Komunitas Kelompok Khusus

52
PROPOSAL KEGIATAN KELOMPOK KHUSUS SKABIES DI PONDOK PESANTREN AL-HAQIQI PRODI S1 KEPERAWATAN

description

Kelompok Khusus Pondok Pesantren Stikes Hang Tuah Surabaya Kelompok 4 S1 - 3A

Transcript of Komunitas Kelompok Khusus

PROPOSAL KEGIATAN KELOMPOK KHUSUS SKABIES DI PONDOK PESANTREN AL-HAQIQI

PRODI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH SURABAYA, MEI 2015Disusun oleh Kelompok 4 :1. Adhetya Ayu P.

(121.0003)

2. Diah Meisinta

(121.0025)

3. Intan Ayu R.

(121.0049)

4. Nia Dewi S.

(121.0071)

5. Nur indah

(121.0075)

6. Rinda Eka

(121.0085)

7. Risca Putri M.

(121.0087)

8. Rizki Adista S.

(121.0091)

9. Ryan Frandika

(121.0095)

10. Shella Putri P.

(121.0097)

11. Sofyan

(121.0099)

12. Firdanty Savira

(111.0055)KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan rahmat dan hidayah Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan.

Penulisan makalah ini bertujuan untuk menyelesaikan tugas yang diberikan kepada kami dalam menempuh perkulihan khususnya dalam mata kuliah Komunitas III dengan pokok bahasan dan judul Proposal Kegiatan Kelompok Khusus Skabies di Pondok Pesantren .

Makalah ini terdiri dari konsep dasar dari penyakit Skabies dan bagaimana asuhan keperawatan klien dengan penyakit tersebut disertai dengan contoh kasus.

Adapun dalam penulisan makalah ini masih ada kekurangan, untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran untuk perbaikan dalam pembuatan makalah selanjutnya. Terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam pembutaan makalah ini.

Surabaya, 12 Mei 2015

Penyusun

DAFTAR ISI

BAB I : PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang11.2 Rumusah Masalah21.3 Tujuan21.4 Manfaat 2BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Kelompok32.1.1 Definisi Kelompok32.1.2 Tipe Kelompok32.1.3 Fungsi Kelompok62.2 Konsep self-care72.2.1 Universal self care requisites72.2.2 Development self care requisites72.2.3 Health deviation self care requisites72.3 Konsep Skabies82.3.1 Definisi82.3.2 Etiologi82.3.3 Derajat Klasifikasi92.3.4 Manifestasi Klinis152.3.5 Patofisiologi162.3.6 Web Of Caution182.3.7 Pemeriksaan Penunjang192.3.8 Penatalaksanaan202.3.9 Pencegahan212.4 Konsep keperawatan pada skabies222.4.1 Pengkajian Keperawatan222.4.2 Diagnosa Keperawatan232.4.3 Intervensi Keperawatan242.4.4 Evaluasi Keperawatan25BAB III : RENCANA KEGIATAN263.1 Waktu & Tempat 263.2 Jumlah peserta263.3 Pengorganisasian Kelompok263.4 Rencana Kegiatan 27BAB IV : PENUTUP294.1 Simpulan294.2 Saran29Daftar Pustaka

BAB 1

PENDAHULUAN1.1 Latar BelakangSkabies merupakan salah satu penyakit kulit yang masih menjadi masalah di masyarakat. Penyakit ini disebabkan oleh Sarcoptes scabie (Djuanda, 2007). Sarcoptes scabie adalah parasit yang termasuk dalam filum atropoda atau serangga. Secara morfolgi, merupakan tungau kecil berbentuk oval dan bagian perut rata. Parasit ini membuat terowongan pada stratum corneum kulit terutama pada tempat predileksi. Skabie umumnya menyerang lipatan tubuh. Dengan gejala gatal di malam hari (Siswono, 2000). Ini dapat menyebabkan kerusakan integritas kulit, lalu yang akan mengganggu saraf dan menimbulkan nyeri. Saat kulit terluka karena digaruk, maka beresiko adanya patogen yang masuk. Menurut departemen kesehatan RI prevalensi skabies di puskemas seluruh Indonesia pada tahun 2000 adalah 4,6% - 19,95% dan skabies menduduki urutan ketiga dari 12 penyakit kulit tersering. Dibagian kulit FKUI/RSCM pada tahun 1988, dijumpai 704 kasus skabies yang merupakan 5,77% dari seluruh kasus baru. Pada tahun 2001 dan 2002 prevalensi skabies adalah 8% dan 4,9%.

Di Indonesia penyakit skabies merupakan penyakit kulit yang biasa yang banyak dijumpai didaerah tropis, karena kurangnya pengetahuan dan hygiene perorangan dapat memicu terjadinya penyakit scabies serta tradisi kebiasaan buruk misalnya sering berganti-ganti pakaian dengan orang lain. Upaya kesehatan dalam rangka pencegahan dan penularan penyakit antara host agent dan environment. Upaya ini ditujukan untk menurunkan angka kesakitan serta mencegah akibat buruk lebih lanjut. Perpindahan parasit yang begitu cepat menyebabkan skabies menyerang manusia. Diharapkan mengurangi saling meminjam baju, handuk, sarung, bahkan bantal, guling dan sakrunya pada sesamanya. Karena inilah faktor tersering parasit bisa menyerang manusia. Salah satu bentuk perilaku terhadap sakit dan penyakit yaitu bagaimana manusia bereaksi, baik secara pasif (mengetahui, bersikap dan mempresepsi penyakit yang ada pada dirinya atua diluar dirinya) maupun aktif (tindakan atua praktik) yang dialkukan sehubungan dengan sakit maupun penyakit skabies. 1.2 Rumusan Masalah1.2.1 Bagaimanakah asuhan keperawatan elompok khusus santri pondok pesantren Al-Haqiqi dengan kasus skabies?1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Menjelaskan asuhan keperawatan pada kelompok khusus santri pondok pesantren Al-Haqiqi dengan kasus skabies.1.3.2 Tujuan Khusus

1. Melakukan pengkajian pada kelompok khusus santari pondok pesantren Al-Haqiqi dengan kasus skabies. 2. Melakukan diagnosa keperawatan pada kelompok khusus santari pondok pesantren Al-Haqiqi dengan kasus skabies. 3. Menjelaskan intervensi pada kelompok khusus santari pondok pesantren Al-Haqiqi dengan kasus skabies.

4. Menjelaskan serta melakukan implementasi pada kelompok khusus santari pondok pesantren Al-Haqiqi dengan kasus skabies.

5. Melakukan evaluasi keperawatan pada kelompok khusus santari pondok pesantren Al-Haqiqi dengan kasus skabies. 1.4 ManfaatAgar mahasiswa mengetahui serta memahami asuhan keperawatan pada kelompok khusus santri pondok pesantren Al-Haqiqi dengan kasus skabies. BAB 2

KAJIAN PUSTAKA

2.1 KONSEP KELOMPOK2.1.1 Definisi Kelompok

Kelompok (group) menurut Robbins (2007) mendefinisikan kelompok sebagai dua individu atau lebih, yang berinteraksi dan salin bergantung, yang saling bergabung untuk mencapai sasaran-sasaran tertentu. Ia memandang kelompok dari empat kelompok prespektif, diantaranya :

1. Dari sisi persepsi, kelompok dipandang sebagai kumpulan sejumlah orang yang saling berinteraksi satu sama lain, dimana masing-masing anggota menerima kesan atau persepsi dari anggota lain.

2. Dari sisi organisasi, kelompok adalah suatu sistem terorganisasi yang terdiri dari dua atau lebih individu yang saling berhubungan dengan sistem menunjukkan beberapa fungsi, mempunyai standar dari peran hubungan di antara anggota.

3. Dari sisi motivasi, kelompok dipandang sebagai sekelompok individu yang keberadaannya sebagai suatu kumpulam yang menghargai individu.

4. Dari sisi interaksi, menyatakan bahwa inti dari pengelompokkan adalah interaksi dalam bentuk interpedensi. 2.1.2 Tipe KelompokKelompok-kelompok di dalam organisasi secara sengaja direncanakan atau sengaja dibiarkan terbentuk oleh manajemen selaku bagian dari struktur organisasi formal. Kendati begitu, kelompok juga kerap muncul melalui proses sosial dan organisasi informal. Organisasi informal muncul lewat interaksi antar pekerja di dalam organisasi dan perkembangan kelompok jika interaksi tersebut berhubungan dengan norma perilaku mereka sendiri, kendati tidak digariskan lewat struktur formal organisasi. Dengan demikian, terdapat perbedaan antara kelompok formal dan informal (Robbins, 2007).1.Kelompok Formal

Kelompok ini dibangun selaku akibat dari pola struktur organisasi dan pembagian kerja yang ditandai untuk menegakkan tugas tugas. Kebutuhan dan proses organisasi menimbulkan formulasi tipe tipe kelompok yang berbeda beda. Khususnya ada dua tipe kelompok formal, diantaranya (Robbins, 2007) :

a. Kelompok Komando (Command Group)

Kelompok komando ditentukan oleh bagan organisasi. Kelompok terdiri dari bawahan yang melapor langsung kepada seorang supervisor tertentu. Hubungan wewenang antara manajer departemen dengan supervisor, atau antara seorang perawat senior dan bawahannya, merupakan kelompok komado (Robbins, 2007).

b. Kelompok tugas (Task Group)

Kelompok tugas terdiri dari para karyawan yang bekerja sama untuk menyelesaikan suatu tugas atau proyek tertentu. Misalnya, kegiatan para karyawan administrasi dalam perusahaan asuransi pada waktu orang mengajukan tuntutan kecelakaan, merupakan tugas yang harus dilaksanakan (Robbins, 2007).

2. Kelompok Informal

Kelompok informal adalah pengelompokan secara wajar dari orang orang dalam situasi kerja untuk memenuhi kebutuhan sosial. Dengan perkataan lain, kelompok informal tidak muncul karena dibentuk dengan sengaja, tetapi muncul secara wajar. Orang mengenal dua macam kelompok informal khusus diantaranya (Robbins, 2007) :

a. Kelompok Kepentingan (Interest Group)

Orang yang mungkin tidak merupakan anggota dari kelompok komando atau kelompok tugas yang sama, mungkin bergabung untuk mencapai sesuatu sasaran bersama. Para karyawan yang bersama sama bergabung dalam kelompok untuk membentuk front yang terpadu menghadapi manajemen untuk mendapatkan manfaat yang lebih banyak dan pelayan wanita yang mengumpulkan uang persen mereka merupakan contoh dari kelompok kepentingan. Perlu diketahui juga tujuan kelompok semacam itu tidak berhubungan dengan tujuan organisasi, tetapi tujuan itu bersifat khusus bagi tiap tiap kelompok (Robbins, 2007).

b. Kelompok Persahabatan (Friendship Group)

Banyak kelompok dibentuk karena para anggotanya mempunyai sesuatu kesamaan, misalnya usia, kepercayaan politis, atau latar belakang etnis. Kelompok persahabatan ini seringkali melebarkan interaksi dan komunikasi mereka sampai pada kegiatan diluar pekerjaan (Robbins, 2007). 3. Tipe Komunikasi

a. Kelompok Kecil

Kelompok kecil atas beberapa orang yang bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama. Penelitian mengenai kelompok kecil berfokus pada kelompok kerja, berlawanan dengan pertemanan dan kelompok keluarga dalam konteks interpersonal. Ada perdebatan mengenai jumlah orang yamembentuk kelompok kecil. Beberapa penleiti berpendapat bahwa jumlah maksimal dalam kelompok kecil adlaah lima sampai tujuh orang, sementara yang lain tidak memberikan batasn jumlah. Tetapi hampri semuanya setuju bahwa paling tidak harus ada tiga orang dalam sebuah kelompok kecil (Singgi, 2003)

b. Kelompok Besar

Komunikasi yang ditunjukkkan pada afeksi (perasaan) komunikan dan prosesnya berlangsung secara linier. Sutu bentuk komunikasi antara dua atau lebih orang yang berinteraksi satu dengan yang lain untuk satu tujuan. Orang-orang yang terlibat biasanya mengisi peran-peran dan menaati peraturan-peraturan serta norma-norma secara inplicit atau explicit disetujui para anggotanya (Singgi, 2003)2.1.3 Fungsi Kelompok

Pada dasarnya fungsi kelompok dibagi menjadi dua yaitu, fungsi organisasi formal dan fungsi kebutuhan individual. Fungsi kelompok formal sebagai sarana untuk mengerjakan tugas-tugas yang kompleks yang saling berkaitan dan terlalu sukar untuk dikerjakan oleh siapapun, sebagai sarana untuk mencetuskan gagasan-gagasan yang baru atau pemecahan masalah yang memerlukan kreativitas tertentu, dan sebagai wahana sosialisasi serta pelaksanaan keputusan yang rumit.

Fungsi kelompok individual yang didasarkan bahwa setiap individu memiliki beraneka macam kebutuhan, dan kelompok dapat memenuhi kebutuhan yang meliputi pemenuhan kebutuhan persahabatan, dukungan, dan kasih sayang, sebagai sarana untuk mengembangkan, meningkatkan, dan menegaskan rasa identitas dan memelihara harga diri, sebagai sarana untuk menguji kenyataan sosial melalui diskusi dengan orang lain, pengembangan perspektif, dan konsensus bersama yang dapat mengurangi keragu-raguan dalam lingkungan sosial sehingga dapat diambil sebuah keputusan.

2.2 Konsep Self CareUntuk memhamai teori self care sangat penting terlebih dahulu memahami konsep self care, selfcare agency, basic conditioning factor dan kebutuhan self care therapeutik. Self care adalah performance atau praktek kegiatan indvidu untuk berinisiatif dan membentuk perilaku mereka dalam memelihara kehidupan, kesehatan dan kesejahtreaan. Jika self care dibentuk dengan efektif maka hal tersebut akan membantu membentuk integritas struktur dan fungsi manusia dan erat kaitannya dengna perkembangan manusia. (Deden, 2012)2.2.1 Universal self care requisitesIni adalah kebutuhan yang umumnya dibutuhkan oleh manusia selama siklus kehidupannya seperti kebutuhan fisiologis dan psikososial termasuk kebutuhan udara, air, makanan, eliminasi, aktivitas, istirahat, sosial, dan pencegahan bahaya. Hal tersebut dibutuhkan manusia untuk perkembangan dan pertumbuhan, penyesuaian terhadap lingkungan, dan lainnya yang berguna bagi kelangsungan hidupnya. (Deden, 2012)2.2.2 Development self care requisitesIni adalah kebutuhan yang berhubungan dengan pertumbuhan manusia dan proses perkembangannya, kondisi, peristiwa yang terjadi selama variasi tahap dalam siklus kehidupan (misal, bayi prematur dan kehamilan) dan kejadian yang dapat berpengaruh buruk terhadap perkembangan. Hal ini berguna untuk meningkatkan proses perkembangan sepanjang siklus hidup. (Deden, 2012)2.2.3 Health deviation self care requisiteskebutuhan yang berhubungan dengan genetik atau keturunan,kerusakan struktur manusia, kerusakan atau penyimpanngan cara, struktur norma, penyimpangan fungsi atau peran dengan pengaruhnya, diagnosa medis dan penatalaksanaan terukur beserta pengaruhnya, dan integritas yang dapat mengganggu kemampuan seseorang untuk melakukanself care. (Deden, 2012)

2.3 KONSEP SKABIES2.3.1 Definisi

Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi tungau Sarcoptes Scabiei Varian hominis dan produknya pada tubuh. Penyakit kulit skabies merupakan penyakit yang mudah menular. Penyakit ini dapat ditularkan secara langsung (kontak kulit dengan kulit) misalnya berjabat tangan, tidur bersama, dan melalui hubungan seksual. Penularan secara tidak langsung (melalui benda), misalnya pakaian, handuk, sprei, bantal, dan selimut (Djuanda, 2007). Skabies adalah penyakit menular yang disebabkan oleh infestasi dan sensitasi Sarcoptes scabiei varian hominis dan produknya. Penyakit ini disebut juga the itch, seven year itch, Norwegian itch, gudikan, gatal agogo, budukan atau penyakit ampera (Harahap, 2008).

Skabies adalah penyakit kulit akibat investasi dan sensitisasi oleh tungau Sarcoptes scabei. Scabies ini tidak membahayakan manusia namun adanya rasa gatal pada malam hari ini merupakan gejala utama yang mengganggu aktivitas dan produktivitas. Penyakit Skabies ini banyak berjangkit di: (1) lingkungan yang padat penduduknya, (2) lingkungan kumuh, (3) lingkungan dengan tingkat kebersihan kurang. Scabies cenderung tinggi pada anak- anak usia sekolah, remaja bahkan orang dewasa (Harahap, 2008)

2.3.2 EtiologiSkabies (scabies, bahasa Latin = keropeng, kudis, gatal) disebabkan oleh tungau kecil berkaki delapan (Sarcoptes scabie), dan didapatkan melalui kontak fisik ysng erat dengan orang lain yang menderita penyakit ini, seringkali berpegangan tangan dalam waktu yang sangat lama barangkali merupakan penyebab umum terjadinya penyebaran penyakit ini. Semua kelompok umur bisa terkena, penyakit ini umumnya menyerang anak-anak dan dewasa muda, walaupun akhir-akhir ini juga sering didapatkan pada lansia, biasanya di lingkungan panti werda. Kontak sesaat tidak cukup untuk dapat menimbulkan penularan sehingga siapapun yang biasa menghadapi kasus skabies dalam tugas pelayanan kesehatan tidak perlu takut tertular penyakit ini.

Tungau skabies betina membuat ruang di dalam epidermis dan meletakkan telur-telurnya. Tungau skabies jantan hanya mempunyai satu tugas dalam kehidupanya, dan sesudah kawin dengan tungau betina serta peleksanaan tugasnya selesai mereka mati. Mulanya hospes (inang) tidak menyadari adanya aktivitas penggalian trowongan dalam epidermis, tetapi setelah 4-5 minggu terjadi reaksi hipersensivitas terhadap tungau atau bahan-bahan yang dikekeluarkannya dan mulailah timbul rasa gatal. Adanya periode asimtomatis bermanfaat sekali bagi parasit ini, karena dengan demikian mereka mempunyai waktu untuk membangun dirinya sebelum hospes membuat respon imunitas. Setelahnya, hidup mereka menjadi penuh bahaya karena terowongannya akan digaruk, dan tungau-tungau serta telur mereka akan hancur.

Dengan cara ini hospes mengendalikan populasi tungau, dan pada kebanyakan penderita skabies rata-rata jumlah tungau betina dewasa pada kulitnya tidak lebih dari selusin.

2.3.3 Derajat Klasifikasi

1. Scabies berkusta (scabies norwegia)

Ini merupakan tipe scabies yang jarang, berupa lesi-lesi kulit berkusta yang mengandung banyak tungau. Disebut scabies Norwegia karena untuk pertama kalinya ditemukan pada pasien pasien lepra di Norwegia, tetapi saat ini istilah berkrusta lebih disukai. Tungaunya benar-benar sama dengan tungau penyebab scabies biasa. Tungau ditemukan dalam jumlah yang cukup banyak karena adanya respons imunitas hospes yang berubah terhadap keberadaan tungau tersebut. Scabies berkrusta bisa terjadi ketika penderita tak dapat merasakan gatal akibat kehilangan kemampuan sensoris yang disebabkan oleh kelainan-kelainan neurologis (karena itulah penyakit ini terjadi pada pasien lepra), pada orang dengan imunosupresi baik karena penyakit (misalnya, AIDS) atau karena pengobatan (misalnya, pemberian steroid sistemik; transplantasi organ), atau pada pasien yang sudah tidak mampu menggaruk akibat dari atritis rheumatoid yang berat atau kelumpuhan. Dalam keadaan ini karena hospes tidak merasa gatal atau tidak dapat menggaruk, maka terowongan tungau tidak bisa dihancurkan dan populasi tungau akan terus berkembang tak terkendali. Scabies berkrusta juga lebih sering terdapat pada penderita sindrom down.

a. Gambaran Klinis:

Tangan dan kaki biasanya ditutupi oleh krusta yang tebal, dan retak-retak. Kulit yang berkrusta ini bisa juga ditemukan pada bagian tubuh lainnya, misalnya kepala dan leher. Kuku sering menjadi sangat tebal. Kelainan yang ada bisa menyerupai skuama pada psoriasis atau eksema hyperkeratosis, dan hal ini bisa menyebabkan kesalahan diagnosis. Terowongan tidak mungkin dilihat pada tempat yang berkrusta, tetapi mungkin ditemukan pada bagian tubuh yang kelainannya tidak begitu berat. Pemeriksaan mikroskopis pada skuama memperlihatakan banyak tungau dan telur.

b. Pengobatan:

Pasien sebaikanya diisolasi, dan para medis yang menanganinya hendaknya memakai jubah dan sarung tangan. Semua staf medis dan orang-orang ynag merawat, serta orang-orang yang telah mengadakan kontak dengan pasien sebelum dipriksa dan diobati, sebaiknya diobati dengan skabisida topical.

Scabies berkrusta sering sukar diobati dengan obat-obat topical, dan biasanya memerlukan beberapa kali pengolesan skabisida. Pengobatan hendaknya diberikan pada seluruh tubuh, termasuk kepala dan leher. Ivermektin oral (Mektizan) yang diberikan dalam bentuk dosis tunggal 200 mg/kg BB merupakan pengobatan yang efektif, sedangkan pengobatan dengan dosis yang lebih tinggi dapat dilakukan dengan membagi pemberian obat menjadi dua kali pemberian dengan interval 7 hari, terutama pada orang-orang dengan imunosupresi. Beberapa dokter menggunakan kombinasi ivermektin dan skabisida topical. Ivermektin tidak diperbolehkan digunakan untuk pengobatan scabies pada manusia, kecuali pad pasien pasien berdasarkan rekomendasi pabriknya.

2. Pedikulosis

a. Kutu kepala (Pediculus capitis)

Kutu kepala merupakan serangga tak bersayap, tinggal dikulit kepala, dan menghisap darah. Panjang kutu kepala dewasa adalah 2-4 mm. Penderita memperoleh kutu kepala akibat kontak kepala dengan kepala yang lainnya yang sudah terinfeksi. Masih ada kepercayaan umum bahwa kutu kepala ada kaitannya dengan kebersihan yang buruk.

Kutu betina dewasa meletakkan telur-telur yang diletakkannya pada batang-batang rambut. Telur-telur ini berwarna seperti lemak dan sukar dilihat, tetapi begitu menetas (sesudah kurang lebih 10 hari), maka telur-telur yang sudah kosong akan lebih mudah terlihat.

1) Gambaran Klinis:

Rasa gatal merupakan gejala utama. Telu-telur cenderung banyak ditemukan pada daerah oksipital kulit kepala dan atas telinga. Kadang-kadang serpihan ketombe atau lapisan keratin yang elekat pada batang rambut bisa dikelirukan dengan telu-telur tersebut, sedangkan untuk membedakannya dengan jelas adalah dengan cara pemeriksaan mikroskopis. Pada infeksi berat, kutu dewasa dan kutu kecil dapat ditemukan dengan mudah. Impetigo dapat terjadi akibat inokulasi stafilokokus kedalam kulit sewaktu menggaruk.

2) Pengobatan:

Metode pengobatan akhir-akhir ini telah berubah, dan sekarang bisa diterapkan strategi yang mencakup etode fisik maupun kimiawi. Pengendalian secara kimiawi, yaitu penggunaan insektisida, telah secara luas di pakai seluruh dunia. Intektisida mudah dan nyaman digunakan serta hasilnya sangat efektif. Akan tetapi, telah disadari adanya efek samping yang potensial, terutama pada intektisida yang meninggalkan residu seperti linden (yang sudah tidak banyak lagi digunakan dibeberapa belahan duniatermasuk Inggris), tidak hanya pada manusia tetapi juga pada lingkungan sekitarnya. Selain itu, ditemukan terjadinya resistensi kutu kepala terhadap melation dan insektisida piretroid.

b. Kutu pakaian (Pediculus humanus)

Kutu pakaian atau kutu badan merupakan parasit yang keberadaannya berkaitan dengan kemiskinan dan kebersihan yang buruk. Kutu pakaian hidup dan meletakkan telur-telurnya pada lipat lipat pakain, dan hanya berpindah ke tubuh bila ingin menghisap darah. Penyakit ini masih umum ditemukan di Negara-negara miskin, sedangkan pada masyarakat makmur yang menjadi hospes biasanya kaum pengelana dan kaum gelandangan yang hanya mempunyai sepasang pakaian tanpa pernah dilepas dan dicuci. Orang-orang yang teratur berganti pakaian dan selalu menjaga kebersihannya tidak akan pernah menjadi tempat persinggahan kutu pakaian, karena kutu tidak bisa bertahan terhadap pencucian dan penyetrikaan pakaian. Kutu pakaian merupakan vector dari tifus epidemic, yaitu penyakit ricetsia yang menyebabkan banyak kematian selama berabad-abad.

1) Gambaran Klinis:

Kutu pakaian menimbulkan rasa gatal, dan kulit pasien seperti dipenuhi oleh ekskoriasi. Rasa gatal timbul karena adanya reaksi hipersensitivitas yang diperoleh terhadap adanya antigen dari saliva kutu.

2) Pengobatan:

Semua pasien harus mandi. Pakaian harus diganti semuanya dengan pakaian yang bersih, dan pakaian yang penuh kutu dibakar atau direbus pada sushu 600C atau lebih. Bisa juga dengan pencucian kering (dry cleaning) atau dengan pengering lainnya.

c. Kutu kepiting (Pthirus pubis)

Kutu kepiting dikenal juga sebagai kutu pubis dan kutu cinta, yang biasanya ditularkan melalui kontak fisik yang yang erat dengan orang terinfeksi, dan bukannya seperti dugaan umum bahwa penularan terjadi dari kotoran yang melekat pada tempat buang air. Dugaan semula lebih condong kearah anggapan bahwa kutu-kutu ini menetap, tidak berpindah-pindah, tetapi pada penelitian selanjutnya diketahui bahwa pada saat penderita tidur, kutu pubis menjadi sangat aktif. Kutu ini beradaptasi untuk hidup pada rambut dengan kepadatan tertentu. Kutu kutu ini tidak mungkin membentuk koloni pada rambut kulit kepala, kecuali pada daerah tepi kulit kepala, sedangkan tempat yang paling cocok bagi kutu tersebut adalah daerah pubis, aksila, janggut, dan bulu mata. Seorang laki-laki yang sangat banyak ditumbuhi rambut, sebagaian besar badannya seolah-olah menjadi tempat bermain dan berpetualang bagi kutu kepiting. Kutu kepiting tersebut demikian karena bentuknya yang pendek tebal dan mempunyai cakar-cakar yang kuat, mirip supit-supit kepiting, yang digunakan untuk mencengkram rambut. Kutu kepiting betina, sebagaimana kutu kepala, melekatkan telu-telurnya pada batang rambut dengan bahan pelekat (semen).

a. Gambaran Klinis:

Adanya rasa gatal, biasanya pada malam hari, merupakan gejala yang menarik perhatian hospes tentang adanya penumpang-penumpang kecil ini. Kutu biasanya terlihat pada daerah yang terkena, tetapi kadang-kadang telurnya, yang berwarna coklat, lebih mudah terlihat. Jika parasit sangat banyak jumlahnya pada pakaian dalam bisa timbul bercak-bercak akibat darah yang sudah berubah yang dikeluarkan kutu. Kutu pada kelopak mata menghiasi bulu mata dengan dengan telur mereka.

b. Pengobatan:

Melation dan karbaril efektif terhadap kutu kepiting. Obat-obatan ini harus digunakan dengan pelarut air karena bila mengguanakan alcohol sebagai pelarut akan menimbulkan iritasi pada skrotum. Seluruh tubuh harus diobati, termasuk kulit kepala bila ditemukan adanya kutu pada tepi kulit kepala. Orang-orang yang berhubungan seksual dengan penderita juga harus diobati. Pengobatan hendaknya diulangi sesudah interval 7-10 hari.

Infeksi pada bulu mata bisa diobati dengan menggunakan paraffin lunak putih (Vaselin) tiga kali sehari selama 2-3 minggu. Tindakan ini menghambat sistem respirasi kutu, kemudian akan membuat insekta tersebut mati lemas.

3. Urtikaria popular

Sering dianggap sebagai lembab-lembab hangat oleh pasien, urtikaria popular merupakan respon khas terhadap gigitan sejumlah atrhopoda, misalnya gigitan lalat, nyamuk, tungau, kutu, dan kutu busuk. Lesi berupa papula-papula urtikaria kecil, biasanya membentuk kelompok (kadang-kadang dalam kelompok tiga-tiga, dengan sebutan yang lucu; sarapan pagi, makan siang, dan makan malam), dan mungkin ditutupi oleh vesikel-vesikel kecil. Lesi-lesi itu sangat gatal sehingga cepat sekali terjadi ekskoriasi. Lesi ini terjadi akibat dari respons hipersensitivitas terhadap antigen pada air liur arthropoda. Namun, pada banyak orang terbentuk toleransi imunologis terhadap antigen, dan dengan demikian tidak terjadi reaksi terhadap gigitan.

a. Kutu

Penyebab utama timbulnya urtikaria popular di lingkungan dirumah adalah gigitan kutu. Sebenarnya, yang menjadi penyebabnya bukan kutu manusia pulex irritans, tetapi kutu yang hospes alamiahnya adalah binatang peliharaan dirumah. Gambaran klinis umumnya berupa lesi multiple, beberapa diantaranya berupa lepuhan yang terbentuk disekitar pergelangan kaki wanita. Pria jarang terserang kutu karena memakai kaos kaki dan celana panjang, sehingga tidak bisa mencapai pergelangan kakinya.

Kucing dan anjing merupakan wahan berkaki empat, yaitu santapan sekaligus tunggangan, bagi kutu ini. Akan tetapi walaupun kutu-kutu terdapat pada binatang, jumlahnya sedikit bila dibandingkan dengan kutu dengan berbagai tingkat perkembangan yang terbesar didalam rumah. Obat yang digunakan berupa obat yang disemprotkan keseluruh penjuru rumah, yaitu pada karpet, seprei, serta tirai, dan merupakan kombinasi dari insektisida permetrin dengan metropen, suatu obat sintesis yang ekuivalen dengan hormone pengatur pertumbuhan insekta, dan dalam bentuk aerosol (Acclaim,2000). Permetrin membunuh kutu dewasa, sedangkan metropen menghambat metamorphosis larva kutu menjadi dewasa. Obat ini disemprotkan pada karpet, tirai, seprei, dan tempat-tempat binatang tidur, yang akan memberikan perlindungan terhadap gangguan kutu selama 4 bulan. Obat antikutu lain yang bermanfaat adalah lufenuron (Program), yang diberikan per oral pada binatang, dicerna oleh kutu yang menggigit binatang tersebut, dan akan mengganggu produksi kitin oleh larva kutu, sehingga akan mencegah pertumbuhan lebih lanjut.

1) Kutu busuk (Cilex lecturalius)

Jika seseorang berusaha mencegah kutu busuk merayap naik ke tempat tidur pada malam hari dan menempatkan mangkuk-mangkuk air di kaki-kaki tempat tidur, maka kutu-kutu yang cerdik akan memajat dinding, menyeberangi langit-langit, dan jatuh dari atas menimpa mereka yang sedang tidur.

Kutu busuk bukanlah makhluk yang paling menarik. Kutu tersebut tinggal di rumah yang tak terpelihara di balik kertas dinding yang terkoyak dan papan-papan dinding yang busuk, dan muncul satu jam atau lebih sebelum fajar untuk mencari makan pada orang yang sedang tidur di ranjang. Kutu busuk menghisap darah, dan walaupun proses menghisap tadi tidak menimbulkan rasa sakit, tetapi reaksi terhadap gigitan kutu tadi menimbulkan urtikaria popular atau terbentuknya lesi bula. Insekta ini panjangnya 5-6 mm, berwarna coklat tua, dan dapat bergerak amat cepat. Untungnya gangguan kutu busuk pada rumah-rumah dinegara maju sekarang ini sudah jarang, tetapi meskipun demikian, bila dicurigai terdapat gangguan kutu busuk maka bagian kesehatan lingkungan setempat hendaknya diminta untuk melakukan inspeksi dan disinfeksi perumahan tersebut.

2.3.4 Manifestasi KlinisPasien mengeluh gatal, yang secara khas terasa sekali pada waktu malam hari. Hendaklah dicurigai adanya skabies bila seseorang mengutarakan keluhan seperti itu. Terdapat dua tipe utama lesi kulit pada skabies terowongan dari ruam skabies. Terowongan utama ditemukan pada tangan dan kaki bagian samping jari tangan dan jari kaki, sela-sela jari, pergelangan tangan, dan punggung kaki. Pada bayi, terowongan sering terdapat pada telapak tangan, telapak kaki dan bisa juga terdapat pada leher. Masing-masing terowongan panjangnya beberapa milimeter, biasanya berliku-liku, dan ada vesikel pada salah satu ujung yang betdekatan dengan tungau yang sedang menggali terowongan, dan seringkali dikelilingi eritema ringan. Terowongan bisa juga ditemukan pada genetalia pria, biasanya tertutupi oleh papula yang meradang dan papula tersebut yang ditemukan pada penis dan skortum adalah patogenesis untuk skabies. Bila pada seorang pria diduga terdapat skabies, hendaklah genitalianya selalu diperiksa.

Ruam skabies berupa erupsi papula kecil yang meradang, yang terutama terdapat di sekitar aksila, umbilikus, dan paha. Ruam ini merupakan suatu reaksi alergi tubuh terhadap tungau.

Selain lesi primer tadi, bisa juga didapatkan kelainan sekunder seperti ekskoriasi, eksematiasi, dan infeksi bakteri sekunder. Pada bebrapa tempat di dunia, adanya infeksi sekunder oleh lesi skabies dengan streptokokus nefrogenik dikaitkan dengan terjadinya glomerulonefritis sesudah terjadinya infeksi streptokokus pada kulit.

2.3.5 Patofisiologi

Kutu scabies dapat menyebabkan gejala transien pada manusia, tetapi mereka bukan penyebab infestasi persisten. Cara penularan yang paling efisien adalah melalui kontak langsung dan lama dengan seorang individu yang terinfeksi. Kutu scabies dapat bertahan hingga tiga hari pada kulit manusia sehingga media seperti tempat tidur atau pakaian merupakan sumber alternative untuk terjadinya suatau penularan.

Siklus hidup dari kutu berlangsung 0 hari dandihabiskan dalam epidermis manusia. Setelah melakukan kopulasi, kutu jantan akan mati dan kutu betina akan membuat liang ke dalam lapisan kulit dan meletakkan toatal 60-90 telur. Telur yang menetas membutuhkan 10 hari untuk menjadi larva dan kutu dewasa. Kurang dari 10% dari telur yang dapat menghasilkan kutu dewasa.

Kutu scabies kemudian bergerak melalui lapisan atas kulit dengan mengeluarkan protase yang mendegradasi stratum korneum. Scybala (kotoran) yang tertinggal saat mereka melakukan perjalanan melalui epidermis, menciptakan kondisi klinis lesi yang diakui sebagai liang.

Populasi pasien tertentu dapat rentan terhadap penyakit scabies, termasuk pasien dengan gangguan immunodefisiensi primer dan penurunan respons imun sekunder terhadap terapi obat, dan gizi buruk. Kondisi lainnya adalah gangguan motoric akibat kerusakan saraf yang menyebabkan ketidakmampuan untuk menggaruk dalam menanggapi pruritus sehingga menonaktifkan utilitas menggaruk untuk menghilangkan kutu pada epidermis dan menghancurkan liang yang dibuat oleh kutubetina.2.3.6 WOC

2.3.7 Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis pasti scabies ditegakkan dengan ditemukannya tungau melalui pemeriksaan mikroskop, yang dapat dilakukan dengan cara :

1. Kerokan kulit

Dengan menempatkan setetes minyak mineral di atas liang dan kemudian menggoreskan longitudinal menggunakan skapel no.15. Kerokan di letakkan pada kaca objek, diberi kaca penutup, dan dengan mikroskop pembesar 20x atau 100x dapat di lihat tungau, telur atau skibala.

2. Pengambil tungau dengan jarum

Jarum di masukkan kedalam bagian yang gelap dan di gerakkan tangensial. Tungau akan memegang ujung jarum dan dapat di angkat keluar.

3. Epidermal shave biopsy

Menemmukan papul atau terowongan yang dicurigai di antara ibu jari dan jari telunjuk, dengan hati-hati diiris puncak lesi dengan skapel n0.15 yang di lakukan sejajar dengan kulit. Biopsi di lakukan dengan sangat superficial sehingga tidak terjadi pendarahan dan tidak perlu anstesi specimen di letakkan pada gelas objek lalu di tetesi minyak mineral dan diperiksa dengan mikroskop.

4. Kuretasi terowongan (kuret dermal)

Kuretasi superficial mengikuti sumbu panjang terowongan atau puncak papul kemudian kerokan di periksa dengan mikroskop, setelah di letakkan di gelas objek dan di tetesi dengan minyak mineral.

5. Tes tinta burrow

Papul scabies di lapisi dengan tinta pena, kemudian segera dihapus dengan alkohol, maka jejak terowongan akan terlihat sebagai garis karakteristik, berbelok-belok karena tinta yang masuk. Tes ini dapat dilakukan pada anak-anak dan pasien kooperatif.

6. Tetrasiklin topical

Larutan tetrasiklin dioleskan pada terowongan yang di curigai dan di keringkan selama 5 menit. Setelah itu hapus larutan tersebut dengan isoprololalkohol. Tetrasiklin akan berpenetrasi kedalam melalui kerusakan stratum korneum dan terowongan akan tampak pada penyinaran lampu wood, sebagai garis linear berwarna kuning kehijauan sehingga tungau dapat ditemukan.

2.3.8 PenatalaksanaanSemua anggota keluarga dan orang-orang yang secara fisik berhubungan erat dengan pasien, hendaknya secara simultan diobati juga. Obat-obat topikal harus dioleskan mulai daerah leher sampai jari kaki, dan pasien diingatkan untuk tidak membasuh tangannya sesudah melakukan pengobatan. Pada bayi, orang-orang lanjut usia, dan orang-orang dengan imunokompromasi, terowongan tungau dapat terjadi pada kepala dan leher, sehingga pemakaian obat perlu diperluas pada daerah itu. Sesudah pengobatan, rasa gatal tidak dapat segera hilang, tetapi pelan-pelan akan terjadi perbaikan dalam waktu 2-3 minggu, saat epidermis superfisial yang mengandung tungau alergenik terkelupas. Obat antigatal topikal seperti krim Eurax-Hydrocortisone (krotamion 10% dan hidrokortison 0,25%) dapat digunakan pada tempat-tempat yang masih terasa gatal. Tidak diharuskan untuk melakukan disinfeksi pada pakaian, karpet, dan seprai tetapi pakaian dalam dan baju tidur perlu dicuci.1. Obat-obat yang bisa dipakai :

a. Malation 0,5%

Obat dalam bentuk caiaran ini disukai karena tidak mengiritasio kulit yang mengalami ekskoriasi atau eksema. Bilas sesudah 24 jam.

b. Krim Permetrin 5%, Bilas sesuda 8-12 jam.

Pemakaian tunggal malation atau permetrin sering efektif, tetapi dianjurkan untuk melakukan pengobatan yang kedua 7 hari sesudahnya.

c. Emulsi benzil bezoat

Pengobatan dilakukan tiga kali dalam waktu 24 jam. Pada waktu sore hari pertama oleskan emulsi mulai dari leher sampai jari kaki. Biarkan mengering, lakukan pengolesan lapis yang kedua. Pagi berikutnya oleskan lapis yang ketiga, dan kemudian bilas benzil benzoat pada sore hari kedua. Pengobatan dengan cara ini sudah cukup, sehingga pasien harus diberi penerangan bahwa pemakaian berulang akan menimbulkan dermatitis karena terjadi iritasi.

Benzil benzoat merupakan skabisida yang sangat efektif, tetapi merupakan iritan, dan di inggris obat ini sudah digantikan dengan yang lebih modern. Tetapi karena tidak mahal, maka obat ini tetap digunakan di muka bumi.

2. Pengobatan pada bayi

Penggunaan melation tidak dianjurkan untuk bayi berusia dari 6 bulan. Sedangkan permetrin tidak dianjurkan untuk bayi berusia dari 2 bulan. Karena sudah tersedia obat-obat yang tidak bersifat iritan, penggunaan benzil benzoat tidak direkomendasikan pada bayi, tetapi bila tetap hendak digunakan maka harus diencerkan mengurangi sifat iritasinya.

3. Pengobatan pada wanita hamil

Telah disepakati tentang adanya efek toksik yang potensial dari skabisida pada janin bila digunakan pada wanita hamil. Akan tetapi tidak didapatkan adanya bukti yang nyata bahwa skabisida topikal yang digunakan akhir-akhir ini bisa menimbulkan efek yang berbahaya pada wanita hamil bila penggunaannya sesuai aturan. Karena itu, dengan tidak pernah ditemukannya keracunan pada bayi, maka penggunaan malation atau permetrin dianggap aman.

2.3.9 Pencegahan1. Mandi secara teratur dengan menggunakan sabun.2. Mencuci pakaian, sprei, sarung bantal, selimut dan lainnya secara teratur minimal 2 kali dalam seminggu.3. Menjemur kasur dan bantal minimal 2 minggu sekali.4. Tidak saling bertukar pakaian dan handuk dengan orang lain.5. Hindari kontak dengan orang-orang atau kain serta pakaian yang dicurigai terinfeksi tungau skabies.6. Menjaga kebersihan rumah dan berventilasi cukup.2.4 Konsep Asuhan Keperawatan Pada Skabies2.4.1 Pengkajian Keperawatan1. Biodata

a. Identitas pasien

b. Identitas penanggungjawab2. Riwayat kesehatan

a. Keluhan utama

Pada pasien scabies terdapat lesi dikulit bagian punggung dan merasakan gatal terutama pada malam hari.b. Riwayat kesehatan sekarang

Pasien mulai merasakan gatal yang memanas dan kemudian menjadi edema karena garukan akibat rasa gatal yang sangat hebat.

c. Riwayat kesehatan dahulu

Pasien pernah masuk RS karena alergi

d. Riwayat kesehatan keluarga

Dalam keluarga pasien ada yang menderita penyakit seperti yang klien alami yaitu kurap, kudis.3.Pengkajian Pengkajian adalah upaya mengumpulkan data secara lengkap dan sistematis untuk dikaji dan di analisis sehingga masalah kesehatan dan keperawatan yang dihadapi pasien baik fisik, mental, sosoial maupun spiritual dapat ditentukan.

Pengkajian diarahkan pada fktor personal, universal self care, development, self care, health deviation self care defisit.

A. Faktor personal antara lain :

1. Usia

2. Jenis kelamin

3. Status perkembangan

4. Orientasi sosial budaya

5. Sistem perawatan kesehatan

6. Sistem keluarga

7. Pola kehidupan

8. Lingkungan

9. Ketersediiaan sumberB. Universal self care didasarkan pada :

1. Kebutuhan udara (O2)

2. Kebutuhan air

3. Kebutuhan makanan

4. Proses eliminasi dan ekskresi

5. Pemeliharaan keseimbangan aktifitas dan istirahat

6. Pemeliharaan keseimbangan privasi dan interaksi social

7. Pencegahan resiko yang mengancam kehidupan, kesehatan dan kesejahteraan

8. Peningkatan kesehatan dan pengembangan potensi dalam hubungan socialC. Development self care yaitu kegiatan yang berhubungan dengan pertumbuhan manusia dan proses perkembangannya.D. Health deviation self care dikaitkan dengan :

1. Pencarian bantuan kesehatan

2. Keadaan akan resiko akibat pengobatan dan perawatan yang dijalani

3. Modifikasi gambar atau konsep diri

4. Penyesuaian gaya hidup2.4.2 Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologi

2. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri

3. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan dalam penampian sekunder

4. Cemas berhubungan dengan perubahan status kesehatan

5. resiko infeksi berhubungan dengan jaringan kuit rusak dan prosedur infasif

6. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan edema2.4.3 Intervensi Keperawatan

1. Diagnosa 1

Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologi.Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 3 24 jam, diharapkan nyeri klien dapat teratasi dengan Kriteria Evaluasi:

a) Nyeri terkontrol

b) Gatal mulai hilang

c) Puss hilang

d) Kulit tidak memerah

Intervesi:

1) Kaji intensitas nyeri, karakteristik dan catat lokasi

2) Berikan perawatan kulit dengan sering, hilangkan rangsangan lingungan yang kurang menyenangkan

3) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgesic

4)Kolaborasi pemberian antibiotika

2. Diagnosa 2

Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri.Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 3 24 jam diharapkan tidur klien tidak terganggu dengan Kriteria Evaluasi :

a) Mata klien tidak bengkak lagi

b)Klien tidak sering terbangun dimalam hari

Intervensi:

1) Berikan kenyamanan pada klien (kebersihan tempat tidur klien)

2)Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik

3)Catat banyaknya klien terbangun dimalam hari

4)Berikan lingkungan yang nyaman dan kurangi kebisingan

5)Berikan minum hangat (susu) jika perlu

6)Berikan musik klasik sebagai pengantar tidur\

3. Diagnosa 3

Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan dalam penampian sekunder.Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 3 24 jam diharapkan klien tidak mengalami gangguan dalam cara penerapan citra diri dengan Kriteria Evaluasi :

a) Mengungkapkan penerimaan atas penyakit yang di alaminya

b)Mengakui dan memantapkan kembali sistem dukungan yang ada

c)Dorong individu untuk mengekspresikan perasaan khususnya mengenai pikiran,

2.4.4 Evaluasi Keperawatan

Masalah gangguan rasa nyaman nyeri dikatakan teratasi apabila :

1) Nyeri terkontrol

2) Gatal mulai hilang

3) Puss hilang

4) Kulit tidak memerah

BAB 3

RENCANA KEGIATAN

3.1 Waktu dan Tempat1. Hari/Tanggal : Kamis, 14 Mei 2015

Pukul : 08.00 selesai.

Tempat : Pondok Pesantren Al Haqiqi

2. Hari/Tanggal : Kamis, 21 Mei 2015

Pukul : 09.00 selesai.

Tempat : Pondok Pesantren Al Haqiqi .3.2 Jumlah Peserta

Adapun jumlah peserta yang mengikuti kegiatan ini adalah sekitar 15 orang

3.3 Pengorganisasian Kelompok

Pembawa acara dan moderator: Intan Ayu R.Penyaji

: Rinda Eka H.Observer

: 1. Adhetya Ayu P.

2. Sofyan Riyandi

Fasilitator

: 1. Nur Indah R.

2. Ryan FrandhikaKonsumsi

: 1. Diah Meisinta

2. Rischa Putri

Dokumentasi

: 1. Shella Putri S.

2. Nia Dewi S. Perlengkapan

: 1. Rizki Adista.

2. Firdanty SaviraSurabaya, 12 Mei 2015

Mengetahui, Penanggung Jawab Kegiatan

(Shella Putri S.) Ketua Kelompok

(Sofyan Riyandi)

Pembimbing Institusi

(Dhian Satya Rachmawati., S.Kep.,Ns.,M.Kep)

3.4 Rencana Kegiatan

Kamis, 14 Mei 2015NoWaktuKegiatan penyuluhanKegiatan Audience

15 MenitPembukaan

1.Memulai pengkajian dengan mengucapkan salam

2.Memperkenalkan diri

3.Menjelaskan tujuan pengkajian1.Menjawab salam

2.Memperhatikan

3.Memperhatikan

210 MenitPelaksanaan

1. Mulai menanyakan pertanyaan pengkajian.

2. Menanyakan keluhan yang sering di alami oleh santri

1.Menjawab2.Menjawab

310 MenitEvaluasi :

1.Mengevaluasi keluhan.

1.Menjawab

45 MenitTerminasi

1.Mengucapkan terima kasih atas perhatian yang diberikan

2.Mengucapkan salam penutup1.Memperhatikan

2.Membalas salam

Kamis, 21 Mei 2015

NoWaktuKegiatan penyuluhanKegiatan Audience

15 MenitPembukaan

1.Memulai intervensidengan mengucapkan salam

2.Menyapa kembali.

3.Menjelaskan tujuan intervensi dan implementasi1.Menjawab salam

2.Memperhatikan

3.Memperhatikan

210 MenitPelaksanaan

1. Mengevaluasi keluhan

2.Memberikan edukasi tentang intervensi yang akan dilakukan

3.Mulai melakukan implementasi yang direncanakan.

1.Menjawab

2.Mendengarkan

3. Mendengarkan

310 MenitEvaluasi :

1.Mengevaluasi keluhan.

2. Mengevaluasi implementasi yang telah dilakukan

1.Menjawab

2. Bisa melakukan implementasi yang telah diajarkan.

45 MenitTerminasi

1.Mengucapkan terima kasih atas perhatian yang diberikan

2.Mengucapkan salam penutup1.Memperhatikan

2.Membalas salam

BAB 4

PENUTUP

4.1 Simpulan

Kelompok merupakan kumpulan individu-individu yang saling berinteraksi antara satu dengan yang lainnya selama periode waktu tertentu untuk suatu kebutuhan atau tujuan bersama.Jika self care dibentuk dengan efektif maka hal tersebut akan membantu membentuk integritas struktur dan fungsi manusia dan erat kaitannya dengna perkembangan manusia.Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh tungau (mite) Sarcoptes scabei, yang termasuk dalam kelas Arachnida. Tungau ini berukuran sangat kecil dan hanya bisa dilihat dengan mikroskop atau bersifat mikroskopis. Penyakit skabies sering disebut kutu badan4.2 Saran

Yang dapat penulis sampaikan dalam penulisan perencanaan ini adalah agar kita selalu menjaga kesehatan misalnya dengan mandi minimal 2 kali sehari, kemudian selalu berhati-hati dengan orang yang menderita penyakit menular salah satunya adalah penyakit skabies. Dan masalah di kelompok khusus bisa diselesaikan serta para santri bisa melakukan implementasi secara mandiri DAFTAR PUSTAKA

Graham-Brown, Robin dan Burns, Tony. 2005. Lecture Notes: Dermatologi Edisi 8. Jakarta : EMS

Muttaqin, Arif dan Sari, Kumala. 2012. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Integumen. Jakarta : Salemba medika

Smeltzer, Suzanne dan Bare, Brenda. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8. Jakarta : EGC

Taylor M, Cynthia, dan Ralph, Sheila Sparks. 2010. Diagnosis Keperawatan dengan Rencana Asuhan Ed.10. Jakarta : EGC

http://library.stikesnh.ac.id/files/disk1/12/elibrary%20stikes%20nani%20hasanuddin--riadarwis-569-1-13141371-x.pdf. Diakses tanggal 12 Mei 2015

Robbis, P. Stepehen, Judge, A. Timothy. 2007. Perilaku Organisasi, Edisi 12. Buku 1. Jakarta : Salemba Empat.

Dermawan, Deden. 2012. Buku Ajar Keperawatan Komunitas. Jakarta: Gosyen Publishing. Menggaruk lokasi yang gatal

Pruritus (gatal-gatal)

Reaksi sensitisasi oleh tubuh

Tungau mengeluarkan cairan

Membentuk kanali kulit / kunikulus (terowongan lurus / berkelok)

Masuk kedalam stratum korneum

Mengakibatkan erosi, ekskroriasi atau krusta

Terbentuknya luka

MK: Kerusakan Intregitas Kulit

Port de entre (pintu masuknya virus/bakteri pathogen)

MK : Resiko Infeksi

MK: Nyeri Akut

Kontak langsung

Kontak tidak langsung

Melalui benda

Kontak kulit dengan kulit

Ex : pakaian, handuk, sprei, bantal dsb

Ex : berjabat tangan, tidur bersama, hub. Seksual dsb

Scoptes Scabies

Tungau berada dipermukaan kulit

MK :Gangguan Pola Tidur

KOK TIDAK ADA ?