Konsekuensi Yuridis Terhadap Tindakan Tidak Sah Aparat Pemerintah

24
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara merupakan suatu bentuk organisasi masyarakat yang hidup dalam suatu wilayah dan mempunyai tujuan yang sama. Terdapat banyak rumusan dari para pakar mengenai tujuan negara. Menurut pendapat Aristoteles, tujuan negara adalah supaya warga negaranya dapat hidup baik dan bahagia 1 . Menurut pendapat Epicuros, tujuan negara adalah menyelenggarakan ketertiban dan keamanan serta ketentraman jiwa warga negara 2 . Menurut John Locke, tujuan negara adalah untuk memelihara dan menjamin hak- hak asasi manusia 3 . Menurut pendapat Immanuel Kant, tujuan negara adalah menjamin 1 Soehino, 1999, Ilmu Negara, Liberty, Yogyakarta, hlm. 24. 2 Ibid, hlm. 31. 3 Ibid, hlm. 110. 1

Transcript of Konsekuensi Yuridis Terhadap Tindakan Tidak Sah Aparat Pemerintah

Page 1: Konsekuensi Yuridis Terhadap Tindakan Tidak Sah Aparat Pemerintah

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Negara merupakan suatu bentuk organisasi masyarakat yang hidup

dalam suatu wilayah dan mempunyai tujuan yang sama. Terdapat banyak

rumusan dari para pakar mengenai tujuan negara. Menurut pendapat

Aristoteles, tujuan negara adalah supaya warga negaranya dapat hidup

baik dan bahagia1. Menurut pendapat Epicuros, tujuan negara adalah

menyelenggarakan ketertiban dan keamanan serta ketentraman jiwa warga

negara2. Menurut John Locke, tujuan negara adalah untuk memelihara dan

menjamin hak- hak asasi manusia3. Menurut pendapat Immanuel Kant,

tujuan negara adalah menjamin terlaksananya kepentingan umum di dalam

keadaan hukum4. Menurut Franz Magnis Suseno, tujuan negara adalah

memajukan kepentingan- kepentingan masyarakat seoptimal mungkin

berdasarkan solidaritas seluruh masyarakat dengan menjamin adanya

kebebasan dari seluruh anggota masyarakat dan tidak mendapatkan

kesewenang- wenangan dari penguasa5. Tujuan negara Kesatuan Republik

1 Soehino, 1999, Ilmu Negara, Liberty, Yogyakarta, hlm. 24.2 Ibid, hlm. 31.3 Ibid, hlm. 110.4 Hassan Suryono, 2008, Ilmu Negara Suatu Pengantar ke Dalam Politik Hukum Kenegaraan, UNS Press, Surakarta, hlm. 31.5 Ibid, hlm. 25.

1

Page 2: Konsekuensi Yuridis Terhadap Tindakan Tidak Sah Aparat Pemerintah

Indonesia adalah membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang

melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia

dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan

bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan

kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial6. Menurut pendapat

Miriam Budiardjo, tujuan negara (terlepas dari apapun ideologinya)

meliputi mengusahakan kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya dan

menegakkan keadilan melalui badan- badan pengadilan7.

Dalam rangka mencapai tujuannya, negara dijalankan oleh suatu

pemerintah, dengan kata lain pemerintah adalah pelaksana kekuasaan

negara. Pemerintah merupakan suatu organisasi yang berwenang untuk

merumuskan dan melaksanakan keputusan- keputusan yang mengikat bagi

seluruh penduduk di dalam wilayahnya8. Kekuasaan pemerintah tersebut

rawan disalahgunakan oleh orang- orang yang menjadi pejabat/ aparat

pemerintah. Sebagai respon atas kesewenang- wenangan penguasa/

pemerintah timbul konsep negara hukum (rechstaat). Menurut pendapat

Frederich Julius Stahl, salah satu unsur dalam konsep negara hukum

adalah adanya peradilan administrasi negara yang berwenang menangani

kasus perbuatan melanggar hukum oleh pemerintah9.

6 Pembukaan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia amandemen IV.7 Miriam Budiardjo, 2005, Dasar- Dasar Ilmu Politik, Gramedia Pustaka Tama, Jakarta, hlm. 46.8 Ibid, hlm. 44.9 I Dewa Gede Atmadja, 2010, Hukum Konstitusi Problematika Konstitusi Indonesia Sesudah Perubahan UUD 1945, Setara Press, Malang, hlm.159.

2

Page 3: Konsekuensi Yuridis Terhadap Tindakan Tidak Sah Aparat Pemerintah

Dalam menjalankan tugasnya, aparat pemerintah tidak lepas dari

potensi untuk melakukan perbuatan yang melanggar atau tidak sah jika

ditinjau dari segi hukum. James Madison, dalam tulisannya yang berjudul

Federalist Papers menyatakan bahwa10:

“if men were angels, no government would be necessary .If angels were to govern men neither external nor internal controls on government would be necessary”.

Terjemahan bebas:

“Jika manusia adalah malaikat maka tidak perlu ada pemerintah. Jika

malaikat yang memerintah manusia maka pengawasan/ pengendalian/

kontrol dari luar (eksternal) atau dari dalam (internal) pada pemerintah

tidak diperlukan”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang pada paragraf- paragraf diatas maka dapat

dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

“Bagaimanakah konsekuensi yuridis terhadap perbuatan aparat pemerintah

yang tidak absah menurut hukum?”.

BAB II

PEMBAHASAN

10 Winahyu Erwiningsih, makalah “Peranan Hukum dalam Pertanggung jawaban Perbuatan Pemerintahan (Bestuurshandeling) Suatu kajian dalam Kebijakan Pembangunan Hukum”.

3

Page 4: Konsekuensi Yuridis Terhadap Tindakan Tidak Sah Aparat Pemerintah

A. Pemerintah

1. Pengertian:

Dalam pengertian sempit, pemerintah identik dengan

pelaksana kekuasaan eksekutif. Menurut pandangan klasik,

pelaksana kekuasaan eksekutif adalah pihak- pihak yang

melaksanakan kebijakan- kebijakan publik (kenegaraan dan atau

pemerintahan) melalui peraturan perundang- undangan yang telah

dibuat oleh pelaksana kekuasaan legislatif. Secara teoritis

pemerintah mempunyai kedudukan sebagai bagian dari organisasi

negara dan sebagai administratur negara. Sebagai organ negara

pemerintah bertindak untuk dan atas nama negara. Sedangkan

sebagai administrasi negara, pemerintah dapat bertindak baik di

lapangan pengaturan (regelen) maupun dalam lapangan pelayanan

(bestuuren)11. ‘Administrasi’ (Negara) adalah badan atau jabatan

dalam lapangan kekuasaan eksekutif yang mempunyai kekuasaan

mandiri berdasarkan hukum untuk melakukan tindakan-tindakan

pemerintahan baik di lapangan pengaturan, maupun

penyelenggaraan administrasi negara12.

11 Iskatrinah, Pelaksanaan Fungsi Hukum Administrasi Negara Dalam Mewujudkan Pemerintahan Yang Baik, Litbang Pertahanan Indonesia, Balitbang DepHan 2004.12 Ibid.

4

Page 5: Konsekuensi Yuridis Terhadap Tindakan Tidak Sah Aparat Pemerintah

Menurut S. Prajudi Atmosudirdjo, Birokrasi (Bureaucracy)

atau Administrasi Negara atau Tata Usaha Negara (TUN) meliputi

tiga hal, yaitu13:

a. aparatur negara, aparatur pemerintah, atau institusi politik

(kenegaraan);

b. fungsi atau aktivitas melayani atau sebagai kegiatan

pemerintah operasional; dan

c. proses teknis penyelenggaraan Undang-undang.

Ketiga unsur tersebut dapat diwujudkan dalam kenyataan melalui

aktivitas pejabat birokrasi atau “aparatur negara yang menjalankan

tugas administrasi melalui pengambilan keputusan-keputusan

administratif (administratieve beschikking) yang bersifat

individual, kasual, faktual, teknis penyelenggaraan, dan tindakan

administratif, yang bersifat organisasional, manajerial,

informasional atau operasional.

Adapun yang dikategorikan sebagai pejabat birokrasi atau

pejabat tata usaha negara berdasarkan Pasal 1 angka 2 Undang-

undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara

adalah apa saja dan siapa saja berdasarkan peraturan perundang-

undangan melaksanakan suatu bidang urusan pemerintahan.

Dengan demikian yang menjadi patokan bukanlah kedudukan

13 Eman Suparman, makalah “Badan Peradilan Untuk Keputusan Birokrasi”,

http://resources.unpad.ac.id/unpad-content/uploads/publikasi_dosen/2K%20Pengantar-UU-TUN-FoMed.pdf, diakses 5 Oktober 2010.

5

Page 6: Konsekuensi Yuridis Terhadap Tindakan Tidak Sah Aparat Pemerintah

struktural pejabat atau organ yang bersangkutan dalam jajaran

pemerintahan dan bukan pula nama resminya, melainkan fungsi

urusan pemerintahan. Apabila fungsi yang dijalankan adalah

urusan pemerintahan, maka oleh Undang-Undang Peradilan Tata

Usaha Negara dianggap sebagai Badan atau Pejabat Tata Usaha

Negara/Pejabat Birokrasi. Oleh karena itu, suatu Badan Hukum

Perdata, misalnya Perseroan Terbatas (PT) atau Yayasan dapat

dianggap sebagai Badan atau Pejabat Birokrasi, jika kepada Badan

Hukum tersebut diserahi tugas menjalankan urusan pemerintahan14.

B. Perbuatan Tidak Sah Aparat Pemerintah

1. Pengertian Perbuatan Aparat Pemerintah:

Dalam melaksanakan tugasnya, pemerintah dapat melakukan dua

macam perbuatan yaitu; perbuatan biasa (feitelijkehandelingen) dan

perbuatan hukum (rechtshandelingen). Perbuatan yang menjadi

fokus dalam kajian hukum tata pemerintahan adalah perbuatan

dalam kategori yang kedua, yaitu perbuatan hukum. Dengan kata

lain, perbuatan hukum pemerintahan adalah perbuatan yang

dilakukan oleh Badan atau Aparat/ Pejabat Tata Usaha Negara

dalam rangka melaksanakan urusan pemerintahan. Dalam

perbuatan hukum aparat tersebut terdapat beberapa unsur, yaitu15:

14 Ibid.15 Iskatrinah, ibid.

6

Page 7: Konsekuensi Yuridis Terhadap Tindakan Tidak Sah Aparat Pemerintah

a. Perbuatan itu dilakukan oleh aparat Pemerintah dalam

kedudukannya sebagai Penguasa maupun sebagai alat

perlengkapan pemerintahan (bestuurs-organen) dengan

prakarsa dan tanggung jawab sendiri;

b. Perbuatan tersebut dilaksanakan dalam rangka menjalankan

fungsi pemerintahan;

c. Perbuatan tersebut dimaksudkan sebagai sarana untuk

menimbulkan akibat hukum di bidang hukum administrasi;

d. Perbuatan yang bersangkutan dilakukan dalam rangka

pemeliharaan kepentingan negara dan rakyat.

2. Kewenangan Perbuatan Aparat Pemerintah:

Menurut Prof. Dr. Muchsan, S.H, kewenangan dari aparat dapat

dibagi menjadi dua macam yaitu kewenangan atributif dan

kewenangan non atributif. 16

a. Kewenangan yang bersifat atributif (orisinil) yaitu

kewenangan yang diberikan secara langsung oleh peraturan

perundang-undangan. Kewenangan atributif bersifat

permanent atau tetap ada selama undang-undang

mengaturnya. Misalnya Presiden berhak mengajukan

Rancangan Undang-Undang (RUU). Kewenangan ini secara

langsung diberikan oleh Peraturan perundang-undangan

yakni Pasal 5 ayat (1) Undang- Undang Negara Dasar

16 Guru besar Hukum Administrasi Negara UGM7

Page 8: Konsekuensi Yuridis Terhadap Tindakan Tidak Sah Aparat Pemerintah

Republik Indonesia 1945 amandemen IV. Gubernur berhak

membuat Peraturan Gubernur sebagaimana diatur dalam UU

No. 32 Tahun 2004. Keabsahan dari kewenangan ini tidak

perlu dipertanyakan karena sumbernya dari peraturan

perundang-undangan.

b. Kewenangan yang bersifat non atributif (non orisinil) yaitu

kewenangan yang diperoleh karena pelimpahan wewenang

dari aparat yang lain. Kewenagan non atributif bersifat

insidental dan berakhir jika pejabat yang berwenagan telah

menariknya kembali. Misal penerbitan izin oleh Bupati atau

Kepala Daerah seharusnya dilakukan oleh Bupati itu sendiri,

namun pada saat Bupati tersebut tidak ditempat, maka dapat

diwakilkan pada Wakil Bupati sebagai penjabat sementara.

Dalam politik hukum pelimpahan wewenang dibedakan

menjadi dua macam yaitu mandat dan delegasi. 17

Dalam pelimpahan wewenang secara mandat, yang

beralih hanya sebagian wewenang. Oleh sebabnya

pertanggung jawaban ada pada pemberi dan penerima

kewenangan.

17 istilah dalam mandate (mandans = yang melimpahkan mandat, mandataris = yang mendapat mandat)istilah dalam delegasi (delegans = yang melimpahkan delegasi, delegataris = yang mendapat delegasi)

8

Page 9: Konsekuensi Yuridis Terhadap Tindakan Tidak Sah Aparat Pemerintah

Dalam pelimpahan wewenang secara delegasi, yang

beralih adalah seluruh wewenang dari delegans.

Sehingga apabila ada penuntutan, maka yang

bertanggung jawab sepenuhnya adalah penerima

kewenangan.

3. Penyebab- Penyebab Tidak Sahnya Kewenangan Aparat

Pemerintah untuk Melakukan Perbuatan Hukum:

Menurut pendapat Prof. Dr. Muchsan, S.H., kewenangan aparat

pemerintah untuk melakukan perbuatan hukum menjadi tidak sah

karena:

a. Alasan materi/ substansi (ratione materiele):

Kewenangan tidak sah karena materi/ substansi tidak

termasuk dalam kewenangan aparat pemerintah tersebut.

Misalnya, berdasarkan Undang- Undang Dasar, Presiden

berhak mengajukan Rancangan Undang- Undang

sedangkan Wakil Presiden tidak berhak.

b. Alasan wilayah hukum/ yurisdiksi wilayah (ratione locus):

Kewenangan tidak sah karena tempat kejadian perkara tidak

termasuk dalam yurisdiksi aparat pemerintah tersebut.

Misalnya, Polres Surabaya tidak wenang menangani kasus

9

Page 10: Konsekuensi Yuridis Terhadap Tindakan Tidak Sah Aparat Pemerintah

yang terjadi di wilayah hukum Polres Sidoarjo dan

sebaliknya, meskipun yang menangkap tersangka adalah

Polres Surabaya.

c. Alasan waktu (ratione temporis):

Kewenangan tidak sah karena telah lampau/ lewat waktu.

Misal suatu kasus telah terjadi pada waktu yang lampau dan

baru diungkit sekarang, padahal berdasarkan peraturan

perundang- undangan yang mengatur hal tersebut kasus

tersebut telah daluarsa.

C. Konsekuensi Yuridis Perbuatan Tidak Sah Aparat Pemerintah

Dalam menjalankan tugasnya aparat pemerintah harus selalu

berpedoman pada sah atau tidaknya kewenangan untuk melakukan

perbuatan hukum. Apabila kewenangan untuk melakukan perbuatan

hukum tersebut sah maka hasil perbuatan hukum (dalam bentuk

pembuatan suatu keputusan atau produk hukum) tetap sah (legitimate)

untuk dilaksanakan. Sebaliknya, apabila kewenangan untuk melakukan

perbuatan hukum tersebut tidak sah (ilegitimate) maka timbul konsekuensi

bahwa perbuatan hukum tersebut menjadi batal. Kebatalan tersebut dapat

dijabarkan melalui teori kebatalan (nietig theorie) sebagai berikut:

1. batal mutlak (absolute nietig).

10

Page 11: Konsekuensi Yuridis Terhadap Tindakan Tidak Sah Aparat Pemerintah

2. batal demi hukum (nietig van rechts wege).

3. dapat dibatalkan (vernietig baar).

Ketiga kemungkinan kebatalan diatas dapat ditinjau dari dua hal, yaitu

dari akibat hukum/ konsekuensi yuridis yang timbul dan dari pejabat/

aparat yang berwenang untuk menyatakan kebatalan.

1. Batal Mutlak (absolute nietig):

a. Konsekuensi yuridis: semua perbuatan hukum yang pernah

dilakukan dianggap belum pernah ada sehingga keadaan harus

dikembalikan seperti semula.

Misalnya, seseorang menyewa rumah pada orang yang berada

dibawah pengampuan karena pemboros. Setelah perjanjian

berjalan beberapa waktu ternyata pengampu dari si pemboros

mengetahui hal tersebut dan meminta pembatalan pada

pengadilan. Permintaan pembatalan tersebut dikabulkan oleh

pengadilan. Karena hal tersebut maka perbuatan sewa-

menyewa tersebut dianggap tidak sah dan harus batal.

b. Pejabat yang berwenang menyatakan kebatalan: hanya pejabat

yudikatif saja.

2. Batal Demi Hukum (nietig van rechts wege):

11

Page 12: Konsekuensi Yuridis Terhadap Tindakan Tidak Sah Aparat Pemerintah

a. Konsekuensi yuridis ada dua alternatif:

Semua perbuatan hukum yang pernah dilakukan

dianggap belum pernah ada.

Sebagian perbuatan dinyatakan sah, sedangkan

sebagian yang lain dinyatakan batal.

Misalnya, dalam kasus jaksa Agung Hendarman Supandji yang

tetap bertugas walaupun telah lewat masa jabatannya.

Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan bahwa Hendarman

Supandji diberhentikan. Saat pembacaan putusan, MK

menyatakan bahwa sejak palu putusan diketok maka

Hendarman Supandji tidak lagi berwenang sebagai Jaksa

Agung. Segala perbuatan hukum yang dilakukannya sebagai

Jaksa Agung dalam kurun waktu akhir masa jabatan sampai

dengan saat putusan dinyatakan tetap sah.

b. Pejabat yang berwenang menyatakan kebatalan: pejabat

yudikatif dan eksekutif.

3. Dapat Dibatalkan (vernietig baar):

a. Konsekuensi yuridis: seluruh perbuatan hukum yang telah

dilakukan dianggap sah. Perbuatan hukum yang belum

dilakukan dinyatakan tidak sah.

12

Page 13: Konsekuensi Yuridis Terhadap Tindakan Tidak Sah Aparat Pemerintah

b. Pejabat yang berwenang menyatakan kebatalan: pejabat

yudikatif, eksekutif dan legislatif.

Berdasarkan hal tersebut timbul pertanyaan: “suatu perbuatan hukum

termasuk dalam kebatalan yang mana?” atau “bagaimanakah

menggolongkan/ mengklasifikasikan suatu perbuatan hukum dalam

kemungkinan kebatalan?”. Untuk menggolongkan, dipakai kriteria-

kriteria sebagai berikut:

a. Syarat mutlak (syarat yang harus ada):

Misalnya, syarat mutlak dalam perkawinan adalah “antara laki- laki

dan perempuan”.

b. Syarat relatif (pelengkap):

Misalnya, syarat untuk menjadi hakim untuk laki- laki bertinggi

badan minimal 165 cm.

Jika tidak memenuhi syarat mutlak maka suatu perbuatan hukum yang

dilakukan oleh aparat pemerintah harus dinyatakan “batal seluruhnya”

(absolute nietig) atau “batal demi hukum” (nietig van rechts wege).

Jika tidak memenuhi syarat relatif maka suatu perbuatan hukum yang

dilakukan oleh aparat pemerintah harus dinyatakan “dapat dibatalkan”

(vernietig baar).

13

Page 14: Konsekuensi Yuridis Terhadap Tindakan Tidak Sah Aparat Pemerintah

Seorang filosof Jerman bernama Immanuel Kant mengatakan bahwa

hukum seperti dua sisi suatu mata uang logam, pada salah satu sisi terdapat

nilai “kebenaran menurut hukum” (recht matig) sedangkan disisi yang lain

terdapat nilai kemanfaatan bagi rakyat (doel matig). Jika kedua aspek

tersebut bertentangan maka hakim harus mengutamakan aspek

kemanfaatan bagi rakyat (doel matig).

BAB III

PENUTUP

14

Page 15: Konsekuensi Yuridis Terhadap Tindakan Tidak Sah Aparat Pemerintah

A. Kesimpulan

Bahwa konsekuensi yuridis terhadap perbuatan aparat pemerintah yang

tidak absah menurut hukum ada tiga kemungkinan, yaitu:

1. batal mutlak (absolute nietig).

2. batal demi hukum (nietig van rechts wege).

3. dapat dibatalkan (vernietig baar).

B. Saran

Dalam melakukan perbuatan hukum, aparat pemerintah harus selalu

berpedoman pada:

1. Materi/ substansi kewenangan sebagaimana diatur dalam ketentuan

peraturan perundang- undangan atau dokumen pelimpahan

kewenangan.

2. Yurisdiksi wilayah/ teritorial kewenangan kerjanya.

3. Batas waktu supaya tidak lewat dari yang ditentukan oleh

peraturan perundang- undangan.

15

Page 16: Konsekuensi Yuridis Terhadap Tindakan Tidak Sah Aparat Pemerintah

16