KULTIVASI.rtf

download KULTIVASI.rtf

If you can't read please download the document

Transcript of KULTIVASI.rtf

BAB IPENDAHULUANLatar BelakangMenurut teori Ekologi Media, saat ini kita berada disebuah lingkungan media, seiring dengan berkembangnya teknologi media juga mengalami perkembangan yang sangat pesat, media tidak lagi hanya digunakan sebagai alat bantu penyampaian informasi namun media saat ini telah berkembang dan beralih fungsi sebagai alat untuk mengumpulkan materi, menyampaikan ideologi dan juga menarik simpati.Dalam beberapa teori komunikasi menjelaskan bahwa media memiliki dampak terhadap khalayak/masyarakat, artinya apapun yang disodorkan oleh media bisa memberikan pengaruh terhadap sikap, psikis, dan cara berfikir khalayak. Maka pada masa lalu para pengamat telah memberikan peringatan terhadap efek negatif dari buku komik, musik rock, video games, dan juga TV.Tentang yang terakhir, yaitu TV adalah bagian yang menyatu dengan kehidupan kita setiap harinya. Semua program acara yang disajikan membawa dunia yang yang relatif koheren dari kesan umum dan membawakan pesan kesetiap rumah. Hal ini yang mungkin membuat seorang George Gerbner, mantan dekan Komunikasi Universitas Pennsylvania menyatakan, bahwa TV adalah sebagai kasus khusus dalam hal pengaruhnya terhadap masyarakat, mereka yang terlalu banyak menonton TV akan memiliki keyakinan yang berlebihan terhadap dunia yang jahat dan juga menakutkan serta akan memiliki akan memiliki anggapan bahwa dunia luar itu bak hutan rimba. (Morisan, 2013:105)Dalam paradigma masyarakat Amerika TV merupakan bagian yang sama pentingnya dengan keluarga, mereka menonton program TV mulai dari opera sabun sampai dengan C-SPAN. Bahkan dalam bukunya West dan Turner dikatakan bahwa penduduk Amerika sangat bergantung dengan TV, TV telah menemukan jalan masuk ke dalam ruang tamu mereka, percakapan mereka, dan bahkan keadaan psikis mereka. penemuan TV ini tidak hanya mampu bertahan sampai milenium baru ini namun juga memiliki peran yang dominan dalam mengubah masyarakat. (West dan Turner, 2008:82) Begitupun Indonesia sebagai negara berkembang memasuki era pertelevisian pada tahun 1962 dengan ditandai lahirnya TVRI, setelah hampir dua puluh delapan tahun tahun siaran dimonopoli oleh TVRI dimulai dengan munculnya RCTI pada tahun 1989 sampai pada saat ini masyarakat Indonesia disodorkan dengan berbagai pilihan chanel TV yang dapat dinikmati dengan berbagai pilihan program. (Salam. 2012:2) sehingga kehidupan masyarakat pun juga mulai terpengaruh dengan siaran TV. Menurut Gergner kekerasan yang ditayangkan oleh TV dapat menimbulkan ketakutan sosial dan akan menghilangkan anggapan dan juga pandangan bahwa pada dasarnya manusia adalah makhluk yang baik dan cinta damai yang memiliki lingkungan yang aman. (Morisan, 2013:105)Untuk itu pada makalah kali ini penulis akan mencoba untuk membahas tentang sebuah teori komunikasi yang dihasilkan dari penelitiannya Gerbner tentang Efek tayangan TV terhadap tatanan masyarakat, yang selanjutnya teori ini disebut dengan teori Kultivasi. Rumusan MasalahBagaimana Teori Kultivasi itu ?Bagaimana Asumsi-Asumsi Dasar dari teori Kultivasi ?BAB IIPEMBAHASANTeori KultivasiPenemuPenemu dari teori kultivasi adalah George Gerbner yang dilahirkan di Hungaria kemudian pindah ke Amerika Serikat tahun 1983, menerima B.A nya dari Universitas California dan menerima M.S serta Ph. D nya di Universitas California Selatan.Sebelum bergabung dengan Universitas Pennsylvania, ia mengajar dan menjadi ahli di beberapa universitas, diantaranya Institut Riset Komunikasi, Universitas Illinois, Universitas California Selatan, El Camino Perguruan Tinggi. Gerbner juga bergabung untuk melakukan riset-riset dan juga bergabung dalam komisi-komisi, antara lain Riset Internasional yang disukung oleh lembaga Ilmu pengetahuan nasional, isntitut kesehatan mental nasional, riset internasional dan pertukaran (IREX), komisi pengawas presiden atas penyebab dan pencegahan terhadap kekerasan, ahli badan penasehat umum Ilmiah atas televisi dan perilaku sosial, dan serikat Gereja para aktor Layar.George Gerbner adalah profesor dan dekan Annerberg School for Communication, Universitas Pennsylvania dari tahun 1964 sampai 1989. Kemudian ia menjadi seorang guru dan peneliti yang mandiri, dia juga senang mengunjungi profesor dan tokoh-tokoh di berbagai negara. Gerbner juga aktif dalam sebagai editor eksekutif jurnal komunikasi yang triwulanan dan editorial dewan encyclopedia komunikasi internasional. Beberapa karya tulisnya antara lain :Mass Media Policies in Changing Cultures, A Cross Cultural Study, Letter to The Communication Initiative Violence, Culture Wars and The Liberating Alternative, Word Communication:Communication in Twenty-First Century Mass Media Policies in Changing Culture, Analisis Kultivasi dan masih banyak lagi karyanya yang tidak dapat penulis tuliskan di tulisan ini.Dari sekian banyak karyanya yang paling terkenal adalah karyanya tentang analisis kultivasi, yang menganggap bahwa TV membuat suatu pandangan dunia, Gerbner meneliti TV karena dianggap sebagai media yang memiliki keunikan dan karaktersistik sendiri dibandingkan dengan media yang lain.Definisi TeoriJoyce saat itu sedang bersiap-siap untuk memberikan suaranya yang pertama kali. Ia telah menanti saat-saat ini sejak ia berusia 12 tahun. Joyce menganggap dirinya sebagai seorang pecandu berita, ia selalu membaca surat kabar setiap pagi, menonton berita TV lokal, CNN, jaringan berita nasional, dan juga membaca Time dan Newsweek. Ia juga selalu rajin menonton C-SPAN sebuah statsiun TV kabel yang dikhususkan untuk dunia politik. Ia tahu bahwa dia adalah termasuk sdikit dari siswa di kelasnya yang mengetahui semua prosedur hukum di pengadilan tinggi Amerika Serikat. Ia juga siap dikatai sebagi penggila berita sebab baginya mengetahui tentang dunia sangatlah menarik. Ia juga tahu bahwa ketika usia 18 tahun ia akan siap untuk hak dan kewajibannya memberikan suara.Sekarang dia dihadapkan pada sebuah keputusan saat ia harus memilih seorang gubernur negara bagiannya. Meski belum membulatkan tekad tentang keutusannya namun ia sudah cenderung pada Roberta Johndrew, kandidat yang bersikap keras terhadap tindak kejahatan. Johndrew mendukung memberikan hukuman mati, membatasi pemberian naik banding bagi orang-orang yang melakukan tindak kriminal dan lebih banyak menempatkan polisi di jalanan. Akan tetapi Joyce juga berfikir tentang Frank Milnes, seorang kandidat yang mendukung pendidikan, menurut Joyce ini juga sebuah pendapat yang menarik sebab secara statistik angka kejahatan dalam 6 terakhir mengalami penurunan yang drastis. Menurut Milne, ketika berbicara mengenai tindak kejahatan yang di ikuti dengan tindak kekerasan maka semua jenis kejahatan yang diikuti dengan tindak kekerasan telah berkurang dalam hampir satu dekade. Milnes berargumen bahwa uang yang digunakan untuk penambahan jumlah polisi, penjara, dan pelaksanaan hukuman akan lebih baik bila digunakan untuk memperbaiki sekolah- sekolah. Bahkan menurut Milnes lebih banyak uang di negara bagian itu dihabiskan untuk memenjarakan orang dibanding digunakan untuk mendidik generasi muda. Sekolah yang lebih baik, menurut ia, akan mengurangi angka kejahatan di masa yang akan datang.Dan menurut Joyce itu juga merupakan pendapat yang kuat. Ia menyesalkan bahwa para guru tidak mendapatkan bayaran yang sesuai dengan keahlian dan tanggungjawab mereka. Ia tahu di kemudian hari ia akan memiliki anak, dan ia juga berharap kalau anaknya akan mendapatkan pendidikan yang baik, ia bisa melihat dengan membayar guru lebih baik mungkin akan membantu tercapainya hal tersebut.Tetapi sebagai wanita yang masih lajang hal tersebut tidak sepenting dengan pertimbangan keamanan. Ia melihat tampaknya saat ini makin banyak terjadi tindak kejahatan, setiap menonton TV ia melihat semakin banyak tidak kejahatan yang dilaporkan. Ia sering kali merasa tidak nyaman ketika berada di luar rumah di waktu malam, bahkan sering kali ia merasa tidak nyaman ketika berada di dalam rumah sendirian. Ia berfikir mungkin ini adalah hal yang tidak rasional namun pada kenyataannya kejahatan itu ada dan terasa.Ketika ia harus memutuskan siapa yang akan mendapatkan suaranya terjadi banyak hal di dalam pikirannya, ia mempertimbangkan keadaannya saat ini sebagai wanita lajang dan juga masa depan dia sebagai seorang ibu. (West dan Turner, 2008:81) Di atas adalah sebuah ilustrasi tentang seorang wanita yang memiliki banyak pertimbangan yang bisa disebut akibat adanya pengaruh dari kegemarannya dalam menonton TV. Jika melihat kasus di atas para peneliti kultivasi akan dengan mudah menjelaskan kebingungan Joyce dalam usahanya memberikan suara untuk pemilihan Gubernur. Statistik yang resmi sebenarnya telah menunjukkan bahwa tingkat kejahatan yang disertai dengan kekerasan sebenarnya telah mulai berkurang dengan pelan tapi pasti, namun karena kegemaran nya melihat TV sehingga realitas sosialnya dibentuk dan bahkan dipertahankan oleh media. Hal ini terbukti dengan perasaan dia yang merasa tidak aman dan tidak nyaman akibat pemberitaan-pemberitaan yang dia lihat di TV. Dan itu merupakan sebuah realitas bagi Joyce, dia tidak mempedulikan realitas yang sesungguhnya. (West dan Turner, 2008:82)Dari cerita dan pemaparan di atas maka bisa diberikan sebuah definisi tentang Teori kultivasi atau disebut juga dengan analisis Kultivasi sebagai sebuah teori yang memperkirakan dan menjelaskan pembentukan persepsi, pengertian dan kepercayaan mengenai dunia sebagai hasil dari mengonsumsi pesan media dalam jangka panjang. Menurut pencipta teori ini, George Gerbner menyatakan bahwa media massa, khususnya TV, menyebabkan munculnya kepercayaan tertentu mengenai realitas yang dimiliki bersama oleh konsumen media massa. Menurutnya, sebagian besar yang kita ketahui atau apa yang kita pikir kita tahu, tidak kita alami sendiri akan tetapi kita dapatkan dari apa yang kita lihat ataupun kita dengar melalui media. (Morisan, 2013:106)Teori kultivasi memakai TV sebagai satu-satunya media yang diteliti, apakah TV bersama dengan tayangannya memiliki korelasi dengan kehidupan sosial para penikmatnya atau tidak. Teori ini berusaha untuk mengungkapkan ada atau tidaknya korelasi antara TV beserta program di dalamnya dengan perubahan kehidupan sosial penikmatnya.Pada awalnya penelitian ini dilakukan untuk meneliti adanya hubungan tayangan kekerasan yang sering ditayangkan di TV dengan tingkat kejahatan yang terjadi. Namun pada perkembangannya teori ini juga dapat digunakan untuk meneliti tayangan-tayangan yang non kekerasan. Misalnya (Dominick, 1990) menuliskan adanya penelitian yang dilakukan oleh seorang mahasiswa Amerika yang melakukan pengamatan kepada orang-orang yang menjadi pecandu opera sabun (Heavy Soap Opera) mereka lebih mungkin melakukan affairs (penyelewengan), bercerai, dan menggugurkan kandungan dari pada mereka yang bukan pecandu.Teori kultivasi muncul ketika terjadi perdebatan antara Ilmuan komunikasi yang mengatakan bahwa media memiliki efek yang sangat kuat dan kelompok yang meyakini keterbatasan efek media massa. Dan kelompok yang menganggap efek media massa bersifat langsung dan yang menganggap efek media massa bersifat tidak langsung atau komulatif. Dan teori ini memiliki kesimpulan bahwa efek media massa lebih bersifat komulatif dan lebih mengena kepada tataran sosial budaya ketimbang mengena pada individu. (Saifuddin dan Venus, 2007:83)Menurut Signorealli dan Mogan (1990) analisis kultivasi merupakan lanjutan dari penelitian Gerbner tentang efek media yaitu Cultural Indicator yang meneliti tentang proses institusional dalam produksi isi media, image (kesan) isi media dan hubungan antara terpaan pesan TV dengan keyakinan dan perilaku khalayak. (Saifuddin dan Venus, 2007:83)Kemudian teori ini dikembangkan untuk mempelajari dampak dari menyaksikan TV pada persepsi, perilaku dan nilai orang-orang. Teori ini dimulai dari sebuah asumsi bahwa TV telah menjadi bagian dari keluarga yang sangat penting dan paling banyak berbicara serta memberikan cerita. (Salam, 2012:5)Teori kultivasi tidak membatasi pada satu tayangan televisi saja namun mengemukakan gagasan mengenai budaya secara keseluruhan. Teori ini memberikan perhatian secara total kepada pola komunikasi yang disajikan oleh TV melalui berbagai tayangannya secara komulatif dalam jangka waktu yang panjang. Misalnya program berita kriminalitas yang ditayangkan sebagian besar TV di Indonesia setiap hari memberikan gambaran simbolik mengenai lingkungan yang tidak aman, penuh dengan orang-orang jahat dan hal-hal negatif lain, meskipun secara resmi statistik di kepolisian misalnya menunjukkan penurunan angka kejahatan secara signifikan, namun tetap saja orang akan merasa tidak nyaman ketika ia berada sendirian di suatu tempat. Film-film horor yang sering diputar memberikan gambaran yang keliru mengenai dunia yang dipenuhi dengan hantu dan setan yang memberikan teror kepada manusia. Dan bahkan situasi yang semacam ini mampu membuat orang yang berfikir rasional menjadi tidak rasional, mereka takut sendiri jika ditempat yang sepi apalagi jika malam hari. (Morisan, 2013:106-107)Iver Peterson (2002) yang pernah meneliti tentang penyakit antrax di Amerika pada tahun 2001 melihat bahwa meskipun pemberitaan tentang penyakit antrax ini sangat mencemaskan karena pemberitaannya sangat luas dan riil, namun kasus antrax yang betul-betul terjadi sebenarnya sangatlah jarang. Di Indonesia juga pernah terjadi, ketika beberapa waktu yang lalu, pemberitaan penyakit flu burung yang ditayangkan di semua stasiun TV setiap hari, menyebabkan semua orang yang berobat ke rumah sakit dengan gejala flu dan demam yang tinggi selalu dicurigai terkena flu burung, namun dengan bahasa dicurigai atau suspect flu burung. (Morisan, 2013107)Perasaan cemas, tidak aman, tidak nyaman atau takut yang dialami menurut teori kultivasi disebut sebagai sebuah realitas sosial dari orang yang bersangkutan dimana perasaan-perasaan itu ditimbulkan dan dipelihara oleh media massa, khususnya TV. (Morisan, 2013:106-107)Dari semua pemaparan di atas bisa ditarik sebuah kesimpulan bahwa teori kultivasi adalah teori yang mempelajari tentang adanya hubungan antara tayangan TV dengan realitas sosial yang dialami oleh masyarakat.Esensi TeoriSecara keilmuan, untuk menunjukkan adanya hubungan antara TV dengan khalayak, para peneliti kultivasi ini menggunakan empat proses tahapan, pertama message system analisis (menganalisis isi program TV), kedua formulation of question about viewers social realities (pertanyaan yang berkaitan dengan realitas sosial penonton TV), ketiga survey the audience (menanyakan kepada audien tentang apa yang mereka konsumsi dari media), keempat membandingkan antara penonton berat dengan orang yang jarang menonton TV. Dan dari keempat proses itu dapat disederhanakan menjadi dua analisis yaitu:Analisis isi (content analysis), mengidentifikasi tema-tema yang disajikan oleh TV.Analisis khalayak (audience research), mencoba melihat pengaruh tema-tema tersebut terhadap penonton. (Saifuddin dan Venus, 2007:84)Teori ini memandang bahwa media massa terutama TV memiliki pengaruh terhadap orang yang sering menontonnya, dan besar kecilnya pengaruh ini juga didasarkan pada seberapa sering masyarakat menonton acara TV. Maka menurut Wood (2004) ada beberapa asumsi pokok dari teori ini.TV merupakan media yang unik, TV membawa pesan audio dan visual sekaligus. TV juga memiliki karakteristik yang bersifat Pervasive (menyebar dan hampir dimiliki oleh seluruh keluarga), assesible (mudah untuk diakses, tidak perlu keahlian khusus), dan juga coherent (mempresentasikan pesan yang sama tentang masyarakat dengan melintasi program dan waktu).TV membentuk budaya maistreaming dan resonance, (Gerbner, Gross, Morgan dan Signorelli, 1980) mengartikan mainstreaming sebagai kemampuan untuk memantapkan dan menyeragamkan berbagai pandangan masyarakat yang berbeda menjadi satu pemahaman yang sama terhadap realitas. West dan Turner (2008) mengatakan mainstreaming atau Pengarusutamaan adalah kecenderungan bagi para penonton kelas berat untuk menerima realitas budaya dominan yang mirip dengan yang ditampilkan di TV meskipun sebenarnya berbeda dengan keadaan yang sebenarnya. Dalam proses mainstreaming ini TV pertama kali mengaburkan (blurring), kemudian mencampurkan (blending) dan terakhir membengkokkan (bending) realitas budaya yang beragam menjadi mainstreaming tersebut. Sedang Resonance diartikan sebagai sebuah keadaan dimana ketika realitas penonton yang sedang dia jalani sesuai dengan realitas yang digambarkan di dalam TV. Pada esensi ini kultivasi dapat menghasilkan dampak pada dua level, pertama pembelajaran mengenai fakta-fakta. Kedua hipotesis mengenai isu yang lebih umum yang dibuat orang mengenai lingkungan mereka. (West dan Turner, 2008:90)TV menanamkan asumsi tentang hidup secara luas, ketimbang memberikan opini dan sikap yang lebih spesifik.Semakin banyak orang menghabiskan waktu di depan TV makan semakin kuat kecenderungan untuk menyamakan realitas TV dengan realitas sosial. Di sini penonton mempersepsikan apapun yang ditayangkan oleh TV sebagai suatu yang terjadi sebenarnya.Penonton ringan (light viewers) cenderung menggunakan sumber informasi dengan lebih bervariasi. Sedangkan penonton kelas berat (heacy viewer) hanya mengandalkan TV sebagai sumber informasinya.Perkembangan teknologi bau memperkuat pengaruh TV. Asumsi ini diajukan pada 1990 ketika teknologi informasi mengalami kemajuan yang sangat luar biasa, asumsi berpandangan munculnya teknologi-teknologi pendukung tidak akan mengurang dampak dari TV malah akan semakin menguatkannya.Dari sini, Gerbner menandaskan bahwasanya media massa, khususnya TV memiliki dampak yang besar atas perilaku penontonnya (behavior effects). Pengaruh tersebut tidak muncul secara langsung namun bersifat komulatif dan tidak langsung. Hal inilah yang membedakan teori ini teori Hypodermic Neddle Theory, Agenda Setting, Spiral of Silent. Pengaruh yang muncul pada diri penonton merupakan tahap lanjut setelah media terlebih dahulu mengubah dan membentuk keyakinan-keyakinan tertentu pada diri mereka melalui berbagai acara yang ditayangkan. Dan teori ini membahas pengaruh pada tingkat komunitas atau kelompok bukan hanya terbatas pada individu. (Saifuddin dan Venus, 2007:85)Diantara berbagai teori dampak media, teori kultivasi merupakan teori yang menonjol, dinyatakan oleh Gerbner bahwa TV adalah media modern yang telah memperoleh tempat yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat, sehingga dengan ini TV bisa mendominasi lingkungan simbolik kita dengan cara menggantikan pesannya tentang realitas bagi pengalaman pribadi dan sarana dunia lainnya. (Saifuddin dan Venus, 2007:84) Asumsi-Asumsi DasarDalam mengemukakan posisi bahwa realitas yang di perantarai oleh TV menyebabkan khalayak menciptakan realitas yang berbeda dengan yang sebenarnya. Analisis kultivasi membuat beberapa asumsi:TV secara esensi dan fundamental, berbeda dengan bentuk-bentuk media massa pada umumnya.TV membentuk cara masyarakat berfikir dan berinteraksi.Pengaruh TV bersifat terbatas. Asumsi pertama dari teori kultivasi menekankan pada keunikan atau mungkin dikatakan kekuatan TV dibandingkan dengan media lain. TV memiliki akses yang paling tinggi untuk menjangkau masyarakat, dalam bukunya West dan Turner tercatat 98% rumah di Amerika di dalamnya pasti ada TV. TV sangat mudah untuk di nikmati, tidak membutuhkan kemampuan membaca sebagaimana media cetak untuk dapat menikmatinya. Tidak seperti film di bioskop yang harus bayar, TV dapat dinikmati secara gratis, tidak seperti radio yang hanya mengeluarkan audio saja namun TV mengkombinasikan antara audio dan visual. TV juga tidak butuh mobilitas, dan dapat dikonsumsi oleh semua kalangan dan umur.Karena TV dapat diakses oleh siapa saja menjadikan TV sebagai senjata budaya utama Fungsi utama dari kebudayaan utama adalah untuk menstabilkan pola-pola sosial, untuk memperkuat resistensi terhadap perubahan. (West dan Turner, 2008:87) dari budaya kita. TV dapat menyajikan dua kelompok berbeda dan menunjukkan persamaan mereka. misalnya, pada masa serangan awal di Irak, TV mentransmisikan siaran langsung dari Baghdad. Mereka yang mendukung pengeboman menyatakan pentingnya menyerang target-target militer kunci, sementara mereka yang menentang perang ini merasa butuh informasi tentang korban yang jatuh di perang ini. dan TV lah yang bisa memberikan suguhan kepada dua kubu ini untuk menunjukkan dua sisi gambaran perang yang berbeda. TV merupakan pencerita utama dan mampu mengumpulkan dua kelompok yang berbeda menjadi satu. (West dan Turner, 2008:85) Analisis yang kedua berkaitan dengan dampak dari TV. Teori kultivasi ini tidak membicarakan mengenai apa yang dilakukan orang setelah dia menonton tayangan kekerasan di TV, namun teori ini mengemukakan bahwa menyaksikan tayangan kekerasan di TV membuat kita takut, karena tayangan kekerasan mampu menanamkan gambaran ke dalam otak mengenai dunia yang jahat dan berbahaya. (Morissan, 2013:105) hal ini tentunya berbeda dengan beberapa teori misalnya, teori pembelajaran sosial yang memiliki asumsi bahwa manusia cenderung melakukan kekerasan setelah terpapar kekerasan itu sendiri. Atau pendekatan lain seperti pemikiran mengenai katarsis, yang mengasumsikan bahwa menonton kekerasan akan membersihkan diri kita dari dorongan untuk melakukan kejahatan dan kekerasan. (West dan Turner, 2008:88) Televisi tidak lebih berusaha untuk mempengaruhi kita (TV tidak berusaha meyakinkan Joyce bahwa jalan merupakan tempat yang tidak aman) melainkan melukiskan gambaran yang kurang lebih meyakinkan seperti apa dunia yang sebenarnya. (West dan Turner, 2008:87)Analisis kedua ini membuktikan bahwa pemikiran masyarakat sangat dipengaruhi oleh banyaknya intensitas mereka dalam menonton TV, sebagai contoh orang tua yang sering melihat berita adanya penculikan anak-anak, akan merasa lebih khawatir jika anaknya di culik dibandingkan dengan orang tua yang jarang melihat tayangan seperti itu. Orang yang suka melihat berita kriminal ketika marak berita begal- akan merasa lebih was-was di jalan dibanding dengan orang yang tidak mengkonsumsi berita itu. Atau orang yang sering melihat tayangan investigasi kecurangan para pelaku kecurangan akan memiliki rasa takut untuk membeli produk atau makanan di toko-toko atau di swalayan-swalayan.Asumsi ketiga menyatakan bahwa dampak dari TV itu terbatas. Teori kultivasi tidak memandang TV memiliki efek yang kuat, namun justru memiliki dampak yang terbatas terhadap individu dan juga budaya. Hal ini mungkin aneh jika kita melihat pada faktanya di masyarakat TV tersebar sangat luas sekali, namun berdasarkan observasi yang dapat diamati, diukur, dan independen relatif sangat kecil. Hal ini sekaligus ingin mendukung gagasan mengenai efek media massa yang terbatas.Namun Gerbner mencoba menggunakan analogi zaman es untuk membedakan antara analisis kultivasi dengan gagasan efek media terbatas. Analogi ini menyatakan bahwa pergeseran temperatur rata-rata berapa derajat menurun lebih rendah lama-lama akan membawa kita kembali kepada zaman es. Analogi ini menyatakan bahwa TV tidak memiliki dampak yang besar, namun pengaruhnya terus menerus dan berkelanjutan meskipun terbatas atau kecil, dan akan berpengaruh terhadap pola hidup masyarakat. (West dan Turner, 2008:88)Dalam hal ini, ukuran suatu efek menjadi kurang penting dibandingkan dengan arah efek dan berlangsung terus menerus. Meskipun efek TV terhadap budaya relatif kecil, tetapi pengaruh itu ada dan signifikan. Teori ini menurut Gerbner tidak membahas tentang kasus tayangan tertentu akan membuat orang berperilaku tertentu, namun yang tepat adalah menonton TV pada umumnya akan menghasilkan pengaruh yang bersifat komulatif dan luas dalam hal bagaimana kita memandang dunia kita. (Morissan, 2013:109)Pada prinsipnya meskipun TV memiliki dampak yang relatif kecil namun dampak itu ada dan berlaku terus menerus, yang membuat akhirnya dampak itu lama-kelamaan akan terlihat besar menerpa konsumen TV.Kritik TeoriAnalisis Kultivasi dikritik berkaitan dengan beberapa kriteria, dianataranya:Konsistensi LogisPara kritikus melihat bahwa metode-metode yang digunakan CA tidak sesuai dengan jangkauan konseptual teori ini. para kritikus melihat jika analisis kultivasi menggunakan metode sosial ilmiah yang biasanya dihubungkan dengan perspektif transmisional dan penemuan dampak terbatas. Tetapi, CA mempelajari pertanyaan budaya yang lebih besar yang biasanya ditanyakan oleh para humanis.KegunaanCA juga dikritik karena klaim-klaimnya tidak selalu berguna dalam menjelaskan fenomena yang ingin diteliti: bagaimana memandang dunia. Pertama, Newcomb (1978) berargumen bahwa kekerasan tidak ditampilkan secara seragam di TV sebagaimana diasumsikan oleh CA, jadi TV tidak dapat bertanggung jawab sepenuhnya untuk menumbuhkan perasaan realitas yang sama bagi semua penonton. Selain itu CA juga dikritik karena mengabaikan isu-isu lain seperti realisme yang dipersepsikan da dalam isi TV, yang mungkin sangat penting dalam menjelaskan pemahaman orang mengenai realitas. Peneliti lain juga menemukan jika perhatian terhadap TV jauh lebih penting dalam membentuk persepsi dibandingkan dengan sebatas menonton. Fakta bahwa CA tampaknya mengabaikan proses-proses kognitif seperti perhatian atau pemikiran rasional membuatnya lebih tidak berguna dari yang diinginkan.Pengujian Waktu berjalanTerdapat dua isu yang mulai menentang teori ini setelah tiga puluh tahun munculnya teori ini. Pertama, kajian-kajian yang didasarkan pada prinsipnya gagal untuk menemukan hasil yang konsisten dengan prediksi-prediksi CA. Leo Jeffres, David Adkin, dan Kimberley Neuendorf (2001) misalnya, menemukan bahwa penonton TV kelas berat justru memiliki keragaman pendapat mengenai isu-isu publik dan tidak mengarahkan orang ke dalam mainstream sebagaimana diprediksikan oleh CA.Kedua, sebagaimana diamati oleh James Shanahan dan Michael Morgan (1999), zaman dan penggunaan media berubah ketika semakin banyak orang tumbuh bersama TV, maka akan sangat sulit menentukan mana penonton kelas berat dan mana penonton kelas ringan. Kemajuan Teknologi mempengaruhi cara orang menonton TV, untuk sangat mungkin jika beberapa dari prinsip CA tidak memiliki kebenaran lagi. (West dan Turner, 2008:95-96)Penelitian TerdahuluSebagai sebuah pisau analisis, analisis kultivasi banyak digunakan oleh para peneliti terutama untuk meneliti dampak dari mengkonsumsi media massa dalam hal ini adalah TV. Dan salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Ivan Ibnu Salam dalam sebuah penelitian yang diberi judul Hubungan antara Terpaan Drama Korea di Televisi dengan Gaya Hidup Penonton dan tulisan ini dimuat dalam eJurnal Mahasiswa Universitas Padjadjaran Vol. 1., No.1 (2012). Penelitian tersebut menggunakan metode kuantitatif dengan responden diambil dari penggemar drama Korea yang tergabung dalam komunitas K Drama Kaskusers Lovers dimana populasi dari responden berjumlah 762 orang. Yang kemudian dengan menggunakan teknik Probability sampling di dapatkan 117 orang sebagai sempel dari penelitian ini. dan penelitian dengan menggunakan teknik korelasi ini berkesimpulan jika terpaan drama Korea memiliki hubungan yang cukup erat dengan gaya hidup penontonnya. Sehingga diasumsikan terpaan drama Korea memiliki pengaruh terhadap gaya hidup penontonnya. Hasil ini tentunya menguatkan teori kultivasi, yang menyatakan bahwa mengkonsumsi siaran TV akan berdampak pada realitas sosial konsumennya.Ada lagi penelitian yang juga dimuat di eJurnal Mahasiswa Universitas Padjadjaran Vol. 1., No.1 (2012). Penelitian ini dilakukan oleh Windi Grahita, yang meneliti Hubungan antara Terpaan Tayangan Reportase Investigasi TRANS TV dengan Persepsi Penonton pada Tindak Kejahatan dan Penipuan sama seperti penelitian di atas penelitian ini juga menggunakan jenis penelitian kuantitatif, yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah ibu-ibu rumah tangga yang ada di Kelurahan Pasir Endah RW 5 Bandung, hal ini dipertimbangkan oleh peneliti karena ibu-ibu lebih rentan terkena penipuan dan kejahatan. Populasi ibu-ibu rumah tangga di Kelurahan Pasir Endah RW 5 Bandung berjumlah 251 dan setelah dilakukan teknik Simple Random Sampling maka di dapatkan 72 ibu-ibu sebagai responden dari penelitian ini. setelah dilakukan olah data dengan menggunakan teknik analisis statistik inferensial maka penelitian ini juga berkesimpulan bahwa terdapat hubungan antara terpaan, isi, dan juga intensitas tayangan reportase investigasi TRANS TV terhadap persepsi penonton pada tindak kejahatan dan juga penipuan. Dan masih sama seperti penelitian terdahulu bahwa hasil penelitian ini juga mendukung adanya teori kultivasi.Daftar PustakaAhmadi, Dani dan Yohana, Nova. Kekerasan di Televisi, Perspektif Kultivasi.2007. Mediator Vol. 8. http://mydistra.blogspot. Com/2009/01/kultivasi-gerbner.htmlhttp://wsmulyana.wordpres.com/2009/01/09/teori-kultivasi/" http://wsmulyana.wordpres.com/2009/01/09/teori-kultivasi/Ivan Ibnu Salam. Hubungan antara Terpaan Drama Korea di Televisi dengan gaya Hidup Penonton. 2012. Bandung:eJurnal Mahasiswa Unpad.Morissan, M. A. Teori Komunikasi Massa, Media, Budaya, dan Masyarakat, 2013, Bogor:Ghalia Indonesia.Saifuddin dan Venus, Antar. Cultivation Theory. 2007. Mediator Vol 8.Santoso, Edi dan Setiansah, Mite. Teori Komunikasi. 2010. Yogyakarta:Graha Ilmu.West, Richard dan Turner, Lynn H, Introduction Communication Theory : analysis and application, diterjemahkan oleh Maria Natalia Damayanti Maer, Pengantar Teori Komunikasi, Analisis dan Aplikas., 2008. Jakarta:Salemba Humanika.Windi Grahita. Hubungan antara Terpaan Tayangan Reportase Investigasi TRANS TV dengan Persepsi Penonton pada Tindak Kejahatan dan Penipuan. 2012. Bandung:eJurnal Mahasiswa Unpad.