KTI diare
-
Upload
nur-fitryanti-lubis -
Category
Documents
-
view
20 -
download
0
description
Transcript of KTI diare
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. DIARE
Defenisi diare sesuai dengan Hippocrates, maka diare adalah buang
air besar dengan frekuensi yang tidak normal (meningkat) dan konsistensi
tinja yang lebih lembek atau cair (Nelson dkk, 1969) berpendapat bahwa
istilah gastroenteritis hendaknya dikesampingkan saja, karena memberikan
kesan terdapatnya suatu radang sehingga selama ini penyelidikan tentang
diare cenderung lebih ditekankan pada penyebabnya (Suharyono, 2012).
Orang yang mengalami diare akan kehilangan cairan tubuh berlebih
sehingga menyebabkan dehidrasi tubuh. Hal ini membuat tubuh tidak dapat
berfungsi dengan baik dan dapat membahayakan jiwa, khususnya pada anak
dan orang tua (Sujono Hadi, 2012).
2.1.1. Epidemiologi diare
Diare akut merupakan masalah umum ditemukan diseluruh dunia. Di
Amerika Serikat keluhan diare menempati peringkat ketiga dari daftar
keluhan pasien pada ruang praktek dokter, sementara di beberapa rumah sakit
di Indonesia data menunjukkan diare akut karena infeksi terdapat peringkat
pertama s/d ke empat pasien dewasa yang datang berobat ke rumah sakit.
Di negara maju diperkirakan insiden sekitar 0,5-2
episode/orang/tahun sedangkan di negara berkembang lebih dari itu. Di USA
dengan penduduk sekitar 200 juta diperkirakan 99 juta episode diare akut
pada dewasa terjadi setiap tahunnya.WHO memperkirakan ada sekitar 4
5
miliar kasus diare akut setiap tahun dengan mortalitas 3-4 juta pertahun
(Depkes,2008).
Bila angka itu diterapkan di Indonesia, setiap tahun sekitar 100 juta
episode diare pada orang dewasa per tahun. Dari laporan surveilan terpadu
tahun 1989 jumlah kasus diare didapatkan 13,3 % di Puskesmas, di rumah
sakit didapat 0,45% pada penderita rawat inap dan 0,05 % pasien rawat
jalan. Penyebab utama disentri di Indonesia adalah Shigella, Salmonela,
Campylobacter jejuni, Escherichia coli, dan Entamoeba histolytica. Disentri
berat umumnya disebabkan oleh Shigella dysentery, kadang-kadang dapat
juga disebabkan oleh Shigella flexneri, Salmonella dan Enteroinvasive E.coli
( EIEC) (Adyanastri, 2012).
2.1.2. Klasifikasi diare
Pengelompokan diare dapat berdasarkan banyak hal. Secara klinis,
dapat dibedakan menjadi dua kelompok sindrom yaitu diare cair dan disentri
atau diare berdarah. Masing-masing menggambarkan patogenensis yang
berbeda. Klasifikasi lain berdasarkan adanya invasi barrier usus oleh
mikroorganisme tersering penyebab diare (bakteri dan virus) dapat
dikelompokan sebagai diare infeksi dan diare non infeksi.
Berdasarkan patomekanisme, diare tebagi atas diare sekretorik atau
diare osmotic. Diare juga dapat diklasifikasikan berdasarkan derajat
dehidrasinya. Haroen Noerasid membagi diare berdasarkan dehidrasi ringan,
sedang dan berat. Sedangkan menurut unit gastro-enterohepatologi IDAI
2009 membagi berdasarkan derajat dehidrasi yang terjadi, diare terbagi
menjadi dehidrasi berat, dehidrasi tak berat dan tanpa dehidrasi
(Suharyono,2012).
6
Pengelompokan diare berdasarkan lama waktunya, terbagi atas diare
akut dan diare kronik. Dimana diare akut berlangsung selama 7 hari
sedangkan diare kronik adalah diare yang bersifat akut dan berlangsung
selama 14 hari atau lebih.
2.1.3. Mikroorganisme penyebab diare
Dalam biakan tinja penderita diare sering ditemukan beberapa
mikroorganisme penyebab terjadinya diare ; daya penetrasi yang dapat
merusak sel mukosa, kemampuan memproduksi toksin yang mempengaruhi
sekresi cairan di usus halus serta daya lekat kuman. Kuman-kuman tersebut
dapat membentuk koloni yang menginduksi diare. Mikroorganisme yang
menyebabkan diare biasanya melalui jalur fekal oral, terutama karena
(Bloch,2010) :
Menelan makanan/minuman yang terkontaminasi
Kontak dengan tangan yang terkontaminasi
Beberapa faktor yang berhubungan dengan bertambahnya penularan
kuman enteropatogen usus :
Tidak tersedianya fasilitas penyediaan air bersih secara
memadai.
Sumber air tercemar feces.
Pembuangan feces yang tidak higienis.
Kebersihan perorangan dan lingkungan yang buruk.
Penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak semestinya.
Mikroorganisme penyebab diare akut di indonesia terutama karena
bakteri, virus, dan parasit (Bunnet,2010).
7
a. Bakteri
Ditinjau dari kelainan usus, bakteri penyebab diare terbagi atas :
Bakteri noninvasif (enterotoksigenik) yaitu Mikroorganisme yang tidak
merusak mukosa usus seperti Cholerae eltor, Enterotoxigenic, E. Colli
(ETEC), C.perfringens dan S. Aureus. Selain itu juga terdapat bakteri
enteroinvasif, bakteri jenis ini merusak mukosa usus seperti Enteroinvansive
E colli (EIEC), Salmonella sp, Shigella sp, Yersinia sp.
b. Virus
Mengenai virus penyebab diare sampai saat ini mekanismenya masih
belum pasti. Percobaan binatang menunjukan bahwa terhadap kerusakan sel
epitel mukosa walaupun hanya superficial akibat masuknya virus kedalam
sel. Virus (misalnya rotavirus) tidak menyebabkan peningkatan aktifitas
adenil siklase. Infeksi rotavirus menyebabkan kerusakan berupa bercak-
bercak pada sel epitel usus halus bagian proksimal yang menyebabkan
bertambahnya sekresi cairan kedalam lumen usus, selain itu terjadi pula
kerusakan enzim-enzim disakarida yang menyebabkan intoleransi laktosa
yang akhirnya akan memperlama diare. Penyembuhan terjadi bila permukaan
mukosa telah regenerasi.
c. Parasit
Amoeba akan memproduksi enzim fosfoglikomutase dan lisozim
yang mengakibatkan kerusakan sampai nekrosis dan ulkus pada dinding usus.
Antara mukosa usus dan ulkus masih normal, berbeda dengan ulkus karena
disentri basiler, dimana antara mukosa dan ulkus ikut meradang. Ulkus
tersebut menimbulkan perdarahan. Kerusakan intestinal ini menimbulkan
rangsangan neurohumoral yang menyebabkan pengeluaran sekret dan timbul
diare. G. Lamblia dan Cryptosporidium dapat menyebabkan diare
8
2.1.4. Faktor penyebab terjadinya diare
Diare dapat disebabkan oleh infeksi bakteri, virus. Diare juga dapat
disebabkan oleh malabsorbsi makanan, keracunan makanan, alergi ataupun
karena defesiensi.
Bahaya utama diare adalah kematian yang disebabkan tubuh banyak
kehilangan air dan garam yang terlarut yang disebut dengan dehidrasi.
Kematian lebih mudah terjadi pada anak yang bergizi buruk, karena gizi yang
buruk menyebabkan anak tidak merasa lapar dan orang tuanya tidak segera
memberikan nutrisi pengganti untuk menggantikan cairan tubuh yang hilang.
Keadaan gizi yang buruk akan mempengaruhi lama dan komplikasi
yang terjadi pada penderita diare. Anak dengan status kurang kalori protein
akan mengalami ketidakseimbangan eletrolit dan diare mempercepat
komplikasi yang terjadi.
Hygiene dan sanitasi lingkungan yang buruk mempermudah
penularan diare baik melalui makanan, air minum yang tercemar kuman
penyebab diare maupun air sungai.
Faktor sosial budaya yang berupa pendidikan, pekerjaan dan
kepercayaan masyarakat membentuk perilaku positif maupun negative
terhadap berkembangnya diare. Perilaku masyarakat yang negative misalnya
membuang tinja dikebun atau sungai, minum air yang tidak dimasak dan
melakukan pengobatan sendiri dengan cara yang tidak tepat.
Kepadatan penduduk dan sosial ekonomi yang rendah serta
lingkungan yang kurang mendukung sering menimbulkan wabah diare.
Dehidrasi yang terjadi pada penderita diare karena usus bekerja tidak
sempurna sehingga sebagian besar air dan zat-zat yang terlarut didalamnya
9
terbuang bersama tinja sehingga tubuh kekurangan cairan. Derajat dehidrasi
diukur berdasarkan persentase kehilangan berat badan selama diare. Bila
berat badan turun kurang dari 5% termasuk dehidrasi ringan, berat badan
turun 5-10% termasuk dehidrasi sedang dan bila berat badan turun lebih dari
10% termasuk dehidrasi berat (Sujono Hadi,2012).
2.1.5. Patofisiologi diare
Istilah diare digunakan jika terjadi peningkatan fluiditas atau volume
feses dan frekuensi defekasi. Hal ini biasanya berhubungan dengan
peningkatan beratnya (pada laki-laki : >235g/hari dan perempuan :
>175g/hari) dan frekuensinya lebih dari dua hari (Sherwood, 2001). Diare
dapat mengakibatkan terjadinya :
Kehilangan air dan elektrolit serta gangguan asam basa yang
menyebabkan dehidrasi, asidosis metabolik dan hipokalemia.
Gangguan sirkulasi darah dapat berupa renjatan hipovolemik atau
pra-renjatan sebagai akibat diare dengan atau tanpa disertai
muntah, perfusi jaringan berkurang sehingga hipoksia dan asidosis
metabolik bertambah berat dan bila tidak cepat ditangani
penderita dapat meninggal.
Gangguan gizi yang terjadi akibat keluarnya cairan berlebihan
karena diare dan muntah, hipoglikemia akan lebih sering terjadi
pada anak yang sebelumnya telah menderita malnutrisi atau bayi
dengan gagal bertambah berat badan. Sebagai akibat hipoglikemia
dapat terjadi edema otak yang dapat mengakibatkan kejang dan
koma.
Pada keadaan normal usus halus akan mengabsorbsi Na+, Cl–,
HCO3–. Timbulnya penurunan dalam absorbsi dan peningkatan sekresi
10
mengakibatkan cairan berlebih melebihi kapasitas kolon dalam mengabsorbsi
(Kowalak,2011).
Mekanisme ini sangat dipengaruhi oleh faktor mukosa maupun faktor
intraluminal saluran cerna. Faktor mukosa berupa perubahan dinamik mukosa
yaitu adanya peningkatan cell turnover dan fungsi usus yang belum matang
dapat menimbulkan gangguan absorbsi-sekresi dalam saluran cerna. Faktor-
faktor intraluminal itu sendiri juga ikut berpengaruh seperti peningkatan
osmolaritas akibat malabsorbsi dan bacterial overgrowth, sedangkan
peningkatan sekresi disebabkan oleh toksin bakteri, mediator inflamasi asam
lemak hidroksi dan obat-obatan. Diare dapat memiliki berbagai penyebab
(Bunnet,2010).
a. Diare Osmotik
Diare osmotik terjadi akibat sejumlah besar asupan makanan
yang sukar diserap bahkan dalam keadaan normal atau malabsorbsi.
Keberadaan substansi yang tidak terserap, seperti gula sintesis
(sorbitol, fruktosa) atau peningkatan jumlah partikel osmotik didalam
usus halus, akan menaikan tekanan osmotik dan menarik air secara
berlebihan ke dalam usus halus sehingga terjadi peningkatan berat
serta volume feses.
Pada malabsorbsi karbohidrat terjadi penurunan absorbsi Na+
di usus halus bagian atas menyebabkan penyerapan air menjadi
bekurang. Aktivitas osmotik dari karbohidrat yang tidak diserap juga
menyebabkan sekresi air. Akan tetapi, bakteri didalam usus besar
dapat memetabolisme karbohidrat yang tidah diserap hingga sekitar
80g/hari menjadi asam organik yang berguna untuk menghasilkan
energi, yang bersama-sama dengan air akan diserap didalam kolon.
11
Hanya gas yang dihasilkan dalam jumlah besar (flatus) yang akan
memberikan bukti terjadinya malabsorbi karbohidrat. Namun, jika
jumlah yang tidak diserap >80g/hari atau bakteri dihancurkan oleh
antibiotik, akan terjadinya diare.
Karbohidrat yang tidak terserap akan mengakibatkan beban
osmotik, oleh bakteri dalam kolon akan membentuk gas ( perut
kembung, tinja berbuih dan flatus) dan asam-asam organik dibentuk
sepeti asam laktat dan adanya gula dalam tinja. Dengan demikian,
tanda dan gejala utama intoleransi gula adalah diare berair, berbuih
dan sering flatus, tinja bersifat asam, pH 5,5 atau kurang, dan dalam
tinja terdapatnya gula yang tidak diserap. Dapat pula terjadi suatu
kondisi patologis, ialah rusaknya mukosa usus halus, terutama
mikrovilli dengan sel epitelnya sebagai tempat enzim-enzim ( laktase,
sukrase, maktase). Kerusakan ini akan mengakibatkan tanda intolerasi
gula tergantung beberapa faktor yaitu luasnya kerusakan, banyaknya
disakarida yang dimakan pada satu waktu dan umur serta kemampuan
untuk menyerap kembali cairan hasil kondisi hiperosmolar dalam
kolon.
b. Diare Sekretorik
Pada diare sekretorik mikroorganisme patogen atau tumor
akan mengiritasi otot dan lapisan mukosa instestinum. Peningkatan
motilitas dan secret ( air, elektrolit, serta lender) sebagai
konsekuensinya akan mengakibatkan diare.
Diare sekretorik terjadi jika sekresi Cl– dimukosa usus halus
diaktifkan. Didalam sel mukosa, Cl– secara sekunder aktif diperkaya
oleh pembawa Na+ -K+, -2Cl– basolateral dan disekresi melalui
12
kanal Cl- didalam lumen. Kanal ini akan lebih sering membuka
ketika konsentrasi cAMP instrasel meningkat. cAMP dibentuk dalam
jumlah yang lebih besar jika terdapat, missal laksatif dan toksin
bakteri tertentu (clostridium difficle, vibrio cholera). Toksin kolera
menyebabkan diare masih (hingga 100mL/jam) yang dapat secara
cepat mengancam nyawa akibat kehilangan air, K+ dan HCO3– (syok
hipovolemik, hipokalemia, asidosis nonrespiratorik).
Pembentukan VIP (vasoactive intestinal peptide) yang
berlebihan oleh sel tumor pulau pancreas juga menyebabkan
tingginya kadar cAMP dimukosa usus sehingga mengakibatkan diare
yang berlebihan dan mengancam nyawa : “kolera” pankreatik atau
watery diarrhea syndrome.
Pada kasus reseksi usus parsial, terdapat beberapa alasan
mengapa diare terjadi setalahnya. Garam empedu yang normalnya di
absorbsi di ileum akan mempercepat aliran yang melalui kolon
(absorbsi air menurun). Selain itu, garam empedu yang tidak diserap
akan di-dehidroksilasi oleh bakteri di kolon. Metabolit garam empedu
yang terbentuk akan merangsang sekresi NaCl dan H₂O di kolon.
Akhirnya, terjadi kekurangan absorbsi aktif Na+ pada segmen usus
yang direseksi (Silbernagl,2006).
Secara skematik perbedaan tipe diare osmotik (kiri) dan diare
sekretorik (kanan) dapat dilihat dari gambar I dibawah ini :
13
Gambar 2.1. perbedaan diare osmotik dan diare sekretorik
(Adyanastri, 2012).
2.1.6. Gambaran klinis diare
Diare terjadi dalam kurun waktu kurang atau sama dengan 15 hari
disertai dengan demam, nyeri abdomen dan muntah. Jika diare berat dapat
disertai dehidrasi. Muntah-muntah hampir selalu disertai diare akut, baik
yang disebabkan bakteri atau virus V. Cholerae. E. Coli patogen yang
biasanya menyebabkan watery diarrhea (Depkes,2008).
Dehidrasi, malnutrisi, penurunan berat badan, dan sindrom defesiensi
vitamin spesifik adalah tanda-tanda yang sering dijumpai pada diare,
bergantung pada penyebab dan keparahan.
Gambaran klinis diare akut yang disebabkan infeksi dapat disertai
dengan muntah, demam, hematosechia, buang air besar berlebih, nyeri perut
sampai kram.
Karena kehilangan cairan maka penderita merasa haus, berat badan
berkurang, mata cekung, lidah/ mulut kering, tulang pipi menonjol, turgor
berkurang dan suara serak. Akibat asidosis metabolik akan menyebabkan
14
frekuensi pernafasan cepat, gangguan kardiovaskuler berupa nadi yang cepat
tekanan darah menurun, pucat, akral dingin kadang-kadang sianosis, aritmia
jantung karena gangguan elektrolit (Djojoningrat, 2010).
Gejala diare akut dapat dibagi dalam 3 fase, yaitu (Bunnet,2010) :
Fase prodromal (sindroma pra-diare) : pasien mengeluh penuh
di abdomen, nausea, vomitus, berkeringat dan sakit kepala
Fase diare : pasien mengeluh diare dengan komplikasi
(dehidrasi, asidosis, syok, dan lain-lain), kolik abdomen,
kejang dengan atau tanpa demam, sakit kepala
Fase pemulihan : gejala diare dan kolik abdomen berkurang,
disertai fatigue.
Dalam praktek klinis sangat penting dalam membedakan gejala antara
diare yang bersifat inflamasi dan diare yang bersifat noninflamasi.
Berikut ini yang perbedaan diare inflamasi dan diare non inflamasi :
Tabel 2.1 Perbedaan Diare Inflamasi dan Diare Non inflamasi.
Manifestasi Diare Inflamasi Diare Non inflamasi
Karakter Tinja Volume sedikit,
mengandung darah
dan pus.
Volume banyak, cair,
tanpa pus atau darah
Patologi Inflamasi mukosa
colon dan ileum distal
Usus halus proksimal
Mekanisme Diare Inflamasi mukosa
menganggu absorbsi
cairan yang
Diare
sekretorik/osmotik
yang diinduksi oleh
15
kemungkinan efek
sekretorik dan
inflamasi
enterotoksin atau
mekanisme lainnya.
Tidak ada inflamasi
mukosa
Kemungkinan
Patogen
Shigella, salmonella,
E.coli, EIEC
Cholera, ETEC,
EPEC, keracunan
makanan tipe toksin,
rotavirus, adenovirus.
2.1.7. Diagnosis diare
Secara sistematik dan cermat perlu ditanyakan riwayat penyakit, latar
belakang dan lingkungan pasien, riwayat pemakaian obat sebelumnya,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan mikrobiologi.
Anamnesis yang baik : bentuk feces (watery diarrhea atau disentri
diare), makanan dan minuman 6 - 24 jam terakhir yang dimakan/minum oleh
karena keracunan makanan atau pencemaran sumber air, dimana tempat
tinggal penderita : asrama, penampungan jompo/pengungsi, dan lain-lain.
Wisatawan asing yang dicurigai kemungkinan kolera, E.colli, Amoebiasis,
Giardiasis (Bickley,2008).
Pemeriksaan laboratorium pada umumnya diperlukan pada diare akut.
Sebagian penderita diare dehidrasi yang dirawat di rumah sakit, tanpa suatu
pemeriksaan laboratorium apapun dapat juga di tolong dan sembuh. Namun
demikian, bila perlengkapan laboratorium tersedia maka sebaiknya dilakukan
pemeriksaan laboratorium yang lengkap, teliti dan berulang. Berikut ini ialah
pemeriksaan laboratorium yang diperlukan pada penderita diare agar
pengobatan berhasil secara menyeluruh.
16
a. Pemeriksaan Darah, Urin dan Tinja
Pemeriksaan darah (Hb, eritrosit, hematokrit, leukosit dan lain-lain)
untuk membantu menentukan derajat dehidrasi dan infeksi. Pemeriksaan Hb
sebaikanya dikerjakan sebelum dan sesudah rehidrasi tercepat untuk
menentukan adanya anemia sebagai dasar. Hemokonsentrasi pada keadaan
renjatan tidak merupakan indikasi kontra untuk memberikan tranfusi darah.
Pemeriksaan urin, ditetapkan volume urin diperiksa berat jenis dan
albuminuri. Bila mungkin diperiksa osmolaritas urin, pH urin karena urin
yang asam menunjukan adanya asidosis. Elektrolit urin yang diperiksa ialah
Na+ K+ dan Cl–. Asetonuri menunjukan adanya ketosis.
Pada pemeriksaan tinja, dicari penyebab infeksi. Pada gastroenteritis
yang berat ( misalnya kolera) diperhatikan volume cairan tinja yang keluar
dan pemeriksaan kadar Na+, K+, Cl– dan bikarbonat dalam tinja
(Sherwood,2001).
2.1.8. PENATALAKSANAAN DIARE
a. Rehidrasi
Bila pasien umum dalam keadaan baik tidak dehidrasi, asupan cairan
yang adekuat dapat dicapai dengan minuman ringan, sari buah, sup. Bila
pasien kehilangan cairan yang banyak dan dehidrasi, penatalaksanaan yang
agresif seperti cairan intravena atau rehidrasi oral dengan cairan isotonik
mengandung elektrolit dan gula diberikan. Terapi rehidrasi oral murah,
efektif, dan lebih praktis daripada cairan intravena. Cairan oral antara lain;
pedialit, oralit dll cairan infus a.l ringer laktat dll. Cairan diberikan 50 – 200
ml/kgBB/24 jam tergantung kebutuhan dan status hidrasi (Harianto,2014).
Derajat dehidrasi dibagi dalam 3 klasifikasi (Mansjoer A dkk, 2009):
17
a. Diare tanpa dehidrasi
Tanda diare tanpa dehidrasi, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau
lebih :
Keadaan Umum : baik
Mata : Normal
Rasa haus : Normal, minum biasa
Turgor kulit : kembali cepat
b. Diare dehidrasi Ringan/Sedang
Tanda diare dengan dehidrasi Ringan/Sedang, bila terdapat 2 tanda di
bawah ini atau lebih:
Keadaan Umum : Gelisah.
Mata : Cekung
Rasa haus : Haus, ingin minum banyak
Turgor kulit : Kembali lambat
c. Diare dehidrasi berat
Diare dehidrasi berat, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau lebih:
Keadaan Umum : Lesu, lunglai, atau tidak sadar
Mata : Cekung
Rasa haus : Tidak bisa minum atau malas minum
Turgor kulit : Kembali sangat lambat (lebih dari 2 detik)
b. Pemberian Obat Zinc
Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam tubuh.
Zinc dapat menghambat enzim INOS (Inducible Nitric Oxide Synthase),
dimana ekskresi enzim ini meningkat selama diare dan mengakibatkan
18
hipersekresi epitel usus. Zinc juga berperan dalam epitelisasi dinding usus
yang mengalami kerusakan morfologi dan fungsi selama kejadian diare.
Pemberian Zinc selama diare terbukti mampu mengurangi lama dan
tingkat keparahan diare, mengurangi frekuensi buang air besar, mengurangi
volume tinja, serta menurunkan kekambuhan kejadian diare pada 3 bulan
berikutnya. Penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa Zinc mempunyai
efek protektif terhadap diare sebanyak 11 % dan menurut hasil pilot study
menunjukkan bahwa Zinc mempunyai tingkat hasil guna sebesar 67
% .Berdasarkan bukti ini semua anak diare harus diberi Zinc segera saat anak
mengalami diare (Depkes,2008).
Zinc tetap diberikan selama 10 hari walaupun diare sudah berhenti.
Cara pemberian tablet zinc : Larutkan tablet dalam 1 sendok makan air
matang atau ASI, sesudah larut berikan pada anak diare.
c. Pemberian Makanan
Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk memberikan gizi
pada penderita terutama pada anak agar tetap kuat dan tumbuh serta
mencegah berkurangnya berat badan. Anak yang masih minum ASI harus
lebih sering di beri ASI. Anak yang minum susu formula juga diberikan lebih
sering dari biasanya. Anak usia 6 bulan atau lebih termasuk bayi yang telah
mendapatkan makanan padat harus diberikan makanan yang mudah dicerna
dan diberikan sedikit lebih sedikit dan lebih sering. Setelah diare berhenti,
pemberian makanan ekstra diteruskan selama 2 minggu untuk membantu
pemulihan berat badan (Depkes,2008).
d. Pemberian obat antidiare.
Obat-obat ini dapat mengurangi gejala-gejala :
19
Obat yang paling efektif yaitu derivat opioid misal loperamide,
difenoksilat-atropin dan tinkur opium. Loperamide paling disukai
karena tidak adiktif dan memiliki efek samping paling kecil,
Bismuth subsalisilat merupakan obat lain yang dapat digunakan
tetapi kontraindikasi pada pasien HIV karena dapat menimbulkan
enselofati bismuth. Obat antimotilitas penggunaannya harus hati-
hati pada pasien disentri yang panas (termasuk infeksi Shigella)
bila tanpa disertai mikroba, karena dapat memperlama
penyembuhan penyakit (Depkes,2008).
Obat yang mengeraskan tinja; atapulgite : 4 x 2 tab perhari,
smectite 3 x 1 saset diberikan tiap diare/BAB encer sampai diare
berhenti
Obat anti sekretorik: Hidrase 3 x 1 tab perhari
2.4.9. Pencegahan diare
2.4.9.1. Perilaku sehat
a. Menggunakan air bersih yang cukup
Penularan kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui Oral,
kuman tersebut dapat ditularkan bila masuk ke dalam mulut melalui
makanan, minuman atau benda yang tercemar dengan tinja, misalnya jari-jari
tangan, makanan yang wadah atau tempat makan-minum yang dicuci dengan
air tercemar.
Masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan air yang benar-benar
bersih mempunyai risiko menderita diare lebih kecil dibanding dengan
masyarakat yang tidak mendapatkan air bersih.
20
Masyarakat dapat mengurangi risiko terhadap serangan diare yaitu
dengan menggunakan air yang bersih dan melindungi air tersebut dari
kontaminasi mulai dari sumbernya sampai penyimpanan di rumah.
Yang harus diperhatikan oleh keluarga (Depkes,2008):
1. Ambil air dari sumber air yang bersih
2. Simpan air dalam tempat yang bersih dan tertutup serta
gunakan gayung khusus untuk mengambil air.
3. Jaga sumber air dari pencemaran oleh binatang dan
untuk mandi anak-anak
4. Minum air yang sudah matang (dimasak sampai
mendidih)
5. Cuci semua peralatan masak dan peralatan makan
dengan air yang bersih dan cukup.
b. Mencuci tangan dan menggunakan jamban.
Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang
penting dalam penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci
tangan dengan sabun, terutama sesudah buang air besar, sesudah membuang
tinja anak, sebelum menyiapkan makanan, sebelum menyuapi makan anak
dan sebelum makan, mempunyai dampak dalam kejadian diare ( Menurunkan
angka kejadian diare sebesar 47%).
Pengalaman di beberapa negara membuktikan bahwa upaya
penggunaan jamban mempunyai dampak yang besar dalam penurunan risiko
terhadap penyakit diare. Keluarga yang tidak mempunyai jamban harus
membuat jamban dan keluarga harus buang air besar di jamban.
2.4.9.2. Penyehatan lingkungan
21
a. Penyediaan air bersih
Mengingat bahwa ada beberapa penyakit yang dapat ditularkan
melalui air antara lain adalah diare, kolera, disentri, hepatitis, penyakit kulit,
penyakit mata, dan berbagai penyakit lainnya, maka penyediaan air bersih
baik secara kuantitas dan kualitas mutlak diperlukan dalam memenuhi
kebutuhan air sehari-hari termasuk untuk menjaga kebersihan diri dan
lingkungan. Untuk mencegah terjadinya penyakit tersebut, penyediaan air
bersih yang cukup disetiap rumah tangga harus tersedia. Disamping itu
perilaku hidup bersih harus tetap dilaksanakan.
b. Pengolahan sampah
Sampah merupakan sumber penyakit dan tempat berkembang biaknya
vektor penyakit seperti lalat, nyamuk, tikus, kecoa dsb. Selain itu sampah
dapat mencemari tanah dan menimbulkan gangguan kenyamanan dan estetika
seperti bau yang tidak sedap dan pemandangan yang tidak enak dilihat. Oleh
karena itu pengolahan sampah sangat penting, untuk mencegah penularan
penyakit tersebut. Tempat sampah harus disediakan, sampah harus
dikumpulkan setiap hari dan dibuang ke tempat penampungan sementara.
Bila tidak terjangkau oleh pelayanan pembuangan sampah ke tempat
pembuangan akhir dapat dilakukan pemusnahan sampah dengan cara
ditimbun atau dibakar.
c. Sarana pembuangan air limbah
Air limbah baik limbah pabrik atau limbah rumah tangga harus
dikelola sedemikian rupa agar tidak menjadi sumber penularan penyakit.
22
Sarana pembuangan air limbah yang tidak memenuhi syarat akan
menimbulkan bau, mengganggu estetika dan dapat menjadi tempat
perindukan nyamuk dan bersarangnya tikus, kondisi ini dapat berpotensi
menularkan penyakit seperti leptospirosis, filariasis untuk daerah yang
endemis filaria. Bila ada saluran pembuangan air limbah di halaman, secara
rutin harus dibersihkan, agar air limbah dapat mengalir, sehingga tidak
menimbulkan bau yang tidak sedap dan tidak menjadi tempat perindukan
nyamuk.
2.5. SANITASI SUMBER AIR
Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah
udara. Sekitar tiga per empat bagian dari tubuh kita terdiri dari air dan tidak
seorangpun dapat bertahan hidup lebih dari 4-5 hari tanpa minum air. Selain
itu, air juga dipergunakan untuk memasak, mencuci, mandi, minum dan
membersihkan kotoran yang ada disekitar rumah. Air juga digunakan untuk
keperluan industri, pertanian, pemadaman kebakaran, tempat berekreasi,
transportasi dan lain-lain. Penyakit-penyakit yang menyerang manusia dapat
juga ditularkan dan disebarkan melalui air. Kondisi itu tentunya dapat
menimbulkan wabah penyakit dimana-mana.
Ditinjau dari sudut ilmu kesehatan masyarakat, penyediaan sumber air
bersih harus dapat memenuhi kebutuhan masyarakat karena persediaan air
bersih yang terbatas memudahkan timbulnya penyakit di masyarakat. Volume
rata-rata kebutuhan air setiap individu per hari berkisar antara 150-200 liter
atau 35-40 galon. Kebutuhan air tersebut bervariasi dan bergantung pada
keadaan iklim, standar kehidupan, dan kebiasaan masyarakat (Budiman
Chandra, 2006).
2.5.1. Syarat-syarat air sehat
23
Agar air yang digunakan untuk konsumsi sehari-hari tidak
menimbulkan wabah penyakit, maka air tersebut hendaknya diusahakan
memenuhi persyaratan-persyaratan kesehatan. Air yang sehat harus
mempunyai persyaratan sebagai berikut (Soekidjo Notoatmojo, 2007):
a. Syarat fisik
Syarat fisik untuk air yang sehat adalah berwarna bening
(tidak berwarna), tidak berasa, tidak berbau, suhu dibawah
suhu udara di luarnya.
b. Syarat bakteriologis
Air untuk keperluan sehari-hari yang sehat harus bebas dari
segala bakteri, terutama bakteri patogen. Air secara
bakteriologis dapat dibagi menjadi beberapa golongan
berdasarkan jumlah bakteri koliform yang terkandung dalam
100cc sampel air/MPN (most probable number). Golongan-
golongan air tersebut, antara lain :
Air tanpa pengotoran : mata air yang terbebas
dari kontaminasi bakteri.
Air dengan desinfeksi : MPN <50/100cc
Air dengan penjernihan lengkap : MPN
<5000/100cc
Air dengan penjernihan tidak lengkap : MPN
>5000/100cc
Air dengan penjernihan khusus (water
purification) : MPN >250.000/100cc
c. Syarat kimia
Air yang sehat harus mengandung zat-zat tertentu dalam
jumlah yang tertentu pula. Kekurangan atau kelebihan salah
24
satu zat kimia air, akan menyebabkan gangguan fisiologis
pada manusia. Zat kimia yang terdapat dalam air yang ideal
antara lain, sebagai berikut
Tabel 2.2 Kandungan normal zat kimia dalam air yang
ideal
Jenis bahan Kadar yang dibenarkan
Flour (F) 1-1,5
Chlor (Cl) 250
Arsen (As) 0,05
Tembaga (Cu) 1,0
Besi (Fe) 0,3
Zat organik 10
pH (keasaman) 6,5-9,0
CO2 0
Sesuai dengan prinsip teknologi tepat guna di pedesaan, maka
air yang sehat berasal dari mata air dan sumur yang dalam dapat
diterima sebagai air yang dapat dikonsumsi dan memenuhi ketiga
persyaratan tersebut, asalkan tidak tercemar oleh kotoran-kotoran
binatang maupun manusia. Oleh karena itu, mata air dan air sumur
yang dalam harus mendapatkan perlindungan atau pengawasan agar
tidak tercemar oleh penduduk yang penggunakan air tersebut.
2.5.2. Sumber air
Air yang berada di permukaan bumi ini dapat berasal dari berbagai
sumber. Berdasarkan letak sumbernya air dapat dibagi menjadi air hujan, air
permukaan dan air tanah (Budiman Chandra, 2006).
25
a. Air hujan
Air hujan merupakan sumber utama air di bumi.walau pada
saat presipitasi merupakan air yang paling bersih, air tersebut
cenderung mengalami pencemaran ketika berada di atmosfer.
Pencemaran yang berlangsung di atmosfer itu dapat
disebabkan oleh partikel debu, mikroorganisme, dan gas
misalnya karbon dioksida, nitrogen dan amonia.
b. Air permukaan
Air permukaan berasal dari air hujan yang jatuh ke
permukaan bumi. Sumber-seumber air permukaan antara lain
sungai, danau, selokan, rawa, parit, bendungan, laut dan air
terjun. Sumber air yang berasal dari sungai, selokan dan parit
mempunyai persamaan yaitu airnya mengalir dan dapat
menghanyutkan bahan-bahan yang tercemar, sedangkan
sumber air permukaan yang berasal dari rawa, bendungan,
dan danau memiliki air yang tidak mengalir akan tersimpan
dalam waktu yang lama sehingga mengandung sisa-sisa
pembusukan alam misalnya pembusukan tumbuhan,
ganggang, fungi dan lain-lain. Air permukaan yang berasal
dari air laut mengandung kadar garam yang tinggi sehingga
jika akan digunakan air tersebut harus menjalani proses ion-
exchanged. Dibandingkan dengan sumber air lain, air
permukaan merupakan sumber air yang paling tercemar
akibat kegiatan manusia, fauna, flora dan zat-zat lain.
c. Air tanah
Air tanah (ground water) berasal dari air hujan yang jatuh ke
permukaan bumi yang kemudian mengalami penyerapan ke
26
dalam tanah dan mengalami poses filtrasi secara alamiah.
Proses-proses yang telah dialami air hujan tersebut, di dalam
perjalanannya ke bawah tanah membuat air menjadi lebih
baik dan lebih murni dibandingkan air permukaan.
Air tanah memiliki beberapa kelebihan dibanding sumber air
lain. Pertama, air tanah umumnya bebas dari kuman penyakit
dan tidak perlu mengalami proses purifikasi. Persediaan air
tanah juga cukup tersedia sepanjang tahun, saat musim
kemarau sekalipun. Sementara itu, air tanah juga memiliki
beberapa kerugian atau kelemahan dibanding sumber air
lainnya. Air tanah mengandung zat-zat mineral dalam
konsentrasi yang tinggi. Konsentrasi yang tinggi dari zat-zat
mineral seperti magnesium, kalsium, dna logam berat seperti
besi dapat menyebabkan kesadahan air. Selain itu, untuk
mengalirkan air kepermukaan diperlukan pompa.
2.5.3. Pengolahan air secara sederhana
Air yang sehat harus memenuhi persyaratan tertentu yang telah
diuraikan diatas. Sumber-sumber air pada umumnya berada dalam keadaan
tidak terlindungi sehingga air tersebut tidak atau kurang memenuhi
persyaratan. Untuk itu perlu pengolahan terlebih dahulu. Ada beberapa cara
pengolahan air untuk dikonsumsi, antara lain (Soekidjo Notoatmojo, 2010):
a. Pengolahan secara alamiah
Pengolahan air secara alamiah ini dilakukan dengan cara
pengendapan. Air yang diperolah dari air danau, air sungai,
air kali akan didiamkan selama beberapa jam ditempatnya,
27
kemudian air akan mengalami pengendapan dari zat-zat yang
terdapat dalam air, dan akhirnya terbentuk endapan. Air akan
menjadi jernih karena partikel-partikel yang ada dalam air
akan ikut mengendap.
b. Pengolahan air dengan cara menyaring
Penyaringan air secara sederhana dapat dilakukan dengan
kerikil, ijuk dan pasir. Penyaringan air dengan teknologi
tinggi dilakukan oleh PAM (Perusahaan Air Minum) yang
hasilnya dapat dikonsumsi umum.
c. Pengolahan air dengan menambahkan zat kimia
Zat kimia yang digunakan dapat berupa dua jenis, yakni zat
yang dapa mempercepat proses pengendapan misalnya tawas
dan zat kimia yang berfungsi untuk menyucihamakan bibit
penyakit yang ada dalam air, contohnya chlor.
d. Pengolahan air dengan mengalirkan udara
Tujuan utama pengolahan air dengan cara ini adalah untuk
menghilangkan rasa serta bau yang tidak enak, menghilngkan
gas-gas yang tidak diperlukan.
e. Pengolahan air dengan memanaskan sampai mendidih
Pemanasan air hingga mendidih ini bertujuan untuk
membunuh kuman-kuman yang terdapat pada air. Pengolahan
semacam ini lebih tepat untuk konsumsi kecil, misalnya
kebutuhan rumah tangga.
2.5.4. Air dan penyakit
Penyakit yang menyerang manusia dapat ditularkan dan menyebar
secara langsung maupun tidak langsung melalui air. Penyakit yang ditularkan
melalui air disebut waterborne disease, yaitu penularan melalui mulut atau
28
sistem pencernaan dan water-related insect vector disease, penularan yang
terjadi karena gigitan serangga (agen) yang berkembang biak didalam air
(Budiman Chandra, 2006).