Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

384
1

Transcript of Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

Page 1: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

1

Page 2: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

DI DADAKUISLAM

MENYALAOleh: Abay Abu Hamzah

NYALA PERTAMA: MENYINARI HATIPercik 1: Memahat ImanPercik 2: Menyibak Tirai

NYALA KEDUA: MENERANGI SEMESTAPercik 3: Mengejar Ilmu

Percik 4: BersegeraPercik 5: Berbagi Cahaya

Percik 6: Terus Melangkah

NYALA KETIGA: MENUJU CAHAYAPercik 7: Merancang Kematian

Percik 8: Menang

2

Page 3: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

***

untuk Yenni,

di tahun ke empat pernikahan kita.

banyak tawa yang kita lalui bersama

banyak jerih yang kita lewati berdua

padamu aku belajar banyak hal;

tentang diri, tentang pencipta, tentang

semesta,

tentang cinta, tentang surga

bersama,

kita akan terus merajut cinta

yang akan kita jaga

hingga kedua kaki kita

seutuhnya berpijak di surga

***

3

Page 4: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

DAFTAR ISI

PersembahanSeribu SalamDaftar IsiPendahuluan: Di Dadaku Islam Menyala

NYALA PERTAMA: MENYINARI HATI

Percik 1: Memahat Iman Seteguh Bilal Beriman di Atas Pasir Memahat di Atas Karang Islam Saja, Lain Tidak

Percik 2: Menyibak Tirai Cinta yang Tak Hadir di Setiap Hati Semerbak Wangi dari Madinah Bisik Rindu dari Andalusia

NYALA KEDUA: MENERANGI SEMESTA

Percik 3: Mengejar Ilmu Belajar dari Asy-Syafi’i Taman Surga

Percik 4: Bersegera Benar dan Ikhlas Secepat Hanzalah Cerdas Beribadah

Percik 5: Berbagi Cahaya Dongeng Umat Terbaik

4

Page 5: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

Belajar dari Abu Dzarr Menyempurnakan Ikhtiyar

Percik 6: Terus Melangkah Jalan Ini Berduri Ujian Cinta

NYALA KETIGA: MENUJU CAHAYA

Percik 7: Merancang Kematian

Percik 8: Menang Semesta dalam Teduh Akhir Cerita Kita

Tentang Penulis

5

Page 6: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

SISTEMATIKA BUKU

NYALA PERTAMA: MENYINARI HATI

Percik 1: Memahat ImanSeteguh BilalBeriman di Atas PasirMemahat di Atas KarangIslam Saja, Lain Tidak

Percik 2: Menyibak TiraiCinta yang Tak Hadir di Setiap HatiSemerbak Wangi dari MadinahBisik Rindu dari Andalusia

NYALA KEDUA: MENERANGI SEMESTA

Percik 3: Mengejar Ilmu Belajar dari Asy-Syafi’iTaman Surga

Percik 4: BersegeraBenar dan IkhlasSecepat HanzalahCerdas Beribadah

Percik 5: Berbagi CahayaDongeng Umat Terbaik

6

Page 7: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

Belajar dari Abu DzarrMenyempurnakan Ikhtiyar

Percik 6: Terus Melangkah Jalan Ini BerduriUjian Cinta

NYALA KETIGA: MENUJU CAHAYA

Percik 7: Merancang Kematian

Percik 8: MenangSemesta dalam TeduhAkhir Cerita Kita

7

Page 8: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

JazaakumuLlah

Sembah sujud saya haturkan kepada Allah,

atas raga, atas jiwa, atas indra, atas segala

karunia. Tidaklah saya bisa menyelesaikan

naskah ini melainkan atas izinMu ya Allah.

Karena itu, jagalah keikhlasan hati hamba,

taburilah karya kecil ini dengan kebenaran

dan cahayaMu, agar bisa memberi manfaat

bagi siapapun yang berkenan membacanya,

terlebih lagi kepada yang menuliskannya.

Shalawat serta salam, akan tetap tercurah

kepada junjungan saya Rasulullah Shallallahu

’Alaihi Wasallam. Terimakasih ya Nabi, atas

risalah yang kau wariskan pada kami.

Terimakasih ya Rasul, atas segala jerihmu

untuk menyinari kegelapan dunia ini, atas

segala darahmu yang tertumpah demi

menyelamatkan kami. Tak ada yang bisa kami

lakukan untuk membalas segala jerih, peluh,

air mata dan darahmu, selain hanya

8

Page 9: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

senandung syahdu dari lisan dan hati kami:

Allahumma Shalli ’Ala Muhammad, Ya Allah

limpahkanlah shalawat atas junjungan kami

nabi Muhammad saw.

Kepada sepasang suami isteri yang

membesarkan dan mendidik dengan segala

keterbatasan. Abdullah dan Noor Jaliyyah,

Abah dan Mama saya tercinta. Semoga Allah

memberkahi setiap sisi kehidupan kalian.

Maaf jika anak bandel ini sering membuat

kalian susah dan menangis. Tak ada yang bisa

saya lakukan untuk Abah dan Mama tercinta,

kecuali senandung doa kepada Allah,

Rabbighfirly waliwalidayya warhamhuma

kama rabbayani shagira, Tuhanku ampunilah

aku dan kedua orangtuaku, dan peliharalah

mereka berdua sebagaimana mereka

memeliharaku di waktu kecil.

Berjuta terima kasih kepada kedua mertua

yang luar biasa, Ramdani dan Rawiyah, yang

telah mendidik dan membesarkan seorang

9

Page 10: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

gadis kecil hingga dewasa, kemudian dengan

lapang dada mempercayakan penjagaan

berikutnya kepadaku. Semoga Allah

membalasnya dengan yang lebih baik.

Salam sayang untuk empat adik manisku,

Amalia Rismawati, berjilbab ya sayang.

Maulida Wulandari, selamat datang di dunia

para Penggenggam Bara Islam. Muhammad

Syawwal dan Muhammad Nazar Ridhani,

teruskan perjuangan kakak ya.

Terimakasih juga saya haturkan kepada Mbak

Ratih Ayuningrum yang dengan sabar

membimbing saya menyelesaikan naskah ini.

Semoga Allah selalu memudahkan urusan

Mbak, JazaakiLlaah bil-Jannah...

Kepada para asatidz yang telah membangun

karakter diri saya sebagai seorang Muslim,

Ustadzah Fithri yang telah mendoakan saya

dengan doa yang sangat mulia, ”Semoga

kamu jadi seorang pengemban dakwah.” Juga

kepada Ustadz Wahyudi Abu Najwa, Ustadz

10

Page 11: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

Agus Abu Ghina, Ustadz Yusuf Abu Fikri,

Ustadz Agung, Ustadz Firman Saladin, dan

para asatidz sekalian, semoga Allah

membalas kalian dengan yang lebih baik

daripada apa yang dilintasi matahari dari

terbit hingga tenggelamnya. Begitulah

balasan Allah kepada seseorang yang

mengantarkan hidayah melalui lisannya. Dan

lisan kalian telah mengantarkan hidayah pada

hatiku.

Segenap cinta saya haturkan kepada para

penerus: Tri, Pariadi (salam untuk isteri

Antum ya akh, ukhti Ni’mah Faizah), Amin,

Iman, Fadli, Hendra, Adi dan juga Hairan.

Juga kepada adik-adik hebat di Komunitas

Islam Satu (K1S), Arsani, Rahmani, Fauzi,

Chandra, Hakim, Jumadi, Wanda, Eko, Hasmi,

Faris, Luthfi, Ayub, Musthafa, Teguh, Riyadi,

Amin, dan Ghazali.

Salam untuk adik-adik pasca mentoring

PBSID FKIP Unlam 2007, Gesit, Sofyan, Ijonk,

11

Page 12: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

Fauzil, Ramdhani, Thayyib, Rizali, afwan

kalau ada yang tidak sempat disebutkan ya...

Salam ukhuwah juga saya bingkiskan untuk

Amalliani, Nunu, Atikah, Desi Mtk08, Niah,

Diana, Ina, Ka Silmi, Ka Nayla (jazakillah

kalimat dahsyatnya), Ka Mia (saya tunggu

buku pian berikutnya), Ka Rifda (afwan belum

sempat memenuhhi undangan soft launching

di radio Abdi Persada), juga para akhawat

yang sering ke rumah untuk ikut pengajian

isteri saya, Mardiana, Ami, Ratna, Syarifah,

dan juga Hadijah, afwan jika kami sekeluarga

kurang baik dalam memuliakan tamu.

Para penerus perjuangan di MyMaticz: Erna,

Dyah, MU-NJ-MJ (Maria Ulfah, Noor Jennah

dan Miftahul Jannah), Azmah, dan pengurus

lainnya yang tidak bisa saya sebutkan satu-

persatu.

Salam untuk sahabat seperjuangan yang

tumbuh mekar beriringan, Hendra Salim

(salam untuk Bu Dokter, hehe), Meydi, Elham

12

Page 13: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

dan Nita isterinya (kapan nih bisa ke

Banjarmasin lagi buat reunian?), Eko dan

Dyah isterinya (semoga Allah selalu

menyertai antum sekeluarga, afwan kami

jarang berkunjung), serta Abduh dan Adien

isterinya (Akh, saya tunggu koreksi dari

antum untuk karya-karya saya). Juga untuk

teman-teman di Masjid kampus, Syahdan,

Fitriyadie, Harry dan Aisyah isterinnya,

Fadlan, Izhar, Juki, Ali, Yadi, Agus Salim, dkk.

Salam juga untuk teman-teman di Prodi

Pendidikan Matematika FKIP Unlam, dan

seluruh keluarga besar FKIP Unlam.

Kepada guru-guru di SMAN 1 Mataraman,

Pak Max dan Bu Rusdiah, Bu Kamaliah dan

Pak Yusuf, Bu Rina, Bu Palupi, Bu Mar, Pak

Yusuf (guru matematika), Pak Jur, dan semua

guru yang kucinta, terimakasih atas ilmu

yang diberikan kepadaku. Juga kepada dosen-

dosen yang kusayangi, Pak Karim, Pak

Iskandar, Pak Profesor Sutarto, Pak Faif, Pak

Rusli (Allahuyarham, ternyata penduduk

13

Page 14: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

langit lebih menginginkanmu Guru, semoga

Allah memberikan tempat terbaik untukmu,

atas segala ilmu yang kau berikan pada

mahasiswa yang bandel ini) juga untuk Pak

Tono, Pak Ansori, Bu Ati, Bu Ani, Bu Fajriah,

Bu Akmil, Bu Diana, Bu Agni, Bu Mastinah,

dan Bu Aisyah. Semuanya, jazakumuLlah bil-

Jannah...

Terakhir dan teristimewa, kepada isteriku

Noor Yenni, terimakasih kuhaturkan atas

cinta yang kau berikan dengan tulus.

Terimakasih atas segala inspirasi.

Terimakasih atas setiap diskusi di sepanjang

perjalanan bersepedamotor. Sayang,

bersamamu aku jadi semakin mengerti siapa

diriku di hadapan Tuhan.

Kecup sayang untuk kedua titipan Allah pada

kami, Muhammad Nawfa Hamzah sang calon

da’i dan Muhammad Alif Alfatih sang calon

ilmuwan. Anak-anakku, semoga melalui

tangan kalianlah kota Roma jatuh ke

14

Page 15: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

pangkuan Islam, seperti yang dijanjikan

Rasulullah.

Kepada semua sahabat yang namanya tak

bisa kusebutkan satu persatu, salam untuk

kalian semua. Kepada siapapun yang

mencintaiku, aku mencintai kalian karena

Allah.

Dengan cinta yang menggebu,

Abay Abu Hamzah

15

Page 16: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

DI DADAKU ISLAM MENYALA

(Sebuah Pendahuluan)

Siapa yang masih ingat film Kiamat Sudah

Dekat? Beberapa fragmen di film itu

memberikan pelajaran yang sangat berharga

buat saya. Tak jarang, saya mengutip salah

satu adegannya untuk saya sampaikan di

hadapan audiens-audiens saya.

Dalam film itu, diceritakan Andre Taulani

sedang meminta izin kepada Pak Haji Dedy

Mizwar untuk berpacaran dengan anaknya.

Pak haji yang memahami bahwa tidak ada

pacaran dalam Islam, jelas saja menolak

keinginan Andre. Pak haji inginnya langsung

menikah saja. Mendengar itu, jelas saja Andre

girang. Sayang kegirangan Andre tidak

berlangsung lama, karena sesaat setelah itu

Pak Haji langsung memulai pembicaraan

tentang syarat-syaratnya.

16

Page 17: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

Baik. Pasti kalian ingin tahu apa saja syarat-

syaratnya. Saya tidak ingat semuanya, hanya

yang pertama saja, yaitu beragama Islam.

”Agama kamu Islam kan?” tanya Pak Haji.

Saya mengira Andre akan menjawab dengan

enteng, ”Iya dong pak Haji...” tetapi ternyata

tidak. Muka Andre terlihat bingung. Kikuk.

Dia lalu menangkup kedua telapak tangannya

di dada sambil menganggukkan kepala,

”Maaf, sebentar Pak Haji,” katanya seraya

berbalik arah dan mengambil dompet di saku

belakangnya. Kemudian dia mengeluarkan

sebuah benda seukuran kartu nama. Setelah

itu senyum di wajahnya kembali merekah.

”Iya Pak Haji, agama saya Islam. Maaf, saya

lupa Pak Haji, maklum biasanya yang ngurus

KTP supir keluarga saya, itupun lima tahun

sekali Pak Haji...”

InnaliLlah... ternyata Islam bagi Andre di film

itu hanyalah sebatas status di KTP, yang

17

Page 18: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

setara dengan 25 Pebruari 1986 dan RT 5 No

34 A. Ya, Islam bagi tokoh yang diperankan

Andre itu tak lebih dari sekedar salah satu

data yang perlu dimasukkan untuk menuh-

menuhin kolom di KTP. Itu saja, tidak lebih.

Khawatirnya, masih banyak di antara kita

yang mungkin masih berpikiran tak jauh beda

dengan tokoh di film itu. Menjadikan Islam

tak lebih dari sekedar status. Bahkan sebagai

statuspun kadang Islam tak benar-benar

diingat, seperti tokoh kita tadi. Betapa

rendahnya Islam bagi mereka, jika tempatnya

hanya di dalam KTP yang dimasukkan ke

dalam dompet, dan dompet diletakkan di saku

belakang celana kita.

Saya sangat khawatir jika masih banyak

Muslim yang tak menjadikan Islam istimewa

bagi mereka, karena itu melalui buku

sederhana ini saya ingin bercerita kepada

para pembaca, bahwa Islam itu letaknya

bukan di saku belakang celana kita. Saya

18

Page 19: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

ingin berbagi, agar kita semua menyadari

bahwa Islam itu semestinya di letakkan di

hati, dan selayaknya ia menyala di sana.

Karena itulah, buku sederhana ini saya beri

judul Di Dadaku Islam Menyala.

Buku ini saya bagi menjadi tiga bagian yang

saya sebut Nyala. Nyala pertama,

MENYINARI HATI, akan mengajak kita semua

berpikir tentang diri dan alam semesta. Dari

sini kita akan membuktikan kebenaran Islam

secara logis agar bisa meyakini Islam

dengan keyakinan yang bulat utuh. Di sini

kita akan belajar untuk beriman dengan

berpikir, kita akan belajar mencintai Islam

dan kita akan belajar untuk percaya diri

dengan identitas keislaman kita.

Bangga dengan identitas keislaman saja tentu

belum cukup untuk menjadi Muslim sejati.

Harus ada tindakan berikutnya yang kita

lakukan setelah pe-de dengan keislaman kita.

Untuk itu kita akan melaju ke Nyala kedua,

19

Page 20: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

MENERANGI SEMESTA. Di sini kita akan

belajar bersama untuk membuktikan

kecintaan kita pada Islam dengan cara

mengejar ilmu sehaus pengembara,

mengamalkannya sekuat daya, dan

menyebarkannya sepenuh jiwa. Ada satu

bekal yang harus kita miliki dalam

mempelajari, mengamalkan dan menyebarkan

Islam. Bekal itu bernama istiqamah Dengan

begitu, kita tidak sekedar menjadi Muslim

dalam tataran konsep (sekedar meyakini dan

mencintai saja), tetapi kita juga telah menjadi

Muslim dalam tataran praktis

(mengamalkannya).

Di Nyala ketiga nanti, MENUJU CAHAYA,

InsyaaLlah kita akan diingatkan kembali

bahwa perjuangan kita bukanlah perjuangan

tanpa akhir. Allah telah menjanjikan dua

kemenangan bagi kita, sebagai akhir dari

cerita kita.

20

Page 21: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

Jika kata-kata yang dicetak tebal saya

kumpulkan dalam satu skema, jadinya

InsyaaLlah seperti yang saya sajikan di bawah

ini,

(Nyala I, Membangun Pondasi)meyakini islam mencintai Islam

(Nyala II, Setelah Membangun Pondasi) mempelajari Islam mengamalkan

Islam menyebarkan Islam istiqamah

(Nyala III, Akhir) merancang mati menang

Tanda anak panah menunjukkan bahwa poin

satu dengan lainnya merupakan tahapan yang

saling berkait-kaitan. Tujuh poin itu saya

kelompokkan dalam tiga Nyala, Nyala I

merupakan pondasi, Nyala II merupakan tiga

kewajiban kita setelah kita membangun

pondasi yang kokoh itu, dan Nyala III

21

Page 22: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

merupakan pembahasan tentang akhir cerita

kita.

Kepada kalian yang sedang mencari

kebenaran, saya berharap buku ini bisa

memberikan jawaban yang memuaskan dan

mencerahkan. Kepada sahabat semua yang

sudah sejak lama menapaki jalan ini,

InsyaaLlah buku ini akan tetap bermanfaat

buat kita, setidaknya formulasi materi yang

saya sajikan di buku ini bisa membantu dalam

menyampaikan kebenaran Islam dalam

diskusi-diskusi, pengajian-pengajian,

mentoring-mentoring, dan lain sebagainya.

Selamat menekuri lembar demi lembar buku

sederhana ini. Semoga kita menemukan

serpihan-serpihan manfaat yang bisa kita

himpun menjadi sebuah pemahaman yang

berharga.

Banjarmasin, Syawwal 1430, Sahabatmu di Jalan Allah

Abay Abu Hamzah

22

Page 23: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

Nyala Pertama

MENYINARI HATI

23

Page 24: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

Nyala Pertama

MENYINARI HATI***

Banyak orang yang beriman, tetapi hanya sedikit

yang memahami keimanannya.***

1 Memahat Iman

Seteguh BilalBeriman di Atas Pasir

Memahat di Atas KarangIslam Saja, Lain Tidak

2Menyibak Tirai

Cinta yang Tak Hadir di Setiap HatiSemerbak Wangi dari Madinah

Bisik Rindu dari Andalusia

24

Page 25: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

Saya sengaja memberi judul MENERANGI

HATI pada Nyala Pertama ini. Karena

sepanjang pembahasan di bagian ini, kita

akan banyak berbincang tentang diri kita.

Kita akan banyak belajar mengenali siapa

kita, untuk apa kita berada di sini, dan mau

kemana kita setelah ini? Ya, semua itu

tentang diri. Berbicara tentang diri, berarti

kita juga berbicara tentang rajanya diri: hati.

Karena itulah Nyala pertama ini berjudul

Menerangi Hati.

Jika kita berada di suatu perkampungan,

kemudian ada orang yang menanyakan pada

kita mengenai asal kita, sedang apa kita di

sana, dan mau kemana kita, lalu kita

menjawab ketiga pertanyaan itu dengan

‘tidak tahu’, jangan salahkan siapa-siapa jika

kita dikeroyok oleh massa, atau setidaknya

diusir dari kampung itu. Karena kita tidak

bisa menjelaskan dari mana kita, sedang apa

di sana, dan mau kemana setelah itu, maka

adalah wajar jika orang beranggapan bahwa

25

Page 26: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

kita adalah orang jahat, atau bahkan orang

gila. Ya, bukankah orang gila memang tidak

mengerti darimana mereka berasal, untuk

apa mereka ada di sini, dan mau kemana

setelah ini?

Maka, mari kita bercengkerama tentang tiga

pertanyaan mendasar itu; dari mana kita

sebelum berada di dunia ini, untuk apa kita

berada di dunia ini, dan mau kemana kita

setelah meninggalkan dunia ini.

Tiga pertanyaan besar tersebut harus dijawab

dengan sempurna. Jika kita tidak bisa

menjawabnya, mungkin kita adalah orang

gila.

26

Page 27: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

Percik 1: Memahat Iman

1. Seteguh Bilal2. Beriman di Atas Pasir3. Memahat di Atas Karang4. Islam Saja, Lain Tidak

27

Page 28: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

1

SETEGUH BILAL

Saat itu matahari sedang berada di atas

kepala. Seorang budak hitam dari Habasyah,

tengah terbaring tak berdaya di padang pasir.

Di dadanya, sebongkah batu besar cukup

menyesakkan nafasnya. Udara padang pasir

terasa membakar dengan perlahan, membuat

lapis demi lapis kulitnya terkelupas. Umayyah

bin Khalaf tengah terkekeh sombong ketika

melihat bilur-bilur di badan Bilal akibat

cambukan yang menderanya. Setiap kali

Umayyah mengangkat cambuknya, maka

yang terangkat tak cuma cambuk itu saja,

kulit dan daging Bilal juga ikut terangkat,

bersamaan dengan darah segar yang

menyembur dari lukanya yang menganga.

Hanya satu yang diminta oleh majikan kafir

itu, Bilal kembali kepada agama nenek

28

Page 29: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

moyangnya. Agar Bilal kembali menyembah

tiga ratus enam puluh berhala yang dipasang

di sekeliling ruangan dalam Ka’bah. Alangkah

sesaknya nafas. Alangkah pedihnya cambukan

itu. Alangkah sakitnya ketika kulit dan daging

tercerabut. Alangkah ganasnya matahari.

Tetapi, setiap kali Umayyah memaksanya

untuk kembali kafir, Bilal hanya menjawabnya

dengan ”Ahad…, Ahad…” seolah cambukan

Umayyah tak sedikit pun menggentarkannya.

Alangkah menakjubkan. Seorang budak yang

belum lama beriman, ternyata mampu

mempertahankan keimanannya meskipun

harus dipanggang di bawah terik matahari.

Ada kekuatan apa yang sebenarnya berada di

balik ketegaran Bilal bin Rabah?

Kekuatan yang aneh. Kekuatan yang menurut

orang-orang kafir Quraisy mampu

memisahkan orangtua dengan anaknya,

mampu memisahkan suami dengan isterinya.

Kekuatan yang melebihi sihirnya para tukang

29

Page 30: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

tenung. Kekuatan yang begitu menggugah,

jauh melampaui syair-syair perang yang

didendangkan oleh suku Aus dan Khazraj di

Yatsrib. Kekuatan itulah yang membuat Bilal

bin Rabah seperti tidak merasakan apa-apa

saat cambuk Umayyah berkali-kali

menderanya.

Jika kita masih belum mampu menemukan

jawaban rahasia kekuatan Bilal, maka

fragmen sejarah berikut ini, InsyaaLlah

mampu menjelaskannya pada kita.

Saat itu perang Mu’tah tengah berkecamuk

dengan ganasnya. Dari segi jumlah pasukan,

perang ini jelas tidak seimbang. Tiga ribu

prajurit Islam, harus menghadapi pasukan

gabungan Romawi yang jumlahnya dua ratus

ribu tentara bersenjata lengkap. Bisa

dibayangkan. Secara hitungan matematis

saja, jika jatuhnya korban dari masing-masing

pasukan sama-sama tiga ribu orang, itu

berarti telah menghabiskan seluruh pasukan

30

Page 31: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

Islam, tetapi masih menyisakan seratus

sembilan puluh tujuh ribu pasukan Romawi.

Dari perbandingan itu, setiap Mukmin harus

menghadapi enam puluh tujuh orang kafir.

Bisa dibayangkan betapa tidak seimbangnya

perang itu.

Adalah wajar, jika sebelum keberangkatan

mereka, Rasulullah sampai menyebutkan tiga

orang panglima perang. Panglima pertama

adalah Zaid bin Haritsah, jika dia syahid,

maka pasukan dipimpin oleh Ja’far bin Abdul

Muthallib. Jika Ja’far syahid, maka pasukan

diambil-alih oleh Abdullah bin Rawahah,

seorang ahli syair yang gubahannya selalu

menusuk-nusuk lembut ke dalam hati.

Tak berapa lama setelah perang dimulai, Zaid

bin Haritsah telah gugur sebagai syuhada.

Segera setelah itu, ar-rayah dipegang oleh

Ja’far bin Abdul Muthallib. Tak lama

berselang, Ja’far segera menyusul Zaid. Maka

sesuai perintah Rasulullah, pasukan dipimpin

31

Page 32: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

oleh Abdullah bin Rawahah, itu pun tak

sempat lama. Karena Abdullah bin Rawahah

juga segera menyusul kedua pendahulunya

menuju Allah.

Beruntung, dalam pasukan itu ada seorang

lelaki yang belum lama memeluk Islam. Abu

Sulaiman nama kuniyahnya, Pedang Allah

nama laqabnya, dan Khalid bin Walid nama

sebenarnya. Lelaki inilah yang saat masih

kafir berhasil mengalahkan kaum Muslimin

pada perang Uhud. Kini, Ia berada bersama

pasukan yang dulu diperanginya. Menarik

sekali. Tetapi justru karena dulu ia pernah

memerangi kaum Muslimin, ia merasa malu

dan tidak layak menjadi panglima perang

menggantikan Abdullah bin Rawahah yang

telah pergi menuju Allah. Namun, para

sahabat mempercayakan kepemimpinan

padanya.

Keadaan berubah. Dengan strateginya yang

cerdik, ia berhasil mengelabui pasukan

32

Page 33: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

Romawi. Ia menukar posisi para Mujahidin.

Pasukan yang sebelumnya berada di sayap

kanan, ditukar dengan pasukan dari sayap

kiri. Begitupun pasukan di barisan depan,

ditukarnya dengan pasukan yang berada di

belakang. Pasukan yang kini berada di

barisan belakang, diperintahnya membuat

suara berisik, menghamburkan debu ke

udara, dan membuat kuda-kuda meringkik

kencang.

Cerdas. Strategi itu menimbulkan kesan

bahwa kaum Muslimin mendapat tambahan

pasukan. Karena posisi pasukan yang satu

ditukar dengan pasukan di sisi lainnya, maka

pasukan musuh menemukan wajah-wajah

baru dari pasukan Muslim. Mereka berpikir

bahwa itu adalah pasukan tambahan dari

Madinah. Debu-debu yang beterbangan,

suara berisik dan ringkikan kuda, membuat

kesan pasukan Mukmin bertambah banyak.

33

Page 34: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

Melihat itu, balatentara Romawi berpikir

logis. Jika dengan jumlah pasukan yang hanya

tiga ribu saja, mereka sudah kewalahan

menghadapinya, bagaimana jika kaum

Muslimin mendapat tambahan pasukan?

Tentu mereka akan kehabisan nafas untuk

menghadapi kaum Muslimin. Tanpa

memikirkan gengsi, mereka lebih memilih lari

tunggang-langgang meninggalkan medan

perang. Kemenangan berada di pihak kaum

Muslimin, tanpa harus meneruskan

peperangan. Sungguh cerdik Khalid bin

Walid.

Ada banyak pelajaran yang dapat kita ambil

dari kisah heroik tersebut. Salah satunya

adalah syair Abdullah bin Rawahah yang

terpatri dalam sejarah.

”Wahai manusia. Tidaklah kita

memerangi mereka karena banyaknya

jumlah kita, atau karena persenjataan

kita. Demi Allah, kita hanya memerangi

34

Page 35: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

mereka karena Islam ini, yang mana

Allah telah memuliakan kita

dengannya.” (Abdullah bin Rawahah)

Syair Abdullah bin Rawahah ini seolah

menjawab kebingungan kita tentang kekuatan

rahasia Bilal bin Rabah. Ummat Islam

tidaklah mampu bertahan karena banyaknya

pasukan atau canggihnya persenjataan,

melainkan hanya karena keimanan itu sendiri.

Keimanan itulah yang membuat deraan

cambuk Umayyah bin Khalaf menjadi tidak

berarti. Keimanan itu juga yang menjadikan

sesaknya nafas karena terhimpit batu seolah

tidak terasa. Keimanan itu juga yang

membuat sobekan-sobekan daging Bilal

seolah tak berbekas. Kekuatan itu, Iman.

Tapi bagaimana ceritanya, keimanan mampu

menjadi kekuatan yang teramat dahsyat?

Bagaimana ceritanya, sebuah doktrin bisa

menggugah hati seorang budak untuk

menahan siksaan berat untuk

35

Page 36: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

mempertahankannya? Kita bisa saja

mengatakan bahwa kita meyakini sesuatu,

tetapi keyakinan itu mungkin akan luntur jika

dihadapkan pada kalungan celurit di leher

kita. Kita bisa saja mengklaim bahwa kita

beriman, tapi jika harus berhadapan dengan

moncong senapan, belum tentu bisa

mempertahankannya. Kita bisa saja mengaku

memeluk Islam, tapi jika harus berhadapan

dengan kursi listrik, atau alat pencabut kuku,

dan mungkin tiang gantungan, bisa jadi

keislaman itu akan tergadai. Tidak usah jauh-

jauh, dengan sekardus mie instan pun, sudah

banyak keimanan yang tergadaikan.

Di antara manusia ada yang mengatakan:

"Kami beriman kepada Allah dan hari

kemudian," pada hal mereka itu

Sesungguhnya bukan orang-orang yang

beriman. (TQS. Al-Baqarah: 8)

36

Page 37: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

Memang, keimanan kita mungkin akan

tergadai dengan berbagai rintangan tersebut.

Tetapi itu hanya terjadi jika keimanan kita

adalah keimanan yang rapuh. Namun, tentu

saja kita akan mempertahankannya meski

harus mempertaruhkan nyawa, jika keimanan

yang kita miliki, dibangun di atas pondasi

yang kokoh, yang bisa

dipertanggungjawabkan secara logis.

Keimanan seperti ini mampu bertahan jika

dihadapkan dengan logika orang waras.

Jika kita saja tidak bisa menemukan bukti

bahwa Islam adalah agama yang benar, lalu

bagaimana mungkin kita siap mengorbankan

nyawa kita untuk memperjuangkannya? Kisah

heroik Bilal bin Rabah, Zaid bin Haritsah,

Ja’far bin Abdul Muthallib, Abdullah bin

Rawahah dan Khalid bin Walid, tentu tidak

akan terjadi seandainya mereka tidak

menemukan bukti kebenaran risalah Islam

ini.

37

Page 38: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

Juga, tidak mungkin orang dari suku Ghifar

dan suku Aslam datang berbondong-bondong

untuk memeluk Islam, jika mereka tidak

menemukan bukti kebenaran Islam. Tidak

mungkin Abu Sufyan berbalik menjadi

pembela Islam jika ia tidak menemukan bukti

kebenaran akidah Islam. Tentu, keputusan

mereka untuk berbalik membela agama yang

dulu diperanginya, dikarenakan akal mereka

tak mampu menolak bukti kebenarannya.

Sungguh, Islam adalah akidah yang tidak

hanya benar menurut al-Quran. Tetapi ia juga

pasti benar menurut standar-standar

universal. Orang non-muslim pun, jika saja

mau menggunakan standar-standar universal,

tentu akan mengakui kebenaran akidah Islam.

Hanya saja kebanyakan dari mereka

bersembunyi di balik slogan ’kebenaran

relatif’. Sayang sekali.

38

Page 39: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

Apabila dikatakan kepada mereka:

"Berimanlah kamu sebagaimana orang-orang

lain telah beriman." Mereka menjawab: "Akan

berimankah kami sebagaimana orang-orang

yang bodoh itu telah beriman?" Ingatlah,

sesungguhnya merekalah orang-orang yang

bodoh; tetapi mereka tidak tahu (TQS. Al-

Baqarah: 13)

***

39

Page 40: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

2BERIMAN DI ATAS PASIR

Selama ini, jika kita bercerita tentang bukti

kebenaran Islam, kita selalu membahasnya

dari sudut pandang Islam. Itu memang tidak

salah. Tetapi bukti-bukti yang kita ajukan

tidak akan berlaku jika disuguhkan kepada

orang yang telah memeluk agama tertentu,

atau seorang atheis sekali pun.

Kita sering mengatakan bahwa bukti

kebenaran Islam adalah ayat ”Innad-diina

’indallahil-Islaam”. Ayat itu tidak keliru, dan

memang satu-satunya agama yang diridhai di

sisi Allah adalah Islam. Tetapi apakah orang

non-Muslim mau menerima argumen yang

seperti itu? Jika kita memaksa mereka

percaya dengan kabar dari al-Quran, maka

dengan logika yang sama, seharusnya kita

juga harus menerima jika orang Kristen

40

Page 41: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

mengatakan bahwa Yesus adalah anak Allah,

karena Injil menjelaskannya seperti itu.

Tentu kita tidak bisa menerimanya. Karena

kabar bahwa Yesus adalah anak Allah, ada

pada Injil yang isinya tidak kita yakini

kebenarannya. Nah, jika kita tidak bisa

mempercayai mereka karena mereka

bersandar pada Injil, bukankah wajar jika

mereka pun tak bisa mempercayai kita jika

kita bersandar pada al-Qur’an?

Jika kita ingin menguji kebenaran masing-

masing agama, tentu harus ada standar

universal yang disepakati. Standar itu

haruslah diakui oleh semua pihak. Sejauh ini,

standar yang sama-sama diakui itu adalah

akal, logika.

Baik. Mungkin sebagian kalangan akan

menolak tawaran tersebut. Karena bagi

mereka, keimanan bukanlah sesuatu yang

harus dibahas dengan akal. Keimanan adalah

pembenaran yang bersifat pasti. Tidak peduli

41

Page 42: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

logika bisa menerimanya atau tidak. Jika iman

bertentangan dengan akal, maka akal harus

dikalahkan. Begitu kata mereka.

Bahwa keimanan adalah pembenaran yang

bersifat pasti dan tak ada keraguan di

dalamnya, tentu kita sepakat. Masalahnya,

bagaimana mungkin kita bisa menemukan

pembenaran yang bersifat pasti, jika kita

dipaksa meyakini tanpa disertai pembuktian.

Kalau keimanan tak perlu pembuktian logis,

maka akan sangat banyak bermunculan

keyakinan baru yang tidak bisa diterima oleh

akal. Dan ketika kita memvonis aliran itu

sesat karena tidak bisa diterima oleh akal,

apa jadinya jika mereka menjawab dengan

jawaban yang sama ”Keimanan adalah

pembenaran yang bersifat pasti, tak perlu

logika bisa menerimanya atau tidak”

Karena itu, dengan standar yang universal,

tentu siapapun akan mengakui keimanan

42

Page 43: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

mana yang benar dan keimanan mana yang

keliru.

Rapuhnya Akidah Mereka

Kalau kita amati, setidaknya ada empat

landasan sesorang beriman. Dari empat

alasan itu, tiga di antaranya adalah landasan

yang rapuh. Tiga landasan rapuh itu adalah

karena keturunan, karena ketentraman, dan

karena keajaiban.

Jika saja landasan keimanan adalah

keturunan, maka beruntunglah orang yang

terlahir dari rahim seorang Muslimah. Tapi

bagaimana dengan bayi yang lahir dari rahim

seorang wanita Nashrani, Yahudi, atau

bahkan wanita musyrik? Apakah bayi-bayi itu

berdosa lantaran terlahir dari rahim seorang

non-Muslim? Memangnya, siapa yang

menentukan mereka lahir dari rahim seorang

musyrik? Apakah mereka sendiri yang mau?

Tidak! Allah-lah yang menentukan dari rahim

siapa mereka lahir. Allah yang mengatur

43

Page 44: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

semuanya. Lalu, apakah Allah akan

menghukum seseorang karena perbuatan-Nya

sendiri? tidak!

Setiap manusia yang terlahir, selalu berada

dalam fithrah. Selalu berada dalam keimanan

kepada Allah dan Rasul-Nya.

”Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu

mengeluarkan keturunan anak-anak Adam

dari sulbi mereka dan Allah mengambil

kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya

berfirman): "Bukankah Aku Ini Tuhanmu?"

mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuban

kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan

yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu

tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (Bani

Adam) adalah orang-orang yang lengah

44

Page 45: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

terhadap Ini (keesaan Tuhan)" (TQS. Al-A’raf:

172)

Kalau begitu, kita tidak bisa menjadikan garis

keturunan sebagai landasan iman. Karena

seperti kata group musik Raihan, iman tak

dapat diwarisi dari seorang ayah yang

bertaqwa.

Ada juga orang yang beriman karena

keajaiban. Misalnya karena melihat ada

pohon yang berbaris membentuk kalimah

syahadah. Sebagai seorang Muslim, memang

kita harus menyikapinya sebagai bukti

kebesaran Allah. Namun, keajaiban semacam

itu tidak bisa kita jadikan landasan dalam

keimanan kita. Kenapa? Karena setiap

keyakinan pasti melahirkan keajaiban.

Kalau kita konsisten dengan keajaiban

sebagai landasan iman, kita pasti akan

mengubah keyakinan setiap kali melihat

keajaiban. Hindu juga punya keajaiban,

karenanya jangan bingung jika melihat ada

45

Page 46: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

penganut agama Hindu yang mampu bertapa

lama tanpa makan. Budha juga punya

keajaiban, Kristen, Shinto, Sikh, bahkan Sai

Baba sekalipun memiliki keajaiban. Lalu, jika

semua keyakinan memiliki keajaiban, apakah

ini menandakan semua keyakinan benar?

Tidak.

Selain karena keturunan dan keajaiban, ada

juga orang yang beriman karena merasakan

ketentraman dalam beribadah. Mereka

menganggap bukti kebenaran agama Islam

adalah adanya ketentraman ketika beribadah.

Padahal kalau kita mau jujur, ketentraman

dalam beribadah tidak hanya bisa didapatkan

di dalam Islam. Lihatlah orang Budha dalam

bersemedi, pastilah mereka mendapatkan

ketentraman dalam ibadahnya. Lihat pula

orang Kristen, ketika mereka menyanyikan

lagu-lagu rohani, tentunya mereka diselimuti

oleh ketentraman jiwa. Begitu pula dengan

orang Yahudi ketika membenturkan kepada di

tembok ratapan, atau Majusi ketika

46

Page 47: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

menyembah api, atau masyarakat arab pra-

Islam yang menyembah-nyembah 360 berhala

di dalam Ka’bah. Semuanya merasakan

ketentraman dalam ibadahnya. Lalu, untuk

kesekian kalinya saya bertanya, apakah ini

berarti semua agama benar? Tidak, tentu saja

tidak! Karena kebenaran adalah sesuatu yang

mutlak, ia hanya ada satu di dunia ini. Jika

sesuatu terbukti benar, maka segala yang

bertentangan dengannya adalah salah.

Ketenteraman hanyalah sekedar penambah

keimanan, bukan landasan awal keimanan.

”Dia-lah yang Telah menurunkan

ketenteraman ke dalam hati orang-orang

mukmin untuk menambah keimanan di

samping keimanan mereka.” (TQS. Al-Fath:

4)

47

Page 48: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

Keturunan, keajaiban, dan ketenteraman

bukanlah standar kebenaran sebuah agama

atau keyakinan. Semua landasan tersebut

tidak bisa dipertanggungjawabkan. Beriman

di atas pondasi yang rapuh tersebut hanya

akan melahirkan keimanan yang rapuh pula.

Keimanan yang dibangun adalah keimanan

yang mudah roboh, mudah bergoyang, mudah

hancur, mudah lebur. Keyakinan kita harus

dibangun di atas landasan yang kokoh, tidak

akan goyang ketika ditiup angin, tidak akan

remuk ketika diterpa badai. Maka, jika

landasannya kuat, keimanan yang dibangun

di atasnya pun akan kokoh, sekokoh karang,

bahkan jauh lebih kokoh lagi.

”Dan perumpamaan kalimat (iman) yang

buruk seperti pohon yang buruk, yang Telah

dicabut dengan akar-akarnya dari permukaan

48

Page 49: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

bumi; tidak dapat tetap (tegak) sedikitpun.”

(TQS. Ibrahim: 26)

***

49

Page 50: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

3MEMAHAT DI ATAS KARANG

Jejak-jejak Tuhan

Manusia dan hewan (misalnya ayam) sama-

sama memiliki kebutuhan jasmani dan naluri.

Manusia bisa makan, ayam juga. Manusia

bisa mencintai, ayam juga. Manusia bisa

marah, takut, kesakitan, dan lainnya, ayam

juga. Lantas, apa bedanya manusia dengan

ayam? Akal. Akal yang membedakan kita

dengan makhluk-makhluk lainnya. Karena itu,

poin pembeda ini harus betul-betul kita

optimalkan dalam menjalani kehidupan. Jika

kita tidak menggunakannya, apa bedanya kita

dengan ayam?

Hanya saja, yang sering jadi masalah adalah,

banyak orang yang kebablasan dalam

menggunakan akalnya. Sampai-sampai akal

mereka mencoba memikirkan hal-hal yang

tidak mampu dipikirkannya. Ini tidak mungkin

50

Page 51: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

bisa dilakukan, karena akal kita hanya bisa

memikirkan apa yang terindra saja, tidak

lebih.

Pernah lihat film-film atau sinetron sejenis

Misteri Ilahi? Nah, itulah contoh orang yang

kebablasan menggunakan akalnya, entah

dapat ilmu dari mana mereka bisa

menggambarkan wujud malaikat, jin, surga

dan neraka. Ngawur!

Peran akal kita sangat terbatas, ia hanya

mampu memikirkan keberadaan Tuhan, tapi

tidak akan bisa memikirkan bagaimana wujud

Tuhan. Karena itu, mari kita gunakan akal

kita sebagaimana mestinya, untuk mencari

keberadaan Tuhan semesta. Itu saja.

Rasulullah pernah bertanya tentang iman

kepada seorang lelaki Badwi. Badwi adalah

suku yang sangat terbelakang di masyarakat

Arab.

51

Page 52: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

”Bagaimana caramu membuktikan

keberadaan Allah?” tanya sang Nabi

”Dari kotoran unta ini.” jawabnya lugu.

Sangat sederhana. Seseorang beriman

berdasarkan taraf berpikirnya, begitupun

dalam mengambil amtsilah (permisalan), dia

menjadikan kotoran unta sebagai sarana

untuk membuktikan keberadaan Allah. Ini

bukan sebentuk penghinaan. Memisalkannya

dengan kotoran unta adalah sebuah analogi

cerdas. Adanya kotoran unta, tentu

menunjukkan adanya unta itu sendiri. Jejak.

Itulah yang bisa kita jadikan bukti untuk

mengetahui keberadaan sesuatu.

Sewaktu kafir, Abu Sufyan juga menggunakan

kotoran unta sebagai sarana investigasi untuk

mengetahui darimana sebuah rombongan

berasal. Kotoran unta yang ditinggalkan oleh

tunggangan rombongan itu dibelah oleh Abu

Sufyan. Sangat cerdik, karena buah yang

dimakan unta tersebut tidak bisa dicerna

52

Page 53: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

secara sempurna, sehingga sebagiannya

masih berbentuk buah utuh. ”Ini adalah

gandum madinah, pastilah unta tersebut baru

saja pulang dari Madinah.” begitu logikanya.

Sekali lagi, jejak. Itulah yang akan menuntun

kita menuju pembuktian keberadaan Allah.

Begitu banyak jejak di alam semesta ini yang

bisa kita jadikan sarana untuk membuktikan

keberadaan sang Pencipta. Insya Allah, akan

kita kaji bersama jejak-jejak Tuhan di alam

semesta ini.

Lihatlah Dirimu

”Dan pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu

tidak memperhatikan?”

(TQS. Adz-Dzariyat: 21)

Kalau kita mau menemukan Tuhan, sesekali

bercerminlah. Lihat betapa sempurnanya

53

Page 54: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

wajah kita. Alis mata yang tebal menghitam,

sorot mata yang tajam, hidung yang

mancung, bibir yang seksi, dan (maaf) jerawat

yang menghiasinya. Lalu pejamkanlah mata,

bayangkan milyaran sel saraf sedang bekerja

dalam tubuh kita. Gerakkan mulut kita, maka

bayangkanlah berapa otot yang tengah

bekerja menggerakkannya. Bayangkan pula

sel-sel darah yang setiap mili-detiknya

dipompa oleh jantung ke seluruh tubuh.

Bayangkan pula betapa rumitnya sistem kerja

otak kita. Coba ingat sesuatu di masa lalumu,

maka milyaran saraf sedang bekerja

membongkar memori yang terpendam entah

di otak bagian yang mana. Masukkan

sepotong roti ke dalam mulutmu, kunyahlah.

Bayangkan berapa sel yang bekerja untuk itu.

Lalu ketika makanan itu telah masuk ke

dalam perutmu, bayangkan pula betapa

rapinya kerja organ-organ pencernaan kita,

yang membuat makanan sekeras apapun

menjadi hancur lebur.

54

Page 55: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

Setelah itu, jawab satu pertanyaan sederhana

ini: mampukah semua itu bekerja dengan

sendirinya tanpa ada yang mengaturnya?

Lalu keluarlah di malam hari. Tengadahkan

kepalamu ke langit malam yang indah.

Lihatlah bintang di sebelah sana. Indah sekali

bukan? Lihat pula bulan yang bercahaya

lembut itu, cantik sekali kan? Coba paksakan

matamu menembus angkasa yang lebih jauh

lagi. Oh, tentu saja tidak bisa. Kalau begitu,

cukup dengan membaca buku astronomi saja.

Milyaran bintang tengah melayang tanpa tali

di angkasa. Lihat planet yang thawaf

mengelilingi matahari di tata surya kita ini.

Pernahkah semuanya bertabrakan? Apakah

mereka memiliki mata sehingga tidak

bertabrakan? Tidak, mereka tidak memiliki

mata untuk melihat, tapi mereka memiliki

garis edar masing-masing yang membuat

mereka tak pernah saling bertabrakan. Lalu,

siapakah yang menentukan garis edar itu?

55

Page 56: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

Apakah planet-planet itu punya akal untuk

menentukannya sendiri?

Dan dialah yang Telah menciptakan malam

dan siang, matahari dan bulan. masing-

masing dari keduanya itu beredar di dalam

garis edarnya. (TQS. Al-Anbiya’: 33)

Maka kerdillah diri kita melihat semua itu.

Bagi yang hatinya masih berjalan di atas

fitrah, tentu akan tersentuh melihat fenomena

menakjubkan ini. Ketika dia ditanya siapa

yang mengatur semua ini, tentulah dia akan

menjawab: Tuhan!

Lalu Siapa Tuhan?

Mari kita coba bandingkan beberapa agama

yang dominan di dunia ini. Tak perlu dengan

dalil naqli dulu. Karena jika kita

menggunakan dalil al-Qur’an atau as-Sunnah

dalam membandingkan kebenaran agama,

56

Page 57: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

berarti kita tidak fair, karena kita

menggunakan standar yang sudah khas

agama tertentu. Akan lebih adil jika kita

membandingkannya dengan standar-standar

yang universal, yang bisa diakui

kebenarannya oleh Muslim atapun bukan.

Fair bukan?

Karakter Dasar Manusia

Ada tiga karakter khas manusia yang tidak

akan pernah berubah, meski zaman silih

berganti. Tiga karakter itu adalah lemah,

tergantung dan terbatas.

Manusia tidak bisa menentukan sesuatu

apapun atas dirinya, apalagi yang berada di

luar dirinya. Kita tidak tahu, kenapa kita lahir

sebagai seorang laki-laki atau perempuan.

Yang kita tahu, kita terlahir seperti ini, tanpa

ada kuasa kita untuk menentukannya. Kita

juga tidak bisa menentukan mau memiliki

wajah mirip Ariel Peterpan, Aura Kasih,

Angelina Jolie atau Tukul Arwana.

57

Page 58: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

Lihatlah kawan, untuk menentukan nasib diri

saja kita tak bisa, apalah lagi nasib orang di

luar kita? Bukankah ini menunjukkan manusia

memang lemah?

Manusia juga selalu membutuhkan sesuatu di

luar dirinya. Manusia butuh bernafas, ia

tergantung pada udara. Manusia butuh

makan, ia tergantung pada nasi, buah, dan

lainnya. Ini semua menunjukkan

ketergantungan manusia pada sesuatu di luar

dirinya. Manusia tidak bisa hidup tanpa yang

lain.

Manusia pun memiliki batas-batas tertentu

atas dirinya. Kita tak bisa tumbuh melebihi

kadar yang ada. Kita tak bisa seenaknya

menambah atau mengurangi umur kita. Bulu

mata kita tumbuh tak pernah melebihi rambut

kepala. Begitulah kadar-kadar yang

ditentukan atas kita. Manusia terbatas.

Sebagaimana kita bahas sebelumnya,

manusia yang lemah, tergantung dan terbatas

58

Page 59: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

tidak mungkin ada dengan sendirinya, pasti

ada sesuatu yang menciptakannya. Pencipta

itulah yang kita sebut sebagai Tuhan.

Karena manusia memiliki sifat dasar lemah,

tergantung dan terbatas. Maka tentu kita

memerlukan Tuhan yang memiliki sifat tidak

lemah, tidak tergantung dan tidak terbatas.

Tuhan harus satu. Mungkin ada yang

mengklaim bahwa standar ini adalah standar

yang tidak fair, karena jelas-jelas Islam

mengakui keesaan Tuhan. Tapi kalau kita kaji

lebih jernih, standar ini adalah standar

universal yang bisa dipertanggungjawabkan

secara ilmiah.

Kenapa Tuhan harus Esa? Jika Tuhan lebih

dari satu, berarti dia tergantung, dia masih

memerlukan tuhan-tuhan lainnya untuk

menciptakan, memelihara atau memusnahkan

manusia.

Dengan standar ini, beberapa keyakinan

59

Page 60: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

ataupun agama sudah terdiskualifikasi.

Agama-agama pemuja Tuhan yang tidak Esa

seperti trinitas Kristen, atau dewa-dewa

Hindu Budha, jelas terdiskualifikasi.

Bayangkan saja jika memang ada Tuhan ayah,

ibu dan anak. Berarti Tuhan masih memiliki

ketergantungan pada yang lain. Bahkan

Tuhan masih memiliki naluri seksual,

buktinya dia punya anak dan isteri. Ini jelas

tidak mungkin!

Bayangkan pula jika ada Tuhan pencipta,

kemudian ada Tuhan lain yang tugasnya

memelihara, lalu ada Tuhan ketiga yang

bertugas menghancurkannya, lalu apa jadinya

ciptaan? Begitu Tuhan pencipta menciptakan

sesuatu, dipelihara oleh Tuhan pemelihara,

eh..tiba-tiba dimusnahkan oleh Tuhan

penghancur. Kapan jadinya?

Jika Tuhan lebih dari satu, mereka juga harus

rapat bahkan berdebat untuk melakukan

sesuatu. Mereka berdebat apakah si anu

60

Page 61: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

masuk surga atau neraka. Tuhan-tuhan itu

akan bersitegang membahas penciptaan

sesuatu. Karena itu, bahwa Tuhan harus Esa,

itu adalah syarat universal yang harus

dipenuhi oleh setiap keyakinan.

Nah, mari kita persempit lingkup

pembahasan kita. Jika agama-agama pemuja

Tuhan tidak Esa sudah di diskualifikasi, maka

kita buktikan saja kebenaran agama Islam ini.

Jika terbukti agama Islam benar, maka yang

lain pasti salah. Namun, jika Islam terbukti

salah, maka kita masih harus mencari agama

lain yang teruji benar.

Menguji Islam

Manusia memiliki tiga potensi kehidupan

(thaqatul-hayawiyah), yaitu kebutuhan

jasmani, naluri, dan akal. Kebutuhan jasmani

dan naluri masing-masing memerlukan

penyaluran. Ketika lapar, maka

pemenuhannya adalah dengan makan. Ketika

mengantuk, penyalurannya adalah dengan

61

Page 62: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

tidur. Begitupula ketika kita sedang

merasakan cinta, maka penyalurannya adalah

dengan cara memadu cinta bersama orang

yang kita cintai tersebut.

Manusia dengan karakter dasar lemah,

tergantung dan terbatas, tentu tidak bisa

menjalani kehidupan ini tanpa ada suatu

panduan dari Tuhan. Alam semesta akan

mengalami kekacauan, karena sifat dasar

manusia memerlukan pemenuhan yang saling

bertentangan.

Karena Tuhan yang menciptakan manusia dan

alam semesta, tentunya Tuhan pula yang

paling tahu tentang ciptaan-Nya. Tuhan pasti

menurunkan aturan sebagai panduan hidup

bagi manusia. Masalahnya, mungkinkah

Tuhan turun langsung ke bumi untuk

memandu manusia? Ini jelas tidak mungkin.

Karena jika Tuhan bisa diindera, berarti dia

tidak berbeda dengan makhluk-Nya.

Nah, disinilah letak perlunya seorang rasul.

62

Page 63: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

Tuhan perlu mengirimkan utusan-Nya kepada

manusia, dan utusan itu harus dari jenis

manusia pula. Karena ini terkait kesamaan

sifat dasar antara utusan itu dengan kaum

yang diserunya. Cara termudah menguji

kebenaran suatu agama adalah dengan

menguji kebenaran risalah yang dibawa oleh

sang utusan tersebut. Jika risalahnya terbukti

benar, maka benarlah sang utusan, dan benar

pula segala yang dibawanya. Sebaliknya, jika

risalahnya terbukti salah atau bukan dari

Tuhan, maka jelas dia bukan seorang utusan,

dan tentu segala yang dibawanya adalah

dusta semata.

Menguji Al-Quran

Ada tiga kemungkinan sumber al-Quran. Yang

pertama al-Quran itu adalah buatan

Muhammad, kemungkinan kedua, al-Qur’an

adalah buatan orang Arab lainnya, dan yang

ketiga al-Quran adalah kalamullah.

63

Page 64: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

Bahkan mereka mengatakan: "Muhammad

Telah membuat-buat Al Quran itu",

Katakanlah: "(Kalau demikian), Maka

datangkanlah sepuluh surat-surat yang

dibuat-buat yang menyamainya, dan

panggillah orang-orang yang kamu sanggup

(memanggilnya) selain Allah, jika kamu

memang orang-orang yang benar "(TQS. Huud: 13)

Kemungkinan pertama jelas terbantah,

setidaknya oleh dua alasan. Gaya bahasa al-

qur’an yang jauh berbeda dengan gaya

bahasa hadits dan Rasulullah adalah orang

yang buta baca tulis.

“...Andaikata (kamu pernah membaca dan

64

Page 65: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

menulis), benar-benar ragulah orang yang

mengingkari(mu)” (TQS. Al-‘Ankabut: 48)

Kemungkinan kedua, bahwa al-Quran buatan

orang Arab, juga jelas terbantahkan.

Bukankah sudah berkali-kali al-Quran sendiri

yang menantang orang kafir untuk membuat

yang serupa dengannya. Jika saja al-Quran

adalah buatan orang Arab, tentunya para

jawara syair yang dikumpulkan orang-orang

Quraisy, pasti bisa menandinginya.

Tetapi ternyata tidak! Segenap daya mereka

kerahkan untuk membuat syair serupa al-

Quran, tetap mereka tak bisa menandinginya.

Jelas, ini membuktikan bahwa al-Quran

bukanlah buatan orang Arab?

Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan

tentang Al Quran yang Kami wahyukan

65

Page 66: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah

satu surat (saja) yang semisal Al Quran itu

dan ajaklah penolong-penolongmu selain

Allah, jika kamu orang-orang yang benar.( TQS. Al-Baqarah: 23)

Masih adakah kemungkinan lain, selain al-

Qur’an adalah kalamullah? Mungkin saja,

mungkin saja ada orang bukan Arab yang

mengajarkannya kepada Muhammad. Begitu

tuduh orang Quraisy pada masa itu. Tetapi,

orang dengan kecerdasan yang tidak terlalu

tinggi pun tahu bahwa hal ini jelas tidak

mungkin. Al-Quran berbahasa Arab, para ahli

syair Arab tidak bisa menandinginya. Apalagi

orang yang bukan Arab.

Sehingga, tidak ada kemungkinan lain, selain

bahwa al-Quran memang benar-benar

kalamullah.

Konseksuensinya

66

Page 67: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

Konsekuensi dari pembuktian kebenaran al-

Quran adalah, bahwa setiap yang

disampaikan oleh al-Quran adalah kebenaran

mutlak. Karena ia berasal dari Tuhan yang

Maha Esa. Dari al-Quran kita tahu, bahwa

Tuhan yang wajib dan patut disembah adalah

Allah, dan Allah saja.

”Dialah Allah yang tiada Tuhan selain Dia,

raja, yang Maha suci, yang Maha Sejahtera,

yang Mengaruniakan Keamanan, yang Maha

Memelihara, yang Maha Perkasa, yang Maha

Kuasa, yang memiliki segala Keagungan,

Maha Suci Allah dari apa yang mereka

persekutukan” (TQS. Al-Hasyr: 23)

Dari al-Quran pula kita mengimani perkara-

perkara ghaib, semisal malaikat, surga,

neraka, qadha dan qadar, rasul dan kitab

terdahulu.

67

Page 68: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

Alif laam miim. Kitab (Al Quran) Ini tidak ada

keraguan padanya; petunjuk bagi mereka

yang bertaqwa. (yaitu) mereka yang beriman

kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat,

dan menafkahkan sebahagian rezki yang kami

anugerahkan kepada mereka. Dan mereka

yang beriman kepada Kitab (Al Quran) yang

telah diturunkan kepadamu dan kitab-kitab

yang telah diturunkan sebelummu, serta

mereka yakin akan adanya (kehidupan)

akhirat. (TQS. Al-Baqarah: 1-4)

Dari sana, terbukti bahwa agama ini, agama

Islam, adalah satu-satunya agama yang bisa

dipertanggungjawabkan secara logis. Maka,

jika kebenaran agama dibangun dengan

argumen universal, logika manakah yang bisa

membantahnya?

68

Page 69: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

”Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah

Telah membuat perumpamaan kalimat yang

baik (kalimat tauhid) seperti pohon yang

baik, akarnya teguh dan cabangnya

(menjulang) ke langit, Pohon itu memberikan

buahnya pada setiap musim dengan seizin

Tuhannya.” (TQS. Ibrahim: 24)

Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah,

dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah

utusan Allah.

***

69

Page 70: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

4ISLAM SAJA, LAIN TIDAK

Saat itu BE-DEMA Unlam bekerjasama

dengan Universitas Paramadina, mengadakan

seminar mengenang pemikiran-pemikiran

Nurcholis Madjid. Mengusung tema

“Nurcholis Madjid Memorial Lecturer.”

Seminar yang menghadirkan pembicara-

pembicara liberal itu mampu menyedot massa

yang cukup banyak.

Saya sendiri ikut khusyuk dalam barisan kursi

peserta, menyimak pemaparan demi

pemaparan para pembicara. Poin yang paling

saya ingat sampai sekarang adalah statement

Zainul Kamal (salah seorang pembicara,

dosen Paramadina), tanpa merasa berdosa dia

mengatakan “Surga itu tidak hanya untuk

ummat Islam, ummat agama lain yang shalih

juga berhak masuk surga!”.

Mendengar statement itu saya tergelitik,

70

Page 71: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

lebih tepatnya terhenyak. Kok bisa pemeluk

agama lain masuk surga? Maka, ketika

diberikan kesempatan untuk bertanya, saya

pun memberanikan diri mengacungkan jari.

Beruntung, moderator mengizinkan saya

bertanya.

Setelah mikrofon ada dalam genggaman, saya

pun melontarkan pertanyaan yang

membuahkan tawa dari sebagian besar

peserta.

“Pak Zainun Kamal, kalau Bapak mengatakan

bahwa pemeluk agama lain juga bisa masuk

surga, lantas kenapa Bapak masih menjadi

Muslim? Bukankah menjadi Muslim itu berat?

Harus shalat, harus puasa. Nah, daripada

susah-susah, mending Bapak murtad saja, toh

tetap bisa masuk surga…”

Gemuruh tawa meledak dari arah peserta.

Sementara merah padam menghiasi wajah

orang yang saya ajukan pertanyaan tersebut.

71

Page 72: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

Mengingat kejadian itu, saya ingin tertawa.

Seringkali orang-orang liberal yang mengaku

mencerahkan pemikiran ummat itu berbicara

kontradiktif. Di satu kesempatan, mereka

mencaci-maki otensitas al-Qur’an. Tapi di saat

yang bersamaan, jika ada ayat al-Qur’an yang

bersesuaian dengan pendapat liberal mereka,

maka mereka memakai al-Qur’an lagi. Kan

lucu?

Mereka sekali-kali tidak mempunyai

pengetahuan tentang hal itu, begitu pula

nenek moyang mereka. alangkah buruknya

kata-kata yang keluar dari mulut mereka;

mereka tidak mengatakan (sesuatu) kecuali

dusta. (TQS. Al-Kahfi: 5)

Tapi bukan itu fokus pembicaraan saya dalam

tulisan ini. saya hanya ingin menyoroti

apakah benar pemeluk agama selain Islam

72

Page 73: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

bisa masuk surga. Hanya saja, saya ini bukan

mujtahid yang mampu menghasilkan berbagai

kesimpulan sendiri. Saya ini plagiator, suka

mencomot-comot pendapat orang, yang

menurut saya pendapat itu bersandar kepada

al-Qur’an dan sunnah. Jadi mohon maaf ya.

Hanya Islam

Saya selalu mengutip analogi yang

dikemukakan oleh Salim A. Fillah dalam

membahas status amal orang kafir. Menurut

Salim A. Fillah, orang beramal itu seperti

perlombaan lari. Tentu saja setiap peserta

memiliki nomor punggung (atau nomor dada).

Ketika peluru sudah ditembakkan ke udara,

semua peserta berlari sekencang-kencangnya.

Tiba-tiba, ada seorang yang berlari dengan

sangat cepat, bahkan mengalahkan yang

lainnya. Hanya saja, ia tidak memiliki nomor

punggung. Dengan kata lain, dia bukan

peserta. Dan ternyata, lelaki yang tidak

memiliki nomor punggung itulah yang

73

Page 74: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

pertama kali sampai garis finish. Ya, dia

mengalahkan yang lainnya. Anggap saja Anda

jurinya. Pertanyaannya, apakah Anda akan

memenangkan lelaki yang tidak bernomor

punggung itu? Tentu tidak kan? Lha wong dia

tidak terdaftar, dia bukan peserta.

Begitu juga dengan amal orang-orang kafir.

Biar secepat apapun mereka berlari mengejar

pahala, sebesar apapun mereka menyumbang

untuk pembangunan masjid, seberapa lama

pun ia bertahajjud, tetap saja ibadahnya tidak

akan diterima, karena dia tidak terdaftar

sebagai peserta dalam kompetisi amal ini.

Itulah bedanya amal seorang Muslim dengan

amal orang kafir. Lalu apa yang menjadi

standar terdaftar atau tidaknya seseorang?

Jawabannya tentu kita sudah tahu, itulah

syahadah. Yaitu kesaksian bahwa tiada Tuhan

selain Allah, dan Nabi Muhammad adalah

utusan Allah. Di situlah pendaftarannya.

74

Page 75: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

“Mereka itu adalah orang-orang yang lenyap

(pahala) amal-amalnya di dunia dan akhirat,

dan mereka sekali-kali tidak memperoleh

penolong.”

(TQS. Ali ‘Imron : 22)

Kesaksian Yang Membebaskan

KH. Hafizh Abdurrahman pernah mengutip

ucapan salah seorang panglima Islam yang

datang membebaskan sebuah negeri.

Panglima itu berkata “ Ji’tukum li-

uharrirukum min ‘ibaadatil-‘ibaad, li’ibaadati

rabbul-‘ibaad”. Artinya, aku datang pada

kalian, untuk membebaskan kalian dari

penghambaan terhadap manusia, menuju

penghambaan terhadap Tuhannya manusia.

Ya, syahadat kita adalah kesaksian yang

memerdekakan, kesaksian yang

membebaskan. Ia membebaskan kita dari

penyembahan terhadap hamba, menuju

75

Page 76: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

penghambaan yang murni kepada Allah saja.

Laa ilaaha, yang artinya tiada Tuhan, adalah

kalimat yang membebaskan kita dari segala

macam penghambaan tak berdasar. Entah itu

kepada pohon, kepada matahari, kepada

makhluk halus, atau bahkan kepada nafsu

pribadi. Islam datang untuk membebaskan

kita dari semua itu. Agar kita menjadi jiwa-

jiwa yang merdeka, yang bebas dari segala

belenggu diri. Tapi kalimat Laa ilaaha, tidak

boleh berhenti sampai di sana. Karena jika

ada suatu penafian (peniadaan), harus ada

pengitsbatan (penegasan). Maka kita pun

melanjutkannya dengan Illallaah, kecuali

Allah.

Ya, tiada Tuhan kecuali Allah. Tiada Dzat

yang layak diibadahi selain Allah. Tiada Dzat

yang boleh ditakuti selain Allah. Tiada yang

mengatur, kecuali Allah. Tiada yang

menghidupkan, tiada yang mematikan, tiada

yang memberi makan, tiada yang

76

Page 77: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

menurunkan hujan, tiada…tiada…, kecuali

Allah saja!

Maka, ketika seorang manusia telah bersaksi

bahwa tiada Tuhan selain Allah, dialah yang

kita sebut sebagai seorang orang yang

beriman. Tapi tidak semua orang beriman

bisa dikatakan Muslim. Kenapa? Karena

Muslim adalah sebutan khusus orang Islam

saja, tidak lain.

Kenapa harus bingung? Tidak setiap Mu’min

termasuk Muslim. Bukankah pemahaman

seperti ini sudah lazim di kalangan ulama-

ulama terdahulu. Justru sebuah kesalahan

jika kita menyamakan antara Mu’min dengan

Muslim, karena definisi Islam telah jelas,

yaitu agama yang diturunkan Allah

kepada Nabi Muhammad, yang mengatur

urusan manusia dengan Allah, dengan

sesamanya, dan dengan dirinya sendiri

(Hafizh Abdurrahman, Diskursus Islam Politik

Spiritual).

77

Page 78: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

Coba kita kaji definisi Islam tersebut. Islam

adalah agama yang diturunkan oleh Allah,

batasan ini telah menutup rapat-rapat bagi

agama lain yang tidak diturunkan Allah,

seperti Hindu, Budha, Sikh, Kaharingan, dan

lainnya.

Tapi, cukupkah sampai di situ? Tidak! Karena

agama yang diturunkan Allah ada tiga, yaitu

Yahudi, Nasrani dan Islam itu sendiri. lalu,

batasan berikutnya adalah ‘diturunkan

kepada Nabi Muhammad’. Artinya agama

yang diturunkan Allah kepada Nabi Daud,

Sulaiman, Musa, Isa, dan lainnya, bukanlah

Islam. Sehingga kita tidak bisa mengatakan

bahwa nabi Adam itu orang Muslim, atau

Nabi Yusuf itu Muslim. Tapi, sebutan yang

tepat untuk Nabi-nabi terdahulu adalah

sebatas Mu’min, bukan Muslim.

Kesamaan antara Nabi Muhammad dengan

nabi-nabi terdahulu, adalah sama-sama

menyebarkan agama tauhid! Mengesakan

78

Page 79: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

Allah Subhanahu Wata’ala. Itu saja. Tapi

untuk syariat, Allah menurunkannya berbeda-

beda. Kepada Nabi Musa, Allah menurunkan

risalah Yahudi. Kepada Nabi Isa, Allah

menurunkan risalah Nasrani. Dan kepada

Nabi Muhammad, Allah menurunkan risalah

Islam.

Bagi tiap-tiap ummat, telah Kami tetapkan

syari'at tertentu yang mereka lakukan,

(TQS. Al-Hajj : 67)

Ya, itulah Islam! Agar tidak salah paham saja

sih. Karena selama ini kita sering

sembarangan menyebutkan antara Muslim

dengan Mukmin. Semoga dengan ini,

kesalahpahaman itu bisa lurus kembali. Amin.

Menjadi Muslim

Agar bisa disebut Muslim, maka kita harus

menjadikan Islam sebagai satu-satunya

79

Page 80: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

syariat atau aturan yang berlaku dalam

mengatur hidup kita. Bukan yang lain. Bagian

mana saja dari Islam yang kita jadikan

panduan? Semuanya! Tidak boleh kita

menjadikan satu ayat sebagai pedoman, dan

meninggalkan ayat yang lain. Kita harus

menjadikan Islam sebagai pengatur dalam

segala urusan kita. Entah itu urusan ibadah,

urusan mu’amalah, maupun urusan pribadi

kita. Tidak satu pun yang tidak di atur dalam

Islam. Seujung kuku sekalipun.

Yang membedakan Islam dengan agama yang

lain adalah adanya pengaturan terhadap

urusan di luar ibadah mahdhah. Kalau agama

lain hanya mengatur seputar gereja, kuil, hari

raya, dan ritual-ritual, maka Islam tidak

hanya mengatur masalah shalat, puasa, naik

haji, dan ibadah mahdhah lainnya, tetapi

Islam juga mengatur urusan perdagangan,

pendidikan, pergaulan, ekonomi, politik,

militer, kesehatan, dan lain sebagainya.

Sementara agama lain, menyerahkan

80

Page 81: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

pengaturan urusan ini kepada individu

masing-masing.

Disinilah letak kesempurnaan Islam. Ia

mengatur dari bangun tidur sampai bangun

negara. Islam mengatur dari masuk WC

sampai masuk surga. Tak ada satu pun yang

luput dari pengaturan Islam.

Karena itu, kalau kita mau menjadi Muslim,

maka tidak ada pilihan lain bagi kita, kecuali

menggunakan sistem peribadatan Islam.

Tidak ada pilihan lain bagi kita, kecuali

berbusana dengan pakaian yang disyariatkan

oleh Islam, berjual beli dengan jual-beli yang

dihalalkan, memakan makanan yang

dihalalkan, berinteraksi dengan lawan jenis

sebagaimana yang diatur oleh Islam. Wallahu

A’lam.

***

81

Page 82: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

Percik 2:Menyibak Tirai

5. Cinta yang Tak Hadir di Setiap Hati6. Semerbak Wangi dari Madinah

82

Page 83: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

7. Bisik Rindu dari

Andalusia

83

Page 84: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

5CINTA YANG TAK HADIR DI

SETIAP HATI

Antara Dua Cinta

The Zikr pernah mempopulerkan nasyid yang

berjudul Antara Dua Cinta, Saujana kemudian

menggubah aransemennya, dan hingga kini

masih terus mengalun lembut di laptop kecil

kesayangan saya.

Memilih cinta, itu adalah hal yang sangat

menyenangkan. Tidak sulit untuk memilih hal

yang kita cintai. Jika kita diminta untuk

memilih dua orang gadis, yang satu kita cintai

dan yang satunya lagi tidak kita kenal sama

sekali, tentu sangat mudah bagi kita untuk

memilih gadis yang kita cintai.

Tetapi bagaimana jika kita dihadapkan pada

dua pilihan yang sama-sama kita cintai. Jika

boleh memilih keduanya, tentu akan kita

84

Page 85: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

borong. Tetapi jika harus memilih yang satu

dan melepaskan yang lain, di sinilah

beratnya.

Adakalanya dua cinta bertemu pada satu

muara, di hati kita. Dan ketika kita harus

memilih salah satunya, maka dengarkanlah

Allah mengajarkan pada kita tentang prioritas

cinta.

”Katakanlah: "Jika bapak-bapak, anak-anak,

saudara-saudara, isteri-isteri, kaum

keluargamu, harta kekayaan yang kamu

usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri

kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu

sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan

Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya,

85

Page 86: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

maka tunggulah sampai Allah mendatangkan

keputusan-Nya."

Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada

orang-orang yang fasik”

(TQS. At-Taubah: 24)

Ayat itu bercerita tentang cinta yang

semuanya halal. Hanya saja, penggal pertama

bercerita tentang cinta yang lahir dari hati,

tanpa perlu upaya, tanpa perlu keimanan

untuk memunculkan kecintaan itu, itulah

cinta yang fitri, cinta yang alami. Sedang

penggal kedua, bercerita tentang cinta yang

tak selalu hadir di setiap hati, cinta yang

perlu diupayakan kehadirannya, itulah cinta

mafhumi.

Mari kita simak penggal pertama ayat

tersebut,

"... Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-

saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu,

harta kekayaan yang kamu usahakan,

perniagaan yang kamu khawatiri

86

Page 87: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu

sukai...”

Mari kita simak kata-kata yang saya cetak

tebal, yaitu bapak, anak, saudara, isteri,

keluarga, harta, perniagaan, dan tempat

tinggal. Adakah di antaranya yang perlu

upaya keras untuk mewujudkan rasa cinta

terhadapnya. Adakah orang yang perlu

training berminggu-minggu untuk sekedar

mencintai ayah dan ibunya? Adakah orang

yang perlu latihan bertahun-tahun untuk

sekedar mencintai harta dan rumahnya?

Tentu tidak.

Cinta jenis pertama ini adalah cinta yang fitri,

cinta yang lahir dengan sendirinya ke dalam

hati seorang manusia. Dan sesuatu yang lahir

dari hati bukanlah urusan kita. Itu adalah

urusan Allah yang muqallibal-quluub, yang

maha membolak-balikkan hati. Tak usah kita,

Rasulullah yang ma’shum saja tak kuasa

terhadap hati yang dibolak-balikkan Allah.

87

Page 88: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

Rasulullah tak bisa mengatur hatinya sendiri

untuk membagi sama ’perasaan cinta fithri’

nya kepada semua isterinya. Jika mampu,

tentu Rasulullah tak akan lebih mencintai

’Aisyah ketimbang isteri lainnya. Tetapi Rasul

pun tak berkuasa terhadap apa yang dikuasai

Allah atas hamba-Nya. Karena itu, jangan

terlalu pusing dengan apa-apa yang lahir dari

hati, itu urusan Allah saja.

Sekarang, mari kita bicarakan cinta yang tak

lahir dengan sendirinya itu. Saya

menyebutnya cinta mafhumi, karena ia

terkait dengan mafhum (persepsi) tertentu. Ia

tak muncul dengan sendirinya sebagaimana

cinta pada ayah-ibu, isteri, saudara, harta,

bisnis, dan rumah tinggal. Ia tak selalu hadir

pada setiap jiwa, karenanya ia perlu

diupayakan kehadirannya.

Seperti apakah cinta mafhumi ini? Maka

biarkanlah Allah kembali yang akan

mengajarkannya pada kita, yaitu pada

88

Page 89: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

penggal kedua ayat 24 surah at-Tawbah di

atas.

“...adalah lebih kamu cintai dari Allah dan

Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya,

maka tunggulah sampai Allah mendatangkan

keputusan-Nya."

Ketiga cinta ini ditempatkan Allah sebagai

pembatas kesemua cinta fithri yang

disebutkan Allah pada bagian pertama ayat

yang sama. Cinta pada Allah, Rasulnya dan

berjihad di jalan-Nya, adalah cinta yang harus

memimpin cinta-cinta fithri seperti cinta pada

ayah, ibu, isteri, saudara dan harta benda

Cinta kepada Allah, Rasul-Nya dan berjihad di

jalan-Nya tak selalu hadir di setiap hati.

Ketiga cinta itu hanya hadir di hati orang

yang mengupayakan cinta tersebut.

Cinta fitri maupun cinta mafhumi, keduanya

adalah cinta yang halal. Yang membedakan

adalah prioritasnya. Mana yang lebih

didahulukan? Tentu cinta yang kita bangun

89

Page 90: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

(cinta mafhumi), harus lebih diutamakan

ketimbang cinta yang lahir sendiri (cinta

fitri).

Dan mencintai Islam, termasuk cinta yang

mafhumi. Karena tak ada manusia yang bisa

mencintai Islam secara alami. Dan karena ia

termasuk cinta mafhumi, maka perlu ada

upaya keras untuk bisa menumbuhkan

kecintaan kita pada Islam ini.

Dan di bagian ini, kita akan belajar bersama

untuk bisa membangun kecintaan kita pada

agama yang diridhai Allah dan telah jelas

kebenarannya ini, Islam. Sekali lagi, karena ia

perlu diupayakan.

***

90

Page 91: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

6SEMERBAK WANGI DARI

MADINAH

Kita telah belajar bersama tentang dua cinta.

Ada cinta fitri dan ada cinta mafhumi. Kita

juga telah memahami bersama bahwa cinta

kepada Islam termasuk cinta mafhumi, cinta

yang terkait dengan persepsi tertentu, dan

tentu saja tak selalu hadir di setiap hati.

Karena perlu diupayakan, maka mencintai

Islam hanya bisa hadir jika kita berhasil

menghadirkan sebabnya. Sebagaimana

pepatah arab, cinta akan hilang dengan

hilangnya sebab. Maka, kita juga bisa

memunculkan cinta, dengan cara

memunculkan sebab. Sebab, itulah yang akan

menghantarkan kita pada kecintaan akan

agama yang benar dan diridhai Allah ini.

Lantas, apa sajakah sebab-sebab yang bisa

menghadirkan cinta kepada Islam di hati kita?

91

Page 92: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

Insya Allah, tulisan sederhana di bawah judul

‘Semerbak Wangi dari Madinah’ ini akan

menuntun kita untuk mengetahui konsep-

konsep dalam Islam yang begitu

menakjubkan, membuat kita bangga menjadi

seorang Muslim. Begitu juga dengan judul

berikutnya, ‘Bisik Rindu dari Andalusia’ insya

Allah akan bercerita pada kita semua tentang

efek-efek dahsyat dari penerapan hukum

Islam bagi kemajuan peradaban dunia.

Tak Terbantah oleh Segala Logika

Mari sejenak kita merenungi kembali apa

yang telah kita pelajari bersama pada bagian

pertama pembicaraan kita; Memahat di Atas

Karang. Disaat semua agama lain di dunia

yang membangun keimanan ummatnya

dengan menafikan logika, maka Islam adalah

satu-satunya agama yang bersahabat dengan

logika. Bahkan, tak sekedar bersahabat, Islam

malah menjadikan akal manusia sebagai salah

satu dalil, yang lebih dikenal sebagai dalil

92

Page 93: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

’aqli. Di saat agama lainnya di dunia beriman

dengan doktrin yang tak bisa

dipertanggungjawabkan dengan akal sehat,

Islam justru berani menantang siapapun

untuk beradu argumen membantah

kebenaran Islam.

Karena Islam memiliki kesesuaian dengan

logika, wajar jika hal ini membuat kita bangga

menjadi seorang Muslim.

Tak Seterkekang Rahib

Tanyakanlah pada setiap diri, apakah pernah

merasakan cinta kepada lawan jenisnya?

Apakah ada keinginan untuk memadu cinta

bersama insan terkasih, hidup bersama,

membina keluarga, melahirkan generasi, dan

bahagia?

Tentu jawaban dari semua pertanyaan itu

adalah ya. Wajar saja, karena manusia

memang terlahir dengan potensi yang sama;

akal, kebutuhan jasmani dan naluri.

93

Page 94: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

Dengan kebutuhan jasmani, manusia bisa

merasakan pedihnya lapar dan nikmatnya

makan. Dengan itu pula manusia dapat

merasakan cekatnya dahaga, dan merasakan

kenikmatan luar biasa saat seteguk air

membasahi kerongkongannya. Dan dengan

adanya kebutuhan jasmani itulah, manusia

bisa merasakan beratnya kantuk dan lelapnya

tidur.

Adapun naluri, ia adalah sesuatu yang

bergerak di hati. Merasakan cinta, marah dan

mengagungkan sesuatu adalah beberapa

wujudnya. Dengan naluri, seorang wanita bisa

merasakan getaran hebat di hatinya saat

lelaki yang dicintainya hadir di dekatnya.

Dengan naluri itu pula, seorang lelaki bisa

marah besar ketika wanita yang dikasihinya

direbut oleh sahabatnya sendiri. Dengan

naluri itu pula, siapapun bisa takjub saat

menyaksikan planet-planet terbang tanpa tali,

dan tidak bertabrakan meski tak bermata.

94

Page 95: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

Maka, dengan naluri itu pula setiap orang

merasa membutuhkan Tuhan.

Lalu, bagaimana jika kebutuhan jaasmani dan

naluri itu dikebiri? Bayangkanlah jika kita tak

boleh memakan sesuap nasi pun, atau tidak

diperbolehkan meneguk setitik air?

Bayangkan pula jika kita tak boleh mencintai

dan tak boleh memadu cinta dengan orang

terkasih kita, tak boleh membangun keluarga,

tak boleh melahirkan generasi, tak boleh

bahagia. Apakah itu sesuai dengan fitrah kita?

Islam datang bukan untuk membunuh naluri

kita. Ia datang untuk manusia, dibawa oleh

seorang Rasul yang juga seorang manusia.

Diturunkan oleh Allah SWT yang paling

mengerti tentang manusia yang diciptakan-

Nya. Karenanya, Islam datang sesuai dengan

fitrah manusia.

Islam tidak mengharamkan kita untuk tidur,

bahkan melarang ummatnya yang ingin

beribadah tanpa tidur sedikit pun. Islam tidak

95

Page 96: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

mengharamkan kita untuk makan, ia hanya

mengatur mana yang boleh dimakan dan

mana yang terlarang. Islam justru mengatur

pemenuhan segala kebutuhan jasmani

tersebut, untuk kemaslahatan manusia itu

sendiri.

Dari Anas Ibnu Malik Radliyallaahu 'anhu

bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam

setelah memuji Allah dan menyanjung-Nya

bersabda: "Tetapi dan sholat, tidur, berpuasa,

berbuka, dan mengawini perempuan.

Barangsiapa membenci sunnahku, ia tidak

termasuk ummatku."

(Muttafaq Alaih)

Anas Ibnu Malik Radliyallaahu 'anhu berkata:

Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam

memerintahkan kami berkeluarga dan sangat

melarang kami membujang. Beliau bersabda:

"Nikahilah perempuan yang subur dan

penyayang, sebab dengan jumlahmu yang

banyak aku akan berbangga di hadapan para

96

Page 97: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

Nabi pada hari kiamat."

(HR. Ahmad)

Islam bukan agama yang mengajarkan

penganutnya menyakiti jasadnya agar

mendapatkan ketenangan jiwa. Islam

melarang ummatnya berlapar-lapar tanpa

sahur dan berbuka, karena itu menyiksa

jasad.

Islam juga tak menganggap mencintai

sebagai tindakan dosa. Islam bukanlah agama

kerahiban yang mengajarkan penganutnya

membujang selamanya. Islam menjadikan

pernikahan sebagai satu-satunya institusi

untuk memadu cinta dan mendapatkan

ketentraman.

Islam mengerti kebutuhan dan naluri

manusia. Demi Allah, agama ini tidak

mengekangnya.

Tak Sebebas Binatang

97

Page 98: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

Tak mengekang, bukan berarti membebaskan

semaunya. Islam memang bukan agama yang

mengekang naluri dan kebutuhan jasmani

kita. Islam menggariskan aturan untuk

mengatur pemenuhan keduanya, agar selalu

berjalan sesuai dengan misi penciptaannya.

Agar naluri mencintai terus berjalan sebagai

cara Allah untuk terus mempertahankan

anak-keturunan manusia. Agar lapar dan

dahaga tetap berjalan sebagai skenario Allah

untuk mengetahui siapa diantara kita yang

terbaik amalnya.

Naluri mencintai (bagian dari naluri seksual)

misalnya, justeru akan menjadi petaka

manakala ia dibiarkan sebebasnya.

Bayangkan jika tidak ada aturan yang

membatasinya. Manusia hanya tahu, bahwa

jika naluri seksual memuncak, maka untuk

meredakannya adalah dengan berhubungan

seksual. Manusia tidak tahu kepada siapa ia

harus menyalurkan naluri seksualnya

tersebut. Bagaimana jika karena

98

Page 99: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

ketidaktahuan itu, seorang lelaki

berhubungan seksual dengan ibu kandungnya

sendiri. Maka, kacaulah nasab anak yang

lahir dari hubungan itu. Itulah mengapa Allah

menurunkan aturan bagi kita. Maka

biarkanlah naluri mencintai terus berjalan

sebagai cara Allah untuk terus

mempertahankan anak keturunan manusia.

Menjaga Manusia

Dengan apa Islam menjaga manusia? Dengan

aturan itu tadi. Untuk menjaga keturunan

misalnya, Islam mensunnahkan pernikahan

dan mengharamkan perzinaan. Untuk

menjaga harta, Islam memberi sanksi para

pencuri dengan memotong tanganya. Kejam

sekali? Makanya, jangan pernah berniat

untuk mencuri. Justru jika hukuman bagi

pencuri selonggar saat ini, tentu orang tak

terlalu takut untuk mencuri. Tetapi, jika

hukumannya betul-betul membuat merinding,

siapa yang berani mengulangi perbuatan

99

Page 100: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

mencuri? Siapa yang berani memulai

mencuri?

Untuk menjaga akal, Islam mengharamkan

kita meminum khamr (minuman

memabukkan). Tak hanya mengharamkan,

Islam pun menyiapkan seperangkat aturan

untuk membuat manusia menghindari

keharaman itu. Sanksi yang begitu tegas,

membuat siapapun takut melakukannya.

Begitulah, Islam hadir untuk menjaga

eksistensi manusia. Lantas, masih adakah

alasan bagi kita untuk tidak bangga

menggenggamnya?

Praktis

Agama yang kita genggam ini, tak seperti

filsafat yang tinggi melangit, yang tak bisa

aplikasikan dalam keseharian kita. Sungguh

setiap sisi aturan Islam adalah sesuatu yang

sangat praktis. Ajaran tentang shalat, zakat,

puasa, jihad, berdakwah, tersenyum,

100

Page 101: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

menghormati tamu, membangun negara,

merajam pezina, memotong tangan pencuri,

dan lainnya pasti sangat bisa untuk

diaplikasikan.

Dengan begitu, menjadi Muslim bukanlah

menjadi orang yang berkutat pada hati dan

pikiran saja. Tetapi, menjadi Muslim adalah

menjadi orang yang meyakini dengan hati,

mengucapkan dengan lisan, dan

mengamalkannya dengan tindakan nyata.

Itulah keagungan Islam, keagungan yang

membuat siapapun akan takjub, selama ia

masih menggunakan nuraninya.

***

101

Page 102: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

7BISIK RINDU DARI ANDALUSIA

Penduduk spanyol pernah menggumamkan

harapannya. ”Kapan ya, pasukan Islam

datang untuk membebaskan negeri kita ini?”.

Harapan itu menjadi tak wajar, karena yang

mereka maksud membebaskan negeri

mereka, adalah memerangi. Adakah di antara

kita yang berharap kedatangan pasukan

suatu negeri untuk memerangi Indonesia kita

ini?

Harapan itu menjadi wajar, jika kita

memahami alasan kerinduan mereka. Saat itu

seluruh dunia tahu, bahwa negara manapun

yang berhasil dikalahkan Islam dalam ’perang

pembebasan’, akan menjadi setara dengan

negeri Islam yang menaklukkan negeri

tersebut. Kesejahteraan yang menaungi

Khilafah Islam masa itu pasti akan merambat

ke setiap negeri yang baru saja

102

Page 103: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

ditaklukkannya. Kemajuan ilmu pengetahuan

yang menerangi seluruh wilayah Khilafah

Islam pada masa itu, pasti akan segera

menyebar ke setiap negeri yang baru saja

kalah dalam berperang melawan Islam.

Terjaganya kehormatan wanita, terjaganya

keturunan, terjaganya harta, juga akan

dikecap oleh setiap penduduk negeri yang

baru saja ditaklukkan. Islam menaklukkan

suatu negeri untuk menjadikannya bagian

integral negara Islam, bukan untuk menjadi

jajahan. Maka, adalah wajar jika Semerbak

Wangi dari Madinah itu membuat penduduk

spanyol menggumam rindu, ”Kapan ya,

pasukan Islam datang untuk membebaskan

negeri kita ini?”.

”Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri

beriman dan bertakwa, Pastilah kami akan

103

Page 104: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

melimpahkan kepada mereka berkah dari

langit dan bumi.” (TQS. Al-A’raf: 96)

Di bagian ini, insya Allah kita akan belajar

bersama tentang kedahsyatan Islam yang

menggema, yang membuat siapapun rindu

untuk menjadi bagiannya.

Sangat membanggakan, karena gema

kemuliaan itu bukan bagian terpisah dari

Semerbak Wangi dari Madinah yang kita

bicarakan sebelumnya. Kedahsyatan Islam

lahir dari keagungan syariat Islam. Lahirnya

para ulama, para ilmuwan dan para pejuang,

adalah buah dari diterapkannya hukum Islam

secara kaffah (menyeluruh).

Sayap-sayap Lalat

Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa

Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam

bersabda: "Apabila ada lalat jatuh ke dalam

minuman seseorang di antara kamu maka

benamkanlah lalat itu kemudian

104

Page 105: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

keluarkanlah...."

(HR. Bukhari dan Abu Dawud)

Saya sempat kaget ketika pertama kali

membaca riwayat di atas. Betapa tidak

higienisnya pola hidup seorang mukmin.

Jorok sekali. Bayangkan saja, seekor lalat

hinggap di minuman, malah ditenggelamkan

sama sekali. Jika lalat itu sekedar hinggap di

minuman kita pun sudah membuat kita jijik

untuk meminumnya, apalagi jika lalat itu

ditenggelamkan seluruhnya. Alhamdulillah,

kekagetan saya tak berlangsung lama, karena

pada lanjutan hadits itu, Rasulullah

menyebutkan alasannya.

”...sebab pada salah satu sayapnya ada

penyakit dan pada sayap lainnya ada obat

penawar." (HR. Bukhari dan Abu Dawud)

Penggal kedua hadits tersebut menjelaskan

pada kita bahwa salah satu sayap lalat

membawa penyakit, dan sayap lainnya

membawa penawarnya. Maka, dengan

105

Page 106: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

menenggelamkannya, berarti bisa dipastikan

bahwa minuman kita telah terbebas dari

racun yang dibawa salah satu sayap, karena

pasti dinetralkan oleh penawar yang dibawa

sayap satunya. Subhanallah.

Hal-hal seperti inilah yang membuat kaum

muslimin tertantang untuk mengkajinya.

Ketertarikan tersebut dikuatkan lagi oleh

peran negara Islam yang saat itu begitu

serius mengembangkan ilmu pengetahuan.

Khilafah Islam merangsang warga negaranya

untuk terus mengembangkan ilmu

pengetahuan, menghasilkan penemuan baru,

dan lainnya.

Dengan apa khilafah merangsang minat

warga negaranya? Dengan penghargaan yang

tinggi kepada para ulama, penulis, dan

ilmuwan. Gaji seorang guru sederajat taman

kanak-kanak, setara dengan delapan juta jika

dikonversikan ke rupiah saat ini. Para penulis

juga tidak khawatir dengan pembajakan atas

106

Page 107: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

karya-karya mereka, karena setiap karya yang

diterbitkan akan diganjar dengan emas yang

beratnya sama dengan buku tersebut. Jika

buku yang diterbitkan seberat 200gram,

maka hadiah dari negara Khilafah Islam

adalah emas seberat 200gram, begitu

seterusnya. Setelah itu, karya tersebut bebas

dicetak dan bahkan ’dibajak’ oleh siapapun

dalam rangka menyebarluaskan ilmu.

Saat itu, ilmu pengetahuan tengah berjaya

dalam tubuh ummat Islam. Tak seperti

sekarang, kemampuan menyanyi Agnes

Monica dan kemampuan berakting Dian

Sastro lebih dihargai ketimbang kemampuan

menulis yang dimiliki oleh Ustadz Fauzil

Azhim atau Salim A Fillah.

Khilafah Islam juga memberikan fasilitas

untuk pengembangan ilmu pengetahuan

tersebut. Sekolah gratis didirikan, lengkap

dengan berbagai fasilitasnya yang

menunjang. Dalam beberapa kasus, orang

107

Page 108: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

sekolah bukannya bayar, malah diberikan gaji

atas upaya belajarnya. Subhanallah.

Dengan itu, adalah wajar jika dari dunia Islam

lahir berbagai ilmuwan dengan berbagai

penemuannya yang menjadi inspirasi dan

pegangan ilmu pengetahuan dunia barat.

Ibnu Sina (Avicenna) dengan kitab

kedokterannya yang berjudul al Qanun fit

Thibbi, telah menjadi inspirator ilmu

kedokteran dunia. Karya besarnya al-Qanun

telah diterjemahkan ke bahasa Latin oleh

Gerard de Cremone (meninggal tahun 1187)..

Dunia barat masih berkutat dalam belenggu

kebodohan mereka, yang mendoktrinkan

bahwa bumi berbentuk datar, yang

menyebabkan mereka takut berlayar jauh

karena akan terjatuh ke neraka. Di saat yang

bersamaan, di dunia Islam sudah ada sebuah

globe sederhana yang menggambarkan

secara cukup detail tentang wilayah-wilayah

dunia.

108

Page 109: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

Dunia barat juga masih berhutang kepada

ilmuwan Muslim, al-Khawarizmy namanya,

penemu angka nol. Memang hanya sekedar

menemukan angka nol, tapi jika angka nol tak

ditemukan, bisa dibayangkan betapa sulitnya

kita menuliskan angka seratus dua puluh lima

juta tiga ratus dua puluh tujuh ribu enam

ratus tiga puluh delapan, berapa hurup M, L,

C, X, V dan I yang harus kita tuliskan dalam

aksara romawi?

Observatorium pertama didirikan di

Damaskus pada tahun 707 oleh Khalifah

Amawi Abdul Malik. Sedangkan Universitas

Eropa mendirikannya setelah 2 atau 3 abad

kemudian seperti Universitas Paris dan

Univesitas Oxford, semuanya didirikan

menurut model Islam.

Subhanallah, sungguh dahsyat jasa-jasa Islam

bagi peradaban dunia. Diakui atau tidak,

dunia barat masih berhutang besar kepada

Islam. Sungguh.

109

Page 110: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

’Aang’ dari Padang Pasir

Pernah menonton film kartun Avatar the

Legend of Aang? Terutama episode The

Painted Lady, Gadis Bercat. Diceritakan, tim

Avatar sedang berada di suatu perkampungan

yang mempercayai adanya arwah wanita yang

selalu menyelamatkan mereka, mereka

menyebutnya Wanita Bercat.

Karena Wanita Bercat tak kunjung datang

menyelamatkan mereka dari penyerangan

kerajaan api, Katara menyamar menjadi

wanita bercat tersebut. Dan untuk membuat

kesan bahwa wanita bercat itu memang

dahsyat, dibuatlah siasat yang sangat

mengagumkan. Tob si pengendali bumi

bertugas menghentak-hentakan bumi agar

terdengar suara langkah besar. Aang si

pengendali udara, bertugas meniupkan asap

ke sekitar tubuh Katara si ’Wanita Bercat’,

Sokka si bukan pengendali apa-apa, bertugas

meniupkan seruling dan Appa si banteng

110

Page 111: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

terbang bertugas mengaum, untuk

menciptakan kesan mistis kemunculan Wanita

Bercat. Menakjubkan.

Bagi siapa saja yang melihat kejadian itu,

tentu akan mendapatkan kesan bahwa Wanita

Bercat bertubuh besar, dahsyat, dan mistis.

Dengan begitu, gentarlah semua tentara

kerajaan api yang ada di sana, dan pergi.

Menakjubkan bukan? Tapi itu fiksi, mana ada

manusia pengendali udara, air, tanah dan

api? Mana ada banteng terbang? Karenanya,

semenakjubkan apapun strategi itu, tetaplah

tidak menarik. Bagaimana jika ada strategi

bukan fiksi yang secantik itu dan tanpa ada

manusia pengendali api, air, tanah dan

udara? Jika ada, itu baru menakjubkan.

Ternyata ada, bahkan kejadiannya tidak

terinspirasi dari cerita Avatar, malah

mungkin sebaliknya, kisah Avatar yang

terinspirasi dari kejadian nyata ribuan tahun

yang lalu ini; kejadian perang Mu’tah.

111

Page 112: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

Pasukan yang ditukar posisi, ringkikan kuda

yang keras dan bersahut-sahutan, debu-debu

beterbangan, serta suara riuh tanah yang

dipukul-pukul, semuanya membuat kesan

bahwa pasukan Islam mendapat tambahan

tentara. Membuat kaum kafir Romawi gentar

dan memilih lari tunggang langgang.

Siapakah dibalik strategi yang cantik itu?

Tentu kalian semua masih ingat pembicaraan

kita di bagian awal buku ini, dialah Khalid bin

Walid, sang panglima Islam.

Islam memang telah berhasil menjadikan

ummatnya terangsang menjadi orang-orang

hebat. Jika sebelumnya kita sudah menyimak

kemampuan Islam ’melahirkan’ para ilmuwan

dan ulama, maka di bawah sub-judul ’Aang’

dari Padang Pasir ini kita akan bercengkrama

tentang kemampuan Islam ’melahirkan’ para

pejuang yang tangguh.

Di antara para pejuang Islam adalah remaja

dan anak-anak. Ada di antara mereka yang

112

Page 113: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

pedangnya masih terseret-seret di tanah

karena pedangnya lebih panjang dari tinggi

pinggangnya. Juga ada di antara mereka yang

harus menangis-nangis agar diizinkan ikut

berperang memperjuangkan agama Allah.

Imam Bukhari meriwayatkan hadits dari

’Abdurrahman bin ’Auf .Di tengah kecamuk

perang Badr, ada seorang anak yang berdiri

di samping Abdurrahman bin Auf dan

bertanya, ”Paman, tunjukkan padaku mana

Abu Jahl?.” Kemudian Abdurrahman bin Auf

menanyakan keperluannya. Anak itu

menjawab, ”Demi Allah, jika aku sampai

menemukannya, maka aku tidak akan

melepaskannya. Dia itu adalah orang yang

sering menyakiti Rasulullah.” Tak lama

setelah itu, datang lagi seorang anak dengan

keperluan yang sama. Kepada mereka

Abdurrahman bin Auf menunjukkan orang

yang bernama Abu Jahl. Segera setelah itu

kedua anak tersebut membunuh Abu Jahl.

113

Page 114: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

Diantara mereka juga ada orang yang buta,

tetapi kebutaan tak menciutkan semangat

jihadnya, Abdullah bin Ummi Maktum

namanya. Di antara mereka juga ada orang

yang fisiknya lemah, yang bahkan kalau ditiup

angin gurun, dia akan terpelanting, Abu Dzarr

al-Ghifari namanya. Di antara mereka juga

ada mantan budak, Bilal bin Rabah namanya.

Semuanya adalah pejuang-pejuang yang

tubuhnya tidak kuat menampung semangat

jihadnya yang begitu menggebu.

Lantas, apakah yang menyebabkan anak-anak

dan orang-orang yang secara fisik lemah itu

selalu hadir dalam pertempuran? Tentu saja

cita syahid yang menguatkan ’azzam mereka

untuk hadir di medan yang hanya berbicara

dengan pedang dan tombak itu. Islam telah

berhasil membuat pemeluknya, baik yang

kuat fisiknya ataupun yang cacat tubuhnya,

yang kekar maupun yang ringkih, orang

dewasa hingga anak-anak, semuanya tak

114

Page 115: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

memiliki rasa takut sedikit-pun terhadap

kematian, bahkan merindukannya.

Di saat orang-orang kafir berperang untuk

hidupnya, orang mukmin justeru berperang

untuk dua hal yang keduanya mulia, menang

atau mati syahid. Dua cita-cita yang pasti

didapat salah satunya. Inilah yang membuat

siapapun menjadi seganas singa di medan

perang. Karena dia akan berhadapan pada

dua hal saja, mungkin menang, maka itu baik

baginya, dan mungkin terbunuh di medan

jihad, dan itu pun baik baginya.

”Dan janganlah kamu mengatakan terhadap

orang-orang yang gugur di jalan Allah itu

mati; bahkan mereka itu hidup di sisi

Tuhannya, tetapi kamu tidak menyadarinya”

(QS. Al-Baqarah: 154)

115

Page 116: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

Menariknya, ummat Islam bukan berperang

dengan bermodal nekad untuk mengejar mati.

Ummat Islam berperang dengan strategi

terbaik. Mereka berusaha menjemput

pertolongan Allah dengan menghadirkan

sebabnya, dengan menghadirkan kondisi-

kondisi yang memungkinkan datangnya

pertolongan Allah. Ummat Islam berangkat ke

medan tempur dengan persiapan terbaik,

bukan dengan modal seadanya.

”Sesungguhnya Allah menyukai orang yang

berperang dijalan-Nya dalam barisan yang

teratur seakan-akan mereka seperti suatu

bangunan yang tersusun kokoh.”

(QS. Ash-Shaff: 4)

Dalam perang Qadisiyah, bahu-membahu

mereka menerobos sungai raksasa di Iraq.

Dengan tangan yang saling bergandeng erat

satu sama lainnya, pasukan itu membelah

116

Page 117: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

sungai raksasa. Itu saja sudah membuat

panglima Rustum gentar. Di tengah upaya

menerobos derasnya arus, seorang mukmin

berteriak, ”Kantung airku, kantung airku...!”.

Serentak setelah teriakan itu, seluruh kaum

Muslimin mengobok-obok sungai raksasa

tersebut, hanya untuk mencari kantung air

milik saudaranya yang hilang. Panglima

Rustum bergetar ketika menyaksikan

persatuan kaum muslimin yang begitu kokoh.

Bayangkan saja, hanya karena kantung air

hilang saja, mereka mengobok-obok sungai

raksasa itu. Lalu apa yang akan terjadi jika

yang hilang adalah nyawa salah seorang

teman mereka?

Subhanallah, mereka tidak berperang dengan

modal dengkul. Mereka membawa sebuah

semangat baja, mereka membawa sebuah

persatuan yang begitu kokoh, mereka

membawa senjata yang tak dimiliki oleh

orang-orang kafir itu, senjata itu adalah iman.

117

Page 118: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

Untuk menjemput pertolongan Allah, mereka

pun menyiapkan kuda-kuda terbaik, pedang,

tombak, panah, dhabbabah (tank) dan

manjanik (meriam).

”Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka

kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan

dari kuda-kuda yang ditambat untuk

berperang (yang dengan persiapan itu) kamu

menggentarkan musuh Allah dan musuhmu

dan orang orang selain mereka yang kamu

tidak mengetahuinya; sedang Allah

mengetahuinya .Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan

Allah niscaya akan dibalasi dengan cukup

kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya”(QS.

Al-Anfal: 60)

118

Page 119: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

Subhanallah, wajar jika darinya terlahir para

pejuang tangguh seperti Khalid bin Walid

yang sampai 13 kali berganti pedang dalam

perang Mu’tah, dan mampu membelah

pasukan musuh seorang diri. Wajarlah jika

anak-anak dan orang-orang cacat pun

menjadi sangat ganas dan menakutkan ketika

sudah berhadapan dengan musuh-musuh

Allah. Subhanallah.

Duduk dan Dengarkanlah Dulu...

Jika sebelumnya kita berbicara tentang para

pejuang yang seperti singa ketika berada di

medan tempur, kali ini kita akan berbincang

tentang pejuang lain, yang berjuang dengan

senjata tak terindera, namun lebih tajam dari

pedang. Ya, mereka berjuang dengan kata

yang mampu ’menyihir’ pendengarnya.

Jika kita ingin menjadi seorang negosiator

ulung, belajarlah dari Mush’ab bin Umair.

Seorang pemuda Makkah yang terlahir dari

keluarga kaya raya yang kafir dan karena

119

Page 120: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

pilihannya akan Islam, Mush’ab harus

berpisah dengan ibunya yang masih

bersikeras dalam kekafiran.

Mush’ab adalah seorang pemuda flamboyan.

Kehadirannya bisa dideteksi dari aroma

parfum yang tercium jauh sebelum tubuhnya

terlihat. Mush’ab adalah seorang duta

pertama Rasulullah yang dikirim untuk

menjadi ’guru ngaji’ di Yatsrib (Madinah)

sebelum hijrah.

Suatu hari, saat Mush’ab tengah menuturkan

dakwah sebagaimana biasanya, tiba-tiba

Usaid bin Hudhair (kepala suku kabilah Abdul

Asyhal di Madinah) menodong Mush’ab

dengan tombak. Usaid bin Hudhair sedang

marah besar kepada Mush’ab yang

dianggapnya tengah mengacau kaumnya.

Mush’ab tetap tenang, air mukanya tak

berubah sedikit pun. Seperti tenangnya

samudera yang dalam, seperti tenangnya

cahaya fajar.

120

Page 121: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

Bagaikan singa hendak menerkam

mangsanya, Usaid bin Hudhair memuntahkan

kalimat kasar yang sedari tadi membuncah di

dadanya. ”Apa maksud kalian datang ke

kampung kami ini, apakah hendak

membodohi rakyat kecil kami? Segera

tinggalkan tempat ini, jika tidak ingin nyawa

melayang.”

Mushab tetap tenang. Dan dalam ketenangan

itu, dari lidahnya mengalir kata-kata yang

sangat halus namun menggugah, ”Kenapa

Anda tidak duduk dan mendengarkan dulu?

Jika nanti Anda menyukai apa yang saya

sampaikan, Anda bisa menerimanya.

Sebaliknya jika tidak, kami akan

menghentikan apa yang tidak Anda sukai itu.”

Usaid bin Hudhair menerima tawaran

bijaksana itu. Setelah Mush’ab membacakan

beberapa ayat al-Quran dan menyampaikan

dakwahnya, maka dada Usaid mulai terbuka

dan bercahaya. Tombak yang tadi

121

Page 122: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

dipancangkannya, kini terlepas dan terjatuh

ke tanah. Belum sempat Mush’ab

menyelesaikan uraiannya, Usaid berseru,

”Alangkah indah dan benarnya ucapan itu.

Dan apakah yang harus dilakukan orang yang

hendak masuk ke dalam agama ini?” Para

shahabat yang mendengar pernyataan Usaid,

segera menggemuruhkan tahlil, seorah ingin

menggoncangkan bumi.

Begitulah, negosiasi yang didasari dengan

kecintaan yang tulus. Mush’ab hadir bukan

untuk membawa bahaya, melainkan untuk

menebar cahaya.

”Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu

dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan

bantahlah mereka dengan cara yang baik.

Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih

122

Page 123: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

mengetahui tentang siapa yang tersesat dari

jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui

orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS.

An-Nahl: 125)

Subhanallah, Islam telah menjadikan

ummatnya orang-orang yang cerdas dalam

berdiskusi dan lugas dalam berargumentasi.

Mush’ab hanya salah satu dari sekian banyak

Muslim yang mampu menyampaikan gagasan

dan keyakinannya dengan penuh cinta.

Sebagai ummat Islam, kita telah banyak

belajar dari teladan Mush’ab dalam

menyampaikan kebenaran agama kita.

Ah. Sungguh wajar jika penduduk Spanyol

bergumam rindu. Alangkah Indahnya gema

nada keagungan Islam yang mampu

menghasilkan manusia-manusia terhebat

sepanjang masa. Dari Islam terlahir para

ulama seperti Imam Bukhari, Imam Syafi’i,

atau Syaikh Abdul Qadir al-Jailani. Dari Islam

juga terlahir para ilmuwan besar seperti Ibnu

123

Page 124: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

Sina, Al-Khawarizmy, Ibnu Rusyd, dan

lainnya. Dari Islam pula terlahir negosiator

handal seperti Mush’ab bin Umair. Dari Islam

pulalah terlahir para pejuang tangguh seperti

Khalid bin Walid si Pedang Allah, Salman Al-

Farisi si arsitek perang Khandaq,

Shalahuddin al-Ayyubi yang matinya pun

masih ditakuti orang kafir, Thariq bin Ziyad

yang membebaskan Spanyol dengan cinta,

atau seperti Muhammad al-Fatih yang

berhasil membebaskan Konstatinopel setelah

ratusan tahun pendahulunya mengalami

kegagalan.

Sungguh, keagungan konsep-konsep Islam,

telah menggemakan kemuliaan yang

mengguncang dunia. Masih adakah alasan

kita untuk tidak mencintai satu-satunya

agama yang diridhai di sisi Allah ini?

***

124

Page 125: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

Nyala Kedua

MENERANGI SEMESTA

125

Page 126: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

Nyala Kedua

MENERANGI SEMESTA

***

”Wahai Rasulullah, aku tidak akan bisa pulang sebelum meneriakkan Islam di

masjid.”(Abu Dzarr al-Ghifary, pada detik awal

keislamannya)

***

Percik 3:Mengejar Ilmu Sehaus Pengembara

Belajar dari Asy-Syafi’iTaman Surga

Percik 4:Bersegera

Benar dan IkhlasSecepat HanzalahCerdas Beribadah

Percik 5:Berbagi Cahaya

Dongeng Umat TerbaikBelajar dari Abu Dzarr

Menyempurnakan Ikhtiyar

Percik 6: Terus Melangkah

126

Page 127: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

Jalan Ini BerduriUjian Cinta

127

Page 128: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

Mungkin perbincangan di Nyala Pertama tadi

sudah banyak menguras energi kita. Saya

mohon maaf atas semua itu. Saya sedang

belajar untuk menyajikannya lebih sederhana

lagi. Tapi sampai sejauh ini, itulah yang saya

mampu.

Saya ingin menyajikannya secara lebih

singkat agar kalian tidak perlu terlalu banyak

waktu untuk menekuri lembar demi lembar

buku ini. Tetapi perbincangan kita di Nyala

Pertama bukanlah perbincangan

sembarangan. Di sana kita berbincang

tentang diri, tentang semesta, tentang

kehidupan dan juga tentang Tuhan. Saya

tidak berani mengambil resiko jika

menyajikannya secara ringkas. Perbincangan

mengenai akidah adalah perbincangan yang

memerlukan kehati-hatian tingkat tinggi. Jika

saya sajikan lebih singkat, saya khawatir akan

ada rantai pemahaman yang terputus.

Akhirnya, mau tidak mau saya tetap

128

Page 129: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

menyajikannya secara panjang lebar. Agar

tidak ada yang tersesat dikarenakan saya

tergesa-gesa menuntaskan pembahasan.

Karena itu, sekali lagi saya mohon maaf jika

perbincangan kita di Nyala Pertama:

MENYINARI HATI telah menghabiskan

hampir separuh isi buku ini. Semoga kita

semua bisa mengumpulkan serpihan-serpihan

ilmu yang mungkin terserak berhamburan.

Dan semoga kita bisa menghimpunnya

menjadi sebuah pemahaman yang utuh dan

berurutan.

Tentu saja Nyala Kedua: MENERANGI

SEMESTA ini adalah lanjutan dari

pembahasan sebelumnya. Jika sebelumnya

kita telah bersama-sama membuktikan bahwa

Islam adalah satu-satunya akidah yang bisa

dipertanggungjawabkan secara logis (dengan

begitu kita telah menjadi seorang Muslim

dengan keimanan yang sekokoh karang),

129

Page 130: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

maka di bagian ini kita akan belajar bersama

tentang apa saja yang harus kita lakukan

setelah kita menjadi Muslim dengan

keyakinan yang bulat utuh.

Nyala kedua ini saya bagi dalam empat

Percik. Tak perlu ribut lah dengan apa itu

Nyala dan apa itu Percik. Sederhana saja, jika

Nyala adalah cara saya untuk menyebut Bab,

maka Percik adalah cara saya dalam

menyebut sub-bab. Afwan, biar tidak terlalu

kaku saja. Iya kan? ^_^

Empat Percik di sini merupakan lanjutan dari

dua Percik sebelumnya di Nyala Pertama

MENYINARI HATI. Kita mulai dengan Percik

3: Mengejar Ilmu, di sini kita akan belajar

menjadi orang yang sangat haus akan ilmu.

Untuk itu, saya berusaha menyajikan sebuah

contoh nyata tentang kehausan akan ilmu

melalui kisah hidup seorang anak miskin yang

kelak menjadi seorang ulama besar.

130

Page 131: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

Selanjutnya pada Percik 4: Bersegera, kita

akan belajar menjadi orang terbaik dalam

mengamalkan ilmu yang sudah kita dapatkan.

Untuk memudahkan, saya juga menghadirkan

sebuah kisah menggugah tentang kehidupan

salah seorang shahabat RasuluLlah saw.

Namanya Hanzalah bin Abi Amir. Ia bergelar

ghasilul-malaikat, orang yang dimandikan

oleh malaikat. Apa yang menyebabkan

Hanzalah mendapat kemuliaan sedemikian

besar? Itulah yang akan kita pelajari di percik

ke empat nanti

Lalu pada Percik 5 Berbagi Cahaya, setelah

kita menjadi pengamal terbaik atas ilmu, kita

akan belajar menjadi orang yang begitu

bersemangat dalam menyebarkan apa yang

sudah kita yakini dan kita amalkan tersebut.

Di bagian ini saya hadirkan sebuah fragmen

sejarah yang begitu menggugah, yaitu kisah

Abu Dzarr Al-Ghifary di detik-detik awal

131

Page 132: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

keislamannya. Dia adalah seorang lelaki yang

tak sanggup memendam kebenaran yang dia

yakini. Baginya, memendam kebenaran

seorang diri jauh lebih menyakitkan daripada

disiksa karena menyampaikan kebenaran itu.

InsyaaLlah kita akan terus belajar bersama,

semoga kalian tidak jenuh duduk di sini

bersama saya.

Pada Percik 6: Terus Melangkah, izinkan saya

berbagi tentang pentingnya bersikap

istiqamah dalam menjalankan tiga hal

sebelumnya; menuntut ilmu, mengamalkan,

dan menyebarkannya.

132

Page 133: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

Percik 3:Mengejar Ilmu Sehaus Pengembara

8. Belajar dari Asy-Syafi’i9. Taman Surga

133

Page 134: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

8BELAJAR DARI ASY-SYAFI’I

Seorang anak kecil tengah memungut

pecahan tembikar, potongan kulit binatang,

pelepah kurma, dan tulang unta. Benda-benda

yang nyaris tak bernilai itu kemudian

dikumpulkannya di dalam tempayan-

tempayan milik ibunya.

Untuk apa ’sampah-sampah’ itu? Tak lain

adalah untuk menuliskan hadits-hadits

Rasulullah saw. Ibunya tak memiliki cukup

uang untuk membelikannya alat-alat tulis

yang lebih baik dari itu. Akan tetapi,

kemiskinan tak membuatnya berputus asa. Ia

terus saja belajar bersama pecahan-pecahan

tembikar dan tulang-tulang untanya.

Perjuangan kerasnya membuahkan hasil. Saat

berusia tujuh tahun, anak ini telah menghafal

seluruh isi al-qur’an. Kemudian di usianya

yang kedua belas, ia telah melahap kitab Al-

134

Page 135: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

Muwaththa’ karya Imam Malik. Tak puas

sekedar membacanya, ia juga menghafalkan

setiap lembar, paragraf, kalimat, bahkan tiap

hurufnya.

Dia adalah seorang pengembara ilmu. Meski

dibesarkan di Makkah, tokoh kita ini telah

melakukan banyak perjalanan untuk

mengumpulkan serpihan-serpihan ilmu yang

terpencar di beberapa negeri. Beliau pergi

dan sempat menetap di daerah pedalaman

bersama suku Hudzail yang telah terkenal

kefasihan dan kemurnian bahasanya, serta

syair-syair mereka, hanya untuk mempelajari

bahasa Arab beserta syair-syairnya.

Setelah mendapatkan nasehat dari dua orang

ulama, agar mendalami ilmu fiqih, maka

beliau pun tersentuh untuk mendalaminya.

Bersamaan dengan itu, ia belajar memanah

dan berkuda hingga mahir. Dari sepuluh anak

panah yang lontarkannya, sembilan di

antaranya selalu tepat mengenai sasaran.

135

Page 136: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

Ia melanjutkan pengembaraan ilmunya ke

Madinah, untuk berguru kepada seorang

ulama besar saat itu. Usai menimba dari

samudera ilmu di Madinah, ia kembali ke

Makkah. Ia masih begitu haus akan ilmu,

padahal orang sudah mengenalnya sebagai

ulama dengan ilmu seluas lautan. Ia

kemudian melanjutkan perjalanannya mencari

ilmu ke Yaman.

Kelak, ia menjadi seorang ulama besar yang

mewariskan beberapa kitab utama kepada

kaum Muslimin sepeninggalnya. Ia juga

mendirikan sebuah mazhab yang kelak akan

banyak memberikan pengaruh di dunia Islam.

Tentu kalian semua sudah bisa menebak

siapa tokoh yang saya maksud. Ya, dialah

Imam Syafi’i, kitab yang diwariskannya

adalah al-Umm, dan guru besar tempatnya

menimba ilmu adalah Imam Malik

rahimahullah.

***

136

Page 137: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

Pengembaraan yang ditempuh oleh Imam

Syafi’i sangatlah mengagumkan. Kehausan

akan ilmu telah mengantarkannya

menyelusuri jalan-jalan kecil di penjuru Hijaz.

Kehausan itu pulalah yang kelak

mengantarkannya menjadi seorang imam

besar bagi umat Islam sepeninggalnya.

Subhanallah.

Barangsiapa merintis jalan mencari ilmu,

maka Allah akan memudahkan baginya jalan

ke surga.

(HR. Muslim)

Kita belajar banyak hal kepada Imam Syafi’i.

Padanya kita belajar tentang semangat yang

demikian kuat dalam menggali mutiara-

mutiara Islam yang terpencar di seluruh

pelosok bumi. Padanya kita juga belajar untuk

mempercepat pengembangan diri. Kita seolah

’dipermalukan’ ketika menyadari bahwa

beliau telah menghafalkan seluruh ayat al-

137

Page 138: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

Qur’an di usianya yang baru tujuh tahun.

Bahkan, beliau telah menghafal kitab al-

Muwatha’ karya Imam Malik di usia dua belas

tahun. Sungguh prestasi yang menakjubkan.

Menariknya, kedalaman ilmu yang dimilikinya

justeru membuatnya semakin haus akan ilmu.

Sementara kita? Terkadang dengan ilmu yang

sangat dangkal ini pun kita merasa enggan

untuk mencarinya. Padahal, saat ini kita

banyak sekali mendapatkan kemudahan jika

memang berniat untuk menuntut ilmu. Kita

tak perlu lagi mengumpulkan pecahan

tembikar atau kepingan tulang hewan untuk

menulis, karena kertas sudah sangat mudah

ditemukan dengan harga yang terjangkau.

Sekarang kita tak perlu lagi menjelajah

gurun, karena kita bisa menjelajahinya sambil

duduk di depan komputer kita dengan

bertanya pada Mbah Google. Jika kita ingin

mendengarkan taushiyah dari seorang ulama,

kita tak perlu menempuh perjalanan jauh

untuk menemui ulama tersebut, kita cukup

138

Page 139: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

mengkopi file audio taushiyah ulama tersebut.

Setelah itu kita bisa mendengarkannya sambil

berbaring santai di halaman belakang rumah

kita melalui fasilitas MP3 player.

Alangkah anehnya, karena di tengah

keserbamudahan yang kita dapatkan, kualitas

ilmu kita tak mampu untuk sekedar

mengiringi kedalaman ilmu seorang anak

yang belajar sambil mengumpulkan pecahan

tembikar.

Insya Allah, di Nyala ketiga ini kita akan

belajar bersama tentang itu semua.

***

139

Page 140: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

9TAMAN SURGA

Sedikit ilmu lebih baik dari banyak ibadah.

Cukup bagi seorang pengetahuan fiqihnya

jika dia mampu beribadah kepada Allah.. (HR.

Ath-Thabrani)

Kenapa sedikit ilmu lebih baik daripada

banyak ibadah? Karena ilmu adalah satu-

satunya jalan bagi kita untuk melakukan

ibadah. Darimana kita tahu bahwa shalat

shubuh dua raka’at? Darimana kita tahu

bahwa aurat wanita adalah seluruh tubuh

kecuali muka dan telapak tangan? Darimana

kita tahu bahwa riba hukumnya haram?

Jawaban ketiganya adalah: dari menuntut

ilmu. Karena itu, wajarlah jika Rasulullah

memperbandingkan orang yang berilmu

dengan orang yang banyak beribadah,

sebagaimana perbandingan bulan dan

bintang.

140

Page 141: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

Kelebihan orang berilmu terhadap seorang

'abid (ahli ibadah)

ibarat bulan purnama terhadap seluruh

bintang.

(HR. Abu Dawud)

Haus Ilmu

Imam Syafi’i telah mengajarkan kepada kita

tentang keharusan haus terhadap ilmu.

Semakin banyak ilmu yang dimiliki, maka

semakin hauslah ia akan ilmu. Jika kita

merasa cukup dengan ilmu kita, maka itu

pertanda ilmu kita sangat dangkal. Ketika kita

menutup diri dari ilmu, saat itulah syaithan

menggelayuti hati kita. Saya selalu terngiang-

ngiang ucapan seorang sahabat, bahwa jika

kebenaran telah menari-nari di depan mata,

maka hanya satu yang dapat menghalanginya;

kesombongan hati.

Saat kita menutup diri dari kebenaran, hati

kita pekat. Lalu ketika kita mencoba

membuka hati kita untuk masuknya

141

Page 142: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

kebenaran, saat itulah, secercah demi

secercah cahaya mulai menyelusup

MENYINARI HATI kita. Justeru di saat hati

kita menjadi lebih teranglah kita mampu

melihat ke dalam hati, bahwa ilmu kita masih

sangat sedikit. Semakin banyak ilmu yang

masuk, semakin teranglah cahayanya, dan

semakin terlihat pulalah bagian-bagian

kosong dalam hati kita.

Contoh sederhananya begini. Jika kita masih

mengunci rapat hati kita dari ilmu, maka kita

tak sadar di bagian mana yang kita tidak

mengetahui tentangnya. Apakah tentang

puasa, apakah tentang hukum berpakaian,

ataukah tentang hukum tentang pergaulan.

Saat kita pertama kali membuka hati kita

untuk ilmu, maka cahaya yang sedikit itu

akan memberi clue kepada kita bahwa kita

masih harus mengkaji lebih banyak tentang

hukum pergaulan. Semakin banyak kita

mempelajari tentang hukum pergaulan,

semakin terang pula cahaya di hati kita.

142

Page 143: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

Dengan begitu, kita akan lebih jelas lagi

melihat bahwa ada banyak sisi dalam

pergaulan kita yang harus dibenahi. Semakin

banyak mempelajari, akan semakin terang

hati kita, akan semakin jelas pula di mana

kekuarangan kita. Begitu seterusnya. Hal

itulah yang menyebabkan para pengembara

ilmu seolah tak pernah jemu dalam

perjalanannya mengejar ilmu.

Taman-taman Surga

Apabila kamu melewati taman-taman surga,

minumlah hingga puas. Para sahabat

bertanya, "Ya Rasulullah, apa yang dimaksud

taman-taman surga itu?" Nabi Saw menjawab,

"Majelis-majelis ilmu." (HR. Ath-Thabrani)

Betapa mulianya majelis ilmu, hingga

Rasulullah menyebutnya sebagai taman-

taman surga. Jika kau menemuinya,

minumlah sepuasnya. Di setiap sudut kota,

insya Allah akan selalu ada pemuda-pemuda

Islam yang sangat bersemangat bermain di

143

Page 144: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

’taman-taman surga’ ini. Di pojok-pojok

masjid, di halaman berrumput, di rumah-

rumah, atau dimana pun, hadirilah majelis

ilmu itu, reguklah sebanyak-banyaknya ilmu

yang diajarkan di sana.

Jika kita belum bisa menikmati apa yang

disampaikan oleh sang Ustadz, duduk saja.

Karena di sana mengalir pahala bagi kita.

Tentu saja lebih baik lagi jika kita bisa

mengambil manfaat dari majelis ilmu

tersebut.

Duduk bersama orang-orang berilmu adalah

ibadah.

(HR. Ad-Dailami)

Jangan biarkan majelis-majelis laghwun (sia-

sia) malah menjadi tempat favorit kita.

Terkadang saya merenung, kenapa hampir

setiap pengajian jumlah pesertanya hanya

berkisar sepuluh sampai tiga puluh orang,

tetapi konser musik yang jelas-jelas laghwun

(bahkan haram) malah dihadiri oleh ratusan

144

Page 145: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

bahkan ribuan remaja. Mungkin inilah tanda-

tanda akhir zaman. Ya Allah...

Keutamaan Menuntut Ilmu

”Niscaya Allah akan meninggikan orang-

orang yang beriman di antaramu dan orang-

orang yang diberi ilmu pengetahuan

beberapa derajat. Dan Allah Maha

Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (TQS.

Al-Mujadilah: 11)

Aduhai, sungguh indah janji Allah itu. Semoga

kita termasuk orang-orang yang ditinggikan

derajat oleh Allah. Karena itu, mari kita

bersama berburu ilmu. Ia sedang terserak di

seluruh penjuru bumi. Tugas setiap

mukminlah untuk mencari dan

mengumpulkannya menjadi sebuah

pemahaman yang mendalam.

145

Page 146: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

Barangsiapa merintis jalan mencari ilmu

maka Allah akan memudahkan baginya jalan

ke surga.

(HR. Muslim)

Tentu kita masih ingat riwayat yang sangat

sering kita dengarkan sewaktu kita masih

duduk di sekolah dasar, bahwa di padang

Mahsyar kelak, kita akan merasakan panas

yang luar biasa membakar. Kita juga akan

menghadapi persidangan di hadapan Allah.

Alangkah sulitnya urusan pada saat itu, tetapi

kecemasan saya seolah terjawab oleh hadits

yang diriwayatkan oleh imam Muslim

tersebut. Maka Allah akan memudahkan

jalannya ke surga...

Apakah secara otomatis jalan kita ke surga

akan menjadi mudah? Tentu saja tidak. Ada

sebuah proses panjang yang tidak disebutkan

Rasulullah dalam hadits tersebut. Hadits

tersebut tidak bisa dijadikan alasan untuk

bermalas-malasan dalam beramal, ’yang

146

Page 147: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

penting kan berilmu?’ Tentu saja tidak bisa

begitu.

Dengan berilmu, kita akan mengetahui mana

yang halal dan mana yang haram. Kita akan

mengerti apa yang harus dilakukan dan apa

yang mesti ditinggalkan agar kita bisa meraih

surga. Dengan ilmu itu, kita akan

mempersembahkan amal terbaik kepada

Allah Subhanahu wa Ta’ala. Jika kita

menjalani hidup dengan hal-hal yang diridhai

oleh Allah, maka kita akan bisa

mempertanggungjawabkannya di hadapan

Allah nanti. Insya Allah, itulah maksud

dimudahkan jalan menuju surga.

Rasulullah juga selalu menyemangati kita

untuk terus menuntut ilmu.

Wahai Aba Dzar, kamu pergi mengajarkan

ayat dari Kitabullah lebih baik bagimu

daripada shalat seratus rakaat, dan pergi

mengajarkan satu bab ilmu pengetahuan baik

dilaksanakan atau tidak, itu lebih baik

147

Page 148: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

daripada shalat seribu raka'at.

(HR. Ibnu Majah)

Sekali lagi, hadits-hadits yang seperti ini

tidak bisa kita jadikan alasan untuk tidak

mendirikan shalat sunnah. Tentu saja lebih

baik lagi jika kita terus menuntut ilmu, di saat

yang sama kita juga mendirikan shalat

sunnah seratus rakaat.

Hanya saja, kita tidak boleh lupa dengan yang

satu ini, bahwa nilai ibadah setiap hamba

tergantung pada niatnya. Karena itu dalam

menuntut ilmu, pastikan niat kita ikhlas untuk

mendapatkan keridhaan Allah semata. Bukan

untuk menumpuk ilmu, apalagi untuk

dibanggakan kepada orang lain. Juga bukan

untuk sekedar menghiasi penampilan kita di

dalam majelis. Semoga saya dan kalian semua

terhindar dari penyakit hati yang sangat

berbahaya ini.

Janganlah kalian menuntut ilmu untuk

membanggakannya kepada para ulama dan

148

Page 149: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

untuk diperdebatkan di kalangan orang-orang

bodoh dan buruk perangainya. Jangan pula

menuntut ilmu untuk penampilan dalam

majelis dan untuk menarik perhatian orang-

orang kepadamu. Barangsiapa seperti itu

maka baginya neraka, neraka!.

(HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)

***

149

Page 150: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

Percik 4:Bersegera

10. Benar dan Ikhlas11. Secepat Hanzalah12. Cerdas Beribadah

150

Page 151: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

10BENAR DAN IKHLAS

Adzan maghrib berkumandang menyusuri

celah-celah perumahan. Sementara Adul dan

Japri masih duduk-duduk di jembatan. Sejak

habis ashar tadi, mereka duduk di sana

sambil membicarakan hal yang yang tidak

bermanfaat. Ustadz Ahmad lewat di depan

mereka bersama Titin, anak gadisnya yang

selama ini jadi pujaan hati Adul.

Melihat Titin pergi ke Mushalla, Adul pun

bergegas pulang ke rumahnya mengambil

kopiah dan sajadah. Dipacunya motor dengan

kecepatan tinggi. Selang beberapa menit,

Adul sudah kembali ke jembatan tempat Japri

menunggunya dengan wajah bingung.

“Jap, buruan ke mushalla, shalat maghrib!”

Adul mengajak Japri segera pergi ke

mushalla. Motor pun kembali melaju menuju

mushalla.

151

Page 152: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

“Allahuakbar!” Ustadz Ahmad mengangkat

takbiratul ihram, diikuti oleh seluruh ma’mum

yang ada di belakang beliau, termasuk Adul

dan Japri. Rukun demi rukun dijalankan Adul

dan Japri, mengikuti ustadz Ahmad. Sampai

tahiyat akhir (raka’at ketiga), shalat Adul

masih beres-beres saja. Tapi yang

mengejutkan adalah, ketika Ustadz Ahmad

mengucapkan salam penutup shalat, dan

seluruh jama’ah mengikutinya, tiba-tiba Adul

berdiri lagi, padahal dia tidak masbuk. Japri

melongo melihat tingkah sahabatnya. Selesai

Adul shalat, Japri langsung mencecarnya

dengan pertanyaan bertubi-tubi.

“Dul, kamu shalat berapa raka’at?”

“Empat, emang kenapa?” jawab Adul tanpa

merasa berdosa.

“Lho, shalat maghrib kan cuma tiga rakaat?

Ngaco kamu!” Japri menepuk bahu Adul.

“Aku ini lagi semangat, tau! Kalo dalam

152

Page 153: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

kondisi biasa, shalat maghrib emang tiga

rakaat. Tapi, sekarang kan aku lagi semangat,

makanya aku bikin jadi empat rakaat. Biar

lebih afdhol!” Adul menghela napas sejenak,

kemudian melanjutkan.

“Lagian, yang jadi imam kan bapaknya Titin,

kalo beliau lihat rakaat shalatku lebih banyak,

kali aja beliau mau jadiin aku menantunya.”

Adul masih senyum-senyum tanpa ada sedikit

pun perasaan bersalah.

***

Cerita tadi memang terlalu ekstrim. Tapi

setidaknya, cukup mewakili cara berpikir

sebagian besar ummat Islam saat ini. Lihat

saja, banyak sekali saudara-saudara kita yang

beribadah tanpa ilmu. Melakukan amalan

inilah, amalan itulah, padahal Allah dan

Rasul-Nya tidak pernah menyuruh kita

melakukannya.

Sebagian ulama berpendapat bahwa hukum

153

Page 154: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

asal ibadah adalah haram. Artinya, sebelum

kita menemukan dalil yang memerintahkan

ibadah tersebut, maka jangan dilakukan.

"Barangsiapa yang mengada-ada di dalam

urusan (agama) kami ini sesuatu yang bukan

bersumber padanya, maka ia tertolak."

(HR. al-Bukhari)

Ini bertolak belakang dengan hukum awal

benda. An-Nabhani berpendapat bahwa

hukum awal benda adalah mubah, artinya

sebelum kita menemukan dalil pengharaman

suatu benda, maka benda itu boleh

dimanfaatkan.

Nah, karena hukum awal ibadah adalah

haram, maka kita tidak boleh beribadah

sesuka hati. Ibadah kita harus disandarkan

pada dalil. Sebelum kita menemukan perintah

untuk melakukannya, maka haram bagi kita

untuk melakukannya. Sebagai contoh,

berdzikir sambil membakar kemenyan. Kalau

kita tidak pernah menemukan dalil yang

154

Page 155: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

memerintahkannya, berarti aktivitas tersebut

haram dilakukan.

Ibadah mahdhah itu urusan hamba dengan

Allah saja. Karenanya, hanya Allah yang

berhak menentukan bagaimana jenis ibadah,

maupun teknis-teknisnya. Shalat misalnya,

kita tidak akan pernah melakukannya,

seandainya Allah tidak memerintahkan dan

nabi tidak mencontohkan. Dan karena Allah

telah memerintahkan, Rasulullah juga telah

mencontohkan, maka tidak ada seorang pun

dari kita yang mengingkari kewajiban shalat.

Siapakah yang menentukan teknis

pelaksanaan shalat? Ulama? Guru? Presiden?

Atau siapa? Tentu saja Allah! Karena ini

adalah urusan hamba dengan Allah saja.

Begitu juga sebenarnya dengan ibadah-

ibadah lainnya. Hanya Allah yang berhak

menentukan jenis dan juga teknisnya.

Karenanya, kita tidak berhak membuat aturan

sendiri dalam beribadah mendekatkan diri

155

Page 156: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

kepada Allah. Jika kita dapat info dari ulama

bahwa sesuatu adalah ibadah, maka kita

harus cek dulu, dalilnya apa? Karena kalau

tidak, bisa jadi itu hanya hawa nafsu si ulama

belaka! Kalaupun bukan hawa nafsu, mungkin

itu cuma kecerobohan si ulama yang

bersangkutan.

”Barang siapa yang melakukan ibadah yang

tidak pernah aku perintahkan,

maka ia tertolak”. (HR. Muslim)

Agar Amal Tak Tersia

Ada dua syarat diterimanya amal, yaitu

niatnya ikhlas, dan caranya benar. Niat

adalah pangkal ibadah. Nabi mengatakan kita

hanya akan mendapatkan apa yang kita

niatkan. Saat pergi berhijrah dari Makkah ke

Madinah, Nabi mengingatkan sahabat-

sahabatnya akan pentingnya niat ini.

”Sesungguhnya seluruh amal itu tergantung

kepada niatnya, dan setiap orang akan

156

Page 157: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

mendapatkan sesuai niatnya. Barangsiapa

yang berhijrah karena Alloh dan Rosul-Nya,

maka hijrahnya kepada Alloh dan Rosul-Nya.

Dan barangsiapa yang berhijrah karena dunia

atau karena wanita yang ingin dinikahinya

maka hijrahnya itu kepada apa yang menjadi

tujuannya.”

(Mutafaq ’Alaih)

Shalat maghrib empat rakaat yang dilakukan

Adul tadi adalah contoh amal yang jelas tidak

bisa dikatakan ikhlas. Dia shalat karena

melihat Titin juga shalat. Tentu saja amal

seperti ini tidak akan mendapatkan balasan

pahala dari Allah.

Kalau kita beribadah (atau beramal) karena

ingin mendapatkan pujian dari manusia, tentu

saja kita akan dapat pujian dari manusia.

Tetapi kita hanya akan dapat itu saja, di

akhirat kita tidak akan mendapatkan pahala

apa-apa dari Allah. Bahkan ketika di akhirat

kita protes pada Allah karena kita merasa

157

Page 158: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

banyak amal, tapi tidak dapat pahala, maka

mungkin Allah akan menjawab, “Ibadahmu

bukan untuk-Ku, tapi untuk si Titin, ambil

pahalanya pada Titin”.

Kalau kita mengisi ceramah karena ingin

mendapatkan amplop, maka kita akan

mendapatkannya. Tapi kita hanya akan dapat

itu aja, tidak akan mendapatkan pahala.

Amal kita hanya akan diterima jika memenuhi

dua syarat tersebut; ikhlas dalam niat, dan

benar dalam melakukannya. Satu saja dari

dua syarat ini tidak terpenuhi, maka amal kita

tidak akan diterima di sisi Allah SWT.

Walaupun amalnya benar, tetapi niatnya

kotor, maka kita akan menggigit jari saat hari

pembalasan. Begitu juga sebaliknya,

walaupun niatnya sesuci air zam-zam, tetapi

caranya salah, kita juga akan menyesal di hari

perhitungan. Sayang bukan? Karena itu mulai

sekarang, mari kita cek amalan-amalan kita,

apakah sudah memenuhi dua syarat tersebut

158

Page 159: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

ataukah belum?

Ikhlas Yang Ikhlas.

Ada sebagian kalangan yang kebablasan

memaknai kata ikhlas. Menurut mereka,

beribadah mengharapkan surga itu tidaklah

ikhlas. Beribadah karena takut neraka juga

tidak termasuk amalan yang ikhlas. Menurut

mereka, ibadah yang diterima itu adalah

ibadah yang bebas dari keinginan terhadap

surga dan ketakutan terhadap neraka, tapi

murni karena cinta pada Allah saja.

Menurut ibnu Taimiyah, orang yang

beribadah karena takut pada neraka saja itu

disebut Haruri, dan itu salah. Orang yang

beribadah karena pengen surga saja, disebut

Murji’, dan itu juga salah. Orang yang

beribadah karena cinta saja, disebut Zindiq,

dan itu juga salah. Beribadah itu, kata ibnu

Taimiyah, harus karena ketiganya, karena

cinta, merindukan surga, dan karena takut

diceburkan ke dalam neraka. Itulah ibadah

159

Page 160: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

yang sempurna, itulah ikhlas!

Seandainya beribadah karena merindukan

surga itu tidak boleh, lalu untuk apa Allah

menurunkan ayat ini?

“Dan bersegeralah kamu menuju ampunan

Tuhanmu dan surga yang luasnya lebih luas

daripada langit dan bumi, yang disediakan

untuk orang-orang bertaqwa”

(TQS. Ali ‘Imron: 133).

Bukankah dalam ayat di atas Allah menyuruh

kita mengharapkan surga. Lantas kenapa ada

manusia yang dengan sombongnya berkata

“Aku beribadah bukan karena ingin masuk

surga”

Apakah beribadah karena takut akan neraka

juga dilarang? Kalau begitu, apa gunanya

160

Page 161: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

Allah menurunkan ayat yang mulia ini?

“Allah mengancam orang-orang munafik laki-

laki dan perempuan dan orang-orang kafir

dengan neraka Jahannam, mereka kekal di

dalamnya. Cukuplah neraka itu bagi mereka,

dan Allah mela'nati mereka, dan bagi mereka

azab yang kekal”

(TQS. At-Tawbah: 68)

Dari ayat itu, kita mengerti bahwa Allah

menakut-nakuti kita dengan neraka, itu

pertanda Allah menyuruh kita untuk takut

pada siksaan-Nya. Nabi dan para shahabat

juga sering berkumpul di malam hari untuk

bersama-sama mengingat neraka. Mereka

menangis ketakutan setiap kali mereka

mengingat siksa Allah. Sampai-sampai ada

seorang shahabat yang terjungkal pingsan

ketika ayat tentang neraka dibacakan,

161

Page 162: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

padahal ketika itu dia sedang shalat.

Bukankah mereka semua takut pada neraka?

Lalu atas dasar apa Ahmad Dhani dan

grupnya menyanyikan lagu ini

“Jika surga dan neraka tak pernah ada,

masihkah kutaat kepada-Nya?”

Jangan takut kawan. Beribadahlah karena

mengharapkan surga, beribadahlah karena

takut neraka. Tapi jangan lupa, beribadahlah

juga karena cinta kita pada-Nya. Dengan

begitu, sempurnalah keikhlasan kita.

Ikhlas dalam Keterpaksaan

Ada pernyataan menarik mengenai ikhlas dan

terpaksa. ”Lebih baik berinfaq seribu

dengan keikhlasan, daripada sejuta tapi

tidak ikhlas”. Kalimat tersebut jelas benar.

Sebagaimana telah kita pelajari bersama,

bahwa Allah hanya menerima amal-amal yang

ikhlas dan benar, meskipun itu kecil. Dan

Allah tidak akan menerima amal-amal yang

162

Page 163: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

tidak ikhlas, meskipun itu besar.

Yang menjadi masalah adalah, kata ikhlas

dalam kalimat tersebut sering dimaknai

sebagai rela. Sehingga kalimatnya lebih

sering dipahami begini; lebih baik berinfaq

seribu dengan kerelaan, daripada sejuta tapi

tidak rela.

Huzaifah ibnul Yaman telah mengajarkan kita

tentang ikhlas dalam keterpaksaan. Di tengah

perang Ahzab, saat malam mencekam kedua

belah pasukan, Rasulullah sedang beristirahat

bersama para shahabatnya. Beliau

mengumpulkan para shahabatnya untuk

menyampaikan sesuatu.

”Siapa yang akan pergi ke perkemahan Abu

Sufyan dan teman-temannya, dan kembali

untuk mengabarkan keadaan mereka

kepadaku?” Rasulullah menyeru pada

shahabat yang tengah meringkuk karena

dingin, lelah dan lapar.

163

Page 164: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

Kedinginan, kelelahan dan kelaparan

membuat para shahabat enggan menjadi

orang yang dimaksud. Bayangkan saja, dalam

lelah yang menyiksa, dingin yang menusuk

dan lapar yang melilit, mereka harus

merambat diam-diam, kemudian masuk ke

dalam perkemahan Abu Sufyan. Menguping

pembicaraan mereka dan kembali ke

perkemahan Rasulullah dalam keadaan

selamat, siapa yang mau melakukan itu?

Tak ada yang menjawab seruan Rasulullah.

Rasul lalu melanjutkan perkataannya, ”Siapa

yang bersedia, aku akan meminta kepada

Allah agar menjadikannya karibku di surga.”

Masih tak ada yang bersuara. Semuanya

hanya diam dalam ringkukannya. Hingga

akhirnya Rasulullah menyebutkan nama

seseorang.

”Di mana Huzaifah?”

”Saya di sini, Ya Rasulallah.” Jawab orang

164

Page 165: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

yang dipanggil namanya. Meskipun dingin,

lelah dan lapar sedang menyiksanya, jika

Rasulullah telah memanggilnya, tentu ia tidak

mempunyai pilihan lain selain memenuhi

panggilannya.

“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang

mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan

yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya

telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada

bagi mereka pilihan (yang lain) tentang

urusan mereka.”

(QS. Al-Ahzab: 36)

“Huzaifah, pergi dan masuklah ke

perkemahan mereka. Lihat apa yang mereka

kerjakan dan jangan melakukan apapun

hingga kau kembali ke tempat ini!”

Dalam keadaan berat, malas, lelah,

mengantuk, dingin dan lapar, Huzaifah

165

Page 166: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

terpaksa berangkat. Diam-diam ia merambat

melalui parit. Ia masuk ke dalam perkemahan

Abu Sufyan dan pasukannya. Kemudian

mengendap ke kawasan tenda utama. Saat itu

Abu Sufyan sedang berbicara dengan para

petinggi Quraisy.

Ujian sebenarnya justru terjadi di sini. Di saat

dia mendapatkan jarak yang sangat dekat

dengan Abu Sufyan, tanpa ada sesuatu pun

yang menghalangi keduanya. Jika saja ia

diam-diam merentangkan busurnya, takkan

ada yang tahu, dan takkan ada yang sempat

melindungi Abu Sufyan dari kejaran

panahnya.

Ujian sebenarnya adalah ketika hatinya ingin

melakukan sebuah tindakan heroik,

membunuh Abu Sufyan si gembong

kekufuran. Tetapi ia ingat pesan Nabi untuk

kembali dalam keadaan hidup-hidup.

Mengingat itu, Huzaifah terpaksa

mengurungkan niatnya untuk menjadi

166

Page 167: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

pahlawan. Perlahan dia menjauh, menyelinap

melalui parit untuk kembali menemui

Rasulullah untuk menyampaikan kabar yang

tadi dilihat dan didengarnya.

Ikhlas tak berarti selalu dalam kerelaan.

Justru beramal dalam keterpaksaan memiliki

nilai yang lebih besar dibandingkan jika kita

melakukannya dalam kelapangan. Apa

sulitnya berinfaq seratus ribu bagi orang

yang berpenghasilan dua juta perbulan?

Tetapi bagi saudara kita yang berpenghasilan

dibawah lima ratus ribu, tentu itu menjadi

sesuatu yang sangat berat.

Justru, pada keterpaksaan itulah nilai

lebihnya. Jika karena merasa terpaksa

kemudian dia mengurungkan niatnya

berinfaq, tentu tidak akan mendapatkan apa-

apa selain pahala berniat. Tetapi, jika dalam

kesempitan itu ia memaksa dirinya untuk

berinfaq, tentu itu lebih baik baginya.

Apa susahnya bangun tahajjud bagi orang

167

Page 168: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

yang telah terbiasa. Tetapi bagi saudara kita

yang baru belajar, seperti saya, tentu itu

menjadi sangat berat. Hangatnya selimut,

lelapnya tidur, dan dinginnya suhu di luar,

membuat siapapun merasa sangat berat

untuk bangun dan mengambil air wudhu.

Mana yang lebih baik ketika itu, apakah

memilih kembali masuk ke dalam hangatnya

selimut, dan itu ringan. Atau memaksakan

diri untuk bangun dan mengambil air wudhu

dalam keadaan mengantuk dan kedinginan,

dan itu sangat berat. Tentu, akan lebih baik

jika kita memilih yang kedua.

”Diwajibkan atas kamu berperang, padahal

berperang itu adalah sesuatu yang kamu

benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu,

padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi

(pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia

168

Page 169: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

amat buruk bagimu;

Allah mengetahui, sedang kamu tidak

mengetahui”

(QS. Al-Baqarah 216)

Jika beribadah dalam keterpaksaan adalah

keliru, tak usah berjihad saja. Jihad itu berat,

jihad itu tak pernah kita sukai. Siapa di

antara kita yang menyukai darah berceceran,

tangan dan kepala bergelimpangan, kuda-

kuda mati tersungkur, anak-anak dan wanita

ditawan, siapa yang suka? Tentu tidak ada.

Tetapi apakah karena ketidaksukaan kita

terhadap semua itu membuat kita enggan

berjihad?

Jihad tetaplah perintah Allah yang diwajibkan

atas semua Muslim. Meskipun semuanya

merasa berat, benci, muak dengan anyir

darah, dan ngeri dengan mayat

bergelimpangan, semua Mukmin yang shalih

pasti akan memaksakan diri untuk pergi ke

medan jihad, meski berat.

169

Page 170: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

”Berangkatlah kamu baik dalam keadaan

merasa ringan maupun berat, dan

berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di

jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih

baik bagimu, jika kamu mengetahui.” (QS. At-

Taubah: 41)

Ah, berbicara tentang ikhlas memang berat,

apalagi mengamalkannya. Makna ikhlas yang

khas Islam telah dicampur-aduk dengan cara

pandang Yunani dan India tentang ketulusan.

Alangkah lebih baiknya jika kita memaknai

ikhlas, sebagaimana Allah

memerintahkannya, atau sebagaimana

Rasulullah dan para shahabat memahaminya.

***

170

Page 171: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

11SECEPAT HANZALAH

Secepat Hanzalah

Perang Uhud baru saja berakhir dengan

kekalahan dari pihak ummat Islam.

Ketidaktaatan pasukan pemanah di puncak

bukit Uhud, menjadi perantara utama

kekalahan itu. Sebelumnya, pasukan Muslim

telah berhasil memukul mundur pasukan kafir

yang dipimpin oleh Khalid bin Walid, waktu

itu dia masih kafir. Para Mujahidin segera

mengambil ghanimah yang ditinggalkan oleh

pasukan Khalid yang kocar-kacir. Dari atas

puncak Uhud, pasukan pemanah berlari ke

bawah untuk ikut berebut ghanimah, karena

merasa telah berhasil memenangkan

pertempuran.

Khalid bin Walid, yang kelak masuk Islam,

melihat peluang untuk memutar balik

keadaan. Bersama pasukannya, ia berjalan

171

Page 172: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

memutari bukit Uhud dari arah belakang,

tanpa sepengetahuan kaum Muslimin. Setelah

berhasil menguasai bukit Uhud, mereka pun

berhasil menguasai keadaan. Dari atas bukit

Uhud pasukan Khalid menghujani kaum

Muslimin dengan anak-anak panah. Keadaan

berbalik, kini kaum Muslimin yang kocar-

kacir. Perang berakhir dengan kemenangan

di tangan kaum kafir, di tangan Khalid yang

terkekeh bangga. Tak ada yang tahu bahwa di

kemudian hari, Khalid inilah yang akan

memenangkan kaum Muslimin dalam perang

Mu’tah dan banyak pertempuran lainnya.

Tatkala perang usai, kaum muslimin

menghimpun jasad para syuhada dan akan

menguburkannya, mereka kehilangan mayat

Hanzhalah. Setelah mencari kesana kemari,

mereka mendapatkannya di sebuah gundukan

tanah yang masih menyisakan guyuran air

disana.

172

Page 173: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam

mengabarkan kepada para shahabatnya

bahwa malaikat sedang memandikan

jasadnya. Lalu beliau bersabda, “Tanyakan

kepada keluarganya, ada apa dengan

dirinya?”

Sesampai di rumah isteri Hanzalah, para

shahabat menyampaikan maksud

kedatangannya. Isterinya bercerita tentang

apa yang kemarin dialaminya bersama

suaminya.

”Saat hari bermulanya perang Uhud, aku dan

Hanzalah baru saja menikah. Saat kami

sedang zafaf (malam pertama), dari luar

terdengar seruan perang Uhud. Mendengar

seruan jihad, suamiku segera melepaskan

pelukanku dan kemudian mengambil

peralatan perangnya. Dia kemudian bergegas

menuju para shahabat yang tengah bersiap

menuju medan perang, tanpa sempat mandi

jinabah.”

173

Page 174: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

Subhanallah, bersegera, itulah yang

membuat Hanzalah mendapat kemuliaan

dimandikan malaikat. Seolah, Hanzalah telah

menjadi wujud nyata dari surah Ali Imran

ayat 133 berikut ini;

”Dan bersegeralah kamu kepada ampunan

dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya

seluas langit dan bumi yang disediakan untuk

orang-orang yang bertakwa.”(QS. Ali ’Imron:

133)

Bersegeralah. Karena Allah tak hanya

memerintahkan kita untuk melakukan

kebaikan, tetapi juga memerintahkan kita

untuk segera melakukan kebaikan. Tak harus

menunggu momen, tak harus menunggu

tahun depan, minggu depan, atau sekedar

nanti sore. Tidak. Sekaranglah kebaikan itu

harus dilakukan. Bersegeralah.

174

Page 175: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

Kebaikan Tak Pernah Menunggu

Seringkali kita menunda melakukan kebaikan

dengan alasan yang indah-indah. Biasanya,

berbagai macam argumen yang sangat kuat

kita ajukan untuk menunda kebaikan. Dan

biasanya juga, argumen itu dihiasi dengan

kata-kata yang sangat klasik; maklum aku

belum dapat hidayah.

”Aku sih tau aja bahwa cewek itu wajib nutup

aurat, tapi aku masih belum dapat hidayah...”

kalimat itu seringkali saya dengar dari para

wanita yang malas menutup auratnya dengan

alasan belum dapat hidayah. Padahal akal

adalah hidayah terbesar yang diberikan Allah

kepada setiap insan. Kalau begitu, sama saja

dia telah mengatakan ”Maklum, aku masih

belum punya akal...”

Selain hidayah, masih begitu banyak alasan

lain yang sering diajukan untuk menunda

melaksanakan kebaikan. Ada yang menunggu

momen, ada yang menunggu syarat, dan ada

175

Page 176: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

yang menunggu wangsit. Yang terakhir itu sih

bisa-bisa saya saja.:p

Menunggu momen, misalnya momen usia,

ulang tahun, kenaikan kelas, atau (maaf)

kematian orangtua. Nanti sajalah taubatnya,

kalau sudah tua. Nanti aku akan berkerudung

kalau naik kelas. Nanti aku akan shalat kalau

orangtua udah meninggal keduanya. Diakui

atau tidak, sebagian di antara kita mungkin

pernah melakukannya, mungkin termasuk

saya.

Tentang ini, Abdullah bin Umar bin Abdul

Aziz telah mengajarkannya kepada kita

melalui percakapannya dengan ayahnya,

khalifah yang sangat terkenal itu.

Saat Umar bin Abdul Aziz merasa begitu lelah

setelah setengah harian menghadapi berbagai

pengaduan rakyatnya. Rasa lelah dan kantuk

yang begitu berat, rasanya tak mampu lagi

ditahan. Ingin rasanya segera merebahkan

176

Page 177: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

badan untuk mengistirahatkan seluruh jasad

dan fikiran.

”Apa yang kau lakukan ayah?” tanya sang

putera.

”Aku ingin beristirahat sebentar, aku terlalu

lelah.” jawab Umar.

”Tapi rakyatmu masih banyak yang

menunggu untuk kau selesaikan urusannya,”

”Nanti aku akan menemui mereka selepas

zhuhur.” Umar berjanji.

”Tapi, apakah ayah yakin masih hidup hingga

zhuhur nanti?”

perkataan anaknya tersebut membuat Umar

bin Abdul Aziz terhenyak. Segera ia bangkit

dan menemui rakyatnya. Segera.

Terimakasih wahai Umar dan puteramu yang

hebat. Kalian berdua telah mengajarkan pada

kami tentang pentingnya menyegerakan

177

Page 178: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

kebaikan. Karena kami pun betul-betul tidak

tahu kapan malaikat Allah akan menjemput

kami.

Sahabat, kita bisa saja bertekad untuk

mengamalkan kebenaran tahun depan saat

usia genap dua puluh tahun. Kita juga bisa

memilih untuk melakukannya bulan depan,

minggu ini, atau bahkan nanti sore. Kita bisa

saja memilih itu semua. Tapi kumohon

sebelumnya, jawab satu pertanyaan ini saja,

apakah kita yakin bahwa kita akan menemui

waktu yang kita maksud? Apakah kita yakin

masih bisa menghembuskan nafas hingga

tahun depan, bulan depan, minggu depan,

atau sekedar sampai nanti sore?

Siapa yang tahu, malaikat maut menghampiri

kita di saat kita belum sempat melakukan

kebaikan yang kita tunda tersebut?

Karenanya, tentu tak ada pilihan lain bagi

kita, selain segera mengamalkan apa yang

telah diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya

178

Page 179: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

kepada kita. Sekaranglah saatnya kita mulai

menutup aurat, bukan besok atau lusa.

Sekaranglah saatnya kita memulai menjaga

perut kita dari zat-zat yang haram dan tidak

thayyib. Sekaranglah saatnya kita

menghindari berduaan dengan yang bukan

mahram kita. Sekaranglah waktunya kita

melakukannya. Sekaranglah, bersegeralah.

”Dan bersegeralah kamu kepada ampunan

dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya

seluas langit dan bumi yang disediakan untuk

orang-orang yang bertakwa.”(QS. Ali ’Imron:

133)

***

179

Page 180: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

12CERDAS BERIBADAH

Disadari atau tidak, sebenarnya kita tengah

membicarakan sesuatu yang berkait-kaitan

antara masing-masing judul. Di bawah judul

Agar Amal Tak Tersia, kita telah belajar

bersama tentang syarat diterimanya suatu

amal, yaitu ikhlas dalam niat dan benar dalam

cara mengamalkannya. Kita juga mencoba

kembali meluruskan makna ikhlas yang kini

telah tercampur baur dengan cara pandang

para filosof Yunani, Persia dan India.

Kemudian di bawah judul Secepat Hanzalah,

kita berbincang tentang pentingnya

menyegerakan amal kebaikan, dan tentang

berbahayanya menunda kebaikan. Nah, insya

Allah di bawah judul Cerdas Beribadah ini,

kita akan bercengkrama bersama tentang hal-

hal yang harus kita lakukan manakala

berhadapan pada dua kewajiban yang

180

Page 181: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

berbenturan, atau antara kewajiban dengan

yang lainnya. Semoga Allah memudahkan.

Saat Harus Memilih

Adalah fitrah dari setiap kita, untuk memilih

apa yang kita sukai dan meninggalkan yang

selainnya. Dalam Islam yang kita genggam

ini, pilihan kita bukanlah pada apa yang kita

sukai dan apa yang kita benci. Tidak kawan.

Di sini kita diberikan pilihan untuk

mengerjakan yang wajib dan meninggalkan

yang haram, atau sebaliknya mengerjakan

yang haram dan meninggalkan yang wajib.

Dan setiap pilihan pasti akan

dipertanggungjawabkan.

Insya Allah, setiap kita; saya dan kalian,

sudah sama-sama memahami hukum-hukum

apa saja yang dikenakan atas perbuatan kita,

mungkin itu wajib, mungkin sunnah, mubah,

makruh atau haram. Hanya ada lima itu saja

hukum atas perbuatan kita. Tidak ada satu

pun dari perbuatan kita yang tidak terkait

181

Page 182: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

dengan salah satu dari lima hukum tersebut.

Karenanya, tidak ada perbuatan yang tidak

ada hukumnya, selama ada fakta

perbuatannya.

Hukum shalat dan puasa jelas wajib. Hukum

menghafal al-Quran jelas sunnah. Hukum

duduk, berdiri, berbaring, dan berjalan tanpa

ada maksud untuk beribadah atau

bermaksiat, juga jelas mubah. Hukum makan

sambil berlari, jelas makruh. Dan hukum

berzina jelas haram. Apapun perbuatan kita,

pasti terkait dengan salah satu hukum

tersebut. Tidak ada perbuatan yang tidak

atau belum ada hukumnya.

Lalu bagaimana hukum menonton tivi sambil

tertidur? Jika saya yang ditanya, maka saya

akan menjawab tidak ada hukumnya. Hukum

hanya dikenakan atas perbuatan yang

memang ada faktanya. Apakah menonton tivi

sambil tertidur ada faktanya? Jika kita

menonton, pastilah tidak sedang tertidur. Dan

182

Page 183: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

jika kita tertidur, pasti tidak bisa menonton.

Jadi menonton sambil tertidur tidak ada

faktanya, karena itu tidak ada hukumnya.

Jika kita sudah memahami bersama bahwa

setiap perbuatan ada hukumnya, tentu kita

akan mengerjakan yang wajib dan sunnah

saja dan boleh mengerjakan yang mubah.

Makruh juga boleh dikerjakan, karena tidak

menyebabkan kita berdosa ketika

melakukannnya, tetapi akan berpahala jika

meninggalkannya. Karena itu, meski boleh

saja melakukan yang makruh, tetap saja

meninggalkannya adalah lebih baik. Rugi

menghabiskan waktu untuk melakukan

sesuatu jika meninggalkannya mendapatkan

pahala. Yang tidak boleh dikerjakan sedikit

pun adalah yang haram, karena pasti kita

akan mendapatkan dosa ketika

melakukannya, dan akan mendapatkan pahala

jika mampu meninggalkannya di saat godaan

menghampiri.

183

Page 184: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

Ada awlawiyatul-’amal dalam pembahasan

fiqih, artinya prioritas perbuatan. Perbuatan

mana yang harus didahulukan dan mana yang

harus diakhirkan. Perbuatan mana yang harus

dikerjakan dan harus ditinggalkan. Nah, fiqih

membahasnya dalam fiqh prioritas, (fiqh

awlawiyat).

Memilih Dua Perbuatan dengan Hukum

Berbeda

Jika dalam satu kesempatan ada dua

perbuatan yang harus kita pilih salah satunya,

mana yang lebih kita dahulukan jika yang

satu wajib dan satunya sunnah? Tentu kita

akan mendahulukan yang wajib. Misalnya,

jika suatu malam kita terlalu lelah sehingga

terlupa shalat isya sebelum tidur, dan baru

bangun menjelang shubuh. Kita ingin shalat

tahajjud dan juga kita harus shalat isya, maka

yang didahulukan adalah shalat isya,

meskipun setelah itu kita tidak sempat shalat

tahajjud. Jangan sebaliknya, shalat tahajjud

184

Page 185: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

didahulukan, setelah itu tidak sempat shalat

isya. Ini prioritas yang keliru.

Atau mungkin kita pernah hanya memiliki

uang sepuluh ribu saat shalat jum’at. Tentu

kita ingin menginfaqkan uang yang kita

punya itu untuk masjid. Lalu, kita

memasukkan uang sepuluh ribu satu-satunya

itu ke dalam kotak infaq yang diedarkan

pengurus masjid. Itu adalah sebuah

keikhlasan dalam keterpaksaan seperti yang

kita bahas di bagian sebelumnya. Tentu

merupakan suatu amal yang sangat besar

nilainya di sisi Allah.

Usai shalat jum’at, seorang shahabat datang

dengan wajah cemas. ”Akhi, ana betul-betul

perlu uang untuk beli makan, sejak tadi pagi

ana belum makan karena tidak punya uang.

Boleh tidak, ana ambil piutang ana sama

antum yang sepuluh ribu kemarin?” dengan

wajah tanpa dosa, kita menjawabnya santai,

”Waduh, afwan akhi, tadi sudah ana infaqkan

185

Page 186: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

ke masjid. Dan sekarang ana juga sudah tidak

punya uang lagi.”

Berinfaq hukumnya adalah sunnah,

sedangkan melunasi hutang adalah wajib.

Cerita tadi adalah contoh hal yang tidak boleh

terjadi dalam kehidupan kita sebagai Muslim.

Sebagai Muslim, tentu kita akan memenuhi

kewajiban-kewajiban kita, baru berpikir

melakukan hal-hal sunnah. Sehingga,

membayar hutang harus lebih diutamakan

ketimbang berinfaq.

Memilih Dua Perbuatan dengan Hukum

Sama

Jika berbenturan antara dua perbuatan yang

memiliki tingkat hukum berbeda, memang

mudah bagi kita untuk memilih yang lebih

baik di antara keduanya. Antara wajib dan

sunnah, tentu kita memilih wajib. Antara

sunnah dan mubah, pastilah kita

mendahulukan yang sunnah. Antara mubah

dan makruh, sudah tentu kita mengambil

186

Page 187: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

yang mubah dan meninggalkan yang makruh.

Apalagi jika ada pilihan yang haram, sekuat

apapun kita pasti akan meninggalkan

keharaman tersebut.

Itu memang lebih mudah. Tetapi, bagaimana

jika benturan itu terjadi antara dua perbuatan

yang memiliki tingkatan hukum sama, seperti

wajib dengan wajib, sunnah dengan sunnah,

mubah dengan mubah, makruh dengan

makruh dan haram dengan haram? Disinilah

pusingnya. Insya Allah disini kita akan belajar

bersama tentang itu semua. Semoga Allah

melapangkan dada kita semua untuk melihat

yang benar itu benar dan kuat untuk

mengambilnya. Insya Allah.

Sunnah dengan Sunnah, Mubah dengan

Mubah

Jika pilihannya antara sunnah dengan sunnah

atau mubah dengan mubah, kita tidak akan

terlalu ribet memilihnya. Tinggal tentukan

saja mana yang paling kita sukai, atau mana

187

Page 188: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

yang paling besar manfaatnya. Atau jika

(mungkin) mengandung mudharat, maka

pilihlah yang paling kecil mudharatnya.

Haram dengan Haram

Jika pilihannya haram dengan haram, maka

jangan sampai kita memilih salah satunya.

Bagaimanapun kita wajib meninggalkan

keduanya. Dalam hal ini, tidak berlaku lagi

mana yang paling besar manfaatnya ataupun

yang paling kecil mudharatnya. Besarnya

manfaat tidak akan membuat sesuatu yang

haram menjadi boleh dilakukan. Begitu pun

dengan kecilnya mudharat, tetap tidak akan

membuat sesuatu yang haram menjadi boleh

dilakukan. Hukum Allah tidak bisa dikalahkan

oleh manfaat atau mudharat, karena manfaat

dan mudharat yang tampak hanyalah menurut

sudut pandang manusia saja. Padahal

manusia tidak mengetahuinya, hanya Allah-

lah yang Maha mengetahui.

188

Page 189: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

”Diwajibkan atas kamu berperang, padahal

berperang itu adalah sesuatu yang kamu

benci.” (QS. Al-Baqarah 216)

Jika dihitung dari aspek manfaat dan

mudharat, tentu perang akan menimbulkan

banyak mudharat dan sedikit manfaat dalam

pandangan manusia. Lihat saja gedung-

gedung yang terbakar, darah yang

berceceran, mayat bergelimpangan, kepala

yang terlepas dari badannya, tentu semua itu

tidak bisa dikatakan sebagai manfaat, bukan?

Sesedikit apapun ’manfaat’ dalam sudut

pandang manusia, sebanyak apapun

’mudharat’ dalam sudut pandang manusia,

hukum jihad tetaplah wajib, tidak akan

bergeser menjadi mubah, makruh apalagi

haram.

Begitu juga dengan khamar,

189

Page 190: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

”Mereka bertanya kepadamu tentang khamar

dan judi. Katakanlah: ’Pada keduanya

terdapat dosa yang besar dan beberapa

manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya

lebih besar dari manfaatnya’.”(QS. Al-

Baqarah: 219)

Di kutub utara, dengan suhu dingin yang

menggigit tulang, tentu meminum khamar

akan mendatangkan manfaat yang besar

untuk menghangatkan badan. Sebagaimana

kata Allah, ’beberapa manfaat bagi manusia’,

tetapi manfaat itu tidak menjadikan perkara

yang haram menjadi halal, atau perbuatan

yang haram menjadi mubah. Tidak! Hukum

Allah tidak akan bergeser oleh manfaat dan

mudharat. Haram tetaplah haram, sebanyak

apapun manfaat yang didapat darinya.

Karena itu jika terjadi benturan dua buah

perbuatan yang sama-sama haram, kita tidak

boleh memilih satu pun darinya, meskipun

paling sedikit mudharatya atau paling banyak

190

Page 191: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

manfaatnya. Mungkin kita perlu

merenungkannya, karena seringkali kita

melakukannya, bahkan atas nama dakwah.

Karena itu bagi diri ini, segeralah berbenah.

Lupakan manfaat dan mudharat dari

perbuatan haram. Karena Allah lebih tahu

akan apa yang membawa manfaat dan apa

yang membawa mudharat.

”...boleh jadi kamu membenci sesuatu,

padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi

kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat

buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang

kamu tidak mengetahui” (QS. Al-Baqarah

216)

Wajib dengan Wajib

Di antara semua pilihan, yang paling berat

191

Page 192: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

bagi kita adalah memilih di antara dua

kewajiban. Jika kita memiliki kesempatan

untuk melakukan keduanya, tentu kita akan

melakukannya. Tetapi jika kita hanya

berkesempatan mengerjakan salah satunya

dan meninggalkan yang lainnya, maka fiqh

awlawiyat kembali harus bekerja.

Ada dua kemungkinan perbenturan dua

kewajiban tersebut, yang pertama adalah

mendahulukan yang satu dan mengakhirkan

yang lain. Kemungkinan kedua adalah

mengerjakan yang satu dan meninggalkan

yang lain.

Untuk kemungkinan pertama, tidak akan

terlalu membuat kita pusing. Tetapi meski

begitu kita tetap harus mempertimbangkan

beberapa hal dalam memilih mana yang

didahulukan dan mana yang harus

diakhirkan, berikut ini di antaranya:

Kesempatan

192

Page 193: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

Dianjurkan kita mendahulukan

kewajiban yang lebih singkat waktunya

dan mengakhirkan yang lebih panjang

waktunya. Jika kita berjanji dengan

seseorang pukul 21.30. Jika terlambat

lima menit saja, kita akan kehilangan

kesempatan bertemu dengannya.

Sementara saat itu adzan isya

berkumandang. Keduanya wajib. Mana

yang harus didahulukan, shalat isya

atau menepati janji?

Karena waktu shalat isya masih

panjang, sedangkan kita hanya memiliki

kesempatan sedikit untuk memenuhi

janji kita, maka kita lebih baik

mendahulukan menepati janji dan

mengakhirkan shalat isya. Tetapi, jika

kesempatan memenuhi janji masih

panjang, shalat isya tetap harus

didahulukan. Karena shalat di awal

waktu lebih utama.

193

Page 194: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

Manfaat dan Mudharat

Jika kita berhutang banyak dengan dua

orang sahabat. Kemudian keduanya

menagih secara hampir bersamaan.

Sahabat yang satu memerlukan uang

tersebut untuk membeli laptop baru

yang cocok untuk game. Sedangkan

sahabat kita yang satunya lagi,

memerlukan uang tersebut untuk biaya

operasi kakaknya yang sedang sekarat.

Uang yang kita punya hanya cukup

untuk melunasi hutang ke salah satu

sahabat, dan itu berarti harus menunda

pembayaran kepada sahabat kita yang

satunya. Keduanya wajib, mana yang

harus didahulukan.

Jika kita mengakhirkan pembayaran ke

teman kita yang ingin membeli laptop

baru, insya Allah tidak akan membawa

mudharat apa-apa. Tetapi apa jadinya

jika kita menunda pembayaran kepada

194

Page 195: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

sahabat kita yang ingin mengoperasi

kakaknya? Mungkin nyawa adalah

taruhannya.

Dalam kondisi seperti ini, kita perlu

mempertimbangkan aspek manfaat dan

mudharat. Ingat, dalam hal ini kita

cuma mendahulukan dan

mengakhirkan, bukan memilih dan

meninggalkan. Sehingga dengan

mempertimbangkan manfaat dan

mudharat, kita tidak terkategori orang

yang berkiblat pada asas manfaat.

Mungkin ada beberapa hal lagi yang perlu

kita pertimbangkan. Insya Allah pada

kesempatan lain kita akan membicarakannya.

Afwan jika kurang dalam ya...

***

Ada tiga kunci dalam amal. Tepat;

mengetahui amal yang bagaimana yang bisa

diterima oleh Allah, yaitu dengan niat yang

195

Page 196: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

ikhlas dan cara yang benar. Semangat;

dengan semangat itulah kita segera

mengamalkan setiap kebaikan yang kita

dapatkan. Cerdas: memahami prioritas amal

ketika terjadi benturan antara dua perbuatan

atau lebih. Insya Allah, tepat, semangat dan

cerdas akan membantu kita menjadi orang

yang terbaik amalnya, bukan sekedar

terbanyak amalnya. Insya Allah.

”Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa

yang di bumi sebagai perhiasan baginya, agar

Kami menguji mereka siapakah di antara

mereka yang terbaik amalnya”

(QS. Al-Kahfi: 7)

Nah kawan. beberapa halaman telah kita

tekuri bersama. Ada beberapa serpihan ilmu

yang mungkin bisa kita pungut satu persatu,

untuk dikumpulkan menjadi sebuah peta

dalam menempuh perjalanan hidup ini. Insya

196

Page 197: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

Allah.

***

197

Page 198: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

Percik 5:Berbagi Cahaya

13. ’Dongeng’ Umat Terbaik14. Belajar dari Abu Dzarr15. Menyempurnakan Ikhtiyar

198

Page 199: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

13‘DONGENG’ UMAT TERBAIK

Maafkan saya jika sejauh ini menghadirkan

pembicaraan yang bertele-tele, berputar-

putar dan berbelit-belit. Itulah kelemahan

saya yang belum bisa menyampaikan sesuatu

yang sederhana dengan sederhana, apalagi

menyederhanakan masalah-masalah yang

rumit. Kuharap sahabat semua

memakluminya, dan tetap bersedia duduk

bersamaku di ’taman surga’ ini hingga di

penghujungnya, Insya Allah.

Ayat yang saya kutipkan sebagai pembuka

pembicaraan kita kali ini, sangat menarik

perhatian saya. Ayat itu membuat kita ge-er

disebut sebagai ummat terbaik. Padahal

surah at-Tiin ayat 4 saja sudah membuat kita

ge-er diciptakan sebagai makhluk dalam

bentuk terbaik di antara sekalian makhluk

Allah. Nah, di antara makhluk terbaik itu

(manusia di antara alam semesta), kita adalah

199

Page 200: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

sekelompok kecil yang disebut Allah sebagai

umat terbaik di antara manusia. Siapa yang

tidak ge-er mendapat predikat tersebut?

Umat terbaik dalam bidang apa? Tentu saja

dalam segala bidang, karena Allah tak

memberikan pembatasan. Dalam bidang

keilmuan, tentulah kita menjadi pusat ilmu

pengetahuan dunia. Para pelajar dari

berbagai belahan bumi tersedot untuk belajar

ke negeri kita yang merupakan negeri

berpenduduk Muslim terbesar ini. Dalam

bidang ekonomi, kitalah yang menentukan

gerak turun-naiknya nilai mata uang dunia.

Dalam bidang kesehatan, tak satu pun dari

bangsa kita yang mengalami kesulitan dalam

memperoleh layanan kesehatan. Kita juga tak

perlu mengirim tenaga kerja ke luar negeri,

apalagi sampai ada penyiksaan terhadap

warga negara kita di sana, itu tak mungkin

terjadi. Tak satu sudut pun dari negeri kaum

Muslimin yang dicengkeram oleh pihak lain,

semuanya merasakan ketentraman hidup

200

Page 201: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

berdampingan dengan warga dunia lainnya.

Ya, karena kita adalah umat terbaik.

Saya bingung apakah harus tertawa atau

menangis. Rasanya apa yang saya sebutkan

itu hanyalah dongeng belaka. Lihatlah

faktanya, kualitas pendidikan di negeri

Muslim terbesar di dunia ini sangat anjlok.

Ujian nasional yang bocor, standar kelulusan

yang sangat rendah, kebobrokan mental

siswa dan guru, dan banyak kebobrokan

lainnya seolah meyakinkan kita bahwa

pendidikan di negeri ini sungguh

mengkhawatirkan.

Saksikan juga di televisi, ribuan orang rela

antri untuk mendapatkan pengobatan dari

seorang dukun cilik dadakan bernama Ponari.

Mereka sudah tidak percaya lagi dengan

layanan kesehatan yang diberikan oleh

pemerintah, selain karena mereka tidak

sanggup membayar mahalnya biaya berobat

di rumah sakit. Juga, masih sangat jelas

201

Page 202: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

dalam ingatan kita tentang seorang ibu yang

ada gunting di dalam perutnya, akibat

kelalaian dokter saat mengoperasinya.

Kasus Ceriyati, Siti Hajar, dan masih banyak

lagi TKW lainnya di negeri jiran juga

membuat air mata kita tak henti mengalir.

Luapan lumpur lapindo tak kunjung berhenti.

Gempa di Pangandaran, tsunami di Aceh, dan

banjir yang terus menggenangi bumi Islam ini

juga selalu saja menyisakan air mata.

Sementara itu, di belahan dunia Islam yang

lain, pencaplokan jengkal demi jengkal tanah

Palestina juga masih terus berlanjut. Masjid

suci al-Aqsha dijadikan kandang sapi oleh

orang-orang Yahudi Israel. Al-Qur’an

dimasukkan ke dalam toilet di penjara Abu

Ghraib. Puluhan bahkan ratusan Muslimah

Iraq dijadikan tempat pelampiasan syahwat

tentara-tentara anjing Amerika, setidaknya

sembilan kali dalam sehari. Kaum Muslimin

Rohingya mendapatkan perlakuan yang

202

Page 203: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

sangat tidak manusiawi oleh pemerintahnya.

Saudara-saudara kita di Uzbekistan yang

ditembaki oleh militer. Sahabat-sahabat kita

di Kashmir yang selalu diperangi oleh

penganut agama Hindu. Apakah seperti ini

yang disebut sebagai ummat terbaik?

...

Kalian adalah ummat terbaik yang

dikeluarkan untuk manusia...

(TQS. ’Ali Imran: 110)

Ustadz Fauzan Muttaqin pernah

mengomentari ketidaksesuaian kondisi

ummat Islam saat ini dengan pujian Allah

dalam ayat tersebut. Ayat tersebut

sebenarnya mirip dengan pujian seorang ibu

guru kepada anak muridnya. ”Nak, kamu itu

sebenarnya pintar, asal mau belajar...”

Apakah serta merta pujian itu sesuai dengan

kondisi anak muridnya? Tentu saja ada

sebuah syarat yang harus dipenuhi murid itu

agar pujian itu sesuai. Dia harus belajar,

203

Page 204: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

maka dengan begitu dia akan menjadi anak

yang pintar.

Begitu pula dengan ayat 110 dari surah Ali

’Imron yang kita bicarakan ini. Pujian Allah

tersebut bukanlah pujian yang secara

otomatis sesuai dengan kondisi kita. Jangan

lupa dengan syaratnya.

”... menyeru kepada kema’rufan dan

mencegah dari kemunkaran,

dan beriman kepada Allah.”

(TQS. ’Ali Imran: 110)

Ayat Allah bukan dongeng. Tidak ada satupun

ayat-Nya yang keliru. Jika pujian-Nya

bertentangan dengan kenyataan kita, bukan

ayat-Nya yang salah, tetapi kitalah yang tidak

memenuhi syarat untuk mendapatkan pujian-

Nya itu.

204

Page 205: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

Ada syarat yang sering kita lupakan untuk

menjadi ummat terbaik. Kita tidak akan

mungkin menjadi umat terbaik jika

melupakan tiga syarat yang harus kita

penuhi. Ketiga syarat itu adalah menyeru

kepada yang ma’ruf, mencegah dari yang

munkar, dan beriman kepada Allah. Ketiga

syarat itu bisa disederhanakan dalam satu

kata yang lazim kita dengar; dakwah.

Dakwah Kita Adalah Menyatukan

Jika sebelumnya kita sempat bingung dengan

’kontradiksi’ pujian Allah dengan kenyataan,

maka kita telah tahu bahwa penyebab

kontradiksi tersebut adalah kita tidak

memenuhi syaratnya. Sebenarnya tidak hanya

sampai di situ. Dakwah yang dimaksud adalah

sebuah upaya untuk memantaskan diri kita

untuk pujian Allah itu. Kita harus berdakwah

untuk menyampaikan sesuatu yang mampu

menyelesaikan derita yang melanda ummat

Islam sedunia.

205

Page 206: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

Dakwah kita bukanlah dakwah yang sekedar

mengajak shalat dan menutup aurat. Dakwah

kita lebih dari itu. Kita mengajak manusia

untuk shalat, menutup aurat, menjalankan

kewajiban individual lainnya, tetapi lebih dari

itu kita juga mengajak mereka

memperjuangkan hak-hak mereka atas

layanan pendidikan, kesehatan, keamanan,

kesejahteraan, dan lainnya. Dakwah kita

adalah mengajak saudara kita untuk peduli

pada derita yang tengah melanda sahabat

Muslim kita di Ambon, Palestina, Afghanistan,

Iraq, Kashmir, dan di belahan bumi lainnya.

Dakwah kita adalah mengajak mereka untuk

berjuang mempersatukan kaum Muslimin

seluruh dunia di bawah satu bendera, Laa

Ilaaha Illallaah, Muhammad Rasuulullaah...

Hendaklah kamu beramar ma'ruf dan bernahi

mungkar. Kalau tidak, maka Allah akan

menguasakan atasmu orang-orang yang

paling jahat di antara kamu, kemudian orang-

206

Page 207: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

orang yang baik-baik di antara kamu berdo'a

dan tidak dikabulkan. (HR. Abu Dzarr)

Kita Tak Sendiri

Ada yang terlupakan. Dakwah tak mungkin

kita lakukan sendirian. Kita harus bergabung

dengan Muslim-muslim lain yang juga telah

tercerahkan sebagaimana kita. Bergabunglah

dengan Ahmad dan Zaid yang telah

memahami bahwa dakwah adalah kewajiban

setiap Muslim. Berkumpullah bersama Doni

dan Dimas yang juga telah bahu membahu

membangun kekuatan ummat Islam untuk

membangkitkan Islama dan dunia.

Di dunia Islam telah bertebaran harakah atau

kelompok dakwah. Ada banyak sekali pilihan,

ayo kita bergabung dengan salah satunya

untuk memperjuangkan kejayaan Islam

Kenapa harus bergabung? Kenapa tidak

berjuang sendiri saja? Maka biarkanlah Allah

yang langsung menjawabnya kepada kita.

207

Page 208: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

Dan hendaklah ada di antara kamu

segolongan umat yang menyeru kepada

kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan

mencegah dari yang munkar,

merekalah orang-orang yang beruntung.

(TQS. Ali ’Imron: 104)

Allah mengaharuskan ada segolongan ummat

yang berdakwah, bukan seseorang yang

berdakwah. Rasulullah dan para sahabatnya

juga bergabung dengan kaum Muslimin di

berbagai penjuru Makkah untuk

memperjuangkan tegaknya Islam. Sebagai

seorang Nabi, tentu saja Rasul mampu

menjalankan semuanya seorang diri. Tetapi

ini adalah sunnah kenabian, bahwa dakwah

Islam harus dilakukan secara berkelompok,

bahu membahu, dan kokoh.

208

Page 209: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

”Sesungguhnya Allah menyukai orang yang

berperang dijalan-Nya dalam barisan yang

teratur seakan-akan mereka seperti suatu

bangunan yang tersusun kokoh.”

(QS. Ash-Shaff: 4)

209

Page 210: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

14BELAJAR DARI ABU DZARR

Membaca lembar demi lembar kitab Sirah

Nabawiyah atau Hayatush-Shahabah,

membuat saya merasa layak untuk ’diludahi’.

Hampir setiap detik kehidupan Rasulullah

dan para shahabatnya adalah kehidupan yang

berisi perkataan dan perbuatan yang mulia.

Sungguh, kehidupan mereka adalah

kehidupan yang silaturahminya adalah shalat

berjamaah, hiburannya adalah latihan perang,

pembicaraannya adalah dakwah, dan

candanya tak pernah berbumbu dusta.

Tak terkecuali sepenggal kisah tentang

penjelajah gurun ini. Ia datang dari kejauhan.

Dengan wajah letih dan badan terhuyung-

huyung, lelaki itu tiba di kota Makkah. Dia

menyelusuri gurun dari suku asalnya ke

Makkah, bukanlah untuk mencari

penghidupan atau menemui karib

keluarganya. Ia datang ke sana hanya untuk

210

Page 211: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

mencari tahu tentang seorang lelaki yang

beritanya telah sampai terdengar ke sukunya.

Dia ingin menemui lelaki itu, dan kemudian

mendengarkan perkataannya.

Dia datang dari suku Ghifar, namanya adalah

Abu Dzarr al-Ghifary. Lelaki yang ingin

ditemuinya itu adalah Muhammad, si

pembawa agama baru. Perkataan yang ingin

didengarkannya itu adalah al-Qur’an, yang

konon bisa memisahkan orangtua dari

anaknya atau suami dari isterinya.

Akhirnya sampai jualah ia pada pertemuan

yang dirindukan itu, pertemuan dengan

Rasulullah Shallallahu ’Alaihi Wasallam.

”Aku datang ke sini untuk mendengarkan

gubahanmu itu,” Abu Dzarr berseru pada

Rasulullah. ”Sesungguhnya itu bukan

gubahan, itu adalah al-Qur’an” Rasulullah

meralat ucapan Abu Dzarr. ”Kalau begitu

bacakanlah untukku.” Jawab Abu Dzarr

kemudian.

211

Page 212: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

Setelah mendengarkan Al-Quran, Abu Dzarr

al-Ghifary menyatakan keislamannya, dengan

bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan

bahwa Muhammad adalah Rasulullah.

”Wahai Rasulullah, apa yang kau perintahkan

padaku?”

”Kembalilah ke kaummu, dan tunggu sampai

ada berita dariku,”

”Wahai Rasulullah, aku tidak akan bisa

pulang sebelum meneriakkan Islam di

masjid.”

Bagi Abu Dzarr, menahan menyampaikan

keyakinan adalah lebih menderita ketimbang

disiksa secara fisik. Lebih mudah baginya

untuk meneriakkan kebenaran itu ketimbang

harus menahannya. Menahannya? Dia tidak

sanggup untuk itu! Bagi Abu Dzarr,

kebenaran yang bisu bukanlah kebenaran.

Sesungguhnya, kebenaran selalu menuntut

pemegangnya untuk meneriakkannya.

212

Page 213: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

Kebenaran Memang Tak Pernah Bisu

Sesungguhnya, jika kebenaran Islam telah

menancap kuat dalam dada seorang Muslim,

maka kebenaran itu akan menuntut untuk

bergerak. Ya, itu karena Islam adalah sesuatu

yang hidup. Maka, ketika ia masuk ke dalam

dada, adalah wajar jika orang yang di

dadanya ada cahaya Islam tak akan kuat

untuk menahan dirinya dari mengungkapkan

kebenaran tersebut.

Jika kebenaran telah merasuk dalam jiwa,

maka orang yang di dalam jiwanya ada ombak

besar bernama Islam, pastilah akan gatal

untuk selalu menyampaikan kebenaran

tersebut di setiap kesempatan. Setiap

penggenggam kebenaran Islam juga pasti

akan gerah jika berhadapan dengan sesuatu

yang bertentangan dengan Islam yang dia

yakini itu. Begitu pula, setiap jiwa yang

diterangi cahaya kemuliaan Islam, pasti

213

Page 214: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

rindu orang-orang tercintanya memegang

kebenaran yang sama pula.

214

Page 215: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

Gatal

”Wahai Rasulullah, aku tidak akan bisa

pulang sebelum meniakkan Islam di masjid.”

begitu prinsip Abu Dzarr al-Ghifary.

Memendam kebenaran justru lebih berat

ketimbang mendapatkan siksaan akibat

menyampaikannya.

”Rasa takut terhadap manusia jangan sampai

menghalangi kamu

untuk menyatakan apa yang sebenarnya jika

memang benar

kamu melihatnya, menyaksikan atau

mendengarnya.”

(HR. Ahmad)

Jika suatu ketika diberi kesempatan untuk

menyampaikan gagasan terkait bencana

alam, pastilah seorang penggenggam Islam

akan memanfaatkan kesempatan itu untuk

berbagi kebenaran Islam yang diyakininya.

Jika dia memiliki kemampuan menulis cerpen

215

Page 216: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

dengan baik, pastilah seorang penggenggam

Islam akan menjadikan cerpennya sebagai

media untuk menyampaikan kebenaran Islam

yang diyakininya. Jika dia menguasai ilmu

bermusik, tentu ia akan menjadikan lagu-

lagunya sebagai ushlub dakwahnya. Bahkan

jika pun dia hanya seorang yang tak bisa

berbicara ataupun menulis, maka dia akan

mendedikasikan tenaganya untuk

memperjuangkan kebenaran agama yang

diyakininya itu.

Adalah aneh, jika kita mengaku telah

menggenggam kebenaran Islam, sementara

kita tak sedikit pun merasakan gatal untuk

menyampaikan kebenaran Islam tersebut.

Sebagaimana Abu Dzarr, marilah kita

hujamkan dalam dada kita, bahwa kebenaran

yang bisu bukanlah kebenaran.

Sesungguhnya kebenaran selalu menuntut

pemegangnya untuk meneriakkannya.

Gerah

216

Page 217: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

“Barang siapa di antara kalian melihat suatu

kemungkaran hendaklah ia mengubah dengan

tangannya; jika tidak mampu, maka dengan

lisannya;

jika ia masih tidak mampu, maka dengan

hatinya,

dan itu adalah selemah-lemahnya iman.”

(HR. Muslim)

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam

Muslim tersebut, sekedar membenci

kemunkaran tanpa berupaya

menghentikannya adalah selemah-lemahnya

iman. Gerah yang saya maksud di sini adalah

sekedar membenci tanpa menghentikan,

tentu lebih baik lagi jika kita mampu

menghentikan dengan tangan kita, atau

menegurnya dengan lisan kita.

Jika sekedar gerah melihat kemaksiatan

adalah selemah-lemah iman, bukankah itu

berarti tak ada iman lagi bagi yang lebih

rendah dari itu? Itu berarti, tak ada iman lagi

217

Page 218: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

di hati kita, jika kita tak ada perasaan benci

ketika melihat kemunkaran. Na’udzubillah.

Karena itu, mari kita periksa hati kita. Apakah

selama ini kita masih bisa enjoy saja ketika

melihat kemaksiatan tengah menari di depan

mata kita? Ataukah kita sudah ada setitik

perasaan benci terhadap kemaksiatan sekecil

apapun, bersyukurlah, karena itu pertanda

masih ada setitik iman pula dalam dada kita.

Tapi sebagai seorang penggenggam

kebenaran, tentu tak cukup bagi kita sekedar

membenci kemaksiatan tanpa ada upaya

untuk menghentikannya. Pastilah dada ini

terasa gerah untuk mengingatkan orang

yang tengah bermaksiat tersebut. Ketika

melihat aurat terbuka, pastilah penggenggam

Islam akan memikirkan seribu cara (yang

halal) untuk menghentikannya. Ketika melihat

hukum Allah dicampakkan oleh penguasa,

tentu para penggenggam Islam akan

berteriak lantang untuk mengoreksi penguasa

218

Page 219: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

tersebut, sebagaimana dilakukan oleh tokoh

utama kita dalam perbincangan kali ini, Abu

Dzarr al-Ghifary.

Saat itu, dua orang wanita tengah thawaf

mengelilingi Ka’bah dengan thawaf jahiliyah.

Dengan semangat kebenaran yang

membuncah di dadanya, Abu Dzarr memaki-

maki berhala Usaf dan Na’ilah yang dipuja-

puja oleh orang-orang Quraisy. Serta merta

wanita tersebut berteriak meminta

pertolongan para pemuda Quraisy yang

berada di sekitar Ka’bah. Kita semua pasti

sudah tahu yang akan terjadi setelah itu,

remuk redamlah Abu Dzarr akibat pukulan

dan hantaman yang dihadiahkan oleh para

pemuda Quraisy tersebut. Subhanallah.

Keyakinan bahwa Tiada tuhan selain Allah,

membuat Abu Dzarr gerah ketika melihat ada

yang masih menyembah ’tuhan-tuhan’ selain

Allah.

Rindu

219

Page 220: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

Apabila Allah memberi hidayah kepada

seseorang melalui upayamu, itu lebih baik

bagimu daripada apa yang dijangkau

matahari sejak terbit sampai terbenam.

(HR. Bukhari dan Muslim)

Jika kita telah gatal untuk menyampaikan

Islam dan telah gerah ketika ada yang

bertentangan dengan Islam. Maka pastikan

bahwa kita juga memiliki rasa rindu, sangat

menginginkan orang-orang yang kita cintai

untuk memegang kebenaran yang sama.

Rindu, pastikan rasa itu ada di dalam dada

kita, sebagaimana rindu yang membuncah

dalam dada Ummu Hakim binti al-Harits yang

telah beriman, kepada suaminya yang masih

kafir, Ikrimah bin Abu Jahal, putra gembong

kekufuran.

Hari itu peristiwa Fathul-Makkah,

pembebasan kota Makkah. Arak-arakan

pasukan Islam telah memasuki kota Makkah

yang masih dibelenggu kekufuran. Ada cinta

220

Page 221: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

yang membuncah dalam dada orang beriman,

ada pula kerinduan para Muhajirin akan

tanah yang telah mereka tinggalkan bertahun

lamanya, ada pula kerinduan Ummu Hakim

binti al-Harits pada suaminya yang masih

kafir itu.

Ah, betapa rindu Ummu Hakim agar Ikrimah

bin Abu Jahal juga menjadi muslim seperti

dirinya. Maka dibujuknyalah suaminya untuk

segera memasuki agama yang diridhai Allah

ini. Tetapi apa yang ia dapatkan dari suami

terkasihnya?

”Seandainya seluruh manusia telah berislam,

dan tinggal aku saja yang tidak, maka aku

tetap tidak akan pernah mengikuti agama

Muhammad ini!” jawab Ikrimah dengan nada

kebenciannya pada Muhammad.

Ah, hidayah. Tak ada yang tahu kapan dan

dari mana ia datang kepada seseorang. Kelak,

lelaki yang dirindu oleh Ummu Hakim

tersebut, juga akan bergabung bersama

221

Page 222: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

pasukan penggenggam Islam, dan dia

mengakhiri hidupnya dalam keadaan

beriman, iman yang sebenar-benarnya iman.

Begitulah kerinduan. Ia selalu menginginkan

orang yang dicintai untuk berdiri di barisan

yang sama. Tak rela rasanya, diri berenang di

samudera ketaatan, sementara orang terkasih

sedang tenggelam dalam lumpur

kemaksiatan. Tak tega rasanya, diri

bertelekan di atas dipan-dipan surga

sementara orang terkasih luluh lantak dan

berteriak-teriak di kobaran api neraka. Tentu

kita tak akan rela, tentu kita tak akan tega.

Tentu kita merindukan orang terkasih kita,

berdiri di samping kita dengan memegang

bendera yang sama, bendera Laa ilaaha

illaLlah yang meliuk-liuk rindu. Ah, aku rindu

kalian semua bersamaku. Kuharap, kalian pun

merindukanku bersama kalian di jalan ini.

***

222

Page 223: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

15MENYEMPURNAKAN IKHTIYAR

Jika Allah menjadikan lisan kita sebagai

perantara hidayah bagi seseorang, itu lebih

baik daripada apa yang ada sepanjang timur

dan barat. Siapa yang tidak tergiur dengan

apa yang dilalui oleh matahari dari terbit

hingga terbenamnya?

Kita tak dituntut untuk memberikan hidayah

bagi seseorang, Allah yang memberikannya.

Kita hanya diminta oleh Allah untuk

mencurahkan segenap daya kita, agar lisan

kita menjadi perantara hidayah. Kita hanya

dituntut untuk memikirkan dan menjalankan

cara terbaik dalam berdakwah, agar hidayah

Allah makin dekat dengannya. Insya Allah di

bagian ini, kita akan kembali duduk bersama

mengumpulkan serpihan-serpihan ilmu yang

tersebar di banyak ayat, hadits, dan lainnya.

Hikmah dan Pelajaran yang Baik

223

Page 224: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

”Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu

dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan

bantahlah mereka dengan cara yang baik.”

(TQS. An-Nahl: 125)

Mush’ab bin Umair telah mengajarkannya

pada kita. Melaui perantaraan kefasihan

lisannya dan kekuatan argumen yang

dibangunnya, sebagian besar penduduk

Madinah memeluk Islam. Ketika harus

berdebat, maka Mush’ab bin Umair

menggunakan cara terbaik yang pernah

dilakukan oleh umat manusia. Bahkan ketika

bahaya tengah mengancam nyawanya, dia

tetap bersikap tenang dan waras dalam

menyampaikan dakwahnya. Sikap tenang dan

argumennya kemudian menjadi perantara

hidayah bagi orang yang sebelumnya hendak

membunuhnya.

224

Page 225: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

Sederhana dalam Perkataan

Jujur, saya masih harus banyak belajar

tentang ini. Lisan ini terlalu sulit

menyampaikan kebenaran dengan sederhana.

Kadang diri ini tergoda untuk menggunakan

bahasa-bahasa yang tinggi melangit. Kadang

diri ini juga tidak bisa mengontrol alur

pembahasan yang runut, sehingga seringkali

orang kesulitan memahami apa yang

sebenarnya saya sampaikan.

”Permudahlah, jangan dipersulit dan ajaklah

dengan baik,

jangan menyebabkan orang menjauh.”

(HR. Bukhari)

Permudahlah, kata Rasulullah, jangan kau

persulit, jangan menyebabkan orang menjauh

dari dakwah. Kita harus belajar untuk

menyampaikan kebenaran Islam dengan cara

yang semenarik mungkin. Keburukan saja jika

dibungkus dengan kemasan yang cantik,

225

Page 226: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

maka akan banyak orang yang mengikutinya,

apalagi kebaikan.

Kita harus belajar untuk menggunakan

bahasa yang mudah dipahami oleh orang lain.

Kita harus mengurangi kalimat-kalimat yang

terasa mengganggu dalam menyampaikan

dakwah. Kita harus belajar untuk tidak terlalu

tergesa dalam berbicara. Kita harus belajar

untuk menyampaikan kebenaran Islam

dengan cara yang lembut, yang langsung

masuk ke dalam hati, dan bersemayam di

sana.

Lemah Lembut

Lemah lembut tak berarti rapuh.

Sebagaimana keras tak berarti kasar. Keras

dan lembut bisa menjadi satu, sebagai mana

kasar juga bisa menjadi satu dengan rapuh.

Batu pualam adalah batu yang sangat keras,

tetapi permukaannya sangat lembut. Kerupuk

adalah sesuatu yang sangat rapuh, tetapi

permukaannya sangat kasar.

226

Page 227: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

”Tidaklah seharusnya orang menyuruh yang

ma'ruf dan mencegah yang mungkar kecuali

memiliki tiga sifat, yakni lemah-lembut dalam

menyuruh dan dalam melarang, mengerti apa

yang harus dilarang dan adil terhadap apa

yang harus dilarang.”

(HR. Ad-Dailami)

Kita akan belajar untuk menyampaikan

kebenaran dengan cara batu pualam, lembut

tetapi tegas. Sikap lembut kita tak membuat

kita mentoleransi kemaksiatan yang

dilakukan orang. Sebagaimana sikap tegas

kita tak boleh membuat kita bersikap kasar

terhadap orang yang melakukan kemaksiatan.

Tidak Membosankan

”Nabi meniadakan pemberian pelajaran untuk

beberapa hari

karena khawatir kejenuhan kami.”

(HR. Ahmad)

227

Page 228: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

Sering kali kita tidak mempedulikan orang

yang kepadanya kita berbicara. Kita terus

saja menyampaikan pendapat kita secara

bertubi-tubi, tanpa peduli lagi apakah orang

masih berminat mendengarkan atau sudah

jenuh dengan pembicaraan kita.

Sesekali, perhatikanlah respon orang

terhadap penjelasan kita. Jika mereka mulai

bosan, maka buatlah pembicaraan kita

kembali menarik. Jika kita tidak sanggup

mengembalikan minat mereka, lebih baik

dihentikan saja. Tak ada gunanya terus

berbicara jika orang tak lagi berminat

mendengarkannya, meski tak ada yang sia-sia

di sisi Allah.

Jangan Takut

”Rasa takut terhadap manusia jangan sampai

menghalangi kamu

untuk menyatakan apa yang sebenarnya jika

memang benar

kamu melihatnya, menyaksikan atau

228

Page 229: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

mendengarnya.”

(HR. Ahmad)

Wajar saja jika orang tak suka mendengarkan

dakwah kita. Bahkan mungkin ada di antara

mereka yang menunjukkan ketidaksukaannya

dengan mencela bahkan menyakiti. Tetapi

jangan sampai ketakutan akan hal itu

menghalangi kita untuk menyampaikan apa

yang sebenarnya.

Jika Tak Bicara

Jika kita memilih untuk berdakwah tanpa

kata, maka berdakwahlah dengan perbuatan

kita saja. Banyak sekali kesempatan bagi kita

untuk tetap berdakwah tanpa kata. Kita bisa

ambil bagian dalam menyelenggarakan

kegiatan pengajian. Kita bisa ambil bagian

dengan menyebarkan buletin keislaman. Kita

bisa berpartisipasi dengan harta kita, dengan

pikiran kita atau dengan tenaga yang kita

miliki.

229

Page 230: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

Semua itu adalah dakwah. Dakwah tak selalu

berarti berceramah hingga mulut berbusa.

Jika kita melakukan suatu kebaikan,

kemudian orang lain mengikuti kebaikan itu,

itu juga dakwah. Bagi seorang akhwat,

berjilbab adalah dakwah. Jika ada saudari

yang memutuskan untuk berjilbab setelah

melihatnya, itu adalah dakwah baginya.

Dengan cara apapun, selama halal, dakwah

akan selalu mengalirkan pahala bagi siapa

saja yang melakukannya. Bagaimanapun,

sejauh halal, jika menjadi perantara hidayah

bagi orang lain, maka itu lebih baik bagi kita

daripada apa yang ada dari timur hingga ke

barat.

”Apabila Allah memberi hidayah kepada

seseorang melalui upayamu, itu lebih baik

bagimu daripada apa yang dijangkau

matahari sejak terbit sampai terbenam.”

(HR. Bukhari dan Muslim)

***

230

Page 231: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

Percik 6: Terus Melangkah

16. Jalan Ini Berduri17. Ujian Cinta

231

Page 232: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

16JALAN INI BERDURI

Alhamdulillah, kita telah dengan bangga

menunjukkan identitas keislaman kita. Kita

juga telah memilih sebuah jalan yang dilalui

oleh Rasulullah, para shahabatnya, dan para

penerusnya. Jalan itu adalah jalan dakwah.

Lalu, apakah kita berpikir, jalan yang kita

pilih ini adalah jalan yang mulus? Apakah kita

mengira bahwa kita akan dibiarkan saja

mengatakan bahwa kita beriman, lalu kita

dibiarkan bersantai-santai saja?

”Apakah manusia itu mengira bahwa mereka

dibiarkan (saja) mengatakan: Kami Telah

beriman, sedang mereka tidak diuji lagi?”

(TQS. Al-’Ankabut: 2)

232

Page 233: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

Seperti nasyid Izzatul Islam di atas, kita harus

menyadari bahwa jalan yang kita pilih ini

adalah jalan yang dipenuhi dengan duri.

Sejauh mata memandang, yang akan kita

hadapi adalah ujian dan ujian.

Tak semua orang bisa menerima dengan

lapang dada apa yang kita katakan. Akan

selalu ada orang yang hatinya sesak setiap

kali melihat kita melakukan kebaikan. Tak

usah kita. Rasulullah yang terkenal al-Amin

dan sangat disukai saja, mendadak menjadi

dibenci semenjak beliau memproklamirkan

risalah yang dibawanya. Suatu hari, saat

Rasulullah tengah shalat di dekat Ka’bah, Abu

Jahal dan teman-temannya memukul kepada

Rasulullah dengan batu hingga berdarah,

kemudian melumuri kepala Rasul yang mulia

dengan isi perut unta.

Saat mencoba meminta perlindungan ke Thaif

bersama Zaid bin Haritsah, beliau justru

dilempari dengan kotoran dan batu, hingga

233

Page 234: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

tumit beliau yang mulia terluka. Setiap kali

beliau berangkat ke masjid untuk shalat

shubuh, selalu saja ada seorang Yahudi yang

meludahinya. Ummu Jamil, isteri Abu Lahab

bahkan rela menjual perhiasannya demi

membeli ranting berduri untuk merintangi

jalan yang dilalui Rasulullah. Berkali-kali

orang kafir Quraisy memfitnahnya,

menuduhnya gila, bahkan mencoba

membunuhnya.

Sungguh, jalan dakwah yang ditempuh oleh

kekasih kita itu, adalah jalan terjal berduri

yang panasnya mampu mengoyak telapak

kaki.

Abu Jahal Selalu Ada di Setiap Zaman

Jika Rasulullah saja melalui jalan terjal dalam

dakwahnya, lalu, apakah kita mengira bahwa

kita akan dibiarkan saja mengaku beriman

tanpa diuji? Apakah kita mengira bahwa tak

akan ada lagi orang-orang bejat seperti Abu

Jahal dan Abu Lahab? Ketahuilah sahabatku

234

Page 235: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

yang telah memilih jalan ini, zaman akan

selalu menyediakan orang-orang seperti Abu

Jahal, Abu Lahab dan konco-konconya.

Sebagaimana Allah selalu menyediakan gelap

sebagai lawan dari terang, maka Allah selalu

menyediakan orang-orang zalim sebagai

penguji bagi orang-orang beriman.

Ujian adalah sesuatu yang niscaya. Ia akan

selalu menghadang kita di setiap sudut jalan.

Ia akan selalu menyergap kita di saat-saat

yang tidak pernah kita duga. Ia akan tetap

menghampiri kita, meski kita bersembunyi di

dalam lubang biawak. Ujian itu akan selalu

datang untuk kita.

”Seorang mukmin meskipun dia masuk ke

dalam lobang biawak, Allah akan menentukan

baginya orang yang mengganggunya.”

(HR. Al Bazzaar)

Karena itu, Abu Jahal akan kembali hadir di

zaman ini, meski dengan nama dan wujud

yang berbeda, tetapi dengan tugas yang sama

235

Page 236: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

untuk mengganggu kita. Mungkin Abu Jahal

masa kini tidak bersorban dan menyandang

pedang sebagaimana Abu Jahal yang

mengganggu nabi. Tetapi ia datang dengan

kepentingan yang sama, menghalangi dakwah

kita. Karenanya, bersiaplah.

Jalan Lurus, Tak Berarti Mulus

Disadari atau tidak, kita selalu meminta pada

Allah agar ditunjukkan jalan yang lurus.

Setidaknya tujuh belas kali dalam sehari kita

memohonnya pada Allah. Dalam setiap

raka’at shalat kita, kita selalu membaca surah

al-fatihah, kemudian pada ayat 5, kita

melantunkan doa ini dengan kekhusyukan,

Ihdinash-shiraathal-mustaqiim, tunjukilah

kami jalan yang lurus.

Di saat bersamaan, kita menyadari bahwa

jalan yang lurus bukanlah jalan yang mulus.

Itu berarti, kitalah yang meminta pada Allah

jalan yang terjal ini. Maka, tak ada pilihan

236

Page 237: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

lain bagi kita kecuali tetap melangkah, meski

duri menyobek-nyobek telapak kaki kita. Kita

akan terus melaju, meski kepala kita akan

terantuk-antuk batu dan berdarah. Kita akan

terus berjalan, meski keringat bercucur tanpa

henti, meski air mata menetes tanpa jeda,

meski darah terus mengalir hingga ke

akhirnya.

Berjalanlah walau habis terang

Ambil cahayaku

Terangi jalanmu

(Peterpan, Walau Habis Terang)

Putih di Tengah Hitam

Tetaplah lurus,

meski keadaan memaksamu berbelok

Tetaplah menjadi putih,

di saat keaadaan memaksamu menjadi

hitam

Keistiqamahan bukanlah menjadi putih di saat

keadaan memang mengharuskan kita menjadi

237

Page 238: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

putih. Sederhananya begini, kita akan dengan

mudah menjadi orang shalih jika lingkungan

keluarga kita memaksa kita menjadi orang

shalih. Tidaklah mengherankan jika kita bisa

menjadi seorang Mukmin yang lurus, di saat

kita tak perlu memikirkan belitan hutang atau

ancaman dari orang-orang yang membenci

Islam. Tidak aneh jika kita menjadi pejuang

Islam jika seluruh manusia menjadi pejuang

Islam. Tetapi jika keadaannya berbeda, di

sinilah keistiqamahan dibuktikan.

Ya Allah tunjukilah kami jalan al-Mustaqim,

begitu doa kita di setiap shalat. Siapakah itu

al-Mustaqim, merekalah orang-orang yang

istiqamah, orang-orang yang lurus. Jika kita

meminta kepada-Nya keistiqamahan,

ketahuilah, itu artinya kita meminta

didatangkan sesuatu untuk menguji

kelayakan kita sebagai orang yang istiqamah.

238

Page 239: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

Seorang Muslim yang disiksa agar berganti

keimanan, tetapi dia tetap bertahan dengan

Islamnya, itulah istiqamah. Seorang Muslim

yang ditawarkan padanya harta yang banyak

di saat dia terjepit hutang, dengan syarat

menghentikan perjuangannya, tetapi dia tetap

bertahan dengan perjuangannya, itulah

istiqamah. Seorang Mukmin yang

mendapatkan kesempatan bermaksiat, tetapi

dia bertahan untuk tidak melakukannya,

itulah istiqamah.

Istiqamah itu adalah tetap bertahan dengan

keyakinan di saat kondisinya nyaris tidak

memungkinkan. Istiqamah adalah apa yang

dilakukan oleh Bilal bin Rabah saat Umayyah

bin Khallaf mencambuknya di bawah terik

matahari yang membakar. Istiqamah adalah

apa yang dilakukan Masyithah saat Fir’aun

memaksanya melepaskan keimanannya atau

masuk ke dalam kuali berisi air mendidih, dan

Masyithah memilih mempertahankan

239

Page 240: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

keimanannya dan masuk kedalam kuali

tersebut. Istiqamah adalah apa yang

dilakukan oleh Sa’ad bin Abi Waqqas saat

ibunya mogok makan agar ia kembali pada

agama nenek moyangnya, tetapi ia memilih

agamanya dan meninggalkan ibunya. Itulah

istiqamah, dia akan terbukti ketika telah diuji.

”Allah menguji hambaNya dengan

menimpakan musibah sebagaimana seorang

menguji kemurnian emas dengan api. Ada

yang keluar emas murni. Itulah yang

dilindungi Allah dari keragu-raguan. Ada juga

yang kurang dari itu dan itulah yang selalu

ragu. Ada yang ke luar seperti emas hitam

dan itu yang memang ditimpa fitnah.”

(HR. Ath-Thabrani)

Ya, dengan ujian itulah akan diketahui siapa

kita sebenarnya. Apakah setelah diuji, kita

keluar sebagai emas murni, atau ternyata kita

keluar sebagai emas hitam? Jika kita keluar

sebagai emas murni, berarti kitalah al-

240

Page 241: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

mustaqim itu, kitalah orang-orang yang

istiqamah itu. InsyaaLlah.

241

Page 242: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

17UJIAN CINTA

Insya Allah kita akan terus belajar menjadi

orang yang istiqamah. Kita akan tetap lurus

di saat kondisi memaksa kita untuk berbelok.

Kita akan tetap menempuhi jalan ini,

meskipun ujian selalu menghadang di setiap

sudut jalan. Seorang Mukmin yang istiqamah

tak pernah takut menghadapi ujian, justru dia

menjadikan ujian sebagai kebutuhannya.

Insya Allah di bagian ini kita akan belajar

tentang hakikat ujian yang selama ini tidak

banyak dipahami.

Tanda Cinta Allah

Kita tahu bahwa orang yang paling dicintai

Allah adalah Rasulullah. Tak ada hamba yang

lebih dicinta-iNya melebihi beliau. Sebagai

hamba yang paling dicinta, tentulah

Rasulullah layak mendapatkan kenikmatan

hidup yang melimpah. Tetapi kenyataan

242

Page 243: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

justru sebaliknya, nyaris setiap sisi kehidupan

Rasulullah dipenuhi dengan ujian dan cobaan.

Sa’ad bin Abi Waqqash pernah bertanya

kepada Rasulullah tentang siapa orang yang

paling berat ujiannya. Rasulullah kemudian

menjawab,

"Para nabi kemudian yang meniru mereka

dan yang meniru mereka. Seseorang diuji

menurut kadar agamanya. Kalau agamnya

tipis dia diuji sesuai dengan itu dan bila

imannya kokoh dia diuji sesuai itu.”

(HR. Bukhari)

Semakin berat ujian yang diberikan Allah

kepada seorang hamba, maka semakin besar

pulalah kecintaan Allah padanya, dan setebal

itu pula kualitas keimanannya. Sebaliknya,

semakin ringan ujian yang menimpa, itu

pertanda semakin kecil cinta Allah pada-Nya,

dan setipis itu pulalah kualitas keimanannya.

243

Page 244: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

Jika hari demi hari yang kita lalui dipenuhi

dengan kesulitan hidup, tantangan, ancaman

dari orang yang membenci, celaan dari orang-

orang yang mencela (lawmatu la-im),

berbahagialah. Itu pertanda Allah mencintai

kita. Sebaliknya jika detik yang kita lewati

dipenuhi dengan gelimang kenikmatan hidup,

itu pertanda kita belum termasuk hamba yang

dicintai-Nya.

Keyakinan seperti inilah yang membuat

orang-orang beriman tetap tersenyum di saat

ujian menderanya. Pemahaman itulah yang

menjadikan para pejuang Islam menjadikan

ujian dan cobaan sebagai kebutuhannya,

untuk meningkatkan kecintaan Allah padanya.

”Apabila Allah menyenangi hamba maka dia

diuji

agar Allah mendengar permohonannya.”

(HR. Al-Baihaqi)

Syarat Masuk Surga

244

Page 245: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

Ada sebuah analogi sederhana. Jika seorang

siswa kelas enam sekolah dasar ingin lulus

dari sekolah itu, maka satu-satunya cara yang

harus ditempuh adalah mengikuti ujian. Jika

anak itu tidak mengikuti ujian, tentu ia tidak

akan pernah lulus selamanya.

Apakah kamu mengira bahwa kamu akan

masuk syurga, padahal belum datang

kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya

orang-orang terdahulu sebelum kamu?

mereka ditimpa oleh malapetaka dan

kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan

bermacam-macam cobaan) sehingga

berkatalah Rasul dan orang-orang yang

beriman bersamanya: "Bilakah datangnya

pertolongan Allah?" Ingatlah, Sesungguhnya

245

Page 246: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

pertolongan Allah itu amat dekat. (TQS. Al-

Baqarah: 214)

Apakah kita mengira bahwa kita akan masuk

surga, sementara kita tidak pernah

mendapatkan ujian sedikit pun? Logikanya,

kita hanya bisa mendapatkan surga setelah

kita menempuh ujian. Karena ujian

merupakan syarat untuk masuk surga, maka

rindukanlah ujian itu. Dengan begitu,

layaklah jika kita mengharapkan surga dari

sisi Allah SWT. Karena ujian merupakan

syarat untuk merasakan kenikmatan surga,

wajarlah jika orang-orang istiqamah tetap

tersenyum manis saat cobaan

menghampirinya. Bahkan lebih dari itu,

mereka menjadikan ujian sebagai kebutuhan

mereka, agar layak mendapatkan surga. Insya

Allah kita akan selalu belajar untuk itu.

Bersama.

Mengangkat Derajat

246

Page 247: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

Analogi sebelumnya masih bisa kita pakai di

sini. Jika seorang siswa ingin naik kelas, maka

satu-satunya cara yang harus ditempuh

adalah mengikuti ujian. Jika anak itu tidak

mengikuti ujian, tentu ia tidak akan naik kelas

selamanya.

”Seorang hamba memiliki suatu derajat di

surga. Ketika dia tidak dapat mencapainya

dengan amal-amal kebaikannya maka Allah

menguji dan mencobanya

agar dia mencapai derajat itu.”

(HR. Ath-Thabrani)

Mungkin kita bukan orang yang banyak

melakukan ibadah-ibadah sunnah. Mungkin

kita tidak termasuk orang yang mampu

menginfaqkan harta kita di jalan Allah.

Mungkin kita tidak memiliki lisan yang

sefasih Mush’ab bin Umair, yang dengannya

menjadi perantara hidayah bagi orang lain.

Tetapi jangan sampai kita berputus asa dari

rahmat Allah untuk mendapatkan derajat

247

Page 248: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

yang sama dengan mereka. Mungkin kita

memang tidak bisa mencapai derajat itu

dengan amal-amal kita. Tetapi yakinlah, Allah

telah menyediakan tools atau alat untuk

menjadikan kita layak mendapatkan derajat

seperti mereka, itulah ujian.

Tersenyumlah setiap ujian menyapa. Karena

dengan itulah Allah mengangkat derajat kita

di sisi-Nya.

Menghapus Dosa

Seberapa seringka kita mengucapkan

istighfar? Seberapa seringkah kita bertaubat

atas kesalahan-kesalahan kita? Apakah kita

yakin taubat dan istighfar kita sudah

sebanding dengan besarnya dosa yang kita

lakukan? Wallahu a’lam.

Mungkin saja kita terlupa dengan suatu dosa

yang kita lakukan di masa lalu, yang hingga

kini kita belum pernah beristighfar kepada

Allah. Jangan khawatir, karena lagi-lagi Allah

248

Page 249: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

menyiapkan cara untuk menghapus dosa-dosa

yang kita tidak sempat bertaubat atasnya.

Cara itu adalah ujian.

”Tiada seorang muslim tertusuk duri atau

yang lebih dari itu, kecuali Allah mencatat

baginya kebaikan dan menghapus darinya

dosa.”

(HR. Bukhari)

Sekali lagi, tersenyumlah saat ujian

bertandang pada kita. Karena dengan itulah

Allah ingin menghapus dosa-dosa kita, hingga

kita berjalan menuju surga tanpa membawa

setitik pun dosa.

***

Tersenyumlah

Tersenyumlah. Karena tak ada perkara yang

layak membuat seorang Muslim takut, kecuali

takut pada Allah saja. Tidak ada perkara yang

tidak baik bagi seorang Muslim. Semua

249

Page 250: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

perkara adalah baik baginya, yang disukai

maupun yang tidak disukai.

Sesungguhnya orang-orang yang

mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah"

Kemudian mereka meneguhkan pendirian

mereka, Maka malaikat akan turun

kepada mereka dengan mengatakan:

"Janganlah kamu takut dan janganlah

merasa sedih; dan gembirakanlah mereka

dengan jannah yang Telah dijanjikan

Allah kepadamu" (TQS. Fushshilat: 30)

Seorang Muslim tak perlu bersedih atas apa

yang telah terjadi, sebagaimana ia tak perlu

cemas atas apa yang belum terjadi. La takhaf

walaa tahzan, jangan cemas dan jangan

bersedih. Apa yang harus di sedihkan dan

ditakutkan, sementara semua perkara adalah

baik baginya? Jika ia mendapatkan sesuatu

250

Page 251: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

yang menyenangkan, maka ia bersyukur. Jika

ia ditimpa sesuatu yang tidak disenanginya,

maka ia bersabar. Bukankah sisi kehidupan

seorang manusia hanya tentang yang

disenangi dan yang dibenci? Jika pada

keduanya kita mendapatkan kebaikan, kenapa

harus cemas dan sedih?

Kenapa harus cemas, jika ujian merupakan

pertanda cinta Allah? Kenapa harus takut,

jika ujian adalah cara Allah meningkatkan

derajat kita di sisiNya? Kenapa harus

khawatir, jika ujian adalah penghapus dosa-

dosa kita? Kenapa harus bersedih, jika

dengan ujian, kita layak mendapatkan surga?

Tersenyumlah.

251

Page 252: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

Nyala Ketiga

MENUJU CAHAYA

252

Page 253: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

Nyala Ketiga

MENUJU CAHAYA

***”Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada

Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama'ah

hamba-hamba-Ku.” (TQS. Al-Fajr: 27-29)

***

Percik 7: Merancang Kematian

Percik 8:Menang

Semesta dalam TeduhAkhir Cerita Kita

253

Page 254: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

Sahabat, setelah membaca Nyala pertama;

MENYINARI HATI, kita menjadi seorang

Muslim dengan keyakinan yang bulat utuh

terhadap Islam. Pada Nyala kedua;

MENERANGI SEMESTA, kita telah belajar

bersama tentang pentingnya mengejar ilmu

sehaus pengembara, mengamalkannya sekuat

daya, dan menyebarkannya sepenuh jiwa,

serta kewajiban untuk terus istiqamah dalam

menjalani ketiganya. Nah, pada Nyala ketiga:

MENUJU CAHAYA ini, saya hanya ingin

mengingatkan bahwa perjuangan kita

bukanlah perjuangan tanpa akhir.

Ada dua Percik dalam Nyala terakhir ini. Pada

Percik 7: Merancang Kematian, izinkan

jemari saya menuturkan sebuah pesan. Saya

ingin mengingatkan saja, bahwa kita tidak

bisa menentukan kapan mati, dimana, dan

dengan cara apa. Tetapi ada satu hal yang

bisa kita rencanakan mengenai kematian kita,

yaitu keadaannya. Kita bisa mati dalam

254

Page 255: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

keadaan bermaksiat, kita bisa mati dalam

keadaan berjihad. Keduanya bisa kita

rencanakan sejak sekarang. Dan di Percik 7

itu nanti, kita akan belajar merancang

kematian yang indah, kematian yang telah

didapatkan oleh para pejuang Islam sebelum

kita. Berikutnya pada Percik 8: Menang, saya

ingin menyampaikan akhir cerita kita, yaitu

kemenangan di dunia berupa kejayaan dan

kemenangan di akhirat berupa surga.

Semoga pembahasan terakhir ini menjadi

percik air yang menyegarkan raga kita,

setelah bersimbah peluh, airmata, keringat

dan darah dalam memperjuangkan kemuliaan

Islam dan kaum Muslimin. InsyaaLlah.

255

Page 256: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

256

Page 257: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

Percik 7: Menang

18. Semesta dalam Teduh19. Akhir Cerita Kita

257

Page 258: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

18SEMESTA DALAM TEDUH

Bayangkanlah hari itu. Ketika jerih yang kita

lalui membuahkan hasilnya. Ketika siang yang

panas kita lalui dengan berdakwahdan malam

yang pekat kita lalui dengan menyelusuri

pojok-pojok bumi untuk menebarkan cahaya

Islam, menjadi perantara Allah untuk

memuliakan Islam dan kaum Muslimin.

Bayangkanlah hari itu. Ketika aurat wanita

Muslimah tak lagi bertebaran mengganggu

pandangan kita. ketika kehormatan Muslimah

terjaga dari segala macam pelecehan. Ketika

kaum Muslimin mendapatkan kemuliaan yang

semestinya mereka dapatkan. Ketika tiap

jengkal negeri Islam menjadi satu di bawah

naungan satu bendera, La ilaha illaLlah

Muhammad Rasulullah. Ketika tak ada lagi

penghinaan terhadap Rasulullah yang mulia.

Ketika tak ada lagi penduduk bumi yang

258

Page 259: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

kelaparan. Ketika dunia bersatu padu dalam

meninggikan kalimat Allah.

Bayangkan hari itu, ketika kebajikan menjadi

lazim dan kemaksiatan menjadi sesuatu yang

langka. Ketika kemana mata memandang, di

sanalah ketaatan menghiasi. Ketika telinga

mendengar, maka lantunan salam dan

dzikirlah yang memasuki rongga telinga kita.

Bayangkan hari itu. Ketika Khilafah Islam

yang kita perjuangkan dengan berbulir air

mata, bersimbah peluh dan bercucuran

darah, tegak di muka bumi sebagai penjaga

Islam dan kaum Muslimin, sebagai penjaga

stabilitas dunia.

Bayangkanlah hari itu, ketika pujian Allah

bahwa kita adalah umat terbaik menjadi

nyata. Ketika kita memang menjadi ummat

yang terbaik di segala bidang. Ketika dunia

Islam menjadi rujukan ilmu pengetahuan

dunia. Ketika tak ada lagi teriakan ketakutan

dari seorang Muslimah saat ia pergi ke luar

259

Page 260: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

rumahnya. Ketika Islam berjaya, dan

kekufuran binasa.

Itu semua janji Allah yang pasti ditepatinya.

Saat yang kita rindukan itu pasti datang.

Seperti kepastian datangnya fajar setelah

gelap malam menyelimuti bumi.

Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang

yang beriman di antara kamu dan

mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa

Dia sungguh-sungguh akan menjadikan

mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana

Dia telah menjadikan orang-orang sebelum

mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan

meneguhkan bagi mereka agama yang telah

260

Page 261: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-

benar akan menukar (keadaan) mereka,

sesudah mereka dalam ketakutan menjadi

aman sentausa. Mereka tetap menyembahku-

Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu

apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang

(tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka

itulah orang-orang yang fasik.

(TQS. An-Nuur: 55)

261

Page 262: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

19AKHIR CERITA KITA

Perjuangan kita akan segera berakhir. Derita

akan segera sirna. Keringat akan segera

kering. Air mata tak kan lagi tertumpah.

Darah yang keluar dari luka kita akan segera

dibasuh. Maka dengarkanlah ketika Allah

memanggil-manggil kita dengan kelembutan

cinta-Nya,

”Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada

Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-

Nya. Maka masuklah ke dalam jama'ah

hamba-hamba-Ku.”

(TQS. Al-Fajr: 27-29)

Tersenyumlah saat pertama kali kita

menginjakkan kaki di surga. Tak perlu lagi

262

Page 263: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

kau cemaskan kebencian Abu Jahal padamu.

Tak perlu lagi kau khawatir dengan makar

keji yang dilakukan musuh-musuhmu

terhadapmu. Tak usah lagi kau takutkan

kilatan pedang yang mengancam nyawamu.

Semua tak akan ada lagi di sini.

”Mereka bertelekan di atas permadani yang

sebelah dalamnya dari sutera.

Dan buah-buahan di kedua syurga itu dapat

(dipetik) dari dekat.”

(TQS. Ar-Rahman: 54)

Di sini hanya ada kesenangan. Sejauh mata

memandang, yang kau lihat hanyalah

keceriaan. Para bujang yang hilir mudik.

Bidadari yang bagaikan kilau mutiara. Mata

air salsabila yang sangat menyegarkan

dahaga. Sungai yang mengalir beraneka rasa.

Semuanya sungguh menenteramkan jiwa.

263

Page 264: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

”Allah berfirman: Aku sediakan untuk hamba-

hamba-Ku yang saleh sesuatu yang belum

pernah dilihat oleh mata dan tidak pernah

didengar oleh telinga

serta tidak terbesit dalam hati manusia.”

(HR. Muslim)

Jika selama di dunia kau lelah

memperjuangkan kemuliaan agamaNya, maka

berteduhlah di kemahmu yang terbuat dari

mutiara.

Sesungguhnya seorang mukmin mempunyai

sebuah kemah di dalam surga yang terbuat

dari satu mutiara yang berlubang, panjangnya

enam puluh mil, dan orang seorang mukmin

juga memiliki keluarga di dalamnya yang

akan ia kunjungi padahal sebagian mereka

tidak pernah melihat sebagian yang lain.

(HR. Muslim)

Mungkin selama di dunia, kita sering

khawatir dengan amal-amal kita. Kita sering

merenung di setiap penghujung malam,

264

Page 265: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

apakah Allah telah ridha kepada kita, ataukah

kita telah membuat-Nya murka. Maka

dengarkanlah Allah menjawab keresahan kita,

”Allah bertanya lagi: Maukah kalian Aku

berikan yang lebih baik lagi dari itu? Mereka

menjawab: Wahai Tuhan kami, apa yang lebih

baik dari itu? Allah menjawab:

Akan Aku limpahkan keridaan-Ku atas

kalian sehingga setelah itu

Aku tidak akan murka kepada kalian

untuk selamanya.”

(HR. Muslim)

Jika ada di antara kita yang hingga wafatnya

tak pernah menikah dengan kekasihnya,

tenanglah, karena Allah tak akan membiarkan

kita sendirian menikmati keindahan surga.

Allah sudah menyiapkan bagi kita pasangan

yang tidak pernah tersentuh oleh jin dan

manusia sebelumnya. Kecantikannya laksana

permata yaqut dan marjan yang tak pernah

kita bayangkan selama di dunia.

265

Page 266: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

”Masing-masing mereka berpasangan dua

orang yang sumsum betisnya terlihat dari

dalam daging dan di dalam surga tidak ada

seorang pun yang tidak berpasangan.”

(HR. Muslim)

Tak ada lagi dosa. Kau tak perlu lagi

bersipayah menjaga cintamu. Di sini, kau

bebas menumpahlampiaskannya kapan saja

kau mau. Di sini Allah menyediakan bagimu

bidadari yang selalu suci dan perawan.

”Di dalam syurga itu ada bidadari-bidadari

yang sopan menundukkan pandangannya,

tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum

mereka (penghuni-penghuni syurga yang

menjadi suami mereka), dan tidak pula oleh

jin”

(TQS. Ar-Rahman: 56)

***

266

Page 267: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

Saya jadi ingin menangis merindukan tempat

itu. Sungguh, di sanalah akhir cerita kita.

Saya ingin bertemu dengan kalian semua di

sana. Berdoalah selalu pada Allah, agar

menjadikan kita termasuk ke dalam orang-

orang yang beruntung memasuki surga

firdaus yang penuh nikmat itu.

Aku mencintai kalian semua. Semoga Allah

mempertemukan kita di sana. Amiin.

***

Selesai atas izin Allah pada hari Selasa, 16

Juni 2009.

Saksikanlah Ya Allah. Aku telah

menyampaikan.

267

Page 268: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

TENTANG PENULIS

ABAY lahir di Martapura,

Kalimantan Selatan,

bertepatan dengan peristiwa

People Power di Filipina,

tanggal 25 Februari 1986.

Memulai pendidikan dasarnya di Madrasah

Ibtidaiyah Negeri (MIN) Mataraman.

Kemudian melanjutkan ke Madrasah

Tsanawiyah Negeri Model (MTsN Model)

Martapura. Setelah menimba ilmu di

Madrasah Tsanawiyah yang pola

pendidikannya cukup ketat itu, Abay

melanjutkan pendidikannya di SMA Negeri 1

Mataraman Kabupaten Banjar. Di sinilah dia

menemukan jati dirinya sebagai seorang

remaja Muslim. Bersama dua orang

sahabatnya, Juara I Lomba Siswa Teladan

Tingkat SMA se- Kabupaten Banjar 2002 ini

berupaya mengembangkan Kelompok Studi

Islam yang ada di sekolah itu.

268

Page 269: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

Setelah tiga tahun mendapatkan pendidikan

formal di SMAN 1 Mataraman, dan mengecap

pendidikan informal di KSI-nya (yang ternyata

lebih berkesan dan mempengaruhi

kehidupannya di masa mendatang), anak

pertama dari tiga bersaudara ini kemudian

melanjutkan studi di bidang yang paling

disenanginya, Matematika. Pada tahun 2003,

dia resmi menjadi mahasiswa program studi

Pendidikan Matematika FKIP Unlam

Banjarmasin.

Selama kuliah, Juara I Olimpiade Matematika

Tingkat SMA Se Kabupaten Banjar 2002 ini

terlibat aktif di beberapa oraganisasi

kemahasiswaan, seperti FSI al-Furqan FKIP

Unlam, LDK Unlam, Gema Pembebasan,

Mymaticz, dan beberapa organisasi lainnya.

Kini, suami dari Noor Yenni ini memilih

berperan aktif dalam upaya menyelamatkan

remaja Muslim dari serangan musuh-musuh

Islam. Sebagai wujudnya, Abay menjadi

269

Page 270: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

pengasuh di beberapa program radio lokal,

seperti Madinatus-Salam 90,9 FM, Sky 89,3

FM dan beberapa radio lainnya. Ayah dari

Muhammad Nawfa Hamzah dan Muhammad

Alif al-Fatih ini juga mengasuh beberapa

majlis ta’lim khusus remaja.

Buku ini, adalah salah satu upayanya untuk

berkontribusi dalam menyelamatkan remaja

Muslim dari serangan musuh-musuh Islam.

Bagi teman-teman yang ingin bersilaturrahim

dengan penulis, silakan kunjungi blog

www.ustgaul.co.cc, atau abayasik.co.cc

atau akun facebook abay abu hamzah

([email protected])

Segera terbit, buku kedua dari Abay Abu Hamzah, MELAWAN DENGAN CINTA

MELAWAN DENGAN

CINTA

270

Page 271: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

***

SETELAH MENGGENGGAM BARA

ISLAM

(SEBUAH PENDAHULUAN)

Saya harus bertanggung jawab atas apa yang

saya tulis di buku Menggenggam Bara Islam,

terutama pada genggam kedua, Kebenaran

Tidak Pernah Membisu. Bagi sahabat

pembaca yang sudah berkesempatan

membaca buku saya tersebut, insyaAllah

masih ingat bahwa pembahasan itu adalah

pembahasan tentang dakwah. Ya, dakwah.

Meski pembahasan tersebut tentang dakwah,

tapi saya tidak sempat menjelaskannya secara

utuh, karena memang buku Menggenggam

Bara Islam bukan buku tentang dakwah. Ia

adalah buku yang saya dedikasikan untuk

membangun karakter umum seorang Muslim

yang sejati. Karena tujuannya umum, harap

maklum jika saya tidak menyajikan semuanya

secara rinci. Hanya satu pembahasan di buku

271

Page 272: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

itu yang saya sajikan secara cukup rinci, yaitu

Genggam Pertama: Sekokoh Karang. Saya

tidak berani mengambil risiko untuk

menuliskannya secara singkat. Pembahasan

itu adalah pembahasan keimanan, jika saya

tidak tuntas dalam menyajikannya, betapa

berbahayanya tulisan saya terhadap akidah

pembaca. Sedangkan pembahasan tentang

dakwah, saya rasa masih bisa disampaikan

secara umum saja. Target dari pembahasan di

Genggam Kedua itu memang untuk sekedar

menyadarkan saya dan pembaca, bahwa kita

tak punya pilihan lain dalam menjadi Muslim,

selain terus mempelajari, mengamalkan, dan

menyebarkan Islam.

Nah, dalam menyebarkan Islam yang kita

yakini ini, ternyata banyak sekali hal yang

harus kita perhatikan, dan itu tidak sempat

saya sajikan dalam buku Menggenggam Bara

Islam. Insya Allah, buku ini adalah bentuk

pertanggung-jawaban saya untuk memperinci

272

Page 273: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

pembahasan yang terputus di buku itu.

Semoga bermanfaat.

DUA PILIHAN SIKAP

Awalnya

Suatu sore, saya menyempatkan diri

berkeliling Banjarmasin bersama isteri dan

anak-anak. Dengan sepeda motor yang selalu

menemani kemana pergi, kami menyusuri

tempat-tempat kesukaan kami di

Banjarmasin.

Di perjalanan pulang, kami melewati sebuah

acara konser musik yang diselenggarakan di

halaman gedung kesenian. Melihat para

remaja yang bercampur-baur antara laki-laki

dan perempuan, serta aurat yang bertebaran,

saya tak bisa menahan diri. Sebuah teriakan

kasar akhirnya meluncur begitu saja dari

mulut saya yang emosi. Saya begitu geram

melihat kejadian itu. Seolah mereka tak akan

pernah mati saja. Seolah mereka akan terus

muda selamanya. Seolah mereka tak pernah

273

Page 274: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

sadar bahwa neraka itu benar-benar menyala.

Seolah mereka tak ingat bahwa segala

perbuatan akan dipertanggungjawabkan di

hadapan Allah. Seolah mereka tak tahu,

bahwa jika maut memanggil, kesempatan

bertaubat sudah tak lagi ada. Geraham saya

menggeretuk.

Sepanjang perjalanan pulang, saya tak bisa

menahan kemarahan. Entah kenapa, kalimat-

kalimat hujatan mengalir begitu deras dari

lisan saya. Tetapi saya heran, tak sekalipun

isteri saya menanggapi perkataan saya.

Luapan kemarahan saya tak berjawab.

Sepanjang perjalanan pulang isteri saya tak

mengucapkan kata sepatahpun, bahkan untuk

sekedar gumam tanda setuju.

Sesampai di rumah, saya baru tahu kenapa

isteri saya tak sekalipun menanggapi

kemarahan saya terhadap para remaja yang

keterlaluan itu. Wajahnya basah oleh linangan

air mata. Dengan perasaan bersalah, saya

tanyakan sebab tangisnya. Apakah karena ada

274

Page 275: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

perkataan saya yang melukainya? Apakah ada

sikap saya yang menyakitinya? Ternyata

tidak. Dia justeru menjawabnya dengan

sebuah kalimat tulus yang membuat saya

terdiam seketika itu juga.

”Umi sedih, mereka itu saudara Umi. Umi

kasihan sama mereka. Mungkin mereka tidak

tahu bahwa yang mereka lakukan itu dosa.

Umi kasihan sama mereka, mereka berhak

mendapatkan dakwah, tetapi umi belum

menunaikan hak mereka. Umi sedih, umi ga

mau mereka hancur...”

Sungguh, akhwat yang saya nikahi beberapa

tahun lalu itu, telah mengajarkan saya satu

hal yang luar biasa: Cinta. Selama ini saya

terlalu sering mengatakan bahwa dakwah

adalah tanda cinta, tapi tak sekalipun kalimat

itu mewujud dalam tindakan saya. Saya malu

pada isteri saya. Dan saya bangga

menikahinya.

Dua Pilihan

275

Page 276: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

Mari kita bandingkan sikap saya dengan sikap

isteri saya. Jelas sekali perbedaannya. Saya

marah ketika melihat kemaksiatan,

sedangkan isteri saya sedih saat

menyaksikannya. Sikap terhadap

kemaksiatan, menggambarkan cara saya

memandang dakwah. Saya marah.

Kemarahan saya menunjukkan bahwa saya

memandang orang yang melakukan

kemaksiatan sebagai musuh, sebagai orang

yang menantang Allah. Sedangkan isteri saya

sedih. Kesedihannya menunjukkan bahwa dia

memandang orang yang melakukan

kemaksiatan bukan sebagai musuh, bukan

sebagai penantang Allah. Isteri saya melihat

mereka sebagai korban. Bagi isteri saya,

mereka melakukan kemaksiatan bukan untuk

menantang Allah. Bukan. Mereka melakukan

itu karena alasan lain yang tidak pernah saya

pedulikan sebelumnya. Mungkin karena

mereka tidak tahu, atau bisa jadi mereka tahu

276

Page 277: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

tetapi mereka belum kuat untuk melawan

dorongan nalurinya.

Orientasi Dakwah

Perbedaan sikap saya dan isteri terhadap

kemaksiatan menunjukkan perbedaan

mafahim, perbedaan cara pandang. Sikap

saya menunjukkan dakwah yang da’i-oriented

(berfokus pada diri penyampai dakwah),

sebaliknya sikap isteri saya menggambarkan

dakwah yang mad’u-oriented (berfokus pada

diri objek dakwah).

Dalam fikih, mungkin pembahasan saya ini

tak terlalu diperlukan. Pembahasan saya

bukan soal halal atau haram, karena

bagaimanapun selama ikhlas dan sesuai

tuntunan kenabian, dakwah akan

menghantarkan pelakunya pada pahala yang

menggunung, insyaAllah.

Pembahasan saya ini lebih cenderung kepada

efektifitas dan efisiensi dalam dakwah. Meski

secara hukum insyaAllah sama, tetapi

perbedaan orientasi akan menghantarkan

277

Page 278: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

pada perbedaan sikap dalam dakwah.

Perbedaan sikap akan menghantarkan pada

perbedaan kualitas dakwah kita, dan

insyaAllah akan menghantarkan pada hasil

yang berbeda pula.

Dakwah yang Egois

Kita sebagai penyampai hanya berpikir

tentang kewajiban kita saja. Yang penting

kewajiban kita tertunaikan. Karena sekedar

menggugurkan kewajiban, biasanya kita akan

melakukannya secara sporadis (tak

beraturan), yang penting dakwah

tersampaikan.

Biasanya, kalimat yang dipilih oleh orang-

orang yang da’i-oriented adalah kalimat

seperti; kita harus mendakwahi mereka

agar mereka mendukung dakwah kita.

Mari kita simak kalimat yang saya bold,

betapa egoisnya orang yang da’i-oriented.

Frase pertama saja sudah menggambarkan

sudut pandang ego-sentris, berpusat ke diri;

kita harus mendakwahi mereka. Apa yang

278

Page 279: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

salah dengan frase ’kita harus mendakwahi

mereka’? Tidak ada, frase itu tidak salah

secara syar’i, tidak akan membuat yang

mengucapkannya berdosa. Kalimat itu hanya

menunjukkan bahwa orang yang

mengucapkannya memusatkan perhatian

kepada dirinya.

Sudahlah frase pertama menggambarkan

sikap yang egois, dilengkapi pula dengan

frase kedua yang merupakan tujuan dakwah

kita, yaitu ’agar mereka mendukung dakwah

kita’. Ya, bahkan mendakwahi mereka pun

untuk kita. Egois sekali bukan?

Dakwah yang Sporadis

Karena berfokus pada da’i, biasanya dakwah

yang dilakukannya juga sporadis. Dia tidak

pernah menakar-nakar lagi apakah

dakwahnya efektif atau tidak. Tidak pernah ia

menghitung-hitung lagi apakah dakwahnya

bisa sampai atau tidak. Tidak pernah ia

mempertimbangkan apakah orang bisa

menerima dakwahnya atau tidak.

279

Page 280: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

Jika antum ingin tahu bagaimana sikap

dakwah yang egois dan sporadis, lihatlah

sikap saya dalam cerita pembuka bahasan ini.

Betapa saya tak lagi memikirkan apakah

hujatan saya efektif atau tidak. Betapa saya

tak lagi menakar-nakar apakah mereka mau

mendengarkan dakwah saya jika saya

melakukannya dengan teriakan kasar.

Dakwah yang da’i-oriented akan membuat

kita melemparkan dakwah secara

sembarangan, karena sudut pandangnya

adalah ’yang penting aku menyampaikan’.

Ketika kita melakukannya secara sporadis,

orang yang menjadi sasaran dakwah kita akan

memasang hijab setebal-tebalnya dari dakwah

kita. Antum mungkin bisa membayangkan

sikap orang-orang yang saya teriaki ketika

itu, apakah mereka menyambut dakwah saya

dengan tangan terbuka dan senyum

mengembang? Tidak, kemungkinan terbesar

adalah mereka memasang hijab setebal-

280

Page 281: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

tebalnya dari dakwah saya, sebenar apapun

perkataan saya.

Maka mulai sekarang, mari kita belajar

melengkapi persepsi tentang dakwah. Bahwa

dakwah adalah kewajiban, tentu kita semua

telah meyakininya. Tapi saya mohon

tambahkan satu kalimat ini dalam

pemahaman kita: dakwah adalah hak mereka.

Dengan begitu, kita akan berpikir bagaimana

agar dakwah sampai ke mereka, bukan hanya

tentang bagaimana kita menyampaikan

dakwah. Bisa merasakan bedanya?

DIAMLAH, MAKA KAU AKAN

KALAH!

DIAM = HANYUT

Dulu saya berpikir, jika saya diam, maka

diamnya saya tidak akan menguntungkan

siapapun, sekaligus tidak merugikan

281

Page 282: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

siapapun. Tidak akan ada manfaat dengan

diamnya saya, juga tidak ada mudharat yang

ditimbulkannya. Tidak ada pahala yang

didapat, juga tidak ada dosa yang diperbuat.

Ya, bagi saya ketika itu, diam tidak akan

menyebabkan apa-apa. Diam bukanlah

sebuah kejahatan.

Sampai kemudian saya merenungkan dua

ayat singkat dalam surah at-Tiin berikut ini:

“Sesungguhnya, Kami benar-benar

telah menciptakan manusia dalam

sebaik-baik bentuk. Kemudian kami

lembarkan mereka ke dalam tempat

yang serendah-rendahnya.” (TQS At-

Tiin: 4 – 5)

Betapa indah alunan yang dirangkai Allah

dalam dua ayat tersebut. Indah didengar,

tetapi mengguncang dada. Allah bertutur

pada kita mengenai kondisi kita yang telah

diciptakan dalam bentuk terindah. Semua

manusia, tanpa kecuali. Lalu, setelah semua

282

Page 283: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

manusia diciptakan Allah dalam bentuk yang

terbaik, maka semuanya Allah hempaskan ke

dalam tempat yang hina. Ya semuanya.

Artinya secara umum manusia akan

mengalami dua keadaan itu; diciptakan dalam

bentuk terbaik, kemudian dihempaskan ke

tempat yang hina. Semuanya.

“Kecuali orang-orang yang beriman dan

beramal shalih, maka bagi mereka

balasan yang tak pernah putus.” (TQS.

At-Tiin: 60)

Tetapi pada ayat berikutnya Allah

memberikan pengecualian, yaitu orang-orang

yang beriman dan beramal shalih. Ya, hanya

merekalah orang-orang yang tidak akan

dihempaskan setelah diciptakan dengan

sempurna.

Sahabat semuanya. Saya mohon maaf

sebelumnya. Belum apa-apa sudah bedah

ayat. Padahal biasanya orang menyajikan

pembuka yang enak-enak, yang santai-santai.

283

Page 284: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

Saya malah mengajak kalian semua berpikir

keras untuk merenungkan makna tiga ayat

dalam surah At-Tiin itu. Afwan ya. Bukan

maksud saya mengajak kalian mumet pagi-

pagi. Tapi insyaaLlah, pembahasan berat di

awal ini justeru akan meringankan

pembahasan kita di lembar-lembar

berikutnya.

Buku ini saya beri judul Melawan Dengan

Cinta, di sini kita akan banyak berbincang

tentang dakwah. Tetapi apa hubungannya

dakwah dengan ketiga ayat pertengahan

surah At-Tiin ini? Bukankah ayat 4, 5 dan 6

surah tersebut bercerita tentang penciptaan

manusia dan tentang keimanan?

Nah, mari kita renungkan. Semua manusia

telah diciptakan dalam sebaik bentuk. Bentuk

yang mulia. Ayat ini memposisikan kita pada

derajat yang tinggi. Tetapi setelah itu Allah

menghempaskan kita ke dalam tempat yang

serendah-rendahnya. Secara otomatis.

Artinya, kecenderungan manusia sebenarnya

284

Page 285: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

adalah menjadi hina. Sebenarnya secara

otomatis manusia akan dilemparkan ke dalam

tempat yang sehina-hinanya. Semuanya. Ya,

semuanya.

Karena secara umum akan melalui tahapan

itu(diciptakan sempurna – dilemparkan),

maka tak perlu berbuat apa-apa pun kita pasti

akan hina. Sebagaimana orang yang berada

di air terjun yang deras, maka kecenderungan

terbesarnya adalah hanyut terjatuh. Tak perlu

berenang ke bawah, diam pun kita pasti akan

terjatuh, secara otomatis. Illa, kecuali.

Kecuali orang-orang yang bergerak melawan

arus deras itu, kemudian segera mencari

pegangan kokoh, lalu dia terus berpegang

seraya bergerak menuju tepian. Maka orang-

orang seperti inilah yang akan selamat.

Diam? Hanyut!

Begitupula dalam menjalani arus kehidupan

yang begitu deras ini. Manusia yang

diciptakan dalam sebaik-baik bentuk,

memiliki kecenderungan yang besar untuk

285

Page 286: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

’hanyut’ dan ’jatuh’ ke lembah nista. Tak

perlu berbuat maksiat. Diam pun pasti kita

akan jatuh ke dalam kehinaan. Sebagimana

kalam Allah dalam dalam surah At-Tiin ayat 4

dan 5 tersebut. Secara otomatis kita

diciptakan dalam sebaik bentuk, dan secara

otomatis pula kita akan dilemparkan ke

tempat yang sehina-hinanya. Illa, kecuali.

Kecuali orang yang beriman dan beramal

shalih, maka mereka tidak akan ikut hanyut

dalam arus deras itu. Orang beriman dan

beramal shalih laksana orang yang bergerak

melawan arus, kemudian mencari tempat

untuk berpegang, lalu bergerak merapat ke

tepian. Ya, merekalah yang akan selamat,

yang akan tetap berada dalam kondisi

semula; sebaik-baik bentuk. Tetapi orang

yang diam saja, yang tak bergerak, yang tak

berpegang, merekalah orang yang akan

hanyut, jatuh dari tempat mulia menuju

tempat yang paling hina.

286

Page 287: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

Njlimet ya? Afwan. Bukan maksud saya

membahasnya dengan ribet. Tapi itu murni

karena kelemahan saya dalam

menyederhanakannya. Jika ada yang bersedia

menyederhanakan kalimat saya di beberapa

paragraf yang lewat, saya sangat

berterimakasih.

Kesimpulan saya sebenarnya sederhana. Kita

adalah makhluq terindah. Jika kita diam,

maka kita akan dilemparkan Allah ke dalam

tempat yang serendah-rendahnya. Dan untuk

tetap bertahan di tempat terindah ini, maka

kita tidak boleh diam, kita harus beriman dan

melakukan amal-amal shalih. insyaaLlah.

Lalu, setelah penjelasan yang cukup

memusingkan itu, apakah kita masih berpikir

bahwa diam tidak memberi mudharat?

Apakah kita masih berpikir bahwa tidak

melakukan apa-apa berarti tidak

menyebabkan apa-apa?

DIAM = KALAH

”Satu-satunya cara untuk membuat kejahatan menang

287

Page 288: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

adalah, orang baik tidak usah berbuat apa-apa!”(Edmund Burke)

Lagi-lagi saya terhentak. Surah At-Tiin ayat 4

- 6 telah menghentak kesadaran saya bahwa

diam berarti hanyut. Kini Edmund Burke

(saya tidak tahu dia ini siapa, tetapi saya

temukan kalimatnya di salah satu buku, dan

kalimatnya membekas di hati saya, maka saya

kutipkan di sini untuk kalian semua), ia juga

menghentak kesadaran saya bahwa diam

berarti kalah.

Bayangkan, berapa jam sehari kita tidur?

Misalnya, delapan jam. Dan memang

begitulah pola tidur sehat yang diajarkan

pada kita sejak kecil. Pola tidur sehat itu

ditebarkan oleh Barat untuk kita, kaum

Muslimin. Tentu kita bisa menebak

maksudnya kan? Mari kita sadari bahwa

delapan jam adalah sepertiga dari duapuluh

empat jam. Ya, sepertiga hari kita habiskan

untuk tidur. Jika usia kita 60 tahun (begitu

biasanya para trainer memisalkan), maka dari

288

Page 289: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

60 tahun itu, 20 tahunnya hanya kita gunakan

untuk tidur! Begh!

Oiya, sebelumnya harus diingat juga bahwa

tidur berarti diam. Maka, ketika delapan jam

sehari kita tidur, itu sama artinya kita telah

diam selama delapan jam perhari. Apa

salahnya? Tentu saja secara syar’i tidak ada

dalil yang mengharamkan tidur. Sayang saja

sih, tidak produktif. Apakah musuh-musuh

Islam yang menebarkan pola tidur sehat itu

benar-benar tidur delapan jam dalam sehari?

Tidak. Saat kita tidur itulah mereka bangun

untuk bergerak. Mereka memikirkan berbagai

macam cara berikutnya untuk semakin

melemahkan kita. Mereka membuat film,

membuat video klip, membuat majalah-

majalah, membuat lirik-lirik lagu, membuat

sinetron, menulis buku, dan lain sebagainya.

Untuk apa mereka melakukan itu semua?

Untuk membuat kita semakin tidak produktif

lagi.

289

Page 290: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

Bayangkan kawan. Dalam sehari kita sudah

’dipaksa’ tidur delapan jam. Ternyata, pas

kita bangun, kita juga dilenakan dengan

perkara-perkara yang tidak bermanfaat,

bahkan menjerumuskan. Setelah bangun

tidur, kita segera dihadapkan pada tontonan-

tontonan yang tidak bermutu. Atau kita

langsung mendengarkan radio, untuk apa?

Sekedar greeting, atau request lagu. Agak

siangan dikit kita disuuhi tayangan musik

atau gosip. Benar-benar tidak bermutu

bukan?

Oke, mungkin ada sebagian dari kita yang

tidak menonton televisi atau mendengar

radio, mereka memilih segera keluar rumah

untuk nongkrong dengan teman-temannya.

Pergi ke kampus atau ke sekolah. Di sana

mereka dipaksa terlena lagi. Coba dengarkan

materi pembicaraan mereka, apakah

bermutu? Paling-paling seputar tiga hal;

handphone, idola, dan pacar.

290

Page 291: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

Bagaimana bisa dikatakan generasi terbaik,

sudahlah terlalu banyak tidur, pas bangun

malah tidak produktif. Lalu kapan kita

berkarya untuk dunia?

Satu lagi, saat kita terlena itulah, saat kita

diam itulah mereka melancarkan serangan

rahasianya pada kita. Bukan dengan senjata

meriam atau bom. Mereka melancarkan

serangan yang sangat lembut, sampai-sampai

serangannya kita rasakan sebagai belaian.

Mereka menyerang kita dengan gaya hidup

bebas, kita tidak melawan, malah menjadi

generasi pertama yang mempraktikkannya.

Karena kita tidak menganggap itu sebagai

serangan, melainkan sebagai belaian yang

memanjakan nafsu kita. Lalu kitapun

mengikutinya.

Sekadar analogi sederhana, untuk membuat

pisau belati tak melukai tangan, tak perlu

memusnahkannya, cukup dengan

menumpulkan matanya saja. Begitu juga,

musuh-musuh Islam sadar betul, bahwa kita,

291

Page 292: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

para pemuda adalah ujung tombak kekuatan

kaum Muslimin. Maka agar kita tidak

membahayakan mereka, tak perlu dengan

memusnahkan kita, cukup dengan

melemahkan kita, cukup dengan membuat

kita terlena.

Jika ujung tombak perjuangan telah tumpul

dengan diam. Maka ketika musuh-musuh

Islam benar-benar menyerang secara fisik,

saat itulah, kita tak lagi peduli. Saat itu kita

diam. Kita telah tumpul. Gaya hidup kita telah

berubah. Kita menjadi generasi yang tak lagi

menakutkan bagi musuh. Karena kita telah

dilumpuhkan. Saat itulah, kekalahan menjadi

milik kita.

BERGERAKLAH!

Kita kalah karena diam. Kita kalah karena

terlena.

Karena itu, bergeraklah. Ambillah salah satu

peran dalam perjuangan ini.

292

Page 293: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

Dan Allah Telah berjanji kepada

orang-orang yang beriman di antara

kamu dan mengerjakan amal-amal

yang saleh bahwa dia sungguh-

sungguh akan menjadikan mereka

berkuasa dimuka bumi,

sebagaimana dia Telah menjadikan

orang-orang sebelum mereka

berkuasa, dan sungguh dia akan

meneguhkan bagi mereka agama yang

Telah diridhai-Nya untuk mereka, dan

dia benar-benar akan menukar

(keadaan) mereka, sesudah mereka

dalam ketakutan menjadi aman

sentausa. mereka tetap menyembahku-

Ku dengan tiada mempersekutukan

sesuatu apapun dengan Aku. dan

293

Page 294: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah

(janji) itu, Maka mereka Itulah orang-

orang yang fasik. (TQS. An-nuur: 55)

Sebenarnya terserah saja. Kita mau

mengambil peran perjuangan atau tidak,

Islam tetap akan menang. Dengan atau tanpa

kita. Jika kita tidak mengambil peran

perjuangan ini, tetap akan ada orang yang

akan memanggulnya. Karena kemenangan

Islam adalah janji Allah, maka Allah pasti

akan selalu menyiapkan pejuang-pejuang

untuk mewujudkan kemenangan itu. Jika kita

tidak mengambil peran ini, pasti yang lain.

Jadi tak perlu jual mahal dengan slogan,

”Kalau bukan kita, siapa lagi?” Seolah hanya

kita yang bisa memperjuangkan kemenangan

Islam. Sehingga kalau kita tidak

memperjuangkannya, seolah-olah tidak ada

lagi orang yang mau memperjuangkannya.

Sok pahlawan banget kan? Padahal akan

selalu ada generasi yang

memperjuangkannya. Sekali lagi, jika bukan

294

Page 295: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

kita, pasti yang lain. Bukan Islam yang

memerlukan kita, kitalah yang membutuhkan

Islam.

Terserah saja, mau mengambil peran

perjuangan atau tidak. Pertanyaannya,

apakah kita tidak merasa rugi jika tidak ambil

bagian dalam mewujudkan kemenangan

Islam?

”Dan Allah Telah berjanji kepada orang-

orang yang beriman di antara kamu dan

mengerjakan amal-amal yang saleh

bahwa dia sungguh- sungguh akan

menjadikan mereka berkuasa dimuka

bumi...”

SENIKMAT SANG PENDAKI

Izinkan saya menyajikan kisah kecil ini dulu

ya.

Ada tiga tipe manusia dalam pendakian

gunung: pendaki sejati, pekemah, dan

penunggu. Pendaki sejati selalu

mengupayakan untuk sampai ke puncak

gunung. Maka dia melengkapi berbagai

295

Page 296: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

persiapan yang dibutuhkan oleh seorang

pendaki. Apapun gangguan yang akan

menghadang di tengah pendakian, seorang

pendaki sejati akan tetap menempuhnya.

Apapun yang dikatakan oleh orang yang tidak

mendaki, pendaki sejati akan terus

menempuh pendakiannya. Seberapa

banyakpun temannya yang menghentikan

pendakian, ia akan terus melangkah.

Sedangkan pekemah, pada awalnya dia ikut

mendaki. Tetapi ia orang yang mudah puas. Ia

bahkan terlalu takut menghadapi berbagai

resiko yang menghadang di tengah

pendakian. Maka iapun mendirikan

kemahnya, beristirahat di sana dan

menghentikan pendakiannya. Ia telah puas, ia

telah lelah.

Apalagi penunggu. Sejak awal dia tahu bahwa

gunung itu perlu didaki. Tetapi dia tidak mau

mengambil peran pendakian. Ia memilih

untuk berdiam diri di kaki bukit, sembari

menunggu kabar dari pada pendaki yang

296

Page 297: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

telah naik. Ia takut dengan resiko yang

menghadang. Ia juga merasa cukup berada di

bawah saja. Ia berpikir, cukup temannya saja

yang mendaki, dia tidak ingin ambil resiko.

Diapun diam, menunggu kabar dari atas.

Sang pendaki sejati telah sampai di puncak

gunung. Di sana ia melihat betapa indah alam

semesta. Di sana ia merasakan kesejukan

udara yang tak tercampur oleh berbagai

macam gas hasil pembakaran. Di sana ia

melihat ada awal-awan kecil di bawah tempat

ia berpijak. Di sana ia menatap keindahan

warna pelangi yang melengkung di depannya.

Di sana ia melihat betapa indahnya jika

daratan bumi dipandang dari ketinggian. Dia

puas, karena sebelumnya dia baru saja

menantang bahaya untuk mencapainya.

Sementara si pekemah, ia tengah tertidur di

kemahnya. Ia tidak tahu kenikmatan apa yang

dirasakan oleh temannya yang meneruskan

pendakian hingga puncak. Ia telah berpuas

diri dengan apa yang dicapainya.

297

Page 298: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

Bagaimana kabar si penunggu? Dia berteriak-

teriak dari bawah, menanyakan apa yang

dirasakan oleh temannya yang berhasil

mencapai puncak. meskipun si pendaki

menceritakannya, tetap saja si penunggu tak

bisa ikut merasakan nikmatnya. Ya,

sebagaimana jus, ia hanya benar-benar

dinikmati oleh orang yang meminumnya.

Sedangkan orang yang sekedar

mendengarnya, sebagus apapun deskripsi

yang didengarnya tentang meminum jus, ia

tidak akan pernah bisa merasakan nikmatnya.

Kalian pasti sudah bisa menebak maksud saya

menyajikan kisah pendaki tersebut.

Ada tiga tipe manusia dalam perjuangan

mewujudkan kemenangan Islam. Golongan

pertama adalah orang yang berjuang hingga

akhir (seperti pendaki sejati). Golongan kedua

adalah mereka yang berjuang pada awalnya,

kemudian karena takut dengan resiko dan

merasa cukup dengan pahala perjuangannya

selama ini, iapun berhenti. Ia tak lagi

298

Page 299: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

berjuang karena merasa pahalanya sudah

banyak. Golongan ketiga adalah para

penunggu. Mereka tahu bahwa

memperjuangkan kemenangan Islam adalah

sebuah kewajiban. Tetapi mereka tidak mau

mengambil peran dalam perjuangan ini.

Mereka merasa aman karena sudah ada

temannya yang mau berjuang. Mereka terlalu

takut dengan resiko perjuangan. Mereka

diam. Berharap akan kecipratan pahala dari

temannya yang berjuang. Berharap ikut

merasakan kenikmatan setelah kemenangan

Islam mewujud. Tetapi mereka lupa, bahwa

kemenangan hanya mampu diresapi oleh

orang yang ikut berjuang. Bukan para

penunggu, bukan para pekemah.

Sekarang mau memilih yang mana? Jika saya

yang ditanya, saya akan menjawab dengan

pasti, ”Saya memilih menjadi pejuang

sejati, yang tak akan berhenti hingga

akhir perjuangan ini!”

299

Page 300: Di Dadaku Islam Menyala - Abay Abu Hamzah

Bagaimana dengan kalian? Ada yang mau

menemani saya? Saya yakin kalian juga

mengambil pilihan yang sama. Karena itu,

mari kita belajar bersama untuk terus

menjadi pejuang sejati. InsyaaLlah kita akan

menemukannya pada lembaran-lembaran

berikutnya.

***

Jangan Sampai Ketinggalan, segera pesan bukunya

300