KONSEP BIMBINGAN LOGOTERAPI · 1. Dr. Arief Subhan, M.A, selaku Dekan Fakultas Dakwah dan...
Transcript of KONSEP BIMBINGAN LOGOTERAPI · 1. Dr. Arief Subhan, M.A, selaku Dekan Fakultas Dakwah dan...
KONSEP BIMBINGAN UNTUK MENEMUKAN MAKNA
HIDUP DAN MENGEMBANGKAN HIDUP BERMAKNA
MENURUT HANNA DJUMHANA BASTAMAN
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial Islam (S. Sos. I)
Oleh
Jefriadi
NIM: 105052001749
JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1430 H./2009 M.
PERANAN DZIKIR DALAM MENGATASI
PROBLEMATIKA KELUARGA DI
YAYASAN NURSYIFA’ MENTENG JAKARTA PUSAT
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)
Oleh
Eneng Susliah
NIM. 105052001742
Di Bawah Bimbingan:
Drs. H. Mahmud Jalal, M.A
NIP. 19520422 198103 1 002
JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1430 H./2009 M.
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi yang berjudul “Konsep Bimbingan Untuk Menemukan Makna
Hidup dan Mengembangkan Hidup Bermakna Menurut Hanna Djumhana
Bastaman” telah diujikan dalam sidang Munaqasyah Fakultas Dakwah dan
Komunikasi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada
tanggal 23 Juni 2009. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat
memperoleh gelar Sarjana Sosial Islam (S. Sos.I) pada Jurusan Bimbingan dan
Penyuluhan Islam.
Jakarta, 23 Juni 2009
Sidang Munaqasyah
Ketua, Sekretaris,
Drs. M. Lutfi, MA Dra. Nasichah, MA
NIP. 19671005 199403 1 006 NIP. 19671126 199603 2 001
Anggota,
Penguji I, Penguji II,
Dra. Hj. Elidar Husein, MA Drs. M. Lutfi, MA
NIP. 19451125 197106 2 001 NIP. 19671005 199403 1 006
Pembimbing,
Drs. Mahmud Jalal, MA
NIP. 19520422 198103 1 002
ABSTRAK
Jefriadi
Konsep Bimbingan Untuk Menemukan Makna Hidup dan Mengembangkan
Hidup Bermakna Menurut Hanna Djumhana Bastaman
Logoterapi adalah salah satu aliran psikologi modern yang digolongkan
kepada psikologi humanistik, dengan upaya penyembuhan/pengobatan melalui
penemuan makna hidup dan pengembangan hidup bermakna. Kemudian dapat
digambarkan sebagai corak psikologi/psikiatri yang mengakui adanya dimensi
kerohanian pada manusia selain dimensi raga dan jiwa, serta beranggapan bahwa
makna hidup dan hasrat hidup bermakna merupakan motivasi utama manusia
guna meraih taraf kehidupan bermakna.
Dalam kehidupan sehari-hari, walaupun makna hidup itu ada di dalam diri
individu tersebut, namun tidak sedikit orang yang tidak menyadarinya sehingga
perlu untuk dibantu dengan cara membimbingnya. Dalam tatanan praktis,
logoterapi dikembangkan menjadi sebuah metode untuk menemukan makna hidup
yaitu logoanalisis. Kemudian Hanna Djumhana Bastaman mengembangkan teori
tersebut guna disesuaikan dengan kebudayaan Indonesia yang kemudian Hanna
menyebutnya dengan ”panca cara temuan makna”. Maka di sini akan dilihat
bagaimana konsep logoterapi dalam tatanan praktis yaitu bimbingan menurut
Hanna Djumhana Bastaman.
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan Metode deskriptif analisis,
dengan pendekatan kualitatif, karena dalam penelitian ini akan diketahui sebuah
analisis dari pemikiran seorang tokoh (dalam hal ini Hanna Djumhana Bastaman),
dimulai dari biografi kehidupannya, karya-karyanya, aktifitasnya, dan akhirnya
penulis mencoba mendeskripsikan tentang temuan beliau tersebut mengenai
konsep bimbingan logoterapi dalam rangka menemukan makna hidup dan
mengembangkan hidup bermakna.
Hanna mengembangkan teori logoanalisis dan juga merumuskan formula
pengembangan hidup bermakna yang dikembangkan dari logoterapi dengan
unsur-unsur yang terangkum dalam akronim ALUMNI PTS (Asas-asas sukses,
Lingkungan, Usaha, Metode, Niat, Ibadah, Potensi, Tujuan, dan Sarana).
Dari analisis yang dilakukan, maka penulis mendapatkan hasil bahwa
dalam konsep bimbingan menemukan makna hidup, Hanna mengembangkan teori
logoterapi dan menerapkan prinsip-prinsipnya, Hanna memberikan nuansa Islami
terutama disesuaikan dengan nilai kultural Indonesia. Dengan menambahkan
beberapa point yang dianggap perlu. Dalam menemukan makna hidup dan
mengembangkan hidup bermakna menurut Hanna sangat sejalan dengan Islam,
dengan penambahan ajaran-ajaran yang digunakan sebagai teknik oleh Hanna
dalam menemukan dan mengembangkan hidup bermakna.
Dari penelitian ini dapat diambil kesimpulan bahwa konsep bimbingan
logoterapi menurut Hanna merupakan suatu pengembangan konsep dari logoterapi
dan logoanalisis sangat relevan dengan kultural Indonesia dan pendekatan yang
digunakan yaitu pendekatan agama.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji bagi Dzat yang Maha Pemberi makna hidup
kepada makhluknya, Dzat yang Maha Agung, Maha Bijaksana, Dialah Allah
SWT. Penulis dengan penuh keikhlasan hati bersyukur atas kehidupan yang
diberi, potensi akal dan kasih sayang disertai dengan usaha yang sungguh-
sungguh akhirnya penulis dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik.
Shalawat dan salam akan selalu penulis curahkan untuk panutan dan suri
tauladan umat, yakni Nabi Muhammad SAW. Kesejahtaraan dan keselamatan
semoga selalu mengiringinya, keluarga, para sahabat, dan pengikutnya hingga
akhir zaman.
Dengan taufiq dan hidayah dari Allah SWT, serta usaha keras yang
dilakukan, penulis begitu menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan. Namun berkat do’a, bantuan serta dukungan yang begitu banyak
dari berbagai pihak, Alhamdulillah akhirnya penulis dapat menyusun skripsi ini
hingga rampung dengan judul “Konsep Bimbingan Untuk Menemukan Makna
Hidup dan Mengembangkan Hidup Bermakna Menurut Hanna Djumhana
Bastaman”.
Dengan penuh rasa hormat dan takjub, penulis menyadari bahwa dalam
penulisan skripsi ini begitu banyak pihak yang memberikan bantuan, motivasi,
teguran, semangat serta doa dan nasehat yang selalu mengiringi pembuatan skripsi
ini. Oleh sebab itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih tiada tara
kepada:
1. Dr. Arief Subhan, M.A, selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi,
Drs. Mahmud Jalal, M.A, selaku Pembantu Dekan II (PUDEK II)
sekaligus sebagai pembimbing skripsi yang tiada henti meluangkan
waktunya, memberikan masukan, kritik dan saran kepada penulis, serta
selalu mengarahkan dan membimbing, juga memberikan dorongan dan
semangat kepada penulis selama penulisan skripsi ini berlangsung,
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Dan juga
Drs. Study Rizal, L.K, M.Ag, selaku Pembantu Dekan III (PUDEK III).
2. Drs. M. Lutfi, M.Ag, selaku Ketua Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan
Islam (BPI) beserta Dra. Nasichah, M.Ag, selaku Sekretaris Jurusan BPI.
3. Segenap pimpinan karyawan dan staf-staf serta bapak/ibu dosen Fakultas
Dakwah dan Komunikasi yang telah banyak memberikan bantuan, ilmu,
dan pengalaman. Dan juga Perpustakaan Fakultas Dakwah dan
Komunikasi dan Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
yang telah memberikan fasilitas memadai atas buku-bukunya.
4. Yang terhormat Drs. Hanna Djumhana Bastaman, M.Psi, atas
kesediaannya untuk diteliti, dan bersedia meluangkan waktunya di sela-
sela kesibukan.
5. Yang paling penulis cintai dan hormati yaitu Ayahanda Abasri, beserta
Ibunda Sarima yang telah rela mencurahkan kasih sayang kepada penulis
sedari kecil. Keikhlasan dan ketulusan dalam melepas penulis untuk
menuntut ilmu di “negeri orang” adalah hal yang sangat berharga bagi
penulis, do’a dan air mata yang selalu tercurahkan disetiap do’anya adalah
penunjuk jalan bagi penulis, “terima kasih Mak, Yah..”
6. Kakanda Azwir dan Hermansyah, yang selalu memberikan bantuan,
dorongan dan pelajaran berharga kepada penulis, tokoh abang yang selalu
memberikan inspirasi bagi penulis. Serta Adik-Adik penulis, Nelda Murti
dan Weni Amelia yang karena kalianlah penulis selalu semangat untuk
berusaha.
7. Ust. Solhanuddin beserta keluarga besar Pesantren dan Panti Asuhan
Anak-Anak Rabbani yang telah banyak membantu penulis selama
menjalani pendidikan di UIN Jakarta ini. Kepada Roby, serta santri-santri
Rabbani lainnya terima kasih atas semua pengertian dan bantuannya
kepada penulis. Semoga Allah membalas kebaikan semuanya dengan
pahalaNya.
8. Rekan-rekan BPI, khususnya BPI angkatan 2005, Ruyatna, Harid, Agus,
Jaya, Madinah, Syukron, Hera, Neng, Yana, Laily, Lia, Kasma, Ina, Anti,
Mulya, Maya, Qory dan teman-teman lainnya. BPI angkatan 2006, Dani,
Tio, Ulfa, Wiwin, Ana, Anis, dkk. BPI angkatan 2007, Veni, Wiwin,
Nurul, Umroh, Ilah, MU, Ade, dkk. Serta BPI 2008, Via, Ayu, Nila, dkk.
Terima kasih atas persahabatan yang kalian tawarkan, itu semua akan
menjadi cerita hidup di masa yang akan datang.
9. Kakak-kakak Senior, mba’ Endah, mba’ Septi, terima kasih atas
pengalamannya, ka’ Abel Pasha terima kasih atas buku-buku
logoterapinya, Pizzaro dan kawan-kawan terima kasih atas pelajarannya.
10. Orang-orang yang menjadi Inspirator bagi penulis, Bapak Evan, Pak Adi,
Pak Lutfi dan Ibu Nurul, semua inspirasi dari bapak dan ibu akan menjadi
bekal bagi penulis untuk mengarungi samudera yang lebih luas.
11. Rekan-rekan seperjuangan di “Kulfah Center”, Agus, Ashif, Laily, Dwika,
Lia, Yana, Desi dan Ami, serta genarasi baru, Vika, Wiwin, Veny, Umroh,
Ila dan Maria Ulfa, teruskanlah dalam membantu sesama.
12. Teman-teman penulis, Salman Al-parisi S.HI, Ahmad Hamdalah S.EI,
Ahmad Masy’ari, dan Noermadiah, yang telah banyak memberikan
bantuan, dorongan dan dukungan kepada penulis. Juga M. Zen, Anshor,
Mutasir, dan Novri yang selalu memperindah perjalanan penulis, terima
kasih teman, itu semua akan menjadi cerita indah di hari tua.
Masih banyak lagi nama yang tidak bisa tercantumkan dalam tulisan ini.
Penulis dengan kerendahan hati dan berdo’a semoga Allah SWT membalas segala
amal perbuatan semuanya, juga penulis berharap semoga skripsi ini bisa
bermanfaat bagi semuanya, amin.
Ciputat, 02 Juni 2009
Penulis
Jefriadi
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................. i
LEMBAR PENGESAHAN PANITIAN UJIAN ............................................. ii
LEMBAR PERNYATAAN .............................................................................. iii
ABSTRAK ......................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR....................................................................................... v
DAFTAR ISI ..................................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ....................................................... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ................................... 8
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................. 8
D. Tinjauan Pustaka .................................................................. 10
E. Kerangka Teori ..................................................................... 14
F. Metode Penelitian ................................................................. 17
G. Sistematika Penulisan ........................................................... 20
BAB II TINJAUAN TEORI ................................................................. 23
A. Pengertian konsep ................................................................. 23
B. Bimbingan ............................................................................ 24
1. Pengertian Bimbingan .................................................... 24
2. Jenis-Jenis Bimbingan .................................................... 27
3. Metode Bimbingan ......................................................... 28
4. Tujuan Bimbingan .......................................................... 39
C. Logoterapi; Sebuah Pendekatan Makna Hidup ..................... 30
1. Pengertian Logoterapi ..................................................... 30
2. Pengertian Makna Hidup ................................................ 31
3. Landasan Filsafat Logoterapi .......................................... 32
4. Menemukan Makna Hidup ............................................. 39
5. Hidup Bermakna ............................................................. 42
6. Hidup Bermakna Vs Hidup Tak Bermakna .................... 43
7. Mengembangkan Hidup Bermakna ................................ 46
8. Makna Hidup dan Hidup Bermakna Dalam
Pandangan Islam ............................................................. 47
BAB III PROFIL HANNA DJUMHANA BASTAMAN ....................... 53
A. Profil Hanna Djumhana Bastaman ........................................ 53
1. Riwayat Hidup dan Pendidikan Hanna Djumhana
Bastaman ........................................................................ 53
2. Hanna Djumhana Bastaman dan Logoterapi ................... 56
B. Karya dan Pemikiran Hanna Djumhana Bastaman ............... 59
1. .................................................................................... Karya Hanna Djumhana Bastaman .................................... 59
2. .................................................................................... Pemikiran Hanna Djumhana Bastaman ............................. 69
C. Aktifitas Hanna Djumhana Bastaman dalam
Bimbingan Menemukan Makna Hidup ................................. 72
BAB IV KONSEP BIMBINGAN UNTUK MENEMUKAN
MAKNA HIDUP DAN MENGEMBANGKAN HIDUP
BERMAKNA MENURUT HANNA DJUMHANA
BASTAMAN ............................................................................ 76
A. Deskripsi Data ...................................................................... 76
B. Analisis Konsep Bimbingan Logoterapi Menurut
Hanna Djumhana Bastaman Dalam Menemukan
Makna Hidup ........................................................................ 78
C. Analisis Konsep Bimbingan Logoterapi Menurut
Hanna Djumhana Bastaman Dalam Pengembangan
Hidup Bermakna................................................................... 101
BAB V PENUTUP ................................................................................. 113
A. Kesimpulan .......................................................................... 113
B. Saran .................................................................................... 115
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sederetan pertanyaan yang akan selalu dipertanyakan oleh orang-orang
yang sedang mencari jati diri adalah “untuk apa ia hidup di dunia ini? apa
yang ia cari di dunia ini? dan, bagaimana ia menjalani kehidupan ini?”.
Pertanyaan tersebut adalah pertanyaan yang sudah biasa bagi setiap orang
normal yang beranjak dewasa.1 Namun akan menjadi janggal dan
mengherankan jika pertanyaan tersebut ditanyakan oleh orang dewasa, atau
bahkan usia lanjut yang mana dalam usia ini harusnya seseorang sudah
memenuhi tugas perkembangannya dengan menemukan jati diri, namun kalau
masih mempertanyakan pertanyaan di atas, ini mengindikasikan adanya
permasalahan dalam kehidupan orang tersebut.
Setiap manusia mempunyai peluang yang sama untuk bisa menjalani
kehidupan bahagia dan bermakna.2 Namun hambatan dalam mendapatkan
kebahagiaan tersebut pastilah ada, apakah itu semacam penderitaan yang
berupa sakit atau ditinggal mati oleh orang yang disayangi, atau kondisi yang
tidak diinginkan berupa pengalaman tragis. Terkadang manusia larut dalam
1Begitu juga yang dialami oleh Ary-Ginanjar tentang kegalauan dan kegelisahan yang
dirasakannya menjelang remaja, yang mempertanyakan “untuk apa ia belajar” dan “untuk apa ia
hidup?”. Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual,
ESQ; Emotional Spiritual Question; The ESQ Way 165, 1 Ihsan, 6 Rukun Iman, dan 5 Rukun
Islam, (Jakarta: Arga Wijaya Persada, 2001), cet. ke-40, h. V. 2Aaron Lumpkin, You Can Change your Life; Aim of Succes, Rahasia Menjalani
Kehidupan Bermakna, penerjemah Aditya Suharmoko, (Jakarta: Esensi, Erlangga Group, 2006), h.
3.
keadaan tersebut, dan tak jarang menjadi kehilangan hasrat untuk melanjutkan
hidup, sehingga hidupnya terasa hampa dan tanpa makna.
Hidup memang penuh perjuangan,3 bergerak,4 “...misteri besar...,”5
“....bagaikan pohon keabadian yang selalu tumbuh...”.6 Hidup bagi sebagian
orang adalah hal yang biasa-biasa saja, tapi bagi yang lain hidup adalah
sesuatu yang sangat berharga yang harus diperjuangkan dan diisi dengan hal-
hal yang bermanfaat.
Sesungguhnya setiap manusia yang hidup di muka bumi ini semuanya
mencari kebahagiaan, dan ketenangan. Mereka bekerja mambanting tulang
dan mengorbankan harta benda, hanya semata-mata untuk mencapai
kebahagiaan baik dalam rumah tangga, masyarakat, agama, maupun
bangsanya,7 bahkan manusia sejak lahir pun masing-masing sudah
mempunyai dan mengalami hasrat yang menggebu-gebu untuk hidup
bahagia.8
Tapi kemudian ada yang menjadi pertanyaan, ”mengapa ada orang
yang tidak sabar untuk menantikan hari esok, tapi ada yang sebaliknya yang
seolah-olah tidak mau peduli dan tidak mau tahu dengan apa yang akan
dilakukannya esok hari?”, dan ”mengapa ada orang yang ketika bangun tidur
di pagi hari, menyambut hari dengan penuh semangat sementara sebagian lain
3Ibid., h. viii. 4Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),
(Jakarta: Balai pustaka, 1998), h. 306. 5Aaron Lumpkin, You Can Change your life; Aim of Succes, h. viii. 6Komaruddin Hidayat, Psikologi Kematian, Mengubah Ketakutan Menjadi Optimisme,
(Jakarta: Hikmah, 2006), cet. ke-7, h. 80. 7Jhon Powell SJ, 10 Laku Hidup Bahagia, (Yogyakarta: Kanisius, 1994), cet. ke-2, h. 12. 8SS. Djam'an, Islam dan Psikosomatik; Penyakit Jiwa, (Jakarta: Bulan Bintang), h. 34.
biasa-biasa saja, karena mereka beranggapan ”paling hari ini sama saja
dengan hari-hari kemarin, tidak ada yang istimewanya”.
Sederetan pertanyaan di atas bermuara pada suatu jawaban, yaitu
kepada suatu “makna”, yaitu makna hidup (meaning of life). Makna hidup
yang menjadi inti ajaran dari salah satu aliran psikologi modern yang berasal
dari Wina, Austria, yang dipelopori oleh Victor Emile Frankl seorang dokter
ahli syaraf Yahudi yang taat yaitu logoterapi.
Tampaknya Frankl membawa angin segar kepada orang-orang yang
dalam menjalani kehidupannya merasa hampa dan tanpa makna. Dengan
“ajarannya” yang diberi nama dengan logoterapi, yaitu sebuah terapi dengan
pendekatan penemuan makna hidup,9 merupakan teori beliau yang sangat
fenomenal dan mendapat julukan kehormatan sebagai “...The Third Viennes
School of Psychotherapy.....”10 yaitu aliran ketiga psikologi yang mapan
setelah Psikoanalisis Sigmund Frued dan Psikoindividual Alfred Adler.
Frankl telah membuktikan kebenaran teorinya dalam kamp konsentrasi
maut pada perang dunia ke-II (Auschwith, Maidanek, Dachau, dan Treblinka)
tentang hasrat untuk hidup bermakna yang merupakan motivasi dasar yang
ada dalam diri setiap manusia.11 Ketika hasrat ini terpenuhi dengan
menemukan makna hidup dan mengembangkan kehidupan yang bermakna
maka individu tersebut akan memperoleh kebahagiaan sebagai hasil
9Hanna Djumhana Bastaman, Logoterapi Psikologi untuk Menemukan Makna Hidup dan
Meraih Hidup Bermakna, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), h. 36. 10Victor E. Frankl, Man’s Search for Meaning; An Introduction to Logotherapy, (London:
Hodder and Stoughton, 1977), h. 104. 11Bastaman, Logoterapi Psikologi untuk Menemukan Makna Hidup dan Meraih Hidup
Bermakna, h.14.
sampingnya, tapi sebaliknya kalau hasrat tadi tidak terealisasikan, maka
individu tersebut akan menghayati hidup tanpa makna, dan hampa.
Hidup tanpa makna adalah hidup yang gersang, tiada arah dan tujuan,
bingung, dan menyesal. Hanna mengatakan:
“Hidup tidaklah semata mengarahkan diri pada realisasi diri
ataupun sesuatu dalam diri kita, melainkan mengarahkan diri pada
makna yang harus kita penuhi. Maknalah yang memelihara hidup kita.
"Melekatkan diri pada sesuatu yang melebihi usia, hidup memberi
manusia suatu keabadian". Keterasingan dari dunia, lantaran cara
hidup serba mekanis, menjadi berkurang ketika kita tahu bahwa kita
berada di dunia untuk suatu tanggung jawab yang mesti dipenuhi.
Manusia mampu bertahan hidup di gurun yang sangat tandus, jika
gurun tersebut menawarkan suatu tugas yang harus dipenuhi.
Sebaliknya ada orang yang mati bunuh diri minum racun di istana
mewah karena tidak tahu untuk apa ia hidup”.12
Makna hidup sering dinamakan juga nilai atau hikmah kehidupan
yakni kebajikan dan manfaat besar yang terkandung dalam berbagai peristiwa
dan pengalaman hidup, baik yang menyenangkan maupun yang tidak
menyenangkan. Bila nilai-nilai dan hikmah kehidupan itu telah disadari dan
berhasil dipenuhi akan menyebabkan seseorang merasakan kehidupan yang
berarti dan pada akhirnya akan menimbulkan perasaan bahagia.13
Orang yang menghayati hidup bermakna, mereka dalam menjalani
kehidupan sehari-harinya dengan penuh semangat dan gairah hidup serta jauh
dari perasaan hampa, mempunyai tujuan yang jelas, baik tujuan jangka pendek
maupun tujuan jangka panjang, kegiatannya terarah.14
12Hanna Djumhana Bastaman, Psikologi Islam bukan Sufi Healing,
www.republika.newsroom.or.id, diakses pada tanggal 23 Februari 2009. 13Hanna Djumhana Bastaman, Kebahagiaan Dambaan Psikologi dan Tasawuf,
www.baitulamin.org, diakses pada tanggal 29 Januari 2009. 14Hanna Djumhana Bastaman, Meraih Hidup Bermakna; Kisah Pribadi dengan
Penglaman Tragis, (Jakarta: Paramadina, 1996), cet. ke-1, h. 30.
Dalam pandangan Islam, meminjam rumusan al-Ghazali seperti yang
dikutip Muhammad Tolchah Hasan, menyatakan bahwa setiap orang ingin
mencapai dua hal dalam hidupnya, yakni ketenangan hidup dan kesenangan
hidup. Bagi orang yang hanya mencari kesenangan hidup ada banyak
instrumen atau perangkat yang bisa dicari supaya hidupnya senang. Akan
tetapi orang yang hidupnya senang belum tentu dijamin akan memperoleh
ketenangan hidup, sebab antara kesenangan dan ketenangan ada jarak
perbedaan.15 Jadi dengan ketenangan hidup, maka seseorang sekaligus akan
mendapatkan kesenangan, sama juga dengan rumusan di atas, dengan
terpenuhinya makna hidup oleh seseorang, maka akan memberikan
kebahagiaan sebagai hasil samping dari pemenuhan tersebut.
Di sini tampak jelas tentang pentingnya makna hidup dalam
kehidupan, dan makna hidup tersebut harus ditemukan, setelah ditemukan
kemudian dikembangkan agar hidup itu bermakna. Sekarang yang menjadi
persoalan, bagaimana cara menemukan makna hidup?
Dalam tatanan praktis, logoterapi dikembangkan oleh salah seorang
murid Frankl yang berasal dari Amerika yaitu James. C. Crumbaugh.
Crumbaugh mencoba mengembangkan logoterapi untuk membantu individu
dalam menemukan makna hidup dengan menyusun semacam paket pelatihan
untuk menemukan makna hidup yang ia namakan dengan logoanalisis.
Mengingat walaupun makna hidup terdapat dalam kehidupan itu
sendiri, tapi dalam kenyataannya tidak selalu mudah ditemukan, karena makna
15Muhammad Tholchah Hasan, Dinamika Kehidupan Relegius, (Jakarta: Listafariska,
2004), h. 75.
hidup itu tersirat dan tersembunyi di dalamnya. Maka diperlukannya suatu
bimbingan dari orang lain untuk menemukannya, karena pada dasarnya setiap
manusia membutuhkan dorongan atau dukungan untuk bisa merasa lebih
baik.16
Di Indonesia, dalam hal menemukan makna hidup nama Hanna
Djumhana Bastaman adalah orang yang cocok untuk diketengahkan. Beliau
yang menelaah logoterapi sejak tahun 1975,17 dan sampai sekarang masih
fokus dalam hal “makna hidup” ini. Bahkan sampai sekarang “kang Hanna”18
masih fokus dalam membantu individu dalam menemukan makna hidup dan
mengembangkan hidup bermakna melalui konseling individu, bimbingan
kelompok dan pelatihan-pelatihan atau training-training.
Berawal dari ketika Hanna terinspirasi oleh buku James. C.
Crumbaugh yang berjudul Everything to Gain: A Guide to Self Fulfillment
Through Logoanalysis (Chicago: Nelson-Hall Company, 1973), di situ
dijelaskan tentang suatu bentuk pelatihan disertai tugas-tugas yang harus
diselesaikan oleh peserta pelatihan dalam rangka penemuan makna hidup.
Sehingga Hanna mengembangkan logoanalisis tersebut dengan menambah
point-point yang Hanna anggap penting tanpa mengubah dasar-dasarnya, dan
tentunya disesuaikan dengan kebudayaan Indonesia.
16James Lee Valentine, Pure Power; Inti Pemberdayaan Pribadi yang Luar Biasa,
penerjemah, Refina Indriasari, (Jakarta: Bhuana Ilmu Populer, 2005), h. xii. 17Dalam “Ungkapan Awal” pada buku Logoterapi; Psikologi untuk Menemukan Makna
Hidup dan Meraih Hidup Bermakna, oleh Hanna Djumhana Bastaman, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2007) 18Panggilan akrab Hanna Djumhana Bastaman.
Hanna juga banyak memberikan sumbangan atau pengembangan
pemikiran “tambahan teori” terhadap teori Victor Frankl (sang penemu
logoterapi) sehingga mewarnai teori yang ada, atau dengan penambahan
nuansa agama dalam logoterapi, sehingga teori tersebut lebih terlihat nuansa
agamanya, yang walaupun Frankl sendiri tidak mau mencampur adukkan
pengetahuan dengan masalah keyakinan atau agama.
Maka berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis tertarik
untuk meneliti serta mengkaji bagaimana pemikiran atau konsep bimbingan
menurut Hanna dalam membantu individu dengan menggunakan prinsip-
prinsip logoterapi. Akhirnya, setelah melalui pertimbangan yang panjang,
maka dalam skripsi ini penulis akan membahasnya dengan judul “Konsep
Bimbingan untuk Menemukan Makna Hidup dan Mengembangkan
Hidup Bermakna Menurut Hanna Djumhana Bastaman”.
Wacana makna hidup bagi seseorang sangatlah penting dan harus
ditemukan, setelah ditemukan kemudian dikembangkan, dan logoterapi yang
hadir menawarkan metode menemukan makna hidup dengan logoanalisis,
terlihat dari gambarannya yang sekuler kelihatan masih ”kurang garam” bagi
orang beragama, dan Hanna Djumhana Bastaman hadir dengan pemikirannya,
dan itu penulis rasa sangat manarik untuk diteliti, dan sangat berguna bagi
dunia bimbingan, pendidikan, atau bagi siapa saja yang ingin hidupnya
bermakna.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, agar skripsi ini lebih
terarah dan dapat memberikan hasil yang maksimal serta sesuai dengan
tujuan yang di inginkan, maka penulis membatasi permasalahan yang
diangkat dalam skripsi ini yaitu pada konsep bimbingan untuk
menemukan makna hidup dan mengembangkan hidup bermakna menurut
Hanna Djumhana Bastaman.
2. Perumusan Masalah
Untuk memperjelas permasalahan yang akan dibahas dalam
penelitian ini, maka penulis merumuskan masalahnya sebagai berikut:
a. Bagaimanakah konsep bimbingan untuk menemukan makna hidup
menurut Hanna Djumhana Bastaman ?
b. Bagaimanakah konsep bimbingan mengembangkan hidup bermakna
menurut Hanna Djumhana Bastaman ?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu;
a. Untuk mengetahui konsep bimbingan untuk menemukan makna hidup
menurut Hanna Djumhana Bastaman.
b. Untuk mengetahui konsep bimbingan mengembangkan hidup
bermakna menurut Hanna Djumhana Bastamana.
2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini yaitu;
a. Teoritis
1). Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi khazanah
keilmuan, khususnya pada wacana keilmuan Bimbingan dan
Penyuluhan Islam, terutama mengenai corak bimbingan, dan bisa
menjadikan logoterapi sebagai salah satu metode/pendekatan
dalam bimbingan.
2). Penelitian ini juga dapat dijadikan sebagai informasi bagi
masyarakat umum, dan juga sebagai referensi bagi peneliti lainnya
yang berminat untuk melakukan penelitian tentang makna hidup.
b. Praktis
Dengan diadakannya penelitian ini, diharapkan dapat
menambah ilmu dan wawasan masyarakat tentang makna hidup,
betapa pentingnya makna hidup itu harus ditemukan dan
mengembangkan kehidupan yang bermakna. Dengan mengetahui
formula yang ditawarkan Hanna dalam bimbingan logoterapi tersebut,
diharapkan masyarakat umum bisa melaksanakannya. Selanjutnya
juga bisa memotivasi masyarakat umum untuk memenuhi makna
dalam hidupnya.
D. Tinjauan Pustaka (Review Kajian Terdahulu)
Penelitian seputar logoterapi dan wacana Makna hidup, dari berbagai
kalangan telah penulis dapati beberapa penelitian, diantaranya yaitu:
1. Logoterapi; Psikologi untuk Menemukan Makna Hidup dan
Mengembangkan Hidup Bermakna, terbitan PT. Raja Grafindo Jakarta
tahun 2007. Merupakan buku ke dua Hanna Djumhana tentang makna
hidup, buku ini membicarakan tentang logoterapi dan hasil pemikiran
Hanna tentang makna hidup, meminjam istilah Hanna, buku ini
menampakkan bahwa Hanna tidak semata-mata menjadi ”master of voice”
dari Frankl, maka di sini Hanna menampilkan spekulasi pemikirannya.
Dengan bahasa yang lugas, mudah dicerna sehingga buku ini cocok untuk
semua kalangan, tidak hanya bagi kalangan akademis, juga bagi kalangan
masyarakat umum pun sangat cocok untuk membacanya. Penulis jadi
terinspirasi dari buku ini, di sini dipaparkan pemikiran Hanna dalam hal
makna hidup, menemukan makna hidup dan mengembangkan hidup
bermakna. Maka penulis di sini mengangkat pemikiran dari tokoh lokal ini
untuk dianalisis.
2. Meraih Hidup Bermakna: Kisah Pribadi dengan Pengalaman Tragis,
yang diterbitkan oleh Yayasan Wakaf Paramadina tahun 1996. Buku ini
merupakan Tesis S2 Hanna yang diterbitkan bekerja sama dengan Yayasan
Wakaf Paramadina. Buku ini merupakan buku kajian tentang logoterapi
(yaitu sebuah corak psikoterapi yang membantu seseorang dalam
menemukan makna hidup) yang dilengkapi dengan hasil wawancara yang
mendalam dengan orang-orang yang berhasil mengubah kehidupan tak
bermakna (meaningless) menjadi bermakna (Meaningfull).
3. Logoterapi Victor E. Frankl Dalam Tinjauan Tasawuf, oleh Septi
Gumiandri. Disertasi Sekolah Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, tahun 2008. Disertasi ini melihat bagaimana tasawuf memandang
logoterapi sebagai satu-satunya corak psikologi yang mengakui adanya
dimensi spiritual yang mendasari kehidupan manusia. Di sini Gumiandri
ingin melihat bagaimana pandangan tasawuf tentang logoterapi tersebut,
unsur spiritual yang diungkapkan oleh logoterapi itu apakah sama dengan
unsur spiritual yang ada dalam agama Islam.
4. Logoterapi Victor Frankl; Sebuah Refleksi Konseling Islam, oleh Abel
Fasha, Skripsi Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Jurusan Bimbingan dan
Penyuluhan Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2009. Skripsi ini
berusaha melihat tentang konsep konseling Islam yang ada dalam ajaran
logoterapi. Sebagaimana diketahui bahwa logoterapi adalah satu-satunya
aliran psikologi yang mengakui adanya dimensi spiritual yang memegang
peran penting dalam kehidupan manusia.
5. Implikasi Hifdzul Qur’an Terhadap Kebermaknaan Hidup, oleh Lily
Rachmah. Skripsi Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah tahun 2002.
Skripsi ini mencoba meneliti tentang apakah ada pengaruh menghafal al-
Qur'an (Hifdzul Qur'an) terhadap kebermaknaan hidup para penghafalnya.
6. Kebermaknaan Hidup Pada Penyandang Tuna Netra, oleh Abdul Rasyid.
Skripsi Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2008.
Skripsi ini membahas tentang kebermaknaan hidup orang yang mengalami
penderitaan berupa kehilangan penglihatan (tuna netra), bagaimana
mereka menjalani kehidupan tanpa alat penglihatan. Apakah mereka
merasa rendah diri atau inverior karena tidak bisa bermain dengan teman-
temannya yang normal.
7. Pengaruh Al-truisme Terhadap Kebermaknaan Hidup Pada Relawan BRP
Dompet Dhu’afa, tahun 2006 oleh Al-fun Khusnia, skripsi Fakultas
Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Skripsi ini melihat bagaimana
pengaruh Al-truisme terhadap kebermaknaan hidup pada relawan
Bimbingan Rohani Pasien (BRP) yang bekerja memberikan bimbingan
rohani kepada pasien di rumah sakit.
8. Gambaran Makna Hidup Mahasiswa yang Telah Menikah oleh Akhmad
Muzambik. Skripsi S1 Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, tahun 2008. Skripsi ini mencoba untuk meneliti
bagaimana gambaran makna hidup mahasiswa yang telah menikah.
Mahasiswa yang di samping kuliah, harus juga memikirkan bagaimana
kehidupan rumah tangganya, satu beban yang sangat berat bagi sebagian
orang.
9. Makna Hidup Orang Yang Pernah Melakukan Percobaan Bunuh Diri,
oleh: Aliyah Mantik. Skripsi S1 Fakultas Psikologi Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2008. Skripsi ini meneliti
bagaimanakah makna hidup orang yang pernah mencoba mengakhiri
hidup tapi tidak jadi, lalu bagaimana orang tersebut memaknai kehidupan
yang sudah pernah terniat ingin ditinggalkan.
Dari semua penelitan yang telah ada (dan tidak tertutup kemungkinan
masih banyak lagi para peneliti yang meneliti seputar logoterapi dan makna
hidup ini), menunjukkan bahwa makna hidup adalah hal yang sangat menarik
untuk dibicarakan dari berbagai segi kehidupan.
Hanna Djumhana Bastaman telah banyak memberikan kontribusi
melalui pemikirannya dalam dunia logoterapi (karena dia menyatakan bahwa
dirinya sama sekali tidak ingin menjadi ”His Master’s Voice”19 dari Victor
Frankl). Sudah banyak pemekaran-pemekaran atau terobosan yang dilakukan
oleh beliau. Dan sepanjang pengetahuan penulis sebanyak penelitian yang ada,
belum ada yang mencoba untuk mengangkat konsep yang ditawarkan beliau
untuk diteliti, maka di sini penulis seakan ingin menerobos dan mengisi
kekosongan wilayah garapan tersebut, di sini penulis menekankan pada
bagaimana konsep bimbingan logoterapi menurut Hanna Djumhana Bastaman
dalam menemukan makna hidup dan mengembangkan hidup bermakna.
Adapun yang membedakan penelitian penulis dengan penelitian
sebelumnya terletak pada gambaran konstruksi utuh pemikiran tokoh lokal ini
dalam bidang logoterapi yang berbicara lebih kepada bersifat teknis, yaitu
bimbingan.
19Bastaman, Logoterapi; Psikologi Untuk Menemukan Makna Hidup dan Meraih Hidup
Bermakna, pada ungkapan awal, h. xxvii.
E. Kerangka Teori
Makna hidup (The Meaning of Life) yang menjadi titik fokus dalam
penelitian ini, adalah salah satu dari suatu landasan atau pilar filosofis
logoterapi, yaitu tentang wawasan terhadap manusia. Yang mana landasan
filosofis logoterapi tersebut diantaranya yaitu: kebebasan berkehendak
(Freedom of Will), kehendak hidup bermakna (Will To Meaning) dan makna
hidup (Meaning of Life).20
Logoterapi yang sering digolongkan pada kelompok psikologi
humanistik21 ini dengan alasan tema sentral pembahasannnya adalah
karakteristik eksistensi manusia, menetapkan makna hidup sebagai inti
teorinya. Logoterapi pun secara khusus mengembangkan metode-metode dan
teknik-teknik psikoterapi yang berorientasi pada penemuan makna hidup.
Logoterapi yang ditemukan dan dikembangkan oleh Victor Frankl
(dengan nama lengkap Victor Emile Frankl). Ia adalah seorang Neuropsikiater
keturunan Yahudi dari kota Wina, Austria. Pada awalnya logoterapi ini hanya
sebatas dikembangkan dalam dunia medis, psikiatri, dan psikologi saja, tetapi
karena prinsip-prinsipnya mengenai eksistensi manusia dianggap universal,
maka logoterapi dikembangkan dalam bidang-bidang kehidupan lainnya,
seperti pendidikan, kesehatan jiwa, filasafat, dan agama.22
Selain itu juga dipakai untuk lingkungan yang lebih luas, di antaranya
20“In that logotherapy is based on the following three conseps: 1. the freedom of will; 2.
the will to meaning; and 3. the meaning of life”. Victor E. Frankl, The Will to Meaning:
Foundations and Applications of Logotherapy, (New York: New America Library, 1970), h. vii. 21Hanna Djumhana Bastaman. ”Menemukan Makna Hidup.” Panji Mas, no. 11/120
(Februari-5 Maret, 2003), h. 67 22Bastaman, Meraih Hidup Bermakna, h. 18.
lingkungan medis (psikiatri, internis, kedokteran gigi, pasca bedah,
psikoterapi), konseling, problema ramaja, problema perkawinan, masalah
adiksi, lembaga keagamaan, masalah minoritas, penjara, pendidikan
masyarakat, olah raga, keperawatan, pekerja sosial, sekolah, pelatihan
pengembangan diri, manajemen, dan masalah-masalah yang berkaitan dengan
situasi kerja. Sedangkan dalam lingkungan logoterapi sendiri, logoterapi
dikelompokkan kepada lima bidang, yaitu: logophilosophy, logoeducation,
logoministry, logoanalysis, dan logotherapy.23
Makna hidup harus dicari dan ditemukan. Dalam pandangan
logoterapi, kehidupan ini tidak selalu memberikan kesenangan dan
ketenangan, tetapi lebih sering menawarkan makna yang harus dipenuhi dan
tantangan-tantangan yang harus dijawab. Kenyataan hidup ini tidaklah
menyediakan keseimbangan tanpa ada usaha, tapi justru memberikan suatu
ketegangan khusus, yaitu ketegangan antara kenyataan diri pada waktu
sekarang dengan makna-makna yang harus dipenuhi: Being Vs Meaning. Dan
di antara kedua pola itulah proses pengembangan pribadi berlangsung.24
Suatu pendapat akan selalu bekembang seiring dengan zaman yang
selalu berubah, maka pendapat tersebut harus disesuaikan dengan situasi dan
kondisinya. Logoterapi dalam hal menemukan makna hidup mempunyai satu
teori yang dikemukakan oleh salah seorang murid Frankl yaitu James C.
Crumbaugh yang mengembangkan logoterapi dan melakukan suatu pelatihan
yang dinamakan dengan logoanalisis yaitu sebuah pendekatan dalam
23Ibid., h. 18. 24Ibid., h. 17.
menemukan makna hidup.
Hanna Djumhana Bastaman mencoba melakukan modifikasi terhadap
metode logoanalisis hasil rancangan Crumbaugh tersebut, dan digunakan
dalam melatih individu dalam mengambangkan pribadi "self help for
improving self", yang tentunya akan ada sedikit banyaknya perbedaan antara
dua konsep tersebut.
Seiring dengan itu, paling tidak ada dua konsep dalam pengembangan
pribadi, yang pertama yaitu logoanalisis, dan yang kedua yaitu konsep Hanna
Djumhan Bastaman merupakan penyederhanaan dan modifikasi dari metode
logoanalisis hasil rancangan Crumbuagh, yang dinamakan dengan panca cara
temuan makna hidup.
Dari pemaparan di atas dapat dilihat kerangka pikir dalam penulisan
skripsi ini, yaitu:
1. Penulis berusaha melihat ide/pemikiran/pendapat Hanna Djumhana
Bastaman yang sejalan dengan Frankl, atau lebih khusus dengan
logoanalisis James C. Crumbaugh.
2. Penulis berusaha melihat ide/pemikiran/pendapat Hanna Djumhana
Bastaman yang tidak sejalan dengan Frankl atau juga kritikan terhadapnya.
3. Penulis berusaha melihat ide/pemikiran/pendapat yang berupa spekulasi
Hanna dalam bentuk pengembangan teori oleh Hanna Djumhana dari
logoterapi.
F. Metodologi Penelitian
1. Metode Penelitian
Wardi Bachir menjelaskan metode penelitian adalah seperangkat
pengetahuan tentang langkah-langkah yang berkenaan dengan masalah
tertentu untuk diolah, dianalisis, dan diambil kesimpulannya.25
Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode
deskriptif analisis, yaitu data yang diperoleh berupa kata-kata, gambar dan
bukan data-data yang berbentuk angka-angka,26 karena dalam penelitian
ini akan diketahui sebuah analisis dari pemikiran seorang tokoh (dalam hal
ini Hanna Djumhana Bastaman), dimulai dari biografi kehidupannya,
karya-karyanya, aktifitasnya, dan akhirnya penulis akan mendeskripsikan
tentang temuan Hanna Djumhana Bastaman tersebut mengenai konsep
bimbingan logoterapi dalam rangka menemukan makna hidup dan
mengembangkan hidup bermakna.
2. Subjek dan Objek Penelitian.
a. Subjek penelitian.
Yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah Hanna Djumhana
Bastaman.
25Wardi Bachir, Metodologi Penelitian Ilmu Dakwah, (Jakarta: Logos, 1999), cet. ke-2, h.
1. 26Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosda
Karya, 2004), cet. ke-1, h. 6.
b. Objek penelitian.
Sedangkan yang menjadi objek dari penelitian ini adalah konsep
bimbingan untuk menemukan makna hidup dan mengembangkan
hidup bermakna menurut Hanna Djumhana Bastaman.
3. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh dan menghimpun data yang objektif, maka di
sini penulis menggunakan alat atau instrument penelitian sebagai berikut:
a. Wawancara (Interview).
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.27
Pada penelitian ini, penulis menggunakan wawancara secara
mendalam untuk mengetahui bagaimana konsep pemikiran Hanna
Djumhana Bastaman tentang bimbingan untuk menemukan makna
hidup dan mengembangkan hidup bermakna. Penulis mewawancara
subjek penelitian tentang data-data yang yang tidak didapatkan di
sumber-sumber data lainnya.
b. Dokumentasi
Untuk memperoleh data-data yang diperlukan, penulis
melakukan kunjungan ke tempat kediaman Hanna Djumhana
Bastaman guna memperoleh data berupa dokumentasi, yang bisa
berupa ”...setiap bahan tertulis ataupun film...”.28 Penulis
27Ibid., h. 186. 28Kristi Poerwandari, Pendekatan Kualitatif Dalam Penelitian Psikologi, (Jakarta: LPSP3
UI, 1998), cet. ke-3, h. 160.
menggunakan dokumentasi untuk memperoleh data yang tidak didapat
melalui hasil wawancara.
4. Sumber Data
Subjek utama dalam proses penelitian dari masalah di atas
adalah sumber data. Adapun sumber data dari penelitian ini adalah:
a. Sumber Data Primer (Primary Resourcers), yaitu karya-karya
yang ditulis sendiri oleh HD. Bastaman, di antaranya adalah:
Logoterapi; Psikologi untuk Menemukan Makna Hidup dan
Meraih Hidup Bermakna, yang diterbitkan oleh Rajawali Pers,
kemudian Meraih Hidup Bermakna; Kisah Pribadi dengan
Pengalam Tragis, yang diterbitkan oleh Paramadina, dan juga
Integrasi Psikologi dengan Islam, yang diterbitkan oleh Pustaka
Pelajar. Dan masih banyak lagi tulisan beliau yang dimuat di
dalam berbagai Jurnal dan makalah-makalah tentang logoterapi.
b. Sumber Data Sekunder (Secondary Resourcers), yaitu data-data
yang diperoleh dari buku-buku, literatur-literatur, artikel-artikel
yang memiliki relevansi dengan objek penelitian yang bukan
merupakan karya-karya Hanna Djumhana Bastaman.
5. Teknik Analisis data
Analisis data kualitatif menurut Bogdan dan Biklen, seperti
yang dikutip Lexy J. Moleong adalah upaya yang dilakukan dengan
jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya
menjadi saham yang dapat dikelola, mensistematiskannya, mencari
dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang
dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada pihak
yang lain.29
Setelah data terkumpul maka langkah selanjutnya adalah
mengelola dan menganalisa data tersebut. Adapun dalam pengolahan
dan analisa data, penulis mengklasifikasi data sesuai dengan tema dan
hal-hal yang akan dibahas oleh penulis. Penulis mendeskripsikannya
dengan memaparkan secara sistematis. Analisis yang digunakan
adalah deskriptif analisis kritis, yang diakhiri dengan kesimpulan dari
analisa yang telah dilakukan dengan menghubungkan uraian dan
penjelasan yang terdapat pada bab-bab sebelumnya.
6. Teknis Penulisan
Penulisan skripsi ini mengacu pada Buku Pedoman Penulisan
karya ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) yang diterbitkan oleh
CeQDA (Center for Quality Development and Assurance), cetakan ke-
2. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2007.
G. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah penulisan skripsi ini, penulis membagi
pembahasan menjadi beberapa bab yang diuraikan dalam sistematika sebagai
berikut:
29Lexi. J. Moleong, Metodologi penelitian kualitatif, h. 248.
BAB I : PENDAHULUAN
Yang mencakup latar belakang masalah, pembatasan dan
perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan
pustaka, kerangka konsep, metode penelitian, teknik penulisan, dan
sistematika penulisan.
BAB II : TINJAUAN TEORI
Yang membahas secara teoritis mengenai pengertian konsep, dan
seputar bimbingan. Kemudian dalam bab ini juga akan dijelaskan
seputar makna hidup dan logoterapi; yang kemudian juga
dijelaskan tentang pengembangan hidup bermakna sebagai tindak
lanjut dari penemuan makna hidup, kemudian ditinjau juga dari
segi Islam, yaitu pandangan Islam tentang makna hidup dan hidup
bermakna.
BAB III : PROFIL HANNA DJUMHANA BASTAMAN
Di sini akan dijelaskan tentang profil Hanna, Hanna dengan
logoterapi, kemudian karya-karya yang telah dihasilkannya (baik
yang berkaitan dengan logoterapi maupun tidak), aktivitasnya, dan
juga akan dideskripsikan mengenai kontruksi pemikiran beliau
mengenai bimbingan untuk menemukan makna hidup dan
mengembangkan hidup bermakna.
Menceritaka
BAB IV : KONSEP BIMBINGAN UNTUK MENEMUKAN MAKNA
HIDUP dan MENGEMBANGKAN HIDUP BERMAKNA
MENURUT HANNA DJUMHANA BASTAMAN
Dalam bab ini akan terjawab semua permasalahan yang ada dalam
perumusan masalah, yaitu analisis penulis atas konsep bimbingan
dalam menemukan makna hidup dan mengembangkan hidup
bermakna menurut Hanna Djumhana Bastaman.
BAB V : PENUTUP
Dalam bab ini berisikan kesimpulan dari hasil penelitian dan saran-
saran dari pembahasan skripsi ini.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian Konsep
Secara etimologi konsep berasal dari bahasa Inggris yaitu concept, dan
cenceptus dalam bahasa Yunani. Kata ini diambil dari kata concipele yang
berarti memakai, mengambil, menerima, dan menangkap.30 Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia konsep berarti rancangan,31 ide umum, pengertian,
rencana dasar.32 Aka Kamarul Zaman dan M. Dahlan Y. Al-Barry mengatakan
konsep adalah Pemikiran (dasar ide/pemikiran yang diabstrakkan dari
peristiwa kongkret: pemahaman).33 Kemudian Fred Soritua menambahkan,
konsep adalah suatu strategi sebagai pendekatan dalam berkarya.
Sedangkan secara terminologi, kata konsep berarti kesan mental, suatu
pemikiran, ide atau gagasan yang mempunyai derajat kekongkritan atau
abstrak, yang digunakan dalam pemikiran abstrak dan seringkali menunjukkan
hal-hal yang universal yang diabstraksikan dari hal-hal yang pertikular
(khusus). Dalam wikipedia dikatakan ”konsep adalah abstrak, entitas mental
yang universal yang menunjuk pada kategori atau kelas dari suatu entitas,
30Lorens Bagus, Kamus Filsafat, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1996), h. 481. 31Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),
(Jakarta: Balai Pustaka, 1998), h. 456. 32Pius A Partanto dan M. Dahlan Al-Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Arkola,
1994), h. 362. 33Aka Kamarul Zaman dan M. Dahlan Y. Al-Barry, Kamus Ilmiah Serapan; Disertai
Entri Tambahan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah, (Yogyakarta: Absolut, 2005), h. 368.
kejadian atau hubungan. Suatu konsep adalah elemen dari proposisi seperti
kata adalah elemen dari kalimat.34
B. Bimbingan
1. Pengertian Bimbingan
Secara etimologi, istilah bimbingan merupakan terjemahan dari
kata "guidance". Menurut Winkel (tahun 1991), seperti yang dikutip oleh
Drs. Tohirin, M.Pd, Kata "guidance" yang kata dasarnya "guide" memiliki
beberapa arti, diantaranya :
a. Menunjukkan jalan (showing the way),
b. Memimpin (leading),
c. Memberikan petunjuk (giving instruction),
d. Mengatur (regulating),
e. Mengarahkan (governing),
f. Memberi nasehat (giving advice). 35
g. Mengelola (to manage) dan menyetir (to steer)36.
Secara terminologi Shetzher dan Stone mencoba memberikan
batasan tentang bimbingan, sebagaimana yang dikutip oleh Dr. Syamsu
yusuf, L.N. dan Dr. A. Juntika Nurihsan dalam bukunya yang berjudul
Landasan Bimbingan dan Konseling, menyebutkan bimbingan adalah
"…..process of helping an individual to understand him self and his world
34Wikipedia, Konsep, www.wikipedia.co.org, diakses pada tanggal 31 Mei 2009. 35Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah (Berbasis Integrasi),
(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), h. 16. 36Syamsu Yusuf, L.N. dan A. Juntika Nurihsan, Landasan Bimbingan dan Konseling,
(Bandung: PT. Remaja Rosda karya, 2006), cet. ke-2, h. 5.
"(…sebagai proses pemberian bantuan kepada individu agar mampu
memahami diri dan lingkungannya)".37
Kemudian I Jumhur dan kawan-kawan menambahkan,
”Bimbingan yaitu proses pemberian bantuan yang terus
menerus dan sistematis kepada individu dalam memecahkan
masalah yang dihadapinya, agar tercapai kemampuan untuk dapat
memahami dirinya, kemampuan untuk menerima dirinya,
merealisasikan dirinya sesuai dengan potensi dan kemampuannya
dalam mencapai penyesuaian diri dengan lingkuangan, baik
keluarga, sekolah, maupun masyarakat, dan bantuan itu diberikan
oleh orang-orang yang memiliki keahlian dan pengalaman khusus
dalam bidang tersebut.”38
Selanjutnya Tohirin juga mengutip dari Surya yang mengutip
pendapat Crow. dkk (1960), yang menyatakan bahwa bimbingan adalah
bantuan yang diberikan oleh seorang laki-laki maupun perempuan yang
memiliki pribadi baik dan pendidikan yang memadai, kepada seseorang
(individu) dari setiap usia untuk menolongnya dalam mengembangkan
kegiatan-kegiatan hidupnya sendiri, mengambangkan arah pandangannya
sendiri, membuat pilihan sendiri, dan memikul bebannya sendiri.39
Traxler juga berpendapat, sebagaimana yang di kutip oleh Prof. Dr.
Nana Syaodih, bimbingan merupakan bantuan yang memungkinkan tiap
individu dapat memahami kemampuan-kemampuan dan minatnya,
mengembangkan diri secara optimal, menyesuaikan diri dengan tuntutan
kehidupan, dan akhirnya menjadi individu utuh dan matang yang mampu
37Ibid., h. 6. 38I Djumhur dan Moh. Surya, Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah; (Guidance &
Counseling), (Bandung: CV. Ilmu, 1975), h. 28. 39Tohirin, Bimbingan dan Konseling, h. 17.
membimbing diri sendiri, sebagai warga yang sesuai dengan harapan
masyarakat.40
Dra. Kartini Kartono menambahkan, bimbingan adalah
pertolongan yang diberikan oleh seseorang yang telah dipersiapkan
(dengan pengetahuan, pemahaman, keterampilan-keterampilan tertentu
yang diperlukan dalam menolong) kepada orang lain yang memerlukan
pertolongan.41
Drs. M. Lutfi, MA menambahkan bahwa hakikat bimbingan adalah
”Suatu proses usaha pemberian bantuan atau pertolongan
kepada orang lain (siapa saja) dalam segala usia, yang dilakukan
secara terus-menerus (berkesinambungan) yang mana orang itu
mengalami kesulitan atau hambatan-hambatan dalam hidupnya
(secara psikis), sehingga dengan bantuan atau pertolongan itu
orang yang diberikan bantuan (terbimbing) dapat mengarahkan
dirinya, mampu menerima dirinya, dapat mengembangkan
potensinya untuk kebahagiaan dan kemanfaatan dirinya dan
lingkungan masyarakatnya”.42
Kemudian Drs. Dewa Ketut Sukardi juga memberikan definisi,
bimbingan yaitu proses pemberian bantuan yang diberikan kepada
seseorang atau sekelompok orang secara terus-menerus dan sistematis oleh
pembimbing agar individu atau sekelompok individu menjadi pribadi yang
mandiri.43
40Nana Syaodih Sukmadinata, Bimbingan dan Konseling Dalam Praktek;
Mengembamgkan Potensi dan Kepribadian Siswa, (Bandung: Maestro, 2007), h. 9. 41Kartini Kartono, Bimbingan dan Dasar-Dasar Pelaksanaannya; Teknis Bimbingan
Praktis, (Jakarta: CV. Rajawali, 1985), cet. ke-1, h. 9. 42M. Lutfi, Dasar-Dasar Bimbingan dan Penyuluhan (Konseling) Islam, (Jakarta:
Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), h. 8-9 43Dewa Ketut Sukardi, Proses Bimbingan dan Penyuluhan, (Jakarta: PT. Rineka Cipta),
cet. ke-1, h. 2.
Dari beberapa definisi di atas dapat diambil kesimpulan, bahwa
bimbingan yaitu suatu bentuk pelayanan yang mempunyai tujuan yang
jelas, terencana dan sistimatis yang dilakukan oleh orang yang ahli dalam
membimbing dan membantu individu dalam pengembangan dan
penyesuaian diri di dalam lingkungan keluarga, masyarakat, bangsa dan
agama.
2. Jenis-Jenis Bimbingan
Dalam tataran praktis, bimbingan mempunyai beberapa jenis.
Jenis-jenis bimbingan ini adalah berbagai macam bentuk pelayanan
bimbingan dalam membantu individu. Diantara jenis-jenis bimbingan
seperti yang dikemukakan oleh Drs. H. Paimun dalam Bimbingan dan
Konseling, di antaranya: bimbingan belajar (bagi bimbingan di sekolah),
bimbingan jabatan atau bimbingan karir, bimbingan sosial, bimbingan
keagamaan, bimbingan kepribadian dan bimbingan waktu luang,44 dan
bimbingan dalam menemukan makna hidup ini termasuk ke dalam
bimbingan pengembangan pribadi.
Jenis-jenis bimbingan yang dikemukan di atas hanyalah sepintas
jenis-jenis bimbingan yang ada, dan masih banyak lagi jenis-jenis yang
lain, sesuai dengan masalah yang timbul dari masyarakat. Ada juga istilah
"bentuk-bentuk bimbingan" yang menunjukkan kepada kuantitas atau
jumlah orang yang diberi pelayanan bimbingan. Apabila orang yang
dibimbing itu hanya satu orang, maka digunakan istilah "bimbingan
44Paimun, Bimbingan dan Konseling, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), h.
69.
individual atau perorangan", dan bila orang yang dibimbing tersebut lebih
dari satu orang, maka digunakan istilah bimbingan kelompok, apakah itu
kelompok kecil, agak besar, besar atau sangat besar. Bimbingan kelompok
dimaksudkan untuk memanfaatkan dinamika yang tercipta dengan
diselenggarakannya suatu kegiatan kelompok untuk mencapai tujuan-
tujuan bimbingan.45
Bimbingan individu atau persorangan terutama disalurkan melalui
layanan konseling, dan bimbingan kelompok dilaksanakan dengan
berbagai cara, misalnya dibentuk kelompok kecil dalam rangka layanan
bimbingan kelompok, dibentuk kelompok diskusi, dan lain-lain.
3. Metode Bimbingan
Dalam pelaksanaannya, bimbingan menggunakan metode agar
terlaksana dengan baik. Metode dalam Kamus Ilmiah Populer yaitu cara
yang teratur dan sistimatis untuk pelaksanaan sesuatu, atau cara kerja.46
Ada banyak metode yang dapat digunakan dalam bimbingan untuk
membantu individu. Ainur Rahim Faqih menyatakan dalam bukunya
"Bimbingan dan Konseling Islam" menyatakan bahwa metode biasanya
dipadankan sebagai cara untuk mendekati masalah sehingga bisa
memperoleh hasil yang diinginkan. Sementara teknik merupakan
penerapan metode dalam tatanan praktis.47
45Prayitno, Layanan Bimbingan dan Konseling Kelompok; Dasar dan Profil, (Jakarta:
Ghalia Indonesia, 1995), cet. ke-1, h. 61. 46Pius A Partanto dan M. Dahlan Al-Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Arkola,
1994), h. 461. 47Ainur Rahim Faqih, Bimbingan dan Konseling Dalam Islam, (Yogyakarta: UII Press,
2001), cet. ke-2, h. 54.
Kalau dilihat dari segi komunikasi, metode bimbingan dapat dibagi
kepada dua metode, yaitu metode langsung dan metode tidak langsung.
a) Metode Langsung
Yaitu metode dimana dalam pelaksanaannya pembimbing memberikan
bantuan (bimbingan) secara langsung (tatap muka) dengan orang yang
dibimbing. Metode ini dapat menggunakan:
1) Metode individual, dengan teknik percakapan pribadi, kunjungan
ke rumah , dan observasi kerja.
2) Metode kelompok, dengan teknik diskusi kelompok, karya wisata,
sosiodrama, prikodrama, dan group teaching.
b) Metode Tidak Langsung
Yaitu metode dengan menggunakan media komunikasi massa, metode
ini dapat menggunakan:
1). Metode individual, dengan teknik surat menyurat, dan telepon.
2). Metode kelompok/massal, dengan teknik: papan bimbingan, surat
kabar/majalah, brosur, radio, televisi.48
4. Tujuan Bimbingan
Setiap sesuatu pasti ada tujuan yang menjadi titik fokus dan
sasarannya. Bimbingan mempunyai tujuan agar tercapainya perkembangan
yang optimal pada individu yang dibimbing. Dengan kata lain agar
indvidu tersebut dapat mengembangkan dirinya secara optimal sesuai
48M. Arifin, Pedoman Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan Agama, (Jakarta: PT.
Golden Trayon Press, 1998), h. 2.
dengan potensi atau kapasitasnya, dan agar individu tersebut dapat
berkembang sesuai dengan lingkungannya.49
Shertzer dan Stone mengatakan seperti yang dikutip oleh WS.
Winkel dan M.M Sri Hastuti bahwa tujuan pelayanan bimbingan adalah
”supaya sesama manusia bisa mengatur kehidupannya sendiri, menjamin
perkembangan dirinya sendiri seoptimal mungkin, memikul tanggung
jawab sepenuhnya atas arah hidupnya sendiri, menggunakan
keterbatasannya sebagai manusia secara dewasa dengan berpedoman pada
cita-cita yang mewujudkan semua potensi yang baik pada dirinya, dan
menyelesaikan semua tugas yang dihadapinya dalam kehidupan ini secara
memuaskan.”50 Tujuan yang demikian sangat luas dalam ruang
lingkupnya, karena tidak terbatas pada bidang kehidupan tertentu. Seluruh
medan hidup seseorang terjangkau di sini dan semua bidang kehidupan
tercakup dalam bimbingan.
C. Logoterapi; Sebuah Pendekatan Makna Hidup
1. Pengertian Logoterapi
Logoterapi adalah sebuah aliran psikologi modern yang
”dilahirkan” oleh Victor Emile Frankl. Secara etimologis logoterapi terdiri
dari dua kata, logos dan therapi. Logos dalam bahasa Yunani berarti
makna (meaning), atau rohani (spirituality), seperti yang dirumuskan oleh
49Tohirin, Bimbingan dan Konseling, h. 35. 50WS. Winkel dan M.M Sri Hastuti, Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan,
(Yogyakarta: Media Abadi, 2004), cet. ke-3, h. 29.
Frankl ”......Logos is a Greek word which denotes meaning...”,51
sedangkan terapi berarti pengobatan atau penyembuhan.52
Logoterapi secara terminologis adalah upaya penyembuhan melalui
penemuan makna hidup dan pengembangan hidup bermakna, yang dapat
digambarkan sebagai corak psikologi/psikiatri yang mengakui adanya
dimensi kerohanian pada manusia selain dimensi raga dan jiwa, serta
beranggapan bahwa makna hidup, hasrat hidup bermakna yang merupakan
motivasi utama manusia guna meraih taraf kehidupan bermakna.53
2. Pengertian Makna Hidup
Makna hidup terdiri dari dua kata, makna dan hidup. Makna
(meaning) adalah sesuatu yang dimaksudkan, atau diharapkan; sesuatu
yang berarti, atau yang menunjukkan satu istilah atau simbol tertentu.54
Makna dapat disebut juga dengan arti. Makna adalah sesuatu yang
membuat kita merasa berarti.55 Sedangkan hidup adalah bergerak,56
perjuangan,57 ibarat pohon keabadian yang selalu tumbuh.58 Iqbal Hamdi
menambahkan hidup bagaikan suatu mesin yang bergerak dalam suatu
51Victor E. Frankl, Man’s Search for Meaning; An Introduction to Logotherapy, (London:
Hodder and Stoughton, 1977), h. 104. 52Hanna Djumhana Bastaman, Logoterapi Psikologi untuk Menemukan Makna Hidup dan
Meraih Hidup Bermakna, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), h. 36. 53Ibid., h. 35-36. 54James. P. Chaplin, Kamus Psikologi. Penerjemah Kartini Kartono, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2008), h. 281. 55A Aron Lumpin, You Can Chance Your Life; Aim of Succes, Rahasia Menjalani
Kehidupan Bermakna, penerjemah Aditya Suharmoko, (Jakarta: Esensi, Erlangga Group, 2006), h.
42. 56Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), h.
306. 57Lumpin, You Can Chance your life; Aim of Succes, h. viii. 58Komaruddin Hidayat, Psikologi Kematian, Mengubah Ketakutan Menjadi Optimisme,
(Jakarta: Hikmah, 2006), cet. ke-7, h. 80.
proses produksi.59 Hidup adalah anugerah yang sangat berharga yang
diberikan Tuhan kepada semua makhluknya, baik binatang, tumbuhan dan
manusia.
Jadi makna hidup adalah hal-hal yang dianggap sangat penting,
berharga/bernilai serta memberikan nilai khusus bagi seseorang, sehingga
layak dijadikan tujuan dalam kehidupan (The purpose in life), yang mana
apabila hal itu berhasil dipenuhi akan menyebabkan seseorang merasakan
kehidupan yang berarti dan pada akhirnya akan menimbulkan perasaan
bahagia (happiness).60
3. Landasan Filsafat Logoterapi
Logoterapi adalah suatu teori yang menitik fokuskan pada makna
hidup. Setiap sesuatu pasti ada cerita, asal-usul atau sejarahnya. Teori
tentang makna hidup yang dapat dikenal sekarang ini, karena ada yang
meramunya atau menformulasikannya, seorang "master survive" dari
empat kamp konsentrasi maut (Austchwitz, Maidanek, Dachau, dan
Treblikinka) pada perang dunia kedua, dialah Victor Emile Frankl.
Victor Frankl dalam merumuskan logoterapi, mendasari teorinya
ini dengan landasan filsafat kemanusiaan, sehingga landasan ini
merangkum dan melandasi asas-asas, ajaran, dan tujuan logoterapi
tersebut.
“In that logotherapy is based on the following three
conseps: 1. the freedom of will; 2. the will to meaning; and 3. the
59Iqbal Hamdi, Menggapai Hidup Bermakna, (Jakarta: Repeblika, 2006), cet. ke. 1, h. 50. 60Bastaman, Logoterapi Psikologi Untuk Menemukan Makna Hidup, h. 45.
meaning of life”.61 (Logoterapi itu di dasarkan pada tiga konsep,
yaitu: 1. kebebasan berkehendak; 2. hasrat untuk hidup bermakna;
dan 3. makna hidup).
Ketiga konsep tersebut juga menjadi landasan filsafat logoterapi
yang mendasari seluruh ajaran, teori dan penerapannya. Adapun landasan
tersebut akan diuraikan secara ringkas berikut ini.
a. The Feedom of Will (Kebebasan Berkehendak)
Dalam kehidupan ini, manusia mempunyai kebebasan untuk
melakukan semua yang ia inginkan, begitupun dalam berkehendak,
dengan kehendak seseorang melakukan semua aktifitas, “…bukan
tubuh yang membuat seseorang tersebut dapat berdiri tegak, tetapi
kehendaklah yang membuatnya berdiri….”62. Dalam sejarah, manusia
telah mampu melakukan hal-hal yang besar dengan kehendak,
keberhasilan dan kegagalan adalah fenomena dari kehendak, tapi
kebebasan dalam berkehendak di sini bukanlah kebebasan yang tak
terbatas, karena sesuai dengan sifat alamiah manusia itu sendiri adalah
makhluk yang mempunyai keterbatasan. Jadi kebebasan di sini adalah
kebebasan yang tidak mutlak.
Walaupun manusia adalah makhluk yang diciptakan sebaik-
baik bentuk, tapi manusia juga tidak akan terlepas dari kekurangan. Ini
mengindikasikan bahwa manusia juga mempunyai keterbatasan.
Manusia walaupun dianggap memiliki potensi yang luar biasa, tapi
61Victor E. Frankl, The Will to Meaning: Foundations and Applications of Logotherapy,
(New York: New America Library, 1970), h. vii. 62Hazrat Inayat Khan, Dimensi Spiritual Psikologi. Penerjemah Andi, (Pustaka Hidayat),
cet. ke-1, h. 101.
sekaligus memiliki keterbatasan dalam aspek ragawi (tenaga, daya
tahan tubuh, stamina, dan usia), aspek kejiwaan (kemampuan,
keterampilan, kemauan, ketekunan, bakat, sifat, tanggung jawab
pribadi), aspek kerohanian (iman, ketaatan beribadah, cinta kasih).63
Jadi sebagai penekanan di atas, kebebasan berkehendak
manusia tidaklah bebas dalam segala hal, tapi bebas disini adalah
manusia bebas untuk berkehendak, bebas untuk menentukan sikap (the
freedom to take a stand), apakah ia ingin baik, atau buruk, Manusia itu
sendiri yang akan memilih, manusia bebas untuk memilih. Hal ini
sesuai dengan salah satu julukan kehormatan manusia sebagai "The
Self determining being", yang Artinya manusia dalam batas-batas
tertentu memiliki kemampuan kebebasan untuk mengubah kondisi
hidupnya guna meraih kehidupan yang berkualitas.64
Manusia bisa saja dapat kehilangan segala sesuatu yang
dimilikinya, tetapi itu tidak berlaku pada hak mutlak manusia yaitu
kebebasan manusia yang sangat fundamental. Kebebasan untuk
memilih suatu sikap atau cara bertindak dan melakukan action
terhadap nasib mereka. Kebebasan untuk memilih sesuai dengan
keinginan diri mereka sendiri. Dengan kata lain dapat dikatakan
bahwa, dalam diri manusia itu sendiri ada kebebasan yang tidak bisa
63 Bastaman, Logoterapi Psikologi Untuk Menemukan Makna Hidup, h. 42. 64Ibid., h. 41.
dihancurkan bahkan oleh pagar kawat berduri sekalipun,65 itu adalah
kebebasan untuk hidup bermakna.
Meminjam istilah Jamil Azzaini tentang manusia yang bebas
untuk menentukan dirinya. Beliau mengetakan bahwa manusia hidup
memiliki dua lingkaran, lingkaran yang pertama adalah yang dapat
dikuasi sedangkan lingkaran yang kedua adalah lingkaran yang tidak
dapat dikuasai. Kebebasan berkehendak termasuk kedalam lingkaran
kedua, manusia lah yang menentukan ke mana kakinya akan
melangkah, atau memilih makanan yang akan disantapnya.66 Dan yang
perlu diperhatikan adalah dalam hal "kebebasan" ini harus disertai
dengan rasa tanggung jawab agar tidak berkembang menjadi
kesewenang-wenangan.
65Begitulah yang dialami dan dirasakan oleh Victor Emile Frankl selama dalam camp
konsentrasi maut oleh tentara Nazi, di dalam camp konsentrasi tersebut jangankan untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar sebagai manusia (seperti kebutuhan akan biologis, sandang,
pangan, dan papan), keinginan untuk hidup saja bagi kebanyakan para tahanan tersebut hampir
tidak ada.
Bahkan kebanyakan dari para tahanan lebih memilih menunggu giliran untuk
dimasukkan ke dalam ruangan gas beracun untuk dibunuh secara massal dengan harapan
mengakhiri penderitaan yang dialami setiap saat. Di sini terlihat harapan untuk hidup saja sudah
hampir hilang bagi sebagian tahanan, tapi itu tidak berlaku bagi Frankl dan sebagian orang yang
mempunyai harapan yang kuat, bagi Frankl sendiri justru itu semua menjadi pembuktian dalam
perumusan teorinya tentang makna hidup ini. 66Jamil Azzaini, Menyemai Impian, Meraih Sukses Mulia; Kisah-Kisah Inspiratif
Pembangkit Motivasi dan Pemaknaan Hidup, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008), cet.
ke. 1, h. 64-65.
b. The Will to Meaning (Hasrat Untuk Hidup Bermakna)
Setiap orang (normal) pasti akan mendambakan hidup yang
mengantarkannya kepada kebahagiaan, dan jalan untuk mencapai
kebahagiaan itu adalah dengan menemukan makna hidup. Hasrat untuk
hidup bermakna adalah hal yang memang ada pada diri manusia,
Frankl sendiri dengan sengaja menyebutnya "The will to Meaning"
bukannya "the drive for meaning", karena makna dan nilai-nilai hidup
tidak mendorong, tetapi seakan-akan menarik dan menawarkan kepada
manusia untuk memenuhinya.
Dalam The Will to meaning ini Frankl berangkat dari kritiknya
terhadap dua aliran psikologi pendahulunya yaitu psikoanalisis dan
individual. logoterapi berbeda dengan konsep-konsep atau prinsip-
prinsip psikoanalisis dan psikologi individual. Psikoanalisis yang
memegang prinsip kesenangan yang diterjemahkan menjadi keinginan
akan kesenangan atau pencari kesenangan, dan Psikologi individual
yang memegang prinsip kekuasaan, yang diterjemahkan menjadi
keinginan akan kekuasaan. Tetapi logoterapi berkata lain, menurut
logoterapi kesenangan adalah efek dari pemenuhan makna, sedangkan
kekuasaan merupakan pra sarat dari pemenuhan makna tersebut.67
Hasrat atau keinginan untuk hidup bermakna merupakan
motivasi semua manusia yang normal dalam melakukan berbagai
macam kegiatan dalam kehidupannya. Setiap orang pasti
67E. Koeswara, Logoterapi; Psikoterapi Victor Frankl, (Yogyakarta: Kanisius 1992), cet.
ke-1, h. 51.
menginginkan bagi dirinya suatu cita-cita dan tujuan hidup yang
penting dan jelas yang kemudian akan diusahakan untuk
mewujudkannya dengan usaha semaksimal mungkin, dan tujuan ini
akan menjadi arahan dalam semua kegiatannya sehari-hari.68
Seseorang akan bekerja dengan keras agar keluarganya bisa
hidup, maka kerja tersebut akan memberikan kesenangan batin bagi
dirinya, dan yang menjadi pendorong orang tersebut untuk bekerja
adalah kehendak, kehendak untuk hidup bermakna. Begitu juga
seluruh aktifitas yang dilakukan oleh orang normal lainnya dalam
kehidupan sehari-harinya.
Begitupun dengan Victor Frankl (seperti yang dikutip Septi
Gumiandri dari Victor; Recollections: An Autobiografi),
kemampuannya untuk terus mempertahankan dan mengembangkan
hasrat untuk hidup bermakna (The Will to Meaning) hasrat yang dapat
dikembangkan dalam setiap keadaan, baik keadaan normal maupun
dalam kondisi tragis atau menderita, misalnya dalam keadaan sakit,
salah, dan bahkan saat-saat menjelang kematian sekalipun telah
membawanya bertahan hidup hingga perang dunia II berakhir.69
Nurkholis Madjid mengutip pernyataan C.G. Jung yang
mengatakan bahwa manusia mempunyai sifat non-material yang lebih
mendasar, lebih mendalam dan lebih penting dari kebutuhan material
(seperti sandang, pangan, dan papan), yaitu rasa memiliki makna
68Bastaman, Logoterapi; Psikologi untuk Menemukan Makna Hidup, h. 42. 69Septi Gumiandri, Logoterapi Victor E. Frankl dalam Tinjauan Tasawuf, (Disertasi
Sekolah Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), h. 47.
hidup. Manusia lah satu-satunya makhluk yang mempunyai rasa
tersebut sekaligus yang menjadi pembeda manusia dengan spesies
lainnya.
”Harkat manusia terletak pada pandangan bahwa
hidupnya bagaimanapun berguna. Kita bersedia menanggung
kepedihan, deprivasi, kesedihan, dan segala derita, jika
semuanya itu menunjang suatu tujuan, dari pada memikul
beban hidup tak berarti, lebih baik menderita dari pada tanpa
makna”.70
c. The Meaning of Life (Makna Hidup)
Sebagaimana yang telah diulas di atas, makna hidup adalah hal-
hal yang dianggap sangat penting, berharga/bernilai serta memberikan
nilai khusus bagi seseorang, sehingga layak dijadikan tujuan dalam
kehidupan (the purpose in life).
Makna hidup adalah sesuatu yang sangat berharga bagi setiap
manusia yang normal, dan menjadi dambaan bagi setiap orang. Dengan
makna hidup ini, kehidupan seseorang mempunyai arah dan tujuan,
sehingga tidak mengalami kehampaan hidup. Bila makna hidup ini
berhasil ditemukan dan dikembangkan maka akan membuat orang
tersebut merasa bahagia sebagai akibat sampingnya.
Makna hidup ternyata ada di dalam kehidupan itu sendiri, kalau
individu tersebut bisa menghayatinya. Sebagai contoh, dalam
kehidupan sehari-hari ternyata sangat banyak kegiatan-kegiatan yang
bermakna kalau dihayati, seperti seorang ibu yang mengasihi anaknya
70Budhi Munawar Rahman, Ensiklopedi Nurkholis Madjid, (Jakarta: Mizan, 2006), cet.
ke-1, h. 1774.
akan merasa senang dan bahagia bila ia berhasil memberikan sesuatu
yang telah lama di impikan oleh anaknya tersebut. Dan masih banyak
kegiatan-kegiatan lainnya yang bisa memberikan makna dalam
kehidupan.71
Makna hidup tersebut dapat ditemukan dalam setiap keadaan,
apakah itu keadaan yang menyenangkan, atau sebaliknya keadaan yang
tidak menyenangkan,72 dalam keadaan bahagia atau keadaan
menderita, pepatah pernah mengatakan "ambillah hikmah di setiap
derita yang menimpa kita" atau "hikmah di dalam musibah", ini
mengindikasikan bahwa makna hidup dapat ditemukan dimana saja,
walau dalam keadaan menderita sekalipun.
4. Menemukan Makna Hidup
Makna hidup harus dicari dan ditemukan, makna hidup ada di
dalam kehidupan itu sendiri. Dalam tatanan praktis makna hidup bisa
ditemukan dengan menggunakan pendekatan logoterapi yang telah dirintis
oleh Victor Frankl. Sebagaimana yang telah dipaparkan di atas, logoterapi
pada saat ini telah banyak dikembangkan, Salah satu pengembangan teori
logoterapi dalam hal pengembangan diri yaitu oleh James C. Crumbaugh
salah seorang murid Frankl yang menamakan teorinya itu dengan nama
logoanalisis yang nantinya akan dikembangkan dan modifikasi oleh
71Bastaman, Logoterapi; Psikologi untuk Menemukan Makna Hidup, h. 11. 72Seperti yang dialami oleh Frankl di dalam camp konsentrasi, dia menemukan makna
hidup di dalam gudang penyiksaan, dimana hidup sudah tidak dihargai lagi oleh sebagian orang,
tetapi justru mati lebih banyak yang memilih untuk mengakhiri penderitaan yang mereka terima
setiap waktu.
Hanna Djumhana Bastaman menjadi "Panca temuan makna hidup", dan
akan menjadi pokok pembahasan dalam skripsi ini.
Logoanalisis yaitu suatu usaha untuk membantu seseorang
menemukan dan lebih menyadari makna dan tujuan hidupnya dengan cara
menggali dan mempelajari pengalaman-pengalaman hidupnya sendiri,
khususnya pengalaman yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan berkarya,
penghayatan-penghayatan terhadap berbagai peristiwa yang mengesankan,
dan sikap dalam menghadapi keadaan-keadaan yang tak terhindarkan
lagi.73
Crumbaugh merumuskan logoanalisis sebagaimana yang
termaktub di dalam bukunya Everytihing to Gain, A Guide to Self-
Fulfillment Through sebagai:
"Logoanalysis a process of analyzing your life experience
for sources of new meaning you have overlooked, and of extending
your experience into new areas to find a new sense of purpose."74
(logoanalisis adalah sebuah proses analisa pengalaman hidup anda
untuk mendapatkan sumber makna yang baru yang telah anda
abaikan, dan yang memperluas pengalaman-pengalaman anda
kepada area baru untuk menemukan makna dan tujuan hidup
baru).”
Untuk menemukan makna hidup bagi setiap orang yang ingin
mengembangkan kehidupan yang bermakna, logoanalisis menerapkan
metode-metode, yaitu:
73Bastaman, Meraih Hidup Bermakna, h. 11. 74James C. Crumbaugh, Everything to Gain: A Guide to Self Fulfillment Through
Logoanalysis, (Chicago: Nelson-Hall Company, 1973), h. 13.
1. Self Evalution (Evaluasi Diri atau Pemahaman Diri)
Pemahaman diri yaitu mengenali diri secara objektif tentang kekuatan-
kekuatan dan kelemahan-kelemahan diri sendiri, baik yang masih
merupakan potensi maupun yang sudah teraktualisasi, kemudian
kekuatan-kekuatan tersebut dikembangkan atau ditingkatkan dan
kelemahan-kelemahan tersebut dihambat atau dikurangi.
2. Action as if (Bertindak Positif).
Bertindak positif yaitu mencoba menerapkan dan melaksanakan hal-
hal yang dianggap baik dan bermanfaat dalam perilaku dan tindakan
nyata sehari-hari.
3. Establishing An Encounter [Personal and Spiritual] (Pengakraban
Hubungan, Secara Perorangan dan Spiritual).
Pengakraban hubungan yaitu meningkatkan hubungan baik dengan
pribadi-pribadi tertentu (misalnya anggota keluarga, teman, dan rekan
kerja), sehingga masing-masing saling mempercayai, saling
memerlukan satu dengan lainnya, serta saling membantu.
4. Searching for Meaningful Values (Mencari Makna dari Nilai-Nilai).
Mencari makna yaitu mencari dan memahami macam-macam nilai
yang merupakan sumber makna hidup, apakah itu nilai dalam bekerja,
bersikap, ibadah, dan lain-lain.75
Keempat metode ini adalah jabaran dari usaha memperluas
kesadaran diri (expanding consious awareness) dan merangsang imajinasi
75Bastaman, Logoterapi; Psikologi untuk Menemukan Makna Hidup, h. 153.
kreatif (stimulating creative imagination), dua ragam pendekatan utama
dalam logoanalisis, seperti yang diungkapkan oleh Crumbaugh “…these
techniques are as follows: 1). Expanding conscious awareness, and 2).
Stimulating creative imagination…”.76
5. Hidup Bermakna
Hidup bermakna adalah corak kehidupan yang didambakan oleh
setiap insan di muka bumi ini. Kehidupan yang dipenuhi dengan semangat
dan gairah hidup, kehidupan yang jauh dari rasa hampa dan cemas, intinya
adalah kehidupan yang menyenangkan.77
Hidup bermakna akan dapat diraih apabila makna hidup telah
ditemukan. Apa yang menjadi sumber-sumber makna dalam kehidupan
telah diketahui kemudian dilaksanakan dengan baik, maka hidup tersebut
akan dijalani dengan penuh makna.
Hidup bermakna ini ditandai dengan hubungan sesama manusia
yang baik atau hubungan antar individu terjalin dengan baik, saling
menghormati dan menyayangi, kemudian bisa berkarya, dan dapat
mengambil sikap yang tepat terhadap kendala yang datang menghadang.
Selain itu, pribadi dengan kehidupan bermakna secara sadar
berusaha meningkatkan cara berfikir potensi diri (fisik, mental, emosional,
sosial, dan spiritual) untuk meningkatkan kualitas hidup yang lebih baik
dan meraih citra diri yang diidam-idamkan, dan itu semua tidaklah
sempurna tanpa dilandasi oleh doa dan ibadah dengan niat yang suci.
76Crumbaugh, Everything to Gain: A Guide to Self Fulfillment Through Logoanalysis, h.
23. 77Ibid, h. 240.
6. Hidup Bermakna Vs Hidup Tak Bermakna
Hidup bermakna adalah dambaan setiap manusia. Manusia yang
menghayati hidup bermakna menunjukkan corak kehidupan yang penuh
semangat dan gairah serta jauh dari persaan hampa. Mereka memiliki
tujuan hidup yang jelas, memiliki peta perjalanan dalam kehidupannya.
Sehingga kegiatan-kegiatan mereka pun menjadi lebih terarah serta
merasakan sendiri kemajuan-kemajuan yang telah mereka capai.78
Apapun yang dikerjakan dalam hari-harinya akan mengikuti arah
yang telah diperoleh dari ditemukannya makna hidup tersebut. Tugas-
tugas dan pekerjaan sehari-hari bagi mereka merupakan sumber kepuasan
dan kesenangan tersendiri, sehingga dalam mengerjakannya pun mereka
lakukan dengan penuh semangat dan rasa tanggung jawab.
Hari demi hari mereka menemukan aneka ragam pengalaman baru
dan hal-hal menarik yang semuanya akan menambah kekayaan
pengalaman hidup mereka. Ketika mereka berada dalam suatu keadaan
yang tak menyenangkan atau mengalami penderitaan, mereka akan
menghadapinya dengan sikap tabah serta sadar bahwa senantiasa ada
hikmah yang tersembunyi di balik penderitaan tersebut. Mereka benar-
benar menghargai hidup dan kehidupan karena mereka menyadari bahwa
hidup dan kehidupan selalu menawarkan makna yang harus dipenuhi.79
Disamping itu Pada kenyataan yang lain masih banyak orang yang
tidak bisa menemukan makna hidupnya, antara lain mungkin karena
78Bastaman, Menemukan Makna Hidup, h. 68. 79Bastaman, Logoterapi, Psikologi Untuk Menemukan Makna Hidup, h. 86
kurang kesadaran bahwa makna hidup itu sendiri terkandung dalam
kehidupan tersebut, dan makna hidup itu bisa didapat melalui sumber-
sumber yang telah dikemukakan di atas.
Ketidak berhasilan menemukan dan memahami makna hidup
biasanya menimbulkan penghayatan hidup tanpa makna (meaningless),
hampa, gersang, merasa tak memiliki tujuan hidup, merasa hidupnya tak
berarti, bosan, dan apatis.80
Frankl menambahkan sebagaimana yang dikutip Hanna
Djumahana, penghayatan hidup tanpa makna bisa saja tak terungkap
secara nyata, tetapi bisa saja menjelma ke dalam berbagai upaya
kompensasi dan kehendak berlebihan, seperti tampak pada berlebihan
kehendak untuk berkuasa (the will to power), bersenang-senang mencari
kenikmatan (the will to pleasure), kenikmatan seksualitas (the will to sex),
berlebihan dalam bekerja (the will to work), dan mengumpulkan uang (the
will to money).81
Lawan dari hidup tanpa makna adalah hidup bermakna. Ini adalah
dua keadaan yang menimpa manusia normal di dunia ini. Ketika seseorang
mempunyai hasrat untuk hidup bermakna kemudian tak terpenuhi akan
menyebabkan hidupnya hampa, tak bermakna atau disebut juga dengan
frustasi eksistensial, namun sebaliknya apa bila hasrat seseorang untuk
hidup bermaknanya terpenuhi, maka hidupnya akan bermakna dan akan
80Ibid., h. 80. 81Ibid., h. 81.
memperoleh kebahagiaan sebagai hasil samping dari terpenuhinya makna
hidup tersebut.
Di bawah ini akan dijelaskan dengan skema dalam proses
pencarian makna hidup :82
Jadi di sini tampak jelas, bahwa hidup bermakna adalah hidup yang
menyelamatkan manusia, baik bagi diri sendiri, keluarga, masyarakat,
bangsa dan agama. Sedangkan hidup tanpa makna adalah gerbang ke arah
kesengsaraan, yang akan mengakibatkan frustasi yang disebut dengan
existensial frustation dan kehampaan yang disebut existensial vacum83 dan
berujung kepada neurosis noogenik.84
82Bastama, Meraih Hidup Bermakna, h. 25. 83Ibid., h. 26 84Neurosis noogenik adalah semacam gangguan mental yang melanda manusia ketika
tidak berhasil menemukan makna hidup.
Hasrat hidup
bermakna
Terpenuhi
Tak terpenuhi
Bahagia
Hidup bermakna
Hidup tak bermakna,
kehampaan/frustasi
eksistensial
Neurosis noogenik
7. Mengembangkan Hidup Bermakna
Mengembangkan kehidupan bermakna pada hakikatnya sama
halnya dengan perjuangan hidup, yaitu menjadikan hidup lebih baik.
Seperti yang dijelaskan di atas bahwa hidup bermakna akan bisa
dikembangkan setalah kita menemukan makna hidup, dan setelah individu
tersebut tahu sumber-sumber makna hidup maka harus direalisasikan
dalam kehidupan dan dilaksanakan secara konsisten dan kesediaan untuk
menghadapi berbagai kendala dan hambatan dalam melaksanakannya.85
Kerangka pikir pengembangan hidup bermakna menurut logoterapi
pada dasarnya adalah: hasrat untuk hidup bermakna (The will to meaning)
sebagai motivasi utama setiap manusia harus dipenuhi terlebih dahulu
kemudian menetapkan makna hidup (The meaning of life) yang akan
dikembangkan serta memiliki citra ideal sebagai pribadi bermakna yang
unik dan khas (proper self image) yang ingin diraih. Apa bila semua ini
dapat dilaksanakan dengan baik maka akan menghasilkan hidup bermakna
dan kebahagiaan sebagai hasil sampingnya.86
Dalam tatanan praktisnya, pengembangan hidup bermakna pada
dasarnya sama dengan pengembangan pribadi pada umumnya yaitu
mengaktualisasikan potensi diri dan melakukan tranformasi diri ke arah
kondisi kehidupan yang lebih baik.
85Bastaman, Logoterapi Psikologi Untuk Menemukan Makna Hidup, h. 238. 86Ibid., h. 238.
D. Makna Hidup dan Hidup Bermakna Dalam Pandangan Islam
1. Makna Hidup Dalam Pandangan Islam
Sebagaimana telah disebutkan di atas bahwa makna hidup adalah
hal-hal yang dianggap sangat penting dan berharga serta memberikan nilai
khusus bagi seseorang, dan bisa dijadikan tujuan dalam kehidupan.
Bagi orang yang mempercayai akan adanya Tuhan, maka Tuhanlah
yang menjadi sumber bagi makna hidup mereka. Dalam agama Islam,
Allah-lah yang menjadi sumber nilai dan makna hidup yang paripurna dan
sempurna yang mendasari akan makna-makna hidup yang pribadi, unik,
spesifik, dan temporer. Tujuan dan makna hidup teringgi adalah
pengabdian dan beribadah kepadaNya, dan nilai tertinggi itulah yang
hendaknya mendasari dan menawarkan makna hidup yang unik dan
spesifik itu, antara lain dengan jalan secara sadar untuk mengatur
kehidupan yang sesuai dengan tuntunan agama.87
Tugas manusia di muka bumi ini adalah untuk mengabdi kepada
Allah, dengan mengabdi maka manusia akan mendapatkan makna dalam
hidupnya, Allah berfirman dalam surat Adz-dzariyat, ayat: 56.
⧫◆ →◼
▪◆ ➔◆
”Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya
mereka mengabdi kepada-Ku”.
87Ibid., h. 54.
Menurut Quraish Shihab, ibadah dalam ayat di atas bukan hanya
sekedar ketaatan dan ketundukan, tetapi merupakan bentuk ketundukan
dan ketaatan yang mencapai puncaknya karena adanya rasa keagungan
dalam jiwa seseorang terhadap Tuhannya.88
Inilah maksud firman Allah SWT bahwa jin dan manusia
diciptakan hanya untuk mengabdi kepadaNya. Mengabdi berarti
menfungsikan hidup sepenuhnya untuk menunaikan tugas dan tujuan
hidupnya, sebagai hamba yang wajib mengabdi kepada penciptanya, tanpa
penunaian tugas dan tujuan hidup ini, keberadaan manusia menjadi
absurd.89
Tolchah menambahkan bahwa ibadah dalam pengertian Islam yaitu
kepatuhan secara total kepada Allah, suatu penyerahan diri yang bulat dan
jujur kepadanya dengan mengikuti cara dan aturan yang ditetapkan
Allah.90
Sayyid Qutub menjelaskan bahwa manusia tidak akan berhasil
dalam kehidupannya tanpa menyadari maknanya dan menghayatinya, baik
kehidupan pribadi maupun kolektif. Ayat di atas menurutnya, membuka
sekian banyak sisi dan aneka sudut dari makna dan tujuan, sisi pertama
bahwa pada hakikatnya ada tujuan tertentu dari wujud manusia dan jin, ia
merupakan suatu tugas. Siapa yang melaksanakannya berarti ia telah
88M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an. vol. 13,
(Jakarta: Lentera Hati, 2002), cet. ke-8, h. 356. 89Muhammad Tolchah Hasan, Dinamika Kehidupan Religius, (Jakarta: Listafariska Putra,
2004), cet. ke-3, h. v-vi. 90Muhammad Tolchah Hasan, Prospek Islam Dalam Menghadapi Tantangan Zaman,
(Jakarta: Lantabora Press-Jakarta Indonesia, 2005), cet. ke-6, h. 198.
merealisasikan tujuannya dari wujudnya, begitupun sebaliknya, ia akan
menjadi orang yang kosong yang tidak punya tugas, dan berakhir dengan
kehampaan kalau ia tidak melaksanakan tugas tersebut. Tugas tersebut
adalah ibadah kepada Allah yaitu penghambaan diri kepadanya.91
Nurkholis Madjid berpendapat bahwa kesadaran akan ke-Tuhanan
(sebagai hasil dari iman) ini begitu mendasar dalam agama manapun,
karenanya pengalaman inilah yang akan membimbing manusia kearah
kebijakan dan amal shaleh, yang dapat membawa kepada kebahagiaan.92
Dalam agama Islam, umatnya dituntun untuk menemukan makna
dalam hidup, sehingga mereka tidaklah sia-sia hidup di dunia ini, dan
menjadi manusia yang selamat di dunia dan akhirat. Manusia
diperintahkan untuk berusaha, berusaha mencari makna tersebut melalui
usaha-usaha yang bisa dilakukan, dalam al-Qur'an Surat Ar-ra'du ayat 11,
Allah berfirman:
⧫ ⧫
❑⬧ ⧫
⧫ → ◆
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum,
kecuali kaum tersebut yang mengubah nasib mereka sendiri”.
Jadi di sini nampak jelas, bahwa hidup harus diubah ke arah yang
lebih baik sebagai manusia dengan cara memenuhi makna hidup. Makna
hidup adalah sesuatu yang menjadi tujuan hidup setiap manusia yang
normal. Tanpa makna, hidup yang dijalani akan terasa hambar, tiada
91Ibid., h. 360. 92Munawarman, Ensiklopedi Nurkholis Madjid, h. cxxxvii.
tujuan, dan akan menjadikan diri merasa hampa, ibarat "kesepian di tengah
keramaian".
Jadi makna hidup dalam pandangan Islam pada intinya adalah
Ibadah di samping sebagai tugas manusia di muka bumi ini. Dengan
melakukan ibadah, manusia akan menjadi manusia yang sempurna ketika
diikuti dengan amal perbuatan baik lainnya, karena ibadah kepada Allah
adalah tujuan hidup dari seluruh umat Islam.
2. Hidup Bermakna Dalam Pandangan Islam
Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa makna hidup bagi orang
yang memegang prinsip agama dan yang menjadi tujuan hidup tertinggi
adalah ibadah dan mendekatkan diri kepada sang pencipta. Dalam agama
Islam, umatnya diatur sedemikian nyata dalam menjalani hidup dan
kehidupan di muka bumi ini, baik itu dalam hubungan dengan Allah atau
hubungan sesama manusia. Segala aspek kehidupan manusia diatur oleh
islam, mulai dari hal yang terkecil sampai masalah-masalah yang besar.
Semua aturan tersebut bertujuan untuk menjaga umat agar selamat
di dunia dan diakhirat. Manusia diberikan potensi untuk membedakan
mana yang baik dan mana yang buruk, dan umat yang sehat tentunya akan
memilih yang baik sesuai dengan fitrahnya.
Logoterapi dengan tujuan utamanya yaitu hidup yang bermakna
tidaklah bertentangan dengan Islam, tetapi sebaliknya mempunyai titik
temu yaitu meningkatkan kesehatan mental dan mengembangkan
religiusitas. Integrasi antara mental yang sehat dan rasa keagamaan yang
tinggi akan menjadikan pribadi-pribadi yang unggul semacam ulil albab
(salah satu karakter yang terpuji dalam al-Qur'an). Betapa banyak para
sahabat yang bisa menjadi contoh teladan yang terbukti akhlak, karakter,
kualitas hidupnya berkembang sempurna karena menemukan makna dan
nilai hidup tertinggi, yaitu iman dan takwa kepada Tuhan serta mentaati
Rasulnya.93
Sebagai agama yang sempurna, Islam mempunyai konsep
tersendiri tentang kepribadian yang patut untuk diteladani yang lahir dari
sumber pedoman hidup yaitu al-Qur’an yang berwujudkan dalam amal
perbuatan yaitu kepribadian Nabi SAW, dan diwarisi oleh para sahabat
dan diteruskan oleh orang-orang sholih penerus risalah mereka.
Hidup bermakna dalam pandangan Islam tertuang ke dalam
kepribadian seorang muslim yang Allah gambarkan laksana kalimah
thayyibah yang terwujud seperti sosok pohon yang thoyyibah juga.94
Sebagaimana yang difirmankan Allah dalam surat Ibrahim, ayat: 24-25:
⬧ ⧫⬧ ◆
⬧⧫ ☺ ⧫⬧
⧫⧫ ⧫⬧
➔
⬧◆ ☺
⬧➔ ◼→
✓ ◼◆
➢◆ ⧫⬧
93Bastaman, Logoterapi Psikologi Untuk Menemukan Makna Hidup, h. 246. 94Abu Izzuddin, Agenda Ceramah dan Retorika; Kiat-Kiat Ceramah Berkesan, (Solo:
Pustaka Amanah, 1999), cet. ke-4, h. 90.
➔⬧
⧫⧫
”Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah Telah membuat
perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh
dan cabangnya (menjulang) ke langit (24). Pohon itu memberikan buahnya
pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat
perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu
ingat (25)”.
Quraish Shihab dalam tafsirnya berpendapat bahwa gambaran
pribadi muslim sebagai kepribadian pohon thoyyibah, sementara Ulama
berbeda pendapat berpendapat tentang pohon tersebut, ada yang
mengatakan pohon tersebut adalah pohon kurma, ada lagi yang
mengatakan pohon kelapa, yang mana pelepah, sabut, tempurung, isi dan
akarnya pun bermanfaat. Demikianlah keadaan orang yang beriman yang
selalu memberikan manfaat kepada orang lain, dari berbagai segi
kehidupannya.95
Departemen Agama menafsirkan tentang pohon yang baik itu
digambarkan ”akarnya tempat bersila, batangnya tempat bersandar,
daunnya tempat bernaung, dan buahnya lezat dimakan”, artinya apapun
dari batang tersebut memberikan manfaat yang banyak.96
Jadi hidup bermakna dalam pandangan Islam terwujud ke dalam
kepribadian muslim teladan berupa kesatuan antara aqidah (keimanan),
ibadah, dan akhlak yang saling terkait. Keimanan yang mendalam akan
terlihat dalam keikhlasannya dalam beribadah, dan ibadah yang benar akan
95M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an, h. 54. 96Departemen Agama, al-Qur’an dan Tafasirnya, jilid. V, (Yogayakarta: UII, 1995), h.
171.
tercermin dalam akhlak yang mulia sehingga mengantarkannya selamat
dunia dan akhirat.
BAB III
PROFIL HANNA DJUMHANA BASTAMAN
A. Profil Hanna Djumhana Bastaman
1. Riwayat Hidup dan Pendidikan Hanna Djumhana Bastaman
Dilahirkan 4 November 1939 di daerah Ciamis Selatan, Jawa
Barat, Hanna yang mempunyai nama lengkap Hanna Djumhana Bastaman
ini tumbuh dari keluarga besar Bastaman, Bastaman sendiri adalah nama
kakeknya. Ayahnya (Muhammad Sabri Wira Atmadja) adalah seorang
pemuka agama dan pegawai pemerintah, sedangkan Ibunya (Siti Jubaidah)
adalah seorang yang juga taat beragama dan pandai mengaji. Selain
religius, keluarga ini sangat mengapresiasi seni.97
Semasa kecil, Hanna sekolah seperti biasa layaknya anak-anak
pada usianya, tapi ketika kelas 4 SR (setara dengan SD sekarang, dahulu
namanya SR [Sekolah Rakyat]) beliau pindah ikut kakaknya ke kota
Bandung. Beliau adalah anak Ragil di keluarganya dari sembilan orang
bersaudara. Dan sekarang hanya tinggal hanya 3 orang, dua orang kakak
perempuannya dan beliau sendiri.98
97Hanna sendiri sangat ingin memainkan piano dari kecil, tapi karena keterbatasan
kakaknya yang pada waktu itu tidak bisa membelikannya piano, tidaklah menjadi penghambat
akan kegemarannya tersebut, hal itu tidak menyurutkan minatnya untuk mempelajari piano,
berbagai cara ditempuh olehnya untuk memenuhi keinginannya tersebut. bahkan pernah suatu
waktu beliau pergi bersepeda malam-malam berkilo-kilo ke kosan mahasiswi UNPAD hanya demi
untuk mendengarkan mahasiswi tersebut main piano, (Wawancara Pribadi dengan Hanna
Djumhana Bastaman, Ciputat, 20 Maret 2009). 98Wawancara Pribadi dengan Hanna Djumhana Bastaman, Ciputat, 20 Maret 2009.
Dengan bekal ketaatan dalam beragama sebagai prinsip hidup, di
kota pun Hanna masih bisa menjaga diri sehingga tidak terpengaruh oleh
lingkungan yang bisa menjerumuskannya. Setelah tamat SR Hanna
melanjutkan ke SMP selayaknya orang-orang waktu itu, setelah SMP
kemudian melanjutkan ke SMA.
Hanna sangat gemar membaca, beliau dari SD sudah rajin
membaca, beliau sering membaca buku milik ayahnya. Karena begitu
gemarnya membaca, beliau sering membeli buku dengan uang jajan
sendiri. Karena rajin membaca dan membeli buku tersebut, koleksi buku
Hanna pun sudah cukup banyak untuk anak seusianya, sehingga waktu
SMP sampai-sampai gurunya meminjam buku miliknya.
Setelah tamat SMA kemudian Hanna melanjutkan ke Fakultas
Hukum Universitas Padjadjaran (UNPAD) yang pada awalnya hanya ikut-
ikutan temannya walaupun minat Hanna sendiri adalah tentang manusia.
Bagaimanapun sesuatu hal itu kalau dipaksakan tidak akan menghasilkan
maksimal, terbukti dengan kemudian Hanna semakin lama di sana makin
tidak cocok dengan bidang studi (hukum) yang diambilnya tersebut.
Akhirnya Hanna meninggalkan studi hukumnya tersebut dan pindah ke
Jakarta untuk memenuhi keinginan hati yaitu mentelaah tentang manusia.99
Akhirnya Hanna masuk ke Fakultas Psikologi UI (Universitas
Indonesia), dan akhirnya hasrat hati pun terpenuhi, dengan tanpa halangan
yang berarti akhirnya Hanna menamatkan sarjana Psikologi. Setelah
99Wawancara Pribadi dengan Hanna Djumhana Bastaman, Ciputat, 20 Maret 2009.
selesai dengan meraih gelar Sarjana Psikologi, Hanna ”ditarik” oleh pihak
Fakultas Psikologi untuk menjadi staf pengajar di sana. Seiring
berjalannya waktu, Hanna pun ditawarkan untuk ikut program S2, dan dia
pun tidak menyia-nyiakan kesempatan yang ada, beliau masih melanjutkan
di Universitas yang sama dengan program psikologi klinis, dan akhirnya
Hannapun ”menggandeng” gelar Master Psikologi, setelah selesai S2
tersebut Hanna kembali mengabdi di almamaternya.100
Sejak 1968 Hanna bekerja di almamaternya sebagai dosen tetap
dan mengajar untuk Psikologi Kepribadian, Psikodiagnostik, Etika dan
Agama Islam. Dalam Psikoterapi secara khusus Hanna mendalami
logoterapi, sebuah corak psikoterapi yang membantu pribadi-pribadi
menemukan arti dan tujuan hidup untuk mengembangkan hidup
bermakna.101 Di samping mendalami secara akademis, secara praktis
Hanna juga melakukan semacam bantuan kepada individu dalam
menemukan makna hidup dan mengembangkan hidup bermakna.
Hanna Djumhana juga pelatih SDM (Sumber Daya Manusia),
khususnya bidang peningkatan kemampuan dan keterampilan analisis
transaksional, pemahaman dan pengembangan pribadi, dan perilaku
asertif.
100Wawancara Pribadi dengan Hanna Djumhana Bastaman. Ciputat, 20 Maret 2009 101Hanna Djumhana Bastaman, Logoterapi; Psikologi untuk Menemukan Makna Hidup
dan Meraih Hidup Bermakna, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), h. 301.
2. Hanna Djumhana Bastaman dan Logoterapi
Ada hal yang sangat menarik dari kesungguhan Hanna dalam hal
makna hidup ini, sebelum Hanna mengenal logoterapi sebagai suatu corak
terapi dalam pencapaian makna hidup dan menelaahnya secara intensif,
Hanna sendiri sudah mempunyai beberapa temuan lapangan atau bisa
disebut juga dengan teori dari kegiatan-kegiatan klinis yang dilakukan
terhadap kliennya selama praktek.
Setelah sekian lama menjadi psikolog (klinis), secara intuitif
Hanna Djumhana menemukan semacam pegangan dalam melakukan
wawancara dalam konseling, yaitu berusaha mendapatkan jawaban dari
dua pertanyaan, yaitu; mengapa seseorang melakukan tindakan tertentu
dan apa yang paling penting dan didambakan dalam kehidupannya. Hanna
berasumsi dengan memahami motivasi dan tujuan hidup seseorang, berarti
dapat memahami pula manusia secara utuh.102
Perkenalan Hanna dengan logoterapi berawal dari ketika Hanna
Djumhana dipinjamkan sebuah buku oleh seniornya yaitu Dra. Ny.
Suprapti Sumarmo Marikan sekitar tahun 1975. Sebuah buku yang sangat
menarik bagi Hanna, sekarang buku tersebut sudah tidak ditemukan lagi,
Hanna sendiri lupa judul bukunya, tetapi beliau menduga buku tersebut
judulnya "Critical Incidents in Psychotherapy", sebuah "readings" sebuah
buku suntingan yang memuat tulisan-tulisan para pakar berbagai ragam
psikoterapi yang masing-masing dilengkapi dengan kasus-kasus yang
102 Ibid., h. xiv
menarik dan spesifik. Di antara kontribusi para pakar psikoterapi tersebut
ada sebuah tulisan dari Victor Frankl seorang yang namanya masih asing
bagi Hanna waktu itu (Hanna sendiri sudah tidak ingat lagi apa judul
tulisan Victor Fankl dalam buku tersebut).103
Buku tersebut berhasil merebut perhatian dan minat Hanna
Djumhana, selama membacanya Hanna mengangguk-angguk tanda setuju
dengan isi bacaan tersebut, dan di dalam hati terus mengatakan "ya",
"betul sekali", "cocok", "memang demikian". Hanna mengakui bahwa dia
merasa yang bekerja bukan hanya pikirannya saja, tetapi perasaannya pun
ikut terlibat meresapinya.
"Waktu itu saya benar-bebar merasa contented, dan seakan-akan
mengalami peak experience, bahkan mendadak mengidap semacam OCD
(Obsessive Compulsive Disorder) dengan mengulang-ulang membacanya
tanpa menghiraukan lagi tulisan-tulisan lainnya.”104
Hanna sedemikian semangatnya karena tulisan tersebut benar-
benar sesuai atau nyambung dengan hasil "temuannya” sendiri. Tulisan
tersebut membahas semacam terapi yang disebut dengan logoterapi.
Landasan filsafat dari logoterapi ini ada kebebasan berkehendak (The
Freedom of Will), hasrat untuk hidup bermakna (The Will to Meaning) dan
makna hidup (The Meaning of Life). Dan hikmah yang diambil atau
pelajaran yang didapat oleh Hanna adalah ternyata ada wawasan dan
konsep psikologi yang sesuai dengan hati Hanna. Dan apa yang menjadi
temuannya ternyata benar-benar ada landasan filosofinya. 105
103Ibid., h. xv. 104Ibid., h. Xv. 105Ibid., h. xvi.
Sejak itu Hanna benar-benar serius mempelajari logoterapi dari
bahan-bahan yang terbatas hasil book hunting di berbagai perpustakaan di
Jakarta. Karena waktu itu internet belum banyak digunakan, Hanna hanya
bisa memesan foto kopi artikel-artikel logoterapi dari berbagai jurnal luar
negeri melalui LIPI dengan biaya cukup mahal. Tetapi lama-kelamaan
perpustakaan di rumahnya pun bertamabah dengan buku-buku dan artikel-
artikel logoterapi, ditambah lagi dengan hadiah dari teman-teman Hanna
yang pulang dari luar negeri yang menghadiahkan buku-buku logoterapi
sebagai oleh-oleh dari mereka, karena mereka tahu kalau Hanna sangat
menggandrunginya.106
Dari situlah Hanna Djumhana mulai mengembangkan dan
memahami logoterapi secara mendalam, berusaha memberikan kontribusi
pemikiran dan pengembangan teori yang ada, mencoba berspekulasi
dengan pemikirannya, terbukti dengan berbagai hasil temuan baru yang
dikemukakannya, dan juga beberapa pengembangan teori yang sudah
dipraktekkannya.
106Wawancara Pribadi dengan Hanna Djumhana Bastaman, Ciputat, 20 Maret 2009.
B. Karya dan Pemikiran Hanna Djumhana Bastaman
1. Karya Hanna Djumhana Bastaman
Dalam menapak karir di kehidupannya, Hanna Djumhana
Bastaman sudah banyak memberikan kontribusi bagi ilmu pengetahuan
khususnya di bidang psikologi. Terbukti dengan banyaknya karya-karya
beliau, baik yang telah terbit maupun masih dalam proses penerbitan, baik
yang berbentuk buku maupun yang berbentuk makalah, baik yang
berbentuk kontribusi tulisan yang menjadi bagian dari buku maupun
kontribusi beliau yang dimuat di dalam berbagai jurnal, koran, dan
majalah.
Di antara karya-karya Hanna Djumhana Bastaman yang
berbentuk buku, Yaitu;
a. "Logoterapi, Sebuah Perkenalan"; sebuah diktat berbentuk buku
setebal 59 halaman, yang diterbitkan oleh URDAT (Urusan
Reproduksi dan Distribusi Alat Tes) Fakultas Psikologi Universitas
Indonesia (UI) Depok, tahun 1985, dan buku ini merupakan buku
pertama logoterapi di Indonesia.
b. "Meraih Hidup Bermakna; Kisah Pribadi dengan Pengalaman
Tragis". Yang diterbitkan oleh Yayasan Wakaf Paramadina, 1996.
Buku ini merupakan Tesis S2 Hanna yang diterbitkan bekerja sama
dengan Yayasan Wakaf Paramadina.
c. "Logoterapi; Psikologi untuk Menemukan Makna Hidup dan
Mengembangkan Hidup Bermakna", terbitan PT. Raja Grafindo,
Jakarta, tahun 2007.
d. "Kearifan Hidup Bermakna; Mengukir Kiat-Kiat Sukses". Ini
merupakan karya Hanna yang masih berbentuk naskah dan dalam
proses penerbitan.
e. "Logoterapi Made Simple, Logoterapi In Action", ini juga masih
merupakan naskah untuk diterbitkan.
Ini adalah karya-karya Hanna tentang logoterapi dalam berbentuk buku,
adapun penjelasan dari karya-karyanya ini yaitu;
"Logoterapi, Sebuah Perkenalan" adalah sebuah diktat yang
berbentuk buku. Diktat ini merupakan diktat pertama Hanna tentang
logoterapi. Diktat ini diterbitkan oleh URDAT (Urusan Reproduksi dan
Distribusi Alat Tes) Fakultas Psikologi untuk keperluan mengajar di
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
Walaupun bentuknya sederhana terbuat dari kertas stensilan dan
dicetak dengan mesin stensil pula, tampaknya itu merupakan buku
pertama tentang logoterapi di Indonesia.107 Diktat ini pernah bertahun-
tahun pernah digunakan sebagai bahan ajar logoterapi di Fakultas
Psikologi UI.
"Meraih Hidup Bermakna; Kisah Pribadi dengan Pengalaman
Tragis" adalah buku pertama Hanna Djumhana Bastaman. Buku yang
107Bastaman, Logoterapi; Psikologi Untuk Menemukan Makna Hidup, h. XVII.
diterbitkan oleh Penerbit Paramadina Jakarta ini merupakan Tesis S2
Hanna di Fakultas Psikologi UI. Buku ini merupakan buku kajian tentang
logoterapi (yaitu sebuah corak psikoterapi yang membantu seseorang
dalam menemukan makna hidup) yang dilengkapi dengan hasil wawancara
yang mendalam dengan orang yang berhasil mengubah kehidupan tak
bermakna (meaningless) menjadi bermakna (Meaningfull).
Buku ini juga menceritakan tentang kisah-kisah pribadi yang
mengalami pengalaman tragis, apakah karena kehilangan orang yang
dicintai, beban mental yang datang beruntun tanpa henti, atau gangguan
kejiwaan yang menyiksa diri. Di sini juga diutarakan secara rinci tentang
proses pencarian makna hidup dalam kehidupan seseorang, dan setelah
makna itu ditemukan bagaimana cara mengembangkan makna hidup itu
menjadi hidup bermakna.
Selain itu buku ini juga menguraikan bagaimana cara menemukan
makna hidup menurut logoterapi, dan menjelaskan secara ringkas tentang
metode menemukan makna hidup yang dikemukakan oleh murid Frankl
yaitu James. C. Crumbaugh yang dinamakan dengan logoanalisis,
kemudian juga dihadirkan spekulasi dari Hanna sendiri tentang
pengembangan teori logoanalisis Crumbaugh yang kemudian dinamai
dengan "Panca cara temuan makna hidup".
"Logoterapi; Psikologi untuk Menemukan Makna Hidup dan
Mengembangkan Hidup Bermakna" adalah karya Hanna Djumhana
Bastaman yang kedua dalam bentuk buku. Dalam buku ini Hanna
mencoba menampilkan temuan-temuan barunya tentang logoterapi dengan
menghadirkan spekulasinya dari teori yang ada.
Buku ini terdiri dari tiga bagian yang mencakup ke dalam aspek-
aspek penting logoterapi. Bagian pertama dari buku ini dengan "ungkapan
awal" berisi tentang cerita ringan seputar logoterapi sebagai pendahuluan
dari buku tersebut. Uraian ini diawali dengan sinopsis riwayat hidup sang
penemu logoterapi yaitu Victor Frankl dengan tujuan untuk menampilkan
the singer disamping the song.
Bagian kedua dari buku ini terdiri dari empat bab yang
menguraikan berbagai aspek logoterapi yang meliputi gambaran umum
dan dasar-dasar logoterapi, konsep filsafat logoterapi tentang manusia dan
teori kepribadian, serta aplikasi klinis logoterapi, serta metode dan
pelatihan logoanalisis dari James. C. Crumbaugh.
Dan pada bagian ketiga, yang berjudul "Kembang Setaman
Logoterapi", memuat pandangan, renungan, dan temuan Hanna Djumhana
Bastaman yang menjadi masukan dalam memperluas dan memperdalam
wawasan logoterapi. Hanna bertekad untuk mengatakan bahwa dirinya
sama sekali bukanlah menjadi "his master voice" dari sang penemu
logoterapi, melainkan Ia ingin menjadi siswanya yang kritis dan turut
mengembangkan wawasan keilmuannya.108 Dan terakhir buku ini ditutup
dengan rangkuman dan renungan yang merupakan intisari dan integrasi
dari seluruh isi buku tersebut.
108Ibid, h. xxvii
Sedangkan karya-karya Hanna Djumhana yang merupakan
kontribusi yang berbentuk tulisan mengenai logoterapi dan menjadi bagian
dari buku-buku, diantaranya;
a. "Logoterapi Sebagai Dasar dan Teknik Mengatasi Ketegangan
Pada Atlit". Dalam buku "Psikologi Olah Raga" Karya Prof. Dr.
Singgih Dirga Gunarsa; Cetakan pertama, terbitan PT. Gunung
Mulia, Jakarta, tahun 1989.
b. "Dari Anthroposentris ke Anthropo-Religiousus-Sentris; Telaah
Kritis atas Psikologi Humanistik", dalam buku "Membangun
Paradigma Psikologi Islami", oleh Fuad Nashori, dengan penerbit
Sipress, Yogyakarta, tahun 1994.
c. "Logoterapi dan Islam; Sejalankah?". Dimuat dalam buku
"Metodologi Psikologi Islami" ed. Rendra K, terbitan Pustaka
Pelajar, Yogyakarta tahun 2000.
d. "Mimpi dalam Tinjauan Psikologi; dari Psikoanalisa, Humanistik
hingga Psikologi Sufi", dalam buku "Menyinari Relung-Relung
Ruhani; Mengembangkan EQ dan SQ Cara Sufi" oleh Cecep
Ramli Bihar Anwar, dengan penerbit IIMAN dan Penerbit Hikmah
Jakarta, tahun 2002.
e. "Mengembangkan Diri Menurut Psikologi dan Tasawuf", dalam
buku "Menyinari Relung-Relung Ruhani; Mengembangkan EQ dan
SQ Cara Sufi" oleh Cecep Ramli Bihar Anwar, dengan penerbit
IMAN dan Penerbit Hikmah Jakarta, tahun 2002.109
Kemudian karya-karya yang berbentuk makalah yang disampaikan
dalam berbagai temu ilmiah, yaitu;
a. "Agama dan Psikologi; dengan Logoterapi Sebagai Fokus
Telaah", Seri KKA 24/Tahun II/1988.
b. "Kehidupan Modern dan Kehidupan Bermakna; sebuah Tinjauan
Psikologis", Seri KAA Paramadina ke 93/tahun VIII/1994.
c. "Makna dalam Derita, Adakah?". Disampaikan dalam seminar
dengan judul "Bersyukur dan Mencari Makna di Tanah yang Tipis
akan Harapan". Wilayah Pastoran Fakultas Psikologi Universitas
Atmajaya, Jakarta, tanggal 16 Oktober 1997.
d. "Menjadi Insan Lansia Bermakna". Ceramah di Masjid Al-Irfan,
Komplek Dosen UI Ciputat, Jakarta tanggal 29 Juni 2002.
e. "Konseling dengan Pendekatan Logoterapi", disampaikan pada
loka karya sehari "Effective Counseling" diselenggarakan oleh PT.
IRADAT pada 22 Oktober 2002 di Hotel Ambara, Kebayoran
Baru, Jakarta.
f. "Adakah Makna dalam Derita; Menyikapi Pengalaman Tragis dan
Pergumulan Menemukan Makna Hidup" disampaikan pada dialog-
reflektif "Tragedi–Refleksi–Rekonsiliasi". Pada Fakultas Psikologi
Unika Atmajaya, pada tanggal 20 November 2002.
109Wawancara Pribadi dengan Hanna Djumhana Bastaman, Ciputat, 20 Maret 2009.
g. "Pasca Ramadhan; Merancang Pengembangan Pribadi".
Disampaikan pada acara halal bi halal para lulusan FKUI angkatan
1963, pada tanggal 21 Desember 2002.
h. "Kepribadian dalam Pandangan Psikologi Humanistik dan
Tasawuf; Tinjauan Victor Fankl dan Imam al-Ghazali".
Disampaikan pada simposium Nasional yang diselenggarakan oleh
IMAMUPSI Jakarta, di Auditorium UI, Depok, Jakarta.
i. "Logoterapi; Asas, Metode dan Aplikasi Klinis". Disampaikan pada
Kongres Nasional Psikoterapi PDSKJI, pada tanggal 07 Oktober
2004 di Denpasar, Bali.
j. "Manusia Modern Mendambakan Hidup Bermakna; Telaah
Logoterapi dan Psikologi Islami". Disampaikan pada seminar
"Menuju Hidup Bermakna dalam Perspektif Psikologi Islami" di
Fakultas Psikologi UNPAD, Bandung, pada tanggal 18 Desember
2004.
k. "Dari Logoterapi ke Psikoterapi yang Islami; Sebuah Pemikiran
Mengenai Psikoterapi Islami". Disampaikan pada acara Islamic
Psychology Fair dengan tema "Menyongsong Lahirnya Psikoterapi
Islami", FUSI Senat Mahasiswa Fakultas Psikologi UI, pada
tanggal 06 Maret 2005.
l. "Meraih Hikmah Kehidupan". Disampaikan pada seminar "Sehat
dan Bahagia Menjalani Peran Orang Tua Anak Berkebutuhan
Khusus", oleh Yayasan Mandiga, pada tanggal 09 April 2005.
m. "Spektrum Psikologi; Kesinambungan Psikologi Kontemporer,
Psikologi Islami dan Tasawuf Islam". Disampaikan pada dialog
interaktif dalam rangka Soft Opening "Lembaga Ilmiah Metafisika
Tasawuf Islam (LIMTI)" di Universitas Pembangunan Panca Budi
(UnPab), Medan pada Tanggal 09 Juli 2005.
n. "Diskusi Imajiner". Makalah pengantar Peluncuran/bedah buku
"Logoterapi; Psikologi untuk Menemukan Makna Hidup dan
Mengembangkan Hidup Bermakna" pada tahun 2007.
o. "Logoterapi dan Psikologi Positif", makalah pada tahun 2008.110
Kemudian karya Hanna yang berbentuk makalah dengan tema
logoterapi yang dimuat di dalam berbagai jurnal yaitu;
a. "Analisa Kasus Klinis Berdasarkan Logoterapi". Jurnal Psikologi
Indonesia, Nomor Perdana, Maret tahun 1980. Halaman 55-56.
b. "Agama dan Psikologi; Dengan Logoterapi Sebagai Fokus
Telaah". Majalah Psikologi klinis; 01/Maret/1989.
c. "Dimensi Spiritual dalam Teori Psikologi Kontemporer;
Logoterapi Victor Frankl", dalam jurnal Ulumul Qur'an. Nomor 4,
Vol. V, tahun 1994.
d. "Mengenang Victor Frankl, Pendiri Logoterapi". Obituari dimuat
dalam "Psikologika", Jurnal Fakultas Psikologi Universitas Islam
Indonesia (UII) Jogjakarta, nomor 5, Maret, 1998.111
110Wawancara Pribadi dengan Hanna Djumhana Bastaman, Ciputat, 20 Maret 2009. 111Wawancara Pribadi dengan Hanna Djumhana Bastaman, Ciputat, 20 Maret 2009.
Demikianlah serangkaian karya-karya Hanna Djumhana dalam
bidang logoterapi. Kemudian karya-karya lainnya juga banyak, di
antaranya tentang agama dan psikologi, Sebagaimana yang dijelaskan di
atas, sesuai dengan minatnya, Hanna mendalami di bidang psikologi klinis
dan minatnya untuk mempelajari aspek-aspek psikologi dalam kitab suci
al-Qur'an telah menimbulkan minat besar padanya untuk mengembangkan
sebuah corak psikologi yang dilandasi konsep manusia menurut
pandangan Islam. Dari kesungguhannya ini, Hanna Djumhana telah
menghasilkan sebuah buku yang berjudul Integrasi Psikologi dengan
Islam; Menuju Psikologi Islami, diterbitkan oleh Pustaka Pelajar
Yogyakarta tahun 1995 yang telah mengalami beberapa kali cetak.
Buku ini merupakan kumpulan dari beberapa makalah yang
disampaikan di berbagai kesempatan, bahkan ada juga yang telah pernah
dimuat di dalam beberapa media massa dan buku-buku suntingan.
Makalah tersebut akhirnya di edit oleh Fuad Nashori dengan memilih 20
tulisan dari Hanna dan membagi ke dalam empat bagian ditambah prolog
dan epilog di dalam sebuah buku yang berjudul Integrasi Psikologi dengan
Islam; Menuju Psikologi Islami.
Pada bagian prolog Hanna mencoba menjelaskan gambaran awal
tentang hal-hal pokok dalam wacana Psikologi Islami. Kemudian pada
bagian pertama menjelaskan tentang dasar-dasar pengembangan psikologi
berwawasan Islam. Dan pada bagian kedua buku ini mencoba
mengungkapkan konsep utama dalam wacana Psikologi Islami.
Selanjutnya pada bagian ketiga menerangkan tentang pendekatan yang
lebih praktis, menawarkan konsep, tetapi sekaligus pendekatan yang dapat
menjawab bagaimana pribadi yang lebih sehat, lebih matang, dan lebih
tinggi dapat dicapai. Dan pada bagian keempat yaitu menggambarkan
pendekatan praktis yang diarahkan pada masyarakat secara umum.
Terakhir pada bagian epilog yaitu mencoba memberi respon atas reaksi-
reaksi yang bermunculan berkenaan dengan wacana Psikologi Islami.
Selain buku-buku tentang logoterapi, sebagai penulis aktif,
Hanna juga sudah menulis buku lainnya dalam bahasa Sunda, yaitu; Sura-
seuri Sunda; humor teh Daria, Nu Daria Dihumorkeun (Ketawa-ketawa
Sunda; Humor itu serius, Yang serius Dihumorkan) terbit pada tahun
2005.
Demikianlah sepak terjang dari Hanna Djumhana Bastaman yang
akrab dipanggil dengan ”Kang Hanna” ini dalam berkarya. Seseorang
yang mempunyai harapan akan terwujudnya psikologi Islam, yang benar-
benar bersumber dari al-Qur'an dan Hadits dan prinsip-prinsip psikologi
modern.112
112Wawancara Pribadi dengan Hanna Djumhana Bastaman, Ciputat, 20 Maret 2009.
2. Pemikiran Hanna Djumhana Bastaman
Dalam menelaah logoterapi dengan kajian kritis kemudian
berdasarkan pandangan, pengalaman, dan pertimbangan ilmiah, maka
Hanna menerima logoterapi dengan sikap yang kritis. Dan dari sikap kritis
inilah kemudian adanya pandangan-pandangan Hanna secara pribadi
tentang logoterapi yaitu berupa pemikiran spekulatif dan aplikatif.
Di samping menelaah logoterapi, jauh sebelum Hanna mengenal
logoterapi Hanna sudah mempunyai hasil temuan klinis dari praktek yang
dilaksanakannya, dari data yang ditemukannya secara intuitif tersebut
Hanna berusaha membuat semacam pegangan dalam melakukan
wawancara dan konseling, yaitu berusaha mendapatkan jawaban dari dua
pertanyaan; mengapa seseorang melakukan tindakan tertentu dan apa yang
paling penting dan didambakan dalam kehidupannya? Karena Hanna
beranggapan bahwa dengan memahami motivasi dan tujuan hidup
seseorang, berarti dapat memahami pula manusia secara utuh.113
Tetapi kemudian setelah mengetahui logoterapi dan kebetulan
sesuai dengan hasil temuannya, Hanna memfokuskan diri dengan
logoterapi tersebut, di samping itu juga karena logoterapi sangat sesuai
dengan ideologi yang diyakininya. Kemudian dengan hasil telaah dan
pengalaman dalam tatanan praktis, akhirnya Hanna mencoba berspekulasi
dari teori yang ada.
113Hanna Djumhana Bastaman, Logoterapi; Psikologi Untuk Menemukan Makna Hidup,
h. xiv.
Berdasarkan kajian kritis, Hanna menemukan data klinis dan
dimensi-dimensi baru yang dapat melengkapi struktur keilmuan dan
aplikasi logoterapi Victor Frankl yang sudah eksis saat ini. Data klinis
yang ditemukan Hanna adalah pola "Act-out compusion" sebagai reaksi
khas OCD saat gangguan berkembang dari pemikiran obsesi semata-mata
menjadi pemikiran obsesi dan tindakan sekaligus.
Data baru lainnya yang ditemukan yaitu adanya "nilai-nilai
harapan" (hopeful values) yang diharapkan dapat menambah dan
memperluas sumber makna hidup yang dikemukakan Victor Frankl, yaitu
nilai-nilai kreatif (creative values), nilai-nilai penghayatan (experiental
values), dan nilai-nilai bersikap (attitudinal values).
Hal baru lainnya yang dapat melengkapi teori logoterapi adalah
dimensi sosial-budaya yang tidak secara eksplisit dikemukan Victor Frankl
sebagai salah satu unsur penting dalam kesatuan utuh manusia. Frankl
hanya menyebutkan tiga ragam dimensi yaitu somatis, kejiwaan dan
spiritual (neotic). Jadi Hanna merumuskan konsep kesatuan manusia dari
bio-psiko-spritual menjadi bio-psiko-sosio-dan spiritual.
Selain temuan-temuan baru yang diungkapkan Hanna, ada tiga
pengembangan teori dari teori yang ada tentang logoterapi, yaitu;
Pertama yaitu pengembangan skema dari Joseph B. Fabry yang
menggambarkan teori Victor Frankl tentang struktur kesadaran manusia
yang melengkapi kandungan alam tak sadar dengan noetik di samping
insting. Antara insting dengan neotik menurut Frankl terdapat perbedaan
mendasar sehingga di antara keduanya secara skematis digambarkan
dengan garis pemisah yang tegas dari alam tak sadar sampai alam sadar.
Kemudian Hanna mengembangkan dengan memberikan tempat khusus
alam prasadar dan alam di atas sadar bagi unsur neotik, jadi Hanna
meniadakan garis pemisah tegas antara unsur neotik dengan insting.
Kedua, Hanna mencoba menyusun semacam pedoman konseling
logoterapi yang bahan-bahannya bersumber dari asas-asas, metode, dan
aplikasi logoterapi serta wawancara-wawancara yang dilakukan oleh
Frankl, yang kemudian diintegrasikan dengan frame konseling pada
umumnya.
Dan yang ketiga, Hanna memodifikasikan pelatihan yang
dirancang oleh James. C.Crumbaugh (salah seorang murid Frankl) yaitu
logoanalisis menjadi lebih sederhana, tanpa mengubah dasar-dasar teori
dan tujuannya, yang kemudian hasil modifikasi tersebut Hanna namakan
dengan "panca cara temuan makna", karena modul ini bertujuan untuk
memberikan pelatihan dan pemahaman untuk menemukan makna hidup
dan mengembangkan hidup bermakna.
Dan yang terakhir, skema integrasi antara skema lapisan
(psikoanalisis) dan skema konsentrik (psikologi humanistik) dari Frankl,
yang kemudian diperluas dengan menunjukkan kesinambungan antara
aliran-aliran psikologi modern (psikoanalisis, behavioral, humanistik, dan
psikologi transpersonal) dengan psikologi Islami dan agama, sehingga
terintegrasi satu sama lain secara utuh. 114
C. Aktifitas Hanna Djumhana Bastaman dalam Bimbingan
Menemukan Makna Hidup
Hanna Djumhana Bastaman dalam membantu individu untuk
menemukan makna hidup dan mengembangkan hidup bermakna telah
melakukan berbagai kegiatan, diantaranya konseling individu, bimbingan
kelompok, training atau pelatihan. Dalam training atau pelatihan, Hanna
menggunakan teknik panca cara temuan makna hidup yang merupakan
modifikasi atau penyederhanaan dari logoanalisis James C. Crumbaugh.
Aktifitas Hanna dalam membantu individu normal untuk
menemukan makna hidup dan mengembangkan hidup bermakna telah
dimulai dari tahun delapan puluhan (80an).115 Dimulai ketika Hanna
mendapatkan buku Logoanalysis pada tahun 1985, kemudian Hanna mulai
menelaah buku tersebut dan mengolah teknik yang ada dan
menyederhanakannya dengan perubahan seperlunya.
Hasil modifikasi tersebut dipakai untuk pertama kalinya pada
suatu kegiatan perkuliahan mahasiswa Psikologi, dan sekarang sudah
diintegrasikan menjadi kegiatan bagi mahasisiwa profesi klinis di
Fakultas Psikologi. Mahasiswa Psikologi Klinis pada awal-awalnya,
mereka diberikan pelatihan seperti ini untuk pengembangan diri mereka
114Ibid, h. 279. 115Wawancara Pribadi dengan Hanna Djumhana Bastaman. Ciputat, 20 Maret 2009.
yang mana kerja mereka adalah mengurus orang yang tidak normal, untuk
menangani orang yang tidak normal itu diperlukan pengajaran untuk orang
yang normal sebagai acuan dalam menanganinya, bagaimana orang normal
itu mempunyai keinginan-keinginan dan tujuan hidup yang terarah dan
menjalani kehidupan yang bermakna. Itu semua diajarkan atau dilatihkan
untuk menjadi acuan dalam menjalankan profesi tersebut.
Di luar kegiatan tersebut, Hanna mengadakan pelatihan-pelatihan
yang diselenggarakan oleh berbagai organisasi, perusahaan-perusahaan,
dan instansi lainnya, misalnya di BUMN yang mengadakan kegiatan
menjelang purna bakti karyawannya. Maka di situ Hanna diminta untuk
memberikan sejenis pelatihan bagi karyawan tersebut, untuk membimbing
mereka tentang sikap dalam menghadapi pensiun. Biasanya para karyawan
yang purna bakti banyak yang tidak siap menerima hal tersebut, banyak
yang tidak mau pensiun, takut akan kehilangan pekerjaan, tapi sebaliknya
pensiun itu adalah suatu kewajiban dan aturan yang harus dilakukan.116
Melihat hal tersebut, yang perlu dibimbing adalah bagaimana
mereka menyikapi hal yang tidak bisa dihindari tersebut, apakah pensiun
dianggap bencana atau malah sebaliknya dianggap sebagai karunia sebagai
keadaan yang menyenangkan. Hobi yang tidak sempat tersalurkan ketika
masih sibuk bekerja, sekarang masa pensiun adalah masa untuk melakukan
semuanya. Kalau para pensiunan itu menganggap pensiun adalah bencana
atau hal yang menyakitkan, maka ia akan dapat bencana, tapi kalau
116Wawancara Pribadi dengan Hanna Djumhana Bastaman. Ciputat, 20 Maret 2009.
dianggap sebagai nikmat Tuhan, alangkah senangnya hati mereka diberi
kesempatan untuk istirahat dari sekian lama bekerja, kerja dan kerja.
Sekaranglah saatnya untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang penting
dalam hidup mereka, dekat dengan cucu yang selama ini terabaikan karena
mungkin mereka sibuk di kantor, atau lebih mendekatkan diri kepada
Tuhan di samping usia sudah di ambang senja. Jadi, di sini sangat
dibutuhkan bimbingan bagi para purna bakti tersebut, sehingga dalam
menghadapi masa pensiun ini mereka telah mempunyai sikap yang tepat.
Di samping kegiatan-kegiatan di atas, Hanna Djumhana
Bastaman juga melakukan kegiatan-kegiatan dalam hal self help
(membantu diri) orang dalam permasalahan hidupnya. Dengan kegiatan-
kegiatan berupa bimbingan, konseling individu. Dalam pelaksanaanya
Hanna menggunakan teknik bimbingan dan konseling konvensional
dengan pendekatan logoterapi.117
Dalam tatanan praktis Hanna dalam membantu individu
menggunakan teknik client center therapy (terapi yang berpusat kepada
klien) karena logoterapi itu sifatnya fleksibel, jadi bisa digunakan teknik
apapun.118 Tapi kadang-kadang diikuti dengan konfrontatif, maksudnya
tidak hanya klien saja yang menentukan penyelesaian masalahnya, karena
kadang pada kasus-kasus seperti ”bangkrut” dalam berbisnis, kemudian
berdampak kepada keluarganya yang semakin kacau, kadang-kadang klien
disadarkan akan permasalahannya "gini lho masalah mu itu", agar dia
117Wawancara Pribadi dengan Hanna Djumhana Bastaman. Ciputat, 20 Maret 2009. 118Wawancara Pribadi dengan Hanna Djumhana Bastaman. Ciputat, 20 Maret 2009.
paham dengan permasalahannya.119 Semenjak pensiun pada tahun 2004,
Hanna melanjutkan praktik pribadinya dalam membantu orang-orang yang
memerlukan bantuan, dan kemudian ia juga melakukan bisnis keluarga.
Itulah segelintir kegiatan Hanna Djumhana dalam membantu
individu untuk bisa hidup lebih bermakna. Karena tujuan atau harapan
Hanna sendiri dengan logoterapi, bimbingan dan konseling ini, pertama
yaitu agar orang-orang menyadari potensi dirinya dalam artian keunggulan
dan kelemahan dirinya. Agar keunggulan ditingkatkan dan kelemahannya
dikurangi. Kedua, agar orang itu tahu akan tujuan hidupnya, sadar dan
tahu betul apa yang ingin diraihnya sebagai tujuan hidupnya, sebab kalau
tanpa tujuan orang itu akan kehilangan arah seperti layang-layang putus
yang dibawa angin.
Sebagai seorang Muslim, Hanna bertujuan supaya orang yang
dibimbing itu bersyukur diberikan potensi yang hebat oleh Allah SWT.
Lalu dia sadar tentang keunggulan yang diberikan kepadanya, jadi lebih
lanjutnya supaya seseorang itu bersyukur kepada Tuhan. Tujuan Hanna
selanjutnya, yaitu supaya kalau orang itu dapat musibah agar mereka bisa
menyikapinya, pandai mengambil sikap yang tepat dalam arti berjuang
dahulu sampai titik darah penghabisan untuk mengatasinya, kalau sudah
berusaha saatnya untuk menerima dengan lapang dada, saatnya diserahkan
kepada Allah SWT. 120
119Wawancara Pribadi dengan Hanna Djumhana Bastaman. Ciputat, 20 Maret 2009. 120Wawancara Pribadi dengan Hanna Djumhana Bastaman. Ciputat, 20 Maret 2009.
BAB IV
KONSEP BIMBINGAN UNTUK MENEMUKAN MAKNA HIDUP DAN
MENGEMBANGKAN HIDUP BERMAKNA MENURUT
HANNA DJUMHANA BASTAMAN
A. Deskripsi Data
Citra Hanna Djumhana Bastaman di mata dunia Psikologi Indonesia
sebagai seorang pelopor logoterapi di Indonesia adalah sangat baik. Terbukti
dengan diduganya buku yang ditulis Hanna dengan judul Logoterapi, Sebuah
Perkenalan adalah buku pertama logoterapi dalam bahasa Indonesia dan
mendapat tempat di hati masyarakat, baik bagi kalangan akademisi maupun
masyarakat umum. Dengan diterbitkannya buku tersebut dan diajarkannya
kepada mahasiswa, logoterapi semakin dikenal di masyarakat umum, sehingga
logoterapi banyak diminati oleh banyak orang sampai sekarang.
Di samping itu, Hanna juga banyak memberikan kontribusi pemikiran
tentang logoterapi dengan tujuan untuk penyesuaian dengan budaya di
Indonesia, dan juga untuk melengkapi logoterapi yang menurut Hanna masih
“perlu dilengkapi”. Oleh karena itu dalam bab ini akan diuraikan seputar
konsep logoterapi dalam tatanan praktis yaitu bimbingan menurut beliau, yang
difokuskan pada permasalahan makna hidup. Bagaimana konsep logoterapi
menurut Hanna dalam hal membantu individu dalam menemukan makna
hidup, kemudian setelah makna hidup ditemukan dijelaskan juga bagaimana
mengembangkan hidup bermakna.
Hanna Djumhana sebagai seorang ilmuan, sekaligus yang mengaku
sebagai "siswanya Victor Emile Frankl", dirinya tidak mau disebut sebagai
”his master voice” dari sang penemu teori tersebut, beliau menerimanya
dengan sikap kritis, bahkan kalau perlu mengkritiknya. Sepak terjang
intelektual Hanna yang mencoba ”memberanikan diri” berspekulasi dari teori
yang ada telah mengantarkannya kepada pemikiran-pemikiran sebagai produk
asli dari dirinya.
Dalam spekulasinya tersebut, Hanna mengembangkan suatu bentuk
bimbingan yang menerapkan prinsip-prinsip logoterapi yang telah dirumuskan
oleh salah seorang murid Frankl yaitu James. C. Crumbaugh dalam
logoanalisisnya. Kemudian Hanna mengembangkan logoanalisis tersebut yang
tentunya dengan perubahan seperlunya, dan yang terpenting disesuaikan
dengan kebudayaan Indonesia.121
Kemudian Hanna mengajukan formula Pengembangan hidup bermakna
yang juga mengacu kepada prinsip-prinsip logoterapi. Hanna mengajukan
suatu formula yang terdiri dari unsur-unsur yang sangat diperlukan dalam
pengembangan hidup bermakna dan harus dilaksanakan secara sempurna demi
mencapai tujuan hidup manusia di dunia ini.
121Wawancara Pribadi dengan Hanna Djumhana Bastaman, Ciputat, 20 Maret 2009.
B. Analisis Konsep Bimbingan Untuk Menemukan Makna Hidup Menurut
Hanna Djumhana Bastaman
Makna hidup sebagaimana yang telah dikemukakan pada bab-bab
sebelumnya adalah sesuatu yang menjadi tujuan hidup seseorang. Dengan
ditemukannya makna hidup maka kehidupan seseorang akan terarah,
mempunyai tujuan hidup yang jelas, dan pada akhirnya akan mendapatkan
kebahagiaan sebagai hasil samping (by product) ditemukannya makna hidup
tersebut.
Dalam hal menemukan makna hidup, sekalipun dapat ditemukan
dalam kehidupan itu sendiri dan setiap orang (dewasa) yang sudah sadar akan
dirinya, seharusnya sudah mampu untuk menemukannya. Namun dalam
kenyataannya tidak sedikit orang yang sulit untuk menemukannya, yang pada
akhirnya akan menyebabkan seseorang tersebut mengalami neurosis
noogenik122 atau kehampaan (hidup tanpa makna).123 Makna hidup biasanya
tersirat dan tersembunyi di dalam kehidupan itu sendiri, sehingga bagi yang
tidak bisa menemukannya perlu dibantu untuk memahami cara-cara, metode
atau teknik untuk menemukan makna hidup tersebut.
Untuk menemukan makna hidup diperlukan pemahaman diri atau
pengenalan terhadap diri sendiri. Mengenal diri adalah perbuatan yang
122Neurosis Noogenik merupakan suatu gangguan perasaan yang cukup menghambat
prestasi dan penyesuaian diri seseorang. Gangguan ini biasanya tampil dalam keluhan keluhan
serba bosan, hampa dan penuh keputusasaan, kehilangan minat dan inisiatif, serta merasa bahwa
hidup ini tidak ada artinya sama sekali. Hanna Djumhana Bastaman, Logoterapi; Psikologi Untuk
Menemukan Makna Hidup dan Meraih Hidup Bermakna, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2007), h. 81. 123Ibid., h. 80.
merupakan ciri khas manusia antara lain kelebihan, kekurangan, bakat, sifat,
cita-cita, dan lain sebagainya.
Hanna berpendapat bahwa Pengenalan terhadap diri sangat diperlukan
dalam upaya pengembangan diri, dalam arti diri tidak akan berkembang tanpa
mengenali diri tersebut terlebih dahulu, tahu akan potensi, bakat, kelebihan,
kekurangan dirinya. Hal ini sejalan dengan pendapat Marwah Daud Ibrahim
dalam bukunya Mengelola Hidup dan Merencanakan Masa Depan
mengatakan bahwa pengenalan terhadap diri sangatlah penting, untuk sukses
kita harus mengetahui diri kita, mengenal diri kita, masa lalu, masa kini, serta
masa depan yang lebih baik yang ingin kita capai.124
Pengembangan diri dapat dicapai dengan menemukan makna hidup,
dalam arti dengan ditemukannya makna hidup maka apa yang menjadi tujuan
hidup tersebut akan tercapai. Individu dalam menemukan makna hidup dapat
dibantu dengan cara dilatih oleh orang yang sudah ahli. Dan pelatihan untuk
menemukan makna hidup ini termasuk salah satu dari kegiatan pengembangan
diri/pengembangan pribadi.
Pelatihan ini bertujuan untuk membimbing individu dalam
menemukan makna hidup. Kegiatan pengembangan pribadi ini dapat
dilaksanakan secara sendirian maupun secara kelompok. Pelatihan secara
sendiri-sendiri atau disebut juga dengan solo training ini sebelumnya ternyata
sudah ada sejak lama, dapat dilihat dalam praktik-praktik keagamaan misalnya
tafakur (dalam agama Islam), meditasi, retret (dalam agama lainnya), dan lain
124Marwah Daud Ibrahim, Basic Life Skill; Mengelola Hidup dan Merencanakan Masa
Depan, (Jakarta: MHMMD Production, 2003), h. 46.
sebagainya. Dalam pelaksanaannya, pelatihan ini dilakukan secara sendirian
karena lebih menekankan kepada kesadaran individu itu sendiri.
Sementara pelatihan secara kelompok atau disebut juga dengan group
training dapat dilakukan dengan memanfaatkan dinamika kelompok. Di sini
komunikasilah yang berperan penting, diharapkan dalam prosesnya terjadi
komunikasi antara individu dalam kelompok tersebut. Pengungkapan diri dan
umpan baliklah yang diharapkan terjadi sehingga pengungkapan diri akan
lebih berkembang secara bebas.125
Dalam tatanan psikologi, pelatihan pengenalan diri cukup banyak
berkembang, di antaranya: T. Group, Sensitivity Training, logoanalisis.126
Hanna Djumhana Bastaman mencoba menciptakan “teori baru” yang
dinamakan dengan “panca cara temuan makna”. Dapat diketahui bahwa panca
cara temuan makna ini merupakan pengembangan teori dari teori logoanalisis
yang diciptakan oleh James. C. Crumbaugh.
James. C. Crumbaugh adalah salah seorang murid Victor Frankl yang
berasal dari Amerika Serikat, Crumbaugh mencoba mengembangkan
logoterapi untuk membantu individu dalam menemukan makna hidup dengan
menyusun semacam paket pelatihan untuk menemukan makna hidup yang ia
namakan dengan logoanalisis, dan menulis sebuah buku yang berjudul
Everything to Gain: A Guide to Self Fulfillment Through Logoanalysis.
125Hanna Djumhana Bastaman, Integrasi Psikologi dengan Islam; Menuju Psikologi
Islami, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), cet. ke-4, h. 126. 126Bastaman, Logoterapi Psikologi untuk Menemukan Makna Hidup dan Meraih Hidup
Bermakna, h. 151.
Setelah lama berkecimpung di dunia logoterapi dan ketika Hanna
Djumhana menemukan buku logoanalisis tersebut, akhirnya beliau mencoba
mengembangkannya. Beliau mencoba mengembangkan teori logoanalisis
Crumbaugh tersebut untuk melakukan pelatihan dalam membantu individu
(self help) untuk menemukan makna dalam hidupnya. Tentunya
pengembangan tersebut diusahakan semaksimal mungkin sesuai dengan
budaya Indonesia.
Menurut penulis, tampaknya Hanna memandang penting teori tersebut
disesuaikan dengan kultural Indonesia yang mayoritas menganut paham
kepercayaan kepada Tuhan, terutama bagi umat Islam. Maka di sini Hanna
menyesuaikan pengembangan teori tersebut dengan kultural Indonesia.
Pengembangan teori tersebut kemudian Hanna beri nama dengan
“Panca cara temuan makna” yang pertama kali diutarakan Hanna pada acara
simposium mini yayasan Kesehatan Jiwa Darmawangsa pada tanggal 30 Juni
tahun 1998127.
Pada prinsipnya Panca cara temuan makna ini sama dengan
logoanalisis, baik dari segi asas maupun dalam aplikatifnya. Yang
membedakan panca cara temuan makna dari teori logoanalisis tentunya
dengan ada beberapa penambahan.
Hanna menyebutkan bahwa panca cara temuan makna ini didasari oleh
prinsip Panca Sadar (lima kesadaran), yaitu :
1) Sadar akan citra diri yang diidam-idamkan.
127Hanna Djumhana Bastaman, Logoterapi; Psikologi untuk Menemukan Makna Hidup
dan Meraih Hidup Bermakna, h. 154.
2) Sadar akan kelebihan/keunggulan dan kekurangan diri sendiri.
3) Sadar akan faktor penunjang maupun penghambat dari lingkungan sekitar.
4) Sadar akan bagaimana cara mengembangkan pribadi, dengan cara
mengetahui metode dan pendekatan dalam mengembangkan diri, dan
5) Sadar akan model/tokoh idaman atau panutan sebagai contoh atau suri
tauladan yang perlu diikuti.128
Hanna mengembangkan atau memodifikasi metode logoanalisis dari
empat metode menjadi lima metode. Modifikasi tersebut dapat tergambar
sebagai berikut:
Metode Logoanalisis;
a) Self evaluation;
b) Action as if;
c) Establishing an encounter (personal and spiritual);
d) Search for meaningful values.
Metode Panca cara temuan makna hidup;
a) Pemahaman diri (Sejalan dengan Self Evaluation)
b) Bertindak positif (Sejalan dengan Action As If)
c) Pengakraban hubungan (Sejalan dengan Establishing Personal
Encounter).
d) Pedalaman catur nilai (Yang sejalan dengan exploring Human Values
For Personal Meaning), dan;
e) Ibadah (Yang sejalan dengan establishing With Higher Being).129
128Bastaman, Integrasi Psikologi dengan Islam; Menuju Psikologi Islami, h. 154.
Dari pemaparan di atas tampak jelas, bahwa Hanna dalam
mengembangkan logoanalisis tetap memakai metode-metode yang ada di
dalam logoanalsis tersebut, tapi Hanna lebih merinci dengan
mengembangkannya menjadi lima metode.
Metode-metode ini bertujuan untuk menjajaki sumber-sumber makna
hidup yang tersembunyi dalam kehidupan sehari-hari individu tersebut.
Kemudian yang menjadi tujuan dari pelatihan panca temuan makna Hanna ini
adalah:
• Menunjukkan pentingnya makna/ tujuan hidup kepada orang.
• Menunjukkan pentingnya usaha menemukan makna/tujuan hidup.
• Memperkenalkan prinsip dan metode menemukan makna hidup.
• Memberikan contoh teknik-teknik menemukan makna hidup untuk
diterapkan dan dikembangkan sendiri.130
Berikut akan dijelaskan tentang teknik menemukan makna hidup
menurut Hanna Djumhana Bastaman, yang diberi nama dengan “Panca Cara
Temuan Makna Hidup” tersebut.
a) Teknik menemukan makna hidup yang pertama yaitu: pemahaman diri.
Hanna menyebutkan dalam pemahaman diri, teknik ini bertujuan
membantu individu untuk memperluas dan mendalami beberapa aspek
kepribadian dan corak kehidupannya. Menyadari akan keadaan diri atau
bagaimana kondisi dirinya, menyadari akan potensi-potensi atau
keunggulan-keunggulan, kelemahan-kelamahan, kebaikan-kebaikan, minat
dan bakat, serta keadaan lingkungan seperti keluarga, tetangga, pekerjaan,
129Ibid., h. 154-155. 130Hanna Djumhana Bastaman. Meraih Hidup Bermakna; Kisah Pribadi dengan
Pengalaman Tragis, (Jakarta: Paramadina, 1996), cet. ke-1, h. 50.
dan masyarakat, juga melihat keinginan-keinginan masa kecil, masa
remaja, dewasa, masa tua, atau masa sekarang dengan menjelaskan secara
rinci cita-cita atau keinginan untuk masa depan. Kenapa cita-cita harus
dikaji, karena dengan adanya cita-cita akan mengarahkan kehidupan kita.
Hal ini sejalan dengan pemikiran Adam Khoo yang mengatakan bahwa
dengan adanya cita-cita akan mengarahkan pilihan yang akan kita buat dan
tindakan yang akan kita ambil dalam mengarungi kehidupan kita setiap
saat.131
Dalam “menunaikan” hal tersebut, diperlukan cara-cara kongkrit
untuk mencapainya. Hal apa saja yang dibutuhkan dalam pencapaiannya?
yaitu dengan memetakan kemungkinan-kemungkinan hambatan atau
kesulitan-kesulitan yang akan menghadang dalam proses pencapaiannya.
Mempelajari akan hambatan-hambatan tersebut secara rinci dan
memprediksi bagaimana cara menyelesaikannya.
Dengan mengenali diri maka individu tersebut akan bisa
meningkatkan hal-hal yang positif dan mengurangi hal-hal yang negatif,
apakah itu yang sudah teraktualisasi dalam kehidupannya, maupun yang
potensial (atau belum teraktualisasi). Juga dapat mengetahui hal-hal baik
yang selama ini terabaikan. Pemahaman diri ini dapat dilakukan dengan
sendiri (Solo Training) maupun secara kelompok (Group Training).
131Adam Khoo, I Am Gifted, So Are You! (terj) Saya Berbakat, Anda Juga, oleh Justika
Gracinia dan Januarita Fitriani), (Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2008), cet. ke. 2, h. 184.
Pemahaman diri dengan sendirian bisa dilakukan dengan cara
perenungan atau di dalam Islam dikenal dengan tafakkur, merenungkan
tentang pengalaman-pengalaman diri selama hidup, menghitung-hitung
atau memuhasabah diri (menghitung kebaikan dan keburukan yang pernah
dilakukan), menyimak kesan orang lain (yang mengenal diri kita) terhadap
kita, membuka-buka sejarah kehidupan kita (apakah itu tertuang di dalam
buku harian, atau di tempat lainnya), dan berbagai macam cara yang
intinya memahami diri secara sendiri tanpa bantuan orang lain. Sedangkan
pemahaman diri secara kelompok dapat dilakukan dengan cara anggota
kelompok tersebut diharapkan mengungkap diri secara bebas (tanpa
merasa terhambat) dan memperoleh umpan balik dari peserta lainnya.
Dalam logoanalisis latihan-latihan atau exercice adalah hal yang
penting, dan mesti dilaksanakan, begitu juga dalam panca cara temuan
makna, latihan-latihan atau exiercice yang dapat dilakukan dalam
pemahaman diri ini sangat banyak dan beraneka ragam coraknya, di antara
exercice tersebut yaitu latihan yang berupa pengisian lembaran “siapakah
saya”.132
Latihan pengisian lembaran “siapakah saya” ini bertujuan untuk
mempelajari diri, mencari kelebihan-kelebihan diri untuk ditingkatkan dan
mencari kekurangan diri untuk diminimalisir. Berikut contoh lembaran
isian “siapakah saya” yang dirancang Hanna dalam membantu individu
untuk mengenal dirinya:
132Bastaman, Logoterapi Psikologi untuk Menemukan Makna Hidup dan Meraih Hidup
Bermakna, h. 158.
Siapakah saya?
1.a. Tuliskan beberapa sifat yang Anda kagumi dari ayah Anda!
1. ..... 4. .....
2. .... 5. .....
3. .... dst....
b. Tuliskan beberapa sifat yang kurang Anda senangi dari ayah Anda!
1. ..... 4. .....
2. .... 5. .....
3. .... dst....
2. a. Tuliskan beberapa sifat yang Anda kagumi dari ibu Anda!
1. ..... 4. .....
2. .... 5. .....
3. .... dst...
b. Tuliskan beberapa sifat yang kurang Anda senangi dari ibu Anda!
1. ..... 4. .....
2. .... 5. .....
3. .... dst....
3. a.Tuliskan beberapa sifat yang Anda kagumi dari seorang sahabat Anda!
1. ..... 4. .....
2. .... 5. .....
3. .... dst....
b.Tuliskan beberapa sifat yang kurang Anda senangi dari seorang sahabat
Anda!
1. ..... 4. .....
2. .... 5. .....
3. .... dst....
4. Manakah diantara sifat-sifat di atas (pada poin a dan b) yang mirip
dengan sifat-sifat Anda sendiri?, lingkari sifat-sifat yang mirip tersebut,
dan itulah Anda!
5. Diantara sifat-sifat tersebut, manakah yang paling ingin Anda tingkatkan
atau kurangi dalam waktu dekat?133
b) Teknik menemukan makna hidup yang kedua yaitu: Bertindak Positif.
Tindakan atau action adalah langkah konkrit yang dilakukan untuk
mewujudkan sesuatu, tanpa aksi maka apa-apa yang direncanakan tidak
akan terwujud. Namun kadang-kadang aksi atau tindakan banyak yang
tidak terkontrol sehingga dinamakan dengan tindakan yang buruk atau
negatif. Sesuai dengan apa yang disebutkan di atas, dalam pelatihan ini
133Ibid, h. 159-160.
hal-hal yang negatif harus dihilangkan dan hal-hal positif harus lebih
ditingkatkan.
Bertindak positif ini disebut juga dengan berpikir positif (suatu
teknik yang terkenal dari Norman Vincent Peale). Bertindak positif dan
berfikir positif pada dasarnya sama, tapi yang menjadi titik perbedaannya
yaitu kalau berfikir positif masih dalam tatanan pikiran/imajinasi,
sedangkan bertindak positif lebih menekankan kepada tindakan nyata atau
action yang berawal dari pikiran positif tersebut. Dalam teknik kedua ini,
Hanna mencoba untuk menerapkan atau merealisasikan tindakan-tindakan
nyata yaitu sesuatu hal yang dianggap baik dalam kehidupan sehari-hari.134
Hanna menegaskan dalam penerapan bertindak positif perlu
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Suka rela; dalam arti tindakan yang dilakukan tersebut benar-benar
dapat dilaksanakan secara wajar tanpa perlu pemaksaan terhadap diri.
2. Berkesinambungan atau Continiue dan tidak perlu tindakan yang
memerlukan waktu banyak, cukup beberapa detik seperti senyum atau
sapaan ramah, atau ucapan terima kasih, maaf dan lain sebagainya,
yang menjadi kata kunci adalah berkesinambungan.
3. Realistis; yaitu dapat atau mungkin untuk dilaksanakan, jangan sampai
apa yang kita inginkan tersebut mustahil untuk diwujudkan, dan citra
diri yang ingin dicapai tersebut benar-benar hal yang diinginkan.
134Bastaman, Integrasi Psikologi dengan Islam; Menuju Psikologi Islami, h. 128.
4. Respon; yaitu umpan balik spontan dari lingkungan terhadap tindak
positif yang kita lakukan.
5. Canggung; yaitu rasa yang akan menimpa bagi pemula yang
melakukan teknik ini, tindakan positif yang dilakukan rasanya seperti
tindakan berpura-pura atau superfisial. Akan tetapi apabila
dilaksanakan secara continiue (berkelanjutan) dan benar-benar dihayati
serta memperhatikan respon dari lingkungan, maka apa yang dirasa
aneh tadi akan menjadi sesuatu yang biasa bahkan kita akan merasa
tidak nyaman kalau tidak dilakukan.135
c) Teknik menemukan makna hidup yang ketiga, yaitu: Pengakraban
Hubungan.
Manusia adalah makhluk sosial. Ungkapan tersebut sangatlah tepat
bagi kehidupan manusia, tanpa orang lain manusia tidak akan bisa hidup.
Sebagaimana yang diungkapkan Prof. Fuad Hasan yang dikutip Hanna:
manusia hidup tanpa manusia lainnya adalah tidak lengkap, bahkan tidak
dapat ditemui di dunia ini, ia selalu berhubungan satu dengan yang
lainnya, apakah itu secara kekeluargaan, kekerabatan, kemasyarakatan.
Intinya adalah hakikat manusia yaitu suatu kebersamaan.136
Pengakraban hubungan adalah hubungan antara seorang pribadi
dengan pribadi lainnya sedemikian rupa sehingga dihayati sebagai
hubungan yang dekat, mendalam, saling percaya, dan saling memahami,
kemudian akan dirasakan bermakna bagi masing-masing pihak.
135Bastaman, Meraih Hidup Bermakna; Kisah Pribadi Dengan Pengalaman Tragis, h. 52. 136Bastaman, Logoterapi Psikologi untuk Menemukan Makna Hidup dan Meraih Hidup
Bermakna, h. 164.
Dalam teknik ini dianjurkan kepada individu tersebut untuk
mengakrabkan hubungan dengan orang-orang yang ada disekitar, seperti;
keluarga, teman, rekan kerja, masyarakat tempat ia tinggal, dan lain
sebagainya. Dengan hubungan yang akrab seseorang akan merasakan
benar-benar diperhatikan orang lain, benar-benar merasakan diperlukan
dan memerlukan orang lain, dicintai dan mencintai orang lain, dan
berbagai perasaan serupa yang ada di dalam diri individu tersebut. Dengan
perasaan ini seseorang akan merasa berharga, bermakna baik bagi dirinya
sendiri maupun bagi orang lain.
Dengan teknik ini akan dirasakan rasa keakraban dan persaudaraan
yang dikenal dengan silaturrahim, dengan nilai silaturrahim ini akan
memunculkan makna hidup dalam perasaan bersahabat dan keakraban.
Teknik pengakraban hubungan ini dapat dilakukan dengan hal-hal
sederhana namun punya nilai penting bagi orang lain, Hanna
menganjurkan teknik pengakraban hubungan ini dengan memulai dengan
kegiatan misalnya memulai dengan orang-orang yang terdekat (keluarga,
tetangga, teman, atau rekanan kerja), kemudian ikut serta dalam setiap
kegiatan kemasyarakatan dengan cara banyak memberi dari pada
menuntut.137
Kemudian hal yang tidak kalah penting yaitu pengakraban
hubungan dengan ucapan. Ucapan adalah “kunci bertuah” dalam
kehidupan. Konon ada tiga kata bertuah yang apabila diucapkan dengan
137Ibid., h. 165.
tepat dan benar maka akan mengakrabkan hubungan, yaitu: terima kasih
(thank you), maafkan saya (I am sorry), dan aku sayang kamu (I love
you).138 Dalam hal ucapan, kita harus jujur untuk mengungkapkan
kekaguman seseorang pada orang yang dikagumi, ungkapkanlah
perhatiannya secara nyata apakah melalui ucapan maupun tindakan.
Penulis sepakat dengan apa yang disampaikan Hanna, betapa
banyak penelitian yang dilakukan oleh ilmuan tentang kekuatan ucapan
ini, seperti dalam buku The True Power of Water yang menghasilkan
penelitian bahwa air saja merespon kata-kata yang diucapkan manusia.
Hanna menambahkan, hal yang perlu diperhatikan adalah virus
yang bisa merenggangkan hubungan, Hanna menyebutnya dengan “5 M”
yaitu:
1. Mementingkan diri sendiri,
2. Menuntut hal yang berlebihan dari teman,
3. Menguasai teman,
4. Memanfaatan teman, dan
5. Menyalahgunakan kepercayaan.139.
d) Teknik menemukan makna hidup yang keempat yaitu: Pendalaman Catur
Nilai.
Dalam logoterapi yang menjadi sumber makna hidup ada tiga
macam yang disebut dengan tri-nilai, yaitu tiga penghayatan terhadap
nilai, yaitu nilai-nilai kreatif, penghayatan, dan bersikap. Seperti yang
diungkapkan Crumbaugh “...Three Types of Values...Creative values,
138Ibid., h. 166. 139Ibid., h. 165.
Experiential value, Attitudial values...”140. Hanna dalam panca cara
temuan makna mencoba menambahkan satu nilai yang menjadi sumber
makna hidup yaitu nilai pengharapan sehingga dinamakan dengan catur
nilai.
Pendalam catur nilai adalah usaha untuk memahami dengan
benar-benar akan empat macam nilai, yaitu: nilai-nilai berkaya (Creative
values), nilai-nilai penghayatan (Experiental values), nilai-nilai bersikap
(Attitudial values), serta nilai-nilai pengharapan (Hopeful values).141
1) Pendalam nilai-nilai kreatif/berkarya (Creative Values).
Dalam kehidupan ini, semua orang mempunyai suatu hal yang
bisa memberikan hasil dalam hidupannya, berkarya misalnya. Semua
orang ingin memberikan sesuatu yang berharga dalam hidupnya. Dalam
nilai kreatif ini intinya adalah memberikan sesuatu yang berharga kedalam
kehidupan. Dalam memberikan sesuatu yang berharga tersebut tidak mesti
hanya dengan suatu hal yang besar, seperti menjadi pejabat, atau
mempunyai harta yang melimpah, tapi hal yang terkecil pun bisa
memberikan harga dalam kehidupan, misalnya memberikan sesuatu yang
sangat sederhana kepada anak kecil, yang ketika ia menerimanya dengan
mata berbinar sakin senangnya, atau hal-hal kecil lainnya. Hal tersebut
juga bisa memberikan nilai dalam kehidupan kita.
140James C. Crumbaugh, Everything to Gain: A Guide to Self Fulfillment Through
Logoanalysis, h. 156-157. 141Ibid., h. 167.
Hal yang paling nyata dalam hal berkarya adalah bekerja,
Crumbaugh menyebutnya dengan “...A job to do”.142 Yang menjadikan
kerja tersebut bermakna bukanlah dalam kegiatannya, jenis pekerjaannya,
atau tempat ia bekerja, tetapi melainkan hasil, cara pencapaiannya, serta
sikap dalam bekerja tersebut. Tukang becak akan mendapatkan makna
terhadap kerjanya ketika sikap dalam bekerja tersebut memberikan nilai
dalam kehidupannya, dalam arti melaksanakan pekerjaan tersebut dengan
kesadaran yang tinggi dan menjadi kebahagiaan baginya ketika bisa
menghidupi keluarganya dengan hal tersebut.
Jadi yang menjadi kata kunci dari pendalam nilai berkarya ini
adalah proses dalam mengerjakan pekerjaan yang disenangi tersebut serta
hasil yang didapat, sehingga akan merasakan makna hidup dalam
kehidupannya. Hanna menawarkan beberapa latihan sederhana untuk
meningkatkan motivasi berkarya, dengan cara melakukan kegiatan-
kegiatan berikut;
• Wisata ilmiah
Dengan mengunjungi mesium dan mencoba menghargai karya
peninggalan leluhur kita. Bicaralah dengan seorang ahli, serta kunjungi
juga laboratorium, planetarium, atau proyek-proyek tanaman
percobaan, bicaralah dengan ahli-ahlinya. Kemudian perhatikanlah
orang-orang yang bekerja keras, dan kalau mungkin tanyakanlah
tujuan dan manfaat yang mereka peroleh dari pekerjaannya.
• Bertanam bunga
Bagi orang yang hobi dengan tanaman bunga, maka tanamlah bunga,
peliharalah sendiri, dan perhatikan pertumbuhannya setiap hari, putik
demi putik, pucuk demi pucuk, sampai akhirnya bunga tumbuh dan
mekar dengan indahnya, atau bisa juga dengan tanaman lainnya. Bagi
yang tidak cocok dengan bercocok tanam bisa melakukan kegiatan
142Crumbaugh, Everything to Gain: A Guide to Self Fulfillment Through Logoanalysis, h.
158.
lainnya yang penting dimulai dari proses awal, perencanaan sampai
dengan memperoleh hasil akhir.
• Tokoh idaman
Setiap orang mempunyai tokoh yang dikagumi, maka pelajarilah
biografinya, serta kegiatan-kegiatannya, karya-karyanya, prestasi serta
cita-cita dan pencapaiannya, hambatan-hambatan yang ditemui serta
cara mengatasinya, nilai hidup, pokoknya pelajarilah hidup tokoh yang
kita idam-idamkankan tersebut.143
2) Pendalam nilai-nilai penghayatan
Nilai-nilai penghayatan yaitu penghayatan terhadap kebenaran,
keindahan, kasih sayang, dan iman.144 Teknik ini berlainan dengan
teknik kreatif yang mana kita memberikan sesuatu yang berharga
kepada lingkungan, tetapi di sini justru kita mengambil sesuatu yang
bermakna dari lingkungan kemudian untuk dihayati.145 Dalam teknik
ini kita harus mengamati, menyimak, memahami, meyakini, dan
menghayati semua nilai-nilai yang terdapat dalam kehidupan sehingga
akan menimbulkan kepuasan, ketenangan, serta perasaan yang
bermakna.146
Keimanan, keindahan, kebenaran, kebajikan, dan cinta kasih
kalau dihayati akan dapat menimbulkan rasa bahagia, tentram, puas
dan perasaan diri yang bermakna. Mempelajari kebenaran agama,
mengaji kitab suci, melihat pemandangan, merasakan kehangatan
keluarga merupakan kegiatan yang bisa dilakukan untuk menghayati
akan indahnya hidup ini.
143Bastaman, Logoterapi Psikologi untuk Menemukan Makna Hidup dan Meraih Hidup
Bermakna, h. 168-169. 144 Bastaman, Integrasi Psikologi dengan Islam; Menuju Psikologi Islami, h. 128. 145Bastaman, Meraih Hidup Bermakna; Kisah Pribadi dengan Pengalaman Tragis, h. 55. 146Bastaman, Logoterapi Psikologi untuk Menemukan Makna Hidup dan Meraih Hidup
Bermakna, h. 170.
Hanna memaparkan kegiatan-kegiatan yang bisa dilakukan
untuk menerapkan teknik penghayatan ini, yaitu dengan cara:
a) Menghayati seni
Seni merupakan salah satu keindahan yang ada di bumi ini, seni bisa
berupa seni lukis, ukir, pahat, tarik suara, tari, fotografi dan lain
sebagainya. Maka seseorang bisa lihat hasil seni orang lain, apakah itu
di pameran atau di toko-toko. Dengan menghayati keindahannya,
nonton film yang menyentuh, Menikmati musik yang kita senangi
maupun yang masih asing bagi kita, kita dengarkan dan hayatilah,
maka akan menimbulkan perasaan yang bermakna bagi kita.
b) Menghayati cinta
Cinta adalah sesuatu yang menjadi bagian dari kehidupan seseorang,
ketika cinta dihayati akan menimbulkan perasaan bahagia, betapa
banyak cinta bisa merubah diri seseorang, dari tadinya buruk menjadi
baik, dari tadinya malas menjadi rajin, dan lain sebagainya yang
menjadi fenomena cinta. Penghayatan terhadap cinta bisa berupa cinta
kepada anak, orang tua, keluarga, maupun patner.
c) Kunjungan ke Panti Werdha
Panti Werdha adalah panti tempat penampungan orang-orang jompo
atau lanjut usia. Di sanalah tempat berkumpulnya orang-orang lanjut
dengan bermacam-macam tingkahnya, ada yang sedih karena
keluarganya tidak mau mempedulikannya lagi, dan juga ada yang tidak
siap diri akan menjelang ajal. Ketika seseorang mengunjungi panti ini,
ia bisa menghayati keadaan seperti ini, dengan membandingkan
dengan keadaan dirinya sekarang.
“Tanyakanlah tentang pengalaman hidup mereka, pahit
manis, asam garam kehidupan mereka, kemudian hayatilah dengan
hikmat.”147
3) Pendalaman nilai-nilai bersikap
Keadaan manusia akan selalu fluktuasi, kadang berada dalam
keadaan yang menyenangkan kadang dalam keadaan yang tidak
diharapkan. Ketika berada dalam keadaan yang tidak diharapkan disinilah
manusia sering tidak bisa mengambil sikap yang tepat.
Pendalaman nilai-nilai bersikap yaitu menerima dan mengambil
sikap yang tepat terhadap peristiwa tragis atau derita yang menimpa dan
tidak dapat dihindarkan lagi.148 Hikmah, adalah kata yang tepat untuk
keadaan ini. Dengan peristiwa tragis yang tidak bisa dielakkan lagi yang
menimpa seseorang tersebut, bagaimana dia bisa mengambil sikap yang
tepat terhadap peristiwa tersebut, yaitu dengan cara mengambil hikmah,
diharapkan dengan peristiwa tersebut bisa menjadikan pelajaran serta
pengalaman yang berharga kepadanya. Contoh dari pendalaman bersikap
adalah :
• Merenungkan penderitaan.
Penderitaan adalah hal yang mengiringi kehidupan manusia, ketika
seseorang sekarang ditimpa oleh musibah atau dalam arti menderita,
147Ibid., h. 171. 148Bastaman, Meraih Hidup Bermakna; Kisah Pribadi dengan Pengalaman Tragis, h. 55.
seseorang tersebut harus renungkan dan ingat kembali kalau dia pernah
dulu ditimpa oleh derita juga, bagaimana dia menghadapinya. Dan
sekarang dia bayangkan kondisinya sekarang, bagaimana, apakah lebih
baik atau lebih buruk dari yang dulu.
• Membandingkan penderitaan.
Setiap orang pasti pernah menderita, hanya saja tergantung berat atau
ringannya. Ketika seseorang mengalami penderitaan, maka janganlah
merasa dialah satu-satunya orang yang tidak beruntung di muka bumi
ini, tetapi lihatlah orang lain yang mungkin lebih menderita dari dia,
atau carilah orang yang mengalami penderitaan seperti dia yang sudah
sembuh, kemudian tanyalah apa saja kiat-kiat yang dilakukannya
dalam melewati derita tersebut.
Sebagai contoh latihan untuk pendalam nilai-nilai bersikap, yaitu
dengan cara membandingkan sikap, seperti kisah “Gotami” cerita klasik
India yang penuh makna:
"Gotami adalah seorang ibu muda yang mempunyai seorang
anak tunggal yang telah lama didambakannya. Anak itu sekarang
telah berusia tiga tahun, sedang lucu-lucunya. Hingga suatu hari
anak tersebut sakit, makin lama makin parah, dan tidak lama
kemudian meninggal dunia. Tidak terkatakan lagi betapa sedih dan
kecewanya hati sang ibu yang merasa seakan-akan jiwanya ikut
sirna, dan hidupnya kini terasa hampa tidak bermakna, diliputi
kebingungan dan keputusasaan.
Gotami membawa jenazah anaknya ke mana-mana
mendatangi maharesi dan cerdik pandai untuk meminta bantuan
menghidupkan kembali anaknya. Dengan sendirinya tidak seorang
pun yang sanggup melakukannya, selain seorang maharesi yang
paling bijak, yaitu sang Budha.
Beliau mengatakan sanggup menghidupkan kembali anak
Gotami, asal saja Gotami berhasil membawa sejenis bumbu dapur
yang berasal dari rumah tangga yang belum pernah kematian salah
seorang anggota keluarganya. Dengan punuh semangat Gotami pun
berjalan berkeliling ke berbagai penjuru negeri mencari bumbu
dapur yang diminta. Tetapi Gotami ternyata tidak berhasil
mendapatnya, karena setiap rumah yang ia masuki ternyata
semuanya telah pernah mengalami kematian salah seorang anggota
keluarga yang mereka cintai. Pada saat itulah gotami menyadari
bahwa tak ada orang yang bebas dari kematian. Kemudian Gotami
mendapatkan pencerahan.149
4) Pendalaman nilai-nilai pengharapan.
Harapan adalah sifat khas manusia. Pengharapan adalah keyakinan
akan terjadinya perubahan yang lebih baik di waktu yang akan datang.
Dengan adanya harapan seseorang akan memiliki sikap yang optimis dan
semangat untuk merubah keadaannya. Tabah dalam menghadapi keadaan
yang mungkin penuh dengan derita.
Harapan ini juga tergambar dari apa yang dialami Victor Frankl
ketika berada di dalam Camp konsentrasi maut pada perang dunia ke dua.
Di dalam camp tersebut harapanlah satu-satunya yang menjadi tameng
penyemangat dalam hidupnya. Tanpa harapan akan keluar dari camp
tersebut maka seorang pun tidak akan dapat bertahan hidup dengan
penderitaan yang setiap saat mereka alami. Harapan akan bertemu lagi
dengan keluarga mereka, berkumpul lagi dengan teman-teman, dan
berkarya untuk umat.
Orang yang hidup tanpa pengharapan ibarat orang yang
terperangkap dalam penderitaan, hilang harapan, putus asa, dan tidak bisa
melihat akan solusi yang mungkin ada di setiap keadaan tersebut. Hal ini
149Bastaman, Logoterapi Psikologi untuk Menemukan Makna Hidup dan Meraih Hidup
Bermakna h. 175-176..
sesuai dengan pendapat Hary Subagya dalam Time to Change
menyebutkan hidup dengan harapan akan menjadikan orang menjadi luar
biasa, penuh motivasi, dan menjadikan diri sangat energik.150
Sebaliknya hidup tanpa harapan adalah awal dari ketidak
bermaknaan hidup, dan merupakan awal dari kehampaan. Sedangkan
hidup dengan penuh pengharapan adalah hidup yang bisa memberikan
makna dalam kehidupannya.
e) Teknik menemukan makna hidup yang kelima yaitu: Ibadah
Ibadah adalah penghambaan diri kepada sang Kholiq, menjalankan
apa yang diperintahkannya serta menjauhi apa yang dilarangnya.151 Ibadah
akan mendatangkan perasaan yang tenang, damai, dan tentram kepada
orang yang melaksanakannya dengan penuh kesungguhan atau khusyu’.
Setiap orang yang meyakini sebuah agama, maka seperangkat
kegiatan penghambaan sudah mutlak ada bagi mereka. Ibadah ini
merupakan sebuah kewajiban yang harus dilaksanakan. Ibadah akan
menjadi sumber makna hidup apa bila ibadah sudah dianggap sebagai
kebutuhan bukanlah sebagai sebuah kewajiban.
Ketika ibadah dirasakan sebagai kewajiban maka orang tersebut
bisa jadi merasa terpaksa untuk melakukannya, tapi kalau ibadah dirasakan
sebagai kebutuhan, maka ibadah tersebut akan dilakukan dengan sepenuh
hati, ikhlas, dan khusyu’, dan inilah yang akan memberikan makna dalam
kehidupan kita. Serta ketika kita menjalani kehidupan sesuai dengan
150Hary Subagya, Time to Change, (Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer, 2004), h. 130. 151Bastaman, Integrasi Psikologi dengan Islam; Menuju Psikologi Islami, h. 128.
tuntunan agama, maka juga akan mendatangkan perasaan yang bahagia
dan bermakna.
Banyak ibadah yang bisa dilakukan, di antaranya do’a. Bahkan
do’a dikatakan sebagai ruhnya ibadah. Do’a adalah salah satu komunikasi
makhluk dengan Sang Kholiq-nya, sarana hubungan antar manusia dengan
Sang Penciptanya. Dengan berdo’a yang khusyu’ serta benar-benar
menghadirkan Tuhan ketika kita berdo’a, maka akan mendatangkan
perasaan yang tentram, dan damai.
Hanna menambahkan tentang ibadah dan berdo’a itu akan
memberikan arti ketika kita menjalankannya, seperti: dalam ibadah, yaitu
dengan melaksanakannya pada saat yang tepat, suasana tenang dan sunyi
seperti tengah malam, dengan duduk tenang, nyaman, dan lepas.
Tundukkan kepala dan tutup mata serta rilekslah sejenak, kemudian
berdo’alah dalam hati dengan penuh perasaan. Berdo’alah dengan ikhsan,
yakinkanlah hati bahwa Allah melihat kita, mendengarkan semua keluh
kesah kita, hadirkanlah Allah dalam do’a kita, kalaupun kita tidak bisa
menghadirkan Allah, maka yakinlah bahwa Allah melihat dan mendengar
do’a kita.
Kemudian bisa juga dengan memahami secara mendalam ayat-
ayat al-Qur’an yang kita senangi (favorit). Biasanya ayat yang kita senangi
tersebut adalah ayat-ayat yang ada hubungannya dengan pengalaman-
pengalaman hidup kita. Maka dengan memahami secara benar-benar isi
dan kandungannya, kemudian menjadikan pedoman dalam tindak tanduk
kita, maka akan mendatangkan kehidupan yang bermakna.
Setelah mengetahui teknik-teknik atau metode untuk menemukan
makna hidup dan ternyata seseorang berhasil dalam menyadari akan
adanya hal-hal yang berarti atau bermakna serta bermanfaat bagi dirinya,
keluarga serta lingkungannya, maka yang harus dilakukan adalah
merealisasikannya dalam kehidupan dengan kegiatan-kegiatan yang
terarah, dan seseorang harus menerapkan self commitment (keikatan diri)
terhadap makna dan tujuan hidup tersebut, serta meningkatkan keikut
sertaan diri dalam melaksanakannya.152
Keikatan diri merupakan hal yang sangat penting. Keikatan diri
(pelibatan diri) memang harus dilaksanakan, karena faktanya sangat
banyak orang yang terhenti hanya sebatas pada taraf akan kesadaran
bahwa ada hal-hal potensial yang bermakna dalam hidupnya, tetapi tidak
melakukan perealisasian terhadap pemenuhannya, dan juga banyak yang
mengalami resistensi dalam bentuk kehilangan minat dan justru tidak
melakukan upaya-upaya dalam pemenuhan makna hidup tersebut.153
Untuk merealisasikan makna hidup dalam kehidupan, setelah
mengetahui sumber-sumber makna hidup tersebut, seterusnya untuk
mencapai hidup bermakna diperlukan sebuah formula untuk mencapainya.
Konsep bimbingan logoterapi dalam menemukan makna hidup
yang ditawarkan Hanna Djumhana Bastaman di atas menurut penulis
152Bastaman, Logoterapi Psikologi untuk Menemukan Makna Hidup dan Meraih Hidup
Bermakna, h. 181. 153Ibid., h. 182.
sangat relevan dengan budaya Indonesia, dimana logoterapi yang tadinya
kelihatannya sekuler, dengan “sentuhan” Hanna menjadi lebih bernuansa
agamis, dangan penambahan pendekatan-pedekatan agamis tersebut
menjadi nilai tambah terhadap spekulasi pemikiran Hanna.
Kemudian, makna hidup yang diutarakan Hanna, juga sama
dengan makna hidup dalam Islam. Dalam Islam makna hidup bagi seorang
hamba adalah Ibadah, yaitu sang hamba kepada sang Kholiq, Hanna pun
menyebutkannya dengan jelas bahwa salah satu sumber makna hidup yaitu
dengan Ibadah. Dan juga dalam tugas-tugas dalam pelatihan yang
diberikan Hanna juga menggunakan pendekatan Islami.
C. Analisis Konsep Bimbingan Dalam Mengembangkan Hidup Bermakna
Menurut Hanna Djumhana Bastaman
Hidup bermakna akan tercapai apabila kita mengetahui apa makna
hidup tersebut, hal-hal apa saja yang bermakna dalam kehidupan kita,
bagaimana cara mencari makna hidup tersebut, dan hal-hal apa saja yang
harus kita lakukan untuk memperolehnya.
Mengembangkan hidup bermakna pada dasarnya sama dengan
perjuangan hidup yaitu peningkatan terhadap hidup, dari kehidupan yang
kurang baik, menjadi lebih baik, dari penghayatan tak bermakna menjadi lebih
bermakna.
Kehidupan bermakna yaitu kehidupan yang ditandai dengan hubungan
yang harmonis antar pribadi, lingkungan dan masyarakat, sikap saling
menyayangi dan mengasihi adalah kehidupan yang bermakna. Hidup
bermakna ibarat kunci untuk membuka pintu kebahagiaan, dengan hidup
bermakna semua akan terasa mudah, pribadi dengan kehidupan yang
bermakna akan memiliki tujuan hidup yang jelas sebagai pedoman untuk
mengarungi kehidupan, peta sebagai petunjuk menjalani padang luas
kehidupan.
Dalam bersikap misalnya, seseorang akan dapat menempatkan sikap
yang tepat sesuai dengan keadaannya, apabila ditimpa oleh sesuatu yang tidak
menyenangkan atau derita, maka ia akan bisa mengambil sikap yang tepat
terhadap penderitaan tersebut. Bisa bertindak positif dalam kehidupan,
berkarya untuk mengisi kehidupannya, serta mengembangkan potensi diri
secara optimal (fisik, mental, emosional, sosial, dan spiritual) dalam rangka
meningkatkan kualitas hidup dalam rangka mewujudkan kehidupan yang lebih
baik sesuai dengan cita-cita. Dan tentunya semua itu harus dilandasi oleh niat
dan do’a serta ibadah sebagai sandaran atas semua yang kita lakukan.154
Dalam logoterapi pengembangan hidup bermakna mempunyai
kerangka pikir yaitu:
• The will to meaning (hasrat hidup bermakna)
• The meaning of life (makna hidup)
• Proper self image (citra diri yang ideal)
Gambaran mengenai hidup yang bermakna menunjukkan bahwa
apabila makna hidup tersebut ditemukan serta tujuan-tujuan hidup telah
154Ibid., h. 240-241.
ditetapkan dan direalisasikan, maka kehidupannya akan dirasakan sangat
berarti dan akan menimbulkan kebahagiaan sebagai hasil samping
terpenuhinya makna tersebut.155
1) Unsur-unsur pengembangan hidup bermakna.
Dalam pengembangan hidup bermakna, Hanna Djumhana
menyebutkan setidak-tidaknya kita memerlukan sembilan unsur penting
yang menjadi kesatuan dalam pencapaian hidup yang bermakna. Adapun
unsur-unsur tersebut yaitu: niat, potensi diri, tujuan, usaha, metode, sarana,
lingkungan, asas-asas kesuksesan, dan yang paling penting sebagai umat
beragama adalah ibadah/doa.156
Penulis sangat sependapat dengan rumusan yang disebutkan
Hanna, dengan mencakup seluruh unsur-unsur yang diperlukan dalam
kehidupan kita, menjadikan semua unsur yang ditawarkan Hanna ini
terlihat lengkap dengan pendekatan holistik, mulai dari unsur dari dalam
diri individu sampai unsur yang diluar individu tersebut.
Untuk memudahkan mengingat kesembilan unsur-unsur tersebut,
Hanna telah merangkumnya yang terumuskan dalam akronim sebuah kata
ALUMNI PTS yaitu:
155Bastaman, Integrasi Psikologi dengan Islam; Menuju Psikologi Islami, h. 197. 156Ibid., 238.
A : Asas-asas sukses,
L : Lingkungan,
U : Usaha,
M : Metode,
N : Niat,
I : Ibadah,
P : Potensi,
T : Tujuan,
S : Sarana.157
2) Formula pengembangan hidup bermakna.
Unsur-unsur pengembangan hidup bermakna tadi saling
berhubungan satu sama lainnya, untuk menggambarkan hubungan antara
unsur-unsur tersebut, Hanna mencoba mengajukan sebuah formula atau
rumus untuk mencapai kehidupan yang bermakna, adapun formula
tersebut:
HB : Hidup Bermakna; N : Niat;
T : Tujuan; P : Potensi;
A : Asas-asas sukses; U : Usaha;
M : Metode; S : Sarana;
L : Lingkungan; I : Ibadah.
Penjelasan dari formula tersebut adalah:
Hidup bermakna (HB) akan dapat diraih dengan di awali dengan niat (N)
yang kuat untuk merubah kehidupan dari tidak bermakna menjadi
157Bastaman, Logoterapi Psikologi untuk Menemukan Makna Hidup dan Meraih Hidup
Bermakna, h. 239.
HB = (N + T) x (P + A) x (U + M + S + L) x I
bermakna ditambah dengan menetapkan tujuan yang jelas yang ingin di
capai (T), kemudian potensi diaktualisasikan dalam kehidupan (P)
ditambah dengan memahami asas-asas kesuksesan (A), kemudian usaha
harus dilakukan (U) ditambah dengan metode yang tepat/efektif (M)
ditambah sarana yang tepat (S) ditambah dengan lingkungan yang
mendukung (L). Setelah semua tadi diakomulasikan maka satu hal yang
tidak bisa ditinggalkan yaitu do’a dan Ibadah (I) kepada sang Kholiq atas
semua usaha yang telah kita lakukan.158
Adapun penjelasan dari semua unsur-unsur tersebut yaitu:
• Niat (N)
Awal dari semua kegiatan adalah niat. Dalam Islam niat adalah
penentu dari semua kegiatan yang kita lakukan, dan kegiatan itu
tergantung kepada niat. Niat sebagai unsur pengembangan hidup
bermakna menjadi unsur yang utama dan dipasangkan dengan tujuan.
Apabila dimulai dengan niat yang baik maka akan menghasilkan yang
baik pula.
Setiap perbuatan harus dimulai dengan niat yang baik. Dalam
psikologi niat disamakan dengan motivasi, motivasi adalah dorongan
untuk melakukan suatu kegiatan. Motivasi ada karena merasa butuh
akan sesuatu, Abraham Maslaw mengatakan bahwa “...manusia
dimotivasi oleh sejumlah kebutuhan dasar...”,159 kebutuhan itulah yang
158Ibid., h. 239-240. 159Frank. G. Goble, Mazhab Ketiga; Psikologi Humanistik Abraham Maslow, (ter). Drs.
A. Supratiknya, (Yogyakarta: Kanisius, 1991), cet. ke-2, h . 70.
mengandung daya untuk menuntut perubahan, perubahan untuk hidup
lebih baik.160
• Tujuan (T)
Tujuan disebut juga dengan cita-cita yang terukur, tujuan
adalah hasil dari niat dan motivasi. Dengan motivasi seseorang akan
mempunyai dambaan yang kuat untuk mendapatkan sesuatu yang
bermakna dan penting dalam kehidupannya.
Dengan adanya tujuan ini sebagai unsur pengembangan hidup
bermakna maka akan akan melengkapi unsur yang pertama sebagai
dasar pengembangan hidup bermakna, niat ditambah dengan tujuan
akan menghasilkan pondasi yang kuat dalam proses pengembangan
hidup bermakna tersebut.
• Potensi (P)
Salah satu keutamaan manusia dari makhluk lainnya adalah
adanya potensi yang luar biasa sebagai bekal manusia untuk
mengarungi kehidupan di dunia ini. Manusia dibekali dengan potensi
yang luar biasa, apakah itu secara fisik, mental, sosial maupun
spiritual.
Manusia yang mendapat julukan kehormatan the self
determining being (manusia dalam batas-batas tertentu memiliki
potensi untuk mengubah kondisi hidupnya agar lebih bermakna dan
160Bastaman, Logoterapi Psikologi untuk Menemukan Makna Hidup dan Meraih Hidup
Bermakna, h. 241.
berkualitas) mempunyai potensi yang luar biasa untuk merubah
keadaannya.
Dengan adanya potensi sebagai salah satu unsur dalam
pengembangan hidup bermakna, maka akan melengkapi unsur-unsur
lainnya sebagai penunjang untuk mencapai kehidupan yang bermakna
tersebut. Potensi yang ada bisa dilakukan untuk berkarya atau bekerja
atau apapun yang bisa menjadi sumber makna hidup sehingga setelah
sumber makna hidup tersebut didapatkan maka tinggal
mengembangkannya sehingga akan memperoleh kehidupan yang
bermakna.
• Asas-asas kesuksesan (A)
Sukses tidak akan dicapai dengan mudah, memerlukan
kesungguhan serta aturan-aturan yang perlu dilaksanakan. Kesuksesan
mempunyai asas-asas yang perlu diperhatikan. Asas-asas ini pada
dasarnya diawali dengan upaya pemurnian karakter yang diikuti
dengan etos kerja yang efektif.161
Mengenai asas-asas kesuksesan ini Hanna mengambil rujukan
dari karya Skip Ross yang berjudul Say ‘yes’ to your potential yang
mengemukakan sepuluh asas yang telah terbukti berhasil olehnya.
enam asas di antaranya yang berkaitan dengan pemurnian diri dan etos
kerja.
161Ibid., h. 242.
Adapun asas-asas tersebut yaitu: (1) Asas Memberi, (2) Asas
Menyingkirkan, (3) Asas Ucapan, (4) Asas Tindakan, (5) Asas
Antusias, dan (6) Asas Kegigihan.162
• Usaha (U)
Rentetan proses hasil adalah diawali dengan niat, kemudian
diikuti dengan perencanaan dan aksi. Dalam aksi atau tindakan ini
diperlukan usaha, usaha untuk melakukannya. Dengan usaha kita akan
bisa menghasilkan apa yang kita cita-citakan, usaha merupakan syarat
penting bagi keberhasilan.
Usaha sebagai unsur pengembangan makna hidup merupakan
unsur yang bersifat aktualisasi disamping metode, sarana, dan
lingkungan. Usaha identik dengan kerja, kerja ada dua macam yaitu
kerja keras dan kerja cerdas. Untuk menghasilkan tidak hanya cukup
dengan kerja keras tetapi kerja cerdas lebih diperlukan, dengan kerja
cerdas kita menggunakan berbagai aspek, diantaranya sistem, metode,
kerja sama (team work). Kerja cerdas akan selalu mengarahkan kepada
keefektifan, hasil dan pencapaian tujuan yaitu pribadi yang
bermakna.163
Usaha adalah kerja nyata dalam merealisasikan perencanaan
yang kita lakukan, kita harus berusaha, ini juga sejalan dengan
pendapat Philip C dan Mc Graw, PH. D, dalam bukunya Kau Mesti
Tahu Yang Kau Mau (terjemahan dari Self Matter, Creating Your Life
162Ibid., h. 245. 163Ibid., h. 243.
From the Inside Out) yang mengatakan bahwa inti dari pencapaian
tujuan adalah dengan melaksanakannya, seekor kuda balap harus
berlari, seekor burung harus terbang, seorang seniman harus melukis,
seorang guru harus mengajar, yang intinya adalah usaha dalam
mewujudkannya yaitu dengan perbuatan.164
• Metode (M)
Tanpa aturan orang akan bisa menjadi kacau, dan apa yang
menjadi tujuan tidak akan tercapai. Maka setiap sesuatu itu diperlukan
aturan, cara atau metode. Metode atau sistem kerja adalah hal mutlak
dalam pencapaian keberhasilan meraih suatu tujuan.
Bekerja dengan sistem yang tepat akan menghasilkan apa yang
diharapkan. Apa yang dikerjakan, bagaimana cara melakukannya akan
terlihat jelas ketika metodenya jelas.
Dalam hal menemukan makna hidup seperti yang telah
diuraikan sebelumnya, mempunyai metode atau teknik untuk
menemukannya, sehingga akan terlihat jelas bagaimana cara
menemukannya.
• Sarana (S)
Sarana adalah hal yang pokok dalam suatu kegiatan, tanpa
sarana kegiatan tersebut tidak akan terlaksana dengan baik. Sama
seperti halnya metode, sarana atau alat juga berperan penting dalam
keberhasilan meraih suatu tujuan.
164Philip C dan Mc Graw, PH. D, Kau Mesti Tahu Yang Kau Mau (terj. dari Self Matter,
Creating Your Life From the Inside Out oleh: Burhan Wirasubrata), (Jakarta: PT. Serambi Ilmu
Semesta, 2007), cet. ke. 1, h. 394.
Sarana dalam mengembangkan hidup bermakna mencakup
sarana fisik dan mental, sarana fisik antara lain tokoh teladan, saran,
kritik membangun, buku-buku yang bermanfaat, lingkungan yang
mendukung. Sedangkan sarana mental dapat berupa potensi diri, akal,
iman, serta potensi yang diberikan oleh sang Maha Pemberi, kita hanya
tinggal memanfaatkan segala sarana yang telah diberikan kepada kita
untuk mengembangkan hidup bermakna.165
• Lingkungan (L)
Dalam psikologi, ada satu aliran yang menganggap
lingkunganlah yang sangat berpengaruh dalam kehidupan manusia.
Lingkungan memang sangat berpengaruh dalam kehidupan manusia,
tetapi tidak hanya lingkungan, logoterapi memandang individu itu
sendiri juga bisa mempengaruhinya, unsur spiritualnya juga ambil
peran penting.
Lingkungan memang sangat berpengaruh dalam kehidupan.
Dukungan sosial (terutama dukungan orang yang terdekat seperti
keluarga dan sahabat). Dukungan dari lingkungan sangat diperlukan,
karena dalam meraih hidup bermakna sangat banyak rintangannya,
maka salah satu yang bisa mengingatkan kita ketika lupa, atau
menguatkan kita ketika kita lemah yaitu lingkungan terdekat kita.
165Bastaman, Logoterapi Psikologi untuk Menemukan Makna Hidup dan Meraih Hidup
Bermakna, h. 243.
• Ibadah (I)
Sebagaimana diulas dalam pembahasan mengenai teknik
menemukan makna hidup, salah satu tekniknya yang penting adalah
ibadah. Ibadah mempunyai tempat tersendiri dari unsur-unsur lainnya
dalam mengembangkan kehidupan bermakna. Setelah kita mempunyai
niat yang benar ditambah tujuan yang jelas, kemudian potensi yang
diaktualisasikan ditambah dengan memegang asas-asas kesuksesan,
kemudian usaha untuk mengembangkan hidup bermakna ditambah
dengan metode yang jelas untuk pelaksanaanya ditambah sarana
sebagai penunjang ditambah dukungan lingkungan, kemudian semua
unsur tersebut dilengkapi dengan satu unsur yang sangat penting, yaitu
ibadah sebagai unsur yang mengikut sertakan sang Pencipta dalam
kegiatan kehidupan kita tersebut.
Dengan ibadah seseorang akan mendapatkan bimbingan dari
Sang maha pembimbing melalui penghambaan kepadanya agar lebih
terarah pada tujuan yang baik dan bisa mengatasi hambatan-hamabatan
yang datang menghadang. Banyak macam ibadah yang bisa dilakukan,
do’a dan dzikir adalah sangat diperlukan dalam usaha untuk meraih
hidup bermakna.166
Konsep bimbingan logoterapi menurut Hanna dalam
mengembangkan hidup bermakna menurut penulis merupakan suatu
konsep yang sangat ideal, sembilan unsur yang ditawarkan dan disusun
166Ibid., h. 244.
sebagai suatu formula yang holistik menjadikannya sesuatu konsep
yang sangat penting, dan perlu untuk diterapkan dalam kehidupan,
apalagi dengan adanya nuansa agama sebagai pelibatan Dzat lain
selain manusia dan lingkungannya menambah kelengkapan bagi orang
yang beragama. Kemudian, hidup bermakna seperti yang diungkapkan
Hanna di atas, telah tergambar dalam kepribadian muslim yang
sempurna, bagaikan pohon thoyyibah. Apapun yang ada di dalam diri
individu tersebut bermanfaat bagi orang.
Hidup bermakna adalah hidup yang ditandai dengan
kepribadiannya yang sehat, visi dan misi hidupnya terarah, hubungan
secara horizontal baik, begitu juga dengan hubungan vertikal, hal itu
sama dengan kepribadian seorang muslim yang baik secara vertikal
dan horizontal.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian ini, maka dapat ditarik kesimpulan yang tentunya
menjadi intisari dari seluruh pembahasan penelitan ini:
1. Satu hal yang menjadi motivasi dasar manusia dalam kehidupan ini adalah
keinginan untuk menjalani kehidupan yang bahagia, dan jalan menuju
kebahagiaan tersebut adalah dengan memenuhi makna hidup. Hanna
Djumhana adalah orang yang sangat cocok untuk di ketengahkan dalam
hal membantu individu menemukan makna hidup. Hanna juga sudah
merealisasikan kefokusannya itu dengan membantu orang lain dalam
menemukan makna hidup. Dalam membantu individu tersebut Hanna
Djumhana menggunakan prinsip-prinsip yang ada di dalam logoterapi,
seperti mengembangkan teori logoanalisis yang diberi nama “Panca cara
temuan makna”. Pada dasarnya panca temuan makna sama dengan
logoanalisis, yang membedakannya yaitu pada metode, dan
pelaksanaannya, serta materi yang disesuaikan dengan kebudayaan
Indonesia. Hanna mengembangkan atau memodifikasi metode logoanalisis
James. C. Crumbaugh dari empat metode menjadi lima metode. Dalam
logoanalisis metode yang digunakan yaitu: Self evaluation; Action as if;
Establishing an encounter (personal and spiritual); Search for meaningful
values. Sementara di panca cara temuan makna metode yang digunakan
yaitu: Pemahaman diri (sejalan dengan Self Evaluation); Bertindak positif
(sejalan dengan Action As If); Pengakraban hubungan (sejalan dengan
Establishing Personal Encounter); Pendalaman catur nilai (yang sejalan
dengan exploring Human Values For Personal Meaning), dan; Ibadah
(yang sejalan dengan establishing With Higher Being).
2. Setelah makna hidup ditemukan maka langkah selanjutnya untuk
mencapai kehidupan yang bermakna yaitu pengembangan hidup
bermakna. Hanna Djumhana mencoba menghadirkan pemikirannya
dengan mengajukan sebuah formula untuk mengembangkan hidup
bermakna. Rumusan tersebut yaitu:
Hidup bermakna (HB) akan dapat diraih dengan di awali dengan niat (N)
yang kuat untuk merubah kehidupan dari tidak bermakna menjadi
bermakna ditambah dengan menetapkan tujuan yang jelas yang ingin di
capai (T), kemudian potensi diaktualisasikan dalam kehidupan (P)
ditambah dengan memahami asas-asas kesuksesan (A), lalu usaha harus
dilakukan (U) ditambah dengan metode yang tepat/efektif (M) ditambah
sarana yang tepat (S) ditambah dengan lingkungan yang mendukung (L).
Setelah semua tadi diakomulasikan maka satu hal yang tidak bisa
ditinggalkan yaitu do’a dan Ibadah (I) kepada sang Kholiq atas semua
usaha yang telah dilakukan.
3. Hanna Djumhana Bastaman mengembangkan konsep logoterapi dengan
menambahkan nilai-nilai agama dan kebudayaan. Hanna memandang
HB = (N + T) x (P + A) x (U + M + S + L) x I
penting menambahkan nilai-nilai tersebut sehingga logoterapi yang
tadinya sekuler sekarang sudah kelihatan nuansa agamanya. Makna hidup
dan hidup bermakna menurut Hanna adalah sama seperti makna hidup dan
kehidupan bermakna dalam Islam.
B. Saran-saran
1. Dalam spekulasinya Hanna telah banyak mengemukakan pemikiran-
pemikirannya tentang logoterapi, apakah itu ketidak setujuannya dengan
teori tersebut, atau apakah pengembangan dari teori yang ada, atau
tamuan-temuan baru yang merupakan cerminan atas kritis intelektul yang
mencoba mengembangkan teori logoterapi dan logoanalisis, suatu
keberanian yang sangat produktif. Menurut penulis Hanna perlu menyusun
sebuah buku panduan khusus yang bisa menjadi pegangan bagi orang yang
dibimbing, atau bagi siapapun yang tidak sempat mengikuti pelatihan dari
Hanna sehingga bisa menggunakan buku tersebut.
2. Guna pengembangan yang lebih luas, Hanna dengan paket pelatihannya
sebaiknya membangun jaringan yang lebih luas agar pelatihan ini bisa
terlaksanakan untuk semua orang yang memerlukan bantuan dalam
menemukan makna hidup. Kemudian juga mengembangkan dan
mengadakan regenerasi agar “Panca cara temuan makna” ini bisa
mencakup lebih luas.
3. Sepengetahuan penulis, dalam dunia bimbingan dan konseling di
Indonesia ini sangat jarang konselor atau bahkan belum ada yang
menggunakan pendekatan logoterapi dalam membantu kliennya, selain
Hanna Djumhana Bastaman, padahal antara konseling, bimbingan dan
logoterapi sama-sama mempunyai tujuan yang sama, yaitu menjadikan
manusia bahagia di dunia maupun di akhirat. Jadi di sini penulis
menyarankan agar logoterapi ini bisa dijadikan salah satu pilihan
pendekatan dalam membantu individu yang memerlukan bantuan.
4. Siapapun yang ingin bahagia, maka harus menemukan makna hidup, kalau
tidak bisa menemukannya, maka sebaiknya mintalah bantuan kepada
orang lain yang profesional dalam bidang tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Agustian, Ary Ginanjar. Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan
Spiritual, ESQ; Emotional Spiritual Question; The ESQ Way 165, 1
Ihsan, 6 Rukun Iman, dan 5 Rukun Islam. Jakarta: Arga Wijaya
Persada, 2001.
Arifin, M. Pedoman Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan Agama. Jakarta:
PT. Golden Trayon Press, 1998.
Azzaini, Jamil. Menyemai Impian, Meraih Sukses Mulia; Kisah-Kisah Inspiratif
Pembangkit Motivasi dan Pemaknaan Hidup. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama, 2008.
Bachir, Wardi. Metodologi Penelitian Ilmu Dakwah. Jakarta: Logos, 1999.
Bagus, Lorens. Kamus Filsafat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 1996.
Bastaman, Hanna Djumhana. Meraih Hidup Bermakna; Kisah Pribadi dengan
Penglaman Tragis. Jakarta: Paramadina, 1996.
----------. Integrasi Psikologi dengan Islam; Menuju Psikologi Islam. Yogyakarta:
Pustaka pelajar, 2005.
----------. Logoterapi Psikologi Untuk Menemukan Makna Hidup dan Meraih
Hidup Bermakna. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2007.
----------. “Menemukan Makna Hidup.” Panji mas No. 11/1, 20 Februari- 5 Maret,
2003: h. 67.
----------. “Psikologi Islam bukan Sufi Healing”. Artikel diakses tanggal 23
Februari 2009 dari www.republika.newsroom.or.id.
----------. “Kebahagiaan Dambaan Psikologi dan Tasawuf”. Artikel diakses pada
tanggal 29 Januari 2009 dari www.baitulamin.org.
Chaplin, James. P. Dictionory of Pshicology (terj. Kamus Psikologi) oleh Kartini
Kartono. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2008.
Crumbaugh, James C. Everything to Gain: A Guide to Self Fulfillment Through
Logoanalysis. Chicago: Nelson-Hall Company, 1973.
C, Philip dan Mc Graw. Kau Mesti Tahu Yang Kau Mau (terj. dari Self Matter,
Creating Your Life From the Inside Out. Diterjemahkan oleh: Burhan
Wirasubrata). Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2007.
Departemen Agama. al-Qur’an dan Tafasirnya, jilid. V. Yogayakarta: UII, 1995.
Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI). Jakarta: Balai Pustaka, 1998.
Djam'an, SS. Islam dan Psikosomatik; Penyakit Jiwa. Jakarta: Bulan Bintang.
Djumhur, I dan Drs. Moh. Surya. Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah;
(Guidance & Counseling). Bandung: Cv. Ilmu, 1975.
Faqih, Aunur Rahim. Bimbingan dan Konseling Dalam Islam. Yogyakarta: UII
Press, 2001.
Frankl, Victor E. The Will to Meaning: Foundations and Applications of
Logotherapy. New York: New America Library, 1970.
------------. Man’s Search for Meaning; An Introduction to Logotherapy. London:
Hodder and Stoughton, 1977.
Goble, Frank. G. Mazhab Ketiga; Psikologi Humanistik Abraham Maslow, (ter).
Drs. A. Supratiknya. Yogyakarta: Kanisius, 1991
Gumiandri, Septi, Logoterapi Victor E. Frankl dalam Tinjauan Tasawuf. Disertasi
Sekolah Pasca Sarjana Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta, 2008.
Hamdi, Iqbal. Menggapai Hidup Bermakna. Jakarta: Republika, 2006.
Hidayat, Komaruddin. Psikologi Kematian, Mengubah Ketakutan Menjadi
Optimisme. Jakarta: Hikmah, 2006.
Ibrahim, Warwah Daud. Basic Life Skill: Mengelola Hidup dan Merencanakan
Masa Depan. Jakarta: MHMMD Production, 2003.
Inayat Khan, Hazrat. Spiritual Dimension of Psychology,(terj) Andi, Dimensi
Spiritual Psikologi. Pustaka Hidayat.
Izzuddin, Abu. Agenda Ceramah dan Retorika; Kiat-Kiat Ceramah Berkesan.
Solo: Pustaka Amanah, 1999.
Kartono, Kartini. Bimbingan dan Dasar-Dasar Pelaksanaannya; Teknis
Bimbingan Praktis. Jakarta: CV. Rajawali, 1985.
Khoo, Adam. I Am Gifted, So Are You! (terj) Saya Berbakat, Anda Juga, oleh
Justika Gracinia dan Januarita Fitriani). Jakarta: PT. Elex Media
Komputindo, 2008.
Koeswara, E. Logoterapi; Psikoterapi Victor Frankl. Yogyakarta : Kanisius 1992.
Lumpin, A Aron. You Can Chance your life; Aim of Succes, Rahasia menjalani
kehidupan bermakna. Esensi, Erlangga Group, 2006.
Lutfi, M, Dasar-Dasar Bimbingan dan Penyuluhan (Konseling) Islam, Jakarta:
Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008.
Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja Rosda
Karya, 2004.
Muzambik, Akhmad. Gambaran Makna Hidup Mahasiswa yang Telah Menikah.
Skripsi S1 Fakultas Psikologi; Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah, Jakarta, 2008.
Nazir, Moh. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. 2003.
Poerwandari, Kristi. Pendekatan Kualitatif Dalam Penelitian Psikologi. Jakarta:
LPSP3 UI. 1998.
Powell, Jhon SJ. 10 Laku Hidup Bahagia. Yogyakarta: Kanisius, 1994.
Paimun. Bimbingan dan Konseling. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
2008
Prayitno. Layanan Bimbingan dan Konseling Kelompok (Dasar dan Profil).
Jakarta: Ghalia Indonesia, 1995.
Partanto, Pius A dan M. Dahlan Al-Barry. Kamus Ilmiah Populer. Surabaya:
Arkola, 1994.
Rahman, Budhi Munawar. Ensiklopedi Nurkholis Madjid. Jakarta : Mizan, 2006.
Shihab, M. Quraish. Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an,
vol. 13. Jakarta: Lentera Hati, 2002.
Subagya, Hary. Time to Change. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer, 2004.
Sukardi, Dewa Ketut. Bimbingan dan Konseling. Jakarta: PT. Bina Aksara. 1998.
--------------, Proses Bimbingan dan Penyuluhan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Sukmadinata, Nana Syaodih. Bimbingan dan Konseling dalam Praktek;
Mengembamgkan Potensi dan Kepribadian Siswa. Bandung: Maestro,
2007
Tholchah, Muhammad Hasan. Dinamika Kehidupan Relegius, Jakarta:
Listafariska, 2004.
-----------, Prospek Islam Dalam Menghadapi Tantangan Zaman. (Jakarta:
Lantabora Press-Jakarta Indonesia, 2005.
Tohirin. Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah (berbasis integrasi)
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007.
Valentine, James Lee. Pure Power; Inti Pemberdayaan Pribadi Yang Luar Biasa,
penerjemah, Refina Indriasari. Jakarta: Bhuana Ilmu Populer, 2005.
Winkel, Ws dan M.M Sri Hastuti. Bimbingan dan Konseling di Institusi
Pendidikan. Yogyakarta: Media Abadi, 2004.
Wikipedia. “Konsep”. Diakses pada tanggal 31 Mei 2009 dari
www.wikipedia.co.org.
Yusuf, Syamsu, L.N. dan A. Juntika Nurihsan. Landasan Bimbingan dan
Konseling. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006.
Zaman, Aka Kamarul dan Al-Barry, M. Dahlan Y. Kamus Ilmiah Serapan;
Disertai Entri Tambahan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah.
Yogyakarta: Absolut, 2005.
Wawancara II
Pada tanggal : 26 Maret 2009
Tempat : Kediaman Hanna Djumhana Bastanam
Alamat : Komplek Perumahan UI No. 69, Ciputat.
Narasumber : HD. Bastaman.
1. Tolong bapak ceritakan tentang riwayat hidup bapak!
“Saya ini anak ke sembilan dari sembilan bersaudara, dari orang tua, ayah
(Muhammad Sabri Wira Admadja) dan ibu (Siti Jubaidah). Bastaman itu nama
kakek saya.. supaya untuk mempersatukan keluarga. Saya anak ragil.. coba
bayangkan yang terkecil sekarang sudah 70 tahun.. yang tinggal cuma hanya
3, kakak perempuan saya dua, dan saya satu, bapak saya kelahiran 1873..
beliau adalah seorang pemuka agama. Dia itu dulu kalau orang dulu ada
namanya khalifah.. suatu pangkat, kalau sekarang kepala KUA lah gitu ya..
saya hidup di dalam lingkungan agamis.. jadi keluarga kami itu adalah
keluarga religius tapi juga sangat mengapresiasi seni.. Ibu saya tidak bisa baca
huruf latin tapi ngajinya sangat bagus.. kemudian saya pindah ke kota waktu
kelas 4 ikut abang saya di sana. Saya beruntung saya dari kecil dibiasakan
dengan nilai-nilai keagamaan.. sehingga melekat didiri saya, sehingga di kota
itu saya juga masih memegang nilai agama. Saya itu biasa aja ya…, SD, SMP,
dulu SR namanya…sekolah rakyat, kemudian SMP, kemudian ke-SMA
kemudian saya waktu itu ya ikut-ikutan aja lah.. ada yang masuk fakultas saya
masuk, saya pernah belajar di dua Fakultas, satu Fakultas hukum di UNPAD,
saya makin lama saya makin ga' cocok, karena saya lebih tertarik kepada
manusia.. akahirnya saya tinggalkan itu, kemudian saya pindah ke Fakultas
Psikologi di UI, tapi itu memperkaya pengetahuan saya dibidang hukum..,
kemudian saya ditarik menjadi staff pengajar di sana, asisten waktu itu. sudah
itu lama betul di sana terus saya disuruh ikut program S2, itu aja.. S3 saya ga'
sempat terlalu tua.
Saya suka piano.. tapi karena kaka' saya ga' bisa beliin akhirnya malam-malam
saya bersepeda mau mendengerin mahasiswi, dengarin main piano.. itu di
Bandung lho..”
2. Kalau informalnya pak?
“Kalau informalnya.. apa ya.. saya paling-paling berorganisasi kali?, pesantren
juga saya ngga'.., saya agama itu belajar sendiri, walaupun orang tua saya tu
ahli agama tapi saya agamanya belajar sendiri ya.. belajar sendiri saja, banyak
Tanya orang, pesantren saya ga' pernah masuk. Cuma saya sangat menghargai
pesantren,..gitu ya… yang informalnya.. ya.. kursus-kursus alakadarnya,
menekuni banyak sebagai otodidak ya..,otodidak aja gitu.”
3. Terus organisasi yang pernah bapak ikuti, organisasi apa saja pak?
“Organisasi yang pasti politik ngga' lah.. paling HMI dulu, kemudian, kan
saya suka berhafif di sebuah hotel seni budaya ya.. di sana semasa mahasiswa,
sesudah saya dewasa pun saya pernah berkecimpung di organisasi sekarang
saya membantu di organisasi yayasan "Jati Diri Bangsa"..untuk mencoba
menyumbangkan sedikit banyak pemikiran dan pengembangan akhlak untuk
jati diri yang sedang berkembang ya.. beberapa tokoh-tokoh nasionalisasi..
coba nimbrung aja lah karena psikologinya sedikit disana.”
4. Terus, kegiatan-kegiatan yang sekarang Bapak lakukan, selama masa pensiun
ini ?
”Saya pertama kali nulis buku, bikin makalah gitu.. saya diminta mengajar,
walaupun saya menolak untuk mengajar untuk satu semester, udah ajalah
sebelum pensiun, saya sudah dua tahun pensiun, saya sudah mempersiapkan
mata kuliah saya diserahkan kepada para dosen-dosen muda ya.. saya dulu
memegang psikologi kepribadian kemudian mata kuiah estetika, kemudian
saya memegang psikologi Islami ya.. pendidikan agama, pendidikan Islam
tapi.. itu menjadi bagian kerja sama dengan salah seorang dosen IAIN, saya
sudah serahkan semuanya ya.. a.. kemudian..saya pun mengajar diagnostik
klinis dan itu sudah saya serahkan semuanya.. dan saya juga mengadakan
training khusus untuk para mahasiswa yang ikut program profesi klinis, saya
orang psikologi klinis ya.. itu semacam membikin modul-modul training
pengembangan diri.. itu pun sudah saya serahkan ya semua.. jadi saya konsen
itu dengan.. dengan.. bebas.. bebas.. jadi tugas saya sudah saya serahkan..
logoterapi itu saya pegang..mungkin sudah satu tahun sudah saya itukan, saya
sudah didik pula para kawan-kawan dosen-dosen muda di bagian psikologi
klinis untuk meneruskan dan sudah ada gitu..dan kemudian ternyata mereka
itu lebih baik dari saya ngajarnya karena mereka menguasai teknologi canggih
ya..internet saya kan gaptek.. alakadarnya ajalah saya bisa buka dan baca gitu
ternyata mereka jauh lebih baik dari saya karena mereka sudah banyak bahan
yang banyak, saya menulis buku, saya bisnis-bisnis usaha keluarga gitu ya..
itu kemudian ya bergerak di bidang seni apa di sebuah yayasan yang juga
bergerak di bidang akhlakul karimah ya.. itu saya menekuni tasawuf Islam
yang banyak mempengaruhi kehidupan saya dan juga wawasan saya, jadi latar
belakang saya itu, psikologi kemudian budaya dan tasawuf Islam.”
5. Terus pak, tentang karya Bapak tentang "Meraih Hidup Bermakna; Kisah
Pengalaman Tragis" ini kira-kira apa yang menjadi point penting dari buku
tersebut Pak?
”Itu sebenarnya tadinya bacaan akademis aja gitu ya. Cuma menurut saya
kan.. kalau akademis kan telalu serius ya.. jadi saya tambah macam-macam
yang ada berkaitan dengan psikologinya, yang ringan-ringanlah jadi itu berada
di semi akademis lah lebih banyak popnya lah ya.. di sana ada humor-humor
saya tambahkan, jadi itu bagian pertama buku terbut tentang logoterapi, ruang
lingkupnya itu komplit di sana, yang kedua adalah karya saya sendiri tentang
logoterapi, perubahan-perubahannya.. saya kan orang yang tidak mau.. plok
gitu ya.. ga' mau jadi the master voice yang victor frankl saya memang senang
teori itu, dia orang Yahudi, orang Yahudi yang sholeh.. dan pemikirannya itu
adalah banyak sejalan dengan agama Islam, ada buktian Profesor Malik Badri
ya.. itu dalam bukunya The dilemma of Muslim Psikologis yang sudah
diterjemahkan menjadi dilema psikologi muslim, itu di dalamnya mengkritik
abis seluruh aliran-aliran psikologi modern, psikoanalisa dikecam abis,
behavioralistik dikecam , humanistik. Cuma logoterapi dipuji karena itu sesuai
dengan semangat Islam, optimismenya itu sudah sangat sesuai dengan Islam
dan saya sangat sependapat. Dan saya itu belajar logoterapi.. sebetulnya bagi
saya itu logoterapi itu sebagai batu loncatan saja lah itu sebagai kegiatan
intelektual saya, sebagai batu loncatan sajalah dan saya itu tujuan utama saya
itu ingin mengembangkan psikologi islam, psikologi Islami, sebetulnya itu
karena menurut saya banyak sekali kesesuaian, khususnya psikologi Islami.
karena istilah Psikologi Islam dikembangkan oleh teman-teman saya rekan-
rekan saya di UIN, ahli-ahli mereka menyebut psikologi islam yang bersumber
langsung dari al-Qur'an dan Hadist yang dijabarkan, kalau saya empiris, betul-
betul empiris, dari teori empiris terus pemikirannnya. betul-betul induktif
ya… ke atas, kalau ini ke bawah, deduktif itu harus jumpa karena pemikiran
deduktif dan induktif itu adalah dua perangkap ilmu yang tidak harus
dipisahkan dalam pengembangan ilmu.. kami dari para psikolog yang
berpendidikan umum itu sangat sekuler. Cuma kita mendambakan psikologi
yang sekuler tadi itu mendapat cahaya Islam, kawan-kawan di UIN itu, itu ahli
betul di bidang agama dan dia bisa menjabarkan itu prinsip-prinsip al-Qur'an
di sana menjadi operasional, Cuma itu akhirnya sampai kepada konsep saja.
Konsep orang kafir cirinya dimana mukmin, dimana munafik gitu ya…
konsepnya saja itu, tapi kenyataannya gimana? Itu nantinya ketemu, dan
nantinya psikologi Islam itu harus betul-betul murni terkait dengan psikologi
Islam dari al-Qur'an dan Hadits, jadi sekarang masih proses, tapi kami betul
betul saling respek, kita belajar tentang agama, konsep-konsep agama, dan
mereka pun mau belajar tentang psikologi jadi itu integrasi namanya ya..”
6. Terus tentang karya Bapak yang kedua "Logoterapi, Psikologi untuk
Menemukan Makna Hidup dan Meraih Hidup Bermakna", kira-kira, bisakah
Bapak ceritakan tentang latar belakang penulisan buku tersebut, dan apa
yang menjadi point penting dari buku tersebut Pak?
“Buku pertama itu memang.. itu tentang kasus-kasus individual..itu betul-betul
murni tentang logoterapi, ada logoanalisis tapi sedikit sekali ya disana.. nah
buku kedua ini ya lebih diperluas dalam artian saya masukkan pandangan saya
sendiri yang tidak selalu sesuai dengan pandangan Victor Frankl, saya
mengadakan perluasan di bidang itu, saya menambahkan tambahan analisis
kasus, saya juga menyederhanakan logoanalisis menjadi sederhana ya,
sehingga nanti bisa dipakai..sebetulnya cita-cita saya untuk menulis buku self
help dengan logoterapi, jadi banyak terobosan-terobosan yang saya sampaikan
misalnya bagaimana Victor Frankl itu hanya menunjukkan bahwa antara
logoterapi atau psikologi dengan teologi itu dia menjembatani.. tapi dia ga'
mau masuk di bidang teologi, kalau saya terus.. o.. ternyata ilmu psikologi
dalam hal ini logoterapi, itu betul-betul Sunnatullah.. Sunnatullah dan tidak
bisa..kalau menurut saya itu tidak bisa.. pokoknya kaitannya eratlah dengan
agama.. antara ilmu dan agama itu kalau menurut saya bukan dikhotomi yang
kaku, itu kesinambungan kok, gitu.. . Kalau menurut saya, psikologi itu tidak
akan bisa memberanikan efektifitas kesejukan, tidak bisa memberikan
pengamalan yang bagus, bahkan tidak bisa memberikan kekuatan tanpa
dikaitkan dengan agama..”
7. Terus Pak kita bicara tentang logoterapi, kira-kira sepengetahuan Bapak,
logoterapi ini kapan pertama kali dikenal di Indonesia Pak?
“Jangan di Indonesia dulu, yang di luar negeri dulu itu tahun 30 an itu, masuk
ke Indonesia itu tahun… 75 kalau tidak salah.., dan orang mengatakan katanya
saya orang perintisnya.. waktu itupun saya itu masih.. masih.. tahun-tahun
terakhir, tahun-tahun awalnya, ya waktu saya masih studi di psikologi, saya
dipinjamin buku ya.. ada diceritakan di buku saya itu, bukunya entah ke mana
sekarang, nah itu saya mulai dari tahun 75 itu, intensif konsisten saya
belajarnya, karena sewaktu itu saya tidak itu.. jadi ya.. seakal-akal sajalah.
Saya mulai berburu buku.. berburu macam-macamlah ya.. tahun 75 sudah itu
a.. saya pakai kuliah, diskusi dengan teman-teman jadi saya belajar sendiri
kemudian ternyata ada juga beberapa teman yang tertarik.. itulah awalnya,
tahun 75..”