REFRAT KORTIKOSTEROID TOPIKAL

19
KORTIKOSTEROID TOPIKAL Filissa Thilfani Haryono, S.Ked Bagian/Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya/Rumah Sakit Dr. Mohammad Hoesin Palembang I. PENDAHULUAN Kortikosteroid adalah suatu kelompok hormon steroid yang dihasilkan di bagian korteks kelenjar adrenal akibat peran hormon adrenokortikotropik (ACTH) yang dilepaskan oleh kelenjar hipofisis, atau atas angiotensin II. Hormon ini berperan pada banyak sistem fisiologis pada tubuh, seperti stres, sistem kekebalan tubuh, dan pengaturan inflamasi, metabolisme karbohidrat, pemecahan protein dan kadar elektrolit darah. 1 Kortikosteroid dibagi menjadi 2 kelompok besar berdasarkan atas aktivitas biologis, yakni glukokortikoid dan mineralokortikoid. Golongan glukokortikoid berperan mengendalikan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein, juga bersifat anti inflamasi dengan cara menghambat pelepasan fosfolipid, serta dapat pula menurunkan kinerja eosinofil. Golongan mineralokortikoid berfungsi mengatur kadar elektrolit dan air, dengan cara penahanan garam di ginjal. 2 1

description

kedokteran

Transcript of REFRAT KORTIKOSTEROID TOPIKAL

KORTIKOSTEROID TOPIKALFilissa Thilfani Haryono, S.KedBagian/Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan KelaminFakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya/Rumah Sakit Dr. Mohammad HoesinPalembang

I. PENDAHULUANKortikosteroid adalah suatu kelompok hormon steroid yang dihasilkan di bagian korteks kelenjar adrenal akibat peran hormon adrenokortikotropik (ACTH) yang dilepaskan oleh kelenjar hipofisis, atau atas angiotensin II. Hormon ini berperan pada banyak sistem fisiologis pada tubuh, seperti stres, sistem kekebalan tubuh, dan pengaturan inflamasi, metabolisme karbohidrat, pemecahan protein dan kadar elektrolit darah.1 Kortikosteroid dibagi menjadi 2 kelompok besar berdasarkan atas aktivitas biologis, yakni glukokortikoid dan mineralokortikoid. Golongan glukokortikoid berperan mengendalikan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein, juga bersifat anti inflamasi dengan cara menghambat pelepasan fosfolipid, serta dapat pula menurunkan kinerja eosinofil. Golongan mineralokortikoid berfungsi mengatur kadar elektrolit dan air, dengan cara penahanan garam di ginjal.2Penelitian mengenai kortikosteroid tahun 1929 menghasilkan obat baru, yaitu kortison yang digunakan pada tahun 1935.3 Pada tahun 1952, kortikosteroid sintetik mulai digunakan sebagai terapi. Pada tahun 1952, Sulzberger dan Wittern berhasil mengobati pasien erupsi eksematous dengan hidrokortison topikal. Sejak saat itu, dalam 40 tahun terakhir, penelitian terus dilakukan untuk mengeksplorasi potensi, konsentrasi, bentuk sediaan, dan bahan aktif kortikosteroid untuk meminimalisasi efek jangka panjang penggunaan terapi ini.4Dalam bidang dermatologi, kortikosteroid terdiri atas 2 jenis, yaitu kortikosteroid sistemik dan kortikosteroid topikal. Pemilihan koretikosteroid topikal berdasarkan derajat berat penyakit yang berbeda, lokasi aplikasi pada tubuh, area yang terlibat dan umur penderita.3 Saat ini, kortikosteroid memiliki beragam jenis terapi, antara lain terapi oral, intramuskular, intravena, dan topikal. Kortikosteroid topikal adalah terapi yang paling sering digunakan untuk penatalaksanaan pada pasien kulit dan kelamin.5 Refrat ini bertujuan untuk membahas apa saja kegunaan kortikosteroid topikal, agar dapat diaplikasikan dalam penatalaksaan penyakit kulit dan kelamin dengan tepat.

II. PEMBAHASANStruktur MolekulKortikosteroid memiliki sebuah struktur dasar yang terdiri atas 17 atom karbon dengan tiga cincin heksana dan satu cincin pentana (Gambar 1).7 Modifikasi dari kortisol dengan penambahan atau perubahan gugus fungsi pada posisi tertentu akan menghasilkan beragam potensi dan efek samping. Penambahan sebuah molekul fluorin pada posisi C6 dan/atau C9 meningkatkan potensi steroid, tetapi diikuti juga dengan peningkatan aktivitas mineralokortikoid.6,7

Gambar 1. Struktur Dasar Molekul7

KlasifikasiKortikosteroid dibagi menjadi 2 kelompok besar berdasarkan atas aktivitas biologis, yakni glukokortikoid dan mineralokortikoid. Golongan glukokortikoid berperan mengendalikan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein, juga bersifat anti inflamasi dengan cara menghambat pelepasan fosfolipid, serta dapat pula menurunkan kinerja eosinofil. Golongan mineralokortikoid berfungsi mengatur kadar elektrolit dan air, dengan cara penahanan garam di ginjal.Dalam bidang dermatologi, kortikosteroid terdiri atas 2 jenis, yaitu kortikosteroid sistemik dan kortikosteroid topikal. Pemilihan koretikosteroid topikal berdasarkan derajat berat penyakit yang berbeda, lokasi aplikasi pada tubuh, area yang terlibat dan umur penderita.3Secara umum berdasarkan potensinya, kortikosteroid dibagi menjadi 4, yaitu : potensi sangat kuat, potensi kuat, potensi sedang dan potensi lemah.8,9

Tabel 1. Klasifikasi Kortikosteroid Topikal secara UmumKelas PotensiPotensi Relatif (dibandingkan dengan hidrokortison)Steroid

Potensi sangat kuat600Clobetasol propionate 0,05% : Dermo

Potensi kuat100-175Betamethasone valerate 0,1% : BetaBetamethasone dipropionate 0,05%: DiprosoneDiflucortolone valerate 0,05% : NerisoneHydrocortisone 17-butyrate : LocoidMethylprednisolone aceponate : AdvantanMometasone furoate 0,1%: Elocon, m-Mometasone

Potensi sedang2-25Clobetasone butyrate 0,1% : EumovateTriamcinolone acetonide 0,1% : Aristocort

Potensi lemah1Hydrocortisone 0.5-2.5%

Selain itu, ada juga yang membagi kortikosteroid topikal menjadi 7 golongan, yaitu superpotent, potent, poten upper mid-strength, mid-strength, lower mid-strength, mild strength, dan least potent (tabel 2).5,6,7

Tabel 2. Kategori potensi kortikosteroid5,6,7Kelas I (super potent) Clobetasol propionate 0,05% Betamethason dipropionate 0,05% Diflorasone diacetate 0,05% Halobetasol propionate 0,05%Kelas V (lower mid-strength) Flurandrenolide 0,05% Fluticasone propionate 0,05% Betamethasone dipropionate 0,05% Triamcinolone acetonide 0,1% Hydrocortison butyrate 0,1% Fluocinolone acetonide 0,025% Betamethasone valerate 0,1% Hydrocortisone valerate 0,2%

Kelas II (potent) Amcinonide 0,1% Betamethasone dipropionate 0,05% Mometasone furoate 0,1% Diflorasone diacetate 0,05% Halcinonide 0,1% Fluocinonide 0,05% Desoximethasone 0,25%Kelas VI (mild strenght) Alclometasone dipropionate 0,05% Triamcinolone acetonide 0,1% Desonide 0,05% Fluocinolone acetonide 0,01% Betamethasone valerate 0,1%

Kelas III (potent upper mid-strength) Triamcinolone acetonide 0,1% Fluticasone propionate 0,005% Amcinonide 0,1% Betamethasone dipropionate 0,05% Diflorasone diacetate 0,05% Halcinonide 0,1% Fluocinonide 0,05%Kelas VII (least potent) Topikal dengan hydrocortisone Dexamethason, flumethason Prednisolon dan metilprednisolon

Kelas IV (mid-strength) Flurandrenolide 0,05% Mometasone furoate 0,1% Triamcinolone acetonide 0,1% Betamethasone valerate 0,12% Fluocinolone acetonide 0,025% Hydrocortisone valerate 0,2%

Mekanisme KerjaKortikosteroid memiliki efek spesifik dan nonspesifik yang berhubungan dengan mekanisme yang berbeda, termasuk efek antiinflamasi, efek imunosupresi, efek antiproliferatif, dan efek vasokonstiksi. Efek kortikosteroid pada sel kebanyakan dimediasi oleh ikatan kortikosteroid pada reseptor di sitosol, diikuti dengan translokasi kompleks pada daerah nukleus DNA yang dikenal dengan corticosteroid responsive element, dimana bisa menstimulasi atau menghambat transkripsi gen yang berdampingan, dengan demikian dapat meregulasi proses inflamasi. 5,6,7

1. Efek AntiinflamasiKortikosteroid memiliki efek antiinflamasi dengan menghambat pelepasan fosfolipase A2, yaitu enzim yang berperan dalam pembentukan prostaglandin, leukotrien, dan derivat asam arakhidonat. Kortikosteroid juga menghambat faktor transkripsi seperti activator protein 1 dan nuclear factor B yang berperan dalam aktivasi gen proinflamasi. Gen tersebut diregulasi kortikosteroid, hal itu berperan dalam resolusi inflamasi meliputi lipocortin dan p11/calpactin binding protein yang keduanya melepaskan asam arakhidonat dari fosfolipid. Kortikosteroid juga mengurangi pelepasan interleukin 1 (IL-1). Kortikosteroid menghambat fagositosis dan stabilisasi membran lisosom dari sel fagositik.5,6,7

2. Efek ImunosupresiKortikosteroid memiliki efek imunosupresi yaitu dengan menekan produksi dan efek dari faktor humoral meliputi respon inflamasi, menghambat migrasi leukosit ke tempat inflamasi, dan menghalangi fungsi sel endotel, granulosit, sel mast, dan fibroblast. Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa kortikosteroid dapat menyebabkan berkurangnya sel mast pada kulit serta penghambatan kemotaksis lokal netrofil dan menurunkan jumlah sel langerhans. Kortikosteroid pun dapat menurunkan proliferasi sel T dan meningkatkan apoptosis sel T.5,6,7

3. Efek AntiproliferasiKortikosteroid memiliki efek antiproliferasi dengan menghambat sintesis DNA dan mitosis. Aktivitas fibroblas dan pembentukan kolagen juga dihambat topikal kortikosteroid. Topikal kortikosteroid juga menstabilisasikan membran lisosom, sehingga enzim perusak jaringan tidak dikeluarkan.5,6,7

4. Efek VasokonstriksiMekanisme kortikosteroid topikal menyebabkan vasokonstriksi sampai saat ini masih belum jelas. Akan tetapi, mekanisme ini mungkin berhubungan dengan penghambatan vasodilator natural seperti histamin, bradikinin, dan prostaglandin. Kortikosteroid topikal menyebabkan kapiler pada dermis superfisial menjadi kontriksi sehingga eritema berkurang.5,6,7

Indikasi dan KontraindikasiKortikosteroid topikal direkomendasikan sebagai antiinflamsi pada penyakit kulit inflamasi, tetapi kortikosteroid topikal juga dapat digunakan sebagai antimitotik. Respon dari berbagai jenis penyakit terhadap topikal kortikosteroid bervariasi. Dalam hal ini, berbagai penyakit tersebut dapat dibagi menjadi tiga kategori, yaitu respon tinggi, respon sedang dan respon rendah.7

Tabel 3. Kategori respon penyakit kulit terhadap kortikosteroid topikal.7Respon tinggiRespon sedangRespon rendah

Psoriasis intertriginosa Dermatitis atopik pada anak Dermatitis seboroik Intertriginosa Psoriasis Dermatitis atopik pada dewasa Dermatitis numularis Dermatitis iritan primer Papular urtikaria Parapsoriasis Liken simpleks kronis Psoriasis palmo-plantar Psoriasis pada kuku Dermatitis dishidrosis Lupus erytematosus Pemfigus Liken planus Granuloma annulare Nekrobiosis lipoidica diabeticorum Sarcoidosis Dermatitis kontak alergi, fase akut Gigitan serangga

Kontraindikasi dibagi menjadi dua, yaitu kontraindikasi absolut dan relatif. Kontraindikasi absolut antara lain pada pasien hipersensitivitas terhadap kortikosteroid topikal dan hipersensitivitas pada bahan vehikulum. Kontraindikasi relatif antara lain pada pasien infeksi bakteri, virus, jamur dan pasien dengan akne dan ulkus. Penggunaan kortikosteroid topikal diperbolehkan pada kehamilan dengan catatan apabila manfaat penggunaannya lebih besar dibandingkan kemungkinan resiko yang terjadi pada janin. Pada ibu menyusui penggunaan kortikosteroid topikal diperbolehkan pada lokasi lesi yang jauh dari payudara.6

Sediaan, Dosis dan Cara PenggunaanBeberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan kortikosteroid topikal yaitu potensi kortikosteroid yang diinginkan, jenis penyakit kulit, jenis vehikulum, dan jumlah penggunaan. Hal terpenting dalam pemilihan vehikulum adalah lokasi pemberian kortikosteroid topikal, tipe lesi, potensi iritasi, dan riwayat alergi sebelumnya.4 Tabel berikut menjelaskan pemilihan vehikulum kortikosteroid topikal.6

Tabel 4. Pemilihan vehikulum untuk kortikosteroid topikalSediaanKomposisiHidrasi kulit Lesi/dermatosis yang dianjurkanArea yang dianjurkanPotensi iritasi

Salep (Oinment)Emulsi air dalam minyakHidrasi kulit sangat baikBaik untuk kulit tebal, terdapat likenifikasi,atau bersisikBaik untuk region palmar,plantar; hindari area yang dapat teroklusi alamiUmumnya rendah

KrimEmulsi minyak dalam airHidrasi kulit baikBaik untuk dermatosis fase akut /subakutBaik untuk kulit lembab & area intertriginousBervariasi

GelSelulosa dalam alkohol/asetonKulit keringScalp/daerah berambutBaik untuk area tertutup, scalp & mukosaTinggi

LosionMinyak dalam airKulit keringScalp/ daerah berambutBaik untuk area tertutup dan scalpTinggi

LarutanAlkoholKulit keringScalp /daerah berambutBaik untuk area tertutup & scalpTinggi

Untuk pemakaian kortikosteroid topikal berupa krim atau salep menggunakan cara Finger tip unit (FTU). Satu satuan FTU adalah krim atau salep dari kemasan sepanjang 1 ruas jari telunjuk bagian ujung. Satu FTU sama dengan 0,5 gram krim atau salep. Dua FTU sama dengan 1 gram krim atau salep. Tabel berikut merupakan petunjuk pemakaian krim atau salep berdasarkan bagian tubuh yang memerlukan.5

Tabel 5. Pemakaian krim atau salep dengan FTU sesuai bagian tubuh yang memerlukan pada orang dewasa.4Bagian tubuhKrim atau salep

Wajah dan leher2,5 FTU

Trunkus anterior7 FTU

Trunkus posterior7 FTU

1 lengan3 FTU

1 tangan1 FTU

1 tungkai6 FTU

1 kaki2 FTU

Tabel 6. Pemakaian krim atau salep dengan FTU sesuai bagian tubuh yang memerlukan pada anak-anak.4Bagian tubuh 3-6bulan 1-2thn 3-5 thn 6-10 thn

Wajah dan leher 1/1 FTU 3/3 FTU 3/3 FTU 4/4 FTU

Lengan dan tangan 1/1 FTU 3/3FTU 4/4 FTU 5/5 FTU

Tungkai dan kaki 1,5/1,5 FTU 4/4 FTU 6/6 FTU 9/9 FTU

Trunkus anterior 1/1 FTU 4/4 FTU 6/6 FTU 7/7 FTU

Trunkus posterior dan bokong 1,5/1,5 FTU 6/6FTU 7/7 FTU 10/10FTU

Gambar 2. Finger Tip Unit10Frekuensi pemberian kortikosteroid topikal yang dianjurkan yaitu satu kali sehari. Berdasarkan penelitian, keuntungan pemberian kortikosteroid topikal satu kali sehari sama dengan dua kali sehari. Maka frekuensi pemberian kortikosteroid topikal sebaiknya satu kali sehari sehingga lebih efektif, mengurangi efek samping, serta menurunkan biaya terapi.Dosis pemberian kortikosteroid topikal pada orang dewasa tidak lebih dari 45 gram/minggu pada golongan poten atau tidak lebih dari 100 gram/ minggu pada kortikosteroid golongan potensi medium dan lemah. Lama pemakaian kortikosteroid topikal sebaiknya tidak lebih dari 2 minggu untuk golongan potensi tinggi dan tidak lebih dari 4-6 minggu untuk golongan potensi lemah.5,6Cara penggunaan kortikosteroid topikal yaitu memulai poten terendah dalam mengontrol suatu penyakit dan menghindari penggunaan jangka panjang. Ketika area permukaan yang luas terlibat, penatalaksanaan dengan poten rendah dan sedang direkomendasikan. Penyakit dengan respon tinggi biasanya respon terhadap penggunaan steroid lemah, sebaliknya pada penyakit dengan respon rendah biasnya respon terhadap steroid kuat. Potensi rendah idealnya digunakan pada wajah dan daerah intertrigenosa. Kortikosteroid poten sangat kuat biasanya digunakan pada dermatosis hiperkeratosis dan lisenifikasi dan pada keterlibatan telapak tangan. Selain itu, peningkatan luas permukaan tubuh terhadap IMT dan peningkatan resiko absorbsi sistemik, potensi tinggi dan halogenasi potensi menengah, harus dihindari pada bayi dan anak-anak, selain untuk aplikasi jangka pendek

FarmakokinetikBerdasarkan penelitian, kortikosteroid hanya sedikit diabsorbsi setelah diberikan pada kulit normal. Struktur kulit merupakan parameter kunci penetrasi pengobatan topikal. Variasi penetrasi kortikosteroid menurut regional anatomi ditunjukkan pada tabel 7.8

Tabel 7. Perbandingan resorpsi kortikosteroid (hidrokortison) dari kulit di berbagai daerah tubuh8Daerah tubuhPerbandingan

Lengan bawah1

Telapak kaki0,1

Pergelangan kaki0,4

Telapak tangan0,5

Punggung3,7

Kulit kepala3,5

Ketiak3,6

Muka6,0

Skrotum42,0

Penetrasi kortikosteroid topikal di lengan bawah lebih rendah dibandingkan pada skrotum karena lengan bawah memiliki lapisal kulit yang lebih tebal sehingga aliran difusi menjadi lebih rendah. Perlu diingat, terapi topikal menitikberatkan target pada lapisan kulit hipodermis/subkutan yang kaya pembuluh darah. Tingginya tingkat penetrasi pada skrotum pun dikaitkan dengan banyaknya pembuluh darah pada lapisan kulit bagian tersebut.8Faktor umur juga mempengaruhi absorbsi kortikosteroid. Struktur kulit pada bayi yang baru lahir dan anak lebih halus dan belum berkembang dibandingkan dengan kulit dewasa muda dan dewasa. Hal ini disebabkan karena barrier epidermis pada bayi yang baru lahir dan anak-anak belum terbentuk sempurna. Pemberian kortikostreroid topikal pada anak perlu dipertimbangkan dengan hati-hati karena resiko terjadinya efek samping akibat pemberian kortikosteroid topikal terutama golongan potensi sangat tinggi atau tinggi.5,6Pasien yang lanjut usia pun memiliki kulit yang tipis, yang dapat menyebabkan peningkatan penetrasi kortikosteroid topikal. Selain itu, pada pasien yang lanjut usia banyak terdapat kulit atrofi sehingga pertimbangan penggunaan kortikosteroid pada pasien ini pun sama pada bayi dan anak-anak.5,6

Efek SampingEfek samping lokal penggunaan kortikosteroid topikal lebih banyak terjadi dibandingkan reaksi sistemik. Hal ini sebagian besar disebabkan oleh efek antiproliferatif dari agen ini.7Efek samping dari kortikosteroid topikal ini dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu jenis steroid berdasarkan potensinya, area lesi yang diberi pengobatan kortikosteroid topikal, dan faktor predisposisi pasien terhadap timbulnya efek samping. Gejala efek samping dari penggunaan kortikosteroid topikal dapat berupa efek lokal dan efek sistemik. Efek lokal yang dapat terjadi antara lain atrofi, striae atrofise, telangiektasis, purpura, dermatosis akneformis, hipertrikosis setempat, hipopigmentasi, dermatitis perioral, menghambat penyembuhan ulkus, infeksi mudah terjadi dan meluas.Efek sistemik yang dapat terjadi antara lain efek pada okular, supresi hyphothalamic-pituitary-adrenal axis, dan efek samping metabolik. Penggunaan kortikosteroid dapat mempengaruhi pertumbuhan anak dengan dermatitis atopik dan menjadi addsonian steroid dependency dan juga cushing syndrome.5,6

Interaksi ObatInteraksi kortikoteroid topikal dengan obat topikal lain belum dievaluasi. Karena rendahnya konsentrasi bahan aktif yang terdeteksi dalam darah, interaksi obat secara sistemik mungkin tidak terjadi, tetapi tidak dapat diabaikan. 5,6

III. KESIMPULANKortikosteroid topikal merupakan salah satu bahan aktif dalam pengobatan penyakit kulit karena memiliki efek antiinflamasi, imunosupresi, antiproliferasi, dan vasokonstriksi. Reabsopsi obat tergantung pada bagian tubuh yang diberi obat. Secara umum kortikosteroid topikal berdasarkan potensinya dibagi menjadi 7 golongan, yaitu yaitu superpotent, potent, poten upper mid-strength, mid-strength, lower mid-strength, mild strength, dan least potent.Pemberian kortikosteroid berhubungan dengan respon dari penyakit kulit yang dialami, yang dikategorikan menjadi tiga, yaitu responsif tinggi, responsif sedang, dan responsif rendah. Terdapat beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan kortikosteroid topikal, yaitu jenis penyakit kulit, jenis vehikulum, kondisi penyakit (stadium penyakit, luas atau tidaknya lesi, dalam atau dangkalnya lesi, dan lokalisasi lesi), serta umur pasien.Dosis pemberian kortikosteroid topikal tidak lebih dari 45 gram/minggu pada golongan poten atau 100 gram/minggu pada kortikosteroid golongan potensi medium dan lemah. Frekuensi pemberian kortikosteroid topikal adalah satu kali sehari. Lama pemakaian kortikosteroid topikal sebaiknya tidak lebih dari 4-6 minggu untuk golongan potensi lemah dan tidak lebih dari 2 minggu untuk golongan potensi tinggi. Efek samping pemakaian kortikosteroid topikal dapat terjadi secara lokal maupun sistemik. Terdapat berbagai pertimbangan dalam menggunakan kortikosteroid topikal pada pasien penyakit kulit. Sampai saat ini belum ada mekanisme yang jelas mengenai interaksi obat.

1