Konsep Dasar CSR.rtf

download Konsep Dasar CSR.rtf

If you can't read please download the document

Transcript of Konsep Dasar CSR.rtf

Konsep Dasar CSRSulitnya dipungkiri bahwa wacana Corporate Social Responsibility (CSR) yang sebelumnya merupakan isu marginal kini telah menjelma menjadi isu sentral. CSR kini semakin populer dan bahkan di tempatkan diposisi yang kian terhormat. Karena itu, kian banyak pula kalangan dunia usaha dan pihak-pihak yang terkait mulai merespon wacana ini. Untuk itu, dibutuhkan pemahaman yang memadai tentang konsep dasar dan isu-isu yang terkait dengan wacana ini.Merupakan hal yang patut disayangkan bila kita sekadar mengikuti tren tanpa memahami esensi dan manfaat dari CSR. Karena bila hal itu terjadi, maka konsep dan sistem yang bagus itu tidak akan well implemented, dan bahkan ujung-ujungnya sekadar menjadi jargon atau anekdot belaka. Beberapa hal yang perlu kita ketahui antara lain tentang evolusi dan definisi CSR, hubungan CSR dengan Good Corporate Governance (GCG), konsep Sustainable Development, konsep Triple Bottom Line dan prinsip-prinsip atau pedoman pelaksanaan CSR.Evolusi CSRCSR yang kini marak diimplementasikan banyak perusahaan, mengalami evolusi dan metamorfosis dalam rentang waktu yang cukup panjang. Konsep ini tidak lahir begitu saja. Ada beberapa tahapan sebelum gemanya lebih terasa. Hanya, sejauh ini tidak ada jejak baku yang disepakati secara bulat tentang tahap perkembangan itu. Namun secara garis besar berdasar beberapa literatur, tahap-tahap perkembangannya dapat didiskripsikan.Gaung CSR kian bergema setelah diselenggarakannya World Summit on Sustainable Development (WSSD) tahun 2002 di Johannesburg Afrika Selatan. Sejak saat inilah, definisi CSR mulai berkembang.Pada saat industri berkembang setelah terjadi revolusi industri, kebanyakan perusahaan masih memfokuskan dirinya sebagai organisasi yang mencari keuntungan belaka. Mereka memandang bahwa sumbangan kepada masyarakat cukup diberikan dalam bentuk penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan masyarakat melalui produknya. Dan pembayaran pajak kepada negara. Seiring dengan berjalannya waktu, masyarakat tak sekadar menuntut perusahaan untuk menyediakan barang dan jasa yang diperlukannya, melainkan juga menuntut untuk bertanggung jawab secara sosial. Karena, selain terdapat ketimpangan ekonomi antara pelaku usaha dengan masyarakat disekitarnya, kegiatan operasional perusahaan umumnya juga memberikan dampak negatif, misalnya ekploitasi sumber daya dan rusaknya lingkungan disekitar operasi perusahaan.Itulah yang kemudian melatarbelakangi munculnya konsep CSR yang paling primitif: kedermawanan yang bersifat karitatif. Gema CSR semakin terasa pada tahun 1960-an saat di mana secara global, masyarakat dunia telah pulih dari Perang Dunia II, dan mulai menapaki jalan menuju kesejahteraan. Pada waktu itu, persoalan-persoalan kemiskinan dan keterbelakangan yang semula terabaikan mulai mendapatkan perhatian lebih luas dari berbagai kalangan. Persoalan ini telah mendorong berkembangnya beragam aktivitas yang terkait dengan pengentasan kemiskinan dan keterbelakangan dengan mendorong berkembangnya sektor produktif dari masyarakat.Gema CSR pada dekade itu juga diramaikan oleh terbitnya buku legendaris yang berjudul Silent Spring. Di dalam buku ini untuk pertama kalinya persoalan lingkungan diwacanakan dalam tataran global. Penulis buku itu, Rachel Carson, yang merupakan seorang ibu rumah tangga biasa, mengingatkan kepada masyarakat dunia bahwa betapa mematikannya pestisida bagi lingkungan dan kehidupan. Melalui karyanya itu sepertinya ia ingin menyadarkan bahwa tingkah laku korporasi mesti dicermati sebelum berdampak menuju kehancuran. Sejak itu, perhatian terhadap permasalahan lingkungan semakin berkembang dan mendapat perhatian yang kian luas.Pemikiran tentang korporasi yang lebih manusiawi juga muncul dalam The Future Capitalism yang ditulis Lester Thurow tahun 1966. Pandangan Thurow pun tak kalah tajamnya. Menurutnya, kapitalismeyang menjadi mainstream saat itutidak hanya berkutat pada masalah ekonomi, namun juga memasukkan unsur sosial dan lingkungan yang menjadi basis apa yang nantinya disebut sustainable society. Thurow memang agak pesimistis bahwa konsep itu bisa diimplementasikan. Namun demikian, perilaku karitatif sudah mulai banyak digelar oleh korporasi.Pada dasawarsa 1970-an, terbitlah The Limits to Growth. Buku yang hingga kini terus diperbarui itu merupakan hasil pemikiran para cendekiawan dunia yang tergabung dalam Club of Rome. Buku ini mengingatkan kepada masyarakat dunia bahwa bumi yang kita pijak ini mempunyai keterbatasan daya dukung. Sementara disisi lain, manusia bertambah secara eksponensial. Karenanya, eksploitasi alam mesti dilakukan secara hati-hati supaya pembangunan dapat dilakukan secara berkelanjutan.Sejalan dengan bergulirnya wacana tentang kepedulian lingkungan, kegiatan kedermawanan perusahaan terus berkembang dalam kemasan philanthropy serta Community Development (CD). Pada dasawarsa ini, terjadi perpindahan penekanan dari fasilitasi dan dukungan pada sektor-sektor produktif ke arah sektor-sektor sosial. Latar belakang perpindahan ini adalah kesadaran bahwa peningkatan produktivitas hanya akan dapat terjadi manakala variabel-variabel yang menahan orang miskin tetap miskin, misalnya pendidikan dan kesehatan dapat dibantu dari luar. Berbagai program populis kemudian banyak dilakukan seperti penyediaan sarana dan prasarana pendidikan kesehatan, air bersih dan banyak lagi kegiatan sejenisnya.Di era 1980-an makin banyak perusahaan yang menggeser konsep filantropisnya kearah Community Development. Intinya kegiatan kedermawanan yang sebelumnya kental dengan pola kedermawanan ala Robbin Hood makin berkembang kearah pemberdayaan masyarakat semisal pengembangan kerja sama, memberikan ketrampilan, pembukaan akses pasar, hubungan inti-plasma, dan sebagainya.Dasawarsa 1990-an adalah dasawarsa yang diwarnai dengan beragam pendekatan seperti pendekatan integral, pendekatan stakeholder maupun pendekatan civil society. Beragam pendekatan tersebut telah mempengaruhi praktek CD. CD menjadi suatu aktivitas yang lintas sektor karena mencakup baik aktivitas produktif maupun sosial dan juga lintas pelaku sebagai konsekuensi berkembangnya keterlibatan berbagai pihak.Pada tataran global, tahun 1992 diselenggarakan KTT Bumi (Earth Summit). KTT yang diadakan di Rio de Jenairo, Brazil ini menegaskan konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development) yang didasarkan atas perlindungan lingkungan hidup, pembangunan ekonomi dan sosial sebagai hal yang mesti dilakukan.Terobosan besar dalam kontek CSR ini dilakukan oleh John Elkington melalui konsep 3p (profit, people dan planet) yang dituangkan dalam bukunya Cannibals with Forks, the Triple Bottom Line of Twentieth Century Business yang di release pada tahun 1997. Ia berpendapat bahwa jika perusahaan ingin sustain, maka ia perlu memperhatikan 3P, yakni, bukan cuma profit yang diburu, namun juga harus memberikan kontribusi positif kepada masyarakat (people) dan ikut aktif dalam menjaga kelestarian lingkungan (planet).Definisi CSRYang menarik, sebagai sebuah konsep yang makin populer, CSR ternyata belum memiliki definisi yang tunggal. The Word Business Council for Sustainable Development (WBCSD) misalnya, lembaga internasional yang berdiri tahun 1995 dan beranggotakan lebih dari 120 multinasional company yang berasal lebih dari 30 negara itu, dalam publikasinya Making Good Business Sense mendefinisikan CSR atau tanggung jawab sosial perusahaan, sebagai Continuing commitment by business to behave ethically and contribute to economic development while improving the quality of life of the workforce and their families as well as of the local community and society at large. Dalam bahasa bebas kurang lebih maksudnya adalah, komitmen dunia usaha untuk terus menerus bertindak secara etis, beroperasi secara legal dan berkontribusi untuk peningkatan ekonomi, bersamaan dengan peningkatan kualitas hidup dari karyawan dan keluarganya sekaligus juga peningkatan kualitas komunitas lokal dan masyarakat secara lebih luas.Versi lain mengenai definisi CSR dilontarkan oleh World Bank. Lembaga keuangan global ini memandang CSR sebagai the commitment of business to contribute to sustainable economic development working with amployees and their representatives the local community and society at large to improve quality of live, in ways that are both good for business and good for development.CSR Forum memberikan definisi, CSR mean open and transparent business practices that are based on ethical values and respect for employees, communities and environment.Sementara itu sejumlah negara juga mempunyai definisi tersendiri mengenai CSR. Uni Eropa (EU Green Paper on CSR) mengemukakan bahwa CSR is a concept whereby companies integrate social and environmental concerns in their business operations and in their interaction with their stakeholders on a voluntary basic.Lantas bagaimana dengan definisi CSR versi Indonesia? Dari sisi etimologis CSR kerap diterjemahkan sebagai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan. Dalam konteks lain, CSR kadang juga disebut sebagai Tanggung Jawab Sosial Korporasi atau Tanggung Jawab Sosial Dunia Usaha (Tansodus).Memang masih diperlukan kajian tersendiri untuk mencari padanan yang tepat dalam bahasa Indonesia. Namun umumnya, bila disebut salah satu darinya, konotasinya pastilah kembali kepada CSR. Selanjutnya, dari sisi definisi, saat ini juga belum kita temui kesepakatan bakunya, karena umumnya, definisi itu masih merujuk pada definisi yang umum digunakan di negara lain. Namun demikian, kendatipun tidak mempunyai definisi tunggal, konsep ini menawarkan sebuah kesamaan, yaitu keseimbangan antara perhatian terhadap aspek ekonomis dan perhatian terhadap aspek sosial serta lingkungan.Disarikan dari Buku: Membedah Konsep & Aplikasi CSR, penulis: Yusuf Wibisono, penerbit: Fascho Publishing, 2007, bab 1, halaman: 3-8Dalam istilah yang paling sederhana, CSR adalah hal-hal yang menyangkut cara perusahaan memberikan manfaat timbal balik kepada masyarakat.- Definisi lain menyangkut bagaimana kepentingan bisnis berhubungan dengan hal-hal mengenai hukum, etika, komersial, dan harapan-harapan lain yang dimiliki oleh pihak-pihak yang berkempentingan serta masyarakat luas terhadap bisnis tersebut. Beberapa orang memandang CSR sebagai tindakan moral, sedangkan yang lain mungkin memandangnya sebagai cara strategis untuk menaikkan citra bisnisnya di mata publik. Di bawah ini terdapat beberapa definisi lain tentang CSR.Canadian Business for Social Responsibility (Tanggung jawab Sosial Bisnis Kanada) secara umum mengartikan CSR sebagai peran sukarela kalangan bisnis dalam memberikan kontribusi demi terciptanya masyarakat yang lebih baik dan lingkungan yang lebih bersih melebihi komitmen modal dan keuangannya.The World Business Council for Sustainable Development (Dewan Bisnis Dunia untuk Pembangunan Berkelanjutan) mengartikan CSR sebagai komitmen berkesinambungan yang dimiliki oleh kalangan bisnis untuk bersikap etis dan memberi kontribusi bagi pembagunan ekonomi sekaligus meningkatkan kualitas hidup tenaga kerjanya berserta keluarga mereka dan juga masyarakat setempat serta masyarakat yang lebih luas.Business for Social Responsibility/ BSR (Bisnis untuk Tanggung Jawab Sosial) mendefinikasikan CSR sebagai pencapaian keberhasilan komersial dengan cara-cara yang menghormati nilai-nilai sosial dan menghargai orang, masyarakat serta lingkungan alam.CSR di luar Eropa dan Amerika UtaraDalam sebuah survei yang dilakukan oleh ACNielsen di empat kota besar Indonesia, 52% responden menganggap penting untuk memilih produk yang ramah lingkungan. Survei tersebut juga menyebutkan bahwa 99% dari responden menganggap perusahaan perlu menyadari akan adanya bahwa konsumen menginginkan perusahaan berbuat lebih banyak terhadap kelestarian lingkungan, dan mendorong perusahaan di Indonesia untuk mengambil bagian dalam program CSR.Walaupun sebagian besar isi buklet ini membahas tentang Indonesia, namun diharapkan gagasannya bisa dipakai di negara-negara lain di Asia dan negara-negara sedang berkembang di dunia. Banyak kota besar di Asia yang membangun pusat bisnis. Kehadiran perusahaan internasional juga semakin meningkat, dan banyak dari perusahaan tersebut telah menerapkan program CSR yang berasal dari kantor pusat mereka di luar negeri. Perusahaan-perusahaan ini bisa menjadi titik awal bagi LSM dalam mencari dana, dan keterlibatan mereka bisa menjadi bagian untuk memberikan dukungan bagi perusahaan-perusahaan nasional agar lebih aktif dalam menerapkan CSR.Sekarang ini, fokus perusahaan-perusahaan yang menerapkan program CSR di Indonesia cenderung untuk mendanai komunitas lokal. Contohya, dalam bidang pendidikan, kesehatan masyarakat, program air bersih dan sanitasi. Akan tetapi, seringkali CSR dipengaruhi pemegang posisi tinggi dalam perusahaan karena program CSR masih merupakan konsep yang baru di Indonesia. Hal ini berbeda dengan konteks di Amerika Utara karena program CSR cukup ditangani oleh staf yang berpartisipasi dalam persetujuan proposal dan mereka bersedia memberikan waktu untuk bertugas mengelola program CSR. Hal lain yang penting untuk diperhatikan adalah menghubungi orang yang tepat dalam perusahaan ketika kita melakukan pendekatan untuk mendapatkan dana (lihat halaman 7).Untuk mengetahui lebih dalam mengenai relevansi CSR di Indonesia, berikut ini terdapat kata sambutan yang disampaikan oleh Ibu Darwina Widjajanti, Direktur Eksekutif LEAD Indonesia. Kata-kata ini adalah bagian dari kita sambutan yang disampaikannya pada seminar Corporate Social Responsibility: A New Business Mainstream toward Sustainable Development (Tanggung jawab Sosial Perusahaan: Arus Utama Baru dalam Bisnis Menuju Pembangunan Berkelanjutan): bagi Indonesia inilah saatnya untuk membahas CSR secara lebih mendalam. Sejak reformasi, Indonesia telah menjadi negara semakin terbuka. Tiga aspek CSR ketahanan ekonomi, keadilan sosial, dan kelestarian lingkungan telah menggarisbawahi tiga bentuk CSR. CSR di Indonesia adalah konsep yang masih berkembang, namun diharapkan bahwa pelatihan yang dimulai hari ini akan mendukung diskusi yang lebih mendalam mengenai pendekatan CSR yang sesuai dengan konteks Indonesia.Disarikan dari buku: Buklet Sumber Dana Kreatif (Buklet 5 dari 11 Seri Pengerahan Sumber Daya), Penulis: Nina Doyle (VSO) & Deborah Nolan (CUSO), Halaman: 2-4.Dalam bisnis apa pun, yang diharapkan adalah keberlanjutan dan kestabilan usaha, karena keberlanjutan akan mendatangkan keuntungan sebesar-besarnya bagi perusahaan. Setidaknya terdapat tiga alasan penting mengapa kalangan dunia usaha harus merespon CSR agar sejalan dengan jaminan keberlanjutan operasional perusahaan, sebagaimana dikemukakan Wibisono (2007).dari masyarakat dan oleh karenanya wajar bila perusahaan memperhatikan kepentingan masyarakat. Kegiatan sosial ini berfungsi sebagai kompensasi atau upaya timbal balik atas penguasaan sumber daya alam atau sumber ekonomi oleh perusahaan yang kadang bersifat ekspansif dan eksploratif, disamping sebagai kompensasi sosial karena timbul ketidaknyamanan (discomfort) pada masyarakat.Kedua, kalangan bisnis dan masyarakat sebaiknya memiliki hubungan yang bersifat simbiosis mutualisme untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat. Wajar bila perusahaan dituntut untuk memberikan kontribusi positif kepada masyarakat, sehingga bisa tercipta harmonisasi hubungan bahkan pengdongkrakan citra dan performa perusahaan.Ketiga, kegiatan CSR merupakan salah satu cara untuk meredam atau bahkan menghindarkan konflik sosial. Potensi konflik itu berasal akibat dari dampak operasional perusahaan atau akibat kesenjangan struktural dan ekonomis yang timbul antara masyarakat dengan komponen perusahaan.Disarikan dari buku: Panduan Praktis Pengelolaan CSR (Corporate Social Responsibility), Penulis: Rahmatullah, Trianita Kurniati, Hal: 6-7- See more at: http://keuanganlsm.com/tujuan-csr/#sthash.RS3Dc6q5.dpufCorporate Social Responsibility dalam Perspektif Islam Oleh. Najmudin Ansorullah SHI* Setelah tenggelam sekian lama, kini ide untuk memasukan etika ke dalam dunia ekonomi (bisnis) mencuat kembali. CSR tidak lagi ditempatkan dalam ranah sosial dan ekonomi sebagai imbauan, tetapi masuk ranah hukum yang memaksa perusahaan ikut aktif memperbaiki kondisi dan taraf hidup masyarakat (Kompas, 4/8).Disahkannya Rancangan Undang-Undang Perseroan Terbatas (RUU PT) telah menuai pro-kontra, terutama terhadap Pasal 74 tentang Aturan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan, yang rumusannya, perseroan di bidang/berkaitan dengan SDA wajib melaksanakan CSR Perseroan yang tidak melaksanakan wajib CSR dikenai sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Yang dimaksud SDA adalah sumber daya alam, sedangkan CSR adalah corporate social responsibility atau tanggung jawab sosial korporat/perusahaan.Tanggung jawab sangat terkait dengan hak dan kewajiban, yang pada akhirnya dapat menimbulkan kesadaran tanggung-jawab. Ada dua bentuk kesadaran: Pertama, kesadaran yang muncul dari hati nurani seseorang yang sering disebut dengan etika dan moral. Kedua, kesadaran hukum yang bersifat paksaan berupa tuntutan-tuntutan yang diiringi sanksi-sanksi hukum.Etika Bisnis Islami Etika memiliki dua pengertian: Pertama, etika sebagaimana moralitas, berisikan nilai dan norma-norma konkret yang menjadi pedoman dan pegangan hidup manusia dalam seluruh kehidupan. Kedua, etika sebagai refleksi kritis dan rasional. Etika membantu manusia bertindak secara bebas tetapi dapat dipertanggung-jawabkan. Sedangkan bisnis mengutip Straub, Alimin (2004: 56), sebagai suatu organisasi yang menjalankan aktivitas produksi dan penjualan barang dan jasa yang diinginkan oleh konsumen untuk memperoleh profit. Penggabungan etika dan bisnis dapat berarti memaksakan norma-norma agama bagi dunia bisnis, memasang kode etik profesi bisnis, merevisi sistem dan hukum ekonomi, meningkatkan keterampilan memenuhi tuntutan-tuntutan etika pihak-pihak luar untuk mencari aman dan sebaginya. Bisnis yang beretika adalah bisnis yang memiliki komitmen ketulusan dalam menjaga kontrak sosial yang sudah berjalan. Kontrak sosial merupakan janji yang harus ditepati. Bisnis Islami ialah serangkaian aktivitas bisnis dalam berbagai bentuknya yang tidak dibatasi jumlah kepemilikan (barang/jasa) termasuk profitnya, namun dibatasi dalam cara memperolehnya dan pendayagunaan hartanya karena aturan halal dan haram (lihat. QS. 2:188, 4:29).Etika bisnis Islam sebenarnya telah diajarkan Nabi Saw. saat menjalankan perdagangan. Karakteristik Nabi Saw., sebagai pedagang adalah, selain dedikasi dan keuletannya juga memiliki sifat shidiq, fathanah, amanah dan tabligh. Ciri-ciri itu masih ditambah Istiqamah.Shidiq berarti mempunyai kejujuran dan selalu melandasi ucapan, keyakinan dan amal perbuatan atas dasar nilai-nilai yang diajarkan Islam. Istiqamah atau konsisten dalam iman dan nilai-nilai kebaikan, meski menghadapi godaan dan tantangan. Istiqamah dalam kebaikan ditampilkan dalam keteguhan, kesabaran serta keuletan sehingga menghasilkan sesuatu yang optimal. Fathanah berarti mengerti, memahami, dan menghayati secara mendalam segala yang menjadi tugas dan kewajibannya. Sifat ini akan menimbulkan kreatifitas dan kemampuan melakukakn berbagai macam inovasi yang bermanfaat. Amanah, tanggung jawab dalam melaksanakan setiap tugas dan kewajiban. Amanah ditampilkan dalam keterbukaan, kejujuran, pelayanan yang optimal, dan ihsan (kebajikan) dalam segala hal. Tablig, mengajak sekaligus memberikan contoh kepada pihak lain untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari (berbagai sumber).Berdasarkan sifat-sifat tersebut, dalam konteks corporate social responsibility (CSR), para pelaku usaha atau pihak perusahaan dituntut besikap tidak kontradiksi secara disengaja antara ucapan dan perbuatan dalam bisnisnya. Mereka dituntut tepat janji, tepat waktu, mengakui kelemahan dan kekurangan (tidak ditutup-tutupi), selalu memperbaiki kualitas barang atau jasa secara berkesinambungan serta tidak boleh menipu dan berbohong. Pelaku usaha/pihak perusahaan harus memiliki amanah dengan menampilkan sikap keterbukaan, kejujuran, pelayanan yang optimal, dan ihsan (berbuat yang terbaik) dalam segala hal, apalagi berhubungan dengan pelayanan masyarakat. Dengan sifat amanah, pelaku usaha memiliki tanggung jawab untuk mengamalkan kewajiban-kewajibannya. Sifat tablig dapat disampaikan pelaku usaha dengan bijak (hikmah), sabar, argumentatif, dan persuasif akan menumbuhkan hubungan kemanusiaan yang solid dan kuat. Para pelaku usaha dituntut mempunyai kesadaran mengenai etika dan moral, karena keduanya merupakan kebutuhan yang harus dimiliki. Pelaku usaha atau perusahaan yang ceroboh dan tidak menjaga etika, tidak akan berbisnis secara baik sehingga dapat mengancam hubungan sosial dan merugikan konsumen, bahkan dirinya sendiri.Hukum IslamAl-Quran adalah suatu ajaran yang berkepentingan terutama untuk menghasilkan sikap moral yang benar bagi tindakan manusia. Moral menurut intelektual asal Pakistan Fazlur Rahman (2000: 354), merupakan esensi etika al-Quran yang akhirnya menjadi esensi hukum dalam bentuk perintah dan larangan. Nilai-nilai moral adalah poros penting dari keseluruhan sistem yang menghasilkan hukum. Dalam aktivitas kehidupannya, umat Islam dianjurkan mengutamakan kebutuhan terpenting (mashlahah) agar sesuai dengan tujuan syariat (maqashid al-syariah). Mengikuti al-Syatibi, M. Fahim Khan, (1992: 195), mengatakan mashlahah adalah pemilikan atau kekuatan barang/jasa yang mengandung elemen dasar dan tujuan kehidupan umat manusia di dunia ini (dan peroleh pahala untuk kehidupan akhirat). Maslahah ini tidak bisa dipisahkan dengan maqashid al-syariah. Al-Izz al-Din bin Abd al-Salam diikuti Sobhi Mahmassani (1977: 159), mengutarakan maqashid al-syariah ialah perintah-perintah yang pada hakikatnya kembali untuk kemaslahatan hamba Allah dunia dan akhirat. Abu Ishaq al-Syatibi (w. 790 H) dalam al-Muwafaqat, tujuan pokok syariat Islam terdiri atas lima komponen: pemeliharaan agama (hifdh al-din), jiwa (hifdh al-nafs), akal (hifdh al-aql), keturunan (hifdh nasl) dan harta (hifdh al-maal). Lima komponen pokok syariah itu disesuaikan dengan tingkat kebutuhan dan kepentingan manusia (mashlahah), yaitu kebutuhan primer (dharuriyyah), skunder (hajiyyah) dan tertier (tahsiniyyah).Dalam konteks ini, kebutuhan primer (dharuriyyah) adalah sesuatu yang harus ada untuk mewujudkan kemaslahatan agama dan dunia. Jika kebutuhan itu hilang, maka kemaslahatan manusia sulit terwujud. Bahkan, dapat menimbulkan keruksakan, kekacauan dan kehancuran. Skunder (hajiyyah) adalah segala hal yang dibutuhkan untuk memberikan kelonggaran dan mengurangi kesulitan yang biasanya menjadi kendala dalam mencapai tujuan. Sedangkan tertier (tahsiniyyah) ialah melakukan tindakan yang layak menurut adat dan menjauhi perbuatan-perbuatan aib yang ditentang akal sehat. Tujuan syariah itu dapat menentukan tujuan perilaku konsumen dalam Islam dan tercapainya kesejahteraan umat manusia (maslahah al-ibad). Semua barang dan jasa yang dapat memiliki kekuatan untuk memenuhi lima komponen pokok (dharury) telah dapat dikatakan memiliki maslahat bagi umat manusia. Lebih lanjut, Khan (1992: 195), mengutarakan semua kebutuhan tidak sama penting. Kebutuhan itu meliputi: tingkat di mana lima elemen pokok di atas dilindungi secara baik; tingkat di mana perlindungan lima elemen pokok di atas, dilengkapi untuk memperkuat perlindungannya dan tingkat di mana lima element pokok di atas secara sederhana diperoleh secara jelas. Berkaitan dengan corporate sosial responsibility (CSR), kelima komponen itu perlu mendapat fokus perhatian. Dalam skala primer, perusahaan atau badan-badan komersial perlu menghargai agama yang dianut masyarakat. Jangan sampai kepentingan masyarakat terhadap agamanya diabaikan, seperti perusahaan yang mengabaikan atau mengganggu peribadatan warga setempat. Bahkan, semestinya pihak perusahaan atau badan-badan komersial harus mampu mengembangkan jiwa usahanya dengan spiritualitas Islam. Dalam pemeliharaan jiwa seperti makan dan minum ditujukan agar hidup dapat lebih bertahan dan mencegah ekses kepunahan jiwa manusia. Ironisnya, kini, banyak perusahaan air mineral telah menyebabkan kekeringan air di daerah atau kondisi udara di Jakarta telah mengandung zat pencemar udara yang sebagian besar sulfur dioksida, karbon monoksida, nitrogen dioksida dan partikel debu. Sekitar 70 persen polusi udara di Jakarta akibat asap transportasi. Menurut staff pengajar Fakultas Teknologi Kelautan Universitas Darma Persada Jakarta Agung Sudrajad (Inovasi, Vol. 5, 2005), di Jakarta pertambahan kendaraan tercatat 8.74 persen per tahun sementara prasarana jalan meningkat 6.28 persen per tahun. Ini tentu menambah semakin terpuruknya kondisi lingkungan udara kita. Begitu juga, pihak korporasi harus mampu menjaga keutuhan dan kehormatan (rumah tangga) warga masyarakat terkait atau internal perusahaan. Perusahaan dilarang memberikan ekses negatif dalam kegiatannya yang akan mengganggu rusaknya akal pikiran manusia. Islam melarang umatnya mengkonsumsi atau memproduksi makanan dan minuman yang dapat merusak akal karena akan mengancam eksistensi akalnya.Dalam pemeliharaan harta, transaksi jual beli harus dilakukan secara halal. Jika tidak, maka eksistensi harta akan terancam, baik pengelolaan atau pemanfaatannya. Karena itu, pihak perusahaan dilarang melakukan kegiatan yang secara jelas melangar aturan syara. Dalam konteks tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility/CSR), maqashid as-yariah ditujukan agar pelaku usaha atau pihak perusahaan mampu menentukan skala prioritas kebutuhannya yang terpenting. Kebutuhan-kebutuhan itu tidak hanya diorientasikan untuk jangka pendek, tetapi juga jangka panjang dalam mencapai ridha Allah. Kegiatan ekonomi tidak saja melibatkan aspek materi, tapi juga kualitas keimanan seorang hamba kepada Allah Swt. Oleh karena itu, konsep pembanguan yang melibatkan maqashid as-yariah dimaksudkan agar terbentuk pribadi-pribadi muslim yang memiliki keimanan dan ketakwaan. Tentu saja sikap ini tidak saja didapatkan dari lubuk hati yang dalam. Tetapi, dilandasi juga dari kesadaran manusia untuk melaksanakan kewajiban sebagai seorang hamba-Nya. Kewajiban mengaplikasikan tanggung jawab seorang hamba untuk melakukan kejujuran, kebenaran, kebajikan dan kasih sayang terhadap seluruh data kehidupan aktual. Islam mengajarkan tanggung jawab agar mampu mengendalikan diri dari tindakan melampaui batas kewajaran dan kemanusiaan. Tanggung jawab ini mencakup tanggung jawab kepada Allah, kepada sesama dan lingkungannya.Implementasi CSRDalam menjalankan aktivitas CSR tidak ada standar atau praktik-praktik tertentu yang dianggap terbaik. Setiap perusahaan memiliki karakteristik dan situasi yang unik yang berpengaruh terhadap bagaimana mereka memandang tanggung jawab sosial.Implementasi CSRmengimplementasikan pendekatan CSR.lmplementasi CSR yang dilakukan oleh masing-masing perusahaan sangat bergantung kepada misi, budaya, lingkungan dan profit risiko, serta kondisi operasional masing-masing perusahaan. Banyak perusahaan yang telah melibatkan diri dalam aktivitas aktivitas yang berkaitan dengan pelanggan, karyawan, komunitas, dan lingkungan sekitar, yang merupakan titik awal yang sangat baik menuju pendekatan CSR yang lebih luas. Pelaksanaan CSR dapat dilaksanakan menurut prioritas yang didasarkan pada ketersediaan sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan. Aktivitas CSR perlu diitegrasikan dengan pengambilan keputusan inti, strategi, aktivitas, dan proses manajemen perusahaan.Meskipun tidak terdapat standar atau praktik-praktik tertentu yang dianggap terbaik dalam pelaksanaan aktivitas CSR, namun kerangka kerja (framework) yang luas dalam pengimplementasian lingkungan. Kerangka kerja yang disodorkan oleh industri Kanada dapat dijadikan panduan. Kerangka kerja ini mengikuti model plan, do, check, dan improve dan bersifat fleksibel, artinya dapat disesuaikan dengan kondisi yang dihadapi oleh masing-masing perusahaan.Sumber: Reputation-Driven Corporate Sosial Responsibility (Pendekatan Strategic Management dalam CSR), Penulis: A. B. Susanto, Hal: 48-49.Dalam aspek lingkungan misalnya, terdapat perusahaan-perusahaan yang kontribusi dalam pencemaran terhadap alam, melakukan pemborosan energy dan bermasalah dalam limbah. Bagaimanapun semua aspek dalam perusahaan, baik ekonomi, sosial, kesejahteraan dan lingkungan tidak bisa lepas dari koridor tanggung jawab sosial perusahaan. Oleh karena itu dalam CSR tercangkup didalamnya empat landasan pokok yang antara satu dengan yang lainnya saling berkaitan (Tanari, 2009) di antaranya:a. Landasan pokok CSR dalam aktivitas ekonomi, meliputi:Kinerja keuangan berjalan baikInvestasi modal berjalan baikKepatuhan dalam pembayaran pajakTidak terdapat praktik suap/korupsiTidak ada konflik kepentinganTidak dalam keadaan mendukung rezim yang korupMenghargai hak atas kemampuan intelektual/patenTidak melakukan sumbangan politis/lobib. Landasan pokok CSR dalam isu lingkungan hidup, meliputi:Tidak melakukan pencemaranTidak berkontribusi dalam perubahan iklimTidak berkontribusi atas limbahTidak melakukan pemborosan airTidak melakukan praktik pemborosan energyTidak melakukan penyerobotan lahanTidak berkontribusi dalam kebisinganMenjaga keanekaragaman hayatic. Landasan pokok CSR dalam isu sosial, meliputi:Menjamin kesehatan karyawan atau masyarakat yang terkena dampakTidak memperkerjakan anakMemberikan dampak positif terhadap masyarakatMelakukan proteksi konsumenMenjunjung keberanekaragamanMenjaga privasiMelakukan praktik derma sesuai dengan kebutuhanBertanggung jawab dalam proses outsourching dan off-shoringAkses untuk memperoleh barang-barang tertentu dengan harga wajard. Landasan pokok CSR dalam isu kesejahteraanMemberikan kompensasi terhadap karyawanMemanfaatkan subsidi dan kemudahan yang diberikan pemerintahMenjaga kesehatan karyawanMenjaga keamanan kondisi tempat kerjaMenjaga keselamatan dan kesehatan kerjaMenjaga keseimbangan kerja/hidup