Al-jubbai, Al-huzail Al-Allaf Dan Pemikirannnya

22
AL-‘ALLA>F, AL-JUBBA>’I DAN PEMIKIRANNYA Makalah Dipresentasikan dalam Seminar Kelas Semester I Program Magister UIN Alauddin Makassar pada Mata Kuliah Sejarah Pemikiran Islam Oleh SY. JAPAR SADIQ N I M 80100212177 Dosen Pemandu Prof. Dr. H. Samiang Katu, M.Ag Dr. H. Muhammad Amri, Lc, M.Ag PROGRAM PASCA SARJANA UIN ALAUDDIN MAKASSAR

Transcript of Al-jubbai, Al-huzail Al-Allaf Dan Pemikirannnya

Page 1: Al-jubbai, Al-huzail Al-Allaf Dan Pemikirannnya

AL-‘ALLA>F, AL-JUBBA>’I DAN PEMIKIRANNYA

Makalah Dipresentasikan dalam Seminar Kelas Semester I Program

Magister UIN Alauddin Makassar pada Mata Kuliah Sejarah

Pemikiran Islam

Oleh

SY. JAPAR SADIQN I M 80100212177

Dosen Pemandu

Prof. Dr. H. Samiang Katu, M.Ag Dr. H. Muhammad Amri, Lc, M.Ag

PROGRAM PASCA SARJANAUIN ALAUDDIN MAKASSAR

Page 2: Al-jubbai, Al-huzail Al-Allaf Dan Pemikirannnya

1

2013

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kaum Mu’tazilah adalah golongan yang membawa

persoalan-persoalan teologi yang lebih mendalam dan bersifat

filosofis daripada persoalan-persoalan yang dibawa kaum

Khawarij dan Mur’jiah. Dalam pembahasan, mereka banyak

menggunakan akal sehingga mereka mendapat nama “kaum

rasionalis Islam”.1

Kontak dengan filsafat Yunani membawa pemujaan akal ke

dalam kalangan Islam. Kaum Mu’tazilah banyak dipengaruhi hal

ini dan tidak mengherankan kalau dalam pemikiran teologi

mereka banyak menggukana akal atau rasio sehingga corak

teologi mereka liberal.2

Mu’tazilah sebagai sebuah aliran teologi biasa disebut

dalam buku-buku ’Ilm al-Kalam berpusat dari peristiwa yang

terjadi antara Wasil Ibn ’Ata’ serta temannya ’Amr Ibn ’Ubaid dan

Hasan al-Basri di Basrah. Wasil selalu mengikuti pelajaran yang

disampaikan oleh Hasan al-Basri di Mesjid Basrah. Pada suatu

ketika datang seorang bertanya tentang orang yang berdosa

besar, Khawarij mengklaim mereka kafir, sedang Murji’ah

mengklaim mereka tetap mukmin. Ketika Hasan al-Basri masih

1 Harun Nasution, Teologi Islam; Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan ( Jakarta: UI Press, 2012), h. 40.

2 Idem, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya (Jakarta : UI-Press, 2009), h. 33

Page 3: Al-jubbai, Al-huzail Al-Allaf Dan Pemikirannnya

2

berfikir, Wasil mengeluarkan pendapatnya sendiri, orang yang

berdosa besar bukanlah mukmin dan bukan pula kafir, tetapi

berposisi di antara keduanya, kemudian ia berdiri menjauhkan diri

dari Hasan al-Basri. Atas peristiwa ini Hasan al-Basri mengatakan :

i’tazala ’anna (Wasil menjauhkan diri dari kita). Dengan demikian

ia beserta teman-temannya disebut Mu’tazilah.3

Tokoh utama di balik munculnya paham teologi ini adalah

Washil bin 'Atha’. Ia lahir di tahun 81 H, di Madinah dan meninggal

tahun 131 H. Ajaran-ajaran yang dibawanya adalah paham al-

manzilat baina al-manzilatain (posisi di antara dua posisi bagi

pembuat dosa besar), paham qadariyyah dan paham peniadaan

sifat-sifat Tuhan.4

Adapun murid-murid wasil yang melanjutkan pemikiranya

antara lain adalah, Abu al-Huzail al-‘Alla>f, al-Naz}z}a>m, dan

Abu Ali al-Jubba>'i.5

Dalam makalah ini membahas tokoh aliran Mu’tazilah yang

meliputi; Abu al-Huzail al-‘Alla>f, dan Abu Ali al-Jubba>'i dan

ajaran-ajaranya.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas dirumuskan masalah sebagai

berikut:

3 Lot. Cit4Harun Nasution, Teologi Islam, h. 44-455Abdul Azis Dahlan, Sejarah dan Perkembangan Pemikiran dalam Islam

(Cet. I; Jakarta: Beunebi Cipta, 1987), h. 75.

Page 4: Al-jubbai, Al-huzail Al-Allaf Dan Pemikirannnya

3

1. Siapa Abu al-Huzail al-‘Alla>f, dan Abu Ali al-Jubba>'i serta

bagaimana pokok ajaran-ajaranya ?

2. Bagaimana perkembangan Mu’tazilah dan pengaruhnya di

dunia Islam ?

BAB II

SEJARAH TIMBULNYA MU’TAZILAH DAN TOKOHNYA

A. Sejarah Timbul Mu’tazilah

1. Sejarah Timbulnya Mu’tazilah.

Golongan ini muncul pada masa pemerintahan Bani

Umayyah, tetapi baru menghebohkan pemikiran Islam pada

masa pemerintahan Bani ‘Abbas dalam masa yang cukup

panjang. Para ulama berbeda pendapat pada waktu munculnya

golongan ini. Sebagian berpendapat, golongan ini mulai timbul

sebagai satu kelompok di kalangan pengikut ‘Ali. Mereka

mengasingkan diri dari masalah-masalah politik dan beralih ke

masalah akidah ketika Hasan turun dari jabatan khalifah untuk

digantikan oleh Mu’awiyah Ibn Abi Sufyan. Mengenai hal ini Abu

al-Hasan al-Thara’ifi dalam bukunya Ahl al-ahwa’ wa al-Bida’

Page 5: Al-jubbai, Al-huzail Al-Allaf Dan Pemikirannnya

4

menyatakan “ Mereka menamakan diri dengan mu’tazilah ketika

Hasan Ibn ‘Ali membai’at Mu’awiyah dan menyerahkan jabatan

khalifah kepadanya. Mereka mengasingkan diri dari Hasan,

Mu’awiyah dan seuma orang lain, mereka menetap di rumah-

rumah dan di masjid-masjid. Mereka berkata, kami bergelut

dengan ilmu dan ibadah6.

Menjelang akhir kekuasaan Bani Umayyah dipertengahan

abad VIII M, muncullah aliran baru yang disebut Mu’tazilah.

Mu’tazilah menolak dua aliran yang mendahuluinya yaitu

Khawarij dan Murji’ah, dan mengatakan bahwa sebenarnya

pelaku dosa besar tidak mukmin dan tidak pula kafir, tetapi

berada pada posisi menengah antara mukmin dan kafir. Ajaran

ini dalam Mu’tazilah disebut al-Manzilat Bayna al-Manzilatain.

Secara historis dapat dikatakan bahwa ajaran inilah yang

menandai lahirnya Mu’tazilah. Paham tersebut untuk pertama

kalinya dikemukakan oleh Wasil Bin ‘Atha’ yang dikenal sebagai

tokoh Mu’tazilah7. Mu’tazilah adalah sebutan bagi orang-orang

yang memisahkan diri dari jamah Hasan al-Bashri, yang dipimpin

oleh Washil bin Atha’. Walaupun selanjutnya Washil bin Atha

menamakan diri kelompoknya dengan sebutan Ahl al-‘Adl wa al-

Tauhi>d.8 Istilah Mu’tazilah sebenarnya telah muncul sejak abad

I H. Istilah tersebut dialamatkan kepada para sahabat yang

6Imam Muhammad Abu Zahrah, Ta>ri>kh al-Maza>hib al-Isla>miyyah, diterjemahkan oleh Abd. Rahman Dahlan dan Ahmad Qarib, dengan judul Aliran Politik dan Aliran Islam (Cet.I; Jakarta:Logos Publishing House, 1991), h. 149.

7Hamka Haq, Dialog: Pemikiran Islam, ( Makassar: Yayasan al-Ahkam, Cv. Berkah Utami, 2000) h. 8.

8Sahilun A. Natsir, Pengantar ilmu Kalam, (Cet. II ; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1994) h. 93.

Page 6: Al-jubbai, Al-huzail Al-Allaf Dan Pemikirannnya

5

memisahkan diri atau bersikap netral dalam masalah-masalah

politik ketika terjadi pertikaian antara Usman bin Affan dan ‘Ali

bin Abi Thalib. Akan tetapi, jika memperhatikan keadaan

masyarakat dan situasi politik serta latar belakang lahirnya

Mu’tazilah di atas, tidak ada hubungan antara Mu’tazilah yang

muncul abad pertama hijriah dengan Mu’tazilah yang dipelopori

Washil bin Atha. Yang pertama akibat kemelut politik, yang

kedua didorong persoalan keimanan.9

Berbagai analisis dimajukan tentang pemberian nama

Mu’tazilah kepada mereka. Uraian yang biasa disebut buku-buku

‘Ilmu Kalam berpusat pada peristiwa yang terjadi antara Wasil

bin ‘Atha’ serta temanya ‘Amr Ibn ‘Ubaid dan Hasan al-Basri di

Basrah. Wasil selalu mengikuti pelajaran-pelajaran yang

diberikan Hasan al-Basri di mesjid Basrah. Pada suatu hari

datang seorang bertanya tentang status orang yang berdosa

besar. Sebagai mana diketahui kaum Khawarij memandang

mereka kafir sedang kaum Murji’ah memandang mereka

mukmin. Ketika Hasan al-Basri masih berfikir, Wasil

mengeluarkan pendaptnya sendiri dengan mengatakan bahwa

orang yang berdosa besar bukanlah mukmin dan bukan pula

kafir, tetapi mengambil posisi diantara ke duanya; tidak mukmin

dan tidak pula kafir.” Kemudian ia berdiri dan menjauhkan diri

dari Hasan al-Basri dan pergi ke tempat lain di mesjid. Di sana ia

mengulangi pendapatnya kembali. Atas peristiwa ini Hasan al-

Bas}ri mengatakan: “ Was}il menjauhkan diri dari kita (i’tazala

9M. Yusran Asmuni, Ilmu Tauhid (Cet. II; Jakarta: Rajawali Grafindo Persada, 1994) h.. 113-114.

Page 7: Al-jubbai, Al-huzail Al-Allaf Dan Pemikirannnya

6

‘anna>). “ Dengan demikian ia serta teman-temanya disebut

kaum Mu’tazilah.10

Versi lain yang diberikan oleh Ta>sy Kubra> Za>dah,

menyebutkan bahwa Qata>dah Ibn Da’amah pada suatu hari

masuk ke Mesjid Basrah dan menuju ke majelis ‘Amr Ibn ‘Ubaid

yang disangkanya adalah majelis Hasan al-Basri. Setelah

mengetahui bahwa itu bukan majelis Hasan al-Basri ia berdiri

dan meninggalkan tempat itu, sambil berkata: “Ini kaum

Mu’tazilah.” Semenjak itu, menurut Ta>sy Kubra> Za>dah,

mereka disebut kaum Mu’tazilah.11

Asal-usul penamaan Mu’tazilah cukup sulit untuk diketahui

secara pasti, berbagai pendapat para ahli menunjukkan

perbedaan pendapat di antara mereka. Nama Mu’tazilah

merupakan designasi bagi aliran teologi rasional yang sifatnya

liberal dalam Islam timbul setelah peristiwa Washil bin Atha’

dengan Hasan al-Bashri di Basrah, inilah yang bersifat umum dan

yang dimaksud dalam penulisan ini.

2. Al-Us>ul al-Khamsah.

Mengenai al-Us}ul al-Khamsah secara harfiah berarti lima

dasar. Mu’tazilah memahami dan meyakini bahwa ada lima dasar

dalam akidah Islam yaitu; al-Tauhid, al-‘Adl, al-Wa’d wa al-Wa’id,

al-Manzilah Baina al-Manzilatain, dan al-Amr bi al-Ma’ruf wa al-

10 Abu Al-Fath al-Syahrastani, al-Milal wa al-Nihal, juz 1 (Cet. I:Beirut; dar al-Kutub al-Ilmiah,1410 H/1990M) h. 42.

11 Ahmad Mahmud Subhi, Fi ‘Ilm al-Kala>m (Kairo:t.p,1969) h. 75.

Page 8: Al-jubbai, Al-huzail Al-Allaf Dan Pemikirannnya

7

Nahyi ‘an al-Munkar. Kelima dasar keyakinan tersebut

merupakan prasyarat untuk menjadi kaum Mu’tazilah.

Al-Tauhid, (pengesaan Tuhan) yang merupakan inti paham

Mu’tazilah; maksudnya pemurnian esensi Tuhan; Tuhan tidak

memiliki sifat-sifat. Lebih lanjut Washil bin Atha’ mengatakan,

Tuhan tak mungkin diberikan sifat yang mempunyai wujud

tersendiri yang melekat pada Zat Tuhan. Abu al-Huzail mencoba

membawa penyelesaian. Tuhan betul mengetahui tetapi bukan

dengan sifat melainkan mengetahui dengan pengetahuan-Nya

dan pengetahuan-Nya adalah Zat-Nya demikian seterusnya dan

sifat-sifat lainnya12.

Al-‘Adl, (prinsip keadilan Tuhan). Menurut paham

Mu’tazilah, Allah tidak menyukai kerusakan, dan tidak

menciptakan perbuatan hamba, tetapi hambalah yang

melakukan apa yang diperintahkan dan yang dilarang dengan

kudrat yang diberikan dan ditetapkan Allah kepada mereka.

Tidak mungkin Tuhan menghendaki supaya manusia berbuat hal-

hal yang bertentangan dengan perintah-Nya.

Al-Wa’ad wa al-Wa’id, (prinsip janji dan ancaman).

Mu’tazilah berkeyakinan bahwa janji berupa balasan kebaikan

dan ancaman berupa siksaan tidak mustahil diturunkan. Janji

Allah tentang pahala atas kebaikan akan terjadi, janji siksaan

atas kejahatan juga akan terjadi.13

12Syahrin Harahap dkk, Eksiklopedi Islam,( Cet. I; Jakarta: Kencana, 2003) h. 457.

13Muhammad Abduh, Risalah Tauhid, (Cet. IX; Jakarta: Bulan Bintang, 199) h. 47.

Page 9: Al-jubbai, Al-huzail Al-Allaf Dan Pemikirannnya

8

al-Manzilat Baina al-Manzilatain (posisi di antara dua

posisi). Washil bependapat bahwa orang Islam yang berbuat

dosa besar tidaklah kafir, bukan pula mukmin, tetapi mengambil

posisi antara kafir dan mukmin. Kalau orang Islam tersebut

bertaubat sebelum dia meninggal maka ia akan masuk surga,

tetapi kalau orang Islam tersebut belum sempat bertaubat, maka

ia akan masuk neraka selama-lamanya, namun azab yang ia

terima lebih ringan dari azab yang diterima oleh orang kafir.14

Al-Amr bi al Ma’ruf wa an-Nahy ‘an al-Munkar, (prinsip

menyuruh berbuat baik dan melarang kemungkaran). Prinsip ini

adalah dasar yang kelima dari dasar-dasar paham Mu’tazilah

yang disepakati. Kaum mu’tazilah menetapkan bahwa semua

muslim wajib melakukan upaya tersebut untuk menyiarkan

dakwah Islam dan menunjuki orang yang sesat serta mencegah

serangan orang yang mencampuradukkan kebenaran dan

kebatilan sehingga mereka tidak dapat menghancurkan Islam.

B. Tokoh Penting (al-Allaf, dan al-Jubbai), dan

Perkembangan al-Mu’tazilah sebagai Aliran Kalam,

serta Pengaruhnya di Dunia Islam.

1. Al-Alla>f.

a.Biografi Al-Alla>f

Termasuk tokoh yang berpengaruh dalam perkembangan

Mu’tazilah adalah al-Allaf. Nama lengkapnya Muhammad bin

al-Huzail al-Allaf. Ia merupakan seorang tokoh Mu’tazilah

14Abu Al-Fath al-Syahrasta>ni, op. cit. h. 39.

Page 10: Al-jubbai, Al-huzail Al-Allaf Dan Pemikirannnya

9

yang menjadi pemimpin kedua Mu’tazilah cabang Basrah

setelah Washil bin 'Atha’. Ia lahir pada tahun 135 / 751 M,

tiga tahun setelah berdirinya Daulah Abbasiyah dan wafat

pada tahun 235 H/849 M.15 Ia menyaksikan aliran Mu’tazilah

mencapai puncak kekuasaannya di dalam imperium Islam

dan juga turut menyaksikan kemunduran dan tumbangnya

aliran Mu’tazilah dari kekuasaannya pada masa khalifah al-

Mutawakkil.16

b.Pemikiran Al-Alla>f

Di antara pemikirannya yang berbeda dengan tokoh-tokoh

al-Mu’tazilah adalah:

a. Allah itu ‘Alim (Maha Mengetahui) dengan dzat-Nya,

Allah itu Qadir (Maha Berkuasa) dan Qudrah Allah

adalah dzat-Nya, demikian seterusnya. Singkatnya dia

meniadakan seluruh sifat selain dzat Allah sebagaimana

yang dilakukan oleh Wasil akan tetapi dia lebih

mendalam.

b. Alam memiliki cakupan dan batasan karena alam

adalah hal yang baru, termasuk surga dan neraka.

15Harun Nasution, Teologi, h. 47. 16Joesoef Sou’eyb, Peranan Aliran Iktizal dalam Perkembangan Alam

Pikiran Islam (Cet.I; Jakarta: Pustaka al-Husna, 1982) h. 212.

Page 11: Al-jubbai, Al-huzail Al-Allaf Dan Pemikirannnya

10

c. Manusia terbebani taklif (kewajiban) yang mampu

dibedakan oleh akal antara yang baik dan yang buruk

meskipun tanpa syariat atau wahyu.

d. Ajaran al-s}ala>h wa al-as}lah (Allah wajib berbuat

baik dan terbaik).17

akibat lama berhubungan dengan filsafat Yunani.18

Abu al-Huzail menjelaskan apa sebenarnya dengan nafy al-

Sifat atau peniadaan sifat-sifat Tuhan. Tuhan mengetahui bukan

dengan sifat, malahan mengetahui dengan pengetahuan-Nya, dan

pengetahuan-Nya adalah zat-Nya. Pendapat selanjutnya,

mengenai kemampuan manusia menggunakan akalnya untuk

mengetahui Tuhan, oleh karena itu manusia yang lalai

mengetahui Tuhan diberi ganjaran, begitu juga baik dan buruk.

Kelihatan sekali pendapatnya dipengaruhi oleh pemikiran filsafat

Yunani.

Tuhan menciptakan manusia bukan karena Ia berhajat pada

mereka, tetapi karena nikmat lain. Dan Tuhan tidak menghendaki

kecuali hal-hal yang bermanfaat bagi manusia. Inilah landasan

paham al-salah wa al-aslah, dalam arti Tuhan wajib mewujudkan

yang baik.19

c. Pengikut Abu Huzail Al-’Alla>f

17Azyumardi Azra, dkk, Ensiklopedi Islam, Jilid 5 (Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve, 2005 M) h. 97.

18 Abu Mans}ur al- Bagda>di>, al-Farqu baina al-Firaq (S}aida>: al-T{ab’ah al-As}riyah, t.th) h. 131.

19 Harun Nasution, Teologi, h. 47-48

Page 12: Al-jubbai, Al-huzail Al-Allaf Dan Pemikirannnya

11

Pengikut Abu Huzail al-’Alla>f, mendasarkan ajaran mereka

pada sepuluh kaidah :

1) Allah mengetahui dengan pengetahuan-Nya, dan

pengetahuan-Nya adalah zat-Nya.

2) Allah mempunyai keinginan, tetapi tidak mempunyai

tempat

3) Perkataan Allah sebagian tidak punya tempat seperti

kata ”Kun” , sebagian berbentuk perintah, larangan,

berita dan pemberitahuan. Perintah untuk penciptaan

bukan untuk taklifi

4) Manusia bebas berbuat apa saja tanpa campur tangan

Allah di dunia ini, tapi di Akhirat perbuatan manusia

diciptakan Allah karena bila diusahan berarti manusia

mendapat taklif.

5) Manusia di surga kekal mendapat nikmat begitu pula

yang ada di neraka selamanya mendapat siksaan.

6) Kemampuan manusia hanyalah selain kesehatan.

Perbuatan hati tidak sah bila tidak ada kemampuan,

tetapi perbuatan anggota badan sah meski tidak ada

kemampuan.

7) Seseorang menjadi mukallaf sebelum datangnya wahyu

karena baik buruk dapat ditentukan akal.

8) Seseorang bila tidak dibunuh akan mati pada waktu itu

juga tidak mungkin ditambah atau dikurangi umurnya.

Adapun masalah rezki, yaitu yang diciptakan Allah

Page 13: Al-jubbai, Al-huzail Al-Allaf Dan Pemikirannnya

12

sebagai rezkinya, sedang yang diharamkan maka bukan

rezki.

9) Iradah Allah bukan apa yang Allah kehendaki. Kehendak

Allah ketika meciptakan yaitu penciptaan untuk ciptaan-

Nya. Penciptaan-Nya untuk sesuatu bagi-Nya bukan

sesuatu. Tetapi penciptaan bagin-Nya adalah perkataan

bukan sesuatu yang bertempat.

10) Dalam masalah yang gaib, tidak dapat ditetapkan

kecuali dengan khabar 20 orang dan di antara 20 orang

itu ada seorang atau lebih yang menjadi ahli surga.20

Paham inilah yang menjadi landasan pokok para

pengikut Abu Huzail Al-’Alla>f

2. Al-Jubbai.

a. Biografi Al-Jubbai

Al-Jubbai, merupakan tokoh yang berpengaruh dalam

perkembangan Mu’tazilah. Nama lengkapnya adalah Abu

'Ali Muhammad bin 'Abd al-Wahhab al-Jubba'i. Lahir pada

tahun 295 H, dan wafat pada tahun 321 H. Dia adalah guru

dari Abu Hasan al-Asy’ari pendiri aliran Asy-ariyah.21

b. Pemikiran Al-Jubbai

Terkait dengan sifat Tuhan, al-Jubba'i berpendapat

bahwa Tuhan itu mengetahui sesuatu melalui esensi (Zat)

Nya, Ia maha kuasa dan hidup melalui esensi-Nya. Olehnya

20 Abu Al-Fath al-Syahrasta>ni, op. cit. h. 64-67.21 Harun Nasution, Teologi, h. 66.

Page 14: Al-jubbai, Al-huzail Al-Allaf Dan Pemikirannnya

13

itu, untuk mengetahui sesuatu, Tuhan tidak perlu pada sifat

mengetahui, dan tidak pula perlu pada keadaan

mengetahui.22 al-Jubba’i juga mengatakan bahwa Allah

menciptakan "kalam-Nya" sendiri di tempat pembacaan

kapan saja seorang manusia membacakan Al-Qur’an.23

Demikianlah pemikiran dari tokoh yang berpengaruh

dalam aliran mu’tazilah, yang pada intinya pemikiran

mereka tidak jauh beda dengan tokoh-tokoh yang lainya

atau pemikiran yang satu dengan yang lainnya hampir

sama karena mereka pada hakikatnya menggunakan rasio.

c. Pengikut Al-Jubbai

Pengikut al-Jubbai mendasarkan pemahaman mereka di

antaranya

1) Tetapnya seluruh yang ada

2) Adanya Allah berkata dengan suatu perkataan,

Dia menciptakannya pada suatu tempat

3) Tidak bisanya melihat Allah di dunia dan di

akhirat

4) Untuk mengetahui baik dan buruk dan berterima

kasih terhadap nikmat Allah dapat dicapai dengan

akal. Syariat terbagi dua; syariat akal dan syariat

nabi.

22 Ibid., h.51-52.23 Abu al-‘Izz al-Dimasyqi, Syarh al-Aqi>dah al-T}ahawiyah, jilid 1

(Cet.10; Beirut: Muassasah al-Risa>lah, 1417 H/1997 M) h. 173.

Page 15: Al-jubbai, Al-huzail Al-Allaf Dan Pemikirannnya

14

5) Persoalan imamah dan kekeramatan para wali

dan sahabat mereka mengingkari, tetapi tetap

mengakui kema’suman para nabi dan rasul.24

3. Peristiwa al-Mihnah dan Perkembangan

Mu’tazilah sebagai Aliran Kalam, serta

Pengaruhnya di Dunia Islam

Peristiwa al-mihnah terjadi sekitar tahun 198 H.

sampai dengan tahun 232 H. Hanya saja pelaksanaannya

nanti diterapkan secara efektif di tengah masyarakat mulai

pada tahun 218 H. Hal itu dilakukan karena adanya

kekhawatiran akan mendapat tantangan dari masyarakat

di masa awal pemerintahan al-Makmun. Berawal dari

Khalifah al-Makmun terkontaminasi oleh paham Mu’tazilah

yang dimiliki oleh Ahmad bin Abu Du'ad. Dia berusaha

mempengaruhi Khalifah dan menelurkan ide untuk

melaksanakan mihnah untuk menjernihkan akidah

masyarakat terutama soal doktrin “Al-Qur’an adalah

Makhluk”. Akhirnya, pada tahun 212 H, mulailah al-

Makmun menganut paham Mu’tazilah.

Pada masa pemerintahan al-Makmun, diterapkan

empat macam tingkatan sanksi atas mereka yang

membangkang, yaitu pertama, mereka yang menolak

tidak dapat diterima kesaksiannya di pengadilan, kedua,

bagi mereka yang bekerja sebagai guru atau muballigh

24 Abu Al-Fath al-Syahrasta>ni, op. cit. h. 90-96.

Page 16: Al-jubbai, Al-huzail Al-Allaf Dan Pemikirannnya

15

diputuskan tunjangan yang diperolehnya dari Khalifah,

ketiga, jika masih menolak akan dicambuk dan dirantai,

kemudian dimasukkan ke dalam penjara, dan keempat,

proses terakhir dari segalanya adalah hukuman mati

dengan leher dipancung.25

Pada masa pemerintahan al-Watsiq (842-847 M./227-

232 H.), dia masih menjalankan kebijakan al-mihnah.

Bahkan pada masa ini, pernah dikeluarkan perintah untuk

membunuh Ahmad bin Nashr al-Khuza’iy, seorang ulama

yang mendukung pendapat Imam Ahmad Ibnu Hanbal

tentang ke-qadiman al-Qur'an. Akibatnya, beberapa tokoh

dan ulama mati di penjara karena mempertahankan

pendapat mereka, di antaranya : Na’im bin Hammad, dan

Yusuf bin Yahya al-Buwaiti.26

Seiring dengan terpilihnya Khalifah al-Mutawakkil

sebagai pengganti khalifah al-Wasiq (232/847), ajaran

Mu’tazilah dihapuskan dari mazhab negara dan digantikan

dengan ajaran al-Asy’ariyyah.27 Dengan demikian,

berakhirlah riwayat al-Mihnah pada masa ini, dan pengaruh

kaum Mutazilah pun mulai menurun. 28

Adapun perkembangan Mu’tazilah sebagai aliran

kalam dan pengaruhnya dalam dunia Islam adalah,

kelompok Mu’tazilah pada mulanya lahir sebagai reaksi

25Hamka Haq, op. cit, h. 11. 26Joesoef Sou’eyb, op. cit, h. 177-179.27Tim Penyusun Ensiklopedi Islam, op. cit., h. 191.28Harun Nasution, Islam rasional; Gagasan dan Pemikiran (Cet. IV;

Bandung: Mizan, 1996), h. 65.

Page 17: Al-jubbai, Al-huzail Al-Allaf Dan Pemikirannnya

16

terhadap paham-paham yang dikemukakan oleh golongan

Khawarij dan golongan Murjiah. Kemudian Mu’tazilah

muncul dengan pemahamanya dengan konsep al-Manzilah

bain al-Manzilatain bahwa sesungguhnya orang yang

berdosa besar dia bukan kafir dan bukan pula mu’min.

Setelah golongan Muktazilah mencapai puncak kepesatan

dan kemegahannya pada masa Al-Makmun dan al-

Mu’tashim, tidak berapa lama kemudian aliran ini akhirnya

mengalami kemunduran. Kondisi itu utamanya terjadi pada

masa khalifah al-Mutawakkil. Walaupun demikian, aliran ini

tidak serta merta hilang dari permukaan. Dalam beberapa

catatan sejarah disebutkan bahwa beberapa pengikutnya

yang setia masih tetap eksis dan menjadi tokoh penting

dan ulama produktif. Sebut saja misalnya, al-Khayyath

yang muncul pada akhir abad ke III H. Kemudian Abu Bakar

al-Zamakhsyari (w. 320 H./932 M.) yang muncul pada abad

ke IV H. yang dikenal dengan tafsirnya al-Kasysyaf.

Pengaruh kedua tokoh tersebut sangat besar di kalangan

kelompok Ahlussunnah wa al-Jama’ah.29

Selanjutnya paham ini berkembang menjadi aliran

kalam yang dikenal dengan nama Mu’tazilah.

Kemunculannya seiring dengan telah banyaknya umat

Islam yang melakukan kontak dengan pemikiran Filsafat

Yunani yang dikenal menjadikan akal sebagai power dalam

berfikir sampai-sampai menilai benar-salahnya sesuatu

29Ahmad Hanafi, Pengantar Teologi Islam (Ilmu Kalam) (Cet.XI; Jakarta: Bulan Bintang, 1996) h.100.

Page 18: Al-jubbai, Al-huzail Al-Allaf Dan Pemikirannnya

17

menurut ukuran rasio. Ibarat tersengat retorika berfikir

tersebut, orang-orang Mu’tazilah pun amat tertarik dengan

filsafat tersebut. Oleh karena itu tidak mengherankan jika

aliran Mu’tazilah ini banyak berpegang pada rasio dalam

membicarakan perkara-perkara teologi.30

Meskipun aliran Mu’tazilah tidak lagi menjadi satu

golongan namun tidak dapat disangkal bahwa

perkembangan ilmu-ilmu pengetahuan dan falsafah dalam

Islam tidak lepas dari peran serta pengaruh paham

Mu’tazilah yang lebih mengutamakan akal dalam

memahami dan memecahkan persoalan-persoalan teologi.

Bahkan, menurut Harun Nasution, di zaman modern dan

kemajuan iptek sekarang ini, ajaran-ajaran Mu’tazilah yang

bersifat rasional tersebut telah tumbuh kembali di

kalangan umat Islam, terutama di kalangan kaum

terpelajar.31

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

30Abuddin Nata, Ilmu Kalam, Filsafat, dan Tasawuf (Dirasah Islamiyah IV) (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1995) h. 63.

31Harun Nasution, Teologi. h. 60.

Page 19: Al-jubbai, Al-huzail Al-Allaf Dan Pemikirannnya

18

1. Sejarah munculnya aliran Mu’tazilah berawal dari adanya

perbedaan pendapat tentang orang yang berdosa besar,

apakah dia kafir atau tetap mukmin. Kemudian Mu’tazilah

berpendapat bahwa dia tidak kafir dan tidak pula mu’min

atau berada di antara dua tempat, dengan kata lain al-

Manzilat Bayn al-Manzilatain. Paham tersebut untuk

pertama kalinya dikemukakan oleh Wasil Bin ‘Atha’ yang

dikenal sebagai aliran Mu’tazilah. Kemudian berkembang

menjadi konsep Lima Dasar (al-Ushul al-Khamsah) yakni

al-Tauhid, al-‘Adl, al-Wa’d wa al-Wa’id, al-Manzilah Baina

al-Manzilatain, dan al-Amr bi al-Ma’ruf wa al-Nahyi ‘an al-

Munkar.

2. Adapun termasuk tokoh yang berpengaruh dalam

perkembangan Mu’tazilah adalah al-Allaf, dan al-Jubbai

dalam pendapat-pendapatnya tidak jauh beda yang satu

dengan yang lainya karena masing-masing menggunakan

rasio.

3. Adapun pengaruhnya dalam dunia Islam atau zaman

modern ini ajaran-ajaran Mu’tazilah yang bersifat rasional

tersebut telah tumbuh kembali di kalangan umat Islam,

terutama di kalangan kaum terpelajar.

Page 20: Al-jubbai, Al-huzail Al-Allaf Dan Pemikirannnya

19

DAFTAR PUSTAKA

Abduh, Muhammad, Risalah Tauhid, (Cet. IX; Jakarta: Bulan Bintang, 199)

Al-Bagda>di, Abu Mans}ur >, al-Farqu baina al-Firaq (S}aida>: al-T{ab’ah al-As}riyah, t.th)

Al-Dimasyqi, Abu al-‘Izz, Syarh al-Aqi>dah al-T}ahawiyah, jilid 1 (Cet.10; Beirut: Muassasah al-Risa>lah, 1417 H/1997 M)

Al-Syahrastani, Abu Al-Fath, al-Milal wa al-Nihal, juz 1 (Cet. I:Beirut; dar al-Kutub al-Ilmiah,1410 H/1990M)

Asmuni, M. Yusran, Ilmu Tauhid (Cet. II; Jakarta: Rajawali Grafindo Persada, 1994)

Azra, Azyumardi, dkk, Ensiklopedi Islam, Jilid 5 (Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve, 2005 M)

Dahlan, Abdul Azis, Sejarah dan Perkembangan Pemikiran dalam Islam (Cet. I; Jakarta: Beunebi Cipta, 1987)

Hanafi, Ahmad, Pengantar Teologi Islam (Ilmu Kalam) (Cet.XI; Jakarta: Bulan Bintang, 1996)

Haq, Hamka, Dialog: Pemikiran Islam, ( Makassar: Yayasan al-Ahkam, Cv. Berkah Utami, 2000)

Harahap, Syahrin dkk, Eksiklopedi Islam,( Cet. I; Jakarta: Kencana, 2003)

Nasution, Harun, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya (Jakarta : UI-Press, 2009)

_____________, Islam rasional; Gagasan dan Pemikiran (Cet. IV; Bandung: Mizan, 1996)

_____________, Teologi Islam; Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan (Jakarta: UI Press, 2012)

Nata, Abuddin, Ilmu Kalam, Filsafat, dan Tasawuf (Dirasah Islamiyah IV) (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1995)

Natsir, Sahilun A., Pengantar ilmu Kalam, (Cet. II ; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1994)

Sou’eyb, Joesoef, Peranan Aliran Iktizal dalam Perkembangan Alam Pikiran Islam (Cet.I; Jakarta: Pustaka al-Husna, 1982)

Subhi, Ahmad Mahmud, Fi ‘Ilm al-Kala>m (Kairo: t.p, 1969)

Zahrah, Imam Muhammad Abu, Ta>ri>kh al-Maza>hib al-Isla>miyyah, diterjemahkan oleh Abd. Rahman Dahlan dan

Page 21: Al-jubbai, Al-huzail Al-Allaf Dan Pemikirannnya

20

Ahmad Qarib, dengan judul Aliran Politik dan Aliran Islam (Cet.I; Jakarta:Logos Publishing House, 1991), h. 149.