KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN DESA
-
Upload
rikakawamaki -
Category
Documents
-
view
1.791 -
download
12
Transcript of KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN DESA
KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN DESA
WISATA
1. Latar Belakang
Pariwisata adalah suatu kegiatan yang secara langsung
menyentuh dan melibatkan masyarakat sehingga membawa
berbagai dampak terhadap masyarakat setempat, bahkan pariwisata
dikatakan mempunyai energy trigger yang luar biasa, yang membuat
masyarakat setempat mengalami metamorphose dalam berbagai
aspeknya. Di samping berbagai dampak yang dinilai positif, hampir
semua penelitian juga menunjukkan adanya berbagai dampak yang
tidak diharapkan, seperti semakin buruknya kesenjangan
pendapatan antara kelompok masyarakat, memburuknya
ketimpangan ekonomi, dan lain-lain.
Dampak-dampak negatif tersebut di atas disebabkan karena
pengembangan pariwisata semata-mata dilakukan dengan
pendekatan ekonomi dan pariwisata dipersepsikan sebagai
instrumen untuk meningkatkan pendapatan, terutama oleh bidang
usaha swasta dan pemerintah. Sementara itu banyak pakar yang
mengadari bahwa pariwisata, meskipun membutuhkan lingkungan
yang baik, namun bilamana dalam pengembangannya tidak
memperhatikan daya dukung lingkungan dan kerentanan lingkungan
terhadap jumlah wisatawan akan menimbulkan dampak negatif.
Dengan tingginya wisatawan yang berkarakter Nature Based, pada
satu sisi sangat positif dan bermanfaat, akan tetapi pada sisi lain
terlihat belum adanya pendalaman terhadap fungsi lingkungan atau
masih banyak masyarakat yang belum sadar akan pentingnya
“Nature Related Tourism”. Salah satu faktor terpenting untuk HAND OUT MATA KULIAH CONCEPT RESORT AND LEISURE,
STRATEGI PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN RESORT AND
LEISURE
GUMELAR S. SASTRAYUDA ( 2010)
2
menangani hal tersebut yaitu dengan cara merubah prilaku
pengunjung dari sekedar mengetahui menuju kepada suatu
pemahaman keterkaitan alur dengan kehidupan manusia, dan
pendalaman terhadap sumber daya alam hayati atau ekosistemnya
menjadi satu prioritas utama dibandingkan dengan hanya
memikirkan luas kawasan atau keindahan kawasan saja.
Sejalan dengan dinamika, gerak perkembangan pariwisata
merambah dalam berbagai terminologi seperti, sustainable tourism
development, village tourism, ecotourism, merupakan pendekatan
pengembangan kepariwisataan yang berupaya untuk menjamin agar
wisata dapat dilaksanakan di daerah tujuan wisata bukan perkotaan.
Salah satu pendekatan pengembangan wisata alternatif adalah desa
wisata untuk pembangunan pedesaan yang berkelanjutan dalam
bidang pariwisata. Ramuan utama desa wisata diwujudkan dalam
gaya hidup dan kualitas hidup masyarakatnya. Keaslian juga
dipengaruhi keadaan ekonomi, fisik dan sosial daerah pedesaan
tersebut, misalnya ruang, warisan budaya, kegiatan pertanian,
bentangan alam, jasa, pariwisata sejarah dan budaya, serta
pengalaman yang unik dan eksotis khas daerah. Dengan demikian,
pemodelan desa wisata harus terus dan secara kreatif
mengembangkan identitas atau ciri khas daerah.
Ramuan penting lainnya dalam upaya pengembangan desa
wisata yang berkelanjutan yaitu pelibatan atau partisipasi
masyarakat setempat, pengembangan mutu produk wisata
pedesaan, pembinaan kelompok pengusaha setepat. Keaslian akan
memberikan manfaat bersaing bagi produk wisata pedesaan. Unsurunsur keaslian produk wisata yang utama adalah kualitas asli,
keorisinalan, keunikan, ciri khas daerah dan kebanggaan daerah
diwujudkan dalam gaya hidup dan kualitas hidup masyarakatnya
secara khusus berkaitan dengan prilaku, integritas, keramahan dan HAND OUT MATA KULIAH CONCEPT RESORT AND LEISURE,
STRATEGI PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN RESORT AND
LEISURE
GUMELAR S. SASTRAYUDA ( 2010)
3
kesungguhan penduduk yang tinggal dan berkembang menjadi milik
masyarakat desa tersebut.
Oleh sebab itu, pemodelan desa wisata bagi pembangunan
pedesaan yang berkelanjutan harus terus secara kreatif
mengembangkan identitas atau ciri khas yang baru bagi desa untuk
memenuhi tujuan pemecahan masalah yang berkaitan dengan krisis
ekonomi daerah pedesaan, semakin bertambah akibat adanya
berbagai kekuatan yang rumit, yang menyebabkan baik
berkurangnya kesempatan kerja maupun peningkatan kekayaan
masyarakat desa, salah satu jalan keluar yang dapat mengatasi
krisis tersebut adalah melalui pembangunan industri desa wisata
skala kecil, sehingga mampu bersaing dan unggul dalam
pembangunan daerah pedesaan, dan dalam penciptaan lapangan
kerja baru serta peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Prinsip pengembangan desa wisata adalah sebagai salah
satu produk wisata alternatif yang dapat memberikan dorongan bagi
pembangunan pedesaan yang berkelanjutan serta memiliki prinsipprinsip pengelolaan antara lain, ialah: (1) memanfaatkan sarana dan
prasarana masyarakat setempat, (2) menguntungkan masyarakat
setempat, (3) berskala kecil untuk memudahkan terjalinnya
hubungan timbal balik dengan masyarakat setempat, (4) melibatkan
masyarakat setempat, (5) menerapkan pengembangan produk
wisata pedesaan, dan beberapa kriteria yang mendasarinya seperti
antara lain:
1. Penyediaan fasilitas dan prasarana yang dimiliki masyarakat
lokal yang biasanya mendorong peran serta masyarakat dan
menjamin adanya akses ke sumber fisik merupakan batu
loncatan untuk berkembangnya desa wisata.
2. Mendorong peningkatan pendapatan dari sektor pertanian dan
kegiatan ekonomi tradisional lainnya.HAND OUT MATA KULIAH CONCEPT RESORT AND LEISURE,
STRATEGI PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN RESORT AND
LEISURE
GUMELAR S. SASTRAYUDA ( 2010)
4
3. Penduduk setempat memiliki peranan yang efektif dalam proses
pembuatan keputusan tentang bentuk pariwisata yang
memanfaatkan kawasan lingkungan dan penduduk setempat
memperoleh pembagian pendapatan yang pantas dari kegiatan
pariwisata.
4. Mendorong perkembangan kewirausahaan masyarakat
setempat.
Sedangkan dalam prinsip perencanaan yang perlu dimasukkan
dalam “prelemenay, planning” yaitu (1) meskipun berada di wilayah
pariwisata tak semua tempat dan zona lingkungan harus menjadi
daya tarik wisata dan (2) potensi desa wisata tergantung juga
kepada kemauan masyarakat setempat untuk bertindak kreatif,
inovatif, dan kooperatif. Tidak semua kegiatan pariwisata yang
dilaksanakan di desa adalah benar-benar bersifat desa wisata, oleh
karena itu agar dapat menjadi pusat perhatian pengunjung, desa
tersebut pada hakikatnya harus memiliki hal yang penting, antara
lain:
1. Keunikan, keaslian, sifat khas
2. Letaknya berdekatan dengan daerah alam yang luar biasa
3. Berkaitan dengan kelompok atau masyarakat berbudaya yang
secara hakiki menarik minat pengunjung
4. Memiliki peluang untuk berkembang baik dari sisi prasarana
dasar, maupun sarana lainnya.
Perencanaan pariwisata di desa bukanlah tugas yang mudah
terutama dalam keadaan yang mempunyai lingkungan alam dan
budaya yang peka.HAND OUT MATA KULIAH CONCEPT RESORT AND LEISURE,
STRATEGI PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN RESORT AND
LEISURE
GUMELAR S. SASTRAYUDA ( 2010)
5
2. Tujuan
Tujuan pengembangan kawasan desa wisata adalah:
1) Mengenali jenis wisata yang sesuai dan melengkapi gaya hidup
yang disukai penduduk setempat.
2) Memberdayakan masyarakat setempat agar bertanggung jawab
terhadap perencanaan dan pengelolaan lingkungannya.
3) Mengupayakan agar masyarakat setempat dapat berperan aktif
dalam pembuatan keputusan tentang bentuk pariwisata yang
memanfaatkan kawasan lingkungannya, dan agar mereka,
mendapat jaminan memperoleh bagian pendapatan yang pantas
dari kegiatan pariwisata.
4) Mendorong kewirausahaan masyarakat setempat.
5) Mengembangkan produk wisata desa.
3. Sasaran
1) Tersusunnya pemodelan kawasan desa wisata yang didasari
pembangunan kepariwisataan yang berkelanjutan / ramah
lingkungan.
2) Memadukan pembangunan dengan mengidentifikasi dan
menganalisis potensi yang ada, menentukan pola penataan
lanskap kawasan tapak, serta membuat kemungkinan alternatif
pengembangannya.
3) Terwujudnya penataan desa wisata yang berdasarkan kepada
penerapan sistem zonasi yang berguna untuk menjaga
kelestarian lingkungan dan menjaga keselamatan pengunjung.
4) Terwujudnya kawasan desa wisata yang berlandaskan pola
kampung dan arsitektur bangunan rumah tradisional.
5) Terwujudnya kemampuan masyarakat setempat untuk
memelihara, menggali, mengembangkan keanekaragaman seni
budaya, masyarakat, yang berguna bagi kelengkapan atraksi HAND OUT MATA KULIAH CONCEPT RESORT AND LEISURE,
STRATEGI PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN RESORT AND
LEISURE
GUMELAR S. SASTRAYUDA ( 2010)
6
wisata yang dapat dinikmati oleh pengunjung dan tersedianya
makanan khas daerah dari bahan bahan mentah yang ada di
desa.
4. Konsep Kawasan Desa wisata
Kebudayaan membuat perkampungan dimulai sejak manusia
merasa atau terpaksa oleh kebutuhan atas rumah tempat berdiam,
kebudayaan perkampungan di mulai sejak manusia mulai menyusun
kehidupan masyarakat. Perkampungan masyarakat Sunda memiliki
nilai-nilai keunikan, tidak saja karena bentuk fisik kampung yang
ditunjang oleh bentuk-bentuk rumah yang berciri khas dan
mengandung banyak nilai filosofi dari adat kebiasaan secara khusus.
Selain dari rumah, juga tanah tempat rumah itu dibangun (lahan)
menjadi bahan perhatian yang tidak kurang pentingnya. Sebagai
contoh bumi menduduki tempat utama dalam pandangan hidup
orang Sunda. Itulah sebabnya maka rumah (imah) dalam basa
Sunda halus disebut Bumi, untuk menegaskan bahwa rumah sangat
vital bagi kehidupan manusia.
Pola perkampungan masyarakat mencerminkan satu
kesatuan yang utuh yang satu sama lain ditampilkan melalui formasi
dan komposisi rumah, rumah yang berdekatan, dengan memusat
(bertitik pusat) kepada satu bangunan milik orang yang dipertuakan
di kampung itu, orang itu disebutnya sesepuh. Pola kampung secara
keseluruhan terdiri dari rumah-rumah yang berhubungan dengan
berbagai fasilitas yang mencerminkan pola hidup harmonis dalam
kesatuan lingkungan, sehingga merupakan perpaduan antara aspekaspek yang keramat (sacral) dan lingkungan yang tetap terpelihara
dalam suasana silih asah, silih asih dan silih asuh sebagai satu
konsep saling menyayangi di antara keluarga, kerabat dan paling
utama adalah cerminan sikap gotong royong masyarakat dalam HAND OUT MATA KULIAH CONCEPT RESORT AND LEISURE,
STRATEGI PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN RESORT AND
LEISURE
GUMELAR S. SASTRAYUDA ( 2010)
7
segala bentuk prilaku dan kehidupan. harmonisasi dan
pengembangan kehidupan sosial, ekonomi dan budaya dan
lingkungan dalam pola perkampungan yang memiliki kemampuan
untuk memberikan penyesuaian dan harmonisasi antara religi dan
kemajuan teknologi serta modernisasi.
5. Pendekatan Kawasan Desa wisata
Pentingnya suatu pendekatan dalam proses pembangunan
pemodelan agar dalam upaya pembangunan tetap berorientasi
kepada kepentingan masyarakat setempat, lingkungan dan
peletakan/pembagian zonasi yang tepat dan penataan. Lanskap
yang didasarkan kepada kondisi, potensi alam serta karakter sosial,
budaya serta ekonomi masyarakat setempat. Adapun pendekatan
yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Pendekatan kualitas lingkungan masyarakat, dasar utama yang
senantiasa harus dijaga keutuhannya, sehingga situasi konflik
tidak akan timbul bila langkah-langkah pendekatan dengan
segala kearifan untuk memenuhi fungsi-fungsi timbal balik,
estetika, rekreatif, ilmiah dan konservasi.
2. Pendekatan perencanaan fisik yang meliputi daya tampung
ruang, pemilihan daya tampung ruang, pemilihan lokasi yang
tepat serta peletakan zonasi yang seimbang antara zona inti,
zona penyangga, dan zona pelayanan, fisis, tanah, air dan iklim
biotis.
3. Pendekatan terhadap unsur-unsur pariwisata yang dapat
dibangun dalam hubungan dengan pemenuhan kebutuhan
fasilitas bagi wisatawan.
4. Pendekatan dasar rencana tapak yang berkaitan dengan
peletakan fisik, sistem transportasi, sistem utilitas tipologis, pola HAND OUT MATA KULIAH CONCEPT RESORT AND LEISURE,
STRATEGI PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN RESORT AND
LEISURE
GUMELAR S. SASTRAYUDA ( 2010)
8
penghijauan, pola disain/arsitektural, tata bangunan, topografi,
iklim, desain lanskap.
5. Pendekatan struktur geo-klimatologis dan geo-morfologis
setempat harus mendukung kesuburan dan keindahan seperti
karakter, pegunungan/perbukitan yang indah, udara yang sejuk
serta kondisi hidrologis yang memungkinkan, budi daya
pertanian berkembang.
hubungan antara wisatawan dan penduduk setempat dan
melindungi masyarakat dari melimpahnya kegiatan pariwisata.
Unsur penting berikutnya dalam kawasan desa wisata yang
berkelanjutan adalah pelatihan masyarakat dari berbagai tingkat
pendidikan, karena jenis pariwisata ini memerlukan sumber daya
manusia yang berkualitas dan profesional dalam
pengelolaannya. Unsur penting lainnya adalah yang erat
kaitannya dengan pembentukan kelompok pengusaha setempat,
pembinaan kelompok pengusaha lokal dapat membentuk suatu
fungsi yang bermanfaat dan sungguh dapat memunculkan
usaha-usaha baru. Nilainya dapat diperoleh dengan
memajukan/menampilkan produk lokal seperti barang kerajinan
makanan khas, minuman dan produk-produk lainnya yang
memberikan cita rasa kepada wisatawan tentang daerah
tersebut dan dapat digunakan untuk mempromosikan kekhasan
tersebut kepada wisatawan. Semua itu adalah produk yang
dapat dimanfaatkan oleh usaha pariwisata lokal sendiri, dengan
demikian memajukan ciri lokal mereka sendiri dan
mengembalikan lebih banyak uang ke ekonomi daerah tersebut.
Pembentukan kelompok pengusaha lokal juga dapat
memperkuat kedudukan pengusaha kecil yang perlu banyak
berpegangan tangan agar menjadi kuat dan mapan. HAND OUT MATA KULIAH CONCEPT RESORT AND LEISURE,
STRATEGI PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN RESORT AND
LEISURE
GUMELAR S. SASTRAYUDA ( 2010)
9
Keaslian memberikan manfaat bagi produk wisata,
termasuk desa wisata. Keaslian yang utama adalah kualitas, asli,
keorsinilan, keunikan, khas daerah dan kebanggaan daerah.
Keaslian itu dapat terwujud pula melalui gaya hidup dan kualitas
hidup masyarakat dan secara khusus berkaitan dengan prilaku
integritas, keramahan dan kesungguhan penduduk yang tinggal
dan berkembang menjadi masyarakat daerah tersebut. Keaslian
juga dipengaruhi oleh keaslian ekonomi, fisik dan sosial daerah
pedesaan tersebut misalnya warisan budaya, pertanian,
bentangan alam, jasa dan yang paling penting adalah peristiwa
sejarah dan budaya dari daerah itu. Dengan demikian dalam
proses perencanaan pemodelan desa wisata tidak dapat
dipisahkan dari partisipasi dan pemberdayaan masyarakat.
Pemberdayaan masyarakat muncul secara partisipatif sebagai
alternatif terhadap pendekatan pembangunan serta sentralisasi
dan bersifat bottom up. Munculnya proses partisipasi dalam
rangka pemberdayaan masyarakat mendasarkan atas dua
perspektif. Pertama : Pelibatan masyarakat, setempat dalam
pemilihan, perancangan, perencanaan dan pelaksanaan
program yang akan mewarnai kehidupan masyarakat, sehingga
dengan demikian dapatlah dijamin bahwa persepsi setempat,
pola sikap, dan pola pikir serta nilai-nilai pengetahuannya ikut
dipertimbangkan secara penuh. Ke-dua : membuat umpan balik
yang pada hakikatnya merupakan bagian yang tidak terlepaskan
dari kegiatan pembangunan. Masyarakat dapat diajak terlibat
guna mengarahkan perencanaan dan program pemodelan desa
wisata dalam kerangka pembangunan desa secara keseluruhan
yang berintikan ; (1) desa tempat dimana pemerintahan desa
menjalankan pemerintahannya, (2) desa tempat dimana
penduduk desa menjalankan pola kehidupan dan keagamaannya HAND OUT MATA KULIAH CONCEPT RESORT AND LEISURE,
STRATEGI PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN RESORT AND
LEISURE
GUMELAR S. SASTRAYUDA ( 2010)
10
dan berkumpul dalam satu harmonisasi kehidupan yang
mencerminkan tata karma masyarakat, (3) desa tempat dimana
masyarakat desa melakukan kegiatan waktu luang dan
berekreasi bercengkerama di alam desa yang mereka miliki, (4)
desa dimana masyarakat memiliki sikap, prilaku melindungi,
memelihara dan memanfaatkan kepemilikan seni budaya,
lingkungan, nilai-nilai tradisi yang dapat mendorong kelestarian
promosi desa itu sendiri.
Partisipasi harus bisa mengubah masyarakat dari hanya
obyek menjadi subyek pembangunan dan karenanya harus
menguntungkan/menyejahterakan masyarakat. Bilamana desa
wisata dikembangkan, maka desa wisata harus memiliki manfaat
terhadap:
a. Pemberdayaan Ekonomi Rakyat
Desa wisata perlu dukungan melalui kelancaran dan
efektivitas pemberdayaan ekonomi rakyat, terutama untuk
mengembangkan Usaha Mirko Kecil dan KOPERASI
(UMKK) dan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) agar
masyarakat desa mendapatkan pekerjaan yang layak, untuk
itu perlu adanya pengembangan usaha ekonomi dan mata
pencaharian berkelanjutan yang dapat ditempuh dengan
cara : (1) Usaha Ekonomi Rakyat (usaha kecil, mikro dan
koperasi) yang memanfaatkan sumber daya lokal secara
optimal dan lestari, (2) dikembangkan badan usaha milik
rakyat yang dapat berdampingan, kemitraan dengan
Koperasi, (3) pengembangan klaster-klaster usaha ekonomi
rakyat yang menampilkan produk-produk unggulan bernilai
tambah tinggi sebagai sentra-sentra kemandirian ekonomi
rakyat. HAND OUT MATA KULIAH CONCEPT RESORT AND LEISURE,
STRATEGI PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN RESORT AND
LEISURE
GUMELAR S. SASTRAYUDA ( 2010)
11
Dukungan bagi kelancaran dan efektivitas pemberdayaan
ekonomi rakyat tersebut di atas dapat dikembangkan secara
partisipatif sesuai dengan prioritas masyarakat seperti,
prasarana fisik yang memperlancar transportasi dan
komunikasi, pelayanan dasar, perluasan ruang publik pada
tingkatan masyarakat yang mendukung berbagai lapisan
masyarakat, pengembangan tenaga kerja dan lingkungan
kerja bagi tenaga kerja usia muda.
b. Pemberdayaan Sosial Budaya
Pendekatan integratif dalam menata kehidupan sosial dapat
dikaitkan melalui kearifan lokal yang terdiri dari pemerintah
daerah, sebagai regulator dan fasilitator melakukan
identifikasi dan kegiatan atas bentuk, mekanisme dalam
pemecahan masalah ke pendudukan, perbaikan pelayanan
dan peningkatan kualitas pendidikan, perbaikan pelayanan
masyarakat, Unsur-unsur tersebut perlu menjadi
pertimbangan utama dalam mengkaji kawasan desa wisata,
mengingat pengembangan kepariwisataan secara umum
tidak terlepas kaitannya dengan pariwisata sebagai suatu
kegiatan yang secara langsung menyentuh dan melibatkan
masyarakat, sehingga membawa berbagai dampak terhadap
masyarakat setempat. Disamping itu beberapa pendapat
menunjukkan adanya berbagai dampak yang tidak
diharapkan, seperti memburuknya kesenjangan pendapatan
antara kelompok masyarakat, memburuknya ketimpangan
antara daerah, hilangnya kontrol masyarakat lokal terhadap
sumber daya ekonomi. Pentingnya kajian sosiologi terhadap
penerapan pemodelan pariwisata semakin jelas, karena tipe
pariwisata yang dikembangkan adalah desa wisata, dimana
desa wisata mempunyai beberapa ciri, seperti; desa wisata HAND OUT MATA KULIAH CONCEPT RESORT AND LEISURE,
STRATEGI PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN RESORT AND
LEISURE
GUMELAR S. SASTRAYUDA ( 2010)
12
melibatkan masyarakat lokal secara lebih luas dan lebih
intensif karena dasarnya adalah berkaitan dengan kehidupan
sosial budaya yang menjadi daya tarik wisata melekat pada
masyarakat itu sendiri, oleh karena itu pentingnya
mengidentifikasi dampak terhadap sosial budaya pariwisata
yang menurut Fiquerola (dalam Pitana, 2005:117) terdiri dari
enam kategori, yaitu :
1) Dampak terhadap struktur demografi
2) Dampak terhadap bentuk dan tipe mata pencaharian
3) Dampak terhadap transportasi nilai
4) Dampak terhadap gaya hidup tradisional
5) Dampak terhadap pola konsumsi, dan
6) Dampak terhadap pembangunan masyarakat yang
merupakan manfaat sosial budaya pariwisata.
c. Pemberdayaan Lingkungan Desa wisata
Pembangunan berkelanjutan pada dasarnya menyangkut
tiga dimensi penting yaitu, ekonomi, sosial, budaya dan
lingkungan. Budiharsono (2006:10) mengemukakan dimensi
ekonomi antara lain berkaitan dengan upaya meningkatkan
pertumbuhan ekonomi, memerangi kemiskinan, serta
merubah pola produksi dan konsumsi ke arah yang
seimbang, sedangkan dimensi sosial bersangkutan dengan
upaya pemecahan masalah ke pendudukan perbaikan
pelayanan masyarakat, peningkatan pendidikan dan lain-lain.
Adapun dimensi lingkungan, diantaranya mengenai upaya
pengurangan dan pencegahan terhadap polusi pengelolaan
limbah serta konservasi/preservasi sumber daya alam.
Sedangkan prinsip-prinsip sistemik mencakup
keanekaragaman, kemitraan dan partisipasi strategi yang HAND OUT MATA KULIAH CONCEPT RESORT AND LEISURE,
STRATEGI PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN RESORT AND
LEISURE
GUMELAR S. SASTRAYUDA ( 2010)
13
dapat ditempuh dalam perencanaan kawasan desa wisata
adalah antara lain:
1) kawasan desa wisata harus berdasarkan prinsip
pembangunan yang ramah lingkungan dan berkelanjutan
pembangunan bernuansa lingkungan memiliki
keterkaitan dengan pencegahan kerusakan sumber daya
alam sebagai akibat dari satu perkembangan
kepariwisataan dan merupakan dampak baik terhadap
lingkungan hidup bigeofisik dan sumber daya alam,
sosial ekonomi dan budaya penduduk setempat. Karena
itu kewaspadaan terhadap dampak lingkungan dalam
pemodelan desa wisata yang akan diakibatkan oleh
kunjungan wisatawan massal menjadi amat penting guna
memelihara kelanjutan kualitas lingkungan hidup/sumber
daya alam yang tersedia di pedesaan.
2) Kawasan desa wisata harus sudah mengantisipasi
secara terpadu, kemungkinan terjadinya dampak
lingkungan hidup/sumber daya alam sejak dini, yang
digarap sejak tahap perencanaan, sehingga upaya untuk
mencegah dan mengarungi serta mengendalikan
dampak lingkungan hidup/sumber daya alam sebagai
bagian dari pengembangan desa wisata tidak
terpisahkan dan dapat dilaksanakan.
3) Studi pra-rencana untuk mendukung desa wisata dalam
pembangunan berkelanjutan yang berwawasan
lingkungan tersebut, sekaligus akan memberikan
masukan yang berharga akan tersedianya potensi desa
wisata.
4) Pengembangan desa wisata lebih diarahkan dan dipacu
guna menuju upaya pengembangan ekowisata yang HAND OUT MATA KULIAH CONCEPT RESORT AND LEISURE,
STRATEGI PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN RESORT AND
LEISURE
GUMELAR S. SASTRAYUDA ( 2010)
14
berpola pada upaya pemanfaatan dan menyelamatkan
lingkungan biogeofisik dan lingkungan sosial, ekonomi
dan budaya serta memelihara sumber daya alam
pedesaan, dari perusakan lingkungan hidup dan
pemborosan sumber daya alam pedesaan.
5) Dalam rangka pengendalian dampak sosial ekonomi dan
budaya, pengembangan kawasan desa wisata harus
ditujukan kepada upaya meningkatkan pemerataan
kesempatan, pendapatan, peran serta dan tanggung
jawab masyarakat setempat yang terpadu dengan upaya
pemerintah (daerah) dan dunia usaha yang relevan.
6) Pengembangan kawasan desa wisata tidak dapat
dilepaskan dari desa pusat, pemerintah desa, desa
tempat masyarakat desa sebagai tempat hidup mereka
dan desa tempat berekreasi masyarakat, hal ini penting
untuk mencegah beralihnya aset desa dan kepemilikan
lahan masyarakat desa kepada pihak-pihak yang tidak
bertanggung jawab serta tersisihkannya masyarakat oleh
berkembangnya pendatang.
Sejalan dengan strategi tersebut di atas maka dalam
pengelolaan sumber daya alam pedesaan melalui pelibatan
masyarakat desa dalam mengelola dan memanfaatkan
sumber daya alam di pedesaan adalah mencakup
peningkatan efisiensi dan produktivitas, pemerataan hasil
dan kesejahteraan secara profesional dan pencapaian
sumber daya berkelanjutan. Ke-tiga tujuan ini merupakan
tiga pilar yang secara bersama dan seimbang mendukung,
keberadaan satu sumber daya alam bagi kepentingan
masyarakat di desa.
d. Pemberdayaan Kelembagaan dan Sumber Daya ManusiaHAND OUT MATA KULIAH CONCEPT RESORT AND LEISURE,
STRATEGI PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN RESORT AND
LEISURE
GUMELAR S. SASTRAYUDA ( 2010)
15
Pemodelan kelembagaan dan sumber daya manusia pada
desa wisata lebih menekankan kepada: Pertama; investasi
pada modal manusia (human capital) yaitu dalam bidang
pendidikan dan kesehatan, Ke-dua; peningkatan kapasitas
organisasi di pedesaan, disamping organisasi pemerintahan
desa yang secara bersama-sama memiliki keinginan untuk
mengembangkan desa wisata sebagai upaya pembangunan
yang berkelanjutan, Ke-tiga; memperluas dan
mengintegrasikan mandat organisasi dan kelompok
sehingga efisiensi bisa tercapai, Ke-empat; memperbaiki
budaya kerja, kerja keras, tanggung jawab dan hemat, Kelima; menghilangkan sifat dan mental negatif, boros,
konsumtif yang dapat merusak produktivitas. Sedangkan
melalui pendidikan lebih diarahkan kepada peningkatan
kemampuan dan keterampilan masyarakat dalam bentuk
pekerjaan yang sangat dibutuhkan oleh pasar. Pendidikan
pelatihan tidak hanya memberikan keilmuan yang lebih
penting adalah kesadaran untuk tumbuhnya sikap menerima,
bekerja sama, dan menimbulkan prilaku baru dalam upaya
mengentaskan kemiskinan, keterbelakangan dan
ketergantungan.
6. Pengelolaan Desa wisata
Bentuk pengelolaan desa wisata pada dasarnya adalah milik
masyarakat yang dikelola secara baik, degan mempertimbangkan
beberapa aspek penting dalam pengelolaan seperti; (1) aspek
sumber daya manusia, (2) aspek keuangan, (3) aspek material, (4)
aspek pengelolaan dan (4) aspek pasar. Dalam satu wadah
organisasi masyarakat yang berbentuk kemitraan, manajemen
korporasi, yayasan atau badan pengelola desa wisata yang unsur-HAND OUT MATA KULIAH CONCEPT RESORT AND LEISURE,
STRATEGI PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN RESORT AND
LEISURE
GUMELAR S. SASTRAYUDA ( 2010)
16
unsur pengelolaannya direkrut dari kemampuan masyarakat
setempat dan lebih mendahulukan peranan para pemuda yang
memiliki latar belakang pendidikan atau keterampilan yang
dibutuhkan.
7. Perencanaan Kawasan Desa wisata
Hal yang sangat penting diketahui dalam setiap kerja sama
individu dalam kelompok, ialah maksud dan tujuan kerja sama
tersebut, dan harus jelas mengetahui metode pencapaiannya. Bila
usaha kelompok itu ingin efektif, orang-orang dalam kelompok itu
harus mengetahui apa yang diharapkan untuk menyelesaikannya,
inilah yang dimaksud dengan fungsi perencanaan. Berdasarkan
fungsi perencanaan tersebut, maka perencanaan adalah keputusan
untuk waktu yang akan datang, apa yang akan dilakukan, bilamana
akan dilakukan dan siapa yang akan melakukan. Jelasnya
perencanaan dimaksudkan untuk memperoleh sesuatu dalam waktu
yang akan datang, dan usaha/cara yang efektif untuk
pencapaiannya. Oleh karena itu perencanaan adalah suatu
keputusan apa yang diharapkan dalam waktu yang akan datang.
Dalam penyusunan perencanaan kawasan desa wisata
merupakan suatu proses kesinambungan. Sebagai satu proses
dalam penyusunan perencanaan kawasan desa wisata dibutuhkan
suatu tindakan pemeliharaan yang terbaik/menguntungkan dari
berbagai alternatif dalam usaha pencapaian tujuan. Mengingat
perencanaan kawasan desa wisata lebih banyak melibatkan peran,
partisipasi dan pemberdayaan masyarakat, maka bentuk
perencanaannya lebih menitik beratkan kepada Community Based
Tourism. Pendekatan partisipatif merupakan strategi dalam
paradigma pembangunan yang bertumpu kepada masyarakat
(people centred development). Strategi ini menyadari pentingnya HAND OUT MATA KULIAH CONCEPT RESORT AND LEISURE,
STRATEGI PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN RESORT AND
LEISURE
GUMELAR S. SASTRAYUDA ( 2010)
17
kapasitas masyarakat untuk meningkatkan kemandirian dan
kekuatan internal dalam mempelajari kondisi dan kehidupan
pedesaan dari dengan atau oleh masyarakat desa yang dikenal
sebagai satu pendekatan Participatory Planning dapat diartikan
sebagai metode yang memungkinkan masyarakat desa untuk saling
berbagi meningkatkan, dan menganalisis pengetahuan mereka
tentang kondisi dan kehidupan desa membuat rencana dan
bertindak.
Desa wisata yang bertumpu pada masyarakat merupakan
suatu alternatif baru untuk meningkatkan hasil produksi guna
memenuhi kebutuhan masyarakat. Perencanaan partisipatif dapat
dilakukan jika praktisi pembangunan tidak berperan sebagai
perencanaan untuk masyarakat tetapi sebagai pendamping dalam
proses perencanaan yang dilakukan oleh masyarakat.
Desa wisata adalah suatu bentuk integrasi antara atraksi, akomodasi dan fasilitas pendukung yang disajikan dalam suatu struktur kehidupan masyarakat yang menyatu dengan tata cara dan tradisi yang berlaku. ( Nuryanti, Wiendu. 1993. Concept, Perspective and Challenges, makalah bagian dari Laporan Konferensi Internasional mengenai Pariwisata Budaya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal. 2-3)
Daftar Isi:1. Komponen Utama Desa Wisata2. Pendekatan Pengembangan Desa Wisata3. Pendekatan Pasar untuk Pengembangan Desa Wisata4. Pendekatan Fisik Pengembangan Desa Wisata5. Jenis Wisatawan Pengunjung Desa Wisata6. Tipe Desa Wisata
1. Komponen Utama Desa Wisata
Terdapat dua konsep yang utama dalam komponen desa wisata : 1. Akomodasi : sebagian dari tempat tinggal para penduduk setempat dan atau unit-unit yang berkembang atas konsep tempat tinggal penduduk.
2. Atraksi : seluruh kehidupan keseharian penduduk setempat beserta setting fisik lokasi desa yang memungkinkan berintegrasinya wisatawan sebagai partisipasi aktif seperti : kursus tari, bahasa dan lain-lain yang spesifik.
Sedangkan Edward Inskeep, dalam Tourism Planning An Integrated and Sustainable Development Approach, hal. 166 memberikan definisi : Village Tourism, where small groups of tourist stay in or near traditional, often remote villages and learn about village life and the local environment. Inskeep : Wisata pedesaan dimana sekelompok kecil wisatawan tinggal dalam atau dekat dengan suasana tradisional, sering di desa-desa yang terpencil dan belajar tentang kehidupan pedesaan dan lingkungan setempat.
2. Pendekatan Pengembangan Desa Wisata
Pengembangan dari desa wisata harus direncanakan secara hati-hati agar dampak yang timbul dapat dikontrol. Berdasar dari penelitian dan studi-studi dari UNDP/WTO dan beberapa
konsultan Indonesia, dicapai dua pendekatan dalam menyusun rangka kerja/konsep kerja dari pengembangan sebuah desa menjadi desa wisata.
3. Pendekatan Pasar untuk Pengembangan Desa Wisata
3. 1. Interaksi tidak langsung
Model pengembangan didekati dengan cara bahwa desa mendapat manfaat tanpa interaksi langsung dengan wisatawan. Bentuk kegiatan yang terjadi semisal : penulisan buku-buku tentang desa yang berkembang, kehidupan desa, arsitektur tradisional, latar belakang sejarah, pembuatan kartu pos dan sebagainya.
3. 2. Interaksi setengah langsung
Bentuk-bentuk one day trip yang dilakukan oleh wisatawan, kegiatan-kegiatan meliputi makan dan berkegiatan bersama penduduk dan kemudian wisatawan dapat kembali ke tempat akomodasinya. Prinsip model tipe ini adalah bahwa wisatawan hanya singgah dan tidak tinggal bersama dengan penduduk.
3. 3. Interaksi Langsung
Wisatawan dimungkinkan untuk tinggal/bermalam dalam akomodasi yang dimiliki oleh desa tersebut. Dampak yang terjadi dapat dikontrol dengan berbagai pertimbangan yaitu daya dukung dan potensi masyarakat setempat. Alternatif lain dari model ini adalah penggabungan dari model pertama dan kedua. (UNDP and WTO. 1981. Tourism Development Plan for Nusa Tenggara, Indonesia. Madrid: World Tourism Organization. Hal. 69)
3. 4. Kriteria Desa Wisata
Pada pendekatan ini diperlukan beberapa kriteria yaitu :
Atraksi wisata; yaitu semua yang mencakup alam, budaya dan hasil ciptaanmanusia. Atraksi yang dipilih adalah yang paling menarik dan atraktif di desa.
Jarak Tempuh; adalah jarak tempuh dari kawasan wisata terutama tempat tinggal wisatawan dan juga jarak tempuh dari ibukota provinsi dan jarak dari ibukota kabupaten.
Besaran Desa; menyangkut masalah-masalah jumlah rumah, jumlah penduduk, karakteristik dan luas wilayah desa. Kriteria ini berkaitan dengan daya dukung kepariwisataan pada suatu desa.
Sistem Kepercayaan dan kemasyarakatan; merupakan aspek penting mengingat adanya aturan-aturan yang khusus pada komunitas sebuah desa. Perlu dipertimbangkan adalah agama yang menjadi mayoritas dan sistem kemasyarakatan yang ada.
Ketersediaan infrastruktur; meliputi fasilitas dan pelayanan transportasi, fasilitas listrik, air bersih, drainase, telepon dan sebagainya.
Masing-masing kriteria digunakan untuk melihat karakteristik utama suatu desa untuk kemudian menetukan apakah suatu desa akan menjadi desa dengan tipe berhenti sejenak, tipe one day trip atau tipe tinggal inap.
4. Pendekatan Fisik Pengembangan Desa Wisata
Pendekatan ini merupakan solusi yang umum dalam mengembangkan sebuah desa melalui sektor pariwisata dengan menggunakan standar-standar khusus dalam mengontrol perkembangan dan menerapkan aktivitas konservasi.
Mengonservasi sejumlah rumah yang memiliki nilai budaya dan arsitektur yang tinggi dan mengubah fungsi rumah tinggal menjadi sebuah museum desa untuk menghasilkan biaya untuk perawatan dari rumah tersebut. Contoh pendekatan dari tipe pengembangan model ini adalah Desa Wisata di Koanara, Flores. Desa wisata yang terletak di daerah wisata Gunung Kelimutu ini mempunyai aset wisata budaya berupa rumah-rumah tinggal yang memiliki arsitektur yang khas. Dalam rangka mengkonservasi dan mempertahankan rumah-rumah tersebut, penduduk desa menempuh cara memuseumkan rumah tinggal penduduk yang masih ditinggali. Untuk mewadahi kegiatan wisata di daerah tersebut dibangun juga sarana wisata untuk wisatawan yang akan mendaki Gunung Kelimutu dengan fasilitas berstandar resor minimum dan kegiatan budaya lain.
Mengonservasi keseluruhan desa dan menyediakan lahan baru untuk menampung perkembangan penduduk desa tersebut dan sekaligus mengembangkan lahan tersebut sebagai area pariwisata dengan fasilitas-fasilitas wisata. Contoh pendekatan pengembangan desa wisata jenis ini adalah Desa Wisata Sade, di Lombok.
Mengembangkan bentuk-bentuk akomodasi di dalam wilayah desa tersebut yang dioperasikan oleh penduduk desa tersebut sebagai industri skala kecil. Contoh dari bentuk pengembangan ini adalah Desa wisata Wolotopo diFlores. Aset wisata di daerah ini sangat beragam antara lain : kerajinan tenun ikat, tarian adat, rumah-rumah tradisional dan pemandangan ke arah laut. Wisata di daerah ini dikembangkan dengan membangun sebuah perkampungan skala kecil di dalam lingkungan Desa Wolotopo yang menghadap ke laut dengan atraksi-atraksi budaya yang unik. Fasilitas-fasilitas wisata ini dikelola sendiri oleh penduduk desa setempat. Fasilitas wisata berupa akomodasi bagi wisatawan, restaurant, kolam renang, peragaan tenun ikat, plaza, kebun dan dermaga perahu boat.
4. 1. Prinsip dasar dari pengembangan desa wisata
Pengembangan fasilitas-fasilitas wisata dalam skala kecil beserta pelayanan di dalam atau dekat dengan desa.
Fasilitas-fasilitas dan pelayanan tersebut dimiliki dan dikerjakan oleh penduduk desa, salah satu bisa bekerja sama atau individu yang memiliki.
Pengembangan desa wisata didasarkan pada salah satu “sifat” budaya tradisional yang lekat pada suatu desa atau “sifat” atraksi yang dekat dengan alam dengan pengembangan desa sebagai pusat pelayanan bagi wisatawan yang mengunjungi kedua atraksi tersebut.5
5. Jenis Wisatawan Pengunjung Desa Wisata
Karena bentuk wisata pedesaan yang khas maka diperlukan suatu segmen pasar tersendiri. Terdapat beberapa tipe wisatawan yang akan mengunjungi desa wisata ini yaitu :
5. 1. Wisatawan Domestik
Wisatawan domestik ; terdapat tiga jenis pengunjung domestik yaitu :
Wisatawan atau pengunjung rutin yang tinggal di daerah dekat desa tersebut. Motivasi kunjungan : mengunjungi kerabat, membeli hasil bumi atau barang-barang kerajinan. Pada perayaan tertentu, pengunjung tipe pertama ini akan memadati desa wisata tersebut.
Wisatawan dari luar daerah (luar propinsi atau luar kota), yang transit atau lewat dengan motivasi, membeli hasil kerajinan setempat.
Wisatawan domestik yang secara khusus mengadakan perjalanan wisata ke daerah tertentu, dengan motivasi mengunjungi daerah pedesaaan penghasil kerajinan secara pribadi.
5. 2. Wisatawan Manca Negara
Wisatawan yang suka berpetualang dan berminat khusus pada kehidupan dan kebudayaan di pedesaan. Umumnya wisatawan ini tidak ingin bertemu dengan wisatawan lainnya dan berusaha mengunjungi kampung dimana tidak begitu banyak wisatawan asing.
Wisatawan yang pergi dalam grup (di dalam suatu biro perjalanan wisata). Pada umumnya mereka tidak tinggal lama di dalam kampung dan hanya tertarik pada hasil kerajinan setempat.
Wisatawan yang tertarik untuk mengunjungi dan hidup di dalam kampung dengan motivasi merasakan kehidupan di luar komunitas yang biasa dihadapinya.
6. Tipe Desa Wisata
Menurut pola, proses dan tipe pengelolanya desa atau kampung wisata di Indonesia sendiri, terbagi dalam dua bentuk yaitu tipe terstruktur dan tipe terbuka.
6. 1. Tipe terstruktur (enclave)
Tipe terstruktur ditandai dengan karakter-karakter sebagai berikut :
Lahan terbatas yang dilengkapi dengan infrastruktur yang spesifik untuk kawasan tersebut. Tipe ini mempunyai kelebihan dalam citra yang ditumbuhkannya sehingga mampu menembus pasar internasional.
Lokasi pada umumnya terpisah dari masyarakat atau penduduk lokal, sehingga dampak negatif yang ditimbulkannya diharapkan terkontrol. Selain itu pencemaran sosial budaya yang ditimbulkan akan terdeteksi sejak dini.
Lahan tidak terlalu besar dan masih dalam tingkat kemampuan perencanaan yang integratif dan terkoordinir, sehingga diharapkan akan tampil menjadi semacam agen untuk mendapatkan dana-dana internasional sebagai unsur utama untuk “menangkap” servis-servis dari hotel-hotel berbintang lima.
Contoh dari kawasan atau perkampungan wisata jenis ini adalah kawasan Nusa Dua, Bali dan beberapa kawasan wisata di Lombok. Pedesaan tersebut diakui sebagai suatu pendekatan yang tidak saja berhasil secara nasional, melainkan juga pada tingkat internasional. Pemerintah Indonesia mengharapkan beberapa tempat di Indonesia yang tepat dapat dirancang dengan konsep yang serupa.
6. 2. Tipe Terbuka (spontaneus)
Tipe ini ditandai dengan karakter-karakter yaitu tumbuh menyatunya kawasan dengan struktur kehidupan, baik ruang maupun pola dengan masyarakat lokal. Distribusi pendapatan yang didapat dari wisatawan dapat langsung dinikmati oleh penduduk lokal, akan tetapi dampak negatifnya cepat menjalar menjadi satu ke dalam penduduk lokal, sehingga sulit dikendalikan. Contoh dari tipe perkampungan wisata jenis ini adalah kawasan Prawirotaman, Yogyakarta.
Pentingnya Membangun Partisipasi Masyarakat Dalam Pengembangan Desa Wisata
12112010
Oleh: F.Yhani Saktiawan, SP.,M.Si
A. Latar Belakang
Era otonomi daerah sebagai implikasi dari berlakunya UU No. 32 tahun 2004, memberikan peluang bagi setiap Pemerintah Kabupaten/Kota untuk merencanakan dan mengelola pembangunan daerahnya sendiri, serta tuntutan bagi partisipasi aktif masyarakat dalam proses
pembangunan dari perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi. Masyarakat sebagai komponen utama dalam pembangunan pariwisata berbasis masyarakat mempunyai peranan penting dalam menunjang pembangunan pariwisata daerah yang ditujukan untuk mengembangkan potensi lokal yang bersumber dari alam, sosial budaya ataupun ekonomi masyarakat. UU No 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan menyatakan bahwa masyarakat memiliki kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan serta dalam penyelenggaraan kepariwisataan. Peran serta masyarakat dalam memelihara sumber daya alam dan budaya yang dimiliki merupakan andil yang besar dan berpotensi menjadi daya tarik wisata.
Menurut Nurmawati (2006), pengembangan wisata alam dan wisata budaya dalam perspektif kemandirian lokal merupakan perwujudan interkoneksitas dalam tatanan masyarakat yang dilakukan secara mandiri oleh tatanan itu sendiri guna meningkatkan kualitas tatanan dengan tetap memelihara kelestarian alam dan nilai-nilai budaya lokal, serta obyek wisata alam dan wisata budaya yang ada. Selama ini pengembangan pariwisata daerah ditujukan untuk mengembangkan potensi lokal yang bersumber dari alam, sosial budaya ataupun ekonomi guna memberikan kontribusi bagi pemerintah daerah, sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Berkaitan dengan hal tersebut di atas, saat ini perencanaan pengembangan pariwisata menggunakancommunity approach atau community based development. Dalam hal ini masyarakat lokal yang akan membangun, memiliki dan mengelola langsung fasilitas wisata serta pelayanannya, sehingga dengan demikian masyarakat diharapkan dapat menerima secara langsung keuntungan ekonomi dan mengurangi urbanisasi (Nurhayati, 2005).
Menurut Panji (2005), usaha-usaha pengembangan pariwisata yang berorientasi pada masyarakat lokal masih minim. Hal ini dikarenakan masyarakat tidak memiliki kemampuan secara finansial dan keahlian yang berkualitas untuk mengelolanya atau terlibat langsung dalam kegiatan pariwisata yang berbasiskan alam dan budaya. Sehingga perlunya partisipasi aktif masyarakat untuk menjadi tuan rumah yang baik, menyediakan sesuatu yang terbaik sesuai kemampuan, ikut menjaga keamanan, ketentraman, keindahan dan kebersihan lingkungan, memberikan kenangan dan kesan yang baik bagi wisatawan dalam rangka mendukung program sapta pesona, serta menanamkan kesadaran masyarakat dalam rangka pengembangan desa wisata.
B. Partisipasi Masyarakat Dalam Community based Tourism Development
Secara sederhana, konsep partisipasi terkait dengan ”keterlibatan suatu pihak dalam kegiatan yang dilakukan oleh pihak lain”. Menurut Tikson (2001) partisipasi merupakan sebuah proses dimana masyarakat sebagai stakeholders, terlibat mempengaruhi dan mengendalikan pembangunan di tempat mereka masing-masing. Masyarakat turut serta secara aktif dalam memprakarsai kehidupan mereka, melalui proses pembuatan keputusan dan perolehan sumberdaya dan penggunaannya.
Selama ini pengembangan pariwisata berbasis masyarakat menggunakan pendekatancommunity based tourism, dimana masyarakat mempunyai peran yang sangat penting dalam menunjang pembangunan pariwisata. Dengan demikian keterlibatan pemerintah dan swasta hanya sebatas memfasilitasi dan memotivasi masyarakat sebagai pelaku utama pengembangan desa wisata untuk dapat lebih memahami tentang fenomena alam dan budayanya, sekaligus menentukan kualitas produk wisata yang ada di desa wisatanya.
Berkaitan dengan hal tersebut diatas, keterlibatan pemerintah, swasta dan masyarakat dalam pengembangan desa wisata akan membawa tuntutan bagi partisipasi masyarakat. Hal ini tentunya perlu ditumbuhkan pemahaman atau persepsi yang sama dari stakeholders terkait dan memberikan ruang yang seluas-luasnya bagi masyarakat sebagai pelaku utama pengembangan desa wisata.
C. Pengembangan Desa Wisata
Desa wisata dapat didefinisikan sebagai suatu wilayah pedesaan yang memiliki potensi keunikan dan daya tarik wisata yang khas, baik berupa karakter fisik lingkungan alam pedesaan dan kehidupan sosial budaya masyarakat, yang dikelola dan dikemas secara menarik dan alami dengan pengembangan fasilitas pendukung wisatanya. Selanjutnya desa wisata adalah suatu bentuk integrasi antara atraksi, akomodasi dan fasilitaspendukung yang disajikan dalam suatu struktur kehidupan masyarakat yang menyatu dengan tata cara dan tradisi yang berlaku (Nuryanti, 1993).
Menurut Julisetiono (2007), Konsep Desa Wisata, meliputi: (a) berawal dari masyarakat, (b) memiliki muatan lokal, (c) memiliki komitmen bersama masyarakat, (d) memiliki kelembagaan, (e) adanya keterlibatan anggota masyarakat, (f) adanya pendampingan dan pembinaan, (g) adanya motivasi, (h) adanya kemitraan, (i) adanya forum Komunikasi, dan (j) adanya studi orientasi.
Mengacu pada konsep pengembangan desa wisata dari Departemen Kebudayaan dan Pariwisata (2001), maka pola pengembangan desa wisata diharapkan memuat prinsip-prinsip sebagai berikut :
a). Tidak bertentangan dengan adat istiadat atau budaya masyarakat
Suatu desa yang tata cara dan ada istiadatnya masih mendominasi pola kehidupan masyarakatnya, dalam pengembangannya sebagai atraksi wisata harus disesuaikan dengan tata cara yang berlaku di desanya.
b). Pembangunan fisik untuk meningkatkan kualitas lingkungan desa
Pengembangan pariwisata di suatu desa pada hakekatnya tidak merubah apa yang sudah ada di desa tersebut, tetapi lebih kepada upaya merubah apa yang ada di desa dan kemudian mengemasnya sedemikian rupa sehingga menarik untuk dijadikan atraksi wisata. Pembangunan fisik yang dilakukan dalam rangka pengembangan desa seperti penambahan sarana jalan setapak, penyediaan MCK, penyediaan sarana dan prasarana air bersih dan sanitasi lebih ditujukan untuk meningkatkan kualitas lingkungan yang ada sehingga desa tersebut dapat dikunjungi dan dinikmati wisatawan.
c). Memperhatikan unsur kelokalan dan keaslian
Arsitektur bangunan, pola lansekap serta material yang digunakan dalam pembangunan haruslah menonjolkan ciri khas desa, mencerminkan kelokalan dan keaslian wilayah setempat.
d). Memberdayakan masyarakat desa wisata
Unsur penting dalam pengembangan desa wisata adalah keterlibatan masyarakat desa dalam setiap aspek wisata yang ada di desa tersebut. Pengembangan desa wisata sebagai pengejawantahan dari konsep Pariwisata Inti Rakyat mengandung arti bahwa masyarakat desa memperoleh manfaat sebesar-besarnya dalam pengembangan pariwisata. Masyarakat terlibat langsung dalam kegiatan pariwisata dalam bentuk pemberian jasa dan pelayanan yang hasilnya dapat meningkatkan pendapatan masyarakat diluar aktifitas mereka sehari-hari.
e). Memperhatikan daya dukung dan berwawasan lingkungan
Prinsip-prinsip pariwisata yang berkelanjutan (sustainable tourism) harus mendasari pengembangan desa wisata. Pengembangan yang melampaui daya dukung akan menimbulkan dampak yang besar tidak hanya pada lingkungan alam tetapi juga pada kehidupan sosial budaya masyarakat yang pada akhirnya akan mengurangi daya tarik desa tersebut. Beberapa bentuk keterlibatan masyarakat tersebut adalah penyediaan fasilitas akomodasi berupa rumah-rumah penduduk (home stay), penyediaan kebutuhan konsumsi wisatawan, pemandu wisata, penyediaan transportasi lokal, pertunjukan kesenian, dan lain-lain.
Pengembangan desa wisata merupakan bagian dari penyelenggaraan pariwisata yang terkait langsung dengan jasa pelayanan, yang membutuhkan kerjasama dengan berbagai komponen penyelenggara pariwisata yaitu pemerintah, swasta, dan masyarakat.
Pada level birokrasi yang selama ini dilakukan pemerintah daerah seharusnya menindaklanjuti dengan adanya kejelasan regulasi terkait dengan pengembangan desa wisata dan usulan penetapan forum komunikasi desa wisata sebagai wadah koordinasi dan menjembatani hubungan antara masyarakat, lembaga desa wisata, perguruan tinggi, dan dunia usaha/swasta. Instansi terkait khususnya Dinas Kebudayaan dan Pariwisata perlu lebih mengintensifkan pembinaan secara berkala setiap bulan sekali dan memfasilitasi pertemuan bagi forum komunikasi desa
wisata agar benar-benar dapat memberikan manfaat dalam rangka koordinasi bersama dan ajang berbagi pengalaman dari masing-masing desa wisatanya.
Pada level Dunia Usaha/Swasta, keterlibatan masyarakat khususnya generasi muda dalam kegiatan yang bersifat teknis, seperti menjadi instruktur atau pemandu kegiatanoutbound perlu mendapat perhatian yang serius. Investor sebaiknya tidak hanya bergerak sebatas menanamkan modal dalam pengembangan infrastruktur pariwisata tapi perlu bekerjasama dengan masyarakat dalam rangka penguatan modal usaha mereka guna mendukung kegiatan investasi pariwisata.
Pada level masyarakat, partisipasi aktif merupakan elemen penting dalam perumusan rencana pembangunan agar mampu meningkatkan rasa percaya diri dan menumbuhkan rasa ikut bertanggung jawab terhadap hasil pembangunan pariwisata berbasis masyarakat.
Berkenaan dengan hal tersebut di atas, pengembangan desa wisata sebagai produk wisata baru sangat dipengaruhi oleh aspek kelembagaan, objek dan daya tarik wisata, serta sarana prasarana wisata. Hal ini disebabkan ketiga aspek pengembangan desa wisata tersebut memiliki peranan penting dalam meningkatkan pelayanan dan kualitas produk wisata.
D. Model Pengembangan Desa Wisata
Penentuan strategi dalam pengembangan desa wisata sangatlah penting dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan model pengembangan desa wisata sebagai rekomendasi tindak lanjut dari perencanaan wilayah pengembangan desa wisata.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, perlu tahapan-tahapan model pengembangan desa wisata yang diharapkan dapat diterapkan di daerah penyangga kawasan konservasi, antara lain:
1. Dari sisi pengembangan kelembagaan desa wisata, perlunya perencanaan awal yang tepat dalam menentukan usulan program atau kegiatan khususnya pada kelompok sadar wisata agar mampu meningkatkan pengetahuan dan keterampilan masyarakat melalui pelaksanaan program pelatihan pengembangan desa wisata, seperti: pelatihan bagi kelompok sadar wisata, pelatihan tata boga dan tata homestay, pembuatan cinderamata, pelatihan guide/pemandu wisata termasuk didalamnya keterampilan menjadi instruktur outbound.
2. Dari sisi pengembangan objek dan daya tarik wisata, perlunya perencanaan awal dari masyarakat untuk menjadi tuan rumah yang baik bagi wisatawan dan mampu mendatangkan wisatawan dari berbagai potensi yang dimiliki oleh masyarakat, serta perlunya sosialisasi dari instansi terkait dalam rangka menggalakkan sapta pesona dan paket desa wisata terpadu.
3. Dari sisi pengembangan sarana prasarana wisata, perencanaan awal dari pemerintah perlu diarahkan ke pengembangan sarana prasarana wisata yang baru seperti: alat-alat outbound, pembangunan gapura, gedung khusus pengelola desa wisata, cinderamata khas setempat, dan
rumah makan bernuansa alami pedesaan. Oleh karena itu dalam pelaksanaannya perlu menjalin kemitraan dengan pemerintah dan pengusaha/pihak swasta.
Secara etimologis “pariwisata” berasal dari bahasa sansekerta yang terdiri dari
dua suku kata yaitu “pari” yang berarti banyak, berkali-kali, berputar-putar, dan lengkap,
dan “wisata” yang berarti perjalanan atau bepergian. Dengan demikian pengertian kata
pariwisata dapat disimpulkan sebagai suatu perjalanan yang dilakukan secara berkali-kali
atau berputar-putar dari suatu tempat ke tempat lain.
Kegiatan berpariwisata adalah suatu proses kepergian sementara dari suatu tempat
menuju tempat lain di luar tempat tinggalnya. Dorongan kepergiaanya adalah karena
berbagai kepentingan, baik karena kepentingan ekonomi, sosial, kebudayaan, politik,
agama, kesehatan, maupun kepentingan lain, seperti karena rasa ingin tahu, menambah
pengalaman, ataupun untuk belajar.
Pariwisata adalah konsep yang sangat multidimensional. Tidak bisa dihindari
bahwa beberapa pengertian pariwisata dipakai oleh para praktisi dengan tujuan dan
perspektif yang berbeda sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Sebagai contoh,
beberapa ahli mendefenisikan pariwisata sebagai berikut:
“Tourism is defined as the interrelated system that includes tourists and the
associated services that are provided and utilised (facilities, attractions,
transportation, and accommodation) to aid in their movement” (Fennel, 1999: 4).
Universitas Sumatera Utara“The sum of the phenomena and relationships arising from the interaction of
tourist, businesses, host governments, and host communities, in the process of
attracting, and hosting these tourist and other visitors” (MacIntosh, 1980: 8)
“ Kepariwisataan adalah suatu seni dari lalu lintas orang, dlam mana manusiamanusia berdiam di suatu tempat asing untuk maksud tertentu, tetapi dengan
kediamannya tersebut tidak boleh dimaksudkan akan tinggal menetap untuk
melakukan pekerjaan selama-lamanya atau meskipun sementara waktu, sifatnya
masih berhubungan dengan pekerjaan” (Dr.HubertGulden dalam Yoeti,1983: 108)
“Pariwisata ialah suatu aktifitas manusia yang dilakukan secara bergantian
diantara orang-orang dalam suatu negara itu sendiri di luar negeri untuk
sementara waktu dalam mencari kepuasan yang beraneka ragam dan berbedabeda dengan apa yang dialaminya di mana ia memperoleh pekerjaan
tetap”(SalahWahab dalam Yoeti, 1983: 106)
Daya tarik wisata yang juga disebut objek wisata merupakan potensi yang
menjadi pendorong kehadiran wisatawan ke suatu daerah tujuan wisata. Objek dan daya
tarik wisata dikelompokkan ke dalam tiga kelompok yaitu :
1. Objek dan daya tarik wisata alam.
2. Objek dan daya tarik wisata budaya.
3. Objek dan daya tarik wisata minat khusus.
Universitas Sumatera UtaraDalam kedudukannya yang sangat menentukan itu maka daya tarik wisata harus
dirancanag atau dibangun / dikelolah secara profesional sehingga dapat menarik
wisatawan untuk datang.
2.3 Sarana dan Prasarana Pariwisata
2.3.1 Sarana Pariwisata
Sarana pariwisata merupakan hal yang palingdibutuhkan dalam dunia
kepariwisataan. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa ada tiga macam sarana pariwisata,
yang mana satu dengan lainnya saling melengkapi. Ketiga sarana yang di maksud adalah:
A. Sarana Pokok Kepariwisataan (Main Tourism Superstructure)
Sarana pokok kepariwisatan adalah perusahan-perusahaan yang hidup dan
kehidupannya sangat tergantung kepada lalu lintas wisatawan dan pengunjung lainnya.
Fungsinya adalah memberikan fasilitas pokok yang dapat memberikan pelayanan bagi
wisatawan. Adapun perusahaan yang termasuk dalam kelompok ini adalah:
1. Perusahaan yang usaha kegiatannya mempersiapakan dan merencanakan
perjalanan wisatawan atau disebut juga Receptive Tourist Plan seperti
menyelenggarakan tour, city tour, sight seeing, termasuk juga Biro Perjalanan
Wisata, Agen Perjalanan Wisata, Tour Operator dan lain-lain.
2. Perusahaan yang memberikan pelayanan di Objek Daerah Tujuan Wisata atau
disebut juga Reseidental Tourist Plan yaitu perusahaan yang memberikan
jasa pelayanan untuk menginap, menyediakan makanan dan minuman di
daerah tersebut, seperti Hotel, Hostel, Home Stay, Cottage, Restoran dan lainlain.
Universitas Sumatera UtaraB. Sarana Pelengkap Kepariwisataan (Supplementing Tourism Superstructure)
Sarana pelengkap kepariwisataan adalah fasilitas-fasilitas yang melengkapi sarana
pokok dengan sedemikian rupa sehingga dapat membuat wisatawan lebih lama tinggal di
tempat atau di Objek Daerah Tujuan Wisata yang dikunjunginya. Dalam istilah
kepariwisataan dikenal juga dengan istilah Recreative and Sportive Plan biasanya yang
termasuk kedalam kelompok ini adalah fasilitas untuk olah raga dan sebagainya.
C. Sarana Penunjang Kepariwisataan (Supporting Tourism Superstructure)
Sarana penunjang kepariwisataan merupakan fasilitas yang diperlukan wisatawan
dan berfungsi tidak hanya melayani kebutuhan pokok dan sarana pelengkap tetapi juga
memiliki fungsi yang lebih penting yaitu agar wisatawan lebih banyak membelanjakan
uangnya di tempat yang dikunjungi tersebut, sebagai contoh night club,casino, souvenir
shop, dan lain-lain.
Prasarana Pariwisata
Prasarana pariwisata adalah sumber daya alam dan sumber daya buatan manusia
yang mutlak dibutuhkan oleh wisatawan dalam perjalanannya di daerah tujuan wisata,
seperti jalan,listrik, air, teleko munikasi, terminal, jembatan, dan lain sebagainya. Untuk
kesiapan objek-objek wisata yang akan dikunjungi oleh wisatawan di daerah tujuan
wisata, prasarana wisata tersebut perlu dibangun dengan disesuaikan dengan lokasi dan
kondisi objek wisata yang bersangkutan.
Pembangunan prasarana wisata yang mempertimbangkan kondisi dan lokasi akan
meningkatkan aksebilitas suatu objek wisata yang pada gilirannya akan dapat
meningkatkan daya tarik objek wisata itu sendiri. Di samping berbagai kebutuhan yang
Universitas Sumatera Utaratelah disebutkan di atas, kebutuhan wisatawan yang lain juga perlu disediakan di daerah
tujuan wisata, seperti bank, apotik, rumah sakit, pom bensin, pusat-pusat perbelanjaan,
barber dan lain sebagainya.
Dalam melaksanakan pembangunan prasarana wisata diperlukan koordinasi yang
mantap antara instansi terkait bersama dengan instansi pariwisata di berbagai tingkat.
Dukungan instansi terkait dalam membangun prasarana wisata sangat diperlukan bagi
pengembangan pariwisata di daerah. Koordinasi di tingkat perencanaan yang dilanjutkan
dengan koordoinasi di tingkat pelaksanaan merupakan modal utama suksesnya
pembangunan pariwisata.
Dalam pembangunan prasarana pariwisata pemerintah lebih dominan karena
pemerintah dapat mengambil manfaat ganda dari pembangunan tersebut, seperti yang
meningkatkan arus informasi, arus lalu-lintas ekonomi, arus mobilitasi manusia antara
daerah dan sebagainya, yang tentu saja dapat meningkatkan kesempatan berusaha dan
bekerja masyarakat.