KONSEP KETEPATAN DAN KEBAIKAN MENURUT W.D. ROSS …
Transcript of KONSEP KETEPATAN DAN KEBAIKAN MENURUT W.D. ROSS …
KONSEP KETEPATAN DAN KEBAIKAN MENURUT W.D. ROSS SEBAGAI ETIKA PRIMA FACIE DUTIES
William Wardoyo
Fristian Hadinata
Faculty of Humanities, Univesitas Indonesia
E-mail: [email protected]
Abstrak
Tulisan ini bertujuan untuk membahas secara mendalam etika Prima Facie Duties ciptaan William David Ross. Prima Facie Duties merupakan teori etika yang didasari oleh dua konsep dasar yaitu konsep ketepatan dan konsep kebaikan. Kedua konsep inilah yang mendasari kewajiban dalam Prima Facie Duties yaitu duty of fidelity, duty of gratitude, duty of reparation, duty of beneficence, duty of justice, duty of self-improvement, dan, duty of non-maleficience. Tulisan ini juga memberikan perbandingan Prima Facie Duties dengan Ideal Utilitarian Moore dan Deontology Kantian, dan Moral Relativism untuk memberikan suatu gambaran jelas apa yang menjadi corak khas dari Prima Facie Duties. Dalam tulisan ini juga dimasukan kritik dari John Rawls kepada intuisionisme dan juga tanggapan berdasarkan Prima Facie Duties terhadap kritik tersebut yang berupa improvisasi penting bagi Prima Facie Duties yaitu sistem prioritas
Kata kunci: Intuisi; kebaikan; ketepatan; kewajiban
Right and Good According to W.D. Ross as Prima Facie Duties Ethics
Abstract
Pendahuluan Tindakan keseharian kita memiliki banyak pilihan, dan tentunya di setiap pilihan ada suatu
pilihan yang baik dan buruk. Sebagai mahluk rasional, tentunya kita akan mengincar pilihan
The point of this essay is to explain deeply the Prima Facie Duties ethics which were made by W.D. Ross. Prima Facie Duties is an ethical theory based on two main concept which is right and good. These two central concept become the base of the seven duties which are duty of fidelity, duty of gratitude, duty of reparation, duty of beneficence, duty of justice, duty of self-improvement, and duty of non-maleficience. There is also comparison of Prima Facie Duties with Moore Ideal Utiliarianism, Kantian Deontology, and Moral Relativism to show the main characteristic of Prima Facie Duties. Critics from John Rawls against ethical intuitionism is also included with the solution for Prima Facie Duties based on John Rawls critics which improves Prima Facie Duties in the form of priority system Keywords : Duties; Good; Intuition; Right
Konsep Ketepatan ..., William Wardoyo, FIB UI, 2016
yang dianggap baik dalam setiap tindakan yang kita lakukan. Untuk mengetahui suatu
tindakan baik atau buruk , manusia melakukan refleksi kritis terhadap pilihan tindakanya
untuk menghasilkan tindakan yang baik dan bermoral dan menghindari tindakan yang buruk
dan tidak bermoral. Refleksi kritis ini merupakan etika.
Etika sudah ada dari Zaman Yunani Kuno, salah satunya adalah etika Aristoteles.
Pembahasan etika Aristotelian terdapat pada Nicomachean ethics. Pembahasan etika
Aristoteles termasuk pada filsafat praktikalnya. Karena penyelidikan etika Arisoteles tidaklah
bertujuan untuk mencari apa itu goodness, namun bagaimana menjadi baik (good). Tujuan
utama pembelajaran etika adalah untuk menjadi orang yang baik (good person), namun untuk
mencapai hal tersebut haruslah dipahami apa itu goodness terlebih dahulu.1
Pemikiran dalam etika Aristoteles pada dasarnya sama seperti Plato bahwa pertanyaan
fundamental dalam etika adalah “how should one live?” Pertanyaan ini haruslah dipahami
sebagai “how can one achieve the best possible life?”. Terbaik (best) dalam hal ini dipahami
sebagai terbaik dari sudut pandang agen yang berbeda dari terbaik menurut sudut pandang
netral, dan objektif. Sudut pandang self-regard menjadi penting dalam etika Aristoteles
seperti pada Plato, bentuk self-regard ini memberi ruang bagi altruisme dan pengorbanan diri
(self-sacrifice).
Aristoteles menyebutkan bahwa pertanyaan fundamental tersebut dapat dilihat pada tujuan
akhir tindakan. Aristoteles berusaha untuk menunjukan bahwa terdapat suatu tujuan akhir
yang bisa dianggap sebagai supreme good. Menurut Aristoteles, supreme good ini bernama
eudaimonia, yang berarti hidup dan bertindak dengan baik. 2
Pemikiran etika Aristoteles juga menjadi dasar Virtue ethics. Aristoteles mendefinisikan
virtue sebagai suatu kebiasaan atau cara berpikir dan bertindak. Berdasarkan doctrine of
mean, seseorang yang didasari virtue akan bertindak pada pertengahan (mean) antara dua hal
ekstrim, contohnya ketika seseorang dengan keberanian dihadapkan pada suatu masalah,
orang tersebut akan melakukan tindakan yang bukan tindakan pengecut, namun juga bukan
tindakan gegabah. Titik tengah (mean) dari tindakan ini tidak diberikan secara detail, dan
tidaklah harus berada tepat diantara dua tindakan vice.
1 John Skorupsi, et al .2010. The Routledge Companion to Ethics. (Taylor & Francis e-Library), hlm 41 2 Ibid., hlm. 42.
1
Konsep Ketepatan ..., William Wardoyo, FIB UI, 2016
Bagi Aristoteles sendiri, virtue tidaklah bisa ditangkap oleh aturan dan prinsip universal.
Untuk menjadi orang yang virtuous, orang tersebut haruslah sensitif atau perseptif terhadap
apa yang tepat secara moral dalam situasi tertentu. Aristoteles juga berpendapat bahwa
terdapat kesatuan dari segala virtue karena tidak ada konflik diantara virtue. Panduan yang
diberikan oleh Aristoteles terhadap virtue adalah dengan mengikuti tindakan mana yang
dipilih oleh para individu yang virtuous. Tindakan yang tepat (right) untuk dipilih diukur
berdasarkan tindakan yang umumnya akan dipilih oleh individu yang virtuous. Karakteristik
umum para individu yang virtuous adalah mereka yang hidup dalam Eudaimonia.3
Pada masa modern, virtue ethics dilupakan karena munculnya teori etika baru di masa
modern. Etika pada masa modern memiliki dua aliran besar. Aliran pertama adalah
Deontologi Kantian yang mengatakan bermoral atau tidaknya suatu tindakan didasari oleh
tindakan itu sendiri, bahwa tindakan yang bermoral adalah tindakan yang didasari oleh
kewajiban.4 Jika suatu tindakan dilakukan atas dasar kewajiban, maka tindakan tersebut
bermoral, sementara jika tindakan tersebut tidak didasari kewajiban, maka tindakan tersebut
tidak bermoral. Etika Deontologi ini tidak memperdulikan hasil dari tindakan karena basis
moralnya hanyalah kewajiban yang terkait pada tindakan itu sendiri. Sementara teori etika
lain yang menjadi lawan dari Deontologi adalah teori etika Konsekuensialisme dan
Utilitarianisme. Bagi Konsekuensialisme, suatu tindakan dinyatakan bermoral atau tidaknya
suatu tindakan berdasarkan dari tindakan itu sendiri. Utilitarianisme, terutama Utilitarianisme
Mill, merupakan perkembangan lebih lanjut dari Konsekuensialisme. Dalam prinsip
Utilitarianisme, suatu tindakan dianggap benar dan bermoral berdasarkan utilitas yang
dihasilkan. Jika hasil yang dihasilkan dari tindakan memberikan suatu kebahagiaan bagi orang
banyak, maka tindakan tersebut dinyatakan benar dan bermoral, sementara jika tindakan yang
dilakukan menghasilkan apa yang berlawanan dengan kebahagiaan, maka tindakan tersebut
salah5. Teori etika ini pada dasarnya merupakan kedua teori etika yang saling bertentangan
karena Deontologi mementingkan tindakan itu sendiri sementara Konsekuensialisme lebih
mementingkan hasil dari tindakan tersebut.
Sementara pada awal abad 18 muncul aliran etika intuisionisme. Fitur yang khas dari
intuisionisme adalah moral realist yang non-naturalist. dan pandangan bahwa prinsip moral
pada dasarnya bersifat self-evident. Pada umumnya, kaum Intuisionis percaya bahwa prinsip
3 Ibid., hlm. 481-482. 4 Phillip Stratton Lake. 2005. Kant, Duty, and Moral Worth. (Taylor & Francis e-Library), Hlm. 11. 5John Skorupsi, et al, Op.cit . hlm. 181.
Konsep Ketepatan ..., William Wardoyo, FIB UI, 2016
moral yang mendasar bersifat plural dan pluralitas ini tidak bisa direduksi, walaupun ada
intuisionis seperti Moore dan Sidgwick yang menganggap bahwa moralitas yang benar dan
salah bisa digolongkan dalam satu prinsip konsekuensialis.6
Teori etika yang dibahas dalam tulisan ini merupakan teori etika William David Ross yang
disebut sebagai Prima Facie Duties. Teori etika Prima Facie Duties tergolong dalam etika
intuisionisme. Bentuk dari Prima Facie Duties sendiri merupakan kewajiban-kewajiban yang
pluralistik sehingga Prima Facie Duties juga dikategorikan dalam Deontologi. W.D Ross
membuat Prima Facie Duties sebagai reaksi terhadap Utilitarianisme. W.D Ross juga
mendapat pengaruh dari etika Aristotelian pada konsep-konsep yang terdapat dalam Prima
Facie Duties.
Tinjauan Teoritis Teori yang digunakan untuk menganalisa Prima Facie Duties merupakan konsep kewajiban
(obligation) secara luas. Suatu obligasi moral atau kewajiban merupakan suatu syarat moral
yang mengarahkan suatu individu untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan tertentu.
Umumnya suatu kewajiban dinyatakan dengan kalimat-kalimat yang mengandung kata
“sebaiknya (should)” atau “seharusnya (ought)”.
Dunia ini secara moral dipenuhi oleh kewajiban. Misalnya ketika seseorang membuat janji,
maka orang tersebut memiliki kewajiban untuk memenuhi janji yang dibuatnya. Memiliki
kewajiban merupakan suatu pengalaman yang lazim bagi manusia. Walaupun kewajiban
menyebar begitu luas, kewajiban ini tidaklah melemahkan kategori moral kita. Banyak
tindakan yang baik secara moral (morally good) namun tidaklah wajib dilakukan ataupun
buruk secara moral (morally bad) namun dilarang untuk dilakukan. Contohnya tindakan
memberi uang kepada orang miskin merupakan tindakan yang baik secara moral namun
bukanlah tindakan yang wajib dilakukan7
Kewajiban memiliki dua fitur yang harus dijelaskan. Fitur pertama adalah sangat susah untuk
kabur dari kewajiban (inescapability), yaitu ketika seseorang menerima suatu kewajiban maka
kewajiban tersebut menjadi miliknya walaupun orang tersebut belum tentu mau melakukan
kewajiban tersebut. Contohnya seseorang memiliki kewajiban untuk membayar mobil yang
6 Ibid., hlm. 467. 7 Dwight Furrow. 2011. Ethics Key Concept s in Philosophy. (New York: Continuum International Publishing Group), hlm. 84.
Konsep Ketepatan ..., William Wardoyo, FIB UI, 2016
dibelinya walaupun setelah mencoba mengendarainya 10ribu kilometer orang tersebut merasa
mobil tersebut tidak cocok denganya. Bisa dikatakan bahwa kewajiban ini membatasi
seseorang dalam apa yang secara moral bisa dilakukan atau tidak dilakukan tanpa
memperdulikan kehendak orang tersebut. Inescapability dalam suatu kewajiban juga memiliki
batas. Pada umumnya, para filsuf menganggap bahwa keharusan menyatakan suatu
kemampuan sehingga suatu kewajiban haruslah kita lakukan selama kita mampu
melakukanya. Suatu kewajiban juga bisa ditimpa kewajiban lainya, sehingga dalam suatu
teori kewajiban haruslah memberikan suatu bantuan untuk menentukan kewajiban mana yang
lebih penting untuk dilakukan saat ada konflik kewajiban. Tindakan seseorang yang
berdasarkan kewajiban untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu merupakan suatu
tuntutan moral.
Fitur kedua dari kewajiban terkait masalah inescapability dari kewajiban. Sifat kewajiban
yang begitu mengikat menandakan adanya otoritas tertentu dibalik kewajiban. Salah satu cara
untuk menentukan otoritas dibalik kewajiban adalah anggapan bahwa ada perintah Tuhan
dibalik kewajiban, namun cara ini membuat moralitas tergantung pada Tuhan sepenuhnya.
dua pandangan lain yang digunakan oleh para filsuf untuk memahami kewajiban adalah
berdasarkan penalaran yang dimiliki oleh manusia atau berdasarkan suatu kontrak implisit
diantara manusia. Deontologi Kantian dan Utilitarian merupakan dua contoh etika yang
menggunakan dasar penalaran. Keduanya memiliki kesamaan berupa cara pandang objektif
Kewajiban sendiri pada dasarnya bukanlah satu-satunya yang menentukan bermoral atau
tidaknya suatu tindakan. Dimungkinkan bagi seseorang untuk selalu bertindak berdasarkan
kewajiban namun orang tersebut tidak menyukainya dan selalu menggerutu ataupun
menyombongkan tindakanya. Seseorang yang demikian melakukan tindakan yang benar
secara moral namun orang tersebut bukanlah orang yang baik secara moral.
Kerangka teori kedua adalah pemahaman intuisionisme secara menyeluruh karena Prima
Facie Duties termasuk dalam etika Intuisionisme. Aliran intuisionisme merupakan aliran etika
pada awal abad 18. Tokoh-tokohnya seperti Samuel Clark, Richard Price, Henry Sidgwick,
G.E Moore. H. P. Prichard, dan W.D. Ross. fitur yang khas dari intuisionisme adalah moral
realist yang non-naturalis. Pada umumnya mereka percaya adanya aturan dasar moral yang
bersifat pluralistik dan tidak bisa direduksi. Namun, intuisionis seperti Sidgwick dan Moore
bersifat monist, mereka percaya bahwa moralitas baik dan buruk bisa digolongkan dalam satu
prinsip konsekuensialisme
Konsep Ketepatan ..., William Wardoyo, FIB UI, 2016
Kaum intuisionisme sebagai moral realist percaya bahwa penilaian moral menyatakan suatu
keyakinan yang benar, suatu keyakinan ini menjadi benar karena adanya keberadaan sifat-
sifat moral yang relevan dalam objek tertentu. Contohnya keyakinan bahwa mencuri adalah
salah ataupun menolong adalah baik menjadi benar karena tindakan mencuri memiliki sifat-
sifat kesalahan dan menolong memiliki sifat-sifat kebaikan. Kaum intuisionisme mengambil
sifat-sifat seperti ini (kebaikan, kesalahan, keburukan, dan ketepatan) sebagai sifat-sifat yang
non-natural. Mereka juga percaya bahwa sifat-sifat moral tidak bisa didefinisikan tanpa
menggunakan term moral yang explisit dan tidak bisa didefinisikan menggunakan term dari
pengetahuan alam. Sehingga intuisionis bukan hanya seorang moral realist, namun juga
moral realist yang non-naturalist karena bagi mereka, nyata namun bukanlah bersifat
alamiah.8
Kaum intuisonisme juga merupakan epistemological foundationalists. Mereka
mempertahankan bahwa pengetahuan moral dibagi menjadi dua yaitu pengetahuan yang
berdasarkan suatu interfensi atau argumen, dan pengetahuan yang bukan demikian.
Pengetahuan moral yang berdasarkan argumen merupakan suatu pengetahuan derivatif.
Pengetahuan ini menjadi derivatif karena pengetahuan yang didapat dari suatu kesimpulan
haruslah didukung dengan premis-premis pengetahuan awal yang mendukung kesimpulan
tersebut. Jika premis-premis ini berdasarkan suatu argumen, maka harus diketahui premis-
premis pada argumen tersebut. premis-premis yang mendasar merupakan suatu aksioma yang
self-evident, dimana semua pengetahuan moral berasal. Bagi intusionisme, aksioma yang self-
evident merupakan suatu aturan moral yang menyatakan apa yang sebaiknya dilakukan
ataupun tidak dilakukan, sementara pada Ross, bahwa suatu tindakan merupakan prima facie
right ataupun prima facie wrong.9
Namun, intuisionisme tidaklah mengklaim bahwa semua pendirian moral kita merupakan
suatu pengetahuan. Ross misalnya, mempertahankan bahwa hanya asas-asas moral yang
mendasar yang bisa diketahui. Kita tidak akan pernah mengetahui apa yang seharusnya kita
lakukan dengan pasti pada suatu keadaan, atau pada kasus konflik kewajiban, tidak bisa
diketahui dengan pasti mana yang menjadi kewajiban utamanya. Pilihan yang kita lakukan
hanyalah sebatas pendapat perorangan.10
8 John Skorupsi, et al, Op.cit . hlm. 467. 9 Ibid., hlm. 468. 10 Loc. Cit.
Konsep Ketepatan ..., William Wardoyo, FIB UI, 2016
Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam tulisan ini ada metode deskriptif analisis. Penulis
memberikan deskripsi yang mendalam terhadap teori etika W. D. Ross dan juga menjelaskan
dengan komprehensif apa yang menjadi karakteristik utama dari teori etika W. D. Ross yang
berbentuk Prima Facie Duties.
Penulis juga menganalisa Prima Facie Duties dengan membandingkanya terhadap teori etika
Deontologi Kantian dan utilitarianism Moore. Perbandingan dengan Deontologi Kantian
didasari persamaan Prima Facie Duties dengan Deontologi Kantian yang merupakan etika
dengan bentuk kewajiban. Perbandingan Prima Facie Duties dengan Utilitarianism Moore
karena keduanya merupakan etika Intuisionisme. Melalui perbandingan inilah bisa terlihat apa
yang menjadi corak utama Prima Facie Duties.
Penulis juga memberikan argumen tanggapan terhadap kritik yang diberikan terhadap etika
intuisionisme oleh Rawls dan memberikan suatu solusi terhadap kritik tersebut.
Hasil Penelitian [Naskah ringkas ditulis menggunakan tipe huruf Times New Roman ukuran 12 pt, dengan spasi 1,5 (line spacing = 1.5 lines). Ukuran kertas yang digunakan adalah A4 (210 mm x 297 mm) dengan menggunakan format satu kolom, dan margins: last costum (top 2,5 cm; left 2,5 cm; bottom 2,5 cm; right 2,5 cm). Panjang naskah adalah 15 – 20 halaman, termasuk gambar, grafik atau tabel (jika ada) yang menyertainya]
Pembahasan
Bagian yang membahas mengenai bentuk Prima Facie Duties merupakan bagian
kedua dari buku Ross The Right and The Good yang diberi judul What Makes Right Acts
Right. bagian ini dibuka dengan penjelasan mengenai isu utama antara Utilitarianisme dan
hedonisme dengan lawan-lawanya bukan lagi masalah apakah ketepatan berarti produktifitas
dari suatu kebahagiaan atau apapun yang sejenis. Namun yang menjadi isu utama adalah
apakah ada suatu karakteristik umum yang membuat suatu tindakan benar menjadi suatu
tindakan yang tepat.
Banyak upaya dari utilitarian untuk mendefinisikan satu karakteristik utama dari
segala tindakan yang tepat. Bagi Ross, puncak dari teori yang berusaha mendefinisikan
karakteristik ketepatan yang berdasarkan basis bahwa ketepatan adalah produktifitas dari
Konsep Ketepatan ..., William Wardoyo, FIB UI, 2016
suatu hasil (terutama hasil yang menghasilkan kebahagiaan) merupakan teori dari G E Moore
yaitu apa yang membuat suatu tindakan benar adalah suatu tindakan yang bisa memproduksi
suatu hal yang baik dari tindakan lain yang bisa dilakukan oleh agen. Utilitarian Moore
didasari pemahaman bahwa kenikmatan bukan satu-satunya hal yang baik, dan hal lain seperti
suatu kepintaran, sifat-sifat yang baik juga merupakan suatu kebaikan. Maka teori utilitarian
mendapat perubahan dari produksi kenikmatan yang terbanyak menjadi produksi kebaikan
yang terbanyak. Bentuk Utilitarian Moore yang melandaskan kebaikan terbanyak sebagai
dasar ukuran ketepatan membuatnya lebih luas dibanding Utilitarian hedonistik yang
melandaskan bahwa kenikmatan hanya satu-satunya ukuran ketepatan. Akan tetapi, bagi Ross
teori ini tetaplah irrelevan dengan konsep ketepatan karena pada saat seseorang bertindak
untuk kepentingan dirinya sendiri maka orang tersebut tidak bertindak berdasarkan sense of
duty-nya namun berdasarkan kepentinganya (self-interest).
Untuk menjelaskan lebih lanjut, Ross memberikan suatu ilustrasi jika seseorang menepati
janjinya, tindakan tersebut merupakan suatu tindakan yang bisa dianggap sebagai suatu
ketepatan. Tetapi alasan orang tersebut menepati janji bukanlah karena konsekuensi dari
menepati janji itu akan menghasilkan suatu kenikmatan. Seseorang menepati janji karena dia
membuat janji dan dia merasa dirinya harus menepati janji tersebut sebagai suatu kewajiban
tanpa alasan konsekuensi apapun.
Pada kasus khusus seperti jika menepati janji akan menghasilkan suatu bencana bagi
orang yang bersangkutan ,contohnya ketika kita membuat janji pada seseorang namun jika
kita menepati janjinya kita akan membuat orang tersebut merasa stress, sementara jika
membatalkan janji kita kepada orang tersebut maka kita bisa memberikan ketenangan pada
orang tersebut. Tindakan membatalkan janji bisa menjadi suatu tindakan yang benar. Karena
tindakan membatalkan janji juga bisa dianggap suatu kewajiban yaitu kewajiban untung
mencegah terjadinya stress pada orang tersebut. Pada saat konflik seperti ini terjadi, ada dua
teori yang berusaha menyelesaikan konflik tersebut. Teori pertama adalah teori Kantian yang
menganggap bahwa ada kewajiban tertentu sebagai kewajiban absolut yang harus dilakukan
seperti kewajiban menepati janji dan tidak memberikan pengecualian bagi kewajiban yang
tidak absolut seperti kewajiban mencegah terjadinya stress misalnya.
Pandangan satunya lagi adalah pandangan dari G.E Moore yang mendasarinya dengan prinsip
satu-satunya kewajiban adalah kewajiban memproduksi kebaikan dan segala konflik
kewajiban diselesaikan dengan kewajiban mana yang paling menghasilkan banyak kebaikan.
Konsep Ketepatan ..., William Wardoyo, FIB UI, 2016
Pada umumnya kewajiban menepati janji lebih penting ketimbang kewajiban membantu
orang lain namun jika kewajiban membantu orang lain bisa menghasilkan suatu nilai kebaikan
yang begitu besar maka kewajiban ini akan menjadi kewajiban utama.
Ross berpendapat bahwa ideal utilitarianism Moore tidak sesuai dengan relasi kita terhadap
orang lain. karena teori ideal utilitarianism Moore menjadikan relasi kita dengan orang lain
sebatas relasi yang didasari oleh keuntungan semata. Bagi Ross, orang lain memiliki relasi
yang signifikan secara moral dengan kita. Baik relasi antara pembuat janji dan orang yang
dijanjikan, relasi suami-istri, ayah dan anak, ataupun relasi antar teman. Relasi ini yang
menjadi fondasi dari Prima Facie Duties. Dimana Prima Facie Duties menjadi suatu
kewajiban bagi kita tergantung dari situasi yang ada. 11
“I suggest Prima Facie Duties or conditional duties as a brief way of referring to
characteristic (quite distinct from that being a duty proper) which an act has, in virtue of
being a certain kind (e.g. the keeping of promise), of being and act which would be a duty
proper if it were not at the same time of another kind which is morally significant.”
(Ross,2009, p. 19).
Term Prima Facie sendiri sebenarnya bukan suatu term yang paling tepat menurut Ross
sendiri, namun karena tidak ada term lain yang mendekati untuk menjelaskan keseluruhan
konsep dari teori etikanya maka term Prima Facie Duties tetap digunakan.12 Prima Facie
yang dibuat Ross tidaklah sewenang-wenang karena Prima Facie ini bergantung pada
keadaan dengan signifikansi moral. Adapun Prima Facie tersebut antara lain: duty of fidelity,
yaitu kewajiban untuk memenuhi janji yang telah dibuat, duty of reparation, yaitu kewajiban
untuk mengganti kerugian atau kerusakan yang disebabkan oleh kesalahan kita. Duty of
fidelity dan duty of reparation dikategorikan sebagai kewajiban yang muncul dari tindakan
yang kita lakukan di masa lampau. Duty of Gratitude, yaitu kewajiban untuk membalas
kebaikan orang lain terhadap kita. Duty of justice, yaitu kewajiban untuk membagikan
kebaikan bagi orang lain sesuai kebutuhan setiap orang. Duty of beneficence, yaitu kewajiban
untuk memberikan bantuan bagi orang lain dengan meningkatkan kondisi hidupnya dengan 11 Ibid., hlm. 19. 12 Term ini diakui oleh W,D Ross sebenarnya bukan sebagai term yang paling pas untuk teori etikanya, karena Prima Facie Duties berbicara seolah-olah sebagai kewajiban tertentu sementara Prima Facie Duties merupakan suatu hal spesial yang terkait dengan kewajiban1. Selain itu term Prima Facie seakan-akan hanya membahas kewajiban yang muncul di depan mata sementara Prima Facie Duties membahas kewajiban dalam konteks yang lebih luas.namun Term “prima Facie” tetap digunakan karena term ini mengandung prinsip bahwa pertimbangan etika kita terhadap suatu kejadian tergantung pada apa yang muncul atau terlihat secara langsung kepada kita pertama kali. Ibid., hlm. 20.
Konsep Ketepatan ..., William Wardoyo, FIB UI, 2016
dasar virtue, intelligence, dan pleasure. Duty of self-improvement, yaitu kewajiban untuk
meningkatkan kualitas diri berdasarkan virtue, dan intelligence. Duty of non-maleficence,
yaitu kewajiban untuk tidak menyakiti ataupun memberikan kerugian bagi orang lain.13
Duty Non-maleficience merupakan kewajiban yang spesial dibanding kewajiban lainya
menurut Ross karena kewajiban ini satu-satunya kewajiban yang disampaikan dalam term
negative berupa suatu larangan. Duty of non-maleficience memiliki relasi khusus terhadap
duty of beneficience karena duty of beneficience tidak bisa dipenuhi tanpa melakukan duty of
non-maleficience. Terdapat prioritas pada duty of non-maleficience terhadap duty of
beneficience. Ross juga menekankan bahwa tidak diperbolehkan mengorbankan seseorang
demi menolong orang lain atau mengambil milik seseorang untuk membantu orang lain.
Jika terdapat kritik bahwa Prima Facie Duties tidak berdasarkan oleh prinsip-prinsip logis.
Ross sendiri memberikan jawaban bahwa pertama-tama, perlu diingat bahwa Prima Facie
Duties ini bukan bentuk akhir dan masih bisa dikembangkan. Prima Facie Duties ini berasal
dari suatu keyakinan moral yang akan mengungkapkan kita kepada kewajiban-kewajiban
Prima Facie Duties ini melalui refleksi kritis. Keyakinan moral kita berasal dari pengetahuan
kita dan pengetahuan kita akan memberikan suatu daftar kewajiban yang bersifat kondisional.
Dari sini bisa dipahamin bahwa Prima Facie Duties mendapatkan sumber kewajibanya
berdasarkan intuisi kita yang berlandaskan moral.
Ross menekankan bahwa Prima Facie Duties menolak nilai dari konsekuensi sebagai ukuran
dari ketepatan atau tidaknya suatu tindakan. Semisalnya kita memiliki janji pada A dan janji
tersebut akan menghasilkan kebaikan dengan nilai 1000 pada A, sementara jika kita
melakukan tindakan lain maka kita akan menghasilkan kebaikan dengan nilai 1001 bagi B
namun kita tidak memiliki janji apa-apa kepada B. walaupun hasil nilai Kebaikan yang
diberikan kepada B melebihi A, tidak bisa dibenarkan jika kita memilih untuk melakukan
tindakan kepada B walaupun secara konsekuensi hasil nilai Kebaikan yang dihasilkan untuk
B lebih besar, janji kita terhadap A yang merupakan duty of fidelity memiliki suatu nilai yang
tidak bisa dibatalkan hanya karena tindakan lainya yang kita lakukan akan memberikan hasil
yang lebih baik. Atau dalam ilustrasi kedua, jika tidak ada janji pada A dan B. Tindakan kita
bagi A akan menghasilkan suatu kebaikan dengan nilai 1000 sementara tindakan kita pada B
akan menghasilkan kebaikan dengan nilai 1001, namun A adalah orang yang baik dan B
adalah orang yang jahat. Berdasarkan Duty of justice, walaupun tindakan kita bagi B
13 Ibid., hlm. 21-22.
Konsep Ketepatan ..., William Wardoyo, FIB UI, 2016
menghasilkan nilai kebaikan yang lebih banyak ketimbang nilai kebaikan yang kita hasilkan
bagi A, tindakan yang tepat untuk dilakukan adalah tindakan yang kita lakukan bagi A. 14
Contoh diatas memberikan adanya corak deontologi pada Prima Facie Duties karena sifat
Prima Facie Duties yang lebih menekankan benar atau tidaknya suatu tindakan karena
tindakan itu sendiri yang memiliki unsur-unsur Prima Facie Duties.
Dalam pembahasan unsur ketepatan pada Prima Facie Duties, perlu dinyatakan secara jelas
bahwa pada dasarnya semua tindakan merupakan suatu ketepatan. Sifat alamiah semua
tindakan secara universal merupakan tindakan yang tepat untuk dilakukan. Semua tindakan
kita seberapapun dianggap tepat untuk dilakukan, tindakan tersebut memiliki kemungkinan
untuk memberikan dampak yang merugikan bagi beberapa orang dikarenakan segala tindakan
memiliki efek yang tak terhitung. Tindakan yang salah sekalipun bisa berlaku sebaliknya dan
menguntungkan beberapa orang. Semua tindakan pada akhirnya dipandang dari Prima Facie
right dan Prima Facie wrong . Suatu tindakan ketepatan bisa dibedakan dari tindakan wrong
tergantung dari agen moral itu sendiri. Ketika tindakan seorang agen moral dalam situasi
tertentu memiliki Prima Facie yang tepat (Prima Facie rightness) yang melebihi Prima Facie
yang salah (Prima Facie Wrongness). Dimana yang menjadi Prima Facie yang tepat adalah
tindakan yang self-evident bagi agen moral saat dihadapkan pada pilihan Prima Facie Duties.
Ross tidak memberikan suatu aturan khusus untuk menentukan Prima Facie Duties mana yang
lebih utama. Pilihan untuk memilih tindakan mana yang menjadi Prima Facie utama yang
seharusnya dilakukan, didasari oleh persepsi seseorang15
“This sense of our particular duty in particular circumstances, preceded and informed
by the fullest reflection we can bestow on the act in all its bearings is highly fallible, but
it is the only guide we have to our duty” (Ross,2009, p. 42)
Sementara pada pembahasan unsur kebaikan pada Prima Facie Duties, apa yang menjadi
suatu tindakan yang didasari kebaikan menurut Ross adalah tindakan yang memiliki kebaikan
secara intrinsik. Ross mengatakan bahwa hal yang menjadi kebaikan secara intrinsik adalah
virtue, pleasure knowledge, dan alokasi yang sesuai antara virtue dan pleasure16. Jika Prima
Facie Duties dituliskan secara sistematis maka Prima Facie Duties akan dikaitkan dengan
unsur kebaikan yang terdapat didalamnya. Semua kewajiban dalam Prima Facie Duties
14 Ibid., hlm. 34-35. 15 Ibid., hlm. 41-42. 16 Ibid., hlm. 140.
Konsep Ketepatan ..., William Wardoyo, FIB UI, 2016
memiliki unsur virtue sesuai pengertian Prima Facie Duties itu sendiri yang merujuk pada
karakteristik dari suatu tindakan yang merupakan suatu virtue dan juga Prima Facie Duties
itu sendiri yang berbentuk kewajiban. Beberapa kewajiban selain memiliki unsur kebaikan
berupa virtue juga secara jelas dinyatakan oleh Ross memiliki unsur kebaikan lainya, Duty of
Beneficience secara jelas memiliki unsur Kebaikan lainya berupa pleasure dan knowledge.
Unsur kebaikan berupa virtue, pleasure, dan knowledge dalam Duty of Beneficience terlihat
dalam definisi Duty of Beneficience yaitu kewajiban untuk memberikan bantuan bagi orang
lain untuk meningkatkan kualitas hidup orang lain dengan dasar virtue, intelligence
(meningkatkan intelligence seseorang akan berpengaruh pada knowledge orang tersebut), dan
pleasure.
Duty Self-improvement juga secara jelas menyatakan unsur virtue dan knowledge yang ada
didalamnya karena didasari dasar virtue dan intelligence. Secara tidak langsung juga terdapat
Kebaikan berupa pleasure dalam duty of self-improvement karena meningkatkan kualitas diri
akan memproduksi pleasure terhadap diri sendiri. Duty of justice memiliki unsur kebaikan
berupa alokasi yang sesuai antara virtue dan pleasure (pengenalan terhadap unsur kebaikan
ini merupakan pengenalan dari Duty of justice yang membedakan duty of justice dari
kewajiban lainya)17. Duty of non-maleficence merupakan suatu kewajiban dengan pemahaman
khusus. Jika ada suatu Kebaikan yang intrinsik maka ada juga keburukan (bad) yang intrinsik
(suatu keburukan yang ada pada dirinya sendiri). Duty of non-maleficence mencegah dan
melarang seseorang untuk melakukan tindakan yang merupakan tindakan yang buruk secara
intrinsik (intrinsically bad).
Kewajiban-kewajiban diatas merupakan kewajiban yang umum yang berbeda dengan
kewajiban spesial. Duty of Gratitude, dan duty of reparation muncul karena tindakan yang
mungkin pada awalnya tidak bertujuan untuk memunculkan kewajiban tersebut. Tindakan
seseorang yang memberikan suatu kerugian bagi orang lain memunculkan duty of reparation
sementara tindakan seseorang yang menerima suatu bantuan dari orang lain memunculkan
duty of Gratitude. Kewajiban spesial yang ketiga merupakan duty of fidelity yang muncul dari
intensi seseorang terhadap orang lain berupa janji.18
Duty of fidelity merupakan suatu kebaikan berupa virtue karena Ross mencontohkan tindakan
menepati janji sebagai bentuk virtue.19 Walaupun tidak dituliskan secara langsung unsur
17 Ibid., hlm.138. 18 Ibid., hlm. 26-27. 19 Ibid., hlm. 19.
Konsep Ketepatan ..., William Wardoyo, FIB UI, 2016
Kebaikan apa yang terdapat dalam duty of Maleficience, duty of gratitude , dan duty of
reparation. Ketiganya tentu merupakan tindakan virtue karena pemahaman bahwa semua
Prima Facie Duties merupakan virtue. Namun, selain alasan bahwa semua Prima Facie
Duties adalah virtue, terdapat karakteristik khusus pada ketiga kewajiban (duties) tersebut
yang membuatnya memiliki unsur kebaikan berupa virtue. duty of reparation dan duty of
Gratitude memiliki suatu virtue berdasarkan unsur menepati kewajiban yang terdapat dalam
kedua Duties tersebut (unsur kewajiban dalam duty of gratitude dan duty of reparation
berbeda dengan kewajiban (duties) lainya karena duty of gratitude dan duty of reparation bisa
tercipta dengan tidak sengaja dan bukan dari keinginan orang itu sendiri) dan juga
berdasarkan relasinya dengan duty of fidelity sebagai kewajiban khusus. Karena duty of
fidelity merupakan virtue maka duty of Gratitude dan duty of reparation juga merupakan
virtue.
Sedangkan duty of non-maleficience memiliki unsur virtue karena dua alasan. Alasan
pertama, seperti yang dijelaskan diatas bahwa duty of non-maleficience merupakan larangan
terhadap tindakan vicious yang merupakan lawan dari virtue. Dengan melarang tindakan
vicious maka dengan sendirinya duty of non-maleficience menjadi suatu virtue. Sementara
alsasan yang kedua terkait relasi antara duty of non-maleficience dan duty of beneficience.
Terdapat pernyataan dari Ross bahwa pengenalan duty of maleficience merupakan langkah
pertama untuk mengenali Duty of beneficience20. Dari pernyataan tersebut bisa dipahami
bahwa tindakan melakukan duty of non-maleficience akan memunculkan duty of beneficience,
maka bisa disimpulkan bahwa melakukan duty of non-maleficience sejalan dengan salah satu
tindakan virtue yaitu kehendak untuk memunculkan kebaikan.
Pembahasan Prima Facie Duties tidak lepas dari komparasinya dengan Utilitarian Moore dan
Deontologi Kantian.
Untuk bisa mengkomparasikan unsur Prima Facie Duties Ross dan Utilitarianism Moore,
perlu dipahami terlebih dahulu apa itu kebaikan dalam definisi Moore. Pembahasan Moore
dimulai dari pembahasan apa itu etika. Moore mendefinisikan etika dalam aspek kegunaanya,
etika didefinisikan Moore sebagai suatu penyelidikan terhadap apa yang kebaikan21. Dari
penjelasan ini, Moore memulai pembahasanya mengenai kebaikan. Moore menganggap
Kebaikan sebagai suatu kualitas yang tidak bisa didefinisikan22. Moore juga mengkritik
20 Ibid., hlm. 22. 21 G. E. Moore. 2004. Principia Ethica. (Dover Publication,New York), hlm. 3. 22 Ibid., hlm. 9-10.
29
Konsep Ketepatan ..., William Wardoyo, FIB UI, 2016
Utilitarianisme hedonisitik yang mendefinisikan pleasure sebagai satu-satunya kebaikan.
Alasan Moore menolak pleasure sebagai satu-satunya kebaikan karena kebaikan tidak bisa
didefinisikan hanya ke dalam pleasure. Pengertian kebaikan lebih luas dibanding pleasure
saja. Good bagi Moore memiliki suatu value yang terdapat dalam objek ataupun kondisi
tertentu. Kebaikan dengan tertinggi menurut Moore adalah relasi personal dan kenikmatan
estetis.23
Dalam teori ideal utilitarianismya, Moore menyatakan bahwa satu-satunya kewajiban kita
adalah melakukan tindakan yang memproduksi sebanyak-banyaknya kebaikan. Konsep
ketepatan menurut Moore terkait pada teori ideal utilitarianismnya. Menurut Moore, suatu
tindakan dinyakatan ketepatan apabila tindakan tersebut merupakan tindakan yang
memproduksi kebaikan terbanyak dan tidak ada alternative lain terhadap tindakan itu.24
Dari penjelasan teori utilitarian Moore berdasarkan konsep ketepatan dan kebaikan, bisa
diambil kesimpulan bahwa konsep ketepatan dan kebaikan dalam ideal utilitarian terfokus
pada hasil dari tindakan dengan mencari nilai (value) kebaikan yang terbaik dari suatu
tindakan. Sifat ketepatan dan kebaikan dari ideal utilitarianism yang tefokus pada hasil terbaik
juga menggunakan intuisi karena intuisi kita dapat memberikan pengetahuan terhadap hasil
tindakan mana yang memproduksi kebaikan terbaik.25
Untuk memberikan perbandingan jelas antara konsep ketepatan dan kebaikan antara Prima
Facie Duties dengan Ideal Utilitarianisme maka digunakan suatu ilustrasi dalam penerapanya
pada tindakan. Misalnya kita diberi pilihan untuk menolong A dengan dasar kita memiliki
janji terhadap A atau menolong B dengan dasar bahwa B pernah menolong kita, dengan
kondisi kita hanya bisa menolong salah satu saja. Ideal utilitarian akan mencari nilai
kebaikan mana yang lebih banyak dapat dihasilkan. Jika menolong B menghasilkan nilai
kebaikan yang lebih banyak ketimbang A, maka menolong B merupakan tindakan yang
dipilih. Tindakan menolong B yang menghasilkan kebaikan lebih banyak merupakan tindakan
yang ketepatan berdasarkan ideal utilitarianism. Sementara Prima Facie Duties akan
menentukan tindakan mana yang dipilih dengan mengenali Prima Facie Duties yang terkait
pada tindakan menolong A atau B sebagai unsur kebaikan, kemudian menggunakan persepsi
kita untuk menentukan mana kewajiban yang lebih utama. Jika persepsi kita mengatakan
bahwa menolong A yang didasari janji (duty of fidelity) lebih mendesak dibanding menolong 23 Ibid., hlm. 188. 24 Ibid., hlm. 148. 25 Ibid., hlm. 149.
Konsep Ketepatan ..., William Wardoyo, FIB UI, 2016
B yang didasari rasa terima kasih (duty of gratitude), maka tindakan menolong A merupakan
tindakan ketepatan.
Sementara perbandingan dengan Kantian terletak pada perbandingan kewajiban absolut
dengan kewajiban pluralistik. Dalam etika Kantian, terdapat nilai absolut dalam kewajiban.
Semisal kita memiliki janji kepada A untuk melakukan X. Tindakan melakukan X merupakan
tindakan yang benar tanpa memperdulikan hasilnya selama tindakan X dilakukan atas dasar
kewajiban. Menepati janji bagi Kant adalah kewajiban sempurna yang tidak memiliki
pengecualian 26 . Deontologi Kantian bisa dipahami sebagai Moral Absolutisme yang
menekankan bahwa melakukan kewajiban bersifat mutlak tanpa pengecualian.
Prima Facie Duties Ross bersifat kewajiban pluralistik karena unsur intuisi yang menentukan
mana kewajiban yang tepat untuk dilakukan pada suatu situasi dan kondisi. Dalam Prima
Facie Duties tidak ada kewajiban yang mutlak untuk dilakukan. Ross juga menjelaskan
bahwa dalam Prima Facie Duties, melanggar suatu kewajiban tidaklah sepenuhnya
menghilangkan kewajiban kita, namun melanggar suatu kewajiban dilakukan karena ada
kewajiban lain yang lebih tepat (ketepatan) untuk dilakukan. 27 Ross sendiri membuka
kemungkinan untuk adanya penambahan kewajiban dalam Prima Facie Duties karena Ross
tidak mengklaim Prima Facie Duties sebagai daftar kewajiban yang komplit28
Filsuf John Rawls memberikan kritiknya terhadap intuisionisme dalam bukunya yang
berjudul A Theory of Justice, yang terdapat pada Bab satu ( justice as fairness) pada bagian
dari Bab 1 yang berjudul Intuitionism dan the Priority Problem. Kritik ini juga ditujukan
terhadap Teori etika Prima Facie Duties Ross yang termasuk dalam teori etika intuisionisme.
Pada bagian intuitionism, Rawls menjelaskan bahwa Intuisionisme merupakan suatu doktrin
yang menganggap ada suatu prinsip dasar yang tidak bisa direduksi dan saling ditimbang satu
sama lain antara prinsip dasar tersebut dengan menanyakan pada diri kita sendiri mana yang
lebih adil diantara semuanya. Intuisionisme tidak memberikan kriteria penekanan diantara
prinsip-prinsip yang saling berlawanan. 29
Suatu teori intuisionisme memiliki dua fitur yang khas. Fitur pertama adalah intuisionisme
terdiri dari sejumlah prinsip dasar yang plural yang berpotensi konflik, kedua adalah untuk
26 Phillip Stratton Lake , Op.cit., hlm. 19. 27 David Ross., Op.cit., hlm. 28. 28 Ibid., hlm. 20. 29 John Rawls.1971. Theory of Justice Revised Edition.(Harvard University Press) , hlm. 30.
Konsep Ketepatan ..., William Wardoyo, FIB UI, 2016
menyelesaikan konflik ini, bagi Intuisionis hanyalah dengan menggunaakan intuisi kita untuk
menentukan mana yang lebih tepat untuk dilakukan. Jika ada prioritas sekalipun, prioritas ini
tidak terlalu mempengaruhi penilaian utama menentukan tindakan yang tepat karena yang
utama menentukan adalah intuisi.
Rawls memberikan solusi bagi intuisionisme dengan membuat suatu prioritas yang bisa
berupa satu prinsip keseluruhan atau pluralitas prinsip dengan lexical order. Kedua cara ini
merupakan cara konstruktif untuk membahas problem prioritas dalam intuisionisme.
Hasil Penelitian
Menggunakan kerangka teori mengenai etika kewajiban dan juga berdasarkan saran dari John
Rawls terkait sistem Prioritas, maka dibuat suatu prioritas untuk membuat Prima Facie Duty
lebih aplikatif penerapanya saat konflik kewajiban. Prioritas yang digunakan berdasarkan
model prioritas prinsip utama dengan relasi agen moral sebagai prinsip utama yang mendasari
bobot setiap kewajiban.
Dalam relasi sebagai prioritas, relasi agen moral dibagi menjadi dua yaitu relasi primer
dengan relasi sekunder. Relasi primer merupakan relasi kewajiban antara agen moral pelaku
kewajiban dengan penerima hasil tindakan kewajiban secara langsung. Contoh dari relasi
primer ini adalah relasi antara dokter dengan pasien dalam kasus euthanasia, relasi antara
pendonasi dengan penerima donasi dalam tindakan beramal. Sedangkan relasi sekunder
adalah relasi antara agen moral pelaku kewajiban dengan orang lain yang bukan penerima
hasil tindakan kewajiban, namun orang tersebut terlibat dengan seseorang yang menjadi
penerima hasil kewajiban. antara dokter dengan keluarga pasien dalam kasus euthanasia,
ataupun relasi pendonor dengan lembaga donasi dalam tindakan beramal.
Selain primer dan sekunder, terdapat juga relasi dengan kewajiban yang mendesak dan relasi
dengan kewajiban yang tidak mendesak. Relasi mendesak adalah ketika penundaan dilakukan
kewajiban tersebut akan memutuskan relasi yang berlaku pada agen moral dan penggantian
kewajiban terhadap penerima kewajiban (duty of reparation) tidak dimungkikan. Contohnya
ketika agen moral dihadapkan dengan seseorang yang mengalami kecelakaan dan
membutuhkan pertolongan secepatnya, dalam kondisi ini, relasi yang mendasari kewajiban
agen moral (duty of beneficence) merupakan relasi dengan kewajiban mendesak, penundaan
kewajiban akan memutuskan relasi agen moral dengan penerima kewajiban karena kematian
Konsep Ketepatan ..., William Wardoyo, FIB UI, 2016
penerima kewajiban. Duty of reparation juga tidak dimungkinkan dilakukan untuk mengganti
kewajiban yang tidak dilakukan.
Sementara relasi yang tidak mendesak adalah dalam pemenuhan kewajiban yang dapat
ditunda namun tidak memutuskan relasi dengan penerima kewajiban, atau masih
dimungkinkan bagi agen moral untuk melakukan duty of reparation sebagai pengganti
kewajiban yang ditunda. Contohnya janji bertemu teman dapat ditunda namun tidak
memutuskan relasi agen moral dengan temanya, duty of reparation bisa dilakukan sebagai
pengganti penundaan kewajiban.
Ketika kondisi relasi primer dan kondisi relasi kewajiban mendesak dalam suatu relasi agen
moral yang mendasari kewajiban terpenuhi, maka relasi tersebut menjadi relasi utama yang
diprioritaskan. Terdapat juga kondisi yang harus terpenuhi oleh relasi yang mendasari
kewajiban yaitu relasi juga harus dijaga dari pihak penerima kewajiban. Ketika relasi yang
terkait dalam suatu kewajiban diputuskan oleh penerima kewajiban maka kewajiban tersebut
tidak menjadi kewajiban yang diprioritaskan. Contohnya ketika seseorang yang ingin ditolong
oleh agen moral menolak pertolongan agen moral, maka relasi tersebut terputus dan
kewajiban yang terkait tidak lagi menjadi penting dan tidak perlu diprioritaskan (walaupun
mendesak dan primer).
Kesimpulan Berdasarkan penjelasan yang terdapat dari Bab 2, bisa diambil kesimpulan bahwa Prima
Facie Duties dikembangkan oleh W.D Ross berdasarkan ketidakpuasanya terhadap
Utilitarianisme (baik Utilitarianisme hedonisic ataupun Utilitarianisme Moore) dan juga
upaya Ross untuk lepas dari absolutismee dalam Deontologi Kantian.
Prima Facie Duties memiliki konsep dasar ketepatan dan kebaikan . Konsep kebaikan dalam
Prima Facie Duties terdiri dari 4 hal yang merupakan kebaikan secara intrinsik yaitu Virtue,
pleasure, knowledge, dan allocation of pleasure to virtous. Keempat hal ini merupakan
intrinsik kebaikan yang juga merupakan kebaikan dasar. Beberapa hal yang juga merupakan
kebaikan merupakan kombinasi dari salah satu kebaikan dasar tersebut. Misalnya cinta,
merupakan kombinasi dari kecenderungan virtue antara kedua orang dan knowledge antara
keduanya dengan hasil berupa pleasure bagi kedua orang tersebut. Atau kenikmatan estetis
merupakan kombinasi dari knowledge terkait objek yang dinikmati dan pleasure. Keempat
kebaikan dasar ini terdapat pada kewajiban-kewajiban dalam Prima Facie Duties.
Konsep Ketepatan ..., William Wardoyo, FIB UI, 2016
duty of beneficience memiliki unsur kebaikan berupa virtue, pleasure, dan knowledge. duty
self-improvement memiliki unsur virtue, knowledge dan secara tidak langsung juga terdapat
kebaikan berupa pleasure dalam duty of self-improvement karena meningkatkan kualitas diri
akan memproduksi pleasure terhadap diri sendiri. duty of justice memiliki unsur kebaikan
berupa alokasi yang sesuai antara virtue dan kebaikan (pengenalan terhadap unsur kebaikan
ini merupakan pengenalan dari duty of justice yang membedakan duty of justice dari
kewajiban lainya)30. duty of non-maleficence merupakan suatu kewajiban dengan pemahaman
khusus. Jika ada suatu kebaikan yang intrinsik, maka ada juga bad yang intrinsik (suatu bad
yang ada pada dirinya sendiri) yang disebut sebagai vicious. duty of non-maleficence
mencegah dan melarang seseorang untuk melakukan tindakan vicious yang berlawanan
dengan virtue sehingga duty of non-maleficence bisa dipahami sebagai kewajiban yang
didasari virtue. duty of fidelity merupakan suatu kebaikan berupa virtue karena Ross
mencontohkan tindakan menepati janji sebagai bentuk virtue.31 Duty of reparation dan duty of
gratitude berada pada pemahaman yang sama dengan duty of fidelity sehingga keduanya juga
didasari oleh Virtue.
Sementara Prima Facie Duties memiliki konsep right yang bersifat pluralistik. Suatu tindakan
menjadi right jika tindakan tersebut memiliki Prima Facie rightness yang melebihi Prima
Facie wrongness (karena pada dasarnya tidak ada suatu tindakan yang murni benar ataupun
murni salah) berdasarkan pertimbangan intuisi agen moral yang dipengaruhi unsur-unsur
seperti relasi, tindakan itu sendiri, dan hasil dari tindakan tersebut. Unsur-unsur dalam
pertimbangan moral dan intuisi agen moral yang membuat konsep right dalam Prima Facie
Duties menjadi tergantung pada kondisi dan situasi yang dihadapi agen moral.
Selain dari unsur kebaikan dan ketepatan Prima Facie Duties memiliki sumber inescapability
dari kewajiban atas dasar relasi hak dan kewajiban yang terdapat dalam proposisi:
(1) Hak dari A terhadap B mengimplikasikan kewajiban B terhadap A.
(2) Kewajiban dari B kepada A mengimplikasikan hak A terhadap B.
(3) Hak dari A kepada B mengimplikasikan kewajiban A kepada B.
(4) Kewajiban dari A kepada B mengimplikasikan hak dari A kepada B.
30 Ibid., hlm. 138. 31 Ibid hlm 19
52
Konsep Ketepatan ..., William Wardoyo, FIB UI, 2016
Proposisi tersebut memberikan penjelasan mengenai relasi hak dan kewajiban antara agen
moral dengan orang lain dan dapat menjelaskan incescapability dari kewajiban. Dalam Prima
Facie Duties, suatu kewajiban penting untuk dilakukan karena adanya relasi tersebut.
Perbandingan pada bab 3 memberikan gambaran posisi Prima Facie Duties. Melalui
perbandingan Prima Facie Duties dengan Utilitarian Moore, Deontologi Kantian, dan Moral
Relativism, Prima Facie Duties berada pada posisi berlawanan dengan Utilitarian Moore, dan
berada ditengah-tengah Deontologi Kantian dan Moral Relativism. Posisi ini membuat Prima
Facie Duties menjadi solusi bagi problem Deontologi dan Utilitarian karena pada posisi
tersebut, Prima Facie Duties memiliki sifat kewajiban pluralistik. Karena sifatnya yang
merupakan kewajiban pluralistik, solusi yang diberikan berdasarkan Prima Facie Duties tidak
mengabaikan kewajiban namun juga tidak ekstrim pada kewajiban. Prima Facie Duties dapat
menyesuaikan dengan situasi dan kondisi dalam problem moral dalam memberikan solusinya.
Intuisi juga berperan sebagai dasar dalam menentukan pilihan pada bentuk Prima Facie
Duties yang merupakan kewajiban pluralistik.
Dalam pembahasan pada bab 4 mengenai kritik dari Rawls, intuisi dalam Prima Facie Duties
memperlukan prioritas. Kerangka teori yang digunakan pada bab 1 juga menekankan
kebutuhan akan prioritas pada etika yang berbentuk kewajiban karena adanya potensi konflik
kewajiban. Prioritas yang dibuat untuk Prima Facie Duties didasari pada relasi karena Prima
Facie Duties sendiri memiliki dasar relasi didalamnya, relasi dapat berkolaborasi dengan
intuisi, dan relasi sejalan dengan sifat kondisional Prima Facie Duties.
Daftar Referensi Furrow, Dwight. 2011. Ethics Key Concept In Philosophy. New York: Continuum International Publishing Group.
Moore, G. E. 2004. Principia Ethica. New York: Dover Publications
Rawls, John. 1971. A Theory of Justice Revised Edition. Massachusetts: The Belknap Press of Harvard University Press
Ross, David. 2009. The Right and The Good (Edited by Philip Stratton Lake). New York: Oxford University Press
Stratton Lake, Phillip. 2005. Kant Duty and Moral Worth. Taylor & Francis e-Library
Skorupski, John, et al. 2010. The Routledge Companion to Ethics. Taylor & Francis e-Library
http://www.iep.utm.edu/reductio/ diakses tanggal 17-‐3-‐2016
http://plato.stanford.edu/entries/aristotle-ethics/ diakses tanggal 2-5-2016
Konsep Ketepatan ..., William Wardoyo, FIB UI, 2016