KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT...

127
KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT RADEN DEWI SARTIKA Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Gelar Sarjana Strata 1 (S.Pd.I) Program Studi Pendidikan Agama Islam LINA ZAKIAH NIM: 107011001073 JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011

Transcript of KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT...

Page 1: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah

KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT

RADEN DEWI SARTIKA

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Gelar Sarjana Strata 1 (S.Pd.I)

Program Studi Pendidikan Agama Islam

LINA ZAKIAH

NIM: 107011001073

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2011

Page 2: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah
Page 3: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah
Page 4: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah
Page 5: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah

ABSTRAK

Barangkali tidak banyak orang tahu bahwa di Bandung telah lahir sosok

tokoh pendidikan yang memiliki concern terhadap perkembangan kaum

perempuan. Tepatnya pada tahun 1904, telah berdiri sebuah lembaga pendidikan

yang khusus diperuntukkan bagi kaum perempuan. Sekolah ini bernama Sakola

Kautamaan Istri yang didirikan oleh Raden Dewi Sartika. Latar belakang

didirikannya sekolah ini adalah oleh suatu kondisi dimana kaum perempuan

seringkali memperoleh perlakuan diskriminatif dalam memperoleh pendidikan.

Bertolak dari hal tersebut, maka dilakukan penelitian yang mengangkat tokoh

pendidikan perempuan di Bandung dalam upayanya memajukan kaum perempuan

melalui pendidikan.

Penelitian ini bertujuan untuk lebih mengenal sosok Pahlawan Nasional

asal Jawa Barat, Raden Dewi Sartika yang concern pada pemberdayaan kaum

perempuan melalui pendidikan. Penelitian ini merupakan penelitian ekplorasi.

Penelitian ini dilakukan untuk melakukan pengujian yang didasarkan atas

pengalaman-pengalaman masa lampau. Oleh karena obyek penelitian ini

difokuskan pada masalah-masalah yang berkaitan dengan dunia sejarah

pendidikan, maka pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan sejarah

pendidikan.

Adapun data-data yang dijadikan rujukan diperoleh melalui sumber buku,

makalah, dan karangan-karangan Raden Dewi Sartika yang diperoleh dari

Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, Perpustakaan Umum Fakultas Sastra

Universitas Padjajaran Bandung, Perpustakaan Daerah Bandung, dan

Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, serta khusus makalah-makalah,

penulis dapatkan dari Yayasan Dewi Sartika di Bandung.

Setelah melakukan penelitian, diketahui bahwa Raden Dewi Sartika

adalah seorang pemikir dan aktifis perempuan Sunda yang lahir dari keluarga

menak dan memiliki cita-cita tinggi untuk memajukan bangsa dengan cara

memajukan kaum perempuannya melalui pendidikan. Karena hanya dengan

pendidikanlah seorang perempuan akan memiliki banyak pengetahuan dan

keterampilan yang akan berguna bagi dirinya, keluarga, masyarakat, bangsa, dan

negara.

Gagasannya itu, ia tuangkan dengan mendirikan Sakola Kautamaan Istri

yang khusus diperuntukkan untuk kaum perempuan. Sakola Kautamaan Istri

adalah ujung dari satu idealisme atau ujung dari cita-cita bangsa yang merupakan

hasil kerja keras dalam upaya untuk meningkatkan derajat kaum perempuan,

khususnya perempuan Sunda, dan pada umumnya perempuan Indonesia.

Implementasi konsep itu sendiri tertuang dalam kurikulum yang

diterapkan pada Sakola Kautamaan Istri diantaranya dengan memfokuskan materi

pelajaran pada keterampilan perempuan sebagai salah satu upaya pemberdayaan

kaum perempuan dengan pendidikan.

i

Page 6: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur hanya bagi Allah SWT yang telah melimpahkan

curahan Rahmat dan pertolongan-Nya yang tak terhingga serta petunjuk yang

memberikan jalan bagi penulis, sehingga dapat dengan mudah menyelesaikan

tulisan yang sulit ini, dengan judul “Konsep Pendidikan Perempuan menurut

Raden Dewi Sartika”.

Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada baginda Nabi

Muhammad SAW yang mengubah dunia kegelapan menjadi terang benderang dan

menuntun segenap manusia menuju jalan kebenaran dan kebahagiaan di dunia dan

akhirat. Juga kepada seluruh keluarga dan sahabat-sahabatnya yang selalu

membantu perjuangan dalam menegakkan Agama Islam di muka bumi ini.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis mengalami berbagai kesulitan di saat

menyusun tentang konsep pendidikan yang dicetuskan oleh Raden Dewi Sartika

untuk memajukan bangsa terutama kaum perempuannya. Oleh karena itu, apa

yang penulis sampaikan dalam skripsi ini masih jauh dari sempurna. Namun,

meskipun begitu, penulis berharap, skripsi ini dapat menjadi sumbangsih

tersendiri yang melengkapi pustaka tentang riwayat hidup dan gagasan Raden

Dewi Sartika dalam memperjuangkan hak-hak kaum perempuan dalam

memperoleh pendidikan. Sehingga dapat bermanfaat, dan memberi inspirasi bagi

penerus bangsa agar berbuat dan berkarya yang lebih dari yang telah dilakukan

oleh Raden Dewi Sartika.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa proses penulisan skripsi ini tidak

akan terwujud tanpa bantuan, bimbingan dan motivasi dari berbagai pihak. Oleh

karena itu, dengan kesadaran hati penulis sampaikan terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, MA, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

ii

Page 7: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah

2. Ibu Hj. Nurlena Rifa’i, MA, Ph.D, Pembantu Dekan bidang Akademik

Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta, sekaligus dosen Seminar Proposal Skripsi yang

selalu memberikan bimbingan dan masukan dalam memilih judul skripsi

ini serta secara pribadi selalu memberikan motivasi kepada penulis.

3. Bapak Bahrissalim, M.Ag, Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam

Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta. Beliau senantiasa memberikan yang terbaik untuk

seluruh mahasiswa Pendidikan Agama Islam.

4. Bapak Drs. Sapiudin Shidiq, M.Ag, Sekretaris Jurusan Pendidikan

Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Atas segala motivasi yang diberikan

kepada penulis.

5. Ibu Hj. Dra. Eri Rossatria, MA, Dosen Pembimbing Skripsi. Berkat jasa

beliau, yang telah ikhlas meluangkan waktu untuk membantu,

membimbing, dan mengarahkan penulis demi terselesainya skripsi ini.

6. Bapak Dr. Anshari, LAL, MA, Dosen Penasehat Akademik. Atas segala

nasehat-nasehatnya serta bimbingan dan bantuan dalam masalah yang

dihadapi oleh penulis.

7. Ibu Eva Fitria, MA, Dosen sekaligus saudara penulis. Yang memberikan

inspirasi dan selalu memberikan masukan dalam menguraikan gagasan

Raden Dewi Sartika, serta memberikan arahan kemana penulis harus

mencari sumber buku.

8. Bapak Drs. Moh. Ziyad, MA dan Bapak Samsul Aripin, MA. Yang selalu

meluangkan waktu untuk memberikan saran dan kritik, dikala penulis

butuh masukan dalam penulisan skripsi ini.

9. Rasa hormat dan terima kasih kepada kedua orangtuaku, Drs. Dandan

Nasjir dan Siti Sa’adah atas segala do’a dan cinta kasih sayangnya yang

senantiasa menyertai penulis. Serta kakak-kakakku Syarif Hidayat, S.Ag,

Lilis Latifah, S.Pd.I, Nanan Amin Iskandar, A.Ma, Irma Rismayanti,

S.Pd, Deni Abdul Kholik, S.Pd.I, dan adikku satu-satunya Dede Khotibul

iii

Page 8: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah

Umam. Semangat dan senyum kalian adalah motivasi berharga yang

tidak penulis dapatkan dari orang lain.

10. Hadi Assyihabi. Atas segala bantuan, dorongan dan semangat dalam

membantu penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Mudah-mudahan kita

benar-benar dipertemukan di Jabal Rahmat-Nya. Amin.

11. Bapak Prof. Dr. H. Moh. Mastna, HS, MA dan Ibu Mastna. Selaku Bapak

dan Ibu kos. Terima kasih atas semangat, dorongan, nasehat dan do’anya

kepada penulis. Serta temen-temen kos Rhoudlotul Hikmah, Mala

Allifni, Husni Amalia, Mega Ziadatun Ni’mah, Bias Rembulan Semesta

dan Rezki Meida Sari yang tak pernah henti-hentinya memberikan

semangat kepada penulis.

12. Dan sahabat-sahabat saya, Dini Puspita Mulyani, Wulandari, dan Titin

Rostina. Atas bantuannya mencari sumber buku ke UNPAD Bandung

dan Perpustakaan Daerah Bandung, serta menunjukan jalan ke Sekolah

Dewi Sartika. Tanpa kalian, penulis tidak akan mendapatkan data yang

penting untuk melengkapi bahan dalam skripsi ini.

13. Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah Isu, dan Fadhila Putri. Atas semangat

yang tak pernah henti-hentiya diberikan kepada penulis. Yang selalu

memberikan masukan dan diskusi-diskusi, serta saran dan kritik sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

14. Semua pihak yang telah ikut berjasa dalam penyusunan skripsi ini, yang

tak mungkin disebutkan satu persatu.

Kepada semua pihak tersebut, semoga amal baik yang telah diberikan

dapat diterima oleh Allah SWT, dan mendapat limpahan Rahmat-Nya, Amin.

Jakarta, 12 Sepetember 2011

Penulis

iv

Page 9: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah

DAFTAR ISI

ABSTRAK ......................................................................................... i

KATA PENGANTAR ....................................................................... ii

DAFTAR ISI ..................................................................................... v

DAFTAR TABEL ............................................................................. vii

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ................................................. 1

B. Identifikasi Masalah ....................................................... 6

C. Pembatasan Masalah ...................................................... 6

D. Perumusan Masalah ........................................................ 6

E. Tujuan Penelitian ............................................................ 6

F. Manfaat Penelitian .......................................................... 7

G. Metodologi Penelitian ..................................................... 7

H. Penelitian Yang Relevan ................................................. 9

BAB II PENDIDIKAN PEREMPUAN

A. Pendidikan ...................................................................... 11

1. Pengertian Pendidikan ................................................ 11

2. Unsur-unsur Pendidikan ............................................. 13

a. Pendidik ................................................................ 13

b. Peserta didik .......................................................... 16

c. Kurikulum ............................................................. 19

d. Proses Belajar Mengajar ........................................ 22

e. Metode Pembelajaran ............................................ 24

B. Perempuan ...................................................................... 26

1. Pengertian dan Karakteristik Perempuan .................... 26

2. Kedudukan Perempuan .............................................. 29

3. Tugas Perempuan ....................................................... 31

4. Peran Perempuan ....................................................... 34

v

Page 10: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah

C. Pendidikan Perempuan ................................................... 36

1. Kebutuhan Perempuan terhadap Pendidikan ............... 36

2. Pemikiran Pendidikan Perempuan di Indonesia .......... 39

a. R.A.Kartini ............................................................ 39

b. Rahmah El Yunisiah .............................................. 41

c. Rohana Kudus ....................................................... 43

d. Rasuna Said ........................................................... 44

e. Raden Ayu Lasminingrat ....................................... 45

3. Sejarah Pendidikan Daerah Jawa Barat ...................... 46

BAB III RIWAYAT HIDUP RADEN DEWI SARTIKA

A. Latar Belakang Keluarga ................................................ 52

B. Latar Belakang Pendidikan ............................................. 56

C. Karya-karya .................................................................... 57

BAB IV KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT RADEN

DEWI SARTIKA

A. Latar Belakang Berdirinya Sakola Kautamaan Istri ......... 58

B. Berdirinya Sakola Kautamaan Istri ................................. 62

C. Sistem Pendidikan di Sakola Kautamaan Istri ................. 65

1. Guru .......................................................................... 65

2. Murid ......................................................................... 67

3. Kurikulum ................................................................. 68

4. Proses Belajar Mengajar ............................................ 72

5. Metode Pembelajaran ................................................. 75

D. Konsep Pendidikan Perempuan Menurut

Raden Dewi Sartika ........................................................ 77

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan .................................................................... 87

B. Saran .............................................................................. 88

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

vi

Page 11: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Materi Pelajaran Sakola Kautamaan Istri ................................... 69

Tabel 2 Prosentase Materi Pelajaran Sakola Kautamaan Istri .................. 72

Tabel 3 Metode Pembelajaran yang Digunakan

pada Materi Pelajaran Sakola Kautamaan Istri ........................... 75

vii

Page 12: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada masa Pemerintah Hindia Belanda, pendidikan di Indonesia

bertujuan untuk menjadikan warga negara yang mengabdi pada kepentingan

penjajah. Dengan kata lain, pendidikan dimaksudkan untuk mencetak tenaga-

tenaga yang dapat digunakan sebagai alat untuk memperkuat kedudukan penjajah.

Oleh karena itu, isi pendidikan pun hanya sekedar pengetahuan dan kecakapan

yang dapat membantu mempertahankan kekuasaan politik dan ekonomi penjajah.1

Barulah awal abad ke-20, sifat pendidikan itu berangsung-angsur

berubah. Hal tersebut antara lain sebagai akibat lahirnya Politik Etis (Ethische

Politick). Politik Etis merupakan garis politik kolonial baru, yang pertama

diucapkan secara resmi oleh Van Dedem sebagai anggota Parlemen Belanda.

Dalam pidatonya tahun 1891, dikemukakan adanya keharusan untuk memisahkan

keuangan Indonesia dari negeri Belanda. Selain itu, diperjuangkan pula kemajuan

dan kesejahtaraan rakyat serta ekspansi menuju pada politik yang konstruktif.

Perjuangan politik kolonial yang progresif itu kemudian diteruskan oleh Van Kol,

Van Deventer dan Brooschoot.2

1 I.L. Pasaribu dan B. Simandjuntak, Pendidikan Nasional, Tinjauan Paedagogik Teoritis,

(Bandung: Tarsito, 1978), h. 53 dalam Edi S. Ekajati dkk, Sejarah Pendidikan Daerah Jawa

Barat, (Jakarta: Pialamas, 1998), edisi ke-2, h. 69 2 Edi S. Ekajati, Sejarah Pendidikan Daerah Jawa Barat, ..., edisi ke-2, h. 69-70

1

Page 13: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah

Timbulnya elit baru ini ialah sebagai akibat dari perubahan dalam politik

penjajahan Belanda. Kebijaksanaan baru ini dimulai terutama karena pengaruh

beberapa orang Belanda yang menunjukkan adanya “eereschuld” (hutang budi)

negeri Belanda terhadap jajahannya yang telah sekian lama memberi keuntungan

berlimpah-limpah yang diperoleh dari tanam paksa.3 Menurut Van Deventer,

utang itu bisa dibayar lewat program yang dikenal dengan sebutan “Trias Etika”

yaitu, “pendidikan, pengairan, dan transmigrasi”. Lebih jauh, Van Deventer

menilai, sikap politik yang tidak berpihak pada rakyat Jawa atau Hindia-Belanda,

merupakan strategi yang tidak menguntungkan Belanda sendiri, dalam kaitannya

dengan sistem desentralisasi administrasi politik yang direncanakan. Karena

sistem desentralisasi tidak mungkin berhasil tanpa bantuan golongan pegawai

Bumiputra dan masyarakat terpelajar Bumiputra lainnya.4

Akibat dari desentralisasi politik tersebut ialah pemerintah Hindia

Belanda memerlukan banyak pegawai pribumi yang terdidik baik untuk lembaga

pemerintahan maupun swasta, sehingga didirikanlah sekolah-sekolah sebagai

tempat dalam mencetak tenaga ahli yang terdidik dari pribumi.5

Namun, sesuai dengan keperluannya, tujuan didirikan sekolah adalah

agar dapat mencetak tenaga kerja yang terdidik untuk kepentingan pemerintah

Hindia Belanda, sehingga yang boleh masuk ke sekolah tersebut hanyalah anak-

anak dari keturunan terhormat, bangsawan, atau anak pejabat. Sedangkan anak-

anak dari seorang petani, pedagang, buruh dan rakyat biasa lainnya tidak

diperkenankan untuk masuk sekolah tersebut, karena mereka tidak mungkin

memiliki kemampuan seperti anak-anak bangsawan.

Terlebih lagi, pendidikan untuk kaum perempuan dirasa tidak perlu dan

tidak memberikan manfaat. Karena meskipun bersekolah, anak perempuan pada

akhirnya tidak akan bekerja, mereka hanya akan menjadi ibu rumah tangga yang

3 Sukanti Suryochondro, Potret Pergerakan Wanita di Indonesia, (Jakarta: Rajawali, 1984),

cet ke-1, h. 70-71 4 Dri Arbaningsih, Kartini dari Sisi Lain Melacak Pemikiran Kartini tentang Emansipasi

“Bangsa”, (Jakarta: Kompas, 2005), h. 78-79 5 Akira Nagazumi, The Dawn of Indonesian Nationalism, (Tokyo: Institute of Developing

Economics, 1972), h. 18 dalam Sukanti Suryochondro, Potret Pergerakan Wanita di Indonesia, ...,

cet ke-1, h. 72

2

Page 14: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah

hanya bertugas melayani suami, sehingga pendidikannya akan dirasa sia-sia.

Apalagi bagi orangtua dari golongan miskin, jika mempunyai uang mereka lebih

senang menyekolahkan anak laki-lakinya daripada menyekolahkan anak

perempuan.6

Selain itu juga, pada saat itu terdapat perbedaan pendidikan antara

golongan menak dan golongan rakyat biasa. N. Dwidjo Sewojo Instruktur dari

Sekolah Pendidikan Guru di Yogyakarta membagi masyarakat Jawa menjadi

empat kelas, dan ia pun memberikan status kepada perempuan-perempuan dari

empat kelas tersebut:

1. Golongan miskin. Para perempuan di kelas sosial ini tidak mendapatkan

pendidikan. Mereka belajar melakukan pekerjaan di sawah dan menjual

hasilnya. Terkadang mereka juga belajar menjahit. Hidup mereka sangat

keras, tetapi mereka cukup bebas. Sewojo tidak menyebutkan pada usia

berapa mereka biasanya menikah.

2. Golongan menengah (cukup mampu). Para perempuan di kelas sosial ini

tidak bersekolah dan mereka pun belajar melakukan pekerjaan-pekerjaan

rumah. Mereka biasanya menikah pada usia 12 sampai 15 tahun. Setelah

menikah, mereka membantu suaminya di sawah atau berdagang; mereka

diperlakukan dengan baik oleh suaminya karena mereka sebenarnya

dapat menafkahi kehidupannya sendiri.

3. Golongan santri. Para perempuan di kelas sosial ini tidak bersekolah,

tetapi mereka mendapat pelajaran agama di rumah. Mereka biasanya

mulai menikah sejak usia lima belas tahun. Mereka begitu dihargai para

suaminya karena secara umum mereka memiliki kemampuan yang lebih

dibanding para perempuan di golongan sebelumnya.

4. Golongan priyayi, para bangsawan. Beberapa dari mereka belajar di

bangku sekolah dasar. Sejak usia dua belas tahun, mereka dipingit dan

hanya melakukan sedikit pekerjaan karena telah memiliki banyak

pembantu. Setelah memasuki usia lima belas atau enam belas tahun dan

6 Meidiana F, Dewi Sartika, (Jakarta: Bee Media Indonesia, 2010), h. 8

3

Page 15: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah

akhirnya menikah, mereka kembali melanjutkan kehidupan mereka yang

terkekang dan tanpa kesibukan.7

Meskipun kehidupan para perempuan dari kelas sosial yang lebih rendah

terlihat begitu bebas dan keras, pernikahan dini yang terjadi dikelas sosial ini

sama sering dengan yang terjadi di kelas sosial yang tinggi.

Hal ini dibenarkan oleh seorang Bupati Serang di awal 1900, Achmad

Djajadiningrat. Menurutnya, pernikahan dini dilakukan untuk mencegah seorang

perempuan agar tidak menikahi seseorang karena dorongan hatinya belaka, bukan

karena logika. Ketika perempuan itu masih anak-anak, tentu saja mereka belum

memiliki perasaan cinta terhadap seorang lelaki. Namun, bila mereka telah

dewasa, rencana pernikahan dini ini akan sulit karena biasanya si perempuan telah

memiliki lelaki pilihan yang ternyata tidak sesuai dengan keinginan orang tuanya.8

Keadaan sosial tersebut menjadikan kaum perempuan tidak mendapatkan

kesempatan untuk mengenyam pendidikan yang layak seperti halnya laki-laki,

kecuali anak perempuan dari golongan menak atau bangsawan. Sehingga kaum

perempuan tidak mampu hidup mandiri, karena mereka tidak mendapatkan ilmu

pengetahuan dan keterampilan-keterampilan, yang pada akhirnya mereka hanya

mengandalkan kaum pria, dan mereka tidak bisa berbuat apa-apa untuk

melanjutkan kehidupannya lagi jika ditinggalkan oleh kaum pria.

Kondisi masyarakat yang masih terpengaruh feodalisme dan pandangan

tradisional banyak merugikan rakyat biasa, juga di bidang pendidikan. Sehingga

sebagian besar dari mereka masih tetap hidup dalam kebodohan. Dalam keadaan

demikian, tampil seorang tokoh dari kalangan menak yaitu Raden Dewi Sartika,

yang tergerak pikirannya untuk menyebarkan pendidikan di kalangan rakyat

banyak, terutama untuk kaum perempuan. Raden Dewi Sartika mempunyai

pandangan bahwa perempuan harus hidup terhormat dan sejajar dengan laki-laki,

7 Onderzoek naar de mindere welvaart der inlandsche bevolking op Java en Madoera,

(penyelidikan tentang menurunnya kesejahteraan masyarakat Jawa dan Madura), dalam, Cora

Vreede-De Steurs, The Indonesian Women: Struggles And Achievement, 1960, Mouton&Co,

s’Gravenhage, Terj Elvira Rosa dkk, Sejarah Perempuan Indonesia Gerakan dan Pencapaian,

(Depok: Komunitas Bambu, 2008), h. 63-64 8 Ahmad Djajadiningrat, Herinneringen (Memoar), 1936, h. 146 dalam Elvira Rosa dkk,

Sejarah Perempuan Indonesia Gerakan dan Pencapaian, ..., h. 64

4

Page 16: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah

tanpa melupakan kodratnya sebagai perempuan. Kaum perempuan harus

mengecap pendidikan dan keterampilan untuk bisa hidup dalam kehidupan

bermasyarakat, tanpa harus bergantung kepada kaum pria. Sehingga ia mampu

berperan aktif untuk memajukan bangsa yang beradab.

Maka dari itu, dengan bantuan Bupati Bandung, R.A.A. Martanegara,

akhirnya Raden Dewi Sartika dapat mewujudkan cita-citanya dengan mendirikan

sekolah yang khusus diperuntukkan bagi kaum perempuan. Setelah Raden Dewi

Sartika mendirikan Sakola Istri pada tahun 1904, anak-anak gadis dari golongan

biasa bisa mendapatkan pendidikan. Di sekolah gadis pertama di Indonesia ini

diajarkan dasar-dasar berhitung, menulis, membaca, memasak, mencuci,

menyetrika, pengetahuan agama, membatik dan lain sebagainya. Selama tujuh

tahun sekolah ini mengalami perkembangan yang pesat. Cabang-cabang sekolah

dibuka antara lain di Bogor, Serang, Ciamis, Tasikmalaya, Sumedang, Cianjur,

dan Sukabumi. Pada tahun 1910 sekolah ini berubah nama menjadi “Sakola

Kautamaan Istri”.9

Munculnya tokoh pendidikan kaum perempuan, Raden Dewi Sartika,

telah menunjukan kiprah dan peran kaum perempuan Indonesia, tidak kalah

penting dan sangat strategis fungsinya dalam memacu dan mendorong segala

potensi dan kemampuan yang dimiliki agar menjadi sumbangsih yang lebih

bermanfaat bagi diri pribadi maupun orang lain.

Bertolak dari permasalahan tersebut di atas, perlu kiranya dilakukan

penelitian yang lebih mendalam mengenai eksistensi dan konsep pendidikan bagi

kaum perempuan. Adapun tokoh yang akan menjadi obyek penelitian kali ini

adalah Raden Dewi Sartika, seorang tokoh perempuan pertama di Indonesia dalam

memperjuangkan hak-hak perempuan dalam bidang pendidikan. Sehubungan

dengan itu, penulis merasa tertarik untuk menulis studi tentang “Konsep

Pendidikan Perempuan Menurut Raden Dewi Sartika”.

9 Nina Herlina Lubis, Kehidupan Kaum Menak Priangan 1800-1942, (Bandung: Pusat

Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan Lembaga Penelitian Universitas Padjajaran, 2006),

cet ke-1, h. 218

5

Page 17: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan pada latar belakang masalah tersebut di atas, maka dapat

diidentifikasi beberapa masalah yang akan dimunculkan, diantaranya:

1. Kurangnya perhatian masyarakat terhadap pendidikan bagi kaum

perempuan.

2. Kurangnya kesempatan bagi anak perempuan dalam mengenyam

pendidikan.

3. Kurangnya kesadaran orang tua dalam menyekolahkan anak perempuan.

4. Kondisi awal pendidikan perempuan di Bandung sebelum Raden Dewi

Sartika mendirikan Sakola Kautamaan Istri.

5. Faktor didirikannya Sakola Kautamaan Istri.

6. Sistem pendidikan yang diterapkan oleh Raden Dewi Sartika di Sakola

Kautamaan Istri.

7. Konsep pendidikan perempuan menurut Raden Dewi Sartika.

C. Pembatasan Masalah

Dari identifikasi masalah di atas, berdasarkan keterbatasan yang dimiliki

penulis, maka penulis membatasi masalah yang akan diteliti hanya pada “Konsep

Pendidikan Perempuan menurut Raden Dewi Sartika”.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan pada pembatasan masalah yang dikemukaan di atas, maka

perumusan masalah pada penelitian ini adalah “Bagaimana konsep pendidikan

perempuan menurut Raden Dewi Sartika.?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penulis dalam melakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui

konsep pendidikan perempuan menurut Raden Dewi Sartika.

6

Page 18: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah

F. Manfaat Penelitian

1. Manfaat dari penelitian ini adalah agar dapat memberikan informasi

kepada sivitas akademik pada khususnya, dan masyarakat luas pada

umumnya tentang kiprah Raden Dewi Sartika dalam mengemukakan

gagasannya tentang konsep pendidikan bagi kaum perempuan dan dapat

mengembangkan gagasan-gagasannya serta diharapkan dapat berbuat lebih

dari apa yang telah diperbuat oleh Raden Dewi Sartika.

2. Diharapkan masyarakat Jawa Barat, dan masyarakat luas pada umumnya

dapat mengenal lebih jauh tentang sosok seorang perempuan pribumi dari

Bandung yang berhasil mengembangkan konsep pendidikan bagi kaum

perempuan di Jawa Barat yaitu Raden Dewi Sartika.

3. Memberikan sumbangan dalam dunia pendidikan khususnya dalam bidang

pemikiran pendidikan kaum perempuan.

G. Metodologi Penelitian

1. Sumber dan Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksplorasi. Penelitian ini dilakukan

untuk melakukan pengujian yang didasarkan atas pengalaman-pengalaman masa

lampau.10

Oleh karena obyek penelitian ini difokuskan pada masalah-masalah

yang berkaitan dengan dunia sejarah pendidikan, maka pendekatan yang

dilakukan adalah pendekatan sejarah pendidikan.11

Adapun sumber yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber

tertulis.12

Sumber tertulis ini diperoleh melalui sumber buku, makalah, dan

karangan-karangan. Sumber tertulis tersebut diperoleh dari Perpustakaan Nasional

Republik Indonesia, Perpustakaan Umum Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran

Bandung, Perpustakaan Daerah Bandung, Perpustakaan Umum UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta dan Yayasan Raden Dewi Sartika.

10 J. Supranto, Metode Riset dan Aplikasinya di dalam Riset Pemasaran, (Jakarta: Yayasan

Badan Penerbit Fakultas Ekonomi UI, 1974), h. 33 11 Imam Barnadib, Arti dan Metode Sejarah Pendidikan, (Yogyakarta: Yayasan Penerbit

FIP IKIP, 1982), hal. 51. 12 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya,

2004), Cet. XVIII, hal. 13 - 14

7

Page 19: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah

Selain itu, penulis menemukan beberapa dokumentasi tentang Raden

Dewi Sartika. Dari keseluruhan dokumen yang ditemukan, menghasilkan data-

data deskriptif yang cukup berharga dan ditelaah dari segi subjektif serta dianalisis

secara induktif.13

2. Teknik Perolehan Data

Data-data yang dikumpulkan pada penelitian ini diperoleh melalui

Library research (kajian pustaka). Jadi data-data yang dikumpulkan peneliti

diperoleh dari perpustakaan. Dari literatur yang penulis gunakan, terdapat

beberapa data primer yang bisa dijadikan sebagai rujukan. Selebihnya, peneliti

menemukan data-data melalui makalah-makalah yang didapatkan dari Yayasan

Raden Dewi Sartika di Bandung. Tulisan-tulisan tersebut dibaca, selanjutnya

dianalisis kemudian disimpulkan.

3. Teknik Pengolahan Data

Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, bahwa sumber dan jenis data

yang diperoleh pada penelitian ini salah satunya adalah berupa sumber tertulis.

Jenis data lain juga diperoleh dalam bentuk dokumentasi yang setidaknya dapat

memberikan informasi penting lainnya dari seorang tokoh yang bernama Raden

Dewi Sartika. Setelah data-data itu diperoleh, peneliti mengolah data-data tersebut

dengan cara dibaca dan dianalisis kemudian disimpulkan.

4. Bentuk Laporan

Bentuk laporan penelitian yang disampaikan, dikemukakan dengan

menggunakan pendekatan deskriptif analisis, yakni mendeskripsikan semua data-

data yang sudah diperoleh dan dianalisis sehingga menjadi satu bentuk kesatuan

yang utuh dan menyeluruh serta sesuai dengan tujuan penelitian yang telah

dirumuskan sebelumnya.

5. Teknik Penulisan

Teknik penulisan Skripsi ini berpedoman pada buku “Pedoman

Penulisan Skripsi” yang diterbitkan oleh Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2007.

13 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, ..., h. 14-16.

8

Page 20: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah

H. Penelitian yang Relevan

Penulis menemukan beberapa tulisan tentang Raden Dewi Sartika.

Diantara penulis ialah Yan Daryono denga judul R. Dewi Sartika yang isinya

tentang latar belakang keluarga dan pendidikan Raden Dewi Sartika serta

gagasan-gagasannya dalam upaya pemberdayaan kaum perempuan melalui

pendidikan.14

Nina Herlina Lubis dalam bukunya 9 Pahlawan Nasional Asal Jawa

Barat, isinya tentang konsep pendidikan perempuan yang digagas Raden Dewi

Sartika.15

Meidiana F dengan judul R. Dewi Sartika, isinya tentang keluarga dan

gagasannya dalam pendidikan perempuan.16

MB. Rahimsyah. AR dengan judul

Kumpulan Biografi Pahlawan Bangsa, yang berisi tentang gagasan Raden Dewi

Sartika yang dituangkan dalam Sakola Kautamaan Istri.17

Biografi Pahlawan Asal

Jawa Barat yang dikarang oleh Sultan Ageng Tirtayasa dkk, yang berisi tentang

biografi Raden Dewi Sartika.18

Buku karangan Maria Ulfah Subadio dan T.O.

Ihromi dengan judul Peranan dan Kedudukan Wanita Indonesia, yang berisi

tentang peranan Raden Dewi Sartika dalam memajukan perempuan Indonesia

melalui pendidikan.19

Sejarah Perempuan Indonesia Gerakan dan Pencapaiannya

oleh Cora Vreede-De Stuers yang diterjemahkan oleh Elvira Rosa dkk, yang berisi

tentang gerakan-gerakan Raden Dewi Sartika dalam upaya memajukan kaum

perempuan melalui pendidikan.20

Kedudukan Wanita Indonesia dalam Hukum dan

Masyarakat karya Nani Soewondo-Soerasno, berisi tentang Raden Dewi Sartika

dalam peranannya dalam memajukan kaum perempuan di Indonesia.21

Sukanti

Suryochondro dalam bukunya Potret Pergerakan Wanita di Indonesia, yang berisi

tentang pergerakan Raden Dewi Sartika dalam upaya memajukan kaum

14 Yan Daryono, R. Dewi Sartika, (Jakarta: CV. Pialamas Permai, 1998). 15 Nina Herlina Lubis, 9 Pahlawan Nasional Asal Jawa Barat, (Bandung: Pusat Penelitian

Kemasyarakatan dan Kebudayaan Lembaga peneltiian Universitas Padjajajran, 2006). 16 Meidiana F, Dewi Sartika, (Jakarta:Bee Media Indonesia, 2010). 17 MB. Rahimsyah. AR, Kumpulan Biografi Pahlawan Bangsa, (Surabaya: Serba Jaya) 18 Sultan Ageng Tirtayasa, Biografi Pahlawan Asal Jawa Barat, (Bandung: CV. Geger

Sunten, 1993). 19 Maria Ulfah Subadio dan T.O. Ihromi, Peranan dan Kedudukan Wanita Indonesia,

(Yogyakarta: Gajah Mada University, 1986). 20 Elvira Rosa dkk, Sejarah Perempuan Indonesia Gerakan dan Pencapaian, (Depok:

Komunitas Bambu, 2008). 21 Nani Soewondo-Soerasno, Kedudukan Wanita Indonesia dalam Hukum dan Masyarakat,

(Jakarta: Timun Mas, 1955).

9

Page 21: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah

perempuan melalui pendidikan.22

Edi S Ekajati, dengan judul Sejarah Pendidikan

Daerah Jawa Barat, yang berisi tentang sejarah pergerakan Raden Dewi Sartika

dalam memperjuangkan hak-hak perempuan dalam memperoleh pendidikan.23

Kosoh S dkk dengan judul Sejarah Pendidikan Daerah Jawa Barat, yang berisi

tentang sejarah berdirinya Sakola Kautamaan Istri yang didirikan Raden Dewi

Sartika,24

dan makalah tentang riwayat hidup dan perjuangan Ibu Raden Dewi

Sartika, yang berisi perjuangan Raden Dewi Sartika dalam memajukan kaum

perempuan melalui pendidikan dan usahanya dalam mendirikan Sakola

Kautamaan Istri.25

Dari sekian buku yang penulis temukan, hampir semuanya membahas

tentang kehidupan dan gagasan Raden Dewi Sartika dalam memajukan

perempuan melalui pendidikan. Namun dari sekian buku tersebut, berbeda dengan

penulis dalam penulisan skripsi ini. Dalam skripsi ini penulis membahas tentang

konsep pendidikan kaum perempuan menurut Raden Dewi Sartika dengan

meneliti lebih dalam bagaimana sistem pendidikan di Sakola Kautamaan Istri

yang didirikan oleh Raden Dewi Sartika.

22 Sukanti Suryochondro, Potret Pergerakan Wanita di Indonesia, (Jakarta: CV. Rajawali,

1984). 23 Edi S. Ekajati dkk, Sejarah Pendidikan Daerah Jawa Barat, (Jakarta: Pialamas, 1998). 24 Kosoh, dkk, Sejarah Daerah Jawa Barat, (Jakarta: Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Proyek

Investarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional, 1994). 25 Panitia Peringatan Hari Lahir Ibu Rd.Dewi Sartika, Riwayat Hidup dan Perjuangannya

1884-1947, (Bandung,: Konsolidasi Partisipasi Masyarakat Meneruskan Perjuangan Rd. Dewi

Sartika).

10

Page 22: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah

BAB II

PENDIDIKAN PEREMPUAN

A. PENDIDIKAN

1. Pengertian Pendidikan

Menurut Arifin, secara teoretis pendidikan mengandung pengertian

“memberi makan” (opvoeding) kepada jiwa peserta didik sehingga mendapatkan

kepuasan rohaniah, juga sering diartikan dengan “menumbuhkan” kemampuan

dasar manusia.26

Sementara, menurut Ngalim Purwanto pendidikan ialah segala

usaha orang dewasa dalam pergaulan dengan anak-anak untuk memimpin

perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah kedewasaan.27

Sejalan dengan itu,

Ahmad D. Marimba mendefinisikan pendidikan sebagai bimbingan atau pimpinan

secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani peserta

didik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.28

Lebih jauh, tokoh

pendidikan nasional Indonesia, Ki Hajar Dewantara, menyatakan pendidikan pada

umumnya berarti daya upaya untuk memajukan budi pekerti (kekuatan batin),

pikiran (intelek), dan jasmani anak-anak, selaras dengan alam dan

masyarakatnya.29

26 M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan

Pendekatan Interdisipliner, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2006), cet ke-5, h. 22 27 Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung: PT.Remaja

Rosdakarya, 2007), cet ke-18, h. 11 28 Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Al-Ma’arif, 1989),

h. 16 29 Ki Hajar Dewantara, Masalah Kebudayaan; Kenang-kenangan Promosi Doktor Honoris

Causa, (Yogyakarta, 1967), h. 42 dalam Azyumardi Azra, Pendidikan Islam Tradisi dan

Modernisasi Menuju Milenium Baru, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2002), cet ke-4 , h. 4

11

Page 23: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah

Dengan demikian, pendidikan merupakan usaha sadar yang dilakukan

orang dewasa untuk menjadikan peserta didik agar tumbuh dan berkembang ke

arah kedewasaan baik jasmani maupun rohani sehingga dapat bermanfaat bagi

dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.

Sementara itu, Oemar Hamalik mendefinisikan pendidikan sebagai suatu

proses sosial, karena berfungsi untuk memasyarakatkan anak didik melalui

sosialisasi di dalam masyarakat.30

Dalam proses sosialisasi yang cocok untuk

peserta didik adalah di lingkungan sekolah. Di sekolah peserta didik akan

memerankan sebagai makhluk sosial yang membutuhkan orang lain dalam proses

belajar mengajar, baik itu terhadap gurunya sebagai pendidik, maupun teman-

teman sebayanya di lingkungan sekolah. Selain itu juga, peserta didik dapat

mengamalkan dalam kehidupan di masyarakat dari apa yang telah dipelajari di

sekolah.

Lebih jauh, Azyumardi Azra mengemukakan pendidikan merupakan

suatu proses penyiapan generasi muda untuk menjalankan kehidupan dan

memenuhi tujuan hidupnya secara lebih efektif dan efisien. Pendidikan lebih

sekedar pengajaran; yang terakhir ini dapat dikatakan sebagai suatu proses

transfer ilmu belaka, bukan transformasi nilai dan pembentukkan kepribadian

dengan segala aspek yang dicakupnya.31

Dengan demikian, pengajaran hanya sekedar proses pemberian materi

pelajaran kepada anak didik yang hanya akan membentuk para spesialis, yang

terkurung pada bidangnya saja. Sedangkan pendidikan, lebih dari itu, di samping

proses transfer ilmu dan keahlian, juga lebih menekankan pada pembentukkan

kesadaran dan kepribadian anak didik sehingga dapat menjadikan mereka dapat

menyongsong kehidupannya di masa yang akan datang dengan lebih efektif dan

efisien.

Berbagai pengertian pendidikan di atas, sejalan dengan Undang-Undang

Sisdiknas No. 20 Tahun 2003, pada bab 1 ayat 1 menjelaskan bahwa pendidikan

30 Oemar Hamalik, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum, (Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya, 2007), cet ke-2, h. 73 31 Azyumardi Azra, Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, ...,

cet ke-4, h. 3-4

12

Page 24: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah

adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudukan suasana belajar dan proses

pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya

untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,

kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,

bangsa dan negara.32

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan ialah usaha

sadar dengan sengaja dan terencana oleh pendidik untuk membimbing

pertumbuhan dan perkembangan peserta didik melalui proses bimbingan dan

pengajaran yang menjadikan peserta didik secara aktif mengembangkan seluruh

potensi yang dimilikinya sehingga ia dapat mencapai tingkat kematangan

intelektual dan kepribadian yang bermanfaat bagi dirinya, masyarakat, bangsa dan

negara.

2. Unsur-unsur Pendidikan

a. Pendidik

Menurut Ahmad D. Marimba pendidik ialah orang dewasa yang memiliki

hak dan kewajiban dalam memikul tanggung jawab untuk mendidik peserta

didik.33

Seorang pendidik hendaknya mengetahui bagaimana cara murid belajar

dengan baik dan berhasil, oleh karena itu Zakiah Daradjat mengemukakan unsur-

unsur yang perlu diperhatikan oleh seorang pendidik yang meliputi: Kegairahan

dan kesediaan untuk belajar, membangkitkan minat belajar, menumbuhkan sikap

dan bakat yang baik, mengatur proses belajar mengajar, berpindahnya pengaruh

belajar dan pelaksanaanya ke dalam kehidupan nyata, hubungan manusiawi dalam

proses belajar.34

Dari sini dapat disimpulkan bahwa seorang pendidik dalam mengajar

bukan hanya terbatas pada penyampaian ilmu pengetahuan dan keterampilan saja,

akan tetapi juga melakukan pembinaan-pembinaan yang diperlukan untuk

mengembangkan seluruh kepribadian peserta didik.

32 UU RI No. 20 tahun 2003 dan UU RI No. 14 tahun 2005, (Jakarta: Transmedia Pustaka,

2008), cet ke-2, h. 2 33 Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, ..., h. 35 34 Zakiah Daradjat, Kepribadian Guru, (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 2005), cet k-4, h. 15-

16

13

Page 25: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah

Sementara itu, menurut Ahmad Tafsir, orang yang paling bertanggung

jawab terhadap perkembangan anak didik adalah orangtua (ayah dan ibu) anak

didik. Tanggung jawab itu sekurang-kurangnya oleh dua hal: pertama kodrat,

yaitu karena orangtua ditakdirkan menjadi orangtua anaknya, dan karena itu

ditakdirkan pula bertanggung jawab mendidik anaknya; kedua, karena

kepentingan orangtua, yaitu orangtua berkepentingan terhadap kemajuan

perkembangan anaknya, sukses anaknya adalah sukses orangtua juga. Namun,

karena perkembangan pengetahuan, keterampilan, sikap serta kebutuhan hidup

sudah demikian luas, dalam, dan rumit, maka orangtua tidak mampu lagi

melaksanakan sendiri tugas-tugas dalam mendidik anak. Oleh karena itu, tugas-

tugas orangtua diserahkan kepada sekolah.35

Dalam hal ini guru sebagai tenaga

pendidik menggantikan orangtua di rumah untuk mendidik anak agar menjadi

manusia yang dewasa.

Guru sebagai seorang pendidik adalah orang yang memberikan ilmunya

kepada peserta didik sehingga peserta didik memperoleh ilmu pengetahuan yang

seluas-luasnya. Selain memberikan pengajaran, seorang guru pun memberikan

pendidikan dengan mentransformasikan nilai-nilai dan pembentukkan kepribadian

sehingga peserta didik mewarisi nilai-nilai luhur dan dapat menjalankan

kehidupan dengan sebaik-baiknya. Namun, masih banyak orang beranggapan

bahwa pekerjaan sebagai guru adalah rendah dibandingkan dengan pekerjaan lain

seperti pekerjaan kantor dan lain sebagainya. Namun perlu diketahui bahwa

bekerja menjadi seorang guru merupakan pekerjaan yang luhur dan mulia. Guru

merupakan orang yang paling berjasa dalam memajukan negara ini. Tanpa

seorang guru tidak akan ada orang-orang yang berkualitas yang memajukan

negara, baik itu dari sektor pendidikan, ekonomi, maupun sektor lainnya. Karena

bagaimanapun, tinggi atau rendahnya kebudayaan suatu masyarakat tergantung

pada pendidikan dan pengajaran yang diperoleh dari seorang guru.

Dengan demikian, dapatlah kita ketahui bahwa tugas seorang guru

merupakan tugas yang berat, oleh karena itu negara mengatur syarat-syarat untuk

35 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya, 2007), cet ke-7, h. 74-75

14

Page 26: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah

menjadi seorang guru yang tertera dalam UU No. 12 tahun 1954 bahwa syarat

utama untuk menjadi guru, selain ijazah dan syarat-syarat yang mengenai

kesehatan jasmani dan rohani, juga harus bertakwa kepada Tuhan YME,

berkelakuan baik, bertanggung jawab, dan berjiwa nasional.36

Seorang guru pun

harus berlaku adil, percaya dan suka kepada murid-muridnya, sabar dan rela

berkorban, bersikap baik terhadap guru-guru lainnya, bersikap baik terhadap

masyarakat, menguasai mata pelajarannya, suka kepada mata pelajaran yang

diberikannya, dan berpengetahuan luas.37

Selain itu, terdapat empat kompetensi

guru dalam Pasal 28 ayat 3 Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 yang

meliputi: Kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi

profesional, dan kompetensi sosial.38

Semua syarat-syarat menjadi guru tersebut, merupakan sebagai upaya

untuk menciptakan tenaga pendidik yang profesional untuk kemajuan bangsa

dengan mendidik anak-anak penerus bangsa dengan baik.

Selain itu juga, seorang guru harus memiliki kepribadian yang baik.

Kepribadian itulah yang akan menentukan apakah ia menjadi pendidik dan

pembina yang baik bagi anak-anaknya, ataukah akan menjadi perusak atau

penghancur bagi hari depan anak-anaknya, terutama bagi anak didik yang masih

kecil dan mereka yang sedang mengalami kegoncangan jiwa. Kepribadian yang

sesungguhnya adalah abstrak, sukar dilihat atau diketahui secara nyata, yang dapat

diketahui adalah penampilan atau bekasnya dalam segala segi dan aspek

kehidupan. Misalnya dalam tindakannya, ucapan, caranya bergaul, berpakaian dan

dalam menghadapi setiap persoalan, baik yang ringan maupun yang berat.39

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa seorang pendidik adalah

orang yang membimbing dan memimpin anak didik dalam proses belajar

mengajar, tidak hanya bertugas memberikan pengajaran yang mentransformasikan

ilmu pengetahuan, melainkan juga bertugas membentuk kepribadian peserta didik

36Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, ..., cet ke-18, h. 139 37 Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis,..., cet ke-18, h. 143 38Martinis Yamin, Profesionalisasi Guru & Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi,

(Jakarta: Gaung Persada Press, 2006), h. 79 39 Zakiah Daradjat, Kepribadian Guru,...h. 9

15

Page 27: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah

menjadi manusia yang susila dan beradab, oleh karena itu seorang pendidik harus

dibekali dengan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, menguasai ilmu

pengetahuan yang luas serta dapat mempraktekan pendidikan yang menjadi

bidang spesialisnya. Karena pendidik adalah orang yang selalu dipandang dan

dicontoh oleh anak didiknya. Dalam hal ini, seorang pendidik harus mengenal dan

memahami serta mentaati norma-norma yang berlaku di masyarakat. Karena

sebelum mendidik peserta didik agar menjadi manusia susila, pendidik harus

terlebih dahulu menjadi manusia susila.

b. Peserta Didik

Menurut Ahmad D. Marimba peserta didik adalah seseorang yang belum

dewasa baik secara jasmani maupun rohani. Ia mempunyai kebutuhan-kebutuhan

yang harus dipenuhi yang tidak dapat ia penuhi sendiri, melainkan masih

tergantung kepada orang lain, dalam hal ini pendidik. Oleh karena itu, peserta

didik menggantungkan harapannya kepada pendidik. Sifat ketergantungan ini

tidak disadari oleh peserta didik, melainkan para pendidiklah sebagai orang yang

bertanggung jawab yang harus memahaminya. Namun demikian, tidaklah seluruh

persoalan pendidikan tergantung kepada pendidik. Karena peserta didik

memegang peranan yang penting pula. Ia yang memiliki apa-apa yang harus

dikembangkan, ia juga akan mengolah apa yang telah diajarkan oleh pendidik.

Peranan ini semakin lama semakin besar, dan pada masa dewasa seluruh tanggung

jawab terletak pada diri peserta didik.40

Maka dari itu, dalam menjalankan tugasnya, seorang pendidik harus

memiliki kemampuan untuk mengetahui dan memahami keadaan peserta didik,

baik dari segi fisik maupun psikis. Peserta didik adalah manusia yang belum

dewasa dan memerlukan bantuan orang lain untuk membimbingnya supaya dapat

mencapai kedewasaan. Karena, walaupun peserta didik memiliki potensi yang

banyak, namun apabila tidak ada yang mengarahkan dan membimbingnya, maka

dia tidak akan mencapai kedewasaan jasmani dan rohani yang optimal dan tidak

akan menunaikan kewajibannya sebagai peserta didik untuk mengamalkan

pendidikannya dalam kehidupannya sehari-hari.

40 Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, ..., h. 30-31

16

Page 28: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah

Dalam kewajibannya sebagai peserta didik, menurut HAMKA seorang

peserta didik harus berupaya memiliki akhlak mulia, baik secara vertikal maupun

horizontal dan senantiasa mengembangkan potensi yang dimilikinya dengan

seperangkat ilmu pengetahuan, sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan yang telah

dianugerahkan Allah melalui fitrah-Nya.41

Maka dari itu, dengan keluasan ilmu dan akhlak yang dimilikinya,

peserta didik dapat memiliki wawasan yang luas, kepribadian yang baik, dan

meraih kesempurnaan hidup sebagai makhluk Allah.

Oleh karena itu, menurut HAMKA dalam menuntut ilmu, hendaklah

peserta didik mencari guru yang banyak pengalamannya, luas pengetahuannya,

bijaksana, pemaaf, tenang dalam memberi pengajaran. Hendaklah peserta didik

rindu dan cinta pada ilmu dan tidak cepat bosan dalam mencari ilmu pengetahuan,

percaya pada keutamaannya dan yakin pada manfaatnya, serta dengan niat untuk

mencari keridhoan Allah SWT. Karena dengan ilmu yang luas itulah, peserta

didik dapat mengenal Tuhan dan membangun budi pekerti yang baik. Dan

janganlah menuntut ilmu karena ingin riya, karena orang riya itu sebenarnya

tidaklah menjadi orang besar, tetapi ia menjadi orang yang terhina.42

Sosok pendidik yang demikian, akan sangat bermanfaat bagi peserta

didik dalam mencari ilmu pengetahuan, sehingga mereka dapat menguasai ilmu

pengetahuan luas dan kepribadian yang baik. Karena dengan demikian, ia akan

dapat melaksanakan kewajibannya sebagai makhluk Allah yang senantiasa

mengembangkan seluruh potensi yang ia miliki sebagai anugerah dari Allah untuk

menjalankan segala aktifitas serta dapat bermanfaat bagi dirinya, masyarakat,

bangsa, dan negara.

Selain itu juga, menurut HAMKA seorang peserta didik hendaklah

mengakui kelebihan gurunya dan menghormatinya, karena guru itu lebih utama

daripada ibu dan bapak tentang kebesaran jasanya. Ibu dan bapak mengasuh anak

sejak dilahirkan, tetapi guru melatih anak supaya berguna setelah besar. Karena

41 HAMKA, Tafsir al-Azhar, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1998), jilid 6, h. 4033-4036 dalam

Samsul Nizar, Memperbincangkan Dinamika Intelektual dan Pemikiran HAMKA tentang

Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2008), h. 159 42 HAMKA, Lembaga Hidup, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 2001), h. 241

17

Page 29: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah

akal budi itu adalah laksana berlian yang baru keluar dari tambang, masih kotor

dan belum berkilat. Adalah guru yang menjadi tukang gosoknya dan

membersihkannya, sehingga menjadi berlian yang berharga. Meskipun guru tidak

akan dikatakan lebih daripada ibu bapak, tetapi janganlah dikatakan kurang.43

Jadi, sudah seharusnya seorang anak menghormati dan menyayangi guru

sebagaimana ia menghormati dan menyayangi orang tuanya. Karena, tanpa

bantuan seorang guru, ia tidak akan mampu tumbuh dan berkembang dengan

optimal untuk menjalankan kehidupan sehari-hari. Di tangan gurulah peserta didik

mendapatkan pendidikan, pengajaran dan pembinaan yang dilakukan dengan

senagaja maupun tidak sengaja, bahkan tidak disadari oleh guru melalui sikap, dan

berbagai penampilan kepribadian guru.

Dalam mengikuti proses belajar mengajar, seorang peserta didik tidak

bisa lepas dalam interaksi dengan sesamanya. Agar interaksi itu berjalan secara

harmonis dan mendukung proses pendidikan, maka setidaknya ada dua kewajiban

yang mesti dilakukan antara sesama peserta didik, yaitu:

1. Merasakan keberadaan mereka (peserta didik yang lain) bagaikan sebuah

keluarga dengan ikatan persaudaraan).

2. Jadikan teman untuk menambah ilmu. Lakukanlah diskusi dan berbagai

latihan sebagai sarana untuk menambah kemampuan intelektual sesama

peserta didik.44

Maka dengan demikian, dengan melakukan interaksi dengan peserta

didik lainnya, peserta didik akan menyadari kekurangan dirinya, sehingga ia akan

selalu membutuhkan peserta didik lainnya dalam upaya mencari ilmu pengetahuan

yang luas dengan melakukan diskusi-diskusi untuk meningkatkan mutu ilmu

pengetahuan.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa peserta didik adalah orang

yang membutuhkan bimbingan dan pertolongan dalam mengembangkan seluruh

potensi yang dimilikinya, sehingga ia dapat mencapai kedewasaan dan dapat

43

HAMKA, Lembaga Hidup, ..., h. 247 44 HAMKA, Lembaga Hidup, ..., h. 245-246

18

Page 30: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah

bermanfaat untuk masa depannya baik untuk dirinya sendiri, masyarakat, bangsa

maupun negara.

c. Kurikulum

Dalam proses pembelajaran, kurikulum sangat diperlukan sebagai

pedoman untuk menyusun target dalam kegiatan pendidikan. Dengan kurikulum,

seorang guru akan membawa peserta didik ke arah sesuai tujuan yang hendak

dicapai.

Pengertian kurikulum menurut pandangan lama atau pandangan

tradisional adalah sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh murid untuk

memperoleh ijazah.45

Menurut Ahmad Tafsir, pandangan tersebut tidak terlalu

salah; mereka membedakan kegiatan belajar kurikuler dari kegiatan belajar

ekstrakurikuler dan kokurikuler. Kegiatan kurikuler ialah kegiatan belajar untuk

mempelajari mata pelajaran wajib, sedangkan kegiatan belajar kokurikuler dan

ektrakurikuler disebut mereka sebagai kegiatan penyerta. Praktek kimia, fisika,

biologi, kunjungan ke museum untuk pelajaran sejarah, dipandang mereka sebagai

kokurikuler (penyerta kegiatan belajar bidang studi). Bila kegiatan itu tidak

berfungsi penyerta, seperti pramuka dan olahraga (di luar bidang studi olahraga),

maka ini disebut mereka kegiatan di luar kurikulum (kegiatan ekstrakurikuler).46

Berbeda dengan pandangan lama, pengertian kurikulum menurut

pandangan modern adalah kurikulum bukan hanya mata pelajaran saja, tetapi

meliputi semua kegiatan dan pengalaman yang menjadi tanggung jawab sekolah.47

Di dalam pendidikan, kegiatan yang dilakukan siswa dapat memberikan

pengalaman belajar, atau dianggap sebagai pengalaman belajar, seperti berkebun,

olahraga, pramuka, dan pergaulan selain mempelajari bidang studi. Semua itu

merupakan pengalaman belajar yang bermanfaat. Pandangan modern berpendapat

bahwa semua pengalaman belajar itulah kurikulum. Atas dasar ini maka inti

kurikulum adalah pengalaman belajar. Ternyata pengalaman belajar yang banyak

pengaruhnya dalam pendewasaan anak, tidak hanya mempelajari mata-mata

45 Wina Sanjaya, Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi,

(Jakarta: Kencana, 2008), h. 2 46 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, ..., cet ke-7, h. 53 47Oemar Hamalik, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum, ..., cet ke-2, h. 4

19

Page 31: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah

pelajaran, interaksi sosial di lingkungan sekolah, kerja sama dalam kelompok,

interaksi dengan lingkungan fisik, dan lain-lain, juga merupakan pengalaman

belajar.48

Oleh karena itu, untuk memahami kurikulum sekolah, tidak hanya

dengan melihat dokumen kurikulum sebagai suatu program tertulis, akan tetapi

juga bagaimana proses pembelajaran yang dilakukan anak didik baik di sekolah

maupun di luar sekolah. Hal ini harus dipahami, sebab kaitannya sangat erat

dengan evaluasi keberhasilan pelaksanaan suatu kurikulum, yaitu bahwa

pencapaian target pelaksanaan suatu kurikulum tidak hanya diukur dari

kemampuan siswa menguasai seluruh isi atau materi pelajaran seperti yang

tergambar dari hasil tes sebagai produk belajar, akan tetapi juga harus dilihat

proses atau kegiatan siswa sebagai pengalaman belajar.49

Berdasarkan pengertian di atas, maka kurikulum itu isinya luas sekali.

Namun isi kurikulum yang luas tersebut menurut Hilda Taba dapat dirinci

menjadi empat komponen kurikulum yang terdiri dari tujuan, isi, metode atau

proses belajar mengajar dan evaluasi yang merupakan bagian integral dalam

kurikulum yang harus saling berkaitan satu sama lain. Komponen tujuan

mengarahkan atau menunjukkan sesuatu yang hendak dicapai dalam proses

belajar mengajar. Tujuan itu mula-mula bersifat umum, dalam operasinya tujuan

tersebut harus dibagi menjadi bagian-bagian yang “kecil”. Bagian-bagian itu

dicapai hari demi hari dalam proses belajar mengajar, dan tujuan yang kecil-kecil

itu dirumuskan dalam rencana pengajaran yang sering disebut persiapan mengajar.

Tujuan yang ditulis di dalam persiapan mengajar itu disebut tujuan pengajaran,

yang sebenarnya adalah tujuan anak belajar dan selanjutnya tujuan itu

mengarahkan perbuatan belajar mengajar yang dilakukan oleh siswa dan guru.50

Kemudian komponen isi menunjukkan materi proses belajar mengajar.

Materi (isi) itu harus relevan dengan tujuan pengajaran. Komponen proses belajar

mengajar mempertimbangkan kegiatan anak dan guru dalam proses belajar.

48Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, ..., h. 53 49

Wina Sanjaya, Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi, ..., h.

4 50 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, ..., h. 54-55

20

Page 32: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah

Dalam proses belajar, anak sebaiknya tidak dibiarkan sendirian, karena hasil

belajar biasanya kurang maksimal. Karena itulah para ahli menyebut proses

belajar itu dengan proses belajar-mengajar, karena memang proses itu merupakan

gabungan kegiatan anak belajar dengan guru mengajar yang tidak terpisahkan.

Mutu proses itu banyak ditentukan oleh kemampuan guru dalam menguasai dan

mengaplikasikan teori-teori keilmuan, yaitu teori psikologi, khususnya psikologi

pendidikan, metodologi mengajar, metode belajar, penggunaan alat pengajaran,

dan sebagainya.51

Adapun komponen evaluasi merupakan penilaian untuk mengetahui

berapa persen tujuan pendidikan dalam proses belajar mengajar dapat tercapai.

Hasil penilaian itu biasanya berupa angka, yang dinyatakan sebagai angka yang

dicapai siswa. Feed Back yang diperoleh dari penilaian banyak juga. Dari

penilaian itu kita mengetahui pencapaian tujuan. Jika terdapat tingkat pencapaian

rendah, maka harus memeriksa proses belajar mengajar, karena bisa saja ada

kekurangan dalam proses belajar mengajar tersebut. Mungkin isi kurang relevan

dengan tujuan. Bahkan mungkin harus merevisi rumusan tujuan, atau mungkin

rumusan kurang jelas, terlalu dalam, terlalu luas. Atau mungkin kita harus melihat

lagi teknik dan alat evaluasi, mungkin teknik dan alatnya kurang tepat, istilahnya

kurang valid atau kurang reliabel. Jadi, mengevaluasi sebenarnya mengevaluasi

pencapaian tujuan, mengevaluasi isi, mengevaluasi proses, dan megevaluasi

evaluasi itu sendiri, dengan kata lain, mengevaluasi adalah mengevaluasi

kurikulum itu sendiri.52

Keempat komponen tersebut bisa saja berubah sejalan dengan perubahan

kurikulum yang ditetapkan pemerintah. Misalnya komponen tujuan akan sesuai

dengan situasi kondisi pada saat kurikulum ditetapkan. Jadi, wajar apabila tujuan

kurikulum berbeda tiap kurikulum mengalami perubahan. Diantara faktor

penyebab perubahan kurikulum tersebut ialah pertama, perluasan dan pemerataan

51

Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, ..., h. 55 52 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, ..., h. 55-56

21

Page 33: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah

kesempatan belajar, kedua, peningkatan mutu pendidikan, ketiga relevansi

pendidikan dan keempat efektifitas dan efisiensi pendidikan.53

d. Proses Belajar Mengajar

Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat

fundamental dalam setiap penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan. Oleh

karena itu berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan sangat bergantung

pada proses belajar yang dialami siswa, baik ketika ia berada di sekolah maupun

di lingkungan rumah atau keluarga sendiri. Secara institusional, belajar dipandang

sebagai proses “validasi” atau pengabsahan terhadap penguasaan siswa atas

materi-materi yang telah ia pelajari. Adapun pengertian belajar secara kualitatif

(tinjauan mutu) ialah proses memperoleh arti-arti dan pemahaman secara cara-

cara menafsirkan dunia di sekeliling siswa. Belajar dalam pengertian ini

difokuskan pada tercapainya daya pikir dan tindakan yang berkualitas untuk

memecahkan masalah-masalah yang kini dan nanti dihadapi siswa.54

Menurut HAMKA, agar proses belajar mengajar mampu berperan dalam

menciptakan peserta didik yang memiliki wawasan intelektual yang luas, maka

proses interaksinya hendaknya mendorong perkembangan potensi peserta didik,

sehingga ia dapat mengekspresikan seluruh kemampuan yang dimilikinya.55

Oleh karena itu, dalam proses belajar mengajar seorang pendidik harus

mengetahui bahwa peserta didik adalah individu yang berbeda, karena masing-

masing peserta didik memiliki kemampuan baik fisik maupun psikis yang berbeda

pula. Sehingga, peserta didik mampu mengembangkan potensi yang ia miliki

untuk mendapatkan pencapaian kedewasaan.

Para ahli sependapat bahwa proses belajar mengajar adalah sebuah

kegiatan yang integral (utuh terpadu) antara siswa sebagai pelajar yang sedang

belajar dengan guru sebagai pengajar yang sedang mengajar. Para siswa dalam

situasi instruksional menjalani tahapan kegiatan belajar melalui interaksi dengan

53 Hafni Ladjid, Pengembangan Kurikulum menuju Kurikulum Berbasis Kompetensi,

(Jakarta: Quantum Teaching, 2005), h. 7-8 54 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya, 2008), cet ke-14, h. 91-92 55 Hamka, Falsafah Hidup. h. 267-268 dalam Samsul Nizar, Memperbincangkan Dinamika

Intelektual dan Pemikiran HAMKA tentang Pendidikan Islam, ..., h. 185

22

Page 34: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah

kegiatan tahapan mengajar yang dilakukan guru. Namun, dalam proses belajar

mengajar masa kini di samping guru menggunakan interaksi resiprokal, ia juga

dianjurkan memanfaatkan konsep komunikasi banyak arah untuk menciptakan

suasana pendidikan yang kreatif, dinamis, dan dialogis. (Pasal 40 ayat 2a UU

Sisdiknas 2003). 56

Dalam hal ini ada interaksi antara peserta didik dan guru sebagai

pendidik melalui proses pembelajaran. Peserta didik tidak hanya menerima saja

pelajaran dari pendidik, namun juga harus aktif, dan dinamis dalam memperoleh

pendidikan dan pengajaran. Ia tidak hanya berkomukasi dengan guru saja,

melainkan juga dengan teman-teman sebayanya. Karena dengan berperan aktif,

peserta didik tidak hanya sekedar mendapatkan teori belajar saja, melainkan lebih

daripada itu. Ia akan mewarisi berbagai ilmu pengetahuan praktis, juga berbagai

warisan kebudayaan, pemikiran serta pembentukkan kepribadian yang berperan

penting bagi kemajuan bangsa menuju masyarakat yang beradab. Oleh karena itu

diperlukan proses belajar mengajar dalam suasana multiarah.

Selanjutnya, kegiatan proses belajar mengajar dipandang sebagai

kegiatan sebuah sistem yang memproses input, yakni para siswa yang diharapkan

terdorong secara instrinsik untuk melakukan pembelajaran aneka ragam materi

pelajaran disajikan di kelas. Hasil yang diharapkan dari PBM tersebut adalah

output berupa para siswa yang telah mengalami perubahan positif baik dimensi

ranah cipta, rasa, maupun karsanya, sehingga cita-cita mencetak sumber daya

manusia (SDM) yang berkualitas pun tercapai.57

Oleh karena itu, peran guru sangatlah penting, agar peserta didik dapat

mencapai tujuan pendidikannya. Namun peran guru tidak akan dapat berjalan

dengan baik, jika peserta didik tidak ikut berperan aktif dalam proses pendidikan.

Karena guru sebagai tenaga pendidik, hanya membimbing dan mengarahkan

peserta didik, dan yang berperan aktif adalah peserta didik itu sendiri. Oleh karena

itu, diperlukan koordinasi yang selaras antara pendidik dan peserta didik agar

terciptanya keselarasan dalam mencapai tujuan pendidikan.

56 Muhibbin Syah, PsikologiPendidikan dengan Pendekatan Baru, ..., cet ke-14, h. 237 57 Muhibbin Syah, PsikologiPendidikan dengan Pendekatan Baru, ..., cet ke-14, h. 238

23

Page 35: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah

e. Metode Pembelajaran

Proses pembelajaran merupakan sebuah kegiatan yang wajib guru

berikan kepada peserta didik. Karena, merupakan kunci sukses untuk menggapai

masa depan yang cerah, mempersiapkan generasi bangsa dengan wawasan ilmu

pengetahuan yang tinggi. Yang pada akhirnya akan berguna bagi bangsa, negara,

dan agama. Melihat peran yang begitu vital, maka penerapan metode yang efektif

dan efisien adalah sebuah keharusan. Dengan harapan proses belajar mengajar

akan berjalan menyenangkan dan tidak membosankan.

Ahmad Tafsir secara umum mendefinisikan metode pembelajaran ialah

semua cara yang digunakan dalam upaya mendidik.58

Dengan demikian dapat

dikatakan bahwa metode adalah cara atau teknik yang digunakan pendidik dalam

menyampaikan ilmu pengetahuan kepada peserta didik.

Menurut Zakiah Daradjat metode adalah strategi penyampaian program

belajar mengajar. Metode merupakan aspek yang sangat penting yang menentukan

dalam pelaksanaan program belajar mengajar, terutama apabila dipandang dari

segi pendidikan sebagai proses. Program belajar mengajar sebagai proses

pendidikan terdiri dari interaksi dan komunikasi antara guru dan sumber belajar

lainnya dengan murid. Metode mengajar adalah sistem penggunaan teknik-teknik

di dalam interaksi dan komunikasi antara guru dan murid dalam pelaksanaan

program belajar mengajar sebagai proses pendidikan. Proses mengajar

mempunyai dua aspek; aspek ideal dan aspek teknis. Secara ideal, program belajar

mengajar adalah sarana untuk mencapai tujuan pendidikan. Oleh karena itu, yang

harus menjadi pedoman utama adalah bagaimana mengusahakan perkembangan

anak didik yang optimal, baik sebagai perorangan maupun sebagai anggota

masyarakat. Mengenai aspek teknis metode mengajar perlu dikemukakan

bermacam-macam teknik yang dapat digunakan dalam interaksi dan komunikasi

itu, seperti: bermain, ceramah, tanya jawab, diskusi, peragaan, kerja kelompok

dll.59

58 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam perspektif Islam, ..., h. 131 59 Zakiah Daradjat, Kepribadian Guru,..., h. 41

24

Page 36: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah

Selain itu juga, menurut HAMKA, agar proses pendidikan terlaksana

secara efektif dan efisien, maka seorang pendidik dituntut untuk mempergunakan

berbagai macam metode. Dengan menggunakan metode tertentu, proses interaksi

akan dapat diterima dan dipahami oleh peserta didik.60

Oleh karena itu, pendidik harus mengetahui berbagai metode

pembelajaran dalam upaya memberikan materi pelajaran kepada peserta didik.

Karena, dengan metode pembelajaran yang kreatif maka peserta didik tidak akan

merasa bosan dengan proses belajar mengajar, bahkan ia akan dengan mudah

menyerap ilmu pengetahuan yang ia dapat dari pendidik.

Selain metode-metode yang telah disebutkan di atas, penulis juga

menemukan berbagai metode-metode baru yang sangat bervariasi yang akan

menarik perhatian murid sehingga ia akan memiliki kegairahan dalam proses

belajar mengajar, diantara metode-metode tersebut ialah, Mind Maping, Card

Short, The Power Of Two, Index Card Match, Information Search, Everyone is A

Teacher Here, Active Knowledge Sharing, True Or False, Jigsaw Learning dan

lain sebagainya.61

Metode-metode tersebut menampilkan sesuatu yang baru dan menarik

untuk digunakan dalam proses pembelajaran, namun tentunya hal itu harus

disesuaikan dengan materi yang akan diberikan kepada murid. Karena sebagus

apapun metode pembelajaran yang dipakai, apabila tidak sesuai dengan materi

yang diberikan, maka materi yang semula diharapkan dapat dipahami siswa justru

sebaliknya, siswa tidak memahami materi karena kesalahan metode yang

diberikan. Oleh karena itu, disini sangat diperlukan peran guru untuk memilih

metode yang tepat untuk materi yang diberikan kepada murid dalam proses belajar

mengajar. Sehingga pemilihannya disesuaikan dengan tujuan pengajaran yang

hendak dicapai.

60HAMKA, Tafsir al-Azhar, jilid 10, h. 7362-7363 dalam Samsul Nizar,

Memperbincangkan Dinamika Intelektual dan Pemikiran HAMKA tentang Pendidikan Islam, ..., h.

159 61 Melvin L. Silberman, Active Learning, 101 Strategi Pembelajaran Aktif, Terj Sarjuli dkk,

(Yogyakarta: Pustaka Insan Madani, 2009), h. vii

25

Page 37: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah

B. PEREMPUAN

1. Pengertian dan Karakteristik Perempuan

Dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, perempuan adalah orang

(manusia) yang mempunyai puki, dapat menstruasi, hamil, melahirkan anak, dan

menyusui.62

Sedangkan wanita digunakan untuk sebutan bagi perempuan

dewasa.63

Dalam judul tulisan ini, penulis menggunakan kata “perempuan’ karena

menurut hemat penulis, cakupan makna kata “perempuan” lebih luas daripada

kata “wanita”, karena semua yang ada di wanita sudah pasti ada di perempuan,

namun yang ada di wanita belum tentu ada di perempuan. Jadi perempuan adalah

orang yang memiliki semua sifat yang ada pada wanita.

Berbicara mengenai perempuan, tidak terlepas dari sosok perempuan

pertama yang diciptakan Allah. Hawa (sebagai perempuan pertama) lengkap

dengan semua sifat-sifat femininnya untuk mengimbangi dan mendampingi Adam

yang memiliki segala sifat maskulin.

Keseimbangan ini berasal dari sifat Tuhan yang universal, yang memiliki

maskulin seperti Mahakuasa, Maha Agung, Maha Hebat, Maha Perkasa dan

sebagainya, yang semuanya menunjukkan pada kebesaran, keagungan, kekuasaan

serta kontrol dan maskulin. Sebaliknya selain memiliki sifat-sifat di atas, Tuhan

juga memiliki sifat-sifat yang lebih menekankan pada feminitas, seperti Maha

Indah, Maha Dekat, Maha Pengasih, Maha Penyayang, Maha Lembut, Maha

Pengampun, Maha Pemaaf, Maha Pemberi dan sebagainya. Semuanya dikenal

dengan nama-nama keindahan, melembutkan, anugerah, dan rahmat.64

Sifat-sifat Tuhan yang memiliki sifat maskulin lebih dominan

dikategorikan sebagai jantan atau laki-laki. Sebaliknya, bagi yang memiliki sifat

feminin lebih dominan dinamakan betina atau perempuan. Dari penciptaanNya

itu, Tuhan mengaturnya dengan seimbang, dan tidak ada ketimpangtindihan dalam

62Frista Artmanda W, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Jombang: Lintas Media), h. 915 63 Dato Paduka Haji Mahmud bin Haji Bakyr, Kamus Bahasa Melayu Nusantara, (Brunei

Darussalam: Dewan Bahasa dan Pustaka Brunei, 2003), h. 3021 64 Sachiko Murata, The Tao of Islam, (Bandung: Mizan, 1999), Terj. Rahmani Astuti dan S

Nasrullah, cet ke-VII, h. 31

26

Page 38: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah

derajat dan martabat manusia. Hanya perbedaan fisiklah yang ada pada diri laki-

laki dan perempuan sehingga menimbulkan karakter yang berbeda pula.

Perbedaan fisik tersebut misalnya, rambut kepala perempuan tumbuh

lebih subur sehingga lebih panjang dan lebih halus dibandingkan rambut lelaki.

Akan tetapi, lelaki begitu memasuki usia dewasa, tumbuh rambut pada dagu

(jenggot) di atas bibir (kumis), dan tidak jarang pula pada dada. Kerongkongan

pun lebih menonjol daripada perempuan. Sedangkan otot-otot perempuan tak

sekekar otot-otot lelaki. Lelaki secara umum lebih besar dan lebih tinggi daripada

perempuan, tetapi pertumbuhan perempuan lebih cepat daripada lelaki, demikian

juga kemampuan berbicaranya. Itu antara lain perbedaan yang dapat diketahui

dengan mudah melalui pancaindra.65

Menurut Murtadha Muthahhari dalam buku M. Quraish Shihab

mengatakan bahwa “Kemampuan paru-paru lelaki menghirup udara

lebih besar/banyak daripada perempuan, dan denyut jantung

perempuan lebih cepat daripada denyut lelaki. Secara umum, lelaki

lebih cenderung kepada olahraga, berburu, atau melakukan

pekerjaan yang melibatkan gerakan dibandingkan perempuan.

Lelaki secara umum juga lebih cenderung kepada tantangan dan

perkelahian, sedangkan perempuan cenderung kepada kedamaian

dan keramahan. Lelaki lebih agresif dan suka ribut, sementara

perempuan lebih tenang dan tentram.66

Lebih lanjut, pakar Psikologi Mesir, Zakaria Ibrahim dalam

buku M.Quraish Shihab, menulis bahwa, “Perempuan memiliki

kecendrungan mosokhisme/mencintai diri sendiri yang berkaitan

dengan kecendrungan untuk menyakiti diri (berkorban) demi

kelanjutan keturunan. Kecintaan kepada dirinya yang disertai

dengan kecendrungan itu menjadikan perempuan kuasa mengatasi

kesulitan dan sakit yang memang telah menjadi kodrat yang harus

dipikulnya khususnya ketika haid, mengandung dan melahirkan,

serta menyusukan dan membesarkan anak. Karena adanya rasa

sakit itu pula, Allah SWT menganugerahkan kenikmatan bukan

saja dalam hubungan seks seperti halnya lelaki, melainkan juga

dalam memelihara anak-anaknya. Ini berbeda dengan lelaki. Tanpa

kenikmatan itu, anak akan terlantar karena suami harus keluar

rumah mencari nafkah buat istri dan anak-anaknya.67

65 M.Quraish Shihab, Perempuan, (Jakarta: Lentera Hati, 2005), cet ke-1, h. 8-9 66

M.Quraish Shihab, Perempuan, ..., cet ke-1, h. 10-11 67 M.Quraish Shihab, Perempuan,..., cet ke-1, h. 11-12

27

Page 39: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah

Marwah Daud Ibrahim, yang terdapat dalam buku Azizah al-

Hibri dkk, menulis bahwa dalam kenyataannya, sebenarnya wanita

dan laki-laki pada dasarnya sama cerdas otaknya; sama mulia

budinya; sama luhur cita-citanya, sama-sama memiliki impian dan

harapan, mereka juga sama-sama didera oleh kekhawatiran dan

ketakutan, dan sama-sama memiliki potensi untuk memimpin.68

Firman Allah SWT QS Al-Hujuraat: 13

Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan

seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku

supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia

diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.

Dari firman Allah SWT dapat diketahui bahwa salah satu prinsip pokok

dalam ajaran Islam adalah persamaan antar manusia, baik antara laki-laki dan

perempuan maupun antar bangsa, suku, dan keturunan. Perbedaan yang

digarisbawahi dan yang kemudian meninggikan atau merendahkan seseorang

hanyalah nilai pengabdian dan ketakwaannya kepada Allah SWT.

Dari uraian di atas, dapat penulis simpulkan bahwa pada hakikatnya

Allah menciptakan makhluk yang berjenis kelamin laki-laki dan perempuan, dan

semua itu Dia ciptakan supaya manusia dapat saling melengkapi satu sama lain.

Dan tidak ada satupun orang yang jauh lebih tinggi harkat dan martabatnya

dihadapan Allah kecuali ketakwaannya. Namun perlu diketahui juga, di atas

persamaan pasti ada perbedaan. Dan hal ini juga dialami oleh manusia yang

berjenis kelamin laki-laki dan perempuan karena di dalam diri mereka terdapat

perbedaan yang menonjol terutama dari segi fisik maupun dari psikisnya. Karena

bagaimanapun, Allah menciptakan makhluknya untuk saling berdampingan satu

sama lain, jika semua manusia laki-laki dan perempuan sama, maka manusia

sebagai makhluk sosial tidak akan ada fungsinya. Oleh karena itu baik segi fisik

68

Azizah al-Hibri dkk, Wanita dalam Masyarakat Indonesia, (Yogyakarta: Sunan Kalijaga

Press), h. 280

28

Page 40: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah

maupun psikis, bahkan kemampuan serta kegunaan antara laki-laki dan

perempuan semuanya berbeda. Namun perlu diingat bahwa semua perbedaan itu

tidak menjadikan martabat yang satu lebih tinggi dari yang lainnya.

2. Kedudukan Perempuan

Agama Islam menjamin hak-hak perempuan dan memberikan perhatian

serta kedudukan terhormat kepada perempuan yang hal ini tidak pernah dilakukan

oleh agama atau syari’at sebelumnya. Sebelum Islam datang, kaum perempuan

pernah terpuruk jauh ke dasar yang paling hina, dimana kaum perempuan tidak

punya harga diri sama sekali, diperjualbelikan, dihadiahkan, dan dipermainkan,

sehingga orang-orang bangsawan Quraisy malu mempunyai anak-anak

perempuan, yang karenanya dikubur hidup-hidup sebelum orang lain tahu.

Sedangkan kaum laki-laki menempati posisi sentral dan istimewa dalam keluarga

dan masyarakat. Mereka bertanggung jawab secara keseluruhan dalam persoalan

kehidupan keluarga, sehingga kaum perempuan secara umum hanya mengekor

kaum lelaki.69

Secara singkat dapat dikatakan bahwa posisi perempuan pada masa pra-

Islam sebagai berikut:

1. Dari sisi kemanusiaan, perempuan tidak memiliki tempat terhormat di

hadapan laki-laki karena tidak adanya pengakuan atau sikap laki-laki

terhadap peran perempuan dalam mengatur masyarakat.

2. Ketidaksetaraan antara anak laki-laki dan perempuan, suami dan istri

dalam lingkungan keluarga.

3. Mengesampingkan kepribadian atau kompetensi perempuan dalam

memperoleh penghidupan, sehingga perempuan tidak memiliki hak

dalam persoalan waris dan pemilikan harta.70

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa mereka tidak ada sikap

“memanusiakan” perempuan, baik disebabkan oleh pengingkaran

kemanusiaannya atau karena ada anggapan dari kaum laki-laki bahwa peran

69 Azizah al-Hibri dkk, Wanita dalam Masyarakat Indoesia, ..., h. 37-38 70 Azizah al-Hibri dkk, Wanita dalam Masyarakat Indoesia, ..., h. 37-38

29

Page 41: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah

perempuan tidak dapat diandalkan dalam berbagai sektor kehidupan di

masyarakat.

Oleh karena itu, hadirnya Islam mengikis habis anggapan tersebut dan

menempatkan kedudukan perempuan menjadi terhormat, Islam menempatkan

kedudukan perempuan pada proporsinya dengan mengakui kemanusiaan mereka

dan mengikis habis kegelapan yang dialami perempuan sepanjang sejarah, serta

menjamin hak-hak perempuan.

Firman Allah SWT QS. Lukman: 14

Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya;

ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan

menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu

bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.

Begitu pual firman Allah SWT QS. Al-Ahqaf: 15

Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu

bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan

susah payah (pula). mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan.

Dalam sebuah hadis disebutkan bahwa ada seorang laki-laki datang

kepada Rasulullah SAW dan berkata:

“Wahai Rasulullah, siapa orang yang paling berhak bagi aku untuk

berlaku baik kepadanya?” Nabi menjawab: “Ibumu” Orang itu bertanya lagi,

“kemudian setelah dia siapa?” Nabi menjawab, “ibumu” Orang itu bertanya

lagi, “kemudian setelah dia siapa lagi?” Nabi menjawab, “ibumu” orang itu

bertanya lagi, “kemudian setelah dia siapa?” Nabi menjawab “ayahmu” (HR.

Bukhari Muslim)

Dari firman dan hadis di atas dapat disimpulkan bahwa Islam

memandang seorang perempuan sebagai calon ibu memiliki kedudukan terhormat.

30

Page 42: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah

Dan semua anak wajib menghormatinya, oleh karena itu menjadi kewajiban bagi

seorang anak untuk berterima kasih kepada ibu, berbakti dan sopan santun dalam

bersikap kepadanya. Dan kedudukan ibu terhadap anak-anaknya lebih

didahulukan daripada kedudukan ayah.

Dengan demikian, agama Islam mempercayai kesanggupan perempuan

untuk berpikir, bekerja dan memimpin, serta berhak mendapat pahala dan imbalan

yang sama dengan pria. Agama Islam merupakan agama yang mempunyai

prinsip-prinsip keadilan gender. Salah satu prinsip pokok dalam ajaran Islam

adalah persamaan antar manusia baik dari segi gender, kebangsaan, kesukuan

maupun keturunan. Perbedaan yang digarisbawahi dan yang kemudian

meninggikan dan merendahkan seseorang hanyalah nilai ketakwaan dan

pengabdiannya kepada Allah SWT. 71

Maka dari itu, kedudukan perempuan dalam Islam sangatlah terhormat.

Dan tidak ada perbedaan kedudukan antara laki-laki dan perempuan. Semua

makhluk Allah sejajar dan tidak ada ketimpangtindihan diantara keduanya. Hal itu

karena Islam adalah agama untuk seluruh alam, bukan untuk sebagian alam. Maka

tidak sepatutnyalah ada orang yang memposisikan perempuan pada tempat yang

tidak layak, sebagaimana apa yang telah dilakukan oleh orang-orang sebelum

Islam datang.

3. Tugas Perempuan

Laki-laki dan perempuan diciptakan Allah SWT untuk saling

berdampingan satu sama lain. Dalam hal ini perempuan diciptakan Allah untuk

mendampingi lelaki, demikian pula sebaliknya. Ciptaan Allah itu pastilah yang

paling baik dan sesuai untuk masing-masing. Tidak ada ciptaan Tuhan yang tidak

sempurna dalam potensinya saat mengemban tugas serta fungsi yang diharapkan

dari ciptaan itu. Semua lelaki, termasuk para nabi yang suci sekalipun, harus

mengakui bahwa dia membutuhkan perempuan untuk menyalurkan cinta yang

terdapat dalam jiwanya sehingga jika seorang lelaki tidak menemukan perempuan

yang dia cintai, dia akan mencintai perempuan yang ditemukan. 72

71 Azizah al-Hibri dkk, Wanita dalam Masyarakat Indoesia, ..., h. 39 72 M.Quraish Shihab, Perempuan,..., cet ke-1, h. vii

31

Page 43: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah

Semua lelaki harus mengakui bahwa tanpa perempuan hati lelaki akan

remuk, dan tanpa perempuan lelaki akan saling menghancurkan. Lelaki yang tidak

didampingi oleh perempuan demikian juga sebaliknya, bagaikan perahu tanpa

sungai, malam tanpa bulan, atau biola tanpa senar.

M.Quraish Shihab, menulis pengalaman pribadi dari Ibnu Hazm

al-Andalusi (994-1064), bahwa “Seandainya bukan karena

keyakinan bahwa dunia ini adalah tempat ujian dan negeri

kekeruhan, sedangkan surga adalah tempat perolehan ganjaran, kita

akan berkata bahwa hubungan harmonis antar kekasih merupakan

kebahagiaan tanpa kekeruhan, kegembiraan tanpa kesedihan,

kesempurnaan cita dan puncak harapan”. Selanjutnya ulama besar ini

berkata: “Aku telah merasakan kelezatan dengan aneka ragamnya.

Aku juga telah meraih keberuntungan dengan segala macamnya.

Tidaklah kedekatan kepada penguasa, tidak juga wujud setelah

ketiadaan, atau kembali ke pangkuan setelah bepergian jauh, dan

tidak juga rasa aman setelah mengalami rasa takut, atau perolehan

harta yang dimanfaatkan, tidaklah semua itu seindah hubungan

harmonis/asmara dengan kekasih/lawan jenis kita”.73

Dari uraian di atas, dapatlah diketahui bahwa perempuan sangat

dibutuhkan dalam berbagai segi kehidupan. Maka, pantaslah ditempatkan pada

tempat yang wajar. Sungguh tidak berbudi siapa yang tidak mencintai atau tidak

menghormatinya, atau bahkan mendiskriminasikannya, terutama dalam

mendapatkan hak pendidikan.

Menuntut ilmu adalah kewajiban baik setiap muslim, seperti yang

terdapat dalam hadis:

طلب العلم فريضة على كل مسلم

“Menuntut ilmu adalah kewajiban setiap muslim”.(HR.ath-Thabarani melalui

Ibnu Mas’ud ra).

Bahkan pada masa Nabi Muhammad SAW perempuan memohon kepada

Nabi SAW agar diberi waktu tertentu untuk belajar langsung kepada beliau, dan

permohonan mereka beliau kabulkan.

73 M.Quraish Shihab, Perempuan, ..., cet ke-1, h. x

32

Page 44: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah

Firman Allah SWT QS. Ali Imran: 195

Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman):

"Sesungguhnya aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari

sebagian yang lain.

Ini berarti bahwa kaum perempuan dapat berfikir, mempelajari dan

kemudian mengamalkan apa yang telah mereka hayati dari zikir kepada Allah

serta apa yang mereka ketahui dari alam raya ini. Pengetahuan menyangkut alam

raya tentunya berkaitan dengan berbagai disiplin ilmu, sehingga dari ayat ini dapat

dipahami bahwa perempuan bebas untuk mempelajari apa saja, sesuai dengan

kecendrungan dan keinginan masing-masing.

Perempuan merupakan calon seorang ibu yang memiliki tugas utama

untuk mendidik anak-anaknya. Tiap-tiap anak harus mendapatkan pendidikan dan

pengajaran dari ibunya, oleh karena itu seorang ibu mempunyai kewajiban yang

lebih berat dalam menjaga anak perempuannya. Pendidikan anak perempuannya

jangan diserahkan kepada sekolah saja, karena waktu yang dipakainya di sekolah,

tidaklah sepanjang waktu yang dipakainya di rumah.74

Dengan demikian, seorang ibulah yang memberikan pengaruh besar

dalam perkembangan anaknya. Karena ditangan ibulah pertama kali anak

diberikan pendidikan dan pengajaran yang akan bermanfaat bagi masa depannya.

Oleh karena itu, seorang perempuan sebagai calon ibu wajib diberikan

pendidikan, karena bagaimana mungkin tugas pokoknya itu dapat mereka

laksanakan secara baik kalau mereka tidak diberi kesempatan untuk belajar.

Karena sebelum ia memberikan pengajaran dan pendidikan kepada anak-anaknya,

terlebih dahulu ia harus mendapatkannya.

Sudah tidak diragukan lagi bahwa letak kebahagiaan tunas bangsa yang

baru akan tumbuh menjadi kaum remaja, pemuda-pemudi, yang nantinya akan

74 HAMKA, Lembaga Hidup, ..., h. 41

33

Page 45: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah

menjadi tiang utama negara, adalah sebagian besar ada di tangan kaum ibu, atau

dengan kata lain, jika kaum ibu dan khususnya golongan kaum perempuan ingin

merusakkan bangsanya, pasti akan dapat terlaksana, ingin menghancurkan akhlak

generasi mudanya, itupun tidak ada kesukaran sama sekali, begitu pula jika ingin

membaguskan keadaan bangsa serta akhlaknya. Hal itu disebabkan karena dalam

kekuasaan merekalah letak kendali yang paling menentukan dalam hal didikan

dan asuhan putra-putri bangsa. Namun beruntunglah bahwa kaum perempuan dan

kaum ibu belum sampai hati berbuat hal-hal yang buruk untuk generasi bangsa.

Ini adalah semata-mata berkat kasih sayang mereka kepada bangsa, tanah air dan

terutama kepada anak-anak sendiri.75

Dalam uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa perempuan sebagai ibu

memiliki tugas utama untuk mendidik anak-anaknya. Mendidik anak-anaknya

adalah suatu keharusan mengingat dari tangan seorang ibulah lahir seorang

penerus bangsa yang tidak hanya memiliki kecerdasan intelektualitas, juga

memiliki adab sopan santun terhadap sesama. Dalam tugasnya sebagai pendidik

bagi anak-anaknya, perempuan mengemban tugas menciptakan tunas-tunas

bangsa yang akan menjadi tiang utama negara. Perempuanlah yang memberikan

pendidikan pertama dan utama kepada anak-anaknya, dan dari pendidikan

pertamalah akan memberikan pengaruh besar dalam kehidupan anak-anaknya.

Oleh karena itu, tugas perempuan dalam mendidik anak-anaknya adalah tugas

yang berat, yang harus diembannya dengan penuh tanggug jawab, karena dengan

begitu perempuan akan banyak melahirkan penerus bangsa yang bermartabat.

4. Peran Perempuan

Di dalam Islam tidak ada konsep peran yang khas untuk lelaki maupun

perempuan kecuali dalam batas-batas yang menyangkut hal-hal yang khas dan

yang menyangkut hak dan kewajiban masing-masing. Secara totalitas, Islam

menjamin sepenuhnya hak-hak kaum perempuan. Sejumlah nash-nash dan konsep

Islam dalam al-Quran menganjurkan manusia untuk menghormati dan melindungi

kaum perempuan dalam perasaan cinta kasih dan tanggung jawab. Ini adalah inti

75 Syekh Musthafa Ghalayini, Bimbingan Menuju ke Akhlak yang Luhur, (Semarang: CV.

Toha Putra), h. 287-288

34

Page 46: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah

ajaran Islam yang melestarikan hak-hak asasi manusia, dan menghormati sesama

manusia tanpa membedakan lelaki dan perempuan. Jadi, ajaran Islam telah

menempatkan perempuan dalam posisi terhormat, patut dicintai dan diperlakukan

dengan baik.76

Dari fakta-fakta sejarah kita peroleh gambaran yang menarik perhatian

yang berhubungan dengan kedudukan dan peranan perempuan di Indonesia.

Kaum perempuan Indonesia tidak hanya memiliki peranan ternyata juga bisa

memperoleh kedudukan, wewenang dan kekuasaan tertinggi sebagai kepala

negara. Disamping itu, mereka juga telah berkiprah di berbagai bidang yang

sering dianggap sebagai dunia laki-laki. Hal ini bertentangan sekali dengan

gambaran umum yang ada tentang masyarakat Indonesia masa lalu, dimana kaum

perempuan tidak memiliki peranan dan mereka hanya memiliki kedudukan yang

rendah dan hidup terkekang. Mereka seolah-olah tidak mempunyai peluang untuk

berkembang.

Memasuki abad ke-20 terjadi perubahan struktur peranan perempuan

Indonesia. Ide atau pemikiran dari Barat masuk bersamaan dengan diperkenalkan

dan disebarluaskan pendidikan cara Barat. Kaum perempuan, walaupun

jumlahnya masih terbatas, mulai ada yang berkesempatan menikmati pendidikan

Barat itu. Karena itu, muncullah orang-orang yang mulai sadar akan diri pribadi

dan statusnya. Mereka tumbuh kesadarannya bahkan mereka hidup di bawah

kaum penjajah dengan praktek-praktek kolonialnya. R.A.Kartini, Rd. Dewi

Sartika, Rohanna Kudus, Rahmah El Yunisiah, Nyai Achamd Dahlan, Haji

Rasuna Said dan Maria Walanda Maramis merupakan nama-nama tokoh wanita

dari kalangan kaum elit modern Indonesia. Dari pendidikan dan pengetahuan yang

mereka peroleh, mereka menyadari akan keadaan kaumnya.77

Oleh karena itu, dengan berbagai cara, para tokoh pergerakan perempuan

tersebut berusaha untuk menyadarkan kaum perempuan akan kedudukan dan

perannya dalam masyarakat. Mereka menyadari bahwa pendidikan merupakan

salah satu faktor yang dapat mendorong kemajuan perempuan. Mereka berharap,

76 Azizah al-Hibri dkk, Wanita dalam Masyarakat Indoesia, ..., h. 266 77 Azizah al-Hibri dkk, Wanita dalam Masyarakat Indoesia, ..., h. 290-291

35

Page 47: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah

kaum perempuan sebangsanya dapat sadar akan hak dan kewajibannya. Sehingga,

kaum perempuan dapat ikut berperan untuk memajukan bangsa dan negaranya.

Kalau ada ungkapan “wanita tiang negara” atau “didiklah wanita, maka

kita mendidik bangsa” itu berarti betapa strategisnya kedudukan wanita dalam

melipatgandakan manfaat hasil pendidikan. Dengan menyadari adanya

pergeseran-pergeseran pola komunikasi yang disebabkan oleh perkembangan

industri barang dan jasa, perempuan tetap mempersepsi tugas mendidik anak

sebagai tugas utama. Melalui perannya sebagai ibu ia bertindak secara nyata:

memelihara, memberi contoh, mensugesti, memotivasi, melarang, menghukum,

mengerjakan sesuatu bersama anak, merangsang berfikir, memuji dan lain

sebagainya; ia menyebarkan ragi yang menstimulasi dan mengarahkan tumbuh

kembangnya anak. Sebagai anggota masyarakat ia bergaul dan saling

mempengaruhi dengan orang lain; suatu arena yang potensial menjadi tanah

gembur bagi pertumbuhan pengetahuan, sikap dan keterampilan-keterampilan.78

Maka dari itu, perlu mendudukkan perempuan pada kedudukan yang

sebenarnya serta memberi mereka tugas dan peranan, bukan saja dalam kehidupan

rumah tangga melainkan juga dalam kehidupan bermasyarakat. Kini, semua pihak

mengakui perlunya keadilan, kebebasan, kemajuan, dan pemberdayaan

perempuan.

C. PENDIDIKAN PEREMPUAN

1. Kebutuhan Perempuan Terhadap Pendidikan

Dalam beberapa dekade yang lalu, perempuan tidak memiliki tempat

dalam mendapat hak-haknya dalam dunia pendidikan. Kini dengan

berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi serta berkembangnya isu

demokrasi dan gender pada umumnya, maka perempuan mulai berkembang dan

mendapatkan akses pendidikan. Di Indonesia, sebetulnya pendidikan perempuan

sudah dimulai sejak perjuangan R.A. Kartini untuk memperoleh status sebagai

pelajar.

78Azizah al-Hibri dkk, Wanita dalam Masyarakat Indoesia,..., h. 331-333

36

Page 48: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah

Seperti halnya yang telah penulis kemukakan bahwa pendidikan

merupakan hal yang tidak boleh tidak harus diberikan. Melalui pendidikan, kaum

perempuan harus diyakinkan mengenai perlunya perubahan-perubahan yang akan

memajukan kaum perempuan dalam berbagai segi kehidupan.79

Maka dari itu,

seperti halnya laki-laki, perempuan pun mempunyai hak untuk belajar, dengan

segala dan usaha serta kecakapannya. Jika dia tidak mendapatkan ilmu

pengetahuan, maka hak dan tanggung jawab mereka menjadi sia-sia terpegang di

tangannya. Jadi semua orang, baik laki-laki maupun perempuan diwajibkan

menuntut ilmu dan dimudahkan bagi mereka jalan untuk mencari ilmu, supaya

dipilih mana yang menurutnya sanggup atau yang sesuai dengan bakat dan

pikirannya.80

Dengan demikian, perempuan memiliki hak yang wajib dipenuhi. Hak

tersebut adalah dalam memperoleh pendidikan. Karena sebenarnya, yang

menyebabkan kemerosotan masyarakat seluruhnya, hanyalah disebabkan

merosotnya kaum perempuan, sebab mereka menjadi manusia yang bodoh dan

tidak terdidik sebagaimana mestinya, sehingga didikan mereka rusak dan inilah

yang menimbulkan akhlak yang kurang sempurna kebaikan serta kemuliannya.

Maka dari itu wajib memberikan pengajaran dan pendidikan kepada putri-putri

dan para gadis remaja dengan tekun dan penuh tanggung jawab. Dengan

melaksanakan itu, sudah dapat menguasai suatu urusan yang terpenting dan akan

diikuti pula oleh amal perbuatan yang lain-lain yang seluruhnya adalah berupa

amalan yang shalih dan diridhoi Allah WST.81

Oleh karena itu, kaum perempuan wajib mendapatkan kehormatan yang

sepatutnya. Kedudukan mereka wajib diperbaiki dan diluhurkan, diberi

pendidikan yang sempurna, diasuh dengan pendidikan yang mulia, budi pekerti

yang luhur, sehingga nantinya akan menjadi ibu rumah tangga yang dapat

mengendalikan seluruh keluarganya dengan cara yang sebaik-baiknya, disamping

itu juga memahami apa yang menjadi tugas kewajibannya terhadap alam kecil

79 Jacqueline Chabaud, Mendidik dan Memajukan Wanita, (Jakarta: Gunung Agung, 1984),

h. 8 80

HAMKA, Lembaga Hidup, ..., h. 41 81 Syekh Musthafa Ghalayini, Bimbingan Menuju ke Akhlak yang Luhur, ..., h. 291

37

Page 49: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah

yang wajib selalu ada di bawah pengawasannya, yakni rumah, tetapi jangan tidak

mengerti sama sekali hal-hal yang berhubungan dengan masyarakat luar. Oleh

karena itu, kaum perempuan harus disekolahkan untuk memperoleh pelajaran

yang bermanfaat dan didikan akhlak yang mulia dan luhur.82

Dengan demikian, pendidikan kaum perempuan telah menjadi suatu

keharusan, karena kemajuan yang merupakan kebutuhan mendesak itu

menciptakan dan sekaligus menuntut jenis perempuan yang baru. Mendesaknya

kebutuhan ini dengan demikian berkaitan dengan keinginan untuk memperoleh

keadilan dan berkenaan dengan pentingnya orang perorangan, dan semua itu

menyebabkan tidak berlakunya anggapan bahwa perempuan lebih rendah

kedudukannya. Perempuan adalah juga manusia seperti pria; ia pun patut

mengembangkan kemampuannya, untuk memilih jalan hidup yang hendak

ditempuhnya serta melaksanakan kegiatan-kegiatan dan memegang segala

tanggung jawab yang akan ikut membentuk kemuliaan manusia.83

Selain itu, Syekh Musthafa Ghalayini menasehatkan kepada para

orangtua untuk mendidik putri-putri dengan tarbiyah yang benar-benar baik dan

melalui garis yang ditetapkan oleh agama. Jika telah menjadi kepala negara kecil,

yaitu kepala keluarga. Utamakanlah persoalan pendidikan, melebihi sandang

pangan yang diberikan, dan berikanlah putri-putri pelajaran yang berguna bagi

dirinya untuk hari dewasanya nanti, terutama apabila sudah memegang jabatan

sebagai ibu rumah tangga. Karena hanya dengan demikian, tanah air akan segera

bangun dengan cepat dan bangsapun akan luhur, sehingga dapat mencapai puncak

ketinggian yang tiada taranya.84

Karena bagaimanapun juga, perkembangan masyarakat ditentukan sekali

oleh kedudukan wanitanya dan peranan yang dimainkan oleh wanita dalam

kehidupan bangsa itu.

Rene Maheu mengemukakan dalam bukunya Jacqueline

Chabaud bahwa “Terbukanya kesempatan bagi anak-anak

perempuan merupakan juga konsekuensi langsung dari hak asasi

82

Syekh Musthafa Ghalayini, Bimbingan Menuju ke Akhlak yang Luhur, ..., h. 288 83 Jacqueline Chabaud, Mendidik dan Memajukan Wanita, …, h. 11 84 Syekh Musthafa Ghalayini, Bimbingan Menuju ke Akhlak yang Luhur, ..., h. 293

38

Page 50: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah

pendidikan…dan tuntutan kemajuan ekonomi pun membuat

kesempatan itu sebagai suatu keharusan”.

“Tiada satu negeri pun dapat membiarkan separuh dari

penduduknya berada dalam keadaan relatif bodoh, karena hal ini

akan menyebabkan mereka menghambat perkembangan, dan

bukan menjadi tenaga motivasi”.85

Maka dari itu, penulis menyimpulkan bahwa pendidikan bagi kaum

perempuan adalah kebutuhan berskala nasional, bahkan internasional. Mengingat

peranan serta tugas dan kontribusi yang telah perempuan berikan, baik untuk

dirinya sendiri, keluarga, lingkungan sekitar bahkan untuk negaranya. Kita jangan

memandang rendah kemampuan seorang perempuan. Karena bagaimanapun juga

perempuanlah yang mendidik anak-anaknya dengan perannya sebagai ibu dan

pendidik pertama dan utama. Perempuanlah yang mendorong kesuksesan seorang

laki-laki dalam arti suaminya. Walau terdengar klise, tapi itu benar bahwa

“Dibalik kesuksesan seorang laki-laki terdapat peranan perempuan yang

mendorongnya dari belakang”. Tidak hanya itu, perempuan pun ikut serta dalam

pergerakan kemerdekaan Indonesia, yang berjuang melawan penjajah. Terbukti

dengan banyaknya catatan sejarah pahlawan nasional perempuan seperti Cut Nyak

Dien, Cut Muetia, dalam bidang pendidikan, antara lain R.A. Kartini, Dewi

Sartika, Rahmah El Yunisiah, Rohanna Kudus, dan lain sebagainya.

2. Pemikiran Pendidikan Perempuan di Indonesia

a. Rd. Ajeng Kartini

Dilahirkan pada 21 April 1879 di Jepara, Jawa Tengah. Ayahnya ialah

Raden Mas Adipati Sosroningrat, seorang Bupati Jepara.86

R.A. Kartini dianggap

sebagai pelopor kemajuan wanita di Indonesia, cita-citanya yang dimuat dalam

buku kumpulan surat-suratnya “Habis gelap terbitlah terang” besar sekali

pengaruhnya dalam menggerakkan kaum perempuan. Beberapa hal yang

terpenting yang diungkapkan oleh R.A. Kartini ialah tentang kawin paksa

(perempuan pada umumnya menikah dengan laki-laki yang belum dikenal,

bahkan belum pernah dilihat sebelumnya), poligami (terutama diantara golongan

85 Jacqueline Chabaud, Mendidik dan Memajukan Wanita, …, h. 125 86 Suryanto Sastroatmodjo, Tragedi Kartini, (Yogyakarta: Narasi, 2005), cet k-1, h. 13

39

Page 51: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah

atas sudah menjadi kebiasaan laki-laki beristri lebih dari satu dan semua istri itu

biasanya tinggal dalam satu rumah), perceraian dengan sewenang-wenang dari

pihak suami, dan kebiasaan bahwa gadis-gadis setelah dewasa dipingit dirumah

dan baru boleh keluar setelah bersuami, dan anak perempuan kurang mendapatkan

kesempatan mendapatkan pendidikan.87

Kartini berpendirian bahwa calon-calon suami itu seharusnya telah

terlebih dulu dikenal oleh gadis-gadis yang akan diperistrinya, dan tidak tiba-tiba

disodorkan sebagai suami hasil pilihan orangtuanya. Ia berhasrat memperbaiki

nasib para wanita, para wanita yang dimadu, termasuk Raden-raden Ayu yang

setiap hari harus menghadapi kompleks-kompleks kontradiksi dalam hidup di

suasana poligami, harus berhadapan dan menghadapi selir-selir sebagai

“peliharaan” suaminya. Menurut Kartini, jalan keluar yang wajib ditempuh oleh

para perempuan bangsanya hanyalah satu, yakni belajar, mencerdaskan diri.

Hanya dengan jalan inilah, maka nasib mereka bisa berubah menjadi lebih baik,

dan kaum pria tidak akan meremehkannya.88

Dengan demikian, dapatlah terlihat tujuan Kartini adalah berusaha

memajukan bangsa dan merintis jalan bagi kaum perempuan, menjadikan

perempuan menjadi manusia yang beradab. Mendidik dan mencerdaskan kaum

perempuan, serta membangkitkannya dari dasar yang paling dangkal, menuju

pusaran tinggi dalam kehidupannya.

Menurut R.A. Kartini, orang yang sanggup melakukan hal banyak dan

berusaha memajukan kecerdasan budi, dan mempertinggi derajat manusia ialah

perempuan sendiri, ibu; karena pada haribaan si ibulah manusia akan mendapat

didikan yang pertama, oleh karena disanalah pangkal anak itu belajar merasa,

berfikir, dan berkata, dan didikan yang pertama kali, pastilah sangat berpengaruh

bagi penghidupan seseorang. “Peranan seorang Ibu bagi peradaban”, masyarakat,

rumah tangga dan untuk dirinya sendiri.89

87 Nani Soewondo-Soerasno, Kedudukan Wanita Indonesia dalam Hukum dan Masyarakat,

(Jakarta: Timun Mas, 1955), h. 126 88 Suryanto Sastroatmodjo, Tragedi Kartini, ..., cet k-1, h. 35-37 89 Suryanto Sastroatmodjo, Tragedi Kartini, ..., cet k-1, h. 38

40

Page 52: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah

Oleh karena itu, di tangan perempuanlah tercipta sebuah peradaban baru

yang akan menyongsong meraih masa depan yang lebih baik. Dengan penuh cita-

cita yang tak pernah goyah maupun sedetik pun lepas dari tangan, Kartini betapa

menebar cinta kepada kemanusiaan, cita-citanya dalam upaya pemberdayaan

kaum perempuan merupakan perjalanan yang tak kenal mati, yang senantiasa

segar, berkelopak, dan merekah sepanjang zaman.

b. Rahmah El Yunisiah

Rahmah El Yunisiah dilahirkan pada 31 Desember 1900 di Padang

Panjang, Sumatera Barat. Ia adalah putri bungsu dari pasangan Syaikh

Muhammad Yunus dan Rafi’ah. Ayahnya adalah seorang kadi di Pandai Sikat

yang juga ahli ilmu falak. Kakeknya adalah Syaikh Imaduddin, ulama terkenal di

Minangkabau sekaligus tokoh tarekat Naqsanbandiyah.90

Rahmah El Yunisiah bersekolah di perguruan Diniyah School pimpinan

kakaknya, Zainuddin Labay. Disamping itu, pagi dan sore ia belajar kepada

beberapa ulama terkemuka di Padang Panjang. Karena ia dibesarkan dalam

keluarga yang banyak berkecimpung dalam bidang pendidikan, maka ia sangat

kagum pada lembaga pendidikan yang dikelola kakaknya, Diniyah School.

Namun demikian, menurut pandangannya sebagai seorang wanita, ia belum

merasa cukup puas terhadap mekanisme pendidikan yang diselenggarakan

Diniyah School dalam memperlakukan murid wanita.91

Menurutnya, kaum perempuan Indonesia harus memperoleh kesempatan

penuh untuk menuntut ilmu yang sesuai kodrat perempuan, sehingga dapat

diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Usaha pendidikannya itu ditujukan agar

kaum perempuan sanggup berdikari untuk menjadi ibu pendidik yang cakap, aktif,

dan bertanggungjawab kepada kesejakhteraan bangsa dan tanah air. Minat

Rahmah untuk bergerak di kalangan puteri-puteri didorong oleh keyakinan bahwa

90 Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia, (Jakarta:

Djambatan, 1992, h. 804 91 Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia,..., h. 804

41

Page 53: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah

terdapat masalah-masalah yang hanya khusus berlaku bagi puteri, dan semua itu

harus diberikan oleh wanita.92

Sehingga dapat dikatakan bahwa perempuan memiliki hak belajar dan

mengajar yang sama dengan laki-laki. Bahkan, perempuan juga mampu memiliki

kecerdasan. Seorang perempuan sekalipun hanya berperan sebagai ibu rumah

tangga, namun ia memiliki tanggung jawab sosial atas kesejahteraan masyarakat,

agama, dan tanah airnya. Barangkali, seandainya Rahmah masih hidup ia akan

sepakat dengan gagasan masa kini yang menyebutkan bahwa membangun

masyarakat tanpa melibatkan perempuan bagaikan seekor burung yang terbang

dengan satu sayap. Mendidik seorang perempuan berarti mendidik semua

manusia. Karena, sebagaimana diyakini oleh banyak orang, pendidikan dapat

memberikan sumbangan yang besar bagi upaya memodernisasi suatu masyarakat.

Maka, atas bantuan Persatuan Murid-murid Diniyah School yang

didirikkan oleh kakaknya, Labay, Rahmah mendirikan Madrasah Diniyah khusus

untuk putri pada tanggal 1 Nopember 1923. Mulanya terdapat 71 orang murid

yang kebanyakan terdiri dari ibu-ibu rumah tangga yang masih sangat muda.

Pelajaran diberikan tiap hari selama 3 jam di sebuah masjid di Pasar Usang,

Padang Panjang dan terdiri dari pelajaran agama serta ilmu alat. Pada tahun 1924,

pindah ke sebuah rumah di dekat masjid dan mulailah diadakan kelas-kelas yang

dilengkapi dengan bangku, meja, dan papan tulis. Disamping usaha tersebut,

Rahmah juga mulai mengadakan usaha pemberantasan buta huruf bagi kalangan

ibu-ibu yang lebih tua.93

Visi Rahmah tentang peran perempuan adalah peran dengan beberapa

segi: pendidik, pekerja sosial untuk kesejahteraan masyarakat, teladan moral,

muslim yang baik, dan juru bicara untuk mendakwahkan pesan-pesan Islam.

Meniru model sekolah modern, Diniyah Putri menawarkan program pendidikan

baik pelajaran umum (matematika, biologi, geografi, fisika, dan bahasa

Indonesia), mata pelajaran agama (fiqh, ushul fiqh, tafsir, tauhid, hadis, musthalah

al-hadis, akhlaq, sejarah Islam, dan sejarah kesenian islam). Diniyah Putri

92 Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, (Jakarta: LP3ES, 1982),

cet ke-2, h. 62 93 Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, ..., cet ke-2, h. 63

42

Page 54: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah

menawarkan tiga ijazah: satu miliknya sendiri, satu untuk pendidikan sekolah

menengah umum, dan satu pendidikan Islam yang diakui pemerintah.94

Selain sebagai pendidik, Rahmah juga merupakan seorang pejuang.

Dialah orang pertama yang mengibarkan bendera merah putih di sekolahnya

setelah mendengar berita proklamasi kemerdekaan Indonesia. Dibawah

kepemimpinan Rahmah, Diniyah Putri berkembang pesat. Keberhasilan lembaga

ini mendapat perhatian dan pujian dari berbagai tokoh pendidikan, pemimpin

nasional, politikus, dan tokoh agama, baik dari dalam maupun luar negeri. Untuk

itu pada tahun 1957 Rahmah memperoleh gelar Syaikhah dari Senat Guru Besar

Universitas Al-Azhar, Mesir.95

c. Rohana Kudus

Rohana kudus lahir di Kota Gadang, Sumatera Barat, 20 Desember 1884.

Ia merupakan anak dari Muhammad Rasyad gelar Maharajo Sutan.96

Pada 11

Februari 1911, ia mendirikan Kerajinan Amai Setia (KAS) di kota Gadang,

Sumatera Barat. Organisasi ini bertujuan untuk meningkatkan derajat perempuan

dengan jalan mengajarkan baca tulis huruf Arab dan latin, mengatur rumah

tangga, membuat kerajinan tangan, dan mengatur pemasarannya.97

Disamping itu Rohana Kudus beserta rekannya Zubaidah Ratna Juwita

anak dari Mahyuddin gelar Datuk Sutan Maharajo98

mendirikan sebuah surat

kabar perempuan yang bertujuan untuk meningkatkan harkat dan kemajuan

perempuan, khususnya perempuan Minang. Surat kabar tersebut didirikan di Kota

Gadang tahun 1911. Rohana Kudus menyuarakan gagasannya lewat surat kabar

Sunting Melayu. Atas usaha yang dilakukan, maka kemudian Rohana Kudus

tercatat sebagai salah satu perintis pers Indonesia. Meskipun Rohana Kudus tidak

94 Lucy A. Whalley, Meletakkan Islam ke Dalam Praktek: Perkembangan Islam dalam

Perspektif Gender Minangkabau, dalam Mark R. Woodward, Jalan Baru Islam, (Bandung: Mizan,

cet 1, 1998), h. 217 dalam Samsul Nizar, Sejarah dan Pergolakan Pemikiran Pendidikan Islam,

(Ciputat, Quantum Teaching, 2005), h. 46-47 95 Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia,..., h. 805 96 Zainal Abidin Ahmad, Memperkembang dan mempertahankan Pendidikan Islam di

Indonesia, (Jakarta: Bulan Bintang, 1976), cet ke-1, h. 287 97 Kongres Wanita Indonesia, Sejarah setengah Abad Pergerakan Wanita Indonesia,

(Jakarta: Balai Pustaka, 1978), cet k 1, h. 2-15 dalam Samsul Nizar, Sejarah dan Pergolakan

Pemikiran Pendidikan Islam, ..., h. 48 98 Zainal Abidin Ahmad, Memperkembang dan Mempertahankan Pendidikan Islam di

Indonesia, ..., cet ke-1, h. 287

43

Page 55: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah

mendapatkan pendidikan formal, akan tetapi ia menyadari betul arti penting dari

media bagi pencapaian cita-citanya.99

Rohana adalah seorang perempuan yang mempunyai komitmen yang

kuat pada pendidikan terutama untuk kaum perempuan. Pada zamannya Rohana

termasuk salah satu dari segelintir perempuan yang percaya bahwa diskriminasi

terhadap perempuan, termasuk kesempatan untuk mendapat pendidikan adalah

tindakan semena-mena dan harus dilawan. Dengan kecerdasan, keberanian,

pengorbanan serta perjuangannya Rohana melawan ketidakadilan untuk

perubahan nasib kaum perempuan.

d. Rasuna Said

Rasuna Said lahir di Maninjau, Sumatera Barat pada 14 September 1910.

Dari semenjak gadisnya, ia telah menunjukkan bakat dan perhatian di bidang

politik.100

Rasuna giat dalam Permi (Persatuan Muslim Indonesia) yang didirikan

pada tahun 1930. Sebagai seorang tokoh Permi, Rasuna Said menjadi seorang juru

pidato yang tangguh. Dalam pidatonya, Rasuna membakar semangat bangsa

Indonesia untuk bangkit menentang penjajah Belanda.101

Namun pada tahun 1932,

Rasuna dijatuhi hukuman penjara satu tahun di penjara Bulu, Semarang karena

dituduh menghasut rakyat untuk memberontak. Setelah bebas, ia kemudian pindah

ke Medan, disana ia mendirikan Perguruan Putri dan Majalah Menara Putri di

Medan.102

Lewat majalah inilah Rasuna Said menyuarakan suara hatinya dan

pendiriannya dengan bebas. Selain itu, Ia juga pernah mengajar di Diniyah Putri

yang didirikan Rahmah El-Yunisiah. Tahun 1930 ketika ia menjadi guru di

Diniyah Putri, ia mulai mengemukakan pada pelajaran yang diberikan maupun

dalam pembicaraan-pembicaraan yang bersifat pribadi dengan para pelajar tentang

pentingnya politik dan partisipasi pelajar di dalamnya. Menurut Rasuna, pelajar

99 Kartini Syahrir, Para perempuan Indonesia di Media Massa, dalam Daniel Dhakidae,

Perempuan, Politik dan Jurnalisme: Tujuh Puluh Tahun Tuty Aziz, (Jakarta: Yayasan Padi Kapas, 1994), h. 58 dalam Samsul Nizar, Sejarah dan Pergolakan Pemikiran Pendidikan Islam, ..., h. 48-

49 100 Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia,..., h. 806 101 Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia,..., h. 806 102 Nani Soewondo-Soerasno, Kedudukan Wanita Indonesia dalam Hukum dan

Masyarakat, ...,h. 195

44

Page 56: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah

hendaknya dilengkapi dengan berbagai macam kepandaian yang diperlukan oleh

seseorang yang akan berkecimpung dalam pergerakan.103

Sesudah proklamasi kemerdekaan, Rasuna Said diangkat menjadi

anggota Komite Nasional Pusat (KNIP), kemudian menjadi anggota DPRS, dan

DPA. Pada tahun 1963, Rasuna Said berpulang ke Rahmatullah di Parabek

Bukittinggi.104

Rasuna berjuang terus, tak mengenal lelah. Seluruh perhatian,

kepandaiannya, kesanggupan, tenaga dan pikirannya ditumpahkan untuk

perjuangannya dalam memajukan bangsa, terutama harkat dan martabat kaum

perempuan.

e. Raden Ayu Lasminingrat

Dilahirkan pada tahun 1843 di Kota Intan, Garut. Beliau adalah putri

Raden Muhammad Musa, Kepala Penghulu Kabupaten Garut, pendiri Sekolah

Raja, dan pada saat itu menjabat sebagai penasehat pemerintah.105

Meskipun

terlahir dari keturunan bangsawan, Raden Ayu Lasminingrat tidak disekolahkan,

karena pada saat itu di Garut belum ada sekolah khusus untuk kaum perempuan.

Sebagai gantinya, beliau disekolahkan di rumah Kontroleur Levisan, seorang

bangsa Belanda. Di sana Raden Ayu Lasminingrat belajar menulis, membaca,

Bahasa Belanda, kebudayaan Barat dan pengetahuan lainnya yang berhubungan

dengan kewanitaan. Raden Ayu Lasminingrat adalah seorang perempuan yang

memiliki otak yang cerdas, kemauan keras, cita-cita yang tinggi dan tekun belajar,

maka segala pengetahuan yang diperolehnya dapat dikuasainya dengan cepat,

sehingga beliau menjadi wanita Sunda pertama yang fasih berbahasa Belanda

dengan orang-orang Belanda yang ada di Garut waktu itu.106

Walaupun Raden Ayu Lasminingrat memiliki harkat dan derajat yang

cukup tinggi, baik di lingkungan keluarga maupun dalam ketajaman intelektual,

103 Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942,..., cet ke-2, h. 64 104 Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia,..., h. 806-807 105 Edi S Ekajati, Sejarah Pendidikan Daerah Jawa Barat, (Jakarta: CV. Pialamas Permai,

1998), h. 90 106 Kadir Tisna Sutan, Ibu Lasminingrat Pelopor Pendidikan yang terlupakan, Kawit,

Bulletin Kebudayaan Jawa Barat, 1980, h. 4 dalam Edi S Ekajati, Sejarah Pendidikan Daerah

Jawa Barat,..., h. 90

45

Page 57: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah

semua itu tidak sepenuhnya membahagiakan hati beliau. Kehidupan kaum

perempuan Sunda khususnya dan perempuan Indonesia pada umumnya, yang

masih erat terbelengggu kebodohan akibat adat lama akibat penjajahan, selalu

menjadi bahan pemikiran beliau. Dalam hal ini, beliau telah merasakan apa arti

pendidikan dan pengetahuan bagi kehidupan manusia.

Bertolak dari permasalahan di atas, Ayu Lasminingrat berusaha

mendobrak adat lama yang tidak mengizinkan kaum perempuan memperoleh

pendidikan. Pada tahun 1907 beliau mendirikan ”Sekolah Kautamaan Istri” di

lingkungan Pendopo Garut, dengan mengambil tempat di ruang gamelan. Di

sekolah tersebut beliau mulai mendidik beberapa orang putri bangsawan dan anak-

anak pesuruh yang ada di lingkungan kabupaten. Mereka dididik dan diajari

membaca, menulis serta berbagai keterampilan wanita.107

Raden Ayu Lasminingrat mendirikan sekolah tersebut karena beliau

memiliki sifat dan jiwa pendidik serta menaruh perhatian yang cukup besar

terhadap pendidikan bagi kaum wanita. Selain itu, beliau tergugah oleh gagasan-

gagasan Raden Dewi Sartika yang seringkali berkunjung kepadanya.108

3. Sejarah Pendidikan Daerah Jawa Barat

Pendidikan untuk penduduk golongan Eropa maupun penduduk golongan

Bumiputra dapat dilaksanakan dan dikembangkan di Jawa Barat pada abad ke-19.

Diantaranya:

Usaha pertama kali oleh Reinwardt dengan mendirikan ELS (Europeeshe

Lagere School) pada 24 Februari 1817. Sekolah ini mencontoh sekolah dasar yang

ada di Belanda. Sekolah ini merupakan sekolah khusus untuk anak-anak Belanda.

Pada tahun 1820 sekolah ini dikembangkan menjadi 7 buah, yaitu 2 buah di

Jakarta (di Weltevreden dan Molenvliet) dan masing-masing 1 buah di Cirebon,

Semarang, Surakarta, Surabaya, dan Gresik.109

Disekolah dasar itu diberikan

pelajaran menulis, membaca, berhitung, bahasa Belanda, sejarah, dan ilmu bumi.

107 E.M. Dachlan d/h Redacteur Sipatahunan, (Jakarta: September, 1980) dalam Edi S

Ekajati, Sejarah Pendidikan Daerah Jawa Barat, ..., h. 90 108 E.M. Dachlan d/h Redacteur Sipatahunan dalam Edi S Ekajati, Sejarah Pendidikan

Daerah Jawa Barat, ..., h. 90 109 Pendidikan di Indonesia dari jaman ke jaman, (Jakarta: Dep. PK BP3K, 1979), h. 41

46

Page 58: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah

Setelah pendidikan dasar tersebut berlangsung selama kurang lebih 9 tahun, pada

tahun 1826 kegiatan pendidikan dan pengajaran terganggu oleh usaha-usaha

penghematan yang dilakukan oleh pemerintah (Komisaris Jenderal Du Bus de

Gisignes), sehingga urusan pendidikan dan pengajaran sangat disederhanakan.110

Sementara itu pada tahun 1830 kekuasaan di Indonesia beralih ke tangan

Gubernur Jenderal Van den Bosch, “bapak” Cultuurstelsel” atau tanam paksa.

Untuk kelancaran Cultuurstelsel, Van den Bosch sangat membutuhkan tenaga

pekerja yang terdidik. Oleh karena itu bidang pendidikan, baik untuk golongan

Eropa maupun untuk golongan Bumiputra ditingkatkan.

Pendidikan untuk golongan Bumiputra bertujuan untuk mendapatkan

tenaga pendidik dengan biaya murah. Karena bila pegawai untuk administrasi

pemerintah ataupun pekerja bawahan harus didatangkan dari Negeri Belanda,

sudah tentu memerlukan biaya yang besar. Van den Bosch selau Gubernur

Jenderal Hindia Belanda memberikan (1830-1834) merasakan bahwa tanpa

bantuan penduduk Bumiputra yang terdidik, maka pembangunan ekonomi Hindia

Belanda yang menjadi tugas utama Van den Bosch tidak akan berhasil.111

Untuk itu dibukalah pendidikan untuk golongan Bumiputra, agar

pelaksanaan Cultuurstelsel mendatangkan keuntungan besar sehingga dapat

memperbaiki kondisi ekonomi negeri Belanda.

Demikianlah pada tahun 1833 jumlah sekolah dasar dikembangkan

menjadi 19 buah, tahun 1845 menjadi 25 buah, tahun 1858 menjadi 57 buah,

tahun 1895 menjadi 159 buah, kemudian tahun 1902 meningkat lagi menjadi 173

buah.112

Sekolah Dasar Bumiputra dibagi menjadi dua kategori, yaitu113

:

1. Sekolah Dasar Kelas Satu (De Scholen der Eerste Klasse)

Sekolah ini didirikan di ibukota keresidenan kabupaten, kewedanaan atau

yang sederajat, dan di kota-kota yang menjadi pusat perdagangan dan kerajinan

atau di tempat-tempat yang dipandang perlu untuk memiliki sekolah ini. Murid-

110 I. Djumhur dan H. Danasuparta, Sejarah Pendidikan, (Bandung: Ilmu, 1976), h. 121 111 Pendidikan di Indonesia dari jaman ke jaman, ..., h. 51 112 Pendidikan di Indonesia dari jaman ke jaman, ..., h. 50 113 Edi S Ekajati, Sejarah Pendidikan Daerah Jawa Barat, ..., h. 52-60

47

Page 59: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah

murid yang diterima di sekolah ini adalah anak-anak golongan masyarakat atas,

seperti anak-anak bangsawan, tokoh-tokoh terkemuka, dan orang-orang

Bumiputra yang terhormat. Hal ini disebabkan anak sekolah tersebut dimaksudkan

untuk memenuhi kebutuhan administrasi pemerintahan, perdagangan, dan

perusahaan. Lama belajar pada Sekolah Kelas Satu adalah 3 tahun, dengan bahasa

pengantar mula-mula bahasa Melayu dan daerah, tetapi kemudian secara

berangsur-angsur diubah menjadi bahasa Belanda (tahun 1914).

Sekolah Kelas Satu kemudian berkembang menjadi HIS (Hollandsch

Inlandsche School). HIS dibuka bukan karena direncanakan oleh pemerintah,

melainkan atas desakan masyarakat Indonesia, khususnya golongan masyarakat

atas. Hal ini disebabkan Sekolah Kelas Satu terbukti tidak memenuhi syarat untuk

melanjutkan pelajaran. Selain itu, masyarakat meminta agar kesempatan masuk

sekolah Belanda diperluas, sebab ujian Klein Ambtenaar terbukti terlalu sukar

untuk anak-anak Sekolah Kelas Satu.

2. Sekolah Dasar Kelas Dua (De Scholen der Tweede Klasse)

Sekolah ini dibuka dengan maksud untuk memenuhi kebutuhan

pendidikan bagi masyarakat umum. Dengan kata lain, sekolah tersebut disediakan

bagi anak-anak Bumiputra dengan tujuan untuk mendidik calon-calon pegawai

rendah. Perbedaan antara Sekolah Kelas Satu dengan Sekolah Kelas Dua terletak

pada lama belajar, kurikulum, tenaga pengajar, dan ruang sekolah. Lama belajar

pada Sekolah Dasar Kelas Dua selama 5 tahun.

3. Gymnasium Willem III

Pada tahun 1860 di Jakarta dibuka Gymnasium Willem III yang

merupakan sekolah lanjutan (menengah) pertama untuk anak-anak golongan

Eropa dengan lama belajar 3 tahun.114

Pada tahun 1867 sekolah tersebut dibagi

menjadi dua bagian (afdeling). Bagian A dengan lama belajar 5 tahun dan dapat

meneruskan ke Perguruan Tinggi. Bagian B dengan lama belajar 3 tahun,

kemudian dapat melanjutkan ke Perguruan Perwira, Pendidikan Pegawai Negeri

atau Akademi Perdagangan dan Kerajinan di Delf Negeri Belanda. Selanjutnya

48

Page 60: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah

Gymnasium diubah menjadi Hogere Burgerschool (HBS), dengan lama belajar 5

tahun.115

4. Sekolah Raja (Hoofdenschool)

Hoofdenschool atau dalam bahasa sehari-hari biasa disebut Sekolah Raja,

mula-mula didirikan di Tondano pada tahun 1865 dan tahun 1872. Sekolah ini

disediakan bagi anak-anak dari orang-orang Bumiputra yang menjadi kepala

daerah dan tokoh-tokoh golongan Bumiputra lainnya. Setelah percobaan di

Tornado berhasil, maka pada tahun 1878 sekolah Raja didirikan lagi di Bandung,

Magelang, dan Probolinggo. Sekolah ini merupakan lanjutan umum dengan tujuan

mendidik calon-calon pegawai Bumiputra. Oleh karena itu, setelah percobaan

pendirian sekolah di kota-kota tersebut di atas berjalan lancar, maka pada tahun

1900, Sekolah Raja berganti nama menjadi OSVIA (Opleidingschool voor

Inalndsche Ambtenaren: Sekolah Pendidikan Pegawai Bumiputra). Selanjutnya

sekolah ini ditingkatkan menjadi sekolah menengah dengan nama MOSVIA.

5. Sekolah Pertukangan

Sekolah kejuruan pertama kali dibuka atas prakarsa pihak swasta pada

tahun 1856 di Batutulis, Jakarta. Murid-muridnya berusia 6-15 tahun. Tujuan

dibuka sekolah ini adalah untuk membantu golongan peranakan Indo-Belanda

agar dapat mencari penghidupan yang layak. Namun sekolah ini hanya bertahan

sampai tahun 1873. Pada tahun 1860 pihak pemerintah juga membuka sekolah

pertukangan namun inipun tidak dapat bertahan lama. Hal ini disebabkan

sedikitnya biaya pengolahan sekolah atau kurangnya animo murid-murid.

6. Sekolah Pendidikan Guru (Hollandsch Inlandsche Kweekschool)

Setelah pendidikan guru (Kweekschool) dibuka dengan maksud sebagai

persiapan untuk pendidikan sekolah-sekolah Bumiputra. Pada tahun 1834 dibuka

di Ambon. Di Pulau Jawa pada tahun 1852 di Surakarta. Pada tahun 1866 dibuka

di Bandung dengan murid pertama berjumlah 27 orang, diantaranya pindahan dari

HIK Surakarta.

115 Pendidikan di Indonesia dari jaman ke jaman, ..., h. 51

49

Page 61: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah

Semula bahasa pengantar pada HIK adalah bahasa Melayu, tetapi setelah

bahasa Belanda pada tahun 1865 diajarkan, maka sejak tahun 1871 bahasa

Belanda dijadikan bahasa pengantar.

Di daerah Priangan (Jawa Barat), HIK biasa disebut juga “Sekolah Raja”,

yaitu di Bandung, maka pendidikan Bumiputra di Jawa Barat dapat berkembang

karena adanya tenaga guru untuk mengajar, baik di sekolah pemerintah maupun di

sekolah swasta misalnya di HIS, termasuk HIS Pasundan.

Setelah lahirnya Politik Etis maka pendidikan tersebut diatas berangsur-

angsur membaik dan semakin banyak. Diantara sekolah yang baru didirikan ialah

sebagai berikut116

:

1. Sekolah Bumiputra-Belanda (Hollandsch Inlandscheschool)

HIS yang dimulai didirikan pada tahun 1914 merupakan penjelmaan dari

Sekolah Kelas Satu. Di Jawa Barat HIS pemerintah dibuka di Jakarta, Bandung,

Sumedang, Ciamis, dan Kuningan. HIS Pasundan (swasta) terdapat di Bandung,

Ciparay, Sukabumi, Cianjur, Bogor, Karawang, Purwakarta, Tasikmalaya, dan

kota-kota lainnya.

2. Sekola Desa

Pertama kali didirikan pada tahun 1907 dan disediakan untuk anak-anak

rakyat biasa yang tinggal di desa-desa. Lama belajarnya 3 tahun. Pengetahuan

yang diajarkan hanyalah sekedar kepandaian membaca, menulis, dan berhitung.

Di Jawa Barat, sekolah ini antara lain terdapat di desa-desa di lingkungan kota

Bandung, Cirebon, dan Ciamis.

3. Sekolah Lanjutan (Vervoigschool)

Sekolah ini dibuka pada tahun yang bersamaan dengan tahun pendirian

HIS, yaitu tahun 1914 dan merupakan sekolah lanjutan dari Sekolah Desa

(Volkschool). Lama belajarnya 3 tahun dan disediakan untuk murid-murid Sekolah

Desa yang berprestasi baik. Pada sekitar tahun 1915 di Jawa Barat, Vervolgschool

dan Sekolah Kelas Satu/HIS telah berdiri hampir di tiap kabupaten.

116 Edi S Ekajati, Sejarah Pendidikan Daerah Jawa Barat, ..., h. 73-78

50

Page 62: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah

4. Sekolah Peralihan (Shakeschool)

Di Jawa Barat, sekolah ini pertama kali didirikan di Bandung pada tahun

1921 dan di Jakarta pada tahun 1924. Disebut sekolah peralihan karena memang

sekolah tersebut merupakan peralihan dari Sekolah Desa 3 tahun yang berbahasa

pengantar bahasa daerah ke sekolah dasar yang berbahasa Belanda dengan lama

belajar 5 tahun.

5. MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs)

MULO pertama kali didirikan pada tahun 1914 dan merupakan sekolah

umum yang berdiri sendiri (sekarang SMP) yang terbuka bagi golongan

Bumiputra dan Timur. Lama belajar MULO selama 3 tahun

6. AMS (Algemeene Middelbaresschool)

AMS merupakan kelanjutan dari MULO dan sekaligus merupakan

persiapan untuk memasuki perguruan tinggi, dengan lama belajar 3 tahun. Setaraf

dengan SMA. Pada tahun 1920 membuka AMS di Bandung.

51

Page 63: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah

BAB III

RIWAYAT HIDUP RADEN DEWI SARTIKA

A. Latar Belakang Keluarga

Raden Dewi Sartika dilahirkan pada tanggal 4 Desember 1884 di

Bandung dalam kalangan menak (bangsawan) Sunda, sebagai putri kedua dari

lima bersaudara. Ayahnya adalah Raden Rangga Somanagara, Patih Bandung, dan

Ibunya adalah Raden Ayu Rajapermas. Raden Dewi Sartika mempunyai saudara

empat orang, yaitu Raden Sumamur (kakaknya) dan tiga orang adiknya masing-

masing bernama Raden H.Yunus, Raden Entis, dan Raden Sarti Pamerat.117

Raden Rangga Somanagara adalah salah seorang putra dari perkawinan

Raden Demang Suriadipraja dengan Raden Ayu Komalanagara. Adapun kakeknya

dari garis ayah dikenal sebagai mantan Hoofd Djaksa (Jaksa Kepala) di Bandung.

Selain itu ia juga masih keturunan keluarga Dalem Timbanganten yang menjadi

cikal bakal pendiri kabupaten Bandung. Sedangkan ibunya, Raden Ayu

Rajapermas merupakan salah seorang putri dari Raden Aria Adipati

117 Nina H Lubis, 9 Pahlawan Nasional Asal Jawa Barat, (Bandung: Pusat Penelitian

Kemasyarakatan dan Kebudayaan Lembaga Penelitian Universitas Padjajaran, 2006), h. 92

52

Page 64: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah

Wiranatakusumah IV yang pernah menjabat sebagai bupati Bandung (1846-1874)

dan lebih dikenal dengan sebutan Dalem Bintang.118

Saat di Bandung, Raden Dewi Sartika tinggal bersama orangtua dan

saudara-saudaranya di sebuah rumah besar dan luas yang terletak di pinggir jalan

raya, tepatnya di Kepatihan Straat. Di beranda atau tepas, terlihat pot-pot bunga

berisi tanaman suflir dan kuping gajah yang tertata rapi. Sedangkan di

halamannya yang cukup luas itu ditumbuhi berbagai tanaman keras serta bunga-

bunga yang asri, termasuk diantaranya bunga hanjuang merah yang menjadi ciri

khas orang Sunda.119

Raden Dewi Sartika sangat rajin, dan suka kepada segala

sesuatu yang baru, serta dari kecil telah tampak pula sifat-sifat

kepemimpinannya.120

Gerak-geriknya lincah, sigap, berani. Bicaranya pun lugas

dengan tutur kata yang tegas dan terkadang bernada keras. Walaupun Raden Dewi

Sartika agak tomboy, akan tetapi setiap harinya ia mengenakan kebaya dan kain

panjang. Jika berangkat ke sekolah atau bepergian kemana saja, ia selalu diantar

dengan delman yang dihias. Mengenakan busana yang terbuat dari bahan mahal

serta perhiasan yang indah. Kehidupan sehari-haripun diurus dan dilayani oleh

para abdi dalem yang setia, patuh dan hormat.121

Setiap ada acara yang cukup penting, ayahnya sering mengajak Raden

Dewi Sartika serta saudara-saudaranya. Misalnya menonton acara pacuan kuda di

Tegalega, pagelaran hiburan rakyat dan lain sebagainya.122

Namun kebahagiaan

itu, berubah ketika tahun 1893, Raden Rangga Somanagara dituduh terlibat dalam

percobaan pembunuhan terhadap Bupati Bandung R.A.A.Martanegara (keturunan

menak Sumedang) dan para pejabat Belanda di Kota Bandung.123

Dalam aksinya

Raden Rangga Somanagara, ayah Raden Dewi Sartika, bertindak bersama

ayahnya, yang juga kakek Raden Dewi Sartika yaitu Raden Demang Suriadipraja

(hoofd jaksa) Bandung dan beberapa tokoh menak lainnya, diantaranya Raden

118

Yan Daryono, R. Dewi Sartika, (Jakarta: Yayasan Awika&PT. Grafitri Budi Utami,

1996). h. 28 119 Yan Daryono, R. Dewi Sartika,..., h.29 120 Edi S. Ekajati dkk, Sejarah Pendidikan Daerah Jawa Barat, (Jakarta: CV. Pialamas

Permai, 1998), h. 84 121 Yan Daryono, R. Dewi Sartika,..., h. 29-30 122 Meidiana F, Dewi Sartika, (Jakarta:Bee Media Indonesia, 2010), cet ke-1, h. 6 123 Nina H Lubis, 9 Pahlawan Nasional Asal Jawa Barat,..., h. 92

53

Page 65: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah

Rangga Kartadireja, Raden Danugara, Raden Natanagara, Raden Wira Sudibya,

Haji Abdul Kahar, dan Raden Argawijaya. Atas tuduhannya itu, Raden Rangga

Somanagara dibuang ke Ternate, yang terlebih dahulu pada tanggal 22 Juli 1893,

dimutasi menjadi Patih Afdeling Mangunreja, menggantikan jabatan

R.A.A.Martanegara. Sementara jabatan Patih Bandung digantikan oleh Raden

Tisnakusumah yang semula menjabat sebagai Patih Sumedang.124

Sementara itu,

ayahnya, yang juga kakek Raden Dewi Sartika, Raden Demang Suriadipraja

dibuang ke Pontianak.125

Sejumlah tokoh lainnya yang terlibat, ada yang

dikenakan hukuman buang di sekitar Pulau Jawa, atau menjalani hukuman

kurungan selama 20 tahun dan dikenakan kerja rodi untuk kepentingan

Gubernemen. Selain diasingkan, harta kekayaan mereka pun disita.126

Setelah ditinggalkan oleh ayah dan ibunya ke pengasingan, kehidupan

Raden Dewi Sartika berubah drastis. Ia tinggal di rumah kakak kandung ibunya di

Cicalengka yang bernama Raden Demang Aria Surakarta Adiningrat. Semula

Raden Dewi Sartika terbiasa hidup enak dan serba dilayani oleh abdi dalem,

setelah ayahnya dibuang, ia harus hidup susah. Perlakuan tidak ramah dan kasar

sering dialami oleh Dewi kecil. Raden Dewi Sartika dianggap sebagai anak

pemberontak. Siapa pun yang membela atau memperlakukannya dengan baik,

akan dianggap sebagai pro pemberontak. Karena alasan itulah, pamannya yang

juga patih Cicalengka, memperlakukan dia sebagai abdi dalem atau pembantu di

rumahnya.127

Selain itu, Raden Dewi Sartika dikeluarkan dari sekolahnya, karena pihak

sekolah tidak mau menerima anak pemberontak. Akhirnya, Dewi kecil mulai

terbiasa dengan pekerjaan yang layaknya dilakukan oleh para pembantu, seperti

mencuci, membereskan rumah, menyapu rumah, memasak dan

menghidangkannya, serta semua pekerjaan rumah sehari-hari lainnya. Yang

membedakan Raden Dewi Sartika dengan abdi dalem lainnya adalah dia dapat

124 Yan Daryono, R. Dewi Sartika,..., h. 35 125 Kosoh, dkk, Sejarah Daerah Jawa Barat, (Jakarta: Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Proyek

Investarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional, 1994), h. 162 126

Yan Daryono, R. Dewi Sartika,..., h. 36 127 Meidiana F, Dewi Sartika,..., h. 14

54

Page 66: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah

membaca dan menulis karena dia pernah bersekolah di Sekolah Kelas Satu (Eerste

Klasse Inlandsche School) di Bandung, sekolah khusus anak-anak Belanda dan

anak priyayi.128

Meskipun sehari-hari ia diperlakukan seperti abdi dalem, tapi pancaran

wajahnya tetap memantulkan darah kebangsawanannya. Ibarat kata pepatah, jika

terbuat dari loyang meskipun diletakkan di etalase tetap saja loyang. Dan

meskipun terbuat dari emas, bila ditempatkan di tempat kotor, tetap saja bernilai

emas. Hal demikian dalam bahasa Sunda disebut sorot. Dan sorot itu diyakini

tidak bisa dibuat-buat, karena ia adalah anugerah dari Kanjeng Gusti Allah.

Nampaknya kecantikan Raden Dewi Sartika mengundang hasrat Raden Kanjun

yang sudah beristri, berniat memperistri Raden Dewi Sartika sebagai istri yang

kedua. Namun Raden Dewi Sartika menolak secara halus ajakan anak dari istri

ketiga pamannya itu.129

Penolakannya, bukan hanya disebabkan karena tidak

menaruh hati pada saudaranya misannya itu, juga karena ia tidak bisa menganut

paham poligami, dan tidak ingin merusak rumah tangga orang lain.130

Setelah Raden Dewi Sartika kembali tinggal dan hidup dengan ibunya di

Bandung, tepatnya setelah Raden Dewi Sartika mendirikan Sekolah Istri. Ia

kembali dilamar oleh seorang lelaki yaitu dari salah satu anak Pangeran

Djajadiningrat melalui utusan yang datang dari Banten yang menemui

R.A.Rajapermas. Namun lamaran tersebut ditolak oleh Raden Dewi Sartika,

karena menurutnya dirinya tak mungkin bisa menikah dengan pria yang belum

dikenalnya dengan baik, dan yang belum tentu mengena dihatinya.131

Akhirnya, pada tahun 1906 Raden Dewi Sartika menikah dengan Raden

Kanduruan Agah Suriawinata.132

Raden Agah Kanduruan sendiri merupakan

seorang duda beranak dua, namun salah satu anaknya meninggal menyusul

128 Meidiana F, Dewi Sartika,..., h. 16 129 Meidiana F, Dewi Sartika,..., h. 18 130 Yan Daryono, R. Dewi Sartika,..., h. 51 131

Yan Daryono, R. Dewi Sartika,..., h. 64 132 Meidiana F, Dewi Sartika,..., h. 42

55

Page 67: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah

istrinya yang lebih dahulu meninggal. Ia adalah seorang guru Eerste Klasse

School di Karang Pamulang.133

B. Latar Belakang Pendidikan

Orangtua Raden Dewi Sartika sangat menginginkan anaknya tumbuh

dengan cerdas dan pintar. Karena ayahnya menjabat sebagai Patih Bandung, maka

Raden Dewi Sartika dan saudara-saudaranya diperbolehkan mengikuti sekolah di

Eerste Klasse School yakni sekolah setingkat sekolah dasar. Pada prinsipnya

sekolah tersebut hanya untuk anak-anak Belanda dan peranakan, tapi sehubungan

Raden Dewi Sartika dan saudara-saudaranya adalah putri Patih, maka ia

diperbolehkan mengikuti pendidikan di sekolah tersebut. Disitulah mereka

mendapat kesempatan belajar bahasa Belanda dan Inggris.134

Di sekolah tersebut Raden Dewi Sartika termasuk ke dalam golongan

murid yang maju, sungguh-sungguh dalam belajar dan sukai oleh teman-

temannya. Sayang ia tidak dapat menamatkan sekolahnya (hanya sampai kelas 3)

karena ia terpaksa harus meninggalkan sekolahnya karena musibah telah menimpa

ayahandanya. Raden Rangga Somanegara, ayah Raden Dewi Sartika telah dituduh

sebagai pelopor pemberontakkan yang akan menggulingkan kedudukan Bupati

Bandung masa itu.135

Dari kejadian itulah, Raden Rangga Somanagera diasingkan

ke Ternate, hal itu menjadikan kaum kerabat dan masyarakat menjauhkan diri dari

kehidupan mereka, sebab takut dicurigai atau dianggap bersekutu dengan

“pemberontak”. Sekolah-sekolah tidak mau menerima kelima anak

R.A.Rajapermas sebagai muridnya. Mereka takut kepada tindakan Pemerintah

Hindia Belanda, sebab menerima anak seorang “pemberontak”. Karena keadaan

tidak memungkinkan untuk terus belajar, Raden Dewi Sartika kemudian dibawa

pamannya ke Cicalengka, yang diangkat sebagai Patih Cicalengka.136

Di tempat uwaknya tersebut, Raden Dewi Sartika tetap mendapatkan

pendidikan dari istri ke empat Raden Aria Suriakarta, yakni Nyi Raden Eni (Agan

133 Yan Daryono, R. Dewi Sartika,..., h. 66 134 Yan Daryono, R. Dewi Sartika,..., h. 29 135

Edi S. Ekajati dkk, Sejarah Pendidikan Daerah Jawa Barat,..., h. 85 136 Nina H Lubis, 9 Pahlawan Nasional Asal Jawa Barat, ..., h. 92-93

56

Page 68: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah

Eni). Oleh uwaknya ia dididik dan dibekali bermacam-macam ilmu pengetahuan

yang perlu untuk perempuan. Ia merasa bangga karena pada waktu itu ia

merupakan satu-satunya diantara wanita-wanita di lingkungannya yang sudah

pandai membaca dan menulis.137

Dalam pengajarannya, Agan Eni mengajarkan

para perempuan menak bawah tentang kepandaian bertutur, bertingkah laku,

memasak makanan sehat, berdandan, dan semua hal yang sudah seharusnya

wanita kuasai untuk menyenangkan suami.138

Pada waktu itu Raden Dewi Sartika sudah memperlihatkan minat

terhadap usaha dalam mendidik kaumnya. Bila ada kesempatan bermain dengan

sesama gadis para menak, Raden Dewi Sartika sering bermain sekolah-sekolahan,

dimana ia bertindak sebagai guru sedangkan teman-temannya sebagai murid. Ia

juga sering membantu teman-temannya yang buta huruf untuk membacakan surat-

surat yang mereka terima.

Mungkin, hal tersebut yang kelak menjadi pendorong bagi Raden Dewi

Sartika untuk memberikan peluang bagi kaum perempuan dari kalangan

masyarakat biasa, agar memiliki sejumlah pengetahuan dan keterampilan melalui

jenjang pendidikan yang akan menjadi pembuka atau jalan bagi kehidupan yang

lebih baik.

C. Karya-karya

Karangan-karangan Raden Dewi Sartika dalam pidatonya tentang

Konsep Pendidikan bagi Kaum Perempuan. Karangan tersebut disampaikan dalam

pidatonya di Surabaya dalam acara Sarekat Islam atas undangan HOS

Tjokroaminoto sekaligus perayaan tujuh tahun didirikannya Sakola Kautamaan

Istri di Bandung dengan judul:

1. Kautamaan Istri yang berisi tentang keutamaan perempuan dalam

kehidupan teruatam hak untuk mendapatkan pendidikan.

2. Wanita Pribumi yang berisi tentang keadaan wanita pribumi pada masa

kolonial (masa Raden Dewi Sartika).

137

Edi S. Ekajati dkk, Sejarah Pendidikan Daerah Jawa Barat,..., h. 85-86 138 Meidiana F, Dewi Sartika,..., h. 18

57

Page 69: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah

BAB IV

KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT RADEN

DEWI SARTIKA

A. Latar Belakang Berdirinya Sekolah Kautamaan Istri

Dari semenjak kecil Raden Dewi Sartika sudah bercita-cita menjadi

seorang guru. Sambil bermain di belakang gedung kepatihan, ia sering

memperagakan layaknya seorang guru di sekolah, mengajari baca-tulis, dan

bahasa Belanda kepada anak-anak pembantu di kepatihan.139

Cita-citanya tersebut

semakin kuat untuk dilaksanakan, setelah terjadi prahara di kepatihan yang

menyebabkan Ayahnya harus dibuang ke Ternate, karena dituduh melakukan

percobaan pembunuhan terhadap bupati Bandung yang akan dilantik pada saat itu,

R.A.A. Martanegara.140

Raden Ayu Rajapermas, Ibu Raden Dewi Sartika,

memutuskan untuk ikut menemani suaminya ke Ternate.141

Raden Dewi Sartika merasakan pedihnya ditinggal oleh kedua

orangtuanya, terlebih lagi ibunya yang sebenarnya tidak menerima hukuman

buang ke Ternate, namun lebih memilih menemani ayahnya daripada menjaga dan

mengasuh ia dan saudara-saudaranya yang masih kecil. Kejadian itu membukakan

pikirannya untuk mengubah jalan pikiran perempuan agar lebih mandiri dalam

139 Meidiana F, Dewi Sartika, (Jakarta:Bee Media Indonesia, 2010), cet ke-1, h. 12 140 Kosoh, dkk, Sejarah Daerah Jawa Barat, (Jakarta: Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Proyek

Investarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional, 1994), h. 162 141 Meidiana F, Dewi Sartika,..., cet ke-1, h. 14

58

Page 70: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah

menjalani kehidupannya sehari-hari. Dengan kemampuan yang perempuan miliki,

selayaknya kaum perempuan harus dapat keluar dari bayang-bayang kaum pria.

Karena bagaimanapun, tak selamanya seorang istri terus berada di belakang

suaminya.

Selain itu, ketika Raden Dewi Sartika tinggal bersama uwaknya, di

Cicalengka, ia melihat kehidupan rumah tangga uwaknya yang berpoligami.

Raden Aria Suriakarta Adiningrat, uwak Raden Dewi Sartika, memiliki empat

orang istri. Bahkan konon walaupun telah memiliki empat orang istri, Raden Aria

Suriakarta Adiningrat masih suka mengganggu istri-istri bawahannya, bahkan

ketika berburu ia suka memanfaatkan kesempatan mencari wanita yang bisa

dikencani.142

Dari realitas kehidupan yang ia alami di rumah uwaknya, Raden Dewi

Sartika melihat bahwa seorang istri tidak berdaya ketika suaminya ingin memiliki

istri lagi, dan tidak dapat menolak keinginan suaminya itu. Ia pun tidak bisa

berbuat apa-apa ketika mengetahui suaminya berselingkuh dengan perempuan

lain. Sehingga dapat dikatakan bahwa seorang istri harus menerima apapun yang

suaminya berikan kepadanya, tanpa bisa menolak sedikitpun.

Selain melihat kehidupan keluarga yang berpoligami, Raden Dewi

Sartika pun melihat realita bahwa keponakan-keponakannya, serta anak-anak

abdi dalem yang sebaya dengannya tidak dapat membaca dan menulis. Hal itu

diketahui ketika ia dan teman-teman sebayanya mendapatkan pengajaran dan

pendidikan dari Agan Eni, istri keempat uwaknya, Raden Aria Suriakarta

Adiningrat. Dari seluruh anak-anak yang diajar oleh Agan Eni, hanya Raden Dewi

Sartika yang pandai membaca dan menulis, hal itu disebabkan karena ia

sebelumnya telah mengenyam pendidikan di sekolah Belanda. Pada waktu itulah

ia merasa bangga karena ia merupakan satu-satunya murid yang sudah pandai

membaca dan menulis. Oleh karena itu ia seringkali dimintai pertolongan oleh

teman-teman sebayanya untuk menulis surat atau membacakan surat. 143

142 Yan Daryono, R. Dewi Sartika, (Jakarta: CV. Pialamas Permai, 1998), h. 50 143 Panitia Peringatan Hari Lahir Ibu Rd.Dewi Sartika, Riwayat Hidup dan Perjuangannya

1884-1947, (Bandung,: Konsolidasi Partisipasi Masyarakat Meneruskan Perjuangan Rd. Dewi

Sartika), h. 2

59

Page 71: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah

Keadaan keponakan-keponakan dan teman-teman Raden Dewi Sartika,

yang dibiarkan bodoh akan baca tulis, dapat membahayakan bagi nasib kaum

perempuan itu sendiri. Karena jika mereka meminta tolong kepada orang lain,

untuk membaca atau menuliskan surat, maka tidak menutup kemungkinan mereka

bisa ditipu oleh orang lain. Hal inilah yang membuka pikirannya bahwa anak

perempuan harus bisa menulis dan membaca, agar dapat menjaga dirinya dan

tidak menjadi korban penipuan.

Ketika ibunya kembali ke Bandung setelah ayahnya meninggal di

Ternate, Raden Dewi Sartika pun memutuskan pergi dari rumah uwaknya dan

hidup bersama ibunya. Namun tak disangka kehidupannya terasa pahit, karena

ibunya sudah jatuh miskin dan tidak memiliki kemampuan untuk membiayai

kehidupan sehari-hari. Karena semua hartanya disita oleh pemerintah ketika

suaminya, Raden Somanagara diasingkan ke Ternate. Karena Raden Ayu

Rajapermas, ibunya Raden Dewi Sartika tidak mendapat pengajaran dan

pendidikan, sehingga ia tidak bisa mencari nafkah untuk kelima putra-putrinya,

apalagi untuk hidup di atas kaki sendiri. Sehingga ia dan keluarga hidup dalam

keadaan serba kekurangan dan banyak mendapat kesulitan-kesulitan dalam

menjalani kehidapannya. Hal ini mengakibatkan penderitaan batin bagi ibu Raden

Dewi Sartika.144

Raden Raden Dewi Sartika sangat prihatin akan ketidakberdayaan

ibunya sebagai seorang perempuan. Dalam pikirannya, sudah tentu banyak

perempuan yang bernasib buruk dan tidak berdaya seperti ibunya, lebih-lebih di

kalangan rakyat kecil. Kesedihan dan keprihatinan yang dialaminya telah

membukakan mata hatinya untuk berusaha mengubah jalan pikiran kaum

perempuan sebangsanya sehingga timbullah keinginan untuk memperbaiki

kehidupan mereka dengan jalan memberikan pengajaran dan pendidikan kepada

kaum perempuan supaya mereka dapat memiliki berbagai kecakapan yang

diperlukan sebagai perempuan, terutama calon ibu rumah tangga.

144

Panitia peringatan Hari Lahir Ibu Rd.Dewi Sartika, Riwayat Hidup dan Perjuangannya

1884-1947,..., h. .3- 4

60

Page 72: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah

Seorang perempuan tidak boleh bergantung kepada suami, keluarga atau

kebaikan hati orang lain. Kaum perempuan harus mendapatkan pengajaran dan

pendidikan sedemikian rupa sehingga ia sanggup dan dapat berdiri di atas kaki

sendiri. Terlebih-lebih Raden Dewi Sartika telah merasakan dan menyaksikan

sendiri perlakuan yang sangat berbeda antara pendidikan bagi perempuan dan

laki-laki waktu itu, yang menjadikan posisi kaum perempuan berada di nomor dua

daripada laki-laki dalam menerima pendidikan. Maka, ia semakin mempunyai

tekad untuk berjuang terus melaksanakan cita-citanya dalam memajukan kaum

perempuan untuk dapat mendapatkan pendidikan yang layak, dan memperkuat

keteguhan untuk berjuang dalam memajukan kaum perempuan.

Namun tidak hanya itu, keadaan sosial yang masih terikat dengan adat

istiadat yang berlaku di masyarakat pun mengikat anak perempuan untuk

berkembang. Ketika anak perempuan menginjak usia 12 tahun, ia mulai dipingit

oleh orang tuanya. Mereka tidak diizinkian ke luar rumah tanpa sepengatahuan

orang tuanya. Di rumah, mereka hanya belajar mempersiapkan diri untuk terampil

di dapur sambil menunggu nasibnya disunting oleh laki-laki yang hendak

menjadikannya istri. Bagi mereka yang sedang sekolah, tidak ada pilihan lain

kecuali harus ke luar dari sekolah.145

Dengan kondisi sosial budaya seperti itu, betapa besar kesulitan yang

dihadapi Raden Dewi Sartika untuk mewujudkan cita-citanya. Karena sulit

baginya untuk mengubah suatu keadaan yang sudah tertanam dalam masyarakat

dan menjadikannya suatu perubahan demi menciptakan peradaban baru dalam

kehidupan masyarakat. Akan tetapi, baginya kesulitan-kesulitan yang dihadapinya

tersebut justru semakin memperkuat keinginannya untuk dapat memberikan

pengajaran dan pendidikan bagi anak-anak perempuan, yang ia realisasikan

dengan mendirikan sebuah sekolah yang diperuntukkan khusus bagi kaum

perempuan.

Keinginannya itu dapat terwujud dengan bantuan Bupati Bandung

R.A.A. Martanegara yaitu pada tanggal 16 Januari 1904, Raden Dewi Sartika

145

Nina Herlina Lubis, 9 Pahlawan Nasional Asal Jawa Barat, (Bandung: Pusat Penelitian

Kemasyarakatan dan Kebudayaan Lembaga peneltiian Universitas Padjajajran, 2006), h. 94

61

Page 73: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah

dapat mendirikanlah sebuah sekolah yang khusus untuk kaum perempuan yang

bertempat di Paseban Kulon, Kompleks Pendopo Kabupaten Bandung dengan

nama “Sakola Istri” dan kemudian diganti dengan nama “Sakola Kautamaan

Istri.146

B. Berdirinya Sakola Kautamaan Istri

Semua pengalamannya baik ketika tinggal bersama uwaknya di

Cicalengka, maupun ketika kembali tinggal bersama ibunya di Bandung, telah

menyadarkan Raden Dewi Sartika bahwa selayaknyalah kaum perempuan harus

mampu mandiri dan terampil. Untuk itu anak perempuan harus dididik dan dibina

agar menjadi manusia yang dapat mengembangkan potensinya dan supaya

dikemudian hari mereka dapat menjadi ibu yang baik, yang sanggup melindungi

keluarganya. Karena dari ibu yang baik akan lahir generasi yang baik.

Oleh karena itu, ia mulai berpikir untuk mewujudkan cita-citanya untuk

mendidik anak-anak perempuan dari kalangan menak maupun rakyat jelata demi

kemajuan harkat dan martabat kaum perempuan itu sendiri, sehingga dapat

menjadi manusia berguna bagi dirinya sendiri, masyarakat, bangsa dan negara.

Dan hanya dengan pendidikanlah jalan keluarnya. Maka, inilah alasan mengapa

Raden Dewi Sartika mencetuskan gagasan untuk mendirikan sekolah khusus

untuk kaum perempuan.

Usahanya dalam mengajar dan mendidik kaum perempuan, dilakukan

pertama kali pada tahun 1902 ketika ia kembali ke rumah ibunya di Kota

Bandung. Di sebuah ruangan kecil, di belakang rumah ibunya di Bandung, dia

mengajar di hadapan anggota keluarganya yang perempuan, seperti merenda,

menyulam, merancang pakaian, tatakrama, memasak, menjahit, membaca,

menulis, dan sebagainya. Mereka pun sangat senang diajari oleh Raden Dewi

Sartika sehingga pengetahuan mereka semakin bertambah. Sebagai imbalan atas

146 Panitia Peringatan Hari Lahir Ibu Rd.Dewi Sartika, Riwayat Hidup dan Perjuangannya

1884-1947, ...h. 5

62

Page 74: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah

pelajaran yang diberikan Raden Dewi Sartika, biasanya murid-muridnya

membawa makanan, beras, garam, buah-buahan dan sebagainya.147

Kegiatan belajar mengajar yang dirintis Raden Dewi Sartika perlahan-

lahan tercium oleh Inspektur Pengajaran Hindia Belanda di Bandung yang

bernama C. Den Hammer. Pada mulanya, Den Hammer menilai kegiatan tersebut

adalah kegiatan liar yang membahayakan dan patut dicurigai. Terlebih Raden

Dewi Sartika adalah anak dari Patih Somanagara yang dikenal menentang

Gubernemen. Tetapi, setelah melihat secara dekat, dengan cara mendatangi rumah

R.A. Rajapermas untuk melihat kegiatan pengajaran yang dilakukan Raden Dewi

Sartika, akhirnya C. Den Hammer menilai kegiatan tersebut tidak membahayakan

dan bahkan dinilai positif, sehingga ia terkesan dengan pemikiran dan keinginan

Raden Dewi Sartika yang ingin mendirikan sekolah bagi anak perempuan.148

Karena terkesan dan simpati, secara pribadi maupun sebagai pejabat

Inspektur Pengajaran, Den Hammer menyatakan dukungannya atas rencana untuk

mendirikan sekolah untuk kaum perempuan, bahkan Den Hammer menyuruhnya

agar segera mendirikan sekolah tersebut.

Namun, dukungan Den Hammer ternyata tidak cukup, karena masih saja

ada yang menghalangi usahanya tersebut. Bahkan ketika Raden Dewi Sartika

menghubungi kerabat dekat dan sanak keluarganya untuk membantu mendirikan

sekolah bagi anak perempuan, semua yang dihubunginya justru menolak dan

menentang gagasan tersebut dengan alasan adat istiadat. Seperti yang

diungkapnya dalam salah satu artikelnya, dia menyayangkannya,”.......masih

banyak diantara orang-orang setanah air saya yang rupanya selalu berusaha

untuk lebih dahulu menentang segala yang baru”.149

Dengan kenyataan itu, Den

Hammer ikut prihatin.

Melihat kenyataan bahwa keluarga Raden Dewi Sartika tidak mendukung

cita-citanya dalam mendirikan sekolah bagi anak perempuan, akhirnya Den

Hammer mengusulkan agar ia meminta bantuan kepada Bupati Bandung, R.A.A.

Martanegara. Mendengar usulan dari Den Hammer membuatnya merasa ragu,

147 Meidiana F, Dewi Sartika,..., cet ke-1, h. 22-24 148 Yan Daryono, R. Dewi Sartika,..., h. 56 149 Yan Daryono, R. Dewi Sartika,..., h. 55

63

Page 75: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah

mengingat ayahnya dibuang ke Ternate hingga meninggal dunia di sana karena

dituduh melakukan percobaan pembunuhan pada bupati Bandung, R.A.A.

Martanegara. Ia sudah membayangkan bahwa ibunya akan marah dan mungkin

akan dimusuhi oleh saudara-saudaranya. Tetapi setelah berpikir ulang, ia akhirnya

menerima usulan Den Hammer.150

Mendengar bahwa Raden Dewi Sartika akan menghadapinya, Bupati

Bandung R.A.A. Martanegara terkejut, apalagi mendengar gagasan Raden Dewi

Sartika yang ingin mendirikan sekolah bagi anak perempuan. Setelah bupati

Bandung mendengar paparan dari Raden Dewi Sartika dalam mewujudkan cita-

citanya untuk mendirikan sekolah bagi kaum perempuan, demi kemajuan harkat

dan martabat kaum perempuan itu sendiri, R.A.A. Martanegara merasa haru, dan

kagum, akan tetapi sang Bupati perlu waktu untuk merundingkan ide itu dengan

sejumlah sahabat dan kerabat dekatnya. Tak lama setelah itu, ia pun dipanggil ke

Pendopo dalem. Dalam pertemuan itu, R.A.A. Martanegara menjawab keinginan

Raden Dewi Sartika dan mengatakan:

“Nya atuh uwi, ari Uwi jeung kekeuh hayang mah, mugi-

mugi bae dimakbul ku Allah nu ngawasa sekuliah alam,

urang nyoba-nyoba nyieun sakola sakumaha kahayang Uwi.

Pikeun nyegah bisi aya ka teu ngeunah di akhir, sekolah teh

hade lamun di pendopo wae heula. Lamun katanyaan henteu

aya naon-naon, pek bae pindah ka tempat sejen,” ujar

Martanegara.

(Kalau memang Uwi tetap berkeinginan seperti itu, semoga

dikabulkan oleh Allah penguasa semua alam. Kita mencoba

membuat sekolah sebagaimana keinginan Uwi. Untuk

mencegah kalau ada hal-hal yang tdak diinginkan lebih baik

sekolahnya di Pendopo saja. Kalau sudah berjalan dengan

baik, silahkan pidah ke tempat lain,” ujar Martanegara).151

Mendengar ucapan R.A.A. Martanegara, hilanglah semua perasaan

cemasya. Ia sangat senang karena ucapan sang Bupati menandakan dukungan dan

perlindungan atas rencananya mendirikan sekolah untuk kaum perempuan. Oleh

150

Meidiana F, Dewi Sartika,..., cet ke-1, h. 28 151 Yan Daryono, R. Dewi Sartika,..., h. 57

64

Page 76: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah

karena itu, pada 16 Januari 1904, Sakola Istri berhasil dibentuk. Dalam bahasa

Sunda, istri berarti juga wanita.152

Sekolah ini merupakan sekolah pertama bagi kaum perempuan Indonesia.

Sesuai dengan amanat R.A.A. Martanegara, untuk sementara waktu tempat belajar

dilaksanakan di ruangan Paseban Barat di halaman rumah bupati Bandung.153

C. Sistem Pendidikan di Sakola Kautamaan Istri

Sehubungan dengan sistem pendidikan Sakola Kautamaan Istri, penulis

mencatat beberapa elemen penting yang menjadi faktor penunjang keberhasilan

sebuah lembaga pendidikan. Diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Guru

Sakola Kautamaan Istri adalah sekolah yang khusus diperuntukkan untuk

kaum perempuan. Oleh karena itu, guru-guru yang mengajar di sekolah tersebut

semuanya merupakan perempuan. Salah satu tujuan diberlakukan kebijakan

seperti ini adalah agar masyarakat dapat menyaksikan dan mampu memberikan

penilaian bahwa kaum perempuan juga mampu bersaing dengan kaum laki-laki

dalam upaya pemberdayaan pendidikan.

Penulis mencatat, pada awal pembentukkannya pada tahun 1904, terdapat

tiga guru yang mengajar di Sakola Kautamaan Istri, selain Raden Dewi Sartika

sendiri yang juga merangkap sebagai kepala sekolah, juga ada saudara misannya

yang ikut membantu dalam memberikan ilmu pengetahuan. Diantara kedua guru

tersebut ialah Nyi Poerwa dan Nyi Oewit. Selain itu penulis mencatat beberapa

nama guru setelah berdirinya tahun 1904, diantaranya mbok Suro (guru pada mata

pelajaran membatik), Ibu Juhana, Ibu Neno Karsanah, Ibu Enceh, Ibu Halimah,

Ibu Ine Tardine, dan Ibu Teiters (guru bahasa Belanda).154

Oleh karena keterbatasan sumber dan data yang tersedia, penulis hanya

bisa menyajikan beberapa nama guru yang mengajar pada waktu itu. Hal ini

disebabkan karena tidak adanya dokumentasi tertulis baik dari Perpustakaan

Daerah Bandung maupun dari Sekolah Dewi Sartika sekarang, tentang

152 Meidiana F, Dewi Sartika,..., cet ke-1, h. 31-32 153Yan Daryono, R. Dewi Sartika, ..., h. 58 154 Lihat Yan Daryono, R. Dewi Sartika, ...., h. 58, 72, 127, 128,

65

Page 77: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah

keseluruhan jumlah guru yang mengajar di Sakola Kautamaan Istri selama rentang

sekolah tersebut beroperasi. Walaupun Sakola Kautamaan Istri atau sekarang

berubah menjadi Sekolah Dewi Sartika masih ada, namun penulis tidak dapat

menemukan data nama-nama guru sewaktu masih di pimpin oleh Raden Dewi

Sartika di sekolah tersebut, mengingat banyak dokumen-dokumen yang hilang

ketika tentara Jepang mengambil alih Sakola Kautamaan Istri pada tahun 1942.

Walaupun demikian, dapat dipastikan bahwa semua tenaga pengajar yang

mengajar pada Sakola Kautamaan Istri merupakan guru-guru pilihan yang sengaja

dipilih oleh Raden Dewi Sartika untuk membantu beliau dalam merealisasikan

cita-citanya mengangkat derajat kaum perempuan.

Oleh karena itu, kriteria guru yang mengajar di Sakola Kautamaan Istri

adalah sebagai berikut:

1. Memiliki kemampuan tinggi tentang dunia pendidikan.

2. Memiliki keterampilan khusus di bidang keterampilan wanita, seperti;

memasak, menjahit, menyulam, merenda, mengatur rumah dll.

3. Berwibawa, bijaksana, tegas, disiplin, baik, periang, dan berlaku adil

kepada murid-murid.

4. Memiliki kemampuan untuk selalu membangkitkan minat anak belajar

dan memberi nasehat kepada anak didik untuk belajar sungguh-sungguh.

5. Memiliki semangat juang dalam memajukan kaum perempuan.155

Dalam proses belajar mengajar di Sakola Kautamaan Istri, guru-gurunya

tidak hanya memberikan ilmu pengetahuan umum saja seperti membaca, menulis,

berhitung dll, akan tetapi juga memberikan berbagai keterampilan yang

dituangkan dalam pelajaran keterampilan wanita seperti memasak, menjahit,

menyulam, merenda, menyajikan makanan dll. Selain itu juga, diberikan pelajaran

akhlak atau budi pekerti dan berbagai pembinaan-pembinaan. Sehingga, dapat

disimpulkan bahwa seorang guru menurut Raden Dewi Sartika adalah orang

dewasa yang tidak hanya memberikan ilmu pengetahuan dan keterampilan saja

kepada anak didik, namun juga memberikan pembinaan-pembinaan yang akan

155 Lihat Yan Daryono, R. Dewi Sartika, ...., h. 125, 126, 134

66

Page 78: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah

membentuk kepribadian yang baik bagi anak didik yang akan bermanfaat bagi

kehidupan yang akan datang.

2. Murid

Sakola Kautamaan Istri didirikan oleh Raden Dewi Sartika khusus untuk

anak-anak perempuan sebagai upaya untuk menjadikan mereka memiliki

pengetahuan, dan keterampilan yang akan mengangkat harkat dan martabat kaum

perempuan itu sendiri. Oleh karena itu, murid-murid yang sekolah di Sakola

Kautamaan Istri pun semuanya adalah anak perempuan.

Penulis mencatat, pada tahun 1904 didirikan, jumlah murid di Sakola

Kautamaan Istri cukup menggembirakan. Walaupun baru didirikan namun jumlah

siswi yang mendaftar pada angkatan pertama sudah mencapai 60 siswi. Pada

tahun selanjutnya, tepatnya pada tahun 1905, proses belajar mengajar

dipindahalihkan dari Pendopo atau halaman rumah bupati Bandung, R.A.A

Martanegara ke Jalan Ciguriang-Kebon Cau. Walaupun penulis tidak menemukan

data tentang jumlah siswi pada saat dipindahkan, namun penulis dapat

mengasumsikan bahwa siswinya pada saat itu sangat banyak. Mengingat untuk

angkatan pertama saja siswi yang daftar sudah mencapai 60 siswi, apalagi untuk

angkatan kedua, penulis menilai lebih dari 50 siswi yang daftar sebagai murid

Raden Dewi Sartika, karena berdirinya Sakola Kautamaan Istri mendapat

sambutan hangat dari masyarakat umum, selain itu juga yang menjadi sebab

kegiatan belajar mengajar dipindahkan, karena Pendopo sudah tidak bisa lagi

menampung siswi yang semakin banyak.156

Tepat pada tujuh tahun Sakola Kautamaan Istri didirikan, pada tahun

1911 jumlah siswi pada Sakola Kautamaan Istri berjumlah 210 siswi. Memasuki

tahun ajaran di tahun 1913, jumlah siswi di Sakola Kautamaan Istri telah

mencapai 251 siswi. Dan yang lulus pada tahun yang sama sebanyak 107 siswi.

Maka dapat penulis simpulkan bahwa jumlah siswi keseluruhan pada saat itu

mencapai 358 siswi. Dari data tersebut dapat terlihat jelas bahwasanya Sakola

Kautamaan Istri yang didirikan oleh Raden Dewi Sartika merupakan sekolah

156 Lihat Yan Daryono, R. Dewi Sartika, ..., h. 58, 82

67

Page 79: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah

bumiputra yang paling besar dan paling mapan di zamannya. Bahkan para

siswinya tidak hanya dari Bandung, akan tetapi dari seluruh pulau jawa.157

Namun demikian, penulis tidak dapat menuliskan jumlah siswi di Sakola

Kautamaan Istri pada tiap tahunnya, karena keterbatasan sumber yang ditemukan.

Dari buku yang penulis temukan, tidak ada data tentang jumlah siswi pada tiap

tahunnya, selain itu juga ketika penulis sambangi ke Sekolah Dewi Sartika,

disanapun tidak ada data tentang jumlah siswi pada saat ia pimpin, karena seluruh

dokumentasi tentang Sakola Kautamaan Istri dibuang oleh tentara Jepang yang

mengambil alih Sakola Kautamaan Istri pada tahun 1942.

Sesuai yang telah penulis uraikan sebelumnya bahwa latar belakang

Raden Dewi Sartika mendirikan Sakola Kautamaan Istri adalah karena masih

banyak anak-anak perempuan yang tidak memiliki ilmu pengetahuan yang luas

dan keterampilan-keterampilan yang berguna bagi kehidupan. Maka dari itu, hadir

Raden Dewi Sartika dengan guru-guru lain yang ada di Sakola Kautamaan Istri

untuk memberikan berbagai ilmu pengetahuan dan keterampilan-keterampilan

kepada anak didik. Sehingga dapat disimpulkan bahwa anak didik menurut Raden

Dewi Sartika adalah orang yang membutuhkan bimbingan untuk memperoleh

ilmu pengetahuan dan keterampilan sehingga dapat bermanfaat bagi

kehidupannya di masa yang akan datang. Karena, bagaimanapun juga tanpa

bimbingan dari Raden Dewi Sartika dan guru-guru lain yang mengajar di Sakola

Kautamaan Istri, anak-anak perempuan tidak akan mendapatkan ilmu pengetahuan

dan keterampilan-keterampilan yang diperlukan bagi kehidupan, baik di keluarga

maupun di masyarakat luas.

3. Kurikulum

Sementara itu, kurikulum yang diajarkan pada sekolah ini dirancang

menyesuaikan dengan kurikulum yang ditetapkan pemerintah kolonial, yakni

dengan mengacu pada Tweede Klasse School.158

Kurikulum yang mengikuti

sistem pemerintah kolonial diantaranya dengan memasukan materi Bahasa

Belanda sebagai salah satu mata pelajaran yang wajib diajarkan kepada para siswi.

157 Lihat Yan Daryono, R. Dewi Sartika, ..., h. 71, 82 158 Nina Herlina Lubis, 9 Pahlawan Nasional Asal Jawa Barat, ..., 97

68

Page 80: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah

Adapun materi berhitung, menulis, membaca, Bahasa Sunda, Bahasa Melayu dan

Olah Raga merupakan mata pelajaran yang juga diajarkan di sekolah-sekolah

umum lainnya. Selain materi-materi yang telah disebutkan diatas, materi pelajaran

yang diberikan di Sakola Kautamaan Istri juga disesuaikan dengan kebutuhan

kaum perempuan dalam kehidupan sehari-hari.

Hal tersebut dirancang untuk membuktikan bahwa materi-materi

keterampilan wanita merupakan mata pelajaran khusus yang dipelajari di Sakola

Kautamaan Istri dan tidak diajarkan di sekolah-sekolah lain. Dan perlu

dikemukakan sebuah catatan penting berkaitan dengan kurikulum yang diterapkan

di Sakola Kautamaan Istri, yaitu implementasi materi pelajaran agama Islam yang

sama sekali tidak lazim diajarkan di sekolah-sekolah umum yang ada pada saat

itu.

Berikut adalah materi-materi yang diajarkan oleh Raden Dewi Sartika

dan guru-guru lainnya di Sakola Kautamaan Istri159

:

Tabel 1.

Daftar Materi Pelajaran Sakola Kautamaan Istri

NO MATERI KATEGORI

1 Berhitung Pendidikan Umum

2 Menulis Pendidikan Umum

3 Membaca Pendidikan Umum

4 Bahasa Belanda Pendidikan Umum

5 Bahasa Melayu Pendidikan Umum

6 Budi Pekerti/Akhlak Pendidikan Agama

7 Agama Pendidikan Agama

8 Membatik Pendidikan Keterampilan Wanita

9 Menjahit Pendidikan Keterampilan Wanita

159Lihat Yan Daryono, R. Dewi Sartika, ..., h. 72, 82, 88, 124, 127

69

Page 81: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah

10 Merenda Pendidikan Keterampilan Wanita

11 Menambal Pendidikan Keterampilan Wanita

12 Menyulam Pendidikan Keterampilan Wanita

13 Menisi Pendidikan Keterampilan Wanita

14 Menyongket Pendidikan Keterampilan Wanita

15 Memasak Pendidikan Keterampilan Wanita

16 Menyajikan Makanan Pendidikan Keterampilan Wanita

17 Memelihara Bayi Pendidikan Keterampilan Wanita

18 Mencuci Pendidikan Keterampilan Wanita

19 Menyetrika Pendidikan Keterampilan Wanita

20 Mengatur Rumah Pendidikan Keterampilan Wanita

21 Merawat Orang Sakit Pendidikan Keterampilan Wanita

22 Kesehatan (PPPK) Pendidikan Umum

23 Olah raga Pendidikan Umum

Dibawah ini merupakan mata pelajaran yang diajarkan pada tiap

tingkatannya160

:

1. Kelas 1 : Membaca, menulis, berhitung, menyanyi, dikte, dan

berbaris.

2. Kelas II : Membaca, menulis, berhitung, menyanyi, dikte, berbaris,

dan menggambar.

3. Kelas III : Membaca, menulis, berhitung, menyanyi, dikte, berbaris,

menggambar, dan merajut.

4. Kelas IV : Ilmu Sejarah, Ilmu bumi, Bahasa Belanda dan menjahit

(membuat taplak meja, baju bayi), membordel, memasak (membuat sayur

160 Lihat Yan Daryono, R. Dewi Sartika, h. 128, 130, 133-134

70

Page 82: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah

lodeh, sayur sop, tumis-tumisan, dan macam-macam sambal), bahasa

melayu, mengaji al-Quran, belajar shalat, do’a-do’a, membuat bunga dari

kertas kreep.

5. Kelas V : Menjahit (membuat taplak meja dari kain strimin), ilmu

tumbuh-tumbuhan, ilmu alam, ilmu bumi, ilmu sejarah, bahasa Belanda,

memasak, mengaji al-Quran dan sembahyang dan sebulan sekali mengisi

siaran Radio NIROM (Nederland Indische Radio Omroep Maatchaapy)

berubah menjadi RRI dari pukul 17.00-18.00, anak-anak menyanyikan

lagu-lagu Belanda dan Sunda.

6. Kelas VI : Menjahit (membuat taplak meja dari kain strimin), ilmu

tumbuh-tumbuhan, ilmu alam, ilmu bumi, ilmu sejarah, bahasa Belanda,

memasak, mengaji al-Quran dan sembahyang dan membuat baju bayi,

gurita bayi, membuat tali popok.

Raden Dewi Sartika tentunya memiliki alasan tersendiri untuk

menentukan materi yang akan diajarkan kepada para anak didiknya. Seperti yang

telah dipaparkan sebelumnya bahwa pada saat itu gerak langkah kaum perempuan

sangatlah terbatas, khususnya dalam memperoleh kesempatan mendapatkan

pendidikan. Dengan demikian, diberikannya kesempatan kepada kaum perempuan

untuk mengenyam pendidikan, memiliki nilai tersendiri pada masyarakat

Indonesia saat itu. Sehubungan dengan itulah, maka Raden Dewi Sartika

mengeluarkan kebijakan untuk memperbanyak porsi pendidikan keterampilan

wanita hingga 61 %.

Kemudian, pada tataran yang lebih praktis, dalam perkembangannya

banyak diantara para alumni Sakola Kautamaan Istri yang memanfaatkan

keterampilan mereka dengan membuka lapangan pekerjaan pada bidang

keterampilan wanita, seperti: berdagang saputangan, renda, rok dll, membantu

orangtua mereka menghitung uang hasil dagangan, membuka jasa menjahit

pakaian, dll.161

161 Yan Daryono, R. Dewi Sartika, ...., h. 88

71

Page 83: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah

Berikut adalah prosentase materi pelajaran pada Sakola Kautamaan Istri:

Tabel 2.

Prosentase Materi Pelajaran Sakola Kautamaan Istri

NO MATERI JUMLAH PROSENTASE

1 Umum 7 30 %

2 Agama 2 9 %

3 Keterampilan Wanita 14 61 %

23 100 %

Dalam kurikulum yang terdapat di Sakola Kautamaan Istri, mata

pelajaran yang diberikan tidak hanya ilmu pengetahuan umum saja, melainkan

banyak diberikan keterampilan-keterampilan perempuan seperti memasak,

menjahit, menyulam dan lain sebagainya yang semua itu membutuhkan praktek

langsung sehingga dalam proses belajar mengajar, murid-murid tidak hanya

mendapatkan materi-materi pelajaran saja, akan tetapi langsung di praktekkan.

Oleh karena itu, Raden Dewi Sartika membuat ruangan khusus untuk

mempraktekkan teori-teori pada mata pelajaran keterampilan perempuan.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pandangan kurikulum

Raden Dewi Sartika sama dengan pengertian kurikulum menurut pandangan baru

atau modern yang mengatakan bahwa kurikulum adalah bukan hanya sekumpulan

mata pelajaran saja, melainkan meliputi semua kegiatan dan pengalaman yang

menjadi tanggung jawab sekolah. Berarti, walaupun Raden Dewi Sartika

merancang kurikulum yang ada di Sakola Kautamaan Istri pada tahun 1904,

namun padangannya sama dengan orang-orang yang merancang kurikulum pada

masa sekarang.

4. Proses belajar mengajar

Proses belajar mengajar di Sakola Kautamaan Istri dilaksanakan di jalan

Ciguriang, dan sekarang berganti nama menjadi Jalan Kautamaan Istri. Jam

masuk sekolah setiap harinya dimulai pada pukul 07.30 sampai 13.00 WIB, dan

72

Page 84: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah

istirahat dari pukul 10.00 WIB selama 30 menit. Sebelum masuk kelas, para siswi

berbaris terlebih dahulu di depan kelas dengan dua barisan, dan sebelum masuk,

guru yang berdiri di depan para siswi berbaris, memeriksa kuku mereka satu

persatu. Setiap hari saat mulai pelajaran, buku tulis sudah tersusun rapi dan berada

di atas pinggir kiri bangku, sedangkan buku pelajaran atau buku paket, para siswi

mendapatkan pinjaman dari sekolah sehingga tidak perlu membelinya. Setiap

harinya para siswi memakai pakaian kebaya.162

Raden Dewi Sartika sebagai kepala sekolah merupakan orang yang

sangat berwibawa sehingga semua guru dan murid-murid segan dan patuh kepada

beliau. Setiap hari ia berangkat ke sekolah dan tiba sebelum pelajaran dimulai.

Semua pekerjaan di sekolah dilakukan dengan gesit, lincah dan cepat. Setelah

lonceng berbunyi, dengan memakai pakaian berupa kain panjang dan kemben,

kebaya Sunda, selendang dan sandal selop, beliau segera beraktifitas. Setelah

murid-murid masuk ke kelas, ia berkeliling kelas untuk memonitor seluruh proses

belajar mengajar di Sakola Kautamaan Istri.

Kebijaksanaannya dapat terlihat dari kesehariannya yang tidak pernah

menghukum murid-murid ketika ada yang melakukan kesalahan, paling-paling

beliau memberi wejangan-wejangan di depan kelas. Jika beliau marah pada

seorang murid, beliau tidak memarahi murid yang bersangkutan, tetapi beliau

memarahi semua murid dengan wejangan-wejangan sampai murid-murid tidak

tahu kepada siapa sebenarnya beliau marah. Tetapi apabila beliau betul-betul

marah kepada salah satu murid yang melakukan pekerjaan yang salah, maka

beliau memanggil murid itu ke kantor dan disanalah murid itu diberi banyak

wejangan, dan murid itu harus berjanji untuk tidak mengulang lagi kesalahannya

itu. Apabila ia sedang memberi wejangan kepada murid-muridnya, baik di depan

kelas maupun di kantor, tangan kiri beliau selalu ke belakang dan tangan kanan di

depan, serta telunjuk tangan kanannya selalu menunjuk ke atas. 163

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa Raden Dewi Sartika tidak

pernah menghukum murid-murid dengan memukul atau perbuatan fisik lainnya,

162 Yan Daryono, R. Dewi Sartika, ..., h. 124 163 Yan Daryono, R. Dewi Sartika, ..., h. 125

73

Page 85: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah

bahkan memarahi dengan nada keras pun tidak pernah, yang ia berikan adalah

memberikan wejangan-wejangan atau nasehat-nasehat yang selalu mengingatkan

kepada murid-muridnya untuk menjadi seorang calon ibu yang baik bagi

keluarganya serta agar memiliki akhlak yang mulia dalam pergaulan dengan

masyarakat luas. Tidak seperti yang terjadi dalam dunia pendidikan pada beberapa

tahun terakhir ini, yang banyak melakukan cara kekerasan fisik ketika ada murid

yang melakukan kesalahan.

Dalam kesehariannya di sekolah, Raden Dewi Sartika sangat peduli dan

perhatian kepada murid-murid di Sakola Kautamaan Istri, hal itu terlihat dengan

seringnya ia datang ke kelas-kelas untuk memeriksa murid yang hadir dan

memberikan wejangan kepada murid-murid. Bahkan, setelah jam istirahat pun

beliau selalu kembali datang ke kelas-kelas, untuk memeriksa jika ada murid yang

datang telat ke kelas setelah jam istirahat.

Keadaan proses belajar mengajar yang diuraikan di atas, menurut hemat

penulis, untuk zaman sekarang belum tentu ada seorang kepala sekolah yang

melakukan hal serupa dengan apa yang telah Raden Dewi Sartika lakukan di

Sakola Kautamaan Istri.

Dalam penyampaian materi pelajaran, setiap harinya setelah materi

dalam proses belajar mengajar diberikan, biasanya para siswi langsung

mempraktekkannya di ruangan praktek yang berada di sebelah kelas.164

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, proses belajar mengajar di

Sakola Kautamaan Istri, antara guru dan murid tidak dapat dipisahkan satu sama

lain. Karena disamping guru mengajar, juga murid belajar dan dipraktekkan

secara langsung sehingga anak lebih aktif dan kreatif. Oleh karena itu, hasilnya

pun murid-murid memiliki berbagai wawasan intelektual yang luas, serta

keterampilan-keterampilan yang mendorong perkembangan potensi anak didik

sehingga dapat bermanfaat untuk kehidupannya di masa yang akan datang, baik

dalam lingkungan keluarga maupun masyarakat luas.

164 Yan Daryono, R. Dewi Sartika, ..., h. 125

74

Page 86: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah

5. Metode Pembelajaran

Metode merupakan salah satu komponen yang menempati peranan yang

tidak kalah penting dengan komponen lainnya dalam proses pembelajaran.

Metode merupakan salah satu cara yang digunakan oleh seorang guru dalam

proses belajar mengajar di sekolah. Dalam proses ini, seorang guru dituntut untuk

menggunakan lebih dari satu metode pembelajaran, jika hanya menggunakan satu

metode saja dalam menyampaikan materi pelajaran kepada murid-muridnya, pada

umumnya, akan cenderung menghasilkan kegiatan belajar mengajar yang

membosankan, sehingga anak didik terlihat kurang bergairah karena merasa jenuh

dan malas dengan proses belajar mengajar, dan akhirnya tujuan pendidikan pun

tidak tercapai. Oleh karena itu, agar tujuan pendidikan dapat tercapai dengan baik,

maka seorang guru harus mampu mengembangkan metode pembelajaran yang

aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan.

Berikut ini merupakan metode pembelajaran yang diberikan di Sakola

Kautamaan Istri:

Tabel 3.

Metode Pembelajaran yang Digunakan pada Materi Pelajaran Sakola

Kautamaan Istri165

NO MATERI KATEGORI

1 Berhitung Ceramah dan tanya jawab

2 Menulis Ceramah dan praktek

3 Membaca Ceramah dan praktek

4 Bahasa Belanda Ceramah dan praktek

5 Bahasa Melayu Ceramah dan praktek

6 Budi Pekerti/Akhlak Ceramah, diskusi, tanya jawab dan praktek

7 Agama Ceramah, diskusi, tanya jawab dan praktek

165Lihat Yan Daryono, R. Dewi Sartika, ..., h. 128, 130, 133-134

75

Page 87: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah

8 Membatik Ceramah dan praktek

9 Menjahit Ceramah dan praktek

10 Merenda Ceramah dan praktek

11 Menambal Ceramah dan praktek

12 Menyulam Ceramah dan praktek

13 Menisi Ceramah dan praktek

14 Menyongket Ceramah dan praktek

15 Memasak Ceramah dan praktek

16 Menyajikan Makanan Ceramah dan praktek

17 Memelihara Bayi Ceramah dan praktek

18 Mencuci Ceramah dan praktek

19 Menyetrika Ceramah dan praktek

20 Mengatur Rumah Ceramah dan praktek

21 Merawat Orang Sakit Ceramah dan praktek

22 Kesehatan (PPPK) Ceramah dan praktek

23 Olah raga Ceramah dan praktek

Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa metode-metode yang diterapkan

Raden Dewi Sartika kepada murid-muridnya di Sakola Kautamaan Istri,

seluruhnya selain menggunakan metode ceramah dalam upaya menyampaikan

materi pelajaran juga menggunakan metode praktek. Hal itu sengaja diberlakukan

dengan tujuan agar setiap murid senantiasa dapat berperan aktif dalam proses

belajar mengajar, dan agar dapat bermanfaat bagi mereka ketika terjun ke tengah-

tengah masyarakat luas.

76

Page 88: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah

Walaupun metode yang diberikan oleh Raden Dewi Sartika tidak

menggunakan metode-metode yang banyak sekarang ini, namun pada esensinya

penerapan metode yang diberikan oleh Raden Dewi Sartika sama dengan guru-

guru pada masa sekarang, yaitu untuk menjadikan anak memiliki ilmu

pengetahuan yang luas, serta aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan.

D. Konsep Pendidikan Perempuan menurut Raden Dewi Sartika

Pada pembahasan sebelumnya telah diuraikan bahwa Raden Dewi

Sartika merupakan tokoh perempuan Sunda yang memiliki cita-cita tinggi untuk

mengangkat harkat dan martabat kaum perempuan melalui pendidikan. Ia prihatin

ketika para perempuan banyak dilecehkan oleh kaum pria. Menurutnya, kaum

perempuan harus hidup sejajar dengan kaum pria, ia harus memiliki ilmu

pengetahuan dan keterampilan yang akan membawanya pada tarap hidup yang

lebih tinggi, dan jalan untuk mendapatkannya yaitu dengan pendidikan.

Namun yang terjadi pada lingkungannya, ada fakta yang kuat bahwa

Kaum Tua sangat berat untuk menyekolahkan putri-putri mereka. Mereka

khawatir dan takut untuk membiasakan anak setiap hari bergaul dengan ratusan

orang, apalagi selama bersekolah putri-putri mereka berada di luar pengawasan

orang tua. Orangtua pun tidak mempunyai kepastian bahwa anak mereka bersama

dengan teman-teman yang baik. Menurut pandangan mereka pendidikan sekolah

membangkitkan sikap bebas pada sang anak, yang dikhawatirkan anak mereka

akan lebih mudah tergoda untuk berbuat jahat. Selain itu juga Kaum Tua tidak

dapat rela melepaskan kebiasaan-kebiasaan lama, bahwa mereka sesungguhnya

tidak pernah bersekolah, tapi mereka mampu menjadi ibu rumah tangga yang

baik.166

Selain itu juga, terdapat beberapa pandangan masyarakat dalam hal

menyekolahkan anak perempuan, diantaranya sebagian besar orang berpendapat:

1. Anak perempuan itu tidak perlu sekolah, karena walaupun pintar tidak

akan memiliki kedudukan seperti laki-laki. Asal baik, bisa menanak nasi,

bisa membuat sambal, dan bisa memelihara rumah, sudah bisa untuk

166 Yan Daryono, R. Dewi Sartika,..., h. 93

77

Page 89: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah

mengabdi kepada suaminya. Dan kalau ingin bisa menulis, minta diajar

kepada suaminya.

2. Percuma anak perempuan disekolahkan, karena kalau sudah pandai

menulis, suka digunakan membuat surat-surat cinta yang mendorong

berbuat tidak baik. Oleh karena itu, lebih baik diam saja di rumah

membantu pekerjaan orangtua.

3. Menurut kaum santri, anak perempuan itu bukan disekolahkan,

melainkan agar mempelajari pengetahuan agama, belajar shalat,

mempelajari sifat 20 dan tasawuf, supaya baik hati dan ada sesuatu untuk

menahan nafsunya, karena wanita itu harus teguh benteng pertahanannya.

4. Perempuan itu tidak boleh terlihat oleh laki-laki, kecuali oleh suaminya

dan muhrimnya. Oleh karenanya wanita itu tidak baik disekolahkan167

.

Selain pemikiran orang tua yang terlalu kolot dalam pandangannya

tentang pendidikan, juga kebiasaan mengawinkan anak-anak di usia kanak-kanak

telah menjadi penyakit di masyarakat. Dalam masyarakat, ada kebiasaan buruk

untuk saling memperjodohkan anak-anak di usia yang masih kanak-kanak, bahkan

sebelum yang bersangkutan mempunyai sesuatu pengertian mengenai hal itu.

Walau perkawinan masih jauh, tetapi orangtua masing-masing sudah

menginginkan kepastian, karena khawatir bahwa akan timbul peristiwa yang dapat

menghalangi maksud itu.

Betapa seringnya terjadi bahwa kedua orang anak yang sama sekali tidak

saling mengenal dijodohkan, dan tidak diperhitungkan adanya dua tabiat yang

justru bertentangan satu sama lain. Menurut Raden Dewi Sartika, pemikiran para

orangtua untuk menikahkan anak-anak mereka dalam usia dini akan dapat diubah

dengan pendidikan. Dengan pendidikan, orangtua akan menyadari bahwa

perkawinan kanak-kanak itu adalah keliru. Selain orangtua, kaum perempuan

sendirilah yang harus menginsyafi bahwa suatu perkawinan harus dilaksanakan

sesuai dengan keinginan dari kedua belah pihak antara laki-laki dan perempuan

167 Yan Daryono, R. Dewi Sartika,..., h. 86

78

Page 90: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah

yang bersangkutan, bukan kepada sikap tunduk berserah pada perhitungan

orangtua mereka.168

Selain itu juga, menurut pandangan Raden Dewi Sartika, sebagian besar

orang berpendirian bahwa pendidikan untuk anak-anak perempuan dirasa tidak

perlu karena para orangtua belum mengetahui benar manfaatnya sekolah, mereka

menganggap di sekolah itu hanya diajarkan menulis, membaca dan berhitung.

Sebenarnya tidak hanya itu, karena masih banyak lagi mata pelajaran pokok yang

perlu bagi keutamaan hidup manusia, agar mereka memiliki pengetahuan dan

keterampilan untuk mencari jalan hidup ketika tidak ada yang memberi nafkah

untuk menjaga keselamatan, menghindari bahaya dan lain sebagainya.

Diantara pelajaran pokok yang diberikan kepada anak-anak yaitu169

:

1. Kebersihan: Yaitu agar badan, pakaian, alat-alat sekolah, tempat

duduknya harus bersih dan berhati-hati dalam memilih makanan.

2. Tatakrama: Yaitu segala tindak-tanduknya sopan, bisa bekerjasama atau

menyesuaikan diri dengan orang lain, bersikap sesuai dengan orang yang

dihadapi seperti kepada pembesar, kepada yang setahap, dan kepada

orangtua serta berpakaian rapih dan wajar.

3. Berbicara: Yaitu tepat menggunakannya, tidak tertukar antara berbicara

dengan pembesar dan dengan rakyat biasa, fasih berbicara, jelas

ucapannya dan tidak cabul atau tidak sopan.

4. Disiplin dalam pemakaian waktu: Seperti waktu untuk belajar jangan

digunakan untuk bermain atau sebaliknya, begitu pun mandi, makan,

tidur harus pada waktunya dan harus tetap.

5. Taat: Yakni sungguh-sungguh dalam melaksanakan perintah guru,

perintah orangtua dengan benar, belajar, bekerja rajin, sampai selesai

dengan cepat, benar dan tidak berbohong.

6. Gembira: Yaitu mencari kegembiraan hati dengan menyanyi, main

musik, bercerita, menonton lukisan, bermain dengan teman, membuat

kerajinan.

168 Maria Ulfah Subadio dan T.O. Ihromi, Peranan dan Kedudukan Wanita Indonesia,

(Yogyakarta: Gajah Mada University, 1986), h. 118 169 Yan Daryono, R. Dewi Sartika,..., h. 87-88

79

Page 91: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah

7. Baik hati, hati suci: Seperti bersahabat dengan kawan sekolah, tidak

pernah bertengkar, sayang kepada teman-teman, tidak sombong, suka

menolong, sabar, tidak suka terburu-buru, tidak suka mengejek, tidak

ingin dipuji, tidak iri.

8. Hemat: Seperti belajar mengumpulkan uang (menabung) supaya

mengerti nilai uang, agar kelak senang menyisakan rizki yang diperoleh,

bisa cukup dengan rizki kecil dan bersisa bila rizkinya besar.

9. Berpikir atau memilih: Yaitu membukakan pikiran agar kelak dapat

berpikir baik, dapat memilih mana yang menyenangkan dan mana yang

tidak menyenangkan.

Oleh karena itu, menurut Raden Dewi Sartika anak yang rajin sekolahnya

sampai tamat, baik anak perempuan maupun laki-laki dapat diharapkan akan

menjadi orang yang baik seperti menurut ungkapan sehat, baik, cekatan dan benar.

Menurut Raden Dewi Sartika perkembangan anak didik berdasarkan pula

atas pergaulannya dan pendidikannya. Misalnya jika ia bergaul dengan priyayi

tentu akan dapat bertatakrama seperti priyayi dan dapat pula menjadi priyayi.

Tetapi sebaliknya, walaupun putera priyayi, tapi jika tidak dididik dan tidak

disekolahkan, maka tidak akan dapat menjadi priyayi. Akhirnya hilang tabiat

kepriyayiannya dan muncul tabiat buruk dan jelek pula kelakukannya serta

membawa akibat buruk kepada lingkungannya, karena hal itu akan ditiru oleh

rakyat kecil. Karena tabiatnya tidak dipelihara atau dimanja sejak kecil, segala

kehendaknya dituruti, sesudah besar sulit dididiknya.

Menurutnya, akan jauh lebih baik jika mereka berasal dari keturunan

baik, ditambah dengan pemeliharaannya baik, maka kebaikannya akan berlipat

ganda. Jika anak itu dijaga, diperhatikan, dan dididik, maka penglihatan dan

pilihannya tentu akan berbeda dengan anak yang tidak baik penjagaan atau

pendidikannya. Sebaliknya jika anak kurang baik pemeliharaannya, tentu

badannya lemah dan sering kena penyakit. Sesudah besar tabiatnya jelek dan

bodoh atau lemah pikirannya, mudah melakukan kejelekan, mudah tergoda,

mudah tertipu, nafsunya besar tak tertahan oleh akal sehatnya sebab sudah lemah

sejak kecil. Dan ingatan yang terang benderang atau hati yang terbuka terdapat

80

Page 92: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah

pada badan yang sehat. Begitu pula anak-anak Sunda yang baik mendidiknya, bisa

pula menyamai orang Eropa.170

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pemikiran Raden Dewi

Sartika sejalan dengan aliran konvergensi yang dicetuskan oleh William Stern,

yang berpandangan bahwa perkembangan seseorang tergantung pada pembawaan

dan lingkungannya. Dalam hal ini, keturunan yang baik merupakan pembawaan

dari lahir, sedangkan pemeliharaan yang baik berasal dari lingkungan atau

pendidikan yang diperoleh anak didik. Oleh karena itu, pembawaan anak dari

sejak lahir tidak akan memiliki pengaruh apa-apa terhadap perkembangan anak

didik jika tidak dibarengi dengan pendidikan yang ia dapatkan.

Begitu pula pandangan Raden Dewi Sartika, mengenai mutu pendidikan

bahwa jika anak-anak dididik dengan baik maka mereka akan bisa pula menyamai

orang Eropa. Kata-kata tersebut sarat dengan idealisme. Walaupun pada saat itu

masih tahun 1911. Namun, dapat menggambarkan begitu idealisnya seorang

Raden Dewi Sartika dalam menyongsong masa depan. Karena jika kita sebagai

orang Indonesia pada umumnya, mendapatkan pendidikan yang baik, maka akan

menyamai orang Eropa mencapai keberhasilan dalam kehidupan melalui ilmu

pengetahuan yang luas yang diperoleh dari hasil belajar sehingga orang Indonesia

tidak diinjak-injak kehormatannya, bahkan akan disegani dan dihormati. Karena

hanya ilmu pengetahuanlah yang akan mengangkat harkat dan martabat

perempuan, bukan keturunan ataupun harta pusaka.

Begitu pula, pandangan Raden Dewi Sartika mengenai kemajuan

bangsanya bahwa agar suatu bangsa bertambah maju, maka kaum perempuannya

harus maju pula, pintar seperti kaum laki-laki, sebab kaum perempuan itu akan

menjadi ibu.171

Seorang ibulah yang paling dahulu mengajarkan pengetahuan

kepada anak-anak mereka, laki-laki maupun perempuan, karena didikan yang

pertamalah yang memberikan pengaruh yang besar bagi kehidupan seseorang.

Jadi kaum perempuan bangsa pribumi itu pertama-tama harus tahu tentang segala

macam urusan perempuan. Disini dapat diketahui bahwa Raden Dewi Sartika

170

Yan Daryono, R. Dewi Sartika,..., h. 89 171 Yan Daryono, R. Dewi Sartika,..., h. 90

81

Page 93: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah

mempertautkan masalah martabat perempuan dan kemajuan bangsa, karena

menurutnya mendidik perempuan adalah mendidik ibu bangsa.

Pandangan tersebut mengandung makna bahwa suatu bangsa tidak akan

mencapai suatu peradaban tinggi jika kaum perempuannya tidak maju, dan agar

perempuan maju maka ia harus disekolahkan, karena dengan bersekolah mereka

akan mendapatkan berbagai ilmu pengetahuan dan keterampilan yang nantinya

akan memajukan bangsa. Apalagi Raden Dewi Sartika hidup pada masa

penjajahan. Maka agar bangsa Indonesia bebas dari penjajahan, kaum

perempuannya harus maju dan berpengetahuan luas, sehingga rakyat tidak dapat

dibodohi oleh penjajah. Terbukti, setelah banyak tokoh-tokoh pergerakan

perempuan Indonesia, maka Indonesia dapat bebas dari penjajahan.

Selain itu, dengan prinsip Nu bisa hirup dapat ditelusuri konsep

pendidikan menurut Raden Dewi Sartika bahwa sejak semula, Raden Dewi

Sartika tidak setuju dengan pandangan orang-orang tradisional tentang pendidikan

kaum perempuan pada masa itu, yang membuat kaum perempuan tidak berdaya

yang nasibnya tergantung kepada pria. Oleh karena itu, dengan prinsip Nu bisa

hirup, kaum perempuan akan dapat menjalankan kehidupannya dengan sebaik

mungkin, dan dapat berdiri di atas kaki sendiri, cakap, dan terampil dalam

menyongsong kehidupan yang akan datang.

Dengan demikian, menurut Raden Dewi Sartika, kaum perempuan harus

hidup terhormat sejajar dengan laki-laki dan harus menggapai kemajuan dalam

segala bidang kehidupan tanpa melupakan kodratnya sebagai seorang perempuan,

agar senantiasa menjadi ibu yang binangkit, ibu teladan yang penuh kesabaran,

ramah, riang, baik di lingkungan keluarga maupun di lingkungan masyarakat.

Oleh karena itu, perempuan harus mendapatkan pendidikan dan keterampilan

untuk bisa hidup. Karena dengan bekal keterampilan yang dimiliki, ia akan hidup

mandiri tanpa harus bergantung kepada orang lain.

Cita-cita Raden Dewi Sartika yang berjangkauan luas ke depan itu benar-

benar diperjuangkan olehnya dengan mendirikan Sakola Kautamaan Istri sebagai

media untuk mewujudkan visi dan gagasan-gagasan revolusionernya. Di sinilah

82

Page 94: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah

letak kemampuannya dalam menurunkan ide dan gagasannya secara langsung ke

wilayah praktis-realistis.

Dengan sekolah yang didirikannya itu, Raden Dewi Sartika memiliki

keyakinan kuat bahwa ia akan dapat mengangkat harkat dan martabat kaum

perempuan. Dengan bersekolah kaum perempuan akan lebih pandai karena

sekolah adalah sarana untuk mendidik manusia sehingga jati dirinya dapat

dikenali oleh dirinya sendiri. Selain mendapatkan berbagai ilmu pengetahuan,

para siswi pun langsung mempraktekkan pengetahuan yang mereka peroleh

sehingga mereka dapat dengan mudah mengamalkannya dalam kehidupan sehari-

hari. Oleh karena itu, Raden Dewi Sartika merasa yakin dapat mengubah keadaan

sosial budaya yang menganggap rendah kaum perempuan, karena dengan

pendidikan yang semakin baik, perilaku dan budi pekerti akan semakin baik

sehingga kehidupannya akan semakin maju.

Oleh karena itu, kurikulum pendidikan pada Sakola Kautamaan Istri,

dirancang dalam bentuk konsep pendidikan kaum perempuan. Hal ini dapat dilihat

dari keseluruhan mata pelajaran keterampilan perempuan lebih banyak diberikan

daripada materi pelajaran umum. Hal tersebut dimaksudkan untuk membuktikan

bahwa untuk melakukan aktivitas-aktivitas yang biasa dilakukan oleh kaum

perempuan dalam urusan rumah tangga, bukanlah sesuatu yang dianggap mudah.

Melainkan harus diberikan pengajaran khusus, serta dipraktekan secara langsung.

Selain itu juga, dengan didirikannya Sakola Kautamaan Istri memberikan

kesempatan yang luas kepada kaum perempuan untuk mengasah keterampilannya,

sehingga akan jauh lebih bermanfaat baik untuk dirinya sendiri sebagai istri untuk

melayani suami, juga sebagai ibu yang mendidik putra-putrinya supaya dapat

menjadi anak yang berbakti kepada orangtua dan bermanfaat bagi lingkungan di

sekelilingnya.

Pandangan Raden Dewi Sartika mengenai tujuan pendidikan yang

diterapkan di Sakola Kautamaan Istri, ialah bertujuan untuk mencetak anak didik

yang cageur, bageur, bener, pinter, dan wanter, serta harus berani kepada

83

Page 95: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah

kebenaran yang diyakininya, jangan mudah putus asa, dan harus melangkah lebih

jauh serta tidak mengeluh dalam setiap keadaan.172

Jika istilah cageur, bageur, bener, pinter, dan wanter dikaitkan pada masa

sekarang, maka akan terlihat tujuan pendidikan pada Sakola Kautamaan Istri

sangat relevan dengan pendidikan saat ini. Yakni istilah cageur yaitu sehat

jasmani dan rohani, merupakan aspek fisik anak, bageur yaitu berhati dan

berkelakuan baik, bener yaitu memegang teguh kebenaran, wanter yaitu pandai

bergaul, ketiga istilah tersebut merupakan ranah emosional/afektif, dan pinter

yakni pintar, pandai atau cakap merupakan ranah kognitif/intelektual. Sedangkan

ranah prikomotor terdapat pada pelajaran keterampilan perempuan yang diberikan

di Sakola Kautamamaan Istri.

Dari tujuan pendidikan yang dikemukakan Raden Dewi Sartika di atas,

dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek yang harus dicapai oleh anak didik pada

Sakola Kautamaan Istri, sama dengan aspek-aspek yang harus ada pada anak didik

pada masa sekarang, yaitu aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Walaupun

Raden Dewi Sartika mendirikan sekolahnya pada tahun 1904, namun

pemikirannya sejalan dengan masa sekarang. Dengan demikian, Raden Dewi

Sartika merupakan seorang pemikir dan aktifis yang mempunyai integritas

kepribadian yang tinggi, dan naluri yang tajam terhadap strategi dan

keseimbangan di dalam totalitas aksi, reaksi, dan kontemplasi.

Raden Dewi Sartika bereaksi ketika merasakan keterbatasan eksistensi

sebagai seorang perempuan karena ikatan tradisi masyarakat yang berlaku pada

saat itu, kemudian ia berkontemplasi dengan membaca buku-buku sehingga daya

cerna pikirannya mulai bekerja. Ia berpendapat bahwa kaum perempuan harus

bisa mandiri dan tidak bergantung kepada kaum pria dalam mencari nafkah. Oleh

karena itu mereka harus bersekolah, karena di sekolah mereka akan diberi ilmu

pengetahuan yang luas, diajari keterampilan-keterampilan, bahasa asing sebagai

jendela untuk melihat dunia luas, dan budi pekerti yang tepat untuk memperkuat

ekspresi diri. Begitu ia bisa merumuskan reaksinya di dalam kontemplasi, segera

172 Yan Daryono, R. Dewi Sartika,..., h. 130

84

Page 96: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah

ia memulai aksinya dengan cara mengajari sanak keluarganya yang perempuan

dengan keterampilan dan ilmu pengetahuan.

Betapa besar kemampuan yang ia miliki pada saat ia memulai aksinya.

Gadis remaja yang berumur 18 tahun, putri seorang musuh pemerintah yang wafat

dipembuangan, menghadapi tradisi pelecehan terhadap hak asasi perempuan yang

masih berlaku pada saat itu, fasilitas dan dana yang serba kurang, juga tidak

memiliki ijazah guru, serta harus menghadapi kaum menak atau bangsawan.

Namun Raden Dewi Sartika sanggup menghadapinya, dan akhirnya ia sanggup

menjelma menjadi sosok unggul yang harus diperhitungkan oleh segenap lapisan

masyarakat.

Dari konsepnya tentang pendidikan kaum perempuan, terlihat jelas

membuktikan bahwa Raden Dewi Sartika memiliki kepekaan yang sangat tajam

terhadap masalah sosial, padahal ia lahir pada masa kolonial. Namun ternyata,

daya pikirnya tajam, yang menunjukkan tingkat kecerdasannya yang tinggi, Raden

Dewi Sartika mampu melahirkan pemikiran dan gagasan inovatif bagi bangsanya

di masa itu. Jarang pemikir sekaligus aktifis yang memiliki kelebihan yang dapat

melakukan sesuatu di masyarakat dan untuk masyarakat dengan tujuan untuk

memperbaiki dan memajukan masyarakat, terutama kaum perempuan.

Gagasan-gagasannya untuk memajukan kaum perempuan dengan

memberikan kaum perempuan hak pendidikan seperti layaknya kaum laki-laki

sesuai dengana hadis Rasulullah SAW:

طلب العلم فريضة على كل مسلم

“Menuntut ilmu adalah kewajiban setiap muslim”.(HR.ath-Thabarani melalui

Ibnu Mas’ud ra).

Dari hadis di atas dapat disimpulkan bahwa menuntut ilmu bukan hanya

untuk kaum laki-laki saja, melainkan untuk kaum laki-laki dan perempuan.

Bahkan pada masa Nabi Muhammad SAW perempuan memohon kepada

Nabi SAW agar diberi waktu tertentu untuk belajar langsung kepada beliau, dan

permohonan mereka beliau kabulkan.

85

Page 97: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah

Firman Allah SWT QS. Ali Imran: 195

Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman):

"Sesungguhnya aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari

sebagian yang lain.

Demikianlah, sikap dan pandangan Raden Dewi Sartika menunjukkan

pribadi yang mandiri dan kokoh. Dengan berbekal pendidikan yang sederhana tapi

disertai kepekaan terhadap lingkungan kehidupan, Raden Dewi Sartika mampu

mendirikan sekolah dengan corak baru dan menggagas konsep pendidikannya,

menginginkan kaum perempuan harus mencapai kemajuan dalam segala bidang

tanpa melupakan kodratnya sebagai perempuan, agar senantiasa menjadi istri dan

ibu teladan baik di lingkungan keluarga maupun di lingkungan masyarakat. Untuk

mencapai tujuan tersebut, Raden Dewi Sartika telah mengorbankan segalanya

baik pirkiran, tenaga maupun harta.

86

Page 98: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari uraian tentang konsep pendidikan perempuan menurut Raden Dewi

Sartika, dapat disimpulkan bahwa Raden Dewi Sartika adalah sosok pahlawan

Indonesia yang berjuang untuk memajukan derajat perempuan melalui

pendidikan. Walaupun Raden Dewi Sartika tidak memiliki ijazah namun ia

mampu menjadi guru bangsa. Ia memiliki naluri seorang pemikir dan aktifis yang

dengan tegas mendobrak kebiasaan lama menjadi sesuatu yang baru dengan

bermodalkan tekad yang kuat, keberanian, tanggung jawab, keteguhan, serta

pemikiran yang cemerlang dalam membuat suatu konsep luar biasa, yang belum

tentu ada orang pada masa sekarang mampu membuatnya.

Konsep pendidikan yang Raden Dewi Sartika kemukakan pada tahun

1904, menurut hemat penulis, sangat relevan dengan keadaan pendidikan pada

masa sekarang. Diantaranya, prinsip Nu Bisa Hirup yang mengimplikasikan

bahwa kemampuan kaum perempuan dapat disejajarkan dengan kaum laki-laki.

Selain itu juga, pandangan Raden Dewi Sartika sejalan dengan aliran konvergensi

yang dicetuskan oleh William Stern, yang berpandangan bahwa perkembangan

seseorang tergantung pada pembawaan dan lingkungannya.

87

Page 99: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah

Yang menarik ialah pandangan Raden Dewi Sartika mengenai mutu

pendidikan bahwa jika anak dididik dengan baik maka akan bisa menyamai orang

Eropa. Kalimat itu, walaupun diucapkan pada tahun 1911. Namun, kita bisa

melihat dari kalimat tersebut bahwa Raden Dewi Sartika adalah seorang pelopor

zaman itu, yang mengucapkan kalimat yang sarat dengan idealisme.

Gagasan Raden Dewi Sartika yang sangat relevan lainnya adalah

mengenai konsep tujuan pendidikan di Sakola Kautamaan Istri, yaitu istilah

cageur, bageur, bener, pinter, dan wanter yang semua itu mencakup seluruh

aspek baik itu kognitif, afektif, dan psikomotor. Ketiga aspek itu, merupakan

aspek yang harus dimiliki oleh peserta didik pada masa sekarang.

Dari gagasan-gagasannya itu, dapat diketahui bahwa Raden Dewi

Sartika adalah seorang pemikir dan aktifis yang berpandangan jauh ke depan,

untuk kemajuan bangsanya terutama kaum perempuan.

B. Saran

Dengan dilakukannya penulisan ini, penulis memiliki harapan agar

sekiranya masyarakat Indonesia dapat lebih jauh mengenal sosok Pahlawan

Nasional asal Bandung yang concern pada bidang pendidikan kaum perempuan.

Tidak hanya dikenal untuk orang Sunda saja, tapi untuk semua masyarakat

Indonesia pada umumnya. Selain itu, untuk civitas akademika, penulis berharap

agar dapat melanjutkan dan mengembangkan gagasan serta cita-cita Raden Dewi

Sartika, untuk berperan yang signifikan terhadap perkembangan bagi kaum

perempuan melalui pendidikan.

Bagi mahasiswa, agar dapat mengetahui gagasan-gagasan pendidikan

Raden Dewi Sartika dalam memajukan bangsa serta meneladani kegigihan dan

semangat tanpa lelah dalam memperjuangkan hak bangsa untuk mengenyam

pendidikan. Karena kebahagiaan dan kesejahteraan hidup yang berhasil sekarang

nikmati adalah hasil perjuangan dan jerih payah pahlawan bangsa, diantaranya

Raden Dewi Sartika. Yang pada akhirnya, diharapakan agar mahasiswa menjadi

generasi penerus untuk memajukan pendidikan di Indonesia.

88

Page 100: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Zainal Abidin. Memperkembang dan mempertahankan Pendidikan Islam

di Indonesia. Jakarta: Bulan Bintang. 1976.

Al-Hibri, Azizah dkk. Wanita dalam Masyarakat Indonesia. Yogyakarta: Sunan

Kalijaga Press.

Al-Rasyidin dan Samsul Nizar. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Ciputat Press.

2005.Arbaningsih, Dri. Kartini dari Sisi Lain Melacak Pemikiran Kartini

tentang Emansipasi “Bangsa”. Jakarta: Kompas. 2005.

Arifin, M. Ilmu Pendidikan Islam, Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan

Pendekatan Interdisipliner. Jakarta: PT. Bumi Aksara. 2006.

_______, Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bina Aksara. 1987.

Artmanda W, Frista. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Jombang: Lintas Media

Azra, Azyumardi. Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju

Milenium Baru. Jakarta: Logos Wacana Ilmu. 2002.

Nizar, Samsul. Memperbincangkan Dinamika Intelektual dan Pemikiran HAMKA

tentang Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana. 2008.

Chabaud, Jacqueline. Mendidik dan Memajukan Wanita. Jakarta: Gunung Agung,

1984.

Cora Vreede-De, Steurs. The Indonesian Women: Struggles And Achivement.

1960. Mouton&Co, s’Gravenhage, Terj. Elvira Rosa dkk. Sejarah

Perempuan Indonesia Gerakan dan Pencapaian. Jakarta: Komunitas

Bambu. 2008.

Daradjat, Zakiah. Kepribadian Guru. Jakarta: Bulan Bintang. 1982.

Daryono, Yan. R. Dewi Sartika. Jakarta: Yayasan Awika&PT. Grafitri Budi

Utami. 1996.

Ekajati, Edi S. dkk. Sejarah Pendidikan Daerah Jawa Barat. Jakarta: Pialamas.

1998.

F, Meidiana. Dewi Sartika. Jakarta:Bee Media Indonesia. 2010.

Page 101: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah

Hamalik, Oemar. Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya. 2007.

HAMKA. Lembaga Hidup. Jakarta: Djajamurni. 1962.

________, Tafsir al-Azhar. Jakarta: Pustaka Panjimas. 1998.

________, Lembaga Budi. Jakarta: Pustaka Panjimas. 1983.

Ibrahim, Abdul Mun’im. Mendidik Anak Perempuan. Jakarta: Gema Insani. 2005.

Kosoh, dkk. Sejarah Daerah Jawa Barat. Jakarta: Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan Direktorat Sejarah dan

Nilai Tradisional Proyek Investarisasi dan Dokumentasi Sejarah

Nasional. 1994.

Ladjid, Hafni. Pengembangan Kurikulum menuju Kurikulum Berbasis

Kompetensi. Jakarta: Quantum Teaching. 2005.

Lubis, Nina Herlina. Kehidupan Kaum Menak Priangan 1800-1942. Bandung:

Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan Lembaga Penelitian

Universitas Padjajaran. 2006.

Mahmud, Dato Paduka Haji bin Haji Bakyr. Kamus Bahasa Melayu Nusantara.

Brunei Darussalam: Dewan Bahasa dan Pustaka Brunei. 2003.

Marimba, Ahmad D. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: Al-Ma’arif,

1989.

Murata, Sachiko The Tao of Islam. Bandung: Mizan, 1999. Terj. Rahmani Astuti

dan S Nasrullah.

Nizar, Samsul. Sejarah dan Pergolakan Pemikiran Pendidikan Islam. Ciputat.

Quantum Teaching. 2005.

Noer, Deliar. Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942. Jakarta: LP3ES.

1982.

Panitia Peringatan Hari Lahir Ibu Rd.Dewi Sartika, Riwayat Hidup dan

Perjuangannya 1884-1947. Bandung,: Konsolidasi Partisipasi Masyarakat

Meneruskan Perjuangan Rd. Dewi Sartika.

Purwanto, Ngalim. Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis. Bandung: PT.Remaja

Rosdakarya. 2007.

Page 102: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah

Sanjaya, Wina. Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis

Kompetensi. Jakarta: Kencana. 2008.

Sastroatmodjo, Suryanto. Tragedi Kartini. Yogyakarta: Narasi. 2005Syah,

Muhibbin. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT.

Remaja Rosdakarya. 2008.

Shihab, M.Quraish. Perempuan. Jakarta: Lentera Hati. 2005.

Struggles And Achivement, 1960, Mouton&Co, s’Gravenhage, diterjemahkan

oleh Elvira Rosa dkk, Sejarah Perempuan Indonesia Gerakan dan

Pencapaian. Depok: Komunitas Bambu. 2008.

Surakhmad, Winarno. Pengantar Penelitian Ilmiah; Dasar, Metode dan Teknik.

Bandung: tarsito. 1998.

Suryochondro, Sukanti. Potret Pergerakan Wanita di Indonesia. Jakarta: Rajawali.

1984.

Tafsir, Ahmad. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya. 2007.

Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah. Ensiklopedi Islam Indonesia. Jakarta:

Djambatan. 1992.

UU RI No. 20 tahun 2003 dan UU RI No. 14 tahun 2005. Jakarta: Transmedia

Pustaka. 2008.

Yamin, Martinis. Profesionalisasi Guru & Implementasi Kurikulum Berbasis

Kompetensi. Ciputat: Gaung Persada Press. 2006.

Page 103: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Page 104: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah
Page 105: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah
Page 106: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah
Page 107: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah
Page 108: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah
Page 109: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah
Page 110: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah
Page 111: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah
Page 112: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah
Page 113: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah
Page 114: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah
Page 115: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah

Karangan-karangan Raden Dewi Sartika

Pada tahun ini (1911) telah tepat tujuh tahun lamanya penulis menjadi

guru di Sakola Kautamaan Istri. Pada mulanya penulis mengikuti kehendak

Kanjeng Tuan Inspektur Sekolah yang bernama Den Hammer, yang sekarang

telah pensiun dan telah kembali ke Negeri Belanda. Beliaulah yang untuk

pertama kali mendirikan sekolah bagi anak-anak wanita pribumi di Bandung.

Dan atas persetujuan dari Kanjeng Bupati Bandung Raden Adipati Aria

Martanegara.

Sekolah tersebut mulai dibuka pada tanggal 16 Januari 1904, muridnya

waktu itu ada 60 orang dan gurunya sebanyak 3 orang. Adapun tempatnya ialah

di Paseban Barat, depan Pendopo Kabupaten Bandung yang sekarang (1911)

ditempati oleh kantor Bank (Bandoengsche Afdelings Banks). Sedangkan

sekarang sekolah wanita itu telah mempunyai bangunan tersendiri dengan

muridnya sebanyak 210 orang dan gurunya 5 orang.

Sebelum menjadi guru, penulis telah senang mengajar anak-anak

perempuan, terutama dari kalangan keluarga sendiri, yaitu mengajarkan

merenda, menyulam, merancang pakaian dan tata krama. Ketika dipanggil oleh

Kanjeng Tuan Inspektur bahwa akan diangkat menjadi guru sekolah, penulis

sangat gembira. Menurut peribahasanya; pucuk dicita ulam tiba. Tambahan hal

itu mendapat persetujuan dari orang tua.

Mengapa akan diangkat menjadi guru itu gembira? Padahal semuanya

tahu bahwa penulis tak punya kecakapan, sempit budi, dan tak tahu apa-apa.

Adapun alasan sebabnya penulis gembira begini:

1. Kesenangan penulis mengajar anak-anak menjadi berlanjut, dan anak-

anak bertambah teguh hatinya sebab diperkuat oleh perintah pembesar

negara.

2. Menjadi guru itu, walaupun wanita bukan kelakuan hina dan tidak

melanggar hukum agama. Yang dimaksud agar kaum wanita orang

Sunda bisa maju, meniru orang Eropa, mudah-mudahan bangsa kita

tidak terlalu direndahkan oleh bangsa lain.

Page 116: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah

3. Punya pekerjaan tetap. Sebab wanita yang menganggur suka murung,

akibatnya pun macam-macam. Dalam hal ini semuanya sudah

mengetahui atau merasakan.

4. Martabat guru dianggap paling tinggi kedudukannya oleh bujangga;

bukankah ada ungkapan leluhur yang mengatakan bahwa yang harus

ditaati ada tiga macam yaitu guru, pemerintah dan orang tua. Dan lagi

prakteknya guru itu suka mengajarkan ilmu pengetahuan, menunjukkan

kebaikan. Barangkali menurut peribahasa Belanda: Jika suka mencuci

tangan kiri, tangan kanan pun ikut bersih.

5. Dan yang menjadi guru itu biasanya luas pandangannya; tiap hari

pengetahuannya bertambah, karena terpaksa menjadi pembimbing anak-

anak dan suka ditanya oleh murid-murid.

6. Ilmu pengetahuan dan pandangan itulah yang akan selalu dijadikan

pegangan oleh manusia selama hidupnya, laksana obor menerangi jalan

gelap.

Dalam usia 3-4 tahun menjadi guru, penulis tak henti-hentinya

digunjingkan orang sehingga telinga terasa merah sekali akibat cemoohan orang

yang mengatakan macam-macam. Misalnya merendahkan martabat orangtua

seperti tidak diberi makan atau tidak diurus saja. Tak pantas wanita bangsa kita

menjadi guru di sekolah, sebab tidak ada contoh dari dulu. Yang ada hanya guru

ngaji dan lain-lain. Mereka berpendapat demikian, karena baik priyayi mau pun

rakyat kurang mengetahui keadaan masa silam. Mereka tidak ingat akan

ungkapan yang mengatakan; dulu-dulu, sekarang-sekarang.

Tetapi penulis tidak ragu dan tidak akan mundur setapak pun, sebab

memang demikianlah dalam hidup ini. Walau bagaimanapun baiknya, toh ada

saja yang sirik/dengki. Dalam masyarakat kita yang menimbulkan kedengkian itu

ada 3 macam yaitu harta benda, kebahagiaan, dan ketampanan/kecantikan.

Lebih-lebih setelah sering disebut-sebut istilah Kaum Muda, penulis merasa

bertambah teguh pendirian.

Apakah Kaum Muda itu dan bagaimana kehendaknya?

Page 117: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah

Adapun yang dinamakan Kaum Muda itu ialah bangsa kita, wanita dan

pria. Suku Sunda, Melayu, Bugis, Makasar dan lain-lain, yang bermaksud ingin

memuliakan dirinya dengan ilmu pengetahuan dan kemauannya. Istilah Kaum

Muda itu berasal dari seorang cendekiawan yaitu orang Melayu yang bernama

Abdul Rivai. Atas kepintarannya, keuletannya, dan tuntas dalam menuntut ilmu

sehingga bisa menjadi Dokter Militer di Cimahi (namun sekarang beliau sudah

pindah ke Bukit Tinggi). Kedudukan Abdul Rivai waktu itu tidak berbeda dengan

dokter-dokter Eropa.

Oleh karenanya penulis waktu ini makin teguh memegang pendapat

sendiri dan ikut serta ambil bagian sedapat-dapatnya dalam mengarungi zaman

kemajuan. Adapun yang dipikirkan oleh penulis siang dan malam dengan susah

payah sekalipun, tak lain hanyalah masalah sekolah wanita. Yang dimasalahkan

itu terutama begini:

1. Supaya para orangtua ingin menyekolahkan anak perempuan mereka

dan memahami fungsi dan manfaatnya bersekolah.

2. Anak-anaknya sendiri mau bersekolah dan mau mengikutinya sampai

tamat.

3. Pelajaran apa yang perlu diajarkan kepada anak-anak perempuan itu,

harus bisa apa mereka itu, dan sampai bagaimana demi bekal hidup

mereka kelak.

4. Memperhatikan tingkah laku wanita yang baik dan yang buruk untuk

dijadikan contoh bagi anak-anak.

5. Kemudian bertanya-tanya kepada orang tua, para cendekiawan, para

bujangga, bahkan kepad apara bupati, walaupun segan memberikan diri

juga menanyakan tentang apa yang menjadi kebutuhan kaum wanita

agar mereka tidak sampai hidup sengsara.

Adapun usaha yang dilaksanakan untuk mendidik anak-anak itu tidak

ada lagi kecuali dua macam, yaitu menasehati dan memberi contoh. Mudah-

mudahan ada berkatnya almarhum Tuan K.F.Holle yang memajukan rakyat

dalam bidang pertanian. Karena terus menerus dinasehati dan diberi contoh

akhirnya sekarang banyak petani yang kaya raya. Menurut ungakapan bahasa

Page 118: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah

Belanda: “Leeringen wekken, voorbeelden trekken” artinya nasehat itu

menumbuhkan niat, sedangkan contoh menimbulkan keinginan.

Tetapi nasehat dan contoh yang sedang dilaksanakan oleh penulis,

laksana perahu kecil yang sedang dinaiki oleh anak-anak perempuan (murid

penulis) akan berlayar ke negara kemajuan, mengarungi samudera besar yang

beromabk besar. Perjalanan itu belum tentu sampai ke tempat tujuannya, walau

nasib sial bisa jadi tenggelam!.

Hanya demikianlah barangkali sudah menjadi keberuntungan mereka.

Karena tiba-tiba datang kapal besar dan kokoh yang membimbing dan

menunjukkan jalan ke arah negara kemajuan. Coba apa yang dilambangkan

dengan kapal besar tersebut?

Adapun yang dilambangkan dengan kapal besar itu ialah bahwa

sekarang di Bandung berdiri sebuah organisasi yang diatur oleh Tuan Inspektur

Sekolah J.C.J. Van Bemmel maksudnya akan memajukan anak-anak perempuan.

Oleh karena itu organisasi tersebut dinamai Kautamaan Istri (Keutamaan

wanita) oleh Kanjeng Bupati Bandung.

Adapun berdirinya organisasi itu ialah pada tanggal 5 Nopember 1910.

Pada waktu itu penulis dipanggil oleh Tuan Residen W.F.L. Boissevain dan harus

menghadap di Karesidenan pada hari minggu jam 19.00 malam. Begitu juga

Tuan Residen mengundang tuan-tuan dan nyonya-nyonya yang sama-sama

menghendaki kemajuan wanita Sunda untuk menghadiri pertemuan tersebut.

Pimpinan pertemuan itu ialah Tuan Inspektur Sekolah, Kanjeng Bupati Bandung,

dan 3 orang Raden Ayu. Pada pertemuan itu ditetapkan pengurus organisasi

yaitu para nyonya dan para Raden Ayu saja, yang sama-sama ingin memajukan

kecerdasan anak perempuan orang Sunda.

Yang akan lebih dahulu diusahakan oleh organisasi tersebut ialah

membantu sekolah wanita di Bandung. Cara kerjanya begini:

1. Komisi memohon kepada pengurus agar organisasi Kautamaan Istri itu

diberi kekuatan yang kokoh (kekuatan hukum).

2. Komisi itu secara bergilir masing-masing 2 orang (seorang nyonya dan

seorang Raden Ayu) mengunjungi sekolah wanita untuk memeriksa apa

Page 119: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah

kekurangan sekolah itu, apa yang harus diajarkan dan apa yang kurang

baik.

3. Setelah semua anggota komisi mengunjungi sekolah, kemudian komisi

mengadakan pertemuan untuk membicarakan hasil pemeriksaan itu.

Adapun untuk biayanya, sementara diusahakan begini:

1. Kanjeng Tuan Inspektur membuat surat edaran yang dibagikan kepada

tuan-tuan dan nyonya-nyonya untuk memohon bantuan berupa uang

iuran setiap bulan atau bantua sekali saja.

2. Begitu pula Kanjeng Bupati Bandung membuat surat edaran kepada

priyayi-priyayi dan orangtua anak-anak sekolah wanita dengan maksud

seperti tersebut dalam nomor di atas.

3. Jika uang iuran itu tidak mencukupi, selanjutnya akan mengadakan

undian yang besar kecilnya dan caranya dipertibangkan oleh Kanjeng

Tuan Residen dan Kanjeng Tuan Inspektur.

4. Jika uang itu ada lebihnya, akan digunakan untuk mendirikan sekolah

wanita lagi seperti di Garut atau dimana saja yang dipandang perlu ada

sekolah wanita. Harapan komisi dapat dikatakan tercapai. Hasil daftar

iuran yang diedarkan cukup buat memajukan sekolah wanita di Bandung

dan mendirikan sekolah wanita di Garut.

Demikianlah cara yang ditempuh oleh Kanjeng Inspektur dengan

persetujuan Kanjeng Bupati dalam membantu anak-anak perempuan supaya maju

pengetahuan dan kecakapan mereka. Masalah ini tentu telah terpikirkan oleh

beliau bahwa yang harus maju itu bukan saja pria, wanita pun harus maju pula

supaya sama-sama menjadi satu barisan. Sebab mungkin telah mendengar juga

cerita seseorang pria yang pintar tapi istrinya tak tahu apa-apa, berakibat rumah

tangga mereka selamanya tidak bahagia.

Dan wanita dari hasil bersuami mempunyai anak. Mengurus dan

mendidik anak itu biasanya bagian ibunya. Semua orang mempunyai keinginan

yang sama yaitu punya anak yang sehat dan baik. Tapi bagaimana agar anaknya

begitu? Tak ada lagi kecuali ibunya harus mempunyai ilmu, banyak pengetahuan

dan kecakapan serta harus bersekolah. Semoga kehendak Kanjeng Tuan

Page 120: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah

Inspektur segera ada hasilnya. Jika diibaratkan tanaman, baik tumbuhnya, subur

daunnya, banyak dalamnya dan lebat buahnya.

Sekarang kembali lagi pada masalah, apakah perlu wanita itu

disekolahkan supaya pintar? Sebagian besar orang berpendapat begini:

5. “Ah, wanita itu tidak perlu sekolah, karena walaupun pintar tidak akan

memiliki kedudukan seperti laki-laki. Asal baik, bisa menanak nasi, bisa

membuat sambal, dan bisa memelihara rumah, sudah bisa untuk

mengabdi kepada suaminya. Katanya, kalau ingin bisa menulis, minta

diajar kepada suaminya.

6. Ada juga yang begini pandangannya: “Ah, percuma wanita

disekolahkan, sebab kalau sudah pandai menulis, suka digunakan

membuat surat-surat cinta yang mendorong berbuat tidak baik. Oleh

karena itu, lebih baik diam saja di rumah membantu pekerjaan orangtua.

7. Kalau kaum santri bukan begitu pandangannya, tapi begini: “His,

wanita itu bukan disekolahkan, melainkan agar mempelajari

pengetahuan agama, belajar shalat, mempelajari sifat 20 dan tasawuf,

supaya baik hati dan ada sesuatu untuk menahan nafsunya, karena

wanita itu harus teguh benteng pertahanannya.

8. Ada lagi pendapat golongan santri yang terdengar oleh Kanjeng Bupati

Bandung” Wanita itu tidak boleh terlihat oleh laki-laki, kecuali oleh

suaminya dan muhrimnya. Oleh karenanya wanita itu tidak baik

disekolahkan

Coba mana yang benar diantara berbagai pendapat tersebut.

Menurut hemat penulis, semuanya juga tidak salah sebab kehendaknya

sama, yaitu kalau-kalau anaknya tidak baik. Tetapi manusia itu, laki-laki ataupun

wanita, tidak cukup hanya baik saja, tetapi harus juga memiliki pengetahuan dan

kecakapan buat mencari jalan hidup pada waktu tak ada yang memberi nafkah

buat menjaga keselamatan, menghindari mara bahaya dan lain sebagainya.

Dan lagi jika anak perempuan tidak bersekolah, apakah sesudah

besarnya terjamin pasti baik? Ah jelek orang mengatakan: “Bukankah ada

ungkapan walau disimpan di dalam peti besi sekalipun, kalau akan jahat ya jahat

Page 121: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah

saja” Dan supaya sekolah memang masih baru, pada zaman dahulu belum ada

yang bersekolah. Apakah dahulu tidak pernah ada orang jahat?

Mengapa sebagian besar orang berpendirian demikian? Hal itu karena

mereka belum mengetahui benar gunanya sekolah, disangkanya di sekolah itu

hanya diajarkan menulis atau membaca dan berhitung. Selain dari pelajaran

pokok tersebut, banyak lagi mata pelajaran yang perlu bagi keutamaan hidup

manusia. Oleh Kanjeng Tuan Inspektur itu dinamakan “de bron van het leven”.

Jelasnya sekolah itu modal hidup, sebab selain pelajaran pokok, anak-anak itu

diberi pelajaran:

1. Kebersihan: Yaitu agar badan, pakaian, alat-alat sekolah, tempat

duduknya harus bersih dan berhati-hati dalam memilih makanan.

2. Tatakrama: Yaitu segala tindak-tanduknya sopan, bisa bekerjasama atau

menyesuaikan diri dengan orang lain, bersikap sesuai dengan orang

yang dihadapi seperti kepada pembesar, kepada yang setahap, dan

kepada orangtua serta berpakaian rapih dan wajar.

3. Berbicara: Yaitu tepat menggunakannya, tidak tertukar antara berbicara

dengan pembesar dan dengan rakyat biasa, fasih berbicara, jelas

ucapannya dan tidak cabul atau tidak sopan.

4. Disiplin dalam pemakaian waktu: Seperti waktu untuk belajar jangan

digunakan untuk bermain atau sebaliknya, begitu pun mandi, makan,

tidur harus pada waktunya dan harus tetap.

5. Taat: Yakni sungguh-sungguh dalam melaksanakan perintah guru,

perintah orangtua dengan benar, belajar, bekerja rajin, sampai selesai

dengan cepat, benar dan tidak berbohong.

6. Gembira: Yaitu mencari kegembiraan hati dengan menyanyi, main

musik, bercerita, menonton lukisan, bermain dengan teman, membuat

kerajinan.

7. Baik hati, hati suci: Seperti bersahabat dengan kawan sekolah, tidak

pernah bertengkar, sayang kepada teman-teman, tidak sombong, suka

menolong, sabar, tidak suka terburu-buru, tidak suka mengejek, tidak

ingin dipuji, tidak iri.

Page 122: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah

8. Hemat: Seperti belajar mengumpulkan uang (menabung) supaya

mengerti nilai uang, agar kelak senang menyisakan rizki yang diperoleh,

bisa cukup dengan rizki kecil dan bersisa bila rizkinya besar.

9. Berpikir atau memilih: Yaitu membukakan pikiran agar kelak dapat

berpikir baik, dapat memilih mana yang menyenangkan dan mana yang

tidak menyenangkan.

Sekarang di sekolah wanita Bandung ditambah 3 macam pelajaran

yaitu:

1. Keterampilan wanita: Seperti menyulam, menyongket, merenda,

memotong dan menjahit pakaian. Membuat kembang kertas,

menggambar dan sebagainya.

2. Rumah tangga: Seperti mengatur rumah, menyusun barang, mencuci

pakaian, membereskan dan menyetrika pakaian, mencuci dan

membersihkan perkakas rumah, mengatur halaman dan menyediakan

makanan.

3. Masak: Belajar memasak lauk-pauk dan jenis makanan lainnya untuk

bangsa kita.

Dimasa datang akan diajarkan membatik yaitu melukis kain, tutup

kepala, selendang dan lain sebagainya. Oleh karena itu anak yang rajin

sekolahnya sampai tamat, dapat diharapkan akan menjadi orang baik seperti

menurut ungkapan; sehat, baik, cekatan, dan benar. Baik wanita atau pria sama

saja.

Penulis sering menyaksikan anak-anak perempuan di Pasar Baru di

Bandung, keluaran sekolah wanita di Bandung, telah dapat menolong orangtua

mereka memegang pensil dan buku untuk mencatat barang-barang atau mencatat

yang membayar utang dan yang mengutang dagangan. Dan lagi telah banyak

diantara mereka yang berdagang kutang, rok, renda, saputangan dan lain

sebagainya.

Hal ini telah diketahui oleh para pembesar, serta beliau-beliau merasa

gembira melihat kemajuan rakyatnya. Dan jika semua orang pribumi (orangtua)

dimana-mana sudah mengerti akan maksudnya anak-anak perempuan

Page 123: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah

disekolahkan, seperti yang telah terjadi di Bandung, tentu rakyat kecil makin

bertambah maju.

Sekarang aka menceritakan pendapat dokter tentang anak. Adapun

usaha atau sarat agar anak itu sesudah besarnya menjadi orang baik ialah sejak

kecil harus sehat, yaitu tidak banyak penyakit di tubuhnya, tidak lemah panca

indranya, yakni tajam penglihatan, tajam penciumannya, tajam pendengarannya

cerdas dan terbuka hatinya.

Menurut Dokter Raden Saleh, penyakit itu ada dua macam:

1. Penyakit karena pembawaan: Sejak lahir penyakit itu sudah ada.

Penyakit ini disebut penyakit keturunan. Artinya penyakit itu sifat dan

tabeatnya keturunan dari orangtuanya.

2. Penyakit adat kebiasaan: Yaitu penyakit yang datang kemudian sesudah

lahir, seperti sakit kepala, sakit ulu hati, sakit perut dan lain-lain.

Sifat anak berdasarkan pula atas pergaulannya dan pendidikannya,

misalnya bergaul Misalnya bergaul dengan priyayi tentu akan dapat

bertatakrama seperti priyayi dan dapat pula menjadi priyayi. Tetapi sebaliknya,

walaupun putera priyayi, tapi jika tidak dididik, tidak disekolahkan, tidak akan

dapat menjadi priyayi. Akhirnya hilang tabiat kepriyayiannya dan muncul tabiat

buruk dan jelek pula kelakukannya serta membawa akibat buruk kepada

lingkungannya (semuanya), sebab hal itu akan ditiru oleh rakyat kecil. Karena

tabiatnya tidak dipelihara atau dimanja sejak kecil, segala kehendaknya dituruti,

sesudah besar sulit dididiknya. Bukankah ada peribahasa “Bambu itu hanya

dapat dilengkungkan tatkala masih muda, tapi kalau sudah tua daripada

lengkung mungkin potong”.

Kedua penyakitnya tersebut dapat dicegah, diobati oleh usaha, oleh

pemeliharaan yang baik. Lebih-lebih jika mereka berasal dari keturunan baik,

ditambah dengan pemeliharaannya baik, maka kebaikannya akan berlipat ganda.

Jika anak itu dijaga, diperhatikan, dan dididik, maka penglihatan dan pilihannya

tentu akan berbeda dengan anak yang tidak baik penjagaan atau pendidikannya.

Bukankah bunga ros merah pun kalau dipelihara baik, bunganya bisa menjadi

Page 124: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah

indah dan berwarna-warni. Begitu pula anak-anak Sunda yang baik mendidiknya,

bisa pula menyamai orang Eropa.

Sebaliknya jika anak kurang baik pemeliharaannya, tentu badannya

lemah dan sering kena penyakit. Sesudah besar tabiatnya jelek dan bodoh atau

lemah pikirannya, mudah melakukan kejelekan, mudah tergoda, mudah tertipu,

nafsunya besar tak tertahan oleh akal sehatnya sebab sudah lemah sejak kecil.

Dan ingatan yang terang benderang atau hati yang terbuka terdapat pada badan

yang sehat.

Dan menurut ahli ilmu mendidik, ingatan yang terang benderang atau

hati yang terbuka terdapat pada badan yang sehat (Een gezonde ziel is een

gezonde Iichaam, dat is de volkomen mench). Penulis mendapatkan sebuah cerita.

Di Eropa ada seorang tuan, Thomas Alva Edison namanya. Ibunya seorang guru.

Tuan Edison di sekolahkan hanya selama 6 bulan, selanjutnya dididik sendiri

saja. Karena teliti dan baik memberi pelajarannya, tuan Edison menjadi orang

yang termasyur di dunia zaman sekarang ini. Atas berkat kepintaran dan cerdas

pikirannya, disebutnya pun “Raja Listrik”. Mesin dan telpon (agar dapat

berbicara dengan yang lebih jauh, seperti dari Bandung ke Jakarta) diciptakan

berkat kecerdasan tuan Edison.

Apakah dari bangsa kita kira-kiranya ada yang bisa berbuat demikian?

Wah masih jauh. Kalau menurut peribahasa “laksana jauhnya bumi dengan

langit”. Tetapi bukan mustahil, kalaupun perbuatan itu tidak disaksikan oleh kita,

barangkali dapat disaksikan oleh anak cucu, sebab zaman sekarang pun bangsa

kita sudah mulai maju, menguasai ilmu pengetahuan yang berasal dari Eropa.

tapi kebanyakan dari mereka terdiri atas kaum laki-laki yaitu putra-putra para

priyayi atau putra-putra orang kaya, sedangkan kaum wnaita masih belum begitu

banyak.

Bagaimana caranya agar bangsa kita bertambah maju?

Hal ini oleh para pembesar sudah terpikirkan, yaitu kaum wanitanya

harus maju pula, pintar seperti kaum laki-laki, sebab kaum wanita itu akan

menjadi ibu. Merekalah yang paling dahulu mengajarkan pengetahuan kepada

manusia, yaitu kepada anak-anak mereka, laki-laki maupun perempuan.

Page 125: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah

Jadi kaum wanita bangsa pribumi itu pertama-tama harus tahu tentang

segala macam urusan wanita. Hal itu menurut hemat penulis ada 6 macam:

1. Mengurus anak: Sejak bayi hingga masanya untuk disekolahkan, bagi

bangsa kita dalam usia 6 atau 7 tahun.

2. Menjaga anak selama masih sekolah.

3. Sesudah dewasa dan tamat sekolah.

4. Mempunyai suami dan berumah tangga

5. Tidak mempunyai suami atau ditinggal oleh suami, tidak ada yang

memberi nafkah.

6. Kehidupan wanita, disamping mempunyai suami.

Page 126: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah

Dokumentasi Sekolah Raden Dewi Sartika di Bandung

Page 127: KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1647/1/101872... · KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT ... Teh Nurchasanah, Teh Eka, Anisah

Foto-foto di atas merupakan bangunan asli pada Sakola Kautamaan Istri

yang didirikan pada tahun 1904 yang memiliki enam ruang kelas. Ke enam

ruangan kelas tersebut tidak ada perubahan dari bangunan asli sejak zaman dulu,

kecuali atap (genting) yang mengalami renovasi. Dan sekarang masih digunakan

di Sakola Raden Dewi Sartika di Bandung.