KOMUNIKASI ANTARBUDAYA (Studi pada Pola Komunikasi Etnis...
Transcript of KOMUNIKASI ANTARBUDAYA (Studi pada Pola Komunikasi Etnis...
KOMUNIKASI ANTARBUDAYA
(Studi pada Pola Komunikasi Etnis Tionghoa dengan
Pribumi di RT 13 RW 05 Kelurahan Cilenggang
Kota Tangerang Selatan)
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial
(S. Sos)
Disusun Oleh:
Puji Indah Lestari
NIM: 1112051000098
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLALH
JAKARTA
1440 H / 2019 M
i
ABSTRAK
Nama : Puji Indah Lestari
NIM :1112051000098
Komunikasi Antarbudaya (Studi pada Pola Komunikasi Etnis
Tionghoa dengan Pribumi di RT 13 RW 05 Kelurahan Cilenggang
Kota Tangerang Selatan)
Masyarakat Etnis Tionghoa yang tinggal di Kelurahan
Cilenggang merupakan etnis yang sudah cukup lama hidup
berdampingan dengan masyarakat pribumi. Walaupun mereka memiliki
latar belakang kebudayaan yang berbeda, mereka berusaha untuk selalu
menjaga hubungan yang harmonis dengan cara melakukan komunikasi
antarbudaya yang baik satu dengan yang lainnya untuk menghindari
terjadinya konflik yang bisa memengaruhi keharmonisan mereka.
Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka penulis
melakukan penelitian di Kelurahan Cilenggang tepatnya di RT 13 RW
05 Jl. Pasar Lama Serpong. Adapun pertanyaan yang dirumuskan
adalah : Bagaimana pola komunikasi yang terjadi antara Etnis Tionghoa
dengan pribumi di RT 13 RW 05 Kelurahan Cilenggang Kota
Tangerang Selatan? Faktor apa saja yang dapat menghambat dalam
proses komunikasi antarbudaya yang terjadi pada etnis Tionghoa
dengan pribumi?
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif
analisis dengan pendekatan kualitatif, pengumpulan data melalui
wawancara kebeberapa narasumber yang dianggap tepat dalam
memberikan informasi dan juga dokumentasi, beberapa data yang
bersifat teoritis didapat dari buku-buku,peneliti juga melakukan
observasi dengan datang langsung ke Kelurahan Cilenggang tepatnya di
RT 13 RW 05.
Adapun pola komunikasi yang berlangsung antara etnis
Tionghoa dengan masyarakat pribumi yaitu komunikasi antarpribadi
dan komunikasi kelompok yang terjadi ketika kedua kelompok ini
berinteraksi sehari-hari.
Hubungan Komunikasi antarbudaya Etnis Tionghoa dengan
pribumi di RT 13 RW 05, Kelurahan Cilenggang, Kota Tangerang
Selatan sangat nampak dari berbagai aspek kegiatan seperti keagamaan,
ekonomi, pendidikan dan budaya. Adapun bahasa yang digunakan
sehari-hari adalah bahasa Indonesia dan bahasa dareah yaitu bahasa
sunda dan betawi. Mengenai Stereotip dan prasangka yang terjadi
tidaklah terlalu besar sehingga tidak menimbulkan konflik antar etnis
Tionghoa dengan pribumi,
ii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Syukur Alhamdulillah, segala puji serta syukur tak lupa
penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas segala rahmat
dan nikmat-Nya lah sehingga penulis diberikan kemudahan dan
kelancaran dalam menyelesaikan skripsi ini. Sholawat serta salam
semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW
beserta keluarganya, sahabtnya serta para pengikutnya hingga
akhir zaman.
Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi
ini, penlis mengalami banyak kendala dan kesulitan sehingga rasa
putus asa pun kerap kali penulis rasakan. Namun berkat
dukungan serta bantuan dan bimbingan yang diberikan kepada
penulis, menjadikan penulis kembali bangkit dan bersemangat
untuk menyelesaikan skripsi ini hingga akhirnya skripsi ini dapat
terselesaikan.
Ada banyak pihak yang berjasa dalam penyelesaian
skripsi ini, namun karena keterbatasan kata dalam pengantar
maka penulis tidak dapat menyebutkannya satu perssatu dan
tanpa mengurangi rasa terimakasih, izinkan penulis menyebutkan
beberapa pihak untuk mewakili pihak-pihak yang berjasa
tersebut, antara lain:
1. Dr. Suparto, M.Ed, Ph.D. selaku Dekan Fakultas
Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Dr. Siti
iii
Napsiyah, S.Ag. BSW. MSW selaku Wakil Dekan
I Bidang Akademik, Dr. Sihabuddin N. M.Ag.,
selaku Wakil Dekan II Bidang Administrasi
Umum, serta Drs. Cecep Castrawijaya, M.A,.
selaku Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan.
2. Dr. Armawati Arbi, M.Si., selaku Ketua Jurusan
Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam
(KPI) dan Dr. Edi Amin, MA., selaku Sekretaris
Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam
(KPI).
3. Ade Masturi, M.A., selaku dosen pembimbing
skripsi yang selalu membimbing dalam penulisan
skripsi ini dan selalu memberi motivasi kepada
penulis agar menyelesaikan skripsi ini dengan
baik.
4. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, yang telah mendidik dan
memberikan ilmu yang bermanfaat.
5. Prof. Dr. Andi M. Faisal Bakti, M.A,. selaku
Dosen Pembimbing Akademik.
6. Segenap staff Tata Usaha, Perpustakaan Fakultas
Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi dan
Perpustakaan Utama yang telah memberikan
pelayanan sangat baik bagi penulis selama ini
iv
7. Kedua orang tua tercinta H.M. Hamim dan Almh.
Asminah serta adik Inne Dwinta Cahya yang selalu
memberikan dukungan, doa dan kasih sayang yang
tiada henti. Bu, skripsi ini ku persembahkan untuk
mu. Inilah yang selama ini ibu inginkan. Semoga
Allah memberikan tempat terinda-Nya untuk ibu,
dan semoga Allah SWT selalu memberi
perlindungan untuk kita semua.
8. Para sahabat: MBACAN (Wita, Tiara, Umu,
Fathimah, Isna, Syifa). RUMPIDUTT (Desi, Rian,
Endah, Bagas, Bella), dan semua teman yang tidak
bisa disebutkan satu persatu, yang selalu
memberikan dukungan agar penulis tetap semangat
demi menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih atas
segala dukungan dan perhatian kalian semuanya,
terimakasih atas waktunya, terimakasih telah
membantu dan menemani penulis dalam
pengerjaan skripsi ini. Semoga Allah SWT
membalas segala kebaikan kalian selama ini.
Amiin.
9. Teman-teman KPI angkatan 2012 khususnya KPI
D, KKN GEMMAR dan juga teman-teman LSO
VOC, terima kasih untuk semua pengalamannya
selama ini.
v
10. Segenap direksi PT. Graha Mandiri Cemerlang,
tempat dimana penulis bekerja sambil
menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih atas segala
dukungan yang diberikan kepada penulis. Semoga
Allah SWT membahas semuanya, dan sukses
selalu !!!
11. Widi Wirdawan, Anton Wijaya, Aldhyoka
Rukminto dan semua pihak yang tidak dapat
penulis sebutkan satu persatu, yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi
ini. Tanpa mengurangi rasa hormat penulis
ucapkan terimakasih sebanyak-banyaknya, semoga
Tuhan Yang Maha Esa membalas kebaikan kalian
semua.
Akhir kata, penulis berharap semoga AllahSWT
membalas semua kebaikan pihak-pihak yang telah banyak
membantu penulis selama ini. Penulis berharap semoga skripsi ini
dapat menjadi ilmu yang bermanfaat bagi kita semua. Amiin
Jakarta, 20 Juni 2019
Puji Indah Lestari
vi
DAFTAR ISI
ABSTRAK ............................................................................... i
KATA PENGANTAR ............................................................. ii
DAFTAR ISI ............................................................................ vi
DAFTAR GAMBAR ............................................................... viii
DAFTAR TABEL ................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ....................................... 1
B. Fokus Penelitian .................................................... 5
C. Rumusan Masalah ................................................. 5
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................. 6
E. Tinjauan Pustaka ................................................... 6
F. Metode Penelitian ................................................. 8
G. Pedoman Penulisan ............................................... 12
H. Sistematika Penelitian ........................................... 13
BAB II LANDASAN TEORITIS
A. Pengertian Pola Komunikasi ................................. 15
B. Pengertian Komunikasi Antarbudaya ................... 19
C. Model Komunikasi Antarbudaya .......................... 23
D. Hambatan dalam Komunikasi Antarbudaya ......... 25
E. Teori Komunikasi Antarbudaya ............................ 31
BAB III GAMBARAN UMUM KELURAHAN
CILENGGANG
A. Keadaan Geografis ................................................ 34
vii
B. Keadaan Demografis ............................................ 36
C. Hubungan Antara Etnis Tionghoa dengan
Pribumi di RT 13 RW 05 Kelurahan
Cilenggang ........................................................... 41
BAB IV KOMUNIKASI ANTARBUDAYA ETNIS
TIONGHOA DENGAN PRIBUMI
A. Pola Komunikasi Antarpribadi ............................. 45
B. Pola Komunikasi Kelompok ................................ 52
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .......................................................... 93
B. Saran .................................................................... 94
DAFTAR PUSTAKA ............................................................. 96
LAMPIRAN
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Komunikasi Antarbudaya ..................................... 22
Gambar 2.2 Model Komunikasi Antarbudaya ......................... 24
Gambar 3.1 Peta Wilayah Kelurahan Cilenggang ................... 35
Gambar 4.1Komunikasi antarpribadi secara tatap muka .......... 47
Gambar 4.2 Kegiatan Peribadatan / Sembahyang .................... 60
Gambar 4.3 Kegiatan Maulid Nabi Yang Dimeriahkan Oleh
Barongsai Sebagai Hiburannya ............................ 61
Gambar 4.4 Kegiatan Bakti Sosial Oleh Pihak Vihara Dan
Warga Pribumi ..................................................... 66
Gambar 4.5 Kegiatan Sembahyang Kepada Leluhur ............... 68
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin .............. 36
Tabel 3.2 Jumlah Rata-rata Penduduk .......................................... 36
Tabel 3.3 Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia ............................. 37
Tabel 3.4 Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama / Kepercayaan. 38
Tabel 3.5 Jumlah Penduduk Berdasarkan Pekerjaan .................... 39
Tabel 3.6 Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan ..... 40
Tabel 4.1 Karakteristik Interaksi Komunikasi Antar Kelompok .. 53
Tabel 4.2 Hambatan Komunikasi Antarbudaya ............................ 82
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Komunikasi adalah proses dimana suatu ide dialihkan
dari sumber kepada satu penerima atau lebih dengan maksud
mengubah perilaku. Komunikasi merupakan sesuatu hal yang
tidak bisa dipisahkan dari aktivitas manusia. Dalam
komunikasi dikenal dengan pola-pola tertentu sebagai
manifestasi perilaku manusia dalam berkomunikasi.
Indonesia merupakan negara yang memiliki
keragaman budaya yang berbeda-beda. Hal tersebut
tercermin dalam semboyan “Bhineka Tunggal Ika” yang
artinya berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Indonesia adalah
negara yang kompleks karena memiliki perbedaan budaya
dan di Indonesia terdapat beberapa golongan etnis meliputi
etnis asli dan etnis keturunan. Etnis asli tidak hanya
dikenakan kepada orang peranakan melainkan juga orang
asing yang sepenuhnya asing tanpa nenek moyang pribumi.1
Adapun etnis keturunan ialah etnis yang sudah mengalami
pencampuran dengan nenek moyang pribumi yaitu dengan
melakukan pernikahan dengan nenek moyang pribumi.
Salah satu etnis keturunan yang ada di Indonesia
adalah etnis Tionghoa. Etnis Tionghoa merupakan salah satu
1 Bambang Prabowo, dkk. Stereotip Etnik, Asimilasi Integrasi Sosial,
(Jakarta: PT. Pustaka Grafika, 1988), h. 172
2
etnis yang memiliki populasi yang cukup banyak, dengan
presentase populasi sekitar 4%-5% dari jumlah penduduk
Indonesia.2
Hubungan individu atau kelompok dari lingkungan
kebudayaan yang berbeda akan memengaruhi pola
komunikasi. Karena perbedaan budaya memiliki sistem-
sistem nilai yang berbeda dan karenanya ikut menentukan
tujuan hidup yang berbeda.3
Sehingga sering kali menemui hambatan seperti
bahasa, norma serta adat suatu kelompok masyarakat tertentu
yang menjadikannya pedoman dalam bersikap dan
berinteraksi. Karenanya akan ada banyak perbedaan yang
muncul, dan jika perbedaan itu tidak dipahami dengan baik
akan menjadi kendala dalam proses komunikasi serta dapat
menimbulkan konflik yang bisa mengakibatkan terjadinya
perpecahan.4Seperti hal nya konflik yang pernah terjadi di
Tolikara, Papua pada tahun 2015 yang merupakan konflik
antara warga nasrani dan muslim yang mengakibatkan
adanya korban jiwa dan banyak rumah warga muslim yang
dibakar.
2Melly G. Tan, Etnis Tionghoa di Indonesia, (Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia, 2008), h.25 3Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya,
(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), h. vii 4Departemen Agama, Konflik Etno Religius Indonesia Kontemporer,
(Jakarta: Litbang, 2003), h. i
3
Hal tersebut tentunya disebabkan oleh beberapa
faktor, salah satunya adalah karena adanya perbedaan
budaya. Dengan demikian, komunikasi dalam sebuah
hubungan multi etnis perlu dilakukan guna menghindari
konflik yang mungkin saja bisa terjadi.
Melihat betapa pentingnya peran komunikasi dalam
menciptakan hubungan antar etnis yang harmonis, maka
penulis tertarik untuk mengkajinya dalam ruang lingkup
komunikasi antarbudaya. Penulis akan meneliti pola
komunikasi yang terjadi pada golongan etnis Tionghoa dan
pribumi.
Penelitian ini akan dilakukan di Kelurahan
Cilenggang, Kecamatan Serpong, Tangerang Selatan
tepatnya di RT 13 RW 05. Masyarakat etnis Tionghoa
dengan masyarakat pribumi di Kelurahan Cilenggang sudah
hidup berdampingan sejak lama. Awalnya etnis Tionghoa
datang ke wilayah Kelurahan Cilenggang untuk mencari
perlindungan juga untuk berdagang.5 Hingga pada akhirnya
mereka merasa nyaman dan menetap di wilayah Kelurahan
Cilenggang dan hidup berdampingan serta harmonis dengan
masyarakat pribumi.
Walaupun mereka hidup berdampingan sejak lama,
tidak dapat dipungkiri bahwa ada banyak perbedaan
budayadan pandangan antara satu dengan yang lainnya yang
5 Hasil Wawancara dengan Widi Wirdawan
4
bisa saja menimbulkan konflik. Misalnya saja ada anggapan
bahwa etnis Tionghoa pelit, tertutup dan lain sebagainya,
atau warga pribumi dinilai pemalas atau anggapan negatif
lainnya yang bisa saja menimbulkan konflik. Namun, hal
tersebut tidak penulis temukan di wilayah Kelurahan
Cilenggang tepatnya di RT 13 RW 05 ini.
Salah satu contoh hal yang bisa saja menimbulkan
konflik di wilayah Kelurahan Cilenggang ini adalah ketika
Dinas Pariwisata secara tiba-tiba memasang plang yang
bertuliskan “Kampung Tionghoa” yang dipasang di wilayah
tersebut tanpa sepengetahuan warga yang ada di wilayah
tersebut. Seluruh warga yang tinggal di wilayah RT 13 RW
05 Kelurahan Cilenggang tidak suka dengan adanya
pemasangan plang tersebut. Mereka tidak ingin dibeda-
bedakan mengingat mereka sudah hidup berdampingan sejak
lama. Sampai pada akhirnya mereka mencopot plang tersebut
guna menghindari terjadinya konflik.
Hubungan komunikasi antar etnis yang terjalin di
Kelurahan Cilenggang dipengaruhi oleh banyak faktor,
diantaranya perkawinan, kepercayaan dan perdagangan yang
dilakukan. Adanya hubungan komunikasi yang terjalin antara
etnis Tionghoa dengan pribumi mendorong penulis untuk
lebih jauh mengetahui gambaran mengenai pola komunikasi
yang terjadi sehingga terbentuknya hubungan yang harmonis
antar etnis. Untuk itu penulis akan menyusun penelitian ini
5
dalam bentuk skripsi dengan judul “KOMUNIKASI
ANTARBUDAYA (Studi pada PolaKomunikasi Etnis
Tionghoa dengan Pribumi di RT 13 RW 05 Kelurahan
Cilenggang, Kecamatan Serpong, Tangerang Selatan).”
B. Fokus Penelitian
Melihat luasnya pembahasan yang berkaitan dengan
permasalahan yang akan penulis teliti, maka penulis
memfokuskan penelitian agar lebih terarah dan tidak meluas.
Fokus penelitiannya adalah pada pola komunikasi yang
meliputi komunikasi antarpribadi dan komunikasi kelompok
dalam komunikasi antarbudaya yang terjadi antar etnis
Tionghoa dengan pribumi di RT 13 RW 05 Kelurahan
Cilenggang, Tangerang Selatan.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan fokus pembatasan masalah diatas, maka
rumusan masalah adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pola komunikasi antarpribadi yang terjadi
pada etnis Tionghoa dengan pribumi di RT 13 RW 05
Kelurahan Cilenggang, Tangerang Selatan?
2. Bagaimana pola komunikasi kelompok yang terjadi pada
etnis Tionghoa dengan pribumi di RT 13 RW 05
Kelurahan Cilenggang, Tangerang Selatan?
6
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan pola
komunikasi antarpribadi yang terjadi antara etnis
Tionghoa dan pribumi di RT 13 RW 05
b. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan pola
komunikasi kelompok yang terjadi antara etnis
Tionghoa dan pribumi di RT 13 RW 05
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Akademis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan
informasi dan menambah khazanah kepustakaan
tentang komunikasi antarbudaya dan agama.
b. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan memberikan pengembangan
dan masukan untuk keilmuan komunikasi
antarbudaya bagi masyarakat umum, lingkungan
akademisi lain dan pihak yang terkait dalam
komunikasi sebagai salah satu upaya membentuk
komunikasi yang efektif antara etnis Tionghoa dan
pribumi yang ada di kelurahan Cilenggang Kota
Tangerang Selatan.
E. Tinjauan Pustaka
Dalam penelitian ini, penulis melakukan tinjauan
pustaka. Hal ini penulis lakukan guna memastikan apakah
7
ada kesamaan judul atau tema penelitian dengan yang penulis
lakukan. Penulis menemukan beberapa skripsi, yaitu:
1. Komunikasi Antarbudaya (Studi pada Pola Komunikasi
Etnis Arab dan Masyarakat Pribumi di Kelurahan
Empang Kota Bogor) oleh Muhammad Yusup Supandi,
Komunikasi dan Penyiaran Islam, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, tahun 2010. Penelitian ini
dilakukan untuk mengetahui proses terbentuknya pola
komunikasi dalam komunikasi antarbudaya yang terjadi
antar etnis Arab dengan masyarakat pribumi yang ada di
kelurahan Empang, Bogor. Hal yang membedakan
penelitian ini dengan penelitian yang peneliti lakukan
adalah terletak pada subjek penelitiannya, yaitu etnis
Tionghoa.
2. Komunikasi Antarbudaya (Studi pada Pola Komuniasi
Etnis Tionghoa dengan Pribumi di RW 06 Kelurahan
Cipondoh Kota Tangerang) oleh Wita Eka Sucita,
Komunikasi dan Penyiaran Islam, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, tahun 2017. Penelitian ini sama-
sama melihat tentang pola komunikasi etnis Tionghoa
dan masyarakat pribumi, yang membedakannya hanya
tempat penelitian ini dilakukan.
3. Pola Komunikasi Antar Umat Beragama (Studi
Komunikasi Antarbudaya Tionghoa dengan Muslim
Pribumi di RW 04 Kelurahan Mekarsari Tangerang) oleh
8
Siti Aisyah, Komunikasi dan Penyiaran Islam, tahun
2013. Penelitian ini melihat bagaimana terjadinya proses
komunikasi melalui akulturasi, asimilasi dan enkulturasi
yang terjadi. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian
yang peneliti lakukan adalah peneliti ingin mengetahui
pola komunikasi yang terjadi pada etnis Tionghoa dan
Pribumi di RT 13 RW 05 Kelurahan Cilenggang Kota
Tangerang Selatan.
F. Metode Penelitian
1. Pendekatan Peneliatian
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan
pendekatan kualitatif, sedangkan metode yang digunakan
adalah deskriptif analisis. Metode ini menitik beratkan
pada observasi dan suasana alamiah, peneliti bertindak
sebagai pengamat. Peneliti hanya membuat kategori
perilaku, mengamati gejala dan mencatatnya dalam buku
observasinya. Dengan suanasa alamiah dimaksudkan
bahwa peneliti terjun langsung ke lapangan. Peneliti tidak
berusaha untuk mamanipulasi variabel, dimana peneliti
mengungkapkan fakta keadaan, fenomena, variabel dan
keadaan yang terjadi saat penelitian berjalan dan
menyuguhkan dengan apa adanya.6
6Jalaluddin Rakhmat, Metode Penelitian Komunikasi Dilengkapi
Dengan Contoh Statik, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), h. 25
9
2. Paradigma Penelitian
Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini
adalah paradigma konstruktivis. Menurut Dedy N.
Hidayat paradigma konstruktivis secara metodologi
adalah menekankan pada empati dan interaksi dialektis
antara peneliti dengan responden untuk mengkonstruksi
realitas yang diteliti melalui metode-metode kualitatif
seperti participant observation.7
3. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah masyarakat
etnis Tionghoa dan masyarakat pribumi yang ada
diwilayah RT 13 RW 05, kelurahan Cilenggang, Kota
Tangerang Selatan. Kemudian yang menjadi objek
penelitiannya adalah pola komunikasi antarbudaya di RT
13 RW 05, kelurahan Cilenggang, Tangerang Selatan.
4. Waktu dan Tempat Penelitian
Sebelum melakukan penelitian, peneliti terlebih
dahulu melakukan observasi. Observasi dilakukan agar
peneliti mengenali lingkungan sekitar.
Tempat yang dijadikan objek dalam penelitian ini
adalah di Kelurahan Cilenggang, Kecamatan Serpong,
Kota Tangerang Selatan tepatnya dilingkungan RT 13
RW 05.
7Indiawan Setyo Wahyu Wibowo, Semiotika Komunikasi Aplikasi
Praktis Bagi Penelitian dan Skripsi Komunikasi, (Jakarta: Mitra Wacana
Media, 2013), H.37
10
5. Teknik Pengumpulan Data
a. Observasi
Observasi adalah proses di mana peneliti terlibat
langsung dalam objek penelitian. Observasi adalah
pengamatan dan pencatatan terhadap fenomena-
fenomena yang diselidiki.8 Observasi dilakukan untuk
menambah atau menguatkan hasil-hasil yang
diperoleh dari wawancara.
Dalam hal ini, peneliti terjun langsung ke lapangan
dan mengamati bentuk komunikasi antarbudaya yang
dilakukan oleh masyarakat tionghoa dan pribumidi
RW 05 Kelurahan Cilenggang.
b. Wawancara
Wawancara adalah proses memperoleh keterangan
dengan tanya jawab sambil bertatap muka antara
pewawancara dengan orang yang diwawancarai.9
Dalam penelitian ini, peneliti mewawancarai Tan
Kian An (Anton Wijaya) selaku ketua RW 05, Widi
Wirdawan selaku ketua RT 13, dua orang warga dari
etnis Tionghoa yaitu Aldhyoka Rukminta dan
Angkie, dan dua orang warga pribumi yaitu Suratoyo
dan Marem.
8Dedy Mulyana, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2002), h. 181 9Moh. Nazin, Metode Penelitian, (Bandung: Ghalia Indonesia, 1999),
h. 234
11
c. Dokumentasi
Dokumemntasi yaitu pengumpulan catatan yang
diungkapkan dalam bentuk tulisan, lisan dan bentuk
karya lain yang berhasil didokumentasikan oleh pihak
tertentu. 10
Berkaitan dengan data dokumentasi yang akan
penulis gunakan dalam penelitian ini adalah berupa
gambaran demografi dan monografi serta catatan
kependudukan masyarakat kelurahan Cilenggang
khususnya RT 13 RW 05.
6. Pengolahan dan Analisis Data
a. Pengolahan Data
Data-data yang terkumpul dari hasil wawancara dan
dokumen-dokumen diklasifikasikan kedalam
kategori-kategori tertentu. Kemudian data yang
diperoleh dipelajari, dianalisis dan dirumuskan untuk
mendapatkan data yang akurat.
b. Analisis Data
Analisis data adalah proses penyederhanaan data
kedalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan
diinterpretasikan. Dalam menganalisis data, peneliti
mengolah data dari hasil observasi dan wawancara,
dokumen maupun laporan, yang kemudian
10
Djam’an Satori dan Aan Komariah, Metode Penelitian Kualitatif,
(Bandung: Alfabeta, 2010), h. 148
12
dideskripsikan kedalam bentuk bahasa yang mudah
dipahami.11
Analisis data dilakukan dalam tiga tahap, yaitu:
Tahap pertama,Reduksi data. Peneliti mencoba
memilih data yang relevan dengan komunikasi
antarbudaya yang terjadi pada etnis tionghoa dan
masyarakat pribumi di RT 13 RW 05
KelurahanCilenggang, Kota Tangerang Selatan.
Tahap kedua, Penyajian data. Setelah data-data
mengenai komunikasi antarbudaya masyarakat
etnis Tionghoa dan masyarakat pribumi di RT 13
RW 05 Kelurahan Cilenggang diperoleh,
kemudian data tersebut disusun dan disajikan
dalam bentuk narasi, visual, gambar, tabel dan
sebagainya.
Tahap ketiga, Penyimpulan atas data yang
disajikan.
G. Pedoman Penulisan
Dalam penulisan penelitian ini, penulis merujuk pada
SK Rektor Nomor 507 Tahun 2017 tentang Pedoman
Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis dan Disertasi) UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
11
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan
Praktik, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1998), H. 78
13
H. Sistematika Penulisan
Agar penelitian ini tersusun rapih dan saling
berhubungan antara sub bab dan bab berikutnya, maka
penelitian ini disusun kedalam lima bagian yaitu:
BAB 1 PENDAHULUAN
Bab ini berisi tentang Latar Belakang
Masalah, Batasan dan Rumusan Masalah,
Tujuan dan Manfaat Penelitian,
Metodologi Penelitian, Tinjauan Pustaka
dan Sistematika Penulisan.
BAB II LANDASAN TEORITIS
Bab ini berisikan tentang komunikasi
antarbudaya yang menjelaskan Definisi
Pola Komunikasi, Pengertian Komunikasi
Antarbudaya, Model-Model Komunikasi
Antarbudaya, Hambatan dalam
Komunikasi Antarbudaya dan Teori Pola
Komunikasi.
BAB III GAMBARAN UMUM
Bab ini berisi tentang gambaran umum
kelurahan Cilenggang, keadaan masyarakat
dan gambaran umum etnis Tionghoa dan
pribumi yang ada di Kelurahan Cilenggang
Kota Tangerang Selatan, Khususnya di RT
13 RW 05.
14
BAB IV TEMUAN DAN ALANILISIS DATA
Bab ini memaparkan hasil peneliatian,
diantaranya menjelaskan tentang
bagaimana pola komunikasi yang meliputi
pola komunikasi antarpribadi dan
komunikasi kelompok yang terjadi antara
etnis Tionghoa dan pribumi di RT 13 RW
05, Kelurahan Cilenggang, Kota
Tangerang Selatan, serta faktor apa saja
yang menghambat dan mendukung
terjadinya komunikasi antarbudaya.
BAB V PENUTUP DAN KESIMPULAN
Bab ini berisikan kesimpulan dan saran-
saran yang berkaitan dengan penelitian
yang peneliti lakukan di RT 13 RW 05,
Kelurahan Cilenggang, Kota Tangerang
Selatan.
15
BAB II
LANDASAN TEORITIS
A. Pengertian Pola Komunikasi
Pola komunikasi berasal dari dua suku kata, yakni
pola dan komunikasi. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,
pola berarti bentuk atau sistem, cara atau bentuk (struktur)
yang tetap dimana pola tersebut dapat dikatakan contoh atau
cetakan.1 Dalam kajian ini merupakan suatu rangka atau
bentuk yang digunakan untuk membuat sesuatu yang sama
dalam rangka tersebut. Pola juga dapat diartikan sebagai
proses atau sistem berjalannya sesuatu.
Sedangkan komunikasi adalah proses sosial dimana
individu-individu menggunakan simbol-simbol untuk
menciptakan dan menginterpretasikan makna dalam
lingkungan mereka.2
Istilah pola komunikasi disebut juga sebagai model
dan memiliki maksud yang sama, yaitu suatu sistem yang
terdiri atas berbagai komponen yang berhubungan satu sama
lain.
1 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1996), h. 778 2 Richard West dan Lynn H. Turner (Penerjemah : Maria Natalia
Damayanti Maer), Pengantar Teori Komunikasi: Analisis dan Aplikasi,
(Introducing Communication Theory: Analysis and Application), (Jakarta:
Salemba Humanika, 2008), h.5
16
Nurudin dalam buku Sistem Komunikasi Indonesia
menjelaskan bahwa pada dasarnya komunikasi adalah sebuah
pemrosesan ide, gagasan dan lambang tersebut, sehingga
terdapat pola-pola tertentu sebagai wujud perilaku manusia
dalam berkomunikasi.3
Tubbs dan Moss mengatakan bahwa pola komunikasi
atau hubungan itu dapat dicirikan oleh komplementer
ataupun simetri. Dimana dalam hubungan komplementer
terdaoat perilaku yang dominan dari satu partisipan sehingga
membuat partisipan yang lainnya menjadi tunduk.
Sedangkan dalam hubungan simetri dominasi bertemu
dengan kepatuhan.4
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pola
komunikasi adalah sebuah gambaran tentang sebuah proses
komunikasi yang terjadi dalam sebuah komunitas baik yang
terjadi secara individu atau kelompok.
Joseph A. Devito dalam buku Sistem Komunikasi
Indonesia karya Nurudin, mengelompokkan pola komunikasi
menjadi empat macam, yaitu meliputi komunikasi
antarpribadi, komunikasi kelompok kecil, komunikasi
kelompok publik, dan komunikasi massa.5
3 Nurudin, Sistem Komunikasi Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2007), h. 26 4 Tewart L. Tubbs dan Sylvia Moss, Human Communication: Prinsip-
prinsip Dasar, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1996), h. 26 5Nurudin, Sistem Komunikasi Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2007), h. 27-28
17
1. Pola Komunikasi Antarpribadi
Komunikasi antarpribadi (interpersonal
communication) adalah komunikasi antara orang-orang
secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya
menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara
verbal maupun nonverbal.6
Menurut R. Wayne Pace dalam buku Pengantar
Ilmu Komunikasi karya Hafied Cangara, komunikasi
antarpribadi adalah proses komunikasi yang berlangsung
antara dua orang atau lebih secara tatap muka.7
Beberapa hal yang harus diperhatikan oleh
penyuluh agar bisa menjalin komunikasi antarpribadi
dengan masyarakat seperti yang semestinya:8
a. Kemampuan empati
b. Menciptakan situasi homopholi dengan khalayak
c. Menegakkan keserasian (kompatibilitas) program
yang dijalankannya dengan kebudayaan
masyarakat setempat
2. Pola Komunikasi Kelompok
Komunikasi kelompok (Group Communication)
berarti komunikasi yang berlangsung antara seorang
6 Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, (Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2008), h. 81 7 Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2007), h.32 8Roudhonah, Ilmu Komunikasi, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN
Jakarta, 2007, cet. Ke-1), h. 124
18
komunikator dengan sekelompok orang yang jumlahnya
lebih dari dua orang.9
Komunikasi kelompok bisa juga diartikan sebagai
suatu sekumpulan orang yang mempunyai tujuan yang
sama, yang berinteraksi satu sama lain untuk mencapai
tujuan bersama, mengenal satu sama lain, dan
memandang mereka menjadi salah satu bagian dari
kelompok tersebut, komunikasi ini dengan sendirinya
melibatkan komunikasi interpersonal.10
Sekolompok orang yang menjadi komunikan bisa
sedikit, bisa juga banyak. Jika jumlah orang dalam
kelompok itu sedikit, disebut komunikasi kelompok kecil.
Jika komunikannya banyak, dinamakan komunikasi
kelompok besar.11
a. Komunikasi kelompok kecil (Small Group
Communication), yaitu komunikasi yang
ditunjukkan kepada kognisi komunikan. Dalam
komunikasi kelompok kecil pelaku komunikasi
berjumlah sedikit. Dalam komunikasi ini, logika
berfikir memiliki peranan yang sangat penting.
9 Onong Uchjaya Effendy, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi,
(Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2007), h. 75 10
Marhaeni Fajar, Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktik, (Yogyakarta:
Graha Ilmu, 2009), h. 65 11
Nurani Soyomukti, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Yogyakarta: Ar-
Ruzz Media, 2010), h. 177-178
19
Prosesnya terjadi secara dialogis, tidak linear,
tetapi sirkular.
b. Komunikasi kelompok besar (Large Group
Communication) lebih sering ditunjukkan kepada
afeksi (perasaan) komunikan, jadi tidak pada logis
komunikan. Komunikasi kelompok besar bersifat
heterogen, berbeda dengan komunikasi kelompok
kecil yang homogen. Proses komunikasi dalam
komunikasi kelompok besar bersifat linear, satu
arah.
Dapat disimpulkan bahwa, dalam
komunikasi kelompok jumlah komunikan tidak
dapat ditentukan secara eksak, berapa jumlah
orang yang termasuk dalam small group
communication atau berapa orang yang termasuk
dalam large group communication.
B. Pengertian Komunikasi Antarbudaya
Dalam setiap prosesnya komunikasi selalu
melibatkan ekspektasi, persepsi, tindakan dan penafsiran.12
Maksudnya adalah ketika kita berkomunikasi dengan orang
lain maka kita dan orang yang menjadi komunikan kita akan
menafsirkan pesan yang diterima baik berupa pesan verbal
maupun non verbal dengan standar penafsiran budayanya
sendiri. Pada dasarnya komunikasi antarbudaya adalah
12
Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, (Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2003), h. 7
20
komunikasi biasa, perbedaannya adalah orang yang terlibat
dalam komunikasi tersebut berbeda dalam latar belakang
budayanya.
Komunikasi antarbudaya merupakan perpaduan dari
dua suku kata yakni komunikasi dan budaya. Keterkaitan
keduanya terlihat pada cara manusia berkomunikasi baik
dengan individu maupun dengan kelompok yang memiliki
perbedaan budaya sehingga dari proses komunikasi yang
terjadi menunjukan suatu perbedaan yang terjadi.
Ada banyak pengertian yang diberikan oleh beberapa
ahli mengenai komunikasi antar budaya, diantaranya adalah :
1. Guo-Ming Chen dan William J. Satrosa mengatakan
bahwa komunikasi antarbudaya adalah proses negoisasi
atau pertukaran sistem simbolik yang membimbing
perilaku manusia dan membatasi mereka dalam
menjalankan fungsinya sebagai kelompok.13
2. Menurut Deddy Mulyana, komunikasi antarbudaya
(Intercultural Communication) adalah proses pertukaran
fikiran dan makna antara orang-orang yang berbeda
budayanya.14
3. Stewart L. Tubbs – Sylvia Moss mendefinisikan
komunikasi antarbudaya sebagai komunikasi antara
13
Alo Liliweri, Dasar-Dasar Komunikasi Antarbudaya, (), h. 11 14
Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, (), h. xi
21
orang-orang yang berbeda budaya baik dalam arti ras,
etnik atau perbedaan sosio ekonomi.15
4. Joseph A. Devito mengatakan bahwa komunikasi
antarbudaya mengacu pada komunikasi antar orang-
orang yang memiliki pekerjaan, nilai, atau cara
berprilaku yang berbeda.16
5. Dalam pandangan Charley H. Dood, komunikasi
antarbudaya meliputi komunikasi yang melibatkan
peserta komunikasi yang mewakili pribadi, antarpribadi
maupun kelompok dengan menekankan pada perbedaan
latar belakang kebudayaan yang mempengaruhi
komunikasi para peserta atau partisipan komunikasi.17
Berdasarkan beberapa definisi serta pengertian
komunikasi antarbudaya diatas, ada beberapa penekanan
yang bisa diberikan dari komunikasi antarbudaya, yaitu:
a. Komunikasi antarbudaya adalah komunikasi
antarpersonal yang terjadi antara dua orang atau lebih
yang memiliki latar belakang budaya yang berbeda dan
membawa efek tertentu.
b. Komunikasi antarbudaya merupakan studi yang
menekankan pada efek budaya dalam komunikasi.
15
Stewart L. Tubbs-Sylvia Moss, Human Communication Konteks-
Konteks Komunikasi Antarbudaya, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Buku
ke-2, 2001), h. 182 16
Joseph A. Devito, Komunikasi Antarmanusia, ( Tangerang Selatan:
Karisma Publishing Group, 2011), h. 535 17
Rini Darmastuti, Mindfullness dalam Komunikasi Antarbudaya,
(Yogyakarta: Buku Litera Yogyakarta, 2013), h. 64
22
c. Komunikasi antarbudaya merupakan proses
transaksional antara individu-individu dari budaya yang
berbeda.
d. Komunikasi antarbudaya merupakan proses simbolik
yang melibatkan atribusi makna antara individu-individu
dan budaya yang berbeda.
e. Dalam komunikasi antarbudaya, setiap indiividu yang
berasal dari budaya yang berbeda dan yang terlibat
dalam komunikasi, berusaha untuk menegosiasikan
makna yang diperuntukan dalam sebuah interaksi yang
interaktif.18
Gambar 2.1
Komunikasi Antarbudaya
Pesan / Media
18
Rini Darmastuti, Mindfullness dalam Komunikasi Antarbudaya,
(Yogyakarta: Buku Litera Yogyakarta, 2013), h. 64
Kebudayaan
A
A
A
Kebudayaan B
Kebudayaan C
23
Sumber : Alo Liliweri, Gatra-Gatra Komunikasi
Antarbudaya, h. 13
Gambar tersebut menunjukan bahwa komunikasi
antarbudaya adalah kegiatan komunikasi antarbudaya yang
dilangsungkan diantara para anggota kebudayaan yang
berbeda kebudayaan.
Komunikasi merupakan suatu proses budaya.
Artinya, komunikasi yang ditujukan pada orang atau
kelompok lain tak lain adalah sebuah pertukaran kebudayaan.
Dalam proses tersebut terkandung unsur-unsur kebudayaan,
salah satunya adalah bahasa. Sedangkan bahasa adalah alat
komunikasi. Dengan demikian, komunikasi juga disebut
sebagai proses budaya.19
C. Model Komunikasi Antarbudaya
Model komunikasi antarbudaya menurut William B.
Gudynkust dan Young Yun Kim dalam buku Ilmu
Komunikasi karya Deddy Mulyana, merupakan model
komunikasi antara orang-orang yang berasal dari budaya
berlainan atau komunikasi dengan orang asing (stranger)20
Gordon Wiseman dan Larry Barker mengemukakan
bahwa model komunikasi mempunyai tiga fungsi, yaitu:
pertama, melukiskan proses komunikasi; kedua, menunjukan
19
Nuruddin, Sistem Komunikasi Indonesia, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2007), h. 49 20
Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2011), h. 169
24
hubungan visual; dan ketiga, membantu dalam menemukan
dan memperbaiki kemacetan komunikasi.21
Gambar 2.2
Model Komunikasi Antarbudaya
Gambar diatas menunjukan A dan B merupakan dua
orang yang berbeda latar belakang kebudayaan dan memiliki
perbedaan kepribadian serta persepsi terhadap relasi
antarpribadi.22
Ketika A dan B saling berbicara, itulah yang
disebut komunikasi antarbudaya, karena dua pihak saling
21
Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, (Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2008), h. 133 22
Alo Liliweri, Dasar-Dasar Komunikasi Antarbudaya, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar,2011), h. 32
Kebudayaan
Kepribadian
Persepsi
terhadap relasi
antarpribadi
Kebudayaan
Kepribadian
Persepsi
terhadap relasi
antarpribadi
C
B A
Ketidakpastian
Kecemasan
Strategi
Komunikasi yang
Akomodatif
25
“menerima” perbedaan sehingga bermanfaat untuk
menurunkan tingkat ketidakpastian dan kecemasan dalam
relasi antarpribadi.
Menurutnya tingkat ketidakpastian dan kecemasan
dapat menjadi motivasi bagi komunikasi yang bersifat
akomodatif. Komunikasi tersebut dihasilkan karena
terbentuknya sebuah “kebudayaan” baru “C” yang secara
psikologis menyenangkan kedua orang tersebut. Hasil akhir
adalah komunikasi yang bersifat adaktif yakni A dan B saling
menyesuaikan diri dan menghasilkan komunikasi antarpribadi
– antarbudaya yang efektif.23
D. Hambatan dalam Komunikasi Antarbudaya
Dalam setiap proses komunikasi antarbudaya pasti
akan menghadapi hambatan dan masalah. Ada baiknya jika
pelaku komunikasi menghindari atau menanggulangi hal
tersebut. Ada beberapa hambatan komunikasi antarbudaya
yang menunjukan sifat unik sebagaimana yang dikatakan oleh
Barna yang mengatakan bahwa kejutan budaya mengacu pada
reaksi psikologis yang dialami seseorang karena ditengah
suatu budaya yang berbeda dengan budayanya.24
Kejutan
budaya merupakan hal yang wajar. Sebagian besar orang
mengalaminya apabila memasuki budaya yang baru dan
berbeda. Hal ini menimbulkan ketidaksenangan dan frustasi
23
Alo Liliweri, Dasar-Dasar Komunikasi Antarbudaya, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar,2011), h. 33 24
Marhaeni Fajar, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktik, (Yogyakarta :
Graha Ilmu, 2009), H. 306-310
26
bagi sebagian orang. Kejutan ini timbul karena perasaan asing
yang menonjol dan berbeda dari yang lain.
Diakui atau tidak perbedaan latar belakang budaya
bisa membuat kita kaku dalam proses berinteraksi dan
berkomunikasi. Pada prinsip-prinsip komunikasi ada hal yang
dikenal dengan interaksi awal dan perbedaan antarbudaya.
Ketika melakukan awal interaksi dengan orang lain, maka
diperlukan adanya sebuah pola komunikasi sehingga dapayt
menciptakan komunikasi yang efektif. Hal itu dilakukan agar
dapat menimbulkan feedback yang positif, pola komunikasi
dapat berjalan dan terbangun ketika orang-orang yang terlibat
dalam proses komunikasi tersebut dapat mengerti makna pesan
yang disampaikan. Sebab interaksi awal yang tidak baik bisa
juga disebabkan karena ketidaknyamanan sebagai akibat dari
perbedaan yang ada.
Hambatan yang sering terjadi dalam proses
komunikasi antarbudaya adalah sebagai berikut:
1. Etnosentrisme
Menurut Nanda dan Warm dalam buku Komunikasi
Lintas budaya karya Larry A. Samovar, Richard E. Porter dan
Edwin R. McDaniel, etnosentrisme merupakan sebuah
pandangan bahwa budaya seseorang lebih unggul
dibandingkan budaya orang lain. Standar kebudayaan dilihat
dari kacamata kebudayaan sendiri yang akan mengakibatkan
27
pandangan bahwa kebudayaan orang lain tidak lebih unggul
dari kebudayaan milik sendiri.25
Konsep ini mewakili suatu pengertian bahwa setiap
kelompok etnik atau ras mempunyai semangat dan ideologi
untuk menyatakan bahwa kelompoknya lebih superior
daripada kelompok etnis atau ras yang lain. Akibat ideologi ini
maka setiap etnik atau ras akan memiliki sikap etnosentrisme
atau rasis yang tinggi.26
2. Stereotip
Stereotip adalah proses menempatkan orang-orang
dan objek-objek kedalam kategori-kategori yang mapan, atau
penilaian mengenai orang-orang atau objek-objek berdasarkan
kategori-kategori yang dianggap sesuai, ketimbang
berdasarkan karakteristik individual mereka.27
Manurut Deddy Mulyana, stereotip adalah
menggeneralisasikan orang-orang berdasarkan sedikit
informasi dan membentuk asumsi terhadap mereka
berdasarkan keanggotaan mereka dalam suatu kelompok.28
Stereotip merupakan bentuk kompleks dari
pengelompokkan yang secara mental mengatur pengalaman
25
Larry A. Samovar, Richard E. Porter dan Edwin R. McDaniel
(Penerjemah: Indri Margaretha Sidabalok), Komunikasi Lintas Budaya
(Communication Between Cultures), (Jakarta: Salemba Humanika, 2010), h.
214 26
Alo Liliweri, Makna Budaya Dalam Komunikasi Antarbudaya,
(Yogyakarta: PT. Lkis Printing Cemerlang, 2009), H. 14-15 27
Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, (Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2008), h. 237 28
Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, h.218
28
anda dan mengarahkan sikap anda menghadapi orang-orang
tertentu. Menurut psikolog Abbate, Boca dan Bocchiaro,
stereotip merupakan susunan kognitif yang mengandung
pengetahuan, kepercayaan dan harapan si penerima mengenai
kelompok sosial manusia. Alasan mengapa stereotip itu mudah
menyebar adalah karena manusia memiliki kebutuhan
psikologis untuk mengelompokan dan mengklasifikasikan
suatu hal. Dunia dimana kita tinggal ini terlalu luas, terlalu
kompleks dan terlalu dinamis untuk diketahui secara detail.
Masalahnya bukan pada pengelompokan atau pengotakan
tersebut, namun pada overgeneralisasi dan penelitian negatif
(tindakan atau prasangka) terhadap anggota kelompok
tersebut.29
Stereotip dapat berupa positif dan negatif. Stereotip
yang merujuk sekelompok orang sebagai orang malas, kasar,
jahat atau bodoh jelas-jelas stereotip negatif. Tentu saja ada
stereotip yang positif seperti asumsi pelajar dari asia yang
pekerja keras, berkelakuan baik dan pandai. Stereotip
cenderung untuk menyamarkan ciri-ciri sekelompok orang.30
29
Larry A. Samovar, Richard E. Porter dan Edwin R. McDaniel
(Penerjemah: Indri Margaretha Sidabalok), Komunikasi Lintas Budaya
(Communication Between Cultures), (Jakarta: Salemba Humanika, 2010), h.
203 30
Larry A. Samovar, Richard E. Porter dan Edwin R. McDaniel
(Penerjemah: Indri Margaretha Sidabalok), Komunikasi Lintas Budaya
(Communication Between Cultures), (Jakarta: Salemba Humanika, 2010), h.
203
29
Dalam kegiatan komunikasi sehari-hari, stereotip
adalah evaluasi atau penilaian kita terhadap seseorang secara
negatif, memiliki sifat-sifat yang negatif hanya karena
keanggotaan orang lain atau kelompok tertentu.31
3. Prasangka
Dalam pengertian luas prasangka merupakan
perasaan negatif yang dalam terhadap kelompok tertentu.
Macionis memberikan pengertian yang lengkap mengenai
prasangka, yaitu “prasangka merupakan generalisasi kaku dan
menyakitkan mengenai sekelompok orang, prasangka
menyakitkan dalam arti bahwa orang yang memiliki sikap
yang tidak fleksibel yang didasarkan atas sedikit atau tidak ada
bukti sama sekali. Orang-orang dari kelas sosial, jenis
kelamin, orientasi seks, usia, partai politik, rasa tahu etnik
tertentu dapat dijadikan target prasangka”.32
Prasangka adalah sikap tidak adil terhadap seseorang
atau suatu kelompok. Istilah prasangka (prejudice) berasal dari
kata Latin praejudicium, yang berarti preseden, atau penilaian
berdasarkan keputusan dan pengalaman terdahulu.33
31
Alo Liliweri, Makna Budaya dalam Komunikasi Antarbudaya,
(Yogyakarta: PT. Lkis Printing Cemerlang, 2009), h. 92 32
Larry A. Samovar, Richard E. Porter dan Edwin R. McDaniel
(Penerjemah: Indri Margaretha Sidabalok), Komunikasi Lintas Budaya
(Communication Between Cultures), (Jakarta: Salemba Humanika, 2010), h.
207 33
Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, (Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2008), h. 243
30
Seseorang yang memiliki prasangka akan memiliki
kepercayaan yang pada awalnya dibangun dari fakta-fakta
objektif yang berhubungan dengan wahyu dan dengan
kekuatan cendrung memutuskan cara, dimana persepsi baru
akan muncul. Dalam psikologi sosial, secara umum istilah
prasangka digunakan lebih khusus mengarah kepada sikap dan
kepercayaan yang menyediakan pemanfaatan objek-objek
sikap dan kepeercayaan pada sebuah keuntungan atau
kerugian.34
Prasangka merupakan salah satu rintangan atau
hambatan bagi suatu kegiatan komunikasi oleh karena orang
yang mempunyai prasangka belum apa-apa sudah bersikap
curiga dan menantang komunikator yang hendak melancarkan
komunikasi. Dalam prasangka, emosi memaksa kita untuk
menarik kesimpulan atas dasar prasangka tanpa menggunakan
pikiran yang rasional. Prasangka bukan hanya dapt terjadi
terhadap suatu ras saja, melainkan juga terhadap agama,
pendirian politik, pendek kata suatu perangsang yang dalam
pengalaman pernah memberikan kesan yang tidak enak.35
4. Bahasa
Bahasa adalah suatu bentuk dari ikatan sosial dan
identifikasi. Perbedaan kebudayaan menurut relativitas bahasa
34
Nina W. Syam, Psikologi Sosial Sebagai Akar Ilmu Komunikasi,
(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2012), h. 112 35
Onong Uchjana Effendi, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi,
(Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2007), h. 49
31
ditentukan oleh besarnya ukuran perbedaan bahasa.36
Bahasa
dapat dibayangkan sebagai kode, atau sistem simbol, yang kita
gunakan untuk membentuk pesan-pesan verbal. Sehingga
bahasa dapat didefinisikan sebagai sebagai sistem produktif
yang dapat dialihkan dan terdiri atas simbol-simbol yang cepat
lenyap (rapidly fading), bermakna bebas (arbitrary), serta
pancaran secara kultural.37
E. Teori Komunikasi Antarbudaya
Seperti yang telah disampaikan oleh Samovar dan
Porter bahwa komunikasi antarbudaya (intercultural
communication) terjadi apabila sebuah pesan (message) yang
harus dimengerti, dihasilkan oleh anggota dari budaya tertentu
untuk konsumsi anggota dari budaya lain.38
Selain memahami pengertian komunikasi
antarbudaya, ada beberapa asumsi dasar dari komunikasi
antarbudaya:39
1. Komunikasi antarbudaya dimulai dengan anggapan dasar
bahwa ada perbedaan persepsi antara komunikan dan
komunikator.
36
Stephen W. LittleJohn dan Karen A. Foss (Penerjemah:
Mohammad Yusuf Hamdan), Teori Komunikasi (Theories of Human
Communication), (Jakarta: Salemba Humanika, 2011), h. 12 37
Joseph A. Devito, Komunikasi Antarmanusia, (Tangerang Selatan:
Karisma Publishing Group, 2011), h. 130 38
Alo Liliweri, Makna Budaya dalam Komunikasi Antarbudaya,
(Yogyakarta: PT. LkiS Printing Cemerlang, 2009), h. 12 39
Samovar, Porter, McDaniel, Komunikasi Lintas Budaya (Edisi 7),
(Jakarta: Salemba Humanika), h. 132
32
2. Dalam komunikasi antarbudaya terkandung isi dan relasi
antarpribadi.
3. Gaya personal mempengaruhi komunikasi antarbudaya.
4. Komunikasi antarbudaya bertujuan mengurangi tingkat
ketidakpastian.
5. Komunikasi berpusat pada kebudayaan.
6. Efektifitas antarbudaya merupakan tujuan komunikasi
antarbudaya.
Samovar dan Porter mengatakan, untuk mengkaji
komunikasi antarbudaya perlu dipahami hubungan antara
kebudayaan dengan komunikasi. Karena melalui pengaruh
budayalah manusia belajar berkomunikasi, dan memandang
dunia mereka melalui kategori-kategori, konsep-konsep dan
label-label yang dihasilkan kebudayaan. Kemiripan budaya
dalam persepsi memungkinkan pemberian makna yang mirip
pula terhadap suatu objek sosial atau peristiwa. Cara-cara
manusia berkomunikasi, keadaan berkomunikasi bahkan
bahasa dan gaya bahaya yang digunakan, perilaku-perilaku
non verbal merupakan respon terhadap fungsi budaya.40
Pada akhirnya, seluruh proses komunikasi
antarbudaya menggantungkan keberhasilan pada tingkat
ketercapaian tujuan komunikasi, yakni sejauh mana para
partisipan memberikan makna yang sama atas pesan yang
dipertukarkan. Itulah yang dikatakan sebagai komunikasi
40
Alo Liliweri, Gatra-Gatra Komunikasi Antarbudaya, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar,2011), H. 160
33
antarbudaya yang efektif atau sering pula disebut dengan
efektivitas komunikasi antarbudaya.
34
BAB III
GAMBARAN UMUM KELURAHAN CILENGGANG
A. Keadaan Geografis
Kelurahan Cilenggang adalah kelurahan yang berada di
Kecamatan Serpong, Kota Tangerang Selatan, Banten,
Indonesia. Kelurahan Cilenggang saat ini dipimpin oleh H.
Mehdi Solihin, S. Sos dengan jumlah penduduk sebanyak
9.351 jiwa.1
Kelurahan Cilenggang secara administrasi terdiri dari
11 RW dan 31 RT. Dalam menjalankan roda pemerintahan,
Kelurahan Cilenggang memiliki Kantor Kelurahan yang
terletak di Jl. Raya Cilenggang II RT. 007/03 Kode Pos:
15311 dan dikepalai oleh kepala Kelurahan yang definitif
dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) di lingkungan Pemerintahan
Kota Tangerang Selatan.2
Kelurahan Cilenggang terletak di Kota Tangerang
Selatan yang dimana kota Tangerang Selatan merupakan
kota Otonom pemekaran dari Kabupaten Tangerang yang
terbentuk pada akhir tahun 2008 berdasarkan Undang-
undang No. 51 tahun 2008.3 Kelurahan Cilenggang
berbatasan langsung dengan kota terencana Bumi Serpong
1 Kelurahan Cilenggang, Profil Kelurahan Cilenggang Tahun 2017
2 Kelurahan Cilenggang, Profil Kelurahan Cilenggang Tahun 2017
3Website,https://berita.tangerangselatankota.go.id/main/content/index
/sejarah_tangsel/6, diakses pada Rabu 15 Mei 2019, pukul 11:03
35
Damai dengan luas wilayah 167,33 Ha dengan ketinggian 45
m diatas permukaan laut (dpl).4
Wilayah kelurahan Cilenggang memiliki batas
wilayah sebagai berikut:
Sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan Lengkong
Gudang, Kecamatan Serpong
Sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Rawa
Buntu, Kecamatan Serpong
Sebelah selatan berbatasan dengan Kelurahan
Serpong, Kecamatan Serpong
Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Cisauk
Kabupaten Tangerang
Gambar 3.1
Peta Wilayah Kelurahan Cilenggang
Sumber : Profil Kelurahan Cilenggang Tahun 2017
4Kelurahan Cilenggang, Profil Kelurahan Cilenggang Tahun 2017
36
B. Keadaan Demografis
1. Kependudukan
Perkembangan penduduk di Kelurahan Cilenggang
terjadi cukup pesat, hingga saat ini Kelurahan Cilenggang
dihuni oleh 2.917 Kk. Hal ini disebabkan karena
perkembangan daerah yang cukup pesat, yang dimana
Kelurahan Cilenggang berbatasan langsung dengan kota
terencana Bumi Serpong Damai (BSD). Hal tersebut juga
disebabkan karena Cilenggang merupakan wilayah yang
cukup strategis, dengat dengan fasilitas sarana umum yang
memadai. Seperti fasilitas kesehatan, pendidikan,
peribadatan dan lainnya.
Tabel 3.1
Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Jumlah Satuan
Laki-laki 4.660 Jiwa
Perempuan 4.691 Jiwa
TOTAL 9.351 Jiwa
Sumber : Profil Kelurahan Cilenggang Tahun 2017
Tabel 3.2
Jumlah Rata-rata Penduduk
Jenis Jumlah Satuan
Rata-rata per Keluarga 3 KK
Rata-rata Kepadatan/Wilayah 56 Km2
37
Tabel 3.3
Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia
NO Usia Jumlah Satuan
1 00 – 04 Tahun 671 Jiwa
2 05 – 09 Tahun 782 Jiwa
3 10 – 14 Tahun 755 Jiwa
4 15 – 19 Tahun 709 Jiwa
5 20 – 24 Tahun 784 Jiwa
6 25 – 29 Tahun 694 Jiwa
7 30 – 34 Tahun 786 Jiwa
8 35 – 39 Tahun 856 Jiwa
9 40 – 44 Tahun 836 Jiwa
10 45 – 50 Tahun 785 Jiwa
11 50 – 54 Tahun 567 Jiwa
12 55 – 59 Tahun 409 Jiwa
13 60 Tahun Keatas 717 Jiwa
TOTAL 9.351 Jiwa
Sumber : Profil Kelurahan Cilenggang Tahun 2017
Adapun jumlah penduduk yang ada di RT 13 RW 05 ialah
sebanyak 97 kk atau sekitar 291 jiwa.
2. Agama dan Kepercayaan
Mayoritas penduduk kelurahan Cilenggang adalah
beragama Islam. Kerukunan antar umat beragama yang
ada di Kelurahan Cilenggang berjalan dengan sangat baik
sehingga kehidupan bermasyarakat antar pemeluk agama
yang satu dengan yang lainnya dapat saling menghormati.
Sarana peribadatan yang ada di Kelurahan Cilenggang
meliputi Masjid 5 buah, Mushola 5 buah, Majlis Ta’lim
11 buah dan Vihara 1 buah.
38
Tabel 3.4
Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama / Kepercayaan
Agama/Kepercayaan Jumlah Satuan
Islam 7.928 Jiwa
Kristen 472 Jiwa
Katholik 377 Jiwa
Hindu 18 Jiwa
Buddha 551 Jiwa
Konghucu 5 Jiwa
TOTAL 9.351 Jiwa
Sumber: Profil Kelurahan Cilenggang tahun 2017
Agama atau kepercayaan masyarakat RW 05
sendiri didominasi oleh pemeluk agama Buddha,
mengingat bahwa penduduk yang tinggal di RW 05 di
dominasi oleh warga keturunan, dan juga di area RW 05
terdapat salah satu dari tiga Vihara tertua yang ada di
Tangerang.
3. Mata Pencaharian
Mayoritas penduduk di wilayah Kelurahan
Cilenggang memiliki mata pencaharian sebagai pegawai
swasta/karyawan, PNS, TNI, Polisi, pedagang, petani,
guru, dosen, dokter, buruh harian lepas dan lainnya.
Tabel 3.5
Jumlah Penduduk Berdasarkan Pekerjaan
Jenis Pekerjaan Jumlah Satuan
Tidak / Belum Bekerja 1.564 Jiwa
Mengurus rumah tangga 1.983 Jiwa
Pelajar / mahasiswa 2.172 Jiwa
39
Pensiunan 84 Jiwa
Pegawai negeri sipil 174 Jiwa
Tentara nasional indonesia 19 Jiwa
Polisi republik indonesia 28 Jiwa
Pedagang 32 Jiwa
Petani 5 Jiwa
Petermak 1 Jiwa
Nelayan 1 Jiwa
Karyawan
BUMN/BUMD/Swasta/Honorer
2.182 Jiwa
Buruh harian lepas 197 Jiwa
Guru 97 Jiwa
Dosen 4 Jiwa
Dokter 14 Jiwa
Perawat 4 Jiwa
Bidan 19 Jiwa
Lainnya 771 Jiwa
TOTAL 9.351 Jiwa
Sumber : Profil Kelurahan Cilenggang tahun 2017
4. Pendidikan
Masyarakat kelurahan Cilenggang merupakan
masyarakat yang sadar akan pentingnya pendidikan. Di
Kelurahan Cilenggang terdapat beberapa fasilitas
pendidikan formal baik negeri maupun swasta, yaitu 5
sekolah negeri meliputi Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah
Menengah Atas (SMA) serta 5 sekolah swasta meliputi
Sekolah Menengah Atas (SMA), Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK) dan sekolah akademi berbasis
Internasional.
40
Mudahnya untuk mengakses fasilitas pendidikan
membuat masyarakat kelurahan Cilenggang benar-benar
sadar akan pentingnya pendidikan.
Untuk mengetahui tingkat pendidikan masyarakat
di Kelurahan Cilenggang dapat dilihat pada tabel berikut
ini :
Tabel 3.6
Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Tingkat Pendidikan Jumlah Satuan
Belum Tamat SD 2.375 Jiwa
Tamat SD 1.281 Jiwa
SMP 1.229 Jiwa
SMA 3.229 Jiwa
D III 267 Jiwa
S1 876 Jiwa
S2 88 Jiwa
S3 6 Jiwa
TOTAL 9.351 Jiwa
Sumber : Profil Kelurahan Cilenggang tahun 2017
Jika dilihat dari tabel diatas bisa dikatakan bahwa
kesadaran masyarakat di Kelurahan Cilenggang akan
pendidikan terbilang cukup tinggi, setidaknya ada 3.229
orang yang menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah
Atas (SMA), lulusan akademi ada 267 orang, dan 970
orang yang bersekolah S1-S3.
41
C. Hubungan Antara Etnis Tionghoa dengan Pribumi yang
ada di RT 13 RW 05 Kelurahan Cilenggang Kota
Tangerang Selatan
Dewasa ini khususnya di kota-kota besar banyak sekali
lingkungan masyarakat yang kurang membaur satu sama lain,
mereka terkadang lebih suka hidup individualis sehingga
memudarnya nilai-nilai budaya, nilai-nilai solidaritas, dan
nilai-nilai toleransi antar perbedaan seperti perbedaan agama.
Namun hal tersebut tidak terjadi di lingkungan RT 13 RW 05
Kelurahan Cilenggang mereka masih mampu menjaga nilai-
nilai budaya, solidaritas, dan toleransi antar perbedaan sampai
saat ini.
Hubungan interaksi antara etnis Tionghoa dengan
pribumi dapat mengakibatkan perubahan sosial budaya.
Dimana perubahan sosial budaya tersebut adalah sebuah
gejala berubahnya struktur sosial dan pola budaya dalam
suatu masyarakat. Perubahan dalam sosial dan budaya
merupakan gejala umum yang terjadi sepanjang masa dalam
setiap masyarakat. Perubahan ini terjadi sesuai dengan
hakikat dan sifat dasar manusia yang ingin selalu mengadakan
perubahan.
Hubungan etnis Tionghoa dengan warga pribumi
berlangsung akrab dan cair. Ketika acara-acara seni budaya
dan perayaan di Vihara menjadi ajang berkumpul warga lintas
42
suku. Umat Vihara dan warga pribumi berbaur akrab dalam
acara yang sudah berlangsung lama.
Berdasarkan data kependudukan dari kelurahan
Cilenggang tahun 2017, kelurahan Cilenggang telah dihuni
dari beberapa etnis. Tidak diketahui lagi etnis mana yang
pertama kali menginjakan kaki dan tinggal disana. Beberapa
etnis yang tinggal di wilayah kelurahan Cilenggang adalah
etnis pribumi dan Tionghoa. Dengan jumlah pribumi 8.370
jiwa dan etnis Tionghoa sebanyak 981 jiwa yang tersebar
dibeberapa wilayah di Kelurahan Cilenggang.5
Dalam konteks sistem sosial etnis Tionghoa memiliki
karakteristik tersendiri seperti bentuk fisik mereka memiliki
kekhasannya tersendiri mulai dari bentuk wajah, bentuk mata,
warna kulit dan sebagainya. ciri lainnya yaitu adanya identitas
terhadap perbedaan status atau marga yang mana etnis
Tionghoa memiliki marga-marga dan golongan-golongan.
Sebagian besar etnis Tionghoa yang tinggal di RT 13
RW 05 Kelurahan Cilenggang memilih untuk berdagang,
karena mereka merasa dirinya orang yang ulet dan tidak
mengenal kata menyerah. Kegiatan masyarakat di RT 13 RW
05 Kelurahan Cilenggang sangat beragam, seperti tradisi etnis
Tionghoa ketika merayakan Imlek, perayaan ini setiap
tahunnya menjadi ajang pesta rakyat bagi masyarakat disana.
Selain ornamen-ornamen Tionghoa yang dipasang ada juga
5 Kelurahan Cilenggang, Profil Kelurahan Cilenggang Tahun 2017.
43
pertunjukan barongsai yang menjadi daya tarik utama pada
acara ini, karena antusias untuk menyaksikan acara tersebut
bukan hanya dari etnis Tionghoa saja melainkan banyak dari
pribumi menyaksikannya juga. Selain itu banyak etnis
Tionghoa yang membagikan angpao bukan hanya untuk anak-
anak yang beretnis Tionghoa saja namun mereka juga
membagikannya pada anak-anak pribumi sebagai bentuk
saling berbagi.6
Pribumi juga memiliki kegiatan rutin yang diadakan
setiap tahunnya seperti perayaan maulid nabi, dimana
perayaan tersebut biasanya diisi dengan acara tausiyah dan
biasanya warga etnis Tionghoa pun ikut membantu demi
berlangsungnya acara tersebut, bahkan kadang mereka
membantu menyiapkan konsumsi.7
Akulturasi budaya yang sangat kental di RT 13 RW
05 Kelurahan Cilenggang hal ini terlihat dari berbagai macam
kesenian hasil akulturasi budaya dan produk lokal seperti
makanan, kesenian atau lainnya yang menjadi daya tarik.
Salah satu kesenian yang tercipta akibat akulturasi dari kedua
kelompok adalah Gambang kromong dan tari Cokek.
Sedangkan makanan hasil akulturasi dari kedua kelompok
tersebut adalah Bakpao.8
6 Hasil wawancara Aldhyoka Rukminto
7 Wawancara dengan widi wirdawan
8 Wawancara dengan Suratoyo
44
Masyarakat dilingkungan ini pada akhirnya mampu
membentuk dua kultur menjadi satu warna yang positif bagi
kehidupan bersama. Terlihat kerukunan, keharmonisan, dan
kebersamaan hidup telah tercipta di lingkungan RT 13 RW 05
Kelurahan Cilenggang. mereka mampu hidup berdampingan
dengan baik ditengah-tengah kultur atau budaya yang
berdeda. Lingkungan semacam ini telah sulit ditemukan di
kota-kota besar. Sebab tidak semua masyarakat yang hidup di
suatu wilayah yang berbeda budaya mampu menjalankan
nilai-nilai kebersamaan dan toleransi yang telah mampu
diciptakan oleh masyarakat yang ada di RT 13 RW 05
Kelurahan Cilenggang.
45
BAB IV
KOMUNIKASI ANTARBUDAYA ETNIS TIONGHOA DAN
PRIBUMI
A. Pola Komunikasi Antarpribadi
Joseph A. Devito mengatakan bahwa komunikasi
mantarbudaya mengacu pada komunikasi antar orang-orang
yang memiliki pekerjaan, nilai, atau cara berprilaku yang
berbeda.1
Secara umum, Joseph A. Devito mengelompokan
pola komunikasi menjadi empat macam, yaitu komunikasi
antarpribadi, komunikasi kelompok, komunikasi publik, dan
komunikasi massa.2
Dalam hubungan komunikasi antarbudaya yang
terjadi diatara etnis Tionghoa dengan pribumi di RT 13 RW
05 Kelurahan Cilenggang, mereka lebih sering melakukan
komunikasi antarpribadi dan pola komunikasi kelompok
dalam interaksi sehari-hari diantara mereka.
Pola komunikasi antarpribadi terjadi pada orang-
orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap
pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung baik
secara verbal maupun non verbal.
1 Joseph A. Devito, Komunikasi Antarmanusia, ( Tangerang Selatan:
Karisma Publishing Group, 2011), h. 535 2Nurudin, Sistem Komunikasi Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2007), h. 27-28
46
Menurut R. Wayne Pace, komunikasi antarpribadi
adalah proses komunikasi yang berlangsung antara dua orang
atau lebih secara tatap muka.3
Ada tiga karakteristik dasar dalam wilayah
komunikasi antarpribadi, yaitu: (1). Keduanya memiliki
hubungan yang lebih dekat yang tidak mengalami kendala
jarak; (2) keduanya aktif dalam mengirim dan menerima
pesan, yang langsung dapat melakukan koreksi jika terjadi
kesalahpahaman dan (3) pesan tidak hanya bersifat verbal,
tetapi melalui stimuli non verbal yang melengkapi dan
mempermudah pesan yang disampaikan, seperti ekspresi
muka, lirikan mata, gerakan tangan, baju, wewangian,
perhatian dan postur tubuh.4
Seperti yang dikatakan oleh Widi Wirdawan
bahwa mereka melakukan komunikasi antarpribadi secara
efektif. Mereka melakukannya lebih sering secara tatap muka
diberbagai kesempatan, apalagi jika mereka bertemu disuatu
acara yang mempertemukan kedua belah pihak dari etnis
Tionghoa dan pribumi.5
Anton Wijaya sebagai warga etnis Tionghoa pun
merasakan komunikasi antarpribadi di lingkungannya terjalin
sangat harmonis dan efektif. Ia merasa bahwa tidak ada
3 Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2007), h.32 4Andik Purwasito, Komunikasi Multikultural, h.234
5Hasil Wawancara dengan Widi Wirdawan
47
kendala dalam berkomunikasi dengan warga pribumi. Seperti
yang ia ungkapkan kepada penulis:
“Kami disini juga banyak kegiatan yang dilakukan
bersama dengan pribumi, seperti kemarin ada kegiatan di
masjid yang merupakan kegiatan maulid nabi, kami dari
etnis Tionghoa membantu menyemarakkan acara dengan
menurunkan atraksi barong untuk hiburan. Ketika acara
tersebut berlangsung, semua warga pribumi dan etnis
Tionghoa berbaur jadi satu”. 6
Keberhasilan komunikasi menjadi tanggung jawab
para peserta komunikasi. Kedekatan hubungan pihak-pihak
yang berkomunikasi akan tercermin pada jenis-jenis pesan
atau respon non verbal mereka, seperti sentuhan, tatapan
mata yang ekspresif, dan jarak fisik yang sangat dekat.7
Gambar 4.1
Komunikasi Antarpribadi Secara Tatap Muka
Sumber: Dokumentasi pribadi
6Hasil Wawancara dengan Anton Wijaya
7 Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, (Bandung: PT.
Remaja rosdakarta, 2008), h. 81
48
Dalam gambar terlihat dua orang wanita yang sedang
melakukan proses komunikasi antarpribadi dimana proses
komunikasi antarpribadi tersebut melibatkan pihak etnis
Tionghoa dan seorang warga pribumi, mereka saling bertukar
pesan dan informasi. hal ini terlihat dari wanita Tionghoa
sedang bercakap-cakap dengan wanita pribumi yang sedang
mendengarkan informasi yang disampaikannya dan ia
memperhatikan dan mendengarkan dengan baik serta
menatap kearah lawan bicaranya. Dilihat dari jaraknya,
komunikasi antarpribadi inipun bisa dikatakan berhasil
dimana jarak keduanya yang sangat cukup dekat.
Dalam kegiatan tersebut sangat bisa dipastikan bahwa
komunikasi antarpribadi yang terjadi antar etnis Tionghoa
dengan pribumi kerap terjadi, mereka melakukan
perbincangan secara tatap muka, mereka juga banyak yang
menggunakan pesan verbal maupun non verbal.
Menurut Marem, komunikasi yang terjadi di
wilayahnya berlangsung dengan sangat baik, seperti yang ia
sampaikan kepada penulis
“alhamdulillah lancar-lancar aja mba, saling
menghormati, toleransi, baik sih mba. Kalau lebaran muslim
mereka juga ada yang berkunjung, kalau lebaran mereka,
kita juga suka ada yang berkunjung.”8
8 Hasil Wawancara dengan Marem
49
Dari pengamatan dan wawancara yang penulis
lakukan di wilayah Kelurahan Cilenggang, tepatnya di
RT 13 RW 05, secara umum dapat digambarkan bahwa
hubungan antarpribadi etnis Tionghoa dengan
masyarakat pribumi terjalin dengan sangat baik, hal
tersebut dapat dilihat dari beberapa konteks, diantaranya
adalah:
1. Konteks Ekonomi
Kegiatan ekonomi merupakan salah satu
sarana terjadinya hubungan komunikasi kedua etnis
yakni etnis Tionghoa dengan warga pribumi, hal
tersebut tidaklah aneh jika dilihat dari sejarahnya
dimana salah satu faktor utama datangnya etnis
Tionghoa ke indonesia ialah faktor ekonomi.
Menurut Widi Wirdawan para etnis Tionghoa
yang tinggal di wilayahnya lebih banyak berprofesi
sebagai pedagang, hal ini berlangsung sudah dari
zaman dahulu, bahwa salah satu pasar pertama yang
ada di Tangerang Selatan yang dikenal sebagai Pasar
Lama itu didominasi pedagangnya dari masyarakat
etnis Tionghoa. Menurut penuturannya histori dari
wilayah sekitar tempat tinggalnya etnis Tionghoa
mulai bergadang dikarenakan ada satu Vihara dimana
Vihara itu dimanfaatkan oleh mereka untuk membuka
usaha dagang dan mereka juga bertujuan untuk
50
mencari tempat yang ramai dan aman untuk
berlindung.9
Kelurahan Cilenggang merupakan daerah yang
cukup strategis dalam bidang perniagaan, karena
letaknya yang berbatasan langsung dengan kota
terencana Bumi Serpong Damai (BSD). Dimana BSD
merupakan salah satu pusat bisnis yang ada di Kota
Tangerang Selatan. Sehingga menjadikan kelurahan
Cilenggang sangat baik untuk menjadi tempat
perniagaan, UKM, perbengkelan, restoran, warung
makan dan lainnya. Dari hasil data yang peneliti
dapatkan, banyak dari warga mereka yang menjadi
pedagang dan karyawan. Banyak ruko-ruko yang
berdiri disana, dimana mayoritas penjualannya yang
berjualan di ruko-ruko tesebut adalah etnis Tionghoa
dan pembelinya didominasi oleh orang pribumi.
Secara garis besar etnis Tionghoa yang ada di
kelurahan Cilenggang kota tangerang selatan memang
lebih dominan sebaga pedagang, hal tersebut sesuai
dengan pernyataan Tan Kian An (Anton Wijaya)
kepada penulis yang mengatakan “kalau disini
kebanyakan wiraswasta, ada yang dagang, ada yang
ekspedisi”.10
9Hasil Wawancara dengan Widi Wirdawan
10Hasil Wawancara dengan Anton Wijaya
51
Hal serupa juga disampaikan oleh Suratoyo
bahwa pekerjaan rata-rata masyarakat etnis Tionghoa
adalah wiraswasta sedangkan untuk masyarakat
pribumi ada yang menjadi pegawai, guru, dan tak
jarang menjadi buruh.11
Terkait dengan konteks ekonomi, bukan pada
kegiatan jual beli saja tetapi terjadi pula hubungan
kerja sama dalam bidang usaha dagang dimana
masyarakat pribumi menjadi karyawan, dan menjadi
pembeli sedangkan etnis Tionghoa menjadi pemilik.
Desi, mengatakan bahwa ia merasa nyaman
ketika berbelanja di salah satu tempat yang dimana
pemiliknya adalah orang Tionghoa.
Selain itu Widi Wirdawan berpendapat jika
hubungan etnis Tionghoa dengan pribumi yang ada di
kelurahan Cilenggang bukan hanya sebatas hubungan
jual beli saja namun terjalin juga hubungan kemitraan
yang sangat erat antara etnis Tionghoa dengan
pribumi.12
Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa
kegiatan ekonomi merupakan sarana dalam
menunjang proses terjadinya hubungan komunikasi
etnis Tionghoa dengan pribumi di kelurahan
11
Hasil Wawancara dengan Suratoyo 12
Hasil Wawancara dengan Widi Wirdawan
52
Cilenggang sekaligus sebagai wujud dan bentuk salah
satu pola komunikasi antarpribadi.
2. Konteks Sosial
Salah satu ciri khas masyarakat Indonesia
adalah gotong royong. Gotong royong bisa ditemukan
dalam berbagai kegiatan. Dalam komunikasi
antarpribadi pada konteks sosial yang terjadi di RT 13
RW 05 Kelurahan Cilenggang ini dapat dilihat dari
kegiatan kerja bakti yang biasa dilakukan di
lingkungan tersebut. Saat kegiatan kerja bakti
berlangsung, disitu lah masyarakat dari kedua etnis
tersebut bisa berkomunikasi.
Komunikasi antarpribadi bukan hanya terjadi
pada saat kerja bakti saja, tetapi terjadi pula saat ada
masyarakat yang tertimpa musibah seperti kematian
atau lainnya. Warga sukarela dengan kesadaran dari
diri sendiri turun tangan untuk membantu jika ada
tetangganya yang sedang kesusahan.
B. Pola Komunikasi Kelompok
Komunikasi antarpribadi merupakan salah satu
pendukung komunikasi kelompok yang terjadi di
masyarakat. Tanpa adanya komunikasi antarpribadi tentu
komunikasi antarkelompok tidak akan terjadi. Hal ini sesuai
dengan asumsi dasar tentang komunikasi antarbudaya yang
disampaikan oleh Samovar dan Porter bahwa dalam
53
komunikasi antarbudaya terkandung isi dan relasi
antarpribadi dan gaya personal komunikasi antarbudaya.13
Tabel 4.1
Karakteristik Interaksi Komunikasi Antar Kelompok
Sumber: Alo Liliweri, Dasar-dasar Komunikasi
Antarbudaya, h. 55
Dalam hal komunikasi antar kelompok, Aldhyoka
Rukminto mengatakan bahwa komunikasi antar kelompok
yang terjadi berlangsung secara efektif. Walaupun tidak
dipungkiri terkadang kelompok dari etnis Tionghoa
membatasi diri dalam pergaulan kepada kelompok pribumi,
namun hal tersebut tidak menjadikan dinding pembatas
diantara mereka. Mereka berusaha untuk mengontrol diri
mereka masing-masing agar tidak terjadi konflik diantara
kedua belah pihak.14
Selain itu komunikasi kelompok yang terjadi diantara
etnis Tionghoa dan pribumi juga terjadi ketika mengadakan
13
Alo Liliweri, Gatra-Gatra Komunikasi Antarbudaya, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2011), h. 160 14
Hasil Wawancara dengan Aldhyoka Rukminto
Jumlah Orang Sedikit
Kedekatan Fisik Para Peserta Dekat
Sifat Umpan Balik Segera
Peran Komunikas Informal
Adaptasi Pesan Spesifik
Tujuan dan Maksud Tidak Berstruktur
54
rapat RW yang merupakan salah satu kegiatan bersama
antara etnis Tionghoa dengan pribumi yang didalamnya
terjadi komunikasi antar kelompok, berdasarkan wawancara
bersama Suratoyo, didalam kegiatan rapat RW ini sangat
memenuhi karakteristik dari pola komunikasi antar kelompok
dimana jumlah peserta dari kedua belah pihak jumlahnya
lebih dari 10 orang dan umpan balik bersifat cepat dan
informal, terlihat dari penggunaan bahasa yang tidak terlalu
baku, adaptasi pesan yang disampaikan pada peserta
komunikasipun lebih spesifik dengan mengerucut pada
permasalahan yang sedang dibahas. Suratoyo mengatakan
bahwa kegiatan rapat RW ini sering diadakan di wilayah
Vihara yang memiliki aula yang cukup untuk menampung
peserta rapat.15
Widi Wirdawan mengatakan selain keterlibatannya di
pengurusan RT ataupun RW etnis Tionghoa juga dilibatkan
dalam kepengurusan karangtaruna, dimana mereka sengaja
untuk berbaur dengan warga pribumi khususnya untuk para
remaja baik itu yang berasal dari etnis Tionghoa maupun
warga pribumi.16
Komunikasi kelompok ini juga merupakan salah satu
komunikasi yang digunakan oleh etnis Tionghoa dengan
pribumi yang digunakan sebagai sarana untuk mempererat
hubungan diantara mereka serta diharapkan dapat
15
Hasil Wawancara dengan Suratoyo 16
Hasil Wawancara dengan Widi Wirdawan
55
menyelesaikan konflik jika terjadi diantara mereka. Didalam
komunikasi sosial, fungsi komunikasi kelompok adalah
mempersatukan perbedaan pendapat orang per oranng
sehingga dalam hal ini dapat ditentukan kesamaan dalam
berfikir.
Selain itu dalam acara lain yang diadakan di RT 13
RW 05, kelurahan Cilenggang selalu merayakan kegiatan 17
Agustus untuk memperingati hari kemerdekaan Indonesia,
warga pribumi bersama etnis Tionghoa sama-sama
berpartisipasi. Seperti yang disampaikan oleh Aldhyoka
Rukminto bahwa seluruh warga mempersiapkan kegiatan
dengan baik melalui komunikasi antar kelompok yang baik
juga sehingga acara berlangsung dengan sukses.17
Komunikasi kelompok merupakan salah satu
komunikasi yang digunakan oleh etnis Tionghoa dan pribumi
yang digunakan sebagai sarana mempererat hubungan
keduanya, selain itu komunikasi kelompok juga dapat
mempersatukan perbedaan pendapat. Dalam komunikasi
kelompok yang ada di RT 13 RW 05 ini bisa dilihat dalam
beberapa konteks, diantaranya adalah:
1. Konteks Pendidikan
Dalam konteks pendidikan sebagai bentuk serta
sarana pendukung komunikasi kedua etnis Tionghoa
dengan pribumi dapat dilihat dari tidak adanya pembatas
17
Hasil Wawancara dengan Aldhyoka Rukminto
56
pergaulan yang disebabkan perbedaan etnis dalam
mengikuti kegiatan pendidikan formal maupun non
formal.
Salah satu contoh pendidikan formal yang ada di
wilayah kelurahan Cilenggang adalah SDN 1 Cilenggang,
SDN 2 Cilenggang, SDN 3 Cilenggang, SDN 4
Cilenggang, SMAN 12 Tangsel, SMK Bhipuri, SMKTI
PGRI II, SMA PGRI 22, SMA Pariwisata dan Sinarmas
World Academy.
Yang menjadi sekolah yang paling memungkinkan
untuk terjadinya proses komunikasi antara etnis Tionghoa
dengan pribumi dikarenakan dari hasil pengamatan yang
penulis lakukan siswa dan siswinya mencakup dari dua
kelompok yaitu etnis Tionghoa dengan pribumi adalah
SDN 1 Cilenggang dan SDN 2 Cilenggang. Peneliti
melihat dari dua sekolah tersebut tidak adanya perbedaan
perlakuan dan pembatasan terhadap etnis tertentu untuk
masuk dan mengikuti pembelajaran yang diberikan oleh
pihak sekolah sesuai dengan kurikulum yang berlaku.
Dengan demikian sekolah juga melalui kegiatan
pendidikan dapat membentuk pola komunikasi serta
menjadi sarana yang menunjang proses terjadinya
komunikasi antarpribadi serta komunikasi antarkelompok
khususnya di kalangan anak-anak.
57
Menyadari bahwa diwilayah keluraha Cilenggang
memiliki banyak suku, etnis, budaya serta agama. Maka
pendidikan mutlak diperlukan, yaitu dengan cara menjaga
kebudayaan disuatu masyarakat dan memindahkannya
kepada generasi berikutnya, menumbuhkan tata nilai,
memupuk persahabat antar siswa yang beraneka ragam
suku, etnis juga agama, mengembangkan sikap saling
memahami, serta mengajarkan keterbukaan dan dialog.
Bentuk pendidikan seperti inilah yang ditawarkan oleh
lembaga pendidikan tersebut dalam rangka mengantisipasi
konflik etnis, keagamaan dan menuju perdamaian yang
dikenal dengan sebutan pluralisme dalam pendidikan.
Jika tujuan akhir pendidikan adalah perubahan
perilaku dan sikap serta kualitas seseorang, maka
pengajaran harus berlangsung sedemikian rupa sehingga
tidak sekedar memberi informasi atau pengetahuan
melainkan harus menyentuh hati, sehingga akan
mendorongnya mengambil keputusan untuk berubah.
Dengan demikian untuk membentuk generasi
muda yang memiliki sikap pluralis juga diorientasikan
untuk menanam empati, simpati dan solidaritas terhadap
sesama
2. Konteks Agama
Dilingkungan RT 13 RW 05 Kelurahan
Cilenggang terdapat berbagai macam penganut agama dan
58
kepercayaan, dimana agama yang mendominasi untuk
etnis Tionghoa yang ada disini adalah agama Buddha dan
agama Islam bagi kebanyakan masyarakat pribumi.
Masyarakat yang majemuk ditandai dengan adanya
keterbukaan dalam kehidupan beragama yang dimana
tingkat toleransi antar umat beragama dapat dimaknai
sebagai suatu sikap untuk dapat hidup bersama dengan
penganut aga lainnya, dengan memiliki kebebasan untuk
menjalankan prinsip-prinsip keagamaan (ibadah) masing-
masing tanpa adanya tekanan juga paksaan dari satu pihak
ke pihak lainnya.
Sikap toleransi itu direfleksikan dengan cara saling
menghormati, saling memuliakan, dan saling tolong
menolomh. Mengenai keyakinan dan agama yang
berbeda-beda, al-quran menjelaskan pada surat al-kafirun
ayat 6:
ينِ ْم َوِِلَ ِد ُك يُن ْم ِد ُك َل
Artinya: “ untuk mu agama mu dan untuk ku lah agama
ku” (Q.S, Al-Kafirun: 6).18
Bahwa prinsipnya menganut agama adalah
tunggal, tidak mungkin manusia menganut beberapa
agama dalam waktu yang sama atau mengamalkan ajaran
dari beberapa agama. Oleh sebab itu, al-quran
menegaskan bahwa umat islam tetap berpegang teguh
18 Al-Qur’anul Karim Surat Al-Kafirun Ayat 6
59
pada ke Esaan Allah juga menjelaskan tentang prinsip
dimana setiap pemeluk agama memiliki cara dan ajaran
masing-masing sehingga tidak perlu meghujat satu dan
lainnya.
Dalam konteks ini, sikap toleransi sangat
diperlukan guna menghindari sikap egoisme yang berupa
egoisme individu maupun kelompok. Untuk melakukan
sikap toleransi ini maka diperlukanlah komunikasi
antarumat beragama, dimana masing-masing dari setiap
kelompok agama memberikan keluasan untuk mereka
yang berbeda agama menjalankan ibdahnya, selain itu
melakukan kegiatan yang bersifat saling membantu.
Seperti yang disampaikan oleh Widi Wirdawan,
dari segi agama rata-rata Tionghoa yang ada disana
beragama Buddha, namun ada juga yang beragama
Kristen dan juga ada beberapa yang menganut agama
Islam, seperti yang disampaikan oleh Widi Wirdawan
“hampir rata-rata Buddha, ada juga mereka
yang Kristen ada juga yang mungkin karena dapat istri
atau suami Muslim mereka mengikuti pasangannya.
Kalau orang-orang yang ada disekitar sini gitu, jadi ga
mutlak mereka keyakinan itu dipegang teguh”.19
19
Hasil Wawancara dengan Widi Wirdawan
60
Gambar 4.2
Kegiatan Peribadatan / Sembahyang
Sumber: Dokumen Pribadi
Terlihat dari gambar seorang wanita yang beretnis
Tionghoa sedang melaksanakan ibadahnya dengan tenang
tanpa adanya gangguan dari manapun. Hal ini
menunjukan bahwa toleransi beragama memang sangat
terjadi diwilayah ini. Dia mendapatkan hak untuk
memeluk agama sesuai kepercayaannya tanpa paksaan
dan intimidasi serta dapat dengan tenang menjalankan
ritual keagamaan yang dianutnya.
Warga di kelurahan Cilenggang memiliki tingkat
toleransi yang tinggi hal ini dapat terjalin karena mereka
saling berkomunikasi dengan baik, seperti bila ada
kegiatan yang bersifat keagamaan seperti perayaan tahun
baru Hijriyah, Maulid Nabi yang biasa dirayakan warga
pribumi yang beragama Islam, kemudian etnis Tionghoa
diberikan informasi oleh warga pribumi bahwa akan
61
diadakan acara tersebut, sehingga etnis Tionghoa
setidaknya bisa membantu sesuai dengan kemampuan
untuk mempersiapkan acara tersebut, walaupun mereka
tidak mengikuti acaranya secara keseluruhan karena faktor
perbedaan agama diantara mereka.
Gambar 4.3
Kegiatan Maulid Nabi yang Dimeriahkan dengan
Pertunjukan Barongsai Sebagai Hiburannya
Sumber: dokumentasi Vihara
Kegiatan yang selalu diadakan setiap tahun ini,
bukan hanya menarik partisipasi warga pribumi untuk
mengikutinya melainkan bagi etnis Tionghoa. Mereka
sangat senang dengan adanya kegiatan tersebut karena
menurut mereka bukan hanya kegiatan keagamaan saja
melainkan kegiatan ini adalah salah satu wadah untuk
mereka saling bertatap muka dan membantu demi
keberlangsungannya acara.
62
Anton Wijaya mengatakan Maulid merupakan
acara yang selalu diadakan setiap tahunnya dan selalu
melibatkan partisipasi kedua etnis, yaitu etnis Tionghoa
dan pribumi. Salah satu contohnya kemarin ada acara
Maulid Nabi atau Maulud dimana setiap RT harus
menampilkan pertunjukan sebagai bentuk partisipasi jadi
dari RT kami menurunkan kesenian Barongsai untuk
dipertunjukan, menurut penuturan Tan Kian An (Anton
Wijaya).
Bukan hanya toleransi dari etnis Tionghoa saja
yang ditunjukan kepada warga pribumi, melainkan warga
pribumi pun menunjukan toleransi kepada etnis Tionghoa
seperti perayaan saat perayaan ulang tahun Vihara,
banyak warga pribumi yang membantu dari segi
keamanan dan parkir untuk terlaksananya kegiatan Imlek
dengan lancar. Hal ini sesuai dengan penuturan Adhyoka
Rukminto: “ misalnya Vihara ulang tahun, dari warga
pribumi atau Tionghoa pun sama-sama membantu,
contohnya kaya gitu, sama-sama turun tangan. Contoh
lainnya, tamu kan banyak, nah.. yang atur parkir itu
pribuminya, butuh banyak yang bantu lah. Jadi, ya kita
memang saling membantu begitupun sebaliknya.”20
Toleransi dalam agama yang lainpun dituturkan
oleh Aldhyoka Rukminto ia mengatakan bahwa dirinya
20
Hasil Wawancara dengan Adhyoka Rukminto
63
sangat menghormati toleransi saat puasa, kita pasti sangat
menghormati, begitupun sebaliknya. Ya waktunya mereka
mengadakan acara kita juga menghormati.
Widi wirdawan mengatakan dalam sikap toleransi
dalam beragama menghadapi bulan ramadhan etnis
Tionghoa menghormati warga muslim yang sedang
beribadah. Pernah ada satu kejadian dimana waktu itu
pada bulan Ramadhan bersamaan juga dengan adanya
perayaan Sejit yang dilakukan oleh etnis Tionghoa,
dimana Sejit itu adalah nama lain untuk memperingati
ulang tahun Vihara. Mereka semua menghargai dengan
cara Tionghoa yang merayakan Sejit di Vihara merayakan
upacara dan hiburannya setelah warga pribumi
melaksanakan Tarawih dan juga etnis Tionghoa
membatasi jam untuk acara tersebut agar tidak
mengganggu warga pribumi yang esoknya harus bangun
lebih awal untuk sahur.
Perlu digaris bawahi konsep pluralisme adalah
sikap saling mengerti, memahami dan menghormati
adanya perbedaan. Dalam bergaul dengan pemeluk agama
lain, seseorang harus memiliki komitmen yang kokoh
terhadap masing-masing. Sikap pluralisme harus
ditanamkan pada seluruh lapisan masyarakat. Dari hasil
wawancara dan penelitian, dapat dikatakan bahwa
hubungan yang terjain antara etnis Tionghoa dengan
64
pribumi di RT 13 RW 05 kelurahan Cilenggang Kota
Tangerang Selatan dalam konteks beragama dapat
dikatakan berjalan dengan sangat baik hal ini terbukti
karena memiliki sikap toleransi yang sangat tinggi satu
dengan yang lainnya. Mereka saling membantu setiap ada
kegiatan yang bersifat keagamaan yang dilakukan oleh
kelompok yang berbeda dari mereka.
3. Konteks Sosial
Komunikasi sosial antar warga yang multikultur
dapat dilihat dan diamati bagaimana tindakan komunikatif
yang berlangsung dalam situasi komunikatif yang
bagaimana, dan dalam peristiwa komunikatif apa : seperti
simbol-simbol verbal yang digunakan atau simbol
nonverbal guna melakukan komunikasi.21
Karena banyak
perbedaan yang berasal dari perbedaan latar belakang
kebudayaan, maka demi menciptakan interaksi yang
harmonis antar warga para pengurus dari beberapa lapisan
banyak melakukan kegiatan sosial yang diadakan salah
satunya bakti sosial dan posyandu yang diadakan secara
rutin.
Seperti yang disampaikan oleh Widi Wirdawan
selaku ketua RT, ia mengatakan bahwa dilingkungannya
selalu mengadakan kegiatan posyandu rutin yang
dilakukan oleh ibu-ibu baik itu dari etnis Tionghoa
21
Andik Purwasito, Komunikasi Multikultural, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2015), h. 237-238
65
maupun warga pribumi, bahkan kadang mereka yang
beretnis Tionghoa menggunakan atribut-atribut yang biasa
digunakan oleh warga pribumi guna memperlihatkan
pembauran dan tidak adanya jarak diantara mereka
“kan sebetulnya kaya RT kaya RW, juga kan masih
keturunan Tionghoa. Kita selalu libatkan lahmisalnya
kaya di posyandu juga kemarin ibu-ibu posyandu mereka
juga yang keturunanya gitu ya Cuma pasti kaget, kalau
ngeliat pasti ga percaya gitu kalau mereka masih
keturunan karena mereka pake kerudung biasa, ya
karenan mereka udah ga canggung lagi.”22
Selain kegiatan posyandu, ada juga kegiatan rutin
yang diadakan oleh warga disana yaitu kegiatan bakti
sosial dimana baktisosial ini biasanya rutin diadakan oleh
pihak vihara yang melibatkan warga sekitar, seperti yanng
diungkapkan oleh Angkie bahwa di Vihara diadakan
kegiatan sumbangan dimana sumbangan-sumbangan
tersebut nantinya disalurkan ke daerah-daerah misalnya
mereka membelikan beras yang digunakan untuk kegiatan
bakti sosial, jika beras tersebut tidak habis menurut
penuturannya akan disalurkan ketempat-tempat yang lain,
tapi mereka memprioritaskan untuk membagikan
sumbangan-sumbangan itu ketempat terdekat
dilingkungannya jika wilayah itu sudah terpenuhi barulah
dikirim ke tempat yang lebih jauh intinya mereka
mengutamakan tempat yang lebih dekat dahulu karena
22
Hasil Wawancara dengan Widi Wirdawan
66
bagaimanapun sehari-harinya mereka bertemu dan
bersosialisasi antar sesama.
Gambar 4.4
Kegiatan Bakti Sosial Oleh Pihak Vihara dan Warga
Pribumi
Dokumentasi Rukun Tetangga
Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa ketika
etnis Tionghoa sedang mengadakan bakti sosial warga
pribumi pun ikut dalam acara tersebut. Mulai dari
pencarian orang yang tepat untuk diberikan bantuan,
hingga membantu mengamankan keberlangsungan acara.
Maka dapat dikatakan bahwa hubungan komunikasi
antarbudaya yang terjadi antar etnis Tionghoa dengan
warga pribumi dapat berjalan dengan baik, karena mereka
memberikan ruang satu dan yang lainnya untuk
melaksanakan kegiatan-kegiatan sosial dimana mereka
bisa saling membantu satu dengan yang lainnya.
67
Dari hasil wawancara dan penelitian, dapat
dikatakan bahwa hubungan sosial yang terjalin antar etnis
Tionghoa dengan pribumi di RT 13 RW 05 kelurahan
Cilenggang kota Tangerang Selatan sudah berjalan
dengan baik terbukti dengan adanya sikap toleransi yang
sangat tinggi satu dengan yang lainnya. Mereka saling
membantu setiap kegiatan yang bersifat sosial yang
dilakukan oleh kelompok yang berbeda dari mereka.
4. Konteks Budaya
Menurut Stewart L. Tubbs, budaya merupakan
salah satu cara hidup yang berkembang dan memiliki
bersama oleh sekelompok orang dan diwariskan dari
generasi ke generasi.23
Budaya dapat terbentuk dari
banyak unsur termasuk sistem agama, politik, adat
istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan dan seni.
Seseorang yang berusaha melakukan komunikasi dengan
orang-orang yang berbeda budaya akan berusaha
menyesuaikan perbedaan-perbedaan yang ada diantara
mereka. Dalam pola kehidupan, budaya bersifat
kompleks, abstrak dan luas. Banyak aspek budaya yang
turut menentukan prilaku komunikatif.
Adat istiadat yang masih diperlihatkan oleh etnis
Tionghoa pada saat ini adalah kebiasaan yang dilakukan
23
Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss, Human Communication:
Konteks-Konteks Komunikasi (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1996), H. 236-
238
68
mereka yang masih hidup untuk berusaha mencukupi
kebutuhan dari anggota keluarganya yang sudah
meninggal dan berusaha membuat mereka bahagia di
akhirat. Dengan menunjukan rasa bakti mereka kepada
leluhurnya, secara sudut pandang mereka bahwa leluhur
menjadi dewa yang memiliki kemampuan untuk
berinteraksi dan mempengaruhi kehidupan anggota
keluarga yang masih hidup.
Gambar 4.5
Kegiatan Sembahyang Kepada Leluhur
Dokumentasi pribadi
Dapat dilihat pada gambar diatas ada seorang
wanita yang sedang sembahyang dengan memberikan
beberapa sesaji di altar sembahyang diperuntukan untuk
leluhurnya yang sudah tiada agar mereka senang dengan
pemberiannya tersebut.
Selain itu dalam tradisi etnis Tionghoa terdapat
hari khusus untuk melakukan ritual atau sembahyang
69
seperti penuturan Aldhyoka Rukminto dia mengatakan
bahwa diagama Buddha tepatnya pada perayaan Waisak
mereka melakukan sembahyang yang biasa mereka sebut
dengan sembahyang Cap Goh, sembahyang itu dilakukan
setiap dua minggu sekali yang dilakukan di Vihara.24
Asimilasi adalah proses sosial yang timbul bila ada
golongan-golongan manusia dengan latar belakang yang
berbeda, saling bergaul dan langsung intensif dalam
waktu yang cukup lama, sehingga kebudayaan-
kebudayaan golongan yang tadinya khas berubah menjadi
kebudayaan campuran.25
Adapun proses asimilasi yang terjadi pada
masyarakat Tionghoa di RT 13 RW 05 Kelurahan
Cilenggang, Kota Tangerang Selatan yaitu terjadinya
perkawinan silang antara etnis Tionghoa dengan Pribumi.
Seperti yang disampaikan oleh Angkie, dia berasal dari
keturunan pribumi yang menikah dengan etnis Tionghoa
dimana kakeknya adalah seorang Pribumi dari Jombang,
Sampora yang melakukan perkawinan silang dengan
neneknya yang beretnis Tionghoa walaupun kedua orang
tuanya berasal dari etnis Tionghoa namun dirinya merasa
bukan etnis Tionghoa yang totok lagi karena diapun tidak
mengerti bahasa Tionghoa dari sukunya meskipun dia
24
Hasil Wawancara Aldhyoka Rukminto 25
Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: PT. Rineka
Cipta, 1990), H. 225
70
masih menjalankan ritual yang biasa dilakukan etnis
Tionghoa, dengan demikian secara keseluruhan dia
merasa dirinya sudah tidak memiliki perbedaan dengan
warga pribumi lainnya.26
Hal serupa pun disampaikan oleh Anton Wijaya
dimana dalam keluarganya pun mengalami percampuran
budaya yang berasal dari perkawinan silang dan dari
perkawinan silang mereka tidak menunjukan adanya
konflik satu dengan yang lainnya, mereka hidup secara
rukun dengan menjalani rumah tangga yang harmonis
walaupun etnis dan agama serta suku mereka berbeda.27
Selain perkawinan silang, kesenian juga menjadi
salah satu faktor terjadinya komunikasi antar etnis
Tionghoa dengan pribumi. Terlihat ketika adanya acara
perayaan seperti HUT RI dimana mereka menampilkan
kesenian khas dari keduanya seperti etnis Tionghoa yang
selalu menampilakn pertunjukan barongsai dan dari
pribumi selalu menampilkan Qasidah.
Jika dilihat dari hubungannya maka akan terlihat
bahwa etnis Tionghoa dan pribumi saling beradaptasi
dengan kebudayaan yang berbeda diantara mereka.
Mereka mencoba untuk saling membuka diri dengan
kebudayaan yang lain utnuk memunculkan sikap toleransi
diantara mereka.
26
Hasil wawancara dengan Angkie 27
Hasil wawancara dengan Anton Wijaya
71
Berdasarkan data keseluruhan yang dikumpulkan,
dapat ditarik kesimpulan bahwa komunikasi antarbudaya
yang dilakuakn etnis Tionghoa dan pribumi berlangsung
secara baik dan harmonis hal ini terbukti dengan adanya
timbal balik dari kedua kelompok yang saling membantu
dalam proses komunikasi antarbudaya. Meskipun kedua
kelompok ini sudah dikatakan saling membaur, penulis
masih menemukan beberapa perbedaan yang mencolok.
Salah satu contohnya adalah etnis Tionghoa tetap
mempertahankan identitas mereka dengan tetap
menggunakan atribut-atribut khas Tionghoa di rumah
mereka.
Komunikasi secara sederhana diartikan sebagai
penyampaian pesan atau informasi dari komunikator
kepada komunikan melalui media tertentu. Komunikasi
yang baik dan efektif terjadi apabila dilaksanakan dua
arah, ada yang mendengarkan dan ada yang berbica
sehingga terjadinya umpan balik. Namun dalam
kehidupan sehari-hari tak jarang masih dijumpai pesan
atau informasi yang disampaikan tidak sesuai ataupun
mengalami kesulitan dalam berkomunikasi.
Walaupun etnis Tionghoa dengan pribumi di RT
13 RW 05 Kelurahan Cilenggang ini sudah berbaur dan
hidup berdampingan sejak lama, dalam interaksi
komunikasi antarbudaya masih ditemukan beberapa
72
hambatan yang terjadi. Namun hambatan yang ada tak
terlalu besar sehingga tidak menimbulkan konflik atau
memengaruhi kerukunan yang ada, karena terdapat pula
faktor pendukung yang berperan dalam keharmonisan
atau kerukunan mereka dalam bertetangga.
a. Faktor Penghambat
Komunikasi antarbudaya sebagai interaksi dari
komunikator dan komunikan yang berbeda budaya,
tentunya terdapat beberapa hambatan karena
perbedaan yang terjadi diantara keduanya. Hambatan
yang biasa terjadi diantara kedua budaya bisa terjadi
sebagai bentuk dari ketidak mampuan untuk
memahami norma dari budaya yang berbeda.
Dalam setiap proses komunikasi antarbudaya,
pasti akan menghadapi hambatan atau masalah.
Hambatan-hambatan yang sering terjadi atau dijumpai
dalam proses komunikasi antarbudaya antara lain
meliputi masalah etnosentrisme, stereotip, prasangka
dan bahasa.
Pada komunikasi antarbudaya yang terjadi di
masyarakat pribumi dan etnis Tionghoa di RT 13 RW
05 Kelurahan Cilenggang Kota Tangerang Selatan
juga terjadi hambatan. Namun hambatan tersebut
masih dalam skala yang tidak terlalu besar.
73
1) Etnosentrisme
Etnosentrisme adalah sikap yang
menggunakan pandangan dan cara hidup dari
sudut pandangnya sebagai tolok ukur untuk
menilai kelompok lain. Apabila tidak dikelola
dengan baik, perbedaan budaya dan adat istiadat
antar kelompok masyarakat tersebut akan
menimbulkan konflik sosial.
Dengan kata lain etnosentrisme merupakan
suatu pemahaman dimana suatu kelompok suku
bangsa atau suatu kebudayaan merasa lebih kuat
(superior) daripada kelompok lain atau budaya lain
diluar mereka.28
Pada masyarakat di RT 13 RW 05
Kelurahan Cilenggang Kota Tangerang Selatan
sikap etnosentrisme memang kerap wajar terjadi.
Berdasarkan observasi yang penulis lakukan,
penulis menemukan bahwa masing-masing
kelompok yaitu etnis Tionghoa dan pribumi
merasa bahwa kelompok mereka lah yang paling
unggul dibandingkan kelompok lainnya, hal
tersebut terlihat dari hasil wawancara yang penulis
lakukan dengan kedua belah pihak.
28
Larry A. Samovar, Richard E. Porter dan Edwin R. McDaniel
(Penerjemah: Indri Margaretha Sidabalok), Komunikasi Lintas Budaya
(Communication Between Cultures), (Jakarta: Salemba Humanika, 2010), h.
214
74
Etnis Tionghoa menganggap diri mereka
merasa kuat dari segi ekonomi dibandingkan
pribumi. Hal ini dilihat dari tempat tinggal mereka
yang lebih terlihat mewah dibandingkan warga
pribumi lainnya.
Selain itu etnosenrtisme yang lain
disampaikan oleh Aldhyoka Rukminto, bahwa
para remaja antara kedua kelompok tersebut
terkadang membatasi diri dalam pergaulan hal
tersebut terjadi karena kesalahpahaman sehingga
memberi jarak diantara pergaulan mereka, kadang
hal tersebut dilakukan karena mendapatkan
perlakuan yang kurang menyenangkan dari salah
satu pihak ke pihak lainnya.
2) Stereotip
Menurut Deddy Mulyana, stereotip adalah
menggeneralisasikan orang-orang berdasarkan
sedikit informasi dan bentuk asumsi terhadap
mereka berdasarkan keanggotaan mereka dalam
suatu kelompok.29
Dalam kegiatan komunikasi sehari-hari,
stereotip adalah evaluasi atau penilaian kita
terhadap seseorang secara negatif hanya karena
keanggotaan orang lain atau kelompok
29
Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar¸(Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2008), h. 218
75
tertentu.30
Secara garis besar stereotip dapat
disimpulkan sebagai tindakan mengenali suatu
kelompok berdasarkan pengalaman.31
Kecenderungan seseorang melakukan hal
tersebut yang dalam bahasa orang awam adalah
memukul rata baik yang terjadi secara sengaja
maupun tidak sengaja, yang terjadi kepada orang
awam ataupun orang yang berpendidikan, dimana
hal ini akan menimbulkan citra negatif di
masyarakat.
Berkaitan dengan stereotip etnis Tionghoa
terhadap warga pribumi dimana etnis Tionghoa
dianggap memiliki sikap tertutup, pelit, licik dan
pintar dalam berbisnis akan tetapi fakta yang
penulis temukan dalam lingkungan penelitian
tidak sesuai dengan stereotip pribumi terhadap
Tionghoa yang tinggal di RT 13 RW 05 kelurahan
Cilenggang Kota Tangerang Selatan, karena masih
banyak etnis Tionghoa yang membutuhkan
bantuan dan mereka juga bergaul dengan rukun
kepada warga pribumi lainnya.
Hal tersebut diungkapkan oleh Anton
Wijaya, bahwa dirinya tidak membatasi pergaulan
30
Alo Liliweri, Makna Budaya dalam Komunikasi Antarbudaya,
(Yogyakarta: PT. LkiS Printing Cemerlang, 2009), h.92 31
Jalaludin Rakhmat, Psikologi Komunikasi, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2011), H. 90-91
76
dia menganggap semuanya sama baik itu
Tionghoa atau pribumi, muslim atau non muslim
semuanya ia anggap sama bahkan setiap sore ia
selalu mengkhususkan dirinya untuk bergaul
dengan warga lainnya. Jadi, intinya dia tidak
membatasi pergaulannya.32
Sedangkan ada beberapa stereotip etnis
Tionghoa terhadap pribumi salah satu contohnya
orang pribumi dianggap sebagai orang yang
pemalas, sukanya bersenang-senang tidak mau
bekerja dan berusaha, dan suka ikut campur
dengan urusan orang lain. Hal tersebut
disampaikan oleh Aldhyoka Rukminto bahwa ibu-
ibu khususnya dari warga pribumi sering usil
dengan sering membicarakan orang lain atau yang
biasa disebut dengan bergosip.33
Sedangkan untuk
steriotip yang mengatakan bahwa pribumi itu
malas dan tidak mau bekerja hal tersebut tidak
ditemukan dalam lingkungan penelitian ini karena
orang-orang pribumi yang ada disana rata-rata
memiliki pekerjaan yang tetap guna mencukupi
kebutuhan hidupnya.
Stereotip yang tumbuh diantara kedua
kelompok tersebut jika dibiarkan dapat membawa
32
Hasil Wawancara Anton Wijaya 33
Hasil Wawancara dengan Aldhyoka Rukminto
77
dampak tersendiri bagi hubungan antara kedua
kelompok tersebut
3) Prasangka
Prasangka merupakan salah satu rintangan
atau hambatan berat bagi suatu komunikasi, oleh
karena itu orang yang memiliki prasangka belum
apa-apa sudah curiga dan menentang komunikatir
yang hendak melancarkan komunikasi. Dalam
prasangka emosi emmaksa kita untuk menarik
kesimpulan atas dasar prasangka tanpa
menggunakan pikiran yang rasional.
Prasangka adalah sikap yang tidak adil
terhadap seseoranng atau suatu kelompok. Istilah
prasangka (prejudice) berasal dari kata latin
prejudicium, yang berarti preseden atau penilaian
berdasarkan keputusan dan pengalaman
terdahulu.34
Dengan kata lain, prasangka adalah
sikap yang tidak adill terhadap seseorang atau
suatu kelompok.
Seseorang yang memiliki prasangka akan
mempunyai kepercayaan yang pada awalnya
dibangun dari fakta-fakta objektif yang
berhubungan dengan wahyu dan dengan kekuatan
cenderung memutuskan cara, dimana persepsi baru
34
Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, (Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2008), h. 243
78
akan muncul. Dalam psikologi sosial, secara
umum istilah prasangka digunakan lebih khusus
mengarah pada sikap dan kepercayaan pada
sebuah keuntungan atau kerugian.35
Dalam kaitannya dengan hubungan
komunikasi antarbudaya yang terjadi pada etnis
Tionghoa dengan pribumi di RT 13 RW 05
Kelurahan Cilenggang Kota Tangerang Selatan
berkenaan dengan agama, adat istiadat dan
prasangka nampaknya mulai tumbuh diantara
keduanya yang dikarenakan timbulnya stereotip-
stereotip yang muncul diantara mereka.
Jika dibiarkan tentunya dapat berpengaruh
pada hubungan komunikasi antarbudaya sehingga
menghambat bahkan akan menjadi pemicu
perpecahan yang dimana munculnya sikap tidak
memiliki rasa empati dan tidak adanya toleransi
antara etnis Tionghoa dan pribumi yang ada di RT
13 RW 05 Kelurahan Cilenggang Kota Tangerang
Selatan ini.
4) Bahasa
Hambatan bahasa merupakan hambtana
yang paling utama dalam proses komunikasi
antarbudaya. Hal tersebut dikarenakan bahasa
35
Nina W. Syam, Psikologi Sosial Sebagai Akar Ilmu Komunikasi,
(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2012), h. 112
79
merupakan sarana utama berlangsungnya
komunikasi. Bahasa akan menjembatani interaksi
antar individu. Fokus kajian bahasa selalu
dihubungkan dengan perbedaan budaya (kelas, ras,
etnik, norma, nilai dan agama). Dengan kata lain
bahasa merupakan institusi sosial yang
mencerminkan kebudayaan itu sendiri.36
Bahasa adalah sistem untuk
mengkomunikasikan dalam bentuk lambang dari
segala macam informasi. setiap bahasa manusia,
baik secara bahasa asing maupun bahasa Indonesia
adalah sarana menyampaikan informasi dan
pengalaman, baik yang bersifat natural maupun
individual dengan orang lain. Bahasapun
mencerminkan realita kebudayaan berubah,
bahasapun akan berubah.
Bahasa yang digunakan sebagai alat
perwujudan budaya yang digunakan manusia
untuk saling berkomunikasi atau berhubungan
baik lewat lisan maupun lewat tulisan dan juga
lewat isyarat, dengan tujuan menyampaikan
maksud hati atau kemauan kepada lawan
bicaranya atau orang lain, tingkah laku, tatakrama
36
Andik Purwasito, Komunikasi Multikultural, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2015), h.251
80
dan sekaligus mudah membaurkan dirinya dengan
segala bentuk masyarakat.
Dalam proses komunikasi yang terjadi
diantara etnis Tionghoa dengan pribumi sangat
dipengaaruhi oleh peran bahasa sebagai alat
komunikasi, karena tanpa adanya bahasa mustahil
komunikasi akan berjalan dengan lancar. Karena
sebagai alat komunikasi bahasa dapat
mempersatukan ide-ide, gagasan yang dimana
bahasa juga menjadi perantara sebuah transaksi
ekonomi, sosial, budaya juga politik, namun
bahasa pula tidak dapat berdiri sendiri tanpa
adanya kredibbilitas komunikator dan konteks
budaya yang melatarbelakangi para pelaku
komunikasi.37
Dari hasil wawancara dan pengamatan
yang penulis lakukan selama ini pada warga yang
beretnis Tionghoa dan pribumi ternyata ditemukan
bahwa mereka berkomunikasi menggunakan
bahasa Indonesia, bahasa Betawi dan bahasa
Sunda. Walaupun mereka beretnis Tionghoa dapat
dipastikan bahwa mereka semua tidak menguasai
bahasa dari asal nenek moyang mereka.
37
Andik Purwasito, Komunikasi Multikultural, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2015), h.251
81
Dari ketiga bahasa tersebut, semuanya
memiliki kegunaan yang sama dalam kegiatan
berkomunikasi, baik itu untuk yang memiliki etnis
yang sama maupun yang etnisnya berbeda di RT
13 RW 05 Kelurahan Cilenggang Kota Tangerang
Selatan. Menurut penuturan Tan Kian An (Anton
Wijaya) kebanyakan etnis Tionghoa
dilingkungannya sudah tidak menggunakan bahasa
aslinya, karena disana sudah terjadi pencampuran
budaya termasuk bahasa.38
Yang berarti semua
warga disana sudah menguasai dengan baik bahasa
Indonesia, Betawi dan Sunda dalam bergaul dan
berkomunikasi. Sehingga memperkecil atau
bahkan menghilangkan kesalahpahaman dalam
berkomunikasi diantara mereka.
Diakui atau tidak perbedaan latar belakang
budaya bisa membuat kita sangat kaku dalam
proses komunikasi dan berinteraksi. Pada prinsip-
prinsip komunikasi ada hal yang dikenal dengan
interaksi awal dan perbedaan antarbudaya. Ketika
melakukan awal interaksi dengan orang lain, maka
diperlukan adanya sebuah pola komunikasi
sehingga dapat menciptakan komunikasi yang
efektif. Hal itu diperlukan agar dapat berjalan dan
38
Hasil Wawancara dengan Anton Wijaya
82
terbangun ketika orang-orang yang terlibat dalam
proses komunikasi tersebut dapat mengerti makna
pesan yang disampaikan. Sebab interkasi awal
yang tidak baik bisa juga disebabkan karena
ketidaknyamanan sebagai akibat perbedaan yang
ada.
Dari data wawancara dan pengamatan yang penulis
kumpulkan, maka dapat ditarik kesimpulan apa saja yang menjadi
hambatan-hambatan dalam proses komunikasi antarbudaya
dantara etnis Tionghoa dengan pribumi di RT 13 RW 05 Kota
Tangerang Selatan, dapat dilihat dalam tabel dibawah ini:
Tabel 4.2
Hambatan Komunikasi Antarbudaya
Kategori Problem Potensial
Etnosentrisme Kedua kelompok etnis merasa bahwa
kelompok merekalah yang paling
unggul, seperti:
Etnis Tionghoa menganggap diri
mereka merasa kuat dari segi
ekonomi dibandingkan pribumi.
Hal ini dilihat dari tempat tinggal
mereka yang lebih terlihat
mewah dibandingkan warga
pribumi lainnya.
Pribumi merasa diri mereka lebih
83
mudah bergaul dibandingkan
etnis Tionghoa yang kadang
masih memilik dan menutup diri
dari lingkungan sekitarnya.
Stereotip Stereotip masih nampak sedikit
dipermukaan diantatra etnis Tionghoa
dan pribumi, pandangan stereotip ini
antara lain:
Menurut pribumi, etnis Tionghoa
dianggap sebagai orang yang
kadang membatasi diri dalam
pergaulan.
Menurut etnis Tionghoa, ibu-ibu
dari kelompok pribumi kadang
suka usil dengan urusan orang
lain
Prasangka Prasangka diantara etnis Tionghoa
dengan pribumi yang paling terlihat pada
konteks bisnis saja, walaupun demikian
mereka saling introspeksi diri agar tidak
terjadi konflik diantara mereka
Warga pribumi dan etnis Tionghoa menyadari bahwa
dalam mewujudkan komunikasi antarbudaya yang efektif dengan
latar balakang yang berbeda tidaklah mudah. Mereka harus
84
berusaha menekan pemicu konflik utama yang terjadi diantara
individualnya masing-masing dengan tujuan agar komunikasi
yang dilakukan dapat berjalan dengan baik.
Dalam mewujudkan komunikasi yang efektif, tentunya
ada beberapa hal yang harus diperhatikan, salah satunya
timbulnya prasangka diantara mereka akibat perbedaan sudut
pandang antara mereka dan stereotip yaitu memukul rata terhadap
kelompok lainnya. Jika dibiarkan maka akan terjadi kesalah
pahaman yang berlarut-larut, alangkah lebih baiknya untuk
mengkaji ulang terhadap segala hal atau suatu kasus yang terjadi
disekitar.
b. Faktor Pendukung
Dari hasil pengamatan dan wawancara didapatkan
beberapa karakteristik masyarakat yang ada di RT 13 RW 05
Kelurahan Cilenggang Kota Tangerang Selatan yang menjadi
faktor pendukung dalam tercapainya komunikasi yang efektif
dalam kehidupan sehari-hari, diantaranya:
1. Sikap Kekeluargaan
Sudah menjadi ciri khas bagi masyarakat yang
tinggal di wilayah RT 13 RW 05 Kelurahan Cilenggang
yang sangat menjunjung tinggi sikap kekeluargaan dan
persaudaraan yang terjalin diantara mereka, hal inipun
terlihat dalam kehidupan sehari-hari masyarakat yang ada
disana.
85
Salah satu contohnya adalah jika ada suatu
masalah yang kurang berkenan diantara mereka,
kemudian mereka mengadakan musyawarah untuk
memecahkan masalah tersebut dengan cara kekeluargaan
agar tidak terjadi konflik yang semakin besar. Selain itu
karena mereka memiliki rasa toleransi yang tinggi maka
jika ada tetangganya yang mempunyai makanan yang
lebih maka akan membagikan ke tetangganya yang lain
dan tidak pilih kasih dalam membaginya kecuali makanan
tersebut tidak bisa diterima oleh tetangganya yang
berbeda dikarenakan dilarang oleh agamanya. Selain itu
mereka juga mengadakan acara makan bersama setiap hari
jumat dimana para ibu-ibu dari etnis Tionghoa atau
pribumi saling bahu membahu untuk menyediakan
makanan bagi warga yang lain, juga bersih-bersih di
lingkungan masjid. Seperti yang disampaikan oleh Angkie
“ kalau ada bantuan makan tiap hari Jumat maka
istri saya masak setiap hari jumat, bersih-bersih. Kita
semua bantu-bantu tanpa meminta imbalan namanya juga
kan ngebantuin.”39
Hal tersebut dilakukan untuk mempererat tali
silaturahmi antar warga dengan tujuan untuk lebih
merekatkan hubungan diantara mereka, karena mereka
berpendapat bahwa dengan suasana kekeluargaan makan
dapat mempererat hubungan diantara mereka.
39
Hasil wawancara dengan Angkie.
86
2. Menjunjung Tinggi Sopan Santun
Hal yang peneliti lihat dalam hal sopan santun
yang terjadi di lingkungan RT 13 RW 05 di Kelurahan
Cilenggang Kota Tangerang Selatan dalam kehidupan
sehari-hari antara etnis Tionghoa dengan pribumi dalam
menempatkan diri mereka dalam bersikap. Seperti
pengamatan yang penulis lihat, ketika mereka berbicara
dengan yang lebih tua mereka akan menggunakan sebutan
bapak atau ibu, mencium tangan untuk anak-anak kepada
orang yang lebih tua, dan ketika mereka saling berpapasan
dijalan mereka biasanya melakukan pesan nonverbal yaitu
dengan cara saling melempar senyum yang
mengisyaratkan tegur sapa mereka yang terjadi dengan
cepat karena faktor waktu yang cepat berlalu sehingga
tidak bisa menegur secara verbal.
3. Sikap saling menghargai
Berdasarkan surat Al Hujurat ayat 13
Artinya: “Wahai manusia! Sungguh, Kami telah
menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-
bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal.
Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah
87
ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha
Mengetahui, Maha teliti.” (QS. Al-Hujurat ayat 13)40
Berdasarkan ayat diatas bahwa agama Islam
sendiri mengakui bahwa adanya perbedaan diantara umat
manusia, namun walaupun berbeda etnis, ras dan budaya
keyakinan akan saling menolong dan saling menghargai
satu dengan yang lainnya harus diterapkan dalam
hubungan bermasyarakat. Sama halnya dengan hubungan
bertetangga di RT 13 RW 05 di Kelurahan Cilenggang
Kota Tangerang Selatan, seluruh warga yang tinggal di
lingkungan tersebut haruslah memiliki sikap saling
menghargai apalagi disana lebih banyak warga yang
beragama non muslim dibandingkan dengan warga yang
beragama muslim. Hal tersebut juga disampaikan oleh
Aldhyoka Rukminto, bahwa dirinya tidak membeda-
bedakan tindakan dalam berprilaku terutama saling
menghargai, menurutnya dilingkungannya semuanya
dekat dan hidup secara harmonis. Menurutnya semuanya
sama patut dihormati dan dihargai sehingga ia
berpendapat jika ingin dihormati dan dihargai, dirinya
juga harus menghormati dan menghargai.
Hal senada pun disampaikan oleh Suratoyo, ia
mengatakan bahwa dirinya tidak membeda-bedakan
perlakuan kepada tetangganya seperti contohnya jika ia
40
Al-Qur’anul Karim Surat Al-Hujurat Ayat 13
88
mendapatkan undangan dari etnis Tionghoa untuk
menghadiri acara yang diadakannya, ia akan
mengusahakan untuk datang sebagai bentuk sikap
menghargai dan menghormati undangan dari tetangganya
tersebut.41
Selain itu sikap saling menghargai tercermin
ketika ada rapat RW, beberapa pengurus RW berasal dari
etnis Tionghoa dan pribumi dimana mereka yang hadir
baik itu pengurus ataupun warga biasa yang berasal dari
kedua kelompok diberikan hak yang sama untuk
menyampaikan pendapat mereka. Hal tersebut
membuktikan bahwa etnis Tionghoa sangat dihargai dari
segi pendapat oleh warga pribumi, dan warga pribumi
juga tidak mendominasi dalam penyampaian pendapat.
4. Gotong Royong
Dalam konteks gotong royong yang ditunjukan
oleh warga RT 13 RW 05 Kelurahan Cilenggang dalam
kehidupan sehari-harinya mereka saling bahu membahu
untuk membantu tetangganya yang sedang terkena
musibah atau sedang membutuhkan bantuan.
Salah satu contohnya jika ada tetangganya yang
sedang tertimpa musibah warga saling membantu tanpa
dimintai bantuan dari orang yang tertimpa musibah
tersebut dan mereka membantu tanpa melihat perbedaan
41
Hasil wawancara dengan Suratoyo.
89
etnis yang ada di antara mereka. Seperti yang
diungkapkan Suratoyo, ia mengatakan bahwa jika ada
tetangganya yang meninggal dunia, ia tidak keberatan
untuk membantu tetangganya yang sedang berduka dan ia
pun mengatakan banyak etnis Tionghoa yang datang
membantu dari awal hingga akhir.
“jika ada yang meninggal mereka datang, tahlil
pun datang tapi diluar tenda biasanya. Dan jika ada yang
meninggal dari etnis mereka pun kita yang pribumi juga
datang untuk membantu.”42
Selain saling membantu ketika ada yang tertimpa
musibah, sikap gotong royong juga diperlihatkan pada
saat membersihkan lingkungan tempat tinggal mereka,
seperti yang diungkapkan oleh Anton Wijaya
“gotong royong lingkungan. Kalau gotong royong
lingkungankebanyakan semuanya turun. Jadi, ya sama-
sama bersihin halaman rumah lah.”43
Selain gotong royong membersihkan rumah jika
ada kegiatan yang sifatnya keagaan biasanya mereka juga
saling membantu. Contohnya, seperti yang disampaikan
oleh Widi Wirdawan ketika ada kegiatan Sira Mi’raj etnis
Tionghoa membantu pribumi untuk menyiapkan
konsumsinya dan kadang mereka juga membantu untuk
memberikan hiburan dengan kesenian yang mereka
miliki.
42
Hasil Wawancara dengan Suratoyo 43
Hasil wawancara dengan Anton Wijaya
90
5. Sikap Demokratis
Sikap demokratis adalah sikao yang ditunjukan
seseorang yang dilandasi oleh nilai-nilai demokrasi.
Secara khusus sikap demokratis diartikan sebagai
kesiapan atau kecenderungan untuk bertingkah laku
dengan mengutamakan kepentingan bersama, menghargai
pendapat orang lain, dan mengutamakan musyawarah
dalam mengambil keputusan berdasarkan nila-nilai
demokratis.
Penerapan sikap demokratis sangat dibutuhkan
dalam pergaulan bermasyarakat, karena lingkunga
masyrakag merupakan tempat orang berinteraksi dengan
orang lain. Berdasarkan pengamatan yang peneliti lakukan
bahwa penerapan demokratis yang terjadi di RT 13 RW
05 Kelurahan Cilenggang Kota Tangerang Selatan adalah
sebagai berikut:
a) Pemilihan ketua RT, RW, hingga Lurah secara bebas,
terbuka dan rahasia sehingga mereka dapat
menyalurkan hak pilih mereka untuk memilih
pemimpinnya.
b) Melakukan musyawarah RW secara rutin.
c) Menghargai perbedaan ras, suku, agama dan budaya
mengingat perbedaan yang mencolok di lingkungan RT
13 RW 05 Kelurahan Cilenggang
91
d) Mengedepankan musyawarah untuk mufakat dalam
menyelesaikan permasalahan antar warga.
Dari hasil analisis keseluruhan wawancara dan
pengamatan dapat dikatakan bahwa komunikasi antar
budaya yang terjadi antar etnis Tionghoa denga pribumi di
RT 13 RW 05 Kelurahan Cilenggang dapat dikatakan
berjalan dengan sangat efektif, hal tersebut dapat terlihat
bahwa komunikasi dapat berjalan dengan lancar dari
berbagai konteks yang ada. Walaupun ada beberapa
kendala yang muncul dari diri perseorangan karena sudut
pandang mereka yang berbeda hal tersebut tidak menjadi
masalah yang besar melainkan menjadi koreksi bagi
hubungan mereka agar terjalin lebih harmonis lagi.
Secara garis besar mereka lebih mementingkan
hubungan dengan menghargai orang lain dalam
melaksanakan tugas yang bersifat personal seperti
toleransi yaitu dengan cara membiarkan orang lain
beribadah sesuai dengan kepercayaannya. Diantara kedua
etnis sangat menghargai keputusan yang diambil secara
musyaearah seperti jika ada suatu masalah yang ada di
lingkungannya, mereka akan mengadakan musyawarah
hingga mendapatkan mufakat, dimana mufakat ini yang
mereka jadikan patokan bersama agar tidak terjadi
perbedaan pandangan dan terjadi kesalahpahaman lagi
dalam hubungan koomunikasi mereka.
92
Hubungan komunikasi antarbudaya antara etnis
Tionghoa dengan pribumi juga terjadi kompleksitas
kognitif seperti yang diungkapkan Gudykuns, mereka
memilih latar belakang kebudayaan yang berbeda, namun
sepanjang kedua belah pihak memahami isu atau tema
yang sama yang mereka butuhkan akan memberikan
makna yang sama atas pesan yang mereka pertukarkan.
Seperti jika ada informasi atau pesan dan selama hal
tersebut mereka butuhkan maka mereka akan berusaha
untuk ikut serta dalam komunikasi tersebut guna
mendapatkan informasi ataupun pesan yang mereka
butuhkan.
Komunikasi antarpribadi akan efektif jika
menyenangkan kedua belah pihak. Kadang-kadang
kegembiraan akan mendorong orang untuk menerima
informasi. selain kegembiraan, keharmonisan dalam
bertetangga dapat mendorong hubungan antarpribadi yang
efektif, semua hal tersebut sangat terlihat jelas dalam
kehidupan bertetangga di RT 13 RW 05 Kelurahan
Cilenggang walaupun tidak semua warga yang ada disana
bisa melakukan hubungan antarpribadi secara efektif
namun secara keseluruhan warga dapat menjadlin
hubungan yang harmonis antar tetangga.
93
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pola komunikasi antarpribadi dialami oleh setiap individu
yang tinggal disana tanpa terkecuali, baik itu dalam
lingkungan keluarga maupun lingkungan bermasyarakat
terutama ketika mereka sedang berpapasan dijalan atau
sedang melakukan aktifitas sehari-hari, disanalah mereka
akan terlibat proses komunikasi antarpribadi. Komunikasi
antarpribadi yang terjadi dapat dilihat dalam konteks
ekonomi dan konteks sosial.
2. Pola komunikasi kelompok terjadi di RT13 RW 05
Kelurahan Cilenggang adalah komunikasi kelompok kecil,
dimana komunikasi tersebut terjadi ketika ada kegiatan
bersama seperti kerja bakti, rapat RW, bakti sosial, dan
lainnya. Komunikasi kelompok yang terjadi dapat dilihat
dari beberapa konteks yaitu konteks pendidikan, budaya,
agama dan sosial.
Adapun hambatan yang terjadi dalam komunikasi
antarbudaya yang ada di lingkungan RT 13 RW 05
Kelurahan Cilenggang meliputi etnosentrisme, stereotip
dan prasangka. Namun hambatan tersebut masih dalam
skala kecil, artinya tidak menimbulkan kemungkinan
terjadinya konflik diantara mereka. Faktor pendukung
94
terjadinya komunikasi antarpribadi yang terjadi diwilayah
RT 13 RW 05 dapat dilihat dari sikap kekeluargaan,
menjunjung tinggi sopan santun, sikap saling menghargai,
gotong royong, dan sikap demokratis.
B. Saran
Berdasarkan temuan di lapangan serta analisis yang
dilakukan terhadap etnis Tionghoa dan pribumi, penulis
memberikan beberapa saran yang ditunjukan kepada dua
belah pihak juga pihak-pihak lainnya demi terciptanya sikap
toleransi dan hubungan yang harmonis antar etnis yang ada
di Kelurahan Cilenggang khususnya di wilayah RT 13 RW
05. Adapun saran tersebut adalah:
1. Bagi para pengurus lingkungan hendaknya lebih aktif lagi
dalam membuat kegiatan-kegiatan yang dapat memupuk
rasa toleransi, solidaritas, hidup harmonis yang lebih
tinggi lagi guna menciptakan masyarakat damai dalam
perbedaan budaya, selain itu hendaknya meningkatkan
pengetahuan antar warga, agar mereka tidak salah dalam
menafsirkan informasi yang datangnya dari kelompok
yang berbeda dan ingin memprovokasi.
2. Bagi staff desa atau pemerintah setempat hendaknya
meningkatkan pengetahuan terhadap masyarakat agar
mereka tidak salah dalam menafsirkan informasi yang
datang dari kelommpok yang berbeda. Serta hendaknya
memperbanyak mengadakan kegiatan yang dapat
95
melibatkan semua elemen masyarakat agar hubungan
yang sudah terjalin dapat lebih harmonis lagi.
3. Bagi Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
hendaknya lebih meningkatkan studi Komunikasi
Antarbudaya mengingat di Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta ini memiliki banyak
mahasiswa yang berasal dari kebudayaan yang berbeda.
96
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Arikunto, Suharsimi. 1998.Prosedur Penelitian: Suatu
Pendekatan Praktik. Jakarta: PT. Rineka Cipta
Cangara, Hafied. 2007. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada
Darmastuti, Rini. 2013. Mindfullness dalam Komunikasi
Antarbudaya. Yogyakarta: Buku Litera Yogyakarta
Departemen Agama. 2003. Konflik Etno Religius Indonesia
Kontemporer. Jakarta: Litbang
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1996. Kamus Besar
Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Devito, Joseph A. 2011. Komunikasi Antarmanusia. Tangerang
Selatan: Karisma Publishing Group
Effendi, Onong Uchjana. 2007. Ilmu, Teori dan Filsafat
Komunikas. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti
Fajar, Marhaeni. 2009. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktik.
Yogyakarta : Graha Ilmu
Kelurahan Cilenggang. Profil Kelurahan Cilenggang Tahun 2017
Liliweri, Alo. 2009. Makna Budaya dalam Komunikasi
Antarbudaya. Yogyakarta: PT. LkiS Printing Cemerlang
__________. 2011. Gatra-Gatra Komunikasi
Antarbudaya.Yogyakarta: Pustaka Pelajar
___________. 2013. Dasar-Dasar Komunikasi Antarbudaya.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
97
Littlejohn, Stephen W. dan Karen A. Foss (Penerjemah:
Mohammad Yusuf Hamdan). 2011. Teori Komunikasi
(Theories of Human Communication). Jakarta: Salemba
Humanika
Mulyana, Deddy dan Jalaludin Rakhmat. 2005. Komunikasi
Antarbudaya. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005
__________. 2002. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung:
Remaja Rosdakarya
___________.2008. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
__________. 2011. Ilmu Komunikasi. Bandung: Remaja
Rosdakarya
Nazin, Moh. 1999. Metode Penelitian. Bandung: Ghalia
Indonesia
Nuruddin. 2007. Sistem Komunikasi Indonesia. Jakarta: PT.
Grafindo Persada
Prabowo, Bambang, dkk. 1988. Stereotip Etnik, Asimilasi
Integrasi Sosial. Jakarta: PT. Pustaka Grafika
Purwasito, Andik. 2015. Komunikasi Multikultural. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
Rakhmat, Jalaluddin. 2007. Metode Penelitian Komunikasi
Dilengkapi Dengan Contoh Statik. Bandung: Remaja
Rosdakarya
__________. 2011. Psikologi Komunikas. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya
Ruliana, Poppy. 2014. Komunikasi Organisasi Teori dan Studi
Kasus. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
98
Samovar, Larry A. Richard E. Porter dan Edwin R. McDaniel
(Penerjemah: Indri Margaretha Sidabalok). 2010.
Komunikasi Lintas Budaya (Communication Between
Cultures). Jakarta: Salemba Humanika
Satori, Djam’an dan Aan Komariah. 2010. Metode Penelitian
Kualitatif. Bandung: Alfabeta
Soyomukti, Nurani. 2010. Pengantar Ilmu Komunikasi.
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Syam, Nina W. 2012. Psikologi Sosial Sebagai Akar Ilmu
Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Tan, Melly G. 2008. Etnis Tionghoa di Indonesia. Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia
Tubbs, Stewart L. dan Sylvia Moss. 2001. Human
Communication Konteks - Konteks Komunikasi
Antarbudaya. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
__________. 2005.Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT. Gramedia
West, Richard dan Lynn H. Turner (Penerjemah : Maria Natalia
Damayanti Maer). 2008. Pengantar Teori Komunikasi:
Analisis dan Aplikasi, (Introducing Communication
Theory: Analysis and Application). Jakarta: Salemba
Humanika
Wibowo, Indiawan Setyo Wahyu. 2013. Semiotika Komunikasi
Aplikasi Praktis Bagi Penelitian Dan Skripsi Komunikasi.
Jakarta: Mitra Wacana Media
Internet
Pemerintah Kota Tangerang Selatan. Sejarah Kota Tangerang
Selatan.
https://berita.tangerangselatankota.go.id/main/content/ind
99
ex/sejarah_tangsel/6 . diakses pada Rabu 15 Mei 2019
pukul 11:03
Al-Qur’anul Karim
Al-Qur’anul Karim Surat Al-Hujurat Ayat 13
Al-Qur’anul Karim Surat Al-Kafirun Ayat 6
LAMPIRAN
Nama : Widi Wirdawan
Usia : 47 th
Pendidikan : D3
Agama : Islam
Kedudukan : Ketua RT
P : sejak kapan bapak tinggal disini?
R : saya tinggal disini.. kalau orangn tua saya sejak tahun sekitar
63-an, saya lahir disini
P : sudah berapa lama bapak menjadi ketua RT?
R : kurang lebih 10 tahun ya.. udah lama, udah 3 periode masuk
ke-4 ini. Ya memang masyarakat ga ada yang apa ya ... mereka
ga ada yang mau memilih yang lain soalnya. Awalnya pemilihan,
setelah saya terpilih.. kan menurut perwal kan 3 tahun sekali kan
harus anu.. apa ... masa jabatan RT RW harus diadakan pemilihan
baru kan, tapi masyarakat disini mereka tidak mau.
P : jadi udah sreg lah ya sama bapak?
R : iya.. makanya saya juga bingung gitu kan.
P : kalau wakilnya dari pribumi atau Tionghoa?
R : kalau wakil saya ga ada. Adanya sekretaris. Dia itu ... hmm ...
masih ada keturunan juga, suaminya pribumi.
P : sepengetahuan bapak, sejak kapan orang Tionghoa masuk dan
mulai tinggal disini?
R : kan pada zaman dulu... apa ya.. istilahnya zaman gedoran,
zaman rampok-rampok itu kan banyak etnis itu mereka akhirnya
cari-cari daerah yang aman sekitar tahun... berapa ya ... setelah
zaman-zaman setelah PKI lah, setelah pemberontakan itu, mereka
berkumpul. Ya umumnya kan kalau etnis itu memreka kan
usahanya dagang, kebetulan disini itu salah satu pasar pertama
yang ada di tangerang selatan, makanya disini disebut pasar lama,
karena ada historisnya. Historisnya apa? Disini ada vihara, nah
itu kalau konon cerita adanya vihara ini tahun 1693 kalau tidak
salah. Menurut cerita begitu ya. Nah jadi mereka dengan usaha
dagang mereka mencari tempat keramaian juga tempat dia
berlindung supaya ga keganggu oleh rampok-rampok pada
zaman dulu mereka berkumpul disini. Tapi balik lagi mereka
sebetulnya bukan orang asli dari sana sebetulnya, mereka sudah..
mereka sebetulnya umumnya sudah memang pindah memang
kelahiran sini jadi bahkan mereka tidak tahu e... mereka punya
buyut, mereka punya keturunan siapa itu mereka tidak tahu.
Makanya mereka disini tidak mau disebut .. dulu ada dari Dinas
Pariwisata didepan itu ada plang, disitu di plangnya tertulis
Kampung Tionghoa strip China, mereka cabut, mereka ga suka
itu. Karena mereka ga mau dibilang.. bahkan kalau cap Tionghoa
itu mereka ga bisa menghapus karena memang garis
keturunannya tapi disebut China mereka ga suka gitu. Karena
mereka sudah seperti biasa lah pada umumnya kaya... kaya kita
lah ya.. sudah berbaur dan mereka juga ga semua juga mereka
pedagang, mereka juga ada buruh pasar.
P : pekerjaan mereka apa saja ?
R : ya mereka ada yanbg berdagang, karyawan, buruh juga ada.
P : agama apa yang dianut oleh masyarakat Tionghoa disini apa
saja pak?
R : e.. buddha. Hampir rata-rata Buddha. Ada juga mereka yang
kristen, e... mungkin itu saja, buddha, kristen. Ada juga yang
karena mungkin dapat istri atau suami muslim, mereka ikut.
Mereka udah ngga... karena kepercayaan itu mereka semua
tujuannya sama sih kepada Tuhan. Kalau orang-orang yang ada
sekarang disini gitu, jadi ngga mutlak mereka keyakinan itu
dipegang teguh.
P : bagaimana sih komunikasi masyarakat etnis Tionghoa dengan
pribuminya disini?
R: e... biasa aja...biasa ajaa.. mereka komunikasi biasa. Ya seperti
kaya hari raya gitu kan, atau e... misalnya kita menghadapi bulan
Ramadhan ya kan mereka juga menghormati gitu ya.. ada waktu
yang pernah kebetulan sama, disini ada acara disebutnya kalau
menurut e.. orang-orang Buddha namanya Sejit, Sejit itu istilah
untuk e... ulang tahun vihara itu, bertepatan dengan bulan
Ramadhan mereka saling menghargai gitu ya. Jadi mereka
melakukan upacara atau ada hiburan mereka setelah e.. tarawih
dan jam juga dibatasi jadi mereka ngga.. ngga mengganggu gitu.
P : pernahkan terjadi konflik disini?
R : tidak pernah ya.. sama sekali tidak pernah. Konflik terkait
agama atau etnis tidak pernah terjadi. Ya.. kalaupun konflik
pribadi... ya... mungkin anak-anak kecil lah atau ABG begitu.
Kalau terkait dengan etnis mereka atau agama mereka tidak
pernah.
P : menurut anda bagaimana sikap masyarakat Tionghoa kepada
pribumi?
R : mereka baik-baik saja.. seperti yang saya bilang kan mereka
saling..saling menghormati, saling menghargai gitu kan, bahkan
disini kan ada keramat Tajug, keramat Tajug ini salah satu juga
yang mau dibuat cagar budaya yang punya histori lah, histori dari
dari Syarif Hidayatullah anaknya gitu kan, mereka kaya bulan
mulud, ada acara mulud itu pada buat apa disini.. nasi tumpeng,
mereka bawa ke keramat itu gitu kan, nah dari kuncen itu mereka
mendoakan gitu kan, jadi saling menghargai lah. Kalau menurut
saya komunikasi itu e... cukup baik ya, cukup baik gitu ya.
P : adakah pandangan buruk dari etnis tionghoa kepada pribumi
yang bapak tahu selama menjadi ketua RT ?
R : e... tidak pernah ya kalau e... hal-hal buruk itu, sepengetahuan
saya mengingat saya juga dari kecil disini mereka tidak pernah.
P : Adakah kesenian khas yang masih ditampilkan ?
R : kalau kesenian ya Barongsai. Kaya upacara-upacara apa yang
kaya tadi Sejit ulang tahun vihara atau Imlek gitu dan terus Cap
Go Meh, mereka ada.
P : adakah makanan khas Tionghoa yang masih bisa ditemui
disini?
R : makanan.. kalau makanan mereka kebanyakan ya memang
sajian buat persembahyangan, itu biasanya kaya model pindang
bandeng.. ah.. kaya kalo makanan-makanan kalau mereka pesta
pun e.. kalau pesta mereka tidak.. e jarang.. ya memang ada
mereka membagi ada makanan khas Indonesia ada makanan khas
Tionghoa tapi lama kelamaan mereka sudah hilang tuh.. artinya
halal dan tidak halalnya, yang tidak halalnya dihilangkan.
P : jika ada kegiatan atau acara yang diadakan oleh orang
Tionghoa, bagaimana antusiasme pribumi?
R : orang-orang pribumi saling membantu juga.. karena e... apa..
e... etnis tionghoa mereka sering mengadakan e... bakti sosial
kepada lingkungan, lingkungan sekitar bahkan diluar itu gitu kan
bagi orang-orang yang tidak mampu. Kaya kemarin ada kejadian
banjir, longsor sampai ke daerah bogor gitu mereka membantu.
P : adakah kegiatan atau acara yang dilakukan oleh etnis
Tionghoa yang mengganggu pribumi ?
R : e.. tidak pernah ya.. begitupun sebaliknya
P : adakah akulturasi yang terjadi?
R : ada.. jadi kemarin kita waktu 1 muharam kalau tidak salah
ya, khususnya warga yang ada di kelurahan sini itu e.. mereka
mengadakan acara 1 muharam, e... etnis disini diminta untuk
hiburan. Hiburannya itu barongsai, liong nah artinya kan ya
mereka saling bertukar budaya.. ya seperti itu lah yang saya
bilang mereka juga seperti apa ya.. masyarakat pada umumnya
mereka tidak, mereka juga tidak mau dibeda-beda kan. Seperti
yang tadi saya bilang kan, ya saya menyalahkan, eh bukan
menyalahkan.. tidak tepat tindakan dinas pariwisata kemarin apa..
e.. taro plang gitu kan kampung Tionghoa strip China itu
seharusnya sebagai pemerintah adakan sosialisasi dulu. Masih
ada kok plangnya. Menurut saya justru itu akan memicu masalah
disini.
P : adakah kegiatan yang melibatkan etnis Tionghoa dan pribumi
?
R : ada.. selalu kita .. kegiatan rutin maupun event 17an mereka,
sumpah pemuda mereka ikutan.
P : adakah faktor yang menjadi penghambat dalam komunikasi ?
R : kalau menghambat,saya rasa sih ga ada ya. Mereka semua
kalau, ya itu yang tadi saya bilang e... karena mereka saling bantu
akhirnya mereka tidak ada rasa gimana ya..tidak mendukung atau
pro dan kontra.. mereka tidak. Mereka selalu apapun yang
dilakukan gitu kan diluar etnis atau kepercayaan dia, mereka
semua dukung tidak pernah, ya contoh laah.. contoh ya... kita
mengadapi bulan puasa biasanya kan kita suka apa ya..kalau kata
orang-orang sini tuh munggah ya.mereka antusias, bagi yang
mau menerima ya silahkan ngga juga ya gapapa. Memang ada
beberaqpa masjid dan mushola tapi umumnya mereka mau
menerima ada bantuan beras, minyak goreng, artinya mereka
tidak ada yang tidak mendukung. Mereka semua mendukung.
P : untuk kepengurusan sendiri, apakah bapak melibatkan
masyarakat dari etnis Tionghoa juga?
R : ada, kita ada.. jadi .. kan sebetulnya kaya RT kaya RW, RW
juga kan masih keturunan Tionghoa. Kita, selalu kita libatkan lah
jadi ada juga e ... misalnya kaya di posyandu juga kemarin ibu-
ibu posyandu mereka ada juga yang keturunan gitu.. ya cuman
pasti kaget, kalau ngeliat pasti ga percaya gitu kalau mereka
masih keturunan karena mereka pake kerudung biasa, jadi ya
memang mereka udah ga canggung lagi. Kalau ada yang
meninggal pun kadang-kadang laki-laki nya mereka pakai peci
walaupun ga ikut tahlil.
P : menurut bapak, adakah budaya etnis Tionghoa yang
membawa pengaruh untuk masyarakat pribumi yang ada disini?
R : e.... saya rasa tidak ada ya. Karena.. bagaimana ya.. mereka ..
karena terbuka, tidak saling.. apa ya ..? bahasanya.. tidak fanatik
terhadap budaya, ya terhadap sosial budayanya mereka sama lah.
P : kalau bapak sendiri, pernahkan mendapat perlakuan yang
kurang mengenakan dari masyarakat etnis tionghoa yang ada
disini?
R : tidak pernah. Justru ya mereka tau ya, memang kebetulan
saya pun dipilih jadi ketua RT tuh banyak dari mereka yang udah
pada tua, sepuh mereka yang banyak mendukung saya. Termasuk
yang anak muda. Ya artinya mereka juga kan liat orang tua nya
tidak pernah saya secara pribadi tuh yang memancing saya tidak
suka itu tidak pernah.
P : bagaimana sih pak tanggapan bapak tentang anggapan bahwa
etnis Tionghoa itu membatasi pergaulan, tertutup bahkan hanya
mau bergaul dengan orang dari golongannya saja?
R : disini mereka berbaur, ya makanya etnisnya yang mana? Etnis
yang... ya kan gini loh.. ini kan kalau saya .. saya melihat begini,
ada etnis yang memang artinya keturunannya itu tidak jauh.
Mungkin keturunan itu baru sampai ke cucu, mungkin itu kuat.
Artinya mereka masih berkelompok karena mereka canggung ya.
Nah kaya yang saya bilang, kalau disini mereka memang sudah ...
lahir disini termasuk orang tuanya, jadi mereka memang e....
mungkin duluan mereka dibandingkan saya ada disini gitu. Jadi
mereka udah ngga.. ngga berkelompok, kalau disini ya...
P : kalau masyarakatnya sendiri ada ga sik pak yang tertutup ?
R : eeh... tidak juga ya disini, tidak. Tidak pernah tertutup. Jadi
ee... mereka cukup royal terhadap tetangga-tetangganya gitu
saling bantu..
P : adakah keluarga anda yang menikah dengan etnis Tionghoa ?
R : tidak ada
P : untuk toleransinya sendiri bagaimana pak ?
R : toleransi bagus.. e... ya tadi itu saya bilang.. mereka memang
keturunan etnis Tionghoa, tapi mereka tidak tau sejarah ya
mungkin sejarah mereka punya keturunan dari mana mereka juga
tidak tau kalau menurut saya gitu.
P : setahu bapak, masyarakat etnis Tionghoa yang ada disini
berasal dari daerah mana saja pak ?
R : mereka ngga ada dari jawa, kalimantan dll.. memang mereka
lahir disini.. karena mereka juga ngga tau mereka bilang ke saya
kalau bahasa kasarnya “ gua ke China juga bingung.. ngomong
China aja gua kaga bisa “ kan gitu.. jadi siapa yang mau ditemuin
disana? makanya mereka ngga.. ya itu tadi saya bilang terkait
masalah cagar budaya disini, ada kelompok etnis, dibuat plang,
mereka ga suka.tapi, ya... saya mengikuti ini ya itu salah lah..
nantinya malah memicu ya kan .. apalagi mau pemilu begini kan,
situasi politik nasional gitu, pemerintah daerah gimana mikirin.
Kaya lagi taun pemilu kaya gini juga mereka ga terlalu gimana..
mereka tau sejarah mungkin juga yang ada sekarang mungkin ya,
mereka juga taunya sampai ke apa ya... istilahnya ke canggah.
Mungkin hanya empat sampai lima keturunan aja, kesananya
mereka ga tau. Makanya kan saya bilang tadi, karena mereka dulu
lagi jaman gedoran, jaman banyak perampok-perampok mencari
etnis itu akhirnya mereka berkumpul di suatu tempat gitu kan,
mereka merasa aman ya mungkin disini merasa aman.kebetulan
kakek saya juga salah satu tokoh di kecamatan. Jadiya mungkin
itu lah mereka dilindungi, mereka usaha disini.
P : kalau dari warga pribuminya, ada ga pak kegiatan yang
dilakukan yang nelibatkan mereka juga? Kaya sekarang ini kan
lagi Isra Mi’raj gitu kan pak itu gimana ?
R : kan disini juga kita ada mushola, isra mi’raj juga ada. Mereka
juga kadang-kadang kan, kalau isra mi’raj akbar kan biasanya
melibatkan juga minta bantuan. Makanya kaya tadi saya bilang
mungkin kalau ada hiburan apa-apa mereka ada barongsai gitu
kan ya mereka kadang juga bantu untuk konsumsinya.
P : berarti mereka juga terlibat di kepanitiaannya?
R : iya, kaya karang taruna di kelurahan, itu melibatkan anak-
anak muda sini. Karena dari dulunya seperi itu akhirnya jadi
kebiasaan.
Pewawancara Narasumber
Puji Indah Lestari Widi Wirdawan
NIM: 1112051000098
Nama : Aldhyoka Rukminto
Usia : 25 th
Pendidikan : SMA
Agama : Kristen
Kedudukan : Warga
P: sejak kapan sih tinggal disini?
R sejak lahir, berarti.... taun 93an
P : anda sendiri asalnya dari daerah mana?
R : kalau asal daerah sih dari Tangerang asli.
P : menurut anda, bagaimanan sih kehidupan etnis Tionghoa
dengan pribumi yang ada disini?
R : kalau disini sih kebetulan ya ga ada yang membedakan.. beda
etnis atau gimana, beda agama atau gimana itu ga ada yang
membedakan gitu. Jadi sama aja. Kaya kita contoh Vihara nih
ulang tahun, orang pribumi pada dateng. Kan kita kalo setiap
kaya Vihara disini ada ulang tahun kaya gitu kan otomatis ada
acara, contohnya kaya barongsai atau apa, nah orang pribuminya
pun dateng yang disini, yang di atas tuh ada kan.. nah itu kita ya
berbaur aja ga ada yang membedakan.
P : sepengetahuan anda, sejak kapan sih masyarakat Tionghoa
mulai tinggal disini ?
R : aduuh.. udah lama banget yah... kalau dari sejarah nya ya
mungkin bisa dari taun 50an ya. Itu lama banget. Udah turun
temurun.
P : adakah kesenian khas Tionghoa yang masih ditampilkan disini
?
R : ada. Barongsai, selain barongsai ya kalau itu sih belum ada
ya.. paling barongsai aja sih.
P : kalau makanan khasnya sendiri apa? Yang masih ada disini?
R : apa ya.. ya mungkin kayak bakmi gitu doang sih. Kue
keranjang, yang bulet gitu. Sama kaya dodol, Cuma ya lebih itu...
kue china atau kue keranjang gitu.
P : ritual apa saja yang dilakukan orang Tionghoa?
R : tergantung sih.. kalau contohnya kaya disini ya.. kaya di
Buddha kebanyakan buddha itu kaya misalkan Waisak an ya itu
mungkin ada ritualnya. Sembahyang gitu setiap kita ya ada
namanya kalo Cap Goh itu nah itu dua minggu dua minggu itu
e.. warga sini pada sembahyang ke Vihara atau Klenteng
P : adakah akulturasi yang terjadi?
R: nah.. kalau ini cerita lagi. Disini itu keseluruhannya masuk
Kelurahan Cilenggang, contoh kaya Barong, kaya kemarin yang
udah dilakuin Barong itu sama apa ya namanya? Yang muter-
muter bawa obor itu apa namanya? Acara besar yang ngumpul di
PTP, nah.. itu kita semua berkumpul bersatu, itu ada banyak
kebudayaan sih dari e.. islamnya ada Tionghoa nya pun ada gitu
maksudnya.
P : menurut anda, bagaimana pengaruh budaya etnis Tionghoa
kepada pribumi yang ada disini ?
R : kalau pengaruhnya sih mungkin ga ada ya, ya paling kalau
mereka itu contoh kalau kita main Barong lah ya mungkin dari
orang pribuminya jarang kan ngeliat barong karena ya kan paling
apa sih gitu, nah makanya kalau pengaruhnya ya paling
ngeramein aja sih kalau misalnya ada barong. Kalau pengaruh
yang gimana-gimana itu ngga ada.
P: bahasa apa yang digunakan untuk berkomunikasi sesama Etnis
Tionghoa?
R : kalau disini itu jujur bahasa Indonesia ya paling ngga sunda.
Kalau disuruh bahasa mandarin atau Tionghoa gitu-gitu tuh ga
bakal bisa orang sini. Ya mentok-mentok kita sama Sunda, jadi
ya berbaur.
P: adakah dari keluarga anda yang menikah dengan orang
pribumi?
R: hmm... ga ada.
P : seandainya, kalaupun keluarga anda atau anda sendiri
menikah dengan pribumi, itu gimana?
R : mungkin kalau dari keluarga pasti ada pertentangan ya..
karena kan beda agama, jangankan.. saya pun sama keluarga
dituntut harus seagama, biarpun sama-sama etnis Tionghoa tapi
beda agama, itu pasti akan ditentang. Dan itu semua sih balik lagi
ke pribadi masing-masing.
P: apakah anda membatasi pergaulan anda?
R : sama sekali tidak.
P : menurut anda bagaimana tentang anggapan bahwa orang Etnis
Tionghoa lebih suka berkelompok, membatasi diri, hanya mau
bergaul dengan orang sesama etnis saja, bagaimana tanggapan
anda?
R : mungkin secara garis besar ada ya yang kaya gitu, tapi ga
semuanya kaya gitu. Contohnya sebaliknya, pribumi pun pasti
ada yang kaya gitu. Sebagian besar mungkin ada yang kaya gitu,
ya ga semuanya tapi ya... maksudnya.. kaya saya lah, mau
dimanapun nongkrong ya misalnya kerja, sama sekali ga ada
yang satu agama atau satu ras gitu kan, ya saya sih fine-fine aja.
P : menurut anda, secara umum bagaimana sih komunikasi antar
dua etnis ini disini?
R : lancar-lancar aja. Contoh gini, kita ambil kesimpulan RT, RT
itu agamanya beda ya kita nyatu. Setiap malem kita nongkrong,
bikin acara bareng, bikin kegiatan bareng, gitu.
P : adakah konflik yang terjadi?
R : kalau untuk bertengkar sih sama sekali ga ada ya, ya paling
kesalah pahaman aja, kadang anak muda. Kebanyakan kan anak
muda salah paham, ya contohnya timbulnya ribut gitu, ya Cuma
ga sampe besar banget sih.. dan biasanya itu masalah pribadi. Ga
bawa-bawa etnis, agama atau apapun.
P : menurut anda bagaimana tingkat toleransi warga disini ?
R : mmm... ya bagus sih.. contohnya kaya kita menghormati
toleransi waktu puasa, kita pasti menghormati, begitupun
sebaliknya. Ya waktunya kita ada acara atau apa, mereka juga
menghormati kita.
P : adakah kegiatan yang dilakukan, yang melibatkan dua etnis
ini ?
R : hm.... kalau kegiatan sih paling 17an sih, selain itu paling
kegiatan... misalnya Vihara ulang tahun, dari pribumi ataupun
Tionghoa pun pas sama-sama membantu, contohnya kaya gitu,
sama-sama turun tangan. Contoh lainnya, tamu kan banyak, nah
yang atur parkir itu pribumi nya, banyak yang bantu lah. Jadi ya
kita memang saling membantu. Ya begitupun sebaliknya.
P : kalau etnis Tionghoa nya lagi ngadain acara, pribuminya
gimana tuh? Ngucapin kah?
R : hmm.. misalnya pas Imlek, banyak warga pribumi yang turun
ya minta angpao lah, ikut-ikutan... menikmati euophoria acara..
contohnya gitu.. lebaran pun sama, kita juga ngucapin.
P : selama tinggal disini, pernahkah mendapat perlakuan
diskriminatif?
R : kalau disini sih sama sekali ngga ada ya. Ya kita kan deket
nih, kaya orang Jaletreng berbaur. Ya sama sekali ga ada yang
kaya gitu. Aman-aman aja. Kita tuh sama-sama bergaul. Ya
contohnya kalau nongkrong, sama sekali ga ada yang
membedakan.
P : menurut anda pribadi, apakah anda merasa bahwa anda ini
orang Tionghoa yang tinggal di Indonesia, atau anda merasa ya
bahwa anda memang orang Indonesia?
R : saya merasa bahwa saya orang Indonesia. Banyak yang
berfikiran kaya gitu ya, zaman kaya sekarang kan bingung juga
gitu ya, ya kadang ada provokator sih sebenernya, provokator itu
yang bahaya. Saya sendiri sih menganggap bahwa saya orang
Indonesia, KTP nya aja warga negara Indonesia, ga ada warga
negara China. Itu ya Cuma keturunan aja.
P : bagaimana penilaian anda tentang warga pribumi yang ada di
lingkungan ini?
R : menurut saya ya sama aja sih. Contohnya... yang ga bener
mah ya ga bener aja, yang bener ya bener. Sama aja, mau di kita
atau pribumi ya sama aja. Tergantung pribadinya, jadi ya balik
lagi ke diri masing-masingnya. Kalau saya sih bisa nerima
siapapun, pribumi juga begitu. Tapi ada juga pribumi yang ga
bisa menerima, begitupun sebaliknya.
P : adakah faktor yang menghambat terjadinya komunikasi
disini?
R : e.... kalau disini sih ga ada ya, dari segi bahasa ya ga ada, dari
segi perbedaan juga ga jadi masalah.
P : kalau misalnya warga pribumi nya lagi ada musibah misalnya
kematian atau apa, anda sendiri bantuin ga?
R : bantuin, pasti. Kaya gini sih... e... di depan tuh orang pribumi,
ya kita saling bantu aja, perlu apa ya kita bantu gitu. Ya mungkin
kita juga, contohnya dateng juga ke rumah dia, menghormati dia,
sebaliknya juga sama sih. Kebanyakan orang pribuminya kalau
disini ada kematian ya pasti dateng.
P : disini ada warga yang rese ga sih?
R : ngga ada deh kayanya..paling ya ibu-ibu.. namanya ibu-ibu
kan suka gosip tuh, ya wajarlah... kalau untuk ngomongin orang
ya adalah.. wajar gosip mah, tapi ngga yang gimana-gimana.
Pewawancara Narasumber
Puji Indah Lestari Aldhyoka Rukminto
NIM: 1112051000098
Nama : Tan Kian An / Anton Wijaya
Usia : 58 th
Pendidikan : SMP
Agama : Buddha
Kedudukan : Ketua RW
P : sudah berapa lama tinggal disini?
R : saya dari kecil udah tinggal disini ya.. dari kecil.
P : sudah berapa lama bapak jadi ketua RW disini?
R : waduh.. udah berapa periode ya ini ? udah dua kali stempel
saya bawa ke kelurahan. Abis warga nya saya suruh ganti ga ada
yang mau. Udah bangsa 15 tahun lebih kali ya? Ngga ada yang
mau gantiin saya. Saya juga udah ngga mau jadi RW, udah capek,
warganya yang milih terus ga ada yang mau gantiin.
P : sepengetahuan bapak, sejak kapan etnis Tionghoa mulai
tinggal disini?
R : sejarah dari dulunya emang udah ada, cuman Tionghoa itu
bukan kaya Tionghoa yang di Jakarta ya, ini udah peranakan.
Jadi, kaya model saya nih ya.. saya ini ibaratnya nenek saya itu
orang emm.. pandeglang, orang Islam. Kakek saya orang sini
gitu, jadi saya peranakan.
P : adakah hubungannya etnis Tionghoa yang ada disini dengan
etnis Tionghoa yang ada di kawasan Pecinan Tangerang?
R : mungkin... kayanya sih sama ya. Peranakan banyak lah
disana. kebanyakan kadang-kadang gini ya, orang kebanyakan
ngomong China, disini ngomong China ga bisa, kalau ngomomg
Sunda bisa kalau disini. Kalau disuruh ngomong bahasa China ga
ada yang bisa biarpun orang Tionghoa.
P : sepengetahuan bapak, jenjang pendidikan masyarakat disini
tuh apa sih pak?
R :ya sama kaya yang lain lah gitu, biasa SMP, SMA yang kuliah
juga ada
P : kalau pekerjaannya sendiri, masyarakat disini pekerjaannya
apa?
R : kalau disini kebanyakan wiraswasta, ada yang dagang, ada
yang ekspedisi
P : sepengetahuan bapak, agama apa saja yang dianut oleh
masyarakat disini?
R : kalau disini kebanyakan Buddha, ada juga yang Islam, Kristen
juga ada.
P : bagaimana komunikasi masyarakat disini?
R : e... biasa-biasa aja sih ya.. ga terlalu ribet juga disini mah.
Biasa-biasa aja.
P : disini pernah ada konflik ga sih pak?
R : ngga ada sih.. kalau ada apa-apa juga, kalau dikasih tau ya
udah pada ngerti, ngapain dimasalahin kan? Apa sih untungnya?
Akhirnya kan pada akur lagi. jadinya ya selama ini sih ga ada
konflik.
P : sama sekali ga pernah ada tuh pak?
R : ya kalaupun ada paling konflik biasa, anak-anak kecil yang
suka berantem sama temennya, gitu doang palingan.
P : menurut bapak, bagaimana sih perlakuan masyarakat pribumi
ke masyarakat etnis Tionghoa yang ada disini?
R : biasa aja sih, ngga ada apa-apa. Ya.. maksudnya kekeluargaan
aja, jadi satu berbaur aja. Atau kalau ada yang meninggal, mereka
juga datang. semuanya akur-akur aja
P : sepengetahuan bapak, adakah pandangan negatif dari warga
pribumi tentang warga etnis Tionghoa disini?
R : ngga ada semuanyanya disini akur-akur aja, ngga ada
pandangan buruk apapun baik dari Tionghoa ke pribumi ataupun
sebaliknya.
P : apakah masih ada makanan khas etnis Tionghoa yang dapat
ditemui disini?
R : paling disini model-model babi gitu ya, bakmi, hm...bakut,
bakut tau ga? Yang babi dicampur sama sayur asin itu,bakut
namanya.. ya yang kaya gitu.
P : kalau dari kesenian khasnya itu apa aja sih pak? Yang masih
suka dipertunjukan gitu?
R : kalau kesenian sih Barong ya, Barongsai. Selain barongsai itu
ya gambang kromong campuran betawi ya.dulu sih ada tari-tarian
gitu, tapi skarang udah ga ada.
P : biasanya ditampilkannya pas acara apa pak?
R : biasanya sih ditampilinnya pas ulang tahun Vihara, Sejit.
Setahun sekali tuh.
P : kalau lagi ada acara kaya gitu, pribuminya antusias ga pak?
R :ya itu kebanyakan ada juga ya yang mengetahui, em ... mereka
ada juga yang dari luar, mereka antusias sih.. mereka pada
nontonin, terus pada bantuin juga, jadi ya sama-sama saling ngisi
lah.
P : ritual adat yang biasa dilakukan oleh orang-orang etnis
Tionghoa itu seperti apa sih pak?
R : ya cuman sembahyang biasa aja sih ya..
P : adakah kegiatan yang dilakukan bersama, maksudnya
dilakukan oleh orang pribumi dan orang etnis Tionghoa?
R : itu gotong royong lingkungan. Kalau gotong royong
lingkungan kebanyakan semuanya turun. Jadi ya sama-sama
bersihin halaman rumah lah.
P : sebagai bagian dari etnis Tionghoa, adakah kegiatan yang
dilakukan oleh orang pribumi yang bapak sendiri terlibat di
dalamnya?
R : oh ada.. semacam kaya ada apa kemarin yang di masjid sini
nih acara mauludan atau apa gitu, barong turun semua.. jadi
beberapa kesenian turun semua, berbaur lah kita semua di
kelurahan Cilenggang ya, setiap RT itu harus ada perwakilan apa
gitu.. nah kita turun dengan menampilkan kesenian barong, itu aja
asih
P : adakah dikeluarga bapak yang menikah dengan orang pribumi
?
R : em... ngga ada.. kalau saudara sih ada, Cuma kalau dari
keluarga saya ngga ada.
P : nah itu ada pertentangan ga pak?
R : ah ngga ada.. biasa aja. Ya mereka rukun-rukun aja sih ya...
ngejalanin rumah tangga itu seperti apa.. biarpun agamanya apa,
sukunya apa.
P : menurut bapak, adakah faktor penghambat terjadinya
komunikasi disini?
R : ngga ada ya..
P : jadi semuanya ya berbaur-berbaur aja ya pak? Ngga ada
penghambat dari segi bahasa atapun yang lainnya
R : iya, begitu.. memang semuanya sudah berbaur, kalau
misalnya ada apa.. ada apa.. ya saya kasih tau begini...begini..
jadi ya mereka berbaur.
P : bapak sendiri selama tinggal disini, pernahkah mendapat
perlakuan diskriminatif dari oprang pribumi yang ada disini?
R : dari warga? Dari warga ya ngga ada, dari luar juga ngga ada,
karena saya juga ga pernah yang gimana-gimana sih ya, yang
penting kitanya berbuat baik, jadi ya kita juga dapet perlakuannya
baik.
P : apakah bapak membatasi pergaulan?
R : ngga. Sama sekali ngga membatasi. Sama semuanya campur,
mau yang muslim atau njon muslim semuanya campur. Bisa
ditanya deh ke yang lain, saya tiap sore, tiap hari nih selalu
nongkrong di pos depan tuh, sama warga lainnya, sama RT juga.
Jadi saya sama sekali ngga membatasi pergaulan.
P : oiya pak, tadi saya dapat info dari pak RT kalau katanya
waktu itu pernah dipasang plang sama Dinas Pariwisata terus
dicabut, nah itu kenapa dicabut pak ?
R : pertama mereka itu ga ada izin ke RT RW, ke lingkungan
makanya saya cabut, saya taro dibelakang gardu tuh. Itu masih
baru loh, masih dibungkus sama plastik, ga saya kemana-
kemanain kok, saya juga takut. Reklame atau plang itu
dicabutpun karna itu ga sesuai sama warga sini. Disini kan Pasar
Lama, Pasar Lama Serpong, nah disitu tulisanya kampung China
garis bawah Tionghoa gede, ngga ada komunikasi kan dari dinas
pariwisata. Itu ah.. gimana ya.. disini itu kampung Pasar Lama
bukan Kampung Tionghoa, saya ga senang. Kalau orang SARA
ibaratnya ngeliat ada Kampung China “waah.. ada kampung
China” mereka masuk mati ga kita?? Hayo..mau tanggung jawab
ga dia? Saya ga mau dibeda-bedakan. Kalau kampung Pasar
Lama sih saya ga jadi masalah, silahkan. Seolah-olah mengkotak-
kotakan itu. Coba kalau ada orang tawuran kaya taun berapa itu,
coba kalau mereka masuk karna ngeliat ada kampung China bisa
mati kita. Harusnya mereka mau pasang plang itu nanya dulu
dong ke lingkungan, kalau ga setuju kan bisa dirubah.
P :terus kalau orang pribuminya ada acara gitu pak, bapak sendiri
antusias ga?
R : ya tergantung. Kalau warganya ngasih tau ada acara apa.. ya
saya dateng. Disini sih udah kaya sodara semua, pribumi atau
bukan ya udah campur.
Pewawancara Narasumber
Puji Indah Lestari Anton Wijaya
NIM: 1112051000098
Nama : Angkie
Usia : 62 th
Pendidikan : SD
Agama : Buddha
Kedudukan : Warga
P : sejak kapan bapak tinggal disini?
R : tinggal? Pertama tinggal disini dari taun 1958
P : asalnya dari mana?
R : saya Serpong asli
P : sepengetahuan bapak, sejak kapan orang Tionghoa pertama
kali tinggal disini?
R : wah kalau itu mah saya kurang paham yah, udah lama. Ini aja
(Vihara) udah 300 tahun lebih. Memang tadinya disini kan orang
pelarian semua, lari juga bukan lahi dari Tiongkok, dari daerah
gitu. Dari daerah padalaur, cisauk, kalo dari Tiongkok mah ga
ada. Kalo dari Tiongkok mah bisa ngomong begitu ( bahasa
China). Asal-usulnya beegini.... emang orang asli sini semua.
P : apakah bapak merasa bahwa bapak adalah orang Tionghoa
yang tinggal di Indonesia, atau bapak merasa bahwa bapak itu ya
memang orang Indonesia?
R : saya bukan orang China, orang Indonesia asli. Kalau dibilang
pribumi ya saya orang pribumi, lahir disini tumpah darahnya
disebut apa? Ya orang tua saya memang orang Tionghoa, tapi
tumpah darahnya pribumi, itu mah Cuma garis keturunan aja.
P : sepengetahuan bapak selama tinggal disini, bagaimana sih pak
kehidupan warga disini?
R : rukun-rukun aja, dari taun dulu juga, dari taun ’40 juga
rukun-rukun aja.
P : sepengetahuan bapak, apa saja pekerjaan orang-orang etnis
Tionghoa yang ada disini?
R : supir.. wiraswasta, dagang di serpong. Dulu mah banyak
supir, kalau sekarang udah pada kerja, udah pada pinter. Makanya
kan kita bodoh tapi jangan sampe anak kita bodoh. Kalau bodoh
semua ya bisa repot.
P : adakah kesenian khas etnis Tionghoa yang suka dipertunjukan
disini?
R : ada. Barong.
P : itu biasanya dipertunjukannya itu pas acara apa ?
R : ya hari-harti tertentu, Imlek sama itu... cap go meh, udah
P : ketika ada kesenian khas yang ditampilkan, masyarakat
pribuminya antusias ga?
R : antusias semua, iya.
P : apakah dari masyarakat pribuminya membantu?
R : banyak yang bantu
P : dalam hal apa pak bantunya?
R : ya banyak, parkir semua ditolong . dari parkiran, parkiran kan
banyak, dibantu semua. Kalau kita ada kegiatan ya dibantu-bantu
semua.
P : apakah masih ada makanan khas etnis Tionghoa yang masih
bisa ditemui disini?
R : ya disini mah gado-gado aja udah..
P : loh? Makanan khas nya gado-gado pak?
R : lah iya, disini mah udah sama aja
P : maksudnya yang khas orang Tionghoa gitu..
R : ya banyak... apa ya... susah juga nyebutinnya, paling asinan,
kue keranjang.
P : itu ada terus ?
R : masih. Kalo itu mah ga putus-putus ada terus pas imlek.
P : sepengetahuan bapak, adakah akkulturasi yang terjadi disini?
R : ngga ada deh kayanya.
P : bahasa apa yang digunakan untuk berkomunikasi baik dengan
sesama etnis Tionghoa maupun ke pribumi?
R : ah biasa aja. Bahasa Indonesia, Betawi. Ga ada yang bisa
disini mah ( bahasa China), emang dari lahir bukan ajarannya.
P : adakah dari keluarga bapak yang menikah dengan orang
pribumi?
R : ya nenek saya orang Islam, saudara saya Haji semua.
P : berarti ada ya ?
R : semua... makanya saya bilang pembauran ya gitu, nenek saya
kakek saya itu pribumi dari Jombang, sampora. Noh sodara saya
juga masih ada di Sampora, di Serpong juga ada, di Jombang juga
ada Haji, di Bogor juga ada Haji.
P : semuanya rukun-rukun aja ya pak? Ga ada pertentangan
R : rukun, ngga ada pertentangan.
P : sepengetahuan bapak, pergaulan masyarakat disini itu dibatasi
ga sih?
R : ngga, bebas kok itu mah
P : iya, soalnya kan saya pernah denger yang katanya kalau orang
Tionghoa itu kalau bergaul suka pilih-pilih, maunya bergaul sama
kelompoknya aja, yang gitu-gitu, gimana menurut bapak?
R : ngga... bohong itu, saya lebih tua disini, orang saya aja kalau
main ke Serpong pada kenal, semuanya juga saya kenal. Kalau
ngga kenal, ya ngapain saya kesana, kalau terbatas mah. Jangan
mau dibohongin sama orang-orang yang mau memecah belah,
yanng menjelekkan.
P : oiya pak, waktu itu kan ada dari dinas pariwisata masanng
plang kampung Tionghoa terus dicabut sama warga, itu kenapa
sih?
R : ya ngga suka. Ya kita menolak. Jawabanya adalah disini
bukan asli China, orang Indonesia asli. Makanya saya ga mau
disini dibilang warga kampung China, orang saya orang
Indonesia. Untuk apa dikotak-kotakan, toh semuanya sama, orang
Indonesia.
P : menurut bapak, adakah faktor yang menghambat terjadinya
komunikasi disini?
R : ngga ada, lancar-lancar aja semua juga
P : bagaimana dengan toleransinya pak?
R : toleransi baik-baik aja, kita ada sumbangan disini kita
sumbangin semua ke daerah-daerah, misalnya ada beras ya kita
baksos, disini juga ngga abis. Bagiin deh yang terdekat dulu baru
yang jauh.kalau yang dekat udah terpenuhi, baru yang jauh. Kan
pokok utamanya yang terdekat, yang sehari-harinya kita main,
keliatan, ketemu.
P : sepengetahuan bapak, adakah kegiatan yang dilakukan
bersamaan oleh orang etnis Tionghoa dan Pribumi?
R : ngga ada... ya paling gotong royong. Ya paling kalau disini
lagi ada rame-rame, ya dibantulah. Saya juga pribumi loh, asli
orang serpong, buka orang China. Cuma keturunan doang, kalau
keturunan mah ga masalah, kan orang tua saya udah ga ada,
keluarga saya juga kan ada yang Islam. Perbedaannya Cuma
megang agamanya, makanya jangan salah.. sekarang banyak
orang pribumi ada yang masuk Buddha, yang keturunan China
nya juga ada yang masuk Islam, udah pembauran, jadi apa lagi
yang dipermasalahin? Kaya saya Islam, Kristen, Buddha,
Konghucu, satu lagi Buddha Jepang, rukun-rukun aja.
P : kalau warga pribuminya ngadain acara, yang masyarakat
Tionghoanya bantuin ga?
R : bantu, ngundang, ya datang. Disini mah sama aja udah... istri
saya ngurusin masjid loh?
P : ngurusin masjid gimana pak?
R : kalau ada bantuan .. apa.. makan.. tiap hari jumat masak,
bersih-bersih. Kan dia bilang “ mas boleh ga bantu-bantu”
bolehh...orang kita bantu sih, kita jangan minta imbalan kan
bantu. Saya ga bohong loh, ini ngomong di depan Dewa. Sama
aja sih semuanya disini, dulu kan ini kawasan pasar lama, orang
tuanya pada dagang disini, kerja disini, anak-anaknya bantuin,
jadi ya saling kenal, dan dari dulu juga rukun-rukun aja.
Pewawancara Narasumber
Puji Indah Lestari Angkie
NIM: 1112051000098
Nama : Marem
Usia : 40 th
Pendidikan : SMA
Agama : Islam
Kedudukan : Warga
P : sudah berapa lama ibu tinggal disini :
R : saya tinggal disini dari taun 2003
P : ibu tau ga sejak kapan orang-orang Tionghoa yang disini
mulai datang dan tinggal disini?
R : pastinya sih saya ga tau, tapi yang jelas sih udah lama ya mba.
Yang saya tau sih dulu ini pasar lama, terus pasarnya dipindah ke
Serpong.
P : setahu ibu, masyarakat yang ada disini asalnya dari mana aja
sih bu?
R : kalau yang pribuminya sih setau saya ada yang dari Jawa,
Bali, kebanyakan Jawa. Tapi kalau yang Tionghoa nya saya
kurang tau deh mbak.
P : komunikasi masyarakat disini gimamna bu? Lancar kah?
R : alhamdulillah lancar-lancar aja mbak, saling menghormati,
toleransi, baik sih mbak.. kalau lebaran muslim juga mereka ada
yang berkunjung, kalau lebaran mereka juga kita berkunjung jadi
ya silaturahmi dan komunikasi mah bagus
P : terus ibu suka main-main ke daerah sana?
R : kan temen sekolah anak saya juga ada yang Tionghoa, jadi ya
suka main, mereka juga kadang main kesini.
P : ibu tau ga sih kegiatan mereka atau ritual mereka tuh ngapain
aja?
R : ngga tau sih, kan beda ya.. intinya mah sama (menyembah)
tapi caranya beda, jadi ya kita ga tau kegiatannya apa.
P : kesenian khas Tionghoa ibu tau?
R : kalau keseniannya kita suka nonton Barongsai, sering ikut
nonton.
P : kalau makanan khasnya ibu tau?
R : paling ya dodol. Itu kan ada di belakang SD sini kan tiap taun
emang buat ya mbak, kalau mau lebaran mereka pasti buat mbak,
kalau lebaran kita juga dulu buat, Cuma sekarang karena usianya
udah sepuh jadi ngga buat lagi gitu. Kita juga sering pesen sama
beliau.
P : adakah kegiatan yang dilakukan bersama?
R : ada sih.. posyandu, gotong royong.
P : apakah ibu membatasi pergaulan?
R : ngga sih mbak. Cuman anak-anak suka membatasi diri,
karena mereka punya peliharaan anjing, kan pada takut sama
anjing, jadi ya suka pada membatasi. Tapi ya karena mereka
punya anjing aja, ngga lebih dari itu.
P : menurut penilaian ibu pribadi, masyarakat Tinghoa yang ada
disini tuh gimana sih?
R : baik sih mba, tapi ga tau juga ya.. kalau dari yang saya liat
dilingkungan kita ini sih ya baik ya mbak. Karna kita satu RT jadi
ya silaturahminya juga baik-baik aja mbak, ngga ada pikiran yang
gimanaaa gitu ya ngga mbak
P : disini pernah ada konflik ga bu?
R : ngga ada mbak, kita mah rukun-rukun aja. Paling ya anak-
anak kecil aja suka berantem. Selebihnya mah ga ada. Ribut-ribut
sih ngga. Belum pernah ya mudah-mudahan ngga ya. Tapi ya
orang sini sih belum pernah ribut ya mbak. Cuma pernah banjir
mbak, sini pernah kebanjiran jadi ya minta tolong, minta
solusinya gimana. Bersihinnya ya bareng-bareng.
P : kalau warga etnis Tionghoa nya ada acara nih bu, warga
pribuminya bantu-bantu ga bu?
R : kalau kita ga dimintain tolong ya ngga bantuin, kecuali
mereka bilang terus minta bantuan ya kita bantu mba. Kalau
hajatan gitu sih kita ngga dimintain tolong, soalnya mereka juga
tau ya, cara masak mereka kan beda mbak, jadi ngga ngga ya kita
diundang untuk makan aja, tapi untuk dibantu mah ngga, kecuali
mereka minta tolong. Kaya misalnya nanti dateng ya acara ini,
hari ini, ya kita dateng menghormati, Cuma mereka juga nyiapin
makanan sendiri, Indonesia sendiri, khas Tionghoanya juga
sendiri. Cuma kadang kita agak gimana ya.. takut ya.. takutnya
bekas penggorengan ini dipake itu gitu.. takut tapi ya kita
menjaga ya kita makan kue, minum, buah udah gitu doang.
P : kalau pribuminya yang ada acara, mereka bantuin ga bu?
R : ngga bantuin juga, kita ngundang ke RT kalau kita mau ada
acara gitu tapi ya dateng mba, tapi ya ga bantuin juga. Kecuali ya
kalau kita minta bantuan.
P : menurut ibu, ada ga sih faktor yang menghambat terjadinya
komunikasi disini?
R : ngga ya mba. Apalagi sekrang zaman semakin canggih,
komunikasi juga jadi semakin lancar.dan disini juga kita
kebanyakan ga masalahin perbedaan agama, ras atau yang
lainnnya sih mbak. Jadi ya ga ada yang menghambat sama sekali
kalau menurut saya
Pewawancara Narasumber
Puji Indah Lestari Marem
NIM: 1112051000098
Nama : Suratoyo
Usia : 53 th
Pendidikan : SMA
Agama : Islam
Kedudukan : Warga
P : sejak kapan bapak tinggal disini?
R : saya kan pindah-pindah ya, nah pertama dateng kesini sekitar
taun 80an lah
P : asalnya dari mana pak?
R : kalau saya dari Lampung
P : sepengetahuan bapak, sejak kapan sih orang-orang etnis
Tionghoa yang ada disini mulai tinggal disini?
R : yang saya tau mereka pun turun temurun disini, mereka udah
lama disini. Kakeknya pun orang sini, orang-orang Tionghoa itu
memang lahir disini.
P : sepengetahuan bapak, apa saja sih pekerjaan mereka?
R : kalau dulu kan dagang, selain dagang mereka itu pengusaha.
Dulu itu pengusaha.... ya dagang juga. Dagang pasir , batu,
material. Material yang sifatnya ini doang a... pasir, batu, split.
P : ga lengkap ya pak? Ga kaya toko matrial gitu?
R : ya ada yang toko matrial juga, sembakko ada.. gitu.. rata-rata
ya dagang mereka itu ya.
P : kalau pekerjaan pribuminya apa pak?
R : pekerjaan orang pribumi sini? Dulu apa sekarang ?
P : ya dulu sampai sekarang deh.. hehe
R : kalau dulu itu taun 80an masih bertani ya, masih ada sawah..
masih ada kebun.. kalau sekarang udah ngga ada. Kalau sekarang
rata-rata mereka ada yang pegawai, ada yang guru, buruh banyak
juga. Ini yang pegawai juga banyak gitu.. dagang juga banyak
sekarang. Nah yang Tionghoa pun ada yang jadi Pegawai Negeri,
jadi Guru, jadi Polisi ada juga
P : kalau makanan khas Tionghoa yang bapak tau apa aja pak?
Yang masih bisa ditemui disini?
R : makanan khas ? ya bakpao.. kalau hajatan itu kan pasti ada
bakpao, terus potong babi juga haha.. kalau yang masih makan
babi ya mereka potong..
P : sepengetahuan bapak, apa saja kesenian khas etnis Tionghoa
yang masih ada dan ditampilkan disini?
R : kalau kesenian Tionghoa... mereka itu senangnya Cokek,
Gambang Kromong..
P : disini masih ada tuh pak ?
R : masih.. kalau setiap hajatan masih ada itu. Hajatan nikahan.
P : nah kalau ada acara-acara kaya gitu, pribumi disini antusias ga
sih pak ?
R : ya antusias.. anak-anak suka pada ngeliat
P : pribuminya suka bantuin ga pak kalau ada acara kaya gitu?
R : ya kalau diundang ya datang. Di kita pun begitu, kalau
mereka diundang ya datang..
P : bagaimana tanggapan bapak tentang acara-acara atau ritual
adat yang dilakukan oleh etnis Tionghoa?
R : warga sini ya biasa-biasa aja.. ya namanya kegiatan itu kan
udah ada dari dulu dan ga melanggar kan, jadi ya silahkan aja
yang penting ga pada judi.. hahha
P : apakah pernah terjadi konflik disini?
R : ngga pernah. Ada konflik ya kecil, biasa antar tetangga aja.
Paling ya konflik pribadi aja, konflik rumah tangga.
P : jadi ga pernah ada konflik ya besar ya pak? Ya mungkin
bawa-bawa etnis, agama..
R : selama ini di serpong ini, ga pernah ada konflik yang bawa-
bawa etnis gitu. Justru kita ini sama-sama saling merangkul, di
Cilenggang ini bahwa awal taun 2018 ini bahwa warna
Cilenggang itu adalah terdiri dari beberapa etnis. Etnis Tionghoa
gitu.. jadi kita saling aa...saling apa ya namanya.. saling
membaur, itu udah ada ikatan kita orang di Cilenggang ini.
P : adakah kegiatan yang diadakan dan dilakukan bersamaan?
R : ada.. gotong royong.. jadi seperti yang saya bilang itu ya, kita
warga Cilenggang itu punya e.... cagar budaya, cagar budaya
Tajug ini, jadi waktu itu kita mendeklarasikan itu termasuk
orang-orang Tionghoa itu disitu ikut terlibat, kita pawai, keliling
desa Cilenggang. Barongsai ikut tampil, marawis, drumb band,
obor, ya itu terlibat..
P : ada pandangan tentang etnis Tionghoa bahwa mereka tertutup,
suka berkelompok, menurut bapak itu bagaimana ?
R : disini ? ya ngga kita pungkiri ya ada... yang pribumi pun ada
yang seperti itu. Tapi ya tidak banyak, hanya segelintir saja.
Banyaknya ya berbaur.
P : menurut pandangan apak masyarakat etnis Tionghoa yang ada
disini itu seperti apa ?
R : secara umum kalau dulu.. kita bicara dulu, kita itu kan
berkawan semua ya.. nah.. setelah turun temurun beberapa
generasi ini mereka itu pada pindah, kalau pandangan saya ya
kawan-kawan saya itu mereka baik-baik.. biasa aja berbaur suka
ngobrol-ngobrol, nongkrong
P : bapak suka ikut tuh ?
R : ya kalau diundang ya datang.. diundang kawinan.. terakhir itu
diundang masyarakat Tionghoa acara disini sebagai .. apa ya.. e...
contoh apa ya... disini ada orang chinese, Betawi sama sunda,
berbaur jadi satu dari berbagai macam agama dan etnis e.. tidak
terjadi konflik, nah ada yang dateng kesini itu orang luar negeri,
dari Tahiland, India, Prancis kemarin tuh pada dateng kesini ke
Vihara, berkunjung. Dia membandingkan di Indonesia ini ada
berbagai macam etnis, macam-macam agama ada keturunan kok
bisa menyatu, dulu Rano Karno juga pernah datang, banyak lah
yang datang kesini.
P : menurut bapak ada tidak sih akulturasi yang terjadi disini?
R : ya itu.. Gambang Kromong. Gambang Kromong itu
perpaduan. Emang dari asal usulnya musiknya perpaduan antara
Portugis, Chiina, betawi. Itu kesukaan orang-orang ini
P : kalau di Vihara lagi ada acara, kaya ulang tahun misalnya,
bapak sendiri antusias ga?
R : ya kadang-kadang suka liat lah.. kadang kalau rapat juga suka
diadain disana, rapat warga. Karna ga ada aula, jadi rapatnya
disana, kan disana ada aula nya.
P : sepengetahuan bapak, bagaimana komunikasi antar warga
etnis Tionghoa dengan warga pribumi yang ada disini?
R : kalau komunikasi sih lancar-lancar aja ya. Mereka juga suka
kesini, kan disini ada SD ya, jadi ada yang jualan disini, saya juga
suka makan uduk disana, ngorbol sama mereka juga, nongkrong.
P : adakah faktor yang menghambat terjadinya komunikasi
disini?
R : ngga ada ya.. semuanya berbaur aja sih, sama aja. Ngobrol-
ngobrol aja, ngga ada yang membedakan. Kecuali ya memang
agamanya saja yang beda
P : sepengetahuan bapak bagaimana sih tingkat toleransinya
disini?
R : wah kalau toleransinya sih ya bagus bener
P : terus pak kalau misalnya ada yang berduka disini, ada yang
meninggal gitu lah, orang Tionghoanya pada datang ga ?
R : datang... tahlil pun datang, tapi diluar tenda biasanya.. ya
mereka datang, begitu pun sebaliknya.
P : selama tinggal disini, pernahkan bapak menerima perlakuan
yang tidak mengenakan?
R : ngga pernah ya.. semuanya berkawan aja, ya ngga berani lah.
Semuanya juga lancar-lancar aja, komunikasinya juga lancar.
Pewawancara Narasumber
Puji Indah Lestari Suratoyo
NIM: 1112051000098
FOTO BERSAMA NARASUMBER
Penulis bersama Bpk. Anton Wijaya
Penulis bersama Bpk. Widi Wirdawan
Penulis bersama Aldhyoka Rukminto
Penulis bersama Bpk. Angkie
Penulis bersama Ibu Marem
Penulis bersama Bpk. Suratoyo
FOTO KEGIATAN WARGA RT 13 RW 05 KELURAHAN
CILENGGANG KOTA TANGERANG SELATAN
Kegiatan Bakti Sosial
Kegiatan di Posyandu Tulip
Kegiatan di Posyandu Tulip
Hiburan Gambang Kromong Saat Perayaan Imlek