KULIAH KEWARISAN ADAT 21 Februari 2012 · PDF fileDi Nias Lompat batu ... o uang adat hanya...
Transcript of KULIAH KEWARISAN ADAT 21 Februari 2012 · PDF fileDi Nias Lompat batu ... o uang adat hanya...
Chelpira Intan Permatasari FHUI 2010/1006661512
KULIAH KEWARISAN ADAT 21 Februari 2012
Pertemuan ke – 2
Hukum kewarisan yang akan dipelajari:
a. Patrilineal : batak (beralih-alih: Bali)
b. Matrilineal: Minang
c. Bilateral: Jawa
Tujuan mempelajari hukum keluarga:
a. Pengertian hukum keluarga dalam bidang hukum
b. Prinsip – prinsip umum dan implementasinya
c. Dikaitkan dengan UU No 1 Tahun 1974
d. Berbagai bentuk perkawinan: kawin jujur, kawin semendo
Tunangan: tukar cincin melambangkan keterikatan pihak laki-laki dan perempuan
Kawin semendo: mengubah status hukum perempuan menjadi laki – laki (Santana tarikan)
KULIAH HUKUM ADAT 28 Februari 2012
Pertemuan ke – 3
Manusia sebagai subjek hukum
Subjek hukum: Pribadi & Kodrati
Badan hukum
Pribadi kodrati: manusia sebagai pengemban hak dan kewajiban dapat melaksanakan hak – hak nya manusia
sejak dilahirkan sudah menjadi subjek hukum
Syarat: Cakap
Pengertian cakap menurut para sarjana
Ter Haar: bahwa seseorang dianggap dewasa apabila telah menikah meninggalkan tempat
kediaman orag tua atau mertuanya dan mendirikan rumah tangga sendiri
Prof. Djojodiguno (Guru Besar UGM)
cakap hukum/dewasa/ apabila sudah hidup mandiri & berkeluarga/ sudah mentas/mencar
Prof. Supomo (Guru besar Hk.Adat)
Seseorang dianggap dewasa:
- Sejak ia kuat gawe
- Sejak ia cakap mengurus dan melindungi kepentingannya sendiri
Pengertian cakap menurut KUH Perdata
Ps. 29 KUH Perdata: Syarat menikah untuk wanita: 15 tahun, lelaki: 18 tahun
Pengertian cakap menurut UU No.1/1974
Ps. 47 (1) : Anak yang belum mencapai 18 tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan
ada dibawah kekuasaan orang tua selama mereka tidak dicabut dari kekuasaannya
(2): Orangtua mewakili kepentingan anak tersebut dalam melakukan perbuatan hukum di
dalam dan di luar pengadilan
Pengertian cakap menurut Hukum Adat
Tidak ada batasan usia tertentu boleh menikah jika sudah akil balig
Contoh: Undangan nikah/ kerja bakti atas nama pribadi
Di Nias Lompat batu
Chelpira Intan Permatasari FHUI 2010/1006661512
Badan hukum: perkumpulan/persekutuan dari orang peroangan yang oleh hokum dianggap dan diperlakukan
sebagai subjek hukum kumpulan orang – orang tersebut dipandang sebagai suatu kesatuan yang cakap untuk
melakukan perbuatan hukum dalam melaksanakannya ada yang mewakili badan hukum dalam
masyarakat adat diwakili oleh Kepala Adat
Subak: Masyarakat di Bali yang memiliki sawah membuat perkumpulan untuk mengatur irigasi
sawah mereka agar tanaman padinya tetap subur mengairi beberapa banjar
Sistem kewarisan di Minangkabau : Kolektif, bukan individual, jadi yang dibagi-bagi adalah “hak pakai” bukan
tanahnya. Biasanya diatur oleh Mamak Kepala Waris (Pusako tinggi)
Bila ada satu keluarga mati punah yang jadi ahli waris adalah Kepala Adat (wakil badan hukum) untuk dipakai
kepentingan bersama
Garis keturunan:
Matrilineal : Seseorang dalam masyarakat dalam menarik garis keturunan menghubungkan diri dari ibu ke
ibunya demikian selanjutnya melalui penghubung wanita sampai dgn nenek moyang si wanita.
Bilateral
Patrilineal : Keterikatan genealogis dan territorial Kawin Jujur
Seseorang dalam masyarakat dalam menarik garis keturunan menghubungkan diri dari ayah ke ayahnya
demikian selanjutnya melalui penghubung wanita sampai dengan kakek moyang si wanita.
Faktor Keterikatan:
Garis darah/genealogis
Teritorial/ Tempat : Masyarakat Jawa atau suku – suku Minang bergabung menjadi Nagari
Huta Kuria
a) Unilateral Patrilineal Murni
Beralih – alih : Pada masyarakat Bali Kawin semendo
Matrilineal
b) Bilateral
KULIAH WARDAT 6 Maret 2012
Pertemuan ke – 4
Bentuk Perkawinan Adat
: perempuan
: laki2
A B C D
Chelpira Intan Permatasari FHUI 2010/1006661512
A : Patrilienal
B: Matrilineal
C: Patrilineal beralih-alih
D: Bilateral
Masyarakat unilateral: biasanya memiliki clan (suku/marga)
Masyarakat bilateral
Hubungan system kekeluargaan perkawinan selalu dengan bentuk perkawinan
Patrilineal: kawin jujur, syarat:
a. Eksogam : larangan perkawinan dengan orang 1 clan
b. Patrlokal: istri wajib mengikuti tempat tinggal suami
c. Barang jujur: mengembalikan keseimbangan magis & melepaskan perempuan dari ikatan hak &
kewajiban keluarga asal untuk keluarganya; contoh: ulos
d. Asymatri: larangan kawin balik antara 2 clan yg telah memiliki hubungan perkawinan
Contoh:
Nasution Hasibuan (perempuan)
Nasution Hasibuan
Nasution Hasibuan
Sihotang
Akibat hukumnya:
a. Istri putus hubungan hukumnya dengan keluarga biologisnya
b. Istri masuk keluarga suami
c. Anak – anak yang lahir menarik garis keturunan melalui ayah sehingga ia se clan dengan ayah dan keluarga
ayah
Variasi kawin jujur:
a. Perkawinan mengabdi
- Suami tidak bias menjujur penuh
- Istri belum mengikuti tempat kediaman suami belum patrilokal
- Anak – anak menarik garis keturunan dari ayahnya (dalam masyarakat patrilineal, istri bukan
penghubung keturunan)
- Suami berkediaman di keluarga istri (bekerja membantu keluarga istri, sampai jujur dipenuhi)
b. Levirate : janda kawin dengan saudara almarhum suami
- Perkawinan antara seorang perempuan/janda dengan seorag laki – laki yang merupakan adik atau
kakak dari suami almarhum
- Tidak perlu membayar jujur lagi
- Karo: lakoman
- Toba: Mangabia
- Lampung: Nyemalang Nyikok
Chelpira Intan Permatasari FHUI 2010/1006661512
c. Sororat: duda kawin dengan saudara almarhum istri
- Perkawinan antara seorang laki – laki (duda) dengan seorang perempuan yang merupakan adik atau
kakak dari istrinya almarhum
- Tidak perlu membayar jujur lagi
- Pada masyarakat Batak
- Di Jawa: Ngarang walu/ Turun Ranjang
- Jika wanita yang di jujur belum sepat memberikan anak kepada suami dan ia meninggal, maka
keluaraga suami berhak meminta kepada keluarga si istri/wanita, pengganti dari istrinya yang
meninggal
Matlilineal: kawin semendo, syarat:
a. Eksogam
b. Matrilokal
Akibat hukumnya:
a. Suami/istri tetap dalam ikatan hak dan kewajiban keluarga biologisnya
b. Suami tidak wajib member nafkah pada anak – anak dan istrinya
c. Anak – anak menaris garis keturunan melalui ibu sehingga ia akan se clan dengan keluarga ibunya
Macam perkawinan semendo:
a. Minangkabau
- Semendo bertandang: suami datang sewaktu – waktu jam 6 magrib – sebelum subuh
- Menetap di kampuang: istri tidak ikut suami, tapi suami tinggal satu kampung dengan istri (membuat
rumah di kampong istri); sudah mulai menetap tetapi belum dapat ditentukan
selamanya/ tidak; suami membantu mengelola harta istri
- Menetap di kota: istri mengikuti suaminya karena suda meninggalkan kampong & hidup bersama
keluarga; suami/istri sudah mempunya mata pencaharian sendiri tidak
menggantungkan hidupnya pada harta keluarga istri;
Tinggal di kota – kota Sumatra (IDEAL)
- semendo bebas: Di rantau, meninggalkan kota asal; tidak lagi menggantungkan hidupnya pada harta
keluarga istri; tetap menarik garis keturunan secara matrilineal; baik istri/suami dalam
kedudukan hukumnya tetap di dalam keluarga masing-masing (IDEAL)
b. Semendo rajo-rajo, beradat dan tidak beradat (Rejang)
c. Semendo togak-tegi, jeng mirul, tambig anak (lampung)
d. Semendo nyeburin (Bali)
e. Nyalindung kagelung (jawa barat)
f. Semendo a-mani manuk, semnedo sederajat (Batak)
Bilateral: kawin bebas
KULIAH WARDAT 13 Maret 2012
Pertemuan ke – 5
Rejang, Bengkulu
a. Semendo Rajo – rajo
- Bentuk perkawinan yang ditempuh oleh banyak kalangan bangsawan
- Suami tidak ditetapkan untuk berkedudukan di tempat istri
- Kedudukan suami dan istri sama berimbang
b. Semendo beradat (sebenarnya patrlineal)
Chelpira Intan Permatasari FHUI 2010/1006661512
Merupakan pilihan, sehingga salah satu anak perempuannya melakukan kawin semendo
- Penuh beradat:
o uang adat dibayar penuh maka anak –anak yang lahir dari perkawinan tersebut menarik garis
keturunan separuh ke ayah dan separuh ke ibu
o Anak ganjil ditangguhkan lalu melakukan perkawinan semendo
- ½ beradat:
o uang adat hanya dibayar separuh atau lebih maka anak – anak menarik garis keturunan melalui ibu
kecuali satu, menarik garis ketuunan melalui ayah
o jika anak satu, maka sesuai kesepakatan
- Kurang beradat:
o kalau uang adat dibayar < ½ maka semua anak menaris garis keturunan melalui ibunya
o Ayah berhak memperoleh seorang anak dengan kewajiban membayar uang yang disebut pedaut
(besarnya bergantung kesepakatan)
- Tidak beradat:
o Tidak membayar uang adat sama sekali
o Maka semua anak menarik garis keturunan ibunya
o Tertutup kemungkinan bagi laki – laki agar anaknya menarik garis keturunan darinya
Uang adat: hanya suatu pembayaran saja yang ditentukan oleh pihak perempuan yang biasanya lebih murah
dari uang jujur
Uang/ barang jujur: fungsinya mengisi kekosongan magis di keluarga wanita
Lampung
Sistem penarikan garis keturunan: patrilineal beralih – alih
Waris: mayorat laki – laki: anak laki – laki tertua yang menjadi ahli waris
Semendo Tegak tegi
- Tidak mempunyai anak laki-laki seinggga salah seorang anak perempuannya melakukan perkawinan
semendo yang endogami (masih 1 clan)
- Diharapkan dengan perkawinan tersebut akan mendapatkan keturuna anak laki – laki sehingga keluarga
tersebut tidak punah
- Kedudukan sang menantu laki – laki adalah sekaligus sebagai ahli waris penuh (masyarakat laki – laki)
- Dalam kehidupan sehari – hari, menantu laki – laki menyisihkan kedudukan istri sebagai anak kandung
dialah sebagai anak
- Penyimpangan:
Seharusnya masyarakat patrilineal melakukan kawin jujur
Seharusnya patrilineal melakukan kawin eksogami
Perkawinan Ipar
- Dimana seorang laki – laki kawin dengan janda (istri abang almarhum)
- Anak – anak yang lahir dari perkawinan tersebut aan tetap dianggap anak abangnya
- Adik laki – laki tersebut dikatakan menegak negikan abangnya
Anak laki – laki yang diadopsi dikatakan: menegak negikan ayah angkat
Perkawinan semendo mengambil anak/ Semendo tambig anak
- Apabila suatu keluarga tidak mempunya anak laki – laki maka keluarga perempuan tersebut akan
mengambil/ mengangkat anak laki – laki yang tidak satu clan dengan ayah wanita tapi yang masih
mempunyai hubungan darah
- Anak tersebut akan dikawinkan dengan anak perempuan
Chelpira Intan Permatasari FHUI 2010/1006661512
A B C
A’ C’
- Unsur perkawinan dan adopsi (ambil anak): A’ menikah dengan C’
Semendo Jeng Mirul (wali)
- Tidak mempunyai anak laki – laki
- Mengambil mantu: semata = mata untuk mengelola harta benda isri dan juga sebagai wali dari anak – anak
ang lahir dari perkawinan tersebut (bukan pemilik)
- Setelah anaknya dewasa/ akil baligh harta tadi akan diserahkan kepada anaknya
Semendo menginjam Jago
- Dilakukan oleh keluarga yang diancam kepunahan
- Kedudukan laki – laki lebih rendah dari si wanita
- Fungsinya: semata – mata menjadi jago untuk mendapatkan keturunan
- Dianggap sebagai orang pendatang/ menantu yang tidak mempunyai hak apapun, didalam urusan harta
benda dan kepentingan lain dalam keluarga istri
Batak
Amani manuk/ Bapak ayam
- Terjadi antara perempuan batak yang sudah tua/perawan tua dengan laki – laki batak yang miskin
- Kedudukan suami – istri tidak sederajat walaupun ada kehidupan bersama: tidak menyebabkan
terbentuknya harta bersama
- Anak – anak tetap menarik garis keturunan pada ayahnnya (patrilineal)
Perkawinan semendo sederajat
- Terdapat di Sibolga
- Matrilokal
- Tidak usah membayar uang jujur
- Anak – anak menarik garis keturunan dari ayahnya
Tanah Semendo, Bengkulu
Semendo Angkit
- Perkawinan seorang anak perempuan tertua dengan laki – laki
- Sistem kewarisannya: mayorat perempuan yang berhak mewaris adalah anak perempuan tertua (yang
masih hidup ketika harta waris dibagi)
- Anak perempuan tersebut terikat pada keluarganya (anak tunggu tubang: mengurus harta untuk keperluan
adik-adiknya)
- Harta warisan disebut harta tubang
Chelpira Intan Permatasari FHUI 2010/1006661512
Jawa Barat
Nyalindung ka Gelung(konde)
- Berlindung dibalik gelung istri: kedudukan suami dibawah kedudukan istri
- Dilakukan di Jawa/Sunda
- Laki – laki miskin menikah dengan janda kaya
Bali
Semendo Nyeburin
- Sistem kewarisan: mayorat laki - laki
- Nyanta nayang: upacara mengubah status hukum perempuan menjadi laki - laki
- Sentana Tarikan: menantu
- Anak sentana: anak perempuan dengan status hukum laki - laki
KULIAH WARDAT 20 Maret 2012
Pertemuan ke – 6
Perkawinan dan Larangan Perkawinan
Perkawinan bebas:
Suatu bentuk perkawinan dimana suami atau istri bebas menetukan tempat tinggal bersama, berdasarkan
kesepakatan berdua(neo lokal)
Akibat hukumnya :
Anak – anak yang lahir dari perkawinan tersebut serentak menghubungkan diri pada keluarga ayah dan keluarga
ibu akan menjadi ahli waris dari keluarga ayah dan ibu
Perkawinan ini merupakan bentuk ideal bagi masyarakat parental/bilateral tidak ada clan
Kedudukan suami – istri sederajat harta bersama
Ciri – ciri:
a. bebas menentukan jodoh
b. Neolokal
c. Masyarakat bilateral
Proses perkawinan:
Ps. 1 UU No.1/1974: perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai
suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yg bahagia& kekal berdasarkan ketuhanan YME
Laki – laki memberikan ulos – ulos apabila laki –laki membatalkan sepihak, bila perempuan yang membatalkan
harus membayar uang jujur 2 kali lipat
Akibat pertunangan:
a. Pihak yang terikat dengan pihak lain dibuktikan dengan cincin
b. Timbulnya keharusan memberikan hadiah
c. Membatasi pihak wanita agar membatasi pergaulannya
d. Mulai timbul hubungan antara calon menantu dan calon mertua dengan lebih banyak berkomunikasi
Perkawinan bukan saja masalah pribadi, tapi juga masalah keluarga
Tujuan perkawinan:
a. Memperoleh keturunan
b. Untuk mempertahankan sistem kekeluargaan (klen)
c. Untuk memberikan status kepada anak (jawa: nikah darurat/tambelan)
Chelpira Intan Permatasari FHUI 2010/1006661512
- NIkah darurat: Ada seorang laki – laki yang sudah memberikan symbol (untuk mengikat) seorang wanita
karena memiliki anak sebelum pernikahan , namun kemudian laki – laki tersebut lari dan ada laki – laki
lain yang menggantikan untuk menikahi wanita tersebut agar anaknya tidak menjadi ALK
Prosedur:
a. Melalui peminangan/pelamaran
b. Tidak melalui peminangan/pelamaran
Kawin lari : bila ada hambatan dalam melangsungkan perkawinan
a. Kawin lari : Orangtua tidak setuju
b. Masalah biaya: pihak pria berpura – pura membawa lari sehingga tidak perlu membayar
mahar (padahal sama2 tau
o Kawin lari bersama
o Kawin bawa lari
Kawin lari bersama:
a. Bila calon suami – istri melakukan lari bersama tiada pertunangan/ perkawinan secara formal biasanya
ke tempat saudara perempuan/ pihak yang disegani keluarga wanita
b. Merupakan cara umum pada masyarakat patrilineal
c. Menghindarkan diri dari lamaran/peminangan
d. Menghindarkan diri dari rintangan – rintangan dari pihak orangtua/saudara
Perkawinan bawa lari:
a. Lari dengan seorang perempuan yang sudah ditunangkan/ dikawinkan dengan orang lain atau membawa
lari perempuan dengan paksaan.
b. Di Sulsel, ada Siri (keluarga perempuan) boleh membunuh laki – laki yang membawa anak perempuan itu
karena dianggap mencemari harga diri
c. Di Madura: carok (bila keluarga terhina, boleh membunuh)
Larangan Perkawinan
Larangan perkawinan: antara saudara sepupu yang orang tua mereka sejenis
a. Masyarakat matrilineal: sejenis perempuan dilarang
b. Masyarakat patrilienal murni: sejenis laki – laki dilarang
Larangan perkawinan
a. Eksogami: larangan perkawinan antara orang yang satu clan
b. Asymetri: perkawinan timbal balik antara 2 klan yang telah mempunyai hubungan sebelumnya
c. Parallel cousin: saudara sepupu yang orang tua mereka sejenis (keduanya sejenis)
d. Cross cousin: saudara sepupu yang orang tua mereka berlainan jenis ideal (preference)
Larangan perkawinan di Jawa: Bersaudara kandung ayahnya
Di Bali, larangan perkawinan perbedaan kedudukan (kasta) triwangsa/triwarna : seorang pria dilarang
melakukan perkawinan yang kastanya lebih rendah ataupun sebaliknya
Larangan perkawinan UU No.1/1974: pasal 8
a. Dilarang berhubungan darah garis keturunan lurus kebawah maupun keatas
b. Garis keturunan menyamping (antar saudara)
c. Hubungan semenda (mertua – menantu) dengan ibu/bapak tiri
d. Berhubungan susuan : orang tua susuan, anak susuan, saudara sesusuan
e. Berhubungan saudara dengan istri atau sebagai bibi/kemenakan istri bila suami memiliki istri lebih dari
seorang
f. Mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaki dilarang kawin
Hukum Islam: Qs. An Nisa 22 - 24
Chelpira Intan Permatasari FHUI 2010/1006661512
Prosedur perkawinan Islam
a. Ijab Qabul (akad nikah)
b. 2 orang saksi
c. Wali nikah
Upacara adat adat istiadat (jika tidak dilakukan tidak mendapatkan sanksi) berbeda dengan hukum adat
(contoh: pemberian barang jujur, perkawinan eksogami)
Sanksi: dikucilkan dari masyarakat setempat
KULIAH WARDAT 27 Maret 2012
Pertemuan ke – 7
Perkawinan Ideal
Masyarakat matrilineal: perkawinan perempuan dan laki – laki dimana perempuannya adalah
anak dari saudara laki – laki ibunya (anak mamak/om)
Benar () Salah (X)
Preferen patrilineal: seorang laki – laki menikah dengan anak perempuan saudara laki – laki ibunya (anak
tulang)
Benar () Salah (X)
Akibat Perkawinan:
Terhadap harta: Harta kelamin/ harta dalam keluarga
a. Harta perorangan: sebelum kawin harta perorangan (bawaan)/ gawan
Sesudah kawin hadiah, hibah, warisan
- Adalah harta yang dimiliki secara pribadi oleh masing – masing pihak
b. Harta bersam a: diperoleh dalam perkawinan
Terhadap kedudukan suami – istri: sederajat & tidak sederajat (perkawinan tidak ideal)
Terhadap anak
a. Masuk klan ayah c. Bergantung bentuk perkawinan
b. Masuk klan ibu d. Menarik garis keturunan ayah & ibu bersamaan
Harta bersama : harta yang dimiliki secara bersama oleh suami/istri, sebagai hasil usaha bersama/ hasil usaha
masing – masing yang diperoleh dalam perkawinan
Chelpira Intan Permatasari FHUI 2010/1006661512
Syarat terbentuknya:
a. Suami – istri kedudukannya sejajar dan ada kehidupan bersama
- Utang bersama: uang sekolah, biaya pendidikan) uang bersama
- Perjanjian perkawinan dibuat sebelum perkawinan
Contoh: pengusaha khawatir pailit & pernikahan dengan WNA
b. Kedudukan anak:
- Sah: Ps. 42 UU No.1/ 1974 : dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan
Menurut Hukum adat: lahir dalam perkawinan orangtua selama ayah tidak menggugat
- ALK/ anak alam: lahir di luar perkawinan hubungan hukum dengan ibu & keluarganya
Hukum Adat: ada hubungan hukum dengan ayah yang mengakui dengan syarat ibu meminta lilikur
(Minahasa) barang dari ayah. Contoh: anak yang dilahirkan sah dalam perkawinan
perempuan semua akhirnya mengakui ALK laki - laki
- Anak angkat: anak orang lain dijadikan anak sendiri
Hukum Adat: bisa diangkat secara resmi, dipelihara saja; boleh ada hub.saudara/tidak
Prof. Hazairin: Pengangkatan anak dilakukan secara terang dan tunai (magis & sebenarnya)
Akibat terang dan tunai: putus hubungan hukum antara anak dan orang tua biologisnya
dan timbul hubungan huku antara anak dan orangtua angkat
Bersifat sebenarnya: yayasan sayap ibu penggantian biaya administrasi / persalinan
Magis: anak yang memiliki kesamaan weton (senin pahing – senin pahing) dengan si ibu akan berakibat tidak
baik, sehingga orang tua itu meminta orang lain membelikan sesuatu untuk si anak tai anaknya tetap
dipelihara oleh orangtua kandungnya (pembelian barang hanya sebagai symbol)
Wirjono Prodjodikoro:
Pengangkatan anak tidak perlu terang dan tunai tetapi yang penting berasas lahir – batin. Karena akan percuma
saja bila pengangkatan dilakukan terang & tunai bila tidak ada kasih sayang dan anak malahan dianiaya atau
disuruh kerja rodi. Oleh karenanya perlu ada syarat lahir (si anak benar tinggal di rumah keluarga tersebut) dan
batin (kasih sayang yang cukup)
Hubungan hukum orang tua biologisnya putus, maka timbul hubungan hukum dengan orangtua angkat
berhak mewaris dari orangtua angkat
Bila hanya terpenuhi syarat terang atau tunai saja tidak mewaris
Terang dan tunai dapat mewaris harta bersama
Pengangkatan anak zaman sekarang:
Terang: pengangkatan anak dilakukan di PN
Tunai: orangtua angkat membayar ongkos pemeliharaan sementara (bergantung waktu)
Contoh: yayasan sayap ibu yang biasanya memelihara anak terlantar
Mitos anak angkat sebagai pancingan agar memperoleh anak kandung
Putusnya perkawinan: dapat terjadi di berbagai jenis perkawinan
Cerai hidup : Balita ikut ibunya, dan ayah memberi nafkah untuk anak – anaknya hingga dewasa
dan anak tersebut boleh memilih untuk tinggal dengan orang tua yang mana
Cerai mati
Patrilineal: rapat hasirangan oleh keluarga suami dan istri untuk mencari siapa yang salah apakah istri/ suami
Di Karo pembagian harta istri : suami = 1 : 1
Tapanuli utara suami : istri = 80% : 20%
Chelpira Intan Permatasari FHUI 2010/1006661512
Bila istri yang salah dan belum memiliki anak, maka istri kembali ke tempat asal dengan membawa hara halong
ate (harta bawaan dari orangtua sebagai perbekalan sebelum menikah karena anak perempuan dalam suku
Batak tidak berhak mewaris) sedangkan harta bersama dikuasai oleh suami
Bila mempunyai anak hartanya ditinggal untuk kelangsungan hidup si anak
Bila yang salah adalah suami, maka istri tetap hidup di keluarga suami dan tanggung jawab masih pada suami
dan anak menarik garis keturunan dari ayah masih menjadi tanggung jawab suami
Matrilineal: Perkawinan idealnya adalah semendo
Bila terjadi perceraian,istri tetap dikeluarga asal
Semendo (bebas dan menetap di walikota) : suami meninggalkan harta bersamanya untuk kelangsungan hidup
anak – anak (tanggung jawab ibu dan keluarga ibu)
Semendo menetap (dikampung dan bertandang) : jika tidak ada harta bersama, maka anak – anak menjadi
tanggung jawab ibu dan keluarga ibu
Zaman sekarang: Penelitian Univ. Andalas menyatakan harta dibagi 1 : 1
Bali (patrilineal beralih – alih)
Perceraian: istri tidak membawa harta, anak menjadi tanggung jawab ayah dan keluarga suami (patrilineal)
Parental: kalau ada perceraian, hara bersama dibagi 2 1 : 1 (harta gono gini), karena neolokal maka bebas
menentukan tempat tinggal setelah bercerai pun bebas
Masyarakat jawa yang terpengaruh islam kuat :
suami : istri = sepikul (2) : segendongan (1)
Anak – anak menjadi tanggung jawab ayah dan ibu ayah membiayai dan ibu mengasuh (anak masih kecil)