Komplikasi Luka Bakar.
-
Upload
waniesariff -
Category
Documents
-
view
1.491 -
download
1
description
Transcript of Komplikasi Luka Bakar.
Komplikasi Luka Bakar
- Fase Akut: syok, gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
Dalam 24 jam pertama
Luka Bakar
Meningkatnya permeabilitas kapiler
Hilangnya plasma, protein, cairan dan elektrolit dari volume sirkulasi
ke dalam rongga interstisial :
hypoproteinemia, hyponatremia, hyperkalemia
Hipovolemi
Syok
- Fase Subakut: infeksi dan sepsis,multiorgan failure
SIRS adalah suatu bentuk respon klinik yang bersifat sistemik terhadap berbagai stimulus
klinik beratakibat infeksi ataupun noninfeksi seperti trauma, luka bakar, reaksi autoimun, sirosis,
pankreatitis, dll.Respon ini merupakan dampak dari pelepasan mediator-mediator inflamasi
(proinflamasi) yang mulanyabersifat fisiologik dalam proses penyembuhan luka, namun oleh
karena pengaruh beberapa faktor predisposisi danfaktor pencetus, respon ini berubah secara
berlebihan (mengalami eksagregasi) dan menyebabkan kerusakan padaorgan-organ sistemik,
menyebabkan disfungsi dan berakhir dengan kegagalan organ terkena menjalankan
fungsinya;MODS ( Multi-system Organ Disfunction Syndrome) bahkan sampai kegagalan
berbagai organ ( Multi-system OrganFailure/MOF). SIRS dan MODS merupakan penyebab
utama tingginya angka mortalitas pada pasien luka bakar maupuntrauma berat lainnya. Dalam
penelitian dilaporkan SIRS dan MODS keduanya menjadi penyebab 81% kematianpasca trauma;
dan dapat dibuktikan pula bahwa SIRS sendiri mengantarkan pasien pada MODS.Ada 5 hal yang
bisa menjadi aktivator timbulnya SIRS, yaitu infection,injury,inflamation,inadequateblood flow,
dan ischemia-reperfusion injury.
Kriteria klinik yang digunakan, mengikuti hasil konsensus AmericanCollege of Chest phycisians
danthe Society of Critical Care Medicine tahun 1991, yaitu bila dijumpai 2 atau lebih menifestasi
berikut selama beberapa hari, yaitu:-
Hipertermia (suhu > 38°C) atau hipotermia (suhu < 36°C)
Takikardi (frekuensi nadi > 90x/menit)
Takipneu (frekuensi nafas > 20x/menit) atau tekanan parsial CO2 rendah (PaCO2< 32 mmHg)
Leukositosis (jumlah lekosit > 12.000 sel/mm3), leukopeni (< 4000 sel/mm3) atau dijumpai >
10% netrofil dalam bentuk imatur (band ).Bila diperoleh bukti bahwa infeksi sebagai penyebab
(dari hasil kultur darah/bakteremia), maka SIRSdisebut sebagai sepsis. SIRS akan selalu
berkaitan dengan MODS karena MODS merupakan akhir dari SIRS.Pada dasarnya MODS
adalah kumpulan gejala dengan adanya gangguan fungsi organ pada pasien akutsedemikian rupa,
sehingga homeostasis tidak dapat dipertahankan tanpa intervensi. Bila ditelusuri lebih lanjut,
SIRSsebagai suatu proses yang berkesinambungan sehingga dapat dimengerti bahwa MODS
menggambarkan kondisilebih berat dan merupakan bagian akhir dari spektrum keadaan yang
berawal dari SIRS.PatofisiologiPerjalanan SIRS dijelaskan menurut teori yang dikembangkan
oleh Bonedalam beberapa tahap.
Tahap I
Respon inflamasi sistemik didahului oleh suatu penyebab, misalnya luka bakar atau trauma berat
lainnya.Kerusakan lokal merangsang pelepasan berbagai mediator pro-inflamasi seperti sitokin;
yang selain membangkitkanrespon inflamasi juga berperan pada proses penyembuhan luka dan
mengerahkan sel-sel retikuloendotelial. Sitokinadalah pembawa pesan fisiologik dari respon
inflamasi. Molekul utamanya meliputiTumor Necrotizing Factor (TNFα), interleukin (IL1, IL6),
interferon,Colony Stimulating Factor (CSF), dan lain-lain. Efektor selular responinflamasi adalah
sel-sel PMN, monosit, makrofag, dan sel-sel endotel. Sel-sel untuk sitokin dan mediator
inflamasi sekunder seperti prostaglandin, leukotrien,thromboxane,Platelet Activating
Factor (PAF), radikal bebas, oksidanitrit, dan protease. Endotel teraktivasi dan lingkungan yang
kaya sitokin mengaktifkan kaskade koagulasi sehinggaterjadi trombosis lokal. Hal ini
mengurangi kehilangan darah melalui luka, namun disamping itu timbul efek pembatasan
(walling off ) jaringan cedera sehingga secara fisiologik daerah inflamasi terisolasi.
Tahap II
Sejumlah kecil sitokin yang dilepaskan ke dalam sirkulasi justru meningkatkan respon lokal.
Terjadipergerakan makrofag, trombosit dan stimulasi produksi faktor pertumbuhan (
Growth Factor /GF). Selanjutnyadimulailah respon fase akut yang terkontrol secara simultan
melalui penurunan kadar mediator proinflamasi danpelepasan antagonis endogen (antagonis
reseptor IL1 dan mediator-mediator anti-inflamasi lain seperti IL4, IL10,IL11, reseptor terlarut
TNF (Transforming Growth Factor /TGF). Dengan demikian mediator-mediator tersebutmenjaga
respon inflamasi awal yang dikendalikan dengan baik oleh down regulating cytokine production
dan efek antagonis terhadap sitokin yang telah dilepaskan. Keadaan ini berlangsung hingga
homeostasis terjaga.
Tahap III
Jika homeostasis tidak dapat dikembalikan, berkembang tahap III (SIRS); terjadi reaksi sistemik
masif.Efek predominan dari sitokin berubah menjadi destruktif. Sirkulasi dibanjiri mediator-
mediator inflamasi sehinggaintegritas dinding kapiler rusak. Sitokin merambah ke dalam
berbagai organ dan mengakibatkan kerusakan. Respondestruktif regional dan sistemik (terjadi
peningkatan vasodilatasi perifer, gangguan permeabilitas mikrovaskular,akselerasi trombosis
mikrovaskular, aktivasi sel leukosit-endotel) yang mengakibatkan perubahan-perubahan
patologik di berbagai organ. Jika reaksi inflamasi tidak dapat dikendalikan, terjadi syok septik,
Disseminated Intravascular Coagulation (DIC), ARDS, MODS, dan kematian.MODS
merupakan bagian akhir dari spektrum klinis SIRS. Pada pasien luka bakar dapat dijumpai
secarakasar 30% kasus mengalami MODS. Ada 3 teori yang menjelaskan timbulnya SIRS,
MODS dan sepsis; yang manaketiganya terjadi secara simultan.Teori pertama menyebutkan
bahwa syok yang terjadi menyebabkan penurunan penurunan sirkulasi didaerah splangnikus,
perfusi ke jaringan usus terganggu menyebabkan disrupsi mukosa saluran cerna. Disrupsimukosa
menyebakan fungsi mukosa sebagaibarrier berkurang/hilang, dan mempermudah terjadinya
translokasibakteri. Bakteri yang mengalami translokasi umumnya flora normal usus yang bersifat
komensal, berubah menjadioportunistik; khususnya akibat perubahan suasana di dalam lumen
usus (puasa, pemberian antasida dan beberapa jenis antibiotika).
Selain kehilangan fungsi sebagai barrier terhadap kuman, daya imunitas juga berkurang
(kulit,mukosa), sehingga mudah dirusak oleh toksin yang berasal dari kuman (endo atau
enterotoksin). Pada kondisi disrupsi, bila pasien dipuasakan, maka proses degenerasi mukosa
justru berlanjut menjadi atrofi mukosa usus yangdapat memperberat keadaan.Gangguan sirkulasi
ke berbagai organ menyebabkan kondisi-kondisi yang memicu SIRS. Gangguan sirkulasi
serebral menyebabkan disfungsi karena gangguan sistem autoregulasi serebral yang memberi
dampak sistemik (ensefelopati). Gangguan sirkulasi ke ginjal menyebabkan iskemi ginjal
khususnya tubulus berlanjut dengan Acute Tubular Necrosis(ATN) yang berakhir dengan gagal
ginjal ( Acute Renal Failure /ARF). Gangguan sirkulasi perifer menyebabkan iskemi otot-otot
dengan dampak pemecahan glikoprotein yang meningkatkan produksi Nitric Oxide(NO); NO ini
berperan sebagai modulator sepsis. Gangguan sirkulasi ke kulit dan sistem integumen
menyebabkan terutama gangguan sistim imun; karena penurunan produksi limfosit
dan penurunan fungsi barrier kulit.Teori kedua menjelaskan pelepasan Lipid
Protein Complex(LPC) yang sebelumnya dikenal dengan burntoxindari jaringan nekrosis akibat
cedera termis. LPC memiliki toksisitas ribuan kali di atas endotoksin dalammerangsang
pelepasan mediator pro-inflamasi; namun pelepasan LPC ini tidak ada hubungannya dengan
infeksi.Respon yang timbul mulanya bersifat lokal, terbatas pada daerah cedera; kemudian
berkembang menjadi suatubentuk respon sistemik.Teori ketiga menjelaskan kekacauan sistem
metabolisme (hipometabolik pada fase akut dilanjutkan hipermetabolik pada fase selanjutnya)
yang menguras seluruh modalitas tubuh khususnya sistim imunologi.Mediator-mediator pro-
inflamasi yang dilepas ke sirkulasi sebagai respon terhadap suatu cedera tidak hanyamenyerang
benda asing atau toksin yang ada; tetapi juga menimbulkan kerusakan pada jaringan organ
sistemik.Kondisi ini dimungkinkan karena luka bakar merupakan suatu bentuk trauma yang
bersifat imunosupresif.
Tatalaksana
Penatalaksanaan luka bakar bersifat lebih agresif dan bertujuan mencegah perkembangan SIRS,
MODS,dan sepsis.Pemberian Nutrisi Enteral Dini (NED) melalui pipa nasogastrik dalam 8 jam
pertama pasca cedera. Selainbertujuan mencegah terjadinya atrofi mukosa usus, pemberian NED
ini bertitik tolak mencegah dan mengatasikondisi hipometabolik pada fase akut / syok dan
mengendalikan status hiperkatabolisme yang terjadi pada fase flow.Pemberian antasida dan
antibiotika tidak dibenarkan karena akan merubah pola / habitat kuman yang
mengganggukeseimbangan flora usus.Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang
disebabkan cedera termis harus segera dilakukan nekrotomi dan debridement , dan dilakukan
sedini mungkin (eksisi dini, hari ketiga-keempat pasca cedera luka bakarsedang, hari ketujuh-
kedelapan pada luka bakar berat), bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan
segera(immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan kulit
sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan
metabolisme),barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang mempengaruhi
proses penyembuhan, tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam hal inimengulur waktu
dan memperberat stress metabolisme. Pemberian obat-obatan yang bersifat anti inflamasi seperti
antihistamin dianggap tidak bermanfaat.Pemberian steroid sebelumnya dianggap bermanfaat
namun harus diingat saat pemberian serta efek sampingnya.Pemberian zat yang meningkatkan
imunologik seperti Omega-3 akan menjinakkan leukotrien (LTB4 yangbersifat maligna) dengan
cara mempengaruhi lypoxygenase pathwaypada metabolisme asam arakhidonat,
sehinggamenghasilkan leukotrien yang lebih benigna. Pemberian Omega-6 memiliki efek pada
cyclo-oxygenase pathway.
- Fase Lanjut: parut hipertropik
1. Hipertrofi Jaringan Parut
Hipertrofi jaringan parut merupakan komplikasi kulit yang biasa dialami pasien dengan luka
bakar yang sulit dicegah, akan tetapi masih bisa diatasi dengan tindakan tertentu terbentuknya
hipertrofi jaringan parut pada pasien luka bakar dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain :
Kedalaman luka bakar
Sifat kulit
Usia pasien
Lamanya waktu penutupan kulit
Penanduran kulit.
2. Kontraktur
Kontraktur adalah komplikasi yang hampir selalu menyertai luka bakar dan menimbulkan
gangguan fungsi pergerakan.
Beberapa tindakan yang dapat mencegah atau mengurangi komplikasi kontraktur adalah :
Pemberian posisi yang baik dan benar sejak awal.
Ambulasi yang dilakukan 2-3 kali/hari sesegera mungkin (perhatikan jika ada fraktur)
pada pasien yang terpasang berbagai alat invasif (misalnya, IV, NGT, monitor EKG, dll)
perlu dipersiapkan dan dibantu (ambulasil pasif).
Pressure grament adalah pakaian yang dapat memberikan tekanan yang bertujuan
menekan timbulnya hipertrosi scar, dimana penggunaan presure grament ini dapat
menghambat mobilitas dan mendukung terjadinya kontraktur.