Tugas 1 (Overview KUP)

62
TUGAS MANAJEMEN PERPAJAKAN KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DI INDONESIA KELOMPOK 1 : 1. YUNITA VALENTINA, K (No. BP : 15158013) 2. POPPY VEONE HELSYA (No. BP : 15158008) 1

description

Manajemen Perpajakan

Transcript of Tugas 1 (Overview KUP)

TUGAS MANAJEMEN PERPAJAKANKETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DI INDONESIA

KELOMPOK 1 :1. YUNITA VALENTINA, K (No. BP : 15158013)2. POPPY VEONE HELSYA (No. BP : 15158008)

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI AKUNTANSIFAKULTAS EKONOMIUNIVERSITAS ANDALASPADANG 2015

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DI INDONESIA

I. PENDAHULUANPerubahan Peraturan perundang-undangan perpajakan khususnya Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dimaksudkan untuk lebih memberikan keadilan, meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajak, meningkatkan kepastian dan penegakan hukum serta mengantisipasi kemajuan dibidang perpajakan. Undang-Undang KUP ini terus disempurnakan dalam rangka seiring dengan perkembangan ekonomi, teknologi informasi, sosial dan politik. Dengan berpegang teguh pada prinsio kepastian hukum, keadilan, dan kesederhanaan, arah dan tujuan perubahan Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan ini mengacu pada kebijakan pokok sebagai berikut :1. Meningkatkan efisiensi pemungutan pajak dalam rangka mendukung penerimaan negara.2. Meningkatkan pelayanan, kepastian hukum, dan keadilan bagi masyarakat guna meningkatkan daya saing dalam bidang penanaman modal, dengan tetap mendukung pengembangan usaha kecil dan menengah.3. Menyesuaikan tuntutan perkembangan sosial ekonomi masyarakat serta perkembangan dibidang teknologi informasi.4. Meningkatkan keseimbangan antara hak dan kewajiban.5. Menyederhanakan prosedur administrasi perpajakan.6. Meningkatkan penerapan prinsip self assessment secara akuntabeldan konsisten.7. Mendukung iklim usaha ke arah yang lebih kondusif dan kompetitif.Dalam topik ini membahas tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan yang berlaku di Indonesia. Hal ini meliputi tata cara pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan, ketetapan pajak, kewajiban pembukuan/pencatatan dan pemeriksaan pajak, sengketa pajak dan penagihan pajak dengan surat paksa.

II. PEMBAHASAN1. Hak dan kewajiban wajib pajakA. Kewajiban Wajib PajakKewajiban wajib pajak yang diatur dalam undang-undang perpajakan adalah :a. Kewajiban untuk mendftarkan diriPasal 2 Undang-undang KUP menegaskan bahwa setiap wajib pajak mendaftarkan diri pada Dirjen Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan wajib pajak dan kepadanya diberikan NPWP khusus terhadap Pengusaha yang dikenakan pajak berdasarkan UU PPN wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP)b. Kewajiban mengisi dan menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT)Pasal 3 ayat (1) undang-undang KUP menegasakan bahwa setiap wajib pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan dalam bahasa Indonesia serta menyampaikan ke kantor pajak setempat.c. Kewajiban membayar atau menyetor pajakKewajiban membayar atau menyetor pajak dilakukan di kas melalui kantor pos atau bank BUMN /BUMD atau tempat pembayaran lainnya yang ditetapkan Menteri Keuangan .d. Kewajiban membuat pembukuan dan/atau pencatatanBagi wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan wajib pajak badan di Indonesia diwajibkan membuat pembukuan (pasal 28 ayat 1). Sedangkan pencatatan dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usahanya atau pekerjaan bebas yang diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan norma penghitungan penghasilan neto dan wajib pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.e. Kewajiban menaati pemeriksaan pajakTerhadap wajib pajak yang diperiksa harus mentaati dalam rangka pemeriksaan pajak, misalnya wajib pajak memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, memberi kesempatan untuk memasuki tempat ruangan yang dipandang perlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan serta memberikan keterangan yang diperlukan oleh pemeriksa pajak.f. Kewajiban melakukan pemotongan atau pemungutan pajakWajib pajak yang bertindak sebagai pemberi kerja atau penyelengga kegiatan wajib memungut pajak atas pembayaran yang dilakukan dan menyetorkan ke kas negara. Hal ini sesuai dengan prinsip withholding systemg. Kewajiban membuat faktur pajakSetiap Pengusaha Kena pajak wajib membuat faktur pajak untuk setiap penyerahan barang kena pajak atau jasa kena pajak. Faktur pajak yang dibuat merupakan bukti adanya pemungutan pajak yang dilakukan oleh PKP.

B. Hak wajib pajakHak-hak wajib pajak yang diatur dalam undang-undang perpajakan adalah :a. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pengarahan dari fiskusHak ini merupakan konsekuensi logis dari self assessment system yang mewajibkan wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan dan membayar pajaknya sendiri. Untuk dapat melaksanakan sistem tersebut, hak diatas merupakan prioritas dari seluruh hak wajib pajak yang ada.b. Hak untuk membetulkan surat pemberitahuan (SPT)Wajib pajak dapat melakukan pembetulan SPT apabila terdapat kesalahan atau kekeliruan dengan syarat belum melampaui jangka waktu 2 (dua) tahun sesudah berakhirnya masa pajak bagian tahun pajak atau tahun pajak, dan fiskus belum melakukan tindakan pemeriksaan.c. Hak untuk memperpanjang waktu penyampaian SPTWajib pajak dapat mengajukan permohonan penundaan penyampaian SPT ke Dirjen Pajak dengan menyampaikan alasan-alasan secara tertulis sebelum tanggal jatuh tempo.d. Hak untuk menunda atau mengangsur pembayaran pajakWajib pajak dapat mengajukan permohonan penundaan atau pengangsuran pembayaran pajak kepada Dirjen Pajak secara tertulis disertai alasan-alasannya. Penundaan ini tidak menghilangkan sanksi bunga.

e. Hak memperoleh kembali kelebihan pembayaran pajakWajib pajak yang mempunyai kelebihan pembayaran pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian atau restitusi. Setelah melalui proses pemeriksaan akan diterbitkan surat ketetapan pajak lebih bayar (SKPLB)f. Hak mengajukan keberatan dan bandingWajib pajak yang merasa tidak puas atas ketetapan pajak yang telah diterbitkan, dapat mengajukan keberatan kepada kepala kantor pelayanan pajak (KPP) dimana WP terdaftar. Jika wajib pajak tidak puas dengan keputusan keberatan wajib pajak dapat mengajukan banding ke pengadilan pajak.2. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PPKP)A. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)Pasal 2 ayat (1) UU KUP adalah sebagai berikut :Setiap wajib pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan wajib pajak dan kepadanya diberi Nomor Pokok Wajib Pajak.Wajib pajak terdaftar adalah wajib pajak yang telah terdaftar dalam tata usaha kantor pelayanan pajak dan telah diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak.Fungsi Nomor Pokok Wajib Pajak dan Pengukuhan Pengusaha Kena PajakFungsi NPWP, adalah sebagai berikut :1. Sarana dalam administrasi perpajakan2. Identitas Wajib Pajak3. Menjaga ketertiban pembayaran pajak4. Dicantum dalam setiap dokumen perpajakanSetiap wajib pajak hanya diberikan satu NPWPFungsi Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, adalah sebagai berikut:1. Dipergunakan untuk mengetahui identitas Pengusaha Kena Pajak yang sebesarnya2. Untuk melaksanaka hak dan kewajiban di bidang pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah serta untuk pengawasan administrasi perpajakan.

Manfaat Nomor Pokok Wajib Pajak dan Pengukuhan Pengusaha Kena PajakManfaat Nomor Pokok wajib Pajak adalah sebagai berikut :1. Untuk memperoleh pinjaman modal dari bank2. Untuk memudahkan berhubungan dengan instansi yang mewajibkan mencantumkan NPWP, seperti kantor imigrasi, Kantor Bea dan Cukai, kantor KPKN, kantor PLN, kantor TELKOM, dan sebagainya.Manfaat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak adalah sebagai berikut :1. Untuk dapat menjadi rekanan pemerintah dalam mendaftarkan /memperoleh tender proyek pemerintah.2. Untuk memperoleh pembayaran dari KPKN dan sebagainya.Mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWPSemua wajib pajak berdasarkan sistem self assessment wajib mendaftarkan dari pada kantor Direktorat Jenderal Pajak untuk dicatat sebagai wajib pajak sekaligus untuk mendapatkan NPWP. Kewajiban mendaftarkan diri tersebut berlaku pula terhadap wanita kawin yang dikenal pajak secara terpisah, karena hidup terpisah berdasarkan keputusan hakim atau dikehendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta.

Wajib Pajak yang wajib mendaftarkan dan Mendaftarkan NPWPWajib Pajak yang wajib mendaftarkan dan mendapatkan NPWP adalah sebagai berikut :1. Badan2. Orang Pribadi yang mempunyai penghasilan di atas PTKP.3. Pengurus, Komisaris, dan Pemegang Saham Perusahaan.

Pola NPWPNomor Pokok Wajib Pajak / Pengukuhan Pengusaha Kena Pajaka terdiri atas 15 yaitu 9 digit pertama adalah Kode wajib pajak dan 6 digit berikutnya adalah Kode Administrasi perpajakan. 60 . 810 . 616 . 1 104 . 450 Kode NomorKode Kode Kantor Cabang/ WP Pokok Pengecekan KPP Pusat

B. Pengukuhan Pengusaha Kena PajakDalam Pasal 2 ayat 92) UU KUP disebutkan seperti berikut ini :Setiap Wajib Pajak sebagai pengusaha yang dikenai pajak berdasarkan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya, wajib melaporkan usahanya pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan pengusaha, dan tempat kegiatan usaha dilakukan untuk dikukuhkan menjadi pengusaha kena pajak.Pengusaha Kena Pajak Terdaftar adalah pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak yang telah tercatat dalam tata usaha Kantor Pelayanan Pajak dan telah diberikan Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.

PKP Wajib Melaporkan Usaha untuk Dikukuhkan sebagai PKPSetiap pengusaha yang dikenakan PPN berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP dan kepadanya diberikan Pengukuhan PKP.Pengusaha orang pribadi berkewajiban melaporakan usahanya pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerja meliputi tempat tinggal pengusaha (apabila pada tempat tersebut ada kegiatan usaha) dan tempat kegiatan usaha dilakukan. Sedangkan bagi Pengusaha Badan, kewajiban melaporkan usahanya tersebut adalah pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat kedudukan pengusaha dengan tempat kegiatan usaha dilakukan.

NPWP atau Pengukuhan secara JabatanTerhadap wajib pajak atau Pengusahan Kena Pajak yang tidak memenuhi kewajiban untuk mendaftarkan diri dan/atau melaporkan usahanya dapat diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau pengukuhan Penegusaha Kena Pajak secara jabatan. Hal ini dapat dilakukan apabila berdasarkan data yang diperoleh atau dimiliki oleh Direktorat Jenderal Pajak ternyata orang pribadi atau badan atau pengusaha tersebut telah memenuhi syarat memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.SanksiTerhadap wajib pajak yang tidak mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan Pengusaha yang telah memenuhi syarat sebagai Pengusaha Kena Pajak tetapi tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dikarenakan sanksi sesuai peraturan-undangan perpajakan.

PEMBAYARAN, PEMOTONGAN/PEMUNGUTAN DAN PELAPORAN1. PembayaranPembayaran pajak dilakukan dengan beberapa cara sebagai berikut :a. Membayar sendiri pajak yang terutang Pembayaran angsuran setiap bulan (PPh Pasal 25) yaitu pembayaran pajak penghasilan secara angsuran. Hal ini dimaksudkan untuk meringankan beban Wajib Pajak dalam melunasi pajak yang terutang dalam 1 (satu) tahun pajak. Wajib Pajak diwajibkan untuk mengangsur pajak yang akan terutang pada akhir tahun dengan membayar sendiri angsuran pajak setiap bulan. Pembayaran PPh Pasal 29 setelah akhir tahun, yaitu pelunasan pajak penghasilan yang dilakukan sendiri oleh Wajib Pajak pada akhir tahun pajak apabila pajak terutang untuk suatu tahun pajak lebih besar dari total pajak yang dibayar sendiri dan pajak yang dipotong atau dipungut pihak lain sebagai kredit pajak.b. Melalui pemotongan dan pemungutan oleh pihak lain (PPh Pasal 4 ayat (2), PPh Pasal 15, PPh Pasal 21, 22 dan 23 serta PPh Pasal 26). Pihak lain yang dimaksud adalah pemberi penghasilan, pemberi kerja dan pihak lain yang ditunjuk atau ditetapkan oleh pemerintah.c. Melalui pembayaran pajak diluar negeri (PPh Pasal 24)d. Pemungutan PPN oleh pihak penjual atau pihak yang ditunjuk pemerintah (misalnya bendaharawan pemerintah)e. Pembayaran pajak-pajak lainnya. Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), yaitu pelunasan berdasarkan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT). Pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yaitu pelunasan pajak atas perolehan hak atas tanah dan bangunan. Pembayaran Bea Materai yaitu pelunasan pajak atas dokumen yang dapat dilakukan dengan cara menggunakan benda materai berupa meterai tempel atau kerta bermaterai atau dengan cara lain seperti menggunakan mesin teraan.2. Pemotongan/PemungutanSelain pembayaran bulanan yang dilakukan sendiri, ada pembayaran bulanan yang dilakukan dengan mekanisme pemotongan/pemungutan yang dilakukan oleh pihak ketiga. Berikut adalah pajak yang pembayarannya melalui pemotongan/pemungutan :a. PPh Pasal 21 adalah pemotongan pajak yang dilakukan oleh pihak ketiga atas penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak.b. PPh Pasal 22 adalah pemungutan pajak yang dilakukan oleh pihak ketiga sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang, impor barang dan kegiatan usaha di bidang-bidang tertentu.c. PPh Pasal 23 adalah pemotongan pajak yang dilakukan oleh pihak ketiga sehubungan dengan penghasilan tertentu seperti deviden, bunga, royalti, sewa dan jasa yang diterima oleh Wajib Pajak badan dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT).d. PPh Pasal 26 adalah pemotongan pajak yang dilakukan oleh pihak ketiga sehubungan dengan penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak luar negeri.e. PPh Pasal 4 ayat (2) merupakan pajak yang sifat pemungutannya final. Pajak ini dapat dipotong, dipungut oleh pihak ketiga atau dibayar sendiri yang tidak dapat dikreditkan pada akhir tahun.f. PPh Pasal 15 adalah pemotongan pajak penghasilan yang dilakukan oleh Wajib Pajak tertentu yang menggunakan norma penghitungan khusus antara lain perusahaan pelayaran atau penerbangan internasional.g. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas nilai tambahan suatu barang dan jasa.h. Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) adalah pajak khusus untuk barang-barang mewah.3. PelaporanSurat Pemberitahuan (SPT) merupakan sarana bagi Wajib Pajak untuk melaporkan hal-hal yang berkaitan dengan kewajiban perjakan. SPT harus diisi dengan benar, lengkap dan jelas dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan bahasa latin dan angka arab serta mata uang rupiah dan menandatangani serta menyapaikannya ke Kantor Palayanan Pajak (KPP) atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak. Fungsi SPT sebagai saran pelaporan tentang : Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan/atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam 1 (satu) Tahun Pajak bagian tahun pajak. Penghasilan yang merupakan Objek Pajak dan/atau bukan objek pajak Harta dan kewajiban Pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan atau pemungutan pajak orang pribadi atau badan lain dalam 1 (satu) Masa Pajak dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

PENETAPAN DAN KETETAPAN PAJAKPrinsip dalam sistem self assessment adalah bahwa wajib pajak diwajibkan untuk menghitung, memperhitungkan, membayar sendiri dan melaporkan pajak yang terutang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, sehingga penentuan besarnya pajak yang terutang dipercayakan pada wajib pajak sendiri melalui Surat Pemberitahuan (SPT) yang disampaikannya.Penerbitan suatu Surat Ketetapan Pajak hanya terbatas kepada Wajib Pajak tertentu yang disebabkan oleh ketidakbenaran dalam proses pengisian SPT atau karena ditemukannya data fisik yang tidak dilaporkan oleh wajib pajak.Fungsi Ketetapan PajakKetetapan Pajak berfungsi sebagai :1. Koreksi atas jumlah pajak yang terutang menurut SPT WP2. Sarana untuk mengenakan sanksi3. Sarana untuk menagih pajak4. Sarana untuk mengembalikan kelebihan pajak dalam hal lebih bayar 5. Sarana untuk memberitahukan jumlah pajak yang terutangMacam-macam ketetapan pajak1. Surat Tagihan Pajak (STP)2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)3. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT).4. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)5. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN)6. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT)

Surat Tagihan Pajak (STP)Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda. Surat Tagihan Pajak mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan Surat Ketetapan Pajak.Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak apabila :a. Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak kurang atau kurang dibayarb. Dari hasil penelitian terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan/atau salah hitungc. Wajb Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda dan/atau bungad. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tetapi tidak membuat faktur pajak atau membuat faktur pajak tetapi tidak tepat waktue. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai pengusaha Kena Pajak yang tidak mengisi faktur pajak secara lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat 5 undang-undang pajak pertambahan nilai 1984 dan perubahannya selain :f. Pengusaha Kena Pajak melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan faktur pajakg. Pengusaha Kena Pajak yang gagal berproduksi dan telah diberikan pengembalian Pajak Masukan sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat 6a undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya.Sanksi Adminsitrasi1. Terhadap wajib pajak yang pajak penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar dan wajib pajak yang berdasarkan hasil penelitian terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan/atau salah hitung. Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Tagihan Pajak ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % per bulan untuk paling lama 24 bulan, dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian tahun pajak atau tahun pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Tagihan Pajak2. Terhadap Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, tetapi tidak membuat faktur pajak atau membuat faktur pajak tetapi tidak tepat waktu, tidak mengisi faktur pajak secara lengkap, dan pengusaha kena pajak melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan faktur pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda 2% dari Dasar Pengenaan Pajak.3. Terhadap Pengusaha Kena Pajak yang gagal berproduksi dan telah diberikan pengembalian Pajak Masukan dikenai sanksi adminitrasi berupa bunga sebesar 2 % per bulan dari jumlah pajak yang ditagih kembali,dihitung dari tanggal penerbitan Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak sampai dengan tanggal penerbitan Surat Tagihan Pajak, dan bagian dari bulan dihitung 1 bulan.

Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi dan jumlah yang masih harus dibayar.Dalam jangka waktu 5 tahun sesudah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun pajak. Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dalam hal-hal sebagai berikut :a. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar.b. Apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah ditetapkan dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam surat teguranc. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan mengenai Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah ternyata tidak seharusnya dikompensasikan selisih lebih pajak atau tidak seharusnya dikenakan tarif 0 %.d. Apabila kewajiban pembukuan dan pemeriksaan (pasal 28 dan Pasal 29 UU KUP) tidak dipenuhi sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yang terutange. Apabila kepada WP diterbitkan NPWP dan/atau dikukuhkan sebagai PKP secara jabatan

Sanksi AdministrasiSanksi Administrasi berupa denda bunga 2 % per bulan maksimal 12 bulan, kenaikan 50 % untuk PPh yang tidak/kurang dibayar dan 100% untuk PPh yang dipotong oleh orang atau badan lain serta PPn dan PPnBM. SKPKB dapat diterbitkan setelah lebih dari 5 tahun ditambah sanksi bunga 48% jika WP terbukti melakukan tindakan pidana di bidang perpajakan.

Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan adalah Surat Ketetapan Pajak yang menentukan tambahan atas jumlah Pajak yang telah ditetapkan. Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan dalam jangka waktu 5 tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak atau tahun pajak apabila ditemukan tindakan pemeriksaan dalam rangka penerbitan Surat Keterangan Pajak Kurang Bayar Tambahan.SKPKBT diterbitkan karena :a. SKPKB yang telah ditetapkan lebih rendah dari yang sebenarnyab. Proses pengembalian SKPLB yang seharusnya tidak dilakukanc. Pajak terutang dalam SKPN yang ditetapkan lebih rendahSKPKBT merupakan koreksi terhadap SKPKB dapat diterbitkan jika sudah pernah diterbitkan SKPKB, SKPLB dan SKPN. Diterbitkan jika ada data baru dan dapat diterbitkan lebih dari satu kali.

Sanksi AdministrasiJumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% dari jumlah kekurangan pajak tersebut. Kenaikan sebesar 100% dari jumlah kekurangan pajak tidak dikenakan apabila Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan itu diterbitkan berdasarkan Keterangan tertulis dari wajib pajak atas kehendak sendiri, dengan syarat Direktu Jenderal Pajak belum mulai melakukan tindakan pemeriksanaan dalam rangka penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan. Apabila jangka waktu 5 tahun telah lewat, Surat Ketetapan Kurang Bayar Tambahan tetap dapat diterbitkan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 48% dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar dalam hal wajib pajak setelah jangka waktu 5 tahun tersebut dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindakan lainnya yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar adalah Surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau tidak seharusnya terutang. Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar apabila jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang. Berdasarkan permohonan Wajib pajak Direktur Jenderal Pajak setelah meneliti kebenaran pembayaran pajak, menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar apabila terdapat pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan peraturan Menteri Keuangan.Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar masih bisa diterbitkan lagi apabila berdasarkan hasil pemeriksaaan dan/atau data baru ternyata pajak yang lebih bayar jumlahnya lebih besar dari pada kelebihan pembayaran pajak yang telah ditetapkan.

Pengembalian Kelebihan Pembayaran PajakPengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak1. Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak, selain permohonan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak dari wajib pajak, harus menerbitkan Surat Ketetapan Pajak paling lama 12 bulan sejak surat permohonan diterima secara lengkap. Ketentuan ini tidak berlaku terhadap wajib pajak yang sedang dilakukan pemeriksaan tindak pidana di bidang perpajakan.2. Apabila setelah melampaui jangka waktu 12 bulan Direktur Jenderal Pajak tidak memberi suatu keputusan, permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dianggap dikabulkan dan paling lama 1 bulan setelah jangka waktu tersebut berakhir.

Imbalan Bunga1. Apabila Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar terlambat diterbitkan, kepada wajb pajak diberi imbalan bunga sebesar 2 % per bulan dihitung sejak berakhirnya jangka waktu 1 bulan setelah berakhirnya jangka waktu 12 bulan sampai dengan saat diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar.2. Apabila pemeriksaan bukti permulaan tindak pidana di bidang perpajakan tidak dilanjutkan dengan penyelidikan ; dilanjutkan dengan penyelidikan tetapi tidak dilanjutkan dengan penuntutan tindak pidana di bidang perpajakan atau dilanjutkan dengan penyelidikan dan penuntutan tindak pidana di bidang perpajakan, tetapi diputus bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, dan dalam hal kepada wajib pajak diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar, kepada wajib pajak diberikan imbalan bunga sebesar 2 % per bulan untuk paling lama 24 bulan, dihitung sejak berakhirnya jangka waktu 12 bulan sampai dengan saat diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 bulan.

Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak1. Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan penelitian atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dari wajib pajak dengan kriteria tertentu, menerbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak paling lama 3 bulam sejak permohonan diterima secara lengkap untuk pajak penghasilan, dan paling lama 1 bulan sejak permohonan diterima secara lengkap untuk Pajak Pertambahan Nilai.2. Kriteria tertentu yang dimaksud meliputi :a. Tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuanb. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali tunggakan pajak yang telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajakc. Laporan Keuangan diaudit oleh Akuntan Publik atau lembaga pengawasan keuangan pemerintah dengan mendapat wajar tanpa pengecualian selama 3 tahun berturut-turutd. Tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu 5 terakhire. Wajib pajak dengan kreteria tertentu ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak3. Wajib pajak yang dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak adalah :a. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebasb. Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dengan jumlah peredaran usaha dan jumlah lebih bayar sampai dengan jumlah tertentu.c. Wajib pajak badan dengan jumlah peredaran usaha dan jumlah lebih bayar sampai dengan jumlah tertentud. Pengusaha Kena Pajak yang menyampaikan Surat Pemberitahuan masa Pajak Pertambahan Nilai dengan jumlah penyerahan dan jumlah lebih bayar sampai dengan jumlah tertentue. Batasan jumlah peredaran usaha, jumlah penyerahan dan jumlah lebih bayar sebagaimana dimaksud pada ayat 2 diatur dengan atau berdasarkan peraturan Menteri keuangan4. Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan pemeriksaan terhadap wajib pajak dengan kreteria tertentu dan menerbitkan surat ketetapan pajak setelah melakukan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak.5. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, jumlah kekurangan pajak ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% dari jumlah kekurangan pembayaran pajak.6. Wajib Pajak dengan kriteria tertentu tidak dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak apabila :a. Terhadap wajib pajak tersebut dilakukan tindakan penyidikan tindakan pidana di bidang perpajakan.b. Terlambat menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa untuk suatu jenis pajak tertentu 2 masa pajak berturut-turutc. Terlambat menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa untuk suatu jenis pajak tertentu 3 masa pajak dalam 1 kelender d. Terlambat menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan

Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN)Surat Ketetapan Pajak Nihil adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak. Ketentuan mengenai SKPN dalam Pasal 17A UU KUP, SKPN dapat diterbitkan untuk :a. Pajak Penghasilan apabila jumlah kredit pajak sama dengan pajak yang terutang atau pajak yang tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.b. Pajak Pertambahan Nilai apabila jumlah kredit pajak sama dengan jumlah pajak yang terutang, atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak. Jika terdapat pajak yang dipungut oleh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai, jumlah pajak yang terutang dihitung dengan cara jumlah Pajak Keluaran dikurangi dengan pajak yang dipugut oleh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai tersebut.c. Pajak Penjualan atas Barang Mewah apabila jumlah pajak yang dibayar sama dengan jumlah pajak yang terutang atau pajak tidak terutang dan tidak ada pembayaran pajak.

Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT)Yaitu surat keputusan Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan mengenai pajak terutang yang harus dibayar dalam satu tahun pajak. SPPT diterbitkan berdasarkan SPOP. Pelunasannya paling lambat 6 bulan sejak diterimannya SPPT oleh WP. Jika terlambat dikenakan sanksi 2% per bulan, maksimal 24 bulan.

Pelunasan Pajak1. Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar serta Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambahan merupakan dasar penagihan pajak.2. Apabila Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan serta Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan,Putusan Banding atau Putusan Peninjauan kembali yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah, pada saat jatuh tempo pelunasan tidak atau kurang dibayar atas jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar itu dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % per bulan untuk seluruh masa, yang dihitung dari tanggal jatuh tempo sampai dengan tanggal pelunasan atau tanggal diterbitkannya Surat Tagihan Pajak dan bagian dari bulan dihitung 1 bulan.3. Dalam hal wajib pajak diperbolehkan mengangsur atau menunda pembayaran pajak juga dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % per bulan dari jumlah pajak yang masih harus dibayar dan bagian dari bulan dihitung 1 bulan.4. Dalam hal wajib pajak diperbolehkan menunda penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan dan ternyata perhitungan sementara pajak yang terutang kurang dari jumlah pajak yang sebenarnya terutang atas kekurangan pembayaran pajak tersebut, dikenai bunga sebesar 2% per bulan yang dihitung dari saat berakhirnya batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan sampai dengan tanggal dibayarnya kekuarangan pembayaran tersebut dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 bulan.5. Atas jumlah Pajak yang masih harus dibayar yang berdasarkan Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Kurang Bayar, serta Surat Ketetapan Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding serta Putusan Peninjauan kembali yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah yang tidak dibayar oleh Penanggung Pajak dalam jangka waktu 1 bulan sejak diterbitkan atau bagi pajak usaha kecil dan wajib pajak di daerah tertentu yang mendapat perpanjangan paling lama menjadi 2 bulan akan dilaksanakan penagihan pajak dengan Surat Paksa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.6. Dikecualikan dari ketentuan di atas No. 5 adalah penagihan seketika dan sekaligus yang dilakukan apabila :a. Penanggung Pajak akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya atau berniat untuk itu.b. Penanggung Pajak memindah tangankan barang yang dimiliki atau yang dikuasai dalam rangka menghentikan atau mengecilkan kegiatan perusahaan atau pekerjaan yang dilakukannya di Indonesia.c. Terdapat tanda-tanda bahwa Penanggung Pajak akan membubarkan badan usaha atau menggabungkan atau memekarkan usaha, atau memindahkan perusahaan yang dilimiki atau yang dikuasainya atau melakukan perubahan bentuk lainnya.d. Badan usaha akan dibubarkan oleh negarae. Terjadi penyitaan atas barang Penanggung Pajak oleh pihak ketiga atau terdapat tanda-tanda kepailitan7. Penagihan pajak dengan Surat Pajak dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan

Hak Mendahulu1. Negara mempunyai hak mendahulu untuk utang pajak atas barang-barang milik penanggung pajak2. Ketentuan tentang hak mendahulu meliputi pokok pajak, sanksi administrasi berupa bunga, denda, kenaikkan dan biaya penagihan pajak3. Hak mendahulu untuk utang pajak melebihi segala hak mendahulu lainnya kecuali terhadap :4. Dalam hal wajib pajak dinyatakan pailit, bubar, atau dilikuidasi maka kurator, likuidator, atau orang atau badan yang ditugasi untuk melakukan pemberesan, dilarang membagikan harta wajib pajak dalam pailit, pembubaran atau likuidasi kepada pemegang saham atau ktreditur lainnya sebelum menggunakan harta tersebut untuk membayar utang wajib pajak tersebut.5. Hak mendahulu hilang setelah melampaui waktu 5 tahun sejak tanggal diterbitkan Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah.6. Perhitungan jangka waktu hak mendahulu ditetapkan sebagai berikut :a. Dalam hal Surat Paksa untuk membayar diberitahukan secar resmi maka jangka waktu 5 tahun sebagaimana dimaksud pada ayat 4 dihitung sejak pemberitahuan Surat Paksab. Dalam hal diberikan penundaan pembayaran atau persetujuan angsuran pembayaran maka jangka waktu 5 tahun tersebut dihitung sejak batas akhir penundaan diberikan.

Daluwarsa1. Hak untuk melakukan penagihan pajak, termasuk bunga, denda, kenaikan dan biaya penagihan pajak, daluwarsa setelah melampaui waktu 5 tahuan terhitung sejak penerbitan Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding serta Putusan Peninjauan Kembali.2. Daluwarsa penagihan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat 1 tertangguh apabila :a. Diterbitkan Surat Paksab. Ada Pengakuan utang pajak dari wajib pajak baik langsung maupun tidak langsungc. Diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahand. Dilakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.

PENAGIHAN PAJAKPenagihan pajak dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu penagihan pasif dan penagihan aktif. Penagihan pasif dilakukan melalui Surat Tagihan Pajak atau Surat Ketetapan Pajak. Penagihan Pajak aktif atau penagihan dengan Surat Paksa diatur dalam Undang-undang No.19 Tahun 2000. Penagihan pajak adalah serangkaian tindakan agar penanggung pajak melalui utang pajak dan biaya penagihan penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan surat paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang-barang yang telah disita.

Penagihan Pajak PasifPenagihan pajak pasif dilakukan dengan menggunakan Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Keputusan Pembetulan yang menyebabkan pajak terutang menjadi lebih besar. Jika dalam jangka waktu 30 hari belum dilunasi, maka tujuh hari sebelum jatuh tempo akan diikuti dengan penagihan pajak secara aktif yang dimulai dengan menerbitkan Surat Teguran.

Penagihan Pajak AktifPenagihan pajak aktif merupakan kelanjutan dari penagihan pajak pasif, dimana dalam upaya penagihan ini fiskus berperan aktif dalam arti tidak hanya mengiirim surat tagihan atau surat ketetapan pajak tetapi akan diikuti dengan tindakan sita, dan dilanjutkan dengan pelaksanaan lelang.

Surat TeguranSebagaimana diketahui bahwa yang menjadi dasar penagihan pajak adalah adanya Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Keputusan Pembetulan, serta Surat Keputusan Keberatan dan Putusan banding, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar ditambah. Setelah dalam jangka waktu satu bulan sejak tanggal diterbitkannya surat ketetapan sebagaimana dimaksud tersebut Wajib Pajak tetap tidak melunasinya, barulah dilakukan suatu tindakan penagihan aktif dengan nama Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain sejenis yang dimaksudkan untuk menegur atau memperingatkan kepada Wajib Pajak untuk melunasi utang pajaknya.Penerbitan Surat Teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis merupakan tindakan awal dari pelaksanaan penagihan pajak dan pelaksanaanya harus dilakukan sebelum dilanjutkan dengan penerbitan Surat Paksa. Apabila terhadap Wajib Pajak tidak pernah diberikan surat teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis namun langsung diterbitkan dan diberikan Surat Paksa, maka secara yuridis Surat Paksa tersebut dianggap tidak ada karena tidak didahului dengan pengeluaran Surat Teguran atau Surat Peringatan atau Surat lain yang sejenis.

Surat PaksaSurat Paksa adalah surat perintah untuk membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak. Ada tiga hal yang menyebabkan diterbitkannya Surat Paksa yaitu:1. Apabila Penanggung Pajak (PP) tidak melunasi utang pajak sampai dengan Tanggal jatuh tempo dan telah diterbitkan Surat Teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis;2. Bahwa terhadap Penanggung Pajak telah dilakukan penagihan seketika dan sekaligus;3. Penanggung Pajak tidak memenuhi ketentuan dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak.Dalam UU Penagihan telah ditegaskan bahwa Surat Paksa yang diterbitkan oleh pejabat (pejabat adalah kepala Kantor Pelayanan Pajak/kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KPP/KPPBB) mempunyai kekuatan eksekutorial dan kedudukan hukum yang sama dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Hal ini dapat dilihat dari Surat Paksa dengan adanya kata-kata "Demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa." Kata-kata ini juga terdapat pada putusan pengadilan yang dikeluarkan oleh lembaga peradilan.Mengingat Surat Paksa mempunyai kekuatan eksekutorial dan kedudukan hukum yang tetap, maka pemberitahuan Surat Paksa kepada Penanggung Pajak oleh jurusita pajak harus dilaksanakan dengan cara membacakan isi Surat Paksa dan kedua belah pihak menandatangani Berita Acara Pelaksanaan Surat Paksa sebagai pernyataan bahwa Surat Paksa telah diberitahukan.Surat Paksa yang akan disampaikan kepada Penanggung Pajak dilakukan paling lambat setelah lampau waktu 21 (dua puluh satu) hari setelah Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis diterbitkan. Apabila Surat Paksa diterbitkan kurang dari 21 (dua puluh satu) hari setelah Surat teguran diterbitkan, maka Surat Paksa menjadi batal demi hukum.

PenyitaanPenyitaan adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh jurusita pajak untuk menguasai barang penanggung pajak guna dijadikan jaminan untuk melunasi utang pajak menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.Penyitaan merupakan tindakan penaghian lebih lanjut setelah Surat Paksa yang hanya dapat dilakukan setela waktu 2 x 24jam sebagaiman dimaksud dalam Surat Paksa dilewati. Artinya apabila penanggung pajak / Wajib Pajak tetap tidak melunasi utang pajak sebagaimana yang tercantum dalam Surat Paksa barulah penyitaan dapat dilaksanakan. Pada prinsipnya tujuan penyitaan adalah untuk memperoleh jaminan pelunasan utang pajak dari penanggung pajak. Oleh karena itu penyitaan dapat dilaksanakan terhadap barang milik penanggung pajak yang berada di tempat tinggal, tempat usaha, tempat kedudukan atau tempat lain termasuk yang penguasaannya berada di tangan pihak lain atau dijaminkan sebagai pelunasan utang tertentu.Ada enam jenis barang yang dikecualikan dari penyitaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 UU No. 19 Tahun 1997,yaitu :1. Pakaian dan tempat tidur beserta perlengkapannya yang digunakan oleh Penanggung Pajak dan keluarga yang menjadi tanggungannya;2. Persediaan makanan dan minuman untuk keperluan satu bulan beserta peralatan memasak yang ada di rumah;3. Perlengkapan Penanggung Pajak yang bersifat dinas;4. Buku-buku yang berkaitan dengan jabatan atau pekerjaan Penanggung Pajak dan alat-alat yang dipergunakan untuk pendidikan, kebudayaan, dan keilmuan;5. Peralatan dalam keadaan jalan yang masih digunakan untuk melaksanakan pekerjaan atau usaha sehari-hari dengan jumlah seluruhnya tidak lebih dari Rp20.000.000 (dua puluh juta rupiah);6. Peralatan penyandang cacatyang digunakan oleh Penanggung Pajak dan keluarga yang menjadi tanggungannya.Pada prinsipnya penyitaan dalam hukum pajak tidak mengubah status kepemilikan atas suatu barang, bahkan barang yang telah disita dititipkan kepada Penanggung Pajak atau dapat disimpan di tempat lain. Pemilik barang pada dasarnya masih tetap dapat mempergunakan barang yang telah disita sepanjang atas barang yang telah disita tersebut tidak dialihkan hukumnya kepada pihak Iain atau merusak barang, atau menghilangkan barang yang merupakan tindakan pidana sesuai Pasal 231 KUHP.Dalam hal penyitaan tambahan (Pasal 21), jurusita pajak tetap dapat melakukan penyitaan apabila terjadi hal-hal berikut:1. Nilai barang yang disita nilainya tidak cukup untuk melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak; atau2. Hasil dari lelang barang yang telah disita tidak cukup untuk melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak.Terhadap barang yang sudah disita, Penanggung Pajak dilarang untuk melakukan hal-hal berikut:1. Memindahkan hak, memindahtangankan, menyewakan, meminjamkan, menyembunyikan, menghilangkan, atau merusak barang yang telah disita;2. Membebani barang tidak bergerak yang telah disita dengan hak tanggungan untuk pelunasan utang tertentu;3. Membebani barang bergerakyang telah disita dengan fidusia atau diagunkan untuk pelunasan utang tertentu; dan/atau4. Merusak, mencabut atau menghilangkan segel sita atau salinan Berita Acara Pelaksanaan Sita yang telah ditempel pada barang sitaan.Terhadap barang yang sudah disita, dapat dicabut apabila terjadi salah satu dari tiga hal seperti berikut ini:1. Penanggung Pajak telah melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak2. Ada putusan pengadilan atau ada putusan badan peradilan pajak; atau3. Ada ketentuan lain yang diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan atau Keputusan Kepala Daerah. Misalnya, adanya objek sita terbakar, objek sita hilang atau objek sita musnah.

PelelanganLelang adalah setiap penjualan barang di muka umum yang dipimpin oleh pejabat lelang dengan cara penawaran harga secara terbuka/lisan dan/atau tertutup/tertulis yang didahului dengan pengumuman lelang.Pelelangan merupakan tindakan hukum penagihan berikutnya untuk melunasi utang pajak Wajib Pajak/Penanggung Pajak. Dasar hukum pelaksanaan lelang saat ini diatur dalam Vendu Reglement (peraturan Lelang, stbl. 1908-190) sebagai dan vendu Instructie (Instruksi Lelang, stbl. 1909 - 190) sebagai landasan penyelenggaraan lelang di Indonesia. Ketentuan yang sudah cukup lama ini masih saja berlaku, oleh karena itu pemerintah perlu segera melakukan perubahan yang disesuaikan dengan kondisi perkembangan bisnis di masyarakat.Lelang dalam hal sita pajak merupakan salah satu bagian dari berbagai jenis lelang untuk melaksanakan eksekusi atas barang-barang milik penanggung pajak dalam rangka penagihan piutang pajak. sesuai aturan yang telah ditentukan, pelaksanaan penjualan secara lelang terhadap barang yang telah disita dilakukan sekurang-kurangnya 14 (empat belas) hari setelah pengumuman lelang. Pengumuman lelang itu sendiri dilakukan dalam waktu sekurang-kurangnya 14 (empat belas) hari setelah pelaksanaan penyitaan.Pengumuman lelang tersebut mempunyai tujuan dalam rangka memberikan perlindungan kepada pihak ketiga yang berkepentingan dan juga dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada Penanggung Pajak untuk melunasi utang pajaknya sebelum lelang dilaksanakan dan sekaligus memberi perlindungan hukum kepadapembeli atas objekbarangyang dilelang dari kemungkinan adanya gugatan dari pihak-pihak lain di kemudian hari.pelaksanaan lelang dalam rangka eksekusi pajak merupakan upaya hukum terakhir dalam rangka mencairkan tunggakan pajak sebagaimana diatur dalam Pasal25 UU Penagihan Pajak. Pasal25 ayat (1) menyatakan "apabila utang pajak dan/atau biaya penagihan pajak tidak dilunasi setelah dilaksanakan penyitaan, pejabat berwenang melaksanakan penjualan secara lelang terhadap barang yang disita melalui kantor lelang."Dipilihnya lelang sebagai sarana penjualan barang tentunya didasari oleh adanya kebaikan-kebaikan yang dapat diperoleh dari proses lelang tersebut, antara lain sifat penjualannya yang transparan/terbuka, cepat, aman, efisien dengan mekanisme harga yang kompetitif dan dapat dipertanggungjawabkan. Sarana lelang yang digunakan dalam rangka tindakan penagihan pajak tidak lain merupakan upaya terakhir apabila Wajib Pajak tetap tidak melunasi utang pajaknya. Dengan adanya praktik lelang menunjukkan adanya fungsi publik dari lelang tersebut dalam rangka penegakan hukum yang lebih mencerminkan keadilan dan kepastian hukum.Sebelum pelaksanaan lelang, pejabat pemohon lelang bersama-sama dengan pejabat lelang akan memberikan penjelasan lelang (aanwijzing) agar lelang benar-benar transparan dan calon peserta lelang tahu permasalahannya. Dalam penjelasan lelang, peminat lelang dapat melihat barang yang akan dilelang dan penjelasan mengenai kondisi terakhir atas barang yang akan dilelang seperti adanya gugatan atau verzet, surat-surat/dokumen yang tidakbisa dikuasai, dan lain-lainnya.Namun demikian, tidak semua objek yang telah disita oleh jurusita pajak dapat dilakukan lelang. Pasal 2 Peraturaan Pemerintah No. 136 Tahun 2000 dengan tegas menyebutkan adanya objek sita yang dikecualikan dari lelang, yaitu berupa:1. Uang tunai;2. Surat-surat berharga berupa deposito berjangka, tabungan, saldo rekening koran, obligasi, saham, atau surat berharga lainnya, piutang dan penyertaan modal pada perusahaan lain;3. Barang yang mudah rusak atau cepat busuk.Karena atas barang-barang tersebut tidak dilakukan pelelangan, maka tindakan penagihan yang dilakukan adalah dengan cara sebagai berikut bila uang tunai, akan disetor ke kas negara. Atas deposito, tabungan, saldo rekening koran, akan dipindahbukukan ke kas negara. Atas obligasi, saham, atau surat berharga lainnya akan dijual di bursa efek. Atas piutang, akan dialihkan hak menagihnya, dan atas penyertaan modal akan dibuatkan akta persetujuan pengalihan hak menjual dari wP kepada pejabat (Kepara Kantor pelayanan pajak/Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan-Kpp/KppBB). Lelang eksekusi pajak yang penyelenggaraannya dilakukan melalui Kantor Lelang Negara (KLN), mempunyai nilai kekhususan lain, yaitu bahwa tindakan Ielang tetap dapat dilaksanakan meskipun tidak ada dokumen-dokumen bukti kepemilikan sepanjang dalam Berita Acara pelaksanaan sita disebutkan bahwa dokumen tidak dapat disita dan adanya pernyataan tertulis dari pejabat selaku pemohon lelang bahwa memang dokumennya tidak dapat disita. Namun demikian, khusus untuk lelang dengan objek berupa tanah dan/atau bangunan, meskipun tidak ada dokumennya, tetap harus ada dokumen lain berupa Surat Keterangan Tanah (SKT) yang dapat diperoleh dari instansi yang berwenang (Surat Edaran Bersama Direktur Jenderal pajak dan Kepala Badan urusan piutang dan Lelang Negara No. SE-214/PJ/1999; SE-17/PN/1999 tanggal25 Agustus 1999).

PENYELESAIAN SENGKETA PAJAKDalam menjalankan kegiatan usaha (bisnis) sehari-hari, para pengusaha tentu tidak terlepas dari pengawasan aparatur pemerintah sesuai bidang usaha atau pekerjaannya masing-masing. Demikian pula, aparatur pajak (fiskus) tentu akan mengawasi semua pengusaha (termasuk orang pribadi), khususnya pengawasan dalam rangka pemeriksaan pajak guna menguji kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya atau untuk tujuan lain sebagaimana diatur dalam Pasal 29 ayat (1) Undang-undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP).Sebagai produk akhir dari pemeriksaan tersebut, tentu akan diterbitkan surat ketepatan pajak yang bisa berupa kondisi kurang bayar (Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar-SKPKB-atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan-SKPKBT), lebih bayar (Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar-SKPLB) ataupun nihil (Surat Ketetapan Pajak Nihil-SKPN). Dari ketiga kondisi ketetapan pajak tersebut yang paling tidak disukai oleh Wajib Pajak adalah kondisi kurang bayar, karena apa? Karena Wajib Pajak harus membayar kekurangan pembayaran pajak yang seharusnya terutang berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan, padahal Wajib Pajak sudah merasa benar ketika menyampaikan laporan perpajakannya setiap bulan atau setiap tahun ke Kantor Palayanan Pajak (KPP). Surat ketetapan pajak yang kurang bayar inilah yang sering kali menimbulkan sengketa atau perselisihan antara Wajib Pajak dengan fiskus (aparatur pajak/pemeriksa pajak).Namun, tidak tertutup kemungkinan terbitnya SKPLB atau SKPN juga bisa menimbulkan sengketa Wajib Pajak dengan fiskus. Hal ini bisa terjadiapabila fiskus menerbitkan SKPLB dengan nilai lebih kecil dari nilai SKPLB yang diharapkan Wajib Pajak. Misalnya, fiskus menerbitkan SKPLB sebesar Rp 2 Milyar sementara menurut perhitungan Wajib Pajak SKPLB seharusnya sebesar Rp 3 Milyar. Perbedaan ini pun bisa menimbulkan sengketa antara para pihak. Demikian pula halnya apabila terhadap Wajib Pajak diterbitkan SKPN padahal menurut perhitungan Wajib Pajak seharusnya diterbitkan SKPLB. Untuk hal demikian, tentu akan menimbulkan sengketa yang harus diselesaikan sesuai aturan UU.Kalau begitu, apa yang dimaksud dengan sengketa pajak? Menurut ketentuan Pasal 1 ayat 5 UU No.14 Tahun 2002 tentang pengadilan pajak (UU Pangadilan Pajak), yang dimaksud dengan sengketa pajak adalah sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara Wajib Pajak atau Penanggung Pajak dengan jabatan yang berwenang sebagai akibat dikeluarkannya keputusan yang dapat diajukan banding atau gugatan kepada pengadilan pajak berdasarkan peraturan perundang-perundangan perpajakan, termasuk gugatan atas pelaksanaan penagihan berdasarkan UU penagihan pajak dengan Surat Paksa.Dengan kata lain, sengketa pajak terjadi karena adanya ketidaksamaan persepsi atau perbedaan pendapat antara Wajib Pajak dengan petugas pajak mengenai penetapan pajak terutang yang diterbitkan atau adanya tindakan penagihan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Pengertian sengketa pajak umumnya diawali dari diterbitkannya surat ketetapan pajak atau diterbitkan surat tindakan penagihan pajak. Surat ketetapan pajak atau diterbitkannya surat tindakan penagihan pajak. Surat ketetapan pajak dimaksud adalah SKPKB, SKPKBT, SKPLB dan SKPN. Selain itu, sengketa pajak dimaksud adalah SKPKB, SKPBT, SKPLB dan SKPN. Selain itu, sengketa juga bisa timbul karena adanya pemotongan atau pemungutan yang dilakukan oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan UU.Mengacu pada pengertian tersebut, maka upaya hukum untuk menyelesaikan sengketa pajak yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak adalah keberatan, banding, peninjauan kembali, dan gugatan. Upaya hukum keberatan atas ketetapan pajak diajukan ke Direktorat Jenderal Pajak. Sementara itu, upaya hukum banding dan gugatan diajukan ke pengadilan pajak. Khusus untuk upaya hukum peninjauan kembali (PK) diajukan ke Mahkamah Agung. Namun demikian, ada upaya hukum dengan nama peninjauan kembali (huruf kecil) yang juga duajukan ke Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 16 UU KUP. Uraian selengkapannya masing-masing upaya hukum tersebut adalah seperti dibawah ini.

Upaya Hukum KeberatanKetika Wajib Pajak memperoleh suatu Surat Ketetapan Pajak dan merasa tidak puas atas ketetapan pajak dimaksud, maka Wajib Pajak dapat mengajukan upaya hukum dengan nama keberatan. Sesuai ketentuan Pasal 25 UU KUP, upaya hukum keberatan diajukan ke Direktorat Jenderal Pajak, yaitu ke Kantor Pelayanan Pajak/ Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KPP/KPPBB) tempat di mana WP terdaftar. Selengkapnya ketentuan Pasal 25 UU KUP menyatakan sebagai berikut :Ayat (1): Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Direktur Jenderal Pajak atas suatu :a. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayarb. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayara Tambahanc. Surat Ketatapan Pajak Lebih Bayard. Surat Ketetapan Pajak Nihile. Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.Ayat (2): Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan mengemukakan jumlah pajak yang terutang atau jumlah pajak yang dipotong atau dipungut atau jumlah rugi menurut perhitungan Wajib pajak dengan disertai alasan-alasan yang jelas.Ayat (3): Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal surat, tanggal pemotongan atau pemutungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), kecuali apabila wajib pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktuitu tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaannya.Ayat (4): Keberatan yang tidak dipenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), (2), dan ayat (3) tidak dianggap sebagai surat keberatan sehingga tidak dipertimbangankan.Ayat (5): Tanda penerima surat keberatan yang diberikan oleh pejabat Direktorat Jenderal Pajak yang ditunjuk untuk itu atau tanda pengiriman surat keberatan pos tercatat menjadi bukti penerimaan surat keberatan.Ayat (6): Apabila diminta oleh Wajib Pajak untuk keperluan pengajuan keberatan, Direktur Jenderal Pajak wajib memberikan keterangan secara tertulis hal-hal yang menjadi dasar pengenaan pajak, penghitungan rugi, pemotongan atau pemungutan pajakAyat (7): Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak.Sementara itu, untuk kepabeanan, dengan UU No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, diatur bahwa Wajib Pajak dapat mengajukan upaya hukum keberatan atas tarif dan/atau nilai kepabean untuk penghitungan Bea Masuk kepada Direktur Jendral Bea dan Cukai dalam 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal penetapan dengan menyerahkan jaminan sebesar Bea Masuk yang harus dibayar, sesuai Pasal 93 dan juga terhadap pengenaan saksi administrasi sebagaimana diatur dalam Pasal 94 ayat (1) UU tersebut.Begitu pun dengan jenis pajak daerah yang diatur dalam UU No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak Derah dan Retrebusi Daerah sebagimana diubah dengan UU No.34 Tahun 2000, bahwa Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan kepada Kepala Daerah atau jabatan yang ditunjuk yang telah menerbitkan pajak yang berupa :1. Surat Ketetapan Pajak Daerah2. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar3. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang BayarTambahan4. Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar5. Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil6. Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah yang berlaku.Uraian mengenai keberatan akan lebih banyak didasarkan pada ketentuan UU KUP oleh karena pada prinsipnya pola aturan yang diatur dalam ketentuan ini yang juga dipakai oleh UU lainnya. Berbicara soal upaya hukum keberatan Wajib Pajak, bahwa upaya hukum yang dilakukan masih berada dalam lingkungan lembaga yang sama yaitu Direktorat Jenderal Pajak. Oleh karena lembaga yang menyelesaikan sengketa antara Wajib Pajak dengan fiskus masih dilakukan oleh lembaga yang sama, menurut Prof. Rochmat Soemitro, penyelesaian sengketa demikian disebut sebagai peradilan administrasi tidak murni atau peradilan doleansi.Untuk dapat mengajukan upaya hukum keberatan, maka Wajib Pajak harus memenuhi syarat-syarat yang ditentukan yaitu :1. Diajukan secara tertulis dengan menggunakan bahasa Indonesia2. Diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal surat, tanggal pemotongan atau pemungutan, kecuali Wajib Pajak dapat mengajukan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenugi karena di luar kekuasaannya (force majeur)3. Mengemukakan jumlah pajak terutang atau jumlah pajak yang dipotong atau dipungut atau jumlah rugi menurut penghitungan Wajib Pajak disertai alasan-alasan yang jelas.4. Untuk satu surat keberatan diajukan terhadap satu ketetapan pajak atau pemotongan/pemungutan pajak.Surat keberatan yang tidak memenuhi persyaratan tersebut, maka surat keberatan tersebut tidak dianggap sebagai surat keberatan, sehingga surat keberatan tersebut tidak dapat dipertimbangankan atau tidak dicatat dalam buku register penerimaan surat keberatan. Namun demikian, sekalipun surat keberatan tidak memenuhi persyaratan tersebut, akan tetapi surat permohonan keberatan masih dalam jangka waktu yang ditentukan oleh UU, maka kantor pajak dapat meminta kepada Wajib Pajak agar melengkapi persyaratan. Ini dilakukan tentukannya dalam rangka memberikan pelayanan yang baik kepada Wajib Pajak, karena bisa saja Wajib Pajak tidak memahami betul ketentuan UU Pajak.

Proses Penyelesaian KeberatanTata cara pengajuan dan penyelesaian keberatan sesuai Pasal 26A ayat (1) UU KUP diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. Dimana tata cara pengajuan dan penyelesaian keberatan sesuai Pasal 26 A ayat (2) UU KUP antara lain, mengatur tentang pemberian hak kepada wajib pajak untuk hadir memberikan keterangan atau memperoleh penjelasan mengenai keberatannya, dan apabila WP tidak menggunakan haknya maka sesuai Pasal 26A ayat (3) UU KUP proses keberatan tetap dapat dilaksanakan.Tata cara proses penyelesaian keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak adalah dengan cara seperti berikut ini : Permohonan Uraian Koreksi Pajak Pengajuan keberatan Melunasi Pajak yang disetujui Permintaan buku, dokumen Penelitian keberatan Penerbitan Surat Keputusan Keberatan.

Permohonan Uraian Koreksi PajakAgar wajib dapat menyusun keberatan dengan alasan yang kuat, Wajin Pajak berdasarkan Pasal 25 ayat (6) UU KUP diberi hak untuk meminta dasar pengenaan pajak, penghitungan rugi, atau pemotongan atau pemungutan pajak yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, Direktur Jenderal Pajak berkewajiban untuk memenuhi permitaan tersebut.

Pengajuan KeberatanPermohonan keberatan Sesuai Pasal 25 ayat (2) UU KUP diajukan oleh Wajib Pajak dengan cara seperti berikut ini : Tertulis dalam bahasa Indonesia Mengemukakan jumlah pajak yang terutang atau jumlah pajak yang dipotong atau dipungut atau jumlah rugi menurut penghitungan Wajib Pajak Alasan-alasan yang jelasYang dimaksud dengan alasan yang menjadi dasar penghitung adalah alasan-alasan yang jelas dan dilampiri dengan fotokopi surat ketetapan pajak, bukti pemungutan, atau bukti pemotongan.Batas Waktu Pengajuan KeberatanSesuai Pasal 25 ayat (3) UU KUP, batas waktu pengajuan surat keberatan adalah 3 bulan sejak diterbitkannya SKP, dengan maksud agar supaya WP mempunyai waktu yang cukup memadai untuk mempersiapkan surat keberatan beserta alasannya.Apabila bahwa waktu 3 bulan tidak dapat dipenuhi oleh WP karena keadaan diluar kekuasaan wajib pajak (force mayeur), tenggang waktu selama 3 bulan tersebut masih dapat dipertimbangkan untuk diperpanjang.

Keputusan KeberatanSetelah kantor pajak melakukan proses pemeriksaan, sesuai Pasl 26 ayat (3) UU KUP, ada 4 (empat) kemungkinan keputusan yang dapat diterbitkan atau dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Pajak. Keempat keputusan tersebut adalah : Ditolak Diterima sebagian Diterima seluruh Menambah Ketetapan PajakApabila dalam proses pemeriksaan yang dilakukan oleh Direktur Jenderal Pajak diketahui tidak terdapat cukup alasan dan bukti, maka Direktur Jenderal Pajak akan mengeluarkan keputusan Wajib Pajak. Jika terjadi keputusan demikian, konsekuensinya hanya ada dua yaitu pertama, Wajib Pajak harus tetap melunasi utang pajak sebesar yang tercantum dalam keputusan keberatan. Kedua, Wajib Pajak dapat mengajukan upaya hukum lebih lanjut, yaitu banding ke pengadilan pajak.

Upaya Hukum BandingDalam pelaksanaan UU Perpajakan dimungkinkan adanya upaya hukum dengan nama banding apabila Wajab Pajak tetap merasa tidak puas atas keputusan keberatan yang telah dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Pajak. Artinya, terhadap surat keputusan keberatan yang diterbitkan akan menjadi dasar untuk mengajukan upaya hukum banding ke pengadilan pajak sesuai sesuai UU No. 14 Tahun 2002 tentang pengadilan pajak.Lembaga peradilan pajak pada awalnya bernama Majelis Pertimbangan Pajak (MPP) sebagaimana diatur dalam Staatsblaad No. 29 Tahun 1927 tentang Peraturan Pertimbangan Urusan Pajak (Regeling van het Beroep In Belastingzaken). Selanjutnya berdasarkan UU No. 17 Tahun 1997, lembaga ini diubah menjadi lembaga bernama Badan Penyelesaian Sengketa Pajak (BPSP). Lalu dengan diundangkannya UU No.14 Tahun 2002, BPSP diubah namanya menjadi pengadilan pajak.Digantikannya lembaga BPSP menjadi pengadilan pajak dilakukan karena dalam pelaksanaan penyelesaian sengketa pajak melalui BPSP masih terdapat ketidakpastian hukum yang dapat menimbulkan ketidakadilan. Hal ini terkait dengan status BPSP yang masih dianggap kurang sejalan dengan sistem peradilan yang berlaku menurut UU No. 14 Tahun 1970 tentang pokok-pokok kekuasaan kehakiman sebagaimana telah di ubah dengan UU No.35 Tahun 1999 (saat ini UU No. 35 tahun 1999 telah di cabut dan diganti dengan UU No.4 Tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman). Selain itu dengan adanya UU No.5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negeri (PTUN) yang mengkualifikasikan putusan MPP hanya sebagai keputusan banding administratif, memungkinkan WP yang tidak puas atas putusan MPP, dapat mengajukan gugatan ke PTUN dan selanjutnya mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.Dengan diberlakukannya UU Pengadilan pajak, maka kepastian hukum yang diharapkan Wajib Pajak menjadi jelas. Pasal 77 menegaskan bahwa putusan pengadilan pajak merupakan putusan akhir yang mempunyai kekuatan hukum tetap. Penegasan lainnya juga disebutkan dalam Pasal 27 ayat (2) UU KUP bahwa putusan badan peradilan pajak bukan merupakan keputusan tata usaha negara. Artinya, tidak dimungkinkan lagi Wajib Pajak mengajukan gugutan atas keputusan keberatan maupun putusan pengadilan pajak ke PTUN. Meskipun demikian sistem peradilan yang berpuncak pada Mahkamah Agung tetap berjalan, yaitu sesuai ketentuan Pasal 91 UU Pengadilan Pajak dengan dimungkinkannya Wajib Pajak mengajukan upaya hukum peninjauan kembali ke Mahkamah Agung.Dalam ketentuan Pasal 91 UU Pengadilan Pajak yang dimaksus dengan banding adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak atau penanggung pajak terhadap suatu keputusan yang dapat diajukan banding berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Apabila Wajib Pajak tetap mersa belum puas atas keputusan keberatan yang dikeluarkan fiskus, maka upaya hukum berikutnya adalah dengan mengajukan banding.

Persyaratan BandingSeperti halnya upaya hukum keberatan, apabila Wajib Pajak akan mengajukan upaya hukum banding, harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :1. Permohonan diajukan secara tertulis dengan menggunakan bahasa Indonesia.2. Diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterima Keputusan Direktur Jenderal Pajak mengenai keberatan perpajakan yang diajukan banding, atau 60 hari sejak tanggal diterimnya Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai mengenai keberatan kepabeaan dan Cukai. Pengajuan banding 3 bulan tidak mengikat apabila jangka waktu dimaksud tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaan pemohon banding.3. Terhadap 1 keputusan diajukan 1 surat banding4. Mencantumkan alasan-alasan yang jelas dan tanggal diterima surat keputusan yang dibanding5. Melampirkan salinan keputusan yang dibanding dan bukti-bukti pendukung lainnya, termasuk melampirkan Surat Setoran Pajak (SSP).6. Melunasi 50% dari jumlah yang terutang atas keputusan yang dibanding.Ketentuan Pasal 36 ayat (4) UU pengadilan pajak yang mensyaratkan harus dilunasinya utang pajak sebesar 50% agar banding dapat diproses sering kali menjadi pertanyaan Wajib Pajak, mengapa syarat ini harus ada dan bagaimana apabila Wajib Pajak tidak mempunyai dana sebesar yang ditentukan atau mengalami kesulitan likuiditas. Apakah hal ini bisa dikatakan adil?UU Pengadilan Pajak tidak menjelaskan alasan disyaratkannya pembayaran 50% dari utang pajak. Oleh karenanya, Wajib Pajak merasa diperlukan tidak adil. Seharusnya UU memberikan penjelasan agar Wajib Pajak merasa jelas atas ketentuan dimaksud, dan tidak hanya menyebutkan cukup jelas. Apakah ini hanya keinginan pemerintah semata kerana membutuhkan uang, sehingga tidak melihat pada aspek keadilan dan kepastikan hukum terlebih dahulu.Dari sisi politik hukum perundang-undang dapat dikatakan bahwa hukum (UU) merupakan produk politik yang memandang hukum sebagai formalisasi atau kristalisasi dari kehendak politik yang saling berinteraksi dan saling bersaingan. Artinya, UU Pengadilan Pajak yang saat ini merupakan kritalisasi dari kehendak politik yang saling berinteraksi pada saat dibutnya UU yang dimaksud. Pertanyaan lainnya, mengapa suatu permasalahan yang belum mempunyai ketentuan hukum tetap (in kracht) WP diwajibkan melunasi sebagian dari utang pajak. Kiranya hal ini perlu dilakukan penelitian dan perubahan atas UU yang dimaksud.Persyaratan lain dalam hal waktu yang diatur, maka sepanjang masih dalam jangka waktu yang ditentukan tersebut, pemohon banding masih dapat melengkapi surat bandingnya dengan menunjukkan surat atau dokumen berkaitan dengan pemenuhan kelengkapan susulan. Setelah pemenuhan kekuranganlengkapan dipenuhi, pemohon banding akan mendapat pemberitahuan sidang paling lambat 14 hari sebelum persidangan dimulai.

Upaya Hukum GugutanSelain upaya hukum yang dapat diajukan kep pengadilan pajak, Wajib Pajak juga dapat mengajukan upaya hukum gugatan. Yang dimaksud dengan gugatan adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak atau penanggung pajak terhadap pelaksanaan penagihan pajak atau terhadap keputusan yang dapat diajukan gugatan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.Gugatan wajib pajak atau Penanggung Pajak terhadap hal-hal berikut hanya dapat diajukan kepada badan peradilan pajak :a. Pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan atau pengumuman lelangb. Keputusan pencegahan dalam rangka penagihan pajakc. Keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan, selain putusan keberatand. Penerbitan surat ketetapan pajak atau Surat Keputusan Keberatan yang dalam penerbitannya tidak sesuai dengan prosedur atau tata cara yang telah diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Syarat GugatanUntuk dapat mengajukan gugatan, harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut :1. Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia2. Jangka waktu untuk gugatan terhadap pelaksanaan penagihan pajak adalah 14 (empat belas) hari sejak tanggal pelaksanaan penagihan, sedangkan untuk gugatan terhadap keputusan adalah 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterima Keputusan yang digugat. Jangka waktu ini tidak mengikat apabila jangka waktu dimaksud tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan penggugat. Perpanjangan jangka waktu dapat dilakukan adalah 14 (empat belas) hari terhitung sejak berakhirnya keadaan di luar kekuasaan penggugat.3. Terhadap 1 (satu) pelaksanaan penagihan atau 1 (satu) keputusan diajukan 1 (satu) Surat Gugatan.Gugatan diajukan oleh penggugat, ahli waris, seorang pengurus atau kuasa hukumnya dengan disertai alasan-alasan yang jelas, mencantumkan tanggal diterima, pelaksanaan penagihan, atau keputusan yang digugat, penggugat meninggal dunia, gugatan dapat diajukan oleh ahli warisnya, kuasa hukum dari ahli warisnya atau pengampunya dalam hal penggugat pailit.Apabila diperhatikan persyaratan dalam gugatan tidak diwajibkan adanya pembayaran sebesar 50% dari utang pajak yang timbul. Sehingga surat gugatan atas keputusan Direktur Jenderal Pajak atas Surat Tagihan Pajak (STP) berdasarkan Pasal 16 UU KUP dan Pasal 36 UU KUP dapat diajukan Wajib Pajak meskipun pajak yang terutang belum dibayar. Ini berarti Wajib Pajak tetap dapat mengajukan gugatan tanpa harus membayar sebesar 50% terlebih dahulu dari pajak yang terutang sebagaimana tercantum dalam STP.Terhadap gugatan yang telah diajukan, pemohon dapat mengajukan surat pernyataan pencabutan gugatan kepada pengadilan pajak, dan selanjutnya gugatan yang dicabut, dihapus dari daftar sengketa melalui penetapan ketua pengadilan pajak dalam hal surat persyaratan pencabutan diajukan sebelum sidang, atau melalui Putusan Majelis/ Hakim Tunggal melalui pemeriksaan dalam hal surat pernyataan pencabutan diajukan setelah sidang atas persetujuan tergugat. Atas gugatan yang telah dicabut baik melalui penetapan maupun putusan, pemohon gugatan tidak dapat mengajukan gugatan kembali.

Penagihan Pajak Atas GugatanPasal 43 ayat (1) UU pengadilan pajak menegaskan bahwa gugatan tidak menunda atau menghalangi dilaksanakannya penagihan pajak atau kewajiban perpajakan. Dengan demikian, sekalipun Wajib Pajak sedang mengajukan gugatan, misalnya atas gugatan pelakasanaan Surat Paksa maka WP tetap berkewajiban melunasi utang pajak yang ada dalam ketetapan pajak. Di lain pihak, jurusita pajak bisa terus melaksanakan tindakan penagihan sesuai ketentuan UU Penagihan Pajak.Namun demikian, Penggugat dapat mengajukan permohonan agar tindak lanjut pelaksanaan penagihan pajak di tunda selama pemeriksaan sengketa pajak sedang berjalan sampai ada putusan pengadilan pajak. Permohonan Wajib Pajak dapat diajukan sekaligus dalam gugatan dan hakim dapat memutus terlebih dahulu dari pokok sengketanya. Permohonan ini tentu dapat dikabulkan hanya apabila terdapat keadaan yang sangat mendesak yang mengakibatkan kepentingan penggugat sangat dirugikan jika pelaksanaan penagihan pajak yang digugat itu dilaksanakan.Upaya Hukum Peninjauan KembaliSatu lagi upaya hukum yang dapat dilakukan Wajib Pajak adalah upaya hukum peninjauan kembali ke Mahkamah Agung (MA). Upaya hukum ini merupakan upaya hukum luar biasa setelah adanya putusan yang berkekuatan hukum tetap atau ada hal lain yang ditentukan UU. Sesuai ketentuan Pasal 91 UU Pengadilan Pajak, permohonan peninjauan kembali hanya dapat diajukan berdasarkan 5 (lima) alasan, yaitu :a. Apabila putusan pengadilan pajak didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat pihak lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu.b. Apabila terdapat bukti tertulis baru yang penting dan bersifat menentukan, yang apabila diketahui pada tahap persidangan di pengadilan pajak akan menghasilkan putusan yang berbeda.c. Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih daripada yang dituntut, kecuali yang diputus berdasarkan Pasal 80 ayat 1 huruf b dan cd. Apabila mengenai suatu bagian dari tuntunan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya ; ataue. Apabila terdapat suatu putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan ketetntuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.Permohonan peninjauan kembali dengan alasan seperti dimaksud Pasal 91 huruf a tersebut, dilakukan dalam waktu paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak diketahuinya kebohongan atau tipu muslihat atau sejak putusan hakim pengadilan pidana memperoleh kekuatan hukum tetap. Sementara itu, untuk permohonan peninjauan dengan alasan seperti dimaksud pasal 91 huruf b tersebut, dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak ditemukan surat-surat bukti yang hari dan tanggal ditemukannya harus dinyatakan dibawah sumpah dan disahkan oleh pejabat yang berwenang. Dan untuk permohonan peninjauan kembali berdasarkan alasan seperti dimaksud untuk permohonan peninjauan kembali berdasarkan alasan seperti dimaksud pasal 91 huruf c, huruf d dan huruf e tersebut dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) bulan sejak putusan dikirim.Selanjutnya, Mahkamah Agung akan memeriksa dan memutuskan permohonan peninjauan kembali dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak permohonan peninjauan kembali diterima oleh Mahkamah Agung yaitu dalam hal pengadilan pajak mengambil putusan melalui pemeriksanaan acara cepat, putusan diambil dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak permohonan diterima oleh Mahkamah Agung. Permohonan peninjauan kembali hanya dapat diajukan 1 (satu) kali ke Mahkamah Agung melalui pengadilan pajak. Apabila di tempat tinggal atas tempat kedudukan pemohon belum ada pengadilan pajak, permohonan diajukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) tempat tinggal atau tempat kedudukan pemohon. Apabila PTUN juga belum ada, permohonan dapat diajukan ke pengadilan negeri tempat tinggal atau tempat kedudukan pemohon.Permohonan peninjauan kembali tersebut dapat dicabut sebelum diputus. Dalam hal permohonan sudah dicabut, permohonan peninjauan kembali tersebut, Mahkamah Agung akan menggunakan hukum acara pemeriksaannya berdasarkan UU No.14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung. Seperti halnya keberatan dan banding, apabila Wajib Pajak mengajukan upaya hukum peninjauan kembali, tindakan penagihan yang dilakukan jurusita pajak tetap bisa dilaksanakan, seperti ditegaskan Pasal 89 ayat 2 UU Pengadilan Pajak bahwa permohonan peninjauan kembali tidak menagguhkan atau menghentikan pelaksanaan putusan pengadilan pajak.

III. PENUTUPWajib Pajak memiliki kewajiban dari mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP/NPPKP sampai dengan menaati pemeriksaan yang dilakukan oleh Fiskus atau petugas pajak. Penagihan pajak terhadap Wajib Pajak dapat dilakukan dengan dua cara yaitu secara pasif dengan menggunakan Surat Ketetapan Pajak dan penagihan pajak secara aktif yang dimulai dari Surat Teguran sampai dengan penyitaan. Dalam hal Wajib Pajak mengalami sengketa pajak atau adanya perbedaan pendapatan mengenai jumlah pajak yang terutang maka Wajib Pajak dapat menyelesaikannya dengan menggunakan upaya hukum yang dimulai dari upaya hukum keberatan sampai dengan upaya hukum peninjauan kembali.DAFTAR PUSTAKA

Fitriandi, Primandita , dkk, 2014, Kompilasi Undang-Undang Perpajakan, Penerbit Salemba Empat, Jakarta.

Ilyas, Wirawan B & R. Burton, 2013, Hukum Pajak : Teori, Analisis dan Perkembangannya, Edisi 6, Penerbit Salemba Empat, Jakarta

Printara Diaz, 2012, Perpajakan Indonesia, Penerbit Mitra Wacana Media, Jakarta

Resmi, Siti 2014, Perpajakan Teori dan Kasus, Buku 1, Edisi 8, Penerbit Salemba Empat, Jakarta.

Suandy, Erly, 2014, Hukum Pajak, Edisi 6, Penerbit Salemba Empat, Jakarta

Suteji, Adrian, 2013, Hukum Pajak , Penerbit Sinar Grafika, Jakarta

Waluyo, 2011, Perpajakan Indonesia, Buku 1, Edisi 10, Penerbit Salemba Empat, Jakarta

10