KONFLIK MORAL PADA ANAK PASANGAN BEDA...

26
KONFLIK MORAL PADA ANAK PASANGAN BEDA AGAMA “STUDI KASUS PADA ANAK PASANGAN ISLAM-NASRANI” SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia Untuk Memenuhi Sebagian Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana S1 Psikologi Oleh : LONG SUSAN BELINA 02 320 224 FAKULTAS PSIKOLOGI & ILMU BUDAYA PROGRAM STUDI PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2007

Transcript of KONFLIK MORAL PADA ANAK PASANGAN BEDA...

Page 1: KONFLIK MORAL PADA ANAK PASANGAN BEDA AGAMApsychology.uii.ac.id/.../jadwal_kuliah/naskah-publikasi-02320224.pdf · mereka dimasukan sekolah Katolik, ... dari lingkungan sosial yang

KONFLIK MORAL PADA ANAK PASANGAN BEDA AGAMA “STUDI KASUS PADA ANAK PASANGAN ISLAM-NASRANI”

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia

Untuk Memenuhi Sebagian Syarat-syarat Guna Memperoleh

Derajat Sarjana S1 Psikologi

Oleh :

LONG SUSAN BELINA 02 320 224

FAKULTAS PSIKOLOGI & ILMU BUDAYA

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

YOGYAKARTA

2007

Page 2: KONFLIK MORAL PADA ANAK PASANGAN BEDA AGAMApsychology.uii.ac.id/.../jadwal_kuliah/naskah-publikasi-02320224.pdf · mereka dimasukan sekolah Katolik, ... dari lingkungan sosial yang

HALAMAN PENGISIAN

Dipertahankan di depan Dewan Penguji Skripsi Fakultas Psikologi dan Ilmu

Sosial Budaya Jurusan Psikologi Universitas Islam Indonesia Untuk Memenuhi

Sebagian dari Syarat-syarat Guna Memperoleh

Derajat Sarjana S-1 Psikologi

Pada Tanggal

Mengesahkan,

Fakultas Psikologi

Universitas Islam Indonesia

Dekan

Fuad Nashori Suroso, S.psi, M.Si

Dewan Penguji Tanggal

1. 2. 3.

Page 3: KONFLIK MORAL PADA ANAK PASANGAN BEDA AGAMApsychology.uii.ac.id/.../jadwal_kuliah/naskah-publikasi-02320224.pdf · mereka dimasukan sekolah Katolik, ... dari lingkungan sosial yang

KONFLIK MORAL PADA ANAK PASANGAN BEDA AGAMA

Long Susan Belina Qurotul Uyun

INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konflik moral yang dialami oleh anak dalam keluarga beda agama serta dampaknya terhadap perkembangan keagamaan anak. Suatu moral yang dijalankan didalam situasi konflik dapat dikatakan sebagai konflik moral, situasi ini adalah dimana seseorang didorong untuk mengorbankan nilai demi yang lain. Konflik moral merupakan konflik psikologik dimana salah satu cara untuk menunjukan realitas ini adalah bahwa dia cenderung mengembangkan perasaan bersalah ketika dia berperilaku dengan cara yang dianggap salah oleh pendidikan sosial yang diterimanya. Dalam keluarga beda agama, agama menjadi konflik tersendiri dalam diri anak akan keberbedaan yang ada. Konflik moral menjadi salah satu problem yang muncul dalam diri anak, bagaimana terjadinya? Dan konflik moral apa saja yang terjadi? Serta dampak nya dalam perkembangan keagamaan anak? Penelitian ini akan berusaha menjelaskan fenomena yang ada Subjek penelitian ini adalah anak yang berasal dari keluarga beda agama yang berusia sekitar 18-24 tahun atau dalam masa remaja akhir sampai dewasa awal. Metode yang digunakan dalam pengambilan data adalah wawancara mendalam. Responden wawancara berjumlah tiga orang. Dari hasil wawancara tersebut didapatkan gambaran terjadinya konflik moral serta dampak yang ditimbulkan dalam perkembangan keagamaan anak. Terjadinya konflik moral pada anak dimana ketika anak menyakini suatu nilai agama sebagai identitas dirinya, namun berbentur pada nilai lain yang berbeda dalam keluarga dan juga dipengaruhi oleh faktor kelekatan dan faktor dominasi orangtua. Dampak pada perkembangan kegamaan anak adalah timbulnya rasa ketidaknyamanan identitas agamanya dalam keluarga dan terhambatnya perkembangan keagamaan anak. Rincian mengenai hasil penelitian dideskripsikan dalam laporan penelitian ini Kata Kunci : Pernikahan beda agama, Konflik Moral

Page 4: KONFLIK MORAL PADA ANAK PASANGAN BEDA AGAMApsychology.uii.ac.id/.../jadwal_kuliah/naskah-publikasi-02320224.pdf · mereka dimasukan sekolah Katolik, ... dari lingkungan sosial yang

PENGANTAR

A. Latar Belakang

Perkawinan lintas agama di indonesia makin menjadi gejala sosial biasa dan

dipraktekan secara lintas sosial kultural terutama pada warga dimana ikatan

indentitas formal keagamaan tidak signifikan. Pernikahan beda agama ditentang

dengan beragam alasan, baik secara teologis maupun sosial, praktek ini tidak

dipandang sebagai model pernikahan ideal tapi penyimpangan dan

pemberontakan terhadap tradisi keagamaan. Pelik dan rumit situasi yang

dihadapi pasangan perkawinan beda agama saat bersinggungan dengan

birokrasi, negara maupun agama. Tidak hanya ketika mengurus akad nikah dan

administrasi pencatatan dimana untuk melaksanakan perkawinan dengan tetap

mempertahankan agama mereka masing-masing sesuai dengan perundang-

undangan yang mengatur masalah perkawinan, dalam undang-undang

perkawinan Indonesia yaitu pasal 1 dan pasal 2 UU perkawinan No. 1 tahun 1974

disebutkan lembaga perkawinan negara tidak bersedia melayani pasangan beda

agama kecuali salah-satu dari pasangan itu pindah agama (Eoh, O.S, 1996).

Namun agama bagi sebagian orang hanya semata persoalan doktrin

transendental yang melangit tanpa akar di bumi. Masyarakat sering melakukan

negosisasi sosial-kultural terhadap doktrin agama dilevel praksis. Budaya yang

berkembang selama ini yang dianggap sebagai solusi dari keadaan ini adalah

konversi agama secara pragmatis menjelang pernikahan untuk menerobos

kebuntuan birokrasi ataupun melaksanakan perkawinan ke luar negeri yang tidak

mempersoalkan masalah perbedaan agama

Page 5: KONFLIK MORAL PADA ANAK PASANGAN BEDA AGAMApsychology.uii.ac.id/.../jadwal_kuliah/naskah-publikasi-02320224.pdf · mereka dimasukan sekolah Katolik, ... dari lingkungan sosial yang

Kepelikan juga berlanjut ketika penentuan agama anak. Meskipun tidak

mempermasalahkan agama pasangannya, namun ada keyakinan dalam diri

suami atau istri bahwa agamanyalah yang paling benar. Keyakinan tersebut juga

ditanamkan untuk masing-masing agama. Agama menuntut para pemeluknya

untuk menyakini kebenaran agamanya dan mendidik anak mereka sesuai dengan

agama yang dipeluk orang tua nya. Seperti halnya bagi pasangan katolik yang

berniat menikahi pasangan non-Katolik harus membuat nota kesepakatan

dengan gereja untuk terus berusaha mengkatolikkan keturunannya (disebut Anti-

nuptial Aggrement), gereja secara tentatif mengontrol apakah kesepakatan

tersebut dilaksanakan. Doktrin gereja tersebut sering membuat penganut Katolik

bersikap ekstrem dalam mendefinisikan identitas agama anak. Penganut islam

pun juga secara teologis diminta mengislamkan keturunanya. Dalam sebuah

kasus keluarga beda agama, Parta (Katolik-Jawa) dan Mala (Sunda–Islam-

agamis), tingkat kefanatikan pasangan ini menjadi faktor lain dalam membentuk

agama anak. Walau menikah ala Islam, pasangan ini harus bercerai saat suami

memaksakan status agama anaknya secara sepihak. Tidak hanya ketiga anak

mereka dimasukan sekolah Katolik, Parta juga melarang anak-anaknya belajar

mengaji (Islam). Anak disini dapat menjadi tumbal impitan normatif teologis

(Gatra, 8 oktober 2005).

Peran orang tua dalam menanamkan kepercayaan atas Tuhan kepada

anak dan remaja pastilah sangat penting. Kebenaran pandangan ini sekurang-

kurangnya disampaikan Artanto (2006) melalui penelitian yang bertopik Konsep

Tuhan pada Anak Usia Akhir Operasional Kongkrit. Artanto mengungkapkan

bahwa gagasan yang dimiliki anak mengenai tuhan lebih merupakan doktrin yang

Page 6: KONFLIK MORAL PADA ANAK PASANGAN BEDA AGAMApsychology.uii.ac.id/.../jadwal_kuliah/naskah-publikasi-02320224.pdf · mereka dimasukan sekolah Katolik, ... dari lingkungan sosial yang

dihasilkan dari pengajaran. Melalui pengajaran orang tua dan gurunya anak-anak

memiliki gambaran tentang siapa dan bagaimana Tuhan. Tittley, 2001a (dalam

Idrus, 2004) secara lebih tegas menyatakan bahwa kunci dari perkembangan

kepercayaan anak adalah rumah, tempat dibangkitkan dan diterimanya

kepercayaan (Iman).

Dalam satu keluarga anak bisa mengikuti keyakinan (agama) ayahnya atau

ibunya. Bila sepasang suami istri tersebut memiliki lebih dari satu anak,

kemungkinan anak-anaknya memilih agama yang berlainan pula antara kakak

dan adiknya. Dalam keluarga yang demokratis, anak-anak dapat secara sukarela

mengikuti suatu ajaran agama tertentu, namun tak dapat dipungkiri bahwa

pengenalan dan penanaman agama sebaiknya dilakukan semenjak anak-anak.

Pada kasus lainnya, adapula orangtua yang sudah menegoisasikan masa depan

agama anaknya sejak awal akan ikut siapa agamanya. Kondisi-kondisi tersebut

baik secara langsung atau tidak langsung tentunya akan membawa

kebinggungan pada anak, karena norma dan nilai pada masa anak-anak

diperoleh melalui dari kecil melalui proses imitasi, indentifikasi, asimilasi dan

sosialisasi dengan orang lain seperti orang tua, teman, guru dan orang terdekat

lainnya (Lute dalam Monks, 2002). Dan orangtua sebagai awal tempat kehidupan

anak, tentu memiliki peran besar dalam hal proses penanaman nilai pada anak.

Tidak dapat dipungkiri banyaknya tekanan-tekanan secara psikologis

maupun sosial yang dirasakan oleh anak pada pasangan beda agama. Secara

psikologis anak mendapatkan tekanan dalam dirinya. Baik konflik saat anak

dihadapkan untuk memilih salah satu agama yang akan ia anut, ataupun saat

anak dihadapkan pada satu agama yang harus ia ambil (kompromi orangtua)

Page 7: KONFLIK MORAL PADA ANAK PASANGAN BEDA AGAMApsychology.uii.ac.id/.../jadwal_kuliah/naskah-publikasi-02320224.pdf · mereka dimasukan sekolah Katolik, ... dari lingkungan sosial yang

dan saat dihadapkan dengan perbedaan-perbedaan yang ia lihat sehari-hari, juga

dari lingkungan sosial yang memandang pernikahan beda agama adalah sesuatu

hal yang tidak dapat diterima dalam masyarakat. Pernikahan pada pasangan

yang berbeda agama adalah suatu kontroversi tersendiri dalam hidup

keberagamaan di masyarakat. Pada keluarga pasangan beda agama, masalah

agama adalah hal yang paling potensial menimbulkan konflik baik dari pihak

orang tua sendiri maupun dari pihak anak. Dari berbagai situasi, yang dialami

anak dari pasangan beda agama tersebut, peneliti merasa tertarik untuk

mengungkap lebih jauh tentang bagaimana konflik yang dialami anak dalam

keluarga beda agama, khususnya konflik moral yang dialami oleh anak dalam

proses perkembangan keagamaan dirinya, konflik moral apa saja yang dialami

dan dampaknya terhadap anak dengan situasi-situasi dalam perbedaan agama

tersebut. Agama menjadi sumber konflik yang berkepanjangan, dari proses

penanaman dan pemilihannya, agama telah menjadi awal timbulnya konflik

dalam diri anak. Anak menjadi bagian yang tidak terpisahakan dalam pernikahan

beda agama. Dalam hal ini anak tak bisa memilih dan mau tidak mau dihadapkan

pada situasi tersebut.

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui konflik moral apa saja yang

dialami oleh anak pada pasangan beda agama serta dampaknya bagi anak tak

lepas dari proses perkembangan keagamaan anak.

C. Manfaat Penelitian

Bahwa penelitian ini diharapkan mampu memiliki manfaat teoritis dan praktis

bagi pembaca sehingga dapat menyimpulkan isi penelitian ini :

Page 8: KONFLIK MORAL PADA ANAK PASANGAN BEDA AGAMApsychology.uii.ac.id/.../jadwal_kuliah/naskah-publikasi-02320224.pdf · mereka dimasukan sekolah Katolik, ... dari lingkungan sosial yang

a. Secara Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan terhadap

khasanah ilmu pengetahuan dan sebagai bahan kajian ilmiah dalam

psikologi perkembangan umumnya dan khususnya dalam perkembangan

keagamaan anak.

b. Secara Praktis

Penelitian ini menjadi masukan bagi orang tua dengan status perkawinan

beda agama diharapkan mampu memahami dan memperhatikan

dampak psikologis dan menginternalisasi nilai-nilai secara tepat serta

tetap mendampingi anak-anaknya dalam perkembangannya.

Tinjauan Pustaka

A. Konflik Moral

a. Pengertian Konflik

Menurut Webster, 1983 (dalam Pruitt dan Kim, 2004) istilah konflik sendiri

memiliki arti “fight. battle, or struggle” perkelahian, pertempuran atau

perjuangan. Yang berarti konfrontasi yang secara terang-terangan diantara

beberapa pihak. Tetapi pegertian itu telah berkembang yang juga mencakup

pengertian terdapatnya ketidakcockan atau sesuatu yang berlawanan antara

minat, gagasan dan ide-ide. istilah juga mencakup secara psikologi yakni adanya

konfrontasi yang terjadinya dengan diri sendiri.

Page 9: KONFLIK MORAL PADA ANAK PASANGAN BEDA AGAMApsychology.uii.ac.id/.../jadwal_kuliah/naskah-publikasi-02320224.pdf · mereka dimasukan sekolah Katolik, ... dari lingkungan sosial yang

Konflik merupakan sesuatu yang biasa terjadi dalam kehidupan individu

ketika seseorang dihadapkan pada dua atau beberapa hal yang saling

bertentangan. Konflik terjadi jika seseorang dihadapkan pada aspek-aspek yang

berbeda atau bertentangan. Freud dengan penelitian psikoanalisis menyatakan

bahwa konflik adalah bagian dari dinamika kepribadian seseorang. Melalui

pembentukan id, ego, dan super ego seseorang akan mengalami konflik antara

apa yang diinginkan dengan apa yang seharusnya diinginkan dan bagaimana

realita disekitarnya (Shantz dan Hartup, 1992)

b. Pengertian Moral

Istilah moral berasal dari kata latin : Mos (Moris) yang berarti adat istiadat,

kebiasaan, tatacara kehidupan. Sedangkan pengertia moralitas berhubungan

dengan keadaan nilai-nilai moral yang berlaku dalam suatu kelompok sosial atau

masyarakat. Jadi suatu tingkah laku dikatatakan bermoral apabila tingkahlaku itu

sesuai dengan nilai-nilai moral yang berlaku dalam kelompok sosial dimana anak

itu hidup. Dan tidak pada semua masyarakat nilai-nilai moral itu sama, karena

pada umumnya nila-nilai moral ini dipengaruhi oleh kebudayaan dari kelompok

atau masyarakat itu sendiri (Gunarsa, 1983)

Ada tiga tingkatan dalam teori moral yakni, standar moral, aturan moral dan

pertimbangan moral (Haricahyono,1985). Dalam standar moral yang

dimaksudkan adalah prinsip-prinsip moral dasar atau biasanya mempunyai kata-

kata kunci yang harus dibatasi secara tegas sebelum standar moral yang

bersangkutan dapat diaplikasikan, dalam standar moral egoistik misalnya salah

satu kuncinya adalah kepentingan pribadi itu sendiri. Selanjutnya mengenai

aturan moral yakni pada dasarnya memuat prinsip-prinsip moral umum yang

Page 10: KONFLIK MORAL PADA ANAK PASANGAN BEDA AGAMApsychology.uii.ac.id/.../jadwal_kuliah/naskah-publikasi-02320224.pdf · mereka dimasukan sekolah Katolik, ... dari lingkungan sosial yang

diderivasikan dari standar-srtandar moral. Dan yang terakhir pertimbangan moral

yakni evaluasi moral terhadap dimensi kepribadian sekaligus tindakan –tindakan

seseorang baik yang bersifat umum maupun spesifik.

c. Konflik Moral

Suatu moral yang dijalankan didalam situasi konflik dapat dikatakan sebagai

konflik moral. Situasi ini adalah dimana seseorang didorong untuk mengorbankan

nilai demi yang lain. Disatu situasi konflik ini adanya konfrontasi dengan pilihan

antara dua atau lebih yang satu sama lain memiliki keberbedaan nilai buruk dan

baiknya (Podimattam, 1982). Thoulles (1992) menyatakan konflik moral

merupakan konflik psikologik dimana salah satu cara untuk menunjukan realitas

ini adalah bahwa dia cenderung mengembangkan perasaan bersalah ketika dia

berperilaku dengan cara yang dianggap salah oleh pendidikan sosial yang

diterimanya.

Aturan moral sebuah kelompok berkaitan erat dengan pelaksanaan aturan

tersebut, pola pikir kelompok, dan pola penggunaan bahasa. Karena mereka

bersosialisasi dalam kelompok yang sama, para anggota kelompok belajar untuk

mendasarkan penilaian mereka terhadap nilai dan tata cara moral yang

fundamental terhadap budaya asal mereka. Kimmel (2000) menyatakan aturan

moral mereka berisi serangkaian arti-arti yang bisa mereka gunakan untuk

memahami pengalaman dan membuat penilaian tentang apa yang disebut

bernilai dan penting. Pola arti ini membentuk cara seseorang memahami fakta

dan isu dan menumbuhkan rasa beridentitas. Pearce and Littlejohn menyatakan,

realita sosial juga membentuk apa yang disebut sebagai tindakan benar

(appropriate action) dan membuat batas atas apa yang bisa dilakukan oleh

Page 11: KONFLIK MORAL PADA ANAK PASANGAN BEDA AGAMApsychology.uii.ac.id/.../jadwal_kuliah/naskah-publikasi-02320224.pdf · mereka dimasukan sekolah Katolik, ... dari lingkungan sosial yang

masyarakat. Bahkan, realita sosial juga mempengaruhi cara menyebut,

memahami, dan memperlakukan emosi. Hasilnya, kepercayaan, perkataan, dan

tindakan seseorang harus dipahami berdasarkan konteks keadaan sosial tertentu.

Dalam beberapa kasus, sebuah kelompok budaya mungkin akan memandang

kepercayaan dan tindakan kelompok budaya lain sebagai sebuah penyimpangan

dan tidak bisa ditoleransi secara moral. Hal ini akan berakibat pada pertikaian

dan kekerasan yang akan sangat merusak hubungan di antara keduanya (dalam

http//www.beyondintractability.org/essay/intolerable_moral_differences/13/02/0

7)

b. Ciri-ciri Konflik Moral

Untuk memahami apa itu konflik moral, perlu mengetahui ciri-ciri umum

konfllik moral, yakni :

1. Kesalahpahaman

Ciri umum pertama adalah kecenderungan masing-masing pihak untuk

terjadi salah paham atas kata-kata dan tindakan pihak yang lain. Masyarakat

dari tradisi yang tidak sebanding mungkin akan mengalami masalah dalam

berkomunikasi karena mereka bergantung ada sistem arti, norma komunikasi,

dan aturan tingkah laku yang berbeda.

2. Ketidakpercayaan

Ciri umum konflik moral yang kedua adalah kecenderungan para anggota

kelompok untuk tidak mempercayai dan curiga terhadap kelompok lain,

bahkan juga menumbuhkan rasa bahwa kelompok lain memiliki potensi untuk

membahayakan kelangsungan hidup kelompoknya. Dengan adanya

Page 12: KONFLIK MORAL PADA ANAK PASANGAN BEDA AGAMApsychology.uii.ac.id/.../jadwal_kuliah/naskah-publikasi-02320224.pdf · mereka dimasukan sekolah Katolik, ... dari lingkungan sosial yang

perbedaan dalam hal nilai dan sistem arti tersebut, tindakan yang dilakukan

oleh salah satu pihak untuk menyelesaikan konflik seringkali akan

disalahartikan sebagai tindakan mengancam bagi pihak yang lain.

3. Komunikasi yang Kaku dan Kasar

Ciri umum lain dari konflik moral adalah adanya kekakuan hubungan dan

komunikasi antar pihak. Ketika retorika komunikasi terdiri dari timbal-balik

alasan untuk membentuk kepercayaan bersama, maka pola komunikasi

dalam konflik moral justru terdiri dari serangan personal, seperti celaan dan

kata-kata kasar.

4. Stereotipe Negatif

Percakapan seringakali mengandung generalisasi terhadap anggota

kelompok lain. Pihak yang terlibat dalam konflik moral cenderung, hanya

dengan berdasarkan dugaan, mengelompokkan dan mencela kepribadian,

intelegensia, dan perilaku sosial pihak lawannya. Mereka akan membentuk

stereotipe negatif dan menyandangkan degradasi moral atau karakter negatif

lainnya kepada pihak yang tidak sesuai dengan budaya mereka, dengan

mengesampingkan anggota meyimpang dari pihaknya sendiri, dan

menganggap seluruh anggota kelompoknya sebagai berbudaya. Hal ini

seringkali disebut oleh psikolog sebagai kesalahan anggapan (attribution

error).

5. Ketiadaan Negosiasi

Sistem kepercayaan ini mengakibatkan asumsi-asumsi penting dan cara

pandang global tidak bisa dikompromikan. Keterikatan yang kuat terhadap

ideologi bisa membuat seseorang susah untuk mendekati pihak yang memiliki

Page 13: KONFLIK MORAL PADA ANAK PASANGAN BEDA AGAMApsychology.uii.ac.id/.../jadwal_kuliah/naskah-publikasi-02320224.pdf · mereka dimasukan sekolah Katolik, ... dari lingkungan sosial yang

cara pandang berbeda dengan pikiran terbuka

(http//www.beyondintractability.org/essay/intolerable_moral_differences/13/

02/07).

Konflik moral terjadi ketika kelompok yang bersengketa bertindak dalam

dunia sosial berbeda, menurut arti yang berbeda pula. Salah satu alasan

mengapa kelompok-kelompok yang bersengketa mengalami kesulitan

membongkar pola interaksi antar mereka adalah bahwa masing-masing

kelompok sudah terikat dengan aturan moral masing-masing. Ketika dua

kelompok memiliki cara yang sangat berbeda dalam memandang kehidupan

manusia, maka tindakan yang dianggap baik dan mulia oleh kelompok satu, akan

dianggap buruk atau jahat oleh kelompok kedua. Ini karena tindakan yang

dianggap bisa diterima oleh aturan moral sebuah kelompok, akan dianggap

sebagai hal yang buruk oleh aturan moral kelompok lain (dalam

http//www.beyondintractability.org/essay/intolerable_moral_differences/13/02/0

7)

c. Bentuk Konflik Moral

Hampshire membedakan dua bentuk konflik moral, yang keduanya

berhubungan dengan dilema pelaku tunggal (Decew, 1990), yakni :

1. Dimana dua sumber cita-cita moral saling bersaing. Adanya cita-cita abstrak

dan tanpa batas waktu yang sangatlah alamiah dan universal dan juga

memunculkan tanggung jawab-tanggung jawab yang menurut kita tidak bisa

kita abaikan sebagai manusia. Tetapi pada saat yang sama, kita juga memiliki

cita-cita yang lebih pribadi yang berasal dari tradisi atau kesepakatan, yang

kemudian memunculkan aturan-aturan moral yang beragam dan berbagai

Page 14: KONFLIK MORAL PADA ANAK PASANGAN BEDA AGAMApsychology.uii.ac.id/.../jadwal_kuliah/naskah-publikasi-02320224.pdf · mereka dimasukan sekolah Katolik, ... dari lingkungan sosial yang

tanggung jawab yang bisa diubah dan bersifat sementara. Begitu juga

dengan standar moral dan prinsip-prinsip yang muncul dari dua sumber

tersebut. Itulah yang menyebabkan tanggung jawab moral kita seringkali

bertentangan.

2. Ada konflik yang muncul karena pilihan moral. Setiap kali pilihan moral atau

politik dibuat, pasti ada konsekuensi etisnya. Dengan menggunakan bentuk

keadilan alternatif, Hampshire menggambarkan konflik yang dialami

seseorang saat memilih dua hal yang tampaknya sama, pada akhirnya malah

membuatnya kehilangan pilihan alternatif yang sebenarnya lebih baik.

B. Pernikahan Beda Agama

Pernikahan antar agama menurut Rusli dan Tama adalah ikatan lahir dan

batin antara seorang pria dan seorang wanita, yang karena berbeda agama,

menyebabkan tersangkutnya dua peraturan yang berlainan mengenai syarat-

syarat dan tata cara pelaksanaan perkawinan sesuai dengan hukum agamanya

masing-masing, dengan tujuan untuk membentuk keluarga bahagia dan kekal

berdasarkan Ke Tuhanan Yang Maha Esa (Eoh, O.S, 1996).

Undang-undang Indonesia sendiri tidak ada mengatur tentang perkawinan

beda agama. Sesuai dengan Piagam Hak Hak Azasi Manusia, Undang undang

perkawinan sipil di Indonesia pada dasarnya tidak juga melarang pernikahan

antar agama. Yang menjadi kesulitan penerapan prinsip ini adalah pasal 2 UU

Perkawinan No.1 Tahun 1974 yang mengatakan bahwa, Perkawinan adalah sah,

apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan

kepercayaannya itu. Ini berarti bahwa setiap WNI yang akan menikah

Page 15: KONFLIK MORAL PADA ANAK PASANGAN BEDA AGAMApsychology.uii.ac.id/.../jadwal_kuliah/naskah-publikasi-02320224.pdf · mereka dimasukan sekolah Katolik, ... dari lingkungan sosial yang

seharusnya melewati lembaga agamanya masing masing dan tunduk kepada

aturan pernikahan agamanya. Lalu apabila keduanya memiliki agama yang

berlainan, maka lembaga agama tidak dapat menikahkan mereka kecuali salah

satunya mengikuti agama lain. Pernikahan beda agama disini ialah pasangan

suami istri yang berbeda agama yang melakukan pernikahan dengan tetap

mempertahankan keyakinannya masing-masing.

D. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan uraian dan teori diatas, maka dapat diajukan beberapa

pertanyaan penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimana konflik moral yang terjadi pada anak pasangan beda agama dalam

proses perkembangan keagamaan anak?

2. Konflik moral apa saja yang dialami oleh anak ?

3. Bagaimana dampaknya terhadap anak ?

METODE PENELITIAN

A . Fokus Penelitian

Yang menjadi fokus pada penelitian ini adalah konflik moral apa saja yang

dialami oleh anak dari pasangan beda agama dalam perkembangan

keagamaannya. Dan bagaimana proses serta dampaknya bagi anak itu sendiri,

akan ikut dibahas dalam penelitian ini.

Page 16: KONFLIK MORAL PADA ANAK PASANGAN BEDA AGAMApsychology.uii.ac.id/.../jadwal_kuliah/naskah-publikasi-02320224.pdf · mereka dimasukan sekolah Katolik, ... dari lingkungan sosial yang

C. Subjek Penelitian

Penelitian ini lebih difokuskan untuk memahami konflik moral yang dialami

oleh anak yang memiliki orangtua beda agama. Berdasarkan hal tersebut, maka

peneliti menentukan kriteria subjek penelitian adalah remaja usia 18 – 24 tahun,

laki-laki atau perempuan, status perkawinan orang tua beda agama hingga saat

ini dan belum menikah.

D. Metode Pengumpulan Data

Metode yang digunakan untuk pengumpulan data dalam penelitian ini

adalah metode wawancara mendalam. Wawancara kualitatif dilakukan dengan

maksud antara lain untuk mengkonstruksi mengenai orang, kejadian, kegiatan,

organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian, dan lain-lain kebulatan;

merekonstruksi kebulatan-kebulan demikian sebagai yang dialami masa lau;

memproyeksikan kebulatan-kebulatan sebagai yang telah diharapkan untuk

dialami pada masa yang akan datang; memverifikasi, mengubah, dan

memperluas informasi yang diperoleh dari orang lain, baik manusia maupun

bukan manusia (triangulasi); dan memverifikasi, mengubah dan memperluas

konstruksi yang dikembangkan oleh peneliti sebagai pengecekan anggota (

Moleong, 2001).

Sedangkan menurut Nazir (1988) wawancara adalah proses memperoleh

keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap

muka antara pewawancara dengan responden dengan menggunakan alat yang

disebut interview guide. Menurut Poerwandari (2001) wawancara adalah

percakapan atau tanya jawab yang diarahkan pada tujuan tertentu.

Page 17: KONFLIK MORAL PADA ANAK PASANGAN BEDA AGAMApsychology.uii.ac.id/.../jadwal_kuliah/naskah-publikasi-02320224.pdf · mereka dimasukan sekolah Katolik, ... dari lingkungan sosial yang

Berangkat dari penjelasan di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa

wawancara adalah proses tanya jawab antara seseorang dengan tujuan tertentu

kepada orang lain dengan menggunakan interview guide sebagai panduan

percakapan.

F. Metode Analisis Data

Langkah-langkah dalam analisi data menurut Moleong (2000), pertama

adalah menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber melalui

wawancara, observasi, dokumentasi, dan sebagainya. Kedua, reduksi data yang

dilakukan dengan jalan abstraksi. Abstraksi merupakan usaha membuat

rangkuman yang inti, proses, dan pernyataan-pernyataan yang perlu dijaga agar

tetap didalamnya. Ketiga adalah koding, merupakan proses penguraian data,

pengkosepan, dan penyusunan kembali dengan cara baru. Keempat adalah

kategorisasi, yaitu pengelompokan konsep berdasrkan kesamaannya. Terakhir

adalah pemeriksaan keabsahan data.

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan tiga responden, ketiga responen berusia sekitar

remaja akhir dan dewasa awal. Yang dimana pada masa ini mereka telah

memiliki keyakinan akan nilai yakini dalam agama. Dari hasil penelitian ini

didapatkan bahwa konflik-konflik moral terjadi dalam diri mereka bersangkutan

dengan adanya perbedaan nilai dalam keluarga. Konflik-konflik moral sendiri juga

dilatar belakangi oleh emosi moral mereka, emosi moral disini bersangkutan

dengan keyakinan nilai yang ia yakini dan perasaan moral untuk menghargai

salah satu orangtua yang berbeda nilai atau menghindari hal-hal yang dapat

Page 18: KONFLIK MORAL PADA ANAK PASANGAN BEDA AGAMApsychology.uii.ac.id/.../jadwal_kuliah/naskah-publikasi-02320224.pdf · mereka dimasukan sekolah Katolik, ... dari lingkungan sosial yang

menyulut masalah dalam keluarga, seperti takut akan tanggapan dari anggota

keluarga lainnya, perasan bersalah pada salah satu orangtua yang berbeda

dengan agamanya dan perasaan-perasaan negatif lainnya.

Konflik moral yang terjadi pada ketiga responden didapatkan juga

dilatarbelakangi adanya konflik nilai yang terjadi dalam diri anak berkaitan

dengan nilai agama yang mereka yakini. Konflik nilai sendiri menurut Coleman

(dalam Fernando, 1993) adalah ketika asumsi nilai seseorang belum jelas dan

tidak konsisten, ia akan mengalami kesulitan untuk memutuskan pilihannya dan

mengarahkan perilakunya. Dan akan terjadi pertentangan antara nilai yang ideal

(ideal self) dan nilai pada kenyataannya (real self ). Pada responden Vin, adanya

konflik nilai dimana ada kewajiban yang ia ketahui dalam kewajiban sebagai

seorang muslim untuk memakai jilbab. Responden Tar sendiri mngalami konflik

nilai yang timbul pada hilangnya keyakinannya pada agama yang terdahulu dan

agama lain yang ia yakini. Pada responden Alp, konflik nilai yang terjadi saat dia

harus memutuskan satu nilai yang harus ia ambil dan yakini.

Pada prosesnya penanaman agama pada anak dalam suatu keluarga yang

berbeda agama berpengaruh dalam pemahaman awal anak mengenai agama,

karena dengan perbedaan pelaksanaan agama yang ada dapat memberikan

kebinggungan-kebinggungan pada anak). Pada responden Vin, mengaku bahwa

orangtuanya tidak banyak memberikan penjelasan mengenai perbedaan agama

yang ada. Saat melihat keberbedaan ibadah antara ibu dan ayahnya, dia hanya

menyatakan seperti melihat orang yang bekerja yang berbeda tempat, karena

diketahui juga kedua orangtuanya bekerja dan kurangnya keterbukaan dalam

permasalahan agama. Pada responden Tar, sebagai identitas agamanya dirinya

Page 19: KONFLIK MORAL PADA ANAK PASANGAN BEDA AGAMApsychology.uii.ac.id/.../jadwal_kuliah/naskah-publikasi-02320224.pdf · mereka dimasukan sekolah Katolik, ... dari lingkungan sosial yang

telah dibaptis dari kecil dan ikut sang Ayah. Keberbedaan ibadah yang

dilaksanakan dirumah menimbulkan kebinggungan dalam dirinya berkaitan

pelaksanaan ibadah yang berbeda, ibu solat sendiri dan dirinya beserta bapak

dan adik ke gereja. Pada responden Alp sendiri dimana dalam keluarga adanya

kebebasan dalam memilih agama, namun tidak lepas dari doktrin-doktrin agama

yang diberikan kedua orangtuanya sehingga membuat kebinggungan yang

dialami menjadi keraguan dan tidak memilih satu agama sampai ia dewasa.

Namun perkembangan keagamaan anak selanjutnya mengalami konflik-

konflik, pada anak keluarga beda agama terhambat oleh adanya konflik moral

yang mereka alami, dimana nilai-nilai yang mereka yakini harus berbentur

dengan nilai lainnya dan harus mengorbankan salah satu nilai yang ada. Dalam

masa ini ketika anak akan dan telah mengambil atau menyakini satu nilai agama

yang ia yakini, anak mengalami konflik moral. Disinilah konflik moral timbul

karena adanya situasi yang kurang mendukung. Peneliti mendapatkan beberapa

konflik yang dialami anak, saat mereka memutuskan sikap keagaamaan yang

mereka yakini. Pada responden Vin, timbul konflik moral saat dia menyakini nilai

islam dan ada kewajiban untuk memakai jilbab dan yang pada akhirnya

memutuskan untuk memakai jilbab sebagai indentitas dirinya sebagai seorang

muslim, namun hal ini tidak lepas dari ketakutan-ketakutan awal dan kecemasan

yang dia rasakan saat akan menunjukan pada papa dan anggota keluarga

lainnya dari pihak keluarga papa yang bebeda agama. Juga dari hasil

pendalaman dirinya terhadap agama islam, menjadikan konflik-konflik moral

tersendiri dalam dirinya akan ketidaknyamanan dari agama yang ayah jalankan.

Pada responden TR, konflik-konflik moral terjadi dimulai saat adanya

Page 20: KONFLIK MORAL PADA ANAK PASANGAN BEDA AGAMApsychology.uii.ac.id/.../jadwal_kuliah/naskah-publikasi-02320224.pdf · mereka dimasukan sekolah Katolik, ... dari lingkungan sosial yang

ketidakyakinan dirinya pada agama yang dijalankannya, sehingga memutuskan

dirinya menjadi sebagai seorang muslim. Dari hal ini, awalnya responden telah

menyadari bahwa apa yang diputuskannya memilki resiko besar sehingga

sementara waktu hal ini tidak diketahui oleh anggota keluarga lainnya kecuali

dari pihak ibu (seagama) dan keluarga ibu. Suatu pilihan ini telah berdampak

besar terhadap keluarganya, saat ayah yang akhirnya mengetahui dan

mendapat pertentangan dari sang ayah, sikap ayah yang tidak setuju dan juga

permasalahan-permasalahan yang mulai timbul dalam keluarga dari keputusan

untuk memilih keyakinannya tersebut. Dan dari keputusannya telah membuat

sang ayah berubah total terhadap dirinya, tidak hanya dirinya yang merasakan

itu namun juga ibunya. Tar mengalami konflik moral dimana disatu sisi memilih

keyakinannya dan disatu sisi sikap Ayah yang tidak bisa menerima. Yang disini

timbul rasa bersalah dalam dirinya bahwa dengan keputusan yang dia ambil

telah ikut menghancurkan keluarganya, namun disituasi lain nilai (agama) yang

dirinya yakini adalah kepercayaannya terhadap adanya Tuhan. Situasi-situasi ini

yang membuat dirinya mau tidak mau dihadapkan dengan resiko-resiko dari

setiap pilihan yang ada. Pada responden Alp, konflik-konflik moral terjadi disaat

dia mulai mencari dan menyakini suatu nilai. Karena sebelumnya, ia belum

memilki suatu nilai (agama) bagi dirinya, konflik moral pada Alp, ditunjukan

dengan adanya rasa bersalah saat harus memilih agama yang beda dengan

ibunya (Thoulles, 1992) dan juga situasi yang ditimbulkannya, yakni

memburuknya hubungan dengan keluarga ibu setelah ia memilih salah satu

agama yang berbeda.

Page 21: KONFLIK MORAL PADA ANAK PASANGAN BEDA AGAMApsychology.uii.ac.id/.../jadwal_kuliah/naskah-publikasi-02320224.pdf · mereka dimasukan sekolah Katolik, ... dari lingkungan sosial yang
Page 22: KONFLIK MORAL PADA ANAK PASANGAN BEDA AGAMApsychology.uii.ac.id/.../jadwal_kuliah/naskah-publikasi-02320224.pdf · mereka dimasukan sekolah Katolik, ... dari lingkungan sosial yang

PENUTUP

Kesimpulan

Konflik moral yang terjadi pada anak dalam keluarga beda agama,

dipengaruhi oleh faktor emosional (kedekatan hubungan pada anggota keluarga)

dan dominasi orangtua. Konflik moral ikut mempengaruhi bagaimana sikap

keagamaan anak kedepannya. Konflik moral yang dialami anak merupakan suatu

situasi yang mau tidak mau dia harus mengambil satu pilihan, dan adanya

perasaan negatif yang timbul seperti rasa bersalah,rasa “ga enak”, rasa takut

atas pilihan yang diambilnya dan juga konflik moral dengan reaksi negatif dari

lingkungannya, karena pilihan moral anak akan berbentur dengan nilai moral

lainnya (dilema moral) dan konflik moral yang terjadi dalam diri anak pun

cenderung akan menimbulkan cognitive dissonance. Anak harus mengorbankan

salah satu nilai yang ada. Dampak dalam konflik moral inilah yang akan

memberikan rasa ketidaknyamanan identitas agama dalam diri anak dan ikut

mempengaruhi dalam perkembangan keagamaan anak.

Dalam kesimpulan peneliti, Jika ketaatan ritual yang formalistis dan

pengetahuan keagamaan sebagai tolak ukur keberagamaan, pernikahan beda

agama gagal menghadirkan obsesi keagamaan pada anak. Tapi, jika sikap

keagamaan yang toleran sebagai indikator kesalehan sosio-teologis seseorang,

maka perkawinan lintas agama menjadi medium penting demokratisasi, walau

kadang bernuansa cuek dan sekuler.

Page 23: KONFLIK MORAL PADA ANAK PASANGAN BEDA AGAMApsychology.uii.ac.id/.../jadwal_kuliah/naskah-publikasi-02320224.pdf · mereka dimasukan sekolah Katolik, ... dari lingkungan sosial yang

B. Saran

Saran yang dapat disampaikan melalui penelitian mengenai konflik moral

pada anak pasangan beda agama :

1. Reponden penelitian

Untuk tetap dapat fokus pada keyakinan agama yang dimilikinya, karena

agama adalah tempat kita berpulang kembali dalam hidup ini. Responden

diharapkan dapat mengambil hikmah yang ada dan berlaku sabar. Walaupun

perbedaan agama orangtua menjadi suatu ganjalan tersendiri, tetaplah berdoa

dan bertawakkal pada Allah SWT.

2. Bagi Orangtua yang membina keluarga beda agama

Diharapkan dapat memberikan pembinaan anak yang teladan, dengan

tetap dapat mendampingi anak dalam perkembangan keagamaannya, kedua

orangtua diharapkan tetap menerima dan mendukung apapun keputusan yang

diambil anak, karena bagaimanapun keberbedaan agama yang ada yang

memberikan situasi-situasi yang sulit bagi anak.

3. Bagi penelitian selanjutnya

Bagi peneliti selanjutnya yang ingin mengangkat topik ini, disarankan

untuk meneliti mengenai strategi koping anak dalam mengatasi keberbedaan

yang ada baik dalam lingkup agama yang melarang dan lingkup sosial yang tidak

dapat menerima pernikahan model ini. Strategi koping yang dilakukan anak ini,

baik dalam perkembangan dirinya dan hubungan sosialnya.

Page 24: KONFLIK MORAL PADA ANAK PASANGAN BEDA AGAMApsychology.uii.ac.id/.../jadwal_kuliah/naskah-publikasi-02320224.pdf · mereka dimasukan sekolah Katolik, ... dari lingkungan sosial yang

Aini, Noryamin. 2005. Laporan Khusus II: Melangit Tanpa Akar. Gatra, Nomor 47,

8 Oktober 2005. hal

Artanto, D.R. 2006. Konsep Tuhan Pada Anak Usia Akhir Operasional Konkret. Psikologika, Nomor 21, Tahun XI, Januari 2006, 5-21

Asrori S.Karni, Wibisono, A., Arifin, L. H. 2005. Laporan Khusus II: Dilema Teologi si Buah Hati. Gatra, Nomor 47, 8 Oktober 2005. hal Ati, K. 1997. Konflik, coping, dan Kualitas Pernikahan. Skripsi (Tidak Diterbitkan).

Yogyakarta. Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada Baron, Roberta. A & Donn, Byrne. 1994. Social Psychology: Understanding

Human Interaction. Massachutes: Allyn and Bacon Eoh,O.S. 1996. Perkawinan Antar Agama: Dalam Teori dan Praktek. Jakarta: Raja Grafindo Persada Fernando, P. 1993. The Spirituality of Psychological Conflicts. Jeevadhara, Vol 23,

hal 45-47 Gunarsa & Gunarsa, 1983. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta : PT BPK Gunung Mulia Gunarsa, 1986. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta : Gunung Mulia Harricahyono, Cheppy. 1985. Dimensi-dimensi Pendidikan Moral. Semarang: IKIP Semarang Press Hurlock, 1973 Maller, Allen. S. 1993. Mixed Marriages : A Rabbi’s Reflections. New Theology Review, Vol 6 No 4 Thouless, R.H. 1992. Pengantar Psikologi Agama. Jakarta : PT Rajawali Pers

Page 25: KONFLIK MORAL PADA ANAK PASANGAN BEDA AGAMApsychology.uii.ac.id/.../jadwal_kuliah/naskah-publikasi-02320224.pdf · mereka dimasukan sekolah Katolik, ... dari lingkungan sosial yang

Shantz, C.U. & Hartup, W.W. 1992. Conflict in Child and adolescnt development. Cambridge : Cambridge University Press Harahap, Farida. 2004. Penyesuaian diri Pasangan Beda Agama. Tesis Tidak Diterbitkan. Universitas Gajah mada Yogyakarta Idrus, M. 2005. Diktat Kuliah: Metode Penelitian Pendidikan dan Ilmu-ilmu sosial

( Dua Pendekatan Penelitian). Yogyakarta. Tidak Diterbitkan Idrus, M. 2006. Keraguan Kepada Tuhan pada Remaja. Psikologika, Nomor 21,

Tahun XI, Januari 2006, 27-34 King,P.E, Furrow L. James. 2004. Religion as resource for Positive Youth Development : Religion, Social Capital and Moral Outcomes. Development Psychology, Vol. 40, No. 5, 703-713. APA Journal Sarwono, S.W. 1994. Psikologi Remaja. Jakarta : Raja Grafindo Persada. Monks, F.J., Knoers, A.M.P., Haditomo, S.R. 2002. Psikologi Perkembangan: Pengantar dalam Berbagai Bagian nya. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press Poddimattam, F. 1982. Conflict Morality: An Intrepretation. Jeevadhara, Vol 23. Santrock, John.W. 2003. Adolescence : Perkembangan Remaja. Edisi keenam. Jakarta : Erlangga. Sarwono, S.W. 1994. Psikologi Remaja. Jakarta : Raja Grafindo Persada. Subandi. 1995. Perkembangan Kehidupan Beragama. Buletin Psikologi. Tahun III, No 1, Agustus 1995. Diterbitkan: Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada Waruwu, F E. 2003. Perkembangan Kepribadian dan Religiusitas Remaja. Jurnal Ilmiah Psikologi “ARKHE” tahun 8/No.1/2003 Wong, David B. 1992. Coping with Moral Conflict and Ambiguity. Ethics, Vol 102 No. 004

Page 26: KONFLIK MORAL PADA ANAK PASANGAN BEDA AGAMApsychology.uii.ac.id/.../jadwal_kuliah/naskah-publikasi-02320224.pdf · mereka dimasukan sekolah Katolik, ... dari lingkungan sosial yang

(http://www.religioustolerance.org/ifm_divo.htm30/01/07) (http://www.foreverfamilies.net/xml/articles/interfaithmarriage.aspx30/01/07).

(http//www.beyondintractability.org/essay/intolerable_moral_differences/13/02/0

7)