KPP

24
KETUBAN PECAH PREMATUR Pembimbing: dr. Moch. Ma’roef, Sp.OG Disusun Oleh: Abdul Malik Fajri (201410401011012) SMF ILMU KANDUNGAN dan KEBIDANAN RSU HAJI SURABAYA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2015 1

description

KPP malik

Transcript of KPP

Page 1: KPP

KETUBAN PECAH PREMATUR

Pembimbing:

dr. Moch. Ma’roef, Sp.OG

Disusun Oleh:

Abdul Malik Fajri (201410401011012)

SMF ILMU KANDUNGAN dan KEBIDANAN

RSU HAJI SURABAYA

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2015

1

Page 2: KPP

BAB 1

PENDAHULUAN

Ketuban pecah prematur (KPP) atau Premature Rupture of Membrane (PROM)

merupakan keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan. Namun, apabila ketuban

pecah dini sebelum usia kehamilan 37 minggu, maka disebut sebagai ketuban pecah dini pada

kehamilan prematur atau Preterm Premature Rupture of Membrane (PPROM). Pecahnya selaput

ketuban tersebut diduga berkaitan dengan perubahan proses biokimiawi yang terjadi dalam

kolagen matriks ekstraseluler amnion, korion dan apoptosis membran janin.

Etiologi pada sebagian besar kasus dari KPP hingga saat ini masih belum diketahui. KPP

pada kehamilan aterm merupakan variasi fisiologis, namun pada kehamilan preterm,

melemahnya membran merupakan proses yang patologis. KPP sebelum kehamilan preterm

sering diakibatkan oleh adanya infeksi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa bakteri yang

terikat pada membran melepaskan substrat, seperti protease yang menyebabkan melemahnya

membran. Penelitian terakhir menyebutkan bahwa matriks metaloproteinase merupakan enzim

spesifik yang terlibat dalam pecahnya ketuban oleh karena infeksi.

KPP merupakan komplikasi yang berhubungan dengan kehamilan kurang bulan, dan

mempunyai kontribusi yang besar pada angka kematian perinatal pada bayi yang kurang bulan.

Pengelolaan KPP pada kehamilan kurang dari 34 minggu sangat komplek, bertujuan utnuk

menghilangkan kemungkinan terjadinya prematuritas dan RDS (Respiration Dystress

Syndrome). Menurut hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2011, angka

kematian ibu di Indonesia sebesar 306 per 100.000 kelahiran hidup. Salah satu penyebab

langsung kematian ibu adalah karena infeksi sebesar 20-25% dalam 100.000 kelahiran hidup dan

KPP merupakan penyebab paling sering menimbulkan infeksi pada saat mendekati persalinan.

2

Page 3: KPP

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ketuban Pecah Prematur

2.1.1 Definisi

Ketuban pecah prematur atau spontaneus/early/premature rupture of membrans (PROM)

merupakan pecahnya selaput ketuban secara spontan pada saat belum menunjukkan tanda-tanda

persalinan / inpartu (keadaan inpartu didefinisikan sebagai kontraksi uterus teratur dan

menimbulkan nyeri yang menyebabkan terjadinya efficement atau dilatasi serviks) atau bila satu

jam kemudian tidak timbul tanda-tanda awal persalinan atau secara klinis bila ditemukan

pembukaan kurang dari 3 cm pada primigravida dan kurang dari 5 cm pada multigravida.

Pecahnya selaput ketuban dapat terjadi kapan saja baik pada kehamilan aterm maupun preterm.

Saat aterm sering disebut dengan aterm prematur rupture of membrans atau ketuban pecah dini

aterm. Bila terjadi sebelum umur kehamilan 37 minggu disebut ketuban pecah dini preterm /

preterm prematur rupture of membran (PPROM) dan bila terjadi lebih dari 12 jam maka disebut

prolonged PROM.

Ketuban pecah Prematur adalah pecahnya ketuban sebelum inpartu, yaitu bila pembukaan

pada primi kurang dari 3 dan pada multipara kurang dari 5cm.

Ada juga yang disebut ketuban pecah dini preterm yakni ketuban pecah saat usia kehamilan

belum masa aterm atau kehamilan dibawah 38 – 42 minggu. Arti klinis ketuban pecah dini :

1. Bila bagian terendah janin masih belum masuk pintu atas panggul maka kemungkinan

terjadinya prolapsus tali pusat atau kompresi tali pusat menjadi besar

2. Peristiwa KPP yang terjadi pada primigravida hamil aterm dengan bagian terendah yang

masih belum masuk pintu atas panggul sering kali merupakan tanda adanya gangguan

keseimbangan foto pelvik.

3. KPP sering diikuti dengan adanya tanda – tanda persalinan sehingga dapat memicu

terjadinya persalinan preterm.

4. Peristiwa KPP yang berlangsung lebih dari 24 jam (prolonged rupture of membrane)

seringkali disertai dengan infeksi intrauterin.

Peristiwa KPP dapat menyebabkan oligohidramnion dan dalam jangka panjang kejadian

ini akan dapat menyebabkan hilangnya fungsi amnion bagi pertumbuhan dan perkembangan

janin

2.1.2 Etiologi

Secara teoritis pecahnya selaput ketuban disebabkan oleh hilangnya elastisitas yang

terjadi pada daerah tepi robekan selaput ketuban dengan perubahan yang besar. Hilangnya

elastisitas selaput ketuban ini sangat erat kaitannya dengan jaringan kolagen, yang dapat terjadi

karena penipisan oleh infeksi atau rendahnya kadar kolagen. Kolagen pada selaput terdapat pada

amnion di daerah lapisan kompakta, fibroblas serta pada korion di daerah lapisan retikuler atau

trofoblas, dimana sebagaian bear jaringan kolagen terdapat pada lapisan penunjang (dari epitel

3

Page 4: KPP

amnion sampai dengan epitel basal korion). Sintesis maupun degradasi jaringan kolagen

dikontrol oleh sistem aktifitas dan inhibisi intrleukin-1 dan prostaglandin. Adanya infeksi dan

inflamasi menyebabkan bakteri penyebab infeksi mengeluarkan enzim protease dan mediator

inflamasi interleukin-1 dan prostaglandin. Mediator ini menghasilkan kolagenase jaringan

sehingga terjadi depolimerisasi kolagen pada selaput korion/amnion menyebabkan selaput

ketuban tipis, lemah dan mudah pecah spontan. Selain itu mediator terebut membuat uterus

berkontraksi sehingga membran mudah ruptur akibat tarikan saat uterus berkontraksi.

Sampai saat ini penyebab KPP belum diketahui secara pasti, tetapi ditemukan beberapa

faktor predisposisi yang berperan pada terjadinya ketuban pecah dini, antara lain:

1. Infeksi

Adanya infeksi pada selaput ketuban (korioamnionitis lokal) sudah cukup untuk

melemahkan selaput ketuban di tempat tersebut. Bila terdapat bakteri patogen di dalam vagina

maka frekuensi amnionitis, endometritis, infeksi neonatal akan meningkat 10 kali. Ketuban

pecah dini sebelum kehamilan preterm sering diakibatkan oleh adanya infeksi. Beberapa

penelitian menunjukkan bahwa bakteri yang terikat pada membran melepaskan substrat seperti

protease yang menyebabkan melemahnya membran. Penelitian terakhir menyebutkan bahwa

matriks metalloproteinase merupakan enzim spesifik yang terlibat dalam pecahnya ketuban oleh

karena infeksi.

2. Defisiensi vitamin C

Vitamin C diperlukan untuk pembentukan dan pemeliharaan jaringan kolagen. Selaput

ketuban (yang dibentuk oleh jaringan kolagen) akan mempunyai elastisitas yang berbeda

tergantung kadar vitamin C dalam darah ibu.

3. Faktor selaput ketuban

Pecahnya ketuban dapat terjadi akibat peregangan uterus yang berlebihan atau terjadi

peningkatan tekanan yang mendadak di dalam kavum amnion, di samping juga ada kelainan

selaput ketuban itu sendiri. Hal ini terjadi seperti pada sindroma Ehlers-Danlos, dimana terjadi

gangguan pada jaringan ikat oleh karena defek pada sintesa dan struktur kolagen dengan gejala

berupa hiperelastisitas pada kulit dan sendi, termasuk pada selaput ketuban yang komponen

utamanya adalah kolagen. Dimana 72 % penderita dengan sindroma Ehlers-Danlos ini akan

mengalami persalinan preterm setelah sebelumnya mengalami ketuban pecah dini preterm.

4. Faktor umur dan paritas

Semakin tinggi paritas ibu akan makin mudah terjadi infeksi cairan amnion akibat

rusaknya struktur serviks akibat persalinan sebelumnya.

4

Page 5: KPP

5. Faktor tingkat sosio-ekonomi

Sosio-ekonomi yang rendah, status gizi yang kurang akan meningkatkan insiden KPP,

lebih-lebih disertai dengan jumlah persalinan yang banyak, serta jarak kelahiran yang dekat.

6. Faktor-faktor lain

Inkompetensi serviks atau serviks yang terbuka akan menyebabkan pecahnya selaput

ketuban lebih awal karena mendapat tekanan yang langsung dari kavum uteri. Beberapa prosedur

pemeriksaan, seperti amniosintesis dapat meningkatkan risiko terjadinya ketuban pecah dini.

Pada perokok, secara tidak langsung dapat menyebabkan ketuban pecah dini terutama pada

kehamilan prematur. Kelainan letak dan kesempitan panggul lebih sering disertai dengan KPP,

namun mekanismenya belum diketahui dengan pasti. Faktor-faktor lain, seperti : hidramnion,

gamelli, koitus, perdarahan antepartum, bakteriuria, pH vagina di atas 4,5, stres psikologis, serta

flora vagina abnormal akan mempermudah terjadinya ketuban pecah dini.

Berdasarkan sumber yang berbeda, penyebab ketuban pecah dini mempunyai dimensi

multifaktorial yang dapat dijabarkan sebagai berikut (Manuaba dan Morgan 2013):

1. Serviks inkopeten menyebabkan dinding ketuban yang paling bawah mendapatkan

tekanan yang semakin tinggi. Inkompetensia serviks adalah istilah untuk menyebut

kelainan pada otot-otot leher atau leher rahim (serviks) yang terlalu lunak dan lemah,

sehingga sedikit membuka ditengah-tengah kehamilan karena tidak mampu menahan

desakan janin yang semakin besar. Serviks smemiliki suatu kelainan anatomi yang nyata,

yang bisa disebabkan laserasi sebelumnya melalui ostium uteri atau merupakan suatu

kelainan congenital pada serviks sehingga memungkinkan terjadinya dilatasi berlebihan

tanpa perasaan nyeri dan mules dalam masa kehamilan trimester kedua atau awal

trimester ketiga yang diikuti dengan penonjolan dan robekan selaput janin serta keluarnya

hasil konsepsi.2

2. Faktor keturunan (ion Cu serum rendah, vitamin C rendah, dan kelainan genetik)

3. Pengaruh dari luar yang melemahkan ketuban seperti infeksi genitalia dan meningkatnya

enzim proteolitik. Masa interval sejak ketuban pecah sampai terjadinya kontraksi disebut

fase laten. Makin panjang fase laten makin tinggi kemungkinan infeksi. Makin muda usia

kehamilan, makin sulit upaya pemecahannya tanpa menimbulkan morbiditas janin dan

komplikasi ketuban pecah dini meningkat.

4. Multipara, grandemultipara, pada kehamilan yang terlalu sering akan mempengaruhi

proses embriogenesis sehingga selaput ketuban yang terbentuk akan lebih tipis dan yang

akan menyebabkan selaput ketuban pecah sebelum tanda – tanda inpartu.

5. Overdistensi uterus pada hidramnion, kehamilan ganda, dan sevalopelvik disproporsi.

Hidramnion atau sering disebut polihidramnion adalah banyaknya air ketuban melebihi

2000 cc. Hidramnion dapat terjadi pada kasus anensefalus, atresia esophagus, gemeli, dan

ibu yang mengalami diabetes melitus gestasional. Ibu dengan diabetes melitus gestasional

akan melahirkan bayi dengan berat badan berlebihan pada semua usia kehamilan

sehingga kadar cairan amnion juga akan berlebih. Kehamilan ganda adalah kehamilan

5

Page 6: KPP

dengan dua janin atau lebih sehingga kemungkinan terjadinya hidramnion bertambah 10

kali lebih besar.

6. Kelainan letak yaitu letak lintang.

7. Penduluran abdomen (perut gantung)

8. Usia ibu yang lebih tua

9. Riwayat KPP sebelumnya

10. Merokok selama kehamilan

2.1.3 Epidemiologi KPP

Prevalensi KPP berkisar antara 3-18% dari seluruh kehamilan. Saat aterm, 8-10 % wanita

hamil datang dengan KPP dan 30-40% dari kasus KPP merupakan kehamilan preterm atau

sekitar 1,7% dari seluruh kehamilan. KPP diduga dapat berulang pada kehamilan berikutnya,

menurut Naeye pada tahun 2008 diperkirakan 21% rasio berulang, sedangkan penelitian lain

yang lebih baru menduga rasio berulangnya sampai 32%. Hal ini juga berkaitan dengan

meningkatnya risiko morbiditas pada ibu atau pun janin. Komplikasi seperti : korioamnionitis

dapat terjadi sampai 30% dari kasus KPP, sedangkan solusio plasenta berkisar antara 4-7%.

Komplikasi pada janin berhubungan dengan kejadian prematuritas dimana 80% kasus KPP

preterm akan bersalin dalam waktu kurang dari 7 hari. Risiko infeksi meningkat baik pada ibu

maupun bayi. Insiden korioamnionitis 0,5-1,5% dari seluruh kehamilan, 3-15% pada KPP

prolonged, 15-25% pada KPP preterm dan mencapai 40% pada ketuban pecah dini dengan usia

kehamilan kurang dari 24 minggu. Sedangkan insiden sepsis neonatus 1 dari 500 bayi dan 2-4%

pada KPP lebih daripada 24 jam.2

Proporsi KPP di Rumah Sakit dari 2113 persalinan, proporsi kasus KPP adalah sebanyak

12,92%. Sedangkan proporsi kasus KPP preterm dari 328 kasus ketuban pecah dini baik yang

melakukan persalinan maupun dirawat secara konservatif sebanyak 16,77% sedangkan sisanya

adalah KPP dengan kehamilan aterm. Kontribusi KPP ini lebih besar pada sosial ekonomi rendah

dibandingkan sosial ekonomi menengah ke atas.2

2.1.4 Patofisiologi

Pecahnya selaput ketuban saat persalinan disebabkan oleh melemahnya selaput ketuban

karena kontraksi uterus dan peregangan yang berulang. Daya regang ini dipengaruhi oleh

keseimbangan antara sintesis dan degradasi komponen matriks ekstraseluler pada selaput

ketuban.2

Fungsi cairan amnion

1. Proteksi : Melindungi janin terhadap trauma dari luar

2. Mobilisasi : Memungkinkan ruang gerak bagi bayi

3. Hemostatis : Menjaga keseimbangan suhu dan lingkungan asam basa (Ph)

4. Mekanik : Menjaga keseimbangan tekanan dalam seluruh ruang intrauteri

5. Pada persalinan, membersihkan atau melicinkan jalan lahir dengan cairan steril sehingga

melindungi bayi dari kemungkinan infeksi jalan lahir

6

Page 7: KPP

.

Gambar 2.1 Patofisiologi KPP

Gambar 2.2 Lapisan Selaput Ketuban

Pada ketuban pecah dini terjadi perubahan-perubahan seperti penurunan jumlah jaringan

kolagen dan terganggunya struktur kolagen, serta peningkatan aktivitas kolagenolitik. Degradasi

7

Page 8: KPP

kolagen tersebut terutama disebabkan oleh matriks metaloproteinase (MMP). MMP merupakan

suatu grup enzim yang dapat memecah komponen-komponen matriks ektraseluler. Enzim

tersebut diproduksi dalam selaput ketuban. MMP-1 dan MMP-8 berperan pada pembelahan triple

helix dari kolagen fibril (tipe I dan III), dan selanjutnya didegradasi oleh MMP-2 dan MMP-9

yang juga memecah kolagen tipe IV. Pada selaput ketuban juga diproduksi penghambat

metaloproteinase / tissue inhibitor metalloproteinase (TIMP). TIMP-1 menghambat aktivitas

MMP-1, MMP-8, MMP-9 dan TIMP-2 menghambat aktivitas MMP-2. TIMP-3 dan TIMP-4

mempunyai aktivitas yang sama dengan TIMP-1.2

Keutuhan dari selaput ketuban tetap terjaga selama masa kehamilan oleh karena aktivitas

MMP yang rendah dan konsentrasi TIMP yang relatif lebih tinggi. Saat mendekati persalinan

keseimbangan tersebut akan bergeser, yaitu didapatkan kadar MMP yang meningkat dan

penurunan yang tajam dari TIMP yang akan menyebabkan terjadinya degradasi matriks

ektraseluler selaput ketuban. Ketidakseimbangan kedua enzim tersebut dapat menyebabkan

degradasi patologis pada selaput ketuban. Aktivitas kolagenase diketahui meningkat pada

kehamilan aterm dengan ketuban pecah dini. Sedangkan pada preterm didapatkan kadar protease

yang meningkat terutama MMP-9 serta kadar TIMP-1 yang rendah.2

Gangguan nutrisi merupakan salah satu faktor predisposisi adanya gangguan pada

struktur kolagen yang diduga berperan dalam ketuban pecah dini. Mikronutrien lain yang

diketahui berhubungan dengan kejadian ketuban pecah dini adalah asam askorbat yang berperan

dalam pembentukan struktur triple helix dari kolagen. Zat tersebut kadarnya didapatkan lebih

rendah pada wanita dengan ketuban pecah dini. Pada wanita perokok ditemukan kadar asam

askorbat yang rendah.2

Infeksi

Infeksi dapat menyebabkan ketuban pecah dini melalui beberapa mekanisme. Beberapa

flora vagina termasuk Streptokokus grup B, Stafilokokus aureus dan Trikomonas vaginalis

mensekresi protease yang akan menyebabkan terjadinya degradasi membran dan akhirnya

melemahkan selaput ketuban. Respon terhadap infeksi berupa reaksi inflamasi akan merangsang

produksi sitokin, MMP, dan prostaglandin oleh netrofil PMN dan makrofag. Interleukin-1 dan

tumor nekrosis faktor α yang diproduksi oleh monosit akan meningkatkan aktivitas MMP-1 dan

MMP-3 pada sel korion. Infeksi bakteri dan respon inflamasi juga merangsang produksi

prostalglandin oleh selaput ketuban yang diduga berhubungan dengan ketuban pecah dini

preterm karena menyebabkan iritabilitas uterus dan degradasi kolagen membran. Beberapa jenis

bakteri tertentu dapat menghasilkan fosfolipase A2 yang melepaskan prekursor prostalglandin

dari membran fosfolipid. Respon imunologis terhadap infeksi juga menyebabkan produksi

prostaglandin E2 oleh sel korion akibat perangsangan sitokin yang diproduksi oleh monosit.

Sitokin juga terlibat dalam induksi enzim siklooksigenase II yang berfungsi mengubah asam

arakidonat menjadi prostalglandin. Sampai saat ini hubungan langsung antara produksi

prostalglandin dan ketuban pecah dini belum diketahui, namun prostaglandin terutama E2 dan

F2α telah dikenal sebagai mediator dalam persalinan mamalia dan prostaglandin E2 diketahui

mengganggu sintesis kolagen pada selaput ketuban dan meningkatkan aktivitas dari MMP-1 dan

MMP-33. Indikasi terjadi infeksi pada ibu dapat ditelusuri metode skrining klasik, yaitu

8

Page 9: KPP

temperatur rektal ibu dimana dikatakan positif jika temperatur rektal lebih 38°C, peningkatan

denyut jantung ibu lebih dari 100x/menit, peningkatan leukosit dan cairan vaginal berbau.2

Tabel 3.1. Frekuensi gejala yang berhubungan dengan infeksi intra-amniotik.2

Hormon

Progesteron dan estradiol menekan proses remodeling matriks ekstraseluler pada jaringan

reproduktif. Kedua hormon ini didapatkan menurunkan konsentrasi MMP-1 dan MMP-3 serta

meningkatkan konsentrasi TIMP pada fibroblas serviks dari kelinci percobaan. Tingginya

konsentrasi progesteron akan menyebabkan penurunan produksi kolagenase pada babi walaupun

kadar yang lebih rendah dapat menstimulasi produksi kolagen. Ada juga protein hormon relaxin

yang berfungsi mengatur pembentukan jaringan ikat diproduksi secara lokal oleh sel desidua dan

plasenta. Hormon ini mempunyai aktivitas yang berlawanan dengan efek inhibisi oleh

progesteron dan estradiol dengan meningkatkan aktivitas MMP-3 dan MMP-9 dalam membran

janin. Aktivitas hormon ini meningkat sebelum persalinan pada selaput ketuban manusia saat

aterm. Peran hormon-hormon tersebut dalam patogenesis pecahnya selaput ketuban belum dapat

sepenuhnya dijelaskan.2

Kematian Sel Terprogram

Pada ketuban pecah dini aterm ditemukan sel-sel yang mengalami kematian sel

terpogram (apoptosis) di amnion dan korion terutama disekitar robekan selaput ketuban. Pada

korioamnionitis terlihat sel yang mengalami apoptosis melekat dengan granulosit, yang

menunjukkan respon imunologis mempercepat terjadinya kematian sel. Kematian sel yang

terprogram ini terjadi setelah proses degradasi matriks ekstraseluler dimulai, menunjukkan

bahwa apoptosis merupakan akibat dan bukan penyebab degradasi tersebut. Namun mekanisme

regulasi dari apoptosis ini belum diketahui dengan jelas.2

Peregangan Selaput Ketuban

Peregangan secara mekanis akan merangsang beberapa faktor di selaput ketuban seperti

prostaglandin E2 dan interleukin-8. Selain itu peregangan juga merangsang aktivitas MMP-1

pada membran. Interleukin-8 yang diproduksi dari sel amnion dan korionik bersifat kemotaktik

terhadap neutrofil dan merangsang aktifitas kolegenase. Hal-hal tersebut akan menyebabkan

terganggunya keseimbangan proses sintesis dan degradasi matriks ektraseluler yang akhirnya

menyebabkan pecahnya selaput ketuban.2

2.1.5 Patogenesis

Penelitian terbaru mengatakan KPP terjadi karena meningkatnya apoptosis dari

komponen sel dari membran fetal dan juga peningkatan dari enzim protease tertentu. Kekuatan

membran fetal adalah dari matriks ekstraselular amnion. Kolagen interstitial terutama tipe I dan

9

Page 10: KPP

tipe III yang dihasilan dari sel mesenkim juga penting dalam mempertahankan kekuatan

membran fetal.

Matriks metalloprotease (MMP) adalah kumpulan proteinase yang terlibat dalam

remodeling tissue dan degenerasi kolagen. MMP – 2, MMP – 3, dan MMP – 9 ditemukan

dengan konsentrasi tinggi pada kehamilan dengan ketuban pecah dini. Aktivasi protease ini

diregulasi oleh tissue inhibitor of matrix metalloprotease (TIMPs). TIMPs ini pula rendah dalam

cairan amnion pada wanita dengan ketuban pecah dini. Peningkatan enzim protease dan

penurunan inhibitor mendukung bahwa enzim ini mempengaruhi kekuatan membran fetal.

Selain itu terdapat teori yang mengatakan meningkatnya marker – marker apoptosis

dimembran fetal pada ketuban pecah dini berbanding dengan membran pada kehamilan normal.

Banyak penelitian yang mengatakan aktivasi aktivitas degenerasi kolagen dan kematian sel yang

membawa kelemahan pada dinding membran fetal.

10

Faktor JaninGemeli

Malposisi

Berat Janin berlebih

Faktor IbuServiks Inkopeten

Multipara

Hidramnion

CPD, usia

Riwayat KPD

Merokok

KELEMAHAN DINDING

MEMBRAN JANIN

RUPTURNYA MEMBRAN AMNION DAN KHORION

SEBELUM TANDA – TANDA PERSALINAN

KETUBAN PECAH DINI

INFEKSI PADA IBU

Page 11: KPP

2.1.5 Diagnosis KPP

Menegakkan diagnosis KPP secara tepat sangat penting, karena diagnosis yang positif

palsu berarti melakukan intervensi seperti melahirkan bayi terlalu awal atau melakukan seksio

yang sebetulnya tidak ada indikasinya. Sebaliknya diagnosis yang negatif palsu berarti akan

membiarkan ibu dan janin mempunyai resiko infeksi yang akan mengancam kehidupan janin, ibu

atau keduanya. Oleh karena itu, diperlukan diagnosis yang cepat dan tepat. Diagnosis KPP

ditegakkan dengan cara :

1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik

Anamnesa pasien dengan KPP merasa basah pada vagina atau mengeluarkan cairan

yang banyak berwarna putih jernih, keruh, hijau, atau kecoklatan sedikit-sedikit atau sekaligus

banyak, secara tiba-tiba dari jalan lahir. Keluhan tersebut dapat disertai dengan demam jika

sudah ada infeksi. Pasien tidak sedang dalam masa persalinan, tidak ada nyeri maupun kontraksi

uterus. Riwayat umur kehamilan pasien lebih dari 20 minggu.

Pada pemeriksaan fisik abdomen, didapatkan uterus lunak dan tidak adanya nyeri tekan.

Tinggi fundus harus diukur dan dibandingkan dengan tinggi yang diharapkan menurut hari

pertama haid terakhir. Palpasi abdomen memberikan perkiraan ukuran janin dan presentasi.

2. Pemeriksaan dengan spekulum

Pemeriksaan dengan spekulum pada KPP untuk mengambil sampel cairan ketuban di

forniks posterior dan mengambil sampel cairan untuk kultur dan pemeriksaan bakteriologis.

Tiga tanda penting yang berkaitan dengan ketuban pecah dini adalah :

1. Pooling : Kumpulan cairan amnion pada fornix posterior.

2. Nitrazine Test : Kertas nitrazin merah akan jadi biru.

3. Ferning : Cairan dari fornix posterior di tempatkan pada objek glass dan

didiamkan dan cairan amnion tersebut akan memberikan gambaran seperti daun pakis

(mikroskopis).

Pemeriksaan spekulum pertama kali dilakukan untuk memeriksa adanya cairan amnion

dalam vagina. Perhatikan apakah memang air ketuban keluar dari ostium uteri eksternum apakah

ada bagian selaput ketuban yang sudah pecah. Gunakan kertas lakmus. Bila menjadi biru (basa)

adalah air ketuban, bila merah adalah urin. Karena cairan alkali amnion mengubah pH asam

normal vagina. Kertas nitrazine menjadi biru bila terdapat cairan alkali amnion. Bila diagnosa

tidak pasti, adanya lanugo atau bentuk kristal daun pakis cairan amnion kering (ferning) dapat

membantu. Bila kehamilan belum cukup bulan penentuan rasio lesitin-sfingomielin dan

fosfatidilgliserol membantu dalam evaluasi kematangan paru janin. Bila kecurigaan infeksi,

apusan diambil dari kanalis servikalis untuk pemeriksaan kultur serviks terhadap Streptokokus

beta group B, Clamidia trachomatis dan Neisseria gonorea.

Pemeriksaan Inspekulo

Merupakan langkah pertama untuk mendiagnosis KPP karena pemeriksaan dalam seperti

vaginal toucher dapat meningkatkan resiko infeksi, cairan yang keluar dari vagina perlu

diperiksa : warna, bau, dan PH nya, yang dinilai adalah

Keadaan umum dari serviks, juga dinilai dilatasi dan perdarahan dari serviks. Dilihat

juga prolapsus tali pusat atau ekstremitas janin. Bau dari amnion yang khas juga

harus diperhatikan.

11

Page 12: KPP

Pooling pada cairan amnion dari forniks posterior mendukung diangnosis KPP.

Melakukan perasat valsava atau menyuruh pasien untuk batuk untuk memudahkan

melihat pooling

Cairan amnion di konfirmasikan dengan menggunakan nitrazine test. Kertas lakmus

akan berubah menjadi biru jika PH 6 – 6,5. Sekret vagina ibu memiliki PH 4 – 5, dengan kerta

nitrazin ini tidak terjadi perubahan warna. Kertas nitrazin ini dapat memberikan positif palsu jika

tersamarkan dengan darah, semen atau vaginisis trichomiasis

3. Pemeriksaan dalam

Pemeriksaan dalam dilakukan untuk menentukan penipisan dan dilatasi serviks.

Pemeriksaan vagina juga mengindentifikasikan bagian presentasi janin dan menyingkirkan

kemungkinan prolaps tali pusat. Periksa dalam harus dihindari kecuali jika pasien jelas berada

dalam masa persalinan atau telah ada keputusan untuk melahirkan.

4. Pemeriksaan penunjang

Dengan tes lakmus, cairan amnion akan mengubah kertas lakmus merah menjadi

biru.

Pemeriksaan leukosit darah, bila meningkat > 15.000 /mm3 kemungkinan ada infeksi.

USG untuk menentukan indeks cairan amnion, usia kehamilan, letak janin, letak

plasenta, gradasi plasenta serta jumlah air ketuban.

Kardiotokografi untuk menentukan ada tidaknya kegawatan janin secara dini atau

memantau kesejahteraan janin. Jika ada infeksi intrauterin atau peningkatan suhu, denyut

jantung janin akan meningkat.

Amniosintesis digunakan untuk mengetahui rasio lesitin - sfingomielin dan

fosfatidilsterol yang berguna untuk mengevaluasi kematangan paru janin.

2.1.6 Diagnosis Banding KPP

Fistula vesiko vaginal pada kehamilan.

2.1.7 Penatalaksanaan

1. Konservatif

Rawat di rumah sakit.

Berikan antibiotik (ampisilin 4 x 500 mg atau eritromisin bila tidak tahan dengan

ampisilin dan metronidazol 2 x 500 mg selama 7 hari).

Jika umur kehamilan < 32 – 34 minggu, dirawat selama air ketuban masih keluar atau

sampai air ketuban tidak keluar lagi.

Jika umur kehamilan 32-37 minggu, belum inpartu, tidak ada infeksi, tes busa

negatif : beri deksametason, observasi tanda-tanda infeksi dan kesejahteraan janin.

Terminasi pada kehamilan 37 minggu.

Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah in partu, tidak ada infeksi, berikan tokolitik

(salbutamol), deksametason dan induksi sesudah 24 jam.

12

Page 13: KPP

Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dan lakukan induksi.

Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi intrauterin).

Pada usia kehamilan 32-34 minggu, berikan steroid untuk memacu kematangan paru

janin dan kalau memungkinkan periksa kadar lesitin dan spingomielin tiap minggu.

Dosis betametason 12 mg sehari dosis tunggal selama 2 hari, deksametason i.m 5 mg

setiap 6 jam sebanyak 4 kali.

2. Aktif

Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila gagal pikirkan seksio

sesarea. Dapat pula diberikan misoprostol 50µg intravaginal tiap 6 jam

maksimal 4 kali.

Bila ada tanda-tanda infeksi, berikan antibiotika dosis tinggi dan persalinan

diakhiri jika :

a. Bila skor pelvik < 5, lakukanlah pematangan serviks, kemudian induksi. Jika

tidak berhasil, akhiri persalinan dengan seksio sesarea.

b. Bila skor pelvik > 5, induksi persalinan, partus pervaginam.

Gambar 2.3 Penatalaksanaan KPP

13

Page 14: KPP

Gambar 2.4 Alur penatalaksaaan KPP

Pada beberapa literatur penatalaksanaan KPP bisa berdasarkan Tafsiran Berat Janin

(TBJ), yaitu:

1. TBJ lebih dari 1500gr

a. Ampicilin 1gr/hr tiap 6jam, im.iv selama 2 hari dan Gentamycine 60-80mg

tiap 8-12 jam sehari selama 2 hari

b. Kortikosteroid untuk merangsang maturasi paru bisa diberikan Betamethasone

12mg. i.v, 2x selang 24 jam

c. Observasi 2x 24 jam kalau belum inpartu segera terminasi

d. Observasi suhu rektal tiap 3 jam, bila ada kecendrungan meningkat > 37,6C

segera terminasi

2. TBJ kurang dari 1500gr

a. Observasi 2x24jam

b. Observasi suhu rectal tiap 3 jam

c. Pemberian antibiotik/kortikosteroid (sama dengan diatas)

d. Bila suhu rectal meningkat >37,6C segera lakukan terminasi

e. Bila 2x24 jam cairan tidak keluar

USG untuk melihat bagaimana jumlah air ketuban, bila air ketuban cukup

kehamilan dilanjutkan, perawatan di ruangan s/d 5 hari. Bila jumlah air ketuban

minimal segera terminasi

14

Page 15: KPP

2.1.8 Komplikasi KPP

Persalinan Prematur

Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode laten

tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi di dalam 24 jam setelah

ketuban pecah. Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24 jam setelah ketuban pecah.

Pada kehamilan antara 28-34 minggu 50% persalinan dalam 24 jam. Pada kehamilan

kurang dari 26 minggu persalinan terjadi dalam 1 minggu.

Infeksi

Risiko infeksi ibu dan anak meningkat pada ketuban pecah dini. Pada ibu terjadi

korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septikemia, pneumonia, omfalitis. Umumnya

terjadi korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Pada ketuban pecah dini prematur,

infeksi lebih sering daripada aterm. Secara umum, insiden infeksi sekunder pada ketuban

pecah dini meningkat sebanding dengan lamanya periode laten.

Hipoksia dan Asfiksia

Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali pusat

hingga terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara terjadinya gawat janin

dan derajat oligohidramnion, semakin sedikit air ketuban, janin semakin gawat.

Sindroma deformitas janin

Ketuban pecah dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan pertumbuhan janin

terhambat, kelainan disebabkan kompresi muka dan anggota badan janin, serta hipoplasia

pulmonal.

2.1.9 Prognosis KPP

Ditentukan berdasarkan umur dari kehamilan, penatalaksanaan dan komplikasi-

komplikasi yang mungkin timbul.

BAB 3

15

Page 16: KPP

KESIMPULAN

Ketuban pecah Prematur (KPP) merupakan masalah penting dalam obstetrik berkaitan

dengan penyulit kelahiran prematur dan terjadinya infeksi korioamnionitis sampai sepsis, yang

meningkatkan morbiditas dan mortalitas perinatal dan menyebabkan infeksi ibu.

Beberapa peneliti melaporkan insidensi KPP berkisar antara 8 – 10 % dari semua

kehamilan. Hal ini menunjukkan, KPP lebih banyak terjadi pada kehamilan yang cukup bulan

dari pada yang kurang bulan, yaitu sekitar 95 %, sedangkan pada kehamilan tidak cukup bulan

atau KPD pada kehamilan preterm terjadi sekitar 34 % semua kelahiran prematur.

Pengelolaan Ketuban Pecah Prematur (KPP) merupakan masalah yang masih

kontroversial dalam kebidanan. Pengelolaan yang optimal dan yang baku masih belum ada,

selalu berubah. Protokol pengelolaan yang optimal harus mempertimbangkan adanya infeksi dan

usia gestasi serta faktor-faktor lain seperti fasilitas serta kemampuan untuk merawat bayi yang

kurang bulan. Meskipun tidak ada satu protokol pengelolaan yang dapat untuk semua kasus KPP,

tetapi harus ada panduan pengelolaan yang strategis, yang dapat mengurangi mortalitas perinatal

dan dapat menghilangkan komplikasi yang berat baik pada anak maupun pada ibu.

DAFTAR PUSTAKA

16

Page 17: KPP

1. Soewarto S. Ketuban Pecah Dini. Dalam Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan. Bagian

Ketiga: Patologi Kehamilan, Persalinan, Nifas dan Bayi Baru Lahir. Edisi Keempat.

Cetakan Kedua. Jakarta. PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2010. hal 677-82

2. Manuaba.I.B.G. Ketuban Pecah Dini dalam Kapita Selekta Penatalaksanaan Obstetri

Ginekologi dan KB, EGC, Jakarta, 2010, hal : 221 – 225

3. Nili F., Ansaari A.A.S. Neonatal Complications Of Premature Rupture Of Membranes.

Acta Medica Iranica. [Online] 2011. Vol 41. No.3. Diunduh dari

http://journals.tums.ac.ir/upload_files/pdf/59.pdf..

4. Saifuddin, Abdul B 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo

5. Wiknjosastro, Hanifa. Prof, dr, SpOG, 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka

Sarwono Prawiroharjo.

17