KONSENTRASIPERBANKAN SYARIAH PROGRAM...
-
Upload
trinhquynh -
Category
Documents
-
view
217 -
download
0
Transcript of KONSENTRASIPERBANKAN SYARIAH PROGRAM...
STRATEGI MANAJEMEN PEMBIAYAAN CASH DAN RECEIVABLE FINANCING PADA BANK DKI SYARIAH JAKARTA
Oleh
GENDUK NUNIK NIM. 204046102918
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH PROGRAM STUDI MUAMALAT
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A 1431 H/2010 M
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu upaya merealisasikan nilainilai ekonomi Islam dalam
aktivitas nyata masyarakat adalah dengan mendirikan lembagalembaga
keuangan yang beroperasi berdasarkan syariah Islam. Dari sekian jenis
lembaga keuangan, perbankan merupakan sektor paling besar pengaruhnya
dalam perekonomian masyarakat modern. Upaya intensif pendirian bank
syariah di Indonesia itu ada sejak tahun 1988, yaitu pada saat pemerintah
mengeluarkan Paket Kebijakan Oktober (pakto) yang mengatur deregulasi
industri perbankan di Indonesia. 1
Krisis mutlidimensi yang melanda Indonesia sejak pertengahan 1997
masih meninggalkan dampak pada dunia bisnis Indonesia, terutama perbankan
nasional. Perbankan nasional harus menanggung Non Performing Loan yang
sangat besar akibat dari krisis yang menimpa sektor riil. Non Performing Loan
dapat mengganggu likuiditas sehingga dapat menurunkan kepercayaan
masyarakat kepada perbankan, dan dalam waktu yang bersamaan muncul
masalah lain yaitu negative spread. 2
Bila bank konvensional tidak juga menemukan vaksin penangkal virus
negative spread, perbankan syariah relatif imun dan bahkan tak tersentuh.
1 Zainul Arifin, Memahami Bank Syariah; Lingkup, Peluang, Tantangan dan Prospek, (Jakarta: Pustaka Alvabet, 1999), h. 192
2 Ahmad Riawan Amin, “Bukan Alternatif Tapi Solusi”, Modal, Jakarta 1 Januari 2003, h. 12 13
2
Untuk itu, Bank Indonesia menerapkan Tight Money Policy atau kebijakan
uang ketat. Otoritas moneter berharap dengan menetapkan bunga hingga
setinggi itu, dana masyarakat akan tersedot ke sistem perbankan. Namun pada
kenyataannya, kebijakan ini menjadi beban berat yang harus dipikul dunia
perbankan konvensional. Banyak di antara bankbank itu yang kelimpungan
tercekik oleh tingginya bunga. Mereka harus membayar bunga simpanan
masyarakat dengan bunga yang selangit, sementara bank tidak dapat menarik
bunga kredit sebesar itu dari nasabah. Seperti diketahui bahwa fragmen itu
berlanjut dengan tumbangnya satu demi satu bank konvensional karena
kesulitan likuiditas. Aliran dana mereka semakin parah ketika kredit yang
dikucurkan kepada para debitur banyak yang macet. Akhirnya bank pun
banyak yang terlikuidasi.
Likuiditas adalah tingkat di mana suatu aktiva dapat diubah ke dalam
mata uang baik uang kertas maupun uang logam yang dilakukan untuk
melaksanakan pembayaran. Kegiatan pembayaran merupakan salah satu tugas
pokok bank yang secara terus menerus harus dilaksanakan guna
mempertahankan dan mengembangkan usaha dari bank tersebut. Oleh sebab
itu, sangat diperlukan manajemen untuk menangani kegiatan pembiayaan pada
berbagai bank tak terkecuali bank syariah.
Kegiatan dan penyaluran dana bank syariah memerlukan pengendalian
untuk memenuhi kewajiban kepada pihak ketiga. Pengelolaan dilakukan
dengan manajemen likuiditas yang terorganisir dan sistematis. Tanpa memiliki
pengendalian yang ketat dan kokoh, kelancaran likuiditas sulit untuk dipenuhi.
3
Salah satu kebijakan manajemen likuiditas adalah mencukupi pemeliharaan
cadangan. 3
Pemeliharaan cadangan adalah penyisihan terhadap sejumlah dana
dalam rangka memenuhi kebutuhan kewajiban. Terdapat dua pemeliharaan
utama yaitu cadangan utama dan cadangan tambahan. 4 Bank syariah akan
menyisihkan dana untuk keperluan cadangan tambahan demi menjaga
likuiditas jangka pendek dan menengah. Komponen cadangan tambahan ini
harus memiliki tingkat likuiditas yang tinggi agar dapat dicairkan pada saat
diperlukan. Oleh karena itu, terdapat beberapa faktor yang mendorong
penerapan manajemen likuiditas secara intensif yang salah satu di antaranya
adalah untuk mendapatkan kepercayaan dari nasabah bank itu sendiri. 5
Bank senantiasa menjaga aset, likuiditas dan kecukupan modal pada
posisi yang tepat karena kesalahan manajemen bank dalam mengatur aset,
likuiditas dan kecukupan modal akan mengakibatkan kesulitan dalam
membayar kewajiban jangka pendek dan menutup resiko kerugian jika terjadi
dalam upaya menentukan tingkat kredibilitas bank yang bersangkutan.
Kebutuhan dana sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia berupa minimum
cash untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya deposit yang ditarik
sebelum jatuh tempo, komitmen dan mencukupi kas bagi keperluan bank yang
tidak terduga dengan cara melakukan pembiayaan.
3 Masyhud Ali, Asset Liability Management; Menyiasati Resiko Pasar Operasional Dalam Perbankan, (Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2002), h. 272
4 Masyhudi Ali, Asset Liability Management; Menyiasati Resiko Pasar Operasional Dalam Perbankan, h. 328
5 Zainul Arifin,DasarDasar Manajemen Bank Syariah, (Jakarta: Pustaka Alvabet, 2005), h. 101
4
Pembiayaan cash financing pada umumnya digunakan untuk
memenuhi kebutuhan yang timbul akibat terjadinya ketidaksesuaian antara
cash flow dan cash outflow pada perusahaan nasabah. Fasilitas yang biasanya
diberikan oleh bank konvensional adalah fasilitas yang biasa disebut rekening
koran. Atas pemberian fasilitas ini, bank memperoleh imbalan manfaat berupa
bunga atas jumlah ratarata pemakaian dana yang disediakan dalam fasilitas
tersebut. 6
Bank memberikan pinjaman dana kepada nasabah untuk mengatasi
kekurangan dana karena masih tertanam dalam piutang. Atas dasar pinjaman
itu, bank meminta cessie atas tagihan nasabah tersebut. Pada dasarnya nasabah
berkewajiban untuk menagih sendiri piutangnya, tetapi bila bank merasa perlu
dengan menggunakan cessie tersebut bank berhak untuk menagih langsung
kepada pihak yang berhutang. Hasil penagihan tersebut pertama digunakan
untuk membayar kembali pinjaman nasabah berikutnya dan selebihnya
dikreditkan ke rekening nasabah. Jika ternyata piutang tersebut tidak tertagih,
maka nasabah wajib membayar kembali pinjaman tersebut berikut bunganya
kepada bank.
Tingginya tingkat persaingan antar bank saat ini, memaksa bank untuk
memberikan pelayanan yang maksimal kepada para nasabahnya yang salah
satunya dengan cara mempermudah syarat pembayaran produk. Oleh karena
itu, pembayaran yang ditunda atau pembayaran secara kredit menjadi suatu
kebutuhan bagi bank dalam rangka meningkatkan volume penjualannya atas
6 Zainul Arifin, DasarDasar Manajemen Bank Syariah, (Jakarta: Pustaka Alvavet, 2006), Cet. ke4, h. 202
5
penjualan secara kredit tersebut, maka bank memiliki piutang kepada
pelanggan. 7 Piutang bagi perusahaan akan memperlambat arus kas karena
dana tunai atau kas akan masuk setelah piutang tersebut jatuh tempo, padahal
di sisi lain perusahaan membutuhkan uang tunai atau kas untuk kegiatan
operasionalnya. 8
Bank memberikan pinjaman dana kepada nasabah untuk mengatasi
kekurangan dana karena masih tertanam dalam piutang dengan imbalan
bunga. Atas pinjaman itu bank meminta cessie atas tagihan nasabah tersebut.
Pada dasarnya nasabah berkewajiban untuk menagih sendiri piutangnya, tetapi
bila bank merasa perlu dengan menggunakan cessie tersebut bank berhak
menagih langsung kepada pihak yang berhutang. Hasil penagihan tersebut
pertamatama digunakan untuk membayar kembali pinjaman nasabah berikut
bunganya, dan selebihnya dikreditkan ke rekening nasabah. Bila ternyata
piutang tersebut tidak tertagih, maka nasabah wajib membayar kembali
pinjaman tersebut berikut bunganya kepada bank. 9
Salah satu kegiatan bank adalah menyalurkan dana yang bersumber
dari berbagai pihak. Pihak pertama adalah pemilik perusahaan itu sendiri.
Sementara pihak kedua adalah pelaku pasar keuangan yaitu berupa bank
lainnya dan lembaga keuangan. Sedangkan pihak ketiga adalah masyarakat
umum. Pihak pertama memberikan dana kepada bank sebagai modal untuk
menjalankan kegiatan dan berinvestasi, pihak kedua menempatkan kepada
7 Lina Ismawati, “Anjak Piutang Alternatif Pembiayaan Untuk Memperlancar Arus Perusahaan”, artikel pada Majalah Ilmiah Unikom, Vol. V, h. 133
8 Lina Ismawati, artikel pada Majalah Ilmiah Unikom, h. 134 9 Zainul Arifin, DasarDasar Manajemen Bank Syariah, h. 203
6
bank syariah sebagai investasi dan penyediaan cadangan. Pihak ketiga
menitipkan dananya kepada bank syariah untuk mengamankan dana dari
resiko kehilangan dan sebagai sarana investasi agar mendapat imbalan bagi
hasil. 10
Salah satu bank yang memberikan bagi hasil dalam menyalurkan
pembiayaan adalah Bank DKI Syariah Jakarta. Bank ini merupakan salah satu
bank yang menetapkan pembagian pendapatan dengan menggunakan sistem
bagi hasil. Konsep dari sistem bagi hasil adalah membagi perolehan
pendapatan antara bank dan nasabah dengan nisbah tertentu atas dasar
kesepakatan. Pembagian pendapatan tersebut dilaksanakan dalam kontrak
kegiatan pembiayaan dengan cara profit and loss sharing. 11 Penerapan sistem
bagi hasil ini membuat para investor dan pengusaha tertarik sehingga dana
dana yang dihimpun oleh Bank DKI Syariah Jakarta lebih banyak disalurkan
pada sektor riil untuk memperoleh pendapatan bagi hasil.
Bertitik tolak pada pemikiran di atas, maka penulis merasa tertarik
untuk mencoba menuangkan sebuah obsesi yang terdapat dalam diri penulis
yang kemudian diwujudkan dalam bentuk skripsi yang diberi judul :
“STRATEGI MANAJEMEN PEMBIAYAAN CASH DAN RECEIVABLE
FINANCING PADA BANK DKI SYARIAH JAKARTA”. Tema ini menarik
untuk dikaji, karena implikasinya sangat luas sehingga manajemen
pembiayaan Bank DKI Syariah Jakarta dapat dikontrol melalui pembiayaan
cash dan receivable financing.
10 Zainul Arifin, DasarDasar Manajemen Bank Syariah, h. 46 11 Tim Pengembangan Produk Perbankan Syariah Institut Bankir Indonesia, Bank Syariah;
Konsep, Produk dan Implementasi Operasional, (Jakarta: Djambatan, 2003), h. 61
7
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Mengingat luasnya kajian tentang manajemen operasional bank syariah
yang terdiri atas penghimpunan dana dan penyediaan jasa keuangan, maka
pembahasan skripsi ini dibatasi hanya pada strategi manajemen pembiayaan
cash dan receivable financing pada Bank DKI Syariah Jakarta dengan
rumusan masalah sebagai berikut :
1. Kebijakan apa yang dapat diambil oleh manajemen pembiayaan cash dan
receivable financing pada Bank DKI Syariah ?
2. Bagaimana tinjauan dan penerapan manajemen pembiayaan cash dan
receivable financing pada Bank DKI Syariah Jakarta ?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Sejalan dengan latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan
masalah, maka penelitian skripsi ini memiliki tujuan di antaranya adalah
sebagai berikut :
1. Mengetahui kebijakan manajemen pembiayaan cash dan receivable
financing pada Bank DKI Syariah Jakarta.
2. Mengetahui sistem manajemen pembiayaan cash dan receivable financing
yang diterapkan oleh Bank DKI Syariah Jakarta
3. Memperoleh gambaran tentang tinjauan dan sistem manajemen
pembiayaan cash dan receivable financing yang diterapkan oleh Bank DKI
Syariah Jakarta.
Adapun manfaat dari penelitian skripsi ini di antaranya dapat
dijelaskan sebagai berikut :
8
1. Manfaat akademis
Penelitian skripsi ini diharapkan dapat memberikan kontribusi
berupa buku bacaan perpustakaan di lingkungan Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya di Fakultas Syariah dan Hukum
Program Studi Perbankan Syariah.
2. Manfaat praktis
Penelitian skripsi ini juga diharapkan dapat memberikan
sumbangan yang berarti bagi lembagalembaga perbankan, khususnya
perbankan syariah dan sekaligus dapat memberikan penjelasan tentang
strategi manajemen pembiayaan cash dan receivable financing.
3. Masyarakat
Penelitian skripsi ini juga diharapkan dapat memberikan
pengetahuan dan pemahaman kepada masyarakat tentang sistem
manajemen pembiayaan cash dan receivable financing.
D. Kajian Pustaka
Secara umum, penelitian tentang strategi manajemen pembiayaan cash
dan receivable financing telah dilakukan oleh banyak peneliti sebelumnya.
Adapun di antara para peneliti tersebut adalah sebagai berikut :
1. Chairil Fajri, Manajemen Pembiayaan Bank IFI Syariah, Jakarta:
Program Studi Ekonomi Islam Fakultas Syariah dan Hukum Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2003.
2. Gatot Subroto, Analisa Strategi Pengelolaan Piutang Iuran Perusahaan
Pada PT. Jamsostek, Jakarta: Program Studi Ekonomi Islam Fakultas
9
Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,
2003.
3. Siti Efendi bin Sharifuddin, Tinjauan Ekonomi Islam Terhadap
Manajemen Likuiditas PT. BII Unit Usaha Syariah, Jakarta: Program
Studi Ekonomi Islam Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2005.
Ketiga skripsi tersebut di atas pada dasarnya samasama mengkaji
tentang manajemen pembiayaan pada bank syariah. Namun kajian ketiga
skripsi tersebut sama sekali tidak menyinggung tentang strategi manajemen
cash dan receivable financing pada bank syariah. Hal inilah yang menjadikan
perbedaan yang sangat mendasar antara ketiga skripsi tersebut dengan skripsi
yang sedang penulis bahas.
Berdasarkan pada kajian pustaka tersebut, secara khusus sampai saat
ini belum ditemukan adanya kajian yang membahas tentang strategi
manajemen pembiayaan cash dan receivable financing pada suatu lembaga
keuangan syariah seperti Bank DKI Syariah Jakarta. Atas dasar itu, penulis
tertarik untuk melakukan penelitian tentang strategi manajemen pembiayaan
cash dan receivable financing pada Bank DKI Syariah Jakarta.
E. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini
adalah penelitian kualitatif yang menghasilkan data deskriptif dengan
10
informasi dari orang yang terlibat dalam obyek. 12 Menurut Marzuki,
penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan dengan cara
melukiskan keadaan obyek atau persoalan yang tidak dimaksudkan untuk
mengambil atau menarik suatu kesimpulan yang berlaku umum. 13
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengangkat fakta, keadaan, variabel dan
fenomenafenomena yang terjadi saat sekarang dan menyajikan apa
adanya. 14
Oleh sebab itu, pembahasan hasil penelitian ini mengupayakan
beberapa hal di antaranya adalah mencari informasi faktual yang mendetail
dalam menjelaskan gejala yang ada, mengidentifikasi masalahmasalah
atau mendapatkan justifikasi keadaan dan praktekpraktek yang sedang
berlangsung, membuat konfirmasi dan evaluasi serta mengetahui apa yang
telah dikerjakan oleh orang lain tentang masalah atau situasi yang sama
agar dapat belajar dari mereka untuk kepentingan pembuatan rencana dan
pengambilan keputusan di masa depan. 15
Adapun yang menjadi obyek dalam penelitian ini adalah Bank DKI
Syariah Cabang Tanah Abang Jakarta yang berlokasi di jalan Wahid
Hasyim No. 212A Jakarta Pusat.
12 Lexy J. Maleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1998), Cet. ke2, h. 3
13 Marzuki, Metodologi Riset, (Jakarta: BPFE UI, 2001), h. 8 14 Penelitian ini memiliki dua tujuan yaitu pertama untuk pengukuran yang cermat
terhadap fenomena social tertentu dengan mengembangkan konsep dan menghimpun fakta, tetapi tidak melakukan pengujian hipotesis. Kedua untuk memprediksi fenomena social tertentu. Lihat M. Subhan, et.al., DasarDasar Penelitian Ilmiah, (Bandung: Pustaka Setia, 2001), Cet. ke1, h. 26
15 Menurut para pakar, definisi penelitian deskriptif itu sangat luas dan mencakup segala macam bentuk penelitian kecuali penelitian histories dan eksperimental dan penelitian deskriptif dalam arti luas biasanya diidentikan dengan penelitian survei. Untuk pemahaman lebih lanjut lihat Mastuhu, et.al., Manajemen Penelitian Agama; Perspektif Teoritis dan Praktis, (Jakarta: INIS, 2000), h. 209
11
2. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
a. Data Primer
Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari
Bank DKI Syariah Jakarta. Untuk memperoleh data primer ini, penulis
mengadakan wawancara secara langsung dengan pihak yang telah
ditunjuk oleh pihak Bank DKI Syariah Jakarta.
b. Data Sekunder
Data sekunder yaitu data yang diterima melalui studi
kepustakaan dengan cara mempelajari dan mengkaji bukubuku,
majalah dan artikelartikel yang erat kaitannya dengan masalah
masalah yang akan dibahas. Dalam melakukan studi kepustakaan ini,
penulis mengunjungi beberapa perpustakaan guna memperoleh data
dari berbagai literatur.
3. Teknik Pengumpulan Data
Untuk kepentingan penelitian, pengambilan data dapat dilakukan
melalui :
a. Studi Dokumentasi, yaitu pengumpulan data berupa dokumen tentang
strategi manajemen pembiayaan cash dan receivable financing pada
Bank DKI Syariah Jakarta yang diambil dari dokumendokumen
berupa makalah, brosurbrosur dan dokumen lapangan.
b. Wawancara. Wawancara dilakukan untuk menggali data penelitian
melalui percakapan langsung dengan pihak yang telah ditunjuk oleh
12
Bank DKI Syariah Jakarta yang mengarah pada masalah penelitian.
Untuk wawancara ini digunakan pedoman wawancara guna
mengarahkan permasalahan sesuai dengan kepentingan penelitian.
4. Teknik Pengolahan Data
Data penelitian yang diperoleh melalui data primer dan data
sekunder kemudian diolah sedemikian rupa, sehingga menghasilkan suatu
karya ilmiah yang memiliki bobot yang mendekati kepada kesempurnaan
penulisan dengan mengacu kepada teknik pengolahan data.
5. Teknik Analisa Data
Teknik analisa data yang penulis gunakan dalam menganalisis data
adalah menggunakan metode deskriptif analisis kualitatif, yaitu suatu
teknik analisis data di mana terlebih dahulu dipaparkan semua data yang
telah diperoleh kemudian dianalisa dengan tetap berpedoman pada
sumbersumber dalam bentuk kalimat.
6. Teknik Penulisan Skripsi
Adapun teknik penulisan skripsi ini mengacu pada buku Pedoman
Penulisan Skripsi yang diterbitkan oleh Fakultas Syariat dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2007 Cet. ke
1, akan mewarnai seluruh bentuk penulisan skripsi ini.
F. Sistematika Penyusunan
Untuk memudahkan pembahasan skripsi ini secara keseluruhan, maka
diperlukan suatu sistematika penyusunan. Adapun sistematika yang dimaksud
adalah seperti yang akan diuraikan di bawah ini.
13
Bab I menguraikan tentang pokokpokok pikiran yang tertuang dalam
pembahasan skripsi ini yang terdiri atas latar belakang masalah yang bertujuan
untuk memberikan alasan yang jelas tentang pemilihan judul, pembatasan dan
perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kajian pustaka, metode
penelitian yang dipergunakan untuk memudahkan penulisan dan sistematika
penyusunan dipergunakan dalam rangka memberikan penjelasan secara garis
besar mengenai pembahasan yang akan diuraikan dalam skripsi ini.
Bab II berisi landasan teori yang pembahasannya meliputi cash
financing dan receivable financing. Ruang lingkup dari cash financing terdiri
atas pengertian cash financing, jenis dan sumber alat cash financing, prinsip
prinsip pengelolaan cash financing, tujuan dan manfaat pengelolaan cash
financing serta metode dan pendekatan dalam pengelolaan cash financing.
Sedangkan ruang lingkup dari receivable financing terdiri atas pengertian
receivable financing, dasar hukum receivable financing, jenisjenis receivable
financing dan rukun serta syarat receivable financing.
Bab III berisi tentang gambaran umum Bank DKI Syariah Jakarta yang
pembahasannya meliputi sejarah singkat Bank DKI Syariah Jakarta, visi dan
misi Bank DKI Syariah Jakarta, prinsip operasional Bank DKI Syariah
Jakarta, penawaran produk dan jasa Bank DKI Syariah Jakarta serta struktur
organisasi Bank DKI Syariah Jakarta.
Bab IV membahas inti persoalan yang diperbincangkan dalam skripsi
ini, yaitu analisis sistem manajemen pembiayaan cash dan receivable
financing pada Bank DKI Syariah Jakarta yang pembahasannya meliputi
14
perencanaan manajemen pembiayaan pada Bank DKI Syariah Jakarta,
pengorganisasian manajemen pembiayaan pada Bank DKI Syariah Jakarta,
jenis dan faktor manajemen pembiayaan cash dan receivable financing pada
Bank DKI Syariah Jakarta serta aplikasi sistem manajemen pembiayaan cash
dan receivable financing pada Bank DKI Syariah Jakarta.
Bab V merupakan bab penutup dari skripsi ini yang di dalamnya
memuat beberapa kesimpulan dan saransaran yang merupakan kristalisasi
dari babbab terdahulu yang kemudian diakhiri dengan daftar pustaka dan
lampiranlampiran.
15
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Cash Financing
1. Pengertian Cash Financing
Cash financing terdiri dari dua buah kata yaitu dan cash dan
financing. Secara etimologis, cash berarti tunai. 1 Sedangkan financing
dapat dipahami sebagai pembelanjaan atau pembiayaan. 2 Secara
terminologi, cash financing dapat diartikan sebagai suatu pembelanjaan
atau pembiayaan yang diberikan oleh bank secara tunai kepada nasabah
guna melunasi hutang dengan harta lancarnya.
Cash financing merupakan sinonim dari kata likuiditas. Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, likuiditas adalah perihal menyatakan
posisi uang kas suatu perusahaan dan kemampuannya untuk memenuhi
kewajiban yang jatuh tempo tepat pada waktunya. 3 Dalam terminologi
keuangan dan perbankan terdapat banyak pengertian tentang likuiditas
yang salah satu di antaranya disebutkan bahwa likuiditas adalah
kemampuan seseorang atau perusahaan untuk memenuhi kewajiban atau
hutang yang segera harus dibayar dengan harta lancarnya. 4 Selain itu,
1 John M. Echols, et.al., Kamus Inggris – Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2000), Cet. ke24, h. 101
2 John M. Echols, et.al., Kamus Inggris – Indonesia, h. 241 3 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Balai Pustaka, 1989), Cet. ke2, h. 523 4 Riduan Tobink, et.al., Kamus Istilah Perbankan Populer, (Jakarta: PT. Atalya Rileni
Sudeco, 2003), h. 124
16
likuiditas adalah kemampuan untuk memenuhi kemungkinan ditariknya
deposito oleh deposan.
Artinya suatu bank dikatakan likuid apabila dapat memenuhi
kewajiban penarikan uang dari para deposan dana maupun para debitur. Di
samping itu, likuiditas juga dapat dipahami sebagai tingkat kemudahan
relatif suatu aktiva untuk segera dikonversikan ke dalam kas dengan
sedikit atau tanpa penurunan nilai serta tingkat kepastian tentang jumlah
kas yang diperoleh. 5 Menurut Oliver, likuiditas adalah kemampuan bank
untuk memenuhi semua penarikan dana oleh nasabah deposan yang telah
jatuh tempo dan memenuhi persyaratan permintaan kredit tanpa adanya
penundaan. 6
Berdasarkan definisi tersebut, maka bank dapat dikatakan likuid
jika bank tersebut memiliki cash assets sebesar kebutuhan yang akan
digunakan untuk memenuhi likuiditasnya. Bank juga dapat dikatakan
likuid apabila bank tersebut memiliki cash assets yang lebih kecil dari hal
hal yang disebutkan di atas, tetapi yang bersangkutan juga memiliki aset
lainnya seperti suratsurat berharga yang dapat dicairkan sewaktuwaktu
tanpa mengalami penurunan nilai pasarnya. Kemudian suatu bank juga
dapat dikatakan likuid jika bank tersebut memiliki kemampuan untuk
menciptakan cash assets baru melalui berbagai bentuk hutang. 7
5 Mohammad Muslich, Manajemen Keuangan Modern; Analisis, Perencanaan dan Kebijaksanaan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), Cet. ke3, h. 48
6 Dahlan Siamat, Manajemen Lembaga Keuangan, (Jakarta: FEUI, 2004), h. 153 7 Teguh Pudjo Mulyono, Analisa Laporan Keuangan Untuk Perbankan, (Jakarta:
Djambatan, 1995), h. 79
17
Dengan demikian, likuiditas bank merupakan kemampuan bank
untuk memenuhi kewajibannya, terutama kewajiban jangka pendek
melalui pengelolaan likuiditas yang baik, maka bank dapat memberikan
keyakinan kepada para deposan bahwa mereka dapat menarik dananya
sewaktuwaktu atau pada saat jatuh tempo. Oleh sebab itu, bank harus
mempertahankan sejumlah alat likuidnya guna memastikan bahwa bank
sewaktuwaktu dapat memenuhi kewajiban jangka pendeknya.
Dari beberapa uraian di atas, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa
likuiditas adalah kemampuan suatu bank atau suatu perusahaan untuk
memenuhi kewajibankewajiban jangka pendeknya. Untuk itu, secara
praktis likuiditas suatu bank sering dikaitkan dengan jumlah dana pihak
ketiga yang terdapat di bank tersebut pada waktu tertentu. Dalam hal ini,
untuk kondisi Indonesia pemerintah melalui Bank Sentral menetapkan
kewajiban setiap bank untuk memelihara likuiditas wajib minimum
sebesar 5% dari besarnya kewajiban pihak ketiga.
2. Jenis dan Sumber Alat Cash Financing
Ada empat rekening pokok yang merupakan alat likuid bagi bank 8
yang salah satu di antaranya adalah kas pada vault yang berisi uang tunai
yang dipelihara oleh bank untuk memenuhi kebutuhan transaksi sehari
hari. Besarnya uang tunai yang dipelihara oleh bank biasanya didasarkan
pada pengalaman atau estimasi besarnya penarikan seharihari. Jika bank
8 Zainul Arifin, DasarDasar Manajemen Syariah, (Jakarta: Pustaka Alvabet, 2005), Cet. ke3, h. 156
18
memiliki kas pada vault melebihi kebutuhan transaksi seharihari, maka
kelebihan tersebut akan disimpan pada Bank Sentral atau pada bank
koresponden.
Rekening pokok lainnya yang merupakan alat likuid bagi bank
adalah giro pada Bank Sentral. Biasanya giro ini merupakan giro wajib
minimum sebagai pemenuhan statutory reserve requirement yang
besarnya ditetapkan oleh Bank Sentral berdasarkan prosentase tertentu dari
dana pihak ketiga. Selain itu, rekening ini merupakan sarana transaksi
antar bank baik dalam rangka melakukan kliring chekchek bank lain
maupun untuk transaksi pinjaman antar bank dengan Bank Sentral.
Selanjutnya rekening pokok yang merupakan alat likuid bank
adalah giro pada bank lain yang berisi semua simpanan pada bankbank
koresponden yang juga dimaksudkan untuk menunjang transaksi antar
bank seperti transfer, inkaso, transaksi letter of credit, dan lain sebagainya.
Kemudian rekening pokok lain yang tidak kalah pentingnya yang
merupakan alat likuid bank adalah berupa itemitem uang tunai yang
masih dalam proses inkaso yang terdiri atas chekchek Bank Sentral atau
bank koresponden yang belum secara efektif dikreditkan pada rekening
Bank Sentral atau bank koresponden.
Menurut Chairuddin, suatu bank dapat memperoleh alatalat likuid
yang diperlukan seperti tersebut di atas dari berbagai sumber 9 yang salah
satu di antaranya adalah aset bank yang akan segera jatuh tempo. Kredit
pinjaman kepada debitur atau cicilan pinjaman yang akan jatuh tempo
9 Chairuddin, “Analisis Posisi Likuiditas”, Makalah Kelas, (Medan: FE USU, 2002), h. 2
19
dapat dianggap sebagai sumber likuiditas. Untuk itu, dalam kondisi
kebijakan uang ketat, posisi likuiditas suatu bank akan rawan apabila
keseluruhan portofolio kreditnya masuk dalam kategori ever green. Surat
surat berharga dan instrumen pasar uang seperti Bank Acceptance,
sertifikat Bank Indonesia dan sertifikat deposito pada bank lain yang akan
segera jatuh tempo dan dapat pula dianggap sebagai sumber likuiditas
dalam golongan ini.
Suatu bank dapat juga memperoleh alatalat likuid yang diperlukan
dari berbagai sumber seperti pasar uang. Pasar uang adalah sumber
likuiditas bank. Namun harus diakui bahwa tidak setiap bank memiliki
kemampuan untuk masuk ke pasar uang. Hal ini sangat dipengaruhi oleh
besarnya suatu bank dan persepsi pasar atas worthiness bank tersebut.
Dalam hal ini, para investor yang meminjamkan uangnya ke bank akan
melakukan analisa yang mendalam dan selektif terhadap tingkat dan
konsistensi perkembangan bank, kualitas aset, reputasi kesehatan
manajemen dan kekuatan modal bank.
Selain itu, bank juga dapat memperoleh alatalat likuid yang
diperlukan dari berbagai sumber seperti sindikasi kredit. Pembentukan
sindikasi kredit selain bertujuan menyiasati legal lending limit dan
menyebabkan resiko, juga bertujuan untuk menjalin hubungan dengan
bank lain. Ketika mengalami kesulitan likuiditas, maka bank tersebut dapat
mensindikasi sebagian portofolio kreditnya kepada bank lain untuk
mengatasi masalah tersebut.
20
Kemudian bank juga dapat memperoleh alatalat likuid yang
diperlukan dari berbagai sumber seperti cadangan likuiditas. Khususnya
bank yang tidak segera memperoleh dana pada saat diperlukan, bank
tersebut biasanya membentuk cadangan likuiditas. Cadangan likuiditas
biasanya dibentuk dengan cara memelihara saldo kas dan giro Bank
Indonesia pada batas maksimal yang diperbolehkan.
Selanjutnya bank juga dapat memperoleh alatalat likuid yang
diperlukan dari berbagai sumber seperti sumber dana yang sifatnya last
resort. Salah satu sumber likuiditas yang sifatnya last resort yang umum
digunakan oleh kebanyakan bank adalah fasilitas line of credit dari bank
lain. Bank yang menjalin hubungan koresponden dengan bank lain
kemungkinan dapat meminta fasilitas stand by line of credit dari bank
koresponden tersebut. Selain itu, Bank Sentral bertindak sebagai leader of
last resort untuk dunia perbankan atau lembaga keuangan yang bukan
bank. Namun bantuan dana dari Bank Sentral biasanya baru akan
dimanfaatkan oleh bank yang kesulitan likuiditas apabila sumbersumber
likuiditas lainnya tidak cukup untuk mengatasi kesulitan likuiditas yang
dialaminya.
3. Prinsipprinsip Pengelolaan Cash Financing
Metode pengelolaan likuiditas yang diterapkan oleh masing
masing bank secara praktis akan saling berbeda, tergantung pada metode
manajemen dana yang diterapkan dan garis kebijakan dalam pengelolaan
likuiditas. Namun demikian, terdapat kesamaan dalam prinsipprinsip
mendasar yang menjadi bingkai pengelolaan likuiditas.
21
Pengelolaan likuiditas harus dilakukan secara hatihati dengan
memperhatikan prinsipprinsip yang ada. Oleh sebab itu, dalam
pengelolaan likuiditas bank perlu memperhatikan beberapa prinsip
pengelolaan likuiditas yang salah satu di antaranya adalah bank harus
memiliki sumber dana inti yang sesuai dengan sifat bank yang
bersangkutan maupun pasar uang dan sumber dana yang ada di masyarakat
serta cocok pula dengan mekanisme pengumpulan dana yang berlaku di
mana tempat bank tersebut berada.
Prinsip pengelolaan likuiditas lainnya yang perlu diperhatikan oleh
bank adalah bank harus mengelola sumbersumber dana maupun
penempatan dana dengan hatihati. Untuk itu, harus diperhatikan
komposisi sumber dana jatuh tempo berdasarkan jumlah masingmasing
komposisi, tingkat suku bunga, faktorfaktor kesulitan dalam
pengumpulan dana, produkproduk yang dimiliki, dan lain sebagainya.
Berikutnya pengelolaan likuiditas yang perlu diperhatikan oleh
bank adalah bank harus memperhatikan perbedaan tingkat suku untuk
nasabah yang berbeda dalam penempatan dananya. Tingkat suku bunga
tersebut harus di atas tingkat suku bunga dana yang dipakainya. Dengan
kata lain, tingkat suku bunga atas penempatan dana tersebut harus bersifat
floating.
Selanjutnya pengelolaan likuiditas yang perlu diperhatikan oleh
bank adalah bank harus menaruh perhatian terhadap usia sumber dananya
kapan akan jatuh tempo dan jangan sampai terjadi matury gap dengan
penempatannya. Oleh karena itu, perlu diperhatikan prinsip pemenuhan
22
kebutuhan dana yang sering menjadi acuan yang berupa kebutuhan dana
jangka pendek harus dipenuhi dengan sumbersumber dana jangka pendek.
Sedangkan kebutuhan dana jangka panjang harus pula dipenuhi dengan
sumbersumber dana jangka panjang.
Kemudian pengelolaan likuiditas yang perlu diperhatikan oleh
bank adalah bank harus waspada bahwa tingkat suku bunga tersebut selalu
berfluktuasi atau naik turun dengan gerak yang sulit diprediksi
sebelumnya. Pengelolaan likuiditas yang tidak kalah pentingnya yang
perlu diperhatikan oleh bank adalah bank harus segera dikoordinasikan
apabila akan menanamkan sumbersumber dananya ke aktiva. 10
4. Tujuan dan Manfaat Pengelolaan Cash Financing
Pengelolaan likuiditas merupakan faktor yang sangat penting
dalam operasional perbankan dan bahkan sangat menentukan suatu bank
untuk dapat bertahan dan berkembang dalam persaingan usaha yang
semakin kompetitif. Adapun tujuan dan manfaat dari pengelolaan
likuiditas suatu bank secara garis besar adalah sebagai berikut : 11
a. Untuk menjaga posisi likuiditas bank agar selalu berada pada posisi
yang ditentukan oleh Bank Sentral.
b. Mengelola alatalat likuid agar selalu dapat memenuhi semua aliran
kas, terutama kebutuhan yang tidak diperkirakan seperti penarikan
dana yang tiba terhadap sejumlah giro atau deposito berjangka yang
belum jatuh tempo.
10 Teguh Pudjo Mulyono, Analisa Laporan Keuangan Untuk Perbankan, h. 81 82 11 Dahlan Siamat, Manajemen Lembaga Keuangan, h. 154
23
c. Berusaha semaksimal mungkin untuk memperkecil terjadinya idle
funds.
d. Memberi keyakinan kepada para nasabah bahwa mereka dapat menarik
dananya pada waktu tertentu atau pada saat jatuh tempo.
5. Metode dan Pendekatan Dalam Pengelolaan Cash Financing
Secara umum, metode yang digunakan oleh manajemen perbankan
dalam menetapkan pengelolaan likuiditasnya berbeda antara satu bank
dengan bank lainnya yang sangat dipengaruhi oleh pertimbangan prinsip
kehatihatian maupun tujuan pencapaian pendapatan optimal. Pendekatan
yang dapat ditempuh oleh manajemen bank dalam menetapkan
pengelolaan likuiditasnya secara umum dapat diklasifikasikan ke dalam
lima pendekatan yaitu : 12
a. Self liquiditing approach, yaitu pendekatan peningkatan bank melalui
peningkatan kembali kredit dan penanaman dalam suratsurat berharga
yang sesuai dengan tanggal jatuh temponya. Hal ini dapat dilakukan
dengan cara memberikan pinjaman dalam bentuk commercial paper.
Dengan cara demikian, aktivaaktiva tersebut dapat digunakan sebagai
alat likuid khususnya untuk membiayai permintaan kredit baru ataupun
diinvestasikan kembali dalam suratsurat berharga.
b. Asset sale alibity atau asset shift ability, yaitu meningkatkan likuiditas
dengan cara penjualan terhadap asetaset lainnya yang tidak produktif.
c. New fund, yaitu meningkatkan likuiditas dengan cara menciptakan
sumbersumber dana baru baik dari masyarakat maupun dari dunia
12 Teguh Pudjo Mulyono, Analisa Laporan Keuangan Untuk Perbankan, h. 83 84
24
perbankan seperti menciptakan traveller chek, credit card, deposito
deposito berjangka, dan lain sebagainya.
d. Borrowers earning flow, yaitu meningkatkan likuiditas melalui usaha
yang lebih giat dalam menjaga kelancaran penerimaan angsuran dan
bunga kredit yang diberikannya.
e. Reserve discount window to centre bank as leader of last resort, yaitu
meningkatkan likuiditas dengan cara mengadakan pinjaman kepada
Bank Sentral sebagai pemberi jaminan yang terakhir.
Sebelum menentukan pilihan tentang pendekatan yang mana yang
akan ditempuh dalam kebijakan likuiditas suatu bank, maka manajemen
bank seharusnya melakukan analisis tiga langkah perencanaan dan analisa
sistem likuidasi seperti berikut ini. 13
a. Klasifikasi leabilitas dan modal masuk dalam kategori sebagai sumber
dana yang dapat diandalkan atau dana tersebut mudah menguap.
b. Klasifikasi aset yang dapat dikategorikan sebagai alat likuid atau
bukan sebagai alat likuid.
c. Membandingkan antara volume aset likuid dengan volume dana yang
mudah menguap. Perbandingan maksimum antara volume aset likuid
dengan dana yang mudah menguap adalah 1,00 karena pada posisi ini
akan dicapai yang disebut balance liquidity position, yaitu keadaan di
mana permintaan alatalat likuid sama besarnya dengan alat likuid
yang tersedia pada bank.
13 Teguh Pudjo Mulyono, Analisa Laporan Keuangan Untuk Perbankan, h. 84
25
B. Receivable Financing
1. Pengertian Receivable Financing
Receivable financing merupakan dua buah kata yang terdiri atas
receivable dan financing. Secara etimologi, receivable dapat diartikan
sebagai jumlah uang yang dapat diterima. 14 Sedangkan financing dapat
dipahami sebagai pembelanjaan atau pembiayaan. Secara terminologi,
receivable financing berarti tagihan uang bank kepada para nasabah yang
harus dilunasi paling lama satu tahun sejak keluarnya tagihan.
Receivable financing dalam kosa kata bahasa Indonesia dikenal
dengan istilah piutang. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, piutang
adalah uang yang dipinjam dari orang lain dan yang dipinjamkan kepada
orang lain. 15 Dalam Kamus Manajemen, piutang dagang atau account
receivable ialah tagihan uang perusahaan kepada para pelanggan yang
diharapkan akan dilunasi dalam waktu paling lama satu tahun sejak
tanggal keluarnya tagihan. 16
Menurut Hongren, piutang adalah suatu aktiva yang timbul karena
perusahaan menjual barangnya atau memberikan jasanya kepada para
pelanggan dan menerima janji bahwa pelanggan akan memberikan
sejumlah uang kepada perusahaan pada suatu waktu tertentu di masa yang
akan datang. 17 Piutang juga dapat dipahami sebagai klaim dalam bentuk
14 John M. Echols, et.al., Kamus Inggris – Indonesia, h. 469 15 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 689 16 Marbun BN., Kamus Manajemen, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2003), h. 285 17 Horison Hongren, et.al., Akuntansi di Indonesia, (Jakarta: Salemba Empat, 1997), h. 30
26
uang terhadap perusahaan. Piutang ini timbul terutama dari penjualan
barang dan jasa secara kredit dan peminjaman uang. 18
Dalam Peraturan Bank Indonesia No. 5/9/PBI/2003 tentang
penyisihan aktiva tetap produktif dinyatakan bahwa piutang adalah tagihan
yang timbul dari transaksi jual beli atau sewa berdasarkan akad
murabahah, salam, istishna dan atau ijarah. Dalam transaksi penjualan
kredit, jika order dari pelanggan telah dipenuhi dengan pengiriman barang
atau penyerahan jasa untuk jangka waktu tertentu, perusahaan memiliki
pelanggannya. 19 Sebagaimana dinyatakan dalam Peraturan Bank
Indonesia, bahwa piutang merupakan tagihan yang timbul dari transaksi
jual beli atau sewa berdasarkan akad murabahah, salam, istishna dan
ijarah. Akadakad tersebut merupakan akad piutang dalam konsep Islam.
Dalam Islam, piutang dikenal dengan istilah AlQardh. Secara
etimologis, AlQardh berarti AlQath’u yang bermakna potongan. 20 Untuk
itu, AlQardh dapat dipahami sebagai harta yang diserahkan kepada orang
yang berhutang, sebab harta yang diserahkan merupakan satu potongan
dari harta orang yang memberikan hutang. 21 Adapun kata hasan dapat
diartikan dengan baik, bagus dan indah. Dengan demikian, AlQardhul
Hasan merupakan pinjaman yang diberikan kepada seseorang untuk
kebutuhan yang mendesak dan jangka pendek tanpa mengharapkan
imbalan.
18 Ahmad Firdaus, Pengantar Akuntansi, (Jakarta: FE UI, 2001), h. 145 19 Mulyadi, Sistem Akuntansi, (Jakarta: Salemba Empat, 2001), h. 202 20 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, alih bahasa Kamaluddin A. Marzuki, (Bandung: PT. Al
Ma’arif, 1998), Jilid XII, h. 129 21 Syed Ahmad Husein, et.al., Fiqh dan Perundangundangan Islam, (Kuala Lumpur:
Dewan Bahasa dan Pustaka, 1995), h. 726
27
Ditinjau dari aspek terminologi, ada beberapa pendapat tentang
definisi AlQardhul Hasan. Menurut Imam Hanafi, AlQardh adalah
pemberian harta oleh seseorang kepada orang lain supaya ia
membayarnya. Kontrak yang khusus mengenai penyerahan harta kepada
seseorang agar orang itu mengembalikan harta yang sama sepertinya. 22
Sementara itu, Imam Malik menyatakan bahwa AlQardh merupakan
pinjaman atas benda yang bermanfaat yang diberikan hanya karena belas
kasihan dan bukan merupakan bantuan atau pemberian, tetapi harus
dikembalikan seperti bentuk yang dipinjamkan. 23
Sedangkan menurut Imam Hambali AlQardh adalah perpindahan
harta milik secara mutlak, sehingga penggantinya harus sama nilainya. 24
Adapun pengertian AlQardh menurut Imam Syafi’i merupakan pinjaman
yang didasarkan pada AlQur’an bahwa barang siapa yang memberikan
pinjaman yang baik kepada Allah SWT, maka Allah SWT akan
melipatgandakan kebaikan kepadanya. 25
Beberapa uraian di atas menggambarkan bahwa AlQardh adalah
pinjaman atau hutang yang diberikan oleh seseorang kepada orang lain
untuk dikembalikan lagi kepada orang yang telah meminjamkan harta,
karena pinjaman tersebut merupakan potongan dari harta yang
memberikan pinjaman atau hutang. Dengan kata lain, AlQardh
merupakan pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau
22 M. Abdul Mudjieb, et.al., Kamus Istilah Fiqh, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994), h. 72 23 M. Mulichuddin, Sistem Perbankan Dalam Islam, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), h. 8 24 M. Muslichuddin, Sistem Perbankan Dalam Islam, h. 8 25 M. Muslichuddin, Sistem Perbankan Dalam Islam, h. 8
28
diminta kembali atau dalam istilah lain meminjam tanpa mengharapkan
imbalan. Dalam literatur Fiqh klasik, AlQardh dikategorikan dalam akad
tathawwu’i atau akad saling membantu dan bukan transaksi komersial. 26
Untuk itu, dapat dikatakan bahwa seseorang yang berniat secara ikhlas
untuk menolong orang lain dengan cara meminjamkan hutang tanpa
mengharapkan imbalan disebut sebagai AlQardhul Hasan.
AlQardhul Hasan merupakan suatu perjanjian antara bank seagai
pemberi pinjaman dengan nasabah sebagai penerima baik berupa uang
maupun barang tanpa persyaratan adanya tambahan biaya apapun.
Peminjam atau nasabah berkewajiban mengembalikan uang atau barang
yang dipinjam pada waktu yang telah disepakati bersama dengan pokok
pinjaman. 27 Menurut Perwaatmadja, AlQardhul Hasan adalah suatu
pinjaman lunak yang diberikan atas dasar kewajiban semata di mana si
peminjam tidak dituntut untuk mengembalikan apapun kecuali modal
pinjaman. 28
Menurut Umar, AlQardhul Hasan adalah perjanjian pinjaman
baru kepada pihak kedua dan pinjaman tersebut dikembalikan dengan
jumlah yang sama yakni sebesar yang dipinjam. Pengembalian ditentukan
dalam jangka waktu tertentu yang sesuai dengan kesepakatan bersama
26 M. Syafi’i Antonio, Bank Syariah; Dari Teori ke Praktek, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), h. 131
27 Warkum Sumitro, AzasAzas Perbankan Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1997), h. 97
28 Karnaen Perwaatmadja, Membumikan Ekonomi Islam di Indonesia, (Depok: Usaha Kami, 1996), h. 33
29
dalam pembayaran yang dilakukan secara angsuran maupun tunai. 29 Ia
menambahkan bahwa AlQardhul Hasan merupakan pinjaman yang harus
dikembalikan pada akhir suatu waktu yang telah disepakati tanpa
keharusan membayar bunga ataupun pembagian untung rugi dalam
bisnis. 30 Sedangkan menurut Abdul Fatah, AlQardhul Hasan adalah suatu
pinjaman yang diberikan seseorang kepada orang lain tanpa dituntut untuk
mengembalikan apaapa bagi peminjam, kecuali pengembalian modal
pinjaman tersebut. 31
Dari beberapa uraian di atas, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa
AlQarhdul Hasan merupakan suatu jenis pinjaman produk pembiayaan
dari pemilik modal baik individu maupun kelompok yang pengembalian
pinjaman uangnya tidak disertai dengan bunga, namun pihak peminjam
berkewajiban untuk membayar biaya administrasi.
2. Dasar Hukum Receivable Financing
Dalam Islam piutang yang tidak mengharapkan imbalan bagi
pemilik modal dikenal dengan istilah AlQardhul Hasan. AlQardhul
Hasan adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau
diminta kembali. AlQardhul Hasan disyaratkan sebagai bentuk atau cara
pendekatan manusia kepada Allah SWT, karena AlQardh berarti lemah
lembut kepada manusia, mengasihi mereka dan memberikan kemudahan
29 M. Umar Chapra, AlQur’an Menurut Sistem Moneter Yang Adil, (Yogyakarta: Yayasan Dana Bhakti Primayasa, 1997), h. 40
30 M. Umar Chapra, AlQur’an Menurut Sistem Moneter Yang Adil, h. 40 31 Toto Abdul Fatah, Bank Tidak Identik Dengan Riba, (Jawa Barat: MUI, tth), h. 42
30
dalam urusan mereka. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT sebagai
berikut :
... (#θçΡuρ$ yè s?uρ ’ n? tã ÎhÉ9 ø9$# 3“ uθ ø) −G9$#uρ ( ω uρ (#θ çΡuρ$ yè s? ’ n? tã ÉΟ øO M $# Èβ≡uρ ô‰ãè ø9$#uρ 4 (#θà) ¨?$#uρ
©! $# ( ¨β Î) ©! $# ߉ƒ ω x© É>$ s) Ïè ø9$# ) 2 : المائدة ( .
Artinya : “... Dan tolongmenolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan taqwa, dan jangan tolongmenolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran dan bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksaNya” (QS. Al Maidah : 2)
Transaksi AlQardh diperbolehkan oleh para ulama berdasarkan
AlQur’an dan hadits Rasulullah SAW serta ijma’ ulama. Sungguh pun
demikian, Allah SWT mengajarkan kepada hambaNya agar
meminjamkan sesuatu bagi Allah SWT. 32 Dasar hukum dari pemberian
pinjaman tunai kebajikan AlQardhul Hasan adalah firman Allah SWT
sebagai berikut :
∅ ¨Β #sŒ “Ï% ©!$# ÞÚÌø) ム©! $# $ ·Ê ös% $ YΖ|¡ ym çµxÿ Ïè≈Ò ã‹sù µ s9 ÿã& s!uρ Öô_ r& ÒΟƒ Ìx.
. ) 11 : الحديد (
Artinya : “Barang siapa yang meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, maka Allah akan melipatgandakan balasan pinjaman itu untuknya, dan ia akan memperoleh pahala yang banyak” (QS. AlHadid : 11).
Adapun yang menjadi landasan dalil dalam ayat ini adalah bahwa
seorang hamba yang diserukan untuk meminjam kepada Allah SWT, yaitu
dengan cara membelanjakan harta di jalan Allah. Selaras dengan
meminjam kepada Allah SWT, seorang hamba diseru untuk meminjam
32 M. Syafi’i Antonio, Bank Syariah; Dari Teori ke Praktek, h. 132
31
kepada manusia sebagai bagian dari kehidupan masyarakat. 33 Hal ini
sesuai dengan firman Allah SWT sebagai berikut :
¨Β #sŒ “ Ï% ©!$# ÞÚ Ìø) ム©! $# $ ·Ê ös% $ YΖ|¡ ym µ xÿ Ïè≈Ò ãŠsù ÿ& s! $ ]ù$yè ôÊr& Zο u ÏW2 4 ª!$#uρ
âÙÎ6 ø) tƒ äÝ +Áö6 tƒ uρ ϵøŠs9Î) uρ χθãè y_ öè? ) 245 : البقرة .( Artinya : “Barang siapa yang memberi pinjaman kepada Allah sesuatu
pinjaman yang baik, maka Allah akan melipatgandakan pembayaran kepadanya dengan kelipatan yang banyak dan Allah akan menyempitkan dan melapangkan rizki, dan kepada Nyalah kamu dikembalikan” (QS. AlBaqarah : 245).
Ayat lain yang berbicara tentang masalah AlQardhul Hasan
adalah firman Allah SWT sebagai berikut :
... (#θ ãΚŠÏ% r&uρ nο 4θ n= ¢Á9$# (#θ è?# uuρ nο 4θx.“9$# (#θàÊ Ìø%r& uρ ©! $# $ ·Êös% $YΖ |¡ ym 4 ...
). 20 : المزمل (
Artinya : “Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik” (QS. Al Mujammil : 20).
Pada ayat lainnya yang masih berbicara tentang AlQardhul Hasan
adalah firman Allah SWT sebagai berikut :
$ yγ •ƒr' ¯≈ tƒ Ï% ©!$# (# þθãΖ tΒ#u #sŒ Î) Λ äΖ tƒ#y‰ s? Aø y‰ Î/ #’ n<Î) 9≅ y_ r& ‘wΚ|¡•Β çνθ ç7çF ò2 $$ sù ...
). 282 : البقرة (Artinya : “Hai orangorang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah
tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya ...” (QS. AlBaqarah : 282).
AlQardhul Hasan tidak hanya diabadikan dalam AlQur’an, tetapi
juga terdapat dalam hadits Rasulullah SAW sebagai berikut :
33 M. Syafi’i Antonio, Bank Syariah; Dari Teori ke Praktek, h. 132
32
م ل س م ن ام م : ال ق م ل س و ه ي ل ع اهللا ى ل ص ي ب الن ن أ د و ع س م ن ب إ ن ع رواه ( ة ر م ة ق د اص ك ان ك ال ا ن ي ت ر م ا ض ر ق ا م ل س م ض ر ق ي
34 ). حبان وابن ماجة ابن
Artinya : “Dari Ibnu Mas’ud bahwa sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda, Bukan seorang muslim yang meminjam kepada muslim lainnya dua kali, melainkan salah satunya adalah setara dengan shadaqah”. (HR. Ibnu Majah dan Ibnu Hibban).
Selain AlQur’an dan hadits Rasulullah SAW yang menjadi
landasan hukum AlQardhul Hasan, masih terdapat landasan hukum yang
menjadi dasar diperbolehkannya transaksi AlQardhul Hasan yaitu ijma’
ulama yang diambil dari hadist Rasulullah SAW sebagai berikut :
اهللا ى ل ص اهللا ل و س ر ال ق ٬ ال ق ه ن ع اهللا ي ض ر ة ر ي ر ه ى ب أ ن ع س ف ن ا ي ن الد ب ر ك ن م ة ب ر ك م ل س م ن ع س ف ن ن م : م ل س و ه ي ل ع ر س ع م ى ل ع ر س ي ن م و ٬ ة ام ي ق ال م و ي ب ر ك ن م ة ب ر ك ه ن ع اهللا اهللا ر ت س ا م ل س م ر ت س ن م و ٬ ة ر خ آل ا و ا ي ن الد ى ف ه ي ل ع اهللا ر س ي ى ف د ب ع ال ان اك م د ب ع ال ن و ع ى ف واهللا ٬ ة ر خ آل ا و ا ي ن الد ى ف 35 ). مسلم رواه ( ه ي خ أ ن و ع
Artinya : “Dari Abi Hurairah ra berkata, bersabda Rasulullah SAW : Barang siapa melepaskan seorang muslim dari suatu kesusahan dunia, niscaya Allah akan melepaskan dia dari kesusahankesusahan hari kiamat, dan barang siapa yang memberi kelonggaran pada seseorang yang ditimpa kesusahan, niscaya Allah akan memberi kelonggaran baginya di dunia dan di akhirat, dan barang siapa yang menutupi keburukan seorang muslim, niscaya Allah akan menutupi keburukannya di dunia dan akhirat. Allah senantiasa menolong hambaNya selama hamba itu menolong saudaranya” (HR. Muslim).
Para ulama sepakat bahwa AlQardhul Hasan boleh dilakukan.
Kesepakatan ulama ini didasari atas naluri manusia yang tidak dapat hidup
34 Abu Ishaq AlSyaerazi, AlMuhadzab, (Mesir: Musthafa AlBabi AlHalabi, tth), h. 302 35 Abu Ishaq AlSyaerazi, AlMuhadzab, h. 302
33
tanpa pertolongan dan bantuan saudaranya, tidak ada seorang pun yang
tidak membutuhkan pertolongan. Oleh sebab itu, pinjam meminjam sudah
menjadi satu bagian kehidupan di dunia. Islam adalah agama yang sangat
memperhatikan kebutuhan umatnya. 36 Contoh dalam perdagangan,
seseorang memiliki modal tetapi tidak pandai berdagang atau tidak
memiliki kesempatan untuk berdagang, sedangkan orang lain pandai dan
cakap serta memiliki waktu yang cukup untuk berdagang, tetapi tidak
memiliki modal. 37
Dari ketiga landasan tersebut yaitu AlQur’an, hadits Rasulullah
SAW dan ijma’ ulama secara jelas membolehkan pelaksanaan AlQardhul
Hasan, tetapi kebolehan tersebut belum bersentuhan dengan harta yang
dapat dipinjamkan. Para ulama sepakat bahwa boleh meminjamkan harta
yang bisa ditakar, ditimbang ataupun makanan. Imam Syafi’i berpendapat
bahwa boleh meminjamkan segala sesuatu kecuali manusia. Sementara itu,
Imam Hanafi berpendapat bahwa tidak boleh meminjamkan sesuatu yang
tidak bisa ditakar dan ditimbang. 38
Menurut Imam Hanafi seperti dikutip Wahbah Zuhailly, sah
memberi pinjaman barangbarang mitsly, yaitu barangbarang yang
memiliki unit yang serupa di pasar atau barangbarang yang tidak
memiliki perbedaan yang mencolok bila ditinjau dari aspek harga. Adapun
yang termasuk barang mitsly adalah barang yang dapat ditakar dan
36 M. Syafi’i Antonio, Bank Syariah; Dari Teori ke Praktek, h. 132 133 37 Sulaiman Rasyid, Fiqh Islam, (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2005), Cet. ke38, h. 299 38 Hasan Ayyub, Fiqh Muamalat fi AlIslam, (Beirut: Daar AlTauhid, 1998), h. 174
34
ditimbang karena bentuknya sama seperti buah kelapa, telur dan dapat
diukur dengan sesuatu ukuran panjang seperti kain. 39
Sedangkan Imam Malik, Syafi’i dan Hambali mengatakan bahwa
boleh memberikan pinjaman pada setiap harta yang sah untuk dijual baik
itu barang yang dapat ditakar atau ditimbang seperti emas, perak dan
makanan atau barangbarang tersebut adalah barang qimiy, yaitu barang
barang yang tidak mempunyai unit yang serupa di pasar seperti barang
perniagaan. 40
3. Jenisjenis Receivable Financing
Receivable financing atau piutang dapat diklasifikasikan ke dalam
tiga jenis 41 yang salah satu di antaranya adalah piutang dagang atau
account receivable. Piutang ini berasal dari penjualan barang dan jasa
yang merupakan kegiatan utama perusahaan. Piutang dagang dapat
dikelompokkan sebagai unsur lancar pada neraca.
Jenis lainnya dari receivable financing atau piutang adalah wesel
tagihan atau notes receivable. Pemberian kredit kepada pelanggan dapat
pula didukung oleh suatu dokumen kredit yang resmi yang disebut wesel
atau promes. Wesel adalah janji tertulis untuk melunasi jumlah piutang
tertentu dalam waktu tertentu pula.
Jenis lain dari receivable financing atau piutang yang tidak kalah
pentingnya adalah adanya piutang lainlain. Piutang lainlain merupakan
39 Wahbah Zuhailly, AlFiqh AlIslam wa Adillatuhu, (Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 1995), h. 729
40 Hasan Ayyub, Fiqh Muamalat fi AlIslam, h. 175 41 Mulyadi, Sistem Akuntansi, h. 145 146
35
kelompok ruparupa piutang yang meliputi pinjaman kepada karyawan dan
perusahaan afiliasi, piutang bunga dan piutang pajak. Piutang lainlain
disajikan secara terpisah dari piutang dagang dan wesel tagihan neraca.
Jika unsur dari piutang lainlain tersebut diharapkan dapat dilunasi dalam
satu tahun, maka piutang ini dapat dikelompokkan sebagai bagian dari
aktiva lancar pada neraca. Namun jika penerimaannya diharapkan lebih
dari jangka waktu satu tahun, maka piutang ini dapat dikelompokkan
sebagai aktiva yang tidak lancar dan dalam neraca dilaporkan sebagai
investasi jangka panjang, yaitu antara aktiva lancar dan aktiva tetap.
4. Penyelesaian Receivable Financing
Menurut fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia
No. 47/DSNMUI/II/2005 tentang penyelesaian receivable financing atau
piutang bagi nasabah yang tidak mampu membayar piutang, maka
ditetapkan sebagai berikut : 42
a. Bahwa sistem pembayaran piutang pada lembaga keuangan syariah
pada umumnya dilakukan secara cicilan dalam kurun waktu yang telah
disepakati antara lembaga keuangan syariah dengan pihak nasabah.
b. Bahwa dalam hal nasabah tidak mampu membayar, maka diselesaikan
dengan prinsip syariah Islam.
c. Bahwa untuk kepastian hukum tentang masalah tersebut menurut
syariah Islam, Dewan Syariah Nasional memandang perlu menetapkan
fatwa untuk dijadikan pedoman
42 Mulyadi, Sistem Akuntansi, h. 145 146
36
Ketentuan penyelesaian lembaga keuangan syariah boleh
melakukan penyelesaian piutang bagi nasabah yang tidak mampu melunasi
pembiayaannya sesuai jumlah dan waktu yang telah disepakati dengan
ketentuan jaminan dijual oleh nasabah kepada lembaga keuangan syariah
dengan harga pasar yang disepakati. Nasabah melunasi sisa piutangnya
kepada lembaga keuangan syariah dari hasil penjualan jaminan tersebut.
Jika hasil penjualan jaminan lebih kecil dari sisa piutang, maka sisa
piutang tetap menjadi piutang nasabah. Jika salah satu pihak tidak
menunaikan kewajibannya atau terjadi perselisihan di antara pihakpihak
terkait, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah
Nasional setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
5. Rukun dan Syarat Receivable Financing
Ajaran Islam telah menerapkan beberapa rukun dan syarat yang
harus dipenuhi dalam transaksi receivable financing atau piutang yang
dalam khazanah Islam dikenal dengan istilah AlQardhul Hasan. Jika
salah satu syarat dan rukunnya tidak terpenuhi, maka akad AlQardhul
Hasan ini tidak menjadi sah. Adapun rukun AlQardhul Hasan adalah
peminjam (muqtaridh), pemberi pinjaman (muqtaridh), dana (AlQardh),
ijab dan qabul. 43
Menurut Imam Syafi’i, rukun AlQardh sama dengan jual beli. 44
Rukun AlQardh terdiri atas muqridh (pihak yang menghutangi),
muqtaridh (pihak yang berhutang), ijab dan qabul serta barang yang dapat
43 Wahbah Zuhailly, AlFiqh AlIslam wa Adillatuhu, h. 730 44 Sulaiman Rasyid, Fiqh Islam, h. 279
37
dipinjamkan. Adapun syarat pinjaman terdiri atas besarnya pinjaman harus
diketahui dengan takaran, timbangan atau jumlahnya. Sifat pinjaman dan
usianya harus diketahui jika dalam bentuk hewan dan pinjaman berasal
dari orang yang layak dimintai pinjaman.
Sedangkan syaratsyarat piutang terdiri atas muqridh (kreditur) dan
muqtaridh (debitur). Syaratsyarat bagi kreditur dan debitur adalah
berakal, atas kehendak sendiri dan tidak mubazir sehingga pinjaman
tersebut dapat dimanfaatkan sesuai dengan kebutuhan, dan syarat yang
terakhir bagi kedua belah pihak adalah balig (dewasa atau sudah cukup
umur). 45 Menurut Imam Hanafi, memberikan piutang kepada anak kecil
atau orang yang berada dalam perwalian tidak dibolehkan. 46
Syarat AlQardhul Hasan yang kedua adalah ijab dan qabul. Ijab
dan qabul merupakan syarat yang harus dilakukan oleh pihakpihak yang
melakukan akad qardh. Kontrak ini tidak sah dilakukan kecuali dengan
ijab dan qabul, sebab AlQardh merupakan kontrak pemberian milik
kepada seseorang. Lafadz yang sah digunakan ialah lafadz AlQardh dan
AlSalaf, sebab syara’ menyebutkan keduanya.
Syarat AlQardhul Hasan yang ketiga adalah adanya barang yang
dipinjamkan. Imam Syafi’i, Maliki dan Hambali samasama berpendapat
bahwa barang yang dipinjamkan adalah sesuatu yang dihutangkan
45 Chatibul Umam, et.al., Fiqh Empat Mazhab, (Jakarta: Daar AlUlum Press, 2001), Cet. k e1, h. 291
46 Sulaiman Rasyid, Fiqh Islam, h. 279
38
merupakan sesuatu yang sah dalam akad qardh seperti barang yang
ditakar, ditimbang, diukur, dihitung, dan lain sebagainya. 47
Meskipun AlQardh bersifat tolong menolong, tetapi ada satu hal
yang perlu diperhatikan dalam melalukan akad qardh. Halhal yang perlu
diperhatikan dalam akad qardh di antaranya adalah sebagai berikut :
a. Jika pihak debitur menghadiahkan sesuatu kepada pihak kreditur, maka
hal itu boleh diterima dan disukai oleh pihak debitur agar membayar
dengan yang lebih baik.
b. Menurut Imam Abu Hanifah, Malik dan Ahad, pihak kreditur tidak
boleh mengambil manfaat sesuatu dari pihak debitur, 48 karena akad
qardh bertujuan untuk berlemah lembut antar sesama manusia,
menolong urusan kehidupan dan memudahkan sarana hidup mereka,
bukan bermaksud memperoleh keuntungan. Demikian pula menurut
Imam Hanafi, Syafi’i dan Hambali, bahwa pihak kreditur tidak boleh
mengharapkan tambahan dari sesuatu yang dihutangkan. Misalnya
pihak kreditur meminjamkan uang kepada pihak debitur dengan syarat
pihak debitur harus mengembalikan pinjamannya dalam jumlah yang
lebih banyak. Begitu juga dengan hadiah yang diberikan oleh pihak
debitur kepada pihak kreditur jika disyaratkan oleh kedua belah pihak
pada saat melakukan akad, maka hal itu tidak dibolehkan. 49 Akad
tersebut akan batal bila pihak kreditur mengambil manfaat tambahan
47 Sulaiman Rasyid, Fiqh Islam, h. 280 48 M. Hasbi AlShiddiqi, Hukum Fiqh Islam, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 1997), Cet.
ke1, h. 364 49 Syed Ahmad Husein, et.al., Fiqh dan Perundangundangan Islam, h. 731
39
yaitu dengan cara meminta ganti yang lebih banyak atau yang lebih
bagus seperti gandum yang tadinya tidak bersih dengan syarat diganti
dengan gandum yang lebih bagus dan bersih. 50 Manfaatnya hanya
untuk pihak debitur dan hadiah yang diberikan kepada kreditur bukan
karena ia berhutang kepada debitur tersebut. 51
c. Pihak kreditur tidak boleh memaksa pihak debitur untuk mempercepat
pembayaran sebelum jatuh tempo. Terlebih lagi pihak debitur dalam
kondisi kesusahan, maka sebaiknya tagihan tersebut ditangguhkan. Hal
ini sesuai dengan firman Allah SWT sebagai berikut :
β Î) uρ χ% x. ρ èŒ ;ο uô£ ãã îοtÏà oΨ sù 4’ n<Î) ;οu y£ ÷ tΒ 4 β r&uρ (#θè% £‰ |Á s? ×öyz óΟ à6 ©9 ( β Î)
óΟ çFΖ ä. χθßϑ n= ÷è s? ) 280 : البقرة .(
Artinya : “Dan jika orang yang berhutang itu dalam kesusahan, maka berilah kesempatan sampai ia memiliki kelapangan rizki dan mensadaqahkan sebagian atau semua utang itu lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui”. (QS. AlBaqarah : 280).
Namun sebaliknya, bagi pihak debitur tidak boleh menunda
nunda pembayaran jika ia sudah mampu untuk membayarnya, karena
hal ini merupaka suatu kezaliman, sebagaimana disebutkan dalam
hadits Rasulullah SAW sebagai berikut :
اهللا ى ل ص اهللا ل و س ر ال ق ٬ ال ق ه ن ع اهللا ي ض ر ة ر ي ر ه ى ب أ ن ع ع ب ت ي ل ف ىء ل م ى ل ع م ك د ح ا ع ب ت أ ا ذ ا و م ل ظ ى ن غ ال ل ط م : م ل س و ه ي ل ع 52 ). مسلم رواه (
Artinya : “Dari Abi Hurairah ra berkata, bersabda Rasulullah SAW : Penundaan pembayaran hutang oleh orang kaya adalah
50 Syed Ahmad Husein, et.al., Fiqh dan Perundangundangan Islam, h. 732 51 Syed Ahmad Husein, et.al., Fiqh dan Perundangundangan Islam, h. 733 52 Imam Muslim, Shahih Muslim bi alSyarhi alNawawi, (Kairo: Daar AlHadits, 1994),
Juz V, h. 493
40
pebuatan zalim. Jika salah seorang di antara kalian dialihkan kepada orang kaya, maka ia hendaklah menerima hiwalah tersebut”. (HR. Muslim).
Dengan demikian, adanya piutang ini sangat bermanfaat terutama
bagi para pengusaha kecil, di samping dapat meningkatkan semangat
wirausaha dan tumbuhnya ekonomi yang berbasis syariah. Adapun
manfaat dari pembiayaan AlQardhul Hasan antara lain adalah bersifat
mendidik. Peminjam wajib mengembalikan dana, sehingga dana tersebut
terus bergulir untuk nasabah lainnya yang makin hari makin bertambah.
Setelah usahanya berhasil, peminjam diharapkan dapat mengeluarkan
zakat, infaq dan shadaqah atas hasil usahanya itu. Dana zakat, infaq dan
shadaqah ini merupakan dana sosial yang terus dimanfaatkan bagi
peminjam berikutnya. Oleh sebab itu, peminjam diwajibkan untuk
mengembalikan dana pinjamannya dan membayar biaya administrasi. Jika
kesepakatan ini dapat diwujudkan, maka hal ini baru dinamakan AlQardh
atau piutang.
41
BAB III
GAMBARAN UMUM BANK DKI SYARIAH JAKARTA
A. Sejarah Singkat Bank DKI Syariah Jakarta
Bank DKI Syariah adalah Unit Usaha Syariah dari PT. Bank DKI
Jakarta. Bank DKI pada mulanya merupakan Bank Pembangunan Daerah
(BPD) DKI Jakarta yang beroperasi berdasarkan Akta Notaris No. 30 tanggal
11 April 1961 yang dibuat di hadapan Notaris Eliza Pondang SH, di Jakarta
dengan nama PT. Bank Pembangunan DKI Jakarta Raya yang disingkat BPD
JAYA.
Landasan hukum pendirian Bank Pembangunan DKI Jakarta adalah
Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 1955 tentang Pengawasan Lembaga
Perkreditan dan Izin Usaha dari Menteri Keuangan No. BUN/9/2/24 tanggal
11 April 1961. Modal dasar saat didirikan adalah sebesar Rp. 2.500.000, yang
terdiri atas 250 lembar saham. Pemegang saham pada waktu itu adalah
Pemerintah DKI Jakarta sebanyak 200 lembar saham dan 50 lembar saham
dimiliki oleh Asuransi Bumiputra 1912. Jumlah modal disetor adalah sebesar
Rp. 2.500.000,
Dalam rangka penyesuaian dengan UndangUndang No. 13 Tahun
1962 tentang ketentuanketentuan pokok Bank Pembangunan Daerah dan
sebagai pelaksana UndangUndang tersebut, maka diterbitkan Peraturan
Daerah No. 6 Tahun 1978 tentang Bank Pembangunan DKI Jakarta. Dalam
Peraturan Daerah tersebut modal dasar ditingkatkan menjadi Rp. 1 milyar
42
yang berupa kekayaan Pemerintah DKI Jakarta yang dipindahkan dengan
jumlah modal yang disetor sebesar Rp. 1 milyar. Bentuk badan hukum
berubah dari Perseroan Terbatas menjadi Perusahaan Daerah.
Dalam rangka peningkatan pelayanan kepada masyarakat, khususnya
dalam transaksi luar negeri yang didasarkan pada persetujuan Bank Indonesia
No. 25/67/KEP/DIR tanggal 30 November 1992, Bank Pembangunan DKI
Jakarta resmi menjadi Bank Devisa dan berubah nama dari BPD JAYA
menjadi Bank DKI.
Sejalan dengan langkah kebijakan Pemerintah Republik Indonesia
untuk menyehatkan sistem perbankan nasional, maka pada bulan Mei 1999,
Bank Pembangunan DKI Jakarta diikutsertakan sebagai salah satu bank yang
mendapat bantuan modal dari Pemerintah Pusat melalui Program
Rekapitalisasi Perbankan. Bank Pembangunan DKI Jakarta berubah bentuk
badan hukum dari perusahaan daerah menjadi Perseroan Terbatas berdasarkan
pada Peraturan Daerah No. 1 Tahun 1999 dan Akta Pendirian No. 4 Tahun
1999 yang dibuat di hadapan Notaris Harun Kamil SH, dan modal dasar Bank
DKI Jakarta ditingkatkan menjadi Rp. 700 milyar.
Pada hari ulang tahunnya yang ke41 tanggal 11 April 2002, PT. Bank
DKI Jakarta menggunakan moto baru : “TERPERCAYA MEMBANGUN
USAHA”. Pada bulan April 2003, telah berhasil menyelesaikan Program
Rekapitulasi Perbankan yaitu dengan cara membeli kembali saham
Pemerintah Pusat oleh Pemerintah DKI Jakarta sebesar Rp. 172.695.000.000,
ditambah dengan premi sebesar bunga obligasi Pemerintah Pusat selama tiga
43
tahun sebesar Rp. 72.673.896.231, sehingga saham Bank DKI Jakarta
menjadi 99,79% milik Pemerintah DKI Jakarta dan 0,21% milik Perusahaan
Daerah Pasar Jaya. 1
Sejak tahun 2002, Bank DKI Jakarta mempersiapkan izin usaha
syariah yang mulai dari sumber daya manusia, studi kelayakan, pengkajian
dan workshop bank syariah hingga membentuk Dewan Pengawas Syariah.
Meskipun demikian, efektif beroperasinya Bank DKI Syariah Jakarta adalah
sejak diterimanya surat dari Bank Indonesia No. 6/39/Dpbs tanggal 13 Januari
2004 dan pelaksanaan operasi bank syariah ini dimulai pada bulan Maret 2004
dengan menempatkan satu cabang penuh dan satu cabang pembantu yang
terletak di Jalan KH. Wahid Hasyim No. 153 Jakarta sebagai pengembangan
pelayanan bagi para nasabahnya. 2
Melihat letaknya yang cukup strategis pada pusat perdagangan Pasar
Tanah Abang yang dikelola oleh Perusahaan Daerah Pasar Jaya, Bank DKI
Syariah memiliki potensi berkembang yang cukup besar. Hal ini dikaitkan
dengan kepemilikan saham Perusahaan Daerah Pasar Jaya yang pada akhirnya
menjadi rekan bisnis dalam pengembangan usahanya. Unit bisnis syariah ini
bertujuan untuk memberikan pelayanan pada berbagai kebutuhan konsumen
baik dalam berinvestasi, tabungan maupun pembiayaan secara syariah.
Modal awal untuk Bank DKI Syariah ini adalah sebesar Rp. 2 milyar
yang dikeluarkan secara penuh oleh Bank DKI Jakarta, karena secara entitas
bisnis Bank DKI Syariah Jakarta adalah bagian dari Unit Usaha Syariah Bank
1 www.bankdki.co.id, diakses pada tanggal 7 September 2009 2 www.bankdkisyariah.com, diakses pada tanggal 12 September 2009
44
DKI, maka dana yang dikeluarkan tersebut tidak dicatatkan sebagai modal
Bank DKI Syariah. Pada sisi lain, legalitas Bank DKI Syariah Jakarta
mengikuti legalitas Bank DKI Jakarta sebagai suatu entitas usaha perbankan.
Dengan demikian, pembahasan tentang sejarah berdirinya Bank DKI Syariah
Jakarta tidak terlepas dari sejarah Bank DKI Jakarta sebagai bank umum
devisa milik Pemerintah DKI Jakarta.
B. Visi dan Misi Bank DKI Syariah Jakarta
Pada dasarnya setiap perusahaan sudah dapat dipastikan memiliki visi
dan misi sebagai pandangan jauh ke depan bagi perusahaan tersebut tak
terkecuali Bank DKI Syarih Jakarta. Visi yang ingin diwujudkan oleh Bank
DKI Syariah Jakarta adalah menjadi bank terbaik dan membanggakan.
Sedangkan misi yang diemban oleh Bank DKI Syariah Jakarta adalah bank
berkinerja unggul secara syariah, mitra strategis dunia usaha masyarakat dan
andalan Pemerintah DKI Jakarta yang memberi nilai tambah bagi stakeholder
melalui pelayanan terpadu dan profesional.
C. Prinsip Operasional Bank DKI Syariah Jakarta
Sebagai bank berbasis syariah, Bank DKI Syariah Jakarta melakukan
kegiatan operasionalnya secara konsisten mengacu kepada ketetapan
ketetapan syar’i sebagaimana terkandung dalam AlQur’an dan hadits
Rasulullah SAW secara ijma’ dan fatwa ulama. Sedangkan dalam
menjalankan usahanya, Bank DKI Syariah Jakarta menerapkan prinsipprinsip
syariah yang antara lain adalah sebagai berikut :
45
a. Mudharabah, yaitu prinsip kerja antara dua pihak, di mana pihak pertama
(Bank DKI Syariah Jakarta) menyediakan dana penuh (100%) sebagai
modal, sedangkan pihak kedua menjadi pengelola usahanya. Kerugian
ditanggung oleh pihak Bank DKI Syariah Jakarta selama kerugian itu
bukan akibat kelalaian dari pihak pengelola, dan keuntungan dibagi
bersama sesuai dengan kesepakatan.
b. Musyarakah, yaitu prinsip kerja sama antara kedua belah pihak atau lebih
untuk usaha tertentu di mana masingmasing pihak memberikan kontribusi
dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung
bersama.
c. Murabahah, yaitu prinsip jual beli barang antara penjual dan pembeli
dengan harga asal yang diketahui bersama, kemudian ditambahkan
keuntungan tertentu untuk si penjual sesuai dengan kesepakatan bersama.
d. Ba’i alIstishna’, yaitu prinsip kontrak jual beli barang antara pembuat
barang dan pembeli. Dalam kontrak ini, pembuat barang menerima
pesanan dari pembeli dengan harga dan cara yang pembayarannya telah
disepakati bersama.
e. Ijarah wa itiqna, yaitu prinsip atau akad sewa yang diakhiri dengan
kepemilikan barang di tangan si penyewa.
D. Penawaran Produk dan Jasa Bank DKI Syariah Jakarta
Produk dan jasa yang ditawarkan Bank DKI Syariah Jakarta terdiri atas
tiga bagian yaitu penghimpunan dana, pembiayaan dan pelayanan jasa.
Penghimpunan dana terdiri atas :
46
a. Giro wadi’ah. Giro wadi’ah adalah simpanan nasabah yang berbentuk giro
dengan prinsip wadi’ah yad dhamamah yang dapat diambil setiap saat
dengan sarana cek dan bilyet giro dan nasabah dapat memperoleh bonus.
PT. Bank DKI Syariah Jakarta mensyaratkan untuk setoran awal bagi
perorangan sebesar Rp. 500.000, dan untuk perusahaan sebesar Rp.
1.000.000, Dalam pembiayaannya, PT. Bank DKI Syariah Jakarta
memberikan kartu ATM kepada nasabah perorangan dengan kemudahan
dapat menyetor dan menarik dananya di setiap ATM BNI yang ada di
seluruh kantor cabang syariah.
b. Tabungan mudharabah. Pada tabungan ini nasabah dapat menyimpan
dananya dalam bentuk tabungan dengan prinsip mudharabah muthlaqah
yang dapat diambil kapan saja melalui cabang pada ATM BNI dengan
setoran awal Rp. 50.000, dan setoran selanjutnya minimal Rp. 100.000,
Dalam operasionalnya, PT. Bank DKI Syariah Jakarta menjanjikan
pengelolaan dana secara profesional dan sesuai dengan prinsip syariah
kepada nasabah. PT. Bank DKI Syariah Jakarta juga menjanjikan
keamanan adanya bagi hasil yang menarik.
c. Deposito mudharabah. Deposito ini merupakan produk investasi dalam
bentuk deposito dengan prinsip mudharabah muthlaqah. Dengan produk
ini, nasabah dapat mendepositokan dananya dalam jangka waktu tertentu
dan mempercayakan bank sebagai agen manager investasi dengan
menempatkan pengelolaan dana tersebut dalam bentuk surat berharga atau
47
investasi proyek usaha. Dengan nomimal Rp. 1.000.000, nasabah sudah
dapat menginvestasikan uangnya secara aman dan menguntungkan.
Selanjutnya produk dan jasa yang ditawarkan PT. Bank DKI Syariah
Jakarta adalah produk pembiayaan. Produk pembiayaan ini terdiri atas :
a. Pembiayaan mudharabah. Pembiayaan mudharabah merupakan
pembiayaan dengan prinsip bagi hasil sesuai dengan kesepakatan.
Pembiayaan ini dapat disalurkan ke dalam berbagai jenis usaha antara lain
perdagangan, perindustrian, pertanian dan jasa.
b. Pembiayaan musyarakah. Pembiayaan musyarakah ialah pembiayaan
dengan prinsip bagi hasil yang porsinya disesuaikan dengan porsi
penyertaan modal. Pembiayaan ini sangat tepat bagi nasabah yang telah
meniti usaha dan ingin mengembangkan usahanya namun masih
kekurangan dana.
c. Pembiayaan murabahah. Pembiayaan murabahah adalah prinsip jual beli
barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati
antara pihak bank selaku penjual dan pihak nasabah selaku pembeli.
Pembayaran dapat dilakukan dengan cara mengangsur sesuai dengan
kesepakatan bersama. Pembiayaan ini sangat tepat bagi mereka yang
membutuhkan tambahan aset namun kekurangan dana untuk melunasi
sekaligus.
d. Pembiayaan ijarah ba’iul takjiri. Pembiayaan ini adalah pembiayaan
dengan prinsip jual beli. Pembiayaan ini cukup tepat bagi nasabah yang
48
menghendaki tambahan aset yang diperoleh melalui sewa yang bertujuan
untuk pengalihan kepemilikan aset tersebut kepada nasabah itu sendiri.
Adapun produk jasa yang ditawarkan PT. Bank DKI Syariah Jakarta
adalah terdiri atas :
a. Kiriman uang. Dengan fasilitas on line BNI Syariah, pengiriman uang
dapat dilakukan kepada rekan bisnis atau keluarga antar cabang BNI
Syariah atau BNI konvensional secara cepat.
b. Inkaso. Jasa ini diperuntukkan bagi nasabah yang membutuhkan
penagihan dan warkatwarkat yang berasal dari kota lain dengan cepat dan
aman.
c. Garansi bank. Jasa garansi bank ini dapat dipergunakan bagi para nasabah
yang membutuhkan pinjaman kepada rekan bisnis untuk keperluan tender
proyek, pelaksanaan proyek, kebutuhan proyek, dan lain sebagainya.
Uraianuraian tentang penawaran produk dan jasa pada PT. Bank DKI
Syariah Jakarta seperti dipaparkan di atas, secara garis besar dapat
dikategorikan menjadi tiga produk dan jasa layanan. Ketiga produk dan jasa
layanan tersebut terdiri atas produk penghimpunan dana, produk pembiayaan
dan produk jasa.
E. Struktur Organisasi Bank DKI Syariah Jakarta
Bank DKI Syariah Jakarta secara struktur tidak terpisah dari unitunit
organisasi Bank DKI Jakarta. Struktur organisasi yang ada pada Bank DKI
Syariah Jakarta telah memenuhi standar berdirinya sebuah institusi yang
49
bergerak dalam pelayanan masyarakat dan didukung pula oleh sumber daya
insani yang unggul dan profesional.
Adapun ilustrasi dari struktur organisasi Bank DKI Syariah Jakarta
adalah sebagai pemimpin tertinggi yaitu Rapat Umum Pemegang Saham,
kemudian Dewan Pengawas Syariah yang bertugas untuk memastikan dan
menjamin operasional bisnis syariah Bank DKI Jakarta sesuai dengan prinsip
prinsip ekonomi Islam.
Fungsi utama Dewan Pengawas Syariah adalah sebagai berikut :
1. Memberikan nasihat kepada manajemen tentang pengelolaan dan
pengembangan bisnis syariah Bank DKI Jakarta dari aspek syariah.
2. Bertindak sebagai pemerintah antara Bank DKI Jakarta dengan Dewan
Syariah Nasional untuk kajian dan fatwa yang berkaitan dengan
pengelolaan dan pengembangan bisnis syariah Bank DKI Jakarta seperti
produk, jasa, sistem penunjang, dan lain sebagainya.
3. Melaporkan kegiatan usaha dan pengembangan bisnis perbankan syariah
Bank DKI Jakarta kepada Dewan Syariah Nasional dan atau lembaga
lembaga eksternal lainnya yang terkait dengan ketentuan dan aturan
pengelolaan bisnis perbankan syariah.
Sementara itu, Dewan Komisaris membahawahi Direktur Utama.
Sedangkan Divisi Syariah merupakan bagian dari Strategic Business Unit
Retell yang berada di bawah penyeliaan langsung Direktur Ritel Bank DKI
Jakarta. Adapun fungsi utama Divisi Syariah sebagai divisi Bank DKI Jakarta
adalah sebagai berikut :
50
1. Melakukan aktivitasaktivitas antar divisi.
2. Menunjang penyeliaan logistik dan material cabang syariah bekerja sama
dengan unitunit atau divisidivisi terkait.
3. Mengelola kebijakan manajemen sumber daya manusia cabang syariah
bekerja sama dengan unitunit atau divisidivisi terkait.
4. Mengoordinasikan pengelolaan anggaran usaha syariah.
5. Menyusun laporan keuangan usaha syariah dan mengoordinasikan dengan
divisi pengendalian keuangan.
6. Menunjang pengelolaan sistem teknologi usaha syariah bekerja sama
dengan para ahli teknologi.
Sedangkan fungsi utama Divisi Syariah sebagai kantor pusat cabang
syariah adalah sebagai berikut :
1. Sebagai kantor pusat cabangcabang syariah.
2. Melaksanakan fungsi treasury seperti likuiditas, placement dan pricing
usaha syariah.
3. Menyelia organisasi bisnis cabang syariah bekerja sama dengan satuan
pengawas intern.
4. Memantau kualitas bisnis cabang syariah sesuai dengan rencana kerja dan
anggaran.
5. Mengelola sistem akuntansi dan pembukuan keuangan usaha syariah.
6. Mengembangkan produk atau jasa bank syariah sesuai tuntutan pasar.
Selanjutnya, di bawah Divisi Syariah terdapat kelompok perbankan
syariah yang langsung membawahi pengelolaan pengembangan bisnis syariah,
51
pengelolaan treasury dan invesment serta pengelolaan penunjang bisnis
syariah. Selain itu, Divisi Syariah juga langsung membawahi pengelolaan
penyelia bisnis syariah dan bagian umum. Cabang syariah membawahi bisnis
operasional dan bertanggung jawab terhadap kontrol intern dan unit
pemasaran bisnis. Bisnis operasional bertanggung jawab terhadap unit
operasional dan unit umum serta akuntansi.
Adapun fungsi utama unitunit tersebut adalah sebagai berikut :
1. Pengelolaan treasury
a. Melaksanakan fungsi treasury dalam rangka penempatan dana usaha
syariah.
b. Mengelola bisnis internasional.
2. Pengelolaan pengendalian keuangan dan teknologi
a. Mengoordinasikan pengelolaan anggaran dan usaha syariah.
b. Mengelola sistem akuntansi dan pembukuan keuangan usaha syariah.
c. Menyusun laporan keuangan usaha syariah dan mengoordinasikan
dengan divisi pengendalian keuangan.
d. Menunjang pengelolaan sistem teknologi usaha syariah bekerja sama
dengan para ahli teknologi.
3. Pengelolaan penunjang operasional
a. Menunjang penyeliaan logistik dan material cabang syariah dan
bekerja sama dengan unitunit terkait.
b. Mengelola kebijakan manajemen sumber daya manusia cabang
syariah.
52
c. Menunjang pengembangan sistem manajemen syariah.
4. Pengelolaan penyeliaan bisnis usaha syariah
a. Memantau kualitas bisnis cabang syariah sesuai dengan rencana kerja
dan anggaran.
b. Memantau sistem operasional sesuai dengan prinsip syariah bekerja
sama dengan Dewan Pengawas Syariah.
c. Menyelia operasional bisnis cabang syariah bekerja sama dengan
Satuan Pengawas Intern.
Dari struktur organisasi Bank DKI Syariah Jakarta nampak jelas bahwa
Bank DKI Syariah Jakarta melakukan berbagai aktivitas demi kepentingan
masyarakat. Bank DKI Syariah Jakarta melakukan aktivitas penghimpunan
dana dari masyarakat yang memiliki kelebihan dana dan kemudian
menyalurkan kembali dana tersebut kepada masyarakat yang memerlukan
dana untuk keperluan usaha. Dengan kata lain, bank merupakan lembaga
intermediasi antara orang yang memiliki kelebihan dana dengan orang yang
kekurangan dana. Demikian pula halnya dengan Bank DKI Syariah Jakarta
melalukan aktivitas dengan cara menghimpun dana dari masyarakat seperti
terlihat dalam struktur organisasi.
Untuk mengetahui secara jelas tentang struktur organisasi Bank DKI
Syariah Jakarta ini dapat dilihat pada bagan berikut :
53
STRUKTUR ORGANISASI BANK DKI SYARIAH JAKARTA
Sumber : Annual Report Bank DKI Syariah Jakarta 2008
DIREKSI
Dewan Pengawas Syariah
Pimpinan Grup Syariah
DIVISI OPERASIONAL DIVISI PEMASARAN
DEPARTEMEN PEMBIAYAAN
DEPARTEMEN PENDANAAN
DEPARTEMEN UMUM
DEPARTEMEN KEUANGAN & TEKNOLOGI
KONTROL INTERN GRUP
54
BAB IV
APLIKASI PEMBIAYAAN CASH DAN RECEIVABLE FINANCING
PADA BANK DKI SYARIAH JAKARTA
A. Perencanaan Manajemen Pembiayaan Cash dan Reveivable Financing
Pada Bank DKI Syariah Jakarta
Bagi sebuah bank perencanaan merupakan hak mutlak yang harus
dilakukan, karena perencanaan menempati fungsi yang penting dalam
melaksanakan suatu aturan bank untuk mencapai tujuan, sehingga tujuan ini
dapat direalisasikan oleh bank yang bersangkutan.
Tujuan bank tidak hanya untuk memperoleh profit making, tetapi juga
menjaga keamanan keuangan yang ada baik uang sendiri maupun uang orang
lain. Aspekaspek penting yang perlu diperhatikan oleh Bank DKI Syariah
Jakarta dalam mempertimbangkan penyusunan suatu rencana pembiayaan
cash dan receivable financing yang mantap dan terarah salah satunya adalah
kondisi perekonomian dan perdagangan. 1
Aspek perekonomian dan perdagangan ini mutlak harus dilakukan,
karena bank sebagai lembaga keuangan bergerak dalam bidang perekonomian
dan perdagangan sehingga bila terjadi keguncangankegoncangan pada saat
rencana disusun, maka dengan cepat dan tepat dapat dilakukan penyesuaian
secara terarah.
1 Irham, Staff Marketing Bank DKI Syariah Jakarta, Wawancara Pribadi, Jakarta 10 September 2009
55
Aspek penting lainnya yang perlu diperhatikan oleh Bank DKI Syariah
Jakarta dalam mempertimbangkan penyusunan suatu rencana pembiayaan
cash dan receivable financing adalah kondisi nasabah. Nasabah seharusnya
dapat diklasifikasikan menurut kelancaran usaha seperti kredit lancar dan
kredit macet serta menurut sektor usaha beserta komoditinya secara lengkap.
Kemudian aspek penting lain yang perlu diperhatikan oleh Bank DKI
Syariah Jakarta dalam mempertimbangkan penyusunan suatu rencana
pembiayaan cash dan receivable financing adalah kondisi keuangan bank.
Kondisi keuangan bank harus diketahui secara jelas tentang jumlah uang yang
tersedia yang benarbenar dapat disalurkan. Setiap bank sesuai dengan
ketentuan Bank Sentral diharuskan memelihara posisi cash ratio sebesar 2%
dari komposisi dana yang ada yang merupakan suatu cadangan untuk
memenuhi atau menutupi kewajibankewajiban yang dapat timbul sewaktu
waktu, maka jumlah dana yang disalurkan adalah kurang lebih sebesar 98%
dinamakan loanable funds, yaitu dana yang sepenuhnya dapat dijadikan kredit.
Berikutnya aspek penting lain yang perlu diperhatikan oleh Bank DKI
Syariah Jakarta dalam mempertimbangkan penyusunan suatu rencana
pembiayaan cash dan receivable financing adalah organisasi bank. Besar
kecilnya suatu bank cukup besar pengaruhnya terhadap penyusunan rencana
pembiayaan cash dan receivable financing. Bank DKI Syariah Jakarta
memiliki organisasi yang besar meliputi beberapa cabang yang tersebar, maka
diadakan pengaturan tentang wewenang pemutusan pembiayaan cash and
receivable financing. 2
2 Irham, Staf Marketing Bank DKI Syariah Jakarta, Wawancara Pribadi
56
Aspek lain yang tidak kalah pentingnya yang perlu diperhatikan oleh
Bank DKI Syariah Jakarta dalam mempertimbangkan penyusunan suatu
rencana pembiayaan cash dan receivable financing adalah kemampuan para
personil pembiayaan cash dan receivable financing di seluruh organisasi.
Kemampuan para personil pembiayaan ini sangat penting untuk diperhatikan
dan bila perlu diadakan spesialisasi untuk kelancaran kegiatan pembiayaan
cash dan receivable financing.
Dalam kegiatan perencanaan, penentuan suatu kebijakan untuk operasi
perbankan merupakan hal yang sangat penting. Bidang kegiatan pembiayaan
cash dan receivable financing yang perlu dirumuskan ke dalam bentuk
kebijakan dasar umumnya meliputi segmen pembiayaan. Pada Bank DKI
Syariah Jakarta, tidak ada segmentasi pembiayaan. 3 Artinya Bank DKI
Syariah Jakarta melayani semua sektor usaha nasabah dengan syarat usaha
yang dijalankannya merupakan usaha yang halal dan jenis pembiayaannya
tersedia pada Bank DKI Syariah Jakarta.
Selain segmentasi pembiayaan, bidang kegiatan pembiayaan cash dan
receivable financing yang perlu dirumuskan ke dalam bentuk kebijakan dasar
umumnya juga meliputi jenis pembiayaan yang disediakan bagi nasabah. Pada
saat ini jenis pembiayaan yang terdapat pada Bank DKI Syariah Jakarta adalah
pembiayaan mudharabah, musyarakah, murabahah, ijarah dan salam.
Kemudian bidang kegiatan pembiayaan cash dan receivable financing
yang perlu dirumuskan dalam bentuk kebijakan dasar umumnya meliputi
3 Irham, Staf Marketing Bank DKI Syariah Jakarta, Wawancara Pribadi
57
wilayah pelayanan. Bank DKI Syariah Jakarta merupakan kantor cabang
melayani nasabah yang berada di daerah kantor cabang dan daerah sekitar
kantor cabang tersebut.
Selanjutnya bidang kegiatan pembiayaan cash dan receivable
financing yang perlu dirumuskan dalam bentuk kebijakan dasar umumnya
meliputi sistem penyampaian produk jasa bank. Kebijakan ini berkaitan
dengan pola perluasan jangkauan pemasaran dan penyampaian produk serta
jasa bank. Bank DKI Syariah Jakarta menggunakan jaringan organik yang
dimilikinya sendiri seperti kantor cabang dan kantor cabang pembantu.
Bidang kegiatan pembiayaan cash dan receivable financing yang tidak
kalah pentingnya yang perlu dirumuskan dalam bentuk kebijakan dasar
umumnya meliputi distribusi pembiayaan. Dalam menerapkan distribusi
aktiva produktif, maka disusun kebijakan alokasi dana baik menurut sektor
ekonomi dan industri maupun daerah atau wilayah pemasaran.
Selain bidangbidang yang telah dipaparkan di atas, masih ada salah
satu kegiatan perencanaan yang tidak boleh dilupakan begitu saja. Salah satu
kegiatan dalam perencanaan adalah menyusun anggaran, yaitu suatu taksiran
atau perkiraan volume portofolio pembiayaan yang ingin dicapai selama satu
kurun periode anggaran termasuk biaya yang harus dikeluarkan dan
pendapatan yang diharapkan diperoleh pada masa yang akan datang. Perkiraan
tersebut disusun secara rinci yang meliputi besarnya dana yang dianggarkan
untuk setiap jenis pembiayaan, setiap segmen, setiap wilayah pemasaran, dan
lain sebagainya. 4 Dengan demikian, anggaran dapat dinyatakan dalam waktu,
4 Muhammad, Manajemen Bank Syariah, (Yogyakarta: AMP YKPN, 2005), h. 359
58
uang, material dan unitunit yang melaksanakan pekerjaan guna memperoleh
hasil yang diharapkan. Hal ini sesuai dengan prinsip Bank DKI Syariah
Jakarta.
Pada prinsipnya dana yang terhimpun pada Bank DKI Syariah Jakarta
dianggarkan atau dialokasikan untuk kegiatan pembiayaan kurang lebih
sebesar 98%, karena sisanya sebesar 2% harus dipelihara bank sebagai cash
ratio untuk cadangan bank dalam rangka memenuhi atau menutupi kewajiban
kewajiban yang timbul sewaktuwaktu. Adapun dana yang dihimpun oleh
Bank DKI Syariah Jakarta sebagian besar berasal dari dana pihak ketiga.
Tujuan pihak ketiga menyimpan dananya di Bank DKI Syariah Jakarta
adalah untuk menjaga keamanan uangnya selain berharap dananya dapat
meningkat. 5 Oleh sebab itu, Bank DKI Syariah Jakarta memiliki tanggung
jawab untuk memelihara danadana yang ada menjadi lebih produktif dan
memperoleh hasil yang baik, maka dana yang ada pada Bank DKI Syariah
Jakarta tidak dibiarkan mengendap, akan tetapi disalurkan untuk kegiatan
berbagai jenis pembiayaan yang salah satunya adalah pembiayaan cash dan
receivable financing.
B. Pengorganisasian Manajemen Pembiayaan Cash dan Receivable
Financing Pada Bank DKI Syariah Jakarta
Dalam rangka mencapai tujuan pembiayaan cash dan receivable
financing, maka Bank DKI Syariah Jakarta membentuk struktur organisasi
untuk menjalankan seluruh kegiatan yang telah direncanakan termasuk di
5 Zainul Arifin, DasarDasar Manajemen Bank Syariah, h. 201
59
dalamnya pembagian kerja yang didasarkan pada kemampuan fisik dan ilmu
serta teknologi yang dimiliki oleh masingmasing karyawan. Setiap divisi atau
unit yang ada pada struktur organisasi Bank DKI Syariah Jakarta memiliki
wewenang dan tanggung jawab masingmasing. Namun yang memiliki
wewenang dan tanggung jawab secara khusus terhadap aktivitas pembiayaan
cash dan receivable financing pada kantor cabang Bank DKI Syariah Jakarta
adalah unit pemasaran bisnis. 6
Adapun di antara tugas dan wewenang unit pemasaran bisnis adalah
mengkoordinir segala aktivitas pembiayaan cash dan receivable financing,
mendelegasikan permohonan pembiayaan cash dan receivable financing,
merencanakan penghimpunan dan penyaluran dana, memonitor pekerjaan
pembiayaan cash dan receivable financing serta membuat laporan. 7 Dengan
demikian, profesionalisme merupakan hal yang perlu ditunjukkan oleh setiap
unit pada Bank DKI Syariah Jakarta.
Secara umum, setiap unit yang ada pada kantor cabang Bank DKI
Syariah Jakarta memiliki wewenang dan tanggung jawab terhadap kegiatan
pembiayaan cash dan receivable financing seperti halnya pada unit
operasional terdapat seorang analis pembiayaan cash dan receivable financing
yang menganalisis kegiatankegiatan pembiayaan tersebut. Pada unit umum
dan akuntansi melakukan kegiatan pembukuan hasil pembiayaan cash dan
receivable financing serta kontrol intern yang tugas utamanya adalah
mengendalikan kegiatan operasional kantor cabang Bank DKI Syariah Jakarta
6 Irham, Staff Marketing Bank DKI Syariah Jakarta, Wawancara Pribadi 7 Muhammad, Manajemen Bank Syariah, h. 360
60
yang di dalamnya termasuk kegiatan pembiayaan cash dan receivable
financing. Sedangkan wakil dan pemimpin cabang Bank DKI Syariah Jakarta
termasuk dalam kelompok pemutus pembiayaan cash dan receivable
financing.
Berikut ini adalah alur kerja pembiayaan cash dan receivable financing
pada Bank DKI Syariah Jakarta :
1. Calon nasabah diterima oleh customer service dan menanyakan jenis pembiayaan yang diminati.
2. Ambil amplop dan masukkan ke dalam map serta serahkan map permohonan tersebut berikut formulir dan jelaskan cara pengisiannya.
3. Pastikan setiap isian formulir dan kelengkapan dokumen sesuai dengan chek list.
4. Tulis nomor file yang lengkap dan teruskan ke pemimpin seksi pemasaran. 5. Pemimpin seksi pemasaran membuat memo izin proses dan serahkan
seluruh berkas kepada pimpinan cabang. 6. Pemimpin cabang menyerahkan kembali berkas beserta disposisi kepada
pemimpin seleksi pemasaran. 7. Jika disposisi berisi persetujuan, maka pemimpin seksi pemasaran
menyerahkan bekas untuk diproses oleh analis pembiayaan. 8. Analis pembiayaan melakukan verifikasi data calon nasabah yang meliputi
data finansial dan data non finansial seperti penelitian pada Bank Indonesia, bank lain, instansi tempat bekerja, riwayat hidup, rekening, dan lain sebagainya.
9. Analis pembiayaan melakukan rencana on the spot. 10. Analis pembiayaan menggabungkan hasil on the spot dengan memo hasil
penilaian jaminan yang kemudian disusul dengan pembuatan memorandum.
11. Hasil kerja analisis pembiayaan diserahkan kepada pemimpin cabang dan lembar rekomendasi yang selanjutnya diserahkan kembali kepada seksi analisa pembiayaan.
12. Seksi analisa pembiayaan memisahkan map form permohonan hasil keputusan pimpinan cabang baik yang disetujui maupun yang ditolak.
13. Bila permohonan pembiayaan disetujui, maka seksi analisa membuat surat keputusan pembiayaan dan meminta tanda tangan kepada pemimpin cabang kemudian menyerahkannya kepada bagian seksi administrasi untuk diserahkan kepada petugas administrasi pembiayaan.
14. Jika permohonan pembiayaan ditolak, maka seksi analisa pembiayaan membuat surat penolakan rangkap dua, dan meminta tanda tangan kepada
61
pemimpin cabang kemudian menyerahkannya kepada bagian umum untuk dikirim kepada calon nasabah. 8
C. Pengawasan Pembiayaan Cash dan Receivable Financing Pada Bank DKI
Syariah Jakarta
Dalam rangka pengamanan fasilitas pembiayaan cash dan receivable
financing, Bank DKI Syariah Jakarta melakukan pengawasan yang seksama
atas aktivitas pembiayaan cash dan receivable financing. Kegiatan ini dimulai
dengan penyusunan rencana pembiayaan cash dan receivable financing yang
matang dan terarah sesuai dengan kemampuan dan dapat dilaksanakan dengan
baik.
Sebagai lanjutan dari rencana pembiayaan cash dan receivable
financing yang diajukan nasabah dan dinilai memiliki prospek serta feasibility
tentang pembiayaan itu akan berjalan lancar atau menguntungkan sehingga
benarbenar dapat dijamin bahwa resiko pembiayaan cash dan receivable
financing relatif kecil. Langkah selanjutnya adalah mengatur administrasi
secara rapi dan baik sehingga dapat memudahkan pengawasan atas jalannya
pembiayaan cash dan receivable financing. Selain itu, penggolongan besar dan
kecilnya berdasarkan kelancarannya juga diperlukan untuk pengamanan
pembiayaan tersebut.
Pada dasarnya tujuan dari pengamanan pembiayaan adalah untuk
memperkecil tingkat resiko pembiayaan, karena setiap pembiayaan pasti
mengandung resiko dan hal ini menjadi tugas pengaman untuk memperkecil
8 Irham, Staff Marketing Bank DKI Syariah Jakarta, Wawancara Pribadi
62
resiko tersebut. Pembiayaan yang memiliki profitability yang tinggi
merupakan tujuan dari setiap bank tak terkecuali Bank DKI Syariah Jakarta.
Pengawasan pembiayaan cash dan receivable financing yang
dilaksanakan oleh Bank DKI Syariah Jakarta dapat dilakukan dengan cara
monitoring yaitu melakukan pemeriksaan langsung di tempat perusahaan atau
kegiatan nasabah dan mengadakan penilaian berdasarkan data fisik dan
administrasi atau catatancatatan yang ada pada nasabah seperti meminta
laporan berkala, persediaan dana, realisasi perusahaan, dan lain sebagainya. 9
Tahap monitoring ini meliputi reporting di mana account officer
membuat laporan kondisi sesungguhnya dari usaha yang dijalankan
berdasarkan hasil monitoring aktif dan pasif. Monitoring dapat diartikan
sebagai kendali dalam pemberian kredit yang dilaksanakan sesuai dengan
perencanaan maupun ketentuan yang telah ditetapkan pada bidang
perkreditan. 10 Monitoring juga bisa meliputi pembayaran yang dilakukan
nasabah baik secara langsung maupun berupa pemotongan saldo tabungan.
Pembayaran yang dilakukan adalah pembayaran pokok dan nisbah bagi hasil
secara periodik. Tahap monitoring ini sangat berkaitan dengan kinerja analis
kredit.
Meskipun analis kredit dalam menganalisis setiap permohonan
pembiayaan telah bekerja semaksimal mungkin, maka dapat dipastikan adanya
kemungkinan kredit macet. Hal ini disebabkan oleh adanya dua unsur
penyebab baik dari pihak bank maupun pihak nasabah. Dalam melakukan
9 Irham, Staff Marketing Bank DKI Syariah Jakarta, Wawancara Pribadi 10 Veithzal Rivai, Bank and Financial Institution Management; Conventional and Syar’i
System, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), h. 505
63
analisisnya, pihak perbankan bisa jadi kurang teliti sehingga apa yang
seharusnya terjadi tidak dapat diprediksi sebelumnya. Hal ini dapat pula
terjadi akibat kolusi dari pihak analis kredit dengan pihak debitur sehingga
dalam analisisnya dilakukan secara obyektif.
Sedangkan unsur penyebab dari pihak nasabah adalah kemacetan
kredit. Kemacetan kredit dapat dilakukan akibat dua hal yaitu adanya unsur
kesengajaan. Dalam hal ini, nasabah sengaja tidak membayar kewajibannya
kepada bank sehingga kredit yang diberikan itu macet. Dengan kata lain, tidak
ada kemauan dari pihak nasabah untuk mengembalikan kredit. Kemacetan
kredit juga dapat disebabkan ada unsur ketidaksengajaan. Artinya pihak
debitur mau membayar kreditnya, akan tetapi ia tidak mampu untuk
membayarnya. Contohnya kredit yang dibiayai mengalami musibah seperti
kebakaran, gempa bumi, tanaman kena hama, sehingga ia tidak mampu untuk
membayar kreditnya. 11
Oleh sebab itu, perlu adanya penyelamatan terhadap kredit macet ini.
Banyak cara yang dilakukan pihak Bank DKI Syariah Jakarta dalam rangka
menyelamatkan kredit macet yang salah satu di antaranya adalah melalui
collection yaitu penagihan secara intensif dengan surat peringatan
pengambilalihan atas jaminan. Tahap ini merupakan langkah awal yang
dilakukan oleh Bank DKI Syariah Jakarta ketika mengetahui pada saat jatuh
tempo debitur belum mengembalikan pinjamannya.
Cara lain yang dapat dilakukan oleh pihak Bank DKI Syariah Jakarta
dalam rangka menyelamatkan kredit macet adalah melalui resecheduling.
11 Veithzal Rivai, Bank and Financial Institution Management; Conventional and Syar’i System, h. 505
64
Dalam hal ini, terdapat dua jenis resecheduling yaitu memperpanjang jangka
waktu kredit dan memperpanjang jangka waktu angsuran. Dalam hal
memperpanjang waktu kredit, pihak debitur diberikan keringanan dalam
masalah jangka waktu kredit, misalnya perpanjangan waktu kredit dari enam
bulan menjadi satu tahun sehingga pihak debitur memiliki waktu yang lebih
lama untuk mengembalikan kreditnya. Sedangkan dalam hal memperpanjang
jangka waktu angsuran adalah hampir sama dengan memperpanjang waktu
kredit. Dalam hal ini, jangka waktu angsuran kreditnya diperpanjang
pembayarannya, misalnya dari 36 kali menjadi 48 kali. Dengan demikian,
jumlah angsuran menjadi kecil seiring dengan penambahan jumlah angsuran.
Cara lain yang tidak kalah pentingnya yang dapat dilakukan pihak
Bank DKI Syariah Jakarta dalam rangka menyelamatkan kredit macet adalah
melalui penyitaan dan eksekusi jaminan. Penyitaan jaminan merupakan
langkah yang ditempuh oleh Bank DKI Syariah Jakarta jika nasabah benar
benar tidak memiliki niat yang baik atau sudah tidak mampu lagi untuk
membayar semua hutanghutangnya. Sedangkan eksekusi jaminan merupakan
penjualan barangbarang yang dijadikan jaminan dalam rangka pelunasan
pinjaman.
D. Analisa Terhadap Manajemen Pembiayaan Cash dan Receivable
Financing Pada Bank DKI Syariah Jakarta
Dewasa ini perbankan syariah ternyata semakin berkembang dan
mengokohkan eksistensinya dalam percaturan dunia ekonomi. Bahkan
perkembangan bank syariah semakin menunjukkan penampilan yang
65
menggembirakan. Hal ini dapat dilihat dari beberapa indikator yang antara lain
adalah meningkatnya jumlah nasabah yang menitipkan dananya pada bank
syariah, bertambahnya jumlah kantor cabang bank syariah yang berdampak
pada peningkatan daya serap tenaga kerja yang dibutuhkan. Bahkan pasca
fatwa haramnya hukum bunga bank yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama
Indonesia pada akhir tahun 2003, kalangan perbankan syariah sempat
mengalami kelebihan likuiditas hingga mencapai Rp. 300 miliar beberapa
waktu lalu. Dengan demikian, untuk hal tersebut diperlukan solusi
penyalurannya. Indikator lainnya adalah tingkat bagi hasil bank syariah yang
nilainya lebih besar dari pada tingkat suku bunga yang berlaku. 12 Hal ini
mungkin tidak terlepas dari faktor manajemen pembiayaan cash dan
receivable financing.
Pada dasarnya tidak ada perbedaan antara manajemen Islam dengan
manajemen umum, karena tindakan yang dilakukan dalam proses manajemen
sama yaitu diawali dengan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan
pengawasan. Perbedaan keduanya hanya terletak pada konsep amal saleh yang
menjadi inti ajaran Islam yang harus diterapkan dalam aktivitas manajemen
baik dalam konsepsi maupun operasionalnya. 13 Manajemen pembiayaan cash
dan receivable financing yang diterapkan oleh Bank DKI Syariah Jakarta telah
sesuai dengan prinsipprinsip manajemen umum dalam Islam. Hal ini dapat
12 Muhammad Muslichuddin, Sistem Perbankan Dalam Islam, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), h. 15
13 Warkum Sumitro, AzasAzas Perbankan Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1997), h. 25
66
dilihat dari fungsifungsi manajemen yang dijalankan oleh Bank DKI Syariah
Jakarta mulai dari perencanaan, pembiayaan hingga pengawasannya.
Secara umum, praktek pembiayaan cash dan receivable financing pada
Bank DKI Syariah Jakarta telah sesuai dengan ketentuan syariah baik dari segi
akad, maupun rukun dan syaratsyaratnya. Praktek pembiayaan cash dan
receivable financing ini dapat dilihat pada sistem bagi hasil. Saat ini
prosentase bagi hasil bank syariah mencapai kisaran 8 hingga 9%, masih lebih
tinggi bila dibandingkan dengan tingkat suku bunga yang mencapai 5 hingga
6%. Tentu saja hal ini menunjukkan grafik yang cukup baik bagi bank syariah.
Oleh sebab itu, para kalangan perbankan syariah selalu berusaha untuk
meningkatkan kualitas kinerjanya dengan tetap memperhatikan berbagai
kelemahan yang harus segera diperbaiki. 14
Adapun poinpoin analisa terhadap manajemen pembiayaan cash dan
receivable financing pada Bank DKI Syariah Jakarta salah satunya adalah
perencanaan. Dalam tahap perencanaan pembiayaan cash dan receivable
financing, pihak Bank DKI Syariah Jakarta kurang giat dalam merencanakan
strategi untuk menghadapi persaingan yang ketat. Hal ini terlihat dari kurang
optimalnya kegiatan promosi, padahal aspek promosi merupakan unsur
terpenting dalam memperkenalkan identitas dan produk Bank DKI Syariah
Jakarta kepada masyarakat yang pada akhirnya dapat meningkatkan jumlah
nasabah sekaligus memungkinkan untuk dapat meningkatkan jumlah
pendapatan bank.
14 Irham, Staff Marketing Bank DKI Syariah Jakarta, Wawancara Pribadi
67
Dalam proses pembiayaan cash dan receivable financing, Bank DKI
Syariah Jakarta melakukan analisis terhadap kondisi perekonomian dan
perdagangan untuk meramalkan kegiatan pembiayaan yang sesuai untuk masa
yang akan datang berdasarkan kondisi keuangan bank dan kemampuan para
personil pembiayaan di seluruh seksi. Hal ini dilakukan guna menentukan
tujuan yang diharapkan. 15
Kelemahan perencanaan pembiayaan cash dan receivable financing
pada Bank DKI Syariah Jakarta terletak pada tidak adanya segmentasi
pembiayaan. Hal ini terbukti bahwa Bank DKI Syariah Jakarta melakukan
pelayanan terhadap semua sektor usaha nasabah hanya dengan syarat usaha
yang dijalankan halal dan jenis pembiayaannya tersedia pada Bank DKI
Syariah Jakarta.
Alokasi dana untuk pembiayaan cash dan receivable financing pada
Bank DKI Syariah Jakarta lebih besar bila dibandingkan dengan pembiayaan
lainnya. Dengan melihat tinggi porsi pembiayaan cash dan receivable
financing pada Bank DKI Syariah Jakarta, maka dapat dipahami bahwa profit
sharing masih belum dapat dilaksanakan secara sempurna. Pada posisi ini,
cash dan receivable financing bukan sebagai alternatif tetapi justru sebagai
produk unggulan pembiayaan.
Menurut hemat penulis, hal ini merupakan indikasi lemahnya
pembiayaan yang mendasar bagi bank syariah. Hal ini disebabkan pada
umumnya pembiayaan cash dan receivable financing digunakan untuk
15 Irham, Staff Marketing Bank DKI Syariah Jakarta, Wawancara Pribadi
68
memenuhi kebutuhan yang timbul akibat terjadinya ketidaksesuaian antara
cash inflow dan cash outflow pada perusahaan nasabah bank syariah dapat
menyediakan fasilitas semacam itu dalam bentuk qard timbal balik.
Poin analisa berikutnya terhadap manajemen pembiayaan cash dan
receivable financing adalah pengorganisasian. Masalah organisasi bukanlah
hal yang baru dalam Islam. Menurut Islam hikmah dari organisasi adalah
untuk kesadaran dan berdisiplin serta sekaligus sebagai kepemimpinan yang
dapat diterapkan dalam aktivitas seharihari. 16
Struktur organisasi Bank DKI Syariah Jakarta merupakan produk dari
hasil pengorganisasian. Dari struktur organisasi tersebut diperoleh keterangan
tentang pembagian kerja, hubungan kerja, pengelompokkan pekerjaan pada
masingmasing bidang. Nilainilai konsep pembagian kerja dalam Islam yang
didasarkan pada kemampuan fisik dan ilmu serta teknologi telah
diartikulasikan dengan baik ke dalam sistem organisasi Bank DKI Syariah
Jakarta.
Ketidakefektifan yang mendasar dalam organisasi Bank DKI Syariah
Jakarta menurut analisa penulis adalah terlalu bertumpunya pada peran seksi
pemasaran yang hampir seluruh kegiatannya dilakukan oleh seksi ini. Kondisi
ini seperti ini tidak efektif, mengingat bahwa suksesnya pencapaian tujuan dari
suatu organisasi membutuhkan kerja tim kelompok yang solid dan efektif serta
efisien.
16 Lutfi Hamidi, JejakJejak Ekonomi Syariah, (Jakarta: Senayan Publishing, 2003), h. 51
69
Poin analisa yang tidak kalah pentingnya terhadap manajemen
pembiayaan cash dan receivable financing adalah terletak pada sistem
pengawasan. Pengawasan pada Bank DKI Syariah Jakarta jelas didasari oleh
akhlak dan moral terlebih lagi dalam menggunakan pendekatan kekeluargaan
sehingga tidak melakukan perbuatan yang merugikan pihak nasabah. Pada
intinya, proses pengawasan pada Bank DKI Syariah Jakarta dilakukan dengan
penuh kapabilitas dan integritas yang baik. 17
Dalam melakukan pengawasan, Bank DKI Syariah Jakarta tidak
menggunakan penentuan ukuran atau pedoman baku. Hal ini akan
menyulitkan dalam menilai kinerja nasabah jika terjadi penyimpangan yang
disebabkan tidak adanya pembanding yang baku berupa power to control.
Power to control merupakan kewenangan yang digunakan oleh pihak
Bank DKI Syariah Jakarta secara baik. Hal ini dilakukan dengan jelas batasan
batasanya sehingga mitra Bank DKI Syariah Jakarta dengan sendirinya
tumbuh kesadaran bahwa mereka diawasi dalam setiap aktivitasnya tanpa
merasa terganggu, sehingga hal tersebut berdampak positif pada peningkatan
kepercayaan masyarakat terhadap kinerja Bank DKI Syariah Jakarta. 18
Dari beberapa uraian di atas, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa hal
yang belum optimal dilakukan oleh Bank DKI Syariah Jakarta terkait dengan
manajemen pembiayaan cash dan receivable financing menurut analisa
penulis adalah sebagai berikut :
17 Irham, Staff Marketing Bank DKI Syariah Jakarta, Wawancara Pribadi 18 Irham, Staff Marketing Bank DKI Syariah Jakarta, Wawancara Pribadi
70
1. Mengkaji ulang tentang kegiatan usaha utama bank untuk meningkatkan
efisiensi dan efektivitasnya.
2. Meningkatkan bentuk penyempurnaan sistem prosedur dan operasi.
3. Meningkatkan kegiatan yang bersifat fee based income.
4. Meneliti kemungkinan penggunaan teknologi yang lebih canggih.
5. Mencari alternatif terbaik dalam mencari segmen pasar.
Perumusan kembali perlu dilakukan mengingat perubahanperubahan
yang telah terjadi tidak lagi sesuai dengan kondisi pada masa yang akan
datang. Dengan cara ini, Bank DKI Syariah Jakarta dapat bersaing dengan
baik sehingga dapat terus tumbuh dan berkembang serta semakin handal
dalam menghadapi dinamisme perubahan yang terjadi dengan sebaik
mungkin.
71
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian, penjelasan dan analisa di atas sebagai hasil penelitian yang
berkenaan dengan strategi manajemen pembiayaan cash dan receivable
financing pada, maka sebagai upaya mengakhiri pembahasan skripsi ini,
penulis mengambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Bidang kegiatan pembiayaan cash dan receivable financing yang perlu
dirumuskan ke dalam bentuk kebijakan dasar umumnya meliputi segmen
pembiayaan, jenis pembiayaan, wilayah pelayanan, penyampaian produk
jasa bank dan distribusi pembiayaan.
2. Manajemen pembiayaan cash dan receivable financing pada Bank DKI
Syariah Jakarta dapat diterapkan pada perencanaan manajemen
pembiayaan, pengorganisasian dan pengawasan pembiayaan. Oleh sebab
itu, manajemen pembiayaan cash dan receivable financing dipandang
perlu oleh Bank DKI Syariah Jakarta dalam rangka mencapai tujuan
pembiayaan. Bank DKI Syariah Jakarta melihat bahwa manajemen
pembiayaan cash dan receivable financing merupakan kombinasi dari
pembiayaan cash dan receivable financing. Pada umumnya pembiayaan
ini digunakan untuk memenuhi kebutuhan yang timbul akibat terjadinya
ketidaksesuaian antara cash inflow dan cash outflow pada bank syariah.
72
B. Saransaran
Dari hasil studi dan pengkajian tentang observasi yang tertuang dalam
pembahasan skripsi ini, kiranya tidak berlebihan jika penulis mengemukakan
saransaran sebagai berikut :
1. Manajemen pembiayaan cash dan receivable financing yang diterapkan oleh
Bank DKI Syariah telah sesuai dengan prinsipprinsip manajemen umum
dalam Islam. Untuk itu, Bank DKI Syariah Jakarta hendaknya lebih mengacu
pada konsep Islam dalam aktivitas manajemen baik dalam konsepsi maupun
operasi.
2. Bank DKI Syariah Jakarta merupakan lembaga keuangan alternatif bagi para
nasabah. Oleh sebab itu, Bank DKI Syariah Jakarta dalam menyalurkan
pembiayaan hendaknya lebih memfokuskan perhatiannya pada kegiatan usaha
kecil dan menengah yang selama ini belum disentuh oleh bankbank
konvensional.
3. Banyaknya penyimpangan dana yang dilakukan oleh nasabah merupakan
akibat kesalahan pihak bank dalam memberikan pembiayaan. Oleh karena itu
untuk menghindari terjandinya penyimpangan dana yang dilakukan oleh para
nasabah, Bank DKI Syariah Jakarta hendaknya benarbenar selektif dalam
memberikan pembiayaan, tepat dan cermat dalam menganalisas permohonan
pembiayaan serta melakukan monitoring secara intensif.
4. Perencanaan pembiayaan merupakan bagian dari aplikasi sistem manajemen
pembiayaan cash dan receivable financing pada Bank DKI Syariah Jakarta.
Untuk itu, Bank DKI Syariah Jakarta hendaknya memperhatikan aspekaspek
73
penting dalam mempertimbangkan penyusunan rencana pembiayaan cash dan
receivable financing antara lain kondisi nasabah, keuangan bank, organisasi
bank, dan lain sebagainya.
5. Dalam menyalurkan pembiayaan cash dan receivable financing diperlukan
adanya sistem pengawasan pembiayaan. Oleh sebab itu, Bank DKI Syariah
Jakarta hendaknya melaksanakan sistem pengawasan pembiayaan dengan baik
dan menentukan standar baku yang dijadikan pedoman pengawasan terhadap
kinerja karyawan.
74
DAFTAR PUSTAKA
AlQur’an dan Terjemahnya, Proyek Pengadaan Kitab Suci AlQur’an, Jakarta: Departemen Agama RI, 1984
Abdul Fatah, Toto, Bank Tidak Identik Dengan Riba, Jawa Barat: MUI, tth.
Abdul Mudjieb, M., et.al., Kamus Istilah Fiqh, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994
Ali, Masyhud, Asset Liability Management; Menyiasati Resiko Pasar Operasional Dalam Perbankan, Jakarta: PT. Elex Media Computindo, 2002
Arifin, Zainul, Memahami Bank Syariah; Lingkup, Peluang, Tantangan dan Prospek, Jakarta: Pustaka Alvabet, 1999
, DasarDasar Manajemen Bank Syariah, Jakarta: Pustaka Alvabet, 2005
Ayyub, Hasan, Fiqh Mualamat fi AlIslam, Beirut: Daar AlTauhid, 1998
BN., Marbun, Kamus Manajemen, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2003
Chairuddin, “Analisis Poisi Likuiditas”, Makalah Kelas, Medan: FE USU, 2002
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1989, Cet. ke2
Firdaus, Ahmad, Pengantar Akuntansi, Jakarta: FE UI, 2001
Hamidi, Lutfi, JejakJejak Ekonomi Syariah, Jakarta: Senayan Abadi Publishing, 2003
Hasbi AlShiddiqy, M., Hukum Fiqh Islam, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 1997, Cet. ke1
Hongren, Horison, et.al., Akuntansi di Indonesia, Jakarta: Salemba Empat, 1997
Irham, Staf Marketing Bank DKI Syariah Jakarta, Wawancara Pribadi, Jakarta 10 September 2009
Ismawati, Lina, “Anjak Piutang Alternatif Pembiayaan Untuk Memperlancar Arus Perusahaan”, Artikel Pada Majalah Ilmiah Unikom, Vol. 5
75
J. Maleong, Lexy, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1998, Cet. ke2
Marzuki, Metodologi Riset, Jakarta: BPFE UI, 2001
Matuhu, et.al., Manajemen Penelitian Agama; Perspektif Teoritis dan Praktis, Jakarta: INIS, 2000
Mulyadi, Sistem Akuntansi, Jakarta: Salemba Empat, 2001
Muslichuddin, Muhammad, Sistem Perbankan Dalam Islam, Jakarta: Rineka Cipta, 1990
, Manajemen Keuangan Modern; Analisis, Perencanaan dan Kebijaksanaan, Jakarta: Bumi Aksara, 2003, Cet. ke3
Muslim, Imam, Shahih Muslim bi alSyarhi alNawawi, Kairo: Daar AlHadits, 1994, Juz V
Perwaatmadja, Karnaen, Membumikan Ekonomi Islam di Indonesia, Depok: Usaha Kami, 1996
Pudjo Mulyono, Teguh, Analisa Laporan Keuangan Untuk Perbankan, Jakarta: Djambatan, 1995
Rasyid, Sulaiman, Fiqh Islam, Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2005, Cet. ke38
Riawan Amin, Ahmad, “Bukan Alternatif Tapi Solusi”, Modal, Jakarta 1 Januari 2003
Sabiq, Sayyid, Fiqh Sunnah, alih bahasa Kamaluddin A. Marzuki, Bandung: PT. AlMa’arif, 1998, Jilid XII
alSyaeradzi, Abu Ishaq, AlMuhadzab, Mesir: Musthafa AlBabi AlHalabi, tth.
Syafi’i Antonio, M., Bank Syariah; Dari Teori ke Praktek, Jakarta: Gema Insani Press, 2001
Siamat, Dahlan, Manajemen Lembaga Keuangan, Jakarta: FE UI, 2004
Subhan, M., DasarDasar Penelitian Ilmiah, Bandung: Pustaka Setia, 2001, Cet. ke1
Sumitro, Warkum, AzasAzas Perbankan Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1997
76
Tim Pengembangan Produk Perbankan Syariah Institut Bankir Indonesia, Bank Syariah; Konsep, Produk dan Implementasi Operasional, Jakarta: Djambatan, 2003
Tobink, Riduan, et.al., Kamus Istilah Perbankan Populer, Jakarta: PT. Atalya Rileni Sudeco, 2003
Umam, Chatibul, et.al., Fiqh Empat Mazhab, Jakarta: Daar AlUlum Press, 2001, Cet. ke1
Umar Chapra, M., AlQur’an Menurut Sistem Moneter Yang Adil, Yogyakarta: Yayasan Dana Bhakti Primayasa, 1997
www.bankdki.co.od
www.bankdkisyariah.com
Zuhaelly, Wahbah, AlFiqh AlIslam wa Adillatuhu, Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 1995