Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

146
Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat Naqsyabandiyah Al-Kholidiyah Jalaliyah, Marendal) SKRIPSI Diajukan Guna Melengkapi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sosial dalam Bidang Antropologi Oleh : ALI AGASI 120905070 DEPARTEMEN ANTROPOLOGI SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2017 Universitas Sumatera Utara

Transcript of Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

Page 1: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

Kultur Tasawuf

(Studi Etnografi Religi Pada Tarekat Naqsyabandiyah Al-Kholidiyah

Jalaliyah, Marendal)

SKRIPSI

Diajukan Guna Melengkapi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana

Sosial dalam Bidang Antropologi

Oleh :

ALI AGASI

120905070

DEPARTEMEN ANTROPOLOGI SOSIAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2017

Universitas Sumatera Utara

Page 2: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

i

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PERNYATAAN ORIGINALITAS

Kultur Tasawuf

(Studi Etnografi Antropologi Religi Pada Tarekat Naqsyabandiyah Al-

Kholidiyah Jalaliyah, Marendal)

SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya

yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan

tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat

yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis

diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Apabila dikemudian hari terbukti lain atau tidak seperti yang saya

nyatakan di sini, saya bersedia diproses secara hukum dan siap menanggalkan

gelar kesarjanaan saya.

Medan, Februari 2017

PENULIS

ALI AGASI

120905070

Universitas Sumatera Utara

Page 3: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

ii

ABSTRAK

Ali Agasi, 120905070. 2017. Judul skripsi: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi

Antropologi Religi Pada Tarekat Naqsyabandiyah Al-Kholidiyah Jalaliyah,

Marendal). Skripsi ini terdiri dari 5 Bab, 134 halaman.

Budaya tentunya harus bersifat dinamis, sehingga harus dapat

menyesuaikan dengan keadaan yang terkini untuk dapat bertahan. Manusia

merupakan komponen penting dalam perubahan budaya, baik itu secara teosentris

maupun etnosentris. Dalam dewasa ini banyak manusia yang secara langsung

maupun tidak telah mengingkari keberadaan Tuhan akibat kemodernan zaman.

Sehingga hilangnya visi keilahian yang berdampak kehampaan sipritual. Dalam

Islam khususnya terdapat aliran ilmu yang menggabungkan antara empiris dengan

rasional yaitu Tasawuf, sehingga antara intelektual dan spiritual dapat seimbang.

Tarekat merupakan kelompok yang menjalankan praktek dari ilmu Tasawuf. Agar

Tasawuf dapat diterima oleh masyarakat, Tarekat tentu perlu strategi khusus yang

dapat disesuaikan dengan kondisi masyarakat terkini. Begitu pula dengan Tarekat

Naqsyabandiyah Al-Kholidiyah Jalaliyah ini dalam melihat keadaan zaman

dengan konsep kebudayaan yang disampaikan.

Dasar pemikiran penelitian ini merupakan aliran Antropologi Kognitif,

sedangkan penelitian bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif, dengan

metode etnografi. Teknik pengumpulan data yang dipergunakan dengan teknik

observasi partisipasi, melakukan wawancara dengan masing-masing informan

serta studi kepustakaan.

Dari hasil penelitian diperoleh bahwa, ada strategi yang dilakukan oleh

tarekat tersebut dalam rangka mengembangkan serta mempertahankan paham

tarekat. Yaitu dengan melakukan adaptasi terhadap perubahan zaman, tanpa

merubah nilai-nilai yang terkandung dalam setiap aktivitasnya. Hal itu dapat

dilihat dengan perubahan konsep kebudayaan yang dilakukan oleh tarekat

tersebut. Disamping itu juga penerapan dari strategi yang dilakukan cukup

berhasil dengan dilihat dari antusias para pengikutnya.

Universitas Sumatera Utara

Page 4: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

iii

UCAPAN TERIMA KASIH

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT, karena

atas segala kasih dan karunia-nya, penulis bisa menyelesaikan skripsi yang

berjudul Kultur Tasawuf. Proses penyusunan skripsi ini penulis banyak

menghadapi berbagai hambatan, karena keterbatasan pengetahuan, pengalaman,

dan banyak hal lainnya. Namun berkat pertolongan ALLAH SWT yang memberi

ketabahan, kesabaran, dan kekuatan kepada penulis, akhirnya penulis dapat

menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Secara khusus dan teristimewa penulis mengucapkan terima kasih kepada

kedua orang tua, ayahanda Agus Suwito Lubis dan juga Ibunda Siti Asmawati,

atas kasih sayang, didikan, perhatian, kepedulian yang penulis terima sejak kecil

hingga penulis tumbuh dewasa, juga kepada para adik-adikku yang tersayang

Agsti Titania Lubis, Damar Socrates Lubis, Leo Titok Lubis. Kalianlah motivasi

terbesarku sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini, walaupun aku masih bingung

mengapa di belakang namaku tidak terselip kata Lubis. Disamping itu juga kepada

para kakak ku terkasih yang jauh disana kak Cj dan kak DD. Tak lupa juga

penulis ucapkan terimakasih kepada seluruh barisan bu‟de, pa‟de, pa‟le, bu‟le

yang sangat ramai untuk dituliskan.

Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada

Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara, Bapak

Dr. Muryanto Amin, S.Sos, M.Si. Kepada Ketua Departemen Antropologi Sosial

FISIP USU, Bapak Dr. Fikarwin Zuska, kepada dosen penasehat akademik, Bapak

Drs. Ermansyah, M.Hum. Kepada Bapak Agustrisno M.Sp sebagai dosen

Universitas Sumatera Utara

Page 5: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

iv

pembimbing penulis sekaligus Sekretaris Departemen Antropoogi Sosial, kepada

Bapak Zulkifli M.A sebagai penguji skripsi ini, terima kasih atas kesediaan

membagi waktu dalam memberikan arahan dan bimbingan dari mulai proposal

sampai skripsi ini selesai.

Kepada seluruh staff pengajar FISIP-USU, khususnya dosen-dosen

antropologi yang telah memberikan pengetahuan selama penulis melaksanakan

perkuliahan, terima kasih banyak atas semua pengetahuan yang telah kalian

berikan. Demikian juga terhadap seluruh staf pegawai FISIP-USU, terutama Kak

Sofi dan Kak Nur yang telah membantu penulis dalam pengurusan administrasi

dan seluruh berkas-berkas penulis.

Kepada seluruh keluarga besar Tarekat Naqsyabandiyah Al-Kholidiyah

Jalaliyah yang tidak dapat ditulis satu persatu dalam lembar ini, khususnya kepada

Mursyid DR. Syekh Salman Da‟im. Yang telah berkenan menjadi informan

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Terkhusus kepada para teman-teman Antropologi Sosial yang sepahaman,

Muhammad Rizky Adi Nugraha, Muhammad Subur Syahputra, Stepanus Purba,

Madun Purba, Winggou S Purba, Erwin Simarmata, Arif Akbar, Trio Wijaya,

Drixen A Mawuntu. Terima kasih atas goresan tinta kalian dalam lembaran

kehidupan penulis. Masing-masing dari kita memiliki cerita dan kisah yang

spesial, percayalah waktu memang tidak dapat kita putar ulang untuk kebahagiaan

yang kita inginkan, tetapi lembaran yang kalian goreskan itu akan tetap abadi

dalam genggaman-Nya Yang Maha Esa. “jika anda memiliki 50 musuh, maka

Universitas Sumatera Utara

Page 6: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

v

penawarnya adalah seorang teman”, Aristotles. Terima kasih banyak atas waktu

yang pernah kita habiskan bersama dalam sebuah bingkai kehidupan.

Kepada para abang-abang dan kakak senior yang berbagi cerita, semangat

dan masukan kepada penulis, kak Aida, bang Ibnu a.k.a bang Abu yang cukup

banyak menuangkan berbagai cerita dunia maupun akhirat, bang memet, bang

Daia Barus a.k.a bg Batak yang memberi semua kemungkinan, kak Nana, kak

Rere, kak Nesya, bang Tatak, bang Tino, bang Azhari. Terima kasih atas

segalanya yang penulis terima. “Pertama, meraka akan mengabaikan anda.

Kemudian, mereka tertawa pada anda. Berikutnya, mereka melawan anda. Lalu,

anda menang”, Mahatma Gandhi.

Kepada abang-abang dan kakak senior antropologi, bang Carles, bang

Bastian, abang-abang 2010 yang penuh dengan kisah rahasia, juga para senior

lainnya yang pernah meluangkan waktu buat penulis yang tidak tertulis pada

lembar ini. Terima kasih atas persahabatan dan semangat yang kalian berikan, dan

terima kasih buat petualangan yang sering kita jalani bersama. “Anda harus

memulai hari ini dengan irama. Biarkan seluruh kehidupanmu berirama seperti

lagu”, Sai Baba.

Terkhusus kepadamu, aku ucapkan terima kasih atas semua pengelaman

kisah maupun cerita yang engkau berikan. Terima kasih atas senyuman itu. ”dan

bukanlah sang waktu sebagaimana cinta, tiada terbagi dan tiada kenal ruang? tapi

jika di dalam pikiranmu harus mengukur waktu ke dalam musim, biarkanlah tiap

musim merangkum semua musim yang lain, dan biarkanlah hari ini memeluk

masa silam dengan kenangan dan masa depan dengan kerinduan”, Kahlil Gibran.

Universitas Sumatera Utara

Page 7: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

vi

Kepada kerabat 2012 Shofwan, Irfan, Yayak, Nadhila, Cicak, Sarah,

Lestari, Febri, Marth, Jella, Handayani, Gina dan lain-lain yang tidak tersebut

namanya, terima kasih untuk kenangan dan candan yang kalian berikan. Sekali

lagi penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semuanya, tanpa kalian

skripsi ini semakin jauh dari kesempurnaan.

“Selamat tinggal hanya untuk mereka yang suka dengan mata mereka.

Karena bagi mereka yang suka dengan hati dan jiwa tidak ada hal seperti

pemisah”, Rumi.

Medan, Februari 2017

Penulis

ALI AGASI

120905070

Universitas Sumatera Utara

Page 8: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

vii

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Ali Agasi lahir dari pasangan suami-istri,

Ayahanda bernama Agus Suwito Lubis dengan Ibunda

yang bernama Siti Asamawati. Lahir saat dinihari Jum‟at

Kliwon pada tanggal 17 Maret 1995 pukul 01.30 WIB.

Penulis merupakan anak pertama dari 4 (empat)

bersaudara oleh pasangan tersebut. Penulis memiliki hobi

dalam kegiatan berolahraga terutama bermain badminton,

juga memiliki kecintaan untuk menikmati alam yang

dilakukan melalui touring dengan mengendarai sepeda motor baik sendiri maupun

berkelompok. Disamping itu penulis juga tertarik dalam dunia visual.

Selama menempuh jenjang pendidikan, penulis sering mendapatkan

penghargaan yang cukup bergengsi dalam dunia pendidikan penulisan sering aktif

terlibat dalam kegiatan berorganisasi, mengikuti berbagai kegiatan seminar,

diskusi, membuat acara dalam lingkup akademik, dan berbagai kegiatan akademis

lainnya.

Pendidikan Formal Penulis:

- SD Sw. Sultan Hasanuddin Aek Kanopan pada tahun 2000-2006

- SMP Sw. Sultan Hasanuddin pada tahun 2006-2009

- SMA Negeri 1 Kualuh Hulu pada tahun 2009-2012

- Menempuh jenjang Strata – 1 Antropologi Sosial di Universitas

Sumatera Utara pada tahun 2012.

Pengalaman Organisasi dan Prestasi Penulis:

- Pencetus pelaksanaan Pentas Seni SMP Sultan Hasanuddin

2008/2009

- Anggota Pencak Silat WALET-PUTI 2009-saat ini

- Juara 1 Olimpiade Sains Nasional Tingkat Kabupaten bidang

Astronomi pada tahun 2009

- Juara 2 Olimpiade Sains Nasional Tingkat Kabupaten bidang Ilmu

Komputer pada tahun 2010

Universitas Sumatera Utara

Page 9: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

viii

- Anggota OSIS SMA Negeri 1 Kualuh Hulu 2010/2011

- Anggota SAPMA PP Komisariat USU 2012-saat ini

- Penasehat Perusahaan CV. SAW, 2012-saat ini

- Anggota forum komunikasi mahasiswa Antropologi USU (C3)

2012-saat ini

- Peserta Seminar Nasional yang diadakan Kelas Menulis

Antropologi UNIMED pada tahun 2013

- Penasehat Perusahaan CV. Naga Mas, 2013-saat ini

- Kordinator HUMAS panitia pelaksana INISASI 2014

- Kordinator HUMAS KPU FISIP-USU untuk Pemerintahan

Mahasiswa FISIP-USU 2014/2015

- Ketua pelaksana PKL I mahasiswa Antropologi pada tahun 2014

- Anggota Partai Persatuan Indonesia (PERINDO) 2014-saat ini

- Seksi dokumentasi untuk pembekalan mengenai pewarnaan alam

Ulos di daerah Simanindo, Samosir yang dilaksanakn oleh

ASPPUK pada tahun 2015

- Sekretaris pelaksana Seminar Internasional „Islam dan Stigma

Teroris‟ pada tahun 2015

- Seksi dokumentasi untuk pembekalan pewarnaan alam pembuatan

Ulos bagi masyarakat penenun di Tarutung yang dilaksanakan oleh

ASPPUK pada tahun 2015

- Wakil Ketua Panitia Pelaksana „Warkop Antro‟ pada tahun 2016

- Kabid. Sumber Daya Manusia SAPMA PP Kota Tebing Tinggi

2016-sekarang

- Kordinator panitia pelaksana Roadshow dan Funwalk dalam acara

Festival Antropologi 2016

Untuk saat ini penulis berkecimpung dalam wirausaha, aktif dalam

kegiatan sosial lainnya, dan masih menempuh untuk menyelesaikan pendidikan

jenjang strata satu pada jurusan Antropologi Sosial.

Universitas Sumatera Utara

Page 10: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

ix

Penulis dapat dihubungi melalui email penulis: [email protected]

atau dengan memasukkan kata kunci nama penulis pada kolom mesin pencarian

ataupun media sosial.

Universitas Sumatera Utara

Page 11: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada ALLAH SWT atas berkat dan

karunia-nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dan segala perlengkapan lainnya

dalam memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana dalam bidang

antropologi di fakultas ilmu sosial dan ilmu politik universitas sumatera utara.

Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Antropologi Religi Pada Tarekat

Naqsyabandiyah Al-Kholidiyah Jalaliyah, Marendal) yang menjadi judul dari

skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan di

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Di Universitas Sumatera Utara dalam

bidang antropologi sosial. Skripsi ini merupakan hasil dari penelitian yang

didasarkan observasi dan partisipasi dan wawancara penulis di lapangan.

Secara sistematis, kajian tentang skripsi ini berfokus pada perubahan yang

terjadi dalam kebudayaan tarekat untuk menghadapi perubahan zaman yang

terjadi. Dengan menggunakan sistem penelitian disiplin ilmu Antropologi Sosial.

Skripsi ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat

mengharapkan saran untuk perbaikan dalam penulisan hingga skripsi ini menuju

kesempurnaan. Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada

pembaca, khususnya mahasiswa antropologi sosial sebagai ilmu pengetahuan

yang dapat menambah wawasan.

Medan, Februari 2017

Penulis

ALI AGASI

120905070

Universitas Sumatera Utara

Page 12: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

xi

DAFTAR ISI

PERNYATAAN ORIGINALITAS ....................................................................... i

ABSTRAK ............................................................................................................. ii

UCAPAN TERIMA KASIH................................................................................ iii

RIWAYAT HIDUP PENULIS ........................................................................... vii

KATA PENGANTAR ............................................................................................ x

DAFTAR ISI ......................................................................................................... xi

BAB I

PENDAHULUAN .................................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang Masalah ................................................................................ 1

1.2 Tinjauan Pustaka ........................................................................................... 6

1.3 Rumusan Masalah ....................................................................................... 23

1.4 Tujuan dan Manfaat penelitian .................................................................... 24

1.4.1 Tujuan Penelitian .................................................................................. 24

1.4.2 Manfaat Penelitian ................................................................................ 24

1.5 Lokasi Penelitian ......................................................................................... 25

1.6 Metode Penelitian ........................................................................................ 26

1.6.1 Jenis Penelitian ..................................................................................... 26

1.6.2 Teknik Pengumpulan Data.................................................................... 28

1.7 Analisa Data ................................................................................................ 32

BAB II

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN .............................................. 34

2.1 Letak dan Lokasi Penelitian ........................................................................ 34

2.2 Struktur Tarekat ........................................................................................... 36

2.2.1 Sejarah Singkat Tarekat Naqsyabandiyah Al-Kholidiyah Jalaliyah ..... 38

2.2.2 Silsilah Tarekat ..................................................................................... 41

2.2.3 Organisasi Sosial................................................................................... 47

2.3 Fasilitas Tarekat........................................................................................... 49

2.4 Peserta Tarekat ............................................................................................ 51

Universitas Sumatera Utara

Page 13: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

xii

2.4.1 Syarat Menjadi Jemaah Tarekat Naqsyabandiyah Al-Kholidiyah

Jalaliyah ......................................................................................................... 52

BAB III

KULTUR TASAWUF ......................................................................................... 55

3.1 Kultur Tasawuf ............................................................................................ 55

3.2 Suluk Sebagai Prakter Tasawuf ................................................................... 57

3.2.1 Suluk Periodik....................................................................................... 58

3.2.2 Suluk Reguler ....................................................................................... 58

3.2.3 Suluk Executive .................................................................................... 59

3.2.4 Suluk Hajat ........................................................................................... 60

3.2.5 Suluk Musafir ....................................................................................... 60

3.3 Suluk Tarekat Naqsabandiyah ..................................................................... 63

3.3.1 Perkembangan Tarekat Naqsabandiyah Al-kholidiyah Jalaliyah ......... 69

3.3.2 Sistem Suluk ......................................................................................... 72

3.3.3 Sistem Dakwah ..................................................................................... 73

3.4 Keseimbangan Intelektual dan Spiritual ...................................................... 75

3.4.1 Cara Berpakaian Dalam Tarekat ........................................................... 76

3.5 Tradisi Suluk Tarekat Naqsyabandiyah Al-kholidiyah Jalaliyah ................ 76

3.5.1 Aktivitas Dalam Suluk .......................................................................... 83

BAB IV

PERGULATAN ANTARA TEOSENTRIS DENGAN ETNOSENTRIS ...... 90

4.1 Pelaksanaan Tradisi Suluk Eksekutif .......................................................... 90

4.2 Perubahan Tradisi Suluk.............................................................................. 96

4.3 Faktor Penyebab Perubahan Tradisi .......................................................... 103

4.4 Upaya Mempertahankan Tradisi ............................................................... 109

4.5 Perubahan Tradisi Tarekat Naqsyabandiyah Al-kholidiyah Jalaliyah ...... 112

4.5.1 Nilai Budaya ....................................................................................... 112

4.5.2 Pelaksanaan ......................................................................................... 115

4.5.3 Bentuk dan Simbol.............................................................................. 117

4.5.4 Makanan.............................................................................................. 119

4.5.5 Fungsi.................................................................................................. 120

Universitas Sumatera Utara

Page 14: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

xiii

4.5.6 Peralatan.............................................................................................. 121

4.5.7 Bahasa ................................................................................................. 122

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................................... 126

5.1 Kesimpulan ................................................................................................ 126

5.2 Saran .......................................................................................................... 127

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 129

Universitas Sumatera Utara

Page 15: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Ketertarikan terhadap penelitian yang dilakukan ini didasari oleh

perubahan kultur dalam kehidupan tasawuf pada konteks kehidupan modern.

Dunia modern turut berpengaruh pada kehidupan tasawuf religius. Dogmatis

tasawuf ternyata berdialog dengan dimensi kehidupan masa kini yang kompleks.

Generasi manusia di abad manapun adalah struktur kehidupan yang

dinamis dan kreatif seringkali melahirkan gagasan-gagasan demi kepentingan

manusia dalam berbagai sektor kehidupan. Daya fikir dan daya cipta semakin

berkembang untuk memformulasikan makna kehidupan dalam kontek yang nyata,

dan berkonsekuensi pula terjadi pergeseran tata nilai dan moral, yang setiap saat

berlangsung baik secara cepat maupun lamban, namun itu pasti. Keterlibatan

manusia dalam mekanisme kehidupan yang fungsional dan struktural modern

mengakibatkan cara pandang yang beraneka ragam termasuk dalam cara mengkaji

manusia, menurut sudut pandangnya masing-masing.

Sebagai makhluk theosentris, manusia di turunkan ke dunia dalam rangka

kegiatan yang terbatas (ruang dan waktu) juga berfungsi sebagai makhluk yang

terpadu, yaitu makhluk yang lengkap, selaras dan kreatif dalam semua dimensi

kepribadiannya. Baik secara fisik, spiritual, moral, intelektual dan estetika. Secara

universal, atribut inti dari makhluk manusia adalah kepribadian yang memiliki

kesadaran diri, pengarahan diri, kehendak dan intelektual kreatif. Kebebasan dan

Universitas Sumatera Utara

Page 16: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

2

kemerdekaan manusia, ini sangat menarik diamati untuk menjadi subjek kajian.

Ali Maksum, dalam bukunya Tasawuf Sebagai pembebas Manusia

Modern mengatakan bahwa, Islam pernah berada pada posisi puncak sebagai

sentral peradaban dunia. Umat Islam sangat yakin bahwa kejayaan peradaban

Islam dapat tercapai tidak terlepas dari semangat tauhid yang melandasinya.

Tauhid menjadi kekuatan dalam kehidupan umat Islam dan mempunyai fungsi

praktis untuk melahirkan prilaku dan keyakinan yang kuat dalam proses

transformasi kehidupan sehari-hari kepribadian dan sistem sosialnya. (Ali

Maksum, 2003)

Dalam buku Abdul Kadir Riyadi yang berjudul Antropologi Tasawuf

mengatakan bahwa, dalam perkembangannya (dalam konteks sekarang) ternyata

manusia tidak mampu mempertahankan nilai-nilai dasar yang ada pada dirinya.

Sejak di bukanya kran pemikiran rasional oleh Rene Descartes (1596-1650), yang

sering disebut bapak filsafat modern, yang ditandai dengan adanya Renaissance1.

Manusia tidak mau diatur oleh agama. Hasil yang diperoleh dari watak ini

ialah pengetahuan rasional, lahirnya ilmu pengetahuan dan teknologi. Humanisme

menghendaki ukuran kebenaran adalah manusia, karena manusia merasa mampu

mengatur dirinya dan dunia.2 (Ahmad Tafsir, 2000)

Agus Comte (1798-1857) meramalkan, bahwa akan adanya kebangkitan

ilmu-ilmu baru dan keruntuhan Agama. Ia percaya, bahwa menurut perkembangan

filsafat dan ilmu-ilmu di Barat, masyarakat berevolusi dan berkembang dari

1 Ciri utama renaissance ialah humanisme, individualisme, empirisme,

rasionalisme dan lepas dari agama. 2 Homosentris

Universitas Sumatera Utara

Page 17: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

3

tingkat primitif ke tingkat modern. Karena itulah Harun Hadi Wijoyo menyatakan,

adab ke 19 adalah abad yang ruwet. Perkembangan filsafat terutama sejarah

setelah Hegel (1770-1831) tidak hanya berputar pada satu mata rantai, melainkan

pada bermacam-macam isme, seperti positifisme, materialisme, marxisme,

sosialisme, eksistensialisme dan seterusnya.

Secara konsepsional Tuhan tidak dapat ditangkap dengan indera dan tidak

dapat dirasakan secara materi. Tuhan hanya hadir dalam fikiran dan tidak hadir

dalam tindakan. Alam dan manusia tidak dapat mampu lagi membuktikan Tuhan

secara ilmiah, karena manusia sejak lahir yang dikenal adalah alam.3

Sistem kehidupan manusia telah memisahkannya dari naluri ketuhanan.

Walaupun ia tidak menolak Tuhan secara lisan, tetapi ia mengingkari Tuhan

dalam bentuk prilaku keseharian. Husen Naser dalam Islam and the Pligh of

Modern Men menyatakan bahwa akibat masyarakat modern yang mendewakan

ilmu pengetahuan dan tekhnologi menjadikan mereka berada dalam wilayah

pinggiran eksistensinya sendiri. Manusia bergerak menjauh dari pusat kesadaran

theosentris pemahaman agama yang berdasarkan wahyu mereka tinggalkan, hidup

dalam keadaan sekuler. Masyarakat yang demikian adalah masyarakat barat yang

dikatakan the post industrial society telah kehilangan visi keilahian. Masyarakat

yang demikian ini telah tumpul penglihatan intelectusnya dalam melihat realitas

hidup dan kehidupan. (Amin Syukur, 1999)

Kehilangan visi keilahian dapat menimbulkan gejala psikologis, yakni

adanya kehampaan spiritual. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta

3 Empirisme-Materialisme

Universitas Sumatera Utara

Page 18: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

4

filsafat rasionalisme tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok manusia dalam

aspek nilai-nilai transenden, suatu nilai yang hanya bisa di gali dari sumber wahyu

Islahi (tasawuf).

Jurgen Habermas dalam bukunya Legitimation Crisis, sebagaimana

dinukilkan oleh Afif Nadjih menjelaskan, bahwa krisis keilahian terjadi apabila

struktur kehidupan sosial tidak mampu lagi memberikan pemecahan seperti yang

diharapkan, untuk menjamin kelestarian hidup itu sendiri. Ini berarti, krisis

keilahian diartikan sebagai adanya gangguan dalam integrasi itu. Krisis tidak

timbul karena adanya perubahan kecil, tetapi karena desakan dan tuntutan yang

secara struktural terjadi dalam sistem itu sendiri yang tidak dapat disesuaikan,

diintegrasikan dalam sistem kehidupan ini. Dengan demikian hilanglah legitimasi

struktur sosial tersebut secara kemanusiaan itu sendiri. (Afif Nadjih Anies (ed),

2005)

Dalam tasawuf terdapat prinsip-prinsip positif yang mampu mengembang

kan masa depan manusia, seperti melakukan instropeksi (muhasabah) baik

kaitannya dengan masalah vertikal maupun horizontal, pengosongan jiwa dari

sifat-sifat tercela (takhalli), penghiasan diri dengan sifat-sifat mulia (tahalli).

Prinsip-prinsip yang terdapat dalam tasawuf tersebut dapat dijadikan sebagai

sumber gerak, sumber kenormatifan, sumber motivasi dan sumber nilai sebagai

acuan hidup. Untuk mendeskripsikan hal tersebut, dimensi perjalanan tasawuf

dalam ranah sejarah menjadi dasar konstruksi untuk dapat melihat bentuk,

perubahan pada kultur tasawuf Tarekat Naqsyabandiyah Al-kholidiyah Jalaliyah.

Di antara umat Islam terdapat sekelompok orang yang tidak merasa puas

Universitas Sumatera Utara

Page 19: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

5

dengan pendekatan diri kepada Allah melalui perilaku atau cara-cara ibadah yang

telah ditentukan seperti shalat, puasa dan haji. Hal tersebut ternyata

menghampakan kepribadian manusia itu sebagai manusia yang bebas. Mereka

kemudian mencari dan melakukan cara-cara lain dalam rangka tetap mendekatkan

hubungannya dengan Allah, tetapi tidak membelenggu sifat kemanusiaan yang

mendunia. Cara-cara ini diharapkan akan mempermudah jalinan hubungan

komunikasi dengan Allah tetapi sekaligus menghargai diri sendiri sebagai

makhluk manusia. Salah satu diantaranya adalah Tarekat Naqsyabandiyah.

Jauh sebelum lahirnya agama Islam, memang sudah ada ahli Mistik yang

menghabiskan masa hidupnya dengan mendekatkan diri kepada Tuhan-Nya;

antara lain terdapat pada India Kuno yang beragam Hindu maupun Budha. Orang-

orang mistik tersebut dinamakan Gymnosophists oleh penulis barat dan disebut al-

hukama’ul uroh oleh penulis Arab. Dapat diartikan sebagai orang-orang bijaksana

yang berpakaian terbuka. Hal tersebut dimaksudkan, karena ahli-ahli mistik

orang-orang India selalu berpakaian dengan menutup separuh badannya.

Tersebarnya ajaran tasawuf di Indonesia tercatat sejak masuknya agama

Islam di Negara ini. Ketika pedagang-pedagang muslim mengIslamkan orang-

orang Indonesia, tidak hanya menggunakan pendekatan bisnis, tetapi juga

menggunakan pendekatan tasawuf. Istilah Tasawwuf atau Sufisme merupakan

istilah yang dipakai secara khusus untuk menggambarkan kehidupan mistik atau

mistisisme dalam Islam.

Perkembangan Tarikat Naqsyabandiyah di Indonesia boleh dikatakan

sangat pesat. Masuknya Tarikat Naqsyabandiyah ke Indonesia, berawal dari para

Universitas Sumatera Utara

Page 20: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

6

pelajar Indonesia yang pernah menuntut ilmu di Makkah. Syekh Yusuf Makassari

(1626-1699) dianggap sebagai orang pertama yang memperkenalkan Tarikat

Naqsyabandiyah di Nusantara. (Sri Mulyati, 2005)

Nama dalam suatu paham tarikat biasanya selalu dihubungkan dengan

nama pendiri atau nama dari mursyidnya. Dengan bergantinya mursyid, maka

nama tarikat juga mengalami perubahan sesuai dengan nama tokoh pimpinan

(mursyid) yang memimpin pada tarikat tersebut.

1.2 Tinjauan Pustaka

Suatu alur penelitian merupakan suatu hal penting dan signifikan, yang

bersangkutan dari dasar pemikiran yang ada sebelumnya. Biasanya diperoleh dari

studi perpustakaan. Tinjauan pustaka dalam hal ini merupakan suatu konstruksi

pemikiran untuk dapat menjalankan suatu penelitian yang sesuai dengan arah dan

tujuan penelitian itu sendiri.

Penggunaan tinjauan pustaka dalam penelitian ini menggunakan beberapa

konsep pemikiran; yang pertama konsep kebudayaan sebagai dasar pemikiran

untuk melihat kultur tasawuf dalam terminologi kebudayaan. Untuk dapat

mendeskripsikan mengenai tasawuf dalam lingkup ilmu antropologi, tasawuf dan

tarikat-lah yang menjadi fokus penelitian ini, sedangkan aspek diakronis untuk

dapat melihat perkembangan tasawuf dalam penelitian kultur tasawuf. Fokus

perhatian peneliti adalah Tarekat Naqsyabandiyah Al-kholidiyah Jalaliyah yang

ada di Marendal I.

Kebudayaan berasal dari kata sansekerta buddayah, yang merupakan

bentuk jamak dari buddhi, yang berarti budi atau akal. Dengan demikian,

Universitas Sumatera Utara

Page 21: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

7

kebudayaan berarti hal-hal yang bersangkutan dengan akal. Adapun ahli

antropologi yang merumuskan definisi tentang kebudayaan secara sistematis dan

ilmiah adalah Taylor, yang menulis dalam bukunya: “Primitive Culture”, bahwa

kebudayaan adalah keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung

ilmu pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat-istiadat, dan

kemampuan lain, serta kebiasaan yang di dapat oleh manusia sebagai anggota

masyarakat (Ranjabar, 2006).

Menurut Tylor, (dalam Koentjaraningrat, 1986) kebudayaan merupakan

keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan,

kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan

lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat. Koentjaraningrat sendiri

mendefinisikan kebudayaan adalah keseluruhan sistim gagasan, tindakan, dan

hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat, yang dijadikan milik

dari manusia dengan belajar.

Aliran antropologi kognitif bersasumsi bahwa setiap masyarakat

mempunyai satu sistem yang unik dalam mempersepsikan dan mengorganisasikan

fenomena material dalam pikiran (mind) manusia. Singkatnya budaya itu ada

dalam pikiran manusia, dan bentuknya adalah organisasi pikiran tentang

fenomena material, Budaya suatu masyarakat terdiri atas segala sesuatu yang

harus diketahui atau dipercayai seseorang agar dapat berperilaku sesuai dengan

cara yang diterima oleh masyarakat. Budaya bukan suatu fenomena material, tidak

terdiri atas benda, manusia, perilaku, atau emosi. Dia adalah pengorganisasian

dari hal tersebut, atau bentuk hal-ihwal yang dipunyai manusia dalam pikiran

Universitas Sumatera Utara

Page 22: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

8

(mind), model yang mereka punya untuk menerima, menghubungkan, dan

seterusnya. (Goodenough. 1981)

Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai

kebudayaan adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan

meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga

dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan

perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia

sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat

nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial,

religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia

dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.

Sekurangnya ada dua konsep umum yang menerangkan tentang

‘kepercayaan’ kepada Tuhan atau sesuatu yang dianggap Tuhan, yaitu antara

konsep agama dan konsep religi. Koentjaraningrat (1987), sebagai salah seorang

tokoh antropologi terkemuka di Indonesia, mengatakan bahawa religi adalah

sebagai bagian dari kebudayaan; dalam banyak hal yang membahas tentang

konsep ketuhanan, beliau lebih menghindari istilah ‘agama’, dan lebih

menggunakan istilah yang lebih netral, yaitu ‘religi’. Ada juga yang berpendirian

bahwa suatu sistem religi merupakan suatu agama,tetapi itu hanya berlaku bagi

penganutnya saja; sistem religi Islam merupakan agama bagi anggota umat Islam,

sistem religi Hindu Dharma merupakan suatu agama bagi orang Bali; ada juga

pendirian lain yang mengatakan bahwa agama adalah semua sistem religi yang

secara resmi diakui oleh negara.

Universitas Sumatera Utara

Page 23: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

9

Sebenarnya pendapat Koentjaraningrat di atas yang mengatakan bahwa

religi adalah bagian dari kebudayaan karena beliau mengacu pada sebagain

konsep yang dikembangkan oleh Emile Durkheim (1912) mengenai dasar-dasar

religi dengan empat dasar komponen, yaitu :

1. emosi keagamaan, sebagai suatu substansi yang menyebabkan manusia

menjadi religius;

2. sistem kepercayaan yang mengandung keyakinan serta bayangan-

bayangan manusia tentang sifat-sifat Tuhan atau yang dianggap sebagai

Tuhan, serta tentang wujud dari alam gaib (supernatural);

3. Sistem upacara religius yang bertujuanmencari hubungan manusia dengan

Tuhan, Dewa-dewa atau Mahluk-mahluk halus yang mendiami alam gaib;

4. kelompok-kelompok religius atau kesatuan-kesatuan sosial yang menganut

sistem kepercayaan tersebut

Keempat komponen tersebut sudah tentu terjalin erat satu dengan yang lain

menjadi suatu sistem yang terintegrasi secara bulat; emosi keagamaan merupakan

suatu getaran yang menggerakkan jiwa manusia. Proses-proses fisiologis dan

psikologis apakah yang terjadi apabila manusia terhinggap oleh getaran jiwa tadi,

agaknya belum banyak diteliti oleh orang-orang yang berkepentingan tentangnya,

namun demikianlah kira-kiranya keadaan jiwa manusia yang dimasuki cahaya

Tuhan.

Terlepas dari pendapat perorangan ataupun batasan-batasan tertentu yang

ditetapkan sebuah negara tentang konsep religi atau agama ini, yang jelas menurut

konsep ilmu pengetahuan dan agama-agama yang ada di muka bumi ini

Universitas Sumatera Utara

Page 24: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

10

menyatakan bahwa suatu bentuk aktifitas manusia yang dianggap sebagai suatu

penyerahan diri terhadap Zat yang dianggap mengatur, menciptakan, atau

menentukan kehidupan manusia di dunia dimana manusia hidup dan di dunia

dimana manusia sudah mati yang mengacu kepada konsep E. Durkheim di atas

dapat disebut sebagai agama.

Tidak semua perilaku keagamaan atau religi itu adalah khas manusia;

untuk ajaran Islam misalnya bahkan hampir seluruh aktifitas keagamaan itu

sumbernya adalah wahyu Tuhan, dan hanya sedikit sekali unsur-unsur gagasan

manusia disana, demikian juga dengan agama-agama yang lain yang menganggap

berbagai aktifitas itu sumbernya adalah Tuhan. Disini agama itu dipisahkan

dengan kebudayaan, pada aktifitas-aktifitas tertentu yang tujuannnya adalah

penyerahan diri (taat, bakti, doa, pemujaan, penyembahan dan sebagainya) pada

Tuhan atau yang dianggap sebagai Tuhan, walaupun ada gagasan-gagasan atau

tangan-tangan manusia yang turut di dalamnya merupakan aktifitas keagamaan;

dilain fihak, segala bentuk tindakan, gagasan, dan hasil tindakan khas manusia

yang relatif tidak melibatkan unsur-unsur keagamaan atau tidak dimaksudkan

sebagai bentuk ritual tertentu, itulah kebudayaan.

Antropologi mendalami manusia dan membuat gambaran tentang ke-aku-

an dalam konsep filosofis.antropologi menjadi jenis ilmu yang dianggap paling

intens mendalami persoalan manusia terutama dari sudut pandang filosofis.

Awalnya antropologi muncul pada abad ke-19 hanya sebagai perangkat untuk

menelusuri asal-usul ras manusia dan mencari fosil-fosil ras binatang yang

dianggap sangat dekat dengan manusia. Dalam konteks kolnialisme, kadang

Universitas Sumatera Utara

Page 25: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

11

antropologi diyakini sebagai ilmu atau metode untuk memahami karakter

masyarakat terjajah, dengan tujuan melanggengkan penjajahan.

Seperti ilmu lainnya, antropologi terus berkembang dan menjelma menjadi

ilmu yang memiliki banyak dimensi baik dalam hal objek kajian, metode maupun

tujuannya. Karena tertuntut untuk menguraikan berbagai subsistem yang

ditemukan dalam manusia maupun pola kehidupannya, antropologi mau tidak

mau berkembang menjadi ilmu yang tidak kaku. Ia berproses menjadi bidang ilmu

yang cukup beragam dengan berbagai aliran di dalamnya. Salah satu aliran itu

adalah antropologi filsafati yang secara khusus menyoroti hakekat atau esensi

manusia.

Antropologi filsafati mengajarkan bahwa manusia itu terdiri dari ruh dan

jasad, akal dan hati, jiwa dan raga. Namun lebih dari itu, ilmu ini juga

menawarkan metode memahami keterkaitan antara satu bidang dalam diri

manusia dengan bidang lainnya. Umpamanya, keterkaitan antara hati dan akal.

Selain antropologi filsafati ada pula etnologi yang mendalami manusia

bukan saja sebagai suatu “keberadaan” tetapi juga sebagai wujud yang

mengetahui. Etnologi mendalami manusia dari sisi keberadaan dan

pengetahuannya, serta menelusuri keterkaitan antara keduanya.

Seperti antropologi filsafati, “antropologi tasawuf” merupakan analisis

terhadap hakekat manusia. Seperti etnologi, wacana ini juga membicarakan

persoalan hakikat manusia ditambah bagaimana ia mendapatkan pengetahuannya.

Tetapi berbeda dengan keduanya, “antropologi tasawuf” merupakan analisis

terhadap hakikat manusia dan pengetahuannya dari sudut pandang tasawuf.

Universitas Sumatera Utara

Page 26: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

12

Dengan demikian, gagasan ini merupakan sintesa dari tiga jenis ilmu sekaligus,

yaitu antropologi filsafati, etnologi dan tasawuf.

Salah satu tokoh pemikir era modern yang pernah memperkenalkan

pendekatan antropologi filsafati dalam tasawuf adalah Frithjof Schuon. Ia menulis

buku dengan judul From The Divine to the Human yang di dalamnya mengusung

konsep spiritual anthropology. Dalam pandangannya, manusia terdiri dari dua

unsur asasi yang saling terkait dan melengkapi, yaitu pengetahuan dan cinta,

kecerdasan dan rasa, intelegensia dan sentimen, akal dan hati. Kedua unsur asasi

ini melahirkan unsur ketiga, yaitu kekuatan. Tiga unsur inilah yang ia anggap

sebagai inti dari hakekat manusia.

Schuon sepertinya hendak menolak sudut pandang Barat tentang manusia

yang seringkali hanya mengakui unsur inderawi saja. Pandangan semacam ini

terutama diwakili oleh aliran-aliran pemikiran yang berbau positifistik, yaitu yang

mengandalkan pengamatan dan percobaan saja tetapi melupakan aspek

pengalaman beragama dan wahyu. Biasanya aliran semacam ini tidak mengakui

apa yang oleh Schuon disebut sebagai human subjectivity, seperti rasa, intuisu

atau hati. Padahal yang terakhir inilah yang paling menentukan kedaulatan

manusia dalam hidupnya. Namun Schuon juga mengakui bahwa human

subjectivity ini tidak bisa bekerja sendiri tanpa dukungan unsur lain dalam

manusia yang ia sebut sebagai human objectivity seperti akal. Karena itu,

pengalaman hati harus ditopang oleh kemampuan berpikir dan demikian

sebaliknya.

Konsepsi-konsepsi filsofis Barat tentang manusia sangat diwarnai oleh

Universitas Sumatera Utara

Page 27: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

13

paham-paham yang tidak sejalan dengan semangat keagamaan, seperti aliran

positivistik, empiris, antropomorfis, dan anti-metafisis. Tasawuf pada era modern

ini jelas lahir dan tumbuh sebagai sebuah sistem ilmu pengetahuan yang tidak bisa

diremehkan. Dikatakan demikian karena ia menjelma menjadi kekuatan besar

yang dianggap oleh banyak orang sebagai alternatif untuk menggantikan sistem-

sistem pengetahuan yang sudah ada yang seringkali terkesan congkak dan angkuh.

Tasawuf dapat dikatakan sebagai ilmu karena dibangun secara konsensus

dan ilmiah. Sebagai normal science, tasawuf sudah memasuki fase kematangan,

kebenarannya telah dibuktikan dan dipertahankan oleh sejumlah besar ilmuan

secara bersama. Seperti ilmu fiqh, tafsir, hadits, sejarah dan lainya, tasawuf adalah

gagasan atau teori yang sudah dewasa. Sebaliknya, tasawuf juga tidak bisa lepas

dari krisis dan anomali. Bahkan sebagian teorinya sudah layu. Karena itu, upaya-

upaya pembaharuan harus dilakukan agar ilmu itu tidak lumpuh dan ambruk. Di-

era modern ini rasanya, tasawuf benar-benar menjadi krisis karena dihadapkan

pada berbagai persoalan modernitas yang sedemikian mendera yang belum tentu

bisa dijawab oleh tasawuf secara tuntas. Jika tasawuf diam menghadapi

modernitas, maka bukan tidak mungkin ia akan punah dan lenyap dimakan waktu.

Tasawuf perlu melakukan dialog dengan modernitas. Ada beberapa

strategi yang dapat diambil untuk melakukan dialog itu. Strategi ini harus

dilakukan pada tataran ilmiah dan terdiri dari tahap-tahap berikut.

Pertama, strategi adopsi dan adaptasi.

Kedua, tasawuf harus terbuka untuk kritik.

Ketiga, tasawuf harus membangun sistem-sistem simbol baru agar bisa

Universitas Sumatera Utara

Page 28: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

14

berhadapan dengan berbagai tantangan yang serba rumit dan berkelok.

Ada dua jenis simbol dalam tasawuf. Pertama, simbol yang mewakili

aspek luaran tasawuf seperti cara berpakaian para sufi, zikir, perilaku, logo tarekat

dan sejenisnya. Itu semua menggambarkan watak dan karakter tarekat tertentu.

Dan kedua, simbol yang menunjukkan karakter tasawuf sebagai sistem ilmu

pengetahuan, ide dan wacana. (Riyadi, 2014)

Kelebihan lain tasawuf adalah gagasan-gagasannya yang berbasis pada

keseimbangan antara Tuhan, manusia dan alam pada satu sisi dan kesadaran

spiritual pada sisi lain. Tasawuf bukan ilmu kuantitatif, tidak seperti ilmu-ilmu

Barat modern. Tasawuf tidak berbasis pada fakta-fakta atau angka-angka. Singkat

kata, tasawuf adalah antitesis terhadap ilmu-ilmu modern. Ilmu modern yang

bersifat murni humanistik, dan kehilangan unsur kontemplatifnya. Humanisme

menutup mata manusia modern dari hal-hal yang suci dan sakral.

Secara sederhana, tasawuf itu ialah suatu sistem latihan dengan penuh

kesungguhan (riyadhah-mujahadah) untuk membersihkan, mempertinggi dan

memperdalam kerohanian dalam rangka mendekatkan (taqarrub) kepada Allah,

sehingga dengan itu, maka segala konsentrasi seorang hanya tertuju kepada-Nya.

Oleh karena itu, maka al-shuhrawardi mengatakan, bahwa semua tindakan (al-

ahwal) yang mulia adalah tasawuf (al-Suhrawardi;1358:232).

Sebutan atau istilah tasawuf tidak pernah dikenal pada masa Nabi saw. dan

khulafaur rasyidin ra., karena pada masa itu, para pengikut Nabi saw. diberi

panggilan shahabat dan panggilan ini adalah yang paling berharga pada saat itu.

Kemudian pada masa berikutnya, yaitu pada masa shahabat, orang-orang muslim

Universitas Sumatera Utara

Page 29: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

15

yang tidak berjumpa dengan beliau, disebut tabi’in atau seterusnya di sebut tabi’it

tabi’in.

Istilah tasawufi sendiri baru dipakai pada pertengahan abad III hijriyah

oleh Abu Hasyim al-Kufy (w. 250 H.) dengan meletakkan ash-shufi di belakang

namanya, sebagaimana dikata kan oleh Nicholson bahwa Abu Hasyim al-Kufy

telah ada ahli yang mendahuluinya dalam zuhud, wara, tawakkal, dan dalam

mahabbah, akan tetapi dia adalah yang pertama kali diberi nama ash-shufi (R.A.

Nicholson, 1969:11).

Secara etimologis, para ahli berselisih tentang asal kata tasawuf. Sebagian

menyatakan berasal dari “Shuffah” artinya emper masjid Nabawi yang didiami

oleh sebagian shahabat Anshar. Ada pula yang mengatakan berasal dari “Shof”

artinya barisan. Seterusnya ada yang mengatakan berasal dari “Shofa” artinya

bersih jernih, dan masih ada lagi yang mengatakan berasal dari kata “Shofanah”

suatu nama kayu yang bertahan tumbuh di padang pasir, terakhir ada yang

mengatakan berasal dari bahasa Yunani “Theosofi” artinya Ilmu Ketuhanan.

Namun yang terakhir ini tidak disetujui oleh H.A.R. Gibb. Dia cenderung pada

kata tasawuf berasal dari Shuf (bulu domba) artinya orang yang berpakaian bulu

domba disebut “mutashawwi” prilakunya disebut “tasawuf”. Ha1 tersebut ada

latar belakang tersendiri, yakni pakaian tersebut dipengaruhi oleh Kristen,

katanya: “Asal mula pakaian ini bukannya seragam, akan tetapi suatu tanda

penebus dosa perseorangan, sebagaimana dilambangkan pada pakaian Isa (H.A.R.

Gibb, 1964: 110).

Universitas Sumatera Utara

Page 30: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

16

Karena itulah maka Ibn Sirin (729 M) mengeluarkan kecamannya “Aku

lebih senang meniru contoh Nabi saw. Yang mengenakan pakaian kapas” (H.A.R.

Gibb, 1964 : 111).

Sedari awal para sufi menginginkan tasawuf menjadi semacam sistem ilmu

pengetahuan dan tidak hanya sebatas sebagai amaliyah atau tarekat. Tarekat yang

datang belakangan justru sering menekankan pada aspek seremonial saja dan

sedikit melupakan aspek ilmu pengetahuan.

Tarekat pertama muncul pada abad ke-12 beberapa saat setelah syaikh

‘Abd al-Qâdir al-Jailânî wafat pada tahun 1166. ‘Abd al-Qâdir sendiri tampaknya

tidak pernah bermaksud mendirikan tarekat dan justru mengajarkan tasawuf

sebagai ilmu, seperti yang tampak dari buku-bukunya termasuk al-Fath al-

Rabbânî wa al-Fayd al-Rahmânî.

Pasca kemunculan tarekat, tasawuf seperti mengalami hambatan dalam

mengembangkan sistem ilmu pengetahuannya. Tasawuf kemudian lebih sering

diidentikkan dengan zikir dan bukan pikir. Padahal awalnya ia adalah pikir

dengan melibatkan zikir.

Dari segi bahasa tarekat berasal dari bahasa Arab thariqat yang artinya

jalan, keadaan, aliran dalam garis sesuatu. (Madjid, 1995: 465) Jamil Shaliba

mengatakan secara harfiah tarikat berarti jalan yang terang, lurus yang

memungkinkan sampai pada tujuan dengan selamat. Selanjutnya pengertian

tarekat berbeda-beda menurut tinjauan masing-masing. Di kalangan Muhaddisin

tarekat digambarkan dalam dua arti yang asasi. Pertama menggambarkan sesuatu

yang tidak dibatasi terlebih dahulu (lancar), dan kedua didasarkan pada sistem

Universitas Sumatera Utara

Page 31: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

17

yang jelas yang dibatasi sebelumnya. Selain itu tarekat juga diartikan sekumpulan

cara-cara yang bersifat renungan, dan usaha inderawi yang mengantarkan pada

hakikat, atau sesuatu data yang benar.

Selanjutnya istilah tarekat lebih banyak digunakan para ahli tasawuf.

Mustafa Zahri dalam hubungan ini mengatakan tarekat adalah jalan atau petunjuk

dalam melakukan sesuatu ibadah sesuai dengan ajaran yang dicontohkan oleh

Nabi Muhammad dan dikerjakan oleh sahabat-sahabatnya, tabi’in dan tabi’it

tabi’in turuntemurun sampai kepada guru-guru secara berantai sampai pada masa

kita ini. (M. Zahri, 1995: 56) Lebih khusus lagi tarekat di kalangan sufiyah berarti

sistem dalam rangka mengadakan latihan jiwa, membersihkan diri dari sifatsifat

yang tercela dan mengisinya dengan sifat-sifat yang terpuji dan memperbanyak

zikir dengan penuh ikhlas semata-mata untuk mengharapkan bertemu dengan dan

bersatu secara ruhiah dengan Tuhan. (M. Zahri, 1995: 57) Jalan dalam tarekat itu

antara lain terus menerus berada dalam zikir atau ingat terus kepada Tuhan, dan

terus menerus menghindarkan diri dari sesuatu yang melupakan Tuhan.

Dalam pada itu Harun Nasution mengatakan tarekat ialah jalan yang harus

ditempuh seorang sufi dalam tujuan berada sedekat mungkin dengan Tuhan.

(Nasution, 1995: 63) Hamka mengatakan bahwa di antara makhluk dan khaliq itu

ada perjalanan hidup yang harus ditempuh. Inilah yang kita katakan tarekat.

(Hamka, 1990: 104)

Dengan memperhatikan berbagai pendapat tersebut di atas, kiranya dapat

diketahui bahwa yang dimaksud dengan tarekat adalah jalan yang bersifat spiritual

bagi seorang sufi yang di dalamnya berisi amalan ibadah dan lainnya yang

Universitas Sumatera Utara

Page 32: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

18

bertemakan menyebut nama Allah dan sifat-sifatnya disertai penghayatan yang

mendalam. Amalan dalam tarekat ini ditujukan untuk memperoleh hubungan

sedekat mungkin (secara rohaniah) dengan Tuhan.

Dalam perkembangan selanjutnya, tarekat sebagai disebut kan Harun

Nasution, mengandung arti organisasi (tarekat), yang mempunyai syaikh, upacara

ritual dan bentuk zikir tertentu. (Nasution, 1995: 89)

Guru dalam tarekat yang sudah melembaga itu selanjutnya disebut

Mursyid atau Syaikh, dan wakilnya disebut Khalifah. Adapun pengikutnya disebut

murid. Sedangkan tempatnya disebut ribath atau zawiyah atau taqiyah. (IAIN

Sumut, 1982: 239) Selain itu tiap tarekat juga memiliki amalan atau ajaran wirid

tertentu, simbol-simbol kelembagaannya, tata tertibnya dan upacara-upacara

lainnya yang membedakan antara satu tarekat dengan tarekat lainnya

Dengan demikian itu mengherankan jika ada pendapat yang mengatakan

bahwa tarekat sebenarnya termasuk dalam ilmu mukasyafah, yaitu ilmu yang

dapat menghasilkan pancaran nur Tuhan ke dalam hati muridmuridnya, sehingga

dengan nur itu terbukalah baginya segala sesuatu yang gaib daripada ucapara-

upacara nabinya dan rahasiarahasia Tuhannya. IImu ini dilakukan dengan cara

riadah/latihan dan mujahadah.

Dengan demikian, tarekat mempunyai hubungan substansial dan

fungsional dengan tasawuf. Tarekat pada mulanya berarti tata cara dalam

mendekatkan diri kepada Allah dan digunakan untuk sekelompok yang menjadi

pengikut bagi seorang syaikh. Kelompok ini kemudian menjadi lembaga-lembaga

yang mengumpul dan mengikat sejumlah pengikut dengan aturan-aturan

Universitas Sumatera Utara

Page 33: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

19

sebagaimana disebutkan di atas. Dengan kata lain, tarekat adalah tasawuf yang

melembaga. Dengan demikian tasawuf adalah usaha mendekatkan diri kepada

Allah, sedangkan tarekat itu adalah cara dan jalan yang ditempuh seseorang dalam

usahanya mendekatkan diri kepada Tuhan. Inilah hubungan antara tarekat dan

tasawuf.

Dalam narasi modernitas, manusia memang diberi ruang seluas-luasnya

untuk ber-ekspresi, tetapi keluasannya itu justru menjadikannya sebagai berhala

bagi dirinya sendiri. Ia tak ubahnya seperti fosil, meminjam istilah Michel

Foucault. Eksistensialisme, humanisme, positifisme adalah sedikit dari sekian

banyak narasi modernitas yang memfosilkan manusia.

Ilmu sosial dan humanisme modern yang lebih dikenal dengan sebutan

geisteswissenchaften lebih sering menekankan konsep perubahan dan

ketidaktetapan. Gagasan bahwawujud adalah pasti dan nyata seperti yang

dikembangkan oleh para pemikir muslim tidak mendapatkan tempat dalam

wacana Barat modern ini. Konsep perubahan merujuk pada proses berada yang

tiada henti. Tidak ada wujud yang keberadaanya bersifat pasti karena ia terus

berproses. Mirip denga teori evolusi, teori perubahan ini meyakinkan bahwa alur

keberadaan bersifat lurus. Teori wujud berbau evolusi meyakini bahwa wujud

bergerak lurus kedepan tanpa harus memlai dari sebuah titik yang pasti, dan juga

tidak harus berhenti pada titik yang pasti pula.

Teori ketidaktetapan dalam wacana Barat modern mengajak manusia

untuk berkelana tiada henti menerobos batas-batas ruang dan waktu. Semua jenis

wujud ditundukkan pada teori ini. Tuhan dipandang sebagai wujud yang tidak

Universitas Sumatera Utara

Page 34: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

20

nyata karena terus dalam proses menjadi dan berada. Oleh karenanya, kata

“modern” tidak dimaksudkan sebagai sesuatu yang kontemporer maupun sesuatu

yang mengikuti kecenderungan zaman, tetapi sebagai sesuatu yang terpisah dari

yang transenden, dari prinsip-prinsip langgeng yang dalam realitas mengatur

materi dan yang diberitakan kepada manusia melalui wahyu dalam pengertiannya

yang paling universal.

Agama dijadikan bulan-bulanan, dinilai terlalu membatasi ruang gerak

manusia yang ingin maju. Dianggap gagal menjalankan tugas sosialnya, agama

hanya ditempatkan pada posisi buncit dalam skema epistemologi dan kebudayaan

modern bahkan sering tidak mendapatkan tempat sama sekali. Karena agama telah

disisihkan, maka ontologi modernisme sama sekali tidak menyisakan sedikit pun

unsur Tuhan, atau unsur kebenaran metafisik di dalamnya. Bahkan, seperti yang

terkenal dari ungkapan Nietzsche, Tuhan telah mati.

Karena itu, kehidupan modern sekarang ini tampak dengan wajah

antagonistik. Di satu pihak, modernisasi telah mendatangkan kemajuan

spektakuler dalam bidang material, tetapi di pihak lain modernisasi menghasilkan

wajah kemanusiaan yang buram. Penghancuran lingkungan oleh teknologi, krisis

ekologi, dan lain-lain jelas merupakan dampak negatif dari gelombang

modernisasi.

Dalam buku sosiologi agama, Zulfi menuliskan jika disaat berhadapan

dengan modernisasi, nasib agama akan tersisihkan atas perannya sebagai faktor

legitimasi utama dalam masyarakat, dimana lembaga-lembaga kemasyarakatan

yang terbentuk mengambil alih berdasarkan ilmu pengetahuan. Dalam hal ini,

Universitas Sumatera Utara

Page 35: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

21

modernisasi selalu berakibat munculnya sekulerisasi dalam keberagaman dan

individualisasi dalam hubungan sosial bagi masyarakat tersebut.

Permasalahan manusia modern ternyata tidak berhenti dalam tataran

idealitas tentang konsep keseimbangan antara dimensi spiritual dan material.

Karena dari permasalahan kekeringan spiritual telah memicu persoalan lain yang

tidak kalah berbahaya dan terasa begitu nyata dalam kehidupan manusia sekarang,

yakni krisis sosial. Berbagai permasalahan sosial yang sedang terjadi dalam dunia

modern merupakan sumbangan dari kekeringan spiritual—kalau tidak dikatakan

sebagai akar dari permasalahan zaman ini. Kesadaran dan keprihatinan yang

mendunia ini menyebabkan ancaman pada manusia yang bersifat katastrofal,

artinya ancaman tersebut terjadi dalam skala besar, terjadi secara bersamaan dan

dalam lingkup luas. Menarik untuk menyimak pemikiran Levi Strauss dalam

menyikapi perubahan global, ia mengatakan bahwa pada akhirnya manusia harus

memberi pertanggungjawaban terhadap sikap humanistik absolut, yang berkuasa

sejak zaman Renaisans dan rupanya berasal dari agama-agama besar di Barat yang

membawa akibat yang sangat katastrofal. Selama beberapa abad, humanisme

menyebabkan peperangan, pemusnahan, kamp konsentrasi, pembasmian berbagai

jenis makhluk hidup dan pemiskinan alam. Sikap berlebihan itu kemudian

menjadi ancaman bagi manusia, yaitu kepercayaan atas wewenang yang

dimilikinya dan penguasaan atas segalanya.

Ada tiga hal yang menjadi ancaman dunia saat ini, yaitu perang, ledakan

populasi dan pencemaran lingkungan. Para ahli biasanya menempatkan

pertumbuhan populasi sebagai ancaman pertama yang kemudian memicu

Universitas Sumatera Utara

Page 36: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

22

ancaman-ancaman berikutnya, yakni pencemaran lingkungan dan perang.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata “modern”

artinya“terbaru; mutakhir” atau sikap dan cara berfikir serta cara bertindak sesuai

dengan tuntutan zaman. Modern berasal dari bahasa latin “moderna” yang artinya

‟sekarang‟, “baru‟ atau “saat kini‟. Atas pengertian asli ini kita bisa mengatakan

bahwa manusia senantiasa hidup di zaman “modern‟, sejauh kekinian menjadi

kesadarannya. Banyak para ahli sejarah menyepakati bahwa sekitar tahun 1500

adalah hari kelahiran zaman moderndi Eropa. Sejak saat itu, kesadaran waktu

akan kekinian muncul di mana-manaa. Lalu, pernyataan ini tidak menyiratkan

bahwa sebelumnya orang tidak hidup di masa kini. Lebih tepat mengatakan bahwa

sebelumnya orang kurang menyadari bahwa manusia bisa mengadakan

perubahan-perubahan yang secara kualitatif baru.

Modern bukanlah sekedar suatu periode, melainkan pandangan dunia atau

prinsip metafisis (ontologis). Oleh karena itu dunia modern sebagai draft dunia

yang di dominasi oleh pandangan dunia modern. Dengan perkataan lain dunia

modern merupakan pengejawantahan prinsip-prinsip modern dalam kehidupan

bermasyarakat

Modernisme pada umumnya dilihat sebagai reaksi individu dan kelompok

terhadap dunia 'modern', dan dunia modern ini dianggap sebagai dunia yang

dipengaruhi oleh praktik dan teori kapitalisme, industrialisme, dan negara-bangsa.

Jadi, dalam proses modernisasi, pengikisan pola-pola lama justru sering

berakibat pula pada pengikisan nilai-nilai agama terhadap pribadi-pribadi

masyarakat. Maka jika awal modernisasi, pihak barat cenderung memisahkan

Universitas Sumatera Utara

Page 37: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

23

antar masalah-masalah dunia dan agama, antara negara dan Gereja, antara bidang

ilmiah dan rohani, maka seiring modernisasi sekarang mempunyai konotasi

seperti: meningkatnya angka kejahatan, melemahnya ikatan keluarga dan

persaudaraan, serta bertambahnya polusi.

Menurut para ahli pemerhati masalah sosial, bahwa manusia modern akan

mengalami frustrasi eksistensial yang ditandai dengan keinginan yang berlebihan

untuk berkuasa (the will to power), mencari-cari kenikmatan hidup (the will to

pleasure), selalu ingin menimbun harta (the will to money), tidak mengenal waktu

dalam bekerja sehingga tidak memiliki waktu untuk bersosialisasi (the will to

work), serta memiliki kecenderungan libido yang cukup tinggi (the will to sex).

Didalam buku Becoming Modern, Inkeles dan Smith menyebutkan

beberapa ciri manusia modern, yaitu :

Keterbukaan terhadap pengalaman dan ide baru

Berorientasi ke masa sekarang dan masa depan

Punya kesanggupan merencanakan

Percaya bahwa manusia bisa menguasai alam

1.3 Rumusan Masalah

Dalam penelitian, fungsi dari perumusan masalah sangatlah penting,

karena agar dapat mengetahui jalannya suatu penelitian. Selain itu juga agar

penulisan lebih terarah akan suatu masalah yang akan diteliti, sehingga penulisan

dapat langsung mengarah ke tujuan permasalahan yang akan diteliti. Hal ini juga

berlaku dalam penulisan mengenai “Kultur Tasawuf Tarekat Naqsyabandiyah Al-

kholidiyah Jalaliyah”. Dimana bertujuan untuk melihat bentuk dari aliran ilmu

Universitas Sumatera Utara

Page 38: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

24

tasawuf tarekat tersebut yang mengalami perubahan, juga beberapa hal yang

terkait dengan bentuk tersebut.

Untuk mendapatkan hal yang diinginkan oleh penulis, maka perumusan

masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan dalam beberapa pertanyaan

penelitian, yakni:

1. Apa itu kultur tasawuf Tarekat Naqsyabandiyah Al-kholidiyah

Jalaliyah.

2. Bagaimana perubahan kebudayaan pada Tarekat Naqsyabandiyah Al-

kholidiyah Jalaliyah.

1.4 Tujuan dan Manfaat penelitian

Setiap penelitian yang dilakukan harus memiliki tujuan yang hendak

dicapai dan manfaat dari penelitian tersebut, adapun yang menjadi tujuan dan

manfaat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.4.1 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan sebagai bentuk tulisan ilmiah dengan maksud

dapat menggambarkan bentuk dari tasawuf modern secara utuh dan menyeluruh.

Selanjutnya juga agar dapat melihat secara keseluruhan dari setiap kegiatan

maupun aktifitas di dalam kultur tasawuf Tarekat Naqsyabandiyah Al-kholidiyah

Jalaliyah sebagai bentuk dari aliran ilmu tasawuf modern, yang diharapkan dapat

bermanfaat sebagai salah satu bentuk studi antropologis.

1.4.2 Manfaat Penelitian

Sebagai sebentuk penelitian, besar harapan penulis agar nantinya hasil dari

penelitian dapat memberikan sumbangan nyata yang berarti bagi khalayak umum

Universitas Sumatera Utara

Page 39: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

25

dan agama Islam pada khususnya. Manfaat yang diharapkan dari penelitian dan

hasil penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut :

Penelitian ini merupakan suatu penelitian yang bersifat deskripsi tentang

bentuk juga kegiatan kultur tasawuf Tarekat Naqsyabandiyah Al-kholidiyah

Jalaliyah dan keterkaitannya sebagai bentuk tradisi religi yang ada ditengah-

tengah masyarakat, selain itu untuk mendapatkan gambaran tentang kultur

tasawuf Tarekat Naqsyabandiyah Al-kholidiyah Jalaliyah pada masyarakat secara

utuh, penelitian ini melihat kultur tasawuf Tarekat Naqsyabandiyah Al-kholidiyah

Jalaliyah sebagai suatu ekspresi religi yang memiliki nilai ritual dalam lingkup

kehidupan beragama dan beribadah. Penelitian tentang kultur tasawuf Tarekat

Naqsyabandiyah Al-kholidiyah Jalaliyah ini juga bermanfaat sebagai suatu yang

penting, menarik dan berguna untuk mengetahui tradisi religi berupa kultur

tasawuf Tarekat Naqsyabandiyah Al-kholidiyah Jalaliyah tersebut.

Adapun manfaat penelitian ini nantinya adalah :

Pada bidang akademis, hasil penelitian diharapkan dapat menjadi

penambah khasanah penelitian bidang antropologi.

Penelitian ini bermanfaat untuk menjadi suatu bahan evaluasi terhadap

penelitian yang telah ada sebelumnya mengenai bentuk dari kultur

tasawuf.

1.5 Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Marendal I, Kecamatan Patumbak,

Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Dikarenakan lokasi ini merupakan

tempat Kultur Tasawuf dari Tarekat Naqsyabandiyah Al- Khoidiyah Jalaliyah.

Universitas Sumatera Utara

Page 40: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

26

Adapun yang menjadi pertimbangan atas lokasi ini adalah:

1. Adanya kegiatan ibadah rutinitas dari tarekat tersebut.

2. Merupakan tempat dari aktivitas para pengikut tarekat tersebut dalam

mengamalkan ilmu tasawuf modern.

3. Terdapat aktivitas antara individu ataupun kelompok yang mengikuti

kegiatan tasawuf.

4. Lokasi tersebut merupakan pusat penyebaran tasawuf dalam hal

kegiatan ibadah suluk eksekutif dari tarekat tersebut.

1.6 Metode Penelitian

1.6.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian lapangan bersifat deskriptif dengan

menggunakan pendekatan kualitatif, yang bermaksud menggambarkan secara

terperinci mengenai kegiatan kultur tasawuf Tarekat Naqsyabandiyah Al-

kholidiyah Jalaliyah, selain melihat kultur tasawuf sebagai suatu jenis ekspresi

tradisi religi, juga akan melihat kultur tasawuf sebagai suatu keseluruhan.

memandang bahwa kebudayaan sebagai sistem kognitif yang tersusun dari apapun

yang diketahui dalam berpikir menurut cara tertentu, yang dapat diterima bagi

warga kebudayaannya. Pendekatan tersebut memiliki banyak nama dan

diasosiasikan dengan: etnosains, antropologi kognitif, atau etnografi baru.

hal ini sejalan dengan Goodenough (1970:101) :

“When I speak of describing a culture, then formulating a set of standards

that will meet this critical test is what I have in mind. There are many other

things, too, that we anthropologists wish to know and try to describe. We

have often reffered to these other things as culture, also consequently.”

“Ketika berbicara tentang deskripsi budaya, kemudian mengembangkan

Universitas Sumatera Utara

Page 41: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

27

serangkaian standar yang akan memenuhi pengujian penting apa yang saya

miliki dalam pikiran. Ada juga banyak hal lain yang kita tahu dan

antropolog ingin mencoba untuk menjelaskan. Karenanya juga, kita sering

dirujuk ke hal-hal lain seperti budaya.”

Pendekatan penelitian yang digunakan peneliti adalah orientasi teoritik

dalam bentuk kualitatif. Dalam pendekatan kualitatif, cara-cara memainkan, cara-

cara pandang, ataupun ungkapan-ungkapan emosi dari masyarakat yang diteliti

mengenai kultur tasawuf justru digunakan sebagai data dalam penelitian ini.

Penelitian yang akan dilakukan ini merupakan bentuk penelitian lapangan

yang bersifat deskriptif menggunakan pendekatan kualitatif melalui serangkaian

alur proses observasi atau pengamatan (terlibat dan tidak-terlibat) yang tergantung

pada kondisi di lapangan penelitian, dan proses wawancara (bebas) yang berusaha

menggali informasi secara lebih dalam kepada informan penelitian serta studi

literatur yang berkaitan dengan arah penelitian ini.

Penelitian ini menggunakan metode etnografi, Beatty (1999:84)

mengungkapkan mengenai metode tersebut, adalah:

“An ethnography, if it is to reflect this complexity, cannot limit itself to a

single event or a single perspective, be it that of the host or even of the

observer. Of necessity it is a reconstruction of various perspectives of

different participants, and of various related events.”

“Etnografi, jika untuk mencerminkan kompleksitas ini, tidak bisa

membatasi diri pada bentuk tunggal atau perspektif tunggal, bisa jadi tuan

rumah atau bahkan pengamat. Kebutuhan itu adalah rekonstruksi berbagai

perspektif peserta yang berbeda, dan berbagai peristiwa terkait.”

Metode etnografi dalam penelitian bertujuan untuk mendapatkan beragam

perspektif dari proses partisipasi yang berbeda dan beragam hubungan lainnya.

Selain itu, Cerwonka (2007) juga menambahkan bahwa etnografi merupakan :

“Ethnography as a means of producing nontotalizing theoretical insights

about interconnected contemporary, local practices and global processes.”

Universitas Sumatera Utara

Page 42: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

28

“Etnografi sebagai sarana memproduksi wawasan teoritis yang tak

terjumlahkan yang saling berkaitan dengan kontemporer, praktek lokal dan

proses-proses global.”

1.6.2 Teknik Pengumpulan Data

Dalam hal mendeskripsikan tentang kultur tasawuf Tarekat

Naqsyabandiyah Al-kholidiyah Jalaliyah, maka dilakukan penelitian lapangan

sebagai suatu upaya untuk memperoleh data primer. Selain itu diperlukan juga

penelitian dari berbagai sumber kepustakaan sebagai upaya untuk memperoleh

data sekunder. Dalam penelitian kualitatif, untuk memperoleh data primer

tersebut, metode yang digunakan adalah metode etnografi dengan pendekatan

observasi atau pengamatan dan wawancara.

Metode etnografi yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah bentuk

kerja lapangan dengan pendekatan observasi partisipasi sebagai jalan untuk

mendapatkan data lapangan yang valid, hal ini diungkapkan oleh Van Maanen

(1996:263-265) sebagai berikut :

“When used as a method, ethnography typically refers to fieldwork

(alternatively, participant-observation) conducted by a single investigator

who 'lives with and lives like' those who are studied, usually for a year or

more.”

“Ketika digunakan sebagai sebuah metode, etnografi biasanya mengacu

pada kerja lapangan (alternatif, peserta observasi) yang dilakukan oleh

penyidik tunggal yang 'tinggal bersama dan hidup seperti' mereka yang

dipelajari, biasanya selama satu tahun atau lebih.”

Data Primer

Untuk mendapatkan data primer dalam penelitian ini dilakukan dengan

cara penelitian lapangan, yaitu :

Metode observasi dilakukan guna mengetahui situasi dalam konteks ruang

dan waktu pada daerah penelitian. Menurut penulis, data yang diperoleh dari hasil

Universitas Sumatera Utara

Page 43: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

29

wawancara saja tidaklah cukup untuk menjelaskan fenomena yang terjadi, karena

itu di perlukan suatu aktivitas dengan langsung mendatangi tempat penelitian dan

melakukan pengamatan. Pengamatan akan dilakukan pada setiap kegiatan atau

peristiwa yang dianggap perlu atau berhubungan dengan tujuan penelitian.

Bentuk pengamatan langsung memberikan akses terhadap informasi

penelitian melalui keterlibatan penulis dalam suatu kegiatan yang berlangsung dan

hal ini menjadikan peneliti memiliki keterikatan terhadap subjek penelitian.

Untuk mendapatkan data primer dalam penelitian ini dilakukan dengan

cara penelitian lapangan, yaitu : observasi dan wawancara. Observasi dilakukan

guna mengetahui situasi dalam konteks ruang dan waktu pada daerah penelitian.

Menurut penulis, data yang diperoleh dari hasil wawancara saja tidaklah

cukup untuk menjelaskan fenomena yang terjadi, oleh karena itu diperlukan suatu

aktivitas dengan langsung mendatangi tempat penelitian dan melakukan

pengamatan. Pengamatan akan dilakukan pada setiap kegiatan atau peristiwa yang

dianggap perlu atau berhubungan dengan tujuan penelitian.

Jackson (1987:63) mendefinisikan observasi atau pengamatan sebagai :

“Observation is when you're outside what's going on and watching other

people do it, or you're watching what other people have done.”

“Observasi adalah ketika Anda berada di luar apa yang terjadi dan

menonton orang lain melakukannya, atau Anda sedang menonton apa yang

orang lain telah dilakukan.”

Pendapat Jackson memberikan batas dalam kegiatan observasi sebagai

suatu bentuk pengamatan dari luar terhadap yang diamati, sedangkan dalam

bentuk pengamatan partisipasi, Jackson (1987:63) memberikan definisi mengenai

partisipasi sebagai “participant-observation means you're somehow involved in

Universitas Sumatera Utara

Page 44: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

30

the events going on, you're inside them. (peserta-observasi berarti anda bagaimana

terlibat dalam peristiwa yang terjadi, dan berada di dalam kehidupan mereka).”

Bentuk pengamatan langsung memberikan akses terhadap informasi

penelitian melalui keterlibatan penulis dalam suatu kegiatan yang berlangsung dan

hal ini menjadikan peneliti memiliki keterikatan terhadap subjek penelitian.

Observasi secara non-partisipasi dan partisipasi merupakan bentuk dari

kerja lapangan untuk mendapatkan informasi yang mendukung jalannya suatu

penelitian. Kutipan dari Emerson (1995:1-2) memberi penekanan terhadap kerja

lapangan seorang etnografer sebagai :

“Ethnographers are committed to going out and getting close to the

activities and everyday experiences of other people. "Getting close"

minimally requires physical and social proximity to the daily rounds of

people's lives and activities; the field researcher must be able to take up

positions in the midst of the key sites and scenes of other's lives in order to

observe and understand them.”

“Etnografer berkomitmen untuk pergi keluar dan semakin dekat dengan

kegiatan dan pengalaman sehari-hari orang lain. "Mendapatkan kedekatan"

minimal membutuhkan kedekatan fisik dan sosial untuk putaran harian

kehidupan masyarakat dan kegiatan, peneliti lapangan harus mampu

mengambil posisi di tengah-tengah situs kunci dan adegan kehidupan lain

untuk mengamati dan memahami mereka.”

Sehingga kerja etnografi yang nantinya dilakukan merupakan suatu proses

melakukan pendekatan melalui keterlibatan pada bentuk kehidupan. Metode yang

dipakai adalah observasi (partisipasi maupun non-partisipasi) observasi partisipasi

membantu untuk memahami lingkungan dan menilai keadaan yang terlihat

ataupun keadaan yang tersirat (tidak terlihat, hanya dapat dirasakan) dengan

memperhatikan kenyataan atau realitas lapangan, yang mana dalam observasi

jenis ini peneliti tidak hanya sebatas melakukan pengamatan, tetapi juga ikut serta

Universitas Sumatera Utara

Page 45: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

31

dalam kehidupan sehari-hari masyarakat dimana penelitian ini akan dilakukan, hal

ini tidak tidak terlalu sulit bagi peneliti dikarenakan peneliti merupakan penduduk

Langkat, observasi diharapkan dapat berjalan dengan baik karena sebelumnya

telah dilakukan pra-penelitian dan peneliti telah membangun rapport yang baik.

Walaupun demikian peneliti akan berusaha berfikir secara objektif sehingga data

yang diperoleh dilapangan adalah benar dan sesuai dengan kenyataan yang ada

dilapangan.

Dalam hal perlengkapan pada saat melakukan kegiatan penelitian yang

bersifat observasi non-partisipasi, digunakan kamera dan video kamera untuk

mempublikasikan hal-hal penting yang dianggap mendukung penelitian. Dengan

adanya kamera dan video kamera dapat memudahkan peneliti untuk

menggambarkan keadaan dari masyarakat tempat penelitian berlangsung.

Metode wawancara yang digunakan adalah wawancara mendalam (depth

interview) kepada beberapa informan yang sesuai dengan tujuan penelitian.

Informan disini adalah para individu yang berada dalam lingkup kultur tasawuf

Tarekat Naqsyabandiyah Al-kholidiyah Jalaliyah dan sebagai informan utama,

para tokoh-tokoh adat dan masyarakat lainnya sebagai informan biasa.

Teknik wawancara juga dilakukan dengan cara komunikasi verbal atau

langsung dengan informan pangkal, informan utama maupun informan biasa

dengan berpedoman pada interview guide yang telah dipersiapkan sebelumnya

untuk mendapatkan data konkrit yang lebih rinci dan mendalam. Perlengkapan

yang digunakan pada saat wawancara adalah catatan tertulis untuk mencatat

bagian-bagian yang penting dari hasil wawancara dan tape recoder serta video

Universitas Sumatera Utara

Page 46: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

32

kamera yang digunakan untuk merekam proses wawancara dalam rangka

antisipasi terhadap keabsahan data yang diperoleh ketika melakukan wawancara

serta sebagai bahan video lapangan etnografi.

Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang bersifat tidak langsung, akan tetapi

memiliki keterkaitan fungsi dengan salah satu aspek pendukung bagi keabsahan

suatu penelitian. Data sekunder berupa sumber-sumber atau referensi tertulis yang

berhubungan dengan permasalahan penelitian, data sekunder dalam penelitian ini

adalah :

Studi kepustakaan sebagai teknik pengumpul data selanjutnya,

dimaksudkan peneliti sebagai suatu sarana pendukung untuk mencari dan

mengumpulkan data dari beberapa buku dan hasil penelitian para ahli lain yang

berhubungan dengan masalah penelitian guna lebih menambah pengertian dan

wawasan peneliti demi kesempurnaan akhir penelitian ini.

1.7 Analisa Data

Seperti yang telah penulis jelaskan sebelumnya, bahwasanya dalam

penelitian ini penulis berusaha untuk bersikap objektif terhadap data yang

diperoleh dilapangan. Keseluruhan data yang diperoleh dari hasil penelitian

lapangan tersebut akan diteliti kembali atau diedit ulang, pada akhirnya kegiatan

ini bertujuan untuk memeriksa kembali kelengkapan data lapangan dan hasil

wawancara.

Analisis data dalam penelitian merupakan suatu pandangan mengenai

penulis untuk bersikap objektif terhadap data yang diperoleh dilapangan.

Universitas Sumatera Utara

Page 47: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

33

Keseluruhan data yang diperoleh dari hasil penelitian lapangan tersebut akan

diteliti kembali atau diedit ulang, pada akhirnya kegiatan ini bertujuan untuk

memeriksa kembali kelengkapan data lapangan dan hasil wawancara.

Analisis data merupakan proses lanjutan dari bentuk catatan lapangan

sebagaimana ditulis oleh Emerson (1995:4-5) sebagai :

“Fieldnotes are accounts describing experiences and observations the

researcher has made while participating in an intense and involved

manner.”

“Catatan lapangan adalah bentuk menggambarkan pengalaman dan

pengamatan peneliti telah membuat saat turut berpartisipasi secara intens

dan melibatkan”.

Langkah selanjutnya data-data ini akan dianalisa secara kualitatif melalui

teknik taxonomy data, sehingga data yang diperoleh akan dikategorikan

berdasarkan jenisnya. Keseluruhan data yang diperoleh dari observasi, wawancara

dan sumber kepustakaan disusun berdasarkan pemahaman akan fokus penelitian

atau berdasarkan kategori-kategori yang sesuai dengan tujuan penelitian.

Universitas Sumatera Utara

Page 48: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

34

BAB II

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

2.1 Letak dan Lokasi Penelitian

Kota Medan merupakan salah satu kota besar yang ada di Indonesia. Salah

satunya adalah Desa Marindal I yang merupakan salah satu desa yang ada di

Kabupaten Deli serdang yang berbatasan langsung dengan sebagian wilayah

sebelah timur kota medan. Interaksi keruangan antara desa Marindal I dengan kota

Medan merupakan perwujudan perbedaan karakteristik wilayah, dimana

masyarakat kota, sebagai sumber tenaga kerja serta sebagai penyedia berbagai

kebutuhan masyarakat kota. Dari segi kegiatan kerja desa ini dapat dikatakan

sebagai desa industri. Hal tersebut dapat dilihat dari adanya beberapa industri.

Dimana industri-industri tersebut jika ditinjau dari segi jumlah tenaga kerjanya

dapat dikategorikan dalam tiga skala, yaitu industri kecil, sedang maupun besar

yang memproduksi barang-barang yang dibutuhkan oleh masyarakat kota.

Secara administratif Desa Marindal I terletak di Kecamatan Patumbak

kabupaten Deli Serdang. Jarak Desa Marindal I dengan kota Medan adalah 4 km,

sedangkan dengan kota Lubuk Pakam (ibu kota Kabupaten Deli Serdang) adalah

30 km. berdasarkan jarak tersebut jarak desa Marindal I relatif lebih dekat

terhadap kota Medan dari pada kota Lubuk pakam yang merupakan ibu kota

Kabupaten Deli Serdang.

Desa Marindal I memiliki luas lebih kurang 810 Ha dan sebagai salah satu

daerah hinterland kota Medan merupakan salah satu desa yang berkembang di

Universitas Sumatera Utara

Page 49: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

35

kawasan Marindal I dari fisik, kehidupan sosial masyarakatnya. Hal ini dapat

diperkirakan sebagai dampak positif dari faktor letaknya yang strategis sebagai

salah satu daerah hinterland kota Medan yang terwujud dari interaksi antara desa

dengan kota Medan.

Masyarakat desa Marindal I kini dirasakan tidaklah lagi sebagaimana

layaknya kehidupan masyarakat desa. Jika dilihat dari kehidupan budayanya corak

kehidupan budaya masyarakat desa Marindal I juga tidak seperti layaknya budaya

kehidupan masyarakat di pedesaan. Baik dari cara berpakaian, hubungan

kekerabatan, kerjasama, dan lain sebagainya. Bentuk pekerjaan atau mata

pencaharian masyarakatnya juga sudah lebih heterogen yang tidak terpaku lagi

pada sektor primer saja. Dimana hal tersebut akan berpengaruh pada tingkat

pendidikan anak, kesehatan, keadaan rumah, serta pola kehidupannya.

Kecamatan Patumbak memiliki beberapa desa, yang salah satunya

merupakan Desa Marindal I yang pada mulanya tergolong desa swadaya. Keadaan

desa ini telah telah mengalami perubahan, akan tetapi belum jelas tingkat

perkembangannya. Kondisi ini dapat diketahui dari potensi desa dan ciri-ciri

perkembangan desa yang mencakup pendapatan, produksi, pendidikan,

administrasi pemerintah desa, sarana dan prasarana, penerapan teknologi baru,

komunikasi dengan daerah lain serta adat istiadat di Desa Marindal I Kecamatan

Patumbak Kabupaten Deli Serdang.

Desa Marindal I berada di pinggiran kota besar yaitu kota Medan. Dari

segi ekonomi, perekonomian yang dianut oleh masyarakat desa Marindal I adalah

perekonomian campuran (heterogen). Dengan sendirinya status sosial masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Page 50: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

36

desa Marindal I juga heterogen karena pengaruh dari bidang-bidang pekerjaan

yang digeluti oleh masyarakat itu sendiri seperti PNS, ABRI, Karyawan swasta,

Jasa, Pertukangan, petani, Wiraswasta/pedagang, Pembantu Rumah Tangga yang

mengharuskan masyarakat desa Marindal I melakukan mobilitas ulang-alik karena

bekerja di luar desanya.

Pada umumnya tanah di desa Marendal I merupakan tanah hak guna PTPN

II yang dulunya merupakan PTPN IX, yang kini telah habis masa Hak Guna

Usaha (HGU) nya. Sehingga kini banyak masyarakat yang bermukim di Desa

Marendal I mendirikan bangunan sebagai tempat tinggal maupun mendirikan

bangunan sebagai tempat usaha, yang pada awalnya membeli tanah bekas HGU

PTPN II tersebut dari penggarap yang mengelola suatu bidang tanah dan

mengurus administrasi tanah nya agar sah milik pribadi di mata hukum. Begitu

juga Tarekat Naqsyabandiyah Al-Kholodiyah Jalaliyah yang menjadi lokasi

penelitian penulis berlokasi di Desa Marendal I, yang tepatnya berada di Jalan

Kongsi, Gg. Leman Harahap yang bangunannya berdiri di atas tanah yang

dihibahkan seluas 2 Ha oleh yang saat ini merupakan seorang pengikut dari

tarekat ini. Akan tetapi walaupun tanah tersebut dihibahkan oleh pengikut tarekat,

pimpinan tarekat tetap mengganti rugi atas tanah yang dihibahkan oleh pengikut

tarekat tersebut kepada penggarap yang mengelola bidang tanah yang menjadi

areal dari bidang tanah yang dihibahkan.

2.2 Struktur Tarekat

Dalam Tarekat Naqsyabandiyah secara struktur dijelaskan bahwa

pemimpin tertinggi dalam tarekat dikenal sebagai guru (mursyid) atau Syekh.

Universitas Sumatera Utara

Page 51: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

37

Mursyid adalah guru yang membimbing kepada murid untuk berjalan menuju

Allah Swt dengan menapaki jalannya. Dengan bimbingan guru itu, murid

meningkat derajatnya di sisi Allah, mencapai Rijalallah, dengan berbekal ilmu

syariat dan ilmu hakikat yang diperkuat oleh al Qur’an dan as sunah serta

mengikuti jejak ulama pewaris nabi dan ulama yang telah terdidik oleh mursyid

sebelumnya dan mendapat izin dari guru di atasnya untuk mengajar umat. Guru

yang dimaksud adalah guru yang hidup sezaman dengan murid dan mempunyai

tali keguruan sampai nabi Muhammad Saw. Guru yang demikian itu adalah yang

sudah Arif Billah, tali penyambung murid kepada Allah, dan merupakan pintu

bagi murid masuk kepada istana Allah. Dengan demikian guru merupakan faktor

yang penting bagi murid untuk mengantarkannya menuju diterimanya taubat dan

dibebaskannya dari kelalaian.

“Guru bertindak sebagai pemimpin yang bukan hanya mengajar serta

mengawasi kehidupan lahiriah belaka, yang bukan hanya membimbing

dalam kehidupan lahiriah dan bertarekat saja, melainkan sebagai seorang

murid”(I Hanafi R: 1990: 21)

“Guru atau Syeikh dalam tarekat merupakan orang pilihan, yang sudah

berhasil menjalankan dan menguasai pokok-pokok ajaran utama sampai

terakhir dalam tarekat (I Hanafi R: 1990:21)

Selanjutnya setelah dari tingkatan Guru ataupun Syekh yaitu Syekh Muda

untuk laki-laki atau Syarifah untuk wanita, yang merupakan tingkatan bagi murid

yang telah menyelesaikan tingkatan dari ajaran Tarekat Naqsyabandiyah.

Setelah dari Syekh Muda dan Syarifah tingkatan berikutnya yaitu

Khalifah. Khalifah disini diperuntukkan untuk gelar bagi laki-laki saja yang

diartikan sebagai murid-murid yang menyebarkan Tarekat Naqsyabandiyah ke

Universitas Sumatera Utara

Page 52: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

38

masyarakat umum. Dimana biasanya dilakukan dengan melakukan dakwah

diberbagai tempat-tempat pengajian.

2.2.1 Sejarah Singkat Tarekat Naqsyabandiyah Al-Kholidiyah

Jalaliyah

Tarekat Naqsyabandiyah didirikan oleh seorang tasawuf terkenal yang

berasal dari Bukhara yaitu Syekh Bahaudin Syah Naqsyabandia yang lahir pada

tahun 717 Hijriyah, tarekat ini dijadikan bukan hanya sebagai pengembangan ilmu

Islam yang memiliki cara-cara tertentu disetiap bagiannya tetapi memiliki tujuan

yang sama yaitu tetap beribadah dan mengamalkan ajarannya di jalan Allah dan

semata-mata karena Allah SWT.

Tarekat merupakan suatu jalan atau cara untuk mendekatkan diri kepada

Allah, dengan mengamalkan ilmu tauhid, fikih, dan tasawuf (Said: 1999:

6).

Bukan hanya sebagai ilmu bagian dari Islam, tarekat juga memiliki

pemahaman sebagai lembaga atau organisasi.tarekat yang menjadi kelembagaan

memiliki beberapa jenis, diantaranya yaitu Tarekat Naqsyabandiyah. Nama dari

Naqsyabandiyah dikenal dalam dunia Islam pada abad ke 7 Hijriyah setelah Nabi

Muhammad SAW wafat.

Tarekat Naqsyabandiyah ialah tarekat Nabi SAW yang diajarkan dan

diasuh Bahauddin Syekh Naqsabandi, dan diamalkan oleh murid-

muridnya. Dalam prakteknya ia mengamalkan ilmu yang tiga, yakni ilmu

tauhid, fikih dan tasawuf, dan mengasuh murid-muridnya

mengamalkannya. (Said: 1999: 8)

Usaha kaum sufi dalam menyebarkan tarekat di Indonesia sangatlah besar.

Hal ini disebabkan karena pemimpin dari agama Islam di Indonesia merupakan

Syekh-Syekh Tarekat dan guru-guru suluk. Di Indonesia tarekat ini berkembang

pesat sejak tahun 1840 oleh Syekh Jalaluddin di Minangkabau. Setelah itu

Universitas Sumatera Utara

Page 53: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

39

dilanjutkan oleh menantu beliau bernama Syekh Kadirun yang lahir di Pangkalan

Brandan pada 1917 dan wafat pada Mei 2002 yang merupakan pemimpin Tarekat

Naqsyabandiyah Khalidiyah di Sumatera Barat (Mufid: 2006: 248).

Tarekat berasal dari bahasa Arab, Thoriq. Thoriq yang artinya jalan

petunjuk dalam melakukan sesuatu ibadah dengan ajaran yang ditentukan

oleh sahabat dan tabiin, turun temurun sampai kepada guru-guru, sambung

menyambung dan rantai berantai. (I Hanafi R: 1990: 10)

Tarekat Naqsyabandiyah merupakan suatu jalan untuk membentuk jiwa

dengan luas seperti lautan. Ciri yang menonjol dari Tarekat Naqsyabandiyah

adalah pertama, diikutinya syariat secara ketat, keseriusan dalam beribadah.

Kedua, upaya yang serius dalam mempengaruhi kehidupan dan pemikiran

golongan penguasa serta mendekatkan Negara dengan agama.

Naqsyabandiyah sendiri berasala dari dua suku kata yakni “naqsy” artinya

ukiran atau gambar yang dicap pada sebatang lilin atau benda lainnya dan

“badun” yang artinya samudera. Pengertian ini dimaksudkan bahwa tugas

utama dari tarekat ini adalah mengukir hati manusia yang luas dengan

kalimah Allah. (sumber: artikel sejarah singkat Pesantren Al-Wasliyah

Thariqat Naqsyabandiyah al Khalidiyah Jalaliyah)

DR. Syekh Salman Da’im mendirikan juga memimpin Tarekat

Naqsyabandiyah Al-Kholidiyah Jalaliyah yang berpusat di Desa Bandar Tinggi

sejak tahun 1960 pada bulan Januari dan mendirikan rumah suluk pada tahun

1970 sebagai tempat ibadah bagi para pengikut tarekat juga untuk

mengembangkan ajaran Tarekat Naqsyabandiyah, sekaligus sebagai pusat

perkembangan Tarekat Naqsyabandiyah Al-kholidiyah Jalaliyah.

Adapun ilmu Tarekat Naqsyabandiyah yang diperoleh DR. Syekh Salman

Da’im awalnya berasal dari Syekh Muhammad Zein Siregar pada tahun 1958 di

Laut Tador. Kemudian beliau kembali belajar tarekat dari Tuan Syekh Muhamad

Daud Rokan di Basilam pada tahun 1960. Lalu beliau diamanahkan untuk

Universitas Sumatera Utara

Page 54: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

40

meneruskan ilmu tarekat kepada Syekh Muhammad Ali pada tahun 1962. Setelah

belajar dari Syekh Muhammad Ali. Beliau dipertemukan oleh Prof. Dr. Syekh H.

Jalaluddin untuk kembali menimba ilmu tarekat pada tahun 1965, dan beliau pin

menamatkan 17 tingkatan ilmu tarekat yang berasal dari Prof. Dr. Syekh H.

Jalaluddin dan meneruskan silsilahnya.

Awal berdakwah menyebarkan Tarekat Naqsyabandiyah pada tahun 1960

oleh DR. Syekh Salman Da’im, yang pada mulanya memiliki murid sebanyak 7

(tujuh) orang. Murid-murid tersebut berasal dari wilayah sekitar Bandar Tinggi.

Pada tahun tersebut tarekat belum dibuka untuk umum, namn masyarakat umum

yang ingin beribadah diperbolehkan melaksanakan ibadah di mushalla Tarekat

Naqsyabandiyah.

Adapun ilmu tarekat yang dikembangkan oleh Tarekat Naqsyabandiyah

Al-Kholidiyah Jalaliyah yang dipimpin oleh DR. Syekh Salman Da’im ini ialah

ilmu Fiqih dengan mazhab Imam Syafi’i dan tiga imam lainnya, ilmu Tauhid

dengan mazhab Abu Hasan Al-Asy’aridan, dan ilmu Tasawuf dengan mazhab

Junaid Al-Bagdadi dan Bahauddin Al-Bukhari Naqsabandi.

Pada awal penyebaran Tarekat Naqsyabandiyah yang dilakukan oleh DR.

Syekh Salman Da’im melalui dakwah. Dimana dakwah tersebut pertama kali

dilakukan dengan belajar di bawah pohon-pohon rindang dan menghadapi

berbagai kendala. Pada umunya kendala yang dialami merupakan masalah dana

dan juga alat transportasi untuk berdakwah, selain itu kendala lain di tempat

dakwah merupakan kehidupan warga yang lebih mengutamakan kehidupan

duniawi.

Universitas Sumatera Utara

Page 55: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

41

Setelah berkeliling ke daerah-daerah untuk berdakwah menyebarkan

Tarekat Naqsyabandiyah, yang pada awalnya antara desa dengan desa. Kemudian

perlahan berkembang antara kabupaten dengan kabupaten hingga lebih luas lagi

penyebaran dakwah yang dilakukan hingga ke mancanegara seperti Singapura,

Thailand dan lain-lain. Sehingga untuk memudahkan para pengikut Tarekat

melakukan kegiatan ibadah salah satunya ialah ibadah suluk maka dibangunlah

rumah ibadah suluk disetiap daerah yang memiliki banyak pengikut dari tarekat

yang dipimpin oleh DR. Syekh Salman Da’im.

Salah satu rumah ibadah suluk Tarekat Naqsyabandiyah Al-kholidiyah

Jalaliyah ini berada di kelurahan Marendal I Kecamatan Patumbak Kabupaten

Deli Serdang yang berbatasan dengan Kota Medan. Rumah ibadah suluk ini

berdiri di atas tanah seluas lebih kurang 2 Ha yang mana tanah yang digunakan

untuk membangun rumah ibadah suluk ini merupakan tanah bekas lahan

perkebunan yang dikelola oleh PTPN II atau dulunya merupakan lahan PTPN IX.

Rumah ibadah suluk ini resmi difungsikan untuk melaksanakan kegiatan ibadah

suluk pada saat dipenghujung tahun 2012.

2.2.2 Silsilah Tarekat

Perkembangan Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia boleh dikatakan

sangat pesat. Masuknya Tarekat Naqsyabandiyah ke Indonesia berawal dari para

pelajar Indonesia yang menuntut ilmu di Makkah. Syekh Yusuf Makassari (1626-

1699) dianggap sebagai orang pertama yang memperkenalkan Tarekat

Naqsyabandiyah di Nusantara. Setiap tarekat harus memiliki silsilah atau garis

keguruan yang sampai kepada Nabi Muhammad SAW. Tarekat Naqsyabandiyah,

Universitas Sumatera Utara

Page 56: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

42

merupakan salah satu tarekat mukhtabar, yaitu tarekat yang diakui dan patut

dihormati karena garis keguruannya sampai kepada Nabi Muhammad SAW.

Adapun haqiqat ilmu Thariqat Naqsyabandiyah ini menurut informasi

yang penulis dapatkan, datang dari Allah SWT dzat Yang Maha Suci, suruh

berikan akan Jibril AS, kepada Seorang Hamba-Nya lagi Nabi-Nya, semulia-

mulia makluk dan imam seluruh Rasul ialah :

1. NABI MUHAMMAD SAW

Kemudian daripadanya diturunkan pula kepada seorang sahabatnya lagi

kekasihnyaa dan dialah orang yang mula-mula memeluk agama Islam dari pihak

laki-laki serta dia juga selaku penggantinya ialah :

2. SAYYIDINA ABU BAKAR SIDDIQ , RA

Kemudian turun pula haqiqat Ilmu Thariqat Naqsyabandiyah ini kepada

sahabatnya, dan dialah orang Azam yang mula-mula masuk agama Islam padahal

dia seorang Raja di Negeri Persi ialah :

3. SAYYIDINA SALMAN AL FARISI , RA

Kemudian turun pula kepada anak cucu dari Sayyidina Abu Bakar Siddiq

dan dialah yang sangat `Alimnya serta berhimpun kepadanya Ilmu Syariat dan

Ilmu Haqiqat, telah terbit daripadanya Khalifah-Khalifah dan `Ulama-Ulama yang

sangat masyur yaitu :

4. SAYYIDINA QOSIM BIN MUHAMMAD BIN ABU BAKAR

SIDDIQ, RA

Kemudian turun pula kepada orang yang sangat wara`nya lagi `alimnya,

ialah :

Universitas Sumatera Utara

Page 57: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

43

5. IMAM JA`FAR SIDDIQ, Q.S

Kemudian turun pula rahasia ilmu Thariqat ini kepada orang yang sangat

`alim sejak kecilnya, digelar orang :

6. ABU YAZID AL BUSTAMI, Q.S

Kemudian turun pula kepada orang yang `alim lagi wara` berhimpun

kepadanya ilmu Syariat yang zahir dan yang bathin ialah :

7. ABU HASAN KHARQANI, Q.S

Kemudian turun pula rahasia ilmu Thariqat ini kepada sahabatnya lagi

muridnya, yang sangat `alimnya , ialah :

8. ABI ALI PERMADI, Q.S

Kemudian turun pula Ilmu Thariqat Naqsyabandiyah ini kepada seorang

yang sangat wara`nya serta telah terbit daripadanya Khalifah-Khalifah yang

sangat besar yang memegang negeri , ialah:

9. SYEKH YUSUF HAMDANI, Q.S

Kemudian diturunkan pula rahasia Ilmu Thariqat ini kepada muridnya

yang sangat baik adabnya serta lemah lembut perangainya digelar orang :

10. SYEKH ABDUL KHALIQ FAJDUANI, Q.S

Kemudian turun pula kepada muridnya lagi Khalifahnya yaitu :

11. SYEKH `ARIF RIYUKURI, Q.S

Kemudian turun kepada seoarang yang sangat `alim sejak kecilnya dan

berhimpun padanya Ilmu Zahir dan Bathin, ialah :

12. SYEKH MAHMUD ANJIRI.

Kemudian turun kepada muridnya ialah :

Universitas Sumatera Utara

Page 58: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

44

13. SYEKH ALI RAMITAMI.

Kemudian turun kepada seorang yang wara` dan zahid pada dunia karena

semata-mata berharap kepada Dzat Tuhannya, ialah :

14. SYEKH MUHAMMAD BABASSAMASI.

Kemudian turun pula kepada :

15. AMIR KULALI.

Dialah guru dari Ilmu Thariqat ini. Kemudian turun pula daripadanya

kepada seorang yang sangat `alim dan Lautan Ilmu laduni yang Nuroni, yang

kemudian dialah Imam Ilmu Thariqat Naqsyabandiyah ini dan telah terbit dari

padanya beberapa `ulama-`ulama besar dan pemimpin-pemimpin negeri serta

lautan Ilmu Ma`rifat, digelar orang :

16. SYEKH BAHAUDDIN SYAH NAQSYABANDI.

Kemudian turun pula kepada muridnya lagi Khalifahnya yaitu :

17. SYEKH ALAUDDIN ATHARI.

Kemudian turun pula kepada :

18. SYEKH YA`KUB JARKHI.

Kemudian kepada seorang yang sangat bijak bestari lagi sangat alimnya

ialah :

19. SYEKH ABDULLAH AHRARI SAMARKANDI.

Kemudian turun pula kepada muridnya lagi Khalifahnya :

20. SYEKH MUHAMMAD ZAHIDI.

Kemudian turun pula ilmu Thariqat ini kepada muridnya yaitu :

Universitas Sumatera Utara

Page 59: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

45

21. SYEKH DARWIS MUHAMMAD.

Kemudian turun dari padanya kepada seorang yang wara` dan `alim lagi

lautan ilmu dunia dan akhirat ialah :

22. SYEKH MUHAMMAD KHAUZAKI AMKANAKI.

Kemudian turun pula kepada.

23. SYEKH MUHAMMAD BAQI BILLAH.

Kemudian dari padanya turun pula kepada :

24. SYEKH AHMAD FARUQI SARHINDI.

Kemudian dari padanya turun pula Haqiqat Thariqat ini kepada seorang

yang sangat `alimul Robbani lagi luas dadanya dan dalam fahamnya yaitu :

25. SYEKH MUHAMMAD MA`SUM

Kemudian turun pula dari padanya kepada :

26. SYEKH SYAIFUDDIN

Kemudian turun pula dari padanya kepada seorang yang sangat baik

kasyafnya, terbuka kepadanya rahasia alam semesta ini dan terbit dari padanya

beberapa orang `alim, digelar orang :

27. SYEKH NUR MUHAMMAD BADAWANI

Kemudian turun kepada :

28. SYEKH SYAMSUDDIN JANJANANI.

Kemudian kepada :

29. SYEKH ABDULLAH DAHLAWI.

Kemudian kepada :

Universitas Sumatera Utara

Page 60: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

46

30. MAULANA SYEKH KHALID QURDI.

Kemudian turun pula Haqiqat Thariqat ini kepada seorang yang sangat

`alim sejak kecilnya yaitu:

31. SYEKH ABDULLAH EFFENDI.

Kemudian turun dari padanya kepada :

32. SYEKH SULAIMAN QURMI.

Daripadanya turun pula Haqiqat Ilmu Thariqat Naqsyabandiyah ini kepada

seorang yang sangat wara`nya dan sangat `alimnya dan istiqomah di Jabal Qubis

Makkah dan telah terbit dari padanya beberapa `ulama-`ulama dan Syekh-Syekh

yang besar yang memegang negeri dan lahir dari padanya beberapa Wali-Wali

Allah yang sangat makbul doa`nya dan berguru kepadanya seorang Wali Qutubuz

Zaman yang menjadi ikutan `ulama-`ulama negeri jawi yaitu :

33. SYEKH SULAIMAN ZUHDI.

Kemudian turun pula ilmu Thariqat Naqsyabandiyah ini kepada

Khalifahnya lagi gantinya yang istiqomah di Jabal Qubis dan berguru pula

kepadanya pengarang surat ini yaitu :

34. SYEKH ALI RIDHA.

Dan dari padanya turun pula rahasia Ilmu Thariqat ini kepada muridnya

yang sangat arif lagi seorang ulama Ilmu Thariqat Naqsyabandiyah yang maha

mulia ini serta ulama Thariqat Naqsyabandiyah yang telah menyatukan semua

ulama-ulama Thariqat di negeri Nusantara ini dan terbit dari padanya Syekh-

Syekh besar dan Wali-Wali Allah yang sangat mahsyur di negeri Jawi ini dan

telah menciptakan buku-buku Thariqat Naqsyabandiyah sebanyak 104 buah buku

Universitas Sumatera Utara

Page 61: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

47

yang akhirnya buku-buku itu menjadi pegangan bagi Syekh-syekh yang memegan

negeri , yang digelar orang dengan :

35. BUYA PROF.DR.SAYYIDI SYEKH HAJI JALALUDDIN

Kemudian turun pula rahasia Ilmu Thariqat Naqsyabandiyah yanga sangat

mulia ini kepada muridnya lagi Khalifah yang sangat tertib adabnya serta lembut

tuturnya, kuat pendirian dan aqidahnya yang senantiasa siang dan malam

mengharapkan ridha dan Magfirah Tuhannya.

36. BUYA DR. SYEKH SALMAN DA`IM.

Beliau Silsilah Thariqat Naqsyabandiyah yang ke-36 sesudah Rasulullah.

Dan Beliau juga adalah selaku Mursyid Thariqat Naqsyabandiyah Bandar Tinggi,

Simalungun , Sumatera Utara dan selaku Guru Besar Ilmu Thariqat dan suluk di

negeri Nusantara ini serta telah terbit dari padanya beberapa Syekh-Syekh yang

besar dan Ulama-ulama Intelektual di Negeri ini.

Buya DR. Syekh Salman Da’im selaku Mursyid Thariqat Naqsyabandiyah

Al Khalidiyah Bandar Tinggi Simalungun Sumatera Utara dan Selaku Guru Besar

Ilmu Thariqat dan Suluk di negeri Nusantara ini.

2.2.3 Organisasi Sosial

(Amsyari: 1985: 62) menuliskan Organisasi Islam yang ada sekarang

hendaknya lebih menyadari peran mereka sebagai kelompok sosial yang

berkompetensi dengan kelompok non Islam dalam memberi corak atau warna

sosial di Indonesia.

Sehingga dengan kehadiran tarekat sebagai organisasi keIslaman tentu saja

harus memahami benar-benar peran yang dilakukan organisasi-organisasi

Universitas Sumatera Utara

Page 62: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

48

tersebut. Peran yang tentunya tidak hanya mementingkan pihak kelompok tetapi

lebih memntingkan pihak masyarakat luas guna membangun Islam dalam kondisi

sosial masyarakat Indonesia.

(Amsyari: 1985: 62) menuliskan organisasi Islam harus berpikir, bersikap

dan bertindak sebagai kelompok sosial yang memiliki cita-cita sosial yang Islami,

serta memiliki kemampuan yang disegani untuk membuat konsep-konsep

pembangunan sosial dan memberlakukan konsep-konsep sosial Islami mereka.

Konsep Islam yang dimaksud sebagi bentuk jaminan memberikan

kesejahteraan bagi masyarakat secara lahir dan batin sesuai dengan janji Allah jika

mengamalkan ibadahnya mka kehidupan yang tenang dan damai yang akan

didapat. Tidak hanya itu saja, organisasi Islam ini juga harus memiliki kesiapan

untuk memberi pengorbanan menuju cita-cita sosial tersebut.

Sehingga untuk menunjang konsep Islam tersebut maka DR. Syekh

Salman Da’im juga mendirikan Madrasah Diniyah Awaliyah, Madrasah

Tsanawiyah, Qismul Ali dan Madrasah Aliyah untuk mengenyam pendidikan

formal dalam sarana memperkenalkan Tarekat Naqsyabandiyah dikalangan

pelajar generasi muda. Selain itu juga keinginan untuk mengembangkan Tarekat

Naqsyabandiyah lebih luas ke seluruh nusantara hingga mancanegara, maka dari

itu untuk mencapai target ini telah dicetuskan visi misi antara lain:

VISI

1. Menyiapkan dan mencetak Al’Ulama ul’ aqifun atau Al’aqifunal

ulama (Neo Sufisme)

Universitas Sumatera Utara

Page 63: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

49

2. Membangun dan meningkatkan kewirausahaan yang mantap dan

global

MISI

1. Mensosialisasikan dan mengembangkan Tarekat Naqsyabandiyah

ke seluruh nusantara dan mancanegara dalam rangka membentuk

Neo Sufisme

2. Menjalin dan meningkatkan kerjasama antara ulama dan umara

3. Meningkatkan kualitas kehidupan umat melalui sektor

kewirausahaan yang mantap dan global.

2.3 Fasilitas Tarekat

Dalam mendukung cita-cita ataupun harapan dari suatu kelembagaan,

maka diperlukan sarana ataupun fasilitas yang sesuai dan memadai dengan

maksud mendukung atas berdirinya suatu kelembagaan, dalam hal ini lembaga

yang dimaksud merupakan tarekat. Secara khusus fasilitas fisik sangat besar

peranannya atas keberlangsungan dinamika dalam suatu tarekat, yang juga agar

dapat mengikuti arus laju kecanggihan jaman yang semakin dinamis dan agar

tetap bisa bersaing di-era modern.

Dengan memperhatikan dan juga menimbang nilai-nilai yang terdapat

dalam visi dan misi Tarekat Naqsyabandiyah Al-kholidiyah Jalaliyah ini, maka

pendiri tarekat ini membangun fasilitas yang sejalan dengan pandangannya dan

juga dengan memperhatikan kemajuan jaman yang semakin canggih di-era

modern ini. Secara umum fasilitas yang disediakan merupakan fasilitas ibadah

pada awalnya agar para jemaah yang belajar ilmu tarekat ini dapat dengan nyaman

Universitas Sumatera Utara

Page 64: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

50

dan khusyuk dalam melakukan ibadahnya, dikarenakan tujuan awal berdirinya

tarekat ini untuk beribadah mendekatkan diri kepada Allah SWT yang secara

khususnya dengan melakukan zikir dengan pemahaman yang dipelajari oleh

pendiri tarekat dari guru sebelumnya. Kemudian seiring dengan berkembangnya

jaman, pendidikan formal dianggap menjadi faktor penting agar eksistensi dari

tarekat ini tetap bisa terjaga, maka pendiri tarekat ini mulai mendirikan sarana

pendidikan formal. Selain itu juga tersedia koperasi yang merupakan bagian dari

tarekat ini juga.

Pada tahapan penyediaan fasilitas tentu memiliki proses yang dilalui dalam

penyediaan fasilitas yang awalnya hanya apa adanya saja hingga pada tahapan

fasilitas yang membuat nyaman. Untuk saat ini keberadaan fasilitas sekolah

formal dan koperasi masih berada di pusat perkembangan Tarekat

Naqsyabandiyah Al-kholidiyah Jalaliyah yang terletak di Bandar Tinggi,

sedangkan fasilitas untuk melakukan beribadah telah memadai untuk di beragam

wilayah yang wilayahnya banyak menjadi jema’ah tarekat. Khususnya di

Marendal sendiri fasilitas majelis untuk shalat dan tawajuh, aula, ruang istirahat

untuk waktu menjalankan ibadah suluk, dapur umum, serta kamar mandi telah

tersedia dan termasuk dalam kategori yang nyaman bagi jemaah yang akan

beribadah. Selain itu di Marendal sendiri nantinya akan membangun pesantren

sebagai sarana pendidikan sekolahh formal, dan juga menyusul pembangunan

fasilitas lainnya yang dianggap sesuai dengan lokasi.

Walaupun pusat tarekat berada di Bandar Tinggi, akan tetapi

pembangunan akan sarana fasilitas untuk mendukung perkembangan tarekat akan

Universitas Sumatera Utara

Page 65: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

51

menyebar kesetiap wilayah yang dianggap pantas oleh pendiri tarekat. Dimana

setiap awal pembangunan fasilitas tarekat disuatu tempat merupakan

pembangunan fasilitas ibadah suluk. Kemudian dilanjutkan dengan pembangunan

beberapa fasilitas yang dianggap penting terlebih dahulu dan sesuai dengan

kondisi tempat pembangunan.

2.4 Peserta Tarekat

Agar berjalannya suatu kelembagaan yang terbentuk, tentu harus terdiri

dari pengurus dan anggota kelembagaan. Sehingga pada suatu tarekat yang

terbentu perlu ada jemaah ataupun pengikut yang dengan maksud agar

membuktikan bahwa ada individu yang sepaham dengan pemahaman tarekat.

Disamping itu juga, jemaah pada suatu tarekat diperlukan agar dapat

mengembangkan ajaran maupun pengaruh yang berasal dari suatu tarekat,

sekaligus juga membuktikan bahwa ajaran dari tarekat yang dimaksud merupakan

ajaran yang dapat dicerna dan sesuai dengan kehidupan yang dibuktikan melalui

jemaah yang telah terlibat pada tarekat yang dimaksud tentunya. Secara tidak

langsung, peranan dan banyaknya jumlah jemaah pada suatu tarekat juga sebagai

pembuktian bahwa berkembangnya suatu tarekat.

Pada umumnya, banyak isu ataupun kabar beredar yang menyatakan

bahwa jika ingin mempelajari ilmu dalam tarekat haruslah sudah berumur 40

tahun, dikarenakan agar peserta yang akan mempelajari ilmu dari tarekat akan

lebih memiliki waktu yang banyak dan juga sudah menjalani pengalaman hidup

sebelumnya sebagai suatu bahan pertimbangan akan perbuatan yang pernah

dilakukannya, ada juga yang menyatakan agar peserta yang ingin mempelajari

Universitas Sumatera Utara

Page 66: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

52

ilmu tarekat pada umur tersebut sudah bijaksana ataupun telah dewasa, juga ada

yang mengalaskan jika pada umur 40 (empat puluh) tahun pengalaman ilmu

agamanya sudah dikatakan cukup umtuk mempelajari ilmu di dalam tarekat. Akan

tetapi alasan tersebut menjadi suatu hal yang membuat suatu tarekat menjadi tidak

berkembang secara maksimal jika menerapkan syarat tersebut. Sehingga Tarekat

Naqsyabandiyah Al-kholidiyah Jalaliyah memahami syarat akan hal tersebut dan

mulai menyesuaikan dengan perkembangan zaman, sehingga peserta dari tarekat

ini merupakan berbagai kalangan dan beragam lapisan usia, singkatnya yang telah

dewasa menurut biologis dan tentunya yang sesuai dengan ajaran agama Islam.

Sehingga tidak ada batasan umur untuk siapa saja yang ingin mempelajari ilmu

dari tarekat ini. Juga tidak ada batasan latar belakang seseorang yang ingin

mempelajari ilmu tarekat ini.

Akan tetapi secara khusus, untuk mencapai visi dan misi dari tarekat ini.

Peserta yang menjadi sasaran agar dapat bergabung kedalam tarekat ini

merupakan kalangan pelajar, mahasiswa, karyawan, pegawai, profesional,

pengusaha maupun beberapa kalangan tertentu, maka dari itu untuk melancarkan

visi dan misi yang ada maka tarekat ini mempersilahkan untuk bergabung bagi

semua kalangan yang ingin belajar ilmu tarekat tanpa memandang batasan usia.

2.4.1 Syarat Menjadi Jemaah Tarekat Naqsyabandiyah Al-Kholidiyah

Jalaliyah

Untuk dapat bisa bergabung dan menjadi bagian dari suatu keorganisasian,

maka ada syarat ataupun prosedur tertentu yang diterapkan oleh suata

kestrukturan organisasi yang ada, dan hal syarat tersebut menjadi suatu proses

yang harus dilaksanakan oleh siapapun yang ingin menjadi bagian dari suatu

Universitas Sumatera Utara

Page 67: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

53

organisasi yang dimaksud. Dimana pada umumnya, prosedur yang diterapkan oleh

suatu organisasi untuk dapat dipenuhi oleh setiap calon anggota merupakan

gambaran secara ringkas mengenai organisasi tersebut.

Begitu juga dengan tarekat ini, agar seseorang bisa untuk dapat bergabung

menjadi jemaah ataupun peserta dalam Tarekat Naqsyabandiyah Al-kholidiyah

Jalaliyah ini, calon peserta ataupun jemaah harus menjalankan tahapan ataupun

proses yang telah diterapkan oleh tarekat ini, dan tentu saja atas bimbingan dari

orang yang diberi amanah untuk membimbing calon jemaah yang akan

bergabung.

Secara singkat, calon jemaah yang akan mengikuti amalan dari ilmu

tarekat ini harus melakukan bai’at kepada mursyid ataupun jema’ah dari tarekat

yang telah diperbolehkan oleh mursyid untuk bisa membai’at orang lain. Bai’at

secara singkat bisa diartikan dengan meng-Islamkan kembali orang yang akan

mengikuti ajaran dari tarekat, yang walaupun sebenarnya calon jemaah yang akan

bergabung dalam tarekat telah beragama Islam sebelumnya. Akan tetapi Tarekat

Naqsyabandiyah Al-kholidiyah Jalaliyah memandang ke-Islaman calon jemaah

merupakan ke-Islaman yang dijalaninya dari lahir, bukan atas kesadaran dirinya

sendiri. Sehingga perlu adanya pengakuan atas ke-Islaman dari setiap jemaah

Tarekat Naqsyabandiyah Al-kholidiyah Jalaliyah ini dengan kesadaran diri dan

karena telah dewasa dan bertanggung jawabnya seseorang untuk menjalani

kehidupan maupun kehidupan bertarekat. Untuk melakukan bai’at calon jemaah

akan melalui beberapa tahap, yang secara singkat calon jema’ah akan melakukan

mandi taubat menggunakan air yang telah dicampur dengan air jeruk purut.

Universitas Sumatera Utara

Page 68: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

54

Setelah mandi taubat, calon jema’ah dipersilahkan untuk membersihkan badan

dan mengambil wudhu untuk bersiap melaksanakan shalat sunah. Setelah

melakukan shalat sunah calon jema’ah akan menghadap seseorang yang akan

mem-bai’at. Selepas melakukan tahapan bai’at, maka calon jema’ah tadi akan

menjadi jema’ah tarekat dan telah melekat pula kewajiban padanya ataupun adab

yang berupa peraturan-peraturan tertulis dari tarekat maupun yang tidak tertulis,

dimana peraturan tersebut berasal dari pembimbing jema’ah tersebut ataupun

orang lain yang berhak menyampaikan sehingga harus dipatuhinya.

Dalam setiap tahapan menuju bai’at, calon jemaah akan terus dibimbing

oleh seorang jemaah yang telah ditunjuk oleh yang akan mem-bai’at. Setiap

jema’ah yang terlibat dalam pem-bai’at-an akan langsung meletakkan posisinya

yang sesuai dengan ketentuan yang telah dipelajarinya dalam ajaran tarekat,

karena setiap jema’ah akan terikat pada adab yang berlaku dalam tarekat.

Universitas Sumatera Utara

Page 69: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

55

BAB III

KULTUR TASAWUF

3.1 Kultur Tasawuf

Tasawuf adalah dimensi esoteris dalam Islam. Dengan demikian, maka

pemahaman yang benar tentang tasawuf merupakan satu keniscayaan dalam upaya

memahami Islam secara utuh, karena Islam adalah agama yang memperhatikan

keseimbangan antara spiritualitas dan intelektualitas, antara kesucian hati dan

kecanggihan intelektual. Di samping memandang pentingnya kesucian hati, Islam

juga sangat menghargai akal pikiran. Ia akan terlihat kering dengan dominasi

pemikiran yang berlebihan, dan akan terlihat kurang ‘ilmiah’ karena yang

normatif dalam tasawuf. Kesulitan utama di dalam memahami tasawuf secara utuh

adalah pertama karena esensi tasawuf yang bersifat intuitif subjektif, ia adalah

pengalaman rohaniah yang hampir tidak mungkin dijelaskan secara tepat melalui

kata-kata. Setiap orang mempunyai pengalaman berbeda dengan yang lain, dan

setiap orang juga mempunyai cara pengungkapan pengalaman rohani (spiritual

experience) yang berbeda pula.

Dari sinilah kemudian muncul definisi tasawuf yang beragam, sehingga

tidak memberikan gambaran yang utuh dan sebenarnya. Hal ini kemudian

dipersulit lagi oleh perkembangan historis tasawuf yang mengalami berbagai fase,

dan dalam wilayah budaya yang bervariasi. Pada setiap fase dan kultur,

kemunculan tasawuf terlihat hanya sebahagian dari unsur-unsurnya saja sehingga

penampilannya tidak utuh dalam suatu ruang dan waktu yang sama. Dan unsur-

Universitas Sumatera Utara

Page 70: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

56

unsur yang berserak itulah kemudian disusun secara sistematis dalam satu disiplin

ilmu yang disebut tasawuf. Satu disiplin ilmu yang tumbuh dari pengalaman

spiritual yang mengacu pada kehidupan moralitas yang bersumber dari nilai-nilai

Islam. Namun demikian, betapapun sulitnya merumuskan definisi tasawuf, upaya

ke arah itu sudah banyak dilakukan oleh para sarjana muslim dan non muslim.

Salah satu upaya untuk memahami tasawuf, adalah melalui pemahaman terhadap

karakteristik tasawuf pada umumnya. Berdasarkan kajian terhadap tasawuf dari

berbagai alirannya, ternyata tasawuf memiliki lima ciri khas. Pertama, tasawuf itu

memiliki obsesi kebahagiaan spiritual yang abadi. Kedua, tasawuf adalah

pengetahuan langsung yang diperoleh melalui tanggapan intuisi (kasyf). Ketiga,

adanya peningkatan kualitas moral melalui serial latihan yang keras dan

berkelanjutan. Keempat, adanya konsep fana’, peleburan diri pada kehendak

Tuhan. Kelima, penggunaan kata simbolis dalam pengungkapan pengalaman

spiritual sufistik.

“.. Buya merupakan salah satu dari tiga murid Buya Jalaluddin yang

diberi wasiat untuk meneruskan tarekat ini. Akan tetapi kedua murid Buya

Jalaluddin lainnya kini telah wafat, sehingga Buya merupakan satu-

satunya penerus tarekat ini yang murni. Sebab pada saat Buya Jalaludin

memberi wasiat umur Buya masih sekitar duapuluh tahun sementara dua

murid Buya Jalaluddin lainnya telah berumur empatpuluh tahun..”

(wawancara dengan Kh. Muhammad, 12 Desember 2016)

Dari petikan wawancara tersebut dapat dipahami bahwa tarekat ini

merupakan tarekat yang silsilahnya langsung dari Mursyid sebelumnya, dimana

ajaran dan terapan tarekat pada masa Mursyid Jalaluddin hingga saat ini masih

diterapkan, walaupun kini cukup banyak perubahan yang dilakukan oleh Mursyid

yang memimpin saat ini yang dikarenakan adaptasi terhadap nilai-nilai tarekat

Universitas Sumatera Utara

Page 71: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

57

yang pernah dipelajari dan juga kemajuan zaman. Selain itu dapat diketahui juga

bahwasannya dalam upaya mempertahankan dan juga mengembangkan pengaruh

tarekat ada satu strategi yang dilakukan, yaitu dengan memberikan wasiat kepada

seseorang bahkan lebih untuk dapat melanjutkan pengaruh dari tarekat pada

generasi selanjutnya. Disamping itu agar dapat diketahui juga bahwasannya

semakin banyaknya varian dari setiap tarekat yang ada, disebabkan karena bentuk

adaptasi terhadap ajaran-ajaran yang dianut oleh seorang Mursyid yang menjadi

pimpinan dari suatu tarekat ketika masih menimba ilmu tarekat, dimana cukup

banyak murid dari suatu tarekat memiliki lebih dari satu guru yang membimbing,

hal tersebut terjadi karena agar murid dapat menimba lebih banyak ilmu dan juga

dapat melihat dunia luas dengan beragam, dan juga tentunya atas izin dari guru

yang sebelumnya. Karena izin dari seorang guru merupakan adab dalam tarekat

disamping itu jika seorang murid ingin menimba ilmu pada seorang guru yang

baru tanpa izin dari guru yang sebelumnya maka guru yang baru akan menolak

sang murid, karena dianggap telah melanggar adab, juga sang murid akan terkena

sanksi nantinya. Seperti bunyi kutipan wawancara ini :

”..banyak murid Buya Jalaluddin yang mendirikan tarekat baru, yang

tentu saja atas izin dari Buya Jalaluddin sebagai gurunya. Juga banyak

varian tarekat yang lahir dari tarekat ini yang juga tentunya murid yang

ingin belajar tarekat lain atas izin dari Buya Jalaluddin..” (wawancara

dengan Kh. Muhammad, 12 Desember 2016)

3.2 Suluk Sebagai Prakter Tasawuf

Suluk yang diterapkan oleh Tarekat ini tetap dapat memperbolehkan

jama’ahnya melakukan rutinitas sehari-hari, namun harus tetap menjaga adab

yang berlaku juga yang disesuaikan dengan tempatnya selama melaksanakan

Universitas Sumatera Utara

Page 72: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

58

kegiatan ibadah suluk, agar tetap terjaga dan juga ingat bahwasanya sedang dalam

keadaan beribadah yaitu suluk.

Dalam hal ini untuk penyesuaian ibadah suluk sesuai dengan

perkembangan zaman dan tentu saja sebagai upaya memberikan pelayanan kepada

masyarakat maka dikenal beberapa terapan suluk, diantaranya:

3.2.1 Suluk Periodik

Suluk dilaksanakan dirumah ibadah suluk yang pada umumnya dilakukan

pada setiap awal bulan kalender Muharam, sistem suluk ini dilaksanakan minimal

selama 10 hari atau lebih.

“Berbeda dengan suluk saat ini, dulu masih suluk kelas ‘ekonomi’, tempat

tidur yang ukurannya kecil dan masih pakai kelambu, kalau ketika tidur kaki tidak

sengaja keluar dari kelambu pasti dipukul, tidur gak bisa nyenyak karena banyak

kepinding”. (wawancara dengan SM. Khairil Anwar, 1 Januari 2017)

Dari pernyataan tersebut dapat dipahami bahwa suasana ibadah suluk

dahulu yang tidak nyaman dan sangat berbeda dengan situasi saat ini. Selain itu

pengawasan yang dilakukan oleh pembimbing yang ditunjuk oleh Mursyid

sangatlah ketat. Selain itu tempat istirahat ketika ibadah suluk dahulu masih

mengenakan kelambu dan ukuran tempat tidur yang kecil sehingga ruang gerak

yang terbatas, dan juga kebersihan pada sekitar maupun tempat istirahat yang

tidak terjada secara maksimal, karena banyaknya serangga yang ditemukan

ditempat istirahat khususnya.

3.2.2 Suluk Reguler

Suluk reguler merupakan penerapan suluk pertama yang dilakukan oleh

DR. Syekh Salman Da’im terhadap pengikut tarekat ini, sistem suluk ini

dilakukan setiap hari dan setiap saat. Suluk reguler ini dilaksanakan selama 10,

Universitas Sumatera Utara

Page 73: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

59

20, 30 hingga 40 hari. Pelaksanaan suluk reguler ini dilaksanakan di rumah ibadah

suluk pusat perkembangan Tarekat Naqsyabandiyah Al-kholidiyah Jalaliyah,

Bandar Tinggi. Adapun gelar yang diberikan untuk rumah ibadah suluk yang

berada di Bandar Tinggi ialah “Suluk yang berkekalan”, karena setiap harinya

pasti selalu ada jama’ah yang melaksanakan suluk di Bandar Tinggi ini.

3.2.3 Suluk Executive

Suluk Executive dilaksanakan di Asrama Haji Medan, di Gedung

Sibolangit awalnya dan juga Sukabumi, Jawa Barat. Suluk ini dibuka sejak tahun

2001 dan telah menghasilkan tenaga-tenaga da’i professional. Suluk ini

dilaksanakan selama 5 hari tanpa mengganggu aktifitas kerja keseharian. Para

peserta suluk biasanya berprofesi sebagai pegawai, karyawan, pebisnis, atau

profesi lainnya diberikan kesempatan untuk bekerja atau mengelola bisnisnya

namn tetap memenuhi aturan ataupun ketentuan yang berlaku untuk juga

memenuhi adab suluk.

Untuk saat ini di Medan khususnya telah didirikan rumah ibadah suluk

executive yang berada di Marendal I, sehingga rutinitas kegiatan ibadah suluk

lebih nyaman, selain itu bagi para jama’ah yang bekerja khususnya diwilayah

Medan masih dapat melakukan kegiatan sehari-hari seperti biasa. Sehingga

jama’ah yang ingin melakukan ibadah suluk exeutive pada setiap awal bulan

kalender masehi akan mengunjungi tempat ibadah yang berada di Marendal ini.

“Marendal menjadi tempat suluk favorit bagi jama’ah tarekat yang mau

melaksanakan ibadah suluk, khususnya bagi jama’ah yang mau mengejar

tingkat kaji. Karena pelaksanaan khabar yang pasti dilakukan sebanyak

dua kali dalam lima hari”. (wawancara dengan Kh. M. Siddiq 1

Januari 2017)

Universitas Sumatera Utara

Page 74: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

60

Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa lokasi ibadah suluk

Tarekat Naqsyabandiyah Al-kholidiyah Jalaliyah yang berada di Marendal

merupakan tempat yang cocok untuk jama’ah yang mau menyelesaikan tingkat

kaji yang diamalkan, karena khabar yang pasti dan dilakukan sebanyak dua kali

dalam lima hari pelaksanaan suluk eksekutif.

3.2.4 Suluk Hajat

Suluk Hajat dilaksanakan atas permohonan khusus bagi jama’ah atau

masyarakat luas dalam rangka tujuan khusus jama’ah ataupun masyarakat

tersebut. Pelaksanaan suluk hajat ini diatur khusus oleh Mursyid (pemimpin)

3.2.5 Suluk Musafir

Suluk musafir ini dilakukan oleh pengikut tarekat ini yang dalam keadaan

musafir dan dalam rangkan melaksanakan ibadah haji ke Baitullah.

Semua aktifitas suluk yang dipaparkan diatas tentunya dibimbing dan

diawasi oleh guru atau Mursyid yang memeriksa dzikir yang diamalkan oleh salik

(orang yang sedang melaksanakan ibadah suluk). Bila suluk yang dikerjakan

mencapai hasil yang baik maka selanjutnya akan ditingkatkan kajinya, maka dari

itu seseorang diberikan tambahan amalam untuk dikerjakan sebagai pelengkap

amalan sebelumnya.

Disinilah fungsi suluk sebagai sarana ibadah yang berperan meningkatkan

kualitas sumber daya manusia, karena dengan hati yang bersih memiliki

pandangan hidup dan pola pikir yang positif, memiliki wawasan lingkungan,

hidup bahagia tanpa membebankan orang lain dan berusaha terus meningkatkan

kualitas kinerja dan spiritual dalam hidupnya.

Universitas Sumatera Utara

Page 75: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

61

Dalam suluk ini tingkat dari kaji seseorang bisa dianikkan sesuai dengan

kesungguhan untuk beramal, dan juga dari sinilah kelebihan seorang guru yang

mampu melihat dengan tepat keberhasilan muridnya dalam mengamalkan kajinya.

Maka semua itu kembali kepada diri pribadi seorang salik apakah benar-benar

bersungguh-sungguh dalam menjalankan dzikir atau tidak.

Metode suluk dengan berbagai jenis seperti penjelasan di atas dilakukan

dengan mengingat bahwasannya setiap individu memiliki kehidupan duniawi

yang tidak bisa ditinggalkan secara penuh. DR. Syekh Salman Da’im merupakan

yang pertama mengajarkan dan membuat prosedur tentang pelaksanaan suluk

tersebut. Tentu saja metode yang diterapkan oleh beliau memberikan kemudahan

bagi para pengikut tarekat untuk tetap melaksanakan ibadah suluk khususnya

walaupun dalam kondisi bekerja.

Metode suluk ini telah dilaksanakan sejak tahun 1922 hingga sekarang ini.

Metode ini tentunya berbeda dengan cara suluk pada umumnya yang tidak boeh

meninggalkan rumah suluk selama menjalani ibadah dan harus senantiasa berada

di rumah suluk hingga selesai masa suluknya. Adapun izin yang diberikan kepada

peserta suluk tidak sembarangan waktu boleh keluar dari rumah suluk. Izin

tersebut diberikan kepada para peserta suluk yang melakukan tugas untuk mata

pencaharian sehari-hari dan setelah pekerjaannya selesai pada hari itu juga maka

kembali lagi ke rumah suluk untuk melanjutkan ibadah suluk.

Meskipun metode suluk yang diterapkan bisa dilaksanakan sambil bekerja,

namun perlu persiapan yang matang dengan mental dan iman yang kuat. Karena

lingkungan tempat aktifitas bekerja tidak sama dengan suasana rumah ibadah

Universitas Sumatera Utara

Page 76: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

62

suluk, dimana semua komunitas yang ada berstatus sama. Ditambah dengan adab

yang harus dipatuhi ketika keluar dari rumah suluk lebih berat tantangannya.

Walaupun begitu, prinsip dasar suluk tetap sama yaitu menjalani ibadah yang

dibimbing oleh guru/mursyid dengan mengikuti adab-adab yang ditentukan agar

dapat menghampiri diri sedekat-dekatnya kepada Allah SWT.

Dalam sistem suluk ini tentu saja disesuaikan dengan kondisi zaman,

sehingga tidak ada kesan seseorang yang melakukan ibadah menjadi penyebab

berkurangnya mata pencahariannya. Tidak hanya itu saja, sistem suluk ini juga

memberikan manfaat yang cukup besar bagi para jama’ah yang melaksanakannya

karena bisa bertambah ilmu hakikat untuk membentuk hati nurani yang bersifat

mahmudah yang akhirnya menuju peningkatan iman dan taqwa.

Pelayanan yang diberikan Tarekat Naqsyabandiyah Al-kholidiyah

Jalaliyah terhadap masyarakat diharapkan dapat membentuk Neo Sufisme yang

bertanggung jawab terhadap masalah masyarakat serta menjadi teladan bagi

generasi seterusnya. Karena sistem suluk yang diterapkan tidak menyalahi aturan

adab atau ketentuan dalam suluk karena tarekat ini dan suluk telah dikondisikan

dengan sedemikian baik dan tidak goyah.

Adapun hal-hal yang dicapai dalam suluk diantaranya:

1. Menjadi manusia yang memiliki kualitas yang baik

2. Rajin ibadah dan teguh pendirian

3. Mampu menjelaskan kepada masyarakat tentang keunggulan

komperatif dari tarekat

4. Mampu mendidik anak-anak dengan baik

Universitas Sumatera Utara

Page 77: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

63

5. Menciptakan manusia yang tetap ingat dan hadir hatinya pada Allah

dimana saja baik dalam kondisi bagaimanapun

6. Memotivasi umat dalam bekerja sesuai professi masing-masing

Tidak hanya dalam hasil yang dicapai dalam melaksanakan suluk, adapun

hikmah suluk yang bisa didapatkan yaitu:

1. Menambah ilmu pengetahuan dan wawasan

2. Meningkatkan motivasi dan gairah ibadah

3. Menciptakan insan yang taat pada Allah

Ilmu yang diperoleh dapat diajarkan secara transparan kepada siapa saja.

3.3 Suluk Tarekat Naqsabandiyah

Suluk secara harfiah berarti menempuh (jalan). Dalam kaitannya dengan

agama Islam dan sufisme, kata suluk berarti menempuh jalan (spiritual) untuk

menuju Allah. Menempuh jalan suluk (bersuluk) mencakup sebuah disiplin

seumur hidup dalam melaksanakan aturan-aturan eksoteris agama Islam (syariat)

sekaligus aturan-aturan esoteris agama Islam (hakikat). Ber-suluk juga mencakup

hasrat untuk Mengenal Diri, Memahami Esensi Kehidupan, Pencarian Tuhan, dan

Pencarian Kebenaran Sejati (ilahiyyah), melalui penempaan diri seumur hidup

dengan melakukan syariat lahiriah sekaligus syariat batiniah demi mencapai

kesucian hati untuk mengenal diri dan Tuhan.

Suluk ialah mengasingkan diri dari keramaian atau ke tempat yang

terpencil, guna melakukan zikir di bawah bimbingan seorang syekh atau

khalifahnya selama waktu 10 hari atau 20 hari dan sempurnanya adalah 40 hari.

Universitas Sumatera Utara

Page 78: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

64

Tata cara bersuluk ditentukan oleh syekh antara lain; tidak boleh makan daging,

ini berlaku setelah melewati masa suluk 20 hari. Begitu juga dilarang bergaul

dengan suami atau istri; makan dan minumnya diatur sedemikian rupa, kalau

mungkin sesedikit mungkin. Waktu dan semua pikirannya sepenuhnya diarahkan

untuk berpikir yang telah ditentukan oleh syekh atau khalifah.

Sebelum suluk ada beberapa tahapan yaitu; Talqin dzikir atau bai'at dzikir,

tawajjuh, rabithah, tawassul dan dzikir. Talqin dzikir atau bai'at dzikir dimulai

dengan mandi taubat, bertawajjuh dan melakukan rabithah dan tawassul ketika

akan memulai dzikir.

Suluk dalam dunia tasawuf juga dinamakan dengan khalwat. Khalwat

dilakukan untuk memperoleh pemutusan hubungan dengan dunia luar dan

pemfokusan pemikiran sehingga terciptalah suasana konsentrasi kepada al Haq

(zat yang maha benar) dan pengikhlasan hati. Untuk mencapai tujuan tersebut,

maka syarat-syarat dalam adab-adab tertentu harus dilaksanakan dalam rangka

mencapai perbaikan niat, pemikiran dan kesadaran dimana satu sama lain saling

terkait.

Muhamad Mahdi menjelaskan bahwa syarat-syarat pada tiap-tiap tahap

untuk mencapai kesempurnaan ruhani seperti meninggalkan adat istiadat,

pengawasan, kesadaran, niat, sikap diam dan rasa lapar. Semuanya itu memiliki

hubungan dalam melaksanakan khalwat. Hakekat keterputusan dan

menghilangkan berbagai halangan serta menghindari hal-hal yang menghambat

konsentrasi dianggap terkumpul di dalamnya.

Universitas Sumatera Utara

Page 79: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

65

Selanjutnya pada tahap (diam, rasa lapar, meninggalkan tradisi dan

budaya, serta mengikhlaskan niat), dimana si penempuh spiritual menyucikan

mulutnya dengan sikap diam dan suasana jiwanya dengan rasa lapar, dan niat

dengan penjernihan pikiran dan perilakunya dengan meninggalkan adat istiadat

dan budaya serta menyiapkan lahan untuk khalwat. Karena tujuan pada tahap-

tahap ini ialah mencapai keadaan keterputusan hubungan dengan orang lain. Maka

jelaslah bahwa khalwat dari manusia yang pergaulan dengan mereka akan

menyebabkan tidak tercapainya tujuan ini, akan memberikan suatu hasil yang

positif. Pergaulan dengan manusia dan tumpukan persoalan boleh jadi tidak akan

mendatangkan konsentrasi, suasana spiritual dan keterputusan.

Namun harus disadari bahwa khalwat bagi orang-orang yang berjalan

menuju kesempurnaan, kebahagiaan ruhani, dan hakekat insani termasuk hal yang

penting. Selama maksud khalwat belum terwujud, maka lahan pengkonstrasian

tidak menjadi siap, begitu juga kemajuan, kejernihan hati, dan keikhlasan batin

tidak akan pernah bisa diraih. Jika demikian maka penempuh ruhani tersebut tidak

dapat menjadikan perjalannya berada di satu garis dan menuju orientasi ilahi. Ia

mengaruhi hidupnya dengan penuh kegoncangan, kegelisahan dan kebimbangan.

Adapun tugas-tugas sosial seperti pergaulan, persahabatan dan

mengajarkan akhlak tidaklah menghilangkan makna dari khalwat tersebut.

Apabila masyarkat adil dan tercipta kota idaman, maka manusia berada dalam

keadaan kematangan. Pendidikan dan pengajaran, penyempurnaan, perjalanan

menuju kebahagiaan, pencapaian hakekat, pencarian makrifat dan spiritual di

Universitas Sumatera Utara

Page 80: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

66

masyarakat seperti ini dianggap sebagai ibadah, ketaatan kepada Allah dan

sebagai sarana untuk kesadaran dan kemajuan.

Para penempuh ruhani melaksanakan, tugas-tugas individual dan sosial

yang terkait dengannya, setelah melaksanakan khalwat khusus, selanjutnya ia

melaksanakan khalwat umum. Hendaklah ia menunaikan dengan niat tulus dan

keikhlasan penuh. Ia tidak boleh hanyut di tengah-tengah arus masyarakat yang

rusak, bodoh, tidak sadar, tidak teliti, dan bebas. Sehingga dalam realitas

kehidupan yang penuh dengan dosa ada orang-orang suci yang menjadi teladan

dalam masyarakat.

Pengikut tarekat yakin bahwa orang mampu melaksanakan zikir dengan

benar maka jiwanya akan bersih dari berbagai halangan yang mengganggu

aktifitas ibadah. Dengan sendirinya tertanam pada seorang salik sifat-sifat

psikologis yang cenderung senantiasa ingin beribadah kepada Allah.

Nilai psikospritual ini akan menuntun dan membetuk karakter sang salik

untuk lebih khusuk (konsentrasi penuh) dalam beribadah. Sehingga kenikmatan

zikir kepada Allah dirasakan oleh sang salik. Kenikmatan zikir inilah yang

membawa sang salik untuk selalu beretika dan bernorma sesuai dengan ajaran-

ajaran Islam.

Sebagian besar pengikut tarekat Naqsyabandiyah berpandangan bahwa

akhlak yang mulia pada seseorang merupakan pancaran dari ”cahaya” Tuhan yang

limpahkan kepada manusia. Manusia akan berakhlak mulia apabila nur Tuhan itu

mampu menyinari dirinya. Semakin terang cahaya tuhan menerangi jiwa manusia,

maka akan semakin luhur akhlak manusia tersebut. Oleh karena itu, dalam ajaran

Universitas Sumatera Utara

Page 81: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

67

tarekat Naqsyabandiyah akhlak yang mulia tidak bisa hanya dibuat oleh manusia,

tetapi harus ada campur ”tangan” Tuhan.

Pembentukan akhlak ini dapat diperoleh dengan mendekat diri pada Tuhan

melalui zikir. Zikir yaitu aktifitas melafalkan asma Allah atau dengan cara

mengingat Allah. Zikir dapat dilakukan dengan suara yang keras (jahr), suara

yang lunak, dan di dalam hati (khafi). Zikir jahar dilakukan dengan metode

mengeluarkan suara yang bisa didengar oleh orang yang berada disekitar salik.

Sedangkan zikir khafi khafi dilakukan dengan cara melafalkan nama Allah di

dalam hati sembari memejamkan mata.

Ucapan zikir terdiri dari dua bentuk, yaitu zikir Ism Zat dan Nafi Itsbat.

Zikir Ism Zat yaitu mengucapkan kata ”Allah” berulang-ulang di dalam hati

sembari mengingat Allah. Zikir Ism Zat ini dilakukan dengan jumlah zikir 5.000

kali, sampai 11.000 kali.

Sedang zikir nafi itsbat yaitu mengucapkan lafal ”La ilaha illallah” di

dalam didalam hati dengan metode yang diajarkan oleh mursyid sebanyak 70.000

kali sampai 490.000 kali.

Selama menjalankan suluk seorang salik dituntun oleh mursyid tentang

jumlah zikir ism zat dan nafi itsbat yang harus diucapkannya. Zikir dalam suluk

diawali dengan zikir ism zat sebanyak 5.000 kali, kemudian jumlah zikir itu akan

semakin bertambah berdasarkan ketentuan yang diatur oleh mursyid. Setelah

menyelesai zikir sampai pada tingkat 11.000 kali, kemudian zikir dilanjutkan pada

zikir nafi itsbat sebanyak 70.000 kali. Jumlah zikir ini pun terus bertambah

sampai 490.000 kali.

Universitas Sumatera Utara

Page 82: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

68

Selama menjalankan zikir, seorang salik dituntut untuk mematuhi adab

zikir. Zikir yang diucapkan tidak sesuai dengan adab berzikir akan menjadi

penghalang bagi salik untuk memperoleh dan merasakan kenikmatan berzikir.

Zikir yang sesuai dengan adab berzikir akan membuat seorang salik hanyut dalam

dunia keilahian. Ia akan merasakan kekuatan spritual (mistis force) dari lafal zikir

yang diucapkan. Kekuatan zikir ini mampu membuat seorang salik fana dan baqa.

Ketaatan dalam melaksanakan zikir akan membawa seorang salik pada

kecerdasan spritual. Berdasarkan pengalaman dan pengamalan para penganut

tarekat naqsyabandiyah, zikir juga berfungsi mengeluarkan sifat-sifat mazmumah

dari diri muzakkir, kemudian akan ddimasukkan oleh Allah Swt dalam diri sang

salik sifat-sifat mahmudah. Sehingga terbentukkan akhlakul karimah pada diri

seorang salik. Sifat tersebut akan mengantar salik pada kecerdasan spritual.

Penganut tarekat yakin bahwa kecerdasan spritual yang dibentuk melalui

pelaksanaan zikir dalam suluk akan berdampak pada pola hidup sehari-hari. Yang

dengan sendirinya akan membentuk psikospritual yang luhur pada salik.

Dalam tarekat Naqsyabandiyah terdapat 3 tingkatan zikir. Ketiga tingkat

itu adalah (a) dzikir ism al-dzat, (b) dzikr al-lata’if, (c) dzikir nafi wa isbat.

Ketiga mazam zikir inilah yang harus dibaca oleh seorang salik ketika melaksana

suluk.

Selain zikir, dalam ajaran suluk juga terdapat ajaran wuquf. Wukuf secara

harfiyah (kebahasaan) berarti berhenti. Maksud berhenti disini yaitu berhentinya

seorang salik yang telah berzikir untuk memandang Allah SWT.

Universitas Sumatera Utara

Page 83: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

69

Ajaran terakhir pembentukan spritual dalam tarekat naqsyabandiyah yaitu

muraqabah. Muraqabah yaitu kesadaran yang terus menerus dari seorang hamba

Allah akan pengetahuan Allah pada semua keadaannya. Ahli muraqabah dapat

dibedakan dalam tiga keadaan, pertama, orang merasakan kehadiran tuhan dalam

setiap gerak dan tingkah lakunya. Kedua, orang yang beribadah seakan-akan

melihat Allah. Ketiga, orang menghindari semua pikiran jahat dan memasuk

pikiran baik dalam setiap olah pikirnya dalam rangka membentuk psikospritual

yang luhur.

Ketiga keadaan ini merupaka kunci bagi kenikmatan zikir dan pikir bagi

ahli salik yang menempuh jalan spritual. Selain itu, aktifitas muraqabah ini

dilakukan juga oleh salik dalam berbagai situasi dan kondisi. Karena dengan

muraqabah ahli tarekat akan merasa bahwa setiap aktifitasnya mendapat

pengawasan dan kontrol dari Tuhan. Pengawasan ini akan melahirkan suatu

akhlak mulia pada orang yang menjalankan ajaran tarekat.

3.3.1 Perkembangan Tarekat Naqsabandiyah Al-kholidiyah Jalaliyah

Pemikiran DR. Syekh Salman Da’im sebagai pendiri dari Tarekat

Nasyabandiyah Al-kholidiyah Jalaliyah merupakan hasil yang tercipta dari ide

atau gagasan yang dituangkan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam pemikiran ini

tentu terdapat ide-ide yang tercipta. Hal ini merupakan kodrat manusia yang telah

menjadi anugerah yang didapat dari Tuhan. Dalam hal ini pendiri tarekat ini

memiliki beberapa pemikiran dalam mengambangkan Tarekat Naqsyabandiyah

yang didirikannya, yang diantaranya tertuang dalam keunggulan comperative

Tarekat Naqsyabandiyah Al-kholidiyah Jalaliyah, yaitu:

Universitas Sumatera Utara

Page 84: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

70

1. Menempatkan dan mengimplementasikan adab Tarekat

Naqsyabandiyah dalam segala aspek kehidupan.

2. Menganugerahkan predikat Syekh Muda/ Syarifah bagi jama’ah yang

telah menyelesaikan 17 tingkatan mata pelajaran Tarekat

Naqsyabandiyah dan telah dinyatakan lulus dalam sidang Munaqasyah

oleh Dewan Mursyid Tarekat Naqsyabandiyah Al-kholidiyah Jalaliyah.

3. Memberikan kesempatan suluk bagi kalangan Eksekutife dan

Professional lainnya dengan menerapkan metode alternativee dan

sistem terapan yang sistematis.

4. Meningkatkan dan mengembangkan pelayanan terbaik bagi segenap

lapisan masyarakat dengan menawarkan dan menyediakan:

i. Tata ruang yang apik, sejuk dan nyaman

ii. Tata rias yang serasi dan mantap

iii. Tata busana yang rapi, sopan dan menarik serta Islami

iv. Tata boga yang sesuai selera, padat gizi dan memuaskan

v. Menyediakan sarana dan prasarana pendidikan dan rumah

ibadah yang layak huni serta memenuhi syarat kesehatan.

Selain dari keunggulan comperative tersebut, DR. Syekh Salman Da’im

juga memiliki pemikiran dalam hal mengembangkan ilmu Tarekat

Naqsyabandiyah bisa dimulai sejak dini, bukan dari umur 40 (empat puluh) tahun

ke atas. Selain itu DR. Syekh Salman Da’im juga berpendapat bahwa “Dalam

menjalani kehidupan, pengetahuan spiritual dan intelektual harus sama dan

sebanding”.

Universitas Sumatera Utara

Page 85: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

71

Adapun pengembangan metode dakwah yang dilakukan yaitu dengan

Tawajjuh Akbar yang disertai dengan Orasi Ilmiah dan Dialog Interaktif. Hal ini

dilakukan sebagai penyesuaian zaman untuk lebih menarik minat masyarakat agar

dapat bergabung dalam tarekat. Selain dari pengembangan metode dakwah yang

dilakukan, adapun cara berpakaian yang dimodifikasi untuk menarik perhatian

masyarakat terhadap tarekat ini. Cara berpakaian yang diterapkan tidak dengan

jubah besar layaknya yang diterapkan oleh tarekat-tarekat terdahulu. Pakaian yang

rapi dengan kemeja, memakai jas, dan juga memakai lobe dengan sorban

menambah rasa ingin tahu masyarakat tentang tarekat ini. Karena dengan

berpakaian yang rapi sesuai dengan zaman dan tentu saja sesuai dengan syariat

Islam, menimbulkan pendapat di masyarakat bahwasanya tarekat ini merupakan

orang-orang yang memiliki intelektual yang tinggi dan juga diimbangi dengan

spiritualitas, menjadikan konsep tarekat ini sebagai tarekat yang dapat bersaing

dalam modern ini.

Selain itu tarekat ini juga memilki beberapa aktivitas yang berbeda dengan

tarekat lainnya, untuk menunjukan eksistensi dari terakat ini. Dimana aktivitas

yang dimaksud merupakan peresapan dari tarekat lain seperti melaksanakan

Dzikir Syadziliyah untuk jama’ah yang akan melaksanakan hajatan, dimana

bentuk dzikir bukan ritual murni dari Tarekat Naqsyabandiyah melainkan

menganut dari paham kegiatan Tarekat Syadziliyah. Tarekat Naqsyabandiyah Al-

kholidiyah Jalaliyah ini juga melakukan aktivitas khas lainnya yaitu Tarhim

sebelum shalat fardu. Pelaksanaan Tarhim ini dilakukan oleh jama’ah tarekat pada

setiap majelis ataupun rumah ibadah Tarekat Naqsyabandiyah Al-kholidiyah

Universitas Sumatera Utara

Page 86: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

72

Jalaliyah secara langsung atau dengan kata lain tidak memakai kaset yang umum

dijumpai pada masjid ataupun mushalla. Jama’ah akan mengumandangkan

Shalawat Tarhim dan juga Munajat khususnya pada saat sebelum shalat subuh dan

juga sebelum shalat maghrib. Pengumandangan Munajat ini berisi lantunan pujian

pada silsilah yang dimulai dari Mursyid saat ini hingga ke Rasulullah, hal ini

merupakan bentuk adopsi dari Tarekat Naqsyabandiyah yang berada di Basillan

yang didirikan oleh Tuan Guru Syekh Abdul Wahab Rokan yang sekaligus

menjadi pencipta dari munajat ini.

Hal tersebut menunjukan bahwa keterbukaan Tarekat Naqsyabandiyah Al-

kholidiyah Jalaliyah ini terhadap ilmu-ilmu dari tarekat lainnya yang dianggap

pantas untuk diamalkan, yang tentu saja dapat disesuaikan dengan nilai-nilai

Tarekat Naqsyabandiyah itu sendiri. Juga sebagai salah satu strategi untuk

menyebarluaskan ajaran dari tarekat ini agar dapat diterima oleh masyarakat luas.

Selain itu hal ini menunjukan bahwa tarekat ini dapat berbaur dengan kondisi

terkini dan situasi dari arus perubahan zaman, tanpa harus menghilangkan

identitas asli dari tarekat, melainkan untuk menambah varian warna dalam ilmu

tarekat.

3.3.2 Sistem Suluk

Dalam hidup ini manusia selalu dihadapkan dengan berbagai macam

persoalan hidup baik duniawi maupun akhirat. Terkadang manusia yang terlalu

sibuk dengan urusan duniawi dan lupa terhadap urusan akhirat, yang merupakan

kehidupan utama yang akan dijalani. Untuk mencapai kehidupan akhirat yang

baik, maka dunia merupakan jalan menuju kesana. Karena apabila seseorang

Universitas Sumatera Utara

Page 87: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

73

beramal ibadah dengan baik, maka akhirat akan mendapatkan kehidupan yang

baik juga.

Maka dari itu untuk memberikan kehidupan yang baik, maka pemimpin

sekaligus pendiri tarekat ini dalam pemikirannya untuk mengembangkan tarekat

yang didirikannya memberikan metode untuk meningkatkan kualitas spiritual

seseorang yaitu melalui ibadah suluk. Suluk merupakan metode atau cara

mendekatkan diri dengan Allah SWT.

(Said: 1999: 60) menuliskan tujuan suluk adalah untuk lebih mendekatkan

diri kepada Allah, menjauhkan diri dari sesuatu yang melalaikan ingat kepada-

Nya.

“untuk lebih meningkatkan ilmu dalam bertarekat bisa dilakukan dengan

suluk. Suluk diartikan sebagai penyucian batin oleh dzikir. Biasanya jika

seseorang yang masuk dalam tarekat, suluk dikerjakan secara terpusat tidak boleh

melakukan hal apapun baik itu kegiatan sehari-hari ataupun rutinitas. Bisa

dibandingkan dengan kegiatan suluk yang dilakukan oleh tarekat-tarekat lain jika

suluk dilakukan 10, 20 bahkan 40 hari maka selama itu pula aktifitas yang

berhubungan dengan kehidupan duniawi ditinggalkan. Akan tetapi berbeda

dengan Tarekat Naqsyabandiyah Al-kholidiyah Jalaliyah ini, dimana jama’ah

tetap dapat bekerja walaupun dalam keadaan suluk”.

3.3.3 Sistem Dakwah

Islam yang madani disampaikan dengan keterangan dan penjelasan yang

santun memiliki tata krama dan jauh dari sifat anarkis. Untuk itu agar pemahaman

Universitas Sumatera Utara

Page 88: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

74

Islam dapat disalurkan dengan mudah dan jelas kepada masyarakat umum maka

ada 3 (tiga) cara dakwah yang bisa dilakukan, yaitu:

1. Dakwah bil lisan yaitu memberikan pengajaran atau keterangan agama

melalui pengajian, ceramah, diskusi, dan lain sebagainya. Dalam

metode ini seorang da’i mempunyai pengetahuan ilmu agama yang

memadai sebagai bekal dakwahnya sehingga materi yang diberikan

mampu diserap oleh masyarakat luas.

2. Dakwah bil hal yaitu memberikan petunjuk-petunjuk tentang hukum

agama agar dimengerti oleh orang lain bagaimana masalah itu bila

dipandang dari sudut pandang agama, seperti cara berpakaian, bertutur

yang sopan, hidup bertetangga dan lain sebagainya. Dalam hal ini

seorang da’i dituntut untuk mampu konsisten karena dakwah yang

disampaikan setiap waktu dan setiap tempat melalui gerak langkah

kehidupan dari diri pribadi seseorang da’i tersebut.

3. Dakwah bil mal yaitu dakwah dengan menggunakan harta benda

seperti membangun masjid, membangun sarana dan prasarana untuk

kemakmuran umat. Membiayai berbagai kegiatan agama. Dakwah

yang dilakukan ini umumnya diterapkan oleh orang yang telah mapan

ekonominya dan memiliki keikhlasan semata-mata karena Allah SWT,

bukan karena mengharap balasan duniawi dan pujian masyarakat.

Tentu saja orang yang mampu berdakwah dengan hal ini adalah orang

yang telah menyadari bahwasannya harta benda yang dimiliki

merupakan rezeki yang dititipkan kepadanya dan akan dimintai

Universitas Sumatera Utara

Page 89: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

75

pertanggung jawaban nantinya.

3.4 Keseimbangan Intelektual dan Spiritual

Keseimbangan intelektual dan spiritual yang dimaksud disini adalah

sinkronisasi antara kehidupan duniawi atas intelektual yang dimiliki seseorang

dengan kehidupan batin atas spiritual dalam diri seseorang. Menurut DR. Syekh

Salman Da’im “sebab, apabila seseorang hanya mementingkan kehidupan duniawi

akan menjadi manusia yang tidak memiliki ketenangan hati, sementara jika

seseorang yang hanya mementingkan dunia akhirat maka akan melahirkan

pertapa-pertapa modern yang bertindak atas nama agama.” Keseimbangan

merupakan kata kunci dari keberhasilan hidup di dunia.

Dalam hal ini intelektualitas para jama’ah atau pengikut Tarekat

Naqsyabandiyah Al-kholidiyah Jalaliyah diajarkan sejak dini dengan dibukanya

pendidikan formal yang telah dilakukan oleh DR. Syekh Salman Da’im.

Pendidikan formal yang dilakukan yaitu dengan pembangunan Madrasah Al-

wasliyah di Bandar Tinggi yang dimulai dari sekolah dasar hingga tingkat SLTA.

Hal ini untuk menunjang para jama’ah dalam pembelajaran ilmu agama juga

mendalami ilmu tarekat. Tidak hanya sebatas pendidikan sampai SMA, para

jama’ah atau pengikut juga mengikuti perkuliahan ditingkat perguruan tinggi pada

Strata 1 (S1) juga Strata 2 (S2). Ini merupakan salah satu metode yang diterapkan

oleh pendiri tarekat dalam meningkatkan kualitas intelektual para jama’ah.

Selanjutnya untuk mendapatkan SDM dengan baik tentunya tidak hanya

memiliki intelektual yang baik tetapi mesti diseimbangkan dengan spiritual yang

baik pula. Dalam ini spiritual dilakukan dengan dzikir dalam tarekat yang

Universitas Sumatera Utara

Page 90: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

76

dilakukan saat melaksanakan suluk dengan 17 tingkatan dalam tarekat yang

diajarkan oleh DR. Syekh Salman Da’im membuat para jama’ah memiliki kualitas

spiritual dalam dirinya.

3.4.1 Cara Berpakaian Dalam Tarekat

Dalam hal ini perubahan yang dilakukan oleh DR. Syekh Salman Da’im

terhadap cara berpakaian yaitu dengan pakaian yang rapi dengan kemeja, berjas

dan bersorban. Cara berpakaian ini sangat jarang diterapkan oleh tarekat lainnya

karena pada umumnya tarekat-tarekat yang berada di Indonesia memiliki cara

berpakaian dengan memakai jubah yang panjang, ataupun jubah dengan sarung.

Tentunya berbeda dengan penerapan cara berpakaian dari yang diterapkan

oleh pendiri tarekat ini, cara berpakaian yang diterapkan membuat kesan pada

masyarakat bahwasanya orang yang ikut dalam tarekat ini merupakan orang-orang

dengan intelektual yang baik. Karena seperti dalam kehidupan sekarang, orang-

orang yang berpakaian formal seperti menggunakan jas layaknya seorang yang

memiliki intelektual yang tinggi, tentunya dengan cara berpakaian seperti itu

otomatis para pengikut tarekat ini mengikuti cara berpakaian guru/ mursyidnya.

3.5 Tradisi Suluk Tarekat Naqsyabandiyah Al-kholidiyah Jalaliyah

Secara teoritis tradisi merupakan kebbiasaan-kebiasaan secara turun

temurun sekelompok orang atau masyarakat berdasarkan nilai-nilai budaya

masyarakat bersangkutan. Tradisis berkembang menjadi suatu sistem yang

memiliki pola dan aturan yang ada oleh sekelompok sosial jama’ah Tarekat

Naqsyabandiyah Al-kholidiyah Jalaliyah adalah beribadah.

Universitas Sumatera Utara

Page 91: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

77

Hidup sufistik secara tradisional dan historis sudah terdapat sejak masa

Nabi Muhammad SAW. Sehari-hari Rasulullah beserta keluarganya selalu hidup

sederhana dan menderita, disamping beliau menghabiskan waktunya untuk

beribadah dan berjihad dalam mendekati Tuhannya. Tradisi serupa telah diwarisi

oleh keluarga penerus beliau (ahl al-bait), yakni Sayyidina Ali Sayyidina Fatimah

beserta anak-anaknya.

Hampir semua para penulis sepakat dalam sejarah hidup Rasulullah

didapati suatu kondisi kehidupan yang penuh dengan kesukaran dalam rumah

tangganya sehari-hari. Bukan saja tidak terdapat perabot-perabot rumah tangga

yang mewah atau makanan yang enak, akan tetapi alat rumah tangga keseharian

pun sulit didapat. Jangankan makanan yang lezat, makanan sehari-haripun belum

tentu ada setiap hari. Alas tidurnya pun hanya terbuat dari anyaman daun kurma

yang selalu membekas pada pipi dan tubuh beliau setiap paginya. Makanan

keseharian yang bisa dihadirkan istri-istri beliau hanyalah roti kering yang terbuat

dari tepung gandum kasar dengan segelas air minum, sebutir sampai tiga butir

kurma. Dirumah beliau juga tidak terdapat meja makan sehingga mereka selalu

menghadapi hidangan dengan duduk diatas tanah. Itulah fakta yang tertulis dalam

sejarah kehidupan Nabi Muhammad dan ahl al bait (Sholikhin: 2009).

Dari paparan tersebut diatas dapat dipahami bahwa Nabi Muhammad-lah

yang pertama sekali memberikan contoh kesederhanaan yang menjadi doktrin

utama para sufisme. Kalaupun pada masa berikutnya membutuhkan penafsiran

kontekstual (dengan gerakan neo sufisme, yang akan disinggung dalam tulisan

Universitas Sumatera Utara

Page 92: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

78

ini) namn esensi peran dari keteladanan sufisme itu tidak akan bisa

dikesampingkan begitu saja.

Rasulullah pernah berdo’a: “Ya Allah, jadikanlah kehidupan dan

kenabianku faqir, dan bangkitkanlah aku dari kematian diantara orang-orang

fakir.” Pada hari kebangkitan, Allah berfirman, “hadapkanlah kepadaku hamba-

hambaku yang tercinta-Ku’ maka para Malaikat berkata,“ siapakah hamba-hamba

yang engkau cintai?. Lalu Allah menjawab, mereka yang fakir dan teraniaya

(Atjeh Abu Bakar, 1984).

Setelah Rasulullah berdo’a agar ia dihidupkan, dimatikan dan

dihimpunkan dengan orang miskin, Aisyah bertanya mengapa, Rasulullah

menjawab, “wahai Aisyah, karena mereka akan memasuki surga 40 musim

terlebih dahulu daripada golongan hartawan, Aisyah, janganlah engkau menolak

orang miskin. Berilah kepada si miskin meskipun sebutir buah kurma sekalipun.

Aisyah, cintailah mereka dan dekatilah mereka karena dengan demikian engkau

akan mendekati Tuhanmu pada hari kiamat (Sholikhin: 2009).

Kefakiran akan mendorong seseorang untuuk berpantang dari segala yang

diharamkan dan akan mendekatkan dirinya kepada Allah dalam keimanannya.

Sikap zahid ini disenangi para sufi sebab ada jaminan bagi orang-orang yang

beriman mengenai segala kecukupannya tentang dunia dan akhirat. Tentunya

tradisi kehidupan Nabi Muhammad SAW yang bercorak sufistik tersebut tidak

terlepas dari pernyataan ayat-ayat Al-quran.

Para salik abad-abad pertama kerap kali melakukan perjalanan

pengembaraan untuk menempurnakan perenungannya tentang ciptaan Allah agar

Universitas Sumatera Utara

Page 93: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

79

lebih bisa mendekatkan diri secara lebih intensif kepada Allah. Hal ini

dimaksudkan agar pada akhirnya, mereka bisa menemukan wajah Allah.

Maka yang dicari oleh para sufi adalah menemukan dan bernaung pada

wajah Tuhan itu. Jika seseorang semakin diuasai oleh dunia (materialistik, aturan

legal-formalistik tanpa spiritualitas) maka dia makin terasing dari hidupnya

(mencari makna hidup dengan berbagai hiburan yang sifatnya sementara).

Karenanya para sufi dengan doktrin tasawufnya justru mengendalikan dunia

dengan makna hidupnya. Jadi memang betul kata-kata kunci dari ilmu ini, yakni

tasawuf, sufi, syariah, hakikat, dan makrifat tidak kita temukan dalam Al-quran,

demikian pula pembagian diametris akidah, ibadah dan akhlak.

Tradisi tasawuf bermula dari aktivitas perseorangan dalam bidang

kerohanian, yakni pembinaan mental spiritual dalam rangka mencapai derajat

insan kamil. Dalam perkembangannya kemudian gerakan tasawuf meluas menjadi

gerakan terorganisasi yang dikenal dengan nama tarekat.

Kalau memang pada perkembangan berikutnya secara metodologis dan

historis ia bertem dengan corak linguistik mistik lain dan tentunya dengan cara

hermenuitis dengan wacana dan perspektif lain dalam pola penafsiran mistiknya

adalah sebagai ekses keseluruhan dan kontak peradaban Islam dengan peradaban

lain, seperti Yunani, Romawi dan lain sebagainya.bukan hanya tasawuf saja yang

mengalami pertemuan tersebut.

Dari keyakinan historis diatas jelas bahwa kehidupan sufi memasyarakat

sejak Rasulullah dan para sahabatnya. Kehidupan zuhud sudah kental dalam

kehidupan para sahabat, seperti Abu Bakar, yang mengenakan bajunya hanya

Universitas Sumatera Utara

Page 94: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

80

dengan peniti sehingga dikenal “sidua peniti”. Begitu juga dengan sahabat Umar

walaupun menjadi khalifah, hanya hidup dari roti dan minyak zaitun, pakaiannya

tidak berapa banyak sebagian ada yang bertambal sampai 12 tempat. Begitu juga

dengan sahabat Utsman bin Affan berpakaian yang sama dengan pembantunya

walaupun ia seorang yang kaya raya. Bahkan suatu hari saat sudah menjadi

khalifah beliau mencari kayu bakar sendiri dikebunnya.

Demikian pula dengan sahabat Ali bin Abi Thalib hanya memiliki sebuah

gubuk kecil untuk tempat tinggal. Jadi perilaku kesalehan dan kezuhudan itu

memudar pada masa kekhalifahan Bani Umaiyah yang secara licik merebut

kekuasaan (Arberry, 1981:35-36).

Tradisi-tradisi sufistik dapat diketahui dari kumpulan khutbah para

sahabat, terutama Umar bin Khattab (Muhammad Ahmad, 1996) dan yang paling

masyhur kumpulan kebijakan Ali bin Abi Thalib yang mengemukakan prinsip-

prinsip tauhid-sufistik.

Pada masa Rasulullah masih hidup, dikenalilah salah seorang sahabat

terkemuka dan zahid, yaitu Hudzaifah bin Yaman, yang banyak dikenal para

sahabat dan menjadi tempat bertanya tentang berbagai ilmu yang hanya diberikan

Rasulullah kepada Hudzaifah, termasuk sahabat Umar dan Utsman.

Hudzaifah menurut Al Makki memang dikaruniai banyak ilmu

pengetahuan, budi pekerti, humanistis, sosioligi, antropologii Arab, serta yang

terpenting paling mendalami himah-hikmah agama. Karenanya segala ilmu yang

pelik-pelik selalu ditanyakan kepada Hudzaifah pasca Rasulullah. Namun

Hudzaifah tidak pernah mengajarkan secara masal, kecuali beberapa sahabat besar

Universitas Sumatera Utara

Page 95: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

81

saja. Menurut Zaki Mubarak, itu menandakan bahwa sejak masa Rasulullah SAW

sudah ada jenis-jenis ilmu yang harus disiarkan dan yang harus disembunyikan,

hanya untuk kelompok dan orang-orang tertentu (al khawas). Kepada Hudzaifah

inilah Hasan al Bashri muda menuntut ilmu, yang kemudian menjadi imam para

sufi dan zahid (Sholikhin, 2009:115).

Hasan Bashri adalah seorang penasihat dan pembimbing kehidupan sufi

yang ulung, yang bersama-sama muridnya di era tabi’in menjadikan wacana

kehidupan sufi sebagai wacana masal. Ia adalah seorang tabi’in yang menjadi

guru pertama sufi dan mengajarkan sufi serta ilmu al hikmah kepada masyarakat.

Menurut pelaku sufi Al Bashrimerupakan orang yang menjadi teladan dan peletak

doktrin sabar, khusyu’ dan iffah (menjaga kehormatan atau integritas pribadi)

sehingga hidupnya hampir menyamai kehidupan Ibrahim (Sholikhin, 2009: 115).

Hasan Al Bashri inilah yang mula-mula merencanakan ilmu tasawuf. Ia

mengajarkan pengolahan hal-hal yang pelik, membuka zuhud, dan kesufian ilmu

kepada murid-muridnya. Memang sejak kecil ia dikenal sebagai orang yang selalu

dipuji oleh imam Ali sebagai orang yang bijaksana, dan Ali adalah peletak dasar

al hikmah, ini melalui kitab Nahj al Balaghahnya. Jika ia berbicara tentang hal-

hal yang batiniah, seakan tampaklah akhirat dihadapannya maka iapun berkata-

kata dengan musyahadah. Kala ia diam, sering ia seakan melihat api menyala

didepannya sehingga muncul rasa takut (Khauf) (Sholikhin, 2009:115).

Corak hidup kesufian itu terasa sangat urgen bagi kelangsungan nilai-nilai

Islam. Terutama semenjak berkuasanya Bani Umayyah dalam kekhalifahan Islam.

Agama saat itu hanyalah bercorak formalis legalistik sehingga meruntuhkan segi-

Universitas Sumatera Utara

Page 96: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

82

segi etika dan moral. Maka ketika wilayah lahir materialistik sudah menggila dan

terkooptasi oleh kekuasaan, tinggallah wilayah batin yang memiliki ruang gerak

kebebasan.

Selain Hasan al Bashri, pada periode ini juga terdapat seorang penyair sufi

pertama, Ahmad bin Asim al-Anthioki dari Anthioki yang lahir di Wasir (Irak)

tahun 140/757 dan wafat di Damaskus 215/830. Dialah pentolan pengarang sufi

terkemuka abad ke-3/ke-9, juga seorang guru rohani, suatu sisi tasawuf yang

sampai sekarang ini sangat penting karena dalam tasawuf tarekat yang

meniscayakan adanya seorang guru rohani, syekh, mursyid, pir dan sebagainya

(Nu’aym, Abu, tt: 254).

Gerakan kezuhudan menyebar keseluruh penjuru dunia muslim dari

Bashrah dan Kufah, menjadi gerakan populis karena tata konsistennya

menghadapi penyelewengan walaupun dilakukan oleh penguasa. Maka sering para

pengamat salah membuat teori bahwa tasawuf berasal dari gerakan politi oposisi.

Itulah akses tasawuf ketika bertemu dengan politik dan kekuasaan yang tidak

bersih. Jika pemerintah bersih seperti Umar II, tasawuf justru menjadi partner,

bukan oposan. Kezuhudan bukanlah sebagai sikap protes pada penguasa Umayyah

namun sudah taken for granted semenjak kehidupan Nabi dan para assabiqunal

awalun Makkah Madinah. Masalah kezuhudan menjadi tema penting dalam

kehidupan para sufi dan sering diperbandingkan dan disalahpahami sebagai

pembelokan sufistik oleh para pengkritik sufi dengan kisah Budha Gautama. Di

Bashrah juga muncul wanita pertama Rabi’ah al Adawiyah dengan doktrin cinta

Universitas Sumatera Utara

Page 97: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

83

Ilahiyah, yang tidak mau menikah karena kecintaannya kepada Allah (Aththar,

1978: 66).

Tokoh inilah yang disebut-sebut sebagai orang yang pertama sekali

memformulasian tentang idealitas seorang sufi dalam mengintegerasikan

kecintaannya kepada Allah. Rabi’ah tenggelam dalam kesadaran akan kedekatan

pada Tuhan. Pada masa itu Arab, Irak, Syiria, dan Khurasan telah sama-sama

mengambil bagian dalam pertumbuhan gerakan kezuhudan.

3.5.1 Aktivitas Dalam Suluk

Pemaknaan suluk sama dengan tarekat, yakni cara untuk mendekatkan diri

kepada Tuhan. Hanya saja kalau tarekat masih bersifat konseptual, sedangkan

suluk sudah dalam bentuk teknis operasional. Oleh karena itu, dalam dunia

tarekat, terminologi suluk dimaknai latihan atau riadhah berjenjang dan dalam

waktu tertentu dalam bimbingan guru tarekat. Orang yang mengikuti suluk itu

disebut salik. Tujuan awal dari suuluk adalah tazkiah an nafs yang secara

berjenjang al maqomat meningkatkan sampai tujuan akhir seeuai tradisi dalam

tarekat tertentu.

Merujuk kepada kenyataan bahwa kualitas spiritual dan religiositas salik

tidak selalu sama, disamping tujuan pelaksanaan suluk juga bersifat gradual, maka

teknis pada pelaksanaan suluk juga diformulasikan dalam beberapa tipe. Model

atau tipe suluk bisa dijumpai dalam tarekat berkisar pada empat jenis, yakni:

1. Suluk Dzikir, kegiatan pokok dalam suluk adalah dzikir yang diselingi

dengan ibadah sunnat lainnya sesuai dengan arahan mursyid. Suluk

model ini biasanya bertujuan untuk penyempurnaan pelaksanaan

Universitas Sumatera Utara

Page 98: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

84

ibadah.

2. Suluk riyadhah, suluk latihan fisik dan psikis untuk membangun

ketahanan rohani dan jasmani. Cara yang ditempuh biasanya dengan

mengurangi masa tidur, menekan dorongan hasrat-hasrat biologis,

sedikit bicara. Tujuan esensial dari model suluk riyadhah ini adalah

bersifat moralitas melalui penguasaan hawa nafsu.

3. Suluk Penderitaan, yakni suluk yang dijalani melalui berbagai

rintangan dan kesulitan yang menuntut keuletan dan keberanian,

kesabaran dan ketabahan. Suluk model ini biasanya dijalani melalui

pengembaraan atau berkelana keberbagai kawasan. Suluk penderitaan

ini mesti secara ragawi tetapi bisa juga dilaksanakan melalui

pengembaraan dan penjelajahan spiritualitas. Tujuannya lebih terfokus

pada pembajaan kepribadian yang merdeka, mandiri dan percaya diri.

4. Suluk Pengabdian, dalam hal ini pengabdian pada sesama, yaitu suluk

yang bersifat humanistik, bersifat satria yang bertuan tumbuh suburnya

rasa solidaritas dan cinta sesama makhluk Tuhan (Atjeh Abu Bakar,

1979: 105).

Apabila dilihat dari sisi lain, terutama dari aspek spiritualnya, ternyata

ditemukan perbedaan suluk pada tipe lain. Tampaknya perbedaan itu didasarkan

pada sasaran yang bersifat kejiwaan semata, yaitu:

1. Suluk tazkiah an nafs, penyucian jiwa dari berbagai sifat dan

kecenderungan yang jelek, yang disimbolkan sebagai “nafs al-

amarah”, jiwa yang didominasi hawa nafsu. Jiwa yang kotor itu

Universitas Sumatera Utara

Page 99: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

85

disulukkan untuk ditingkatkan kesuciannya ke kualitas “nafs al-

lawwamah” atau jiwa yang sudah terkendali. Kualitas jiwa yang paling

sempurna disebut “nafs muthmainah” atau jiwa yang tenang mapan

sehingga tercipta ke kondisi spiritual “dzikrullah”. Nampaknya

pelaksanaan suluk jenis ini tidak terikat dengan waktu, karena hanya

merupakan gerak spiritual secara gradual.

2. Suluk Qalbu, suluk hati, yakni pembebasan hati dari kecenderungan

pada kenikmatan kehidupan duniawi atau kenikmatan materialistik

bendawi.

3. Suluk Sirr, pengosongan pikiran dan persepsi yang dapat melemahkan

dan mengganggu ingatan kepada Allah.

4. Suluk Ruh, pencerahan ruh, mengisi jiwa dengan visi ilahiyah melalui

pendalaman rasa cinta kepada Allah (Zahri Mustafa, tt: 283).

Keragaman pengertian suluk dalam tarekat, terkait erat dengan

heterogenitas karakter dan tingkat kecerdasan pencari ilmu tarekat itu. Dalam

pelaksanaannya terlihat bahwa suluk dalam ribath paling digemari karena

lingkungannya kondusif untuk kegiatan sperti itu. Yang jelas dan pasti setiap

suluk dalam ragam manapun bertujuan sama, yakni menuntut salik ke satu tujuan

spiritual tertentu.

Mencari kejelasan seputas tarekat pada pembahasan terdahulu, nampaknya

tarekat adalah semacam komunitas basis, komunitas masyarakat yang memiliki

semangat keberagaman yang tinggi dan sungguh-sungguh dalam kebersamaan.

Komunitas masyarakat yang relative kecil dan sederhana tetapi cinta kedamaian

Universitas Sumatera Utara

Page 100: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

86

dan ketenangan. Sebagai suatu komunitas, maka dalam kebersamaan itu

berlangsung berbagai aksi dan refleksi aktivitas yang sangat efisien dalam

menggapai nilai dan moralitas menuju kehidupan yang bermakna. Dari sekian

banyak aksi dan refleksi dalam suluk, ada beberapa hal yang dinilai mendasar,

sesuatu yang mesti dijalani.

Aktivitas suluk sangat erat kaitannya dengan tarekat. Orang yang

melakukan suluk adalah orang yang mengikuti tarekat. Tarekat adalah jalan yang

ditempuh para sufi dan digambarkan sebagai jalan yang berpangkal dari syari’at,

sebab jalan disebut tharik (penempuh jalan). Menurut anggapan para sufi adalah

pendidikan mistik (tasawuf) merupakan cabang dari jalan utama yang terdiri dari

hukum-hukum Allah, tempat berpijaknya setiap muslim, sebagai jalan utama

adalah tempat pangkal tolak bagi muslim untuk berbuat perilaku. Tidak mungkin

ada jalan tanpa jalan utama itu.

Berdasarkan konsep ini pengalaman mistik tidak mungkin diperoleh tanpa

ketaatan terhadap perintah syari’at. Tarik atau anak jalan itu lebih sempit dan

lebih sulit dijalani serta membuat salik dan suluknya harus menempuh perjalanan

dengan bermacam-macam persinggahan (maqam) sehingga cepat atau lambat

salik dapat mencapai tujuannya berupa tauhid sempurna dalam bentuk pengakuan

dan penghayatan berdasarkan pengalaman mistis bahwa Tuhan adalah Maha Esa.

Dalam ajaran tasawuf terdapat maqam-maqam yang perlu dijalani oleh

seorang sufi atau calon sufi shingga ia mencapai puncak maqam tertinggi.

Sementara urutan maqam-maqam tersebut tidak selalu sama antara satu sufi

dengan sufi yang lain, namun yang umumnya mereka sebut ialah: tobat, zuhud,

Universitas Sumatera Utara

Page 101: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

87

sabar, tawakal, rela (rida), cinta (mahabbah), makrifah, fana dan baqo, serta ittihad

(manunggal dengan Tuhan meski dalam arti manunggal kehendak). Perbedan

urut-urutan maqam dikalangan sufi disebabkan oleh perbedaan pengalaman rohani

mereka masing-masing.

Untuk mencapai maqam-maqam tersebut, seseorang melakukan suluk

yang bentuk dan caranya disesuaikan dengan keadaan maqam yang akan dicapai.

Bentuk-bentuk suluk yang dilakukan antara lain sebagai berikut:

a. Peningkatan ibadah kepada Allah SWT. Bentuk ini diambil apabila si

salik diharuskan oleh guru (mursyid) nya untuk memperbaik

kekurangan dan kelemahan dibidang syari’at. Kegiatan yang dilakukan

ialah selalu sibuk dengan air wudhu dan shalat, sibuk dengan amalan-

amalan zikir dan wirid-wirid, dan melaksanakan aktivitas ibadah yang

hukumnya sunah dengan memperbaiki tata cara pelaksanaan dan

bacaan-bacaan yang diucapkan.

b. Riyadhah (latihan-latihan) dalam bentuk seperti betapa, mengurangi

makan, minum, tidur dan berkata-kata yang tidak bermanfaat.

c. Melakukan perjalanan yang melelahkan seperti masuk kedalam hutan,

bukit dan gunung, atau berjalan ke negeri-negeri yang jauh.

d. Gemar berbuat kebajikan, memberi pertolongan dan bantuan kepada

manusia, dan menghilangkan persasaan bangga karena kekayaan,

keturunan, atau kedudukan. Bentuk ini disebut tariq al khidmah wa

bazl al jah;

e. Latihan untuk menjadi pemberani dalam membela agama dan tidak

Universitas Sumatera Utara

Page 102: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

88

takut kepada siapapun kecuali Allah SWT. Suluk semacam ini disebut

Thariq al Mujahadah wa rukub al ahwal (Jalaluddin, 1987: 345).

Adanya perbedaan bentuk yang dilaksanakan di dalam aktivitas suluk

disebabkan oleh adanya perbedaan masalah dan keadaan yang dihadapi oleh para

salik. Suluk pada dasarnya adalah memperbaiki kekurangan-kekurangan

seseorang, sedangkan kekurangan yang dimiliki tiap orang tidak sama. Oleh

karena itu, seorang guru (mursyid) harus tahu kekurangan muridnya untuk dapat

menentukan bentuk suluk yang tepat. Salik tidak dapat menentukan sendiri jalan

di dalam tarekat, seorang murid tergantung dan harus taat kepada guru atau

mursyidnya.

Jadi pengertian suluk adalah pengamalam segala bentuk ibadah baik zahir

maupun batin dalam upaya mendekatkan diri kepada Allah SWT guna

mendapatkan keridhoan dan kasih sayang-Nya melalui pengenalan.

Setiap melakukan perbuatan harus terlebih dahulu mengetahui akan tujuan

dari perbuatan yang akan dilakukan mengetahui akan tujuan dari perbuatan yang

akan dilakukan. Sebagaimana dikatakan oleh Syekh H. Jalaluddin bahwa “tujuan

suluk ialah berkekalan ibadah zahir batin kepada Allah dan berkekalan hadir hati

serta Allah (berdzikrullah)”, (Jalaluddin, 1987: 205).

Melihat pernyataan tersebut bahwa tidak ada tujuan yang negatif

sebagaimana tanggapan sebagian masyarakat Islam bahwa suluk tidak pernah

dilakukan oleh Rasulullah. Ternyata dari hasil wawancara dengan Syekh Abul

Hasan Maturidi dari Malaysia yang sudah mengikuti suluk sejak tahun 2006

sampai sekarang masih menetap di Pondok Pesantren Tarekat Naqsyabandiyah

Universitas Sumatera Utara

Page 103: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

89

Al-khoidiyah Jalaliyah, banyak hal yang didapati dalam mengikuti kegiatan suluk

terutama hati tenang, dan ternyata saya lebih banyak sabar dan bersyukur

menerima dan qonaah terhadap masalah yang saya terima sekarang.

Selanjutnya menurut Ir. Ahmad Sugih Arto Pujangkoro, MM sebagai

Dosen di Universitas Sumatera Utara yang juga sudah menjadi jama’ah tarekat ini

sejak tahun 2002 mengatakan bahwa selama mengikuti suluk, batin ini menjadi

tentram dan banyak masalah yang dapat diselesaikan dengan ketenangan, bahkan

masalah rezekipun semakin melimpah, dan semakin banyak bersyukur kepada

Allah, maka semakin berlipat ganda dan hati semakin tenang. Menggunakan harta

yang dititipkan Allah SWT rasanya semakin bermanfaat. Hidup ini semakin

nikmat apabila kita tahu mensyukurinya.

Nilai anutan tarekat yang berakat dari tasawuf dan berdaun tasawuf pula.

Apabila tasawuf diposisikan sebagai seperangkat ilmu yang digali melalui

penjelasan esoteris, maka tarekat dapat diposisikan sebagai sitemasi

operasionalnya. Melalui tarekat, setiap penganutnya memasuki kesadaran spiritual

akan kebesaran dan keagungan Ilahi yang ditransformasikan dalam kemasan

“manhaj al-hayat”, sebagai pandangan hidup.

Hidup dan kehidupan komunitas tarekat lebih bermakna transendental.

Digelanggang kehidupan tarekat berlangsung orientasi disiplin dan sabar sebagai

prioritas secara sinergis menuju kehidupan yang hasanah di dunia dan hasanah

pula diakhirat kelak.

Universitas Sumatera Utara

Page 104: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

90

BAB IV

PERGULATAN ANTARA TEOSENTRIS DENGAN ETNOSENTRIS

4.1 Pelaksanaan Tradisi Suluk Eksekutif

Suluk merupakan jalan ataupun cara untuk mendekatkan diri kepada Allah

SWT, atau cara untuk memperoleh makrifat kepada Allah SWT. Selanjutnya

dalam perkembangan, suluk digunakan untuk suatu kegiatan tertentu yang

dilakukan oleh seseorang untuk mencapai suatu keadaan mental ataupun tingkatan

maqam tertentu.

Kerohanian merupakan pusaka dalam agama Islam yang mana dimulai

dari Nabi Muhammad SAW sampai kepada sahabat-sahabatnya kemudian kepada

tabi’ dan tabi’in hingga saat sekarang ini. Sehingga Nabi dalam membangun dan

menyiarkan agama Islam selalu bersendikan pada kehidupan kerohaniaan.

Tarekat merupakan petunjuk jalan dalam melakukan ibadah sesuai dengan

ajaran yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW dan dilanjutkan oleh para

sahabat-sahabatnya, tabi’ dan tabi’in dan turun menurun hingga kepada guru-guru

secara berantai pada masa saat ini (Zuhri, Mustafa: 1995: 56).

Dalam pengertian lain bahwa suluk merupakan kelakuan atau tingkah laku

sehingga husnu as-suluk yang berarti kelakuan yang baik dengan melalui jalan,

bertindak, dan memasukkan (Jalaluddin, 1987: 442).

Orang yang melakukan kegiatan suluk dinamakan salik. Menurut Khan

Sahib Khaja Khan seorang pakar tasawuf di India mengatakan: bahwa salik ialah

orang yang tengah menempuh perjalanan ruhani (suluk).

Universitas Sumatera Utara

Page 105: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

91

Istilah suluk eksekutif muncul pada pertengahan tahun 2001 yang

diperkenalkan oleh Syekh Salman Da’im pada seminar Tareqat di Asrama Haji

Pangkalan Masyhur Medan, yang dihadiri oleh para birokrat, kalangan eksekutif,

para dosen, mahasiswa, pelaku bisnis dan para professional lainnya. Seminar

tersebut bertujuan mensosialisasikan tarekat kepada masyarakat sekaligus

menawarkan metode alternative terapan untuk membentuk Neo-Sufisme (Fitri

Aidil, 2004: 18).

Dari hasil seminar yang dilaksanakan tersebut muncullah gagasan untuk

dapat segera diwujudkan, mengingat seminar merupakan bentuk teoritis yang

harus diwujudkan dalam bentuk pelaksanaan. Bentuk yang ditawarkan merupakan

praktek tasawuf yang disebut dengan nama suluk eksekutif yang pelaksanaannya

hanya 5 (lima) hari. Dengan menerapkan metode alternatif dan juga memadatkan

kurikulum pelatihan. Pemadatan kurikulum antara lain Zikir Ismu Zat/ Zikir Lataif

yang dilaksanakan 14 khatam/hari, sedangkan pada suluk biasa Zikir tersebut

dilakukan 7 khatam/hari. Para peserta suluk tetap bisa bekerja menurut profesinya

jika tempat pekerjaannya dapat dijangkau dari tempat suluk.

Tata cara pelaksanaan suluk eksekutif dapat dilihat dalam buku Metode

Alternatif Suluk Eksekutif dan beberapa penjelasan yaitu:

4. Pendaftaran; pendaftaran bertujuan untuk dapat memperoleh data

peserta suluk eksekutif dan pemenuhan syarat-syarat serta

memudahkan interaksi antara murid dan guru serta petugas yang

ditunjuk, sebab guru tidak akan berbicara yang sia-sia kepada murid

maupun yang lainnya.

5. Persiapan alat-alat suluk; yaitu mempersiapkan segala kebutuhan yang

diperlukan untuk mengikuti suluk antara lain tasbih, serban, lobe dan

peralatan lainnya untuk beribadah. Diutamakan pakaian yang

digunakan untuk beribadah agar bewarna putih.

6. Administrasi; setiap peserta melengkapi dan menyelesaikan

Universitas Sumatera Utara

Page 106: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

92

administrasi suluk kepada petugas yang ditunjuk.

7. Penyerahan jeruk purut, setiap peserta menyerahkan jeruk purut untuk

mandi taubat dan lainnya kepada petuga yang ditunjuk.

8. Alokasi kamar; setiap peserta menempati kamar yang telah disesuaikan

oleh panitia yang berwenang.

9. Penyerahan buku petunjuk amalan suluk; panitia menyerahkan buku

petunjuk amalan suluk yakni buku metode alternatif tarekat

naqsyabandiyah.

10. Amalan-amalan sebelum dan ketika suluk.

(Da’im Salman 2001: 5)

Langkah awal memasuki suluk membersihkan diri dari dosa, baik dosa

zahir maupun dosa batin, dosa besar maupun dosa kecil, baik yang disengaja atau

dengan kata lain melakukan taubat. Untuk menempuh jalan suluk seseorang mesti

suci dan sunyi dari pada najis dan hadats, noda dan dosa, demikian juga suci dari

sifat-sifat yang mazmumah yang tercela. Supaya jiwa para peserta suluk (salik)

diberi Allah SWT kemudahan dan kekuatan dalam menerima taufiq dan hidayah-

Nya karena Allah Yang Maha Suci bisa dihampiri ata didekati oleh yang suci.

Untuk semua itu para peserta suluk harus melakukan hal-hal diantaranya

adalah:

4. Mensucikan niat; yaitu mensucikan niat dari pada sekalian karena dan

kehendak hanya semata-mata karena Allah SWT.

5. Mandi Taubat; yaitu mandi dengan niat taubat kepada Allah SWT

daripada segala dosa besar maupun kecil.

6. Wudhuk; yaitu melakukan wudhuk dengan sebaik-baiknya yang

didalamnya tetap ingat kepada Allah SWT dan menyebut nama Allah.

Selesai berwudhuk dengan sebaik-baiknya, maka mengerjakan shalat

syukur wudhuk dan shalat taubat.

7. Menghadap mursyid; yaitu menyerahkan diri atau memberitahukan

kepada mursyid secara resmi untuk mengikuti suluk.

8. Mengkekalkan air wudhuk supaya jauh dari segala syeitan dan iblis,

juga agar dihampiri oleh malaikat, ruh guru dan para masyaikh.

9. Mengkekalkan shalat fardhu lima waktu berjamaah.

10. Tawajuh berjamaah setiap selesai shalat subuh, zuhur dan isya.

11. Berkhatam khajakan setiap selesai shalat subuh, ashar dan isya.

12. Senantiasa berzikir; yakni khusus zikir yang ditentukan mursyid.

13. Berkekalan wukuf qolbi.

Universitas Sumatera Utara

Page 107: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

93

14. Melazimkan shalat syukur wudhu, shalat taubat, istikharah bila selesai

berwudhuk.

15. Pada saat sepertiga malam melaksanakan shalat-shalat sunat malam

seperti shalat tahajjud, shalat hajat, shalat istikharah, shalat tasbih,

shalat witir.

16. Pagi hari sekitar jam 08.00wib sampai jam 10.00 wib melaksanakan

shalat isra’ dan shalat dhuha.

17. Bagi yang bekerja sesuai profesinya masing-masing tetap berkekalan

wudhuk, shalat berjama’ah, berkekalan wukuf qolbi, kemudian segera

kembali ketempat diklat bila telah selesai bekerja.

18. Mengikuti ceramah-ceramah agama sesuai jadwal yang telah

ditentukan.

(Da’im Salman, 2001: 24).

Dalam pelaksanaan suluk beberapa hal yang harus dilaksanakan antara

lain:

7. Melaksanakan segala bentuk ibadah wajib dan sunat dengan ikhlas

semata-mata karena Allah.

8. Hendaklah berzikir pada waktu lapang hampir maghrib dan antara

maghrib dan isya sampai hampir waktu tidur sampai waktu sahur.

9. Hendaklah melazimkan berkhatam pada tiap-tiap hari pada ashar dan

lainnya dan bertawajuh kemudian pada hari selasa dan jum’at.

10. Hendaklah kasih sayang ia akan segala yang didapat dalam khalwat

dan suluk.

(Da’im Salman, 2001: 26)

Inilah yang dilaksanakan dalam kegiatan suluk eksekutif sebagai pedoman

pelaksanaan tradisi suluk yang semakin lama tradisi ini bisa saja ditinggalkan

orang andaikan sudah dianggap tidak sesuai lagi dengan keadaan dan kondisi

perkembangan zaman.

Namun masyarakat modern adalah masyarakat yang memasuki dunia

industrialisasi dan globalisasi, dimana kehidupannya-pun berpengaruh pada

tatanan kehidupan masyakat cenderung kepada hal-hal materialis. Dimana

masyarakatnya akan berpacu untuk bekerja keras, konsentrasi pencapaian

Universitas Sumatera Utara

Page 108: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

94

materialistis semakin meningkat, hubungan sosial sangat kurang bersifat

emosional, andaikan ada hanya sebatas hubungan kerja semata.

Keadaan semacam ini memicu manusia mengalami prustasi eksistensional

yang dapat ditandai dengan ciri-ciri yang menonjol. Dalam melakukan konpensasi

dan hasrat yang berlebihan untuk berkuasa (the will to power), bersenang-senang

mencari kenikmatan (the will to pleasure), hal ini tercermin dalam perilaku yang

berlebihan untuk mengumpulkan uang (the will to money), untuk kerja (the will to

work) dan kenikmatan seksual (the will to sex) (Fitri Aidil, 2004: 27).

Untuk mengantisipasi persoalan tersebut dibutuhkan format yang jelas dan

yang bisa diikuti oleh banyak kalangan dan tidak memerlukan waktu yang lama

sehingga kebutuhan antara material dan spiritual dapat berjalan seimbang antara

kebutuhan duniawi dan kebutuhan ukhrawi. Dalam situasi yang serba sibuk

pembinaan spiritual dapat dilakukan melalui kegiatan suluk eksekutif dalam

Tarekat Naqsyabandiyah Al-Kholidiyah Jalaliyah untuk membentuk neo-sufisme.

Diamana pembentukan neo-sufisme mutlak diperlukan beberapa hal yang

dilaksanakan oleh tarekat ini, dengan memadukan antara nilai-nilai tradisional

dengan nilai-nilai modern sangat terlihat disini.

Dipondok tarekat ini dibangun visi dan misi prinsip tauhid, yang berarti

pendekatan kepada Allah SWT dengan mengimani dan mentaati segala perintah-

Nya dan menjauhkan larangan-Nya. Dengan melaksanakan visi prinsip tauhid

melakukan zikir kepada Allah, dapat mendatangkan ketenangan dan ketentraman

bagi pelakunya, melainkan juga memunculkan ketajaman pemikiran dan analisis.

Zikir yang dimaksud dalam tarekat ini bukan hanya zikir qauli melainkan juga

Universitas Sumatera Utara

Page 109: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

95

zikir qalbi bahkan fi’li dalam arti yang lebih universal. Agar pelaksanaan suluk

eksekutif dapat berjalan dengan lancar dan efektif, maka dirancang metodenya

dengan baik agar menghasilkan kualitas sebagaimana dalambuku panduan suluk

eksekutif dapat dilihat sebagai berikut:

1. Pencapaian target

a. Target diklat adalah meningkatkan kualitas

b. Ketrampilan

c. Pemahaman

d. Peningkatan motivasi

2. Penetapan dan penyediaan perangkat

a. Instruktur

b. Pembiayaan

c. Waktu pelaksanaan

d. Fasilitas

e. Dan lain lain

3. Memberikan petunjuk bagi instruktur

Setelah mengetahui latar belakang peserta pelatihan, maka instruktur

memilih dan menentukan metode pelatihannya. Metode pelatihan

diembangkan sebagai berikut:

5. Sistem pelatihan

6. Simulasi

7. Diskusi

8. Studi kasus

9. Demonstrasi

10. Kerja nyata

(Da’im Salman, 2001: 30).

Meskipun dalam pelaksanaan suluk eksekutif boleh dilakukan dengan

tidak meninggalkan pekerjaan, akan tetapi perlu persiapan mental dan iman yang

lebih kuat. Sebab dimana lingkungan tempat beraktivitas sama dengan suasana

dirumah suluk, dimana semua komunitas yang ada berstatus sama sebagai peserta

suluk.

Ditambah dengan adab-adab yang harus dipatuhi ketika berada diluar area

persulukan menjadikan suluk eksekutif relatif lebih berat tantangannya

dibandingkan dengan suluk periodik. Walaupun demikian bila dilihat dari prinsip

Universitas Sumatera Utara

Page 110: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

96

dasarnya, suluk itu tetap sama yaitu menjalani suatu ibadah dengan cara riyadhah

dan mujahadah yang dibimbing oleh seorang guru yang mursyid dengan

mengikuti adab-adab yang ditentukan agar dapat menghampirkan diri sedekat-

dekatnya kepada Allah SWT.

4.2 Perubahan Tradisi Suluk

Sejalan dengan perkembangan zaman dan pesatnya kemajuan ilmu

pengetahuan dan teknologi, memaksa kita untuk segera tanggap terhadap semua

problematika yang hadir di antara kehidupan, sekaligus mengupayakan solusi

yang tepat dan optimal. Begitu derasnya arus globalisasi dan tuntutan kehidupan

yang dihadapi membuat banyak manusia berorientasi kepada tujuan hidup

materialis dan kehidupan duniawi belaka sebagai tolak ukur akan pemecahnya.

Pola demikian tersebut perlahan akan membentuk sikap dan jiwa manusia

semakin jauh dari norma-norma agama serta perilaku kehidupan semakin rusak,

yang pada akhirnya akan melahirkan generasi muda yang gersang hati, lemah

iman. Sementara waktu yang ada semakin tidak cukup digunakan untuk

kehidupan sehari-hari, yang mengakibatkan berdampak buruk pada kehidupan

agama dan kurang berminat untuk melakukan ibadah demi mendekatkan diri

kepada Allah SWT yang akhirnya akan terabaikan.

Perjalanan panjang bagi Tarekat Naqsyabandiyah Al-kholidiyah Jalaliyah

dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam bentuk menularkan ilmu

terkat diharapkan akan memberikan solusi atas problematika yang dialami

masyarakat kontemporer yang antara lain problem spiritual, sosial, budaya,

ekonomi dan pelayanan terhadap masyarakat.

Universitas Sumatera Utara

Page 111: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

97

Tarekat Naqsyabandiyah Al-kholidiyah Jalaliyah menciptakan inovasi

baru dan menawarkan metode alternative sebagai ilmu terapan dalam upaya

mencetak ulama intelektual maupun intelektual yang berwawasan ulama dalam

rangka menjadian manusia yang paripurna dimana senantiasa mengabdikan

dirinya hanya kepada Allah SWT secara zahir dan batin, juga senantiasa hadir

hatinya hanya kepada Allah semata.

Manusia sebagai makhluk dua dimensi yaitu ruh dan jasad, keduanya

memiliki kebutuhan yang berbeda, akan tetapi sama-sama perlu dipenuhi akan

kebutuhan masing-masingnya. Bilamana kebutuhan keduanya atau salah satu dari

keduanya tidak terpenuhi, maka akibatnya akan fatal. Dimana kebutuhan fisik jika

tidak dipenuhi akan mengakibatkan kerusakan fisik bahkan bisa mencapai

kematian. Begitu pula untuk kebutuhan ruhani jika tidak dipenuhi akan

mengakibatkan bingung, kegoncangan jiwa, hingga bisa menjadi stress yang

berujung pada depresi.

Ilmu tarekat dan pelaksanaan suluk tidak sekedar kepada teoritis dan

pengamatan belaka, melainkan menitik berat kepada pengamalan dan riyadhah

serta perlu bimbingan dari Guru yang benar-benar Mursyid.

Dalam perubahan zaman dan berubahnya kebutuhan manusia, inilah waktu

yang tepat dilakukan metode alternative oleh Tarekat Naqsyabandiyah Al-

kholidiyah Jalaliyah untuk melakukan terobosan dalam bentuk diklat tasawuf

untuk mengakomodir kebutuhan masyarakat dalam melaksanakan kegiatan suluk

yang penuh dengan riyadhah dan mujahaddah guna mencapai hasil yang optimal.

Suluk eksekutif adalah merupakan realisasi dari pada keberadaan tarekat ini di

Universitas Sumatera Utara

Page 112: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

98

tengah-tengah kehidupan masyarakat saat ini, yang dalam rangka mengentaskan

kemiskinan rohani umat.

Pelayanan tarekat ini kepada masyarakat dalam bentuk pelajaran ilmu

tarekat dan tasawuf adalah sebagai realisasi dari firman Allah dalam surat Ali

Imran ayat 110 sebagai berikut:

“hendaklah ada diantara kamu umat yang mengajak kepada kebaikan,

menyuruh mengerjakan yang benar dan melarang berbuat mungkar.

Mereka itulah orang-orang yang beruntung” (QS. Ali Imran: 110)

Suluk eksekutif yang diselenggarakan adalah mensinkronisasikan

pelaksanaan riyadhah dan mujahadah dengan segala bentuk aktivitas sehari-hari

sesuai dengan profesi masing-masing salik. Jika metode yang diterapkan harus

memerlukan waktu dan ruang tertentu akan menyita dan mengganggu aktivitas.

Karena itu metode zikir yang diajarkan tarekat ini sangat sesuai dengan situasi dan

kondisi sekarang ini dimana setiap orang dapat beribadah berkekaalan ke hadirat

Allah, sementara kesibukan dunia masih bisa dikerjakan. Suluk eksekutif secara

faktual dapat memberikan solusi agar umat Islam mampu menyeimbangkan antara

kebutuhan rohani dan jasmani (Fitri Aidil, 2004: 5).

Allah SWT menyatakan bahwa manusia harus mementingkan kehidupan

akhirat dan dunia. Upaya mengisi kekosongan jiwa umat adalah penting agar

rohani umat manusia menjadi bersemangat dan gairah dalam beribadah.

Suluk berfungsi sebagai sarana ibadah meningkatkan kualitas sumberdaya

manusia, karena orang yang berhati bersih akan mempunyai pandangan hidup dan

pola pikir positif, berwawasan lingkungan, produktif dan hidup bahagia, berusaha

terus meningkatkan kualitas kinerja dan kualitas spiritualnya.

Universitas Sumatera Utara

Page 113: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

99

Melihat perkembangan zaman yang begitu cepat sekali Syekh Salman

Da’im mengatakan bahwa tarekat yang didirikannya ini sangatlah tanggap dalam

membaca tanda-tanda zaman ini, maka melalui pengalaman ajaran tarekat

Naqsyabandiyah diwujudkan kedalam strategi dakwah Islamiyah kepada

masyarakat luas dengan harapan agar umat tetap mendapatkan bimbingan agama

sehingga dapat terus meningkatkan iman dan takwa. Tarekat Naqsyabandiyah Al-

kholidiyah Jalaliyah merupakan salah satu metode untuk mendekatkan diri kepada

Allah, memfokuskan zikir sebagai amalan utamanya. Tarekat ini telah

menawarkan kepada masyarakat cara beribadah yang dapat diaplikasikan setiap

saat, kapan saja dan dimana saja berada.

Ajaran tarekat ini tidak menolak dan tidak pula menghindarii kemewahan

duniawi, namun demikian tidak akan larut dan tenggelam dalam hubbuddunia

yang berlebihan, karena orang yang melazimkan zikir terus menerus hatinya

zuhud tidak diperbudak oleh materi yang bersifat duniawi. Selain itu, orang yang

berzikir pasti dirinya terpelihara dari sifat yang tercela sebab Allah SWT

memberikan hidayah kepadanya (Bachtiar: 2004: 2).

Zikir adalah sarana untuk membersihkan hati dari sifat yang mazmumah

atau sifat tercela, maka dengan demikian akan terbit dari hati yang bersih dan suci

sifat mahmudah yaitu sebuah perilaku yang terpuji seperti istiqomah, tawaduk,

sabar, ikhlas, syukur dan lain sebagainya yang kesemuanya itu dapat membentuk

nafsu muthmainah dan melahirkan pikiran—ikiran positif yang mampu

meningkatkan kualitas diri seseorang, baik kualitas kinerja maupun kualitas

spiritualnya. Salah satu perubahan strategi yang dilakukan oleh tarekat ini ialah

Universitas Sumatera Utara

Page 114: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

100

dengan melakukan metode suluk eksekutif, yang banyak diikuti oleh para salik

yang memiliki kesibukan dan waktu beribadahna sangat sedikit. Suluk eksekutif

adalah solusi yang tepat bagi masyarakat yang ingin mendalami ilmu agama

secara hakikat namun terkadang tidak kesampaian karena terhalang oleh

kesibukan duniawi yang sulit terelakkan sebagai fitrah manusia. Suluk eksekutif

ternyata dapat mengakomodir keinginan tersebut yang selama ini tidak terlayani

dengan sistem suluk tradisional.

Dengan demikian bahwa suluk eksekutif adalah suatu metode yang tepat

dalam membangun masyarakat secara optimal dengan melaksanakan zikir dan

amalan yang lain secara spiritual dapat menenangkan zahir dan batin guna

mendapatkan performance yang lebih baik lagi dari sebelumnya. Apa yang

diajarkan dalam tarekat ini semuanya berdasarkan Al-Quran dan Hadis yang

didukung dengan dalil-dalil yang qath’i dan bahkan dalam praktek pengamalanna.

Islam tidak pernah mencoba ajaran aqidahnya sejak nabi Muhammad SAW dan

terus sampai kepada sahabat-sahabatnya, kemudian pada masa tabi’ serta tabi’in

hingga sampai sekarang ini dan insya Allah sampai akhir nanti.

Hanya saja dalam pelaksanaan ajarannya hanya merubah metode

pengaplikasiannya saja dalam Tarekat Naqsyabandiyah Al-kholidiyah Jalaliyah

disesuaikan dengan kebutuhan pada zamannya demi penyempurnaan agar

memperoleh hasil yang optimal dan dapat dirasakan kedekatan tersebut. Untuk itu

diperlukan kesungguhan yang mendalam dalam mensosialisasikan ajaran tarekat

ini kepada masyarakat secara luas dan kepada komunitas jema’ah secara lebih

khusus lagi.

Universitas Sumatera Utara

Page 115: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

101

Kepada masyarakat umum, dan khususnya bagi para jema’ah perlu

diberikan bimbingan yang terus menerus tentang rohani sebagai stimulant agar

mereka lebih interes lagi dalam menjalani suluk. Karena dalam pelaksanaan suluk

seorang salik akan bertambah berat beban yang dipikulnya. Semakin bertambah

pelajaran akan semakin bertambah beban dalam mengamalkannya sementara

waktu luang untuk melaksanakan ibadah hampir-hampir tidak bisa, kalaulah harus

menggunakan metode yang memerlukan waktu banyak jelas hal ini tidak dapat

dilaksanakan, hanya untuk mereka-mereka yang memiliki waktu luang saja baru

pelaksanaan suluk dapat terealisasi. Bagi orang yang kesibukannya cukup menyita

waktu jelas tidak dapat terlaksana, karena kegiatan suluk akan mengganggu

aktivitas sehari-hari.

Itu sebabnya tarekat ini menawarkan sebuah terobosan yang kiranya dapat

membantu umat yang ingin mengikuti ajaran tarekat dengan melaksanakan suluk,

yang dapat diikuti karena suluk eksekutif disamping waktunya hanya 5 (lima) hari

itupun bagi yang tempat kerjanya bisa dijangkau boleh meninggalkan tempat

ibadah pada siang hari dan pada saat malam harinya kembali ke lokasi ibadah

suluk dengan memanfaatkan waktu istirahat malam dapat melaksanakan amalan-

amalan zikir dan lain sebagainya yang dilakukan dalam rangkaian ibadah suluk.

Suluk eksekutif ini ternyata dapat memberikan solusi bagi yang memiliki

waktu sangat terbatas karena kesibukan profesinya, seperti ungkapan Bapak Dr.

Ir. Baghinda Dolly Siregar sebagai seorang pengusaha yang sukses, dengan

mengikuti suluk dapat membantu beliau dalam hal rohani. Dengan kesibukan

yang luar biasa Pak Dolly dapat menyeimbangkan kebutuhan duniawi dengan

Universitas Sumatera Utara

Page 116: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

102

kebutuhan rohani melalui kegiatan suluk dan mengamalkannya dalam kehidupan

sehari-hari, walaupun bermukim di Jakarta yang penuh dengan kesibukan, akan

tetapi disela-sela waktu yang sedikit ternyata metode suluk eksekutif ini dapat

membantu mengatasi permasalahan yang semakin banyak, dan ternyata bukan

hanya dirina melainkan semua keluarganya sudah mengikuti tarekat dan

melaksanakan suluk.

Dalam pelaksanaan suluk eksekutif ternyata dapat menyeimbangkan

kebutuhan duniawi dengan kebutuhan akhirat, sehingga tidak terjebak hanya

mengejar kebutuhan materi semata, melainkan juga menyeimbangkan keduanya

sebagaimana berpedoman kepada firman Allah surat Al-Qasshash ayat 77:

“dan carilah apa-apa yang disediakan Allah di akhirat tapi jangan lupa

nasibmu di dunia” (QS. Al Qasshash: 77).

Ayat tersebut memberikan isyarat bahwa manusia itu tidak harus

mementingkan kehidupan akhirat saja, akan tetapi hendaklah keduanya. Hal ini

ditekankan kepada para jema’ah Tarekat Naqsyabandiyah Al-kholidiyah Jalaliyah

untuk menjadi tujuan hidup agar dapat menikmati kebahagiaan di dunia dan

menikmati kebahagian di akhirat. Untuk itu pendidikan rohani terus dilakukan

melalui kegiatan suluk dan mengamalkan zikir setiap hari berkekalan sampai

membentuk pribadi yang berakhlakul karimah sebagai hasil dorongan hatii yang

suci. Disinilah suluk tersebut bermanfaat sebagai sarana beribadah dan berperan

dalam meningkatkan kualitas sumberdaya manusia, karena orang yang berhati

bersih akan memiliki pandanga hidup dan pola pikir positif, berwawasan

lingkungan.

Universitas Sumatera Utara

Page 117: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

103

4.3 Faktor Penyebab Perubahan Tradisi

Tradisi lahir melalui dua cara yaitu Pertama muncul dari bawah melalui

mekanisme secara spontan dan tidak diharapkan serta melibatkan rakyar

banyak.karena suatu alasan, individu tertentu menemukan warisan historis yang

menarik. Parhatian ketakziman, kecintaan, dan kekaguman yang kemudian

disebarkan melalui berbagai cara dalam mempengaruhi rakyat banyak. Sebab

ketakziman berubah menjadi perilaku dalam bentuk upacara, penelitian, dan

pemugaran peninggalan purbakala serta menafsir ulang keyakinan lama. Semua

perbuatan itu memperkokoh sikap. Kekaguman dan tindakan individual menjadi

milik bersama dan berubah menjadi fakta sosial sesungguhnya, begitulah tradisi

dilahirkan. Proses kelahiran tradisi sangat mirip dengan penyebaran temuan baru.

Hanya saja kasus tradisi lebih berarti penemuan atau penemuan kembali sesuatu

yang telah ada di masa lalu ketimbang penciptaan sesuatu yang melum pernah ada

sebelumnya.

Kedua dari atas melalui mekanisme paksaan. Sesuatu yang dianggap

sebagai tradisi dipilih dan dijadikan perhatian umum atau dipaksakan oleh

individu yang berpengaruh atau berkuasa. Raja mungkin melaksanakan tradisi

dinastinya kepada rakyatnya. Diktator menarik perhatian rakyatnya kepada

kejayaan bangsanya di masa lalu. Komandan militer menceritakan sejarah

pertempuran besar kepada pasukannya, perancang mode terkenal menemukan

inspirasi dari masa lalu dan mendiktekan gaya kuno kepada konsumen. Sesuai

dengan keadaan yang selalu berubah, maka tradisi yang ada itu cepat atau lambat

akan mengalami perubahan pula. Demikian jugalah dengan tradisi suluk dalam

Tarekat Naqsyabandiyah Al-kholidiyah Jalaliyah yang telah lamma berlangsung

Universitas Sumatera Utara

Page 118: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

104

di Bandar Tinggi. Suluk adalah sebuah tradisi dalam terkat telah mengalami

perubahan. Perubahan tradisi yang terjadi bisa disebabkan oleh faktor internal

maupun eksternal.

Permasalahan tradisi akan relevan apa yang dikatakan oleh Sztompka

(2007: 73), cepat atau lambat setiap tradisi mulai dipertanyakan, diragukan, diteliti

ulang dan bersamaan dengan itu fragmen-fragmen masa lalu ditemukan dan

disahkan sebagai sebuah tradisi. Perubahan tersebut juga bisa semakin cepat jika

realitas menunjukkan tradisi tersebut tidak benar atau tidak berguna. Perubahan

tradisi juga dapat disebabkan oleh banaknya tradisi dan bentrokan antara tradisi

yang satu dengan yang lainnya. Benturan itu dapat terjadi antara tradisi

masyarakat atau antara budaya yangberbeda di dalam masyarakat tertentu.

Akan tetapi proses perubahan yang terjadi dengan lambat laun karena

waktu yang bersamaan juga terdapat usaha untuk mempertahankan tradisi agar

tetap langgeng kerna sudah menjadi pola perilaku yang harus dilaksanakan.

Walaupun disadari bahwa perubahan pasti akan terjadi, dimana hasil perubahan

itu tetap saja menjadi sebuah tradisi dan menjadi panutan sesuai dengan masa

kondisi yang sedang berlaku.

Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan dalam tradisi

tarekat:

a. Faktor Eksternal.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan tradisi

dalam Tarekat Naqsyabandiyah Al-kholidiyah Jalaliyah, yaitu budaya global,

budaya nasional. Budaya global ini adalah arus perkembangan melalui media

Universitas Sumatera Utara

Page 119: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

105

telekomunikasi dan audio video merupakan faktor yang dapat terjadinya sebuah

perubahan tradisi, dimana terjadinya perubahan tradisi yang terjadi disebabkan

eksternal.

Perubahan tradisi yang disebabkan oleh faktor eksternal adalah seperti

terpengaruhnya nilai-nilai yang ada dalam sebuah tradisi oleh nilai-nilai dari

kebudayaan lain yang datang dari luar. Dimana sebuah tradisi juga bisa berubah

karena ini dan corak dari lingkungan sebuah masyarakat yang juga cenderung

berubah (Suparlan: 1995: 23). Misalnya menyatakan bahwa adanya pemaksaan

yang datang dari luar melalui regulasi-regulasi yang diciptakan penguasa

(kebijakan publik), merupakan faktor yang tidak bisa diabaikan begitu saja dalam

konteks perubahan kebudayaan. Perubahan kebudayaan yang berimplikasi

terhadap pola kehidupan masyarakat yang dianggap baku menjadi sebuah tradisi.

Faktor eksternal yang mempengaruhi terjadinya perubahan tradisi tarekat

ini yaitu budaya global yang dapat mempengaruhi tradisi tarekat tersebut. Nilai-

nilai fragmatis, ajaran-ajaran liberal (kebebasan) demokratis, transfaransi atau

keterbukaan serba praktis, serba instan, egoisme, dan tentunya arus perkembangan

zaman yang tidak dapat dibendung dalam kehidupan sehari-hari akan sangat

mempengaruhi dan menggoyang terjadinya sebuah perubahan terhadap tradisi

tarekat tersebut.

Faktor eksternal lainnya yang menyebabkan terjadinya sebuah perubahan

tradisi pada tarekat ini, ialah lingkungan alam juga dapat mempengaruhi

terjadinya sebuah perubahan walau tidak begitu besar perannya dalam

Universitas Sumatera Utara

Page 120: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

106

mempengaruhi terjadinya sebuah perubahan dalam budaya pesantren pada tradisi

tarekat.

Berdasarkan fakta yang diperoleh di lapangan, modernisasi adalah

merupakan faktor terjadinya perubahan tradisi suluk dalam tarekat. Menurut

Haviland (1993: 271), modernisasi diartikan sebagai proses perubahan kultural

dan sosioekonomis dimana masyarakat-masyarakat sedang berkembang

memperoleh sebagian karakteristik dari masyarakat industri Barat. Dalam kamus

istilah antropologi Koentjaraningrat (1984: 152), bahwa modernisasi

(modernization) diartikan sebagai proses pergeseran sikap dan mentalitas warga

masyarakat untuk bisa hidup sesuai dengan tuntutan masa kini.

Pengaruh teknologi merupakan contoh dari pengaruh modernisasi, listrik

sebagai produk teknologi saat ini telah masuk ke persulukan Tarekat

Naqsyabandiyah Al-kholidiyah Jalaliyah yang dulunya pada saat persulukan ini

listrik belum ada penerangan, ini juga mempengaruhi tradisi dalam melaksanakan

ibadah suluk.

Dahulu dalam pelaksanaan suluk sebelum masuknya penerangan suasana

sangat klasik, dimana setiap waktu dipergunakan untuk benar-benar melakukan

ibadah, dan suasanapun begitu kental dengan nuansa tradisional. Penerangan

menggunakan lampu petromak atau lampu minyak tanah. Jadi apabila telah

memasuki malam suasana di persulukan terasa senyap dari keramaian. Karena

peserta suluk setelah shalat, mereka memasuki kelambu dan melakukan amalan-

amalan yang diberikan Mursyid. Suasana suluk pun sangat kental dengan

ketenangan, begitu yang diungkapkan oleh Syekh Drs. Ruslan Syu’aib, M.Pd

Universitas Sumatera Utara

Page 121: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

107

sebagai jama’ah yang sudah cukup lama dan sampai saat kini pun beliau masih

menetap di lingkungan pondok pesantren tarekat ini. Sementara sekarang terasa

modern dimana suasananya telah mengalami perubahan sejalan dengan

perkembangan zaman, para peserta suluk tidak lagi menggunakan kelambu,

suasana malam tidak lagi terganggu karena sudah tidak menggunakan penerangan

dari petromak, kamar tempat istirahat pun sudah tidak terkesan tradisional, karena

suasananya seperti tinggal di rumah sendiri. Disamping itu perserta pun tidak lagi

merasa meninggalkan keluarga, dimana setiap saat bisa berkomunikasi dengan

keluarga melalui telepon seluler. Terkhusus juga bagi yang tidak bisa

meninggalkan pekerjaan utamanya, masih bisa melakukan aktivitas pekerjaannya

tanpa harus cuti dari pekerjaan.

Jadi suasana suluk eksekutif benar-benar telah mengalami sebuah

perubahan, walaupun esensi dari pelaksanaan suluk tersebut tidak mengurangi

nilai dari maksud yang sebenarnya.

b. Faktor Internal

Perubahan bisa terjadi disebabkan faktor internal. Dimana faktor internal

ini dari perubahan tradisi dimana masyarakat pendukung sebuah tradisi tersebut

merasa bahwa tradisi yang sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan masyarakat

pendukung tersebut. Misalnya ada warga masyarakat yang tidak puas dengan

peran-peran yang dipunyainya berdasarkan keberhasilan sosial ekonomi dan

politik yang telah dicapainya, sehingga menuntut sebuah perubahan perannya di

dalam sebuah tradisi (Brutu, 1998).

Universitas Sumatera Utara

Page 122: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

108

Perubahan internal yang datangnya dari pendukung tradisi tersebut

menginginkan sebuah perubahan dimana sudah dianggap tradisi tersebut harus

mengalami perkembangan kemajuan disesuaikan dengan kebutuhan didalam

sebagai bagian dari pendukung tradisi tersebut yang menginginkan perubahan

demi kemajuan, karena jika tradisi tersebut tidak mengalami perkembangan

kemungkinan pendukungnya akan meninggalkan sebuah tradisi tersebut.

Faktor internal dari perubahan tradisi dimana masyarakat pendukung

tradisi tersebut merasa tradisi yang ada sudah tidak sesuai dengan kebutuhan

masyarakat tersebut. Misalnya ada warga masyarakat yang sudah tidak lagi puas

dengan peran-peran yang dipunyainya berdasarkan keberhasilan sosial ekonomi

dan politik yang telah dicapainya, sehingga menuntut adanya perubahan perannya

di dalam sebuah tradisi.

Hal perubahan diatas baik faktor eksternal maupun internal menjadi

relevan dengan apa yang diungkapkan oleh Sztomka (2007: 73) cepat atau lambat

setiap tradisi mulai dipertanyakan, diragukan, diteliti ulang dan bersamaan dengan

fragmen-fragmen masa lalu ditemukan dan disahakan sebagai sebuah tradisi baru.

Perubahan tersebut bisa semakin cepat jika realitas menunjukkan tradisi

tersebut tidak benar atau tidak berguna. Perubahan sebuah tradisi juga dapat

disebabkan oleh banyaknya tradisi-tradisi dan bentrokan antara tradisi yang satu

dengan tradisi lainnya. Benturan itu dapat terjadi antara tradisi masyarakat atau

antara budaya yang berbeda didalam masyarakat tertentu.

Akan tetapi proses perubahan yang terjadi dengan lambat laun karena

waktu yang bersamaan juga terdapat usaha untuk mempertahankan sebuah tradisi

Universitas Sumatera Utara

Page 123: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

109

agar tetap bertahan atau langgeng karena sudah menjadi pola perilaku yang

dilaksanakan. Walaupun disadari bahwa perubahan pasti akan terjadi, dimana

hasil sebuah perubahan tetap menjadi tradisi dan menjadi panutan sesuai dengan

masa dan kondisi.

4.4 Upaya Mempertahankan Tradisi

Berdasarkan pandangan tentang tradisi suluk Tarekat Naqsyabandiyah Al-

kholidiyah Jalaliyah yang ditemukan selama proses penelitian, mereka

berpandangan bahwa perubahan terhadap tradisi tarekat sebagaimana kehidupan

para sufi merupakan hal yang dianggap wajar. Hal ini dapat dipahami bahwa

umumnya jama’ah memiliki sikap yang relatif terbuka dengan perubahan,

terutama bagi kalangan jema’ah yang telah berpendidikan dan kalangan muda dari

para jama’ah. Hal ini bukanlah menunjukkan bahwa kecintaan terhadap tradisi

tarekat tidak ada sama sekali, akan tetapi perubahan tradisi ini dianggap sebagai

konsekuensi atas kemajuan teknologi dan perkembangan zaman yang terus

bergelinding. Namun dalam perubahan ini juga masih memiliki ikatan emosional

terhadap sebuah tradisi. Hal ini juga memandang bahwa perubahan terhadap

fenomena budaya dan tidak bisa dihindarkan. Namun yang penting dari semua itu

adalah esensi dari perubahan yang tidak boleh dihilangkan adalah nilai esensinya.

Terkait dengan tradisi suluk Tarekat Naqsyabandiyah Al-kholidiyah

Jalaliyah walaupun sudah banyak perubahan dan penyesuaian dalam pelaksana

suluk alternatif yang dilakukan oleh pimpinan tarekat dalam upaya

mempertahankan tradisi suluk dalam tarekat. Namun tradisi tersebut masih

ditemukan dan tidak hilang sama sekali. Hanya saja sebagian dari tahapan prosesi

Universitas Sumatera Utara

Page 124: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

110

tersebut lebih disederhanakan dan disesuaikan dengan konteks sosial dalam

masyarakat, dengan sifat esensi dan prinsipal masih dipertahankan.

Ada semacam anggapan yang berkembang di masyarakat yang

menyatakan bahwa tradisi tarekat yaitu suluk merupakan suatu hal yang klasik

(kuno), artinya tidak relevan lagi dengan situasi atau perkembangan zaman.

Masyarakat sekarang lebih suka ibadah yang instan dan suka ibadah yang sifatnya

terbuka ketimbang bersunyi diri atau sembunyi-sembunyi. Oleh karena itu tradisi

tarekat ini tidak sesuai dengan keinginan mereka.

Upaya yang dilakukan antara lain adalah dengan memberikan nama suluk

eksekutif, dengan penampilan yang berubah namun ajarannya masih

mengedepankan adab-adab dalam tarekat dan suluk, sehinga makna yang

terkandung dalam suluk tidak berkurang nilainya. Disamping dibentuknya

kelompok-kelompok pengajian di daerah-daerah untuk mengkoordinir para

jama’ah yang semakin lama semakin banyak agar ada perwakilan-perwakilan dari

jama’ah dalam mencari dan menerima beberapa informasi mengenai perjalanan

Tarekat Naqsyabandiyah Al-kholidiyah Jalaliyah serta pengembangannya.

Perubahan dengan demikian menjadikan tradisi suluk tarekat ini sebagai

subjek juga dilain pihak menjadi objek perubahan yang tidak dapat dielakkan.

Dengan catatan kembali bahwa esensial tradisi suluk tidak hilang akan tetapi tidak

menutup untuk menerima sebuah perubahan. Dalam proses perubahan tradisi dan

struktur yang lebih penting adalah bagaimana pengembangan tradisi tetap

dijalankan. Dalam konteks ini peran-peran lembaga dalam tarekat memainkan

perannya. Beberapa langkah yang dilakukan dalam memelihara tradisi suluk

Universitas Sumatera Utara

Page 125: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

111

tarekat agar tetap berjalan adalah memberdayakan struktur organisasi yang ada

dalam tarekat tersebut.

Jadi antara zikir dan pikir akan dapat diseimbangkan. Walaupun untuk bisa

mengikuti perkuliahan harus memiliki ijazah yang setingkat dibawahnya, akan

tetapi bagi yang tidak memiliki ijazah bisa menambah pengetahuan dengan

mengikuti pelatihan dan seminar-seminar tentang tarekat walaupun ijazahnya

tidak dapat, yang penting pengetahuan tentang tarekat tidak hanya sekedar

melakukan ibadah suluk saja.

Mungkin untuk kehidupan dunia memerlukan ijazah formal yang dapat

disesuaikan untuk kebutuhan pekerjaan dan lain sebagainya. Karena dalam

penyelesaian pelajaran tarekat ini ada 17 (tujuh belas) tingkatan yang harus

diselesaikan oleh para salik, yaitu:

Tkt Mata Pelajaran Amalan Keterangan

1 Zikir Ismu Zat 5000 Zikir Allah Sehari semalam

2 Zikir Lataif 11000 Zikir Allah Sehari semalam

3 Zikir Nafi Isbat La Ilaha Ilallah Dalam hati sebanyak 21

kali

4 Zikir Wukuf Berhenti hati mengingat Allah Rahasia dalam ibadah

Haji

5 Muraqabah Muthlaq Sesungguhnya Allah Ta’ala

mengintai atas kamu

Kunci rahasia shalat yang

13 macam

6 Muraqabah Ahadiatul

Af’al

Latihan rohani bagi murid yang

akan mendapat tauhid af’al

Allah menjadikan kamu

dan perbuatan kamu

7 Muraqabah Ma’iyah Membaca tahlil lisan 1 khatam

70.000 kali Intai mengintai

8 Muraqabah Aqrobiyah Tahlil 1 Khatam 70.000 kali Hati hamba sangat hampir

kepada zat Allah

9 Muraqabah Adahiyatul

Zat Tahlil 1 Khatam 70.000 kali Berhadap kepada Allah

10 Muraqabah Zatu Sorfi

Wal Buhti Tahlil 1 Khatam 70.000 kali

Senantiasa makrifat

kepada Allah

11 Maqom Musyahadah Tahlil 1 Khatam 70.000 kali Senantiasa memandang

zat Allah

Universitas Sumatera Utara

Page 126: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

112

12 Maqom Muqaballah Tahlil 1 Khatam 70.000 kali Hati hamba sangat halus

dan tulus

13 Maqom Mukasyafah Tahlil 1 Khatam 70.000 kali Terbuka rahasia Allah

14 Maqom Muqafahah Tahlil 1 khatam 70.000 kali Berkasih-kasihan

15 Maqom Fanafillah Tahlil 1 khatam 70.000 kali Lenyap dalam lautan

Makrifat

16 Maqom Baqobillah Tahlil 1 khatam 70.000 kali Kekal dengan Allah

17 Maqom Jama’ Unsu

Billah Tidak didapatkan dalam suluk

Allah yang memberikan

petunjuk

Penyelesaian pelajaran sampai kepada tingkat ke-17 ini diakhiri dengan

pemberian gelar Syekh Muda bagi peserta suluk laki-laki dan pemberian gelar

Syarifah bagi peserta suluk perempuan. Dengan berakhirnya mata pelajaran

ditandai dengan mempertahankan karya tulis membuat paper yang disebut dengan

muaqasyah Syekh Muda dan Syarifah dan berikutnya setelah melakukan prosesi

tidur Istikhara pada malam harinya mulai pukul 00.00 WIB yang berakhir sampai

pada pukul 04.00 WIB menjelang azan subuh.

Selanjutnyaa pada siang harinya dilakkukan acara wisuda Syekh Muda dan

Syarifah. Dalam pelaksanaan wisuda juga layaknya seperti sarjana pada perguruan

tinggi, karena peserta wisuda juga dilantik dan diambil sumpahnya oleh Mursyid.

4.5 Perubahan Tradisi Tarekat Naqsyabandiyah Al-kholidiyah Jalaliyah

4.5.1 Nilai Budaya

Nilai adalah suatu cara pandang, melihat meninjau bahwa sesuatu itu

dianggap pantas, cocok, sesuai untuk dilaksanakan dan dimiliki dalam kehidupan

masyarakat. Nilai artinya menjadi kuat atau menjadi terhormat (Reamer, 1999:

10). Untuk menjadi terhormat, diperlukan suatu pedoman perilaku yang dianggap

baik. Oleh sebab itu, nilai dikaitkan dengan sesuatu yang baik atau buruk. Pada

Universitas Sumatera Utara

Page 127: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

113

dasarnya nilai memiliki pengertian yang berbeda-beda disesuaikan dengan

konteksnya.

Soetarso (1968: 32-33) mengatakan bahwa nilai adalah kepercayaan,

pilihan atau asumsi tentang yang baik untuk manusia. Nilai bukan menyangkut

keadaan dunia ini ataupun apa yang diketahui pada saat ini, tetapi bagaimanakah

seharusnya atau sebaliknya dunia ini.

Dalam kehidupan sehari-hari, nilai dapat berarti agama, politik, atau

prinsip-prinsip ideologi, keyakinan atau sikap. Namun demikian, apabila

dihubungkan dengan tradisi, maka nilai yang dimaksud disini adalah perangkat

prinsip adat yang fundamental dimana tradisi harus berkomitmen. Misalnya tradisi

untuk menghargai keunikan dan perbedaan, menjada kerahasiaan dan

perlindungan. Dari sini dapat dipahami bahwa nilai berfungsi sebagai panduan

perilaku seseorang. Karenanya nilai menyangkut sesuatu yang abstrak dan

implisit. Nilai berada dalam alam pikiran manusia, nilai tersebut membentuk

kepercayaan dan sikap tersebut membentuk nilai.

Jika nilai berbicara sesuatu yang baik dan buruk maka etika terkait benar

atau salah. Jadi, erika bersifat eksplisit dan konkret. Karena itu banyak ahli

menyebut etika adalah nilai yang sudah terejawantahkan (value in action)

(DuBois & Miley, 2005: 110).

Nilai yang sudah terejawantahkan membentuk sistem nilai yang mengatur

bagaimana manusia hidup untuk melakukan hal yang baik atau melarang untuk

melakukan perbuatan yang buruk. Sistem nilai sudah terinstusinalisasikan dalam

bentuk adat istiadat dalam sebuah tradisi Tarekat Nawsyabandiyah Al-kholidiyah

Universitas Sumatera Utara

Page 128: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

114

Jalaliyah diturunkan secara turun temurun dalam pelaksanaan tradisi tarekat

melalui keagamaan dan kebudayaan dalam bentuk aturan dan norma.

Sehingga tidak mengherankan apabila agama dan kebudayaan dapat juga

dianggap sebagai sumber utama nilai. Suatu nilai yang diyakini seseorang,

menjadi penuntun terhadap pelakunya. Nilai dalam tradisi tarekat adalah adat

kebudayaan, sementara nilai adalah ruh dari pelaksanaan tradisi tersebut. Karena

nilai dan prinsip-prinsip etika tertentu menjadi pembentuk aktivitas komunitas

jama’ah Tarekat Naqsyabandiyah Al-kholidiyah Jalaliyah, semata-mata adalah

perilaku etis yang dibentuk oleh nilai yang tertanam dalam alam pikiran para

komunitas jama’ah tarekat yang membentuk sistem nilai yang diyakini kebenaran

dan kebaikannya.

Perubahan dalam nilai adalah setting kehidupan dan ekonomi yang makin

kompleks menuntut pergeseran nilai yang harus ditegakkan sebagai tradisi. Maka

dari itu nilai tentang persamaan sosial, hak kesejahteraan, hak azasi manusia,

diskriminasi menjadi tema-tema yang dominan yang berkembang pada masa kini.

Pergeseran nilai menghapuskan nilai-nilai yang ada pada tahapan sebelumnya,

sebab sifat perkembangan nilai dalam hal ini adalah saling melengkapi satu sama

lain.

Budaya kota sekarang telah mulai masuk kepedesaan, termasuk ke pusat

Tarekat Naqsyabandiyah Al-kholidiyah Jalaliyah di Bandar Tinggi. Masuknya

pengaruh budaya kota ke pedesaan melalui media elektronik seperti televisi,

handphone dan berbagai macam multimedia lainnya. Adalagi melalui masuknya

orang-orang kota yang datang ke pondok pesantren baik yang hanya berkunjung,

Universitas Sumatera Utara

Page 129: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

115

ataupun yang mengikuti suluk lambat laun membawa perubahan budaya yang ada

di pondok pesantren ini.

4.5.2 Pelaksanaan

Secara garis besar tradisi tarekat ini masih mengikuti tradisi suluk.

Walaupun telah banyak ditemukan penyederhanaan, variasi dan perubahan dari

tradisi awalnya. Tetapi bentuk umumnya masih mengikuti tradisi tarekat dalam

melaksanakan suluk eksekutif. Hal ini terlihat dari prosesi tradisi yang masih

dipertahankan meskipun tidak selengkap tradisi aslinya. Perubahan tradisi tersebut

disesuaikan dengan kondisi sosial dan budaya pesantren. Sebab di pondok

pesantren mereka tidak hanya berinteraksi dengan sesama etnis akan tetapi multi

etnis.

Berdasarkan informasi dan bahan tertulis yang ditemukan, bahwa tradisi

pondok pesantren ini sedikit banyaknya telah mengalami perubahan dan

penyesuaian dengan perkembangan zaman. Walaupun tradisi ini masih

dilaksanakan namun telah terjadi perubahan dalam pelaksanaan suluk dan variasi

dalam tradisi. Perubahan dan variasi dalam tradisi yang ditemukan diantaranya

lebih ditujukan pada proses dan strategi penyesuaian terhadap perubahan sosial

yang berlangsung dalam masyarakat.

Agar dapat membedakan pelaksanaan suluk periodik dengan suluk

eksekutif telah dilakukan terobosan besar yang sangat fundamental dalam dunia

persulukan dengan mengenal metode baru yang belum pernah dilakukan oleh

rumah ibadah suluk lainnya sebelum ini. Disebut suluk eksekutif karena suluk ini

memang merupakan suluk alternative yang memang merupakan sarana pilihan

Universitas Sumatera Utara

Page 130: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

116

yang diambil oleh para komunitas jama’ah, sebab sulit untuk mengikuti suluk

periodik karena tidak akan dapat memenuhi aturan dan adab yang telah

ditentukan. Sedangkan disebut suluk eksekutif adalah disebabkan salik yang

menjalani suluk ini tidak menetap di areal suluk sepanjang waktu pada hari-hari

yang dilaluinya, melainkan boleh keluar meninggalkan areal suluk atas seizin

mursyid dengan satu alasan demi kepentingan menjalankan tugas dan tanggung

jawab pekerjaannya (profesi). Bilamana tugas tersebut telah selesai pada hari itu

juga, maka Sali harus segera kembali lagi ke areal suluk untuk selanjutnya

mengikuti segala program kegiatan sebagaimana suluk periodik. Meskipun seuluk

eksekutif dapat dilaksanakan sambil bekerja namun perlu persiapan mental yang

kuat dan ditambah dengan adab-adab yang harus dipatuhi ketika diluar areal

persulukan.

Perbedaan keduanya adalah kalau suluk periodik salik harus tetap tinggal

menetap di areal suluk sepanjang hari. Sedangkan suluk eksekutif seorang salik

boleh pergi meninggalkan areal persulukan untuk menjalankan tugas atau

profesinya. Namun demikian segala adab yang ada dalam pelaksanaan suluk

mestilah dipatuhi walau sedang berada di luar areal persulukan. Untuk dapat

memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca tentang bagaimana aktivitas

seorang salik ketika sedang dalam menjalani suluk, baik waktu berada didalam

maupun diluar areal persulukan.

Uraian tersebut jelas bahwasanya suluk eksekutif boleh dijalani sambil

bekerja, dan hanya inilah yang membedakan antara suluk biasa dengan suluk

Universitas Sumatera Utara

Page 131: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

117

eksekutif, namu dapat memberikan manfaat yang sangat besar bagi komunitas

jama’ah yang mengerjakannya karena bisa menambah pemahaman ilmu tarekat.

Karena metode suluk eksekutif ini sebagai sistem terapan yang ditawarkan

pada suluk eksekutif tidak menyalahi adab atau ketentuan yang diterapkan dalam

suluk, sebab dalam kaidah tarekat ini, suluk telah dikondisikan sedemikan kokoh

dan rapi sehingga tidak langsung goyah hanya adanya sistem, maupun metode

yang variatif.

4.5.3 Bentuk dan Simbol

Bentuk awalnya tradisi suluk dalam Tarekat Naqsyabandiyah Al-

kholidiyah Jalaliyah ini merupakan implementasi dari ajaran tarekat yang sangat

esensial setelah zikrullah, adalah suatu kegiatan ibadah secara khusus dilakukan di

rumah ibadah suluk sebagai latihan rohani dan menetap di arena persulukan

sedikitnya sampai sepuluh hari atau bahkan ada yang sampai empat puluh hari,

bentuk suluknya hanya ada pada awal bulan qomariah saja dan peserta suluk tidak

boleh meninggalkan areal suluk.

Intensitas pelaksanaan ibadah ditingkatkan semaksimal mungkin baik pada

siang hari terutama pada malam hari sebagai usaha riyadhah dan mujahadah untuk

mencapai pendekatan kepada Allah SWT, semua aktivitas senantiasa mendapat

bimbingan dan diawasi oleh seorang guru yang mursyid, yang memeriksa natijah

zikir yang diamalkan oleh salik. Bila zikir yang dikerjakan selama suluk mencapai

hasil yang baik serta layak untuk ditingkatkan kajinya, maka kepadanya diberikan

tambahann amalan untuk dikerjakan melengkapi amalan-amalan sebelumnya.

Universitas Sumatera Utara

Page 132: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

118

Sejalan dengan perkembangan zaman maka pelaksanaan suluk-pun

mengalami sebuah perubahan walaupun perubahan itu tidak mengurangi nilai

ibadah tersebut. Perubahan yang terjadi melainkan hanya sebatas metode dalam,

tradisi suluk, pengurangan waktu dan pemadatan materi. Serta hal-hal yang lain

mengalami perubahan dalam pelaksanaan suluk eksekutif.

Untuk menunjukkan identitas komunitas jama’ah tarekat, mereka memiliki

simbol-simbol sebagai bentuk sebuah identitas dalam komunitas yang ada. Atribut

yang ada pada komunitas tarekat selalu ditandai dengan baju jubah yang panjang,

sorban sebagai ikat kepala dan menggunakan kopiyah putih atau biasa disebut

dengan lobe, membawa tasbih serta sering mengenakan kain sarung. Atribut

tersebut yang kelihatan berbeda dengan masyarakat biasa untuk jama’ah laki-laki,

sedangkan untuk jama’ah perempuan identitas ini hampir tidak kelihatan karena

pada dasarnya perempuan Islam diperintahkan untuk menutup aurat yang berlaku

untuk semua perempuan Islam.

Perubahan bentuk simbol yang ada pada tarekat ini mengalami perubahan

sejalan waktu dan kondisi serta kebutuhan yang telah disesuaikan. Perubahan

yang mencolok dalam komunitas jama’ah tarekat ini seperti dalam penampilan

sehari-hari telah terjadi penambahan simbol dalam penampilan, ditambah

penggunaan busana dengan menggunakan Jas dan menggunakan dasi dengan

maksud bahwa penampilan yang rapi sebagai simbol orang-orang eksekutif

sebagai wujud dari visi dan misi Tarekat Naqsyabandiyah Al-kholidiyah Jalaliyah

menciptakan ulama yang intelektual, intelektual ulama.

Universitas Sumatera Utara

Page 133: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

119

Seorang jama’ah dalam pergaulan sehari-hari tidak boleh berpenampilan

kumuh melainkan berpenampilan menarik, sehingga orang yang melihatnya akan

terkesan bahwa orang-orang sufi harus mampu menampilkan yang terbaik.

Apalagi bagi kalangan eksekutif penampilan adalah yang paling penting. Akan

tetapi dalam pelaksanaan-pelaksanaan ritual ibadah masih tetap menggunakan

jubah dan tida perlu menggunakan dasi, namun untuk menggunakan Jas tidak

dipersoalkan.

4.5.4 Makanan

dalam kegiatan suluk, peserta suluk pada awalnya membawa bekal untuk

kebutuhan makan, minum selama suluk berlangsung. Dianjurkan bagi para peserta

suluk selama kegiatan pelatihan suluk berlangsung untuk mengurangi makan,

minum dan tidur. Karena jika terlalu banyak makan akan cepat mengantuk dan

bawaan badan yang ingin tidur untuk istirahat, apalagi makanan yang dikonsumsi

mengandung protein hewani yang berdarah mengakibatkan tubuh kita menjadi

malas. Hal inilah yang dikatakan orang-orang tarekat, sehingga pada pelaksanaan

kegiatan suluk harus memasak makanan sendiri yang akan dikonsumsi untuk

menghindari maksakan yang dimasak tidak dalam keadaan wudhu.

Dianjurkan pula bagi peserta suluk untuk banyak mengkonsumsi buah atau

makanan dari tumbuhan, akan tetapi semakin lama para peserta semakin repot

dengan harus memasak sendiri, karena harus mengumpulkan kayu bakar terlebih

dahulu. Maka dari itu perubahan terjadi, sehingga peserta suluk tidak perlu repot

lagi untuk memasak sendiri makananya terlebih dahulu.

Universitas Sumatera Utara

Page 134: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

120

Makanan pun mengalami perubahan dimana bagi peserta suluk eksekutif

memakan telur ayam diperbolehkan, karena walaupun bersumber dari hewan

namun sifat telur adalah mati dan tidak berdarah, jadi dalam pelaksanaan suluk

eksekutif peserta diperbolehkan mengkonsumsi telur. Begitu juga dengan susu,

karena susu yang sifatnya diolah dan ditambah dengan unsur nabati sehingga

sedikit unsur hewani yang terdapat dalam kandungannya, sehingga tidak

mengakibatkan mengantuk jika mengkonsumsinya.

Sementara kalau makan ikan atau daging sampai sekarangpun masih tidak

dibenarkan selama melakukan kegiatan suluk, akan tetapi di hari terakhir

pelaksanaan suluk yang dalam istilah Tarekat Naqsyabandiyah Al-kholidiyah

Jalaliyah merupakan buka pantang dianjurkan untuk mengkonsumsi ikan atau

daging agar tubuh merasa lebih segar dan bertenaga setelah mengikuti kegiatan

suluk yang dikarenakan kurangnya waktu istirahat secara maksimal.

4.5.5 Fungsi

Pemahaman tentang fungsi meneliti merujuk pada sebuah teori fungsional

yang diemukakan Malinowski. Dimana fungsionalisme adalah metodologi untuk

mengeksplorasi saling ketergantungan, dan juga menjelaskan mengapa unsur-

unsur budaya berhubungan secara tertentu, mengapa pola kebudayaan tertentu

atau setidak-tidaknya mengapa pola itu masih bertahan (Kaplan, 2002: 77). Jadi

dengan demikian bahwa semua unsur-unsur budaya memiliki syarat-syarat

fungsional tertentu untuk memungkinkan eksistensinya atau keberadaanny.

Adapun unsur-unsur yang tidak fungsional akan ditinggalkan pengikutnya dan

yang masih memiliki fungsi akan tetap bertahan.

Universitas Sumatera Utara

Page 135: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

121

Bila dilihat pada tradisi tarekat yang tetap bertahan atau eksistensinya.

Misalnya adalah inti dari pelaksanaan tradisi tarekat yaitu kegiatan suluk masih

dipertahankan, amalan-amalan dalam tradisi suluk tersebut masih tetap dilakukan

namun dalam pelaksanaannya telah mengalami perubahan sejalan dengan

kebutuhan dan perkembangan pada zamannya. Untuk melihat perbedaan antara

suluk eksekutif dengan suluk biasa dapat dilihat pada tabel berikut:

Kegiatan Suluk Biasa Suluk Eksekutif

Waktu 10 Hari 5 Hari

Tempat Tidur Memakai kelambu tidak

memakai tilam, ukuran

150x60 cm

Tidak memakai kelambu, memakai tilam

ukuran 90x180 cm, bahkan sudah memakai

AC ataupun kipas angin

Makan Memasak sendiri, membawa

peralatan masak sendiri,

tidak boleh mengkonsumsi

daging dan telur

Sudah dimasakkan, boleh mengkonsumsi

telur dan susu, jika meninggalkan areal

suluk harus mengkonsumsi makanan yang

ketika dimasak dalam keadaan berwudhu

yang memasak

Kain Putih Sebagai kain kapan saat

mulai mengikuti ajaran

tarekat

Kain kapan digunakan salik ketika

menghatamkan kaji saat tidur istikharah

untuk mendapatkan gelar Syekh Muda/

Syarifah

Pelaksanaan Harus menetap di lokasi

suluk

Boleh meninggalkan areal suluk dalam

rangka melakukan aktifitas keseharian,

tetap menjaga adab suluk

Jeruk Purut Dibawa peserta suluk Disediakan panitia suluk

4.5.6 Peralatan

Peralatan yang dipakai dalam pelaksanaan tradisi suluk pada zaman dulu

yang peneliti lihat pahami dan dapatkan ialah; kain putih, jeruk purut, tempat

tidur, kelambu, membawa peralatan memasak untuk konsumsi selama kegiatan

suluk dan lain sebagainya. Sedangkan saat ini peralatan mengalami modifikasi

pengurangan atau tambahan.

Universitas Sumatera Utara

Page 136: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

122

Saat ini peralatan yang masih dipakai seperti kain putih sebagai kain

kapan, namun cara pemakaiannya diubah pada akhir salik telah selesai

menamatkan tingkatan pembelajaran dalam tarekat. Padahal dulu kain putih ini

digunakan sebagai kain kapan pada awal murid ber-bai’at dan melakukan pocong

seperti mayat hendak dikuburkan.

Jeruk purut masih dipakai sebagai bahan wangi-wangian untuk malakukan

mandi taubat, tempat tidur terjadi perubahan yang membuat nyaman peserta

suluk, yang awalnya memakai tikar sebagai alas kini memakai tilam dan kelambu

sudah tidak digunakan dengan gantinya kipas angin.

Peralatan pelatihan dalam suluk eksekutif harus baik, sehingga

pelaksanaan suluk tersebut akan menjadi baik. Peralatan yang dimaksud ialah

whiteboard, marker, sound system, dan sebagainya untuk melakukan kegiatan

pematerian.

Selain itu peralatan yang digunakan dalam kegiatan suluk eksekutif adalah

tempat pelaksanaan dalam pelatihan harus selalu cukup kapasitasnya yang

disesuaikan dengan peserta suluk penyediaan ruang yang nyaman. Perubahan ini

dimaksudkan mengikuti kondisi zaman dimana eserta berasal dari berbagai

macam profesi, agar pelaksanaan suluk menjadi nyaman pelayanannya pun

diupayakan senyaman mungkin untuk melaksanakan ibadah.

4.5.7 Bahasa

Para ahli linguistik mengatakan bahwa bahasa merupakan perwujudan dari

pikiran. Ada juga yang mengatakan hakekatnya bahasa instrument sosial (Kaplan,

2002: 201). Demikian juga hipotesis Sapir-Whorf yang menyatakan bahwa

Universitas Sumatera Utara

Page 137: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

123

struktur bahasa seseorang mempengaruhi cara pandang seseorang terhadap dunia

atau realitas serta memperngaruhi tindakannya (Sibarani, 2004: 141). Dengan

demikian dapat dilihat adanya hubungan yang sanagat erat antara bahasa yang

dipergunakan seseorang dengan cara berpikir serta ekspresi pikiran orang tersebut.

Mungkin dapat pula dikatakan semakin kompleks atau semakin beragam bahasa

yang dipakai seseorang maka akan semakin luaslah cara berpikir orang tersebut

dan sebaliknya.

Demikian juga dapat dikembangkan dasar berpikir bahwa ada pengaruh

terjadinya perubahan terhadap budaya dengan penggunaan bahasa, artinya bahasa

dapat berubah apabila terjadi perubahan terhadap budaya tersebut.

Perubahan bahasa yang diakibatkan perubahan budaya lebih menonjol

pada aspek leksikon (kosa kata), dari pada aspek-aspek linguistik lain baik

mengenai bentuk maupun mengenai makna leksikon. Perubahan bahasa disini

yang peneliti maksud adalah dalam konteks berinteraksi sehari-hari pada

komunitas jama’ah Tarekat Naqsyabandiyah Al-kholidiyah Jalaliyah guna

menjalin hubungan keakraban sesama komunitas warga yang ada di lingkup

tarekat berkomunikasi menggunakan bahasa jawa walaupun yang melakukan

komunikasi bukan ber-etnis jawa. Pemakaian bahasa jawa ini merupakan upaya

menghormati tuan guru tarekat yang ber-etnis jawa. Hal ini menjadi cerminan,

karena dalam keseharian tuan guru berkomunikasi dengan lingkungannya

dominan menggunakan bahasa jawa, akan tetapi dalam menyampaikan materi

dalam forum resmi maupun tidak tuan guru memakai bahasa Indonesia. Hal yang

menarik adalah dimana bermacam etnis yang ada pada komunitas tarekat ini

Universitas Sumatera Utara

Page 138: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

124

berusaha membaur menjadi akrab, dan ternyata dalam keakraban nampak sekali

sepertinya mereka dilahirkan dari orang tua yang sama.

Hal ini peneliti tanyakan kepada beberapa warga komunitas jama’ah

tarekat, diantaranya bermarga Nasution atau dalam keseharian akrab dipanggil

opung, beliau sudah lama menetap di pondok pesantren tarekat ini sejak tahun

2000, akan tetapi bahasa jawa baginya sudah tidak asing lagi baginya, bahkan

dialek yang diucapkan juga serasa kental dialek jawa. Selanjutnya Selamet Sinaga

yang biasa disapa dengan sebutan Barnes oleh para jama’ah tarekat, telah menetap

sejak tahun 1988 dan komunikasi bahasa jawanya sudah seperti orang jawa asli

karena hampir tidak terlihat kalau beliau adalah suku Batak.

Perubahan bahasa ini ternyata menjadikan komunitas jama’ah Tarekat

Naqsyabandiyah Al-kholidiyah Jalaliyah lebih akrab dan seolah-olah mereka

adalah satu orangtua, seperti yang dituturkan oleh SM. Ahmad Husein bahwa kita

disini para jama’ah tarekat dalam hakekatnya merupakan satu kandungan guru,

dimana kita dilahirkan dari orangtua kemudian dilahirkan dalam kondisi menjadi

para khalifah dan syarifah sebagai penerus dalam menyampaikan ajaran tarekat di

muka bumi. Disebut sebagai anak yang sama orangtuanya karena dalam

pelaksanaan ajaran tarekat ada penyerahan diri secara zahir batin dunia akhirat,

yang artinya dalam penyerahan tersebut sepenuh jiwa telah diserahkan kepada

seorang guru/Mursyid agar nantinya lahir kembali dalam keadaan bersih dan suci

sebagaimana pada hakekatnya seperti anak yang baru dilahirkan oleh ibunya ke

muka bumi ini. Inilah yang mendasari mengapa rasa keakraban itu tumbuh dan

berkembang sesama komunitas Tarekat Naqsyabandiyah Al-kholidiyah Jalaliyah

Universitas Sumatera Utara

Page 139: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

125

ini. Dengan demikian dapat dinyatakan telah terjadi perubahan dalam pemakaian

bahasa dalam hal ini, maksudnya peralihan bahasa etnis masing-masing menjadi

bahasa jawa dalam keseharian.

Universitas Sumatera Utara

Page 140: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

126

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil dari penelitian yang telah disampaikan pada bab-bab sebelumnya,

adapun yang menjadi kesimpulan dari penelitian ini ialah :

Tarekat Naqsyabandiyah Al-kholidiyah Jalaliyah yang dipimpin oleh DR.

Syekh Salman Da’im silsilah tarekat ke-36 ini merupakan tarekat dari silsilah

Syekh Haji Jalaluddin yang merupakan silsilah tarekat ke-35, yang mana

Syekh Salman Da’im ini mendapat amanah dari Syekh Haji Jalaluddin untuk

meneruskan silsilah Tarekat Naqsyabandiyah yang dipimpinnya saat itu.

sehingga tarekat yang dipimpin Syekh Salman Da’im ini merupakan ajaran

murni yang didapat dari Syekh Jalaluddin. Meskipun sebelumnya Syekh

Salman Da’im pernah belajar ilmu tarekat kepada beberapa guru, akan tetapi

Syekh Salman Da’im meneruskan tali silsilah tarekat dari Syekh Haji

Jalaluddin.

Tarekat Naqsyabandiyah Al-kholidiyah Jalaliyah ini merupakan tarekat yang

sangat peka terhadap perubahan dan juga perkembangan zaman, sehingga

sangat mudah beradaptasi dengan isu-isu terkini. Selain itu tarekat ini juga

sangat menyeimbangkan hubungan antara intelektual dan spiritual sehingga

kedua hal ini dapat sejalan dan saling berkaitan.

Tarekat ini juga menerima bentuk kegiatan ataupun ajaran dari tarekat lain

yang sebelumnya Mursyid Syekh Salman Da’im pernah mempelajarinya

semasa mudanya. Dimana bentuk ajaran dari tarekat lain tersebut dalam

Universitas Sumatera Utara

Page 141: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

127

pelaksanaan tentunya atas keputusan Mursyid, karena Mursyid telah

mengalami dan memahami bentuk setiap kegiatan yang pernah dipelajari

semasanya.

Dalam menjalankan aktifitas kesehariannya, setiap jama’ah tetap harus

mematuhi adab dalam sebuah tarekat. Meskipun jama’ah sedang tidak

melakukan ibadah suluk. Karena tingkah laku jama’ah tarekat mencerminkan

adab dalam tarekat itu sendiri, yang nantinya akan dinilai oleh masyarakat

luas. Dalam tarekat banyak nilai-nilai yang harus dilaksanakan, agar

masyarakat umum dapat mengetahui dan juga mengakui akan keberadaan dari

tarekat sehingga nantinya akan menerima dan dengan harapan akan turut

bergabung menjadi jama’ah.

Suluk eksekutif merupakan metode alternatif untuk memberi kesempatan

kepada kalangan eksekutif agar dapat melakukan ibadah suluk tanpa harus

mengganggu aktifitas keseharian. Pelaksanaan suluk eksekutif ini terbukti

efektif dan efisien.

5.2 Saran

Ada beberapa saran yang menjadi catatan guna diajukan sebagai upaya untuk

menyikapi permasalahan dalam penelitian ini :

Dalam perubahan yang terjadi dalam Tarekat Naqsyabandiyah Al-kholidiyah

Jalaliyah ini diharapkan tidak mengabaikan atau bahkan menghilangkan nilai

esensi yang ada dalam setiap kegiatan ibadah. Juga agar tetap menjunjung

tinggi aturan-aturan agama. Perubahan tradisi harus memperhatikan nilai

dalam sebuah perubahan juga makna yang terkandung dalam sebuah

perkembangan, kiranya tidak hanya kemewahan tetapi esensi dari perubahan

itu sendiri.

Universitas Sumatera Utara

Page 142: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

128

Apabila tradisi dalam tarekat tidak dapat dipertahankan lagi, hendaknya dapat

memilih pola yang sesuai dengan situasi dan kondisi keagamaan pada

umumnya masih menginginkan tetap tegaknya aturan yang sesuai dengan

aturan agama.

Dalam suluk eksekutif hendaknya terus meningkatkan pelayanan dengan

meningkatkan sarana dan prasarana yang lebih layak secara maksimal juga

lebih memberikan manfaat bagi kalangan masyarakat yang memiliki

keterbatasan waktu untuk melakukan aktifitas dalam beragama.

Agar dapat mengajak dan lebih menyebarluaskan paham maupun pengaruh

ajaran tarekat ini, agar dapat diketahui masyarakat luas yang nantinya akan

menjadi suatu cerminan dan juga sebagai tolak ukur dari tarekat ini sendirinya

akan keberhasilan dari setiap perubahan yang dilakukan dalam tarekat.

Universitas Sumatera Utara

Page 143: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

129

DAFTAR PUSTAKA

Al-Suhrawardi, Awari fal-Ma’arif. Maktabah al-Alamiyah, 1358 H.

Amsyari, Fuad. 1985. Kembali Kepada Cara Berpikir, Bersikap, dan Bertindak

Islam. Surabaya: PT. Bina Ilmu.

Anies, Nadjih Afif (ed). 2003. Prospek Islam Dalam Menghadapi Tantangan

Zaman. Jakarta: Lantabora Press.

Athar Abbas Rivai. 1978. A History of Sufism in India, New Delhi: Munshiram

Manoharlal.

Atjeh, Abu Bakar. 1979. Pengantar Ilmu Tasawuf. Semarang: Ramadani.

Beatty, Andrew. 1999. on Ethnographic Experience: Formative and Informative

(Nias, Indonesia). Dalam C. W. Watson (Ed) : Beeing There; Field Work in

Anthropolgy. London – Sterling, Virgina: Pluto Press.

Brutu, Lister dan Padang, Nurbain. 1998. Tradisi dan Perubahan Konteks

Masyarakat Dairi. Medan: Monora.

Cerwonka, Allaine dan Liisa H Malkki. 2007. Improvising Theory; Process and

Temporality in Ethnographic Fieldwork. Chicago and London: The

University of Chicago Press.

Da’im, Salman. 2000. Tuntunan Berthariqat dan Suluk. Bandar Tinggi

Emerson, Fretz, dan Linda L Shaw. 1995. Writing Ethnography Fieldnotes.

Chicago and London: The University of Chicago Press.

Fitri, Aidil. 2004. Suluk Executive Sebagai Diktat Tasawuf. Tebing Tinggi: STAIS

TTD.

Universitas Sumatera Utara

Page 144: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

130

Foucault, Michel. 2007. Order of Thing: Arkeologi Ilmu-ilmu Kemanusiaan. Terj.

B. Priambodo et.al. yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Gibb, H.A.R. 1964. Islam dalam Lintasan Sejarah. Bharata, Jakarta.

Goodenough, Ward E. 1970. Description and Comparison in Cultural

Anthropolgy. Cambridge University Press.

__________. 1981. Culture, Language, and Society. Philippines: Benjamin/

Cummings Publishing Company, Inc.

Hadiwijono, Harun. 1980. Sari Sejarah Filsafat Barat 2. Yogyakarta: Kanisius.

Hamka. 1990. Tasawuf Modern. Jakarta: Pustaka Panjimas.

Haviland, William, A. 1993. Antropologi Jilid 2 Edisi Ke Empat, Alih Bahasa

RG. Soekadijo. Jakarta: Erlangga.

I Hanafi R, Khalili Al- Bamar. 1990. Ajaran Tarekat. Surabaya: Bintang Remaja.

IAIN Sumatera Utara, Pengantar Ilmu Tasawuf. 1982.

Inkeles and Smith. 1974. Becoming Modern: Individual In Six Developing

Countries. Massachussetts: Harvard University Press.

Jackson, Bruce. 1987. Field Work. Urbana and Chicago. University of Illinois

Press.

Jalaluddin. 1987. Sinar Keemasan, Pembela Tharekat Shufiyah Naqsyabandiyah,

Jilid I dan II. Ujung Pandang: PPTI.

Kaplan, David, dan Albert, A. Manners. 2002. Teori Budaya. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

Koentjaraningrat. 1986. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.

Universitas Sumatera Utara

Page 145: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

131

Koentjaraningrat. 1987. Kebudayaan, Mentalitet dan Pembangunan. Jakarta:

Penerbit PT. Gramedia.

Madjid, Nurcholish. 1995. Islam Agama Peradaban: Membangun Makna

Relevansi Doktrin Islam Dalam Sejarah. Jakarta: Paramadina.

Maksum, Ali. 2003. Tasawuf Sebagai Pembebas Manusia Modern. Surabaya:

PSAPM.

Mubaraq, Zulfi. 2010. Sosiologi Agama. Malang: UIN-Maliki Press.

Mufid, Ahmad Syafi’i. 2006. Tangklungan, Abangan dan Tarekat (Kebangktan

Agama di Jawa). Jakarta: Obor.

Mulyati, Sri, et.al.. 2005. Mengenal dan Memahami Tarekat-Tarekat Muktabarah

di Indonesia. Jakarta: Prenada Media.

Nasr, Seyyed Hossein. 2007. Islamic Philosophy from its Origin to the Present.

Lahore: Suhail Academy.

Nasution, Harun dkk. 1995. Ensiklopedi Islam Indonesia. Djambakan, Jakarta.

Nietzsche, Friedrich. 1965. Thus Spake Zarathustra. England: Random House.

Nu’ayim, Abu, al-Shbany. Tt. Hidayat al Auliya’ Wa Thabaqat al Ashifa’. Beirut:

Lebanon, Dar al Kutub al-‘Alamiyah.

R. A. Nicholson. 1969. Fi al-Tasawuf al-Islam Wa Tarikh. Terj: Abu ‘Ala Afifi,

Lajnah al-Ta’lif wa Tarjamah wal Nasyr. Kairo.

Ranjabar, Jacobus. 2006. Sistem Sosial Budaya Indonesia Suatu Pengantar.

Bandung: Ghalia.

Riyadi, Abdul Kadir. 2014. Antropologi Tasawuf: Wacana Manusia Spiritual dan

Pengetahuan. Jakarta: Pustaka LP3ES.

Universitas Sumatera Utara

Page 146: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...

132

Said, Fuad. 1999. Hakikat Tarikat Naqsabandiyah. Jakarta: Husna Zikra.

Schuon, Frithjof. 1981. From the Divine to the Human. Bloomington: World

Wisdom Books.

Sholikhin, Muhamad. 2009. Tradisi Sufi dari Nabi (Kajian Dalam Perspektif

Kehidupan Sehari-hari). Yogyakarta: Cakrawala.

Syukur, Amin. 1999. Menggugat Tasawuf. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sztompka, Piotr. 2007. Sosiologi Perubahan Sosial. Jakarta: Prenada Media.

Tafsir, Ahmad. 2001. Filsafat umum. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.

Van Maanen, J. 1996. Ethography. Dalam A. Kuper and J. Kuper (Eds) The

Social Science Encyclopedia, 2nd ed., pages 263-265. London: Routledge.

Zahri, Mustafa. 1973. Kunci Memahami Ilmu Tasawuf. Jakarta: PT. Bina Ilmu.

Zahri, Mustafa. 1995. Kunci Memahami Tasawuf. Bina Ilmu, Surabaya.

Universitas Sumatera Utara