Kota Tua Jakarta Sekarang

11
Kota Tua Jakarta Sekarang Jauh di mata, jauh di hati, walau mudah dijangkau. Semrawut, jorok, dan tidak terawat atau tidak terurus, wajah kota tua Jakarta y tangkap. Terjadi hiruk pikuk yang tidak menentu, sepertinya ketenangan dan ketentrama benar tidak hadir pada kota tua Jakarta. Mungkin hanya terjadi sebentar saja di saat orang benar-benar sibuk memakai waktunya (disibukkan) demi mencari seperak uang. Perihal sampah, kebersihan demi keindahan. Sehingga dapat membawa ketentraman d kenyamanan bagi para pelancong dan warga kota tua Jakarta. Banyaknya uang yang terkum dari berbagai kesibukan masyarakat kota tua Jakarta dan Indonesia belum tentudapat menciptakan dan membawa nilai-nilai kebersihan dan keindahan bagi kota tua Jakarta te Tetapi mungkin kesejahteraan masyarakat yang terdahulukan dapat merubah kota menjadi lebih bersih, indah dan tentram. Siapa yang tahu! Kebersihan, kemudian saya memejamkan mata saya sejenak, terlihat jelas bahwa keadaannya sekarang menjadi benar-benar bersih. sampah-sampah yang tadinya bergelimpa sekarang telah benar-benar hilang dan bersih terutama di stasiun kereta Jak merupakan jalur andalan yang menghubungkan kota Jakarta dan Bogor. Walaupun tidak kelihatan mengkilap dan seperti baru, tetapi terlihat w para pedagang kaki lima, yang begitu berseri memperhatikan orang-orang yang lalu lala seberkas cahaya dimata mereka, seperti tidak ada kekhawatiran dari mereka t maupun pungli. Semuanya seperti mengalir tulus dan dilakukan dengan senang hati. Tetapi memang ternyata hal tersebut hanyalah sebuah mimpi disiang bolong. Menurut saya, keberadaan Kota Tua Jakarta maupun wisata kota tua merupakan sebu simbol yang cukup melecehkan. Mengapa, karena cukup terlihat dari tata cara pengelola Suatu tata cara pengelolaan yang dilakukan bangsa kita untuk menjaga kelestarian peni sejarah kota tua tersebut. Melecehkan keberadaan bangsa yang memang terbukti seperti kurang mampu melakukan tata cara kelola yang lebih baik, bila diba pemilik sebelumnya. Yang padahal notabene memang tidak menggambarkan identita asli dari bangsa Indonesia sendiri. Tetapi justeru menampilkan wajah dari bangsa Bela

Transcript of Kota Tua Jakarta Sekarang

Kota Tua Jakarta Sekarang Jauh di mata, jauh di hati, walau mudah dijangkau. Semrawut, jorok, dan tidak terawat atau tidak terurus, wajah kota tua Jakarta yang saya tangkap. Terjadi hiruk pikuk yang tidak menentu, sepertinya ketenangan dan ketentraman benarbenar tidak hadir pada kota tua Jakarta. Mungkin hanya terjadi sebentar saja di saat subuh.Semua orang benar-benar sibuk memakai waktunya (disibukkan) demi mencari seperak uang. Perihal sampah, kebersihan demi keindahan. Sehingga dapat membawa ketentraman dan kenyamanan bagi para pelancong dan warga kota tua Jakarta. Banyaknya uang yang terkumpul dari berbagai kesibukan masyarakat kota tua Jakarta dan Indonesia belum tentu dapat menciptakan dan membawa nilai-nilai kebersihan dan keindahan bagi kota tua Jakarta tersebut. Tetapi mungkin kesejahteraan masyarakat yang terdahulukan dapat merubah kota tua Jakarta menjadi lebih bersih, indah dan tentram. Siapa yang tahu! Kebersihan, kemudian saya memejamkan mata saya sejenak, terlihat jelas bahwa keadaannya sekarang menjadi benar-benar bersih. sampah-sampah yang tadinya bergelimpangan, sekarang telah benar-benar hilang dan bersih terutama di stasiun kereta Jakarta kota, yang merupakan jalur andalan yang menghubungkan kota Jakarta dan Bogor. Walaupun tidak kelihatan mengkilap dan seperti baru, tetapi terlihat wajah damai dari para pedagang kaki lima, yang begitu berseri memperhatikan orang-orang yang lalu lalang. Ada seberkas cahaya dimata mereka, seperti tidak ada kekhawatiran dari mereka terhadap setoran maupun pungli. Semuanya seperti mengalir tulus dan dilakukan dengan senang hati. Tetapi memang ternyata hal tersebut hanyalah sebuah mimpi disiang bolong. Menurut saya, keberadaan Kota Tua Jakarta maupun wisata kota tua merupakan sebuah simbol yang cukup melecehkan. Mengapa, karena cukup terlihat dari tata cara pengelolaannya. Suatu tata cara pengelolaan yang dilakukan bangsa kita untuk menjaga kelestarian peninggalan sejarah kota tua tersebut. Melecehkan keberadaan bangsa yang memang terbukti dan terlihat seperti kurang mampu melakukan tata cara kelola yang lebih baik, bila dibandingkan dengan pemilik sebelumnya. Yang padahal notabene memang tidak menggambarkan identitas budaya asli dari bangsa Indonesia sendiri. Tetapi justeru menampilkan wajah dari bangsa Belanda, Cina,

India dan Arab. Pribumi, benar-benar terpinggirkan pada ruang kemiskinan dan marjinal. Apalagi ditambah dengan tata kelola yang kurang serius, becus dan profesional, yang bisa dibilang seadanya. Sebuah pelacuran murahan, menurut anggapan saya, dan sungguh ironis. Apakah kita hanya akan serius, jika mengelola sebuah warisan budaya yang benar-benar

merupakan milik kita, siapa tahu memang begitu. Tetapi jangan-jangan sesuatu yang menggambarkan identitas bangsa kita, sesungguhnya benar-benar tidak ada. Cukup konyol, tidak memiliki identitas bangsa yang mumpuni.

Hal ini pun sama saja dengan membandingkan jaman penjajahan bangsa Belanda dengan kondisi jaman sekarang. Agak sulit, karena memang akan muncul banyak pembanding. Dengan berbagai macam plus dan minus. Tetapi apabila menyangkut sampah dan manajemen tata kelola, saya rasa bangsa Indonesia benar-benar ketinggalan jauh dari bangsa Belanda. Tingkat kesadaran akan pentingnya membuang sampah pada tempatnya, dan tentang bagaimana suatu manajemen tata kelola konten dapat menghasilkan karya atau masterpiece. Maka kita bangsa Indonesia perlu banyak belajar dari bangsa-bangsa yang sudah maju, salah satunya mungkin bangsa Belanda. Sama halnya dengan ketika kita membandingkan keadaan pemerintahan Pak SBY sekarang dengan pemerintahan Pak Harto dahulu. Yang memang terdengar cukup konyol, dan tentu kembali dengan beraneka ragam plus dan minus-nya. Tetapi tentu kita tidak perlu pusingpusing mundur ke belakang, karena kita semua benar-benar berada pada ruang dan waktu yang

adalah sekarang. Harus diakui manajemen tata kelola Pak SBY dan Pak Harto, sungguh timpang. Pak SBY kurang belajar banyak dari Pak Harto, sesepuhnya tersebut. Terjadi begitu banyak salah tata kelola dan juga korupsi, yang dikatakan banyak orang sebagai harga dari sebuah demokrasi. Wisata Kota Tua Jakarta terlihat dan terdengar seperti oasis ditengah gurun pasir. Oasis kecil yang belum tentu mampu menghidupi warga sekitar gurun, apalagi seluruh warga gurun pasir. Sungguh sebuah gambaran yang memalukan.

Siapakah yang ingin menetap dan menghabiskan masa liburannya untuk tinggal di Kota Tua Jakarta. Silahkan anda pilih, berlibur ke kota tua Jakarta atau pergi berlibur ke Bali. Tetapi mungkin kalau saja memang ada dana dari sponsor, hidup gratis selama seminggu di kota tua Jakarta, sungguh akan sangat menyenangkan. Dibutuhkan seorang agen yang sungguh-sungguh ingin melihat kota tua Jakarta bersih dari sampah, mempunyai komitmen dan kerelaan serta keberanian untuk menghukum orang yang membuang sampah dengan sembarangan. Maupun mendidik warga sekitar kota tua tentang arti penting kebersihan. Salah satu faktor dominan yang mengakibatkan permasalahan kebersihan atau higienitas mungkin adalah akibat dari betapa langkanya air tawar yang bersih di daerah kota tua Jakarta. Tetapi tentunya hal ini tidak bisa dijadikan alasan. Kemanakah pemerintah selama ini. Janganjangan memang benar bahwa keadaan pada jaman kolonial justru memang lebih beradab daripada keadaan jaman sekarang.

Menurut pengertian saya, sebuah kota adalah ibaratnya seorang perempuan. Ia akan terlihat indah bila ia terawat, dirawat atau merawat diri. Masing-masing penghuni kota tua maupun pemerintah telah menjadi para pemerkosa dari kotanya sendiri. Atau memang kota tua Jakarta hanyalah sekedar seorang pelacur yang akan berdandan ketika akan bekerja dan mencari uang. Seorang perempuan bayaran. Yang tentunya merupakan sebuah cerita malang yang tak berujung. Kota tua Jakarta memang sangat terkenal dengan tingkat pelacuran yang tinggi, tentu sama halnya dengan beberapa kota-kota besar lain yang ada di Indonesia.

Siapakah yang dapat membebaskan perempuan pelacur tersebut, yang dalam hal ini dapat diibaratkan sebagai kota tua Jakarta. Dari belenggu hutang, gaya hidup maupun mucikarinya. Tentunya hal seperti demikian membutuhkan effort atau upaya yang sangat besar. Baik dari segi materi maupun segi waktu dan tenaga. Perlu adanya kerelaan, kasih sayang, perhatian serta kepedulian. Tetapi jangan-jangan, si perempuan tersebut memang sangat suka dengan melacur. Hanya hal tersebut yang menjadi jawaban terbaik dan termudah untuk dapat dilakukan. Siapakah sebenarnya pemilik dari para perempuan pelacur, maupun pemilik dari kota tua Jakarta tersebut. Apakah mungkin bahwa mereka adalah manusia berjiwa bebas, atau hanya seorang manusia di dalam penjara nafsu. Kota Tua Jakarta, ibarat si pelacur. Suatu misteri agung yang memang layak untuk ditelusuri. Pelacuran, sesuatu yang telah ada dan ikut hadir sejak saat dunia diciptakan. Karena memang kebersihan merupakan karya cipta dari manusia yang sadar bahwa nafsu tercipta bukan untuk dimusnahkan, tetapi untuk bisa dikontrol. Dan mungkin dengan pengontrolan terhadap nafsu, maka akan timbul suatu nilai-nilai, terutama kebersihan maupun keindahan. Dan mungkin akan timbul suatu kesukaan dan kesenangan yang tentunya proporsional. Mungkin terdengar konyol bila kita membandingkan kota tua Jakarta, dengan pelacuran, seks dan cinta. Tetapi akan lebih konyol lagi apabila kita ternyata perlu belajar banyak dari kamasutra India yang mengatakan bahwa kebersihan dan wewangian dalam hal seks adalah penting. Bangsa kita bukan lah bangsa kecil dan saya bukannya seseorang yang menentang seks. Tetapi seks yang dikemas secara baik, tentunya akan terlihat indah dan tidak memalukan. Sudah saatnya agar masingmasing dari masyarakat kita menunjukkan hasil terbaik dari karya mereka. Mereka boleh saja pelacur, penjahat, tukang todong, pencuri, maupun pencopet tetapi tolonglah agar dikemas dengan cara yang jauh lebih baik, dan para manajer-manajer kejahatan di kota tua, tentunya perlu mengembangkan kapasitas dan kreatifitas mereka. Karena dengan melakukan hal-hal yang tidak kreatif dan membosankan maka mereka hanya akan berputar-putar disekitar lingkaran yang ituitu saja. Penjahat kelas teri, tanpa jati diri yang unik dan tentunya tidak akan pernah naik kelas. Indonesia perlu berkembang dan naik kelas. Dan tentunya Kota Tua Jakarta.

Saya pribadi pun, sudah bosan menjadi sepele, tidak berarti, dan hanya dipandang sebelah mata oleh bangsa lain maupun negara tetangga. Dan mungkin kita perlu berterima kasih banyak terhadap para penjajah kita terdahulu, seperti Belanda, Jepang, dan tentunya para

pemimpin kita yang tidak akan pernah rela melihat warganya mengalami suatu perkembangan mumpuni dan naik kelas. Karena sampai kapan pun penjajahan dan perbudakan tidak akan pernah sirna dari muka bumi ini, tentu hanya berganti wajah. Kita hanya perlu belajar lagi dan terus, dididik, sehingga dapat naik kelas. Sama seperti kota tua Jakarta yang juga perlu naik kelas. Dirawat dan dimandikan.

Kesimpulan Kembali flash back kepada mimpi saya di siang bolong. Ternyata kota tua Jakarta telah menjadi lebih bersih, indah dan lebih tentram, tentu kemudian kita perlu masuk ke dalam bagian atau fase penggosokan, perawatan atau maintenance, sehingga kota tua Jakarta pun menjadi semakin mengkilat dan kinclong. Sungguh telah menjadi bersih dan bebas dari sampah, lalu kemudian menjadi cerah. Dan tentunya akan membuat suasana kota menjadi lebih nyaman dan tentram. Demi terciptanya aktifitas sosial yang mumpuni, atau bahkan perubahan sosial ke arah yang lebih baik (naik kelas). Mana yang dapat terlebih dahulu menjadi prioritas, telurkah, atau ayam kah, kebersihan kota, atau kesejahteraan warga. Maka, kembali kepada istilah pelacur, peran si mucikari dalam hal ini adalah sungguh dominan. Karena mungkin dan memang para pelacur-pelacur tersebut sungguh merupakan pihak marjinal yang benar-benar tidak mempunyai pilihan hidup. Bermodalkan hanya badan dan kepala tanpa isi atau pendidikan yang notabene cukup mahal dan berarti dari segi materi. Sungguh salut kepada para mucikari-mucikari kelas teri yang hidup dari aspirasi komersialisasi nafsu para pria-pria hidung belang seantero Jabodetabek, yang mana menurut saya kurang bisa mengemas konten. Hanya bisa menghasilkan produk yang berselera rendah. Besar harapan saya agar muncul suatu jaringan atau komunitas dari mucikarimucikari yang berkelas di kemudian hari. Karena kita manusia, warga kota tua Jakarta, masyarakat Indonesia, jahat maupun baik, perlu mengalami peningkatan yang dalam hal ini terutama adalah kesejahteraan dan kualitas hidup. Mari secara bersama kita mencanangkan program naik kelas kita, yaitu dimulai dengan memilih agen-agen mucikari yang berkelas dan kompeten.