Kortikosteroid Pada Asma Kronis

8
KORTIKOSTEROID PADA ASMA KRONIS Syarifudin; Koentjahja, SpP Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya VI. KLASIFIKASI ASMA  Asma dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi, derajad berat ringannya dan gambaran dari obstruksi saluran nafas. Yang terpenting adalah berdasarkan derajad berat ringannya serangan, karena berhubungan secara langsung dengan pengobatan yang akan diberikan A. Ditinjau dari segi Imunologi, asma dibedakan menjadi : 1. Asma Ekstrinsik  , yang dibagi menjadi : 1.1.  Asma Ekstrinsik Atopik 3  Penyebabnya adalah rangsangan alergen eksternal spesifik dan dapat diperlihatkan dengan reaksi kulit tipe 1.Gejala klinis dan keluhan cenderung timbul pada awal kehidupan, 85 % kasus terjadi sebelum usia 30 tahun . Sebagian besar asma tipe ini mengalami perubahan dengan tiba-tiba pada waktu puber, dengan serangan asma yang berbeda-beda pula. Prognosis tergantung pada serangan pertama yaitu berat ringannya gejala yang timbul. Jika serangan pertama pada usia muda disertai gejala yang berat, maka prognosisnya lebih jelek. Didalam darah dijumpai meningkatnya kadar IgE spesifik, dan pada riwayat keluarga didapatkan keluarga yang menderita asma.  1.2.  Asma Ekstrinsik Non Atopik 3  Sifat dari asma ini adalah serangan asma timbul karena paparan dengan bermacam alergen spesifik, seringkali terjadi pada saat melakukan pekerjaan atau timbul setelah mengalami paparan dengan alergen yang berlebihan. Tes kulit memberi reaksi tipe segera, tipe lambat ataupun keduanya. Dalam serum didapatkan IgE dan IgG yang spesifik. Timbulnya gejala cenderung pada akhir masa kehidupan, yang disebabkan karena sekali tersensitisasi, maka respon asma dapat dicetuskan oleh berbagai macam rangsangan non imunilogik seperti emosi, infeksi, kelelahan dan faktor sikardian dari siklus biologis. 2 Asma Kriptogenik, yang dibagi menjadi 2.1.  Asma Intrinsik   2.2. Asma Idiopatik    Asma jenis ini, alergen pencetusnya sukar ditentukan, tidak ada alergen ekstrinsik sebagai penyebab, dan tes kulit memberikan hasil negatif. Merupakan kelompok yang heterogen, respon untuk terjadi asma dicetuskan oleh penyebab dan melalui mekanisme yang berbeda-beda. Sering ditemukan pada penderita dewasa, dimulai pada umur diatas 30 tahun dan disebut late onset asthma. Serangan sesak pada tipe ini dapat berlangsung lama dan seringkali menimbulkan kematian bila pengobatan tanpa disertai kortikosteroid. Perubahan patologi yang terjadi sama dengan asma ekstrinsik, namun tidak dapat dibuktikan keterlibatan IgE. Kadar IgE serum dalam batas normal, tetapi eosinofil dapat meningkat jauh lebih tinggi dibandingkan dengan asma ekstrinsik. Tes serologis dapat menunjukkan adanya faktor reumatoid misalnya sel LE. Riwayat alergi keluarga jauh lebih sedikit dibandingkan dengan asma ekstrinsik yaitu 12 sampai 48 %. B. Ditinjau dari berat ringannya penyakit menurut Global Initiative For Asthma Gejala Gejala Malam PEF Tahap 4 Persisten Berat - terus menerus - aktivitas fisik terbatas sering < 60% prediksi variabilitas > 30% Tahap 3 Persisten Sedang - tiap hari - penggunaan -agonis tiap hari - Saat serangan mengganggu aktivitas > 1 kali/mgg >60%<80% pred variabilitas 20-30% Tahap 2 Persisten Ringan - > 1 kali/minggu, tetapi < 1 kali perhari > 2 kali/bulan > 80% prediksi variabilitas 20-30% Tahap 1 Intermitten - < 1 kali/minggu - diantara serangan tanpa gejala Dan PEF normal < 2 kali/bulan  80% prediksi variabilitas <20% C. Ditinjau Dari Gejala Klinis .  1. Serangan asma ringan :   dengan gejala batuk, mengi dan kadang-kadang sesak, Sa O 2   95% udara ruangan, PEFR lebih dari 200 liter per menit, FEV 1  lebih dari 2 liter, sesak nafas dapat dikontrol dengan bronkodilator dan faktor pencetus dapat dikurangi, dan penderita tidak terganggu melakukan aktivitas normal sehari-hari.  2. Serangan asma sedang :   dengan gejala batuk, mengi dan sesak nafas walaupun timbulnya periodik, retraksi interkostal dan suprasternal, SaO 2  92-95% udara ruangan, PEFR antara 80-200 liter per menit, FEV 1  antara 1-2 liter, sesak nafas kadang mengganggu aktivitas normal atau kehidupan sehari-hari.  3. Serangan asma berat :   dengan gejala sesak nafas telah mengganggu aktivitas sehari-hari secara serius, disertai kesulitan untuk berbicara dan atau kesulitan untuk makan, bahkan dapat terjadi serangan asma yang mengancan jiwa yang dikenal dengan status asmatikus. Asma berat bila SaO 2   91%, PEFR 80 liter per menit, FEV 1  0,75 liter dan terdapat tanda-tanda obstruksi jalan nafas berat seperti pernafasan cuping hidung, retraksi interkostal dan suprasternal, pulsus paradoksus  20 mmHg, berkurang atau hilangnya suara nafas dan mengi ekspirasi yang jelas. VII. ASMA KRONIS

Transcript of Kortikosteroid Pada Asma Kronis

7/21/2019 Kortikosteroid Pada Asma Kronis

http://slidepdf.com/reader/full/kortikosteroid-pada-asma-kronis 1/8

KORTIKOSTEROID PADA ASMA KRONIS

Syarifudin; Koentjahja, SpP

Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya

VI. KLASIFIKASI ASMA Asma dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi, derajad berat ringannya dan gambaran dari obstruksi saluran nafas.Yang terpenting adalah berdasarkan derajad berat ringannya serangan, karena berhubungan secara langsung denganpengobatan yang akan diberikan A.  Ditinjau dari segi Imunologi, asma dibedakan menjadi :

1.  Asma Ekstr insik , yang dibagi menjadi : 1.1. Asma Ekstr insik Atopik

3  Penyebabnya adalah rangsangan alergen eksternal spesifik dan dapat diperlihatkan dengan reaksi kulit tipe1.Gejala klinis dan keluhan cenderung timbul pada awal kehidupan, 85 % kasus terjadi sebelum usia 30tahun . Sebagian besar asma tipe ini mengalami perubahan dengan tiba-tiba pada waktu puber, denganserangan asma yang berbeda-beda pula. Prognosis tergantung pada serangan pertama yaitu beratringannya gejala yang timbul. Jika serangan pertama pada usia muda disertai gejala yang berat, makaprognosisnya lebih jelek. Didalam darah dijumpai meningkatnya kadar IgE spesifik, dan pada riwayatkeluarga didapatkan keluarga yang menderita asma. 

1.2. Asma Ekstr insik Non Atopik3  

Sifat dari asma ini adalah serangan asma timbul karena paparan dengan bermacam alergen spesifik,seringkali terjadi pada saat melakukan pekerjaan atau timbul setelah mengalami paparan dengan alergenyang berlebihan. Tes kulit memberi reaksi tipe segera, tipe lambat ataupun keduanya. Dalam serum

didapatkan IgE dan IgG yang spesifik. Timbulnya gejala cenderung pada akhir masa kehidupan, yangdisebabkan karena sekali tersensitisasi, maka respon asma dapat dicetuskan oleh berbagai macamrangsangan non imunilogik seperti emosi, infeksi, kelelahan dan faktor sikardian dari siklus biologis.

2  Asma Kriptogenik, yang dibagi menjadi2.1. Asma Intr insik  2.2. Asma Idiopat ik  

 Asma jenis ini, alergen pencetusnya sukar ditentukan, tidak ada alergen ekstrinsik sebagai penyebab, dantes kulit memberikan hasil negatif. Merupakan kelompok yang heterogen, respon untuk terjadi asmadicetuskan oleh penyebab dan melalui mekanisme yang berbeda-beda. Sering ditemukan pada penderitadewasa, dimulai pada umur diatas 30 tahun dan disebut late onset asthma. Serangan sesak pada tipe inidapat berlangsung lama dan seringkali menimbulkan kematian bila pengobatan tanpa disertai kortikosteroid.Perubahan patologi yang terjadi sama dengan asma ekstrinsik, namun tidak dapat dibuktikan keterlibatanIgE. Kadar IgE serum dalam batas normal, tetapi eosinofil dapat meningkat jauh lebih tinggi dibandingkan

dengan asma ekstrinsik. Tes serologis dapat menunjukkan adanya faktor reumatoid misalnya sel LE.Riwayat alergi keluarga jauh lebih sedikit dibandingkan dengan asma ekstrinsik yaitu 12 sampai 48 %.

B.  Ditinjau dari berat ringannya penyakit menurut Global Initiative For AsthmaGejala Gejala Malam  PEF 

Tahap 4Persisten Berat 

- terus menerus- aktivitas fisik terbatas

sering  < 60% prediksivariabilitas > 30% 

Tahap 3Persisten Sedang

- tiap hari- penggunaan -agonis tiap hari- Saat serangan mengganggu aktivitas 

> 1 kali/mgg>60%<80% predvariabilitas 20-30% 

Tahap 2 Persisten Ringan

- > 1 kali/minggu, tetapi < 1 kali perhari  > 2 kali/bulan > 80% prediksivariabilitas 20-30% 

Tahap 1 

Intermitten 

- < 1 kali/minggu

- diantara serangan tanpa gejalaDan PEF normal < 2 kali/bulan 80% prediksivariabilitas <20%

C.  Ditinjau Dari Gejala Klinis.  

1.  Serangan asma ringan :  dengan gejala batuk, mengi dan kadang-kadang sesak, Sa O2  95% udara ruangan,PEFR lebih dari 200 liter per menit, FEV1 lebih dari 2 liter, sesak nafas dapat dikontrol dengan bronkodilator danfaktor pencetus dapat dikurangi, dan penderita tidak terganggu melakukan aktivitas normal sehari-hari.  

2.  Serangan asma sedang :  dengan gejala batuk, mengi dan sesak nafas walaupun timbulnya periodik, retraksiinterkostal dan suprasternal, SaO2 92-95% udara ruangan, PEFR antara 80-200 liter per menit, FEV1 antara 1-2liter, sesak nafas kadang mengganggu aktivitas normal atau kehidupan sehari-hari. 

3.  Serangan asma berat :  dengan gejala sesak nafas telah mengganggu aktivitas sehari-hari secara serius,disertai kesulitan untuk berbicara dan atau kesulitan untuk makan, bahkan dapat terjadi serangan asma yangmengancan jiwa yang dikenal dengan status asmatikus. Asma berat bila SaO2  91%, PEFR 80 liter per menit,FEV1 0,75 liter dan terdapat tanda-tanda obstruksi jalan nafas berat seperti pernafasan cuping hidung, retraksi

interkostal dan suprasternal, pulsus paradoksus  20 mmHg, berkurang atau hilangnya suara nafas dan mengiekspirasi yang jelas. 

VII. ASMA KRONIS

7/21/2019 Kortikosteroid Pada Asma Kronis

http://slidepdf.com/reader/full/kortikosteroid-pada-asma-kronis 2/8

Seperti telah dijelaskan diatas, asma adalah suatu penyakit akibat keradangan kronis saluran pernafasan. Dibeberapabuku sering ditemukan istilah asma akut dan asma kronis, tetapi sampai saat ini masih belum didapatkan batasan pastimengenai asma kronis itu sendiri. Dibawah ini akan kami berikan penjelasan mengenai asma kronis dari beberapakepustakaan. 3 Menurut Global Initiative For Asthma (GINA), berdasarkan berat ringannya, asma dibagi menjadi asmaintermiten, persisten ringan, persisten sedang dan persisten berat. Dari sini bisa kita simpulkan bahwa yang termasukasma kronis adalah asma yang persisten, baik ringan, sedang ataupun berat, sehingga pada asma kronis ini sudahdibutuhkan pemberian obat pengontrol. Penderita asma kronis menunjukkan hiperrespon saluran nafas persisten yangnampaknya sedikit refrakter terhadap kontrol lingkungan maupun pemberian kortikosteroid. Penyebab dari hiperresponyang persisten ini masih belum jelas. Paparan terhadap “inflammatory― asthma inducers yang diketahuimenyebabkan peningkatan respon saluran nafas sementara, dapat menyebabkan hiperrespon yang persisten. Beberapa

studi populasi didapatkan hipotesa bahwa inflamasi saluran nafas kronis dan berulang dapat menyebabkan hiperresponsaluran nafas persisten. 10 Kepustakaan lain memberikan skema tentang patogenesa dari asma akut dan asma kronis.Pada asma kronis, “Th2-like― CD4 T-LC (TH, Act TH) yang teraktivasi mensekresi sitokin lokal dalam mukosabronkus yang spesifik terhadap diferensiasi, akumulasi dan aktivasi eosinofil (Eo, Act Eo). Bahan yang dihasilkaneosinofil dapat menyebabkan kerusakan mukosa yang diperkirakan menjadi dasar dari gambaran klinis asma kronis. Antigen yang menyebabkan aktivasi T-LC ini masih belum diketahui dengan jelas, bisa suatu alergen inhalasi dan infeksiseperti virus. Dibawah ini gambaran skematis tentang patogenesa asma kronis : 10 Gambar 4. Patogenesa Asma Kronis 

Buku lain menyatakan bahwa asma kronis memiliki beberapa gambaran yang mirip dengan reaksi asma lambat, yaitupeningkatan respon saluran nafas, penurunan respon terhadap pemberian bronkodilator dan inflamasi bronkus. Berikutini kami sampaikan beberapa gambaran skematis terjadinya inflamasi kronis pada asma : 5 Gambar 5. Patogenesa AsmaKronis 

Gambar 7. Patogenesa Asma Kronis  Dari beberapa gambaran diatas, kami mencoba merangkum tentangpengertian asma kronis. “ Asma kronis adalah suatu asma yang karakteristik ditandai oleh adanya hiperreaktifbronkus yang persisten, yang terjadi setelah paparan dengan allergen yang berulang , sehingga menyebabkan inflamasikronis saluran nafas , dan keadaan hiperreaktif bronkus yang persisten ini diakibatkan oleh bermacam mediator inflamasiyang dihasilkan oleh bermacam sel inflamasi, terutama sel eosinofil, limfosit dan basofil.

BEDA ASMA KRONIS DAN COPD

Identifikasi asma pada orang tua bisa menjadi sulit, karena gejala asma hampir sama dengan gejala penyempitansaluran nafas akibat merokok. Untuk membedakan dua penyakit ini membutuhkan anamnesa yang hati-hati dan disertai

dengan pemeriksaan faal paru yang baik, dan kadang dibutuhkan tes yang memakan waktu untuk mengetahuireversibilitas obstruksi saluran nafas. Penderita yang menunjukkan reversibilitas parsial, walaupun dengan gejala utamabatuk berulang dan produksi sputum dapat diklasifikasikan sebagai penderita asma. 10 Derajad reversibilitas obstruksisaluran nafas yang diperlukan untuk menegakkan diagnosa asma adalah 20 % atau lebih dengan pengukuran FEV 1 atauPEFR , baik secara spontan ataupun setelah pengobatan. Beberapa penderita dengan PPOK akibat rokok dapat jugamemperlihatkan perbaikan seperti diatas, walaupun mereka tidak dapat mencapai fungsi paru yang normal. Penderitaasma yang merokok atau bekerja pada lingkungan yang terpolusi, dapat berkembang menjadi penyakit denganreversibilitas yang minimal. 10.11 Gambaran responsivitas saluran nafas terhadap inhalasi histamin atau metakolin dapatmembantu untuk membedakan asma dari bentuk lain penyakit obstruksi saluran nafas. Kurva respon terhadap dosisbahan tersebut diatas tidak menunjukkan gambaran plateau pada penderita asma, sedangkan pada penderita denganPPOK menunjukkan gambaran plateau jika dosisnya ditingkatkan secara bermakna. Suatu studi di Kanada menunjukkanbahwa sensitivitas dari tes inhalasi metakolin pada penderita asma adalah 67 % dan spesifisitasnya adalah 83 %. 10 Dibawah ini digambarkan perbedaan patogenesis antara asma dan PPOK : 

 Asma  PPOK 

Bahan sensitif Bahan berbahaya 

   

mediator inflamasi mediator inflamasi 

CD-4 + T-Limfosit  CD-8 + T-Limfosit 

Eosinofil  Makrofag, Neutrofil 

   

Reversibel  Ireversibel 

Sedangkan tabel dibawah ini menunjukkan perbedaan antara asma dan PPOK :  ASMA  COPD 

Airway Obstructin Variable

( irreversibel Component) 

Progressive deterioration of lungfunction (? Reversible component) 

Post mortem Hyperinflation airway plugs Excessive mucus

7/21/2019 Kortikosteroid Pada Asma Kronis

http://slidepdf.com/reader/full/kortikosteroid-pada-asma-kronis 3/8

(exudate + mucus)

 No emphysema

(mucoid/purulent)

Emphysema

Sputum Eosinophylia,

Metachromatic cells

Creola bodies

Macrophage, Neutrophil

(infective exacerbation)

Surface epithelium Fragility/Loss Fragility undetermined

Bronchiol mucous cells Mucous metaplasia isdebated 

Metaplasia/hyperplasia

Reticular basementMembrane

Homogenously thickenedand hyaline

Variable or normal

Congestion/oedema Present  Variable/fibrotic 

Bronchial smooth Musc. Enlarged mass (large airways) Enlarged (small airways)Bronchial glands  Enlarged mass

(no change in mucinhistochemistry) 

Enlarged (increased acidic glycoprotein) 

Cellular infiltrate  Predominantly CD3, CD4,CD25 (IL-2R) positiveMarked eosinophylia 

Predominantly CD3, CD8, CD68,CD25, VLA-1 and HLA-DR positiveMild eosinophilia 

Cytokines (ISH)  IL-4+IL-5 gene expression(TH2 profile) 

GM-CSF protein, ± IL-4 but not IL-5 

PENATALAKSANAAN ASMA KRONIS

 Asma adalah kelainan kronis yang walaupun tidak bisa disembuhkan, penatalaksanaan yang tepat seringkali dapatmengontrol penyakit ini dengan baik. Tujuan dari suksesnya penatalaksanaan dari asma adalah : 11 - mencapai dan menjaga agar gejala dapat terkontrol

- mencegah eksaserbasi asma 

- mempertahankan fungsi paru sedekat mungkin dengan normal 

- mempertahankan level aktivitas yang normal

- mencegah efek samping dari obat-obat asma 

- mencegah terjadinya obstruksi saluran nafas ireversibel- mencegah kematian akibat asma

Tujuan terapi diatas mencerminkan pengertian baru tentang asma dan penatalaksanaannya. Telah disepakati bahwaasma adalah penyakit kronis, dengan inflamasi saluran nafas kronis yang berkembang progresif dan mengakibatkanepisode berulang dari obstruksi saluran nafas, produksi sputum dan batuk. Banyak studi menyatakan bahwa pada asmayang lebih berat dari asma intermiten ringan lebih efektif dikontrol dengan menekan dan menghilangkan inflamasi,dibanding hanya dengan mengobati bronkokonstriksi dan gejala lain yang berhubungan. Ada 6 bagian penatalaksanaanasma.11 BAGIAN 1.

11 Edukasi Penderita Untuk Mengembangkan Kebersamaan Dalam Penata laksanaan  Asma. Tujuan pendidikan adalah untuk meningkatkan pengertian pasien tentang penyakit dan penanganannya, dan hal inidiharapkan dapat meningkatkan kepatuhan terhadap pengobatan yang diberikan. Tujuan lain adalah agar pasien dapatmempraktekkan penanganan secara pribadi, terutama dalam mengidentifikasi dan menghindari pencetus dari asma ,

 juga mengenal dan mengatasi eksaserbasi pada stadium paling dini. Pertama-tama, pasien harus tahu tentangpenyakitnya, bahwa gejalanya adalah obstruksi saluran nafas, dan pengobatan ditujukan baik untuk pencegahan maupunmenghilangkan obstruksi ini. Yang penting lagi adalah menjelaskan bahwa asma adalah penyekit kronis yang tidak bisasembuh total. Pasien harus tahu bahwa gejala akan sering muncul dan adanya eksaserbasi harus sudah dipikirkan.Harus diyakinkan juga bahwa dengan penanganan yang baik, hal diatas dapat diminimalkan. Rencana pengobatanindividu juga harus ditetapkan, termasuk manfaat bermacam obat asma, juga efek sampingnya. Pengenalan tentang obatpengontrol dan pelega juga harus diberikan. Yang terpenting adalah untuk mengenali dan menangani eksaserbasi sedinimungkin sehingga menghindari morbiditas yang lebih serius, bahkan kematian. BAGIAN 2.

11 Menilai dan Memonitor

Derajad Asma dengan Pengukuran Gejala dan Pengukuran Fungsi Paru. Untuk mengukur gejala, diajukanpertanyaan mengenai seberapa seringkah penderita memakai obat-obat reliever dan seberapa seringkah penderitamengalami gejala malam hari seperti batuk, mengi dan sesak. Juga penting ditanyakan seberapa sering penderitamembatasi aktivitas normalnya. Sedangkan pengukuran fungsi paru bisa memakai spirometri ataupun peak expiratoryflow (PEF). Adalah penting untuk menilai derajad penyakit, menilai besarnya variasi diurnal dari fungsi paru, monitorrespon terapi selama eksaserbasi akut, mendeteksi perburukan faal paru yang asimtomatis dan mencegahnya untukmenjadi lebih berat, memonitor respon terhadap pengobatan kronis dan identifikasi triger. BAGIAN 3.

11 Menghindari

Atau Mengontrol Pencetus Asma. Dengan cara menghindari segala bentuk alergen seperti alergen indoor ( kutu,alergen binatang, kecoa, jamur), menghindari alergen diluar rumah, menghindari polusi udara di dalam dan di luar rumah,

7/21/2019 Kortikosteroid Pada Asma Kronis

http://slidepdf.com/reader/full/kortikosteroid-pada-asma-kronis 4/8

menghindari pajanan di tempat kerja, menghindari alergen makanan dan obat, vaksinasi dan imunoterapi spesifik. Haldiatas dapat mencegah eksaserbasi, mengurangi kebutuhan obat. Kebanyakan pasien dengan asma kronis mempunyaibermacam pencetus, sehinga dengan menghindari satu macam pencetus saja, manfaatnya sangat berbeda pada satupasien dengan pasien lain. Vaksinasi influenza dapat menyebabkan pengurangan insiden infeksi saluran nafas atas,sehingga menurunkan kejadian eksaserbasi, walaupun hal ini masih memerlukan penelitian lebih lanjut.

BAGIAN 4.11 Menetapkan perencanaan Pengobatan Untuk Manajemen Jangka Panjang. Dalam menetapkan

rencana pengobatan jangka panjang untuk mencapai dan menjaga agar gejala asma terkontrol dengan memakai obat-obatan asma. Obat asma digunakan untuk menghilangkan dan mencegah timbulnya gejala dan obstruksi saluran nafas,

terdiri dari obat controller dan reliever.4.1. OBAT CONTROLLER

8.11 Controller adalah obat yang diminum harian dan jangka panjang dengan tujuan untuk mencapai dan menjaga asmapersisten yang terkontrol. Terdiri dari obat antiinflamasi dan bronkodilator long acting. Kortikosteroid inhalasimerupakan controller yang paling efektif. Obat controller juga sering disebut sebagai obat profilaksis, preventif ataumaintenance. Obat controller termasuk Kortikosteroid inhalasi, Kortikosteroid sistemik, sodium kromoglikat dansodium nedokromil, teofilin lepas lambat, beta2-agonist long acting inhalasi dan oral, dan mungkin ketotifen atauantialergi oral lain.4.1.1. Kortikosteroid

8.11 

Rute pemberian bisa secara inhalasi ataupun sistemik (oral atau parenteral). Mekanisme aksi antiinflamasi darikortikosteroid belum diketahui secara pasti. Beberapa yang ditawarkan adalah berhubungan denganmetabolisme asam arakidonat, juga sintesa leukotrien dan prostaglandin, mengurangi kerusakanmikrovaskuler, menghambat produksi dan sekresi sitokin, mencegah migrasi dan aktivasi sel radang dan

meningkatkan respon reseptor beta pada otot polos saluran nafas. Studi tentang kortikosteroid inhalasi menunjukkan kegunaannya dalam memperbaiki fungsi paru, mengurangihiperrespon saluran nafas, mengurangi gejala, mengurangi frekuensi dan beratnya eksaserbasi danmemperbaiki kualitas hidup. Dosis tinggi dan jangka panjang kortikosteroid inhalasi bermanfaat untukpengobatan asma persisten berat karena dapat menurunkan pemakaian koetikosteroid oral jangka panjang danmengurangi efek samping sistemik.Untuk kortikosteroid sistemik, pemberian oral lebih aman dibanding parenteral. Jika kortikosteroid oral akandiberikan secara jangka panjang, harus diperhatikan mengenai efek samping sistemiknya. Prednison,prednisolon dan metilprednisolon adalah kortikosteroid oral pilihan karena mempunyai efek mineralokortikoidminimal, waktu paruh yang relatif pendek dan efek yang ringan terhadap otot bergaris. Pendapat lainmenyatakan kortikosteroid sistemik dipakai pada penderita dengan penyakit akut, pasien yang tidak tertanganidengan baik memakai bronkodilator dan pada pasien yang gejalanya menjadi lebih jelek walaupun telah diberipengobatan maintenance yang baik.

Efek samping lokal kortikosteroid inhalasi adalah kandidiasis orofaring, disfonia dan kadang batuk. Efeksamping sistemik tergantung dari potensi, bioavailabilitas, absorpsi di usus, metabolisme di hepar dan waktuparuhnya. Beberapa studi menyatakan bahwa dosis diatas 1 mg perhari beclometason dipropionat ataubudesonid atau dosis ekuivalen kortikosteroid lain, berhubungan dengan efek sistemik termasuk penebalankulit dan mudah luka, supresi adrenal dan penurunan metabolisme tulang. Efek sistemik pemakaian jangkapanjang kortikosteroid oral adalah osteoporosis, hipertensi arterial, diabetes melitus, supresi HPA aksis,katarak, obesitas, penipisan kulit dan kelemahan otot.Global Initiative For Asthma (GINA) memberikan petunjuk pemakaian kortikosteroid untuk pencegahan jangkapanjang berdasarkan beratnya asma pada orang dewasa sebagai berikut:1.   Asma dengan serangan intermitten (step 1) tidak memerlukan steroid preventif, bila perlu dapat dipakai

steroid oral jangka pendek.2.   Asma persisten ringan (step 2) memerlukan inhalasi 200-400 mcg/hari beclometason dipropionat,

budesonid atau ekuivalennya. 

3.   Asma persisten sedang (step 3) memerlukan inhalasi 800-2000 mcg/hari4.   Asma persisten berat (step 4) memerlukan 800-2000 mcg/hari atau lebih. 

Sesuai dengan anjuran ini, pengobatan dengan dosis maksimal (800-1500 mcg/hari) selama 1-2 minggu diperlukanuntuk mengendalikan proses inflamasi secara cepat, dan kemudian dosis diturunkan sampai dosis terendah (200-800 mcg/hari) yang masih dapat mengendalikan penyakit.Kortikosteroid

Macam Potensi

 AntiinflamasiPotensi

Ekuivalen (mg) Potensi

Retensi Na Waktu Paruh

Biologik Cortisol 1  20  2+ 8-12 Cortison 0.8  25 2+  8-12 Prednison 3.5 5 1+  18-36 Prednisolon 4  5 1+ 18-36 

Methylprednisolone  5  4  0  18-36 Triamcinolon 5  4 0  18-36 Parametason 10  2  0  36-54 Betametason  25  0.6  0  36-54 Dexamethason 30 0.75  0  36-54 

4.1.2.Sodium Kromoglikat dan Sodium Nedokromil8.11

7/21/2019 Kortikosteroid Pada Asma Kronis

http://slidepdf.com/reader/full/kortikosteroid-pada-asma-kronis 5/8

 

Sodium kromoglikat adalah antiinflamasi non steroid, dan mekanisme kerja yang pasti belum diketahui. Obat initerutama menghambat pelepasan mediator yang dimediasi oleh IgE dari sel mast dan mempunyai efek supresiselektif terhadap sel inflamasi yang lain (makrofag, eosinofil, monosit). Obat ini diberikan untuk pencegahankarena dapat menghambat reaksi asma segera dan reaksi asma lambat akibat rangsangan alergen, latihan,udara dingin dan sulfur dioksida. Pemberian jangka panjang menyebabkan penurunan nyata dari jumlaheosinofil pada cairan BAL dan penurunan hiperrespon bronkus nonspesifik. Bisa digunakan jangka panjangsetelah asma timbul, dan akan menurunkan gejala dan frekuensi eksaserbasi. Sodium nedokromil memiliki kemampuan antiinflamasi 4-10 kali lebih besar dibanding sodium kromoglikat.Walau belum jelas betul, nedokromil menghambat aktivasi dan pelepasan mediator dari beberapa sel inflamasi.Juga sebagai pencegahan begitu asma timbul. 

4.1.3.Teofilin Lepas Lambat .  Obat ini merupakan golongan metilxantin utama yang dipakai pada penatalaksanaan asma. Mekanisme kerjateofilin sebagai bronkodilator masih belum diketahui, tetapi mungkin karena teofilin menyebabkan hambatanterhadap phospodiesterase (PDE) isoenzim PDE IV, yang berakibat peningkatan cyclic AMP yang akanmenyebabkan bronkodilatasi. Teofilin adalah bronkodilator yang mempunyai efek ekstrapulmonar, termasuk efek antiinflamasi. Teofilinsecara bermakna menghambat reaksi asma segera dan lambat segera setelah paparan dengan alergen.Beberapa studi mendapatkan teofilin berpengaruh baik terhadap inflamasi kronis pada asma. Banyak studi klinis memperlihatkan bahwa terapi jangka panjang dengan teofilin lepas lambat efektif dalammengontrol gejala asma dan memperbaiki fungsi paru. Karena mempunyai masa kerja yang panjang, obat iniberguna untuk mengontrol gejala nokturnal yang menetap walaupun telah diberikan obat antiinflamasi.  Efek sampingnya adalah intoksikasi teofilin, yang dapat melibatkan banyak sistem organ yang berlainan. Gejalagastrointestinal, mual dan muntah adalah gejala awal yang paling sering. Pada anak dan orang dewasa bisa

terjadi kejang bahkan kematian. Efek kardiopulmoner adalah takikardi, aritmia dan terkadang stimulasi pusatpernafasan. Dosis golongan methyl xantine adalah 5 mg/Kg BB dalam 10-15 menit untuk loading dose dan 20 mg/Kg BB/24am untuk dosis pemeliharaan dengan dosis maksimum 1500 mg/24 jam. Adapun therapeutic dose adalah 10-20 g/dl. 

4.1.4.Beta2-Agonis Long Acting.

 Termasuk didalamnya adalah formoterol dan salmeterol yang mempunyai durasi kerja panjang lebih dari 12am. Cara kerja obat beta2-agonis adalah melalui aktivasi reseptor beta2-adrenergik yang menyebabkanaktivasi dari adenilsiklase yang meningkatkan konsentrasi siklik AMP . Beta2-agonis long acting inhalasimenyebabkan relaksasi otot polos saluran nafas, meningkatkan klirens mukosiliar, menurunkan permeabilitasvaskuler dan dapat mengatur pelepasan mediator dari sel mast dan basofil. Juga menghambat reaksi asmasegera dan lambat setelah terjadi induksi oleh alergen, dan menghambat peningkatan respon saluran nafasakibat induksi histamin. Walaupun posisi beta2-agonis inhalasi long acting masih belum ditetapkan pasti dalam

penatalaksanaan asma, studi klinis mendapatkan bahwa pengobatan kronis dengan obat ini dapat memperbaikiskor gejala, menurunkan kejadian asma nokturnal, memperbaiki fungsi paru dan mengurangi pemakaian beta2-agonis inhalasi short acting. Efek sampingnya adalah stimulasi kardiovaskuler, tremor otot skeletal danhipokalemi. Mekanisme aksi dari long acting beta2-agonis oral, sama dengan obat inhalasi. Obat ini dapat menolong untukmengontrol gejala nokturnal asma. Dapat dipakai sebagai tambahan terhadap obat kortikosteroid inhalasi,sodium kromolin atau nedokromil kalau dengan dosis standar obat-obat ini tidak mampu mengontrol gejalanokturnal. Efek samping bisa berupa stimulasi kardiovaskuler, kelemahan dan tremor otot skeletal. 

4.1.5.Reseptor Leukotrien Antagonis9.19

  Adalah suatu reseptor peptida leukotrien antagonis (LTRA) dengan nama kimia 4-(5-cyclopentyloxy-carbonylamino-1-mathyl-indol-3l methylll) -3-methoxy-N-o-tolysulfonylbenzizamide, dengan berat molekul 575,7dengan rumus empiriknya C31H33N3O6S. Dibuat secara sintetis dengan nama Zafirlikast. LTRA adalah suatureseptor leukotrien (LTD4 dan LTE4) antagonis yang selektif dan kompetitif, dimana LTD4 dan LTE4 adalahkomponen dari SRS-A yang berperan besar terhadap patofisiologi terjadinya serangan asma yangmenimbulkan bronkokonstriksi, udema saluran nafas, kontraksi otot polos dan aktivasi sel-sel radang sehinggaterbentuk mediator inflamasi yang menimbulkan keluhan pada penderita asma. Penderita asma mempunyaikepekaan terhadap LTD4 25 sampai 100 kali disbanding orang normal. Diserap cepat bila diberikan peroral,konsentrasi dalam darah mencapai puncak setelah 3 jam, 99% terikat pada albumin, disekresi lewat fesessetelah melewati proses enzimatik pada jalur cytocrome P450 2c9 (CYP2C9). Waktu paruhnya 8-16 jam, padapenderita dengan gangguan faal hati, waktu paruhnya menjadi lebih panjang. LTRA pada penderita asma dapatdigunakan sebagai obat asma dan pencegahan asma. LTRA bukanlah bronkodilator dan digunakan untuk asma kronis disaat bebas keluhan. Kemasan berupa tablet20 mg dan 10 mg, diminum 2 kali sehari untuk dewasa dan anak, pagi dan sore hari. Indikasinya untukpencegahan dan pengobatan asma kronis. Tidak boleh diberikan pada saat serangan akut dan saat terjadistatus asmatikus, namun boleh diberikan saat terjadi eksaserbasi. Dapat dipakai untuk mencegah terjadinyaexercise induce asthma. 

4.2. OBAT RELIEVER8.11

 Obat reliever bekerja cepat untuk menghilangkan bronkokonstriksi dan gejala akutlain yang menyertai. Yang termasuk dalam golongan ini adalah inhalasi beta2-agonis short acting,kortikosteroid sistemik, antikolinergik inhalasi, teofilin short acting dan beta2-agonis oral short acting. 4.2.1.  Beta2-Agonis Inhalasi Short Acting 

7/21/2019 Kortikosteroid Pada Asma Kronis

http://slidepdf.com/reader/full/kortikosteroid-pada-asma-kronis 6/8

 

Seperti beta2-agonis yang lain, obat ini menyebabkan relaksasi otot polos saluran nafas,meningkatkan klirens mukosilier, mengurangi permeabilitas vaskuler dan mengatur pelepasanmediator dari sel mast dan basofil. Merupakan obat pilihan untuk asma eksaserbasi akut danpencegahan exercise induced asthma. Juga dipakai untuk mengontrol bronkokonstriksiepisodik. Pemakaian obat ini untuk pengobatan asma jangka panjang tidak dapat mengontrolgejala asma secara memadai, juga terhadap variabilitas peak flow atau hiperrespon salurannafas. Hal ini juga dapat menyebabkan perburukan asma dan meningkatkan kebutuhan obatantiinflamasi. 

4.2.2.  Kortikosteroid Sistemik.

 

Walaupun onset dari obat ini adalah 4-6 jam, obat ini penting untuk mengobati eksaserbasiakut yang berat karena dapat mencegah memburuknya eksaserbasi asma, menurunkanangka masuk UGD atau rumah sakit, mencegah relaps setelah kunjungan ke UGD danmenurunkan morbiditas.Terapi oral lebih dipilih, dan biasanya dilanjutkan 3-10 hari mengikutipengobatan lain dari eksaserbasi. Diberikan 30 mg prednisolon tiap hari untuk 5-10 haritergantung derajad eksaserbasi. Bila asma membaik, obat bisa dihentikan atau ditappering.  

4.2.3.  Antikolinergik.

 

Obat antikolinergik inhalasi (ipratropium bromida, oxitropium bromida) adalah bronkodilatoryang memblokade jalur eferen vagal postganglion. Obat ini menyebabkan bronkodilatasidengan cara mengurangi tonus vagal intrinsik saluran nafas. Juga memblokade refleksbronkokonstriksi yang disebabkan iritan inhalasi. Obat ini mengurangi reaksi alergi fase dini

dan lambat juga reaksi setelah exercise. Dibanding beta2-agonis, kemampuanbronkodilatornya lebih lemah, juga mempunyai onset kerja yang lambat (30-60 menit untukmencapai efek maksimum). Efek sampingnya adalah menyebabkan mulut kering dan rasatidak enak. 

4.2.4.  Teofilin Short Acting8.11

 

 Aminofilin atau teofilin short acting tidak efektif untuk mengontrol gejala asma persistenkarena fluktuasi yang besar didalam konsentrasi teofilin serum. Obat ini dapat diberikan padapencegahan exercise induced asthma dan menghilangkan gejalanya. Perannya dalameksaserbasi masih kontroversi. Pada pemberian beta2-agonis yang efektif, obat ini tidakmemberi keuntungan dalam bronkodilatasi, tapi berguna untuk meningkatkan respiratory driveatau memperbaiki fungsi otot respirasi dan memperpanjang respon otot polos terhadap beta2-

agonis short acting. 4.2.5.  Beta2-Agonis Oral Short Acting.

Merupakan bronkodilator yang merelaksasi otot polos saluran nafas. Dapat dipakai padapasien yang tidak dapat menggunakan obat inhalasi. 

4.3. LANGKAH UNTUK MENCAPAI KONTROL ASMA11

 Kontrol asma didefinisikan sebagai : â€¢  Gejala kronis yang minimal (idealnya tidak ada), termasuk gejala nokturnal. â€¢  Eksaserbasi yang minimal (tidak sering) â€¢  Tidak pernah mengunjungi UGD â€¢  Membutuhkan beta2-agonis minimal (idealnya tidak) dan kalau perlu saja â€¢  Tidak ada batasan terhadap aktivitas termasuk exercise â€¢  Variasi cicardian PEF kuran dari 20% â€¢  PEF normal atau mendekati normal â€¢  Efek samping minimal dari obat 4.3.1.  Langkah 1 : Asma Intermitten

.

Disebut asma intermiten bila pasien mengalami eksaserbasi (episode batuk, wheezing dansesak) kurang dari sekali seminggu dalam jangka waktu sedikitnya 3 bulan, dan eksaserbasihanya berlangsung beberapa jam atau hari.Gejala asma nokturnal tidak lebih dari 2 kalisebulan. Diantara eksaserbasi, pasien asimtomatis dan mempunyai fungsi paru normal yaituFEV1 atau PEF lebih dari 80% prediksi dan variabilitas PEF kurang dari 20%. Pengobatan mencakup pemberian obat sebelum exercise (beta2-agonis inhalasi ataukromoglikat/nedokromil) dan sebelum paparan alergen (sodium kromoglikat atau nedokromil).

Untuk eksaserbasi diberikan beta2-agonis inhalasi short acting diberikan seperlunya untukmenghilangkan gejala asma. Antikolinergik inhalasi, beta2-agonis oral short acting dan teofilinshort acting dapat dipertimbangkan sebagai pengganti beta2-agonis inhalasi short acting. Bilaterapi diatas dibutuhkan lebih dari sekali seminggu dalam waktu lebih dari 3 bulan, pasienharus ditingkatkan ke langkah berikutnya berdasar juga pada pengukuran PEF nya.  

4.3.2.  Langkah 2 : Asma Persisten Ringan

7/21/2019 Kortikosteroid Pada Asma Kronis

http://slidepdf.com/reader/full/kortikosteroid-pada-asma-kronis 7/8

 Penderita mengalami eksaserbasi paling tidak sekali seminggu, tetapi kurang dari

sekali sehari dalam waktu 3 bulan dan beberapa eksaserbasi mempengaruhi tidur danaktivitas, dan atau jika pasien memiliki gejala kronis yang memmerlukan pengobatansimtomatis hampir setiap hari dan kejadian gejala asma nokturnal lebih dari 2 kali sebulan.Pretreatment baseline PEF lebih dari 80% prediksi dan PEF variabilitas 20 sampai 30%. Pasien ini membutuhkan obat controller setiap hari untuk mencapai dan menjaga asmaterkontrol. Terapi primer adalah antiinflamasi harian, berupa inhalasi kortikosteroid 200-500mcg/hari beclometason dipropionat atau budesonid atau ekuivalennya. Inhalasi beta2-agonisshort acting bisa dipakai seperlunya untuk menghilangkan gejala, tetapi pemakaiannya tidak

lebih dari 3 sampai 4 kali sehari. Antikolinergik inhalasi, beta2-agonis oral short acting atauteofilin short acting dapat dipertimbangkan sebagai pengganti beta2-agonis inhalasi shortacting. Bila gejala menetap, kortikosteroid inhalasi ditingkatkan dari 400 atau 500 menjadi 750atau 800 mcg tiap hari BDP atau ekuivalen. Sebagai alternatif untuk mengurangi gejalanokturnal dapat diberikan beta2-agonis long acting dan dosis rendah kortikosteroid.  

4.3.3.  Langkah 3 : Asma Persisten Sedang

Khas ditandai gejala harian dalam jangka waktu lama atau serangan asma nokturnal lebihdari sekali seminggu. Pretreatment baseline PEF lebih dari 60% tapi kurang dari 80% prediksidan PEF variabilitas 20 sampai 30%. Pasien ini membutuhkan obat controller harian. Kortikosteroid inhalasi 800 sampai 2000 mcgBDP atau ekuivalen tiap hari. Bisa dipakai bronkodilator long acting, terutama untuk

mengontrol gejala mokturnal. Teofilin lepas lambat, beta2-agonis oral lepas lambat atau beta2-agonis inhalasi long acting bisa dipakai. Pemberian antikolinergik dapat dipertimbangkan bilaterjadi efek samping dengan pemakaian beta2-agonis inhalasi. Beta2-agonis inhalasi shortacting bisa digunakan seperlunya untuk menghilangkan gejala, tetapi pemakaiannya tidakboleh lebih dari 3 atau 4 kali sehari. Obat bronkodilator short acting yang lain bisa jugadipakai. 

4.3.4.  Langkah 4 : Asma Persisten Berat11

 

Penderita mengalami variabilitas yang besar, gejala yang terus menerus dan gejala nokturnalyang sering, mempunyai aktivitas yang terbatas, dan kadang mengalami eksaserbasi beratwalaupun sedang dalam pengobatan. Pretreatment baseline PEF kurang dari 60% prediksidan variabilitas PEF lebih dari 30%. Untuk mengontrol asma ini mungkin tidak bisa, tujuan

pengobatan adalah gejala berkurang, berkurangnya kebutuhan beta2-agonis short acting,tercapainya PEF terbaik, variasi cicardian yang berkurang dan pengurangan efek sampingpengobatan. Terapi membutuhkan obat controller harian kombinasi. Terapi primer adalah kortikosteroidinhalasi dosis tinggi lebih dari 800-2000 mcg BDP atau ekuivalen. Teofilin lepas lambat oralatau beta2-agonis oral, dan atau beta2-agonis inhalasi long acting juga diberikan sebagaitambahan kortikosteroid. Percobaan menggunakan antikolinergik harus juga dipertimbangkanterutama pada mereka yang mengalami efek samping bila memakai beta2-agonis. Beta2-agonis inhalasi short acting bisa diberikan lebih dari 3 atau 4 kali sehari untuk menghilangkangejala. Kortikosteroid oral jangka panjang memakai dosis terendah yang masih mempunyaiefek terapi. Berikut ini tabel penatalaksanaan asma kronis :

18

KlasifikasiBerat Asma

TERAPI TUJUAN Intermitten - inhalasi beta agonis

bila perlu  - kontrol gejala - tidak perlu obatsehari-hari  - menjaga aktivitas

normal- mencegaheksaserbasi 

Mild

Persistent - Tx sehari-hari :

inhalasi kortikosteroid dosis rendah,teofilinlepas, lambat, antileukotrien

- normalisasi faal paru

- optimalisasifarmakoterapi dgefek samping minimal- penyuluhanperawatan

7/21/2019 Kortikosteroid Pada Asma Kronis

http://slidepdf.com/reader/full/kortikosteroid-pada-asma-kronis 8/8

- Inhalasi beta agonisbila perlu  kepada pasien dan

keluarga ModeratePersistent  - Terapi harian

inhalasikortikosteroiddosissedang, beta agonisangkapanjang 

SeverePersistent  - Terapi harian

inhalasikortikosteroid dosistinggi ±beta agonis jangkapanjang 

Gambar 7. Ringkasan Langkah Penatalaksanaan Asma Kronis