meliputi tempat kegiatan usaha dilakukan, bagi WP Orang Pribadi pengusaha tertentu. (Pasal 2 ayat 3 huruf b UU KUP) WP Orang Pribadi pengusaha tertentu, yaitu WP orang pribadi yang mempunyai tempat usaha tersebar di beberapa tempat, misalnya pedagang elektronik yang mempunyai toko di beberapa pusat perbelanjaan, di samping wajib mendaftarkan diri pada kantor DJP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal WP, juga diwajibkan mendaftarkan diri pada kantor DJP yang wilayah kerjanya meliputi tempat kegiatan usaha WP dilakukan. B. Tempat pelaporan usaha. WP sebagai PKP melaporkan usahanya ke KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat kegiatan usaha WP atau ke KPP tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. 6. Penerbitan NPWP dan/atau Pengukuhan PKP secara jabatan. Ketentuan mengenai penerbitan NPWP secara jabatan dan pengukuhan PKP secara jabatan diatur dalam Pasal 2 ayat (4) UU KUP, yang berbunyi : Dirjen Pajak menerbitkan NPWP dan/atau mengukuhkan PKP secara jabatan apabila WP atau PKP tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau ayat (2). Penerbitan NPWP dan/atau pengukuhan PKP secara jabatan dilakukan apabila berdasarkan data yang diperoleh atau dimiliki oleh Dirjen Pajak ternyata Orang Pribadi atau Badan atau Pengusaha tsb. telah memenuhi syarat untuk memperoleh NPWP dan/atau dikukuhkan sebagai PKP. Kewajiban perpajakan bagi WP yang diterbitkan NPWP dan/atau yangMODUL KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN@DTS DASAR PAJAK II 17 HALAMAN

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

dikukuhkan sebagai PKP secara jabatan dimulai sejak saat WP memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan, paling lama 5 (lima) tahun sebelum diterbitkannya NPWP dan/atau dikukuhkannya sebagai PKP. (Pasal 2 ayat (4a) UU KUP Misalkan terhadap WP diterbitkan NPWP secara jabatan pada tahun 2008, maka kewajiban perpajakannya dihitung sejak tahun 2003 sepanjang memenuhi persyaratan subjektif dan objektif berdasarkan data yang ada. 7. Sanksi berkaitan dengan kewajiban mendaftarkan diri dan melaporkan usaha. Sanksi berkaitan dengan tidak dipenuhinya kewajiban mendaftarkan diri dan melaporkan usahanya dapat berupa sanksi administrasi atau sanksi pidana. Sanksi administrasi adalah berupa bunga 2% per bulan paling lama 24 bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya SKP KB sebagaimana diatur dalam Pasal 13 ayat 2 UU KUP. Sanksi pidana diatur pada pasal 39 ayat 1 huruf a dan b yang berbunyi: Setiap orang yang dengan sengaja : a. tidak mendaftarkan diri untuk diberikan NPWP atau tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP; b. menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak NPWP atau Pengukuhan PKP; sehingga dapat menimbul kan kerugian pada pendapatan negara, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar. Pidana tersebut ditambahkan 1 (satu) kali menjadi 2 (dua) kali sanksi pidana apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat 1 (satu) tahun, terhitung sejak selesainya menjalani pidana penjara yang dijatuhkan (Pasal 39 ayat 2 UU KUP). Dalam Pasal 39 ayat 3 dinyatakan bahwa setiap orang yang melakukan percobaan untuk melakukan tindak pidana menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak NPWP atau Pengukuhan PKP, dalam rangka mengajukan permohonan restitusi atau melakukan kompensasi pajak atau pengkreditan pajak, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah restitusi yang dimohonkan dan/atau kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah restitusi yang dimohonkan dan/atau kompensasi atau

MODUL KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN@DTS DASAR PAJAK II 18

HALAMAN

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

pengkreditan yang dilakukan. 8. Penghapusan NPWP dan Pencabutan Pengukuhan PKP. Penghapusan NPWP adalah tindakan menghapus NPWP dari tata usaha KPP. Penghapusan NPWP hanya ditujukan untuk kepentingan tata usaha perpajakan, dan tidak menghilangkan kewajiban perpajakan yang harus dilakukan WP yang bersangkut an. Berdasarkan Pasal 2 ayat 6 UU KUP dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 20/PMK.03/2008, penghapusan NPWP dilakukan apabila : A. diajukan permohonan penghapusan NPWP oleh : 1) WP dan/atau ahli warisnya karena WP sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan; WP Badan dalam rangka likuidasi atau pembubaran karena penghentian atau penggabungan usaha; 3) Wanita yang sebelumnya telah memiliki NPWP dan menikah tanpa membuat perjanjian pemisahan harta dan penghasilan; atau 4) B. WP BUT menghentikan kegiatan usahanya di Indonesia; atau

2)

dianggap perlu oleh Dirjen Pajak untuk menghapuskan NPWP dari WP yang sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Penghapusan NPWP bagi wanita yang sebelumnya telah memiliki NPWP dan menikah tanpa membuat perjanjian pemisahan harta dan penghasilan dapat dilakukan dalam hal suami dari wanita tersebut telah terdaftar sebagai WP.

Selanjutnya dalam Pasal 2 ayat (7) UU KUP dinyatakan bahwa Dirjen Pajak setelah melakukan pemeriksaan harus memberikan keputusan atas permohonan penghapusan NPWP dalam jangka waktu 6 (enam) bulan untuk WP Orang Pribadi atau 12 (dua belas) bulan untuk WP Badan, sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap. Apabila jangka waktu tersebut telah lewat dan Dirjen Pajak tidak memberi suatu keputusan, permohonan penghapusan NPWP itu dianggap dikabulkan, dan Dirjen Pajak harus menerbitkan surat keputusan penghapusan NPWP dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud

MODUL KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN@DTS DASAR PAJAK II 19

HALAMAN

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

pada ayat (3) berakhir (Per.Menkeu 20/2008). Penghapusan NPWP dilakukan apabila utang pajak telah dilunasi atau hak untuk melakukan penagihan telah daluwarsa, kecuali dari hasil pemeriksaan diketahui bahwa utang pajak tersebut tidak dapat atau tidak mungkin ditagih lagi, antara lain karena : a) WP Orang Pribadi meninggal dunia dan tidak meninggalkan warisan serta tidak mempunyai ahli waris atau ahli waris tidak dapat ditemukan; atau b) WP tidak mempunyai harta kekayaan.

Pencabutan Pengukuhan PKP. Dirjen Pajak karena jabatan atau atas permohonan WP dapat melakukan pencabutan pengukuhan PKP. (Pasal 2 ayat 8 UU KUP) Pencabutan Pengukuhan PKP hanya ditujukan untuk kepentingan tata usaha perpajakan, dan tidak menghilangkan kewajiban perpajakan yang harus dilakukan PKP ybs. Pencabutan pengukuhan PKP dapat dilakukan karena jabatan atau atas permohonan WP. Selanjutnya pasal 2 ayat (9) UU KUP mengatakan Dirjen Pajak setelah melakukan pemeriksaan harus memberikan keputusan atas permohonan pencabutan pengukuhan PKP dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap. Apabila jangka waktu tersebut telah lewat, Dirjen Pajak tidak memberi suatu keputusan, maka permohonan Pencabutan Pengukuhan PKP dianggap dikabulkan dan surat keputusan mengenai Pencabutan PKP harus diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan setelah jangka waktu tersebut berakhir. (Peraturan Menteri Keuangan Nomor 20/PMK.03/2008). Pencabutan Pengukuhan PKP tersebut dapat dilakukan dalam hal : PKP pindah alamat ke wilayah kerja KPP lain; atau Sudah tidak memenuhi persyaratan sebagai PKP atau termasuk PKP yang jumlah peredaran dan/atau penerimaan brutonya untuk suatu tahun buku tidak melebihi batas jumlah peredaran dan/atau penerimaan bruto untuk Pengusaha Kecil.

MODUL KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN@DTS DASAR PAJAK II 20

HALAMAN

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

KEGIATAN BELAJAR 3 PEMBUKUAN DAN PENCATATAN 1. Pengertian Pembukuan dan Pencatatan. Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak tersebut (Pasal 1 angka 29 UU KUP). Berbeda dengan laporan keuangan berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan (SAK), laporan keuangan yang dihasilkan oleh pembukuan hanya berupa neraca dan laporan laba rugi. Fungsi pembukuan adalah agar dari pembukuan tersebut dapat dihitung besarnya pajak yang terutang (Pasal 28 ayat 7 UU KUP). Dengan demikian apabila pembukuan yang diselenggarakan tidak dapat digunakan untuk menghitung besarnya pajak yang terutang maka secara material pembukuan tersebut tidak sesuai dengan Pasal 28 UU KUP. Dapat digunakan untuk menghitung besarnya pajak yang terutang adalah, selain dapat digunakan untuk menghitung besarnya

MODUL KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN@DTS DASAR PAJAK II 21

HALAMAN

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

PPh, pajak-pajak lainnya juga harus dapat dihitung dari pembukuan tersebut. Berbeda dengan pembukuan, pencatatan terdiri atas data yang dikumpulkan secara teratur tentang peredaran atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak yang terutang, penghasilan yang bukan objek pajak, dan/atau penghasilan yang dikenai pajak yang bersifat final. A. Yang Wajib menyelenggarakan Pembukuan. WP Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan WP Badan di Indonesia, wajib menyelenggarakan pembukuan. (Pasal 28 ayat {1} UU KUP) B. Yang Tidak Wajib Pembukuan, tetapi Wajib melakukan Pencatatan. Menurut pasal 28 ayat (2) UU KUP, yang tidak wajib menyelenggarakan pembukuan tetapi wajib melakukan pencatatan adalah : 1) 2) WP Orang Pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas. WP Orang Pribadi yg melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang sesuai dgn ketentuan perundang-undangan perpajakan

diperbolehkan menghitung peng hasilan neto dgn menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN). C. Ketentuan mengenai Pembukuan. Ketentuan mengenai pembukuan diatur dalam Pasal 28 UU KUP sbb : harus mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya; harus diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan; diselenggarakan dgn prinsip taat asas dan dengan stelsel akrual atau stelsel kas; perubahan terhadap metode pembukuan dan atau tahun buku, harus mendapat persetujuan dari Dirjen Pajak; pembukuan sekurang-kurangnya terdiri dari catatan mengenai harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian,MODUL KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN@DTS DASAR PAJAK II 22 HALAMAN

diselenggarakan

dengan

memperhatikan

itikad

baik

dan

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang; pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain Rupiah dapat diselenggarakan oleh WP setelah mendapat izin Menteri Keuangan. D. Prinsip Taat Asas. Prinsip taat asas adalah prinsip yang sama digunakan dalam metode pembukuan dengan tahun-tahun sebelumnya untuk mencegah penggeseran laba atau rugi. Prinsip taat asas dalam metode pembukuan misalnya dalam penerapan : 1) pengakuan penghasilan; 2) tahun buku; 3) metode penilaian persediaan; atau 4) metode penyusutan dan amortisasi.

E. Stelsel Kas dan Stelsel Akrual Stelsel akrual adalah suatu metode penghitungan penghasilan dan biaya dalam arti penghasilan diakui pada waktu diperoleh dan biaya diakui pada waktu terutang. Jadi, tidak tergantung kapan penghasilan itu diterima dan kapan biaya itu dibayar tunai. Termasuk dalam pengertian stelsel akrual adalah pengakuan penghasilan berdasarkan metode persentase tingkat penyelesaian pekerjaan yang umumnya dipakai dalam bidang konstruksi dan metode lain yang dipakai dalam bidang usaha tertentu seperti build operate and transfer (BOT) dan real estat. Menurut stelsel kas, penghasilan baru dianggap sebagai penghasilan apabila benar-benar telah diterima secara tunai dalam suatu periode tertentu serta biaya baru dianggap sebagai biaya apabila benar-benar telah dibayar secara tunai dalam suatu periode. Stelsel kas biasanya digunakan oleh perusahaan kecil orang pribadi atau perusahaan jasa, misalnya transportasi, hiburan, dan restoran yang tenggang waktu antara penyerahan jasa dan penerimaan pembayarannya tidak berlangsung lama. Dalam stelsel kas murni, penghasilan dari penyerahan barang atau jasa ditetapkan pada saat pembayaran dari pelanggan diterima dan biaya-biaya

MODUL KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN@DTS DASAR PAJAK II 23

HALAMAN

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

ditetapkan pada saat barang, jasa, dan biaya operasi lain dibayar. Dengan cara ini, pemakaian stelsel kas dapat menyesatkan penghitungan penghasilan, artinya besar penghasilan dari tahun ke tahun dapat disesuaikan dengan mengatur penerimaan kas dan pengeluaran kas. Oleh karena itu, untuk penghitungan PPh dalam memakai stelsel kas harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut . 1) Penghitungan jumlah penjualan dalam suatu periode harus meliputi seluruh penjualan, baik yang tunai maupun yang bukan. Dalam menghitung harga pokok penjualan harus diperhitungkan seluruh pembelian dan persediaan. 2) Dalam memperoleh harta yang dapat disusutkan dan hak-hak yang dapat diamortisasi, biaya-biaya yang dikurangkan dari penghasilan hanya dapat dilakukan melalui penyusutan dan amortisasi. 3) Pemakaian stelsel kas harus dilakukan secara taat asas (konsisten). Dengan demikian penggunaan stelsel kas untuk tujuan perpajakan dapat juga dinamakan stelsel campuran. F. Pembukuan dalam bahasa asing dan mata uang selain rupiah. Pasal 28 ayat 8 UU KUP menyatakan bahwa:Pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain Rupiah dapat diselenggarakan oleh WP setelah mendapat izin Menteri Keuangan. Aturan pelaksanaannya dijabarkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 196/PMK.03/2007, tanggal 28 Desember 2007, yaitu sbb : 1) WP dapat menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan satuan mata uang selain Rupiah yaitu Bahasa Inggris dan satuan mata uang Dollar Amerika Serikat ; WP dimaksud meliputi : a) WP dalam rangka Penanaman Modal Asing yang beroperasi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan Penanaman Modal Asing; b) WP dalam rangka Kontrak Karya yg beroperasi berdasarkan kontrak dengan Pemerintah RI sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan pertambangan selain pertambangan minyak dan gas bumi; c) WP Kontraktor Kontrak Kerja Sama yang beroperasi berdasarkanHALAMAN 24

MODUL KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN@DTS DASAR PAJAK II

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

ketentuan peraturan perundang-undangan pertambangan minyak dan gas bumi; d) e) f) B U T; WP yang mendaftarkan emisi sahamnya baik sebagian maupun seluruhnya di bursa efek luar negeri; Kontrak Investasi Kolektif (KIK) yang memerlukan reksadana dalam denominasi satuan mata uang Dollar Amerika Serikat dan telah memperoleh Surat Pemberitahuan Efektif Pernyataan Pendaftaran dari Badan Pengawas Pasar Modal Lembaga Keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan pasar modal; atau WP yg berafiliasi langsung dgn perusahaan induk di luar negeri, g) yaitu perusa haan anak (subsidiary company) yg dimiliki dan/atau dikuasasi oleh perusaha an induk (parent company) di luar negeri yg 2) mempunyai hubungan istimewa. Penyelenggaraan pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uang Dollar AS oleh WP harus terlebih dahulu mendapat izin tertulis dari Menteri Keuangan, kecuali bagi WP dalam rangka Kontrak Karya atau WP dalam rangka Kontraktor Kontrak Kerja Sama; 3) Izin tertulis dapat diperoleh WP dengan mengajukan surat permohonan kepada Kepala Kantor Wilayah, paling lambat 3 (tiga) bulan : a) sebelum tahun buku yang diselenggarakan dengan menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uang Dollar AS tersebut dimulai; atau b) sejak tanggal pendirian bagi WP baru untuk Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak pertama. 4) Kepala Kantor Wilayah atas nama Menteri Keuangan memberikan keputusan atas permohonan dimaksud paling lama 1 (satu) bulan sejak permohonan dari WP diterima secara lengkap; 5) Apabila jangka waktu tersebut telah lewat dan belum ada keputusan maka permohonan dianggap diterima dan Kepala Kantor Wilayah atas nama Menkeu menerbitkan keputusan pemberian izin. G. Ketentuan mengenai pencatatan. Ketentuan mengenai pencatatan dalam pasal 28 UU KUP diatur sbb :

MODUL KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN@DTS DASAR PAJAK II 25

HALAMAN

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

harus

diselenggarakan

dengan

memperhatikan

itikad

baik

dan

mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya; harus diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan; Pencatatan terdiri atas data yang dikumpulkan secara teratur tentang peredaran atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak terutang, penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau penghasilan yang dikenai pajak yang bersifat final.

2.

Penyimpanan Dokumen pembukuan. Dalam pasal 28 ayat 11 UU KUP tentang penyimpanan dokumen pembukuan menyebutkan bahwa : Buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau secara program aplikasi on-line wajib disimpan selama 10 (sepuluh) tahun di Indonesia, yaitu di tempat kegiatan atau tempat tinggal WP Orang Pribadi, atau di tempat kedudukan WP Badan. Kurun waktu 10 (sepuluh) tahun penyimpanan buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan adalah sesuai dengan ketentuan yang mengatur tentang batas waktu daluwarsa penyidikan tindak pidana di bidang perpajak an. Penyimpanan buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk yang diselenggarakan secara program aplikasi on-line harus dilakukan dengan memperhatikan faktor keamanan, kelayakan, dan kewajaran penyimpanan.

3.

Sanksi berkaitan dengan kewajiban pembukuan dan pencatatan. Sanksi berkaitan dengan kewajiban pembukuan dan pencatatan terdiri dari:

MODUL KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN@DTS DASAR PAJAK II 26

HALAMAN

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

A. Sanksi Administrasi. Pasal 13 ayat 1 dan ayat 3 UU KUP menyatakan bahwa apabila kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 (mengenai pembukuan) atau Pasal 29 (mengenai pemeriksaan) tidak dipenuhi sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yang terutang, maka atas kekurangan pembayaran pajak tersebut ditagih dengan SKP KB ditambah sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar : 50 % (lima puluh persen) dari PPh yang tidak atau kurang dibayar dalam satu Tahun Pajak; 100 % (seratus persen) dari PPh yang tidak atau kurang dipotong, tidak atau kurang dipungut, tidak atau kurang disetor, dan dipotong atau dipungut tetapi tidak atau kurang disetor; atau 100 % (seratus persen) dari PPN dan PPn BM yang tidak atau kurang dibayar.

B. Sanksi Pidana. Sanksi pidana berkaitan dengan tidak dipenuhinya kewajiban menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan terdapat dalam Pasal 39 ayat 1 huruf f, huruf g dan huruf h dengan ancaman pidana sebagai berikut: Setiap orang yang dengan sengaja : memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu atau dipalsukan seolah-olah benar, atau tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya; atau tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan di Indonesia, tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan buku, catatan, atau dokumen lain; atau

tidak menyimpan buku, catatan, atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau diselenggarakan secara program aplikasi on-line di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (11); atau sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar. Pidana tersebut ditambahkan 1 (satu) kali menjadi 2 (dua) kali sanksi pidana apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat 1 (satu) tahun, terhitung sejak selesainya menjalani pidana penjara yang dijatuhkan (Pasal 39 ayat 2 UU KUP).

MODUL KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN@DTS DASAR PAJAK II 27

HALAMAN

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

KEGIATAN BELAJAR 4.

SURAT PEMBERITAHUAN (SPT).

1.

Pengertian Surat Pemberitahuan (SPT). SPT adalah surat yang oleh WP digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan per-UU-an Pajak. SPT terdiri dari :a. SPT Tahunan PPh; b. SPT Masa yang meliputi : 1. SPT Masa PPh; 2. SPT Masa PPN; dan 3. SPT Masa Pemungut PPN

SPT tersebut berbentuk: a. formulir kertas (hardcopy); atau b. e-SPT. E-SPT adalah data SPT WP dalam bentuk elektronik yang dibuat oleh WP dengan menggunakan aplikasi e-SPT yang disediakan oleh DJP. Aplikasi e-SPT

MODUL KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN@DTS DASAR PAJAK II 28

HALAMAN

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

adalah aplikasi dari DJP yang dapat digunakan WP untuk membuat e-SPT.

2.

Kewajiban menyampaikan SPT. Kewajban melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dalam SPT tercantum dalam Pasal 3 ayat 1 UU KUP yang berbunyi sbb : Setiap WP wajib mengisi SPT dengan benar, lengkap, dan jelas, dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan menandatangani serta menyampaikannya ke kantor DJP tempat WP terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Dirjen Pajak. Yang dimaksud dengan benar, lengkap, dan jelas dalam mengisi SPT adalah : a. benar adalah benar dalam perhitungan, termasuk benar dalam penerapan ketentuan peraturan UU Pajak, dalam penulisan, dan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya; b. lengkap adalah memuat semua unsur-unsur yang berkaitan dengan objek pajak dan unsur-unsur lain yang harus dilaporkan dalam SPT; dan c. jelas melaporkan asal-usul / sumber objek pajak dan unsur lain yg hrs diisikan dlm SPT. SPT yg telah diisi dgn benar, lengkap, dan jelas tersebut wajib disampaikan ke kantor DJP tempat WP terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh DJP, dan kewajiban penyampaian SPT oleh Pemotong atau Pemungut Pajak dilakukan untuk setiap Masa Pajak.

3.

Tempat dan cara pengambilan SPT. Pasal 3 ayat (2) UU KUP menyatakan, WP mengambil sendiri SPT ditempat yg ditetapkan oleh Dirjen (pada kantor DJP atau tempat lain yg diperkirakan mudah terjangkau oleh WP) atau mengambil dgn cara lain yg tata cara pelaksanaannya diatur dgn atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Dalam PMK No. 181/PMK.03/2007 tgl 28-12- 2007 diatur :

MODUL KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN@DTS DASAR PAJAK II 29

HALAMAN

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

SPT berbentuk formulir kertas (hardcopy) dapat diambil secara langsung di tempat yang ditetapkan oleh Dirjen Pajak. SPT berbentuk e-SPT dapat diambil secara langsung oleh WP dengan cara mengunduh format SPT atau aplikasi e-SPT dari situs DJP.

4.

Penandatangan SPT. Mengenai kewajiban WP menandatangani SPT, selain diatur dalam Pasal 3 ayat 1 UU KUP, juga disebut dalam Pasal 4 ayat 1 yang berbunyi bahwa:WP wajib mengisi dan menyampaikan SPT dengan benar, lengkap, jelas, dan menandatanganinya. Bagi WP Badan yang berhak menandatangani SPT tersebut adalah pengurus atau direksi (Pasal 4 ayat 2 UU KUP). Meskipun yang dimaksud dengan pengurus sebagaimana diuraikan dalam penjelasan Pasal 32 ayat 4 UU KUP adalah termasuk orang yang nyata-nyata mempunyai wewenang dalam menentukan kebijaksanaan dan/atau mengambil keputusan dalam rangka menjalankan kegiatan perusahaan, misalnya berwenang menandatangani kontrak dengan pihak ketiga, menandatangani cek, dan sebagainya walaupun orang tersebut tidak tercantum namanya dalam susunan pengurus yang tertera dalam akte pendirian maupun akte perubahan, dan termasuk pula bagi komisaris dan pemegang saham mayoritas atau pengendali, namun untuk penandatangan SPT sebaiknya tetap orang yang namanya tercantum dalam susunan pengurus yang tertera dalam akte pendirian maupun akte perubahan. Ketentuan mengenai orang yang tidak tercantum namanya dalam akte pendirian beserta perubahannya yang dianggap sebagai pengurus tepat diberlakukan bagi kewajiban perpajakan lainnya seperti misalnya untuk kepentingan penagihan pajak. SPT yang disampaikan wajib ditandatangani oleh WP atau Kuasa WP. Dalam hal WP menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk mengisi dan menanda tangani SPT, surat kuasa khusus tersebut harus dilampirkan pada SPT. (Pasal 4 ayat 3 UU KUP). Penandatanganan SPT oleh WP / Kuasa WP dapat dilakukan secara biasa, tanda tangan stempel, atau tanda tangan elektronik atau digital, yang semuanya mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan tanda tangan biasa. Tanda

MODUL KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN@DTS DASAR PAJAK II 30

HALAMAN

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

tangan elektronik atau tanda tangan digital adalah informasi elektronik yang dilekatkan, memiliki hubungan langsung atau terasosiasi pada suatu informasi elektronik lain termasuk sarana administrasi perpajakan yang ditujukan oleh WP atau kuasanya untuk menunjukan identitas dan status yang bersangkutan. (PMK No. 181/PMK.03/2007) 5. Cara penyampaian SPT. Penyampaian SPT oleh WP dapat dilakukan : a. secara langsung dan diberikan tanda penerimaan sirat; b. melalui pos dengan bukti pengiriman surat; atau c. dengan cara lain seperti: melalui perusahaan jasa ekspedisi/kurir dengan bukti pengiriman surat; atau e-Filing melalui ASP (Penyedia Jasa Aplikasi) dan diberikan Bukti Penerimaan Elektronik. E-Filing adalah cara penyampaian SPT / Perpanjangan SPT Tahunan yg dilakukan secara on-line dan real time melalui Application Service Provider (ASP). (PMK No. 181/PMK.03/2007)

6.

Batas waktu penyampaian SPT. Batas waktu penyampaian SPT pada pasal 3 ayat 3 UU KUP diatur sbb : a) SPT Masa, paling lama 20 (dua puluh) hari setelah akhir Masa Pajak; b) SPT Tahunan PPh WP Orang Pribadi, paling lama 3 bulan setelah akhir Tahun Pajak; atau c) SPT Tahunan PPh WP Badan, paling lama 4 bulan setelah akhir Tahun Pajak.

7.

SPT dianggap Tidak Disampaikan. Dalam Pasal 3 ayat 7 UU KUP dinyatakan bahwa, SPT dianggap tidak disampaikan apabila: a. SPT tidak ditandatangani; b. SPT tidak dilampiri keterangan dan/atau dokumen sesuai dengan Per. Menkeu; c. SPT lebih bayar disampaikan telah lewat 3 tahun sesudah berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak, dan WP telah ditegur secara tertulis; atau

MODUL KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN@DTS DASAR PAJAK II 31

HALAMAN

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

d. SPT disampaikan setelah Dirjen Pajak melakukan pemeriksaan / menerbitkan SKP. Apabila SPT dianggap tidak disampaikan, Dirjen Pajak wajib memberitahukan kepada WP (Pasal 3 ayat 7a UU KUP). SPT tersebut selanjutnya dianggap sebagai data perpajakan. Mengenai dokumen yang harus dilampirkan pada SPT dalam PMK No. 181/PMK.03/2007 tentang Bentuk dan Isi SPT, serta Tata Cara Pengambilan, Pengisian, Penandatanganan, dan Penyampaian SPT dinyatakan bahwa : SPT terdiri dari SPT Induk dan Lampiran, merupakan satu kesatuan yg tidak terpisahkan; SPT harus dilampiri dgn keterangan dan/atau dokumen sesuai dengan UU Pajak; Ketentuan mengenai dokumen yg harus dilampirkan dlm SPT diatur dgn Peraturan DJP; Dalam UU KUP yang pasti harus dilampirkan dalam SPT adalah sbb: a. SPT Tahunan PPh WP yg wajib menyelenggarakan pembukuan harus dilampiri dgn laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi serta keterangan lain yg diperlukan untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak. {Ps. 4 ayat (4)}. b. Dalam hal laporan keuangan diaudit oleh Akuntan Publik tetapi tidak dilampirkan pada SPT, SPT dianggap tidak lengkap dan tidak jelas, sehingga SPT dianggap tidak disampaikan. {Pasal 4 ayat (4b) UU KUP} c. Dalam hal WP menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk mengisi dan menandatangani SPT, surat kuasa khusus tersebut harus dilampirkan pada SPT. (Pasal 4 angka 3 UU KUP) 8. WP dgn Kriteria Tertentu yg dpt melaporkan Beberapa Masa Pajak dalam Satu SPT Masa. Dalam Pasal 3 ayat (3a) dan (3b) ditetapkan bahwa WP dengan kriteria tertentu dapat melaporkan beberapa Masa Pajak dalam 1 (satu) SPT Masa. WP dengan kriteria tertentu dan tata cara pelaporan diatur dengan atau berdasarkan PMK No. 182/PMK.03/2007 sbb : 1) WP dengan kriteria tertentu dapat menyampaikan 1 (satu) SPT Masa untuk beberapa Masa Pajak sekaligus, yang meliputi:

MODUL KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN@DTS DASAR PAJAK II 32

HALAMAN

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

a. WP usaha kecil; terdiri dari: 1> WP Orang Pribadi yang menjalankan kegiatan usaha atau melakukan pekerjaan bebas, yang harus memenuhi kriteria sbb : a> WP Orang Pribadi dalam negeri; dan b> menerima atau memperoleh peredaran usaha dari kegiatan usaha atau penerimaan bruto dari pekerjaan bebas dalam Tahun Pajak sebelumnya tidak lebih dari Rp.600.000.000,- (enam ratus juta rupiah); atau 2> WP Badan yang harus memenuhi kriteria sebagai berikut : a> modal WP 100% (seratus persen) dimiliki oleh W N I; b> menerima atau memperoleh peredaran usaha dalam Tahun b. WP Pajak sebelumnya adalah tidak WP berlokasi lebih yg di dari tempat daerah Rp.900.000.000,-; atau di daerah tertentu,

tinggal/kedudukan/kegiatan

usahanya

tertentu yang ditetapkan oleh Dirjen Pajak.

2) Tata Cara Pelaporan a> WP yang termasuk dalam kriteria tertentu yang bermaksud melaporkan beberapa Masa Pajak dalam satu SPT Masa harus menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Dirjen Pajak paling lambat 2 (dua) bulan sebelum dimulainya masa pajak pertama yang oleh WP akan disampaikan dalam SPT Masa yang meliputi beberapa Masa sekaligus; b> Terhadap pemberitahuan secara tertulis dilakukan penelitian; c> Apabila berdasarkan penelitian WP tidak memenuhi kriteria, Dirjen Pajak memberitahukan secara tertulis kepada WP. 9. WP PPh tertentu yang dikecualikan dari kewajiban menyampaikan SPT. Berdasarkan PMK No. 183/PMK.03/2007 yang dikecualikan dari kewajiban menyampaikan SPT dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Dikecualikan dari kewajiban menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 25 dan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi yaitu WP Orang Pribadi yang dalam satu

MODUL KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN@DTS DASAR PAJAK II 33

HALAMAN

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

Tahun Pajak menerima atau memperoleh penghasilan neto tidak melebihi PTKP sebagaimana dimaksud dalam UU PPh. 2. Dikecualikan dari kewajiban menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 25 yaitu WP Orang Pribadi yang tidak menjalankan kegiatan usaha atau tidak melakukan pekerjaan bebas. 10. Sanksi karena tidak menyampaikan SPT. Sanksi bagi WP yang tidak menyampaikan SPT, dapat berupa sanksi administrasi ataupun sanksi pidana. Sanksi administrasi dapat berupa denda sebagaimana diatur dalam Pasal 7 UU KUP atau berupa kenaikan sebagaimana diatur dalam Pasal 13 ayat 3 UU KUP. Sanksi pidana dapat berupa kurungan atas tindak pidana kealpaan sebagaimana diatur dalam Pasal 38 UU KUP ataupun penjara atas tindak pidana kesengajaan sebagaimana diatur dalam Pasal 39 UU KUP. A. Surat Teguran atas SPT yang tidak disampaikan. Apabila SPT tidak disampaikan sesuai batas waktu yang ditentukan atau batas waktu perpanjangan penyampaian SPT Tahunan, dapat diterbitkan Surat Teguran (Pasal 3 ayat 5a UU KUP). Penerbitan Surat Teguran, disamping merupakan bentuk pembinaan terhadap WP, juga merupakan syarat bagi dikenainya WP yang bersangkutan dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat 1 huruf b dan Pasal 13 ayat 3 UU KUP. B. Sanksi administrasi berupa denda. Pasal 7 ayat (1) UU KUP menyatakan apabila SPT tidak disampaikan dalam jangka waktunya atau batas waktu perpanjangan penyampaian SPT, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar: Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) untuk SPT Masa PPN, Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk SPT Masa lainnya, Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) untuk SPT Tahunan PPh WP Badan Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk SPT Tahunan PPh WP Orang Pribadi. Ayat (2) menyatakan bahwa sanksi administrasi berupa denda diatas tidak dilakukan terhadap:

MODUL KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN@DTS DASAR PAJAK II 34

HALAMAN

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

a. WP Orang Pribadi yang telah meninggal dunia; b. WP Orang Pribadi yang sudah tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas; c. WP Orang Pribadi yg berstatus sebagai W N A yg tidak tinggal lagi di Indonesia; d. BUT yang tidak melakukan kegiatan lagi di Indonesia; e. WP Badan yg tidak melakukan usaha lagi tetapi belum bubar sesuai dgn ketentuannya f. Bendahara yang tidak melakukan pembayaran lagi; g. WP yang terkena bencana, yang ketentuannya diatur dengan Per. Menkeu; atau h. WP lain yg diatur dengan atau berdasarkan PMK. Yg dimaksud dgn WP lain tersebut pada huruf h berdasarkan PMK No. 186/PMK.03/2007 adalah WP yg tidak dapat menyampaikan SPT dalam jangka waktu yg telah ditentukan karena keadaan antara lain : a. kerusuhan massal; b. kebakaran; c. ledakan bom atau aksi terorisme; d. perang antar suku; atau e.

kegagalan sistem komputer administrasi penerimaan negara atau perpajakan. Penetapan WP tersebut dilakukan dengan Keputusan Dirjen Pajak. C. Sanksi administrasi berupa kenaikan. Sanksi administrasi berupa kenaikan dapat dikenakan melaui penerbitan SKP KB apabila SPT tidak disampaikan dalam jangka waktunya dan setelah ditegur secara tertulis, tetap tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran (Pasal 13 ayat 1 huruf b UU KUP). Dari Jumlah pajak dalam SKP KB yang diterbitkan ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sesuai dengan Pasal 13 ayat 3 UU KUP. D. Sanksi pidana kurungan. Pidana kurungan dalam Pasal 38 UU KUP dikenakan terhadap setiap orang yang karena kealpaannya tidak menyampaian SPT. Pasal 38 UU KUP tersebut berbunyi: Setiap orang yang karena kealpaannya: a. tidak menyampaikan SPT; atau b. menyampaikan SPT, tetapi isinya tidak benarMODUL KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN@DTS DASAR PAJAK II 35 HALAMAN

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yg isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dan perbuatan tersebut merupakan perbuatan setelah perbuatan yang pertama kali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13A, didenda paling sedikit 1 kali jumlah pajak terutang yg tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 2 kali jumlah pajak terutang yg tidak atau kurang dibayar, atau dipidana kurungan paling singkat 3 bulan atau paling lama 1 tahun. Yang dimaksud dengan perbuatan yang pertama kali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13A adalah WP yang karena kealpaannya tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, tidak dikenai sanksi pidana apabila kealpaan tersebut pertama kali dilakukan oleh WP dan WP tersebut wajib melunasi kekurangan pembayaran jumlah pajak yang terutang beserta sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 200 % dari jumlah pajak yg kurang dibayar yang ditetapkan melalui penerbitan SKP KB.

E. Sanksi pidana penjara. Pasal 39 ayat 1 huruf c dan d UU KUP menyatakan Setiap orang yang dengan sengaja: c. tidak menyampaikan SPT; d. menyampaikan SPT dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap, terkena sanksi pidana antara 6 bulan s/d 6 tahun dan denda antara 2 s/d 4 kali. 11. Hak WP berkaitan dengan penyampaian SPT. Berkaitan dengan kewajiban melaporkan penghitungan dan/atau

pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan melalui SPT, WP mempunyai hak-hak sbb : 1. Memperpanjang jangka waktu penyampaian SPT Tahunan 2. Membetulkan SPT 3. Mengungkapkan ketidakbenaran pengisian SPT A. Memperpanjang jangka waktu penyampaian SPT. Hak WP untuk memperpanjang jangka waktu penyampaian SPT Tahunan dinyatakan dalam Pasal 3 ayat 4 UU KUP yg berbunyi: WP dapatMODUL KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN@DTS DASAR PAJAK II 36 HALAMAN

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

memperpanjang jangka waktu penyampaian SPT Tahunan PPh sebagaimana dimaksud pada ayat (3) untuk paling lama 2 (dua) bulan dengan cara menyampaikan pemberitahuan secara tertulis atau dgn cara lain kepada Dirjen Pajak yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan PMK. Ketentuan sebelumnya melalui prosedur permohonan. Hak ini diperlukan apabila WP baik Orang Pribadi maupun Badan ternyata tidak dapat menyampaikan SPT dalam jangka waktunya karena luasnya kegiatan usaha dan masalah-masalah teknis penyusunan laporan keuangan, atau sebab lainnya sehingga sulit untuk memenuhi batas waktu penyelesaian dan memerlukan kelonggaran dari batas waktu yang telah ditentukan. Hak memperpanjang jangka waktu penyampaian SPT Tahunan ini berguna bagi WP untuk menghindari sanksi administrasi karena melakukan pelanggaran terlambat menyampaikan SPT Tahunan. Dalam PMK No. 181/PMK.03/2007 hal ini diatur sbb : 1) Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan disampaikan dalam bentuk formulir kertas (hardcopy) atau dalam bentuk data elektronik (dari aplikasi yang dibuat oleh Dirjen Pajak); 2) Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan dibuat secara tertulis dan disampaikan ke KPP, sebelum batas waktu penyampaian SPT Tahunan berakhir, dengan dilampiri : penghitungan sementara pajak terutang dalam 1 (satu) Tahun Pajak yang batas waktu penyampaiannya diperpanjang; laporan keuangan sementara; dan SSP sebagai bukti pelunasan kekurangan pembayaran pajak yang terutang. 3) Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan wajib ditandatangani oleh WP atau Kuasa WP. 4) Cara penyampaian Pemberitahuan Perpanjangan SPT sama dgn cara penyampaian SPT dan diberikan tanda penerimaan surat atau Bukti Penerimaan Elektronik. 5) Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan yg tidak memenuhi syarat, bukan Pemberitahu an Perpanjangan SPT, dan Dirjen Pajak wajib memberitahukannya kepada WP ybs.MODUL KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN@DTS DASAR PAJAK II 37 HALAMAN

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

Akibat administratif penundaan penyampaian SPT Tahunan. Pasal 19 ayat 3 UU KUP menyebutkanDalam hal WP diperbolehkan menunda penyampaian SPT Tahunan dan ternyata penghitungan sementara pajak yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (5) kurang dari jumlah pajak yang sebenarnya terutang, atas kekurangan pembayaran pajak tersebut dikenai bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan yang dihitung dari saat berakhirnya batas waktu penyampaian SPT Tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf b dan huruf c sampai dengan tanggal dibayarnya kekurangan pembayaran tersebut dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan. Contoh : PT ABC setelah menyampaikan pemberitahuan tertulis menunda jangka waktu penyampaian SPT Tahunan PPh Badan Tahun 2008 (Tahun Takwim) sampai dengan tanggal 30 Juni 2009 dengan perhitungan sementara pajak terutang sebesar Rp100juta dan kredit pajak Rp80juta. Kekurangan pajak (PPh Pasal 29) sebesar Rp20juta dilunasi pada tanggal 25 April 2009. PT ABC menyampaikan SPT sesungguhnya pada tanggal 30 Juni 2009 dengan jumlah pajak yang terutang sebesar Rp120juta. Kekurangan pembayaran dilunasi tanggal 28 Juni 2004. Dari kasus ini PT ABC dikenakan bunga selama 2 bulan (1 Mei 2009 s/d 28 Juni 2009) atau sebesar : 2% x 2 x Rp.20.000.000,00 = Rp.800.000,00 B. Membetulkan SPT. Pembetulan SPT merupakan hak WP dalam hal terdapat kekeliruan pengisian SPT yang sudah disampaikan, dengan syarat belum dilakukan pemeriksaan. Pembetulan dilakukan antara lain untuk menghindari sanksi administrasi berupa bunga karena pemeriksaan pajak. Kekeliruan pengisian SPT bisa juga disebabkan karena kekeliruan kompensasi kerugian sebagai akibat

diterbitkannya SKP, SK Keberatan, SK Pembetulan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali. 1. Ketentuan mengenai Pembetulan SPT. Pasal 8 ayat 1 UU KUP menyatakan bahwa:WP dengan kemauan sendiri dapat membetulkan SPT yang telah disampaikan dengan menyampaikan pernyataan tertulis, dengan syarat Dirjen Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan. Pasal 8 ayat 1a UU KUP

MODUL KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN@DTS DASAR PAJAK II 38

HALAMAN

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

menyatakan:Dalam hal pembetulan SPT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyatakan rugi atau lebih bayar, pembetulan SPT harus disampaikan paling lama 2 (dua) tahun sebelum daluwarsa penetapan. Penjelasan dari ayat tersebut dapat diuraikan sbb: Pernyataan tertulis dalam Pembetulan SPT dilakukan dengan cara memberi tanda pada tempat yang telah disediakan dalam SPT yang menyatakan bahwa WP yang bersangkutan membetulkan SPT (PP Nomor 80 Tahun 2007); Yang dimaksud dengan mulai melakukan tindakan pemeriksaan adalah pada saat Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Pajak (SP3) disampaikan kepada WP, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari WP. Yg dimaksud dengan daluwarsa penetapan adalah 5 tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak. 2. Sanksi Administratif akibat Pembetulan SPT Tahunan. Pasal 8 ayat 2 UU KUP menyebutkan Dalam hal WP membetulkan sendiri SPT Tahunan yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar, kepadanya dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung sejak saat penyampaian SPT berakhir sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan. 3. Sanksi Administrasi akibat Pembetulan SPT Masa. Pasal 8 ayat 2a UU KUP menyatakan Dalam hal WP membetulkan sendiri SPT Masa yg mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar, kepadanya dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung sejak jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan. Contoh : PT ABC membetulkan sendiri SPT Masa PPN Masa Januari

MODUL KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN@DTS DASAR PAJAK II 39

HALAMAN

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

2008 pada tanggal 20 November 2008, semula menyatakan jumlah Pajak Keluaran yg harus dipungut sendiri sebesar Rp.100juta dan kredit pajak Rp.80juta, dibetulkan menjadi jumlah Pajak Keluaran yg seharusnya dipungut sebesar Rp.130juta dan kredit pajak tetap. Kekurangan pembayar an pajak Rp.30juta dibayar pada tanggal 18 November 2008. Akibatnya PT ABC dikenai bunga 10 bulan (16 Februari 2008 s/d 18 Nopember 2008) atau sebesar : 2% x 10 x Rp30.000.000,00 = Rp.6.000.000,00 Pembetulan SPT karena Kompensasi Kerugian. Pasal 8 ayat 6 UU KUP menyatakan bahwa:WP dapat membetulkan SPT Tahunan yang telah disampaikan, dalam hal WP menerima SKP, SK Keberatan, SK Pembetulan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali Tahun Pajak sebelumnya atau beberapa Tahun Pajak sebelumnya, yang menyatakan rugi fiskal yang berbeda dengan rugi fiskal yang telah dikompensasikan dalam SPT Tahunan yang akan dibetulkan tersebut, dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah menerima SKP, SK Keberatan, SK Pembetulan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali, dengan syarat Dirjen belum melakukan tindakan pemeriksaan. Penjelasan atas ketentuan tersebut dinyatakan dalam PP Nomor 80 Tahun 2007, sebagai berikut : Pembetulan harus dilakukan paling lama 3 (tiga) bulan setelah menerima SKP, SK Keberatan, SK Pembetulan, Putusan Banding, atau Peninjauan Kembali; Jangka waktu 3 bulan untuk melakukan pembetulan SPT Tahunan dihitung sejak stempel pos pengiriman, atau dalam hal diterima secara langsung, jangka waktu 3 (tiga) bulan dihitung sejak tanggal diterimanya SKP, SK Keberatan, SK Pembetulan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali oleh WP; Dalam hal WP tidak membetulkan SPT Tahunan dimaksud, Dirjen Pajak memperhitungkan rugi fiskal menurut SKP, SK Keberatan, SK Pembetulan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali dalam penerbitan SKP; Apabila WP tidak membetulkan SPT Tahunan dalam jangka waktu 3 (tiga) MODUL KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN@DTS DASAR PAJAK II 40 HALAMAN

Putusan

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

bulan sebagaimana dimaksud, Dirjen Pajak menghitung kembali kompensasi kerugian dalam SPT Tahunan secara jabatan berdasarkan rugi fiskal sesuai dengan SKP, SK Keberatan, SK Pembetulan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali. Contoh : PT A menyampaikan SPT Tahunan PPh tahun 2008 yang menyatakan: Penghasilan Neto sebesar Rp.200.000.000,00,

Kompensasi kerugian berdasarkan SPT Tahunan PPh tahun 2007sebesar Penghasilan Kena Pajak Rp.150.000.000,00 (-) Rp. 50.000.000,00

Terhadap SPT Tahunan PPh thn 2007 dilakukan pemeriksaan, dan pada tgl 6 Januari 2010 diterbit kan SKP yang menyatakan rugi Rp.70juta. Berdasarkan SKP tsb Dirjen Pajak akan mengubah perhitungan Penghasilan Kena Pajak thn 2008 menjadi sbb: Penghasilan Neto sebesar Rugi menurut SKP tahun 2007 sebesar Penghasilan Kena Pajak Rp.200.000.000,00, Rp. 70.000.000,00 (-) Rp.130.000.000,00

Dengan demikian penghasilan kena pajak dari SPT yang semula Rp.50juta (Rp.200juta Rp.150juta) setelah pembetulan menjadi Rp.130juta (Rp.200juta Rp.70juta) C. Mengungkapkan Keidakbenaran Pengisian SPT. Mengungkapkan ketidakbenaran pengisian SPT adalah hak WP, untuk menghindar dari kemungkinan dikenai sanksi/hukuman pidana pajak. 1. Mengungkapkan Kealpaan. Pasal 8 ayat 3 menyatakan bahwa:Walaupun telah dilakukan tindakan pemeriksa an, tetapi belum dilakukan tindakan penyidikan mengenai adanya ketidakbenaran yang dilakukan WP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38, terhadap ketidak benaran perbuatan WP tersebut tidak akan dilakukan penyidikan, apabila WP dengan kemauan sendiri mengungkapkan ketidakbenaran perbuatannya tersebut dengan disertai pelunasan kekurangan pembayaran jumlah pajak yang sebenarnya terutang beserta sanksi administrasi berupa Ketidakbenaran Pengisian SPT karena

MODUL KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN@DTS DASAR PAJAK II 41

HALAMAN

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

denda sebesar 150% (seratus lima puluh persen) dari jumlah pajak yang kurang dibayar. Ketentuan ini dijelaskan oleh PP No. 80 Tahun 2007 sbb : a) Ketidakbenaran yang dilakukan WP sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 38 adalah Setiap orang yang karena kealpaannya: a. tidak menyampaikan SPT; atau b. menyampaikan SPT, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan yang kerugian pertama pada kali pendapatan negara dan perbuatan tersebut merupakan perbuatan setelah perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13A, didenda paling sedikit 1 (satu) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar, atau dipidana kurungan paling singkat 3 (tiga) bulan atau paling lama 1 (satu) tahun. b) Pernyataan tertulis harus ditandatangani oleh WP dan dilampiri dengan : Penghitungan kekurangan pembayaran pajak yg benar, dgn format SPT; SSP bukti pelunasan kekurangan pembayaran pajak; dan SSP bukti pembayaran sanksi administrasi denda sebesar 150 %. c) Terhadap WP yg telah mengungkapkan ketidakbenaran perbuatannya administrasinya dan sekaligus akan melunasi dilakukan kekurangan penyidikan, pembayaran pajak yang sebenarnya terutang beserta sanksi tidak sepanjang tidak ditemukan data yang menyatakan lain dari pengungkapan ketidakbenaran perbuatan tersebut. d) Apabila telah dilakukan tindakan penyidikan dan mulainya penyidikan tersebut diberitahukan kepada Penuntut Umum,

MODUL KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN@DTS DASAR PAJAK II 42

HALAMAN

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

kesempatan untuk membetulkan sendiri sudah tertutup bagi WP yang bersangkutan. 2. Mengungkapkan kesalahan pengisian SPT setelah dilakukan pemeriksaan. Pasal 8 ayat 4 UU KUP menyatakan bahwa:Walaupun Dirjen Pajak telah melakukan pemeriksaan, dengan syarat Dirjen Pajak belum menerbitkan SKP, WP dengan kesadaran sendiri dapat mengungkapkan dalam laporan tersendiri tentang ketidak benaran pengisian SPT yang telah disampaikan sesuai keadaan yang sebenarnya, yang dapat mengakibatkan: a. pajak-pajak yang masih harus dibayar menjadi lebih besar atau lebih kecil; b. rugi berdasarkan ketentuan perpajakan menjadi lebih kecil atau lebih besar; c. jumlah harta menjadi lebih besar atau lebih kecil; atau d. jumlah modal menjadi lebih besar atau lebih kecil dan proses pemeriksaan tetap dilanjutkan. Mengenai sanksinya diatur dalam Pasal 8 ayat 5 yang menyatakan bahwa:Pajak yang kurang dibayar yang timbul sebagai akibat dari pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT sebagaimana dimaksud pada ayat (4) beserta sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 50% (lima puluh persen) dari pajak yang kurang dibayar, harus dilunasi oleh WP sebelum laporan tersendiri dimaksud disampaikan. PP Nomor 80 Tahun 2007 menjelaskan lebih lanjut Pasal 8 ayat (4) UU KUP sbb : a) Laporan tersendiri dimaksud harus ditandatangani oleh WP dan dilampiri dengan : Penghitungan pajak yang kurang dibayar sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dalam format SPT; SSP bukti pelunasan pajak yang kurang dibayar; dan SSP bukti pembayaran sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 50 %. Untuk membuktikan kebenaran pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT, pe meriksaan tetap dilanjutkan dan dari hasil pemeriksaan diterbitkan SKP dgn

b)

MODUL KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN@DTS DASAR PAJAK II 43

HALAMAN

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

c)

mem pertimbangkan laporan tersendiri tsb. beserta pelunasan pajak yang telah dibayar. Dalam hal hasil pemeriksaan membuktikan bahwa pengungkapan ketidak benaran pengisian SPT yang dilakukan oleh WP ternyata tidak mencerminkan keadaan yang sebenarnya, SKP diterbitkan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya tersebut. Apabila hasil pemeriksaan tersebut ditindaklanjuti dgn penerbitan SKP KB, SSP bukti pelunasan pajak dan pelunasan sanksi tidak dihitung sebagai kredit pajak. Pelunasan pajak yang kurang dibayar dan sanksi administrasi berupa kenaikan di atas dapat diperhitungkan sebagai pembayaran atas surat ketetapan pajak hasil pemeriksaan berdasarkan permohonan WP.

d)

e)

KEGIATAN BELAJAR 5 PEMBAYARAN PAJAK

Pembayaran pajak terutang adalah kewajiban yang melekat pada diri setiap WP yang bertanggungjawab terhadap pembayarannya ke Kas Negara, baik sebagai pemikul beban pajak maupun sebagai pemotong atau pemungut pajak. 1. Kewajiban dan Sarana Pembayaran Pajak. Setelah diketahui adanya pajak terutang (objek pajak) dan pihak yang bertanggung jawab terhadap pembayarannya ke Kas Negara (subjek pajak), kewajiban berikutnya adalah pembayaran dan penyetoran pajak. Kewajiban membayar pajak yang terutang dinyatakan dalam Pasal 10 ayat 1 UU KUP yang berbunyi: WP wajib membayar atau menyetor pajak yang terutang dengan meng gunakan SSP ke kas negara melalui tempat pembayaran yg diatur dengan atau berdasarkan PMK. Sarana yang dipakai untuk pembayaran dan penyetoran pajak adalah SSP. SSP

MODUL KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN@DTS DASAR PAJAK II 44

HALAMAN

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan. SSP berfungsi sebagai bukti pembayaran pajak apabila telah disahkan oleh Pejabat kantor penerima pembayaran yang berwenang atau apabila telah mendapatkan validasi, dengan Nomor Transaksi Penerimaan Negara {NTPN}. (Pasal 10 ayat 1a UU KUP). 2. Jatuh Tempo Pembayaran Pajak dan Sanksi Administrasi Atas

Keterlambatannya. A. 1) Tanggal Jatuh Tempo Pembayaran/Penyetoran Pajak Suatu Saat/Masa Pajak. Berdasarkan Pasal 9 ayat 1 UU KUP, tanggal jatuh tempo pembayaran dan penyetoran pajak yang terutang untuk suatu saat atau Masa Pajak bagi masing-masing jenis pajak ditentukan oleh Menteri Keuangan, paling lama 15 (lima belas) hari setelah saat terutangnya pajak berikut: No1.

atau

berakhirnya

Masa

Pajak.

Berdasarkan

PMK

No.

184/PMK.03/2007, tanggal 28 Desember 2007 ditentukan sebagai Jenis pajakPPh Pasal 4 ayat (2) yang dipotong oleh Pemotong Pajak PPh Pasal 4 ayat (2) yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak PPh Pasal 15 yang dipotong oleh Pemotong Pajak PPh Pasal 15 yang harus dibayar sendiri PPh Pasal 21 yang dipotong oleh Pemotong PPh PPh Pasal 23 dan PPh Pasal 26 yang dipotong oleh Pemotong PPh PPh Pasal 25

Jatuh tempoPaling lama tanggal 10 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir Paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir Paling lama tanggal 10 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir Paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir Paling lama tanggal 10 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir Paling lama tanggal 10 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir Paling lama tanggal 15 bulan

2.

3.

4.

5.

6.

7.

MODUL KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN@DTS DASAR PAJAK II 45

HALAMAN

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

8.

PPh Pasal 22, PPN dan PPnBM atas impor

9.

10.

PPh Pasal 22, PPN dan PPnBM atas impor yang dipungut Ditjen Bea dan Cukai PPh Pasal 22 yang dipungut oleh bendahara

berikutnya setelah Masa Pajak berakhir Dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk dan dalam hal Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, harus dilunasi pada saat penyelesaian dokumen pemberitahuan pabean impor Jangka waktu 1 (satu hari kerja) setelah dilakukan pemungutan pajak Pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran atas penyerahan barang yang dibiayai dari belanja Negara atau belanja Daerah, dengan SSP atas nama rekanan dan ditandatangani oleh bendahara Paling lama tanggal 10 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir

11.

12.

13.

14.

PPh Pasal 22 atas penyerahan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas kepada penyalur/agen atau industri yang dipungut oleh WP badan yang bergerak dalam bidang produksi bahan bakar minyak, gas, dan pelumas PPh Pasal 22 yang pemungutannya dilakukan oleh WP badan tertentu sebagai Pemungut Pajak PPN dan PPnBM yang terutang dalam satu Masa Pajak PPN dan PPnBM yang pemungutannya dilakukan oleh Bendahara Pemerintah atau instansi Pemerin tah yang ditunjuk

Paling lama tanggal 10 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir Paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir Paling lama tanggal 7 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir

MODUL KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN@DTS DASAR PAJAK II 46

HALAMAN

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

15.

PPN dan PPnBM yang pemungutannya dilakukan oleh Pemungut PPN selain Bendahara Pemerintah atau instansi Pemerintah yang ditunjukPPh Pasal 25 bagi WP dengan kriteria tertentu dimaksud melaporkan sebagaimana KUP yang

Paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir

16.

Paling lama pada akhir Masa Pajak berakhir

dalam Pasal 3 ayat (3b) UU beberapa Masa Pajak dalam satu SPT Masa

17.

Pembayaran Masa selain PPh Pasal 25 bagi WP dengan kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3b) UU KUP yang melaporkan beberapa Masa Pajak dalam satu SPT Masa

Paling lama sesuai dengan batas waktu untuk masingmasing jenis pajak

Dalam hal tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak bertepatan dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional, pembayaran atau penyetoran pajak dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya. Termasuk hari libur nasional adalah hari yang diliburkan untuk penyelenggaraan Pemilihan Umum yang ditetapkan oleh Pemerintah dan cuti bersama secara nasional yang ditetapkan oleh Pemerintah. 2) Sanksi Administrasi Atas Keterlambatan Pembayaran Masa. Sanksi administrasi apabila pembayaran atau penyetoran dilakukan setelah tanggal jatuh tempo seperti tsb diatas, adalah berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan yang dihitung dari tanggal jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 bulan. (Pasal 9 ayat 2a UU KUP). Contoh: Angsuran masa PPh Pasal 25 Tahun 2008 sejumlah Rp10juta per bulan. Angsuran Masa Pajak Mei Tahun 2008 dibayar tanggal 18 Juni 2008 dan dilaporkan tanggal 19 Juni 2008. Tanggal 15 Juli 2008 diterbitkan STP dengan sanksi bunga 1 bulan (15 Juni s/d 18 Juni) atau sebesar : 1x 2% x Rp.10.000.000,00 = Rp.200.000,00MODUL KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN@DTS DASAR PAJAK II 47 HALAMAN

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

B.

Pembayaran Kekurangan Pajak Terutang Berdasarkan SPT Tahunan PPh. Jatuh tempo pembayaran kekurangan pajak yang terutang berdasarkan SPT Tahunan PPh harus dibayar lunas sebelum SPT PPh tsb. disampaikan (Pasal 9 ayat 3 UU KUP). Atas pembayaran/penyetoran pajak yang terutang berdasarkan SPT Tahunan PPh yang dilakukan setelah tanggal jatuh tempo penyampaian SPT Tahunan, dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan yang dihitung mulai dari berakhirnya batas waktu penyampaian SPT Tahunan sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan (Pasal 9 ayat 2b UU KUP).

C.

Pelunasan pajak yang masih harus dibayar berdasarkan STP, SKP KB, SKP KBT, SK Keberatan, SK Pembetulan, Putusan Banding serta Putusan Peninjauan Kembali. Dalam Pasal 9 ayat 3 UU KUP ditetapkan bahwa: STP, SKP KB, serta SKP KBT, dan SK Keberatan, SK Pembetulan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, harus dilunasi dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkan. Bagi WP usaha kecil dan WP di daerah tertentu, jangka waktu pelunasan tersebut dapat diperpanjang paling lama menjadi 2 (dua) bulan yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan PMK (Pasal 9 ayat 3a UU KUP). Dalam PMK No. 187/PMK.03/2007, batasan WP usaha kecil ditentukan sbb : 1. WP Orang Pribadi usaha kecil dengan kriteria sbb: a> WP Orang Pribadi dalam negeri; dan b> Menerima atau memperoleh peredaran usaha dari kegiatan usaha atau menerima penerimaan bruto dari pekerjaan bebas dalam Tahun Pajak sebelumnya tidak lebih da