KRITIK NURUDDIN AL-RANIRI TERHADAP HAMZAH...

64
KRITIK NURUDDIN AL-RANIRI TERHADAP HAMZAH FANSURI DALAM KITAB “HUJJAH AL-SHIDDIQ LIDHAF’I AL-ZINDIQ” Skripsi Diajukan ke Fakultas Ushuluddin untuk Memenuhi Persyaratan Mendapatkan Gelar Sarjana Agama (S.Ag) Oleh: Muhammad Zainurrafiq NIM: 1110033100039 PROGRAM STUDI AQIDAH FILSAFAT ISLAM FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDYATULLAH JAKARTA 1439 H./2017 M

Transcript of KRITIK NURUDDIN AL-RANIRI TERHADAP HAMZAH...

Page 1: KRITIK NURUDDIN AL-RANIRI TERHADAP HAMZAH FANSURIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36630/2/MUHAMMAD... · pemikiran Nuruddin ar-Raniri, penelitian ini menyimpulkan

KRITIK NURUDDIN AL-RANIRI TERHADAP HAMZAH FANSURI

DALAM KITAB “HUJJAH AL-SHIDDIQ LIDHAF’I AL-ZINDIQ”

Skripsi

Diajukan ke Fakultas Ushuluddin untuk Memenuhi Persyaratan Mendapatkan

Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh:

Muhammad Zainurrafiq

NIM: 1110033100039

PROGRAM STUDI AQIDAH FILSAFAT ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDYATULLAH

JAKARTA

1439 H./2017 M

Page 2: KRITIK NURUDDIN AL-RANIRI TERHADAP HAMZAH FANSURIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36630/2/MUHAMMAD... · pemikiran Nuruddin ar-Raniri, penelitian ini menyimpulkan
Page 3: KRITIK NURUDDIN AL-RANIRI TERHADAP HAMZAH FANSURIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36630/2/MUHAMMAD... · pemikiran Nuruddin ar-Raniri, penelitian ini menyimpulkan
Page 4: KRITIK NURUDDIN AL-RANIRI TERHADAP HAMZAH FANSURIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36630/2/MUHAMMAD... · pemikiran Nuruddin ar-Raniri, penelitian ini menyimpulkan
Page 5: KRITIK NURUDDIN AL-RANIRI TERHADAP HAMZAH FANSURIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36630/2/MUHAMMAD... · pemikiran Nuruddin ar-Raniri, penelitian ini menyimpulkan

ABSTRAK

Nuruddin ar-Raniri terkenal sebagai sosok pembaharu tradisi pemikiran

tasawuf di Aceh pada pertengahan abad ke-17. Nuruddin ar-Raniri berhasil

memberantas ajaran falsafi yang sebelumnya dikembangkan oleh Hamzah Fansuri

dan Syamsuddin as-Sumatrani. Banyak karya Nuruddin ar-Raniri yang ditujukan

untuk mengkritik ajaran wahdatul wujud Hamzah Fansuri tentang. Tulisan ini

berupaya menjawab konsep tasawuf Nuruddin ar-Raniri, serta menelusuri landasan

pemikiran yang digunakan dalam kitab Hujjah al-Shiddiq li daf’i al-Zindiq untuk

mengkritik ajaran falsafi Hamzah Fansuri.

Dengan menggunakan metode studi pustaka (library research) terhadap

kitab Hujjah al-Shiddiq li daf’i al-Zindiq dan berbagai karya ilmiah tentang

pemikiran Nuruddin ar-Raniri, penelitian ini menyimpulkan bahwa kitab Hujjah al-

Shiddiq li daf’i al-Zindiq merupakan karya Nuruddin ar-Raniri yang mampu

memberikan kerangka pemahaman yang melatari pertentangan ajaran tasawuf

antara Hamzah Fansuri dan Nuruddin ar-Raniri. Ajaran wahdatul wujud Hamzah

Fansuri banyak dipengaruhi oleh teori emanasi (al-faidh) Al-Farabi, bahwa Tuhan

berada dalam kandungan (imanen) alam ini. Ar-Raniri menolak ajaran wahdat al-

wujud itu karena dapat membawa kepada kekafiran, terutama ketika menggiring

pada pemikiran tentang manusia yang mampu memiliki sifat-sifat Tuhan. Selain

itu, teori emanasi dapat memunculkan pengakuan bahwa alam yang memiliki wujud

ketuhanan dipandang kekal seperti halnya hakikat Tuhan. Oleh karena itu, ar-Raniri

meneguhkan bahwa ajaran wahdat al-wujud dapat menjerumuskan umat Islam

kepada kemusyrikan.

Page 6: KRITIK NURUDDIN AL-RANIRI TERHADAP HAMZAH FANSURIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36630/2/MUHAMMAD... · pemikiran Nuruddin ar-Raniri, penelitian ini menyimpulkan

KATA PENGANTAR

Segala puji dengan penuh rasa syukur yang dalam, penulis memanjatkan

doa yang tiada hentinya kepada Allah SWT, pencipta langit dan bumi serta apa yang

ada di antara keduanya, pemilik kesempurnaan, meliputi segala ilmu pengetahuan,

kesabaran, keimanan dan taqwa kepada penulis, serta sholawat dan salam selalu

senantiasa tercurahkan dari hati yang paling dalam kepada Nabi Muhammad SAW

sebagai pembawa cahaya serta petunjuk kepada seluruh umat manusia hingga akhir

zaman.

Sehubungan dengan selesainya penulisan skripsi ini, penulis menyadari

tanpa bimbingan, arahan serta dukungan yang sangat berharga dari berbagai pihak,

sulit rasanya untuk dapat menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, melalui

penulisan skripsi ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada:

1. Bapak Dr. Edwin Syarif, MA selaku pembimbing skripsi yang telah banyak

memberikan saran dan sumbangan pemikiran kepada penulis sehingga dapat

menyelesaikan skripsi ini

2. Dr. M Masri Mansoer M.Ag. Selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Dra. Tien Rohmatin, MA sebagai Ketua Jurusan Aqidah dan Filsafat Islam

dan Dr. Abdul Hakim Wahid, MA selaku Sekertaris Jurusan Aqidah dan Filsafat

Islam yang telah memberikan kesediaan waktu dalam penyelesaian skripsi ini.

4. Para Dosen Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta telah

membimbing penulis selama menimba ilmu di Fakultas Ushuluddin.

5. Kedua orang tua penulis yang selalu memberikan dukungan serta iringan doa

siang dan malam yang tiada hentinya selalu terucap, terima kasih atas didikannya

selama ini, kasih sayang, menyalurkan semangat yang tiada hentinya sehingga

kalianlah yang menjadi satu-satunya alasan utama skripsi ini bisa dan harus

diselesaikan.

6. Teman-teman se-angkatan

7. Segenap karyawan Fakultas Ushuluddin yang telah memberikan pelayanan yang

baik dengan penulis.

Page 7: KRITIK NURUDDIN AL-RANIRI TERHADAP HAMZAH FANSURIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36630/2/MUHAMMAD... · pemikiran Nuruddin ar-Raniri, penelitian ini menyimpulkan

Penulis sadar dan mengakui bahwa penulisan skripsi ini jauh dari kata

sempurna, karena disebabkan keterbatasan kemampuan ilmu yang penulis kuasai.

Untuk itu, masukan dan saran yang dapat menyempurnakan karya ilmiah ini.

Penulis berharap mudah-mudahan skripsi ini dapat memberikan kontribusi positif

bagi perkembangan ilmu pengetahuan, dan peneliti akhiri dengan memanjatkan

do’a semoga segala amal baik kita diterima sebagai Ibadah dan senantiasa

menunjukan jalan yang benar. Amiiin.

Ciputat, 20 Oktober 2017

Muhammad Zainurrafiq

Pedoman Transliterasi

Page 8: KRITIK NURUDDIN AL-RANIRI TERHADAP HAMZAH FANSURIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36630/2/MUHAMMAD... · pemikiran Nuruddin ar-Raniri, penelitian ini menyimpulkan

Arab Indonesia Inggris Arab Indonesia Inggris

ṭ ṭ ط a a ا

ẓ ẓ ظ b b ب

‘ ‘ ع t t ت

gh gh غ ts th ث

f f ف j j ج

q q ق ḥ ḥ ح

k k ك kh kh خ

l l ل d d د

m m م dz dh ذ

n n ن r r ر

w w و z z ز

h h ه s s س

, , ء sy sh ش

y y ي ṣ ṣ ص

h h ة ḍ ḍ ض

Vokal Panjang

Arab Indonesia Inggris

ā ā أ

ī ī إى

ū ū أو

Page 9: KRITIK NURUDDIN AL-RANIRI TERHADAP HAMZAH FANSURIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36630/2/MUHAMMAD... · pemikiran Nuruddin ar-Raniri, penelitian ini menyimpulkan

i

DAFTAR ISI

ABSTRAK .......................................................................................

i ..................................................................................................

...................................................................................................

KATA PENGANTAR ..................................................................... ii

PEDOMAN TRANSLITERASI ....................................................

DAFTAR ISI ....................................................................................

BAB I : PENDAHULUAN...........................................................................1

Latar Belakang Masalah ......................................................................................1

Pembatasan Masalah ...........................................................................................3

Rumusan Masalah ...............................................................................................4

A. Tujuan dan Manfaat Penelitian ....................................................4

B. Metode Penelitian ........................................................................5

1. Sumber Data ..........................................................................5

2. Teknik Pengumpulan Data ....................................................5

3. Jenis Penelitian ......................................................................6

4. Teknik Penulisan ...................................................................6

5. Tinjauan Kepustakaan ...........................................................6

C. Sistematika Pembahasan ............................................................7

BAB II : NURUDDIN AL-RANIRI: BIOGRAFI DAN

KARYAKARYANYA .................................................................... 9

A. Biografi Nuruddin Al-Raniri ....................................................... 9

B. Perjalanan Intelektual Al-Raniri ..................................................10

C. Peran Nuruddin Al-Raniri pada Masyarakat Aceh ......................15

1. Pergulatan Aliran Tasawuf di Aceh ......................................15

2. Nuruddin Al-Raniri sebagai Pembaharu Tasawuf di Aceh ...23

D. Karya-karya Nuruddin Al-Raniri ................................................29

Page 10: KRITIK NURUDDIN AL-RANIRI TERHADAP HAMZAH FANSURIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36630/2/MUHAMMAD... · pemikiran Nuruddin ar-Raniri, penelitian ini menyimpulkan

ii

BAB III : PEMIKIRAN TASAWUF NURUDDIN AL-RANIRI ...............33

A. Tentang Ketuhanan ......................................................................33

B. Tentang Penciptaan .....................................................................35

C. Tentang Hubungan Syari’at dan Hakikat ....................................39

BAB IV : KRITIK NURUDDIN AL-RANIRI DALAM MENENTANG

AJARAN FALSAFI HAMZAH FANSURI .................................41

A. Kebenaran Ajaran Ahli Kalam ....................................................41

B. Dua Aliran Tasawuf: Yang Benar dan Yang Sesat .....................42

C. Kesesatan Ajaran Falsafi .............................................................44

1. Wahdatul Wujud ....................................................................44

2. Kekekalan Alam semesta ......................................................45

3. Pengingkaran terhadap Keberadaan Surga dan Neraka .........47

BAB V : PENUTUP .......................................................................................49

A. Kesimpulan ..................................................................................49

B. Saran dan Masukan......................................................................50

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................

Page 11: KRITIK NURUDDIN AL-RANIRI TERHADAP HAMZAH FANSURIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36630/2/MUHAMMAD... · pemikiran Nuruddin ar-Raniri, penelitian ini menyimpulkan

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada pertengahan abad ke-17, sejarah mencatat fakta adanya kontroversi

dalam tradisi pemikiran keagamaan di Aceh, yang berujung pada pembunuhan

pemikiran ajaran tertentu. Ajaran yang dikembangkan Hamzah Fansuri dan

Syamsuddin al-Sumatrani memperoleh permusuhan yang tragis dari Nuruddin ar-

Raniri. Perlawanan disulut oleh pertentangan ar-Raniri terhadap ajaran kedua

ulama penganut paham Ibnu Arabi tentang doktrin wujudiyyah. Seiring

perkembangan Islam di Indonesia, ajaran tasawuf tampaknya suatu hal yang tak

dapat dipisahkan dari misi Islam untuk membawa manusia menjadi umat yang

bertauhid. Hal itu bisa dilihat dari ajaran para sufi yang memberikan pemahaman

dan pengajaran mengenai hubungan dengan Allah dan syariat. Para sufi

memandang bahwa segenap hidupnya, dalam keadaan aktif maupun pasif, lahir

dan batin, seluruhnya bersumber dari cahaya kenabian.1

Al-Raniri oleh banyak kalangan serigkali diposisikan sebagai tokoh

“superior” yang diperlawankan dengan Hamzah Fansuri dan Syamsuddin al-

Sumatrani. Oleh karena itu, para ahli memberinya predikat sebagai seorang

pelopor pembaharu (mujaddid) Islam di Nusantara. Anti tasawuf wujudiyyah yang

dikampanyekan oleh al-Raniri cukup sukses untuk mengamputasi laju

perkembangan tasawuf falsafi yang dibawa oleh Hamzah Fansuri dan Syamsuddin

1 Abu Hamid Al-Ghazali, Al-Munqidz min Al-Dhalal, (Kairo: Dar Al-Ma’arif, 1316),

hlm. 49.

Page 12: KRITIK NURUDDIN AL-RANIRI TERHADAP HAMZAH FANSURIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36630/2/MUHAMMAD... · pemikiran Nuruddin ar-Raniri, penelitian ini menyimpulkan

2

al-Sumatrani. Ia merupakan tokoh penting dalam penyebaran Islam di Nusantara,

lebih-lebih di kawasan Aceh. Banyak kalangan menganggap pemikiran-

pemikirannya berhasil memantapkan dominasi dan pengaruh paham ahlus-sunnah

wa al-jama’ah, 2 fiqh bermadzhab Syafi’i. Bahkan Azyumardi Azra menyebut

kiprah dan peran al-Raniri sebagai mujaddid (tokoh pembaharu) paling penting di

Nusantara abad ke-17.3

Al-Raniri sebagai seorang sufi, diangap sebagai pelopor yang

merepsentasikan paham neo-sufisme. Istilah neo-sufisme sendiri sebagaimana

dijelaskan oleh Fazlur Rahman adalah tasawuf yang diperbarui, melucuti ciri dan

kandungan estatik dan metafisiknya, dan digantikan dengan kandungan yang tidak

lain dari dalil-dalil ortodoksi Islam. 4 Tasawuf model ini menekankan dan

memperbarui faktor moral dan kontrol diri yang puritan dalam tasawuf yang

mengorbankan ciri-ciri berlebihan dari tasawuf yang menyimpang (unorthodox

sufism). Pusat perhatian neo-sufisme adalah rekonstruksi moral dari masyarakat

muslim. Ini berbeda dengan tasawuf sebelumnya, yang terutama menekankan

individu dan bukan masyarakat.5 Ia dikenal sebagai seorang ahli tasawuf atau

seorang sufi, politisi, ahli sejarah dan ilmu kalam, dan dianggap telah memenuhi

kriteria neo-sufisme. Ia pernah menjabat sebagai mufti (syekh al-islam) di

2 Alwi Syihab, Antara Tasawuf Sunni dan Tasawuf Falsafi: Akar Tasawuf di Indonesai

(Jakarta: Pustaka Iman, 2009), hlm.78. Lihat juga Sri Mulyati, Tasawuf Nusantara: Rangkaian

Mutiara Sufi Terkemuka (Jakarta: Kencana, 2006), hlm.95 3 Azyumardi Azra, Jaringan Ulama: Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII

dan XVIII (Bandung: Mizan, cet. V, 1999), hlm. 169. Lihat juga tulisan Azra dalam bahasa

Inggris, The Origins of Islamic Reformism in Southeast Asia ( Honolulu, Allen & Unwin and

University of Hawai’i Press, 2004), hlm. 52-86. 4 Lihat Fazlur Rahman, Islam (Chicago: University of Chicago Press, 1979), hlm. 205-

206. 5 Fazlur Rahman, “ Revival and Reform”, dalam P.M Holt (peny.), The Cambridge

History of Islam (Cambridge: Cambridge University Press, 1970), hlm. 637. Lihat juga Azyumardi

Azra, Jaringan Ulama....., hlm. 110.

Page 13: KRITIK NURUDDIN AL-RANIRI TERHADAP HAMZAH FANSURIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36630/2/MUHAMMAD... · pemikiran Nuruddin ar-Raniri, penelitian ini menyimpulkan

3

Kerajaan Aceh pada era Sultan Iskandar Tsani dan Sultanah Shafiatu al-Din.6

Menurut riwayat, al-Raniri tinggal di Aceh selama tujuh tahun (1637-1644)

menjadi seorang alim, mufti, dan penulis produktif yang menentang doktrin

wujudiyyah yang diyakininya sebagai ajaran sesat.7 Al-Raniri mengeluarkan fatwa

untuk memburu orang-orang yang dianggap sesat, serta mebakar buku-buku yang

dipandang berisi ajaran sesat.8

B. Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah pada suatu penelitian harus dilakukan supaya tidak

membahas semua kemungkinan yang bisa muncul. Al-Raniri dianggap telah

memenuhi kriteria neo-sufisme, dengan banyaknya bidang yang digeluti, seperti

tasawuf, filsafat, ilmu kalam, sejarah, politik, maupun yang menyangkut hakikat

dan syari‘at. Namun tulisan ini dibatasi hanya kepada pembahasan tentang

kritikan al-Raniri tehadap Hamzah Fansuri dalam kitab Hujjah al-Shiddiq li daf’i

al-Zindiq. Hamzah Fansuri dan muridnya, Syamsuddin al-Sumatrani, dianggap

sesat karena menyebarkan paham wujudiyyah.9

Penelitian ini difokuskan kepada bagaimana kritik-kritik yang

dikemukakan oleh Al-Raniri dalam upaya mempertajam penolakannya terhadap

6 Sri Mulyati, Tasawuf Nusantara...., hlm. 98. 7 Sri Mulyati, Tasawuf Nusantara...., hlm. 98. 8 Alwi Shihab, Antara Tasawuf Sunni dan Tasawuf Falsafi, hlm. 98-99. 9 Nama al-Raniri dan Fansuri serta muridnya (al-Sumatrani) merupakan nama yang saling

berkaitan dalam sejarah Tasawuf Nusantara. Ketiganya, dalam sejarah filsafat Islam, meminjam

istilah Alwi Shihab, seperti al-Ghazali dan Ibn Rusyd. Al-Raniri bersikap keras sangat menentang

pendapat-pendapat Fansuri maupun al-Sumatrani. Dia bangkit atas nama ahlu al-sunnah wa al-

jama’ah dan atas nama tasawuf yang murni ini ia menolak tasawuf Fansuri dan al-Sumatrani yang

dinilainya sebagai tasawuf menyimpang dan kafir. Lihat Alwi Shihab, Antara Tasawuf Sunni dan

Tasawuf Falsafi...., hlm. 148.

Page 14: KRITIK NURUDDIN AL-RANIRI TERHADAP HAMZAH FANSURIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36630/2/MUHAMMAD... · pemikiran Nuruddin ar-Raniri, penelitian ini menyimpulkan

4

pemikiran Hamzah Fansuri yang ia cantumkan dalam kirab Hujjah al-Shiddiq li

dhaf’i al-Zindiq.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, dalam penelitian ini penulis

akan mengajukan rumusan permasalahan sebagai berikut:

1) Bagaimana konsep Nuruddin al-Raniri dalam tasawuf ?

2) Apa kritikan Nuruddin al-Raniri terhadap Aajaran Falsafi Hamzah Fansuri

dalam kitab Hujjah al-Shiddiq li dhaf’i al-Zindiq?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan pemahaman kepada

masyarakat tentang pemikiran tasawuf Al-Raniri, terutama tentang kritikannya

terhadap Hamzah Fansuri yang ia cantumkan dalam kitab Hujjah al-Shiddiq li

dhaf’i al-Zindiq.

2. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat sebagai

berikut:

a. Dari segi teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah

kepustakaan atau literatur di Indonesia khususnya tentang pemikiran

tasawuf Al-Raniri.

Page 15: KRITIK NURUDDIN AL-RANIRI TERHADAP HAMZAH FANSURIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36630/2/MUHAMMAD... · pemikiran Nuruddin ar-Raniri, penelitian ini menyimpulkan

5

b. Dari segi praktis, penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi terutama

sebagai masukan didalam menjadikan manusia semakin ber-taqwā kepada

yang Maha Kuasa, sehingga tidak mencederai antara satu kelompok dengan

kelompok lain yang mempunyai perbedaan pandangan.

E. Metode Penelitian

1. Sumber Data

Penelitian ini merupakan kajian pustaka (library research) yang

menggunakan referensi utama dari buku Nuruddin al-Raniri yang berjudul

Hujjah al-Shiddiq li Dhaf’i al-Zindiq, sebuah kitab berbahasa Melayu yang

membahas tentang pemikiran tasawufnya, terutama tentang kritikannya

terhadap pemikiran Hamzah Fansuri.

Adapun data sekunder yang digunakan adalah karya-karya para

pengamat Al-Raniri itu sendiri, terutama tentang gejolak pemikirannya

dengan Hamzah Fansuri.

2. Teknik Pengumpulan Data

Karena penelitian ini termasuk penelitian studi pustaka (library

research), maka teknik pengumpulan data dilakukan di sebagian besar

perpustakaan, baik Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

Perpustakaan Fakultas Ushuluddin, Perpustakaan Iman Jama‘, Perpustakaan

Nasional, Perpustakaan Daerah Jakarta, serta maupun perpustakaan pribadi

yang menyediakan literatur atau referensi yang berkaitan dengan tema yang

Page 16: KRITIK NURUDDIN AL-RANIRI TERHADAP HAMZAH FANSURIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36630/2/MUHAMMAD... · pemikiran Nuruddin ar-Raniri, penelitian ini menyimpulkan

6

diangkat pada penelitian ini. Semua buku yang berkaitan dengan pembahasan

penelitian ini dikumpulkan dan diklasifikasi berdasarkan relevansi terhadap

pembahasan penelitian ini. Setelah semua buku telah diklasifikasikan maka

langkah selanjutnya adalah dibaca, dipahami dan diteliti, dan pada akhirnya

dimasukkan pada pembahasan penelitian yang diangkat.

3. Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif-analitis yaitu dengan mendeskripsikan

secara terperinci terkait dengan masalah yang hendak diteliti kemudian

menganalisis setiap masalah untuk memeroleh pemahaman secara

komprehensif dalam penelitian ini, sehingga penelitian ini berhasil maksimal

dan tercapai.

4. Teknik Penulisan

Teknik penulisan pada penelitian ini mengacu pada buku Pedoman

Penulisan Karya Ilmiyah tahun 2007 yang diterbitkan oleh penerbit CeQda.

Adapun transliterasi menggunakan Jurnal Ilmu Ushuluddin yang diterbitkan

oleh HIPIUS (Himpunan Peminat Ilmu-Ilmu Ushuluddin) tahun 2013.

5. Tinjauan Kepustakaan

Penelitian seputar pemikiran Al-Raniri banyak ditemukan dan tidak asing

lagi, penelitian tersebut menyangkut persoalan falsafah, tasawuf, fiqh, dan

Page 17: KRITIK NURUDDIN AL-RANIRI TERHADAP HAMZAH FANSURIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36630/2/MUHAMMAD... · pemikiran Nuruddin ar-Raniri, penelitian ini menyimpulkan

7

lain sebagainya. Berikut ada beberapa tulisan yang membahas pemikiran Al-

Raniri.

Pertama, artikel ilmiah yang ditulis Syaifan Nur yang berjudul “Kritikan

Terhadap Pemikiran Tasawuf Al-Raniri”. Artikel ini menjelaskan tentang

bagaimana kritikan Al-Raniri terhadap Hamzah Fansuri dan pengikutnya,

serta kondisi di Aceh yang amat memprihatinkan pada masa itu, karena

gejolak pemikiran antara Al-Raniri dan Hamzah Fansuri serta pengikutnya

tidak lepas dengan adanya unsur politik. Al-Raniri sendiri mengaggap paham

wujudiyyah yang di usung oleh Hamzah Fansuri adalah sesat dan

menyesatkan serta dapat membawa terhadap kekafiran. Ia berpandangan

bahwa jika benar Tuhan dan makhluk hakikatnya satu, maka dapat dikatakan

bahwa manusia adalah Tuhan dan Tuhan adalah manusia dan jadilah seluruh

makhluk sebagai Tuhan. Semua yang dilakukan manusia, baik atau buruk,

Tuhan turut serta melakukannya. Jika demikian halnya, maka manusia

mempunyai sifat-sifat Tuhan, dan al-Raniri sangat menentang pandangan ini.

F. Sistematika Pembahasan

Pembahasan penelitian ini disusun dalam lima bab: Bab I adalah

pendahuluan. Di dalamnya menjelaskan tentang latar belakang masalah dan

rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini.

Pada Bab II, akan diuraikan tentang biografi Al-Raniri mulai dari

perjalanan intelektualnya yang mengalami beberapa macam orientasi pemikiran

dari pemikiran syari‘at, kalam, filsafat, sampai tasawuf, serta pandangan para

Page 18: KRITIK NURUDDIN AL-RANIRI TERHADAP HAMZAH FANSURIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36630/2/MUHAMMAD... · pemikiran Nuruddin ar-Raniri, penelitian ini menyimpulkan

8

Ulama terhadap Al-Raniri. Tidak lupa pula pada bab ini akan membahas tentang

karya-karya Al-Raniri di mana dari uraian karya tersebut dapat diketahui secara

general pemikiran Al-Raniri khusnya tentang kritikannya terhadap Hamzah

Fansuri dalam kitab Hujjah al-Shiddiq li Dhaf’i al-Zindiq.

Pada Bab III, akan diuraikan tentang konsep dan pemikirannya tentang

tasawuf. Pada bab ini juga akan menjelas-kan tentang status al-Raniri itu sendiri,

apakah ia adalah seorang pembaharu, filosof, atau seorang sufi?.

Pada Bab IV, akan menjelaskan tentang poin-poin yang menjadi bahan

kritikan al-Raniri terhadap Hamzah Fansuri dalam kitab Hujjah al-Shiddiq li

Dhaf’i al-Zindiq.

Kesimpulan pada penelitian ini akan dibahas pada bab V. Bab ini akan

memberikan kesimpulan dari seluruh pembahasan yang dijelaskan oleh penulis

dari bab-bab sebelumnya. Dalam bab ini pula akan memberikan jawaban terhadap

masalah yang menjadi fokus penelitian dalam skripsi ini, yaitu “ Kritik Al-Raniri

terhadap Hamzah Fansuri dalam Kitab Hujjah Al-Shiddiq Li Dha’i Al-Zindiq”.

Page 19: KRITIK NURUDDIN AL-RANIRI TERHADAP HAMZAH FANSURIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36630/2/MUHAMMAD... · pemikiran Nuruddin ar-Raniri, penelitian ini menyimpulkan

9

BAB II

NURUDDIN AL-RANIRI: BIOGRAFI DAN KARYA-KARYANYA

A. Biografi Nurrudin Al-Raniri

Nama lengkap Nuruddin Al-Raniri adalah Nuruddin Muhammad ibn Ali

ibn Hasanjii al-Hamid atau al-Humayd al-Syafi’ai al-Asya’ari al-Aydarusi al-

Raniri. Ia lahir di Kota Ranir (Rander), sebuah kota pelabuhan tua di Pantai

Gujarat India, dan mengaku memiliki darah suku Quraisy, suku yang juga

menurunkan Nabi Muhammad SAW. Tahun kelahiran Nuruddin tidak diketahui

pasti, hanya saja ada beberapa ahli yang menyebut tahun kelahiran Nuruddin Al-

Raniri pada 1600 M atau pada abad 10 Hijriah.

Nama Ayah Nuruddin Al-Raniri adalah Ali Al-Raniri. Dia adalah seorang

pedagang Arab yang bergiat dalam pendidikan agama. Sedangkan ibunya

keturunan Melayu. 1 Daerah asal Al-Raniri, yaitu Kota Ranir, sangat ramai

dikunjungi para pendatang atau imigran dari berbagai penjuru dunia,

sebagaimana layaknya kota-kota pelabuhan yang lain. Ada yang berasal dari

Timur-Tengah, Asia Selatan, Asia Tenggara, Afrika, dan Eropa. Tujuan utama

para pendatang tersebut adalah untuk melakukan aktivitas bisnis dan mencari

sumber-sumber ekonomi baru.

Di samping itu, banyak pendatang dari luar kota juga berdakwah dan

menyebarluaskan ilmu-ilmu agama, sehingga menghabiskan waktu berbulan-

bulan, bahkan bertahun-tahun. Dari Ranir pula, mereka kemudian berlayar

1 Harun Mat Piah, dkk., Traditional Malay Literature (Kuala Lumpur : Dewan Bahasa

dan Pustaka, 2002), hal. 59-60

Page 20: KRITIK NURUDDIN AL-RANIRI TERHADAP HAMZAH FANSURIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36630/2/MUHAMMAD... · pemikiran Nuruddin ar-Raniri, penelitian ini menyimpulkan

10

kembali menuju pelabuhan-pelabuhan lain di Semenanjung Melayu dan Hindia

untuk keperluan yang sama. Sehingga penduduk Kota Ranir dikenal sebagai

masyarakat yang gemar merantau dari satu tempat ke tempat yang lain. Pola hidup

yang berpindah-pindah seperti ini juga terjadi pada keluarga besar Al-Raniri

sendiri, yaitu ketika pamannya, Muhammad Al-jilani bin Hasan Muhammad Al-

Humaydi, datang ke Aceh (1580-1583 M) untuk berdagang sekaligus mengajar

ilmu-ilmu agama, seperti fiqh, ushul fiqh, etika, manthiq (logika), dan retorika

(balaghah). Kebanyakan dari perantau biasanya menetap di kota-kota pelabuhan

di pantai samudera Hindia dan wilayah-wilayah kepulauan Melayu-Indonesia

lainnya.2

Kendati tanah kelahirannya di India, nama Nuruddin ar-Raniri lebih

dikenal pada masa kini sebagai seorang ulama Nusantara. Selanjutnya, ia dikenal

sebagai sosok negarawan, ahli fikih, teolog, sufi, sejarawan dan sastrawan penting

dalam sejarah Melayu pada abad ke-17.3

B. Perjalanan Intelektual Nuruddin Al-Raniri

Pendidikan Nurrudin Al-Raniri mengikuti pola ulama Hadhrami. Dia

mendapatkan pendidikan awalnya di kota kelahirannya, Ranir. Kemudian ia

melanjutkan pelajarannya di wilayah Hadhramaut. Kemudian dia melanjutkan

perjalanannya ke Haramayn karena pada 1030 H/1620 M atau 1031 H/1621 M.

Nuruddin melaksanakan ibadah haji di Haramayn, yang kemungkinan besar ia

2 Dr Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad

XVII dan XVIII, Kencana: Jakarta, 2007, Hal. 203 3 Ahmad Taufiq, Sastra Kitab, UNS, Surakarta: 2007, hal. 35

Page 21: KRITIK NURUDDIN AL-RANIRI TERHADAP HAMZAH FANSURIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36630/2/MUHAMMAD... · pemikiran Nuruddin ar-Raniri, penelitian ini menyimpulkan

11

menjalin hubungan dengan murid-murid jamaah haji dari Jawa yang berada di

sana sebelum kembali ke Gujarat.

Guru Nuruddin yang paling terkenal dari India adalah Abu Hafs Umar ibn

Abdullah Ba Syaiban at-Tamiri, yang juga dikenal di Gujarat sebagai Sayyid

Umar al-Aydarus. Melalui guru ini Nuruddin masuk ke dalam tarekat Rif˜iyah.

Tarekat ini didirikan oleh Ahmad Rifa’i. Ba Syaiban menunjuk Nuruddin sebagai

Khalifah-nya dalam tarekat itu dan karenanya Nuruddin bertanggung jawab untuk

menyebarkan tarekat Rifa˜iyah di wilayah Nusantara. Walaupun demikian

Nuruddin tidak hanya masuk dalam tarekat Rifa˜iyah saja, melainkan ia juga

mempunyai silsilah dari tarekat Aydarusiyah dan Qadiriyah.

Setelah membekali dirinya dengan pengalaman dan pengetahuan dari para

ulama sebelumnya, Nuruddin datang ke Aceh untuk mengikuti jejak pamannya.

Dalam perjalanannya menuju Aceh, ia singgah di Semenanjung Tanah Melayu.

Nuruddin berada di Semenanjung Tanah Melayu terutama di Malaka dan Pahang

pada 1618. Pada 1630 Nuruddin meneruskan perjalanan ke Aceh. Saat itu Aceh

dipimpin oleh Sultan Iskandar Meukuta Alam. Perjalanan Nuruddin ke Aceh

dianggap perjalanan yang pertama. Di Semenanjung Tanah Melayu Nuruddin

belajar bahasa dan sastra Melayu.

Nuruddin juga dikenal sebagai seorang polymath, yaitu orang yang

pengetahuannya tak terbatas dalam satu cabang pengetahuan saja.

Pengetahuannya sangat luas, meliputi bidang sejarah, politik, sastra, filsafat, fikih,

dan mistisisme. Nuruddin mula-mula mempelajari bahasa Melayu di Aceh, lalu

memperdalam pengetahuan agama ketika melakukan ibadah haji ke Mekah.

Page 22: KRITIK NURUDDIN AL-RANIRI TERHADAP HAMZAH FANSURIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36630/2/MUHAMMAD... · pemikiran Nuruddin ar-Raniri, penelitian ini menyimpulkan

12

Sepulang dari Mekah, ia menemukan besarnya pengaruh Syamsuddin as-

Sumatrani di Aceh. Karena tidak cocok dengan aliran wujudiyah yang disebarkan

oleh Syamsuddin, Nuruddin pindah ke Semenanjung Melaka dan memperdalam

ilmu agama dan bahasa Melayu di sana. Dalam ilmu fikih, Nuruddin Al-Raniri

adalah penganut Mazhab Syafi’i, walaupun beliau juga ahli dalam ajaran mazhab-

mazhab yang lainnya. Dari segi akidah, Nuruddin Al-Raniri adalah pengikut

mazhab ahlus sunnah wal jama’ah yang berasal dari Syeikh Abul Hasan al-

Asy’ari dan Syeikh Abu Manshur al-Maturidi.

Sedangkan dalam tasawuf, Nuruddin Al-Raniri adalah pengikut tasawuf

yang mu’tabarah dan pengamal berbagai-bagai thariqah sufiyah. Berbeda dengan

Hamzah Fansuri yang mengikuti paham Wahdatul Wujud, Ar-Raniri mengikuti

paham Wahdat al-Syuhud, yaitu menunggalnya makhluk dengan al-khalik bukan

dalam wujud, tetapi hanya dalam kesaksian. Paham ini sama dengan pandangan

kalangan sufi sunni pada umumnya. 4 Kerumitan pandangan yang berseteru

tersebut dari upaya sederhana untuk memahami keterjalinan Tuhan, alam dan

manusia.5

Wahdat al-syuhud dapat dikatakan sebagai argumentasi yang kontras

sekaligus muncul sebagai reaksi atas konsep wahdatul wujud. Jika dalam

wahdatul wujud dinyatakan bahwa Tuhan dan alam semesta itu satu, maka

4 H.M Bibit Suprapto, Ensiklopedi Ulama Nusantara, Riwayat Hidup, Karya, dan Sejarah

Perjuangan 157 Ulama Nusantara, Gelegar Media Indonesia, Jakarta: 2009, hal. 665. 5 Oliver Leaman, Pengantar Filsafat Islam; Sebuah Pendekatan Tematis, Jakarta: Mizan

2002, hal. 57.

Page 23: KRITIK NURUDDIN AL-RANIRI TERHADAP HAMZAH FANSURIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36630/2/MUHAMMAD... · pemikiran Nuruddin ar-Raniri, penelitian ini menyimpulkan

13

sebaliknya wahdat al-syuhud mengatakan bahwa Tuhan dan alam semesta

berbeda. Keberadaan alam semesta semata-mata hanya refleksi dari Tuhan.6

Secara bahasa wahdat al-syuhud dapat diartikan sebagai kesaktuan

penyaksian. Pandangan ini menyatakan, satu-satunya yang benar-benar ada

hanyalah Wujud yang satu, yakni Tuhan, sedangkan kesan kita mengenai ragam

wujud hanyalah artifak dari cara pandang kita terhadap realitas yang satu. 7

Sekilas, pandangan tersebut mirip dengan wahdatul wujud. Namun jika dipelajari

lebih mendalam, kita akan menemukan perbedaan mendasar, di mana dalam

wahdat al-syuhud dinyatakan bahwa ciptaan tidak identik dengan Tuhan atau

Penciptanya. Ciptaan, baik itu berupa manusia maupun alam semesta beserta

isinya hanya pantulan dari Pencipta sehingga tidak identik dengan-Nya. Yang

Ilahi bersifat abadi, sedangkan alam semesta dan isinya bersifat sementara.8

Jika wahdatul wujud lebih dekat dan identik dengan tasawuf falsafi,

konsep wahdat al-syuhud lebih dekat dengan tasawuf sunni serta lebih banyak

diterima oleh kalangan ulama di dunia Islam. Sebagaimana diketahui, tasawuf

akhlaqi adalah suatu ajaran yang menerangkan sisi moral dari seorang hamba

dalam rangka melakukan taqorrub kepada tuhannya, dengan cara

mengadakan riyyadhah.9

Pengaruh Ar-Raniry dalam bidang sejarah tidak kalah besarnnya. Selama

tinggal di Semenanjung, Nuruddin menulis beberapa buah kitab. Ia juga membaca

6 Oliver Leaman, Pengantar Filsafat Islam; Sebuah Pendekatan Tematis, Jakarta: Mizan

2002, hal. 11. 7 Oliver Leaman, Pengantar Filsafat Islam, hal. 56. 8 Oliver Leaman, Pengantar Filsafat Islam, hal.57. 9Mukhtar Hadi, Memahami Ilmu Tasawuf “Sebuah Pengantar Ilmu Tasawuf, Yogyakarta:

Aura Media, 2009 hal 65.

Page 24: KRITIK NURUDDIN AL-RANIRI TERHADAP HAMZAH FANSURIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36630/2/MUHAMMAD... · pemikiran Nuruddin ar-Raniri, penelitian ini menyimpulkan

14

Hikayat Sri Rama dan Hikayat Inderaputera, yang kemudian dikritiknya dengan

tajam, serta Hikayat Iskandar Zulkarnain. Ia juga membaca Taj as-Salatin karya

Bukhari al-Jauhari dan Sulalat as-Salatin yang populer pada masa itu. Kedua

karya ini memberi pengaruh yang besar pada karya utamanya sendiri, yaitu

Bustan as-Salatin.10 Dialah penulis pertama di tanah Melayu yang menyajikan

sejarah dalam konteks universal, yang memprakarsai suatu bentuk baru penulisan

sejarah Melayu. Bustan al-Salathin merupakan salah satu buku terpenting tentang

sejarah awal Melayu-Indonesia. Ia merupakan sumber yang tak tergantikan untuk

rekontruksi sejarah awal Islam di wilayah Melayu-Indonesia. Makna pentingnya

semakin jelas mengingat kenyataan, bahwa sejarah Islam di wilayah ini

kebanyakan ditulis berdasarkan sumber-sumber Barat.

Pada tahun 1637, ia kembali ke Aceh dan tinggal di sana selama tujuh

tahun. Saat itu Syeh Syamsuddin as-Sumatrani telah meninggal. Berkat keluasan

pengetahuannya, Sultan Iskandar Tani (1636-1641) mempercayainya untuk

mengisi jabatan yang ditinggalkan oleh Syamsuddin. Nuruddin menjabat sebagai

Kadi Malik al-Adil, Mufti Besar, dan Syeikh di Masjid Bait al-Rahman. Pada saat

ia berjaya sebagai pejabat kesultanan inilah, dengan dibantu oleh Abdul Rauf

Singkel, ia melakukan gerakan pemberantasan aliran wujudiyah yang diajarkan

oleh Hamzah Fansuri dan Syamsudin as-Sumatrani. Karya-karya kedua ulama sufi

itu dibakar dan para penganut aliran wujudiyah diapandang sebagai kelompok

yang murtad.

10 Harun Mat Piah, dkk., 2002, hal. 60

Page 25: KRITIK NURUDDIN AL-RANIRI TERHADAP HAMZAH FANSURIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36630/2/MUHAMMAD... · pemikiran Nuruddin ar-Raniri, penelitian ini menyimpulkan

15

C. Peran Nuruddin Al-Raniri pada Masyarakat Aceh

1. Pergulatan Aliran Tasawuf di Aceh

Penyebaran dan perkembangan Islam di Nusantara, termasuk Aceh,

tidak bisa dilepaskan dari perkembangan ajaran tasawuf. Tasawuf menjadi

bagian tak terpisahkan dari misi Islam dalam rangka membimbing manusia

menjadi umat yang bertauhid. Ajaran tasawuf memperdalam syariat dalam

rangka hubungan antara manusia dengan Tuhan. Hal itu erat dengan ajaran

para sufi yang memberikan pemahaman dan pengajaran mengenai hubungan

dengan Allah dan syariat-syariatnya. Para sufi memandang bahwa segenap

hidupnya, dalam keadaan aktif maupun pasif, lahir dan batin seluruhnya

bersumber dari cahaya kenabian.11

Pada perkembangannya, tasawuf terbagi dalam dua aliran besar, yakni

tasawuf sunni dan tasawuf falsafi. Tasawuf sunni dikembangkan pada abad

ke-3 dan ke-4 H yang disusul Al-Ghazali dan para pengikutnya dari syaikh-

syaikh tarekat. Salah satu tokoh tasawuf sunni terkenal di Aceh yakni Nur Al-

Din Al-Raniri. Dalam perjalanannya, antara kedua aliran ini kerap dijumpai

adanya pertentangan dan perbedaan pendapat maupun pandangan.

Pertentangan dari dua aliran ini meluas dan terjadi pula di nusantara, seperti

di Aceh sebagaimana terjadi antara Nuruddin Al-Raniri dengan Hamzah

Fansuri. Perbedaan pandangan ini kian memanas karena sering melibatkan

pihak-pihak yang memangku kekuasaan.

11 Abu Hamid Al-Ghazali, Al-Munqidz min Al-Dhalal, Dar Al-Ma’arif, Kairo: 1316, hal.

49.

Page 26: KRITIK NURUDDIN AL-RANIRI TERHADAP HAMZAH FANSURIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36630/2/MUHAMMAD... · pemikiran Nuruddin ar-Raniri, penelitian ini menyimpulkan

16

Di antara tokoh terkemuka yang mengajarkan konsep wahdatul wujud

adalah Mansur Al-Hallaj dan Ibnu ‘Arabi. Paham Wahdat al-Wujūd adalah

paham yang menyatakan bahwa tiada wujud selain Tuhan, hanya ada satu

wujud hakiki yaitu Tuhan. Segala sesuatu selain Tuhan tidak ada pada dirinya

sendiri, ia hanya ada sejauh menampakkan wujud Tuhan. Alam adalah lokus

penampakan diri Tuhan dan manusia sempurna adalah penampakan diri

Tuhan yang paling sempurna. Dalam menjelaskan konsep wahdatul wujud

Ibn Arabi mengungkapkan bahwa wujud ini satu, namun dia memiliki

penampakan yang disebut dengan alam dan ketersembunyiannya yang

dikenal dengan asma yang memiliki pemisah yang disebut dengan barzah

atau menghimpun dan memisahkan antara batin dan lahir itulah yang di sebut

dengan insan kâmil.12

Konsep Wahdatul Wujud identik dengan tasawuf falsafi, yakni

tasawuf yang banyak terpengaruh pemikiran-pemikiran filsafat. Tasawuf

falsafi memadukan antara visi mistis dan visi rasional pengasasnya serta

menggunakan terminologi filosofis dalam pengungkapannya. Terminologi

falsafi tersebut berasal dari bermacam-macam ajaran filsafat yang telah

mempengaruhi para tokohnya. Dengan demikian dapat dikatakan pula bahwa

tasawuf falsafi merupakan tasawuf yang kaya dengan pemikiran-pemikiran

filsafat.

Tasawuf falsafi muncul pada sekitar adad ke 6 dan 7 H, ditandai

dengan diperkenalkannya tokoh-tokoh pemikiran sufi yang filsuf dan filsuf

12 Seyyed Hossein Nasr dan Oliver Leaman, Ensiklopedi Tematis Filsafat Islam,

Jakarta: Mizan, 2003, hal 97.

Page 27: KRITIK NURUDDIN AL-RANIRI TERHADAP HAMZAH FANSURIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36630/2/MUHAMMAD... · pemikiran Nuruddin ar-Raniri, penelitian ini menyimpulkan

17

yang sufi ketika tasawuf bercampur dengan filsafat menyerap beragam

pemikiran filsafat asing di luar Islam dari Yunani, Persia, India, Mesir,

Yahudi, dan Kristen tanpa kehilangan keautentikan Islam sebagai agama.

Salah satu kerangka umum tasawuf falsafi adalah bahwa tasawufnya tidak

jelas, mempunyai bahasa-bahasa tersendiri dan memahaminya memerlukan

daya rasa yang tidak biasa, dan sebab itu tasawuf falsafi tidak dianggap

filsafat karena dilandaskan pada intuisi, juga bukan tasawuf murni karena

diungkapkan dengan bahasa-bahasa filsafat yang mengarah pada

pembentukan aliran pemikiran dalam pembahasan ‘wujud’.13

Pergulatan antara aliran tasawuf falsafi dan sunni terlihat jelas di

lingkungan Kerajaan Aceh pada Abad 17, yang mana ada empat ulama besar

silih berganti, yaitu Hamzah Fansuri dan muridnya Syamsuddin As-

Sumatrani keduanya merupakan tokoh ahli Tasawuf yang beraliran Wihdatul

Wujud (Aliran Wujudiyah). Mereka mengajarkan semacam sinkretisme antara

Allah (Khalik) dengan manusia (Makhluk). Ulama ketiga di Aceh Syekh

Nuruddin Al-Raniri sangat menentang ajaran Hamzah dan muridnya.

Kemudian ulama keempat, yaitu Abdur Rouf Al-Sinkili, berusaha mengambil

jalan tengah dalam pertentangan antara pengikut Nuruddin dengan kedua

pengikut ulama terdahulu. Hamzah Fansuri dan Symsuddin Ass-Sumaterani

juga guru Syekh Abdur Rouf, walau pendapat dalam bidang tasawufnya

berbeda.

13 Abu Al-wafa’ Al-ghanimi At-Taftazani, Sufi dari Zaman ke Zaman, Terj. Ahmad far’i

ustmani, Bandung: Pustaka, 1985, hal.187.

Page 28: KRITIK NURUDDIN AL-RANIRI TERHADAP HAMZAH FANSURIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36630/2/MUHAMMAD... · pemikiran Nuruddin ar-Raniri, penelitian ini menyimpulkan

18

a. Hamzah Fansuri

Dalam sejarah perkembangan tasawuf Indonesia, Fansuri

dipandang sebagai ahli sufi pertama di Indonesia yang menuliskan buku-

buku tentang tasawuf Islam. Dia juga pemimpin yang mengenalkan

tasawuf falsafi di Indonesia.14 Hamzah Fansuri sangat giat mengajarkan

ilmu tasawuf menurut keyakinannya. Ada riwayat yang mengatakan

bahwa ia pernah sampai ke seluruh semenanjung dan mengembangkan

tasawuf di Perlak, Perlis, Kelantan, dan sebagainya.15

Di antara ajaran-ajaran tasawuf falsafi Hamzah Fansuri adalah

sebagai berikut:

1) Tentang wujudiyyah. Menurut Fansuri, wujud itu hanyalah satu

walaupun kelihatan banyak. Dari wujud yang satu itu, ada yang

merupakan kulit (kenyataan lahir) ada yang berupa isi (kenyataan

batin). Wujud yang hakiki itulah yang disebut Allah.

2) Allah adalah dzat yang mutlak dan qodim, sebab Allah yang pertama

dan yang menciptakan alam semesta.

3) Tentang Penciptaan. Menurut Fansuri, hakikat dari dzat Allah itu

adalah mutlak dan la ta’ayyun. Dzat yang mutlak itu mencipta dengan

cara menyatakan diri-Nya dalam suatu proses penjelmaan (emanasi).

4) Tentang manusia. Walaupun manusia sebagai tingkat terakhir dari

penjelmaan, akan tetapi manusia adalah tingkat yang paling penting

dan merupakan penjelmaan yang paling sempurna. Manusia adalah

14 Alwi Shihab, Akar Tasawuf di Indonesia, hlm. 143 15 Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia, cet. II, 2010) hlm. 342.

Page 29: KRITIK NURUDDIN AL-RANIRI TERHADAP HAMZAH FANSURIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36630/2/MUHAMMAD... · pemikiran Nuruddin ar-Raniri, penelitian ini menyimpulkan

19

pancaran langsung dari dzat yang mutlak, sehingga menunjukkan

adanya semacam kesatuan antara Allah dan manusia.

5) Tentang kelepasan. Manusia sebagai makhluk penjelmaan yang

sempurna dan berpotensi untuk menjadi insan kamil, namun karena

lalainya maka pandangannya kabur dan tidak sadar bahwa seluruh

alam semesta ini adalah palsu dan bayangan.16

Adapun karya-karya Hamzah Fansuri yang dapat kita temui

diantaranya: kitab Asrarul ‘Arifin, Syarabul ‘Asyiqin, dan Al-Muntaha.

Semua bukunya berbicara tentang tauhid, ma’rifat, dan suluk. Unsur-unsur

penting dalam buku Fansuri adalah pendapatnya yang diambil dari

perkataan kaum sufi klasik. Karya-karya Hamzah Fansuri ada yang

berbentuk syair dan ada yang berbentuk prosa. Syair-syair Hamzah bersifat

mistik dan melambangkan perhubungan Tuhan dan manusia. Syair-

syairnya penuh dengan kata-kata Arab dan menunjukkan pengaruh syair

Persia.17 Karya yang berbentuk syair di antaranya adalah Syair Perahu,

Syair Dagang, dan Syair Burung Pingai.18 Karya-karya Hamzah Fansuri

yang berbentuk prosa di antaranya Syarab al Asyiqin (minuman segala

orang birahi), Asrar al `Arifin fi Bayan llm al Suluk wa`l Tauhid

(keterangan mengenai pelajaran ilmu suluk dan kesatuan Tuhan), serta Al

Muntahi.

16 Sri Mulyati, Tasawuf Nusantara, hlm. 74-75 17 Wnstedt, R.O, Some Malay Mystics, Heretical and Ortodox, JMBRAS. Vol. 1. April.

Singapore, 1923. hal. 313. 18 Yock Fang, Liaw, Sejarah Kesusesteraan Melayu Klassik, Singapura: Pustaka

Nasional, 1982, hal. 189.

Page 30: KRITIK NURUDDIN AL-RANIRI TERHADAP HAMZAH FANSURIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36630/2/MUHAMMAD... · pemikiran Nuruddin ar-Raniri, penelitian ini menyimpulkan

20

b. Syamsuddin al-Sumatrani

Syamsuddin al-Sumatrani adalah seorang sufi yang pernah

mendapat gelar tetinggi untuk ulama, Qadli, imam atau syekh, penasehat

raja, imam kepala, anggota tim perunding dan juru bicara kerajaan Aceh

Darussalam, dan cukup lama berperan sebagai orang penting dalam

lingkungan istana, lebih dari dasawarsa dan boleh jadi penuh atau bahkan

lebih dari empat dasawarsa. Dia sudah mulai berperan dalam Istana pada

awal dasawarsa terakhir abad ke-16 dan wafat pada akhir abad ke-17.

Pemikiran tasawufnya Syamsuddin Al-Sumatrani membahas

tentang martabat tujuh yang mengajarkan bahwa segala sesuatu yang ada

dalam alam semesta, termasuk manusia, adalah aspek lahir dari hakikat

yang tunggal yaitu Tuhan. Tuhan sebagai Yang Mutlak tidak dapat dikenal

baik oleh akal, indera, maupun khayal. Dia baru dapat dikenal sesudah ber-

tajalli sebanyak tujuh martabat, sehingga tercipta alam semesta beserta

isinya termasuk manusia sebagai aspek lahir dari Tuhan. Di antara

ajarannya adalah bahwa Tuhan saja yang wujud. Hal ini di dasarkan pada

ayat Al-Qur’an:

هو األول واألخر والظاهر والباطن

“Dialah Yang awal, Yang akhir, Yang Dhahir (tampak), dan Yang batin

(tersembunyi)”.

Menurut al-Sumatrani, Yang al-awal adalah martabat ahadiyyah,

Yang al-akhir adalah martabat Wahidiyyah, Yang al-batin adalah martabat

Page 31: KRITIK NURUDDIN AL-RANIRI TERHADAP HAMZAH FANSURIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36630/2/MUHAMMAD... · pemikiran Nuruddin ar-Raniri, penelitian ini menyimpulkan

21

wahdah, dan Yang al-dhohir adalah martabat-martabat alam arwah, ‘alam

al-mitsal, alam al-ajsam, ‘alam al-insan.19[4]

Selain itu, Syamsuddin al-Sumatrani juga menekankan pentingnya

Syari’at di jalan Sufistik. Karena menurutnya, ada keterkaitan antara

Syari’at dan Tasawuf di antara berbagai tahap pengalaman sufistik dan

Syari’at. Meski demikian, Syamsuddin al-Sumatrani pada umumnya tidak

dikenal seperti kaum sufi ortodok yang sangat menekankan supremasi

syari’at dalam dalam praktek sufistik kaum Muslim. Akan tetapi beliau

pada umumnya dipandang sebagai kaum sufi “wujuddiyah”, yang

menganut gagasan panteistik tentang Tuhan. Pendapat sufistik beliau

menekankan sifat imanensi Tuhan dalam makhluk-Nya daripada sifat

transesndensi-Nya.20

Karya-karya Syamsuddin Sumatrani yang terkenal di antaranya

Miratul Mukminin (cermin orang-orang mukmin), Miratul Muhaqqiqin

(cermin orang benar). 21 Miratul Mukminin ditulis kira-kira pada tahun

1601, isinya tentang ajaran ahlussunah dan tentang ilmu-ilmu agama.

Miratul Muhaqqiqin di dalamnya dibicarakan tentang makrifat, hakikat

Tuhan, zikir dalam mencari Tuhan, dan ilmu rahasia.

19 Sri Mulyati, Tasawuf Nusantara, (Jakarta: Kencana, 2006), hlm. 37-38. 20 Aztumardi Azra, Islam Nusantara, (Bandung:Mizan,2002), hlm. 119-120 21 Yock Fang, Liaw, Sejarah Kesusesteraan Melayu Klassik, Singapura: Pustaka

Nasional, 1982, hal. 191.

Page 32: KRITIK NURUDDIN AL-RANIRI TERHADAP HAMZAH FANSURIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36630/2/MUHAMMAD... · pemikiran Nuruddin ar-Raniri, penelitian ini menyimpulkan

22

c. Abdul Rauf as-Sinkili

Abdur Rauf ‘Ali al-Fansuri adalah seorang Melayu dari Fansur,

Sinkil, di wilayah pantai barat Laut Aceh. Pendidikannya dimulai dari

ayahnya di Simpang Kanan (Sinkil). Setelah itu, dia belajar agama kepada

kurang lebih 15 guru, 27 ulama terkenal dan 15 tokoh mistik terkenal di

Jeddah, Makkah, Madinah, Mokha, Bait al-Faqih, dan tempat-tempat lain.

Ajaran Abdurrauf As-Sinkili antara lain:

1) Ajarannya sama dengan ajaran Syamsuddin dan Nuruddin yang

menganut paham satu-satunya wujud hakiki yaitu Allah, sedangkan

alam ciptaan-Nya bukan merupakan wujud hakiki melainkan bayangan

dari yang hakiki.

2) Dzikir, alam pandangan as-Sinkili merupakan usaha untuk melepaskan

diri dari sifat lalai dan lupa. Tujuan dzikir adalah mencapai fana (tidak

ada wujud selain wujud Allah).

3) Martabat perwujudan, menurutnya ada tiga perwujudan

Tuhan. Pertama, martabat ahadiyyah atau la ta’ayyun, yaitu alam pada

waktu itu masih merupakan hakikat gaib yang masih berada di dalam

ilmu Tuhan. Kedua, martabat wahdah atau ta’ayyun awwal yaitu sudah

tercipta hakikat muhammad yang potensial bagi terciptanya

alam. Ketiga, martabat wahdiyyah atau ta’ayyun tsani, disebut juga

dengan ‘ayan tsabitah, dan dari sinilah alam tercipta.22

22 Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf, hlm. 348-349

Page 33: KRITIK NURUDDIN AL-RANIRI TERHADAP HAMZAH FANSURIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36630/2/MUHAMMAD... · pemikiran Nuruddin ar-Raniri, penelitian ini menyimpulkan

23

Adapun karya-karyanya adalah Mir’at Ath-Thullab (fiqh Syafi’I di

bidang muamalah), Hidayat Al-Balighah (fiqh tentang sumpah, kesaksian,

peradilan, pembuktian, dan lain-lain), ‘Umdat Al-Muhtajin (tasawuf),

Syam Al-Ma’rifah (tasawuf ma’rifat), dan Kifarat Al-Muhtajin (tasawuf).

2. Nuruddin Al-Raniri sebagai Pembaharu Tasawuf di Aceh

Kedatangan Nuruddin ke Aceh yang pertama tampaknya tidak

mendapat sambutan dan penerimaan yang layak dari pihak istana Sultan

Iskandar Muda. Nuruddin tidak mendapatkan posisi politik apapun. Ia hanya

dipercaya untuk mengajar para kanak-kanak. Maka dari itu ia meneruskan

perjalanan ke daerah lain. Pada waktu Sultan Iskandar Muda berkuasa, ulama

yang berpengaruh dalam pemerintahan adalah Syamsuddin Sumatrani.

Saat Syamsuddin dan Sultan Iskandar Muda berturut-turut meninggal,

Nuruddin datang kembali ke Aceh. Dia segera ditunjuk sebagai syekh Islam

menggantikan kedudukan Syamsuddin. Kedudukan ini didapat Nuruddin

karena pengganti Sultan Iskandar Muda adalah Sultan Iskandar Tsani, yang

juga merupakan muridnya ketika masih kanak-kanak. Karena kedudukannya

itu, Nuruddin menjadi orang kedua setelah Sultan.

Walaupun pada zaman pemerintahan Sultan Iskandar Muda Nuruddin

Al-Raniri tidak begitu diketahui oleh masyarakat luas, dengan ketegasan dan

keberaniannya serta penguasaan berbagai bidang ilmu agama Islam, Nuruddin

Al-Raniri sangat cepat menonjol pada zaman pemerintahan Sultan Iskandar

Tsani. Akhirnya Nuruddin Al-Raniri naik ke puncak yang tertinggi dalam

kerajaan Aceh, karena beliau mendapat sokongan sepenuhnya dari sultan.

Page 34: KRITIK NURUDDIN AL-RANIRI TERHADAP HAMZAH FANSURIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36630/2/MUHAMMAD... · pemikiran Nuruddin ar-Raniri, penelitian ini menyimpulkan

24

Beliau memang ahli dalam bidang ilmu mantiq (logika) dan ilmu balaghah

(retorika).

Setelah mendapat kedudukan terhormat dalam pemerintah dan pijakan

kuat di istana sultan Aceh, Nuruddin mulai melancarkan pembaharuan

Islamnya di Aceh. Menurutnya Islam di Aceh telah dikacaukan

kesalahpahaman atas doktrin mistisisme. Nuruddin dengan tulisannya

membantah ajaran wujudiyah dari para pengikut Hamzah Fansuri dan

Syamsuddin Sumatrani. Setelah hidup setahun di Aceh, atas perintah Sultan

Iskandar Tsani, Nuruddin mulai menulis Bustan-Sal˜thon. Menurut Sultan

Iskandar Tsani karya ini termasuk karya terbesar Nuruddin.

Pada masa Sultan Iskandar Muda, telah berkembang ajaran wujudiyah

yang menurut Nuruddin akan membahayakan umat Islam Aceh di bidang

akidah. Ia berusaha meluruskan dan mengembalikan kepala ajaran yang

menurutnya benar. Usaha itu dilakukan dengan mengadakan diskusi terbuka

dengan pengikut-pengikut ajaran tasawuf yang salah. Nuruddin mengetahui

bahwa ajaran tasawuf yang sesat ini disebarkan oleh ulama pendahulunya,

yaitu Hamzah Fansuri dan Syamsuddin.

Sikap keras Nuruddin ini juga terlihat pada waktu menentang ajaran

falsafi yang telah berkembang pesat di Aceh pada abad ke-16 dan ke-17 M.

Penentangan Nuruddin terhadap ajaran tasawuf Hamzah Fansuri dan

Syamsuddin al-Sumatrani tertuang di dalam kitab-kitab karanganya yang

kurang lebih berjumlah 30 judul. Kitab-kitab tersebut antara lain berjudul

Tibyan fi Ma’rifatil-Adyan, Ma’ul-Chaya li Ahli-Mamat, Fatchul-Mubin

Page 35: KRITIK NURUDDIN AL-RANIRI TERHADAP HAMZAH FANSURIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36630/2/MUHAMMAD... · pemikiran Nuruddin ar-Raniri, penelitian ini menyimpulkan

25

‘alal-Mulchidin, Chujjatus-Shiddiq li Daf’iz-Zindiq, Syifaul-Qulub,

Jawahirul-‘Ulum fi kasyil-Ma’lum, Chilluzh-Zhill, dan lain sebagainya.23

Menurut cacatan Azyumardi Azra, Al-Raniri merupakan tokoh

pembaruan di Aceh. Ia mulai melancarkan pembaharuan Islam di Aceh

setelah mendapat pijakan yang kuat di Istana Aceh. Pembarun utamanya

adalah memberantas aliran wujudiyah yang dianggapnya sebagai aliran sesat.

Pada mulanya, Al-Raniri dikenal sebagai Syekh Islam yang mempunyai

otoritas untuk mengeluarkan fatwa menentang Aliran wujudiyah. Bahkan

lebih jauh lagi ia mengeluarkan fatwa yang mengarah pada perburuan

terhadap orang-orang sesat.24 Dengan karya-karya polemiknya melawan apa

yang dianggapnya sebagai aliran wujudiyyah yang sesat”, Al-Raniry

merupakan orang pertama di Nusantara yang menjelaskan perbedaan antara

penafsiran dan pemahaman yang salah maupun yang benar atas doktrin-

doktrin dan praktik-praktik sufi.

Kebiasaan Al-Raniry dalam mengutip banyak tokoh ahli terkenal dan

karya-karya standar untuk mendukung argumen-argumennya di seluruh

tulisannya yang merupakan sarana penting bagi penyebaran gagasan

pembaruannya. Dengan cara ini, ia memperkenalkan para tokoh ahli kepada

kaum Muslim di Nusantara. Lebih jauh lagi, dengan memperkenalkan dan

menyebarkan ke Nusantara penafsiran Islam yang dipegang aliran utama

kaum ulama dan sufi di pusat-pusat pengetahuan dan keilmuan Islam, dia

memberikan daya dorong yang kuat untuk lahir dan berkembangnya

23 Sangidu, Wachdatul Wujud, Gama Media, Yogyakarta, hal. 32-33. 24 Azyumardi Azra, Jaringan Ulma Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad ke

XVII dan XVIII, Bandung: Mizan 1995, hal. 177.

Page 36: KRITIK NURUDDIN AL-RANIRI TERHADAP HAMZAH FANSURIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36630/2/MUHAMMAD... · pemikiran Nuruddin ar-Raniri, penelitian ini menyimpulkan

26

pembaruan di kalangan Muslim Melayu. Penguasaan Ar-Raniry atas bahasa

Arab, Persia, Urdu, Melayu dan Aceh sangat membantunya dalam

membangun reputasi ilmiahnya.

Sebagai Syaikh Al-Islam Kesultanan, tugas al-Raniry adalah memberi

nasihat kepada Sultan Iskandar Tsani dalam berbagai masalah, baik yang

bersifat religius maupun politis. Dalam karyanya Bustan al-salathin, dia

mengungkapkan bagaimana dia menasihati Sultan dalam fungsinya sebagai

penguasa dan khalifah Tuhan di bumi. Dengan mengutip ayat al-Qur’an, dia

menjelaskan kepada Sultan tanggung jawab dan kewajibannya kepada rakyat;

melindungi yang lemah dan mendatangkan kebaikan bagi rakyat akan

membuatnya dilindungi dan dirahmati Tuhan. Barangkali karena

nasihatnasihatnya, Sultan Iskandar Tsani menghapuskan hukuman-hukuman

yang tidak Islami bagi para penjahat, seperti “mencelup minyak” dan

“menjilat besi”.

Selain melakukan diskusi dan membakar buku tasawuf wujudiyah

yang sesat itu, Nuruddin juga menggunakan penanya untuk membantah dan

menyanggah tasawuf wujudiyah yang sesat. Untuk itu ia menulis ajaran-

ajaran tasawuf yang benar dalam pelbagai karya. Tasawuf yang menurutnya

benar disebut wujudiyah muwahhid, sedangkan yang menurutnya salah

adalah wujudiyah mulhidah. Sementara menurut Dr. Hadi W.M dalam

bukunya Tasawuf Yang Tertindas, disebutkan bahwa tuduhan al-Raniri

terhadap Hamzah Fansuri hanya berdasarkan buku al-Muntahi dan syair-

sayair Fansuri di dalam Syarah Ruba’I Hamzah Fansuri karangan Syams al-

Page 37: KRITIK NURUDDIN AL-RANIRI TERHADAP HAMZAH FANSURIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36630/2/MUHAMMAD... · pemikiran Nuruddin ar-Raniri, penelitian ini menyimpulkan

27

Din Pasay. Dan ia menafsirkan symbol-simbol syair tersebut secara harfiah.

Bahkan tuduhan al-Raniri mengenai syariat tidaklah terbukti, karena Hamzah

Fansuri telah mengatakan didalam kitab Asrar, “Hubaya-hubaya jangan

keluar dari kandang syari’at, karena (syari’at upama) kulit, haqiqat (upama)

otak; jika tiada kulit binasa otak….”25

Namun, keadaan berbalik melawan Nuruddin ketika Sultan Iskandar

Tsani mangkat dan digantikan oleh istrinya, Sultanah Safiatuddin Johan

Berdaulat (1641-1675). Polemik antara Nuruddin dan aliran wujudiyah

bangkit kembali. Kali ini yang menang adalah seorang tokoh yang namanya

sama dengan salah satu karya Hamzah Fansuri, yaitu Saif ar-Rijl, yang

berasal dari Minangkabau dan baru kembali ke Aceh dari Surat.26 Saif ar-Rijl

mendapat dukungan sebagian besar kalangan Aceh, yang merasa tidak senang

dengan besarnya pengaruh orang asing di Istana Aceh. Untuk menyelesaikan

pertikaian itu mereka mencari nasihat sang ratu, tetapi sang ratu menolak

dengan dalih tidak berwenang dalam soal ketuhanan.

Setelah perlindungan Sultan berakhir, Nuruddin tiba-tiba

meninggalkan Aceh dan menuju kota kelahirannya Ranir pada 1054 H./1644

M, dan tidak sempat menyelesaikan karangannya yang berjudul Jawahir al-

‘Ulum fi Kasyfi al-Ma‘lum (Hakikat Ilmu dalam Menyingkap Objek

Pengetahuan). 27 Peristiwa itu dicatat oleh seorang murid Nuruddin dalam

kolofon salah satu karya Nuruddin. Sebagaimana disebutkan dalam karyanya

25 Abdul Hadi W.M, Tasawuf yang Tertindas : Kajian Hermenetika terhadap Karya-

Karya Hamzah Fansuri, hlm. 163 26 Braginsky, K.I., Yang Indah, Berfaedah dan Kamal Sejarah Sastra Melayu Dalam Abad

7-19. Jakarta: INIS: 1998, hal. 473 27 Braginsky, K.I.: 1998, hal. 474.

Page 38: KRITIK NURUDDIN AL-RANIRI TERHADAP HAMZAH FANSURIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36630/2/MUHAMMAD... · pemikiran Nuruddin ar-Raniri, penelitian ini menyimpulkan

28

Nuruddin kembali ke Ranir pada 1054 H./1644 M. Ia menghabiskan sisa

umurnya selama empat belas tahun di kota kelahirannya. Meski ia jauh dari

Aceh dan Nusantara, ia mempertahankan kepeduliannya terhadap orang-

orang Islam di negeri di bawah kedatangan Nuruddin sedikitnya penulis tiga

karya yang berkaitan dengan masalah-masalah yang sering dihadapi

masyarakat Aceh. Nuruddin meninggal pada 22 Zulhijah 1069 H./21

September 1658 M.28

Dari semua murid al-Raniri, hanya satu muridnya yang menonjol di

Nusantara, yaitu al-Makassari yang menulis buku berjudul Safinat Al-Najah.

Dalam tulisannya itu ia menyatakan bahwa al-Raniri adalah syaikh dan

gurunya. Dan terdapat kemungkinan besar bahwa orang yang melanjutkan

karya al-Raniri yang berjudul Jawahir Al-Ulum fi Kasyf Al-Ma’lum. Selain

al-Makassari, disebutkan juga bahwa murid pernah belajar kepada al-Raniri

adalah Syaikh Yusuf, meski kebenarannya masih diperdebatkan, karena saat

Syaik Yusuf berada di Aceh pada 1644, al-Raniri telah kembali ke Gujarat.

Tampaknya, Nur al-Din al-Raniri yang juga memperkenalkan Syaikh Yusuf

kepada gurunya sendiri, Sayyid Abu Hafsh Umar Bin. Abd Allah Ba Syaiban

(Syaikh Tarekat Rifa’iyyah) yang dalam sebagian besar masa hidupnya

tinggal di Bijapur, India.29

28 Harun Mat Piah, dkk., 2002: hal. 60 29 Azyumardi Azra, Jaringan Global dan Lokal Islam Nusantara, hlm. 102

Page 39: KRITIK NURUDDIN AL-RANIRI TERHADAP HAMZAH FANSURIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36630/2/MUHAMMAD... · pemikiran Nuruddin ar-Raniri, penelitian ini menyimpulkan

29

D. Karya-Karya Nuruddin Al-Raniri

Selama masa hidupnya, Al-Raniri menulis banyak karya di berbagai

bidang yang ia kuasai dan menjadi fokusnya. Karya-karya Al-Raniri ditulis, baik

berbahasa Arab ataupun Melayu, termasuk kitab Hujjah al-Shiddiq li Daf’i al-

Zindiq yang dibahas dalam penelitian ini. Sedikitnya ada 29 karya selama karir

intelektual Al-Raniri, dan tiga karya di antaranya dikerjakannya di Ranir.

Berikut adalah karya-karya Nuruddin: 30

1. Ṣirāt al-Mustaqīm (Jalan yang lurus), yaitu ilmu fiqih yang berkatian dengan

ibadat.

2. Hidāyat al-Ḥabīb fī’l-Taghrīb wa’l-Tarhīb (Petunjuk kekasih perihal yang

menggembirakan dan menakutkan), yang ditulis dalam bahasa Melayu dan

Arab (1636M) dan mengandungi kumpulan hadis.

3. Bustān al-Salāṭīn fī Dhikr al-Awwalīn wa’l-Ākhirīn (1637M). Karya ini

dianggap sebagai magnum opus pengarang ini.

4. Akhbar al Ākhirah fī Ahwal al-Kiyāmah (Berita akhirat perihal kiamat).

Karya ini terbahagi kepada tujuh bab: kejadian Nur Muhammad, kejadian

Adam, kejadian maut, tanda kiamat dan barang yang takluk padanya, aḥḥwāl

al-kiyāmah, neraka dan segala isinya, sifat syurga dan segala isinya.

5. Asrār al-Insān fī Ma‘rifat al-Rūḥ wa’l-Raḥmān (Rahasia manusia peri

mengetahui ruh dan Tuhan, 1642-44M). Dikarang dalam bahasa Melayu dan

Arab, mengenai manusia, terutama hal-ehwal ruh, sifat dan hakikatnya, serta

30 Dr. Edwar Djamaris dan Drs. Saksono Prijano, Hamzah Fansuri dan Nurrudin Ar-

Raniri, Proyek Pengembangan Media Kebudayaan, Dirjen Kebudayaan, Depdikbud: 1996, hal. 25

Page 40: KRITIK NURUDDIN AL-RANIRI TERHADAP HAMZAH FANSURIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36630/2/MUHAMMAD... · pemikiran Nuruddin ar-Raniri, penelitian ini menyimpulkan

30

hubungan manusia dengan Tuhan. Terbahagi kepada dua bab: Bab I

mengenai nama-nama Rūḥ al-A‘dzam, Bab II membincangkan martabat

jisim-jisim, pengaruh ruh atas badan dan semua rahasia yang diletakkan Haqq

Ta’ala pada manusia dan kelebihannya daripada segala makhluk. Kisah Nabi

Adam, malaikat dan iblis, dan segala martabat ruh.

6. Tibyān fī Ma‘rifat al-Adyān (uraian dalam memahami agama-agama).

Seperenam dari kandungan kitab ini merupakan kecaman yang ditujukan

kepada kedua tokoh Wujudiyyah Hamzah Fansuri dan Syamsud-Din. Dalam

kata pengantar dijelaskan tentang kesesatan ajaran tersebut sehingga para

ulama mengeluarkan fatwa tentang kekafiran aliran wujudiyah dan halal

dibunuh.

7. Nubdhah fī Da‘wa al-Dzill ma‘a Ṣāḥibihi (uraian ringkas tentang penjelasan

antara bayang-bayang dan sahabatnya). Kitab ini dimaksudkan untuk

menentang ajaran Wujudiyyah Syeikh Hamzah Fansuri dan Syeikh Syamsud-

Din.

8. Ma‘al-Ḥayāt lī Ahl al-Mamāt (Air kehidupan bagi orang yang mati).

Kandungannya menentang ajaran wujudiyyah Hamzah Fansuri dan

Syamsuddin yang menyatakan kesatuan alam dan manusia dengan Tuhan.

9. Ḥill al-Dzill (Menguraikan bayang-bayang). Dikarang dalam bahasa Melayu

dan Arab. Mengenai bayang-bayang dan yang mempunyai bayang dalam

pengertian sufi yang bertujuan menentang paham Wujudiyyah yang

disebarkan oleh Hamzah Fansuri dan Syamsu‟d-Din Pasai.

Page 41: KRITIK NURUDDIN AL-RANIRI TERHADAP HAMZAH FANSURIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36630/2/MUHAMMAD... · pemikiran Nuruddin ar-Raniri, penelitian ini menyimpulkan

31

10. ‘Umdat al-I‘tiqād (Pohon I’tikad), yang membincangkan kalimah syahadat

dan mengandungi karangan-karangan yang menentang mereka yang

mempunyai pandangan keliru terhadap Tuhan.

11. Syifa’ al-Qulūb (Obat segala hati), mengenai pengertian kalimah syahadat

dan kepercayaan kepada Tuhan yang telah dicemarkan oleh kaum

Wujudiyyah.

12. Hujjat al-Ṣiddīq lī Daf‘al-Zindīq (Bukti orang yang benar untuk menentang

orang yang sesat), mengenai akidah dan madzhab-madzhab mutakallimin,

ahli sufi, ahli falsafat dan kaum Wujudiyyah. Sebagian besarnya bertujuan

menentang kaum Wujudiyyah dan mencela kaum Zindik, yaitu penganut

tasawwuf Aceh yang menganggap Hamzah Fansuri dan Syamsudin.

13. Kifāyat al-Ṣalāt (Cara mendirikan sembahyang), merupakan saduran dari

Ṣirāt al-Mustaqīm.

14. Hidāyat al-Imān bi Fadhl al-Mannān, menjelaskan pengertian agama yang

terdiri atas iman, Islam, ma’rifat dan tauhid.

15. Fatḥ al-Mubīn ‘ala’l-Mulḥidīn (Kemenangan yang nyata atas orang yang

mulhid). Dikarang setelah Syeikh Nurud‟din ar-Raniri kembali ke India

(1657M). Dalam karya ini pengarang meriwayatkan dengan lengkap peristiwa

hukuman mati yang dijatuhkan atas kaum Wujudiyyah dan pembakaran

kitab-kitab yang dikarang oleh Hamzah Fansuri dan Syamsuddin di halaman

Masjid Baitur-Rahman.

16. Ṣawārim al-Ṣiddīq li Qaṭi‘ al-Zindīq (Pedang orang salih untuk memenggal

kaum zindik). Karya ini dimaksudkan untuk menentang kaum Wujudiyyah.

Page 42: KRITIK NURUDDIN AL-RANIRI TERHADAP HAMZAH FANSURIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36630/2/MUHAMMAD... · pemikiran Nuruddin ar-Raniri, penelitian ini menyimpulkan

32

17. Lathai if al-Asrar.

18. Dzurrah al-faraizh bi Syarh al-Aqa’id.

19. Jawahir al-‘Ulum fi Kasyf al-Ma’lum.

20. ‘Ain al-Alam qabla an Yukhlaq.

21. Al-lama’an fi takfir Man Qala bi Khalq al-Qur’an.

22. Bad’u Khalq al-Samawat wa al-Ardh.

23. Kaifiyah al-Shalah.

24. Muhammadah al-I’tiqad.

25. Tanbih al-Amil fi Tahqiq al-Kalam fi al-Nawafil.

26. Al-Fath al-wadudu fi Bayan Wahdah al-Wujud.

27. ‘Ain al-Jawwad fi Bayan Wahdah al-Wujud.

28. Awzhah al-Sabil wa al-Dala’il laisa li Abathil al-Mulhidin.

29. Syadzar al-Mazid.

30. Rahiq al-Muhammadiyah fi Thariq al-Shufiyah.

Page 43: KRITIK NURUDDIN AL-RANIRI TERHADAP HAMZAH FANSURIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36630/2/MUHAMMAD... · pemikiran Nuruddin ar-Raniri, penelitian ini menyimpulkan

33

Karya Ar-Raniry tersebut di atas, sebagian besar berhubungan dengan

masalah Tasawuf. Di antaranya berkaitan dengan penolakannya terhadap paham

panteisme yang di nilainya sesat dan uraian lengakap tentang perdebatan melawan

pengikut Fansuri yang menjadi penyebab dikeluarkannya fatwa “hukuman mati”

kepada mereka. Nubzah fi Da’wah az-Zil, misalnya memuat topik pemaparan

tentang tasawuf dan merupakan penegasan aliran pemikirannya yang menilai

konsep panteisme sesat. Begitu pula At-Tibyan fi Ma’rifah al-Adyan fi at-

Tashawwuf, berisi uraian lengkap tentang perdebatan melawan pengikut Fansuri

yang menjadi penyebab dikeluarkannya fatwa “hukuman mati” kepada mereka.31

31 Muzakkir, Studi Tasawuf; Sejarah, Pemikiran, Tokoh dan Analisis, (Bandung:

CitaPusaka Media, 2009), hlm. 148

Page 44: KRITIK NURUDDIN AL-RANIRI TERHADAP HAMZAH FANSURIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36630/2/MUHAMMAD... · pemikiran Nuruddin ar-Raniri, penelitian ini menyimpulkan

33

BAB III

PEMIKIRAN TASAWUF NURUDDIN AL-RANIRI

A. Tentang Ketuhanan

Pendirian Al-Raniri dalam masalah ketuhanan pada umumnya bersifat

kompromis. Ia berupaya menyatukan paham mutakalimmin dengan paham para

sufi yang diwakili Ibn ‘Arabi.1 Ia berpendapat bahwa ungkapan” wujud Allah dan

Alam Esa” berarti bahwa alam ini merupakan sisi lahiriah dari hakikatnya yang

batin, yaitu Allah, sebagaimana yang dimaksud Ibn ‘Arabi. Namun, ungkapan itu

pada hakikatnya menjelaskan bahwa alam ini tidak ada, yang ada hanyalah wujud

Allah Yang Esa. Jadi, tidak dapat dikatakan bahwa alam ini berbeda atau bersatu

dengan Allah. Pandangan Al-Raniri hampir sama dengan Ibn ‘Arabi bahwa alam

ini merupakan tajalli Allah. Namun, tafsiranya di atas membuatnya terlepas dari

label panteisme Ibn ‘Arabi.2

Al-Raniri dalam Hidāyat al-Imān bi Fadhl al-Mannān, membagi Sifat

Allah menjadi dua bagian. Pertama, sifat khusus Zat, yaitu al-wahdaniyah

(kemahaesaan), al-qidam (tiada wujud mendahului), al-baqā’ (abadi), dan

mukhālafah li al-hawādits (bebeda dengan setiap makhluk ciptaan). Kedua, sifat

al-ma’āni (sifat yang dipahami secara maknawi), yaitu alhayah (kehidupan), al-

‘ilm (pengetahuan), al-qudrah (kekuasaan), alirādah (kehendak), al-sami’

(pendengaran), al-bashār (penglihatan), alkalām (perkataan), dan seterusnya.

1 Ahmad, Daudy, Syaikh Nurruddin ar-Raniri; Sejarah, Karya, dan Sanggahan terhadap

Wujudiyyah di Aceh, Jakarta: Bulan Bintang 1983, hal. 82 2 Syekh Naquib Al- Attas, Raniri and the Wujudiyyah of 17 th, Century Aceh, Singapore,

MMBRAS III, 1996, hal. 83

Page 45: KRITIK NURUDDIN AL-RANIRI TERHADAP HAMZAH FANSURIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36630/2/MUHAMMAD... · pemikiran Nuruddin ar-Raniri, penelitian ini menyimpulkan

34

Membandingkan keterangan al-Raniri di sini, menurut Alwi Shihab, dapat

disimpulkan bahwa pandangan al-Raniri sepenuhnya sesuai dengan ahlu al-

sunnah wa al-jamā’ah. Ajaran wujudiyyah yang berpusat pada wahdat al-wujud,

menurut Al-Raniri, dapat membawa kepada kekafiran. Al-Raniri berpandangan

bahwa jika benar Tuhan dan mahluk hakikatnya satu, dapat dikatakan bahwa

manusia adalah Tuhan dan Tuhan adalah manusia dan jadilah seluruh mahluk

sebagai Tuhan. Semua yang dilakukan manusia, baik buruk atau baik, Allah turut

serta melakukanya. Jika demikian halnya, maka manusia mampu mempunyai

sifat-sifat Tuhan, sebagaimana dalam pandangan panteisme.3

Namun, Amsal Bakhtiar menjelaskan bahwa wahdat al-wujud adalah suatu

paham yang berbeda dengan pandangan panteisme. Dalam panteisme alam adalah

Tuhan dan Tuhan adalah alam, sedangkan dalam wahdatul wujud alam bukan

Tuhan tetapi bagian dari Tuhan. Karena itu, dalam paham wahdatul wujud, alam

dan Tuhan tidak identik, berbeda dengan pandangan panteisme yang memahami

Tuhan dan alam sebagai identik. Bagi penganut panteisme, ketika melihat pohon,

dia mengatakan “Itu Tuhan”, sedangkan bagi penganut wujudiyyah dia

berkomentar “dalam pohon itu ada aspek ketuhanan”.4

3 Ahmad, Daudy, hal. 227. 4 Amsal Bakhtiar, Filsafat Agama, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), hlm. 94.

Page 46: KRITIK NURUDDIN AL-RANIRI TERHADAP HAMZAH FANSURIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36630/2/MUHAMMAD... · pemikiran Nuruddin ar-Raniri, penelitian ini menyimpulkan

35

B. Tentang Penciptaan

Al-Raniri berpandangan bahwa alam ini diciptakan Allah melalui tajalli. Ia

menolak teori emanasi (al-faidh) Al-Farabi karena hal itu dapat memunculkan

pengakuan bahwa alam ini qadim sehingga menjerumuskan pada kemusyrikan.5

Teori emanasi yang dikemukakan al-Farabi menjelaskan bahwa dari wujud Tuhan

memancarkan alam semesta. Pemancaran ini terjadi melalui tafakkur (berfikirnya)

Tuhan tentang diri-Nya ini menjadi sebab adanya alam semesta, tafakkur Tuhan

tentang dirinya adalah ilmu tentang diri-Nya dan ilmu itu adalah daya (al-qudrah)

yang menciptakan segala sesuatu.6 Menurut al-Raniri, alam dan falak merupakan

wadah tajalli (manifestasi) dari asma dan sifat Allah dalam bentuk yang kongkret.

Sifat ilmu ber-tajalli pada alam akal; Nama Rahman ber-tajalli pada arsy; Nama

Rahim ber-tajalli pada kursy; Nama Raziq ber-tajalli pada falak ketujuh; dan

seterusnya.7

Al-Raniri berpendapat bahwa Tuhan itu Khalik dan alam semesta beserta

isinya adalah makhluk. Hubungan antara keduanya merupakan hubungan sebab

akibat. Artinya adanya alam semesta beserta isinya menunjukkan adanya Allah

karena alam semesta beserta isinya merupakan ciptaan-Nya. Alam semesta dan

seluruh isinya adalah baru karena diciptakan Allah secara langsung dari yang

tidak ada. Penciptaan alam semesta seisinya dari yang tidak ada, tidak akan

menimbulkan akibat perubahan Dzat Allah, karena iradah Allah yang kadim

5 Syekh Naquib Al- Attas, Raniri and the Wujudiyyah of 17 th, Century Aceh, Singapore,

MMBRAS III, 1996, hal. 227 6 Fuad Ramli (dkk.), Studi Filsafat Umum, (Banda Aceh: Fakultas Ushuluddin IAIN Ar-

Raniry, 2003), hlm. 206 7 Ahmad, Daudy, Syaikh Nurruddin ar-Raniri; Sejarah, Karya, dan Sanggahan terhadap

Wujudiyyah di Aceh, Jakarta: Bulan Bintang 1983, hal 128.

Page 47: KRITIK NURUDDIN AL-RANIRI TERHADAP HAMZAH FANSURIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36630/2/MUHAMMAD... · pemikiran Nuruddin ar-Raniri, penelitian ini menyimpulkan

36

memang menghendaki penciptaan seperti itu. 8 Apabila seorang hamba Allah

melakukan hubungan dengan-Nya dan dia dapat merasa bersatu dengan-Nya,

maka persatuannya tetap ada jarak antara keduanya atau dikenal dengan istilah

Wachdatusy-Syuhud.

Manusia, menurut Ar-Raniri, merupakan mahluk Allah yang paling

sempurna di dunia, sebab manusia merupakan khalifah Allah di bumi yang

dijadikan dengan citra-Nya. Juga, karena ia mazhar (tempat kenyataan asma dan

sifat Allah paling lengkap dan menyeluruh). Konsep insan kamil, katanya, pada

dasarnya hampir sama dengan apa yang telah digariskan Ibnu ‘Arabi.9 Konsepsi

Insan Kamil menurut Ar-Raniry tidak jauh berbedah dengan yang dipahami oleh

sebagian sufi, bahwa manusia yang telah memiliki hakikat Muhammad (Nur

Muhammad) atau ruh Muhammad, merupakan tempat penjelmaan nama-nama

dan sifat Tuhan sehingga ia dipanadng sebagai khalifah. Nur Muhammad

memiliki dua bentuk relasi sebagai sebab lahirnya segala yang ada. Yang pertama

tentang dimensi kealaman dimana dimensi sebagai asas pertama bagi penciptaan

alam, yang kedua adalah dimensi kemanusian yaitu sebagai hakikat manusia.10

Dalam proses penciptaan yang dilakukan oleh Allah harus mencapai

sebuah pencapai-tujuan. Pencapaian-tujuan tersebut memiliki relasi dengan Nur

Muhammad sebagai sebab dijadikannya alam. Dalam dimensi pertama yang

disebutkan di atas (dimensi kealaman), mengandung hakikat tentang Nur

Muhammad yang meyimpan kenyataan-kenyataan yang diciptakan oleh Allah

8 Sangidu, Wachdatul Wujud, (Yogyakarta: Gama Media, 2003), h. 33-34. 9 Ahmad, Daudy, Syaikh Nurruddin ar-Raniri; Sejarah, Karya, dan Sanggahan terhadap

Wujudiyyah di Aceh, hal. 183. 10 Raharjo M.Dawan, Insan Kamil, hal 104

Page 48: KRITIK NURUDDIN AL-RANIRI TERHADAP HAMZAH FANSURIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36630/2/MUHAMMAD... · pemikiran Nuruddin ar-Raniri, penelitian ini menyimpulkan

37

lewat proses kun. Dalam dimensi kealaman ini proses kun belum mencapai makna

pencapaian tujuan dari apa yang menjadi tujuan diciptakannya kenyataan yang

ada. Ini disebabkan karena kenyataan-kenyataan masih merupakan tempat

penampakan diri yang masi kabur, sampai ia belum cukup dalam memantulkan

asma dan sifat Tuhan yang ditajallikan kepadanya. Melalui dimensi kemanusian

maka hakikat Muhammad merupakan Insan Kamil yang di dalam dirinya

terkandung himpunan realitas. Pada dimensi inilah penghimpunan Asma-asma

dan sifat Tuhan menjadi sempurna. Hakikat Muhammad yang telah dijadikan

sebelum alam ini, sebelum adanya dalam bentuk seseorang Nabi Insani. Hakikat

itu qadim dan azali. Hakikat Muhammad inilah yang selalu berpindah dari

generasi ke generasi berikutnya dalam bentuk para anbiya: Adam, Nuh, Ibrahim,

Musa, dan lain-lainnya, kemudian dalam bentuk nabi penutup, Muhammad Saw.

Jadi, Insan kamil merupakan cermin bagi Allah untuk melihat

kesempurnaan diri-Nya. Selanjutnya Insan Kamil juga sebagai pengikat semesta

alam: dari alam malk dan alam falak, dari alam jisim dan alam ruh, juga alam

tabi`at, jamadat, nabatat dan hayawanat. Ringkasnya, pada Insan Kamil

terhimpun segala sifat-sifat yang Ilahi dan yang alami. Manusia, merupakan

realisasi dari kehendak Tuhan untuk ber-tajalli pada bukan-diri-Nya

dengan tajalli yang paling jelas. Dengan artian bahwasannya manusia berpotensi

untuk dapat membayangkan lebih terang atau lebih banyak sifat-sifat ketuhanan

melalui dirinya. Dan merupakan sebuah kesimpulan (para sufi) bahwa Insan

Page 49: KRITIK NURUDDIN AL-RANIRI TERHADAP HAMZAH FANSURIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36630/2/MUHAMMAD... · pemikiran Nuruddin ar-Raniri, penelitian ini menyimpulkan

38

kamil ”Manusia Sempurna” merupakan cermin bagi Allah untuk melihat

kesempurnaan diri-Nya.11

Dalam penolakannya terhadap paham wujudiyah, al-Raniri

mengugnkapkan bahwa ruh adalah sesuatu yang baru (tidak qadim). Menurutnya,

jika ruh merupakan bagian yang bercerai dari yang qadim (Allah) maka yang

qadim itu akan menjadi berkurang, lemah, dan berkehendak pada yang lain. Sifat

demikian tidak patut ada pada diri Tuhan. Jika ruh merupakan bagian yang

bercerai darinya, maka segala perbuatan buruk manusia adalah merupakan

perbuatan-Nya pula. Namun, di kesempatan yang lain al-Raniri melemahkan

sendiri pendapatnya dengan menganggap Ruh Muhammad itu diciptakan dari zat

Allah, karena pendapatnya demikian maka kaum wujudiyah tetap menganggap

bahwa Ruh Muhammad yang dimaksudkan oleh Syekh Nuruddin tersebut

merupakanj nilai-nilai keilahian yang dimiliki oleh manusia, karena mengandung

nali-nilai keilahian yang qadim, maka ruh yang ada pada manusia bersifat

qadim.12

Ruh merupakan hakikat daripada manusia, keberadaan ruh ada di dalm diri

manusia. Ruh yang dimaksud Al-Raniry adalah nafs nathiqah, yang dengannya

manusia dapat mengetahui. Ruh ini berasal dari alam arwah yang kemudian

masuk ke dalam jasad manusia dan menjdikan manusia dapat mengetahui Dzat

yang menciptanya. Selain ruh dan jasad yang membentuk manusia, ada pula jiwa.

Jiwa dalam hal ini, menururt Al-Raniry, merupakan sumber akhlak tercela, karena

adanya sumber akhlak tercela pada manusia sehingga manusia terombang ambing

11 Raharjo M.Dawan, Insan Kamil, hal 94 12 M.Dawan Raharjo, Insan Kamil, hal. 100

Page 50: KRITIK NURUDDIN AL-RANIRI TERHADAP HAMZAH FANSURIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36630/2/MUHAMMAD... · pemikiran Nuruddin ar-Raniri, penelitian ini menyimpulkan

39

dalam kehidupan yang dilaluinya. Itu semua dikarnakan didalam diri manusia

terdapat dua kekuatan yang saling bertarung yakni ruh dan jiwa. Dimana ruh

sebagai sumber akhlak yang mulia, sedangkan jiwa adalah sumber ahlak yang

tercela. Nafs (jiwa) yang merupakan sumber akhlak tercela menurut Ar-Raniry, di

sisi lain juga merupakn pendorong tingkah-laku manusia. Tingkah-laku tersebut

dalam konsep psikologi merupakan efek dari jiwa. Dalam tingkah-laku tersebut

Ar-Raniry memberikan sebuah mengklasifikasikan sifat yang terkandung di dalam

jiwa itu sendiri, yakni sebagai berikut:

1) Nafsu Amarah, yaitu nafsu yang selalu mendorong manusia untuk berbuat jahat

dan membujuk manusia untuk menyenangi perbuatan keji, nafsu inilah

kemudian disebut sumber kejahatan.

2) Nafsu Lawwamah, yaitu nafsu yang sedikit mendapatkan pancaran sinar hati

dan mampu menyadarkan manusia dari perbuatan keji untuk kemudian

bertobat.

3) Nafsu Muthmainnah, yaitu nafsu yang sarat akan cahaya hati dan merupakan

sumber amal kebajikan.13

13 Raharjo M.Dawan, Insan Kamil, hal 102

Page 51: KRITIK NURUDDIN AL-RANIRI TERHADAP HAMZAH FANSURIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36630/2/MUHAMMAD... · pemikiran Nuruddin ar-Raniri, penelitian ini menyimpulkan

40

C. Tentang Hubungan Syari’at dan Hakikat

Pemisahan antara syariat dan hakikat, menurut Ar-Raniri, merupakan

sesuatu yang tidak benar. Untuk menguatkan argumentasinya, ia mengajukan

beberapa pendapat pemuka sufi, diantaranya adalah Syeikh Abdullah Al-Aidarusi

yang menyatakan bahwa tidak ada jalan menuju Allah, kecuali melalui syari’at

yang merupakan pokok dan cabang Islam.14

Menurut al-Raniry, penerapan syariat tidak dapat ditingkatkan tanpa

pengetahuan lebih mendalam mengenai hadis Nabi. Karena itu dia mengumpulkan

dalam karyanya Hidayat al-Habib fi al-Targhib wa al-Tartib sejumlah hadis yang

ditrjemahkannya dari bahasa Arab ke dalam bahasa Melayu agar penduduk

Muslim mampu memahaminya secara benar. Dalam risalah ringkas ini, dia

menginterpolasikan hadis-hadis dengan ayat-ayat Alquran untuk mendukung

argumen-argumen yang melekat pada hadis-hadis tersebut. karya ini merupakan

rintisan dalam bidang hadis di Nusantara dan karenanya, menunjukkan pentingnya

hadis dalam kehidupan kaum Muslim.15

Dalam hal tulisan-tulisan Ar-Raniry mengenai syariat dan fiqih (kitab:

Shirath Al-Mustaqim), ia adalah ‘alim pertama di Nusantara yang mengambil

inisiatif menulis semacam buku pegangan standar mengenai kewajiban-kewajiban

agama (fiqih) yang mendasar bagi semua orang.

14 Ahmad Daudi, "Tinjauan atas Karya Al-Fath Al-Muhlidin karya Syaikh Nuruddin Ar-

Raniri", dalam A. Rifa’I Hasan (Ed.), Warisan intelektual Muslim Indonesia, Bandung: Mizan

Bandung, 1990, hlm. 35. 15 Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad VII

dan XVII, (Bandung: Mizan, 1999), hlm. 184-186

Page 52: KRITIK NURUDDIN AL-RANIRI TERHADAP HAMZAH FANSURIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36630/2/MUHAMMAD... · pemikiran Nuruddin ar-Raniri, penelitian ini menyimpulkan

41

Meskipun aturan-aturan syariat atau fiqih dalam batas-batas tertentu telah

terkenal dan dipraktikkan sebagian kaum Muslim Melayu-Indonesia, tidak satu

pun karya Melayu yang dapat diacu sebelum munculnya karya al-Raniry. Karena

itu, tidak sulit memahami mengapa karya ini menjadi sangat populer dan masih

digunakan sampai hari ini di beberapa bagian dunia Melayu-Indonesia.

Page 53: KRITIK NURUDDIN AL-RANIRI TERHADAP HAMZAH FANSURIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36630/2/MUHAMMAD... · pemikiran Nuruddin ar-Raniri, penelitian ini menyimpulkan

42

BAB IV

KRITIK NURUDDIN AL-RANIRI

DALAM MENENTANG AJARAN FALSAFI HAMZAH FANSURI

A. Kebenaran Ajaran Ahli Kalam

Al-Raniri membangun pandangan ahli Kalam untuk dijadikan landasan

dalam mengkritik pandangan kesatuan wujud (wahdatul wujud). Menurut al-

Raniri, Konsep ketuhanan ahli kalam ini tidak bertentangan dengan paham para

sufi, terutama yang dianut Ibn ‘Arabi.1 Para ahli kalam berpandangan bahwa

alam semesta merupakan manifestasi dari hakikat Allah. Menurut para ahli kalam,

wujud ada dua macam, yaitu wujud hakiki dan wujud alam. Keberadaan Allah

merupakan wujud pasti, sedangkan keberadaan alam adalah wujud mumkīn

(ketergantungan). Allah menciptakan alam menjadi wujud empiris, sehingga

keberadaan alam tergantung kepada Allah. Karena itu, hakekat kedua wujud itu

berbeda; yang pertama qadim (keberadaan awal yang tidak didahului wujud apa

pun), dan yang kedua tercipta dan baru. Karena itu, setiap yang percaya bahwa

Allah dan alam merupakan satu wujud, berarti dia telah kafir mengingat wujud

Allah dan wujud alam bukan satu wujud.2

Menurut Al-Raniri, ajaran ahli kalam tersebut dengan ajaran para sufi,

misalnya konsep tajalli yang dikemukakan Ibn ‘Arabi, bahwa alam semesta

merupakan bayangan atau refleksi dari wujud Allah, sehingga tidak dapat

1 Ahmad, Daudy, Syaikh Nurruddin ar-Raniri; Sejarah, Karya, dan Sanggahan terhadap

Wujudiyyah di Aceh, Jakarta: Bulan Bintang 1983, hal. 82 2 Syekh Naquib Al-Attas, Raniri and the Wujudiyyah of 17 th Century Aceh, Singapore,

MMBRAS III, 1996, hal. 83

Page 54: KRITIK NURUDDIN AL-RANIRI TERHADAP HAMZAH FANSURIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36630/2/MUHAMMAD... · pemikiran Nuruddin ar-Raniri, penelitian ini menyimpulkan

43

dinyatakan berbeda atau bersatu dengan Allah. Meski demikian, tafsiran Nuruddin

Al-Raniri terhadap ajaran Ibn ‘Arabi berbeda dengan sebagian kalangan yang

memandang Ibn ‘Arabi sebagai penyanut panteisme atau emanasi. 3 Meski

demikian, ajaran itu memiliki kesamaan bahwa pada hakikatnya alam tidak ada,

yang ada hanyalah wujud Allah Yang Esa. Alam semesta hanyalah bayangan dari

wujud Allah, dan karenanya alam semesta dapat berubah dan musnah.

B. Dua Aliran Tasawuf: Yang Benar dan Yang Sesat

Al-Raniri pada prinsipnya tidak menolak ajaran wujudiyah seutuhnya.

Dalam kitab Hujjah al-Shiddiq li dhaf’i al-Zindiq, Al-Raniri membagi ajaran

wujudiyah dalam dua aliran: Wujudiyah Mulhidah (sesat) dan Wujudiyah

Muwahhidah (benar). 4 Ajaran Hamzah Fansuri dan Syamsuddin Sumatrani

dimasukkan ke dalam aliran Aliran Wujudiyah Mulhidah.

Wujudiyah Mulhidah identik dengan tasawuf falsafi, yakni tasawuf yang

banyak terpengaruh pemikiran-pemikiran filsafat. Tasawuf falsafi memadukan

antara visi mistis dan visi rasional pengasasnya serta menggunakan terminologi

filosofis dalam pengungkapannya. Terminologi falsafi tersebut berasal dari

bermacam-macam ajaran filsafat yang telah mempengaruhi para tokohnya.

Dengan demikian dapat dikatakan pula bahwa tasawuf falsafi merupakan tasawuf

yang kaya dengan pemikiran-pemikiran filsafat.

Salah satu kerangka umum tasawuf falsafi adalah bahwa tasawufnya tidak

jelas, mempunyai bahasa-bahasa tersendiri dan memahaminya memerlukan daya

3 Syekh Naquib Al-Attas, Raniri and the Wujudiyyah of 17 th, Century Aceh, Singapore,

MMBRAS III, 1996, hal. 83 4 Nuruddin Al-Raniri, Hujjatussidiq li Daf Azzindiq, hal. 9

Page 55: KRITIK NURUDDIN AL-RANIRI TERHADAP HAMZAH FANSURIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36630/2/MUHAMMAD... · pemikiran Nuruddin ar-Raniri, penelitian ini menyimpulkan

44

rasa yang tidak biasa, dan sebab itu tasawuf falsafi tidak dianggap filsafat karena

dilandaskan pada intuisi, juga bukan tasawuf murni karena diungkapkan dengan

bahasa-bahasa filsafat yang mengarah pada pembentukan aliran pemikiran dalam

pembahasan kesatuan wujud (wahdatul wujud).5

Jika Wujudiyah Mulhidah lebih dekat dan identik dengan tasawuf falsafi,

konsep Wujudiyah Muwahhidah lebih dekat dengan tasawuf sunni serta lebih

banyak diterima oleh kalangan ulama di dunia Islam. Wujudiyah Muwahhidah

memiliki argumentasi yang kontras sekaligus muncul sebagai reaksi atas konsep

wahdatul wujud. Jika dalam wahdatul wujud dinyatakan bahwa Tuhan dan alam

semesta itu merupakan kesatuan dalam esensinya, maka sebaliknya aliran

Wujudiyah Muwahhidah mengatakan bahwa Tuhan dan alam semesta berbeda.

Keberadaan alam semesta semata-mata hanya refleksi atau bayangan dari Tuhan.6

Berbeda dengan konsep wahdatul wujud, aliran Wujudiyah Muwahhidah

menyatakan bahwa ciptaan tidak identik dengan Tuhan atau Penciptanya. Ciptaan,

baik itu berupa manusia maupun alam semesta beserta isinya hanya pantulan dari

Pencipta sehingga tidak identik dengan-Nya. Yang Ilahi bersifat abadi, sedangkan

alam semesta dan isinya bersifat sementara.7

5 Abu Al-wafa’ Al-ghanimi At-Taftazani, Sufi dari Zaman ke Zaman, Terj. Ahmad far’i

ustmani, Bandung: Pustaka, 1985, hal.187. 6 Oliver Leaman, Pengantar Filsafat Islam; Sebuah Pendekatan Tematis, Jakarta: Mizan

2002, hal. 11. 7 Oliver Leaman, Pengantar Filsafat Islam, hal.57.

Page 56: KRITIK NURUDDIN AL-RANIRI TERHADAP HAMZAH FANSURIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36630/2/MUHAMMAD... · pemikiran Nuruddin ar-Raniri, penelitian ini menyimpulkan

45

C. Kesesatan Ajaran Falsafi

1. Wahdatul Wujud

Ajaran wujudiyyah yang berpusat pada wahdat al-wujud, menurut Al-

Raniri, dapat membawa kepada kekafiran. Al-Raniri berpandangan bahwa jika

benar Tuhan dan mahluk hakikatnya satu, dapat dikatakan bahwa manusia adalah

Tuhan dan Tuhan adalah manusia dan jadilah seluruh mahluk sebagai Tuhan.

Semua yang dilakukan manusia, baik buruk atau baik, Allah turut serta

melakukanya. Jika demikian halnya, maka manusia mampu mempunyai sifat-sifat

Tuhan. 8 Hamzah Fansuri dan muridnya Syamsuddin As-Sumatrani merupakan

tokoh yang memiliki pandangan Wahdatul Wujud, yang mengajarkan semacam

sinkretisme antara Allah (Khalik) dengan manusia (Makhluk). Menurut Fansuri,

hakikat dari dzat Allah itu adalah mutlak dan la ta’ayyun. Dzat yang mutlak itu

mencipta dengan cara menyatakan diri-Nya dalam suatu proses penjelmaan

(emanasi).9 Oleh karena Tuhan dan dunia adalah satu zat, maka hubungan antara

Tuhan dan dunia tidaklah merupakan hubungan antara sebab dan akibat, atau

hubungan antara pencipta dan ciptaan sebagai yang diyakini ahli ilmu kalam.

Selain itu, kesesatan Hamzah Fansuri juga disebabkan karena melantunkan

ungkapan-ungkapan syathiyat seperti al-Hallaj dan Bayazid dalam keadaan tidak

mabuk dan fana. Dalam ajaran falsafi Hamzah Fansuri, manusia merupakan

tingkat terakhir dari penjelmaan, yakni penjelmaan yang paling penuh dan

sempurna. Manusia adalah pancaran langsung dari Dzat yang mutlak. Sehingga

menurut Hamzah Fansuri, terdapat kesatuan antara manusia dan Allah. Ar-Raniri

8 Ahmad, Daudy, hal. 227. 9 Sri Mulyati, Tasawuf Nusantara, hlm. 74-75

Page 57: KRITIK NURUDDIN AL-RANIRI TERHADAP HAMZAH FANSURIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36630/2/MUHAMMAD... · pemikiran Nuruddin ar-Raniri, penelitian ini menyimpulkan

46

mengkritik bahwa penyatauan makhluk dengan Khalik bukan dalam wujud, tetapi

hanya dalam kesaksian.10 Ciptaan, baik itu berupa manusia maupun alam semesta

beserta isinya hanya pantulan dari Pencipta sehingga tidak identik dengan-Nya.

Yang Ilahi bersifat abadi, sedangkan alam semesta dan isinya bersifat sementara.11

Fenomena Hulul yang dialami al-Hallaj dan Bayazid masih dapat dibenarkan

sebab terjadi dalam keadaan tidak sadar, berbeda dengan Fansuri dan As-

Sumatrani mengkonsepsikannya dalam keadaan sadar.

2. Kekekalan Alam Semesta

Ajaran Falsafi Hamzah Fansuri dikritik oleh Al-Raniri karena mengajarkan

bahwa Tuhan berada dalam kandungan (imanen) alam ini, yang merupakan

pandangan panteisme dalam ajaran falsafi. Dalam pandangan panteisme, Tuhan

adalah sumber sekaligus hakikat fenomena alam empiris yang karenanya

dipandang tidak fana. Menurut Nuruddin Ar-Raniri, menyatakan emanasi Tuhan

sama saja dengan menyamakan Tuhan dengan alam/makhluk adalah sesat. Karena

dalam pandangannya, Tuhan adalah Transenden yang tidak mungkin dapat ber-

maqam dalam diri makhluk, sehingga Ia sama sekali berbeda dengan makhluk.

Menurut al-Raniri, pandangan whdatul wujud sama dengan pandangan yang

dianut orang-orang kafir. Kelompok Sumayyah yang berasal dari Majusi

mempunyai tradisi beribadah kepada segala jenis cahaya yang memancar dari

matahari, bulan, bintang-bintang, api, dan sejenisnya. Mereka berkeyakinan

bahwa cahaya itu sudah tercipta sejak azali. Pandangan ini juga dianut golongan

10 H.M Bibit Suprapto, Ensiklopedi Ulama Nusantara, Riwayat Hidup, Karya, dan

Sejarah Perjuangan 157 Ulama Nusantara, Gelegar Media Indonesia, Jakarta: 2009, hal. 665. 11 Oliver Leaman, Pengantar Filsafat Islam, hal.57.

Page 58: KRITIK NURUDDIN AL-RANIRI TERHADAP HAMZAH FANSURIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36630/2/MUHAMMAD... · pemikiran Nuruddin ar-Raniri, penelitian ini menyimpulkan

47

wathaniyah yang merupakan cabang dari Barahimah dan Samiah di gunung Tibet

India.12

Ajaran falsafi berpandangan bahawa ruh-ruh dan semua yang ada di alam

ini merupakan bagian dari Allah, karena Ia yang menciptakan segala sesuatu dan

segala sesuatu itu pada akhirnya akan kembali kepada-Nya. Keyakinan inilah

yang dianut oleh Fansuri dan Sumaterani, sehingga menurutnya keduanya sesat,

sebab meyakini pendapat ini, berarti menyamakan antara ciptaan dengan Sang

Pencipta. Fansuri dalam bukunya al-Muntahā mengisyaratkan sebuah hadis

Rasulullah, yang berbunyi: “Siapa yang mengenal dirinya berarti telah mengenal

Tuhannya”. Ini artinya, jiwa manusia dan sekalian makhluk bertempat atau

mengambil bagian dalam Tuhan diumpamakan dengan hubungan pohon dan biji.

Keluarnya alam ini dari Allah seumpama keluarnya pohon dari biji.13 Keyakinan

seperti ini menurut al-Raniri adalah inti kekufuran.

Al-Raniri sangat menentang aliran panteisme, yang menurutnya sesat

bahkan ateis, dalam ajaran-ajaran falsafi Hamzah Fansuri, tuduhan-tuduhannya

bersandar pada dasar-dasar pemikiran sebagi berikut:

1. Hubungan antara khalik dan makhluk bagi panteisme, persis sama dengan

filosof, agama Zoroaster, dan ajaran Reinkarnasi. Hal ini tercermin dalam

ungkapan mereka, “Tiada perbedaan antara Khaliq dan makhluk.”

2. Percaya bahwa Tuhan berada “di dalam makhluk” adalah pemikiran panteisme.

Paham wujudiyyah Hamzah Fansuri sama dengan pemahaman panteisme

12 Alwi Shihab, Akar Tasawuf di Indonesia: Antara Tasawuf Sunni dan Tasawuf Falsafi,

hlm. 93-94 13 Ibid, hlm. 148-152.

Page 59: KRITIK NURUDDIN AL-RANIRI TERHADAP HAMZAH FANSURIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36630/2/MUHAMMAD... · pemikiran Nuruddin ar-Raniri, penelitian ini menyimpulkan

48

karena dia melihat Tuhan sepenuhnya immanen (tasbih), padahal Tuhan itu

transenden (tanzih).

3. Panteisme mengikuti aliran Mu’tazilah yang menganggap “Al-Qur’an adalah

sebuah makhluk”.

4. Sama halnya seperti sebagian filosof, panteisme percaya bahwa “alam bersifat

qadim.”

5. Panteisme percaya bahwa wujud Allah Swt, adalah basith (simple).14

3. Pengingkaran terhadap Keberadaan Surga dan Neraka

Dalam kitab Muntahi, Hamzah Fansuri mengatakan bahwa nyawa berasal

dari Tuhan dan akan kembali bersatu dengan-Nya, seperti ombak kembali ke laut.

Hamzah menulis sebagai berikut: “Yä ayyatuha’l-nafsu l-muthmainnah, irj’I ilä

rabbika rädhiyatan mardhiyyah; fadkhuli fi’ibädi wa dkhuli jannati” (Q.S 2:

156). Artinya, wahai segala makhluk yang bernyawa muthmainnah! Pulanglah

kamu kepada Tuhan kamu yang ridha akan kamu. Maka masuklah surga-Ku, hai

hamba-hamba-Ku! Apa yang dikatakan oleh Hamzah dalam masalah ini sesuai

dengan ajaran mistik yang dianutnya. Jika Tuhan memang imanen dalam alam

empiris, maka kematian manusia berarti kepulangannya bersatu dengan

Tuhannya, sebagaimana ombak yang berasal dari laut juga kembali bersatu

dengan laut. Dari itu wajarlah apabila Hamzah menafsirkan ayat-ayat Alquran

seperti di atas secara berbeda dengan pengertian yang dianut dalam kalangan

ahlussunnah.

14 Alwi Shihab, Akar Tasawuf di Indonesia: Antara Tasawuf Sunni & Tasawuf

Falsafi, hlm. 89

Page 60: KRITIK NURUDDIN AL-RANIRI TERHADAP HAMZAH FANSURIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36630/2/MUHAMMAD... · pemikiran Nuruddin ar-Raniri, penelitian ini menyimpulkan

49

Oleh karena itu, sanggahan al-Raniri terhadap persoalan ini merupakan

lanjutan dari sanggahannya terhadap ajaran wahdatul wujud. Bagi Nuruddin, yang

ada hanyalah Tuhan, sedangkan yang selain-Nya tidak ada. Karena itu mustahil

manusia yang tidak ada akan bersatu dengan Tuhan yang maha ada. Al-Raniri

mengatakan bahwa penafsiran yang dilakukan Hamzah Fansuri terhadap ayat

tersebut (Q.S 2: 156) dapat menimbulkan pengingkaran adanya surga dan neraka

seperti yang diajarkan dalam agama. al-Raniri menulis, “Maka dimaknakan oleh

kaum Wujudiyyah yang zindik itu seperti makna pada ayat “inna li’l-lähi wa innä

ilaihi räji’ün’, adalah maksud mereka itu bahwa alam itu keluar daripada Wujud

Allah dan kembali ia jua menjadi bersatu dengan Dia. Karena pada mereka itu

tiada surga dan neraka dan tiada ada pada mereka itu Tuhan, hanya ia

bertuhankan dirinya sendiri.” Sedangkan arti yang diberikan oleh para mufassirin

terhadap ayat-ayat tersebut, menurut Nuruddin, adalah bahwa manusia itu milik

Allah dan jua segala amalnya akan kembali kepada-Nya. Jika amalnya baik, ia

akan dimasukkan ke dalam surga, dan jika buruk dimasukkan ke dalam neraka.15

15 Ahmad Daudy, Syekh Nuruddin Ar-Raniry; Sejarah Hidup, Karya, dan Pemikirannya,

hlm. 215-220.

Page 61: KRITIK NURUDDIN AL-RANIRI TERHADAP HAMZAH FANSURIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36630/2/MUHAMMAD... · pemikiran Nuruddin ar-Raniri, penelitian ini menyimpulkan

50

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Sebagaimana para ahli kalam sunni, Nuruddin Al-Raniri berpandangan

bahwa alam semesta merupakan refleksi dari wujud Allah yang hakiki, sehingga

wujud Allah dan alam memiliki eksistensi yang berbeda. Wujud Allah bersifat

qadim (keberadaan awal yang tidak didahului wujud apa pun), sedangkan alam

tercipta dan baru. Menurut Al-Raniri, ajaran ahli kalam tersebut tidak

bertentangan dengan ajaran para sufi tentang konsep tajalli, bahwa alam semesta

merupakan manifestasi dari wujud Allah, sehingga tidak dapat dinyatakan berbeda

atau sama dengan wujud Allah.

Dalam ajaran penciptaan itulah Al-Raniri mengkritik ajaran tasawuf falsafi

tentang wahdatul wujud, khususnya yang disebarkan oleh Hamzah Fansuri.

Ajaran wahdatul wujud yang dikembangkan oleh Hamzah Fansuri serupa dengan

teori emanasi (al-faidh) Al-Farabi, bahwa Tuhan berada dalam kandungan

(imanen) alam ini. Artinya, alam memiliki hakikat Tuhan. Menurut Al-Raniri,

menyatakan emanasi Tuhan sama saja dengan menyamakan Tuhan dengan

makhluk ciptaan-Nya. Aliran wujudiyyah yang mengembangkan konsep wahdat

al-wujud, menurut Al-Raniri, dapat membawa kepada kekafiran, sebab ajaran

wahdat al-wujud ini berpandangan bahwa manusia tidak hanya mampu memiliki

sifat-sifat Tuhan, tetapi juga memunculkan pengakuan bahwa alam bersifat kekal

Page 62: KRITIK NURUDDIN AL-RANIRI TERHADAP HAMZAH FANSURIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36630/2/MUHAMMAD... · pemikiran Nuruddin ar-Raniri, penelitian ini menyimpulkan

51

seperti halnya hakikat Tuhan. Oleh karena itu, ajaran wahdat al-wujud dapat

menjerumuskan umat Islam kepada kemusyrikan.

B. Saran dan Masukan

Berdasarkan penelitian dan pembahasan yang dilakukan, maka penulis

menyampaikan beberapa saran, yaitu:

1. Bagi Pihak Universitas

Literatur tentang kitab-kitab klasik tasawuf yang dikarang oleh tokoh-

tokoh sufi masih belum banyak tersedia di perpustakaan sehingga menyulitkan

para pelajar tasawuf untuk menggali ajaran-ajaran tasawuf dari sumber-sumber

aslinya. Oleh karenanya, pihak kampus perlu berupaya memperbanyak karya-

karya tasawuf baik dalam bahasa asli maupun terjemahannya.

2. Bagi Pelajar Tasawuf

Para pelajar perlu lebih aktif mempelajari perbandingan ajaran-ajaran

tasawuf sehingga mampu menemukan kekayaan khazanah keislaman yang

diwariskan oleh tokoh-tokoh sufi terdahulu.

3. Bagi peneliti selanjutnya

Skripsi ini masih jauh dari sempurna, perlu kiranya bagi peneliti yang

ingin mendalami persoalan ini lebih lanjut untuk mengembangkan kajian

perbandingan di antara ajaran-ajaran tasawuf dan pengaruhnya terhadap

masyarakat luas, sehingga mampu memperkaya khazanah pengetahuan

keislaman.

Page 63: KRITIK NURUDDIN AL-RANIRI TERHADAP HAMZAH FANSURIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36630/2/MUHAMMAD... · pemikiran Nuruddin ar-Raniri, penelitian ini menyimpulkan

52

DAFTAR PUSTAKA

Al-Attas, Syekh Naquib, Raniri and the Wujudiyyah of 17th Century Aceh,

Singapore, MMBRAS III, 1996.

Al-Ghazali, Abu Hamid, Al-Munqidz min Al-Dhalal, Kairo: Dar Al-Ma’arif, 1316.

Al-Raniri, Nuruddin, Hujjatussidiq li Daf Azzindiq, tt.

At-Taftazani, Abu Al-wafa’ Al-ghanimi, Sufi dari Zaman ke Zaman, Terj. Ahmad

Far’i Ustmani, Bandung: Pustaka, 1985.

Azra, Azyumardi, Jaringan Ulama: Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara

Abad XVII dan XVIII, Bandung: Mizan, cet. V, 1999.

Bakhtiar, Amsal, Filsafat Agama, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997.

Braginsky, K.I., Yang Indah, Berfaedah dan Kanal Sejarah Sastra Melayu Dalam

Abad 7-19. Jakarta: INIS: 1998.

Daudy, Ahmad, Syaikh Nurruddin ar-Raniri; Sejarah, Karya, dan Sanggahan

terhadap Wujudiyyah di Aceh, Jakarta: Bulan Bintang 1983.

_____________, "Tinjauan atas Karya Al-Fath Al-Muhlidin karya Syaikh

Nuruddin Ar-Raniri", dalam A. Rifa’I Hasan (Ed.), Warisan intelektual

Muslim Indonesia, Bandung: Mizan Bandung, 1990.

Djamaris, Edwar dan Drs. Saksono Prijano, Hamzah Fansuri dan Nurrudin Ar-

Raniri, Proyek Pengembangan Media Kebudayaan, Dirjen Kebudayaan,

Depdikbud: 1996.

Hadi, Abdul, Risalah Tasawuf dan Puisi-puisinya. Jakarta: Mizan, 1995.

Hadi, Mukhtar, Memahami Ilmu Tasawuf: Sebuah Pengantar Ilmu Tasawuf,

Yogyakarta: Aura Media, 2009.

Leaman, Oliver, Pengantar Filsafat Islam; Sebuah Pendekatan Tematis, Jakarta:

Mizan 2002.

Mulyati, Sri, Tasawuf Nusantara: Rangkaian Mutiara Sufi Terkemuka, Jakarta:

Kencana, 2006.

Muzakkir, Studi Tasawuf; Sejarah, Pemikiran, Tokoh dan Analisis, Bandung:

CitaPusaka Media, 2009.

Page 64: KRITIK NURUDDIN AL-RANIRI TERHADAP HAMZAH FANSURIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36630/2/MUHAMMAD... · pemikiran Nuruddin ar-Raniri, penelitian ini menyimpulkan

53

Nasr, Seyyed Hossein, dan Oliver Leaman, Ensiklopedi Tematis Filsafat Islam,

Jakarta: Mizan, 2003.

Piah, Harun Mat (dkk.), Traditional Malay Literature, Kuala Lumpur: Dewan

Bahasa dan Pustaka, 2002.

Raharjo, M. Dawam, Insan Kamil: Konsepsi Manusia Menurut Islam, Jakarta:

Grafitipers. 1987.

Rahman, Fazlur, Islam, Chicago: University of Chicago Press, 1979

_____________, “Revival and Reform”, dalam P.M Holt (peny.), The Cambridge

History of Islam, Cambridge: Cambridge University Press, 1970.

Ramli, Fuad, Studi Filsafat Umum, Banda Aceh: Fakultas Ushuluddin IAIN Ar-

Raniry, 2003.

Sangidu, Wachdatul Wujud, Yogyakarta: Gama Media, 2003.

Suprapto, H.M Bibit, Ensiklopedi Ulama Nusantara, Riwayat Hidup, Karya, dan

Sejarah Perjuangan 157 Ulama Nusantara, Jakarta: Gelegar Media

Indonesia, 2009.

Syihab, Alwi, Antara Tasawuf Sunni dan Tasawuf Falsafi: Akar Tasawuf di

Indonesai, Jakarta: Pustaka Iman, 2009.

Taufiq, Ahmad, Sastra Kitab, UNS, Surakarta: 2007

Wnstedt, R.O, Some Malay Mystics, Heretical and Ortodox, JMBRAS. Vol. 1.

April. Singapore, 1923.

Yock Fang, Liaw, Sejarah Kesusesteraan Melayu Klassik, Singapura: Pustaka

Nasional, 1982.