Kondisi Dakwah Kampus Uj Dan Strategi Memajukannya
-
Upload
darumashambaallah -
Category
Documents
-
view
24 -
download
0
Transcript of Kondisi Dakwah Kampus Uj Dan Strategi Memajukannya
KONDISI DAKWAH KAMPUS UJ DAN STRATEGI MEMAJUKANNYA
Karena Tujuan Itu Hanya Satu, yaitu Alloh Swt.
Dakwah kampus adalah implementasi dakwah ilallah dalam lingkup
perguruan tinggi. Dimaksudkan untuk menyeru civitas akademika ke jalan Islam
dengan memanfaatkan berbagai sarana formal/informal yang ada di dalam
kampus. Dakwah kampus bergerak di lingkungan masyarakat ilmiah yang
mengedepankan intelektualitas dan profesionalitas. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa aktivitas dakwah kampus merupakan salah satu tiang dari
dakwah secara keseluruhan, puncak aktivitasnya serta medan yang paling banyak
hasil dan pengaruhnya terhadap masyarakat (Risalah Manajemen Dakwah
Kampus, 2008).
Hal yang paling erat dengan seorang mahasiswa dalam kondisi
lingkungannya adalah berorganisasi. Baginya, organisasi bukan lagi suatu
ekstrakurikuler yang dijadikan sampingan dalam menuangkan ide dan karya
seraya menggelorakan misi untuk pencapaian visi organisasi. Hal serupa pun
dialami oleh seorang aktivis dakwah kampus dengan notabene eratnya:
mahasiswa yang nyambi aktivis. Jika diinginkan apa hal yang membedakan antara
ADK (Aktivis Dakwah Kampus) dengan AK (Aktivis Kampus) secara implisit
adalah Allohu Ghoyyatuna nya.
Keadaan dakwah kampus UJ saat ini diliputi oleh keberagaman harokah
yang sarat akan eksklusifitas dalam kesehariannya. Hal ini berani diutarakan
sebab pola kehidupan yang ditunjukkan memang demikian. Rasa penghormatan
dan kekeluargaan serasa surut di tengah kesibukan yang mengatasnamakan
aktivitas dakwah. Perbedaan metode dakwah diyakini menjadi barrier untuk bisa
hidup ber-integral. Keadaan seperti ini tentu mudah dipecah belah karena satu
sebab, hilangnya rasa saling memiliki. Fitrah yang ingin unggul sendiri, ingin
mendapat pengakuan terbaik, selalu membayang-bayangi misi para ADK
pengembannya secara berlebihan. Timbullah dari sini ‘eksklusif’ atau VIP dalam
kehidupan ADK, “Siapa engkau dengan berani merebut jatahku, siapa engkau
berani menduduki posisiku.” Terkadang, dalam aqod yang disepakati suatu
harokah tidak sekata pun ditemukan pernyataan bermakna, “HARUS MENJAGA
KEEKSKLUSIFITASAN DAKWAH DEMI TUJUAN ORGANISASI.” ; tapi
justru rasa eksklusif itu ada pada sang pengembannya, yakni ADK, yang merasa
tenang mencitrakannya di mana-mana. “Karena metode kita berbeda, sudahlah,
kita saling ber-fastabiqul khoirot saja,” pernyataan ini pernah ana dengar dari
seorang ADK. Begitu cintanya-kah pada metode sehingga hal tentang ke-
integralitas-an dakwah harus dikesampingkan, padahal dalam Islam hal ini tidak
pernah diperbolehkan. Pertanyaannya, dari mana seseorang yang menjadi target
dakwah bisa tahu, bahwa Islam itu sejatinya hangat, damai, dan menyejukkan,
kalau hal demikian sudah menjadi benalu dalam hati ADK pengembannya?
Banyak contoh kasus yang tergores benar dalam hati ADK pejuang
keharmonisan dakwah. Adakah yang tidak menangis hatinya bilamana sang
saudara/i tercinta dengan sengaja mengusir hal ma’ruf yang tengah ia
perjuangkan, dengan alasan agar lainnya tidak terpengaruhi apa yang ia lakukan.
Adakah seorang pejuang ukhuwah merasa biasa-biasa saja bila melihat seorang
muslim berpas-pasan dengan saudaranya lantas tidak bertegur sapa. Ini kecil, tapi
besar urgensinya dalam dakwah. Di manakah rasa ukhuwah islamiyah, yang
menjadi kekuatan Islam, bila sudah seperti ini. Dakwah mengajarkan kehangatan
dan pengayoman di manapun sang penyampainya berada. Dakwah melatih sang
pembawanya untuk senantiasa bersikap stabil terhadap hal yang plural. Memang
pluralitas adalah fitrah Allah pada seluruh makhluknya, tapi status sebagai hamba
Alloh yang bersaudara adalah hal terpenting, yang tidak boleh dielakkan
urgensitasnya. Seorang yang bersaudara itu saling mendukung, bukan
menghambat, apalagi menjatuhkan. Untuk tujuan menegakkan kalimat tauhid Laa
Ilaaha Illallah di bumi ini, butuh sesuatu yang khas, yang menggambarkan
kekuatan Islam secara utuh, yang tak dapat ditiru oleh siapa pun, kecuali muslim,
apalagi kalau bukan Ukhuwah Islamiyyah.
Banyak hal yang bisa dilakukan untuk merapikan keharmonisan yang
melenceng dari tempatnya. Menjadi pioneer dalam aktivitas pemulihan ini, bisa
menjadi pekerjaan bermisi kebaikan karena dengan begini kita bisa mengetahui
seberapa berhasil kah kita dalam melaksanakan dakwah untuk konteks ukhuwah.
Bila menurut Abbas As-Siisi, inilah yang disebut “bagaimana menyentuh hati”.
Berkelibat dengan berbagai kegiatan umum yang diadakan LDK, memenuhi
undangan, saling mengundang di acara milad atau kegiatan umum, dan dalam
perihal pengkaderan, misalnya saling mengatur jadwal agenda kegiatan
pengkaderan agar tidak bentrok dengan acara kaderisasi pihak pendakwah lain
(hal ini mungkin dirasa aneh, karena pada dasarnya justru harokah itu saling
berlomba untuk mencari target pengkaderan; akan tetapi untuk menentramkan
keadaan saling adu sikut seperti ini, dibutuhkan kedewasaan manajerial kaderisasi
dakwah; hal ini tentu tetap tidak melupakan perumusan mesiu sendiri untuk dapat
melaksanakan kaderisasi di pihak kita seoptimal mungkin).
Di lain cerita, banyak UKI UJ yang bermasalah dalam kaderisasi UKI nya.
Padahal secara mayoritas, target dakwah tersebar di lingkungan tiap LDF masing-
masing. Lagi-lagi, ada apa di balik ketidak-sinkronan ini semua. Usut punya usut,
ternyata rasa kebersamaan kurang dirasakan oleh seorang yang amma apabila
sedang bersama ADK (yang semuhrim). Rasa ‘tidak segolongan’ itu menjadi akar
masalah ini. Padahal obyek dakwah kita yang terdekat, siapa lagi kalau bukan
teman-teman muslim di sekitar kita sendiri. Memahami dunia mereka, berinteraksi
yang benar dengan mereka, memanfaatkan celah rabbaniyah mereka dalam upaya
menyeru mereka pada suatu yang haqq, adalah salah satu rangkaian sikap yang
bisa dicoba dalam rangka meningkatkan keluwesan kaderisasi UKI. Tidak
kemudian kaderisasi itu hanya untuk mahasiswa. Para civitas senior pun sangat
perlu disentuh oleh dakwah melalui pengkaderan. Selain memantapkan jati diri
mereka sebagai hamba Allah, mereka pun sebenarnya adalah target infrastruktur
pendukung kegiatan dakwah kampus kita. Banyaknya relasi yang terbentuk makin
memperkokoh barisan kita dalam mengemban misi mulia ini. Sudah
waktunya, para ADK dalam tiap UKI untuk menunjukkan hakikat rahmatan lil
‘alamin Islam pada dunianya. Bukan waktunya untuk menunggu sang target
mengetuk pintu UKI, seraya mengajukan diri untuk ikut bergabung dalam
perjalanan dakwah ini. Perlu gebrakan dan sesuatu yang nekat, dalam artian
positif, agar bisa beradaptasi dan mempengaruhi sesuatu yang semakin kompleks
ini. Dari hal ini, UKI pun tahu apa yang sedang dibutuhkan para obyek dakwah
terkait keislamannya.
Terkadang juga seorang ADK takut mengutarakan kebenaran pada suatu
ranah kesalahan. Padahal ranah itu jelas mengusik keimanan dan tuntutannya
sebagai pengemban dakwah. Menurut Akh.Ridwansyah Yusuf Achmad dalam
tulisannya yang bertajuk “ADK dalam Keorganisasian”, bahwa mengisi sayap
dakwah siyasi adalah bagian dari tahapan membangun dakwah kampus yang
komprehensif. Semangat yang coba kita angkat dalam menjalankan dakwah siyasi
adalah agar setiap mahasiswa dapat merasakan indahnya Islam dimanapun dia
beraktivitas. Selain itu, kita tentu juga berharap dengan adanya dakwah siyasi,
sebagai seorang aktivis dakwah, kita akan mampu mengembangkan diversifikasi
strategi dakwah yang disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi dari kampus kita
masing-masing. Dari ulasan beliau ini, bisa diambil kesimpulan sebagai seorang
aktivis dakwah, kita dituntut juga untuk mampu mengembangkan diversifikasi
strategi dakwah yang disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi dari kampus kita
masing-masing. Bila dikaitkan dengan konteks dakwah secara umum (tidak hanya
dakwah siyasi), bukankah dakwah kampus itu adalah sesutau yang praktis dan
seharusnya mudah diterima dalam kehidupan ber-kampus. Untuk itu, realisasi
dakwah kampus benar-benar memperhatikan strategi tepat demi dengan tujuan
agar semakin banyak mahasiswa dalam sebuah kampus yang tersentuh oleh nilai
Islam.
...Bagi kami, setiap jengkal tanah di bumi ini, di mana di atasnya ada
seorang Muslim yang mengucapkan 'Laa Ilaaha Illallah', maka itulah tanah air
kami. Kami wajib menghormati kemuliaannya dan siap berjuang dengan tulus
demi kebaikannya. Semua Muslim —dalam wilayah geografi yang mana pun—
adalah saudara dan keluarga kami. Kami turut merasakan apa yang mereka
rasakan dan memikirkan kepentingan-kepentingan mereka...// Akidah tak akan
memberi faedah bila tidak mendorong penganutnya untuk berbuat dan berkorban
demi menjelmakannya menjadi kenyataan. Begitulah yang terjadi pada generasi
terdahulu umat ini, dimana Allah melapangkan dada mereka untuk menerima
hidayah-Nya. Mereka mengikuti jejek para Nabinya, beriman kepada risalahnya,
dan berjihad dengan jihad yang benar dalam menegakkan misi suci
itu...//(Himpunan Risalah Hasan Al-Banna).
Jember, 5-6 Mei 2012
oleh: Athika Darumas Putri