BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70659/potongan/S2... ·...

30
1 BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Kemiskinan di kalangan nelayan merupakan sebuah kondisi yang lazim ditemui pada desa nelayan di Indonesia. Kemiskinan yang begitu melekat pada nelayan, khususnya nelayan tangkap dan buruh nelayan telah direspon oleh pemerintah dengan berbagai program. Berbagai program penanggulangan kemiskinan yang ditujukan kepada nelayan telah diterapkan, seperti Program Pemberdayaan Masyarakat Pesisir (PEMP), Program Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap Skala Kecil (PUPTSK), dan Program Bantuan Langsung Masyarakat Pengembangan Usaha Mina Perdesaan (BLM-PUMP). Program BLM-PUMP merupakan bagian dari Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri yang memberikan stimulus modal usaha perikanan tangkap berdasarkan potensi sumberdaya perikanan. Tujuan program adalah memperbaiki sumber-sumber pendapatan yang diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan nelayan skala kecil yang tergabung dalam Kelompok Usaha Bersama (KUB), Kelompok Penerima Program PNPM Mandiri Perikanan Tangkap, serta Kelompok Nelayan, guna mendorong peningkatan fungsi kelembagaan ekonomi nelayan sebagai pranata ekonomi, hingga dapat mempermudah akses terhadap permodalan. Dalam desain program BLM-PUMP, bantuan modal usaha produktif berupa infrastruktur alat tangkap senilai Rp.100.000.000 ditujukan sebagai insentif bagi nelayan untuk berorganisasi. Itu sebabnya sasaran program berupa kelompok, bukan berupa perorangan. BLM-PUMP memiliki misi untuk memantapkan pranata ekonomi nelayan. Selama ini, nelayan masih dianggap sebagai komunitas tanpa pembela (Yustika, 2003: 76). Penataan pranata ekonomi nelayan diharapkan dapat meningkatkan keberdayaan nelayan dalam wadah organisasi KUB. Realitas pemanfaatan BLM-PUMP menunjukkan kecenderungan kegagalan pemanfaatan BLM-PUMP secara kelembagaan. Mayoritas KUB gagal menghidupkan aktivitas organisasi KUB. Padahal tujuan utama BLM-PUMP adalah nelayan mampu berorganisasi secara mandiri guna memecahkan berbagai masalah dan mengembangkan

Transcript of BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70659/potongan/S2... ·...

Page 1: BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70659/potongan/S2... · (buruh nelayan) yang tidak memiliki alat tangkap. ... kompeherensif mengenai pengaruh

1

BAB I

PENDAHULUAN

I. 1. Latar Belakang

Kemiskinan di kalangan nelayan merupakan sebuah kondisi yang lazim ditemui

pada desa nelayan di Indonesia. Kemiskinan yang begitu melekat pada nelayan, khususnya

nelayan tangkap dan buruh nelayan telah direspon oleh pemerintah dengan berbagai

program. Berbagai program penanggulangan kemiskinan yang ditujukan kepada nelayan

telah diterapkan, seperti Program Pemberdayaan Masyarakat Pesisir (PEMP), Program

Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap Skala Kecil (PUPTSK), dan Program Bantuan

Langsung Masyarakat Pengembangan Usaha Mina Perdesaan (BLM-PUMP).

Program BLM-PUMP merupakan bagian dari Program Nasional Pemberdayaan

Masyarakat Mandiri yang memberikan stimulus modal usaha perikanan tangkap berdasarkan

potensi sumberdaya perikanan. Tujuan program adalah memperbaiki sumber-sumber

pendapatan yang diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan nelayan skala kecil yang

tergabung dalam Kelompok Usaha Bersama (KUB), Kelompok Penerima Program PNPM

Mandiri Perikanan Tangkap, serta Kelompok Nelayan, guna mendorong peningkatan fungsi

kelembagaan ekonomi nelayan sebagai pranata ekonomi, hingga dapat mempermudah akses

terhadap permodalan.

Dalam desain program BLM-PUMP, bantuan modal usaha produktif berupa

infrastruktur alat tangkap senilai Rp.100.000.000 ditujukan sebagai insentif bagi nelayan

untuk berorganisasi. Itu sebabnya sasaran program berupa kelompok, bukan berupa

perorangan. BLM-PUMP memiliki misi untuk memantapkan pranata ekonomi nelayan.

Selama ini, nelayan masih dianggap sebagai komunitas tanpa pembela (Yustika, 2003: 76).

Penataan pranata ekonomi nelayan diharapkan dapat meningkatkan keberdayaan nelayan

dalam wadah organisasi KUB.

Realitas pemanfaatan BLM-PUMP menunjukkan kecenderungan kegagalan

pemanfaatan BLM-PUMP secara kelembagaan. Mayoritas KUB gagal menghidupkan

aktivitas organisasi KUB. Padahal tujuan utama BLM-PUMP adalah nelayan mampu

berorganisasi secara mandiri guna memecahkan berbagai masalah dan mengembangkan

Page 2: BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70659/potongan/S2... · (buruh nelayan) yang tidak memiliki alat tangkap. ... kompeherensif mengenai pengaruh

2

potensi bersama. Alih-alih menghidupkan KUB sebagai pranata ekonomi nelayan, kegiatan

KUB justru nyaris tidak berjalan pasca bantuan diberikan.

Berdasarkan kondisi perairan tangkap, KUB pemanfaat BLM-PUMP terbagi

menjadi dua, yakni KUB di perairan umum, dan KUB di perairan pesisir. Realitas

pemanfaatan BLM-PUMP menunjukkan perbedaan dinamika dalam usaha menghidupkan

aktivitas organisasi KUB. Pada beberapa KUB di perairan umum menunjukkan dinamika

keberhasilan menjalankan organisasi KUB pasca penerimaan BLM-PUMP. Salah satunya

ditemui pada KUB Sejahtera. Sedangkan pada KUB di perairan pesisir mayoritas gagal

menjalankan organisasi KUB pasca penerimaan BLM-PUMP.

Dalam pemanfaatan BLM-PUMP, perbedaan tidak hanya dilihat dari berjalannya

aktivitas organisasi pada setiap KUB. Namun perbedaan juga dilihat dari peluang

menjalankan organisasi KUB dalam memenuhi unsur-unsur penggerak aktivitas organisasi.

Unsur-unsur penggerak tersebut baik berupa infrastruktur alat tangkap, kapasitas (personal,

komunitas, dan sistem) yang menentukan kepemimpinan dan keterlibatan berorganisasi, dan

komitmen-komitmen terhadap komunitas yang diaktualisasikan dalam kelompok, serta

jejaring ekonomi sebagai representasi struktur ekonomi nelayan KUB. Hal tersebut dapat

dilihat dari realitas pemanfaatan BLM-PUMP pada KUB di perairan umum, yang memiliki

peluang lebih besar dalam menjalankan organisasi KUB, berbeda dengan KUB di perairan

pesisir. Hal ini tidak terlepas dari relasi-relasi ekonomi yang terbangun dalam jejaring

ekonomi nelayan.

Perbedaan peluang dalam memenuhi unsur penggerak organisasi disebabkan oleh

orientasi ekonomi nelayan sebelum tergabung dalam KUB. Pada nelayan di perairan pesisir,

umumnya aktivitas ekonomi dalam hal permodalan, pemasaran dan relasi-relasi sosial yang

terbangun berorientasi pada tokeh sebagai patron nelayan. Secara teknis, nelayan di perairan

pesisir membutuhkan peralatan tangkap yang lebih modern. Hal ini sesuai dengan

karakteristik perairan tangkap. Besarnya kebutuhan alat tangkap dan permodalan pada

nelayan pesisir menjadi penyebab disparitas kepemilikan sumberdaya modal yang berakhir

pada relasi ketergantungan nelayan terhadap tokeh.

Nelayan di perairan umum intensitas ketergantungan terhadap tokeh lebih rendah,

atau hanya berupa relasi pemasaran kepada penampung. Penggunakan alat tangkap

Page 3: BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70659/potongan/S2... · (buruh nelayan) yang tidak memiliki alat tangkap. ... kompeherensif mengenai pengaruh

3

tradisional dan tingkat kebutuhan modal operasional yang tidak terlalu besar masih bisa

dipenuhi keluarga nelayan secara mandiri. Hal ini mengakibatkan ketergantungan ekonomi

terhadap tokeh atau penampung tidak terlalu besar, jika dibandingkan dengan intensitas

ketergantungan nelayan pesisir terhadap tokeh.

Pada akhirnya, pola-pola ekonomi yang dijalankan baik pada nelayan perairan

umum dan nelayan perairan pesisir berdampak pada aktivitas organisasi KUB dalam

pemanfaatan BLM-PUMP. Ketergantungan nelayan baik pada tokeh ataupun penampung

akibat ketimpangan kepemilikan sumberdaya modal dan akses pasar berdampak pada

dinamika KUB dalam usaha menghidupkan aktivitas organisasi. Apalagi jika dilihat dari

2.600 Nelayan yang memiliki kartu nelayan, 1.645 diantaranya adalah nelayan pekerja

(buruh nelayan) yang tidak memiliki alat tangkap. Dengan kondisi struktur ekonomi dan

sosial yang identik dengan ketimpangan dalam pemilikan sumber daya modal, tidak

mengherankan jika proses pemanfaatan BLM-PUMP dalam kaitannya dengan

menghidupkan organisasi KUB akan semakin variatif kinerjanya karena tidak hanya

berkaitan dengan kemampuan mengorganisir keanggotaan nelayan di dalam KUB, namun

lebih luas juga berkaitan dengan peran tokeh selaku pemilik sumberdaya yang mengatur

artikulasi kegiatan ekonomi nelayan KUB.

I.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan pemikiran di atas, permasalahan yang dirumuskan pada penelitian ini

yaitu :

1. Bagaimana variasi kinerja organisasi KUB dalam pemanfaatan BLM-PUMP?

2. Mengapa terjadi variasi kinerja organisasi KUB dalam pemanfaatan BLM-PUMP

serta apa implikasinya terhadap keberlanjutan pemanfaatan program ?

Page 4: BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70659/potongan/S2... · (buruh nelayan) yang tidak memiliki alat tangkap. ... kompeherensif mengenai pengaruh

4

I. 3. Tujuan Penelitian

1) Untuk mengidentifikasi variasi kinerja organisasi KUB dalam pemanfaatan BLM-

PUMP berdasarkan kondisi infrastruktur alat tangkap, kapasitas, serta jejaring

ekonomi yang terbentuk dari jenis perairan tangkap KUB.

2) Untuk mengetahui penyebab munculnya variasi kinerja organisasi KUB serta

mengetahui implikasinya terhadap keberlanjutan pemanfaatan program BLM-PUMP.

I.4. Manfaat Penelitian

1) Secara teoritis, guna memberikan sumbangan pemikiran kritis terhadap program dan

kebijakan pembangunan masyarakat nelayan yang berbasis infrastruktur dan

kapasitas (personal, komunitas, dan sistem), serta jejaring ekonomi dalam

peningkatan kesejahteraan nelayan. Serta sebagai kontribusi memperkaya khasanah

pemikiran sosiologis dalam memahami dan menganalisis implikasi struktur ekonomi

dan struktur budaya terhadap penerapan dan pemanfaatan program kebijakan

masyarakat nelayan, khususnya pada nelayan pemanfaat BLM-PUMP di Kabupaten

Indragiri Hilir.

2) Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi rujukan dan bahan evaluasi

dalam penerapan program BLM-PUMP pada masyarakat nelayan khususnya di

Kabupaten Indragiri Hilir, serta bahan pertimbangan dalam pelaksanaan program

BLM-PUMP kedepannya dalam usaha meningkatkan kesejahteraan di kalangan

nelayan.

I. 5. Penelitian Terdahulu

Penelitian yang mengkaji tentang program penanggulangan kemiskinan nelayan

cukup banyak. Berikut akan disajikan beberapa hasil penelitian yang mengkaji berbagai

program penanggulangan kemiskinan nelayan. Hasil penelitian terdahulu ini digunakan

sebagai bahan perbandingan guna menunjukkan persamaan dan perbedaan, serta kekurangan

dan kelebihan dengan penelitian mengenai pemanfaatan Bantuan Langsung Masyarakat

Pengembangan Usaha Mina Perdesaan (BLM-PUMP) dalam KUB.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70659/potongan/S2... · (buruh nelayan) yang tidak memiliki alat tangkap. ... kompeherensif mengenai pengaruh

5

Penelitian Chorneles (2012) mengenai Program Pengembangan Usaha Mina

Perdesaan (PUMP) dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat nelayan di Kelurahan

Malalayang 1 Timur, Kecamatan Malalayang Kota Manado. Penelitian ini mengkaji

bagaimana pelaksanaan Program Pengembangan Usaha Mina Perdesaan (PUMP) yang

menjadi stimulan bagi nelayan dalam menciptakan pranata ekonomi yang tergabung dalam

Kelompok Usaha Bersama (KUB), yang kemudian dapat digunakan sebagai wahana dalam

meningkatkan kesehjateraan masyarakat nelayan.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, secara teknis program ini telah

mendorong terciptanya organisasi nelayan yakni melalui Kelompok Usaha Bersama (KUB).

KUB merupakan media bagi nelayan untuk mendapatkan bantuan yang disalurkan berupa

perahu motor dan alat tangkap. Melalui KUB berbagai hambatan dan tantangan dan

permasalahan nelayan terkait aktivitas ekonomi dikomunikasikan dalam forum pertemuan

rutin setiap bulannya. Dalam mekanisme organisasi KUB terdapat Rencana Usaha Bersama

yang dibimbing oleh pendamping yang diutus dari Dinas Kelautan dan Perikanan setempat.

Pada dasarnya RUB ini menjadi semacam MOU diantara nelayan yang tergabung dalam

KUB dalam mengembangkan potensi-potensi perikanan di wilayah tersebut. Dalam

penelitian ini diungkapkan pula temuan, koordinasi antara Kelompok Usaha Bersama

bersifat langsung dari Kelompok Usaha Bersama kepada Dinas Kelautan dan Perikanan.

Sehingga pihak pemerintahan pada level desa dan kelurahan tidak dilibatkan.

Pada penelitian Chorneles ini, indikator keberhasilan program hanya sebatas

formalitas tersalurkannya bantuan dari Dinas Kelautan dan Perikanan kepada Kelompok

Usaha Bersama saja. Sedangkan proses lebih lanjut dari program BLM-PUMP terhadap

kesehjateraan nelayan masih belum jelas. Hal ini mengakibatkan penelitian ini belum cukup

jelas untuk memberikan gambaran mengenai pelaksaan BLM-PUMP, khususnya pada

tahapan bagaimana program PUMP dapat menjadi mesin penggerak ekonomi nelayan yang

mampu meningkatkan sumber-sumber pendapatan, dan meminimalisir faktor-faktor yang

mengakibatkan nelayan berada pada kondisi kemiskinan.

Persamaan penelitian Chornelis dengan penelitaian ini adalah sama-sama ingin

melihat bagaimana pelaksanaan program BLM-PUMP dilakukan. Meskipun demikian

perbedaan konteks masyarakat yang diteliti, akan berimplikasi terhadap perbedaan

Page 6: BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70659/potongan/S2... · (buruh nelayan) yang tidak memiliki alat tangkap. ... kompeherensif mengenai pengaruh

6

penjelasan-penjelasan yang akan digunakan. Dalam penelitian ini peneliti menyadari

perbedaan dimensi struktur ekonomi dan struktur sosial dan kultural akan berpengaruh

terhadap dinamika pemanfaatan BLM-PUMP.

Penelitian ini berfokus pada keberlanjutan pemanfaatan program oleh KUB, yakni

melalui aktivitas menjalankan organisasi. Usaha dalam menghidupkan organisasi KUB akan

banyak dipengaruhi oleh aspek yang menentukan keberhasilan pemanfaatan Program BLM-

PUMP, yakni masalah kapasitas sebagai dimensi sumber daya manusia, jejaring ekonomi

dan masalah infrastruktur. Kondisi ketiga aspek tersebut akan digunakan oleh peneliti guna

mengukur keberhasilan pemanfaatan Program BLM-PUMP yang bertujuan untuk

mensejahterakan dan mengurangi angka kemiskinan pada nelayan yang tergabung dalam

KUB.

Penelitian Bahrudinnor (2007) mengenai pemberdayaan masyarakat nelayan di

Kecamatan Kumai, Kabupaten Kotawaringin Barat, Provinsi Kalimantan Tengah. Penelitian

ini mengambil fokus mengenai sumber daya manusia dan kelembagaan dalam proses

pemberdayaan masyarakat nelayan. Pemberdayaan masyarakat nelayan yang dilakukan

dilihat dari berbagai bentuk program representatif dalam memberdayakan nelayan melalui

peningkatan sumber daya manusia dan usaha menumbuhkan wahana kelembagaan di

kalangan nelayan.

Hasil penelitian Bahrudinnor tersebut menunjukkan bahwa pemberdayaan sumber

daya manusia dilakukan dengan melalui kegiatan pendidikan dan pelatihan kewirausahaan

yang dilaksanakan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kotawaringin Barat

bekerjasama dengan Lembaga Pengabdian Pada Masyarakat (LPPM) STIE Pangkalan Bun.

Pemberdayaan masyarakat dilakukan pula dengan pembinaan melalui koperasi, Program

Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP), dan pengelolaan Pangkalan

Pendaratan Ikan (PPI).

Berbagai program telah dilakukan dalam upaya pemberdayaan masyarakat,

meskipun hasilnya belum memuaskan. Kondisi tersebut disebabkan oleh sangat kuatnya

cengkraman tengkulak dalam aktivitas ekonomi nelayan. Hal ini mengakibatkan lembaga

ekonomi seperti KUD dan PPI kurang maksimal hasilnya, akibat kalah bersaing dengan

tengkulak yang telah menguasai jaringan permodalan dan penjualan. Guna menetralisir

Page 7: BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70659/potongan/S2... · (buruh nelayan) yang tidak memiliki alat tangkap. ... kompeherensif mengenai pengaruh

7

peran tengkulak, berbagai program pemberdayaan yang ditujukan untuk peningkatan

kualitas sumber daya manusia dilakukan yakni pelatihan kewirausahaan. Selain itu, guna

memantapkan struktur ekonomi nelayan, juga didirikan kelembagaan nelayan berupa

Koperasi, Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP).

Persamaan penelitian Bahrudinnor dengan penelitian ini adalah sama-sama ingin

melihat peran berbagai program pembangunan yang disalurkan dapat berimplikasi terhadap

peningkatan sumber daya dan kelembagaan nelayan. Selain itu, kesamaan kondisi struktur

ekonomi dan struktur sosial dalam kaitannya dengan tengkulak, membuat penelitian ini

sekiranya memiliki dasar asumsi penjelasan mengenai pentingnya melihat secara

kompeherensif mengenai pengaruh program terhadap kondisi sumber daya manusia dan

kelembagaan. Sedangkan perbedaannya, penelitian ini memfokuskan pada satu program

yakni pelaksanaan Program BLM-PUMP. Selain itu, peneliti juga tertarik mengkaji aspek

lain, yakni masalah infrastruktur, jaringan dan kapasitas yang semula dipengaruhi oleh relasi

permodalan dan pemasaran dengan para tokeh, tentu akan terdampak dengan adanya

penetrasi Program BLM-PUMP.

Penelitian Muliawan (2008) tentang pemberdayaan pembudidaya ikan melalui

Dana Penguatan Modal di Danau Batur, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli.

Penelitian ini berfokus pada pengelolaan Dana Penguatan Modal (DPM), dan melihat sejauh

mana manfaat Dana Penguatan Modal (DPM) serta mengetahui peran pemerintah, bank

pelaksana, masyarakat, unit pelayanan pengembangan (UPP), serta pendamping teknis

dalam melaksanakan program dana penguatan modal (DPM) dalam memberdayakan

pembudidaya ikan di Danau Batur.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, program DPM pada dasarnya

mendapatkan apresiasi dari masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari tingkat keterlibatan

masyarakat yang tinggi dalam program dan tingkat kemampuan dan kemauan pengembalian

dari nelayan yang tinggi. Pada akhirnya atensi masyarakat yang tinggi ini telah berdampak

pada peningkatan pendapatan nelayan sasaran program DPM.

Persamaan penelitian Muliawan dengan penelitian ini dapat dilihat dari karakter

program penanggulangan kemiskinan nelayan yang dilihat. Program DPM dan BLM-PUMP

adalah dua program penanggulangan kemiskinan pada nelayan yang menjadikan kelompok

Page 8: BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70659/potongan/S2... · (buruh nelayan) yang tidak memiliki alat tangkap. ... kompeherensif mengenai pengaruh

8

nelayan sebagai sasaran, bukan individu. Namun demikian, pada program DPM peran

kelebagaan formal seperti pemerintah dan bank penyalur lebih dominan ketimbang

kelompok nelayan. Berdasarkan kekurangan itulah program BLM-PUMP disalurkan, yakni

guna menumbuhkan kemandirian di kalangan nelayan dalam memanfaatkan bantuan yang

diberikan pada Kelompok Usaha Bersama (KUB). Oleh karena itu, dalam penelitian ini juga

akan dikaitkan dengan aspek kapasitas, jejaring ekonomi dan infrastruktur yang

kemungkinan mengalami perubahan akibat adanya pelaksanaan program BLM-PUMP.

1.6. Kerangka Konseptual

1.6.1. Tokeh dan Struktur Kemiskinan Masyarakat Nelayan

Pembangunan seringkali diartikan sebagai proses transformatif dalam mengubah

berbagai kondisi masyarakat ke arah yang lebih baik. Kondisi paling kontras yang menjadi

momok dalam pembangunan adalah masalah kemiskinan. Kemiskinan merupakan kondisi

kekurangan dan ketidakberdayaan dalam memenuhi kebutuhan dasar akibat implikasi proses

ekonomi, sosial, hingga budaya, yang tidak konstruktif terhadap peningkatan kualitas hidup

baik dari sisi kemakmuran maupun kesehjateraan. Berdasarkan penyebabnya, kemiskinan

terdiri atas tiga bentuk, yakni kemiskinan natural, kemiskinan struktural dan kemiskinan

kultural (Sumodiningrat, 1998: 26).

Kemiskinan natural adalah kemiskinan yang disebabkan oleh kelangkaan sumber

daya atau tingkat perkembangan teknologi yang rendah (Suyanto, 1996:2). Dalam

kemiskinan natural terdapat dua dimensi, yakni dimensi kemiskinan sebagai bawaan, dan

kemiskinan sebagai bentuk adaptasi logis masyarakat. Dimensi bawaan kemiskinan natural

terjadi akibat lahir dalam kondisi keluarga miskin, lalu kemudian berada pada lingkup sosial

miskin pula sehingga kemiskinan menjadi sebuah kelaziman. Dimensi adaptasi kemiskinan

natural terjadi akibat bentuk adaptasi masyarakat terhadap kondisi-kondisi fisik dan nonfisik

yang melatarbelakangi kemiskinan. Misalnya kondisi keterisoliran wilayah, sulitnya

mobilitas baik fisik maupun nonfisik akibat keterbatasan aksesibilitas, ketimpangan

penguasaan sumberdaya potensial, yang berujung pada kesenjangan sosial.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70659/potongan/S2... · (buruh nelayan) yang tidak memiliki alat tangkap. ... kompeherensif mengenai pengaruh

9

Kemiskinan struktural adalah kondisi kemiskinan akibat struktur sosial dan

struktur pembangunan yang belum mampu mengakomodir kebutuhan, potensi dan

permasalahan masyarakat. Esensi permasalahan kemiskinan struktural adalah perbedaan

akses terhadap sumber daya potensial, yang divalidasi oleh struktur sosial yang ada. Solusi

atas kemiskinan struktural seringkali berupa penanganan kemiskinan secara kelembagaan

struktural. Pola pengentasan kemiskinan struktural seringkali ditandai oleh marginalisasi

kaum miskin melalui eleminasi berdasarkan prosedur administrasi formal. Contoh

kemiskinan struktural dapat dilihat dalam penanganan berbagai kebijakan pendidikan dan

kesehatan bagi kaum miskin.

Kemiskinan kultural merupakan kondisi kemiskinan yang disebabkan oleh cara

hidup, sikap maupun konsepsi yang berlaku umum di kalangan masyarakat dan

mendapatkan legitimasi kultural. Kemiskinan kultural ditandai oleh sifat marginal, apatis,

fatalis, pasrah pada nasib, boros, dan inferior (Usman, 2012: 128). Konsepsi budaya tentang

hidup ini berpengaruh terhadap cara hidup masyarakat dan adaptasi kerja yang cenderung

berorientasi sesuai kebutuhan (subsisten), ketimbang produktifitas.

Kemiskinan seakan menjadi momok dalam setiap bentuk masyarakat, baik di

negara-negara maju maupun negara berkembang dan terbelakang, di perkotaan atau di

perdesaan, baik bagi kalangan petani, maupun nelayan. Khusus kemiskinan di kalangan

nelayan, realitasnya menunjukkan penyebab dan dinamika yang berbeda dengan bentuk-

bentuk kemiskinan pada petani, maupun bentuk masyarakat lain. Langkah awal untuk

mengidentifikasi kemiskinan di kalangan nelayan melalui penelaahan kelompok aktivitas

yang menggantungkan kehidupan pada sumberdaya kelautan dan perikanan. Kelompok

aktivitas tersebut diantaranya:

1. Nelayan tangkap, yakni kelompok masyarakat yang memanfaatkan perairan sebagai

mata pencaharian untuk menangkap berbagai komoditas perikanan.

2. Nelayan pengumpul atau penampung, yakni kelompok masyarakat yang pada

umumnya memiliki pekerjaan baik sebagai nelayan ataupun sekedar mengumpulkan

(membeli) hasil tangkapan nelayan.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70659/potongan/S2... · (buruh nelayan) yang tidak memiliki alat tangkap. ... kompeherensif mengenai pengaruh

10

3. Nelayan buruh, yaitu kelompok masyarakat nelayan yang menggantungkan hidup

dengan menjual tenaga sebagai sumberdaya dalam memanfaatkan komoditas

perikanan.

4. Nelayan budidaya, yakni kelompok masyarakat yang bekerja pada sektor budidaya

dan pengolahan atau diversifikasi perikanan.

Jika dilihat dari struktur ekonomi masyarakat nelayan, maka dapat diklasifikasikan

berdasarkan tiga aspek (Kusnadi dalam Yustika, 2003: 64-65). Pertama dilihat dari

kepemilikan alat tangkap, nelayan terbagi atas nelayan pemilik, dan buruh nelayan. Nelayan

pemilik adalah kelompok nelayan yang memiliki sumber daya modal dan alat tangkap,

seperti perahu motor, jaring, dan perlengkapan lain, yang dengan kelebihan kepemilikan

modal dapat mempekerjakan kelompok buruh nelayan dalam mendapatkan hasil tangkapan.

Buruh nelayan adalah nelayan pekerja yang tidak memiliki faktor produksi kecuali tenaga,

sehingga menggantungkan diri baik dalam hal kebutuhan keseharian maupun keperluan

melaut kepada nelayan pemilik.

Kedua, berdasarkan skala investasi modal usaha. Struktur ekonomi nelayan dibagi

menjadi dua, yakni nelayan besar dan nelayan kecil. Nelayan besar adalah nelayan yang unit

usaha baik dalam segi modal finansial, alat tangkap, pekerja dan skala usaha besar.

Sedangkan nelayan kecil adalah nelayan yang unit usahanya terbatas, atau cenderung

berdasarkan ikatan keluarga saja. Ketiga, berdasarkan adopsi teknologi, nelayan dibedakan

menjadi nelayan modern, dan nelayan tradisional. Nelayan modern merupakan nelayan

dengan menggunakan alat tangkap modern dan canggih dalam memenuhi target tangkapan,

sedangkan nelayan tradisional adalah nelayan dengan alat tangkap tradisional, sesuai dengan

orientasi usaha yang dijalankan yang pada umumnya hanya untuk memenuhi kebutuhan

keluarga.

Faktor esensial yang selama ini dianggap berdampak pada kemiskinan nelayan

adalah kondisi kekurangan sumberdaya produksi (alat tangkap). Dalam setiap kebijakan

masyarakat nelayan, faktor kepemilikan alat tangkap sangat penting dalam peningkatan

produktifitas yang berdampak pada peningkatan penghasilan. Namun demikian,

produktifitas tidak selalu relevan dengan kondisi kemiskinan nelayan. Substansi

permasalahannya bukan semata pada produktifitas, namun justeru pada lemahnya posisi

Page 11: BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70659/potongan/S2... · (buruh nelayan) yang tidak memiliki alat tangkap. ... kompeherensif mengenai pengaruh

11

tawar (bargaining position) nelayan atas produktifitas yang dihasilkan akibat ketimpangan

kepemilikan sumber daya produksi.

Pada dasarnya dinamika aktivitas ekonomi nelayan ditentukan oleh dua aktor

ekonomi, yakni nelayan sebagai produsen hasil tangkapan dan tokeh sebagai pihak yang

memasarkan hasil tangkapan nelayan (Kusnadi, 2013: 33). Keberadaan tokeh dalam konteks

masyarakat nelayan di Kabupaten Indragiri Hilir telah menjadi pranata ekonomi lokal

nelayan yang tidak hanya beroperasi dalam domain relasi-relasi ekonomi namun berlanjut

dalam domain relasi sosial nelayan.

Ketimpangan struktur kepemilikan modal dan alat tangkap merupakan faktor

dominan yang menyebabkan nelayan membangun relasi dengan tokeh. Dalam struktur

paling dasar dari masyarakat nelayan, diisi oleh buruh nelayan yang pada umumnya

memiliki keterbatasan terhadap akses sumber daya produksi (alat tangkapan). Di sisi lain,

bagi nelayan yang memiliki keterbatasan sumberdaya produksi, tenaga dan keahlian

merupakan satu-satunya hal yang dapat mereka jual kepada tokeh guna meneruskan

eksistensinya. Dengan kata lain, relasi yang terbangun dan dijalankan dengan tokeh

merupakan gambaran adaptasi fungsional nelayan untuk dapat bertahan.

Relasi yang dibangun nelayan dan tokeh didasari atas keterbatasan dan kebutuhan.

Tokeh sebagai pemilik modal memerlukan nelayan dalam mencari komoditas yang ia

perlukan. Dalam hal ini, strategi yang digunakan tokeh adalah memberikan kesempatan

kerja dengan memberikan pinjaman alat tangkap dan modal atau sekedar memberi modal

dengan harapan nelayan menjual hasil tangkapan kepadanya. Bagi nelayan, keterbatasan

modal dan tuntutan pemenuhan kebutuhan menjadi pendorong dalam menjalankan relasi

dengan tokeh. Tenaga, keahlian dan hasil tangkapan merupakan sumberdaya potensial yang

diberikan kepada tokeh.

Relasi yang dibangun nelayan bersama tokeh merupakan hasil adaptasi fungsional

nelayan baik dalam menyikap tekanan dalam aktivitas melaut, maupun tekanan dalam

kebutuhan harian. Biaya operasional melaut yang semakin tinggi, resiko ketidakmenentuan

hasil tangkapan, pemenuhan kebutuhan harian dan berbagai tekanan lainnya mendorong

nelayan membangun relasi dengan tokeh sebagai katup penyelamat sekaligus meminimalisir

resiko ketidakmenentuan aktivitas ekonomi. Dalam konteks ini berlaku pandangan bahwa

Page 12: BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70659/potongan/S2... · (buruh nelayan) yang tidak memiliki alat tangkap. ... kompeherensif mengenai pengaruh

12

kemiskinan bukan hanya berkaitan dengan intensitas kekurangan, melainkan juga berkenaan

dengan durasi (Seabrook, 2006: 40). Guna meminimalisir resiko ketidakmenentuan atau

memperpendek durasi kekurangan dimasa paceklik tangkapan, nelayan seringkali

mengandalkan pinjaman permodalan melalui tokeh.

Bagi buruh nelayan, relasi yang dibangun dengan tokeh menjadi salah satu peluang

kerja yang berarti dalam memenuhi kebutuhan. Keberadaan tokeh dalam jejaring ekonomi

nelayan pesisir merupakan kondisi yang lazim. Relasi dengan tokeh terbangun atas dua hal

yakni adaptasi fungsional yang mengatur arus modal dari tokeh kepada nelayan, serta

konsekwensi logis berupa arus komoditas dari nelayan kepada tokeh (Setiawan, 2012: 108).

Selain itu, tokeh telah menjadi pranata ekonomi lokal nelayan melalui servis dalam beberapa

hal, yakni:

1. Pemberian penghidupan subsistensi dasar dengan turut melanggengkan pekerjaan

nelayan dengan membeli hasil tangkapan, meskipun dengan harga yang rendah

dibandingkan harga pasaran, namun relatif stabil.

2. Pemberian jaminanan menghadapi krisis subsistensi yang ditimbulkan oleh

permasalahan nelayan seperti krisis saat cuaca buruk dimana nelayan tidak dapat

melaut namun tetap memberikan pinjaman yang berguna menyerap kerugian nelayan

akibat tidak melaut.

3. Pemberian perlindungan dari tekanan dan kebutuhan aktivitas melaut melalui

pinjaman modal dan pemberian alat tangkap.

Meskipun tokeh sebagai pranata ekonomi lokal memberikan berbagai bantuan

terhadap nelayan, namun tidak dapat mengesampingkan bahwa relasi ekonomi dan sosial

yang dijalankan tersebut dibangun didalam struktur ekonomi dan sosial yang identik dengan

ketimpangan kepemilikan sumberdaya modal dan akses terhadap pasar. Dalam struktur

ekonomi dan sosial yang terdapat ketimpangan kepemilikan, akan berdampak pada

kemungkinan potensi keuntungan yang hanya dapat dinikmati oleh pemilik modal sekaligus

menciptakan ketergantungan bagi pihak lain yang tidak memiliki modal. Dalam kondisi ini,

sangat sulit bagi nelayan untuk meningkatkan kesejahteraan.

Page 13: BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70659/potongan/S2... · (buruh nelayan) yang tidak memiliki alat tangkap. ... kompeherensif mengenai pengaruh

13

Relasi yang dibangun nelayan bersama tokeh memiliki makna keberlanjutan

pekerjaan, namun bukan rahasia, dimana kesempatan kerja telah menjadi efek yang sama

dengan pengangguran, jika hasil yang didapat, tidak dibayar dengan jumlah yang sesuai

untuk memenuhi kebutuhan. Kondisi ini menggambarkan dalam kemiskinan nelayan penuh

dengan ketimpangan terhadap akses sumber daya modal dan produksi. Sehingga

mengentaskan kemiskinan nelayan hendaknya dibangun atas logika distribusi kepemilikan

alat tangkap dengan turut mempertimbangkan struktur ekonomi dari pranata informal yang

telah mengakar, yakni keberadaan neleyan pemilik atau tengkulak.

1.6.2. BLM-PUMP sebagai Program Penanggulangan Kemiskinan Nelayan Berbasis

Aset

Program BLM-PUMP adalah bagian dari Program Nasional Pemberdayaan

Masyarakat (PNPM) Mandiri Kelautan dan Perikanan. BLM-PUMP perikanan tangkap yang

mulai dilaksanakan sejak tahun 2011, dengan memberikan bantuan modal usaha untuk

nelayan skala kecil yang tergabung dalam Kelompok Usaha Bersama (KUB). Melalui BLM-

PUMP, diharapkan dapat menjadi pendorong perkembangan usaha penangkapan ikan,

berkembangnya kewirausahaan nelayan, dan menjadikan KUB sebagai lembaga ekonomi

perdesaan. Adapun tujuan dari program BLM-PUMP adalah sebagai berikut :

a. Meningkatkan pendapatan nelayan melalui kegiatan pengembangan usaha nelayan

kecil di perdesaan.

b. Menumbuhkembangkan kewirausahaan nelayan di perdesaan.

c. Meningkatkan fungsi kelembagaan ekonomi nelayan menjadi mitra lembaga

keuangan dalam rangka akses permodalan (SK Dir Jen Perikanan Tangkap, NO

37/KEP-DJPT/2013, Tentang Pedoman Teknis Pelaksanaan PUMP-PT, KKP, 2013).

BLM-PUMP adalah program kebijakan penanggulangan kemiskinan nelayan

berbasis aset dan jalur kelembagaan. Penanggulangan kemiskinan tersebut dilakukan

melalui pemberian modal usaha berupa infrastruktur alat tangkap yang diharapkan dapat

menjadi aset produktif bagi nelayan dalam melaksanakan aktivitas ekonomi yang dapat

meningkatkan produktifitas sekaligus nilai manfaat dari produktifitas sebagai konsekwensi

akumulasi dari kepemilikan aset. Unsur utama dalam melihat kesejahteraan maupun

Page 14: BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70659/potongan/S2... · (buruh nelayan) yang tidak memiliki alat tangkap. ... kompeherensif mengenai pengaruh

14

kemiskinan adalah Pendapatan. Pendapatan merupakan arus mengalirnya uang dalam

sebuah rumah tangga. Oleh karena itu, dalam usaha peningkatan pendapatan nelayan harus

berorientasi pada masalah esensial nelayan, yakni kepemilikan faktor produksi dan

sumberdaya modal.

Sumber pendapatan nelayan dapat diperoleh dari tiga sumber utama yakni

pendapatan dari aktivitas melaut, kepemilikan aset-aset, dan santunan dari pemerintah. Dari

tiga sumber pendapatan tersebut, penghasilan yang berasal dari aktivitas melaut merupakan

sumber utama pendapatan nelayan, khususnya nelayan tangkap dan nelayan buruh.

Sedangkan pendapatan yang bersumber dari pendayagunaan aset pada umumnya hanya

didapat oleh nelayan pengumpul atau penampung yang memiliki aset (infrastuktur alat

tangkap) yang berlebih serta digunakan untuk merangkul nelayan buruh sebagai sumber

pendapatan nelayan pengumpul.

Pada dasarnya, struktur ekonomi nelayan telah timpang berdasarkan kepemilikan

infrastruktur alat tangkap yang berfungsi sebagai sumber pendapatan nelayan. Nelayan

identik dengan keterbatasan aset (infrastruktur alat tangkap) sehingga pendapatan yang

diperoleh dari aktivitas melaut sangat kecil dan tidak memadai dalam memenuhi kebutuhan.

Di sisi lain, sistem ekonomi pendayagunakan aset cenderung dimiliki oleh tokeh namun

dalam relasi ekonomi dengan nelayan menciptakan lebih banyak ketergantungan

dibandingkan membantu nelayan buruh atau nelayan tangkap. Hal ini dapat terjadi karena

hasil yang didapatkan oleh nelayan buruh lebih kecil dibandingkan dengan usaha atau

tenaga yang ia keluarkan.

Bagi nelayan buruh, santunan merupakan salah satu sumber penghasilan yang

diharapkan dapat membantu mereka. Namun dalam berbagai kasus, berbagai program dan

kebijakan yang bersifat santunan cenderung gagal mendorong golongan miskin untuk

mandiri dikarenakan sifat santunan yang lebih banyak digunakan untuk pemenuhan

kebutuhan konsumsi dibandingkan dipergunakan untuk pengembangan usaha produktif.

Guna memperbaiki sumber pendapatan nelayan diperlukan kebijakan yang mampu

mendorong distribusi pendapatan. Hal ini mengingat komposisi pendapatan terbesar dari

nelayan pengumpul adalah hasil kontribusi nelayan buruh. Oleh sebab itu, kebijakan tersebut

harus berbasis aset dalam usaha meminimalisir ketergantungan nelayan buruh dan sebagai

Page 15: BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70659/potongan/S2... · (buruh nelayan) yang tidak memiliki alat tangkap. ... kompeherensif mengenai pengaruh

15

bentuk distribusi pendapatan melalui restrukturisasi kepemilikan aset, khususnya alat

tangkap.

Kemiskinan di kalangan nelayan tidak bisa dilepaskan dari struktur ekonomi dan

struktur sosial nelayan. Berdasarkan kondisi geografis, nelayan di Kabupaten Indragiri Hilir

memiliki dua kategori struktur ekonomi yang terbentuk atas kondisi perairan tangkap, yakni

perairan pesisir dan perairan umum. Struktur ekonomi dan struktur sosial tersebut dominan

ditandai oleh relasi dependensi terhadap tokeh yang merupakan gambaran ketimpangan

kepemilikan aset infrastruktur alat tangkap sebagai sumber daya potensial yang menentukan

distribusi pendapatan.

Nelayan identik dengan keterbatasan aset, lemahnya kemampuan modal dan posisi

tawar, serta kesulitan akses pasar (Siswanto, 2008: 85). Oleh karena itu, kebijakan terhadap

nelayan harus berorientasi pada aset yang memungkinkan nelayan berdaya dalam aktivitas

ekonomi, ketimbang sekedar mengurangi kesulitan hidup nelayan. Problema kehidupan

nelayan berkenaan dengan lemahnya sistem permodalan, rendahnya posisi tawar, hingga

permasalahan akses pasar tidak akan terpecahkan sejauh program-program kebijakan tidak

didesain guna pemecahan permasalahan aset ekonomi nelayan. Kebijakan yang

memungkinkan pemecahan permasalahan aset nelayan akan berdampak tidak hanya pada

produktifitas nelayan, tapi juga sejalan dengan penguatan bargaining power melalui

kepemilikan aset.

Pada umumnya, tingkat kesejahteraan dihitung dari indikator pendapatan.

Sedangkan aset atau kepemilikan, jarang dipertimbangkan sebagai indikator kesejahteraan.

Permasalahan kemiskinan dalam mainstream kecilnya pendapatan jelas bisa dipecahkan

dengan usaha-usaha meningkatkan produktifitas. Namun demikian, permasalahan

produktifitas tidak akan terpecahkan sejauh permasalahan aset dan kepemilikan yang

menentukan jalannya proses ekonomi dan sosial masih lemah.

Menurut Sherraden, masalah penanggulangan kemiskinan dapat dilakukan dengan

kebijakan yang berbasis aset. Kebijakan yang berbasis aset dilakukan guna memperbaiki

sumber-sumber pendapatan masyarakat miskin. Aset merupakan salah satu sumber

pendapatan yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam kebijakan penanggulangan

kemiskinan. jadi pada dasarnya kebijakan berbasis aset merupakan upaya untuk tidak

Page 16: BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70659/potongan/S2... · (buruh nelayan) yang tidak memiliki alat tangkap. ... kompeherensif mengenai pengaruh

16

semata-mata memberikan tunjangan, namun juga sebagai bentuk investasi, dan

memantapkan segi-segi kepemilikan bagi masyarakat miskin (Sherraden, 2006: 23-41).

Posisi aset sangat urgens dalam menentukan status sosial individu. Secara teoritis

ekonomis aset memiliki dua bentuk yakni aset produktif dan aset nonproduktif. Dalam

keadaan ini aset sangat menentukan karena berkaitan pula dengan tingkat produktivitas.

Hubungan aset dan pendapatan sendiri menjadi sangat penting mengingat aset berkaitan

langsung dengan sumber daya potensial untuk perputaran ekonomi. Aset menurut Sherraden

terbagi menjadi dua, yakni aset nyata dan aset tidak nyata. Aset nyata adalah sumber daya

potensial yang berbentuk dan berfungsi secara fisik, seperti rumah atau bangunan,

infrastruktur dan lain sebagainya. Sedangkan aset tidak nyata adalah sumber daya potensial

yang tidak nampak, namun melekat dalam sebuah relasi sosial individu dalam bidang sosial-

ekonomi.

Sebagai sebuah kebijakan, BLM-PUMP dalam mengurangi kemiskinan

berorientasi pada aset nelayan. Kebijakan BLM-PUMP yang memungkinkan tumbuhnya

aset produktif sebagai insentif bagi tumbuh dan berkembangnya aktivitas ekonomi nelayan

dapat dilihat dalam mekanisme penyusunan Rencana Usaha Bersama. RUB, pada umumnya

dibuat atas dasar kebutuhan fisik nelayan akan aset infrastruktur alat tangkap.

Salah satu faktor esensial dalam akumulasi aset guna mencapai akses dan

pertumbuhan dalam lingkup ekonomi dan sosial adalah faktor institusional atau

kelembagaan. Faktor kelembagaan tersebut penting dalam usaha menciptakan regulasi baik

secara formal maupun nonformal guna mencapai tujuan bersama. Peran kelembagaan akan

berdampak terhadap peningkatan aset dan kapabilitas nelayan sebagai aspek pengembangan

sumber daya yang fungsional dalam mencapai akses terhadap pertumbuhan ekonomi.

Menurut Prof Sunyoto Usman, kinerja lembaga dapat dilihat melalui penelaahan tiga aspek

yakni infrastruktur, kapasitas, dan jejaring ekonomi sebagai penentu kinerja kelembagaan

KUB.

1.6.2.1. Infrastruktur

Kebijakan merupakan pola pembangunan yang umum digunakan dalam

menanggulangi masalah kemiskinan. Salah satu aspek umum dalam kebijakan pembangunan

Page 17: BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70659/potongan/S2... · (buruh nelayan) yang tidak memiliki alat tangkap. ... kompeherensif mengenai pengaruh

17

adalah permasalahan infrastruktur. Pada masyarakat nelayan, permasalahan infrastruktur

khususnya berkaitan dengan alat tangkap sangat penting dalam perkembangan ekonomi

nelayan. Kebijakan infrastruktur berguna dalam pengembangan fisik dan perubahan

orientasi faktor-faktor produksi nelayan. Kebijakan infrastruktur dalam BLM-PUMP

merupakan manifestasi program peningkatan kesejahteraan berbasis aset.

Dalam proses pembangunan masyarakat yang menyangkut unsur perubahan dan

pembaharuan, paling tidak ada dua pihak yang berperan, yakni pihak dari luar komunitas

dan masyarakat, dalam hal ini adalah pemerintah dengan berbagai instrumen kelembagaan

dan program-program, serta pihak internal yakni komunitas atau masyarakat itu sendiri

(Soetomo, 2009:235). Infrastruktur, merupakan komponen vital dalam pembangunan.

Pengadaan infrastruktur oleh pemerintah sangat penting guna mengurangi tekanan ekonomi

yang dialami nelayan dari aktor ekonomi lain, khususnya tokeh.

Dalam pandangan developmentalis, infrastruktur merupakan prasyarat utama

dalam pembangunan. Infrastruktur berguna dalam mengakomodir kebutuhan dan

kepentingan masyarakat sebagai objek pembangunan. Hal yang terpenting dari infrastruktur

nelayan meliputi infrastruktur penangkapan dan penjualan. Infrastruktur penangkapan

berupa perahu motor, peralatan tangkap, perbengkelan dan penyediaan kebutuhan nelayan

lain. Infrastruktur penjualan yang terpenting adalah keberadaan TPI. Infrastruktur

penangkapan dan penjualan nelayan berguna dalam proses restrukturisasi ekonomi nelayan

dalam mengurangi tingkat ketergantungan terhadap tengkulak. Pada dasarnya, masyarakat

nelayan identik dengan masyarakat patron-klien. Jika nelayan menguasai lautan, maka

patron pada umumnya menguasai pasar dari penjualan tangkapan nelayan (Kusnadi, 33:

2013).

1.6.2.2. Kapasitas

Kapasitas merupakan implikasi proses sosial budaya di dalam masyarakat. Oleh

karena itu pembangunan masyarakat harus berorientasi pada kapasitas individu sebagai

aktor yang membentuk masyarakat. Pembangunan kapasitas dapat berupa pengembangan

wawasan dan peningkatan pengetahuan untuk merespons dinamika lingkungan, peningkatan

Page 18: BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70659/potongan/S2... · (buruh nelayan) yang tidak memiliki alat tangkap. ... kompeherensif mengenai pengaruh

18

skill, peningkatan akses terhadap informasi, dan peningkatan akses terhadap pengambilan

keputusan (Soetomo, 2009: 252).

Pandangan lain mengenai kapasitas merujuk pada bentuk intangible asset berupa

pengetahuan, keterampilan, pengalaman yang berguna dalam pekerjaan dan menumbuhkan

ide dalam menghadapi berbagai tantangan (Sherraden, 2006:137). Human capital atau yang

dalam pembahasan ini disebut dengan kapasitas personal sangat penting menunjang proses

ekonomi, khususnya sebagai daya tanggap atau respon terhadap berbagai tantangan dan

peluang yang dihadapi.

Kapasitas terkait dengan kemampuan individu dalam menghadapi berbagai kondisi

baik potensi atau masalah yang berorientasi pada pemecahan masalah. Pengambangan

kapasitas mengandung tiga unsur pokok yakni pengembangan sumber daya manusia,

pengembangan institusional, dan pengembangan organisasional (Soetomo, 2009: 255).

Masing-masing unsur tersebut akan menghasilkan out put berupa kapasitas personal,

kapasitas komunitas dan kapasitas sistem. Bekerjanya ketiga aspek tersebut akan

mempengaruhi respon dan adaptasi terhadap suatu kebijakan. Adapun konsep kapasitas yang

digunakan dalam penelitian ini adalah kapasitas sebagai bentuk aset tidak nyata (intangible

asset) menurut Sherraden.

1.6.2.3. Jejaring ekonomi

Aspek jejaring ekonomi yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan

keseluruhan dari sistem permodalan hingga jaringan pemasaran yang mengakomodir

penjualan hasil tangkapan nelayan. Fleksibilitas jejaring ekonomi tersebut dalam usaha

perikanan dipengaruhi oleh pengaturan sumber daya potensial. Seseorang atau kelompok

yang memiliki sumber daya memiliki kontrol, kekuatan mengikat kelompok kecil, dan

peluang lebih besar terhadap keuntungan dalam jaringan pemasaran (Rudiatin, 1997: 12).

Menurut Eisenstadt dan Roniger pola jaringan ekonomi nelayan pada umumnya

terbagi menjadi dua bentuk, yakni jaringan secara vertikal yang membentuk hubungan

patron-klien, jaringan secara horizontal yakni membentuk hubungan pertemanan, serta

variasi dari pola tersebut berupa hubungan ketetanggaan dan brokerage (dalam Rudiatin,

1997: 20). Sejauh ini proses pembangunan terdapat kecenderungan dilaksanakan oleh aktor

Page 19: BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70659/potongan/S2... · (buruh nelayan) yang tidak memiliki alat tangkap. ... kompeherensif mengenai pengaruh

19

informal (secara vertikal) yakni keberadaan tengkulak dan penampung ikan. Keberadaan

tengkulak tersebut telah mampu mengakuisisi pembangunan pemerintah yang berimplikasi

pada nelayan tidak mampu mengoptimalkan potensi hasil tangkapan. Proses akuisisi

pembangunan ini merupakan proses distribusi pelayanan terhadap nelayan dengan

penyediaan infrastruktur tangkapan seperti alat tangkap dan perahu motor dan modal melaut

sekaligus sebagai jaringan pemasaran.

Pola jaringan ekonomi yang berbentuk patron-klien pada umumnya diatur oleh

mekanisme pasar yang menjalankan regulasi berdasarkan hak istimewa (privelese) bagi

pemilik sumber daya, sedangkan nelayan cenderung terabaikan (Siswanto, 2008: 80). Faktor

utama yang menyebabkan penguasaan jejaring ekonomi oleh tengkulak adalah ketimpangan

kepemilikan sumber daya. Selama ini ketidakberdayaan nelayan dikarenakan lemahnya

penguasaan modal, tidak memiliki akses terhadap pasar, hingga tidak adanya infrastruktur

yang mengakomodir nelayan. Ketergantungan nelayan dalam jejaring ekonomi kepada

tengkulak berimplikasi terhadap rendahnya bargaining position nelayan dalam penentuan

harga. Oleh karena itu, proses kemiskinan nelayan tidak semata berkaitan oleh faktor

internal kapasitas nelayan, namun juga akibat relasi yang tidak seimbang tersebut (Yustika,

2003: 68).

1.6.3. Pemberdayaan dan Partisipasi dalam BLM-PUMP

Kondisi infrastruktur, kapasitas dan jejaring ekonomi yang menentukan kinerja

organisasi KUB perlu ditunjang dengan aspek pemberdayaan nelayan. Hal ini mutlak

dilakukan mengingat nelayan sebelum tergabung dalam organisasi KUB cenderung

bergantung kepada tokeh. Pemberian bantuan infrastruktur alat tangkap sebagai aset

produktif nelayan pada dasarnya merupakan startegi distribusi faktor produksi yang

diharapkan dapat memutus mata rantai ketergantungan. Namun demikian, perlu ada usaha

menghidupkan kelembagaan KUB, guna mendukung usaha transformasi dari tokeh selaku

pranata ekonomi nelayan menjadi KUB sebagai pranata ekonomi nelayan.

Dalam konsep pemberdayaan termuat makna menghilangkan ketergantungan dari

aktor-aktor eksternal pembangunan. Ketergantungan tersebut dapat hilang dengan mengikuti

empat proses pemberdayaan dalam mengatasi kemiskinan, yakni pertama, menghilangkan

Page 20: BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70659/potongan/S2... · (buruh nelayan) yang tidak memiliki alat tangkap. ... kompeherensif mengenai pengaruh

20

rasa ketidakberdayaan dan meningkatkan kesadaran kritis atas posisi dalam struktur sosial

masyarakat. Kedua, memutuskan hubungan-hubungan yang bersifat eksploitatif. Ketiga,

menumbuhkan rasa kebersamaan dalam mengubah nasib kemiskinan. Keempat ikut terlibat

secara penuh dalam setiap realisasi program dan kebijakan (Nugroho, 1995: 34-35).

Dalam pemberdayaan masyarakat nelayan, harus benar-benar mempertimbangkan

kategori atau jenis nelayan. Didalam pemberdayaan, tidak mungkin permasalahan yang

beragam dipecahkan secara seragam. Oleh karena itu, model-model pemberdayaan dalam

setiap kebijakan yang dijalankan pada masyarakat nelayan harus bersifat bottom up dan

open menu. Prinsip kebijakan dalam pemberdayaan adalah proses dimana anggota suatu

masyarakat, meningkatkan kapasitas personal dan institusional mereka untuk mengelola

sumberdaya guna menghasilkan perbaikan-perbaikan yang berkelanjutan dan merata dalam

kualitas hidup sesuai dengan aspirasi sendiri (Alfitri, 2006: 28-29).

Dalam pelaksanaan Program BLM-PUMP mengedepankan aspek pemberdayaan

dan partisipasi nelayan. Pada dasarnya setiap program pengentasan kemiskinan harus

mendukung dan menunjang berkembangnya potensi masyarakat melalui peranserta,

produktivitas dan efesiensi, pengentasan kemiskinan yang dilakukan secara bertahap,

berkelanjutan dan terpadu didasarkan pada prinsip kemandirian, yakni bagaimana agar

masyarakat miskin dapat menolong diri mereka sendiri (Sumodiningrat, 1998:37). Program

BLM-PUMP ditujukan guna mendorong kemandirian ekonomi nelayan, dalam wadah

kelembagaan yakni Kelompok Usaha Bersama (KUB) sebagai sasaran program, bukan

individu.

Melalui KUB sebagai media kelembagaan atau pranata ekonomi nelayan diharapkan

dapat meningkatkan kapasitas nelayan dalam hal keorganisasian yang berguna secara sosial

dan ekonomi. Kelompok Usaha Bersama merupakan wahana yang idealnya dapat

mengakomodir akses pertukaran informasi pasar (jejaring ekonomi) guna meningkatkan

nilai jual hasil tangkapan nelayan. Selain itu, pertukaran teknologi maupun penyediaan

infrastruktur guna mencapai efektifitas dan efesiensi kerja, serta KUB sebagai titik tolak

akses terhadap permodalan.

Program BLM-PUMP sebagai kebijakan pembangunan masyarakat nelayan secara

langsung diarahkan pada usaha untuk mencapai akses terhadap sumber-sumber ekonomi

Page 21: BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70659/potongan/S2... · (buruh nelayan) yang tidak memiliki alat tangkap. ... kompeherensif mengenai pengaruh

21

yang akan berdampak pada pertumbuhan dan pembangunan ekonomi masyarakat nelayan

hingga bisa keluar dari kemiskinan. Oleh karena itu, program BLM-PUMP berusaha

menyentuh masalah esensial nelayan yakni memberi stimulus terhadap usaha-usaha

meningkatkan aset dan kapasitas masyarakat melalui Kelompok Usaha Bersama (KUB).

Skema : Alur Kerangka Berfikir BLM-PUMP sebagai Program Penanggulangan

Kemiskinan Berbasis Aset

Kemiskinan Nelayan BLM-PUMP

Struktur Ekonomi Nelayan

1

Keterangan skema 1.1 : - Alur kerangka berfikir dimulai dari keterbatasan nelayan di kolom kiri

bawah.

1. Keterbatasan kepemilikan alat tangkap.

2. Resiko ketidakmenentuan hasil tangkapan.

3. Ketergantungan permodalan dan pemasaran.

Permodalan dan pemasaran merupakan domain ekonomi yang dikuasai oleh pemilik modal baik

berupa tokeh atau penampung

1. Pemberian Infarstruktur alat tangkap sebagai aset produktif nelayan.

2. Kelembagaan KUB yang diharapkan sebagai pranata ekonomi nelayan yang mandiri.

Relasi dependensi nelayan dengan tokeh

atau penampung pemilik modal

KUB Dapatkah KUB

Mandiri ???

1. Pendayagunaan infrastruktur alat tangkap secara kolektif dan terkoordinir dalam KUB.

2. Kapasitas (personal, komunitas dan sistem ) dalam KUB memadai.

3. Jejaring ekonomi yang konstruktif melalui reoreintasi pola permodalan dan pemasaran guna memutuskan mata rantai ketergantungan dari tokeh.

Jika berhasil, organisasi KUB akan berjalan, dan menjadi pranata ekonomi nelayan yang mandiri.

Jika gagal, organisasi KUB tidak akan berjalan, KUB gagal menjadi pranata ekonomi nelayan, dan kembali pada tokeh sebagai pranata ekonomi lokal.

Pemberdayaan

Page 22: BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70659/potongan/S2... · (buruh nelayan) yang tidak memiliki alat tangkap. ... kompeherensif mengenai pengaruh

22

- Lingkaran besar menunjukkan struktur ekonomi dimana terdapat relasi dependensi nelayan terhadap tokeh dalam permodalan dan pemasaran.

- Lingkaran kecil menunjukkan KUB yang berada dalam struktur ekonomi yang identik dengan relasi dependensi.

- Kolom pojok kanan bawah merupakan proses akhir yang menunjukkan keberhasilan pemanfaatan BLM-PUMP secara kelembagaan.

- Kolom tengah bawah menunjukkan kegagalan pemanfaatan BLM-PUMP secara kelembagaan dan kembali ke struktur ekonomi dimana tokeh menjadi pranata ekonomi nelayan.

1.7. Metode Penelitian

1.7. 1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada lima Kelompok Usaha Bersama (KUB) yang tersebar

pada empat desa yang ada di Kabupaten Indragiri Hilir. Empat desa tersebut adalah Desa

Lahang Baru (KUB Karya Baru dan KUB Karya Maju), Desa Simpang Tiga (KUB

Sejahtera), Desa Panglima Raja (KUB Bawal), dan Desa Concong Luar (KUB Tenggiri).

Pemilihan empat desa tersebut sebagai lokasi penelitian didasari pada karakteristik perairan

tangkap yakni perairan umum dan perairan pesisir. Bentuk perairan tangkap tersebut pada

dasarnya membentuk karakteristik aktivitas nelayan yang berbeda. Perairan pesisir

umumnya merupakan desa nelayan, yang mayoritas penduduknya memanfaatkan sektor

perikanan sebagai sumber mata pencaharian. Sedangkan wilayah perairan umum pada

umumnya merupakan desa dimana aktivitas ekonomi sebagai nelayan hanya ditekuni oleh

sebagian kecil masyarakat saja, karena hanya sebatas pemanfaatan sungai dan parit.

Perbedaan karakter perairan tangkap tersebut bertujuan untuk mengakomodir

variasi dan dinamika pemanfaatan BLM-PUMP pada KUB yang memiliki perbedaan

karakteristik perairan tangkap, dengan pola aktivitas nelayan yang berbeda. Keragaman pola

aktivitas nelayan tersebut akan mempengaruhi bentuk dan usaha pemanfaatan BLM-PUMP

dalam menjalankan organisasi KUB. Dalam penelitian ini, Desa Lahang Baru dan Desa

Simpang Tiga merupakan desa dengan karakteristik perairan umum dan Desa Panglima Raja

dan Desa Concong Luar merupakan desa dengan karakteristik perairan pesisir.

Pemilihan Lima KUB sebagai objek penelitian ini dilakukan atas pertimbangan dan

masukan dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Indragiri Hilir, yang mana

Page 23: BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70659/potongan/S2... · (buruh nelayan) yang tidak memiliki alat tangkap. ... kompeherensif mengenai pengaruh

23

berdasarkan sebaran alokasi pemohon dan penerima BLM-PUMP 2012, empat desa tersebut

merupakan desa dengan jumlah pemohon dan penerima BLM-PUMP rata-rata terbanyak.

Dengan standarisasi pemohon dan penerima BLM-PUMP harus telah didirikan dan

beraktivitas organisasi selama satu tahun, semestinya telah terbentuk dinamika organisasi

pada KUB-KUB tersebut. Namun, dalam realitas pemanfaatan BLM-PUMP pasca bantuan

disalurkan, jumlah pemohon dan penerima BLM-PUMP yang diasumsikan menentukan

kompetitifitas KUB tidak berbanding lurus dengan kinerja organisasi KUB. Hal tersebut

menjadi tantangan bagi peneliti untuk mengetahui aspek-aspek penentu kinerja organisasi

KUB, yakni mengenai infrastruktur, kapasitas dan jejaring ekonomi pada setiap KUB.

I. 7.2. Kebutuhan dan Jenis Data

Kemiskinan dan rendahnya tingkat kesejahteraan merupakan sebuah realitas umum

yang terjadi di kalangan nelayan. Melekatnya kemiskinan di kalangan nelayan banyak

dipengaruhi oleh struktur ekonomi dan struktur sosial yang mengalami kesenjangan antara

pemilik modal dan nelayan yang tidak memiliki modal. Secara umum realitas ketimpangan

struktur permodalan dominan terjadi pada nelayan yang berada pada perairan dibandingkan

dengan nelayan yang berada pada wilayah perairan umum. Kondisi ini berimplikasi terhadap

dinamika nelayan dalam organisasi KUB. Terkait hal tersebut peneliti berasumsi perlu ada

usaha yang logis, sistematis dan kompeherensif dalam memahami pemanfaatan program

BLM-PUMP berdasarkann realitas struktur ekonomi dan struktur sosial yang berbeda.

Kemiskinan yang begitu identik dengan nelayan, tidak terlepas dari kondisi

infrastruktur, kapasitas, dan jejaring ekonomi yang identik dikuasai oleh tokeh. Program

BLM-PUMP sebagai program yang mendorong tumbuhnya wahana kelembagaan nelayan

benar-benar harus mempertimbangkan kondisi pranata informal yang telah mengakar

tersebut. Penetrasi program PUMP dan kondisi pranata ekonomi yang sebelumnya dikuasai

oleh tokeh disinyalir akan menjadi tantangan dalam pemanfaatan program BLM-PUMP oleh

KUB. Paling tidak, keberadaan program BLM-PUMP akan mengubah atau mempengaruhi

aspek infrastruktur, kapasitas, dan jejaring ekonomi nelayan dalam meningkatkan

kesejahteraan nelayan.

Page 24: BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70659/potongan/S2... · (buruh nelayan) yang tidak memiliki alat tangkap. ... kompeherensif mengenai pengaruh

24

Guna mengetahui bagaimana pelaksanaan dan pemanfaatan program BLM-PUMP

dalam KUB, maka akan dihimpun informasi berupa penjelasan, pengalaman dan

pengetahuan pengurus dan nelayan yang tergabung dalam KUB pemanfaat BLM-PUMP

tahun 2012. Guna mendalami berbagai informasi relevan, dipergunakan teknik penelitian

kualitatif deskriptif dalam menghimpun informasi mengenai pemanfaatan program BLM-

PUMP dalam KUB serta kondisi infrastruktur, kapasitas dan jejaring ekonomi yang

mendukung dalam pemanfaatan BLM-PUMP dalam KUB. Deskripsi tersebut ditujukan

untuk menunjukkan perbedaan dan persamaan berdasarkan aspek-aspek relevan yang

menentukan keberhasilan dalam pemanfaatan BLM-PUMP, yakni infrastruktur, kapasitas

dan jejaring ekonomi. Lalu, dilihat tendensi-tendensi, hingga diinterpretasikan guna melihat

penyebab terjadinya tendensi sebagai faktor penentu kinerja organisasi KUB. Keseluruhan

data yang didapat dari informan diinterpretasikan. Melalui proses tersebut, diharapkan dapat

disusun pengetahuan yang bersifat ideografik (Mantra, 2008: 28).

1.7.3. Unit Analisis dan Informan Penelitian

Dalam penelitian ilmu sosial terdapat beberapa lingkup objek penelitian yang

berguna memfokuskan kajian penelitian. Lingkup objek penelitian yang disebut pula dengan

unit analisis yang dapat berupa unit mikro, meso hingga makro. Lingkup analisis akan

berkonsekuensi terhadap ruang lingkup informasi penelitian yang akan dicari dan

kesimpulan yang akan diambil. Pada dasarnya unit analisis menentukan kompleksitas

penelitian. Pada penelitian ini yang menjadi unit analisis penelitian berupa kelompok, yakni

Kelompok Usaha Bersama (KUB) selaku pemanfaat BLM-PUMP.

Sasaran program BLM-PUMP adalah kelompok (Kelompok Usaha Bersama). Oleh

karena itu, dalam penelitian ini mencoba memahami nelayan dalam kaitannya dengan

keanggotaannya di dalam KUB. Dalam kajian sosiologis, kolompok keorganisasian

dipandang sebagai sistem kesatuan interaksi yang permanen, dan berorientasi pada tujuan

bersama. Sehingga memahami pemanfaatan BLM-PUMP pada KUB berarti memahami

nelayan sebagai unit integral dalam kelompok.

Melalui unit analisis kelompok diharapkan dapat memahami secara mendalam

berbagai kondisi infrastruktur, kapasitas (personal, komunitas dan sistem), serta jejaring

Page 25: BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70659/potongan/S2... · (buruh nelayan) yang tidak memiliki alat tangkap. ... kompeherensif mengenai pengaruh

25

ekonomi yang mempengaruhi dinamika pemanfaatan BLM-PUMP pada KUB. Pemahaman

mendalam pada tingkat kelompok atau KUB ini disesuaikan pula dengan dua tipologi

perairan tangkap nelayan yang diharapkan dapat mengakomodir berbagai perbedaan struktur

ekonomi dan struktur sosial nelayan dalam pemanfaatan BLM-PUMP di Kabupaten

Indragiri Hilir.

Informan dalam penelitian ini ditetapkan secara purposive yakni dengan

menetapkan kriteria keterlibatan nelayan dalam organisasi KUB. Teknik pemilihan informan

dilakukan dengan mengidentifikasi nelayan yang tergabung pada KUB yang mengetahui dan

terlibat baik secara aktif yang termanifestasi dalam kepengurusan KUB, maupun nelayan

anggota sebagai pemanfaat BLM-PUMP. Adapun Kriteria informan yang akan dijadikan

sumber informasi penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Informan kunci (Key informant) yakni informan yang mengetahui dan menguasai

berbagai informasi keorganisasian KUB dalam pemanfaatan BLM-PUMP. Informan

kunci ini berupa nelayan yang tergabung dalam kepengurusan KUB, baik berupa

ketua, sekretaris, bendahara dan pihak-pihak yang termuat dalam struktur organisasi

KUB, maupun nelayan anggota KUB yang secara langsung terlibat sebagai

pemanfaat BLM-PUMP dalam KUB.

2. Informan tambahan yaitu pihak pelaksana (operator) program sebagai pemangku

tanggung jawab dalam penyaluran BLM-PUMP di tingkat kabupaten. Informan

tambahan merupakan Tim Teknis Pelaksana Program BLM-PUMP terdiri atas ketua

(Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan), sekretaris (Kepala Bidang Perairan dan

Masalah Pesisir), dan anggota PPTK (Pendamping Perikanan Tenaga Kontrak).

Informan dalam penelitian ini tersebar dalam lima KUB yang terdapat di empat

desa. Pemilihan KUB didasarkan pada representatifitas atas dua tipologi perairan tangkap

nelayan, yakni perairan pesisir dan perairan umum. Penetapan informan pada tiap-tiap KUB

diutamakan nelayan pengurus KUB, baik berupa ketua, sekretaris dan bendahara. Tujuannya

adalah sebagai langkah awal dalam menggali informasi pemanfaatan program dalam KUB.

Informasi awal pemanfaatan BLM-PUMP ditekankan pada usaha dan kegiatan KUB dalam

menjaga keberlangsungan kegiatan keorganisasian KUB pasca mendapatkan bantuan.

Page 26: BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70659/potongan/S2... · (buruh nelayan) yang tidak memiliki alat tangkap. ... kompeherensif mengenai pengaruh

26

Informasi tersebut berguna untuk mendalami kondisi infrastruktur, kapasitas dan jejaring

ekonomi KUB yang akan berdampak pada keberhasilan pemanfaatan BLM-PUMP oleh

KUB.

Adapun rincian informan kunci penelitian ini dapat dilihat pada tabel 1.1 berikut:

No Nama KUB Keterangan

1 Ruzi Karya Maju Ketua

2 Nuar Karya Baru Ketua

3 Rosnawi Karya Baru Koordinator

4 Mustafa Karya Baru Sekretaris

5 Syafarudin Karya Baru Anggota

6 M. Ilyas Sejahtera Ketua

7 Syahmunir Sejahtera Anggota

8 Mulyadi Bawal Ketua

9 Herman Tenggiri Ketua

Dalam proses pengumpulan informasi, peneliti berfokus pada pengurus KUB

dengan tujuan mengetahui pemanfaatan BLM-PUMP dalam KUB khususnya mengenai

aktivitas keorganisasian KUB pasca mendapatkan bantuan. Aspek ini perlu didalami guna

proses lebih lanjut yakni mengidentifikasi kondisi infrastruktur, kapasitas dan jejaring

ekonomi yang berdampak pada bentuk pemanfaatan BLM-PUMP oleh KUB. Pada beberapa

KUB, pendalaman informasi aktivitas KUB hanya dilakukan pada Ketua KUB sebagai

informan tunggal. Hal ini disebabkan dalam penelusuran pada beberapa informan yang juga

merupakan nelayan anggota KUB mengungkapkan informasi yang sama. Hal tersebut terjadi

dikarenakan pada beberapa KUB, pemilihan keanggotaan KUB didasarkan pada ikatan

kekeluargaan sehingga kecenderungan sikap, pemahaman dan aktivitas yang sama antara

pengurus dan nelayan anggota.

Guna mendapatkan informasi yang mendalam mengenai pengalokasian dana BLM-

PUMP di tingkat kabupaten, maka ditetapkan pula informan tambahan, yakni pihak Dinas

Kelautan dan Perikanan, khususnya Tim Teknis Pelaksana Program BLM-PUMP. Adapun

rincian informan tambahan penelitian ini dapat dilihat pada tabel 1.2 berikut:

Page 27: BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70659/potongan/S2... · (buruh nelayan) yang tidak memiliki alat tangkap. ... kompeherensif mengenai pengaruh

27

No Nama Keterangan

1 Marduan Sekretaris Tim Teknis Pelaksana BLM-PUMP

2 Burhanudin Anggota Pendamping Perikanan Tenaga Kontrak

Penetapan Informan tambahan tersebut diperlukan dalam menghimpun informasi

yang berkaitan dengan proses penyaluran BLM-PUMP yang terdiri atas pelaksanaan,

pengelolaan dan capaian-capaian KUB pemanfaat BLM-PUMP. Informan tambahan

berguna sebagai bagian dari triangulasi data. Melalui Tim Teknis digali informasi yang

berfungsi sebagai kroscek data yang didapat dari pengurus dan nelayan KUB. Dalam

struktur organisasi KUB, telah diatur arus pertanggungjawaban dari KUB kepada Tim

Teknis, yakni berupa laporan bulanan data produksi dan data penghasilan serta laporan

aktivitas keorganisasian KUB. Oleh karena itu, berbagai informasi keorganisasian yang

didapatkan dari KUB akan diselaraskan dengan informasi yang didapat dari Tim Teknis. Hal

ini diharapkan dapat menunjang kualitas dan validitas data.

1.7.4. Sumber Data

Sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini dibedakan atas dua kategori,

yakni:

1. Sumber data primer, yaitu sumber data utama dari informan penelitian yang

memiliki pengetahuan mengenai pemanfaatan BLM-PUMP dalam KUB. Sumber

data primer berupa Tim Teknis Pelaksana Program BLM-PUMP, dan nelayan

anggota KUB selaku pemanfaat. Data yang didalami berupa informasi mengenai

bagaimana cara KUB memanfaatkan BLM-PUMP dimulai dari pembentukan KUB,

penyusunan RUB, kegiatan keorganisasian pasca mendapatkan bantuan, hingga

mendalami informasi tentang infrastruktur, kapasitas dan jejaring ekonomi dalam

KUB. Sedangkan data yang bersumber dari Tim Teknis akan berfokus pada

pelaksanaan program BLM-PUMP secara umum, hambatan dan tantangan, capaian,

dan berbagai aspek teknis pengalokasian BLM-PUMP.

2. Sumber data sekunder didapat melalui pemanfaatan sumber-sumber tertulis seperti

buku, dokumen yang didapat dalam penelitian. Sumber data sekunder ini terdiri atas,

Page 28: BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70659/potongan/S2... · (buruh nelayan) yang tidak memiliki alat tangkap. ... kompeherensif mengenai pengaruh

28

dokumen yang didapat dari Tim Teknis yang berupa Profil KUB pemanfaat BLM-

PUMP, laporan pertanggungjawaban penyaluran BLM-PUMP, data produksi dan

data penghasilan KUB, dan dokumentasi pembinaan KUB. Melalui KUB didapat

pula data sekunder berupa, laporan produksi dan penghasilan bulanan, struktur

keorganisasian KUB, catatan administrasi KUB, dan dokumentasi KUB. Data

sekunder juga didukung hasil publikasi hasil penelitian, artikel, data statistik dan

monografi lokasi penelitian.

1.7.5. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data disesuaikan dengan jenis data yang ingin dikumpulkan.

Pada penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu :

1. Wawancara mendalam. Wawancara dilakukan baik dengan wawancara tidak

terstruktur, yakni melalui pertanyaan dalam percakapan informal sambil

mengungkapkan secara rinci dan mendalam informasi yang diungkapkan informan.

Teknik wawancara terstruktur dilakukan dengan wawancara yang disesuaikan

dengan seperangkat pertanyaan yang disesuaikan dengan tujuan penelitian, sehingga

berfokus pada permasalahan yang ingin diungkapkan oleh peneliti. Wawancara ini

penting dilakukan untuk mengungkapkan seputar pemanfaatan Program BLM-

PUMP serta terkait kondisi infrastruktur alat tangkap, serta menemukan pola umum

dari jejaring ekonomi hingga permasalahan kapasitas nelayan.

2. Observasi. Teknik ini bertujuan untuk mengungkap berbagai informasi yang tidak

dapat terakomodir melalui pendayagunaan instrumen pedoman wawancara. Realiatas

yang diobservasi berfokus pada aktivitas keseharian dalam keorganisasian KUB dan

aktivitas keseharian nelayan. Melalui teknik ini dapat ditelusuri kapasitas baik pada

level personal, komunitas, dan sistem. hal ini berupa keadaan fisik seperti sekretariat

KUB,

3. Dokumentasi dilakukan guna mendapatkan gambaran visual mengenai kondisi fisik

infrastruktur alat tangkap nelayan, dan akivitas keorganisasian KUB. Teknik ini

memanfaatkan data monografi desa, notulen dan dokumentasi aktivitas KUB yang

Page 29: BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70659/potongan/S2... · (buruh nelayan) yang tidak memiliki alat tangkap. ... kompeherensif mengenai pengaruh

29

terdiri atas struktur keorganisasian, catatan dan laporan produksi dan penghasilan

nelayan.

4. Kepustakaan, yakni guna pendalaman terhadap buku-buku (referensi) untuk memilih

sebuah konsep, teori dan pengertian-pengertian yang dibutuhkan sebagai landasan

teori dalam penelitian.

1.7.6. Teknik Analisis Data

Analisis penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Analisis data

pada penelitian kualitatif ini dilakukan dengan penggabungan data primer dan sekunder

yang kemudian diklasifikasikan, yang selanjutnya diinterpretasikan sesuai dengan konsep

teoritik yang dipergunakan. Analisis data dimulai dari proses pengumpulan, reduksi data,

penyajian dan verifikasi data (Miles & Huberman, 1992: 18). Adapun proses analisis data

dilakukan memelaui tahapan berikut:

1. Tahap reduksi data, yakni dengan memilah data primer dan data sekunder yang

relevan dengan aspek yang ingin dikaji dan didalami pada penelitian. Pada tahap ini

peneliti terlebih dahulu melakukan transkrip hasil wawancara, observasi dan

menyesuaikannya dengan berbagai data sekunder berupa dokumen yang didapat.

Hasil pemilahan data tersebut kemudian dibuat kategorisasi guna memfokuskan

aspek yang dikaji sesuai domain yang ditentukan, yakni mengenai kondisi

Infrastruktur, kapasitas dan jejaring ekonomi dalam pemanfaatan BLM-PUMP oleh

KUB.

2. Tahap penyajian data, yaitu penulisan hasil reduksi data secara teks naratif, tabel,

skema dan gambar sesuai kategori yang ingin ditampilkan dalam laporan penelitian.

Data disajikan secara sistematis, agar mudah dipahami dan mudah ditarik

kesimpulan.

3. Tahap verifikasi, yakni proses akhir dalam analisis dengan menarik kesimpulan

melalui interpretasi tendensi-tendensi data sesuai hasil reduksi berdasarkan kerangka

teoritik yang dibangun. Kesimpulan tersebut dibuat dengan memberikan deskripsi

kemungkinan implikasi berdasarkan temuan-temuan dari aspek yang disampaikan.

Page 30: BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70659/potongan/S2... · (buruh nelayan) yang tidak memiliki alat tangkap. ... kompeherensif mengenai pengaruh

30

Hal ini akan bedampak tidak hanya pada masukan terhadap proses penelitian

berikutnya, namun juga terhadap kritik teori yang digunakan.