Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...
Transcript of Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Religi Pada Tarekat ...
Kultur Tasawuf
(Studi Etnografi Religi Pada Tarekat Naqsyabandiyah Al-Kholidiyah
Jalaliyah, Marendal)
SKRIPSI
Diajukan Guna Melengkapi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana
Sosial dalam Bidang Antropologi
Oleh :
ALI AGASI
120905070
DEPARTEMEN ANTROPOLOGI SOSIAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017
Universitas Sumatera Utara
i
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
PERNYATAAN ORIGINALITAS
Kultur Tasawuf
(Studi Etnografi Antropologi Religi Pada Tarekat Naqsyabandiyah Al-
Kholidiyah Jalaliyah, Marendal)
SKRIPSI
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya
yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan
tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat
yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis
diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.
Apabila dikemudian hari terbukti lain atau tidak seperti yang saya
nyatakan di sini, saya bersedia diproses secara hukum dan siap menanggalkan
gelar kesarjanaan saya.
Medan, Februari 2017
PENULIS
ALI AGASI
120905070
Universitas Sumatera Utara
ii
ABSTRAK
Ali Agasi, 120905070. 2017. Judul skripsi: Kultur Tasawuf (Studi Etnografi
Antropologi Religi Pada Tarekat Naqsyabandiyah Al-Kholidiyah Jalaliyah,
Marendal). Skripsi ini terdiri dari 5 Bab, 134 halaman.
Budaya tentunya harus bersifat dinamis, sehingga harus dapat
menyesuaikan dengan keadaan yang terkini untuk dapat bertahan. Manusia
merupakan komponen penting dalam perubahan budaya, baik itu secara teosentris
maupun etnosentris. Dalam dewasa ini banyak manusia yang secara langsung
maupun tidak telah mengingkari keberadaan Tuhan akibat kemodernan zaman.
Sehingga hilangnya visi keilahian yang berdampak kehampaan sipritual. Dalam
Islam khususnya terdapat aliran ilmu yang menggabungkan antara empiris dengan
rasional yaitu Tasawuf, sehingga antara intelektual dan spiritual dapat seimbang.
Tarekat merupakan kelompok yang menjalankan praktek dari ilmu Tasawuf. Agar
Tasawuf dapat diterima oleh masyarakat, Tarekat tentu perlu strategi khusus yang
dapat disesuaikan dengan kondisi masyarakat terkini. Begitu pula dengan Tarekat
Naqsyabandiyah Al-Kholidiyah Jalaliyah ini dalam melihat keadaan zaman
dengan konsep kebudayaan yang disampaikan.
Dasar pemikiran penelitian ini merupakan aliran Antropologi Kognitif,
sedangkan penelitian bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif, dengan
metode etnografi. Teknik pengumpulan data yang dipergunakan dengan teknik
observasi partisipasi, melakukan wawancara dengan masing-masing informan
serta studi kepustakaan.
Dari hasil penelitian diperoleh bahwa, ada strategi yang dilakukan oleh
tarekat tersebut dalam rangka mengembangkan serta mempertahankan paham
tarekat. Yaitu dengan melakukan adaptasi terhadap perubahan zaman, tanpa
merubah nilai-nilai yang terkandung dalam setiap aktivitasnya. Hal itu dapat
dilihat dengan perubahan konsep kebudayaan yang dilakukan oleh tarekat
tersebut. Disamping itu juga penerapan dari strategi yang dilakukan cukup
berhasil dengan dilihat dari antusias para pengikutnya.
Universitas Sumatera Utara
iii
UCAPAN TERIMA KASIH
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT, karena
atas segala kasih dan karunia-nya, penulis bisa menyelesaikan skripsi yang
berjudul Kultur Tasawuf. Proses penyusunan skripsi ini penulis banyak
menghadapi berbagai hambatan, karena keterbatasan pengetahuan, pengalaman,
dan banyak hal lainnya. Namun berkat pertolongan ALLAH SWT yang memberi
ketabahan, kesabaran, dan kekuatan kepada penulis, akhirnya penulis dapat
menyelesaikan penulisan skripsi ini.
Secara khusus dan teristimewa penulis mengucapkan terima kasih kepada
kedua orang tua, ayahanda Agus Suwito Lubis dan juga Ibunda Siti Asmawati,
atas kasih sayang, didikan, perhatian, kepedulian yang penulis terima sejak kecil
hingga penulis tumbuh dewasa, juga kepada para adik-adikku yang tersayang
Agsti Titania Lubis, Damar Socrates Lubis, Leo Titok Lubis. Kalianlah motivasi
terbesarku sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini, walaupun aku masih bingung
mengapa di belakang namaku tidak terselip kata Lubis. Disamping itu juga kepada
para kakak ku terkasih yang jauh disana kak Cj dan kak DD. Tak lupa juga
penulis ucapkan terimakasih kepada seluruh barisan bu‟de, pa‟de, pa‟le, bu‟le
yang sangat ramai untuk dituliskan.
Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada
Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara, Bapak
Dr. Muryanto Amin, S.Sos, M.Si. Kepada Ketua Departemen Antropologi Sosial
FISIP USU, Bapak Dr. Fikarwin Zuska, kepada dosen penasehat akademik, Bapak
Drs. Ermansyah, M.Hum. Kepada Bapak Agustrisno M.Sp sebagai dosen
Universitas Sumatera Utara
iv
pembimbing penulis sekaligus Sekretaris Departemen Antropoogi Sosial, kepada
Bapak Zulkifli M.A sebagai penguji skripsi ini, terima kasih atas kesediaan
membagi waktu dalam memberikan arahan dan bimbingan dari mulai proposal
sampai skripsi ini selesai.
Kepada seluruh staff pengajar FISIP-USU, khususnya dosen-dosen
antropologi yang telah memberikan pengetahuan selama penulis melaksanakan
perkuliahan, terima kasih banyak atas semua pengetahuan yang telah kalian
berikan. Demikian juga terhadap seluruh staf pegawai FISIP-USU, terutama Kak
Sofi dan Kak Nur yang telah membantu penulis dalam pengurusan administrasi
dan seluruh berkas-berkas penulis.
Kepada seluruh keluarga besar Tarekat Naqsyabandiyah Al-Kholidiyah
Jalaliyah yang tidak dapat ditulis satu persatu dalam lembar ini, khususnya kepada
Mursyid DR. Syekh Salman Da‟im. Yang telah berkenan menjadi informan
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Terkhusus kepada para teman-teman Antropologi Sosial yang sepahaman,
Muhammad Rizky Adi Nugraha, Muhammad Subur Syahputra, Stepanus Purba,
Madun Purba, Winggou S Purba, Erwin Simarmata, Arif Akbar, Trio Wijaya,
Drixen A Mawuntu. Terima kasih atas goresan tinta kalian dalam lembaran
kehidupan penulis. Masing-masing dari kita memiliki cerita dan kisah yang
spesial, percayalah waktu memang tidak dapat kita putar ulang untuk kebahagiaan
yang kita inginkan, tetapi lembaran yang kalian goreskan itu akan tetap abadi
dalam genggaman-Nya Yang Maha Esa. “jika anda memiliki 50 musuh, maka
Universitas Sumatera Utara
v
penawarnya adalah seorang teman”, Aristotles. Terima kasih banyak atas waktu
yang pernah kita habiskan bersama dalam sebuah bingkai kehidupan.
Kepada para abang-abang dan kakak senior yang berbagi cerita, semangat
dan masukan kepada penulis, kak Aida, bang Ibnu a.k.a bang Abu yang cukup
banyak menuangkan berbagai cerita dunia maupun akhirat, bang memet, bang
Daia Barus a.k.a bg Batak yang memberi semua kemungkinan, kak Nana, kak
Rere, kak Nesya, bang Tatak, bang Tino, bang Azhari. Terima kasih atas
segalanya yang penulis terima. “Pertama, meraka akan mengabaikan anda.
Kemudian, mereka tertawa pada anda. Berikutnya, mereka melawan anda. Lalu,
anda menang”, Mahatma Gandhi.
Kepada abang-abang dan kakak senior antropologi, bang Carles, bang
Bastian, abang-abang 2010 yang penuh dengan kisah rahasia, juga para senior
lainnya yang pernah meluangkan waktu buat penulis yang tidak tertulis pada
lembar ini. Terima kasih atas persahabatan dan semangat yang kalian berikan, dan
terima kasih buat petualangan yang sering kita jalani bersama. “Anda harus
memulai hari ini dengan irama. Biarkan seluruh kehidupanmu berirama seperti
lagu”, Sai Baba.
Terkhusus kepadamu, aku ucapkan terima kasih atas semua pengelaman
kisah maupun cerita yang engkau berikan. Terima kasih atas senyuman itu. ”dan
bukanlah sang waktu sebagaimana cinta, tiada terbagi dan tiada kenal ruang? tapi
jika di dalam pikiranmu harus mengukur waktu ke dalam musim, biarkanlah tiap
musim merangkum semua musim yang lain, dan biarkanlah hari ini memeluk
masa silam dengan kenangan dan masa depan dengan kerinduan”, Kahlil Gibran.
Universitas Sumatera Utara
vi
Kepada kerabat 2012 Shofwan, Irfan, Yayak, Nadhila, Cicak, Sarah,
Lestari, Febri, Marth, Jella, Handayani, Gina dan lain-lain yang tidak tersebut
namanya, terima kasih untuk kenangan dan candan yang kalian berikan. Sekali
lagi penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semuanya, tanpa kalian
skripsi ini semakin jauh dari kesempurnaan.
“Selamat tinggal hanya untuk mereka yang suka dengan mata mereka.
Karena bagi mereka yang suka dengan hati dan jiwa tidak ada hal seperti
pemisah”, Rumi.
Medan, Februari 2017
Penulis
ALI AGASI
120905070
Universitas Sumatera Utara
vii
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Ali Agasi lahir dari pasangan suami-istri,
Ayahanda bernama Agus Suwito Lubis dengan Ibunda
yang bernama Siti Asamawati. Lahir saat dinihari Jum‟at
Kliwon pada tanggal 17 Maret 1995 pukul 01.30 WIB.
Penulis merupakan anak pertama dari 4 (empat)
bersaudara oleh pasangan tersebut. Penulis memiliki hobi
dalam kegiatan berolahraga terutama bermain badminton,
juga memiliki kecintaan untuk menikmati alam yang
dilakukan melalui touring dengan mengendarai sepeda motor baik sendiri maupun
berkelompok. Disamping itu penulis juga tertarik dalam dunia visual.
Selama menempuh jenjang pendidikan, penulis sering mendapatkan
penghargaan yang cukup bergengsi dalam dunia pendidikan penulisan sering aktif
terlibat dalam kegiatan berorganisasi, mengikuti berbagai kegiatan seminar,
diskusi, membuat acara dalam lingkup akademik, dan berbagai kegiatan akademis
lainnya.
Pendidikan Formal Penulis:
- SD Sw. Sultan Hasanuddin Aek Kanopan pada tahun 2000-2006
- SMP Sw. Sultan Hasanuddin pada tahun 2006-2009
- SMA Negeri 1 Kualuh Hulu pada tahun 2009-2012
- Menempuh jenjang Strata – 1 Antropologi Sosial di Universitas
Sumatera Utara pada tahun 2012.
Pengalaman Organisasi dan Prestasi Penulis:
- Pencetus pelaksanaan Pentas Seni SMP Sultan Hasanuddin
2008/2009
- Anggota Pencak Silat WALET-PUTI 2009-saat ini
- Juara 1 Olimpiade Sains Nasional Tingkat Kabupaten bidang
Astronomi pada tahun 2009
- Juara 2 Olimpiade Sains Nasional Tingkat Kabupaten bidang Ilmu
Komputer pada tahun 2010
Universitas Sumatera Utara
viii
- Anggota OSIS SMA Negeri 1 Kualuh Hulu 2010/2011
- Anggota SAPMA PP Komisariat USU 2012-saat ini
- Penasehat Perusahaan CV. SAW, 2012-saat ini
- Anggota forum komunikasi mahasiswa Antropologi USU (C3)
2012-saat ini
- Peserta Seminar Nasional yang diadakan Kelas Menulis
Antropologi UNIMED pada tahun 2013
- Penasehat Perusahaan CV. Naga Mas, 2013-saat ini
- Kordinator HUMAS panitia pelaksana INISASI 2014
- Kordinator HUMAS KPU FISIP-USU untuk Pemerintahan
Mahasiswa FISIP-USU 2014/2015
- Ketua pelaksana PKL I mahasiswa Antropologi pada tahun 2014
- Anggota Partai Persatuan Indonesia (PERINDO) 2014-saat ini
- Seksi dokumentasi untuk pembekalan mengenai pewarnaan alam
Ulos di daerah Simanindo, Samosir yang dilaksanakn oleh
ASPPUK pada tahun 2015
- Sekretaris pelaksana Seminar Internasional „Islam dan Stigma
Teroris‟ pada tahun 2015
- Seksi dokumentasi untuk pembekalan pewarnaan alam pembuatan
Ulos bagi masyarakat penenun di Tarutung yang dilaksanakan oleh
ASPPUK pada tahun 2015
- Wakil Ketua Panitia Pelaksana „Warkop Antro‟ pada tahun 2016
- Kabid. Sumber Daya Manusia SAPMA PP Kota Tebing Tinggi
2016-sekarang
- Kordinator panitia pelaksana Roadshow dan Funwalk dalam acara
Festival Antropologi 2016
Untuk saat ini penulis berkecimpung dalam wirausaha, aktif dalam
kegiatan sosial lainnya, dan masih menempuh untuk menyelesaikan pendidikan
jenjang strata satu pada jurusan Antropologi Sosial.
Universitas Sumatera Utara
ix
Penulis dapat dihubungi melalui email penulis: [email protected]
atau dengan memasukkan kata kunci nama penulis pada kolom mesin pencarian
ataupun media sosial.
Universitas Sumatera Utara
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada ALLAH SWT atas berkat dan
karunia-nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dan segala perlengkapan lainnya
dalam memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana dalam bidang
antropologi di fakultas ilmu sosial dan ilmu politik universitas sumatera utara.
Kultur Tasawuf (Studi Etnografi Antropologi Religi Pada Tarekat
Naqsyabandiyah Al-Kholidiyah Jalaliyah, Marendal) yang menjadi judul dari
skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan di
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Di Universitas Sumatera Utara dalam
bidang antropologi sosial. Skripsi ini merupakan hasil dari penelitian yang
didasarkan observasi dan partisipasi dan wawancara penulis di lapangan.
Secara sistematis, kajian tentang skripsi ini berfokus pada perubahan yang
terjadi dalam kebudayaan tarekat untuk menghadapi perubahan zaman yang
terjadi. Dengan menggunakan sistem penelitian disiplin ilmu Antropologi Sosial.
Skripsi ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat
mengharapkan saran untuk perbaikan dalam penulisan hingga skripsi ini menuju
kesempurnaan. Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada
pembaca, khususnya mahasiswa antropologi sosial sebagai ilmu pengetahuan
yang dapat menambah wawasan.
Medan, Februari 2017
Penulis
ALI AGASI
120905070
Universitas Sumatera Utara
xi
DAFTAR ISI
PERNYATAAN ORIGINALITAS ....................................................................... i
ABSTRAK ............................................................................................................. ii
UCAPAN TERIMA KASIH................................................................................ iii
RIWAYAT HIDUP PENULIS ........................................................................... vii
KATA PENGANTAR ............................................................................................ x
DAFTAR ISI ......................................................................................................... xi
BAB I
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang Masalah ................................................................................ 1
1.2 Tinjauan Pustaka ........................................................................................... 6
1.3 Rumusan Masalah ....................................................................................... 23
1.4 Tujuan dan Manfaat penelitian .................................................................... 24
1.4.1 Tujuan Penelitian .................................................................................. 24
1.4.2 Manfaat Penelitian ................................................................................ 24
1.5 Lokasi Penelitian ......................................................................................... 25
1.6 Metode Penelitian ........................................................................................ 26
1.6.1 Jenis Penelitian ..................................................................................... 26
1.6.2 Teknik Pengumpulan Data.................................................................... 28
1.7 Analisa Data ................................................................................................ 32
BAB II
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN .............................................. 34
2.1 Letak dan Lokasi Penelitian ........................................................................ 34
2.2 Struktur Tarekat ........................................................................................... 36
2.2.1 Sejarah Singkat Tarekat Naqsyabandiyah Al-Kholidiyah Jalaliyah ..... 38
2.2.2 Silsilah Tarekat ..................................................................................... 41
2.2.3 Organisasi Sosial................................................................................... 47
2.3 Fasilitas Tarekat........................................................................................... 49
2.4 Peserta Tarekat ............................................................................................ 51
Universitas Sumatera Utara
xii
2.4.1 Syarat Menjadi Jemaah Tarekat Naqsyabandiyah Al-Kholidiyah
Jalaliyah ......................................................................................................... 52
BAB III
KULTUR TASAWUF ......................................................................................... 55
3.1 Kultur Tasawuf ............................................................................................ 55
3.2 Suluk Sebagai Prakter Tasawuf ................................................................... 57
3.2.1 Suluk Periodik....................................................................................... 58
3.2.2 Suluk Reguler ....................................................................................... 58
3.2.3 Suluk Executive .................................................................................... 59
3.2.4 Suluk Hajat ........................................................................................... 60
3.2.5 Suluk Musafir ....................................................................................... 60
3.3 Suluk Tarekat Naqsabandiyah ..................................................................... 63
3.3.1 Perkembangan Tarekat Naqsabandiyah Al-kholidiyah Jalaliyah ......... 69
3.3.2 Sistem Suluk ......................................................................................... 72
3.3.3 Sistem Dakwah ..................................................................................... 73
3.4 Keseimbangan Intelektual dan Spiritual ...................................................... 75
3.4.1 Cara Berpakaian Dalam Tarekat ........................................................... 76
3.5 Tradisi Suluk Tarekat Naqsyabandiyah Al-kholidiyah Jalaliyah ................ 76
3.5.1 Aktivitas Dalam Suluk .......................................................................... 83
BAB IV
PERGULATAN ANTARA TEOSENTRIS DENGAN ETNOSENTRIS ...... 90
4.1 Pelaksanaan Tradisi Suluk Eksekutif .......................................................... 90
4.2 Perubahan Tradisi Suluk.............................................................................. 96
4.3 Faktor Penyebab Perubahan Tradisi .......................................................... 103
4.4 Upaya Mempertahankan Tradisi ............................................................... 109
4.5 Perubahan Tradisi Tarekat Naqsyabandiyah Al-kholidiyah Jalaliyah ...... 112
4.5.1 Nilai Budaya ....................................................................................... 112
4.5.2 Pelaksanaan ......................................................................................... 115
4.5.3 Bentuk dan Simbol.............................................................................. 117
4.5.4 Makanan.............................................................................................. 119
4.5.5 Fungsi.................................................................................................. 120
Universitas Sumatera Utara
xiii
4.5.6 Peralatan.............................................................................................. 121
4.5.7 Bahasa ................................................................................................. 122
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................................... 126
5.1 Kesimpulan ................................................................................................ 126
5.2 Saran .......................................................................................................... 127
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 129
Universitas Sumatera Utara
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Ketertarikan terhadap penelitian yang dilakukan ini didasari oleh
perubahan kultur dalam kehidupan tasawuf pada konteks kehidupan modern.
Dunia modern turut berpengaruh pada kehidupan tasawuf religius. Dogmatis
tasawuf ternyata berdialog dengan dimensi kehidupan masa kini yang kompleks.
Generasi manusia di abad manapun adalah struktur kehidupan yang
dinamis dan kreatif seringkali melahirkan gagasan-gagasan demi kepentingan
manusia dalam berbagai sektor kehidupan. Daya fikir dan daya cipta semakin
berkembang untuk memformulasikan makna kehidupan dalam kontek yang nyata,
dan berkonsekuensi pula terjadi pergeseran tata nilai dan moral, yang setiap saat
berlangsung baik secara cepat maupun lamban, namun itu pasti. Keterlibatan
manusia dalam mekanisme kehidupan yang fungsional dan struktural modern
mengakibatkan cara pandang yang beraneka ragam termasuk dalam cara mengkaji
manusia, menurut sudut pandangnya masing-masing.
Sebagai makhluk theosentris, manusia di turunkan ke dunia dalam rangka
kegiatan yang terbatas (ruang dan waktu) juga berfungsi sebagai makhluk yang
terpadu, yaitu makhluk yang lengkap, selaras dan kreatif dalam semua dimensi
kepribadiannya. Baik secara fisik, spiritual, moral, intelektual dan estetika. Secara
universal, atribut inti dari makhluk manusia adalah kepribadian yang memiliki
kesadaran diri, pengarahan diri, kehendak dan intelektual kreatif. Kebebasan dan
Universitas Sumatera Utara
2
kemerdekaan manusia, ini sangat menarik diamati untuk menjadi subjek kajian.
Ali Maksum, dalam bukunya Tasawuf Sebagai pembebas Manusia
Modern mengatakan bahwa, Islam pernah berada pada posisi puncak sebagai
sentral peradaban dunia. Umat Islam sangat yakin bahwa kejayaan peradaban
Islam dapat tercapai tidak terlepas dari semangat tauhid yang melandasinya.
Tauhid menjadi kekuatan dalam kehidupan umat Islam dan mempunyai fungsi
praktis untuk melahirkan prilaku dan keyakinan yang kuat dalam proses
transformasi kehidupan sehari-hari kepribadian dan sistem sosialnya. (Ali
Maksum, 2003)
Dalam buku Abdul Kadir Riyadi yang berjudul Antropologi Tasawuf
mengatakan bahwa, dalam perkembangannya (dalam konteks sekarang) ternyata
manusia tidak mampu mempertahankan nilai-nilai dasar yang ada pada dirinya.
Sejak di bukanya kran pemikiran rasional oleh Rene Descartes (1596-1650), yang
sering disebut bapak filsafat modern, yang ditandai dengan adanya Renaissance1.
Manusia tidak mau diatur oleh agama. Hasil yang diperoleh dari watak ini
ialah pengetahuan rasional, lahirnya ilmu pengetahuan dan teknologi. Humanisme
menghendaki ukuran kebenaran adalah manusia, karena manusia merasa mampu
mengatur dirinya dan dunia.2 (Ahmad Tafsir, 2000)
Agus Comte (1798-1857) meramalkan, bahwa akan adanya kebangkitan
ilmu-ilmu baru dan keruntuhan Agama. Ia percaya, bahwa menurut perkembangan
filsafat dan ilmu-ilmu di Barat, masyarakat berevolusi dan berkembang dari
1 Ciri utama renaissance ialah humanisme, individualisme, empirisme,
rasionalisme dan lepas dari agama. 2 Homosentris
Universitas Sumatera Utara
3
tingkat primitif ke tingkat modern. Karena itulah Harun Hadi Wijoyo menyatakan,
adab ke 19 adalah abad yang ruwet. Perkembangan filsafat terutama sejarah
setelah Hegel (1770-1831) tidak hanya berputar pada satu mata rantai, melainkan
pada bermacam-macam isme, seperti positifisme, materialisme, marxisme,
sosialisme, eksistensialisme dan seterusnya.
Secara konsepsional Tuhan tidak dapat ditangkap dengan indera dan tidak
dapat dirasakan secara materi. Tuhan hanya hadir dalam fikiran dan tidak hadir
dalam tindakan. Alam dan manusia tidak dapat mampu lagi membuktikan Tuhan
secara ilmiah, karena manusia sejak lahir yang dikenal adalah alam.3
Sistem kehidupan manusia telah memisahkannya dari naluri ketuhanan.
Walaupun ia tidak menolak Tuhan secara lisan, tetapi ia mengingkari Tuhan
dalam bentuk prilaku keseharian. Husen Naser dalam Islam and the Pligh of
Modern Men menyatakan bahwa akibat masyarakat modern yang mendewakan
ilmu pengetahuan dan tekhnologi menjadikan mereka berada dalam wilayah
pinggiran eksistensinya sendiri. Manusia bergerak menjauh dari pusat kesadaran
theosentris pemahaman agama yang berdasarkan wahyu mereka tinggalkan, hidup
dalam keadaan sekuler. Masyarakat yang demikian adalah masyarakat barat yang
dikatakan the post industrial society telah kehilangan visi keilahian. Masyarakat
yang demikian ini telah tumpul penglihatan intelectusnya dalam melihat realitas
hidup dan kehidupan. (Amin Syukur, 1999)
Kehilangan visi keilahian dapat menimbulkan gejala psikologis, yakni
adanya kehampaan spiritual. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta
3 Empirisme-Materialisme
Universitas Sumatera Utara
4
filsafat rasionalisme tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok manusia dalam
aspek nilai-nilai transenden, suatu nilai yang hanya bisa di gali dari sumber wahyu
Islahi (tasawuf).
Jurgen Habermas dalam bukunya Legitimation Crisis, sebagaimana
dinukilkan oleh Afif Nadjih menjelaskan, bahwa krisis keilahian terjadi apabila
struktur kehidupan sosial tidak mampu lagi memberikan pemecahan seperti yang
diharapkan, untuk menjamin kelestarian hidup itu sendiri. Ini berarti, krisis
keilahian diartikan sebagai adanya gangguan dalam integrasi itu. Krisis tidak
timbul karena adanya perubahan kecil, tetapi karena desakan dan tuntutan yang
secara struktural terjadi dalam sistem itu sendiri yang tidak dapat disesuaikan,
diintegrasikan dalam sistem kehidupan ini. Dengan demikian hilanglah legitimasi
struktur sosial tersebut secara kemanusiaan itu sendiri. (Afif Nadjih Anies (ed),
2005)
Dalam tasawuf terdapat prinsip-prinsip positif yang mampu mengembang
kan masa depan manusia, seperti melakukan instropeksi (muhasabah) baik
kaitannya dengan masalah vertikal maupun horizontal, pengosongan jiwa dari
sifat-sifat tercela (takhalli), penghiasan diri dengan sifat-sifat mulia (tahalli).
Prinsip-prinsip yang terdapat dalam tasawuf tersebut dapat dijadikan sebagai
sumber gerak, sumber kenormatifan, sumber motivasi dan sumber nilai sebagai
acuan hidup. Untuk mendeskripsikan hal tersebut, dimensi perjalanan tasawuf
dalam ranah sejarah menjadi dasar konstruksi untuk dapat melihat bentuk,
perubahan pada kultur tasawuf Tarekat Naqsyabandiyah Al-kholidiyah Jalaliyah.
Di antara umat Islam terdapat sekelompok orang yang tidak merasa puas
Universitas Sumatera Utara
5
dengan pendekatan diri kepada Allah melalui perilaku atau cara-cara ibadah yang
telah ditentukan seperti shalat, puasa dan haji. Hal tersebut ternyata
menghampakan kepribadian manusia itu sebagai manusia yang bebas. Mereka
kemudian mencari dan melakukan cara-cara lain dalam rangka tetap mendekatkan
hubungannya dengan Allah, tetapi tidak membelenggu sifat kemanusiaan yang
mendunia. Cara-cara ini diharapkan akan mempermudah jalinan hubungan
komunikasi dengan Allah tetapi sekaligus menghargai diri sendiri sebagai
makhluk manusia. Salah satu diantaranya adalah Tarekat Naqsyabandiyah.
Jauh sebelum lahirnya agama Islam, memang sudah ada ahli Mistik yang
menghabiskan masa hidupnya dengan mendekatkan diri kepada Tuhan-Nya;
antara lain terdapat pada India Kuno yang beragam Hindu maupun Budha. Orang-
orang mistik tersebut dinamakan Gymnosophists oleh penulis barat dan disebut al-
hukama’ul uroh oleh penulis Arab. Dapat diartikan sebagai orang-orang bijaksana
yang berpakaian terbuka. Hal tersebut dimaksudkan, karena ahli-ahli mistik
orang-orang India selalu berpakaian dengan menutup separuh badannya.
Tersebarnya ajaran tasawuf di Indonesia tercatat sejak masuknya agama
Islam di Negara ini. Ketika pedagang-pedagang muslim mengIslamkan orang-
orang Indonesia, tidak hanya menggunakan pendekatan bisnis, tetapi juga
menggunakan pendekatan tasawuf. Istilah Tasawwuf atau Sufisme merupakan
istilah yang dipakai secara khusus untuk menggambarkan kehidupan mistik atau
mistisisme dalam Islam.
Perkembangan Tarikat Naqsyabandiyah di Indonesia boleh dikatakan
sangat pesat. Masuknya Tarikat Naqsyabandiyah ke Indonesia, berawal dari para
Universitas Sumatera Utara
6
pelajar Indonesia yang pernah menuntut ilmu di Makkah. Syekh Yusuf Makassari
(1626-1699) dianggap sebagai orang pertama yang memperkenalkan Tarikat
Naqsyabandiyah di Nusantara. (Sri Mulyati, 2005)
Nama dalam suatu paham tarikat biasanya selalu dihubungkan dengan
nama pendiri atau nama dari mursyidnya. Dengan bergantinya mursyid, maka
nama tarikat juga mengalami perubahan sesuai dengan nama tokoh pimpinan
(mursyid) yang memimpin pada tarikat tersebut.
1.2 Tinjauan Pustaka
Suatu alur penelitian merupakan suatu hal penting dan signifikan, yang
bersangkutan dari dasar pemikiran yang ada sebelumnya. Biasanya diperoleh dari
studi perpustakaan. Tinjauan pustaka dalam hal ini merupakan suatu konstruksi
pemikiran untuk dapat menjalankan suatu penelitian yang sesuai dengan arah dan
tujuan penelitian itu sendiri.
Penggunaan tinjauan pustaka dalam penelitian ini menggunakan beberapa
konsep pemikiran; yang pertama konsep kebudayaan sebagai dasar pemikiran
untuk melihat kultur tasawuf dalam terminologi kebudayaan. Untuk dapat
mendeskripsikan mengenai tasawuf dalam lingkup ilmu antropologi, tasawuf dan
tarikat-lah yang menjadi fokus penelitian ini, sedangkan aspek diakronis untuk
dapat melihat perkembangan tasawuf dalam penelitian kultur tasawuf. Fokus
perhatian peneliti adalah Tarekat Naqsyabandiyah Al-kholidiyah Jalaliyah yang
ada di Marendal I.
Kebudayaan berasal dari kata sansekerta buddayah, yang merupakan
bentuk jamak dari buddhi, yang berarti budi atau akal. Dengan demikian,
Universitas Sumatera Utara
7
kebudayaan berarti hal-hal yang bersangkutan dengan akal. Adapun ahli
antropologi yang merumuskan definisi tentang kebudayaan secara sistematis dan
ilmiah adalah Taylor, yang menulis dalam bukunya: “Primitive Culture”, bahwa
kebudayaan adalah keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung
ilmu pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat-istiadat, dan
kemampuan lain, serta kebiasaan yang di dapat oleh manusia sebagai anggota
masyarakat (Ranjabar, 2006).
Menurut Tylor, (dalam Koentjaraningrat, 1986) kebudayaan merupakan
keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan,
kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan
lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat. Koentjaraningrat sendiri
mendefinisikan kebudayaan adalah keseluruhan sistim gagasan, tindakan, dan
hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat, yang dijadikan milik
dari manusia dengan belajar.
Aliran antropologi kognitif bersasumsi bahwa setiap masyarakat
mempunyai satu sistem yang unik dalam mempersepsikan dan mengorganisasikan
fenomena material dalam pikiran (mind) manusia. Singkatnya budaya itu ada
dalam pikiran manusia, dan bentuknya adalah organisasi pikiran tentang
fenomena material, Budaya suatu masyarakat terdiri atas segala sesuatu yang
harus diketahui atau dipercayai seseorang agar dapat berperilaku sesuai dengan
cara yang diterima oleh masyarakat. Budaya bukan suatu fenomena material, tidak
terdiri atas benda, manusia, perilaku, atau emosi. Dia adalah pengorganisasian
dari hal tersebut, atau bentuk hal-ihwal yang dipunyai manusia dalam pikiran
Universitas Sumatera Utara
8
(mind), model yang mereka punya untuk menerima, menghubungkan, dan
seterusnya. (Goodenough. 1981)
Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai
kebudayaan adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan
meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga
dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan
perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia
sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat
nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial,
religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia
dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
Sekurangnya ada dua konsep umum yang menerangkan tentang
‘kepercayaan’ kepada Tuhan atau sesuatu yang dianggap Tuhan, yaitu antara
konsep agama dan konsep religi. Koentjaraningrat (1987), sebagai salah seorang
tokoh antropologi terkemuka di Indonesia, mengatakan bahawa religi adalah
sebagai bagian dari kebudayaan; dalam banyak hal yang membahas tentang
konsep ketuhanan, beliau lebih menghindari istilah ‘agama’, dan lebih
menggunakan istilah yang lebih netral, yaitu ‘religi’. Ada juga yang berpendirian
bahwa suatu sistem religi merupakan suatu agama,tetapi itu hanya berlaku bagi
penganutnya saja; sistem religi Islam merupakan agama bagi anggota umat Islam,
sistem religi Hindu Dharma merupakan suatu agama bagi orang Bali; ada juga
pendirian lain yang mengatakan bahwa agama adalah semua sistem religi yang
secara resmi diakui oleh negara.
Universitas Sumatera Utara
9
Sebenarnya pendapat Koentjaraningrat di atas yang mengatakan bahwa
religi adalah bagian dari kebudayaan karena beliau mengacu pada sebagain
konsep yang dikembangkan oleh Emile Durkheim (1912) mengenai dasar-dasar
religi dengan empat dasar komponen, yaitu :
1. emosi keagamaan, sebagai suatu substansi yang menyebabkan manusia
menjadi religius;
2. sistem kepercayaan yang mengandung keyakinan serta bayangan-
bayangan manusia tentang sifat-sifat Tuhan atau yang dianggap sebagai
Tuhan, serta tentang wujud dari alam gaib (supernatural);
3. Sistem upacara religius yang bertujuanmencari hubungan manusia dengan
Tuhan, Dewa-dewa atau Mahluk-mahluk halus yang mendiami alam gaib;
4. kelompok-kelompok religius atau kesatuan-kesatuan sosial yang menganut
sistem kepercayaan tersebut
Keempat komponen tersebut sudah tentu terjalin erat satu dengan yang lain
menjadi suatu sistem yang terintegrasi secara bulat; emosi keagamaan merupakan
suatu getaran yang menggerakkan jiwa manusia. Proses-proses fisiologis dan
psikologis apakah yang terjadi apabila manusia terhinggap oleh getaran jiwa tadi,
agaknya belum banyak diteliti oleh orang-orang yang berkepentingan tentangnya,
namun demikianlah kira-kiranya keadaan jiwa manusia yang dimasuki cahaya
Tuhan.
Terlepas dari pendapat perorangan ataupun batasan-batasan tertentu yang
ditetapkan sebuah negara tentang konsep religi atau agama ini, yang jelas menurut
konsep ilmu pengetahuan dan agama-agama yang ada di muka bumi ini
Universitas Sumatera Utara
10
menyatakan bahwa suatu bentuk aktifitas manusia yang dianggap sebagai suatu
penyerahan diri terhadap Zat yang dianggap mengatur, menciptakan, atau
menentukan kehidupan manusia di dunia dimana manusia hidup dan di dunia
dimana manusia sudah mati yang mengacu kepada konsep E. Durkheim di atas
dapat disebut sebagai agama.
Tidak semua perilaku keagamaan atau religi itu adalah khas manusia;
untuk ajaran Islam misalnya bahkan hampir seluruh aktifitas keagamaan itu
sumbernya adalah wahyu Tuhan, dan hanya sedikit sekali unsur-unsur gagasan
manusia disana, demikian juga dengan agama-agama yang lain yang menganggap
berbagai aktifitas itu sumbernya adalah Tuhan. Disini agama itu dipisahkan
dengan kebudayaan, pada aktifitas-aktifitas tertentu yang tujuannnya adalah
penyerahan diri (taat, bakti, doa, pemujaan, penyembahan dan sebagainya) pada
Tuhan atau yang dianggap sebagai Tuhan, walaupun ada gagasan-gagasan atau
tangan-tangan manusia yang turut di dalamnya merupakan aktifitas keagamaan;
dilain fihak, segala bentuk tindakan, gagasan, dan hasil tindakan khas manusia
yang relatif tidak melibatkan unsur-unsur keagamaan atau tidak dimaksudkan
sebagai bentuk ritual tertentu, itulah kebudayaan.
Antropologi mendalami manusia dan membuat gambaran tentang ke-aku-
an dalam konsep filosofis.antropologi menjadi jenis ilmu yang dianggap paling
intens mendalami persoalan manusia terutama dari sudut pandang filosofis.
Awalnya antropologi muncul pada abad ke-19 hanya sebagai perangkat untuk
menelusuri asal-usul ras manusia dan mencari fosil-fosil ras binatang yang
dianggap sangat dekat dengan manusia. Dalam konteks kolnialisme, kadang
Universitas Sumatera Utara
11
antropologi diyakini sebagai ilmu atau metode untuk memahami karakter
masyarakat terjajah, dengan tujuan melanggengkan penjajahan.
Seperti ilmu lainnya, antropologi terus berkembang dan menjelma menjadi
ilmu yang memiliki banyak dimensi baik dalam hal objek kajian, metode maupun
tujuannya. Karena tertuntut untuk menguraikan berbagai subsistem yang
ditemukan dalam manusia maupun pola kehidupannya, antropologi mau tidak
mau berkembang menjadi ilmu yang tidak kaku. Ia berproses menjadi bidang ilmu
yang cukup beragam dengan berbagai aliran di dalamnya. Salah satu aliran itu
adalah antropologi filsafati yang secara khusus menyoroti hakekat atau esensi
manusia.
Antropologi filsafati mengajarkan bahwa manusia itu terdiri dari ruh dan
jasad, akal dan hati, jiwa dan raga. Namun lebih dari itu, ilmu ini juga
menawarkan metode memahami keterkaitan antara satu bidang dalam diri
manusia dengan bidang lainnya. Umpamanya, keterkaitan antara hati dan akal.
Selain antropologi filsafati ada pula etnologi yang mendalami manusia
bukan saja sebagai suatu “keberadaan” tetapi juga sebagai wujud yang
mengetahui. Etnologi mendalami manusia dari sisi keberadaan dan
pengetahuannya, serta menelusuri keterkaitan antara keduanya.
Seperti antropologi filsafati, “antropologi tasawuf” merupakan analisis
terhadap hakekat manusia. Seperti etnologi, wacana ini juga membicarakan
persoalan hakikat manusia ditambah bagaimana ia mendapatkan pengetahuannya.
Tetapi berbeda dengan keduanya, “antropologi tasawuf” merupakan analisis
terhadap hakikat manusia dan pengetahuannya dari sudut pandang tasawuf.
Universitas Sumatera Utara
12
Dengan demikian, gagasan ini merupakan sintesa dari tiga jenis ilmu sekaligus,
yaitu antropologi filsafati, etnologi dan tasawuf.
Salah satu tokoh pemikir era modern yang pernah memperkenalkan
pendekatan antropologi filsafati dalam tasawuf adalah Frithjof Schuon. Ia menulis
buku dengan judul From The Divine to the Human yang di dalamnya mengusung
konsep spiritual anthropology. Dalam pandangannya, manusia terdiri dari dua
unsur asasi yang saling terkait dan melengkapi, yaitu pengetahuan dan cinta,
kecerdasan dan rasa, intelegensia dan sentimen, akal dan hati. Kedua unsur asasi
ini melahirkan unsur ketiga, yaitu kekuatan. Tiga unsur inilah yang ia anggap
sebagai inti dari hakekat manusia.
Schuon sepertinya hendak menolak sudut pandang Barat tentang manusia
yang seringkali hanya mengakui unsur inderawi saja. Pandangan semacam ini
terutama diwakili oleh aliran-aliran pemikiran yang berbau positifistik, yaitu yang
mengandalkan pengamatan dan percobaan saja tetapi melupakan aspek
pengalaman beragama dan wahyu. Biasanya aliran semacam ini tidak mengakui
apa yang oleh Schuon disebut sebagai human subjectivity, seperti rasa, intuisu
atau hati. Padahal yang terakhir inilah yang paling menentukan kedaulatan
manusia dalam hidupnya. Namun Schuon juga mengakui bahwa human
subjectivity ini tidak bisa bekerja sendiri tanpa dukungan unsur lain dalam
manusia yang ia sebut sebagai human objectivity seperti akal. Karena itu,
pengalaman hati harus ditopang oleh kemampuan berpikir dan demikian
sebaliknya.
Konsepsi-konsepsi filsofis Barat tentang manusia sangat diwarnai oleh
Universitas Sumatera Utara
13
paham-paham yang tidak sejalan dengan semangat keagamaan, seperti aliran
positivistik, empiris, antropomorfis, dan anti-metafisis. Tasawuf pada era modern
ini jelas lahir dan tumbuh sebagai sebuah sistem ilmu pengetahuan yang tidak bisa
diremehkan. Dikatakan demikian karena ia menjelma menjadi kekuatan besar
yang dianggap oleh banyak orang sebagai alternatif untuk menggantikan sistem-
sistem pengetahuan yang sudah ada yang seringkali terkesan congkak dan angkuh.
Tasawuf dapat dikatakan sebagai ilmu karena dibangun secara konsensus
dan ilmiah. Sebagai normal science, tasawuf sudah memasuki fase kematangan,
kebenarannya telah dibuktikan dan dipertahankan oleh sejumlah besar ilmuan
secara bersama. Seperti ilmu fiqh, tafsir, hadits, sejarah dan lainya, tasawuf adalah
gagasan atau teori yang sudah dewasa. Sebaliknya, tasawuf juga tidak bisa lepas
dari krisis dan anomali. Bahkan sebagian teorinya sudah layu. Karena itu, upaya-
upaya pembaharuan harus dilakukan agar ilmu itu tidak lumpuh dan ambruk. Di-
era modern ini rasanya, tasawuf benar-benar menjadi krisis karena dihadapkan
pada berbagai persoalan modernitas yang sedemikian mendera yang belum tentu
bisa dijawab oleh tasawuf secara tuntas. Jika tasawuf diam menghadapi
modernitas, maka bukan tidak mungkin ia akan punah dan lenyap dimakan waktu.
Tasawuf perlu melakukan dialog dengan modernitas. Ada beberapa
strategi yang dapat diambil untuk melakukan dialog itu. Strategi ini harus
dilakukan pada tataran ilmiah dan terdiri dari tahap-tahap berikut.
Pertama, strategi adopsi dan adaptasi.
Kedua, tasawuf harus terbuka untuk kritik.
Ketiga, tasawuf harus membangun sistem-sistem simbol baru agar bisa
Universitas Sumatera Utara
14
berhadapan dengan berbagai tantangan yang serba rumit dan berkelok.
Ada dua jenis simbol dalam tasawuf. Pertama, simbol yang mewakili
aspek luaran tasawuf seperti cara berpakaian para sufi, zikir, perilaku, logo tarekat
dan sejenisnya. Itu semua menggambarkan watak dan karakter tarekat tertentu.
Dan kedua, simbol yang menunjukkan karakter tasawuf sebagai sistem ilmu
pengetahuan, ide dan wacana. (Riyadi, 2014)
Kelebihan lain tasawuf adalah gagasan-gagasannya yang berbasis pada
keseimbangan antara Tuhan, manusia dan alam pada satu sisi dan kesadaran
spiritual pada sisi lain. Tasawuf bukan ilmu kuantitatif, tidak seperti ilmu-ilmu
Barat modern. Tasawuf tidak berbasis pada fakta-fakta atau angka-angka. Singkat
kata, tasawuf adalah antitesis terhadap ilmu-ilmu modern. Ilmu modern yang
bersifat murni humanistik, dan kehilangan unsur kontemplatifnya. Humanisme
menutup mata manusia modern dari hal-hal yang suci dan sakral.
Secara sederhana, tasawuf itu ialah suatu sistem latihan dengan penuh
kesungguhan (riyadhah-mujahadah) untuk membersihkan, mempertinggi dan
memperdalam kerohanian dalam rangka mendekatkan (taqarrub) kepada Allah,
sehingga dengan itu, maka segala konsentrasi seorang hanya tertuju kepada-Nya.
Oleh karena itu, maka al-shuhrawardi mengatakan, bahwa semua tindakan (al-
ahwal) yang mulia adalah tasawuf (al-Suhrawardi;1358:232).
Sebutan atau istilah tasawuf tidak pernah dikenal pada masa Nabi saw. dan
khulafaur rasyidin ra., karena pada masa itu, para pengikut Nabi saw. diberi
panggilan shahabat dan panggilan ini adalah yang paling berharga pada saat itu.
Kemudian pada masa berikutnya, yaitu pada masa shahabat, orang-orang muslim
Universitas Sumatera Utara
15
yang tidak berjumpa dengan beliau, disebut tabi’in atau seterusnya di sebut tabi’it
tabi’in.
Istilah tasawufi sendiri baru dipakai pada pertengahan abad III hijriyah
oleh Abu Hasyim al-Kufy (w. 250 H.) dengan meletakkan ash-shufi di belakang
namanya, sebagaimana dikata kan oleh Nicholson bahwa Abu Hasyim al-Kufy
telah ada ahli yang mendahuluinya dalam zuhud, wara, tawakkal, dan dalam
mahabbah, akan tetapi dia adalah yang pertama kali diberi nama ash-shufi (R.A.
Nicholson, 1969:11).
Secara etimologis, para ahli berselisih tentang asal kata tasawuf. Sebagian
menyatakan berasal dari “Shuffah” artinya emper masjid Nabawi yang didiami
oleh sebagian shahabat Anshar. Ada pula yang mengatakan berasal dari “Shof”
artinya barisan. Seterusnya ada yang mengatakan berasal dari “Shofa” artinya
bersih jernih, dan masih ada lagi yang mengatakan berasal dari kata “Shofanah”
suatu nama kayu yang bertahan tumbuh di padang pasir, terakhir ada yang
mengatakan berasal dari bahasa Yunani “Theosofi” artinya Ilmu Ketuhanan.
Namun yang terakhir ini tidak disetujui oleh H.A.R. Gibb. Dia cenderung pada
kata tasawuf berasal dari Shuf (bulu domba) artinya orang yang berpakaian bulu
domba disebut “mutashawwi” prilakunya disebut “tasawuf”. Ha1 tersebut ada
latar belakang tersendiri, yakni pakaian tersebut dipengaruhi oleh Kristen,
katanya: “Asal mula pakaian ini bukannya seragam, akan tetapi suatu tanda
penebus dosa perseorangan, sebagaimana dilambangkan pada pakaian Isa (H.A.R.
Gibb, 1964: 110).
Universitas Sumatera Utara
16
Karena itulah maka Ibn Sirin (729 M) mengeluarkan kecamannya “Aku
lebih senang meniru contoh Nabi saw. Yang mengenakan pakaian kapas” (H.A.R.
Gibb, 1964 : 111).
Sedari awal para sufi menginginkan tasawuf menjadi semacam sistem ilmu
pengetahuan dan tidak hanya sebatas sebagai amaliyah atau tarekat. Tarekat yang
datang belakangan justru sering menekankan pada aspek seremonial saja dan
sedikit melupakan aspek ilmu pengetahuan.
Tarekat pertama muncul pada abad ke-12 beberapa saat setelah syaikh
‘Abd al-Qâdir al-Jailânî wafat pada tahun 1166. ‘Abd al-Qâdir sendiri tampaknya
tidak pernah bermaksud mendirikan tarekat dan justru mengajarkan tasawuf
sebagai ilmu, seperti yang tampak dari buku-bukunya termasuk al-Fath al-
Rabbânî wa al-Fayd al-Rahmânî.
Pasca kemunculan tarekat, tasawuf seperti mengalami hambatan dalam
mengembangkan sistem ilmu pengetahuannya. Tasawuf kemudian lebih sering
diidentikkan dengan zikir dan bukan pikir. Padahal awalnya ia adalah pikir
dengan melibatkan zikir.
Dari segi bahasa tarekat berasal dari bahasa Arab thariqat yang artinya
jalan, keadaan, aliran dalam garis sesuatu. (Madjid, 1995: 465) Jamil Shaliba
mengatakan secara harfiah tarikat berarti jalan yang terang, lurus yang
memungkinkan sampai pada tujuan dengan selamat. Selanjutnya pengertian
tarekat berbeda-beda menurut tinjauan masing-masing. Di kalangan Muhaddisin
tarekat digambarkan dalam dua arti yang asasi. Pertama menggambarkan sesuatu
yang tidak dibatasi terlebih dahulu (lancar), dan kedua didasarkan pada sistem
Universitas Sumatera Utara
17
yang jelas yang dibatasi sebelumnya. Selain itu tarekat juga diartikan sekumpulan
cara-cara yang bersifat renungan, dan usaha inderawi yang mengantarkan pada
hakikat, atau sesuatu data yang benar.
Selanjutnya istilah tarekat lebih banyak digunakan para ahli tasawuf.
Mustafa Zahri dalam hubungan ini mengatakan tarekat adalah jalan atau petunjuk
dalam melakukan sesuatu ibadah sesuai dengan ajaran yang dicontohkan oleh
Nabi Muhammad dan dikerjakan oleh sahabat-sahabatnya, tabi’in dan tabi’it
tabi’in turuntemurun sampai kepada guru-guru secara berantai sampai pada masa
kita ini. (M. Zahri, 1995: 56) Lebih khusus lagi tarekat di kalangan sufiyah berarti
sistem dalam rangka mengadakan latihan jiwa, membersihkan diri dari sifatsifat
yang tercela dan mengisinya dengan sifat-sifat yang terpuji dan memperbanyak
zikir dengan penuh ikhlas semata-mata untuk mengharapkan bertemu dengan dan
bersatu secara ruhiah dengan Tuhan. (M. Zahri, 1995: 57) Jalan dalam tarekat itu
antara lain terus menerus berada dalam zikir atau ingat terus kepada Tuhan, dan
terus menerus menghindarkan diri dari sesuatu yang melupakan Tuhan.
Dalam pada itu Harun Nasution mengatakan tarekat ialah jalan yang harus
ditempuh seorang sufi dalam tujuan berada sedekat mungkin dengan Tuhan.
(Nasution, 1995: 63) Hamka mengatakan bahwa di antara makhluk dan khaliq itu
ada perjalanan hidup yang harus ditempuh. Inilah yang kita katakan tarekat.
(Hamka, 1990: 104)
Dengan memperhatikan berbagai pendapat tersebut di atas, kiranya dapat
diketahui bahwa yang dimaksud dengan tarekat adalah jalan yang bersifat spiritual
bagi seorang sufi yang di dalamnya berisi amalan ibadah dan lainnya yang
Universitas Sumatera Utara
18
bertemakan menyebut nama Allah dan sifat-sifatnya disertai penghayatan yang
mendalam. Amalan dalam tarekat ini ditujukan untuk memperoleh hubungan
sedekat mungkin (secara rohaniah) dengan Tuhan.
Dalam perkembangan selanjutnya, tarekat sebagai disebut kan Harun
Nasution, mengandung arti organisasi (tarekat), yang mempunyai syaikh, upacara
ritual dan bentuk zikir tertentu. (Nasution, 1995: 89)
Guru dalam tarekat yang sudah melembaga itu selanjutnya disebut
Mursyid atau Syaikh, dan wakilnya disebut Khalifah. Adapun pengikutnya disebut
murid. Sedangkan tempatnya disebut ribath atau zawiyah atau taqiyah. (IAIN
Sumut, 1982: 239) Selain itu tiap tarekat juga memiliki amalan atau ajaran wirid
tertentu, simbol-simbol kelembagaannya, tata tertibnya dan upacara-upacara
lainnya yang membedakan antara satu tarekat dengan tarekat lainnya
Dengan demikian itu mengherankan jika ada pendapat yang mengatakan
bahwa tarekat sebenarnya termasuk dalam ilmu mukasyafah, yaitu ilmu yang
dapat menghasilkan pancaran nur Tuhan ke dalam hati muridmuridnya, sehingga
dengan nur itu terbukalah baginya segala sesuatu yang gaib daripada ucapara-
upacara nabinya dan rahasiarahasia Tuhannya. IImu ini dilakukan dengan cara
riadah/latihan dan mujahadah.
Dengan demikian, tarekat mempunyai hubungan substansial dan
fungsional dengan tasawuf. Tarekat pada mulanya berarti tata cara dalam
mendekatkan diri kepada Allah dan digunakan untuk sekelompok yang menjadi
pengikut bagi seorang syaikh. Kelompok ini kemudian menjadi lembaga-lembaga
yang mengumpul dan mengikat sejumlah pengikut dengan aturan-aturan
Universitas Sumatera Utara
19
sebagaimana disebutkan di atas. Dengan kata lain, tarekat adalah tasawuf yang
melembaga. Dengan demikian tasawuf adalah usaha mendekatkan diri kepada
Allah, sedangkan tarekat itu adalah cara dan jalan yang ditempuh seseorang dalam
usahanya mendekatkan diri kepada Tuhan. Inilah hubungan antara tarekat dan
tasawuf.
Dalam narasi modernitas, manusia memang diberi ruang seluas-luasnya
untuk ber-ekspresi, tetapi keluasannya itu justru menjadikannya sebagai berhala
bagi dirinya sendiri. Ia tak ubahnya seperti fosil, meminjam istilah Michel
Foucault. Eksistensialisme, humanisme, positifisme adalah sedikit dari sekian
banyak narasi modernitas yang memfosilkan manusia.
Ilmu sosial dan humanisme modern yang lebih dikenal dengan sebutan
geisteswissenchaften lebih sering menekankan konsep perubahan dan
ketidaktetapan. Gagasan bahwawujud adalah pasti dan nyata seperti yang
dikembangkan oleh para pemikir muslim tidak mendapatkan tempat dalam
wacana Barat modern ini. Konsep perubahan merujuk pada proses berada yang
tiada henti. Tidak ada wujud yang keberadaanya bersifat pasti karena ia terus
berproses. Mirip denga teori evolusi, teori perubahan ini meyakinkan bahwa alur
keberadaan bersifat lurus. Teori wujud berbau evolusi meyakini bahwa wujud
bergerak lurus kedepan tanpa harus memlai dari sebuah titik yang pasti, dan juga
tidak harus berhenti pada titik yang pasti pula.
Teori ketidaktetapan dalam wacana Barat modern mengajak manusia
untuk berkelana tiada henti menerobos batas-batas ruang dan waktu. Semua jenis
wujud ditundukkan pada teori ini. Tuhan dipandang sebagai wujud yang tidak
Universitas Sumatera Utara
20
nyata karena terus dalam proses menjadi dan berada. Oleh karenanya, kata
“modern” tidak dimaksudkan sebagai sesuatu yang kontemporer maupun sesuatu
yang mengikuti kecenderungan zaman, tetapi sebagai sesuatu yang terpisah dari
yang transenden, dari prinsip-prinsip langgeng yang dalam realitas mengatur
materi dan yang diberitakan kepada manusia melalui wahyu dalam pengertiannya
yang paling universal.
Agama dijadikan bulan-bulanan, dinilai terlalu membatasi ruang gerak
manusia yang ingin maju. Dianggap gagal menjalankan tugas sosialnya, agama
hanya ditempatkan pada posisi buncit dalam skema epistemologi dan kebudayaan
modern bahkan sering tidak mendapatkan tempat sama sekali. Karena agama telah
disisihkan, maka ontologi modernisme sama sekali tidak menyisakan sedikit pun
unsur Tuhan, atau unsur kebenaran metafisik di dalamnya. Bahkan, seperti yang
terkenal dari ungkapan Nietzsche, Tuhan telah mati.
Karena itu, kehidupan modern sekarang ini tampak dengan wajah
antagonistik. Di satu pihak, modernisasi telah mendatangkan kemajuan
spektakuler dalam bidang material, tetapi di pihak lain modernisasi menghasilkan
wajah kemanusiaan yang buram. Penghancuran lingkungan oleh teknologi, krisis
ekologi, dan lain-lain jelas merupakan dampak negatif dari gelombang
modernisasi.
Dalam buku sosiologi agama, Zulfi menuliskan jika disaat berhadapan
dengan modernisasi, nasib agama akan tersisihkan atas perannya sebagai faktor
legitimasi utama dalam masyarakat, dimana lembaga-lembaga kemasyarakatan
yang terbentuk mengambil alih berdasarkan ilmu pengetahuan. Dalam hal ini,
Universitas Sumatera Utara
21
modernisasi selalu berakibat munculnya sekulerisasi dalam keberagaman dan
individualisasi dalam hubungan sosial bagi masyarakat tersebut.
Permasalahan manusia modern ternyata tidak berhenti dalam tataran
idealitas tentang konsep keseimbangan antara dimensi spiritual dan material.
Karena dari permasalahan kekeringan spiritual telah memicu persoalan lain yang
tidak kalah berbahaya dan terasa begitu nyata dalam kehidupan manusia sekarang,
yakni krisis sosial. Berbagai permasalahan sosial yang sedang terjadi dalam dunia
modern merupakan sumbangan dari kekeringan spiritual—kalau tidak dikatakan
sebagai akar dari permasalahan zaman ini. Kesadaran dan keprihatinan yang
mendunia ini menyebabkan ancaman pada manusia yang bersifat katastrofal,
artinya ancaman tersebut terjadi dalam skala besar, terjadi secara bersamaan dan
dalam lingkup luas. Menarik untuk menyimak pemikiran Levi Strauss dalam
menyikapi perubahan global, ia mengatakan bahwa pada akhirnya manusia harus
memberi pertanggungjawaban terhadap sikap humanistik absolut, yang berkuasa
sejak zaman Renaisans dan rupanya berasal dari agama-agama besar di Barat yang
membawa akibat yang sangat katastrofal. Selama beberapa abad, humanisme
menyebabkan peperangan, pemusnahan, kamp konsentrasi, pembasmian berbagai
jenis makhluk hidup dan pemiskinan alam. Sikap berlebihan itu kemudian
menjadi ancaman bagi manusia, yaitu kepercayaan atas wewenang yang
dimilikinya dan penguasaan atas segalanya.
Ada tiga hal yang menjadi ancaman dunia saat ini, yaitu perang, ledakan
populasi dan pencemaran lingkungan. Para ahli biasanya menempatkan
pertumbuhan populasi sebagai ancaman pertama yang kemudian memicu
Universitas Sumatera Utara
22
ancaman-ancaman berikutnya, yakni pencemaran lingkungan dan perang.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata “modern”
artinya“terbaru; mutakhir” atau sikap dan cara berfikir serta cara bertindak sesuai
dengan tuntutan zaman. Modern berasal dari bahasa latin “moderna” yang artinya
‟sekarang‟, “baru‟ atau “saat kini‟. Atas pengertian asli ini kita bisa mengatakan
bahwa manusia senantiasa hidup di zaman “modern‟, sejauh kekinian menjadi
kesadarannya. Banyak para ahli sejarah menyepakati bahwa sekitar tahun 1500
adalah hari kelahiran zaman moderndi Eropa. Sejak saat itu, kesadaran waktu
akan kekinian muncul di mana-manaa. Lalu, pernyataan ini tidak menyiratkan
bahwa sebelumnya orang tidak hidup di masa kini. Lebih tepat mengatakan bahwa
sebelumnya orang kurang menyadari bahwa manusia bisa mengadakan
perubahan-perubahan yang secara kualitatif baru.
Modern bukanlah sekedar suatu periode, melainkan pandangan dunia atau
prinsip metafisis (ontologis). Oleh karena itu dunia modern sebagai draft dunia
yang di dominasi oleh pandangan dunia modern. Dengan perkataan lain dunia
modern merupakan pengejawantahan prinsip-prinsip modern dalam kehidupan
bermasyarakat
Modernisme pada umumnya dilihat sebagai reaksi individu dan kelompok
terhadap dunia 'modern', dan dunia modern ini dianggap sebagai dunia yang
dipengaruhi oleh praktik dan teori kapitalisme, industrialisme, dan negara-bangsa.
Jadi, dalam proses modernisasi, pengikisan pola-pola lama justru sering
berakibat pula pada pengikisan nilai-nilai agama terhadap pribadi-pribadi
masyarakat. Maka jika awal modernisasi, pihak barat cenderung memisahkan
Universitas Sumatera Utara
23
antar masalah-masalah dunia dan agama, antara negara dan Gereja, antara bidang
ilmiah dan rohani, maka seiring modernisasi sekarang mempunyai konotasi
seperti: meningkatnya angka kejahatan, melemahnya ikatan keluarga dan
persaudaraan, serta bertambahnya polusi.
Menurut para ahli pemerhati masalah sosial, bahwa manusia modern akan
mengalami frustrasi eksistensial yang ditandai dengan keinginan yang berlebihan
untuk berkuasa (the will to power), mencari-cari kenikmatan hidup (the will to
pleasure), selalu ingin menimbun harta (the will to money), tidak mengenal waktu
dalam bekerja sehingga tidak memiliki waktu untuk bersosialisasi (the will to
work), serta memiliki kecenderungan libido yang cukup tinggi (the will to sex).
Didalam buku Becoming Modern, Inkeles dan Smith menyebutkan
beberapa ciri manusia modern, yaitu :
Keterbukaan terhadap pengalaman dan ide baru
Berorientasi ke masa sekarang dan masa depan
Punya kesanggupan merencanakan
Percaya bahwa manusia bisa menguasai alam
1.3 Rumusan Masalah
Dalam penelitian, fungsi dari perumusan masalah sangatlah penting,
karena agar dapat mengetahui jalannya suatu penelitian. Selain itu juga agar
penulisan lebih terarah akan suatu masalah yang akan diteliti, sehingga penulisan
dapat langsung mengarah ke tujuan permasalahan yang akan diteliti. Hal ini juga
berlaku dalam penulisan mengenai “Kultur Tasawuf Tarekat Naqsyabandiyah Al-
kholidiyah Jalaliyah”. Dimana bertujuan untuk melihat bentuk dari aliran ilmu
Universitas Sumatera Utara
24
tasawuf tarekat tersebut yang mengalami perubahan, juga beberapa hal yang
terkait dengan bentuk tersebut.
Untuk mendapatkan hal yang diinginkan oleh penulis, maka perumusan
masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan dalam beberapa pertanyaan
penelitian, yakni:
1. Apa itu kultur tasawuf Tarekat Naqsyabandiyah Al-kholidiyah
Jalaliyah.
2. Bagaimana perubahan kebudayaan pada Tarekat Naqsyabandiyah Al-
kholidiyah Jalaliyah.
1.4 Tujuan dan Manfaat penelitian
Setiap penelitian yang dilakukan harus memiliki tujuan yang hendak
dicapai dan manfaat dari penelitian tersebut, adapun yang menjadi tujuan dan
manfaat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.4.1 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan sebagai bentuk tulisan ilmiah dengan maksud
dapat menggambarkan bentuk dari tasawuf modern secara utuh dan menyeluruh.
Selanjutnya juga agar dapat melihat secara keseluruhan dari setiap kegiatan
maupun aktifitas di dalam kultur tasawuf Tarekat Naqsyabandiyah Al-kholidiyah
Jalaliyah sebagai bentuk dari aliran ilmu tasawuf modern, yang diharapkan dapat
bermanfaat sebagai salah satu bentuk studi antropologis.
1.4.2 Manfaat Penelitian
Sebagai sebentuk penelitian, besar harapan penulis agar nantinya hasil dari
penelitian dapat memberikan sumbangan nyata yang berarti bagi khalayak umum
Universitas Sumatera Utara
25
dan agama Islam pada khususnya. Manfaat yang diharapkan dari penelitian dan
hasil penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut :
Penelitian ini merupakan suatu penelitian yang bersifat deskripsi tentang
bentuk juga kegiatan kultur tasawuf Tarekat Naqsyabandiyah Al-kholidiyah
Jalaliyah dan keterkaitannya sebagai bentuk tradisi religi yang ada ditengah-
tengah masyarakat, selain itu untuk mendapatkan gambaran tentang kultur
tasawuf Tarekat Naqsyabandiyah Al-kholidiyah Jalaliyah pada masyarakat secara
utuh, penelitian ini melihat kultur tasawuf Tarekat Naqsyabandiyah Al-kholidiyah
Jalaliyah sebagai suatu ekspresi religi yang memiliki nilai ritual dalam lingkup
kehidupan beragama dan beribadah. Penelitian tentang kultur tasawuf Tarekat
Naqsyabandiyah Al-kholidiyah Jalaliyah ini juga bermanfaat sebagai suatu yang
penting, menarik dan berguna untuk mengetahui tradisi religi berupa kultur
tasawuf Tarekat Naqsyabandiyah Al-kholidiyah Jalaliyah tersebut.
Adapun manfaat penelitian ini nantinya adalah :
Pada bidang akademis, hasil penelitian diharapkan dapat menjadi
penambah khasanah penelitian bidang antropologi.
Penelitian ini bermanfaat untuk menjadi suatu bahan evaluasi terhadap
penelitian yang telah ada sebelumnya mengenai bentuk dari kultur
tasawuf.
1.5 Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di Marendal I, Kecamatan Patumbak,
Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Dikarenakan lokasi ini merupakan
tempat Kultur Tasawuf dari Tarekat Naqsyabandiyah Al- Khoidiyah Jalaliyah.
Universitas Sumatera Utara
26
Adapun yang menjadi pertimbangan atas lokasi ini adalah:
1. Adanya kegiatan ibadah rutinitas dari tarekat tersebut.
2. Merupakan tempat dari aktivitas para pengikut tarekat tersebut dalam
mengamalkan ilmu tasawuf modern.
3. Terdapat aktivitas antara individu ataupun kelompok yang mengikuti
kegiatan tasawuf.
4. Lokasi tersebut merupakan pusat penyebaran tasawuf dalam hal
kegiatan ibadah suluk eksekutif dari tarekat tersebut.
1.6 Metode Penelitian
1.6.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan bersifat deskriptif dengan
menggunakan pendekatan kualitatif, yang bermaksud menggambarkan secara
terperinci mengenai kegiatan kultur tasawuf Tarekat Naqsyabandiyah Al-
kholidiyah Jalaliyah, selain melihat kultur tasawuf sebagai suatu jenis ekspresi
tradisi religi, juga akan melihat kultur tasawuf sebagai suatu keseluruhan.
memandang bahwa kebudayaan sebagai sistem kognitif yang tersusun dari apapun
yang diketahui dalam berpikir menurut cara tertentu, yang dapat diterima bagi
warga kebudayaannya. Pendekatan tersebut memiliki banyak nama dan
diasosiasikan dengan: etnosains, antropologi kognitif, atau etnografi baru.
hal ini sejalan dengan Goodenough (1970:101) :
“When I speak of describing a culture, then formulating a set of standards
that will meet this critical test is what I have in mind. There are many other
things, too, that we anthropologists wish to know and try to describe. We
have often reffered to these other things as culture, also consequently.”
“Ketika berbicara tentang deskripsi budaya, kemudian mengembangkan
Universitas Sumatera Utara
27
serangkaian standar yang akan memenuhi pengujian penting apa yang saya
miliki dalam pikiran. Ada juga banyak hal lain yang kita tahu dan
antropolog ingin mencoba untuk menjelaskan. Karenanya juga, kita sering
dirujuk ke hal-hal lain seperti budaya.”
Pendekatan penelitian yang digunakan peneliti adalah orientasi teoritik
dalam bentuk kualitatif. Dalam pendekatan kualitatif, cara-cara memainkan, cara-
cara pandang, ataupun ungkapan-ungkapan emosi dari masyarakat yang diteliti
mengenai kultur tasawuf justru digunakan sebagai data dalam penelitian ini.
Penelitian yang akan dilakukan ini merupakan bentuk penelitian lapangan
yang bersifat deskriptif menggunakan pendekatan kualitatif melalui serangkaian
alur proses observasi atau pengamatan (terlibat dan tidak-terlibat) yang tergantung
pada kondisi di lapangan penelitian, dan proses wawancara (bebas) yang berusaha
menggali informasi secara lebih dalam kepada informan penelitian serta studi
literatur yang berkaitan dengan arah penelitian ini.
Penelitian ini menggunakan metode etnografi, Beatty (1999:84)
mengungkapkan mengenai metode tersebut, adalah:
“An ethnography, if it is to reflect this complexity, cannot limit itself to a
single event or a single perspective, be it that of the host or even of the
observer. Of necessity it is a reconstruction of various perspectives of
different participants, and of various related events.”
“Etnografi, jika untuk mencerminkan kompleksitas ini, tidak bisa
membatasi diri pada bentuk tunggal atau perspektif tunggal, bisa jadi tuan
rumah atau bahkan pengamat. Kebutuhan itu adalah rekonstruksi berbagai
perspektif peserta yang berbeda, dan berbagai peristiwa terkait.”
Metode etnografi dalam penelitian bertujuan untuk mendapatkan beragam
perspektif dari proses partisipasi yang berbeda dan beragam hubungan lainnya.
Selain itu, Cerwonka (2007) juga menambahkan bahwa etnografi merupakan :
“Ethnography as a means of producing nontotalizing theoretical insights
about interconnected contemporary, local practices and global processes.”
Universitas Sumatera Utara
28
“Etnografi sebagai sarana memproduksi wawasan teoritis yang tak
terjumlahkan yang saling berkaitan dengan kontemporer, praktek lokal dan
proses-proses global.”
1.6.2 Teknik Pengumpulan Data
Dalam hal mendeskripsikan tentang kultur tasawuf Tarekat
Naqsyabandiyah Al-kholidiyah Jalaliyah, maka dilakukan penelitian lapangan
sebagai suatu upaya untuk memperoleh data primer. Selain itu diperlukan juga
penelitian dari berbagai sumber kepustakaan sebagai upaya untuk memperoleh
data sekunder. Dalam penelitian kualitatif, untuk memperoleh data primer
tersebut, metode yang digunakan adalah metode etnografi dengan pendekatan
observasi atau pengamatan dan wawancara.
Metode etnografi yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah bentuk
kerja lapangan dengan pendekatan observasi partisipasi sebagai jalan untuk
mendapatkan data lapangan yang valid, hal ini diungkapkan oleh Van Maanen
(1996:263-265) sebagai berikut :
“When used as a method, ethnography typically refers to fieldwork
(alternatively, participant-observation) conducted by a single investigator
who 'lives with and lives like' those who are studied, usually for a year or
more.”
“Ketika digunakan sebagai sebuah metode, etnografi biasanya mengacu
pada kerja lapangan (alternatif, peserta observasi) yang dilakukan oleh
penyidik tunggal yang 'tinggal bersama dan hidup seperti' mereka yang
dipelajari, biasanya selama satu tahun atau lebih.”
Data Primer
Untuk mendapatkan data primer dalam penelitian ini dilakukan dengan
cara penelitian lapangan, yaitu :
Metode observasi dilakukan guna mengetahui situasi dalam konteks ruang
dan waktu pada daerah penelitian. Menurut penulis, data yang diperoleh dari hasil
Universitas Sumatera Utara
29
wawancara saja tidaklah cukup untuk menjelaskan fenomena yang terjadi, karena
itu di perlukan suatu aktivitas dengan langsung mendatangi tempat penelitian dan
melakukan pengamatan. Pengamatan akan dilakukan pada setiap kegiatan atau
peristiwa yang dianggap perlu atau berhubungan dengan tujuan penelitian.
Bentuk pengamatan langsung memberikan akses terhadap informasi
penelitian melalui keterlibatan penulis dalam suatu kegiatan yang berlangsung dan
hal ini menjadikan peneliti memiliki keterikatan terhadap subjek penelitian.
Untuk mendapatkan data primer dalam penelitian ini dilakukan dengan
cara penelitian lapangan, yaitu : observasi dan wawancara. Observasi dilakukan
guna mengetahui situasi dalam konteks ruang dan waktu pada daerah penelitian.
Menurut penulis, data yang diperoleh dari hasil wawancara saja tidaklah
cukup untuk menjelaskan fenomena yang terjadi, oleh karena itu diperlukan suatu
aktivitas dengan langsung mendatangi tempat penelitian dan melakukan
pengamatan. Pengamatan akan dilakukan pada setiap kegiatan atau peristiwa yang
dianggap perlu atau berhubungan dengan tujuan penelitian.
Jackson (1987:63) mendefinisikan observasi atau pengamatan sebagai :
“Observation is when you're outside what's going on and watching other
people do it, or you're watching what other people have done.”
“Observasi adalah ketika Anda berada di luar apa yang terjadi dan
menonton orang lain melakukannya, atau Anda sedang menonton apa yang
orang lain telah dilakukan.”
Pendapat Jackson memberikan batas dalam kegiatan observasi sebagai
suatu bentuk pengamatan dari luar terhadap yang diamati, sedangkan dalam
bentuk pengamatan partisipasi, Jackson (1987:63) memberikan definisi mengenai
partisipasi sebagai “participant-observation means you're somehow involved in
Universitas Sumatera Utara
30
the events going on, you're inside them. (peserta-observasi berarti anda bagaimana
terlibat dalam peristiwa yang terjadi, dan berada di dalam kehidupan mereka).”
Bentuk pengamatan langsung memberikan akses terhadap informasi
penelitian melalui keterlibatan penulis dalam suatu kegiatan yang berlangsung dan
hal ini menjadikan peneliti memiliki keterikatan terhadap subjek penelitian.
Observasi secara non-partisipasi dan partisipasi merupakan bentuk dari
kerja lapangan untuk mendapatkan informasi yang mendukung jalannya suatu
penelitian. Kutipan dari Emerson (1995:1-2) memberi penekanan terhadap kerja
lapangan seorang etnografer sebagai :
“Ethnographers are committed to going out and getting close to the
activities and everyday experiences of other people. "Getting close"
minimally requires physical and social proximity to the daily rounds of
people's lives and activities; the field researcher must be able to take up
positions in the midst of the key sites and scenes of other's lives in order to
observe and understand them.”
“Etnografer berkomitmen untuk pergi keluar dan semakin dekat dengan
kegiatan dan pengalaman sehari-hari orang lain. "Mendapatkan kedekatan"
minimal membutuhkan kedekatan fisik dan sosial untuk putaran harian
kehidupan masyarakat dan kegiatan, peneliti lapangan harus mampu
mengambil posisi di tengah-tengah situs kunci dan adegan kehidupan lain
untuk mengamati dan memahami mereka.”
Sehingga kerja etnografi yang nantinya dilakukan merupakan suatu proses
melakukan pendekatan melalui keterlibatan pada bentuk kehidupan. Metode yang
dipakai adalah observasi (partisipasi maupun non-partisipasi) observasi partisipasi
membantu untuk memahami lingkungan dan menilai keadaan yang terlihat
ataupun keadaan yang tersirat (tidak terlihat, hanya dapat dirasakan) dengan
memperhatikan kenyataan atau realitas lapangan, yang mana dalam observasi
jenis ini peneliti tidak hanya sebatas melakukan pengamatan, tetapi juga ikut serta
Universitas Sumatera Utara
31
dalam kehidupan sehari-hari masyarakat dimana penelitian ini akan dilakukan, hal
ini tidak tidak terlalu sulit bagi peneliti dikarenakan peneliti merupakan penduduk
Langkat, observasi diharapkan dapat berjalan dengan baik karena sebelumnya
telah dilakukan pra-penelitian dan peneliti telah membangun rapport yang baik.
Walaupun demikian peneliti akan berusaha berfikir secara objektif sehingga data
yang diperoleh dilapangan adalah benar dan sesuai dengan kenyataan yang ada
dilapangan.
Dalam hal perlengkapan pada saat melakukan kegiatan penelitian yang
bersifat observasi non-partisipasi, digunakan kamera dan video kamera untuk
mempublikasikan hal-hal penting yang dianggap mendukung penelitian. Dengan
adanya kamera dan video kamera dapat memudahkan peneliti untuk
menggambarkan keadaan dari masyarakat tempat penelitian berlangsung.
Metode wawancara yang digunakan adalah wawancara mendalam (depth
interview) kepada beberapa informan yang sesuai dengan tujuan penelitian.
Informan disini adalah para individu yang berada dalam lingkup kultur tasawuf
Tarekat Naqsyabandiyah Al-kholidiyah Jalaliyah dan sebagai informan utama,
para tokoh-tokoh adat dan masyarakat lainnya sebagai informan biasa.
Teknik wawancara juga dilakukan dengan cara komunikasi verbal atau
langsung dengan informan pangkal, informan utama maupun informan biasa
dengan berpedoman pada interview guide yang telah dipersiapkan sebelumnya
untuk mendapatkan data konkrit yang lebih rinci dan mendalam. Perlengkapan
yang digunakan pada saat wawancara adalah catatan tertulis untuk mencatat
bagian-bagian yang penting dari hasil wawancara dan tape recoder serta video
Universitas Sumatera Utara
32
kamera yang digunakan untuk merekam proses wawancara dalam rangka
antisipasi terhadap keabsahan data yang diperoleh ketika melakukan wawancara
serta sebagai bahan video lapangan etnografi.
Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang bersifat tidak langsung, akan tetapi
memiliki keterkaitan fungsi dengan salah satu aspek pendukung bagi keabsahan
suatu penelitian. Data sekunder berupa sumber-sumber atau referensi tertulis yang
berhubungan dengan permasalahan penelitian, data sekunder dalam penelitian ini
adalah :
Studi kepustakaan sebagai teknik pengumpul data selanjutnya,
dimaksudkan peneliti sebagai suatu sarana pendukung untuk mencari dan
mengumpulkan data dari beberapa buku dan hasil penelitian para ahli lain yang
berhubungan dengan masalah penelitian guna lebih menambah pengertian dan
wawasan peneliti demi kesempurnaan akhir penelitian ini.
1.7 Analisa Data
Seperti yang telah penulis jelaskan sebelumnya, bahwasanya dalam
penelitian ini penulis berusaha untuk bersikap objektif terhadap data yang
diperoleh dilapangan. Keseluruhan data yang diperoleh dari hasil penelitian
lapangan tersebut akan diteliti kembali atau diedit ulang, pada akhirnya kegiatan
ini bertujuan untuk memeriksa kembali kelengkapan data lapangan dan hasil
wawancara.
Analisis data dalam penelitian merupakan suatu pandangan mengenai
penulis untuk bersikap objektif terhadap data yang diperoleh dilapangan.
Universitas Sumatera Utara
33
Keseluruhan data yang diperoleh dari hasil penelitian lapangan tersebut akan
diteliti kembali atau diedit ulang, pada akhirnya kegiatan ini bertujuan untuk
memeriksa kembali kelengkapan data lapangan dan hasil wawancara.
Analisis data merupakan proses lanjutan dari bentuk catatan lapangan
sebagaimana ditulis oleh Emerson (1995:4-5) sebagai :
“Fieldnotes are accounts describing experiences and observations the
researcher has made while participating in an intense and involved
manner.”
“Catatan lapangan adalah bentuk menggambarkan pengalaman dan
pengamatan peneliti telah membuat saat turut berpartisipasi secara intens
dan melibatkan”.
Langkah selanjutnya data-data ini akan dianalisa secara kualitatif melalui
teknik taxonomy data, sehingga data yang diperoleh akan dikategorikan
berdasarkan jenisnya. Keseluruhan data yang diperoleh dari observasi, wawancara
dan sumber kepustakaan disusun berdasarkan pemahaman akan fokus penelitian
atau berdasarkan kategori-kategori yang sesuai dengan tujuan penelitian.
Universitas Sumatera Utara
34
BAB II
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
2.1 Letak dan Lokasi Penelitian
Kota Medan merupakan salah satu kota besar yang ada di Indonesia. Salah
satunya adalah Desa Marindal I yang merupakan salah satu desa yang ada di
Kabupaten Deli serdang yang berbatasan langsung dengan sebagian wilayah
sebelah timur kota medan. Interaksi keruangan antara desa Marindal I dengan kota
Medan merupakan perwujudan perbedaan karakteristik wilayah, dimana
masyarakat kota, sebagai sumber tenaga kerja serta sebagai penyedia berbagai
kebutuhan masyarakat kota. Dari segi kegiatan kerja desa ini dapat dikatakan
sebagai desa industri. Hal tersebut dapat dilihat dari adanya beberapa industri.
Dimana industri-industri tersebut jika ditinjau dari segi jumlah tenaga kerjanya
dapat dikategorikan dalam tiga skala, yaitu industri kecil, sedang maupun besar
yang memproduksi barang-barang yang dibutuhkan oleh masyarakat kota.
Secara administratif Desa Marindal I terletak di Kecamatan Patumbak
kabupaten Deli Serdang. Jarak Desa Marindal I dengan kota Medan adalah 4 km,
sedangkan dengan kota Lubuk Pakam (ibu kota Kabupaten Deli Serdang) adalah
30 km. berdasarkan jarak tersebut jarak desa Marindal I relatif lebih dekat
terhadap kota Medan dari pada kota Lubuk pakam yang merupakan ibu kota
Kabupaten Deli Serdang.
Desa Marindal I memiliki luas lebih kurang 810 Ha dan sebagai salah satu
daerah hinterland kota Medan merupakan salah satu desa yang berkembang di
Universitas Sumatera Utara
35
kawasan Marindal I dari fisik, kehidupan sosial masyarakatnya. Hal ini dapat
diperkirakan sebagai dampak positif dari faktor letaknya yang strategis sebagai
salah satu daerah hinterland kota Medan yang terwujud dari interaksi antara desa
dengan kota Medan.
Masyarakat desa Marindal I kini dirasakan tidaklah lagi sebagaimana
layaknya kehidupan masyarakat desa. Jika dilihat dari kehidupan budayanya corak
kehidupan budaya masyarakat desa Marindal I juga tidak seperti layaknya budaya
kehidupan masyarakat di pedesaan. Baik dari cara berpakaian, hubungan
kekerabatan, kerjasama, dan lain sebagainya. Bentuk pekerjaan atau mata
pencaharian masyarakatnya juga sudah lebih heterogen yang tidak terpaku lagi
pada sektor primer saja. Dimana hal tersebut akan berpengaruh pada tingkat
pendidikan anak, kesehatan, keadaan rumah, serta pola kehidupannya.
Kecamatan Patumbak memiliki beberapa desa, yang salah satunya
merupakan Desa Marindal I yang pada mulanya tergolong desa swadaya. Keadaan
desa ini telah telah mengalami perubahan, akan tetapi belum jelas tingkat
perkembangannya. Kondisi ini dapat diketahui dari potensi desa dan ciri-ciri
perkembangan desa yang mencakup pendapatan, produksi, pendidikan,
administrasi pemerintah desa, sarana dan prasarana, penerapan teknologi baru,
komunikasi dengan daerah lain serta adat istiadat di Desa Marindal I Kecamatan
Patumbak Kabupaten Deli Serdang.
Desa Marindal I berada di pinggiran kota besar yaitu kota Medan. Dari
segi ekonomi, perekonomian yang dianut oleh masyarakat desa Marindal I adalah
perekonomian campuran (heterogen). Dengan sendirinya status sosial masyarakat
Universitas Sumatera Utara
36
desa Marindal I juga heterogen karena pengaruh dari bidang-bidang pekerjaan
yang digeluti oleh masyarakat itu sendiri seperti PNS, ABRI, Karyawan swasta,
Jasa, Pertukangan, petani, Wiraswasta/pedagang, Pembantu Rumah Tangga yang
mengharuskan masyarakat desa Marindal I melakukan mobilitas ulang-alik karena
bekerja di luar desanya.
Pada umumnya tanah di desa Marendal I merupakan tanah hak guna PTPN
II yang dulunya merupakan PTPN IX, yang kini telah habis masa Hak Guna
Usaha (HGU) nya. Sehingga kini banyak masyarakat yang bermukim di Desa
Marendal I mendirikan bangunan sebagai tempat tinggal maupun mendirikan
bangunan sebagai tempat usaha, yang pada awalnya membeli tanah bekas HGU
PTPN II tersebut dari penggarap yang mengelola suatu bidang tanah dan
mengurus administrasi tanah nya agar sah milik pribadi di mata hukum. Begitu
juga Tarekat Naqsyabandiyah Al-Kholodiyah Jalaliyah yang menjadi lokasi
penelitian penulis berlokasi di Desa Marendal I, yang tepatnya berada di Jalan
Kongsi, Gg. Leman Harahap yang bangunannya berdiri di atas tanah yang
dihibahkan seluas 2 Ha oleh yang saat ini merupakan seorang pengikut dari
tarekat ini. Akan tetapi walaupun tanah tersebut dihibahkan oleh pengikut tarekat,
pimpinan tarekat tetap mengganti rugi atas tanah yang dihibahkan oleh pengikut
tarekat tersebut kepada penggarap yang mengelola bidang tanah yang menjadi
areal dari bidang tanah yang dihibahkan.
2.2 Struktur Tarekat
Dalam Tarekat Naqsyabandiyah secara struktur dijelaskan bahwa
pemimpin tertinggi dalam tarekat dikenal sebagai guru (mursyid) atau Syekh.
Universitas Sumatera Utara
37
Mursyid adalah guru yang membimbing kepada murid untuk berjalan menuju
Allah Swt dengan menapaki jalannya. Dengan bimbingan guru itu, murid
meningkat derajatnya di sisi Allah, mencapai Rijalallah, dengan berbekal ilmu
syariat dan ilmu hakikat yang diperkuat oleh al Qur’an dan as sunah serta
mengikuti jejak ulama pewaris nabi dan ulama yang telah terdidik oleh mursyid
sebelumnya dan mendapat izin dari guru di atasnya untuk mengajar umat. Guru
yang dimaksud adalah guru yang hidup sezaman dengan murid dan mempunyai
tali keguruan sampai nabi Muhammad Saw. Guru yang demikian itu adalah yang
sudah Arif Billah, tali penyambung murid kepada Allah, dan merupakan pintu
bagi murid masuk kepada istana Allah. Dengan demikian guru merupakan faktor
yang penting bagi murid untuk mengantarkannya menuju diterimanya taubat dan
dibebaskannya dari kelalaian.
“Guru bertindak sebagai pemimpin yang bukan hanya mengajar serta
mengawasi kehidupan lahiriah belaka, yang bukan hanya membimbing
dalam kehidupan lahiriah dan bertarekat saja, melainkan sebagai seorang
murid”(I Hanafi R: 1990: 21)
“Guru atau Syeikh dalam tarekat merupakan orang pilihan, yang sudah
berhasil menjalankan dan menguasai pokok-pokok ajaran utama sampai
terakhir dalam tarekat (I Hanafi R: 1990:21)
Selanjutnya setelah dari tingkatan Guru ataupun Syekh yaitu Syekh Muda
untuk laki-laki atau Syarifah untuk wanita, yang merupakan tingkatan bagi murid
yang telah menyelesaikan tingkatan dari ajaran Tarekat Naqsyabandiyah.
Setelah dari Syekh Muda dan Syarifah tingkatan berikutnya yaitu
Khalifah. Khalifah disini diperuntukkan untuk gelar bagi laki-laki saja yang
diartikan sebagai murid-murid yang menyebarkan Tarekat Naqsyabandiyah ke
Universitas Sumatera Utara
38
masyarakat umum. Dimana biasanya dilakukan dengan melakukan dakwah
diberbagai tempat-tempat pengajian.
2.2.1 Sejarah Singkat Tarekat Naqsyabandiyah Al-Kholidiyah
Jalaliyah
Tarekat Naqsyabandiyah didirikan oleh seorang tasawuf terkenal yang
berasal dari Bukhara yaitu Syekh Bahaudin Syah Naqsyabandia yang lahir pada
tahun 717 Hijriyah, tarekat ini dijadikan bukan hanya sebagai pengembangan ilmu
Islam yang memiliki cara-cara tertentu disetiap bagiannya tetapi memiliki tujuan
yang sama yaitu tetap beribadah dan mengamalkan ajarannya di jalan Allah dan
semata-mata karena Allah SWT.
Tarekat merupakan suatu jalan atau cara untuk mendekatkan diri kepada
Allah, dengan mengamalkan ilmu tauhid, fikih, dan tasawuf (Said: 1999:
6).
Bukan hanya sebagai ilmu bagian dari Islam, tarekat juga memiliki
pemahaman sebagai lembaga atau organisasi.tarekat yang menjadi kelembagaan
memiliki beberapa jenis, diantaranya yaitu Tarekat Naqsyabandiyah. Nama dari
Naqsyabandiyah dikenal dalam dunia Islam pada abad ke 7 Hijriyah setelah Nabi
Muhammad SAW wafat.
Tarekat Naqsyabandiyah ialah tarekat Nabi SAW yang diajarkan dan
diasuh Bahauddin Syekh Naqsabandi, dan diamalkan oleh murid-
muridnya. Dalam prakteknya ia mengamalkan ilmu yang tiga, yakni ilmu
tauhid, fikih dan tasawuf, dan mengasuh murid-muridnya
mengamalkannya. (Said: 1999: 8)
Usaha kaum sufi dalam menyebarkan tarekat di Indonesia sangatlah besar.
Hal ini disebabkan karena pemimpin dari agama Islam di Indonesia merupakan
Syekh-Syekh Tarekat dan guru-guru suluk. Di Indonesia tarekat ini berkembang
pesat sejak tahun 1840 oleh Syekh Jalaluddin di Minangkabau. Setelah itu
Universitas Sumatera Utara
39
dilanjutkan oleh menantu beliau bernama Syekh Kadirun yang lahir di Pangkalan
Brandan pada 1917 dan wafat pada Mei 2002 yang merupakan pemimpin Tarekat
Naqsyabandiyah Khalidiyah di Sumatera Barat (Mufid: 2006: 248).
Tarekat berasal dari bahasa Arab, Thoriq. Thoriq yang artinya jalan
petunjuk dalam melakukan sesuatu ibadah dengan ajaran yang ditentukan
oleh sahabat dan tabiin, turun temurun sampai kepada guru-guru, sambung
menyambung dan rantai berantai. (I Hanafi R: 1990: 10)
Tarekat Naqsyabandiyah merupakan suatu jalan untuk membentuk jiwa
dengan luas seperti lautan. Ciri yang menonjol dari Tarekat Naqsyabandiyah
adalah pertama, diikutinya syariat secara ketat, keseriusan dalam beribadah.
Kedua, upaya yang serius dalam mempengaruhi kehidupan dan pemikiran
golongan penguasa serta mendekatkan Negara dengan agama.
Naqsyabandiyah sendiri berasala dari dua suku kata yakni “naqsy” artinya
ukiran atau gambar yang dicap pada sebatang lilin atau benda lainnya dan
“badun” yang artinya samudera. Pengertian ini dimaksudkan bahwa tugas
utama dari tarekat ini adalah mengukir hati manusia yang luas dengan
kalimah Allah. (sumber: artikel sejarah singkat Pesantren Al-Wasliyah
Thariqat Naqsyabandiyah al Khalidiyah Jalaliyah)
DR. Syekh Salman Da’im mendirikan juga memimpin Tarekat
Naqsyabandiyah Al-Kholidiyah Jalaliyah yang berpusat di Desa Bandar Tinggi
sejak tahun 1960 pada bulan Januari dan mendirikan rumah suluk pada tahun
1970 sebagai tempat ibadah bagi para pengikut tarekat juga untuk
mengembangkan ajaran Tarekat Naqsyabandiyah, sekaligus sebagai pusat
perkembangan Tarekat Naqsyabandiyah Al-kholidiyah Jalaliyah.
Adapun ilmu Tarekat Naqsyabandiyah yang diperoleh DR. Syekh Salman
Da’im awalnya berasal dari Syekh Muhammad Zein Siregar pada tahun 1958 di
Laut Tador. Kemudian beliau kembali belajar tarekat dari Tuan Syekh Muhamad
Daud Rokan di Basilam pada tahun 1960. Lalu beliau diamanahkan untuk
Universitas Sumatera Utara
40
meneruskan ilmu tarekat kepada Syekh Muhammad Ali pada tahun 1962. Setelah
belajar dari Syekh Muhammad Ali. Beliau dipertemukan oleh Prof. Dr. Syekh H.
Jalaluddin untuk kembali menimba ilmu tarekat pada tahun 1965, dan beliau pin
menamatkan 17 tingkatan ilmu tarekat yang berasal dari Prof. Dr. Syekh H.
Jalaluddin dan meneruskan silsilahnya.
Awal berdakwah menyebarkan Tarekat Naqsyabandiyah pada tahun 1960
oleh DR. Syekh Salman Da’im, yang pada mulanya memiliki murid sebanyak 7
(tujuh) orang. Murid-murid tersebut berasal dari wilayah sekitar Bandar Tinggi.
Pada tahun tersebut tarekat belum dibuka untuk umum, namn masyarakat umum
yang ingin beribadah diperbolehkan melaksanakan ibadah di mushalla Tarekat
Naqsyabandiyah.
Adapun ilmu tarekat yang dikembangkan oleh Tarekat Naqsyabandiyah
Al-Kholidiyah Jalaliyah yang dipimpin oleh DR. Syekh Salman Da’im ini ialah
ilmu Fiqih dengan mazhab Imam Syafi’i dan tiga imam lainnya, ilmu Tauhid
dengan mazhab Abu Hasan Al-Asy’aridan, dan ilmu Tasawuf dengan mazhab
Junaid Al-Bagdadi dan Bahauddin Al-Bukhari Naqsabandi.
Pada awal penyebaran Tarekat Naqsyabandiyah yang dilakukan oleh DR.
Syekh Salman Da’im melalui dakwah. Dimana dakwah tersebut pertama kali
dilakukan dengan belajar di bawah pohon-pohon rindang dan menghadapi
berbagai kendala. Pada umunya kendala yang dialami merupakan masalah dana
dan juga alat transportasi untuk berdakwah, selain itu kendala lain di tempat
dakwah merupakan kehidupan warga yang lebih mengutamakan kehidupan
duniawi.
Universitas Sumatera Utara
41
Setelah berkeliling ke daerah-daerah untuk berdakwah menyebarkan
Tarekat Naqsyabandiyah, yang pada awalnya antara desa dengan desa. Kemudian
perlahan berkembang antara kabupaten dengan kabupaten hingga lebih luas lagi
penyebaran dakwah yang dilakukan hingga ke mancanegara seperti Singapura,
Thailand dan lain-lain. Sehingga untuk memudahkan para pengikut Tarekat
melakukan kegiatan ibadah salah satunya ialah ibadah suluk maka dibangunlah
rumah ibadah suluk disetiap daerah yang memiliki banyak pengikut dari tarekat
yang dipimpin oleh DR. Syekh Salman Da’im.
Salah satu rumah ibadah suluk Tarekat Naqsyabandiyah Al-kholidiyah
Jalaliyah ini berada di kelurahan Marendal I Kecamatan Patumbak Kabupaten
Deli Serdang yang berbatasan dengan Kota Medan. Rumah ibadah suluk ini
berdiri di atas tanah seluas lebih kurang 2 Ha yang mana tanah yang digunakan
untuk membangun rumah ibadah suluk ini merupakan tanah bekas lahan
perkebunan yang dikelola oleh PTPN II atau dulunya merupakan lahan PTPN IX.
Rumah ibadah suluk ini resmi difungsikan untuk melaksanakan kegiatan ibadah
suluk pada saat dipenghujung tahun 2012.
2.2.2 Silsilah Tarekat
Perkembangan Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia boleh dikatakan
sangat pesat. Masuknya Tarekat Naqsyabandiyah ke Indonesia berawal dari para
pelajar Indonesia yang menuntut ilmu di Makkah. Syekh Yusuf Makassari (1626-
1699) dianggap sebagai orang pertama yang memperkenalkan Tarekat
Naqsyabandiyah di Nusantara. Setiap tarekat harus memiliki silsilah atau garis
keguruan yang sampai kepada Nabi Muhammad SAW. Tarekat Naqsyabandiyah,
Universitas Sumatera Utara
42
merupakan salah satu tarekat mukhtabar, yaitu tarekat yang diakui dan patut
dihormati karena garis keguruannya sampai kepada Nabi Muhammad SAW.
Adapun haqiqat ilmu Thariqat Naqsyabandiyah ini menurut informasi
yang penulis dapatkan, datang dari Allah SWT dzat Yang Maha Suci, suruh
berikan akan Jibril AS, kepada Seorang Hamba-Nya lagi Nabi-Nya, semulia-
mulia makluk dan imam seluruh Rasul ialah :
1. NABI MUHAMMAD SAW
Kemudian daripadanya diturunkan pula kepada seorang sahabatnya lagi
kekasihnyaa dan dialah orang yang mula-mula memeluk agama Islam dari pihak
laki-laki serta dia juga selaku penggantinya ialah :
2. SAYYIDINA ABU BAKAR SIDDIQ , RA
Kemudian turun pula haqiqat Ilmu Thariqat Naqsyabandiyah ini kepada
sahabatnya, dan dialah orang Azam yang mula-mula masuk agama Islam padahal
dia seorang Raja di Negeri Persi ialah :
3. SAYYIDINA SALMAN AL FARISI , RA
Kemudian turun pula kepada anak cucu dari Sayyidina Abu Bakar Siddiq
dan dialah yang sangat `Alimnya serta berhimpun kepadanya Ilmu Syariat dan
Ilmu Haqiqat, telah terbit daripadanya Khalifah-Khalifah dan `Ulama-Ulama yang
sangat masyur yaitu :
4. SAYYIDINA QOSIM BIN MUHAMMAD BIN ABU BAKAR
SIDDIQ, RA
Kemudian turun pula kepada orang yang sangat wara`nya lagi `alimnya,
ialah :
Universitas Sumatera Utara
43
5. IMAM JA`FAR SIDDIQ, Q.S
Kemudian turun pula rahasia ilmu Thariqat ini kepada orang yang sangat
`alim sejak kecilnya, digelar orang :
6. ABU YAZID AL BUSTAMI, Q.S
Kemudian turun pula kepada orang yang `alim lagi wara` berhimpun
kepadanya ilmu Syariat yang zahir dan yang bathin ialah :
7. ABU HASAN KHARQANI, Q.S
Kemudian turun pula rahasia ilmu Thariqat ini kepada sahabatnya lagi
muridnya, yang sangat `alimnya , ialah :
8. ABI ALI PERMADI, Q.S
Kemudian turun pula Ilmu Thariqat Naqsyabandiyah ini kepada seorang
yang sangat wara`nya serta telah terbit daripadanya Khalifah-Khalifah yang
sangat besar yang memegang negeri , ialah:
9. SYEKH YUSUF HAMDANI, Q.S
Kemudian diturunkan pula rahasia Ilmu Thariqat ini kepada muridnya
yang sangat baik adabnya serta lemah lembut perangainya digelar orang :
10. SYEKH ABDUL KHALIQ FAJDUANI, Q.S
Kemudian turun pula kepada muridnya lagi Khalifahnya yaitu :
11. SYEKH `ARIF RIYUKURI, Q.S
Kemudian turun kepada seoarang yang sangat `alim sejak kecilnya dan
berhimpun padanya Ilmu Zahir dan Bathin, ialah :
12. SYEKH MAHMUD ANJIRI.
Kemudian turun kepada muridnya ialah :
Universitas Sumatera Utara
44
13. SYEKH ALI RAMITAMI.
Kemudian turun kepada seorang yang wara` dan zahid pada dunia karena
semata-mata berharap kepada Dzat Tuhannya, ialah :
14. SYEKH MUHAMMAD BABASSAMASI.
Kemudian turun pula kepada :
15. AMIR KULALI.
Dialah guru dari Ilmu Thariqat ini. Kemudian turun pula daripadanya
kepada seorang yang sangat `alim dan Lautan Ilmu laduni yang Nuroni, yang
kemudian dialah Imam Ilmu Thariqat Naqsyabandiyah ini dan telah terbit dari
padanya beberapa `ulama-`ulama besar dan pemimpin-pemimpin negeri serta
lautan Ilmu Ma`rifat, digelar orang :
16. SYEKH BAHAUDDIN SYAH NAQSYABANDI.
Kemudian turun pula kepada muridnya lagi Khalifahnya yaitu :
17. SYEKH ALAUDDIN ATHARI.
Kemudian turun pula kepada :
18. SYEKH YA`KUB JARKHI.
Kemudian kepada seorang yang sangat bijak bestari lagi sangat alimnya
ialah :
19. SYEKH ABDULLAH AHRARI SAMARKANDI.
Kemudian turun pula kepada muridnya lagi Khalifahnya :
20. SYEKH MUHAMMAD ZAHIDI.
Kemudian turun pula ilmu Thariqat ini kepada muridnya yaitu :
Universitas Sumatera Utara
45
21. SYEKH DARWIS MUHAMMAD.
Kemudian turun dari padanya kepada seorang yang wara` dan `alim lagi
lautan ilmu dunia dan akhirat ialah :
22. SYEKH MUHAMMAD KHAUZAKI AMKANAKI.
Kemudian turun pula kepada.
23. SYEKH MUHAMMAD BAQI BILLAH.
Kemudian dari padanya turun pula kepada :
24. SYEKH AHMAD FARUQI SARHINDI.
Kemudian dari padanya turun pula Haqiqat Thariqat ini kepada seorang
yang sangat `alimul Robbani lagi luas dadanya dan dalam fahamnya yaitu :
25. SYEKH MUHAMMAD MA`SUM
Kemudian turun pula dari padanya kepada :
26. SYEKH SYAIFUDDIN
Kemudian turun pula dari padanya kepada seorang yang sangat baik
kasyafnya, terbuka kepadanya rahasia alam semesta ini dan terbit dari padanya
beberapa orang `alim, digelar orang :
27. SYEKH NUR MUHAMMAD BADAWANI
Kemudian turun kepada :
28. SYEKH SYAMSUDDIN JANJANANI.
Kemudian kepada :
29. SYEKH ABDULLAH DAHLAWI.
Kemudian kepada :
Universitas Sumatera Utara
46
30. MAULANA SYEKH KHALID QURDI.
Kemudian turun pula Haqiqat Thariqat ini kepada seorang yang sangat
`alim sejak kecilnya yaitu:
31. SYEKH ABDULLAH EFFENDI.
Kemudian turun dari padanya kepada :
32. SYEKH SULAIMAN QURMI.
Daripadanya turun pula Haqiqat Ilmu Thariqat Naqsyabandiyah ini kepada
seorang yang sangat wara`nya dan sangat `alimnya dan istiqomah di Jabal Qubis
Makkah dan telah terbit dari padanya beberapa `ulama-`ulama dan Syekh-Syekh
yang besar yang memegang negeri dan lahir dari padanya beberapa Wali-Wali
Allah yang sangat makbul doa`nya dan berguru kepadanya seorang Wali Qutubuz
Zaman yang menjadi ikutan `ulama-`ulama negeri jawi yaitu :
33. SYEKH SULAIMAN ZUHDI.
Kemudian turun pula ilmu Thariqat Naqsyabandiyah ini kepada
Khalifahnya lagi gantinya yang istiqomah di Jabal Qubis dan berguru pula
kepadanya pengarang surat ini yaitu :
34. SYEKH ALI RIDHA.
Dan dari padanya turun pula rahasia Ilmu Thariqat ini kepada muridnya
yang sangat arif lagi seorang ulama Ilmu Thariqat Naqsyabandiyah yang maha
mulia ini serta ulama Thariqat Naqsyabandiyah yang telah menyatukan semua
ulama-ulama Thariqat di negeri Nusantara ini dan terbit dari padanya Syekh-
Syekh besar dan Wali-Wali Allah yang sangat mahsyur di negeri Jawi ini dan
telah menciptakan buku-buku Thariqat Naqsyabandiyah sebanyak 104 buah buku
Universitas Sumatera Utara
47
yang akhirnya buku-buku itu menjadi pegangan bagi Syekh-syekh yang memegan
negeri , yang digelar orang dengan :
35. BUYA PROF.DR.SAYYIDI SYEKH HAJI JALALUDDIN
Kemudian turun pula rahasia Ilmu Thariqat Naqsyabandiyah yanga sangat
mulia ini kepada muridnya lagi Khalifah yang sangat tertib adabnya serta lembut
tuturnya, kuat pendirian dan aqidahnya yang senantiasa siang dan malam
mengharapkan ridha dan Magfirah Tuhannya.
36. BUYA DR. SYEKH SALMAN DA`IM.
Beliau Silsilah Thariqat Naqsyabandiyah yang ke-36 sesudah Rasulullah.
Dan Beliau juga adalah selaku Mursyid Thariqat Naqsyabandiyah Bandar Tinggi,
Simalungun , Sumatera Utara dan selaku Guru Besar Ilmu Thariqat dan suluk di
negeri Nusantara ini serta telah terbit dari padanya beberapa Syekh-Syekh yang
besar dan Ulama-ulama Intelektual di Negeri ini.
Buya DR. Syekh Salman Da’im selaku Mursyid Thariqat Naqsyabandiyah
Al Khalidiyah Bandar Tinggi Simalungun Sumatera Utara dan Selaku Guru Besar
Ilmu Thariqat dan Suluk di negeri Nusantara ini.
2.2.3 Organisasi Sosial
(Amsyari: 1985: 62) menuliskan Organisasi Islam yang ada sekarang
hendaknya lebih menyadari peran mereka sebagai kelompok sosial yang
berkompetensi dengan kelompok non Islam dalam memberi corak atau warna
sosial di Indonesia.
Sehingga dengan kehadiran tarekat sebagai organisasi keIslaman tentu saja
harus memahami benar-benar peran yang dilakukan organisasi-organisasi
Universitas Sumatera Utara
48
tersebut. Peran yang tentunya tidak hanya mementingkan pihak kelompok tetapi
lebih memntingkan pihak masyarakat luas guna membangun Islam dalam kondisi
sosial masyarakat Indonesia.
(Amsyari: 1985: 62) menuliskan organisasi Islam harus berpikir, bersikap
dan bertindak sebagai kelompok sosial yang memiliki cita-cita sosial yang Islami,
serta memiliki kemampuan yang disegani untuk membuat konsep-konsep
pembangunan sosial dan memberlakukan konsep-konsep sosial Islami mereka.
Konsep Islam yang dimaksud sebagi bentuk jaminan memberikan
kesejahteraan bagi masyarakat secara lahir dan batin sesuai dengan janji Allah jika
mengamalkan ibadahnya mka kehidupan yang tenang dan damai yang akan
didapat. Tidak hanya itu saja, organisasi Islam ini juga harus memiliki kesiapan
untuk memberi pengorbanan menuju cita-cita sosial tersebut.
Sehingga untuk menunjang konsep Islam tersebut maka DR. Syekh
Salman Da’im juga mendirikan Madrasah Diniyah Awaliyah, Madrasah
Tsanawiyah, Qismul Ali dan Madrasah Aliyah untuk mengenyam pendidikan
formal dalam sarana memperkenalkan Tarekat Naqsyabandiyah dikalangan
pelajar generasi muda. Selain itu juga keinginan untuk mengembangkan Tarekat
Naqsyabandiyah lebih luas ke seluruh nusantara hingga mancanegara, maka dari
itu untuk mencapai target ini telah dicetuskan visi misi antara lain:
VISI
1. Menyiapkan dan mencetak Al’Ulama ul’ aqifun atau Al’aqifunal
ulama (Neo Sufisme)
Universitas Sumatera Utara
49
2. Membangun dan meningkatkan kewirausahaan yang mantap dan
global
MISI
1. Mensosialisasikan dan mengembangkan Tarekat Naqsyabandiyah
ke seluruh nusantara dan mancanegara dalam rangka membentuk
Neo Sufisme
2. Menjalin dan meningkatkan kerjasama antara ulama dan umara
3. Meningkatkan kualitas kehidupan umat melalui sektor
kewirausahaan yang mantap dan global.
2.3 Fasilitas Tarekat
Dalam mendukung cita-cita ataupun harapan dari suatu kelembagaan,
maka diperlukan sarana ataupun fasilitas yang sesuai dan memadai dengan
maksud mendukung atas berdirinya suatu kelembagaan, dalam hal ini lembaga
yang dimaksud merupakan tarekat. Secara khusus fasilitas fisik sangat besar
peranannya atas keberlangsungan dinamika dalam suatu tarekat, yang juga agar
dapat mengikuti arus laju kecanggihan jaman yang semakin dinamis dan agar
tetap bisa bersaing di-era modern.
Dengan memperhatikan dan juga menimbang nilai-nilai yang terdapat
dalam visi dan misi Tarekat Naqsyabandiyah Al-kholidiyah Jalaliyah ini, maka
pendiri tarekat ini membangun fasilitas yang sejalan dengan pandangannya dan
juga dengan memperhatikan kemajuan jaman yang semakin canggih di-era
modern ini. Secara umum fasilitas yang disediakan merupakan fasilitas ibadah
pada awalnya agar para jemaah yang belajar ilmu tarekat ini dapat dengan nyaman
Universitas Sumatera Utara
50
dan khusyuk dalam melakukan ibadahnya, dikarenakan tujuan awal berdirinya
tarekat ini untuk beribadah mendekatkan diri kepada Allah SWT yang secara
khususnya dengan melakukan zikir dengan pemahaman yang dipelajari oleh
pendiri tarekat dari guru sebelumnya. Kemudian seiring dengan berkembangnya
jaman, pendidikan formal dianggap menjadi faktor penting agar eksistensi dari
tarekat ini tetap bisa terjaga, maka pendiri tarekat ini mulai mendirikan sarana
pendidikan formal. Selain itu juga tersedia koperasi yang merupakan bagian dari
tarekat ini juga.
Pada tahapan penyediaan fasilitas tentu memiliki proses yang dilalui dalam
penyediaan fasilitas yang awalnya hanya apa adanya saja hingga pada tahapan
fasilitas yang membuat nyaman. Untuk saat ini keberadaan fasilitas sekolah
formal dan koperasi masih berada di pusat perkembangan Tarekat
Naqsyabandiyah Al-kholidiyah Jalaliyah yang terletak di Bandar Tinggi,
sedangkan fasilitas untuk melakukan beribadah telah memadai untuk di beragam
wilayah yang wilayahnya banyak menjadi jema’ah tarekat. Khususnya di
Marendal sendiri fasilitas majelis untuk shalat dan tawajuh, aula, ruang istirahat
untuk waktu menjalankan ibadah suluk, dapur umum, serta kamar mandi telah
tersedia dan termasuk dalam kategori yang nyaman bagi jemaah yang akan
beribadah. Selain itu di Marendal sendiri nantinya akan membangun pesantren
sebagai sarana pendidikan sekolahh formal, dan juga menyusul pembangunan
fasilitas lainnya yang dianggap sesuai dengan lokasi.
Walaupun pusat tarekat berada di Bandar Tinggi, akan tetapi
pembangunan akan sarana fasilitas untuk mendukung perkembangan tarekat akan
Universitas Sumatera Utara
51
menyebar kesetiap wilayah yang dianggap pantas oleh pendiri tarekat. Dimana
setiap awal pembangunan fasilitas tarekat disuatu tempat merupakan
pembangunan fasilitas ibadah suluk. Kemudian dilanjutkan dengan pembangunan
beberapa fasilitas yang dianggap penting terlebih dahulu dan sesuai dengan
kondisi tempat pembangunan.
2.4 Peserta Tarekat
Agar berjalannya suatu kelembagaan yang terbentuk, tentu harus terdiri
dari pengurus dan anggota kelembagaan. Sehingga pada suatu tarekat yang
terbentu perlu ada jemaah ataupun pengikut yang dengan maksud agar
membuktikan bahwa ada individu yang sepaham dengan pemahaman tarekat.
Disamping itu juga, jemaah pada suatu tarekat diperlukan agar dapat
mengembangkan ajaran maupun pengaruh yang berasal dari suatu tarekat,
sekaligus juga membuktikan bahwa ajaran dari tarekat yang dimaksud merupakan
ajaran yang dapat dicerna dan sesuai dengan kehidupan yang dibuktikan melalui
jemaah yang telah terlibat pada tarekat yang dimaksud tentunya. Secara tidak
langsung, peranan dan banyaknya jumlah jemaah pada suatu tarekat juga sebagai
pembuktian bahwa berkembangnya suatu tarekat.
Pada umumnya, banyak isu ataupun kabar beredar yang menyatakan
bahwa jika ingin mempelajari ilmu dalam tarekat haruslah sudah berumur 40
tahun, dikarenakan agar peserta yang akan mempelajari ilmu dari tarekat akan
lebih memiliki waktu yang banyak dan juga sudah menjalani pengalaman hidup
sebelumnya sebagai suatu bahan pertimbangan akan perbuatan yang pernah
dilakukannya, ada juga yang menyatakan agar peserta yang ingin mempelajari
Universitas Sumatera Utara
52
ilmu tarekat pada umur tersebut sudah bijaksana ataupun telah dewasa, juga ada
yang mengalaskan jika pada umur 40 (empat puluh) tahun pengalaman ilmu
agamanya sudah dikatakan cukup umtuk mempelajari ilmu di dalam tarekat. Akan
tetapi alasan tersebut menjadi suatu hal yang membuat suatu tarekat menjadi tidak
berkembang secara maksimal jika menerapkan syarat tersebut. Sehingga Tarekat
Naqsyabandiyah Al-kholidiyah Jalaliyah memahami syarat akan hal tersebut dan
mulai menyesuaikan dengan perkembangan zaman, sehingga peserta dari tarekat
ini merupakan berbagai kalangan dan beragam lapisan usia, singkatnya yang telah
dewasa menurut biologis dan tentunya yang sesuai dengan ajaran agama Islam.
Sehingga tidak ada batasan umur untuk siapa saja yang ingin mempelajari ilmu
dari tarekat ini. Juga tidak ada batasan latar belakang seseorang yang ingin
mempelajari ilmu tarekat ini.
Akan tetapi secara khusus, untuk mencapai visi dan misi dari tarekat ini.
Peserta yang menjadi sasaran agar dapat bergabung kedalam tarekat ini
merupakan kalangan pelajar, mahasiswa, karyawan, pegawai, profesional,
pengusaha maupun beberapa kalangan tertentu, maka dari itu untuk melancarkan
visi dan misi yang ada maka tarekat ini mempersilahkan untuk bergabung bagi
semua kalangan yang ingin belajar ilmu tarekat tanpa memandang batasan usia.
2.4.1 Syarat Menjadi Jemaah Tarekat Naqsyabandiyah Al-Kholidiyah
Jalaliyah
Untuk dapat bisa bergabung dan menjadi bagian dari suatu keorganisasian,
maka ada syarat ataupun prosedur tertentu yang diterapkan oleh suata
kestrukturan organisasi yang ada, dan hal syarat tersebut menjadi suatu proses
yang harus dilaksanakan oleh siapapun yang ingin menjadi bagian dari suatu
Universitas Sumatera Utara
53
organisasi yang dimaksud. Dimana pada umumnya, prosedur yang diterapkan oleh
suatu organisasi untuk dapat dipenuhi oleh setiap calon anggota merupakan
gambaran secara ringkas mengenai organisasi tersebut.
Begitu juga dengan tarekat ini, agar seseorang bisa untuk dapat bergabung
menjadi jemaah ataupun peserta dalam Tarekat Naqsyabandiyah Al-kholidiyah
Jalaliyah ini, calon peserta ataupun jemaah harus menjalankan tahapan ataupun
proses yang telah diterapkan oleh tarekat ini, dan tentu saja atas bimbingan dari
orang yang diberi amanah untuk membimbing calon jemaah yang akan
bergabung.
Secara singkat, calon jemaah yang akan mengikuti amalan dari ilmu
tarekat ini harus melakukan bai’at kepada mursyid ataupun jema’ah dari tarekat
yang telah diperbolehkan oleh mursyid untuk bisa membai’at orang lain. Bai’at
secara singkat bisa diartikan dengan meng-Islamkan kembali orang yang akan
mengikuti ajaran dari tarekat, yang walaupun sebenarnya calon jemaah yang akan
bergabung dalam tarekat telah beragama Islam sebelumnya. Akan tetapi Tarekat
Naqsyabandiyah Al-kholidiyah Jalaliyah memandang ke-Islaman calon jemaah
merupakan ke-Islaman yang dijalaninya dari lahir, bukan atas kesadaran dirinya
sendiri. Sehingga perlu adanya pengakuan atas ke-Islaman dari setiap jemaah
Tarekat Naqsyabandiyah Al-kholidiyah Jalaliyah ini dengan kesadaran diri dan
karena telah dewasa dan bertanggung jawabnya seseorang untuk menjalani
kehidupan maupun kehidupan bertarekat. Untuk melakukan bai’at calon jemaah
akan melalui beberapa tahap, yang secara singkat calon jema’ah akan melakukan
mandi taubat menggunakan air yang telah dicampur dengan air jeruk purut.
Universitas Sumatera Utara
54
Setelah mandi taubat, calon jema’ah dipersilahkan untuk membersihkan badan
dan mengambil wudhu untuk bersiap melaksanakan shalat sunah. Setelah
melakukan shalat sunah calon jema’ah akan menghadap seseorang yang akan
mem-bai’at. Selepas melakukan tahapan bai’at, maka calon jema’ah tadi akan
menjadi jema’ah tarekat dan telah melekat pula kewajiban padanya ataupun adab
yang berupa peraturan-peraturan tertulis dari tarekat maupun yang tidak tertulis,
dimana peraturan tersebut berasal dari pembimbing jema’ah tersebut ataupun
orang lain yang berhak menyampaikan sehingga harus dipatuhinya.
Dalam setiap tahapan menuju bai’at, calon jemaah akan terus dibimbing
oleh seorang jemaah yang telah ditunjuk oleh yang akan mem-bai’at. Setiap
jema’ah yang terlibat dalam pem-bai’at-an akan langsung meletakkan posisinya
yang sesuai dengan ketentuan yang telah dipelajarinya dalam ajaran tarekat,
karena setiap jema’ah akan terikat pada adab yang berlaku dalam tarekat.
Universitas Sumatera Utara
55
BAB III
KULTUR TASAWUF
3.1 Kultur Tasawuf
Tasawuf adalah dimensi esoteris dalam Islam. Dengan demikian, maka
pemahaman yang benar tentang tasawuf merupakan satu keniscayaan dalam upaya
memahami Islam secara utuh, karena Islam adalah agama yang memperhatikan
keseimbangan antara spiritualitas dan intelektualitas, antara kesucian hati dan
kecanggihan intelektual. Di samping memandang pentingnya kesucian hati, Islam
juga sangat menghargai akal pikiran. Ia akan terlihat kering dengan dominasi
pemikiran yang berlebihan, dan akan terlihat kurang ‘ilmiah’ karena yang
normatif dalam tasawuf. Kesulitan utama di dalam memahami tasawuf secara utuh
adalah pertama karena esensi tasawuf yang bersifat intuitif subjektif, ia adalah
pengalaman rohaniah yang hampir tidak mungkin dijelaskan secara tepat melalui
kata-kata. Setiap orang mempunyai pengalaman berbeda dengan yang lain, dan
setiap orang juga mempunyai cara pengungkapan pengalaman rohani (spiritual
experience) yang berbeda pula.
Dari sinilah kemudian muncul definisi tasawuf yang beragam, sehingga
tidak memberikan gambaran yang utuh dan sebenarnya. Hal ini kemudian
dipersulit lagi oleh perkembangan historis tasawuf yang mengalami berbagai fase,
dan dalam wilayah budaya yang bervariasi. Pada setiap fase dan kultur,
kemunculan tasawuf terlihat hanya sebahagian dari unsur-unsurnya saja sehingga
penampilannya tidak utuh dalam suatu ruang dan waktu yang sama. Dan unsur-
Universitas Sumatera Utara
56
unsur yang berserak itulah kemudian disusun secara sistematis dalam satu disiplin
ilmu yang disebut tasawuf. Satu disiplin ilmu yang tumbuh dari pengalaman
spiritual yang mengacu pada kehidupan moralitas yang bersumber dari nilai-nilai
Islam. Namun demikian, betapapun sulitnya merumuskan definisi tasawuf, upaya
ke arah itu sudah banyak dilakukan oleh para sarjana muslim dan non muslim.
Salah satu upaya untuk memahami tasawuf, adalah melalui pemahaman terhadap
karakteristik tasawuf pada umumnya. Berdasarkan kajian terhadap tasawuf dari
berbagai alirannya, ternyata tasawuf memiliki lima ciri khas. Pertama, tasawuf itu
memiliki obsesi kebahagiaan spiritual yang abadi. Kedua, tasawuf adalah
pengetahuan langsung yang diperoleh melalui tanggapan intuisi (kasyf). Ketiga,
adanya peningkatan kualitas moral melalui serial latihan yang keras dan
berkelanjutan. Keempat, adanya konsep fana’, peleburan diri pada kehendak
Tuhan. Kelima, penggunaan kata simbolis dalam pengungkapan pengalaman
spiritual sufistik.
“.. Buya merupakan salah satu dari tiga murid Buya Jalaluddin yang
diberi wasiat untuk meneruskan tarekat ini. Akan tetapi kedua murid Buya
Jalaluddin lainnya kini telah wafat, sehingga Buya merupakan satu-
satunya penerus tarekat ini yang murni. Sebab pada saat Buya Jalaludin
memberi wasiat umur Buya masih sekitar duapuluh tahun sementara dua
murid Buya Jalaluddin lainnya telah berumur empatpuluh tahun..”
(wawancara dengan Kh. Muhammad, 12 Desember 2016)
Dari petikan wawancara tersebut dapat dipahami bahwa tarekat ini
merupakan tarekat yang silsilahnya langsung dari Mursyid sebelumnya, dimana
ajaran dan terapan tarekat pada masa Mursyid Jalaluddin hingga saat ini masih
diterapkan, walaupun kini cukup banyak perubahan yang dilakukan oleh Mursyid
yang memimpin saat ini yang dikarenakan adaptasi terhadap nilai-nilai tarekat
Universitas Sumatera Utara
57
yang pernah dipelajari dan juga kemajuan zaman. Selain itu dapat diketahui juga
bahwasannya dalam upaya mempertahankan dan juga mengembangkan pengaruh
tarekat ada satu strategi yang dilakukan, yaitu dengan memberikan wasiat kepada
seseorang bahkan lebih untuk dapat melanjutkan pengaruh dari tarekat pada
generasi selanjutnya. Disamping itu agar dapat diketahui juga bahwasannya
semakin banyaknya varian dari setiap tarekat yang ada, disebabkan karena bentuk
adaptasi terhadap ajaran-ajaran yang dianut oleh seorang Mursyid yang menjadi
pimpinan dari suatu tarekat ketika masih menimba ilmu tarekat, dimana cukup
banyak murid dari suatu tarekat memiliki lebih dari satu guru yang membimbing,
hal tersebut terjadi karena agar murid dapat menimba lebih banyak ilmu dan juga
dapat melihat dunia luas dengan beragam, dan juga tentunya atas izin dari guru
yang sebelumnya. Karena izin dari seorang guru merupakan adab dalam tarekat
disamping itu jika seorang murid ingin menimba ilmu pada seorang guru yang
baru tanpa izin dari guru yang sebelumnya maka guru yang baru akan menolak
sang murid, karena dianggap telah melanggar adab, juga sang murid akan terkena
sanksi nantinya. Seperti bunyi kutipan wawancara ini :
”..banyak murid Buya Jalaluddin yang mendirikan tarekat baru, yang
tentu saja atas izin dari Buya Jalaluddin sebagai gurunya. Juga banyak
varian tarekat yang lahir dari tarekat ini yang juga tentunya murid yang
ingin belajar tarekat lain atas izin dari Buya Jalaluddin..” (wawancara
dengan Kh. Muhammad, 12 Desember 2016)
3.2 Suluk Sebagai Prakter Tasawuf
Suluk yang diterapkan oleh Tarekat ini tetap dapat memperbolehkan
jama’ahnya melakukan rutinitas sehari-hari, namun harus tetap menjaga adab
yang berlaku juga yang disesuaikan dengan tempatnya selama melaksanakan
Universitas Sumatera Utara
58
kegiatan ibadah suluk, agar tetap terjaga dan juga ingat bahwasanya sedang dalam
keadaan beribadah yaitu suluk.
Dalam hal ini untuk penyesuaian ibadah suluk sesuai dengan
perkembangan zaman dan tentu saja sebagai upaya memberikan pelayanan kepada
masyarakat maka dikenal beberapa terapan suluk, diantaranya:
3.2.1 Suluk Periodik
Suluk dilaksanakan dirumah ibadah suluk yang pada umumnya dilakukan
pada setiap awal bulan kalender Muharam, sistem suluk ini dilaksanakan minimal
selama 10 hari atau lebih.
“Berbeda dengan suluk saat ini, dulu masih suluk kelas ‘ekonomi’, tempat
tidur yang ukurannya kecil dan masih pakai kelambu, kalau ketika tidur kaki tidak
sengaja keluar dari kelambu pasti dipukul, tidur gak bisa nyenyak karena banyak
kepinding”. (wawancara dengan SM. Khairil Anwar, 1 Januari 2017)
Dari pernyataan tersebut dapat dipahami bahwa suasana ibadah suluk
dahulu yang tidak nyaman dan sangat berbeda dengan situasi saat ini. Selain itu
pengawasan yang dilakukan oleh pembimbing yang ditunjuk oleh Mursyid
sangatlah ketat. Selain itu tempat istirahat ketika ibadah suluk dahulu masih
mengenakan kelambu dan ukuran tempat tidur yang kecil sehingga ruang gerak
yang terbatas, dan juga kebersihan pada sekitar maupun tempat istirahat yang
tidak terjada secara maksimal, karena banyaknya serangga yang ditemukan
ditempat istirahat khususnya.
3.2.2 Suluk Reguler
Suluk reguler merupakan penerapan suluk pertama yang dilakukan oleh
DR. Syekh Salman Da’im terhadap pengikut tarekat ini, sistem suluk ini
dilakukan setiap hari dan setiap saat. Suluk reguler ini dilaksanakan selama 10,
Universitas Sumatera Utara
59
20, 30 hingga 40 hari. Pelaksanaan suluk reguler ini dilaksanakan di rumah ibadah
suluk pusat perkembangan Tarekat Naqsyabandiyah Al-kholidiyah Jalaliyah,
Bandar Tinggi. Adapun gelar yang diberikan untuk rumah ibadah suluk yang
berada di Bandar Tinggi ialah “Suluk yang berkekalan”, karena setiap harinya
pasti selalu ada jama’ah yang melaksanakan suluk di Bandar Tinggi ini.
3.2.3 Suluk Executive
Suluk Executive dilaksanakan di Asrama Haji Medan, di Gedung
Sibolangit awalnya dan juga Sukabumi, Jawa Barat. Suluk ini dibuka sejak tahun
2001 dan telah menghasilkan tenaga-tenaga da’i professional. Suluk ini
dilaksanakan selama 5 hari tanpa mengganggu aktifitas kerja keseharian. Para
peserta suluk biasanya berprofesi sebagai pegawai, karyawan, pebisnis, atau
profesi lainnya diberikan kesempatan untuk bekerja atau mengelola bisnisnya
namn tetap memenuhi aturan ataupun ketentuan yang berlaku untuk juga
memenuhi adab suluk.
Untuk saat ini di Medan khususnya telah didirikan rumah ibadah suluk
executive yang berada di Marendal I, sehingga rutinitas kegiatan ibadah suluk
lebih nyaman, selain itu bagi para jama’ah yang bekerja khususnya diwilayah
Medan masih dapat melakukan kegiatan sehari-hari seperti biasa. Sehingga
jama’ah yang ingin melakukan ibadah suluk exeutive pada setiap awal bulan
kalender masehi akan mengunjungi tempat ibadah yang berada di Marendal ini.
“Marendal menjadi tempat suluk favorit bagi jama’ah tarekat yang mau
melaksanakan ibadah suluk, khususnya bagi jama’ah yang mau mengejar
tingkat kaji. Karena pelaksanaan khabar yang pasti dilakukan sebanyak
dua kali dalam lima hari”. (wawancara dengan Kh. M. Siddiq 1
Januari 2017)
Universitas Sumatera Utara
60
Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa lokasi ibadah suluk
Tarekat Naqsyabandiyah Al-kholidiyah Jalaliyah yang berada di Marendal
merupakan tempat yang cocok untuk jama’ah yang mau menyelesaikan tingkat
kaji yang diamalkan, karena khabar yang pasti dan dilakukan sebanyak dua kali
dalam lima hari pelaksanaan suluk eksekutif.
3.2.4 Suluk Hajat
Suluk Hajat dilaksanakan atas permohonan khusus bagi jama’ah atau
masyarakat luas dalam rangka tujuan khusus jama’ah ataupun masyarakat
tersebut. Pelaksanaan suluk hajat ini diatur khusus oleh Mursyid (pemimpin)
3.2.5 Suluk Musafir
Suluk musafir ini dilakukan oleh pengikut tarekat ini yang dalam keadaan
musafir dan dalam rangkan melaksanakan ibadah haji ke Baitullah.
Semua aktifitas suluk yang dipaparkan diatas tentunya dibimbing dan
diawasi oleh guru atau Mursyid yang memeriksa dzikir yang diamalkan oleh salik
(orang yang sedang melaksanakan ibadah suluk). Bila suluk yang dikerjakan
mencapai hasil yang baik maka selanjutnya akan ditingkatkan kajinya, maka dari
itu seseorang diberikan tambahan amalam untuk dikerjakan sebagai pelengkap
amalan sebelumnya.
Disinilah fungsi suluk sebagai sarana ibadah yang berperan meningkatkan
kualitas sumber daya manusia, karena dengan hati yang bersih memiliki
pandangan hidup dan pola pikir yang positif, memiliki wawasan lingkungan,
hidup bahagia tanpa membebankan orang lain dan berusaha terus meningkatkan
kualitas kinerja dan spiritual dalam hidupnya.
Universitas Sumatera Utara
61
Dalam suluk ini tingkat dari kaji seseorang bisa dianikkan sesuai dengan
kesungguhan untuk beramal, dan juga dari sinilah kelebihan seorang guru yang
mampu melihat dengan tepat keberhasilan muridnya dalam mengamalkan kajinya.
Maka semua itu kembali kepada diri pribadi seorang salik apakah benar-benar
bersungguh-sungguh dalam menjalankan dzikir atau tidak.
Metode suluk dengan berbagai jenis seperti penjelasan di atas dilakukan
dengan mengingat bahwasannya setiap individu memiliki kehidupan duniawi
yang tidak bisa ditinggalkan secara penuh. DR. Syekh Salman Da’im merupakan
yang pertama mengajarkan dan membuat prosedur tentang pelaksanaan suluk
tersebut. Tentu saja metode yang diterapkan oleh beliau memberikan kemudahan
bagi para pengikut tarekat untuk tetap melaksanakan ibadah suluk khususnya
walaupun dalam kondisi bekerja.
Metode suluk ini telah dilaksanakan sejak tahun 1922 hingga sekarang ini.
Metode ini tentunya berbeda dengan cara suluk pada umumnya yang tidak boeh
meninggalkan rumah suluk selama menjalani ibadah dan harus senantiasa berada
di rumah suluk hingga selesai masa suluknya. Adapun izin yang diberikan kepada
peserta suluk tidak sembarangan waktu boleh keluar dari rumah suluk. Izin
tersebut diberikan kepada para peserta suluk yang melakukan tugas untuk mata
pencaharian sehari-hari dan setelah pekerjaannya selesai pada hari itu juga maka
kembali lagi ke rumah suluk untuk melanjutkan ibadah suluk.
Meskipun metode suluk yang diterapkan bisa dilaksanakan sambil bekerja,
namun perlu persiapan yang matang dengan mental dan iman yang kuat. Karena
lingkungan tempat aktifitas bekerja tidak sama dengan suasana rumah ibadah
Universitas Sumatera Utara
62
suluk, dimana semua komunitas yang ada berstatus sama. Ditambah dengan adab
yang harus dipatuhi ketika keluar dari rumah suluk lebih berat tantangannya.
Walaupun begitu, prinsip dasar suluk tetap sama yaitu menjalani ibadah yang
dibimbing oleh guru/mursyid dengan mengikuti adab-adab yang ditentukan agar
dapat menghampiri diri sedekat-dekatnya kepada Allah SWT.
Dalam sistem suluk ini tentu saja disesuaikan dengan kondisi zaman,
sehingga tidak ada kesan seseorang yang melakukan ibadah menjadi penyebab
berkurangnya mata pencahariannya. Tidak hanya itu saja, sistem suluk ini juga
memberikan manfaat yang cukup besar bagi para jama’ah yang melaksanakannya
karena bisa bertambah ilmu hakikat untuk membentuk hati nurani yang bersifat
mahmudah yang akhirnya menuju peningkatan iman dan taqwa.
Pelayanan yang diberikan Tarekat Naqsyabandiyah Al-kholidiyah
Jalaliyah terhadap masyarakat diharapkan dapat membentuk Neo Sufisme yang
bertanggung jawab terhadap masalah masyarakat serta menjadi teladan bagi
generasi seterusnya. Karena sistem suluk yang diterapkan tidak menyalahi aturan
adab atau ketentuan dalam suluk karena tarekat ini dan suluk telah dikondisikan
dengan sedemikian baik dan tidak goyah.
Adapun hal-hal yang dicapai dalam suluk diantaranya:
1. Menjadi manusia yang memiliki kualitas yang baik
2. Rajin ibadah dan teguh pendirian
3. Mampu menjelaskan kepada masyarakat tentang keunggulan
komperatif dari tarekat
4. Mampu mendidik anak-anak dengan baik
Universitas Sumatera Utara
63
5. Menciptakan manusia yang tetap ingat dan hadir hatinya pada Allah
dimana saja baik dalam kondisi bagaimanapun
6. Memotivasi umat dalam bekerja sesuai professi masing-masing
Tidak hanya dalam hasil yang dicapai dalam melaksanakan suluk, adapun
hikmah suluk yang bisa didapatkan yaitu:
1. Menambah ilmu pengetahuan dan wawasan
2. Meningkatkan motivasi dan gairah ibadah
3. Menciptakan insan yang taat pada Allah
Ilmu yang diperoleh dapat diajarkan secara transparan kepada siapa saja.
3.3 Suluk Tarekat Naqsabandiyah
Suluk secara harfiah berarti menempuh (jalan). Dalam kaitannya dengan
agama Islam dan sufisme, kata suluk berarti menempuh jalan (spiritual) untuk
menuju Allah. Menempuh jalan suluk (bersuluk) mencakup sebuah disiplin
seumur hidup dalam melaksanakan aturan-aturan eksoteris agama Islam (syariat)
sekaligus aturan-aturan esoteris agama Islam (hakikat). Ber-suluk juga mencakup
hasrat untuk Mengenal Diri, Memahami Esensi Kehidupan, Pencarian Tuhan, dan
Pencarian Kebenaran Sejati (ilahiyyah), melalui penempaan diri seumur hidup
dengan melakukan syariat lahiriah sekaligus syariat batiniah demi mencapai
kesucian hati untuk mengenal diri dan Tuhan.
Suluk ialah mengasingkan diri dari keramaian atau ke tempat yang
terpencil, guna melakukan zikir di bawah bimbingan seorang syekh atau
khalifahnya selama waktu 10 hari atau 20 hari dan sempurnanya adalah 40 hari.
Universitas Sumatera Utara
64
Tata cara bersuluk ditentukan oleh syekh antara lain; tidak boleh makan daging,
ini berlaku setelah melewati masa suluk 20 hari. Begitu juga dilarang bergaul
dengan suami atau istri; makan dan minumnya diatur sedemikian rupa, kalau
mungkin sesedikit mungkin. Waktu dan semua pikirannya sepenuhnya diarahkan
untuk berpikir yang telah ditentukan oleh syekh atau khalifah.
Sebelum suluk ada beberapa tahapan yaitu; Talqin dzikir atau bai'at dzikir,
tawajjuh, rabithah, tawassul dan dzikir. Talqin dzikir atau bai'at dzikir dimulai
dengan mandi taubat, bertawajjuh dan melakukan rabithah dan tawassul ketika
akan memulai dzikir.
Suluk dalam dunia tasawuf juga dinamakan dengan khalwat. Khalwat
dilakukan untuk memperoleh pemutusan hubungan dengan dunia luar dan
pemfokusan pemikiran sehingga terciptalah suasana konsentrasi kepada al Haq
(zat yang maha benar) dan pengikhlasan hati. Untuk mencapai tujuan tersebut,
maka syarat-syarat dalam adab-adab tertentu harus dilaksanakan dalam rangka
mencapai perbaikan niat, pemikiran dan kesadaran dimana satu sama lain saling
terkait.
Muhamad Mahdi menjelaskan bahwa syarat-syarat pada tiap-tiap tahap
untuk mencapai kesempurnaan ruhani seperti meninggalkan adat istiadat,
pengawasan, kesadaran, niat, sikap diam dan rasa lapar. Semuanya itu memiliki
hubungan dalam melaksanakan khalwat. Hakekat keterputusan dan
menghilangkan berbagai halangan serta menghindari hal-hal yang menghambat
konsentrasi dianggap terkumpul di dalamnya.
Universitas Sumatera Utara
65
Selanjutnya pada tahap (diam, rasa lapar, meninggalkan tradisi dan
budaya, serta mengikhlaskan niat), dimana si penempuh spiritual menyucikan
mulutnya dengan sikap diam dan suasana jiwanya dengan rasa lapar, dan niat
dengan penjernihan pikiran dan perilakunya dengan meninggalkan adat istiadat
dan budaya serta menyiapkan lahan untuk khalwat. Karena tujuan pada tahap-
tahap ini ialah mencapai keadaan keterputusan hubungan dengan orang lain. Maka
jelaslah bahwa khalwat dari manusia yang pergaulan dengan mereka akan
menyebabkan tidak tercapainya tujuan ini, akan memberikan suatu hasil yang
positif. Pergaulan dengan manusia dan tumpukan persoalan boleh jadi tidak akan
mendatangkan konsentrasi, suasana spiritual dan keterputusan.
Namun harus disadari bahwa khalwat bagi orang-orang yang berjalan
menuju kesempurnaan, kebahagiaan ruhani, dan hakekat insani termasuk hal yang
penting. Selama maksud khalwat belum terwujud, maka lahan pengkonstrasian
tidak menjadi siap, begitu juga kemajuan, kejernihan hati, dan keikhlasan batin
tidak akan pernah bisa diraih. Jika demikian maka penempuh ruhani tersebut tidak
dapat menjadikan perjalannya berada di satu garis dan menuju orientasi ilahi. Ia
mengaruhi hidupnya dengan penuh kegoncangan, kegelisahan dan kebimbangan.
Adapun tugas-tugas sosial seperti pergaulan, persahabatan dan
mengajarkan akhlak tidaklah menghilangkan makna dari khalwat tersebut.
Apabila masyarkat adil dan tercipta kota idaman, maka manusia berada dalam
keadaan kematangan. Pendidikan dan pengajaran, penyempurnaan, perjalanan
menuju kebahagiaan, pencapaian hakekat, pencarian makrifat dan spiritual di
Universitas Sumatera Utara
66
masyarakat seperti ini dianggap sebagai ibadah, ketaatan kepada Allah dan
sebagai sarana untuk kesadaran dan kemajuan.
Para penempuh ruhani melaksanakan, tugas-tugas individual dan sosial
yang terkait dengannya, setelah melaksanakan khalwat khusus, selanjutnya ia
melaksanakan khalwat umum. Hendaklah ia menunaikan dengan niat tulus dan
keikhlasan penuh. Ia tidak boleh hanyut di tengah-tengah arus masyarakat yang
rusak, bodoh, tidak sadar, tidak teliti, dan bebas. Sehingga dalam realitas
kehidupan yang penuh dengan dosa ada orang-orang suci yang menjadi teladan
dalam masyarakat.
Pengikut tarekat yakin bahwa orang mampu melaksanakan zikir dengan
benar maka jiwanya akan bersih dari berbagai halangan yang mengganggu
aktifitas ibadah. Dengan sendirinya tertanam pada seorang salik sifat-sifat
psikologis yang cenderung senantiasa ingin beribadah kepada Allah.
Nilai psikospritual ini akan menuntun dan membetuk karakter sang salik
untuk lebih khusuk (konsentrasi penuh) dalam beribadah. Sehingga kenikmatan
zikir kepada Allah dirasakan oleh sang salik. Kenikmatan zikir inilah yang
membawa sang salik untuk selalu beretika dan bernorma sesuai dengan ajaran-
ajaran Islam.
Sebagian besar pengikut tarekat Naqsyabandiyah berpandangan bahwa
akhlak yang mulia pada seseorang merupakan pancaran dari ”cahaya” Tuhan yang
limpahkan kepada manusia. Manusia akan berakhlak mulia apabila nur Tuhan itu
mampu menyinari dirinya. Semakin terang cahaya tuhan menerangi jiwa manusia,
maka akan semakin luhur akhlak manusia tersebut. Oleh karena itu, dalam ajaran
Universitas Sumatera Utara
67
tarekat Naqsyabandiyah akhlak yang mulia tidak bisa hanya dibuat oleh manusia,
tetapi harus ada campur ”tangan” Tuhan.
Pembentukan akhlak ini dapat diperoleh dengan mendekat diri pada Tuhan
melalui zikir. Zikir yaitu aktifitas melafalkan asma Allah atau dengan cara
mengingat Allah. Zikir dapat dilakukan dengan suara yang keras (jahr), suara
yang lunak, dan di dalam hati (khafi). Zikir jahar dilakukan dengan metode
mengeluarkan suara yang bisa didengar oleh orang yang berada disekitar salik.
Sedangkan zikir khafi khafi dilakukan dengan cara melafalkan nama Allah di
dalam hati sembari memejamkan mata.
Ucapan zikir terdiri dari dua bentuk, yaitu zikir Ism Zat dan Nafi Itsbat.
Zikir Ism Zat yaitu mengucapkan kata ”Allah” berulang-ulang di dalam hati
sembari mengingat Allah. Zikir Ism Zat ini dilakukan dengan jumlah zikir 5.000
kali, sampai 11.000 kali.
Sedang zikir nafi itsbat yaitu mengucapkan lafal ”La ilaha illallah” di
dalam didalam hati dengan metode yang diajarkan oleh mursyid sebanyak 70.000
kali sampai 490.000 kali.
Selama menjalankan suluk seorang salik dituntun oleh mursyid tentang
jumlah zikir ism zat dan nafi itsbat yang harus diucapkannya. Zikir dalam suluk
diawali dengan zikir ism zat sebanyak 5.000 kali, kemudian jumlah zikir itu akan
semakin bertambah berdasarkan ketentuan yang diatur oleh mursyid. Setelah
menyelesai zikir sampai pada tingkat 11.000 kali, kemudian zikir dilanjutkan pada
zikir nafi itsbat sebanyak 70.000 kali. Jumlah zikir ini pun terus bertambah
sampai 490.000 kali.
Universitas Sumatera Utara
68
Selama menjalankan zikir, seorang salik dituntut untuk mematuhi adab
zikir. Zikir yang diucapkan tidak sesuai dengan adab berzikir akan menjadi
penghalang bagi salik untuk memperoleh dan merasakan kenikmatan berzikir.
Zikir yang sesuai dengan adab berzikir akan membuat seorang salik hanyut dalam
dunia keilahian. Ia akan merasakan kekuatan spritual (mistis force) dari lafal zikir
yang diucapkan. Kekuatan zikir ini mampu membuat seorang salik fana dan baqa.
Ketaatan dalam melaksanakan zikir akan membawa seorang salik pada
kecerdasan spritual. Berdasarkan pengalaman dan pengamalan para penganut
tarekat naqsyabandiyah, zikir juga berfungsi mengeluarkan sifat-sifat mazmumah
dari diri muzakkir, kemudian akan ddimasukkan oleh Allah Swt dalam diri sang
salik sifat-sifat mahmudah. Sehingga terbentukkan akhlakul karimah pada diri
seorang salik. Sifat tersebut akan mengantar salik pada kecerdasan spritual.
Penganut tarekat yakin bahwa kecerdasan spritual yang dibentuk melalui
pelaksanaan zikir dalam suluk akan berdampak pada pola hidup sehari-hari. Yang
dengan sendirinya akan membentuk psikospritual yang luhur pada salik.
Dalam tarekat Naqsyabandiyah terdapat 3 tingkatan zikir. Ketiga tingkat
itu adalah (a) dzikir ism al-dzat, (b) dzikr al-lata’if, (c) dzikir nafi wa isbat.
Ketiga mazam zikir inilah yang harus dibaca oleh seorang salik ketika melaksana
suluk.
Selain zikir, dalam ajaran suluk juga terdapat ajaran wuquf. Wukuf secara
harfiyah (kebahasaan) berarti berhenti. Maksud berhenti disini yaitu berhentinya
seorang salik yang telah berzikir untuk memandang Allah SWT.
Universitas Sumatera Utara
69
Ajaran terakhir pembentukan spritual dalam tarekat naqsyabandiyah yaitu
muraqabah. Muraqabah yaitu kesadaran yang terus menerus dari seorang hamba
Allah akan pengetahuan Allah pada semua keadaannya. Ahli muraqabah dapat
dibedakan dalam tiga keadaan, pertama, orang merasakan kehadiran tuhan dalam
setiap gerak dan tingkah lakunya. Kedua, orang yang beribadah seakan-akan
melihat Allah. Ketiga, orang menghindari semua pikiran jahat dan memasuk
pikiran baik dalam setiap olah pikirnya dalam rangka membentuk psikospritual
yang luhur.
Ketiga keadaan ini merupaka kunci bagi kenikmatan zikir dan pikir bagi
ahli salik yang menempuh jalan spritual. Selain itu, aktifitas muraqabah ini
dilakukan juga oleh salik dalam berbagai situasi dan kondisi. Karena dengan
muraqabah ahli tarekat akan merasa bahwa setiap aktifitasnya mendapat
pengawasan dan kontrol dari Tuhan. Pengawasan ini akan melahirkan suatu
akhlak mulia pada orang yang menjalankan ajaran tarekat.
3.3.1 Perkembangan Tarekat Naqsabandiyah Al-kholidiyah Jalaliyah
Pemikiran DR. Syekh Salman Da’im sebagai pendiri dari Tarekat
Nasyabandiyah Al-kholidiyah Jalaliyah merupakan hasil yang tercipta dari ide
atau gagasan yang dituangkan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam pemikiran ini
tentu terdapat ide-ide yang tercipta. Hal ini merupakan kodrat manusia yang telah
menjadi anugerah yang didapat dari Tuhan. Dalam hal ini pendiri tarekat ini
memiliki beberapa pemikiran dalam mengambangkan Tarekat Naqsyabandiyah
yang didirikannya, yang diantaranya tertuang dalam keunggulan comperative
Tarekat Naqsyabandiyah Al-kholidiyah Jalaliyah, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
70
1. Menempatkan dan mengimplementasikan adab Tarekat
Naqsyabandiyah dalam segala aspek kehidupan.
2. Menganugerahkan predikat Syekh Muda/ Syarifah bagi jama’ah yang
telah menyelesaikan 17 tingkatan mata pelajaran Tarekat
Naqsyabandiyah dan telah dinyatakan lulus dalam sidang Munaqasyah
oleh Dewan Mursyid Tarekat Naqsyabandiyah Al-kholidiyah Jalaliyah.
3. Memberikan kesempatan suluk bagi kalangan Eksekutife dan
Professional lainnya dengan menerapkan metode alternativee dan
sistem terapan yang sistematis.
4. Meningkatkan dan mengembangkan pelayanan terbaik bagi segenap
lapisan masyarakat dengan menawarkan dan menyediakan:
i. Tata ruang yang apik, sejuk dan nyaman
ii. Tata rias yang serasi dan mantap
iii. Tata busana yang rapi, sopan dan menarik serta Islami
iv. Tata boga yang sesuai selera, padat gizi dan memuaskan
v. Menyediakan sarana dan prasarana pendidikan dan rumah
ibadah yang layak huni serta memenuhi syarat kesehatan.
Selain dari keunggulan comperative tersebut, DR. Syekh Salman Da’im
juga memiliki pemikiran dalam hal mengembangkan ilmu Tarekat
Naqsyabandiyah bisa dimulai sejak dini, bukan dari umur 40 (empat puluh) tahun
ke atas. Selain itu DR. Syekh Salman Da’im juga berpendapat bahwa “Dalam
menjalani kehidupan, pengetahuan spiritual dan intelektual harus sama dan
sebanding”.
Universitas Sumatera Utara
71
Adapun pengembangan metode dakwah yang dilakukan yaitu dengan
Tawajjuh Akbar yang disertai dengan Orasi Ilmiah dan Dialog Interaktif. Hal ini
dilakukan sebagai penyesuaian zaman untuk lebih menarik minat masyarakat agar
dapat bergabung dalam tarekat. Selain dari pengembangan metode dakwah yang
dilakukan, adapun cara berpakaian yang dimodifikasi untuk menarik perhatian
masyarakat terhadap tarekat ini. Cara berpakaian yang diterapkan tidak dengan
jubah besar layaknya yang diterapkan oleh tarekat-tarekat terdahulu. Pakaian yang
rapi dengan kemeja, memakai jas, dan juga memakai lobe dengan sorban
menambah rasa ingin tahu masyarakat tentang tarekat ini. Karena dengan
berpakaian yang rapi sesuai dengan zaman dan tentu saja sesuai dengan syariat
Islam, menimbulkan pendapat di masyarakat bahwasanya tarekat ini merupakan
orang-orang yang memiliki intelektual yang tinggi dan juga diimbangi dengan
spiritualitas, menjadikan konsep tarekat ini sebagai tarekat yang dapat bersaing
dalam modern ini.
Selain itu tarekat ini juga memilki beberapa aktivitas yang berbeda dengan
tarekat lainnya, untuk menunjukan eksistensi dari terakat ini. Dimana aktivitas
yang dimaksud merupakan peresapan dari tarekat lain seperti melaksanakan
Dzikir Syadziliyah untuk jama’ah yang akan melaksanakan hajatan, dimana
bentuk dzikir bukan ritual murni dari Tarekat Naqsyabandiyah melainkan
menganut dari paham kegiatan Tarekat Syadziliyah. Tarekat Naqsyabandiyah Al-
kholidiyah Jalaliyah ini juga melakukan aktivitas khas lainnya yaitu Tarhim
sebelum shalat fardu. Pelaksanaan Tarhim ini dilakukan oleh jama’ah tarekat pada
setiap majelis ataupun rumah ibadah Tarekat Naqsyabandiyah Al-kholidiyah
Universitas Sumatera Utara
72
Jalaliyah secara langsung atau dengan kata lain tidak memakai kaset yang umum
dijumpai pada masjid ataupun mushalla. Jama’ah akan mengumandangkan
Shalawat Tarhim dan juga Munajat khususnya pada saat sebelum shalat subuh dan
juga sebelum shalat maghrib. Pengumandangan Munajat ini berisi lantunan pujian
pada silsilah yang dimulai dari Mursyid saat ini hingga ke Rasulullah, hal ini
merupakan bentuk adopsi dari Tarekat Naqsyabandiyah yang berada di Basillan
yang didirikan oleh Tuan Guru Syekh Abdul Wahab Rokan yang sekaligus
menjadi pencipta dari munajat ini.
Hal tersebut menunjukan bahwa keterbukaan Tarekat Naqsyabandiyah Al-
kholidiyah Jalaliyah ini terhadap ilmu-ilmu dari tarekat lainnya yang dianggap
pantas untuk diamalkan, yang tentu saja dapat disesuaikan dengan nilai-nilai
Tarekat Naqsyabandiyah itu sendiri. Juga sebagai salah satu strategi untuk
menyebarluaskan ajaran dari tarekat ini agar dapat diterima oleh masyarakat luas.
Selain itu hal ini menunjukan bahwa tarekat ini dapat berbaur dengan kondisi
terkini dan situasi dari arus perubahan zaman, tanpa harus menghilangkan
identitas asli dari tarekat, melainkan untuk menambah varian warna dalam ilmu
tarekat.
3.3.2 Sistem Suluk
Dalam hidup ini manusia selalu dihadapkan dengan berbagai macam
persoalan hidup baik duniawi maupun akhirat. Terkadang manusia yang terlalu
sibuk dengan urusan duniawi dan lupa terhadap urusan akhirat, yang merupakan
kehidupan utama yang akan dijalani. Untuk mencapai kehidupan akhirat yang
baik, maka dunia merupakan jalan menuju kesana. Karena apabila seseorang
Universitas Sumatera Utara
73
beramal ibadah dengan baik, maka akhirat akan mendapatkan kehidupan yang
baik juga.
Maka dari itu untuk memberikan kehidupan yang baik, maka pemimpin
sekaligus pendiri tarekat ini dalam pemikirannya untuk mengembangkan tarekat
yang didirikannya memberikan metode untuk meningkatkan kualitas spiritual
seseorang yaitu melalui ibadah suluk. Suluk merupakan metode atau cara
mendekatkan diri dengan Allah SWT.
(Said: 1999: 60) menuliskan tujuan suluk adalah untuk lebih mendekatkan
diri kepada Allah, menjauhkan diri dari sesuatu yang melalaikan ingat kepada-
Nya.
“untuk lebih meningkatkan ilmu dalam bertarekat bisa dilakukan dengan
suluk. Suluk diartikan sebagai penyucian batin oleh dzikir. Biasanya jika
seseorang yang masuk dalam tarekat, suluk dikerjakan secara terpusat tidak boleh
melakukan hal apapun baik itu kegiatan sehari-hari ataupun rutinitas. Bisa
dibandingkan dengan kegiatan suluk yang dilakukan oleh tarekat-tarekat lain jika
suluk dilakukan 10, 20 bahkan 40 hari maka selama itu pula aktifitas yang
berhubungan dengan kehidupan duniawi ditinggalkan. Akan tetapi berbeda
dengan Tarekat Naqsyabandiyah Al-kholidiyah Jalaliyah ini, dimana jama’ah
tetap dapat bekerja walaupun dalam keadaan suluk”.
3.3.3 Sistem Dakwah
Islam yang madani disampaikan dengan keterangan dan penjelasan yang
santun memiliki tata krama dan jauh dari sifat anarkis. Untuk itu agar pemahaman
Universitas Sumatera Utara
74
Islam dapat disalurkan dengan mudah dan jelas kepada masyarakat umum maka
ada 3 (tiga) cara dakwah yang bisa dilakukan, yaitu:
1. Dakwah bil lisan yaitu memberikan pengajaran atau keterangan agama
melalui pengajian, ceramah, diskusi, dan lain sebagainya. Dalam
metode ini seorang da’i mempunyai pengetahuan ilmu agama yang
memadai sebagai bekal dakwahnya sehingga materi yang diberikan
mampu diserap oleh masyarakat luas.
2. Dakwah bil hal yaitu memberikan petunjuk-petunjuk tentang hukum
agama agar dimengerti oleh orang lain bagaimana masalah itu bila
dipandang dari sudut pandang agama, seperti cara berpakaian, bertutur
yang sopan, hidup bertetangga dan lain sebagainya. Dalam hal ini
seorang da’i dituntut untuk mampu konsisten karena dakwah yang
disampaikan setiap waktu dan setiap tempat melalui gerak langkah
kehidupan dari diri pribadi seseorang da’i tersebut.
3. Dakwah bil mal yaitu dakwah dengan menggunakan harta benda
seperti membangun masjid, membangun sarana dan prasarana untuk
kemakmuran umat. Membiayai berbagai kegiatan agama. Dakwah
yang dilakukan ini umumnya diterapkan oleh orang yang telah mapan
ekonominya dan memiliki keikhlasan semata-mata karena Allah SWT,
bukan karena mengharap balasan duniawi dan pujian masyarakat.
Tentu saja orang yang mampu berdakwah dengan hal ini adalah orang
yang telah menyadari bahwasannya harta benda yang dimiliki
merupakan rezeki yang dititipkan kepadanya dan akan dimintai
Universitas Sumatera Utara
75
pertanggung jawaban nantinya.
3.4 Keseimbangan Intelektual dan Spiritual
Keseimbangan intelektual dan spiritual yang dimaksud disini adalah
sinkronisasi antara kehidupan duniawi atas intelektual yang dimiliki seseorang
dengan kehidupan batin atas spiritual dalam diri seseorang. Menurut DR. Syekh
Salman Da’im “sebab, apabila seseorang hanya mementingkan kehidupan duniawi
akan menjadi manusia yang tidak memiliki ketenangan hati, sementara jika
seseorang yang hanya mementingkan dunia akhirat maka akan melahirkan
pertapa-pertapa modern yang bertindak atas nama agama.” Keseimbangan
merupakan kata kunci dari keberhasilan hidup di dunia.
Dalam hal ini intelektualitas para jama’ah atau pengikut Tarekat
Naqsyabandiyah Al-kholidiyah Jalaliyah diajarkan sejak dini dengan dibukanya
pendidikan formal yang telah dilakukan oleh DR. Syekh Salman Da’im.
Pendidikan formal yang dilakukan yaitu dengan pembangunan Madrasah Al-
wasliyah di Bandar Tinggi yang dimulai dari sekolah dasar hingga tingkat SLTA.
Hal ini untuk menunjang para jama’ah dalam pembelajaran ilmu agama juga
mendalami ilmu tarekat. Tidak hanya sebatas pendidikan sampai SMA, para
jama’ah atau pengikut juga mengikuti perkuliahan ditingkat perguruan tinggi pada
Strata 1 (S1) juga Strata 2 (S2). Ini merupakan salah satu metode yang diterapkan
oleh pendiri tarekat dalam meningkatkan kualitas intelektual para jama’ah.
Selanjutnya untuk mendapatkan SDM dengan baik tentunya tidak hanya
memiliki intelektual yang baik tetapi mesti diseimbangkan dengan spiritual yang
baik pula. Dalam ini spiritual dilakukan dengan dzikir dalam tarekat yang
Universitas Sumatera Utara
76
dilakukan saat melaksanakan suluk dengan 17 tingkatan dalam tarekat yang
diajarkan oleh DR. Syekh Salman Da’im membuat para jama’ah memiliki kualitas
spiritual dalam dirinya.
3.4.1 Cara Berpakaian Dalam Tarekat
Dalam hal ini perubahan yang dilakukan oleh DR. Syekh Salman Da’im
terhadap cara berpakaian yaitu dengan pakaian yang rapi dengan kemeja, berjas
dan bersorban. Cara berpakaian ini sangat jarang diterapkan oleh tarekat lainnya
karena pada umumnya tarekat-tarekat yang berada di Indonesia memiliki cara
berpakaian dengan memakai jubah yang panjang, ataupun jubah dengan sarung.
Tentunya berbeda dengan penerapan cara berpakaian dari yang diterapkan
oleh pendiri tarekat ini, cara berpakaian yang diterapkan membuat kesan pada
masyarakat bahwasanya orang yang ikut dalam tarekat ini merupakan orang-orang
dengan intelektual yang baik. Karena seperti dalam kehidupan sekarang, orang-
orang yang berpakaian formal seperti menggunakan jas layaknya seorang yang
memiliki intelektual yang tinggi, tentunya dengan cara berpakaian seperti itu
otomatis para pengikut tarekat ini mengikuti cara berpakaian guru/ mursyidnya.
3.5 Tradisi Suluk Tarekat Naqsyabandiyah Al-kholidiyah Jalaliyah
Secara teoritis tradisi merupakan kebbiasaan-kebiasaan secara turun
temurun sekelompok orang atau masyarakat berdasarkan nilai-nilai budaya
masyarakat bersangkutan. Tradisis berkembang menjadi suatu sistem yang
memiliki pola dan aturan yang ada oleh sekelompok sosial jama’ah Tarekat
Naqsyabandiyah Al-kholidiyah Jalaliyah adalah beribadah.
Universitas Sumatera Utara
77
Hidup sufistik secara tradisional dan historis sudah terdapat sejak masa
Nabi Muhammad SAW. Sehari-hari Rasulullah beserta keluarganya selalu hidup
sederhana dan menderita, disamping beliau menghabiskan waktunya untuk
beribadah dan berjihad dalam mendekati Tuhannya. Tradisi serupa telah diwarisi
oleh keluarga penerus beliau (ahl al-bait), yakni Sayyidina Ali Sayyidina Fatimah
beserta anak-anaknya.
Hampir semua para penulis sepakat dalam sejarah hidup Rasulullah
didapati suatu kondisi kehidupan yang penuh dengan kesukaran dalam rumah
tangganya sehari-hari. Bukan saja tidak terdapat perabot-perabot rumah tangga
yang mewah atau makanan yang enak, akan tetapi alat rumah tangga keseharian
pun sulit didapat. Jangankan makanan yang lezat, makanan sehari-haripun belum
tentu ada setiap hari. Alas tidurnya pun hanya terbuat dari anyaman daun kurma
yang selalu membekas pada pipi dan tubuh beliau setiap paginya. Makanan
keseharian yang bisa dihadirkan istri-istri beliau hanyalah roti kering yang terbuat
dari tepung gandum kasar dengan segelas air minum, sebutir sampai tiga butir
kurma. Dirumah beliau juga tidak terdapat meja makan sehingga mereka selalu
menghadapi hidangan dengan duduk diatas tanah. Itulah fakta yang tertulis dalam
sejarah kehidupan Nabi Muhammad dan ahl al bait (Sholikhin: 2009).
Dari paparan tersebut diatas dapat dipahami bahwa Nabi Muhammad-lah
yang pertama sekali memberikan contoh kesederhanaan yang menjadi doktrin
utama para sufisme. Kalaupun pada masa berikutnya membutuhkan penafsiran
kontekstual (dengan gerakan neo sufisme, yang akan disinggung dalam tulisan
Universitas Sumatera Utara
78
ini) namn esensi peran dari keteladanan sufisme itu tidak akan bisa
dikesampingkan begitu saja.
Rasulullah pernah berdo’a: “Ya Allah, jadikanlah kehidupan dan
kenabianku faqir, dan bangkitkanlah aku dari kematian diantara orang-orang
fakir.” Pada hari kebangkitan, Allah berfirman, “hadapkanlah kepadaku hamba-
hambaku yang tercinta-Ku’ maka para Malaikat berkata,“ siapakah hamba-hamba
yang engkau cintai?. Lalu Allah menjawab, mereka yang fakir dan teraniaya
(Atjeh Abu Bakar, 1984).
Setelah Rasulullah berdo’a agar ia dihidupkan, dimatikan dan
dihimpunkan dengan orang miskin, Aisyah bertanya mengapa, Rasulullah
menjawab, “wahai Aisyah, karena mereka akan memasuki surga 40 musim
terlebih dahulu daripada golongan hartawan, Aisyah, janganlah engkau menolak
orang miskin. Berilah kepada si miskin meskipun sebutir buah kurma sekalipun.
Aisyah, cintailah mereka dan dekatilah mereka karena dengan demikian engkau
akan mendekati Tuhanmu pada hari kiamat (Sholikhin: 2009).
Kefakiran akan mendorong seseorang untuuk berpantang dari segala yang
diharamkan dan akan mendekatkan dirinya kepada Allah dalam keimanannya.
Sikap zahid ini disenangi para sufi sebab ada jaminan bagi orang-orang yang
beriman mengenai segala kecukupannya tentang dunia dan akhirat. Tentunya
tradisi kehidupan Nabi Muhammad SAW yang bercorak sufistik tersebut tidak
terlepas dari pernyataan ayat-ayat Al-quran.
Para salik abad-abad pertama kerap kali melakukan perjalanan
pengembaraan untuk menempurnakan perenungannya tentang ciptaan Allah agar
Universitas Sumatera Utara
79
lebih bisa mendekatkan diri secara lebih intensif kepada Allah. Hal ini
dimaksudkan agar pada akhirnya, mereka bisa menemukan wajah Allah.
Maka yang dicari oleh para sufi adalah menemukan dan bernaung pada
wajah Tuhan itu. Jika seseorang semakin diuasai oleh dunia (materialistik, aturan
legal-formalistik tanpa spiritualitas) maka dia makin terasing dari hidupnya
(mencari makna hidup dengan berbagai hiburan yang sifatnya sementara).
Karenanya para sufi dengan doktrin tasawufnya justru mengendalikan dunia
dengan makna hidupnya. Jadi memang betul kata-kata kunci dari ilmu ini, yakni
tasawuf, sufi, syariah, hakikat, dan makrifat tidak kita temukan dalam Al-quran,
demikian pula pembagian diametris akidah, ibadah dan akhlak.
Tradisi tasawuf bermula dari aktivitas perseorangan dalam bidang
kerohanian, yakni pembinaan mental spiritual dalam rangka mencapai derajat
insan kamil. Dalam perkembangannya kemudian gerakan tasawuf meluas menjadi
gerakan terorganisasi yang dikenal dengan nama tarekat.
Kalau memang pada perkembangan berikutnya secara metodologis dan
historis ia bertem dengan corak linguistik mistik lain dan tentunya dengan cara
hermenuitis dengan wacana dan perspektif lain dalam pola penafsiran mistiknya
adalah sebagai ekses keseluruhan dan kontak peradaban Islam dengan peradaban
lain, seperti Yunani, Romawi dan lain sebagainya.bukan hanya tasawuf saja yang
mengalami pertemuan tersebut.
Dari keyakinan historis diatas jelas bahwa kehidupan sufi memasyarakat
sejak Rasulullah dan para sahabatnya. Kehidupan zuhud sudah kental dalam
kehidupan para sahabat, seperti Abu Bakar, yang mengenakan bajunya hanya
Universitas Sumatera Utara
80
dengan peniti sehingga dikenal “sidua peniti”. Begitu juga dengan sahabat Umar
walaupun menjadi khalifah, hanya hidup dari roti dan minyak zaitun, pakaiannya
tidak berapa banyak sebagian ada yang bertambal sampai 12 tempat. Begitu juga
dengan sahabat Utsman bin Affan berpakaian yang sama dengan pembantunya
walaupun ia seorang yang kaya raya. Bahkan suatu hari saat sudah menjadi
khalifah beliau mencari kayu bakar sendiri dikebunnya.
Demikian pula dengan sahabat Ali bin Abi Thalib hanya memiliki sebuah
gubuk kecil untuk tempat tinggal. Jadi perilaku kesalehan dan kezuhudan itu
memudar pada masa kekhalifahan Bani Umaiyah yang secara licik merebut
kekuasaan (Arberry, 1981:35-36).
Tradisi-tradisi sufistik dapat diketahui dari kumpulan khutbah para
sahabat, terutama Umar bin Khattab (Muhammad Ahmad, 1996) dan yang paling
masyhur kumpulan kebijakan Ali bin Abi Thalib yang mengemukakan prinsip-
prinsip tauhid-sufistik.
Pada masa Rasulullah masih hidup, dikenalilah salah seorang sahabat
terkemuka dan zahid, yaitu Hudzaifah bin Yaman, yang banyak dikenal para
sahabat dan menjadi tempat bertanya tentang berbagai ilmu yang hanya diberikan
Rasulullah kepada Hudzaifah, termasuk sahabat Umar dan Utsman.
Hudzaifah menurut Al Makki memang dikaruniai banyak ilmu
pengetahuan, budi pekerti, humanistis, sosioligi, antropologii Arab, serta yang
terpenting paling mendalami himah-hikmah agama. Karenanya segala ilmu yang
pelik-pelik selalu ditanyakan kepada Hudzaifah pasca Rasulullah. Namun
Hudzaifah tidak pernah mengajarkan secara masal, kecuali beberapa sahabat besar
Universitas Sumatera Utara
81
saja. Menurut Zaki Mubarak, itu menandakan bahwa sejak masa Rasulullah SAW
sudah ada jenis-jenis ilmu yang harus disiarkan dan yang harus disembunyikan,
hanya untuk kelompok dan orang-orang tertentu (al khawas). Kepada Hudzaifah
inilah Hasan al Bashri muda menuntut ilmu, yang kemudian menjadi imam para
sufi dan zahid (Sholikhin, 2009:115).
Hasan Bashri adalah seorang penasihat dan pembimbing kehidupan sufi
yang ulung, yang bersama-sama muridnya di era tabi’in menjadikan wacana
kehidupan sufi sebagai wacana masal. Ia adalah seorang tabi’in yang menjadi
guru pertama sufi dan mengajarkan sufi serta ilmu al hikmah kepada masyarakat.
Menurut pelaku sufi Al Bashrimerupakan orang yang menjadi teladan dan peletak
doktrin sabar, khusyu’ dan iffah (menjaga kehormatan atau integritas pribadi)
sehingga hidupnya hampir menyamai kehidupan Ibrahim (Sholikhin, 2009: 115).
Hasan Al Bashri inilah yang mula-mula merencanakan ilmu tasawuf. Ia
mengajarkan pengolahan hal-hal yang pelik, membuka zuhud, dan kesufian ilmu
kepada murid-muridnya. Memang sejak kecil ia dikenal sebagai orang yang selalu
dipuji oleh imam Ali sebagai orang yang bijaksana, dan Ali adalah peletak dasar
al hikmah, ini melalui kitab Nahj al Balaghahnya. Jika ia berbicara tentang hal-
hal yang batiniah, seakan tampaklah akhirat dihadapannya maka iapun berkata-
kata dengan musyahadah. Kala ia diam, sering ia seakan melihat api menyala
didepannya sehingga muncul rasa takut (Khauf) (Sholikhin, 2009:115).
Corak hidup kesufian itu terasa sangat urgen bagi kelangsungan nilai-nilai
Islam. Terutama semenjak berkuasanya Bani Umayyah dalam kekhalifahan Islam.
Agama saat itu hanyalah bercorak formalis legalistik sehingga meruntuhkan segi-
Universitas Sumatera Utara
82
segi etika dan moral. Maka ketika wilayah lahir materialistik sudah menggila dan
terkooptasi oleh kekuasaan, tinggallah wilayah batin yang memiliki ruang gerak
kebebasan.
Selain Hasan al Bashri, pada periode ini juga terdapat seorang penyair sufi
pertama, Ahmad bin Asim al-Anthioki dari Anthioki yang lahir di Wasir (Irak)
tahun 140/757 dan wafat di Damaskus 215/830. Dialah pentolan pengarang sufi
terkemuka abad ke-3/ke-9, juga seorang guru rohani, suatu sisi tasawuf yang
sampai sekarang ini sangat penting karena dalam tasawuf tarekat yang
meniscayakan adanya seorang guru rohani, syekh, mursyid, pir dan sebagainya
(Nu’aym, Abu, tt: 254).
Gerakan kezuhudan menyebar keseluruh penjuru dunia muslim dari
Bashrah dan Kufah, menjadi gerakan populis karena tata konsistennya
menghadapi penyelewengan walaupun dilakukan oleh penguasa. Maka sering para
pengamat salah membuat teori bahwa tasawuf berasal dari gerakan politi oposisi.
Itulah akses tasawuf ketika bertemu dengan politik dan kekuasaan yang tidak
bersih. Jika pemerintah bersih seperti Umar II, tasawuf justru menjadi partner,
bukan oposan. Kezuhudan bukanlah sebagai sikap protes pada penguasa Umayyah
namun sudah taken for granted semenjak kehidupan Nabi dan para assabiqunal
awalun Makkah Madinah. Masalah kezuhudan menjadi tema penting dalam
kehidupan para sufi dan sering diperbandingkan dan disalahpahami sebagai
pembelokan sufistik oleh para pengkritik sufi dengan kisah Budha Gautama. Di
Bashrah juga muncul wanita pertama Rabi’ah al Adawiyah dengan doktrin cinta
Universitas Sumatera Utara
83
Ilahiyah, yang tidak mau menikah karena kecintaannya kepada Allah (Aththar,
1978: 66).
Tokoh inilah yang disebut-sebut sebagai orang yang pertama sekali
memformulasian tentang idealitas seorang sufi dalam mengintegerasikan
kecintaannya kepada Allah. Rabi’ah tenggelam dalam kesadaran akan kedekatan
pada Tuhan. Pada masa itu Arab, Irak, Syiria, dan Khurasan telah sama-sama
mengambil bagian dalam pertumbuhan gerakan kezuhudan.
3.5.1 Aktivitas Dalam Suluk
Pemaknaan suluk sama dengan tarekat, yakni cara untuk mendekatkan diri
kepada Tuhan. Hanya saja kalau tarekat masih bersifat konseptual, sedangkan
suluk sudah dalam bentuk teknis operasional. Oleh karena itu, dalam dunia
tarekat, terminologi suluk dimaknai latihan atau riadhah berjenjang dan dalam
waktu tertentu dalam bimbingan guru tarekat. Orang yang mengikuti suluk itu
disebut salik. Tujuan awal dari suuluk adalah tazkiah an nafs yang secara
berjenjang al maqomat meningkatkan sampai tujuan akhir seeuai tradisi dalam
tarekat tertentu.
Merujuk kepada kenyataan bahwa kualitas spiritual dan religiositas salik
tidak selalu sama, disamping tujuan pelaksanaan suluk juga bersifat gradual, maka
teknis pada pelaksanaan suluk juga diformulasikan dalam beberapa tipe. Model
atau tipe suluk bisa dijumpai dalam tarekat berkisar pada empat jenis, yakni:
1. Suluk Dzikir, kegiatan pokok dalam suluk adalah dzikir yang diselingi
dengan ibadah sunnat lainnya sesuai dengan arahan mursyid. Suluk
model ini biasanya bertujuan untuk penyempurnaan pelaksanaan
Universitas Sumatera Utara
84
ibadah.
2. Suluk riyadhah, suluk latihan fisik dan psikis untuk membangun
ketahanan rohani dan jasmani. Cara yang ditempuh biasanya dengan
mengurangi masa tidur, menekan dorongan hasrat-hasrat biologis,
sedikit bicara. Tujuan esensial dari model suluk riyadhah ini adalah
bersifat moralitas melalui penguasaan hawa nafsu.
3. Suluk Penderitaan, yakni suluk yang dijalani melalui berbagai
rintangan dan kesulitan yang menuntut keuletan dan keberanian,
kesabaran dan ketabahan. Suluk model ini biasanya dijalani melalui
pengembaraan atau berkelana keberbagai kawasan. Suluk penderitaan
ini mesti secara ragawi tetapi bisa juga dilaksanakan melalui
pengembaraan dan penjelajahan spiritualitas. Tujuannya lebih terfokus
pada pembajaan kepribadian yang merdeka, mandiri dan percaya diri.
4. Suluk Pengabdian, dalam hal ini pengabdian pada sesama, yaitu suluk
yang bersifat humanistik, bersifat satria yang bertuan tumbuh suburnya
rasa solidaritas dan cinta sesama makhluk Tuhan (Atjeh Abu Bakar,
1979: 105).
Apabila dilihat dari sisi lain, terutama dari aspek spiritualnya, ternyata
ditemukan perbedaan suluk pada tipe lain. Tampaknya perbedaan itu didasarkan
pada sasaran yang bersifat kejiwaan semata, yaitu:
1. Suluk tazkiah an nafs, penyucian jiwa dari berbagai sifat dan
kecenderungan yang jelek, yang disimbolkan sebagai “nafs al-
amarah”, jiwa yang didominasi hawa nafsu. Jiwa yang kotor itu
Universitas Sumatera Utara
85
disulukkan untuk ditingkatkan kesuciannya ke kualitas “nafs al-
lawwamah” atau jiwa yang sudah terkendali. Kualitas jiwa yang paling
sempurna disebut “nafs muthmainah” atau jiwa yang tenang mapan
sehingga tercipta ke kondisi spiritual “dzikrullah”. Nampaknya
pelaksanaan suluk jenis ini tidak terikat dengan waktu, karena hanya
merupakan gerak spiritual secara gradual.
2. Suluk Qalbu, suluk hati, yakni pembebasan hati dari kecenderungan
pada kenikmatan kehidupan duniawi atau kenikmatan materialistik
bendawi.
3. Suluk Sirr, pengosongan pikiran dan persepsi yang dapat melemahkan
dan mengganggu ingatan kepada Allah.
4. Suluk Ruh, pencerahan ruh, mengisi jiwa dengan visi ilahiyah melalui
pendalaman rasa cinta kepada Allah (Zahri Mustafa, tt: 283).
Keragaman pengertian suluk dalam tarekat, terkait erat dengan
heterogenitas karakter dan tingkat kecerdasan pencari ilmu tarekat itu. Dalam
pelaksanaannya terlihat bahwa suluk dalam ribath paling digemari karena
lingkungannya kondusif untuk kegiatan sperti itu. Yang jelas dan pasti setiap
suluk dalam ragam manapun bertujuan sama, yakni menuntut salik ke satu tujuan
spiritual tertentu.
Mencari kejelasan seputas tarekat pada pembahasan terdahulu, nampaknya
tarekat adalah semacam komunitas basis, komunitas masyarakat yang memiliki
semangat keberagaman yang tinggi dan sungguh-sungguh dalam kebersamaan.
Komunitas masyarakat yang relative kecil dan sederhana tetapi cinta kedamaian
Universitas Sumatera Utara
86
dan ketenangan. Sebagai suatu komunitas, maka dalam kebersamaan itu
berlangsung berbagai aksi dan refleksi aktivitas yang sangat efisien dalam
menggapai nilai dan moralitas menuju kehidupan yang bermakna. Dari sekian
banyak aksi dan refleksi dalam suluk, ada beberapa hal yang dinilai mendasar,
sesuatu yang mesti dijalani.
Aktivitas suluk sangat erat kaitannya dengan tarekat. Orang yang
melakukan suluk adalah orang yang mengikuti tarekat. Tarekat adalah jalan yang
ditempuh para sufi dan digambarkan sebagai jalan yang berpangkal dari syari’at,
sebab jalan disebut tharik (penempuh jalan). Menurut anggapan para sufi adalah
pendidikan mistik (tasawuf) merupakan cabang dari jalan utama yang terdiri dari
hukum-hukum Allah, tempat berpijaknya setiap muslim, sebagai jalan utama
adalah tempat pangkal tolak bagi muslim untuk berbuat perilaku. Tidak mungkin
ada jalan tanpa jalan utama itu.
Berdasarkan konsep ini pengalaman mistik tidak mungkin diperoleh tanpa
ketaatan terhadap perintah syari’at. Tarik atau anak jalan itu lebih sempit dan
lebih sulit dijalani serta membuat salik dan suluknya harus menempuh perjalanan
dengan bermacam-macam persinggahan (maqam) sehingga cepat atau lambat
salik dapat mencapai tujuannya berupa tauhid sempurna dalam bentuk pengakuan
dan penghayatan berdasarkan pengalaman mistis bahwa Tuhan adalah Maha Esa.
Dalam ajaran tasawuf terdapat maqam-maqam yang perlu dijalani oleh
seorang sufi atau calon sufi shingga ia mencapai puncak maqam tertinggi.
Sementara urutan maqam-maqam tersebut tidak selalu sama antara satu sufi
dengan sufi yang lain, namun yang umumnya mereka sebut ialah: tobat, zuhud,
Universitas Sumatera Utara
87
sabar, tawakal, rela (rida), cinta (mahabbah), makrifah, fana dan baqo, serta ittihad
(manunggal dengan Tuhan meski dalam arti manunggal kehendak). Perbedan
urut-urutan maqam dikalangan sufi disebabkan oleh perbedaan pengalaman rohani
mereka masing-masing.
Untuk mencapai maqam-maqam tersebut, seseorang melakukan suluk
yang bentuk dan caranya disesuaikan dengan keadaan maqam yang akan dicapai.
Bentuk-bentuk suluk yang dilakukan antara lain sebagai berikut:
a. Peningkatan ibadah kepada Allah SWT. Bentuk ini diambil apabila si
salik diharuskan oleh guru (mursyid) nya untuk memperbaik
kekurangan dan kelemahan dibidang syari’at. Kegiatan yang dilakukan
ialah selalu sibuk dengan air wudhu dan shalat, sibuk dengan amalan-
amalan zikir dan wirid-wirid, dan melaksanakan aktivitas ibadah yang
hukumnya sunah dengan memperbaiki tata cara pelaksanaan dan
bacaan-bacaan yang diucapkan.
b. Riyadhah (latihan-latihan) dalam bentuk seperti betapa, mengurangi
makan, minum, tidur dan berkata-kata yang tidak bermanfaat.
c. Melakukan perjalanan yang melelahkan seperti masuk kedalam hutan,
bukit dan gunung, atau berjalan ke negeri-negeri yang jauh.
d. Gemar berbuat kebajikan, memberi pertolongan dan bantuan kepada
manusia, dan menghilangkan persasaan bangga karena kekayaan,
keturunan, atau kedudukan. Bentuk ini disebut tariq al khidmah wa
bazl al jah;
e. Latihan untuk menjadi pemberani dalam membela agama dan tidak
Universitas Sumatera Utara
88
takut kepada siapapun kecuali Allah SWT. Suluk semacam ini disebut
Thariq al Mujahadah wa rukub al ahwal (Jalaluddin, 1987: 345).
Adanya perbedaan bentuk yang dilaksanakan di dalam aktivitas suluk
disebabkan oleh adanya perbedaan masalah dan keadaan yang dihadapi oleh para
salik. Suluk pada dasarnya adalah memperbaiki kekurangan-kekurangan
seseorang, sedangkan kekurangan yang dimiliki tiap orang tidak sama. Oleh
karena itu, seorang guru (mursyid) harus tahu kekurangan muridnya untuk dapat
menentukan bentuk suluk yang tepat. Salik tidak dapat menentukan sendiri jalan
di dalam tarekat, seorang murid tergantung dan harus taat kepada guru atau
mursyidnya.
Jadi pengertian suluk adalah pengamalam segala bentuk ibadah baik zahir
maupun batin dalam upaya mendekatkan diri kepada Allah SWT guna
mendapatkan keridhoan dan kasih sayang-Nya melalui pengenalan.
Setiap melakukan perbuatan harus terlebih dahulu mengetahui akan tujuan
dari perbuatan yang akan dilakukan mengetahui akan tujuan dari perbuatan yang
akan dilakukan. Sebagaimana dikatakan oleh Syekh H. Jalaluddin bahwa “tujuan
suluk ialah berkekalan ibadah zahir batin kepada Allah dan berkekalan hadir hati
serta Allah (berdzikrullah)”, (Jalaluddin, 1987: 205).
Melihat pernyataan tersebut bahwa tidak ada tujuan yang negatif
sebagaimana tanggapan sebagian masyarakat Islam bahwa suluk tidak pernah
dilakukan oleh Rasulullah. Ternyata dari hasil wawancara dengan Syekh Abul
Hasan Maturidi dari Malaysia yang sudah mengikuti suluk sejak tahun 2006
sampai sekarang masih menetap di Pondok Pesantren Tarekat Naqsyabandiyah
Universitas Sumatera Utara
89
Al-khoidiyah Jalaliyah, banyak hal yang didapati dalam mengikuti kegiatan suluk
terutama hati tenang, dan ternyata saya lebih banyak sabar dan bersyukur
menerima dan qonaah terhadap masalah yang saya terima sekarang.
Selanjutnya menurut Ir. Ahmad Sugih Arto Pujangkoro, MM sebagai
Dosen di Universitas Sumatera Utara yang juga sudah menjadi jama’ah tarekat ini
sejak tahun 2002 mengatakan bahwa selama mengikuti suluk, batin ini menjadi
tentram dan banyak masalah yang dapat diselesaikan dengan ketenangan, bahkan
masalah rezekipun semakin melimpah, dan semakin banyak bersyukur kepada
Allah, maka semakin berlipat ganda dan hati semakin tenang. Menggunakan harta
yang dititipkan Allah SWT rasanya semakin bermanfaat. Hidup ini semakin
nikmat apabila kita tahu mensyukurinya.
Nilai anutan tarekat yang berakat dari tasawuf dan berdaun tasawuf pula.
Apabila tasawuf diposisikan sebagai seperangkat ilmu yang digali melalui
penjelasan esoteris, maka tarekat dapat diposisikan sebagai sitemasi
operasionalnya. Melalui tarekat, setiap penganutnya memasuki kesadaran spiritual
akan kebesaran dan keagungan Ilahi yang ditransformasikan dalam kemasan
“manhaj al-hayat”, sebagai pandangan hidup.
Hidup dan kehidupan komunitas tarekat lebih bermakna transendental.
Digelanggang kehidupan tarekat berlangsung orientasi disiplin dan sabar sebagai
prioritas secara sinergis menuju kehidupan yang hasanah di dunia dan hasanah
pula diakhirat kelak.
Universitas Sumatera Utara
90
BAB IV
PERGULATAN ANTARA TEOSENTRIS DENGAN ETNOSENTRIS
4.1 Pelaksanaan Tradisi Suluk Eksekutif
Suluk merupakan jalan ataupun cara untuk mendekatkan diri kepada Allah
SWT, atau cara untuk memperoleh makrifat kepada Allah SWT. Selanjutnya
dalam perkembangan, suluk digunakan untuk suatu kegiatan tertentu yang
dilakukan oleh seseorang untuk mencapai suatu keadaan mental ataupun tingkatan
maqam tertentu.
Kerohanian merupakan pusaka dalam agama Islam yang mana dimulai
dari Nabi Muhammad SAW sampai kepada sahabat-sahabatnya kemudian kepada
tabi’ dan tabi’in hingga saat sekarang ini. Sehingga Nabi dalam membangun dan
menyiarkan agama Islam selalu bersendikan pada kehidupan kerohaniaan.
Tarekat merupakan petunjuk jalan dalam melakukan ibadah sesuai dengan
ajaran yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW dan dilanjutkan oleh para
sahabat-sahabatnya, tabi’ dan tabi’in dan turun menurun hingga kepada guru-guru
secara berantai pada masa saat ini (Zuhri, Mustafa: 1995: 56).
Dalam pengertian lain bahwa suluk merupakan kelakuan atau tingkah laku
sehingga husnu as-suluk yang berarti kelakuan yang baik dengan melalui jalan,
bertindak, dan memasukkan (Jalaluddin, 1987: 442).
Orang yang melakukan kegiatan suluk dinamakan salik. Menurut Khan
Sahib Khaja Khan seorang pakar tasawuf di India mengatakan: bahwa salik ialah
orang yang tengah menempuh perjalanan ruhani (suluk).
Universitas Sumatera Utara
91
Istilah suluk eksekutif muncul pada pertengahan tahun 2001 yang
diperkenalkan oleh Syekh Salman Da’im pada seminar Tareqat di Asrama Haji
Pangkalan Masyhur Medan, yang dihadiri oleh para birokrat, kalangan eksekutif,
para dosen, mahasiswa, pelaku bisnis dan para professional lainnya. Seminar
tersebut bertujuan mensosialisasikan tarekat kepada masyarakat sekaligus
menawarkan metode alternative terapan untuk membentuk Neo-Sufisme (Fitri
Aidil, 2004: 18).
Dari hasil seminar yang dilaksanakan tersebut muncullah gagasan untuk
dapat segera diwujudkan, mengingat seminar merupakan bentuk teoritis yang
harus diwujudkan dalam bentuk pelaksanaan. Bentuk yang ditawarkan merupakan
praktek tasawuf yang disebut dengan nama suluk eksekutif yang pelaksanaannya
hanya 5 (lima) hari. Dengan menerapkan metode alternatif dan juga memadatkan
kurikulum pelatihan. Pemadatan kurikulum antara lain Zikir Ismu Zat/ Zikir Lataif
yang dilaksanakan 14 khatam/hari, sedangkan pada suluk biasa Zikir tersebut
dilakukan 7 khatam/hari. Para peserta suluk tetap bisa bekerja menurut profesinya
jika tempat pekerjaannya dapat dijangkau dari tempat suluk.
Tata cara pelaksanaan suluk eksekutif dapat dilihat dalam buku Metode
Alternatif Suluk Eksekutif dan beberapa penjelasan yaitu:
4. Pendaftaran; pendaftaran bertujuan untuk dapat memperoleh data
peserta suluk eksekutif dan pemenuhan syarat-syarat serta
memudahkan interaksi antara murid dan guru serta petugas yang
ditunjuk, sebab guru tidak akan berbicara yang sia-sia kepada murid
maupun yang lainnya.
5. Persiapan alat-alat suluk; yaitu mempersiapkan segala kebutuhan yang
diperlukan untuk mengikuti suluk antara lain tasbih, serban, lobe dan
peralatan lainnya untuk beribadah. Diutamakan pakaian yang
digunakan untuk beribadah agar bewarna putih.
6. Administrasi; setiap peserta melengkapi dan menyelesaikan
Universitas Sumatera Utara
92
administrasi suluk kepada petugas yang ditunjuk.
7. Penyerahan jeruk purut, setiap peserta menyerahkan jeruk purut untuk
mandi taubat dan lainnya kepada petuga yang ditunjuk.
8. Alokasi kamar; setiap peserta menempati kamar yang telah disesuaikan
oleh panitia yang berwenang.
9. Penyerahan buku petunjuk amalan suluk; panitia menyerahkan buku
petunjuk amalan suluk yakni buku metode alternatif tarekat
naqsyabandiyah.
10. Amalan-amalan sebelum dan ketika suluk.
(Da’im Salman 2001: 5)
Langkah awal memasuki suluk membersihkan diri dari dosa, baik dosa
zahir maupun dosa batin, dosa besar maupun dosa kecil, baik yang disengaja atau
dengan kata lain melakukan taubat. Untuk menempuh jalan suluk seseorang mesti
suci dan sunyi dari pada najis dan hadats, noda dan dosa, demikian juga suci dari
sifat-sifat yang mazmumah yang tercela. Supaya jiwa para peserta suluk (salik)
diberi Allah SWT kemudahan dan kekuatan dalam menerima taufiq dan hidayah-
Nya karena Allah Yang Maha Suci bisa dihampiri ata didekati oleh yang suci.
Untuk semua itu para peserta suluk harus melakukan hal-hal diantaranya
adalah:
4. Mensucikan niat; yaitu mensucikan niat dari pada sekalian karena dan
kehendak hanya semata-mata karena Allah SWT.
5. Mandi Taubat; yaitu mandi dengan niat taubat kepada Allah SWT
daripada segala dosa besar maupun kecil.
6. Wudhuk; yaitu melakukan wudhuk dengan sebaik-baiknya yang
didalamnya tetap ingat kepada Allah SWT dan menyebut nama Allah.
Selesai berwudhuk dengan sebaik-baiknya, maka mengerjakan shalat
syukur wudhuk dan shalat taubat.
7. Menghadap mursyid; yaitu menyerahkan diri atau memberitahukan
kepada mursyid secara resmi untuk mengikuti suluk.
8. Mengkekalkan air wudhuk supaya jauh dari segala syeitan dan iblis,
juga agar dihampiri oleh malaikat, ruh guru dan para masyaikh.
9. Mengkekalkan shalat fardhu lima waktu berjamaah.
10. Tawajuh berjamaah setiap selesai shalat subuh, zuhur dan isya.
11. Berkhatam khajakan setiap selesai shalat subuh, ashar dan isya.
12. Senantiasa berzikir; yakni khusus zikir yang ditentukan mursyid.
13. Berkekalan wukuf qolbi.
Universitas Sumatera Utara
93
14. Melazimkan shalat syukur wudhu, shalat taubat, istikharah bila selesai
berwudhuk.
15. Pada saat sepertiga malam melaksanakan shalat-shalat sunat malam
seperti shalat tahajjud, shalat hajat, shalat istikharah, shalat tasbih,
shalat witir.
16. Pagi hari sekitar jam 08.00wib sampai jam 10.00 wib melaksanakan
shalat isra’ dan shalat dhuha.
17. Bagi yang bekerja sesuai profesinya masing-masing tetap berkekalan
wudhuk, shalat berjama’ah, berkekalan wukuf qolbi, kemudian segera
kembali ketempat diklat bila telah selesai bekerja.
18. Mengikuti ceramah-ceramah agama sesuai jadwal yang telah
ditentukan.
(Da’im Salman, 2001: 24).
Dalam pelaksanaan suluk beberapa hal yang harus dilaksanakan antara
lain:
7. Melaksanakan segala bentuk ibadah wajib dan sunat dengan ikhlas
semata-mata karena Allah.
8. Hendaklah berzikir pada waktu lapang hampir maghrib dan antara
maghrib dan isya sampai hampir waktu tidur sampai waktu sahur.
9. Hendaklah melazimkan berkhatam pada tiap-tiap hari pada ashar dan
lainnya dan bertawajuh kemudian pada hari selasa dan jum’at.
10. Hendaklah kasih sayang ia akan segala yang didapat dalam khalwat
dan suluk.
(Da’im Salman, 2001: 26)
Inilah yang dilaksanakan dalam kegiatan suluk eksekutif sebagai pedoman
pelaksanaan tradisi suluk yang semakin lama tradisi ini bisa saja ditinggalkan
orang andaikan sudah dianggap tidak sesuai lagi dengan keadaan dan kondisi
perkembangan zaman.
Namun masyarakat modern adalah masyarakat yang memasuki dunia
industrialisasi dan globalisasi, dimana kehidupannya-pun berpengaruh pada
tatanan kehidupan masyakat cenderung kepada hal-hal materialis. Dimana
masyarakatnya akan berpacu untuk bekerja keras, konsentrasi pencapaian
Universitas Sumatera Utara
94
materialistis semakin meningkat, hubungan sosial sangat kurang bersifat
emosional, andaikan ada hanya sebatas hubungan kerja semata.
Keadaan semacam ini memicu manusia mengalami prustasi eksistensional
yang dapat ditandai dengan ciri-ciri yang menonjol. Dalam melakukan konpensasi
dan hasrat yang berlebihan untuk berkuasa (the will to power), bersenang-senang
mencari kenikmatan (the will to pleasure), hal ini tercermin dalam perilaku yang
berlebihan untuk mengumpulkan uang (the will to money), untuk kerja (the will to
work) dan kenikmatan seksual (the will to sex) (Fitri Aidil, 2004: 27).
Untuk mengantisipasi persoalan tersebut dibutuhkan format yang jelas dan
yang bisa diikuti oleh banyak kalangan dan tidak memerlukan waktu yang lama
sehingga kebutuhan antara material dan spiritual dapat berjalan seimbang antara
kebutuhan duniawi dan kebutuhan ukhrawi. Dalam situasi yang serba sibuk
pembinaan spiritual dapat dilakukan melalui kegiatan suluk eksekutif dalam
Tarekat Naqsyabandiyah Al-Kholidiyah Jalaliyah untuk membentuk neo-sufisme.
Diamana pembentukan neo-sufisme mutlak diperlukan beberapa hal yang
dilaksanakan oleh tarekat ini, dengan memadukan antara nilai-nilai tradisional
dengan nilai-nilai modern sangat terlihat disini.
Dipondok tarekat ini dibangun visi dan misi prinsip tauhid, yang berarti
pendekatan kepada Allah SWT dengan mengimani dan mentaati segala perintah-
Nya dan menjauhkan larangan-Nya. Dengan melaksanakan visi prinsip tauhid
melakukan zikir kepada Allah, dapat mendatangkan ketenangan dan ketentraman
bagi pelakunya, melainkan juga memunculkan ketajaman pemikiran dan analisis.
Zikir yang dimaksud dalam tarekat ini bukan hanya zikir qauli melainkan juga
Universitas Sumatera Utara
95
zikir qalbi bahkan fi’li dalam arti yang lebih universal. Agar pelaksanaan suluk
eksekutif dapat berjalan dengan lancar dan efektif, maka dirancang metodenya
dengan baik agar menghasilkan kualitas sebagaimana dalambuku panduan suluk
eksekutif dapat dilihat sebagai berikut:
1. Pencapaian target
a. Target diklat adalah meningkatkan kualitas
b. Ketrampilan
c. Pemahaman
d. Peningkatan motivasi
2. Penetapan dan penyediaan perangkat
a. Instruktur
b. Pembiayaan
c. Waktu pelaksanaan
d. Fasilitas
e. Dan lain lain
3. Memberikan petunjuk bagi instruktur
Setelah mengetahui latar belakang peserta pelatihan, maka instruktur
memilih dan menentukan metode pelatihannya. Metode pelatihan
diembangkan sebagai berikut:
5. Sistem pelatihan
6. Simulasi
7. Diskusi
8. Studi kasus
9. Demonstrasi
10. Kerja nyata
(Da’im Salman, 2001: 30).
Meskipun dalam pelaksanaan suluk eksekutif boleh dilakukan dengan
tidak meninggalkan pekerjaan, akan tetapi perlu persiapan mental dan iman yang
lebih kuat. Sebab dimana lingkungan tempat beraktivitas sama dengan suasana
dirumah suluk, dimana semua komunitas yang ada berstatus sama sebagai peserta
suluk.
Ditambah dengan adab-adab yang harus dipatuhi ketika berada diluar area
persulukan menjadikan suluk eksekutif relatif lebih berat tantangannya
dibandingkan dengan suluk periodik. Walaupun demikian bila dilihat dari prinsip
Universitas Sumatera Utara
96
dasarnya, suluk itu tetap sama yaitu menjalani suatu ibadah dengan cara riyadhah
dan mujahadah yang dibimbing oleh seorang guru yang mursyid dengan
mengikuti adab-adab yang ditentukan agar dapat menghampirkan diri sedekat-
dekatnya kepada Allah SWT.
4.2 Perubahan Tradisi Suluk
Sejalan dengan perkembangan zaman dan pesatnya kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi, memaksa kita untuk segera tanggap terhadap semua
problematika yang hadir di antara kehidupan, sekaligus mengupayakan solusi
yang tepat dan optimal. Begitu derasnya arus globalisasi dan tuntutan kehidupan
yang dihadapi membuat banyak manusia berorientasi kepada tujuan hidup
materialis dan kehidupan duniawi belaka sebagai tolak ukur akan pemecahnya.
Pola demikian tersebut perlahan akan membentuk sikap dan jiwa manusia
semakin jauh dari norma-norma agama serta perilaku kehidupan semakin rusak,
yang pada akhirnya akan melahirkan generasi muda yang gersang hati, lemah
iman. Sementara waktu yang ada semakin tidak cukup digunakan untuk
kehidupan sehari-hari, yang mengakibatkan berdampak buruk pada kehidupan
agama dan kurang berminat untuk melakukan ibadah demi mendekatkan diri
kepada Allah SWT yang akhirnya akan terabaikan.
Perjalanan panjang bagi Tarekat Naqsyabandiyah Al-kholidiyah Jalaliyah
dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam bentuk menularkan ilmu
terkat diharapkan akan memberikan solusi atas problematika yang dialami
masyarakat kontemporer yang antara lain problem spiritual, sosial, budaya,
ekonomi dan pelayanan terhadap masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
97
Tarekat Naqsyabandiyah Al-kholidiyah Jalaliyah menciptakan inovasi
baru dan menawarkan metode alternative sebagai ilmu terapan dalam upaya
mencetak ulama intelektual maupun intelektual yang berwawasan ulama dalam
rangka menjadian manusia yang paripurna dimana senantiasa mengabdikan
dirinya hanya kepada Allah SWT secara zahir dan batin, juga senantiasa hadir
hatinya hanya kepada Allah semata.
Manusia sebagai makhluk dua dimensi yaitu ruh dan jasad, keduanya
memiliki kebutuhan yang berbeda, akan tetapi sama-sama perlu dipenuhi akan
kebutuhan masing-masingnya. Bilamana kebutuhan keduanya atau salah satu dari
keduanya tidak terpenuhi, maka akibatnya akan fatal. Dimana kebutuhan fisik jika
tidak dipenuhi akan mengakibatkan kerusakan fisik bahkan bisa mencapai
kematian. Begitu pula untuk kebutuhan ruhani jika tidak dipenuhi akan
mengakibatkan bingung, kegoncangan jiwa, hingga bisa menjadi stress yang
berujung pada depresi.
Ilmu tarekat dan pelaksanaan suluk tidak sekedar kepada teoritis dan
pengamatan belaka, melainkan menitik berat kepada pengamalan dan riyadhah
serta perlu bimbingan dari Guru yang benar-benar Mursyid.
Dalam perubahan zaman dan berubahnya kebutuhan manusia, inilah waktu
yang tepat dilakukan metode alternative oleh Tarekat Naqsyabandiyah Al-
kholidiyah Jalaliyah untuk melakukan terobosan dalam bentuk diklat tasawuf
untuk mengakomodir kebutuhan masyarakat dalam melaksanakan kegiatan suluk
yang penuh dengan riyadhah dan mujahaddah guna mencapai hasil yang optimal.
Suluk eksekutif adalah merupakan realisasi dari pada keberadaan tarekat ini di
Universitas Sumatera Utara
98
tengah-tengah kehidupan masyarakat saat ini, yang dalam rangka mengentaskan
kemiskinan rohani umat.
Pelayanan tarekat ini kepada masyarakat dalam bentuk pelajaran ilmu
tarekat dan tasawuf adalah sebagai realisasi dari firman Allah dalam surat Ali
Imran ayat 110 sebagai berikut:
“hendaklah ada diantara kamu umat yang mengajak kepada kebaikan,
menyuruh mengerjakan yang benar dan melarang berbuat mungkar.
Mereka itulah orang-orang yang beruntung” (QS. Ali Imran: 110)
Suluk eksekutif yang diselenggarakan adalah mensinkronisasikan
pelaksanaan riyadhah dan mujahadah dengan segala bentuk aktivitas sehari-hari
sesuai dengan profesi masing-masing salik. Jika metode yang diterapkan harus
memerlukan waktu dan ruang tertentu akan menyita dan mengganggu aktivitas.
Karena itu metode zikir yang diajarkan tarekat ini sangat sesuai dengan situasi dan
kondisi sekarang ini dimana setiap orang dapat beribadah berkekaalan ke hadirat
Allah, sementara kesibukan dunia masih bisa dikerjakan. Suluk eksekutif secara
faktual dapat memberikan solusi agar umat Islam mampu menyeimbangkan antara
kebutuhan rohani dan jasmani (Fitri Aidil, 2004: 5).
Allah SWT menyatakan bahwa manusia harus mementingkan kehidupan
akhirat dan dunia. Upaya mengisi kekosongan jiwa umat adalah penting agar
rohani umat manusia menjadi bersemangat dan gairah dalam beribadah.
Suluk berfungsi sebagai sarana ibadah meningkatkan kualitas sumberdaya
manusia, karena orang yang berhati bersih akan mempunyai pandangan hidup dan
pola pikir positif, berwawasan lingkungan, produktif dan hidup bahagia, berusaha
terus meningkatkan kualitas kinerja dan kualitas spiritualnya.
Universitas Sumatera Utara
99
Melihat perkembangan zaman yang begitu cepat sekali Syekh Salman
Da’im mengatakan bahwa tarekat yang didirikannya ini sangatlah tanggap dalam
membaca tanda-tanda zaman ini, maka melalui pengalaman ajaran tarekat
Naqsyabandiyah diwujudkan kedalam strategi dakwah Islamiyah kepada
masyarakat luas dengan harapan agar umat tetap mendapatkan bimbingan agama
sehingga dapat terus meningkatkan iman dan takwa. Tarekat Naqsyabandiyah Al-
kholidiyah Jalaliyah merupakan salah satu metode untuk mendekatkan diri kepada
Allah, memfokuskan zikir sebagai amalan utamanya. Tarekat ini telah
menawarkan kepada masyarakat cara beribadah yang dapat diaplikasikan setiap
saat, kapan saja dan dimana saja berada.
Ajaran tarekat ini tidak menolak dan tidak pula menghindarii kemewahan
duniawi, namun demikian tidak akan larut dan tenggelam dalam hubbuddunia
yang berlebihan, karena orang yang melazimkan zikir terus menerus hatinya
zuhud tidak diperbudak oleh materi yang bersifat duniawi. Selain itu, orang yang
berzikir pasti dirinya terpelihara dari sifat yang tercela sebab Allah SWT
memberikan hidayah kepadanya (Bachtiar: 2004: 2).
Zikir adalah sarana untuk membersihkan hati dari sifat yang mazmumah
atau sifat tercela, maka dengan demikian akan terbit dari hati yang bersih dan suci
sifat mahmudah yaitu sebuah perilaku yang terpuji seperti istiqomah, tawaduk,
sabar, ikhlas, syukur dan lain sebagainya yang kesemuanya itu dapat membentuk
nafsu muthmainah dan melahirkan pikiran—ikiran positif yang mampu
meningkatkan kualitas diri seseorang, baik kualitas kinerja maupun kualitas
spiritualnya. Salah satu perubahan strategi yang dilakukan oleh tarekat ini ialah
Universitas Sumatera Utara
100
dengan melakukan metode suluk eksekutif, yang banyak diikuti oleh para salik
yang memiliki kesibukan dan waktu beribadahna sangat sedikit. Suluk eksekutif
adalah solusi yang tepat bagi masyarakat yang ingin mendalami ilmu agama
secara hakikat namun terkadang tidak kesampaian karena terhalang oleh
kesibukan duniawi yang sulit terelakkan sebagai fitrah manusia. Suluk eksekutif
ternyata dapat mengakomodir keinginan tersebut yang selama ini tidak terlayani
dengan sistem suluk tradisional.
Dengan demikian bahwa suluk eksekutif adalah suatu metode yang tepat
dalam membangun masyarakat secara optimal dengan melaksanakan zikir dan
amalan yang lain secara spiritual dapat menenangkan zahir dan batin guna
mendapatkan performance yang lebih baik lagi dari sebelumnya. Apa yang
diajarkan dalam tarekat ini semuanya berdasarkan Al-Quran dan Hadis yang
didukung dengan dalil-dalil yang qath’i dan bahkan dalam praktek pengamalanna.
Islam tidak pernah mencoba ajaran aqidahnya sejak nabi Muhammad SAW dan
terus sampai kepada sahabat-sahabatnya, kemudian pada masa tabi’ serta tabi’in
hingga sampai sekarang ini dan insya Allah sampai akhir nanti.
Hanya saja dalam pelaksanaan ajarannya hanya merubah metode
pengaplikasiannya saja dalam Tarekat Naqsyabandiyah Al-kholidiyah Jalaliyah
disesuaikan dengan kebutuhan pada zamannya demi penyempurnaan agar
memperoleh hasil yang optimal dan dapat dirasakan kedekatan tersebut. Untuk itu
diperlukan kesungguhan yang mendalam dalam mensosialisasikan ajaran tarekat
ini kepada masyarakat secara luas dan kepada komunitas jema’ah secara lebih
khusus lagi.
Universitas Sumatera Utara
101
Kepada masyarakat umum, dan khususnya bagi para jema’ah perlu
diberikan bimbingan yang terus menerus tentang rohani sebagai stimulant agar
mereka lebih interes lagi dalam menjalani suluk. Karena dalam pelaksanaan suluk
seorang salik akan bertambah berat beban yang dipikulnya. Semakin bertambah
pelajaran akan semakin bertambah beban dalam mengamalkannya sementara
waktu luang untuk melaksanakan ibadah hampir-hampir tidak bisa, kalaulah harus
menggunakan metode yang memerlukan waktu banyak jelas hal ini tidak dapat
dilaksanakan, hanya untuk mereka-mereka yang memiliki waktu luang saja baru
pelaksanaan suluk dapat terealisasi. Bagi orang yang kesibukannya cukup menyita
waktu jelas tidak dapat terlaksana, karena kegiatan suluk akan mengganggu
aktivitas sehari-hari.
Itu sebabnya tarekat ini menawarkan sebuah terobosan yang kiranya dapat
membantu umat yang ingin mengikuti ajaran tarekat dengan melaksanakan suluk,
yang dapat diikuti karena suluk eksekutif disamping waktunya hanya 5 (lima) hari
itupun bagi yang tempat kerjanya bisa dijangkau boleh meninggalkan tempat
ibadah pada siang hari dan pada saat malam harinya kembali ke lokasi ibadah
suluk dengan memanfaatkan waktu istirahat malam dapat melaksanakan amalan-
amalan zikir dan lain sebagainya yang dilakukan dalam rangkaian ibadah suluk.
Suluk eksekutif ini ternyata dapat memberikan solusi bagi yang memiliki
waktu sangat terbatas karena kesibukan profesinya, seperti ungkapan Bapak Dr.
Ir. Baghinda Dolly Siregar sebagai seorang pengusaha yang sukses, dengan
mengikuti suluk dapat membantu beliau dalam hal rohani. Dengan kesibukan
yang luar biasa Pak Dolly dapat menyeimbangkan kebutuhan duniawi dengan
Universitas Sumatera Utara
102
kebutuhan rohani melalui kegiatan suluk dan mengamalkannya dalam kehidupan
sehari-hari, walaupun bermukim di Jakarta yang penuh dengan kesibukan, akan
tetapi disela-sela waktu yang sedikit ternyata metode suluk eksekutif ini dapat
membantu mengatasi permasalahan yang semakin banyak, dan ternyata bukan
hanya dirina melainkan semua keluarganya sudah mengikuti tarekat dan
melaksanakan suluk.
Dalam pelaksanaan suluk eksekutif ternyata dapat menyeimbangkan
kebutuhan duniawi dengan kebutuhan akhirat, sehingga tidak terjebak hanya
mengejar kebutuhan materi semata, melainkan juga menyeimbangkan keduanya
sebagaimana berpedoman kepada firman Allah surat Al-Qasshash ayat 77:
“dan carilah apa-apa yang disediakan Allah di akhirat tapi jangan lupa
nasibmu di dunia” (QS. Al Qasshash: 77).
Ayat tersebut memberikan isyarat bahwa manusia itu tidak harus
mementingkan kehidupan akhirat saja, akan tetapi hendaklah keduanya. Hal ini
ditekankan kepada para jema’ah Tarekat Naqsyabandiyah Al-kholidiyah Jalaliyah
untuk menjadi tujuan hidup agar dapat menikmati kebahagiaan di dunia dan
menikmati kebahagian di akhirat. Untuk itu pendidikan rohani terus dilakukan
melalui kegiatan suluk dan mengamalkan zikir setiap hari berkekalan sampai
membentuk pribadi yang berakhlakul karimah sebagai hasil dorongan hatii yang
suci. Disinilah suluk tersebut bermanfaat sebagai sarana beribadah dan berperan
dalam meningkatkan kualitas sumberdaya manusia, karena orang yang berhati
bersih akan memiliki pandanga hidup dan pola pikir positif, berwawasan
lingkungan.
Universitas Sumatera Utara
103
4.3 Faktor Penyebab Perubahan Tradisi
Tradisi lahir melalui dua cara yaitu Pertama muncul dari bawah melalui
mekanisme secara spontan dan tidak diharapkan serta melibatkan rakyar
banyak.karena suatu alasan, individu tertentu menemukan warisan historis yang
menarik. Parhatian ketakziman, kecintaan, dan kekaguman yang kemudian
disebarkan melalui berbagai cara dalam mempengaruhi rakyat banyak. Sebab
ketakziman berubah menjadi perilaku dalam bentuk upacara, penelitian, dan
pemugaran peninggalan purbakala serta menafsir ulang keyakinan lama. Semua
perbuatan itu memperkokoh sikap. Kekaguman dan tindakan individual menjadi
milik bersama dan berubah menjadi fakta sosial sesungguhnya, begitulah tradisi
dilahirkan. Proses kelahiran tradisi sangat mirip dengan penyebaran temuan baru.
Hanya saja kasus tradisi lebih berarti penemuan atau penemuan kembali sesuatu
yang telah ada di masa lalu ketimbang penciptaan sesuatu yang melum pernah ada
sebelumnya.
Kedua dari atas melalui mekanisme paksaan. Sesuatu yang dianggap
sebagai tradisi dipilih dan dijadikan perhatian umum atau dipaksakan oleh
individu yang berpengaruh atau berkuasa. Raja mungkin melaksanakan tradisi
dinastinya kepada rakyatnya. Diktator menarik perhatian rakyatnya kepada
kejayaan bangsanya di masa lalu. Komandan militer menceritakan sejarah
pertempuran besar kepada pasukannya, perancang mode terkenal menemukan
inspirasi dari masa lalu dan mendiktekan gaya kuno kepada konsumen. Sesuai
dengan keadaan yang selalu berubah, maka tradisi yang ada itu cepat atau lambat
akan mengalami perubahan pula. Demikian jugalah dengan tradisi suluk dalam
Tarekat Naqsyabandiyah Al-kholidiyah Jalaliyah yang telah lamma berlangsung
Universitas Sumatera Utara
104
di Bandar Tinggi. Suluk adalah sebuah tradisi dalam terkat telah mengalami
perubahan. Perubahan tradisi yang terjadi bisa disebabkan oleh faktor internal
maupun eksternal.
Permasalahan tradisi akan relevan apa yang dikatakan oleh Sztompka
(2007: 73), cepat atau lambat setiap tradisi mulai dipertanyakan, diragukan, diteliti
ulang dan bersamaan dengan itu fragmen-fragmen masa lalu ditemukan dan
disahkan sebagai sebuah tradisi. Perubahan tersebut juga bisa semakin cepat jika
realitas menunjukkan tradisi tersebut tidak benar atau tidak berguna. Perubahan
tradisi juga dapat disebabkan oleh banaknya tradisi dan bentrokan antara tradisi
yang satu dengan yang lainnya. Benturan itu dapat terjadi antara tradisi
masyarakat atau antara budaya yangberbeda di dalam masyarakat tertentu.
Akan tetapi proses perubahan yang terjadi dengan lambat laun karena
waktu yang bersamaan juga terdapat usaha untuk mempertahankan tradisi agar
tetap langgeng kerna sudah menjadi pola perilaku yang harus dilaksanakan.
Walaupun disadari bahwa perubahan pasti akan terjadi, dimana hasil perubahan
itu tetap saja menjadi sebuah tradisi dan menjadi panutan sesuai dengan masa
kondisi yang sedang berlaku.
Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan dalam tradisi
tarekat:
a. Faktor Eksternal.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan tradisi
dalam Tarekat Naqsyabandiyah Al-kholidiyah Jalaliyah, yaitu budaya global,
budaya nasional. Budaya global ini adalah arus perkembangan melalui media
Universitas Sumatera Utara
105
telekomunikasi dan audio video merupakan faktor yang dapat terjadinya sebuah
perubahan tradisi, dimana terjadinya perubahan tradisi yang terjadi disebabkan
eksternal.
Perubahan tradisi yang disebabkan oleh faktor eksternal adalah seperti
terpengaruhnya nilai-nilai yang ada dalam sebuah tradisi oleh nilai-nilai dari
kebudayaan lain yang datang dari luar. Dimana sebuah tradisi juga bisa berubah
karena ini dan corak dari lingkungan sebuah masyarakat yang juga cenderung
berubah (Suparlan: 1995: 23). Misalnya menyatakan bahwa adanya pemaksaan
yang datang dari luar melalui regulasi-regulasi yang diciptakan penguasa
(kebijakan publik), merupakan faktor yang tidak bisa diabaikan begitu saja dalam
konteks perubahan kebudayaan. Perubahan kebudayaan yang berimplikasi
terhadap pola kehidupan masyarakat yang dianggap baku menjadi sebuah tradisi.
Faktor eksternal yang mempengaruhi terjadinya perubahan tradisi tarekat
ini yaitu budaya global yang dapat mempengaruhi tradisi tarekat tersebut. Nilai-
nilai fragmatis, ajaran-ajaran liberal (kebebasan) demokratis, transfaransi atau
keterbukaan serba praktis, serba instan, egoisme, dan tentunya arus perkembangan
zaman yang tidak dapat dibendung dalam kehidupan sehari-hari akan sangat
mempengaruhi dan menggoyang terjadinya sebuah perubahan terhadap tradisi
tarekat tersebut.
Faktor eksternal lainnya yang menyebabkan terjadinya sebuah perubahan
tradisi pada tarekat ini, ialah lingkungan alam juga dapat mempengaruhi
terjadinya sebuah perubahan walau tidak begitu besar perannya dalam
Universitas Sumatera Utara
106
mempengaruhi terjadinya sebuah perubahan dalam budaya pesantren pada tradisi
tarekat.
Berdasarkan fakta yang diperoleh di lapangan, modernisasi adalah
merupakan faktor terjadinya perubahan tradisi suluk dalam tarekat. Menurut
Haviland (1993: 271), modernisasi diartikan sebagai proses perubahan kultural
dan sosioekonomis dimana masyarakat-masyarakat sedang berkembang
memperoleh sebagian karakteristik dari masyarakat industri Barat. Dalam kamus
istilah antropologi Koentjaraningrat (1984: 152), bahwa modernisasi
(modernization) diartikan sebagai proses pergeseran sikap dan mentalitas warga
masyarakat untuk bisa hidup sesuai dengan tuntutan masa kini.
Pengaruh teknologi merupakan contoh dari pengaruh modernisasi, listrik
sebagai produk teknologi saat ini telah masuk ke persulukan Tarekat
Naqsyabandiyah Al-kholidiyah Jalaliyah yang dulunya pada saat persulukan ini
listrik belum ada penerangan, ini juga mempengaruhi tradisi dalam melaksanakan
ibadah suluk.
Dahulu dalam pelaksanaan suluk sebelum masuknya penerangan suasana
sangat klasik, dimana setiap waktu dipergunakan untuk benar-benar melakukan
ibadah, dan suasanapun begitu kental dengan nuansa tradisional. Penerangan
menggunakan lampu petromak atau lampu minyak tanah. Jadi apabila telah
memasuki malam suasana di persulukan terasa senyap dari keramaian. Karena
peserta suluk setelah shalat, mereka memasuki kelambu dan melakukan amalan-
amalan yang diberikan Mursyid. Suasana suluk pun sangat kental dengan
ketenangan, begitu yang diungkapkan oleh Syekh Drs. Ruslan Syu’aib, M.Pd
Universitas Sumatera Utara
107
sebagai jama’ah yang sudah cukup lama dan sampai saat kini pun beliau masih
menetap di lingkungan pondok pesantren tarekat ini. Sementara sekarang terasa
modern dimana suasananya telah mengalami perubahan sejalan dengan
perkembangan zaman, para peserta suluk tidak lagi menggunakan kelambu,
suasana malam tidak lagi terganggu karena sudah tidak menggunakan penerangan
dari petromak, kamar tempat istirahat pun sudah tidak terkesan tradisional, karena
suasananya seperti tinggal di rumah sendiri. Disamping itu perserta pun tidak lagi
merasa meninggalkan keluarga, dimana setiap saat bisa berkomunikasi dengan
keluarga melalui telepon seluler. Terkhusus juga bagi yang tidak bisa
meninggalkan pekerjaan utamanya, masih bisa melakukan aktivitas pekerjaannya
tanpa harus cuti dari pekerjaan.
Jadi suasana suluk eksekutif benar-benar telah mengalami sebuah
perubahan, walaupun esensi dari pelaksanaan suluk tersebut tidak mengurangi
nilai dari maksud yang sebenarnya.
b. Faktor Internal
Perubahan bisa terjadi disebabkan faktor internal. Dimana faktor internal
ini dari perubahan tradisi dimana masyarakat pendukung sebuah tradisi tersebut
merasa bahwa tradisi yang sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan masyarakat
pendukung tersebut. Misalnya ada warga masyarakat yang tidak puas dengan
peran-peran yang dipunyainya berdasarkan keberhasilan sosial ekonomi dan
politik yang telah dicapainya, sehingga menuntut sebuah perubahan perannya di
dalam sebuah tradisi (Brutu, 1998).
Universitas Sumatera Utara
108
Perubahan internal yang datangnya dari pendukung tradisi tersebut
menginginkan sebuah perubahan dimana sudah dianggap tradisi tersebut harus
mengalami perkembangan kemajuan disesuaikan dengan kebutuhan didalam
sebagai bagian dari pendukung tradisi tersebut yang menginginkan perubahan
demi kemajuan, karena jika tradisi tersebut tidak mengalami perkembangan
kemungkinan pendukungnya akan meninggalkan sebuah tradisi tersebut.
Faktor internal dari perubahan tradisi dimana masyarakat pendukung
tradisi tersebut merasa tradisi yang ada sudah tidak sesuai dengan kebutuhan
masyarakat tersebut. Misalnya ada warga masyarakat yang sudah tidak lagi puas
dengan peran-peran yang dipunyainya berdasarkan keberhasilan sosial ekonomi
dan politik yang telah dicapainya, sehingga menuntut adanya perubahan perannya
di dalam sebuah tradisi.
Hal perubahan diatas baik faktor eksternal maupun internal menjadi
relevan dengan apa yang diungkapkan oleh Sztomka (2007: 73) cepat atau lambat
setiap tradisi mulai dipertanyakan, diragukan, diteliti ulang dan bersamaan dengan
fragmen-fragmen masa lalu ditemukan dan disahakan sebagai sebuah tradisi baru.
Perubahan tersebut bisa semakin cepat jika realitas menunjukkan tradisi
tersebut tidak benar atau tidak berguna. Perubahan sebuah tradisi juga dapat
disebabkan oleh banyaknya tradisi-tradisi dan bentrokan antara tradisi yang satu
dengan tradisi lainnya. Benturan itu dapat terjadi antara tradisi masyarakat atau
antara budaya yang berbeda didalam masyarakat tertentu.
Akan tetapi proses perubahan yang terjadi dengan lambat laun karena
waktu yang bersamaan juga terdapat usaha untuk mempertahankan sebuah tradisi
Universitas Sumatera Utara
109
agar tetap bertahan atau langgeng karena sudah menjadi pola perilaku yang
dilaksanakan. Walaupun disadari bahwa perubahan pasti akan terjadi, dimana
hasil sebuah perubahan tetap menjadi tradisi dan menjadi panutan sesuai dengan
masa dan kondisi.
4.4 Upaya Mempertahankan Tradisi
Berdasarkan pandangan tentang tradisi suluk Tarekat Naqsyabandiyah Al-
kholidiyah Jalaliyah yang ditemukan selama proses penelitian, mereka
berpandangan bahwa perubahan terhadap tradisi tarekat sebagaimana kehidupan
para sufi merupakan hal yang dianggap wajar. Hal ini dapat dipahami bahwa
umumnya jama’ah memiliki sikap yang relatif terbuka dengan perubahan,
terutama bagi kalangan jema’ah yang telah berpendidikan dan kalangan muda dari
para jama’ah. Hal ini bukanlah menunjukkan bahwa kecintaan terhadap tradisi
tarekat tidak ada sama sekali, akan tetapi perubahan tradisi ini dianggap sebagai
konsekuensi atas kemajuan teknologi dan perkembangan zaman yang terus
bergelinding. Namun dalam perubahan ini juga masih memiliki ikatan emosional
terhadap sebuah tradisi. Hal ini juga memandang bahwa perubahan terhadap
fenomena budaya dan tidak bisa dihindarkan. Namun yang penting dari semua itu
adalah esensi dari perubahan yang tidak boleh dihilangkan adalah nilai esensinya.
Terkait dengan tradisi suluk Tarekat Naqsyabandiyah Al-kholidiyah
Jalaliyah walaupun sudah banyak perubahan dan penyesuaian dalam pelaksana
suluk alternatif yang dilakukan oleh pimpinan tarekat dalam upaya
mempertahankan tradisi suluk dalam tarekat. Namun tradisi tersebut masih
ditemukan dan tidak hilang sama sekali. Hanya saja sebagian dari tahapan prosesi
Universitas Sumatera Utara
110
tersebut lebih disederhanakan dan disesuaikan dengan konteks sosial dalam
masyarakat, dengan sifat esensi dan prinsipal masih dipertahankan.
Ada semacam anggapan yang berkembang di masyarakat yang
menyatakan bahwa tradisi tarekat yaitu suluk merupakan suatu hal yang klasik
(kuno), artinya tidak relevan lagi dengan situasi atau perkembangan zaman.
Masyarakat sekarang lebih suka ibadah yang instan dan suka ibadah yang sifatnya
terbuka ketimbang bersunyi diri atau sembunyi-sembunyi. Oleh karena itu tradisi
tarekat ini tidak sesuai dengan keinginan mereka.
Upaya yang dilakukan antara lain adalah dengan memberikan nama suluk
eksekutif, dengan penampilan yang berubah namun ajarannya masih
mengedepankan adab-adab dalam tarekat dan suluk, sehinga makna yang
terkandung dalam suluk tidak berkurang nilainya. Disamping dibentuknya
kelompok-kelompok pengajian di daerah-daerah untuk mengkoordinir para
jama’ah yang semakin lama semakin banyak agar ada perwakilan-perwakilan dari
jama’ah dalam mencari dan menerima beberapa informasi mengenai perjalanan
Tarekat Naqsyabandiyah Al-kholidiyah Jalaliyah serta pengembangannya.
Perubahan dengan demikian menjadikan tradisi suluk tarekat ini sebagai
subjek juga dilain pihak menjadi objek perubahan yang tidak dapat dielakkan.
Dengan catatan kembali bahwa esensial tradisi suluk tidak hilang akan tetapi tidak
menutup untuk menerima sebuah perubahan. Dalam proses perubahan tradisi dan
struktur yang lebih penting adalah bagaimana pengembangan tradisi tetap
dijalankan. Dalam konteks ini peran-peran lembaga dalam tarekat memainkan
perannya. Beberapa langkah yang dilakukan dalam memelihara tradisi suluk
Universitas Sumatera Utara
111
tarekat agar tetap berjalan adalah memberdayakan struktur organisasi yang ada
dalam tarekat tersebut.
Jadi antara zikir dan pikir akan dapat diseimbangkan. Walaupun untuk bisa
mengikuti perkuliahan harus memiliki ijazah yang setingkat dibawahnya, akan
tetapi bagi yang tidak memiliki ijazah bisa menambah pengetahuan dengan
mengikuti pelatihan dan seminar-seminar tentang tarekat walaupun ijazahnya
tidak dapat, yang penting pengetahuan tentang tarekat tidak hanya sekedar
melakukan ibadah suluk saja.
Mungkin untuk kehidupan dunia memerlukan ijazah formal yang dapat
disesuaikan untuk kebutuhan pekerjaan dan lain sebagainya. Karena dalam
penyelesaian pelajaran tarekat ini ada 17 (tujuh belas) tingkatan yang harus
diselesaikan oleh para salik, yaitu:
Tkt Mata Pelajaran Amalan Keterangan
1 Zikir Ismu Zat 5000 Zikir Allah Sehari semalam
2 Zikir Lataif 11000 Zikir Allah Sehari semalam
3 Zikir Nafi Isbat La Ilaha Ilallah Dalam hati sebanyak 21
kali
4 Zikir Wukuf Berhenti hati mengingat Allah Rahasia dalam ibadah
Haji
5 Muraqabah Muthlaq Sesungguhnya Allah Ta’ala
mengintai atas kamu
Kunci rahasia shalat yang
13 macam
6 Muraqabah Ahadiatul
Af’al
Latihan rohani bagi murid yang
akan mendapat tauhid af’al
Allah menjadikan kamu
dan perbuatan kamu
7 Muraqabah Ma’iyah Membaca tahlil lisan 1 khatam
70.000 kali Intai mengintai
8 Muraqabah Aqrobiyah Tahlil 1 Khatam 70.000 kali Hati hamba sangat hampir
kepada zat Allah
9 Muraqabah Adahiyatul
Zat Tahlil 1 Khatam 70.000 kali Berhadap kepada Allah
10 Muraqabah Zatu Sorfi
Wal Buhti Tahlil 1 Khatam 70.000 kali
Senantiasa makrifat
kepada Allah
11 Maqom Musyahadah Tahlil 1 Khatam 70.000 kali Senantiasa memandang
zat Allah
Universitas Sumatera Utara
112
12 Maqom Muqaballah Tahlil 1 Khatam 70.000 kali Hati hamba sangat halus
dan tulus
13 Maqom Mukasyafah Tahlil 1 Khatam 70.000 kali Terbuka rahasia Allah
14 Maqom Muqafahah Tahlil 1 khatam 70.000 kali Berkasih-kasihan
15 Maqom Fanafillah Tahlil 1 khatam 70.000 kali Lenyap dalam lautan
Makrifat
16 Maqom Baqobillah Tahlil 1 khatam 70.000 kali Kekal dengan Allah
17 Maqom Jama’ Unsu
Billah Tidak didapatkan dalam suluk
Allah yang memberikan
petunjuk
Penyelesaian pelajaran sampai kepada tingkat ke-17 ini diakhiri dengan
pemberian gelar Syekh Muda bagi peserta suluk laki-laki dan pemberian gelar
Syarifah bagi peserta suluk perempuan. Dengan berakhirnya mata pelajaran
ditandai dengan mempertahankan karya tulis membuat paper yang disebut dengan
muaqasyah Syekh Muda dan Syarifah dan berikutnya setelah melakukan prosesi
tidur Istikhara pada malam harinya mulai pukul 00.00 WIB yang berakhir sampai
pada pukul 04.00 WIB menjelang azan subuh.
Selanjutnyaa pada siang harinya dilakkukan acara wisuda Syekh Muda dan
Syarifah. Dalam pelaksanaan wisuda juga layaknya seperti sarjana pada perguruan
tinggi, karena peserta wisuda juga dilantik dan diambil sumpahnya oleh Mursyid.
4.5 Perubahan Tradisi Tarekat Naqsyabandiyah Al-kholidiyah Jalaliyah
4.5.1 Nilai Budaya
Nilai adalah suatu cara pandang, melihat meninjau bahwa sesuatu itu
dianggap pantas, cocok, sesuai untuk dilaksanakan dan dimiliki dalam kehidupan
masyarakat. Nilai artinya menjadi kuat atau menjadi terhormat (Reamer, 1999:
10). Untuk menjadi terhormat, diperlukan suatu pedoman perilaku yang dianggap
baik. Oleh sebab itu, nilai dikaitkan dengan sesuatu yang baik atau buruk. Pada
Universitas Sumatera Utara
113
dasarnya nilai memiliki pengertian yang berbeda-beda disesuaikan dengan
konteksnya.
Soetarso (1968: 32-33) mengatakan bahwa nilai adalah kepercayaan,
pilihan atau asumsi tentang yang baik untuk manusia. Nilai bukan menyangkut
keadaan dunia ini ataupun apa yang diketahui pada saat ini, tetapi bagaimanakah
seharusnya atau sebaliknya dunia ini.
Dalam kehidupan sehari-hari, nilai dapat berarti agama, politik, atau
prinsip-prinsip ideologi, keyakinan atau sikap. Namun demikian, apabila
dihubungkan dengan tradisi, maka nilai yang dimaksud disini adalah perangkat
prinsip adat yang fundamental dimana tradisi harus berkomitmen. Misalnya tradisi
untuk menghargai keunikan dan perbedaan, menjada kerahasiaan dan
perlindungan. Dari sini dapat dipahami bahwa nilai berfungsi sebagai panduan
perilaku seseorang. Karenanya nilai menyangkut sesuatu yang abstrak dan
implisit. Nilai berada dalam alam pikiran manusia, nilai tersebut membentuk
kepercayaan dan sikap tersebut membentuk nilai.
Jika nilai berbicara sesuatu yang baik dan buruk maka etika terkait benar
atau salah. Jadi, erika bersifat eksplisit dan konkret. Karena itu banyak ahli
menyebut etika adalah nilai yang sudah terejawantahkan (value in action)
(DuBois & Miley, 2005: 110).
Nilai yang sudah terejawantahkan membentuk sistem nilai yang mengatur
bagaimana manusia hidup untuk melakukan hal yang baik atau melarang untuk
melakukan perbuatan yang buruk. Sistem nilai sudah terinstusinalisasikan dalam
bentuk adat istiadat dalam sebuah tradisi Tarekat Nawsyabandiyah Al-kholidiyah
Universitas Sumatera Utara
114
Jalaliyah diturunkan secara turun temurun dalam pelaksanaan tradisi tarekat
melalui keagamaan dan kebudayaan dalam bentuk aturan dan norma.
Sehingga tidak mengherankan apabila agama dan kebudayaan dapat juga
dianggap sebagai sumber utama nilai. Suatu nilai yang diyakini seseorang,
menjadi penuntun terhadap pelakunya. Nilai dalam tradisi tarekat adalah adat
kebudayaan, sementara nilai adalah ruh dari pelaksanaan tradisi tersebut. Karena
nilai dan prinsip-prinsip etika tertentu menjadi pembentuk aktivitas komunitas
jama’ah Tarekat Naqsyabandiyah Al-kholidiyah Jalaliyah, semata-mata adalah
perilaku etis yang dibentuk oleh nilai yang tertanam dalam alam pikiran para
komunitas jama’ah tarekat yang membentuk sistem nilai yang diyakini kebenaran
dan kebaikannya.
Perubahan dalam nilai adalah setting kehidupan dan ekonomi yang makin
kompleks menuntut pergeseran nilai yang harus ditegakkan sebagai tradisi. Maka
dari itu nilai tentang persamaan sosial, hak kesejahteraan, hak azasi manusia,
diskriminasi menjadi tema-tema yang dominan yang berkembang pada masa kini.
Pergeseran nilai menghapuskan nilai-nilai yang ada pada tahapan sebelumnya,
sebab sifat perkembangan nilai dalam hal ini adalah saling melengkapi satu sama
lain.
Budaya kota sekarang telah mulai masuk kepedesaan, termasuk ke pusat
Tarekat Naqsyabandiyah Al-kholidiyah Jalaliyah di Bandar Tinggi. Masuknya
pengaruh budaya kota ke pedesaan melalui media elektronik seperti televisi,
handphone dan berbagai macam multimedia lainnya. Adalagi melalui masuknya
orang-orang kota yang datang ke pondok pesantren baik yang hanya berkunjung,
Universitas Sumatera Utara
115
ataupun yang mengikuti suluk lambat laun membawa perubahan budaya yang ada
di pondok pesantren ini.
4.5.2 Pelaksanaan
Secara garis besar tradisi tarekat ini masih mengikuti tradisi suluk.
Walaupun telah banyak ditemukan penyederhanaan, variasi dan perubahan dari
tradisi awalnya. Tetapi bentuk umumnya masih mengikuti tradisi tarekat dalam
melaksanakan suluk eksekutif. Hal ini terlihat dari prosesi tradisi yang masih
dipertahankan meskipun tidak selengkap tradisi aslinya. Perubahan tradisi tersebut
disesuaikan dengan kondisi sosial dan budaya pesantren. Sebab di pondok
pesantren mereka tidak hanya berinteraksi dengan sesama etnis akan tetapi multi
etnis.
Berdasarkan informasi dan bahan tertulis yang ditemukan, bahwa tradisi
pondok pesantren ini sedikit banyaknya telah mengalami perubahan dan
penyesuaian dengan perkembangan zaman. Walaupun tradisi ini masih
dilaksanakan namun telah terjadi perubahan dalam pelaksanaan suluk dan variasi
dalam tradisi. Perubahan dan variasi dalam tradisi yang ditemukan diantaranya
lebih ditujukan pada proses dan strategi penyesuaian terhadap perubahan sosial
yang berlangsung dalam masyarakat.
Agar dapat membedakan pelaksanaan suluk periodik dengan suluk
eksekutif telah dilakukan terobosan besar yang sangat fundamental dalam dunia
persulukan dengan mengenal metode baru yang belum pernah dilakukan oleh
rumah ibadah suluk lainnya sebelum ini. Disebut suluk eksekutif karena suluk ini
memang merupakan suluk alternative yang memang merupakan sarana pilihan
Universitas Sumatera Utara
116
yang diambil oleh para komunitas jama’ah, sebab sulit untuk mengikuti suluk
periodik karena tidak akan dapat memenuhi aturan dan adab yang telah
ditentukan. Sedangkan disebut suluk eksekutif adalah disebabkan salik yang
menjalani suluk ini tidak menetap di areal suluk sepanjang waktu pada hari-hari
yang dilaluinya, melainkan boleh keluar meninggalkan areal suluk atas seizin
mursyid dengan satu alasan demi kepentingan menjalankan tugas dan tanggung
jawab pekerjaannya (profesi). Bilamana tugas tersebut telah selesai pada hari itu
juga, maka Sali harus segera kembali lagi ke areal suluk untuk selanjutnya
mengikuti segala program kegiatan sebagaimana suluk periodik. Meskipun seuluk
eksekutif dapat dilaksanakan sambil bekerja namun perlu persiapan mental yang
kuat dan ditambah dengan adab-adab yang harus dipatuhi ketika diluar areal
persulukan.
Perbedaan keduanya adalah kalau suluk periodik salik harus tetap tinggal
menetap di areal suluk sepanjang hari. Sedangkan suluk eksekutif seorang salik
boleh pergi meninggalkan areal persulukan untuk menjalankan tugas atau
profesinya. Namun demikian segala adab yang ada dalam pelaksanaan suluk
mestilah dipatuhi walau sedang berada di luar areal persulukan. Untuk dapat
memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca tentang bagaimana aktivitas
seorang salik ketika sedang dalam menjalani suluk, baik waktu berada didalam
maupun diluar areal persulukan.
Uraian tersebut jelas bahwasanya suluk eksekutif boleh dijalani sambil
bekerja, dan hanya inilah yang membedakan antara suluk biasa dengan suluk
Universitas Sumatera Utara
117
eksekutif, namu dapat memberikan manfaat yang sangat besar bagi komunitas
jama’ah yang mengerjakannya karena bisa menambah pemahaman ilmu tarekat.
Karena metode suluk eksekutif ini sebagai sistem terapan yang ditawarkan
pada suluk eksekutif tidak menyalahi adab atau ketentuan yang diterapkan dalam
suluk, sebab dalam kaidah tarekat ini, suluk telah dikondisikan sedemikan kokoh
dan rapi sehingga tidak langsung goyah hanya adanya sistem, maupun metode
yang variatif.
4.5.3 Bentuk dan Simbol
Bentuk awalnya tradisi suluk dalam Tarekat Naqsyabandiyah Al-
kholidiyah Jalaliyah ini merupakan implementasi dari ajaran tarekat yang sangat
esensial setelah zikrullah, adalah suatu kegiatan ibadah secara khusus dilakukan di
rumah ibadah suluk sebagai latihan rohani dan menetap di arena persulukan
sedikitnya sampai sepuluh hari atau bahkan ada yang sampai empat puluh hari,
bentuk suluknya hanya ada pada awal bulan qomariah saja dan peserta suluk tidak
boleh meninggalkan areal suluk.
Intensitas pelaksanaan ibadah ditingkatkan semaksimal mungkin baik pada
siang hari terutama pada malam hari sebagai usaha riyadhah dan mujahadah untuk
mencapai pendekatan kepada Allah SWT, semua aktivitas senantiasa mendapat
bimbingan dan diawasi oleh seorang guru yang mursyid, yang memeriksa natijah
zikir yang diamalkan oleh salik. Bila zikir yang dikerjakan selama suluk mencapai
hasil yang baik serta layak untuk ditingkatkan kajinya, maka kepadanya diberikan
tambahann amalan untuk dikerjakan melengkapi amalan-amalan sebelumnya.
Universitas Sumatera Utara
118
Sejalan dengan perkembangan zaman maka pelaksanaan suluk-pun
mengalami sebuah perubahan walaupun perubahan itu tidak mengurangi nilai
ibadah tersebut. Perubahan yang terjadi melainkan hanya sebatas metode dalam,
tradisi suluk, pengurangan waktu dan pemadatan materi. Serta hal-hal yang lain
mengalami perubahan dalam pelaksanaan suluk eksekutif.
Untuk menunjukkan identitas komunitas jama’ah tarekat, mereka memiliki
simbol-simbol sebagai bentuk sebuah identitas dalam komunitas yang ada. Atribut
yang ada pada komunitas tarekat selalu ditandai dengan baju jubah yang panjang,
sorban sebagai ikat kepala dan menggunakan kopiyah putih atau biasa disebut
dengan lobe, membawa tasbih serta sering mengenakan kain sarung. Atribut
tersebut yang kelihatan berbeda dengan masyarakat biasa untuk jama’ah laki-laki,
sedangkan untuk jama’ah perempuan identitas ini hampir tidak kelihatan karena
pada dasarnya perempuan Islam diperintahkan untuk menutup aurat yang berlaku
untuk semua perempuan Islam.
Perubahan bentuk simbol yang ada pada tarekat ini mengalami perubahan
sejalan waktu dan kondisi serta kebutuhan yang telah disesuaikan. Perubahan
yang mencolok dalam komunitas jama’ah tarekat ini seperti dalam penampilan
sehari-hari telah terjadi penambahan simbol dalam penampilan, ditambah
penggunaan busana dengan menggunakan Jas dan menggunakan dasi dengan
maksud bahwa penampilan yang rapi sebagai simbol orang-orang eksekutif
sebagai wujud dari visi dan misi Tarekat Naqsyabandiyah Al-kholidiyah Jalaliyah
menciptakan ulama yang intelektual, intelektual ulama.
Universitas Sumatera Utara
119
Seorang jama’ah dalam pergaulan sehari-hari tidak boleh berpenampilan
kumuh melainkan berpenampilan menarik, sehingga orang yang melihatnya akan
terkesan bahwa orang-orang sufi harus mampu menampilkan yang terbaik.
Apalagi bagi kalangan eksekutif penampilan adalah yang paling penting. Akan
tetapi dalam pelaksanaan-pelaksanaan ritual ibadah masih tetap menggunakan
jubah dan tida perlu menggunakan dasi, namun untuk menggunakan Jas tidak
dipersoalkan.
4.5.4 Makanan
dalam kegiatan suluk, peserta suluk pada awalnya membawa bekal untuk
kebutuhan makan, minum selama suluk berlangsung. Dianjurkan bagi para peserta
suluk selama kegiatan pelatihan suluk berlangsung untuk mengurangi makan,
minum dan tidur. Karena jika terlalu banyak makan akan cepat mengantuk dan
bawaan badan yang ingin tidur untuk istirahat, apalagi makanan yang dikonsumsi
mengandung protein hewani yang berdarah mengakibatkan tubuh kita menjadi
malas. Hal inilah yang dikatakan orang-orang tarekat, sehingga pada pelaksanaan
kegiatan suluk harus memasak makanan sendiri yang akan dikonsumsi untuk
menghindari maksakan yang dimasak tidak dalam keadaan wudhu.
Dianjurkan pula bagi peserta suluk untuk banyak mengkonsumsi buah atau
makanan dari tumbuhan, akan tetapi semakin lama para peserta semakin repot
dengan harus memasak sendiri, karena harus mengumpulkan kayu bakar terlebih
dahulu. Maka dari itu perubahan terjadi, sehingga peserta suluk tidak perlu repot
lagi untuk memasak sendiri makananya terlebih dahulu.
Universitas Sumatera Utara
120
Makanan pun mengalami perubahan dimana bagi peserta suluk eksekutif
memakan telur ayam diperbolehkan, karena walaupun bersumber dari hewan
namun sifat telur adalah mati dan tidak berdarah, jadi dalam pelaksanaan suluk
eksekutif peserta diperbolehkan mengkonsumsi telur. Begitu juga dengan susu,
karena susu yang sifatnya diolah dan ditambah dengan unsur nabati sehingga
sedikit unsur hewani yang terdapat dalam kandungannya, sehingga tidak
mengakibatkan mengantuk jika mengkonsumsinya.
Sementara kalau makan ikan atau daging sampai sekarangpun masih tidak
dibenarkan selama melakukan kegiatan suluk, akan tetapi di hari terakhir
pelaksanaan suluk yang dalam istilah Tarekat Naqsyabandiyah Al-kholidiyah
Jalaliyah merupakan buka pantang dianjurkan untuk mengkonsumsi ikan atau
daging agar tubuh merasa lebih segar dan bertenaga setelah mengikuti kegiatan
suluk yang dikarenakan kurangnya waktu istirahat secara maksimal.
4.5.5 Fungsi
Pemahaman tentang fungsi meneliti merujuk pada sebuah teori fungsional
yang diemukakan Malinowski. Dimana fungsionalisme adalah metodologi untuk
mengeksplorasi saling ketergantungan, dan juga menjelaskan mengapa unsur-
unsur budaya berhubungan secara tertentu, mengapa pola kebudayaan tertentu
atau setidak-tidaknya mengapa pola itu masih bertahan (Kaplan, 2002: 77). Jadi
dengan demikian bahwa semua unsur-unsur budaya memiliki syarat-syarat
fungsional tertentu untuk memungkinkan eksistensinya atau keberadaanny.
Adapun unsur-unsur yang tidak fungsional akan ditinggalkan pengikutnya dan
yang masih memiliki fungsi akan tetap bertahan.
Universitas Sumatera Utara
121
Bila dilihat pada tradisi tarekat yang tetap bertahan atau eksistensinya.
Misalnya adalah inti dari pelaksanaan tradisi tarekat yaitu kegiatan suluk masih
dipertahankan, amalan-amalan dalam tradisi suluk tersebut masih tetap dilakukan
namun dalam pelaksanaannya telah mengalami perubahan sejalan dengan
kebutuhan dan perkembangan pada zamannya. Untuk melihat perbedaan antara
suluk eksekutif dengan suluk biasa dapat dilihat pada tabel berikut:
Kegiatan Suluk Biasa Suluk Eksekutif
Waktu 10 Hari 5 Hari
Tempat Tidur Memakai kelambu tidak
memakai tilam, ukuran
150x60 cm
Tidak memakai kelambu, memakai tilam
ukuran 90x180 cm, bahkan sudah memakai
AC ataupun kipas angin
Makan Memasak sendiri, membawa
peralatan masak sendiri,
tidak boleh mengkonsumsi
daging dan telur
Sudah dimasakkan, boleh mengkonsumsi
telur dan susu, jika meninggalkan areal
suluk harus mengkonsumsi makanan yang
ketika dimasak dalam keadaan berwudhu
yang memasak
Kain Putih Sebagai kain kapan saat
mulai mengikuti ajaran
tarekat
Kain kapan digunakan salik ketika
menghatamkan kaji saat tidur istikharah
untuk mendapatkan gelar Syekh Muda/
Syarifah
Pelaksanaan Harus menetap di lokasi
suluk
Boleh meninggalkan areal suluk dalam
rangka melakukan aktifitas keseharian,
tetap menjaga adab suluk
Jeruk Purut Dibawa peserta suluk Disediakan panitia suluk
4.5.6 Peralatan
Peralatan yang dipakai dalam pelaksanaan tradisi suluk pada zaman dulu
yang peneliti lihat pahami dan dapatkan ialah; kain putih, jeruk purut, tempat
tidur, kelambu, membawa peralatan memasak untuk konsumsi selama kegiatan
suluk dan lain sebagainya. Sedangkan saat ini peralatan mengalami modifikasi
pengurangan atau tambahan.
Universitas Sumatera Utara
122
Saat ini peralatan yang masih dipakai seperti kain putih sebagai kain
kapan, namun cara pemakaiannya diubah pada akhir salik telah selesai
menamatkan tingkatan pembelajaran dalam tarekat. Padahal dulu kain putih ini
digunakan sebagai kain kapan pada awal murid ber-bai’at dan melakukan pocong
seperti mayat hendak dikuburkan.
Jeruk purut masih dipakai sebagai bahan wangi-wangian untuk malakukan
mandi taubat, tempat tidur terjadi perubahan yang membuat nyaman peserta
suluk, yang awalnya memakai tikar sebagai alas kini memakai tilam dan kelambu
sudah tidak digunakan dengan gantinya kipas angin.
Peralatan pelatihan dalam suluk eksekutif harus baik, sehingga
pelaksanaan suluk tersebut akan menjadi baik. Peralatan yang dimaksud ialah
whiteboard, marker, sound system, dan sebagainya untuk melakukan kegiatan
pematerian.
Selain itu peralatan yang digunakan dalam kegiatan suluk eksekutif adalah
tempat pelaksanaan dalam pelatihan harus selalu cukup kapasitasnya yang
disesuaikan dengan peserta suluk penyediaan ruang yang nyaman. Perubahan ini
dimaksudkan mengikuti kondisi zaman dimana eserta berasal dari berbagai
macam profesi, agar pelaksanaan suluk menjadi nyaman pelayanannya pun
diupayakan senyaman mungkin untuk melaksanakan ibadah.
4.5.7 Bahasa
Para ahli linguistik mengatakan bahwa bahasa merupakan perwujudan dari
pikiran. Ada juga yang mengatakan hakekatnya bahasa instrument sosial (Kaplan,
2002: 201). Demikian juga hipotesis Sapir-Whorf yang menyatakan bahwa
Universitas Sumatera Utara
123
struktur bahasa seseorang mempengaruhi cara pandang seseorang terhadap dunia
atau realitas serta memperngaruhi tindakannya (Sibarani, 2004: 141). Dengan
demikian dapat dilihat adanya hubungan yang sanagat erat antara bahasa yang
dipergunakan seseorang dengan cara berpikir serta ekspresi pikiran orang tersebut.
Mungkin dapat pula dikatakan semakin kompleks atau semakin beragam bahasa
yang dipakai seseorang maka akan semakin luaslah cara berpikir orang tersebut
dan sebaliknya.
Demikian juga dapat dikembangkan dasar berpikir bahwa ada pengaruh
terjadinya perubahan terhadap budaya dengan penggunaan bahasa, artinya bahasa
dapat berubah apabila terjadi perubahan terhadap budaya tersebut.
Perubahan bahasa yang diakibatkan perubahan budaya lebih menonjol
pada aspek leksikon (kosa kata), dari pada aspek-aspek linguistik lain baik
mengenai bentuk maupun mengenai makna leksikon. Perubahan bahasa disini
yang peneliti maksud adalah dalam konteks berinteraksi sehari-hari pada
komunitas jama’ah Tarekat Naqsyabandiyah Al-kholidiyah Jalaliyah guna
menjalin hubungan keakraban sesama komunitas warga yang ada di lingkup
tarekat berkomunikasi menggunakan bahasa jawa walaupun yang melakukan
komunikasi bukan ber-etnis jawa. Pemakaian bahasa jawa ini merupakan upaya
menghormati tuan guru tarekat yang ber-etnis jawa. Hal ini menjadi cerminan,
karena dalam keseharian tuan guru berkomunikasi dengan lingkungannya
dominan menggunakan bahasa jawa, akan tetapi dalam menyampaikan materi
dalam forum resmi maupun tidak tuan guru memakai bahasa Indonesia. Hal yang
menarik adalah dimana bermacam etnis yang ada pada komunitas tarekat ini
Universitas Sumatera Utara
124
berusaha membaur menjadi akrab, dan ternyata dalam keakraban nampak sekali
sepertinya mereka dilahirkan dari orang tua yang sama.
Hal ini peneliti tanyakan kepada beberapa warga komunitas jama’ah
tarekat, diantaranya bermarga Nasution atau dalam keseharian akrab dipanggil
opung, beliau sudah lama menetap di pondok pesantren tarekat ini sejak tahun
2000, akan tetapi bahasa jawa baginya sudah tidak asing lagi baginya, bahkan
dialek yang diucapkan juga serasa kental dialek jawa. Selanjutnya Selamet Sinaga
yang biasa disapa dengan sebutan Barnes oleh para jama’ah tarekat, telah menetap
sejak tahun 1988 dan komunikasi bahasa jawanya sudah seperti orang jawa asli
karena hampir tidak terlihat kalau beliau adalah suku Batak.
Perubahan bahasa ini ternyata menjadikan komunitas jama’ah Tarekat
Naqsyabandiyah Al-kholidiyah Jalaliyah lebih akrab dan seolah-olah mereka
adalah satu orangtua, seperti yang dituturkan oleh SM. Ahmad Husein bahwa kita
disini para jama’ah tarekat dalam hakekatnya merupakan satu kandungan guru,
dimana kita dilahirkan dari orangtua kemudian dilahirkan dalam kondisi menjadi
para khalifah dan syarifah sebagai penerus dalam menyampaikan ajaran tarekat di
muka bumi. Disebut sebagai anak yang sama orangtuanya karena dalam
pelaksanaan ajaran tarekat ada penyerahan diri secara zahir batin dunia akhirat,
yang artinya dalam penyerahan tersebut sepenuh jiwa telah diserahkan kepada
seorang guru/Mursyid agar nantinya lahir kembali dalam keadaan bersih dan suci
sebagaimana pada hakekatnya seperti anak yang baru dilahirkan oleh ibunya ke
muka bumi ini. Inilah yang mendasari mengapa rasa keakraban itu tumbuh dan
berkembang sesama komunitas Tarekat Naqsyabandiyah Al-kholidiyah Jalaliyah
Universitas Sumatera Utara
125
ini. Dengan demikian dapat dinyatakan telah terjadi perubahan dalam pemakaian
bahasa dalam hal ini, maksudnya peralihan bahasa etnis masing-masing menjadi
bahasa jawa dalam keseharian.
Universitas Sumatera Utara
126
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dari penelitian yang telah disampaikan pada bab-bab sebelumnya,
adapun yang menjadi kesimpulan dari penelitian ini ialah :
Tarekat Naqsyabandiyah Al-kholidiyah Jalaliyah yang dipimpin oleh DR.
Syekh Salman Da’im silsilah tarekat ke-36 ini merupakan tarekat dari silsilah
Syekh Haji Jalaluddin yang merupakan silsilah tarekat ke-35, yang mana
Syekh Salman Da’im ini mendapat amanah dari Syekh Haji Jalaluddin untuk
meneruskan silsilah Tarekat Naqsyabandiyah yang dipimpinnya saat itu.
sehingga tarekat yang dipimpin Syekh Salman Da’im ini merupakan ajaran
murni yang didapat dari Syekh Jalaluddin. Meskipun sebelumnya Syekh
Salman Da’im pernah belajar ilmu tarekat kepada beberapa guru, akan tetapi
Syekh Salman Da’im meneruskan tali silsilah tarekat dari Syekh Haji
Jalaluddin.
Tarekat Naqsyabandiyah Al-kholidiyah Jalaliyah ini merupakan tarekat yang
sangat peka terhadap perubahan dan juga perkembangan zaman, sehingga
sangat mudah beradaptasi dengan isu-isu terkini. Selain itu tarekat ini juga
sangat menyeimbangkan hubungan antara intelektual dan spiritual sehingga
kedua hal ini dapat sejalan dan saling berkaitan.
Tarekat ini juga menerima bentuk kegiatan ataupun ajaran dari tarekat lain
yang sebelumnya Mursyid Syekh Salman Da’im pernah mempelajarinya
semasa mudanya. Dimana bentuk ajaran dari tarekat lain tersebut dalam
Universitas Sumatera Utara
127
pelaksanaan tentunya atas keputusan Mursyid, karena Mursyid telah
mengalami dan memahami bentuk setiap kegiatan yang pernah dipelajari
semasanya.
Dalam menjalankan aktifitas kesehariannya, setiap jama’ah tetap harus
mematuhi adab dalam sebuah tarekat. Meskipun jama’ah sedang tidak
melakukan ibadah suluk. Karena tingkah laku jama’ah tarekat mencerminkan
adab dalam tarekat itu sendiri, yang nantinya akan dinilai oleh masyarakat
luas. Dalam tarekat banyak nilai-nilai yang harus dilaksanakan, agar
masyarakat umum dapat mengetahui dan juga mengakui akan keberadaan dari
tarekat sehingga nantinya akan menerima dan dengan harapan akan turut
bergabung menjadi jama’ah.
Suluk eksekutif merupakan metode alternatif untuk memberi kesempatan
kepada kalangan eksekutif agar dapat melakukan ibadah suluk tanpa harus
mengganggu aktifitas keseharian. Pelaksanaan suluk eksekutif ini terbukti
efektif dan efisien.
5.2 Saran
Ada beberapa saran yang menjadi catatan guna diajukan sebagai upaya untuk
menyikapi permasalahan dalam penelitian ini :
Dalam perubahan yang terjadi dalam Tarekat Naqsyabandiyah Al-kholidiyah
Jalaliyah ini diharapkan tidak mengabaikan atau bahkan menghilangkan nilai
esensi yang ada dalam setiap kegiatan ibadah. Juga agar tetap menjunjung
tinggi aturan-aturan agama. Perubahan tradisi harus memperhatikan nilai
dalam sebuah perubahan juga makna yang terkandung dalam sebuah
perkembangan, kiranya tidak hanya kemewahan tetapi esensi dari perubahan
itu sendiri.
Universitas Sumatera Utara
128
Apabila tradisi dalam tarekat tidak dapat dipertahankan lagi, hendaknya dapat
memilih pola yang sesuai dengan situasi dan kondisi keagamaan pada
umumnya masih menginginkan tetap tegaknya aturan yang sesuai dengan
aturan agama.
Dalam suluk eksekutif hendaknya terus meningkatkan pelayanan dengan
meningkatkan sarana dan prasarana yang lebih layak secara maksimal juga
lebih memberikan manfaat bagi kalangan masyarakat yang memiliki
keterbatasan waktu untuk melakukan aktifitas dalam beragama.
Agar dapat mengajak dan lebih menyebarluaskan paham maupun pengaruh
ajaran tarekat ini, agar dapat diketahui masyarakat luas yang nantinya akan
menjadi suatu cerminan dan juga sebagai tolak ukur dari tarekat ini sendirinya
akan keberhasilan dari setiap perubahan yang dilakukan dalam tarekat.
Universitas Sumatera Utara
129
DAFTAR PUSTAKA
Al-Suhrawardi, Awari fal-Ma’arif. Maktabah al-Alamiyah, 1358 H.
Amsyari, Fuad. 1985. Kembali Kepada Cara Berpikir, Bersikap, dan Bertindak
Islam. Surabaya: PT. Bina Ilmu.
Anies, Nadjih Afif (ed). 2003. Prospek Islam Dalam Menghadapi Tantangan
Zaman. Jakarta: Lantabora Press.
Athar Abbas Rivai. 1978. A History of Sufism in India, New Delhi: Munshiram
Manoharlal.
Atjeh, Abu Bakar. 1979. Pengantar Ilmu Tasawuf. Semarang: Ramadani.
Beatty, Andrew. 1999. on Ethnographic Experience: Formative and Informative
(Nias, Indonesia). Dalam C. W. Watson (Ed) : Beeing There; Field Work in
Anthropolgy. London – Sterling, Virgina: Pluto Press.
Brutu, Lister dan Padang, Nurbain. 1998. Tradisi dan Perubahan Konteks
Masyarakat Dairi. Medan: Monora.
Cerwonka, Allaine dan Liisa H Malkki. 2007. Improvising Theory; Process and
Temporality in Ethnographic Fieldwork. Chicago and London: The
University of Chicago Press.
Da’im, Salman. 2000. Tuntunan Berthariqat dan Suluk. Bandar Tinggi
Emerson, Fretz, dan Linda L Shaw. 1995. Writing Ethnography Fieldnotes.
Chicago and London: The University of Chicago Press.
Fitri, Aidil. 2004. Suluk Executive Sebagai Diktat Tasawuf. Tebing Tinggi: STAIS
TTD.
Universitas Sumatera Utara
130
Foucault, Michel. 2007. Order of Thing: Arkeologi Ilmu-ilmu Kemanusiaan. Terj.
B. Priambodo et.al. yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Gibb, H.A.R. 1964. Islam dalam Lintasan Sejarah. Bharata, Jakarta.
Goodenough, Ward E. 1970. Description and Comparison in Cultural
Anthropolgy. Cambridge University Press.
__________. 1981. Culture, Language, and Society. Philippines: Benjamin/
Cummings Publishing Company, Inc.
Hadiwijono, Harun. 1980. Sari Sejarah Filsafat Barat 2. Yogyakarta: Kanisius.
Hamka. 1990. Tasawuf Modern. Jakarta: Pustaka Panjimas.
Haviland, William, A. 1993. Antropologi Jilid 2 Edisi Ke Empat, Alih Bahasa
RG. Soekadijo. Jakarta: Erlangga.
I Hanafi R, Khalili Al- Bamar. 1990. Ajaran Tarekat. Surabaya: Bintang Remaja.
IAIN Sumatera Utara, Pengantar Ilmu Tasawuf. 1982.
Inkeles and Smith. 1974. Becoming Modern: Individual In Six Developing
Countries. Massachussetts: Harvard University Press.
Jackson, Bruce. 1987. Field Work. Urbana and Chicago. University of Illinois
Press.
Jalaluddin. 1987. Sinar Keemasan, Pembela Tharekat Shufiyah Naqsyabandiyah,
Jilid I dan II. Ujung Pandang: PPTI.
Kaplan, David, dan Albert, A. Manners. 2002. Teori Budaya. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Koentjaraningrat. 1986. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.
Universitas Sumatera Utara
131
Koentjaraningrat. 1987. Kebudayaan, Mentalitet dan Pembangunan. Jakarta:
Penerbit PT. Gramedia.
Madjid, Nurcholish. 1995. Islam Agama Peradaban: Membangun Makna
Relevansi Doktrin Islam Dalam Sejarah. Jakarta: Paramadina.
Maksum, Ali. 2003. Tasawuf Sebagai Pembebas Manusia Modern. Surabaya:
PSAPM.
Mubaraq, Zulfi. 2010. Sosiologi Agama. Malang: UIN-Maliki Press.
Mufid, Ahmad Syafi’i. 2006. Tangklungan, Abangan dan Tarekat (Kebangktan
Agama di Jawa). Jakarta: Obor.
Mulyati, Sri, et.al.. 2005. Mengenal dan Memahami Tarekat-Tarekat Muktabarah
di Indonesia. Jakarta: Prenada Media.
Nasr, Seyyed Hossein. 2007. Islamic Philosophy from its Origin to the Present.
Lahore: Suhail Academy.
Nasution, Harun dkk. 1995. Ensiklopedi Islam Indonesia. Djambakan, Jakarta.
Nietzsche, Friedrich. 1965. Thus Spake Zarathustra. England: Random House.
Nu’ayim, Abu, al-Shbany. Tt. Hidayat al Auliya’ Wa Thabaqat al Ashifa’. Beirut:
Lebanon, Dar al Kutub al-‘Alamiyah.
R. A. Nicholson. 1969. Fi al-Tasawuf al-Islam Wa Tarikh. Terj: Abu ‘Ala Afifi,
Lajnah al-Ta’lif wa Tarjamah wal Nasyr. Kairo.
Ranjabar, Jacobus. 2006. Sistem Sosial Budaya Indonesia Suatu Pengantar.
Bandung: Ghalia.
Riyadi, Abdul Kadir. 2014. Antropologi Tasawuf: Wacana Manusia Spiritual dan
Pengetahuan. Jakarta: Pustaka LP3ES.
Universitas Sumatera Utara
132
Said, Fuad. 1999. Hakikat Tarikat Naqsabandiyah. Jakarta: Husna Zikra.
Schuon, Frithjof. 1981. From the Divine to the Human. Bloomington: World
Wisdom Books.
Sholikhin, Muhamad. 2009. Tradisi Sufi dari Nabi (Kajian Dalam Perspektif
Kehidupan Sehari-hari). Yogyakarta: Cakrawala.
Syukur, Amin. 1999. Menggugat Tasawuf. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sztompka, Piotr. 2007. Sosiologi Perubahan Sosial. Jakarta: Prenada Media.
Tafsir, Ahmad. 2001. Filsafat umum. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.
Van Maanen, J. 1996. Ethography. Dalam A. Kuper and J. Kuper (Eds) The
Social Science Encyclopedia, 2nd ed., pages 263-265. London: Routledge.
Zahri, Mustafa. 1973. Kunci Memahami Ilmu Tasawuf. Jakarta: PT. Bina Ilmu.
Zahri, Mustafa. 1995. Kunci Memahami Tasawuf. Bina Ilmu, Surabaya.
Universitas Sumatera Utara