korupsi dan strategi.docx

21
KORUPSI DAN STRATEGI PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA  Nama : Endah Kurniawati  NIM : 12306141019 E-mail : [email protected]  No. Hp : 085741295229 ABSTRAK Di Indonesia praktek korupsi sudah semakin meluas dan bahkan sudah sampai disegala aspek kehidupan, baik ditingkat pusat maupun di daerah. Korupsi bahkan telah masuk kedalam semua bidang, baik ekonomi, politik, maupun sosial-budaya. Korupsi disebut sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan karena telah menyebabkan timbulnya kemiskinan dan kesengsaraan rakyat. Upaya pemberantasan korupsi telah direalisasikan dalam kerangka yuridis pada masa  pemerintahan Habibie dengan keluarnya UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang menggantikan UU No. 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang kemudian diubah lagi menjadi UU RI No. 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Tulisan ini mengangkat tentang permasalahan Korupsi di Indonesia, kasus-kasus Korupsi di Indonesia dan Strategi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi di Indonesia. Kata kunci : Kasus Korupsi, Dampak Korupsi Strategi Pemberantasan Korupsi

Transcript of korupsi dan strategi.docx

KORUPSI DAN STRATEGI PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIANama: Endah KurniawatiNIM: 12306141019E-mail: [email protected]. Hp: 085741295229ABSTRAKDi Indonesia praktek korupsi sudah semakin meluas dan bahkan sudah sampai disegala aspek kehidupan, baik ditingkat pusat maupun di daerah. Korupsi bahkan telah masuk kedalam semua bidang, baik ekonomi, politik, maupun sosial-budaya. Korupsi disebut sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan karena telah menyebabkan timbulnya kemiskinan dan kesengsaraan rakyat.Upaya pemberantasan korupsi telah direalisasikan dalam kerangka yuridis pada masa pemerintahan Habibie dengan keluarnya UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang menggantikan UU No. 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang kemudian diubah lagi menjadi UU RI No. 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.Tulisan ini mengangkat tentang permasalahan Korupsi di Indonesia, kasus-kasus Korupsi di Indonesia dan Strategi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi di Indonesia. Kata kunci : Kasus Korupsi, Dampak Korupsi Strategi Pemberantasan Korupsi

ISIA. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Akhir-akhir ini masalah korupsi makin marak dipublikasikan di media massa maupun maupun media cetak. Merebaknya kasus korupsi yang melanda bangsa kita belakangan ini sungguh memprihatinkan. Korupsi bahkan telah masuk ke dalam semua bidang, baik ekonomi, politik, maupun sosial-budaya. Tindak korupsi ini mayoritas dilakukan oleh para pejabat tinggi negara yang sesungguhnya dipercaya oleh masyarakat luas untuk memajukan kesejahteraan rakyat sekarang malah merugikan negara. (Deni Setyawati,2008:17) Ironis memang, hampir semua koruptor itu adalah pejabat-pejabat hebat yang semestinya menjadi panutan bagi rakyatnya. Tapi apa yang mereka lakukan, mental bobroklah yang mereka ajarkan. Mengambil sesuatu yang bukan menjadi haknya, apa namanya kalau bukan mencuri. Kalau sudah begini kepada siapa rakyat mesti bercermin? Hal ini tentu saja sangat memprihatinkan bagi kelangsungan hidup rakyat yang dipimpin oleh para pejabat yang terbukti melakukan tindak korupsi. Maka dari itu, di artikel ini akan membahas tentang korupsi di Indonesia dan upaya untuk memberantasnya. (Deni Setyawati,2008:17)

2. Rumusan MasalahDalam artikel ini akan membahas masalah korupsi di Indonesia mencakup pengertian dari korupsi, sejarah korupsi, dasar hukum, sifat korupsi, ciri-ciri korupsi, contoh-contoh kasus korupsi, faktor penyebab korupsi, dampak korupsi, strategi pemberantasan korupsi.

B. PEMBAHASAN 1. Pengertian KorupsiDalam Ensiklopedia Indonesia disebut korupsi(dari bahasa Latin : corruptio = penyuapan; corruptore = merusak) gejala di mana para pejabat, badan-badan negara menyalahgunakan wewenang dengan terjadinya penyuapan, pemalsuan serta ketidakberesan lainnya. Adapun arti harfiah korupsi dapat berupa :a) kejahatan, kebusukan, dapat disuap, tidak bermoral, kebejatan, dan ketidakjujuran (S. Wojowisto-W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Lengkap Inggris-Indonesia, Indonesia-Inggris, Penerbit:Hasta, Bandung). b) Perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok, dan sebagainya. (W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Penerbit: Balai Pustaka, 1976).c) 1. Korup (busuk; suka menerima uang suap uang/sogok; memakai kekuasaan untuk kepentingan sendiri dan sebagainya);2. korupsi (perbuatan busuk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok, dan sebagainya);3. koruptor (orang yang korupsi). (Muhammad Ali, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Modern, Penerbit:Pustaka Amani Jakarta). Dengan demikian, secara harfiah dapat ditarik kesimpulan bahwa sesungguhnya istilah korupsi memiliki arti yang sangat luas.1. Korupsi, penyelewengan atau penggelapan (uang negara atau perusahaan dan sebagainya) untuk kepentingan pribadi dan orang lain.2. Korupsi: busuk; rusak; suka memakai barang atau uang yang dipercayakan kepadanya; dapat disogok(melalui kekuasaannya unuk kepentingan pribadi).(Hartanti, Evi. 2007. Tindak Pidana Korupsi Edisi Kedua. Jakarta: Sinar Grafika)

2.Sejarah Korupsi Di Indonesia Korupsi di Indonesia sudah membudaya semenjak sesudah kemerdekaan, pada era Orde Lama, Orde Baru berlanjut hingga era Reformasi (.(Agus Mulya Karsona, 23; 2011 dalam Pendidikan Anti Korupsi Untuk Perguruan Tinggi 2011). Era Orde Lama diawali dengan lahirnya Badan Pemberantasan Korupsi yang dibentuk berdasarkan undang-undang Keadaan Bahaya dengan sebutan Panitia Retooling Aparatur Negara (PARAN), yang dipimpin oleh A.H. Nasution yang dibantu oleh dua orang anggota, Prof. M Yamin dan Ruslan Abdulgani. Tugas Badan ini adalah mengharuskan pejabat pemerintah mengisi formulir yang disediakan (sekarang semacam daftar kekayaan pribadi). Dalam perkembangannya ternyata kewajiban pengisian formulir tersebut mendapat reaksi keras dari para pejabat. Dengan Keputusan Presiden No. 275 Tahun 1963 upaya pemberantasan korupsi kembali digalakkan yang dipimpin oleh A.H. Nasution sebagai Menkohankam dan dibantu oleh Wirjono Prodjodikusumo, yang tugasnya yaitu meneruskan kasus-kasus korupsi ke meja pengadilan. Lembaga ini kemudian dikenal dengan istilah Operasi Boedhi. Sasarannya adalah perusahaan-perusahaan Negara serta lembaga-lembaga Negara yang dianggap rawan praktik korupsi dan kolusi. Operasi Boedhi ternyata juga mengalami hambatan. Sementara itu pada awal era Orde Baru sekitar tahun 1966 , dibentuk Tim Pemberantasan Korupsi (TPK) yang diketuai Jaksa Agung, pada tahun 1970 terdorong oleh ketidakseriusan TPK dalam memberantas korupsi seperti komitmen Soeharto, mahasiswa dan pelajar melakukan unjuk rasa memprotes keberadaan TPK. Perusahaan-perusahaan Negara yang dianggap sarang korupsi seperti, Bulog, Pertamina, Departemen Kehutanan yang banyak di sorot masyarakat. Gelombang dan unjuk rasa yang dilakukan oleh para mahasiswa akhirnya ditanggapi Soeharto dengan membentuk Komite Empat yang beranggotakan tokoh yang dianggap bersih dan berwibawa seperti, Prof. Johannes, IJ Kasimo, Mr. Wilopo, dan A. Tjokroaminoto. Tugas Komite Empat adalah membersihkan Depatemen Agama, Bulog, PT. Mantrust, Telkom, dan Pertamina. Namun dalam kenyataannya Komite Empat ini hanya macan ompong karena hasil temuannya tentang dugaan korupsi di Pertamina tidak di respon pemerintah. Ketika Laksamana Sudomo diangkat sebagai Panglima Komando Operasi Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib) dibentuk Operasi Tertib (Opstib) dengan tugas antara lain memberantas korupsi. Setelah Opstib di bentuk timbul perbedaan pendapat antara Sudomo dengan Nasution terkait dengan cara pemberantasan korupsi, Nasution berpendapat apabila ingin berhasil memberantas korupsi harus di mulai dari atas, akhirnya Opstib pun tidak berhasil memberantas korupsi di Indonesia. Memasuki era reformasi, Presiden BJ Habibie mengeluarkan Undang-Undang (UU) No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN). Pada era ini pun lahirlah UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dilanjutkan dengan kepemimpinan Presiden Abdurrahman Wahid kemudian membentuk Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TGPTPK) berdasarkan UU No. 19 Tahun 2000, namun melalui suatu judicial review Mahkamah Agung, akhirnya TGPTPK dibubarkan. Bahkan dapat dikatakan sejak saat itu, Indonesia mengalami kemunduran dalam upaya pemberantasan KKN. Di samping membubarkan TGPTPK, Presiden Abdurrahman Wahid juga dianggap tidak bisa menunjukkan seorang peminpin yang mendukung pemberantasan KKN. Hal itu terkait dengan proses pemeriksaan kasus dugaan korupsi yang melibatkan konglomerat Sofyan Wanandi dihentikan dengan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dari Jaksa Agung Marzuki Darusman, yang akhirnya melibatkan Abdurrahman Wahid dalam kasus Buloggate. Di era pemerintahan Megawati, wibawa hukum semakin merosot sedangkan yang menonjol adalah otoritas kekuasaan. Upaya pemberantasan korupsi terus dilakukan dengan dibentuknya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan UU N0 30 Tahun 2002 untuk mengatasi, menanggulangi dan memberantas korupsi di Indonesia. Memasuki era Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono, pemberantasan korupsi nampaknya belum juga terwujud terbukti, hal itu terlihat dari hasil jajak pendapat yang dilakukan kompas (21 Mei 2012), misalnya kasus suap Deputi Gubernur senior Bank Indonesia, mafia pajak Gayus Tambunan, korupsi wisma atlet Palembang, dan mafia Anggaran DPR. Di tingkat daerah, hampir sama karena sepertiga jumlah kepala daerah di Indonesia tersangkut kasus korupsi. (Pustaka.ut.ac.id, 2013:http://www.pustaka.ut.ac.id/dev25/pdfprosiding2/fisip201215.pdf)3. Dasar Hukum Landasan Hukum terhadap masalah Tindak Pidana Korupsi di Indonesia diatur dalam peraturan perundang-undangan sebagai berikut.a. TAP MPR Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.b. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.c. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

d. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 tanggal 29 Maret 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (telah dicabut dan diganti dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999) khusus berlaku untuk kasus-kasus lama sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999.e. Undang Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.f. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang tanggal 16 Agustus 1999, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999).4. Sifat Korupsi a. Korupsi yang Bermotif Terselubung Yakni korupsi secara sepintas kelihatannya bermotif politik, tetapi secara tersembunyi sesungguhnya bermotif mendapatkan uang semata. (Evi Hartanti,2007:10)b. Korupsi yang bermotif Ganda Yaitu seseorang melakukan korupsi secara lahiriah kelihatannya hanya bermotifkan mendapatkan uang, tetapi sesungguhnya bermotif lain, yakni kepentingan politik. (Evi Hartanti,2007:10)5. Ciri-ciri Korupsi Ciri-ciri korupsi dijelaskan oleh Shed Husein Alatas dalam bukunya Sosiologi Korupsi sebagai berikut.a. Korupsi senantiasa melibatkan lebih dari satu orang.b. Korupsi pada umumnya dilakukan secara rahasia, kecuali korupsi itu telah merajalela dan begitu dalam sehingga individu yang berkuasa dan merdeka yang berada di dalam lingkungannya tidak tergoda untuk menyembunyikan perbuatannya. Namun, walaupun demikian motif korupsi tetap dijaga kerahasiaannya.c. Korupsi melibatkan elemen kewajiban dan keuntungan timbal balik.d. Mereka yang mempraktikan cara-cara korupsi biasanya berusaha untuk menyelubungi perbuatannya dengan berlindung di balik pembenaran hukum.e. Mereka yang terlibat korupsi menginginkan keputusan yang tegas dan mampu untuk mempengaruhi keputusan-keputusan itu.f. Setiap perbuatan korupsi mengandung penipuan, biasanya dilakukan oleh badan publik atau umum (masyarakat).g. Setiap bentuk korupsi adalah suatu pengkhianatan kepercayaan.(Evi Hartanti,2007:10-11)

6. Contoh Beberapa Kasus Korupsi SOEHARTO Kasus Soeharto Bekas presiden Soeharto diduga melakukan tindak korupsi di tujuh yayasan (Dakab, Amal Bakti Muslim Pancasila, Supersemar, Dana Sejahtera Mandiri, Gotong Royong, dan Trikora) Rp 1,4 triliun. PERTAMINA Dugaan korupsi dalam Tecnical Assintance Contract (TAC) antara Pertamina dengan PT Ustaindo Petro Gas (UPG) tahun 1993 yang meliputi 4 kontrak pengeboran sumur minyak di Pendoko, Prabumulih, Jatibarang, dan Bunyu. Jumlah kerugian negara, adalah US $ 24.8 juta. Para tersangkanya 2 Mantan Menteri Pertambangan dan Energi Orde Baru, Ginandjar Kartasasmita dan Ida Bagus Sudjana, Mantan Direktur Pertamina Faisal Abda'oe, serta Direktur PT UPG Partono H Upoyo. Kasus Proyek Kilang Minyak Export Oriented (Exxor) I di Balongan, Jawa Barat dengan tersangka seorang pengusaha Erry Putra Oudang. Pembangunan kilang minyak ini menghabiskan biaya sebesar US $ 1.4 M. Kerugian negara disebabkan proyek ini tahun 1995-1996 sebesar 82.6 M, 1996-1997 sebesar 476 M, 1997-1998 sebesar 1.3 Triliun. Korupsi di BAPINDOTahun 1993, pembobolan yang terjadi di Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo) dilakukan oleh Eddy Tanzil yang hingga saat ini tidak ketahuan dimana rimbanya, Negara dirugikan sebesar 1.3 Triliun. HPH dan Dana Reboisasi Hasil audit Ernst & Young Kasus HPH dan Dana Reboisasi Hasil audit Ernst & Young pada 31 Juli 2000 tentang penggunaan dana reboisasi mengungkapkan ada 51 kasus korupsi dengan kerugian negara Rp 15,025 triliun (versi Masyarakat Transparansi Indonesia). Prajogo Pangestu diseret sebagai tersangka kasus korupsi dana reboisasi proyek hutan tanaman industri (HTI) PT Musi Hutan Persada, yang diduga merugikan negara Rp 331 miliar. Dalam pemeriksaan, Prajogo, yang dikenal dekat dengan bekas presiden Soeharto, membantah keras tuduhan korupsi. Sampai sekarang nasib kasus taipan kakap ini tak jelas kelanjutannya. Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI)Kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Kasus BLBI pertama kali mencuat ketika Badan Pemeriksa Keuangan mengungkapkan hasil auditnya pada Agustus 2000. Laporan itu menyebut adanya penyimpangan penyaluran dana BLBI Rp 138,4 triliun dari total dana senilai Rp 144,5 triliun. Di samping itu, disebutkan adanya penyelewengan penggunaan dana BLBI yang diterima 48 bank sebesar Rp 80,4 triliun.Yang jelas, hingga akhir 2002, dari 52 kasus BLBI, baru 20 dalam proses penyelidikan dan penyidikan. Sedangkan yang sudah dilimpahkan ke pengadilan hanya enam kasus. Mulyana W KusumaMulyana dianggap terbukti bersalah telah melakukan tindak pidana korupsi dengan menyuapa auditor investigatif Badan Pemeriksaan Keuangan Khairiansyah Salman. Mulyana menyerahkan uang sebesar Rp300 juta kepada Khairiansyah Salman di Hotel Ibis Jakarta. Abdullah Puteh Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam yang kini non aktif ini menjadi tersangka korupsi APBD dalam pembelian helikopter dan genset listrik, dengan dugaan kerugian Rp 30 miliar. Kasusnya kini masih ditangani pihak kejaksaan dengan supervisi Komisi Pemberantasan Korupsi. Kasus penyuapan anggota KPU, Mulyana W. Kusumah kepada Tim audit BPK Kasus Korupsi di KBRI Malaysia 291 Kepala daerah & 1.221 aparatur negara terjerat korupsi sepanjang 2004-2013 BANDUNG (WIN): Wakil Menkumham, Denny Indrayana mengungkap, ada 291 kepala daerah baik gubernur, bupati dan walikota, serta 1.221 aparatur negara yang terjerat kasus korupsi sepanjang 2004-2013. Dari 291 kepala daerah baik gubernur maupun walikota atau bupati yang tersandung korupsi, terdiri atas gubernur 21 orang, wakil gubernur 7 orang, bupati 156 orang, Wabup 46 orang, walikota 41 orang, dan wakil walikota 20 orang. Sedang untuk 1.221 orang aparatur negara yang terkait korupsi terdiri dari 185 orang yang statusnya tersangka, 112 terdakwa, 877 terpidana,dansaksi. (kemendagri.go.id,2013:http://bpp.kemendagri.go.id/index.php?action=content&id=2013052811470548) Penangan kasus Korupsi KPK Tangani 332 Perkara, Polri 494, Kejaksaan 1.242Tiga lembaga penegak hukum yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Polri dan Kejaksaan menunjukkan keseriusan yang tinggi dalam pencegahan dan penindakan tindak pidana korupsi. Ratusan bahkan ribuan perkara yang tersebar di tanah air telah ditangani ketiga lembaga penegak hukum ini. Penindakan yang dilakukan KPK, sepanjang tahun 2004 hingga 2011 KPK sudah menangani 332 kasus. Sepanjang 2004 sampai Agustus 2012, KPK juga menerima 55.964 laporan pengaduan dari masyarakat. Sedangkan di bidang pencegahan, KPK telah berhasil menyelamatkan uang negara dari sektor migas sejumlah Rp 152 triliun lebih. Sedangkan dari hak milik negara berjumlah Rp 2 triliun lebih.(setkab.go.id,2013:http://www.setkab.go.id/kawal-apbn-6636-perang-lawan-korupsi-kpk-tangani-332-perkara-polri-494-kejaksaan-1242.html) Beberapa kasus korupsi yang belum terselesaikan oleh KPKBerikut ini 13 kasus korupsi yang belum terselesaikan versi Indonesia CorruptionWatch:

1. Kasus korupsi bailout Bank Century2. Suap cek pelawat pemilihan Deputi Senior BI3. Kasus Nazaruddin sepeti wisma atlet dan hambalang4. Kasus mafia pajak yang berkaitan dengan Gayus Tambunan dan jejaring mafia yang lain5. Rekening gendut jenderal Polri6. Suap program Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) di Kemenakertrans7. Korupsi hibah kereta api di Kemenhub8. Korupsi pengadan solar home system (SHS) di Kementerian ESDM9. Korupsi sektor kehutanan khususnya di Pelalawan Riau10. Kasus mafia anggaran berdasar laporan Wa Ode Nurhayati11. Kasus korupsi sektor migas dan tambang yang melibatkan Freeport Newmont dan Innospec 12. Korupsi penyelenggran ibadah haji yang melibatkan Kemenag13. Korupsi dana bansos di Banten.(news.detik.com,2012:http://news.detik.com/read/2011/12/08/171251/1786435/10/13-kasus-korupsi-yang-belum-terselesaikan-versi-icw)

7. Faktor Penyebab Korupsi Dari hasil penelitian, pengamatan, analisis dan evaluasi yang cukukp lama, yaitu lima belas tahunan dapat dijelaskan di bawah ini dengan tidak mengenyampingkan pendapat para pakar yang telah mengemukakan penyebab korupsi berdasarkan penelitian atau pengamatan yang dlakukan pakar tersebut. a. Sifat tamak dan keserakahanApabila dilihat dari segi si pelaku korupsi, sebab-sebab dia melakukan korupsi dapat berupa dorongan dari dalam dirinya, yang dapat pula dikatakan sebagai keinginan, niat, atau kesadarannya untuk melakukan. Sebab-sebab seseorang mendorong untuk melakukan korupsi adalah orang yang penghasilannya sudah cukup tinggi, bahkan sudah berlebih bila dibandingkan dengan kebutuhan hidupnya. Kemungkinan orang tersebut melakukan korupsi tersebut juga tanpa adanya godaan dari pihak lain. Bahkan kesempatan untuk melakukan korupsi mungkin juga sudah sangat kecil karena sistem pengendalian manajemen yang ada sudah sangat bagus. Dalam hal pelaku korupsinya seperti itu, maka unsur yang menyebabkan dia melakukan korupsi adalah unsur dari dalam diri sendiri, yaitu sifat-sifat tamak, serakah, sombong, takabur, rakus yang memang ada pada manusia tersebut.b. Gaya hidup konsumtifGaya hidup yang konsumtif di kota-kota besar mendorong pegawai untuk dapat memiiki mobil mewah, rumah mewah, menyekolahkan anak di luar negeri, pakaian yang mahal, hiburan yang mahal dan sebagainya.c. Penghasilan yang tidak memadai Penghasilan pegawai negeri seharusnya dapat memenuhi kebutuhan hidup pegawai tersebut beserta keluarganya secara wajar. Apabila ternyata penghasilannya sebagai pegawai negeri tidak dapat menutup kebutuhan hidupnya secaraa wajar, maka mau atau tidak mau pegawai negeri tersebut harus mencari tambahan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Usaha untuk mencari tambahan penghasilan tersebut tentu sudah merupakan bentuk korupsi, misalnya menyewakan sarana dinas, menggelapkan peralatan kantor, mengadakan kegiatan yang tidak perlu dengan biaya yang tidak wajar.d. Kurang adanya keteladanan dari pemimpinPimpinan organisasi gaya hidupnya berlebihan, maka anggota-anggota organisasi tersebut akan cenderung untuk mengikuti gaya hidup berlebihan. Apabila tidak mampu menopang biaya hidup yang berlebihan tersebut, maka akan berusaha untuk melakukan berbagai hal termasuk melakukan korupsi.e. Nilai nilai negatif yang hidup di masyarakat Nilai- nilai yang berlaku di masyarakat ternyata kondusif untuk terjadinya korupsi. Korupsi mudah timbul karena nilai-nilai yang berlaku di masyarakat kondusif untuk terjadinya hal itu. Misalnya, banyak anggota masyarakat yang dalam pergaulan sehari-harinya ternyata dalam menghargai seseorang lebih didasarkan pada kekayaan yang dimiliki orang yang bersangkutan.f. Moral yang LemahSeseorang yang moralnya tidak kuat cenderung lebih mudah untuk terdorong berbuat korupsi karena adanya godaan.g. Kebutuhan hidup yang mendesakKebutuhan-kebutuhan yang mendesak akan menjadikan penghasilan yang sedikit semakin terasa kurang. Hal tersebut akan mendorong seseorang untuk melakukan korupsi bilamana kesempatan untuk melakukannya ada.h. Malas atau tidak mau bekerja keras Kemungkinan lain, orang yang melakukan korupsi adalah orang yang ingin segera mendapatkan sesuatu yang banyak atau hanya dalam waktu singkat, tetapi malas untuk bekerja keras dan meningkatkan kemampuan guna meningkatkan penghasilannya.i. Ajaran ajaran agama yang kurang diterapkan secara benarSecara umum, masyarakat di Indonesia adalah masyarakat yang beragama dimana ajaran-ajaran dari setiap agama yang diakui keberadaannya di Indonesia dapat dipastikan melarang perbuatan-perbuatan korupsi. Para pelaku korupsi, secara umum adalah orang orang yang juga beragama. Mereka memahami ajaran-ajaran agama yang dianutnya, melarang korupsi. Ini menunjukkan bahwa banyak ajaran agama yang tidak diterapkan secara benar oleh pemeluknya, hanya sekadar serimonial saja.

j. Lemahnya Penegakan hukum Lemahnya penegakan hukum terhadap pelaku tindak korupsi mencakup beberapa aspek pertama ,bisa tidak adanya hukum sama sekali terhadap pelaku korupsi dikarenakan pelaku adalah atasan dari penegak hukum atau bawahan dari penegak hukum yang menjadi penyokong utama yang membiayai operasional kegiatan si penegak hukum, atau si penegak hukum telah menerima bagian dari hasil korupsi si pelaku atau si pelaku adalah kolega dari pimpinan instansi penegak hukum. Kedua, tindakan ada tetapi penanganan di ulur-ulur dan sanksi di peringan. Ketiga, tidak dilakukan pemindahan sama sekali karena si pelaku mendapat beking dari jajaran tertentu atau tindak pidana korupsinya bermotifkan kepentingan untuk kelompok tertentu atau partai tertentu.(Surachmin,2011:91-105)k. Pendapat pakar lain penyebab korupsiMasyarakat Transparansi International (MTI) menemukan sepuluh pilar penyebab korupsi di Indonesia, yaitu sbagai berikut.1. Absennya kemauan politik.2. Amburadulnya sistem administrasi umum dan keuangna pemerintah. 3. Dominannya peranan militer dalam bidang politik.4. Politisasi birokrasi.5. Tidak Independennya lembaga pengawas.6. Kurang berfungsinya parlemen.7. Lemahnya kekuatan masyaraat sipil.8. Kurang bebasnya media massa.9. Oportunismenya sektor swasta.(Surachmin,2011:107)Adapun Ilham Gunawan menyatakan bahwa korupsi dapat terjadi karena berbagai faktor anatara lain sebagai berikut.a) Ketiadaan atau kelemahan kepemimpinan dalam posisi-posisi kunci yang mampu memberikan ilham dan mempengaruhi tingkah laku yang menjinakkan korupsi.b) Kelemahan ajaran ajaran agama dan etika.c) Akibat kolonialisme atau suatu pngaruh pemerintah asing tidak menggungah kesetiaan dan kepatuhan yang diperlukan untuk membendung korupsi. d) Kurang dan lemahnya pengaruh pendidikane) Kemiskinan yang bersifat strukturalf) Sanksi hukum yang lemahg) Kurang dan terbatasnya lingkungan yang anti korupsih) Struktur pemerintah yang lunak i) Perubahan radikal, sehingga terganggunya kestabilan mentalj) Kondisi masyarakat, karena korupsi dalam suatu birokrasi bisa memberikan cerminan keadaan maasyarakat secara keseluruhan.k) (Surachmin,2011:107-108)

8. Dampak korupsi a. Dampak di Bidang EkonomiKorupsi memiliki berbagai efek penghancuran yang hebat (an enormous destruction effects) terhadap berbagai sisi kehidupan bangsa dan Negara, khususnya sisi ekonomi sebagai pendorong utama kesejahteraan masyarakat.Menurut Mauro, korupsi memiliki korelasi negatif dengan tingkat investasi, pertumbuhan ekonomi, dan dengan pengeluaran pemerintah untuk program sosial dan kesejahteraan. Hal ini merupakan bagian dari inti ekonomi makro. Berbagai macam permasalahan ekonomi lain akan muncul secara alamiah apabila korupsi sudah merajalela, berikut ini dampak ekonomi yang akan terjadi , yaitu:a). Lesunya Pertumbuhan ekonomi dan Investasi Korupsi bertanggung jawab terhadap lesunya pertumbuhan ekonomi dan investasi dalam negeri. Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dengan membuat distorsi dan ketidakefisienan yang tinggi. Dalam sektor privat, korupsi meningkatkan ongkos niaga karena kerugian dari pembayaran illegal, ongkos manajemen dalam negosiaasi dengan pejabat korup, dan resiko pembatalan perjanjian atau karena penyelidikan suatu kasus.Menurut laporan yang disampaikan PERC (Political and Economic Risk Consultancy), karena iklim yang tidak kondusif akan menyulitkan pertumbuhan investasi di Indonesia. Hal ini terjadi karena tindak korupsi sampai tingkat yang mengkhawatirkan yang secara langsung maupun tidak mengakibatkan ketidak percayaan dan ketakutan pihak investor asing untuk menanamkan investasinya di Indonesia. b). Penurunan ProduktifitasDengan semakin lesunya pertumbuhan ekonomi dan investasi, maka produktifitas akan semakin menurun. Hal ini terjadi karena terhambatnya sektor industri dan produksi.Penurunan produktifitas juga akan menyebabkan permasalahan yang lain, seperti tingginya angka Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang diiringi dengan meningkatnya pengangguran. Ujung dari penurunan produktifitas adalah timbulnya kemiskinan masyarakat.c). Rendahnya Kualitas Barang dan Jasa Bagi PublikDampak ini bisa dirasakan, misalnya rusaknya jalan-jalan, tergulingnya kereta api, beras murah yang tidak layak makan, tabung gas yang meledak, bahan bakar yang merusak kendaraan masyarakat, tidak layak dan tidak nyamannya angkutan umum merupakan serangkaian kenyataan rendahnya kualitas barang dan jasa sebagai akibat korupsi.d). Meningkatnya Hutang NegaraKorupsi yang terjadi di Indonesia akan meningkatkan hutang luar negeri yang semakin besar. Data menurut Direktorat Jenderal Pengelolaan hutang, Kementrian Keuangan RI,disebutkan bahwa total hutang pemerintah per Mei 2011 mencapai US$201,07 miliar atau setara dengan Rp. 1.716,56 triliun. Angka ini melebihi APBN Negara RI tahun 2012 yang mencapai sekitar Rp. 1.300 triliun. Kondisi secara umum, hutang adalah hal yang biasa, asal digunakan untuk kegiatan yang produktif hutang dapat dikembalikan. Dan apabila hutang digunakan untuk menutup difesit yang terjadi, hal itu akan semakin memperburuk keadaan.2. Dampak terhadap penegakan hukuma). Fungsi pemerintahan mandulKorupsi tidak diragukan, menciptakan dampak negatif terhadap kinerja suatu sistem politik atau pemerintahan. Pada dasarnya isu korupsi lebih sering bersifat personal (Mauro:1995 dalam Pendidikan Anti Korupsi Untuk Perguruan Tinggi :2011:64-66). Namun, dalam manifestasinya yang lebih luas, dampak korupsi tidak saja bersifat personal, melainkan juga dapat mencoreng kredibilitas organisasi tempat si koruptor bekerja (contoh : kasus Gayus Tambunan, pelaku korupsi yang kebetulan pegawai direktorat jenderal pajak, setidaknya membawa nama jelek bagi instansi pajak). Pada tataran tertentu, imbasnya dapat bersifat sosial.Pada sisi lain, masyarakat cenderung meragukan citra dan kredibilitas suatu lembaga yang di duga terkait dengan tindak korupsi. Dampak korupsi yang menghambat berjalannya fungsi pemerintahan sebagai pengampu kebijakan negara misalnya korupsi dapat menghambat peran negara dalam pengaturan alokasi dan memperlemah peran pemerintah dalam menjaga stabilitas ekonomi dan politik. Suatu pemerintahan yang terlanda wabah korupsi akan mengabaikan tuntutan pemerintahan yang layak. Peminpin/pejabat yang korup sering mengabaikan kewajibannya oleh karena perhatiannya tergerus untuk kegiatan korupsi semata-mata. Hal ini dapat mencapai titik yang membuat orang tersebut kehilangan sensitifitasnya dan yang paling parah akhirnya dapat menimbulkan bencana bagi rakyat.b). Hilangnya kepercayaan rakyat terhadap lembaga NegaraKorupsi yang terjadi pada lembaga-lembaga negara di Indonesia mengakibatkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga tersebut hilang (misalnya terhadap legislatif,DPR, Partai Politik, dan Lembaga Peradilan. Lemahnya penegakan hukum di Indonesia bisa di lihat mulai kasus Gayus Tambunan sampai perang kepentingan di Kepolisian RI dalam menindak praktik mafia hukum. Bahkan berita yang paling akhir adalah kasus korupsi pembangunan wisma atlet di Palembang dan kasus Hambalang yang melibatkan pejabat pemerintahan dan para petinggi partai politik.9. Strategi Pemberantasan Korupsi KPK dalam melakukan pemberantasan korupsi memakai dua cara, yaitu menindak (represif) dan mencegah (preventif)1. KPK dalam Menindak (Represif)Tugas menindak yang dilakukan oleh KPK bukan berarti memberikan keleluasaan kepada KPK untuk menangkapi setiap orang atau pejabat begitu saja, melainkan harus tetap berpegang pada peraturan perundang-undangan yang ada. Karenanya setiap kegiatan yang dilakukan KPK tetaplah harus bisa dipertanggungjawabkan, baik kepada pemerintah terutama kepada masyarakat luas. Tugas menindak yang dilaksanakan KPK ini meliputi:a.Kegiatan Koordinasi dan Supervisi b. Penanganan Kasus atau perkarac. pelimpahand.Pengambilan kasusDalam kurun waktu keberadaannya, tentu telah banyak kasus atau perkara korupsi yang sudah ditangani. Kasus-kasus besar korupsi berhasil diungkap mulai dari korupsi Komisi Pemilihan Umum(KPU), penyimpangan kredit di Bank Mandiri, dan indikasi suap terhadap beberapa petinggi kepolisian dalam penanganan kasus atau perkara korupsi tersebut telah berhasil memenjarakan para koruptor. Tidak sedikit koruptor yang masih berkeliaran bebas. Kalaupun kasusnya sudah dalam proses penanganan namun tak urung hanya mandeg di jalan.

2. KPK dalam Mencegah(Preventif) Pemberantasan Korupsi yang hanya sekadar bersifat menindak (represif) hasilnya tidak akan sanggup mengenyahkan korupsi samapi ke akar-akarnya. Dibutuhkan juga langkah preventif yang berfungsi untuk mencegah tumbuhnya kembali penyakit korupsi di masa mendatang. Oleh karena itu selain menjalankan langkah represif, KPK juga menjalankan langkah preventif(mencegah)Termasuk dalam langkah preventif anta lain: pendaftaran dan pemeriksaan LHKPN, gratifikasi, pendidikan dan pelayanan masyarakat, penelitian dan pengembangan monitor dan pengembangan jaringan kerjasama. Dengan langkah-langkah tersebut diharapkan KPK dapat lebih mengoptimalkan tugas dan peranannya sebagai satu-satunya lembaga yang dipercaya menangani kasus korupsi.(Deni Setyawati,2008:30)Bagi pemerintah banyak pilihan yang dapat dilakukan sesuai dengan strategi yang hendak dilaksanakan. Bahkan dari masyarakat dan para pemerhati / pengamat masalah korupsi banyak memberikan sumbangan pemikiran dan opini strategi pemberantasan korupsi secara preventif maupun secara represif antara lain :

1. Konsep carrot and stick yaitu konsep pemberantasan korupsi yang sederhana yang keberhasilannya sudah dibuktikan di Negara RRC dan Singapura. Carrot adalah pendapatan netto pegawai negeri, TNI dan Polri yang cukup untuk hidup dengan standar sesuai pendidikan, pengetahuan, kepemimpinan, pangkat dan martabatnya, sehingga dapat hidup layak bahkan cukup untuk hidup dengan gaya dan gagah. Sedangkan Stick adalah bila semua sudah dicukupi dan masih ada yang berani korupsi, maka hukumannya tidak tanggung-tanggung, karena tidak ada alasan sedikitpun untuk melakukan korupsi, bilamana perlu dijatuhi hukuman mati.

2. Gerakan Masyarakat Anti Korupsi yaitu pemberantasan korupsi di Indonesia saat ini perlu adanya tekanan kuat dari masyarakat luas dengan mengefektifkan gerakan rakyat anti korupsi, LSM, ICW, Ulama NU dan Muhammadiyah ataupun ormas yang lain perlu bekerjasama dalam upaya memberantas korupsi, serta kemungkinan dibentuknya koalisi dari partai politik untuk melawan korupsi. Selama ini pemberantasan korupsi hanya dijadikan sebagai bahan kampanye untuk mencari dukungan saja tanpa ada realisasinya dari partai politik yang bersangkutan. Gerakan rakyat ini diperlukan untuk menekan pemerintah dan sekaligus memberikan dukungan moral agar pemerintah bangkit memberantas korupsi.

3. Gerakan Pembersihan yaitu menciptakan semua aparat hukum (Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan) yang bersih, jujur, disiplin, dan bertanggungjawab serta memiliki komitmen yang tinggi dan berani melakukan pemberantasan korupsi tanpa memandang status sosial untuk menegakkan hukum dan keadilan. Hal ini dapat dilakukan dengan membenahi sistem organisasi yang ada dengan menekankan prosedur structure follows strategy yaitu dengan menggambar struktur organisasi yang sudah ada terlebih dahulu kemudian menempatkan orang-orang sesuai posisinya masing-masing dalam struktur organisasi tersebut.

4. Gerakan Moral yang secara terus menerus mensosialisasikan bahwa korupsi adalah kejahatan besar bagi kemanusiaan yang melanggar harkat dan martabat manusia. Melalui gerakan moral diharapkan tercipta kondisi lingkungan sosial masyarakat yang sangat menolak, menentang, dan menghukum perbuatan korupsi dan akan menerima, mendukung, dan menghargai perilaku anti korupsi. Langkah ini antara lain dapat dilakukan melalui lembaga pendidikan, sehingga dapat terjangkau seluruh lapisan masyarakat terutama generasi muda sebagai langlah yang efektif membangun peradaban bangsa yang bersih dari moral korup.

5. Gerakan Pengefektifan Birokrasi yaitu dengan menyusutkan jumlah pegawai dalam pemerintahan agar didapat hasil kerja yang optimal dengan jalan menempatkan orang yang sesuai dengan kemampuan dan keahliannya. Dan apabila masih ada pegawai yang melakukan korupsi, dilakukan tindakan tegas dan keras kepada mereka yang telah terbukti bersalah dan bilamana perlu dihukum mati karena korupsi adalah kejahatan terbesar bagi kemanusiaan dan siapa saja yang melakukan korupsi berarti melanggar harkat dan martabat kehidupan.(Tikachan,2013:http://tikachan.wordpress.com/korupsi/)

C. PENUTUP Kesimpulan Korupsi adalah penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara atau perusahaan dan sebagainya) untuk kepentingan sendiri atau orang lain. Korupsi di Indonesia sudah membudaya semenjak sesudah kemerdekaan, pada era Orde Lama, Orde Baru berlanjut hingga era Reformasi. Penyebab korupsi disebabkan oleh Sifat Tamak dan Keserakahan, Pengahasilan yang tidak memadai, Ajaran-ajaran agama kurang diterapkan secara benar, moral yang lemah, lemahnya penegakan hukum, dsb. Akibat korupsi meliputi Berkurangnya Kepercayaan terhadap Pemerintah, menyusutnya pendapatan negara, rapuhnya keamanan dan ketahanan negara, dsb. Strategi pemberantasan Korupsi ada dua cara, yaitu menindak(represif) meliputi kegiatan koordinasi atau supervisi, penanganan kasus atau perkara, pelimpahan dan pengambilalihan kasus, dan mencegah (preventif) meliputi gratifikasi, pendidikan dan pelayanan masyarakat serta penelitian dan pengembangan.

DAFTAR PUSTAKA

Hamzah,Andi.2005.Korupsi di Indonesia.Jakarta:Sinar Grafika. Hartanti, Evi.2007.Tindak Pidana Korupsi.Jakarta:Sinar Grafika. Hartanti, Evi. 2007. Tindak Pidana Korupsi Edisi Kedua. Jakarta: Sinar Grafika Setyawati, Deni.2008.KPK Pemburu Koruptor.Yogyakarta:Pustaka Timur. Surachmin.2011.Strategi & Teknik Korupsi.Jakarta:Sinar GrafikaKemendagri.go.id,2013:http://bpp.kemendagri.go.id/index.php?action=content&id=2013052811470548 pada Selasa,4 Juni 2013 pukul 17.24News.detik.com,2012:http://news.detik.com/read/2011/12/08/171251/1786435/10/13-kasus-korupsi-yang-belum-terselesaikan-versi-icw pada Selasa, 4 juni 2013 pukul 16.50Pustaka.ut.2013. Artikel di unduh dari http://www. pustaka.ac.id/dev/25/pdfprosiding2/fisip201215/pada Kamis, 6 Juni 2013 pukul 07.50 WIB setkab.go.id,2013:http://www.setkab.go.id/kawal-apbn-6636-perang-lawan- korupsi-kpk-tangani-332-perkara-polri-494-kejaksaan-1242.html Tikachan,2013:http://tikachan.wordpress.com/korupsi/pada Selasa,4 Juni 2013 pukul 16.18 WIB