KTI Akuatik Rev 2

32
A. Latar Belakang Masalah Low back pain atau nyeri punggung bawah adalah salah satu alasan paling umum yang membuat orang dirujuk ke fisioterapi. Berdasarkan penelitian, ditemukan bahwa low back pain mengenai kira-kira 75- 85% anggota masyarakat semasa hidupnya (Waller,2008). Penderita Low back Pain 30 % sembuh dalam 1 bulan, 60 % sembuh dalam 3 bulan,tetapi kemungkinan 60 % akan kambuh lagi (Basuki, 2007). Low back pain adalah masalah kesehatan utama dengan biaya ekonomi dan sosial yang tinggi, Biaya kesehatan untuk perawatan penderita Low back pain di Inggris sulit untuk diukur, tapi dapat diestimasikan sekitar 435.7 juta Euro per tahun. Biaya tersebut meliputi biaya untuk intervensi fisioterapi sekitar 24-36 juta Euro per tahun (Moffet,1997) Pada karya tulis ini penulis membahas low back pain akibat spondylosis yang disebabkan penyakit degeneratif yang proses terjadinya dikarenakan adanya kemunduran kekenyalan discus yang kemudian menipis, diikuti lipatan ligamentum, di sekelilling korpus vertebrae terjadi perkapuran/terbentuk osteofit. Keadaan ini akan menimbulkan nyeri apabila telah mengenai nervus spinalis sehingga dapat menyebabkan gangguan

Transcript of KTI Akuatik Rev 2

A. Latar Belakang Masalah

Low back pain atau nyeri punggung bawah adalah salah satu alasan

paling umum yang membuat orang dirujuk ke fisioterapi. Berdasarkan

penelitian, ditemukan bahwa low back pain mengenai kira-kira 75-

85% anggota masyarakat semasa hidupnya (Waller,2008). Penderita

Low back Pain 30 % sembuh dalam 1 bulan, 60 % sembuh dalam 3

bulan,tetapi kemungkinan 60 % akan kambuh lagi (Basuki, 2007).

Low back pain adalah masalah kesehatan utama dengan biaya

ekonomi dan sosial yang tinggi, Biaya kesehatan untuk perawatan

penderita Low back pain di Inggris sulit untuk diukur, tapi dapat

diestimasikan sekitar 435.7 juta Euro per tahun. Biaya tersebut

meliputi biaya untuk intervensi fisioterapi sekitar 24-36 juta Euro per

tahun (Moffet,1997)

Pada karya tulis ini penulis membahas low back pain akibat

spondylosis yang disebabkan penyakit degeneratif yang proses

terjadinya dikarenakan adanya kemunduran kekenyalan discus yang

kemudian menipis, diikuti lipatan ligamentum, di sekelilling korpus

vertebrae terjadi perkapuran/terbentuk osteofit. Keadaan ini akan

menimbulkan nyeri apabila telah mengenai nervus spinalis sehingga

dapat menyebabkan gangguan impairment dan keterbatasan aktivitas

sehari-hari (APTA/ Asian Physical Therapy Assosiation, 1997).

Fisioterapi dalam hal ini memegang peranan untuk mengembalikan

dan mengatasi impairment dan keterbatasan aktivitas tersebut,

sehingga pasien dapat beraktivitas kembali tanpa adanya keluhan.

Penulis dalam hal ini menggunakan modalitas fisioterapi yaitu

Aquatic therapy untuk mengatasi masalah low back pain akibat

spondylosis.

APTA mendeskripsikan aquatic therapy adalah suatu intervensi

yang dilakukan di dalam air, dapat digunakan pada kondisi neurologi,

ortopedi ataupun kondisi yang lain yang dilakukan oleh seorang

fisioterapi. Aquatic therapy adalah program pool terapi yang

dirancang untuk individu guna meningkatkan fungsi neuromuskular

dan muskuloskeletal. Pengurangan beban sebagai efek buoyancy dan

tekanan hidrostatik air mengurangi beban pada semua sendi terutama

pada otot – otot postural. Gullemin dkk, melaporkan manfaat positif

yang bisa didapatkan dalam waktu singkat (26 hari) pada penggunaan

hot underwater term (36 C) untuk mengurangi intensitas dan durasi⁰

nyeri, kekakuan lumbal serta pengurangan konsumsi obat pada 98

pasien dengan Low back pain kronis.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana aquatic therapy dapat mengurangi nyeri pada Low

back pain akibat spondylosis ?

C. Tujuan

Untuk mengetahui manfaat aquatic therapy dalam pengurangan

nyeri pada Low back pain akibat spondylosis.

D. Kegunaan

Kegunaan dari aquatic therapy adalah untuk memfasilitasi

pemulihan fungsional dengan menyediakan ruang atau lingkungan

yang dapat mempermudah pasien atau praktisi untuk melakukan

berbagai intervensi terapeutik di dalam air. Tujuan spesifik meliputi

(Kisner,2007) :

a. Memfasilitasi berbagai gerakan (Lingkup Gerak Sendi) latihan

b. Mengawali latihan tahanan

c. Memfasilitasi kegiatan menahan beban

d. Menyediakan akses tiga dimensi untuk pasien

e. Memfasilitasi latihan kardiovaskular

f. Melakukan replikasi aktivitas fungsional

g. Minimalkan risiko cedera atau reinjury selama rehabilitasi

h. Meningkatkan relaksasi pasien.

E. Tinjauan Pustaka

1. Low back pain e.c Spondylosis

a. Definisi

Aquatic therapy adalah program pool terapi yang

dirancang untuk individu guna meningkatkan fungsi

neuromuskular dan muskuloskeletal.

Nyeri adalah suatu yang tidak menyenangkan dan

merupakan pengalaman emosional yang berhubungan

dengan kerusakan jaringan optimal maupun potensial dan

terkadang nyeri digunakan untuk menyatakan adanya

kerusakan jaringan.

Low back pain akibat spondylosis adalah penyakit

degeneratif yang proses terjadinya dikarenakan adanya

kemunduran kekenyalan discus yang kemudian menipis,

diikuti lipatan ligamentum, di sekelilling korpus vertebrae

terjadi perkapuran/terbentuk osteofit.

b. Applied Anatomi

Spine atau columna vertebralis merupakan struktur

dasar batang tubuh. Dimana jumlah spine atau columna

vertebralis terdiri dari 33 – 34 vertebra dan discus

intervertebralis. Vertebra dibagi menjadi 7 vertebra

cervikalis, 12 vertebra thorakalis, 5 vertebra lumbalis, 5

vertebra sakralis, dan 4 – 5 vertebra cocccygea.

Vertebra lumbal merupakan columna vertebra yang

terletak paling bawah sebelum sacrum pada regio lumbal.

Seluruh struktur vertebra lumbal dihubungkan dengan arcus

vertebra yang tumpul dan kuat. Arcus vertebra terbentuk

dari dua lamina yang berjalan ke arah 17 posterior dan

medial tetapi terletak dalam bidang yang oblique ke arah

inferior dan lateral. Di antara dua korpus vertebra

dihubungkan oleh discus intervertebralis. Discus

intervertebralis merupakan fibrocartilago kompleks yang

membentuk artikulasio antara korpus vertebra yang dikenal

sebagai symphisis joint. Discus juga dapat memungkinkan

adanya gerakan yang luas pada vertebra.

Gambar no. 1

Setiap discus terdiri 2 komponen yaitu nucleus

pulposus dan annulus fibrosus. Ligamen yang memperkuat

discus intervertebralis adalah ligamen longitudinal anterior

dan posterior. Otot-otot pada regio lumbal terbagi atas 3

kelompok yaitu :

a. Erector spine

Terdiri atas : Musculus illiocostalis thoracis, M.

illiocostalis lumborum, M. longisimus thoracis, M.

spinalis thoracis. Grup otot ini merupakan

penggerak utama pada gerakan ekstensi lumbal dan

sebagai stabilisator vertebra lumbal saat tubuh

dalam keadaan tegak.

b. Deep lateralis muscle

Terdiri atas : M. quadratus lumborum, M. psoas

major.

c. Abdominal wall muscle

Pada grup otot ini ada 4 otot abdominal yang

penting dalam fungsi spine, yaitu : M. rectus

abdominis, M obligus externus, M. obligus internus

dan M. transversus abdominis. Group otot ini

merupakan fleksor trunk yang sangat kuat dan

berperan dalam mendatarkan kurva lumbal.

c. Patologi

Nyeri didefinisikan sebagai suatu yang tidak

menyenangkan dan merupakan pengalaman emosional yang

berhubungan dengan kerusakan jaringan optimal maupun

potensial dan terkadang nyeri digunakan untuk menyatakan

adanya kerusakan jaringan. Nyeri merupakan suatu

pengalaman sensorik yang berbeda dengan modalitas

sensorik lainnya. Reseptor nyeri perifer (akhiran saraf

bebas yang disebut nosiseptor) terdapat pada setiap struktur

kutan, somatic dalam maupun visera tubuh (meliputi kulit,

bantalan lemak, otot, ligament, fasia, kapsul sendi,

periosteum, tulang subkondral dan dinding pembuluh

darah). Adanya stimulasi noksius atau stimuli noksius

potensial, nosiseptor akan melepaskan zat-zat kimiawi

endogen yang selanjutnya akan mentransduksi stimuli ini

menjadi impuls nyeri (noseptif) melalui mekanisme yang

belum diketahui dengan pasti. Ada 3 tipe kimiawi endogen

untuk nyeri yaitu : (1) yang menghasilkan nyeri lokal secara

langsung (misalnya bradikin, histamin, asetilkolin dan

kalium), (2) yang memfasilitasi nyeri dengan cara

mensitisasi nosiseptor tanpa menstimulasinya (misalnya

prostaglandin, leukotrien, interleukin dan tromboksan) dan

(3) yang menghasilkan ekstravasasi neuropeptida (misalnya

bahan P dan calcitonin generelated peptide – CGRP).

Pelepasan bahan P dan neupeptida secara berlebihan akan

membantu terjadinya efek priinflamasi di jaringan dan akan

menyebabkan inflamasi neurologik yang akan menjadi

kontributor terjadinya sindroma nyeri kronik (Parjoto,

2006).

Low back pain merupakan keluhan yang sering

dijumpai dalam praktek sehari-hari. Penderita selalu

menyampaikan keluhan gejala nyeri, spasme (kaku) otot,

gangguan fungsional, dan tidak jarang penderita

menyatakan adanya penurunan fungsi pada aktivitasnya.

Low back pain bukan saja menjadi masalah bagi penderita,

akan tetapi juga menjadi masalah sosial dan ekonomi bagi

masyarakat oleh karena penurunan produktivitas dan

besarnya biaya yang diperlukan untuk diagnosa dan

pengobatan (Jayson,1999, dikutip oleh Meliala, 2004).

Low Back Pain e.c Spondylosis adalah penyakit

degeneratif yang proses terjadinya dikarenakan adanya

kemunduran kekenyalan discus yang kemudian menipis,

diikuti lipatan ligamentum sehingga di sekelilling korpus

vertebrae terjadi perkapuran/terbentuk osteofit. Keadaan ini

akan menimbulkan nyeri apabila telah mengenai nervus

spinalis sehingga dapat menyebabkan gangguan impairment

dan keterbatasan aktivitas sehari-hari (APTA/Asian

Physical Therapy Assosiation, 1997). Pada keadaan yang

berat, dapat menyebabkan penekanan pada saraf yang akan

akan menyebabkan gangguan sensori dan/atau motor,

seperti sakit, paraesthesia, dan kelemahan dari otot di

daerah punggung.

Gambar no. 2

Gambar no. 3

Pada saat celah antara tulang vertebra menyempit,

kompresi dari saraf spinal dapat menyebabkan timbulnya

radikulopathy (gangguan sensorik dan motorik, seperti

nyeri di bagian leher, punggung, lengan, pinggang dan

kaki disertai kelemahan otot). Pasien mungkin akan

merasakan paraestesia (berkurangnya sensasi) pada kaki

karena adanya penekanan pada saraf dan dapat juga

menyebabkan menurunnya aliran darah sistemik.

d. Etiologi

Low Back Pain e.c spondylosis terjadi karena

adanya kelainan degeneratif pada discus intervertebralis

secara progresif yang kemudian mengarah terjadinya

perubahan pada daerah perbatasan tulang dan discus. Hal

ini terjadi karena penekanan berlebihan dan terus menerus

pada vertebra lumbal dan mengakibatkan kemunduran

pada discus. Ketika discus mengalami kemunduran,

jaringan elastis dari anulus fibrosus berkurang dan

digantikan oleh jaringan fibrous, sehingga elastisitas dan

fleksibilitas dari pergerakan antara ruas-ruas tulang

belakang dalam kemampuannya untuk meredam (shock

breaker) berkurang. Discus intervertebralis menekan

keluar sehingga mendorong ligamen longitudinal

posterior. Ligamen yang memperkuat vertebra tersebut

menjadi kendor dan tubuh mengalami suatu reaksi iritasi

(defance mechanism) dengan penggantian jaringan

disekitar vertebra dan diikuti proses pengapuran dan

akhirnya menjadi osteofit yang dapat dilihat dengan foto

ronsen (Cailliet, 1981).

Kelainan-kelainan yang terjadi seperti terbentuknya

osteofit-osteofit, korteks tulang, penyempitan sela

persendian, penyempitan jarak antara korpora vertebra,

osteolisis, osteosklerosis. Proses degenerasi itu

multifaktoral dimana faktor hereditas dan proses menua

memegang peranan utama (Sidharta, 1984).

e. Patofisiologi

Spondylosis (spondilartrosis deformans) merupakan

proses terjadinya degenerasi jaringan elastik yang

digantikan jaringan fibrosa, akibatnya terjadi penyempitan

discus sehingga ligamen akan mengerut karena tekanan

intradiscus yang menurun, ligamen yang mengerut itu

dapat lepas dari periosteum dan menekan jaringan peka

nyeri. Selain itu terdapat osteofit yang membentuk spur

formation serta dapat menimbulkan penyempitan foramen

intervertebralis yang akan mengiritasi radiks (Nuartha ,

2007).

Mekanisme spondylosis lumbal yaitu ditemukan

adanya degenerasi discus intervertebra secara progresif

yang kemudian mengarah terjadinya perubahan pada

daerah perbatasan tulang-tulang vertebra dan ligamen.

Ketika degenerasi discus terjadi, elastisitas serabut-serabut

dari annulus menurun dan berubah menjadi jaringan

fibrous sehingga menyebabkan fleksibilitas dan gerakan

daerah lumbal menjadi kaku. Ligamen-ligamen yang

menambat pada posterior vertebra menjadi lemah sehingga

setiap tekanan terhadap ligamen memungkinkan

terlepasnya tambatan pada periosteal yang menyebabkan

material discus dari pecahan annulus akan mendorong

jaringan discus antara vertebra dan mendorong ligamen

menonjol keluar kemudian menghasilkan reaksi nyeri.

Reaksi iritasi dapat menyebabkan perubahan jaringan

fibrous yang diikuti terjadinya pengapuran.

Penyempitan ruang discus dalam sendi vertebra

dikarenakan tekanan berat badan akan merubah alignment

dari permukaan faset sehingga menimbulkan strain pada

jaringan sinovial articular kapsuler. Penyempitan foramen

intervertebra dari depan oleh lipatan-lipatan ligament

longitudinal posterior atau osteofit, dari belakang oleh

lipatan ligamen flavum atau osteoarthritis faset yang

mendasari timbulnya nyeri radikuler pada spondylosis

(Cailliet, 1981).

Indikasi dari aquatic therapy yaitu (Kisner,2007):

a. Kondisi inflamasi

b. Nyeri

c. Spasme otot

d. Keterbatasan Range of Motion (ROM)

Kontra indikasi aquatic therapy (Kisner,2007):

a. Gagal jantung dan angina pectoralis

b. Gangguan pernafasan

c. Gangguan vaskuler

d. Perdarahan

e. Penyakit ginjal

f. Luka terbuka dan infeksi kulit

g. Gangguan bladder dan bowel

f. Tanda dan Gejala

Gejala yang sering muncul pada low back pain

akibat spondylosis antara lain :

1) Keluhan nyeri pada punggung bawah, biasanya

bertambah saat aktifitas, gerakan fleksi, side fleksi,

ekstensi lumbal yang berlebihan dan nyeri

berkurang bila tidur.

2) Penderita mengalami spasme otot oleh karena nyeri

pada daerah lumbal yang mengakibatkan pasien

menetap pada posisi tertentu sehingga terjadi

kontraksi terus-menerus pada otot lumbal.

3) Mobilitas atau lingkup gerak lumbal terbatas oleh

karena adanya nyeri dan spasme otot.

2. Aquatic therapy

Aquatic therapy adalah program pool terapi yang dirancang

untuk individu guna meningkatkan fungsi neuromuskular dan

muskuloskeletal. Pengurangan beban sebagai efek buoyancy

dan tekanan hidrostatik air mengurangi beban pada semua

sendi terutama pada otot – otot postural. Gullemin dkk,

melaporkan manfaat positif yang bisa didapatkan dalam waktu

singkat (26 hari) pada penggunaan hot underwater term (36⁰ C)

untuk mengurangi intensitas dan durasi nyeri, kekakuan lumbal

serta pengurangan konsumsi obat pada 98 pasien dengan Low

back pain kronis.

APTA mendeskripsikan aquatic therapy adalah suatu intervensi

yang dilakukan di dalam air, dapat digunakan pada kondisi

neurologi, ortopedi ataupun kondisi yang lain yang dilakukan

oleh seorang fisioterapi.

Aquatic therapy merupakan penggunaan dari kolam yang

memfasilitasi berbagai macam intervensi terapi, meliputi

stretching, strengthening, mobilisasi sendi, keseimbangan,

latihan jalan dan Latihan daya tahan. Pada aquatic therapy

untuk kondisi Low back pain memerlukan program fleksibilitas

dan meningkatkan kekuatan otot untuk kaki dan trunk

(Kisner,2007).

Fisioterapis menggunakan aquatic therapy untuk

pengoptimalan gerak fungsi. Modalitas air akan lebih

memudahkan pergerakan exercise daripada di darat.

F. Metodologi

Aquatic therapy untuk kondisi Low back pain memerlukan

program fleksibilitas dan meningkatkan kekuatan otot untuk kaki dan

trunk (Kisner,2007).

Berikut adalah program atau metode yang dapat meningkatkan

fleksibilitas untuk kaki dan trunk :

1. Metode Bad Ragaz

Metode Bad Ragaz adalah metode yang menggunakan 3 cincin

pengambang dan menggunakan daya apung untuk flotasi atau

proses pengapungan bukan sebagai latihan pembebanan.

Metode cincin Bad Ragaz dikembangkan pada pertengahan

1900’an di perairan hangat Bad Ragaz, Swiss. Pasien

melakukan stabilisasi atau latihan aktif dengan bantuan cincin

apung, sehingga diberi nama “metode cincin“. Pasien memulai

gerakannya dengan berbaring horizontal dalam air dan di

dukung dengan cincin di leher, sebuah cincin di sekitar

panggul, dan satu cincin di kedua pergelangan kaki. Cincin

tengah besar digunakan untuk mendukung pusat gravitasi

tetapi tidak harus disekitar pinggang karena dapat mengarah ke

hyperlordosis. Bentuk latihan ini adalah sebagai berikut :

a. Tangan terapis memegang telapak kaki pasien

kemudian tungkai bawah ke atas.

Gambar no. 4

b. Terapis memegang pada kaki pasien kemudian lutut

pasien bergerak menekuk dan meluruskan tungkai.

Gambar no. 5

c. Tangan terapis memegang telapak kaki dan ankle

kemudian gerakkan membuka dan menutup.

Gambar no. 6

d. Tangan terapis memegang kaki penderita kemudian

digerakkan abduksi dan adduksi.

Gambar no. 7

e. Pegangan tangan terapis pada tungkai kanan dan kiri ,

pasien bergerak ke kanan dan ke atas begitu sebaliknya.

Gambar no. 8

f. Pegangan pada kedua tungkai, pasien bergerak ke

samping kanan dan kiri.

Gambar no. 9

g. Pegangan terapis pada lengan bawah, kemudian

gerakkan ke samping kanan dan kiri.

Gambar no. 10

h. Pegangan terapis pada lengan gerakkan badan ke

samping kanan dan kiri.

Gambar no. 11

i. Pegangan terapis pada lengan atas dan tungkai yang

sesisi kemudian pasien bergerak memutar pinggul ke

dalam dan ke luar.

Gambar no. 12

j. Pasien diminta untuk rileksasi dengan berdiam diri

untuk mengapung.

Gambar no. 13

2. Stretching Exercise ( Kisner, 2007 ):

a. Thoracal and Lumbar Spine : lateral fleksi

Posisi terapis : bediri di samping pasien yang akan di

stretching, tarik tangan dan tungkai pasien bersamaan

dan searah (bila akan menstreching kearah lateral

kanan maka terapis berdiri di sisi kanan pasien begitu

pula sebaliknya).

Posisi pasien : terlentang, pasien mengabduksikan

lengannya untuk membantu stretching.

Pegangan terapis : memfiksasi lengan pasien atau

alternatif yang lain yaitu memfiksasi deltod bila lengan

pasien tidak terabduksi. Peganggan di ekstremitas

bawah di bagian lateral.

Pergerakan : stabilisasi pasien dengan hip terapis

kemudian tarik pasien kearah latera fleksi. Tehnik ini

memungkinkan variasi posisi dan pegangan untuk

mengiolasi pegerakan dari segmen vertebra.

Gambar no. 14

b. Hip Ekstensi

Posisi terapis : menyangga pasien.

Posisi pasien : terlentang dengan ekstensi hip dengn

knee semi fleksi.

Pegangan terapis : stabilisasi di ekstremitas pasien

dengan menempelkan hip terapis ke hip pasien. Pegang

sabuk apung pasien dengan pegangan tangan untuk

mengarahkan gerakan.

Pergerakan : gerakkan tungakai pasien ke bawah.

c. Hip eksternal rotasi

Posisi terapis : berdiri di samping paha pasien dengan

tangan berada di bawah lutut pasien.

Posisi pasien : terlentang fleksi hip 70° dan knee 90°.

Pegangan terapis : pegang sabuk apung dengan tangan

yang berlawanan pada saat tangan yang berada di

bawah lutut memegang paha.

Pergerakan : eksternal rotasi hip dengan pergerakan

tangan secara lamban untuk menambah stretching.

d. Hip internal rotasi

Posisi terapis : berdiri di samping paha pasien dengan

tangan berada di bawah lutut pasien.

Posisi pasien : terlentang fleksi hip 70° dan knee 90°.

Pegangan terapis : pegang sabuk apung dengan tangan

yang berlawanan pada saat tangan yang berada di

bawah lutut memegang paha.

Pergerakan : internal rotasi hip dengan pergerakan

tangan secara lamban untuk menambah stretching.

3. Strengtening Exercise ( Kisner, 2007 ):

a. Hip Adduksi

Posisi terapisi: Berdiri di samping paha pasien dengan

menghadap ke arah medial.

Posisi pasien: terlentang, dengan abduksi hip.

Pegangan : salah satu tangan memegang pada sabuk

apung dan tangan lain memberikan tahanan di bagian

medial paha pasien.

Pergerakan : kontraksi aktif adduktor hip menyebabkan

kedua tungkai mendekat ke arah tahanan tangan terapis.

b. Hip Abduksi

Posisi pasien : Berdiri di samping paha pasien dengan

menghadap ke arah medial.

Posisi pasien: terlentang, dengan adduksi hip.

Pegangan : salah satu tangan memegang pada sabuk

apung dan tangan lain memberikan tahanan di bagian

lateral paha pasien.

Pergerakan : kontraksi aktif abduktor hip menyebabkan

kedua tungkai menjauh dari tahanan tangan terapis.

c. Hip fleksi dengan knee fleksi

Posisi pasien : berdiri di samping pasien dengan

menghadap kepala pasien

Posisi pasien : terlentang

Pegangan : salah satu tangan memegang paha pasien,

tangan yang lain memberikan tahanan pada distal

tibiofibula joint

Pergerakan : kontraksi aktif dari hip dan knee fleksi

menyebabkan badan pasien bergerak ke arah praktisi ke

arah ekstremitas distal.

d. Hip internal/eksternal rotasi

Posisi pasien : Berdiri di samping paha pasien dengan

menghadap ke arah medial

Posisi pasien : terlentang, hip ekstensi netral pada 0⁰

dengan knee fleksi 90⁰

Pegangan : pegangan tangan pada bagian distal paha

dibagian medial dapat menahan gerakan ke arah

internal rotasi dan pada bagian lateral dapat menahan

eksternal rotasi. Tahanan diberikan pada distal tungkai

Arah gerakan : gerakan aktif dari rotasi hip

menyebabkan tubuh pasien bergerak kearah menjauhi

segmen distal.

G. Temuan dan Pembahasan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Gunsoo Han,etc

yang tertulis di jurnal “ The Effect of Muscle Strength and Visual Analoge

Scale Pain of Aquatic Therapy for Individuals with Low Back Pain “ pada

tahun 2011 didapatkan hasil yang signifikan (P<0,01) antara sebelum dan

sesudah pelaksanaan aquatic therapy pada pasien dengan kondisi Low back

pain. Adapun prosedur penelitian yang digunakan yaitu dengan Pre and

Post design dan evaluasinya menggunakan Visual Analoge Scale (VAS).

Penelitian tersebut menggunakan 27 subyek dengan waktu penelitian

selama 4 minggu. Prosedur penelitian dilakukan 5 kali dalam seminggu

dan dibagi menjadi 3 bagian yaitu pemanasan 10 menit, gerakan utama 30

menit dan pendinginan 10 menit.

Aquatic therapy dapat digunakan untuk berbagai macam kondisi,

diantaranya pada kondisi inflamasi, nyeri, spasme otot dan keterbatasan

Range of Motion (ROM). Aquatic therapy memiliki beberapa keuntungan

salah satunya adalah Non weight bearing atau tanpa tumpuan berat badan

(Kendall,1997). Pasien menyatakan bahwa gerakan lebih mudah dilakukan

dalam air dan dapat meminimalisir nyeri. Beberapa penelitian menyatakan

aquatic therapy dapat meningkatkan relaksasi, mengurangi spasme otot

dan nyeri, meningkatkan Range of Motion (ROM) dan penguatan selama

proses terapi. Mereka juga melaporkan jika latihan dilakukan secara

teratur dapat meningkatkan aktifitas sehari-hari.

Berdasarkan jurnal yang disusun oleh Waller,2008 dengan judul

“Therapeutic aquatic exercise in the treatment of low back pain: a

systematic review” menyatakan bahwa aquatic therapy merupakan latihan

yang aman dan efektif bagi pasien yang mengalami Chronic Low Back

Pain. Penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan

bagi pasien yang mengalami Low Back Pain. Evaluasi penelitian dengan

menggunakan Owestry Dissability Index (ODI).

Penyebab Low Back Pain sangat variatif, Imbalance muscle di

vertebrae dapat menyebabkan malfungsi biomekanikanya. Strengtening

dari back muscle dapat meningkatkan stabilitas dari vertebrae. Aquatic

Therapy dilaporkan membantu memperbaiki postur dengan cara

strengthening dan stretching dari back muscle yang dapat mengurangi

nyeri. Latihan tersebut dapat meningkatkan ketahanan kardiopulmunal,

VO2 max, dan fleksibilitas. Aquatic Therapy juga dapat menurunkan nyeri

dengan meningkatkan kekuatan otot abdominal (Han,2011).

Penyebab terjadi spondilosis adalah :

1. Usia

2. Penekanan/ stressor atau trauma dari jatuh, perubahan postur

3. Herediter

Hal ini dapat menyebabkan menipisnya discus intervertebra, dan

diikuti dengan perubahan postur yang jelek. Manifestasi klinis yang

timbul akibat perubahan postur adalah munculnya nyeri. Modalitas

akuatik terapi berfungsi untuk memfasilitasi kegiatan menahan beban,

memfasilitasi berbagai gerakan latihan dan meningkatkan relaksasi

pasien. Dengan manfaat tersebut dapat mengoptimalkan latihan-latihan

stretching dan strengthening yang dilakukan didalam air. Kedua latihan

tersebut memberikan manfaat berupa penurunan nyeri. Stretching

dapat mengembalikan fleksibilitas otot dan ekstensibilitas otot

sehingga pada otot-otot yang mengalami penegangan akan menjadi

rileks (tambahan skripsi bu suci). Sementara itu, strengthening pada

otot-otot abdominal dan back muscle akan membantu tulang belakang

dalam menopang beban atau berat badan, sehingga beban yang

terdapat pada tulang belakang akan berkurang karena dibantu oleh

kontraksi otot-otot abdominal dan back muscle.

H. Kesimpulan dan Saran

1) Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA

Basuki, Nur. 2007. Rematologi.Akfis. Solo

Cailliet, Rene. 1981. Low Back Pain second edition. F.A Davis Company

Philadhelpia

Kisner,Carolyn.2007. Therapeutic Exercise. FA Davis Company. Philadelphia

Gunsoo Han,etc.2001. The Effect of Muscle Strength and Visual Analoge Scale

Pain of Aquatic Therapy for Individuals with Low Back Pain.

Kendall, Kyla V. 1997. THE DYNAMICS OF AQUATIC

THERAPY:PREVENTION AND REHABILITATION TREATMENTS. Texas

tech university.

Martin,Craig W.2004. Hydrotherapy:Review on the effectiveness of its

applications in physiotherapy.Worksave

Moffet, Klaber, etc.1997. A fitness programme for patients with chronic low back

pain. 2-year follow-up of a randomised controlled trial.IASP.UK

Parjoto,Slamet.2006. Terapi Listrik Untuk Modulasi Nyeri.. Semarang:IFI

Semarang

Priguna, Sidharta. 1984. Neurologi Klinis Dalam Praktek Umum; Cetakan

Keenam. Jakarta : PT. Dian Rakyat

Waller,Benjamin,2008. Therapeutic aquatic exercise in the treatment of low back

pain: a systematic review.Sage Publications.LA

www.spineuniverse.com