Kualitas Pelayanan Publik
-
Upload
bushido-kenji -
Category
Documents
-
view
91 -
download
8
description
Transcript of Kualitas Pelayanan Publik
-
KUALITAS PELAYANAN PERIZINAN TERPADU SATU PINTU DAN FAKTOR-FAKTOR MANAJERIAL YANG
MEMPENGARUHINYA DI KOTA LHOKSEUMAWE
TESIS
Oleh
RIDHA FAHMI 067024039/SP
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2008
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008
-
KUALITAS PELAYANAN PERIZINAN TERPADU SATU PINTU DAN FAKTOR-FAKTOR MANAJERIAL YANG
MEMPENGARUHINYA DI KOTA LHOKSEUMAWE
TESIS
Untuk Memperoleh Gelar Magister Studi Pembangunan (MSP)
dalam Program Studi Pembangunan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
RIDHA FAHMI 067024039/SP
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2008
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008
-
Judul Tesis : KUALITAS PELAYANAN PERIZINAN TERPADU SATU PINTU DAN FAKTOR-FAKTOR MANAJERIAL YANG MEMPENGARUHINYA DI KOTA LHOKSEUMAWE
Nama Mahasiswa : Ridha Fahmi Nomor Pokok : 067024039 Program Studi : Studi Pembangunan
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Erika Revida, MS) (Drs. Kariono, M, Si) Ketua Anggota Ketua Program Studi Direktur (Prof. Dr. M.Arif Nasution, MA) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc) Tanggal lulus 21 Juli 2008 Telah diuji pada
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008
-
Tanggal 21 Juli 2008
PANITIA PENGUJI TESIS Ketua : Prof. Dr. Erika Revida, MS Anggota : 1. Drs. Kariono, M. Si 2. Drs. Burhanuddin Harahap, M. Si
3. Drs. M. Husni Thamrin Nasution, M. Si 4. Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA
PERNYATAAN
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008
-
KUALITAS PELAYANAN PERIZINAN TERPADU SATU PINTU DAN FAKTOR-FAKTOR MANAJERIAL YANG
MEMPENGARUHINYA DI KOTA LHOKSEUMAWE
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, Juli 2008 Ridha Fahmi
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008
-
ABSTRAK
Pada paruh pertama Tahun 2007, Pemerintah Kota Lhokseumawe mulai menerapkan sistem pelayanan perizinan terpadu satu pintu. Dasar pemberlakuan sistem pelayanan perizinan ini adalah Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan Peraturan Walikota Lhokseumawe Nomor 1 Tahun 2007 tentang Pembentukan Susunan Organisasi Tata Kerja Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Kota Lhokseumawe.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kualitas pelayanan perizinan terpadu satu pintu dan faktor-faktor manajerial yang mempengaruhinya di Kota Lhokseumawe.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif yang berusaha untuk memahami masalah berdasarkan fakta tentang kenyataan yang berada di lokasi penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah aparatur Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe dan masyarakat yang melakukan pengurusan izin dengan Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe. Sampel dari aparatur berjumlah 10 orang dan dari masyarakat berjumlah 20 orang.
Untuk mengetahui kualitas pelayanan perizinan terpadu satu pintu Kota Lhokseumawe dalam penelitian ini menggunakan teori menurut zeitalm, at.all (1990) yaitu tangibles, reliability, responsiveness, assurance, dan emphaty. sedangkan faktor-faktor manajerial yang mempengaruhinya adalah sesuai pendapat Ratminto dan Winarsih (2005) yaitu kuatnya posisi tawar pengguna jasa, berfungsinya mekanisme voice, adanya birokrat yang berorientasi kepada kepentingan masyarakat, terbangunnya kultur pelayanan, diterapkan sistem pelayanan yang mengutamakan kepentingan masyarakat.
Hasil analisis dapat kita ketahui bahwa Kualitas pelayanan perizinan di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe sudah cukup baik. Dari dimensi tangibles masih kurang baik diakibatkan kondisi kantor yang sempit dan kurang nyaman, begitu juga sarana parkir yang tidak aman. Hal ini disebabkan kantor ini belum memiliki gedung permanen dan dalam status sewa. Sedangkan ada tiga faktor manajerial yang belum dilaksanakan secara maksimal yaitu kuatnya posisi tawar pengguna jasa, berfungsinya mekanisme voice, terbangunnya kultur pelayanan.
Kata Kunci: Kualitas Pelayanan, Perizinan Terpadu Satu Pintu dan Faktor-Faktor Manajerial
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008
-
ABSTRACT
In the first half of 2007, the Lhokseumawe city local Government has put into place the one-door license service. This system is based on the Minister Of Home Affairs Regulation No. 24/2006 on the Guidelines to the one-door service an regional regulation (perda) no 1/2007 on forming of organizational formation of administration the office of One-door service in Lhokseumawe city.
Target of this research is to know the quality of Service Of Inwrought Permit One Door and factors of manajerial influencing in Town of Lhokseumawe.
Research type which is used in this research is descriptive research with out for inductive approach comprehend the problem of pursuant to fact about fact residing in research location. Population in this research is Officer Service Of Inwrought Permit One Door ( KPPTSP) Town of Lhokseumawe amounting to 21 society and people doing/conducting management of permit with Office Service Of Inwrought Permit One Door ( KPPTSP) Town of Lhokseumawe.
Research type which used in this research is descriptive research with out for approach qualitative comprehend the problem of pursuant to fact about fact residing in research location. Population in this research is Officer Service Of Inwrought Permit One Door Town of Lhokseumawe and society conducting management of permit with Office Service Of Inwrought Permit One Door ( KPPTSP) Town of Lhokseumawe. Sampel of officer amount to 10 people and from society amount to 20 people.
After being analized, we will know that the quality of One-door offices service Town of Lhokseumawe can be told have is good enough. Than dimension of tangibles still unfavourable resulted by the condition of narrow, tight office and less balmy, so also medium park which is not peaceful. This matter is caused by this office not yet owned permanent building and in rent status. While there is three factor of manajerial uncommitted maximally that is its strength of position bargain service user, functioning of mechanism of voice, the awaking up of service culture.
Keywords : Quality Of Service, Inwrought Permit One Door and Factors of
Manajerial.
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008
-
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan tesis ini
dengan judul Kualitas Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu dan Faktor-Faktor
Manajerial yang Mempengaruhinya di Kota Lhokseumawe sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Magister Studi Pembangunan pada Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan tesis ini masih jauh dari
kesempurnaan dengan segala keterbatasan yang dimiliki penulis. Pada kesempatan ini
pula perkenankanlah penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu memberikan
sumbangan saran pemikiran baik secara langsung maupun tidak langsung khususnya
kepada :
1. Bapak Walikota Lhokseumawe yang telah memberikan kesempatan kepada
penulis untuk melanjutkan studi.
2. Bapak Prof. Dr. Chairuddin P. Lubis, DSAK, DTMH selaku Rektor
Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Prof. Dr. Ir. Chairun Nisa, B. M.Sc selaku Direktur Sekolah Pasca Sarjana
Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA, selaku Ketua Program Magister Studi
Pembangunan Universitas Sumatera Utara.
5. Bapak Subhilhar, MA, Ph.D selaku Penasehat I Program Magister Studi
Pembangunan Universitas Sumatera Utara.
6. Bapak Agus Suriadi, S.Sos, M. Si selaku Sekretaris Program Magister Studi
Pembangunan Universitas Sumatera Utara.
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008
-
7. Ibu Prof. Dr. Erika Revida, MS selaku dosen Pembimbing I, yang telah
banyak memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dalam
penyelesaian tesis ini.
8. Bapak Drs. Kariono, M.Si selaku dosen Pembimbing II yang juga telah
banyak memberikan arahan dan pemikiran kepada penulis dalam proses
penyelesaian tesis ini.
9. Bapak Drs. M. Husni Thamrin Nasution, M.Si dan Bapak Drs. Burhanuddin
Harahap, M.Si selaku penguji dalam ujian tesis yang telah memberikan
masukan dan koreksinya demi penyempurnaan penyusunan tesis ini.
10. Bapak/Ibu Dosen/Staf pengajar beserta pengelola Magister Studi
Pembangunan USU-Medan yang telah banyak membantu baik dibidang
Akademis maupun Administratif.
11. Bapak T. Adnan, SE selaku Kepala Kantor beserta seluruh jajaran aparatur
Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Kota Lhokseumawe yang
telah banyak membantu dalam memberikan arahan dan data bagi penulis.
12. Seluruh rekan MSP-USU Medan, khususnya kelas Lhokseumawe yang yang
telah memberi semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis
ini.
13. Ayahanda M. Isa Usman dan Ibunda Maryam, S.Pd serta seluruh anggota
keluarga, teristimewa untuk Isteri tercinta Vera Nandalia, S.STP dan buah hati
tercinta Muhammad Nabil Azzaky yang selalu memberikan dukungan dan
doa sehingga penulis dapat berhasil menyelesaikan pendidikan di Program
Magister Studi Pembangunan Universitas Sumatera Utara.
14. Semua pihak yang telah membantu dan tidak dapat penulis sebutkan satu
persatu.
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008
-
Akhirnya semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis dan para
pembaca, atas segala saran dan kritikan untuk penyempurnaan tesis ini penulis
mengucapkan terima kasih.
Medan, Juli 2008
Penulis
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008
-
RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS DIRI
Nama : Ridha Fahmi Tempat/Tgl.lahir : Rhing Mancang, 08 Agustus 1981 Alamat : Jl.Darussalam Gg.Perwira No.20 B Kampung Jawa Baru
Kota Lhokseumawe Pangkat/Golongan : Penata/IIIc Instansi : Bagian Umum Sekretariat Daerah Kota Lhokseumawe Alamat Kantor : Jl.Merdeka No.2 Kota Lokseumawe II. RIWAYAT PENDIDIKAN
1. SDN Rhing Kabupaten Pidie 1989 - 1994 2. SMP Negeri 9 Lhokseumawe, Aceh Utara 1994 - 1997 3. SMU Negeri 1 Kota Lhokseumawe 1997 - 2000 4. STPDN Jatinangor - Sumedang Jawa Barat 2000 - 2004
III. RIWAYAT PEKERJAAN
1. Calon Pegawai Negeri Sipil dan Pegawai Negeri Sipil Sekretariat Jenderal Depatemen Dalam Negeri tahun 2000 2004
2. Staf Bagian Kepegawaian Setdako Lhokseumawe tahun 2004 2005 3. Sekretaris Lurah Kelurahan Kampung Jawa Lhokseumawe tahun 2005 2006 4. Kasubbag. Administrasi dan Umum pada Bagian Umum dan Perlengkapan
Sekretariat Daerah Kota Lhokseumawe tahun 2006 2007 5. Kasubbag Tata Usaha dan Keuangan pada Bagian Umum Setdako
Lhokseumawe tahun 2007 sampai dengan sekarang.
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008
-
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK .......... ........................................................................................... i
ABSTRACT ............................................................................................. ii
KATA PENGANTAR .................................................................................... iii
RIWAYAT HIDUP........................................................................................ vi
DAFTAR ISI ............................................................................................. vii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR...................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xiii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................ 1
1.2 Perumusan Masalah.................................................................. 9
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian................................................. 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................... 12
2.1. Kualitas Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu ................... 12
2.1.1. Kualitas........................................................................... 36
2.1.2. Pelayanan........................................................................ 36
2.2. Faktor-faktor Manajerial yang Mempengaruhi Kualitas
Pelayanan Perizinan ................................................................. 43
2.2.1. Penguatan Posisi Tawar Pengguna Jasa Pelayanan ..... 45
2.2.2. Maksimalisasi Mekanisme Voice ................................ 45
2.2.3. Pembentukan Birokrat yang Berorientasi Pelayanan... 45
2.2.4. Pengembangan Kultur Pelayanan ................................ 49
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008
-
2.2.5. Pembangunan Sistem Pelayanan yang
Mengutamakan Kepentingan Masyarakat.................... 52
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ................................................ 54
3.1. Jenis Penelitian ......................................................................... 54
3.2. Definisi Konsep........................................................................ 55
3.3. Populasi dan Sampel ................................................................ 57
3.4. Teknik Pengumpulan Data ...................................................... 58
3.5. Lokasi Penelitian ...................................................................... 59
3.6. Teknik Analisis Data ................................................................ 60
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................... 62
4.1 Deskripsi Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu
Kota Lhokseumawe.................................................................. 62
4.1.1 Visi dan Misi................................................................ 62
4.1.2 Pencapaian Tujuan dan Sasaran................................... 62
4.1.3 Struktur Organisasi dan Kepegawaian......................... 63
4.1.4 Penyelenggaraan Pelayanan Publik ............................. 69
4.2. Kualitas Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu ................... 71
4.2.1. Tangibles (Ketampakan Fisik) ..................................... 71
4.2.2. Reliability (Reabilitas) ................................................. 74
4.2.3. Responsiveness (Responsivitas atau Daya Tanggap) .. 81
4.2.4. Assurance (Kepastian) ................................................. 83
4.2.5. Emphaty (Pelakuan)..................................................... 87
4.3. Faktor-faktor Manajerial Penentu Kualitas Pelayanan
Perizinan. ................................................................................. 90
4.3.1. Penguatan Posisi Tawar Pengguna Jasa Pelayanan ..... 90
4.3.2. Maksimalisasi Mekanisme Voice ................................ 92
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008
-
4.3.3. Pembentukan Birokrat yang Berorientasi Pelayanan... 93
4.3.4. Pengembangan Kultur Pelayanan ................................ 99
4.3.5. Pembangunan Sistem Pelayanan yang
Mengutamakan Kepentingan Masyarakat.................... 100
BAB V PENUTUP ............................................................................... 104
5.1. Kesimpulan............................................................................... 104
5.2. Saran .. 104
DAFTAR PUSTAKA . 110
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008
-
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
1. Kualitas Pelayanan Perizinan dan Faktor-Faktor Manajerial yang Mempengaruhinya ................................................................................... 56 2. Jumlah Pegawai Menurut Pangkat/Golongan dan Jenis Kelamin......................................................................................... 68 3. Jumlah Pegawai Menurut Jenjang Jabatan Sruktural ............................ 68 4. Jumlah Pegawai Menurut Jenjang Pendidikan ...................................... 69 5. Tanggapan Responden terhadap Ketampakan Fisik (Tangibles) pada Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Kota Lhokseumawe ...................................................................................... 72
6. Tanggapan Responden terhadap Reliabilitas pada Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe............. 75 7. Tanggapan Responden terhadap Ketepatan Waktu pelayanan pada Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe ...... 77
8. Jenis Pelayanan dan Waktu Penyelesaian ............................................. 80 9. Tanggapan Responden terhadap Responsivitas pada Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe........................ 83
10. Tanggapan Responden terhadap Assurance pada Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe ....................... 84
11. Besarnya Biaya Pelayanan .................................................................... 86
12. Tanggapan Responden terhadap Perlakuan pelayanan pada Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe....................... 87 13. Tanggapan Responden terhadap Keadilan Pelayanan pada Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe .... 89 14. Tingkat Pendidikan Aparat..................................................................... 93
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008
-
15. Diklat Teknis Fungsional yang Pernah Diikuti ..................................... 99 16. Hasil dan Pembahasan .......................................................................... 103
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008
-
DAFTAR GAMBAR Nomor Judul Halaman 1. Struktur Organisasi ................................................................................. 64 2. Bagan Alur Pelayanan Perizinan ............................................................ 65
3. Mekanisme Pelayanan Perizinan pada Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Kota Lhokseumawe ............................................... 66
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008
-
DAFTAR LAMPIRAN Nomor Judul Halaman 1. Daftar Kuisioner.................................................................................... 113
2. Daftar Pedoman Wawancara................................................................. 118
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008
-
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Pelayanan menjadi suatu hal yang sangat penting untuk kita telusuri
perkembangannya mengingat dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat.
Berlakunya peraturan tersebut akan mengakibatkan interaksi antara aparat Daerah
dan masyarakat menjadi lebih intens. Hal ini ditambah dengan semakin kuatnya
tuntutan demokratisasi dan pengakuan akan hak-hak asasi manusia akan melahirkan
tuntutan terhadap manajemen pelayanan yang berkualitas.
Peran pemerintah Daerah dalam pelayanan perizinan mungkin yang terbesar
dalam pengertian interaksinya secara langsung dengan masyarakat sebagai penyedia
pelayanan. Kepentingan pemerintah Daerah terhadap pelayanan perizinan
mempengaruhi pendapatan dan iklim investasi Daerah. Kewenangan untuk
memungut pajak dan retribusi serta penerbitan izin menurut undang-undang dan
peraturan yang berlaku. Namun untuk mencegah terjadinya pungutan pajak dan
retribusi yang berlebihan serta perizinan yang menghambat telah ditetapkan melalui
Peraturan Daerah.
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008
-
Ruang lingkup pelayanan dan jasa-jasa publik (public services) meliputi aspek
kehidupan masyarakat yang sangat luas. Pelayanan dan jasa publik bahkan dimulai
sejak seseorang dalam kandungan ketika diperiksa oleh dokter pemerintah atau dokter
yang dididik di universitas negeri, mengurus akta kelahiran, menempuh pendidikan di
universitas negeri, menikmati bahan makanan yang pasarnya dikelola oleh
pemerintah, menempati rumah yang disubsidi pemerintah, memperoleh macam-
macam perijinan yang berkaitan dengan dunia usaha yang digelutinya hingga
seseorang meninggal dan memerlukan surat pengantar dan surat kematian untuk
mendapatkan kapling di tempat pemakaman umum (TPU).
Luasnya ruang lingkup pelayanan dan jasa publik cenderung sangat
tergantung kepada ideologi dan sistem ekonomi suatu negara. Negara-negara yang
menyatakan diri sebagai negara sosialis cenderung memiliki ruang lingkup pelayanan
lebih luas dibandingkan negara-negara kapitalis. Tetapi luasnya cakupan pelayanan
dan jasa-jasa publik tidak identik dengan kualitas pelayanan itu sendiri. Karena
pelayanan dan jasa publik merupakan suatu cara pengalokasian sumber daya melalui
mekanisme politik, bukannya lewat pasar, maka kualitas pelayanan itu sangat
tergantung kepada kualitas demokrasi. Konsekuensi dari hal ini adalah negara-negara
yang pilar-pilar demokrasinya tidak bekerja secara optimal tidak memungkinkan
pencapaian kualitas pelayanan perizinan yang lebih baik. Bahkan sebaliknya,
pelayanan perizinan tanpa proses politik yang demokratis cenderung membuka ruang
bagi praktek-praktek korupsi.
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008
-
Sebagai bagian dari sistem kenegaraan dengan konstitusi yang pekat dengan
norma keadilan, ekonomi Indonesia dicirikan oleh ruang lingkup pelayanan yang
sangat luas. Sayangnya, pelayanan yang menyentuh hampir setiap sudut kehidupan
masyarakat tidak ditopang oleh mekanisme pengambilan keputusan yang terbuka
serta proses politik yang demokratis. Karena itu tidak mengherankan jika pelayanan
publik di Indonesia memiliki ciri yang cenderung korup, apalagi yang berkaitan
dengan pengadaan produk-produk pelayanan yang bersifat perizinan dan lain-lain.
Kendati mungkin fenomena korupsi yang berkaitan dengan jenis-jenis produk
tadi hanya melibatkan biaya transaksi (antara sektor publik dengan individu
masyarakat) yang relatif kecil (pretty corruption), tetapi biaya-biaya transaksi
tersebut melibatkan porsi populasi yang sangat besar. Karena itu pola korupsi dengan
menggunakan instrumen produk-produk pelayanan tersebut bisa jadi memiliki
dampak yang sangat luas.
Masalahnya kemudian adalah bagaimana meminimalkan biaya-biaya transaksi
tersebut? Teramat sulit tentunya menjawab pertanyaan ini, kendati jawabannya
merupakan bagian terpenting dari strategi pemberantasan korupsi di sektor publik.
Karena itu kajian mengenai mekanisme pelayanan perizinan, berikut biaya-biaya
transaksinya menjadi elemen penting dari strategi pemberantasan korupsi.
Sejalan dengan itu, prinsip market oriented organisasi pemerintahan harus
diartikan bahwa pelayanan yang diberikan oleh pemerintah (aparatur) harus
mengutamakan pelayanan terhadap masyarakat. Demikian juga prinsip catalitic
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008
-
government, mengandung pengertian bahwa aparatur pemerintah harus bertindak
sebagai katalisator dan bukannya penghambat dari kegiatan pembangunan, termasuk
di dalamnya mempercepat pelayanan masyarakat. Dalam konteks ini, fungsi
pemerintah lebih dititikberatkan sebagai regulator dibanding implementator atau
aktor pelayanan. Sebagai imbangannya, pemerintah perlu memberdayakan kelompok-
kelompok masyarakat sendiri sebagai penyedia atau pelaksanaan jasa pelayanan
umum. Dengan kata lain, tugas pemerintah adalah membantu masyarakat agar
mampu membantu dirinya sendiri (helping people to help themselves). Inilah
sesungguhnya yang dimaksud dengan prinsip self-help atau steering rather than
rowing.
Pembentukan Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP)
sebagai institusi yang khusus bertugas memberikan pelayanan perizinan langsung
kepada masyarakat, pada dasarnya dapat dikatakan sebagai terobosan baru atau
inovasi manajemen pemerintahan di Daerah khususnya di Kota Lhokseumawe.
Artinya, pembentukan organisasi ini hendaknya memberikan hasil berupa
peningkatan produktivitas pelayanan umum. Pembentukan Kantor Pelayanan
Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) ini telah menghayati makna teori
Reinventing Government.
Oleh karena itu, inovasi pembentukan Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu
Satu Pintu (KPPTSP) ini perlu dikembangkan lagi dengan penemuan-penemuan baru
dalam praktek manajemen pemerintahan di Daerah. Salah satu peluang yang dapat
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008
-
dikembangkan dalam hal ini adalah penyediaan jasa-jasa pelayanan kedalam
beberapa alternatif kualitas. Jenis pelayanan yang secara kualitatif lebih baik dapat
dikenakan biaya yang agak mahal, sementara jasa pelayanan standar dikenakan biaya
atau tarif yang standar pula. Pemasukan dari jenis pelayanan yang relatif mahal, akan
dapat dipergunakan untuk membiayai pelayanan yang lebih murah, melalui
mekanisme subsidi silang (cross subsidi). Dengan cara demikian, diharapkan institusi
dapat membiayai sendiri kebutuhan operasionalnya, dengan tidak mengorbankan
fungsi pelayanan yang menjadi tugas utamanya.
Selain itu, fenomena di atas juga menunjukkan bahwa masyarakat yang belum
terlayani masih lebih besar dibandingkan masyarakat yang sudah terlayani.
Kenyataan tersebut disebabkan selain karena faktor geografis juga oleh lemahnya
pelayanan oleh petugas baik secara administratif maupun teknis. Untuk itu Kantor
Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) sebagai organisasi pelaksana
harus meningkatkan kualitas pelayanan kepada pelanggan, karena pada hakikatnya
kualitas ditentukan hanya oleh pelanggan (Coupet dalam Osborne dan Gaebler,
1992).
Kenyataan tersebut tidak saja disebabkan oleh berbagai hambatan
sebagaimana disebutkan di atas, melainkan masih ada hal lain yang menjadi
penyebabnya, seperti dalam memberikan pelayanan perizinan tidak diikuti oleh
peningkatan kualitas birokrasi yang memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008
-
Kita semua menyadari pelayanan perizinan selama ini sangat sulit untuk
memahami pelayanan yang diselenggarakan oleh birokrasi publik. Masyarakat
pengguna jasa sering dihadapkan pada begitu banyak ketidakpastian ketika mereka
berhadapan dengan birokrasi. Amat sulit memperkirakan kapan pelayanan itu bisa
diperolehnya. Begitu pula dengan harga pelayanan. Harga bisa berbeda-beda
tergantung pada banyak faktor yang tidak sepenuhnya bisa dikendalikan oleh para
pengguna jasa. Baik harga ataupun waktu seringkali tidak bisa terjangkau oleh
masyarakat sehingga banyak orang yang kemudian malas berurusan dengan birokrasi
publik.
Dari uraian diatas telah disebutkan bahwa keberadaan Kantor Pelayanan
Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) secara empirik telah berhasil mendongkrak
efisiensi dan produktivitas pelayanan perizinan. Namun perlu digarisbawahi pula
bahwa fungsi Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP)
sesungguhnya tidak lebih sebagai penyelenggara pelayanan perizinan. Pada dasarnya
penulisan tentang kualitas pelayanan perizinan ini penting untuk dilakukan,
dikarenakan masyarakat sebagai customer service belum merasa puas baik dari segi
waktu, biaya dan mutu pelayanan yang selama ini diberikan. Untuk itu penulisan ini
ditujukan untuk meningkatkan kualitas pelayanan perizinan di Kantor Pelayanan
Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe.
Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota
Lhokseumawe ini termasuk masih berusia muda juga, awal pendiriannya pada
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008
-
tanggal 26 Maret 2007 yang ditetapkan dengan Peraturan Walikota Lhokseumawe
Nomor 01 Tahun 2007 tentang Pembentukan Susunan Organisasi dan Tata Kerja
Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe.
Tatalaksana pelayanan publik yang dilaksanakan di Kantor Pelayanan
Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe meliputi:
1. Surat Izin Tempat Usaha (SITU)
2. Izin Gangguan (HO)
3. Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP)
4. Tanda Daftar Perusahaan (TDP)
5. Tanda Daftar Gudang (TDG)
6. Tanda Daftar Industri (TDI)
7. Izin Perluasan Usaha Industri (IPUI)
8. Izin Usaha Industri (IUI)
9. Izin Usaha Jasa Konstruksi (IUJK)
10. Izin Mendirikan Bangunan (IMB)
11. Izin Penyelenggaraan Reklame
12. Izin Usaha Pertambangan Bahan Galian C
13. Izin Penyelenggaraan Wisata
14. Izin Apotek
15. Izin Toko Obat
16. Izin Bidan/Perawat
17. Izin Praktek Fisioterapi
18. Pendaftaran Pengobatan Tradisional/ Alternatif
19. Pendaftaran Pabrik Obat Tradisional
20. Izin Pusat Kebugaran
21. Rekomendasi Rumah Sakit Swasta
22. Izin Penyelenggaraan Rumah Bersalin
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008
-
23. Izin Praktek Tukang Gigi
24. Izin Optik
25. Izin Penangkapan Ikan
26. Izin Pembudidayaan Ikan
27. Izin Penyimpanan/Penampungan/Pengolahan/Pengawetan Ikan
28. Izin Pengangkutan dan Pemasaran Ikan
29. Izin Penggunaan Kapal Perikanan
30. Izin Usaha Rekreasi dan Hiburan Umum
31. Izin Usaha Salon Kecantikan
32. Izin Usaha Hotel
33. Izin Rumah Potong Hewan.
Total jenis izin yang ditangani adalah 33 (tiga puluh tiga) jenis pelayanan
yang telah dikoordinasikan di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu
(KPPTSP) Kota Lhokseumawe ini, pelaksanaannya tetap dikoordinasikan dengan
unit kerja pengelolanya masing-masing. Hal yang berkaitan dengan persyaratan,
mekanisme dan tata cara, jangka waktu penyelesaian dan biaya yang diperlukan, telah
diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang telah
ditetapkan dalam Peraturan Daerah Kota Lhokseumawe.
Dalam pengelolaan naskah dinas berupa surat masuk dan keluar yang menjadi
urusan Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota
Lhokseumawe mengikuti prinsip satu pintu, yaitu berpusat pada Tata Usaha (TU)
Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe.
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008
-
Namun, dalam perjalanannya masih banyak dijumpai permasalahan yang
berkaitan dengan pemberian pelayanan kepada masyarakat. Berbagai cerita atau
pengalaman dari masyarakat sebagai pengguna dari pelayanan perizinan yang
mengeluhkan terhadap pelayanan yang telah diberikan oleh Kantor Pelayanan
Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Lhokseumawe tersebut. Sudah sejak
lama masyarakat mengeluh terhadap penyelenggaraan pelayanan perizinan yang
dirasakannya amat jauh dari harapannya. Tetapi sejauh ini ternyata tidak ada
perbaikan yang berarti dalam penyelenggaraan pelayanan perizinan. Bahkan, harapan
masyarakat bahwa pergantian rezim akan membawa perbaikan terhadap
penyelenggaraan pelayanan perizinan ternyata masih jauh dari kenyataan.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka
perubahan kelembagaan pelayanan perizinan yang terpisah menjadi terintegrasi (satu
pintu) dan tergolong baru di Kota Lhokseumawe menuntut penulusuran lebih jauh
tentang apakah pelayanan perizinan satu pintu telah sesuai dengan harapan
masyarakat. Meskipun masih baru masyarakat tidak mau tahu, yang prioritas bagi
masyarakat adalah adanya peningkatan pelayanan yang lebih baik dibanding
sebelumnya. Pelayanan perizinan terpadu menjadi kebutuhan yang tak terhindarkan
lagi bagi pemerintah kabupaten dan kota yang ingin memperbaiki kualitas tata
pemerintahan terutama bidang perekonomian.
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008
-
Model perizinan terpadu (perdu) merupakan pengembangan dari pendekatan
satu atap (sintap). Perdu pada dasarnya merupakan suatu model sintap yang
dikembangkan terutama dari aspek cara memproses perizinan bersama-sama dengan
lain, tergantung garis kewenangan dan kebutuhan tiap-tiap daerah adalah tanggung
jawab bersama semua instansi yang berkaitan dengan perizinan. Instansi penyedia
layanan haruslah ditentukan terlebih dahulu dan dilaksanakan secara konsisten.
Sebaiknya, keputusan tentang pembentukan perdu ini tidak dibuat oleh instansi
penyedia layanan. Tetapi haruslah diambil oleh Kepala Daerah dan atau persetujuan
DPRK. Hal ini sangat penting untuk mencegah adanya konflik diantara penyedia
layanan. Kecendrungan seperti ini pada akhirnya akan menimbulkan biaya tinggi
dalam proses perizinan. Namun proses panjang dan costly ini tidak berarti bahwa
model perdu ini tidak efektif. Efektivitas model ini tergantung pada kualitas
pelayanan yang diberikan dan sinergi diantara perdu dengan instansi penyedia
pelayanan terkait lainnya.
Alasan teoritisnya dengan perubahan kelembagaan pelayanan perizinan
menurut perkembangan teori-teori pelayanan publik adalah dari teori-teori pelayanan
publik konvensional ke teori-teori pelayanan publik yang baru. Oleh karena itu,
desakan terhadap informasi apakah pelayanan perizinan di KPPTSP tersebut sudah
sesuai dengan paradigma baru dalam upaya mentransformasi birokrasi yang kaku,
hirarkis, birokratis bentuk adminsitrasi publiknya menjadi suatu birokrasi yang
fleksibel dan berorientasi pasar (pengguna jasa/pelanggan) sebagai bentuk
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008
-
manajemen publiknya menjadi relevan untuk segera diketahui. Adapun perumusan
masalah yaitu Bagaimana Kualitas Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu dan
faktor-faktor manajerial yang mempengaruhinya di Kota Lhokseumawe ?
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah seperti yang telah diuraikan diatas,
penulis dalam melaksanakan penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut:
1. Mengetahui kualitas Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu dan faktor-faktor
manajerial yang mempengaruhinya di Kota Lhokseumawe.
Sedangkan Manfaat penelitian adalah:
1. Secara teoritis penulisan ini diharapkan mampu meningkatkan penguasaan teori-
teori yang relevan dan pemahaman atas sejauhmana permasalahan yang diteliti
serta penguasaan konsep-konsep dasar yang berhubungan dengan topik yang di
teliti yaitu pada Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota
Lhokseumawe dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan perizinan pada
kantor tersebut.
2. Secara praktis penulisan ini diharapkan mampu memberi sumbangan pemikiran
atau bahan masukan bagi aparat Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu
(KPPTSP) Kota Lhokseumawe dalam meningkatkan kualitas pelayanan kepada
masyarakat.
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008
-
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kualitas Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu
Banyak faktor yang berperan dan dapat mempengaruhi pelayanan yang
berkualitas, baik bila ditinjau dari aspek responsivitas, akuntabilitas, efisiensi dan
organisasi pelayanan, keterbukaan, wewenang dan tanggungjawab serta moral dan
etika menurut Supranto (2001) paling tidak ada tiga aspek yang perlu diperhatikan
dalam memberikan pelayanan yaitu:
1. Karyawan harus memberikan pelayanan dengan cepat
2. Karyawan harus berada di tempat kerja sewaktu dibutuhkan
3. Perilaku karyawan dalam memberikan pelayanan harus menyenangkan
Berkenaan dengan pendapat tersebut maka untuk meningkatkan kualitas
pelayanan, persepsi masyarakat merupakan dasar utama dalam usaha untuk
meningkatkan kualitas pelayanan. Budaya pelayanan yang merupakan faktor
penghambat kualitas pelayanan menurut Yamit (2001) adalah sebagai berikut:
1. Petugas yang tidak ada di tempat pada waktu jam kerja sehingga sulit dihubungi
2. Banyak interest pribadi
3. Budaya tips
4. Aturan main yang tidak terbuka dengan jelas
5. Disiplin kerja yang sangat kurang dan tepat waktu
6. Ada diskriminasi dalam memberikan pelayanan
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008
-
Kualitas yang dimaksudkan disini sesuai dengan arti Kamus Bahasa Indonesia
(1991) yaitu tingkat buruknya sesuatu, dan derajat atau taraf (kepandaian, kecakapan,
kemauan dan sebagainya). Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa kualitas
sumber daya manusia pelayanan mengacu kepada manusia selaku objek yang dinilai.
Menurut Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor
63/KEP/M.PAN/2003, bahwa terdapat 10 (sepuluh) kreteria pelayanan masyarakat
yang baik, diantaranya adalah:
1. Kesederhanaan yang meliputi prosedur pelayanan yang tidak berbelit belit dan
mudah dilaksanakan.
2. Kejelasan, yang meliputi:
a. Persyaratan teknis dan administratif publik
b. Unit kerja/pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab
c. Dalam memberikan pelayanan dan penyelesaian keluhan/persoalan
sengketa dalam pelayanan publik dan tatacara pembayaran
d. Rincian biaya pelayanan publik dan tatacara pembayaran
3. Kepastian, pelaksanaan pelayanan pablik harus dapat diselesaikan dalam kurun
waktu yang telah diselesaikan.
4. Akurasi, produk pelayanan Publik dapat di tarima dengan benar, tepat dan sah.
5. Keamanan, proses dan pelayanan publik memberi rasa aman dan kepastian
hukum
6. Tanggung jawab, pimpinan penyelenggara publik atau pejabat yang di tunjuk
bertanggung jawab atas penyelenggaraan pelayanan dan penyelesaian
keluhan/persoalan dalam pelaksanaan pelayanan publik.
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008
-
7. Kelengkapan sarana dan perasarana, tersedianya sarana dan prasarana kerja,
peralatan kerja, dan pendukung lainya yang memadai termasuk penyediaan sarana
teknologi, telekomunikasi dan informatika.
8. Kemudahan Akses, tempat dan lokasi serta pelayanan yang memadai, mudah
dijangkau oleh masyarakat dan dapat memanfaatkan teknologi informatika.
9. Kedisiplinan, Kesopanan dan keramahan pemberian pelayanan harus bersikap
disiplin, sopan dan santn, ramah serta memberikan pelayanan dengan iklas.
10. Kenyamanan Lingkungan hidup harus tertib, teratur, disediakan ruang tunggu
yang nyaman, bersih, rapi, lingkungan yang indah dan sehat serta dilengkapi
fasilitas pendukung pelayanan seperti parkir, toilet,tempat ibadah, dan lain lain.
Kriteria-kriteria tersebut mengandung arti bahwa organisasi harus dapat
melayani dengan cepat dan tepat, sesuai dengan aturan yang berlaku. Adanya
penetapan standar waktu pelayanan yang dapat dijadikan pedoman dalam
menyelesaikan suatu pelayanan. Selanjutnya pelayanan umum akan dapat
terlaksananya dengan baik dan memuaskan apabila didukung oleh beberapa faktor,
antara lain kesadaran pimpinan dan pelaksana, adanya aturan yang memadai,
organisasi dengan mekanisme sistem yang dinamis, pendapatan karyawan cukup
untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum, kemampuan keterampilan yang sesuai
dengan tugas atau pekerjaan yang dipertanggungjawabkan, dan tersedianya sarana
pelayanan sesuai dengan jenis dan bentuk atau pekerjaan pelayanan.
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008
-
Toha (1998) berpendapat bahwa untuk meningkatkan kualitas pelayanan
publik, organisasi publik (birokrasi publik) harus merubah posisi dan peran
(revitalisasi) dalam memberikan layanan publik, dari yang suka mengatur dan
memerintah berubah menjadi suka melayani, dari yang suka menggunakan
pendekatan kekuasaan berubah menjadi suka mendorong menuju kearah yang sesuai,
kolabiratis dan dialogis dan dari cara-cara sloganis menuju cara kerja realistik
pragmatik.
Dimata masyarakat, kualitas pelayanan ini meliputi ukuran sebagai berikut,
(Brown, 1992):
1. Realibility, yaitu kemampuan untuk memproduksi jasa sesuai yang diinginkan.
2. Responsiveness, yaitu kemampuan untuk membantu pelanggan dan pemberian
pelayanan yang tepat.
3. Tangible, yaitu penyediaan fasilitas fisik dan perlengkapan serta penampilan
pribadi.
Sesuai yang diatur dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara Nomor KEP/26/M.PAN/2/2004 tentang Petunjuk Teknis Transparansi dan
Akuntabilitas dalam Penyelenggaraan Pelayanan Publik disebutkan bahwa
transparansi pelayanan publik merupakan penyelenggaraan pelayanan publik dimana
pelaksanaan tugas dan kegiatan bersifat terbuka bagi masyarakat, mulai dari proses
kebijakan, perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan/pengendaliannya serta mudah
diakses oleh semua pihak yang membutuhkan informasi.
Kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk,
jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Kata
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008
-
kualitas sendiri mengandung banyak pengertian, beberapa contoh pengertian kualitas
menurut Tjiptono (2002) adalah :
1. Kesesuaian dengan persyaratan;
2. Kecocokan untuk pemakaian;
3. Perbaikan berkelanjutan;
4. Bebas dari kerusakan/cacat;
5. Pemenuhan kebutuhan pelangggan sejak awal dan setiap saat;
6. Melakukan segala sesuatu secara benar;
7. Sesuatu yang bisa membahagiakan pelanggan.
Pada prinsipnya pengertian-pengertian tersebut diatas dapat diterima. Yang
menjadi pertanyaan adalah ciri-ciri atau atribut-atribut apakah yang ikut menentukan
kualitas pelayanan publik tersebut. Ciri-ciri atau atribut-atribut tersebut yaitu antara
lain :
1. Ketepatan waktu pelayanan, yang meliputi waktu tunggu dan waktu proses;
2. Akurasi pelayanan, yang meliputi bebas dari kesalahan;
3. Kesopanan dan keramahan dalam memberikan pelayanan;
4. Kemudahan mendapatkan pelayanan, misalnya banyaknya petugas yang
melayani dan banyaknya fasilitas pendukung seperti komputer;
5. Kenyamanan dalam memperoleh pelayanan, berkaitan dengan lokasi, ruang
tempat pelayanan, tempat parkir, ketersediaan informasi dan lain-lain;
6. Atribut pendukung pelayanan lainnya seperti ruang tunggu ber-AC, kebersihan
dan lain-lain.
Berangkat dari persoalan mempertanyakan kepuasan masyarakat terhadap apa
yang diberikan oleh pelayan dalam hal ini yaitu administrasi publik adalah
pemerintah itu sendiri dengan apa yang mereka inginkan, maksudnya yaitu
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008
-
sejauhmana publik berharap apa yang akhirnya diterima mereka. Dengan demikian
dilakukan penilaian tentang sama tidaknya antara harapan dengan kenyataan, apabila
tidak sama maka pemerintah diharapkan dapat mengoreksi keadaan agar lebih teliti
untuk peningkatan kualitas pelayanan publik.
Selanjutnya dipertanyakan apakah terhadap kehendak masyarakat, seperti
ketentuan biaya yang tepat, waktu yang diperhitungkan dan mutu yang dituntut
masyarakat telah dapat terpenuhi. Andaikata tidak terpenuhi, pemerintah diharapkan
mengkoreksi keadaan, sedangkan apabila terpenuhi dilanjutkan pada pertanyaan
berikutnya, tentang berbagai informasi yang diterima masyarakat berkenaan dengan
situasi dan kondisi, serta aturan yang melengkapinya.
Memang pada dasarnya ada 3 (tiga) ketentuan pokok dalam melihat tinggi
rendahnya suatu kualitas pelayanan publik (Warsito Utomo, 1997), perlu diperhatikan
adanya keseimbangan antara:
1. Bagian antar pribadi yang melaksanakan (Inter Personal Component);
2. Bagian proses dan lingkungan yang mempengaruhi (Process and Environment
Component);
3. Bagian profesional dan teknik yang dipergunakan (Professional and Technical
Component).
Dalam rangka menyiapkan suatu pelayanan berkualitas yang sesuai dengan
yang diharapkan perlu berdasarkan pada sistem kualitas yang memiliki ciri atau
karakteristik tertentu. Suatu masyarakat pelanggan, akan selalu bertitik tolak kepada
pelayanan sehingga pelayanan yang diberikan dapat memenuhi harapan pelanggan.
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008
-
Zeithaml, et.al (1990) mengutarakan bahwa kualitas pelayanan merupakan
sesuatu yang kompleks, sehingga untuk menentukan sejauh mana kualitas dari
pelayanan, dapat dilihat dari lima dimensi yaitu :
1. Tangibles atau ketampakan fisik, artinya petampakan fasilitas fisik seperti
gedung, peralatan atau perlengkapan, pegawai dan fasilitas- fasilitas lainnya
yang menunjang pelayanan.
2. Reability atau reabilitas adalah kemampuan untuk menyelenggarakan pelayanan
yang dijanjikan secara akurat;
3. Responsiveness atau responsivitas adalah kerelaan untuk untuk menolong
customers dan menyelenggarakan pelayanan secara iklas;
4. Assurance atau kepastian adalah pengetahuan dan kesopanan para pekerja dan
kemampuan mereka dalam memberikan kepercayaan kepada customers.
5. Emphaty adalah perlakuan atau perhatian pribadi yang diberikan oleh providers
kepada customers;
Menurut Garvin dikutip Tjiptono ( 2002 ) ada lima macam perspektif kualitas
yang berkembang, kelima macam perspektif inilah yang bisa menjelaskan mengapa
kualitas bisa diartikan secara beraneka ragam oleh orang yang berbeda dalam situasi
yang berlainan meliputi :
1. Transcendental approach
Dalam pendekatan ini, kualitas dipandang sebagai innate excellence dimana
kualitas dapat dirasakan atau diketahui, tetapi sulit didefinisikan dan
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008
-
dioperasionalisasikan. Sudut pandang ini biasanya diterapkan dalam dunia seni,
meskipun demikian suatu perusahaan dapat mempromosikan produknya melalui
pernyataan-pernyataan maupun pesan-pesan komunikasi seperti tempat
berbelanja yang menyenangkan.
2. Produc based approach
Pendekatan ini menganggap bahwa kualitas merupakan karakteristik atau atribut
yang dapat dikuantitatifkan dan dapat diukur. Perbedaan dalam kualitas
mencerminkan perbedaan dalam jumlah beberapa unsur atau atribut yang
dimiliki produk, karena pandangan ini sangat obyektif maka tidak dapat
menjelaskan perbedaan , kebutuhan dan preperensi individual.
3. Used based approach
Pendekatan ini didasarkan pada pemikiran bahwa kualitas tergantung kepada
orang yang memandangnya, sehingga produk yang berkualitas paling tinggi.
Perspektif yang subyektif dan demand oriented ini juga menyatakan bahwa
pelanggan yang berbeda memiliki kebutuhan dan keinginan yang berbeda pula
sehingga kualitas bagi seseorang adalah sama dengan kepuasan maksimum yang
dilaksanakannya.
4. Manufacturing based approach
Perspektif ini bersifat supply based dan terutama memperhatikan praktek-
praktek perekayasaan dan pemanufakturan serta mendefinisikan kualitas sebagai
kesesuaian/sama dengan persyaratan. Pendekatan ini berfokus pada penyesuaian
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008
-
spesipikasi yang dikembangkan secara internal, yang seringkali didorong oleh
tujuan peningkatan produktivitas dan penekanan biaya jadi yang menentukan
kualitas adalah standar-standar yang ditetapkan perusahaan, bukan konsumen
yang menggunakannya.
5. Value base approach
Pendekatan ini memandang kualitas dari segi nilai dan harga dengan
mempertimbangkan trade off antara kinerja dan harga, kualitas didefinisikan
sebagai affordable excellence, kualitas dalam perspektif ini bersifat relatif,
sehingga produk yang memiliki kualitas paling tinggi belum tentu produk yang
paling bernilai; akan tetapi yang paling bernilai adalah barang atau jasa yang
paling tepat dibeli.
Menurut Wolkins et al dikutip Tjiptono ( 2002 ) bahwa untuk menciptakan
suatu gaya manajemen dan lingkungan yang kondusif bagi perusahaan jasa untuk
memperbaiki kualitas, perusahaan harus mampu memenuhi enam prinsip utama yang
berlaku. Keenam prinsip tersebut sangat bermanfaat dalam membentuk dan
mempertahankan lingkungan yang tepat untuk melaksanakan penyempurnaan
kualitas secara berkesinambungan dengan didukung oleh pemasok, karyawan dan
pelanggan yaitu :
1. Kepemimpinan; strategis kualitas perusahaan harus merupakan inisiatif dan
komitmen dari manajemen puncak yang harus memimpin perusahaan untuk
meningkatkan kinerja kualitasnya. Tanpa adanya kepemimpinan dari manajemen
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008
-
puncak, maka usaha untuk meningkatkan kualitas hanya berdampak kecil
terhadap perusahaan.
2. Pendidikan, semua personil perusahaan dari manajer puncak sampai karyawan
operasional, harus memperoleh pendidikan mengenai kualitas. Aspek-aspek yang
perlu mendapatkan penekanan dalam pendidikan meliputi konsep kualitas
sebagai strategi bisnis, alat dan teknik implementasi strategi kualitas dan peranan
eksekutif .
3. Perencanaan, harus mencakup pengukuran dan tujuan kualitas yang
dipergunakan dalam mengarahkan perusahaan untuk mencapai visinya.
4. Review merupakan satu-satunya alat yang paling efektif bagi manajemen untuk
mengubah perilaku organisasional, proses ini merupakan suatu mekanisme yang
menjamin adanya perhatian yang konstan dan terus menerus untuk mencapai
tujuan kualitas.
5. Komunikasi, implementasi strategis kualitas dalam organisasi dipengaruhi oleh
proses komunikasi dalam perusahaan, komunikasi harus dilakukan dengan
karyawan, pelanggan dan stake holder perusahaan lainnya.
6. Penghargaan dan pengakuan merupakan aspek yang penting dalam
implementasi strategi kualitas, setiap karyawan yang berprestasi tersebut diakui.
Dengan demikian dapat meningkatkan motivasi morak kerja, rasa bangga dan
rasa kepemilikan setiap orang dalam organisasi yang pada gilirannya dapat
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008
-
memberikan kontribusi besar bagi perusahaan dan bagi pelanggan yang
dilayaninya.
Menurut Tjiptono ( 2002 ) faktor-faktor penyebab kualitas yang buruk
meliputi:
1. Produksi dan konsumsi yang terjadi secara simultan adalah merupakan
karakteristik jasa yang penting artinya jasa diproduksi dan dikomsumsi pada saat
bersamaan, dengan kata lain dalam memberikan jasa dibutuhkan kehadiran dan
partisipasi pelanggan akibatnya timbul masalah-masalah sehubungan dengan
interaksi produsen dan konsumen jasa. Beberapa kekurangan yang mungkin ada
pada karyawan pemberi jasa dan dapat berpengaruh terhadap persepsi pelanggan
pada kualitas misalnya : tidak terampil dalam melayani pelanggan, cara
berpakaian tidak sesuai, tutur katanya kurang sopan atau bahkan menyebalkan,
bau badannya mengganggu dan selalu cemberut atau pasang tampang angker.
2. Intensitas tenaga kerja yang tinggi, keterlibatan tenaga kerja yang intensif dalam
penyempaian jasa dapat pula menimbulkan masalah pada kualitas, yaitu tingkat
variabilitas yang tinggi.
3. Dukungan terhadap pelanggan internal kurang memadai, karyawan front line
merupakan ujung tombak dari sistem pemberian jasa, supaya mereka dapat
memberikan jasa yang efektif, maka mereka perlu mendapatkan dukungan dari
fungsi utama manajemen ( operasi, pemasaran, keuangan, SDM )
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008
-
4. Kesenjangan komunikasi, merupakan faktor yang sangat esensial dalam kontak
dengan pelanggan. Bila terjadi kesenjangan dalam komunikasi, maka akan timbul
penilaian negatif terhadap kualitas jasa.
5. Memperlakukan semua pelanggan dengan cara yang sama, dalam hal ini interaksi
dengan pemberi jasa tidak semua pelanggan bersedia menerima pelayanan yang
seragam, sering terjadi ada pelanggan yang menginginkan atau bahkan menuntut
jasa yang bersifat personal dan berbeda dengan pelanggan lain.
6. Perluasan atau pengembangan jasa secara berlebihan, disatu sisi memperkenalkan
jasa baru atau memperkaya jasa lama dapat meniningkatkan peluang pemasaran
dan menghindari terjadinya pelayanan yang buruk.
7. Visi bisnis jangka pendek, bisa merusak kualitas jasa yang sedang dibentuk untuk
jangka panjang, misalnya : kebijakan suatu bank untuk menekan biaya dengan
cara mengurangu jumlah kasir menyebabkan semakin panjangnya antrian di Bank.
Menurut Tjiptono (2002) strategi meningkatkan kualitas jasa tidaklah
semudah yang dibayangkan. Banyak faktor yang perlu dipertimbangkan, upaya
tersebut berdampak luas yaitu terhadap budaya organisasi secara keseluruhan. Di
antara berbagai faktor yang perlu mendapatkan perhatian adalah sebagai berikut :
1. Mengidentifikasi determinan utama kualitas jasa dari sudut pandang pelanggan.
Oleh karena itu langkah pertama yang dilakukan adalah melakukan riset untuk
mengidentifikasi determinan jasa yang paling penting bagi pasar sasaran.
Langkah berikutnya adalah memperkirakan penilaian yang diberikan pasar
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008
-
sasaran terhadap perusahaan dan pesaing berdasarkan determinan-determinan
tersebut. Dengan demikian dapat diketahui posisi relatif perusahaan di mata
pelanggan dibandingkan pesaing, sehingga perusahaan dapat memfokuskan
supaya peningkatan kualitasnya.
2. Mengelola harapan pelanggan, semakin banyak janji yang diberikan maka
semakin besar pula harapan pelanggan (bahkan bisa menjurus menjadi tidak
realistis) yang pada gilirannya akan menambah peluang tidak dapat terpenuhinya
harapan pelanggan oleh perusahaan.
3. Mengelola bukti kualitas jasa, bertujuan untuk memperkuat persepsi pelanggan
selama dan sesudah jasa diberikan. Oleh karena jasa merupakan kinerja dan tidak
dapat dirasakan sebagaimana halnya barang, maka pelanggan cenderung
memperhatikan fakta-fakta tangibles yang berkaitan dengan jasa sebagai bukti
kualitas.
4. Mendidik konsumen tentang jasa, membantu pelanggan dalam memahami suatu
jasa merupakan upaya yang sangat positif dalam rangka menyampaikan kualitas
jasa, pelanggan yang lebih terdidik akan dapat mengambil keputusan secara lebih
baik.
5. Mengembangkan budaya kualitas, merupakan sistem nilai organisasi yang
menghasilkan lingkungan yang kondusif bagi pembentukan dan penyempurnaan
kualitas secara terus-menerus. Budaya kualitas terdiri dari filosofi, keyakinan,
sikap, norma, nilai, tradisi, prosedur, dan harapan yang meningkatkan kualitas.
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008
-
Ada beberapa faktor yang dapat memperlancar dan sekaligus dapat pula
menghambat pengembangan jasa yang berkualitas, yaitu:
a) Manusia, misalnya deskripsi kerja, seleksi, pelatihan.
b) Organisasi/struktur, meliputi integrasi/koordinasi fungsi-fungsi dan
struktur pelaporan.
c) Pengukuran, yaitu evaluasi kinerja dan pemantauan keluhan dan
kepuasan pelanggan.
d) Pendukung sistem, yakni faktor tehnis, komputer.
e) Pelayanan, meliputi nilai tambah, rentang dan kualitas, standar kinerja,
pemuasan kebutuhan dan harapan.
f) Program, meliputi pengelolaan keluhan, alat-alat penjualan/promosi,
alat-alat manajemen.
g) Komunikasi internal terdiri dari prosedur dan kebijaksanaan umpan
balik dalam organisasi.
h) Komunikasi eksternal yakni pendidikan pelanggan, penciptaan harapan,
citra perusahaan.
6. Menciptakan automating quality dapat mengatasi variabilitas kualitas jasa yang
disebabkan kurangnya sumber daya manusia yang dimiliki, perusahaan perlu
melakukan penelitian secara seksama untuk menentukan bagian yang
membutuhkan sentuhan manusia dan bagian yang memerlukan otomatisasi.
7. Menidak lanjuti jasa dapat membantu memisahkan aspek-aspek-aspek jasa yang
perlu ditingkatkan. Perusahaan perlu mengambil inisiatif untuk menghubungi
sebagian atau semua pelanggan untuk mengetahui tingkat kepuasan dan persepsi
mereka terhadap jasa yang diberikan.
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008
-
8. Mengembangkan sistem informasi kualitas jasa merupakan suatu sistem yang
menggunakan berbagai macam pendekatan riset secara sistematis untuk
mengumpulkan, menyebarluaskan informasi kualitas jasa guna mendukung
pengambilan keputusan. Informasi yang dibutuhkan mencakup segala aspek,
yaitu data saat ini dan masa lalu, kuantitatif dan kualitatif, internal dan eksternal,
serta informasi mengenai perusahaan dan pelanggan.
Dengan demikian baik tidaknya kualitas pelayanan tergantung pada
kemampuan penyedia jasa dalam memenuhi harapan pelanggannya secara konsisten.
Kualitas harus dimulai dari kebutuhan pelanggan dan berakhir pada persepsi
pelanggan. Hal ini berarti bahwa citra kualitas yang baik bukanlah berdasarkan sudut
pandang atau persepsi pihak penyedia jasa, melainkan berdasarkan sudut pandang
pelanggan.
Organisasi pelayanan publik mempunyai ciri public accuntability, dimana
setiap warga negara mempunyai hak untuk mengevaluasi kualitas pelayanan yang
mereka terima. Adalah sangat sulit untuk menilai kualitas suatu pelayanan tanpa
mempertimbangkan peran masyarakat sebagai penerima pelayanan dan aparat
pelaksana pelayanan itu. Evaluasi yang berasal dari pengguna pelayanan, merupakan
elemen pertama dalam analisis kualitas pelayanan publik. Elemen kedua dalam
analisis adalah kemudahan suatu pelayanan dikenali baik sebelum dalam proses atau
setelah pelayanan itu diberikan.
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008
-
Adapun dasar untuk menilai suatu kualitas pelayanan selalu berubah dan
berbeda. Apa yang dianggap sebagai suatu pelayanan yang berkualitas saat ini tidak
mustahil dianggap sebagai sesuatu yang tidak berkualitas pada saat yang lain. Maka
kesepakatan terhadap kualitas sangat sulit untuk dicapai. Dalam hal ini yang
dijadikan pertimbangan adalah kesulitan atau kemudahan konsumen dan produsen di
dalam menilai kualitas pelayanan.
Transparansi penyelenggaraan pelayanan publik tersebut meliputi:
1. Manajemen dan penyelenggaraan pelayanan publik meliputi kebijakan,
perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan/pengendaliannya oleh masyarakat.
Kegiatan ini harus diinformasikan dan mudah diakses oleh masyarakat.
2. Prosedur pelayanan yang merupakan rangkaian proses atau tata kerja yang
menunjukkan adanya tahapan yang jelan dan pasti, sederhana, tidak berbelit-belit,
mudah dipahami dan mudah dilaksanakan serta diwujudkan dalam bagan alur.
3. Persyaratan teknis dan administratif pelayanan harus diinformasikan secara jelas
dan relevan dengan jenis pelayanan serta diletakkan di dekat loket pelayanan.
4. Rincian biaya pelayanan harus diinformasikan secara jelas dan diletakkan di dekat
loket pelayanan dan dapat dibaca serta pungutan yang ditarik dari masyarakat
harus disertai dengan tanda bukti resmi sesuai dengan jumlah yang dibayarkan.
5. Waktu penyelesaian pelayanan dan kurun waktu penyelesaian pelayanan publik
harus diinformasikan dan diletakkan di dekat loket pelayanan dengan
melaksanakan azas first in first out (fifo).
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008
-
6. Pejabat yang berwenang dan bertanggungjawab memberikan pelayanan dan atau
menyelesaikan keluhan/persoalan/sengketa harus ditetapkan dengan
memperhatikan persyaratan/persyaratan yang dibutuhkan.
7. Lokasi pelayanan mudah dijangkau dan dilengkapi dengan sarana dan prasarana
yang cukup memadai.
8. Janji pelayanan yang merupakan komitmen tertulis unit kerja dalam memberikan
pelayanan kepada masyarakat harus tertulis jelas, singkat, dan mudah dimengerti
yang menyangkut hal-hal yang esensial dan informasi yang akurat termasuk
didalamnya standar kualitas pelayanan.
9. Standar pelayanan publik wajib disusun sesuai dengan tugas dan kewenangan dan
dipublikasikan kepada masyarakat sebagai jaminan adanya kepastian bagi
penerima pelayanan.
10. Informasi pelayanan mengenai prosedur, persyaratan, biaya, waktu, standar,
janji/motto pelayanan, lokasi serta pajabat/petugas yang berwenang dan
bertanggungjawab wajib dipublikasikan kepada masyarakat melalui media cetak,
gambar atau penyukuhan langsung kepada masyarakat.
Penyelenggaraan pelayanan publik harus dapat dipertanggungjawabkan baik
kepada publik maupun kepada atasan/pimpinan unit pelayanan sesuai ketentuan
perundangan. Akuntabilitas kinerja pelayanan publik yang merupakan proses mulai
dari tingkat ketelitian (akurasi), profesionalitas petugas, kelengkapan sarana dan
prasarana, kejelasan aturan dan kedisiplinan, pelayanan yang sesuai standar/janji
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008
-
pelayanan, dapat dipertanggungjawabkan secara terbuka, pemberian kompensasi,
penilaian oleh masyarakat secara berkala sesuai mekanisme dan mekanisme
pertanggungjawaban bila terjadi kerugian dalam pelayanan atau jika pengaduan
masyarakat tidak ditanggapi.
Akuntabilitas biaya pelayanan publik yang meliputi biaya pelayanan yang
dipungut harus sesuai dengan ketentuan perundangan yang ditetapkan dan pengaduan
masyarakat terhadap penyimpangan biaya pelayanan publik harus ditangani oleh
petugas yang ditunjuk berdasarkan penugasan dari pejabat yang berwenang.
Akuntabilitas produk pelayanan publik yang menyakut persyaratan teknis dan
administratif harus jelas dan dapat dipertanggungjawabkan dari segi kualitas dan
keabsahan produk pelayanan, prosedur dan mekanisme kerja harus sederhana dan
dilaksanakan sesuai ketentuan yang ditetapkan serta produk pelayanan diterima
dengan benar, tepat, dan sah.
Izin adalah dokumen yang dikeluarkan pemerintah daerah berdasarkan
Peraturan Daerah atau peraturan lainnya yang merupakan bukti legalitas,
menyatakan sah atau diperbolehkannya seseorang atau badan untuk melakukan usaha
atau kegiatan tertentu. Sedangkan Perizinan adalah pemberian legalitas kepada
seseorang atau pelaku usaha tertentu baik dalam bentuk izin atau daftar usaha.
Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu disebutkan bahwa penyelenggaraan
pelayanan terpadu satu pintu adalah kegiatan penyelenggaraan perizinan atau
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008
-
nonperizinan yang proses pengelolaannya mulai dari tahap permohonan sampai
dengan tahap terbitnya dokumen dilakukan pada satu tempat. Perizinan Terpadu Satu
Pintu merupakan salah satu pola pelayanan yang diselenggarakan satu tempat yang
meliputi berbagai jenis pelayanan, memiliki keterkaitan proses dan dilayani pada satu
pintu.
Beberapa pengertian tentang berbagai jenis perizinan menurut Pemerintah
Kota Lhokseumawe (2007) antara lain:
1. Izin adalah izin usaha atau surat keterangan yang dipersamakan dengan itu yang
diterbitkan oleh instansi yang berwenang dan diberikan kepada pengusaha untuk
menjalankan kegiatan usahanya.
2. Surat Izin Tempat Usaha (SITU) adalah izin yang diberikan untuk mendirikan
dan atau menggunakan tempat-tempat, ruang-ruang tempat bekerja dan jasa yang
untuk mendirikannya tidak memerlukan rUndang-Undang gangguan (Hinder
Ordonantie)
3. Izin Gangguan (HO) adalah izin gangguan yang diberikan kepada orang pribadi
atau badan dilokasi tertentu yang menimbulkan bahaya, kerugian dan gangguan,
tidak termasuk tempat usaha yang lokasinya telah ditunjuk oleh pemerintah pusat
dan atau pemerintah daerah.
4. Izin Mendirikan Bangunan adalah izin yang diberikan oleh Pemerintah Daerah
kepada orang pibadi atau badan untuk mendirikan suatu bangunan yang
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008
-
dimaksudkan agar disain, pelaksanaan pembangunan, dan bangunan sesuai
dengan rencana tata ruang yang berlaku.
Model perizinan terpadu (perdu) merupakan pengembangan dari pendekatan
satu atap (sintap). Perdu pada dasarnya merupakan suatu model sintap yang
dikembangkan terutama dari aspek cara memproses perizinan bersama-sama dengan
lain, tergantung garis kewenangan dan kebutuhan tiap-tiap daerah adalah tanggung
jawab bersama semua instansi yang berkaitan dengan perizinan. Instansi penyedia
layanan haruslah ditentukan terlebih dahulu dan dilaksanakan secara konsisten.
Sebaiknya, keputusan tentang pembentukan perdu ini tidak dibuat oleh instansi
penyedia layanan. Tetapi haruslah diambil oleh Kepala Daerah dan atau persetujuan
DPRK. Hal ini sangat penting untuk mencegah adanya konflik diantara penyedia
layanan. Kecendrungan seperti ini pada akhirnya akan menimbulkan biaya tinggi
dalam proses perizinan.
Namun proses panjang dan costly ini tidak berarti bahwa model perdu ini
tidak efektif. Efektivitas model ini tergantung pada kualitas pelayanan yang
diberikan dan sinergi diantara perdu dengan instansi penyedia pelayanan terkait
lainnnya. Seleksi jenis perizinan yang akan didelegasikan berimplikasi pada
efektivitas perdu. Setiap daerah memiliki kebutuhan perizinan yang berbeda serta
pendekatan yang berbeda dalam memungut pajak dan retribusi daerah. Kedua hal ini
akan mempengaruhi operasi dan efektifitas perdu di suatu daerah. Sangat penting
untuk memutuskan layanan perizinan yang ditugaskan kepada perdu karena akses
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008
-
terhadap perdu akan menentukan penilaian terhadap perizinan mana yang akan
dikeluarkan lewat saluran tertentu. Mungkin, indikator akses yang penting dalam
pengambilan keputusan tersebut adalah luasnya wilayah, jumlah, serta kepadatan
penduduk.
Kompleksitas sistem perizinan dan model-model sistem perizinan usaha
terpadu (perdu) yang ada tentu saja memiliki beberapa kelemahan yang melekat di
dalamnya. Hal ini tidak dapat dihindari karena tidak ada sistem yang 100% sempurna.
Dengan mengetahui kelemahan-kelemahan potensial sistem ini, yang perlu dilakukan
adalah mengembangkan strategi untuk menghindari kelemahan tersebut dalam
implementasi sistem perdu. Strategi yang tepat menurut Wibawa (2007) adalah
dengan menerapkan sistem yang mempermudah bukan mempersulit, memperpendek
bukan memperpanjang, lebih murah bukan makin mahal, dan menarik bukan
membosankan.
a. Mempermudah bukan mempersulit
Prosedur yang panjang dan berbelit-belit merupakan stigma lama sistem
perizinan yang kita kenal selama ini. Oleh karena itu, perdu semestinya memberi
perhatian besar pada tantangan mengubah anggapan perizinan yang selama ini sulit
dan tidak bersahabat menjadi suatu kegiatan yang mudah dan menyenangkan.
Dalam pemberlakuan perdu, perlu memperhatikan bahwa berbagai prosedur dari
berbagai institusi yang berbeda dapat memperpanjang proses perizinan. Artinya,
perdu harus menjauhkan diri dari adanya duplikasi proses. Perdu harus menciptakan
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008
-
citra baru bahwa prosedur pengurusan izin sederhana, mudah dan menyenangkan.
Misalnya pelanggan yang sebelumnya harus pergi ke beberapa kantor dinas untuk
mengurus satu perizinan, sekarang ia cukup pergi ke satu tempat yaitu perdu. Namun
dalam realitanya bisa saja proses perizinan ternyata lebih panjang dari sebelumnya
meskipun maksudnya bukan begitu. Hal itu dapat terjadi karena secara tidak sengaja
lebih banyak prosedur yang ditambahkan ke dalam sistem perdu itu dengan biaya
dan waktu yang sama atau bahkan lebih.
b. Memperpendek, bukan memperpanjang
Kelemahan lain yang mungkin terjadi dalam sistem perdu adalah jika
implementasi perdu menjadikan pelanggan harus menempuh jarak yang lebih jauh
untuk dapat mengakses pelayanan yang sama dibandingkan waktu sebelumnya.
Sebagai ilustrasi, pelayanan pengurusan IMB sebelumnya dilaksanakan di kantor
camat namun setelah dilaksanakannya perdu pelanggan harus mengajukan aplikasi
perizinan yang sama ke perdu yang terletak di ibukota kabupaten/ kota. Jarak adalah
hal yang sangat penting di sebagian besar daerah, khusus untuk daerah yang wilayah
sangat luas dan berpenduduk jarang.
c. Lebih murah bukan lebih makin mahal
Biaya yang lebih besar untuk memperoleh izin merupakan kelemahan lain
yang mungkin terjadi dalam implementasi perdu. Biaya ekstra tersebut dapat muncul
dari biaya perizinan langsung maupun tidak langsung. Biaya langsung dapat berupa
biaya tersembunyi dalam perhitungan tarif, biaya salinan perizinan, sampai biaya
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008
-
administrasi untuk mendokumentasikan berkas yang dibutuhkan dari pelanggan.
Biaya tidak langsung dapat berupa ongkos transportasi dan biaya lain yang terkait
mendapat izin.
d. Menarik bukan membosankan
Implementasi perdu yang menyebabkan berkurangnya minat masyarakat
untuk memperoleh izin dapat disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, persepsi
masyarakat bahwa perdu yang baru lebih baik atau bahkan lebih buruk dari prosedur
perizinan sebelumnya. Yang kedua, lokasi perdu terlalu jauh dari tempat tinggal
sebagian besar dari masyarakat sehingga akses ke perdupun menjadi tidak praktis dan
sulit bagi mereka.
Untuk menghindari kelemahan ini, penyebab turunnya minat masyarakat
tersebut penting untuk ditelusuri untuk mencari solusinya. Janji untuk lebih dapat
diandalkan atau bentuk-bentuk komitmen lain dapat membantu meyakinkan
masyarakat bahwa perdu berkomitmen untuk memberikan pelayanan perizinan yang
reliabel, cepat, mudah, dan jujur. Komitmen ini disertai dengan upaya untuk
mendorong masyarakat mencoba layanan yang diberikan perdu untuk melihat
komitmen tersebut dalam kenyataannya. Termasuk dalam hal ini minat dunia usaha
atau investor potensial. Manfaat tambahan dapat ditawarkan kepada para pelaku
usaha untuk mendirikan usaha baru di daerah itu, misalnya dengan prosedur yang
sederhana atau pemrosesan paket perizinan yang simultan dalam waktu yang relatif
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008
-
cepat dan mungkin juga dengan menawarkan biaya perizinan yang lebih murah jika
dimungkinkan.
Dari beberapa asumsi tersebut, maka ditarik kesimpulan bahwa kualitas
pelayanan adalah merupakan usaha sadar yang dilakukan organisasi sesuai dengan
wewenang dan tanggungjawabnya untuk memenuhi kebutuhan orang lain. Dalam
penelitian ini dimensi yang digunakan untuk mengetahui bagaimana kualitas
pelayanan perizinan terpadu satu pintu di Kota Lhokseumawe dipergunakan teori
menurut pendapat Zeithaml, et.al (1990) yaitu:
1. Tangibles atau ketampakan fisik, artinya penampakan fasilitas fisik seperti
gedung, peralatan atau perlengkapan, pegawai dan fasilitas- fasilitas lainnya
yang menunjang pelayanan.
2. Reliability atau reabilitas adalah kemampuan untuk menyelenggarakan pelayanan
yang dijanjikan secara akurat;
3. Responsiveness atau responsivitas adalah kerelaan untuk untuk menolong
customers dan menyelenggarakan pelayanan secara iklas;
4. Assurance atau kepastian adalah pengetahuan dan kesopanan para pekerja dan
kemampuan mereka dalam memberikan kepercayaan kepada customers.
5. Emphaty adalah perlakuan atau perhatian pribadi yang diberikan oleh providers
kepada customers;
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008
-
2.1.1. Kualitas
Pengertian kualitas mengandung banyak penafsiran dan arti. Supranto (2000)
mendefinisikan bahwa kualitas adalah sebuah kata yang bagi penyedia jasa
merupakan sesuatu yang harus dikerjakan dengan baik. Sejalan dengan hal tersebut
Goetsch dan Davis (dalam Tjiptono dan Diana, 2001) mendefinisikan bahwa kualitas
merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk jasa, manusia,
proses dan lingkungan yang memenuhi dan melebihi harapan.
Dari definisi tersebut ada beberapa kesamaan yaitu:
1. Kualitas meliputi usaha memenuhi atau melebihi harapan pelanggannya.
2. Kualitas merupakan kondisi yang setiap saat mengalami perubahan.
3. Kualitas mencakup produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan.
4. Kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang memenuhi atau melebihi
harapan.
Perbedaan harapan dan persepsi masyarakat yang dilayani birokrasi
pemerintah selaku pemberi layanan merupakan permasalahan krusial yang
mengakibatkan terjadinya pelayanan tidak berkualitas, tidak efektif dan tidak efisien.
2.1.2. Pelayanan
Pelayanan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1999) adalah usaha
melayani kebutuhan orang lain sedang pelayan adalah membantu menyiapkan
(mengurus apa yang diperlukan seseorang). Keunggulan suatu produk jasa adalah
tergantung dari keunikan serta kualitas yang dipelihatkan oleh jasa tersebut apakah
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008
-
sudah sesuai dengan keinginan dan harapan pelanggan (Supranto, 2001).
Sejalan dengan uraian tersebut, maka pengertian pelayanan menurut Munir
(2000) adalah serangkaian kegiatan karena itu ia merupakan proses, sebagai proses
pelayanan langsung secara rutin dan berkesinambungan meliputi seluruh kehidupan
orang dalam masyarakat. Dari definisi yang telah diuraikan, maka ditarik kesimpulan
bahwa pelayanan merupakan serangkaian proses meliputi kebutuhan masyarakat yang
dilayani secara berkesinambungan.
Pelayanan publik dapat diartikan sebagai pemberian layanan (melayani)
keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu
sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan. Sebagaimana telah
dikemukakan terdahulu bahwa pemerintahan pada hakekatnya adalah pelayanan
kepada masyarakat. Ia tidaklah diadakan untuk melayani dirinya sendiri, tetapi untuk
melayani masyarakat serta menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap anggota
masyarakat mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya demi mencapai tujuan
bersama (Rasyid, 1998). Karenanya birokrasi publik berkewajiban dan bertanggung
jawab untuk memberikan layanan baik dan profesional.
Pelayanan oleh birokrasi publik tadi adalah merupakan salah satu perwujudan
dari fungsi aparatur negara sebagai abdi masyarakat di samping sebagai abdi negara.
Pelayanan oleh birokrasi publik dimaksudkan untuk mensejahterakan masyarakat
(warga negara) dari suatu negara kesejahteraan (welfare state). Pelayanan umum oleh
Lembaga Administrasi Negara (1998) diartikan sebagai segala bentuk kegiatan
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008
-
pelayanan umum yang dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, di Daerah dan
di lingkungan Badan Usaha Milik Negara/Daerah dalam bentuk barang dan atau jasa
baik dalam rangka upaya kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pelayanan dengan demikian dapat diartikan sebagai pemberian layanan
(melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada
organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan.
Sementara itu, kondisi masyarakat saat ini telah terjadi suatu perkembangan
yang sangat dinamis, tingkat kehidupan masyarakat yang semakin baik, merupakan
indikasi dari empowering yang dialami oleh masyarakat (Thoha dalam Widodo,
2001). Hal ini berarti masyarakat semakin sadar akan apa yang menjadi hak dan
kewajibannya sebagai warga negara dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Masyarakat semakin berani untuk mengajukan tuntutan, keinginan dan
aspirasinya kepada pemerintah. Masyarakat semakin kritis dan semakin berani untuk
melakukan kontrol terhadap apa yang dilakukan oleh pemerintahnya.
Dalam kondisi masyarakat seperti digambarkan di atas, birokrasi publik harus
dapat memberikan layanan perizinan yang lebih efektif, sederhana, transparan,
terbuka, tepat waktu, responsif dan adaptif serta sekaligus dapat membangun kualitas
manusia dalam arti meningkatkan kapasitas individu dan masyarakat untuk secara
aktif menentukan masa depannya sendiri (Effendi dalam Widodo, 2001). Arah
pembangunan kualitas manusia tadi adalah memberdayakan kapasitas manusia dalam
Ridha Fahmi: Kualitas Pelayanan Perizinan terpadu Satu Pintu Dan Faktor-Faktor Manajerial Yang Mempengaruhinya Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository 2008
-
arti menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap anggota masyarakat
mengembangkan kemampuan dan krativitasnya untuk mengatur dan menentukan
masa depannya sendiri.
Pelayanan publik yang berkualitas, artinya pelayanan publik yang dicirikan
oleh adanya akuntabilitas dan responsibilitas dari pemberi layanan (aparatur
pemerintah). Selain itu, dalam kondisi masyarakat yang semakin kritis di atas,
birokrasi publik dituntut harus dapat mengubah posisi dan peran (revitalisasi) dalam
memberikan pelayanan publik. Dari yang suka mengatur dan memerintah berubah
menjadi suka melayani, dari yang suka menggunakan pendekatan kekuasaan, berubah
menjadi suka menolong menuju ke arah yang fleksibel kolaboratis dan dialogis dan
dari cara-cara yang sloganis menuju cara-cara kerja yang realistik pragmatis (Thoha
dalam Widodo, 2001). Dengan revitalitas birokrasi publik (terutama aparatur
pemerintah daerah) ini, pelayanan publik yang lebih baik dan