Oi Tidak Etis - ULMeprints.ulm.ac.id/3560/1/Buku Perilaku Tidak Etis.pdf · Manusia sekarang...
Transcript of Oi Tidak Etis - ULMeprints.ulm.ac.id/3560/1/Buku Perilaku Tidak Etis.pdf · Manusia sekarang...
-
Oi Tidak Etis
ahmi Rizani
International Researchand Development for Human Beings
IRDH
-
PERILAKU TIDAK ETIS DAN KECURANGAN
DALAM DUNIA EKONOMI
Oleh:
FAHMI RIZANI
International Research and Development for Human Beings
Malang
2018
-
ii
Penulis : Dr. Fahmi Rizani, MM., Ak., CA., CPA
ISBN : 978-602-6672-57-5
Editor : Mohammad Archi Maulyda, S.Pd.
Penyunting : Cakti Indra Gunawan, SE., MM., Ph.D
Layout & Cover : Bayu Febri Basudewo
Cetakan Pertama, Januari 2018
Diterbitkan oleh:
CV. IRDH (Research & Publishing)
Anggota IKAPI No. 159-JTE -2017
Office: Jl. A. Yani Gg. Sokajaya 59 Purwokerto
New Villa Bukit Sengkaling C9 No.1 Malang
HP. 081 357 217 319 WA. 089 621 424 412
www.irdhcenter.com
email: [email protected]
Sanksi Pelanggaran Pasal 27 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002
Tentang Hak Cipta:
1) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) atau pasal 49 ayat (1)
dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling
singkat 1 (satu) bulan dan atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00
(satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar
rupiah).
2) Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang
hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus
juta rupiah).
http://www.irdhcenter.com/mailto:[email protected]
-
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT atas segala limpahan
rahmat, petunjuk, serta berkah kesehatan dan kemampuan sehingga kami dapat
menyelesaikan penyusunan buku berjudul “Perilaku Tidak Etis dan
Kecurangan dalam Dunia Ekonomi” yang merupaka hasil buah pikir penulis
yang resah melihat situasi dan kondisi yang terjadi di dunia ekonomi
khususnya di Indonesia.
Masih maraknya oknum-oknum dalam dunia ekonomi yang melakukan
kecurangan merupakan sebuah cerminan bagaimana wajah ekonomi Indonesia
saat ini. Buku ini akan mengulas secara luas baik dalam skala nasional maupun
global berkaitan dengan perilaku tidak etis dan kecurangan yang dilakukan
dalam dunia ekonomi.
Kami menyadari bahwa penyusunan buku ini masih belum sempurna.
Oleh karena itu, kami mengharapkan saran dan kritik yang bersifat
membangun dari pembaca demi menyempurnakan Buku ini. Akhir kata
penulis berharap buku ini dapat memberikan sumbangsih terhadap dunia
ekonomi khususnya pada perilaku tidak etis dan kecurangan yang masih marak
terjadi.
Banjarmasin, Januari 2018
Penulis,
Fahmi Rizani
-
iv
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................... iii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1
1.2 Ruang Lingkup ............................................................................ 14
BAB II DEFINISI PERILAKU TIDAK ETIS .............................................. 34
2.1 Perilaku Tidak Etis dan Kecurangan ........................................... 34
2.2 Perilaku tidak Etis dan Kecurangan di Indonesia ....................... 51
BAB III PERKEMBANGAN PERILAKU TIDAK ETIS DAN
KECURANGAN .................................................................................. 58
3.1 Perkembangan Moral .................................................................. 58
3.2 Perkembangan Perilaku Tidak Etis secara Global ...................... 64
3.3 Perkembangan Perilaku Tidak Etis di Indonesia ........................ 71
BAB IV MEKANISME TERJADINYA PERILAKU TIDAK ETIS DAN
KECURANGAN .................................................................................. 80
4.1 Penyebab Perilaku Tidak Etis dan Kecurangan .......................... 80
4.2 Jenis-Jenis Perilaku Tidak Etis dan Kecurangan ........................ 89
BAB V CARA MENGATASI PERILAKU TIDAK ETIS ......................... 103
5.1 Rambu-Rambu Perilaku Tidak Etis dalam Akutansi dan
Manajemen ................................................................................ 103
5.2 Contoh Kasus Etika dalam Dunia Akuntasi Keuangan dan
Manajemen ................................................................................ 117
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 123
GLOSARIUM .............................................................................................. 129
INDEKS ....................................................................................................... 131
TENTANG PENULIS ................................................................................. 133
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia sekarang berpijak pada bumi yang semakin tua. Namun ibarat
istilah yang familiar kita dengar, ”Tua-tua keladi, makin tua makin jadi” hal
ini juga terjadi di dunia kita sekarang ini. Makin tua, dunia kita semakin maju
perkembanganya. Perkembangan ini terjadi di berbagai sektor dan bidang baik
yang berkaitan langsung atau tidak langsung dengan kehidupan manusia
(Kumurur, 2008).
Perkembangan didunia terjadi hampir di semua bidang kehidupan
manusia, mulai dari teknologi, pendidikan, ekonomi, bahkan senjata nuklir dan
masih banyak aspek-aspek kehidupan manusia lain yang berkembang
mengikuti arus global abad 21.
Perkembangan bidang ilmu pengetahuan dan teknologi atau sering kita
sebut IPTEK, tidak bisa kita pungkiri banyak memberikan manfaat bagi
manusia. Misalkan sebelumnya banyak pekerjaan-pekerjaan yang menguras
kekuatan fisik cukup besar, kini kerja otot manusia ini dialihkan kepada mesin-
mesin yang bekerja secara otomatis. Nugroho (2010) memaparkan bahwa
sistem kerja robotik saat ini mulai menggeser posisi tenaga otot manusia dalam
mengerjakan suatu tugas. Bahkan dengan mengginakan sistem kerja robotik
semacam ini, tugas dapat terselesaikan lebih cepat, akurat dan tentu saja lebih
terstruktur. Menurut Martono (2012) perkembangan IPTEK dapat memberikan
dampak positif dan negatif dalam berbagai bidang kehidupan sebagai berikut:
A. Bidang Informasi dan Komunikasi
Bidang informasi dan komunikasi mengalami kemajuan yang sangat
pesat seja awal muncul hingga abad 21 ini. Dampak dari berkembangnya
teknologi tentu langsung berimbas pada perubahan perilkau manusia dalam
berbagi informasi dan berkomunikasi. Siapa yang tidak menggunakan
-
2
Smartphone sekarang? Hampir semua orang memiliki alat ini. Alat yang
awalnya hanya menjadi kebutuhan tersier, dan hanya dimiliki oleh kalangan
dari menengah ke atas, sudah bergeser menjadi kebutuhan pokok yang wajib
dimiliki oleh setiap orang. Semua akses informasi dan komunikasi
menggunakan Smartphone sebagai perantaranya. Surat, koran, bahkan
Televisi, tidak mampu menandingi kecepatan informasi lewat alat ini.
Contoh kecilnya saja, seperti kasus maraknya penyedia ojek online yang
bermunculan membuat kisruh antara penyedia layanan ojek online dan ojek
konvensional. Hal ini merupakan bentuk nyata dari perkembangan teknologi
dibidang informasi dan komnikasi. Seorang yang ingin menggunakan ojek,
tidak perlu lagi berjalan menuju pangkalan ojek, dimanapun dia berada dia bisa
menggunakan ojek untuk bepergian. Dari kemajuan tersebut dapat kita rasakan
dampak positipnya antara lain:
• Informasi-informasi akan lebih cepat kita terima, selain itu
perkembangan teknologi khususnya internet akan membuat informasi
yang kita dapatkan lebih akurat. Jankauan yang luas memungkinkan
kitadapat mengakses informasi dari berbagai belahan dunia , apapun itu.
Sehingga wawasan kita juga akan lebih luas.
• Melalui handphone kita dapat berkomunikasi dengan saudara atau teman
yang berada dimanapun. Dengan berkembangnya alat-alat komunkasi
serupa, diikuti pula dengan berkembangnya situs-situs jejaring sosial
yang dapat menjadi media komunikasi yang mudah dan cepat.
• Selain informasi dan komunikasi, perkembangan teknologi juga
berdampak pada kemudahan kita dalam berbagai macam hal yang terkait
administrasi baik dengan instansi pemerintahan atau swasta. Misalnya
dulu jika kita ingin mengirim uang ke keluarga kita, kita harus datang ke
Bank. Namun saat ini hal tersebit tidak perlu dilakukan, kita hanya perlu
duduk dan menggunakan Handphone kita untuk mengirimkan uang.
Selain itu dalam membayar pajak, air, listrik dan transaksi lainya, kita
-
3
dapat melakukanya dengan mudah dan cepat lewat Handphone kita
masing-masing.
Namun disisi lain, perkembangan IPTEK yang pesat juga dapat
memberikan dampak negatif bagi kehidupan manusia antara lain:
• Pemanfaatan jasa komunikasi oleh jaringan teroris. Seperti kasus
terorisme yang terjadi tahun lalu di kawasan Thamrin, Jakarta Pusat dan
Kampung Melayu, menurut informasi yang disampaikan Kapolda Tito
Karnavian, teroris-teroris tersebut menggunakan telegram sebagai alat
untuk berkomunikasi dan bekoordinasi. Mulai dari perencanaan sampai
pada hari pemboman dilakukan, mereka berkomunkasi lewat telegram.
Telegram dipilih karena memiliki jaringan enkripsi yang sulit dibobol
sehingga percakapan mereka akan sulit untuk dideteksi oleh pihak
kepolisian (Kompas, 2016).
• Penggunaan informasi diinternet yang tidak terbatas, juga dapat
memberikan dampak negatif bagi manusia. Informasi yang diinternet
dapat dimanfaatkan untuk hal-hal yang tidak semestinya, misalkan anak-
anak dapat dengan mudah mengakses konten-konten yang tidak sesuai
dengan usianya. Kemudian yang sering terjadi adalah menggunakan
akun-akun media sosial palsuuntuk melakukan penipuan. Modus dan
metodenya semakin lama semakin berkembang mengikuti
perkembangan teknologi yang ada. Sebelum ada Whatsapp mereka
meggunakan SMS. Setelah Whatsapp muncul dan banyak digunakan,
para penipu ini menggunakan media Whatsapp dalam melancarkan
aksinya.
• Kerahasiaan alat tes semakin terancam Melalui internet kita dapat
memperoleh informasi tentang tes psikologi, dan bahkan dapat
memperoleh layanan tes psikologi secara langsung dari internet. Hal ini
mungkin memberikan keuntungan bagi kita sebagai pengguna intenet.
Namun dampaknya sangat fatal, karena semakin banyak beredar tes
-
4
psikologi di internet, maka orang-orang dapat melatih dirinya dalam
menyelesaikan soal tes tersebut. Akibatnya tes psikologi ini menjadi
berkurang kevalidanya karena tidak dapat benar-benar menggambarkan
kondisi dari individu tersebut. Dengan demikian lebih ekstrim akan
banyak orang-orang yang memiliki kepribadian ganda karena dapat
memanipulasi dirinya sendiri. Dalam dunia kerja, semakin sulit juga
untuk mencari orang-orang yang sesuai dengan kriteria karena mereka
sudah dapat memanipulasi kemampuan psikologinya tersebut.
• Perkembangan IPTEK juga berdampak pada perilaku manusia
(Zamroni, 2008). Perubahan perilaku ini terjadi karena manusia menjadi
jarang bersosialisasi dengan sesamanya. Jika hal ini berjalan terus
menerus akan menyebabkan tumbuhnya sikap egois dan hanya
mementingkan diri sendiri. Hal ini menyebabkan di era global ini banyak
manusia yang saling menjatuhkan, saling membunuh karakter, berbuat
curang, mengambil jalan pintas dan sebagainya. Sikap-sikap ini
sebenarnya adalah sebuah potret dari perilaku manusia yang semakin
egois.
B. Bidang Ekonomi dan Industri
Dalam bidang ekonomi teknologi berkembang sangat pesat. Dari
kemajuan teknologi dapat kita rasakan manfaat positifnya antara lain:
• Pertumbuhan ekonomi yang semakin tinggi, tidak dpat dipungkiri bahwa
pertumbuhan IPTEK yang semakin maju berdampak pada pertumbuhan
ekonomi. Dengan adanya teknologi, banyak transaksi-transaksi dapat
terjadi dengan mudah. Hal ini menyebabkan roda perekonomian dapat
berjalan lebih baik dan positif. Hal ini juga menyebabkan terjadinya
industrialisasi diberbagai macam jenis produk.
• Produktifitas dunia industri semakin meningkat. Kemajuan teknologi
akan meningkatkan kemampuan produktivitas dunia industri baik dari
aspek teknologi industri maupun pada aspek jenis produksi. Investasi dan
-
5
reinvestasi yang berlangsung secara besar-besaran yang akan semakin
meningkatkan produktivitas dunia ekonomi. Di masa depan, dampak
perkembangan teknologi di dunia industri akan semakin penting. Tanda-
tanda telah menunjukkan bahwa akan segera muncul teknologi bisnis
yang memungkinkan konsumen secara individual melakukan kontak
langsung dengan pabrik sehingga pelayanan dapat dilaksanakan secara
langsung dan selera individu dapat dipenuhi, dan yang lebih penting
konsumen tidak perlu pergi ke toko.
• Persaingan dalam dunia kerja sehingga menuntut pekerja untuk selalu
menambah skill dan pengetahuan yang dimiliki. Kecenderungan
perkembangan teknologi dan ekonomi, akan berdampak pada
penyerapan tenaga kerja dan kualifikasi tenaga kerja yang diperlukan.
Kualifikasi tenaga kerja dan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan akan
mengalami perubahan yang cepat. Akibatnya, pendidikan yang
diperlukan adalah pendidikan yang menghasilkan tenaga kerja yang
mampu mentransformasikan pengetahuan dan skill sesuai dengan
tuntutan kebutuhan tenaga kerja yang berubah tersebut.
C. Bidang Sosial dan Budaya
• Perbedaan kepribadian pria dan wanita. Banyak pakar yang berpendapat
bahwa kini semakin besar porsi wanita yang memegang posisi sebagai
pemimpin, baik dalam dunia pemerintahan maupun dalam dunia bisnis.
Bahkan perubahan perilaku ke arah perilaku yang sebelumnya
merupakan pekerjaan pria semakin menonjol. Data yang tertulis dalam
buku Megatrend for Women : From Liberation to Leadership yang ditulis
oleh Patricia Aburdene & John Naisbitt (1993) menunjukkan bahwa
peran wanita dalam kepemimpinan semakin membesar. Semakin banyak
wanita yang memasuki bidang politik, sebagai anggota parlemen,
senator, gubernur, menteri, dan berbagai jabatan penting lainnya.
-
6
• Meningkatnya rasa percaya diri. Kemajuan ekonomi di negara-negara
Asia melahirkan fenomena yang menarik. Perkembangan dan kemajuan
ekonomi telah meningkatkan rasa percaya diri dan ketahanan suatu
bangsa yang menjadi lebih kuat dan tidak goyah.
• Tekanan, kompetisi yang tajam di pelbagai aspek kehidupan sebagai
konsekuensi globalisasi, akan melahirkan generasi yang disiplin, tekun
dan pekerja keras.
Meskipun demikian kemajuan teknologi akan berpengaruh negatip pada
aspek budaya:
• Kemerosotan moral di kalangan warga masyarakat, khususnya di
kalangan remaja dan pelajar. Kemajuan kehidupan ekonomi yang terlalu
menekankan pada upaya pemenuhan berbagai keinginan material, telah
menyebabkan sebagian warga masyarakat menjadi “kaya dalam materi
tetapi miskin dalam rohani”.
• Kenakalan dan tindak menyimpang di kalangan remaja semakin
meningkat semakin lemahnya kewibawaan tradisi-tradisi yang ada di
masyarakat, seperti gotong royong dan tolong-menolong telah
melemahkan kekuatan-kekuatan sentripetal yang berperan penting
dalam menciptakan kesatuan sosial. Akibat lanjut bisa dilihat bersama,
kenakalan dan tindak menyimpang di kalangan remaja dan pelajar
semakin meningkat dalam berbagai bentuknya, seperti perkelahian,
corat-coret, pelanggaran lalu lintas sampai tindak kejahatan.
• Pola interaksi antar manusia yang berubah. Kehadiran komputer pada
kebanyakan rumah tangga golongan menengah ke atas telah merubah
pola interaksi keluarga. Komputer yang disambungkan dengan telpon
telah membuka peluang bagi siapa saja untuk berhubungan dengan dunia
luar. Program internet relay chatting (IRC), internet, dan e-mail telah
membuat orang asyik dengan kehidupannya sendiri. Selain itu
tersedianya berbagai warung internet (warnet) telah memberi peluang
-
7
kepada banyak orang yang tidak memiliki komputer dan saluran internet
sendiri untuk berkomunikasi dengan orang lain melalui internet. Kini
semakin banyak orang yang menghabiskan waktunya sendirian dengan
komputer. Melalui program internet relay chatting (IRC) anak-anak bisa
asyik mengobrol dengan teman dan orang asing kapan saja.
D. Bidang Pendidikan
Teknologi mempunyai peran yang sangat penting dalam bidang
pendidikan antara lain:
• Munculnya media massa, khususnya media elektronik sebagai sumber
ilmu dan pusat pendidikan. Dampak dari hal ini adalah guru bukannya
satu-satunya sumber ilmu pengetahuan.
• Munculnya metode-metode pembelajaran yang baru, yang memudahkan
siswa dan guru dalam proses pembelajaran. Dengan kemajuan teknologi
terciptalah metode-metode baru yang membuat siswa mampu
memahami materi-materi yang abstrak, karena materi tersebut dengan
bantuan teknologi bisa dibuat abstrak.
• Sistem pembelajaran tidak harus melalui tatap muka Dengan kemajuan
teknologi proses pembelajaran tidak harus mempertemukan siswa
dengan guru, tetapi bisa juga menggunakan jasa pos internet dan lain-
lain.
Disamping itu juga muncul dampak negatif dalam proses pendidikan
antara lain:
• Kerahasiaan alat tes semakin terancam Program tes inteligensi seperti tes
Raven, Differential Aptitudes Test dapat diakses melalui compact disk.
Implikasi dari permasalahan ini adalah, tes psikologi yang ada akan
mudah sekali bocor, dan pengembangan tes psikologi harus berpacu
dengan kecepatan pembocoran melalui internet tersebut.
• Penyalahgunaan pengetahuan bagi orang-orang tertentu untuk
melakukan tindak kriminal. Kita tahu bahwa kemajuan di badang
-
8
pendidikan juga mencetak generasi yang berepngetahuan tinggi tetapi
mempunyai moral yang rendah. Contonya dengan ilmu komputer yang
tingi maka orang akan berusaha menerobos sistem perbangkan dan lain-
lain.
E. Bidang politik
Beberapa dampak yang dapat ditimbulkan dalam bidang politik:
• Timbulnya kelas menengah baru Pertumbuhan teknologi dan ekonomi di
kawasan ini akan mendorong munculnya kelas menengah baru.
Kemampuan, keterampilan serta gaya hidup mereka sudah tidak banyak
berbeda dengan kelas menengah di negara-negera Barat. Dapat
diramalkan, kelas menengah baru ini akan menjadi pelopor untuk
menuntut kebebasan politik dan kebebasan berpendapat yang lebih
besar.
• Proses regenerasi kepemimpinan. Sudah barang tentu peralihan generasi
kepemimpinan ini akan berdampak dalam gaya dan substansi politik
yang diterapkan. Nafas kebebasan dan persamaan semakin kental.
• Di bidang politik internasional, juga terdapat kecenderungan tumbuh
berkembangnya regionalisme. Kemajuan di bidang teknologi
komunikasi telah menghasilkan kesadaran regionalisme. Ditambah
dengan kemajuan di bidang teknologi transportasi telah menyebabkan
meningkatnya kesadaran tersebut. Kesadaran itu akan terwujud dalam
bidang kerjasama ekonomi, sehingga regionalisme akan melahirkan
kekuatan ekonomi baru.
Sehingga, dari uraian diatas kita bisa menyimpulkan bahwa kemajuan
teknologi adalah sesuatu yang tidak bisa kita hindari dalam kehidupan ini,
karena kemajuan teknologi akan berjalan sesuai dengan kemajuan ilmu
pengetahuan. Teknologi yang sebenarnya merupakan alat bentu/ekstensi
kemampuan diri manusia. Dewasa ini, telah menjadi sebuah kekuatan otonom
yang justru ‘membelenggu’ perilaku dan gaya hidup kita sendiri. Dengan daya
-
9
pengaruhnya yang sangat besar, karena ditopang pula oleh system-sistem
sosial yang kuat, dan dalam kecepatan yang makin tinggi, teknologi telah
menjadi pengarah hidup manusia. Masyarakat yang rendah kemampuan
teknologinya cenderung tergantung dan hanya mampu bereaksi terhadap
dampak yang ditimbulkan oleh kecanggihan teknologi.
Perkembangan teknologi memang sangat diperlukan. Setiap inovasi
diciptakan untuk memberikan manfaat positif bagi kehidupan manusia.
Memberikan banyak kemudahan, serta sebagai cara baru dalam melakukan
aktifitas manusia. Khusus dalam bidang teknologi masyarakat sudah
menikmati banyak manfaat yang dibawa oleh inovasi-inovasi yang telah
dihasilkan dalam dekade terakhir ini. Namun manusia tiudak bisa menipu diri
sendiri akan kenyataan bahwa teknologi mendatangkan berbagai efek negatif
bagi manusia.
Dalam setiap kebudayaan selalu terdapat ilmu pengetahuan atau sains
dan teknologi, yang digunakan sebagai acuan untuk menginterpretasikan dan
memahami lingkungan beserta isinya, serta digunakan sebagai alat untuk
mengeksploitasi, mengolah dan memanfaatkannya untuk pemenuhan
kebutuhan-kebutuhan manusia. Sains dan tekhnologi dapat berkembang
melalui kreativitas penemuan (discovery), penciptaan (invention), melalui
berbagai bentuk inovasi dan rekayasa. Kegunaan nyata IPTEK bagi manusia
sangat tergantung dari nilai, moral, norma dan hukum yang mendasarinya.
IPTEK tanpa nilai sangat berbahaya dan manusia tanpa IPTEK mencermikan
keterbelakangan.
Perkembangan globalisasi tidak hanya membawa dampak positif, namun
juga membawa dampak negatif bagi kehidupan sosial masyarakat.
Perkembangan tersebut tidak selamanya merubah kehidupan seseorang
menuju arah yang lebih baik, dan hal itu tergantung bagaimana sikap seseorang
dalam menerima perubahan tersebut. Mila (2010) menyatakan bahwa beberapa
penelitian menunjukkan adanya perkembangan teknologi, komunikasi dan
-
10
perubahan sosial ekonomi telah merubah pola kehidupan generasi kita menjadi
pribadi yang individual, materialis dan cenderung kapitalis.
Karakteristik pribadi yang individual, materialis dan kapitalis
mendorong orang untuk melakukan hal yang negatif tanpa memikirkan
dampak atas perbuatan tersebut, salah satunya adalah melakukan kecurangan
(fraud) atau perilaku tidak etis. Perilaku tidak etis pada bidang profesi terutama
pada profesi akuntansi sudah menjadi isu terhangat di kalangan masyarakat
luas, kasus-kasus yang berkenaan dengan skandal keuangan yang selama ini
terjadi pada perusahaan-perusahaan swasta maupun lembaga pemerintahan
tidak bisa lepas dari campur tangan para profesi akuntan. Hal tersebut
menjadikan profesionalisme dan perilaku etis akuntan dipertanyakan oleh
masyarakat.
The National Commission on Fraudulent Financial Reporting (1987)
mengungkapkan bahwa berbagai kasus kecurangan mengenai laporan
keuangan berawal dari pelanggaran-pelanggran kecil. Oleh karena itu, etika
akuntan khususnya mengenai profesionalisme telah menjadi isu yang menarik
untuk didiskusikan. Perilaku etis adalah perilaku yang sesuai dengan norma,
aturan dan hukum yang ditetapkan. Oleh karena itu, tidak hanya kemampuan
dan keahlian khusus (skill) yang dibutuhkan dalam bidang profesi, perilaku
etis pun dibutuhkan. teori etika menyediakan kerangka yang memungkinkan
kita memastikan benar tidaknya keputusan moral kita (Bertens 2000: 66).
Larkin (2000) menjelaskan bahwa tiap profesi termasuk akuntan dan auditor
harus mempunyai kemampuan dalam mengidentifikasi perilaku etis. Namun,
menurut Wyatt (2004) akuntan memiliki kelemahan dalam profesinya, yaitu
keserakahan individu dan korporasi, pelanggaran independensi saat pemberian
jasa, sikap terlalu lunak pada klien dan peran serta dalam menghindari aturan
akuntansi yang ada. Dewasa ini bermunculan skandal etis pada profesi akuntan
yang melibatkan auditor atas tindakan penyelewengan pelaporan keuangan
oleh perusahaan-perusahan besar. Salah satunya Enron dengan KAP Arthur
Andersen yang telah menghebohkan percaturan bisnis global.
-
11
Fortune 500 yang dilansir Comunale et al (2006) mengungkapkan bahwa
Enron adalah satu dari tujuh perusahaan besar di Amerika yang memiliki
permasalahan mengenai krisis etis profesi dalam bidang akuntansi. Enron
merupakan perusahaan yang bergerak di bidang industri energi. Pada tahun
2001 Enron mengalami kerugian yang menghebohkan percaturan bisnis
global.
Kebangkrutan yang dialami oleh Enron disebabkan oleh beberapa faktor
yang menyangkut skandal etis dalam entitas bisnis tersebut dengan melakukan
manipulasi angka-angka pada pengungkapan laporan keuangan. Hal ini
dilakukan semata untuk menarik para investor agar laporan keuangan nampak
menarik, serta tampak memiliki kinerja yang baik. Lebih lanjut, Enron telah
melakukan penggelembungan (mark up) atas pendapatan sebesar US$ 600 juta
dan menyembunyikan utangnya sebesar US$ 1,2 miliar yang dilakukan oleh
manajemen Enron. Dalam hal ini Arthur Andersen sebagai auditor independen
yang memberikan jasa audit atas laporan keuangan perusahaan Enron, telah
melakukan pelanggaran atas kode etik profesional akuntan dengan
merekayasa laporan keuangan Enron dan lebih parahnya lagi Arthur Andersen
menghancurkan dokumen-dokumen penting terkait dengan bukti audit Enron.
Dalam praktek manipulasi ini dapat dikatakan telah terjadi sebuah kolusi
tingkat tinggi antara manajemen Enron, analisis keuangan, para penasihat
hukum dan Lebih lanjut, dijelaskan bahwa kontroversi lainnya dalam kasus
Enron adalah terbongkarnya juga kisah pemusnahan ribuan surat elektronik
dan dokumen lainnya yang berhubungan dengan audit Enron oleh petinggi di
firma audit Arthur. Comunale et al (2006) menjelaskan bahwa enam bulan
berikutnya, Andersen dijatuhi hukuman atas pelanggaran hukum (walaupun
pada tahun 2005 mengajukan banding, hanya saja terlambat menyelamatkan
Andersen), sehingga Andersen menjadi Kantor Akuntan Publik yang pertama
kalinya dijadikan tersangka, dan akhirnya Big 5 menjadi Big 4. Selain kasus
yang terjadi pada Enron dengan KAP Athur Andersen, ternyata KAP yang
telah terdaftar menjadi KAP big 4 telah terlibat beberapa kasus yang
-
12
melibatkan beberapa perusahaan besar atas skandal akuntansi meliputi, Tyco,
WorldCom, dan Adelphia.
Di Indonesia sendiri telah banyak bermunculan skandal etis profesi
akuntan yang merugikan banyak pihak, baik yang dilakukan oleh auditor,
manajer perusahaan, bahkan akuntan pemerintahan. Sebagai contoh,
keterlibatan 10 KAP yang terbukti telah melakukan praktik kecurangan
akuntansi dengan mengeluarkan laporan audit palsu yang mengungkapkan
bahwa laporan keuangan 37 bank dalam keadaan sehat. Selain itu, skandal etis
juga melibatkan beberapa perusahaan di Indonesia, seperti PT. Kimia Farma
dengan KAP Hans Tuanakotta & Mustofa (HT & M), PT. TELKOM dengan
KAP Eddy Pianto, PT. KAI, KAP Johan Malonda & Rekan dengan PT. Great
River International Tbk (Great River) tahun 2003, KAP Biasa Sitepu dengan
perusahaan Raden Motor tahun 2009, serta kasus mafia pajak yang dilakukan
oleh Gayus Tambunan sebagai akuntan internal pemerintahan tahun 2010.
Berbagai fenomena atas skandal etis profesi menggambarkan masih banyak
para profesi akuntan yang melanggar prinsip dasar etika profesi. Dalam hal ini
seharusnya etika menjadi perhatian utama sebelum individu terjun ke dunia
profesi akuntan.
Selain itu, para akuntan harus mempunyai komitmen yang tinggi
terhadap profesi mereka dalam dan menginvestigasi (audit) pelaporan keuang-
an terutama ketika ditemukan kecurangan (fraud) atas pelaporan keuangan
suatu organisasi. Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa akuntan
mempunyai peranan dalam membuat dan menyajikan laporan keuangan.
Larkin (2000) mengatakan bahwa auditor internal memiliki kewajiban
untuk melakukan penilaian etis yang sehat untuk kepentingan organisasi
atau perusahaan dan masyarakat, oleh karena itu mereka sering dihadapkan
dengan dilema etis atau situasi yang menantang etika mereka dalam
memberikan keputusan etis. Sedangkan akuntan publik atau auditor eksternal
mempunyai peran dalam mengungkapkan laporan keuangan (disclosure) dan
memastikan bahwa laporan keuangan yang telah disajikan sesuai dengan
-
13
standar akuntansi keuangan tanpa mengandung unsur rekayasa pelaporan
keuangan atau kecurangan (fraud). Kasus pelanggaran etika seharusnya tidak
terjadi apabila setiap akuntan mempunyai pengetahuan, pemahaman dan
kemauan untuk menerapkan nilai-nilai moral dan etika secara memadai dalam
pelaksanaan pekerjaan profesionalnya (Ludigdo, 1999).
Sehingga kepedulian terhadap etika harus diawali dari kurikulum
akuntansi, jauh sebelum mahasiswa akuntansi masuk di dunia profesi
akuntansi (Mastracchio 2005). Pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa
individu yang akan terjun ke dunia profesi akuntan atau mahasiwa akuntansi
hendaknya dibekali pengenalan permasalahan yang berkaitan dengan etika
sebagai pengembangan kurikulum. Sehingga dengan adanya pengembangan
kurikulum tersebut diharapkan dapat mengetahui pertimbangan etis dan
keberanian dalam mengambil keputusan etis ketika melihat konflikkonflik
yang berhubungan dengan perilaku yang mengarah pada tindakan kecurangan
(fraud).
Novius (2008) menjelaskan kerasnya isu dalam hal pembuatan
keputusan moral terasa sangat penting dalam menegakkan kembali martabat
dan kehormatan profesi akuntan yang sedang dilanda krisis kepercayaan dari
masyarakat luas. Skandal etis yang selama ini terjadi khususnya di dunia
profesi akuntan dan corporate manager mencerminkan bahwa krisis etis telah
melanda dunia etika bisnis dan profesi akuntan. Mengingat mahasiswa
akuntansi sebagai akuntan masa depan, maka peneliti merasa bahwa
pentingnya melakukan penelitian berkenaan dengan persepsi atau
pertimbangan etis mereka terhadap isu-isu skandal etika yang terjadi di dunia
profesi akuntan.
Persepsi menurut Gibson (1996) dalam Dewi (2010) adalah proses
seseorang untuk memahami lingkungan yang meliputi orang, objek, simbol,
dan sebagainya yang melibatkan proses kognitif. Kognitif merupakan proses-
proses mental atau aktivitas pikiran dalam mencari, menemukan, atau
mengetahui dan memahami informasi. Setiap individu memiliki penafsiran
-
14
yang berbeda dalam menerima dan merespon informasi, maka masing-masing
individu dengan kognitif yang berbeda memiliki persepsi yang berbeda pula.
Proses kognitif adalah proses untuk memperoleh pengetahuan dalam
kehidupan yang diperoleh melalui pengalaman. Setiap mahasiswa mempunyai
persepsi moral, penilaian dan perilaku yang berbeda-beda, meskipun mereka
telah diberikan pendidikan etika dengan porsi yang sama (Smith 2009).
Etika merupakan moral yang ditanamkan di dalam diri individu yang
membentuk suatu filsafat moralitas, dan pada umumnya tidak tertulis. Namun,
hal tersebut tidak berlaku bagi sebuah profesi, dimana profesi membutuhkan
etika secara tertulis yang disebut kode etik. Ludigdo dan Mulawarman (2010)
mengatakan bahwa banyak penelitian juga merujuk bagaimana aspek etis
sebagai bagian dari proses pendidikan akuntansi untuk membekali mahasiswa
agar memiliki kesadaran etis dalam menjalankan profesinya. Oleh karena itu,
pendidikan etika memiliki tujuan untuk membentuk perkembangan moral dan
pola pikir mahasiswa untuk lebih menyadari dimensi sosial dan dimensi etika
dalam setiap pengambilan keputusan etis mengenai berbagai isu skandal
akuntansi yang selama ini terjadi. Pada dasarnya International Accounting
Education Standards Board (2006) menyatakan bahwa lingkungan pendidikan
harus mampu membentuk individu yang memiliki nilai etika dan perilaku
profesional dengan mengajarkan tentang nilai-nilai profesional, serta
mengembangkan dan menanamkan perilaku etis.
1.2 Ruang Lingkup
Di dalam buku ini, kita akan fokus pada perilaku-perilaku tidak etis dan
kecurangan yang dilakukan oleh akuntan. Di Indonesia sendiri, pemerintah
saat ini telah banyak melakukan inovasi dan kebijakan-kebijakan baru guna
mendukung upaya perkembangan sektor ekonomi. Menurut Wilopo (2006)
salah satu ujung tombak dari upaya perkembangan sektor ekonomi tersebut
adalah para akuntan-akuntan dan ahli di bidang ekonomi.
-
15
Perkembangan akuntansi sektor publik, khususnya institusi pemerintah
di Indonesia semakin pesat sejak memasuki era baru dalam pelaksanaan
otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Salah satu peraturan perundangan
penting adalah UU-RI No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Undang-undang tersebut memberikan dampak signifikan terhadap perubahan
pada sistem pemerintahan yang semula menganut pola sentralisasi beralih
menjadi pola desentralisasi, dimana daerah diberikan kewenangan seluas-
luasnya untuk menggali, mengelola dan memanfaatkan potensi daerah yang
dimiliki sekaligus harus dipertanggung jawabkan secara nyata.
Secara teoritis, desentralisasi ini diharapkan mempunyai dua manfaat
nyata, yaitu untuk mendorong peningkatan partisipasi, prakarsa dan kreativitas
masyarakat dalam pembangunan dalam rangka mendorong pemerataan hasil
pembangunan diseluruh daerah, dan memperbaiki alokasi sumber daya
produktif melalui pergeseran peran pengambil keputusan publik ketingkat
pemerintahan yang paling rendah yang memiliki informasi yang lengkap.
Dengan demikian terjadilah reformasi sektor publik dimana tidak hanya
sekedar perubahan format lembaga, akan tetapi mencakup pembaharuan alat-
alat yang digunakan untuk mendukung berjalannya lembaga-lembaga publik
tersebut secara ekonomis, efisien, efektif, transparan dan akuntabel sehingga
cita-cita reformasi yaitu menciptakan Pemerintahan yang bersih (good
governance) benar-benar tercapai (Mardiasmo, 2004).
Reformasi perundang-undangan penting lainnya adalah bidang
keuangan negara, yaitu UU-RI Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara, UU-RI Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan
UU-RI Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan
Tanggung Jawab Keuangan Negara. Ketiga undang-undang tersebut menjadi
dasar bagi institusi negara dalam mengubah pola pengelolaan keuangan negara
dari yang semula pola administrasi keuangan (financial administration)
menjadi pola pengelolaan keuangan (financial management).
-
16
Selanjutnya UU-RI Nomor 17/2003 mewajibkan Presiden dan
Gubernur/Bupati/Walikota untuk menyampaikan laporan pertanggung-
jawaban pelaksanaan APBN/APBD berupa laporan keuangan pemerintah,
minimal terdiri atas : Laporan Realisasi APBN/APBD, Neraca, Laporan Arus
Kas dan Catatan atas Laporan Keuangan, beserta lampiran. Sedangkan bentuk
dan isinya harus disusun dan disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi
Pemerintahan (SAP) yang ditetapkan dengan PP-RI Nomor 24 Tahun 2005
tanggal 13 Juni 2005.
SAP merupakan pedoman bagi pemerintah dalam penyusunan dan
penyajian laporan keuangannya sesuai dengan prinsip-prinsip yang berlaku
secara internasional. Ketentuan ini menandai dimulainya era baru
pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD dalam rangka memenuhi
prinsip transparansi dan akuntabilitas. Dengan demikian diharapkan laporan
keuangan pemerintah dapat memberikan informasi yang lengkap dan andal
bagi pihak yang berkepentingan (stakeholders), sekaligus untuk tujuan
kepentingan : (a) Akuntabilitas, yaitu mempertanggung-jawabkan pengelolaan
sumber daya serta pelaksanaan kebijakan dalam mencapai tujuan secara
periodik; (b) Manajemen, yaitu membantu para pengguna untuk mengevaluasi
pelaksanaan kegiatan suatu entitas pelaporan dalam periode pelaporan
sehingga memudahkan fungsi perencanaan, pengelolaan dan pengendalian atas
seluruh aset, kewajiban, dan ekuitas dana pemerintah untuk kepentingan
masyarakat; dan (c) Transparansi, yaitu memberikan informasi keuangan yang
terbuka dan jujur kepada masyarakat berdasarkan pertimbangan bahwa
masyarakat memiliki hak untuk mengetahui secara terbuka dan menyeluruh
atas pertanggungjawaban pemerintah dalam pengelolaan sumber daya yang
dipercayakan kepadanya dan ketaatannya pada peraturan perundang-
undangan; serta (d). Keseimbangan Antargenerasi (intergenerational equity),
yaitu membantu para pengguna dalam mengetahui kecukupan penerimaan
pemerintah pada periode pelaporan untuk membiayai seluruh pengeluaran
yang dialokasikan dan apakah generasi yang akan datang diasumsikan akan
-
17
ikut menanggung beban pengeluaran tersebut. (PP No.24 Tahun 2005, KK-22,
p.7).
UU-RI Nomor 15 Tahun 2004 tentang Badan Pemeriksa Keuangan
Republik Indonesia menyatakan bahwa tugas utama BPK melaksanakan
pemeriksaan keuangan pemerintah (pusat/daerah) dengan memperoleh
keyakinan yang memadai (reasonable asurance) bahwa laporan keuangan
pemerintah pusat dan daerah tersebut telah disajikan secara wajar dalam semua
hal yang material, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di
Indonesia. Tujuan pemeriksaan adalah untuk memberikan pendapat / opini atas
kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan. Opini
merupakan pernyataan profesional pemeriksa mengenai kewajaran informasi
keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan. Kriteria pemberian opini :
(a) kesesuaian dengan SAP, (b) kecukupan pengungkapan (adequate
disclosures), (c) kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, dan (d)
efektivitas sistem pengendalian intern.
Dalam melaksanakan fungsi pemeriksaan, BPK-RI berpedoman pada
Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) yang ditetapkan dalam
Peraturan BPK-RI Nomor : 1/2007. Berdasarkan SPKN tersebut, laporan hasil
pemeriksaan atas laporan keuangan harus mengungkapkan bahwa pemeriksa
telah melakukan pengujian atas kepatuhan terhadap peraturan peraturan
perundang-undangan yang berpengaruh langsung dan material terhadap
penyajian laporan keuangan. SPKN juga mengatur bahwa laporan atas
pengendalian intern harus mengungkapkan kelemahan dalam pengendalian
atas pelaporan keuangan yang dianggap sebagai “kondisi yang dapat
dilaporkan”. Menurut BulTek SPKN Nomor : 1/2007 tentang Pelaporan Hasil
Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah, paragraf 13 terdapat empat
jenis Opini, yaitu : (1). Wajar Tanpa Pengecualian (WTP); (2). Wajar Dengan
Pengecualian (WDP); (3). Tidak Wajar (TW); dan (4). Pernyataan Menolak
Memberikan Opini atau Tidak Memberikan Pendapat (TMP).
-
18
Kriteria penting dalam pemberian opini adalah evaluasi atas efektivitas
sistem pengendalian intern. Rancangan pengendalian intern dilingkup institusi
pemerintah berpedoman pada PP-RI Nomor 60/2008 tentang Sistem
Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP), meliputi lima unsur pengendalian : (1)
lingkungan pengendalian; (2) penilaian resiko; (3) kegiatan pengendalian; (4)
informasi & komunikasi; dan (5) pemantauan. Sistem pengendalian intern
dinyatakan efektif jika mampu memberikan keyakinan memadai atas
tercapainya efektivitas & efisiensi pencapaian tujuan entitas, keandalan
pelaporan keuangan, keamanan aset negara, dan kepatuhan terhadap ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dengan berbagai ketentuan tersebut di atas, seharusnya laporan
keuangan pemerintah daerah mampu memberikan informasi keuangan yang
dikelolanya secara wajar. Namun hasil pemeriksaan BPK-RI menunjukkan,
masih banyak LKPD yang belum mendapat opini WTP. Pemeriksaan BPK-RI
terhadap 522 LKPD seluruh Indonesia periode tahun 2010, hanya 34 LKPD
(6,5%) yang mendapatkan opini WTP, sisanya 488 LKPD (93,5%)
memperoleh opini non-WTP (WDP, RW dan TMP). Periode tahun 2011, dari
524 LKPD, hanya sebanyak 67 LKPD (12,8%) yang mendapatkan opini WTP,
sisanya 457 LKPD (87,2%) memperoleh opini WDP, TW dan TMP. (bpk.go.id
IHPS II 2012). Selanjutnya periode tahun 2012 dari 523 LKPD, yang
mendapatkan opini WTP naik menjadi 120 LKPD (23%), sisanya 403 LKPD
(77%) masih memperoleh opini WDP, TW dan TMP. (BPK-RI, IHP Semester
II Tahun 2013, Buku II Pemeriksaan Laporan Keuangan).
Di lingkup pemerintahan (provinsi/kabupaten/kota) Provinsi Kalimantan
Selatan selama periode tahun 2007 - 2012 belum ada pemerintah daerah yang
LKPDnya memperoleh opini WTP. Hal ini mengindikasikan bahwa laporan
keuangan yang disajikan pemerintah daerah saat itu secara keseluruhan masih
belum memenuhi prinsip-prinsip akuntabel dan transparansi, yang pada
gilirannya sistem good governance masih belum dapat diwujudkan secara
baik. Lebih jauh, tersirat makna bahwa pengelolaan keuangan daerah belum
-
19
berjalan sesuai peraturan perundang-undangan yang ada. Jika Laporan
keuangan pemerintah tidak akuntabel dan tidak transparan ada indikasi
kemungkinan terjadinya kecurangan (fraud), baik dalam pengelolaan sumber-
sumber ekonomi dan aset daerah maupun dalam penyajian laporan keuangan.
Khusus untuk Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan, opini WTP baru
diperoleh sejak LKPD tahun 2013 hingga sekarang. Hal ini menunjukkan
adanya perkembangan pengelolaan keuangan dan aset daerah kearah yang
lebih baik. Meskipun demikian, ternyata berdasarkan telaah khusus yang
dilakukan BPK-RI atas sistem pengendalian intern dan kepatuhan terhadap
peraturan perundang-undangan terungkap berbagai temuan adanya kelemahan
dan penyimpangan yang harus menjadi perhatian pemerintah Provinsi
Kalimantan Selatan secara serius.
Hasil temuan BPK-RI atas LKP Provinsi Kalimantan Selatan Tahun
2014, beberapa kelemahan sistem pengendalian intern : 1. Penatausahaan Aset
Tetap belum sepenuhnya tertib sehingga buku induk inventaris barang/daftar
barang milik daerah/daftar aset tetap dan daftar barang pengguna/kartu
inventaris barang belum sepenuhnya dapat menjadi dasar yang andal dalam
penyajian Aset Tetap di Neraca SKPD; 2. Penggunaan dan
pertanggungjawaban keuangan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS)
belum sesuai petunjuk teknis sehingga laporan penggunaan dana BOS belum
memenuhi prinsip transparansi dan akuntabel serta berpotensi tidak
dipergunakan sesuai ketentuan. (LHP BPK-RI Perwakilan Prov. Kal-Sel No.
14.B/LHP/XIX.BJM/05/2015 tgl. 25 Mei 2015).
Selanjutnya, resume LHP BPKRI atas LKP Prov. Kal-Sel Tahun 2014
tentang Pemeriksaan atas Kepatuhan terhadap perundang-undangan
disebutkan adanya ketidakpatuhan, kecurangan, dan ketidakpatutan dalam
pengujian kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, yaitu : 1.
Piutang pihak III dan pasien umum pada RSUD Ulin dan RSJD Sambang
Lihum berpotensi tidak tertagih; 2. Kerjasama pemanfaatan aset belum sesuai
ketentuan, dan terdapat aset yang dalam sengketa sehingga berpotensi
-
20
penyalahgunaan dan kehilangan aset yang sedang dalam sengketa atau tidak
jelas pemanfataannya. (LHP BPK-RI No. 20.C/LHP/XIX.BJM/05/ 2015 tgl.
25 Mei 2015 ; i,vi).
Selanjutnya LHP BPK-RI atas Pengelolaan Aset Daerah pada
Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan TA 2012 & Semester I 2013
menyebutkan bahwa sistem pengendalian intern belum dirancang dan
dilaksanakan secara memadai dan pelaksanaan kegiatan penggunaan, penata-
usahaan, pengamanan dan pemeliharaan serta penghapusan aset daerah belum
sepenuhnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu
: (1) Pengelolaan aset tanah, gedung & bangunan, peralatan dan mesin selain
kendaraan, dan aset tetap lainnya belum sesuai Perda tentang Pengelolaan
BMD; (2) Pengelolaan kendaraan dinas, aset jalan, irigasi dan jaringan belum
tertib. (LHP BPKRI No.: 25/LHP/XIX.BJM/ 12/2013 tgl. 24-12-2013 ; vi).
Kemudian berdasarkan data dari beberapa media masa tentang kasus-
kasus fraud yang terjadi dilingkup pemerintahan (provinsi/kabupaten/kota) di
wilayah provinsi Kalimantan Selatan antara lain sebagai berikut:
1. Kasus dugaan korupsi proyek pengembangan Bandara Syamsudin Noor
dengan terdakwa mantan kepala dinas perhubungan akhirnya sampai di
babak akhir. Dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri
Banjarmasin, Rabu (22/12), HIS diganjar hakim dengan hukuman
penjara selama 2 tahun. HIS juga dijatuhi hukuman denda Rp.100 juta
dengan ketentuan, jika tidak mampu membayar denda tersebut bisa
digantikan dengan hukuman penjara selama enam bulan. Namun dalam
putusannya, majelis hakim yang diketuai, Eko Purwanto SH, dengan
hakim anggota, Suprapti SH dan M Basyir SH, tidak menjatuhkan
hukuman membayar uang pengganti kepada HIS karena ybs tidak ada
menikmati hasil perbuatannya. Selain itu, dalam putusannya hakim juga
tidak memerintahkan agar HIS dijebloskan ke penjara. Hukuman yang
dijatuhkan majelis hakim tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa M
-
21
Irwan Cs yang meminta hakim agar HIS dijatuhi hukuman penjara
selama lima tahun dan membayar denda Rp.300 juta subsider enam
bulan kurungan. Jaksa juga menuntut HIS membayar uang pengganti
Rp.10.958.153.778. Jika uang pengganti tersebut tidak dibayar paling
lama satu bulan setelah putusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum
tetap, harta bendanya dapat disita untuk dilelang jaksa. Pertimbangan
majelis hakim, HIS tidak terbukti menguntungkan diri sendiri namun
telah menguntungkan SD selaku pencetus pengembangan bandara dan
PT Hutama Karya sebagai pelaksana proyek. “Proyek tergesa-gesa dan
mengejar waktu adalah tidak wajar,” ungkap Eko. (budi arif rh) Sumber:
Banjarmasin Post, Kamis, 23-12-2010 (diedit penulis).
2. Wakil Bupati Banjar, FS yang telah ditetapkan sebagai tersangka kasus
dugaan korupsi penyaluran dana bansos Pemprov. Kalsel 2010 senilai
Rp27,5 miliar akhirnya menyerahkan diri, setelah sebelumnya sempat
dinyatakan masuk DPO. Kepala Seksi Penerangan dan Hukum
Kejaksaan Tinggi Kalsel, Erwan Suwarna mengatakan, FS datang
sendiri ke Kejati Kalsel pada Senin (25/8/2014) malam dan selanjutnya
ditahan di LP Teluk Dalam bersama empat tersangka lain. FS terjerat
kasus korupsi penyaluran bansos saat menjabat sebagai Karo Kesra
Pemprov Kalsel. Menurut Erwan, pengusutan kasus korupsi bansos ini
akan terus berlanjut. Pihak Kejaksaan pun sudah membidik keterlibatan
para anggota DPRD Kalsel periode 2009-2014. Selain kasus korupsi
dana bansos, kasus dugaan korupsi proyek pembebasan lahan bandara
Syamsuddin Noor, Banjarbaru juga menjadi salah satu kasus besar yang
ditangani Kejati Kalsel. Pihak kejaksaan telah menetapkan tiga tersangka
terkait kasus ini yaitu dari BPN, Sekda Kota Banjarbaru dan seorang
pengusaha. Kemarin, sejumlah pejabat di lingkungan Pemkot Banjarbaru
menjalani pemeriksaan di Kejati Kalsel terkait penanganan lanjutan
kasus dugaan korupsi proyek pembebasan lahan bandara seluas 108
http://www.banjarmasinpost.co.id/read/artikel/2010/12/23/68183/mantan-kadishub-kalsel-diganjar-2-tahun
-
22
hektar dengan nilai proyek sebesar Rp135 miliar. Sumber: http://news.
metrotvnews. com , Rabu, 27 Agustus 2014 (diedit penulis).
3. MY terlihat serius mendengarkan putusan yang dibacakan oleh Abdul
Siboro yang bertindak sebagai Ketua Majelis Tipikor PN Banjarmasin.
Dalam amar putusannya Abdul Siboro menghukum terdakwa MY
hukuman 1(satu) tahun penjara karena dinilai terbukti bersalah
melakukan tindak pidana korupsi sebesar Rp.143 juta tahun 2012 di
lingkungan Badan Narkotika Nasional Kab. Balangan, Kalsel. Selain itu,
kontraktor tersebut juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp 50 juta,
kalau tidak dibayar maka ditambah hukuman selama 2 bulan penjara.
Vonis hukuman majelis hakim Tipikor tersebut sedikit lebih ringan dari
tuntutan JPU Alamsyah yang menuntut ibu dua anak itu dengan
hukuman penjara 1 tahun 6 bulan denda Rp 50 juta subsider 2 bulan
penjara. Sementara dua terdakwa lainnya dalam kasus yang sama, AR
dan AKh juga dinilai bersalah oleh majelis hakim. Dalam amar
putusannya, AR divonis hukuman penjara 1,5 bulan, denda Rp 50 juta
subsider 2 bulan penjara. AKh divonis 1,3 tahun penjara denda Rp 50
juta subsider 2 bulan. AR dan AKh masing-masing dituntut 1 tahun 6
bulan penjara, denda Rp 50 juta subsider 2 bulan penjara oleh JPU
Alamsyah. Atas putusan tersebut penasehat hukum terdakwa (Syamsul
Bahri) menyatakan "AR dan AKh pikir-pikir. Kalau MY menerima".
Sumber : http://banjarmasin.tribunnews.com (diedit penulis).
Berdasarkan hasil pemeriksaan dan temuan BPK-RI tersebut diatas dapat
disimpulkan bahwa meskipun laporan keuangan pemerintah Provinsi
Kalimantan Selatan telah memperoleh opini WTP, tapi belum menjamin
bahwa tidak terjadi adanya kelemahan sistem pengendalian intern dan ketidak
patuhan terhadap peraturan perundang-undangan, yang pada gilirannya
memberi peluang terjadinya penyimpangan dan kecurangan (fraud), baik
dilakukan pegawai secara individual maupun kolektif, yang pada gilirannya
http://banjarmasin.tribunnews.com/
-
23
sangat merugikan keuangan negara/daerah. Lebih jauh, berdasarkan fakta,
ternyata tindakan fraud, khususnya dalam bentuk korupsi juga terjadi di
lingkungan pemerintah daerah, baik pada tingkat provinsi maupun
kabupaten/kota, yang melibatkan mulai pejabat tinggi di daerah hingga
pegawai level rendah, baik secara individual maupun kolektif.
Kecurangan (fraud) secara umum selalu berkaitan dengan korupsi,
karena tindakan yang lazim dilakukan antara lain memanipulasi pencatatan,
penghilangan dokumen, dan mark-up yang pada gilirannya dapat merugikan
keuangan negara atau perekonomian negara. Menurut Association Of Certified
Fraud Examiners (ACFE), kecurangan (fraud) dapat digolongkan menjadi
tiga jenis yaitu : kecurangan dalam pelaporan keuangan, penyalahgunaan aset,
dan korupsi.
Munculnya berbagai kasus kecurangan (fraud) yang dilakukan pejabat
pemerintah (pusat maupun daerah) yang menjadi pemberitaan di media cetak
maupun televisi memperkuat dugaan terjadinya kasus kecurangan (fraud)
dalam pengelolaan keuangan negara (pusat maupun daerah). Hal tersebut
menunjukkan buruknya pengelolaan keuangan yang dilakukan pada sektor
publik. Kecurangan (fraud) yang terjadi selama ini sangat mengkhawatirkan
karena telah menjangkiti hampir di semua lini, mulai level pejabat sampai ke
tingkat pelaksana/pegawai paling bawah. Kecurangan (fraud) tersebut
berdampak negatif terhadap sektor ekonomi dan sosial. Dari segi ekonomi
sangat merugikan keuangan negara yang akhirnya merugikan rakyat banyak.
Kecurangan tersebut juga berdampak besar secara sosial karena menghambat
pembangunan yang akhirnya masyarakat miskin yang sangat dirugikan karena
terhambatnya pembangunan nasional.(Lediastuti & Subandijo, 2014:89-108).
Mengingat begitu buruknya dampak yang diakibatkan oleh kecurangan
(fraud), maka perlu dilakukan upaya pencegahannya secara serius. Pemerintah
dengan segala kewenangannya telah melakukan berbagai langkah strategis
dengan menetapkan berbagai peraturan perundang-undangan, seperti : TAP
MPR No. XVI Tahun 1998, UU-RI Nomor 28/1999 tentang Penyelenggaraan
-
24
Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN, UU-RI Nomor 31/1999 tentang
Pemberantasan Tipikor, Inpres RI Nomor 5/2004 tentang Percepatan
Pemberantasan Korupsi, PP-RI Nomor 71/2000 tentang Peran serta
Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan
Pemberantasan Tipikor, UU-RI Nomor 20/2001 tentang Perubahan atas UU
Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tipikor, UU-RI Nomor 30/2002
tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, UU-RI Nomor 13/2006 tentang
Perlindungan Saksi dan Korban, serta UU-RI Nomor 8/2010 tentang
Pencegahan & Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Perkembangan ini menunjukkan bahwa semua pihak sepakat untuk mengeli-
minir kecurangan (fraud) secara serius, untuk itu diperlukan lingkungan yang
kondusif dan dukungan dari semua pihak.
Walaupun disadari bahwa kecurangan (fraud) sudah merebak
sedemikian rupa di Indonesia, tetapi masih belum banyak kajian teoritis dan
empiris yang secara komprehensif untuk menelitinya. Oleh karenanya perlu
dilakukan identifikasi terhadap berbagai faktor penyebab utama terjadinya
kecurangan (fraud) dalam pengelolaan keuangan dan aset Negara/daerah.
Dengan diketahuinya faktor-faktor utama yang melatar belakangi terjadinya
kecurangan (fraud) dimaksud diharapkan dapat dirumuskan berbagai
kebijakan strategis untuk mengurangi atau mungkin mengeliminir terjadinya
kecurangan (fraud) tersebut yang berdampak signifikan terhadap kewajaran
penyajian laporan keuangan pemerintah, penyalahgunaan aset milik negara,
dan korupsi itu sendiri.
Dengan fenomena kecurangan (fraud) yang terus berkembang
sedemikian luas, kiranya tidak cukup bila hanya dikaji dengan pendekatan ilmu
akuntansi semata, tetapi perlu melibatkan disiplin ilmu lainnya seperti ilmu
ekonomi mikro dan makro, ilmu hukum, ilmu sosial, dan ilmu psikologi /
keperilakuan. Penanganan fraud memerlukan usaha yang intens, untuk itu
perlu dilakukan identifikasi terhadap sebab-sebab utama terjadinya
kecenderungan kecurangan (fraud). Dengan informasi tersebut dapat
-
25
dirumuskan strategi yang lebih tepat untuk menurunkan taraf terjadinya
kecenderungan kecurangan (fraud).
Teori keagenan (agency theory) sering digunakan untuk menjelaskan
fraud. Teori keagenan menjelaskan hubungan ini sebagai kontrak keagenan.
Teori keagenan bermaksud memecahkan dua problem yang terjadi dalam
hubungan keagenan. Pertama, problem keagenan yang muncul bila a)
keinginan atau tujuan prinsipal dan agen bertentangan, dan b) bila prinsipal
merasa kesulitan untuk menelusuri apa yang sebenarnya dilakukan agen.
Kedua, problem membagi risiko yang muncul bila prinsipal dan agen memiliki
sikap yang berbeda terhadap risiko. Bila masing-masing pihak (agen dan
prinsipal) berupaya memaksimalkan utilitasnya masing-masing, serta
memiliki kenginan dan motivasi yang berbeda maka diyakini bahwa agen
(misal : manajemen atau pemerintah) tidak akan selalu bertindak sesuai dengan
keinginan prinsipal (misal: pemegang saham atau masyarakat).
Ketidaksesuaian keinginan, motivasi dan utilitas antara agen dan prinsipal
sering mengakibatkan timbulnya kemungkinan agen melakukan tindakan yang
merugikan prinsipal.
Problem keagenan ini dapat menimbulkan perilaku tidak etis dan
kecenderungan kecurangan (fraud), baik yang dilakukan oleh manajemen
maupun karyawan sebagai individu. Jensen and Meckling (1976) menjelaskan
bahwa untuk kepentingannya, prinsipal dapat memecahkan permasalahan ini
dengan memberikan kompensasi yang sesuai kepada agen, serta mengeluarkan
biaya monitoring untuk membatasi tindakan agen yang menyimpang. Biaya
yang berkaitan dengan kegiatan ini disebut agency cost (biaya keagenan).
Dengan biaya keagenan diharapkan dapat mengurangi perilaku tidak etis dan
kecenderungan manajemen untuk melakukan kecurangan (fraud).
Untuk mendapatkan hasil monitoring yang baik, diperlukan
pengendalian intern yang efektif. Pengendalian intern merupakan proses
pengendalian yang dijalankan oleh dewan komisaris, manajemen, dan atau
personel lain yang didesain untuk memberikan keyakinan memadai
-
26
pencapaian tiga tujuan utama : (a) keandalan pelaporan keuangan, (b)
keefektifan dan efisiensi operasi, dan (c) kepatuhan terhadap hukum dan
peraturan yang berlaku (IAI, 2011). Pengendalian intern yang efektif akan
mampu mengeliminir permasalahan keagenan. Dengan demikian
pengendalian intern merupakan bagian dari biaya keagenan yang akan
memberikan pengaruh pada perilaku tidak etis dan terhadap kecenderungan
kecurangan (fraud).
Seperti dijelaskan sebelumnya, permasalahan keagenan juga dapat
terjadi jika prinsipal merasa kesulitan untuk menelusuri apa yang sebenarnya
dilakukan oleh agen. Situasi demikian disebut sebagai asimetri informasi.
Nicholson (1997: 487-489) mencatat bahwa tindakan yang dilakukan oleh
manajemen termasuk penyelenggara negara dipengaruhi oleh situasi asimetri
informasi. Artinya pemegang saham atau masyarakat tidak sepenuhnya dapat
mengetahui apa yang dilakukan manajemen atau penyelenggara pemerintahan.
Dengan demikian adanya asimetri informasi akan memberikan pengaruh pada
perilaku tidak etis dan kecenderungan kecurangan (fraud) yang dilakukan
manajemen atau penyelenggara pemerintahan.
Untuk mengatasi permasalahan keagenan tersebut, seharusnya
manajemen atau penyelenggara pemerintahan mampu melaksanakan
penegakan aturan dengan benar. Ketaatan pada aturan membuat institusi
menghasilkan laporan keuangan yang menggam-barkan keadaan dan operasi
perusahaan sebenarnya. Jika perusahaan melaksanakan aturan secara taat,
maka pemegang saham atau masyarakat tidak akan mengalami kesulitan untuk
mengetahui apa yang sebenarnya dilakukan manajemen. Dengan demikian
ketaatan pada aturan hukum dan perundang-undangan akan berpengaruh
terhadap perilaku tidak etis dan kecenderungan kecurangan (fraud) manajemen
atau penyelenggara pemerintahan.
Perilaku tidak etis dan kecenderungan kecurangan (fraud) yang
dilakukan oleh manajemen tidak hanya disebabkan perbedaan motivasi,
keinginan, dan utilitas antara pemegang saham dan manajemen, atau adanya
-
27
asimetri informasi, tetapi ada unsur yang lebih substansial, yaitu komitmen
organisasi. Perilaku tidak etis dan kecenderungan kecurangan (fraud) yang
dilakukan manajemen dan atau karyawan juga tergantung pada komitmen
mereka dalam mengelola perusahaan. Komitmen organisasi adalah komitmen
yang diciptakan oleh semua komponen individual dalam menjalankan
operasional organisasi (Kurniawan, 2014). Dengan demikian komitmen
organisasi juga akan memberi pengaruh pada perilaku tidak etis dan
kecenderungan kecurangan (fraud).
Beberapa penelitian terdahulu memperlihatkan adanya faktor-faktor
yang mempengaruhi perilaku tidak etis dan kecenderungan kecurangan
(fraud), antara lain : efektivitas pengendalian intern, kesesuaian kompensasi,
asimetri informasi, komitmen organisasi, dan penegakan aturan. Faktor
pertama yang mempengaruhi fraud adalah efektivitas pengendalian intern.
Pengendalian intern bertujuan untuk menjamin agar kegiatan operasional
perusahaan berjalan secara efektif dan efisien sehingga tujuan organisasi dapat
dicapai. Dengan pengendalian intern yang efektif diharapkan mampu
mengurangi adanya tindakan menyimpang yang dilakukan manajemen dan
karyawan, baik secara individual maupun kolektif. Manajemen atau karyawan
cenderung melakukan tindakan menyimpang berupa kecurangan (fraud) untuk
memaksimalkan keuntungan pribadi.
Penelitian Smith, et al.,(1998) menyimpulkan bahwa kecurangan
akuntansi (fraud) diindikasikan dengan lemahnya pengendalian intern. Hasil
yang serupa ditemukan pada penelitian Beasley (1996), Beasley et al., (2000),
Reinstein (1998) dan Matsumura (1992) yang menyimpulkan bahwa
pengendalian intern yang kuat dapat mencegah manajemen melakukan
kecurangan akuntansi. Namun hal yang berbeda ditemukan dalam penelitian
Wright (2003) yang menyimpulkan bahwa terjadinya berbagai skandal
kecurangan akuntansi di USA, bukan karena insentif, pengendalian dan sistem
yang buruk. Insentif, pengawasan dan sistem telah berjalan dengan baik. Tetapi
-
28
ternyata kecurangan dan ketidak jujuran para pemimpinlah yang membuat
terjadinya skandal kecurangan akuntansi tersebut.
Di Indonesia, penelitian mengenai pengaruh efektivitas pengendalian
intern terhadap kecenderungan kecurangan (fraud) dilakukan oleh Thoyibatun
(2009), Adelin (2013), Kusumastuti dan Meiranto (2012), dan Najahningrum
(2013). Hasil studi Wilopo (2006) menunjukkan bahwa bila pengendalian
intern berjalan secara efektif, termasuk pengawasan fisik, sistem akuntansi dan
pencatatan dengan bukti pendukung yang diotorisasi, maka penyalahgunaan
sumber daya perusahaan untuk kepentingan pribadi akan terhindarkan. Jika
pengendalian intern dalam suatu perusahaan telah efektif, maka dapat
memberikan perlindungan bagi entitas terhadap kelemahan manusia serta
untuk mengurangi kemungkinan kesalahan dan tindakan yang tidak sesuai
dengan aturan. Hal yang sama juga ditemukan dalam penelitian Thoyibatun
(2009), Adelin (2013, dan Najahningrum (2013) yang menyimpulkan bahwa
sistem pengendalian intern yang efektif akan menekan (menurunkan)
terjadinya perilaku tidak etis dan kecenderungan kecurangan (fraud). Hal yang
berbeda ditemukan dalam penelitian Kusumastuti dan Meiranto (2012 yang
menyimpulkan bahwa keefektifan pengendalian intern ternyata tidak
berpengaruh terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi.
Tidak hanya pengendalian intern, manajemen dalam mengelola
perusahaan perlu diberikan kompensasi yang memadai. Menurut Jensen and
Meckling (1976), prinsipal dapat memecahkan permasalahan keagenan dengan
memberi kompensasi yang sesuai dengan agen. Dengan kompensasi yang
sesuai maka perilaku tidak etis dan kecurangan (fraud) diharapkan dapat
berkurang. Pihak agen diharapkan telah mendapat kepuasan dari kompensasi
tersebut dan tidak melakukan perilaku tidak etis serta tidak berlaku curang
untuk memaksimalkan keuntungan pribadi. Hal ini sesuai dengan penelitian
Zairi, et al. (2010) dan Wright (2003) yang menyatakan bahwa ketika
karyawan diberi kompensasi, penilaian, dan pengakuan bahwa mereka layak
lebih mungkin untuk menghargai organisasi, atau untuk berperilaku etis.
-
29
Namun hasil yang berbeda ditemukan dalam penelitian Dallas (2002),
Pritchard (1999), Ribstein (2002), dan Tang, et al. (2003) yang menyimpulkan
bahwa pemberian kompensasi sangat kecil dampak-nya terhadap pengurangan
kecenderungan kecurangan (fraud). Penambahan kompensasi kepada
karyawan justru cenderung akan meningkatkan rasa keserakahan sehingga
karyawan akan merasa "kurang" dan akhirnya bertindak tidak etis dan
cenderung melakukan kecurangan (fraud).
Untuk kasus di Indonesia, hasil penelitian Wilopo (2006) menyatakan
bahwa kesesuaian kompensasi tidak berpengaruh terhadap perilaku tidak etis
dan kecenderungan kecurangan akuntansi. Hasil penelitiannya menunjukkan
bahwa pemberian kompensasi yang sesuai pada perusahaan terbuka dan
BUMN di Indonesia tidak memperkecil perilaku tidak etis manajemen.
Peningkatan gaji tidak menurunkan penyalahgunaan kekuasaan (abuse power),
penyalahgunaan kedudukan / posisi (abuse position), sikap diam saja bila
terjadi tindakan yang merugikan perusahaan (no action) serta penyalahgunaan
sumberdaya perusahaan (abuse resources) secara signifikan. Hal ini sesuai
dengan hasil penelitian Pristiyanti (2012), Thoyibatun (2009) dan Kusumastuti
dan Meiranto (2012) yang menyimpulkan bahwa sistem kompensasi tidak
berpengaruh terhadap kecenderungan kecurangan (fraud). Namun hal yang
berbeda ditemukan pada penelitian Najahningrum (2013) yang menyimpulkan
bahwa kesesuaian sistem kompensasi berpengaruh terhadap kecenderungan
kecurangan (fraud).
Faktor lain yang juga dianggap berkontribusi terhadap perilaku tidak etis
dan kecenderungan kecurangan (fraud) adalah asimetri informasi, yaitu situasi
dimana terjadi ketidakselarasan informasi antara pihak yang memiliki atau
menyediakan dengan pihak yang membutuhkan informasi tersebut. Adanya
ketidak seimbangan informasi ini memberi peluang besar terjadinya perilaku
tidak etis dan kecurangan (fraud) dalam pengelolaan keuangan dan
penyalahgunaan aset (misappropriation of assets) negara / daerah. Hasil
penelitian Khang (2002) menyimpulkan bahwa asimetri informasi dapat
-
30
membuat manajemen dan pihak lainnya, termasuk karyawan secara individual
memanfaatkan ketidak-selarasan atau kesenjangan informasi tersebut untuk
motivasi dalam rangka memperoleh kompensasi bonus yang tinggi,
mempertahankan jabatan dan lain-lain, termasuk kebijakan dalam pemberian
dividen kepada pemegang saham. Hasil penelitian ini didukung oleh Scott
(2003), Albrecht (2004: 26-33), Green & Calderon (1999), COSO (2002),
Healy and Pelepu (2000), Lambert (2001) dan Reinstein (1998) yang
menyimpulkan, asimetri informasi akan menimbulkan problema perilaku
disfungsi-onal bagi agen yang mengarah pada peluang terjadinya kecurangan
(fraud).
Di Indonesia, penelitian tentang pengaruh asimetri informasi terhadap
perilaku tidak etis dan kecenderungan kecurangan antara lain oleh Wilopo
(2006) yang menyimpulkan bahwa pada BUMN dan perusahaan terbuka di
Indonesia keberadaan asimetri informasi akan meningkatkan perilaku tidak
etis dan kecende-rungan kecurangan bagi manajemen perusahaan. Sebaliknya
tidak adanya asimetri informasi akan mengurangi terjadinya perilaku tidak etis
dan kecenderungan kecurangan dari penanggung jawab penyusunan laporan
keuangan dan manajemen perusahaan. Ini selaras dengan penelitian
Thoyibatun (2009) dan Najahningrum (2013) yang menyimpulkan bahwa
asimetri informasi berpengaruh positif terhadap kecenderungan kecurangan,
yang artinya asimetri informasi membuka peluang terjadinya kecenderungan
kecurangan (fraud). Tetapi berbeda dengan hasil penelitian Kusumastuti
(2012) yang menyimpulkan bahwa asimetri informasi ternyata tidak
berpengaruh terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi.
Teori agensi mengemukakan bahwa agen harus sejalan dengan prinsipal.
Hal ini dapat diwujudkan jika agen memiliki komitmen terhadap prinsipal.
Komitmen ini tercermin dalam komitmen organisasi, yaitu komitmen yang
diciptakan oleh semua komponen individual dalam menjalankan operasional
organisasi (Kurniawan, 2011). Komitmen tersebut dapat terwujud apabila
individu dalam organisasi menjalankan hak dan kewajibannya sesuai dengan
-
31
tugas dan fungsinya masing-masing. Semakin tinggi komitmen agen terhadap
tujuan organisasi, maka diduga akan menekan perilaku tidak etis dan tindakan
kecurangan dalam pengelolaan keuangan dan aset yang dilakukan pejabat
pengelola keuangan dan aset daerah.
Beberapa penelitian yang berkaitan dengan pengaruh komitmen
organisasi terhadap perilaku tidak etis dan kecenderungan kecurangan (fraud),
antara lain oleh Wilks (2011) yang mendukung hipotesis bahwa komitmen
organisasi dan kepuasan kerja berhubungan negatif terhadap perilaku tidak
etis. Hal ini selaras dengan penelitian Mustikasari (2013), Pristiyanti (2012)
dan Najahningrum (2013) yang menyimpulkan bahwa semakin tinggi
komitmen organisasi akan semakin rendah kecenderungan kecurangan (fraud)
yang mungkin terjadi.
Untuk mengatasi permasalahan keagenan, salah satu hal yang harus
dilakukan oleh sebuah institusi adalah melaksanakan semua aturan dengan
benar. Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya
atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman
perilaku dalam lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan
bermasyarakat dan bernegara (Asshiddiqie,2008). Kesadaran masyarakat akan
timbul bila penegakan aturan / hukum dapat berjalan dengan semestinya.
Penegakan aturan / hukum yang baik diharapkan dapat mengurangi perilaku
tidak etis pejabat pengelola keuangan dan aset pemerintah daerah. Diharapkan
dengan menurunnya perilaku tidak etis, maka diduga akan berdampak pada
menurunnya tindakan kecurangan (fraud) dalam pengelolaan keuangan dan
aset pemerintah. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penegakan
aturan/hukum dapat mengurangi perilaku tidak etis dan kecurangan (fraud)
dalam pengelolaan keuangan dan aset pada pemerintah derah.
Roberts et al., (2002 : 23) berpendapat, cara profesi diorganisir antara
lain melalui kode etik dan ketaatan atas aturan akuntansi yang akan
memberikan pengaruh serta mengendalikan perilaku manajemen. Beberapa
penelitian yang mendukung pendapat tersebut, di antaranya penelitian Larkin
-
32
(2000), D’Aquila (2001), Wolk and Tearney (1997: 93-95) serta Adams et al.,
(2001). Dengan demikian semakin perusahaan taat pada aturan, semakin
rendah perilaku tidak etis dan kecenderungan kcurangan (fraud) manajemen
perusahaan dan individu.
Penelitian terkait dengan penegakan aturan / hukum termasuk ketaatan
aturan akuntansi di Indonesia, diantaranya dilakukan oleh Wilopo (2006) yang
memberi kesimpulan bahwa ketaatan aturan akuntansi berpengaruh terhadap
perilaku tidak etis dan kecenderungan kecurangan akuntansi. Hasil ini sesuai
dengan penelitian Pristiyanti (2012), Mustikasari (2013), Adelin (2013) dan
Najahningrum (2013) yang menyimpulkan bahwa penegakan peraturan
berpengaruh negatif terhadap kecenderungan kecurangan. Dalam suatu
instansi, apabila penegakan peraturan kurang efektif akan membuka peluang
bagi pegawai untuk melakukan pelanggaran peraturan yang bisa saja mengarah
pada perilaku menyimpang, salah satunya dengan melakukan kecurangan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa semakin kuat penegakan peraturan
dalam suatu instansi, maka kecenderungan kecurangan yang mungkin terjadi
juga akan semakin rendah. Namun hasil penelitian yang berbeda ditunjukkan
dalam Pramudita (2013) bahwa penegakan hukum tidak berpengaruh terhadap
fraud di sektor pemerintahan.
Selain faktor-faktor yang telah diuraikan sebelumnya, perilaku tidak etis
juga merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi kecenderungan
kecurangan (fraud). Perilaku tidak etis terdiri dari perilaku yang menyalah-
gunakan kedudukan, perilaku yang menyalahgunakan kekuasaan, perilaku
yang menyalahgunakan sumber daya organisasi, serta perilaku yang tidak
berbuat apa-apa. Menurut CIMA (2002), budaya perusahaan dengan standar
etika yang rendah akan memiliki resiko kecurangan akuntansi yang tinggi.
Menurut Dallas (2002), berbagai macam kecurangan yang dilakukan oleh
perusahaan Enron, WorldCom, Xerox dan perusahaan lainnya di USA
disebabkan karena adanya perilaku tidak etis dari pihak manajemen
perusahaan yang bersangkutan. Penyampaian fakta oleh Green and Calderon
-
33
(1999), Reinstein (1998), dan COSO (2002) menunjukkan bahwa perilaku
tidak etis dalam bentuk penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan,
kedudukan, dan berbagai sumber daya ekonomi organisasi mendorong
manajemen perusahaan melakukan kecurangan akuntansi.
Di Indonesia penelitian tentang pengaruh perilaku tidak etis terhadap
kecenderungan kecurangan (fraud) dilakukan oleh Thoyibatun (2009) yang
menyatakan bahwa perilaku karyawan yang etis mencerminkan terjadinya
interaksi individu dengan individu yang lainnya dalam konteks sosial atau
lingkungan organisasi yang merupakan wadah interaksi tersebut. Perilaku
tersebut dikatakan etis karena memenuhi standar kualitas kinerja yang berlaku
baik untuk manajemen ataupun karyawan. Dalam perjalanan memenuhi
standar tersebut adakalanya seseorang memiliki keinginan pribadi yang selaras
dengan kepentingan lingkungan dan pada situasi yang lain adakalanya harus
mengalahkan kepentingannya sendiri atau kepentingan lingkungan karena
adanya keinginan yang kuat untuk memenuhi kepentingan etika. Oleh karena
itu jika perilaku tidak etis yang dipilih manajemen atau karyawan, bentuk
pertanggungjawaban kerja yang dicapai semakin jauh dari standar yang
dikehendaki atau kecenderungan kecurangan (fraud) yang semakin meningkat
atau dengan kata lain semakin tinggi perilaku tidak etis seorang individu akan
mengarahkan pada tingginya tingkat kecenderungan kecurangan (fraud) pada
perusahaan. Hal yang sama juga ditemukan dalam penelitian Adelin (2013)
dan Wilopo (2006) yang menemukan bahwa perilaku tidak etis memberikan
pengaruh yang signifikan dan positif terhadap kecenderungan kecurangan
(fraud) pada perusahaan.
-
34
BAB II
DEFINISI PERILAKU TIDAK ETIS
2.1 Perilaku Tidak Etis dan Kecurangan
Etika (Yunani Kuno: “ethikos“, berarti “timbul dari kebiasaan”) adalah
sebuah sesuatu dimana dan bagaimana cabang utama filsafat yang mempelajari
nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral
(Forsyth, 1980). Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar,
salah, baik, buruk, dan tanggung jawab.
Secara metodologis, Keraff (2010) memaparkan bahwa tidak setiap hal
menilai perbuatan dapat dikatakan sebagai etika. Etika memerlukan sikap
kritis, metodis, dan sistematis dalam melakukan refleksi. Karena itulah etika
merupakan suatu ilmu. Sebagai suatu ilmu, objek dari etika adalah tingkah laku
manusia. Akan tetapi berbeda dengan ilmu-ilmu lain yang meneliti juga
tingkah laku manusia, etika memiliki sudut pandang normatif. Maksudnya
etika melihat dari sudut baik dan buruk terhadap perbuatan manusia. Menurut
Robins & Judge (2008) etika terbagi menjadi tiga bagian utama:
1. Meta-etika (studi konsep etika)
2. Etika Normatif (studi penentuan nilai etika)
3. Etika Terapan (studi penggunaan nilai-nilai etika)
Sedangkan menurut Falah & Syaikul (2006) etika dapat dibagi menjadi
dua, yaitu:
• Etika Filosofis
Etika filosofis secara harfiah (fay overlay) dapat dikatakan sebagai etika
yang berasal dari kegiatan berfilsafat atau berpikir, yang dilakukan oleh
manusia. Karena itu, etika sebenarnya adalah bagian dari filsafat; etika lahir
dari filsafat.
-
35
Berikut ini merupakan dua sifat etika :
1. Non-empiris, filsafat digolongkan sebagai ilmu non-empiris. Ilmu
empiris adalah ilmu yang didasarkan pada fakta atau yang kongkret.
Namun filsafat tidaklah demikian, filsafat berusaha melampaui yang
kongkret dengan seolah-olah menanyakan apa di balik gejala-gejala
kongkret. Demikian pula dengan etika. Etika tidak hanya berhenti pada
apa yang kongkret yang secara faktual dilakukan, tetapi bertanya tentang
apa yang seharusnya dilakukan atau tidak boleh dilakukan.
2. Praktis, cabang-cabang filsafat berbicara mengenai sesuatu “yang ada”.
Misalnya filsafat hukum mempelajari apa itu hukum. Akan tetapi etika
tidak terbatas pada itu, melainkan bertanya tentang “apa yang harus
dilakukan”. Dengan demikian etika sebagai cabang filsafat bersifat
praktis karena langsung berhubungan dengan apa yang boleh dan tidak
boleh dilakukan manusia. Tetapi ingat bahwa etika bukan praktis dalam
arti menyajikan resep-resep siap pakai. Etika tidak bersifat teknis
melainkan reflektif. Maksudnya etika hanya menganalisis tema-tema
pokok seperti hati nurani, kebebasan, hak dan kewajiban, dsb, sambil
melihat teori-teori etika masa lalu untuk menyelidiki kekuatan dan
kelemahannya. Diharapakan kita mampu menyusun sendiri argumentasi
yang tahan uji.
• Etika Teologis
Ada dua hal yang perlu diingat berkaitan dengan etika teologis. Pertama,
etika teologis bukan hanya milik agama tertentu, melainkan setiap agama dapat
memiliki etika teologisnya masing-masing. Kedua, etika teologis merupakan
bagian dari etika secara umum, karena itu banyak unsur-unsur di dalamnya
yang terdapat dalam etika secara umum, dan dapat dimengerti setelah
memahami etika secara umum.
-
36
Secara umum, etika teologis dapat didefinisikan sebagai etika yang
bertitik tolak dari presuposisi-presuposisi teologis. Definisi tersebut menjadi
kriteria pembeda antara etika filosofis dan etika teologis.
Akuntan Publik yaitu seorang praktisi dan gelar profesional yang
diberikan kepada akuntan di Indonesia yang telah mendapatkan izin dari
Menteri Keuangan RI untuk memberikan jasa audit umum dan review atas
laporan keuangan, audit kinerja dan audit khusus serta jasa dalam bidang non-
atestasi lainnya seperti jasa konsultasi, jasa kompilasi, dan jasa-jasa lainnya
yang berhubungan dengan akuntansi dan keuangan (Bawono, 2006).
Ketentuan mengenai praktek Akuntan di Indonesia diatur dengan Undang-
Undang Nomor 34 Tahun 1954 yang mensyaratkan bahwa gelar akuntan hanya
dapat dipakai oleh mereka yang telah menyelesaikan pendidikannya dari
perguruan tinggi dan telah terdaftar pada Departemen keuangan R.I.
Menurut Muthmainah (2006) untuk dapat menjalankan profesinya
sebagai akuntan publik di Indonesia, seorang akuntan harus lulus dalam ujian
profesi yang dinamakan Ujian Sertifikasi Akuntan Publik (USAP) dan kepada
lulusannya berhak memperoleh sebutan “Bersertifikat Akuntan Publik”
(BAP). Sertifikat akan dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Sertifikat
Akuntan Publik tersebut merupakan salah satu persyaratan utama untuk
mendapatkan izin praktik sebagai Akuntan Publik dari Departemen Keuangan
(Comunale. dkk, 2006). Profesi ini dilaksanakan dengan standar yang telah
baku yang merujuk kepada praktek akuntansi di Amerika Serikat sebagai
negara maju tempat profesi ini berkembang. Rujukan utama adalah US GAAP
(United States Generally Accepted Accounting Principle’s) dalam
melaksanakan praktek akuntansi. Sedangkan untuk praktek auditing digunakan
US GAAS (United States Generally Accepted Auditing Standard),
Berdasarkan prinsip-prinsip ini para Akuntan Publik melaksanakan tugas
mereka, antara lain mengaudit Laporan Keuangan para pelanggan.
-
37
Kerangka standar dari USGAAP telah ditetapkan oleh SEC (Securities
and Exchange Commission) sebuah badan pemerintah quasijudisial
independen di Amerika Serikat yang didirikan tahun 1934. Selain SEC,
tcrdapat pula AICPA (American Institute of Certified Public Accountants)
yang bcrdiri sejak tahun 1945. Sejak tahun 1973, pengembangan standar
diambil alih oleh FASB (Financial Accominting Standard Board) yang
anggota-angotanya terdiri dari wakil-wakil profesi akuntansi dan pengusaha.
Menurut Himmah (2014) akutansi dapat dipandang dalam beberapa
sudut pandang antara lain; (1) Akuntan Pemerintah, adalah akuntan yang
bekerja pada badan-badan pemerintah seperti di departemen, BPKP dan BPK,
Direktorat Jenderal Pajak dan lain-lain. (2) Akuntan Pendidik, adalah akuntan
yang bertugas dalam pendidikan akuntansi yaitu mengajar, menyusun
kurikulum pendidikan akuntansi dan melakukan penelitian di bidang
akuntansi. (3) Akuntan Manajemen, adalah akuntan yang bekerja dalam suatu
perusahaan atau organisasi. Tugas yang dikerjakan adalah penyusunan sistem
akuntansi, penyusunan laporan akuntansi kepada pihak intern maupun ekstern
perusahaan, penyusunan anggaran, menangani masalah perpajakan dan
melakukan pemeriksaan intern.
Kode etik akuntan Indonesia memuat delapan prinsip etika, sebagai
berikut: (Mulyadi, 2001: 53)
• Tanggung jawab profesI
Seorang akuntan harus bertanggung jawab dan mempertimbangkan
moral dan profesional dalam segala kegiatan yang dilakukan.
• Kepentingan publik
Seorang akuntan harus melayani kepentingan publik, menghrmati publik
dan menjaga komitmen profesionalisme.
• Integritas
Seorang akuntan harus manjaga kepercayaan publik, memenuhi
tanggungjawab dan meningkatkan integritas setinggi mungkin.
-
38
• Obyektifitas
Seorang akuntan dalam memenuhi tanggungjawabnya harus menjaga
obyektifitas dan menjaga benturan dari kepentingan
• Kompetensi dan kehati-hatian
Seorang akuntan dituntut harus melaksanakan jasa profesionalnya
dengan penuh kehati-hatian, kompetensi, dan ketekunan, serta
mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan
keterampilan profesionalnya pada tingkat yang diperlukan untuk
memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat dari
jasa profesional yang kompeten berdasarkan perkembangan praktik,
legislasi, dan teknik yang paling mutakhir.
• Kerahasiaan
Seorang akuntan harus menjaga kerahasiaan kepentingan kliennya dan
tidak boleh mengungkapkan informasi tanpa persetujuan kecuali ada hak
profesional dan hukum untuk mengungkapkannya.
• Perilaku profesional
Sebagai akuntan profesional dituntut konsisten dan selaras dengan
reputasi profesi yang baik dan menjauhkan perilaku yang dapat
menjatuhkan profesionalisme.
• Standar Teknis
Akuntan dalam menjalankan tugas profesionalnya harus mengacu dan
mematuhi standar teknis dan standar profesional yang relevan yang
sesuai dengan profesinya masing-masing (Siwahjoeni & Gudono, 2000).
Profesi adalah kata serapan dari sebuah kata dalam bahasa Inggris
“Profess”, yang dalam bahasa Yunani adalah “Επαγγελια”, yang
bermakna: “Janji untuk memenuhi kewajiban melakukan suatu tugas
khusus secara tetap/permanen”.
-
39
Profesi adalah pekerjaan yang membutuhkan pelatihan dan penguasaan
terhadap suatu pengetahuan khusus (Margawati, 2010). Suatu profesi biasanya
memiliki asosiasi profesi, kode etik, serta proses sertifikasi dan lisensi yang
khusus untuk bidang profesi tersebut. Contoh profesi adalah pada bidang
hukum, kedokteran, keuangan, militer, teknik, dan desainer.
Seseorang yang memiliki suatu profesi tertentu, disebut profesional.
Walaupun begitu, istilah profesional juga digunakan untuk suatu aktivitas yang
menerima bayaran, sebagai lawan kata dari amatir. Contohnya adalah petinju
profesional menerima bayaran untuk pertandingan tinju yang dilakukannya,
sementara olahraga tinju sendiri umumnya tidak dianggap sebagai suatu
profesi.
Karakteristik Profesi menurut Dzakirin (2013) terbagi menjadi 11, yaitu:
Profesi adalah pekerjaan, namun tidak semua pekerjaan adalah profesi. Profesi
mempunyai karakteristik sendiri yang membedakannya dari pekerjaan lainnya.
Daftar karakterstik ini tidak memuat semua karakteristik yang pernah
diterapkan pada profesi, juga tidak semua ciri ini berlaku dalam setiap profesi:
1. Keterampilan yang berdasar pada pengetahuan teoretis
Profesional diasumsikan mempunyai pengetahuan teoretis yang ekstensif
dan memiliki keterampilan yang berdasar pada pengetahuan tersebut dan
bisa diterapkan dalam praktik.
2. Asosiasi profesional
Profesi biasanya memiliki badan yang diorganisasi oleh para anggotanya,
yang dimaksudkan untuk meningkatkan status para anggotanya. Organisasi
profesi tersebut biasanya memiliki persyaratan khusus untuk menjadi
anggotanya.
3. Pendidikan yang ekstensif
Profesi yang prestisius biasanya memerlukan pendidikan yang lama dalam
jenjang pendidikan tinggi.
-
40
4. Ujian kompetensi
Sebelum memasuki organisasi profesional, biasanya ada persyaratan untuk
lulus dari suatu tes yang menguji terutama pengetahuan teoretis.
5. Pelatihan institutional
Selain ujian, juga biasanya dipersyaratkan untuk mengikuti pelatihan
istitusional dimana calon profesional mendapatkan pengalaman praktis
sebelum menjadi anggota penuh organisasi. Peningkatan keterampilan
melalui pengembangan profesional juga dipersyaratkan.
6. Lisensi
Profesi menetapkan syarat pendaftaran dan proses sertifikasi sehingga
hanya mereka yang memiliki lisensi bisa dianggap bisa dipercaya.
7. Otonomi kerja
Profesional cenderung mengendalikan kerja dan pengetahuan teoretis
mereka agar terhindar adanya intervensi dari luar.
8. Kode etika
Organisasi profesi biasanya memiliki kode etik bagi para anggotanya dan
prosedur pendisiplinan bagi mereka yang melanggar aturan.
9. Mengatur diri
Organisasi profesi harus bisa mengatur organisasinya sendiri tanpa campur
tangan pemerintah. Profesional diatur oleh mereka yang lebih senior,
praktisi yang dihormati, atau mereka yang b