Konflik Konstruktif Dan Destruktif (Contoh Kasus Pepsi vs Coke)

10
Paper Perilaku Organisasi KONFLIK ORGANISASI (Studi Kasus Pepsi vs Coca cola serta Kasus Indonesia-Malaysia) Disusun Oleh : 1. Dimas Agustian (E21108261) 2. Erni Saharuddin (E21108263) 3. Andi Taufiq (E21108264) 4. Grace Yuris (E21108265) 5. Harvina (E21108266) 6. Titin Paramitha (E21108267) 0

description

Berikut ini adalah contoh kasus mengenai konflik konstruktif dan destruktifCoke vs Pepsi serta Indonesia dan Malaysia

Transcript of Konflik Konstruktif Dan Destruktif (Contoh Kasus Pepsi vs Coke)

Page 1: Konflik Konstruktif Dan Destruktif (Contoh Kasus Pepsi vs Coke)

Paper Perilaku Organisasi

KONFLIK ORGANISASI

(Studi Kasus Pepsi vs Coca cola serta Kasus Indonesia-Malaysia)

Disusun Oleh :

1. Dimas Agustian (E21108261) 2. Erni Saharuddin (E21108263) 3. Andi Taufiq (E21108264) 4. Grace Yuris (E21108265)5. Harvina (E21108266)6. Titin Paramitha (E21108267)

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIKJURUSAN ILMU ADMINISTRASI NEGARA

UNIVERSITAS HASANUDDIN2010

0

Page 2: Konflik Konstruktif Dan Destruktif (Contoh Kasus Pepsi vs Coke)

BAB I

KONFLIK KONSTRUKTIF

Contoh kasus konflik pertama yang akan kami bahas pada makalah kali ini adalah konflik

antara 2 organisasi bisnis raksasa di Amerika, yakni Pepsi Co dan Coca Cola Co yang dikenal dengan

istilah Coke vs Pepsi. Sebelum membahas konflik yang terjadi antar keduanya kami terlebih dahulu

akan sedikit menjelaskan data singkat keduanya.

1. Data Singkat

a. Coca Cola

Coca Cola pertama kali dibuat oleh seorang ahli farmasi

yang bernama John S Penberton pada tahun 1886,

kemudian pertama kali diperdangangkan oleh seorang

pebisnis bernama E.G Candler, yang dengan skill dan

teknik pemasaran yang dimilikinya berhasil membuat

coca cola menjadi sebuah brand terkenal di masyarakat.

Coca Cola sejak pertama kali

masuk ke dalam pasar bisnis

mengalami banyak dinamika

dan perkembangan, mulai

dari logo, karakter (maskot),

metode pemasaran, promosi

dll. Konsep pemasaran dan promosi yang dipakai adalah pull

and push strategy, dimana pull strategy menekankan

bagaimana agar konsumen tertarik membeli coca cola,

strategi ini dijalankan

dengan membuat

promosi di media

massa, membuat

maskot Polar Bear dan

mengusung moto

tertentu. Adapun Push

1

Maskot Polar Bear

Contoh Push Strategy Coke

Page 3: Konflik Konstruktif Dan Destruktif (Contoh Kasus Pepsi vs Coke)

Strategy menekankan pada perluasan jaringan penjualan dengan bekerja sama dengan

pihak penjual, baik toko, distributor, sekolah mapun restoran

Hasilnya, sekarang Coca Cola telah menjadi salah satu merek yang mendominasi pasar

minuman soda di dunia. Coca cola juga terkenal dengan beberapa merek dagangnya

yang lain seperti Sprite, Fanta, Minute Maid, Ades dan Frestea.

b. Pepsi Co

Pepsi pertama kali ditemukan oleh Caleb D. Bradham

yang juga seorang ahli farmasi pada tahun 1898 dengan

nama “Brad’s Drink”. Namanya kelak berubah menjadi

Pepsi Cola terinspirasi dari kandungan Pepsin dan buah

Kola yang terdapat dalam ramuannya.

Pada dasarnya, karena berada pada

pasar yang sama dengan Coca Cola,

Pepsi juga menerapkan konsep

pemasaran yang hampir sama, yakni Push

& Pull. Namun tidak seperti Coca Cola,

Pepsi lebih mengutamakan pada konsep

Push Strategy, oleh karenanya kita lebih

sering melihat promosi dari Pepsi di film, media massa

bahkan game. Pepsi juga memiliki maskot yang bernama

Pepsi Man. Berbeda dengan Coca Cola yang “setia” dengan

satu rasa yakni Kola, Pepsi sangat beragam dalam

menyediakan variasi rasa bagi pelanggannya, tercatat

kurang lebih 51 varian rasa dari brand Pepsi, mulai dari rasa

Kola, mangga, jahe bahkan rasa mentimun. Selain itu Pepsi

Co juga membuat beberapa brand terkenal antara lain

“Slice” dan “Mpuntain Dew”

2

Maskot Pepsi Man

Page 4: Konflik Konstruktif Dan Destruktif (Contoh Kasus Pepsi vs Coke)

2. Gambaran Konflik

Persaingan antara Pepsi dan Coca Cola sangatlah ketat dan “seru”. Keduanya mulai bersaing

sejak pertama kali mereka didirikan. Bahkan persaingan antara keduanya telah menjadi sebuah

istilah di negeri asalnya yakni Pepsi vs Coke. Persaingan yang ketat ini bisa dilihat dari diagram

pendapatan, market value, iklan serta

“fanatisme” pelanggan keduanya. Untuk lebih

jelas dalam menggambarkan “keras”nya

persaingan keduanya kami menampilkan

beberapa gambar, iklan serta diagram

perbandigan keduanya.

Diagram 1 memperlihatkan perbandingan jumlah

orang yang mengetik kata “coca cola” dan “pepsi”

pada situs google. Dari situ dapat dilihat bahwa dalam hal branding dalam masyarakat, Coca cola

unggul, tapi pada Tabel 1 yang lebih lengkap terlihat bahwa dalam hal pendapatan (revenue) Pepsi

(26.2 miliar dollar) meninggalkan Coca Cola (19.8 miliar dollar). Dan memang pada daftar 500

Fortune (500 perusahaan terbesar di amerika) tahun 2010, Pepsi menempati urutan ke 50

mengalahkan Coca Cola pada peringkat ke 72.

Selain dalam hal pendapatan dan dominasi pasar, persaingan kedua merek ini terlihat dari iklan-iklan

mereka yang sangat provokatif bahkan cenderung ofensif (menyerang), utamanya iklan-iklan Pepsi.

Pepsi dari dulu mengangkat tema sebagai minuman generasi muda dan menganggap Coca cola

sebagai minuman orang-orang tua. Persaingan pada iklan ini akan

kami perlihatkan dalam beberapa gambar dan iklan yang telah

kami sediakan.

3. Analisa Konflik

3

Diagram 1

Tabel 1

Gambar 1Iklan-iklan Ofensif

Gambar 1Iklan yang Ofensif

Page 5: Konflik Konstruktif Dan Destruktif (Contoh Kasus Pepsi vs Coke)

Menurut kami jenis konflik yang terjadi antara Pepsi dengan Coca cola adalah konflik yang

sifatnya cenderung membangun (konstruktif). Kami berpendapat demikian karena melihat dari

sumber konflik itu sendiri yang berasal dari persaingan memperebutkan pasar. Hal ini

meyebabkan kedua perusahaan terus berinovasi, berkreativitas serta mendatangkan loyalitas

dan kekompakan pegawai serta pelanggan, bahkan pernah terjadi kasus pemukulan antara

kedua karyawan sales force perusahaan ini karena adanya loyalitas untuk memajukan

perusahaannya (walaupun kasus ini secara khusus bersifat destruktif, namun jika dilihat secara

keseluruhan konflik keduanya tetaplah konstruktif).

Berdasarkan hal-hal di atas maka kami beranggapan bahwa konflik ini, untuk saat ini baik

dan tidak perlu dihindari/diselesaikan. Namun kami memberi saran agar tema-tema iklan yang

ofensif sebaiknya dihentikan karena hal tersebut hanya akan menimbulkan simpati pelanggan

kepada “lawan” yang diserang, kecuali jika iklan tersebut memang telah diskenariokan.

BAB II

4

Page 6: Konflik Konstruktif Dan Destruktif (Contoh Kasus Pepsi vs Coke)

KONFLIK DESTRUKTIF

1. CONTOH KONFLIK

Konflik Indonesia dengan Malaysia, yang menurut kami tergolong konflik destruktif.

2. SUMBER KONFLIK

Klaim Tari Pendet Indonesia oleh Malaysia

Pengakuan atas kekayaan seni dan budaya Indonesia sudah sering dilakukan Malaysia,

bahkan mungkin sudah puluhan kali. Tidak ada rasa bersalah apalagi berdosa sedikit pun saat

mengakui, bahkan mempatenkan kekayaan seni dan budaya milik Indonesia Berbagai alasan klise

sudah dikemukakan untuk mendapatkan

justifikasi dari kejahatan plagiat yang

dilakukan.sebagai salah satu contoh

budaya yang diklaim oleh Malaysia

adalah Tari Pendet.

3. PROSES KONFLIK

Karya seni disemua bidang

kehidupan yang dihasilkan orang Melayu,

termasuk Indonesia, dianggap warisan

budaya mereka.

Sebagai contoh adalah klaim atas tari Pendet dari Bali, yang muncul dalam iklan Visit

Malaysian Year yang ditayangkan di Discovery Channel. Ternyata, iklan ini mendapat protes dari

Pemerintah Indonesia.

Bahkan, Menteri Kebudayaan dan Pariwisata menghimbau agar rakyat Indonesia betul-

betul marah atas klaim Malaysia terhadap Tari Pendet. Masyarakat Bali juga tak rela kesenian

tradisonalnya, Tari Pendet, diklaim Malaysia. Mereka mendesak pemerintah bersikap tegas dan

membawa persoalan ini ke mahkamah internasional.

5

Diagram 1

Page 7: Konflik Konstruktif Dan Destruktif (Contoh Kasus Pepsi vs Coke)

Setelah menimbulkan kontroversi,

Discovery Channel menarik iklan Visit

Malaysian Year, yang di dalamnya terdapat

sekuel Tari Pendet. Malaysia mengaku tidak

mengklaim tari Pendet sebagai bagian tarian

nasionalnya. Iklan yang mencuplik tari

Pendet dibuat oleh swasta. Tapi toh, tari

Pendet sudah telanjur ditayangkan. Dalam

level hubungan antarbangsa, apalagi

serumpun, tampaknya para pemegang kekuasaan di Malaysia sungguh tidak memahami perasaan

terluka dan kemarahan Bangsa Indonesia. Berbagai analisis bisa dibuat untuk kasus Tari Pendet

ini.

4. PENYELESAIAN KONFLIK

Jika melihat Pasal 33 Piagam PBB dan Pasal 13 Treaty of amity and cooperation in

Southeast Asia, 1976, maka Indonesia dan Malaysia diwajibkan menyelesaikan konflik dengan

jalan damai, baik dengan negosiasi, penyelidikan, mediasi, konsiliasi, arbitrase dan penyelesaian

sengketa secara hukum, penyelesaian melalui organisasi regional atau dengan cara damai yang

lain. Penyelesaian konflik tanpa diskusi, seperti perang atau konfrontasi harus dihindari. Menurut

Emanuel Decaux Pasal 33 Piagam PBB tersebut sebenarnya secara singkat menggariskan dua cara

penyelesaian sengketa secara hukum internasional, yaitu melalui jalur diplomasi dan jalur yuridis

(DECAUX 1997).

Dalam kasus Tari Pendet, setelah diadakan pemeriksaan yang tepat sekaligus pembuktian

awal keterlibatan Malaysia, selain melalui mekanisme diplomasi seperti negosiasi, penyelidikan,

mediasi, dan konsiliasi, maka Indonesia juga dapat menyelesaikannya melalui jalur yuridis seperti

di bawah ini.

Pertama, berdasarkan Pasal 64 Agreement on Trade-Related Aspects of Intellectual

Property Rights (TRIPs), Indonesia dapat menggugat Malaysia ke WTO dengan gugatan telah

melanggar Pasal 14 TRIPs karena telah mempublikasikan video Tari Pendet tanpa izin para penari

dan perusahaan rekaman (Bali Record).

6

Page 8: Konflik Konstruktif Dan Destruktif (Contoh Kasus Pepsi vs Coke)

Kedua, berdasarkan aturan PBB dan ASEAN tersebut di atas, selain menggunakan institusi

regional ASEAN untuk menyelesaikan konflik,

khususnya melalui ASEAN Tourism Forum.

Ketiga, Indonesia dapat mengadukan Malaysia ke

UNWTO, Organisasi Pariwisata Dunia di bawah

PBB, dengan dugaan telah melanggar Pasal

6 Global Code of Ethics for Tourism - UNWTO,

karena Malaysia telah melakukan iklan tidak jujur

(pseudo advertising) dengan menampilkan rekaman Tari Pendet yang dilakukan oleh para penari

Indonesia dengan lokasi syuting di Indonesia.

7