Kulit Kering dan Noda Hitam di Wajah
Transcript of Kulit Kering dan Noda Hitam di Wajah
-
8/8/2019 Kulit Kering dan Noda Hitam di Wajah
1/4
Bercak Hitam dan Kulit Kering
oleh Evan Regar, 0906508024
Bercak Hitam
Secara umum, dalam ilmu penyakit kulit dikenal istilah kelainan pigmentasi pada kulit. Kelainan ini disebabkan
oleh bertambahnya dan/atau berkurangnya pembentukan pigmen melanin pada kulit. Warna kulit secara normal
dipengaruhi oleh: (1) hemoglobin tereduksi (yang memberikan kesan biru); (2) hemoglobin teroksigenasi /
oxyhemoglobin (yang memberikan kesan merah); (3) karotenoid (memberikan kesan kuning); dan (4) melanin
(memberikan kesan cokelat-gelap). Walaupun demikian, melanin dominan dalam menentukan tiga warna kulit
dasar seseorang (yang ditentukan secara genetikdisebut constitutive melanin pigmentation), yakni hitam, cokelat,
atau putih.1
Peningkatan melanin (hipermelanosis) dapat diakibatkan faktor genetik, hormonal (seperti pada penyakit Adisson),
peningkatan kadar hormon melanotropin pituitari, serta paparan terhadap radiasi ultraviolet (UVR). Hipermelanosis
dapat berupa: (1) peningkatan jumlah melanosit; atau (2) tidak ada peningkatan melanosit tapi terjadi
peningkatan produksi melanin.
Lentigo ialah makula yang biasanya berwarna cokelat, berbentuk bulat. Lentigo disebabkan oleh pertambahan
jumlah melanosit pada taut dermo-epidermal. Secara khusus, pada orang dewasa, dikenal istilah senile lentigo (atau
solar lentigo, old age spot, liver spot, sun-induced freckle, atau senile freckle). Terjadi di usia 40 hingga 60, batas
tegas, warna mulai dari cokelat muda hingga cokelat gelap, berukuran 1-3 cm, bentuknya bulat atau oval dengan
batas berbentuk tidak teratur. Distribusi ruam tampak di daerah kulit yang sering terpajan matahari, seperti dahi, pipi,
daerah hidung, tangan dan lengan bagian dorsal, punggung, serta dada. Kulit orang kaukasian sering mengalami
solar lentigo, juga pada kulit-kulit orang asia. Mekanisme terjadinya lentigo adalah akibat proliferasi sel-sel
melanosit, yang akhirnya meningkatkan melanisasi kulit. Berbeda dengan efelid (freckle) yang juga memiliki
gambaran yang sama namun diakibatkan peningkatkan produksi melanin dan cenderung tanpa diikuti penambahan
jumlkah sel melanosit. Senile lentigo, selain diakibatkan penambahan melanosit, diduga penyebab lainnya adalah
hiperplasia melanosit. Sindrom LEOPARD dan Peutz-Jeghers juga ditandai dengan lentigo. Solar lentigo dapat
diinduksi oleh efek mutagenik akibat paparan terhadap sinar UV sebelumnya, sehingga terjadi peningkatan produksimelanin . Mutasi gen FGFR3 dan PIK3CA ditemukan pada beberapa kasus solar lentigo.
Di sekitar area yang mengalami hiperpigmentasi, kadang ditemui juga keadaan hipopigmentasi sehingga semakin
menimbulkan perbedaan warna kulit.3
Pada pemeriksaan histopatologik didapati gambaran berpisahnya geligi
epidermal dengan lapisan basal.. Meskipun tidak berbahaya, senile lentigo menggambarkan pajanan berlebih
terhadap sinar matahari terutama pada orang-orang berusia lanjut, dan menunjukan peningkatan risiko kanker kulit
sebagai efek kroniknya.
Biopsi perlu dilakukan apabila didapati kecurigaan terhadap diagnosis diferensial yang ditandai dengan
pertumbuhan yang sangat cepat, lesi yang dicurigai suatu melanoma, serta lesi-lesi yang menimbulkan rasa nyeri
dan perdarahan.
Untuk mengatasi lentigo, dapat digunakan siroterapi cahaya dengan nitrogen cair, pemutihan (bleaching) dengan
hidrokuinon, pengelupasan kimiawi dengan asam trikloroasetat (trichlor), obat lain seperti mequinol, tretionin,
tarzarotene, dan adapalene, serta menggunakan terapi laser dengan jenis laser YAG.
Black spot, atau disebut juga melasma adalah suatu keadaan hipermelanosis yang didapat, dengan gambaran klinis
makula (suatu ruam yang berbatas tegas berupa perubahan warna semata-mata, tidak menonjol), tidak merata,
dapat berwarna mulai cokelat muda sampai cokelat tua, predileksinya di daerah yang terpajan UVR, khususnya di
wajah. Onsetnya umumnya pada orang dewasa (30-44 tahun), dengan predileksi jenis kelamin perempuan lebih
-
8/8/2019 Kulit Kering dan Noda Hitam di Wajah
2/4
tinggi daripada laki-laki (pria hanya 10%)1, 2
Selain daripada paparan UVR, penggunaan kontrasepsi dan terapi
hormon juga dapat menimbulkan gejala melasma. Lesi dapat timbul beberapa minggu setelah paparan sinar matahari.
Patogenesisnya belum diketahui secara jelas, namun diduga akibat: (1) peningkatan produksi melanosom baik
akibat UVR, hormon, maupun bahan farmakologik; dan (2) penghambatan turnover dari lapisan sel malpighi
(stratum basalde dan stratum spinosum, yang merupakan stratum germinativum) akibat obat-obatan sitostatik.
Etiologi dari melasma adalah: (1) sinar UV yang mampu merusak gugus sulfhidril (sulfhidril mampu menghambataktivitas tirosinase melalui pengikatan ion Cu), sehingga proses melanogenesis terus berlangsung; (2) hormon
seperti MSH; (3) obat farmakologik, seperti difenil hidantoin, mesantoin, klorpromasin, obat-obat sitostatik; (4)
genetik dengan kasus sebanyak 20-70%; (5) ras; (6) penggunaan kosmetika yang bisa menyebabkan
fotosensitivitas jika terpajan sinar matahari; dan (7) idiopatik. Diagnosis melasma ditegakkan dengan pemeriksaan
klinis, namun untuk menentukan tipe melasma perlu dilakukan pemeriksaan sinar Wood. Untuk mencegah
melasma diperlukan perlindungan terhadap paparan sinar matahari (jam 9 sampai 15). Menggunakan krim tabir
surya (baik fisis, yang memantulkan UV; serta kimiawi, yang menyerap UV) baik yang mengandung PABA
maupun tidak mengandung PABA) sekitar 30 menit sebelum paparan sinar matahari. Pengobatan melasma
dilakukan dengan topikal, antara lain penggunaan krim hidrokinon digunakan malam hari disertai tabir surya
pada siang hari, efek dalam 2 hingga 6 bulan); asam retinoat (tretionin), dan asam azelat. Pengobatan sistemik
dilakukan dengan konsumsi vitamin C (mengubah melanin oksidasi warna gelap- menjadi melanin reduksi
warna lebih terang), dan glutation (senyawa SH tereduksi untuk menghambat pembentukan melanin). Pengelupasan
serta bedah laser juga dapat dilakukan.
Gambar 1(kiri) Gambaran melasma pada wajah1; (kanan) Gambaran solar lentigo pada punggung tangan
4
Gambar 2Gambaran solar lentigo pada kulit wajah seorang wanita5
Kulit Kering6
-
8/8/2019 Kulit Kering dan Noda Hitam di Wajah
3/4
Lapisan epidermis (terutama stratum korneum) merupakan lapisan yang terutama berperan dalam kelembaban kulit.
Secara biokimia, protein struktural keratin dan filaggrin berperan dalam proses kelembaban kulit. Korneosit (atau
keratinosit yang telah berada pada lapisan stratum korneum, mengalami keratinisasi dan telah mati) mengandung
keratin yang bermanfaat untuk menjaga kadar air (water-retaining keratin), selain untuk membentuk struktural
lapisan epidermis, yang kemudian dikelilingi oleh selubung protein dan lemak.. Lapisan lemak dwilapis berada di
sekeliling sel-sel ruang ekstraseluler. Sistem ini akan menjaga secara alamiah kelembaban kulit.
Filagrin adalah protein yang awalnya mulai menggumpal di lapisan granulosa sel-sel kulit. Seiring maturasi
keratinosit (naik ke lapisan yang lebih atas), filagrin akan bergabung dengan keratin membentuk suatu kompleks.
Kompleks ini mencegah filagrin didegradasi oleh enzim proteolitik. Seiring proses maturasi, enzim mulai merusak
kompleks keratin-filagrin, yang akhirnya filagrin berada di luar korneosit dan keratin tetap berada di dalam
korneosit. Apabila kelembaban kulit berkurang, enzim protelitik di stratum korneum akan memicu
perusakkan filagrin menjadi asam amino bebas. Asam amino bebas, bersama dengan zat lain seperti asam laktat,
ujrea, dan garam berada di stratum korneum dan berfungsi sebagai faktor pelembab alamiah (natural moisturizing
factors), dan bekerja dengan cara menarik dan menahan air, alias sifat higroskopis. Proteolisis filagrin hanya
berlangsung apabila kulit kering. Adapun proses ini bermanfaat untuk mengendalikan tekanan osmosis kulit dan air
yang dikandung oleh lapisan kulit.
Selain daripada proses di atas, deskuamasi, atau pelepasan sel-sel kulit mati (the shedding of skin cells) juga penting
untuk menjaga kehalusan kulit. Deskuamasi dilakukan oleh proses enzimatik (khususnya proses pelarutan
desmosom koneksi antarsel korneosit). Enzim proteolitik desmosom yang berada intraseluler ini cenderung
hanya bekerja apabila kulit berada dalam kondisi cukup air (well-hydrated). Kekurangan air akan
menyebabkan proses deskuamasi berjalan tidak normal dan mengakibatkan kulit menebal, kering, kasar, dan
bersiisk.
Lemak interseluler merupakan lapisan bertumpuk (multilamellae) yang beradda mengelilingi korneosit dan
menyimpan air di dalam strukturnya. Lapisan ini terutama terdiri atas koelseterol, asam lemak bebas, dan
spingolipid yang berasal dari degenerasi sel-sel granular. Seramida, salah satu jenis sffginlipid berperan dalam
menghasilkan struktur lemak bertumpuk ini. Struktur ini akan memerangkap molekul air di regio hidrofilik (perlu
diingat bahwa struktur lemak memiliki daerahg hidrofilik dan hidrofobik). Selain daripada itu, struktur ini juga
mengelilingi koreneosit untuk mencegah aliran air dan zat-zat pelembab alamiah keluar dari stratum korneum
dengan membentuk barrier yang impermeabel. Pada usia 40 tahun ke atas, struktur lipid interseluler ini mulai
berkurang kualitas dan jumlahnya, sehingga kulit akan lebih mudah mengalami kering.
Kulit kering (dan bersisik) merupakan kondisi di mana penyebab utamanya adalah kehilangan air pada lapisan
stratum korneum. Kehilangan air ini disebut juga dengan kondisi TEWL (transepidermal water loss). Dikatakan
bahwa kulit akan menajdi kering, bersisik, dan kontur elastis kulit berkurang apabila kadar air kurang dari 10% (dari
kadar normal sekitar 30%). Stratum korneum sendiri mampu menyimpan air dan menerima air yang berasal dari
lapisan di bawahnya (dermis), serta dari lingkungan luar tubuh. Air menjadi begitu penting karena air merupakan
penyebab timbulnya sifat plastis dan lunak pada kulit. Jumlah air pada lapisan stratum korneum berubah-ubah
tergantung kelembaban lingkungan, seperti pajanan terhadap udara dingin dan berangin dengan kelembaban
lembab menyebabkan kulit menjadi kering. Apabila protein keratin di stratum korneum mengalami denaturasi, akanterjadi kehilangan faktor-faktor pelembab alami (natural moisturizing factors), seperti pelarut, detergen, sabun, dan
air yang berlebihan, serta bahan kimia iritan lain.
Sabun dan pelembab merupakan bahan pengiritasi sedang. Penggunaan bahan ini dapat menyebabkan protein kulit
mengalami denaturasi dan kerusakan lapisan lamela lipid, sehingga terjadi kehilangan faktor pelembab alamiah
dan mengurangi kohesi (kerekatan) antarsel. Akibatnya, terjadi penurunan kapasitas penyimpanan air kulit dan
terjadinya TEWL. Pajanan terhadap bahan pengiritasi menyebabkan TEWL karena fungsi barrier pelindung yang
terletak di stratum korneum mengalami penurunan fungsi.
-
8/8/2019 Kulit Kering dan Noda Hitam di Wajah
4/4
Courtesy: electronic.districsides.com
Bahan-bahan pelembab kulit (moisturizers) adalah bahan kimia yang meningkatkan kadar air di stratum
korneum. Pada umumnya bahan pelembab kulit bekerja melalui bahan-bahan humektan (suatu bahan higroskopis =
menyerap air) serta bahan-bahan oklusif(mampu menghambat pengeluaran air dari kulit) yang mirip dengan bahan
pelembab kulit alami. Contoh bahan-bahan oklusifadalah petrolatum, lilin, dan lanolin. Bahan-bahan humektan
cenderung menarik air dari dermis dalam, jarang dari lingkungan luar. Adanya hidrasi stratum korneum akan
menormalkan fungsi lemak interselular dan proses deskuamasi alamiah. Bahan-bahan humektan antara lain asam
amino, asam laktat, asam alfa hidroksil, propilena glikol, gliserin, dan urea. Selain daripada yang telah
dijelaskan, pelembab kulit mengandung bahan yang mampu meningkatkan kehalusan kulit dengan melumasi dan
mengisi celah-celah antarsel yang kering, yang sering dikatakan sebagai bahan aktif pelembab, sementara bahan
pasif akan membantu melarutkan, mendistribusikan, dan menstabilkan bahan aktif.
Gambar 3(ki) Struktur lapisan korneosit serta molekul-molekul yang berperan dalam kelembaban kulit; (ka)
struktur lapisan lemak bertingkat yang akan memerangkap air di dalam strukturnya6
Referensi
1. Wolff K. Johnson RA. Suurmond D. Fitzpatricks coloratlas & synopsis of clinical dermatology, 5
thedition. New
York: McGraw Hill; 2007.
2. Djuanda A. Hamzah M. Aisah S. Buku ajar ilmu penyakitkulit dan kelamin, edisi kelima. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2007.
3. Hall JC. Sauers manual of skin disease, 9th edition,Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2005.
4. Uniklinik-Frieburg: diunduh dari www.uniklinik-freiburg.de
5. Schwartz RA: diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/1068503-overview6. Marino C from Washington State Department of Labor and Industries. Skin physiology, irritants, dry skin,
and moisturizers. Diunduh dari: www.lni.wa.gov/Safety/Research/Dermatitis/files/skin_phys.pdf .