KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN...

162

Transcript of KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN...

Page 1: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan
Page 2: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI COREMAP II :

KASUS KABUPATEN LINGGA

Page 3: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI COREMAP II:

KASUS KABUPATEN LINGGA

HANING ROMDIATI SRI SUNARTI PURWANINGSIH

COREMAP-LIPI PUSAT PENELITIAN KEPENDUDUKAN

LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA (PPK-LIPI), 2008 COREMAP-LIPILIPI

Page 4: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

K a s u s K a b u p a t e n L i n g g a | iii

RINGKASAN

ajian BME Aspek Sosial Ekonomi di Desa Limbung, Kabupaten Lingga, Provinsi Riau pada tahun 2008 bertujuan untuk mengetahui kondisi sosial-ekonomi, khususnya tingkat

pendapatan masyarakat yang merupakan indikator untuk memantau dampak Program COREMAP terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat. Dengan menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif, kajian ini mengumpulkan data rumah tangga dan individu tentang kondisi sosial-ekonomi terkait dengan pengelolaan terumbu karang. Pengumpulan data/informasi mengenai pendapatan rumah tangga mendapat penekanan dalam kajian ini, karena indikator keberhasilan COREMAP dari aspek sosial ekonomi adalah (1) pendapatan per kapita masyarakat di lokasi target COREMAP meningkat sebesar dua persen per tahun, dan (2) terdapat peningkatan taraf hidup sekitar 10.000 rumah tangga pada akhir program.

Desa Limbung yang merupakan wilayah kepulauan memiliki potensi sumber daya laut yang cukup besar. Selain kepiting rajungan (ketam), cumi-cumi, dan ikan bilis, beragam jenis ikan karang campuran maupun pelagis terdapat di perairan desa ini. Tingginya potensi SDL tersebut bukan hanya dimanfaatkan sebagian besar penduduk sebagai sumber mata pencaharian utama, tetapi juga mendorong perkembangan sektor industri pengolahan daging ketam (kepiting) yang dapat menyediakan kesempatan kerja kepada penduduk Desa Limbung, khususnya perempuan.

Teknologi penangkapan SDL yang umum digunakan nelayan Limbung tergolong masih sederhana. Kebanyakan penduduk menggunakan sampan dan pompong dengan ukuran mesin kecil (12-17 PK). Dalam dua tahun terakhir tidak terlihat perubahan pemilikan dan penguasaan armada tangkap, kecuali jumlah sampan yang cenderung meningkat, karena bertambahnya nelayan yang hanya mencari ketam di perairan tidak jauh dari garis pantai yang tentunya

K

Page 5: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

iv | Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Lokasi COREMAP II – Hasil BME 

cukup dilakukan dengan menggunakan sampan. Pada umumnya nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan cenderung tidak merusak terumbu karang. Sudah sangat jarang ditemukan nelayan yang menggunakan parit gamat untuk menangkap teripang. Selama kurun waktu 2006-2008 telah terjadi perubahan penggunaan alat tangkap ketam, yaitu dari jaring ke bubu. Perubahan alat tangkap tersebut didorong oleh kemudahan untuk mendapatkan bubu ketam dengan cara meminjam kepada tauke dengan harga yang lebih murah daripada jaring ketam. Disamping itu, bubu ketam juga mudah dioperasikan, termasuk oleh nelayan perempuan. Jenis alat tangkap lain yang biasa dipakai oleh nelayan Desa Limbung adalah jaring ikan, bubu ikan karang, kelong bilis, dan penyauk untuk menangkap cumi-cumi. Meskipun cenderung tidak ada spesifikasi terhadap jenis alat tangkap tertentu, tampaknya sebagian nelayan memilih untuk berkonsentrasi pada penangkapan ketam dengan menggunakan bubu. Keadaan ini kemungkinan besar dipengaruhi oleh kemudahan dalam menjual ketam yang dapat dilakukan setiap saat kepada penampung maupun langsung ke industri pengolahan ketam yang dalam dua tahun terakhir bertambah dari satu menjadi menjadi tiga buah.

Kecenderungan penggunaan alat-alat tangkap yang tidak merusak terumbu karang tersebut sudah cukup lama terjadi, kira-kira sejak masyarakat mengenal COREMAP yang pertama kali diimplementasikan pada tahun 2000-an. Sebelumnya, penggunaan racun, parit gamat, dan jaring dasar untuk menangkap SDL cukup sering digunakan oleh nelayan setempat maupun nelayan luar. Bahkan, ketika COREMAP I telah berakhir dan ada masa vakum sekitar dua tahun karena proses otonomi daerah dan pengalihan penanggung jawab COREMAP di daerah Lingga, penggunaan alat-alat tangkap yang merusak mulai dilakukan kembali, khususnya oleh nelayan dari luar Desa Limbung. Akibatnya, terumbu karang di Desa ini telah mengalami kerusakan pada tingkat sedang. Keadaan ini mendorong pengelola dan pelaksanan COREMAP Kabupaten Lingga untuk memilih kembali lokasi COREMAP I sebagai lokasi COREMAP II.

Page 6: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

K a s u s K a b u p a t e n L i n g g a | v

Selama pelaksaan COREMAP II yang dilatarbelakangi oleh nuansa otonomi daerah dan pengalihan tanggung jawab pelaksana program nasional tersebut, sejumlah kendala dan persoalan dihadapi yang menyebabkan keterlambatan dalam pencapaian program dan kegiatan COREMAP. Persoalan koordinasi, pendanaan, dan keterbatasan sumberdaya manusia sangat menghambat dalam pelaksanaan kegiatan COREMAP. Persoalan koordinasi dicerminkan oleh jarangnya pertemuan antar komponen COREMAP maupun antara anggota dalam satu komponen. Hal ini berdampak terhadap rendahnya pemahaman anggota komponen terkait dengan tugas pokok dan fungsinya (tupoksi) dalam melakukan kegiatan pengelolaan terumbu karang melalui COREMAP II, disamping kegiatan yang dilakukan oleh suatu komponen tidak berkoordinasi dengan komponen lain. Sedangkan kendala pendanaan COREMAP II terjadi pada dana pendamping dari anggaran APBD yang sering turun sangat terlambat. Sistem ‘kejar target’ selalu mewarnai pelaksanaan kegiatan COREMAP di desa/lokasi program, sehingga kualitas hasil kegiatan tidak baik. Bahkan, sejumlah kegiatan yang direncanakan tidak dapat dilaksanakan, sehingga dapat dipastikan akan berpengaruh terhadap pencapaian implementasi COREMAP. Terkait dengan kendala keterbatasan sumber daya manusia, jabatan rangkap dapat ditemukan pada semua koordinator komponen maupun Ketua PIU, bahkan beberapa di antaranya memiliki lebih dari dua jabatan, baik jabatan struktural maupun proyek. Keadaan ini berdampak terhadap pelaksanaan kegiatan COREMAP yang tidak optimal, terlebih konflik kepentingan hampir dipastikan terjadi, yaitu antara mendahulukan kegiatanCOREMAP atau pekerjaan lain yang menjadi tanggung jawabnya.

Demikian pula pelaksanaan COREMAP di Desa Limbung belum menunjukkan keberhasilan dalam upaya meningkatkan pendapatan penduduk maupun pengelolaan ekosistem terumbu karang. Kegiatan COREMAP II yang telah dilakukan di Desa Limbung masih sangat terbatas dan hanya terkonsentrasi di satu dusun. LPSTK dan tiga pokmas (jender, produksi dan pengawasan) belum melakukan kegiatan, kecuali pokmas jender yang mendapat bantuan modal dalam jumlah yang sangat kecil. Akibatnya kegiatan usaha ekonomi

Page 7: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

vi | Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Lokasi COREMAP II – Hasil BME 

produktif yang merupakan sasaran program mata pencaharian alternatif (MPA) dari komponen PBM masih berhenti dalam usulan kegiatan (proposal). Dengan demikian, dampak kegiatan COREMAP terhadap pendapatan rumah tangga maupun pendapatan per kapita belum nampak dengan nyata.

Perubahan pendapatan dalam dua tahun terakhir tampaknya lebih disebabkan oleh faktor internal dan eksternal daripada karena implementasi kegiatan COREMAP dan program lain. Peningkatan pendapatan rumah tangga sampel (termasuk mereka yang bekerja di luar kegiatan kenelayanan) sebesar 30 persen, yaitu dari Rp 948.300,- per bulan pada tahun 2006 menjadi Rp 1.360.700,- per bulan pada tahun 2008. Sedangkan kenaikan pendapatan dari kegiatan kenelayanan sebesar 23,2 persen (dari Rp 743.000,- pada tahun 2006 menjadi Rp 967.200,- pada tahun 2008. Hasil survei juga menunjukkan adanya penurunan yang signifikan pada rumah tangga yang memiliki pendapatan rendah (kurang dari 500 ribu rupiah per bulan), yaitu dari 70 persen menjadi 51,5 persen. Namun demikian, rumah tangga (lebih dari separuh jumlah rumah tangga sampel) masih memiliki pendapatan di bawah rata-rata (mean). Gambaran tentang kondisi kesejahteraan penduduk Desa Limbung yang semakin baik juga diperlihatkan oleh peningkatan pendapatan per kapita. Pada tahun 2008, pendapatan per kapita hanya sebesar Rp 423.050,- per bulan, hampir dua kali lipatnya dari pendapatan per kapita pada tahun 2006 (Rp 223.200,- per bulan), atau meningkat 89,5 persen.

Dampak kenaikan pendapatan dari kegiatan kenelayanan terlihat dengan jelas di Desa Limbung, karena sebagian besar rumah tangga mendapat penghasilan dari lapangan pekerjaan perikanan tangkap. Data empiris ini mengindikasikan semakin banyak rumah tangga nelayan yang pendapatannya mengalami kenaikan. Pendapatan dari kegiatan kenelayanan yang cenderung membaik juga terlihat dari angka median yang meningkat tajam. Bahkan pada tahun 2008, angka median hampir mendekati rata-rata pendapatan, mengindikasikan semakin banyaknya rumah tangga nelayan yang pendapatannya mengalami kenaikan. Terjadi kecenderungan peningkatan pendapatan dialami oleh rumah tangga yang berpendapatan rendah maupun menengah yang merupakan kelompok mayoritas.

Page 8: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

K a s u s K a b u p a t e n L i n g g a | vii

Kenaikan pendapatan tertinggi terjadi pada musim ombak lemah, yaitu sebesar 45,7 persen. Sedangkan kenaikan pendapatan rumah tangga pada musim ombak kuat sekitar tiga kali lipat lebih besar (15,4 persen) daripada kenaikan rata-rata pendapatan pada musim pancaroba (4,7 persen). Tren kenaikan pendapatan yang cukup tinggi pada musim ombak kuat tersebut menggambarkan adanya peningkatan kapasitas penangkapan nelayan, karena pada musim ombak kuat hanya nelayan yang mempunyai perahu motor bermesin cukup besar ( >15 PK) yang dapat melakukan aktivitas melaut. Perbedaan perubahan pendapatan menurut musim tersebut dapat dipahami dari kenyataan bahwa kegiatan kenelayanan pada musim teduh dapat dilakukan dengan maksimal, sehingga pendapatan nelayan juga lebih besar. Apalagi dalam dua tahun terakhir tampaknya terjadi peningkatan pemilikan/penguasaan alat tangkap, khususnya bubu ketam, yang dioperasikan terus-menerus selama musim teduh dan umumnya selalu menghasilkan setiap pagi dan sore hari, sehingga berkontribusi terhadap besarnya pendapatan rumah tangga pada musim ini.

Perubahan pendapatan rumah tangga di lokasi penelitian, yaitu di Desa Limbung, Kabupaten Lingga, dipengaruhi oleh faktor internal, eksternal dan struktural, yang saling terkait satu dengan yang lain. Perubahan teknologi penangkapan dalam dua tahun terakhir (2006-2008) dari jaring menjadi bubu untuk menangkap ketam merupakan faktor internal yang mempengaruhi peningkatan pendapatan rumah tangga. Penggunaan bubu lebih banyak menghasilkan ketam daripada jaring yang digunakan dua tahun yang lalu, sehingga hasil tangkapan juga semakin bertambah Alat tangkap ini dapat dioperasikan oleh anak-anak maupun perempuan dengan kawasan wilayah tangkap di sekitar pantai yang dapat dijangkau dengan sampan, sehingga tidak perlu mengeluarkan biaya BBM yang berarti mengurangi biaya melaut. Setiap kali melaut bisa mengoperasikan lebih dari 20 buah bubu, sehingga semakin banyak hasil tangkapan ketam, yang berarti hasil penjualan juga semakin besar. Perubahan teknologi penangkapan lainnya yang diperkirakan juga mempunyai kontribusi terhadap peningkatan rata-rata pendapatan rumah tangga di Desa Limbung adalah pertambahan jumlah pemilikan kelong bilis.

Page 9: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

viii | Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Lokasi COREMAP II – Hasil BME 

Meskipun modal untuk memasang kelong bilis cukup besar, hasl yang diperoleh juga jauh lebih besar daripada hasil penjualan ketam atau cumi-cumi, karena kelong bilis dapat menghasilkan setiap hari ketika bulan gelap (20 hari per bulan pada musim teduh hingga awal pancaroba). Dari faktor ekternal, perubahan musim sedikit berpengaruh terhadap hasil tangkapan, tetapi hal ini juga terkait dengan perubahan alat-alat tangkap yang telah dikemukakan di atas. Peningkatan pendapatan pada musim angin teduh adalah sangat erat kaitannya dengan penggunaan bubu ketam dan meningkatnya pemilikan kelong bilis dalam dua tahun terakhir. Wawancara mendalam dengan pihak nelayan, industri pengolahan ketam, penampung, dan tokoh setempat, diperoleh informasi bahwa faktor permintaan dan pemasaran tampaknya perupakan faktor penting dalam mempengaruhi perubahan pendapatan rumah tangga dari kegiatan kenelayan. Pemasaran hasil tangkapan yang berupa ketam sangat mudah dilakukan, yaitu kepada penampung maupun langsung ke PT Ketam (industri pengolahan ketam). Dengan harga jual yang cenderung stabil, sedangkan hasil tangkapan ketam semakin banyak, tentunya menambah penghasilan nelayan. Akses pemasaran ketam yang sangat baik tersebut tidak terlepas dari faktor permintaan daging ketam olahan dari Singapura yang cenderung terus meningkat. Dengan demikian, meningkatnya peluang pasar karena permintaan yang terus menerus dari pasar internasional terhadap daging ketam, mendorong nelayan untuk meningkatkan hasil tangkapan dengan cara mengoptimalkan faktor internal (memaksimalisasi tenaga kerja yang ada dalam rumah tangga dan meningkatkan/merubah alat-alat tangkap), sehingga berkontribusi dalam meningkatkan pendapatan rumah tangga. Peluang pasar ikan bilis kering dari Desa Limbung, seperti halnya daerah-daerah lain di Kabupaten Lingga juga sangat luas. Ikan bilis dari daerah ini dipasarkan di Kota Batam dan Tanjung Pinang, serta di provinsi sekitar. Hal ni tentunya berdampak terhadap peningkatan pendapatan nelayan, walaupun masih terbatas pada nelayan bermodal besar.

Sedangkan dari faktor struktural cenderung belum memperlihatkan kontribusi nyata terhadap peningkatan pendapatan rumah tangga. COREMAP yang telah mengimplementasikan aktivitas usaha

Page 10: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

K a s u s K a b u p a t e n L i n g g a | ix

ekonomi produktif melalui pokmas produksi, jender, dan konservasi, tampaknya juga belum menunjukkan hasil seperti yang diharapkan. Bantuan modal usaha kepada pokmas jender belum dapat meningkatkan pendapatan rumah tangga peserta program, kemungkinan besar karena jumlah bantuan tidak besar dan dilakukan secara perorangan. Hal ini jelas berpengaruh terhadap lambatnya usaha yang dijalankan oleh anggota pokmas,sehingga manfaat bantuan tersebut masih terbatas pada terciptanya usaha ekonomi produktif dalam skala yang sangat kecil. Sedangkan program pemerintah lainnya adalah Program Bantuan Dana Penguatan Modal dari KSDA Kabupaten Lingga yang dimulai tahun 2007 di Desa Limbung. Meskipun bantuan ini lebih banyak diakses oleh nelayan pemodal besar dan penampung, nelayan kecil juga mendapat manfaat dari bantuan pinjaman program tersebut. Kredit usaha yang diperoleh penampung kemudian dipinjamkan kepada anak buah mereka dalam bentuk alat-alat tangkap maupun mesin pompong. Terpenuhinya kebutuhan alat dan armada tangkap bagi nelayan dalam jumlah dan kualitas yang baik berkontribusi terhadap peningkatan hasil tangkapan yang selanjutnya berdampak terhadap kenaikan pendapatan.

Kajian ini merekomendasikan perlunya memperkuat koordinasi antar komponen menjadi sangat penting untuk dilakukan. PIU harus meningkatkan kinerja untuk mengkoordinir dan memfasilitasi proses pelaksanaan kegiatan dan target yang harus dicapai oleh masing-masing komponen dalam mengimplementasikan kegiatan di lapangan. Demikian pula dana pendamping COREMAP yang berasal dari APBD perlu dipercepat pencairannya, agar kegiatan COREMAP tidak selalu “kejar target”. Sedangkan keterbatasan sumber daya manusia dari aspek kuantitas dan kualitas perlu segera dicarikan jalan keluarnya, sehingga kegiatan COREMAP dapat berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan dan tujuan serta sasaran.

Upaya meningkatkan pendapatan masyarakat melalui kegiatan PBM di pokmas-pokmas belum menunjukkan hasil nyata, tetapi indikasi ke arah peningkatan pendapatan terlihat dari dimanfaatkannya bantuan dana untuk kegiatan produktif pada kelompok jender. Dengan demikian, konsistensi kegiatan program dan dukungan pengelolaan

Page 11: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

x | Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Lokasi COREMAP II – Hasil BME 

usaha pemberdayaan ekonomi penduduk perlu dilakukan mengingat kualitas SDM yang masih rendah dan tidak terbiasa bekerja secara berkelompok. Upaya lain yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pendapatan nelayan adalah melalui program kredit lunak kepada nelayan, terutama untuk meningkatkan hasil tangkapan (ketam maupun bilis) yang merupakan sumber daya laut utama di Desa Limbung.

Page 12: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

K a s u s K a b u p a t e n L i n g g a | xi

KATA PENGANTAR

elaksanaan COREMAP fase II bertujuan untuk menciptakan pengelolaan ekosistem terumbu karang, agar sumber daya laut ini dapat direhabilitasi, diproteksi dan dikelola secara

berkesinambungan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengurangi kemiskinan. Program ini telah berjalan kurang lebih tiga tahun atau pada pertengahan program. Keberhasilan COREMAP dapat dikaji dari aspek bio-fisik dan sosial ekonomi. Terjadinya peningkatan tutupan karang sebesar 2 persen per tahun merupakan indikator keberhasilan dari aspek bio-fisik. Sedangkan dari aspek sosial ekonomi diharapkan pendapatan per-kapita penduduk naik sebesar 2 persen per tahun dan terjadi peningkatan kesejahteraan sekitar 10.000 penduduk di lokasi program.

Untuk melihat keberhasilan tersebut perlu dilakukan penelitian benefit monitoring evaluation (BME) baik ekologi maupun sosial-ekonomi. Penelitian BME ekologi dilakukan setiap tahun untuk memonitor kesehatan karang, sedangkan BME sosial-ekonomi dilakukan pada tengah dan akhir program. BME sosial-ekonomi bertujuan untuk mengkaji pelaksanaan COREMAP di daerah dan mengumpulkan data mengenai kondisi sosial ekonomi masyarakat, khususnya tingkat pendapatan untuk memantau dampak program COREMAP terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat.

Hasil BME sosil- ekonomi ini selain dapat dipakai untuk memantau perkembangan tingkat kesejahteraan masyarakat, khususnya peningkatan pendapatan penduduk di lokasi COREMAP, juga dapat dipergunakan untuk melakukan evaluasi pengelolaan dan pelaksanaan program, baik di tingkat nasional, kabupaten maupun di tingkat lokasi. Dengan adanya evaluasi dan masukan-masukan bagi pengelola dan pelaksana program, diharapkan dalam sisa waktu yang ada sampai akhir program fase II, keberhasilan COREMAP dari indikator bio-fisik dan sosial-ekonomi dapat tercapai.

P

Page 13: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

xii | Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Lokasi COREMAP II – Hasil BME 

Buku laporan ini merupakan hasil dari BME sosial-ekonomi yang dilakukan pada tahun 2008 di lokasi-lokasi Coremap di Indonesia Bagian Barat (lokasi Asian Development Bank/ADB). BME sosial-ekonomi ini dilakukan oleh CRITC-LIPI bekerjasama dengan tim peneliti dari Pusat Penelitian Kependudukan – LIPI (PPK-LIPI) dan beberapa peneliti sosial dari kedeputian IPSK - LIPI.

Terlaksananya kegiatan penelitian dan penulisan buku laporan melibatkan berbagai pihak. Penghargaan dan ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Kepala Pusat Penelitian Kependudukan – LIPI yang telah memberikan dukungan kepada tim peneliti melakukan studi ini. Kepada para informan: masyarakat nelayan, ketua dan pengurus LPSTK dan POKMAS, pemimpin formal dan informal, tokoh masyarakat di lokasi Desa Limbung kami ucapkan terima kasih atas segala bantuannya. Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada para pewawancara yang telah membantu pelaksanaan survai. Kami juga memberikan penghargaan setinggi-tingginya kepada semua narasumber dari berbagai unsur pengelola COREMAP di tingkat kabupaten: Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan, Unit pelaksana COREMAP di Kabupaten Lingga, CRITC Kabupaten Lingga dan berbagai pihak yang ada di daerah yang telah membantu memberikan data dan informasi.

Pada akhirnya, kami menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna meskipun tim peneliti telah berusaha sebaik mungkin dengan mengerahkan segala kemampuan yang dimiliki. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat kami harapkan demi penyempurnaan laporan ini.

Jakarta, Desember 2008 Direktur NPIU CRITC COREMAP II-LIPI

Prof. DR. Ono Kurnaen Sumadhiharga, MSc

Page 14: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

K a s u s K a b u p a t e n L i n g g a | xiii

DAFTAR ISI

RINGKASAN iii KATA PENGANTAR xi DAFTAR ISI xiii DAFTAR TABEL xv DAFTAR MATRIKS xvii DAFTAR GAMBAR xix DAFTAR PETA xxi DAFTAR LAMPIRAN xxiii BAB I PENDAHULUAN 1

1.1. Latar Belakang 1 1.2. Tujuan 3 1.3. Metodologi 4

1.4. Pembabakan Penulisan 7 BAB II PROFIL LOKASI PENELITIAN 9 2.1. Kondisi Geografis 9

2.2. Potensi Sumber Daya Alam dan Pengelolaannya 13

2.2.1. Keadaan Sumber Daya Alam 13 2.2.2. Wilayah pengelolaan 18 2.2.3. Teknologi Penangkapan 23 2.2.4. Sarana dan Prasarana 31 2.2.5. Program dan Kegiatan Pengelolaan

SDL 32 2.3. Kependudukan 35

2.3.1. Jumlah dan Komposisi Penduduk 36 2.3.2. Pendidikan dan Ketrampilan 37 2.3.3. Pekerjaan 40 2.3.4. Kesejahteraan 47

Page 15: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

xiv | Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Lokasi COREMAP II – Hasil BME 

BAB III COREMAP DAN IMPLEMENTASINYA 53 3.1. Pelaksanaan COREMAP: Permasalahan dan Kendala 54

3.1.1. Pengelolaan dan Pelaksanaan COREMAP Fase II Tingkat Kabupaten 55

3.1.2. Pusat Informasi & Pelatihan Terumbu Karang (Coral Reef Information & Trainig Center/ CRITC) 66

3.1.3. Pengelolaan Dan Pelaksanaan COREMAP Di Tingkat Desa 67 3.2. Pengetahuan Dan Partisipasi Masyarakat Terhadap Program COREMAP 83

BAB IV PENDAPATAN RUMAH TANGGA: PERUBAHAN DAN FAKTOR PENGARUH 95

4.1. Pendapatan Rumah Tangga dan Perubahannya 95

4.1.1. Pendapatan Rumah Tangga dari Semua Sumber Mata Pencaharian dan Penerima Pendapatan 96

4.1.2. Pendapatan Rumah Tangga dari Kegiatan Kenelayanan 100 4.2. Faktor Pengaruh Pendapatan Rumah Tangga 107 4.2.1. Pengaruh Program COREMAP dan Program Lainnya: Faktor Struktural 107 4.2.2. Perubahan Pendapatan Karena Faktor Internal 112 4.2.3. Perubahan Pendapatan karena Faktor Eksternal 114

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 121

5.1. Kesimpulan 121 5.2. Rekomendasi 130

DAFTAR PUSTAKA 135

Page 16: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

K a s u s K a b u p a t e n L i n g g a | xv

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Distribusi Persentase Rumah Tangga Menurut Status Pemilikan Aset, 2006 dan 2008, Desa Limbung, Kabupaten Lingga 48

Tabel 3.1. Distribusi Persentase Responden Menurut Pengetahuan Tentang Kegiatan COREMAP II, Desa Limbung, Kabupaten Lingga 85

Tabel 3.2. Distribusi Persentase Responden yang Mengetahui Kegiatan COREMAP Menurut Keterlibatannya 87

Tabel 3.3. Distribusi Persentase Responden Menurut Pengetahuan Tentang Jenis Kegiatan UEP - COREMAP 89

Tabel 3.4. Distribusi Responden Yang Mengetahui Jenis Kegiatan UEP – COREMAP Menurut Sumber Informasi 91

Tabel 3.5. Distribusi Responden Menurut Jenis Keterlibatan Kegiatan UEP – COREMAP dan Keterlibatannya 92

Tabel 3.6. Distribusi Responden Menurut Pengetahuan Mengenai Jenis Usaha Ekonomi yang Pernah Dilakukan COREMAP 93

Tabel 3.7. Distribusi Responden yang Mengetahui Jenis Usaha Ekonomi yang Pernah Dilakukan COREMAP Menurut Keterlibatannya 94

Tabel 4.1. Statistik Pendapatan Rumah Tangga Per Bulan, Desa Limbung, Kabupaten Lingga, Tahun 2006 dan 2008 (Rupiah) 97

Page 17: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

xvi | Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Lokasi COREMAP II – Hasil BME 

Tabel 4.2. Rata-rata Pendapatan Rumah Tangga Per Bulan Menurut Lapangan Pekerjaan Kepala Keluarga, Desa Limbung, Kabupaten Lingga Utara, Tahun 2006dan 2008 99

Tabel 4.3. Statistik Pendapatan Rumah Tangga dari Kegiatan Kenelayanan Menurut Musim, Desa Limbung, Kabupaten Lingga Utara, Tahun 2006 dan 2008 (Rupiah) 105

Tabel 4.4. Distribusi Rumah Tangga Nelayan Menurut Kelompok Pendapatan dan Musim, Tahun 2006 dan 2008 (%) 106

Page 18: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

K a s u s K a b u p a t e n L i n g g a | xvii

DAFTAR MATRIKS

Matriks 2.1. Ciri-ciri dan Kondisi Musim Angin Kawasan Perairan Limbung 12

Matriks 2.2. Aktivitas Nelayan Desa Limbung Dalam Pencarian Sumber Daya Laut Menurut Musim 22

Matriks 3.1. Pokmas MPA Desa Limbung Menurut Program, Jumlah Anggota & Nama Ketua 77

Page 19: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

xviii | Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Lokasi COREMAP II – Hasil BME 

Page 20: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

K a s u s K a b u p a t e n L i n g g a | xix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Distribusi Persentase Responden Umur 7 Tahun keatas Menurut Tingkat Pendidikan Yang Ditamatkan, Desa Limbung, Kabupaten Lingga, 2008 38

Gambar 2.2. Distribusi Persentase Responden Umur 10 Tahun keatas Menurut Kegiatan Ekonomi, Desa Limbung, Kabupaten Lingga, 2008 41

Gambar 2.3. Distribusi Persentase Responden Umur 10 Tahun Yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan, Desa Limbung, Kabupaten Lingga, 2008 42

Gambar 2.4. Distribusi Persentase Responden Umur 10 Tahun Yang Bekerja Menurut Jenis Pekerjaan, Desa Limbung, Kabupaten Lingga, 2008 45

Gambar 2.5. Distribusi Persentase Responden Umur 10 Tahun Yang Bekerja Menurut Jenis Pekerjaan, Desa Limbung, Kabupaten Lingga, 2008 46

Gambar 4.1. Distribusi Persentase Rumah Tangga Responden Menurut Kelompok Pendapatan, Desa Limbung, Kabupaten Lingga, 2006 dan 2008 98

Gambar 4.2. Statistik Pendapatan Rumah Tangga Per Bulan Dari Kegiatan Kenelayanan, Desa Limbung, Kabupaten Lingga, Tahun 2006 dan 2008 102

Gambar 4.3. Statistik Pendapatan Rumah Tangga dari Kegiatan Kenelayanan, Desa Limbung, Kabupaten Lingga, 2008 104

Page 21: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

xx | Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Lokasi COREMAP II – Hasil BME 

Page 22: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

K a s u s K a b u p a t e n L i n g g a | xxi

DAFTAR PETA

Peta 2.1. Desa Limbung dan Sekitarnya 10

Peta 2.2. Wilayah Tangkap SDL di Perairan Kawasan Limbung 21

Page 23: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

xxii | Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Lokasi COREMAP II – Hasil BME 

Page 24: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

K a s u s K a b u p a t e n L i n g g a | xxiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Tabel 2.1. Distribusi Persentase Penduduk Sampel Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin, Desa Limbung, 2008 137

Lampiran Tabel 2.2. Distribusi Persentase Penduduk Menurut Lapangan, Jenis, Status Pekerjaan Utama Dan Jenis Kelamin, Desa Limbung, Kabupaten Lingga 138

Page 25: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

K a s u s K a b u p a t e n L i n g g a | 1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

kosistem terumbu karang sangat rentan terhadap proses alam dan perilaku manusia yang merusak, namun kerusakan terumbu karang di Indonesia cenderung lebih banyak

disebabkan oleh aktivitas manusia. Kegiatan penangkapan SDL berlebih dan menggunakan alat-alat penangkapan yang tidak ramah lingkungan (seperti bom, sianida, pukat) merupakan faktor penting penyebab kerusakan terumbu karang. Kerusakan terumbu karang di Indonesia karena penangkapan ikan secara berlebihan diperkirakan mencapai 64 persen dari luas keseluruhan (Sutanta, 2008). Sementara itu, penangkapan ikan dengan metode merusak menyumbang 53 persen kerusakan terumbu karang di Indonesia.

Upaya merehabilisasi dan mengelola terumbu karang di perairan Desa Limbung telah dilakukan oleh pemerintah sejak tahun 1998 melalui Coral Reef Rehabilitation and Management Program (COREMAP). Program nasional ini merupakan salah satu program yang bertujuan untuk mengatasi penurunan populasi sumber daya laut (SDL) di Indonesia, khususnya terumbu karang. Program ini diimplementasikan pada kawasan yang dianggap banyak ditemukan ekosistem terumbu karang dan perlu dipelihara atau diperbaiki kondisinya. Kegiatan ini dilakukan untuk melestarikan alam atau lingkungan sebagai akibat pengrusakan pengambilan SDL secara berlebihan agar tidak mengganggu kehidupan ekonomi nelayan di kawasan tersebut pada masa datang. Dalam kurun waktu hampir 10 tahun, COREMAP telah diimplementasikan di desa-desa yang penduduknya menggantungkan hidup dari SDL, dan di akwasan tersebut telah terjadi kerusakan terumbu karang.

Kerusakan terumbu karang juga terjadi di perairan laut Limbung, Kabupaten Lingga, Provinsi Kepulauan Riau. Berdasarkan hasil

E

Page 26: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

2 | Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Lokasi COREMAP II – Hasil BME 

penelitian Puslit Oseanologi (P20)-LIPI pada tahun 2006 dengan menggunakan metode Line Intercept Transect (LIT), kerusakan karang di perairan Duara, yang terletak berdekatan dengan Desa Limbung, berada dalam tingkatan sedang dengan tutupan karang hidup sebesar 30,9 persen1. Tutupan karang di perairan Limbung tersebut merupakan angka terendah dibandingkan dengan tujuh stasiun pengamatan lainnya di perairan Lingga Utara. Selain karena faktor alam, kerusakan terumbu karang di kawasan tersebut juga terjadi akibat aktivitas manusia. Penggunaan parit gamat untuk menangkap teripang dan pelanggaran wilayah tangkap di daerah perlindungan laut merupakan dua faktor penting yang mengakibatkan terjadinya kerusakan terumbu karang di perairan laut Limbung. Dibandingkan dengan stasiun pengamatan lainnya, kondisi terumbu karang di Limbung paling buruk, meskipun terjadi kenaikan tutupan terumbu karang hidup sekitar 9,94 persen (CRITC-LIPI, 2007).

COREMAP di Desa Limbung didanai oleh Bank Pembangunan Asia (Asean Development Bank-ADB) yang telah dilakukan sejak fase I. Coremap fase I telah selesai dilaksanakan di Desa Limbung, tetapi tampaknya masih terdapat beberapa kekurangan. Oleh karena itu, pelaksanaan COREMAP fase II yang pada tahun 2008 ini telah memasuki tahun ke tiga diharapkan dapat memperbaiki dan mengatasi kekurangan pada fase sebelumnya. Program ini merupakan program nasional yang dirancang untuk menekan laju kerusakan dan membenahi/merehabilitasi terumbu karang. Selain itu, kegiatan COREMAP juga mencakup upaya pengentasan masyarakat dari kondisi kemiskinan, memberikan akses mata pencaharian alternatif, dan perbaikan fungsi pemerintahan.

Salah satu komponen kunci COREMAP adalah pengelolaan sumber daya berbasis masyarakat (PBM), yaitu menggabungkan aspek tehnis

1 LIPI dan COREMAP, dua lembaga yang mengukur kondisi terumbu karang berdasarkan pengamatan langsung dilapangan, menggunakan metode line intercept transect, membagi tingkat kerusakan berdasarkan persentase tutupan karang hidup. Kondisi sangat bagus jika persentase tutupanya > 75 persen, bagus: 50 - 75 persen, rusak: 25 - 50 persen, dan rusak berat: < 25 persen.

Page 27: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

K a s u s K a b u p a t e n L i n g g a | 3

pengelolaan dan aspek-aspek sosial, ekonomi dan budaya masyarakat setempat. Tujuan umum PBM adalah untuk mengurangi tekanan terhadap sumber daya laut dan ekosistem terumbu karang agar dapat dimanfaatkan secara berkesinambungan, sekaligus dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Dalam rangka melihat pencapaian program, lembaga donor telah menentukan indikator keberhasilan, yaitu dilihat dari aspek bio-fisik dan sosial-ekonomi. Terjadinya peningkatan tutupan karang sebesar 2 persen per tahun merupakan indikator keberhasilan Coremap dari aspek bio-fisik. Sedangkan indikator keberhasilan dari aspek sosial-ekonomi adalah: (a) pendapatan per kapita masyarakat di lokasi target COREMAP meningkat sebesar dua persen per tahun, dan (b) terdapat peningkatan taraf hidup sekitar 10.000 rumah tangga pada akhir program (Project Appraisal Document, 2005). Untuk mengetahui pencapaian indikator keberhasilan COREMAP telah ditentukan suatu cara monitoring yang dikenal dengan Benefit Monitoring Evaluation (BME). Kegiatan BME sosial-ekonomi dilaksanakan pada pertengahan dan akhir tahun program, yang dapat dipergunakan untuk mengevaluasi pengelolaan dan pelaksanaan program di tingkat lokasi, kabupaten, maupun nasional. Dengan demikian, manfaat dari kegiatan BME bagi pengelola program adalah sebagai dasar pertimbangan dalam merespon permasalahan yang dihadapi dan mengambil tindakan agar program dapat berjalan sesuai dengan arah dan tujuan yang telah ditentukan.

1.2. TUJUAN

Survei “Benefit Monitoring Evaluation Aspek Sosial-Ekonomi COREMAP” merupakan kelanjutan dari “Studi Aspek Sosial Terumbu Karang tahun 2006”. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui kondisi sosial-ekonomi, khususnya tingkat pendapatan masyarakat yang merupakan indikator untuk memantau dampak Program COREMAP terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat. Secara detail tujuan survei BME meliputi:

1. Mengidentifikasi permasalahan dan kendala pelaksanaan Program COREMAP di daerah

Page 28: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

4 | Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Lokasi COREMAP II – Hasil BME 

2. Mengkaji pemahaman masyarakat mengenai Program COREMAP

3. Menggambarkan perubahan tingkat pendapatan masyarakat untuk memantau dampak Program COREMAP terhadap kesejahteraan masyarakat.

1.3. METODOLOGI

Penelitian BME ini merupakan studi yang bertujuan untuk memantau pelaksanaan Program COREMAP yang sudah berjalan. Oleh karena itu, lokasi penelitian adalah desa yang juga dipilih pada kegiatan survei pada tahun 2006. Lokasi penelitian adalah Desa Limbung, Kecamatan Lingga Utara yang termasuk dalam wilayah Kabupaten Lingga. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive dengan alasan karena Desa Limbung merupakan salah satu desa dari tujuh desa yang merupakan lokasi implementasi COREMAP fase I maupun fase II. Meskipun Desa Limbung meliputi tiga dusun, tetapi penelitian BME sosial-ekonomi hanya dilakukan di dua dusun, karena satu dusun lainnya (Linau) tidak menjadi lokasi COREMAP. Bahkan, direncanakan dusun tersebut akan terpisah dari Desa Limbung menjadi desa tersendiri.

Sebagaimana dengan pemilihan lokasi penelitian, pemilihan rumah tangga sampel merupakan responden yang disurvei pada tahun 20062). Namun demikian, sebanyak delapan (8) rumah tangga sampel harus diganti, karena responden yang terdahulu tidak ada di tempat selama survei dilakukan, meninggal (sedang ART bergabung dengan kerabat), dan pindah ke luar desa. Pemilihan rumah tangga pengganti diupayakan mempunyai kemiripan karakteristik sosial-ekonomi dengan rumah tangga yang digantikan.

Pengumpulan data BME aspek sosial-ekonomi dilakukan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Pendekatan kuantitatif dimaksudkan untuk mendapatkan data primer yang bersifat kuantitatif, sedangkan pendekatan kualitatif untuk mendapatkan 2 Pemilihan rumah tangga dilakukan dengan metode sampel secara acak sistematis (sistematic random sampling).

Page 29: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

K a s u s K a b u p a t e n L i n g g a | 5

pemahaman lebih mendalam tentang berbagai isu terkait dengan pengelolaan sumber daya laut dan terumbu karang, serta pelaksanaan kegiatan COREMAP.

Pendekatan kuantitatif dilakukan untuk mendapatkan data di tingkat rumah tangga, yaitu dengan melakukan survei terhadap rumah tangga terpilih. Survei dilakukan dengan cara tatap muka dengan responden. Sebanyak 7 orang pewawancara yang telah mendapat pelatihan, membantu dalam pelaksanaan survei. Pelatihan dilakukan untuk memberikan pemahaman tentang maksud dan tujuan pengumpulan data, serta materi pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner. Selanjutnya, kuesioner yang telah terisi diperiksa oleh tim peneliti untuk melihat kelengkapan data dan konsistensi jawaban. Data yang diperoleh dari survei adalah data rumah tangga dan individu. Data rumah tangga ditanyakan kepada kepala rumah tangga (KRT) atau ART dewasa yang mengetahui tentang kehidupan rumah tangga bersangkutan. Sedangkan data individu diperoleh dari ART berusia > 15 tahun yang dipilih dengan cara acak insidental/kebetulan (pada saat dilakukan survei ada di tempat). Data rumah tangga mencakup kondisi demografi anggota rumah tangga dan kondisi ekonomi (pekerjaan, pendapatan, dan pemilikan aset rumah tangga), atau sama dengan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan pada survei tahun 2006, sehingga dapat dipakai untuk analisis perubahan pendapatan. Sedangkan pada tingkat individu, data/informasi yang dikumpulkan adalah pengetahuan dan partisipasi ART terpilih (responden) dalam kegiatan COREMAP, pengetahuan dan kegiatan-kegiatan yang dilakukan serta keterlibatan ART terpilih, serta dampak COREMAP terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Pengumpulan data dengan pendekatan kualitatif dilakukan dengan wawancara mendalam, diskusi terfokus (FGD), dan observasi. Wawancara mendalam ditujukan pada informan di tingkat lokasi/desa dan kabupaten. Informan di tingkat desa adalah nelayan, ketua dan anggota Pokmas, pemuka masyarakat (formal maupun informal), anggota masyarakat lain yang diperkirakan mengetahui tentang pengelolaan terumbu karang, dan tenaga pendamping. Sedangkan informan di tingkat kabupaten adalah koordinator/anggota komponen COREMAP Kabupaten Lingga, LSM, dan fasilitator. Sedangkan

Page 30: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

6 | Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Lokasi COREMAP II – Hasil BME 

FGD di tingkat kabupaten dilakukan pada tujuh orang tenaga pendamping COREMAP di Kabupaten Lingga. FGD di desa penelitian juga dilakukan dengan peserta berasal dari kelompok nelayan dan anggota Pokmas. Observasi lapangan hanya dilakukan di tingkat desa, yaitu untuk mendapatkan gambaran dan pemahaman tentang keadaan lokasi penelitian dan kondisi sosial ekonomi masyarakat yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya laut dan terumbu karang. Data yang dikumpulkan melalui pendekatan kualitatif adalah data/informasi yang tidak diperoleh dari kegiatan survei, sehingga dapat saling melengkapi dengan data kuantitatif. Informasi yang dikumpulkan dengan pendekatan kualitatif meliputi berbagai aspek terkait dengan program dan kegiatan pengelolaan terumbu karang dan sumber daya laut, produksi dan pemasaran SDL, lokasi dan wilayah penangkapan, kondisi daerah, dan degradasi lingkungan.

Pendekatan kualitatif dalam penelitian BME aspek sosial ekonomi juga digunakan untuk mengumpulkan data sekunder yang tersedia di instansi-instansi pemerintah dan non-pemerintah. Desk review terhadap hasil penelitian/kajian sebelumnya, kebijakan/program terkait dengan program COREMAP, dan bahan-bahan dokumentasi lain yang relevan juga dilakukan untuk menambah pemahaman tentang BME dari aspek sosial ekonomi.

Data kuantitatif yang diperoleh dari hasil survei dianalisis dengan menggunakan tabulasi frekuensi dan tabulasi silang untuk mengetahui keterkaitan antara variabel-variabel yang dianalisis. Analisis data kuantitatif berfokus pada perubahan kondisi sosial ekonomi rumah tangga, khususnya perubahan pendapatan. Sedangkan analisis data kualitatif yang dilakukan dengan tehnik analisis kontekstual (content analysis) dimaksudkan untuk memberikan pemahaman yang komprehensif tentang kondisi kehidupan sosial-ekonomi masyarakat, dengan penekanan pada faktor yang mempengaruhi perubahan pendapatan serta isu-isu yang terkait dengan pelaksanaan COREMAP di tingkat desa maupun kabupaten.

Page 31: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

K a s u s K a b u p a t e n L i n g g a | 7

1.4. PEMBABAKAN PENULISAN

Laporan peneitian “BME Sosial Ekonomi di Desa Limbung, Kecamatan Lingga Utara, Kabupaten Lingga” ini terdiri dari lima bab. Bab I adalah bab pendahuluan yang menjelaskan tentang latar belakang dilakukannya kajian Benefit Monitoring Evaluation Sosial-Ekonomi, tujuan dan metodologi penelitian. Deskripsi tentang kondisi daerah penelitian terdapat pada Bab II yang meliputi kondisi geografis, potensi sumber daya alam darat dan laut, wilayah pengelolaan dan kapasitas penangkapan sumber daya laut, sarana-prasarana terkait dengan pengelolaan sumber daya laut dan kesejahteraan penduduk, serta kondisi kependudukan. Selanjutnya Bab III berisi uraian tentang pelaksanaan dan pengelolaan COREMAP di tingkat desa maupun kabupaten. Sedangkan analisis tentang pendapatan penduduk dan perubahannya serta faktor yang mempengaruhinya dibahas pada Bab IV. Sebagai akhir tulisan adalah Bab V yang berisi kesimpulan dari hasil penelitian dan rekomendasi yang merupakan pemikiran-pemikiran untuk pertimbangan dalam penyusunan perencanaan, pelaksanaan dan pengelolaan terumbu karang.

Page 32: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

8 | Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Lokasi COREMAP II – Hasil BME 

Page 33: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

K a s u s K a b u p a t e n L i n g g a | 9

BAB II

PROFIL LOKASI PENELITIAN

2.1. KONDISI GEOGRAFIS

esa Limbung adalah salah satu desa dari 36 desa yang termasuk dalam wilayah administrasi Kecamatan Lingga Utara3 dengan luas wilayah 40,408 km2. Jarak antara Desa

Limbung dengan pusat pemerintahan Kabupaten Lingga, Kota Daik, sekitar 37 kilometer yang dapat ditempuh melalui jalan darat4. Namun sarana jalan ini dibandingkan pada saat survey data dasar COREMAP (2006) kondisinya semakin parah, sehingga bila hujan sulit untuk keluar desa menuju kota kabupaten (Kota Daik) atau desa sekitarnya. Desa Limbung berbatasab dengan Kecamatan Senayang di sebelah utara, Desa Keton, Desa Sei Pinang, dan Desa Bukit Harapan di sebelah selatan, Desa Pekaka di sebelah barat, dan Desa Teluk di sebelah timur (lihat Peta Desa Limbung).

Pada struktur pemerintahan Desa Limbung, desa ini terbagi atas tiga dusun yaitu Dusun Centeng, Dusun Sinempek, dan Dusun Linau. 3 Kecamatan Lingga Utara termasuk dalam wilayah Kabupaten Lingga. Kecamatan ini terbentuk bersamaan dengan perubahan status wilayah administrasi, yaitu dari Kecamatan Lingga menjadi Kabupaten Lingga yang merupakan pemekaran dari wilayah Kabupaten Kepulauan Riau (pada saat ini menjadi Provinsi Kepulauan Riau). 4 Alat transportasi umum yang menghubungan ibukota Propinsi Kep. Riau (Tanjung Pinang) dengan ibukota Kabupaten Lingga (Daik) adalah fery yang berlabuh di dermaga, tak jauh jauh dari Dermaga Tanjung Buton yang masih dalam proses penyelesaian, kemudian disambung dengan pompong hingga Dermaga Tanjung Buton. Dari dermaga ini disambung dengan transportasi darat menuju Kota Daik, selanjutnya ke Desa Limbung dengan waktu tempuh sekitar satu setengah jam. Jalur lain untuk menuju Desa Limbung dari pelabuhan Tanjung Pinang langsung Kecamatan Lingga (Dermaga Pancur), kemudian disambung dengan pompong langsung ke desa.

D

Page 34: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

10 | Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Lokasi COREMAP II – Hasil BME 

Selain tiga dusun tersebut, terdapat beberapa ’dusun kecil’ yang masuk dalam lingkup tiga dusun dan penduduk menyebutnya ’kampung’. Misalnya, Dusun Sinempek ada Kampung Air Kelat dan Kampung Sei Nona, Dusun Centeng ada Kampung Seranggas. Transportasi antar desa atau dusun umumnya dilakukan melalui laut menggunakan pompong atau sampan. Jalan darat yang ada hanya menghubungi Dusun Centeng dan Dusun Sinempek namun kondisinya sangat buruk; terutama pada saat hujan atau setelah hujan. Oleh karena itu, penduduk jarang yang melalui jalan darat dan lebih memilih jalan laut bila hendak keluar atau masuk ke Dusun Sinempek.

Peta 2.1. Desa Limbung dan Sekitarnya

Sumber : Bappeda Kabupaten Lingga, 2005.

Sebagai kawasan kepulauan, Desa Limbung terdiri dari wilayah pulau dan pesisir yang dikelilingi oleh lautan. Luas pulau-pulau tersebut berkisar antara 1 – 3 hektar dan di antaranya ada yang tidak berpenghuni. Beberapa pulau yang menjadi tempat masyarakat mencari ikan dan berkebun antara lain adalah P. Jakok, P. Tikus, P. Malang Sekateh, P. Seranggas, P. Telum, P. Baruk, P. Kekek, P

Page 35: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

K a s u s K a b u p a t e n L i n g g a | 11

Terumbu Terap, dan P. Hantu. Para nelayan Limbung mencari ikan di sekitar pulau-pulau tersebut karena dengan peralatan yang sederhana mereka kurang berani untuk pergi melaut dengan jarak jauh. Sedangkan tanah yang tidak berpenghuni ada yang telah dikelola penduduk secara turun-temurun, sehingga dianggap tanah milik keluarga.

Walaupun desa ini terletak di wilayah pesisir, namun secara topografi desa ini berbentuk datar, bergelombang, berbukit dengan tingkat kemiringan cukup tajam. Pada dataran tinggi terdapat kawasan hutan yang kayunya dimanfaatkan masyarakat untuk dijual maupun digunakan sendiri. Penduduk ada yang membawa kayu tersebut ke luar Desa Limbung sebagai salah satu kegiatan mereka, namun kegiatan ini dapat dikategorikan sebagai kegiatan ilegal. Dampak dari kegiatan ini jalan menjadi jelek dan bila hujan sangat licin karena belum diaspal, sehingga sulit untuk keluar masuk Desa Limbung. Pada saat ini pengambilan kayu memang berkurang karena adanya larangan untuk menebang kayu, namun jalan-jalan ke desa ini terlanjur hancur; terutama di daerah perbukitan.

Akhir-akhir ini, iklim di kawasan Limbung mulai menunjukkan ketidakteraturan. Kondisi alam ini mulai dirasakan nelayan dengan ketidakteraturannya cuaca di kawasan Limbung atau perairan di sekitar tempat mencari ikan, sehingga berpengaruh dalam melakukan kegiatan kenelayanan. Penduduk ada yang mengatakan, mungkin pemanasan global mulai memasuki kawasan Limbung. Namun secara umum kawasan ini dipengaruhi oleh empat (4) musim dengan ciri-ciri tiupan angin berbeda-beda yang berpengaruh terhadap gelombang laut di kawasan tersebut. Keempat musim tersebut adalah musim timur, musim selatan, musim barat, dan musim utara yang sangat mempengaruhi nelayan dalam mencari SDL (lihat matriks 2.1. di bawah ini).

Alat tranportasi umum (laut) antar pulau atau dusun belum ada. Apabila akan ke kota kecamatan (Pancur) menggunakan perahu motor umum (sewa) atau terlebih dahulu naik ojek/motor hingga Desa Resun dengan sewa Rp. 40.000,-, kemudian dilanjutkan angkutan perahu motor hingga Pancur Rp. 5.000,- per orang. Selain itu, secara periodik (3 kali seminggu) ada kapal motor pengumpul ikan dari

Page 36: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

12 | Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Lokasi COREMAP II – Hasil BME 

Pancur ke perairan Desa Limbung yang kadang-kadang bisa ditumpangi penduduk yang akan ke Pancur atau sebaliknya tampa membayar. Transportasi jalur Limbung – Pancur ini cukup ramai, karena Pancur adalah tempat penduduk Limbung melakukan transaksi penjualan hasil laut dan berbelanja kebutuhan nelayan dan rumah tangga. Sedangkan transportasi umum dari Daik menuju Desa Limbung belum ada, kecuali ojek motor dan penyewa kendaraan pribadi yang berdomisili di Daik. Sewa kendaraan Daik – Limbung cukup mahal, yaitu ojek antara Rp. 40.000,- - Rp. 50.000,- dan sewa kendaraan sekitar Rp. 300.000,- satu kali jalan (tahun 2008). Transportasi laut dari Daik ke Limbung adalah melalui Kota Kecamatan Lingga Utara (Pancur) yang jaraknya sekitar 47 kilometer. Pada umumnya penduduk Limbung menggunakan perahu motor/pompong milik sendiri atau menumpang pompong orang lain dengan memberi uang untuk pembeli bahan bakar minyak. Matriks 2.1. Ciri-ciri dan Kondisi Musim Angin Kawasan Perairan Limbung

Sumber: Wawancara dengan beberapa informan penduduk Desa Limbung, penelitian BME – COREMAP, 2008

Musim Bulan Kondisi Laut Kegiatan Melaut Angin Timur

Maret – Mei • Angin lemah • Gelombang

tenang

• Persiapan melaut • Setiap hari melaut • Panen ikan & SDL lain

Angin Selatan

Juni - September

• Pancaroba • Kadang2 angin &

hujan, tapi sebentar

• Menurunkan semua alat tangkap yang digunakan untuk penangkapan SDL yang ada di perairan Limbung

• Setiap hari • Panen cumi, gonggong, bilis,

ikan, kepiting, teripang Angin Barat (Ulu Barat)

September – Desember

• Pancaroba • Tiba2 angin ribut,

berawan, dan hujan

• Sering dengan waktu yang lama

• Melaut namun diiringi rasa khawatir karena cuaca yang tiba-tiba berubah

Angin Utara

Januari – Maret

• Gelombang kuat

• Tidak melaut libur • Menebar jaring atau memancing

ikan di pinggir pantai

Page 37: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

K a s u s K a b u p a t e n L i n g g a | 13

2.2. POTENSI SUMBER DAYA ALAM DAN PENGELOLAANNYA

Desa Limbung walaupun tidak luas namun memiliki potensi sumber daya alam (SDA) yang cukup kaya, baik yang terdapat di darat maupun di laut. Kira-kira sebagian dari luas daratan desa ini memiliki potensi di sektor pertambangan, perkebunan, pertanian (tanaman keras dan pangan), dan kehutanan. Begitu pula dengan sumber daya laut (SDL), potensi pokoknya adalah kepiting rajungan, cumi-cumi, dan ikan bilis. Sedangkan hasil tangkapan lain seperti beragam jenis ikan karang campuran dan pelagis walaupun bukan tangkapan pokok nelayan, namun cukup banyak dijumpai di perairan Limbung. Selanjutnya akan dideskripsikan kondisi sumber daya darat dan sumber daya laut yang berpotensi di Desa Limbung.

2.2.1. Keadaan Sumber Daya Alam

Sumber Daya Darat

Sumber daya darat yang ada di Desa Limbung mencakup hutan primer, perkebunan keras, dan pertambangan. Pada saat ini kondisi hutan primer semakin berkurang dengan adanya pembalakan kayu yang cukup tinggi, terutama pada saat pembukaan hutan untuk daerah transmigrasi dan perkebunan kelapa sawit. Kondisi ini makin parah dengan adanya penebangan liar, baik dilakukan oleh perusahaan maupun masyarakat, yang kayunya dijual ke luar Desa Limbung. Selain itu, penduduk pun memanfaatkan kayu-kayu tersebut untuk pembuatan tiang pancang kelong bilis dan papan untuk dinding rumah penduduk. Akhir-akhir ini memang telah dilakukan berbagai tindakan terhadap penebang liar, namun kondisi hutan sudah parah dan kayunya pun makin menipis.

Kondisi tanah di Kabupaten Lingga juga cocok untuk lahan perkebunan. Oleh karena itu, kabupaten ini telah mengembangkan beberapa jenis komoditas yang dianggap cukup besar antara lain adalah kelapa, karet, lada, cengkeh, dan sagu. Selain itu, walaupun tidak berskala besar juga dikembangkan beberapa jenis komoditas perkebunana lain yang cukup potensial, yaitu kakao, gambir, dan kopi (BPS Kab. Lingga, 2007: 25). Beberapa jenis tanaman perkebunan tersebut juga terdapat di Desa Limbung yang umumnya masih

Page 38: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

14 | Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Lokasi COREMAP II – Hasil BME 

merupakan perkebunan rakyat. Antara lain jenis tanaman yang dikembangkan masyarakat Desa Limbung adalah tanaman sagu, kelapa dan karet.

Wilayah kebun sagu di Kabupaten Lingga hanya terdapat di Kecamatan Lingga Utara dan Kecamatan Lingga dengan total luas 3.492,68 ha. Berdasarkan luas perkebunan sagu yang menghasilkan (1.382,01 ha.) di kedua kecamatan tersebut, Kecamatan Lingga Utara memiliki lahan sagu paling luas yaitu 841,36 ha (BPS Kab. Lingga, 2007: 37). Khusus Desa Limbung, luas kebun sagu sekitar 250 ha. dan terluas banyak dijumpai di Dusun Sinempek. Perkembangan perkebunan sagu di Sinempek cukup baik terutama dengan adanya pabrik tepung sagu di dusun tersebut. Bahkan menurut pemilik pabrik, kebutuhan akan tepung sagu cukup tinggi namun pemasok masih kurang dan terbanyak dari kebunnya sendiri. Ini disebabkan penduduk yang membuka lahan sagu masih terbatas dan mereka lebih suka pergi melaut daripada berkebun sagu. Produksi pabrik yang berupa tepung tersebut dikirim ke Palembang dengan kapal melalui Jambi. Mengingat prospek kebutuhan tepung sagu cukup baik, maka sebaiknya areal kebun sagu lebih diperluas karena kondisi tanah di dusun ini cocok untuk tanaman ini.

Penduduk Desa Limbung, terutama mereka yang berdiam di wilayah daratan, telah lama mengusahakan tanaman karet. Pemanfaatan lahan untuk kebun karet masih sistem kebun rakyat, tampak ada perawatan, dan disadap ketika permintaan pasar tinggi. Luas kebun karet hanya sekitar 7 persen dari luas daratan Desa Limbung, namun umumnya kondisi pohon karet tersebut berusia cukup tua. Walaupun belum banyak penduduk yang membuka perkebunan karet, namun bila pohan-pohan karet yang telah tua tersebut direvitalisasi tampaknya akan berpotensi untuk dikembangkan. Apalagi pada saat evaluasi ini dilakukan, harga karet sedang tinggi sehingga penduduk mulai bersemangat mengusahakan kembali perkebunan karet mereka. Situasi ini juga berpengaruh terhadap penduduk lain yang juga bersemangat membuka lahan mereka untuk ditanami karet.

Perkebunan kelapa yang ada di Desa Limbung umumnya tumbuh secara alamiah dan tidak diusahakan secara profesional, sehingga hasilnya pun tidak maksimal dan hanya untuk memenuhi kebutuhan

Page 39: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

K a s u s K a b u p a t e n L i n g g a | 15

sendiri. Apalagi harga jualnya rendah dan bila dibawa ke luar desa tranportasinya cukup mahal. Mungkin usaha perkebunan kelapa dapat berkembang di desa ini bila ada penduduk yang mengusahakan pengolahan produksi kelapa yang dapat mendorong penduduk untuk berkebun secara profesional. Misalnya usaha produksi kopra atau makanan terbuat dari kelapa. Sebagai daerah pesisir, potensi pohon kelapa perlu menjadi perhatian sebagai alternatif mata pencarian apabila tidak melaut.

Pada saat surveI data dasar aspek sosial ekonomi terumbu karang dilakukan (tahun 2006), pemerintah kabupaten bersama perusahaan swasta berencana untuk mengembangkan perkebunan kelapa sawit di wilayah Desa Limbung, yaitu lokasi transmigran Dusun Linau. Walaupun lahan untuk perkebunan ini telah dibuka, namun tampaknya usaha ini tidak berjalan dengan semestinya. Bahkan menurut informasi yang diperoleh, perusahaan akan mengalihkan lahan untuk kelapa sawit tersebut untuk tanaman jagung. Situasi ini berdampak terhadap kekecewaan penduduk yang sangat berharap terhadap usaha perkebunan kelapa sawit.

Berdasarkan data Kabupaten Lingga dalam Angka 2006, kountur tanah Kecamatan Lingga Utara cocok untuk lahan pertanian pangan, terutama Pulau Lingga, Pulau Singkep dan beberapa pulau di Kecamatan Senayang (BPS Kab. Lingga, 2007: 12). Khusus Desa Limbung, jenis tanaman pangan yang dominan adalah palawija, sayuran, dan buah yang banyak dijumpai di daerah transmigrasi. Masyarakat transmigran sejak awal di desa ini yang membuka lahan pertanian tampa irigasi atau lahan kering, karena umumnya mereka tidak biasa pergi melaut. Sedangkan masyarakat setempat atau orang Melayu jarang yang mengolah lahan kering atau kebun, karena mereka umumnya pergi melaut. Tanah-tanah mereka tidak atau jarang yang dirawat atau dibuka untuk sebagai usaha pertanian atau kebun, dan bila ada tumbuh yang menghasilkan umumnya adalah tanaman liar atau tidak dipelihara. Pengembangan pada usaha pertanian pangan ini, walaupun sulit bila masyarakat mau mengelola lahannya secara optimal untuk tanaman palawija mungkin dapat berhasil. Dalam hal ini, bila ada Pokmas MPA-COREMAP yang memulai dan diberi pelatihan atau bimbingan cukup mungkin usaha ini dapat menjadi

Page 40: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

16 | Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Lokasi COREMAP II – Hasil BME 

mata pencaharian alternatif bagi penduduk Desa Limbung. Paling tidak untuk memenuhi kebutuhan sayur dan buah bagi penduduk Limbung, sehingga tidak tergantung pemasokan dari luar seperti Pancur dan Daik.

Kawasan daratan Kabupaten Lingga ada beberapa jenis pertambangan yang berpotensi cukup menonjol, antara lain adalah boksit, pasir, dan batu granit. Di Desa Limbung yang sudah dieksplorasi adalah pertambangan pasir di sekitar Air Kelat dan melibatkan perusahaan swasta yang dieksport ke negara tetangga (Singapura). Usaha ini sudah berlangsung lama, sekitar tahun 2000-an, dalam volume besar dan sekitar dua tahun silam ditutup karena ada larangan untuk penambangan pasir. Namun larangan tersebut muncul setelah pasir di lokasi itu telah terkeruk dan pantainya terlihat rusak. Kondisi ini terntu akan berdampak negatif terhadap kelestarian sumber daya laut, termasuk terumbu karang. Kegiatan pertambangan lain belum muncul di kawasan Desa Limbung, walaupun potensi tambang seperti batu granit ada di sekitar desa ini. Untuk menjaga kelestarian lingkungan dan ekosistem SDL, pemerintah harus mempunyai perencanaan yang jelas dan tidak sembarangan dalam memberikan ijin pada pengusaha yang ingin membuka usaha tambang di Kawasan COREMAP, termasuk Kawasan Limbung.

Sumber Daya Laut

Perairan kawasan Desa Limbung mengandung potensi sumber daya laut, baik berbagai jenis ikan maupun non-ikan, yang produksinya cukup besar. Jenis-jenis SDL yang menonjol di perairan sekitar Desa Limbung dan merupakan hasil tangkapan utama nelayan antara lain adalah kepiting/ketam, cumi-cumi, ikan bilis, teripang dan gonggong atau siput. Besarnya potensi dua jenis biota laut ini menjadikan Desa Limbung sebagai pemasok ketam, cumi-cumi dan ikan bilis ke Tanjung Pinang dan Batam, bahkan ke Negara Singapura.

SDL ikan yang banyak terdapat di perairan Limbung adalah ikan bilis/teri, ikan karang seperti kerapu, delah, sangerat, ungar, ikan merah, ikan bulat, dan dingkis. Selain itu, terdapat juga berbagai jenis ikan pelagis seperti ikan tenggiri, pari, dan kembung. Meskipun ikan

Page 41: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

K a s u s K a b u p a t e n L i n g g a | 17

karang dan pelagis bukan merupakan hasil tangkapan utama, namun potensi jenis-jenis ikan tersebut cukup besar karena kondisi terumbu karang di Desa Limbung termasuk sedang hingga baik. Pemasaran dari ikan-ikan tersebut tidak di desa ini, namun kepada pedagang ikan yang datang tiga kali seminggu dari Pancur untuk mengambilnya. Sistem pemasaran ada dua macam, yaitu ikan hidup dan ikan mati. Pada saat kapal datang, nelayan pengumpul akan mengantarkannya ke kapal yang berlabuh agak jauh dari pantai.

Akhir-akhir ini berkembang budidaya ikan kerapu, khususnya kerapu sunu dan tiger, yang diusahakan oleh beberapa nelayan. Kegiatan ini terutama ada di Dusun Sinempek karena budidaya ikan ini cocok untuk perairan di dusun ini. Melihat keuntungan yang diperoleh dari usaha budidaya ini cukup tinggi, penduduk banyak yang ingin mencoba namun terbentur pada modal. Untuk mengembangkan usaha ini dibutuhkan biaya cukup besar untuk membangun tempat pemeliharaan ikan dan membeli bibit ikan kerapu yang harganya cukup mahal. besarnya minat masyarakat Desa Limbung untuk mengembangkan budidaya kerapu terlihat dari proposal Pokmas MPA-COREMAP, yaitu cukup banyaknya kelompok yang berkeinginan untuk budidaya ikan tersebut. Kemudian, pada tahun 2007 dan dilanjutkan 2008 pemerintah melalui Dinas Kelautan dan Pertambangan memberi bantuan bibit ikan kerapu di dusun ini.

Sumberdaya lain yang juga masih banyak dijumpai adalah hutan bakau (mangrove) di bagian pesisir pulau-pulau kawasan Desa Limbung. Kondisi hutan bakau mulai berkurang karena masa lalu penduduk sering mengambil kayu bakau sebagai bahan bakar. Adanya intervensi untuk menjaga kelestarian ekosistem SDL seperti kepiting bakau dan ketam, yaitu dengan tidak melakukan penebangan pohon bakau secara berlebihan terlihat dari berkurangnya masyarakat memanfaatkan kayu bakau untuk kayubakar. Namun kegiatan ini dapat saja diulangi kembali oleh masyarakat bila terdesak oleh kehidupan ekonomi yang semakin tinggi atau kesulitan memperoleh bahan bakar untuk memasak, sehingga mereka kembali menebang kayu bakau untuk kebutuhan hidupnya. Apalagi program COREMAP fase I untuk penanaman pohon bakau terhenti begitu saja, sehingga banyak yang gagal dan belum ada kelanjutannya. Seperti umumnya di

Page 42: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

18 | Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Lokasi COREMAP II – Hasil BME 

masyarakat, kesadaran untuk penanaman kembali secara individu belum muncul dan hanya menunggu pemberian atau intervensi dari pihak luar. Oleh karena itu, untuk mencegah munculnya kembali kegiatan penebangan bakau sebaiknya Pemerintah Desa berupaya melindungi hutan bakau dengan menetapkan kawasan perlindungan hutan mangrove. Hal ini mengingat pohon bakau memiliki fungsi untuk melindungi pantai dan sekaligus sebagai tempat bernaungnya berbagai jenis ikan dan biota laut lainnya.

2.2.2. Wilayah pengelolaan

Nelayan Desa Limbung umumnya adalah nelayan tradisional, baik dari alat tangkap maupun sarana transportasinya. Dampak dari kesederhanaan perlengkapan mereka adalah lokasi penangkapan ikan dan SDL lainnya yang tidak jauh dari Desa Limbung. Wilayah tangkap para nelayan bervariasi menurut jenis sumber daya laut yang ditangkap. Ada beberapa jenis sumber daya laut yang menjadi andalan nelayan di Kawasan Limbung, yakni ketam, bilis/teri, teripang (Strombus Camariun), cumi-cumi (nus), dan ikan karang. Jarak tempuh paling jauh adalah ke Pulau Semut di Kabupaten Senayang untuk mencari cumi-cumi (nus). Kenaikan harga BBM sangat berdampak terhadap jangkauan nelayan untuk mencari ikan.

Pencarian cumi-cumi, dikenal dengan istilah nyomek, sebagai SDL yang banyak memberi keuntungan bagi nelayan Desa Limbung, khususnya nelayan Dusun Sinempek, tidak hanya di sekitar perairan Limbung namun di luar Limbung. Lokasi pencarian cumi-cumi di perairan Limbung adalah sekitar Batu Putih (Tanjung Takeh) hingga ke bagian selatan Pulau Buluh atau Pulau Kojong. Walaupun harga BBM naik yang cukup berpengaruh terhadap jarak tempuh nelayan, namun karena cumi-cumi akan memberi keuntungan maka Pulau Semut tetap merupakan wiayah tangkap nelayan dalam mencari cumi-cumi. Hal ini mengingat lokasi ini nelayan dapat memperoleh cumi-cumi tanpa mengenal musim. Terutama bagi nelayan yang telah mempunyai pasar dan pengolahan paska panen dapat dilakukan di Pulau Semut hingga penjualan langsung pun dilakukan dari pulau tersebut. Untuk mengatasi masalah BBM, akhir-akhir ini mereka ke Pulau Semut secara berkelompok dan setelah di sana mulai bekerja

Page 43: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

K a s u s K a b u p a t e n L i n g g a | 19

menggunakan sampan sendiri-sendiri. Dengan demikian, BBM untuk pulang-pergi Limbung – Pulau Semut sekitar 10 liter (PP) dapat ditanggung bersama dan setelah di lokasi pencaharian tidak memakai diesel (motor) karena lokasi pencarian tidak jauh dari pulau.

Selain pencarian cumi-cumi, pada saat ini kepiting atau ketam juga merupakan SDL yang sangat dicari penduduk karena pemasaran yang mudah dengan adanya tiga pabrik pengolahan kepiting di Desa Limbung yang menerima dengan harga relatif stabil. Pencarian kepiting cukup di sekitar Perairan Desa Limbung, yakni di wilayah teluk dan Pantai Timur; paling jauh sekitar Pulau Hantu. Di lokasi ini, nelayan memasang jaring hingga dasar laut yaitu sekitar 1 mil dari pantai selama kira-kira satu malam. Jaring tersebut diangkat setiap pagi bagi mereka yang memasang malam hari, dan sore hari bagi mereka yang memasang kembali jaringnya pada pagi hari. Lamanya waktu melaut sangat tergantung jarak antara tempat tinggal nelayan tersebut dengan lokasi di mana jaring diletakkan. Para nelayan Desa Limbung bebas memasang jaring asalkan tidak ada nelayan lain yang memasang jaring di lokasi tersebut, yang dikenal dengan istilah ‘asal berada di luar pagar’. Akhir-akhir ini yang mencari tidak hanya laki-laki, namun juga kaum perempuan. Pada awalnya hanya satu orang ibu dan sekarang ada sekitar lima orang ibu-ibu mencari kepiting yang umumnya berasal dari Dusun Centeng dan Dusun Sranggas. Mereka cukup menggunakan pompong, terkadang sendiri atau berdua dengan anaknya. Makin banyaknya penduduk memasang bubu di perairan Limbung berdampak terhadap padatnya laut oleh bubu sehingga kapal yang lalu harus hati-hati agar tidak mengenanya. Di samping itu bila pemasangan bubu makin meluas hingga di air dalam dekat Pulau Hantu di mana banyak dijumpai karang, baik secara langsung maupun tidak langsung, akan berpengaruh terhadap kehidupan ekosistem tersebut.

Ikan bilis termasuk SDL yang utama bagi penduduk Desa Limbung walaupun pengelolanya terbatas bagi mereka yang punya kelong. Pemasangan kelong mengikuti arah arus air yang dapat mendorong ikan bilis masuk dalam kelong-kelong yang terhampar di sekitar teluk dan sepanjang pantai bagian laut lepas dekat Pulau Bulu dan Pulau Kojong. Lokasi kelong ini, pada musim angin kuat (Juni –

Page 44: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

20 | Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Lokasi COREMAP II – Hasil BME 

September) arus air cukup kuat yang akan membawa bilis-bilis masuk kelong mereka. Pada musim-musim tersebut, pengambilan bilis dilakukan setiap malam ketika bulan gelap, yaitu selama 20 hari. Namun sayangnya lokasi pemasangan kelong tersebut banyak dijumpai terumbu karang, sehingga pada saat pemasangan maupun penarikan jala dapat mengganggu kehidupan ekosistem terumbu karang.

Pada waktu-waktu tertentu, nelayan Limbung juga ada yang mencari ikan namun masih tidak dalam jumlah besar. Hal ini sangat terkait dengan peralatan yang dimiliki masih sederhana. Apalagi dengan maraknya permintaan akan kepiting yang mudah diperoleh di sekitar pantai membuat kegiatan pencaharian ikan hanya sebagai sambilan saja. Para nelayan Limbung yang umumnya menggunakan sampan karena pencaharian ikan hanya di sekitar teluk. Kecuali nelayan yang punya kapal motor berusaha mencari ikan di laut lepas hingga Tanjung Nyang atau sekitar Pulau Bulu dan Pulau Kojong. Dengan meningkatnya harga nilai ikan tertentu, terutama jenis ikan karang untuk eksport ke Singapore, ada beberapa nelayan yang khusus mencari ikan tersebut di sekitar teluk dan pantai yang banyak dijumpai di daerah tersebut. Dulu mereka hanya menggunakan alat pancing, namun tingginya permintaan pasar mulai ada yang menggunakan bubu. Peletakan bubu ini tentu saja dapat merusak karang, karena jenis ikan yang dicari berada di sekitar karang.

Sumberdaya laut lain yang juga bernilai tinggi adalah teripang (gamat) dan banyak dijumpai di daerah berlumpur yang ada di Perairan Limbung, terutama wilayah teluk sekitar ½ mil dari pantai. Lokasi pengambilan teripang adalah di sepanjang perairan Limbung antara Pulau Malang Sekateh – Pulau Tanjung Rawa – Pulau Jako, namun belum sampai di laut lepas. Musim selatan (Bulan Mei hingga September) adalah musim yang menguntungkan bagi nelayan pencari teripang. Teripang dapat diperoleh dalam jumlah banyak pada Bulan Juli dan Agustus, yaitu ketika air laut surut pada jarak terjauh dari pantai. Pada bulan-bulan tersebut hampir setiap hari nelayan Desa Limbung mencari teripang dengan menggunakan ‘galah’. Keberadaan teripang di perairan Limbung mendorong nelayan luar untuk ikut mengambilnya, antara lain adalah nelayan dari Buton dan Madura

Page 45: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

K a s u s K a b u p a t e n L i n g g a | 21

yang menggunakan peralatan lebih canggih. Sayangnya nelayan pendatang ini bekerja tanpa mengenal waktu dan musim; biasanya malam hari menggunakan sampan sedangkan kapal mereka berada di tengah laut.

Peta 2.2. Wilayah Tangkap SDL di Perairan Kawasan Limbung

Sumber: PRA bersama nelayan Dusun Sinempek, 2007.

Siput gonggong (Strombus Camarun) umumnya hidup pada tempat-tempat yang bersih atau tidak tercemar, terutama di daerah karang. Jenis siput ini banyak dijumpai di Perairan Limbung, yaitu sepanjang pantai di bagian teluk Desa Limbung. Kegiatan ini dapat dilakukan oleh laki-laki dan perempuan dari kelompok usia anak-anak hingga dewasa. Anak-anak mencari siput hanya di pinggir pantai pada saat air surut. Khusus penduduk Dusun Sinempek yang mencari siput banyak juga dilakukan perempuan dengan cara menyelam menggunakan kacamata khusus dan galah. Pencari siput di Dusun Sinempek berkisar antara 20 hingga 30 orang, terbanyak adalah perempuan. Waktu pencarian siput adalah pada saat air kering (air tohor), yaitu sore hari, dan disebut musim karang jauh. Pada saat air

Page 46: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

22 | Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Lokasi COREMAP II – Hasil BME 

dekat (air kelat) tidak ada orang yang mencari gonggong, terutama dengan cara menyelam. Musim air kelat berlangsung selama satu minggu, dan bila ada yang mencari gonggong hanya di bagian pantai.

Dalam penangkapan atau pencarian SDL sangat terkait dengan kondisi musim yang memengaruhi wilayah penangkapan mereka, yaitu Musim Barat, Timur, Utara dan Selatan. Musim yang paling aman mencari ikan adalah musim angin selatan dan musim angin utara, namun yang terbanyak memperoleh ikan pada musim angin selatan. Di samping pengaruh musim, pendapatan nelayan juga dipengaruhi oleh banyak atau sedikit orang yang terlibat dalam pencarian SDL di Perairan Kawasan Limbung. Dalam 5 – 10 terakhir ini pendapatan nelayan dirasakan makin berkurang yang disebabkan oleh makin banyaknya nelayan yang menggunakan alat tangkap dengan mengambil ikan tanpa batas. Artinya, alat tangkap ini menangkap semua jenis ikan, besar maupun kecil. Lihat matriks 2.2. tentang aktivitas nelayan dalam pencarian sumber daya laut menurut musim di Perairan Kawasan Limbung. Matriks 2.2. Aktivitas Nelayan Desa Limbung Dalam Pencarian Sumber Daya Laut

Menurut Musim

Kategori Waktu

Musim Timur ( Maret – Mei)

Musim Barat (September –Desember)

Musim Selatan (Juni –

September)

Musim Utara (Januari -Awal

Maret) Kondisi alam

Gelombang lemah

• Musim pancaroba;

• Banyak hujan, mendung, angin tidak menentu, mendung dan kadang-kadang angin ribut.

Gelombang kuat namun karena Lingga terletak di mata Utara atau pantai menghadap Utara sehingga ke laut selatan terlindungi.

Gelombang kuat

Kegiatan nelayan

• Melaut namun hasilnya minimal dan tidak dapat diperhitung-kan, tetap mencari ketam;

• Pencarian SDL hanya di pinggir pinggir, khususnya ketam, ikan.

Kegiatan nelayan normal karena mereka dapat melaut setiap hari untuk menangkap semua macam

Musim ini dianggap musim istirahat, kegiatan cari ikan hanya sekedarnya saja. Kegiatan yang dilakukan: 1. mencari ikan dan

Page 47: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

K a s u s K a b u p a t e n L i n g g a | 23

• Mengatur & mempersiap-kan alat tangkap, memperbaiki kelong tapi belum dipasang

SDL yang menjadi andalan ekonomi penduduk nelayan pancing, bubu dan jaring di pantai Timur hingga pantai Selatan. SDL yang ditangkap a.l. ikan teri, sotong, ikan pari, teripang, kepiting dan rajungan (ketam renjong).

ketram di pinggir pantai;

2. kegiatan melaut dilakukan oleh sebagian nelayan (40/50 %) tapi tidak penuh;

3. menjaring ketam.

Sumber: Wawancara dengan beberapa informan penduduk Desa Limbung, penelitian BME – COREMAP, 2008.

2.2.3. Teknologi Penangkapan

Teknologi pengelolaan SDL yang umum digunakan nelayan Limbung tergolong sederhana sesuai dengan kapasitas penangkapan yang tidak besar. Pemanfaatan teknologi tersebut disesuaikan dengan SDL yang dikelola, baik saat melaut maupun kegiatan paska panen, terdiri tiga kelompok besar yaitu armada tangkap, alat tangkap, dan pengelolaan paska panen. Pada umumnya, nelayan Limbung memiliki sendiri teknologi tersebut sesuai dengan SDL yang dikelolalanya. Misalnya: nelayan pengelola ikan bilis akan punya kelong dan perahu atau sampan, nelayan pencari ketam punya perahu dan bubu ketam. Selanjutnya akan dideskripsikan ketiga kelompok teknologi penangkapan nelayan Limbung.

Armada Tangkap

Armada tangkap yang digunakan nelayan Desa Limbung masih sederhana, yaitu perahu motor yang berkekuatan mesin (PK) sangat kecil dan perahu atau sampan yang tidak menggunakan motor (pompong). Mesin perahu motor yang digunakan nelayan umumnya berkekuatan antara 12 hingga 17 PK dan dapat digunakan untuk

Page 48: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

24 | Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Lokasi COREMAP II – Hasil BME 

melaut dengan jarak agak jauh. Sedangkan pompong hanya digunakan untuk penangkapan di sekitar desa atau teluk seperti pengambilan ketam di sekitar pantai Limbung.

Perahu motor menggunakan BBM yang kebutuhannya sangat terkait dengan jarak tempuh pencarian atau pengambilan SDL yang menjadi fokus kegiatannya. Untuk jarak yang tidak terlalu jauh hanya dibutuhkan minyak 1 giya (sekitar 5 liter), namun untuk mencari cumi-cumi di Laut Batu Putih, Pulau Kojong atau Pulau Semut dibutuhkan sekitar 4 giya untuk perjalanan pulang-pergi dengan jarak tempuh sekitar 9 jam. Pada saat berada di lokasi penangkapan SDL tersebut, kebutuhan operasional BBM tergantung dari waktu dan jarak melaut. Jumlah armada alat tangkap antara tahun 2006 (T0) hingga 2008 (T1) tidak banyak berubah. Misalnya di Dusun Centeng terlihat hanya ada satu kapal baru, yaitu kapal operasional COREMAP. Tampaknya yang cenderung bertambah adalah sampan sebagai dampak makin banyaknya penduduk yang mencari ketam di pinggir-pinggir perairan Limbung.

Teknologi Alat Tangkap

Mengacu kepada SDL yang menjadi fokus pencarian nelayan, alat tangkap yang digunakan adalah kelong untuk ikan bilis, bubu untuk ikan hidup, penyauk untuk cumi-cumi, jarring dan bubu ketam untuk ketam, jarring tangsi untuk ikan pesisir, serok untuk teripang, dan keramba untuk pemeliharaan ikan hidup. Di antara alat tangkap tersebut, yang makin banyak jumlahnya adalah alat tangkap bubu ketam. Hal ini disebabkan makin banyak orang mencari ketam, termasuk perempuan, dengan menggunakan bubu ketam buatan Thailand karena dianggap lebih mudah pemakaiannya dibanding jarring ketam yang harus dipasang agak di tengah laut.

Pada awal kegiatan, pencari ketam dapat mengoperasionalkan bubu sebanyak 25 buah karena ketika membeli harus satu set sebanyak 25 buah bubu dengan hara Rp. 600.000,-. Dalam peletakkan bubu dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu sistem pncung menggunakan kayu dan sistem benang atau tali. Dilihat dari cara mereka memiliki bubu umumnya dimulai dengan berhutang pada tauke, dan bila telah lunas

Page 49: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

K a s u s K a b u p a t e n L i n g g a | 25

biasanya mereka akan menambah bubu agar memperoleh hasil lebih banyak. Pada saat ini, biasanya satu kali melaut nelayan memasang bubu sebanyak 45 buah. Dampak dari pemasangan bubu ketam yang demikian banyaknya di Laut Limbung, maka produksi ketam yang diperoleh para nelayan tersebut berkurang atau yang masuk lebih banyak ukuran kecil. Nelayan yang sadar bahwa bila anak ketam diambil berdampak terhadap produksi ketam ukuran besar berkurang, maka anak ketam tidak diambil dan dikembalikan ke laut. Namun mereka yang ingin memperoleh uang tidak perduli sehingga tetap mengambil walaupun harganya rendah.

Jenis bubu juga ada yang digunakan untuk penangkapan ikan dalam kondisi hidup, yang umumnya disebut dengan bubu sono. Pada umumnya, bubu ini dimanfaatkan nelayan untuk menangkap jenis ikan karang yang mempunyai nilai ekonomi tinggi seperti kerapu dan ikan merah. Oleh karena itu, pemasangannya pun pada tempat-tempat yang banyak dijumpai terumbu karang, yaitu dari ujung timur hingga barat Perairan Limbung. Alat tangkap ini diperoleh nelayan dapat dengan cara membeli atau membuat sendiri. Harga bubu ikan ini cukup mahal sehingga tidak semua nelayan memilikinya, dan jumlah bubu ikan di Desa Limbung diperkirakan hanya berkisar antara 50 hingga 60 buah. Rendahnya tingkat kepemilikan bubu karena pengambilan ikan karang atau ikan hidup ini tidak menjadi kegiatan utama nelayan dibandingkan dengan pencarian cumi-cumi, ketam, dan ikan bilis. Apalagi perolehan ikan menggunakan bubu ini tidak stabil. Terutama bila bubu ditanam di daerah sekitar teluk sedangkan pada lokasi di perairan air jauh ada nelayan yang mengambil ikan sehingga tidak ada ikan yang datang ke perairan teluk. Harga bubu ikan bila dibandingkan dengan dua tahun lalu harganya masih tetap sama, yaitu sekitar Rp. 600.000,- untuk 24 buah.

Penangkapan ikan bilis juga merupakan fokus kegiatan nelayan Desa Limbung dengan amenggunakan alat tangkap kelong. Pembuatan kelong dengan cara ditancapkan pada lokasi yang diperkirakan akan banyak didatangi ikan bilis, terutama dengan memperhatikan arus air yang mendorong ikan tersebut masuk ke jaring. Kelong yang dianggap kurang berhasil karena dipengaruhi oleh waktu penanaman yang kurang memperhatikan arus air atau terhambat dengan kelong

Page 50: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

26 | Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Lokasi COREMAP II – Hasil BME 

lain. Namun adapula faktor keberuntungan atau nasib, karena menangkap ikan bilis dengan kelong berarti kegiatan ini berbentuk pasif karena hanya menunggu ikan untuk masuk ke kelong. Dalam dua tahun ini (2006 – 2008), jumlah kelong di Desa Limbung tampaknya tidak berubah; bahkan diperkirakan berkurang. Karena menurut informasi pada saat survey terdahulu (T0) jumlah kelong ada 39 buah baik yang dimiliki penduduk Limbung maupun orang luar Limbung, sedangkan saat ini diperkirakan hanya ada sekitar 30 kelong. Lokasi pemasangan kelong paling banyak di sekitar Dusun Linau, dan lainnya di sekitar Pulau Bulu dan Pulau Kojong.

Penyauk adalah alat tangkap cumi-cumi berbentuk kerucut yang terbuat dari jaring halus untuk penangkap, kawat sebagai kerangka penyauk, tali pengikat, dan kayu sebagai pemegang alat yang panjang sekitar 2 meter. Alat tangkap ini dapat digunakan untuk jangka waktu dua hingga tiga tahun. Dalam satu tahun hanya dua bulan yang digunakan secara terus menerus, yaitu pada Musim Selatan. Bagian dari alat tangkap penyauk yang paling sering dan mudah rusak adalah kawat penyangga atau kerangka pengikat jaring. Perlengkapan lain dalam pencarian cumi-cumi adalah lampu petromaks sebagai alat untuk menarik atau mengumpulkan cumi-cumi agar mudah ditangkap. Alat tangkap cumi-cumi lain adalah pancing yang diujungnya diberi umpan terbuat dari kayu menyerupai udang atau ikan yang disebut candar atau candit di Pulau Abang (Romdiati & Mita Noveria, 2005:69-70). Akhir-akhir ini para nelayan mengganti candar dengan umpan menyerupai udang yang terbuat dari karet buatan Jepang dengan harga antara Rp. 15.000,- ~ Rp. 16.000,-. Umpan udang-udangan ini diberi warna yang akan bersinar di dalam laut bila diterangi lampu. Apabila cumi-cumi sudah tersangkut pada umpan tersebut tidak akan lepas sehingga mudah ditangkap. Pengetahuan tentang penggunaan umpan ini diperoleh dari teman sesama nelayan cumi-cumi, namun bila umpan sudah koyak-koyak ikan tidak mau memakannya dan harus diganti dengan yang baru.

Alat tangkap jarring ada dua macam, yaitu jarring untuk menangkap ikan dan jarring menangkap ketam. Jaring ikan (jaring tangsi), umumnya digunakan untuk menangkap ikan pesisir dan kadang-kadang juga menangkap ikan karang. Sebagaimana telah

Page 51: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

K a s u s K a b u p a t e n L i n g g a | 27

digambarkan sebelumnya, pencarian ikan bukan merupakan kegiatan utama bagi nelayan Desa Limbung, sehingga penggunaan jaring ikan pun tidak dianggap sebagai alat utama bagi mereka. Jenis ikan yang biasa ditangkap dengan menggunakan jaring tangsi antara lain ikan pinang, ikan sembilang, ikan penggali dan ikan debaun.

Berbeda dengan jaring ketam yang dimiliki hampir oleh semua nelayan Desa Limbung, karena ketam merupakan target tangkapan utama dari nelayan desa ini. Perlengkapan untuk membuat jaring dapat diperoleh melalui tauke yang ada di Dusun Centeng atau penampung ketam yang ada di setiap dusun di mana penduduknya beraktivitas mencari ketam. Satu jaring ketam memiliki ukuran panjang sekitar 500 meter (2 bantal) dilengkapi dengan batu sebanyak 20 kg., tali 12 buku, pelampung 396 buah, dan tali pengikat 3 gulung. Jaring ketam bila digunakan setiap hari biasanya hanya dapat bertahan dalam tempo tiga bulan, dan bagian alat tangkap yang dapat bertahan dalam waktu lama adalah batu hingga 10 tahun. Khusus untuk pemasangan jarring ketam biasanya dilakukan oleh laki-laki karena jarring ketam lebih berat dibanding alat bubu ketam. Selain itu, lokasi pemasangan jarring ketam agak jauh dari pesisir Desa Limbung, yaitu dekat laut lepas sehingga biasanya menggunakan perahu motor. Dengan tingginya permintaan akan ketam oleh pabrik-pabrik pengolahan daging ketam, maka pemasangan jarring ketam pun meningkat sama dengan pemasangan bubu ketam. Padatnya lokasi pemasangan bubu di sekitar desa, maka akhir-akhir ini nelayan mulai mencari lokasi yang strategis untuk pemasangan jarring; bahkan hingga di lokasi daerah konservasi COREMAP pada fase I. Apabila situasi ini dibiarkan, maka usaha pelestarian terumbu karang di kawasan perairan Limbung tidak akan tercapai.

Di antara pulau-pulau yang terdapat di bagian teluk perairan Limbung banyak dijumpai teripang (gamat). Ada beberapa alat yang dilakukan nelayan untuk mencari teripang, baik secara tradisional maupun modern. Cara tradisional umumnya dilakukan oleh nelayan lokal seperti membuat parit gamat, alat serok atau suluh, dan tuba khusus oleh Suku Laut. Pengambilan teripang dengan membuat parit dan sistem penarikan menggunakan trawl kecil untuk menjaring teripang yang telah terkumpul telah dilarang, yaitu pada saat implementasi

Page 52: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

28 | Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Lokasi COREMAP II – Hasil BME 

program COREMAP fase I di desa ini. Begitupula dengan cara penangkapan menggunakan racun yang dapat membunuh ikan-ikan karang lain yang terdapat di sekitar pencarian teripang. Pada saat ini nelayan lokal dan Suku Laut mencari teripang hanya menggunakan serok atau suluh yang terbuat dari kayu dan ujungnya diikat kawat runcing. Alat tambahan lain adalah kacamata selam buatan sendiri yang digunakan ketika menyelam sebagai penutup mata. Sedangkan cara modern umumnya dilakukan oleh nelayan pendatang seperti nelayan asal Madura dan Buton. Alat yang digunakan adalah kompresor dan mungkin juga tuba atau racun agar teripang lemas sehingga mudah ditangkap. Walaupun alat yang digunakan nelayan pendatang dilarang, namun karena mereka melakukan kegiatan secara sembunyi-sembunyi sulit untuk menangkapnya.

Akhir-akhir ini Desa Limbung mulai mengembangkan usaha pembesaran ikan dengan menggunakan karamba yang berbentuk kotak seluas 2 x 3. Bahan yang diperlukan untuk membuat karamba adalah jarring, tali untuk satu bubu, dan tali kecil. Masa operasional keramba sekitar 2 hingga 3 tahun, dan bila ada yang rusak harus cepat diganti agar ikan-ikan tidak lari. Ikan yang dipeliharan dalam keramba ini adalah kerapu sunu atau kerapu tiger yang mempunyai nilai ekonomi tinggi, terutama bila di eksport ke Singapore. Usaha keramba mulai banyak dalam dua tahun terakhir ini yang berlokasi di Dusun Centeng dan Dusun Sinempek, namun yang dianggap berhasil adalah nelayan karamba Dusun Sinempek. Keramba bantuan Dinas SDA ada di Dusun Sinempek, yaitu APBD tahun 2007 – 2008. Pada awal program dilaksanakan diberi kerapu tiger sebanyak 1000 ekor, namun dalam tempo satu hari saja mati 500 ekor. Kerapu tiger tampaknya memang kurang cocok di perairan Limbung karena arusnya kurang kuat dan jenis air adalah payau. Sedangkan kerapu sunu cocok di daerah ini karena jenisnya adalah kerapu alam, namun bibitnya sulit didapat dan harga jual sering tidak stabil.

Teknologi Paska Panen

Dalam tempo dua tahun, yaitu sejak survey data dasar aspek sosial terumbu karang (T0) hingga survey evaluasi program COREMAP (T1) di Desa Limbung, menunjukkan bahwa kegiatan paska panen

Page 53: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

K a s u s K a b u p a t e n L i n g g a | 29

masih terfokus pada tiga jenis SDL yaitu pengeringan cumi-cumi, pengeringan ikan bilis, dan pengolahan daging kepiting. Kegiatan pengeringan ikan bilis dan cumi-cumi masih tetap dilakukan secara sederhana oleh nelayan dan keluarganya, sedangkan pengolahan kepiting diproses di pabrik pengolahan kepiting yang ada di Dusun Centeng.

Pengeringan cumi-cumi menggunakan teknologi pengasapan yang harus dilakukan sesegera mungkin setelah SDL tersebut ditangkap. Oleh karena itu, nelayan cumi-cumi ada yang melakukan proses pengeringan di pulau-pulau sekitar pencarian cumi-cumi yaitu Pulau Buluh, Pulau Kojong, dan Pulau Semut. Di pulau-pulau tersebut mereka bermalam sekitar satu minggu, bahkan satu bulan bila ke Pulau Semut. Kegiatan pengolahan cumi-cumi dilakukan dalam tiga tahap, yaitu:

• Tahap pertama, pembersihan dan pembelahan cumi-cumi menggunakan pisau yang dilakukan di atas kapal/ perahu oleh di nelayan (laki-laki);

• Tahap kedua, penjemuran secara tradisional dengan menggunakan semacam tampah dan diletakkan di atas genteng atau tembok di halaman rumah. Dalam kondisi cuaca baik atau panas penjemuran cumi-cumi memerlukan waktu sekitar 1 ½ hari, tetapi pada malam hari dimasukkan ke dalam rumah. Apabila hari hujan, di antara nelayan akan menggunakan kompor yang ditutup kain agar hawanya tetap panas, sehingga cumi-cumi cepat menjadi kering. Sistem pengeringan menggunakan kompor ini dipelajari dari orang Vietnam yang sering datang ke Pulau Semut, yaitu di tempat para nelayan beristirahat setelah mencari cumi-cumi di sekitar pulau tersebut. Kegiatan pengeringan ini dilakukan oleh isteri, saudara perempuan atau anak-anak;

• Tahap ketiga, mengontak tauke dengan menggunakan HT bahwa cumi-cumi/nus siap dijual. Pada musim cumi-cumi tauke datang ke Desa Limbung dengan rutin, terutama ke Dusun Sinempek yang dilakukan sebanyak tiga kali per minggu.

Page 54: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

30 | Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Lokasi COREMAP II – Hasil BME 

Sedangkan pengolahan paska panen ikan teri umumnya dilakukan di Desa Limbung setelah diangkut dari kelong ke rumahnya. Proses pengeringan dilakukan dalam empat tahap, yaitu:

• Tahap pertama, ikan teri yang ditangkap di kelong dimasukkan dalam bakul dan dibawa ke daratan menggunakan perahu;

• Tahap kedua, ikan teri direbus menggunakan panci besar dan kompor. Kegiatan ini dilakukan oleh si pemilik kelong dibantu pekerja atau keluarga, namun terkadang hanya pekerja saja;

• Tahap ketiga, ikan teri yang telah direbus dijemur pada tempat khusus untuk menjemur ikan yang terbuat dari bambu atau kayu;

• Tahap keempat, setelah ikan teri kering dimasukkan kembali ke bakul dan siap untuk dijual ke tauke di Dusun Centeng atau pembeli/pedagang yang datang dari Pancur.

Apabila kegiatan paska panen dari kedua SDL tersebut di atas dilakukan secara sederhana oleh anggota keluarga atau satu/dua orang pekerja, berbeda dengan pengolahan paska panen kepiting. Kegiatan ini dilakukan pada pabrik pengolahan kepiting yang ada di Dusun Centeng. Dalam kurun waktu dua tahun ini, pabrik pengolahan kepiting bertambah satu yang pemiliknya bukan orang Centeng. Namun dalam pengelolaannya diserahkan kepada orang Centeng yang sebelumnya pernah bekerja pada salah satu pabrik di dusun tersebut. Proses pengolahan setelah menerima kepiting dari pencari di laut diawali dengan merebus, kemudian memisahkan kepiting menurut ukurannya. Proses selanjutnya adalah mengeluarkan daging kepiting dan disusun dalam kotak berdasarkan kelompok-kelompok dari jenis daging tersebut, yaitu kelompok daging kaki, daging dada atau perut, dan daging serpihan. Di antara jenis daging tersebut, nilai ekonomi tertinggi adalah daging perut atau dada yang disebut “mawar”. Setelah masuk kotak disusun dalam kotak viber untuk dibawa ke perusahaan cabang (branch) di Pancur atau di Daik, dan terakhir perusahaan pokok (central) di Tanjung Pinang atau Batam untuk pengolahan selanjutnya sebelum dikirim ke konsumen.

Page 55: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

K a s u s K a b u p a t e n L i n g g a | 31

2.2.4. Sarana dan Prasarana

Gambaran Desa Limbung tidak jauh berbeda dengan desa-desa lain di Indonesia. Sarana – prasarana yang berkaitan dengan kegiatan ekonomi, khususnya SDL, masih sangat terbatas. Tempat penjual dan pembeli bertemu atau mengadakan transaksi kegiatan ekonomi hanya lah warung klontong, toko, pedagang sayur-mayur orang transmigran, dan tauke di mana mereka mempunyai hubungan sosial atau kerja. Sebagian besar pemilik toko, terutama di Desa Centeng, adalah warga keturunan Cina yang umumnya juga memiliki kondisi ekonomi jauh lebih baik dibandingkan dengan masyarakat pada umumnya.

Di Dusun Centeng kira-kira terdapat delapan (8) toko yang yang tergolong besar, baik dilihat dari ukuran/luas toko maupun ketersedian jumlah dan jenis barang. Sedangkan jumlah kios/kedai diperkirakan hanya sebanyak enam (6) kedai yang umumnya dimiliki warga Etnis Melayu. Selain itu, toko dalam ukuran lebih kecil juga terdapat di Dusun Sinempek dan Linau. Pemilik toko umumnya juga bekerja sebagai penampung produksi SDL sebelum dikirim kepada tauke atau pembeli yang lebih besar. Apabila akan mengadakan hubungan ekonomi yang luas adalah di kota kecamatan Pancur atau kota kabupaten Daik. Jumlah kedai/kios dan toko, baik yang terdapat di Dusun Centeng maupun Dusun Sinempek, dalam dua tahun ini belum menunjukkan penambahan yang berarti. Selain toko dan kios/kedai, di desa ini juga terdapat penjual bahan makanan dan sayuran keliling.

Sarana ekonomi lain yang dapat melangsungkan kegiatan ekonomi penduduk adalah keberadaan pedagang pengumpul SDL yang biasa disebut penampung. Jumlah penampung di Dusun Centeng tampaknya ada pengurangan karena penampung kepiting atau ikan yang dua tahun lalu ada di Dusun Sranggas dan Kampung Air Berani, saat evaluasi tidak berjalan lagi. Di sisi lain, tahun lalu berdiri satu perusahaan penampung kepiting milik orang luar Desa Limbung di Dusun Centeng. Penampung mempunyai peran penting untuk transaksi hasil tangkapan nelayan, karena di Desa ini belum ada tempat pelelangan ikan (TPI). Para penampung kepiting yang telah lama berusaha di desa ini umumnya memiliki toko yang dapat dimanfaatkan nelayan untuk menjual SDL, namun dapat juga

Page 56: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

32 | Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Lokasi COREMAP II – Hasil BME 

membeli/berhutang barang-barang kebutuhan rumah tangga dan kebutuhan melaut.

Dalam mendukung kegiatan ekonomi masyarakat Desa Limbung, sarana transportasi dan komunikasi semestinya mempunyai peran cukup penting. Namun sampai saat ini belum ada tranportasi umum yang masuk Desa Limbung untuk menghubungkan penduduk dengan daerah luar, kecuali ojek, perahu/kapal motor, atau kendaraan bermotor milik pribadi. Untuk sarana kendaraan permasalahannya karena buruknya sarana jalan yang menghubungkan desa ini dengan daerah luar. Mungkin bila sarana jalan diperbaiki akan lebih memberi peluang bagi penduduk untuk melakukan transaksi ekonomi dengan masyarakat luar.

Sarana pendukung lain adalah komunikasi, baik sarana media cetak, elektronik, maupun telekomunikasi. Sarana media cetak belum ada yang masuk Desa Limbung secar teratur, bahkan desa pun tidak menyediakan koran dinding yang bisa diakses oleh penduduk. Kotak pengumuman yang ada di Dusun Centeng hanya berisikan pengumuman lowongan pekerjaan. Sarana komunikasi yang diikuti penduduk terbanyak adalah televisi dan radio. Khusus televisi, penduduk yang memiliki masih terbatas karena terkait dengan listrik negara yang belum masuk desa ini. Oleh karena itu, penduduk menonton televisi pada rumah-rumah yang memilikinya dan ada aliran listrik, baik diesel desa mapun diesel pribadi. Akhir-akhir ini mulai banyak penduduk yang memiliki telpon genggam sebagai alat komunikasi dengan masyarakat luar desa, namun sinyalnya masih terbatas pada kartu tertentu atau lokasi tertentu seperti di ujung jembatan yang dibuat COREMAP fase II. Bagi penduduk yang mempunyai ekonomi lebih membuat saluran telpon yang dapat digunakan untuk telpon genggam. Sedangkan telpon umum ada satu wartel (warung telekomuniksi) di Dusun Centeng yang menggunakan saluran satelit.

2.2.5. Program dan Kegiatan Pengelolaan SDL

Program yang berkaitan dengan pengelolaan SDL yang masuk Desa Limbung diawali dengan Program COREMAP Fase I, namun belum

Page 57: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

K a s u s K a b u p a t e n L i n g g a | 33

terlaksana seluruhnya berhenti di tengah jalan dan hanya berlangsung sekitar empat tahun. Pada waktu itu, stakeholders yang terkait adalah pemberi donor ADB, instansi dari tingkat pusat hingga lokal yaitu pemerintah pusat (antara lain Bappenas, Depdagri, LIPI), tingkat provinsi (antara lain Pemda dan Bappeda Provinsi, Universitas Riau, LSM), tingkat kabupaten (antara lain Pemda dan Bappeda Kabupaten), Pemda tingkat kecamatan, dan Perangkat desa. Khusus Desa Limbung, waktu itu telah dibentuk tiga (3) kelompok masyarakat (Pokmas) yang terdiri dari Pokmas Konservasi, Pokmas Usaha dan Produksi, dan Pokmas Pemberdayaan Perempuan (Jender). Masing-masing Pokmas beranggotakan sekitar 25 orang dan setiap Pokmas cenderung berasal dari dusun yang sama, kecuali Pokmas Konservasi yang beranggotakan penduduk dari Dusun Centeng dan Air Kelat. Dipilihnya anggota dari ‘Dusun’ Air Kelat adalah karena mereka tinggal paling dekat dengan Pulau Hantu yang merupakan titik program upaya konservasi terumbu karang di Desa Limbung. Mereka diharapkan dapat melakukan pengawasan terumbu karang dengan mudah, di samping dapat bertindak dengan cepat jika ada pelanggar yang melakukan pengambilan SDL dengan alat-alat tangkap yang merusak di wilayah konservasi tersebut. Sedangkan Pokmas Usaha Produksi hanya ada di Dusun Centeng. Berbeda dengan Pokmas Jender yang cakupannya cukup tersebar di beberapa dusun yaitu Dusun Centeng, Linau dan Sinempek.

Keberadaan Pokmas-pokmas tersebut telah dapat menggerakkan masyarakat dalam upaya mengelola dan melestarikan terumbu karang, di samping meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pengembangan usaha untuk Pokmas Usaha Produksi dan Pokmas Jender. Namun demikian, kegiatan Pokmas tersebut tidak jalan lagi, bahkan berhenti sejak fasilitator Program COREMAP fase I meninggalkan Desa Limbung. Terhentinya kegiatan Program COREMAP fase I ini kemungkinan besar berkaitan dengan adanya peralihan tanggung jawab program dari satu instansi ke instansi lain, sehingga mengganggu kelancaran pelaksanaan program. Selain itu, terhentinya kegiatan Pokmas-pokmas tersebut tampaknya juga dipengaruhi oleh rendahnya motivasi masyarakat dalam meningkatkan kesejahteraannya melalui usaha bersama yang tidak

Page 58: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

34 | Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Lokasi COREMAP II – Hasil BME 

biasa mereka lakukan. Masyarakat Desa Limbung umumnya bila tanpa bimbingan dan pengawasan, maka kegiatan usaha bersama tampaknya masih sulit dilakukan.

Pada masa COREMAP fase I, beberapa kegiatan pelatihan ketrampilan dan praktek langsung diberikan kepada masyarakat Desa Limbung seperti pengembangan budidaya kepiting bakau (rajungan) dengan menggunakan karamba apung dan pembuatan krupuk ikan. Ketrampilan tersebut sebenarnya sangat bermanfaat dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat nelayan. Di samping itu juga ada pelatihan yang diberikan di luas desa. Yaitu ketrampilan membuat abon ikan. Di luar pemanfaatan sumber daya laut, Program COREMAP fase I juga memberikan ketrampilan membuat kue-kue dan ternak ayam sebagai upaya untuk meningkatkan pendapatan rumah tangga. Meskipun pada awalnya berbagai ketrampilan tersebut dimanfaatkan penduduk, tertama anggota Pokmas, namun karena adanya ‘kevakuman’ pada kegiatan program COREMAP berdampak terhadap berhentinya usaha masing-masing Pokmas dan ketrampilan yang sudah mereka peroleh tidak dipergunakan lagi. Hanya sebagian anggota yang masih memanfaatkan ketrampilan tersebut, namun hanya untuk kepentingan rumah tangganya sendiri.

Tahun 2006 proyek COREMAP fase II mulai diimplementasikan kembali di Desa Limbung. Seiring dengan masuknya otonomi daerah, pelaksanaan program COREMAP fase II ini lebih melibatkan stakeholders tingkat kabupaten, yaitu Pemerintah Daerah Tingkat II Kabupaten Lingga. Dinas-dinas yang banyak terlibat dengan program COREMAP fase II antara lain adalah Dinas SDA, Lingkungan, PU, dan aparat keamanan seperti polisi dan angkatan laut. Selain itu adalah LSM dari tingkat Provinsi Kepulauan Riau yang diharapkan berhubungan langsung dengan masyarakat Desa Limbung sebagai fasilitator. Beberapa program telah berjalan, namun implementasi ke desa belum dapat terlaksana karena terbentur dengan proposal dan dana (lihat BAB III tentang implementasi program COREMAP fase II di Kabupaten Lingga, khususnya Desa Limbung).

Selain program COREMAP, pada tahun 2007 mulai masuk beberapa program pembangun yang berasal dari pemerintah dengan dana APBD. Program-program pemerintah tersebut, walaupun tidak secara

Page 59: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

K a s u s K a b u p a t e n L i n g g a | 35

langsung berkaitan dengan pengelolaan SDL namun tujuannya adalan untuk kesejahteraan masyarakat. Antara lain program tersebut adalah: 1) Program Pembangunan Mandiri (PPM), 2) program air bersih, 3) program sekolah dan perumahan guru, 4) program Polindes dan Pustu, program perbaikan dermaga, dan 5) program budidaya ikan kerapu tiger. Program pembangunan mandiri dimulai tahun 2007 dengan dana 200 juta per desa. Khusus Desa Limbung rencananya akan dilaksanakan pembangun fisik jambatan Dusun Sranggas dan semenisasi jalan di Dusun Sinempek pada tahun 2008. Stakeholders yang terkait pada kegiatan ini umumnya adalah Pemda adalah Dinas PU. Selain pembangunan fisik, PPM juga menganggarkan program simpan-pinjam untuk kelompok perempuan dengan dana 60 juta per desa. Rencana dari Desa Limbung dana tersebut akan dibagi per dusu dan juga digunakan untuk menggerakkan kegiatan PKK.

Dalam pelaksanaan program lain tersebut di atas juga akan melibatkan dinas-dinas yang terkait dengan program tersebut. Oleh karena program tersebut cenderung ke arah pembangunan fisik, maka stakeholders yang banyak terkait adalah Dinas Pekerja Umum (PU). Dinas lain seperti kesehatan dan pendidikan hanya terkait setelah bangunan selesai dan melanjutkan program ke dalam agar berjalan seperti yang diharapkan. Misalnya pembangunan masyarakat dalam mengelola Pustu dan Polindes akan melibatkan staf dari Dinas Kesehatan, bangunan sekolah setelah jadi akan melibatkan dinas pendidikan dalam mencari staf pengajar.

2.3. KEPENDUDUKAN

Penduduk merupakan sumber daya yang sangat penting, karena dengan kemampuannya, mereka dapat mengelola sumber daya alam dan lingkungannya sehingga mampu memenuhi kebutuhan hidup. Namun demikian, tidak jarang akibat kebutuhan yang sangat mendesak maupun untuk tujuan komersial, penduduk justru merusak sumber daya alam yang berdampak negatif bagi kehidupan mereka dan generasi berikutnya. Dengan mendasarkan pada hasil survei rumah tangga, pada bagian ini diuraikan tentang kondisi kependudukan di daerah penelitian yang mencakup aspek kuantitas dan kualitas penduduk. Dari segi kuantitas, uraian menekankan pada

Page 60: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

36 | Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Lokasi COREMAP II – Hasil BME 

jumlah, komposisi penduduk menurut umur dan jenis kelamin, serta besar anggota rumah tangga. Untuk aspek kualitas penduduk, pembahasan menekankan pada tingkat pendidikan dan keadaan ketrampilan responden.

2.3.1. Jumlah dan Komposisi Penduduk

Uraian tentang jumlah dan komposisi penduduk sangat bermanfaat untuk menganalisis berbagai fenomena demografi dan implikasi yang ditimbulkannya sekaligus memberikan masukan kepada pengambil kebijakan untuk perencanaan dan monitoring kegiatan-kegiatan yang akan dan telah dilakukan oleh COREMAP. Sebagai contoh, banyaknya penduduk produktif dan berjenis kelamin perempuan memberikan indikasi bahwa pelaksanaan COREMAP harus melibatkan perempuan.

Jumlah penduduk Desa Limbung adalah tertinggi ke dua dibandingkan dengan enam desa lainnya di Kecamatan Lingga Utara. Pada tahun 2008, jumlah penduduk Desa Limbung sebanyak 2.516 jiwa (Catatan di Kantor Kecamatan Lingga Utara), atau lebih sedikit dibandingkan jumlah penduduk desa ini pada tahun 2005 ( 2.559 jiwa). Selain karena adanya kelahiran dan kematian, faktor migrasi ke luar desa diperkirakan juga berpengaruh terhadap perubahan jumlah penduduk di Desa Limbung. Pelaku migrasi ke luar desa biasanya penduduk usia muda yang bertujuan untuk bekerja, biasanya di sektor pemerintahan. Komposisi penduduk menurut jenis kelamin menunjukkan bahwa penduduk laki-laki lebih banyak daripada penduduk perempuan, yaitu 1.334 laki-laki dan 2.516 perempuan. Rasio jenis kelamin yang sebesar 113, menggambarkan bahwa setiap 113 laki-laki terdapat 100 perempuan. Angka ini sedikit lebih rendah dari rasio jenis kelamin hasil survei terhadap 100 rumah tangga di Dusun Centeng dan Senempek, Desa Limbung, yang sebesar 115. Sedangkan jumlah responden menurut hasil survei adalah 411 jiwa, terdiri dari 220 laki-laki dan 191 perempuan.

Struktur umur penduduk sampel (responden) di Desa Limbung cenderung mengarah struktur penduduk dewasa, karena persentase penduduk sampel yang berumur 0-14 tahun adalah < 40 persen, yaitu

Page 61: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

K a s u s K a b u p a t e n L i n g g a | 37

hanya sebanyak 30,9 persen (lihat Lampiran Tabel 2.1). Angka ini lebih rendah dari hasil survei pada tahun 2006 yang masih mencapai 34,0 persen. Penurunan persentase penduduk pada kelompok usia tersebut menggambarkan turunnya jumlah kelahiran di desa penelitian, khususnya dialami oleh rumah tangga sampel. Jumlah penduduk usia muda yang semakin sedikit mempengaruhi rendahnya angka beban ketergantungan (dependency ratio), yaitu hanya sebesar 0,51, yang berarti setiap satu orang usia belum/tidak produktif (0-14 tahun dan 65 tahun ke atas) ditanggung oleh dua orang usia produktif (15-64 tahun). Lebih lanjut, hasil survei menunjukkan, persentase penduduk pada kelompok usia produktif utama (prime working age group)5 kira-kira 36,5 persen. Kelompok ini merupakan tenaga kerja potensial untuk pengelolaan sumber daya laut yang berkelanjutan, di mana sebagian besar dari mereka bekerja sebagai nelayan. Diperhatikan menurut jenis kelamin, persentase responden perempuan pada kelompok usia produktif utama sedikit lebih tinggi daripada laki-laki. Dengan kondisi seperti ini, maka keterlibatan perempuan dalam pelaksanaan COREMAP, khususnya kegiatan pemberdayaan masyarakat, menjadi penting dilakukan, sehingga mereka dapat memanfaatkan sumber daya yang tersedia di lingkungan mereka yang selanjutnya berkontribusi positif dalam upaya peningkatan kesejahteraan rumah tangga.

2.3.2. Pendidikan dan Ketrampilan

Tingkat pendidikan dan ketrampilan merupakan salah satu indikator untuk melihat kualitas penduduk. Semakin terdidik dan terampil, maka kualitas penduduk semakin baik. Kualitas penduduk sampel (responden) di Desa Limbung masih termasuk rendah. Sebanyak 87,6 persen responden hanya berpendidikan SD ke bawah, bahkan

5 Dalam tulisan ini, kelompok usia produksi utama adalah mereka yang berumur antara 25-49 tahun, sedangkan kelompok angkatan kerja lainnya adalah mereka yang baru saja masuk dalam pasar kerja (15-24 tahun) dan mereka yang berumur 50 ke atas. Dalam konteksnya dengan wilayah pesisir, penduduk yang berumur 50 tahun ke atas biasanya sudah mulai mengurangi frekuensi melaut dan jangkauan wilayah tangkap.

Page 62: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

38 | Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Lokasi COREMAP II – Hasil BME 

sebagian besar dari kelompok ini adalah mereka yang tidak/atau belum menamatkan SD. Meskipun termasuk kelompok ini adalah responden anak-anak yang masih berstatus belum sekolah, persentase penduduk dewasa dan orang tua yang tidak berpendidikan cukup besar. Sebagai contoh diperlihatkan pada Lampiran Tabel 2, di antara responden yang tidak berpendidikan (belum/tidak sekolah) terdapat sebanyak 83,9 persen berumur 19 tahun ke atas. Angka ini lebih tinggi dari pada responden pada kelompok umur sama yang menamatkan pendidikan SD maupun SMP. Menurut sejumlah informan, rendahnya tingkat pendidikan penduduk Desa Limbung tidak terlepas dari adanya fenomena migrasi ke luar desa yang dilakukan oleh penduduk berpendidikan tinggi. Selepas menamatkan jenjang pendidikan menengan atas dan tinggi di kota, pada umumnya mereka tidak kembali lagi ke desa, tetapi tetap tinggal dan bekerja di kota.

Gambar 2.1. Distribusi Persentase Responden Umur 7 Tahun keatas Menurut Tingkat Pendidikan Yang Ditamatkan, Desa Limbung, Kabupaten Lingga, 2008

Sumber: Survei BME Aspek Sosial-Ekonomi, PPK-LIPI 2007

Walaupun masih termasuk rendah, kondisi pendidikan penduduk Desa Limbung menunjukkan pergeseran ke arah yang lebih baik. Selama dua tahun terakhir terjadi tren peningkatan persentase responden yang menamatkan pendidikan SMP ke atas, yaitu dari 11,6 persen pada tahun 2006 (Romdiati dkk, 2008) menjadi 12,3 persen

Page 63: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

K a s u s K a b u p a t e n L i n g g a | 39

berdasarkan hasil survei BME tahun 2008. Membaiknya kondisi pendidikan ini kemungkinan dipengaruhi oleh semakin luasnya akses penduduk terhadap fasilitas pendidikan, karena sejak setahun yang lalu (tahun 2007) di Desa Limbung tersedia gedung SMP yang merupakan peningkatan status dari SMP terbuka menjadi SMP Negeri.

Kondisi pendidikan responden laki-laki cenderung lebih baik dibandingkan perempuan, tetapi tidak menunjukkan perbedaan yang menonjol di semua jenjang pendidikan. Pada jenjang pendidikan SD ke bawah, persentase responden laki-laki lebih tinggi daripada perempuan, demikian pula pada pendidikan SMA ke atas. Sedangkan untuk jenjang pendidikan SMP, persentase pendidikan perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Temuan survei ini menggambarkan bahwa kesenjangan jender tidak dijumpai di bidang pendidikan, khususnya untuk jenjang pendidikan menengah ke bawah.

Selain kualitas pendidikan yang masih rendah, ketrampilan penduduk juga terbatas. Ketrampilan yang dikuasai oleh responden adalah jenis-jenis ketrampilan yang berhubungan dengan kegiatan kenelayanan dan pengolahan SDL. Membuat bubu, kelong, dan jaring merupakan jenis ketrampilan yang dikuasai dan diterapkan oleh masyarakat di Desa Limbung. Namun demikian, ketrampilan membuat bubu diperkrakan akan semakin hilang di masa-masa yang akan datang, karena nelayan lebih senang membeli bubu (ketam) siap pakai. Sedangkan perempuan di Desa Limbung pada umumnya mempunyai ketrampilan di bidang industri rumah tangga, seperti membuat kerupuk ikan, kue, dan mengopek (pengolahan daging) ketam. Jenis ketrampilan lain yang dikuasai oleh perempuan adalah membuat atap rumbia. Sedangkan ketrampilan mengolaj tepung sagu hanya dikuasai oleh sebagian laki-laki di Dusun Senempek membuat tepung sagu, karena di dusun ini terdapat industri rumah tangga pengolahan sagu yang hasilnya dipasarkan ke luar daerah. Meskipun pada pelaksanaan COREMAP fase I pernah dilakukan pelatihan industri rumah (misalnya membuat kerupuk dan abon ikan, kue) dan peternakan ayam, ketrampilan tersebut tidak nampak diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Jika pada saat penelitian ini ada sebagian kecil perempuan

Page 64: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

40 | Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Lokasi COREMAP II – Hasil BME 

yang tergabung dalam Pokmas Jender membuat kerupuk ikan dan kue, kegiatan ini semata-mata dilakukan karena mereka sudah mendapatkan bantuan modal usaha yang jumlahnya terhitung sangat kecil (Rp 100.000 per kelompok yang beranggotakan 4 orang). Peningkatan jenis ketrampilan maupun kualitasnya belum terlihat di kalangan masyarakat Desa Limbung. Meskipun COREMAP fase II juga memberikan pelatihan kepada Pokmas Jender, jenis ketrampilan yang diberikan sudah dikuasai oleh peserta.

2.3.3. Pekerjaan

Pekerjaan dalam tulisan ini diartikan sebagai kegiatan ekonomi yang menghasilkan barang dan/atau jasa. Pembahasan mengenai pekerjaan meliputi pekerjaan utama dan tambahan yang dbedakan menjadi lapangan, jenis, dan status pekerjaan. Sebelum membahas tentang pekerjaan penduduk, dikemukakan terlebih dahulu status kegiatan ekonomi penduduk usia kerja, yaitu penduduk yang berumur 10 tahun ke atas. Dari sebanyak 348 responden yang berunur 10 tahun ke atas, hampir separuhnya mempunyai kegiatan utama bekerja (lihat Gambar 2.2). Sedangkan mereka yang sekolah hanya hanya sekitar seperempatnya, atau hampir sama dengan responden yang mempunyai pekerjaan mengurus rumah tangga. Persentase responden yang menganggur dan tidak mencari kerja, yang dalam istilah ketenagakerjaan disebut dengan penganggur putus asa, mencapai 6,9 persen. Namun demikian, ketika ditanyakan kepada beberapa penganggur dan tokoh masyarakat diperoleh informasi bahwa ‘penganggur putus asa’ tersebut terkadang juga pergi melaut untuk membantu orang tua. Mereka beranggapan bahwa konsep mencari pekerjaan diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan di luar pekerjaan kenelayanan, karena pekerjaan sebagai nelayan selalu tersedia tanpa harus dicari.

Page 65: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

K a s u s K a b u p a t e n L i n g g a | 41

Gambar 2.2. Distribusi Persentase Responden Umur 10 Tahun keatas Menurut Kegiatan Ekonomi, Desa Limbung, Kabupaten Lingga, 2008

Sumber: Survei BME Aspek Sosial-Ekonomi, PPK-LIPI

2007

Di antara penduduk yang bekerja, kira-kira sebesar 62 persen mempunyai pekerjaan utama pada lapangan pekerjaan perikanan tangkap (Gambar 2.3). Persentase responden yang bekerja di sektor tersebut sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan hasil survei tahun 2005 (58 persen). Peningkatan ini kemungkinan dipengaruhi adanya beberapa perempuan yang mulai tertarik untuk melaut. Beberapa faktor yang mempengaruhi perempuan melakukan pekerjaan melaut adalah ketersediaan bubu ketam berukuran kecil yang mudah digunakan oleh perempuan, pemasaran mudah, wilayah tangkap di sekitar tempat tinggal mereka sehingga dapat mengunakan sampan untuk jangka waktu yang sangat singkat (kira-kira satu jam). Selain mencari ketam, sebagian nelayan perempuan, khususnya di dusun Senempek juga melaut untuk mencari gonggong.

Page 66: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

42 | Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Lokasi COREMAP II – Hasil BME 

Gambar 2.3. Distribusi Persentase Responden Umur 10 Tahun Yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan, Desa Limbung, Kabupaten Lingga, 2008

Sumber: Survei BME Aspek Sosial-Ekonomi, PPK-LIPI

2007

Di luar perikanan tangkap, sektor perdagangan merupakan lapangan pekerjaan yang cukup banyak menyerap tenaga kerja responden, atau lebih tinggi dari lapangan pekerjaan industri pengolahan. Temuan ini berbeda dengan kondisi pada dua tahun sebelumnya, di mana sektor perdagangan menyerap 5,8 persen, sedangkan sektor industri pengolahan sebesar 17,3 persen. Penurunan persentase responden yang bekerja di sektor industri tampaknya tidak sesuai dengan adanya peningkatan kegiatan sektor industri pengolahan (khususnya pengolahan kepiting/ketam), ditunjukkan oleh bertambahnya jumlah industri kecil yang memproduksi daging ketam. Jika pada tahun 2006 di Desa Limbung hanya terdapat satu PT Ketam, pada saat penelitian ini berlangsung (2008) bertambah menjadi tiga buah (walaupun jumlah tenaga kerja hanya berkisar 5-8 orang). Bekerja pada sektor industri pengolahan ketam biasanya dilakukan oleh perempuan dengan sistem borongan, sehingga bukan merupakan tenaga tetap. Sistem kerja seperti ini, tenaga kerja sangat mudah untuk masu dan

Page 67: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

K a s u s K a b u p a t e n L i n g g a | 43

keluar dari pekerjaan. Dengan demikian besar kemungkinan menurunnya persentase responden yang bekerja pada lapangan pekerjaan industri dalam dua tahun terakhir ini adalah karena sebagian dari mereka tidak lagi bekerja di sektor tersebut. Di antara mereka diperkirakan beralih bekerja di sektor perdagangan (usaha kios kecil) maupun tidak bekerja lagi.

Lapangan pekerjaan perkebunan dan jasa kemasyarakatan tidak menunjukkan perubahan selama kurun waktu 2006-2008. Jenis perkebunan di Desa Limbung adalah kebun karet yang sudah berumur cukup tua. Pemilik kebun karet pada umumnya warga keturunan Tionghoa, meskipun beberapa penduduk etnis Melayu juga mempunyai kebun karet, walau tidak luas. Sedangkan lapangan pekerjaan jasa kemasyarakatan adalah pekerjaan di sektor pemerintahan desa dan pendidikan.

Sebagai wilayah pesisir dengan sektor perikanan tangkap sebagai mata pencaharian utama, maka jenis pekerjaan nelayan ditekuni oleh hampir dua-pertiga dari total anggota rumah tangga sampel (Gambar 2.4). Pekerjaan sebagai nelayan dilakukan setiap hari pada musim teduh (gelombang laut dalam keadaan tenang), bahkan dua kali per hari jika wilayah tangkap tidak jauh dari tempat tinggal. Pada musim pancaroba nelayan tetap melaut setiap hari, tetapi harus mencermati keadaan angin kencang yang datangnya tiba-tiba dalam waktu sebentar. Jenis pekerjaan sebagai nelayan jarang dilakukan pada musim angin kencang/gelombang kuat, dan bagi nelayan yang melalut biasanya hanya di wilayah pantai. Apabila dirinci lebih lanjut, temuan survei memperlihatkan, nelayan dengan alat tangkap jaring merupakan jenis pekerjaan terbanyak (ditekuni oleh 51 persen dari 96 orang nelayan) dibandingkan dengan nelayan dengan alat bubu (33,3 persen) dan nelayan kelong (15,6 persen). Namun demikian, pengelompokan nelayan menurut jenis alat tangkap tersebut hanya menggambarkan jenis alat tangkap utama, karena pada umumnya nelayan juga mengoperasikan alat tangkap lainnya selain alat tangkap utama (misalnya selain menggunakan jaring, mereka juga menggunakan bubu ketam, demikian sebaliknya). Hanya beberapa nelayan kelong (bilis) yang ketika sedang musim bilis tidak menggunakan alat tangkap lain, karena kelong bilis bisa

Page 68: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

44 | Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Lokasi COREMAP II – Hasil BME 

menghasilkan setiap hari ketika musim teduh pada saat bulan gelap (kira-kira 20 hari per bulan).

Jenis pekerjaan ke dua yang dilakukan oleh responden adalah sebagai tenaga penjualan, atau sejalan dengan lapangan pekerjaan perdagangan yang juga berada pada urutan ke dua. Sedangkan persentase responden dengan jenis pekerjaan sebagai tenaga industri adalah 9,7 persen. Termasuk mereka bukan hanya yang bekerja di sektor industri pengolahan ketam, tetapi juga tenaga industri anyaman atap rumah dan makanan (kue yang dititipkan di kios orang lain maupun milik sendiri). Jenis pekerjaan sebagai tenaga industri dan penjualan lebih banyak dilakukan oleh perempuan daripada laki-laki (lihat Lampiran Tabel 2.2), karena mengindikasikan adanya stereotipi perempuan. Hal ini karena tenaga penjualan di Desa Limbung merupakan pedagang-pedagang skala sangat kecil yang dilakukan di rumah, sehingga masih dapat melakukan pekerjaan domestik. Sedangkan pekerjaan industri pengolahan ketam yang memerlukan ketelitian juga hanya dilakukan perempuan. Sebaliknya jenis pekerjaan yang memerlukan kekuatan fisik, misalnya nelayan, banyak dilakukan oleh laki-laki. Hanya sedikit perempuan yang melakukan jenis pekerjaan ini, biasanya menggunakan bubu ketam dan melaut di kawasan tidak jauh dari tepi pantai.

Berdasarkan status pekerjaan, hampir tiga-perempat responden bekerja/berusaha sendiri. Sebagian besar dari status pekerjaan ini adalah nelayan yang melaut sendiri, karena mereka hanya menggunakan sampan atau pompong berkekuatan mesin kecil. Walaupun bekerja sendiri, biasanaya mereka pergi ke wilayah tangkap bersama dengan nelayan lain. Hanya sebagian kecil nelayan yang bekerja dibantu oleh anggota rumah tangganya, biasanya dengan anak mereka. Sedangkan di luar jenis pekerjaan nelayan, mereka yang bekerja/berusaha meliputi penyadap karet, pencari kayu, dan tenaga penjualan di kios milik sendiri.

Page 69: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

K a s u s K a b u p a t e n L i n g g a | 45

Gambar 2.4. Distribusi Persentase Responden Umur 10 Tahun Yang Bekerja Menurut Jenis Pekerjaan, Desa Limbung, Kabupaten Lingga, 2008.

Sumber: Survei BME Aspek Sosial-Ekonomi,

PPK-LIPI 2007

Responden yang bekerja dengan status pekerjaan sebagai buruh/karyawan pada umumnya mereka yang bekerja sebagai buruh industri pengolahan daging ketam, dan beberapa guru serta pamong desa. Buruh industri pengolahan ketam dilakukan setiap hari, juga pada hari minggu, dengan jam kerja antara 6-8 jam, tergantung pada produksi hasil tangkapan nelayan setempat dan pasokan dari daerah lain. Untuk status pekerjaan sebagai pekerja keluarga hanya sekitar 3 persen, pada umumnya mereka adalah ART yang membantu bekerja pada lapangan pekerjaan nelayan dan perdagangan.

Page 70: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

46 | Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Lokasi COREMAP II – Hasil BME 

Gambar 2.5. Distribusi Persentase Responden Umur 10 Tahun Yang Bekerja Menurut Jenis Pekerjaan, Desa Limbung, Kabupaten Lingga, 2008.

Sumber: Survei BME Aspek Sosial-Ekonomi, PPK-

LIPI 2007

Selain melakukan pekerjaan utama, sebagian kecil responden juga mempunyai pekerjaan tambahan, yaitu sebanyak 34 responden (21,9 persen dari 155 responden yang bekerja). Selain menjadi lapangan pekerjaan utama, perikanan tangkap juga menjadi lapangan pekerjaan tambahan bagi sekitar 26,5 persen responden yang memiliki pekerjaan tambahan. Kemungkinan besar termasuk kelompok tersebut antara lain responden yang pekerjaan utamanya di sektor perdagangan (biasanya warga keturunan Tionghoa) yang mempunyai usaha kelong. Sedangkan sektor pertanian pangan yang hanya diminati oleh sangat sedikit (0,6 persen) responden sebagai lapangan pekerjaan utama (lihat Gambar 2.3), tampaknya justru menjadi lapangan pekerjaan tambahan oleh sebagian responden (20,6 persen dari total responden yang mempunyai pekerjaan tambahan). Hal sama juga untuk sektor perkebunan (17,6 persen). Pentingnya sub-sektor pertanian pangan dan tanaman keras (perkebunan) sebagai lapangan pekerjaan tambahan mengindikasikan adanya potensi ke arah pengembangan mata pencaharian alternatif pada dua sub-sektor ini, walaupun perlu dibarengi dengan upaya-upaya peningkatan ketrampilan SDM dan pengelolaan usahatani.

Page 71: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

K a s u s K a b u p a t e n L i n g g a | 47

2.3.4. Kesejahteraan

Untuk mengetahui gambaran kondisi kesejahteraan rumah tangga, salah satu di atanranya dapat diketahui dari pemilikan aset produksi maupun non produksi, serta kondisi permukiman dan sanitasi lingkungan. Secara umum dapat dikatakan bahwa suatu rumah tangga yang mempunyai banyak aset produksi, maka rumah tangga bersangkutan juga sejahtera. Dengan pemilikan aset yang banyak, suatu rumah tangga mempunyai kesempatan yang lebih luas untuk memperoleh penghasilan yang lebih besar, sehingga dapat dibelanjakan untuk aset rumah tangga non-produksi maupun untuk pemenuhan semua kebutuhan rumah tangganya. Aset produksi antara lain berupa armada dan alat-alat penangkapan, lahan/tanah, dan alat transportasi. Sedangkan aset non produksi mencakup rumah tinggal dan barang-barang berharga yang dimiliki oleh rumah tangga.

Pemilikan Aset Rumah Tangga

Data pemilikan aset produksi dan bukan produksi berdasarkan hasil survei dapat dilihat pada Tabel 2.1. Desa Limbung yang sebagian besar masyarakatnya menggantungkan sumber kehidupan pada sumber daya laut, maka perahu motor merupakan aset produksi yang sangat berharga bagi suatu rumah tangga nelayan. Berdasarkan hasil survei BME Aspek Sosial Ekonomi, terdapat kira-kira separuh rumah tangga responden mempunyai perahu tanpa motor (sampan), sedangkan rumah tangga yang mempunyai perahu motor sebanyak 45 persen, semuanya berupa perahu motor dalam. Ukuran mesin motor cukup beragam, tetapi kebanyakan berukuran 175 dan 195. Setiap rumah tangga pemilik perahu motor hanya mempunyai satu buah. Informasi yang diperoleh dari beberapa nelayan menunjukkan adanya pemilikan dua jenis armada tangkap (perahu motor dan tanpa motor/sampan) pada beberapa rumah tangga nelayan yang kondisi ekonominya baik, misalnya nelayan kelong bilis. Pemilikan perahu motor di Desa Limbung memperlihatkan tren yang meningkat selama tahun 2006-2008, walaupun tidak banyak. Keadaan ini menggambarkan adanya perbaikan kesejahteraan rumah tangga nelayan.

Page 72: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

48 | Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Lokasi COREMAP II – Hasil BME 

Tabel 2.1. Distribusi Persentase Rumah Tangga Menurut Status Pemilikan Aset, 2006 dan 2008, Desa Limbung, Kabupaten Lingga

Jenis Pemilikan Status Pemilikan n 2006 2008 Asset produktif perikanan

Perahu tanpa motor 48,0 54,0 100 Perahu motor 41,0 45,0 100 Kelong bilis 15,0 26,0 100 Karamba 3,0 7,0 100 Jaring 89,0 45,0 100 Bubu 12,0 39,0 100 Asset produktif lainnya 100 Lahan 18,0 21,0 100 Alat transportasi 7,0 3,0 100

Asset rumah tangga lain 100 Rumah 92,0 98,0 100 TV 47,0 66,0 100 VCD 35,0 57,0 100 Parabola 41,0 59,0 100 Perhiasan 46,0 49,0 100 Kendaraan bermotor 22,0 24,0 100 Ternak (sapi/kambing) 4,0 4,0 100

Sumber: Survei BME Aspek Sosial-Ekonomi, PPK-LIPI 2007

Membaiknya kesejahteraan rumah tangga nelayan juga terlihat dari meningkatnya persentase pemilikan alat-alat tangkap selama periode dua tahun terakhir (2006-2008), kecuali jaring yang turun tajam, yaitu dari 89 persen dari 100 rumah tangga responden menjadi 45 persen. Penurunan ini disebabkan oleh perubahan alat tangkap dari jaring, khususnya jaring ketam, ke alat tangkap bubu ketam. Pada tahun 2006, persentase responden yang memiliki bubu hanya 12 persen, meningkat sangat tajam menjadi 39 persen. Pengamatan di lokasi wilayah penangkapan (fishing ground) memperlihatkan fenomena tersebut, demikian pula hasil wawancara mendalam dengan beberapa nelayan. Sepanjang wilayah pantai, terutama di Dusun Centeng dan Sinempek, merupakan wilayah penangkapan ketam dengan

Page 73: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

K a s u s K a b u p a t e n L i n g g a | 49

menggunakan bubu yang jumlahnya cukup banyak. Kondisi ini berkaitan dengan jumlah pemilikan bubu oleh rumah tangga nelayan yang umumnya mencapai puluhan buah. Data hasil survei BME Aspek Sosial Ekonomi tahun 2008 memperlihatkan, kira-kira seperempatnya (25,6 persen) mempunyai bubu sebanyak 50 buah. Hanya ada sekitar 23,1 persen yang mempunyai bubu dengan jumlah kurang dari 25 buah. Selebihnya adalah rumah tangga yang mempunyai bubu antara 25-49 buah (48,8 persen), dan satu rumah tangga responden (2,6 persen) yang memiliki 92 bubu ketam. Tabel 2.1 juga memperlihatkan, rumah tangga yang memiliki alat tangkap berupa kelong bilis juga meningkat hampir dua kali lipat dalam kurun waktu 2006-2008. Modal untuk membuat kelong bilis yang mencapai jutaan rupiah, tergantung pada luas kelong. Dengan demikian, kenaikan persentase responden pemilik kelong bilis tersebut merupakan indikasi adanya peningkatan kondisi kesejahteraan sebagian nelayan di Desa Limbung.

Rumah tangga yang memiliki lahan menunjukkan tren meningkat, meskipun pada tahun 2008 jumlahnya hanya kira-kira seperempatnya dari 100 rumah tangga yang menjadi sampel penelitian ini. Lahan tersebut umumnya berupa lahan kebun karet yang umumnya telah berusia tua dan perlu peremajaan, meskipun masih dapat menghasilkan getah. Pemilik kebun karet pada umumnya adalah penduduk desa keturunan Tionghoa, sedang Suku Melayu berperan sebagai pekerja (buruh sadap).

Keadaan kesejahteraan rumah tangga Desa Limbung dilihat dari aset non-produksi cenderung menunjukkan tren meningkat. Dalam dua tahun terakhir, semua jenis aset non-produksi semakin banyak dimiliki oleh rumah tangga sampel. Peningkatan pesat terlihat pada rumah tangga yang memiliki televisi dan VCD, serta parabola. Jumlah pemilikan barang elektronik adalah satu buah untuk setiap rumah tangga. Pada umumnya rumah tangga yang memiliki televisi juga memiliki parabola, dan hanya sedikit rumah tangga yang memanfaatkan/menumpang parabola milik tetangganya. Peningkatan pemilikan televisi tersebut merupakan faktor yang kondusif terhadap penyebarluasan informasi pengelolaan terumbu karang, tetapi harus dikemas dalam bentuk hiburan karena jenis siaran ini yang cenderung

Page 74: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

50 | Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Lokasi COREMAP II – Hasil BME 

diminati oleh penduduk di daerah penelitian. Sedangkan pemilikan perhiasan juga meningkat (Tabel 2.1), memberikan indikasi adanya perbaikan kesejahteraan. Pada tahun 2008, kira-kira sepertiga (32,7 persen dari 49 rumah tangga responden) memiliki sebanyak tiga unit. Sedangkan rumah tangga yang memiliki dua unit perhiasan sekitar seperempatnya (26,5), atau lebih tinggi dari rumah tangga yang hanya memiliki satu unit perhiasan. Selebihnya, yakni 20,4 persen memiliki perhiasan antara 4-10 unit. Tren meningkat terkait dengan pemilikan aset non-produksi juga terjadi untuk jenis rumah. Hampir semua rumah tangga responden mempunyai rumah. Setiap rumah tangga memiliki satu buah rumah dengan kondisi bangunan yang umumnya sederhana, walau sebagian rumah tangga responden memiliki rumah yang kondisi bangunan lebih baik dari rumah kebanyakan.

Kondisi Perumahan dan Sanitasi Lingkungan

Indikator kesejahteraan dari aspek perumahan dan sanitasi lingkungan meliputi kondisi fisik rumah, sumber air bersih, sarana mandi-cuci-kakus, dan tempat pembuangan air limbah rumah tangga. Sebagian rumah tinggal di Desa Limbung berdiri di atas daratan yang langsung menempel pada permukaan tanah maupun berupa rumah panggung. Sebagian rumah lainnya, terutama yang berada di pinggir pantai, berupa rumah panggung yang didirikan di atas permukaan air laut. Kondisi fisik rumah cenderung masih sederhana. Dinding rumah pada umumnya terbuat dari papan, demikian pula lantai rumah. Sedangkan atap rumah pada umumnya terbuat dari seng, dan sebagian lainnya terbuat dari anyaman sejenis daun pandan. Hanya sebagian kecil rumah yang dindingnya terbuat dari tembok atau papan kayu berkualitas baik, berlantai keramik, dan beratap seng. Menurut pengamatan dan wawancara dengan beberapa informan, kondisi bangunan rumah dalam dua tahun terakhir ini cenderung tidak ada perubahan, kecuali beberapa rumah milik penduduk yang berkecukupan.

Sumber air bersih berasal dari mata air yang dialirkan ke beberapa hidran dan bak penampungan air ke permukiman penduduk. Bak penampungan air tersebut dibuat oleh Pemerintah Kabupaten Lingga melalui Dinas Kimpraswil, tetapi tampaknya kurang berhasil karena

Page 75: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

K a s u s K a b u p a t e n L i n g g a | 51

kesalahan tehnis penempatan bak penampungan yang menyebabkan air tidak bisa mengalir ke dalam bak tersebut. Penduduk memanfaatkan hidran air bersih yang telah ada sejak dua tahun sebelumnya yang didanai Program Kompensasi Pengurangan Subsidi BBM Infrastruktur Pembangunan (PKPS-IP), tetapi pada musim kemarau hidran juga kering. Sebagian rumah tangga memiliki sumur gali dengan kondisi sangat sederhana sebagai sumber air minum, juga mandi dan cuci. Sedangkan saluran pembuangan limbah rumah tangga juga jauh dari standar kesehatan. Limbah cair, yaitu air bekas mencuci dan mandi, maupun limbah padat dibuang di laut atau di pekarangan rumah. Kepedulian penduduk terhadap lingkungan yang belum baik juga terlihat dari kepemilikan kakus yang tidak higienis. Tempat MCK umum yang tersedia di Dusun Air Brani dan Seranggas, selebihnya penduduk memanfaatkan kakus/WC cemplung milik sendiri yang limbahnya langsung dibuang ke laut atau anak sungai yang berada di dekat rumah. Kondisi sanitasi lingkungan seperti ini mungkin bukan berkaitan dengan kesejahteraan penduduk, tetapi tampaknya berkaitan dengan belum baiknya pengetahuan mereka tentang kesehatan lingkungan.

Page 76: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

52 | Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Lokasi COREMAP II – Hasil BME 

Page 77: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

K a s u s K a b u p a t e n L i n g g a | 53

BAB III

COREMAP DAN IMPLEMENTASINYA

alam upaya meningkatkan kehidupan sosial-ekonomi masyarakat dan pelestarian terumbu karang di perairan Kabupaten Lingga, COREMAP mengimplementasikan

berbagai program di beberapa lokasi, baik daerah pesisir maupun kepulauan. Pada dasarnya, COREMAP ditujukan untuk masyarakat nelayan dan keluarganya yang diperkirakan mempunyai hubungan kuat dengan kehidupan sumber daya laut, khususnya ekosistem terumbu karang. Di Desa Limbung, program ini telah berlangsung sejak fase pertama namun terhenti karena adanya perubahan administrasi struktur pemerintahan di tingkat provinsi. Ketika COREMAP I diimplementasikan di Desa Limbung, Kabupaten Lingga masih termasuk dalam wilayah administrasi Provinsi Riau, namun sejak otonomi daerah masuk wilayah Provinsi Kepulauan Riau. Perbedaan antara COREMAP I dan II terletak pada aspek pertanggungjawaban teknis maupun non-teknis. Pertanggungjawaban COREMAP I berada di BAPPEDA tingkat provinsi, sedangkan COREMAP II pada Pemerintah Daerah Tingkat II Bupati Kabupaten Lingga. Perubahan administrasi pemerintahan ini mempengaruhi kegiatan COREMAP I yang terhenti sebelum waktunya. COREMAP I berlangsung antara tahun 1999 hingga pertengahan tahun 20036, sedangkan COREMAP II antara tahun 2005- 2009. Kegiatan yang sudah berjalan pada COREMAP I adalah kegiatan pengawasan terhadap daerah konservasi terumbu karang yang ditetapkan di Pulaua Hantu, pembangunan pondok informasi dan pelatihan-pelatihan berkaitan dengan pemetaan lokasi terumbu karang, daerah penangkapan SDL, dan penghitungan ekonomi dari pengambilan SDL. Namun demikian, sejalan dengan berhentinya COREMAP I, kegiatan-kegiatan tersebut juga berhenti, yang kemudian dimulai lagi dengan pembentukan Pokmas-Pokmas pada COREMAP II. 6 Fase pertama seharusnya berakhir pada tahun 2004.

D

Page 78: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

54 | Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Lokasi COREMAP II – Hasil BME 

Pada bagian ini dikemukakan implementasi COREMAP II di Kabupaten Lingga dan implikasinya terhadap kehidupan masyarakat di lokasi progam. Ada dua pokok bahasan yang dikaji, yaitu:(1) pelaksanaan COREMAP di tingkat kabupaten dan tingkat desa dengan menekankan pada aspek permasalahan dan kendala; (2) pengetahuan dan partisipasi masyarakat di lokasi program dalam kegiatan COREMAP.

3.1. PELAKSANAAN COREMAP: PERMASALAHAN DAN KENDALA

Program nasional COREMAP di Kabupaten Lingga dilaksanakan sesuai dengan ketentuan pemerintah pusat, dalam hal ini Departemen Perikanan dan Kelautan. Komponen-komponen COREMAP yang bertugas untuk mengimplementasikan program tersebut adalah CRITC (Coral Reef Information and Training Center), PBM (Pengelolaan Berbasis Masyarakat), MCS (Monitoring, Controlling, and Surveillance) dan PA (Public Awarenees-penyadaran masyarakat). Semua komponen tersebut dikoordinir oleh seorang yang duduk sebagai Project Implementation Units (PIU).

Pendekatan yang digunakan dalam pelaksanan COREMAP II adalah pengelolaan yang berbasis masyarakat, baik pada tingkat kabupaten sebagai pengelola maupun desa sebagai pelaksana program. Melalui pendekatan ini diharapkan masyarakat berpartisipasi secara aktif pada setiap program yang dilaksanakan. Pelaksanan COREMAP II di Kabupaten Lingga diawali dengan kegiatan pembentukan KPD (Komite Pengarah Daerah) oleh Bupati Lingga yang tertuang pada Surat Keputusan Bupati Lingga No. 59/KPTS/VI/2005. Pada SK bupati tersebut tercantum bahwa Ketua KPD adalah Kepala BAPPEDA Kabupaten Lingga yang beranggotakan staf dari berbagai instansi. Tugas KPD adalah mengarahkan, mengkordinasikan, dan memberi masukan terhadap segala bentuk perencanaan dan kegiatan yang menjadi tujuan dan target program COREMAP II kepada PIU (Project Implementation Units).

Selama empat tahun implementasi COREMAP II di Kabupaten Lingga, semua komponen COREMAP talah melaksanakan kegiatan, tetapi baru sebagian kecil dari yang semestinya dilakukan. Banyak

Page 79: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

K a s u s K a b u p a t e n L i n g g a | 55

kendala yang dihadapi, baik menyangkut persoalan dana pendamping, personil pada setiap komponen di tingkat kabupaten maupun di lokasi program.

3.1.1. Pengelolaan dan Pelaksanaan COREMAP Fase II Tingkat Kabupaten

PIU (Project Implementation Units)

Pengelola COREMAP II di tingkat kabupaten adalah PIU (Project Implementation Units)7 yang berperan untuk memfasilitasi proses perencanaan, pelaksanaan, dan pelestarian COREMAP. Keberadaan PIU bertujuan agar program COREMAP dapat berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip, kebijakan, prosedur, dan mekanisme COREMAP di lokasi program. Pada setiap kabupaten, PIU terdiri dari unsur-unsur DKP, BAPPEDA, KSDA atau Taman Nasional Laut terkait, serta instansi terkait lainnya. Kelompok ini secara khusus dibantu oleh tim konsultan yang akan membantu kegiatan ini hingga PIU dapat berjalan sesuai dengan pedoman yang telah ditetapkan.

Keputusan pembentukan PIU COREMAP II tercantum dalam SK Bupati No. 58/KPTS/VI/2005 yang dikeluarkan tanggal 23 Juni 2005. Struktur kepengurusan PIU meliputi berbagai unsur kepemerintahan dari Kabupaten Lingga yang terbagi menjadi lima komponen yang bertanggung jawab langsung kepada PIU, yaitu (1) Kelembagaan dan Sumber Daya Manusia; (2) Pengelolaan Sumber Daya Berbasis Masyarakat (CBM); (3) Penyadaran Masyarakat (PA); (4) Penegakan Hukum (MCS); dan (5) Pelatihan dan Informasi Terumbu Karang (CRITC). Setiap komponen terdiri dari koordinator yang membawahi anggota antara enam (6) hingga sembilan (9) orang yang berasal dari berbagai dinas terkait. Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, PIU COREMAP II mempertanggungjawabkan pelaksanaan program

7 Untuk selanjutnya tulisan ini akan menggunakan singkatan PIU (Project Implementation Units) yang umum digunakan untuk proyek COREMAP yang didanai ADB.

Page 80: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

56 | Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Lokasi COREMAP II – Hasil BME 

kepada Bupati Lingga. Sesuai dengan surat keputusan tersebut, tugas PIU adalah8:

1. Melakukan implementasi aspek perencanaan dalam rangka memadukan perencanaan pembangunan kegiatan program COREMAP II Kabupaten Lingga dengan pembangunan daerah serta melakukan pemantapan perencanaan pembangunan yang ramah lingkungan di Kabupaten Lingga secara berkesinambungan;

2. Melaksanakan survei (penelitian/kajian) dan pelatihan dalam rangka pembangunan program COREMAP II;

3. Melaksanakan pengendalian, pemantauan dan evaluasi terhadap kegiatan program COREMAP II;

4. Membuat laporan perkembangan secara berkala sesuai dengan tahapan perencanaan dan tahapan pengendalian, juga analisa terhadap program yang terkait dalam program COREMAP II Kabupaten Lingga.

Telah dikemukakan di atas, selama empat tahun implementasi COREMAP II di Kabupaten Lingga, tampaknya masih banyak kegiatan yang belum berjalan sesuai dengan rencana. Banyak faktor yang berpengaruh. Menurut beberapa anggota komponen, permasalahan ini terutama disebabkan oleh ketidakpedulian PIU 8 Tugas PIU yang tercantum pada SK Bupati tersebut sesuai dengan tanggung jawab dan fungsi PIU yang tertera dalam buku pedoman umum PBM COREMAP fase II (2007:30), yaitu (1) melaksanakan kebijakan dan rekomendasi Dewan Pemberdayaan Masyarakat Pesisir (CCEB/Coastal Community Empowerment Board); (2) mempersiapkan rencana kerja dan anggaran tahunan sesudah mendapat persetujuan CCEB; (3) mengkoordinasikan keseluruhan program; (4) mengelola anggaran, administrasi, pemantauan dan evaluasi; (5) mengadakan sosialisasi di wilayah program; (5) Menyusun dan menyampaikan laporan kegiatan (keuangan dan fisik) ke NCU (National Coordinating Unit); (6) Mempersiapkan strategi untuk mengatasi hal-hal yang berpotensi menimbulkan masalah dalam pelaksanaan program; (7)Memfasilitasi pelaksanaan kegiatan program.

Page 81: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

K a s u s K a b u p a t e n L i n g g a | 57

dalam menjalankan fungsinya dalam mengkoordinasi dan memfasilitasi semua kegiatan yang semestinya dijalankan setiap komponen COREMAP. Lemahnya fungsi koordinasi PIU terhadap semua komponen, antara lain diindikasikan oleh sangat jarangnya pertemuan antar anggota komponen COREMAP untuk saling bersinergi dalam menjalankan tugasnya. Selama tiga tahun proyek COREMAP II berjalan, hingga saat ini (Mei 2008) pertemuan seluruh komponen COREMAP untuk koordinasi program dengan undangan dari PIU baru dua (2) kali. Akibatnya, masing-masing komponen cenderung berjalan sendiri-sendiri, bahkan komponen yang bukan berasal dari instansi teknis (KDA) cenderung tidak menjalankan kegiataan yang menjadi tanggung jawabnya. Hal ini kemungkinan besar karena mereka tidak mengetahui dengan jelas tentang tugas pokok dan fungsinya dalam COREMAP II. Sebagai contoh, salah seorang anggota pelaksana COREMAP yang namanya tertulis dalam SK hingga penelitian BME ini berlangsung, belum mengetahui tentang keterlibatannya dalam kegiatan COREMAP di Kabupaten Lingga, karena belum pernah diberitahukan, apalagi diberi SK tentang kepenguruasan COREMAP.

Ketua PIU yang juga merangkap lebih dari dua jabatan struktural disamping jabatan pada proyek lainnya tampaknya menghambat kegiatan-kegiatan COREMAP yang menjadi tanggung jawabnya. Keadaan ini tentunya berdampak terhadap kegiatan yang harus dilakukan oleh komponen-komponen pada COREMAP. Namun demikian, kendala-kendala di tingkat PIU tersebut tidak terlepas dari keterlambatan pencairan dana pendamping COREMAP yang bersumber dari anggaran APBD. Dikemukakan oleh seorang informan yang mengetahui aspek anggaran COREMAP, dana pendamping pada tahun 2006 baru dapat dicairkan pada bulan Oktober 2006, bahkan anggaran pada tahun 2007 baru turun dua bulan sebelum anggaran harus dipertanggungjawabkan. Sedangkan dana pendamping pada tahun 2008, hingga saat penelitian ini berlangsung (bulan Mei) belum ada tanda-tanda kapan akan turun. Keterlambatan dana pendamping yang jumlahnya tidak besar (10 persen) tersebut sangat berpengaruh terhadap pencapaian program, karena kegiatan COREMAP di lokasi program tidak bisa

Page 82: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

58 | Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Lokasi COREMAP II – Hasil BME 

dilaksanakan sebelum dana pendamping turun. Keterbatasan waktu pelaksanaan kegiatan program nasional terumbu karang tersebut, yang praktis hanya berjalan antara 2-3 bulan, menyebabkan kegiatan COREMAP dilakukan dengan sistem kejar target (terburu-buru). Keadaan ini berdampak pada kualitas pekerjaan yang rendah, karena umumnya hanya dilakukan asal jadi sebagai akibat dana harus segera dipertanggungjawabkan. Pelaksanaan kegiatan COREMAP dengan sistem kejar target tersebut antara lain terlihat dari pekerjaan-pekerjaan infrastruktur bantuan COREMAP yang dilakukan oleh pihak ke tiga, pada umumnya tidak memenuhi persyaratan yang disepakati dalam lelang. Keterlambatan pencairan dana pendaping tersebut juga menyebabkan sebagian anggaran harus dikembalikan ke negara., sebanyak 32 persen dari total COREMAP II di Kabupaten Lingga harus dikembalikan ke negara karena tidak terserap dalam kegiatan. Dari 68 persen yang terserap, sebanyak 40 persen untuk pembangunan infrastruktur, sedangkan 28 persen untuk kegiatan lain-lain. Lebih tingginya penyerapan dana untuk pembangunan fisik daripada kegiatan lain-lain tersebut menggambarkan bahwa kegiatan COREMAP tampaknya belum menyentuh pada pembangunan non fisik yang secara langsung berpengaruh terhadap kondisi kesejahteraan masyarakat.

Dalam implementasi pelaksanaan kegiatan COREMAP Kabupaten Lingga, PIU membawahi beberapa koordinator yang tercakup dalam empat komponen projek, seperti telah dikemukakan di atas.

Komponen Penyadaran Masyarakat (Public Awareness)

Pelaksanaan kegiatan pada komponen penyadaran masyarakat (public awareness) yang disingkat dengan kata PA bertujuan untuk menyadarkan masyarakat akan adanya perubahan kebijakan dan keputusan yang lebih baik tentang pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya laut. Kegiatan ini melibatkan berbagai stakeholders di tingkat kabupaten maupun lokasi program. Terdapat empat indikator yang mendukung program ini, yaitu:

1) Pelatihan pada kelompok sasaran di tingkat kabupaten maupun desa terpilih;

Page 83: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

K a s u s K a b u p a t e n L i n g g a | 59

2) Pelakukan advokasi melalui mass media tentang konservasi terumbu karang yang pengelolaannya berbasis masyarakat;

3) Faslitas komponen ini adalah peralatan seperti kamera video, projector video, dan computer untuk membuat dokumen aktivitas program COREMAP fase II;

4) Para stakeholders berpartisipasi dalam mendukung manajemen peningkatan ekosistem terumbu karang dari survey data dasar sebesar 20 %.

Berdasarkan SK Bupati Lingga tentang pembentukan PIU, komponen PA beranggotakan enam (6) orang yang dikoordinir oleh staf dari Kantor Sumber Daya Alam. Anggota dipilih dari unsur dinas pemerintah kabupaten dengan anggota berasal dari tingkat kecamatan sebagai lokasi program (yaitu Kecamatan Senayang dan Kecamatam Lingga Utara). Menurut informasi dari salah seorang anggota PA, sejak penetapan SK, anggota komponen PA belum pernah melakukan pertemuan, sehingga informan tersebut tidak mengetahui tugas dan fungsinya dalam pelaksanaan kegiatan COREMAP. Informan lain dari komponen yang sama juga mengungkapkan ketidaktahuannya tentang kegiatan-kegiatan yang mestinya dilakukan, kecuali hanya mengetahui bahwa salah satu kegiatan PA adalah melakukan distribusi poster dan brosur.

Implementasi kegiatan PA di Desa Limbung masih sangat terbatas. Kegiatan di tingkat kabupaten masih terbatas pada distribusi poster dan brosur (leaflet) ke lokasi program. Itupun tampaknya tidak dilakukan kontrol terhadap pelaksanaan di desa. Poster dan brosur biasanya hanya dititipkan pada pelaksana di lokasi program yang datang ke kabupaten. Tanpa ada kontrol dari anggota komponen PA ke lokasi program, menyebabkan kegiatan tidak efektif dalam upaya meningkatkan penyadaran masyarakat. Hal ini karena poster dan brosur tentang pentingnya pengelolaan dan pelestarian terumbu karang yang ditipkan kepada pelaksana di lapangan tersebut tidak menjamin sampai dengan cepat ke masyarakat. Contoh nyata dari permasalahan tersebut ditemukan di Desa Limbung. Poster dan brosur penyadaran masyarakat yang sudah beberapa bulan dipasang di Pondok Informasi (PI) sebelum penelitian BME Aspek Sosial

Page 84: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

60 | Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Lokasi COREMAP II – Hasil BME 

Ekonomi ini berlangsung, pada kenyataannya baru saja disebarkan ke dusun lainnya.

Komponen Pengelolaan Sumberdaya Berbasis Masyarakat (Community Based Management)

Pengelolaan sumber daya laut, khususnya ekositem terumbu karang, pada COREMAP II dilakukan melalui pendekatan yang berbasis masyarakat. Pendekatan ini dikenal Community Based Management-CBM), atau Pengelolaan Berbasis Masyarakat (PBM). Terdapat tiga (3) tujuan dari komponen PBM, yakni:

1) Meningkatkan penguatan tingkat ekonomi masyarakat melalui pengembangan mata pencaharian alternatif;

2) Meningkatkan kapasitas masyarakat untuk berpartisipasi dalam kelanjutan pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya laut dan pencegahan terjadinya degradasi laut;

3) Mengembangkan infrastruktur masyarakat dan kesempatan ekonomi yang berorientasi ke depan agar kehidupan sumber daya laut dapat berlanjut, khususnya terumbu karang.

Tujuan tersebut kemudian diterjemahkan dalam empat (4) kegiatan PBM, yaitu:

- Melakukan penguatan masyarakat dengan membentuk kelompok-kelompok masyarakat dan memperkuat kapasitas lembaga;

- Melakukan pengelolaan sumberdaya berbasis masyarakat antara lain untuk mengontrol aktivitas yang merusak terumbu karang dan memprotek lokasi atau tempat biota laut berada;

- Melakukan pembangunan infrastruktur dan pelayanan masyarakat seperti bangunan sarana-prasarana kebutuhan pokok masyarakat, rehabilitasi dan memprotek lingkungan tempat biota laut yang dilindungi berada;

Page 85: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

K a s u s K a b u p a t e n L i n g g a | 61

- Melakukan pengembangan mata pencaharian alternatif untuk meningkatkan pendapatan masyarakat seperti mengembangkan jaringan pasar dan meningkatkan pengetahuan manajemen usaha kecil.

Dalam SK Bupati No. 58/KPTS/VI/2005 ditetapkan anggota PBM Kabupaten Lingga berjumlah delapan (8) orang yang berasal dari berbagai unsur aparat pemerintah Kabupaten Lingga. Kepala Bagian Ekonomi Pembangunan Setda Lingga sebagai koordinator, sedangkan anggotanya terdiri dari Dinas SDA, Bawasda, dan camat di wilayah program. Implementasi program PBM tampaknya belum berjalan sebagaimana yang diharapkan. Menurut salah seorang staf komponen COREMAP, program komponen CBM mungkin baru berjalan sekitar separuhnya, antara lain meliputi:

- Pelatihan PBM di Bali dengan peserta dua orang koordinator dari komponen CBM dan CRITC. Kegiatan menggunakan dana Dipa APPBN Dinas SDA;

- Pelatihan manajemen kepengurusan LPSTK di Senayang pada tahun 200 selama satu hari. Peserta adalah perwakilan dari setidap desa yang menjadi lokasi COREMAP. Pelatihan ini diadakan dalam rangka pembentukan LPSTK

- Pelatihan tentang pembukuan laporan keuangan yang diselenggarakan di Senayang yang diikuti oleh bendahara LPSTK;

- Pelatihan selam di Tanjung Pinang;

- Tahun 2007 melakukan beberapa pertemuan dengan masyarakat pengelola terumbu karang, aparat desa, aparat kecamatan, tokoh masyarakat. Pelatihan ini bertujuan untuk mengenalkan lokasi kegiatan PBM dan penyusunan profil desa.

- Tahun 2007 melakukan pengumpulan informasi tentang profil SDM, SDA, pemanfaatan sumberdaya pantai pada area terumbu karang dan penilaian kebutuhan dari sisi ekonomi, lingkungan dan sumberdaya khusus di lokasi COREMAP

Page 86: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

62 | Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Lokasi COREMAP II – Hasil BME 

yang dapat dikembangkan sebagai sumber penghidupan nelayan.

- Pelatihan kelompok jender dengan kegiatan membuat kerupuk di Senayang pada tahun 2007, dengan peserta ketua dan satu orang anggota Pokmas. Kegiatan ini sering dikaitkan pula dengan usaha ekonomi produktif (UEP). Namun demikian, pelatihan ini seolah-olah hanya untuk mengisi kegiatan, karena materi pelatihan tersebut sudah pernah dilaksanakan pada masa COREMAP I.

- Pembangunan infrastruktur di lokasi COREMAP dengan jenis bangunan fisik yang berbeda-beda di setiap desa. Untuk Desa Limbung, pembangunan infrastruktur yang dilakukan adalah membangun tambatan perahu, memperbaiki pondok informasi, dan membangun fasilitas MCK umum;

- Pengembangan budidaya kerapu tiger sebagai pengganti budidaya teripang yang tidak berhasil pada kegiatan sebelumnya

Mengacu kepada beberapa program yang telah dilaksanakan oleh komponen PBM di atas dan dikaitkan dengan fokus PBM, tampaknya masih terdapa beberapa kegiatan yang belum sepenuhnya sampai pada masyarakat di kawasan COREMAP. Kegiatan yang telah dilakukan masih pada tahap pelatihan, pembangunan, dan pengumpulan informasi berkaitan dengan profil lokasi COREMAP. Demikian pula kegiatan baru diimplementasikan pada kampung yang mudah dijangkau dari tingkat kabupaten yang telah menjadi lokasi COREMAP sejak fase I. Keterbatasan program dan kegiatan PMB di tingkat lokasi program tersebut cenderung sebagian masyarakat di lokasi yang tidak atau belum tersentuh program COREMAP merasa ditinggalkan atau tidak diikutsertakan. Hal ini membuat sebagian masyarakat tidak sepenuhnya berpartisipasi dalam COREMAP, bahkan di antaranya ada yang tidak mau terlibat karena dianggap hanya menimbulkan konflik di antara mereka dan tidak memberi keuntungan. Kemungkin permasalahan ini muncul karena efektifnya kegiatan sosialisasi COREMAP kepada masyarakat, khususnya di dusun-dusun yang sulit letaknya agak jauh dari pusat desa.

Page 87: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

K a s u s K a b u p a t e n L i n g g a | 63

Kendala lain terkait dengan kegiatan PBM adalah minimnya dana yang langsung dapat dikelola masyarakat, sehingga pelaksanaannya pun tidak maksimal. Misalnya, bantuan untuk kegiatan jender yang berkaitan dengan peningkatan ekonomi keluarga hanya sekitar 1,2 juta pada saat pelatihan, tetapi dana itu tidak semuanya untuk implementasi program, karena harus dikurangi untuk biaya transporatsi ke tempat pelatihan (di Desa Sekanah) dan membeli peralatan memasak. Dengan demikian, dana yang sampai ke Pokmas Jender tinggan sedikit. Sebagai contoh, kelompok jender Desa Limbung hanya menerima dana sebesar Rp. 200.000,- yang kemudian dipakai untuk kas Rp. 50.000,- dan kegiatan usaha sebesar Rp. 150.000,- . Kegiatan usha yang semestinya dilakukan secara berkelompok, pada kenyataannya dibagikan kepada anggota karena mereka tidak terbiasa kerja kelompok, sehingga masing-masing anggota hanya menerima Rp. 15.000,- yang dimanfaatkan untuk untuk membuat kerupuk dan makan kecil yang kemudian dijual dengan cara dititipkan di warung.

Komponen Penegakan Hukum (Monitoring, Controlling & Surveillance)

Fungsi dan tugas komponen Monitoring, Controlling & Surveillance (MCS) adalah memonitor, mengawasi, dan menjaga ekosistem sumber daya laut, termasuk terumbu karang, dari perilaku orang-orang yang tidak bertanggungjawab agar tetap terjaga keberadaan dan kelestariannya. Hal ini karena ekosistem terumbu karang sangat penting perannya bagi keberlanjutan kehidupan nelayan dan pelestarian sumber daya laut pada masa datang. Seperti halnya kondisi di Indonesia pada umumnya, terumbu karang di perairan kawasan Lingga sudah cukup mengkhawatirkan. Hal ini disebabkan tingginya aktivitas nelayan, khususnya nelayan pendatang, yang mencari ikan dengan mengunakan alat tangkap yang dapat merusak terumbu karang, misalnya penggunaan bom, racun, kompresor, dan parit gamat (alat penangkap teripang).

Berdasarkan SK Bupati Kabupaten Lingga No. 58/KPTS/VI/2005, komponen MCS di Kabupaten Lingga beranggotakan enam (6) orang yang berasal dari berbagai unsur pemerintahan yang bertanggung

Page 88: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

64 | Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Lokasi COREMAP II – Hasil BME 

jawab terhadap keamanan dan ketertiban masyarakat. Koordinator MCS adalah dari instansi Bawasda (Badan Pengawasan Daerah), sedangkan anggotanya terdiri dari instansi Kesbang Linmas, Polres, Kejaksaan, dan Lannal Dabo Sinkep. Kegiatan yang dilakukan oleh komponen ini masih sangat terbatas, bahkan sebagian besar anggota masih belum mengetahui dengan pasti tentang tugas dan fungsi mereka dalam pelaksanaan program nasional pengelolaan dan pelestarian terumbu karang tersebut. Padahal keberadaan komponen ini sangat penting di kawasan perairan Lingga yang masih sering menjadi lokasi target penangkapan ikan dengan menggunakan alat-alat terlarang, disamping kegiatan eksploitasi SDA (misalnya kegiatan penambangan pasir dan boksit) yang dapat merusak ekosistem terumbu karang. Kegiatan-kegiatan tersebut secara langsung maupun tidak langsung berdampak terhadap degradasi lingkungan laut dan ekosistem di perairan tersebut. Namun demikian, berdasarkan wawancara mendalam dengan beberapa anggota komponen COREMAP II diketahui adanya beberapa permasalahan dan kendala yang dihadapi komponen MCS untuk dapat menjalankan kegiatannya, yaitu:

- Lemahnya koordinasi antara anggota komponen MCS maupun antara MCS dengan anggota komponen COREMAP II lainnya. Kendala geografis dan pendanaan menyebabkan kegiatan MCS tidak dapat dilakukan sesuai dengan harapan. Keberadaan sebagian orang anggota yang masih berkantor dan tinggal di Kota Dabo yang termasuk dalam wilayah Kepulauan Singkep sangat tidak efektif dalam mendukung pelaksanaan MCS, karena semua lokasi kegiatan COREMAP II berada di kawasan yang tidak jauh dari Kepulauan Lingga. Kendala geografis tersebut juga berimbas pada masalah waktu dan pendanaan, karena apabila mengadakan pertemuan untuk koordinasi di suatu lokasi tertentu sangat tergantung dengan waktu dan anggaran yang ada.

- Kurangnya pengetahuan anggota MCS tentang COREMAP, terutama berkaitan dengan tugas dan fungsinya sebagai pengurus dan pelaksana komponen MCS, karena hingga kini belum pernah ada anggota MCS yang mengikuti pelatihan

Page 89: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

K a s u s K a b u p a t e n L i n g g a | 65

berkaitan penegakkan hukum terkait dengan pengawasan terumbu karang. Walaupun pernah ada pelatihan untuk anggota MCS di luar Kepulauan Riau yang diselenggarakan oleh pemerintah pusat, tetapi COREMAP dari Kabupaten Lingga tidak mengirimkan perwakilannya. Faktor penyebabnya adalah masalah pendanaan dan tidak adanya kata ”putus” dari PIU untuk mengikuti kegiatan tersebut.

- Minimnya peralatan yang dimiliki komponen MCS untuk melaksanakan tugasnya dengan baik. Komponen MCS di Kabupaten Lingga hanya mempunyai kapal yang kapasitas mesinnya lebih kecil dibandingkan dengan kapal nelayan yang melakukan penangkapan secara ilegal. Dengan demikian, komponen MCS tidak bisa menangkappelaku pencurian maupun penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap yang merusak. Padahal perairan Kawasan Lingga sering menjadi wilayah penangkapan SDL dengan menggunakan alat tangkap yang merusak ekosistem terumbu karang. Berdasarkan wawancara dengan komponen COREMAP maupun pihak masyarakat, keterbatasan kapasitas kapal untuk kegiatan pengawasan tersebut menyebabkan kapal sering dipergunakan untuk alat transportasi antar pulau-pulau kecil di kawasan Kepulauan Lingga.

- Terbatasnya kegiatan MCS di tingkat kabupaten berdampak pada pelaksanaan di tingkat lapangan/lokasi program. Di Desa Limung, misalnya, keberadaan Pokmas Pengawasan (Pokmaswas) masih terbatas pada nama. Bahkan, penduduk di Dusun Air Kelat yang letaknya paling dekat dengan Pulau Hantu sebagai lokasi daerah perlindungan laut pada umumnya belum mengetahui adanya COREMAP II. Padahal pada pelaksanaan COREMAP I, kegiatan Pokmaswas menjadi tanggung jawab penduduk di Dusun Air Kelat yang karena lokasi daerah konservasi cukup dekat, maka mereka dapat melakukan pengawasan setiap saat.

Page 90: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

66 | Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Lokasi COREMAP II – Hasil BME 

3.1.2. Pusat Informasi & Pelatihan Terumbu Karang (Coral Reef Information & Trainig Center/CRITC)

Komponen CRITC bertujuan dalam memberi informasi dan pelatihan yang berkaitan dengan ekositem SDL, termasuk terumbu karang. Berdasarkan SK Bupati Kabupaten Lingga No. 58/KPTS/VI/2005, anggota komponen CRITC kawasan Lingga adalah sembilan (9) orang yang terdiri dari berbagai unsur pemerintah Kabupaten Lingga. Antara lain dari dinas perhubungan & PU, lingkungan hidup, disnakertrans, BAPPEDA, Pemda bagian informasi, dokumentasi, dan Humas Kab. Lingga, dan Pemda bagian sosial. Hingga evaluasi ini dilakukan (Mei 2008) CRITC belum melakukan kegiatan, baik yang berkaitan dengan pelatihan tentang terumbu karang maupun penyelenggaraan pusat informasi di lokasi COREMAP atau desa pilihan COREMAP.

Menurut rencana, komponen CRITC akan diawali dengan membangun pusat informasi di desa atau lokasi COREMAP. Keberadaan pusat informasi ini dianggap penting karena di tempat ini semua kegiatan desa akan berfokus, yaitu sebagai tempat penyebaran informasi berkaitan dengan kegiatan COREMAP dan isu-isu pelesatrian terumbu karang. Pada desa yang telah dibangun pusat informasi pada saat pelaksanaan COREMAP fase I, maka dana yang disediakan hanya untuk merenovasi bangunan tersebut. Misalnya memperbaiki bangunan yang rusak dan menambah fasilitas lain yang dibutuhkan.

Kegiatan yang berkaitan dengan pelatihan dalam rangka konservasi terumbu karang, baik pada tingkat pengurus di kabupaten maupun peaksana di daerah konservasi atau desa COREMAP, belum dilaksanakan. Pelatihan dari tingkat pusat (Krill) pernah diadakan di luar Kepulauan Riau, namun staf dari komponen COREMAP Kabupaten Lingga tidak ada yang pergi atau mewakili. Pada awalnya akan diikutsertakan dua orang staf, yaitu dari komponen CRITC dan komponen COREMAP lainnya. Tepat pada waktunya tidak jadi karena hingga waktunya ijin dari PIU tidak keluar. Komponen CRITC Kabupaten Lingga berencana akan melaksanakan pelatihan Krill di Daik pada tahun 2008 ini. Dana untuk kegiatan ini sudah dianggarkan hanya tinggal pelaksanaannya.

Page 91: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

K a s u s K a b u p a t e n L i n g g a | 67

3.1.3. Pengelolaan Dan Pelaksanaan COREMAP Di Tingkat Desa

Terdapat beberapa lokasi COREMAP di provinsi Kabupaten Lingga. Salah satu desa yang menjadi fokus implementasi COREMAP adalah Desa Limbung yang terletak tidak begitu jauh dari pusat kota Kabupaten Lingga. Implementasi COREMAP fase I di Desa Limbung meliputi berbagai pelatihan yang berkaitan dengan program COREMAP, pembangunan infrastruktur sosial ekonomi sebagai pendukung kegiatan COREMAP di bidang lain, dan pemb entukan kelompok masyarakat. Infrastruktur yang dibangun pada fase I meliputi sarana air bersih, yaitu membangun beberapa pompa air, namun sekarang sudah rusak dan tidak berfungsi lagi. Sedangkan infrastruktur yang mendukung kegiatan COREMAP adalah pondok informasi yang dilengkapi dengan papan untuk menempelkan poster dan pengumuman tentang kegiatan COREMAP yang saat ini masih jarang dimanfaatkan, walaupun COREMAP fase II sudah berjalan selama kurang lebih tiga tahun. Demikian pula Pokmas yang dibentuk dan telah menjalankan kegiatannya pada fase I sudah tidak ada, tetapi beberapa anggota Pokmas pada COREMAP I kembali terlibat pada keanggotanan untuk kegiatan COREMAP fase II. Seiring dengan berhentinya kegiatan Pokmas COREMAP I, ketrampilan masyarakat yang diperoleh dari pelatihan-pelatihan yang diselenggarakan oleh COREMAP I juga tidak dimanfaatkan dalam kegiatan ekonomi produktif.

Pada tahun 2006, COREMAP mulai dilaksanakan kembali di Desa Limbung setelah mengalami kevacuman selama kurang lebih dua tahun. COREMAP fase II yang dimulai pada tahun 2005 di Desa Limbung. Seperti halnya program yang telah dilaksanakan sebelumnya, kegiatan COREMAP II dilakukan melalui berbagai tahap mulai dari persiapan sampai dengan tahap pelaksanaan. Untuk mengetahui perkembangan implementasi COREMAP di tingkat desa, pada bagian ini dideskripsikan pelaksanakan kegiatan COREMAP di Desa Limbung serta permasalahan yang dihadapi dalam implementasi.

Page 92: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

68 | Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Lokasi COREMAP II – Hasil BME 

Kelembagaan COREMAP Di Desa Limbung

Dalam rangka pengelolaan terumbu karang, pemerintah menetapkan sembilan (9) strategi dan 34 program sebagai kebijakan nasional (DKP, 2005:10-12). Di antara kesembilan strategi tersebut, program yang berkaitan dengan kelembagaan dalam rangka pengelolaan ekosistem terumbu karang tercantum pada strategi pertama9 dan ke lima10. Strategi pertama adalah program tentang peningkatan peran serta lembaga non pemerintah dalam program pemberdayaan masyarakat pesisir. Sedangkan strategi ke lima meliputi empat program, yaitu: (1) peningkatan kuantitas dan kualitas SDM di berbagai institusi melalui perekrutan, pelatihan serta pendidikan formal dan informal; (2) penguatan kelembagaan di daerah dalam rangka pengelolaan ekosistem terumbu karang; (3) peningkatan kapasitas dan kapabilitas pemerintah daerah dalam mengelola ekosistem terumbu karang; (4) pengaktualisasi tradisi musyawarah dalam mengelola ekosistem terumbu karang. Dari kelima program tersebut, tampaknya yang tidak langsung berkaitan dengan pengelolaan kelembagaan di tingkat desa adalah program peningkatan kapasitas dan kapabilitas pemerintah daerah dalam mengelola ekosistem terumbu karang. Program ini lebih ditujukan kepada pengelola di tingkat kabupaten atau nasional.

Desa Limbung yang merupakan salah satu desa implementasi program COREMAP II di Kabupaten Lingga, semenjak tahun 2006 telah membentuk beberapa lembaga yang terkait dengan komponen COREMAP. Ada dua kelembagaan pokok yang mendukung kegiatan COREMAP II, yaitu Lembaga Pengelola Sumberdaya Terumbu Karang (LPSTK) dan Kelompok Masyarakat (Pokmas). Pembentukan LPSTK dilakukan pada tahun 2006, sedangkan Pokmas tahun anggaran 2007. Untuk selanjutnya, berikut ini dideskripsikan

9 Strategi 1: memberdayakan masyarakat pesisir yang secara langsung

maupun tidak langsung bergantung pada pengelolaan ekosistem terumbu karang

10 Strategi 5: menciptakan dan memperkuat komitmen, kapasitas dan kapabilitas pihak-pihak pelaksana pengelola ekosistem terumbu karang

Page 93: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

K a s u s K a b u p a t e n L i n g g a | 69

dan dikaji permasalahan dan kendala yang dihadapi oleh lembaga-lembaga COREMAP yang ada di Desa Limbung.

Lembaga Pengelola Sumberdaya Terumbu Karang (LPSTK)

Kegiatan COREMAP di Desa Limbung diawali dengan mengirimkan tiga (3) orang penduduk desa tersebut pada kegiatan pelatihan calon pengurus LPSTK di Senayang atas undangan pihak kabupaten. Pelatihan tersebut hanya dilakukan selama satu hari dengan materi: (a) menjelaskan fungsi dan peran LPSTK; (b) cara menyusun perencanaan kegiatan satu tahun ke depan (RPTK); dan (c) pemberitahuan tentang anggaran LPSTK. Sepulangnya dari pelatihan, peserta mengadakan pertemuan dengan masyarakat desa untuk memilih kepengurusan LPSTK.

Sesuai dengan AD/ART, LPSTK merupakan lembaga di tingkat desa dengan visi untuk mensukseskan program COREMAP dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat, terutama kelompok binaan komponen COREMAP. Tujuan pembentukan LPSTK adalah untuk membantu pemerintah kabupaten dalam rangka mensukseskan program COREMAP. Dalam hal ini, LPSTK bertugas mengawasi dan mengkoordinir semua perangkat COREMAP di tingkat desa. Oleh karena itu, LPSTK bertanggung jawab atas terlaksananya semua kegiatan COREMAP di Desa Limbung, yaitu: (1) mewujudkan LPSTK menjadi lembaga yang berbadan hukum ; (2) merangkul seluruh masyarakat untuk ikut andil dalam pengelolaan kegiatan; (3) memfasilitasi keberhasilan kegiatan Pokmas.

Walaupun pembentukan LPSTK atas anjuran manajemen COREMAP tingkat kabupaten, pemilihan pengurus lembaga ini dipilih atas dasar kesepakatan masyarakat. Oleh karena itu, pemilihan pengurus LPSTK Desa Limbung melibatkan perwakilan masyarakat, tetapi terbatas pada tokoh masyarakat, dan aparat desa. Namun demikian, tidak semua dusun yang ada di Desa Limbung hadir pada saat pemilihan pengurus, diasmping karena jauh lokasinya, juga karena pelaksanaan COREMAP II cenderung hanya dikonsentrasikan di salah satu dusun, yaitu Dusun Centeng yang terletak di pusat desa, itupun tidak mencakup semua lingkungan RW (Kampung) yang ada di dusun tersebut. Dari hasil pertemuan warga terbentuk kepengurusan LPSTK

Page 94: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

70 | Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Lokasi COREMAP II – Hasil BME 

yang kemudian disahkan melalui Surat Keputusan Kepala Desa tahun 2006 dengan struktur organisasi yang terdiri dari dewan kehormatan (pelindung, penasehat, dan pembina), pelaksana harian (ketua, sekretaris, dan bendahara), dan seksi-seksi (pengawasan TK & DPL, pemberdayaan perempuan, kesejahteraan masyarakat). Kebanyakan dari pengurus LPSTK berdomisili di Kampung Air Brani dan Centeng, sehingga menimbulkan kecemburuan bagi penduduk di dusun dan kampung lain yang merasa tidak diikutkan dalam kegiatan COREMAP II. Hingga penelitian ini berlangsung, LPSTK telah melaksanakan tiga kegiatan, yaitu (1) menyusun RPTK (rencana pengelolaan terumbu karang)11 bersama-sama dengan anggota Pokmas dan perangkat desa dengan bantuan fasilitator, (2) menyusun usulan kegiatan (proposal)berdasarkan usulan dari kelompok masyarakat (pokmas), (3) melakukan koordinasi dengan kepala desa terkait dengan kegiatan yang akan dilakukan, (4) melaksanakan kegiatan pembangunan infrastruktur sosial.

Sedangkan dari informasi kualitatif diketahui adanya kelemahan kepengurusan LPSTK, antara lain terkait dengan pembentukan dan kepengurusan LPSTK. Pembentukan pengurus LPSTK tidak melibatkan masyarakat di semua dusun, tetapi hanya didominasi oleh satu dusun. Kenyataan ini berdampak negatif terhadap kegiatan COREMAP, terutama terkait dengan kegiatan pengawasan daerah perlindungan laut (dpl) yang lokasinya berada dekat dengan Kampung Air Kelat yang penduduknya tidak dilibatkan dalam pembentukan LPSTK. Konsekuensi dari tidak diundangnya perwakilan dari dusun lain dalam pembentukan LPSTK, maka pengurus kelembagaan ini juga hanya terwakili dari satu dusun (walau agak terdistribusi menurut lingkungan RT). Keadaan ini tentunya berdampak terhadap kurang pedulinya masyarakat luas terhadap pengurusan LPSTK yang selanjutnya dikhawatirkan akan mempengaruhi kinerja kegiatan yang berarti mengganggu kelancaran pelaksanaan COREMAP.

11 Dalam penyusunan RPTK harus memperhatikan isu-isu yang berkaitan dengan pelestarian ekosistem terumbu karang dan SDL lainnya.

Page 95: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

K a s u s K a b u p a t e n L i n g g a | 71

Seiring dengan pembentukan LPSTK, dibentuk pula beberapa kelompok masyarakat sebagai pendukung COREMAP di Desa Limbung. Dua lembaga ini dapat diibaratkan sebagai dua sisi mata uang logam, karena saling mendukung dalam pelaksanaan kegiatan. Dalam kaitannya dengan kegiatan kelompok, LPSTK bertugas sebagai penghubung antara kelompok di desa dengan pelaksana COREMAP kabupaten. Hal yang paling nyata adalah dalam pengajuan proposal kegiatan yang akan dilaksanakan kelompok, di mana LPSTK mempunyai peran dalam mengumpulkan dan mengajukan proposal tersebut ke pelaksana COREMAP kabupaten.

Keberhasilan implementasi COREMAP fase II di Desa Limbung sangat terkait dengan keberhasilan kelompok dalam membuat proposal sebagai bentuk rencana kegiatan yang akan dilakukan. Hal yang perlu dipertimbangkan oleh kelompok dalam membuat proposal antara lain adalah berkaitan dengan:

- Penataan wilayah atau sistem zonasi, karena hal ini dianggap sebagai masukan dari masyarakat sebagai dasar untuk melakukan kegiatan konservasi dan pemanfaatan yang berkelanjutan;

- Sistem pengelolaan sumberdaya perikanan dan terumbu karang yang diharapkan dapat menjamin keberlanjutan kehidupan masyarakat nelayan Desa Limbung. Sistem ini misalnya dengan pengelolaan SDL yang ramah lingkungan dan pengembangan usaha berbasis budidaya;

- Sistem pemantauan dan pengawasan sumberdaya perikanan dan terumbu karang untuk membatasi dan melindungi sumberdaya dari aktivitas yang merusak SDL tersebut;

- Perencanaan program dan jenis kegiatan yang disusun berdasarkan visi dan misi masyarakat Desa Limbung seperti program konservasi, pengembangan MPA, dan pembangunan infrastruktur.

Mengacu kepada pelatihan yang diberikan pada pengurus LPSTK di Sekanah, bagi kelompok yang mengajukan proposal akan melalui beberapa tahapan dari pembuatan proposal hingga persetujuan di

Page 96: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

72 | Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Lokasi COREMAP II – Hasil BME 

tingkat kabupaten. Dalam hal ini tim inti pembuat proposal selalu didampingi oleh fasilitator lapangan dari awal hingga siap untuk dikirim ke COREMAP kabupaten (PIU). Selama pembuatan proposal, tim inti atau LPST selalu berkomunikasi dengan pihak-pihak yang berkopempeten dalam proyek COREMAP di tingkat kabupaten baik substansi, hukum maupun teknis pembuatan RPTK. Jalur proposal yang dibuat kelompok hingga disetujui pada tingkat kabupaten adalah diusulkan oleh kelompok yang kemudian diberikan kepada LPSTK untuk diajukan pada pelaksana komponen di tingkat kabupaten, yang selanjutnya disampaikan pada PIU.

Beberapa proposal yang telah diajukan kelompok COREMAP Desa Limbung adalah:

1. Program mata pencaharian alternatif: keramba ikan kerapu sunu (8 unit); peternakan sapi (10 ekor); bubu ketam (4 unit); budidaya rumput laut (4 unit); peternakan ayam kampung (3 pokmas); pembuatan kerupuk (5 Pokmas); pembuatan bakso ikan (1 Pokmas);

2. Program infrastruktur: sarana air bersih (1 unit); pelabuhan/tambatan perahu (jarak 100 meter); perluasan jalan desa (300 meter); penginapan untuk wisatawan (1 unit); MCK (5 buah);

3. Program pengelolaan terumbu karang: pemasangan pelampung tanda batas (50 buah); pemasangan papan peringatan (5 buah); bahan2 sosialisasi (1 paket); pelatihan penggunaan peralatan selam (1 paket); buku2 untuk perpustakaan (1 paket);

Dari tiga proposal yang diajukan, belum ada satu pun dari proposal tersebut disetujui oleh PIU. Padahal proposal tersebut telah berulangkali diperbaiki, sehingga membuat anggota kelompok menjadi ’malas’ atau ’patah semangat’ terhadap COREMAP II. Menurut pihak pelaksana di tingkat kabupaten maupun LSM yang berperan dalam mendapingi masyarakat di lokasi program, beberapa permasalahan atau kendala yang muncul berkaitan dengan berhentinya proposal di tingkat PIU, yaitu:

Page 97: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

K a s u s K a b u p a t e n L i n g g a | 73

- Adanya keharusan LPSTK memilik NPWP sebelum pengajuan atau pencairan dana, padahal biaya pembuatan NPWP harus disediakan terlebih dahulu oleh masyarakat. Persyaratan ini memberatkan masyarakat, karena biaya pembuatan NPWP cukup besar, yaitu sekitar Rp. 2.140.000,- berikut biaya tranportasi ke Tanjung Pinang.

- Terbatasnya waktu oleh pihak fasilitator dalam melakukan pendampingan, yaitu hanya sekitar tiga (3) bulan. Sedangkan fasilitator lapangan untuk Desa Limbung hanya bertahan sekitar satu bulan (2007), setelahnya tidak ada tenaga pendamping lapangan, yang berarti masyarakat harus bekerja sendiri dalam membuat proposal. Meskipun ada tenaga penyuluh, tetapi keberadaan mereka di lapangan hanya salam waktu sangat singkat dan umumnya untuk kepentingan tugasnya.

- Pembuatan proposal hanya dalam rangka mengejar target agar terpenuhi sesuai dengan yang ditentukan;

- Kurang seriusnya komponen COREMAP fase II tingkat kabupaten dalam menanggapi apa yang telah dilakukan masyarakat desa, sehingga mereka harus menunggu cukup lama dan seolah-olah tidak ada kata putus dari pelaksana COREMAP tingkat kabupaten.

Kelompok Masyarakat (Pokmas)

Salah satu tahapan yang harus dilakukan sebelum melakukan implementasi proyek COREMAP fase II, khususnya dari komponen CBM, adalah pembentukan masyarakat (Pokmas). Keberadaan kelompok ini merupakan ’ujung tombak’ keberhasilan program COREMAP di Desa Limbung, sehingga perlu diperhatikan pula adanya faktor-faktor yang mendukung keberhasilan kelompok. Menurut Sahyuti (2006:44-45), faktor-faktor tersebut meliputi:

- Pemimpin yang cakap dan paham tentang visi atau tujuan kelompok;

Page 98: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

74 | Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Lokasi COREMAP II – Hasil BME 

- SDM anggota kelompok, pendamping, dan logistik yang cukup;

- Startegi dan tujuan yang jelas;

- Pendekatan yang digunakan dapat diadaptasi dalam konteks yang berubah-ubah;

- Harapan yang wajar terhadap usaha yang akan dilakukan;

- Keberlanjutan keterlibatan kelompok di masyarakat;

- Ketrampilan dan ketulusan petugas lapangan yang ditugaskan di desa membantu kelompok;

- Hubungan yang kuat antara kelompok, pemimpin lokal dan lembaga pendukung;

Pembentukan kelompok masyarakat di Desa Limbung sudah dilakukan, tetapi belum menjalankan kegiatannya, kecuali Pokmas Jender. Situasi ini berkaitan dengan anggapan dari sebagian besar anggota pokmas yang selalu mengkaitkan kegiatan pokmas dengan pemberian dana. Terdapat tiga pokmas yang sudah terbentuk di Desa Limbung, yaitu Pokmas Jender, Pokmas MPA, dan Pokmas Pengawasan (Pokmaswas).

a) Pokmas Jender

Pokmas Jender dibentuk pada tahun 2007 yang bertujuan meningkatkan peran ibu rumahtangga dalam kegiatan ekonomi untuk membantu suami, khususnya pada keluarga nelayan. Pokmas ini sudah melakukan kegiatan, meskipun dengan dana yang sangat kecil dan kegiatan tersebut tidak dilakukan berkelompok. Kegiatan diawali dengan membuat proposal yang berisi rencana kegiatan untuk berusaha di bidang industri rumah tangga yang berupa kue dan kerupuk. Pada akhir tahun 2007, dua orang (ketua dan satu anggota) Pokmas Jender mengikuti pelatihan usaha industri rumah tangga di Sekanah selama dua hari dan langsung mendapat bantuan dana untuk modal usaha sebesar 1,2 juta rupiah per desa. Dana tersebut

Page 99: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

K a s u s K a b u p a t e n L i n g g a | 75

digunakan untuk biaya transportasi, membeli peralatan untuk usaha membuat kerupuk, uang kas pokmas, dan modal usaha12.

Pomas Jender di Desa Limbung terdiri dari satu (1) kelompok induk dan empat (4) ‘kelompok kecil’, yang dibentuk pada awal tahun 2008. Pada tahap awal, anggota kelompok hanya dipilih dari masyarakat Dusun Centeng yang masing-masing kelompok mendapat bantuan dana Rp 100.000,-. Sedangkan sisa dana sebesar Rp. 80.000,-, disimpan untuk kas Pokmas jender. Dalam pelaksanaannya, dana yang diterima kelompok itu dibagikan kepada anggota mereka, karena umumnya mereka menjalankan usaha sendiri-sendiri. Misalnya dalam satu kelompok kecil yang beranggotakan empat (4) orang, kemudian membagi dana pinjaman sebesar Rp. 100.000,- kepada 4 orang anggota, sehingga masing-masing anggota hanya mendapat pinjaman Rp. 25.000,- yang biasanya dimanfaatkan untuk usaha membuat kerupuk atau kue epuk-epuk. Pengembalian dana diangsur selama tiga (3) bulan, seterusnya uang sebesar Rp. 105.000,-. dari anggota ‘kelompok kecil’ disetorkan kepada bendahara pokmas induk. Oleh kelompok inti, dana tersebut direncanakan akan diputar, dalam arti dipinjamkan kepada anggota ‘kelompok kecil’ lainnya. Apabila dana COREMAP tersebut telah lunas, maka LPSTK berencana untuk membentuk satu kelompok inti lagi di Kampung Seranggas. Diharapkan dana tersebut dapat bergulir ke kampung dan dusun lain sesuai dengan tujuan pembentukan Pokmas jender di Desa Limbung.

Berdasarkan pengalaman anggota kelompok jender yang pernah terlibat pada COREMAP fase I mengatakan bahwa penyelenggarakan

12 Biaya transportasi ke Senayang Rp. 400.000,- (pp) untuk dua orang dan pembelian alat Rp. 320.000,-. Peralatan yang dibeli telah tersedia dari penyelenggara pelatihan antara lain untuk setiap desa adalah kompor (2), kukusan (2), gilingan ikan (2), ayakan (4), dan ember (1) yang menghabiskan dana sekitar Rp. 320.000,-. Sisa uang yang dibawa pulang ke Limbung adalah Rp. 480.000,- dan digunakan sebagai modal usaha kelompok dan uang kas. Usaha pokmas jender tidak dilakukan secara berkelompok, tetapi setiap anggota melakukan usaha produktif sendiri, sehingga modal usaha dibagikan merata pada anggota. Setiap anggota yang mendapatkan bantuan wajib mengembalikan setiap bulan dengan sistem angsuran.

Page 100: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

76 | Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Lokasi COREMAP II – Hasil BME 

fase I lebih baik daripada kegiatan pada COREMAP II, baik dari sisi dana maupun kegiatannya. Misalnya, pada saat pertemuan atau pelatihan di luar desa, selain diberi makan dan kue mereka juga diberi uang sebesar Rp. 50.000,- per hari. Begitupula dengan dana yang diterima lebih besar, di mana dana tersebut dalam tempo enam bulan sudah dapat digulirkan kepada kelompok lain, sehingga jumlah kelompok cepat bertambah. Dilihat dari pelatihan yang diberikan, materi pelatihan lebih banyak yaitu selain kerupuk, juga diberikan ketrampilan membuat nuget, bakso, dan abon ikan. Pada waktu itu, pelatih datang ke Desa Limbung sehingga peserta cukup bany banyak, yaitu sekitar 20 orang yang berasal dari empat dusun. Walaupun tidak semua peserta pernah memperoleh dana COREMAP I, namun karena pernah ikut berlatih maka mereka bisa mencoba sendiri.

Terdapat kecenderungan umum di kalangan masyarakat untuk membandingkan kegiatan usaha pemberdayaan ekonomi antara pelaksanaan COREMAP I dan II, sehingga memunculkan permasalahan. Pada saat penelitian ini berlangsung, hanya beberapa orang yang sudah memperoleh bantuan modal usaha, bahkan itupun terkonsentrasi di satu dusun. Keadaan ini memunculkan kecemburuan dari mereka yang sudah membentuk pokmas, tetapi belum mendapat bantuan modal usaha. Kondisi ini dapat dihindari jika ada saling keterbukaan antara kelompok induk dengan kelompok keci, karena kelompok kecil tampaknya belum mengetahui tentang bantuan modal usaha ekonomi produktif pada COREMAP fase II yang dilakukan secara bertahap, tidak seperti COREMAP I yang dilakukan secara serentak. Tidak adanya tenaga pendamping di Desa Limbung yang semestinya dapat mengatasi permasalahan tersebut, menjadikan permasalahan akan menjadi potensi ketidakharmonisan dalam hubungan bermasyarakat/sosial.

b) Pokmas MPA

Pokmas MPA (Mata Pencaharian Alternatif) mulai dibentuk tahun 2007 setelah ada pertemuan antara LPSTK dan masyarakat Desa Limbung. Pembentukan Pokmas MPA masih terbatas pada masyarakat Dusun Centeng (6 kelompok) dan Kampung Sranggas (1

Page 101: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

K a s u s K a b u p a t e n L i n g g a | 77

kelompok). Kelompok ini memulai kegiatan dengan menyusun proposal bersama LPSTK dan tenaga pendamping (dikenal dengan field fasilitator-FF). Berbagai jenis usaha yang ingin dikembangkan masyarakat Desa Limbung sesuai dengan yang diminati anggota kelompok, sehingga dijumpai beberapa kesamaan jenis kegiatan. Misalnya, dari tujuh (7) Pokmas MPA ada beberapa Pokmas yang mengajukan program sama seperti peternakan sapi dan jaring ketam (lihat Matriks 3.1). Matriks 3.1. Pokmas MPA Desa Limbung Menurut Program, Jumlah

Anggota & Nama Ketua

NO. NAMA KELOMPOK PROGRAM JUMLAH

ANGGOTA 1. Jasa Mandiri Ternak sapi, rumput

laut, bubu 7

2. Camar Laut Budidaya kerapu sunu, jaring ketam, bubu

6

3. Usaha Bersama Ternak sapi, bubu, jaring ikan

8

4. Harapan Bunda Budidaya kerapu sunu, jaring ketam, bubu

6

5. Sumber Makmur Ternak sapi, bubu, jaring ketam

5

6. Bunga Karang Ternak ayam, pengolahan kerupuk ikan, dagang, simpan-pinjam

14

7. Siput Laut (Dusun Seranggas)

Ternak ayam, pengolahan kerupuk ikan, dagang, simpan-pinjam

23 (laki-laki dan perempuan)

Sumber: - Laporan akhir kegiatan CBM Program COREMAP II Kabupaten Lingga

- Usulan draft RPTK-T dan draft Perdes Tahun 2007

Disamping jenis kegiatan yang sama, dari wawancara mendalam juga diketahui adanya beberapa orang yang terlibat pada lebih dari satu pokmas. Hal ini mungkin disebabkan pelaksanaan program COREMAP fase II didominasi oleh masyarakat yang tinggal di

Page 102: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

78 | Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Lokasi COREMAP II – Hasil BME 

Dusun Centeng, padahal di dusun ini terdapat banyak WNI keturunan Cina yang umumnya tidak bersedia terlibat dalam kegiatan COREMAP, karena sibuk dengan usaha dagang/toko. Gambaran ini juga memicu terjadinya rasa ”iri” dari masyarakat dusun lain yang tidak terlibat, sehingga mempengaruhi hubungan sosial antar dusun.

Implementasi program MPA yang akan dilaksanakan Pokmas setempat belum berjalan. Keenam Pokmas telah mengajukan proposal sejak tahun 2006 dan telah berulangkali diperbaiki sesuai dengan saran dari fasilitator/tenaga pendamping, motivator, maupun komponen COREMAP kabupaten. Hal ini berdampak terhadap kebosanan dan kurang peduli dari anggota Pokmas lagi terhadap COREMAP, akibat sudah terlalu lama menunggu. Sejumlah informan, bahkan membandingkan pelaksanaan COREMAP I yang berjalan lebih baik, lebih berhasil, bantuan yang diterima lebih banyak, turunnya dana lebih cepat karena tidak perlu memiliki NPWP, dan fasilitator menyatu dengan masyarakat.

c) Pokmas Pengawasan

Pokmas Pengawasan (Pokmaswas) dibentuk pada tahun 2007. Secara umum, kegiatan yang dilakukan oleh kelompok pengawasan adalah melakukan pengawasan terhadap kelestarian sumberdaya laut dari berbagai ancaman, terutama yang berasal dari pihak luar seperti nelayan pendatang. Pokmas ini beranggotakan 10 orang dari Dusun Centeng. Kegiatan yang direncanakan kelompok ini adalah melakukan patroli dan pengawasan laut, kebersihan lingkungan laut dan pantai, dan penanaman bakau. Ketika Kajian BME Sosial Ekonomi ini dilakukan (Mei 2008), Pokmaswas belum memulai kegiatan, karena proposal belum disetujui komponen dan PIU Kabupaten Lingga. Pokmaswas baru mempunyai sebuah kapal dengan jangkauan terbatas dan tidak dapat mengejar nelayan yang melakukan kegiatan ilegal yang umumnya menggunakan kapal dengan mesin besar. Padahal di kawasan perairan Limbung dan sekitarnya sering terjadi penangkapan ikan dengan menggunakan alat terlarang, yang biasanya dilakukan oleh nelayan luar. Sementara itu, berhentinya pengawasan laut yang dilakukan COREMAP fase I di Desa Limbung mendorong kembali kegiatan penangkapan ikan secara

Page 103: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

K a s u s K a b u p a t e n L i n g g a | 79

berlebihan oleh nelayan dari desa yang tidak terlibat program COREMAP. Namun kegiatan nelayan ini turut mendorong nelayan Desa Limbung untuk mengambil ikan di sekitar kawasan konservasi pada masa COREMAP fase I, yaitu sekitar Pulau Hantu. Oleh karena itu, tampaknya perlu melibatkan masyarakat yang tinggal paling dekat dengan wilayah tangkap yang merupakan target pengambilan ikan secara ilegal. Pada saat ini, keterlibatan dalam Pokmaswas masih terbatas pada penduduk dari Dusun Centeng, namun seharusnya juga melibatkan penduduk Kampung Air Kelat seperti pada masa COREMAP fase I karena mereka tinggal sangat dekat dengan daerah perlindungan laut yang juga menjadi wilayah penangkapan nelayan dengan menggunakan alat-alat tangkap yang merusak.

Permasalahan terkait dengan pemanfaatan perairan laut kawasan perairan Limbung tersebut tampaknya terkait dengan ketidakjelasan program yang dimotori oleh komponen MCS COREMAP di tingkat kabupaten, sehingga kelompok pengawasan pun sulit untuk bertindak. Hal ini juga didukung dengan tidak adanya biaya dan sarana/prasarana pengawasan yang memadai sehingga sulit memantau kegiatan nelayan di tengah laut. Apalagi dilihat dari keseriusan pihak-pihak terkait dengan pengawasan, ada kecenderungan adanya tindakan yang tidak serius, diindikasikan oleh dilepaskannya pelanggar yang sudah ditangkap tanpa proses pengadilan terlebih dahulu.

Kegiatan COREMAP Di Desa Limbung

Kegiatan COREMAP II di Desa Limbung tidak hanya sebatas pembentukan kelompok masyarakat (Pokmas) sebagai alat untuk implementasi program, tetapi juga meliputu upaya meningkatkan pengetahuan masyarakat dan pembangunan infrastruktur yang mendukung terlaksananya program COREMAP. Ada beberapa kegiatan COREMAP yang telah dilaksanakan di Desa Limbung, yaitu: penyadaran masyarakat, sosialisasi COREMAP, pelatihan, pembangunan tambatan perahu dan fasilitas MCK, bantuan kapal motor sebagai sarana untuk kegiatan pengawasan wilayah konservasi. Namun demikian, semua kegiaatan tersebut belum berjalan sesuai

Page 104: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

80 | Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Lokasi COREMAP II – Hasil BME 

dengan harapan. Program penyadaran masyarakat baru dilakukan pada tahap penyebaran leaflet dan itu pun belum mencakup seluruh wilayah Desa Limbung. Pemasangan leaflet baru dilakukan di Dusun Centeng, sedangkan dusun-dusun lain yang sebagian besar penduduknya bekerja sebagai nelayan seperti di Kampung Air Kelat, Sranggas, dan Senempek belum dilakukan. Khusus Kampung Sinempek, leaflet baru diserahkan ke perangkat dusun ketika penelitian ini berlangsung, padahal poster dan leaflet sudah diterima oleh LPSTK pada awal tahun 2008. Dari pihak komponen penyadaran masayarakat di Kabupaten Lingga, direncananan program penyadaran masyarakat akan diimplementasikan di kampung yang ditempati oleh Suku Laut dan Linau (terutama di lingkungan masyarakat yang mencari penghidupan sebagai nelayan). Penyadaran masyarakat melalui pendidikan formal belum dilakukan, misalnya memasukkan materi pengelolaan dan pelestarian terumbu karang dalam mulok.

Dalam rangka memperkenalkan keberadaan COREMAP di masyarakat, khususnya desa yang menjadi fokus implementasi program, kegiatan sosialisasi kepada masyarakat maupun anggota Pokmas juga telah dilakukan, tetapi tampaknya juga cenderung terkonsentrasi di Dusun Centeng. Bahkan kegiatan sosialisasi tersebut baru dilakukan pada masyarakat yang sangat terbatas, yaitu mereka yang hadir ketika pembentukan LPSTK (sekitar 30 orang), yang juga dihadiri oleh field fasilitator dan senior fasilitator. Materi sosialisasi meliputi pengetahuan tentang COREMAP, pelestarian terumbu karang, pengetahuan tentang alat-alat penangkapan yang merusak, kelembagaan COREMAP di tingkat desa dan kegiatan kelembagaan tersebut, cara membuat proposal. Dengan demikian, kegiatan sosialisasi masih terbatas pada anggota masyarakat yang terlibat program COREMAP. Meskipun perwakilan dari dusun juga diundang dalam rapat pembentukan LPSTK yang sekaligus dimanfaatkan untuk sosialisi COREMAP, tampaknya masih banyak anggota masyarakat yang belum mengetahui tentang COREMAP II, terutama mereka yang tinggal di Kampung Senempek, Air Kelat, Linau, dan kampung Suku Laut.

Kegiatan pelatihan merupakan sarana penting dalam melaksanakan implementasi program,, terutama program-program yang berkaitan

Page 105: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

K a s u s K a b u p a t e n L i n g g a | 81

dengan peningkatan pengetahuan masyarakat dan upaya memperbaiki ekonomi. Dalam kaitan dengan program COREMAP yang berfokus untuk pelestarian terumbu karang dan peningkatan ekonomi keluarga, maka dibutuhkan pelatihan-pelatihan yang berfokus pada program tersebut. Namun tampaknya kegiatan pelatihan baru dilakukan pada pengurus lembaga COREMAP desa, yang dilakukan di luar Desa Limbung, seperti pelatihan untuk Ketua LPSTK, ketua dan bendahara Pokmas Jender. Sebagian anggota Pokmas mengharapkan adanya kegiatan pelatihan yang dilakukan di Desa Limbung yang diikuti dengan penyuluhan secara rutin oleh fasilitator/tenaga pendamping, agar supaya kegiatan tersebut dapat diikuti oleh semua anggota kelompok.

Pembangunan infrastruktur merupakan salah satu program COREMAP fase II. Tambatan perahu dan fasilitas MCK adalah dua jenis fasilitas umum yang dibangun di Desa Limbung. Pelaksanaan pembangunan fasilitas tersebut dilakukan dengan sistem lelang. Dalam waktu yang sama, Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Limbung juga membangun/merenovasi tambatan perahu yang sudah ada sebelumnya, yaitu di Kampung Centeng yang terletak bersebelahan dengan Kampung Air Berani yang merupakan lokasi tambatan perahu bantuan COREMAP. Hal ini menunjukkan tidak adanya koordinasi antar institusi pemerintahan di Kabupaten Lingga. Padahal jika dilakukan koordinasi, maka kualitas tambatan perahu dapat lebih baik, sehingga kekuatannya dapat bertahan dalam jangka waktu lama. Terlepas dari kekurangannya, keberadaan tambatan perahu tersebut dapat mempermudah nelayan untuk menambatkan perahu/sampan yang selama ini menjadi salah satu kebutuhan penting nelayan. Hal ini karena ketika air laut surut, pantai di perkampungan nelayan pada umumnya menjadi kering, sehingga nelayan harus berjalan cukup jauh untuk menuju daratan. Tambatan perahu dibangun di pantai dengan kedalaman air cukup dalam, sehingga tidak pernah kering walaupun air laut surut. Hal ini menguntungkan nelayan, karena hemat waktu dan hasil tangkapan segera dapat dipasarkan. Sepertihalnya dengan tambatan perahu, pembangunan fasilitas MCK yang juga berlokasi di Kampung Air Berani, karena di kampung ini terdapat mata air yang tidak pernah kering. Namun

Page 106: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

82 | Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Lokasi COREMAP II – Hasil BME 

tampaknya MCK ini kurang terkontrol dalam pembangunannya sehingga sudah banyak yang rusak dan tidak jalan seperti pompa, pintu-pintu, tembok yang sudah mulai retak, dan genteng yang pecah. Hal ini mungkin berkaitan dengan adanya sistem lelang, di mana pembangunan dilakukan oleh pihak ketiga yang biasanya banyak mengambil keuntungan dan kurang memperhatikan kualitas bangunan.

Kegiatan lain yang sedang dalam tahap rencana adalah merenovasi bangunan pondok informasi yang dibangun pada COREMAP I. LPSTK telah mengajukan proposal untuk biaya renovasi pondok ini dengan dana sekitar 30 juta rupiah, namun tampaknya yang disetujui hanya 19 juta rupiah. Padahal renovasi akan dilakukan dengan sistem swakelola yang merupakan ‘aturan main’ proyek COREMAP. Pada saat ini, pondok informasi hanya digunakan sebagai tempat pertemuan dan kegiatan lainnya yang terkait dengan pelaksanaan COREMAP.

Dalam usaha menjaga ekosistem terumbu karang dan SDL lainnya di perairan Limbung, kegiatan pengawasan laut merupakan hal yang penting dan perlu menjadi perhatian dari berbagai stakeholders terkait. Namun demikian, kegiatan pengawasan di Desa Limbung belum berjalan, padahal pelaksanaan COREMAP II sudah memasuki tahun ke tiga. Proposal yang diajukan oleh Pokmaswas Dea Limbung belum mendapat persetujuan, sedangkan pelatihan yang berkaitan dengan pengawasan juga belum pernah diikuti. Sarana yang tersedia hanya sebuah kapal, tetapi lebih banyak dimanfaatkan untuk alat transportasi.

Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya di atas, UEP (Usaha Ekonomi Produktif) adalah salah satu kegiatan yang diharapkan dapat menjadi bagian keberhasilan proyek COREMAP fase II. Kegiatan ini diperkirakan akan dapat meningkatkan kesejahteraan penduduk melalui pekerjaan yang tidak merusak SDL, khususnya terumbu karang. Oleh karena itu program ini lebih ditujukan pada masyarakat nelayan yang diperkirakan paling tinggi berpotensi dalam merusak terumbu karang. Adanya pekerjaan alternatif yang diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan keluarganya, maka aktivitas sebagai nelayan dapat dikurangi atau paling tidak mengurangi mencari ikan di

Page 107: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

K a s u s K a b u p a t e n L i n g g a | 83

tempat-tempat yang banyak ditumbuhi terumbu karang. Di Desa Limbung program UEP baru pada tingkat pembuatan proposal, yaitu sejak tahun 2006, namun sampai saat evaluasi dilakukan belum ada realisasinya. Pokmas UEP didirikan sekitar tahun 2006, yaitu ada enam (6) Pokmas, dengan diawal dengan membuat proposal bersama LPSTK dan FF (field fasilitator). Kegiatan yang direncanakan ada yang berkaitan dengan kegiatan kenelayanan dan adapula kegiatan di darat seperti ternak sapi. Menurut informasi, proposal dibuat Pokmas tersebut masih ditangan PIUs, namun sudah diperiksa oleh komponen COREMAP terkait. Dengan tidak adanya kabar-berita mengenai kelanjutan proposal tersebut, anggota kelompok mulai ”bosan” dan tidak perduli apakah program tersebut ada atau tidak. Sedangkan permasalahan yang muncul terkait dengan kegiatan UEP di Desa Limbung adalah terkait dengan tidak adanya tenaga pendaping, sedangkan tenaga penyuluh sangat jarang datang, dan jika datang hanya beberapa saat untuk mendapatkan data/informasi bagi kepentingannya sendiri. Padahal anggota kelompok sangat membutuhkan bimbingan untuk pembuatan proposal maupun implementasi kegiatan. Permasalahan lain adalah dana yang belum turun sehingga tidak dapat mengimplementasikan program yang direncanakan. Kegiatan UEP yang baru berjalan adalah yang dilakukan oleh Pokmas Jender yang meliputi empat kelompok kecil dan semua berdomisili di Dusun Centeng. Telah dikemukakan sebelumnya, kegiatan yang dilakukan adalah membuat kerupuk ikan dan kue, tetapi karena modal sangat kecil (Rp 25 ribu per orang), sehingga tidak bisa menambah penghasilan rumah tangga.

3.2. PENGETAHUAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP PROGRAM COREMAP

Sebagian besar masyarakat tampaknya telah mengetahui tentang COREMAP, namun partisipasi mereka masih rendah, karena program hanya terkonsentrasi di satu dusun. Tingginya pengetahuan tersebut adalah karena COREMAP telah lama masuk di desa ini, yaitu sejak COREMAP I. Berdasarkan Survei Data Dasar Sosial Ekonomi yang dilakukan tahun 2006 (T0) (Romdiati dkk., 2008:101-10) dan survey BME tahun 2008 (T1), diketahui adanya peningkatan pengetahuan

Page 108: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

84 | Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Lokasi COREMAP II – Hasil BME 

masyarakat tentang COREMAP. Dari beberapa kegiatan COREMAP fase II yang diimplementasikan di Desa Limbung, terutama yang paling diketahui responden adalah kegiatan yang berkaitan dengan pentingnya pelestarian terumbu karang (75 persen) dan perlindungan daerah pesisir/laut (67 persen). Tingginya pengetahuan responden tersebut memperlihatkan bahwa mereka sudah mengetahui tentang pentingnya terumbu karang untuk dilestarikan atau dijaga; terutama bagi keberlanjutan kehidupan mereka yang sangat tergantung dengan laut. Pada umumnya, pengetahuan tersebut pernah diterima beberapa responden pada saat program COREMAP fase I dilaksanakan di desa ini dan mareka mulai menjaga terumbu karang agar tidak rusak.

Pengetahuan responden tentang COREMAP cukup baik, diindikasikan oleh tingginya proporsi responden yang mengetahui kegiatan-kegiatan yang dilakukan program ini. Dari sembilan pertanyaan mengenai kegiatan-kegiatan COREMAP yang diajukan kepada responden, hanya tiga kegiatan yang hanya diketahui oleh kurang lebih sepertiga dari keseluruhan responden, yaitu kegiatan terkait dengan pelatihan UEP, pendampingan UEP, dan kegiatan pokmas UEP (lihat Tabel 3.1.). Temuan ini mendiikasikan bahwa kegiatan-kegiatan COREMAP yang berhubungan dengan pengembangan usaha produktif belum diketahui secara meluas, mungkin karena kegiatan yang dilakukan masih terkonsentrasi di satu kampung, yaitu di Air Brani. Sedangkan pengetahuan responden terkait dengan kegiatan peningkatan pengetahuan dan kesadaran akan pentingnya pelestarian terumbu karang diketahui oleh tiga perempar dari total responden, yang merupakan proporsi paling tinggi dibandingkan pengetahuan tentang kegiatan-kegiatan COREMAP lainnya. Hal ini kemungkinan besar dipengaruhi oleh adanya papan nama (bilbord) tentang COREMAP yang dipasang di depan pondok informasi, yang terletak berdampingan dengan Puskesmas dan Kantor Desa. Selain itu, Desa Limbung telah menjadi lokasi program sejak COREMAP fase I, maka mudah dipahami jika sebagian besar penduduknya telah mengetahui adanya kegiatan COREMAP yang terkait untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran akan pentingnya pelestarian terumbu karang.

Page 109: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

K a s u s K a b u p a t e n L i n g g a | 85

Untuk kegiatan perlindungan dan pengawasan pesisir dan laut yang merupakan salah satu kegiatan COREMAP juga diketahui oleh kira-kira dua pertiga responden, atau hanya sedikit lebih tingi daripada mereka yang mengetahui kegiatan pembentukan LPSTK (62 persen). Cukup tingginya pengetahuan tersebut tidak terlepas dari pembentukan LPSTK yang telah dilakukan cukup lama, disamping juga LPSTK sudah melakukan beberapa kegiatan. Walaupun terkonsentrasi di Kampung Air Brani, pada saat pembentukan LPSTK terdapat perwakilan dari kampung lain, meskipun kampung-kampung yang letaknya cukup jauh dari pusat desa tidak hadir. Tabel 3.1. Distribusi Persentase Responden Menurut Pengetahuan Tentang

Kegiatan COREMAP II, Desa Limbung, Kabupaten Lingga

Kegiatan COREMAP Tahu Tidak tahu

Jumlah (N=100)

Peningkatan pengetahuan dan kesadaran akan pentingnya pelestarian terumbu karang

75,0 25,0 100

Kegiatan perlindungan/pengawasan pesisir dan laut

67,0 33,0 100

Pembentukan lembaga pengelola sumberdaya terumbu karang LPSTK

62,0 38,0 100

Pelatihan UEP 32,0 68,0 100 Kegiatan pendampingan UEP 40,0 60,0 100 Kegiatan penyusunan rencana pemanfaatan & pelestarian TK

51,0 49,0 100

Kegiatan Pokmas konservasi 59,6 40,4 100 Kegiatan Pokmas UEP 29,6 70,4 100 Kegiatan Pokmas wanita/jender 58,2 41,8 100 Sumber: Survei Benefit Monitoring Evaluation (BME) Sosial-Ekonomi Desa

Limbung, 2008.

Cukup tingginya pengetahuan responden mengenai kegiatan-kegiatan COREMAP tersebut tampaknya belum diimplementasikan dalam praktek. Hal ini digambarkan oleh rendahnya persentase responden yang terlibat dalam kegiatan-kegiatan COREMAP, sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 3.2. Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa keterlibatan responden yang hanya kira-kira separuhnya dari mereka yang mengetahui. Bahkan, persentase responden dalam kegiatan pendampingan UEP, pokmas jender, dan pembentukan LPSTK hanya mencapai kurang dari sepertiganya dari responden

Page 110: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

86 | Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Lokasi COREMAP II – Hasil BME 

yang mengetahui adanya tiga jenis kegiatan tersebut dalam COREMAP. Lebih kecilnya proporsi yang terlibat dalam masing-masing kegiatan jauh lebih kecil daripada proporsi responden yang mengetahui jenis-jenis kegiatan yang dilaksanakan dalam COREMAP tersebut kemungkinan besar karena mereka biasanya hanya terlibat dalam salah satu kegiatan, terutama terkait dengan keanggotaan pokmas. Bahkan, sebagian lainnya tidak terlibat sama sekali dalam kegiatan-kegiatan COREMAP. Dari wawancara mendalam diketahui bahwa keterlibatan dalam kegiatan COREMAP, terutama sebagai anggota dalam salah satu pokmas, pada umumnya juga belum melakukan kegiatan apapun, kecuali beberapa orang anggota Pokmas Jender. Namun demikian, keterlibatan responden dalam kegiatan Pokmas Jender hanya sebesar 14 persen dari jumlah mereka yang mengetahui pokmas ini (57 responden). Ada dua kemungkinan jawaban ini muncul, yakni (1) karena yang menjadi responden umumnya laki-laki yang tentunya tidak terlibat program jender, dan (2) mereka yang terlibat program jender baru mencapai 16 orang yang mungkin juga tidak termasuk sampel rsponden individu. Persentase responden pada angka yang sangat rendah juga ditemukan pada kegiatan pendampingan UEP (15 persen). Pendampingan UEP di Desa Limbung hanya dilakukan oleh tenaga penyuluh dengan jadwal kerja yang tidak teratur. Sedankan tenaga pendamping lapangan hanya bekerja satu bulan, dan kemudian meninggalkan desa tanpa ada penggantinya. Oleh karena itu, mudah dimengerti jika keterlibatan responden dalam kegiatan pendampingan UEP sangat rendah, terlebih tenaga penyuluh dan senior fasilitator jarang berkinjung ke Desa Limbung.

Page 111: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

K a s u s K a b u p a t e n L i n g g a | 87

Tabel 3.2. Distribusi Persentase Responden yang Mengetahui Kegiatan COREMAP Menurut Keterlibatannya

Keterlibatan Kegiatan COREMAP

Terlibat Tidak terlibat

Jumlah (N)

Peningkatan pengetahuan dan kesadaran akan pentingnya pelestarian terumbu karang

41,3 58,7 75

Perlindungan/pengawasan pesisir dan laut

35,8 64,2 67

Pembentukan LPSTK 22,6 77,4 62 Pelatihan UEP 34,4 65,6 32 Pendampingan UEP 15,0 85,0 40 Penyusunan rencana pemanfaatan & pelestarian TK

32,7 67,3 49

Pokmas konservasi 37,9 62,1 58 Pokmas UEP 20,7 79,3 29 Pokmas wanita/jender 14,0 86,0 57

Sumber: Survei Benefit Monitoring Evaluation (BME) Sosial-Ekonomi Desa Limbung, 2008.

Persentase responden yang terlibat pada jenis kegiatan peningkatan pengetahuan dan kesadaran akan pentingnya pelestarian terumbu karang serta perlindungan/pengawasan pesisir dan laut paling tinggi dibandingkan dengan jenis-jenis kegiatan lainnya, meskipun hanya mencapai 41,3 persen. Angka ini hanya sedikt lebih tinggi daripada mereka yang terlibat dalam pokmas konservasi (37,9 persen). Sebaliknya, persentase responden dalam kegiatan yang berkaitan dengan UEP lebih rendah daripada kegiatan pelestarian terumbu karang. Temuan penelitian ini menggambarkan bahwa kegiatan penyadaran dan konservasi ekosistem terumbu karang cukup diminati, meskipun tidak selalu terkait dengan penerimaan bantuan (terutama untuk keterlbatan dalam kegiatan peningkatan pengetahuan dan kesadaran pentingnya pelestarian terumbu karang). Kenyataan ini mudah diphami karena kegiatan yang merupakan tahap awal pelaksanaan program tersebut diselenggarakan untuk seluruh anggota masyarakat. Selain itu, karena kegiatan tersebut hanya melibatkan berbagai bentuk pertemuan, maka kemungkinan masyarakat untuk

Page 112: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

88 | Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Lokasi COREMAP II – Hasil BME 

mengikutinya juga paling besar dibandingkan dengan kegiatan lainnya. Untuk keterlibatan pada pembentukan LPSTK dan penyusunan RPTK juga hanya melibatkan sebagian kecil responden. Besar kemungkinan termasuk mereka hanya terbatas pada beberapa anggota dalam pokmas dan/atau LPSTK, sehingga mempengaruhi rendahnya persentase responden yang terlibat dalam dua jenis kegiatan COREMAP tersebut.

Tabel 3.3 menyajikan data mengenai pengetahuan responden terkait dengan kegiatan ekonomi yang dilaksanakan COREMAP di Desa Limbung. Persentase responden yang mengetahui jenis-jenis kegiatan ekonomi produktif yang dilaksanakan program ini termasuk tinggi, kecuali untuk jenis kegiatan pemberian dana bergulir/kredit yang hanya diketahui oleh sekitar sepertiga dari jumlah responden. Dapat dilihat pada Tabel 3.3, sebagian besar responden telah mengetahui jenis usaha yang tidak merusak terumbu karang. Dari wawancara mendalam dengan beberapa anggota pokmas juga mencerminkan hal ini, yaitu dicerminkan dari pengetahuan untuk pemilihan jenis usaha yang diajukan dalam proposal pokmas yang memilih usaha-usaha usaha peternakan sapi, keramba ikan kerapu, dan jaring ikan. Sebaliknya, rendahnya persentase responden yang tidak mengetahui pemberian dana bergulir untuk pengembangan UEP kemungkinan disebabkan karena implementasi kegiatan belum dilakukan, disamping kurangnya sosialisasi yang berkaitan dengan penggunaan dana COREMAP untuk program UEP. Di sisi lain, mereka umumnya hanya mengetahui bahwa sebelum kegiatan dilakukan akan diadakan pelatihan dan bimbingan agar usaha yang akan dikembangkan berhasil. Hal ini mungkin disebabkan dalam pembuatan proposal mereka telah dilatih dan dibimbing oleh anggota LPSTK, tenaga pendamping, dan motivator.

Page 113: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

K a s u s K a b u p a t e n L i n g g a | 89

Tabel 3.3. Distribusi Persentase Responden Menurut Pengetahuan Tentang Jenis Kegiatan UEP - COREMAP

Jenis Kegiatan UEP – COREMAP

Tahu Tidak tahu

Jumlah (N=100)

Pemilihan jenis-jenis usaha yang tidak merusak terumbu karang

80,0 20,0 100

Pemberian dana bergulir/kredit untuk mengembangkan UEP masyarakat

36,0 64,0 100

Pelatihan dan bimbingan keterampilan untuk meningkatkan usaha

68,0 32,0 100

Sumber: Survei Benefit Monitoring Evaluation (BME) Sosial-Ekonomi Desa Limbung, 2008.

Ketiga jenis kegiatan UEP di atas diketahui masyarakat Desa Limbung dari empat sumber informasi, yaitu pengurus COREMAP, aparat desa, anggota masyarakat yang terlibat kegiatan COREMAP, dan anggota masyarakat lainnya. Berdasarkan jawaban responden mengenai sumber informasi dari kegiatan tersebut, jawaban terbanyak adalah dari pengurus COREMAP termasuk fasilitator dan motivator. Khususnya untuk kegiatan pemilihan jenis-jenis usaha yang tidak merusak terumbu karang adalah mencapai lebih dari separuhnya (58,8 persen) dan pemberian dana bergulir untuk mengembangkan UEP di masyarakat (55,6 persen). Sedangkan kegiatan UEP lain, yaitu kegiatan pelatihan dan bimbingan ketrampilan untuk meningkatkan usaha, diketahui responden hampir berbanding antara dari pengurus COREMAP (35,9 persen) dan masyarakat yang terlibat dengan kegiatan COREMAP (30,9 persen). Mengacu kepada jawaban responden ini dapat dimengerti karena pada sosialisasi awal kegiatan COREMAP fase II umumnya penjelasan program implementasi, termasuk UEP, diberikan oleh pengurus tingkat kabupaten. Penjelasan selanjutnya yang lebih rinci akan diberikan kepada kelompok yang

Page 114: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

90 | Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Lokasi COREMAP II – Hasil BME 

telah terbentuk dan umumnya juga dilakukan oleh pengurus COREMAP, yaitu tenaga pendamping/field fasilitator (FF) dan motivator. Informasi dari anggota masyarakat yang terlibat program COREMAP biasanya diterima dari ketua kelompok atau pengurus COREMAP tingkat desa (LPSTK) yang telah terlebih dahulu mengikuti pelatihan atau menerima informasi dari pengurus COREMAP tingkat kabupaten.

Dalam penyampaian informasi tentang program COREMAP, termasuk UEP, tampaknya sangat kurang diberikan dari kepala desa dan aparatnya. Hal ini terlihat dari jawaban responden yang hanya kurang dari 6 persen responden mengatakan bahwa sumber informasi tentang kegiatan UEP diperoleh dari aparat desa. Gambaran ini menunjukkan bahwa kemungkinan aparat Desa Limbung kurang dilibatkan dalam kegiatan COREMAP yang berdampak terhadap kurangnya pemberian informasi mengenai kegiatan ini kepada masyarakat. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari wawancara mendalam, pada umumnya kegiatan COREMAP yang akan diimplementasikan kepada masyarakat Desa Limbung langsung diberikan kepada pengurus LPSTK atau ketua kelompok. Kepala desa dan perangkatnya hanya diberitahu pada saat awal kegiatan COREMAP akan diimplementasikan di Desa Limbung, yang sekaligus dalam rangka pembentukan LPSTK.

Page 115: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

K a s u s K a b u p a t e n L i n g g a | 91

Tabel 3.4. Distribusi Responden Yang Mengetahui Jenis Kegiatan UEP – COREMAP Menurut Sumber Informasi

Jenis Kegiatan UEP –

COREMAP

Sumber informasi

Jumlah (N)

Fasilitator/ motivator/ pengurus

COREMAP

Kepala/ aparat desa/

dusun/ kampung/ RT/RW

Anggota masyarakat yang terlibat

dalam kegiatan

COREMAP

Anggota masyarakat

lainnya

Pemilihan jenis-jenis usaha yang tidak merusak terumbu karang

58,8 2,5 26,3 12,5 80

Pemberian dana bergulir/kredit untuk mengembangkan UEP masyarakat

55,6 2,8 27,8 13,9 36

Pelatihan dan bimbingan keterampilan untuk meningkatkan usaha

35,9 5,9 30,9 7,4 68

Sumber: Survei Benefit Monitoring Evaluation (BME) Sosial-Ekonomi Desa Limbung, 2008.

Sebagian dari responden yang mengetahui jenis kegiatan UEP – COREMAP ada yang terlibat lebih dari satu kegiatan. Misalnya, seseorang terlibat pada kegiatan pemilihan jenis-jenis usaha yang tidak merusak terumbu karang, namun dia juga mengikuti kegiatan pelatihan dan bimbingan ketrampilan untuk meningkatkan usaha. Namun tampaknya kegiatan UEP yang berkaitan dengan pemberian dana bergulir untuk mengembangkan UEP di masyarakat sangat kecil yang terlibat, yaitu 14,3 persen. Permasalahan ini mungkin karena sampai evaluasi ini dilakukan dana untuk kegiatan UEP sebagian besar belum turun, sehingga mereka belum merasa terlibat pada kegiatan UEP. Sedangkan jawaban terbanyak adalah responden yang terlibat pada kegiatan memilih jenis-jenis usaha yang tidak merusak terumbu karang, yaitu sebesar 32 persen. Hal ini dimaklumi karena kegiatan ini umumnya diikuti pada saat pembuatan proposal, di mana salah satu yang harus dipertimbangkan adalah kegiatan yang tidak merusak terumbu karang. (Lihat Tabel 3.5).

Page 116: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

92 | Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Lokasi COREMAP II – Hasil BME 

Tabel 3.5. Distribusi Responden Menurut Jenis Keterlibatan Kegiatan UEP – COREMAP dan Keterlibatannya

Jenis kegiatan UEP - COREMAP

Terlibat Tdk Terlibat

Jumlah (N)

Pemilihan jenis-jenis usaha yang tidak merusak terumbu karang

31,2 68,8 77

Pemberian dana bergulir/kredit untuk mengembangkan UEP masyarakat

14,3 85,7 35

Pelatihan dan bimbingan keterampilan untuk meningkatkan usaha

20,6 79,4 68

Sumber: Survei Benefit Monitoring Evaluation (BME) Sosial-Ekonomi Desa Limbung, 2008.

Keterlibatan masyarakat dalam kegiatan UEP diharapkan dapat menggantikan kegiatan yang dapat merusak lingkungan, khususnya lingkungan SDL dan ekosistem terumbu karang, dan meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat nelayan atau pesisir. Oleh karena itu, baik secara langsung maupun tidak langsung kegiatan ini akan berkaitan dengan usaha ekonomi yang dilakukan di darat atau di laut. Sebagaimana diketahui, program COREMAP di Desa Limbung telah berlangsung dua fase dan pada fase pertama pernah kegiatan yang berkaitan dengan usaha ekonomi. Berdasarkan pengetahuan responden ada beberapa jenis usaha ekonomi pernah dilakukan COREMAP. Di antara tujuh (7) kegiatan yang diketahui responden, jawaban terbanyak adalah kegiatan pembuatan makanan atau kue (66 persen), pengolahan hasil ikan laut (59 persen), dan usaha ternak rumahtangga (52 persen). Mengacu kepada usulan kegiatan dari Pokmas-pokmas COREMAP fase II, tampaknya kegiatan yang mereka ketahui umumnya adalah mirip dengan kegiatan pada

Page 117: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

K a s u s K a b u p a t e n L i n g g a | 93

COREMAP fase I. Hal ini karena kegiatan tersebut ada yang tidak muncul atau belum dilaksanakan pada fase II, kecuali pembuatan makanan atau kue yang telah dilaksanakan oleh Pokmas Jender.

Di antara kegiatan ekonomi yang diketahui responden, muncul jawaban usaha kerajian atau souvenir yang hanya sekitar 2 persen. Padahal di Desa Limbung hingga saat ini belum ada kegiatan membuat kerajinan atau souvenir khas dari Desa Limbung atau Kepulauan Riau. Berdasarkan wawancara mendalam diketahui bahwa kegiatan tersebut bukan berasal dari COREMAP, tetapi usahanya sendiri bila tidak pergi melaut atau berkebun. Kegiatan ekonomi lain adalah usaha BBM (1 persen). Apabila dilihat dari poroposal yang diajukan oleh Pokmas UEP COREMAP fase II belum muncul usaha penjualan BBM. Mungkin kegiatan ini pernah dilakukan pada program COREMAP fase I.

Tabel 3.6. Distribusi Responden Menurut Pengetahuan Mengenai Jenis Usaha Ekonomi yang Pernah Dilakukan COREMAP

Jenis usaha ekonomi Tahu Tidak tahu

Jumlah (N)

Perdagangan/warung - 100,0 100 Keramba ikan/udang/kepiting/biota laut lainnya

27,0 73,0 100

Pembelian armada dan alat tangkap 2,0 98,0 100 Ternak ayam/bebek/itik/kambing/lele/babi

52,0 48,0 100

Pembuatan makanan/kue/minyak kelapa

66,0 34,0 100

Pengolahan hasil laut/ikan asin/asap/pindang/ kerupuk

59,0 41,0 100

Kerajinan/souvenir 2,0 98,0 100 Lainnya (penyaluran BBM) 1,0 99,0 100

Sumber: Survei Benefit Monitoring Evaluation (BME) Sosial-Ekonomi Desa Limbung, 2008.

Page 118: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

94 | Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Lokasi COREMAP II – Hasil BME 

Kegiatan ekonomi COREMAP mencakup sejumlah besar jenis usaha ekonomi produktif yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan dan sekaligus juga mengurangi ketergantungan terhadap sumberdaya laut. Namun demikian, hanya sebagian kecil responden yang terlibat dalam kegiatan ekonomi tersebut. Sebagai contoh beberapa usaha ekonomi produktif seperti perdagangan/warung, pembuatan kerajinan hanya diketahui oleh kurang dari 10 persen responden, bahkan untuk keterlibatan dalam penyaluran BBM hanya satu orang responden. Salah satu kemungkinan yang menyebabkan fenomena ini adalah kurangnya sosialisasi mengenai jenis-jenis usaha ekonomi produktif yang bisa dilakukan dalam rangka pelaksanaan COREMAP.

Tabel 3.7. Distribusi Responden yang Mengetahui Jenis Usaha Ekonomi yang Pernah Dilakukan COREMAP Menurut Keterlibatannya

Jenis usaha ekonomi yang diikuti Terlibat Tidak Terlibat

Jumlah (N)

Perdagangan/warung - - - Keramba ikan/udang/kepiting/biota laut lainnya

3,7 96,3 27

Pembelian armada dan alat tangkap - 100,0 2 Ternak ayam/bebek/itik/kambing/lele/babi

7,8 92,2 52

Pembuatan makanan/kue/minyak kelapa

7,7 92,3 66

Pengolahan hasil laut/ikan asin/asap/pindang/ kerupuk

- 100,0 2

Kerajinan/souvenir - 100,0 2 Lainnya (penyaluran BBM) 100,0 - 1 Sumber: Survei Benefit Monitoring Evaluation (BME) Sosial-

Ekonomi Desa Limbung, 2008.

Page 119: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

K a s u s K a b u p a t e n L i n g g a | 95

BAB IV

PENDAPATAN RUMAH TANGGA: PERUBAHAN DAN FAKTOR PENGARUH

4.1. PENDAPATAN RUMAH TANGGA DAN PERUBAHANNYA

embahasan pendapatan rumah tangga pada tulisan ini mendasarkan pada hasil survei rumah tangga, mencakup rata-rata pendapatan rumah tangga per bulan, pendapatan per

kapita, median, dan distribusi rumah tangga menurut besar pendapatan per bulan. Sejalan dengan fokus penelitian pada perubahan pendapatan dalam kaitannya dengan pengelolaan terumbu karang, maka bagian ini juga menguraikan tentang pendapatan dari kegiatan kenelayan dan faktor yang berpengaruh, yang meliputi faktor internal, eksternal dan struktural. Termasuk dalam faktor internal antara lain teknologi penangkapan, produksi, dan kualitas sumber daya manusia. Sedangkan aspek pemasaran, sarana-prasarana produksi dan kompetisi pemanfaatan sumber daya laut, merupakan beberapa contoh dari faktor eksternal. Faktor struktural meliputi kebijakan, program, peraturan dan penegakkan hukum terkait dengan pemanfaatan sumber daya laut dalam rangka memperoleh pendapatan.

Pendapatan rumah tangga yang dimaksudkan dalam tulisan ini merujuk pada total pendapatan suatu rumah tangga yang diperoleh oleh kepala rumah tangga maupun anggota rumah tangga. Pendapatan rumah tangga dapat berasal dari beberapa sumber: (1) penghasilan yang diperoleh anggota rumah tangga yang bekerja (seperti gaji/upah, keuntungan usaha), (2) penghasilan dari bunga tabungan/saham/ deposito, kiriman/pemberian, dan (3) uang pensiun. Sedangkan pendapatan dari kegiatan kenelayanan adalah semua pendapatan yang diperoleh oleh kepala maupun anggota rumah tangga yang bekerja sebagai nelayan, baik pada musim angin teduh, pancaroba maupun kencang/kuat.

P

Page 120: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

96 | Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Lokasi COREMAP II – Hasil BME 

4.1.1. Pendapatan Rumah Tangga dari Semua Sumber Mata Pencaharian dan Penerima Pendapatan

Kondisi pendapatan rumah tangga responden di Desa Limbung menunjukkan peningkatan dalam dua tahun terakhir (2006-2008). Semua ukuran statistik pendapatan menunjukkan fenomena membaiknya kondisi ekonomi rumah tangga responden. Pada tahun 2006, rata-rata pendapatan rumah tangga per bulan dari berbagai sumber pendapatan di daerah penelitian sebesar Rp 948.300,-, meningkat menjadi Rp 1.360.700,- pada tahun 2008, atau mengalami kenaikan sebesar 43,5 persen selama periode 2006-2008 (lihat Tabel 3.1). Peningkatan pendapatan rumah tangga terjadi pada mereka yang berpendapatan rendah maupun tinggi, terlihat dari adanya kenaikan pendapatan minimum maupun maksimum. Gambaran tentang kondisi kesejahteraan penduduk Desa Limbung yang semakin baik juga diperlihatkan oleh peningkatan pendapatan per kapita. Pada tahun 2008, pendapatan per kapita hanya sebesar Rp 423.050,- per bulan, hampir dua kali lipatnya dari pendapatan per kapita pada tahun 2006 (Rp 223.200,- per bulan), atau meningkat 89,5 persen. Peningkatan pendapatan per kapita ini mungkin berkaitan dengan perubahan jumlah anggota rumah tangga, antara lain karena migrasi ke luar untuk bekerja maupun karena perkawinan. Informasi dari masyarakat dan pengamatan di lokasi penelitian memperkuat alasan tersebut. Tingkat pendapatan rumah tangga menunjukkan tren meningkat, tetapi lebih dari separuh rumah tangga sampel hanya mempunyai pendapatan di bawah rata-rata pendapatan rumah tangga, diperlihatkan oleh angka median yang lebih rendah dari rata-rata pendapatan rumah tangga.

Page 121: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

K a s u s K a b u p a t e n L i n g g a | 97

Tabel 4.1. Statistik Pendapatan Rumah Tangga Per Bulan, Desa Limbung, Kabupaten Lingga, Tahun 2006 dan 2008 (Rupiah)

Pendapatan Jumlah (Rp.)

2006 2008

Per kapita 223.200 423.050

Rata-rata rumah tangga 948.300 1.360.700

Median 754.800 981.250

Minimum 10.000 75.000

Maksimum 6.375.000 10.157.500

Sumber: Survei Data Dasar Aspek Sosial Ekonomi Terumbu Karang, PPK-LIPI 2006 dan Survei BME Aspek Sosial-Ekonomi, PPK-LIPI 2007

Perubahan pendapatan rumah tangga di Desa Limbung terjadi di setiap kategori besar pendapatan (lihat Gambar 4.1). Persentase rumah tangga pada kelompok rumah tangga berpendapatan terendah menurun tajam, yaitu dari 37 persen pada tahun 2006 menjadi 13,1 persen pada tahun 2008. Diperkirakan rumah tangga tersebut berpindah ke kelompok rumah yang mempunyai rata-rata pendapatan antara 500 ribu – 1 juta rupiah per bulan, yang ditunjukkan oleh tingginya persentase rumah tangga dengan jumlah pendapatan tersebut, yang juga mengalami sedikit peningkatan. Perubahan pendapatan ini kemungkinan besar dialami oleh rumah tangga nelayan yang mengganti alat tangkap jenis jaring (pada tahun 2006) dengan bubu (pada tahun 2008. Meskipun sama-sama dipasang sepanjang siang dan malam hari yang hasil tangkapannya diambil pada pagi dan sore hari, hasil ketam yang ditangkap dengan bubu cenderung lebih banyak daripada dengan jaring (wawancara dengan beberapa nelayan di Dusun Centeng maupun Senempek).

Page 122: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

98 | Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Lokasi COREMAP II – Hasil BME 

Gambar 4.1. Distribusi Persentase Rumah Tangga Responden Menurut Kelompok Pendapatan, Desa Limbung, Kabupaten Lingga, 2006 dan 2008

Sumber: Survei Data Dasar Aspek Sosial Ekonomi Terumbu

Karang, PPK-LIPI 2006 dan Survei BME Aspek Sosial-Ekonomi, PPK-LIPI 2007

Perubahan tingkat pendapatan rumah tangga ke arah yang lebih besar juga terjadi pada kelompok rumah tangga berpendapatan tinggi, dengan peningkatan tajam dialami oleh mereka yang memiliki pendapatan antara 2 juta – 2,4 juta rupiah dan 3,5 juta rupian per bulan ke atas. Nelayan kelong bilis yang umumnya mempunyai kondisi ekonomi lebih baik diperkirakan termasuk kelompok rumah tangga berpendapatan tinggi ini. Observasi di wilayah penangkapan kelong bilis memperlihatkan adanya penambahan jumlah kelong dibandingkan pada survei tahun 2006, dengan wilayah tangkap yang semakin mendekati lokasi terumbu karang. Lokasi wilayah tangkap seperti ini memungkinkan nelayan untuk mendapatkan hasil tangkapan bilis lebih banyak, sehingga berkontribusi terhadap peningkatan pendapatan. Walau terjadi penurunan persentase rumah tangga responden yang berada pada kelompok pendapatan antara 2,5 juta -2,9 juta rupiah per bulan, tetapi hanya dialami sedikit rumah tangga. Dengan demikian, peningkatan pendapatan rumah tangga dirasakan oleh mayoritas rumah tangga di Desa Limbung. Namun

Page 123: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

K a s u s K a b u p a t e n L i n g g a | 99

demikian, meningkatnya pendapatan rumah tangga tampaknya belum dapat memperbaiki kondisi kesejahteraan, karena harga barang dan jasa yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dasar juga semakin mahal.

Pendapatan rumah tangga berasal dari penghasilan yang diperoleh dari kepala maupun anggota rumah tangga, tetapi keterlibatan kepala rumah tangga (KRT) pada umumnya paling tinggi, karena perannya sebagai pencari nafkah utama. Data rata-rata pendapatan berdasarkan lapangan pekerjaan KRT memperlihatkan adanya kecenderungan peningkatan rata-rata pendapatan per bulan di setiap sektor, kecuali sektor industri pengolahan dan lainnya. Peningkatan pendapatan KRT yang tertinggi dialami oleh mereka yang bekerja pada lapangan pekerjaan perkebunan (karet), yaitu meningkat sebesar 60,2 persen selama dua tahun terakhir. Namun demikian, keterlibatan KRT pada lapangan pekerjaan ini hanya sedikit, sehingga peningkatan pendapatan tersebut tidak berdampak luas pada kesejahteraan rumah tangga secara umum. Sedangkan peningkatan pendapatan KRT yang bekerja pada lapangan pekerjaan perikanan tangkap yang hanya 23,7 persen tampaknya dapat dirasakan oleh masyarakat, karena jumlah KRT yang bekerja di sektor ini adalah paling banyak dibandingkan mereka yang bekerja di sektor lain. Tabel 4.2. Rata-rata Pendapatan Rumah Tangga Per Bulan Menurut

Lapangan Pekerjaan Kepala Keluarga, Desa Limbung, Kabupaten Lingga Utara, Tahun 2006dan 2008

Lapangan Pekerjaan Rata-rata Pendapatan (Rp.) 2006 N 2008 n

Perikanan tangkap 1.050.500 68 1.376.800 67 Pertanian pangan 505.000 2 600.000 1 Kehutanan - - 700.000 2 Perkebunan 681.300 7 1.712.200 6 Perdagangan 933.300 3 1.858.700 2 Industri pengolahan 850.200 5 600.000 12 Jasa Kemasyarakatan 777.600 4 - - Lainnya 732.500 4 470.000 2

Sumber: Survei Data Dasar Aspek Sosial Ekonomi Terumbu Karang, PPK-LIPI 2006 dan Survei BME Aspek Sosial-Ekonomi, PPK-LIPI 2008

Page 124: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

100 | Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Lokasi COREMAP II – Hasil BME 

Kenaikan pendapatan KRT yang berasal dari lapangan pekerjaan perikanan tangkap diperkirakan lebih baik dibandingkan dengan perkembangan sektor lainnya. Peningkatan pendapatan KRT yang bekerja pada lapangan usaha perdagangan yang mencapai 49,8 persen mungkin juga dipengaruhi oleh peningkatan daya beli rumah tangga responden yang kebanyakan dikepalai oleh mereka yang bekerja di sektor perikanan tangkap. Hal ini karena lapangan pekerjaan perdagangan di Desa Limbung pada umumnya berupa usaha dagang barang-barang kebutuhan sehari-hari.

Penurunan pendapatan KRT terjadi di sektor industri dan sektor lainnya. Lapangan pekerjaan industri pengolahan yang terlihat menonjol di Desa Limbung adalah usaha pengolahan daging kepiting yang mayoritas tenaga kerjanya perempuan. Demikian pula KRT yang bekerja di sektor industri tersebut didominasi oleh KRT perempuan (berstatus janda) yang bekerja pada usaha pengolahan daging ketam, anyaman untuk atap rumah, dan membuat makanan kecil. Usaha –usaha industri kecil dan rumah tangga yang cenderung memberikan upah rendah dan diperkirakan belum dapat meningkatkan pendapatan pekerja13.

Tabel 4.2 juga memperlihatkan, pada tahun 2008 tidak ditemukan KRT yang bekerja di sektor jasa kemasyakatan yang pada tahun 2006 berjumlah empat orang. Keterangan yang diperoleh dari masyarakat menunjukkan bahwa responden yang semula bekerja pada sektor jasa kemasyarakatan telah memasuki usia pensiun dan pindah ke luar desa, sedangkan pengganti responden bekerja di luar sektor tersebut.

4.1.2. Pendapatan Rumah Tangga dari Kegiatan Kenelayanan

Kapasitas penangkapan sebagian besar nelayan di Indonesia masih rendah. Penggunaan dan sarana-prasarana penangkapan sumber daya

13 Besar penghasilan dari sektor industri pengolahan kepiting tersebut tergantung pada hasil kerja kelompok dengan sistem upah borongan. Pabrik ketam terbesar mempunyai tiga kelompok dengan anggota per kelompok (meja) antara 6-8 orang. Sedangkan dua usaha industri ketam lainnya hanya mempekerjakan tenaga kerja masing-masing 5 orang dan 8 orang.

Page 125: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

K a s u s K a b u p a t e n L i n g g a | 101

laut umumnya berupa perahu motor (dan bahkan perahu tanpa motor/sampan), demikian pula alat tangkap yang digunakan masih sederhana. Keadaan ini berdampak terhadap pendapatan dari kegiatan kenelayanan yang rendah.

Analisis pendapatan rumah tangga dari kegiatan kenelayanan dalam tulisan ini didasarkan pada data hasil survei rumah tangga yang memperoleh penghasilan dari kegiatan kenelayanan. Besar pendapatan dihitung dari semua pendapatan anggota rumah tangga yang bekerja pada sub-sektor perikanan tangkap/laut, baik berasal dari pekerjaan utama maupun tambahan. Di antara 100 rumah tangga responden, terdapat sebanyak 79 rumah tangga yang mempunyai penghasilan dari kegiatan kenelayanan. Jumlah rumah tangga tersebut menjadi lebih sedikit pada saat musim pancaroba (68 rumah tangga) dan ombak kuat (38 orang). Sedikitnya jumlah rumah tangga yang mendapat penghasilan dari kegiatan kenelayanan pada musim ombak kuat berhubungan dengan cukup banyaknya nelayan yang menghentikan aktivitas melaut, karena mereka hanya mempunyai kapal motor bermesin kecil atau sampan yang tidak dapat menembus ombak besar.

Tanpa memperhitungkan musim angin, data pada Tabel 4.2 memperlihatkan rata-rata pendapatan rumah tangga dari kegiatan kenelayanan sebesar Rp 967.200, atau lebih besar dari nilai upah minimum Provinsi Kepulauan Riau yang sebesar Rp 833.000,- . Pendapatan tersebut mengalami peningkatan sekitar 23,2 persen dalam kurun waktu 2006-2008 (lihat Gambar 4.2). Pendapatan dari kegiatan kenelayanan yang cenderung membaik juga terlihat dari angka median yang meningkat tajam. Bahkan pada tahun 2008, besar median hampir mendekati angka rata-rata pendapatan, mengindikasikan bahwa semakin banyak rumah tangga nelayan yang pendapatannya mengalami kenaikan.

Page 126: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

102 | Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Lokasi COREMAP II – Hasil BME 

Gambar 4.2. Statistik Pendapatan Rumah Tangga Per Bulan Dari Kegiatan Kenelayanan, Desa Limbung, Kabupaten Lingga, Tahun 2006 dan 2008

Sumber: Survei Data Dasar Aspek Sosial Ekonomi Terumbu

Karang, PPK-LIPI 2006 dan Survei BME Aspek Sosial-Ekonomi, PPK-LIPI 2008

Pendapatan rumah tangga nelayan sangat bergantung pada musim angin. Rata-rata pendapatan rumah tangga nelayan pada musim teduh (gelombang lemah) adalah paling tinggi dibandingkan dengan pendapatan rata-rata pada musim pancaroba dan musim gelombang kuat. Demikian pula statistik pendapatan lainnya (median, pendapatan maksimum dan minimum), juga menunjukkan angka lebih tinggi dibandingkan dengan dua musim lainnya. Keadaan ini terjadi karena pada musim teduh nelayan dapat melaut dua kali per hari dengan menggunakan beberapa jenis alat tangkap. Pada musim ini semua nelayan turun ke laut. Meskipun terjadi penurunan harga jual, tetapi selain kepiting/ketam sebagai hasil tangkapan utama, nelayan juga sering memperoleh berbagai jenis ikan, sehingga penjualan hasil tangkapan dapat memberikan pendapatan lebih besar dibandingkan

Page 127: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

K a s u s K a b u p a t e n L i n g g a | 103

dengan dua musim lainnya (gelombang kuat dan pancaroba). Harga jual sedikit menurun, tetapi karena hasil tangkapan tergolong banyak, maka pendapatan yang diperoleh nelayan juga cukup besar, seperti diungkapkan oleh salah seorang nelayan berikut ini.

“...............pada musim teduh, banyak ketam dan ikan yang dapat ditangkap nelayan, tapi harga turun. Tapi ketam bisa dijual kemana saja dan turunnya (harga) juga tidak banyak. Di sini ada tiga PT. Kita jual kemana kita mau. Kalau jual ikan bisa ke kapal yang datang dari Pancur, ke penampung di sini juga bisa, terserah kita mau kemana. Harganya memang lebih murah dibandingkan dengan jualan ikan pada saat angin ribut (musim angin kencang), tapi karena hasilnya lebih banyak, dapat uangnya juga lebih banyak.”

Pendapatan rumah tangga nelayan pada musim pancaroba lebih rendah daripada pendapatan pada musim teduh, tetapi lebih tinggi dibandingkan musim gelombang kuat (lihat Gambar 4.2). Perubahan pendapatan dari kegiatan kenelayanan menurut perubahan pada musim tersebut berhubungan dengan frekuensi melaut dan jangkauan wilayah tangkap. Pada musim pancaroba, kegiatan kenelayanan dilakukan dengan memperhitungkan kondisi angin yang sewaktu-waktu dapat berubah cepat, sehingga mengurangi waktu melaut. Sedangkan kegiatan melaut pada musim ombak kuat sangat jauh berkurang dengan jangkauan wilayah tangkap sangat terbatas, sehingga hasil tangkapan biasanya hanya dapat dipakai untuk memenuhi kebutuhan sendiri.

Page 128: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

104 | Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Lokasi COREMAP II – Hasil BME 

Gambar 4.3. Statistik Pendapatan Rumah Tangga dari Kegiatan Kenelayanan, Desa Limbung, Kabupaten Lingga, 2008

Sumber: Survei Data Dasar Aspek Sosial Ekonomi

Terumbu Karang, PPK-LIPI 2006 dan Survei BME Aspek Sosial-Ekonomi, PPK-LIPI 2008

Pendapatan dari kegiatan kenelayanan cenderung meningkat selama periode tahun 2006-2008 (Tabel 4.3). Kecuali pendapatan maksimum14, semua statistik pendapatan menunjukkan adanya peningkatan pendapatan pada setiap musim. Perubahan pendapatan menurut musim tampak konsisten pada tahun 2006 maupun 2008 (Tabel 4.3), yaitu pendapatan paling besar diperoleh pada musim teduh/ombak lemah, terendah pada musim ombak kuat, sedangkan pada musim pancaroba berada di antara musim teduh dan ombak kuat. Tren tingkat pendapatan selama periode 2006-2008 juga menunjukkan, pada musim ombak lemah terjadi kenaikan pendapatan paling tinggi (45,7 persen). Kenaikan rata-rata pendapatan pada musim ombak kuat adalah 15,4 persen, atau kira-kira tiga kali lipat

14 Penurunan pendapatan maksimum kemungkinan berhubungan dengan pergantian responden (yaitu dari seorang nelayan pemilik beberapa kelong bilis dengan nelayan lain yang kondisi ekonominya lebih rendah), karena menolak untuk diwawancara.

Page 129: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

K a s u s K a b u p a t e n L i n g g a | 105

lebih besar daripada kenaikan rata-rata pendapatan pada musim pancaroba (4,7 persen). Tren kenaikan pendapatan yang cukup tinggi pada musim ombak kuat tersebut menggambarkan adanya peningkatan kapasitas penangkapan nelayan, karena pada musim ombak kuat hanya nelayan yang mempunyai perahu motor bermesin cukup besar ( >15 PK) yang dapat melakukan aktivitas melaut. Kenaikan pendapatan rumah tangga nelayan pada musim ombak kuat cenderung dialami oleh rumah tangga yang berpendapatan kurang dari Rp 1 juta (lihat Tabel 4.4). Tabel 4.3. Statistik Pendapatan Rumah Tangga dari Kegiatan Kenelayanan Menurut

Musim, Desa Limbung, Kabupaten Lingga Utara, Tahun 2006 dan 2008 (Rupiah).

Pendapatan

Musim

Ombak Lemah Pancaroba Ombak Kuat

2006 2008 2006 2008 2006 2008

Rata-rata 1.236.400 1.802.100 839.500 879.050 561.500 647.850

Median 750.000 1.500.000 500.000 650.000 310.000 500.000

Minimum 50.000 300.000 45.000 150.000 25.000 100.000

Maksimum 7.200.000 6.750.000 9.900.000 3.900.000 5.100.000 3.000.000

Sumber: Survei Data Dasar Aspek Sosial Ekonomi Terumbu Karang, PPK-LIPI 2006 dan Survei BME Aspek Sosial-Ekonomi, PPK-LIPI 2008

Perubahan pendapan yang lebih baik juga terlihat dari angka median pendapatan yang meningkat, sebaliknya pendapatan minimum cenderung menurun. Meskipun demikian, masih banyak rumah tangga nelayan yang mempunyai pendapatan rumah di bawah rata-rata pendapatan, yaitu ditunjukkan oleh angka median yang masih berada di bawah nilai rata-rata pendapatan, baik pada musim teduh/ombak lemah, pancaroba maupun ombak kuat.

Data distribusi rumah tangga menurut kelompok pendapatan dan musim menunjukkan perbedaan perubahan pendapatan menurut musim angin. Secara umum terjadi kenaikan pendapatan pada kelompok rumah tangga nelayan yang memiliki besar pendapatan di bawah angka rata-rata pendapatan. Namun demikian, perubahan pendapatan ke arah yang lebih baik paling jelas terlihat pada musim ombak lemah dibandingkan dengan dua musim lainnya. Tabel 4.5

Page 130: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

106 | Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Lokasi COREMAP II – Hasil BME 

memperlihatkan persebaran rumah tangga yang cenderung merata pada kelompok pendapatan ke dua, ke tiga dan ke empat terbawah (Rp 500 - 999 ribu, Rp 1 juta-1,4 juta, dan Rp 1,5- Rp 1,9 juta). Sedangkan pada musim pancaroba dan ombak kuat, persentase rumah tangga nelayan berdasarkan kelompok pendapatan cenderung terpusat pada dua kelompok pendapatan terendah (< Rp 500 ribu dan Rp 500 - 999 ribu). Perbedaan ini dapat dipahami dari kenyataan bahwa kegiatan kenelayanan pada musim teduh dapat dilakukan dengan maksimal, sehingga pendapatan nelayan juga lebih besar. Apalagi dalam dua tahun terakhir tampaknya terjadi peningkatan pemilikan/penguasaan alat tangkap, khususnya bubu ketam, yang dioperasikan terus-menerus selama musim teduh dan umumnya selalu menghasilkan setiap pagi dan sore hari, sehingga berkontribusi terhadap besarnya pendapatan rumah tangga pada musim ini. Namun demikian, pada musim pancaroba dan ombak kuat, pendapatan mereka diperkirakan turun pada kelompok pendapatan yang lebih rendah, karena frekuensi dan waktu melaut berkurang. Data pada Tabel 4.5 menggambarkan keadaan tersebut, yaitu persentase rumah tangga pada kelompok pendapatan terendah (< Rp 500 ribu) jauh lebih tinggi dibandingkan pada musim ombak lemah. Tabel 4.4. Distribusi Rumah Tangga Nelayan Menurut Kelompok Pendapatan dan

Musim, Tahun 2006 dan 2008 (%)

Pendapatan (‘000 rp)

Musim

Ombak Lemah Pancaroba Ombak Kuat 2006 2008 2006 2008 2006 2008

< 500 25,3 2,7 47,1 31,9 68,4 46,6 500 – 999 35,4 24,0 32,4 37,7 21,0 41,4 1.000 – 1.499 7,6 22,7 8,8 13,0 5,3 6,9 1.500 – 1.999 11,4 18,7 7,4 8,7 2,7 1,7 2.000 – 2.499 10,1 13,3 0,0 4,3 0,0 0,0 2.500 – 2.999 2,5 8,0 0,0 1,4 0,0 0,0 3.000 – 3.499 1,3 0,0 0,0 1,4 0,0 3,4 > 3.500 6,3 10,7 4,4 1,4 2,6 0,0 Jumlah (N)

100 (79)

100 (75)

100 (68)

100 (69)

100 (38)

100 (42)

Sumber: Survei Data Dasar Aspek Sosial Ekonomi Terumbu Karang, PPK-LIPI 2005 dan Survei BME Aspek Sosial-Ekonomi, PPK-LIPI 2007

Page 131: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

K a s u s K a b u p a t e n L i n g g a | 107

Data tren pendapatan rumah tangga dari kegiatan kenelayanan juga menunjukkan, kenaikan persentase rumah tangga pada kelompok pendapatan tinggi (> Rp 2,5 juta) terjadi pada musim teduh/ombak lemah. Kenaikan proporsi rumah tangga yang memiliki pendapatan tinggi pada musim teduh tersebut kemungkinan berhubungan dengan bertambahnya rumah tangga yang memiliki kelong bilis yang biasanya dioperasikan pada musim teduh. Sebaliknya, pada musim pancaroba dan ombak kuat, rumah tangga nelayan pada kelompok pendapatan tinggi tersebut tampaknya juga mengalami penurunan pendapatan. Hal ini diindikasikasikan oleh peningkatan persentase rumah tangga nelayan pada kelompok pendapatan Rp 2,5 – Rp 2,9 juta dan Rp 3,0 – Rp 3,4 juta, sebaliknya terjadi penurunan persentase rumah tangga nelayan pada kelompok pendapatan tertinggi (> Rp 3,5 juta) yang cukup besar. Dengan perkataan lain terjadi pergeseran kelompok rumah tangga nelayan dari kelompok pendapatan tertinggi ke kelompok pendapatan lebih rendah.

4.2. FAKTOR PENGARUH PENDAPATAN RUMAH TANGGA

Perubahan pendapatan rumah tangga di lokasi penelitian, yaitu di Desa Limbung, Kabupaten Lingga, dipengaruhi oleh faktor internal, eksternal dan struktural, yang saling terkait satu dengan yang lain. Beberapa faktor eksternal yang berpengaruh terhadap pendapatan rumah tangga adalah kebijakan/program/aturan pemerintah dan lembaga lain, misalnya Program COREMAP maupun program-program pembangunan lainnya. Sedangkan faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi pendapatan rumah tangga dan perubahannya antara lain permintaan sumber daya laut, akses pemasaran, musim, dan degradasi sumberdaya pesisir/laut. Fator internal meliputi semua faktor yang ada dalam diri dan lingkungan masyarakat setempat, antara lain teknologi penangkapan, wilayah penangkapan, biaya produksi, dan kualitas sumber daya nelayan.

4.2.1. Pengaruh Program COREMAP dan Program Lainnya: Faktor Struktural

Tujuan COREMAP fase II yang berlangsung selama periode 2005 – 2010 adalah untuk mengembangkan sistem pengelolaan terumbu

Page 132: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

108 | Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Lokasi COREMAP II – Hasil BME 

karang, memberdayakan dan mendukung masyarakat dalam pengelolaan terumbu karang dan ekosistem terkait secara berkelanjutan, yang pada gilirannya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir di Indonesia. Pelaksanaan COREMAP di Kabupaten Lingga, yaitu di tujuh desa (salah satunya adalah Desa Limbung) telah dimulai sejak fase I dan dilanjutkan pada fase II. Kegiatan COREMAP diawali dengan sosialisasi di tingkat kabupaten dan desa, disamping pembentukan beberapa kelompok masyarakat (pokmas). Program ini terus berusaha mendorong dan meningkatkan kemampuan masyarakat dalam mengorganisir diri, termasuk menentukan pilihan kegiatan pembangunan di daerahnya secara musyawarah dengan mengacu pada azas COREMAP II (yaitu dari, oleh, dan untuk masyarakat) (DKP, 2007).

Pada saat survei BME Sosial Ekonomi dilakukan, kegiatan COREMAP II telah berlangsung selama tiga tahun. Beberapa kegiatan untuk mencapai tujuan COREMAP telah dilakukan, meskipun sebagian diantaranya masih belum memberikan dampak positif, karena berbagai kendala. Berikut ini dibahas capaian dan kendala yang dihadapi selama pelaksanaan program. Data maupun informasi yang berasal dari hasil survei BME sosial ekonomi tersebut dapat dimanfaatkan oleh komponen CBM (community based management) untuk perbaikan implementasi COREMAP selanjutnya.

Kegiatan Usaha Ekonomi Produktif (UEP) yang merupakan target pelaksanaan COREMAP II dalam rangka meningkatkan kesejahteraan penduduk di lokasi Desa Limbung tampaknya masih sangat terbatas. Walaupun telah terbentuk enam (6) pokmas UEP, hanya terdapat satu pokmas yang sudah berjalan, yaitu pokmas jender yang melakukan kegiatan usaha industri rumah tangga. Dengan modal usaha sebesar Rp 500 ribu per kelompok dengan anggota 16 orang15, 15 Walaupun mengatasnamakan pokmas, pada kenyataannya kegiatan usaha dilakukan secara individu. Dari satu pokmas yang beranggotakan sebanyak 16 orang, kemudian dibagi menjadi empat (4) kelompok,. Masing-masing kelompok mendapat bantuan modal Rp 100 ribu yang kemudian dibagikan kepada empat orang anggota. Uang sebesar Rp 25 ribu tersebut dipakai sebagi modal usaha membuat kue kering (mereka menyebutnya epuk-epuk) atau kerupuk ikan.

Page 133: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

K a s u s K a b u p a t e n L i n g g a | 109

maka kegiatan UEP yang baru berjalan kira-kira empat (4) bulan sebelum pelaksanaan survei BME Sosek, dampak kegiatan ini terhadap peningkatan pendapatan rumah tangga belum terlihat nyata. Meskipun demikian, ketua dan salah seorang anggota pokmas jender tersebut mengatakan bahwa kegiatan UEP dapat membantu dalam memberikan kegiatan produktif bagi anggota pokmas yang jumlahnya masih terbatas pada beberapa orang.

Dampak positif lain yang dirasakan oleh masyarakat dengan adanya COREMAP adalah fasilitas (kemudahan) dalam melakukan kegiatan melaut, yang secara tidak langsung mempengaruhi peningkatan pendapatan rumah tangga nelayan. Penentuan daerah perlindungan laut (DPL) yang dimotori oleh COREMAP dengan partisipasi masyarakat setempat, membuat nelayan tidak lagi berani melakukan penangkapan di kawasan tersebut dan juga tidak menggunakan alat-alat tangkap yang tidak ramah lingkungan, misalnya parit gamat yang sebelumnya sering digunakan untuk mencari teripang. Lebih-lebih dengan dikeluarkannya peraturan desa (Perda) tentang larangan penggunaan alat-alat tangkap yang merusak yang juga difasilitasi oleh COREMAP fase I, masyarakat nelayan menjadi berani untuk melakukan protes jika ada nelayan setempat dan luar desa yang melanggar aturan tersebut. Menurunnya atau bahkan tidak adanya lagi penggunaan alat-alat tangkap yang merusak, demikian pula tidak dilakukannya penangkapan SDL di lingkungan DPL, menyebabkan tekanan terhadap ekosistem terumbu karang dan kekeruhan air laut semakin berkurang, sehingga meningkatkan populasi sumber daya laut, termasuk ikan bilis yang tidak bisa hidup di lingkungan air keruh. Informasi yang diperoleh dari FGD di Dusun Seranggas menggambarkan semakin meningkatnya ketersediaan ikan bilis, seperti diungkapkan sebagai berikut:

“.....hasil kelong sejak COREMAP II jadi baik lagi, karena ada larangan penggunaan alat tangkap yang merusak, seperti parit gamat untuk cari teripang. Parit gamat buat air jadi keruh dan teri tak mau masuk (ke kelong). Sekarang orang yang mampu pada cacak (memasang) baru, jadi kelong makin banyak. Tak apa-

Page 134: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

110 | Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Lokasi COREMAP II – Hasil BME 

apa mereka pada nambah, karena lokasinya besar (luas), soalnya tempatnya di laut.”

Pengamatan di wilayah penangkapan nelayan Desa Limbung memperkuat semakin banyaknya keberadaan ikan bilis di perairan tersebut, ditunjukkan oleh semakin banyaknya jumlah kelong bilis pada saat ini dibandingkan dua tahun yang lalu. Dampak lanjutan dari peningkatan populasi SDL adalah bertambahnya hasil tangkapan, yang selanjutnya meningkatkan pendapatan rumah tangga nelayan. Kondisi ini akan semakin baik apabila pokmas pengawasan (reef watcher) yang sudah terbentuk dapat segera melakukan aktivitasnya. Menurut sejumlah informan, pokmas pengawasan belum aktif dalam melakukan kegiatan karena belum memiliki peralatan (kapal motor, bahan bakar minyak, lampu sorot, dan atribut untuk tanda batas DPL), padahal anggota pokmas kebanyakan berasal dari dusun yang letaknya jauh dari lokasi dpl. Meskipun pada COREMAP fase I pernah ada kegiatan pengawasan, dengan berhentinya program ini selama kurang lebih tiga tahun berdampak pada rusak/hilangnya peralatan, sarana dan atribut kawasan perlindungan laut.

Kemudahan dalam kegiatan melaut lainnya adalah bantuan infrastruktur yang berupa pembangunan tambatan perahu (dermaga). Keberadaan fasilitas ini sangat membantu nelayan, khususnya di Dusun Air Berani dan Seranggas, yang selama ini hanya memanfaatkan tambatan perahu pribadi atau swadaya dengan kondisi sangat sederhana. Manfaat keberadaan tambatan perahu bantuan COREMAP ini tidak hanya dirasakan oleh nelayan, tetapi juga masyarakat lainnya (setempat dan luar desa) yang akan menyeberang dari dan ke dusun lainnya di Desa Limbung atau bahkan ke kecamatan lain, misalnya Penaah.

Selain COREMAP, termasuk dalam faktor eksternal yang mungkin berkontribusi terhadap peningkatan pendapatan masyarakat Desa Limbung antara lain Program Bantuan Dana Penguatan Modal dari Kantor Sumber Daya Alam (KSDA) Kabupaten Lingga, yang sumber dananya berasal dari tingkat provinsi. Program ini dimulai tahun 2006 (tetapi di Desa Limbung baru berjalan pada awal tahun 2007) yang ditujukan pada nelayan dan pembudidaya di Kabupaten Lingga, tetapi 20 persen dari total anggaran ditujukan untuk wilayah COREMAP

Page 135: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

K a s u s K a b u p a t e n L i n g g a | 111

(wawancara di KSDA Kabupaten Lingga). Lebih lanjut dikemukakan bahwa penyaluran dana dilakukan oleh salah satu koperasi di kabupaten ini yang merupakan rekanan KSDA, sedangkan KSDA bertindak sebagai pendampingan teknis. Sepertihalnya dengan persyaratan untuk mendapatkan kredit, calon peminjam harus memiliki agunan yang berupa sertifikat tanah atau surat BPKB. Persyaratan semacam ini sulit dipenuhi oleh nelayan di Desa Limbung, karena kebanyakan dari mereka tidak memiliki tanah/kendaraan sebagai agunan. Akibatnya, penerima program di Desa Limbung adalah nelayan pemodal besar dan penampung. Meskipun demikian, nelayan kecil juga mendapat keuntungan/ manfaat dari bantuan pinjaman program tersebut. Hal ini karena kredit usaha yang diperoleh penampung, biasanya dipinjamkan kepada anak buah mereka dalam bentuk alat-alat tangkap yang dapat dibayar secara kredit pada saat nelayan menjual hasil tangkapan. Informasi dari beberapa nelayan Desa Limbung juga menunjukkan adanya peningkatan peminjaman alat-alat tangkap (umumnya berupa bubu ketam) kepada penampung. Pengamatan di wilayah penangkapan nelayan memperkuat informasi tersebut, yaitu hampir di sepanjang pantai di lingkungan perairan Desa Limbung dapat ditemukan bubu ketam dalam jumlah banyak. Kondisi ini tentunya akan berkontribusi terhadap peningkatan hasil tangkapan yang selanjutnya berdampak terhadap kenaikan pendapatan. Bahkan, nelayan yang mepunyai modal cukup juga dapat meminjam kepada penampung yang mendapat Program Bantuan Dana Penguatan Modal dari Kantor Sumber Daya Alam (KSDA) Kabupaten Lingga tersebut untuk cacak kelong bilis yang memerlukan modal cukup besar.

Program pemerintah lain yang diimplementasikan di Desa Limbung yang memberikan kontribusi tidak langsung terhadap peningkatan pendapatan adalah pembangunan perbaikan dermaga dengan dana APBD melalui proyek Dinas Kimpraswil Kabupaten Lingga. Pada saat survei BME Aspek Sosial Ekonomi, pembangunan sarana ini masih dalam proses penyelesaian, sehingga belum dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Ketersediaan dermaga ini akan memfasilitasi masyarakat Desa Limbung yang bertipologi daerah

Page 136: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

112 | Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Lokasi COREMAP II – Hasil BME 

pesisir dan kepulauan dalam melakukan kegiatan ekonomi, sehingga diharapkan dapat meningkatkan pendapatan.

4.2.2. Perubahan Pendapatan Karena Faktor Internal

Peningkatan pendapatan rumah tangga selama dua tahun terakhir tampaknya juga tidak terlepas dari pengaruh internal yang melekat dalam kehidupan masyarakat Desa Limbung. Faktor internal yang berperan penting dalam mempengaruhi peningkatan pendapatan rumah tangga adalah perubahan teknologi penangkapan dan modal melaut, serta peningkatan jumlah anggota rumah tangga yang bekerja.

Teknologi penangkapan merupakan salah satu faktor penting dalam mempengaruhi hasil tangkapan nelayan. Perkembangan teknologi penangkapan di lingkungan masyarakat nelayan di Desa Limbung terlihat nyata dalam peningkatan jumlah dan perubahan jenis alat tangkap. Wawancara mendalam dengan beberapa nelayan, tokoh desa, dan penampung, serta pengamatan di wilayah penangkapan menggambarkan fenomena perkembangan teknologi penangkapan di Desa Limbung. Teknologi penangkapan yang berubah drastis dalam dua tahun terakhir (2006-2008) adalah alat tangkap kepiting/ketam, yaitu dari jaring menjadi bubu. Telah dikemukakan sebelumnya, rumah tangga pemilik bubu ketam meningkat lebih dari tiga kali lipat dalam dua tahun terakhir. Hasil survei BME Aspek Sosial Ekonomi 2008 memperlihatkan, rata-rata pemilikan bubu ketam kira-kira 35 buah dengan pemilikan terendah 10 buah dan tertinggi 92 buah. Perubahan alat tangkap ketam tersebut disebabkan karena bubu lebih murah dan mudah dalam pengoperasian, dibandingkan dengan jaring16. Bubu ketam juga dapat dipakai sepanjang musim, meskipun

16 Harga bubu ketam di tingkat penampung pada saat survei dilakukan (tahun 2008) sekitar Rp 600 ribu untuk 25 buah. Pada umumnya nelayan membeli bubu di penampung dengan cara kredit yang pembayarannya dilakukan pada saat menjual hasil tangkapan. Ukuran dan berat bubu ketam cukup ringan, sehingga mudah untuk dioperasionalkan, bahkan jenis alat tangkap ini juga menarik kaum perempuan untuk ikut melaut yang sebelumnya tidak pernah dilakukan.

Page 137: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

K a s u s K a b u p a t e n L i n g g a | 113

pada musim ombak besar pemakaian alat ini jauh berkurang. Salah seorang nelayan di Dusun Centeng, Desa Limbung mengambarkan alasan kenapa nelayan di desa ini pada umumnya menggantikan jaring ketam menjadi bubu ketam, seperti berikut.

“...............pasang bubu ketam tak pakai musim, tergantung keberanian saja. Bubu juga mudah dibeli jadi, tidak suah buat sendiri, paling mengganti kawat yang rusak. Perempuan juga bisa pakai, karena tidak berat. Makanya sekarang ibu-ibu di sini juga ada yang pergi melaut”.

Menurut sejumlah nelayan lainnya, penggunaan bubu lebih banyak menghasilkan ketam daripada jaring yang digunakan dua tahun yang lalu, sehingga hasil tangkapan juga semakin bertambah17. Melaut dengan menggunakan bubu ketam yang dilakukan di kawasan pantai juga tidak perlu mengeluarkan biaya operasional (BBM maupun ransum), karena hanya menggunakan sampan dan dalam waktu paling lama dua jam. Hanya nelayan yang mencari ketam hingga agak ke tengah dan menggunakan perahu motor memerlukan biaya operasional, tetapi hasil tangkapan juga lebih banyak daripada mereka yang mencari ketam di kawasan pantai. Peningkatan hasil tangkapan ketam akibat perubahan alat tangkap dari jaring ke bubu tampaknya berkontribusi cukup besar terhadap peningkatan pendapatan dalam dua tahun terakhir.

Perubahan teknologi penangkapan lainnya yang diperkirakan juga mempunyai kontribusi terhadap peningkatan rata-rata pendapatan rumah tangga di Desa Limbung adalah pertambahan jumlah pemilikan kelong bilis. Telah dikemukakan sebelumnya, rumah tangga yang mempunyai kelong bilis terus bertambah dalam dua tahun terakhir, yaitu hampir mencapai dua kali lipat. Kelong bilis harus ditempatkan di wilayah tangkap yang agak ke tengah yang berarti memerlukan modal usaha cukup besar. Namun demikian,

17 Pemasangan dan pengangkatan bubu ketam dilakukan pagi dan sore hari. Tidak semua bubu terisi ketam, tetapi setiap melaut sering memperoleh hasil yang dijual ke penampung atau pabrik ketam.

Page 138: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

114 | Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Lokasi COREMAP II – Hasil BME 

pendapatan dari hasil kelong juga terhitung tinggi, karena menghasilkan setiap hari selama bulan gelap (sekitar 20 hari/bulan pada musim angin teduh/lemah dan terkadang pancaroba). Dengan demikian, bertambahnya pemilikan kelong bilis di antara nelayan di Desa Limbung berkontribusi terhadap peningkatan rata-rata pendapatan rumah tangga secara keseluruhan.

Selain teknologi penangkapan, pertambahan jumlah anggota rumah tangga yang bekerja juga berkontribusi terhadap peningkatan rata-rata pendapatan rumah tangga. Data survei menunjukkan, pada tahun 2006 rata-rata jumlah ART yang bekerja hanya satu orang, meningkat menjadi antara 1-2 orang. Tambahan ART yang baru mulai bekerja pada dua tahun terakhir ini diantaranya adalah perempuan dan anak-anak yang bekerja sebagai nelayan bubu ketam18, dan sebagian lainnya bekerja di sektor jasa kemasyarakatan (guru honor) dan industri pengolahan ketam.

4.2.3. Perubahan Pendapatan karena Faktor Eksternal

Beberapa faktor eksternal yang mempengaruhi tingkat pendapatan rumah tangga di Desa Limbung meliputi musim angin (iklim), permintaan dan pemasaran SDL. Berikut dibahas pengaruh eksternal terhadap perubahan rata-rata pendapatan rumah tangga di Desa Limbung.

Musim angin/iklim

Pengaruh musim/iklim terhadap tingkat pendapatan nelayan sangat besar. Walaupun SDL selalu tersedia sepanjang tahun, hasil tangkapan sangat sulit diperoleh pada musim angin kencang karena 18 Keterlibatan perempuan dalam pekerjaan sebagai nelayan bubu karena alat tangkap ini biasanya hanyadipasang/ditempatkan di wilayah penangkapan yang letaknya tidak jauh dari pantai, sehingga mereka bisa menggunakan sampan yang didayung sendiri atau dengan bantuan anak. Mereka juga tidak perlu pergi terlalu lama, sehingga masih bisa melakukan pekerjaan rumah tangga.

Page 139: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

K a s u s K a b u p a t e n L i n g g a | 115

laut sedang berombak besar. Pada umumnya nelayan hanya mempunyai kapal motor bermesin kecil, sehingga armada ini hanya dapat menjangkau wilayah tangkap yang terlindung dan dekat dengan pantai. Sedangkan nelayan sampan sama sekali tidak bisa melakukan aktivitas ke laut. Keadaan ini berdampak terhadap sedikitnya hasil tangkapan, sehingga pendapatan juga tidak besar, meskipun harga jual SDL lebih tinggi daripada musim teduh. Sebaliknya, harga jual SDL menurun pada musim teduh, tetapi karena hasil tangkapan melimpah akibat semua nelayan pergi melaut dengan semua alat tangkap yang mereka miliki, maka berkontribusi terhadap pendapatan nelayan yang lebih tinggi daripada musim ombak kuat dan pancaroba.

Seperti terjadi di daerah-daerah lainnya, masyarakat nelayan Desa Limbung juga merasakan adanya perubahan iklim/musim angin dalam beberapa tahun terakhir. Menurut beberapa nelayan, musim angin seperti yang mereka perhitungkan selama ini sudah tidak bisa lagi menjadi pedoman. Dicontohkan, musim angin barat yang biasanya terjadi hujan, saat sekarang justru ada panas. Demikian pula pada musim teduh (angin timur dan selatan) terkadang muncul angin pancaroba. Namun demikian, perubahan musim di Desa Limbung tersebut mungkin belum berpengaruh terhadap perubahan pendapatan nelayan. Data survei BME Sosial Ekonomi di Desa Limbung menunjukkan adanya tren peningkatan rata-rata pendapatan rumah tangga nelayan pada setiap musim (lihat Tabel 4.3), tetapi kenaikan tersebut kemungkinan lebih dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya (seperti perubahan teknologi, permintaan dan pemasaran hasil SDL) daripada faktor musim.

Permintaan

Permintaan SDL hasil tangkapan nelayan di Desa Limbung cukup tinggi di pasar dalam maupun luar negeri. Bahkan permintaan daging ketam dari Singapura meningkat dari tahun ke tahun. Meskipun tidak ada data statistik tentang permintaan daging ketam yang diekspor ke negara tersebut, bertambahnya industri pengolahan daging ketam di Desa Limbung dari satu menjadi tiga industri, tetapi skala usaha masih terbilang usaha kecil, mengindikasikan meningkatnya permintaan pasar terhadap daging ketam. Salah seorang pengelola

Page 140: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

116 | Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Lokasi COREMAP II – Hasil BME 

industri mengemukakan bahwa pasokan daging ketam dari perusahaan di Daik ke Singapura tidak pernah ada penolakan, bahkan permintaan cenderung bertambah terus. Merespon permintaan ini, pihak industri tidak pernah menolak membeli ketam hasil tangkapan nelayan Desa Limbung, sepanjang memenuhi ukuran standar19. Keadaan ini mendorong nelayan untuk meningkatkan kapasitas penangkapan (antara lain dengan memperbanyak pemasangan bubu) dan mengoptimalkan ART untuk melakukan kegiatan melaut (misalnya dengan menyertakan isteri/anak) agar dapat menangkap ketam sebanyak mungkin20. Potensi ketam di perairan Desa Limbung tergolong cukup besar, didindikasikan oleh dominasi jenis SDL ini sebagai hasil tangkapan nelayan, terutama pada musim selatan, timur dan barat. Namun demikian, hasil tangkapan nelayan Desa Limbung belum dapat memenuhi permintaan pasar Singapura, sehingga pihak industri pengolahan daging ketam di desa ini juga membeli dari hasil tangkapan nelayan di luar Desa Limbung, misalnya dari daerah Tanjung Keriting dan Bukit Harapan. Banyaknya pasokan ketam tersebut memberikan pekerjaan yang lebih banyak terhadap buruh industri, sehingga upah yang diperoleh juga semakin besar. Dengan demikian, tingginya permintaan daging ketam olahan tersebut memberikan kontribusi terhadap peningkatan rata-rata pendapatan rumah tangga yang bukan hanya berasal dari penjualan hasil tangkapan ketam, tetapi juga dari meningkatnya jumlah tenaga dan

19 Industri pengolahan daging ketam menetapkan ukuran (berat) per satuan ekor ketam menjadi tipe A (super), B (besar), dan C (kecil). Harga ketam berukuran A lebih mahal daripada ukuran B , sedangan harga termurah adalah ketam berukuran C. 20 Dampak negatif dari penggunaan bubu ketam adalah tertangkapnya ketam berukuran kecil (anak ketam) yang selanjutnya akan berakibat pada berkurangnya populasi ketam di masa depan. Sebagian nelayan melepas kembali anak ketam tersebut ke laut karena tidak laku untuk dijual, tetapi kebanyakan membawa pulang anak ketam tersebut untuk dikonsumsi sendiri.

Page 141: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

K a s u s K a b u p a t e n L i n g g a | 117

upah sebagai buruh industri ketam (penduduk setempat menyebutnya buruh kopek ketam)21.

Selain ketam, permintaan ikan bilis kering di pasaran Kota Batam dan Tanjung Pinang cukup besar. Kondisi ini mendorong nelayan Desa Limbung untuk meningkatkan hasil tangkapan ikan bilis. Potensi jenis SDL di perairan Desa Limbung cukup tinggi dan cenderung semakin banyak dalam dua tahun terakhir. Wawancara mendalam dengan beberapa nelayan kelong bilis menunjukkan bahwa meningkatnya ketersediaan ikan bilis dalam dua tahun terakhir ini antara lain karena tidak ada lagi nelayan yang menggunakan parit gamat, sehingga air laut menjadi tidak keruh yang sangat kondusif untuk tempat hidup ikan bilis. Peningkatan populasi ikan bilis di perairan Desa Limbung tersebut, mendorong nelayan bermodal cukup besar untuk memasang (dalam istilah lokalnya adalah cacak) kelong baru, sehingga produksi ikan bilis semakin banyak pula. Kondisi ini berdampak terhadap peningkatan pendapatan rumah tangga, bukan hanya bagi pemilik kelong, tetapi juga para buruhnya. Hal ini karena pemilik kelong biasanya mempunyai buruh untuk menunggu kelong dan mengangkat jaring, serta buruh membersihkan ikan bilis sebelum dikeringkan.

Permintaan nus (cumi-cumi yang sudah dikeringkan) di pasar Singapura maupun pasar domestik yang juga cukup besar tampaknya kurang berpengaruh terhadap perubahan pendapatan rumah tangga di Desa Limbung. Hal ini karena produksi nus tidak sebanyak ketam dan ikan bilis. Meskipun cumi-cumi dapat diperoleh di perairan Limbung (sekitar Batu Putih di Tanjung Takeh, Pulau Buluh atau Pulau Kojong), tetapi populasinya tidak besar. Untuk mendapatkan cumi-cumi dalam jumlah cukup banyak, nelayan harus pergi ke wilayah perairan Pulau Semut di Kecamatan Singkep, sehingga diperlukan

21 Dari tiga industri pengolahan ketam di Desa Limbung pada tahun 2008, terdapat kira-kira 40-an orang buruh kopek ketam, atau mencapai dua kali lipat lebih besar dibandingkan dengan tahun 2006 yang jumlahnya sekitar 20 orang. Sedangkan upah buruh industri yang dibayarkan dengan sistem upah borongan (pekerjaan dilakukan secara berkelompok) juga mengalami sedikit peningkatan, meskipun besarnya tidak pasti karena tergantung pada banyaknya daging ketam yang dapat diproduksi oleh kelompok kerja.

Page 142: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

118 | Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Lokasi COREMAP II – Hasil BME 

biaya operasional cukup besar. Oleh karena itu, tidak banyak nelayan yang melakukan kegiatan penangkapan cumi-cumi (umumnya dari Dusun Senempek), sehingga kontribusi hasil penjualan terhadap pendapatan rumah tangga nelayan tidak besar.

Pemasaran

Tingginya permintaan produk SDL hasil tangkapan nelayan Desa Limbung berdampak pada peluang pasar yang semakin terbuka. Hal ini diindikasikan dari mudahnya menjual hasil tangkapan untuk jenis SDL apa saja dan berapapun jumlahnya, serta pada waktu kapan saja. Hasil tangkapan nelayan Desa Limbung dipasarkan di dalam desa, umumnya kepada penampung. Setiap dusun terdapat beberapa penampung yang selalu siap membeli hasil tangkapan nelayan. Kecuali penampung yang mengkhususkan pada ikan bilis, penampung di Desa Limbung bersedia membeli semua jenis SDL. Selain penampung dan pengusaha industri, hasil tangkapan nelayan juga dapat dijual ke kapal ikan dari Pancur yang datang tiga kali per minggu ke Desa Limbung.

Pemasaran kepiting/ketam yang merupakan SDL andalan di Desa Limbung semakin mudah dalam pemasarannya, diindikasikan oleh bertambahnya jumlah usaha pengolahan daging ketam, seperti telah dikemukakan sebelumnya. Wawancara dengan dua orang pengelola industri pengolahan daging ketam menggambarkan adanya peluang pasar yang masih terbuka luas, terutama ke Singapura. Kondisi ini tentunya berdampak positif terhadap pendapatan nelayan Desa Limbung, karena potensi SDL di perairan desa ini sangat tinggi.

Peluang pasar ikan bilis kering dari Desa Limbung, seperti halnya daerah-daerah lain di Kabupaten Lingga juga sangat luas. Ikan bilis dari daerah ini dipasarkan di Kota Batam dan Tanjung Pinang, serta di provinsi sekitar. Harga ikan bilis yang cukup stabil mendorong nelayan Desa Limbung untuk meningkatkan hasil tangkapan melalui cacak kelong baru, yang selanjutnya berkontribusi terhadap peningkatan pendapatan, walau cenderung terbatas pada nelayan yang mempunyai kondisi ekonomi baik, karena pembuatan kelong memerlukan modal yang tidak sedikit. Hasil tangkapan lain, seperti

Page 143: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

K a s u s K a b u p a t e n L i n g g a | 119

gonggong yang langsung dikirim ke Kota Batam juga mengindikasikan bahwa pasaran jenis SDL ini masih terbuka lebar.

Kemudahan dalam pemasaran dalam dan luar negeri untuk semua jenis SDL hasil tangkapan nelayan tersebut berpengaruh terhadap perolehan pendapatan rumah tangga. Bahkan dengan meningkatnya peluang pasar, khususnya ketam, mendorong nelayan untuk meningkatkan hasil tangkapan melalui perubahan kapasitas penangkapan dan maksimalisasi tenaga kerja rumah tangga, sehingga berkontribusi dalam meningkatkan pendapatan rumah tangga.

Page 144: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

120 | Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Lokasi COREMAP II – Hasil BME 

Page 145: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

K a s u s K a b u p a t e n L i n g g a | 121

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

5.1. KESIMPULAN

mplementasi COREMAP II di Kabupaten Lingga telah berjalan selama empat tahun. Lokasi program yang mengambil desa-desa sama dengan lokasi COREMAP I merupakan suatu pilihan yang

tepat jika infrastruktur dan kelembagaan masyarakat yang dibentuk pada COREMAP I masih berfungsi. Pada kenyataannya, hampir semua desa menghadapi kondisi yang tidak berbeda, di mana hanya sebagian kecil infrastuktur yang masih dapat dimanfaatkan, itupun harus dilakukan perbaikan. Sedangkan kelembagaan masyarakat terkait dengan pengelolaan terumbu karang dan peningkatan pendapatan masyarakat sudah terhenti sejalan dengan berhentinya COREMAP I yang sempat mengalami masa vakum kira-kira selama dua tahun akibat adanya perubahan status wilayah administrasi pemerintahan dan pengalihan tanggung jawab pengelolaan COREMAP dari Bappeda Provinsi Riau ke Kantor Sumber Daya Alam Kabupaten Lingga. Selama pelaksaan COREMAP II yang dilatarbelakangi oleh nuansa otonomi daerah dan pengalihan tanggung jawab pelaksana program nasional tersebut, sejumlah kendala dan persoalan dihadapi yang menyebabkan keterlambatan dalam pencapaian program dan kegiatan COREMAP.

Persoalan koordinasi, pendanaan, dan keterbatasan sumberdaya manusia (kuantitas dan kualitas) sangat menghambat dalam pelaksanaan kegiatan COREMAP. Persoalan koordinasi dicerminkan oleh jarangnya pertemuan antar komponen COREMAP maupun antara anggota dalam suatu komponen. Kendala geografis sering dikaitkan dengan lemahnya koordinasi. Terpencarnya domisili tempat kerja dan tempat tinggal anggota komponen dijadikan ‘kambing hitam’ untuk menutupi buruknya koordinasi antar komponen maupun anggota komponen COREMAP. Padahal sebagian besar anggota sudah tinggal dan berdomisili di Kepulauan Lingga. Kelemahan

I

Page 146: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

122 | Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Lokasi COREMAP II – Hasil BME 

dalam koordinasi ini berdampak terhadap rendahnya pemahaman anggota komponen terkait dengan tugas pokok dan fungsinya (tupoksi) dalam melakukan kegiatan pengelolaan terumbu karang melalui COREMAP II, disamping kegiatan yang dilakukan oleh suatu komponen tidak berkoordinasi dengan komponen lain.

Kendala pendanaan COREMAP II yang mensyaratkan adanya dana pendamping dari anggaran APBD yang sering turun sangat terlambat, sehingga berpengaruh terhadap kelancaran pelaksanaan program. Sejak COREMAP II diimplementasikan, dana pendamping selalu menjadi hambatan utama, karena pencairan dana baru dapat dilakukan antara tiga atau dua bulan sebelum penutupan tahun anggaran, padahal kegiatan tidak bisa dilaksanakan sebelum dana pendamping dapat dicairkan. Keadaan ini berdampak terhadap pelaksanaan kegiatan COREMAP di lokasi program yang tidak dapat dilakukan dengan optimal. Sistem ‘kejar target’ selalu mewarnai pelaksanaan kegiatan COREMAP di desa/lokasi program, sehingga kualitas hasil kegiatan sering tidak sesuai dengan persyaratan yang disepakati dalam lelang dengan pihak ketiga, khususnya pekerjaan-pekerjaan infrastruktur yang ditangani oleh perusahaan kontraktor. Keterlambatan dalam pendanaan juga menyebabkan setiap komponen harus segera melaksanakan program dan kegiatan tanpa berkoordinasi dengan komponen lain, karena keterbatasan waktu. Akibatnya, komponen yang satu terkadang tidak mengetahui apa yang dilakukan oleh komponen yang lain, lebih-lebih kegiatan koordinasi yang semestinya difasilitasi oleh PIU juga sangat jarang dilakukan. Bahkan, sejumlah kegiatan yang direncanakan tidak dapat dilaksanakan, sehingga dapat dipastikan akan berpengaruh terhadap pencapaian implementasi COREMAP.

Faktor keterbatasan sumber daya manusia yang menghambat dalam pelaksanaan COREMAP tercermin dari keterbatasan jumlah maupun rendahnya kualitas pengelola program. Tenaga pengelola COREMAP yang terbatas dalam jumlah dan kualitas terlihat dari sebagian besar koordinator komponen dan PIU yang harus memegang jabatan rangkap, bahkan beberapa di antaranya memiliki lebih dari dua jabatan, baik jabatan struktural maupun proyek. Keadaan ini tentunya mempengaruhi kelancaran kegiatan COREMAP yang tidak dapat

Page 147: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

K a s u s K a b u p a t e n L i n g g a | 123

ditangani dengan baik, karena konflik kepentingan antara mendahulukan COREMAP atau pekerjaan lain yang menjadi tanggung jawabnya diperkirakan dihadapi oleh mereka yang memiliki jabatan rangkap. Dalam konteks Kabupaten Lingga dengan potensi sumber daya alam sangat besar yang cenderung lebih menguntungkan untuk meningkatkan pembangunan daerah maupun meningkatkan kesejahteraan ekonomi SDM pengelolanya daripada COREMAP, maka menjadi hal yang wajar jika implementasi COREMAP bukanlah menjadi prioritas utama bagi pemerintah Kabupaten Lingga. Bahkan, terdapat indikasi adanya upaya ekploitasi penambangan boksit dan pasir besi yang akan dilakukan di lokasi-lokasi COREMAP. Apabila kegiatan tersebut terlaksana, maka program nasional pengelolaan dan pelestarian terumbu karang di Kabupaten Lingga yang telah dilakukan selama ini akan sia-sia, dan bahkan kondisi terumbu karang semakin mengalam kerusakan parah.

Sejumlah kendala dalam implementasi COREMAP juga dihadapi pada pelaksanaan kegiatan di lokasi program, termasuk di Desa Limbung. Sebagaimana dengan kondisi di tingkat kabupaten, pelaksanaan COREMAP II di Desa Limbung telah dilakukan sejak fase I, yang kemudian dilanjutkan pada fase II yang pada saat ini sudah memasuki tahun ke tiga (satu tahun lebih lambat dari pelaksanaan di tingkat kabupaten). Implementasi COREMAP I tidak meninggalkan bekas, dalam arti semua kegiatan berhenti sejalan dengan berhentinya program. Sedangkan kegiatan COREMAP II yang telah dilakukan di Desa Limbung masih sangat terbatas, itupun cenderung terkonsentrasi pada kegiatan di salah satu dusun. Terjadi kecenderungan pada kebanyakan masyarakat yang kurang peduli terhadap pelaksanaan kegiatan COREMAP yang sudah ada maupun rencana kegiatan yang akan dilakukan. Hal ini kemungkinan besar berkaitan dengan kurangnya sosialisai program dan rendahnya keterlibatan masyarakat luas dalam COREMAP. Kondisi seperti ini tampaknya bukan semata-mata merupakan kekeliruan masyarakat Desa Limbung, tetapi juga tidak terlepas dari pengelola COREMAP Kabupaten Lingga yang menyetujui bahwa fokus kegiatan COREMAP II hanya pada satu dusun yang terletak di pusat Desa Limbung. Kegiatan pengawasan yang terjadwal juga jarang dilakukan

Page 148: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

124 | Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Lokasi COREMAP II – Hasil BME 

oleh komponen COREMAP, sehingga pelaksanaan program dan kegiatan cenderung diputuskan oleh masyarakat sendiri, itupun pada kalangan yang sangat terbatas. Tenaga pendamping lapangan (Field Fasilitator-FF) yang direkrut oleh pihak ketiga (LSM) hanya ada di Desa Limbung selama satu bulan, sehingga praktis tidak dapat melaksanakan fungsi dan tugasnya dalam membantu masyarakat untuk menggali usaha-usaha produktif yang dikembangkan, membentuk kelembagaan COREMAP di tingkat desa, dan kegiatan penyadaran masyarakat. Tenaga penyuluh lapangan juga cenderung lebih banyak berada di kantor. Kondisi ini semakin membuat masyarakat kurang peduli terhadap kelanjutan COREMAP.

Sikap ‘masa bodoh’ kebanyakan masyarakat Desa Limbung terhadap kegiatan COREMAP II kemungkinan juga disebabkan oleh kinerja LPSTK maupun tenaga pendamping yang kurang pro-aktif terhadap masyarakat di luar lokasi binaan COREMAP yang hanya dikonsentrasikan di satu dusun. Sangat jarang (jika tidak bisa dikatakan tidak pernah) pengurus LPSTK maupun tenaga pendamping yang berkunjung ke dusun lain untuk mensosialisasikan COREMAP, apalagi memberi penyuluhan tentang pentingnya pengelolaan terumbu karang. Meskipun bukan merupakan lokasi program, sebagian besar penduduk di dusun lain (misalnya Senempek dan Air Kelat) juga bekerja sebagai nelayan yang selalu bersinggungan dengan ekosistem terumbu karang. Oleh karena itu tidak dilibatkannya mereka dalam kegiatan COREMAP dapat menimbulkan kecemburuan sosial yang mungkin juga berdampak lanjutan terhadap kelancaran kegiatan COREMAP, khususnya dalam aspek pengawasan dan perlindungan daerah konservasi. Hal ini disebabkan lokasi program COREMAP dimana pokmas pengawasan berada justru berjarak paling jauh dengan kawasan konservasi terumbu karang (daerah perlindungan laut-DPL).

Kelembagaan COREMAP di tingkat desa yang baru dibentuk pada tahun 2007 yang terdiri dari LPSTK dan tiga pokmas (jender, produksi dan pengawasan) belum melakukan kegiatan, kecuali pokmas jender yang mendapat bantuan modal dalam jumlah yang sangat kecil. Akibatnya kegiatan usaha ekonomi produktif yang merupakan sasaran program mata pencaharian alternatif (MPA) dari

Page 149: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

K a s u s K a b u p a t e n L i n g g a | 125

komponen PBM masih berhenti dalam usulan kegiatan (proposal). Hal ini tampaknya berkaitan dengan belum berhasilnya pengurus LPSTK untuk mendapatkan status sebagai lembaga yang berbadan hukum, antara lain dengan kepemilikan NPWP.

Di luar kegiatan ekonomi produktif yang baru dilakukan oleh pokmas jender, program PBM yang telah dilakukan di Desa Limbung adalah memberikan bantuan di bidang pembangunan infrastruktur (tambatan perahu dan sarana MCK), disamping bantuan untuk merenovasi bangunan pondok informasi beserta peralatan pendukung. Bantuan tersebut telah dirasakan manfaatnya oleh masyarakat, meskipun hanya untuk lingkungan masyarakat yang terbatas. Namun demikian, lokasi tambatan perahu yang cukup strategirsdan berada dalam lokasi dengan kondisi pantai yang cukup dalam, maka tambatan perahu ini bukan hanya berfungsi sebagai tambatan perahu nelayan, tetapi juga dimanfaatkan untuk dermaga penyeberangan antar dusun.

Implementasi COREMAP yang salah satu tujuannya adalah untuk meningkatkan pendapatan masyarakat memang belum terlihat nyata di Desa Limbung. Namun demikian, ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi perubahan pendapatan rumah tangga penduduk Desa Limbung ke arah yang lebih baik. Sumber pendapatan utama rumah tangga sampel di Desa Limbung berasal dari kegiatan kenelayanan. Desa Limbung dengan wilayah daratan yang lebih luas dari lautannya tampaknya belum menjadi pendorong bagi penduduknya untuk mencari penghidupan dari sumber daya darat, yakni dari lahan pertanian ataupun perkebunan. Sebagian besar penduduk menggantungkan kehidupannya pada sumber daya laut (SDL), terutama dipengaruhi oleh akses yang lebih mudah untuk mencari penghidupan di laut daripada di daratan. Bekerja melaut sudah dilakukan secara turun temurun, cepat mendapat uang, karena hasil tangkapan bisa langsung dijual kepada penampung maupun industri pengolahan ketam yang tersedia di dalam desa. Walaupun pendapatan nelayan sangat jauh berkurang pada musim ombak besar, tetapi adanya bantuan pinjaman barang maupun uang dari penampung, menjadikan sebagian besar penduduk Desa Limbung untuk tetap menekuni pekerjaannya sebagai nelayan. Di sisi lain, ‘kemurahan hati’ penampung untuk membantu nelayan pada musim

Page 150: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

126 | Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Lokasi COREMAP II – Hasil BME 

sulit ikan dilandasi oleh motif untuk tetap menjaga hubungan kerja dengan mereka, karena kegiatan ekonomi penampung juga sangat tergantung pada kegiatan nelayan.

Pendapatan dari kegiatan kenelayanan memang dapat memberikan penghasilan kira-kira dua kali lipat lebih besar daripada pendapatan dari sektor pertanian/perkebunan. Namun demikian, kenaikan pendapatan rumah tangga per bulan dari kegiatan kenelayanan yang sebanyak 23,2 persen (dari Rp 743.000,- pada tahun 2006 menjadi Rp 967.200,- pada tahun 2008) masih lebih rendah dibandingkan dengan kenaikan pendapatan rumah tangga sampel pada umumnya (termasuk mereka yang bekerja di luar kegiatan kenelayanan) yang mencapai 30 persen, atau dari Rp 948.300,- per bulan pada tahun 2006 menjadi Rp 1.360.700,- per bulan pada tahun 2008. Keadaan ini menunjukkan membaiknya kondisi ekonomi penduduk Desa Limbung, meskipun tidak selalu mengindikasikan perbaikan kesejahteraan. Hal ini karena kenaikan pendapatan tersebut juga seiring dengan kenaikan harga barang-barang konsumsi maupun barang lainnya. Walaupun persentase rumah tangga yang memiliki pendapatan rendah (kurang dari 500 ribu rupiah per bulan) menurun cukup besar, yaitu dari 70 persen menjadi 51,5 persen, tetapi sebagian besar rumah tangga mungkin tidak mengalami perbaikan kesejahteraan. Hal ini diindikasikan oleh banyaknya rumah tangga (lebih dari separuh jumlah rumah tangga sampel) yang memiliki pendapatan di bawah rata-rata (mean).

Meskipun peningkatan pendapatan rumah tangga dari kegiatan kenelayanan lebih rendah daripada kenaikan pendapatan rumah tangga sampel pada umumnya, tetapi dampak perubahan pendapatan tersebut cenderung terlihat cukup meluas di kalangan rumah tangga di Desa Limbung. Hal ini karena sebagian besar rumah tangga di desa ini memiliki sumber pendapatan dari pekerjaan sebagai nelayan, kecuali mereka yang tinggal di Dusun Linau yang menurut rencana akan menjadi desa pemekaran Desa Limbung. Selain pendapatan rata-rata rumah tangga yang mengalami kenaikan cukup besar dalam dua tahun terakhir, semua statistik pendapatan menunjukkan kenaikan dengan perkecualian pendapatan maksimum. Kenaikan angka median sangat tajam, dengan angka yang mencapai hampir dua kali

Page 151: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

K a s u s K a b u p a t e n L i n g g a | 127

lipat lebih besar pada tahun 2008 dibandingkan tahun 2006, sehingga hampir menyamai besar pendapatan rata-rata. Data empiris ini mengindikasikan semakin banyak rumah tangga nelayan yang pendapatannya mengalami kenaikan. Terjadi kecenderungan peningkatan pendapatan dialami oleh rumah tangga yang berpendapatan rendah maupun menengah. Data pendapatan minimum yang meningkat lebih dari dua kali lipat selama kurun waktu 2006-2008 juga mencerminkan bahwa peningkatan pendapatan rata-rata cenderung dipengaruhi oleh peningkatan pendapatan rumah tangga yang berpenghasilan rendah yang merupakan kelompok mayoritas.

Kenaikan pendapatan dari kegiatan kenelayanan menurut musim selama periode 2006-2008 menunjukkan, pada musim ombak lemah terjadi kenaikan pendapatan paling tinggi (45,7 persen), sedangkan musim ombak kuat sekitar tiga kali lipat lebih besar daripada kenaikan rata-rata pendapatan pada musim pancaroba (4,7 persen). Tren membaiknya pendapatan rumah tangga nelayan juga ditunjukkan oleh angka median pendapatan yang meningkat, sebaliknya pendapatan minimum cenderung menurun. Namun demikian, kenaikan pendapatan nelayan di Desa Limbung tersebut belum dapat menempatkan rumah tangga ke posisi yang pendapatannya lebih tinggi daripada pendapatan rata-rata, diindikasikan oleh angka median yang lebih rendah daripada pendapatan rata-rata (mean) masih berada di bawah pendapatan, baik pada musim teduh/ombak lemah, pancaroba maupun ombak kuat.

Data distribusi rumah tangga menurut kelompok pendapatan menunjukkan adanya kecenderungan meningkatnya pendapatan rumah tangga nelayan pada musim teduh selama kurun waktu 2006-2008. Penurunan proporsi rumah tangga dengan pendapatan kurang dari satu juta rupiah dari 60 persen menjadi 27 persen mencerminkan membaiknya pendapatan rumah tangga. Pada periode sama untuk rumah tangga dengan kelompok pendapatan sama hanya turun sedikit pada musim pancaroba (79 persen menjadi 69 persen), dan penurunan terendah terjadi pada musim ombak kuat (89 persen menjadi 87 persen). Beberapa faktor yang dapat dikelompokkan menjadi faktor internal, eksternal, dan struktural, mempengaruhi perubahan

Page 152: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

128 | Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Lokasi COREMAP II – Hasil BME 

pendapatan dari kegiatan kenelayanan tersebut yang tentunya juga sangat bergantung pada kondisi musim angin.

Perubahan teknologi penangkapan dalam dua tahun terakhir (2006-2008) dari jaring menjadi bubu untuk menangkap ketam merupakan faktor internal yang mempengaruhi peningkatan pendapatan rumah tangga. Alat tangkap bubu ketam lebih murah dan lebih mudah dioperasikan daripada jaring. Bubu yang berukuran relatif kecil dapat dioperasikan oleh anak-anak maupun perempuan dengan kawasan wilayah tangkap di sekitar pantai yang dapat dijangkau dengan sampan, sehingga tidak perlu mengeluarkan biaya BBM. Keterlibatan anak-anak dan perempuan dalam kegiatan melaut akibat perubahan alat tangkap ketam tersebut telah meningkatkan rata-rata jumlah ART yang bekerja. Pada tahun 2006, rata-rata anggota rumah tangga yang bekerja hanya satu orang, meningkat menjadi antara 1-2 orang pada tahun 2008.

Walaupun Desa Limbung juga terjadi perubahan musim angin, faktor ini cenderung bukan merupakan faktor eksernal yang berperan penting dalam mempengaruhi pendapatan rumah tangga dari kegiatan kenelayan. Seperti yang umum terjadi, musim angin lemah dengan kondisi laut sangat teduh merupakan musim panen bagi nelayan Desa Limbung, sehingga pendapatan rumah tangga pada musim ini paling tinggi dibandingkan dengan pendapatan yang diperoleh pada musim pancaroba dan ombak kuat. Dalam dua tahun terakhir terjadi sedikit perubahan musim yang diindikasikan oleh datangnya angin ribut pada musim teduh, tetapi fenomena perubahan musim ini belum berpengaruh terhadap perubahan pendapatan nelayan menurut musim. Dua faktor eksternal lainnya, yaitu permintaan dan pemasaran. Sumber daya laut hasil tangkapan nelayan Desa Limbung dapat tertampung oleh pasar dalam dan luar negeri. Dua jenis SDL tersebut (terutama ketam) tersedia cukup banyak wilayah perairan Limbung dan sekitarnya dan dapat ditangkap hanya dengan menggunakan teknologi penagkapan yang sederhana. Mudahnya pemasaran ketam dicerminkan pula dengan semakin meningkatnya permintaan daging ketam yang pengolahannya juga dilakukan di Desa Limbung. Hal ini diindikasikan bertambahnya jumlah industri pengolahan ketam dari dua menjadi tiga buah. Meningkatnya peluang pasar, khususnya

Page 153: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

K a s u s K a b u p a t e n L i n g g a | 129

ketam, mendorong nelayan untuk meningkatkan hasil tangkapan dengan cara mengoptimalkan faktor internal (memaksimalisasi tenaga kerja yang ada dalam rumah tangga dan meningkatkan/merubah alat-alat tangkap), sehingga berkontribusi dalam meningkatkan pendapatan rumah tangga.

Berbedan dengan faktor internal dan eksternal yang memperlihatkan pengaruh nyata dalam peningkatan pendapatan rumah tangga nelayan, faktor struktural belum memperlihatkan kontribusi penting dalam memperbaiki kesejahteraan nelayan yang diukur dari kenaikan pendapatan rumah tangga. COREMAP (Coral reef Rehabilitation and Management Program) yang telah mengembangkan aktivitas usaha ekonomi produktif melalui pokmas produksi, jender, dan konservasi, tampaknya juga belum menunjukkan hasil seperti yang diharapkan. Bantuan modal usaha kepada pokmas jender belum dapat meningkatkan pendapatan masyarakat, bahkan pendapatan rumah tangga peserta program. Disamping besar bantuan dalam jumlah tidak besar, pemanfaatannya yang dilakukan secara perorangan kemungkinan besar berpengaruh terhadap lambatnya usaha yang dijalankan oleh anggota pokmas,sehingga manfaat bantuan tersebut masih terbatas pada terciptanya usaha ekonomi produktif dalam skala yang sangat kecil. Tanpa adanya tambahan modal dan upaya mewujudkan usaha kelompok, diperkirakan usaha tersebut tidak akan bertahan lama, akibat semakin habisnya modal usaha yang hanya sebesar Rp 100.000,- per kelompok yang beranggotakan empat orang, sehingga satu orang mendapat bantuan Rp 25.000,-. Sedangkan bantuan infrastruktur yang berupa pembangunan tambatan perahu (dermaga) dari COREMAP memberi kemudahan bagi nelayan, khususnya di Dusun Air Berani dan Seranggas, yang selama ini hanya memanfaatkan tambatan perahu pribadi atau swadaya dengan kondisi sangat sederhana. Di luar COREMAP, Program Bantuan Dana Penguatan Modal dari KSDA Kabupaten Lingga yang dimulai tahun 2007 di Desa Limbung tampaknya menunjukkan kecenderungan positif dalam upaya meningkatkan pendapatan rumah tangga nelayan. Meskipun penerima program di Desa Limbung adalah nelayan pemodal besar dan penampung, nelayan kecil juga mendapat manfaat dari bantuan pinjaman program tersebut. Hal ini karena kredit usaha

Page 154: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

130 | Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Lokasi COREMAP II – Hasil BME 

yang diperoleh penampung kemudian dipinjamkan kepada anak buah mereka dalam bentuk alat-alat tangkap maupun mesin pompong. Terpenuhinya kebutuhan alat dan armada tangkap bagi nelayan dalam jumlah dan kualitas yang baik berkontribusi terhadap peningkatan hasil tangkapan yang selanjutnya berdampak terhadap kenaikan pendapatan.

5.2. REKOMENDASI

Berdasarkan temuan kajian BME Aspek Sosial Ekonomi tersebut, beberapa pemikiran yang dapat dimanfaatkan sebagai dasar pertimbangan dalam merespon permasalahan yang dihadapi dan untuk mengambil tindakan agar program dapat berjalan sesuai dengan arah dan tujuan yang telah ditentukan adalah seperti berikut ini.

Konsep COREMAP dengan komponennya (CRITC, CBM/PBM, MCS, PA) yang semestinya merupakan satu tubuh (karena program setiap komponen harus mendukung komponen yang lain) tampaknya belum dilakukan dalam pelaksanaan program dan kegiatan di Kabupaten Lingga. Hal ini jelas berdampak terhadap kelancaran pelaksanaan program dan kegiatan. Oleh karena itu, memperkuat koordinasi antar komponen menjadi sangat penting untuk dilakukan. PIU harus meningkatkan kinerja untuk mengkoordinir dan memfasilitasi proses pelaksanaan kegiatan dan target yang harus dicapai oleh masing-masing komponen dalam mengimplementasikan kegiatan di lapangan. Koordinasi program yang terjadwal secara teratur diharapkan dapat mempermudah dalam koordinasi pelaksanaan kegiatan dan menghindari terjadinya tumpang tindih program antara satu komponen ssatu dengan lainnya. Disamping itu, koordinasi yang teratur juga bermanfaat dalam memfasilitasi keterbukaan dan penyediaan informasi yang dibutuhkan dalam proses pengambilan keputusan untuk pelaksanaan kegiatan COREMAP di lokasi program.

Dana pendamping COREMAP yang berasal dari APBD perlu dipercepat pencairannya, agar kegiatan COREMAP tidak selalu “kejar target” yang juga tidak bisa mencapai target dari aspek kuantitas, apalagi kualitas. Jika keterlambatan dana pendamping

Page 155: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

K a s u s K a b u p a t e n L i n g g a | 131

terus terjadi jelas akan berpengaruh terhadap usaha peningkatan tutupan terumbu karang dan peningkatan pendapatan masyarakat, masing-masing 10 persen pada saat berakhirnya program di Kawasan Lingga.

Keterbatasan sumber daya manusia dari aspek kuantitas dan kualitas perlu segera dicarikan jalan keluarnya, sehingga kegiatan COREMAP dapat berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan dan tujuan serta sasaran. Namun demikian, jabatan rangkap tidak menjadi masalah besar, tetapi pengelola (koordinator dan anggota setiap komponen) harus dapat membagi waktu dan tidak mengesampingkan salah satu pekerjaan yang ditanganinya. Selain itu, adanya kecenderungan anggota komponen yang belum memahami tentang COREMAP, tampaknya perlu dilakukan kaji ulang terhadap keanggotaan komponen.

Komponen MCS yang belum menjalankan tugas dan fungsinya karena persoalan personil, peralatan maupun koordinasi, perlu penentuan anggota adalah yang berdomisili pada satu lokasi. Selain itu, agar anggota komponen MCS lebih mengetahui dan memahami proyek COREMAP yang berbasis masyarakat maka perlu di antara mereka diikutsertakan pada pelatihan MCS atau COREMAP. Sedangkan untuk kelancaran tugas sebagai penegak hukum , kelengkapan peralatan komponen MCS harus disediakan, meliputi alat navigasi, alat komunikasi antar anggota, kapal patroli untuk anggota MCS, dan kapal “patroli” nelayan. Pada saat ini yang tersedia baru kapal patroli nelayan, namun belum dimanfaatkan untuk kegiatan patroli karena dana operasional belum tersedia, sedangkan nelayan tidak mampu untuk membiayai sendiri.

Lambatnya kegiatan penyadaran masyarakat (PA) tentang pentingnya pengelolaan dan pelestarian terumbu karang tersebut tampaknya dipengaruhi oleh lemahnya koordinasi, baik di antara anggota komponen PA maupun lintas komponen dan PIU sebagai pimpinan pelaksana proyek COREMAP II. Oleh karena perlu dilakukan kaji ulang pilihan orang-orang yang terlibat pada komponen ini. Misalnya dengan memilih anggota komponen yang

Page 156: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

132 | Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Lokasi COREMAP II – Hasil BME 

memahami persoalan masyarakat nelayan, disamping juga memahami konsep atau teknik penyadaran masyarakat yang tidak sama antara kelompok masyarakat satu dengan lainnya.

Program PBM yang telah diimplementasikan di Desa Limbung belum berjalan baik karena alasan pendanaan maupun ketiadaan tenaga pendamping (field fasilitator), dapat diatasi antara lain dengan memperbanyak kunjungan dari anggota komponen atau tenaga penyuluh untuk memonitor dan sekaligus melakukan pembinaan kepada pokmas-pokmas.

Sikap kurang peduli terhadap kegiatan COREMAP oleh masyarakat di Desa Limbung dapat diatasi antara lain dengan meningkatkan kemampuan pengurus LPSTK untuk berkoordinasi dengan perangkat desa dan jajaranya (RW dan RT) dalam rangka mengakomodasikan kepentingan semua masyarakat terkait dengan pengelolaan dan pelestarian terumbu karang, serta peningkatan pendapatan penduduk. Hal ini akan berdampak positif terhadap upaya penyelesaian masalah terkait dengan kegiatan COREMAP dan memperlancar kegiatan di masa depan.

Kegiatan perlindungan ekosistem terumbu karang sudah dilakukan dengan memberi tanda pada kawasan konservasi (DPL), tetapi belum diikuti dengan kegiatan pengawasan. Pembentukan kelompok pengawasan dengan anggota yang berasal dari dusun yang jauh dengan lokasi DPL sangat tidak efektif. Oleh karena itu, melibatkan masyarakat yang tinggal paling dekat dengan lokasi DPL sangat membantu dalam kegiatan MCS di lokasi program. Namun demikian, penyediaan atribut-atribut yang lebih jelas (bukan hanya semacam pelampung/marine eboy) , disamping juga melalui kesepakatan antara semua masyarakat dan pemerintahan desa yang kemudian disosialisaikan kepada masyarakat. Hal ini untuk memperkuat keberadaan pokmas pengawasan dalam melakukan kegiatannya, terutama dapat menindak pelanggar.

Upaya meningkatkan pendapatan masyarakat melalui kegiatan PBM di pokmas-pokmas belum menunjukkan hasil nyata karena bantuan dana masih sangat kecil. Namun demikian, indikasi ke

Page 157: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

K a s u s K a b u p a t e n L i n g g a | 133

arah peningkatan pendapatan terlihat dari dimanfaatkannya bantuan dana untuk kegiatan produktif pada kelompok jender. Hal ini menginsyaratkan bahwa mengajak masyarakat untuk berpartisipasi dalam Program COREMAP II bukanlah upaya yang terlalu sulit untuk dilakukan, tetapi harus disertai dengan konsistensi kegiatan program dan dukungan pengelolaan usaha pemberdayaan ekonomi penduduk mengingat kualitas SDM yang masih rendah dan tidak terbiasa bekerja secara berkelompok. Oleh karena itu, upaya membangun kerjasama diantara kelompok masyarakat dan mengembangkan kapsitas institusi (termasuk pemerintah setempat), memobilisasi dan menanamkan sikap optimis akan pemanfaatan SDL berkelanjutan, dan membagi secara proporsional berkaitan dengan kewenangan dan tanggung jawab antara masyarakat dan pengelola Program COREMAP

Bantuan modal usaha melaut (armada dan alat penangkapan) melalui program kredit lunak kepada nelayan diharapkan dapat meningkatkan hasil tangkapan (ketam maupun bilis) yang merupakan sumber daya laut utama di Desa Limbung. Melakukan kerjasama dengan penampung dan indusri pengolahan ketam yang selama ini menjalin hubungan kerja dengan nelayan cukup baik, kemungkinan besar dapat membantu kelancaran pengembalian dana bantuan, yang kemudian dapat digulirkan kepada nelayan lain. Namun demikian, kegiatan evaluasi dan memonitorng dari pengelola program perlu dilakukan agar masyarakat sebagai kelompok sasaran tetap menjadi penerima manfaat, bukan penampung/pemilik usaha industri maupun pengelola program.

Page 158: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

134 | Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Lokasi COREMAP II – Hasil BME 

Page 159: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

K a s u s K a b u p a t e n L i n g g a | 135

DAFTAR PUSTAKA

BPS Kabupaten Lingga, 2007. Kabupaten Lingga dalam Angka, 2006. Daik: BPS Kabupaten Lingga.

BPS Kabupaten Lingga, 2007. Statistik Pertanian 2006 Kabupaten Lingga. Daik: BPS Kabupaten Lingga.

CRITC-COREMAP-LIPI. BME Reef Health Monitoring di Lokasi ADP. Power Point.

CRITCT-LIPI. 2007. BME Ekologi di Kabupaten Lingga. Riset Agenda. http:///www.coremap.or.id/research_agenda/article.php?id=492

Departemen Kelautan dan Perikanan-Republik Indonesia. 2004. Sambutan Direktur Jendral Pesisir dan Pulau-Pulau kecil Pada Peluncuran Proyek Pengelolaan Dan Rehabilitasi Terumbu Karang dan Pemantapan Proyek Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut. http://www.dkp.go.id/content.php?c=1530.

Dirjen. Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Departemen Kelautan dan Perikanan, 2005. Pedoman Umum Pengelolaan Terumbu Karang. Jakarta:

Dirjen Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, DKP, 2007. Pedoman Umum Pengelolaan Berbasis Masyarakat COREMAP II. Jakarta: DKP

Kantor Kecamatan Linga Utara. Catatan Statistik Kantor Kecamatan Lingga Utara 2008.

Romdiati, H, E.Djohan; dan S.Rahayu. 2008. Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang Indonesia: Desa Limbung, Kecamatan Lingga Utara, Kabupaten Lingga. Jakarta: LIPI Press

Page 160: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

136 | Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Lokasi COREMAP II – Hasil BME 

Ruchimat, Toni (ed), 2007. Panduan Penyusunan Rencana Pengelolaan Terumbu Karang (RPTK). Jakarta: Dirjen. Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Departemen Kelautan dan Perikanan.

Sutanta, Hari. 2008. Kualitas Terumbu Karang Indonesia Turun Hingga 50 Persen. http://satudunia.oneworld.net/node/1163

Syahyuti, 2006. 30 Konsep Penting dalam Pembangunan Pedesaan dan Pertanian. Jakarta: PT. Bina Rena Pariwara.

Page 161: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

K a s u s K a b u p a t e n L i n g g a | 137

Lampiran Tabel 2.1.

Distribusi Persentase Penduduk Sampel Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin, Desa Limbung, 2008

Kelompok Umur

Jenis Kelamin Total

Laki-laki Perempuan

0 – 4 11,4 6,8 9,2

5 – 9 6,8 8,9 7,8

10 – 14 14,5 13,1 13,9

15 – 19 6,8 10,5 8,5

20 – 24 10,0 9,4 9,7

25 – 29 8,2 11,5 9,7

30 – 34 9,5 4,2 7,1

35 – 39 5,5 9,9 7,5

40 – 44 6,4 7,9 7,1

45 – 49 5,5 4,7 5,1

50 – 54 5,5 5,2 5,4

55 – 59 2,7 3,1 2,9

60 – 64 3,2 3,1 3,2

65 + 4,1 1,6 2,9

Jumlah 100,0 100,0 100,0

N 220 191 411

Page 162: KONDISI SOSIAL-EKONOMI KASUS KABUPATEN LINGGAcoremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Limbung-Lingga2008.pdf · nelayan juga menggunakan alat-alat tangkap sederhana dan ... (proposal). Dengan

138 | Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Lokasi COREMAP II – Hasil BME 

Lampiran Tabel 2.2

Distribusi Persentase Penduduk Menurut Lapangan, Jenis, Status Pekerjaan Utama Dan Jenis Kelamin, Desa Limbung, Kabupaten Lingga

Pekerjaan

Jenis Kelamin Lk-lk + Pr Laki-laki Perempuan

Lapangan Pekerjaan: Perikanan tangkap 73,2 (4) 61,9 Pertanian pangan (1) (0) (1) Perkebunan 5,5 (2) 5,8 Kehutanan (4) (0) (4) Perdagangan 8,7 28,6 12,3 Industri pengolahan (3) 42,9 9,7 Jasa kemasyarakatan 4,7 (2) 5,2 Lainnya (2) (1) 1,9

Jenis Pekerjaan:

Profes/Kepm?Adm 5,5 (2) 5,8 Nelayan 72,4 (4) 61,9 Petani 7,1 92) 7,1 Tenaga penjualan 8,7 25,0 11,6 Tenaga industri (3) 42,9 9,7 Tenaga kasar 3,9 (1) 3,9

Status Pekerjaan:

Berusaha sendiri 78,7 39,3 71,6 Berusaha dg

ART/orang lain 3,9 (1) 3,9

Buruh/karyawan 16,5 42,9 21,3 Pekerja keluarga (1) (4) 3,2

Jumlah 100,0 100,0 100,0 N 127 28 155