KONSEP NASIKH DAN MANSUKH DALAM AL-QURAN...Thalib dan Ibnu Abbas, r.a. ketika menafsirkan kata...

22
Konsep Nasikh dan Mansukh dalam al-Quran JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 63 Volume 7 Nomor 1 Pebruari 2016 KONSEP NASIKH DAN MANSUKH DALAM AL-QURAN Hasan Asyari Ulama`i 1 UIN Walisongo Semarang hasan.a.ulama`[email protected] Abstrak: Konsep nasikh dan mansukh merupakan pembahasan yang sangat vital bagi seorang mufassir untuk menghindari kekeliruan dan kesalahan dalam menangkap maksud al-Quran. Masalah nasikh dan mansukh, selama ini masih menjadi perdebatan di kalangan ulama mufassirin, yaitu antara ulama yang mendukung dan menolaknya. Bagaimanapun penetapan suatu hukum Islam, bukan berarti sudah menjadi suatu keputusan akhir, bisa saja keputusan itu berubah seiring perkembangan dan perubahan sejarah. Perbedaan pendapat di kalangan ulama mufassirin tentang ada tidaknya nasakh dalam al-Quran, perlu digaris bawahi pada umumnya ulama ittifaq tentang terjadinya naskh dalam al-Quran. Kata Kunci: Nasikh, Mansukh, al-Quran, Penetapan Hukum Islam. Pendahuluan Al-Quran merupakan sumber pertama dan utama hukum Islam, sehingga diyakini oleh setiap Muslim bersifat abadi dan universal. Abadi berarti terus berlaku sampai akhir zaman. Sedangkan universal berarti syariatnya berlaku untuk seluruh dunia tanpa memandang perbedaan etnis dan geografis. Hanya saja, dalam menjabarkan arti abadi dan universal itu menjadi bahan diskusi para ulama karena adanya perbedaan masalah yang menjadi penekanannya. Perbedaan pandangan adalah rahmat, yang menurut Imam Taufiq, menunjukkan beragamnya cara pandang manusia sebagai makhluk yang berakal, memahami simbul, intelek, berilmu pengetahuan dan normatif. 2 1 Penulis adalah Dosen Tetap STIT Muhammadiyah Kendal dan Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LP2M) pada instansi yang sama. 2 Imam Taufiq. Maqamat dan Ahwal, Tinjauan Metodologis, dalam Tasawuf dan Krisis, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar bekerja sama dengan IAIN Walisongo Press, 2001), hlm. 135

Transcript of KONSEP NASIKH DAN MANSUKH DALAM AL-QURAN...Thalib dan Ibnu Abbas, r.a. ketika menafsirkan kata...

Page 1: KONSEP NASIKH DAN MANSUKH DALAM AL-QURAN...Thalib dan Ibnu Abbas, r.a. ketika menafsirkan kata “al-hikmah” dalam al Quran surat al-Baqarah ayat 269 dengan pengetahuan nasikh mansukh,

Konsep Nasikh dan Mansukh dalam al-Quran

JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 63 Volume 7 Nomor 1 Pebruari 2016

KONSEP NASIKH DAN MANSUKH DALAM AL-QURAN

Hasan Asyari Ulama`i1

UIN Walisongo Semarang hasan.a.ulama`[email protected]

Abstrak: Konsep nasikh dan mansukh merupakan pembahasan yang sangat vital bagi seorang mufassir untuk menghindari kekeliruan dan kesalahan dalam menangkap maksud al-Quran. Masalah nasikh dan mansukh, selama ini masih menjadi perdebatan di kalangan ulama mufassirin, yaitu antara ulama yang mendukung dan menolaknya. Bagaimanapun penetapan suatu hukum Islam, bukan berarti sudah menjadi suatu keputusan akhir, bisa saja keputusan itu berubah seiring perkembangan dan perubahan sejarah. Perbedaan pendapat di kalangan ulama mufassirin tentang ada tidaknya nasakh dalam al-Quran, perlu digaris bawahi pada umumnya ulama ittifaq tentang terjadinya naskh dalam al-Quran.

Kata Kunci: Nasikh, Mansukh, al-Quran, Penetapan Hukum Islam.

Pendahuluan Al-Quran merupakan sumber pertama dan utama hukum Islam,

sehingga diyakini oleh setiap Muslim bersifat abadi dan universal. Abadi berarti terus berlaku sampai akhir zaman. Sedangkan universal berarti syariatnya berlaku untuk seluruh dunia tanpa memandang perbedaan etnis dan geografis. Hanya saja, dalam menjabarkan arti abadi dan universal itu menjadi bahan diskusi para ulama karena adanya perbedaan masalah yang menjadi penekanannya. Perbedaan pandangan adalah rahmat, yang menurut Imam Taufiq, menunjukkan beragamnya cara pandang manusia sebagai makhluk yang berakal, memahami simbul, intelek, berilmu pengetahuan dan normatif.2

1 Penulis adalah Dosen Tetap STIT Muhammadiyah Kendal dan Ketua Lembaga

Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LP2M) pada instansi yang sama. 2 Imam Taufiq. Maqamat dan Ahwal, Tinjauan Metodologis, dalam Tasawuf dan Krisis,

(Yogyakarta : Pustaka Pelajar bekerja sama dengan IAIN Walisongo Press, 2001), hlm. 135

Page 2: KONSEP NASIKH DAN MANSUKH DALAM AL-QURAN...Thalib dan Ibnu Abbas, r.a. ketika menafsirkan kata “al-hikmah” dalam al Quran surat al-Baqarah ayat 269 dengan pengetahuan nasikh mansukh,

Hasan Asyari Ulama`i

64 | JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA Volume 7 Nomor 1 Pebruari 2016

Di antara masalah rumit yang sudah lama menjadi bahan perbincangan para ulama mufassirin adalah masalah nasikh dan mansukh. Pertanyaan pokoknya adalah apakah ada nasikh dan mansukh dalam al-Quran ?

Nasikh dan mansukh sebagai issu sentral kajian makalah ini dikaji dengan seksama. Pengetahuan tentang nasikh dan mansukh merupakan asas utama dalam memahami Islam, sebagaimana ucapan Ali ibn. Abi Thalib dan Ibnu Abbas, r.a. ketika menafsirkan kata “al-hikmah” dalam al-Quran surat al-Baqarah ayat 269 dengan pengetahuan nasikh mansukh, muhkam dan mutasyabihah-nya.3

“Allah menganugerahkan Al Hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Quran dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. dan Barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah).

Nasikh Mansukh dalam Wacana 1. Pengertian Nasikh Mansukh

Quraish Shihab, melalui penelitiannya menemukan kata nasakh di dalam al-Quran dalam berbagai bentuk sebanyak empat kali, yaitu : Q.S. al-Baqarah: 106, al-A`raf: 154, al-Hajj: 52, dan al-Jatsiyah: 29.4

Pengertian naskh secara etimologis memiliki beberapa pengertian, yaitu : penghapusan/pembatalan (al-izalah atau al-ibthal), pemindahan (al-naql), pengubahan/penggantian (al-ibdal), dan pengalihan (al-tahwil atau al-intiqal).5 Berkaitan dengan pengertian tersebut, maka nasikh (isim fa`il) diartikan sesuatu yang membatalkan, menghapus, memindahkan, dan memalingkan. Sedangkan mansukh (isim maful) adalah sesuatu yang dibatalkan, dihapus, dipindahkan, diganti, dan dipalingkan

3 Sebagain ulama memaknai muhkam sebagai ayat yang menaskh sedang

mutasyabihah sebagai ayat yang mansukh. Lihat Imam Taufiq, Metode Ta`wil Al Quran, (Semarang : Makalah, 1998), hlm. 2.

4 M. Quraish Shihab, Membumikan al-Quran, Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan, (Bandung : Mizan, 2004), hlm. 143.

5 Muhammad Abd al-`Azhim al-Zarqani, Manahil al-Irfan fî Ulum al-Qur`an, (Kairo: `Isa al-Babi al-Halabi, 1957), hlm. 175. Lihat pula Jalal al-Din al-Suyuthi, al-Itqan fî Ulum al-Qur`an, (Beirut: Dar al-Fikr, 1979), hlm. 200. Lihat pula Supiana dan M. Karman, Ulumul al-Quran dan Pengenalan Metode Tafsir, (Bandung : Pustaka Islamika, 2002), hlm. 149.

Page 3: KONSEP NASIKH DAN MANSUKH DALAM AL-QURAN...Thalib dan Ibnu Abbas, r.a. ketika menafsirkan kata “al-hikmah” dalam al Quran surat al-Baqarah ayat 269 dengan pengetahuan nasikh mansukh,

Konsep Nasikh dan Mansukh dalam al-Quran

JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 65 Volume 7 Nomor 1 Pebruari 2016

Terdapat perbedaan pendapat antara ulama mutaqaddimin dan mutaakhirin dalam mendefinisikan nasakh secara terminologis. Perbedaan pendapat tersebut bersumber pada banyaknya pengertian nasakh secara etimologi sebagaimana dijelaskan di atas. Cakupan makna yang ditetapkan ulama mutaqoddimin di antaranya: 1) Pembatalan hukum yang ditetapkan sebelumnya dengan hukum yang ditetapkan kemudian; 2) Pengecualian/pengkhususan hukum bersifat `am/umum oleh hukum yang lebih khusus yang datang setelahnya; 3) Bayan atau penjelasan yang datang kemudian terhadap hukum yang bersifat samar; 4) Penetapan syarat terhadap hukum terdahulu yang belum bersyarat.6

Berdasarkan pada gugusan paparan di atas, ulama mutaqaddimin secara terminologis mengusung makna nasakh secara luas, yaitu tidak terbatas pada berakhir atau terhapusnya suatu hukum baru yang ditetapkan. Namun interprestasi nasakh yang diusung oleh mereka juga menyangkut yang bersifat pembatasan, pengkhususan, bahkan pengecualian.

Sementara menurut ulama mutaakhirin, nasakh adalah dalil yang datang kemudian, berfungsi untuk menggugurkan dan menghilangkan hukum yang pertama.7 Dengan demikian mereka mempersempit ruang lingkup nasakh dengan beberapa syarat, baik yang menasakh maupun yang dinasakh. Lebih lanjut ulama mutaakhirin mendefinisikan nasakh sebagai berikut :

“Mengangkat (menghapus) hukum syara` dengan dalil hukum (khatab) syara` yang datang kemudian”.8

Atas dasar itu, dalil yang datang kemudian disebut nasakh (yang

menghapus). Sedangkan hukum yang pertama disebut mansukh (yang terhapus). Sementara itu, penghapusan hukumnya disebut nasakh.9 Berdasarkan pengertian itu, para ulama mutaakhirin lebih mempersempit makna nasakh dengan mendefinisikannya sebagai amandemen sebuah

6 Moh. Nor Ichwan, Studi Ilmu-Ilmu al-Quran, (Semarang : RaSail Media Group,

2002), hlm. 108. 7 M. Quraish Shihab, Membumikan al-Quran, Fungsi dan Peran Wahyu dalam

Kehidupan, (Bandung : Mizan, 2004), hlm. 143. 8 Abi Bakar Muhammad ibn Musa al-Hazimi al-Hamdzani, Al-`Itibar fî al-Nasikh wa al-

Mansukh min al-Atsar, (Pakistan: Jami`ah al-Dirasat al-Islamiyyah Karatisyi 1982), hlm. 52. Lihat juga Muhammad Wafa`, Ahkam al-Naskh fî al-Syari`ah al-Islamiyyah, (Kairo: Dar al-Thabi`ah al-Muhammadiyyah, 1984), hlm. 22-26

9 Kahar Mansykur, Pokok-pokok Ulumul Qur`an, (Jakarta : Rineka Cipta, 2002), hlm. 135

Page 4: KONSEP NASIKH DAN MANSUKH DALAM AL-QURAN...Thalib dan Ibnu Abbas, r.a. ketika menafsirkan kata “al-hikmah” dalam al Quran surat al-Baqarah ayat 269 dengan pengetahuan nasikh mansukh,

Hasan Asyari Ulama`i

66 | JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA Volume 7 Nomor 1 Pebruari 2016

ketentuan hukum atau berakhirnya masa berlakunya ketentuan hukum oleh hukum yang datang kemudian, sehingga hukum yang terdahulu tidak berlaku lagi.

Sementara itu, menurut az-Zarqani, sebagaimana dinukil Moh. Nur Ichwan, yang dimaksud dengan terminologi “menghapuskan” dalam definisi tersebut adalah terputusnya hubungan hukum yang dihapus dari seorang mukallaf dan bukan terhapusnya subtansi hukum itu sendiri.10 Dalam arti bahwa semua ayat al-Quran tetap berlaku, tidak ada kontradiksi. Yang ada hanya pergantian hukum bagi masyarakat atau orang tertentu karena kondisi yang berbeda. Dengan demikian, ayat hukum yang tidak berlaku lagi baginya tetap berlaku bagi orang lain yang sama dengan kondisinya dengan mereka.

2. Syarat-syarat Nasikh Mansukh

Masalah yang penting disoroti adalah sejauh manakah jangkauan nasakh itu ? Apakah semua ketentuan hukum di dalam syariat ada kemungkinan terjangkau nasakh ? Dalam menjawab hal ini, Abu Anwar memberikan batasan beberapa syarat yang diperlukan dalam nasakh, yaitu :

a. Hukum yang mansukh adalah hukum syara`. Nasakh hanya terjadi pada perintah dan larangan. Nasakh tidak terdapat dalam akhlak, ibadah, akidah, dan juga janji dan ancaman Allah.

b. Dalil yang dipergunakan untuk penghapusan hukum tersebut adalah kitab syar`i yang datang kemudian.

c. Dalil yang mansukh hukumnya tidak terikat atau dibatasi oleh waktu tertentu. Sebab, jika demikian hukum akan berakhir dengan waktu tersebut.11

Konsep ini seperti tertuang dalam firman Allah SWT. pada surat al-

Baqarah ayat 109 :

… …12

Ayat tersebut tidak mansukh sebab dikaitkan dengan batas waktu, sedangkan nasakh tidak dikaitkan dengan batas waktu. Dengan memperhatikan syarat di atas, maka jelas bahwa nasakh tidak bisa

10 Moh. Nor Ichwan, Studi Ilmu-Ilmu al-Quran, (Semarang : RaSail Media Group,

2002), hlm. 108. 11 Abu Anwar, Ulumul Quran, Sebuah Pengantar, (Yogyakarta : Amzah, 2009), hlm. 52. 12 Artinya : “…maka maafkanlah dan biarkanlah mereka sampai Allah

mendatangkan perintahNya…”.

Page 5: KONSEP NASIKH DAN MANSUKH DALAM AL-QURAN...Thalib dan Ibnu Abbas, r.a. ketika menafsirkan kata “al-hikmah” dalam al Quran surat al-Baqarah ayat 269 dengan pengetahuan nasikh mansukh,

Konsep Nasikh dan Mansukh dalam al-Quran

JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 67 Volume 7 Nomor 1 Pebruari 2016

ditetapkan sembarangan dan harus mematuhi syarat yang ada. Kecuali dalam berita, tidak terjadi nasikh mansukh, karena mustahil Allah berdusta. Kemudian dua dalil yang nampak kontradiksi itu datangnya tidak bersamaan, nasakh datang lebih akhir daripada mansukh. Pada hakikatnya, nasakh adalah untuk mengakhiri pemberlakuan ketentuan hukum yang ada sebelumnya, yang mana ketentuan tersebut tidak dibatasi oleh waktu.

Quraish Shihab, menambahkan lagi syarat nasakh, bahwa nasakh baru dilakukan bila : 1) Terdapat dua ayat hukum yang saling bertolak belakang, serta tidak dapat lagi dikompromikan; 2) Harus diketahui secara meyakinkan urutan turunnya ayat-ayat tersebut. Yang lebih dahulu dikatakan mansukh, dan yang datang kemudian disebut nasakh.13

Beberapa penjelasan mengenai pengertian dan syarat nasakh di atas, dapat disimpulkan nasakh mempunyai empat rukun yaitu : 1) Nasakh, yaitu proses revisi atau penggantian hukum; 2) Nasakh, yaitu hukum pengganti, dalam hal ini Allah SWT, yang berhak secara mutlak untuk merevisi atau mengganti hukum tersebut; 3) Mansukh, yaitu hukum yang direvisi; dan 4) Mansukh `anhu, yaitu orang yang dikenai hukum atau mukallaf.14

Pro Kontra Nasikh Mansukh

Konsep nasikh mansukh dalam al-Quran menimbulkan polemik para ulama. Adapun sumber perbedaan itu berawal dari pemahaman ulama tafsir tentang al-Quran surat an-Nisa ayat 82.15

16

Ayat tersebut mengandung prinsip yang diyakini keberadaanya oleh setiap muslim, namun sebagian yang lain ada yang berpendapat bahwa dalam menghadapi ayat-ayat al-Quran yang secara dhahir menunjukkan akan kontradiksinya.

Menurut Yusuf Qardhawi, setidaknya ada tiga kecenderungan dalam masalah nasakh, yaitu : 1) Ada yang meluaskan diri dalam mengklaim

13 Moh. Nor Ichwan, Studi Ilmu-Ilmu al-Quran, (Semarang : RaSail Media Group,

2002), hlm. 146. 14 Ishom Elsaha dan Saiful Hadi, Sketsa al-Quran : Tempat, Tokoh, Nama dan Istilah

dalam al-Quran, (Jakarta : Lista Fariska, 2005), hlm. 555. 15 Subhi as-Shalih, Membahas Ilmu-ilmu al-Quran, terj. Team Pustaka Firdaus, (Jakarta

: Pustaka Firdaus, 2004), hlm. 369 16 Artinya : “Maka Apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran? kalau kiranya Al

Quran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya”.

Page 6: KONSEP NASIKH DAN MANSUKH DALAM AL-QURAN...Thalib dan Ibnu Abbas, r.a. ketika menafsirkan kata “al-hikmah” dalam al Quran surat al-Baqarah ayat 269 dengan pengetahuan nasikh mansukh,

Hasan Asyari Ulama`i

68 | JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA Volume 7 Nomor 1 Pebruari 2016

adanya nasakh dalam al-Quran dan berpendapat bahwa sekian dalam surat sekian dinasakh, sementara tidak ada dalil yang kuat terhadap pe-nasakhan itu; 2) Sebagai antithesis dari mereka, ada yang mengingkari sama sekali adanya nasakh dalam al-Quran; dan 3) Ada pendapat pertengahan yang mengakui adanya nasakh, jika dalil yang sahih dan jelas, yang meyakinkan akal dan menenangkan hati.17 Berikut adalah pendapat dari golongan yang menerima dan menolak nasakh mansukh : 1. Nasakh Mansukh dalam Perspektif Pendukungnya

Salah satu ayat yang menjadi basis pembangunan teori nasakh adalah firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 106:

18

Ayat tersebut dijadikan dasar naqli bagi mayoritas ulama yang mendukung adanya nasakh dalam al-Quran. Mayoritas ulama tanpa keraguan menetapkan ayat-ayat yang termasuk nasakh dan mansukh tetap berlaku, akan tetapi segi hukum yang berlaku menyeluruh sampai waktu tertentu tidak dapat dibatalkan kecuali oleh syara`. Jadi menurut mereka, nasikh mansukh bisa diterima oleh akal dan telah terjadi dalam hukum syara` sesuai dalil di atas.

Selain dalil naqli di atas, jumhur ulama pendukung nasakh juga mendasarkan dalil naqli. Mereka berpandangan perbuatan Allah itu mutlak, tidak tergantung pada alasan dan tujuan. Ia boleh saja memerintahkan sesuatu pada suatu waktu dan melarangnya pada waktu yang lain. Ini karena, Allah lebih mengetahui kepentingan hambanya.19 Pendapat lain yang mendasari mayoritas ulama tentang teori nasakh adalah penetapan perintah-perintah tertentu kepada kaum muslimin di dalam al-Quran yang menurut Rosihan Anwar, ada yang bersifat sementara dan ketika keadaan berubah perintah tersebut dihapus dan diganti dengan perintah baru lainnya. Namun, karena perintah-perintah itu kalam Allah, harus dibaca sebagai bagian dari al-Quran.20

17 Yusuf Qardhawi, Berinteraksi dengan al-Quran, (Jakarta : Gama Insani Press, 1999),

hlm. 467. 18 Artinya : “Ayat mana saja yang kami nasakhakan, atau kami jadikan manusia lupa

kepadanya, kami datangkan yang lebih baik dari padanya, atau sebanding dengannya, tidakkah kamu mengetahui bahwa sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu ”.

19 Manna Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu al-Quran, terj. Mudzakir, (Yogyakarta : Pustaka Lentera, 2001), hlm. 331.

20 Rosihan Anwar, Ulumul Quran, (Bandung : Pustaka Setia, 2007), hlm. 163.

Page 7: KONSEP NASIKH DAN MANSUKH DALAM AL-QURAN...Thalib dan Ibnu Abbas, r.a. ketika menafsirkan kata “al-hikmah” dalam al Quran surat al-Baqarah ayat 269 dengan pengetahuan nasikh mansukh,

Konsep Nasikh dan Mansukh dalam al-Quran

JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 69 Volume 7 Nomor 1 Pebruari 2016

Ulama yang melopori konsep nasakh mansukh dalam al-Quran menurut Ahmad Izzan, adalah asy-Syafi`i, al-Suyuti, al-Nahas, dan al-Syaukani.21 Persoalan nasakh bagi kelompok pendukungnya merupakan salah satu cara menyelesaikan beberapa dalil tersebut. Apabila tidak bisa dikompromikan, salah satunya dinasakhan atau dibatalkan. Di samping itu, mereka berpendapat bahwa dalam al-Quran secara implisit memang mengandung konsep nasakh. Oleh karen itu jika seseorang ingin menafsirkan al-Quran, menurut M. Abu Zahrah, harus terlebih dahulu mengetahui tentang nasikh dan mansukh.22

Menurut kelompok ini keberadaan nasakh dalam al-Quran selain memiliki dasar dari al-Quran, secara praktis juga nyata dalam sejarah Islam, dan naskh disebut secara eksplisit di dalam al-Quran. Rachmat Syafe`i memberikan batasan terhadap ayat yang dinasakh, yaitu : (1) ayat al-Quran yang konsekwensi hukumnya saling bertolak belakang dan tidak dapat dikompromikan, (2) harus diketahui secara meyakinkan urutan turunnya ayat-ayat tersebut, yang lebih dahulu ditetapkan sebagai mansukh dan yang datang kemudian sebagai nasikh.23

Salah satu pemikir Indonesia, Munawir Sjadzali juga sependapat dengan kelompok yang menyatakan adanya naskh, sehingga ia menggunakan metode klasik yang disebut dengan naskh tersebut. Namun dalam praktiknya, Munawir Sadjali menggunakannya dengan cara yang berbeda dengan ulama klasik, sehingga menghasilkan pemahaman yang radikal dan memberikan peran yang luas kepada akal untuk melakukan reinterpretasi terhadap hukum atau petunjuk yang telah diberikan dalam ayat-ayat al-Quran dan hadis nabi Muhammad saw.24 Sebagaimana disebutkan di atas, dalam pandangan ulama klasik nasakh dimaksudkan dengan penghapusan atau penangguhan ayat yang turun lebih dahulu oleh ayat yang turun belakangan.

Selain ulama tafsir di atas, beberapa ulama tafsir yang namanya sudah membumi di Indonesia juga sependapat adanya naskh di dalam al-Quran. Ibnu Katsir misalnya, dalam tafsirnya "Tafsir al-Quran al-`Azhim (Ibnu Katsir)" menyatakan: “Sesungguhnya menurut rasio tidak terdapat sesuatu yang menolak adanya nasakh (pembatalan) dalam hukum-hukum

21 Ahmad Izzan, Ulumul Quran, Telaah Tekstual dan Kontekstuals al-Quran, (Bandung

: Tafakur, 2009), hlm. 187 22 Muhammad Abu Zahrah, Ushul Fiqih, terj. Saefullah Ma`sum, dkk, (Jakarta :

Pustaka Firdaus, 2008), hlm. 120. 23 Rachmat Syafe`i, Pengantar Ilmu Tafsir, (Bandung : Pustaka Setia, 2006), hlm. 94.

Lihat juga M. Quraish Shihab, Mukjizat al-Quran, Ditinjau dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah, dan Pemberitaan Ghaib, (Bandung : Mizan, 2007), hlm. 146

24 Munawir Sjadzali , Ijtihad Kemanusiaan., (Jakarta : Paramadina, 1997), hlm. 47

Page 8: KONSEP NASIKH DAN MANSUKH DALAM AL-QURAN...Thalib dan Ibnu Abbas, r.a. ketika menafsirkan kata “al-hikmah” dalam al Quran surat al-Baqarah ayat 269 dengan pengetahuan nasikh mansukh,

Hasan Asyari Ulama`i

70 | JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA Volume 7 Nomor 1 Pebruari 2016

Allah”.25 Selain Ibnu Katsir, Ahmad Musthafa al-Maraghi dalam tafsirnya "Tafsir al-Maraghi" menyatakan :

“Sesungguhnya hukum-hukum itu diundangkan untuk kepentingan manusia, dan kepentingan manusia dapat berbeda karena perbedaan zaman dan tempat. Maka apabila suatu hukum diundangkan pada waktu di mana memang dirasakan kebutuhan adanya hukum itu, kemudian kebutuhan itu tidak ada lagi, maka suatu tindakan bijaksana menghapus hukum itu dengan hukum (lain) yang lebih sesuai dengan waktu yang terakhir”.26

Adapun Muhammad Rasyid Ridha dalam tafsirnya "Tafsir al-Manar"

menyatakan: ”Sesungguhnya hukum itu (dapat) berbeda karena perbedaan zaman, tempat, dan situasi. Kalau satu hukum diundangkan pada saat dibutuhkannya hukum, kemudian kebutuhan itu tidak ada lagi, maka suatu tindakan bijaksana menghapus hukum itu dan menggantikannya dengan hukum (lain) yang lebih sesuai dengan waktu yang belakangan itu.” 27 Sejalan pendapat di atas Sayyid Quthb dalam tafsirnya "Tafsir fi Zhilal

al-Qur'an" berpendapat bahwa ayat 106 dari surat al-Baqarah itu diturunkan sebagai sanggahan terhadap tuduhan orang-orang yahudi bahwa Nabi tidak konsisten, baik mengenai kepindahan kiblat dari masjid al-Aqsha28 ke Masjid al-Haram, maupun perubahan petunjuk, hukum dan perintah yang terjadi akibat pertumbuhan masyarakat Islam, dan situasi serta kondisi mereka yang terus berkembang.29

25 Abi al-Fida` Isma`il ibn Katsir al-Qurasyiyyi al-Dimasyqi, Tafsir al-Qur`an al-

Azhim,(Beirut: al-Maktabah al-`Ashriyyah, 2000), cet. Ke-2, hlm. 131 26 Ahmad Mushthafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, (Kairo: Mushthada al-Babi al-

Halabi wa Awladuhu, 1969), juz I, cet. Ke-4, hlm. 187 27 Al-Sayyid Muhammad Rasyid Ridha, Tafsir al-Qur`an al-Hakim (Tafsir al-Manar),

(Kairo : Dar al-Manar, t.th), juz l. hlm. 414 28 Masjid al-Aqsha, merupakan masjid yang terletak di Palestina, nama al-Aqsha

diberikan pada masjid ini pada masa kekhalifahan Umar ibn. Khattab. Oleh karena itu dalam menafsirkan ayat tentang isra` mikraj diperlukan kemampuan memahami simbul ayat dimaksud, demikian Fazlur Rahman. Sejalan paparan di atas terkait dengan perpindahan kiblat diperlukan pemahaman sejarah agar diperoleh penafsiran yang valid dan reliabel, karena masjid al-Aqsha yang dimaksud tidak bisa mengacu pada Masjidil Aqsha di Palestina, demikian Mulyadi Kertanegara menyatakan dalam Mozaik Khazanah Islam, Bunga Rampai dari Chicago, (Jakarta : Paramadina, 2000), hlm. 185.

29 Sayyid Quthb, Tafsir fî Zhilal al-Qur`an, (Beirut: Dar al-`Arabiyyah, t.th.), juz I, hlm. 101-102

Page 9: KONSEP NASIKH DAN MANSUKH DALAM AL-QURAN...Thalib dan Ibnu Abbas, r.a. ketika menafsirkan kata “al-hikmah” dalam al Quran surat al-Baqarah ayat 269 dengan pengetahuan nasikh mansukh,

Konsep Nasikh dan Mansukh dalam al-Quran

JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 71 Volume 7 Nomor 1 Pebruari 2016

Wahyu-wahyu Allah itu tidak turun ke dunia yang vakum, melainkan kepada suatu kelompok manusia atau masyarakat dengan latar belakang sejarah dan kebudayaan tertentu, serta tingkat kecerdasan tertentu. Oleh sebab itu wajar kiranya kalau ajaran Islam yang pada dasarnya bersifat universal itu disampaikan oleh wahyu kepada masyarakat tertentu, dalam hal ini bangsa Arab, dengan memperhatikan situasi dan kondisi lapangan serta kekhususan budaya masyarakat untuk siapa Islam itu diajarkan, yang antara lain dilihat dari adanya naskh dalam al-Quran dan Sunnah Nabi.

Berdasarkan paparan di atas, dapat dipahami bahwa naskh (pergeseran atau pembatalan hukum/petunjuk) itu dapat terjadi tidak hanya pada zaman nabi Muhammad saw. tetapi juga sepeninggal beliau kalau memang kondisi dan situasinya telah berubah. Di samping itu akal budi manusia juga dapat berperan sebagai alat yang dapat menaskh wahyu atau membatalkan/menggeser hukum baik yang termaktub dalam ayat-ayat al-Quran maupun Hadis Nabi saw. selama hal tersebut berkaitan dengan masalah mu'amalah (kemasyarakatan). Dengan demikian, bukan berarti al-Quran dan Hadits yang diubah, bukan pula syari'at yang diubah, tetapi pengetrapannya yang dapat diubah.30

Pandangan Munawir Sadzali, yang menyatakan bahwa naskh dapat terjadi sepeninggal nabi Muhammad saw., ini jelas-jelas bertentangan dengan ulama yang berpegang pada pandangan klasik yang menyatakan bahwa naskh hanya terjadi pada masa nabi Muhammad saw. atau masa tasyri'. Demikian juga pendapatnya yang membolehkan akal budi (rasio) manusia sebagai alat yang dapat menaskh wahyu Allah bertentangan dengan pendapat umum.

Karena pemahaman yang telah mapan menyatakan bahwa akal manusia tidak berwenang menghapus hukum Allah, sebab Allah adalah musyarri`, bukan manusia. Ahmad Azhar Basyir, salah seorang tokoh Muhammadiyah misalnya mengatakan bahwa yang berhak menaskh hukum-hukum Allah hanya Allah sendiri. Selain Allah tidak berhak menasakh hukum-hukum Allah. Setelah al-Quran selesai diwahyukan, nasikh mansukh sudah berhenti. Semua pernyataan fuqaha' dan mufassirin tentang kemungkinan terjadinya naskh, tertuju pada kurun waktu semasa al-Quran belum selesai diwahyukan. Oleh karenanya jalan naskh tidak dapat dipergunakan untuk membahas kemungkinan reaktualisasi ajaran Islam, setelah al-Quran diturunkan empat belas abad yang lalu.31

30 Munawir Sjadzali, Pokok-Pokok Kebijaksanaan Menteri Agama dalam Pembinaan

Kehidupan Beragama, (Jakarta: Depag RI, 1985), hlm. 87 31 Ahmad Azhar Basyir, "Reaktualisasi, Pendekatan Sosiologis Tidak Selalu Relevan",

dalam Iqbal Abdurrauf Saimima (ed.), Polemik Reaktualiasi Ajaran Islam, (Jakarta: Pustaka

Page 10: KONSEP NASIKH DAN MANSUKH DALAM AL-QURAN...Thalib dan Ibnu Abbas, r.a. ketika menafsirkan kata “al-hikmah” dalam al Quran surat al-Baqarah ayat 269 dengan pengetahuan nasikh mansukh,

Hasan Asyari Ulama`i

72 | JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA Volume 7 Nomor 1 Pebruari 2016

Pernyataan senada juga dikemukakan oleh Ali Yafie salah seorang tokoh Nahdlatul Ulama yang menyatakan bahwa perubahan hukum-hukum (taghayyur al-ahkam) melalui jalur naskh terjadi pada tingkat syariah (al-Quran dan Sunnah) saja. Dengan berakhirnya periode tasyri (dengan wafatnya penerima wahyu yaitu Rasulullah saw.) maka perubahan-perubahan hukum Islam melalui jalur naskh, sudah berakhir juga. Maka merujuk kepada naskh dalam rangka upaya revision of the law dalam hukum Islam tidak pada tempatnya.32

Berbeda dengan dua tokoh di atas, mengenai kemungkinan beralih dari ayat satu ke ayat yang lain dan keterlibatan manusia dalam permasalahan naskh, M. Quraish Shihab, mengatakan:

"Adapun jika yang dimaksud dengan naskh adalah "pergantian" seperti yang dikemukakan di atas, maka agaknya di sini terdapat keterlibatan para ahli untuk menentukan pilihannya dari sekian banyak alternatif ayat hukum yang telah ditetapkan oleh Allah dalam al-Quran menyangkut kasus yang dihadapi. Satu pilihan yang didasarkan atas kondisi sosial atau kenyataan objektif masing-masing orang. Ada tiga ayat hukum yang berbeda menyangkut khamr (minuman keras). Ketiganya tidak batal, melainkan berubah sesuai dengan perubahan kondisi. Para ahli dapat memilih salah satu di antaranya, sesuai dengan kondisi yang dihadapinya.33

Berdasarkan pernyataan di atas, tampaknya M. Quraish Shihab memperbolehkan adanya pergantian hukum (naskh) oleh manusia terhadap kasus yang dihadapinya dengan beralih pada ayat hukum yang dianggap cocok sesuai kasus yang dihadapinya. Semua ayat al-Quran tetap berlaku, tidak ada kontradiksi. Yang ada hanya pergantian hukum bagi masyarakat/orang tertentu, karena kondisi yang berbeda. Ayat hukum yang tidak lagi berlaku baginya, tetapi dapat berlaku bagi orang lain yang kondisinya sama dengan kondisi mereka semula.

Lebih lanjut M. Quraish Shihab ketika memahami kata "kami" dalam QS. al-Nahl (16): 101 menyatakan:

"Kata 'kami' di sini, sebagaimana halnya secara umum kata 'kami' yang menjadi pengganti nama Tuhan dalam ayat-ayat lain,

Panjimas, 1998), cet. Ke-10, hlm. 109. Pernyataan yang menunjukkan bahwa naskh terhenti setelah berakhirnya wahyu juga diungkapkan Muhammad Wafa`, Ahkam al-Naskh fî al-Syari`ah al-Islamiyyah, (Kairo: Dar liththiba`ah al-Muhammadiyyah, 1984), hlm. 118

32 Ali Yafie, Antara Ketentuan dan Kenyataan?, dalam Iqbal Abdurrauf Saimima (ed.), Polemik Reaktualiasi Ajaran Islam, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1998), cet. Ke-10, hlm. 100

33 M. Quraish Shihab, Membumikan al-Quran, Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan, (Bandung : Mizan, 2004), hlm. 149-150

Page 11: KONSEP NASIKH DAN MANSUKH DALAM AL-QURAN...Thalib dan Ibnu Abbas, r.a. ketika menafsirkan kata “al-hikmah” dalam al Quran surat al-Baqarah ayat 269 dengan pengetahuan nasikh mansukh,

Konsep Nasikh dan Mansukh dalam al-Quran

JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 73 Volume 7 Nomor 1 Pebruari 2016

menunjukkan adanya keterlibatan selain Tuhan (manusia) dalam perbuatan yang digambarkan oleh kata kerja pada masing-masing ayat. Ini berarti ada keterlibatan manusia (yakni para ahli) untuk menetapkan alternatifnya dari sekian banyak alternatif yang ditawarkan ayat-ayat al-Quran yang mansukh atau diganti itu".34

Berdasarkan pernyataan tersebut, dapat dipahami manusia sebagai makhluk Tuhan yang telah diberikan akal (rasio) juga mempunyai peran dalam mengupayakan adanya nasikh dan mansukh dalam al-Quran. Atas dasar paparan di atas, Sahiron Syamsuddin, mengemukakan bahwa konsep naskh di dalam al-Quran, mempunyai wawasan luas dan pandangan jauh ke depan. Sebab, dapat menunjukkan bahwa ajaran Islam senantiasa relevan di segala situasi dan kondisi, serta mampu menjawab tantangan zaman.35

Sungguhpun demikian, suatu hal yang tidak dapat dilupakan bahwa untuk menggunakan konsep tersebut kiranya tidaklah mudah. Sebab untuk menggunakannya diperlukan kemampuan memahami secara tepat kondisi dan situasi lingkungan serta maslahat yang dimaksudkan sehingga menghasilkan hukum muamalah yang benar-benar bisa dipertanggungjawabkan dan disepakati bersama. Di samping itu pendapatnya bertentangan dengan pendapat ulama ushul fikih yang menyatakan bahwa naskh tidak mungkin terjadi sepeninggal Nabi Muhammad saw.

Lebih tegas lagi Abdullahi Ahmed An-Naim, seorang pemikir Islam asal Sudan (dikutip Sahiron Syamsuddin) mengatakan; bahwa proses naskh itu bersifat tentatif sesuai dengan kebutuhan. Maksudnya, ayat mana yang dibutuhkan pada masa tertentu, maka itulah yang diberlakukan (muhkam); sedangkan ayat yang tidak diperlukan, (karena tidak relevan dengan perkembangan kontemporer), dihapuskan atau ditangguhkan (mansukh) penggunaannya.36

2. Nasakh dan Mansukh dalam Perspektik Penolaknya

Golongan ulama yang menolak adanya nasakh dalam al-Quran berusaha mengkompromikan ayat-ayat yang kelihatan bertentangan sehingga tidak perlu dinasakh. Kelompok penolak yang dipelopori oleh

34 M. Quraish Shihab, Membumikan al-Quran, Fungsi dan Peran Wahyu dalam

Kehidupan, (Bandung : Mizan, 2004), hlm. 150 35 Sahiron Syamsuddin, Hermeneutika al-Quran dan Hadits, (Yogyakarta : eLSAQ

Press, 2010), hlm. 5. 36 Sahiron Syamsuddin, Hermeneutika al-Quran dan Hadits, (Yogyakarta : eLSAQ

Press, 2010), hlm. 5

Page 12: KONSEP NASIKH DAN MANSUKH DALAM AL-QURAN...Thalib dan Ibnu Abbas, r.a. ketika menafsirkan kata “al-hikmah” dalam al Quran surat al-Baqarah ayat 269 dengan pengetahuan nasikh mansukh,

Hasan Asyari Ulama`i

74 | JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA Volume 7 Nomor 1 Pebruari 2016

Abu Muslim al-Isfahani,37 menyatakan bahwa dalam al-Quran tidak terdapat nasakh. Jika mengakui adanya nasakh berarti mengakui adanya kebatilan dalam al-Quran.

Abu Muslim al-Isfahani mendasarkan argumentasinya pada al-Quran surat Fushilat ayat 42 :

38

Hukum-hukum yang dibawa al-Quran bersifat abadi dan universal. Jadi tidak layak kalau di dalam al-Quran terdapat naskh. Lebih lanjut abu Muslim al-Isfahani, sebagai mana dikutip Amir Syarifuddin, mengemukakan argumentasi sebagai berikut : a. Suatu hukum yang ditetapkan oleh Allah SWT adalah karena adanya

maslahat atau mafsadat pada sesuatu yang dikenai hukum itu. Sesuatu yang mengandung maslahat tidak mungkin beralih menjadi mafsadat.

b. Kalam itu bersifat qadim, dalam arti telah ada sejak dahulu (azali) sesuatu yang bersifat qadim tidak mungkin dicabut.39

Sehingga jelas, al-Isfahani tidak setuju adanya nasakh. Al-Isfahani setuju menginterpretasikan ayat yang secara zhahir terjadi kontradiksi dengan jalan taksis (pengkhususan), untuk menghindari adanya nasakh atau pembatalan, al-Isfahani berpendapat bahwa pembatalan hukum dari Allah mengakibatkan kemustahilan-Nya, yaitu : a. Ketidaktahuan, sehingga perlu mengganti atau membatalkan satu

hukum dengan hukum lainnya. b. Jika itu dilakukan Allah, berarti Dia melakukan kesia-siaan dan

permainan belaka.40 Berbeda dengan al-Isfahani yang cenderung kepada takhsis,

Muhammad Abduh menolak adanya nasakh, dalam arti pembatalan, tetapi menyetujui adanya tabdil (dalam pengertian: pengalihan, pemindahan ayat hukum dengan ayat hukum lainnya). Dalam arti bahwa semua ayat al-Quran tetap berlaku, tidak ada kontradiksi. Yang ada hanya pengalihan

37 Nama aslinya adalah Muhammad ibn Bahr, seorang mufassir kondang beraliran

Mu`tazilah, wafat 332 H, kitabnya yang terkenal adalah Jam` al-Takwil. Menurut Rachmat Syafe`i, sebenarnya kita sangat sulit menemukan buku/kitab karya Abu Muslim, yang ada adalah pendapat orang tentang pemikiran Abu Muslim. Lihat Rachmat Syafe`i, Pengantar Ilmu Tafsir, (Bandung : Pustaka Setia, 2006), hlm. 87.

38 Artinya : “Yang tidak datang kepadanya (Al Quran) kebatilan baik dari depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari Rabb yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji”. (Q.S. Fushilat : 42). Soenarjo, dkk, Al Quran dan Terjemahnya, (Jakarta : Depag RI, 2003), hlm. 544.

39 Amir Syarifuffin, Ushul Fiqh, jilid I, (Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 2007), hlm. 229. 40 M. Quraish Shihab, Membumikan al-Quran, Fungsi dan Peran Wahyu dalam

Kehidupan, (Bandung : Mizan, 2004), hlm. 144.

Page 13: KONSEP NASIKH DAN MANSUKH DALAM AL-QURAN...Thalib dan Ibnu Abbas, r.a. ketika menafsirkan kata “al-hikmah” dalam al Quran surat al-Baqarah ayat 269 dengan pengetahuan nasikh mansukh,

Konsep Nasikh dan Mansukh dalam al-Quran

JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 75 Volume 7 Nomor 1 Pebruari 2016

hukum bagi masyarakat atau orang tertentu, karena kondisi yang berbeda.41

Dengan demikian ayat hukum yang tidak berlaku baginya, tetap berlaku bagi orang lain yang kondisinya sama dengan kondisi mereka. Dalam perspektif hikmah, pemahaman semacam ini menurut Quraish Shihab akan sangat membantu dakwah islamiyah, sehingga ayat-ayat hukum yang bertahap dapat dijalankan oleh mereka yang kondisinya sama dengan kondisi umat Islam pada awal masa Islam.42

Menurut penulis, perbedaan nasakh mansukh di atas didasarkan pada perbedaan dalam menginterpretasikan dalil-dalil hukum yang kontradiksi atau bertentangan. Jumhur ulama menyetujui adanya nasakh dalam arti penghapusan, sementara Abu Muslim al-Isfahani menyepakati adanya taksis, sedangkan Muhammad Abduh lebih setuju jika nasakh diartikan dengan al-Tabdil yaitu menggantikan. Pedoman Mengetahui Nasikh dan Mansukh

Sebagian besar ulama berpendapat bahwa ada tiga metode untuk mengetahui nasakh mansukh. Ketiga metode tersebut adalah : 1. Berdasarkan informasi yang jelas (al naql al-Sharih) yang didapat dari

nabi Muhammad saw dan sahabat. Hal ini seperti telah diungkapkan dalam sebuah hadits :

“Aku dulu melarang berziarah kubur, sekarang berziarahlah”. 2. Berdasarkan Ijma ulama bahwa hukum ini telah terjadi nasakh mansukh 3. Berdasarkan studi sejarah tentang mana ayat-ayat yang turun terlebih

dahulu (al-mutaqaddam) dan mana yang terkemudian (al-mutaakhir).43 Menurut al-Qattan, nasakh tidak dapat ditetapkan berdasarkan

ijtihad atau berdasarkan pendapat mufassir, atau berdasarkan dali-dalil yang secara zhahir nampak kontradiktif.44 Ketiga persyaratan itu merupakan faktor yang sangat menentukan adanya nasakh dan mansukh dalam al-Quran. Jadi berdasarkan penjelasan di atas dapat dipahami bahwa nasakh mansukh hanya terjadi dalam lapangan hukum, dan tidak termasuk penghapusan yang bersifat asal (pokok).

Sedangkan kedudukan nasakh merupakan salah satu bentuk interpretasi hukum dalam upaya menghadapi ayat atau hadits yang

41 Rachmat Syafe`i, Pengantar Ilmu Tafsir, (Bandung : Pustaka Setia, 2006), hlm. 88. 42 M. Quraish Shihab, Membumikan al-Quran, Fungsi dan Peran Wahyu dalam

Kehidupan, (Bandung : Mizan, 2004), hlm. 148 43 Abu Anwar, Ulumul Quran Sebuah Pengantar, , (Yogyakarta : Amzah, 2009), hlm.

53. 44 Supiana dan M. Karman, Ulumul al-Quran dan Pengenalan Metode Tafsir, (Bandung

: Pustaka Islamika, 2002), hlm. 150.

Page 14: KONSEP NASIKH DAN MANSUKH DALAM AL-QURAN...Thalib dan Ibnu Abbas, r.a. ketika menafsirkan kata “al-hikmah” dalam al Quran surat al-Baqarah ayat 269 dengan pengetahuan nasikh mansukh,

Hasan Asyari Ulama`i

76 | JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA Volume 7 Nomor 1 Pebruari 2016

tampak kontradiktif selain dari tarjih atau taksis dalam disiplin ilmu ushul Fiqh. Kuncinya terletak pada soal historis yang menyangkut kedua ketentuan hukum tersebut. Faktor azbabun nuzul ada dalam tingkat ini untuk mengetahui mana ayat yang datang terdahulu dan ayat yang datang kemudian.

Pembagian Nasakh

Dari segi nasakh atau yang berhak menghapus sebuah nash (dalil/hukum), nasakh dikelompokkan dalam empat bagian :45

1. Nasakh al-Quran dengan al-Quran Bagian ini disepakati oleh para pendukung nasakh. Adapun nasakh

dalam al-Quran terbagi dalam tiga kategori : a. Ayat-ayat yang teksnya di nasakh, namun hukumnya masih tetap

berlaku. Maksudnya adalah bahwa terdapat ayat al-Quran yang turun kepada Rasulullah yang kemudian lafadznya dinasakh tetapi hukum yang terdapat dalam lafadz tersebut masih berlaku, contohnya ayat tentang rajam. Hal ini seperti yang diriwayatkan oleh Umar bin Khattab bahwa terdapat nasakh al-Quran yang berbunyi :

“Laki-laki tua dan perempuan-perempuan tua jika berzina maka rajamlah, keduanya secara mutlak sebagai ketetapan hukum dari Allah dan sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. Dikatakan lafadz itu merupakan bagian dari ayat al-Quran yang

telah dinasakh bacaannya tanpa menasakh hukum yang terkandung di dalamnya.

b. Nasakh pada bacaan dan hukum yang terkandung di dalamnya. Maksudnya bahwa terdapat ayat al-Quran yang sebelumnya telah permanen dari sisi lafadz dan juga makna kemudian di nasakh, baik itu lafadz maupun makna (hukum yang terkandung di dalamnya). Contohnya riwayat Aisyah tentang persusuan, yaitu penghapusan ayat yang mengharamkan kawin dengan saudara persusuan, karena menetek pada ibu dengan sepuluh kali susuan, kemudian dinasakh dengan lima kali susuan.

45 Rachmat Syafe`i, Pengantar Ilmu Tafsir, (Bandung : Pustaka Setia, 2006), hlm. 88.

Lihat juga Manna Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu al-Quran, terj. Mudzakir, (Yogyakarta : Pustaka Lentera, 2001), hlm. 334.

Page 15: KONSEP NASIKH DAN MANSUKH DALAM AL-QURAN...Thalib dan Ibnu Abbas, r.a. ketika menafsirkan kata “al-hikmah” dalam al Quran surat al-Baqarah ayat 269 dengan pengetahuan nasikh mansukh,

Konsep Nasikh dan Mansukh dalam al-Quran

JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 77 Volume 7 Nomor 1 Pebruari 2016

“Dari Aisyah, r.a., beliau berkata : Adalah termasuk (ayat al-Quran) yang diturunkan (yaitu ayat yang menerangkan) sepuluh kali susuan yang diketahui itu menjadikan mahram (haram dikawini), maka lalu dinasakh dengan lima kali susuan yang nyata. Maka menjelang wafat Rasulullah saw., ayat-ayat itu masih termasuk yang dibaca dari al-Quran.” (H.R. Muslim).

c. Menasakh hukum tanpa menasakh tilawahnya. Maksudnya, ada beberapa ayat al-Quran yang hukumnya sudah

tidak berlaku, sedangkan bacaannya masih tetap dalam al-Quran. Contoh : sanksi pezina yang mulanya dikurung di rumah sampai mati, berdasarkan firman Allah surat an-Nisa ayat 45 :

“Dan (terhadap) Para wanita yang mengerjakan perbuatan keji, hendaklah ada empat orang saksi diantara kamu (yang menyaksikannya). kemudian apabila mereka telah memberi persaksian, Maka kurunglah mereka (wanita-wanita itu) dalam rumah sampai mereka menemui ajalnya, atau sampai Allah memberi jalan lain kepadanya”. (Q.S. an-Nisa : 45).

Hukum dalam ayat tersebut tidak berlaku lagi dengan turunnya surat an-Nur ayat 2 di bawah ini :

‘‘Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, Maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera ...”. (Q.S. an-Nur : 2).

Contoh lain adalah tentang masa iddah isteri yang ditinggal mati oleh suami, yang semula tinggal di rumah suami selama satu tahun dinasakh dengan ayat tentang masa iddah empat bulan sepuluh hari.

Page 16: KONSEP NASIKH DAN MANSUKH DALAM AL-QURAN...Thalib dan Ibnu Abbas, r.a. ketika menafsirkan kata “al-hikmah” dalam al Quran surat al-Baqarah ayat 269 dengan pengetahuan nasikh mansukh,

Hasan Asyari Ulama`i

78 | JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA Volume 7 Nomor 1 Pebruari 2016

“Dan orang-orang yang akan meninggal dunia di antara kamu dan meninggalkan isteri, hendaklah Berwasiat untuk isteri-isterinya, (yaitu) diberi nafkah hingga setahun lamanya dan tidak disuruh pindah (dari rumahnya). akan tetapi jika mereka pindah (sendiri), Maka tidak ada dosa bagimu (wali atau waris dari yang meninggal) membiarkan mereka berbuat yang ma'ruf terhadap diri mereka. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (Q.S. al-Baqarah : 240). Ayat tersebut bacaannya masih utuh, namun hukumnya tidak

berlaku lagi dengan adanya hukum iddah dalam surat al-Baqarah ayat 234.

“Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan isteri-isteri (hendaklah Para isteri itu) menangguhkan dirinya (ber'iddah) empat bulan sepuluh hari…”. (Q.S. al-Baqarah : 234).

Mengingat pembagian basakh dalam al-Quran ada beberapa

pendapat yang dikemukakan ulama. Sebagian ulama berpendapat tidak boleh menasakh hukum tanpa nasakh tilawah dengan alasan :

a. Yang dimaksud dengan bacaan ayat-ayat al-Quran adalah untuk menjelaskan adanya hukum. Bacaan diturunkan untuk alasan tersebut. Sehingga tidak mungkin terjadi pencabutan hukum sedangkan bacaannya masih ada, sebab akan hilang apa yang dimaksud dengan adanya bacaan itu.

b. Suatu hukum apabila dinasakh dan masih tetap bacaannya akan menimbulkan dugaan masih adanya hukum, hal yang demikian mendorong mukallaf meyakini suatu kebodohan.46

Menanggapi hal itu, al-Qattan mengemukakan hikmah

penghapusan hukum, sementara tilawahnya tetap, di antaranya : a. Al-Quran di samping dibaca untuk diketahui dan diamalkan

hukumnya, juga akan mendapatkan pahala karena membaca kalam Allah.

b. Pada umumnya nasakh itu meringankan, maka dengan tetap adanya tilawah, maka akan meringankan nikmat dihapuskannya kesulitan (musyaqqah).47

46 Amir Syarifuffin, Ushul Fiqh, jilid I, (Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 2007), hlm. 251.

Page 17: KONSEP NASIKH DAN MANSUKH DALAM AL-QURAN...Thalib dan Ibnu Abbas, r.a. ketika menafsirkan kata “al-hikmah” dalam al Quran surat al-Baqarah ayat 269 dengan pengetahuan nasikh mansukh,

Konsep Nasikh dan Mansukh dalam al-Quran

JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 79 Volume 7 Nomor 1 Pebruari 2016

2. Nasakh al-Quran dengan Sunnah Ada perbedaan pendapat mengenai bentuk nasakh ini, menurut

jumhur ulama, sunnah tidak dapat menasakh al-Quran karena hadits bersifat dzanni, sementara al-Quran bersifat qath`i. Al-Quran lebih kuat dari sunnah. Menurut asy-Syafi`i, sunnah tidak sederajat dengan al-Quran. Pendapat ini didasarkan al-Quran surat al-Baqarah ayat 106.48 Sementara itu ulama Hanafiyah, Imam Malik dan Ahmad, membolehkan al-Quran dinasakh dengan sunnah mutawatir dengan alasan sunnah itu wahyu, seperti firman Allah SWT. dalam surat an-Najm ayat 3-4.

“Dan Tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya) (Q.S. an-Najm: 3-4)”.

Memang secara syar`i terjadi nasakh dengan sunnah Nabi Muhammad saw. sebagaimana firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 180.

“Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, Berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma'ruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa”. (Q.S. al-Baqarah: 180).

Ayat tersebut dinasakh oleh sabda Rasulullah saw dari Umamah, menurut riwayat empat perawi hadits, selain an-Nasa`i, dinyatakan hadits tersebut hadits hasan menurut Ahmad dan at-Turmuzi, yaitu sabda Rasulullah.

“Sesungguhnya Allah SWT telah memberi bagian tertentu untuk yang berhak, maka tidak boleh berwasiat kepada ahli waris”. (HR. Tirmidzi).

47 Manna Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu al-Quran, terj. Mudzakir, (Yogyakarta :

Pustaka Lentera, 2001), hlm. 337. 48 Artinya : “Ayat mana saja yang Kami nasakhkan, atau Kami jadikan (manusia) lupa

kepadanya, Kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya. tidakkah kamu mengetahui bahwa Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu?”.

Page 18: KONSEP NASIKH DAN MANSUKH DALAM AL-QURAN...Thalib dan Ibnu Abbas, r.a. ketika menafsirkan kata “al-hikmah” dalam al Quran surat al-Baqarah ayat 269 dengan pengetahuan nasikh mansukh,

Hasan Asyari Ulama`i

80 | JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA Volume 7 Nomor 1 Pebruari 2016

3. Nasakh Sunnah dengan al-Quran Muhammad Abu Zahrah, memberikan contoh sunnah tentang shalat

menghadap ke Bait al-Maqdis, dinasakh dengan ayat tentang shalat menghadap ke masjidil Haram, dalam surat al-Baqarah ayat 150. 49

50

Contoh lain adalah berpuasa wajib pada hari asy-Syura yang

ditetapkan berdasarkan sunnah riwayat Bukhari-Muslim dari Aisyah, r.a., beliau berkata :

“Hari asy-Syura itu adalah wajib berpuasa. Ketika diturunkan (wajib berpuasa) bulan Ramadhan, maka ada orang berpuasa dan ada yang tidak berpuasa”. Puasa bulan asy-Syura semula wajib hukumnya, tetapi setelah turun kewajiban puasa di bulan Ramadhan, maka puasa asy-Syura tidak wajib lagi, ada yang berpuasa dan ada pula yang tidak berpuasa”. (HR. Bukhari-Muslim).

Mengenai pembagian nasakh ini, asy-Syafi`i menolaknya dengan alasan. “Jika nabi Muhammad saw menetapkan suatu ketentuan, kemudian turun ayat yang isinya bertentangan, beliau pasti akan membuat ketentuan lain yang sesuai dengan al-Quran. Jika tidak demikian, maka terbukalah pintu untuk menuduh bahwa setiap sunnah yang menjadi bayan al-Quran itu telah dihapus.51

4. Nasakh Sunnah dengan Sunnah

Nasakh ini pada hakikatnya adalah hukum yang ditetapkan berdasarkan sunnah dinasakh dengan dalil sunnah pula. Contoh tentang

49 Muhammad Abu Zahrah, Ushul Fiqih, terj. Saefullah Ma`sum, dkk, (Jakarta :

Pustaka Firdaus, 2008), hlm. 193-142 50 Artinya : “Dan dari mana saja kamu (keluar), Maka Palingkanlah wajahmu ke arah

Masjidil Haram. dan dimana saja kamu (sekalian) berada, Maka Palingkanlah wajahmu ke arahnya, agar tidak ada hujjah bagi manusia atas kamu, kecuali orang-orang yang zalim diantara mereka. Maka janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku (saja). dan agar Ku-sempurnakan nikmat-Ku atasmu, dan supaya kamu mendapat petunjuk”.

51 Supiana dan M. Karman, Ulumul al-Quran dan Pengenalan Metode Tafsir, (Bandung : Pustaka Islamika, 2002), hlm. 151

Page 19: KONSEP NASIKH DAN MANSUKH DALAM AL-QURAN...Thalib dan Ibnu Abbas, r.a. ketika menafsirkan kata “al-hikmah” dalam al Quran surat al-Baqarah ayat 269 dengan pengetahuan nasikh mansukh,

Konsep Nasikh dan Mansukh dalam al-Quran

JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 81 Volume 7 Nomor 1 Pebruari 2016

ziarah kubur yang sebelumnya dilarang oleh Rasulullah saw, kemudian setelah itu Rasulullah malah menganjurkannya.52

Fungsi Nasikh Mansukh

Menurut Nasr Hamid Abu Zaid, fungsi nasakh secara umum ada tiga yaitu : Sebagai salah satu upaya interprestasi hukum sebagai penahapan dalam tasyri` untuk pemberian kemudahan.53 1. Sebagai upaya interprestasi hukum.

Dalam upaya untuk melakukan interpretasi suatu peraturan dalam syariat, baik al-Quran maupun hadits, setiap ketentuan hukum harus jelas sehingga dapat diamalkan. Nasakh ini digunakan untuk menghadapi dua dalil yang kontradiktif. Dalam hal ini harus ada upaya atau mengumpulkan dua dalil hukum itu atau mengkhususkan dalil (taksis), ataupun untuk memperkuat salah satunya (tarjih).

Jika interpretasi tadi sudah ditempuh dan ternyata kontradiksi, maka penyelesaiannya dengan nasikh mansukh, dengan syarat-syarat yang telah dijelaskan sebelumnya.

2. Sebagai penahapan dalam tasryi` Penahapan ini bertujuan untuk memperkenalkan hukum secara

bertahap kepada orang Arab pada permulaan Islam, sehingga memungkinkan mereka yang menerimanya untuk menerapkan perintah-perintah yang dikandungnya secara bertahap. Jadi hukum itu tidak ditetapkan secara mendadak (tiba-tiba/frontal) serta pada akhirnya tidak memberatkan subjek hukum yang menyuruh atau melarang seseorang untuk menjalankan perintah atau larangan yang ditetapkan.

Adanya penahapan ini, menghendaki adanya pencabutan dan penggantian. Contohnya mengenai penahapan larangan minum khamr. Semula orang Arab sudah menyatu dengan minuman khamr, sehingga tidak mudah untuk menghapuskan begitu saja. Oleh karena itu Allah SWT secara bijaksana menetapkan keharamannya secara bertahap.

3. Sebagai pemberian kemudahan Konsep nasakh ini, kemudahan bisa dilihat dengan tetap

ditampilkannya teks-teks yang dinasakh, selain teks-teks yang menasakh. Dengan begitu, hukum ayat yang dinasakh dapat dimunculkan kembali pada tata aturan masyarakat. Para ulama

52 Muhammad Abu Zahrah, Ushul Fiqih, terj. Saefullah Ma`sum, dkk, (Jakarta :

Pustaka Firdaus, 2008), hlm. 193-142 53 Nasir Hamid Abu Zaid, Tekstualitas al-Quran, Kritik terhadap Ulumul Qur`an,

(Yogyakarta : LKiS, 2003), hlm. 149

Page 20: KONSEP NASIKH DAN MANSUKH DALAM AL-QURAN...Thalib dan Ibnu Abbas, r.a. ketika menafsirkan kata “al-hikmah” dalam al Quran surat al-Baqarah ayat 269 dengan pengetahuan nasikh mansukh,

Hasan Asyari Ulama`i

82 | JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA Volume 7 Nomor 1 Pebruari 2016

menyadari hal itu ketika membicarakan posisi teks antara perintah kepada kaum muslimin untuk bersabar atas rintangan yang dimunculkan oleh kaum musyrik. Simak saja surat an-Nahl ayat 27 dengan surat al-Muzamil ayat 10.

“Kemudian Allah menghinakan mereka di hari kiamat, dan berfirman: "Di manakah sekutu-sekutu-Ku itu (yang karena membelanya) kamu selalu memusuhi mereka (nabi-nabi dan orang-orang mukmin)?" berkatalah orang-orang yang telah diberi ilmu: "Sesungguhnya kehinaan dan azab hari ini ditimpakan atas orang-orang yang kafir". (Q.S. an-Nahl : 27).54

“Dan bersabarlah terhadap apa yang mereka ucapkan dan jauhilah mereka dengan cara yang baik”. (Q.S. al-Muzamil: 10).55

Hikmah Nasakh

Manna Khalil al-Qattan menjelaskan tentang hikmah adanya nasakh dalam al-Quran, yaitu : 1) Menjaga keselamatan hamba Allah; 2) Perkembangan tasyri` menuju tingkat sempurna sesuai dengan perkembangan dakwah dan perkembangan kondisi umat Islam; 3) Cobaan dan ujian bagi Mukallaf untuk mematuhinya atau sebaliknya; dan 4) menghendaki kebaikan dan kemudahan bagi umat Islam. Sebab jika nasakh itu beralih kepada hal atau perkara yang lebih berat maka di dalamnya terdapat tambahan pahala, dan jika beralih kepada hal atau perkara yang lebih ringan maka nasakh mengandung kemudahan dan keringanan.56

Simpulan

Berdasarkan paparan tentang konsep nasikh mansukh di dalam al-Quran di atas dapat disimpulkan : 1) Pembahasan tentang nasikh dan

54 Q.S. an-Nahl : 27. 55 Q.S. al-Muzammil : 10 56 Manna Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu al-Quran, terj. Mudzakir, (Yogyakarta :

Pustaka Lentera, 2001), hlm. 338

Page 21: KONSEP NASIKH DAN MANSUKH DALAM AL-QURAN...Thalib dan Ibnu Abbas, r.a. ketika menafsirkan kata “al-hikmah” dalam al Quran surat al-Baqarah ayat 269 dengan pengetahuan nasikh mansukh,

Konsep Nasikh dan Mansukh dalam al-Quran

JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 83 Volume 7 Nomor 1 Pebruari 2016

mansukh merupakan pembahasan yang sangat vital bagi seorang mufassir untuk menghindari kekeliruan dan kesalahan dalam menangkap maksud al-Quran; 2) Masalah nasikh dan mansukh, selama ini masih menjadi perdebatan di kalangan ulama mufassirin, yaitu antara ulama yang mendukung dan menolaknya. Namun bagaimanapun penetapan suatu hukum, bukan berarti sudah menjadi suatu keputusan akhir, bisa saja keputusan itu berubah seiring dengan perkembangan dan perubahan sejarah; dan 3) Meskipun terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama mufassirin tentang ada tidaknya nasakh dalam al-Quran, namun perlu digaris bawahi bahwa pada umumnya ulama ittifaq tentang terjadinya naskh dalam al-Quran.

DAFTAR PUSTAKA

Abi al-Fida` Isma`il ibn Katsir al-Qurasyiyyi al-Dimasyqi, Tafsir al-Qur`an al-Azhim,Beirut: al-Maktabah al-`Ashriyyah, 2000

Abi Bakar Muhammad ibn Musa al-Hazimi al-Hamdzani, Al-`Itibar fî al-Nasikh wa al-Mansukh min al-Atsar, Pakistan: Jami`ah al-Dirasat al-Islamiyyah Karatisyi 1982

Abu Anwar, Ulumul Quran Sebuah Pengantar, , Yogyakarta : Amzah, 2009. Ahmad Azhar Basyir, "Reaktualisasi, Pendekatan Sosiologis Tidak Selalu

Relevan", dalam Iqbal Abdurrauf Saimima ed., Polemik Reaktualiasi Ajaran Islam, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1998.

Ahmad Izzan, Ulumul Quran, Telaah Tekstual dan Kontekstuals al-Quran, Bandung : Tafakur, 2009

Ahmad Mushthafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, Kairo: Mushthada al-Babi al-Halabi wa Awladuhu, 1969

Ali Yafie, Antara Ketentuan dan Kenyataan?, dalam Iqbal Abdurrauf Saimima ed., Polemik Reaktualiasi Ajaran Islam, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1998

Al-Sayyid Muhammad Rasyid Ridha, Tafsir al-Qur`an al-Hakim Tafsir al-Manar, Kairo : Dar al-Manar, t.th.

Amir Syarifuffin, Ushul Fiqh, jilid I, Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 2007. Imam Taufiq, Metode Ta`wil Al Quran, Semarang : Makalah, 1998 Imam Taufiq, Maqamat dan Ahwal, Tinjauan Metodologis, dalam Tasawuf

dan Krisis, Yogyakarta : Pustaka Pelajar bekerja sama dengan IAIN Walisongo Press, 2001

Ishom Elsaha dan Saiful Hadi, Sketsa al-Quran : Tempat, Tokoh, Nama dan Istilah dalam al-Quran, Jakarta : Lista Fariska, 2005.

Page 22: KONSEP NASIKH DAN MANSUKH DALAM AL-QURAN...Thalib dan Ibnu Abbas, r.a. ketika menafsirkan kata “al-hikmah” dalam al Quran surat al-Baqarah ayat 269 dengan pengetahuan nasikh mansukh,

Hasan Asyari Ulama`i

84 | JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA Volume 7 Nomor 1 Pebruari 2016

Jalal al-Din al-Suyuthi, al-Itqan fî Ulum al-Qur`an, Beirut: Dar al-Fikr, 1979, 200.

Kahar Mansykur, Pokok-pokok Ulumul Qur`an, Jakarta : Rineka Cipta, 2002 M. Quraish Shihab, Membumikan al-Quran, Fungsi dan Peran Wahyu dalam

Kehidupan, Bandung : Mizan, 2004. Manna Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu al-Quran, terj. Mudzakir,

Yogyakarta : Pustaka Lentera, 2001. Moh. Nor Ichwan, Studi Ilmu-Ilmu al-Quran, Semarang : RaSail Media

Group, 2002. Muhammad Abd al-`Azhim al-Zarqani, Manahil al-Irfan fî Ulum al-Qur`an,

Kairo: `Isa al-Babi al-Halabi, 1957, Muhammad Abu Zahrah, Ushul Fiqih, terj. Saefullah Ma`sum, dkk, Jakarta :

Pustaka Firdaus, 2008. Muhammad Wafa`, Ahkam al-Naskh fî al-Syari`ah al-Islamiyyah, Kairo: Dar al-

Thabi`ah al-Muhammadiyyah, 1984 Mulyadi Kertanegara menyatakan dalam Mozaik Khazanah Islam, Bunga

Rampai dari Chicago, Jakarta : Paramadina, 2000 Munawir Sjadzali, Ijtihad Kemanusiaan., Jakarta : Paramadina, 1997 ______________, Pokok-Pokok Kebijaksanaan Menteri Agama dalam

Pembinaan Kehidupan Beragama, Jakarta: Kemenag RI, 1985 Nasir Hamid Abu Zaid, Tekstualitas al-Quran, Kritik terhadap Ulumul Qur`an,

Yogyakarta : LKiS, 2003 Rachmat Syafe`i, Pengantar Ilmu Tafsir, Bandung : Pustaka Setia, 2006. Rosihan Anwar, Ulumul Quran, Bandung : Pustaka Setia, 2007. Sahiron Syamsuddin, Hermeneutika al-Quran dan Hadits, Yogyakarta :

eLSAQ Press, 2010. Sayyid Quthb, Tafsir fî Zhilal al-Qur`an, Beirut: Dar al-`Arabiyyah, t.th. Soenarjo, dkk, Al Quran dan Terjemahnya, Jakarta : Kemenag RI, 2003. Subhi as-Shalih, Membahas Ilmu-ilmu al-Quran, terj. Team Pustaka Firdaus,

Jakarta : Pustaka Firdaus, 2004 Supiana dan M. Karman, Ulumul al-Quran dan Pengenalan Metode Tafsir,

Bandung : Pustaka Islamika, 2002 Yusuf Qardhawi, Berinteraksi dengan al-Quran, Jakarta : Gama Insani Press, 1999.