kualitas daging

download kualitas daging

of 12

Transcript of kualitas daging

  • 7/28/2019 kualitas daging

    1/12

    kualitas daging

    BAB I

    PENDAHULUAN1.1 latar belakang

    Daging merupakan bahan pangan yang penting dalam memenuhi kebutuhan gizi.

    Selain mutu proteinnya tinggi, pada daging terdapat pula kandungan asam amino

    esensial yang lengkap dan seimbang. Keunggulan lain, protein daging lebih mudah

    dicerna ketimbang yang berasal dari nabati. Bahan pangan ini juga mengandung

    beberapa jenis mineral dan vitamin.

    Karakteristik kualitas daging merupakan karakteristik yang dinilai oleh konsumen

    dalam memenuhi palatabilitasnya, berkaitan dengan penilaian sensorik atau

    organoleptik. Kualitas daging atau bahan pangan pada umumnya, dinilai oleh

    konsumen pada awalnya melalui pendekatan organ-organ panca indera. Sehingga

    karakteristik kualitas pada daging menyangkut warna, keempukan, citarasa (flavour),

    dan kebasahan (juiciness). Secara organoleptik (sensorik), warna dinilai oleh organ

    penglihatan, keempukan dinilai melalui perabaan dan pencicipan (gigi, tangan, dan

    lidah), citarasa dinilai melalui pencicipan dan penciuman (lidah dan hidung), dan

    kebasahan dinilai oleh pencicipan (lidah). Karakteristik kualitas ini sering pula

    disebut sebagai eating quality (kualitas makan). Penilaian karakteristik kualitas ini

    yang pada awalnya dinilai oleh konsumen secara organoleptik, berkembang menjadi

    penilaian dengan menggunakan peralatan untuk menghindari subyektifitas. Namun

    demikian para pakar dibidang organoleptik menyatakan bahwa justru penilaian

    dengan menggunakan alatlah yang lebih subyektif karena alat merupakan imitasi dari

    organ-organ panca indera yang digunakan lebih awal dalam penilaian tersebut. Alat

    yang dipergunakan untuk menilai keempukan daging diciptakan melalui imitasi dari

    kemampuan gigi geligi (geraham) dalam melakukan gigitan pertama dan selama

    pengunyahan pada daging. Pendekatan statistik melalui penggunaan sejumlah panelis

    terlatih dan pengulangan berulang kali dalam penilaian kualitas secara

  • 7/28/2019 kualitas daging

    2/12

    sensorik/organoleptik dimaksudkan adalah untuk lebih mengobjektifkan hasil

    penilaian tersebut.

    Penentuan harga pada saat jual beli ternak siap potong, umumnyadidasarkan pada

    taksiran pada saat ternak masih hidup, meskipun dibeberapa tempat terutama ternak

    besar, penentuan harga ditentukan olehberat karkas yang dihasilkan oleh ternak yang

    bersangkutan. Bila hargaternak hidup ditentukan berdasarkan penaksiran, maka

    pembeli harus sudahbisa memperkirakan berapa banyak karkas yang akan didapat,

    berapa nilaidari hasil ikutan seperti kulit, jeroan dan sisa karkas lainnya.Penampilan

    ternak saat hidup mencerminkan produksi dan kualitaskarkasnya. Ketepatan penaksir

    dalam menaksir nilai ternak tergantung padapengetahuan penaksir dan kemampuan

    menterjemahkan keadaan dariternak itu Pada dasarnya, kualitas karkas adalah nilai

    karkas yang dihasilkan oleh ternak relatif terhadap suatu kondisi pemasaran. Faktor

    yang menentukan nilai karkas meliputi berat karkas, jumlah daging yang dihasilkan

    dan kualitas daging dari karkas yang bersangkutan.

    Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh ternak yang akan

    dipotong agar diperoleh kualitas daging yang baik, yaitu (1) ternak harus dalam

    keadaan sehat, bebas dari berbagai jenis penyakit, (2) ternak harus cukup istirahat,

    tidak diperlakukan kasar, serta tak mengalami stres agar kandungan glikogen otot

    maksimal, (3) penyembelihan dan pengeluaran darah harus secepat dan sesempurna

    mungkin, (4) cara pemotongan harus higienis.

    1.2 Ruang lingkup isi

    Penulis disini membahas tentang kualitas daging secara umum yang

    dipengaruhi oleh factor sebelum pemotongan maupun setelah pemotongan.

  • 7/28/2019 kualitas daging

    3/12

    BAB II

    PEMBAHASAN

    Kualitas karkas dan daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan setelah

    pemotongan. Faktor sebelum pemotongan yang dapat mempengaruhi kualitas daging

    antara lain genetik, spesies, bangsa, tipe ternak, jenis kelamin, umur, pakan termasuk

    bahan aditif (hormon, antibiotik atau mineral), dan stress. Faktor setelah pemotongan

    yang mempengaruhi kualitas daging antara lain meliputi metode pelayuan, stimulasi

    listrik, metode pemasakan, pH karkas dan daging, bahan tambahan termasuk enzim

    pengempuk daging, hormon dan antibiotik, lemak intramuskuler atau marbling,

    metode penyimpanan dan preservasi, macam otot daging dan lokasi pada suatu otot

    daging. Faktor kualitas daging yang dimakan terutama meliputi warna, keempukan

    dan tekstur, flavor dan aroma termasuk bau dan cita rasa dan kekasan jus daging

    (juiciness). Disamping itu, lemak intramuskular, susut masak (cooking loss) yaitu

    berat sampel daging yang hilang selama pemasakan atau pemanasan, retensi cairan

    dan pH daging, ikut menentukan kualitas daging.

    2.1 Faktor Sebelum pemotongan

    Kualitas daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan setelah pemotongan.

    Faktor sebelum pemotongan yang dapat mempengaruhi kualitas daging adalah

    genetik, spesies, bangsa, tipe ternak, jenis kelamin, umur, pakan dan bahan aditif

    (hormon, antibiotik, dan mineral), serta keadaan stres.

    a. Genetic/Keturunan

    Nilai heritabilitas keempukan daging sapi sekitar 45%, artinya

    45% keempukan daging sapi saat dimasak ditentukan oleh faktor

    genetik atau tetua ternak yang dipotong. Faktor genetik akan menentukan keempukan

    daging antargrade dan potongan daging sejenis.

  • 7/28/2019 kualitas daging

    4/12

    b. Spesies

    Dari taksonomi ternak yang paling diperhatikan yaitu spesiesnya, karena spesies

    menentukan apakah ternak tersebut banyak dipelihara di Indonesia, mampu

    memproduksi daging atau susu, serta mempunyai produksi daya adaptasi yang tinggi,

    dan sebagainya. Spesies menentukan tingkat perdagingan suatu ternak.

    c. Bangsa

    Bangsa ternak termasuk kedalam factor genetic atau factor keturunan. Bangsa

    suatu ternak juga menentukan kualitas suatu daging ternak itu sendiri. Misalnya

    ternak sapi-sapi introduksi, seperti: 1) sapi limousine, persentase daging dalam karkas

    cukup tinggi, 2) sapi angus, mempunyai kemampuan dalam menurunkan marbling

    (perlemakan dalam daging) ke anak-anaknya. 3) sapi Hereford, perdagingannya tebal.

    Dan sebagainya.

    Jadi dilihat dari bangsa ternak itu sendiri sangat penting dalam mennentukan kualitas

    daging.

    d. Tipe ternak

    Tipe ternak menentukan keempukan daging itu sendiri, seperti tipe ternak

    potong dan tipe ternak perah. Tipe ternak potong lebih empuk daripada tipe ternak

    perah. Karena tipe ternak potong itu sendiri dipelihara untuk menghasilkan daging,

    dan sebaliknya.

    e. Umur

    Semakin tua usia hewan, susunan jaringan ikat semakin banyak, sehingga

    daging yang dihasilkan semakin liat, jika ditekan dengan jari, daging yang sehat akan

    memiliki konsistensi kenyal (padat) (Tambunan, 2010).

    Umumnya daging yang berasal dari sapi tua akan lebih liat dibandingkan

    dengan daging yang berasal dari sapi muda. Hasil penelitianpun menunjukkan bahwa

    umur potong sapi berkorelasi positif dengan keempukan daging yang dihasilkannya,

    artinya makin tua ternak sudah dapat dipastikan dagingnya akan lebih liat. Daging

    yang berasal dari sapi tua baunya lebih menyengat dibandingkan dengan daging yang

  • 7/28/2019 kualitas daging

    5/12

    berasal dari sapi muda. Namun pada kenyataannya, kuat lemahnya bau daging pada

    sapi tidak dipermasalahkan konsumen, lain halnya dengan daging domba dan daging

    kambing, karena kedua ternak kecil ini bau dagingnya sangat unik dan lebih kuat

    dibandingkan dengan sapi. Oleh karena itu konsumen daging domba atau kambing

    lebih menyukai daging yang berasal dari ternak muda. Ternak sapi tua yang gemuk

    akan menghasilkan daging yang berlemak oleh karena itu rasanya akan lebih gurih

    dan banyak disukai konsumen. Selain itu daging yang berlemak kandungan airnya

    lebih sedikit sehingga pada saat dimasak penyusutannya tidak terlalu besar.

    Umur ternak saat dipotong berpengaruh terhadap keempukan daging. Sapi

    yang dipotong pada umur 9-30 bulan umumnya memiliki daging yang empuk. Sapi

    betina yang digunakan sebagai induk, dagingnya menjadi kurang empuk saat

    umurnya tua. Keempukan daging menurun sejalan dengan bertambahnya umur

    ternak.

    f. Pakan dan Bahan Aditif (Hormone, Antibiotic, dan Mineral)

    Ternak yang digemukkan dengan pakan biji-bijian cenderung mencapai bobot

    potong lebih cepat dibanding ternak yang mendapat pakan dari padang

    penggembalaan. Dengan demikian, daging dari ternak yang diberi pakan biji-bijian

    biasanya lebih empuk karena ternak dipotong pada umur lebih muda.

    g. Keadaan Stress

    DFD (Dark Firm Dry)

    Daging Dark Firm Dry (DFD) yaitu daging yang berwarna gelap, bertekstur

    keras, kering, memiliki nilai pH tinggi dan daya mengikat air tinggi (Aberle et al.,

    2000). Daging ini dihasilkan akibat ternak kelelahan setelah mengalami transportasi

    yang jauh, sehingga terjadi perubahan dalam sifat fisik, kimia maupun sensori (Wulf

    et al., 2002).Menurut Taylor (1984), pigmen yang memberikan warna pada daging

    adalah struktur hem. Hem ini berkombinasi dengan protein membentuk hemoglobin

    dan mioglobin. Munculnya warna merah cerah pada daging disebabkan oleh adanya

  • 7/28/2019 kualitas daging

    6/12

    ikatan oksigen pada atom besi (Fe2+) pada struktur molekul mioglobin.Perbedaan

    warna daging disebabkan oleh adanya H2O2 dan enzim yang dihasilkan oleh

    mikroorganisme. Senyawa H2O2 menyebabkan oksidasi oksimioglobin menjadi

    metmioglobin yang berwarna coklat (Varnam & Sutherland,1995). Kandungan H2O2

    yang dihasilkan oleh bakteri yang memfermentasi secara alamiah kemungkinan lebih

    banyak dibandingkan dengan jumlah H2O2 yang dihasilkan olehL . plantarum selama

    memfermentasi daging. Hal ini menyebabkan warna daging terfermentasi alamiah

    lebih gelap dibandingkan dengan daging difermentasi L. plantarum.

    PSE (Pale Soft Exudatife)

    Daging PSE (Pale Soft Exudative) disebabkan Stress dalam waktu yang lama

    sebelum penyembelihan shg pH tetap tinggi stlh penyembelihan. Produksi asam

    laktat postmortem dari glikogen yang sangat cepat dan tidak terkendali, sehingga

    mengakibatkan pH daging yang sangat rendah sesaat setelah pemotongan, sementara

    temperatur otot masih tetap tinggi. Daya ikat air oleh proteinnya sangat rendah.

    Penurunan pH yang cepat, seperti pada saat pemecahan ATP yang cepat, akan

    mengakibatkan kontraksi aktomiosin dan menurunkan DIA protein (Bendall, 1960).

    Demikian pula suhu yang tinggi akan mempercepat penurunan pH otot pascamerta,

    dan akan meningkatkan penurunan DIA sebagai akibat dari meningkatnya denaturasi

    protein otot dan meningkatnya perpindahan air keruang ekstraselular.

    2.2 Faktor Setelah Pemotongan

    Faktor setelah pemotongan yang mempengaruhi kualitas daging adalah

    metode pelayuan, metode pemasakan, tingkat keasaman (pH) daging, bahan

    tambahan (termasuk enzim pengempuk daging), lemak intramuskular (marbling),

    metode penyimpanan dan pengawetan, macam otot daging, serta lokasi otot.

    a. Metode Pelayuan

    Pelayuan adalah penanganan daging segar setelah penyembelihan dengan cara

    menggantung atau menyimpan selama waktu tertentu pada temperatur di atas titik

  • 7/28/2019 kualitas daging

    7/12

    beku daging (-1,50C). Daging yang kita beli di pasar atau swalayan adalah daging

    yang telah mengalami proses pelayuan. Selama pelayuan, terjadi aktivitas enzim

    yang mampu menguraikan tenunan ikat daging. Daging menjadi lebih dapat mengikat

    air, bersifat lebih empuk, dan memiliki flavor yang lebih kuat.

    Hewan yang baru dipotong dagingnya lentur dan lunak, kemudian terjadi

    perubahan-perubahan sehingga jaringan otot menjadi keras, kaku, dan tidak mudah

    digerakkan. Keadaan inilah yang disebut dengan rigor mortis.

    Dalam kondisi rigor, daging menjadi lebih alot dan keras dibandingkan

    dengan sewaktu baru dipotong. Oleh karena itu, jika daging dalam keadaan rigor

    dimasak, akan alot dan tidak nikmat. Untuk menghindarkan daging dari rigor, daging

    perlu dibiarkan untuk menyelesaikan proses rigornya sendiri. Proses tersebut

    dinamakan proses aging (pelayuan). Daging biasanya dilayukan dalam bentuk karkas

    atau setengah karkas. Hal ini dilakukan untuk mengurangi luas permukaan yang dapat

    diinfeksi oleh mikroba.

    Tujuan dari pelayuan daging adalah: (1) agar proses pembentukan asam laktat

    dari glikogen otot berlangsung sempurna sehingga pertumbuhan bakteri akan

    terhambat, (2) pengeluaran darah menjadi lebih sempurna, (3) lapisan luar daging

    menjadi kering, sehingga kontaminasi mikroba pembusuk dari luar dapat ditahan, (4)

    untuk memperoleh daging yang memiliki tingkat keempukan optimum serta cita rasa

    khas.

    b. Metode Pemasakan

    Daging dengan jaringan ikat sedikit seperti has, dianjurkan dimasak dengan

    pemanasan kering (goreng, bakar, panggang, barbeque). Daging dengan jaringan ikat

    banyak seperti sengkel, dianjurkan dimasak secara lama dan lambat dengan suhu

    rendah dan menggunakan sedikit air. Suhu pemasakan memengaruhi keempukan

    daging. Jika daging tanpa lemak dipanaskan, protein kontraktil mengeras dan cairan

    hilang sehingga menurunkan keempukan daging. Potongan daging yang empuk bila

    dimasak pada suhu rendah akan menjadi lebih empuk dibanding pemasakan pada

    suhu sedang, dan dengan pemasakan suhu sedang, daging lebih empuk dibanding

  • 7/28/2019 kualitas daging

    8/12

    pemasakan dengan suhu tinggi. Oleh karena itu, suhu pemasakan perlu diperhatikan

    untuk menghasilkan daging yang empuk.

    Susut masak adalah perhitungan berat yang hilang selama pemasakan atau

    pemanasan pada daging. Pada umumnya, makin lama waktu pemasakan makin besar

    kadar cairan daging hingga mencapai tingkat yang konstan. Susut masak merupakan

    indicator nilai nutrisi daging yang berhubungan dengan kadar jus daging yaitu

    banyaknya air yang terikat dalam dan diantara serabut otot. Jus daging merupakan

    komponen dari daging yang ikut menetukan keempukan daging (Soeparno, 1992).

    c. Tingkat Keasaman (pH) Daging

    Nilai pH merupakan salah satu criteria dalam penentuan kualitas daging,

    khususnya di Rumah Potong Hewan (RPH). Setelah pemotongan hewan (hewan

    telah mati), maka terjadilah proses biokimiawi yang sangat kompleks di dalam

    jaringan otot dan jaringan lainnya sebagai konsekuen tidak adanya aliran darah ke

    jaringan tersebut, karena terhentinya pompa jantung. Salah satu proses yang terjadi

    dan merupakan proses yang dominan dalam jaringan otot setelah kematian (36 jam

    pertama setelah kematian atau postmortem) adalah proses glikolisis anaerob atau

    glikolisis postmortem. Dalam glikolisis anaerob ini, selain dihasilkan energi (ATP)

    maka dihasilkan juga asam laktat. Asam laktat tersebut akan terakumulasi di dalam

    jaringan dan mengakibatkan penurunan nilai pH jaringan otot.

    Nilai pH otot (otot bergaris melintang atau otot skeletal atau yang disebut

    daging) saat hewan hidup sekitar 7,0-7,2 (pH netral). Setelah hewan disembelih

    (mati), nilai pH dalam otot (pH daging) akan menurun akibat adanya akumulasi asam

    laktat. Penurunan nilai pH pada otot hewan yang sehat dan ditangani dengan baik

    sebelum pemotongan akan berjalan secara bertahap, yaitu dari nilai pH sekitar 7,0-

    7,2 akan mencapai nilai pH menurun secara bertahap dari 7,0 sampai 5,6

    5,7 dalam

    waktu 6-8 jam postmortem dan akan mencapai nilai pH akhir sekitar 5,5-5,6. Nilai

    pH akhir (ultimate pH value) adalah nilai pH terendah yang dicapai pada otot setelah

    pemotongan (kematian). Nilai pH daging tidak akan pernah mencapai nilai di bawah

  • 7/28/2019 kualitas daging

    9/12

    5,3. Hal ini disebabkan karena pada nilai pH di bawah 5,3 enzim-enzim yang terlibat

    dalam glikolisis anaerob tidak aktif berkerja. (Lukman, 2010)

    d. Bahan Tambahan (Termasuk Enzim Pengempuk Daging)

    Enzim dari tanaman, seperti papain (dari pepaya), bromelin (dari nenas), dan

    fisin (getah pohon daun ara), baik berbentuk cair maupun bubuk, dapat digunakan

    untuk mengempukkan daging. Kelemahan enzim ini adalah kadang-kadang hanya

    bereaksi pada permukaan daging, selain berpengaruh negatif terhadap sifat daging.

    Papain dari getah pepaya paling banyak digunakan sebagai pengempuk daging.

    Kualitas getah sangat menentukan aktivitas enzim proteolitik, dan kualitas enzim

    bergantung pada bagian tanaman asal getah tersebut. Aktivitas enzim dipengaruhi

    oleh proses pembuatan, umur, dan varietas pepaya. Papain

    stabil pada pH larutan 5,0. Papain sangat aktif dan tahan terhadap

    panas. Papain bekerja optimum pada suhu 50-60oC dan pH 5-7, serta aktivitas

    proteolitik antara 70-1.000 unit/gram.

    Enzim bromelin dari nenas juga banyak digunakan untuk mengempukkan

    daging. Enzim bromelin dapat menguraikan serat-serat daging sehingga menjadi lebih

    empuk. Buah nenas yang belum matang mengandung bromelin lebih sedikit

    dibandingkan buah nenas matang yang masih segar. Kandungan bromelin palingbanyak terdapat dalam bagian kulit.

    Marinasi adalah cara meningkatkan keempukan daging dengan menambahkan

    bahan perasa, seperti garam atau kecap, asam (cuka, jeruk lemon), dan enzim (papain,

    bromelin, fisin atau jahe). Penambahan beberapa sendok makanminyak zaitun akan

    melindungi permukaan daging dari udara dan daging akan tetap segar dan warnanya

    lebih cerah dalam waktu lebih lama. Dengan marinasi terjadi pelunakan kolagen oleh

    garam, meningkatnya pertahanan air, hidrolisis serta pemecahan ikatan silang

    jaringan ikat oleh asam.

    e. Lemak Intramuscular (Marbling)

  • 7/28/2019 kualitas daging

    10/12

    Berdasarkan marbling, karkas sapi dibedakan menjadi: 1) prime, bila

    marbling-nya berlebih, 2) choice, bila marbling-nya sedang, 3) seledt, bila marbling-

    nya sedikit, 4) standart, bila marbling-nya sangat sedikit.

    Marbling adalah lemak yang terdapat diantara serabut otot (intramuscular).

    Lemak berfungsi sebagai pembungkus otot dan mempertahankan keutuhan daging

    pada waktu dipanaskan. Marbling berpengaruh terhadap citarasa daging. Selama

    proses penggemukan, peningkatan lemak karkas akan mempengaruhi komposisi

    karkas dan hasil daging (Priyanto et al., 1999).

    f. Metode Penyimpanan dan Pengawetan

    Ada beberapa yang dilakukan dalam menentukan kualitas daging dengan metode

    penyimpanan dan pengawetan, antara lain sebagai berikut:

    1) Laju Pendingin

    Karkas sebaiknya cepat didinginkan setelah pemotongan untuk mencegah penurunan

    kualitas. Jika karkas didinginkan sebentar, hasilnya adalah pendinginan singkat dan

    menyebabkan daging keras/alot. Pendinginan singkat terjadi pada saat otot

    didinginkan kurang dari 60F sebelum rigor mortis selesai. Jika karkas dibekukan

    sebelum rigor mortis selesai, hasilnya adalah rigor cair (thaw rigor) dan daging

    menjadi keras/alot. Pada kondisi pendinginan normal, karkas yang terlindungi lemaksekitar rib eye kurang dari 1,2 cm mungkin akan menurunkan keempukan karena

    pendinginan singkat. Pelayuan karkas hasil pendinginan singkat atau rigor cair dapat

    memengaruhi keempukan. Agar daging lebih empuk, harus dihindari pendinginan

    singkat, 6-12jam pertama setelah ternak dipotong (mati).

    2 Pembekuan

    Pembekuan kurang memengaruhi keempukan daging. Bila daging

    dibekukan secara cepat akan terbentuk kristal es kecil, dan bila

    daging dibekukan lambat/lama akan terbentuk kristal es besar. Terbentuknya kristal

    es besar dapat mengganggu serat otot daging sehingga sangat sedikit meningkatkan

  • 7/28/2019 kualitas daging

    11/12

    keempukan. Kristal es yang besar dapat menurunkan cairan daging selama

    thawing (pencairan). Daging yang kurang berair akan kurang empuk jika dimasak.

    3) Thawing

    Daging beku yang sudah mengalami pencairan secara lambat dalam

    refrigerator umumnya lebih empuk dibanding yang dimasak dalam kondisi beku.

    Pencairan secara lambat mengurangi kekerasan dan jumlah cairan daging yang

    hilang. Pencairan menggunakan microwave hendaknya dilakukan dengan daya yang

    rendah.

    Akibat proses pengolahan dan komponen bumbu yang digunakan, beberapa

    produk olahan tersebut memiliki nilai gizi lebih baik dibandingkan dengan daging

    segarnya. Produk olahan daging tersebut dapat juga digunakan sebagai alternatif

    sumber protein hewani.

    g. Macam Otot Daging

    Keempukan daging bervariasi sesuai dengan jenis otot atau letak

    daging pada karkas. Contoh, daging sapi jenis has dalam lebih empuk dibanding

    daging sengkel karena adanya perbedaan jaringan ikat pada jenis daging tersebut. Has

    dalam memiliki jaringan ikat yang lebih sedikit dibandingkan dengan sengkel.

    Jumlah jaringan ikat berkaitan dengan fungsi otot pada ternak hidup. Sengkel

    terutama digunakan dalam pergerakan sehingga memiliki jaringan ikat lebih banyak.

    Sementara itu, has dalam hanya mendukung fungsi ternak sehingga jaringan ikatnya

    lebih sedikit.

    h. Lokasi Otot

    Menurut Lawrie (1995), penyebab utama kealotan daging adalah karena

    terjadinya pemendekan otot pada saat proses rigormortis sebagai akibat dari ternak

    yang terlalu banyak bergerak pada saat pemotongan. Otot yang memendek menjelang

    rigormortis akan menghasilkan daging dengan panjang sarkomer yang pendek, dan

    lebih banyak mengandung kompleks aktomiosin atau ikatan antarfilamen, sehingga

    daging menjadi alot (Soeparno, 1994). Menurut Soeparno (1994) menjelaskan bahwa

    peregangan otot atau pencegahan terhadap pengerutan otot akan meningkatkan

  • 7/28/2019 kualitas daging

    12/12

    keempukan daging, karena panjang sarkomer miofibril meningkat. Penggantungan

    karkas dapat meningkatkan panjang sejumlah otot sehingga daging menjadi empuk.

    Keempukan daging juga dapat disebabkan oleh tekstur daging. Semakin halus

    teksturnya, maka daging menjadi empuk (Soeparno,2005).

    Kontribusi jaringan ikat pada kekerasan daging juga sangat penting seperti

    pada jaringan muskuler. Kandungan, kualitas dan penyebaran jaringan ikat dalam otot

    merupakan penanggung jawab utama terhadap perbedaan kekerasan antar otot

    (Boccard dkk., 1967).