Konsep Dasar Pemakaian Obat

14
KONSEP DASAR PEMAKAIAN OBAT Ada tiga faktor yang menjadi acuan dasar dalam pembuatan atau peresepan obat Diagnosis dan patofisiologi penyakit Kondisi organ tubuh Farmakologi klinik obat (Boedi, 2006) Setelah dokter mendiagnosis penyakit pasien, maka sebelum penentuan obat yang dibeikan perlu dipertimbangkan kondisi organ tubuh serta farmakologi dari obat yang akan diresepkan. Pada usia lanjut banyak hal-hal yang lainnya yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan obat, karena pada golongan lansia berbagai perubahan fisiologik pada organ dan sistema tubuh akan mempengaruhi tanggapan tubuh terhadap obat. Adapun prinsip umum penggunaan obat pada usia lanjut : 1. Berikan obat hanya yang betul-betul diperlukan artinya hanya bila ada indikasi yang tepat. Bila diperlukan efek plasebo berikan plasebo yang sesungguhnya 2. Pilihlah obat yang memberikan rasio manfaat yang paling menguntungkandan tidak berinteraksi dengan obat yang lain atau penyakit lainnya 3. Mulai pengobatan dengan dosis separuh lebih sedikit dari dosis yang biasa diberikan pada orang dewasa yang masih muda. 4. Sesuaikan dosis obat berdasarkan dosis klinik pasien, dan bila perlu dengan memonitor kadar

description

t4ygeddbdf

Transcript of Konsep Dasar Pemakaian Obat

KONSEP DASAR PEMAKAIAN OBATAda tiga faktor yang menjadi acuan dasar dalam pembuatan atau peresepan obatDiagnosis dan patofisiologi penyakitKondisi organ tubuhFarmakologi klinik obat (Boedi, 2006)Setelah dokter mendiagnosis penyakit pasien, maka sebelum penentuan obat yang dibeikan perlu dipertimbangkan kondisi organ tubuh serta farmakologi dari obat yang akan diresepkan. Pada usia lanjut banyak hal-hal yang lainnya yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan obat, karena pada golongan lansia berbagai perubahan fisiologik pada organ dan sistema tubuh akan mempengaruhi tanggapan tubuh terhadap obat. Adapun prinsip umum penggunaan obat pada usia lanjut :1. Berikan obat hanya yang betul-betul diperlukan artinya hanya bila ada indikasi yang tepat. Bila diperlukan efek plasebo berikan plasebo yang sesungguhnya2. Pilihlah obat yang memberikan rasio manfaat yang paling menguntungkandan tidak berinteraksi dengan obat yang lain atau penyakit lainnya3. Mulai pengobatan dengan dosis separuh lebih sedikit dari dosis yang biasa diberikan pada orang dewasa yang masih muda.4. Sesuaikan dosis obat berdasarkan dosis klinik pasien, dan bila perlu dengan memonitor kadar plasma pasien. Dosis penuNjang yang tepat umumnya lebih rendah.5. Berikan regimen dosis yang sederhana dan sediaan obat yang mudah ditelan untuk memelihara kepatuhan pasien6. Periksa secara berkala semua obat yang dimakan pasien, dan hentikan obat yang tidak diperlukan lagi (Manjoer, 2004)FARMAKOKINETIK Pada usia lanjut perubahan terjadi pada saluran cerna yang diduga mengubah absorbsi obat, misalnya meningkatnya pH lambung, menurunnya aliran darah ke usus akibat penurunan curah jantung dan perubahan waktu pengosongan lambung dan gerak saluran cerna. Oleh karena itu, kecepatan dan tingkat absorbsi obat tidak berubah pada usia lanjut, kecuali pada beberapa obat seperti fenotain, barbiturat, dan prozasin (Bustami, 2001).Pada distribusi obat terdapat hubungan antara penyebaran obat dalam cairan tubuh dan ikatannya dengan protein plasma (biasanya dengan albumin, tetapi pada beberapa obat dengan protein lain seperti asam alfa 1 protein), dengan sel darah merah dan jaringan tubuh termasuk organ target. Pada usia lanjut terdapat penurunan yang berarti pada massa tubuh tanpa lemak dan cairan tubuh total, penambahan lemak tubuh dan penurunan albumin plasma. Penurunan albumin sedikit sekali terjadi pada lansia yang sehat dapat lebih menjadi berarti bila terjadi pada lansia yang sakit, bergizi buruk atau sangat lemah. Selain itu juga dapat menyebabkan meningkatnya fraksi obat bebas dan aktif pada beberapa obat dan kadang-kadang membuat efek obat lebih nyata tetapi eliminasi lebih cepat.Munculnya efek obat sangat ditentukan oleh kecapatan penyerapan dan cara penyebarannya. Durasi (lama berlangsungnya efek) lebih banyak dipengaruhi oleh kecepatan ekskresi obat terutama oleh penguraian di hati yang biasanya membuat obat menjadi lebih larut dalam air dan menjadi metabolit yang kurang aktif atau dengan ekskresi metabolitnya oleh ginjal. Sejumlah obat sangat mudah diekskresi oleh hati, antara lain melalui ambilan (uptake) oleh reseptor dihati dan melalui metabolisme sehingga bersihannya tergantung pada kecepatan pengiriman ke hati oleh darah. Pada usia lanjut, penurunan aliran darah ke hati dan juga kemungkinan pengurangan ekskresi obat yang tinggi terjadi pada labetolol, lidokain, dan propanolol.Efek usia pada ginjal berpengaruh besar pada ekskresi beberapa obat. Umumnya obat diekskresi melalui filtrasi glomerolus yang sederhana dan kecepatan ekskresinya berkaitan dengan kecepatan filtrasi glomerolus (oleh karena itu berhubungan juga dengan bersihan kreatinin). Misalnya digoksin dan antibiotik golongan aminoglikosida. Pada usia lanjut, fungsi ginjal berkurang, begitu juga dengan aliran darah ke ginjal sehingga kecepatan filtrasi glomerolus berkurang sekitar 30 % dibandingkan pada orang yang lebih muda. Akan tetapi, kisarannya cukup lebar dan banyak lansia yang fungsi glomerolusnya tetap normal. Fungsi tubulus juga memburuk akibat bertambahnya usia dan obat semacam penicilin dan litium, yang secara aktif disekresi oleh tubulus ginjal, mengalami penurunan faali glomerolus dan tubulus (Bustami, 2001).INTERAKSI FARMAKOKINETIK 1. Fungsi GinjalPerubahan paling berarti saat memasuki usia lanjut ialah berkurangnya fungsi ginjal dan menurunnya creatinine clearance, walaupun tidak terdapat penyakit ginjal atau kadar kreatininnya normal. Hal ini menyebabkan ekskresi obat sering berkurang, sehingga memperpanjang intensitas kerjanya. Obat yang mempunyai half-life panjang perlu diberi dalam dosis lebih kecil bila efek sampingnya berbahaya. Dua obat yang sering diberikan kepada lansia ialah glibenklamid dan digoksin. Glibenklamid, obat diabetes dengan masa kerja panjang (tergantung besarnya dosis) misalnya, perlu diberikan dengan dosis terbagi yang lebih kecil ketimbang dosis tunggal besar yang dianjurkan produsen. Digoksin juga mempunyai waktu-paruh panjang dan merupakan obat lansia yang menimbulkan efek samping terbanyak di Jerman karena dokter Jerman memakainya berlebihan, walaupun sekarang digoksin sudah digantikan dengan furosemid untuk mengobati payah jantung sebagai first-line drug (Darmansjah, 1994).Karena kreatinin tidak bisa dipakai sebagai kriteria fungsi ginjal, maka harus digunakan nilai creatinine-clearance untuk memperkirakan dosis obat yang renal-toxic, misalnya aminoglikoside seperti gentamisin. Penyakit akut seperti infark miokard dan pielonefritis akut juga sering menyebabkan penurunan fungsi ginjal dan ekskresi obat.Dosis yang lebih kecil diberikan bila terjadi penurunan fungsi ginjal, khususnya bila memberi obat yang mempunyai batas keamanan yang sempit. Alopurinol dan petidin, dua obat yang sering digunakan pada lansia dapat memproduksi metabolit aktif, sehingga kedua obat ini juga perlu diberi dalam dosis lebih kecil pada lansia. 2. Fungsi HatiHati memiliki kapasitas yang lebih besar daripada ginjal, sehingga penurunan fungsinya tidak begitu berpengaruh. Ini tentu terjadi hingga suatu batas. Batas ini lebih sulit ditentukan karena peninggian nilai ALT tidak seperti penurunan creatinine-clearance. ALT tidak mencerminkan fungsi tetapi lebih merupakan marker kerusakan sel hati dan karena kapasitas hati sangat besar, kerusakan sebagian sel dapat diambil alih oleh sel-sel hati yang sehat. ALT juga tidak bisa dipakai sebagai parameter kapan perlu membatasi obat tertentu. Hanya anjuran umum bisa diberlakukan bila ALT melebihi 2-3 kali nilai normal sebaiknya mengganti obat dengan yang tidak dimetabolisme oleh hati. Misalnya pemakaian methylprednisolon, prednison dimetabolisme menjadi prednisolon oleh hati. Hal ini tidak begitu perlu untuk dilakukan bila dosis prednison normal atau bila hati berfungsi normal. Kejenuhan metabolisme oleh hati bisa terjadi bila diperlukan bantuan hati untuk metabolisme dengan obat-obat tertentu. First-pass effect dan pengikatan obat oleh protein (protein-binding) berpengaruh penting secara farmakokinetik. Obat yang diberikan oral diserap oleh usus dan sebagian terbesar akan melalui Vena porta dan langsung masuk ke hati sebelum memasuki sirkulasi umum. Hati akan melakukan metabolisme obat yang disebut first-pass effect dan mekanisme ini dapat mengurangi kadar plasma hingga 30% atau lebih. Kadar yang kemudian ditemukan dalam plasma merupakan bioavailability suatu produk yang dinyatakan dalam prosentase dari dosis yang ditelan. Obat yang diberikan secara intra-vena tidak akan melalui hati dahulu tapi langsung masuk dalam sirkulasi umum. Karena itu untuk obat-obat tertentu yang mengalami first-pass effect dosis IV sering jauh lebih kecil daripada dosis oral.Protein-binding juga dapat menimbulkan efek samping serius. Obat yang diikat banyak oleh protein dapat digeser oleh obat lain yang berkompetisi untuk ikatan dengan protein seperti aspirin, sehingga kadar aktif obat pertama meninggi sekali dalam darah dan menimbulkan efek samping. Warfarin, misalnya, diikat oleh protein (albumin) sebanyak 99% dan hanya 1% merupakan bagian yang bebas dan aktif. Proses redistribusi menyebabkan 1% ini dipertahankan selama obat bekerja. Bila kemudian diberi aspirin yang 80-90% diikat oleh protein, aspirin menggeser ikatan warfarin kepada protein sehingga kadar warfarin-bebas naik mendadak, yang akhirnya menimbulkan efek samping perdarahan spontan. Aspirin sebagai antiplatelet juga akan menambah intensitas perdarahan. Hal ini juga dapat terjadi pada aspirin yang mempunyai waktu-paruh plasma hanya 15 menit. Sebagian besar mungkin tidak berpengaruh secara klinis, tetapi untuk obat yang batas keamanannya sempit dapat membahayakan penderita (Boestami, 2001)FARMAKODINAMIKFarmakodinamik adalah pengaruh obat terhadap tubuh. Respon seluler pada lansia secara keseluruhan akan menurun. Penurunan ini sangat menonjol pada respon homeostatik yang berlangsung secara fisiologis. Pada umumnya obat-obat yang cara kerjanya merangsang proses biokimia selular, intensitas pengaruhnya akan menurun misalnya agonis untuk terapi asma bronkial diperlukan dosis yang lebih besar, padahal jika dosisnya besar maka efek sampingnya akan besar juga sehingga index terapi obat menurun. Sedangkan obat-obat yang kerjanya menghambat proses biokimia seluler, pengaruhnya akan terlihat bila mekanisme regulasi homeostatis melemah (Boedi, 2006)INTERAKSI FARMAKODINAMIKInterkasi farmakodinamik pada usia lanjut dapat menyebabkan respons reseptor obat dan target organ berubah, sehingga sensitivitas terhadap efek obat menjadi lain. Ini menyebabkan kadang dosis harus disesuaikan dan sering harus dikurangi. Misalnya opiod dan benzodiazepin menimbulkan efek yang sangat nyata terhadap susunan saraf pusat. Benzodiazepin dalam dosis normal dapat menimbulkan rasa ngantuk dan tidur berkepanjangan. Antihistamin sedatif seperti klorfeniramin (CTM) juga perlu diberi dalam dosis lebih kecil (tablet 4 mg memang terlalu besar) pada lansia.Mekanisme terhadap baroreseptor biasanya kurang sempurna pada usia lanjut, sehingga obat antihipertensi seperti prazosin, suatu 1 adrenergic blocker, dapat menimbulkan hipotensi ortostatik; antihipertensi lain, diuretik furosemide dan antidepresan trisiklik dapat juga menyebabkannya (Darmansjah, 1994)

Peresepan obat pada lanjut usia (lansia) merupakan salah satu masalah yang penting, karena dengan bertambahnya usia akan menyebabkan perubahan-perubahan farmakokinetik dan farmakodinamik.Pemakaian obat yang banyak (polifarmasi), lebih sering terjadi efek samping, interaksi, toksisitas obat, dan penyakit iatrogenik, lebih sering terjadi peresepan obat yang tidak sesuai dengan diagnosis penyakit dan berlebihan, serta ketidakpatuhan menggunakan obat sesuai dengan aturan pemakaiannya (inadherence).Dari data yang diperoleh, peresepan obat pada lansia berkisar sepertiga dari semua peresepan dan separuh dari obat yang dibeli tanpa resep digunakan oleh lansia. Secara keseluruhan, 80 % dari lansia setiap hari menggunakan paling sedikit satu jenis obat.Dengan semakin meningkatnya jumlah lansia maka masalah peresepan obat pada lansia akan menjadi masalah yang sangat perlu diperhatikan atau perlu mendapat perhatian khusus.Peresepan Obat Yang RasionalMenurut World Health Organization (1985) bahwa yang termasuk dalam peresepkan obat yang rasional adalah jika penderita yang mendapat obat-obatan sesuai dengan diagnosis penyakitnya, dosis dan lama pemakaian obat yang sesuai dengan kebutuhan pasien, serta biaya yang serendah mungkin yang dikeluarkan pasien maupun masyarakat untuk memperoleh obat.Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka di dalam meningkatkan mutu pengobatan terhadap pasien perlulah diperhatikan hal-hal yang dapat menimbulkan peresepan obat yang tidak rasional pada lansia.Di bawah ini diuraikan beberapa bentuk peresepan obat yang tidak rasional pada lansia, yaitu :1. Meresepkan obat dengan boros (extravagantly drug prescribing) : hal ini terjadi karena meresepkan obat yang mahal, sedangkan masih ada obat pilihan lain yang lebih murah dengan manfaat dan keamanan yang sama atau hampir sama. Termasuk juga disini berupa pemberian obat-obat yang hanya mengurangi gejala-gejala dan tanda-tanda tanpa memperhatikan penyebab penyakit yang lebih penting.2. Meresepkan obat secara berlebihan (over drug prescribing) : hal ini terjadi jika dosis, lama pemberian, jumlah/jenis obat yang diresepkan melebihi dari yang diperlukan, termasuk juga disini meresepkan obat-obat yang sebenarnya tidak diperlukan untuk pengobatan penyakitnya.3. Meresepkan obat yang salah (incorrect drug prescribing) : hal ini terjadi akibat menggunakan obat untuk hal-hal yang tidak merupakan indikasi, pemakaian obat tanpa memperhitungkan keadaan lain yang diderita pasien secara bersamaan.4. Meresepkan obat lebih dari satu jenis (multiple drugs prescribing/polypharmacy): hal ini dapat terjadi pada pemberian dua jenis atau lebih kombinasi obat, sedangkan sebenarnya cukup hanya diperlukan satu jenis obat saja, termasuk pula disini berupa pemberian obat terhadap segala gejala dan tanda-tanda yang timbul, tanpa memberikan obat yang dapat mengatasi penyebab utamanya.5. Meresepkan obat yang kurang (under drug prescribing) : hal ini dapat terjadi jika obat yang seharusnya diperlukan tidak diberikan, dosis obat yang diberikan tidak mencukupi maupun lama pemberian terlalu singkat dibandingkan dengan yang sebenarnya diperlukan.Masalah Dalam Peresepan ObatBeberapa masalah yang sering timbul dalam peresepan obat pada lansia adalah sebagai berikut :I. Farmakokinetik,Yang meliputi penyerapan, distribusi, metabolisme dan pengeluaran obat.* Penyerapan obat : beberapa hal yang menghambat penyerapan obat pada lansia adalah berkurangnya permukaan lapisan atas usus, berkurangnya gerakan dan aliran darah saluran cerna, berkurangnya keasaman lambung, dan penyakit-penyakit tertentu. Sebaliknya, akibat berkurangnya gerakan saluran cerna menyebabkan lebih lama obat didapati saluran cerna sehingga absorpsinya lebih banyak. Akibat hal-hal tersebut di atas ma ka penyerapan obat hanya sedikit terganggu.* Distribusi obat : dipengaruhi oleh jumlah darah yang dipompakan jantung keseluruh tubuh per menit (curah jantung), kelarutan obat dalam air atau lemak dan keterikatan obat dengan protein.Akibat bertambahnya usia, curah jantung berkurang yang menyebabkan berkurangnya obat yang terikat dengan reseptor yang terdapat di dalam sel.Demikian juga terjadi perubahan komposisi tubuh (berkurangnya cairan dan bertambahnya lemak tubuh) serta berkurangnya massa otot.Mengenai kelarutan obat, ada yang larut dalam air dan ada yang larut dalam lemak. Akibat kurangnya cairan tubuh maka obat yang larut dalam air mempunyai volume distribusi yang lebih sedikit, sehingga kadarnya dalam serum meningkat dan takarannya perlu dikurangi.Sebaliknya, obat yang larut dalam lemak, akibat pertambahan lemak tubuh menyebabkan volume distribusi meningkat, sehingga memperpanjang lamanya obat dalam tubuh. Kadar protein (albumin) yang berkurang pada lansia menyebabkan bertambah sedikit obat yang terikat dengan albumin dan bertambah banyak obat dalam bentuk bebas di dalam serum sehingga efek obat meningkat.*Metabolisme : berkurangnya kecepatan metabolisme pada lansia karena berkurangnya aliran darah ke hati dan fungsi hepatosit serta enzim hati cytochrome P 450.*Pengeluaran: berkurangnya fungsi ginjal untuk mengeluarkan obat dari tubuh pada lansia disebabkan berkurangnya fungsi glomerulus dan tubulus. Sebagai akibatnya, obat -obat mempunyai durasi yang lebih lama dan kadarnya lebih tinggi di dalam tubuh, sehingga mudah terjadi efek samping dan toksisitas obat.II. FarmakodinamikPerubahan ini berupa gangguan kepekaan target organ terhadap obat yang dikonsumsi pada lansia yang menyebabkan meningkatnya atau berkurangnya efek obat tersebut dibandingkan dengan pada usia yang lebih muda. Hal ini disebabkan gangguan pengikatan obat dengan reseptor dan berkurangnya jumlah reseptor.III. Masalah-masalah khusus.Beberapa masalah khusus perlu diperhatikan di dalam meresepkan obat pada lansia, yaitu :1. Polifarmasi: lansia cenderung mengalami polifarmasi karena penyakitnya yang lebih dari satu jenis (multipatologi), dan diagnosis tidak jelas. Polifarmasi adalah peresepan 5 jenis atau lebih obat, baik obat makan, salep, injeksi, yang digunakan untuk jangka waktu yang lama (480 hari atau lebih dalam 2 tahun).Adapun lansia yang berisiko tinggi menderita penyakit atau masalah kesehatan sebagai akibat penggunaan obat, yaitu : berusia lebih dari 85 tahun, mendapat 9 jenis atau lebih obat atau lebih 12 dosis obat per hari, menderita 6 jenis atau lebih penyakit kronik yang sedang aktif, terutama gangguan fungsi ginjal. Oleh karena itu, sedapat mungkin hindarilah polifarmasi, khususnya pada yang berisiko tinggi.2. Takaran obat : akibat perubahan farmakokinetik dan farmakodinamik pada lansia maka takaran obat perlu diberikan serendah mungkin yang masih mempunyai efek untuk menyembuhkan (S!- takaran dewasa yang dianjurkan) dan titrasi secara perlahanlahan setiap 7-14 hari sampai tercapai efek penyembuhan yang optimal (start low, go slow, but use enough ). Jika ingin mengganti atau mengkombinasi dengan obat lain hendaknya dosis maksimal tercapai dulu dan kurangi jenis obat.3. Efek samping, interaksi, toksisitas obat dan penyakit iatrogenik (penyakit yang disebabkan obat yang digunakan) didapati hubungan positif antara jumlah obat yang digunakan dan usia dengan risiko terjadinya efek samping, interaksi, toksisitas obat dan penyakit iatrogenik.4. Ketidakpatuhan menggunakan obat menurut aturan pemakaian, memegang peranan untuk timbulnya efek samping obat. Dalam hal ini, sebaiknya digunakan obat dengan satu kali pemberian per hari. Jika terjadi efek samping obat, sebaiknya obat yang menimbulkan efek samping tadi dihentikan dan jangan ditambahkan obat lain untuk mengatasi efek samping tersebut.Ketidakpatuhan menggunakan obat menurut aturan pemakaian menjadi meningkat dengan bertambah banyaknya jenis obat dan kepikunan.Peresepan Obat Yang DianjurkanSehubungan dengan berbagai masalah yang telah diuraikan di atas, untuk mengurangi kejadian terhadap masalah-masalah tersebut maka peresepan obat yang dianjurkan adalah sebagai berikut :* Gunakan obat seminimal mungkin dan regimen dosis sesederhana mungkin.* Start low, go slow, but use enough.* Gunakan obat yang mempunyai efek samping minimal.* Pengobatan sesuai diagnosis dan hindari pengobatan berdasarkan gejala dan tanda, serta evaluasi kembali obat-obat yang telah diberikan secara berkala.* Jangan tambahkan obat untuk mengatasi efek samping obat lain yang digunakan.* Jika ingin mengganti atau mengkombinasi obat untuk suatu diagnosis, hendaknya dosis maksimal tercapai dulu dan kurangi jumlah obat.* Bentuk sediaan obat yang digunakan yang tepat.* Etiket/label yang digunakan pada obat yang tepat.* Keluarga dan pengasuh perlu dilibatkan dalam pemberian obat.* Biaya obat yang terjangkau, dengan mutu dan keamanan yang terjamin