Kunjungan kerja Komisi I DPR RI ke Provinsi NTT

33
LAPORAN KUNJUNGAN KERJA KOMISI I DPR RI DALAM RESES MASA PERSIDANGAN II TAHUN SIDANG 2009-2010 KE PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TANGGAL 8 S/D 11 MARET 2010 I .Pendahuluan A. Gambaran Umum Sebagai lembaga tinggi negara, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) mengemban fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan. Melalui sebelas komisi yang ada di DPR RI, ketiga amanah tersebut dilaksanakan. Wujudnya, setiah tahun persidangan, komisi menggelar rapat kerja dengan mitra kerjanya yakni pemerintah. Selain itu, guna mengetahui permasalahan yang dihadapi oleh mitra kerja secara langsung di lapangan khususnya yang berada di daerah, dalam setiap reses masa persidangan, DPR RI melalui komisi melakukan kunjungan kerja. Khusus Komisi I yang membawahi bidang pertahanan, intelijen, luar negeri serta komunikasi dan informasi (Kominfo), dalam masa reses masa persidangan II tahun sidang 2009-2010, melakukan kunjungan kerja ke Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Tujuan utama kunjungan kerja Komisi I DPR RI ke Provinsi NTT guna mengemban amanah pengawasan terhadap program-program pemerintah khususnya yang terkait dengan pembangunan di wilayah perbatasan RI dengan Republik Demokratik Timoer Leste (RDTL) baik dari aspek pertahanan, luar negeri, intelijen maupun kominfo. Pemilihan Provinsi NTT sebagai tujuan kunjungan kerja dilatarbelakangi oleh sejumlah pertimbangan atau alasan sebagai berikut : Pertama, Provinsi NTT secara geografis berbatasan langsung dengan Republik Demokratik Timor Leste (RDTL) baik di darat maupun di laut. Sebagai wilayah perbatasan maka sebagian wilayah provinsi NTT memiliki posisi yang sangat strategis sebagai beranda terdepan dengan negara tetangga. Untuk itu wilayah perbatasan ini harus mendapat prioritas dalam pembangunan.

Transcript of Kunjungan kerja Komisi I DPR RI ke Provinsi NTT

Page 1: Kunjungan kerja Komisi I DPR RI ke Provinsi NTT

LAPORAN KUNJUNGAN KERJAKOMISI I DPR RI

DALAM RESES MASA PERSIDANGAN II TAHUN SIDANG 2009-2010KE PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

TANGGAL 8 S/D 11 MARET 2010

I .Pendahuluan A. Gambaran Umum

Sebagai lembaga tinggi negara, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) mengemban fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan. Melalui sebelas komisi yang ada di DPR RI, ketiga amanah tersebut dilaksanakan. Wujudnya, setiah tahun persidangan, komisi menggelar rapat kerja dengan mitra kerjanya yakni pemerintah. Selain itu, guna mengetahui permasalahan yang dihadapi oleh mitra kerja secara langsung di lapangan khususnya yang berada di daerah, dalam setiap reses masa persidangan, DPR RI melalui komisi melakukan kunjungan kerja.

Khusus Komisi I yang membawahi bidang pertahanan, intelijen, luar negeri serta komunikasi dan informasi (Kominfo), dalam masa reses masa persidangan II tahun sidang 2009-2010, melakukan kunjungan kerja ke Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Tujuan utama kunjungan kerja Komisi I DPR RI ke Provinsi NTT guna mengemban amanah pengawasan terhadap program-program pemerintah khususnya yang terkait dengan pembangunan di wilayah perbatasan RI dengan Republik Demokratik Timoer Leste (RDTL) baik dari aspek pertahanan, luar negeri, intelijen maupun kominfo.

Pemilihan Provinsi NTT sebagai tujuan kunjungan kerja dilatarbelakangi oleh sejumlah pertimbangan atau alasan sebagai berikut : Pertama, Provinsi NTT secara geografis berbatasan langsung dengan Republik Demokratik Timor Leste (RDTL) baik di darat maupun di laut. Sebagai wilayah perbatasan maka sebagian wilayah provinsi NTT memiliki posisi yang sangat strategis sebagai beranda terdepan dengan negara tetangga. Untuk itu wilayah perbatasan ini harus mendapat prioritas dalam pembangunan.

Kedua, berbagai permasalahan terkait hubungan RI-RDTL masih terjadi dan perlu mendapat penanganan segera seperti masalah garis batas negara RI-RDTL, pertahanan udara yang masih minim, masalah sosial budaya (kemiskinan, gizi buruk, kelaparan), pengungsi eks Timor Leste, belum aktifnya pasar-pasar tradisional di wilayah perbatasan RI-RDTL, sehingga nantinya akan terjalin hubungan diplomatik yang baik antara kedua negara.

Ketiga, karakteristik Provinsi NTT yang berbentuk kepulauan, dimana sejumlah pulau tergolong sebagai pulau terdepan yakni Pulau Mengkudu (Sumba Timur), Pulau Ndana (Sabu), Pulau Dana (Rote) serta Pulau Batek (Kupang). Untuk itu, pemerintah perlu memberikan perhatian khusus dalam rangka menjaga ketahanan nasional dan keutuhan NKRI.

Page 2: Kunjungan kerja Komisi I DPR RI ke Provinsi NTT

B. Dasar Kunjungan KerjaPelaksanaan kunjungan kerja Komisi I DPR RI ke Provinsi NTT mengacu kepada Surat Keputusan Pimpinan DPR RI Nomor ........................................ tanggal ............... tentang penugasan kepada anggota Komisi I sampai dengan Komisi XI dan Badan Legislasi DPR RI guna melakukan kunjungan kerja berkelompok dalam reses masa persidangan II tahun sidang 2009 – 2010.

C. Maksud dan TujuanKunjungan kerja Komisi I DPR RI ke Provinsi NTT dilaksanakan dengan tujuan : 1. Mengetahui secara langsung situasi dan kondisi pembangunan di wilayah

perbatasan RI – RDTL dalam rangka menjaga kedaulatan NKRI serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat di wilayah perbatasan.

2. Mengetahui permasalahan yang masih terjadi antara RI – RDTL sehingga Komisi I sesuai fungsinya, turut mencari solusi sehingga nantinya terjalin hubungan diplomatik yang baik antara pemerintah RI-RDTL.

D. Waktu dan KomposisiKunjungan kerja Komisi I DPR ke Provinsi NTT dilakukan selama empat hari, yakni dari tanggal 8 Maret 2010 hingga 11 Maret 2010. Kunjungan tersebut diikuti oleh sembilan anggota Komisi I DPR yang terdiri dari :

No NAMA Fraksi danNomor Anggota

Keterangan

1. Tubagus Hasanudin, SE, MM F-PDIP (A 350) Ketua Tim 2. KRMT Roy Suryo Notodiprojo F-PD (A-505) Anggota Tim 3. Drs. H. Guntur Sasono, M.Si F-PD (A-523) Anggota Tim 4. Paula Sinjal, SH F-PD (A-555) Anggota Tim 5. Drs. H.A.Muchammad Ruslan F-PG (A-211) Anggota Tim 6. Paskalis Kossay, S.Pd, MM F-PG (A-276) Anggota Tim 7. Drs. Achmad Basarah, MH F-PDIP (A-378) Anggota Tim 8. Prof. DR. H. Irwan Prayitno F-PKS (A-49) Anggota Tim 9. DR. Muhammad Hidayat Nurwahid

MAF-PKS (A-80) Anggota Tim

Selama kunjungan tersebut, Tim didampingi oleh dua orang sekretariat yakni Kasubag TU Sekretariat Komisi I Koko Surya Dharma, AKS, M.Si. dan H. Ahmad Rojali S Sos, staf ahli Komisi I DPR RI Nurul Faizah serta wartawan dari Pemberitaan DPR RI Dian Arivani.

E. Acara Selama Kunjungan

Komisi I DPR RI melakukan sejumlah pertemuan dan kunjungan selama kunker ke NTT sebagai berikut : 1. Senin, 8 Maret 2010

1.1. Pertemuan dengan Gubernur Propinsi NTT (diwakili oleh Wakil Gubernur), Pangdam IX/Udayana (diwakili Danrem 161/Wirasakti), Danlamal VII/Kupang, Danlanud El Tari Kupang, Kapolda NTT dan Dubes LB BP RI di RDTL.

Page 3: Kunjungan kerja Komisi I DPR RI ke Provinsi NTT

1.2. Pertemuan dengan kepala Pos Wil BIN NTT

2. Selasa, 9 Maret 20101.1.Kunjungan ke Markas Komando Motaian Kabupaten Belu1.2.Kunjungan ke kawasan perbatasan Motaian-RDTL1.3.Pertemuan dengan Bupati Belu dan DPRD Belu

3. Rabu, 10 Maret 2010Pertemuan dengan LPP TVRI, LPP RRI, KPID NTT dan Perum LKBN Biro NTT

4. Kamis, 11 Maret 2010Pertemuan dengan PT Telkom NTT, PT Pos Indonesia NTT, Balai Monitor NTT serta sejumlah operator telekomunikasi di NTT.

II. Pelaksanaan KunjunganA. Pertemuan dengan Muspida Provinsi Nusa Tenggara Timur (Gubernur NTT, Danrem

161/Wirasakti, Komandan Lantamal VII Kupang, Danlanud Eltari Kupang, Kapolda NTT) serta Duta Besar LB BP RI untuk Timor Leste 1. Paparan Gubernur NTT diwakili Wakil Gubernur

1.1. Wilayah administrasi Propinsi NTT terdiri dari 20 kabupaten dan satu kota. Luas wilayah NTT 47.349,9 km2 daratan dan 200.000 km2 lautan dengan jumlah pulau tercatat sebanyak 566 buah (besar dan kecil), 44 pulau diantaranya merupakan pulau berpenghuni. Adapun iklim di NTT didominasi musim kemarau/kering sebanyak delapan bulan dan musim hujan/basah selama empat bulan. Dengan karakteristik geografi kepulauan yang tersebar dan berbentuk kecil-kecil serta komoditas terbatas mengingat NTT didominasi oleh musim kering/kemarau, mengakibatkan provinsi NTT terisolasi secara fisik, ekonomi maupun sosial. Dampaknya, kemiskinan, bencana alam, kelaparan serta serangan hama merupakan permasalahan klasik di propinsi ini.

1.2. Jumlah penduduk NTT Tahun 2009 mencapai 4.619.655 jiwa. Laju pertumbuhan penduduk tercatat 1,87% per tahun dengan kepadatan penduduk 95,76 jiwa per Km2. Sementara itu, penduduk miskin NTT pada tahun 2009 mencapai 23,31%, pengangguran 3,98%, pendapatan per kapita Rp 4,1 juta dengan tingkat pertumbuhan ekonomi 4,18% serta inflansi 10,9%.

1.3. Pemprop NTT mengusung slogan “Anggur Merah” yang berarti “Anggaran Untuk Rakyat Menuju Sejahtera” dengan birokrasi pelayanan publik yang murah dan cepat melalui alokasi belanja publik yang lebih besar dibandingkan belanja aparatur negara. Berbasis “Anggur Merah”, Pemprov NTT fokus kepada delapan agenda pembangunan yakni SDM yang berkualitas, peningkatan kesehatan, pembangunan dan peningkatan infrastruktur, ekonomi kerakyatan, kelestarian lingkuan hidup, supremasi hukum, kesetaraan gender serta penanganan masalah kemiskinan, wilayah perbatasan, provinsi kepulaun serta daerah rawan bencana.

1.4. Kawasan perbatasan darat Timor bagian barat dengan RDTL secara administrasi meliputi 10 kecamatan yang terbagi dalam tiga kabupaten. Yakni Kabupaten Kupang (Kecamatan Amfoang Utara), Kabupaten Timor Tengah

Page 4: Kunjungan kerja Komisi I DPR RI ke Provinsi NTT

Utara (Kecamatan Miomafo Barat, Miomafo Timur dan Kecamatan Insana Utara), Kabupaten Belu (Kecamatan Malaka Timur, Tasifeto Barat, Tasifeto Timur, Lamaknen, Kecamatan Rehaat dan kecamatan Kobalima). Sementara itu, kawasan perbatasan laut wilayah NTT dengan RDTL mencakup lima kabupaten yakni Kabupaten Kupang (Kecamatan Amfong Utara), Kabupaten Belu (Kecamatan Tasifeto Barat dan Kecamatan Kobalima), Kabupaten TTU (Kecamatan Insana Utara) serta Kabupaten Alor (Kecamatan Alor Barat Daya).

1.5. Total garis perbatasan darat dengan RDTL mencapai 268,8 Km meliputi tiga wilayah Kabupaten yaitu Kabupaten Belu Sepanjang 149,9 Km (dari Motaain di Utara sampai Mota Masin di Selatan), perbatasan wilayah enclave Ambenu dengan Kabupaten Kupang sepanjang 15,2 Km dan Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) sepanjang 114,9 Km.

1.6. Pemprov NTT membangun daerah perbatasan dengan agenda khusus yakni terwujudnya pembangunan di wilayah-wilayah cepat tumbuh dan strategis dengan memperhatikan aspek hukum internasional, pertahanan keamanan, pengembangan wilayah serta aspek kesejahteraan dan sosial masyarakat. Untuk pembangunannya, Pemprov NTT merujuk pada empat prioritas yakni ekonomi (Peningkatan pembangunan ekonomi guna membuka peluang ekonomi masyarakat), SDM (dilaksanakan melalui peningkatan kualitas pendidikan), prasarana wilayah (aksesibilitas wilayah dan prasana pendukung ekonomi) dan pembangunan hukum dan HAM (guna mendukung adanya tertib hukum di wilayah perbatasan.

2. Danrem 161/Wirasakti2.1. Tugas pokok Korem 161/Wirasakti adalah melaksanakan pembinaan

kesiapan operasional atas segenap jajaran komandonya dan pembinaan teritorial serta menyelenggarakan operasi pertahanan sepanjang tahun di daerahnya sesuai rencana pertahanan Kodam IX/Udayana. Korem 161/Wirasakti mengemban dua fungsi yakni fungsi pelayanan bantuan administrasi terhadap satuan/badan/komando yang berada di daerah serta fungsi kegarnizunan TNI di daerahnya sesuai dengan kebijaksanaan Pangdam IX/Udayana.

2.2. Kondisi wilayah perbatasan RI-RDTL dilihat dari lima aspek yakni Idiologi (rasa kedaerahan masih sangat melekat), Politik (ambisi pribadi dan kekuasaan), ekonomi (taraf hidup masyarakat di perbatasan masih rendah), Sosial Budaya (kesenjangan sosial di perbatasan berpengaruh terhadap aspek HAM), Pertahanan Keamanan (sengketa garis batas DPT memicu konflik di perbatasan).

2.3. Permasalahan yang dihadapi Korem 161/WS adalah :2.3.1. Asrama Yonif 743/PSY Naibonat masih menampung asrama

sementara militer non organik sebanyak 116 kk. Sementara itu, anggota Yonif 743/PSY yang belum mendapatkan tempat tinggal mencapai 80 KK dan mereka tinggal di luar asrama.

2.3.2. Hingga kini masih ada pulau dan tanah yang disewakan sebanyak 5 hektar selama 25 tahun kepada orang asing di Pulau Bidadari

Page 5: Kunjungan kerja Komisi I DPR RI ke Provinsi NTT

Kabupaten Manggarai dan di wilayah Rote Ndao Kabupaten Rote seluas 3 hektar selama 20 tahun.

2.3.3. Menyusul pemekaran sejumlah wilayah di NTT yakni Kabupaten Manggarai menjadi 3 Kabupaten yakni Manggarai, Manggarai Barat dan Manggarai Timur, Kabupaten Flores Timur menjadi dua kabupaten yakni Kabupaten Larantuka dan Kabupaten Lembata serta pemekaran Kabupaten Ngada menjadi Kabupaten Bajawa dan Kabupaten Nagekeo, membutuhkan pembangunan Kodim dan Ramil.

3. Paparan Danlamal VII/Kupang

3.1. Lantamal VII merupakan Komanda Pelaksana dukungan Koarmatim yang berkedudukan di bawah Pangamatim. Pengembangan Lantamal VII yang berkedudukan di Kupang diresmikan pada tanggal 25 Novermber 2005 dan berlanjut hingga kini masih dalam proses pengembangan dan pembangunan menuju pangkalan utama TNI Angkatan Laut yang ideal.

3.2. Tugas Lantamal VII/Kupang melakukan dukungan pangkalan secara efektif dan efisien, melakukan pertahanan pangkalan, pemberdayaan Wilhanla dalam wilayah tanggung jawab Lantamal VII, menjalin koordinasi dengan komando lain, pemda dan instansi/badan pemerintah, pembinaan pangkalan utama berikut pangkalan jajarannya, serta melaksanakan dukungan dankoordinasikan guna menyelesaikan

3.3. Upaya pengamanan laut dilakukan Lantamal VII secara internal dan eksternal. Secara internal diwujudkan dalam bentuk upaya pengawasan dan pengamanan wilayah perairan, perbatasan dan pulau terluar Indonesia yang diimplementasikan dalam bentuk gelar operasi, sementara eksternal dalam bentuk kerjasama dengan negara tetangga guna mengatasi permasalahan yang menonjol pada kedua negara. Selain itu, Lantamal VII melakukan peningkatan kemampuan dengan menyiapkan unsur laut guna mendukung operasi, melaksanakan bin terhadap potensi maritim, melatih personil satlak ops Lantamal VII serta melaksanakan latihan sesuai jadwal latihan dan rencana latihan.

3.4. Permasalahan di wilayah perbatasan RI-RDTL adalah pelintas batas illegal mengingat mahalnya biaya fiskal serta penyelundupan barang dari RI ke RDTL dan sebaliknya.

3.5. Guna melaksanakan tugas di wilayah perbatasan, Lantamal VII/Kupang mengalami kendala berupa minimnya sarana dan prasarana penunjang di wilayah perbatasan seperti speedboad dan perahu karet.

4. Paparan Danlanud Eltari Kupang4.1. Tugas lanud Eltari Kupang adalah menyiapkan dan melaksanakan

pembinaan dan pengoperasian seluruh satuan dalam jajarannya, pembinaan potensi dirgantara serta menyelenggarakan dukungan operasi bagi satuan lain. Adapun fungsi Lanud El tari adalah menyelenggarakan pembinaan dan penyiapan satuan dalam jajaran, mengumpulkan dan merekam data guna dukungan operasi dan latihan, melaksanakan bekal dan pengadaan materiil bagi satuan kerja, menyelenggarakan pengadaan alutsista tingkat sedang,

Page 6: Kunjungan kerja Komisi I DPR RI ke Provinsi NTT

pembinaan potensi dirgantara, pengadaan sarana prasarana dan fasilitas pendukung, serta melakukan koordinasi dengan badan/instansi terkait.

4.2. Permasalahan dalam tubuh Angkatan Udara Eltari Kupang antara lain Coverage Radar belum mencapai secara keseluruhan wilayah tanggungjawab Lanud El Tari, Belum tergelar Skadron Udara di El Tari, belum tergelar site Rudal G/A dan PSU di El Tari, Belum terpenuhinya sarana dan prasaran pendukung Operasi Udara (Kendaraan Crash Team belum ada, Kendaraan PK yang menggunakan Foam belum ada, Kendaraan Refueller belum ada, Kondisi Rumah Sakit masih minim, Mess kurang, Kendaraan Angkut Personil masih terbatas, Ambulance, Sarana Ground Handling belum memadai), belum terpenuhinya personil yang sesuai dengan POP.

4.3. Guna mendukung kinerja, Lanud Kupang mengharapkan penggelaran skadron udara (TS), terpenuhinya sarana dan prasarana pendukung Operasi Penerbangan secara memadai, peningkatan Operasi Udara lebih Intensif di wilayah udara Propinsi Nusa Tenggara Timur, peningkatan kemampuan coverage radar mencapai keseluruhan wilayah tanggungjawab Lanud El Tari, penggelaran Rudal G/A dan PSU, terpenuhinya jumlah kekuatan personil yang sesuai dengan POP, adanya penambahan perumahan dan mess, peningkatan kesejahteraan prajurit.

4.4. Belum terjadi kesepakatan antara RI dan RDTL tentang distrik Oecussi yang berpotensi terjadinya pelanggaran wilayah udara NTT oleh kekuatan udara negara asing sehingga perlu peningkatan pengawasan.

4.5. Terdapat beberapa potensi ancaman di NTT antara lain : masuknya unsur-unsur kuat Angkatan Udara Asing sewaktu-waktu di wilayah NTT jika terjadi bencana alam dengan alasan bantuan kemanusiaan tidak memperdulikan masalah perijinan, masuknya Pesawat intai bertehnologi tinggi baik berawak maupun tidak, untuk melakukan pengintaian udara, keberadaan pangkalan Udara Butterworth-Port Moresby dan Pulau Christmast, pemanfaatan Blind Spot oleh kekuatan Negara Asing akibat keterbatasan Coverage Radar TNI & Sipil, penyalahgunaan Flight Approval (FA) & Flight Security Clearence (FSC) oleh pswt militer/ sipil asing akibat keterbatasan kemampuan pengawasan wilayah udara, pelanggaran Wilayah Udara di perbatasan, ALKI (ancaman keamanan laut & udara), eksploitasi kekayaan alam, Spionase, Agresi, Bencana Alam.

5. Paparan Kapolda NTT

5.1. Wilayah Polda NTT terdiri dari 15 Polres, 1 Resta, 151 Polsek serta 154 Pospol. Hingga kini masih ada lima kabupaten pemekaran yang belum didukung oleh keberadaan Polres serta 39 kecamatan belum terdapat Polsek. Adapun dukungan personil di Polda NTT sebanyak 10.071 personil.

5.2. Sistem pengawasan dan komunikasi yang dilakukan Polda NTT di pinu gerbang dan pos perbatasan, menggunakan CCTV yang bisa langsung diakses Polres dan Polda dengan menggunakan satelit. Pos Polisi telah didukung oleh telepon dan internet. Sementara jaringan komuunikasi antara pos dengan Polres dan antar pos langsung bisa dimonitor oleh Polres dan Polda.

5.3. Salah satu kasus yang menonjol di NTT adalah illegal imigran. Untuk menangani kasus ini masih terganjal sejumlah kendala yakni belum adanya

Page 7: Kunjungan kerja Komisi I DPR RI ke Provinsi NTT

UU tentang people smuggling sehingga menggunakan UU Keimigrasian, dokumen yang dibawa oleh imigran lengkap (paspor, visa, tiket dan atau surat keterangan pengungsi dari UNHCR), titik poin pemberangkatan ke australia sangat luas sehingga keterbatasan dalam pengawasan, adanya dukungan dari nelayan untuk memberangkatkan imigran ke australia (menyediaakan perahu, logistik, guide dll).

5.4. Permasalahan lain yang cukup menonjol di Propinsi adalah trafficking in person (TKI). Data calon TKI illegal tahun 2009 mencapai 4 kasus (40 orang). Permasalahan TKI dipicu oleh sejumlah latar belakang seperti kemiskinan, mudahnya mengurus persyaratan TKI secara illegal serta koordinasi antar instasi terkait dalam penangan TKI illegal belum berjalan dengan baik.

5.5. Permasalahan yang terjadi di wilayah perbatasan RI-RDTL antara lain : Perbatasan kedua negara di beberapa wilayah belum permanen (masih mungkin dirubah), Pelanggaran pelintas batas illegal karena adanya hubungan keluarga, perkawinan, persamaan budaya (adat dan budaya) dan kepercayaan/agama, Sengketa tanah, Perkelahian antar warga, Penyelundupan sembako, BBM, dan komoditi lain mengingat perbedaan harga yagn tinggi dan banyaknya jalan tikus, Masalah warga eks Timor Timur yang sampai saat ini belum tuntas, Perusakan hutan, Pelanggaran ALKI oleh kapal asing, Masalah tanah perbatasan di kecamatan Aekesak (Terjadi penyerobotan wilayah Belu. Dilihat dari sisi adat, wilayah tersebut termasuk Kabupaten Belu, namun secara yuridis masuk ke wilayah Timor Leste), Belum dicabutnya situasi status siaga dua di Kota Atambua oleh PBB terkait tewasnya pasukan PBB pada tahun 2005, Pelanggaran pelayaran kapal penumpang asing jalur Oekusi-Timor Leste tidak sesuai dengan Pasal 53 UNCLOS 1982 (yakni minimal 14 mil dari garis pantai), Penyampaian secara resmi oleh Pemerintah RDTL denga nota diplomatik Kementerian Luar Negeri RDTL No 289/DAB/09 tanggal 9 September 2009. Isinya menetapkan 300 WNI sebagai DPO Serious Crime terkait kerusuhan pasca jajak pendapat tahun 1999 di Timor Leste.

5.6. Kasus yang terjadi di wilayah perbatasan yakni lintas batas illegal, penyelundupan (Sembako, BBM, komoditi lain), penganiayaan berat, pencurian sapi dan penembakan oleh warga, lintas batas illegal merupakan kasus yang sering terjadi.

6. Paparan Dubes RI di RDTL 6.1. Sebagai perwakilan diplomatik konsuler, KBRI di Dili mewakili negara,

bangsa dan pemerintah RI, melindungi dan mengamankan kepentingan nasional dan warga negara Indonesia (WNI) serta Badan Hukum Internasional (BHI) di RDTL, memelihara dan meningkatkan hubungan persahabatan di berbagai bidang mengamankan pelaksanaan politik luar negeri, memelihara dan meningkatkan citra positif dan pengertian mengenai Indonesia, serta mengamati dan melaporkan perkembangan dalam negeri RDTL.

6.2. Berdasarkan data pada KBRI Dili, sampai dengan 10 Februari 2010 terdapat sekitar 4408 orang WNI yang tersebar di 13 distrik di RDTL. Selain itu, diperkirakan terdapat 300 orang WNI yang tidak atau belum melaporkan

Page 8: Kunjungan kerja Komisi I DPR RI ke Provinsi NTT

diri ke KBRI. KBRI Dili juga memproses pelaksanaan deportasi 11 orang WNI dari RDTl ke Indonesia.

6.3. KBRI Dili melaksanakan diplomasi total di berbagai bidang bersama-sama dengan beragam komponen bangsa seperti BUMN (sampai saat ini terdapat tiga BUMN di Indonesia – PT Pertamina, Bank Mandiri dan Merpati Nusantara) dan warga Indonesia di Timur Leste. Melalui soft power diplomacy, KBRI telah menggelar berbagai kegiatan seperti pengadaan/melengkapi buku-buku perpustakaan di Pusat Kebudayaan Indonesia (PBI) di Dili, pengajaran/pelatihan bahasa Indonesia dan interaksi sosio kultural lain dengan warga Timoer Leste.

6.4. KBRI-Dili secara berkesinambungan melakukan upaya-upaya peningkatan hubungan bisnis dan perdagangan bilateral antara lain melalui kegiatan bazar/pameran untuk mengenalkan berabagai produk ekspor Indonesia kepada pengusaha TL, menfasilitasi kehadiaran para pengusaha Tl dalam pameran prdouk ekspor Indonesia, serta mengupayakan peningkatan jumlah kesepakatan/persetujuan kerjasama pada sektor ekonomi perdagangan-pariwisata baik dalam kerangka G to G, G to P maupun P to P. KBRI Dili juga menfasilitasi perluasan kerjasama teknik antara RI dan RDTL seperti mendorong keikutsertaan warta Timoer Leste seperti mendorong keikutsertaan warga TL dalam pelatihan untuk mengembangkan UKM yang diadakan oleh Indonesia.

6.5. Perudingan bilateral batas darat RI-RDTL yang dimulai sejak tahun 2001 telah berhasil menyelesaikan sekitar 96% masalah perbatasan darat RI-RDTL. Dalam menyelesaikan masaalah perbatasan, kedua negara sepakat merujuk pada berbagai dokumen hukum antara lain Traktat 1904 antara Belanda dan Portugis dan Arbitrary Award 1914 sesuai Provisional Agreement betwen the Government of the Ri and the Government of the DRTL on the Land Boundary yang ditandatangani, April 2005.

6.6. Di sektor ekonomi perdagangan, sekitar 75% kebutuhan pokok masyarakat Timoer Leste dipasok dari Indonesia seperti mesin diesel, bahan bakar, rokok, semen, beras, pasta dan bahan pasta, CPO hingga traktor. Sebagian besar komoditas yang diimpor oleh RDTL dari Indonesia diangkut melalui jalan darat melalui Propinsi NTT.

6.7. Komisi Kebenaran dan Persahabatan (KKP) telah menyelesaikan tugasnya pada bulan Juli 2008 terkait pernyelesaian masalah kerusuhan jajak pendapat tahun 1999 di bekas Propinsi Timoer Leste. Terkait hal ini, KBRI melakukan upaya pendekatan secara intensif baik kepada Pemerintah RDTL, anggota parlemen nasional, dan para pemangku kepentingan lain di Timoer Leste untuk mengawasi hasil-hasil KKP agar dapat ditindaklanjuti dengan baik di negara akreditasi. Pada tanggal 14 Desember 2009, Parlemen Nasional RDTL mengesahkan sebuah resolusi yang menerima rekomendasi CAVR (Commision For Reception, Truth and Reconciliation), dan rekomendasi KKP (Komisi Kebenaran dan Persahaan. Selanjutnya Resolusi Parlement Nasional memberkan waktu tiga bulan kepada institusi yang dibentuk untuk menindaklanjuti rekomendasi-rekomendasi CAVR dan KKP.

6.8. Masih dalam rangka upaya menindaklanjuti rekomendasi KKP, KBRI dili ikut serta secara aktif dalam pertemuan pejabat tinggi (senior officals)

Page 9: Kunjungan kerja Komisi I DPR RI ke Provinsi NTT

Indonesia dan Timoer Lester unuk menyusun dan merampungkan rencana aksi. Salah satu rekomendasi penting dalam tindak lanjuthasil KKP ialah penyelesaian salah satu residual issues berupa tunjangan hari tua untuk eks PNS TI. Untuk itu, PT Taspen pada tanggal 29 Januari 2010 telah mentrasfer RP 11.133.643.100 kepada Sekretaris Negara Pengembangan Keterampilan dan Tenaga kerja (Sefope) RDTL. Sedangkan PT Asabri telah mentransfer Rp 3.786.923.300 untuk eks TNI/Polri.

6.9. Merujuk “Arrangement on Traditional Border Crossing and Regulated Market” yang ditandatangi 2003 lalu, baik RI maupun RDTL telah sepekat menerapkan Pas Lintas Batas (PLB) yang akan diberlakukan bagi masyarakat perbatasan sampai jarak tertentu serta membuka pasar tradisonal di perbatasan. Dalam waktu dekat, diharapkan PLB bisa direalisasikan. Sementara itu, keberadaan pasar tradisional di perbatasan hingga kini belum dapat diresmikan karena faktor teknis padahal bangunan fisik pasar khususnya di Pos Mota Air telah selesai dibangun beberapa tahun lalu. Pemberlakukan PLB dan keberadaan Pasar Tradisional di perbatasan bernilai strategis dari sisi ekonomi bagi masyarakat kecil guna mendorong rekonsiliasi antar masyarakat dua negara.

6.10. Perudingan bilateral menyangkut perbatasan RI-RDTL (JBC dan TSC) seyogyanya dapat dilaksanakan di Propinsi NTT sehingga pertemuan tidak saja mengikutsertakan pejabat pusat, namun juga melibatkan para pejabat dan petugas terkait di daerah mengingat mereka yang menghadapi berbagaip masalah secara langsung. .

6.11. Penyelesaian masalah aset dilakukan melalui Forum Joint Ministerial Commision (JMC) yang dipimpin oleh Menteri Luar Negeri masing-masing. Dalam konteks JMC tersebut, usul Indonesia untuk membentuk Technical Sub Committe on Asset (TSC) sampai kini belum dapat direalisasikan oleh pihak RDTL karena alasan keterbatasan kapasitas institusional

6.12. Terkait klaim atas aset, Pemerintah Timoer Leste telah memberikan batas waktu untuk pengajuan klaim hingga 10 Maret 2004. Klaim resmi telah telah diajukan kepada Direktorat Land and Property TL mencapai 11.000 klaim dan hingga saat ini belum diproses/masih pending karena kendala teknis yakni sangat minimnya peraturan hukum dan SDM.

6.13. Di sektor Perdagangan, Indonesia merupakan mitra dagang utama Timoer Leste. Sebagai contoh, bulan januari 2010 nilai impor dari Indonesia ke Timoer Leste mencapai US$2.567.000. Hal ini tidak terlepas dari kedekatan geografis Indonesia sebagai satu-satunya negara yang berbatasan darat dengan Timoer Leste. Selain itu, tiga BUMN Indonesia yang ada, memiliki peran penting dalam menopang perekonomian Timoer Lester.

6.14. Pada tahun 2008, ekspor komoditas Indonesia ke RDTL tercatat sebagai US $ 109.840.000. Pada tahun 2009, ekspor komoditas Indonesia ke RDTL adalah US $ 92.106.000. Sebaliknya, ekspor Timoer Leste ke Indonesia terutama kopi, pada tahun 2008 sebesar US $ 2.093.439 dan tahun 2009 tercatat US $ 412.023.

B. Pertemuan dengan Kaposwil BIN NTT1. Masalah perbatasan laut RI-Australia-RDTL

Page 10: Kunjungan kerja Komisi I DPR RI ke Provinsi NTT

1.1. Pada tahun 1997, Pemerintah RI dan Australia menandatangani Perjanjian Batas-Batas Dasar Laut Tertentu dan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) di Laut Timor, dan pada pasal 11 di dalam perjanjian menyebutkan, perjanjian tersebut baru berlaku apabila telah diratifikasi oleh kedua negara, dan pada tanggal pertukaran piagam-piagam ratifikasi. Namun sampai saat ini perjanjian tersebut belum diratifikasi, tetapi Pemerintah Australia telah menggunakan perjanjian tersebut untuk menangkap dan mengusir nelayan tradisional Indonesia yang mencari nafkah di wilayah laut tersebut.

1.2. Mengingat Tim-Tim sudah lepas dari NKRI sejak tahun 1999 dan menjadi negara merdeka RDTL, maka sudah seharusnya perjanjian batas laut RI-Australia di Laut Timor ditinjau kembali, dan kemudian dibicarakan kembali secara trilateral oleh tiga negara (RI – Australia – RDTL).

2. Penyelundupan sembako dan belum dibukanya pasar tradisional di wilayah perbatasan2.1. Secara umum situasi perbatasan RI-RDTL sampai saat ini masih relatif

aman, namun masih sering terjadi penyelundupan Bahan Bakar Minyak (BBM), pupuk bersubsidi dan sembako melalui jalur tradisional/jalan tikus.

2.2. Untuk mengatasi masalah penyelundupan dan meningkatkan perekonomian warga kedua negara yang tinggal di wilayah perbatasan, masing-masing negara telah membangun pasar tradisional di wilayah Mota’ain, Motamasin/Motamauk, Napan, dan Turiskain. Namun hingga saat ini pasar-pasar tradisional tersebut belum aktif. Salah satu kendala pengaktifan pasar tradisional itu, karena sampai saat ini rencana kedua negara untuk memberlakukan dokumen Pas Lintas Batas (PLB) pengganti paspor belum direalisasikan. . Menurut KBRI di Dili, Pemerintah RI melalui KBRI di RDTL dan Pemerintah RDTL telah melakukan pembahasan terkait dengan pemberlakuan izin melintas antar kedua negara (dokumen PLB), seperti Paspor.

3. Pertahanan Udara RI di NTT3.1. Tanggung jawab pertahanan udara Lanud El Tari Kupang hanya

meliputi wilayah Pulau Timor, Kabupaten Rote Ndao, Kabupaten Alor, Kabupaten Lembata, sebagian Pulau Flores (Kabupaten Flores Timur sampai Ende). Sementara Kabupaten Nagekeo ke arah Barat (Kabupaten Manggarai dan Pulau Sumba) merupakan wilayah pertahanan udara Lanud Rembiga, Lombok Nusa Tenggara Barat (NTB), dan sampai saat ini belum ada squadron tempur di wilayah NTT.

3.2. Perlu pengadaan radar yang lebih canggih yang mampu menjangkau seluruh wilayah Provinsi NTT yang berada di bawah Komando Lanud El Tari Kupang untuk wilayah NTT, dan tanggung jawab pertahanan udara Lanud El Tari Kupang meliputi seluruh wilayah Provinsi NTT.

4. Rencana Pembangunan Yonif 746 dan Kikav Tank di Kabupaten TTU4.1. Wilayah Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) yang berbatasan

langsung dengan Distrik Oecussi (RDTL) sampai saat ini hanya memiliki satu kesatuan territorial setingkat Kodim, dan satu Kompi Satuan Tempur dari Batalyon 744, sehingga untuk mengamankan wilayah perbatasan antar negara, Mabes TNI menilai perlu pembentukan satuan tempur setingkat Batalyon dan Kompi Kavaleri Tank.

Page 11: Kunjungan kerja Komisi I DPR RI ke Provinsi NTT

4.2. Rencana pembangunan Markas Yonif 746 dan KIKAV Tank di wilayah itu mendapat penolakan dari masyarakat, tokoh agama, dan akhir-akhir ini penolakan semakin meluas hingga ke kalangan DPRD Kab. TTU dan Pemkab TTU. Adapun alasan penolakan rencana pembangunan Markas Yonif 746 dan KIKAV Tank tersebut, karena saat ini RDTL dinilai bukan sebagai ancaman, wilayah perbatasan kedua negara saat ini dalam keadaan kondusif, serta tanah yang akan dibangun Markas Yonif dan KIKAV Tank merupakan daerah pertanian, peternakan, dan sumber mata air.

5. Terdapat dua segmen yang belum terselesaikan (unresolved) yakni Noel Besi dan Buaeli Sunan Oben/Manusasi) serta satu segmen yang belum disurvei (unsurveyed segmen) Subina. 5.1. NOEL BESI (Kabupaten Kupang-Citrana, Distrik Oecusse RDTL). Pihak

RI menginginkan Noel Besi sebagai batas wilayah sesuai Toponimi sepanjang 4,5 km dengan luas 1.069 Ha, sedangkan RDTL menginginkan sungai Nono Noemna berdasarkan azimut 30 47’ NW kearah P.Batek. Pembangunan kantor Imigrasi RDTL di wilayah steril, yang sampai dgn saat ini telah dihentikan.Warga yang tinggal di dusun Naktuka adalah warga yang memiliki Electoral (KTP) Timor Leste dgn jumlah 44 KK. Ditemukan bangunan kantor pertanian, balai pertemuan, gudang dolog dan tempat penggilingan padi di CO. 1670 6560.Terdapat rencana pembangunan kantor imigrasi RDTL di daerah sengketa pada CO. 1699 6490 (sudah dihentikan Pamtas RI)

5.2. Wilayah Subina ( SUBINA, PISTANA, TUBU BANAT, NEFO NUMFO/HAUMENIANANA) Masyarakat masih mempermasalahkan tanah di daerah tsb sepanjang 9 Krn. setelah ditetapkan GBN, tanah tersebut menjadi wilayah RDTL.

5.3. BIJAEL SUNAN – OBEN (Kab. TTU)Pihak RI menginginkan garis batas dipindahkan kearah S.Miomafo ditarik dari pilar yang dibuat tahun 1966, menyusuri punggung bukit (lihat PPT lagi)

C. Kunjungan ke SATGAS PAMTAS RI-RDTL KIPUR III Pos Motaain di Desa Umanen Kecamatan Atambua Barat Kecamatan Belu 1. Mengingat kondisi Mako Satgas yang masih baru, sehingga masih terdapat

beberapa fasilitas utama yang belum terpenuhi dan kendala yang dihadapi. Pertama, tidak adanya line telepon dan faksimile padahal Satgas Pamtas dituntut untuk memenuhi kecepatan dan ketepatan informasi dalam setiap perkembangan dan situasi yang terjadi diperbatasan RI-RDTL. Kedua, tegangan listrik yang tidak stabil sehingga membuat hampir semua alat elektronik terutama komputer rusak, sehingga harus diperbaiki atau membeli yang baru. Adanya kendala tegangan listrik ini sangat menghambat kegiatan admistrasi di Mako Satgas. Dampaknya, setiap informasi, kejadian dan kegiatan yang dilakukan di kawasan perbatasan tidak terlepas dari kegiatan administrasi dan laporan. Ketiga, ketersediaan air bersih yang minim. Mako Satgas belum dilengkapi sumur atau pun instalasi air. Kondisi ini tergolong riskan. Untuk mengatasinya Satgas Pamtas berkoordinasi dengan Pemda Kab. Belu untuk meminjam sementara truk tanki air, guna memenuhi kebutuhan air di Mako Satgas yang didiami 70 personil.

Page 12: Kunjungan kerja Komisi I DPR RI ke Provinsi NTT

2. Minimnya dukungan sarana dan prasarana juga dialami pos-pos seperti belum terdapatnya air bersih, tempat tidur, genset, bangunan pos masih semi permanen serta kondisi jalan menuju pos belum diperkeras.

D. Kunjungan ke Perbatasan RDTLKomisi I DPR RI berkunjung ke wilayah perbatasan RI-RDTL dan diterima oleh Sekjen Kementerian Luar Negeri RDTL. Dalam kesempatan tersebut, tim melakukan kunjungan ke Kantor Imigrasi RDTL dan Pasar Tradisional yang tengah dibangun oleh pemerintah RDL.

Pertemuan dengan pemerintah RDTL dimanfaatkan oleh Komisi I DPR membicarakan agenda penting dengan Sekjen Kementerian Luar Negeri RDTL, antara lain : 1. Rencana pertemuan RI-RDTL dalam perundingan Joint Border Commite (JBC)

yang akan digelar tahun ini di Indonesia. Pertemuan akan membahas beragam persoalan seperti perbatasan kedua negara.

2. Pembahasan terkait persiapan pengaturan pas lintas batas (PLB) yang akan diberlakukan bagi masyarakat perbatasan sampai radius tertentu. Pada tahun 2010, diharapkan PLB bisa dilaksanakan.

3. Mekanisme pelaksanaan pasar lintas batas RI – RDTL, menyusul adanya dua pasar dalam lokasi yang berdekatan. Meski hingga kini pasar belum bisa dioperasikan, namun berbagai hal perlu diantisipasi seperti lalu lintas barang, lalu lintas orang, harga barang, hingga jam buka pasar sehingga ke depan tidak terjadi kompetisi (perdagangan bebas) yang tidak menutup kemungkinan justru merugikan pedagang di kedua pasar tersebut maupun masyarakat yang tinggal di wilayah perbatasan.

E. Pertemuan dengan Bupati Belu NTT 1. Luas Kabupaten Belu 2.445,57 KM2 (5,16% luas NTT). Kabupaten Belu terdiri dari

24 kecamatan, 208 desa/kelurahan. Sebanyak lima kecamatan dan 33 desa berbatasan darat dengan RDTL. Jumlah penduduk Belu mengacu data 2008, sebanyak 384.182 jiwa/86.878 KK dengan kepadatan 157/Km2.

2. Potensi utama perekonomian Kabupaten Belu adalah pertanian (jagung, kacang-kacangan, padi, mente, kelapa, kemiri), peternakan (sapi dan babi), perikanan (ikan tuna, rumput laut dan bandeng), kehutanan (jati dan cendana, hasil hutan non kayu madu, asam), Pertambangan (mangan, krom, marmer, batu kapur).

3. Visi pembangunan Belu “Terwujudnya masyarakat Belu yang maju, mandiri, demorkatis dan berbudaya dengan agenda pembangunan bidang ekonomi, SDM, prasarana wilayah, penegakan hukum dan ham serta lingkungan hidup.

4. Wilayah perbatasan RI-RDTL yang terletak di wilayah barat darat (149 km) Kabupaten Belu, kondisi infrastruktur masih sangat terbatas seperti jalan, air bersih, perumahan. Selain itu, kondisi ekonomi masyarakat yang tinggal di wilayah perbatasan masih lemah, untuk itu diperlukan pembangunan sarana prasarana pertanian guna menggerakan ekonomi lokal seperti irigasi, Dam.

5. Sejak 2007, bantuan khusus pengembangan perbatasan di kabupaten Belu mencakup bidang pertanian, peternakan, perikanan, infrastruktur seperti listrik, pembangunan sarana kantor bea cukai dan imigrasi, pasar perbatasan, terminal internasional hanya saja belum dimanfaatkan, gapura batas Motaian, satu unit

Page 13: Kunjungan kerja Komisi I DPR RI ke Provinsi NTT

kendaraan roda empat, gedung serba guna di Kecamatan Lamaknen Selatan, Rumah tugas Jaga di Motasin, dan 2010 Pembangunan gedung pelayanan satu atap di Motamasin, balai pertemuan di Kecamatan Kobalima, Pembangkit listrik 4X6 MW serta desa berdering.

6. Pemkab Belu tengah mengusulkan rencana mengembangkan jalan perbatasan RI-RDTL ruas Motaain-Metamanuk sepanjang 212,35 Km) Periode Tahun 2010 s/d 2013. Pengembangan jalan meliputi peningkatan status 186,35 km dan pembukaan jalan baru 26 km. Total dana yang dibutuhkan Rp 43.629.490.000,-

7. Bupati Belu menyampaikan sejumlah saran terkait pengembangan wilayah perbatasan,Pertama, pembangunan wilayah perbatasan jangan dilihat dari kacamata untung rugi mengingat wilayahnya kecil, penduduknya sedikit atau tidak berpotensi. Idealnya, pembangunan wilayah perbatasan dilihat sebagai kerangka yang lebih luas. Kedua, Pembangunan infrastruktur jalan lintas perbatasan perlu dipercepat guna membuka jaringan pertumbuhan ekonomi nasional guna mendukung pengawasan pertahanan keamanan oleh masyarakat.Ketiga, Sebagai beranda terdepan dalam kontek hubungan dengan dunia internasional serta sebagai daerah pasca konflik, maka bisa mendapatkan skor khusus dalam penghitungan dana pertimbangan atau DAK khusus.Keempat, Kabupaten Belu yang memiliki panjang batas darat dengan RDTl sepanjang 149 KM, bisa mendatpakan perhatian lebih dari pemerintah.

F. Pertemuan dengan LPP TVRI NTT, LPP RRI NTT, LBKN Antara Biro NTT, KPID NTT1. LPP TVRI NTT

1.1. TVRI Stasiun NTT memiliki sebuah stasiun penyiaran yang berkedudukan di Kota Kupang dan 21 stasiun pemancar yang tersebar di 21 kabupaten di seluruh wilayah NTT. Sesuai kebijakan TVRI pusat, jumlah jam siaran TVRI NTT sebanyak 4 jam setiap hari mulai pukul 16.00 s/d 20.00 Wita.

1.2. Program siaran TVRI Stasiun NTT terdiri atas siaran informasi, hiburan dan seni budaya. TVRI juga menyiarkan paket-paket acara budaya dan pariwisata serta informasi penting dari stasiun TVRI se Jawa, Bali dan Nusa tenggara melalui program JABANUSRA dengan tujuan memperkuat integrasi bangsa serta memberikan variasi siaran sekaligus sebagai solusi keterbasan anggaran.

1.3. TVRI Stasiun NTT didukung oleh 140 karyawan, terdiri dari 93 Pegawai Negeri Sipil dan 47 karyawan honorer.

1.4. Guna menyebarluaskan informasi dari dan ke wilayah perbatasan RI-RDTL, TVRI telah dan sedang meningkatkan kekuatan pemancar pada empat titik wilayah perbatasan, masing-masing dari 100 watt menjadi 2 juta watt atau 2 kili watt, yang merupakan bantuan pinjaman dari pemerintah Brasil. Keempat titik tersebut adalah Pemancar TVRI Kefamananu guna menyebarluaskan informasi di Kabupaten TTU termasuk wilayah yang berbatasan dengan distrik Ambeno-Negara Timoer Leste, Pemancar TVRI Betun dan Pemancar TVRI Atambua untuk menyebarluaskan informasi di Kabupaten Belu dan wilayah perbatasan RI Timoer Leste serta Pemancar TVRI

Page 14: Kunjungan kerja Komisi I DPR RI ke Provinsi NTT

di Kalabahi untuk kelancaran penyebarluasan informasi di Kabupaten Alor yang secara geografis juga berbatasan dengan Negara Timoer Leste.

1.5. Sebagai upaya penyebaran informasi di wilayah perbatasan RI-RDTL, TVRI NTT menempatkan satu orang kontributor di kabupaten yang berbatasan dengan RDTL yakni kabupaten Belu, Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU). Selanjutnya, hasil liputan dikirim ke TVRI Kupang melalui video streaming. Setelah disiarkan secara lokal, pada hari yang sama, TVRI Kupang mengirimkannya ke TVRI Jakarta untuk disiarkan secara nasional.

2. LPP RRI NTT2.1. RRI Kupang merupakan media elektronis pertama di NTT yang resmi

berdiri pada tanggal 9 Nopember 1958 dengan sarana penyiaran pertama menggunakan pemancar 300 watt. Adapun sasaran operasional siaran mencakup seluruh daerah NTT yang meliputi lebih dari 500 pulau besar dan kecil. Hingga kini, masih banyak daerah blankspot mengingat kepulauan NTT memiliki topografi yang bergunung-gunung.

2.2. Semenjak 1994, melalui kerjasama dengan pemerintah Jepang, dibangun sejumlah pemancar Down Link mulai dari Betun kabupaten Belu yang berbatasan dengan RDTL, Kefamananu, TTU, Soe Timur tengah Selatan selanjutnya menyebar ke berbagai titik di daerah Flores, Sumba, Lembaga, Alor, Rote, Ndao dan Sabu Raijun. Langkah ini bertujuan menimimalkan daerah blank spot. Dari hasil pemasangan peralatan pemancar, langkah ini mampu menerobos daerah blank spot. Hanya saja, karena tidak didukung oleh dana pemeliharaan yang memadai, sebagian peralatan down link tidak lagi berfungsi dengan baik bahkan sebagian dalam keadaan rusak berat.

2.3. Daerah perbatasan seperti Kabupaten Belu, TTU, TTS, Kabupaten kupang khususnya daerah Amfoang, Kabupaten Alor, Rote Ndao dan sabu Raijua belum mendapat perhatian khusus dalam pembangunan sarana/prasarana komunikasi penyiaran RRI.

3. Perum LKBN ANTARA Biro NTT3.1. Sejak pertengahan Juni 2009, LKBN ANTARA Biro NTT turut

berpartipasi menjaga ketahanan dan keutuhan NKRI di wilayah perbatasan RI-RDTL dengan menempatkan reporter di Atambua, ibu kota Belu.

3.2. Berbagai kendala masih menjadi hambatan dalam proses pengembangan Perum LKBN ANTARA Biro NTT seperti ketersediaan sumber daya manusia (wartawan) yang terbatas dan dukungan dana yang minim. Guna mengatasi hal ini, secara nasional Perum LKBN ANTARA atas restu DPR RI melalui Kementerian Kominfo mengalokasikan dana lewat APBN untuk berita-berita PSO (public service obligation) dengan tema yang meliputi demokratisasi dan pemilu, perkembangan Kebijakan Ekonomi Indonesia di Tengah Krisis Global, Milenium Development Goal’s (MDGs), Karakter Bangsa dan Citra Indonesia.

3.3. Di tingkat daerah, LKBN Biro NTT sedang melakukan tawaran kerjasama dengan pemerintah Pemprov NTT dan Kabupaten/Kota serta BUMN/BUMD setempat melalui imbal beli berita untuk memperkaya konten berita yang ada pada website masing-masing pemerintahan. Sejauh ini,

Page 15: Kunjungan kerja Komisi I DPR RI ke Provinsi NTT

Pemprov NTT sudah menyetujui program tersebut dan dalam waktu dekat Pemkot Kota Kupang juga menyetujuinya. Ke depan, LKBN Biro NTT akan melanjutkan kerjasama ini ke 19 kabupaten di NTT.

4. KPID NTT4.1. KPID NTT Periode Kedua (2009-2012) dikukuhkan oleh Gubernur NTT,

pada tanggal 29 Juli 2009 di Kupang. Program KPID kedua, meneruskan sebagian program kerja KPID periode sebelumnya dan membuat dan menjalan program baru sesuai dengan tupoksi.

4.2. Hingga kini, di NTT terdapat 91 lembaga penyiaran jasa penyiaran radio, terdiri dari : 12 lembaga penyiaran publik jasa penyiaran radio/RRI (3 on air dan 9 off air), 10 lembaga penyiaran publik lokal jasa penyiaran radio/RSPD (8 on air dan 2 off air), 44 lembaga penyiaran swasta radio (42 on air dan 2 off air), 13 lembaga penyiaran komunitas jasa penyiaran radio (semua on air), dan 15 lembaga penyiaran jasa penyiaran televisi terdiri dari : 1 lembaga penyiaran publik jasa penyiaran televisi (TVRI), 3 lembaga penyiaran publik lokal jasa penyiaran televisi, 11 lembaga penyiaran swasa jasa penyiaran televisi.

4.3. Kegiatan yang dilakukan KPID NTT antara lain : verifikasi data keberadaan lembaga penyiaran radio dan lembaga penyiaran televisi antara KPID NTT, Balmon Klass II Kupang, Dinas Kominfo Propinsi NTT dan Dinas Kominfo Kota/kabupaten, penguatan kapasitas lembaga dengan mengikuti lokakarya, mengkampanyekan GEMAR FLOBAMORA (Gerakan Menonton dan Mendengar secara Sadar, Selektif, Logis, Berdaya, Kritis, Kreatif) melalui stiker dan poster, mengoptimalkan pengawasan isi siaran dengan cara menyebarkan lembar aduan kepada masyarakat dan menerima duan dari masyarakat melalui faks, email, SMS dan telepon dan lain-lain.

G. Pertemuan dengan Balai Monitoring NTT, PT Telkom NTT, PT Pos Indonesia NTT1. Balai Monitoring Kupang

1.1. Kegiatan Balmon Kupang adalah menyelenggarakan pengawasan dan pengendalian penggunaan spektrum frekuensi radio oleh penyelenggara jasa telekomunikasi, penyelenggara jaringan telekomunikasi, penyelenggara jasa telekomunikasi khusus serta pengguna perorangan.

1.2. Sarana dan prasana pendukung kegiatan Balmon Kupang HP Fixed Station Monitoring (1 unit), mobile station monitoring 5 unit (HF DF mobile monitor, HF monitor mobile, HF DF mobile monitor, VHF UHF monitor mobile dan VHF UHF DF mobile)

1.3. Kendala yang dihadapi Balmon Kupang dalam menjalankan tugas pengawasan dan pengedalian adalah kondisi Propinsi NTT yang berbentuk kepulauan dengan sarana prasarana transportasi yang minim serta keterbatasan jumlah SDM, sarana prasarana pengawasan dan pengendalian.

2. PT Pos Indonesia Divisi Regional VIII Bali Nusra2.1. Wilayah kerja KPRK NTT mencakup 19 kabupaten dan satu kota yang

terbagi dalam lima KPRK yakni kupang (Kota Kupang, Kupang Barat, Rotendao, Alor), Soe (Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara), Atambua

Page 16: Kunjungan kerja Komisi I DPR RI ke Provinsi NTT

(Belu), Maumere (Sikka, Flores Timur, Lembat), Ende (Ende, Ngada, Nagakeo, Manggarai, Manggarai Barat, Manggarai Timur) dan Waingapu (Sumba Timr, Sumba Tengah, Sumba Barat, Sumba Barat Daya.

2.2. Moda transportasi yang dimiliki PT Pos Kupang belum sesuai dengan medan di NTT yang berbentuk pulau-pulau sehingga sebagian wilayah berada di daerah terpencil dan tidak mudah dijangkau. Selain itu, belum ada alternatif moda transportasi untuk daerah terpencil.

2.3. PT Pos Indonesia dan pemerintah Timoer Leste telah sepakat melakukan pertukaran langsung (kiriman pos) secara timbal balik serta peningkatan kerja sama dan pembukaan jaringan EMS. Selain itu, telah disepakati dua alternatif penyaluran kiriman pos Indonesia Timor Leste antara lain melalui pelayanan travel pertukaran di Atambua atau transportasi kendaraan operasional Pos Indonesia di Atambua dan Dili menggunakan kendaraan operasional Timoer Leste. Untuk itu, perlu pengadaan gedung dan sarana kantor (kendaraan, mebelair dan alat kerja) guan menunjang kegiatan operasional pertukaran kiriman pos dengan Timoer Leste di wilayah perbatasan.

2.4. PT Pos NTT telah melakukan koordinasi dengan Pemerintah daerah TTU dan Belu untuk percepatan operasional Kpc di kawasan Perbatasan RI-RDTL.

3. PT Telkom NTT3.1. Seluruh Kabupaten dan kota hingga tingkat pedesaan, sudah

terjangkau jaringan telekomunikasi Telkomsel. Kiprah pembangunan jaringan telekomunikasi oleh Telkomsel sejalan dengan pelaksanaan program Universal Service Obligation (USO).

3.2. Untuk Telkom Phone (Fixed Line) masih ada empat kabupaten yang belum terlayani yakni Sumba Barat Daya, Sumba Tengah, Nagekeo, Manggarai Timur. Untuk akses jaringan Telkom Flexi, masih ada sembilan kabupaten belum terlayani yakni Sumba Barat, Sumba Timur, Alor, Lembata, Flores Timur, Sumba Barat Daya, Sumba Tengah, Nagekeo, Manggarai Timur. Sebanyak tujuh kabupaten belum terjamah akses Telkom Speedy yakni Sumba Barat, Sumba Timur, Kupang, Sumba Barat Daya, Sumba Tengah, Nagekeo, Manggarai Timur.

3.3. Kondisi Medan di Kawan Timur Indonesia termasuk NTT tergolong cukup berat bagi Telkom Group untuk membangun fasilitas telekomunikasi. Meski demikian secara bertahap, Telkom Group tetap memperhatikan pembangunan fastel. Solusi jangka pendek, Telkom Group akan melakukan upgrade system GMD Bali Nusra. Dalam hal ini, Telkom melakukan upgrade GMD NTT sebasnyak dua kali (dari kapasitas 3 STM 1 menjadi 7 STM 1). Adapun solusi jangka panjang adalah percepatan penyelesaian pembangunan mataram kupang cable system.

3.4. Guna menunjang pengembangan telekomunikasi di Indonesia, Telkom Group menekankan pentingnya kepastian Roadmap Industry telekomunikasi di Indonesia (WIMAX 16.d), Pola Insentif bagi Penyelenggara Telekomunikasi yang melakukan pembangunan di Kawasan PSO, Dukungan Pemda (Kemudahan pemberian izin dan pembebasan lahan), kesesuaian aturan

Page 17: Kunjungan kerja Komisi I DPR RI ke Provinsi NTT

Perda dengan Peraturan yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat serta Percepatan penyesuaian rancangan Keputusan Menteri tentang Tarif ISR yang berbasis lebar pita.

III. Kesimpulan A. Bidang Pertahanan

1.1. Ketersediaan sarana prasana guna menunjang pengamanan wilayah perbatasan masih terbatas. Kondisi ini antara lain bisa dilihat dari : Pertama, sejumlah Mako Satgas Pamtas RI-RDTL belum memiliki sarana telepon/faks seperti Mako Sesekoe dan Mako Motaain. Selain itu, tegangan listrik juga tidak stabil sehingga membuat hampir semua alat elektronik terutama komputer rusak. Adanya kendala tegangan listrik sangat menghambat kegiatan admistrasi di Mako Satgas. Dampaknya, setiap informasi, kejadian dan kegiatan yang dilakukan di kawasan perbatasan tidak terlepas dari kegiatan administrasi dan laporan. Kedua, ketersediaan air bersih yang minim di Mako Satgas mengingat Mako Satgas belum dilengkapi sumur atauinstalasi air. Kondisi ini juga dialami sejumlah pos di wilayah perbatasan. Sejumlah pos juga belum didukung dengan tempat tidur yang memdai, genset, serta bangunan pos masih berbentuk semi permanen (tujuh pos).Ketiga, kondisi jalan menuju pos belum diperkeras. Setidaknya, terdapat delapan pos yang tidak bisa dilalui kendaraan roda empat bila musim hujan tiba (Haslot, Baen, Inbate, Ninulat, Oepoli, Manusasi, Aplal, Oepoli sungai). Keempat, sejumlah tanda peringatan batas negara (BSP) di Pos Ailala, Pos Dilomil dan Pos Kewar hilang/rusak dan data pilar batas di Pos Nunura dan Pos Lakmars juga rusak/hilang Keempat, coverage Radar belum mencapai secara keseluruhan wilayah tanggungjawab Lanud El Tari Kupang termasuk memantau wilayah perbatasan. Sementara itu dari sisi pengamanan wilayah perairan, sarana dan prasarana penunjang seperti speedboad dan perahu karet juga terbatas.

1.2. Masyarakat di daerah perbatasan masih dihadapkan pada masalah ketertinggalan di bidang pembangunan khususnya kemiskinan dan sarana prasarana yang relatif minim seperti belum tersedia sarana pelayanan publik yang mencukupi, sarana dan prasarana penunjang keimigrasian masih minim Kondisi ini dapat memicu tindakan pelanggaran hukum oleh warga seperti penyelundupan dan pencurian serta memicu konflik internal antar kelompok masyarakat di daerah perbatasan.

1.3. Pembangunan dan Pengelolaan sumber daya alam di wilayah perbatasan RI-RDTL masih bersifat sektoral dan tidak koordinatif sehingga perbaikan ekonomi di kawasan perbatasan selama sepuluh tahun terakhir tidak menunjukkan perubahan yang signifikan. Untuk itu, pemerintah pusat dan daerah diharapkan dapat mendorong dan meningkatkan pembangunan di kawasan perbatasan serta meningkatkan kerjasama dengan pemerintah

Page 18: Kunjungan kerja Komisi I DPR RI ke Provinsi NTT

RDTL untuk meningkatkan kesejahteraan dan rekonsiliasi antara masyarakat kedua negara di kawasan perbatasan.

1.4. Sebagian besar eks pengungsi Timtim akibat kerusuhan pasca jajak pendapat tahun 1999 masih mendiami daerah di sekitar perbatasan RI-RDTL Pada umumnya, kondisi ekonomi relatif masih lemah sehingga rentan terhadap konflik sosial.

1.5. Pemkab Belu mengusulkan rencana mengembangkan jalan perbatasan RI-RDTL ruas Motaain-Metamanuk sepanjang 212,35 Km) Periode Tahun 2010 s/d 2013. Pengembangan jalan meliputi peningkatan status 186,35 km dan pembukaan jalan baru 26 km. Total dana yang dibutuhkan Rp 43.629.490.000,- . Sejauh ini usulan tersebut belum mendapat respon dari pemerintah pusat padahal adanya akses jalan akan memudahkan pengamanan terhadap wilayah perbatasan.

B. Bidang Luar Negeri1. Salah satu permasalahan wilayah perbatasan antara RI-RDTL adalah garis batas

yang belum definitif. Penyebabnya, di musim hujan, karakteristik aliran sungai yang melintas antar negara yakni sebanyak delapan sungai cenderung berpindah dari waktu ke waktu. Kondisi ini turut mempengaruhi penentuan batas wilayah. Selain itu, pengaturan batas wilayah yang didasarkan pada DAS belum diatur secara teknis, baik sistem pengelolaannya maupun lembaga/badan pengelola baik antara pemerintah RI dengan RDTL maupun tingkat di bawahnya.

2. Sejauh ini, permasalahan garis batas yang belum diselesaikan terdapat tiga segmen Noel Besi (antara Kabupaten Kupang dengan Distrik Oecusse), Bijael Sunan – Oben (antara Kabupaten TTU dengan Distrik Oecusse) dan Dilumil/Memo (antara Kabupaten Belu dengan Distrik Bobonaro). Hingga kini, pembahasannya masih berlanjut di level Technical Sub Commmitee on Border Demarcation and Regulation (TSC-BDR) dan dilaporkan kepada Join Border Commitee (JBC) RI-RDTL.

3. Terkait permasalahan perbatasan wilayah darat antara RI-RDTL, masih terdapat 10 titik bermasalah yang berpotensi memicu konflik. Sebagian besar titik bermasalah berada di wilayah Kabupaten TTU. Kondisi ini terjadi karena adanya perbedaan penafsiran dan klaim masyarakat di beberapa segmen seperti yang terjadi pada masyarakat di segmen Subina-Manusasi (TTU) dan Oepoli-Amfoang. Dalam hal ini, Kupang belum dapat menerima garis batas berdasarkan penafsiran dalam Dokumen Treaty Tahun 1914 dan masih berpegang pada kesepakatan adat.

4. Khusus permasalahan perbatasan di perairan laut, hingga saat ini belum ada penetapan garis perbatasan perairan laut di utara dan selatan Timor sampai Maluku Tenggara Barat antara RI dengan RDTL. Selain itu, hingga kini, masih adanya keterbatasan tanda dan titik koordinat kontrol pada pulau-pulau

Page 19: Kunjungan kerja Komisi I DPR RI ke Provinsi NTT

terdepan termasuk sarana pendukung pemantauan seperti menara navigasi/mercuar, pos jaga titik navigasi atau simbol simbol negara lainnya. Terkait dengan pulau-pulau kecil terdepan seperti Pulau Batek yang tidak berpenghuni, menjadi daerah terbuka dan rawan terhadap pelanggaran garis perbatasan (illegal imigran, illegal fishing dan human traficking). Selain itu, perlu ditinjau kembali titik dasar baru di pulau sebelah utara Timor.

5. RDTL membangun kantor imigrasi, balai pembangunan pertanahan dan perkebunan di wilayah sengketa perbatasan tepatnya Desa Naktuka. Selain itu, di wilayah sengketa ini terdapat 44 KK (sekitar 200 jiwa). Sementara itu, permasalahan di wilayah sengketa Manusasi/Bijael Sunan Oben adalah soal adat, kasus pembunuhan, tukar guling tanah dan rencana pembangunan pos UPF (Unit Partroli Perbatasan Keplisian Nasional). Awalnya Pos UPF dibangun di wilayah sengketa perbatasan, namun kini sudah bergeser 50 M ke utara (wilayah RDTL) dari lokasi semula. Untuk wilayah sengkea Memo, terdapat kegiatan bercocok tanahm yang dilakukan warga RI maupun RDTL, hanya saja sesuai kesepakatan setelah panen mereka akan mengosongkan area tersebut.

6. Kegiatan budidaya bertani, beternak dan nelayan yang terbentuk lama dalam kesatuan wilayah tanpa garis pemisah serta masih kuatnya kekerabatan pada masyarakat di perbatasan membuat lalu lintas orang/barang di wilayah perbatasan terjadi setiap hari. Hanya saja, kondisi ekonomi masyarakat perbatasan yang lemah membuat lalu lintas orang/batas dilakukan tidak melalui imigrasi (illegal).

7. Pelaksanaan sosialisasi tata batas yang disepakati oleh kedua belah pihak belum dilakukan secara menyeluruh termasuk pembuatan dan pemasangan pilar-pilar batasnya. Disamping itu, pemahaman garis batas negara yang belum dipahami warga di sekitar wilayah perbatasan.

8. Meski pemerintah RI-RDTL telah mempersiapkan pengaturan Pas Lintas Batas (PLB) sampai jarak tertentu, hingga kini hal tersebut belum diimplementasikan dan masih dalam proses pembahasan. Padahal peyelesaian dan pemberlakuan PLB secara resmi dapat mendorong rekonsiliasi antar masyarakat kedua negara.

9. Belum dilaksanakan PSB membuat pasar tradisional di Pos Motaian/Batugade belum bisa dioperasikan meski pembangunannya sudah selesai beberapa tahun lalu. Keberadaan pasar di wilayah perbatasan memiliki nilai ekonomi bagi hubungan RI-RDTL.

10. Adanya Nota Dinas Diplomatik Kementerian Luar Negeri RDTL No 289/DAB/09 tanggal 9 September 2009.yang disampaikan secara resmi kepada Kementerian Luar Negeri. Isinya menetapkan 300 WNI sebagai DPO Serious Crime Unit UNPOL terkait kerusuhan pasca jajak pendapat tahun 1999 di Timor Leste. Sebagian eks milisi masuk dalam DPO. Kasus terakhir adalah kasus WNI atas nama Mternus Bere yang terjadi Agustus-Oktober 2009.

Page 20: Kunjungan kerja Komisi I DPR RI ke Provinsi NTT

C. Bidang Intelijen

1. Terdapat beberapa potensi ancaman di NTT antara lain : masuknya unsur-unsur kuat Angkatan Udara Asing sewaktu-waktu di wilayah NTT jika terjadi bencana alam dengan alasan bantuan kemanusiaan tidak memperdulikan masalah perijinan, masuknya Pesawat intai bertehnologi tinggi baik berawak maupun tidak, untuk melakukan pengintaian udara, keberadaan pangkalan Udara Butterworth-Port Moresby dan Pulau Christmast, pemanfaatan Blind Spot oleh kekuatan Negara Asing akibat keterbatasan Coverage Radar TNI & Sipil, penyalahgunaan Flight Approval (FA) & Flight Security Clearence (FSC) oleh pswt militer/ sipil asing akibat keterbatasan kemampuan pengawasan wilayah udara, pelanggaran Wilayah Udara di perbatasan, ALKI (ancaman keamanan laut & udara), eksploitasi kekayaan alam, Spionase, Agresi, Bencana Alam.

D. Bidang Komunikasi dan Informatika1. Kondisi Provinsi NTT yang berbentuk kepulauan kecil-kecil, tersebar serta

topografi wilayah berbentuk pengunungan dan lembah menyebabkan pembangunan sarana komunikasi dan informasi di wilayah ini cukup sulit serta diperlukan dukungan biaya investasi tinggi dalam penyediaan fasilitas telekomunikasi.. Dampaknya, perkembangan sektor komunikasi dan informasi di Provinsi NTT termasuk wilayah perbatasan RI-RDTL masih tertinggal seperti masih banyak wilayah yang belum terjangkau fasilitas telekomunikasi, program e-government belum merata di seluruh instansi pemerintah, penggunaan TI di sektor usaha belum maksimal.

2. Infrastruktur pendukung komunikasi dan informasi juga belum maksimal seperti layanan listrik yang tidak stabil, beberapa daerah belum terjangkau layanan listrik serta belum adanya akses jalan yang memadai ke daerah layanan. Selain itu, moda transportasi juga terbatas.

3. Dari sisi jangkauan sairan, TVRI Stasiun NTT belum mampu menjangkau seluruh wilayah NTT termasuk wilayah perbatasan negara Timor Leste, karena keterbatasan teknologi dan kondisi geografis NTT. Daerah blank spot di wilayah perbatasan mencakup Kabupaten Belu dan TTU yang belum seluruhnya dijangkau siaran TVRI NTT. Untuk itu, TVRI mengharapkan Komisi I DPR RI memperhatikan kebutuhan satelit TVRI NTT agar penyebarluasan informasi mencakup wilayah perbatasan. Terkait hal ini, perlu dipertimbangkan agar anggaran biaya sewa satelit tahun 2010 dan seterusnya dimasukkan dalam APBN.

4. Sejumlah karyawan Honor eks Timor Timur dan NTT, yang sudah ikut test PNS secara resmi, memperoleh nomor ujian, dan sudah menerima pengumunan resmi secara tertulis dari Deppen tentang kelulusan mereka, namun hingga sekarang belum jelas nasib mereka menyusul pembubaran Departemen Penerangan pada tahun 2001.

Page 21: Kunjungan kerja Komisi I DPR RI ke Provinsi NTT

5. Peralatan pemancar RRI sejumlah kabupaten dan wilayah perbatasan seperti i Betun, Atambua, Kefamananu, Soe, Sabu-Raijua dan Baa Rote, daratan Flores, Sumba, Alor dan lain-lain dalam kondisi ruang karena tidak ditunjang dana pemeliharaan. Dampaknya, program siaran tidak berjalan dengan baik. Selain itu, pemasangan peralatan yang merupakan Program RRI pusat terkadang tidak diiikuti survei atau studi kelayakan lokasi sehingga penentuan lokasi pemancar sering tidak menjangkau daerah-daerah blank sport.

6. Sumber daya Manusia RRI khususnya teknisi baik kuantitas maupun kualitas di RRI tidak seimbang dengan volume kerja yang dihadapi. Sejalan dengan itu, ketersediaan peralatan studio juga tidak sesuai lagi dengan proses perkembangan teknologi yang demikian pesat.

7. Anggaran RRI Stasiun NTT relatif tidak mampu memenuhi kebutuhan rencana kerja lembaga yang terus meningkat dari waktu ke waktu. Terkait anggaran RRI 2010, biaya untuk sejumlah kegiatan dalam daftar rincian perhitungan biaya tahun 2010 diblokir dengan diberi tanda bintang sehingga tidak dapat dicairkan.

8. KPID NTT belum memiliki kesekretarian sendiri dan belum didukung adanya gedung yang bisa digunakan untuk rapat koordinasi pemantauan 15 televisi dan 91 radio. Selain itu, pekerjaan ditangani oleh komisionir mulai dari mengetik, mengantar surat, sosialisasi, semiloka, memproses ijin dan pemantauan dilakukan sendiri oleh anggota KPID berjumlah tujuh orang.

9. Program-program KPID NTT belum semua dapat dijalankan karena kendala dana (Sebagai gambaran, periode pertama sampai dengan enam periode berjalan, anggaran dititipkan pada anggaran Dinas Kominfo Propinsi NTT. Tahun 2010, KPID NTT memperoleh dana hibah namun belum bisa dicairkan), jumlah anggota yang tidak seimbang dengan luas Propinsi NTT, dan kendala transportasi.

IV. Saran1. Komisi I DPR RI memandang perlu adanya perubahan paradigma dalam memandang

wilayah perbatasan, bukan lagi sebagai wilayah terbelakang namun sebagai beranda NKRI yang mencerminkan kewibawaan dan kredibilitas NKRI terkait hubungan diplomatik dengan negara terdekat dari wilayah perbatasan maupun dunia internasional. Untuk itu, wilayah perbatasan RI-RDTL perlu mendapat prioritas dalam pembangunan. Selain itu, pembangunan wilayah perbatasan ditujukan untuk memberdayakan masyarakat di wilayah perbatasan sehingga kesejahteraan mereka meningkat.

2. Komisi I DPR RI menggarisbawahi perlunya political will dan political done yang kuat dari DPR maupun pemerintah dalam bentuk pembuatan blueprint pembangunan kawasan perbatasan secara menyeluruh, integral dan berkesinambungan. Terkait hal itu, Badan Pengelola Kawasan Perbatasan yang baru dibentuk atas dasar Inpres

Page 22: Kunjungan kerja Komisi I DPR RI ke Provinsi NTT

Nomor 2 tahun 2002 sebaiknya dipimpin oleh pejabat setingkat minimal Wakil Presiden sehingga bisa meminimalkan kendala ego sektoral antar departemen atau lembaga lainya.

3. Mengingat ketersediaaan sarana prasarana/infrastruktur baik di bidang pertahanan keamanan, intelijen, komunikasi dan informasi di wilayah perbatasan masih minim, Komisi I DPR RI menekankankan kepada mitra kerjanya (stakeholder pertahanan, intelijen, luar negeri dan komunikasi informasi) agar pembangunan infrastruktur di wilayah perbatasan mendapat prioritas dalam rangka menjaga ketahanan nasional dan keutuhan NKRI.

4. Komisi I DPR RI mendukung rencana pelebaran jalan perbatasan RI-RDTl ruas Motaain-Metamanuk guna meningkatkan perekonomian daerah perbatasan sekaligus langkah strategis guna menjaga stabilitas ketahanan RI. Sehubungan dengan hal itu, Komisi I akan melakukan koordinasi dengan komisi terkait guna mendukung terealisasi rencana tersebut termasuk dari sisi anggaran.

5. Merujuk rekomendasi KKP untuk membentuk zona damai (peace zone) di titik-titik

tertentu perbatasan di kedua negara tanpa melalui prosedur keimigrasian yang normal di Pos Lintas Batas, Komisi I DPR RI meminta agar hal ini mendapat perhatian pemerintah RI sehingga PLB bisa segera diimplementasikan dan keberadaan pasar tradisional segera segera dibuka dan dimanfaatkan oleh masyarakat di wilayah perbatasan.

V. Penutup

Demikian Laporan Tim Kunjungan Kerja Komisi I ke Provinsi NTT. Laporan ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi Komisi I DPR RI dalam melakukan pembahasan dengan pemerintah khususnya mitra kerja Komisi I pada Masa Sidang III Tahun Sidang 2010-2011.

Jakarta, .... Maret 2010