Kumpulan Cerpen Fajar Sany: Desember 2014 - Mei 2015

42
KUMPULAN CERPEN DESEMBER 2014 – MEI 2015 Oleh: Fajar Sany

Transcript of Kumpulan Cerpen Fajar Sany: Desember 2014 - Mei 2015

Page 1: Kumpulan Cerpen Fajar Sany: Desember 2014 - Mei 2015

KUMPULAN CERPENDESEMBER 2014 – MEI 2015

Oleh: Fajar Sany

Page 2: Kumpulan Cerpen Fajar Sany: Desember 2014 - Mei 2015

BAPAK PENJUAL JAM

Pada suatu pagi, Pak Haydi baru membuka toko mainannya. Sekitar setengah jam kemudian, datangseorang perempuan dan anak laki-lakinya yang masih kecil. Didalam toko, anak kecil tersebut mintadibelikan sebuah mainan pesawat terbang, tapi ibunya menolak karena harganya terlalu mahal.Akibatnya, anak kecil tersebut menangis sambil merengek minta dibelikan. Tidak tega melihat anakkecil tersebut terus menangis, Pak Haydi memperbolehkan perempuan tersebut membayar denganseadanya saja. Awalnya perempuan tersebut menganggap Pak Haydi bercanda, tapi Pak Haydimengatakan kalau dia benar-benar serius. Akhirnya anak kecil tersebut berhenti menangis setelahmainan yang dia mau berada di genggamannya. Perempuan tersebut berterima kasih banyak, danmendoakan semoga usaha Pak Haydi sukses, kemudian dia pergi meninggalkan toko.

Mengetahui hal tersebut, istrinya protes kepada Pak Haydi karena sering memperbolehkan beberapapembeli membayar dengan sesukanya. Padahal bulan ini baru sekali, tiga bulan yang lalu juga sekali,baru lima bulan yang lalu ada dua orang.

Suatu saat, Indonesia dilanda krisis ekonomi yang membuat dagangannya sepi pembeli, sehinggapendapatannya menjadi kecil. Istrinya juga kehilangan pekerjaan setelah dipecat dari toko makanantempat dia bekerja. Kondisi ini membuat pada suatu malam Pak Haydi dan istrinya bertengkar. Putrisemata wayangnya yang masih bersekolah di kelas 2 SMA memutuskan untuk berhenti sekolah danmencari pekerjaan, tapi ditolak keras oleh Pak Haydi, karena jika begitu maka usaha Pak Haydiselama ini untuk menyekolahkan putrinya menjadi sia-sia saja.

Dua hari kemudian, putrinya mengalami kecelakaan ketika angkutan umum yang ditumpanginyabertabrakan dengan sebuah truk. Sempat dibawa ke rumah sakit, namun sayangnya setelah beberapahari dirawat, nyawanya tidak tertolong akibat luka yang parah di kepalanya.

Kejadian itu membuat Pak Haydi dan istrinya terpukul. Keuangannya juga menjadi terkuras. Setelahitu istrinya memutuskan untuk cerai dan kembali ke kampung halamannya. Rekan kerja istri PakHaydi memberitahu kalau istrinya sebenarnya sudah cukup lama kenal dekat dengan seorang laki-lakilain yang lebih mapan darinya, dan istrinya pergi bersama laki-laki tersebut. Mengetahui hal tersebut,hati Pak Haydi seakan dicabik-cabik.

***

Suatu hari datanglah seorang lelaki bernama Arsa ke tokonya, dia mengaku mengenal Pak Haydi, tapiPak Haydi tidak mengenal Arsa. Arsa menjelaskan pada Pak Haydi kalau dia adalah anak kecil yangdulu pernah diberi jam tangan oleh Pak Haydi, ketika Pak Haydi masih membuka toko jam. Sebelummenjadi penjual mainan, Pak Haydi adalah seorang penjual jam.

Ketika itu Arsa masih kecil, dia berkunjung ke toko jam Pak Haydi, dia menginginkan sebuah jamtangan yang dipampang di toko, tapi dia tidak bisa membelinya karena dia adalah seoranggelandangan yatim piatu yang tidak membawa uang. Saat itu istrinya yang sedang jaga tokomengusirnya, tetapi Pak Haydi merasa iba dan memberikan jam tangan yang diinginkan Arsa secaragratis.

Awalnya Arsa hanya berniat untuk bersilaturahmi dan membalas kebaikan Pak Haydi di masa lalunyaitu, tapi setelah mendengar cerita dari tetangga mengenai keadaan Pak Haydi sekarang, dia menjadiberniat membantu masalah Pak Haydi.

“Pak, saya sempat lupa alamat toko bapak ini setelah bertahun-tahun lamanya, kemudian sayabertanya-tanya sama tetangga disini, dan salah satu tetangga menceritakan tentang keadaan bapaksekarang ini. Saya ikut sedih, dan… saya ingin membantu bapak, saya akan memberikan dana untukbapak supaya usaha mainan bapak ini jalan kembali. Saya juga akan mencarikan pegawai untukbapak, apalagi sekarang jamannya teknologi informasi, kita harus beradaptasi dengannya.” Kata Arsa.

“Tak usah repot-repot anak muda, saya…”

Page 3: Kumpulan Cerpen Fajar Sany: Desember 2014 - Mei 2015

Arsa memotong perkataan Pak Haydi, “Pak, anggap saja ini adalah balasan dari Tuhan atas kebaikanyang telah bapak lakukan. Pak, waktu dulu itu saya hidup susah, setelah kedua orang tua sayameninggal, saya terpaksa menjadi gelandangan. Tapi setelah semua kerja keras yang saya lakukan,dan berkat pertolongan Tuhan pula, saya bisa menjadi pengusaha seperti ini, syukur dengan semuaini. Saya juga ingin beramal baik Pak, dan ini adalah kesempatan yang sangat baik. Jadi izinkan sayaya Pak…”

Kemudian Pak Haydi teringat dengan nasihat agar jangan menghalangi orang yang hendak berbuatbaik.

“Baiklah anak muda, saya tidak tahu harus mengatakan apa, tapi saya sangat berterima kasih sekali,saya tidak menyangka, bahkan saya lupa dengan anda yang waktu masih kecil itu pernah datang ketoko saya ketika masih berjualan jam…”

Air mata pun turun dari mata Pak Haydi, dan dia memeluk Arsa, “Makasih banyak ya dek Arsa,makasih banyak…”

“Tak apa Pak Haydi, bersyukurlah pada Tuhan…” Kata Arsa.

Kemudian Arsa memberikan dananya kepada Pak Haydi untuk membangun kembali toko mainannya.Kali ini tokonya memiliki beberapa pegawai. Selain itu, sistem pemasarannya juga menjadi lebih majuseiring perkembangan teknologi informasi.

***

Pada suatu hari, Arsa menghampiri Pak Haydi yang sedang memugar tokonya.

“Ada rencana untuk menjual jam lagi Pak?” Tanya Arsa.

“Hmmm… sepertinya tidak, saya betah menjadi penjual mainan, membuat saya dekat dengan anak-anak, saya suka anak-anak. Lagipula majunya teknologi ini membuat semuanya menjadi semakinmenarik, anak-anak muda itu tau bagaimana caranya memanfaatkan itu semua.” Jawab Pak Haydisambil memperhatikan pegawainya yang sedang ikut memugar.

***

Pak Haydi terus menjalankan tokonya selama sekitar 5 tahun, sayangnya tak lama setelah itu, PakHaydi meninggal dunia akibat penyakit yang dideritanya. Untuk sementara, toko mainannyadijalankan oleh salah seorang pegawai kepercayaan Pak Haydi.

Arsa yang ketika menghadiri pemakaman Pak Haydi sudah menikah, merasa sangat kehilangan,istrinya mencoba menenangkannya.

“Yang…” kata istrinya sambil mengusap air mata Arsa.

“Aku sudah menganggap dia sebagai ayahku sendiri, aku selalu ingat dia, ketika aku masih kecil itu,sampai sekarangpun aku selalu ingat dia adalah bapak penjual jam, bapak penjual jam yang sangatbaik hati.” Kata Arsa sambil menangis.

“Tetangga-tetangganya pun mengatakan kalau dia adalah orang yang baik, tidak ada satupun yangmengatakan kejelekan tentang dirinya.” Kata istrinya.

Arsa kemudian berhenti menangis dan mengatakan, “Semoga amal ibadahmu diterima disisi-Nya,wahai bapak penjual jam.”

6 Desember 2014

Page 4: Kumpulan Cerpen Fajar Sany: Desember 2014 - Mei 2015

BINTANG JATUH

Malam ini adalah malam yang cerah. Waktu yang tepat untuk melakulan yang kusebut dengantadabur alam. Kedua orangtuaku sedang berada di rumah bibi, di luar kota, katanya lusa baru pulang;sedangkan adik perempuanku menginap di rumah temannya untuk mengerjakan tugas kuliah.

Aku menyeduh segelas minuman jahe instan, lalu membawanya ke balkon. Sampai di tangga,ponselku yang kutaruh di kamar berbunyi, tanda ada pesan masuk. Aku segera kesana untukmengeceknya.

Ternyata sebuah SMS dari sahabatku, Haris yang tiga hari lalu berangkat ke kampung halamannya dikota Pekanbaru, Riau untuk menghadiri pernikahan sepupunya.

“Hey sob, sekarang saya masih di pesawat, cuacanya cerah. Sekitar setengah jam lagi mendarat. Taksabar untuk mancing lagi besok. Tunggu saya.” Begitulah isi pesannya.

Setelah itu aku menuju ke balkon. Disana adalah tempat untuk menjemur pakaian, namun masihtersisa tempat untuk bersantai. Ups... aku lupa membawa kursi lipat, sehingga aku mesti turun lagi kebawah untuk mengambilnya.

Kursi lipat itu aku bentangkan. Aku duduk seperti orang yang sedang berjemur di pantai. Matakumemandang ke langit yang dihiasi oleh bintang-bintang. Aku suka ini. Menghayati betapa besarnyaciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa.

Rumahku terletak di daerah dataran tinggi, di sebelah timur terdapat sebuah kota besar yangposisinya lebih rendah. Aku bisa memandangnya seperti memandang dari puncak gunung. Sungguhindah sekali selain bisa melihat pemandangan langit, aku bisa melihat gemerlapnya pemandangankota di malam hari.

Daerah rumahku ini juga jauh dari keramaian kota. Udaranya masih segar, tidak pengap oleh asapdan bau kendaraan bermotor, atau hasil pembuangan pabrik.

Ketika memandangi bintang-bintang di langit, aku selalu bertanya, seberapa luaskah alam semestaini? Sampai sekarang ilmu pengetahuan belum memberi jawaban yang pasti, selain, bertahun-tahuncahaya. Selain itu, imajinasiku berjalan jauh dengan bintang-bintang di langit. Berkhayal jika manusiamampu melakukan perjalanan antar bintang, melakukan penjelajahan di luar angkasa, seperti di film-film.

Sebuah bintang berwarna biru terlihat lebih besar dibanding bintang-bintang di sekitarnya. Bintangitu pastilah sangat panas, lebih panas dari matahari yang berwarna kuning. Ilmu pengetahuanmenjelaskan semakin biru warna bintang, maka semakin panas suhunya; sebaliknya, semakin merahsemakin dingin suhunya; dan matahari berada di antara keduanya.

Minuman jahe ini menghangatkan tubuhku, membuat mataku terpejam dalam suasana malam yangdisertai suara jangkrik dan pepohonan yang tertiup angin.

Tak terasa waktu berlalu cukup lama.

Suara pesawat terbang membuka mataku. Saat itu pula aku melihat sebuah bola api di langit yangsedang menuju ke arahku. Apakah itu meteorit? Bola api tersebut terus membesar, diiringi oleh suaramesin jet pesawat yang memekakkan telinga. Setelah kuamati lagi, ternyata itu adalah sebuah pesawatterbang bermesin jet ganda. Mesin sebelah kirinya mengeluarkan api.Pesawat tersebut tepat melintas beberapa meter diatas rumahku. Aku segera berlari untuk masuk kedalam rumah. Kurasakan panas dari api tersebut dan bau aneh yang menyengat. Beberapa bendaseperti besi yang terbakar berjatuhan menimpa balkon dan genting rumahku. Suara pesawat tersebutmemekakkan telinga, memunculkan suara “ngiiing” dalam pendengaranku. Itu sempat membuatlariku oleng, tapi aku mampu sampai ke tangga.

Page 5: Kumpulan Cerpen Fajar Sany: Desember 2014 - Mei 2015

Di dalam rumah, aku mendengar suara ledakan yang amat dahsyat; kemudian rumah terasaberguncang hebat seperti gempa, beberapa perabotan jatuh ke lantai, aku takut jika rumah ini roboh,dan aku juga takut jika pesawat itu menghancurkan rumahku; saat itu sebuah guci di atas lemari jatuhmenimpa kepalaku, membuatku pusing dan tak sadarkan diri, semuanya gelap. Namun untukbeberapa detik, aku mampu mendengar suara orang-orang di luar berteriak, terutama suaraperempuan yang menjerit ketakutan.

***

Sinar matahari yang masuk lewat jendela menyoroti kedua mataku, membangunkanku dari pingsansemalaman. Kupegang kepalaku, ada benjolan yang terasa sakit sekali.

Pesawat itu! Aku langsung teringat kejadian semalam. Kuambil celana panjang dan jaket, kemudiankeluar rumah.

Diluar banyak sekali orang. Sirene mobil ambulan dan pemadam kebakaran terus berbunyi. Orang-orang yang sepertinya petugas tampak sibuk. Masyarakat pun banyak menuju lokasi jatuhnya pesawattersebut.

Pesawat tersebut jatuh menimpa beberapa rumah yang terletak di belakang rumahku. Hampir semuarumah-rumah tersebut hancur lebur, sisanya hangus terbakar. Bangkai pesawat hancur berserakan,tidak ada yang utuh, kecuali sayap kanan dan sebagian ekornya yang masih bisa dikenali. Mesinsebelah kanannya tergeletak tidak jauh di belakang sayap.

Aku tidak bisa mendekat ke lokasi lebih dalam lagi karena dijaga oleh beberapa petugas. Tampakbanyak orang yang menangis, terutama para ibu-ibu. Aku merasakan kesedihan yang mendalam darimereka yang menangis itu.

Walaupun sepertinya api sudah berhasil dipadamkan, asap masih mengepul ke udara dari lokasikecelakaan. Baru kali ini ada peristiwa pesawat jatuh ke daerahku, tentu ini membuat orang-orangsangat terkejut.

Aku penasaran dengan pesawat apa dan dari mana pesawat yang jatuh tersebut. Di sebuah warung,ada dua orang wartawan stasiun TV yang sedang mengobrol dengan beberapa warga. Aku mendekatkesana untuk menanyakannya.

Seorang wartawan tersebut mengatakan kalau pesawat yang jatuh itu adalah pesawat komersil darimaskapai Tarangga Air, sebuah maskapai swasta Indonesia, jurusan Pekanbaru-Bandung.

Sejenak aku terdiam, keringat dingin keluar. Aku ingat nama Tarangga. Kubuka ponsel dan kubacapesan-pesan kemarin, dan kutemukan itu. SMS dari Haris yang menyebutkan kalau dia naik pesawatTarangga Air dari Pekanbaru yang langsung menuju ke Bandung. Aku juga ingat SMS darinya tadimalam ketika dia berkata kalau setengah jam lagi akan mendarat, dan itu adalah di Bandung. Pesawatitu melintas di atas rumahku tak lama setelah SMS tersebut. Aku yakin kalau itu adalah pesawat yangditumpangi Haris.

Aku kaku, airmata mengalir, mengucur membasahi kedua pipi. Rasa sedih yang teramat muncul daridalam hati. Tak kuasa ku menahan tangis. Mereka yang di warung menatap kearahku. Wartawan tadimemegang bahuku dan bertanya, “Kenapa kang?”

Aku menjawab, “Sahabatku ada didalam pesawat itu.”

27 Februari 2015

Page 6: Kumpulan Cerpen Fajar Sany: Desember 2014 - Mei 2015

EUREKA!

Entah kenapa sore ini teman seangkatan sekaligus sahabatku tapi berbeda jurusan, Arvin datang kekamar kosanku dengan wajah yang suram. Matanya terlihat berat, dengan kantung mata yangmenurun. Mulutnya sedikit membentuk huruf U terbalik. Dia langsung duduk di sampingku, danmeneguk botol minuman di tangannya.

“Ada apa Ar, kamu terlihat kacau?” Tanyaku.

“Ponselku hilang.” Jawab Arvin dengan lesu.

“Hilang dimana dan bagaimana?” Tanyaku lagi.

“Barusan di kelas,” jawabnya, “saat perkuliahan tinggal 10 menit lagi, aku izin ke WC untuk buang airkecil; setelah itu karena waktunya tanggung, aku jajan di kantin, disana bertemu Hasna, adik tingkat,aku kebablasan mengobrol dengannya sampai lewat 15 menitan setelah jam kuliahku selesai.”

Arvin meneguk minumannya kembali dan melanjutkan cerita, “ketika aku kembali ke kelas, teman-teman sudah pulang semua; di parkiran, aku baru sadar kalau ponsel yang aku simpan di tas telahhilang. Pencurinya pasti teman-teman sekelas, siapa lagi kalau bukan mereka, karena sebelum ke WC,ponselku masih ada didalam tas.”

“Bisa saja ada orang lain yang masuk ke dalam kelas, kemudian melihat tasmu sendirian.” Kataku.

“Tidak, aku yakin pencurinya masih teman sekelasku, saat itu lantai-3 sepi, hanya ada kelasku saja.Ketika aku balik lagi kesana juga tidak ada kelas lain yang masuk,” katanya dengan nada kesal, “apayang aku khawatirkan adalah data-data di dalamnya. Aplikasi penyimpanan dokumenku masihterhubung ke Internet, disana ada dokumen yang menyimpan semua informasi akun-akunku sepertikata kunci dan yang lainnya, termasuk nomor PIN ATM.”

“Itu artinya dia bisa menguasai akun media sosial dan E-Mail-mu!” Kataku memperingatkan.

Aku segera menyalakan Laptop dan menghubungkannya ke Internet, kemudian menyuruh Arvinuntuk segera mengganti kata kunci akun-akunnya di Internet.

Setelah membuka beberapa akunnya, tidak ada tanda-tanda si pencuri mengakses akun tersebut. Daricatatan akses, tidak ditemukan aktivitas pengaksesan setelah ponselnya hilang. Arvin mengelusdadanya.

Sayangnya, dia tidak memasang aplikasi keamanan seperti yang aku lakukan pada ponselku. Aplikasitersebut dapat mengunci ponsel melalui Internet atau SMS. Lebih disayangkan lagi dia sama sekalitidak mengunci layar ponselnya, menjadikannya tanpa pengamanan sedikitpun, dengan data-databerharga di dalamnya.

“Oh ya, sore ini juga aku harus ke kosan Daksa untuk mengerjakan tugas yang harus dikumpulkanbesok,” katanya, “masih ada beberapa akun yang belum kuganti kata kuncinya, sekalian kita lanjutkandisana, kamu ikut denganku.”

Sore itu juga kami berdua meluncur mengendarai sepeda motor masing-masing ke kosan Daksa,teman sekelas Arvin, yang letaknya agak jauh dari kosan kami berdua.

***

Sesampainya di kosan Daksa, Arvin langsung menanyakan tentang tugas untuk hari esok. Daksamemberikan pekerjaannya yang sudah dijilid warna biru tua.

“Ingat jangan sama dengan punyaku, nanti Pak Dosen curiga.” Kata Daksa.

Page 7: Kumpulan Cerpen Fajar Sany: Desember 2014 - Mei 2015

Kami berada di kosan Daksa hingga malam hari. Saat itu jam tanganku menunjukkan pukul 20.30.Selesai mengerjakan tugas, Arvin menceritakan tentang kehilangan ponselnya.

“Ketika bubaran, aku adalah orang yang pertama keluar dan langsung menuju ruangan BEM di lantai-2, jadi aku tidak tahu siapa orang yang membuka-buka tasmu,” kata Daksa, “sebelum bubaran punkulihat tidak ada orang yang menyentuh tasmu.”

Aku dan Daksa menyarankan Arvin untuk bersabar, dan segera melakukan penyelidikan, baik didunia nyata maupun di dunia maya, seperti media sosial di Internet. Beberapa gambar atau baris katadapat menjadi petunjuk yang berharga. Kami berdua pun ikut membantu.

“Baiklah, sebelum kalian pulang, bagaimana kalau kita cari makan dulu?” Ajak Daksa.

“Oke, setuju.” Kataku.

Kami bertiga berjalan menuju daerah dekat stasiun kereta api yang dipenuhi pedagang makanan.Kami menghampiri sebuah kedai yang cukup besar dan memesan nasi goreng disana.

Selesai makan kami duduk-duduk di depan sambil memesan susu coklat dari seorang pedagangminuman di depan kedai. Suasananya ramai, mata kami sering terpaut pada perempuan-perempuanmuda cantik yang melintas.

Tak beberapa lama kemudian datang Faran, masih teman seangkatan kami dan sekelas dengan Arvindan Daksa. Dia juga memesan minuman.

“Hey Ran, belum tidur?” Sapa Daksa.

“Hey kalian, pertanyaan bodoh... tidur? Tentu saja belum,” jawab Faran, “Arvin, Daksa, kalian sudahmengerjakan tugas untuk besok?”

“Tentu saja sudah, barusan di kos.” Jawab Daksa.

“Baguslah... hey kalian mau lihat sesuatu yang goblok?” Tanya Faran.

“Sepertinya menarik, apa itu?” Tanya Daksa.

“Setelah ini kalian ikut denganku.” Kata Faran.

Selesai memesan tiga bungkus susu soda, Faran mengajak kami ke kosannya yang terletak tidakterlalu jauh dari kedai ini.

“Susu soda ini untuk si Genta dan dua orang temannya yang sedang terbang.” Kata Faran.

“Terbang, maksudmu?” Tanya Daksa.

“Si Genta lagi mabuuuk, dia terlalu banyak menenggak arak dan berperilaku seperti orang gila.”Jawab Faran.

“Apa, seorang Genta mabuk, seorang sosok aktivis seperti dia?” Kata Daksa terkejut, “dia selalumenasihati kita dengan kata-kata bijaknya, aku tidak percaya ini. Baiklah kita lihat seperti apa diasekarang, aku jadi penasaran.”

“Kamu juga ikut-ikutan?” Tanya Arvin pada Faran.

“Aku? Tidaklah, ketika aku mau meminjam kamera fotografernya, atau DSLR, aku menemukan diaseperti itu,” jawab Faran, “mungkin susu soda ini dapat meminimalisir efek mabuknya. Baru kali iniaku menemukan dia mabuk, entah sebelumnya dia sudah pernah melakukannya berkali-kali, ataubaru kali ini saja.”

***

Page 8: Kumpulan Cerpen Fajar Sany: Desember 2014 - Mei 2015

Kami sampai di daerah kosan Faran yang dekat dengan gedung kosan Genta, dan langsung menuju kekamar Genta.

Memasuki kamar, aku langsung mencium bau alkohol yang menusuk hidung. Ada tiga botol miras dilantai, mungkin itu adalah arak seperti yang dikatakan Faran. Genta terlihat meringkuk di kasur,tangan kanan memegang dahinya seperti orang yang sedang pusing, kulitnya merah gelap, danrambutnya acak-acakan. Di sampingnya ada dua orang laki-laki yang sama-sama mabuk, kamiberempat tidak mengenalnya, mungkin teman Genta dari kampus lain atau darimana.

Berbeda dengan dua orang temannya yang diam, Genta malah berbicara terus menerus, omongannyamelantur kesana-kemari. Faran menyarankan kami untuk mengajaknya berbicara. Karena inimenarik, kami duduk dan mendengarkan Genta yang terus berbicara aneh seperti orang yang sedangmengigau.

Dengan usil, Daksa menanyakan tentang Pak Beni, satpam di kampus yang sering berada di portal,“Bagaimana menurutmu dengan penampilan Pak Beni, satpam kita yang ganteng itu?”

“He... uitu... si ganteng... kumisnya... aku ingin cukur itu kumisnya...” jawab Genta dengan terputus-putus, “emh... portal naikin... tuh gitu buka portal... ayo cepat masuk jangan terlambat!”

“Alamak...” kata Arvin dengan terkejut sambil tertawa kecil, “seperti bukan Genta yang kukenal, jadiseperti inilah orang yang mabuk itu, tapi ini menyenangkan, coba tanya dia lagi sesuatu.”

Ketika Daksa akan bertanya kembali, Genta berbicara lagi sambil tertawa kecil, “Hihihi... sebenarnyakemarin siang waktu tidak ada siapa-siapa, aku membawa si Rukmi ke sini, terus aku pake dia...ternyata udah gak perawan loh... mukanya itu... selama aku pompa... tanpa ekspress... espress...”

“Ekspresi?” Kataku membantu bicaranya yang berat.

“Eu? Eyya... ekspresi maksudnya... tidak ada desahan... tidak ada auh... auh... emh... kurang gregetgitu... tap... tapi aku seneng... nikmaaat...” kata Genta.

Kami berempat saling berpandangan dengan heran. Arvin mengatakan kalau Rukmi adalah mantanpacar Genta yang setahu dia sudah putus 2 bulan lalu.

“Tanya lagi ah...” kata Daksa dengan ekspresi greget, “Bagaimana dengan si Arvin, dia ganteng tidak,apa seperti artis-artis Korea itu?”

“Emh... heu... iya ganteng opa, opa... i love you... boleh pegang nggak?” Jawab Genta dengan suaranyayang dikecilkan seperti suara perempuan.

“Goblok...malam ini dia jadi maho.” Kata Arvin.

Kami semua tertawa mendengarnya dan segera membuka bungkusan susu soda untuk diberikan padaGenta.

“Emh... tadi sore pas buburan aku buka tas si Arvin...”

Mendengar itu, Arvin langsung berhenti menuangkan susu soda ke gelas, matanya langsung tertujupada Genta.

“Eh ada HP, ku ambil aja tuh rejeki...” Kata Genta melanjutkan.

Aku, Arvin, dan Daksa kembali saling menatap, lalu dengan cepat Arvin berkata, “Eureka!” Dengankedua tangannya saling mengeprok keras, membuat susu soda yang sedang dia tuang tumpahkelantai.

9 Februari 2015

Page 9: Kumpulan Cerpen Fajar Sany: Desember 2014 - Mei 2015

JANGAN MENGGANGGU TEMPATKU!

Dari balkon indekos, hmmmh... kuhirup udara sore yang sejuk ini dalam-dalam, lalu kupandangilangit di atas yang begitu cerahnya, awan-awan menaungi, langit biru kekuning-kuningan,burung-burung terbang berseliweran di atas, atmosfirnya membuatku merasa nyaman. SetidaknyaBandung masih bisa disebut kota kembang (bunga), meski tidak seperti yang dulu lagi. Banyaknyakendaraan bermotor membuat polusi udara menjadi semakin tinggi.

Plak! seseorang menepuk bahuku, “Dli... wey... menghayati suasana nih?” Ternyata teman indekosku,Hansa.

“Iya nih.” Jawabku.

“Heh, ayo cepetan ke kosan aku, ada jagung bakar!”

“Wah bener? Kamu memang datang disaat yang tepat Sa! Tapi mending dibawa kesini aja deh.”Kataku dengan gembira.

“Boleh, tidak masalah!” Jawab Hansa.

Jagung bakar yang ditawarkan oleh Hansa melengkapi suasana sore ini yang begitu nikmat.

***

Malam harinya, selepas shalat Isya, aku berada di kamar indekos Hansa untuk bermain game dikomputernya. Keasyikan bermain, tak terasa waktupun menunjukkan pukul 12 dini hari.

“Waduh udah jam 00.06, gak kerasa nih Sa, udahan dulu, ngantuk.” Kataku sambil menguap.

Sambil menepuk dahinya, Hansa berkata, “Oh iya, aku lupa ngerjain tugas nih, besok pagi dikumpulin,bentar Dli, kayaknya aku butuh bantuan kamu.”

“Ya elah, besok pagi ada tugas, malemnya baru dikerjain, kebiasaan buruk.” Kataku menyindir.

“Gak banyak sih, cuman ngetik tentang resensi buku, terus tugasnya dikumpulin doang, soalnyadosennya mau ada acara, jadi udah itu beliau langsung pergi, udah gitu aku ke kosan lagi buat molor,gak ada jadwal kuliah lagi, hehe... Makanya sekarang aku berani gadang.” Kata Hansa.

“Jadi sekarang aku harus bantuin gimana?” Tanyaku.

Sambil membuka Internet di komputernya, “Gak susah, kamu bantuin aku nyariin buku apa yangbagus, soalnya kamu seneng baca buku kan, jadi...”

Belum sempat Hansa menyelesaikan perkataannya, tiba-tiba listrik padam, suasana pun menjadigelap gulita. Gedung indekos yang kami tempati cukup luas, dengan 2 lantai. Kulihat keluar jendela,ternyata padam dari PLN-nya, karena rumah-rumah disekitar gedung indekospun gelap gulita. Akuteringat dengan sepeda motorku diluar yang belum dikunci ganda.

Hansa menyalakan lampu portabelnya dan menggerutu, “Ah sialan, disaat sedang ada keperluanpenting seperti ini, listrik padam!”

“Punya senter gak? Pinjam dulu, aku mau ngunci ganda motor dulu dibawah, takut ada yang maling.”Pintaku, kemudian Hansa meminjamkan senternya.

Kususuri lorong lalu menuruni tangga hingga sampai di daerah parkiran, suasana begitu sepi karenapenghuni gedung sedang terlelap tidur. Begitupun dengan daerah disekitar gedung, sunyi. Udaraterasa lebih dingin dan gerimis sedang turun. Cahaya bulan tertutup oleh awan-awan tebal.

Page 10: Kumpulan Cerpen Fajar Sany: Desember 2014 - Mei 2015

***

Setelah mengunci ganda sepeda motor, dan hendak kembali ke kamar, aku mendengar suara bebekdari gudang di sebelah gedung. Bebek darimana? Setahuku pemilik dan penghuni gedung indekostidak ada yang memelihara bebek, begitupun masyarakat disekitarnya. Lagipula, kenapa bisa adabebek di dalam gudang? Itu membuatku penasaran, lagipula gudang tersebut bukan gudang yangtidak terpakai, pemilik gedung indekos yang menggunakannya. Timbul juga pemikiran sedikit jahat,mungkin di dalamnya ada barang berharga yang bisa diambil.

Kemudian aku berjalan menuju gudang tersebut yang bangunannya terpisah dari gedung indekos.Kusinari sebuah pintu kecil untuk masuk ke dalam. Ternyata gemboknya tidak terkunci, mungkinpemiliknya lupa mengunci. Pelan-pelan kuambil gembok tersebut dan kubuka pintunya. Kusinari kedalam, ternyata terdapat sepeda motor bekas, onderdil-onderdil mobil, barang-barang elektronikbekas, dan perabotan rumah tangga lainnya yang tidak terpakai. Tapi sepertinya masih ada yang bisaberguna, pikirku.

Suara bebek tadi tidak terdengar lagi sejak aku mendekati gudang ini, tapi sepertinya bebek tersebutmasih ada, terdengar suara derap kakinya dari ruangan kecil di sebelah ujung. Kuhampiri ruangankecil tersebut, Suaranya berasal dari lubang langit-langit. Kebetulan ada tangga lipat, kuambil tanggatersebut untuk memeriksa lubang langit-langit itu. Lumayan tinggi.

Kusinari setiap sudut loteng itu, tapi tidak ada apa-apa, termasuk bebek itupun tidak ada. Saat ituentah kenapa tiba-tiba bulu kuduk dan rambutku menjadi tegang, lalu aku merasa panas dingin,sendi-sendi tubuhku menjadi kaku, dan aku merasa linglung. Tubuhku tidak bisa bergerak, tapi akumasih bisa menggerakkan kepalaku perlahan-lahan.

Senter yang kupegang terlepas, dan, brak! Jatuh ke lantai. Kuarahkan pandanganku ke bawah, dan...senter itu menyinari sesuatu. Agak kabur, tapi akhirnya aku bisa melihatnya. Seperti kulit, adarambutnya, tapi ya ampun... ada darah di lantai, darah itu mengalir dari benda itu... ternyata bendaitu... itu adalah kepala manusia yang terpenggal! Tapi dimana wajahnya? Rambutnya cukup panjangacak-acakan, gimbal... oh ya ampun... dia tidak memiliki wajah, wajahnya rata! Kepala manusia yangterpenggal, rambutnya panjang acak-acakan, dan wajahnya rata dengan kulit, tidak ada mata, hidung,ataupun mulut. Namun wajah ratanya itu masih membentuk muka manusia.

Perasaanku benar-benar kacau, aku tidak bisa bergerak sedikitpun, pandanganku tertuju ke arahmuka rata itu. Aku tidak bisa merasakan tubuhku, dan pikiranku hanya terfokus pada muka rata itu.

Dan muka rata itupun berbicara dengan bahasa Sunda. Bagian bawah wajahnya dimana terdapatmulut, bergerak-gerak seperti orang yang sedang berbicara pada umumnya. Suaranya serak danparau.

“Maneh dek naon kadieu? Maneh tong ngaganggu tempat aing, ieu tempat aing!” (Kamu mau apakesini? Kamu jangan mengganggu tempat saya, ini tempat saya!)

“Naha beut nyieun bangunan ditempat aing hah?” (Kenapa mendirikan bangunan ditempat saya hah?)

“Maraneh teh geura nyingkah tina tempat aing!” (Kalian semua cepat-cepat menyingkir dari tempatsaya!)

“Geura nyingkah dina tempat aing! Tong ngaganggu tempat aing!” (Cepat menyingkir dari tempatsaya! Jangan mengganggu tempat saya!)

Kalimat terakhirnya sangat keras. Saat itu pula kesadaranku hilang, dan peganganku ke tanggaterlepas, aku jatuh ke bawah, ke tumpukan kardus bekas.

***

Sebuah cahaya terang menyilaukanku. Kubuka mataku, sudah tidak mati lampu lagi. Uh... badankuterasa sakit dan kepalaku pusing. Kulihat jam tangan menunjukkan pukul 3 dini hari. Kulihat sebuahtangga yang mengarah ke lubang langit-langit, senter yang menyala di lantai, dan aku berada di atas

Page 11: Kumpulan Cerpen Fajar Sany: Desember 2014 - Mei 2015

tumpukan kardus. Tapi... kenapa aku berada di atas tumpukan kardus? Terakhir kali kuingat akusedang memeriksa langit-langit itu?

Kupandangi keadaan sekitar, kulihat senter tersebut di lantai, teringat sesuatu... sepertinya akukehilangan ingatan sebentar. Teung... kepalaku seperti berputar, dan... ya ampun... muka rata itu! Akusegera mengambil senter dan lari keluar meninggalkan ruangan tersebut.

Di pintu gudang, ada seorang bapak-bapak berdiri menghalangi dengan posisi membelakangi. Larikecilku terhenti, jantungku berdegup kencang, keringat dingin keluar. Dia berdiri dengan tegak,menggunakan pakaian jaman dahulu, pakaian adat sunda.

Jangtungku semakin berdegup kencang dan mataku terbelalak setelah melihat kakinya yang tidakmenyentuh tanah, dia melayang sekitar 5 sentimeter dari tanah! Oh ya ampun... entah kenapatiba-tiba aku menjadi kaku.

Badan bapak-bapak itu berputar menghadapku dengan cepat. Dan sekarang aku bisa melihatwajahnya, wajahnya... wajahnya... rata!

Seketika itu pula pikiranku tidak bisa fokus, tubuhku lemas, dan terjatuh, telingaku mendengung,dan... pandangan menjadi gelap... aku pingsan.

2 Desember 2014

Page 12: Kumpulan Cerpen Fajar Sany: Desember 2014 - Mei 2015

KEBINGUNGAN

Pada suatu hari, ada dua orang siswa SMA yang menyusup kedalam sekolahnya untuk mencuri.Mereka adalah Dahlan dan Giri.

Meski terletak jauh didalam pemukiman penduduk, sekolah mereka adalah sekolah besar danternama di kota. Berbagai prestasi telah banyak ditorehkan, termasuk oleh para alumninya.Akreditasinya pun A.

Sore itu Dahlan dan Geri mengunjungi rumah seorang teman mereka yang berada tidak jauh darisekolah. Mereka bertiga bersekongkol dalam melakukan kejahatan tersebut.

Tengah malam, Dahlan dan Geri memanjat dinding sekolah. Awalnya mereka merasa takut dengansuasana yang lumayan angker, ditambah adanya cerita-cerita mistis tentang sekolah mereka yangbanyak beredar. Tapi rasa haus akan harta mengalahkan rasa takut tersebut.

Akhirnya mereka berhasil masuk ke ruang guru melalui jendela ventilasi yang berhasil dibongkar.Beberapa hari sebelumnya, mereka telah mensurvei tempat ini.

Uang sebesar 2.2 juta Rupiah, tiga prosesor dan tiga harddisk komputer berhasil mereka gondol dariruang guru.

“Bisa tamasya kita kalau barang-barang ini dijual.” Bisik Dahlan pada Geri.

Ketika melewati jalan disamping gedung penyimpanan piala, tiba-tiba datang Pak Yanto sang penjagasekolah dari balik gedung mencegat mereka, dengan berpakaian seragam satpam lengkap, sambilmenyorotkan senternya.

“Hayo, sedang apa kalian malam-malam begini?”

Jelas saja Dahlan dan Geri terkejut bukan main. Mereka tidak bisa beralasan untuk membela diri.Tidak ada pilihan lain selain mengaku.

Tas yang berisi barang curian, mereka buka dan barang-barangnya diserahkan kepada Pak Yanto.

“Saya tidak akan melaporkan kejadian ini, dan barang-barang ini akan saya simpan lagi ditempatsemula, tapi besok kalian harus menghadap ke Pak Didin dan mengatakan sejujurnya atas apa yangkalian lakukan malam ini. Kalau tidak, saya akan melaporkannya, kalian tahu akan dibagaimanakankalau kepala sekolah tahu?”

Setelah itu mereka berdua dipersilahkan pulang.

***

Esok paginya sebelum masuk kelas, Dahlan dan Geri menghadap Pak Didin di rumahnya yangterletak tidak jauh dari sekolah. Pak Didin adalah seorang guru senior yang sudah lama mengajardisana.

“Perbuatan kalian itu sangat tidak terpuji sekali. Apalagi kalian mencuri barang milik sekolah.Seharusnya kalian dihukum berat. Tapi saya menghargai kejujuran kalian.”

Pak Didin duduk ke kursinya, menatap Dahlan dan Geri.

Beberapa detik sebelum Pak Didin mau melanjutkan pembicaraannya, seseorang mengetuk pintu. Diamempersilahkannya masuk.

“Pagi Pak Didin, anda memanggil saya?” Tanya Pak Yanto.

Page 13: Kumpulan Cerpen Fajar Sany: Desember 2014 - Mei 2015

“Iya Pak, silahkan duduk.” Jawab Pak Didin. “Ini Dahlan dan Geri, bapak bisa menceritakanbagaimana kronologisnya semalam?”

“Maksudnya... kronologis apa?”

“Barusan mereka berdua datang kesini untuk mengakui perbuatan mereka semalam. Katanya bapakyang memergoki mereka dan menyuruh mereka menghadap ke saya?”

Ekspresi wajah Pak Yanto menjadi bingung, “Maaf pak, memergoki apa ya, semalam saya tidakmemergoki siapa-siapa?”

“Lho... mereka berdua ini mengaku kalau tadi malam maling uang dan beberapa komponen komputerdi ruang guru, lalu ketika mau pulang, dicegat oleh bapak disamping gedung penyimpanan piala,terus bapak menyuruh mereka pagi ini menghadap ke saya.”

“Sumpah pak tadi malam saya tidak memergoki siapa-siapa di sekolah. Saya tidur pukul 10 malam,soalnya capek sekali.” Jawab Pak Yanto.

Pak Didin memijit-mijit dahinya, “Dahlan, Geri, jam berapa kalian semalam beraksi?”

“Jam 1-an Pak...” Jawab Geri.

“Apa saat itu kalian mabuk? Jujur!” Pak Didin menaikkan suaranya sedikit.

“Tidak Pak, kami tidak mabuk, kami sadar. Semalam kami benar-benar dicegat Pak Yanto yangberseragam lengkap sambil membawa senter.” Jawab Geri.

“Aduh saya jadi bingung... Pak Yanto?” Kata Pak Didin.

“Sumpah Pak saya tidak tahu! Sekali lagi pak saya tidak merasa memergoki mereka semalam. Barusanjuga Geri berkata kalau mereka menjalankan aksinya sekitar pukul 1 malam, sedangkan saya sudahtidur dari jam 10.”

Semua yang ada diruangan tersebut menjadi bingung, saling berpandangan satu sama lainnya.

1 April 2015

Page 14: Kumpulan Cerpen Fajar Sany: Desember 2014 - Mei 2015

MAUT DI KETINGGIAN 2000 METER

Mendaki gunung adalah hobiku. Aku mencintainya sejak masih duduk di bangku kelas 3 SMP. Saatitu usiaku baru 15 tahun. Banyak orang bertanya kepadaku, kenapa aku hobi naik gunung,jawabannya adalah, karena aku suka, entah bagaimana menjelaskannya secara rinci. Hal yang palingaku sukai adalah ketika berada di puncak, kemudian dari sana aku dapat melihat pemandangansebuah kota. Lampu-lampunya yang beraneka warna memberikan rasa tersendiri bagiku, apalagikalau ditemani jagung bakar dan minum kopi.

Di usiaku yang saat itu sudah menginjak 27 tahun, sudah banyak gunung yang aku daki di seanteroIndonesia, khususnya Pulau Jawa. Dan sekarang aku kembali akan mendaki sebuah gunung di JawaBarat yang sebelumnya pernah aku daki. Namun kali ini dengan orang-orang yang berbeda dengansebelumnya, dimana dulu aku mendaki bersama teman-teman dan kakak-kakak kelasku semasa SMA,sekarang aku bersama teman-teman semasa kuliah. Aku suka gunung ini karena dapat melihatpemandangan sebuah kota, pas dengan kesukaanku.

Datanglah hari itu. Kami berempat, yaitu aku, Dika, Hendi, dan Roni berangkat menuju destinasi.Perjalanan kami berjalan dengan lancar, dan untungnya kami semua sudah cukup berpengalamandalam pendakian gunung, hanya jam terbangnya saja yang berbeda. Roni memiliki jam terbang yanglebih tinggi daripada kami bertiga. Dengan begitu, tidak ada yang perlu dikhawatirkan ketikapendakian nanti. Mereka semua adalah teman seangkatanku semasa kuliah, tapi berbeda jurusan.

Aku ingat ketika pertama kali mendaki gunung ini, waktu itu ada Kak Andi yang menjadipembimbing, dia sangat berpengalaman. Kak Andi mengajarkan banyak ilmu tentang pendakian.Walaupun keilmuannya lebih tinggi dariku dan teman-teman yang lain, dia tidak arogan, tidak sepertiseorang senior waktu aku mendaki gunung di masa awal-awal kuliah yang tinggi hati karena merasadirinya lebih jago dari yang lainnya.

Salah satu hal yang tidak jauh dari dunia pendakian gunung adalah cerita mistis yang berhubungandengan tempat pendakian. Setiap gunung memiliki ceritanya masing-masing. Beberapa ada yangnyata, ada juga yang mitos.

Singkat cerita, setelah melalui perjalanan panjang, kami berempat sampai di ketinggian sekitar 2000meter diatas permukaan laut, lalu kami mendirikan kemah disana. Dari situ aku dapat melihatpemandangan kota Bandung yang indah. Lampu-lampu penerangan dari bangunan tampak berkelap-kelip seperti bintang di langit, sedangkan lampu-lampu dari kendaraan tampak seperti bintang jatuhyang bergerak sangat pelan. Cuaca saat itu cerah, tapi suhu terasa dingin hingga menusuk tulang.

Ketika melihat pemandangan itu, tak ada rasa lain yang muncul dari dalam diriku, selain rasa kagumpada keindahan ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.

Kemudian, kami melakukan kegiatan biasa, membuat api unggun, memasak makanan-minuman, danmengobrol. Ada pepatah kalau ketika kita berkemah, maka kita akan tahu karakter dari masing-masing anggota. Menurutku memang ada benarnya, tapi itu tidak mutlak. Manusia itu makhluk yangdinamis, bahkan aku lebih memilih menyelesaikan masalah fisika daripada memperdebatkan tentangkarakter seseorang.

Malam itu kami jalani dengan menyenangkan. Selesai makan, aku kembali melihat pemandangankota sambil merekamnya menggunakan kamera, membuat video dokumentasi pribadi, tak lupa akumemberikannya narasi. Dika, Hendi, dan Roni terlihat sedang bermain kartu sambil merokok danminum kopi. Terkadang mereka tertawa terbahak-bahak. Mereka mengobrolkan banyak hal,termasuk hal mistis yang membuat mereka sama sekali tidak tertawa.

Setelah hampir satu setengah jam berlalu, aku kembali mendekati mereka bertiga. Awalnya akumengira semuanya biasa saja, tapi ketika aku bercakap-cakap dengan Roni, ada yang aneh, bicaranyamelantur seperti orang gila. Kulihat Dika dan Hendi, mereka diam seperti orang yang sedang pusing,tangannya memijit-mijit dahi, matanya sipit dengan kantong mata yang berat, dan kulit wajahnyamerah. Aku curiga dengan apa yang terjadi pada mereka. Kutemukan botol minuman keras dibelakangnya. Aku mencium bau alkohol dari mulut mereka masing-masing. Mereka mabuk.

Page 15: Kumpulan Cerpen Fajar Sany: Desember 2014 - Mei 2015

Dari mereka bertiga, hanya Roni yang mabuknya lepas. Dia terus berbicara kesana-kemari, terkadangdia menceritakan tentang hal-hal pribadinya. Benar kata temanku, orang yang sedang mabuk akanberkata jujur, kecuali yang mampu menahan diri untuk diam seperti Dika dan Hendi. Sesekali merekaberdua merespon omongan Roni dengan pelan dan singkat, itupun seperti yang terpaksa.

Aku terkejut karena baru kali itu melihat mereka mabuk. Entah sejak kapan mereka mulai menenggakminuman keras, karena selama kuliah dahulu mereka tidak pernah melakukannya.

Karena muak, aku kembali ke tempat dimana aku memandang pemandangan kota. Kupikir, mungkinnanti mereka akan tertidur sendiri, dan besoknya akan sadar.

Sekitar setengah jam kemudian terdengar suara teriakan kecil dan suara orang yang dipukul. Akusegera berlari menuju tenda dan... ya ampun, aku melihat pemandangan yang mengerikan. TerlihatRoni sedang berdiri tegak, kepalanya menunduk, tangannya memegang botol minuman keras tadiyang sudah pecah. Dika dan Hendi terkapar dengan darah segar mengalir dari kepala. Roni kemudianmengamuk sendiri, lalu mengacak-acak api unggun di depannya. Kayu-kayu yang terbakarberhamburan kesana-kemari, membakar Dika dan Hendi, serta barang-barang disekitar tenda.

Spontan aku berlari menuju tenda dan segera mengambil jeriken air untuk memadamkan api, tapiRoni memukul kepalaku dari belakang dengan botol di tangannya, membuatku pusing untuksementara, tubuhku jatuh ke tanah, tapi aku segera bangkit. Setelah berdiri dan membalikkan badan,aku tepat menghadap kewajahnya. Kulihat kedua bola matanya berwarna merah, ekspresi mukanyaseperti orang yang sangat marah; kemudian dia komat kamit dengan bahasa yang tidak aku mengerti.Sekilas aku ingat dengan yang namanya Genderuwo.

Roni melayangkan pukulannya ke arah kiri mukaku, tapi aku mampu menangkisnya. Terasapukulannya sangat keras, aku terpental dengan rasa sakit yang luar biasa di lengan kiri. Tulangkurasanya patah atau remuk, tapi ternyata tidak.

Dalam keadaan berusaha untuk bangkit, aku melihat api semakin membesar dan membakar tendabeserta apapun di sekitarnya. Roni mengamuk seperti orang gila, lalu berjalan menuju kobaran api.

Beberapa detik kemudian aku merasakan sakit yang luar biasa di kepala, diikuti dengan pandanganyang mulai kabur, dan pusing yang membuat dunia seakan berputar, menggelap, kemudian aku tidakdapat mengingat apa-apa lagi.

Sore itu suara tangisan anak kecil membangunkanku. Kubuka mata dan aku tahu aku sedang beradadalam sebuah kamar, infusan terhubung denganku. Kulihat terdapat poster-poster medis terpampangdi dinding. Sekujur tubuhku rasanya sakit, terutama kepala bagian belakang dan lengan kiri. Akubangkit dari pembaringan dan berjalan pelan keluar kamar. Setelah kubuka pintu, aku tahu akusedang berada di sebuah Puskesmas.

Seorang laki-laki berpakaian pendaki datang menghampiriku. Dia menanyakan tentang diriku. Lelakiitu bernama Yudi.

Yudi menjelaskan kalau tadi malam kelompok pendakinya melihat kobaran api yang cukup besar daritempat aku mendirikan kemah; kemudian dengan susah payah dia dan tiga orang rekannya menujuasal kobaran api tersebut; sesampainya disana, dia menemukan diriku tak sadarkan diri, tidak jauhdari tenda yang terbakar; mereka kemudian membawaku dan menghubungi pihak penyelamat sertakehutanan. Yudi dan teman-temannya rela menggotongku hingga ke perkemahannya sebelum dibawake sini.

Dia juga memberitahu kalau tim penyelamat menemukan tiga jasad laki-laki yang terbakar, dua jasadberada di dekat bekas api unggun, dan seorang lagi di dekat tenda. Mereka semua hangus.

Mendengarnya, perasaanku menjadi kacau, entah apa yang mesti kulakukan. Aku kembali ke kamaruntuk beristirahat sebelum diizinkan pulang dan mengurusi masalah itu.

Page 16: Kumpulan Cerpen Fajar Sany: Desember 2014 - Mei 2015

Beberapa hari kemudian, aku memberikan kesaksian atas apa yang terjadi ketika malam horor ituterjadi. Awalnya aku menemui kendala karena banyak yang tidak percaya, malah aku sempat divonisbersalah, tapi Yudi dan teman-temannya membantuku sehingga aku bisa melewatinya dengan lancar.

Setelah kejadian itu, aktivitas pendakian gunungku terhenti, untuk sementara. Aku menyibukkan diridengan mengikuti kegiatan keagamaan, berusaha melakukan banyak hal yang bermanfaat bagimasyarakat. Ada yang lebih penting daripada hobiku. Itu semua semakin menguatkan keyakinankukalau ketika mati nanti, hanya amal baik yang akan menjadi teman sejati.

Meskipun demikian, aku tidak pernah kehilangan keinginan untuk kembali mendaki gunung, kembalimelihat pemandangan sebuah kota, mengagumi ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Jika Tuhan kembalimemberikanku kesempatan untuk mendaki gunung, mungkin aku akan melakukannya lagi.

16 Februari 2015

Page 17: Kumpulan Cerpen Fajar Sany: Desember 2014 - Mei 2015

NAIF

Pada suatu malam, Akmal membuka laptopnya dan berselancar di internet. Kemudian dia membukaFacebook, dan mendapatkan pesan masuk dari Udin, temannya semasa kuliah. Isinya, Udin mengajakuntuk berkumpul di Punclut1 minggu depan. “Dulur2, bagaimana kabarnya, sudah setinggi apagunung yang kalian daki? Saya rindu ingin bertemu kalian. Bagaimana kalau hari Sabtu depan kitakumpul di Punclut sore-sore? Datang ya!” Begitulah isi pesannya.

Seminggu kemudian, pada sore hari Akmal mendatangi Punclut. Disana dia mendapati Udin danteman-teman semasa kuliahnya dulu. Seperti layaknya teman yang lama tidak bertemu, merekasemua mengobrol tentang kondisi-situasi sekarang masing-masing, dan mengingat masa-masa ketikamasih kuliah. Hadir pula Fadli yang selalu jail terhadap Udin. Dia melakukan kejailan kembaliterhadap Udin, sama seperti ketika masih kuliah dahulu, baik dalam bentuk fisik maupun verbal.Setelah acara selesai, Udin mengajak Akmal ke rumahnya untuk sekedar minum kopi dan mengobrol.

Di rumahnya, Udin menghidangkan kopi, kue-kue, dan sebungkus rokok, tapi Akmal tidakmengambil rokok karena dia tidak merokok. Dari dulu gaya merokok Udin tidak berubah, yaituseperti bapak-bapak yang sangat menghayati hisap demi hisap.

“Jadi bagaimana dengan pekerjaanmu sekarang?” Tanya Udin.

“Alhamdulillah lancar.” Jawab Akmal. “Bagaimana denganmu?”

“Ya begitulah, ada enaknya ada tidak enaknya. Gajinya kecil eng...” Keluh Udin.

Akmal kemudian ke balkon dan memandangi langit. “Gaya merokokmu tidak berubah dari dulu.”

“Hehe, tentu saja, aku pernah berhenti merokok sebentar, tapi kemudian aku merokok lagi. Aku tidakbisa menahan keinginanku untuk merokok.” Kata Udin sambil menghisap rokoknya dalam-dalam danmengeluarkan asapnya secara perlahan. “Si Fadli juga tidak berubah dari dulu, selalu jail, dan palingparahnya pasti kepadaku. Perilakunya itu suka melewati batas.”

Akmal masuk kembali ke dalam kamar dan duduk di depan Udin. “Mungkin dia rindu setelah sekianlama tidak bertemu denganmu.”

“Ah, dia itu tetap menyebalkan seperti dulu.” Kata Udin sambil mengerutkan dahinya. “Ingat dahuluwaktu dia menawarkan sebotol Coca-Cola padaku, padahal dia sudah mencampurkannya denganalkohol. Dia menganggap itu sebagai lelucon, menyebalkan sekali. Untung aku tidak meminumnyasetelah si Deni memberitahu. Ah, sebenarnya aku juga muak bertemu dengannya, apalagi sikapnyayang tidak berubah dari dulu.”

“Wah, aku tidak tahu masalah itu, tapi itu adalah lelucon yang jahat,” kata Akmal, “dan sepertinyasekarang aku harus pulang, sudah terlalu malam, aku mulai mengantuk.”

Udin menyarankan untuk menginap saja di rumahnya karena besok adalah hari Minggu, tapi Akmalmenolaknya. Pukul 10 malam, Akmal meluncur pulang ke rumahnya. Matanya sudah mengantuk.Sesampainya di rumah, Akmal langsung merebahkan dirinya di kasur dan terlelap tidur.

Keesokan harinya, Akmal berbaring-baring di kasur sambil mengingat kejadian kemarin. Terkadangdia tersenyum sendiri. Tak beberapa lama kemudian ponselnya berbunyi, tanda ada pesan yangmasuk. Setelah dicek, sebuah pemberitahuan dari Facebook. Ketika dibuka, Udin memasang sebuahfoto di halaman utama dan menandai teman-teman sekelas, termasuk Akmal. “Kawan kita semuabukan teman, tapi sudah menjadi dulur.” Begitulah tulisan di foto tersebut.

Melihat itu, Akmal kembali hanya tersenyum kecil.

Page 18: Kumpulan Cerpen Fajar Sany: Desember 2014 - Mei 2015

Keterangan1. Punclut adalah sebuah tempat wisata di kota Bandung.2. Dulur adalah bahasa Sunda yang artinya saudara.

21 Januari 2015

Page 19: Kumpulan Cerpen Fajar Sany: Desember 2014 - Mei 2015

OBROLAN PALING MEMUAKKAN DI KANTOR

Tlit, tlit, tlit! Alarm ponsel Ramzi berbunyi, membangunkannya dari tidur malam yang nyenyak.Dengan sedikit berat dia membuka kedua matanya, kemudian terduduk sebentar, lalu melangkahkankakinya menuju kamar mandi. Setelah mandi dan berwudhu, dia melaksanakan shalat shubuh.

Selesai mandi dia berdandan dan memakai pakaian kerjanya, sepatu kulit hitam, celana katun hitam,kemeja biru, dan dasi hitam, dengan jaket sebagai tambahannya. Tak lupa sarapan roti selai kacangkesukaannya dan segelas jus jeruk.

Dia pergi menuju kantornya menggunakan bus umum, meskipun sebenarnya dia memiliki sepedamotor sendiri. Ekspresi wajah dan gerak tubuhnya menunjukkan dia sedang bersemangat kerja.“Semoga hari ini semuanya dilancarkan, amin.” Katanya dalam hati.

Di sebelah kanan meja kerjanya ada Adit, dan disebelah kirinya ada Yanti yang baru bekerja seminggudi kantor tersebut. Yanti menggantikan Herman yang mengundurkan diri.

Yanti sudah cukup dekat dengan Adit, sedangkan Ramzi belum, karena selama 3 hari Ramziditugaskan ke luar kota. Jadi hari ini adalah hari ke-4 nya dia bekerja bersama Yanti.

Hari itu adalah hari Sabtu, kantor tidak begitu sibuk. Jam menunjukkan pukul 11 siang. Adit sedangmengobrol dengan Yanti.

Melalui ponselnya, Adit menunjukkan foto pernikahan temannya kepada Yanti, “Jadi bagaimanamenurutmu dengan dekorasi dan pakaian pengantinnya?”

Yanti menimbang-nimbang sebentar, “Hmmm... dekorasi sudah bagus, tapi pakaian pengantinwanitanya terlihat berat di bagian kepala. Harusnya tidak perlu diberi terlalu banyak hiasan.”

“Haha... benar nih yang namanya ibu-ibu dan perias pengantin memang peka dengan hal-hal sepertiini.” Kata Adit.

Ramzi tidak ikut mengobrol, dia hanya mendengarkan saja, perhatiannya terfokus kepada layarkomputer di depannya. “Semangat, semangat, sebelum istirahat harus beres!” Katanya dalam hati.

“Wah sepertinya Ramzi sedang bersemangat, tenang saja Ram jangan terlalu serius begitumengetiknya,” kata Adit menggoda, kemudian melanjutkan obrolannya dengan Yanti, “ketika akumelihat temanku itu, aku dapat melihat rasa bahagia terpancar dari mata mereka. Jadi benar kalaupernikahan itu adalah hari yang paling bahagia, maksudku salah satu hari yang paling bahagia dalamhidup seseorang, selain hari gajian, hehehe.”

“He... iya juga, tapi kalau pernikahanku menyedihkan,” jawab Yanti, “aku ingat waktu itu dananyakurang, jadi acaranya pun ya... pas-pasan. Pokoknya kalau mengingat hari pernikahanku, itumenyedihkan sekali.”

“Tapi menurutku bukan masalah acaranya yang mewah atau sederhana, yang terpenting adalahbahtera rumah tangganya apakah bahagia atau tidak. Banyak kan orang yang pernikahannya mewah,tapi kehidupan rumah tangganya tidak harmonis; sebaliknya ada orang yang pernikahannya cumankecil-kecilan, tapi kehidupan rumah tangganya harmonis.” Kata Adit.

“Benar juga sih, tapi suamiku itu orangnya terlalu pendiam.” Kata Yanti.

Adit mengerutkan keningnya, “Pendiam bagaimana? Kalau dilihat dari foto-fotonya, sepertinyasuamimu itu orangnya baik. Aku bisa menilai dari matanya. Emh... tapi itu hanya penilaianku saja,berdasarkan ilmu psikologi yang pernah aku pelajari dari Internet.”

“Tapi bagiku dia terlalu pendiam... (Yanti melanjutkan obrolannya dengan Adit.)”

Page 20: Kumpulan Cerpen Fajar Sany: Desember 2014 - Mei 2015

Ramzi menyelesaikan pekerjaannya, kedua tangannya dia angkat ke atas sambil menghirup napasdalam-dalam, kemudian mengeluarkannya sambil berkata, “Fuh... akhirnya beres juga.” Dia mulaimelirik percakapan Adit dan Yanti.

“Sepertinya kalian berdua dari tadi asyik sekali, sedang membicarakan apa sih?” Tanya Ramzi.

“Ini katanya Yanti kurang puas sama suaminya setiap malam, kurang...” Jawab Adit sambil setengahtersenyum, yang kemudian dihentikan oleh Yanti.

Wajah Ramzi menjadi keheranan, “Emh, sebenarnya apa yang sedang kalian bicarakan, sepertinyatentang hubungan suami-istri?”

Adit menjawab sambil tersenyum kecil, “Pelajaran buat kita nih Ram, langsung dari orang yangberpenga...”

“Eh! Tidak, tidak, hehe...” kata Yanti sambil tersenyum malu-malu, “Dit!”

Ramzi memalingkan mukanya dari Adit dan Yanti, lalu memainkan game di ponselnya sambilmenunggu jam 12 tiba. Tapi telinganya tetap mendengarkan apa yang dibicarakan Adit dan Yanti.Sepanjang percakapan, Adit mendengarkan Yanti yang terus berbicara.

“Setiap hari, tanganku selalu pegal setelahnya semalaman memberikan susu formula kepada anakkuitu.”

“ASI? Bagaimana aku bisa memberi ASI? Dari awal kehamilan, payudaraku hanya mengeluarkansedikit ASI, tidak cukup untuk menyusui si dedek. Lagipula, biasanya kan kalau puting payudaraperempuan hamil itu menonjol keluar, kalau aku tidak, malah masuk kedalam. Aku juga herankenapa bisa begitu.”

“Aku juga kesal dengan adik laki-lakiku yang suka rewel padaku, padahal dia sudah kelas 5 SD. Masaaku harus memberikan uang jajan kepadanya, padahal mamah dan bapakku masih ada?”

“Terkadang kalau aku sedang malas dengan si dedek karena menangis terus, aku suka menitipkannyakepada pembantu di rumah mamah.”

Tak terasa Adit dan Yanti mengobrol hingga pukul 12 siang. Selama itu Adit terus mendengarkanYanti dengan serius, terkadang sambil tertawa kecil dan tersenyum-senyum, tanpa membalas satuucapan pun.

“Aku duluan ke masjidnya, setelah itu makan di tempat biasa.” Kata Ramzi kepada mereka berduasambil berdiri meninggalkan mejanya. Dia meninggalkan gedung, menuju masjid untuk menunaikanshalat Dzuhur.

“Oke!” Kata Adit dan Yanti yang masih mengobrol.

Setelah menunaikan shalat Dzuhur, Ramzi menuju sebuah warung pulsa yang terletak disebelahkompleks masjid.

“Mas Ramzi, gimana kabarnya, lama gak keliatan, gimana kerjanya?” Tanya penjaga pulsa yang sudahakrab dengan Ramzi.

“Aduh agak sedikit pusing mas.” Jawab Ramzi.

“Lho kenapa bisa pusing toh?” Tanya penjaga pulsa lagi.

“Karena baru saja saya mendengarkan... obrolan paling memuakkan di kantor. Dan selama 3 tahunsaya bekerja di sana, baru saya alami barusan.” Jawab Ramzi sambil memijit-mijit kepalanya.

31 Januari 2015

Page 21: Kumpulan Cerpen Fajar Sany: Desember 2014 - Mei 2015

OPERASI VAMPIR

Seorang laki-laki berusia sekitar 18 tahunan berjalan cepat menuju sebuah rumah kontrakan yangberukuran kecil. Wajahnya tampak sedikit tegang.

Setelah mengetok pintu rumah, seorang laki-laki menyambut sambil menjabat tangannya, “Aha,kamu pasti Danur itu, selamat datang di kelompok ini. Mari masuk, kita mengobrol di dalam.”

Lelaki tersebut menyalakan sebatang rokok sambil menawarkannya pada Danur.

“Terimakasih master Geri.” Kata Danur sambil menerima rokok tersebut.

“Aku tahu kamu sudah banyak mendengar tentang kami, dan aku pun sudah mengetahui tentangdirimu, pengalamanmu sebelumnya lumayan, jadi malam ini kita langsung kerja. Semoga kamumenjadi pengganti yang baik.”

“Siap!” Jawab Danur.

“Sebelum kita berangkat, minum dulu ini, untuk memperlancar,” kata Geri sambil menyodorkan satubungkus plastik yang berisi pil-pil berwarna putih, “dan simpan saja motormu disini.”

Tengah malam itu, mereka berdua berboncengan mengendarai sepeda motor, menyusuri jalanan kotayang gelap.

Mereka sampai di sebuah jalan yang sepi dan minim penerangan. Di sebelah kanan terdapat sungaiyang cukup besar, dan pinggiran jalan tersebut dipenuhi rerumputan yang tinggi.

“Itu dia, kita dapat mangsa.” Kata Geri menunjuk ke seorang pengendara sepeda motor perempuanyang sendirian melintasi jalan tersebut. Dari pakaiannya terlihat seperti pegawai Bank.

Geri turun dari sepeda motornya dan memberikannya pada Danur. Dia mengawasi Danur dari pinggirjalan.

Suara sepeda motor Geri yang lebih halus, membuat perempuan tersebut tidak menyadari kalauDanur sedang membuntutinya.

Pipa besi dipukulkan ke tangan kanan perempuan tersebut, dia langsung terjatuh. Mencoba berteriak,Danur langsung membekapnya, kemudian memukul kembali kedua tangan dan kakinya, membuatnyalumpuh sementara.

Danur menyeretnya ke samping jalan, menyembunyikannya di semak-semak.

Geri segera datang dan mengambil sepeda motor milik perempuan tersebut, “Ambil tasnya, cepat!”

Danur berhasil mengambil uang senilai 200 ribu Rupiah dan sebuah ponsel. Setelah itu dengan cepatmereka pergi menuju kegelapan malam.

***

Kembali di rumah kontrakan tadi.

“Tidak buruk bung, 200 ribu dan sebuah ponsel,” kata Geri sambil menghisap rokoknya dalam-dalam, “tadi kamu apakan dia, sepertinya perempuan itu masih hidup.”

“Hanya memukul untuk membuatnya lumpuh sementara. Aku juga membekapnya, dengan sedikitcekikan di lehernya supaya dia tidak sadarkan diri.” Jawab Danur.

Mereka berdua melakukan pesta kecil-kecilan merayakan keberhasilan kerja malam itu denganmembeli minuman keras, rokok, dan kacang rebus.

Page 22: Kumpulan Cerpen Fajar Sany: Desember 2014 - Mei 2015

***

Sebulan berlalu, mereka berdua telah pindah ke kota tetangga.

Di rumah kontrakan barunya, Geri memperkenalkan seseorang yang belum pernah Danur kenal,“Danur, kita kedatangan anggota baru, dia sudah cukup berpengalaman, namanya Raga.”

Danur dan Raga saling bersalaman.

“Seperti ketika pertama kali Danur bergabung denganku, maka malam ini juga kita langsung kerja.Raga, aku dan Danur akan mengawasimu, tapi nanti Danur yang akan mengambil motornya.” KataGeri.

“Dimengerti.” Jawab Raga.

Sebelum mereka bertiga mulai meluncur, seperti biasanya, Geri mengeluarkan sebungkus plastikyang berisi pil-pil berwarna putih, “Semoga kita menjadi tim yang solid,” katanya, “dan mari kitanamai kerja malam ini dengan nama Operasi Vampir, hehehe... keren kan?”

Raga mengendarai sepeda motornya sendiri, sedangkan Danur dan Geri berboncengan.

Di sebuah jalan belakang gedung sekolah, mereka menemukan pengendara sepeda motor yangberboncengan, laki-laki dan perempuan.

“Pulang kencan tengah malam seperti ini, menggiurkan sekali,” kata Geri, “Raga, ayo!”

Raga segera memepetnya, lelaki yang mengendarainya bereaksi dengan memacu motornya lebihcepat. Raga mengeluarkan sebilah pedang Katana-nya, kemudian dia sabet ke tangan kanan lelakitersebut. Tak cukup disitu, dia menusukkan pedangnya ke arah perut kanan.

“Sadis sekali, sepertinya dia tidak pernah berbelas kasihan dengan mangsanya.” Kata Geri.

Setelah terjatuh, lelaki tersebut berusaha berteriak memanggil pertolongan, tapi Raga langsungmembekap dan menusukkan pedangnya ke perut kiri.

Perempuan yang diboncengnya segera bangkit dan mencoba lari. Refleks, Raga menyabet kakinyahingga terjatuh, kemudian menusukkan pedangnya ke punggung sambil menginjak kepalanya,membuat perempuan tersebut tidak bisa berteriak. Pedang Raga penuh dengan darah segar.

“Ayo cepat bergerak Dan!” Kata Geri pada Danur.Setelah Raga mengambil beberapa barang-barang berharga, Danur datang. Namun sebelummengambil sepeda motornya, dia penasaran dengan kedua mangsa mereka malam itu yang sedangsekarat.

“Begitu buasnya, akupun belum pernah sampai membunuh.” Kata Danur dalam hatinya.

Danur mendekati perempuan tadi yang sedang sekarat. Dari sorot matanya memandang perempuantersebut, dia seperti mengenalnya. Setelah dia membalikkan badannya, matanya terbuka lebar,terkejut.

“Rini!” Kata Danur dengan keras.

“Pam... Dan... ur?” Jawab Rini terbatuk-batuk, mulutnya mengeluarkan darah segar.

“Dan, apa yang kamu lakukan, cepat ambil motornya,” kata Geri, “kamu bisa membuat operasi inigagal!”

Tak lama kemudian pandangan Rini menjadi kosong, dia berhenti bergerak. Matanya tetap terbukamenatap Danur.

“Rini, Rini!” kata Danur sambil menangis.

Page 23: Kumpulan Cerpen Fajar Sany: Desember 2014 - Mei 2015

“Siapa dia Dan?” Tanya Geri.

“Dia keponakanku!” Jawab Danur.

3 Maret 2015

Page 24: Kumpulan Cerpen Fajar Sany: Desember 2014 - Mei 2015

PANGGILAN AYAH DARI LOTENG

Siang itu langit tampak mendung, tanda hujan deras akan turun, seperti hari-hari biasanya di musimhujan ini. Ibuku masih berada di pasar, sedangkan adikku di sekolah. Ayah sedang sibuk di loteng,memperbaiki genting yang bocor.

Tak lama kemudian ayah memanggilku, “Rin, tolong bawakan air minum kesini ya, ayah haus!”

Aku mengambil sebotol air mineral di kulkas dan berjalan menuju lantai-2.

Ketika sampai di depan kamar adikku, pintunya terbuka, seseorang langsung membekapku,kemudian menyeretku ke dalam kamar.

Ternyata dia adalah ayahku.

“Ssst, kamu jangan kesana, itu bukan ayah!”

“Percayalah, itu bukan ayah!”

27 April 2015

Page 25: Kumpulan Cerpen Fajar Sany: Desember 2014 - Mei 2015

PEKERJA BERKAOS MERAH

Sore itu adalah sore yang sibuk di sebuah perguruan tinggi di Bandung. Hari pertama tahun ajaranbaru. Mahasiswa baru berlalu-lalang kesana kemari, mencoba akrab dengan lingkungan barunya.Tapi saat itu kebanyakan adalah kelas karyawan yang jam kuliahnya dari sore hingga malam hari.

Ardhani, seorang mahasiswa baru kelas karyawan tergesa-gesa berjalan menuju kelasnya. Diaterlambat 15 menit setelah menambal ban sepeda motornya yang kempis tertusuk paku. Wajahnyamenunjukkan ekspresi sedikit kelelahan, keringat terlihat di wajahnya. Sampai di depan kelas, diamelihat dari kaca pintu kalau bapak dosen sudah tiba. Kemudian dia mengetuk pintu, meminta maafkepada dosen dan menjelaskan alasan keterlambatannya. Bapak dosen memaafkannya danmempersilakan masuk. Ardhani duduk di bangku barisan paling belakang.

Pak dosen memperkenalkan dirinya, dan meminta mahasiswa juga untuk memperkenalkan diri. Satupersatu mahasiswa memperkenalkan diri dan menyebutkan pekerjaannya. Sampai pada salah seorangyang bernama Hamdan, dia mengaku bekerja sebagai kuli bangunan. Dosen dan mahasiswa lainterkejut dengan jawaban yang terdengar kurang masuk akal tersebut, tapi Hamdan tetap mengakukalau pekerjaannya adalah kuli bangunan.

Perkuliahan pada hari pertama berlangsung singkat, hingga pukul 5 sore. Setelah bubaran, beberapamahasiswa ada yang mengobrol, dan saling berkenalan satu sama lainnya. Ardhani berjalan pelanmenyusuri lorong. Hamdan menghampirinya dari belakang dan menepuk pelan bahunya. “Hey Dan,kamu guru TI di SMP-7 itu ya? Itu SMP-ku waktu dulu. Sudah berapa lama bekerja disana?”

“Baru 3 tahun.” Jawab Ardhani.

Beberapa saat kemudian datang Kara, seorang mahasiswi sekelas menghampiri Hamdan. “Hamdan,kamu dulu pernah di SMAN-22 juga? Aku juga alumni sana, kita seangkatan tapi beda kelas, makanyakita belum pernah kenal. Lagipula aku pindahan dari SMAN-26 waktu kenaikan ke kelas XII.”

“Oh, berarti ini seperti reunian.” Jawab Hamdan.

“Bisa dibilang... eh ngomong-ngomong serius tuh kamu kerjanya jadi kuli bangunan?” Tanya Kara.

Hamdan pun tersenyum kecil, “Iya kuli bangunan yang setiap hari mengerjakan proyek, hehehe.”

Kara sama-sama tersenyum kecil dan pulang lebih dulu.

Hamdan lalu pamit pada Ardhani. “Oke Dan, saya pulang duluan ya, sampai bertemu besok!” Diapulang mengendarai sepeda motor sport-nya yang berdimensi besar, dengan knalpot yangmengeluarkan suara bising dan menghentak.

***

Setahun kemudian, tepatnya di akhir semester kedua, Ardhani menghadapi UAS (Ujian AkhirSemester) yang lebih sulit dibandingkan semester pertama. Salah satunya adalah mata kuliahAlgoritma dan Pemrograman. Meskipun cukup sulit, Ardhani mampu mengerjakan ujian tersebutdengan nilai yang cukup untuk syarat kelulusan, yaitu 6.

Ardhani terkejut ketika melihat nilai milik Hamdan yang terpampang 8.5. Ardhani bertemu denganKara yang sama-sama sedang melihat pengumuman nilai UAS di papan pengumuman jurusan.

“Rata-rata kelas kita memiliki nilai 5 dan 6, hanya Hamdan yang memiliki nilai tertinggi, luar biasa.Aku yakin dia mendapatkannya dengan murni. Ujian hari itu sangat ketat, tidak mungkin adaseorangpun yang berlaku curang. Konsepan yang sudah aku siapkan pun terpaksa tetap disimpan didalam tas. Pasrah saja dengan nilai 5.7, yang penting tidak dibawah 5.” Kata Kara.

“Iyap, aku juga pasrah saja dengan nilai 6.5,” jawab Ardhani, “aku juga percaya dengan pencapaiannilai Hamdan. Sepertinya dia bukan orang sembarangan. Tahu kan, meski dia orangnya supel, tapi

Page 26: Kumpulan Cerpen Fajar Sany: Desember 2014 - Mei 2015

setiap ada hal yang berhubungan dengan mata kuliah Algoritma & Pemrograman, Matematika, danStruktur Data, dia selalu menghindar. Kapan dia berdiskusi dengan kita tentang tiga mata kuliah itu?”

“Ya... dia itu memang pelit. Kalau kita butuh dia, dia tidak ada, malah menghindar; tapi kalau diasedang butuh kita... contohnya seperti waktu ada tugas Bahasa Inggris, menyebalkan sekali, aku yangsusah payah mengerjakan, dia tinggal mencontek saja, agak memaksa lagi.” Kata Kara dengan sedikitkesal.

“Jadi kamu percaya kalau dia bekerja sebagai kuli bangunan?” Tanya Ardhani.

“Sama sekali tidak, uh... sombong sekali dia mengaku sebagai kuli bangunan. Setahun ini dia belumpernah menceritakan tentang pekerjaan dia yang sebenarnya,” jawab Kara, “tapi dengar-dengar sihkatanya dia seorang programer yang membuat aplikasi untuk sebuah perusahaan, tapi aku tidak tahuperusahaan apa. Masuk akal dengan nilai mata kuliah Algoritma dan Pemrogramannya yangmendapatkan nilai paling tinggi.”

***

3 tahun berlalu setelah Ardhani diwisuda dari bangku kuliah. Kini dia sudah bekerja sebagai dosenmuda di sebuah perguruan tinggi di Yogyakarta. Disana dia menyewa kamar di sebuah indekos yangcukup bagus. Terkadang dia harus bolak-balik ke Bandung untuk bertemu dengan keluarganya,terutama ibunya yang sudah tua dan sering sakit-sakitan.

Suatu hari dia mengendarai sepeda motor untuk mengunjungi sepupunya. Sesampainya disana diadisambut dengan hangat. Sore hari mereka mengobrol bersama di balkon yang menghadap langsungke areal persawahan yang cukup luas. Tak jauh dari tempat mereka, terdapat sebuah rumah yangcukup besar sedang dibangun. Tampak para pekerja yang sibuk, dan ada pula sebagiannya yangberistirahat menunggu giliran.

Mata Ardhani melihat sesuatu yang berbeda dari seorang pekerja yang sedang beristirahat. “Apa akusalah lihat? Tampaknya aku mengenali pekerja disana yang memakai kaos merah.” Katanya kepadasepupunya.

Sepupunya menjelaskan kalau yang membangun rumah itu adalah seorang pejabat. “Karena memangpejabat yang membangun rumah itu adalah pejabat berduit, makanya rumahnya juga lebih bagusdaripada rumah-rumah disini. Katanya sih itu bukan rumah satu-satunya.”

“Aku akan menemui pekerja itu, aku penasaran.” Kata Ardhani sambil turun dari balkon, dan keluarmenuju tempat pembangunan rumah tersebut.

Ardhani berjalan mendekati para pekerja yang sedang beristirahat sambil merokok dan minum kopi.Namun pekerja yang memakai kaos merah tadi melihat Ardhani, dia langsung menuju ke belakangbangunan, mencoba menghindar darinya.

Ardhani melihatnya dan menuju ke belakang bangunan. Disana dia mendapati pekerja berkaos merahtersebut hendak pergi dengan sepeda motor bebeknya yang butut.

“Hey kang tunggu, sepertinya saya mengenal anda.” Kata Ardhani setengah berteriak.

Mendengar itu, pekerja berkaos merah tersebut segera mengambil helmnya, tapi dia lupa untukmelepaskan ikatan pada joknya yang masih terkunci.

Setelah melihat wajah pekerja berkaos merah tersebut, Ardhani terkejut. “Hamdan, ternyata kamu!Apa kamu benar-benar kuli bangunan, apakah ini nyata, bukannya... bukannya kamu bekerja sebagaiprogramer, benar kan?”

“Ya ini aku,” jawab Hamdan dengan lesu, “maaf aku harus pergi sekarang, ada pekerjaan yang haruskuselesaikan.” Hamdan langsung pergi meninggalkan tempat tersebut.

Ardhani hanya terdiam menyaksikan Hamdan yang pergi meninggalkannya tanpa mau berbicarabanyak.

Page 27: Kumpulan Cerpen Fajar Sany: Desember 2014 - Mei 2015

27 Januari 2015

Page 28: Kumpulan Cerpen Fajar Sany: Desember 2014 - Mei 2015

PELARI REL KERETA API

Di malam Minggu yang cerah ini, kawan-kawanku, yaitu Didin, Indra, dan Rizal mengajak untuknongkrong. Katanya Indra akan membawa banyak jagung untuk dibakar, oleh-oleh kemarin daripamannya.

Rumah kami terletak di desa yang membentang disepanjang perlintasan rel kereta api. Menjadikansuaranya yang bising begitu akrab dengan kami.

Rizal lebih dulu tinggal disini, diikuti Didin, aku, dan Indra. Jadi Rizal lebih tahu banyak tentang desaini.

***

“Apa kalian ingin tahu cerita mistis di daerah ini?” Tanya Rizal.

“Tentu, kamu lebih tahu dari kami, ceritakanlah.” Jawab Didin.

Rizal mengunyah jagung bakar di mulutnya, “Di kampung sebelah sana kan ada perlintasan rel keretaapi yang tidak bisa dilalui mobil, sebenarnya dulu itu bisa, tapi kemudian ditutup setelah adakejadian...”

“Kejadian apa?” Tanya Indra.

“Satu keluarga meninggal setelah mobil yang ditumpanginya tertabrak kereta yang melintas. Kalautidak salah ada 5 orang; ayah, ibu, dua orang anak perempuan, dan seorang anak laki-laki.”

“Kejadiannya terjadi sekitar pukul 3 dini hari. Waktu itu belum ada yang berjaga melewati pukul 12malam.”

“Mobil tersebut ditutup rapat, dan kemungkinan di dalamnya mereka sedang memutar musik,sehingga suara dari luar tidak terdengar. Akibatnya, ketika mereka melintas, mereka tidak menyadariada kereta yang datang, dan...”

“Maut pun datang menjemput.”

“Itu terjadi 3 tahun sebelum aku pindah kesini.”

“Berarti sudah lama sekali berlalu. Jadi apa cerita mistisnya?” Tanyaku.

“Beberapa hari setelah kejadian itu, banyak warga yang mengaku sering mengalami kejadian ganjil,seperti mendengar teriakan minta tolong, padahal malam itu tidak ada seorangpun, dan kejadian-kejadian lainnya. Ya...sama dengan cerita-cerita mistis yang berhubungan dengan kecelakaan keretaapi.”

Cerita mistis, obrolan favorit para pemuda, selain tentang percintaan. Menurut mereka, obrolantersebut memberikan energi. Maklumlah, darah muda, darahnya para remaja.

Tak terasa waktupun sudah berjalan sekitar satu jam, jam tangan menunjukkan pukul 23.00. Kamimemutuskan untuk bubar.

“Whuuuz!”

Ketika sedang beres-beres, kami dikagetkan oleh Didin yang setengah berteriak, “Wei! Siapa itu yangberlari malam-malam begini, ayo kita kejar!” Tangannya menunjuk ke arah kegelapan, samar-samarterlihat seseorang sedang berlari ditengah rel.

Aku, Didin, dan Indra segera mengejarnya.

Page 29: Kumpulan Cerpen Fajar Sany: Desember 2014 - Mei 2015

Orang itu berlari cukup cepat. Indra mencoba menahannya dari samping, tapi gagal, dia kalah tenaga.Didin yang berbadan lebih besar, memeluk badannya dari belakang, kemudian menjatuhkantubuhnya ke tanah di pinggiran rel.

“Ah sial, lumayan sakit!” Rintih Didin.

“Pasti sakit hehehe... tapi caramu menjatuhkan, seperti seorang professional. Darimana kamu belajaritu?” Tanyaku.

“Pamanku... dia... dia seorang polisi. Cepat bantu aku berdiri!” Jawab Didin.

Orang tadi tidak sadarkan diri. Dia seorang bapak-bapak, berusia sekitar 40 tahunan. Kamimemutuskan untuk membawanya ke rumah Rizal.

***

Pagi ini, bapak itu telah siuman. Dia sedang mengobrol di ruang tamu, bersama Didin, Indra, danRizal, disertai kopi dan pisang goreng. Bapak itu bernama Rusman.

“Jadi semalam saya mau mancing, terus saya melihat ada kereta yang sedang diam. Saya merasaaneh, kok orang-orang di dalamnya tidak terlihat, termasuk masinis di lokomotifnya.” Kata PakRusman.

“Karena penasaran, saya pun naik ke kereta itu. Begitu saya naik, kereta segera melaju.”

Rokoknya dihisap dalam-dalam.

“Di gerbong yang saya naiki, tidak ada siapa-siapa, kemudian saya masuk ke gerbong di depannya,dan...”

Kami semua semakin antusias mendengar ceritanya.

“Disana berjejer penumpang. Ya penumpang seperti umumnya, tapi mereka menunduk semua.Mukanya ada yang ditutupi koran, majalah, sarung, topi, dan yang lainnya.”

“Ketika saya mendekati mereka, ada yang menepuk dari belakang, ternyata kondektur. Tapi dia jugasama, kepalanya menunduk. Tangannya dijulurkan pada saya, tanda meminta karcis.”

“Disitu saya tegang, saya sadar telah menjadi penumpang gelap. Saya berniat kabur, tapi ketikamelihat keluar, kereta sudah melaju kencang, mungkin sekitar 80 kilometer per jam.”

“Saya bilang, maaf pak saya tidak punya tiket. Dan saat itulah jantung saya serasa mau copot.” MataPak Rusman melotot pada kami.

“Kenapa tuh pak?” Tanya Rizal.

“Si kondektur itu mengangkat mukanya, mukanya itu...”

Kami menelan ludah. Bulu kuduk mulai berdiri.

“Mukanya itu aneh sekali, kulitnya seperti manusia biasa, tapi tidak ada mulut dan hidungnya;matanya dua, bulat besar berwarna merah. Telinganya lancip.”

“Karena kaget sekali, spontan saya langsung meloncat ke belakang. Kepala saya membentur lantai,disitulah saya tidak sadarkan diri.”

Semuanya terpaku tegang. Tanpa terasa, keringat dingin sudah membasahi tubuh.

2 Mei 2015

Page 30: Kumpulan Cerpen Fajar Sany: Desember 2014 - Mei 2015

SEBUAH PENDATANG

Semenjak terjadinya kasus pembunuhan itu, suasana kosan ini menjadi angker. Satu persatupenghuninya pindah. Selain itu, beberapa penghuni mengaku kalau mereka mengalami hal-hal yangganjil, seperti mendengar suara aktivitas; ataupun suara rintihan minta tolong dari dalam kamartempat pembunuhan tersebut, padahal tidak ada seorangpun disana. Sampai saat ini, kamar tersebutmasih kosong, belum ada seorangpun yang berani menempatinya.

Kamarku tepat berada dibawahnya. Aku belum pernah mengalami hal-hal ganjil seperti yang diakuipenghuni lainnya. Menurutku, mungkin ini masalah sugesti saja.

Bagiku, kondisi seperti ini memberikan keuntungan, bagaimana tidak, penghuni sebelah kiriku adalahseorang pekerja, dia mempunyai kebiasaan memutar lagu dengan volume tinggi yang menggangguku.Setelah kasus itu, dia tidak pernah melakukannya lagi, bahkan dia jadi jarang berada di kos.

***

Dua bulan pun berlalu. Masih belum ada kejadian ganjil yang aku alami. Selama ini, setengahpenghuni kos sudah pergi, belum ada pendatang baru. Bisa kulihat bagaimana wajah ibu pemilik kosyang terlihat sedikit gelisah. Khawatir pendapatannya semakin berkurang, atau mungkin yang palingparah, bangkrut.

Malam ini ketika semua orang sedang terlelap tidur, aku dibangunkan oleh suara dengungan halus.Entah dari mana pastinya asal suara tersebut, tapi sepertinya berasal dari luar. Kupikir itu hanyalahsuara pesawat atau apa, aku tidak menghiraukannya, tubuhku terlalu berat untuk diajak berdiri,untuk menyelidiki suara itu.

“Dug!” terdengar suara kaki yang menjejakkan ke lantai. Berasal dari kamar diatasku, kamar tempatpembunuhan itu.

“Dug...”

“Dug... dug... dug...”

Mataku jadi terbuka lebar. Itu suara langkah kaki.

Sepertinya, malam ini adalah giliranku untuk mengalami hal ganjil seperti yang dialami penghunilainnya.

Baiklah, aku jadi penasaran, aku akan memeriksa keatas. Kugenggam sebatang pipa besi untuk jaga-jaga.

Perlahan aku berjalan dalam kegelapan, sengaja lampu tidak kunyalakan. Malam ini hanya akusendiri yang bangun.

Mendekati kamar itu, suhunya terasa menjadi lebih dingin, dan kebetulan sekali tidak dikunci,sepertinya ibu kos lupa. Perlahan kubuka pintunya dan kunyalakan lampu.

Jendelanya terbuka, tidak ada siapa-siapa di dalam, begitupun diluar. Lalu, darimanakah suaradengung tadi berasal? Ah, mungkin itu suara pesawat terbang.

Tapi ketika kubalikkan badanku, aku melihat sesuatu yang belum pernah kulihat selama hidupku.

Entah itu makhluk dari alam lain, atau makhluk dari planet lain.

Dihadapanku, berdiri sebuah makhluk aneh. Sedikit lebih tinggi dariku. Bentuknya hampirmenyerupai manusia, dengan dua kaki, dua tangan, perut, dan dada, menggunakan pakaian ketatberwarna hitam; sedangkan wajahnya tertutup oleh helm, seperti astronot. Semuanya berwarnahitam.

Page 31: Kumpulan Cerpen Fajar Sany: Desember 2014 - Mei 2015

Aku terkejut, heran, dan bertanya-tanya, apa itu? Aku seperti berada dalam film-film sains fiksi yangsering kutonton. Apa ini juga karena masalah sugesti? Yang pastinya, makhluk itu bukan berasal daribumi.

Belum sempat aku bergerak dari keadaan terpaku sebentar, dengan cepat, makhluk itu menembakkansesuatu seperti jarum dari lengannya.

Aku bisa merasakan bagaimana sakitnya benda itu menancap di dadaku, dan aku bisa melihat darahmenetes ke lantai. Tapi hanya sebentar. Benda itu mengeluarkan semacam aliran listrik yangmenyetrum tubuhku, membuat pandanganku menjadi gelap; kemudian sekujur tubuhku mati rasa.Terakhir, aku masih bisa merasakan saat pipi kananku membentur lantai.

Setelah itu aku tidak ingat apa-apa lagi. Aku tidak bisa berpikir. Yang ada hanyalah gelap.

23 April 2015

Page 32: Kumpulan Cerpen Fajar Sany: Desember 2014 - Mei 2015

SEKERESEK UANG MISTERIUS

Saat ini aku sedang membutuhkan uang untuk bermain Game Online di warnet dekat rumah seorangtemanku. Katanya warnet tersebut sangat nyaman. Aku ingin menghabiskan malam mingguku disana.

Jumat malam, aku menghadiri pesta ulang tahun kecil-kecilan dikosan temanku. Pulangnya, akumengisi bensin dulu di SPBU. Di toiletnya, aku menemukan sebuah keresek berwarna hitam.Penasaran, aku membukanya, dan...

Ya ampun... beberapa lembar uang! Setelah kuhitung, semuanya berjumlah 666 ribu Rupiah. Jumlahyang aneh, tapi aku tidak peduli, kupikir ini adalah keberuntungan yang tak pernah kuduga. Uang inilebih dari yang kubutuhkan.

Di sekolah, aku tidak menceritakan pada siapapun tentang penemuanku semalam. Aku hanyamemberitahu temanku itu, kalau malam ini dia mau bermain Game Online bersamaku di warnettersebut, aku akan mentraktirnya. Dia setuju.

Sepulang sekolah, aku tidur siang demi menyimpan tenaga untuk begadang nanti malam.

Bangun sekitar jam 5 sore. Cuacanya cerah, udara dingin terasa di kulit dan paru-paru.

Aku akan merapikan uang-uang tadi yang kusimpan dikotak penyimpan rahasiaku.

Apa?

Entah ini kenyataan atau bukan, uang-uang temuan tadi malam yang kusimpan disitu, semuanyatelah berubah menjadi daun.

Ini tidak masuk akal, karena aku mengunci lemariku. Tidak mungkin pula kedua orangtua danseorang adik perempuanku melakukannya, kalaupun iya, mereka pasti sudah memberitahuku.

Tapi bukan karena berubah menjadi daunnya yang membuatku terkejut.

Lembaran-lembaran uang tersebut tidak hanya berubah menjadi daun biasa... tapi daun yangberlumuran darah merah segar.

Kuangkat dedaunan tersebut dari dalam kotak, kemudian...

Ada sesuatu yang berbentuk manusia berwarna hitam, lengkap dengan rambutnya yang acak-acakan,mata merah melotot, hidung dan telinga lancip, serta mulut dengan kedua taringnya. Bau amis dandaging busuk segera menyebar keseluruh penjuru kamar dan rumahku. Tak lama kemudian terdengarsuara tetanggaku yang berkata, “Waduh, bau apa ini? Sepertinya tidak wajar!”

22 April 2015

Page 33: Kumpulan Cerpen Fajar Sany: Desember 2014 - Mei 2015

SELAMAT HARI IBU

Sore itu Anis dan Rafa, dua orang mahasiswi di sebuah perguruan tinggi di kota Bandung, sedangbersantai di sebuah saung di kampusnya. Anis membuka laptop dan mengecek Facebook-nya. Rafaberada di sampingnya, memperhatikan Anis yang sedang menelusuri kabar berita, sambil mengunyahkue coklat kesukaannya.

“Aku baru ingat kalau kemarin adalah hari Ibu, pantas saja banyak yang memasang status tentangkecintaan pada sosok ibunya masing-masing,” kata Anis, “lihat ini seperti statusnya si Dela.”

Meskipun orang lain tidak mengerti padamu, ada orang yang selalu mengerti, yaitu ibumu. Lalumasihkah kita tidak percaya pada ibu kita sendiri? Mom I Love You, selamat hari ibu! Begitulahstatus yang dipasang Fidela di Facebook-nya. “Euh dia memang orang yang ahli merangkai kata-kata,sepertinya dia benar-benar bangga dan cinta pada ibunya.” Kata Rafa.

Tak beberapa lama kemudian, datang Fidela menghampiri Anis dan Rafa, “Hey kalian sedang apadisini, berduaan lagi?”

Anis dan Rafa yang dari tadi memperhatikan laptop, sedikit terkejut dengan kedatangan Fidela. “EhDela, kirain kamu sudah pulang duluan.” Kata Rafa seraya memalingkan matanya dari laptop danmenatap Fidela.

“Tidak, tadi selepas bubaran aku ngobrol dulu dengan kak Dani di lantai-2.” Kata Fidela.

“Pasti tentang acara mendaki gunung itu ya, jadi kamu mau ikut atau tidak?” Tanya Anis, “Kalau kamisudah pasti tidak akan ikut, sebagai guru muda kita sibuk mau mempersiapkan acara gebyar senianak-anak. Mereka masih SD, pastinya masih membutuhkan bimbingan.”

“Hmmm... sebenarnya aku juga ingin ikut, tapi mamah tidak mengijinkanku, katanya dia khawatirtakut ada apa-apa terjadi padaku, takut inilah-takut itulah, jadi aku katakan pada kak Dani kalau akutidak ikut, sedih... Ah... aneh, padahal usia 21 tahun sudah bukan perempuan culun lagi kan? Lagipulaitu acara organisasi, yang ikutannya banyak, gak akan lah mereka yang laki-laki bakal berbuatmacam-macam. Menyebalkan sekali.” Kata Fidela dengan nada dan raut wajah yang kesal sambilmemetik setangkai bunga yang ada disamping saung.

Mendengar itu, Anis dan Rafa saling bertatapan dengan wajah datar.

24 Januari 2015

Page 34: Kumpulan Cerpen Fajar Sany: Desember 2014 - Mei 2015

SOLUSI UNTUK PULPEN

Aku sudah muak dengan apa yang terus menimpaku beberapa bulan terakhir ini di sekolah. Apakarena aku ini lemah, sehingga selalu menjadi sasaran orang-orang ngeyel itu?

Setiap kali setelah istirahat, isi pulpenku selalu diambil, atau ditukar dengan yang lain. Sebenarnyaaku tahu siapa saja pelakunya, orangnya selalu bergunta-ganti, tetapi masih komplotan itu. Aku bisamengetahui dari ekspresi muka-muka mereka yang selalu terlihat puas setelah menjalankan aksinya.

Hingga pada suatu hari, aku menemukan cara untuk mencegah mereka tidak berbuat seperti itu lagipadaku.

Siang itu sebelum istirahat, aku memasang kamera kecil di barisan belakang. Tersembunyi didalamtas temanku yang sudah kumintai izin.

Di rumah, aku melihat kembali rekaman tadi. Terlihat ada dua orang komplotan tersebutmenghampiri mejaku, kemudian mulai melakukan gerak-gerik yang tidak baik. Aku tertawacekikikan, ketika mereka menjadi kikuk saat mencoba membuka penutup isi pulpenku. Karena tidakberhasil membukanya, mereka pergi dengan wajah keheranan.

Ya... aku telah mengelem penutup isi pulpenku, sehingga isinya tidak bisa dikeluarkan. Sebuah solusiyang cukup ampuh.

22 April 2015

Page 35: Kumpulan Cerpen Fajar Sany: Desember 2014 - Mei 2015

SUVENIR NILAM

Pagi itu adalah pagi yang cerah. Orang-orang sibuk memulai aktivitasnya. Jalanan dipenuhi olehhiruk pikuk kendaraan dan manusia yang berlalu lalang kesana kemari. Semuanya berjalan dengantertib dan damai.

Namun dalam satu gedung kecil, sepertinya pagi itu bukanlah pagi yang damai. Hawa panas terasamenyebar ke seluruh bagian gedung. Di sebuah ruangan, duduklah seorang laki-laki muda yangsedang dimarahi oleh seorang perempuan berusia 40 tahunan.

“Kamu ini bagaimana, saya kan sudah bilang kalau akta yang untuk Pak Beni itu jangan langsungdicetak, harganya masih belum pasti!”

“Maaf Bu, bukannya kemarin sebelum ibu berangkat, ibu bilang langsung cetak saja yang punya PakBeni.”

“Kapan saya berbicara seperti itu? Saya tidak merasa berbicara seperti itu. Ah kamu ini jangan soktau, ikuti apa yang saya suruh, saya kan Bos kamu!”

“Iya Bu maafkan saya, saya salah.”

Setelah selesai dimarahi, laki-laki tersebut kembali ke meja kerjanya.

“Ssst... sebenarnya kemarin, aku juga mendengar si Ibu nyuruh kamu untuk mencetak Akta Pak Beni,bukannya aku tidak mau membantu jadi saksi, tapi kamu tau sendiri kan kalau Bos selalu benar,jangan disanggah.” Kata Bayu sambil berbisik.

“Tidak apa-apa, seperti yang pernah kukatakan, menghadapinya harus dengan penuh kesabaran.”Jawab Farid.

***

Waktu pun menunjukkan jam 12 siang, waktunya istirahat. Hari itu hanya Bayu dan Farid saja yangbekerja, dua rekan kerja perempuan mereka, Desi dan Rima izin absen dikarenakan ada keperluan.

Ketika sedang makan siang, tanpa sengaja Farid menyenggol gelas disampingnya. Mendengar suaragelas pecah, sang pembantu, Mimin dengan sigap langsung masuk ke ruang makan.

“Waduh ada gelas pecah, jangan bergerak kang, saya ambil sapu dulu.”

“Sepertinya hari ini kamu memang sedang tidak baik.” Kata Bayu.

“Sial.” Farid menundukkan mukanya.

Selesai makan dan shalat Dzuhur, mereka mengobrol dengan Mimin di dapur.

“Hari ini kalian bisa santai, karena Ibu sedang pergi, pulangnya nanti malam.” Kata Mimin.

“Dan ngomong-ngomong, kayaknya tadi pagi Kang Farid dimarahi Ibu ya?”

“Ya, biasalah...”

“Ya biasalah, Bos selalu benar walau sebenarnya beliau yang salah,” Bayu memotong pembicaraan,“mbak juga pernah cerita kan.”

“Ooo... sabar ya kang Farid.”

“Eh, kalian belum pernah masuk ke rumah Ibu ya?” Tanya Mimin.

Page 36: Kumpulan Cerpen Fajar Sany: Desember 2014 - Mei 2015

“Belum, memangnya kenapa gitu mbak?” Tanya Farid.

“Saya mau nunjukkin kalian sesuatu.”

“Tapi kan kita haram memasukinya.” Kata Bayu.

“Disini hanya ada kita bertiga, maka saya halalkan, hehe. Supaya kalian tahu seperti apa Ibu itu. Ayo,mumpung ada waktu setengah jam sebelum kantor dibuka kembali. Eh... tapi jangan cerita ke Ibu ya.”

Rumah Bos terletak tidak jauh di belakang gedung yang menjadi tempat kerjanya, hanya dipisahkanoleh sebuah gang sempit.

“Wuih, ternyata si Ibu punya baju yang banyak sekali. Baru sekarang aku melihat baju sebanyak ini,untuk sendirian lagi. Kayaknya ini dari baju lama sampai baru, lengkap semua ya mbak?” Kata Bayu.

“Iya Kang, waktu pertama kali saya disuruh nyuci oleh Ibu, saya juga kaget sama baju-bajunya yangbanyak sekali. Kalau menurut saya sih, baiknya baju-baju yang lama dikasih aja kepada yangmembutuhkan, soalnya saya lihat udah jarang dipake.”

“Ya benar.” Kata Bayu.

“Mbak, ini lemari apa ya.” Kata Farid, menunjuk ke lemari besar dan tinggi berwarna hitam.

“Buka aja Kang.”

Ketika dibuka, lemari tersebut menyimpan banyak suvenir, piagam, dan piala yang banyak.

“Itu milik Ibu semua, pokoknya dari awal dia punya dia simpen disitu,” kata Mimin, “pialanya jugabanyak kan, itu dari waktu dia masih SMA sampai kuliah. Cenderamata dan piagamnya juga.”

“Semacam tanda kebesaran dan prestasi.” Kata Farid.

Setelah melihat-lihat, Farid mengambil sebuah miniatur menara yang diatasnya terdapat batu nilam.

“Nah kalau ini cenderamata atau apa ya, kenapa tidak ada keterangannya sama sekali, yang lainnyaada?”

“Oh itu saya juga gak tahu Kang. Saya gak berani nanya ke Ibu. Memang itu berbeda dari yanglainnya. Kalo gak salah itu sudah ada disana sejak dua tahun yang lalu.” Jawab Mimin sambilmemasang seprai baru ke kasur.

“Sebelumnya cenderamata tersebut Ibu simpen di kantor, tepatnya di ruangan Ibu.”

“Hmmm... oh saya belum pernah cerita ya, waktu itu pernah ada pegawai sini yang namanya NengDian. Dia di sini lebih lama dari saya, kerjanya juga bagus, dia jadi asistennya Ibu. Tapi entah kenapatiba-tiba saja dia mengundurkan diri.”

“Sempat ditolak oleh Ibu, namun Neng Dian terus memaksa hingga terjadi pertengkaran kecil. Padaakhirnya Ibu mengabulkan permintaan Neng Dian. Duh sampai sekarang saya belum pernah kontaklagi dengan dia. Saya juga tidak mengerti kenapa tiba-tiba saja dia berhenti.”

“Keluarnya Neng Dian itu diikuti oleh tiga orang rekannya yang seangkatan, saya lupa namanya siapaaja, tiga minggu setelahnya. Aneh kan? Sama seperti Neng Dian, memaksa gitu. Jadi Ibu nyaripegawai lagi.”

“Tapi mereka semua juga keluar. Padahal setelah Neng Dian keluar, pemasukan bertambah besar,karena klien semakin banyak. Bukan hanya itu, Gaji pegawai, termasuk saya juga dinaikkan. Ibu danBapak juga beli mobil baru, anak-anaknya dikasih motor bagus, terus kantor yang sekarang kaliantempati dipugar lagi jadi bagus seperti itu. Pokoknya setelah Neng Dian keluar, ada perubahandrastis.”

Page 37: Kumpulan Cerpen Fajar Sany: Desember 2014 - Mei 2015

“Kalian semua, termasuk Desi dan Rima, adalah pegawai angkatan ketiga setelah Neng Dian keluar.”

“Angkatan ketiga? Berarti dalam rentang waktu dua tahun ini, sudah gunta-ganti pegawai,” kataFarid, “kok sampai seperti itu ya, saya baru tahu.”

Tak lama kemudian, terdengar bel kantor berbunyi, tanda ada tamu yang datang. Bayu dan Faridsegera menuju ke kantor.

***

Sore itu Desi dan Rima membawa dua keresek hitam yang cukup besar kedalam kantor.

“Beuh, itu keresek pasti isinya makanan. Tadi kalian nongkrong-nongkrong dulu ya, terus belanja?”Kata Bayu, “Lama sekali beli pulsanya.”

“Ya begitulah, hehehe...ayo kita santap lumpia basah ini, mumpung gratis, kapan lagi saya baik sepertiini ngasih makanan cuma-cuma. Rim, keluarkan isinya.” Kata Desi.

“Wah lumpia basah, tapi tidak enak kalau makannya harus terburu-buru, nanti Bos keburu pulang.”Kata Farid.

“Tenang saja, barusan Ibu meng-SMS saya, katanya kalau setelah menghadiri rapat di hotel, dia akankerumah adiknya dulu, itu artinya Bos pasti pulangnya sore sekali atau malam.” Kata Rima.

Bayu terlihat kelaparan, “Yasudah kita santap saja sekarang!”

Setelah makan-makan, ponsel Rima berbunyi, layarnya menunjukkan panggilan dari Bos. Suasanamenjadi hening.

“Ibu meminta tolong kita untuk menunggu di kantor hingga jam 7-an, soalnya tidak ada siapa-siapa.Mbak Mimin sedang sakit, Bapak sedang diluar kota, sedangkan anak-anaknya kan kerja diluar kotajuga.”

Satu persatu mereka menyatakan tidak bisa berada di kantor hingga malam tiba karena berbagaialasan, hingga tersisa Farid.

“Yasudah biar saya saja yang ngeronda, haha.”

Jam pun menunjukkan pukul 4 sore. Bayu, Desi, dan Rima segera membereskan kantor, kursi-kursidiluar dimasukkan kedalam, tanda ‘Buka’ diganti ke ‘Tutup’. Kemudian mereka pulang ke rumahnyamasing-masing. Tinggal Farid sendirian. Sambil menunggu waktu berlalu, dia bermain game diponselnya.

Karena mengantuk, tanpa disadari dia tertidur di mejanya.

Diluar, hujan mulai turun dengan perlahan.

***

“Duar!”

Guntur yang keras membangunkan Farid. Dia melihat jam dinding menunjukkan pukul 5 sore, tapihari sudah gelap. Awan hitam menutupi cahaya matahari sore. Hujan turun dengan derasnya.

Merasa lapar, dia berniat jajan di warung yang terletak di belakang kantor, berdekatan dengan rumahBos.

Farid memasuki gang yang membatasi rumah Bos dan kantor. Belum sampai tiga meter berjalan, diamenghentikan langkahnya. Terdengar suara kaca pecah dari dalam rumah Bos. Tak hanya itu,terdengar pula suara pintu dipukul. Setelah itu, semuanya sunyi kembali oleh suara hujan.

Page 38: Kumpulan Cerpen Fajar Sany: Desember 2014 - Mei 2015

Farid merasa ada yang tidak beres didalam rumah Bos. Dia memutuskan untuk masuk kedalam.

Dia mengambil sebatang pipa besi bekas, lalu masuk kedalam rumah melalui kaca ventilasi belakangyang dia bongkar. Jendela tersebut menuju ke gudang.

Di dalam, dia langsung pasang posisi siap memukul dengan pipa besi di tangannya. Matanya tajammengarah ke segala penjuru rumah.

Setelah menjelajahi isi rumah, dia tidak mendapati seorangpun di dalamnya, juga tidak ada tanda-tanda orang yang masuk, kecuali dirinya sendiri.

Di ruang keluarga, dia menemukan foto-foto yang dipasang di dinding berjatuhan.

“Duak!” Tiba-tiba terdengar suara pintu dipukul dari arah kamar Bos.

Jantung Farid berdegup kencang. Keringat dingin keluar dari sekujur tubuhnya. Wajahnya merahtegang. Dia semakin menggenggam erat pipa besi di tangannya.

“Duk... duk... duk...”

“Duk... duk... duk... duak!” Kini bunyi tersebut kembali terdengar. Lagi dan lagi lebih sering.

Farid mendekat ke arah kamar. Dia menendang pintunya, tapi... tak ada seorangpun di dalamnya.

Matanya langsung tertuju ke arah lemari besar dan tinggi berwarna hitam yang menyimpan suvenir,piagam, dan piala milik Bos.

Dan yang membuatnya terkejut dengan mata terbuka lebar adalah...

Lemari tersebut bergetar-getar hebat seperti ada sesuatu yang berusaha keluar dari dalamnya.

“Brak!” Lemari itupun terbuka.

Sebuah kabut berwarna hitam keluar dari dalam lemari tersebut. Membuat isinya tidak terlihat.

Ketakutan, Farid berniat segera pergi dari kamar itu, namun entah kenapa badannya menjadi kaku,dia berdiri mematung, terus menatap ke arah lemari. Mulutnya masih bisa dia buka untuk berteriak,tapi tidak ada sedikitpun suara yang keluar. Matanya tampak ketakutan sekali.

Saat itu pikirannya teringat kepada cerita Mimin tentang Neng Dian dan pegawai-pegawai lainnyayang memutuskan berhenti bekerja disini secara aneh; juga dengan suvenir nilam yang dia lihatwaktu siang itu.

Dalam hatinya dia bertanya-tanya, mungkinkah Mimin sudah mengetahuinya, tapi dia pura-puratidak tahu, sehingga tidak menceritakan padanya, juga pada pegawai yang lain?

“Tapi Mbak Mimin adalah orang yang ramah, dan murah hati. Dia tidak susah diajak berbicara,apalagi bercerita.” Katanya dalam hati.

Kemudian terdengar suara bisik-bisik dari belakang. Suara tersebut terus membesar dan membesarhingga seperti orang yang setengah berteriak.

Baru saat itulah Farid dapat menggerakkan tubuhnya.

Dan ketika dia melihat apa yang ada dibelakangnya.

Sesosok tubuh raksasa berwarna hitam pekat telah menunggunya. Begitu tinggi hingga kepalanyamenyentuh atap. Wajahnya sama hitam pekat dengan tubuhnya. Matanya bulat besar berwarnamerah menyala. Tanpa hidung, mulut, dan telinga.

Kali ini Farid tidak dapat mentolerir rasa takutnya lagi. Dia langsung terjatuh ke lantai dan pingsan.

Page 39: Kumpulan Cerpen Fajar Sany: Desember 2014 - Mei 2015

***

Beberapa hari setelah kejadian itu, Farid tidak masuk kerja sampai seminggu karena demam.Kemudian, dia memutuskan untuk berhenti bekerja. Keputusannya itu menimbulkan tanda tanyabesar diantara Bayu, Desi, dan Rima.

Permintaan pengunduran diri tersebut ditolak Bos karena melanggar kontrak kerja. Namun denganusaha yang gigih, akhirnya permintaan Farid diterima.

Setelah Farid pergi, dua bulan kemudian, secara serentak Bayu, Desi, dan Rima memintamengundurkan diri secara paksa, yang membuat keributan dengan Bos. Pada akhirnya merekabertiga pun angkat kaki.

Kekosongan pegawai, kantor tersebut berhenti beraktivitas, dan tak lama kemudian tutup.

Belakangan terdengar kabar bahwa Bos mengalami gangguan jiwa dan menderita penyakit aneh yangtidak bisa dijelaskan secara medis. Hingga akhirnya meninggal dunia. Suami beserta anak-anaknyajuga dikabarkan mengalami gangguan dari makhluk halus sehingga memaksa mereka untuk pindahrumah. Setelah pindah, bangunan dan rumah tersebut dibiarkan kosong begitu saja tanpa ada yangmengurus.

Setelah berhenti bekerja di keluarga Bos, Mimin diterima bekerja di sebuah usaha penatu temannya.Tapi tepat dihari pertama dia bekerja disana, malam harinya dia meninggal dunia akibat terjatuhkedalam sumur.

24 Maret 2015

Page 40: Kumpulan Cerpen Fajar Sany: Desember 2014 - Mei 2015

TETANGGA SI HAMDAN

Pagi ini hujan turun dengan deras. Suara petir terdengar saling bersahutan. Tak ada sinar mentariyang mencapai tanah, terhalang oleh awan-awan pucat.

Sekarang ini negara sedang dilanda krisis ekonomi yang cukup serius. Banyak rakyat yang menderita,tak terkecuali aku dan tetangga-tetanggaku. Pengangguran menyebar luas. Mereka yang memilikilahan pertanian sebagai sumber makanan, mengalami paceklik akibat gagal panen yang disebabkanoleh cuaca buruk dan hama.

Hujan yang deras tersebut tidak berlangsung lama. Menjelang pukul 10, hujan berhenti, dan cahayamatahari mulai terlihat. Aku keluar untuk membersihkan selokan di halaman belakang yangtersumbat oleh sampah-sampah bawaan banjir. Pak Aydin tetanggaku, sama-sama membersihkanselokannya yang juga tersumbat.

Tak lama kemudian, Ibuku datang sambil membawa sebuah karung besar.

“Fiuh, Alhamdulillah dapat sekarung jagung segar dari Paman Deni.” Kata ibuku.

Paman Deni adalah adik Ibuku yang sekarang tinggal di luar pulau. Beliau memiliki kebun jagungyang cukup luas. Kondisi di sana lebih baik dibandingkan di sini. Lebih mendukung untuk bercocoktanam.

Ibu kemudian membagi jagung-jagung tersebut menjadi setengah; kemudian setengah itu dibagi lagimenjadi dua. Masing-masing untuk Pak Aydin dan tetanggaku yang lain, Pak Samitra.

Tapi Pak Samitra dan keluarganya sedang tidak ada dirumah.

“Pak Mitra sedang tidak ada dirumahnya Bu, kemarin beliau pergi bersama keluarganya. Beliau jugamenitipkan rumahnya pada saya.” Kata Pak Aydin.

Selang beberapa menit kemudian, datang sebuah mobil minibus berwarna perak, itu adalah PakSamitra.

“Pak Mitra, ini ada jagung buat keluarga. Barusan saya dapat kiriman dari adik. Maaf ya Pak hanyabisa ngasih segini.” Kata Ibuku sambil memberikan sekeresek jagung tadi.

“Ah tidak apa-apa Bu Karim, terimakasih banyak.” Balas Pak Samitra.

Pak Samitra dan istrinya masuk ke dalam rumah. Disusul anak laki-laki dan perempuannya berlarikecil sambil membawa beberapa keresek besar.

***

Sekarang keadaan kami semakin buruk. Sejak seminggu yang lalu Paman Deni tidak bisamengirimkan hasil panennya lagi. Katanya hama mulai merambat ke daerahnya; selain itu naiknyaharga bahan bakar minyak yang melambung tinggi membuat banyak harga bahan makanan meroket;termasuk membuat biaya pengiriman antar pulau menjadi sangat mahal. Biaya sekolah ketigaanaknya juga ikut naik. Paman Deni sangat bergantung pada hasil taninya.

Televisi memberitakan tentang terbongkarnya satu kasus korupsi yang merugikan negara hinggaratusan miliar Rupiah.

“Mamah tidak pernah mengerti kenapa mereka sampai korupsi sekian besarnya. Padahal hidupmereka sudah lebih dari lebih.” Kata ibuku dengan nada tinggi.

“Mereka memang salah, tapi permasalahannya begitu rumit,” kata Ayahku sambil meminum kopinya,“untuk mengetahui yang pastinya, kita harus tahu dulu kehidupan mereka seperti apa.”

Page 41: Kumpulan Cerpen Fajar Sany: Desember 2014 - Mei 2015

“Ah tidak ada alasan apapun, itu hanya nafsu mereka saja. Sudah jelas itu salah, uang negara ya uangrakyat, memangnya itu uang dari mana? Tidak ada toleransi lagi,” jawab ibuku dengan wajahnya yangteramat kesal, “setiap kali diketemukan, mereka selalu banyak berakting supaya tidak dinyatakanbersalah. Bukan hanya satu-dua orang, tapi setiap mereka yang diketemukan korupsi selalu sepertiitu, apa itu tidak aneh Pah?”

“Yap, wajah mereka juga ngeyel dan pura-pura tidak merasa bersalah, mungkin mereka belummerasakan yang namanya ditonjok, hehehe...” jawab ayahku sambil bercanda, “lagipula, mereka kanlebih jago aktingnya daripada para aktor dan aktris.”

Aku mendengar suara mobil dari halaman belakang. Ternyata Pak Samitra. Mereka membawabeberapa keresek dan karung yang terisi penuh. Tidak tahu pasti apa isinya itu, tapi sepertinya bahan-bahan makanan.

“Tok-tok-tok!” terdengar suara ketukan dari pintu belakang. Ibu menyuruhku membukanya.

“Assalamu'alaikum dek Hamdan, ini ada oleh-oleh buat sekeluarga. Maaf jika saya memberikannyasedikit.” Kata Pak Lutfi sambil memberikan sekeresek ubi manis. Pak Lutfi adalah tetanggaku yangberposisi disebelah kiri rumah Pak Samitra. Membuatnya agak jauh dariku dan Pak Aydin.

Aku langsung menyimpan sekeresek ubi tersebut di dapur.

“Alhamdulillah Yaa Allah kami dikasih tetangga yang baik-baik,” kata Ibuku, “jadi malu, padahal PakLutfi rumahnya agak jauh, tapi dia suka ngasih ke kita, eh kita malah seringnya ngasih ke Pak Aydinsama Pak Samitra.”

“Yah gak apa-apa Bu, ini rezeki. Kita kasih dulu ke yang paling dekat, ntar kalau masih ada, kita kasihke yang berikutnya. Bertahap lah, nanti kalau acak, kesannya kan jelek Mah.” Kata Ayahku.

“Iya deh Pah.” Jawab Ibuku.

***

Esok malam, aku mencium bau masakan dari luar. Aku mencoba menebak-nebak arahnya dari mana.Ternyata dari rumah Pak Samitra. Baunya sangat tajam. Pasti masakannya juga lezat. Perutkumenjadi keroncongan. Sejujurnya aku merasa sangat lapar. Hari ini aku hanya makan sepiring nasidengan telur dadar.

Terdengar bebunyian dari alat-alat makan. Sepertinya mereka sekeluarga sedang makan bersama,tapi kali ini terdengar lebih ramai. Suara air yang dituangkan ke dalam gelas. Oh, air liurku menjadikeluar membasahi mulutku.

Hati kecilku berharap mereka mau membagikan sebagian makanannya padaku. Tapi ya sudahlah takapa. Mungkin mereka mengira kami sudah tidur.

***

“Braaak!”

Suatu hari, suara yang keras membangunkanku dari tidur siang yang nyenyak. Kuperiksa seisi rumah,tidak ada yang aneh. Ayah, Ibu, dan adik perempuanku sedang tidak berada dirumah.

Melihat ke halaman depan tidak terjadi apa-apa; tapi ketika melihat ke halaman belakang, barukutahu suara tadi berasal dari sana.

Menara tangki air milik Pak Samitra rubuh dan menimpa genting rumahnya. Tangkinya tembushingga masuk kedalam rumahnya. Tidak ada tanda-tanda kalau Pak Samitra dan keluarganya sedangberada di rumah.

Terlihat Pak Aydin sedang menyapu halaman rumahnya.

Page 42: Kumpulan Cerpen Fajar Sany: Desember 2014 - Mei 2015

“Pak, itu menara tangki air Pak Samitra rubuh, apa bapak tidak melihatnya, kita beritahu PakSamitra, atau bagaimana?” Tanyaku pada Pak Aydin.

“Iya saya tahu,” jawab Pak Aydin sambil tersenyum, “tapi saya ada kesibukan.” Kemudian beliaumasuk ke dalam rumahnya.

Begitu pula Pak Lutfi yang sedang mengelap mobil baknya. Beliau mengetahuinya, tapi langsungberangkat dengan mobilnya, katanya di pasar ada barang yang harus segera diantar.

Aku melihat tetangga yang lain. Pikirku, mereka pasti mendengar suara tadi. Tapi mereka tampakdingin-dingin saja. Mau memberitahu Pak Samitra, tapi aku tidak tahu nomor teleponnya.

Ah ya sudahlah,tunggu saja hingga Pak Samitra tahu. Banyak saksi mata, tinggal dijelaskan sajakepada beliau bagaimana kejadiannya.

Hingga pukul 17.30-an, kuperhatikan tidak ada seorangpun yang mendekati rumah Pak Samitra.

Ketika Pak Samitra tiba pukul 18.00-an, dia terkejut melihat kondisi rumahnya sekarang. Mulutnyamelongo dengan kedua tangannya yang memegang kepala. Mata istrinya pun terbuka lebar sambilmenutup mulutnya yang sama-sama melongo dengan kedua tangannya. Begitupun kedua anaknyatampak terkejut.

3 Maret 2015