KTI diare

38
4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. DIARE Defenisi diare sesuai dengan Hippocrates, maka diare adalah buang air besar dengan frekuensi yang tidak normal (meningkat) dan konsistensi tinja yang lebih lembek atau cair (Nelson dkk, 1969) berpendapat bahwa istilah gastroenteritis hendaknya dikesampingkan saja, karena memberikan kesan terdapatnya suatu radang sehingga selama ini penyelidikan tentang diare cenderung lebih ditekankan pada penyebabnya (Suharyono, 2012). Orang yang mengalami diare akan kehilangan cairan tubuh berlebih sehingga menyebabkan dehidrasi tubuh. Hal ini membuat tubuh tidak dapat berfungsi dengan baik dan dapat membahayakan jiwa, khususnya pada anak dan orang tua (Sujono Hadi, 2012). 2.1.1. Epidemiologi diare Diare akut merupakan masalah umum ditemukan diseluruh dunia. Di Amerika Serikat keluhan diare

description

diareee

Transcript of KTI diare

Page 1: KTI diare

4

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DIARE

Defenisi diare sesuai dengan Hippocrates, maka diare adalah buang

air besar dengan frekuensi yang tidak normal (meningkat) dan konsistensi

tinja yang lebih lembek atau cair (Nelson dkk, 1969) berpendapat bahwa

istilah gastroenteritis hendaknya dikesampingkan saja, karena memberikan

kesan terdapatnya suatu radang sehingga selama ini penyelidikan tentang

diare cenderung lebih ditekankan pada penyebabnya (Suharyono, 2012).

Orang yang mengalami diare akan kehilangan cairan tubuh berlebih

sehingga menyebabkan dehidrasi tubuh. Hal ini membuat tubuh tidak dapat

berfungsi dengan baik dan dapat membahayakan jiwa, khususnya pada anak

dan orang tua (Sujono Hadi, 2012).

2.1.1. Epidemiologi diare

Diare akut merupakan masalah umum ditemukan diseluruh dunia. Di

Amerika Serikat keluhan diare menempati peringkat ketiga dari daftar

keluhan pasien pada ruang praktek dokter, sementara di beberapa rumah sakit

di Indonesia data menunjukkan diare akut karena infeksi terdapat peringkat

pertama s/d ke empat pasien dewasa yang datang berobat ke rumah sakit.

Di negara maju diperkirakan insiden sekitar 0,5-2

episode/orang/tahun sedangkan di negara berkembang lebih dari itu. Di USA

dengan penduduk sekitar 200 juta diperkirakan 99 juta episode diare akut

pada dewasa terjadi setiap tahunnya.WHO memperkirakan ada sekitar 4

Page 2: KTI diare

5

miliar kasus diare akut setiap tahun dengan mortalitas 3-4 juta pertahun

(Depkes,2008).

Bila angka itu diterapkan di Indonesia, setiap tahun sekitar 100 juta

episode diare pada orang dewasa per tahun. Dari laporan surveilan terpadu

tahun 1989 jumlah kasus diare didapatkan 13,3 % di Puskesmas, di rumah

sakit didapat 0,45% pada penderita rawat inap dan 0,05 % pasien rawat

jalan. Penyebab utama disentri di Indonesia adalah Shigella, Salmonela,

Campylobacter jejuni, Escherichia coli, dan Entamoeba histolytica. Disentri

berat umumnya disebabkan oleh Shigella dysentery, kadang-kadang dapat

juga disebabkan oleh Shigella flexneri, Salmonella dan Enteroinvasive E.coli

( EIEC) (Adyanastri, 2012).

2.1.2. Klasifikasi diare

Pengelompokan diare dapat berdasarkan banyak hal. Secara klinis,

dapat dibedakan menjadi dua kelompok sindrom yaitu diare cair dan disentri

atau diare berdarah. Masing-masing menggambarkan patogenensis yang

berbeda. Klasifikasi lain berdasarkan adanya invasi barrier usus oleh

mikroorganisme tersering penyebab diare (bakteri dan virus) dapat

dikelompokan sebagai diare infeksi dan diare non infeksi.

Berdasarkan patomekanisme, diare tebagi atas diare sekretorik atau

diare osmotic. Diare juga dapat diklasifikasikan berdasarkan derajat

dehidrasinya. Haroen Noerasid membagi diare berdasarkan dehidrasi ringan,

sedang dan berat. Sedangkan menurut unit gastro-enterohepatologi IDAI

2009 membagi berdasarkan derajat dehidrasi yang terjadi, diare terbagi

menjadi dehidrasi berat, dehidrasi tak berat dan tanpa dehidrasi

(Suharyono,2012).

Page 3: KTI diare

6

Pengelompokan diare berdasarkan lama waktunya, terbagi atas diare

akut dan diare kronik. Dimana diare akut berlangsung selama 7 hari

sedangkan diare kronik adalah diare yang bersifat akut dan berlangsung

selama 14 hari atau lebih.

2.1.3. Mikroorganisme penyebab diare

Dalam biakan tinja penderita diare sering ditemukan beberapa

mikroorganisme penyebab terjadinya diare ; daya penetrasi yang dapat

merusak sel mukosa, kemampuan memproduksi toksin yang mempengaruhi

sekresi cairan di usus halus serta daya lekat kuman. Kuman-kuman tersebut

dapat membentuk koloni yang menginduksi diare. Mikroorganisme yang

menyebabkan diare biasanya melalui jalur fekal oral, terutama karena

(Bloch,2010) :

Menelan makanan/minuman yang terkontaminasi

Kontak dengan tangan yang terkontaminasi

Beberapa faktor yang berhubungan dengan bertambahnya penularan

kuman enteropatogen usus :

Tidak tersedianya fasilitas penyediaan air bersih secara

memadai.

Sumber air tercemar feces.

Pembuangan feces yang tidak higienis.

Kebersihan perorangan dan lingkungan yang buruk.

Penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak semestinya.

Mikroorganisme penyebab diare akut di indonesia terutama karena

bakteri, virus, dan parasit (Bunnet,2010).

Page 4: KTI diare

7

a. Bakteri

Ditinjau dari kelainan usus, bakteri penyebab diare terbagi atas :

Bakteri noninvasif (enterotoksigenik) yaitu Mikroorganisme yang tidak

merusak mukosa usus seperti Cholerae eltor, Enterotoxigenic, E. Colli

(ETEC), C.perfringens dan S. Aureus. Selain itu juga terdapat bakteri

enteroinvasif, bakteri jenis ini merusak mukosa usus seperti Enteroinvansive

E colli (EIEC), Salmonella sp, Shigella sp, Yersinia sp.

b. Virus

Mengenai virus penyebab diare sampai saat ini mekanismenya masih

belum pasti. Percobaan binatang menunjukan bahwa terhadap kerusakan sel

epitel mukosa walaupun hanya superficial akibat masuknya virus kedalam

sel. Virus (misalnya rotavirus) tidak menyebabkan peningkatan aktifitas

adenil siklase. Infeksi rotavirus menyebabkan kerusakan berupa bercak-

bercak pada sel epitel usus halus bagian proksimal yang menyebabkan

bertambahnya sekresi cairan kedalam lumen usus, selain itu terjadi pula

kerusakan enzim-enzim disakarida yang menyebabkan intoleransi laktosa

yang akhirnya akan memperlama diare. Penyembuhan terjadi bila permukaan

mukosa telah regenerasi.

c. Parasit

Amoeba akan memproduksi enzim fosfoglikomutase dan lisozim

yang mengakibatkan kerusakan sampai nekrosis dan ulkus pada dinding usus.

Antara mukosa usus dan ulkus masih normal, berbeda dengan ulkus karena

disentri basiler, dimana antara mukosa dan ulkus ikut meradang. Ulkus

tersebut menimbulkan perdarahan. Kerusakan intestinal ini menimbulkan

rangsangan neurohumoral yang menyebabkan pengeluaran sekret dan timbul

diare. G. Lamblia dan Cryptosporidium dapat menyebabkan diare

Page 5: KTI diare

8

2.1.4. Faktor penyebab terjadinya diare

Diare dapat disebabkan oleh infeksi bakteri, virus. Diare juga dapat

disebabkan oleh malabsorbsi makanan, keracunan makanan, alergi ataupun

karena defesiensi.

Bahaya utama diare adalah kematian yang disebabkan tubuh banyak

kehilangan air dan garam yang terlarut yang disebut dengan dehidrasi.

Kematian lebih mudah terjadi pada anak yang bergizi buruk, karena gizi yang

buruk menyebabkan anak tidak merasa lapar dan orang tuanya tidak segera

memberikan nutrisi pengganti untuk menggantikan cairan tubuh yang hilang.

Keadaan gizi yang buruk akan mempengaruhi lama dan komplikasi

yang terjadi pada penderita diare. Anak dengan status kurang kalori protein

akan mengalami ketidakseimbangan eletrolit dan diare mempercepat

komplikasi yang terjadi.

Hygiene dan sanitasi lingkungan yang buruk mempermudah

penularan diare baik melalui makanan, air minum yang tercemar kuman

penyebab diare maupun air sungai.

Faktor sosial budaya yang berupa pendidikan, pekerjaan dan

kepercayaan masyarakat membentuk perilaku positif maupun negative

terhadap berkembangnya diare. Perilaku masyarakat yang negative misalnya

membuang tinja dikebun atau sungai, minum air yang tidak dimasak dan

melakukan pengobatan sendiri dengan cara yang tidak tepat.

Kepadatan penduduk dan sosial ekonomi yang rendah serta

lingkungan yang kurang mendukung sering menimbulkan wabah diare.

Dehidrasi yang terjadi pada penderita diare karena usus bekerja tidak

sempurna sehingga sebagian besar air dan zat-zat yang terlarut didalamnya

Page 6: KTI diare

9

terbuang bersama tinja sehingga tubuh kekurangan cairan. Derajat dehidrasi

diukur berdasarkan persentase kehilangan berat badan selama diare. Bila

berat badan turun kurang dari 5% termasuk dehidrasi ringan, berat badan

turun 5-10% termasuk dehidrasi sedang dan bila berat badan turun lebih dari

10% termasuk dehidrasi berat (Sujono Hadi,2012).

2.1.5. Patofisiologi diare

Istilah diare digunakan jika terjadi peningkatan fluiditas atau volume

feses dan frekuensi defekasi. Hal ini biasanya berhubungan dengan

peningkatan beratnya (pada laki-laki : >235g/hari dan perempuan :

>175g/hari) dan frekuensinya lebih dari dua hari (Sherwood, 2001). Diare

dapat mengakibatkan terjadinya :

Kehilangan air dan elektrolit serta gangguan asam basa yang

menyebabkan dehidrasi, asidosis metabolik dan hipokalemia.

Gangguan sirkulasi darah dapat berupa renjatan hipovolemik atau

pra-renjatan sebagai akibat diare dengan atau tanpa disertai

muntah, perfusi jaringan berkurang sehingga hipoksia dan asidosis

metabolik bertambah berat dan bila tidak cepat ditangani

penderita dapat meninggal.

Gangguan gizi yang terjadi akibat keluarnya cairan berlebihan

karena diare dan muntah, hipoglikemia akan lebih sering terjadi

pada anak yang sebelumnya telah menderita malnutrisi atau bayi

dengan gagal bertambah berat badan. Sebagai akibat hipoglikemia

dapat terjadi edema otak yang dapat mengakibatkan kejang dan

koma.

Pada keadaan normal usus halus akan mengabsorbsi Na+, Cl–,

HCO3–. Timbulnya penurunan dalam absorbsi dan peningkatan sekresi

Page 7: KTI diare

10

mengakibatkan cairan berlebih melebihi kapasitas kolon dalam mengabsorbsi

(Kowalak,2011).

Mekanisme ini sangat dipengaruhi oleh faktor mukosa maupun faktor

intraluminal saluran cerna. Faktor mukosa berupa perubahan dinamik mukosa

yaitu adanya peningkatan cell turnover dan fungsi usus yang belum matang

dapat menimbulkan gangguan absorbsi-sekresi dalam saluran cerna. Faktor-

faktor intraluminal itu sendiri juga ikut berpengaruh seperti peningkatan

osmolaritas akibat malabsorbsi dan bacterial overgrowth, sedangkan

peningkatan sekresi disebabkan oleh toksin bakteri, mediator inflamasi asam

lemak hidroksi dan obat-obatan. Diare dapat memiliki berbagai penyebab

(Bunnet,2010).

a. Diare Osmotik

Diare osmotik terjadi akibat sejumlah besar asupan makanan

yang sukar diserap bahkan dalam keadaan normal atau malabsorbsi.

Keberadaan substansi yang tidak terserap, seperti gula sintesis

(sorbitol, fruktosa) atau peningkatan jumlah partikel osmotik didalam

usus halus, akan menaikan tekanan osmotik dan menarik air secara

berlebihan ke dalam usus halus sehingga terjadi peningkatan berat

serta volume feses.

Pada malabsorbsi karbohidrat terjadi penurunan absorbsi Na+

di usus halus bagian atas menyebabkan penyerapan air menjadi

bekurang. Aktivitas osmotik dari karbohidrat yang tidak diserap juga

menyebabkan sekresi air. Akan tetapi, bakteri didalam usus besar

dapat memetabolisme karbohidrat yang tidah diserap hingga sekitar

80g/hari menjadi asam organik yang berguna untuk menghasilkan

energi, yang bersama-sama dengan air akan diserap didalam kolon.

Page 8: KTI diare

11

Hanya gas yang dihasilkan dalam jumlah besar (flatus) yang akan

memberikan bukti terjadinya malabsorbi karbohidrat. Namun, jika

jumlah yang tidak diserap >80g/hari atau bakteri dihancurkan oleh

antibiotik, akan terjadinya diare.

Karbohidrat yang tidak terserap akan mengakibatkan beban

osmotik, oleh bakteri dalam kolon akan membentuk gas ( perut

kembung, tinja berbuih dan flatus) dan asam-asam organik dibentuk

sepeti asam laktat dan adanya gula dalam tinja. Dengan demikian,

tanda dan gejala utama intoleransi gula adalah diare berair, berbuih

dan sering flatus, tinja bersifat asam, pH 5,5 atau kurang, dan dalam

tinja terdapatnya gula yang tidak diserap. Dapat pula terjadi suatu

kondisi patologis, ialah rusaknya mukosa usus halus, terutama

mikrovilli dengan sel epitelnya sebagai tempat enzim-enzim ( laktase,

sukrase, maktase). Kerusakan ini akan mengakibatkan tanda intolerasi

gula tergantung beberapa faktor yaitu luasnya kerusakan, banyaknya

disakarida yang dimakan pada satu waktu dan umur serta kemampuan

untuk menyerap kembali cairan hasil kondisi hiperosmolar dalam

kolon.

b. Diare Sekretorik

Pada diare sekretorik mikroorganisme patogen atau tumor

akan mengiritasi otot dan lapisan mukosa instestinum. Peningkatan

motilitas dan secret ( air, elektrolit, serta lender) sebagai

konsekuensinya akan mengakibatkan diare.

Diare sekretorik terjadi jika sekresi Cl– dimukosa usus halus

diaktifkan. Didalam sel mukosa, Cl– secara sekunder aktif diperkaya

oleh pembawa Na+ -K+, -2Cl– basolateral dan disekresi melalui

Page 9: KTI diare

12

kanal Cl- didalam lumen. Kanal ini akan lebih sering membuka

ketika konsentrasi cAMP instrasel meningkat. cAMP dibentuk dalam

jumlah yang lebih besar jika terdapat, missal laksatif dan toksin

bakteri tertentu (clostridium difficle, vibrio cholera). Toksin kolera

menyebabkan diare masih (hingga 100mL/jam) yang dapat secara

cepat mengancam nyawa akibat kehilangan air, K+ dan HCO3– (syok

hipovolemik, hipokalemia, asidosis nonrespiratorik).

Pembentukan VIP (vasoactive intestinal peptide) yang

berlebihan oleh sel tumor pulau pancreas juga menyebabkan

tingginya kadar cAMP dimukosa usus sehingga mengakibatkan diare

yang berlebihan dan mengancam nyawa : “kolera” pankreatik atau

watery diarrhea syndrome.

Pada kasus reseksi usus parsial, terdapat beberapa alasan

mengapa diare terjadi setalahnya. Garam empedu yang normalnya di

absorbsi di ileum akan mempercepat aliran yang melalui kolon

(absorbsi air menurun). Selain itu, garam empedu yang tidak diserap

akan di-dehidroksilasi oleh bakteri di kolon. Metabolit garam empedu

yang terbentuk akan merangsang sekresi NaCl dan H₂O di kolon.

Akhirnya, terjadi kekurangan absorbsi aktif Na+ pada segmen usus

yang direseksi (Silbernagl,2006).

Secara skematik perbedaan tipe diare osmotik (kiri) dan diare

sekretorik (kanan) dapat dilihat dari gambar I dibawah ini :

Page 10: KTI diare

13

Gambar 2.1. perbedaan diare osmotik dan diare sekretorik

(Adyanastri, 2012).

2.1.6. Gambaran klinis diare

Diare terjadi dalam kurun waktu kurang atau sama dengan 15 hari

disertai dengan demam, nyeri abdomen dan muntah. Jika diare berat dapat

disertai dehidrasi. Muntah-muntah hampir selalu disertai diare akut, baik

yang disebabkan bakteri atau virus V. Cholerae. E. Coli patogen yang

biasanya menyebabkan watery diarrhea (Depkes,2008).

Dehidrasi, malnutrisi, penurunan berat badan, dan sindrom defesiensi

vitamin spesifik adalah tanda-tanda yang sering dijumpai pada diare,

bergantung pada penyebab dan keparahan.

Gambaran klinis diare akut yang disebabkan infeksi dapat disertai

dengan muntah, demam, hematosechia, buang air besar berlebih, nyeri perut

sampai kram.

Karena kehilangan cairan maka penderita merasa haus, berat badan

berkurang, mata cekung, lidah/ mulut kering, tulang pipi menonjol, turgor

berkurang dan suara serak. Akibat asidosis metabolik akan menyebabkan

Page 11: KTI diare

14

frekuensi pernafasan cepat, gangguan kardiovaskuler berupa nadi yang cepat

tekanan darah menurun, pucat, akral dingin kadang-kadang sianosis, aritmia

jantung karena gangguan elektrolit (Djojoningrat, 2010).

Gejala diare akut dapat dibagi dalam 3 fase, yaitu (Bunnet,2010) :

Fase prodromal (sindroma pra-diare) : pasien mengeluh penuh

di abdomen, nausea, vomitus, berkeringat dan sakit kepala

Fase diare : pasien mengeluh diare dengan komplikasi

(dehidrasi, asidosis, syok, dan lain-lain), kolik abdomen,

kejang dengan atau tanpa demam, sakit kepala

Fase pemulihan : gejala diare dan kolik abdomen berkurang,

disertai fatigue.

Dalam praktek klinis sangat penting dalam membedakan gejala antara

diare yang bersifat inflamasi dan diare yang bersifat noninflamasi.

Berikut ini yang perbedaan diare inflamasi dan diare non inflamasi :

Tabel 2.1 Perbedaan Diare Inflamasi dan Diare Non inflamasi.

Manifestasi Diare Inflamasi Diare Non inflamasi

Karakter Tinja Volume sedikit,

mengandung darah

dan pus.

Volume banyak, cair,

tanpa pus atau darah

Patologi Inflamasi mukosa

colon dan ileum distal

Usus halus proksimal

Mekanisme Diare Inflamasi mukosa

menganggu absorbsi

cairan yang

Diare

sekretorik/osmotik

yang diinduksi oleh

Page 12: KTI diare

15

kemungkinan efek

sekretorik dan

inflamasi

enterotoksin atau

mekanisme lainnya.

Tidak ada inflamasi

mukosa

Kemungkinan

Patogen

Shigella, salmonella,

E.coli, EIEC

Cholera, ETEC,

EPEC, keracunan

makanan tipe toksin,

rotavirus, adenovirus.

2.1.7. Diagnosis diare

Secara sistematik dan cermat perlu ditanyakan riwayat penyakit, latar

belakang dan lingkungan pasien, riwayat pemakaian obat sebelumnya,

pemeriksaan fisik, pemeriksaan mikrobiologi.

Anamnesis yang baik : bentuk feces (watery diarrhea atau disentri

diare), makanan dan minuman 6 - 24 jam terakhir yang dimakan/minum oleh

karena keracunan makanan atau pencemaran sumber air, dimana tempat

tinggal penderita : asrama, penampungan jompo/pengungsi, dan lain-lain.

Wisatawan asing yang dicurigai kemungkinan kolera, E.colli, Amoebiasis,

Giardiasis (Bickley,2008).

Pemeriksaan laboratorium pada umumnya diperlukan pada diare akut.

Sebagian penderita diare dehidrasi yang dirawat di rumah sakit, tanpa suatu

pemeriksaan laboratorium apapun dapat juga di tolong dan sembuh. Namun

demikian, bila perlengkapan laboratorium tersedia maka sebaiknya dilakukan

pemeriksaan laboratorium yang lengkap, teliti dan berulang. Berikut ini ialah

pemeriksaan laboratorium yang diperlukan pada penderita diare agar

pengobatan berhasil secara menyeluruh.

Page 13: KTI diare

16

a. Pemeriksaan Darah, Urin dan Tinja

Pemeriksaan darah (Hb, eritrosit, hematokrit, leukosit dan lain-lain)

untuk membantu menentukan derajat dehidrasi dan infeksi. Pemeriksaan Hb

sebaikanya dikerjakan sebelum dan sesudah rehidrasi tercepat untuk

menentukan adanya anemia sebagai dasar. Hemokonsentrasi pada keadaan

renjatan tidak merupakan indikasi kontra untuk memberikan tranfusi darah.

Pemeriksaan urin, ditetapkan volume urin diperiksa berat jenis dan

albuminuri. Bila mungkin diperiksa osmolaritas urin, pH urin karena urin

yang asam menunjukan adanya asidosis. Elektrolit urin yang diperiksa ialah

Na+ K+ dan Cl–. Asetonuri menunjukan adanya ketosis.

Pada pemeriksaan tinja, dicari penyebab infeksi. Pada gastroenteritis

yang berat ( misalnya kolera) diperhatikan volume cairan tinja yang keluar

dan pemeriksaan kadar Na+, K+, Cl– dan bikarbonat dalam tinja

(Sherwood,2001).

2.1.8. PENATALAKSANAAN DIARE

a. Rehidrasi

Bila pasien umum dalam keadaan baik tidak dehidrasi, asupan cairan

yang adekuat dapat dicapai dengan minuman ringan, sari buah, sup. Bila

pasien kehilangan cairan yang banyak dan dehidrasi, penatalaksanaan yang

agresif seperti cairan intravena atau rehidrasi oral dengan cairan isotonik

mengandung elektrolit dan gula diberikan. Terapi rehidrasi oral murah,

efektif, dan lebih praktis daripada cairan intravena. Cairan oral antara lain;

pedialit, oralit dll cairan infus a.l ringer laktat dll. Cairan diberikan 50 – 200

ml/kgBB/24 jam tergantung kebutuhan dan status hidrasi (Harianto,2014).

Derajat dehidrasi dibagi dalam 3 klasifikasi (Mansjoer A dkk, 2009):

Page 14: KTI diare

17

a. Diare tanpa dehidrasi

Tanda diare tanpa dehidrasi, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau

lebih :

Keadaan Umum : baik

Mata : Normal

Rasa haus : Normal, minum biasa

Turgor kulit : kembali cepat

b. Diare dehidrasi Ringan/Sedang

Tanda diare dengan dehidrasi Ringan/Sedang, bila terdapat 2 tanda di

bawah ini atau lebih:

Keadaan Umum : Gelisah.

Mata : Cekung

Rasa haus : Haus, ingin minum banyak

Turgor kulit : Kembali lambat

c. Diare dehidrasi berat

Diare dehidrasi berat, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau lebih:

Keadaan Umum : Lesu, lunglai, atau tidak sadar

Mata : Cekung

Rasa haus : Tidak bisa minum atau malas minum

Turgor kulit : Kembali sangat lambat (lebih dari 2 detik)

b. Pemberian Obat Zinc

Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam tubuh.

Zinc dapat menghambat enzim INOS (Inducible Nitric Oxide Synthase),

dimana ekskresi enzim ini meningkat selama diare dan mengakibatkan

Page 15: KTI diare

18

hipersekresi epitel usus. Zinc juga berperan dalam epitelisasi dinding usus

yang mengalami kerusakan morfologi dan fungsi selama kejadian diare.

Pemberian Zinc selama diare terbukti mampu mengurangi lama dan

tingkat keparahan diare, mengurangi frekuensi buang air besar, mengurangi

volume tinja, serta menurunkan kekambuhan kejadian diare pada 3 bulan

berikutnya. Penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa Zinc mempunyai

efek protektif terhadap diare sebanyak 11 % dan menurut hasil pilot study

menunjukkan bahwa Zinc mempunyai tingkat hasil guna sebesar 67

% .Berdasarkan bukti ini semua anak diare harus diberi Zinc segera saat anak

mengalami diare (Depkes,2008).

Zinc tetap diberikan selama 10 hari walaupun diare sudah berhenti.

Cara pemberian tablet zinc : Larutkan tablet dalam 1 sendok makan air

matang atau ASI, sesudah larut berikan pada anak diare.

c. Pemberian Makanan

Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk memberikan gizi

pada penderita terutama pada anak agar tetap kuat dan tumbuh serta

mencegah berkurangnya berat badan. Anak yang masih minum ASI harus

lebih sering di beri ASI. Anak yang minum susu formula juga diberikan lebih

sering dari biasanya. Anak usia 6 bulan atau lebih termasuk bayi yang telah

mendapatkan makanan padat harus diberikan makanan yang mudah dicerna

dan diberikan sedikit lebih sedikit dan lebih sering. Setelah diare berhenti,

pemberian makanan ekstra diteruskan selama 2 minggu untuk membantu

pemulihan berat badan (Depkes,2008).

d. Pemberian obat antidiare.

Obat-obat ini dapat mengurangi gejala-gejala :

Page 16: KTI diare

19

Obat yang paling efektif yaitu derivat opioid misal loperamide,

difenoksilat-atropin dan tinkur opium. Loperamide paling disukai

karena tidak adiktif dan memiliki efek samping paling kecil,

Bismuth subsalisilat merupakan obat lain yang dapat digunakan

tetapi kontraindikasi pada pasien HIV karena dapat menimbulkan

enselofati bismuth. Obat antimotilitas penggunaannya harus hati-

hati pada pasien disentri yang panas (termasuk infeksi Shigella)

bila tanpa disertai mikroba, karena dapat memperlama

penyembuhan penyakit (Depkes,2008).

Obat yang mengeraskan tinja; atapulgite : 4 x 2 tab perhari,

smectite 3 x 1 saset diberikan tiap diare/BAB encer sampai diare

berhenti

Obat anti sekretorik: Hidrase 3 x 1 tab perhari

2.4.9. Pencegahan diare

2.4.9.1. Perilaku sehat

a. Menggunakan air bersih yang cukup

Penularan kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui Oral,

kuman tersebut dapat ditularkan bila masuk ke dalam mulut melalui

makanan, minuman atau benda yang tercemar dengan tinja, misalnya jari-jari

tangan, makanan yang wadah atau tempat makan-minum yang dicuci dengan

air tercemar.

Masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan air yang benar-benar

bersih mempunyai risiko menderita diare lebih kecil dibanding dengan

masyarakat yang tidak mendapatkan air bersih.

Page 17: KTI diare

20

Masyarakat dapat mengurangi risiko terhadap serangan diare yaitu

dengan menggunakan air yang bersih dan melindungi air tersebut dari

kontaminasi mulai dari sumbernya sampai penyimpanan di rumah.

Yang harus diperhatikan oleh keluarga (Depkes,2008):

1. Ambil air dari sumber air yang bersih

2. Simpan air dalam tempat yang bersih dan tertutup serta

gunakan gayung khusus untuk mengambil air.

3. Jaga sumber air dari pencemaran oleh binatang dan

untuk mandi anak-anak

4. Minum air yang sudah matang (dimasak sampai

mendidih)

5. Cuci semua peralatan masak dan peralatan makan

dengan air yang bersih dan cukup.

b. Mencuci tangan dan menggunakan jamban.

Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang

penting dalam penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci

tangan dengan sabun, terutama sesudah buang air besar, sesudah membuang

tinja anak, sebelum menyiapkan makanan, sebelum menyuapi makan anak

dan sebelum makan, mempunyai dampak dalam kejadian diare ( Menurunkan

angka kejadian diare sebesar 47%).

Pengalaman di beberapa negara membuktikan bahwa upaya

penggunaan jamban mempunyai dampak yang besar dalam penurunan risiko

terhadap penyakit diare. Keluarga yang tidak mempunyai jamban harus

membuat jamban dan keluarga harus buang air besar di jamban.

2.4.9.2. Penyehatan lingkungan

Page 18: KTI diare

21

a. Penyediaan air bersih

Mengingat bahwa ada beberapa penyakit yang dapat ditularkan

melalui air antara lain adalah diare, kolera, disentri, hepatitis, penyakit kulit,

penyakit mata, dan berbagai penyakit lainnya, maka penyediaan air bersih

baik secara kuantitas dan kualitas mutlak diperlukan dalam memenuhi

kebutuhan air sehari-hari termasuk untuk menjaga kebersihan diri dan

lingkungan. Untuk mencegah terjadinya penyakit tersebut, penyediaan air

bersih yang cukup disetiap rumah tangga harus tersedia. Disamping itu

perilaku hidup bersih harus tetap dilaksanakan.

b. Pengolahan sampah

Sampah merupakan sumber penyakit dan tempat berkembang biaknya

vektor penyakit seperti lalat, nyamuk, tikus, kecoa dsb. Selain itu sampah

dapat mencemari tanah dan menimbulkan gangguan kenyamanan dan estetika

seperti bau yang tidak sedap dan pemandangan yang tidak enak dilihat. Oleh

karena itu pengolahan sampah sangat penting, untuk mencegah penularan

penyakit tersebut. Tempat sampah harus disediakan, sampah harus

dikumpulkan setiap hari dan dibuang ke tempat penampungan sementara.

Bila tidak terjangkau oleh pelayanan pembuangan sampah ke tempat

pembuangan akhir dapat dilakukan pemusnahan sampah dengan cara

ditimbun atau dibakar.

c. Sarana pembuangan air limbah

Air limbah baik limbah pabrik atau limbah rumah tangga harus

dikelola sedemikian rupa agar tidak menjadi sumber penularan penyakit.

Page 19: KTI diare

22

Sarana pembuangan air limbah yang tidak memenuhi syarat akan

menimbulkan bau, mengganggu estetika dan dapat menjadi tempat

perindukan nyamuk dan bersarangnya tikus, kondisi ini dapat berpotensi

menularkan penyakit seperti leptospirosis, filariasis untuk daerah yang

endemis filaria. Bila ada saluran pembuangan air limbah di halaman, secara

rutin harus dibersihkan, agar air limbah dapat mengalir, sehingga tidak

menimbulkan bau yang tidak sedap dan tidak menjadi tempat perindukan

nyamuk.

2.5. SANITASI SUMBER AIR

Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah

udara. Sekitar tiga per empat bagian dari tubuh kita terdiri dari air dan tidak

seorangpun dapat bertahan hidup lebih dari 4-5 hari tanpa minum air. Selain

itu, air juga dipergunakan untuk memasak, mencuci, mandi, minum dan

membersihkan kotoran yang ada disekitar rumah. Air juga digunakan untuk

keperluan industri, pertanian, pemadaman kebakaran, tempat berekreasi,

transportasi dan lain-lain. Penyakit-penyakit yang menyerang manusia dapat

juga ditularkan dan disebarkan melalui air. Kondisi itu tentunya dapat

menimbulkan wabah penyakit dimana-mana.

Ditinjau dari sudut ilmu kesehatan masyarakat, penyediaan sumber air

bersih harus dapat memenuhi kebutuhan masyarakat karena persediaan air

bersih yang terbatas memudahkan timbulnya penyakit di masyarakat. Volume

rata-rata kebutuhan air setiap individu per hari berkisar antara 150-200 liter

atau 35-40 galon. Kebutuhan air tersebut bervariasi dan bergantung pada

keadaan iklim, standar kehidupan, dan kebiasaan masyarakat (Budiman

Chandra, 2006).

2.5.1. Syarat-syarat air sehat

Page 20: KTI diare

23

Agar air yang digunakan untuk konsumsi sehari-hari tidak

menimbulkan wabah penyakit, maka air tersebut hendaknya diusahakan

memenuhi persyaratan-persyaratan kesehatan. Air yang sehat harus

mempunyai persyaratan sebagai berikut (Soekidjo Notoatmojo, 2007):

a. Syarat fisik

Syarat fisik untuk air yang sehat adalah berwarna bening

(tidak berwarna), tidak berasa, tidak berbau, suhu dibawah

suhu udara di luarnya.

b. Syarat bakteriologis

Air untuk keperluan sehari-hari yang sehat harus bebas dari

segala bakteri, terutama bakteri patogen. Air secara

bakteriologis dapat dibagi menjadi beberapa golongan

berdasarkan jumlah bakteri koliform yang terkandung dalam

100cc sampel air/MPN (most probable number). Golongan-

golongan air tersebut, antara lain :

Air tanpa pengotoran : mata air yang terbebas

dari kontaminasi bakteri.

Air dengan desinfeksi : MPN <50/100cc

Air dengan penjernihan lengkap : MPN

<5000/100cc

Air dengan penjernihan tidak lengkap : MPN

>5000/100cc

Air dengan penjernihan khusus (water

purification) : MPN >250.000/100cc

c. Syarat kimia

Air yang sehat harus mengandung zat-zat tertentu dalam

jumlah yang tertentu pula. Kekurangan atau kelebihan salah

Page 21: KTI diare

24

satu zat kimia air, akan menyebabkan gangguan fisiologis

pada manusia. Zat kimia yang terdapat dalam air yang ideal

antara lain, sebagai berikut

Tabel 2.2 Kandungan normal zat kimia dalam air yang

ideal

Jenis bahan Kadar yang dibenarkan

Flour (F) 1-1,5

Chlor (Cl) 250

Arsen (As) 0,05

Tembaga (Cu) 1,0

Besi (Fe) 0,3

Zat organik 10

pH (keasaman) 6,5-9,0

CO2 0

Sesuai dengan prinsip teknologi tepat guna di pedesaan, maka

air yang sehat berasal dari mata air dan sumur yang dalam dapat

diterima sebagai air yang dapat dikonsumsi dan memenuhi ketiga

persyaratan tersebut, asalkan tidak tercemar oleh kotoran-kotoran

binatang maupun manusia. Oleh karena itu, mata air dan air sumur

yang dalam harus mendapatkan perlindungan atau pengawasan agar

tidak tercemar oleh penduduk yang penggunakan air tersebut.

2.5.2. Sumber air

Air yang berada di permukaan bumi ini dapat berasal dari berbagai

sumber. Berdasarkan letak sumbernya air dapat dibagi menjadi air hujan, air

permukaan dan air tanah (Budiman Chandra, 2006).

Page 22: KTI diare

25

a. Air hujan

Air hujan merupakan sumber utama air di bumi.walau pada

saat presipitasi merupakan air yang paling bersih, air tersebut

cenderung mengalami pencemaran ketika berada di atmosfer.

Pencemaran yang berlangsung di atmosfer itu dapat

disebabkan oleh partikel debu, mikroorganisme, dan gas

misalnya karbon dioksida, nitrogen dan amonia.

b. Air permukaan

Air permukaan berasal dari air hujan yang jatuh ke

permukaan bumi. Sumber-seumber air permukaan antara lain

sungai, danau, selokan, rawa, parit, bendungan, laut dan air

terjun. Sumber air yang berasal dari sungai, selokan dan parit

mempunyai persamaan yaitu airnya mengalir dan dapat

menghanyutkan bahan-bahan yang tercemar, sedangkan

sumber air permukaan yang berasal dari rawa, bendungan,

dan danau memiliki air yang tidak mengalir akan tersimpan

dalam waktu yang lama sehingga mengandung sisa-sisa

pembusukan alam misalnya pembusukan tumbuhan,

ganggang, fungi dan lain-lain. Air permukaan yang berasal

dari air laut mengandung kadar garam yang tinggi sehingga

jika akan digunakan air tersebut harus menjalani proses ion-

exchanged. Dibandingkan dengan sumber air lain, air

permukaan merupakan sumber air yang paling tercemar

akibat kegiatan manusia, fauna, flora dan zat-zat lain.

c. Air tanah

Air tanah (ground water) berasal dari air hujan yang jatuh ke

permukaan bumi yang kemudian mengalami penyerapan ke

Page 23: KTI diare

26

dalam tanah dan mengalami poses filtrasi secara alamiah.

Proses-proses yang telah dialami air hujan tersebut, di dalam

perjalanannya ke bawah tanah membuat air menjadi lebih

baik dan lebih murni dibandingkan air permukaan.

Air tanah memiliki beberapa kelebihan dibanding sumber air

lain. Pertama, air tanah umumnya bebas dari kuman penyakit

dan tidak perlu mengalami proses purifikasi. Persediaan air

tanah juga cukup tersedia sepanjang tahun, saat musim

kemarau sekalipun. Sementara itu, air tanah juga memiliki

beberapa kerugian atau kelemahan dibanding sumber air

lainnya. Air tanah mengandung zat-zat mineral dalam

konsentrasi yang tinggi. Konsentrasi yang tinggi dari zat-zat

mineral seperti magnesium, kalsium, dna logam berat seperti

besi dapat menyebabkan kesadahan air. Selain itu, untuk

mengalirkan air kepermukaan diperlukan pompa.

2.5.3. Pengolahan air secara sederhana

Air yang sehat harus memenuhi persyaratan tertentu yang telah

diuraikan diatas. Sumber-sumber air pada umumnya berada dalam keadaan

tidak terlindungi sehingga air tersebut tidak atau kurang memenuhi

persyaratan. Untuk itu perlu pengolahan terlebih dahulu. Ada beberapa cara

pengolahan air untuk dikonsumsi, antara lain (Soekidjo Notoatmojo, 2010):

a. Pengolahan secara alamiah

Pengolahan air secara alamiah ini dilakukan dengan cara

pengendapan. Air yang diperolah dari air danau, air sungai,

air kali akan didiamkan selama beberapa jam ditempatnya,

Page 24: KTI diare

27

kemudian air akan mengalami pengendapan dari zat-zat yang

terdapat dalam air, dan akhirnya terbentuk endapan. Air akan

menjadi jernih karena partikel-partikel yang ada dalam air

akan ikut mengendap.

b. Pengolahan air dengan cara menyaring

Penyaringan air secara sederhana dapat dilakukan dengan

kerikil, ijuk dan pasir. Penyaringan air dengan teknologi

tinggi dilakukan oleh PAM (Perusahaan Air Minum) yang

hasilnya dapat dikonsumsi umum.

c. Pengolahan air dengan menambahkan zat kimia

Zat kimia yang digunakan dapat berupa dua jenis, yakni zat

yang dapa mempercepat proses pengendapan misalnya tawas

dan zat kimia yang berfungsi untuk menyucihamakan bibit

penyakit yang ada dalam air, contohnya chlor.

d. Pengolahan air dengan mengalirkan udara

Tujuan utama pengolahan air dengan cara ini adalah untuk

menghilangkan rasa serta bau yang tidak enak, menghilngkan

gas-gas yang tidak diperlukan.

e. Pengolahan air dengan memanaskan sampai mendidih

Pemanasan air hingga mendidih ini bertujuan untuk

membunuh kuman-kuman yang terdapat pada air. Pengolahan

semacam ini lebih tepat untuk konsumsi kecil, misalnya

kebutuhan rumah tangga.

2.5.4. Air dan penyakit

Penyakit yang menyerang manusia dapat ditularkan dan menyebar

secara langsung maupun tidak langsung melalui air. Penyakit yang ditularkan

melalui air disebut waterborne disease, yaitu penularan melalui mulut atau

Page 25: KTI diare

28

sistem pencernaan dan water-related insect vector disease, penularan yang

terjadi karena gigitan serangga (agen) yang berkembang biak didalam air

(Budiman Chandra, 2006).