Konflik Pembangunan Apartemen Uttara Di Karangwuni Kabupaten Sleman-libre

17
Politik Agraria Konflik Pembangunan Apartemen Uttara di Karangwuni, Sleman Kelompok 9 Anugerah Krisnovandi 12/335561/SP/25265 Azizah Noor Laily 12/328754/SP/25129 Rahmat Fajri Rinanda 12/328622/SP/25007 Katrin Dian Lestari 12/328707/SP/25082 Oktiviani Primardianti 12/335686/SP/25349 Ridho Nurwantoro 12/335610/SP/25291 Riska Agustin 12/335487/SP/25246 Umar Abdul Aziz 12/332991/SP/25217 Jurusan Politik dan Pemerintahan FISIPOL UGM 2014

description

makalah

Transcript of Konflik Pembangunan Apartemen Uttara Di Karangwuni Kabupaten Sleman-libre

Page 1: Konflik Pembangunan Apartemen Uttara Di Karangwuni Kabupaten Sleman-libre

Politik Agraria

Konflik Pembangunan Apartemen Uttara di Karangwuni, Sleman

Kelompok 9 Anugerah Krisnovandi 12/335561/SP/25265 Azizah Noor Laily 12/328754/SP/25129 Rahmat Fajri Rinanda 12/328622/SP/25007 Katrin Dian Lestari 12/328707/SP/25082 Oktiviani Primardianti 12/335686/SP/25349 Ridho Nurwantoro 12/335610/SP/25291 Riska Agustin 12/335487/SP/25246 Umar Abdul Aziz 12/332991/SP/25217

Jurusan Politik dan Pemerintahan

FISIPOL UGM

2014

Page 2: Konflik Pembangunan Apartemen Uttara Di Karangwuni Kabupaten Sleman-libre

Prolog

Pada suatu sore, beberapa dari kami tengah berada di Jalan Kaliurang Km 5 menuju

ke kos masing-masing. Namun, seperti biasanya, Jalan Kaliurang Km 5 selalu saja padat

merayap karena volume kendaraan yang besar, jalan yang sempit, maraknya parkir liar,

kendaraan yang keluar masuk dari toko-toko, dan lain-lain. Kemacetan tentunya semakin

parah pada jam-jam berangkat dan pulang kerja. Kemacetan telah membuat kami terjebak

di Jalan Kaliurang Km 5. Belum usai dengan kemacetan tersebut, tiba-tiba hujan deras

menyambar. Kami sesegera mungkin ke bahu jalan untuk menggunakan mantel hujan kami

yang disimpan di bagasi. Kemudian, kami kembali ke jalan dan kembali menikmati padatnya

Jalan Kaliurang Km 5. Tak disangka, 15 menit kemudian Jalan Kaliurang Km 5 langsung

digenangi air 30-50 cm. Bahkan, kami mendapati beberapa wilayah di Caturtunggal

ternyata mengalami banjir yang lebih parah. Ketinggian airnya bahkan ada yang mencapai

0,5 meter.

Kami memandang sebuah kantor marketing apartemen di Jalan Kaliurang 5,3 yang

kabarnya akan membangun apartemen 19 lantai. Apartemen tersebut bernama Apartemen

Uttara The Icon. Tak diayal, kami heran sambil mengusap dada kami yang semakin sesak.

Kami menyaksikan dan merasakan sendiri keresahan dari ibu-ibu warga Karangwuni,

Caturtunggal, yang baru saja kemarin melakukan aksi ke jalan untuk menolak pembangunan

Apartemen Uttara tersebut. Bagaimana tidak? Saat ini saja lingkungan di sekitar Jalan

Kaliurang sudah sangat padat dan rawan banjir, bagaimana nanti kalau Apartemen Uttara

sudah beroperasi?

Page 3: Konflik Pembangunan Apartemen Uttara Di Karangwuni Kabupaten Sleman-libre

Konflik Pembangunan Apartemen Uttara di Karangwuni, Sleman

Latar Belakang

Prolog di atas kiranya dapat menjadi pengantar dalam tulisan kali ini. Akhir-akhir ini

warga Karangwuni sangat resah dengan adanya pembangunan Apartemen Uttara di Jalan

Kaliurang KM 5,3. Daerah Caturtunggal yang terkenal sebagai wilayah kos-kosan

mahasiswa yang ekonomis kini dibangun apartemen mewah 19 lantai. Warga Caturtunggal

sangat menyesalkan pembangunan apartemen yang tidak dilakukan melalui komunikasi dan

persetujuan warga terlebih dahulu. Amdal yang digunakan oleh manajemen apartemen juga

dianggap warga terlalu memudahkan masalah dan tidak melihat kekompleksan permasalahan

yang ada di wilayah Karangwuni, Caturtunggal. Warga sangat sangsi akan niat baik dari

manajemen apartemen. Warga setempat sangat tidak dihiraukan atau seolah dianggap tidak

ada oleh manajemen apartemen.

Bukan hanya manajemen apartemen saja yang menjadi sorotan, pemerintah Kabupaten

Sleman tak lepas menjadi sorotan publik. Warga Caturtunggal mencurigai terbitnya IPT (Izin

Peralihan Tanah) yang sim-salabim. IPT apartemen diperoleh dengan sangat singkat tanpa

melalui prosedur-prosedur untuk memperoleh IPT pada umumnya. Bahkan, pada hal lebih

mendasar lagi, izin-izin yang dikeluarkan oleh Pemkab Sleman patut dipertanyakan karena

selama ini tidak ada Perda Sleman yang mengatur sama sekali tentang apartemen. Pemkab

Sleman pun dianggap tidak cekatan dan tidak serius dalam mengakomodasi aspirasi warga

mengenai penolakan pembangunan apartemen.

Pada beberapa kesempatan, berbagai media telah meminta klarifikasi dari Pemkab

Sleman dan manajemen apartemen mengenai permasalahan ini. Namun, keduanya justru

pura-pura tidak tahu ataupun tutup mulut. Hal ini membuat keresahan dan kekesalan warga

semakin memuncak. Keresahan tersebut mereka ekspresikan dengan melakukan aksi

penolakan pembangunan Apartemen Uttara ke berbagai pihak, mulai dari manajemen

apartemen, kepolisian daerah, pemerintah kabupaten, dan pihak yang terkait. Warga sadar

bahwa penolakan mereka tidak akan berhasil dengan hanya menunggu kebaikan dari

Pemkab, perusahaan, atau wakil-wakil mereka di parlemen.

Page 4: Konflik Pembangunan Apartemen Uttara Di Karangwuni Kabupaten Sleman-libre

Konflik terhadap pembangunan apartemen ini menjadi semakin tajam. Tarik menarik

antar pihak membuat masing-masing aktor tetap pada kepentingannya. Konflik ini tentunya

sangat penting untuk kita kaji lebih dalam lagi. Apalagi, jika kita mengingat kasus konflik

pembangunan Apartemen Uttara, kasus ini bukanlah kasus satu-satunya di Sleman. Ada pula

kasus pembangunan apartemen di Condong Catur, Jalan Kaliurang Km 7, dan apartemen-

apartemen lainnya. Pemilihan kasus Apartemen Uttara ini menggunakan logika critical cases

karena penolakan warga atas pembangunannya adalah yang paling menonjol dibandingkan

pada kasus lain. Penelitian atas kasus konflik Apartemen Uttara ini diharapkan dapat

membantu dalam menjelaskan berbagai konflik pembangunan apartemen lain di Kabupaten

Sleman. Tulisan ini juga akan mengulas lebih mendalam tentang konflik yang sebenarnya

terjadi. Siapa sajakah aktor yang terlibat beserta kepentingan yang mereka bawa, serta

bagaimana perlawanan komunal yang dilakukan oleh masyarakat Karangwuni dalam

memperjuangkan kepentingan mereka.

Konflik Agraria

Konflik agraria adalah suatu proses interaksi yang melibatkan dua orang aktor (lebih)

atau kelompok yang saling bertentangan guna memperjuangkan kepentingan mereka atas

objek yang sama, yaitu tanah, apa yang ada di dalam tanah itu, maupun udara yang ada di

atas tanah itu1. Perebutan atas sumber daya ini biasanya memakan waktu yang tidak singkat,

penyelesaiiannya pun harus melalui perdebatan yang alot dan tarik menarik kepetingan.

Bahkan tidak jarang konflik yang terjadi jadinya juga melibatkan pemerintah di dalamnya.

Pada dasarnya, sumber konflik agraria adalah adanya ketidakadilan ataupun

ketimpangan dalam pemanfaatan sumber-sumber agraria. Menurut Wiradi Gunawan, di

Indonesia sendiri ada tiga macam ketimpangan yang dapat memicu hal tersebut, salah

satunya adalah ketimpangan dalam hal ‘peruntukan’ tanah2. Ketimpangan ini berkaitan erat

dengan berubahnya fungsi lahan-lahan yang ada. Yang paling sering memicu konflik adalah

alih fungsi lahan pertanian menjadi non pertanian. Untuk kasus yang akan dibahas di dalam

1 Hoult dalaマ Guミawaミ Wiradi さReforマa Agraria: Perjalaミaミ yaミg Beluマ Berakhirざ hal. 85 2 Wiradi, Gunawan. 2000. Reforma Agraria: Perjalanan yang Belum Berakhir. Jakarta: Pustaka Pelajar hal. 87

Page 5: Konflik Pembangunan Apartemen Uttara Di Karangwuni Kabupaten Sleman-libre

tulisan ini adalah permasalahan alih fungsi lahan di sekitar pemukiman warga menjadi

sebuah apartemen.

Masifnya pembangunan yang terjadi di Kabupaten Sleman sangat terlihat dengan

maraknya pembangunan hotel, kondotel, ataupun apartemen. Hal tersebut berimplikasi

semakin sedikitnya ketersediaan lahan kosong yang ada. Lahan-lahan pertanian semakin

sempit dan harus tumbuh berdesak-desakan dengan bangunan-bangunan kokoh yang ada di

antaranya. Lahan semakin sempit sedangkan pembangunan terus berjalan, mau tidak mau

membuat para investor nekat melakukan pembangunan di tengah-tengah pemukiman warga.

Deskripsi Singkat Apartemen Uttara3

Apartemen Uttara terletak di Jalan Kaliurang Km 5,3 pada awalnya merupakan tanah

pribadi miliki Edhi Suharso, seorang perupa kawakan yang menciptakan patung pancoran.

Apartemen yang memiliki tagline “The Icon” ini direncanakan akan memiliki 19 lantai

dengan sky pool pada puncak bangunan. Ada dua tipe ruangan yang ditawarkan, yaitu

ruangan menghadap hiruk pikuk kota (city view) dan yang menghadap ke asrinya gunung

merapi (mountain view). Sampai pada akhir bulan Juni 2014, penjualan apartemen sudah

melebihi angka 30% dari total ruang apartemen. Harga paling murah dari sebuah ruangan

apartemen ini adalah Rp 750.000.000,00. Pembangunan apartemen ini dimulai Desember

2014 dan diperkirakan selesai 24 bulan kemudian. Guna menambah kesan mewah, pihak

developer berencana mendirikan cafe sekelas Starbucks di bagian hall utama apartemen.

Jika ditelisik, desain gedung ini dirancang oleh arsitektur kenamaan Singapura. Untuk

masalah ekologi, pihak developer mengklaim bahwa pembangunan dan pengoperasionalan

apartemen ini tidak akan menghabiskan persediaan stok air tanah warga Karangwuni. Pihak

developer mengatakan bahwa air yang mereka gunakan adalah air di mata air pada kedalaman

60 meter, sedangkan pasokan air tanah warga Karangwuni adalah sumber air di kedalaman

10 meter. Dengan demikian, pihak developer mengklaim Apartemen Uttara telah

menyelesaikan isu-isu yang tadinya mengganjal pembangunan seperti masalah perizinian,

IMB, dan isu-isu ekologis. Korporasi Uttara menyimpulkan bahwa akan memperoleh izin

3 Diperoleh berdasarkan hasil wawancara kepada pihak marketing Apartemen Uttara pada Sabtu, 21 Juni

2014.

Page 6: Konflik Pembangunan Apartemen Uttara Di Karangwuni Kabupaten Sleman-libre

penggunaan tanah dikarenakan konsep apartemen yang digagas menjunjung nilai budaya,

eco-friendly, dan bernilai estetika.

Apartemen Uttara vs Masyarakat Karangwuni4

Konflik agraria yang terjadi terkait pembangunan Apartemen Uttara terdiri atas dua

pihak, yaitu pihak yang pro terhadap pembangunan dan pihak yang kontra terhadap

pembangunan. Berikut pemetaan kedua aktor tersebut berdasarkan hasil observasi kami di

lapangan:

Aktor Pro Pembangunan Aktor Kontra Pembangunan

PT Bukit Alam Permata

Ibu Windu selaku pemilik apartemen

(wakil menteri Pendidikan dan Budaya;

dan dosen arsitektur UGM)

Kepala Dukuh Karangwuni

Lurah Karangwuni

Bupati Sleman

Polda dan Polres Sleman

Warga RT 01, RW 01, RT 03

Karangwuni

BEM KM UGM

KAMMI Kamda Sleman

DPRD Komisi A Sleman

Ketua DPRD Sleman

LBH

Rencana pembangunan apartemen ini nyatanya memicu aksi protes dari masyarakat

yang menolak pembangunan apartemen tersebut. Mengapa masyarakat Karangwuni

melakukan aksi tersebut? Berikut adalah hal-hal yang dipermasalahkan oleh masyarakat

Karangwuni dengan adanya Apartemen Uttara:

Ketersediaan air

Pembangunan apartemen pasti membutuhkan ketersediaan air bagi penghuninya.

Pihak Apartemen Uttara mengatakan bahwa mereka akan menggunakan air yang bersumber

dari mata air pada kedalaman 60 m di bawah bangunan apartemen. Sedangkan, mata air yang

digunakan masyarakat Karangwuni adalah pada kedalaman 10 m. Pihak apartemen

4 Diperoleh berdasarkan hasil wawancara kepada Ibu Indri selaku masyarakat RT 01 Karangwuni dan

koordinator aksi penolakan Apartemen Uttara pada Senin, 16 Juni 2014.

Page 7: Konflik Pembangunan Apartemen Uttara Di Karangwuni Kabupaten Sleman-libre

mengatakan bahwa mereka tidak akan menggunakan mata air masyarakat yang berada di

kedalaman 10 m dan hanya menggunakan mata air di kedalaman 60 m.

Di sisi lain, konsep yang digunakan oleh Apartemen Uttara adalah “memaksimalkan

lahan”. Konsep ini menjelaskan bahwa Apartemen Uttara dibangun semaksimal mungkin ke

atas (19 lantai ke atas) dan dibangun semaksimal mungkin ke bawah (3 lantai ke bawah untuk

basement). Dari konsep ini kita dapat melihat bahwa Apartemen Uttara tidak dapat

memaksimalkan lahannya untuk lahan resapan. Kemudian, bagaimana mungkin mata air

Apartemen Uttara di kedalaman 60 m mendapatkan cukup air jika tidak ada lahan resapan?

Logika air adalah mengalir dari permukaan yang tinggi ke permukaan yang lebih

rendah. Jika kita menggunakan logika ini, maka mata air masyarakat di kedalaman 10 m akan

mengalir ke mata air Apartemen Uttara di kedalaman 60 m. Tentunya hal ini akan

mengurangi ketersediaan air bagi masyarakat Karangwuni. Apalagi letak Apartemen Uttara

sangatlah berdekatan dengan pemukiman warga. Di sekitar lokasi Apartemen Uttara juga

sudah sangat banyak ruko, kos-kost, dll yang menggali air dibawah. Secara konsep geologi,

tidak mungkin bahwa lokasi apartemen yang sangat dekat pemukiman tidak akan

mengganggu persediaan airwarga.

Pembuangan limbah

Pembangunan apartemen dengan hampir 300 kamar ini tentunya akan menghasilkan

berbagai limbah, baik limbah dapur sampai limbah cucian. Padahal, Apartemen Uttara berada

di tengah pemukiman warga Karangwuni. Limbah ini mau tidak mau pasti akan

mempengaruhi lingkungan warga Karangwuni. Dari pihak apartemen pun tidak ada

kepastian mengenai mau dibuang ke mana limbah-limbah tersebut.

Banjir yang semakin parah

Maraknya pembangunan yang dilakukan di sekitar jalan raya ringroad membuat lahan

resapan air semakin berkurang. Hal ini mengakibatkan banjir di pemukiman warga

Karangwuni karena air hujan di jalan raya ringroad pasti akan mengalir ke selatan. Warga

Karangwuni kemudian meninggikan pondasi rumah mereka, sehingga harapannya dapat

terhindar dari banjir. Namun, dengan adanya Apartemen Uttara, masyarakat Karangwuni

menjadi khawatir kembali apabila banjir yang terjadi akan semakin parah. Terlebih lagi,

konsep pembangunan Apartemen Uttara tidak menyediakan lahan resapan air.

Page 8: Konflik Pembangunan Apartemen Uttara Di Karangwuni Kabupaten Sleman-libre

Kemacetan

Jalan Kaliurang sekarng sudah sangat padat. Setiap jam berangkat atau pulang kerja,

Jalan Kaliurang tidak lepas dari kemacetan. Hal ini akan diperparah jika Apartemen Uttara

benar-benar dibangun. Dapat dibayangkan akan ada berapa ratus mobil di dalam 3 lantai

basement Apartemen Uttara. Terlebih lagi, Apartemen Uttara dibangun persis di pinggir

Jalan Kaliurang. Tentunya, keberadaan Apartemen Uttara ini akan menambah kemacetan di

Jalan Kaliurang. Tidak dapat dibayangkan semacet apa jalan Kaliurang nanti setelah

pembangunan Apartemen Uttara ini.

Hilangnya norma masyarakat dan muncul budaya hedon

Masyarakat Yogyakarta, khususnya Karangwuni, masih menjaga norma

kekeluargaan dan kegotongroyongan. Namun, dengan dibangunnya Apartemen Uttara, akan

muncul individu-individu lain yang tidak mengenal norma-norma ini. Para penghuni

apartemen biasanya cenderung bersifat individual dan perilakunya pun tidak dapat dikontrol.

Kronologis dan Aksi yang Dilakukan Oleh Masyarakat Karangwuni5

Pada 25 Oktober 2013, PT Bukit Alam Permata melakukan sosialisasi I kepada warga

sekitar warga Karangwuni, Caturtunggal, Depok, Sleman, Yogyakarta (tidak spesifik hanya

mengundang warga RT01/RW01 saja) di Balai RW Padukuhan Karangwuni. Namun, warga

yang diundang justru warga yang lokasinya berjauhan dari lokasi Apartemen Uttara.

Undangan menjelaskan bahwa pertemuan akan membahas mengenai sosialisasi

pembangunan rumah kos-kosan eksklusif di bekas rumah Bapak Edhi Sunarso6 (tempat

lokasi rencana pembangunan tersebut), bukan pembangunan sebuah apartemen &

kondotel. Jadi sejak awal memang PT. Bukit Alam Permata tidak bersikap transparan dan

mengaburkan intensi pendirian usaha yang sebenarnya.

Untuk merespon pembangunan apartemen ini, ketua RT01/RW01 mengumpulkan

warga dan mengadakan pertemuan internal di salah satu rumah warga pada 1 November

5 Data diperoleh langsung dari website resmi masyarakat Karangwuni

(www.tolakapartemenuttara.tumblr.com) 6 Pak Edhi Sunarso adalah pemilik tanah yang akan dibangun apartemen Uttara. Ia terpaksa menjual

rumahnya kepada PT. Bukit Alam Permata karena sempat terlilit hutang.

Page 9: Konflik Pembangunan Apartemen Uttara Di Karangwuni Kabupaten Sleman-libre

2013. Hasil dari pertemuan tersebut adalah bahwa warga Ring-1 yang terdekat dengan lokasi

rencana pembangunan tidak setuju berdirinya bangunan masif apartemen dan kondotel.

Mereka menganggap bahwa pembangunan tersebut tidak ada segi positif bagi lingkungan

hidup dan lingkungan sosial. Hasil pertemuan ini kemudian dikemukakan saat pertemuan

antara pihak PT Bukit Alam Permata dengan beberapa perwakilan warga pada 5 November

2013.

Warga yang menolak pembangunan apartemen ini mengajukan petisi kepada

pemerintah daerah pada 20 November 2013. Petisi ini tidak hanya dilayangkan pada pihak

kabupaten namun hingga pada provinsi juga. Di tingkat kabupaten petisi dilayangan kepada

Bupati Sleman, Wakil Bupati Sleman, Ketua DPRD Sleman, Kepala Dinas Pengendalian

Pertanahan Daerah Kab Sleman, Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kab Sleman, Kepala Dinas

Kimpraswil Kab Sleman, Kepala. Sedangkan, di level provinsi petisi dilayangkan pada

Gubernur DIY, Wakil Gubernur DIY, Kepala Dinas Pekerjaan Umum Prov DIY, Kepala

Bidang Tata Ruang Dinas Pekerjaan Umum Prov DIY, Kepala Bidang Sumber Daya Air

Dinas Pekerjaan Umum Prov DIY,Kepala Dinas Perhubungan Komunikasi Informatika Prov

DIY, serta Ketua Ombudsman Yogyakarta.

Salah satu yang menjadi pemicu masalah pembangunan Apartemen Uttara ini adalah

isu lingkungan yang digagas oleh warga. Sehubungan dengan ini, pada 8 Januari 2014, warga

mengajukan surat protes ke Badan Lingkungan Hidup Yogyakarta. Hal ni dilakukan setelah

ada plang AMDAL tanggal 5 Januari 2014. Warga menghawatirkan jika pembangunan

apartemen ini akan mengurangi tanah resapan di daerah tersebut.

Hal lain, yaitu diadakannya audiensi oleh warga RT01/RW01 Karangwuni-Sleman i

dengan Komisi DPRD Sleman pada 16 Januari 2014. Akibat dari aksi ini adalah Komisi A

DPRD Sleman melayangkan rekomendasi kepada Pemkab Sleman untuk menghentikan

sementara proses perizinan Apartemen Uttara. Hal yang ditinjau kembali adalah persoalan

IPT yang telah dikeluarkan, dikarenakan tidak ada perda khusus tentang pembanguna

Apartemen. Warga juga mengajukan surat protes kepada GKR Hemas sebagai tokoh

perempuan Yogyakarta mengenai permasalahan Apartemen Uttara pada 3 Februari 2014.

Page 10: Konflik Pembangunan Apartemen Uttara Di Karangwuni Kabupaten Sleman-libre

Pada 2 April 2014, sudah terlihat pembangunan marketing lounge Apartemen Uttara.

Keberanian Apartemen Uttara ini dikecam oleh warga. Kecaman warga disebabkan oleh

tidak adanya surat ijin gangguan yang seharusnya diperoleh pihak apartemen dari RT

setempat. RT setempat juga tidak diberitahu apa-apa perihal masalah ini. Keesokan harinya,

warga Karangwuni, Caturtunggal-Sleman mendatangi kantor bupati Sleman dengan

membawa surat pengantar. Namun, bupati tidak bersedia menemui warga dan warga hanya

disambut oleh staf bupati.

Sehari sebelum Pemilu legislatif, warga Karangwuni diundang datang ke rapat

koordinasi yang difasilitasi oleh lurah Caturtunggal. Inti pertemuan ini adalah masyarakat

diminta untuk tidak melayangkan surat-surat kaleng kepada pejabat instansi sebelum

berkoordinasi dengan pejabat tingkat padukuhan.

Sebenarnya aksi-aksi turun ke lapangan dengan berdemo juga dilakukan oleh warga.

Misalkan seperti aksi demo yang dilakukan hari Selasa (29/4/2014) oleh warga Desa

Karangwuni di depan kompleks pembangunan Apartemen Uttara. Bisa dipetakan jika

sebenarnya ada 5 aktor yang saling terlibat dalam perlawanan terhadap pembangunan, yaitu

masyarakat Karangwuni (Warga RT 01, RW 01, RT 03), mahasiswa yaitu BEM KM UGM,

DPRD (komisi A dan ketua DPRD) dan BLH. Dan jika dilihat model strategi aksi warga

sebenarnya tidak hanya protes langsung berupa demo, namun juga audiensi baik kepada

DPRD, LSM maupun kepada pihak perusahaan terkait, selain itu juga pengiriman petisi ke

lembaga pemerintah daerah berikut dinas-dinas terkait baik di level kabupaten maupun

provinsi.

Kriminalisasi Massa Aksi

Aksi warga menolak pembangunan apartemen berbuntut penangkapan oleh polisi.

Kepolisian Resort (Polres) Sleman, DI Yogyakarta, menetapkan satu tersangka yang berasal

dari warga Karangwuni, Caturtunggal, Depok. Warga Karangwuni tersebut berinisial RAS

(30 tahun). Ia ditetapkan tersangka karena dinilai merusak alat promosi Apartemen Uttara di

Jalan Kaliurang KM 5,5 Depok. Pemeriksaan RAS dilakukan kepolisian setelah 3 hari RAS

beserta massa aksi yang lain melakukan aksi di depan Apartemen Uttara. Polres Sleman

Page 11: Konflik Pembangunan Apartemen Uttara Di Karangwuni Kabupaten Sleman-libre

bahkan mengatakan mereka akan memeriksa 4 orang lagi yang statusnya masih menjadi saksi

namun berpotensi untuk ikut menjadi tersangka. Pihak massa aksi mengatakan bahwa

tindakan yang dilakukan RAS beserta rekan-rekannya didasari kekesalan warga terhadap

tidak adanya tindakan Pol PP yang mentertibkan kegiatan pemasaran Apartemen Uttara yang

sama sekali belum mendapatkan izin dari warga sekitar. Atas tindakannya tersebut RAS akan

dikenakan pasal pengenai perusakan dengan tuntutan penjara 5,5 tahun.

Persoalan penahanan massa aksi ini memang bisa saja menjadi persoalan lain, namun hal ini

mengindikasikan semakin tegangnya hubungan antara Management apartemen dan warga

sekitar. Kalaupun dari pihak Apartemen memiliki itikad baik, seharusnya pelaporan ini

tidaklah diperlukan. Apalagi tindakan RAS ini dilakukan karena Apartemen dan Pemda

selalu beralasan bahwa pembangunan Apartemen tidak dapat dihentikan karena pemasaran

telah dilakukan dan telah terjual 30% dan terus bertambah di setiap waktunya. Hal inilah

yang mebuat warga sangat marah dan menjadikan spanduk pemasaran sebagai sasaran.

Respon Pemerintah

Dalam kasus pembangunan Apartemen Uttara, bupati Sleman selaku jajaran eksekutif

bertidak sebagai fasilitator antara PT. Bukit Alam Permata dengan masyarakat Padukuhan

Karangwuni. Pada tanggal 11 Juni 2014, bupati Sleman berusaha menengahi konflik kedua

belah pihak. Bupati mengundang LBH yang mewakili warga atas nama Rita Dharani dalam

acara pembahasan koordinasi aduan warga terhadap pembangunan apartemen.

Dasar hukum dalam mendirikan bangunan sangat banyak dijelaskan di Keputusan

Bupati Sleman No 53/Kep.KDH/A/2003 yang merupakan petunjuk pelaksanaan dari

Peraturan Daerah Kabupaten Sleman No 19 Tahun 2001. Perda dan Perbup telah menyatakan

bahwasanya bupati merupakan sentral pemberian izin terhadap penggunaan tanah di

Kabupaten Sleman. Hal ini sejalan dengan Perda No 19 Tahun 2001 Bab II tentang Izin

Peruntukkan Penggunaan Tanah Pasal 2 yang berbunyi : 7

“Setiap orang pribadi dan atau badan yang menggunakan tanah untuk kegiatan

pembangunan fisik dan atau untuk keperluan lain yang berdampak pada struktur ekonomi,

7 Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 19 Tahun 2001 tentang Izin Peruntukan Penggunaan Tanah.

Page 12: Konflik Pembangunan Apartemen Uttara Di Karangwuni Kabupaten Sleman-libre

sosial budaya dan lingkungan wajib memperoleh izin peruntukan penggunaan tanah dari

Bupati.”

Bukti yuridis lain yang dapat ditemui terkait dengan perizinan yang bupati-sentris

adalah sebagaimana yang tertera di Peraturan Bupati Tahun 2003 Pasal 4 Poin D yang

menyatakan bahwa tanah atau teritori yang telah ditetapkan secara khusus oleh bupati tak

perlu lagi memperoleh izin lokasi. Di sisi lain, DPRD Komisi A, menolak adanya

pembangunan apartemen disebabkan oleh belum adanya Perda yang mengatur tentang

pembangunan apartemen. Sebagai bukti penolakan, DPRD Komisi A telah melayangkan

surat kepada bupati karena telah memberikan Izin Pengguunaan Tanah (IPT).

Izin untuk mendirikan bangunan banyak disebut dalam Peraturan Bupati Tahun 2003

yang merupakan petunjuk pelaksanaan dari Peraturan Daerah No 19 Tahun 2001, namun

tidak secara spesifik menyebutkan apartemen sebagai jenis peruntukkan tanah yang wajib

memiliki izin. Tertera di Pasal 9 Peraturan Bupati Tahun 2003 jika pada Poin A dan D sebagai

berikut :8

“a. Permukiman:

1. Perumahan dengan ketentuan = 4 (empat) unit dalam 1 (satu) lokasi,

2. Pondokan dengan ketentuan = 10 (sepuluh) kamar tidur,

3. Rumah sewa dengan ketentuan = 4 (empat) unit dalam 1 (satu) lokasi.

d. Perhotelan dan sejenisnya dengan ketentuan untuk semua keluasan.”

Alasan diberikannya izin pembangunan terhadap korporasi Uttara dikarenakan

kecamatan Depok ditetapkan sebagai zona pembangunan ekonomi, sehingga pemerintah

memprioritaskan pembangunan gedung di bidang perdagangan dan jasa. Lebih detail, hal

tersebut tertera dalam pasal 26 E, Peraturan Bupati Tahun 2003, sebagai berikut:9

“Wilayah aglomerasi meliputi seluruh wilayah Kecamatan Depok, sebagian wilayah

Kecamatan Gamping, Kecamatan Godean, Kecamatan Mlati, Kecamatan Ngaglik,

Kecamatan Ngemplak, Kecamatan Berbah, Kecamatan Kalasan dan Kecamatan Sleman,

dominasi peruntukan penggunaan tanah untuk:

1. kegiatan pendidikan tinggi,

8 Ibid. 9 Ibid.

Page 13: Konflik Pembangunan Apartemen Uttara Di Karangwuni Kabupaten Sleman-libre

2. kegiatan pengembangan jasa wisata,

3. kegiatan perdagangan dan jasa,

4. kegiatan industri kecil,

5. kegiatan pengembangan perumahan dan permukiman, dengan koefisien dasar

bangunan sebesar-besarnya 60 % (enam puluh persen).”

Dari pemaparan di atas, sebenarnya dapat disimpulkan bahwasannya dari segi yuridis,

masalah utama terletak pada detail jenis peruntukkan tanah yang wajib memiliki izin, yang

di dalamnya secara jelas tidak menyebutkan apartemen baik dari segi Peraturan Daerah No

19 Tahun 2001 maupun Peraturan Bupati Tahun 2003 yang merupakan petunjuk pelaksanaan

dari perda terkait. Sifat Perda juga cenderung bupati-sentris yang memberikan kewenangan

besar kepada bupati untuk memberikan perizinan penggunaan tanah terutama yang mampu

mendongkrak sektor-sektor sosial, budaya, dan ekonomi.

Dinas Pengendalian Pertanahan Daerah (DPPD) Sleman juga megungkapkan bahwa

PT. Bukit Alam Permata sudah memenuhi aspek legal formal karena mereka telah memenuhi

syarat sesuai Perda 19/001 dan Perbup 11/2007. Menurut DPPD Sleman, Pemkab tidak

memilki alasan untuk menolak izin yang diajukan PT. Bukit Alam Permata. Kepala Kantor

Perizinan Sleman memberikan tanggapan bahwa sebenarnya pembangunan tidak

membutuhkan persetujuan dari warga sekitar, namun yang dibutuhkan adalah adanya

sosialisasi kepada warga.10

Di sisi lain, DPRD Komisi A menolak dengan alasan daerah Karangwuni merupakan

salah satu daerah konservasi. DPRD Komisi A menyarankan adanya daerah kawasan khusus

pembangunan. DPRD juga menanyakan perihal belum adanya izin mengenai aturan tata

ruang. Perda yang menjadi acuan pemberian izin Apartemen Uttara juga dipertanyakan oleh

komisi A karena Perda 11/2007 tidak sesuai dengan izin yang diajukan. Seharusnya ada

Perda baru yang dibuat dan itu setara dengan Perda 12/2012 tentang RT/RW. Seperti yang

terlontar di sebuah artikel di Koran lokal Tribun Jogja tanggal 13 Mei 2014, Sleman belum

10 http://dprd.slemankab.go.id/2014/05/dewan-tunda-revisi-opd/ yang diakses pada tanggal 23 juni 2014.

Page 14: Konflik Pembangunan Apartemen Uttara Di Karangwuni Kabupaten Sleman-libre

mempunyai peraturan daerah yang mangatur jelas mengenai pembangunan apartemen, dan

hal ini kemudian memicu konflik yang terjadi antara pihak apartemen dan masyarakat.11

Melalui penjabaran kami di atas, menurut analisis kami, pihak pemerintah dalam

menanggapi konflik antara PT. Bumi Alam Permata dan padukuhan Karangwuni tersebut

tidak berpendapat tunggal. Selain itu, dapat dilihat bahwa ada banyak kepentingan yang

terwakilkan oleh pemerintah, terlihat dari bupati dan DPPD yang pro terhadap pembangunan

dan pihak DPRD komisi A yang menolak pembangunan. Bupati sebenarnya sudah

melakukan agenda koordinasi dalam penyelesaian konflik, dengan bertindak sebagai

fasilitator antara kedua belah pihak. Namun, di satu sisi bupati terlihat lebih mewakili

kepentingan pihak pengusaha. Keberpihakan bupati ini terlihat dari pemberian IPT yang

dijadikan landasan oleh PT. Bumi Alam Permata dalam membangun apartemen.

Pemberian izin IPT seharusnya ditinjau ulang karena belum terdapat alasan yang kuat

mengenai perizinan tersebut. Hal itu diperkuat dengan tidak adanya Perda mengenai

pembangunan apartemen yang digunakan untuk landasan pemberian IPT dan yang digunakan

oleh bupati hanya sebatas Perda 11/2007. Dari berbagai pandangan pemerintah itu terlihat

bahwa di tubuh pemerintah tersebut tidak ada satu suara. Hal ini menjadi salah satu

penghambat penyelesaian yang seharusnya cepat diambil oleh pemerintah. Masyarakat juga

geram dengan lambatnya penyelesian, akibatnya timbullah gerakan yang diinisiasi oleh

masyarakat Karangwuni untuk menolak pembangunan Apartemen Uttara dan mendesak

segera dicabutnya izin IPT.

Bupati Sleman seharusnya sadar dan bertindak cepat, bahwa pembangunan

Apartemen Uttara tidak memiliki dasar hukum yang kuat. Karena Kabupaten Sleman belum

memiliki Perda mengenai pembangunan Apartemen dan RTRW yang jelas mengenai pusat

pembangunan hunian bagi masyarakat kelas atas. Bupati Sleman beserta jajarannya tidaklah

pantas meloloskan begitu saja izin-izin yang terkait Apartemen Uttara dengan alasan syarat

telah terpenuhi, warga yang protes hanya sedikit, sudah terlanjur dipasarkan, dll. Sebagai

pemilik peran paling strategis di sini, Bupati Sleman harus tegas. Bupati Sleman harus

11 Ibid

Page 15: Konflik Pembangunan Apartemen Uttara Di Karangwuni Kabupaten Sleman-libre

mencontoh sikap Walikota Surabaya ketika mendengar kabar pembangunan Pasar Turi tidak

sesuai dengan izin yang dikeluarkan, Walikota langsung turun ke lapangan dan memaksa

pengembang untuk membongkar bangunan sesuai desain awal yang disetujui. Pada kasus

Apartemen Uttara ini, kalaulah memang izin pihak pengembang kepada warga awalnya

adalah kos eksklusif. Maka hal itu harus dipenuhi dan dikembalikan ke awal lagi. Jangan

sampai pihak pengembang melanjutkan pembangunan apartemen tanpa warga sekitar

memberikan persetujuan.

LBH, Aktivis, masyarakat dan pihak-pihak lain yang menentang pembangunan

Apartemen Uttara ini juga harus lebih luas dalam mengawasi dan mengawal pembangunan

apartemen. Misal jika memang terjadi indikasi kuat pemberian izin yang tidak sesuai dengan

syarat, namun dari dinas-dinas terkait tetap memberikanya. Maka hal tersebut dapat dicatat,

dikumpulkan bukti-buktinya untuk kemudian di laporkan dan di blow up ke media. Kita harus

mencurigai adanya permainan dan praktek KKN dalam perizinan Apartemen Uttara ini.

Bagaimana mungkin kita harus percaya birokrat yang berkata bahwa Apartemen tidak

membutuhkan izin dari warga, padahal untuk membangun toko usaha kecil saja harus ada

izin gangguan dari warga sekitar.

Kesimpulan

Masyarakat Karangwuni awalnya menggunakan jalur formal dalam perjuangannya.

Namun, jalur formal dirasa tidak efektif karena tidak ada respon positif dari pemerintah.

Page 16: Konflik Pembangunan Apartemen Uttara Di Karangwuni Kabupaten Sleman-libre

Akhirnya, masyarakat Karangwuni memutuskan untuk menggunakan jalur informal, yaitu

demo. Aksi demo ini memang sepertinya belum banyak mengubah pendirian dan sikap dari

Bupati Sleman yang sejak awal sangat pro terhadap pembangunan Apartemen. Namun aksi

demo ini cukup menarik perhatian bagi DPRD Sleman. Hal itu dapat dilihat dari sikap resmi

Komisi A Sleman yang mengajukan Moratorium pembangunan Apartemen. Hal ini berarti

warga Karangwuni sudah menyadari bahwa negara bukanlah aktor tunggal. Sehingga masih

ada celah bagi warga untuk melakukan negosiasi dan lobi terhadap beberapa pejabat daerah

yang pro terhadap aspirasi mereka. Namun, tentu saja pegajuan Moratorium ini tentunya

tetap harus dikawal agar dapat berjalan sebagaima mestinya. Perjuangan penolakan

pembangunan Apartemen ini dengan adanya support dari aktivis mahasiswa, adanya

penahanan massa aksi, sikap DPRD, Pemda, dan Managemen Apartemen, telah membuat

konflik ini telah memasuki babak-babak baru dengan spektrum dan fokus konflik yang lebih

luas. Perjuangan reforma agraria dengan penolakan Apartemen Uttara ini harus terus dijaga

nafas dan geraknya, agar pembangunan dan penggunaan lahan di Sleman tidak dilakukan

sewenang-wenang oleh pemilik modal dan pemerintah daerah.

Page 17: Konflik Pembangunan Apartemen Uttara Di Karangwuni Kabupaten Sleman-libre

Daftar Pustaka

Wiradi, Gunawan. 2000. Reforma Agraria: Perjalanan yang Belum Berakhir. Jakarta:

Pustaka Pelajar

http://dprd.slemankab.go.id/2014/05/dewan-tunda-revisi-opd/ yang diakses pada tanggal 23

juni 2014.

http://tolakapartemenuttara.tumblr.com (website resmi masyarakat Karangwuni) yang

diakses pada 23 juni 2014

Wawancara kepada Ibu Indri selaku masyarakat RT 01 Karangwuni dan koordinator aksi

penolakan Apartemen Uttara pada Senin, 16 Juni 2014.

Wawancara kepada pihak marketing Apartemen Uttara pada Sabtu, 21 Juni 2014.

http://www.republika.co.id/berita/nasional/jawa-tengah-diy-nasional/14/06/17/n7bafo-

demo-tolak-apartemen-warga-karangwuni-jadi-tersangka, yang diakses pada tanggal 23 juni

2014.

http://www.harianjogja.com/baca/2014/05/13/warga-tolak-apartemen-dprd-minta-izin-

apartemen-uttara-ditangguhkan-507489, yang diakses pada tanggal 23 juni 2014.

http://news.detik.com/read/2014/04/29/192430/2569164/1536/ibu-ibu-warga-karangwuni-

sleman-demo-tolak-berdirinya-apartemen, yang diakses pada tanggal 23 juni 2014.