KTI DURSIH SETIAWATI.doc
-
Upload
muhammad-bahrul-ulum -
Category
Documents
-
view
222 -
download
0
Transcript of KTI DURSIH SETIAWATI.doc
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pelayanan KB yang berkualitas belum sepenuhnya menjangkau seluruh
wilayah nusantara. Pada saat sekarang ini paradigma program KB telah
mempunyai visi dari mewujudkan Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera
(NKKBS) menjadi visi untuk mewujudkan keluarga berencana yang berkualitas
tahun 2015. Keluarga yang berkualitas adalah keluarga yang sejahtera, sehat,
maju, mandiri, memiliki jumlah anak yang ideal, berwawasan ke depan,
bertanggung jawab dan harmonis. Visi tersebut dijabarkan dalam 6 visi yaitu
memberdayakan masyarakat, menggalang kemitraan, dalam peningkatan
kesejahteraan, kemandirian dan ketahanan keluarga. Meningkatkan kegiatan
khusus kualitas KB dan kesehatan reproduksi, meningkatkan promosi,
perlindungan dan upaya mewujudkan hak-hak reproduksi dan meningkatkan
upaya pemberdayaan perempuan untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan
gender melalui program KB serta mempersiapkan sumber daya manusia yang
berkualitas sejak pembuahan dan kandungan sampai pada usia lanjut (Hanafi,
2005:125).
Banyak perempuan yang mengalami kesulitan dalam menentukan pilihan
jenis kontrasepsi. Hal ini tidak hanya karena terbatasnya metode yang tersedia,
tetapi juga oleh ketidaktahuan mereka tentang persyaratan dan keamanan metode
kontrasepsi tersebut. Berbagai faktor harus dipertimbangkan termasuk status
2
kesehatan, efek samping, potensial, konsekwensi kegagalan/kehamilan yang
tidak diinginkan. Besar keluarga yang direncanakan, persetujuan pasangan
bahkan norma budaya lingkungan integral yang sangat tinggi dalam pelayanan
KB (Saifuddin, 2006: 134).
Pemerintah terus menekan laju pertambahan jumlah penduduk melalui
program Keluarga Berencana (KB). Sebab jika tidak meningkatkan peserta KB
maka jumlah penduduk Indonesia akan mengalami peningkatan, apabila
kesetaraan ber KB, pertahun, angkanya tetap sama (60,3%) maka jumlah
penduduk Indonesia tahun 2015 menjadi sekitar 2555,5 juta (Depkes RI, 2008:
120).
Terkait program KB nasional menurut kepala BKKBN pusat ternyata
cukup menggembirakan yaitu kesetaraan ber KB berdasarkan SDKI 2002,
tercatat 61,4% dari Pasangan Usia Subur (PUS) yang ada naik menjadi 65,97%
(Susenas, 2005). Demikian juga angka kelahiran total dari 2,7 (SDKI 2005)
turun menjadi 2,5 (Susenas, 2004). Sedangkan laju pertambahan penduduk
menunjukan angka penurunan dari 2,86% menjadi 1,17% (Sarwono
Prawirohardjo, 2000) (http: //situs kespro-info/kb/aju/ 2006/kb 01 html).
Meskipun program KB dinyatakan cukup berhasil di Indonesia, namun
dalam pelaksanaanya hingga saat ini juga masih mengalami hambatan-hambatan
yang dirasakan antara lain adalah masih banyak Pasangan Usia Subur (PUS)
yang masih belum menjadi peserta KB. Disinyalir ada beberapa faktor penyebab
mengapa wanita PUS enggan menggunakan alat maupun kontrasepsi. Faktor-
faktor tersebut dapat ditinjau dari berbagai segi yaitu: segi pelayanan KB, segi
3
kesediaan alat kontrasepsi, segi penyampaian konseling maupun KIE dan
hambatan budaya (BKKBN, 2006 : 25). Dari hasil SDKI (2007) diketahui
banyak alasan yang dikemukakan oleh wanita yang tidak menggunakan
kontrasepsi adalah karena alasan fertilitas. Selain alasan fertilitas, alasan lain
yang banyak disebut adalah berkaitan dengan alat/cara KB yaitu: masalah
kesehatan, takut efek samping, alasan karena pasangannya menolak dan alasan
yang berkaitan dengan kondisi sosial ekonomi yaitu biaya terlalu mahal.
Berdasarkan data Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional
(BKKBN) menyatakan bahwa jumlah peserta KB ditetapkan sekitar 6,5 juta, di
mana IUD 338.183 peserta, MOP/vasektomi 21.286 peserta, MOW/tubektomi
89.180, implan 567.150 peserta, suntikan 2,5 juta lebih peserta, pil 2 juta dan
kondom 904.300 peserta. Sedangkan jumlah akseptor KB di Jawa Barat periode
Pebruari 2009, diperkirakan ada 100.483 peserta, dimana IUD berjumlah 7.233
peserta, MOW berjumlah 1.152 peserta, MOP berjumlah 97 peserta, Kondom
berjumlah 1.702 peserta, implan berjumlah 3.478 peserta, Suntikan berjumlah
56.414 peserta, dan pil berjumlah 30.404 peserta (www.bkkbn.jbr.go.id, 2009).
Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Koordinasi Keluarga
Berencana Nasional (BKKBN) Kabupaten Indramayu pada tahun 2009 terdapat
337.398 PUS dengan akseptor Intra Uterine Device (IUD) sebanyak 4.433
peserta, Medis Operasi Wanita (MOW) sebanyak 7.953 peserta, Medis Operasi
Pria (MOP) sebanyak 58.673 peserta, Kondom sebanyak 1.247 peserta, Implant
sebanyak 4.992 peserta, Suntik sebanyak 90.789 peserta dan Pil sebanyak 85.169
peserta. Meskipun pembangunan di bidang kependudukan telah menunjukkan
4
hasil-hasil yang menggembirakan, namun kondisi kependudukan di Kabupaten
Indramayu masih perlu ditingkatkan kualitasnya. Dengan laju pertumbuhan
penduduk 1,87% (tahun 2009), maka jumlah penduduk Kabupaten Indramayu
mencapai 1.691.329, demikian pula angka kelahiran total atau Total Fertility
Rate (TFR) berkisar 2,5 % dan rata-rata usia kawin pertama wanita berkisar 18
tahun (Dinas BKKBN Kabupaten Indramayu, 2009).
Di Puskesmas Kerticala Kabupaten Indramayu tahun 2009 jumlah
Wanita Usia Subur berjumlah 1656 orang dengan sebaran penggunaan
kontrasepsi sebagai berikut:
Tabel 1.1Jumlah Wanita Usia Subur Yang Menjadi Akseptor KB Aktif Implant
Di Wilayah Kerja Puskesmas Kerticala Kabupaten IndramayuTahun 2009
No. Desa Jumlah WUS Akseptor KB Implant
%
1. Kerticala 275 10 3,642. Sukamulya 203 12 5,913. Bodas 223 11 4,934. Gadel 269 5 1,865. Rancajawat 194 9 4,646. Cangko 234 13 5,567. Pagedangan 258 14 5,43
Jumlah 1656 74 4,47
Berdasarakan data tabel 1.1 di atas, menunjukkan bahwa jumlah Wanita
Usia Subur (WUS) sebanyak 1656 orang dan yang menjadi akseptor KB aktif
implant di wilayah kerja Puskesmas Kerticala sebanyak 74 orang atau (4,47%).
Sementara jumlah peserta KB aktif implant yang paling rendah di Desa Gadel
dengan persentase sebesar 1,86%. Rendahnya penggunaan alat kontrasepsi
5
implant dipengaruhi oleh beberapa faktor-faktor misalnya faktor tingkat
pengetahuan dan sikap WUS terhadap minat pemakaian kontrasepsi.
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut maka penulis merasa tertarik
untuk mengadakan penelitian mengenai pengetahuan dan sikap WUS terhadap
minat pemakaian kontrasepsi implant di Desa Gadel wilayah kerja Puskesmas
Kerticala Kabupaten Indramayu 2010.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah, maka rumusan masalah
penelitian yang diambil adalah “bagaimana gambaran pengetahuan dan sikap
WUS terhadap minat pemakaian kontrasepsi implant di Desa Gadel wilayah
kerja Puskesmas Kerticala Kabupaten Indramayu Tahun 2010?”.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui gambaran pengetahuan dan sikap WUS terhadap minat
pemakaian kontrasepsi implant di Desa Gadel wilayah kerja Puskesmas
Kerticala Kabupaten Indramayu Tahun 2010.
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah :
a. Untuk mengetahui gambaran pengetahuan WUS tentang pemakaian
kontrasepsi implant di Desa Gadel wilayah kerja Puskesmas Kerticala
Kabupaten Indramayu.
6
b. Untuk mengetahui gambaran sikap WUS terhadap minat pemakaian
kontrasepsi implant di Desa Gadel wilayah kerja Puskesmas Kerticala
Kabupaten Indramayu.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai
berikut :
1. Bagi peneliti
Sebagai sarana untuk mengembangkan dan menerapkan ilmu yang
telah diberikan dan diterima dalam rangka pengembangan kemampuan diri
dan sebagai syarat dalam menyelesaikan studi di STIKes Indramayu.
2. Bagi instansi pendidikan
Dapat menambah bahan kepustakaan di Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan (STIKes) Indramayu.
3. Bagi instansi kesehatan
Dapat dijadikan sebagai sumber informasi bagi instansi kesehatan
dalam pelayanan kesehatan, khususnya di wilayah kerja Puskesmas
Kerticala Kabupaten Indramayu tahun 2010.
4. Bagi WUS
Dapat menjadi saran dan masukan bagi WUS dalam rangka
peningkatan pengetahuan mengenai kontrasepsi implant.
E. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini penulis membatasi ruang lingkup penelitian pada
gambaran pengetahuan dan sikap WUS terhadap peminatan pemakaian
7
kontrasepsi implant. Jenis penelitian menggunakan metode deskriptif. Populasi
dan sampel penelitian adalah seluruh WUS yang menjadi akseptor KB di Desa
Gadel sebanyak 269 orang yang diambil secara random sampling atau acak
sederhana. Lokasi dan waktu penelitian dilakukan di Desa Gadel wilayah kerja
Puskesmas Kerticala Kabupaten Indramayu pada tanggal 25 April sampai
dengan 1 Mei 2010. Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengetahuan
Pengetahuan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah segala
sesuatu yang diketahui karena kepandaian.
1. Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil dari tahu yang terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan
terjadi melalui pancaindera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh
melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2005: 36).
Pengetahuan adalah hasil dari tahu yang terjadi melalui proses
sensoris khususnya mata dan telinga terhadap objek tertentu (Sunaryo, 2005:
14).
Pengetahuan adalah berawal dari kekaguman manusia akan alam
yang dihadapinya baik alam besar (makrokosmos) maupun alam kecil
(mikrokosmos) manusia sebagai animal dibekali hasrat ingin tahu, manusia
telah disaksikan sejak masih anak-anak (Suryabrata, 2005:123).
Berdasarkan beberapa definisi di atas tentang pengetahuan, maka
dapat disimpulkan bahwa pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui
oleh seseorang melalui suatu proses sensoris yaitu mata dan pendengaran
terhadap suatu objek yang dapat mengarah pada pembentukan perilaku.
9
2. Pengetahuan Kesehatan (health knowledge)
Menurut Notoatmodjo (2005: 49), pengetahuan tentang kesehatan
adalah mencakup apa yang diketahui oleh seseorang terhadap cara-cara
memelihara kesehatan. Pengetahuan tentang cara-cara memelihara
kesehatan meliputi:
a. Pengetahuan tentang penyakit menular dan tidak menular (jenis penyakit
dan tanda-tandanya atau gejalanya, penyebabnya, cara penularannya, cara
pencegahannya, cara mengatasi atau menangani sementara).
b. Pengetahuan faktor-faktor yang terkait dan atau mempengaruhi kesehatan
antara lain: gizi makanan, sarana air bersih, pembuangan air limbah,
pembuangan kotoran manusia, pembuangan sampah, perumahan sehat,
polusi udara, dan sebagainya.
c. Pengetahuan tentang fasilitas pelayanan kesehatan yang profesional
maupun yang tradisional.
d. Pengetahuan untuk menghindari kecelakaan baik kecelakaan rumah
tangga, maupun kecelakaan lalu lintas, dan tempat-tempat umum.
3. Tingkatan Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2005: 53) menyatakan bahwa pengetahuan
yang merupakan domain kognitif mempunyai 6 tingkatan yaitu tahu (know),
memahami (comprehension), aplikasi (application), analisis (analysis),
sintesis (synthesis), dan evaluasi (evaluation). Tingkatan pengetahuan secara
rinci diuraikan sebagai berikut:
10
a. Tahu (know)
Tingkatan tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang
telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini
adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh
bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Kata kerja
untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara
lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan
sebagainya.
b. Memahami (comprehension)
Tingkatan memahami, diartikan sebagai suatu kemampuan
untuk menjelaskan secara benar obyek yang diketahui, dan dapat
menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah
paham terhadap suatu obyek atau materi harus dapat menjelaskan,
menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya.
c. Aplikasi (application)
Tingkatan aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk
menggunakan metode yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi
real (sebenarnya). Misalnya petugas kesehatan memberikan penyuluhan
tentang keuntungan dan kerugian pemakaian kontrasepsi implant.
d. Analisis (analysis)
Tingkatan analisis diartikan sebagai suatu kemampuan untuk
menjabarkan materi atau suatu obyek ke dalam komponen-komponen,
tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya
11
satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan
kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan).
e. Sintesis (synthesis)
Tingkatan sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk
meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk
keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu
kemampuan untuk menyusun formulasi baru. Misalnya, dapat
menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat
menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-
rumusan yang telah ada.
f. Evaluasi (evaluation)
Tingkatan evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk
melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek.
Penilaian-penilaian ini didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan
sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang ada.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan.
Menurut Notoatmodjo (2005: 114), beberapa faktor yang
mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang yaitu umur, pendidikan, dan
sosial ekonomi yang diuraikan sebagai berikut:
a. Umur
Umur berpengaruh dalam meningkatkan pengetahuan karena
kemampuan mental yang diperlukan untuk mempelajari dan menyusun
diri pada situasi-situasi baru, seperti mengingat hal-hal yang dulu yang
12
pernah dipelajari, penalaran analogi, dan berpikir kreatif dan bisa
mencapai puncaknya.
b. Pendidikan
Pendidikan merupakan faktor lain yang mempengaruhi
pengetahuan seperti sumber informasi, dan pengalaman. Menurut
Notoatmodjo (2005:115) bahwa pendidikan memberikan suatu nilai-
nilai tertentu bagi manusia, terutama dalam membukakan pikirannya
serta menerima hal-hal baru. Pengetahuan juga diperoleh melalui
kenyataan (fakta) dengan melihat dan mendengar radio, melihat televisi.
Selain itu pengetahuan diperoleh sebagai akibat pengaruh dari
hubungan orang tua, kakak-adik, tetangga, kawan-kawan dan lain-lain.
c. Sosial ekonomi
Sosial ekonomi mempengaruhi tingkat pengetahuan dan perilaku
seseorang di bidang kesehatan, sehubungan dengan kesempatan
memperoleh informasi karena adanya fasilitas atau media informasi.
Banyak wanita menengah dan golongan atas yang walaupun menjadi
ibu dan pengatur rumah tangga tetapi tidak mau pasif, tergantung, dan
tidak berkorban diri secara tradisional Notoatmodjo (2005:116)
5. Pengukuran Tingkat Pengetahuan
Pengukuran tingkat pengetahuan dapat dilakukan secara langsung
dan tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan dengan mengajukan
beberapa pertanyaan terhadap suatu obyek kepada responden. Secara tidak
langsung dengan cara menyebarkan beberapa pertanyaan atau kuesioner
13
tentang materi yang ingin diukur dari subyek penelitian atau responden
dengan pilihan benar dan salah (Notoatmodjo, 2005: 118).
6. Proses Adopsi Pengetahuan
Pengetahuan atau kognitif, merupakan domain yang sangat penting
dalam membentuk tindakan seseorang. Menurut Penelitian Rogers (1974)
mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi pengetahuan, di dalam
diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni : Awareness
(kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus
(obyek) terlebih dahulu; Interest, yakni orang mulai tertarik kepada
stimulus; Evaluation,(menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus
tersebut bagi dirinya); Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru;
Adaption, subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus (Notoatmodjo, 2005:128).
B. Sikap (Attitude)
Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup
terhadap suatu stimulus atau objek.
1. Pengertian Sikap
Berdasarkan berbagai batasan tentang sikap dapat disimpulkan bahwa
manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat
ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata
menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu.
Newcomb (dalam Notoatmodjo, 2005: 142) salah seorang ahli psikologi
14
sosial menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk
bertindak, dan bukan merupakan pelaksana motif tertentu.
2. Sikap terhadap kesehatan (health attitude)
Menurut Notoatmodjo (2005:152) Sikap terhadap kesehatan adalah
pendapat atau penilaian orang terhadap hal-hal yang berkaitan dengan
pemeliharaan kesehatan yang mencakup sekurang-kurangnya 4 variabel
sebagai berikut:
a. Sikap terhadap penyakit menular dan tidak menular (jenis penyakit dan
tanda-tandanya atau gejalanya, penyebabnya, cara penularannya, cara
pencegahannya, cara mengatasi atau menanganinya sementara).
b. Sikap terhadap faktor-faktor yang terkait dan atau mempengaruhi
kesehatan, antara lain: gizi makanan, sarana air bersih, pembuangan air
limbah, pembuangan kotoran manusia, pembuangan sampah, perumahan
sehat, polusi udara dan sebagainya.
c. Sikap terhadap fasilitas pelayanan kesehatan yang profesional maupun
tradisional.
d. Sikap untuk menghindari kecelakaan, baik kecelakaan rumah tangga,
maupun kecelakaan lalu lintas, dan kecelakaan di tempat-tempat umum.
3. Komponen Sikap
Menurut Allport dalam Notoatmodjo (2005: 156), bahwa sikap itu
mempunyai 3 komponen pokok, yaitu :
a. Komponen kognitif merupakan representasi apa yang dipercayai oleh
individu pemilik sikap, komponen kognitif berisi kepercayaan stereotipe
15
yang dimiliki individu mengenai sesuatu dapat disamakan penanganan
(opini) terutama apabila menyangkut masalah isu atau problem yang
kontroversial.
b. Komponen afektif merupakan perasaan yang menyangkut aspek
emosional. Aspek emosional inilah yang biasanya berakar paling dalam
sebagai komponen sikap dan merupakan aspek yang paling bertahan
terhadap pengaruh-pengaruh yang mungkin adalah mengubah sikap
seseorang komponen afektif disamakan dengan perasaan yang dimiliki
seseorang terhadap sesuatu.
c. Komponen konatif merupakan aspek kecenderungan berperilaku tertentu
sesuai dengan sikap yang dimiliki oleh seseorang. Dan berisi tendensi
atau kecenderungan untuk bertindak /bereaksi terhadap sesuatu dengan
cara-cara tertentu.
Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh
(total attitude). Dalam penentuan sikap ini, pengetahuan, berpikir, keyakinan,
dan emosi memegang peranan penting. Suatu contoh misalnya, seorang perawat
telah mendengar adanya bahaya tentang penyakit yang ditimbulkan dari
lingkungan ruang rawat yang tidak bersih. Pengetahuan ini akan membawa
perawat untuk berpikir dan berusaha supaya lingkungan ruang rawat pasien tetap
bersih dan sehat. Dalam berpikir ini komponen emosi dan keyakinan ikut bekerja
sehingga perawat tersebut berniat akan memberikan contoh yang baik dalam
menjaga kesehatan lingkungan ruang, rawat pasien sehingga proses
penyembuhan pasien dapat lebih cepat (Notoatmodjo, 2005:160).
16
4. Tingkatan Sikap
Menurut Notoatmodjo (2005: 164), beberapa tingkatan sikap
berdasarkan intensitasnya sebagai berikut:
a. Menerima (Receiving)
Menerima diartikan bahwa seseorang atau subjek mau menerima
stimulus yang diberikan (objek). Misalnya, sikap seseorang terhadap
pemakaian kontrasepsi implant.
b. Menanggapi (Responding)
Menanggapi di sini diartikan memberikan jawaban atau
tanggapan terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi. Misalnya,
seorang ibu yang mengikuti penyuluhan tentang kontrasepsi implant atau
diminta menanggapi oleh penyuluh, kemudian ia menjawab atau
menanggapinya.
c. Menghargai (Valuing)
Menghargai diartikan sebagai subjek, atau seseorang memberikan
nilai yang positif terhadap objek atau stimulus, dalam arti membahasnya
dengan orang lain dan bahkan mengajak atau mempengaruhi atau
menganjurkan orang lain merespons. Contoh pada butir a di atas, ibu
mendiskusikan terhadap pemilihan alat kontrasepsi atau bahkan
mengajak tentangganya untuk mendengarkan penyuluhan tentang
kontrasepsi implant.
17
d. Bertanggung Jawab (Responsible)
Sikap yang paling tinggi tingkatannya adalah bertanggung jawab
terhadap apa yang telah diyakininya. Seseorang yang telah mengambil
sikap tertentu berdasarkan keyakinannya, dia harus berani mengambil
resiko bila ada orang lain yang mencemoohkan atau adanya resiko lain.
Contoh tersebut di atas, ibu yang sudah mengikuti penyuluhan antenatal
care, ia harus berani untuk mengorbankan waktunya, atau mungkin
kehilangan penghasilannya, atau diomeli oleh mertuanya karena
meninggalkan rumah, dan sebagainya.
5. Pengukuran Sikap
Pengukuran sikap dilakukan secara langsung dan tidak langsung.
Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan
responden terhadap suatu objek. Secara tidak langsung dapat dilakukan
dengan pernyataan-pernyataan hipotesis, kemudian ditanyakan pendapat
responden (Sangat setuju, setuju, tidak setuju, dan sangat tidak setuju)
(Notoatmodjo, 2005: 170).
C. Keluarga Berencana
1. Pola Dasar Kebijakan Program Keluarga Berencana
Pola dasar kebijakan program KB pada saat ini adalah :
a. Menunda perkawinan dan kehamilan sekurang-kurangnya sampai berusia
20 tahun
b. Menjarangkan kelahiran dan menganjurkan
18
1) Catur warga yaitu keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan 2 orang
anak
2) Panca warga yaitu keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan 3 orang
anak
c. Hendaknya besarnya keluarga dicapai selama di dalam usia reproduksi
sehat waktu umur ibu 20 sampai 30 tahun
d. Mengakhiri kesuburan pada usia 30 sampai 35 tahun (Mochtar, 2008: 13).
2. Definisi Keluarga Berencana
Definisi KB menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 35)
adalah gerakan untuk membentuk keluarga yang sejahtera dengan membatasi
kelahiran. Sedangkan definisi keluarga berencana menurut World Health
Organization (WHO) Expert Commite 1970, adalah suatu tindakan yang
membantu individu atau pasangan suami untuk :
a. Mendapatkan objektif-objektif tertentu
b. Menghindari kelahiran yang tidak diinginkan
c. Mendapatkan kelahiran yang memang diinginkan
d. Mengatur interval diantara kelahiran
e. Mengontrol waktu kelahiran dalam hubungan dalam unsur suami istri
f. Menentukan jumlah anak dalam keluarga (Hanafi, 2005: 126).
3. Akseptor KB
Akseptor KB adalah peserta keluarga berencana (Family Planning
Participant yaitu pasangan usia subur di mana salah seorang menggunakan
19
salah satu cara alat kontrasepsi untuk tujuan pencegahan kehamilan, baik
melalui program maupun non program (BKKBN, 2006: 18).
Akseptor KB Aktif (Current user/CU) adalah akseptor yang pada saat
ini memakai kontrasepsi untuk menjarangkan kehamilan atau yang
mengakhiri kesuburan (BKKBN, 2006: 21).
Akseptor baru adalah pasangan usia subur yang baru pertama kali
menggunakan salah satu cara/alat kontrasepsi dan/atau pasangan usia subur
yang menggunakan kembali salah satu cara/alat kontrasepsi setelah mereka
berakhir masa kehamilannya (baik kehamilan yang berakhir dengan
keguguran, lahir mati ataupun lahir hidup) (BKKBN, 2006: 167).
D. Kontrasepsi Implant
Kontrasepsi atau antikonsepsi (conception control) adalah mencegah
terjadinya pembuahan (konsepsi) dengan cara alat atau obat-obatan (Mochtar,
2008: 116).
Syarat-syarat Kontrasepsi antara lain aman pemakaiannya dan dipercaya,
efek samping yang tidak merugikan, lama kerjanya dapat diatur sesuai dengan
keinginan, tidak mengganggu hubungan seksual, tidak memerlukan bantuan
medik atau control yang ketat selama pemakaiannya, cara penggunaannya
sederhana, harganya murah supaya dapat dijangkau oleh masyarakat luas, dan
dapat diterima oleh pasangan suami istri (Mochtar, 2008: 124).
20
1. Pengertian Alat Kontrasepsi Implant
Implant adalah suatu alat kontrasepsi yang berjangka waktu lima
tahun yang terdiri dari enam batang susuk lembut terbuat dari sejenis karet
elastis yang mengandung hormon (Hanafi, 2005: 132).
2. Mekanisme kerja
Setiap kapsul susuk KB mengandung 36 gr levonogestrel yang akan
dikeluarkan setiap harinya sebanyak 80 gr. Konsep mekanisme kerjanya
sebagai progesteron yang dapat menghalangi pengeluaran lendir, servik dan
menghalangi migrasi spermatozoa dan menyebabkan situasi endometrium
tidak siap menjadi tempat nidasi (Manuaba, 2006: 112).
3. Jenis-jenis implant
a. Norplant
Noplant adalah suatu alat kontrasepsi hormonal jangka panjang
yang dapat melindungi pemakai selama 5 tahun. Bahan aktif yang
digunakan oleh norplant adalah bahan progestational levonogestrel.
Setiap kapsul mini sebesar kira-kira korek api mengandung 36 ≠ 2 mg
levonogesterel. Kapsul pembungkus yang digunakan pada norplant
adalah polydimethylsiloxane silastic yang diproduksi oleh Dow Corning
Midland Michigan USA. Kapsul silatik seperti ini adalah bahan yang
sama yang telah banyak dipakai untuk pemasangan implant pada manusia
sejak tahun 1950.
21
b. Implanon
Implanon adalah suatu alat kontrasepsi hormonal jangka panjang
yang dapat melindungi pemakai selama 3 tahun. Terdiri dari satu batang
putih lentur dengan panjang kira-kira 40 mm dan diameter 2 mm yang
diisi dengan 68 mg 3-ketodesogestrel.
c. Jadena dan Indoplant
Jadena dan indoplant adalah suatu alat kontrasepsi hormonal yang
melindungi pemakai selama 3 tahun. Jadena dan indoplant ini terdiri dari
2 batang yang diisi dengan 75 mg levonogestrel.
4. Indikasi dan kontra indikasi KB implant
a. Indikasi metode KB implant
Setiap ibu yang sehat dan tidak ingin hamil dalam waktu 1 – 5 tahun
b. Kontra indikasi metode KB implant
1) Kehamilan atau diduga hamil
2) Perdarahan traktus genetalia yang tidak diketahui penyebabnya
3) Trombofeblitis aktif atau penyulit trombo emboli
4) Penyakit hati akut
5) Tumor hati jinak atau ganas
6) Karsinoma payudara atau tersangka karsinoma payudara
7) Tumor atau neoplasma ginekologik
8) Penyakit jantung, hipertensi, dan diabetes mellitus (Hanafi, 2005: 143).
5. Keuntungan dan Kerugian KB Implant
a. Keuntungan Metode KB Implant yaitu :
1) Efektivitas tinggi
22
2) Setelah dipasang tidak melakukan apa-apa lagi sampai saat
pengeluaran implantnya
3) Sistem 6 kapsul memberikan perlindungan selama 5 tahun
4) Tidak mengandung estrogen, sehingga tidak mengandung efek
samping yang disebabkan oleh estrogen
5) Efek kontrasepsinya segera berakhir setelah implantnya dikeluarkan.
b. Kerugian Metode KB implant
1) Insersi dan pengeluaran harus dilakukan oleh petugas yang terlatih
2) Petugas medis memerlukan latihan dan praktek untuk insersi dan
pengangkatan implant
3) Lebih mahal
4) Sering timbul perubahan pola haid
5) Akseptor tidak dapat menentukan implant sekehendak sendiri
6) Implant kadang-kadang bisa terlihat oleh orang lain (Hanafi, 2006:
152)
6. Waktu Pemasangan KB Implant
Waktu terbaik untuk insersi atau pemasangan KB implant adalah
pada saat haid atau jangan melebihi 5-7 hari setelah haid.
7. Efek samping KB implant
a. Pengertian efek samping
Efek samping adalah suatu kelainan yang terjadi akibat suatu
pemakaian alat kontrasepsi atau obat kontrasepsi. Jadi yang dimaksud
23
dengan efek samping KB implant adalah semua kelainan yang terjadi
akibat pemakaian alat kontrasepsi KB implant (Wiknjosastro, 2008: 19).
b. Bentuk Efek Samping KB implant
Efek samping yang paling sering ditimbulkan adalah gangguan
menstruasi atau perubahan pola haid, terutama selama 3-6 bulan pertama
dari pemakaian yang terjadi kira-kira 60% akseptor dalam tahun pertama
setelah insersi (Mochtar, 2008: 145).
Yang paling sering terjadi karena efek samping KB implant ini
adalah:
1) Bertambahan hari-hari perdarahan dalam 1 siklus.
2) Perdarahan bercak (spotting)
3) Berkurangnya panjang siklus haid
4) Amenore, meskipun lebih jarang terjadi dibandingkan perdarahan
lama atau perdarahan bercak.
Umumnya perubahan-perubahan haid tidak mempunyai efek yang
membahayakan akseptor, meskipun terjadi perdarahan lebih sering dari
pada biasanya. Volume darah yang hilang tetap tidak berubah,
perdarahan hebat jarang terjadi, dan efek samping lainnya dari pemakaian
implant ini adalah sedikit peningkatan berat badan (Hanafi, 2005: 157).
8. Teknik Insersi/Pemasangan KB implant
Pemasangan dilakukan pada bagian dalam lengan atas atau lengan
bawah, kira-kira 6 – 8 cm di atas atau di bawah siku melalui insersi tunggal,
dalam bentuk kipas dan dimasukkan tepat di bawah kulit (Hanafi, 2005:
24
167). Menurut Manuaba (2006: 131) prinsip pemasangan susuk KB adalah
“dipasang pada lengan kiri atau pemasangan seperti kipas mekar dengan
enam kapsul”. Sebelum tehnik insersi KB implant dilakukan maka harus
dipersiapkan misalnya : kontrasepsi implant yang terdiri dari enam kapsul
silastik dengan panjang masing-masing 34 mm dan lebar 2,4 mm serta lebih
kurang 36 mg levonogestrel.
Alat dan bahan yang dibutuhkan adalah sabun antiseptic, kasa steril,
cairan antiseptic, anastesi local, kain steril, sebuah trokar, sepasang sarung
tangan steril, satu set kapsul implant (6 buah), dan sebuah skalpel dengan
ujung yang tajam. Adapun teknik pemasangan implant yaitu :
a. Cuci daerah insersi, lakukan tindakan antiseptic dan tutup sekitar daerah
insersi dengan kain steril.
b. Lakukan anastesi lokal (lidocain 1%) pada daerah insersi, mula-mula
lakukan suntikan anastesi pada daerah insisi, kemudian anastesi
diperluas sampai keenam atau dua daerah sepanjang 4 – 4,4 cm
c. Daerah pisau scapel dibuat insisi 2 mm sejajar dengan lengkung siku.
d. Masukan ujung trokar melalui insisi, terdapat dua garis tanda batas pada
trokar, satu dekat ujung trokar, lainnya dekat pangkal trokar. Dengan
perlahan-lahan trokar dimasukkan sampai mencapai garis batas dekat
pangkal trokar, kurang lebih 4 – 4,5 cm. trokar dimasukkan sambil
melakukan tekanan di atas dan tanpa merubah sudut pemasukan.
e. Masukan implant ke dalam trokarnya. Dengan batang pendorong
implant di dorong perlahan-lahan ke ujung trokar sampai terasa adanya
25
tahanan, dengan batang pendorong tetap stasioner, trocar perlahan-lahan
ditarik kembali sampai garis batas dekat ujung trokar terlihat pada insisi
dan terasa implantnya “meloncat keluar” dari trokarnya. Jangan
dikeluarkan trokarnya, raba lengan dengan jari untuk memastikan
implant sudah berada pada tempatnya dengan baik.
f. Mengubah arah trokar sehingga implant berikutnya berada 150 dari
implant sebelumnya. Letakkan jari tangan pada implant sebelumnya.
Masukan kembali trokar sepanjang pinggir jari tengah sampai ke garis
batas dekat pangkal trokar. Masukan implant ke dalam trokar,
selanjutnya sampai pada butir kelima, ulangi lagi prosedur tersebut
sampai semua implant telah terpasang.
g. Setelah semua implant terpasang lakukan penekanan pada tempat luka
insisi dengan kasa steril untuk mengurangi perdarahan lalu kedua
pinggir insisi ditekan sampai berdekatan dan ditutup dengan plaster.
h. Luka insisi ditutup dengan kering, lalu lengan dibalut dengan kasa steril
untuk mencegah perdarahan. Daerah insisi dibiarkan kering dan tetap
bersih selama tiga hari.
9. Teknik Pencabutan KB Implant
Alat yang diperlukan sama dengan alat insersi, hanya ditambah
dengan dua pasang forceps, satu model lurus dan satu model bengkok.
Teknik pencabutan KB implant yaitu:
a. Tentukan lokasi insisi yang mempunyai jarak sama dari ujung bawah
semua kapsul (dekat siku) kira-kira 5 mm dari ujung bawah kapsul. Bila
jarak tersebut sama, maka insisi dibuat pada tepat insisi waktu
26
pemasangan. Sebelum menentukan lokasi pastikan tidak ada ujung
kapsul yang berada di bawah insisi lama (hal ini mencegah terpotongnya
kapsul pada saat insisi).
b. Pada lokasi yang sudah dipilih, buat insisi melintang yang kecil lebih
kurang 4 mm dengan menggunakan scalpel, jangan membuat insisi yang
besar.
c. Mulai dengan mencabut kapsul yang mudah diraba dari luar atau yang
terdekat tempat insisi.
d. Dorong ujung kapsul ke arah insisi dengan jari tangan sampai ujung
kapsul tampak pada luka insisi. Masukan klem lengkung (mosquito atau
crile) dengan kelengkungan jepitan mengarah ke atas, kemudian jepit
ujung kapsul dengan klem tersebut.
e. Masukan klem lengkung melalui luka insisi dengan lingkungan jepitan
mengarah ke kulit teruskan sampai berada di bawah ujung kapsul dekat
siku. Buka dan tutup jepitan klem untuk memotong secara tumpul
jaringan parut yang mengelilinginya.
f. Dorong ujung kapsul pertama sedekat mungkin pada luka insisi, sambil
menekan (fiksasi) kapsul dengan jari telunjuk dan jari tengah. Masukan
lagi klem lengkung (lingkungan jepit mengarah ke kulit) sampai berada
di bawah ujung kapsul di dekat ujungnya (5-10 mm) dan secara hati-hati
tarik keluar melalui luka insisi.
g. Bersihkan dan buka jaringan ikat yang mengelilingi kapsul dengan cara
menggosok-gosok dengan kain steril untuk memaparkan ujung bawah
kapsul. Cara lain bila jaringan ikat tidak bisa dibuka dengan cara
27
menggosok-gosok pakai kain steril, dapat dengan menggunakan skapel
secara ber hati-hati. Untuk mencegah terpotongnya kapsul, gunakan sisi
yang tidak tajam dari skapel waktu membersihkan jaringan ikat yang
mengelilingi kapsul.
h. Jepit kapsul yang sudah terpapar dengan menggunakan klem kedua,
lepas klem pertama, dan cabut kapsul secara perlahan, dan hati-hati
dengan klem kedua. Kapsul akan mudah dicabut karena jaringan ikat
yang mengelilinginya tidak melekat pada kawat silikon. Bila kapsul sulit
dicabut pisahkan secara hati-hati sisa jaringan ikat yang melekat pada
kapsul dengan menggunakan kasa dan skapel.
i. Pilih kapsul berikutnya yang tampak paling mudah dicabut, gunakan
tehnik yang sama untuk mencabut kapsul berikutnya. Sebelum
mengakhiri tindakan, hitung untuk memastikan keenam kapsul sudah
dicabut, tunjukkan keenam kapsul kepada klien, hal ini sangat penting
untuk menyakinkan klien.
10. Metode pencabutan KB implant tehnik “U” :
Klem yang dipakai mencabut kapsul pada teknik "U", merupakan
modifikasi klem yang digunakan untuk vasektomi tanpa pisau dengan
diameter ujung klem diperkecil dari 3,5 menjadi 2,2 mm.
Gambar 2.1. Klem pemegang implant Norplant
28
Untuk menggunakan teknik ini, raba tempat pencabutan secara
hati-hati untuk menentukan dan menandai kapsul. Selanjutnya cuci
tangan dan pakai sarung tangan steril atau DTT. Usap lengan dengan
larutan antiseptik dan suntikkan obat anestesi lokal seperti yang telah
diuraikan sebelumnya (Persiapan dan Tindakan sebelum pencabutan).
a. Tentukan lokasi insisi pada kulit di antara kapsul 3 dan 4 lebih kurang
5 mm dari ujung kapsul dekat siku.
Gambar 2.2 Lokasi insisi pada tehnik U
b. Buat insisi kecil (4 mm) memanjang sejajar di antara sumbu panjang
kapsul dengan menggunakan skalpel.
c. Masukkan ujung klem pemegang implant Norplant secara hati-hati
melalui luka insisi. (Dengan teknik ini tidak perlu memisahkan
jaringan secara tumpul seperti pada metode standar).
d. Fiksasi kapsul yang letaknya paling dekat luka insisi dengan jari
telunjuk sejajar panjang kapsul.
29
Gambar 2.3 Memfiksasi kapsul
e. Masukkan klem lebih dalam sampai ujungnya menyentuh kapsul,
buka klem dan jepit kapsul dengan sudut yang tepat pada sumbu
panjang kapsul lebih kurang 5 mm di atas ujung bawah kapsul
(Gambar 20-39). Setelah kapsul terjepit, tarik ke arah insisi (1) dan
balikkan pegangan klem 180° ke arah bahu klien (2) untuk
memaparkan ujung bawah kapsul.
Gambar 2.4 Menjepit kapsul dan membalik klem
f. Bersihkan kapsul dari jaringan ikat yang mengelilinginya dengan
menggosok-gosok menggunakan kasa steril untuk memaparkan ujung
bawah kapsul sehingga mudah dicabut (Gambar 20-32). Bila tidak
bisa dengan kasa, boleh menggunakan scalpel.
g. Gunakan klem lengkung (Mosquito atau Crile) untuk menjepit kapsul
yang sudah terpapar. Lepaskan klem pemegang Norplant dan cabut
kapsul dengan pelan-pelan dan hati-hati (Gambar 20-35). Taruh
30
kapsul yang telah dicabut dalam mangkok kecil yang berisi klorin
0,5% untuk dekontaminasi sebelum dibuang.
Kapsul akan keluar dengan mudah karena jaringan ikat tidak
melekat pada kapsul. Bila kapsul tidak bisa ke luar dengan mudah,
bersihkan kembali jaringan ikat yang mengelilinginya dengan
menggosok-gosok pakai kasa atau sisi yang tidak tajam dari scalpel.
h. Pencabutan kapsul berikutnya adalah yang tampak paling mudah
dicabut. Gunakan teknik yang sama untuk mencabut kapsul
berikutnya.
11. Metode pencabutan KB implant tehnik “Pop Out” (Darney, Klaise, dan
Walker):
Cara ini merupakan teknik pilihan bila memungkinkan karena tidak
traumatis, sekalipun tidak terlalu muda untuk mengerjakannya.
a. Raba ujung-ujung kapsul di daerah dekat siku untuk memilih salah
satu kapsul yang lokasinya terletak di tengah-tengah dan mempunyai
jarak yang sama dengan ujung kapsul lainnya. Dorong ujung bagian
atas kapsul (dekat bahu klien) yang telah dipilih tadi dengan menggu-
nakan jari. Pada saat ujung bagian bawah kapsul (dekat siku) tampak
jelas di bawah kulit, buat insisi kecil (2 - 3 mm) di atas ujung kapsul
dengan menggunakan skalpel.
Gambar 2.5 Membuat Insisi
31
b. Lakukan penekanan dengan menggunakan ibu jari dan jari tangan
lainnya pada ujung bagian bawah kapsul untuk membuat ujung
kapsul tersebut tepat berada di bawah tempat insisi.
Gambar 2.6 Menempatkan posisi ujung bawah kapsul berada di bawah insisi
c. Masukkan ujung tajam skapel ke dalam luka insisi sampai terasa
menyentuh ujung kapsul. Bila perlu, potong jaringan ikat yang
mengelilingi ujung kapsul sambil tetap memegang kapsul dengan ibu
jari dan jari telunjuk.
Gambar 2.7 Memotong jaringan ikat
32
d. Tekan jaringan ikat yang sudah terpotong tadi dengan kedua ibu jari
sehingga ujung bawah kapsul terpapar keluar.
Gambar 2.8 Memaparkan ujung bawah kapsul
e. Tekan sedikit ujung atas kapsul (dekat bahu) sehingga kapsul muncul
(pop out) pada luka insisi dan dengan mudah dapat dipegang dan
dicabut.
Gambar 2.9 Memunculkan kapsul (popping out)
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
A. Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah kerangka hubungan
antara konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian yang
33
dilakukan (Notoatmodjo, 2005: 23). Peneliti hanya meneliti variabel
pengetahuan dan sikap WUS terhadap minat pemakaian kontrasepsi implant di
Desa Gadel wilayah kerja Puskesmas Kerticala. Adapun gambar kerangka
konsep penelitian sebagai berikut:
Gambar 3.1 Kerangka Konsep
Keterangan:
: Variabel yang diteliti
: Variabel yang tidak diteliti
Berdasarkan Gambar 3.1. kerangka konsep penelitian di atas bahwa
variabel yang akan diteliti adalah pengetahuan dan sikap WUS terhadap minat
pemakaian kontrasepsi implant. Pengetahuan dan sikap WUS tentang
kontrasepsi implant diukur dengan menggunakan instrumen penelitian berupa
kuesioner.
Pengetahuan WUS tentang kontrasepsi Implant yang telah diteliti dapat
diperoleh hasil apakah termasuk dalam kategori baik, cukup baik atau kurang
baik. Sedangkan sikap WUS terhadap minat pemakaian kontrasepsi impalnt
diperoleh hasil apakah positif atau negatif. Pengetahuan dan sikap yang baik
Pengetahuan WUS
Sikap WUS
Minat terhadap pemakaian kontrasepsi
Implant
BaikCukup baikKurang baik
Positif
Negatif
34
diharapkan dapat membentuk perilaku atau tindakan sebagai upaya untuk
mengantisipasi kenaikan/menekan angka kelahiran melalui pemakaian alat
kontrasepsi Implant.
B. Definisi Operasional Variabel
VariabelDefinisi
OperasionalCara Ukur
Alat Ukur
Hasil UkurSkala Ukur
Pengetahuan Segala sesuatu yang diketahui oleh WUS tentang pengertian Impant, keuntungan Implant, kerugian Implant, syarat menjadi akseptor Implant, dan efek samping Implant.
Melihat hasil jawaban
Kuesioner 1. Baik, jika 76 –
100%.
2. Cukup baik, jika
56%- 75%
3. Kurang baik, jika ≤
55 %
Ordinal
Sikap Sikap adalah pendapat WUS atas pertanyaan yang akan disetujui atau tidak yang mencakup aspek kognitif, afektif dan konatif terhadap KB implant.
Melihat hasil jawaban
Kuesioner Setelah dilakukan penskoran untuk masing-masing pertanyaan:a. Sikap
positif( ≥ score rata-ratab. Sikap
negatif ( < score rata-rata)
Ordinal
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
35
Jenis penelitian dalam hal ini adalah penelitian deskriptif dengan tujuan
utama membuat gambaran tentang suatu keadaan secara obyektif yang
digunakan untuk memecahkan atau menjawab permasalahan dan situasi yang
sedang dihadapi sekarang (Notoatmodjo, 2005: 122).
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang akan
diteliti (Notoatmodjo, 2005: 124). Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh WUS yang menjadi akseptor KB di Desa Gadel wilayah kerja
Puskesmas Kerticala sebanyak 269 orang.
2. Sampel
Menurut Notoatmodjo (2005: 130), sampel adalah sebagian yang
diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh
populasi. Adapun besarnya sampel diperoleh dengan menggunakan rumus
sebagai berikut:
dimana :n = jumlah sampelN = jumlah populasid2= presisi yang ditetapkan sebesar 10%
36
Setelah menghitung jumlah sampel maka diperoleh sampel penelitian
sebanyak 73 WUS dengan cara penelitian akan mendatangi responden satu
per satu.
Cara pengambilan sampel dengan random sampling yaitu pada kertas
kecil-kecil ditulis nomor subjek, satu nomor untuk setiap kertas. Kemudian
kertas digulung. Dengan tanpa prasangka, kita mengambil 73 gulungan
kertas, sehingga nomor-nomor yang tertera pada gulungan kertas yang
terambil itulah merupakan nomor subjek sampel penelitian.
C. Variabel Penelitian
Variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat, atau unsur
yang dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang konsep penelitian
tertentu (Notoatmodjo, 2005: 132). Variabel dalam penelitian ini yaitu
pengetahuan dan sikap WUS terhadap minat pemakaian kontrasepsi implant.
D. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada tanggal 25 April sampai dengan 1 Mei 2010
di Desa Gadel wilayah kerja Puskesmas Kerticala Kabupaten Indramayu.
E. Instrumen Penelitian
Alat pengumpul data untuk mengetahui variabel pengetahuan WUS
tentang kontrasepsi implant menggunakan lembar pernyataan, variabel sikap
WUS terhadap minat pemakaian kontrasepsi implant menggunakan
angket/kuesioner dengan skala likert yang disusun dan dikembangkan sendiri
oleh peneliti.
37
Instrumen pengumpul data mengenai sikap WUS terhadap minat
pemakaian kontrasepsi implant menggunakan skala likert yang menyediakan
alternatif jawaban sebagai berikut:
Pernyataan positif Skor Pernyataan negatif Skor
Sangat Setuju 4 Sangat Setuju 1
Setuju 3 Setuju 2
Tidak Setuju 2 Tidak Setuju 3
Sangat Tidak Setuju 1 Sangat Tidak Setuju 4
Untuk mendapatkan alat pengumpul data yang benar-benar valid atau
dapat diandalkan dalam mengungkap data penelitian, maka instrumen penelitian
disusun dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Membuat kisi-kisi angket yang didalamnya menggunakan masing-masing
variabel menjadi beberapa sub variabel dan indikator. Adapun kisi-kisi
tersebut dapat dilihat dalam lampiran.
b. Berdasarkan kisi-kisi tersebut, langkah selanjutnya adalah menyusun
pernyataan atau butir-butir item.
F. Prosedur Pengumpulan Data
1. Perizinan Penelitian
Sebagai salah satu persyaratan untuk penelitian ini adalah
diperlakukannya perizinan baik dari tingkat lembaga-lembaga terkait dalam
hal ini adalah instansi dimana peneliti melakukan penelitian.
2. Pelaksanaan Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data diperoleh dari dua jenis data yaitu:
38
a. Data Primer
Pengumpulan data untuk variabel pengetahuan dan sikap WUS
terhadap minat pemakaian kontrasepsi implant diperoleh secara langsung
dengan menyebarkan kuesioner kepada seluruh responden berupa
jawaban responden terhadap pernyataan-pernyataan di dalam kuesioner.
Prosedur yang ditempuh dalam pelaksanaan pengumpulan data ini adalah
sebagai berikut :
1) Memberikan informed concent kepada responden sebagai bentuk
kesediaan responden dijadikan sampel penelitian.
2) Memberikan informasi berkaitan dengan kepentingan penelitian dan
memberikan petunjuk pengisian alat pengumpul data.
3) Membagikan alat pengumpul data kepada responden yang menjadi
sampel penelitian.
4) Mengumpulkan lembar jawaban sebagai hasil pengumpulan data
primer dari responden dan melakukan cek ulang untuk memeriksa
kelengkapan identitas dan jawaban pada setiap lembar kuesioner.
5) Menghitung hasil jawaban responden serta memberikan skor.
b. Data Sekunder
Data yang diperoleh dari Puskesmas Kerticala yaitu jumlah WUS
yang menjadi akseptor KB secara umum dan yang menjadi akseptor KB
Implant yang tinggal di Desa Gadel Kabupaten Indramayu.
G. Pengolahan Data dan Analisis Data
1. Pengolahan data
39
Data yang telah dikumpulkan akan diolah dengan tahap-tahap sebagai
berikut:
a. Editing, tahap pemeriksaan kelengkapan data dan kesinambungan data
serta keseragaman data. Penulis melakukan pemeriksaan biodata
karakteristik responden, kelengkapan hasil jawaban responden. jika
terdapat kesalahan atau kekurangan maka penulis dapat segera melakukan
perbaikan dengan mengembalikan instrumen penelitian untuk diisi dengan
lengkap.
b. Coding, tahap memberikan simbol-simbol tertentu (biasanya dalam
bentuk angka) untuk setiap jawaban sesuai dengan simbol untuk masing-
masing skor untuk selanjutnya data yang ditetapkan untuk diolah
kemudian diberi skor untuk setiap jawaban sesuai dengan sistem yang
telah ditetapkan.
c. Entry Data, tahap memasukkan data-data hasil penelitian dari masing-
masing skor per item dengan dengan menggunakan Microsoft Excel dan
disajikan dalam bentul tabel distribusi frekuensi.
d. Tabulating Data, tahap mengelompokkan sesuai dengan variabel dan
kategorinya guna memudahkan dalam menganalisisnya.
2. Analisis Data
a. Analisis data variabel pengetahuan
40
Menurut Arikunto (2006), teknik analisis data menggunakan
rumus sebagai berikut :
Keterangan:
P : Presentase
X : Nilai jawaban benar
N : Jumlah item pertanyaan/soal.
Menurut Arikunto (2006: 145) hasil presentase diperoleh hasil
presentase lalu diinterpretasikan dengan menggunakan standar kriteria
kualitatif sebagai berikut :
1) Kategori baik, jika didapatkan hasil jawaban: 76 % - 100%.
2) Kategori cukup baik, jika didapatkan hasil jawaban: 56 % - 75 %.
3) Kategori kurang baik, jika didapatkan hasil : ≤ 55%.
b. Analisis data variabel sikap
Menurut Arikunto (2006:150), penafsiran sikap WUS terhadap
minat pemakaian kontrasepsi implant secara kualitatif menggunakan nilai
rata-rata, lalu dilakukan tabulasi dan selanjutnya menginterpretasi data
sebagai berikut:
1) Jika memperoleh skor > Mean dikategorikan sikap positif
2) Jika memperoleh skor < Mean dikategorikan sikap negatif.
Menurut Arikunto (2006: 160) dalam menginterpretasikan hasil
perhitungan distribusi frekuensi terhadap pengetahuan, sikap
menggunakan rumus sebagai berikut:
41
Keterangan :
P : presentase
ƒ : kategori
N : jumlah responden
Hasil perhitungan persentase diinterpretasikan dengan kategori
sebagai berikut:
a) 0% : Tidak ada seorangpun
b) 1 – 5% : Hampir tidak ada
c) 6 – 24% : Sebagian kecil
d) 25 – 49% : Kurang dari setengahnya
e) 50% : Setengahnya
f) 51 – 74% : Lebih dari setengahnya
g) 75 – 94% : Sebagian besar
h) 95 – 99% : Hampir seluruhnya
i) dan 100% : Seluruhnya.
BAB V
HASIL PENELITIAN
42
Pada bab V ini diuraikan data hasil penelitian dari jawaban responden
sebanyak 73 Wanita Usia Subur atas kuesioner yang diberikan pada tanggal 25 April
sampai dengan 1 Mei 2010 di desa Gadel Wilayah Kerja Puskesmas Kerticala
Kabupaten Indramayu. Selanjutnya dibahas berdasarkan variabel pengetahuan WUS
tentang kontrasepsi implant dan sikap WUS terhadap minat pemakaian kontrasepsi
implant.
A. Karakteristik Wanita Usia Subur (WUS)
Beberapa karakteristik WUS yang didapat dari hasil pengumpulan data
sebagai berikut:
1. Umur
Karakteristik WUS berdasarkan umur didapatkan responden
termuda berumur 23 tahun dan tertua berumur 33 tahun. Hasil penelitian
dapat dilihat pada tabel 5.1 berikut ini:
Tabel 5.1Distribusi Frekuensi Responden Menurut Umur
Kategori Umur F %
21 – 25 tahun 21 28,77
26 – 30 tahun 45 61,64
31 – 35 tahun 7 9,59
Jumlah 73 100
Berdasarkan tabel 5.1, diketahui bahwa lebih dari setengahnya
(61,64%) WUS berumur 26 – 30 tahun dan sebagian kecil (9,59 %) berumur
31 – 35 tahun.
2. Pendidikan
43
Hasil penelitian karakteristik WUS berdasarkan pendidikan dapat
dilihat pada tabel 5.2 berikut ini:
Tabel 5.2Distribusi Frekuensi Responden Menurut Pendidikan
Kategori Pendidikan F %
SD 17 23,29
SMP 18 24,66
SMA 38 52,05
Jumlah 73 100
Berdasarkan tabel 5.2, diketahui bahwa lebih dari setengahnya
(52,05%) pendidikan WUS adalah SMA dan sebagian kecil (23,29%) adalah
SD.
3. Pekerjaan
Hasil penelitian karakteristik WUS berdasarkan pekerjaan dapat
dilihat pada tabel 5.3 berikut ini:
Tabel 5.3 Distribusi Responden Menurut Pekerjaan
Kategori Pekerjaan F %Ibu Rumah Tangga 50 68,49Petani 8 10,96Swasta 15 20,55Jumlah 73 100
Berdasarkan tabel 5.3, diketahui bahwa lebih dari setengahnya
(68,49%) pekerjaan WUS adalah ibu rumah tangga dan sebagian kecil
(10,96%) adalah petani.
B. Pengetahuan WUS Tentang Kontrasepsi Implant
44
Pengetahuan WUS tentang kontrasepsi implant didapat dari hasil
jawaban responden terhadap kuesioner nomor 1 sampai dengan 20, maka
diperoleh hasil seperti pada tabel 5.4 berikut ini :
Tabel 5.4Distribusi Pengetahuan WUS Tentang Kontrasepsi Implant
Di Desa Gadel Wilayah Kerja Puskesmas KerticalaKabupaten Indramayu 2010
Kategori Pengetahuan F %
Baik 38 52,05
Cukup baik 18 24,66
Kurang baik 17 23,29
Jumlah 73 100
Berdasarkan tabel 5.4, diketahui bahwa pengetahuan WUS tentang
kontrasepsi implant lebih dari setengahnya (52,05%) responden termasuk
kategori baik dan sebagian kecil (23,29%) responden termasuk kategori kurang
baik.
C. Sikap WUS Terhadap Minat Pemakaian Kontrasepsi Implant
Sikap WUS terhadap minat pemakaian kontrasepsi implant didapat dari
hasil jawaban terhadap kuesioner nomor 1 sampai dengan 15, maka diperoleh
hasil seperti pada tabel 5.5 berikut ini :
Tabel 5.5Distribusi Sikap WUS Tentang Kontrasepsi ImplantDi Desa Gadel Wilayah Kerja Puskesmas Kerticala
Kabupaten Indramayu 2010
Kategori Sikap F %
45
Positif 55 75,34
Negatif 18 24,66
Jumlah 73 100
Berdasarkan tabel 5.5, diketahui bahwa sikap WUS terhadap minat
pemakaian kontrasepsi implant sebagian besar (75,34%) responden termasuk
kategori positif dan sebagian kecil (24,66%) responden termasuk kategori
negatif.
BAB VI
PEMBAHASAN
46
Pada bab ini diuraikan pembahasan hasil penelitian tentang pengetahuan dan
sikap WUS terhadap minat pemakaian kontrasepsi implant.
A. Pengetahuan WUS tentang Kontrasepsi Implant
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa lebih dari setengahnya
(52,05%) pengetahuan WUS tentang kontrasepsi implant termasuk kategori baik.
Ini menunjukkan bahwa lebih dari setengahnya WUS mengetahui dengan baik
tentang kontrasepsi implant. Hal ini ada didukung oleh karakterisk pendidikan
WUS yaitu lebih dari setengahnya (52,05%) pendidikan responden adalah SMA.
Menurut Notoatmodjo (2005: 14), pendidikan merupakan suatu potensi
untuk memanfaatkan pengetahuan dan bahan informasi dari luar untuk mengerti
dan memahami kualitas dari alat kontrasepsi yang dipakai. Pendidikan adalah
suatu upaya untuk menanamkan pengetahuan/pengertian, pendapat dan konsep-
konsep, mengubah sikap dan persepsi serta menanamkan tingkah laku/kebiasaan
yang baru.
Hal ini menunjukkan bahwa WUS dengan latar belakang pendidikan
menengah ke atas mempunyai pengetahuan yang lebih luas dibandingkan dengan
WUS yang mempunyai latar belakang pendidikan lebih rendah (Notoatmodjo,
2005:143) sehingga pengetahuan WUS tentang kontrasepsi implant dari tingkat
pendidikan menengah ke atas adalah baik. Meskipun pengetahuan WUS tentang
kontrasepsi implant dapat diperoleh dari berbagai macam sumber, misalnya
media baik cetak maupun elektronik, dari petugas kesehatan, atau dari kerabat
dekat, akan tetapi pengetahuan sangat berhubungan erat dengan pendidikan.
Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang sangat
47
diperlukan untuk pengembangan diri, semakin tinggi pendidikan maka semakin
mudah menerima serta mengembangkan pengetahuan dan teknologi sehingga
semakin meningkat produktivitas dan kesejahteraan keluarga (Maulana, 2009:
12)
B. Sikap WUS Terhadap Minat Pemakaian Kontrasepsi Implant
Menurut Notoadmodjo (2005: 141), sikap merupakan reaksi atau respon
yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau objek. Sikap yang
menolak terhadap pemakaian KB implant ini dikarenakan tingkat pendidikan
responden yang masih rendah, hanya sampai SMP.
Tingkat pendidikan yang ditempuh dapat dijadikan sebagai landasan dan
pandangan dalam melihat perkembangan dan wawasan berfikir. Perkembangan
wawasan berfikir dapat menentukan seseorang untuk bersikap dan bertingkah
laku, dengan kata lain pendidikan, pengetahuan, dan pengalaman lah yang
membuat individu mudah mencerna setiap fenomena-fenomena sosial yang
terjadi di lingkungan sekitarnya.
Berdasarkan hasil penelitian yang didapat bahwa sebagian besar
(75,34%) sikap WUS terhadap minat pemakaian kontrasepsi implant termasuk
kategori positif. Ini menunjukkan bahwa sebagian besar WUS memiliki sikap
yang mendukung terhadap minat pemakaian kontrasepsi implant. Hal ini ada
didukung oleh karakteristik umur WUS dari seluruh responden, lebih dari
setengahnya (61,64%) umur responden antara 26 – 30 tahun.
Umur antara 20 hingga 35 tahun merupakan usia produktif yang dapat
memacu seseorang untuk mencari informasi dan pengetahuan tentang
48
kontrasepsi implant diantaranya tentang indikasi serta keuntungan dan kerugian
pemakaian kontrasepsi implant yang didapat baik melalui media cetak ataupun
elektronik atau bahkan secara aktif menanyakan secara langsung kepada bidan
desa selama masa kehamilannya (Saifuddin, 2006 dan Notoatmodjo, 2005).
Hal ini didukung oleh karakateristik pekerjaan WUS dimana lebih dari
setengahnya (68,49%) pekerjaan WUS adalah ibu rumah tangga dimana
pekerjaan sebagai ibu rumah tangga mempunyai kesempatan banyak untuk
memperoleh informasi tentang bermacam-macam pengetahuan termasuk
pengetahuan tentang cara menyusui yang benar, misalnya mengikuti pendidikan
kesehatan non formal di sekitar tempat tinggalnya, melihat televisi, membaca
buku-buku kesehatan, majalah dan lain-lain sedangkan ibu yang bekerja
kesempatan ini sangatlah sulit didapatkan (Maulana, 2009: 18).
Berdasarkan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa sebagian besar
WUS memiliki sikap yang positif/mendukung terhadap minat pemakaian
kontrasepsi implant jika dihubungkan dengan pendapat Notoatmodjo (2005:
113) dalam tingkatan sikap yaitu menerima dan menanggapi dimana sebagian
besar WUS memiliki kepercayaan, ide dan konsep terhadap minat pemakaian
kontrasepsi implant, memiliki perasaan dan emosional dalam pemakaian
kontrasepsi implant, dan kecenderungan untuk bertindak dalam memakai
kontrasepsi implant (Hanafi, 2005: 26).
49
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut:
50
A. Kesimpulan
1. Lebih dari setengahnya (52,05%), pengetahuan WUS tentang kontrasepsi
implant adalah baik.
2. Sebagian besar (75,34%), WUS bersikap positif terhadap minat pemakaian
kontrasepsi implant.
B. Saran
1. Bagi Puskesmas
Diharapkan petugas kesehatan dalam memberikan pelayanan dapat
lebih meningkatkan konseling atau bimbingan kepada WUS terutama
kepada WUS yang berpendidikan rendah dan kurang memiliki pengetahuan
yang baik tentang kontrasepsi implant
2. Bagi WUS
Diharapkan WUS dapat meningkatkan pengetahuannya tentang
kontrasepsi implant dengan cara mengikuti penyuluhan-penyuluhan yang
diadakan oleh puskesmas atau tenaga kesehatan sehingga pada pada saat
berminat memakai kontrasepsi implant didasarkan pada pengetahuan yang
baik.