KTI Akuatik Rev 2
-
Upload
dyah-ratnawati -
Category
Documents
-
view
202 -
download
16
Transcript of KTI Akuatik Rev 2
A. Latar Belakang Masalah
Low back pain atau nyeri punggung bawah adalah salah satu alasan
paling umum yang membuat orang dirujuk ke fisioterapi. Berdasarkan
penelitian, ditemukan bahwa low back pain mengenai kira-kira 75-
85% anggota masyarakat semasa hidupnya (Waller,2008). Penderita
Low back Pain 30 % sembuh dalam 1 bulan, 60 % sembuh dalam 3
bulan,tetapi kemungkinan 60 % akan kambuh lagi (Basuki, 2007).
Low back pain adalah masalah kesehatan utama dengan biaya
ekonomi dan sosial yang tinggi, Biaya kesehatan untuk perawatan
penderita Low back pain di Inggris sulit untuk diukur, tapi dapat
diestimasikan sekitar 435.7 juta Euro per tahun. Biaya tersebut
meliputi biaya untuk intervensi fisioterapi sekitar 24-36 juta Euro per
tahun (Moffet,1997)
Pada karya tulis ini penulis membahas low back pain akibat
spondylosis yang disebabkan penyakit degeneratif yang proses
terjadinya dikarenakan adanya kemunduran kekenyalan discus yang
kemudian menipis, diikuti lipatan ligamentum, di sekelilling korpus
vertebrae terjadi perkapuran/terbentuk osteofit. Keadaan ini akan
menimbulkan nyeri apabila telah mengenai nervus spinalis sehingga
dapat menyebabkan gangguan impairment dan keterbatasan aktivitas
sehari-hari (APTA/ Asian Physical Therapy Assosiation, 1997).
Fisioterapi dalam hal ini memegang peranan untuk mengembalikan
dan mengatasi impairment dan keterbatasan aktivitas tersebut,
sehingga pasien dapat beraktivitas kembali tanpa adanya keluhan.
Penulis dalam hal ini menggunakan modalitas fisioterapi yaitu
Aquatic therapy untuk mengatasi masalah low back pain akibat
spondylosis.
APTA mendeskripsikan aquatic therapy adalah suatu intervensi
yang dilakukan di dalam air, dapat digunakan pada kondisi neurologi,
ortopedi ataupun kondisi yang lain yang dilakukan oleh seorang
fisioterapi. Aquatic therapy adalah program pool terapi yang
dirancang untuk individu guna meningkatkan fungsi neuromuskular
dan muskuloskeletal. Pengurangan beban sebagai efek buoyancy dan
tekanan hidrostatik air mengurangi beban pada semua sendi terutama
pada otot – otot postural. Gullemin dkk, melaporkan manfaat positif
yang bisa didapatkan dalam waktu singkat (26 hari) pada penggunaan
hot underwater term (36 C) untuk mengurangi intensitas dan durasi⁰
nyeri, kekakuan lumbal serta pengurangan konsumsi obat pada 98
pasien dengan Low back pain kronis.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana aquatic therapy dapat mengurangi nyeri pada Low
back pain akibat spondylosis ?
C. Tujuan
Untuk mengetahui manfaat aquatic therapy dalam pengurangan
nyeri pada Low back pain akibat spondylosis.
D. Kegunaan
Kegunaan dari aquatic therapy adalah untuk memfasilitasi
pemulihan fungsional dengan menyediakan ruang atau lingkungan
yang dapat mempermudah pasien atau praktisi untuk melakukan
berbagai intervensi terapeutik di dalam air. Tujuan spesifik meliputi
(Kisner,2007) :
a. Memfasilitasi berbagai gerakan (Lingkup Gerak Sendi) latihan
b. Mengawali latihan tahanan
c. Memfasilitasi kegiatan menahan beban
d. Menyediakan akses tiga dimensi untuk pasien
e. Memfasilitasi latihan kardiovaskular
f. Melakukan replikasi aktivitas fungsional
g. Minimalkan risiko cedera atau reinjury selama rehabilitasi
h. Meningkatkan relaksasi pasien.
E. Tinjauan Pustaka
1. Low back pain e.c Spondylosis
a. Definisi
Aquatic therapy adalah program pool terapi yang
dirancang untuk individu guna meningkatkan fungsi
neuromuskular dan muskuloskeletal.
Nyeri adalah suatu yang tidak menyenangkan dan
merupakan pengalaman emosional yang berhubungan
dengan kerusakan jaringan optimal maupun potensial dan
terkadang nyeri digunakan untuk menyatakan adanya
kerusakan jaringan.
Low back pain akibat spondylosis adalah penyakit
degeneratif yang proses terjadinya dikarenakan adanya
kemunduran kekenyalan discus yang kemudian menipis,
diikuti lipatan ligamentum, di sekelilling korpus vertebrae
terjadi perkapuran/terbentuk osteofit.
b. Applied Anatomi
Spine atau columna vertebralis merupakan struktur
dasar batang tubuh. Dimana jumlah spine atau columna
vertebralis terdiri dari 33 – 34 vertebra dan discus
intervertebralis. Vertebra dibagi menjadi 7 vertebra
cervikalis, 12 vertebra thorakalis, 5 vertebra lumbalis, 5
vertebra sakralis, dan 4 – 5 vertebra cocccygea.
Vertebra lumbal merupakan columna vertebra yang
terletak paling bawah sebelum sacrum pada regio lumbal.
Seluruh struktur vertebra lumbal dihubungkan dengan arcus
vertebra yang tumpul dan kuat. Arcus vertebra terbentuk
dari dua lamina yang berjalan ke arah 17 posterior dan
medial tetapi terletak dalam bidang yang oblique ke arah
inferior dan lateral. Di antara dua korpus vertebra
dihubungkan oleh discus intervertebralis. Discus
intervertebralis merupakan fibrocartilago kompleks yang
membentuk artikulasio antara korpus vertebra yang dikenal
sebagai symphisis joint. Discus juga dapat memungkinkan
adanya gerakan yang luas pada vertebra.
Gambar no. 1
Setiap discus terdiri 2 komponen yaitu nucleus
pulposus dan annulus fibrosus. Ligamen yang memperkuat
discus intervertebralis adalah ligamen longitudinal anterior
dan posterior. Otot-otot pada regio lumbal terbagi atas 3
kelompok yaitu :
a. Erector spine
Terdiri atas : Musculus illiocostalis thoracis, M.
illiocostalis lumborum, M. longisimus thoracis, M.
spinalis thoracis. Grup otot ini merupakan
penggerak utama pada gerakan ekstensi lumbal dan
sebagai stabilisator vertebra lumbal saat tubuh
dalam keadaan tegak.
b. Deep lateralis muscle
Terdiri atas : M. quadratus lumborum, M. psoas
major.
c. Abdominal wall muscle
Pada grup otot ini ada 4 otot abdominal yang
penting dalam fungsi spine, yaitu : M. rectus
abdominis, M obligus externus, M. obligus internus
dan M. transversus abdominis. Group otot ini
merupakan fleksor trunk yang sangat kuat dan
berperan dalam mendatarkan kurva lumbal.
c. Patologi
Nyeri didefinisikan sebagai suatu yang tidak
menyenangkan dan merupakan pengalaman emosional yang
berhubungan dengan kerusakan jaringan optimal maupun
potensial dan terkadang nyeri digunakan untuk menyatakan
adanya kerusakan jaringan. Nyeri merupakan suatu
pengalaman sensorik yang berbeda dengan modalitas
sensorik lainnya. Reseptor nyeri perifer (akhiran saraf
bebas yang disebut nosiseptor) terdapat pada setiap struktur
kutan, somatic dalam maupun visera tubuh (meliputi kulit,
bantalan lemak, otot, ligament, fasia, kapsul sendi,
periosteum, tulang subkondral dan dinding pembuluh
darah). Adanya stimulasi noksius atau stimuli noksius
potensial, nosiseptor akan melepaskan zat-zat kimiawi
endogen yang selanjutnya akan mentransduksi stimuli ini
menjadi impuls nyeri (noseptif) melalui mekanisme yang
belum diketahui dengan pasti. Ada 3 tipe kimiawi endogen
untuk nyeri yaitu : (1) yang menghasilkan nyeri lokal secara
langsung (misalnya bradikin, histamin, asetilkolin dan
kalium), (2) yang memfasilitasi nyeri dengan cara
mensitisasi nosiseptor tanpa menstimulasinya (misalnya
prostaglandin, leukotrien, interleukin dan tromboksan) dan
(3) yang menghasilkan ekstravasasi neuropeptida (misalnya
bahan P dan calcitonin generelated peptide – CGRP).
Pelepasan bahan P dan neupeptida secara berlebihan akan
membantu terjadinya efek priinflamasi di jaringan dan akan
menyebabkan inflamasi neurologik yang akan menjadi
kontributor terjadinya sindroma nyeri kronik (Parjoto,
2006).
Low back pain merupakan keluhan yang sering
dijumpai dalam praktek sehari-hari. Penderita selalu
menyampaikan keluhan gejala nyeri, spasme (kaku) otot,
gangguan fungsional, dan tidak jarang penderita
menyatakan adanya penurunan fungsi pada aktivitasnya.
Low back pain bukan saja menjadi masalah bagi penderita,
akan tetapi juga menjadi masalah sosial dan ekonomi bagi
masyarakat oleh karena penurunan produktivitas dan
besarnya biaya yang diperlukan untuk diagnosa dan
pengobatan (Jayson,1999, dikutip oleh Meliala, 2004).
Low Back Pain e.c Spondylosis adalah penyakit
degeneratif yang proses terjadinya dikarenakan adanya
kemunduran kekenyalan discus yang kemudian menipis,
diikuti lipatan ligamentum sehingga di sekelilling korpus
vertebrae terjadi perkapuran/terbentuk osteofit. Keadaan ini
akan menimbulkan nyeri apabila telah mengenai nervus
spinalis sehingga dapat menyebabkan gangguan impairment
dan keterbatasan aktivitas sehari-hari (APTA/Asian
Physical Therapy Assosiation, 1997). Pada keadaan yang
berat, dapat menyebabkan penekanan pada saraf yang akan
akan menyebabkan gangguan sensori dan/atau motor,
seperti sakit, paraesthesia, dan kelemahan dari otot di
daerah punggung.
Gambar no. 2
Gambar no. 3
Pada saat celah antara tulang vertebra menyempit,
kompresi dari saraf spinal dapat menyebabkan timbulnya
radikulopathy (gangguan sensorik dan motorik, seperti
nyeri di bagian leher, punggung, lengan, pinggang dan
kaki disertai kelemahan otot). Pasien mungkin akan
merasakan paraestesia (berkurangnya sensasi) pada kaki
karena adanya penekanan pada saraf dan dapat juga
menyebabkan menurunnya aliran darah sistemik.
d. Etiologi
Low Back Pain e.c spondylosis terjadi karena
adanya kelainan degeneratif pada discus intervertebralis
secara progresif yang kemudian mengarah terjadinya
perubahan pada daerah perbatasan tulang dan discus. Hal
ini terjadi karena penekanan berlebihan dan terus menerus
pada vertebra lumbal dan mengakibatkan kemunduran
pada discus. Ketika discus mengalami kemunduran,
jaringan elastis dari anulus fibrosus berkurang dan
digantikan oleh jaringan fibrous, sehingga elastisitas dan
fleksibilitas dari pergerakan antara ruas-ruas tulang
belakang dalam kemampuannya untuk meredam (shock
breaker) berkurang. Discus intervertebralis menekan
keluar sehingga mendorong ligamen longitudinal
posterior. Ligamen yang memperkuat vertebra tersebut
menjadi kendor dan tubuh mengalami suatu reaksi iritasi
(defance mechanism) dengan penggantian jaringan
disekitar vertebra dan diikuti proses pengapuran dan
akhirnya menjadi osteofit yang dapat dilihat dengan foto
ronsen (Cailliet, 1981).
Kelainan-kelainan yang terjadi seperti terbentuknya
osteofit-osteofit, korteks tulang, penyempitan sela
persendian, penyempitan jarak antara korpora vertebra,
osteolisis, osteosklerosis. Proses degenerasi itu
multifaktoral dimana faktor hereditas dan proses menua
memegang peranan utama (Sidharta, 1984).
e. Patofisiologi
Spondylosis (spondilartrosis deformans) merupakan
proses terjadinya degenerasi jaringan elastik yang
digantikan jaringan fibrosa, akibatnya terjadi penyempitan
discus sehingga ligamen akan mengerut karena tekanan
intradiscus yang menurun, ligamen yang mengerut itu
dapat lepas dari periosteum dan menekan jaringan peka
nyeri. Selain itu terdapat osteofit yang membentuk spur
formation serta dapat menimbulkan penyempitan foramen
intervertebralis yang akan mengiritasi radiks (Nuartha ,
2007).
Mekanisme spondylosis lumbal yaitu ditemukan
adanya degenerasi discus intervertebra secara progresif
yang kemudian mengarah terjadinya perubahan pada
daerah perbatasan tulang-tulang vertebra dan ligamen.
Ketika degenerasi discus terjadi, elastisitas serabut-serabut
dari annulus menurun dan berubah menjadi jaringan
fibrous sehingga menyebabkan fleksibilitas dan gerakan
daerah lumbal menjadi kaku. Ligamen-ligamen yang
menambat pada posterior vertebra menjadi lemah sehingga
setiap tekanan terhadap ligamen memungkinkan
terlepasnya tambatan pada periosteal yang menyebabkan
material discus dari pecahan annulus akan mendorong
jaringan discus antara vertebra dan mendorong ligamen
menonjol keluar kemudian menghasilkan reaksi nyeri.
Reaksi iritasi dapat menyebabkan perubahan jaringan
fibrous yang diikuti terjadinya pengapuran.
Penyempitan ruang discus dalam sendi vertebra
dikarenakan tekanan berat badan akan merubah alignment
dari permukaan faset sehingga menimbulkan strain pada
jaringan sinovial articular kapsuler. Penyempitan foramen
intervertebra dari depan oleh lipatan-lipatan ligament
longitudinal posterior atau osteofit, dari belakang oleh
lipatan ligamen flavum atau osteoarthritis faset yang
mendasari timbulnya nyeri radikuler pada spondylosis
(Cailliet, 1981).
Indikasi dari aquatic therapy yaitu (Kisner,2007):
a. Kondisi inflamasi
b. Nyeri
c. Spasme otot
d. Keterbatasan Range of Motion (ROM)
Kontra indikasi aquatic therapy (Kisner,2007):
a. Gagal jantung dan angina pectoralis
b. Gangguan pernafasan
c. Gangguan vaskuler
d. Perdarahan
e. Penyakit ginjal
f. Luka terbuka dan infeksi kulit
g. Gangguan bladder dan bowel
f. Tanda dan Gejala
Gejala yang sering muncul pada low back pain
akibat spondylosis antara lain :
1) Keluhan nyeri pada punggung bawah, biasanya
bertambah saat aktifitas, gerakan fleksi, side fleksi,
ekstensi lumbal yang berlebihan dan nyeri
berkurang bila tidur.
2) Penderita mengalami spasme otot oleh karena nyeri
pada daerah lumbal yang mengakibatkan pasien
menetap pada posisi tertentu sehingga terjadi
kontraksi terus-menerus pada otot lumbal.
3) Mobilitas atau lingkup gerak lumbal terbatas oleh
karena adanya nyeri dan spasme otot.
2. Aquatic therapy
Aquatic therapy adalah program pool terapi yang dirancang
untuk individu guna meningkatkan fungsi neuromuskular dan
muskuloskeletal. Pengurangan beban sebagai efek buoyancy
dan tekanan hidrostatik air mengurangi beban pada semua
sendi terutama pada otot – otot postural. Gullemin dkk,
melaporkan manfaat positif yang bisa didapatkan dalam waktu
singkat (26 hari) pada penggunaan hot underwater term (36⁰ C)
untuk mengurangi intensitas dan durasi nyeri, kekakuan lumbal
serta pengurangan konsumsi obat pada 98 pasien dengan Low
back pain kronis.
APTA mendeskripsikan aquatic therapy adalah suatu intervensi
yang dilakukan di dalam air, dapat digunakan pada kondisi
neurologi, ortopedi ataupun kondisi yang lain yang dilakukan
oleh seorang fisioterapi.
Aquatic therapy merupakan penggunaan dari kolam yang
memfasilitasi berbagai macam intervensi terapi, meliputi
stretching, strengthening, mobilisasi sendi, keseimbangan,
latihan jalan dan Latihan daya tahan. Pada aquatic therapy
untuk kondisi Low back pain memerlukan program fleksibilitas
dan meningkatkan kekuatan otot untuk kaki dan trunk
(Kisner,2007).
Fisioterapis menggunakan aquatic therapy untuk
pengoptimalan gerak fungsi. Modalitas air akan lebih
memudahkan pergerakan exercise daripada di darat.
F. Metodologi
Aquatic therapy untuk kondisi Low back pain memerlukan
program fleksibilitas dan meningkatkan kekuatan otot untuk kaki dan
trunk (Kisner,2007).
Berikut adalah program atau metode yang dapat meningkatkan
fleksibilitas untuk kaki dan trunk :
1. Metode Bad Ragaz
Metode Bad Ragaz adalah metode yang menggunakan 3 cincin
pengambang dan menggunakan daya apung untuk flotasi atau
proses pengapungan bukan sebagai latihan pembebanan.
Metode cincin Bad Ragaz dikembangkan pada pertengahan
1900’an di perairan hangat Bad Ragaz, Swiss. Pasien
melakukan stabilisasi atau latihan aktif dengan bantuan cincin
apung, sehingga diberi nama “metode cincin“. Pasien memulai
gerakannya dengan berbaring horizontal dalam air dan di
dukung dengan cincin di leher, sebuah cincin di sekitar
panggul, dan satu cincin di kedua pergelangan kaki. Cincin
tengah besar digunakan untuk mendukung pusat gravitasi
tetapi tidak harus disekitar pinggang karena dapat mengarah ke
hyperlordosis. Bentuk latihan ini adalah sebagai berikut :
a. Tangan terapis memegang telapak kaki pasien
kemudian tungkai bawah ke atas.
Gambar no. 4
b. Terapis memegang pada kaki pasien kemudian lutut
pasien bergerak menekuk dan meluruskan tungkai.
Gambar no. 5
c. Tangan terapis memegang telapak kaki dan ankle
kemudian gerakkan membuka dan menutup.
Gambar no. 6
d. Tangan terapis memegang kaki penderita kemudian
digerakkan abduksi dan adduksi.
Gambar no. 7
e. Pegangan tangan terapis pada tungkai kanan dan kiri ,
pasien bergerak ke kanan dan ke atas begitu sebaliknya.
Gambar no. 8
f. Pegangan pada kedua tungkai, pasien bergerak ke
samping kanan dan kiri.
Gambar no. 9
g. Pegangan terapis pada lengan bawah, kemudian
gerakkan ke samping kanan dan kiri.
Gambar no. 10
h. Pegangan terapis pada lengan gerakkan badan ke
samping kanan dan kiri.
Gambar no. 11
i. Pegangan terapis pada lengan atas dan tungkai yang
sesisi kemudian pasien bergerak memutar pinggul ke
dalam dan ke luar.
Gambar no. 12
j. Pasien diminta untuk rileksasi dengan berdiam diri
untuk mengapung.
Gambar no. 13
2. Stretching Exercise ( Kisner, 2007 ):
a. Thoracal and Lumbar Spine : lateral fleksi
Posisi terapis : bediri di samping pasien yang akan di
stretching, tarik tangan dan tungkai pasien bersamaan
dan searah (bila akan menstreching kearah lateral
kanan maka terapis berdiri di sisi kanan pasien begitu
pula sebaliknya).
Posisi pasien : terlentang, pasien mengabduksikan
lengannya untuk membantu stretching.
Pegangan terapis : memfiksasi lengan pasien atau
alternatif yang lain yaitu memfiksasi deltod bila lengan
pasien tidak terabduksi. Peganggan di ekstremitas
bawah di bagian lateral.
Pergerakan : stabilisasi pasien dengan hip terapis
kemudian tarik pasien kearah latera fleksi. Tehnik ini
memungkinkan variasi posisi dan pegangan untuk
mengiolasi pegerakan dari segmen vertebra.
Gambar no. 14
b. Hip Ekstensi
Posisi terapis : menyangga pasien.
Posisi pasien : terlentang dengan ekstensi hip dengn
knee semi fleksi.
Pegangan terapis : stabilisasi di ekstremitas pasien
dengan menempelkan hip terapis ke hip pasien. Pegang
sabuk apung pasien dengan pegangan tangan untuk
mengarahkan gerakan.
Pergerakan : gerakkan tungakai pasien ke bawah.
c. Hip eksternal rotasi
Posisi terapis : berdiri di samping paha pasien dengan
tangan berada di bawah lutut pasien.
Posisi pasien : terlentang fleksi hip 70° dan knee 90°.
Pegangan terapis : pegang sabuk apung dengan tangan
yang berlawanan pada saat tangan yang berada di
bawah lutut memegang paha.
Pergerakan : eksternal rotasi hip dengan pergerakan
tangan secara lamban untuk menambah stretching.
d. Hip internal rotasi
Posisi terapis : berdiri di samping paha pasien dengan
tangan berada di bawah lutut pasien.
Posisi pasien : terlentang fleksi hip 70° dan knee 90°.
Pegangan terapis : pegang sabuk apung dengan tangan
yang berlawanan pada saat tangan yang berada di
bawah lutut memegang paha.
Pergerakan : internal rotasi hip dengan pergerakan
tangan secara lamban untuk menambah stretching.
3. Strengtening Exercise ( Kisner, 2007 ):
a. Hip Adduksi
Posisi terapisi: Berdiri di samping paha pasien dengan
menghadap ke arah medial.
Posisi pasien: terlentang, dengan abduksi hip.
Pegangan : salah satu tangan memegang pada sabuk
apung dan tangan lain memberikan tahanan di bagian
medial paha pasien.
Pergerakan : kontraksi aktif adduktor hip menyebabkan
kedua tungkai mendekat ke arah tahanan tangan terapis.
b. Hip Abduksi
Posisi pasien : Berdiri di samping paha pasien dengan
menghadap ke arah medial.
Posisi pasien: terlentang, dengan adduksi hip.
Pegangan : salah satu tangan memegang pada sabuk
apung dan tangan lain memberikan tahanan di bagian
lateral paha pasien.
Pergerakan : kontraksi aktif abduktor hip menyebabkan
kedua tungkai menjauh dari tahanan tangan terapis.
c. Hip fleksi dengan knee fleksi
Posisi pasien : berdiri di samping pasien dengan
menghadap kepala pasien
Posisi pasien : terlentang
Pegangan : salah satu tangan memegang paha pasien,
tangan yang lain memberikan tahanan pada distal
tibiofibula joint
Pergerakan : kontraksi aktif dari hip dan knee fleksi
menyebabkan badan pasien bergerak ke arah praktisi ke
arah ekstremitas distal.
d. Hip internal/eksternal rotasi
Posisi pasien : Berdiri di samping paha pasien dengan
menghadap ke arah medial
Posisi pasien : terlentang, hip ekstensi netral pada 0⁰
dengan knee fleksi 90⁰
Pegangan : pegangan tangan pada bagian distal paha
dibagian medial dapat menahan gerakan ke arah
internal rotasi dan pada bagian lateral dapat menahan
eksternal rotasi. Tahanan diberikan pada distal tungkai
Arah gerakan : gerakan aktif dari rotasi hip
menyebabkan tubuh pasien bergerak kearah menjauhi
segmen distal.
G. Temuan dan Pembahasan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Gunsoo Han,etc
yang tertulis di jurnal “ The Effect of Muscle Strength and Visual Analoge
Scale Pain of Aquatic Therapy for Individuals with Low Back Pain “ pada
tahun 2011 didapatkan hasil yang signifikan (P<0,01) antara sebelum dan
sesudah pelaksanaan aquatic therapy pada pasien dengan kondisi Low back
pain. Adapun prosedur penelitian yang digunakan yaitu dengan Pre and
Post design dan evaluasinya menggunakan Visual Analoge Scale (VAS).
Penelitian tersebut menggunakan 27 subyek dengan waktu penelitian
selama 4 minggu. Prosedur penelitian dilakukan 5 kali dalam seminggu
dan dibagi menjadi 3 bagian yaitu pemanasan 10 menit, gerakan utama 30
menit dan pendinginan 10 menit.
Aquatic therapy dapat digunakan untuk berbagai macam kondisi,
diantaranya pada kondisi inflamasi, nyeri, spasme otot dan keterbatasan
Range of Motion (ROM). Aquatic therapy memiliki beberapa keuntungan
salah satunya adalah Non weight bearing atau tanpa tumpuan berat badan
(Kendall,1997). Pasien menyatakan bahwa gerakan lebih mudah dilakukan
dalam air dan dapat meminimalisir nyeri. Beberapa penelitian menyatakan
aquatic therapy dapat meningkatkan relaksasi, mengurangi spasme otot
dan nyeri, meningkatkan Range of Motion (ROM) dan penguatan selama
proses terapi. Mereka juga melaporkan jika latihan dilakukan secara
teratur dapat meningkatkan aktifitas sehari-hari.
Berdasarkan jurnal yang disusun oleh Waller,2008 dengan judul
“Therapeutic aquatic exercise in the treatment of low back pain: a
systematic review” menyatakan bahwa aquatic therapy merupakan latihan
yang aman dan efektif bagi pasien yang mengalami Chronic Low Back
Pain. Penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan
bagi pasien yang mengalami Low Back Pain. Evaluasi penelitian dengan
menggunakan Owestry Dissability Index (ODI).
Penyebab Low Back Pain sangat variatif, Imbalance muscle di
vertebrae dapat menyebabkan malfungsi biomekanikanya. Strengtening
dari back muscle dapat meningkatkan stabilitas dari vertebrae. Aquatic
Therapy dilaporkan membantu memperbaiki postur dengan cara
strengthening dan stretching dari back muscle yang dapat mengurangi
nyeri. Latihan tersebut dapat meningkatkan ketahanan kardiopulmunal,
VO2 max, dan fleksibilitas. Aquatic Therapy juga dapat menurunkan nyeri
dengan meningkatkan kekuatan otot abdominal (Han,2011).
Penyebab terjadi spondilosis adalah :
1. Usia
2. Penekanan/ stressor atau trauma dari jatuh, perubahan postur
3. Herediter
Hal ini dapat menyebabkan menipisnya discus intervertebra, dan
diikuti dengan perubahan postur yang jelek. Manifestasi klinis yang
timbul akibat perubahan postur adalah munculnya nyeri. Modalitas
akuatik terapi berfungsi untuk memfasilitasi kegiatan menahan beban,
memfasilitasi berbagai gerakan latihan dan meningkatkan relaksasi
pasien. Dengan manfaat tersebut dapat mengoptimalkan latihan-latihan
stretching dan strengthening yang dilakukan didalam air. Kedua latihan
tersebut memberikan manfaat berupa penurunan nyeri. Stretching
dapat mengembalikan fleksibilitas otot dan ekstensibilitas otot
sehingga pada otot-otot yang mengalami penegangan akan menjadi
rileks (tambahan skripsi bu suci). Sementara itu, strengthening pada
otot-otot abdominal dan back muscle akan membantu tulang belakang
dalam menopang beban atau berat badan, sehingga beban yang
terdapat pada tulang belakang akan berkurang karena dibantu oleh
kontraksi otot-otot abdominal dan back muscle.
H. Kesimpulan dan Saran
1) Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
Basuki, Nur. 2007. Rematologi.Akfis. Solo
Cailliet, Rene. 1981. Low Back Pain second edition. F.A Davis Company
Philadhelpia
Kisner,Carolyn.2007. Therapeutic Exercise. FA Davis Company. Philadelphia
Gunsoo Han,etc.2001. The Effect of Muscle Strength and Visual Analoge Scale
Pain of Aquatic Therapy for Individuals with Low Back Pain.
Kendall, Kyla V. 1997. THE DYNAMICS OF AQUATIC
THERAPY:PREVENTION AND REHABILITATION TREATMENTS. Texas
tech university.
Martin,Craig W.2004. Hydrotherapy:Review on the effectiveness of its
applications in physiotherapy.Worksave
Moffet, Klaber, etc.1997. A fitness programme for patients with chronic low back
pain. 2-year follow-up of a randomised controlled trial.IASP.UK
Parjoto,Slamet.2006. Terapi Listrik Untuk Modulasi Nyeri.. Semarang:IFI
Semarang
Priguna, Sidharta. 1984. Neurologi Klinis Dalam Praktek Umum; Cetakan
Keenam. Jakarta : PT. Dian Rakyat
Waller,Benjamin,2008. Therapeutic aquatic exercise in the treatment of low back
pain: a systematic review.Sage Publications.LA
www.spineuniverse.com