komunikasi keluarga
-
Upload
andien-de-shieta -
Category
Documents
-
view
117 -
download
0
description
Transcript of komunikasi keluarga
BAB I
TINJAUAN TEORITIS
PENGERTIAN KOMUNIKASI
Komunikasi adalah proses pertukaran perasaan, keinginan, kebutuhan
dan pendapat (Mv Cubbin & Dhal, 1985). Galvin dan Brommel (1986),
mendefinisikan komunikasi keluarga sebagai suatu simbiosis, proses
transaksional menciptakan dan membagi arti dalam keluarga. Seperti
halnya setiap orang mempunyai gaya komunikasi yang berbeda, begitu
pula setiap keluarga mempunyai gaya dan pola komunikasi yang unik dan
berbeda. Komunikasi yang jelas dan fungsional antara keluarga
merupakan alat yang penting untuk mempertahankan lingkungan yang
kondusif yang diperlukan untuk mengenbangkan perasaan berharga dan
harga diri serta menginternalisasikannya. Sebaliknya, komunikasi yang
tidak jelas diyakini sebagai penyebab utama fungsi keluarga yang buruk
( Holman,1983; Satir,1983; Satir, Bannem Gerber & Gomori, 1991).
Masalah komunikasi yang problematis dalam keluarga terjadi dimana-
mana. Watzlawic dan rekan (1967), peneliti komunikasi keluarga
memperkirakan bahwa 85% dari semua pesan yang dikirim dalam
keluarga adalah salah paham.
A. UNSUR KOMUNIKAS
pola dan proses komunikasi merupakan salah satu proses informasi
dalam keluarga yang konsisten dengan kerangka system secara umum.
Komunikasi memerlukan pengirim, saluran dan penerima pesan serta
interaksi antara pengirim dan penerima. Pengirim adalah orang yang
mencoba untuk memindahkan suatu pesan kepada orang lain. Penerima
adalah sasaran dari pengirim pesan . bentuk atau saluran adalah rute
pesan. Komunikasi diteruskan dari kognisi atau pikiran pengirim melalui
ruang ke kognisi penerima. Modalitas komunikasi yang dibahas secara
luas di literatur mencakup pembicaraan, tulisan, dan media seperti televisi
atau internet. Modalitas komunikasi yang ditulis dalam literature
komunikasi interpersonal dan komunikasi keluarga adalah bahasa yang
digunakan. Akan tetapi, banyak keluarga yang memiliki anggota keluarga
yang tidak yang tidak dapat (memilih atau tidak) sepenuhnya
berpartisipasi secara penuh dalam modalitas komukasi oral atau
pendengaran ( mis, ibu yang dapat mendengar dengan anak tunarungu,
oaring tua dengan anak yang dapat mendengar, orang tua yang
mengalami gangguan pendengaran dengan cucunya.
Interaksi dalam arti yang lebih luas mengacu pada pengiriman dan
penerimaan pesan, termasuk respon yang ditimbulkan oleh pesan
terhadap penerima dan pengirim. Interksi bersipat dinamik, merupakan
perubahan komunikasi secara konstan diantara individu (Watzlawick,
Beavin, & Jackson,1976). Pesan yang diawali oleh pengirim selalu
didistorsi baik oleh pengirim, maupun penerima. salah satu poenyebab
utama distorsi adalah kecemasan diri individu yang berinteraksi, semakin
besar kemungkinan terjadi kesalahpahaman. Penyebab yang biasa terjadi
lainnya adalah perbedaan dalam kerangka acuan dari individu yang
berinteraksi, karena tidak ada persamaan seperti perbedaan usia, latar
belakang etnik atau jenis kelamin. Dalam interaksi sehari-hari anggota
keluarga biasanya mengasumsikan bahwa anggota keluarga yang lain
mempunyai kerangka acuan yang sama kerena hal ini tidak benar untuk
banyak kasus, sehingga kesalahpahaman terjadi.
B. PRINSIP-PRINSIP KOMUNIKASI
Watzlawick dan rekan (1967), dalam tulisan seminar mereka tentang
komunikasi keluarga, Pragmatis of Human Communication, menetapkan
enam prinsip komunikasi yang menjadi dasar untuk memehami proses
komunikasi. Prinsip-prinsip komunikasi tersebut adalah:
1. Prinsip pertama dan yang paling terpenting yaitu suatu pernyataan
bahwa tidak mungkin untuk tidak berkomunikasi, karena semua prilaku
adalah komunikasi. Pada setiap situasi ketika terdapat dua orang atau
lebih, individu mungkin atau tidak mungkin berkomunikasi secara verbal.
Dalam konteks ini, komunikasi nonverbal merupakan ekspresi tanpa
bahasa seperti membalikkan badan atau mengerutkan kening, tapi bukan
merupakan bahasa isyarat.
2. Prinsip kedua dari komunikasi adalah bahwa komunikasi mempunyai
dua tingkat yaitu informasi (isi) dan perintah (instruksi). Isi yaitu apa yang
sebenarnya sedang dikatakan (bahasa verbal) sedangkan instruksi
adalah menyampaikan maksud dari pesan (Goldenberg,2000). Isi suatu
pesan dapat saja berupa pernyataan sederhana, tetapi mempunyai meta-
pesan atau instruksi bergantung pada variabel seperti emosi, dan alur
bicara, gerakan dan posisi tubuh serta nada suara.
3. Prinsip ketiga (Watzlawick et al.,1967) berhubungan dengan “
pemberian tanda baca (pungtuasi) “ (Bateson, 1979) atau rangkaian
komunikasi. Komunikasi melibatkan transaksi, dan dalam pertukaran tiap
respon berisi komunikasi berikutnya, selain riwayat hubunbgan
sebelumnya (Hartman & Laird, 1983). Komunikasi melayani sebagai
suatu organisasi yang mempunyai tujuan dan proses penataan diri dlam
keluarga.
4. Prinsip komunikasi yang keempat diuraikan oleh Watzlick dan
rekannya (1979) yaitu terdapat dua tipe komunikasi yaitu digital dan
analogik. Komunikasi digital adal;ah komunikasi verbal ( bahasa isyarat)
yang pada dasrnya menggunakan kata dengan pemahaman arti yang
sama. Jenis komunikasi yang kedua, analogik yaitu ide atau suatu hal
yang dikomunikasikan, dikirim secara nonverbal dan sikap yang
representative (Hrtman & Laird, 1983). Komunikasi analogik dikenal
sebagai bahasa tubuh, ekspresi tubuh, ekspresi wajah, irama dan nada
kata yang diucapkan (isyarat) berbagai manifestasi nonverbal lainnya
(non-bahasa)byang dapat dilakukan oleh seseorang( watzlick et al, hal
62).
5. Prinsip komunikasi kelima diuraikan oleh kelompok yang sama dari
beberapa ahli teori komunikasi keluarga (Watzlick, Beavin, & Jackson,
1967) yang disebut prinsip redundasi (kemubaziran). Prinsip ini
merupakan dasr pengembangan penelitian keluarga yang menggunakan
keterbatasan pengamatan interaksi keluarga sehingga dapat memberikan
penghayatan yang valid kedalam pola umum komunikasi
6. Prinsip komunikasi yang keenam diuraikan oleh Batson dan rekan
(1963) adalah semua interaksi komunikasi yang simetris atau
komplementer. Polka komunikasi simetris, prilaku pelaku bercermin pada
prilaku pelaku interaksi yang lainnya. Dalam komunikasi komplementer,
prilaku seorang pelaku interksi melengkapi prilaku pelaku interaksi
lainnya. Jika satu dari dua tipe komunikasi tersebut digunakan secara
konsisten dalam hubungan keluarga, tipe komunikasi ini mencerminkan
nilai dan peran serta pengaturan kekuasaan keluarga.
D. PROSES KOMUNIKASI FUNGSIONAL
Menurut sebagian besar terpi keluarga, komunikasi fungsional dipandang
sebagia landasan keberhasilan, keluarga yang sehat (Watzlick &
Goldberg, 2000) dan komunikasi fungsional didefinisikan sebagai
pengiriman dan penerima pesan baik isi maupun tingkat instruksi pesan
yang lansung dan jelas (Sells,1973), serta sebagi sasaran antara isi dan
tingkat instruksi. Dengan kata lain komunikasi fungsional dan sehat dalam
suatu keluarga memerlukan pengirim untuk mengirimkan maksud pesan
melalui saluran yang reltif jelas dan penerima pesan mempunyai
pemahaman arti yang sama dengfan apa yang dimaksud oleh pengirim
(Sells). Proses komunikasi fungsional terdiri dari beberapa unsur, antara
lain :
1. Pengiriman Fungsional
Satir (1967) menjelaskan bahwa pengiriman yang berkomunikasi secara
fungsional dapat menyatakan maksudnya dengan tegas dan jelas,
mengklarifikasi dan mengualifikasi apa yang ia katakan, meminta umpan
balik dan terbuka terhadap umpan balik.
a. Menyatakan kasus dengan tegas dan jelas
Salah satu landasan untuk secara tegas menyatakan maksud seseorang
adalah penggunaan komunikasi yang selaras pada tingkat isi dan
instruksi (satir,1975).
b. Intensitas dn keterbukaan.
Intensitas berkenaan dengan kemampuan pengirim dalam
mengkomunikasikan persepsi internal dari perasaan, keinginan,dan
kebutuhan secara efektif dengan intensitas yang sama dengan persepsi
internal yang dialaminya. Agar terbuka, pengirim fungsional
menginformasikan kepada penerima tentang keseriusan pesan dengan
mengatakan bagaimana penerima seharusnya merespon pesan tersebut.
c. Mengklarifikasi dan mengualifikasi pesan
Karakteristik penting kedua dari komunikasi yang fungsional menurut
Satir adalah pernyataan klarifikaasi daan kualifikaasi. Pernyataan tersebut
memungkinkan pengirim untuk lebih spesifik dan memastikan
persepsinya terhadap kenyataan dengan persepsi orang lain.
d. Meminta umpan balik
Unsur ketiga dari pengirim fungsional adalah meminta umpan balik, yang
memungkinkan ia untuk memverifikasi apakah pesan diterima secara
akurat, dan memungkinkan pengirim untuk mendapatkan informasi yang
diperlukan untuk mengklarifikasi maksud.
e. Terbuka terhadap umpan balik
Pengirim yang terbuka terhadap umpan balik akan menunjukkan
kesediaan untuk mendengarkan, bereaksi tanpa defensive, dan mencoba
untuk memahami. Agar mengerti pengirim harus mengetahui validitas
pandangan penerima. Jadi dengan meminta kritik yang lebih spesifik atau
pernyataan “memastikan”, pengirim menunjukkan penerimaannya dan
minatnya terhadap umpan balik.
2. Penerima Fungsional
Penerima fungsional mencoba untuk membuat pengkajian maksud suatu
pesa secara akurat. Dengan melakukan ini, mereka akan lebih baik
mempertimbangkan arti pesan dengan benar dan dapat lebih tepat
mengkaji sikap dan maksud pengirim, serta perasaan yang diekspresikan
dalam metakomunikasi. Menurut Anderson (1972), penerima fungsional
mencoba untuk memahami pesan secara penuh sebelum
mengevaluasi.ini berarti bahwa terdapat analisis motivasi dan
metakomunikasi, serta isi. Informasi baru, diperiksa dengan informasi
yang sudah ada, dan keputusan untuk bertindak secara seksama
dioertimbangkan. Mendengar secara efektif, member umpan balik, dan
memvalidasi tiga tekhnik komunikasi yang memungkinkan penerima
untuk memahami dan merespons pesan pengirim sepenuhnya.
a. Mendengarkan
Kemampuan untuk mendengar secara efektif merupakan kualitas
terpenting yang dimiliki oleh penerima fungsional. Mendengarkan secara
efektif berarti memfokuskan perhstisn penuh pada seseorang terhadap
apa yang sedang dikomunikasikannya dan menutup semua hal yang
aakan merusak pesan. Penerima secara penuh memperhatikan pesan
lengkap dari pengirim bukan menyalahartikan arti dari suatu pesan.
Pendengar pasif merespons dengan ekspresi datar dan tampak tidak
peduli sedangkan pendengar aktif dengan sikap mengomunikasikan
secara aktif bahwa ia mendengarkan. Mengajukan pertanyaan
merupakan bagian penting dari mendengarkan aktif (Gottman, Notarius,
Gonso dan Markman, 1977). Mendengarkan secara aktif berarti menjadi
empati, berpikir tentang kebutuhan, dan keinginan orang lain, serta
menghindarkan terjadinya gangguan alur komunikasi pengirim.
b. Memberikan umpan baliki
Karakteristik utam kedua dari penerima funbgsional adalah memberikan
umpan balik kepada pengirim yang memberitahu pengirim bagaimana
penerima menafsirkan pesan. Pernyataan ini mendorong pengirim untuk
menggali lebih lengkap. Umpan balik juga dapat melalui suatu proses
keterkaitan, yaitu penerima membuat suatu hubungan antara pengalaman
pribadi terdahulu (Gottman et.al, 1877) atau kejadian terkait dengan
komunikasi pengirim.
c. Member validasi
Dalam menggunakan validasi penerima menyampaikan pemahamannya
terhadap pemikiran dan perasaan pengirim. Validasi tidak berarti
penerima setuju dengan pesan yang dikomunikasikan pengirim, tetapi
menunjukan penerimaan atas pesan tersebut berharga.
E. PROSES KOMUKASI DISFUNGSIONAL
1. Pengirim Disfungsional
Komunikasi pengirim disfungsional sering tidak efektif pada satu atau
lebih karakteristik dasar dari pengirim fungsional. Dalam menyatakan
kasus, mengklarifikasi dan mengkulifikasi, dalam menguraikan dan
keterbukaan terhadap umpan balik. Penerima sering kali ditinggalkan
dalam kebingungan dan harus menebak apa yang menjadi pemikiran
atau perasaan pengirim pesan. Komunikasi pengirim disfungsional dapat
bersifat aktif atau defensif secara pasif serta sering menuntut untuk
mendapatkan umpan balik yang jelas dari penerima. Komunikasi yang
tidak sehat terdiri dari :
a. Membuat asumsi
Ketika asumsi dibuat, pengim mengandalkan apa yang penerima rasakan
atau pikiran tentang suatu peristiwa atau seseorang tanpa memvalidasi
persepsinya. Pengirim disfungsional biasanya tidak menyadari asumsi
yang mereka buat, ia jarang mengklarifikasi isi atau maksud pesaan
sehingga dapat terjadi distorsi pesan. Apabila hal ini terjadi, dapat
menimbulkan kemarahan pada penerima yang diberi pesan, yang
pendapat serta perasaan yant tidak dianggap.
b. Mengekspresika perasaan secara tidak jelas
Tipe lain dari komunikasi disfungsional oleh pengirim adalah
pengungkapan perasaan tidak jelas, karena takut ditolak, ekspresi
perasaan pengirim dilakukan dengan sikap terselubung dan sama sekali
tertutup. Komunikasi tidak jelas adalah “sangat beralasan” (Satir, 1991)
apabila kata-kata pengirim tidak ada hubunganya dengan apa yang
dirasakan. Pesan dinyatakan dengan cara yang tidak emosional. Berdiam
diri merupakan kasus lain tentang pengungkapan perasaan tidak jelas.
Pengirim merasa mudah tersinggung terhadap penerima yang tetap tidak
mengungkapkan kemarahannya secara terbuka atau mengalihkan
perasaannya ke orang atau benda lain.
c. Membuat respon yang menghakimi
Respon yang menhakimi adalah komunikasi disfungsional yang ditandai
dengan kecenderungan untuk konstan untuk menbgevaluasi pesan yang
menggunakan system nilai pengirim. Pernyataan yang menghakimi selalu
mengandung moral tambahan. Pesan pernyataan tersebut jelas bagi
penerima bahwa pengirim pesan mengevaluasi nilai dari pesan orang lain
sebagai “benar”, atau “salah”, “baik” atau “buruk”, “normal” atau “tidak
normal”.
d. Ketidakmampuan untuk mendefinisika kebutuhan sendiri
Pengirim disfungsional tidak hanya tidak mampu untuk menekspresikan
kebutuhangnya. Namun juga karena takut ditolak menjadi tidak mampu
mendefenisikan prilaku yang ia harapkan dari penerima untuk memenuhi
kebutahan mereka.sering kali pengirim disfungsiopnal tidak sadar merasa
tidak berharga, tidak berhak untuk mengungkapkan kebutuhan atau
berharap kebutuhan pribadinya akan dipenuhi.
e. Komunikasi yang tidak sesuai
Penampilan komunikasi yang tidak sesuai merupakan jenis komunikasi
yang disfungsional dan terjadi apabila dua pesan yang bertentangan atau
lebih secara serentak dikiri (Goldenberg, 2000). Penerima ditinggalkan
dengan teka-teki tentang bagaimana harus merespon. Dalam kasus
ketidaksesuaian pesan verbal dan nonverbal, dua atau lebih pesan literal
dikirim secara secara serentak bertentangan satu sama lain. Pada
ketidaksesuaian verbal nonverbal pengirim mengkomunikasikan suatu
pesan secara verbal, namun melakukan metakomunikasi nonverbalyang
bertentangan dengan pesan verbal. Ini biasanya diketahuinsebagai
“pesan campuran”, misalnya “ saya tidak marah pada anda” diucapakan
dengan keras, nada suara tinggi dengan tangan menggempal.
2. Penerima Disfungsional
Jika penerima disfungsional, terjadi komunikasi yang terputus karena
pesan tidak diterima sebagaimana dimaksud, karena kegagalan penerima
untuk mendengarkan, atau menggunakan diskualifikasi. Merespon secara
ofensif, gagal menggali pesan pengirim, gagal memvalidasipesan,
merupakan karakterstik disfungsional lainnya.
a. Gagal untuk mendengarkan
Dalam kasus gagal untuk mendengarkan, suatu pesan dikirim, namun
penerima tidak memperhatikan atau mendengarkan pesan tersebut.
Terdapat beberapa alasan terjadinya kegagalan untuk mendengarkan,
berkisar dari tidak ingin memerhatikan hingga tidak memiliki kemampuan
untuk mendengarkan. Hal ini biasanya terjadi karena distraksi, seperti
bising, waktu yang tidak tepat, kecemasan tinggi, atau hanya karena
gangguan pendengaran.
b. Menggunakan diskualifikasi
Penerima disfungsional dapat menerapkan pengelakkan untuk
mendiskualifikasi suatu pesan dengan menghindari isu penting.
Diskualifikasi adalah respon tidak langsung yang memungkinkan
penerima untuk tidak menyetujui pesan tanpa memungkinkan penerima
untuk tidak menyetujui pesan tanpa benar-benar tidak menyetujuinya.
c. Menghina
Sikap ofensif komunikasi menunjukkan bahwa penerima pesan bereaksi
secara negatif, seperti sedang terancam. Penerima tampak bereaksi
secara defensif terhadap pesan yang mengasumsikan sikap oposisi dan
mengambil posisi menyerang. Pernyataan dan permintaan dibuat dengan
konsisten dengan sikap negatif atau dengan harapan yang negatif.
d. Gagal menggali pesan pengirim
Untuk mengklarifikasi maksud atau arti dari suatu pesan, penerima
fungsional mencari penjelasan lebih lanjut. Sebaliknya, penerima
disfungsional menggunkan respon tanpa menggali, seperti membuata
asumsi , memberikan saran yang prematur, atau memutuskan
komunikasi.
e. Gagal memvalidasi pesan
Validasi berkenaan dengan penyampaian penerimaan penerima. Oleh
karena itu, kurangnya validasi menyiratkan bahwa penerima dapat
merespon secara netral atau mendistorsi dan menyalahtafsirkan pesan.
Mengasumsikan bukan mengklarifikasi pemikiran pengirim adalah suatu
contoh kurangnya validasi.
3. Pengirim dan Penerima Disfungsional
Dua jenis urutan intearksi komunikasi yang tidak sehat, melibatkan baik
pengirim maupun penerima, juga secara luas didiskusikan dalam literatur
komunikasi. Komunikasi yang tidak sehat merupakan kominikasi yang
mencerminkan pembicaraan “ parallel” yang menunjukan
ketidakmampuan untuk memfokuskan pada suatu isu.
Dalam pembicraan parallel, setiap individu dalam interaksi secara
konstan menyatakan kembali isunya tanpa betul-beetul mendengarkan
pandangan orang lain atau mengenali kebutuhan orang lain. Orang yang
berinteraksi disfungsional, mungkin tidak mampu untuk memfokuskan
pada satu isu. Tiap individu melantur dari satu isu ke isu lain bukannya
menyelesaikan satu masalah atau meminta suatu pengungkapan.
F. POLA KOMUNIKASI FUNGSIONAL DALAM KELUARGA
1. Berkomunikasi Secara Jelas dan Selaras
Pola sebagian nkeluarga yang sehat, terdapat keselarasan komunikasi
diantara anggota keluarga. Keselarasan merupakan bangunan kunci
dalam model komunikasi dan pertumbuhan menurut satir. Keselarasan
adalah suatun keadaan dan cara berkomunikasi dengan diri sendiri dan
orang lain. Ketika keluarga berkomunikasi dengan selarad terdapat
konsistensi dengan selaras terdapat konsistensi anatara tingkat isi dan
instruksi kominikasi. Apa yang sedang diucapkan, sama dengan isi
pesan. Kat-kata yang diucapkan, perasaan yang kita ekspresikan, dan
prilaku yang kita tampilkan semuanya konsisten. Komunikasi pada
kelurga yang sehat merupakan suatu proses yang sangat dinamis dan
saling timbal balik. Pesan tidak hanya dikirim dan diterima.
2. Komunikasi Emosional
Komunikasi emosional berkaitan dengan ekspresi emosi dan persaan dari
persaan marah, terluka, sedih, cemburu hingga bahagia, kasih sayingdan
kemesraan (Wright & Leahey, 2000). Pada keluarga fungsional perasaan
anggota keluarga ddiekspresikan. Komunikasi afektif pesan verbal dan
nonverbal dari caring, sikapfisik sentuhan, belaian, menggandeng dan
memandang sangat penting, ekspresi fisik dari kaisih saying pada
kehidupan awal bayi dan anak-anak penting untuk perkembangan respon
afektif yang normal. Pola komunikasi afeksi verbal menjadi lebih nyata
dalam menyampaikan pesan afeksional, walaupun pola mungkin
beragam dengan warisan kebudayaan individu.
3. Area Komunikasi Yang Terbuka dan Keterbukaan diri
Keluarga dengan pola komunikasi fungsional menghargai keterbukaan,
saling menghargai perasaan, pikiran, kepedulian, spontanitas, autentik
dan keterbukaan diri. Selanjutnya keluarga ini mampu mendiskusikan
bidang kehidupan isu personal, social, dan kepedulian serta tidak takut
pada konflik. Area ini disebut komunikasi terbuka. Dengan rasa hormat
terhadap keterbukaan diri. Satir (1972) menegaskan bahwa anggota
keluarga yant terus terang dan jujur antar satu dengan yang lainnya
adalah orang-orang yang merasa yakin untuk mempertaruhkan interaksi
yang berarti dan cenderung untuk menghargai keterbukaan diri
(mengungkapkan keterbukaan pemikiran dan persaan akrab).
4. Hirarki Kekuasaan dan Peraturan Keluarga
System keluarga yang berlandaskan pada hirarki kekuasaan dan
komunikai mengandung komando atau perintah secara umum mengalir
kebawah dalam jaringan komunikasi keluarga. Interaksi fungsional dalam
hirarki kekuasaan terjadi apabila kekuasaan terdistribusi menurut
kebutuhan perkembangan anggota keluarga (Minuchin, 1974). Apabila
kekuasaan diterpkan menurut kemampuan dan sumber anggota keluarga
serta sesuai dengan ketentuan kebudayaan dari suatu hubungan
kekuasaan keluarga.
5. Konflik dan Resolusi Konflik Keluarga
Konflik verbal merupakan bagian rutin dalam interaksi keluarga normal.
Literature konflik keluarga menunjukkan bahwa keluraga yang sehat
tanpak mampu mengatasi konflik dan memetik mamfaat yang positif,
tetapi tidak terlalu banyak konflik yang dapat mengganggu hubungan
keluarga. Resolusi konflik merupakan tugas interaksi yang vital dalam
suatu keluarga (Vuchinich,1987). Orang dewasa dalam kelurga perlu
belajar untuk mengalami konflik konstruktif. Walaupun orang dewasa
menyelesaikan konflik dengan berbagai cara , resolusi konflik yang
fungsional terjadi apabila konflik tersebut dibahas secara terbuka dan
strategi diterpkan untuk menyelesaikan konflik dan ketika orang tua
secara tepat menggunakan kewenangan mereka untuk mengakhiri
konflik.
G. POLA KOMUNIKASI DISFUNGSIONAL DALAM KELUARGA
Komunikasi disfungsional didefinisikan sebagai transmisi tidak jelas atau
tidak langsung serta permintaan dari salah satu keluarga. Isi dan instruksi
deari pesan dan ketidaksesuaian antara tingkat isi dan instruksi dari
pesan. Transmisi tidak lansung dari suatu pesan berkenaan dari pesan
yang dibelokkan dari saran yang seharusnya kepada orang lain dalam
keluarga. Transmisi langsung dari suatu pesan berarti pesan mengenai
sasaran yang sesuai. Tiga pola komunikasi yang terkait terus menerus
menyebabkan harga diri rendah adalah egasentris, kebutuhan akan
persetujuan secara total dan kurangnya empati.
1. Egosentris
Individu memfokuskan pada kebutuhan diri sendiri dan mengabaikan
kebutuhan orang lain, perasaan atau perspektif yang mencirikan
komunikasi egosentris. Dengan kata lain, anggota keluarga yang
egosentris mencari sesuatu dari orang lain untuk memenuhu kebutuhan
mereka. Apabila individu tersebut harus memberikan sesuatu, maka
mereka akan melakukan dengan keengganan, dan rasa
permusuhan,defensive atau sikap pengorbanan diri, jadi tawar-menawar
atau negosiasi secara efektif sulit dilakukan, karena seseorang yang
egosentris meyakini bahwa mereka tidak boleh kalah untuk sekecil
apapun yang mereka berikan.
2. Kebutuhan Mendapatkan Persetujuan Total
Nilai keluarga tentang mempertahankan persetujuan total dan
menghindari konflik berawal ketika seseorang dewasa atau menikah
menetukan bahwa mereka berada satu sama lain, walaupun perbedaan
yang pasti mungkin sulit untuk dijelaskan seperti yang diekspresikan
dalam pendapat, kebiasaan, kesukaan atauhrapan mungkin terlihat
sebagai ancaman kerena ia dapat mengarah pada ketidaksetujuan dan
kesadaran bahwa mereka merupakan dua individu yang terpisah
3. Kurang Empati
Keluarga yang egosentris tidak dapat menteloransi perbedaan dan tidak
akan mengenal akibat dari pemikiran, persaan dan perilaku mereka
sendiri terhadap anggota keluarga yang lain. Mereka sangat terbenam
dalam pemenuhan kebutuhan mereka sendiri saja bahwa mereka tidak
mampu untuk berempati. Dibalik ketidakpedulian ini, individu dapat
menderia akibat perasaan tidak berdaya. Tidak saja mereka tidak
menghargai diri mereka sendiri tapi mereka juga tidak menghargai oaring
lain. Hal ini menimbulakan suasana tegang, ketakutan atau menyalahkan.
Kondisi ini terlihat pada komunikasi yang lebih membingungkan, samar,
tidak langsung, terselubung dan defensif bukan memperlihatkan
keterbukaan, kejelasan dan kejujuran.
4. Area Komunikasi Yang Tertutup
Keluarga yang fungsional memiliki area komunikasi yang terbuka,
keluarga yang sedikit fungsional sering kali menunjukkan area komunikasi
yang semakin tertutup. Keluarga tidak mempunyai peraturan tidak tertulis
tentang subjek apa yang disetujui atau tidak disetujui untuk dibahas.
Peraturan tidak tertulis ini secara nyata terlihat ketika anggota keluarga
melanggar peraturan dengan membahas subjek yang tidak disetujui atau
mengungkapkan perasaan yang terlarang.
H. KOMUNIKASI DALAM KELUARGA DENGAN GANGGUAN
KESEHATAN
Istilah gangguan kesehatan berkenaan dengan setiap perubahan yang
mempengaruhi proses kehidupan klien (psikologis, fisiologis, social
budaya, perkembangan dan spiritual) (Carpeniyo, 2000). Gangguan
dalam status kesehatan sering kali mencakup penyakit kronis dan
penyakit yang mengancam kehidupan serta ketidakmampuan fisik dan
mentak akut atau kronik, namun dapat juga meliputi perubahan dalam
area ksehatan lainnya. Pola Temuan penelitian tentang adaptasi keluarga
terhadap penyakit kronik dan mengancam kehidupan secara konsisten
menunjukkan bahwea factor sentral dalam fungsi keluarga yang sehat
adalah terdapatnya keterbukaan, kejujuran, dan komunukiasi yang jelas
dalam mengatasi pengalaman kesehatan yang menimbulkan stres serta
isu terkait lainnya (Khan,1990;Spinetta & Deasy-Spineta, 1981). Jiak
keluarga tidak membahas isu penting yang dihadapi mereka, akan
menyababkan jarak emosi dalam hubungan keluarga, dan meningkatnya
stress keluarga (Friedman, 1985; Walsh,1998). Sters yang meningkat
mempengaruhi hubungan keluarga dan kesehatan keluarga serta
anggotanya (Hoffer, 1989).
1. Area Pengkajian
Pernyataan berikut ini harus dipertimbangkan ketika menganalisis pola
komunikasi keluarga.
a. Dalam mengobservasi keluarga secara utuh atau serangkaian
hubungan keluarga, sejauh mana pola komunikasi fungsional dan
disfungsional yang digunakan ?. diagram pola komunikasi sirkular yang
terjadi berulang. Selain membuat diagram pola komunikasi sirkular,
prilaku spesifik berikut ini harus dikaji:
1) Seberapa tegas dan jelas anggota menyatakan kebutuhan dan
perasaan interaksi?
2) Sejauh mana anggota menggunakan klerifikasi dan kualifikasi dalam
interaksi?
3) Apakah anggoata keluarga mendapatkan dan merespon umpan balik
secara baik, atau mereka secara umumtidak mendorong adanya umpan
balik dan penggalian tentang suatu isu?
4) Sebera baik anggota keluarga mendengarkan dan memperhatikan
ketika berkomunikasi?
5) Apakah anggota mencari validasi satu sama lain?
6) Sejauh mana anggota menggunakan asumsi dan pernyataan yang
bersifat menghakimi dalam interksi?
7) Apakah anggota berinterksi dengan sikap menhina terhadap pesan?
8) Seberapa sering diskualifikasi digunakan?
b. Bagimana pesan emosional disampaikan dalam keluarga dan
subsistem keluarga?
1) Sebera sering pesan emosional disampaikan?
2) Jenis emosi apa yang dikirimkan ke subsistem keluarga? Apakah
emosi negatif, positif, atau kedua emosi yang dikirimkan?
c. Bagaimana frekuensi dan kualitas komunikasi didalam jaringan
komunikasi dan rangkaian hubungan kekeluargaan?
1) Bagaimana cara/sikap anggota kelurga (suami-istri, ayah-anak,anak-
anak) saling berkomunikasi?
2) Bagaimana pola pesan penting yang biasanya? Apakah terdapat
perantar?
3) Apakah pesan sesuai dengan perkembangan usia anggota?
d. Apakah pesan penting keluarga sesuai dengan isi instruksi ? apabila
tidak, siapa yang menunjukkan ketidaksesuaian tersebut?
e. Jenis proses disfungsional apa yang terdapat dalam pola komunikasi
keluarga?
f. Apa isu penting dari personal/keluarga yang terbuka dan tertutup untuk
dibahas?
g. Bagiman factor-faktor berikut mempengaruhi komunikasi keluarga?
1) Konteks/situasi
2) Tahap siklus kehidupan kelurga
3) Latar belakakang etnik kelurga
4) Bagaimana gender dalam keluarga
5) Bentuk keluarga
6) Status sosioekonomi keluarga
7) Minibudaya unik keluarga
2. Diagnosa Keperawatan Keluarga
Masalah komunikasi keluarga merupakan diagnosis keperawatn keluarga
yang sangat bermakna, Nort American Diagnosis Assosiation (NANDA)
belum mengidentifikasi diagnosis komunikasi yang berorientasi keluarga.
NANDA menggunakan perilaku komunikasi sebagai bagian dari
pendefisian karakteristik pada beberapa diagnosis mereka;seperti proses
berduka disfungsional salah satu diagnosis keperawatn yang terdapat
dalam daftar NANDA adalah “hanbatan komunikasi verbal”, yang
berfokus pada klien individu yang tidak mampu untuk berkomunikasi
secara verbal. Giger & Davidhizar (1995) menegaskan bahwa ”hambatan
komunikasi verbal” tidak mempertimbangkan kjebudayaan klien sehingga
secara kebuyaan tidak relevan dengan diagnosis keperawatan.
3. Intervensi Keperawatan Keperawatan
Intervensi keperawatn keluarga dalam keluarga dalam area komunikasi
terutama melibatkan pendidikan kesehatan dan konseling, serta
kolaborasi sekunder, membuat kontrak, dan merujuk ke kelompok swa-
bantu, organisasi komunitas, dan klinik atau kantor terapi keluarga. Model
peran juga berperan tipe pemberian pendidikan kesehatan yang penting.
Model peran melalui observasi anggota keluarga mengenai tenaga
kesehatan keluarga dan bagaimana mereka berkomunikasi selam situasi
interaksi yang berbeda bahwa mereka belajar meniru perilaku komunikasi
yang sehat.
Konsling dibidang komunikasi keluarga melibatkan dorongan dan
dukungan keluarga dalam upaya mereka untuk meningkatkan komunikasi
diantara mereka sendiri. Perawat keluarga adalah sebagai fasilitator
proses kelompok dan sebagi narasumber. Wright dan Leahey (2000)
menklasifikan tentang tiga intervensi keluarga secara lansung (berfokus
pada tingkat kognitif, afektif, dan perilaku dari fungsi) membantu dalam
pengorganisasian srategi komunikasispesifik yang dapat diterapkan,
strategi intervensi dalam masing-masing ketiga domain meliputi
pendidikan kesehatan dan konsling.
a. Intervensi keperawatn keluarga dengan focus kognitif memberikan atau
ide baru tentang komunikasi. Informasi adalah opendidikan yang
dirancang untuk mendorong penyelesaian masalah keluarga. Apakah
anggota mengubah perilaku komunikasi mereka pertama sangat
bergantung pada bagiamana mereka mempersepsikan masalah. Wright &
Laehey (2000) menegaskan peran penting dari persepsi dan keyakinan.
b. Intervensi dalam area afektif diarahkan pada perubahan ekspresi
emosi anggota keluarga baik dengan meningkatkan maupun menurunkan
tingkat komunikasi emosional dan modifikasi mutu komunikasi emosional.
Tujuan keperawatan spesifik didalam konteks kebudayaan keluarga,
membantu anggota keluarga mengekspresikan dan membagi perasaan
mereka satu sama lain sehingga:
1) Kebutuhan emosi mereka dapat disampaikan dan ditanggapi dengan
lebih baik.
2) Terjadi komunikasi yang lebih selaras dan jelas
3) Upaya penyelesaian masalah keluarga difasilitasi.
c. Intervensi keperawatan keluarga berfokus pada perilaku, perubahan
perilaku menstimulasi perubahan dalam persepsi “realitas” anggota
keluarga dan persepsi menstimulasi perubahan perilaku (proses sirkular,
rekursif). Oleh karena itu, ketika perawat keluarga menolong anggota
keluarga belajar cara komunikasi yang lebih sehat. Ia juga akan
membantu anggota keluarga untuk mengubah persepsi mereka atau
membangun realitas tentang suatu situasi.
Intervensi pendidikan kesehatan dan konsling dirancang untuk mengubah
komunikasi keluarga meliputi;
a. Mengidentifikasi keinginan perubahan perilaku spesifik anggota
keluarga dan menyusun rencana kolaboratif untuk suatu perubahan
b. Mengakui, mendukung, dan membimbing anggota keluarga ketika
mereka mulai mencoba untuk berkomunikasi secar jelas dan selaras.
c. Memantau perubhan perilaku yang telah menjadi sasran sejak
pertemuan terdahulu. Tanyakan bagimana perilaku komunikassi yang
baru, apakah ada masalah yang terjadi, serta jika mereka mempunyai
pertanyaan atau hal penting tentang perubahan tersebut.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Komunikasi keluarga dikonsepsulisasikan sebagai salah satu dari empat
dimensi struktur dan system keluarga beserta kekuasaan, peran dan
pengambilan keputusan, serta dimensi struktur nilai. Struktur keluarga
dan proses komunikasi terkait memfasilitasi pencapaian fungsi keluarga.
Selain itu, pola komunikasi dalam sisten keluarga mencerminkan peran
dan hubungan anggota keluarga. Komunikasi memerlukan pengirim,
saluran dan penerima pesan serta interaksi antara pengirim dan
penerima. Pengirim adalah seorang yang mencoba untuk memindahkan
suatu pesan yang dikirimkan dan saliran merupakan perjalanan atau rute
pesan.
Enam prinsip komunikasi adalah: (1) tidak mungkin untuk tidak
berkomuniasi; semua perilaku adalah komunikasi; (2) komunikasi
mempunyai dua tingkat yaitu komando dan informasi; (3) komunikasi
melibatkan proses transaksional dan tiap anggota keluarga mempunyai
“pungtuasi” peristiwa interaksi mereka sendiri; (4) ada dua tipe
komunikasi yaitu digital dan analogik; (5) interaksi keluarga adalah
redundansi yaitu interaksi keluarga dalam kisaran perbatas dari urutan
perilaku berulang-ulang; (6) semua interaksi komunikasi simetris atau
saling melengkapi.
Komunikasi fungsional didefinisikan sebagi pengiriman dan penerimaan
tingkat isi dan instruksi dari tiap pesan yang jelas dan langsung begitu
pula keselarsan antara tingkat isi dan instruksi. Komunikasi disfungsional
adalah pengiriman dan penerimaan isi dan instruksi pesan yang tidak
jelas dan tidak langsung atau tidak ada kesesuaian antara tingkat isi dan
instruksi.
Karakteristik keluarga yang sehat adalah komunikasi yang jelas dan
kemampuan untuk saling mendengarkan. Komunikasi yang baik
diperlukan untuk membina dan memlihara hubungan penuh rasa cinta.
Factor sentral dalam fungsi keluarga yang sehat ketika seseorang
mengalami perubahan kesehatan adalah komunikasi yang terbuka, jujur.
Jelas dalam mengatasi pengalamankesehatan yang menimbulkan sters
serta isu terkait. Pedoman pengkajian komunikasi keluarga digambarkan
sebagai pedoman untuk diagnosis dan intervensi keperawatan untuk
memfasilitasi pola komunikasi sehat keluarga.
B. Saran
Diharapkan kepada mahasiswa agar bisa menggunakan makalah ini dan
juga menjadikannya sebagai pedoman dalam memberikan intervensi
keperawatan tentang komunikasi pada keluarga dengan gangguan
masalah kesehatan dan dalam memberikan pendidikan serta
konslinguntuk merubah perilaku .
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, dan senantiasa
mengaharapkan rahmat, taufik serta hidayah-Nya. Tak lupa salawat dan
salam bagi junjungan Nabi besar kita Muhammad SAW. Alhamdulillah
penulis masih diberi kesehatan dan umur sampai saat ini sehingga dapat
menyelesaikan makalah ini yang berjudul ”KOMUNIKASI KELUARGA”
yang diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Keperawatan Keluarga. Dalam penyusunan makalah ini penulis sadar
bahwa masih banyak terdapat kekurangan dan mungkin jauh dari
sempurna, begitupun dengan makalah ini oleh karena itu kritik dan saran
dari para pembaca sangat penulis harapkan untuk perbaikan dimasa
yang akan datang. Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini
bermanfaat bagi penulis khususnya serta kepada pembaca pada
umumnya.
Pekanbaru, April 2011
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Komunikasi keluarga dinyatakan dalam bentuk konsep sebagai salah satu
dari empat dimensi struktur system keluarga, kekuasaan, pengambilan
keputusan dan struktur peran serta norma dan nilai keluarga. Dimensi
tersebut saling berhubungan dan saling bergantung secara erat. Karena
keluarga merupakan suatu sistem social, terdapat interaksi dan umpsn
balik bersinambungan antar lingkungan internal dan eksternal. Perubahan
pada satu bagian system keluarga pada umumnya diikuti dengan
perubahan kompensasi pada dimensi struktur internal. Walaupun dimensi
ini tidak dapat dipisahkan dari kehidupan nyata, dimensi ini akan
berhubungan secara individualdalam bahasa yang bertujuan heuristic
(mencari solusi).
sturuktur keluarga akhirnya dievaluasi untuk mengetahui seberapa baik
keluarga mampu untuk memenuhi funsgi umum (pentingnya tujuan akhir
bagi anggota dan masyarakat). Struktur keluarga dan komunikasi terkait
memfasilitasi pencapaian fungsi keluarga. Komunikasi dalam keluarga
dapat dipandang sebagai isi pola dan diuraikan sebagai suatu komponen
structural. Secara bersamaan, komunikasi didalam keluarga dapat
dianggap sebagai interaksi yang beruntun sepanjang waktu dan dikaji
sebagai proses. Pada penerapan perspektif ini, perilaku dipandang sama
dengan komunikasi. Dalam menjaga perspektif yang dominan ini dalam
literature keperawatan keluarga, makalah ini menekankan suatu system
perspektif berorientasi pada proses dalam membahas komunikasi
keluarga
B. Tujuan
1. Tujuan umum untuk mengetahui tentang komunikasi keluarga
2. Tujuan ksusus
a. Untuk mengetahui tentang penertian komunikasi
b. Untuk mengetahui tentang unsur komunikasi
c. Untuk mengetahui tentang prinsip komunikasi
d. Untuk mengetahui tentang proses komunikasi fungsional
e. Untuk mengetahui tentang proses komunikasi disfungsional
f. Untuk mengetahui tentang pola komunikasi fungsional dalam keluarga
g. Untuk mengetahui tentang pola komunikasi disfungsional dalam
keluarga
h. Untuk mengetahui tentang komunikassi dalam keluarga dengan
gangguan kesehatan