Tokoh Dan Kasus Korupsi

23
Ponirah Pengayuh Becak 14 Maret 2008 - 11:46 WIB Reza Yunanto Perempuan itu sudah 22 tahun mengayuh becak. Cita-cita pensiun dan beternak bebek belum kesampaian. MATAHARI pagi sudah meninggi saat becak itu dikeluarkan dari belakang rumah. Setelah mengelap becak sebentar, tepat pukul 7 pagi, sang empunya becak mulai mengayuh becaknya menyusuri jalan sejauh 2 kilometer menuju tempat mangkalnya. Kostumnya tak pernah berubah: kaos oblong dirangkap kemeja, celana panjang, sepatu, dan caping. Handuk kecil setia melingkari lehernya. Pada umumnya penumpang becaknya tak memperhatikan si penarik becak. Hingga si penumpang tiba di tempat tujuan, lalu turun dari becak untuk membayar dan terkaget-kaget mendengar suara pengayuhnya yang ternyata seorang perempuan. "Saya diam saja, ndak ngomong kalau ndak ditanya," tutur Ponirah, 57 tahun, si tukang becak itu. Adegan seperti ini memang biasa dialami Mbah Pon, panggilan Ponirah. Penampilan Mbah Pon memang seperti laki-laki tulen. Berambut cepak, berbadan kekar dan tegap. Sesekali terlihat kepulan asap rokok dari mulutnya. Mbah Pon tak pernah merasa malu menjalani profesi yang konon monopoli kaum Adam ini. Perempuan beranak enam dan bercucu tiga ini sudah lupa kapan persisnya ia mulai menjalani profesi berat ini. Seingatnya, ia menjalani profesi ini selama 22 tahun. Menjadi tukang becak memang bukan cita-cita Mbah Pon muda. Syahdan, pada akhir tahun 1980-an anak-anak Ponirah yang kecil mulai beranjak besar. Mereka sudah harus mengenyam bangku sekolah. Saat itu penghasilan suami Ponirah sebagai tukang becak kurang mencukupi untuk membiayai sekolah 6 anaknya. Ponirah dan suaminya

Transcript of Tokoh Dan Kasus Korupsi

Page 1: Tokoh Dan Kasus Korupsi

Ponirah Pengayuh Becak

14 Maret 2008 - 11:46 WIB

Reza Yunanto

Perempuan itu sudah 22 tahun mengayuh becak. Cita-cita pensiun dan beternak bebek belum kesampaian.

MATAHARI pagi sudah meninggi saat becak itu dikeluarkan dari belakang rumah. Setelah mengelap becak sebentar, tepat pukul 7 pagi, sang empunya becak mulai mengayuh becaknya menyusuri jalan sejauh 2 kilometer menuju tempat mangkalnya. Kostumnya tak pernah berubah: kaos oblong dirangkap kemeja, celana panjang, sepatu, dan caping. Handuk kecil setia melingkari lehernya.

Pada umumnya penumpang becaknya tak memperhatikan si penarik becak. Hingga si penumpang tiba di tempat tujuan, lalu turun dari becak untuk membayar dan terkaget-kaget mendengar suara pengayuhnya yang ternyata seorang perempuan.  "Saya diam saja, ndak ngomong kalau ndak ditanya," tutur Ponirah, 57 tahun, si tukang becak itu. Adegan seperti ini memang biasa dialami Mbah Pon, panggilan Ponirah.

Penampilan Mbah Pon memang seperti laki-laki tulen. Berambut cepak, berbadan kekar dan tegap. Sesekali terlihat kepulan asap rokok dari mulutnya.

Mbah Pon  tak pernah merasa malu menjalani profesi yang konon monopoli kaum Adam ini. Perempuan beranak enam dan bercucu tiga ini sudah lupa kapan persisnya ia mulai menjalani profesi berat ini. Seingatnya, ia menjalani profesi ini selama 22 tahun.

Menjadi tukang becak memang bukan cita-cita Mbah Pon muda. Syahdan, pada akhir tahun 1980-an anak-anak Ponirah yang kecil mulai beranjak besar. Mereka sudah harus mengenyam bangku sekolah. Saat itu penghasilan suami Ponirah sebagai tukang becak kurang mencukupi untuk membiayai sekolah 6 anaknya. Ponirah dan suaminya kemudian memutar otak. Karena tak punya uang untuk modal berdagang dan tak mau meminjam uang karena pantang berutang, akhirnya Ponirah memilih mengikuti jejak suaminya, menarik becak.

Saat itu suami Ponirah sudah punya becak sendiri. Ia pun kemudian memakai becak kreditan milik seorang majikan becak dengan setoran Rp 3.000 per hari, termasuk uang cicilan becaknya. "Saya lunasi setelah 3 tahun," kata Mbah Pon. Dengan becak itu, saban hari Ponirah menjaring penumpang di seputaran Pojok Benteng Kulon, Jalan Raya Bantul, Yogyakarta.

Jam kerjanya mulai pukul 7 pagi, sedangkan selesainya tak menentu. "Kadang jam 8 malam. Dulu pernah sampai jam 12 malam," kata Mbah Pon lagi. Tapi sejak 10 tahun lalu wilayah operasi Mbah Pon bergeser ke sekitar Mapolsek Kraton. "Di sana (Pojok Benteng Kulon) ndak ada penumpang

Page 2: Tokoh Dan Kasus Korupsi

lagi. Sepi!" katanya.

Pernah di suatu masa jam kerja Ponirah lebih awal. Saat langit belum begitu terang, Ponirah sudah mengeluarkan becaknya. Ia harus stand by di rumah langganannya di Kampung Sonosewu selambatnya pukul 6 pagi. Dua anak kecil

menunggu untuk diantar berangkat sekolah ke SD Keputran 3 di bilangan Kraton, tak jauh dari Pasar Ngasem.

Selesai mengantar pelanggannya itu Mbah Pon biasanya langsung menjaring penumpang di jalanan. Namun, pukul 12 siang dia harus bergegas kembali ke SD Keputran III. Anak pelanggannya tadi menunggu untuk diantar pulang. Agar tak kelewatan, Mbah Pon tak lupa membawa jam. "Makanya saya pakai jam. Biar ndak lupa!" ceritanya.

Penghasilan Mbah Pon sebagai tukang becak memang tak seberapa. Dulu, pada tahun-tahun awal mbecak di Pojok Benteng Kulon, dia biasa pulang membawa puluhan ribu rupiah. Apalagi ketika itu ia mengayuh becak dari pagi hingga malam. Penumpang becak pun masih ramai. Pengguna motor belum seramai sekarang. Namun, sejak beberapa tahun terakhir, penghasilannya menyusut drastis. Bekerja dari pukul 7 pagi dan berakhir sekitar pukul 2 atau 3 siang, penghasilan bersihnya hanya sekitar Rp 10 ribu. Sementara dia harus mengeluarkan uang untuk makan siang dan membeli rokok.

Meski penghasilannya pas-pasan, Mbah Pon tetap mengayuh becak. Apalagi suaminya, Suparjo, meninggal karena digerogoti kanker pankreas pada 2005. "Sudah dirawat di tiga rumah sakit pindah-pindah, masih ndak sembuh. Saya ndak punya uang, ya sudah dirawat di rumah," tuturnya. Setelah suaminya meninggal, Mbah Pon menjadi tulang punggung ekonomi keluarga dengan 6 anak.

Menjadi janda dengan 6 anak kontan saja beban hidup Mbah Pon makin berat. Dua anak tertuanya kala itu memang sudah berumah tangga dan hidup mandiri. Namun, anak bungsunya masih di bangku sekolah menengah atas, dan  anak yang lain bekerja serabutan. Dua becaknya, yang biasa ia kayuh dan warisan mendiang suaminya, akhirnya dijual. Akhirnya dia mempunyai satu lagi becak pemberian dosen Universitas Gadjah Mada pada tahun 2004.

Dengan becak pemberian itu Ponirah pun menetapkan hati dan tekad untuk terus mengayuh becak demi membiayai sekolah anaknya. "Kalau ndak mbecak, ya ndak punya uang buat bayar sekolahan sama makan sehari-hari," katanya.

Satu cobaan pergi, cobaan lain datang. Setahun kemudian rumah kecilnya di Dusun Njeblog, Tirtonirmolo, Kasihan, Bantul, rusak parah akibat gempa dashyat pada 27 Mei 2006. Mbah Pon dan 2 anaknya selamat dari maut. "Saya sudah bangun, siap-siap mbecak. Anak saya langsung lari keluar rumah," ujar Mbah Pon mengingat gempa yang merenggut ribuan nyawa di Yogyakarta dua tahun silam. Mbah Pon dan anak-anaknya memang selamat dari gempa, tapi rumahnya rusak. Selain itu 40 ekor bebek miliknya mati terkena reruntuhan kandang. Semua telurnya juga pecah. Mbah Pon pun hanya bisa merenungi nasib. "Saya pasrah pada Gusti Allah," ujarnya.

Tuhan maha adil. Suatu hari setelah gempa, anaknya dihubungi sebuah perusahaan produsen

Page 3: Tokoh Dan Kasus Korupsi

minuman energi. Mbah Pon ditawari membintangi iklan minuman energi. Menurut cerita anaknya, perusahaan itu melihat Mbah Pon sebagai sosok orang yang tak kenal menyerah dan tidak takluk pada kemiskinan.

Menjadi bintang iklan merupakan anugerah tersendiri bagi Mbah Pon. Dari aktingnya itu dia mendapat imbalan Rp 6 juta. Sebulan kemudian, sepulang dari Jakarta setelah promosi iklan tersebut, Mbah Pon ditanya minta apa. "Saya minta dibangunkan rumah," jawabnya enteng. Gayung pun bersambut. Perusahaan itu kemudian mengantarkan uang Rp 30 juta yang kemudian dipakai Mbah Pon membangun kembali rumahnya. Rumahnya yang rusak akibat goyangan gempa pun kembali berdiri.  

Kesan Mbah Pon sebagai perempuan perkasa menguat setelah dia mendapatkan penghargaan sebagai Wanita Perkasa Yogyakarta dalam perayaan Hari Kartini di Daerah Istimewa Yogyakarta.  Saat itu Kapolsek Kraton yang dijabat seorang perempuan mengusulkan Ponirah yang biasa mangkal di depan Mapolsek Kraton sebagai salah satu penerima penghargaan. "Bu Kapolek yang  usul," kata Mbah Pon yang dikenal ramah senyum oleh warga sekitar Kraton. Panitia pun menyetujui. Mbah Pon akhirnya menerima anugerah tersebut langsung dari Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono X dan istri, GKR Hemas.

Mbah Pon jebolan kelas IV sekolah dasar. Sampai usia tua tubuhnya selalu sehat. Ia mengaku tak pernah mengalami gangguan kesehatan selama menarik becak. Padahal, usianya sudah menjelang kepala enam dan setiap pagi hanya sarapan segelas teh hangat dan sebatang rokok. "Saya bisa makan ya habis narik," katanya. 

Anak dan kerabat sudah meminta Mbah Pon pensiun mengayuh becak. Nyatatanya, di usia menjelang kepala enam, dia harus tetap mengayuh becak. "Kalau ndak mbecak, makan apa?" ujarnya.

Mbah Pon tak tahu kapan akan berhenti mengayuh becak. Ia masih menyimpan cita-cita menggembala bebek seperti dulu. Namun, 40 ekor bebeknya sudah mati tertimpa gempa. Bantuan yang mengalir deras setelah gempa Yogya tak menciprati Mbah Pon. Ia tak punya uang untuk membeli bebek. "Ndak ada uang. Seekor harganya 25 ribu rupiah. Uang dari mana?" kata Mbah Pon yang kini menjadi selebritis di Bantul setelah menjadi bintang iklan. (E1)

Foto oleh Reza Yunanto: Ponirah sedang mengayuh becaknya.

©2008 VHRmedia

Oleh : Hari Puspita

HARI Minggu (2/3) malam lalu saya dapat kabar soal ditangkapnya seorang jaksa yang karirnya bak meteor, Urip Tri Gunawan. Mantan konseptor dakwaan terpidana mati Bom Bali 1, Amrozi, ini bak kisah novel saja, jalan hidupnya.

Apalagi setelah keesokan paginya setiap satu jam dan hampir dari menit ke menit di televisi ada tayangan dan running text tentangnya. Lelaki kelahiran Sragen, Jawa Tengah, 42 tahun silam ini

Page 4: Tokoh Dan Kasus Korupsi

telah membalik telapak tangannya yang tertera takdir, dengan hidup bertema baru : From Hero To Zero.

Betapa tidak?  Jaksa satu yang sempat saya kenal baik saat ngepos di berita-berita hukum ini memang berkarir menonjol. Dengan kasus yang banyak jadi sorotan media. Mulai kasus korupsi Yayasan Bali Dwipa (YBD) bernilai Rp 2,3 miliar, dengan terdakwa Sugiri dan Ida Bagus Oka, kasus 13,5 kilogram kokain Victor Navaro Garcia- Clara Elena Umana Gautrin, asal Meksiko, hingga yang terakhir dugaan kasus korupsi BLBI.

Terus terang, sebagai orang yang sempat kenal baik dengan bapak tiga anak ini, saya kaget. Yang pertama, ya jelas soal kasus suapnya. Yang kedua : “Kok bisa dia yang ngambil ya?”. Dan, yang ketiga adalah, duit USD 660.000 USD atau Rp 6,1 miliar itu nolnya berapa ya? Imajinasi saya susah membayangkan, untuk angka ini, soalnya.

Urip pun mengingatkan saya dengan salah satu lagu grup musik rock asal Bandung, Seuries, lewat lagu Jaksa Juga Manusia, eh, Rocker Juga Manusia. Tapi, lagi-lagi, kok bisa ya?

Soalnya dia sempat bercerita, bahwa dulu dia pernah bertugas di Bumi Lorosae. Dia sempaat menjabat Kepala Cabang Kejaksaan Negeri (Kejari)  Maliana, Bobonaro, Timor Timur (Timor Leste, sekarang). “Kadang saya jalan kaki, kalau pas tidak ada kendaraan tumpangan,” akunya. Pikir saya, “Gigih juga, dia.” Waktu itu, tahun 2002, saat menangani kasus IB Oka.

Saat sibuk menyiapkan dakwaan Amrozi, saya beberapa kali datang ke rumah dinasnya, di Jalan Muwardi, Renon. Dia terbilang suka membaca. Sebagai jaksa yang berurusan dengan terdakwa dari Jamaah Islamiah atau JI, Urip yang Kristiani ini sibuk mencari literatur Islam. Dari terjemahan Alquran, buku hadits hingga majalah Panji Masyarakat dan Sabili pun dilahapnya. “Biar paham, nggak ngawur,” katanya.

Dakwaan untuk Amrozi sendiri tebalnya 33 halaman. Sedangkan tuntutannya 263 halaman.  Yang dibacakan 30 Juni 2003 silam.

Teman-temannya sesama jaksa banyak yang menyebut dia cerdas, ngototan dan pemberani. Dia juga dikenal suka guyon, bercanda. Kadang ceplas-ceplos juga. “Wah, pusing ngonsep dakwaan gini nonton BF enak, ya, sama cewek?” celetuknya, saat mengetik konsep dakwaan Amrozi, lima tahun silam, di suatu malam.

Dulu, nomor handphone-nya 08123811170. Tapi setelah di Jakarta sepertinya ganti nomor. Pun saat balik lagi ke Bali, jadi Kajari  Klungkung, sebelum ke Kejagung, Jakarta, jadi Kasubdik Direktorat Jampidsus, saya sudah tak tahu lagi, berapa nomor HP-nya. Padahal, dulu, kalau ada SMS lucu-lucu, atau malah sesekali agak jorok, kadang dikirimnya. (Biasanya, dia mengirim yang jorok, kalau saya kirim SMS jorok duluan, hehehe..)

Saat Soundrenaline pertama kali digelar tahun 2003 di Pulau Serangan, Minggu, 7 September 2003, dia ngaku ngebet pengin nonton pesta musik kolosal dengan puluhan grup itu. “Refreshing, cari udara segar,” tuturnya. Kaset Soundrenaline saya pun saya berikan kepadanya, karena dia terlihat antusias nonton. Cuma, saya tidak tahu pasti juga, apa dia jadi nonton atau tidak.

Tapi, ada juga “kenangan tak terlupakan” dengannya. Yang kebetulan masih tercatat tanggal, bulan, dan tahunnya, di file saya. Suatu hari, Selasa, 16 September 2003, ada sidang terdakwa bule, namanya Steven Douglas Kiskenen, asal Inggris, di PN Denpasar. Dengan barang-bukti (BB) 0,3 gram heroin. Sidangnya tidak jelas. Saya pun penasaran. Ke sana kemari cari info, kapan sidangnya.

Akhirnya bisa dapat nama dan ketemu hakimnya, Bu Istiningsih Rahayu. Dari ibu hakim ini saya tahu vonisnya tiga bulan, tuntutannya “cuma” empat bulan. Juga ketahuan siapa jaksanya. “Kayaknya dituntut empat bulan,” ujarnya, sambil tersipu dan berat menyebut vonis narkoba yang ringan itu. Saya cari pak Urip dan ketemu.

Page 5: Tokoh Dan Kasus Korupsi

Tapi, di luar dugaan dia masih berkilah. “Alaah, narkoba dengan BB 0,3 gram apa sih menariknya? Belum, belum vonis,” jawabnya, dengan cool, ketika saya tanya. Lho, aneh memang. Saya sudah mengantongi data kok dia masih berkilah juga.

Ada lagi sidang narkoba lainnya, dengan terdakwa Andrew Thomas Bredon, bule asal Selandia Baru, malah persidangannya tidak jelas hingga dia pindah ke Jakarta sebagai Kasi Pidum Kejari Jakarta Utara.

Itu kejadian 16 September 2003. Dan, di luar dugaan, pada 2 Maret 2008, ada kejadian yang mirip. Dia tertangkap KPK dengan uang USD 660.000 atau Rp 6,1 miliar, di Jalan Hang Lekir II, Simprug, Jakarta. Saat tertangkap, ngakunya kardus berisi coklat dan habis transaksi permata. Tapi, si pemberi suap duit, Artalyta Suryani alias Ayin, kerabat Syamsul Nursalim ngomongnya lain lagi ke KPK. Bahwa itu duit utang. Nah, kacau juga. “Joko Sembung makan ondhe-ondhe, Nggak nyambung, pak Dhe!”

Tapi dunia ini memang serba mungkin. Siapa saja bisa tergelincir. Tak peduli apa status sosial dan profesinya. Ulama, pendeta, polisi, jaksa,hakim, termasuk wartawan atau siapa pun bisa terpeleset, di zaman yang kata Rendra, mengutip Ronggo Warsito, disebut Zaman Kalabendu, ini. Dan, sampai saat ini saya masih terpana, soal kejadian mengagetkan itu dan  membayangkan bagaimana duit USD 660.000 itu berapa lembar, kalau uang kontan.

Sebagai teman saya sedih, tentu saja. Tapi, kalau mengingat posisi dia sebagai aparat penegak hukum, untuk kasus sebesar BLBI, sepertinya urusan dia bakal membuat lain, cerita hidupnya. Kecuali kalau tiba-tiba hasil penyidikan KPK ternyata Urip jualan permata betulan, misalnya. Ah, Urip, Urip “si jaksa terbaik”!

Hari Puspita, Wartawan Radar Bali

This entry was posted on Thursday, April 3rd, 2008 at 6:41 am and is filed under Opini, Sosok. You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.

There are currently 3 responses to “Jaksa Urip, yang Saya Kenal”

Why not let us know what you think by adding your own comment! Your opinion is as valid as anyone elses, so come on... let us know what you think.

1. 1 On April 3rd, 2008, luhde said:

aduh duh, pak redaktur radar nok. sing bani komen jelek-jelek ni. semoga pak pipit ada yang menyuap USD 6000. kan ga gede2 amat… siapkan dulu alibinya, pak. mungkin, jual beli berita pilkadal? huahuhahha…. btw, sip tulisane pak.

2. 2 On April 3rd, 2008, wasti said:

Wah yang sakit hati, numpahinnya pakai kata2 pilu tapi juga merajuk. Iya, sama kagetnya saya dg Pak Pipit. DIa dulu suka nimbrung makan bareng, malah sering ngajakin makan duren di sepanjang jl renon, kalau lagi musim. Kali saja, uang miliaran rupiah itu hasil jualan duren yang isinya permata.

3. 3 On April 3rd, 2008, wawan said:

pit, kok tulisanmu ini tdk dimuat di kaki jawa

Pemerintah Dan Rakyat ASEAN Diminta Tolak Referendum Di Myanmar Pemerintah Didesak Usut Ulang Kasus BLBI →

Page 6: Tokoh Dan Kasus Korupsi

Kasus Urip, “Shock Teraphy” Bagi Para Jaksa Maret 8th, 2008 in Nasional |

Jakarta ( Berita ) :  Kasus tertangkapnya jaksa penyelidik kasus BLBI Urip Tri Gunawan atas dugaan penerimaan uang senilai 660 ribu dolar AS diharapkan menjadi “shock teraphy” (terapi kejut) bagi para jaksa sehingga membuat mereka takut untuk menerima suap.

“Saya yakin, pasti ada saja jaksa yang jadi takut walau jumlahnya sulit untuk diketahui. Apa yang dilakukan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) itu tetap merupakan suatu keberhasilan, yakni membuat orang (jaksa.red) takut,” kata pengamat masalah hukum dari Universitas Indonesia (UI) Gandjar Laksmana B di Jakarta, Sabtu [08/03] .

Gandjar Laksmana  menilai, terkait pengungkapan kasus dugaan suap terhadap jaksa Urip, KPK menerapkan “shock teraphy” yang membuat aparat penegak hukum tidak akan berani lagi “main-main” dengan kasus yang sedang ditanganinya.

Gandjar mencontohkan kasus yang pernah diungkap KPK pada 2005 terhadap pengacara Harini Wijoso, juga telah membuat para pengacara “tiarap” dan berhati-hati sehingga tidak berani lagi “main-main”.

Harini Wijoso adalah salah seorang pengacara pengusaha Probosutedjo dalam kasus penyimpangan Dana Reboisasi.  Pada 30 September 2005, KPK melakukan pengerebekan dan Harini beserta kelima staf Mahkamah Agung (MA) ditangkap karena terkait kasus penyuapan dengan nilai miliaran rupiah. Pada 30 Juni 2006, oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Harini Wijoso divonis hukuman penjara empat tahun.

Gandjar Laksmana yakin bahwa dengan kasus tertangkapnya jaksa Urip Tri Gunawan oleh KPK pada Minggu (2/3) itu, banyak juga jaksa yang kini ketakutan untuk menerima suap.

Namun jika dikatakan penangkapan jaksa Urip itu sebagai suatu keberhasilan KPK dalam memberantas korupsi, Gandjar mengatakan bahwa ukuran keberhasilan itu ada banyak tolok ukurnya, di antaranya dari sisi pencegahan dan penindakan. “Kalau penindakan, bukan dengan melihat berapa banyak perkara yang berhasil diungkap KPK karena kita tidak punya banyak data. Berapa yang berhasil diungkap masih sedikit kalau dibanding dengan dugaan batapa banyaknya korupsi yang terjadi di negeri ini,” katanya. “Misalnya kalau ada 30 kasus yang disidik, maka ke-30 kasus itu harus sampai dibawa ke pengadilan, dan koruptornya dihukum,” katanya. ( ant )

By plinplan on March 3rd, 2008 @ 08:03:04

Jakarta - Nama Kejagung rusak gara-gara Jaksa Urip Tri Gunawan tertangkap tangan KPK. Dia diduga menerima uang suap senilai US$ 660 ribu atau Rp 6 miliar. Bagaimana kronologi penangkapannya?

Menurut informasi dari Juru Bicara KPK Johan Budi SP, pada Minggu (2/3/2008) sekitar pukul 16.30 WIB, KPK menerima laporan bahwa akan terjadi sebuah transaksi. Karena tak mau buruan lepas, KPK segera mengirim para penyidiknya ke lokasi yang diketahui sebagai kediaman Sjamsul Nursalim di Jl Hang Lekir RT 06/08, Kavling WG, Kelurahan Grogol Selatan, Kebayoran, Jakarta.

Saat digerebek, Jaksa Urip memang sempat melakukan perlawanan. Hal ini seperti diutarakan Ketua RT setempat Sambiyo. Dan sebelum penangkapan dilakukan, sejumlah penyidik serta anggota Brimob pun sempat melakukan pengintaian di rumah mewah berpagar setinggi 5 meter

Page 7: Tokoh Dan Kasus Korupsi

tersebut.

Setelah ditangkap, penyidik KPK menyita uang senilai yang seluruhnya pecahan dolar AS. Selain itu dilakukan penggeledahan di mobil mantan Kajari Klungkung, Bali, yang menjadi Ketua Tim Pemeriksa Kasus BLBI Kejagung tersebut. Polisi menyisir kendaraan Kijang silver bernopol DK 18322 CH itu.

Ikut pula diamanakan seorang wanita berinisial AS, yang diduga adalah perantara pemberi uang. Selain itu seorang pria pun ikut diangkut pula ke Kantor KPK di Jl HR Rasuna Said Kuningan, Jakarta.

Mereka diangkut secara terpisah. Jaksa Urip tiba di Kantor KPK sekitar pukul 18.00 WIB, AS sekitar pukul 20.40 WIB, dan pria yang belum diketahui identitasnya dibawa di antara jeda waktu dua orang tersebut.

Sekitar pukul 23.30 WIB, KPK menetapkan Jaksa Urip sebagai tersangka, sedang 2 lainnya masih berstatus saksi. Di kesempatan pemunculannya yang sesaat itu pula, Urip sempat membantah bahwa dia menerima suap. “Saya hanya berdagang permata, sebagai usaha sampingan,” tutur Urip.

Namun pihak KPK menengarai bahwa keberadaan uang tersebut terkait dengan kasus BLBI, karena dihentikannya penyelidikan kasus pengemplangan uang rakyat triliunan rupiah ini. Hal ini semakin kuat manakala Jaksa Urip memegang penanganan kasus BLBI senilai Rp 28 triliun yang melibatkan pengusaha Sjamsul Nursalim.

Pada pukul 00.00 WIB, dengan membawa sejumlah saksi, KPK kembali bergerak ke kediaman Sjamsul. Dan sekitar pukul 03.30 WIB, Senin (3/3/2008) tim dengan menggunakan 2 buah kendaraan bergerak meninggalkan lokasi.

Tampak sejumlah barang bukti diangkut penyidik antara lain 1 unit CPU komputer, selain itu seorang pria yang wajahnya ditutupi koran dan pembantu rumah tangga itu pun ikut diboyong ke KPK.

Hingga pukul 07.35 WIB, Jaksa Urip masih terus menjalani pemeriksaan intensif penyidik KPK. (ndr/nrl)

Detik-detik Penangkapan Jaksa Urip Menegangkan

Senin, 3 Maret 2008 - 17:18 wib

BERITA LAINNYA

Page 8: Tokoh Dan Kasus Korupsi

13/04/2008 04:03:03

Money Politic di Pilgub Jabar

13/04/2008 03:54:26

Winasa-Alit Putra Pendaftar Pertama Pilkada Bali

13/04/2008 02:50:46

Money Politics Tim Da'i Marak

13/04/2008 01:41:25

Calon Panwas Pilgub Jatim Jalani Fit and Proper Test

13/04/2008 00:36:47

Pembalap Liar Tabrakan , 2 Pemuda Kritis

JAKARTA-Kronologi penangkapan jaksa Urip Tri Gunawan yang diduga menerima suap USD 660.000 sempat diwarnai aksi perlawanan tersangka. Bahkan, penyidik KPK sempat menabrak mobil yang dikendarai Urip karena mencoba melarikan diri saat akan ditangkap di depan rumah Sjamsul Nursalim di Jalan Hang Lekir RT 06/RW 08, Kaveling WG, Kel GrogolSelatan, Kebayoran Lama, JakartaSelatan.

Menurut sumber di KPK, penangkapan Urip bukan sebuah kebetulan. KPK telah menerima informasi dugaan suap kasus BLBI tersebut beberapa hari sebelum penangkapan.

Pengintaian di sekitar rumahSjamsul Nursalim.

Ketua RT setempat Sambiyo mengaku melihat sejumlah penyidik serta anggota Brimob mengintai rumah mewah berpagar setinggi 5 meter tersebut.Para penyidik menunggu buruannya di tikungan samping rumah kediaman Sjamsul Nursalim. "Saya menerima laporan dari satpam perumahan bahwa ada beberapa orang yang mondar-mandir mengawasi rumah Sjamsul Nursalim," ungkapnya, Senin (3/3/2008).

Para satpam sempat curiga tapi setelah dicek ternyata mereka para penyidik dari KPK dan polisi yang sedang melakukan pengintaian. Kronologi penangkapan Urip pun digambarkan Sambiyo cukup dramatis. "Jadi, saat mobil Kijang silver (yang ditumpangi JaksaUrip) bernopol DK1832 CF ke  luardari gerbang utama (rumah SjamsulNursalim) dan melewati tikungan tersebut, penyidik sudah siap menangkap. Karena ada gelagat kabur, mobil tersebut langsung dipepet dan sopir ditangkap meskipun sempat ada perkelahian,"ungkap Sambiyo.

Saksi mata mengungkapkan, penyidik sempat mendorong badan Urip ke tembok saat proses penangkapan. "Karena dia melawan saat akan ditangkap," ucap seorang penyidik yang enggan disebutkan namanya.

Sempat juga terjadi adu mulut karena Urip terus berusaha meyakinkan bahwa dirinya tidak

Page 9: Tokoh Dan Kasus Korupsi

bersalah. Pernyataan Sambiyo terbukti dengan ditemukannya kerusakan pada bemper depan mobil KPK. Selain itu, bagian belakang mobil jaksa Urip juga rusak akibat ditabrak penyidik KPK.Selain itu, bukti perkelahian dapat dilihat dari kumal dan kotornya bagian depan dan belakang baju putih berlengan panjang yang dikenakan Urip.

Bahkan, saat dimintai keterangan,Urip terlihat kelelahan dan ada bekas tanda kekerasan di bagian leher.Setelah ditangkap, penyidikKPK menyita uang senilai USD660.000 yang seluruhnya pecahanUSD100. Selain itu, penyidik KPK juga melakukan penggeledahan di mobil mantan Kajari Klungkung, Bali, yang menjadi Ketua Tim Pemeriksa Kasus BLBI Kejagung tersebut. Polisi menyisir kendaraan Kijang silver dengan seksama dari jok depan sampai jok belakang.Penyidik KPK lalu membawa Urip ke Kantor KPK dan tiba di sana sekitar pukul 18.00 WIB.

Sekitar pukul 23.30 WIB, KPK menetapkan jaksa Urip sebagai tersangka. Di kesempatan pemunculannya yang sesaat itu pula, Urip sempat membantah menerima suap. ''Saya hanya berdagang permata sebagai usaha sampingan,''tuturnya.

Namun,pihak KPK menengarai keberadaan uang tersebut diduga terkait kasus BLBI karena dihentikannya penyelidikan kasus pengemplangan uang rakyat triliunan rupiah ini.

Hal ini semakinkuat saat jaksa Urip menangani kasus BLBI senilai Rp28 triliun yang melibatkan pengusaha Sjamsul Nursalim.Juru Bicara KPK Johan Budi SP membenarkan tersangka Urip sempat melawan saat akan ditangkap. "Dia sempat berusaha kabur saat akan ditangkap,"  kata Johan.

(Sindo Sore//sjn)

Berita Terkait 'Kejaksaan'

Presiden Angkat Marwan Effendi Jadi Jampidsus Remunerasi Jaksa Diusulkan ke Menkeu Tak Lama Lagi, Presiden Putuskan Nama Jampidsus Hendarman Berharap Keppres Jampidsus Hari Ini Presiden Masih Pertimbangkan Jampidsus Nama Jampidsus Masih di Seskab Sebenarnya Arman Memilih Jadi Pemred Arman Bikin Buku Memori Kejagung Cuti Tahunan Kemas Kelewat Sehari Kepres Jampidsus Baru Belum Juga Turun

Kanal Utama : Okezone | News | International | Economy | Lifestyle | Celebrity | Sports | Bola | Euro 2008 | Autos | Techno | Tokoh |

Page 10: Tokoh Dan Kasus Korupsi

Foto Oke Info | Index | RSS

Management : About Us | Redaksi | Kotakpos | Info Iklan | Disclaimer

? 2008 okezone.com, All Rights Reserved

Selasa, 04 Mar 2008,Setelah Jaksa Terbaik Itu Tertangkap Basah Menerima Suap Rp 6 Miliar

Mantan Bawahan Terharu Lihat Urip Dikeler PolisiPenangkapan jaksa Urip Tri Gunawan karena menerima suap Rp 6 miliarmembuat shock keluarga dan mengagetkan teman-temannya seprofesi diBali. Gara-gara berita itu, sang istri harus pulang lebih cepat kerumah dan tak mau diwawancarai. Bagaimana kiprah Urip selama di PulauDewata itu?

M. RIDWAN-M. ASTRA, Denpasar

Meski Urip bertugas di Jakarta, keluarganya tetap tinggal di Bali.Istrinya, Ny Rita Darmayanti, saat ini tercatat sebagai jaksa yangberdinas di Kejaksaan Negeri (Kejari) Gianyar.

"Hari ini dia sempat ngantor, tapi pulang lebih cepat," kata salahseorang teman sekantor Rita di Kejari Gianyar kepada Radar Bali (GrupJawa Pos). Ketika ditanya alamat rumah Rita, dia enggan memberi tahu.

Dari hasil penelusuran Radar Bali, akhirnya diketahui pasanganUrip-Rita tinggal di kawasan Renon, tepatnya di Jl Tukad BatanghariXI, Denpasar, Bali.

Harga tanah di kawasan itu Rp 1 juta - Rp 1,5 juta per meter persegi.Rumah Urip berukuran 20 m x 10 m dan berlantai dua. Pagar dibuatbergaya Bali, lengkap dengan ukirannya.

Ketika Radar Bali datang ke rumah itu sekitar pukul 15.30 Wita kemarin(3/3), tampak tiga pemuda berada di teras. Dua orang memoles tembokdepan dengan cat krem. Seorang lagi bertugas sebagai penjaga rumah.

Awalnya, ketika ditanya apakah nyonya rumah (Ny Rita) ada, si penjagamenganggukkan kepala. Dia mengatakan bahwa majikannya berada di dalam.Keberadaan Rita diperkuat dengan mobil Honda Civic keluaran 2003,warna silver bernopol DK 440 MT yang sore itu diparkir di halaman.Menurut keterangan tetangga dan juga teman Rita di Kejari Gianyar,

Page 11: Tokoh Dan Kasus Korupsi

sehari-hari mobil itu digunakan ke kantor oleh Rita. Disebutkan pula,selain Honda Civic, keluarga Urip punya dua mobil lagi, masing-masingJeep Grand Cherokee dan Hardtop.

Namun, ketika penjaga tahu bahwa yang datang ke rumah majikannyaadalah wartawan, dia berubah sikap. Mendadak dia gugup dan meralatucapannya. "Maaf, ibu belum pulang dinas," katanya ketus. Padahal,sebelumnya dia mengatakan, majikannya ada di rumah.

Menurut keterangan beberapa tetangga Urip, Rita terlihat masuk rumahsekitar pukul 12.00 waktu setempat. "Biasanya, dia pulang sekitar jam4. Bahkan, jam 5 sore baru pulang. Tapi, ini tadi jam 12 sudahdatang," kata salah seorang tetangga dekat keluarga Urip.

Rita pulang lebih cepat karena kasus suaminya? Si tetangga tadi tidaktahu pasti. Teman Rita satu kantor menceritakan, wajah istri Urip itutak terlihat sedih saat ngantor. "Tapi, dia mendadak menjadi pendiamdan terkesan menghindar dari teman-teman. Saya rasa dia sangatterpukul dengan berita di koran dan TV tentang suaminya," ceritanya.

Menurut A.A. Gede Raka, warga yang rumahnya berhadapan dengan rumahUrip, sebagai tetangga dia biasa bertegur sapa dengan Rita dansuaminya. "Terakhir saya bertemu Pak Urip sekitar dua minggu lalu,"kata Raka, yang asal Pejeng, Gianyar.

Sebelum bertugas di Jakarta, Urip memang berdinas di Bali. Menurutbeberapa sumber, karir Urip di Pulau Dewata tergolong moncer. Setelahmenjadi salah satu JPU (jaksa penuntut umum) dalam sidang kasus bomBali I, dia dipromosikan sebagai Kasi Pidum Kejari Kota Tanjungpriok,Jakarta.

Setelah itu, dia dipercaya menjadi kepala Kejaksaan Negeri (Kajari)Klungkung. Jabatan Kajari Klungkung hanya dipangku kurang lebih tigatahun. Selanjutnya, dia mendapat promosi ke Kejaksaan Agung (Kejagung)RI sebagai salah satu Kasubdit, hingga akhirnya ditunjuk sebagaikoordinator jaksa penyelidik kasus BLBI (bantuan likuiditas BankIndonesia).

Jabatan terakhir ini yang membuat Urip tersandung kasus suap. Kabaritu membuat teman-temannya di Kejari Klungkung terkejut.

"Kami tak menyangka, ini bisa menimpa Pak Urip," kata Kajari KlungkungRorogo Zega SH, yang menggantikan posisi Urip.

Zega mengaku bertemu Urip terakhir kali pada 18 Desember 2007, ketikamelayat ke rumah almarhum I Wayan Pasek Suarta, mantan Kajati Bali dirumahnya di Banjar Kemoning, Klungkung. Selain itu, beberapa waktusebelum kejadian, Zega mengaku sempat berkomunikasi melalui telepon.Tetapi tidak dijelaskan dia berbicara masalah apa.

Kemarin sekitar pukul 12.00 Wita, di Kantor Kejari Klungkung terdapatpemandangan menarik. Hampir semua pegawai berkumpul di ruang tata

Page 12: Tokoh Dan Kasus Korupsi

usaha (TU) kantor itu. Mereka ternyata tengah menonton berita siang disebuah stasiun televisi swasta yang mem-blowup seputar penangkapan Urip.

Di antara pegawai perempuan yang menyaksikan layar televisi itu, adayang menitikkan air mata. "Kami kasihan, mantan pemimpin kami dikelerpolisi seperti penjahat. Kedua tangannya diborgol," kata salah seorangpegawai, yang mengaku mantan bawahan Urip.

Urip, pria asal Sragen, Jawa Tengah, meninggalkan Klungkung sekitardelapan bulan lalu. Jabatannya berakhir 22 Juni 2007.

Ketika masih menjadi Kajari Klungkung, Urip sempat berpolemik denganpemkab setempat. Pemicunya, pihak kejari tidak kunjung hengkang darikantor lama di Jalan Untung Suropati. Padahal, tempat itu bakaldijadikan proyek penataan Lapangan Puputan Klungkung.

Saat itu Urip kukuh tak mau pindah dengan alasan masih menungguperintah dari Jaksa Agung.

Selama dua tahun lebih menjadi Kajari Klungkung, sejumlah kasusmenarik ditangani Urip. Misalnya, dugaan markup pengadaan kapal olehDinas PPK dan kasus korupsi APBD dengan terdakwa mantan Ketua DPRD IWayan Sutena SH.

Penanganan kasus pengadaan kapal penangkap ikan dengan nilai kerugianRp 3,7 miliar berjalan tersendat-sendat. Bahkan, pengusutannya sempatmacet di era Urip. Baru di era Kajari Klungkung Rorogo Zega, kasus ituditindaklanjuti meski saat ini kemajuannya belum signifikan.

Di mata wartawan, Urip termasuk pejabat yang tidak pelit informasi.Pria 42 tahun itu mudah dikonfirmasi melalui HP-nya.

Yang tak pernah dilupakan Radar Bali, dia pernah berjanji menyeretseluruh mantan anggota DPRD Klungkung periode 1999-2004 ke meja hijau.Namun, janjinya belum terbukti sampai sekarang karena Urip keburumendapat promosi jabatan ke Kejagung. Mungkin, janji itu tak akanpernah dia wujudkan karena justru dia sendiri yang bakal diiseret kemeja hijau.(kum)

Kepala Kantor Pajak Pademangan Dijemput BesokMinggu, 15 Januari 2006 | 00:21 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta:Polres Kesatuan Pelaksana Pengamanan Pelabuhan (KPPP) Tanjung Priok menyerahkan 10 nama tersangka lain yang diduga terlibat kasus restitusi pajak fiktif. Namun nama tersangka dirahasiakan.

"Dari sepuluh nama, tujuh di antaranya telah kabur ke luar negeri. Tiga lainnya di Indonesia, namun masih dicari,? kata

Page 13: Tokoh Dan Kasus Korupsi

Kapolres KPPP Tanjung Priok Ajun Komisaris Besar Polisi Luki Hermawan, kemarin. Hanya dua nama yang masuk daftar pencarian orang (DPO) yang disampaikan kepada pers, yakni Vijey Kumar Jaswani (VKJ) dan Sunil (Sun).

Sementara itu, menurut sumber Tempo di Polres KPPP, besok Kepala Kantor Pajak Pademangan yang baru saja menunaikan ibadah haji akan dijemput di Bandara Soekarnno-Hatta. ?Nama belakangnya Siregar. Setelah dijemput, langsung dibawa ke Polda Metro Jaya,? ujarnya.

Bersamaan dengan penyerahan 10 nama tersangka baru, Polres KPPP Tanjung Priok kemarin menyerahkan 18 orang tersangka penipuan pajak berikut barang buktinya ke Polda Metro Jaya.

Salah seorang tersangka yang diserahkan, SIW, penyiap dan pembawa dokumen persejutuan ekspor (PE) dan persetujuan ekspor barang (PEB), menyatakan tidak tahu apakah dokumen itu resmi atau tidak. ?Saya cuma kurir. Semuanya sudah disiapkan oleh E, broker,? ujarnya.

Tersangka lainnya, SP, mengaku mengesahkan PEB, namun tidak tahu kalau barangnya tidak ada. Setiap dokumen dia mendapat komisi Rp 500 ribu. Sejak Juli sampai Oktober 2005 SP sudah mengesahkan 60-80 dokumen PE dan PEB.

sinthoko adjie

Kepala KPP Pademangan Ditahan* Kasus Ekspor Fiktif

Jakarta (Bali Post) -Setelah menjalani pemeriksaan intensif sejak Senin (16/1) malam lalu, akhirnya Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pademangan Jakarta Utara, Faisal Siregar, ditahan. Ia ditetapkan sebagai tersangka kasus ekspor fiktif yang diduga merugikan negara Rp 25 milyar. Faisal yang baru saja kembali dari Tanah Suci setelah menunaikan ibadah haji itu, menyusul 18 tersangka lainnya yang sebelumnya sudah lebih dahulu ditahan di Rutan Polda Metro Jaya.

''Dia diperiksa sejak semalam dan mulai hari ini dia resmi ditahan,'' kata Kepala Satuan Tindak Pidana Korupsi Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya AKBP Yan Fitri Halimansyah kepada wartawan di Mapolda Metro Jaya Jakarta, Selasa  (17/1) kemarin.

 

Seperti diketahui, terbongkarnya kasus ekspor fiktif yang bertujuan untuk memperoleh restitusi (pengembalian) pajak itu pertama kali disampaikan Kepala Polres Kesatuan Pelaksana Pengamanan Pelabuhan (KP3) Tanjung Priok AKBP Lucky Firmansyah, 11 Januari lalu. Kasus yang diperkirakan sudah terjadi selama lebih dari 10 tahun itu melibatkan beberapa pegawai Bea Cukai, Ditjen Pajak, pengusaha dan beberapa warga negara asing ini yang sebagian di antaranya kini masih buron.

Page 14: Tokoh Dan Kasus Korupsi

 

Polisi, kata Yan Fitri, hingga kemarin terus mengembangkan kasus itu, termasuk melakukan pemeriksaan terhadap beberapa Kepala KPP di berbagai wilayah, yang dianggap mengetahui kasus itu. ''Selain KPP Pademangan, kita juga melakukan penyelidikan dan penyidikan di KPP Tanjung Priok, Gambir, Cibinong dan Pulogadung,'' jelasnya.

 

Ketika ditanya apakah para pimpinan KPP yang tengah didalami itu juga memiliki kemungkinan untuk dijadikan tersangka berikutnya, perwira menengah polisi ini enggan menjelaskannya. Alasannya, penyelidikan kasus itu belum tuntas. ''Nantilah, tunggu saja,'' pinta Yan Fitri. (kmb5)

Kepala KPP Pademangan Menyerahkan Diri Jakarta 17 Januari 2006, Kompas - Kepala Kantor Pelayanan Pajak Kecamatan Pademangan, Jakarta Utara, Faisal Siregar, Senin (16/1) sekitar pukul 20.00 menyerahkan diri kepada polisi. Hal itu dilakukannya sekitar 16 jam setelah pulang menunaikan ibadah haji.

Menurut Direktur Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Metro Jaya Komisaris Besar Syahrul Mamma, terkait dengan kasus ekspor fiktif dan korupsi pajak, polisi melakukan tugas sebagaimana mestinya.

Ketika ditanya apakah pihaknya telah melakukan penangkapan terhadap Faisal, ia menjawab belum melakukan itu. Namun, ketika ditanyakan lebih jauh apakah Faisal benar menyerahkan diri kepada polisi, Syahrul membenarkannya. ”Yah, begitulah,” kata Syahrul semalam.

Dengan penyerahan diri Faisal, berarti sudah lima anggota staf dan pimpinan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pademangan yang saat ini menjalani pemeriksaan intensif di Polda Metro Jaya terkait dengan kasus dugaan ekspor fiktif dan korupsi pajak. Empat tersangka sudah ditahan.

Rencana penangkapan

Ihwal rencana penangkapan Faisal Siregar itu sebenarnya sudah diketahui wartawan sejak Jumat lalu. Namun, hingga kemarin petang belum juga diperoleh kepastian apakah Faisal benar-benar ditangkap.

Beredar informasi bahwa Faisal akan ditangkap di rumahnya di Bogor, Jawa Barat, sekitar pukul 19.00. Wartawan pun meluncur ke rumah mewah di kawasan Tanah Sareal itu.

Sejumlah warga membenarkan adanya aparat yang masuk ke dalam rumah yang luas tanahnya lebih dari 600 meter persegi itu. Suasana rumah itu sendiri sepi.

Sopir keluarga Siregar bernama Salim menyatakan, majikannya itu belum pulang karena rencana kepulangannya ditunda.

Kemarin siang Syahrul Mamma menyatakan, sebagai Kepala KPP Pademangan, setidaknya Faisal Siregar mengetahui proses pengeluaran dana restitusi pajak. Sebab, restitusi pajak dikeluarkan setelah sejumlah dokumen mengenai bukti impor barang yang sudah membayar pajak pertambahan nilai (PPN) dan pengapalan barang tujuan ekspor diterima pegawai pajak dan mendapat persetujuannya.

”Seperti pekerjaan saya ini. Kalau anggota mengeluarkan surat perintah penahanan atau penangkapan, saya pasti tahu

Page 15: Tokoh Dan Kasus Korupsi

karena dilaporkan kepada saya,” katanya menjelaskan.

Membentuk tim khusus

Menurut Syahrul, sejak dilimpahkannya kasus itu ke Polda Metro Jaya pada Sabtu lalu, pihaknya langsung membentuk tim khusus. Mereka terdiri atas personel dari Satuan Tindak Pidana Korupsi, Satuan Fiskal Moneter dan Devisa, serta Satuan Cyber Crime. ”Tim dibagi tiga, yaitu khusus menangani masalah pembuktian, analisis, dan pemeriksaan,” katanya.

Sekarang ini tim khusus yang diberi tugas menangani kasus ekspor fiktif dan korupsi dana restitusi pajak itu tengah melakukan pengelompokan dan pengerucutan masalah. Polisi tengah memilah-milah siapa dalangnya, siapa pelaku lapangan, dan siapa pula yang berperan membantu kejahatan terkait.

Peran mereka, kata Syahrul, ditentukan oleh cara (modus) kejahatan yang mereka lakukan. ”Dalam kasus ini terungkap bahwa pihak perusahaan yang memiliki inisiatif melakukan kejahatan tersebut,” katanya.

Ia mengungkapkan bahwa kemarin, pukul 10.00-12.00, tim melakukan gelar perkara. Selanjutnya pada pukul 14.00 dilakukan langkah-langkah administratif, termasuk upaya pemanggilan dan penangkapan. (MAS/SAM/pun)

KEPALA PAJAK DICIDUK SEPULANG NAIK HAJI

Terlibat pajak fiktif Rp.25milyar

- JAKARTA - Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pademangan,Faisal Siregar, tadi malam diciduk dirumahnya di Perumahan Goodyear,Bogor. Saat itu dia baru saja

pulang dari menunaikan ibadah haji. Sebelumnya petugas kepolisian sudah

menunggu kedatangn Faisal Siregar yang telah ditetapkan sebagai tersangka diBandar Udara Soekarno Hatta dan akan dibawa ke Polda Metro Jaya. Namun karena

demi kemanusian, petugas memutuskan menangkapnya dirumahnya di Bogor.

Sementara, sejumlah pejabat Polda Metro Jaya yang akan dikonfirmasikan enggan memberi keterangan soal penangkapan Faisal. Belum..belum kita baru akan memanggil dia, kata Dir Krimsus Kombes Pol Syahrul Mamma, kemarin sore.

Namun sumber di kepolisian mengatakan tim petugas sudah menunggu Faisal langsung membawanya ke Polda. Tim dalam perjalanan membawa dia, kata seorang

petugas yang ikut menangka Faisal.

Petinggi pajak ini telah ditetapkan sebagai tersangka kasus pembobolan pajak restitusi eskpor fiktif senilai Rp.25milyar. Dia diduga menerima 20 persen

sendiri dari nilai restirusi pajak eskpor fiktif.

Jumlah tersebut diperoleh dari pengakuan 4 anak buahnya yang sebelumnya telah diamankan polisi, termasuk pengakuan dari sejumlah pelaku lainnya pengusaha warga keturunan India. Kini petugas sudah mengamankan 18 pelaku eskpor fiktif

dan kemungkinan jumlahnya akan terus bertambah sebab dalam DPO (Daftar Pencarian Orang) sedikitnya petugas masih memburu belasan lainnya.

Belasan tersangka itu sebagian besar adalah direktur dari delapan perusahaan PT Panca Putra Jaya, PT Sinar Surya Sakti, PT Sinar Mahkota Abadi, PT Asia Citra Cemerlang, dan PT Raymark Eximinda adalah Siwan,32, Kalvani Sares,51, Jaswan Nares,51, Sykhan Jidan,25,dan Rachshan Gunawan,27 dan terakhir Jhoni diambil

dari Bandung.

Sedangkan keempat tersangka tersebut Hari Sutrisno (Kasi PPN),51, Hari Muklis,30,Sigit Riyanto,36 dan Margareta Novi Indah,31, (Dirawat dirumah sakit). Keempat orang ini mengaku kebagian 15-20 persen, sedangkan khusus

Page 16: Tokoh Dan Kasus Korupsi

Kepala Pajak sendiri mendapatkan bagian 20 persen sendiri dari nilai pajak ekspor yang ditarik.

Para tersangka sekali menarik restribusi Rp.300juta hingga Rp.1,5milyar. Dalam satu bulan bisa menarik restribusi tiga kali.

[Non-text portions of this message have been removed]

WIJANARKO