kolkisin bawamg putih.pdf

download kolkisin bawamg putih.pdf

of 108

Transcript of kolkisin bawamg putih.pdf

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang

    Tanaman bawang putih (Allium sativum Linn.) adalah tanaman

    holtikultura yang memiliki banyak manfaat terutama umbinya berguna sebagai

    bumbu dan dapat digunakan untuk mengobati beberapa penyakit seperti infeksi

    pernafasan dan untuk meningkatkan vitalitas tubuh (Pratimi, 1995). Wijaya et al.

    (2014) menyatakan bahwa produksi bawang putih di Indonesia belum mampu

    memenuhi permintaan kebutuhan pangan masyarakat sehingga menyebabkan

    selisih dan kekosongan yang cukup besar diantara konsumsi dan produksi dalam

    negeri. Peristiwa ini menyebabkan terjadinya defisit produksi yang mengharuskan

    pemerintah melakukan impor untuk memenuhi konsumsi komoditas tersebut

    (Wibowo, 2006).

    Pada tahun 2012 produksi bawang putih Indonesia adalah 296.500 ton,

    sementara permintaan bawang putih nasional sebesar 400.000 ton. Untuk

    memenuhi kebutuhan bawang putih nasional, pemerintah Indonesia melakukan

    impor bawang putih tahun 2013 sebesar 320 ribu ton terutama impor bawang

    putih asal Cina. Peningkatan volume impor ini disebabkan oleh beberapa kendala

    seperti luas lahan yang sempit, biaya tinggi, kualitas bibit bawang putih yang

    digunakan rendah serta ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap konsumsi

    bawang putih (BPS, 2012). Untuk mengatasi permasalahan tersebut diperlukan

    suatu usaha seperti pemuliaan tanaman yang dapat menghasilkan produksi

  • 2

    kultivar-kultivar unggul bawang putih di Indonesia ialah Lumbu putih, Lumbu

    hijau, Jalibarang, Banjarsari, Sanur I, Sanur II, Kediri (Bagor), Layur, dan Honya

    (kultivar lokal Majalengka) (Lamina, 1990 ; Wibowo, 2006).

    Salah satu kultivar bawang putih yang ditanam di Bali adalah kesuna

    bali. Kesuna bali hanya memiliki satu siung sedangkan bawang putih biasa

    memiliki banyak siung. Kualitas bibit kesuna bali yang rendah dan mudah

    terserang penyakit menyebabkan para petani mengganti penanaman kesuna bali

    dengan bawang putih biasa. Keunggulan yang dimiliki oleh kesuna bali yaitu rasa

    yang dihasilkan lebih pedas dibandingkan dengan bawang putih biasa. Selain itu

    kandungan antimikroba pada senyawa kimia kesuna bali lebih besar dibandingkan

    bawang putih biasa sehingga sering digunakan sebagai bahan obat tradisional

    (Pratimi, 1995). Untuk meningkatkan produksi kesuna bali diperlukan perbaikan

    sifat genetik dan agronomi. Perbaikan sifat genetik kesuna bali tidak dapat

    dilakukan dengan persilangan karena sebagian besar genus Allium tidak memiliki

    bunga. Perbaikan sifat dapat diupayakan dengan cara lain diantaranya dengan

    induksi mutasi (Chahal dan Gosal, 2002 ; Soedjono, 2003).

    Salah satu induksi mutasi yang dikenal adalah induksi polipoid (Suryo, 2007).

    Induksi poliploid dapat dilakukan dengan pemberian mutagen kimia seperti

    kolkisin pada jaringan meristem tanaman (Sofia, 2007). Senyawa ini dapat

    menghalangi terbentuknya benang-benang spindel pada pembelahan sel sehingga

    menyebabkan terbentuknya individu poliploid. Penelitian induksi poliploid dari

    genus Allium sebelumnya telah dilakukan oleh Ritonga dan Wulansari (2011),

    penggunaan konsentrasi kolkisin sebesar 0.05%, 0.1% dan 0.2 % pada tanaman

  • 3

    bawang merah (Allium ascacolinum L.). Penggunaan kolkisin ini dapat

    meningkatkan jumlah kromosom serta menghasilkan kromosom ujung akar yang

    poliploid. Pernyataan ini diperkuat oleh Suminah et al. (2002) yang menyatakan

    pemberian kolkisin 1% terdapat variasi bentuk, ukuran dan jumlah kromosom

    pada ujung akar bawang merah. Poliploidi yang terbentuk dikelompokkan

    menjadi tetraploid (4n), pentaploid (5n), heksaploid (6n), oktaploid (8n), dan

    nonaploid (9n) dengan panjang kromosom berkisar 0.3 1 m dan sebagian besar

    berbentuk metasentris.

    Penelitian lainnya pada melon dikemukakan oleh Yuniasih (2011) yang

    menyatakan bahwa pemberian kolkisin pada konsentrasi 0.01% dengan lama

    perendaman 6 jam dapat menginduksi kecambah melon tetraploid. Dalam

    penelitian tersebut lama perendaman kolkisin berpengaruh nyata terhadap

    terbentuknya kromosom tetraploid pada tanaman melon. Pada umumnya kolkisin

    bekerja secara efektif pada konsentrasi 0.01-1% untuk jangka waktu 6-72 jam,

    namun dalam hal ini setiap jenis tanaman memiliki respon yang berbeda-beda

    (Suminah et al., 2002).

    Menurut Hindarti (2002) secara morfologi konsentrasi kolkisin 0.01%

    menyebabkan peningkatan tinggi tanaman, diameter batang, volume umbi dan

    bobot siung pada tanaman bawang putih, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap

    jumlah siung yang dihasilkan. Kolkisin juga dapat menambah variasi genetik pada

    tanaman bawang putih lokal seperti kesuna bali. Variasi genetik yang terjadi

    akibat pemberian mutagen kolkisin dapat dideteksi dengan pengamatan karakter

    morfologi, anatomi, fisiologi dan penanda molekuler. Menurut Volk et al. (2003)

  • 4

    pengamatan karakter morfologi diperlukan untuk mengevaluasi variasi genetik

    pada tanaman bawang putih melalui diameter umbi, jumlah daun serta tinggi

    tanaman. Selain karakter morfologi, variasi genetik tanaman juga dapat dilihat

    dari penambahan jumlah kromosom. Menurut Suminah et al. (2002) perendaman

    ujung akar bawang merah (Allium ascolinum L.) dengan konsentrasi kolkisin 1%

    selama 6 jam dapat menambah jumlah kromosom menjadi tetraploid (4n),

    pentaploid (5n), heksaploid (6n), septaploid (7n), oktaploid (8n) dan nonaploid

    (9n). Variasi genetik pada tingkat ploidi juga dapat dilihat dari indeks stomata

    tanaman. Penelitian Lu dan Bridgen (1997) melaporkan bahwa tanaman

    Alstroemaria sp diploid mempunyai 39 stomata per mm2 dan tanaman yang

    tetraploid mempunyai kerapatan stomata lebih rendah, yaitu 22 stomata per mm2.

    Pengamatan karakter morfologi dinilai kurang akurat dalam menentukan

    variasi genetik pada tingkat ploidi. Dalam hal ini, sebagian besar karakter yang

    nampak merupakan interaksi genetik dan kondisi lingkungan (Zainudin, 2006).

    Oleh karena itu, diperlukan upaya analisis dengan penanda molekuler. Penanda

    molekuler telah berhasil dalam mengevaluasi keragaman, evolusi pada tingkat

    genetik serta mengindentifikasi peta genetik dari suatu kultivar tanaman (Hoon-

    Lim et al., 1999). Salah satu penanda molekuler yang umum digunakan adalah

    RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA). RAPD dapat menyediakan

    penanda polimorfisme pola pita DNA dalam jumlah banyak. Pada penelitian yang

    dilakukan oleh Al-Zahim et al. (1997) dari 35 primer RAPD yang digunakan

    untuk pengklasifikasian tanaman bawang putih diperoleh 26 primer yang

    membentuk pola pita polimorfik.

  • 5

    RAPD mampu menentukan adanya keanekaragaman (polimorfisme)

    genetik tanaman yang dihasilkan dengan pemberian mutagen kolkisin (Hardiyanto

    et al., 2008). Hasil penelitian Zainudin (2006) menunjukkan bahwa dengan

    penetesan kolkisin 0%-0.9% pada Protocorm-like Bodies (PLB) anggrek

    Onicidium didapatkan perbedaan pada pola pita-pita DNA genomik dengan

    menggunakan 6 primer melalui proses RAPD.

    1.2. Rumusan Masalah

    1. Bagaimana pengaruh pemberian konsentrasi kolkisin (Biotech

    Agro) terhadap fenotipe dan jumlah kromosom dari tanaman

    kesuna bali (Allium sativum Linn.)?

    2. Bagaimana variasi genetik tanaman kesuna bali yang dihasilkan

    dari pemberian kolkisin (Biotech Agro) berdasarkan marka

    molekuler RAPD?

    1.3. Tujuan Penelitian

    Penelitian ini bertujuan untuk :

    1. Menganalisis pengaruh perlakuan kolkisin (Biotech Agro)

    terhadap fenotipe dan jumlah kromosom dari tanaman kesuna bali

    (Allium sativum Linn.).

    2. Mendeteksi variasi genetik melalui ada tidaknya perubahan DNA

    dengan penanda RAPD.

  • 6

    1.4. Manfaat Penelitian

    Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat diperoleh tanaman kesuna bali

    yang bersifat poliploid dengan fenotipe umbi yang besar dan tanaman yang

    kokoh. Manfaat lainnya adalah dapat diperoleh tanaman kesuna bali yang

    bervariasi secara genetik akibat pemberian kolkisin yang berguna sebagai bahan

    dalam perakitan varietas unggul.

  • 7

    BAB II

    KAJIAN PUSTAKA

    2.1 Bawang Putih (Allium sativum Linn.)

    2.1.1 Deskripsi Bawang Putih (Allium sativum Linn.)

    Tanaman bawang putih (Allium sativum Linn.) merupakan tanaman

    monokotil dan berumpun. Bawang putih memiliki sistem perakaran serabut dan

    dangkal serta berada di permukaan tanah, sehingga tanaman ini sangat rentan

    terhadap cekaman kekeringan. Fungsi dari sistem perakaran serabut pada tanaman

    ini adalah untuk menyerap atau mengisi air dan nutrisi yang ada disekitarnya.

    Bagian yang berfungsi sebagai batang pada tanaman bawang putih adalah cakram.

    Cakram berbentuk lingkaran pipih terdapat di dasar umbi dan memiliki struktur

    kasar dan padat. Fungsi dari cakram pada tanaman bawang sebagai batang pokok

    yang tidak sempurna dan terletak di dalam tanah. Pada permukaan bawah cakram

    tumbuh akar serabut dari tanaman bawang. Tanaman bawang putih juga memiliki

    batang semu yaitu kumpulan dari kelopak daun yang saling membungkus kelopak

    daun dibawahnya sehingga terlihat seperti batang. Satu bongkahan bawang putih

    terdiri dari beberapa siung yang mengelompok dan berkumpul dalam satu cakram

    yang ditunjukkan pada Gambar 2.1 (Thomson, 2007).

  • 8

    Gambar 2.1

    Bawang Putih Tunggal (kesuna bali) (Allium sativum Linn.)

    Daun dari tanaman bawang putih ini memiliki ciri helai daun

    menyerupai pita, tipis dan bagian pangkalnya membentuk sudut. Daun berwarna

    hijau, bagian atas daun terlihat lebih gelap dan sisi bawah daun berwarna lebih

    cerah (Gambar 2.2). Kelopak daun menutupi siung umbi bawang putih hingga

    pangkal daun. Kelopak ini membalut bagian kelopak daun yang lebih muda

    sehingga membentuk suatu batang semu yang posisinya tepat berada pada umbi

    bawang. Tanaman bawang putih tidak memiliki bunga, karena itu tanaman ini

    tidak dapat dibiakkan dengan persilangan. Ukuran siung dari tanaman bawang

    putih bervariasi tergantung pada varietasnya, siung memiliki bentuk lonjong.

    Untuk varietas lokal rata-rata menghasilkan 15-20 siung setiap umbinya (Suriana,

    2011).

    Daun

    Umbi

    Cakram

  • 9

    Gambar 2.2

    Kesuna Bali (Allium sativum Linn.)

    Pada pemotongan bagian punggung dari bawang putih secara vertikal,

    akan terlihat pertumbuhan bibit vegetatif. Oleh karena itu, siung bawang putih

    dapat dijadikan sebagai calon benih untuk pertanaman selanjutnya. Sebagai calon

    benih, siung bawang putih melewati masa dormansi sekitar 6-8 bulan (Suriana,

    2011).

    2.1.2 Syarat Tumbuh Bawang Putih (Allium sativum Linn.)

    Tanaman bawang putih dapat tumbuh pada berbagai ketinggian

    tergantung pada varietas yang digunakan. Daerah pertanaman bawang putih

    terbaik berada pada ketinggian 600 m dpl (di atas permukaan laut) (Marpaung,

    2010). Menurut Sarwadana dan Gunadi (2007) selain di dataran tinggi tanaman

    bawang putih juga dapat dikembangkan di dataran rendah. Hal ini dibuktikan

    dengan bawang putih varietas Lokal Sanur yang telah berhasil beradaptasi sangat

    baik di dataran rendah sehingga sangat berpotensi untuk dikembangkan sebagai

    varietas dataran rendah.

  • 10

    Jenis tanah yang cocok untuk pertumbuhan tanaman bawang putih

    adalah grumusol (ultisol). Kondisi tanah yang porous menstimulir perkembangan

    akar dan bulu-bulu akar sehingga serapan unsur hara akan berjalan dengan baik.

    Pada musim penghujan kurang baik digunakan untuk penanaman bawang putih

    karena suhu rendah dan kondisi tanah terlalu basah sehingga mempersulit

    pembentukan siung (Thomsom, 2007).

    2.1.3 Kandungan Kimia Bawang Putih (Allium sativum Linn.)

    Tanaman bawang putih (Allium sativum Linn.) memiliki aroma yang

    menusuk tajam dan rasa yang persisten. Tanaman bawang putih memiliki aroma

    yang khas berasal dari zat aktif utama yaitu allicin. Aroma yang dihasilkan ketika

    senyawa allicin bereaksi dengan enzim alinase. Minyak atsiri yang dihasilkan dari

    umbi bawang putih berkisar antara 0,1-0,3 % dengan kandungan allil propil dan

    dialil disulfida. Bawang putih memiliki kandungan enzim-enzim antara lain

    allinase, peroxides, dan myrosinase (Kemper, 2000).

    2.1.4 Kesuna Bali (Allium sativum Linn.)

    Dalam sejarah Bali umbi (mula) banyak dimanfaatkan sebagai bahan

    ramuan obat. Dalam kitab Ayurveda dijelaskan bahwa ada banyak umbi yang

    dapat digunakan untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit serta

    tanamannya mudah diperoleh di Indonesia. Salah satu tanaman yang umbinya

    sering digunakan sebagai bahan ramuan obat adalah kesuna bali (Nala, 2004).

    Dalam sejarahnya kesuna bali (rasona=sansekerta) merupakan tanaman yang

  • 11

    memiliki umbi atau mula berwarna putih mengkilat, diibaratkan seperti tetesan air

    suci yang jatuh ke bumi. Oleh karena itu umbi dari kesuna bali banyak

    dimanfaatkan sebagai ramuan obat oleh masyarakat di Bali terutama para balian

    (dukun). Manfaat dari umbi kesuna bali ini dapat meningkatkan nafsu makan,

    aprodisiaka, menurunkan panas badan, penghilang perut kembung, untuk obat

    patah tulang, diare, dan sakit tenggorokan (Nala, 2004).

    Kesuna bali merupakan salah satu kultivar bawang putih lokal yang

    hanya menghasilkan satu siung saja. Faktor lingkungan pertanaman yang tidak

    mendukung pertumbuhan, mengakibatkan hanya berkembang satu tunas utama.

    Tunas utama ini akan tumbuh dominan terhadap pertumbuhan tanaman serta

    menekan tunas lain yang merupakan bakal dari pertumbuhan siung-siung

    berikutnya, sehingga hanya terbentuk siung tunggal yang utuh (Barnes, 2007).

    Menurut Barnes (2007) tanaman bawang putih tunggal bukan

    merupakan varietas melainkan suatu kultivar karena hanya bersifat sementara.

    Apabila tanaman ini ditanam di dataran yang kondisinya sesuai maka akan

    menghasilkan jumlah siung yang banyak. Hal ini menunjukkan bahwa bawang

    putih memiliki sifat yang sensitif terhadap perubahan lingkungan sekitar.

    2.2 Mutasi

    Mutasi adalah suatu perubahan genetik pada sejumlah gen atau susunan

    kromosom maupun gen tunggal. Pada peristiwa mutasi terjadi perubahan terhadap

    urutan (sequences) nukleotida DNA sehingga menyebabkan perubahan pada

    protein yang dihasilkan (Nasir, 2002).

  • 12

    Mutasi lebih sering terjadi pada bagian sel yang sedang aktif membelah, misalnya

    pada tunas dan biji. Berdasarkan proses terjadinya, mutasi dibagi menjadi dua

    yaitu mutasi alami dan mutasi induksi. Dalam pemuliaan tanaman inkonvensional

    mutasi induksi lebih sering digunakan karena dapat menambah keanekaragaman

    genetik dari tanaman (Sofia, 2007).

    Senyawa mutagen dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu mutagen

    fisik dan mutagen kimia. Mutagen fisik yang sering digunakan untuk bahan

    penelitian contohnya seperti sinar X, sinar , sinar sinar dan sinar UV

    sedangkan mutagen kimia contohnya seperti EMS (ethylene methane sulfonate),

    NMU (nitrosomethyl urea), dan NTG (nitrosoguanidine) (Purwati, 2009). Yusdar

    et al. (1997) menyatakan bahwa perbaikan mutu umbi bawang putih perlu

    dilaksanakan secara inkonvensional. Perbaikan mutu ini dilakukan dengan tujuan

    meningkatkan variasi genetik tanaman bawang putih. Hasil penelitian yang

    dilakukan Permadi et al. (1991) menunjukkan bahwa mutagen kimia seperti

    kolkisin sangat efektif digunakan dalam menghasilkan tanaman poliploid. Dengan

    lama perendaman selama 3 jam serta konsentrasi kolkisin 0.1% dan 0.15% yang

    digunakan dapat menghasilkan bibit tanaman bawang merah yang poliploid.

    Penggunaan mutagen fisik seperti iradiasi sinar gamma hanya dapat

    dimanfaatkan untuk menghasilkan biji-biji dari tanaman padi dan palawija agar

    berumur pendek, tahan serangan hama dan cepat panen. Sedangkan penggunaan

    mutagen kimia seperti kolkisin banyak menghasilkan keuntungan diantaranya

    dapat menyebabkan tanaman memiliki ukuran buah yang lebih besar serta tidak

    berbiji (Soedjono, 2003).

  • 13

    2.3 Mutagen Kolkisin

    Senyawa kolkisin adalah suatu alkaloid yang berasal dari umbi dan biji

    tanaman krokus (Colchicum autumnale Linn.) famili Liliaceae. Rumus kimia

    kolkisin adalah C22H25O6N dan struktur kimia kolkisin adalah :

    Gambar 2.3

    Struktur Molekul Kolkisin Murni (Eigsti dan Dustin, 1995)

    Senyawa kolkisin merupakan reagen penting dalam peristiwa mutasi

    yang dapat menyebabkan terjadinya tanaman poliploid. Sifat umum yang

    ditampilkan oleh tanaman poliploid adalah tanaman menjadi lebih kekar, bagian-

    bagian tanaman seperti akar, batang, daun, bunga dan buah menjadi lebih besar.

    Efektifitas kerja larutan kolkisin dalam menginduksi mutasi tanaman bawang

    putih berkisar antara 0.01%-1.00%, sedangkan lama waktu perendaman dalam

    kolkisin berkisar antara 3-24 jam (Hindarti, 2002).

    Konsentrasi larutan kolkisin dan lama waktu perendaman yang belum

    tepat tidak akan menghasilkan tanaman dengan sifat poliploid (Sofia, 2007).

    Demikian pula sebaliknya apabila konsentrasi larutan kolkisin terlalu tinggi

    dengan perendaman yang terlalu lama maka senyawa kolkisin akan

    memperlihatkan efek negatif yaitu penampilan tanaman menjadi tidak bagus, sel-

    sel pada tanaman rusak hingga dapat menyebabkan kematian pada tanaman (Asif

    et al., 2000). Permadi et al. (1991) menemukan bahwa konsentrasi kolkisin 0.04%

  • 14

    dengan lama perendaman selama 3 jam dapat menyebabkan terjadinya depresi

    pertumbuhan dan vigor pada tanaman bawang merah Sumenep. Selain depresi

    pertumbuhan konsentrasi kolkisin yang tinggi juga menyebabkan penyusutan

    jumlah daun, stomata yang lebih sedikit dan berat kering yang lebih rendah dari

    tanaman kontrol pada bawang merah Sumenep. Pemberian senyawa kolkisin tidak

    berpengaruh terhadap pertambahan jumlah siung pada tanaman bawang putih

    (Hindarti, 2002).

    2.4 Deteksi Mutan

    2.4.1 Deteksi Mutan Secara Morfologi

    Deteksi mutan secara morfologi dan fisiologi dapat ditunjukkan dengan

    karakter-karakter pertumbuhan seperti tinggi tanaman, jumlah daun, panjang daun

    dan indeks stomata. Pernyataan ini diperkuat oleh hasil penelitian Ritonga dan

    Wulansari (2011) yang menemukan bahwa pemberian kolkisin pada konsentrasi

    0.05% dapat menambah ukuran akar pada tanaman bawang merah (Allium

    ascalonicum L.). Penelitian Permadi et al. (1991) pada tanaman bawang merah

    Sumenep diperoleh bentuk daun yang pendek, daun lebih tebal, jumlah daun

    sedikit, dan lingkar daun semakin besar. Dosis yang efektif dalam menginduksi

    mutasi pada bawang merah ini adalah pada konsentrasi 0.04% dengan lama

    perendaman selama 3 jam.

    Kolkisin sering digunakan untuk menghasilkan sel-sel poliploid buatan.

    Aplikasi kolkisin pada tanaman dilakukan dengan meneteskan atau merendam

    bagian tanaman dalam larutan kolkisin selama satu hari (Permatasari, 2007). Pada

  • 15

    tanaman kapri, penggunaan kolkisin dengan konsentrasi 0.0005 % dan 0.001%

    dengan lama perendaman selama satu jam, secara umum menghasilkan mutan

    poliploid memiliki bagian-bagian tanaman yang lebih besar dibandingkan

    tanaman normal (Murfadalina, 1997).

    2.4.2 Deteksi Melalui Perhitungan Jumlah Kromosom

    Mutan poliploid memiliki perubahan jumlah kromosom dari diploidnya.

    Kondisi kromosom yang poliploid ditunjukkan dengan adanya kelipatan dari

    jumlah kromosom dasarnya (Suminah et al., 2002). Tanaman bawang putih

    diploid (2n = 16) kemungkinan besar dapat ditingkatkan jumlah kromosomnya

    menjadi triploid (3n=24), tetraploid (4n=32) dan heksaploid (6n=48).

    Menurut Prematilake (2005) pada umumnya tanaman normal memiliki

    dua pasang kromosom, namun beberapa tanaman memiliki jumlah pasang

    kromosom lebih dari dua contohnya kentang (tetraploid, 2n=4x= 48) dan gandum

    roti (heksaploid, 2n=6x=42). Tanaman kentang (Solanum tuberosum) adalah jenis

    tanaman kentang autotetraploid karena penggandaan jumlah kromosom terjadi

    secara alamiah, sedangkan tanaman serealia seperti gandum roti (Triticum

    aestivum) termasuk aloheksaploid karena tanaman ini merupakan hasil

    persilangan dari nenek moyang alotetraploid (4X) AABB dengan rumput diploid

    liar DD.

  • 16

    2.5 Deteksi Mutan dengan RAPD

    Variasi genetik tanaman yang terjadi akibat mutasi dapat dideteksi

    dengan marka molekuler (DNA). Terdapat beberapa kelemahan karakter

    morfologi dalam analisis variasi genetik tanaman diantaranya hasil analisis yang

    dihasilkan tidak konsisten karena penampakan morfologi pada tanaman mungkin

    akan berubah saat tanaman memasuki fase pertumbuhan tertentu. Perubahan

    morfologi tanaman sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan serta mempunyai

    efek pleiotropi dan epistasi. Pada tanaman tahunan perubahan morfologi

    membutuhkan waktu yang sangat lama (Brar, 2002).

    RAPD merupakan salah satu teknik marka molekuler yang banyak

    dijumpai dalam mendeteksi polimorfik DNA antar individu yang didasarkan pada

    hasil amplifikasi reaksi berantai polymerase (PCR). Primer yang digunakan

    berukuran 10 oligonukleotida dan primer yang umum digunakan. dalam RAPD

    adalah primer Operon dari Operon Technologies. Teknik RAPD memiliki

    kelebihan dibandingkan teknik yang lain diantaranya sampel DNA yang

    dibutuhkan dalam jumlah yang sedikit (10-25 ng), tidak bersifat radioaktif dan

    menghasilkan estimasi yang lebih tinggi untuk kesamaan interspesifik (Prana dan

    Hartati, 2003). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Hardiyanto et al. (2008)

    pada 10 klon bawang putih lokal menggunakan 10 primer acak pada RAPD,

    didapatkan sekitar 79.5% fragment DNA bersifat polimorfik dan hanya 20.5%

    fragment DNA yang monomorfik.

  • 17

    Analisis DNA poliploid dengan marka RAPD dapat menunjukkan

    banyaknya pita DNA yang polimorfik. Aksi mutagenik dari senyawa kolkisin

    dapat menyebabkan perbedaan urutan basa nukleotida pada titik penempelan

    primer. Hal ini mengakibatkan primer tidak dapat menempel pada bagian tertentu

    sehingga tidak terjadi amplifikasi (Escand et al., 2005). Pernyataan tersebut

    didukung oleh Purwantoro et al. (2007) yang melaporkan bahwa konsetrasi

    kolkisin 0.75% dapat meningkatkan jumlah tanaman bunga kertas (Zinnia spp.)

    yang poliploid. Senyawa mutagenik kolkisin menyebabkan perubahan pada urutan

    basa nukleotida sehingga semakin tinggi konsentrasi kolkisin yang diberikan

    semakin besar jumlah mutasi yang dihasilkan.

    Senyawa mutagenik kolkisin dapat pula menyebabkan perbedaan pada

    ukuran pita DNA tanaman. Zainudin (2006) melaporkan bahwa dengan penetesan

    larutan kolkisin 0.01%, 0.03%, 0.05%, 0.07% dan 0.09% didapatkan perbedaan

    pola pita DNA pada Protocorm like-bodies (PLB) anggrek dari ukuran pita 500-

    1000bp, 1000-1500bp dan 1500-2642bp.

  • 18

    BAB III

    KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN

    3.1 Kerangka Berpikir

    Komoditas sayuran yang banyak mendatangkan keuntungan terutama

    dari segi ekonomi adalah bawang putih (Allium sativum Linn.). Kebutuhan

    bawang putih di Indonesia terus-menerus meningkat sejalan dengan membaiknya

    perekonomian nasional yang diikuti dengan meningkatnya pengetahuan

    masyarakat akan pentingnya gizi dari komoditas tersebut. Meningkatnya jumlah

    konsumsi tidak sebanding dengan produktivitas hasil yang masih rendah, oleh

    karena itu pemerintah lebih banyak melakukan impor terhadap komoditas bawang

    putih (Yusdar et al., 1997).

    Bawang putih lokal yang perlu dilakukan perbaikan genetik adalah

    kesuna bali. Kesuna bali merupakan salah satu kultivar bawang putih lokal yang

    ditanam di Bali dan hanya berkembang dengan satu siung saja. Keunggulan dari

    kultivar ini adalah umbinya banyak dijadikan untuk bahan obat serta memiliki

    aroma dan rasa yang lebih nikmat dibandingkan dengan bawang putih biasa.

    Untuk itu perlu dilakukan usaha untuk meningkatkan kualitas dari kultivar ini

    dengan cara induksi poliploid menggunakan senyawa kimia kolkisin (Hardiyanto

    et al., 2008 : Syamsiah dan Tajudin, 2005).

    Pemberian konsentrasi kolkisin dan lama perendaman sangat

    berpengaruh dalam menghasilkan tanaman poliploid. (Chahal dan Gosal, 2002).

    Beberapa cara untuk mengamati perubahan ploidi akibat pemberian kolkisin

  • 19

    adalah melalui morfologi, sitologi dan molekuler. Secara morfologi, tanaman

    polipoid umumnya memiliki ukuran yang lebih besar (Sofia, 2007), sedangkan

    berdasarkan perhitungan kromosom akan terdapat penggandaan kromosom yang

    dapat berupa tertrapoid (4n), heksapoid (6n), septaploid (7n), oktaploid (8n) dan

    nanoploid (9n) (Suminah et al., 2002).

    Variasi genetik yang dihasilkan akibat pemberian kolkisin dapat diamati

    dengan marka molekuler RAPD. Penelitian Purwantoro et al. (2007)

    menunjukkan tingkat poliploidi pada tanaman bunga kertas yang diberi kolkisin

    lebih banyak dibandingkan tanaman kontrol. Hal ini membuktikan bahwa semakin

    tinggi tingkat kolkisin yang diberikan maka semakin besar jumlah mutasi yang

    dihasilkan pada tanaman (Escand et al., 2005).

  • 20

    3.2 Konsep Penelitian

    Kebutuhan Bawang Putih (Allium sativum

    Linn.) di Indonesia terus meningkat

    Keanekaragaman yang Rendah dapat diatasi

    dengan Pemuliaan Mutasi

    Pemuliaan Mutasi dengan Senyawa Kimia

    Kolkisin (C22H25O6N)

    Konsentrasi 0, 5%, 10% dan 20% Kolkisin

    (C22H25O6N)

    Mutan Bawang Putih Bali (Allium sativum Linn.)

    Analisa morfologi :

    - Panjang dan jumlah daun.

    - Tinggi tanaman - Berat kering umbi

    setelah panen

    Analisa Sitologi :

    - Indeks stomata - Perhitungan

    jumlah

    kromosom

    Analisa Molekuler

    dengan Marka RAPD

    Mutan Terseleksi

  • 21

    3.3 Hipotesis Penelitian

    Hipotesis dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

    a) H0: Konsentrasi kolkisin tidak berpengaruh terhadap perubahan

    morfologi, anatomi dan sitologi pada tanaman kesuna bali.

    b) H1: Konsentrasi kolkisin berpengaruh terhadap perubahan

    morfologi, anatomi dan sitologi pada tanaman kesuna bali.

  • 22

    BAB IV

    METODELOGI PENELITIAN

    4.1 Rancangan Penelitian

    Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

    rancangan acak kelompok (RAK) dengan perlakuan konsentrasi kolkisin yang

    berbeda yaitu kontrol, konsentrasi kolkisin 5%, konsentrasi kolkisin 10% dan

    konsentrasi kolkisin 20%. Areal percobaan dibagi ke dalam enam kelompok

    (ulangan), masing-masing kelompok terdiri dari empat petak percobaan terdiri

    dari enam tanaman percobaan, kemudian akan dipilih empat tanaman secara acak

    untuk diamati. Keenam tanaman percobaan ditentukan secara acak letaknya pada

    masing-masing kelompok, seperti terlihat pada Gambar 4.1.

    4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

    Sampel tanaman kesuna bali diambil dari tanah pertanian di Desa

    Pakisan, Kecamatan Sawan, Kabupaten Buleleng Bali. Penanaman dilakukan di

    Pertanian Kreatif Matahari Terbit Sanur, Kecamatan Denpasar Timur. Pembuatan

    preparat kromosom, stomata dan ektraksi DNA dilakukan di Laboratorium

    Bioteknologi Jurusan Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Udayana.

    Analisis PCR-RAPD dilaksanakan di Laboratorium Biomedik dan Biologi

    Molekuler Hewan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana. Penelitian

    ini dilakukan dari bulan September 2013 Agustus 2014.

  • 23

    Kelompok 1 Kelompok 2

    Kelompok 3

    Kelompok 5

    Gambar 4.1

    Denah Petak Percobaan

    Keterangan a. P0 = Kontrol; b. P1 = Kolkisin 5% ; c. P2 = Kolkisin 10% dan d.

    P3 = Kolkisin 20% dan U: Nomor Polybag Tanaman (1-6)

    P3

    U5

    P3

    U6

    P3

    U4

    P3

    U2

    P3

    U3

    P3

    U1

    P0

    U6

    P0

    U2

    P0

    U1

    P0

    U5

    P0

    U3 P0

    U4

    P2

    U2

    P2

    U5

    P2

    U4

    P2

    U6 P2

    U1

    P2

    U3

    P1

    U3 P1

    U4

    P1

    U5

    P1

    U1 P1

    U2

    P1

    U6

    P1

    U2

    P2

    U5 P2

    U6 P1

    U1

    P2

    U4

    P2

    U2

    P2

    U3

    P2

    U4

    P0

    U6 P0

    U1

    P0

    U5

    P0

    U4

    P0

    U2

    P0

    U3

    P1

    U3

    P3

    U5

    P3

    U3 P3

    U4

    P1

    U4 P1

    U5 P1

    U6

    P3

    U6

    P3

    U2

    P3

    U1

    P2

    U6

    P2

    U5

    P2

    U4

    P2

    U3

    P2

    U2

    P2

    U1

    P1

    U6

    P1

    U2

    P1

    U1

    P1

    U5

    P1

    U2 P1

    U1

    P0

    U6

    P0

    U1

    P0

    U2

    P0

    U5 P0

    U4

    P0

    U3

    P3

    U5 P3

    U3

    P3

    U4

    P3

    U1 P3

    U2

    P3

    U6

    P0

    U4

    P0

    U3

    P0

    U2

    P0

    U6

    P0

    U1

    P0

    U5

    P3

    U3

    P3

    U5

    P3

    U2

    P3

    U6

    P3

    U4 P3

    U1

    P1

    U6

    P1

    U1

    P1

    U3

    P1

    U5 P1

    U4

    P1

    U2

    P2

    U3 P2

    U6

    P2

    U2

    P2

    U4 P2

    U1

    P2

    U5

    P1

    U1

    Kelompok 4

    P2

    U1

    P2

    U6

    P2

    U5

    P2

    U4

    P2

    U2

    P2

    U3

    P3

    U6

    P3

    U1

    P3

    U5

    P3

    U4

    P3

    U3 P3

    U2

    P0

    U6

    P0

    U1

    P0

    U2

    P0

    U5 P0

    U4

    P0

    U3

    P1

    U5 P1

    U3

    P1

    U1

    P1

    U2 P1

    U6

    P1

    U4

    P0

    U2

    P0

    U5

    P0

    U3

    P0

    U1

    P0

    U6

    P0

    U4

    P1

    U3

    P1

    U2

    P1

    U5

    P1

    U4

    P1

    U1 P1

    U6

    P3

    U1

    P3

    U6

    P3

    U5 P3

    U4

    P3

    U3

    P2

    U2 P2

    U5

    P2

    U4

    4

    P2

    U3 P2

    U6

    P2

    U1

    P3

    U2

    Kelompok 6

  • 24

    4.3 Ruang Lingkup Penelitian

    Adapun ruang lingkup penelitian pada tesis ini adalah induksi kolkisin

    terhadap tanaman kesuna bali untuk mendapatkan tanaman yang poliploid.

    Analisis morfologi, fisiologi, sitologi dan molekuler tanaman kesuna bali (Allium

    sativum Linn.) untuk mengamati pengaruh kolkisin terhadap tingkat ploidi.

    4.4 Penentuan Sumber Data

    Penelitian ini menggunakan umbi kesuna bali yang diambil dari dari

    tanah pertanian Desa Pakisan, Kecamatan Sawan, Kabupaten Buleleng Bali.

    4.5 Variabel Penelitian

    Adapun variabel dalam penelitian ini adalah :

    a. Variabel bebas adalah variabel yang diduga sebagai sebab munculnya variabel

    lain. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah konsentrasi senyawa kolkisin

    yaitu : 5%, 10% dan 20%.

    b. Variabel terikat adalah variabel respon atau output, variabel ini muncul

    sebagai akibat dari manipulasi variabel lain. Variabel terikat dalam penelitian

    ini adalah respon dari tanaman kesuna bali, yaitu: karakter morfologi,

    anatomi tanaman dan analisis DNA tanaman kesuna bali.

  • 25

    Variabel-variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah :

    1. Morfologi tanaman kesuna bali setelah diberi perlakuan kolkisin yang

    berbeda meliputi: tinggi tanaman, panjang daun, jumlah daun dan berat

    kering umbi.

    2. Anatomi tanaman kesuna bali yang meliputi: indeks stomata dan jumlah

    kromosom setelah diberi perlakuan kolkisin yang berbeda.

    3. Analisis DNA dengan metode PCR-RAPD yang digunakan umtuk

    mengetahui perbedaan pola pita DNA tanaman kesuna bali yang termutasi.

    4.6 Bahan Penelitian

    Adapun bahan penelitian ini antara lain : 144 umbi kesuna bali, kertas

    label, kolkisin (Biotech Agro), polibag dan media tanam (campuran pasir, pupuk

    kandang dan pupuk pubotan dengan perbandingan 1:2:1), untuk analisis

    kromosom digunakan bahan : aquades, alkohol, asam asetat glacial, HCL, aceto-

    orcein. Analisis DNA menggunakan bahan: Buffer ekstraksi yang mengandung

    (2% CTAB (w/v), 100 mM Tris-HCl pH 8, 1,4 M NaCl, 50 mM EDTA, dan 2%

    -merkaptoetanol), aquades, kloroform isoamilalkohol (KIA) 24:1, isopropanol

    dingin, ethanol 70%. Bahan-bahan untuk elektroforesis adalah: Agarosa, buffer

    TAE 50 X, loading buffer, dan ethidium bromida. Untuk PCR digunakan bahan:

    Aquabidest (ddH2O), 10 X PCR Buffer (PE-II) (Promega), dNTPs 8 mM

    (Promega), MgCl2 25 mM (Promega), primer 20 m (Operon Technologies), PE

    Amplitaq 5unit/L (Promega) dan DNA ladder 1 kb (Geneaid).

  • 26

    4.7 Instrumen Penelitian

    Instrumen dari penelitian ini antara lain : sprayer, gelas ukur, pinset,

    Erlenmeyer, petridish, tangkai pengaduk, flakon, pisau, gelas preparat, gelas

    penutup, mikroskop cahaya, kamera digital, pensil, penggaris, timbangan analitik,

    mortar dan pestle, vortex, microcentrifuge, autoclave, water bath, pipet mikro,

    microtube, microwave, spatula, mesin PCR (Infinigen-Korea), UviTec Gel Doc

    Systems, unit elektrophoresis (GelMate 2000), dan UV-Transluminator (Biorad-

    Jerman).

    4.8 Prosedur Penelitian

    4.8.1 Persiapan Bahan

    4.8.1.1 Pembuatan Larutan Kolkisin

    Penelitian ini menggunakan kolkisin cair (Biotech Agro) 500 ml (50

    mg/500 ml). Konsentrasi kolkisin yang dibuat adalah 5%, 10% dan 20%.

    Pembuatan kolkisin 5% dilakukan dengan memipet larutan kolkisin sebanyak 5

    ml ditambahkan aquades sebanyak 95 ml. Larutan kolkisin 10% dibuat dengan

    menambahkan 10 ml kolkisin kedalam 90 ml aquades. Pembuatan larutan kolkisin

    20% dilakukan dengan memipet kolkisin sebanyak 20 ml dan ditambahkan 80 ml

    aquades. Perlakuan kontrol (kolkisin 0 %) adalah aquades 100 ml.

    4.8.1.2 Pembuatan Pewarna Aceto Orcein 2%

    Pewarna ini dibuat dengan memanaskan 11,25 ml Asam Asetat Glasial

    sampai mendidih, kemudian ditambahkan 0,5 gram orcein sambil terus diaduk

  • 27

    sampai terlarut semuanya sekitar 10 menit pada suhu 95oC. Setelah agak dingin,

    ditambahkan akuades sebanyak 27,5 ml dan dibiarkan sampai suhunya mencapai

    20oC kemudian disaring dengan kertas saring dan disimpan di tempat gelap

    (Jurk, 1999).

    4.8.1.3 Pembuatan Larutan Fiksatif Carnoy

    Pengamatan kromosom dilakukan dengan fiksasi akar dengan

    menggunakan larutan fiksatif carnoy. Fiksasi dilakukan dengan tujuan untuk

    mematikan jaringan sementara tanpa merubah struktur komponen sel. Fiksasi

    dilakukan dengan menggunakan larutan Carnoy (6 etanol : 3 klorofom : 1 asam

    asetat glacial) (Haryanto, 2010).

    Menurut Jusuf (2009) larutan Carnoy adalah larutan fiksatif inti yang

    mempunyai daya penetrasi cepat dan dapat mengawetkan substansia Nissl dan

    Glikogen. Kekurangan dari larutan ini adalah memiliki efek pengerutan yang kuat

    serta dapat menghancurkan sebgaian besar unsur sitoplasma yang terdapat

    didalam sel.

    4.8.2 Prosedur Kerja

    4.8.2.1 Teknik Perendaman Umbi dengan Kolkisin

    Perendaman umbi kesuna bali dilakukan dengan tujuan supaya senyawa

    kolkisin dapat terserap sempurna ke dalam umbi dan menghasilkan tanaman

    poliploid. Induksi mutasi senyawa kolkisin bersifat acak, sehingga tidak jarang

    ditemukan individu yang tetap bersifat diploid (2n) (Suminah et al., 2002).

  • 28

    Perendaman umbi dilakukan pada konsentrasi kolkisin yang bervariasi

    yaitu 0% (kontrol), 5%, 10% dan 20% selama 12 jam kolkisin, 12 jam air

    kemudian direndam kembali selama 12 jam pada larutan kolkisin sesuai intruksi

    perusahaan (Biotech Agro).

    4.8.2.2 Teknik Penanaman Umbi

    Umbi kesuna bali diperoleh dari pertanian Desa Pakisan Kecamatan

    Sawan Kabupaten Buleleng Bali. Umbi dipilih yang telah berumur 70 hari setelah

    masa panen serta memiliki berat yang seragam. Penanam umbi dilakukan di

    Pertanian Kreatif Sanur. Sebelum dilakukan penanaman, media tanam disiram

    terlebih dahulu sampai kapasitas lapang. Media tanam yang terdiri dari pasir,

    pupuk tanah pubotan dan campuran pupuk kandang dengan perbandingan 1:2:1

    (Hardiyanto et al., 2008).

    Selanjutnya ditanaman pada polibag dengan diameter 30 cm dan tinggi

    15 cm lalu dibuat lubang tanam dengan kedalaman kurang lebih 5-7 cm

    menggunakan kayu. Kemudian bibit kesuna bali dimasukkan secara tegak ke

    dalam lubang tanam dan ditutup dengan mulsa jerami setebal 5 cm pada masing-

    masing polibag. Untuk menghindari pencabutan tanaman dalam pengambilan

    akar tanaman untuk pengamatan kromosom, maka digunakan teknik polibag

    bertingkat. Polibag yang telah ditanami umbi tersebut dilubangi disekeliling

    polibag lalu dimasukkan ke dalam polibag yang lebih besar.

    Pemeliharaan dilakukan dengan menyemprotkan insektisida atau

    fungisida sebanyak 2 kali dalam satu minggu secara periodik hingga panen.

  • 29

    Pemupukan dilakukan pada umur 15 hari setelah masa tanam (MST) dengan

    pupuk buatan. Selanjutnya daun kesuna bali yang berumur 23 hari di potong

    dan digunakan sebagai bahan untuk isolasi DNA (Hardiyanto et al., 2008).

    4.8.2.3 Pengamatan Karakter Pertumbuhan

    Pengamatan karakter pertumbuhan dilakukan setiap seminggu sekali

    selama 90 hari masa tanam yang meliputi tinggi tanaman, panjang daun dan

    jumlah daun. Pengamatan juga dilakukan terhadap umbi yg meliputi berat umbi.

    4.8.2.4 Perhitungan Indeks Stomata

    Pengamatan indeks stomata dilakukan menggunakan daun dewasa yang

    dilakukan pada umur tanaman 10 MST. Pengamatan dilakukan dengan

    menghitung jumlah stomata per satuan bidang pandang menggunakan mikroskop

    binokuler dengan perbesaran 400 kali. Daun tanaman kesuna bali difiksasi dalam

    alkohol 75%, kemudian diganti aquadest. Untuk menghancurkan jaringan mesofil,

    daun direndam dalam larutan HNO3 25% selama 15 30 menit. Daun dicuci

    dengan aquadest kemudian disayat menggunakan silet. Selanjutnya sayatan

    epidermis abaksial direndam dalam larutan Bayclin selama 1 5 menit untuk

    menghilangkan klorofil dan mesofil yang terikat kemudian dicuci dengan

    aquadest. Sayatan epidermis diwarnai dengan safranin diatas gelas objek, dicuci

    aquadest, kemudian ditetesi gliserin 10% dan ditutup dengan gelas penutup.

  • 30

    Selanjutnya diamati dibawah mikroskop dengan perbesaran 400 kali (Palit, 2008).

    Indeks stomata (IS) dihitung berdasarkan rumus menurut Lestari (2006) :

    Indeks stomata = Jumlah stomata

    jumlah stomata + jumlah epidermis

    Menurut Perwati (2009) terjadinya peningkatan derajat ploidi pada

    tanaman spesies Adiantum raddianum menyebabkan penambahan ukuran stomata.

    Derajat ploidi 2n = 6x (heksaploid) menyebabkan bertambahnya ukuran panjang

    stomata pada tanaman spesies Adiantum raddianum menjadi 37.21 m.

    Sedangkan derajat ploidi 2n = 7x (septaploid) menyebabkan bertambahnya lebar

    stomata pada tanaman spesies Adiantum raddianum menjadi 31.74 m.

    Kecendrungan bertambahnya derajat ploidi (2n = 7x) pada tanaman spesies

    Adiantum raddianum memberikan pengaruh nyata terhadap penurunan indeks

    stomata menjadi 13.99.

    4.8.2.5 Pembuatan Preparat Kromosom

    Untuk membuat preparat kromosom pada penelitian ini digunakan

    metode squash dengan langkah-langkah sebagai berikut: Ujung akar kesuna bali

    dipotong 2 mm kemudian ujung akar difiksasi dengan fiksatif Carnoy selama1-

    24 jam dalam suhu kamar. Setelah fiksasi selesai cuci ujung akar dengan akuades

    dan dihidrolisa dengan HCL 2N pada suhu 60oC selama 1-3 menit.

    Ujung akar dicuci lagi dengan akuades kemudian diletakkan diatas gelas

    benda kemudian diberikan tiga tetes aceto orcein 2%. Selanjutnya dilewatkan di

    atas api bunsen selama 3 menit agar pewarna meresap dengan sempurna

    kemudian ditutup dengan gelas penutup. Ketuk dengan bagian datar pensil selama

  • 31

    tiga menit lalu diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 400x (Soesanti

    dan Setyawan, 2000).

    4.8.3 Analisis DNA

    4.8.3.1 Isolasi DNA

    Isolasi DNA dilakukan dengan menggunakan metode CTAB yang

    dikembangkan oleh Doyle dan Doyle (1990). Isolasi DNA dimulai dengan

    menggerus 0,2 g daun umbi kesuna bali sampai halus di dalam mortar, kemudian

    ditambahkan 1 ml buffer ekstraksi yang telah mengandung 0,2% -

    mercaptoetanol.

    Selanjutnya diinkubasi pada suhu 65C pada water bath selama 45-60

    menit disertai dengan membolak-balik tabung setiap 10 menit. Setelah itu

    disentrifugasi pada kecepatan 12.000 rpm selama 10 menit. Supernatan

    dipindahkan ke tabung baru dan ditambahkan 1x volume kloroform:

    isoamilalkohol (24:1). Kemudian divortex, dan disentrifugasi pada kecepatan

    12.000 rpm selama 10 menit. Lapisan atas diambil dan dimasukkan ke dalam

    mikrotube 1.5 ml, kemudian ditambahkan dengan isopropanol dingin kemudian

    dibolak-balik dengan hati-hati sampai DNA terpresipitasi. Selanjutnya

    disentrifugasi selama 5 menit pada kecepatan 12.000 rpm.

    Larutan isopropanol dibuang, pellet DNA dicuci dengan 500 l ethanol

    70% dan disentrifugasi selama 5 menit. Kemudian ethanol dibuang secara hati-

    hati, dan DNA dikeringkan diatas kertas tissue. Setelah kering pellet ditambah

    dengan 100 l aquades steril dengan tujuan untuk melarutkan pellet DNA, dan

  • 32

    ditambah RNAse (konsentrasi akhir 10 g/ml) kemudian diinkubasi pada suhu

    37oC selama 30 menit. Selanjutnya disimpan sebagai stok pada suhu -20

    oC.

    4.8.3.2 Elektroforesis dan Penentuan Konsentrasi DNA

    Jumlah DNA hasil isolasi ditentukan dengan elektroforesis pada gel

    agarosa 1% dalam buffer TAE. Agarosa 0,5 gram ditambahkan dengan 50 ml

    buffer TAE 1X kemudian dimasukkan ke dalam tabung Erlemenyer, dan

    dipanaskan dalam microwave selama 1 menit sampai gel terlihat benar-benar

    bening. Gel dituang ke dalam cetakan kemudian didiamkan pada suhu kamar

    hingga gel mengental, selanjutnya gel dimasukkan ke dalam tangki elektroforesis

    yang telah berisi buffer TAE. Sebanyak 3 l DNA genomik dari hasil isolasi

    dicampur dengan 1 l loading dye di atas kertas parafilm, lalu dimasukkan ke

    dalam parit gel agarosa. Mesin elektroforesis dialiri listrik pada tegangan 100 volt

    selama 60 menit. Pewarnaan dilakukan dengan cara merendam gel dalam

    Ethidium Bromide selama 30-45 menit. Pengamatan DNA dilakukan di bawah

    lampu UV dan dilakukan pemotretan.

    4.8.3.3 Proses PCR (Polimerase Chain Reaction) DNA Genomik Kesuna

    Bali dengan Penanda RAPD

    Proses amplifikasi DNA adalah proses perbanyakan DNA secara

    enzimatis. Proses ini diawali dengan running sampel DNA genomik pada kondisi

    PCR yang berbeda yaitu: a) Pre-denaturasi: 940C (2 menit) kemudian diikuti

    dengan siklus yang diulang sebanyak 39 kali yaitu denaturasi: 940C (1 menit),

  • 33

    annealing: 340C (30 detik), ekstension: 72

    0C (2 menit) dan final extension: 72

    0C

    (7 menit) untuk primer OPA 01; b) Pre-denaturasi: 940C (2 menit) kemudian

    diikuti dengan siklus yang diulang sebanyak 45 kali yaitu denaturasi: 940C (2

    menit), annealing: 360C (2 menit), ekstension: 72

    0C (2 menit) dan final extension:

    720C (10 menit) untuk primer UBC 250. Amplikon disimpan pada suhu -20

    0C

    didalam freezer.

    Reaksi PCR menggunakan RAPD dilakukan dalam volume reaksi 24 l

    yang mengandung: 14.5 l ddH20, 2.5 l 10 X PCR Buffer (PE-II), 2.5 l dNTPs

    (8 mM), 2.0 l MgCl2 (25 mM), 1.25 l Primer (20 mM) dan 0.125 l PE Aplitaq

    (5 units/uL). Primer yang digunakan tercantum pada Tabel 4.1.

    Tabel 4.1

    Nama Primer dan Urutan Basa Primer RAPD

    Nama Primer Sequences 5 3 OPA-01 CAGGCCCTTC

    OPA-02 TGCCGAGCTG

    OPA-04 AATCGGGGTG

    OPD-14 CTTCCCCAAG

    UBC 250 CGACAGTCCC

    4.8.3.4 Elektroforesis Produk PCR

    Pengamatan hasil PCR dilakukan dengan elekroforesis pada 1,5% gel

    agarosa dengan voltase 100 volt (Parvin et al., 2008). Sebanyak 10 l produk

    PCR dielektroforesis selama 60 menit dan diwarnai dengan Ethidium Bromide

    dan diamati pada lampu uv dan dilakukan pemotretan gel. Untuk menentukan

    ukuran produk PCR digunakan DNA ladder 100 pb.

  • 34

    4.9 Analisis Data

    Data morfologi dan sitologi tanaman yang diperoleh dianalisis dengan

    menggunakan uji F pada taraf 5% atau 0.05 dengan menggunakan ANOVA dan

    uji lanjut Tukey. Pita DNA yang diperoleh dianalisis dengan melihat perbedaan

    pola pita RAPD pada masing-masing perlakuan antara kontrol dengan variasi

    kolkisin yang diberikan.

    Pita-pita DNA yang telah diketahui ukurannya kemudian di-scoring. Pita

    DNA diberi skor 1 jika ada dan skor 0 jika tidak ada. Dendogram yang

    menunjukkan hubungan antar perlakuan dianalisis dengan metode UPGMA

    menggunakan software MEGA versi 5.05.

  • 35

    BAB V

    HASIL PENELITIAN

    5.1 Karakteristik Morfologi Tanman kesuna bali (Allium sativum Linn.)

    Hasil pengamatan dan pengukuran terhadap karakteristik morfologi dan

    sitologi adalah sebagai berikut ; tinggi tanaman, jumlah daun, panjang daun, berat

    kering umbi, indeks stomata dan jumlah kromosom tanaman kesuna bali.

    Pemberian konsentrasi kolkisin yang berbeda menunjukkan adanya variasi pada

    tinggi tiap individu tanaman kesuna bali dimasing-masing kelompok (Gambar

    5.1).

    Gambar 5.1

    Tinggi Tanaman Kesuna Bali ; a) 2 MST; b) 6 MST; c) 10 MST ; d) 20

    MST. Perlakuan; P0 = Kontrol,P1 = Kolkisin 5%, P2 = Kolkisin 10%, P3 =

    Kolkisin 20 %.

  • 36

    5.1.1 Tinggi Tanaman

    Rata-rata tinggi tanaman kesuna bali dianalisis menggunakan ANOVA

    dilanjutkan dengan Uji lanjut Tukey HSD. Hasil uji statistik menunjukkan variasi

    konsentrasi kolkisin yang diberikan berpengaruh nyata (P 0.05) pada umur

    2MST dan 14 MST serta tidak berpengaruh nyata (P 0.05) terhadap tinggi pada

    umur 6 MST dan 10 MST. Pada umur 2 MST rerata tinggi tanaman pada kontrol

    berbeda nyata dengan kolkisin 5%, 10% dan 20%. Sedangkan pada umur 14 MST

    rerata tinggi tanaman kontrol berbeda nyata dengan rerata tinggi tanaman pada

    kolkisin 10% (Tabel 5.1).

    Tabel 5.1

    Rata-rata Tinggi Tanaman Kesuna Bali

    Perlakuan 2 Minggu 6 Minggu 10 Minggu 14 Minggu

    Kontrol 3.24 0.18 a 17.46 1.12

    a 25.70 1.30

    a 36.32 1.45

    a

    Kolkisin 5% 4.00 0.20 b 18.39 0.60

    a 26.42 0.82

    a 37.56 1.93

    ab

    Kolkisin 10% 4.12 0.18 b 18.28 0.75

    a 26.66 0.72

    a 41.98 0.62

    b

    Kolkisin 20% 3.95 0.06 b 18.49 0.52

    a 26.85 0.75

    a 41.48 1.16

    ab

    Keterangan : Angka adalah rata-rata tinggi tanaman kesuna bali dari enam ulangan

    standar error. Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada

    kolom yang sama berarti tidak berbeda nyata (P 0.05).

    5.1.2 Panjang Daun

    Secara umum pemberian konsentrasi kolkisin yang berbeda berpengaruh

    nyata (P 0.05) terhadap rata-rata panjang daun tanaman kesuna bali pada 2 MST

    dan tidak berpengaruh nyata (P 0.05) pada 6 MST, 10 MST dan 14 MST. Pada

    umur 2 MST rata-rata panjang daun pada kontrol berbeda nyata pada perlakuan

    kolkisin 5%, 10% dan 20%. Sedangkan pada umur 6 MST, 10 MST dan 14 MST

  • 37

    rata-rata panjang daun pada kontrol tidak berbeda nyata terhadap variasi

    konsentrasi kolkisin yang diberikan. (Tabel 5.2).

    Tabel 5.2

    Rata-rata Panjang Daun Kesuna Bali

    Perlakuan 2 Minggu 6 Minggu 10 Minggu 14 Minggu

    Kontrol 1.58 0.06a 12.05 0.73

    a 21.70 0.70

    a 30.42 1.73

    a

    Kolkisin 5% 1.95 0.09ab

    12.65 0.26a 22.31 0.53

    a 28.92 2.91

    a

    Kolkisin 10% 2.11 0.16b 12.40 0.49

    a 22.17 0.28

    a 30.77 1.28

    a

    Kolkisin 20% 2.21 0.01b 12.32 0.55

    a 22.19 0.64

    a 29.37 1.63

    a

    Keterangan : Angka adalah rata-rata panjang daun kesuna bali dari enam ulangan

    standar error. Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada

    kolom yang sama berarti tidak berbeda nyata (P 0.05).

    5.1.3 Jumlah Daun

    Pengaruh kolkisin terhadap penambahan jumlah daun tanaman kesuna

    bali tidak menunjukkan hasil yang signifikan dengan kontrol. Berdasarkan hasil

    uji lanjut Tukey HSD variasi konsentrasi kolkisin pada 10 MST berpengaruh

    nyata (P 0.05) terhadap peningkatan jumlah daun dan tidak berpengaruh nyata

    (P 0.05) pada 2 MST, 6 MST dan 14 MST (Tabel 5.3). Rata-rata jumlah daun

    umur 10 MST pada kontrol tidak berbeda nyata dengan perlakuan kolkisin 5%

    dan 10%, tetapi berbeda nyata dengan perlakuan kolksin 20%.

    Peningkatan jumlah daun tanaman kesuna bali hanya berlangsung

    hingga umur 10 MST, sedangkan pada umur 14 MST terjadi penurunan jumlah

    daun (Tabel 5.3). Hal ini disebabkan karena daun pada kesuna bali umumnya

    akan layu dan gugur ketika mendekati masa panen (Suriana, 2011).

  • 38

    Tabel 5.3

    Rata-rata Jumlah Daun Kesuna Bali

    Perlakuan 2 Minggu 6 Minggu 10 Minggu 14 Minggu

    Kontrol 1.00 0.00 a 3.88 0.11

    a 5.03 0.18

    a 3.66 0.17

    a

    Kolkisin 5% 1.03 0.02 a 4.08 0.08

    a 5.69 0.17

    ab 3.91 0.35

    a

    Kolkisin 10% 1.14 0.05 a 4.14 0.07

    a 5.72 0.16

    ab 4.25 0.13

    a

    Kolkisin 20% 1.14 0.05 a 4.25 0.13

    a 5.89 0.28

    b 4.50 0.25

    a

    Keterangan : Angka adalah rata-rata jumlah daun kesuna bali dari enam ulangan

    standar error. Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada

    kolom yang sama berarti tidak berbeda nyata (P 0.05).

    5.1.4. Tanaman Abnormal

    Pada penelitian ini induksi kolkisin 20% memberikan pengaruh dengan

    membentuk daun yang abnormal pada tanaman kesuna bali. Munculnya bentuk

    yang abnormal pada tanaman sering dikenal dengan istilah chimera. Chimera

    adalah suatu keadaan sel yang memiliki susunan gen lebih dari satu, hal ini

    disebabkan oleh mutasi pada gen dan kromosom (Kehr, 2001). Mutan yang terjadi

    pada tanaman kesuna bali ditunjukkan dengan munculnya tunas baru dan bentuk

    daun yang melingkar seperti spiral (Gambar 5.2). Penelitian ini didukung oleh

    Herman et al. (2013) menyatakan bahwa peristiwa kimera ditemukan pada daun

    tanaman kacang hijau (Vigna radiata L.) umur 6-9 HST pada setiap perlakuan

    kolkisin yang diberikan kecuali kontrol.

  • 39

    Gambar 5.2

    Tanaman Kesuna Bali Abnormal pada Perlakuan Kolkisin 20%. (a) Tunas baru

    ; (b) Daun Melingkar seperti Spiral

    5.1.5 Berat Kering Umbi

    Hasil uji statistik menunjukkan rata-rata berat kering umbi kesuna bali

    setelah panen tidak berbeda nyata (P 0.05) antara kontrol dengan perlakuan

    kolksin yang diberikan (Tabel 5.4).

    Tabel 5.4

    Berat Kering Kesuna Bali

    Berat Kering Umbi

    Kontrol 1.16 0.30 a

    Kolkisin 5% 1.31 0.17 a

    Kolkisin 10% 1.84 0.14 a

    Kolkisin 20% 1.14 0.21 a

    Keterangan : Angka adalah rata-rata berat kering umbi kesuna bali dari enam ulangan

    standar error. Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada

    kolom yang sama berarti tidak berbeda nyata (P 0.05).

    A B

  • 40

    Senyawa kolkisin tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap

    bobot kering yang dihasilkan, akan tetapi berpengaruh terhadap variasi bentuk

    pada umbi kesuna bali. Pada perlakuan kolkisin 5% didapatkan lebih banyak umbi

    yang menghasilkan siung lebih dari satu, serta umbi dengan ukuran yang lebih

    besar. Sedangkan pada perlakuan kolkisin 10% dan 20% hanya menghasilkan satu

    umbi dengan jumlah siung yang banyak (Gambar 5.3).

    Gambar 5.3

    Variasi Bentuk Umbi Kesuna Bali setelah Panen. (a) Kontrol ; (b) Kolkisin 5%

    ;(c) Kolkisin 10%; (d) Kolkisin 20%. (1) Umbi dengan siung lebih dari satu ; (2)

    Umbi kecil dan busuk dan (3) Ukuran umbi yang besar.

    A B

    C D

    1

    1 1

    2

    3

  • 41

    5.2 Karakteristik Sitologi Tanaman kesuna bali (Allium sativum Linn.)

    Pengamatan karakteristik sitologi tanaman bali meliputi ; indeks stomata

    dan jumlah kromosom. Berdasarkan hasil uji statistik pemberian konsentrasi

    kolkisin yang berbeda berpengaruh nyata terhadap indeks stomata serta

    peningkatan pada jumlah kromosom.

    5.2.1 Indeks Stomata

    Indeks stomata menunjukkan jumlah rata-rata yang berbeda nyata

    (P0.05) antara kontrol dengan kolkisin 5% dan 20% dan tidak berbeda nyata

    (P0.05) dengan kolkisin 10% (Tabel 5.5). Rata-rata indeks stomata tanaman

    kontrol lebih banyak dibandingkan perlakuan kolkisin lainnya. Rata-rata indeks

    stomata terendah dijumpai pada pemberian konsentrasi kolkisin 20% (Gambar

    5.4).

    Tabel 5.5

    Indeks Stomata Kesuna Bali

    Indeks Stomata

    Kontrol (P0) 0.21 0.03 a

    Kolkisin 5% (P1) 0.17 0.04 b

    Kolkisin 10% (P2) 0.20 0.02 a

    Kolkisin 20% (P3) 0.18 0.04 b

    Keterangan : Angka adalah rata-rata indeks stomata kesuna bali dari enam ulangan

    standar error. Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada

    kolom yang sama berarti tidak berbeda nyata (P 0.05).

  • 42

    5.2.2 Jumlah Kromosom

    Jumlah kromosom dasar tanaman kesuna bali normal adalah delapan

    (x=8), sehingga 2n=16. Berdasarkan uji sitologi, induksi kolkisin mengakibatkan

    penambahan jumlah kromosom normal menjadi triploid (2n=3x=24). Hasil uji

    lanjut Tukey menunjukkan jumlah kromosom tanaman kesuna bali pada kontrol

    berbeda nyata (P0.05) terhadap variasi konsentrasi kolkisin yang diberikan

    (Tabel 5.6). Penggandaan jumlah kromosom terbanyak terjadi pada pemberian

    perlakuan kolksin 20 % (2n = 27) serta diikuti dengan pembesaran diameter sel

    (Gambar 5.5).

    Tabel 5.6

    Jumlah Kromosom Kesuna Bali

    Jumlah Kromosom

    Kontrol 14.72 0. 47 a

    Kolkisin 5% 20.22 1.55 b

    Kolkisin 10% 24.11 1.14 bc

    Kolkisin 20% 27.47 0.28 c

    Keterangan : Angka adalah rata-rata indeks stomata kesuna bali dari enam ulangan

    standar error. Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada

    kolom yang sama berarti tidak berbeda nyata (P 0.05).

    Selain mengakibatkan penambahan jumlah kromsom senyawa kolkisin

    juga berdampak terhadap kelainan yang ditimbulkan pada saat pembelahan

    mitosis yang sering dikenal dengan istilah C-mitosis (Colcichine mitosis)

    diantaranya terdapat C-profase, C-metafase, C-anafase dan C-telofase. Pada

    penelitian ini induksi senyawa kolkisin 20% menyebabkan kesalahan pada proses

    anafase (C-anafase) (Gambar 5.6).

  • 43

    Pengaruh yang diakibatkan oleh C-anafase adalah adanya penggandaan

    jumlah kromosom sehingga mengakibatkan tanaman kesuna bali memiliki

    kromosom triploid (3n).

    \

    Gambar 5.4

    Foto Stomata kesuna bali (a) Kontrol; (b) Kolkisin 5%; (c) Kolkisin

    10%; (d) Kolkisin 20%.

    13.73 m

    0

    m

    12.68 m

    0

    m

    16.91 m

    0

    m

    15.84 m

    0

    m

  • 44

    Gambar 5.5

    Foto Kromosom kesuna bali (a) Kontrol; (b) Kolkisin 5% ; (c) Kolkisin

    10%; (d) Kolkisin 20%.

    Gambar 5.6

    Foto Kromosom C-anafase Kesuna Bali Akibat Perlakuan Kolkisin

    23.22 m

    32.90 m

    29.03 m

    27.09 m

  • 45

    5.3 Analisis PCR-RAPD

    5.3.1 Isolasi DNA Kesuna Bali (Allium sativum Linn.)

    Isolasi DNA kesuna bali dalam penelitian ini menggunakan metode

    CTAB yang dikembangkan oleh Doyle dan Doyle (1990). DNA genomik yang

    dihasilkan memiliki konsentrasi berkisar antara 200-400 ng/l. Berdasarkan

    metode yang digunakan telah berhasil diperoleh 24 sampel DNA genomik kesuna

    bali (Allium sativum Linn.) namun dengan kualitas DNA yang kurang baik

    sehingga dilakukan pengulangan dalam isolasi (Gambar 5.7).

    Gambar 5.7

    DNA Genomik Hasil Isolasi Daun kesuna bali. (a) Isolasi DNA genomik

    pertama, parit gel agarose atas no 1-6 perlakuan kontrol (P0), no 7-12

    perlakuan dengan kolkisin 5% (P1), no 13 DNA 200 ng, dan no14 DNA

    400 ng. Parit gel agarose bawah no 15-20 perlakuan dengan kolkisin 10%

    (P2), no 21-26 perlakuan dengan kolkisin 20% (P3). (b) Isolasi DNA genomik

    kedua, parit gel agarose atas no 1-6 perlakuan kontrol (P0), no 7-12 perlakuan

    dengan kolkisin 5% (P1) , no 13 DNA 200 ng, dan no 14 DNA 400 ng.

    Parit gel agarose bawah no 15-20 perlakuan dengan kolkisin 10% (P2), no 21-

    26 perlakuan dengan kolkisin 20% (P3).

    a b

  • 46

    5.3.2 Optimalisasi PCR-RAPD

    Analisis PCR tanaman kesuna bali dalam penelitian ini dilakukan

    dengan menggunakan lima jenis primer RAPD yaitu OPA 01, OPA 02, OPA 04,

    OPD 14 dan UBC 250.

    Gambar 5.8

    Hasil Optimalisasi PCR-RAPD DNA kesuna bali mutan. P01=Kontrol; P14 =

    Kolkisin 5%; P25 = Kolkisin 10% (a) Primer OPA 1; (b) Primer OPA 2; Primer

    OPA 4; (d) Primer OPD 14.

    c d

    a b

  • 47

    Hasil optimalisasi PCR-RAPD kesuna bali menggunakan empat primer

    dengan kondisi suhu pre-denaturasi (950C, 5 menit), denaturasi (95

    0C, 1 menit),

    annealing (360C, 1 menit 30 detik), perpanjangan (extension) (72

    0C, 1 menit 30

    detik), perpanjangan terakhir (final extension) (720C, 10 menit) dan pasca PCR

    (80C) dengan siklus reaksi PCR diulang sebanyak 35 siklus tidak diperoleh pita-

    pita DNA genomik kesuna bali (Gambar 5.8). Optimalisasi kedua dilakukan

    dengan memodifikasi waktu annealing yaitu selama 2 menit. Modifikasi yang

    dilakukan berhasil pada primer OPA 04 akan tetapi pita-pita produk PCR yang

    dihasilkan tipis dan belum tampak jelas. Sedangkan tiga primer lainnya tidak

    menghasilkan pita produk PCR. Optimalisasi selanjutnya dilakukan dengan

    mengubah konsentrasi buffer PCR menjadi 2 L, dNTP menjadi 2 L, Taq

    polymerase menjadi 0.2 L dan primer menjadi 3 L dengan total volume reaksi

    menjadi 20 L. tetap tidak menghasilkan pita-pita produk PCR.

    Modifikasi dalam optimalisai PCR-RAPD yang sudah dilakukan

    sebelumnya tetap tidak dapat menghasilkan pita-pita produk PCR. Tahap

    berikutnya dilakukan modifikasi dengan cara mengubah suhu annealing

    berdasarkan perhitungan nilai Tm (Melting Temperature) masing-masing primer

    dengan menggunakan rumus [2(A+T) + 4(C+G)]. Berdasarkan perhitungan nilai

    Tm primer OPA 01 dan OPA 02 dikondisikan pada suhu annealing 340C,

    sedangkan primer OPA 04 DAN OPD 14 pada suhu annealing 320C masing-

    masing berjalan dalam waktu 2 menit. Hasil yang didapat menunjukkan bahwa

    perubahan suhu annealing belum juga bisa menghasilkan pita-pita produk PCR.

  • 48

    Optimalisasi selanjutnya dilakukan dengan merubah komponen premix

    PCR menggunakan kit PCR Go Taq Green sesuai dengan jumlah sampel yang

    akan di PCR. Volume total premix untuk satu reaksi adalah 12.5 L yang

    mengandung campuran 6.25 L Go Taq Green (promega), 4.25 L ddH2O, 1 L

    primer dan 1 L DNA template. Penggunaan premix sudah pernah dilakukan pada

    penelitian Setiawan (2012) yang berhasil mengamplifikasi polimorfisme pita-pita

    DNA pada tanaman anggrek dengan menggunakan empat primer acak. Pada

    penelitian ini kit PCR Go Taq Green yang digunakan belum bisa menghasilkan

    pita-pita produk PCR sehingga masih perlu dilakukan optimalisasi dengan metode

    yang berbeda. Metode yang dilakukan selanjutnya adalah dengan mengubah

    komponen premix dan suhu PCR.

    Dari lima primer yang digunakan primer OPA 01 dan UBC 250 berhasil

    diamplifikasi dengan komponen premix PCR yang mengandung : 14.5 l ddH20,

    2.5 l 10 X PCR Buffer (PE-II), 2.5 l dNTPs (8 mM), 2.0 l MgCl2 (25 mM),

    1.25 l Primer (20 mM), 0.125 l PE Aplitaq (5 units/uL) dan 3 l DNA

    template. Modifikasi terhadap suhu PCR berhasil dilakukan pada primer OPA 01

    berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ramella et al. (2005) dengan kondisi

    suhu PCR : Pre-denaturasi : 940C (2 menit), denaturasi : 94

    0C (1 menit),

    anealing : 340C (30 detik), extension : 72

    0C (2 menit), final extension : 72

    0C (7

    menit) sebanyak 39 siklus (Gambar 5.9).

  • 49

    1 2 3

    Gambar 5.9

    Hasil Optimalisasi PCR-RAPD DNA kesuna bali mutan primer OPA 01. M =

    Marker 100 bp (1) P33 = Kolkisin 20% tanaman ke-3; (2) P34 = Kolkisin 20%

    tanaman ke-4 (3) P35 = Kolkisin 20% tanaman ke-4.

    Optimalisasi suhu PCR primer UBC 250 berhasil menghasilkan pita-pita

    DNA berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ciuca et al. (2004) dengan

    kondisi suhu PCR : Pre-denaturasi : 940C (2 menit), denaturasi : 94

    0C (2 menit),

    anealing : 360C (2 menit), extension : 72

    0C (2 menit), final extension : 72

    0C (10

    menit) sebanyak 45 siklus.

    M

    3000 bp 1500 bp

    500 bp

  • 50

    5.3.3 PCR-RAPD (Polymerase Chain Reaction-Random Amplified

    Polymorphic DNA)

    Pada penelitian ini dari lima primer yang diuji (OPA 1, OPA 2, OPA 4,

    OPD 14 dan UBC 250) hanya dua primer yang berhasil menghasilkan produk

    amplifikasi DNA yaitu primer OPA 1 dan UBC 250. Amplifikasi primer OPA 1

    pada 24 sampel daun kesuna bali yang diuji pada menghasilkan ukuran fragment

    yang berkisar 1200bp dan 2000bp (Gambar 5.10). Polimorfisme antara kontrol

    dan masing-masing perlakuan kolkisin ditampilkan pada Tabel 5.7. Secara umum

    perlakuan kolkisin 5% dan 20% paling banyak memunculkan pita DNA hasil

    amplifikasi.

    Gambar 5.10

    Elektroforesis hasil amplifikasi dengan primer OPA 01. M = Marker 100 bp.

    P0= Kontrol; P1 = Kolkisin 5%; P2= Kolkisin 10%; P3= Kolkisin 20%. P33 =

    Kontrol Positif dan H2O = Kontrol negatif.

    3000 bp 3000 bp

    1500 bp

    1500 bp

    500 bp

    500 bp

    500 bp

    100 bp

  • 51

    Tabel 5.7

    Ringkasan Pita DNA yang dihasilkan pada PCR dengan Primer OPA 01

    Perlakuan Ukuran Fragment DNA

    (bp)

    1000 1200 2000

    P01 0 0 0

    P02 0 0 0

    P03 0 0 0

    P04 0 1 0

    P05 0 0 0

    P06 0 0 0

    P11 0 1 1

    P12 1 1 0

    P13 0 1 1

    P14 1 1 0

    P15 1 1 0

    P16 0 0 0

    P21 0 1 0

    P22 0 0 0

    P23 0 1 0

    P24 0 0 0

    P25 0 1 0

    P26 0 1 0

    P31 1 1 1

    P32 1 1 0

    P33 0 1 0

    P34 1 1 1

    P35 0 1 1

    P36 1 1 0

  • 52

    Amplifikasi primer UBC 250 pada 24 sampel daun kesuna bali yang

    diuji pada kontrol dengan perlakuan kolkisin yang diberikan terdapat perbedaan

    pada pola pita. Keseluruhan sampel hasil amplifikasi menghasilkan pola pita yang

    monomorfis dan polimorfis dengan ukuran fragment berkisar antara 600bp-

    1800bp (Gambar 5.11). Berdasarkan Tabel 5.8 terdapat pita DNA yang hanya

    muncul pada perlakuan kolkisin (1300bp), dan ada pita DNA yang hilang pada

    konsentrasi kolkisin yang tinggi (1400bp).

    Gambar 5.11

    Elektroforesis hasil amplifikasi dengan primer UBC. M = Marker 100 bp. P0 =

    Kontrol; P1 = Kolkisin 5%; P2 = Kolkisin 10%; P3 = Kolkisin 20%.

    P11 P12 P13 P14 P15 P16 P21 P22 P23 P24 P25 P26 P31 P32 P33 P34 P35 P36 P01 P02 P03 P04 P05 P06

    M

    3000 bp

    1500 bp

    500 bp

    100 bp

  • 53

    Tabel 5.8

    Ringkasan Pita DNA Produk PCR dengan Primer UBC 250

    Perlakuan Ukuran Fragment DNA (bp)

    600 800 900 1000 1300 1400 1500

    P01 1 1 0 1 0 1 0

    P02 1 1 0 1 0 1 0

    P03 1 1 0 1 0 1 1

    P04 1 1 0 1 0 1 1

    P05 1 1 0 1 0 1 1

    P06 1 1 0 1 0 1 1

    P11 1 1 0 1 1 1 0

    P12 1 1 0 1 1 1 0

    P13 1 1 0 1 1 1 0

    P14 1 1 0 1 1 1 0

    P15 1 1 0 1 1 1 0

    P16 1 1 0 1 1 0 0

    P21 1 0 0 1 1 0 1

    P22 1 0 0 1 1 0 1

    P23 1 0 0 1 1 0 1

    P24 1 1 0 1 1 0 1

    P25 1 0 1 1 1 0 1

    P26 1 0 1 1 1 0 1

    P31 1 1 1 1 0 0 0

    P32 1 1 0 1 1 0 1

    P33 1 1 0 1 1 0 1

    P34 1 1 0 1 1 0 1

    P35 1 1 0 1 1 0 1

    P36 1 1 1 1 0 0 0

  • 54

    5.4 Pengelompokan Tanaman Kesuna Bali Akibat Perlakuan Kolkisin

    Pengelompokan tanaman kesuna bali akibat perlakuan kolkisin dianalisis

    menggunakan program Molecular Evolutionary Genetics Analysis (MEGA 5.05).

    Metode pengelompokan yang digunakan adalah UPGMA (Unweight Pair Group

    Method With Aritmatic Average).

    Berdasarkan profil pita DNA hasil amplifikasi menggunakan dua primer

    RAPD, ditentukan matrik kesamaan untuk mengetahui pengelompokan tanaman

    kesuna bali kontrol dan hasil perlakuan kolkisin. Matriks kesamaan pada Tabel 5.9

    menunjukkan bahwa nilai kesamaan antar tanaman kesuna bali kontrol dengan

    perlakuan kolkisin berkisar 0.960 (96%) sampai dengan 0.112 (11.2%).

    Dendogram pada Gambar 5.12 menunjukkan bahwa tanaman kesuna bali

    kontrol dengan perlakuan kolkisin menghasilkan tiga kelompok besar yaitu kelompok

    pertama yang terdiri dari tanaman kontrol (P0) dan tanaman hasil perlakuan kolkisin

    5% (P1). Kelompok dua terdiri dari tanaman hasil perlakuan kolkisin 10% (P2) dan

    kolkisin 20% (P3). Kelompok ketiga hanya terdiri dari tanaman hasil perlakuan

    kolkisin 20% (P3).

  • 55

    Tabel 5.9

    Dendogram Similaritas Dua Puluh Empat Tanaman kesuna bali Berdasarkan Karakter Molekular dengan Metode UPGMA.

    No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24

    1. Kontrol (1)

    2. Kontrol (2) 0.000

    3. Kontrol (3) 0.112 0.112

    4. Kontrol (4) 0.258 0.258 0.112

    5. Kontrol (5) 0.112 0.112 0.000 0.112

    6. Kontrol (6) 0.112 0.112 0.000 0.112 0.000

    7. Kolkisin 5% (1) 0.467 0.467 0.841 0.467 0.841 0.841

    8. Kolkisin 5% (2) 0.467 0.467 0.841 0.467 0.841 0.841 0.258

    9. Kolkisin 5% (3) 0.467 0.467 0.841 0.467 0.841 0.841 0.000 0.258

    10. Kolkisin 5% (4) 0.467 0.467 0.841 0.467 0.841 0.841 0.258 0.000 0.258

    11. Kolkisin 5% (5) 0.467 0.467 0.841 0.467 0.841 0.841 0.258 0.000 0.258 0.000

    12. Kolkisin 5% (6) 0.258 0.258 0.467 0.841 0.467 0.467 0.467 0.467 0.467 0.467 0.467

    13. Kolkisin 10% (1) 0.960 0.960 0.841 0.467 0.841 0.841 0.841 0.841 0.841 0.841 0.841 0.467

    14. Kolkisin 10% (2) 0.841 0.841 0.467 0.841 0.467 0.467 0.960 0.960 0.960 0.960 0.960 0.258 0.112

    15. Kolkisin 10% (3) 0.960 0.960 0.841 0.467 0.841 0.841 0.841 0.841 0.841 0.841 0.841 0.467 0.000 0.112

    16. Kolkisin 10% (4) 0.467 0.467 0.258 0.467 0.258 0.258 0.841 0.841 0.841 0.841 0.841 0.112 0.258 0.112 0.258

    17. Kolkisin 10% (5) 0.878 0.878 0.960 0.841 0.960 0.960 0.960 0.960 0.960 0.960 0.960 0.841 0.112 0.258 0.112 0.467

    18. Kolkisin 10% (6) 0.878 0.878 0.960 0.841 0.960 0.960 0.960 0.960 0.960 0.960 0.960 0.841 0.112 0.258 0.112 0.467 0.000

    19. Kolkisin 20% (1) 0.960 0.960 0.878 0.960 0.878 0.878 0.841 0.841 0.841 0.841 0.841 0.960 0.878 1.418 0.878 0.878 0.960 0.960

    20. Kolkisin 20% (2) 0.960 0.960 0.841 0.467 0.841 0.841 0.841 0.258 0.841 0.258 0.258 0.467 0.258 0.467 0.258 0.258 0.467 0.467 0.841

    21. Kolkisin 20% (3) 0.841 0.841 0.467 0.258 0.467 0.467 0.467 0.467 0.467 0.467 0.467 0.258 0.112 0.258 0.112 0.112 0.258 0.258 0.960 0.112

    22. Kolkisin 20% (4) 0.878 0.878 0.960 0.841 0.960 0.960 0.467 0.467 0.467 0.467 0.467 0.841 0.467 0.841 0.467 0.467 0.841 0.841 0.467 0.112 0.258

    23. Kolkisin 20% (5) 0.960 0.960 0.841 0.467 0.841 0.841 0.258 0.841 0.258 0.841 0.841 0.467 0.258 0.467 0.258 0.258 0.467 0.467 0.841 0.258 0.112 0.112

    24. Kolkisin 20% (6) 0.841 0.841 0.960 0.841 0.960 0.960 0.960 0.467 0.960 0.467 0.467 0.841 0.960 0.878 0.960 0.960 0.841 0.841 0.112 0.467 0.841 0.841 0.960

  • 56

    P05

    P06

    P03

    P04

    P01

    P02

    P11

    P13

    P12

    P14

    P15

    P22

    P24

    P16

    P21

    P23

    P25

    P26

    P32

    P33

    P34

    P35

    P31

    P36

    0.00.10.20.30.4

    Gambar 5.12

    Dendogram kesuna bali mutan hasil analisis kluster dengan metode UPGMA.

    Keterangan a. P0 = Kontrol; b. P1 = Kolkisin 5% ; c. P2 = Kolkisin 10% dan d.

    P3 = Kolkisin 20%.

    I

    II

    III

    A

    B

    A

    B

    C

  • 57

    BAB VI

    PEMBAHASAN

    6.1 Karakter Morfologi Kesuna Bali Akibat Pengaruh Kolkisin

    Perlakuan kolkisin 5%, 10% dan 20% memberikan pengaruh terhadap

    pertumbuhan morfologi tanaman kesuna bali seperti tinggi tanaman, jumlah daun,

    panjang daun serta berat kering umbi. Hasil analisis ragam menunjukkan rata-rata

    tertinggi dari tinggi tanaman kesuna bali dengan perlakuan kolkisin 10% pada 14

    MST (Tabel 5.1). Hal ini berarti mutagen kimia kolkisin merupakan salah satu

    faktor yang mampu memacu penambahan tinggi tanaman kesuna bali. Senyawa

    kolkisin bersifat seperti hormon tumbuhan. Menurut Salisbury dan Ross (1995)

    tinggi tanaman dapat dipengaruhi oleh faktor internal (hormon) dan lingkungan

    (unsur hara dan cahaya). Penelitian Pharmawati dan Defiani (2009) menggunakan

    kafein yang merupakan agen penginduksi poliploid, menghasilkan tanaman pacar

    air yang lebih tinggi. Kafein bersifat seperti sitokinin (Pharmawati dan Defiani,

    2009).

    Pada penelitian ini perlakuan konsetrasi kolkisin berpengaruh signifikan

    pada tinggi tanaman kesuna bali umur 2 MST dan 14 MST. Pada tanaman yang

    telah mengalami poliploidasi, terjadi peningkatan jumlah kromosom didalam

    selnya. Adanya peningkatan jumlah kromosom pada sel juga mengakibatkan

    peningkatan aktivitas gen-gen yang berfungsi dalam mengatur proses

    metabolisme dalam sel termasuk sintesis protein yang berakibat pada peningkatan

    produksi hormon-hormon pertumbuhan tanaman (Ginting, 2008). Hal ini dapat

  • 58

    diamsusikan bahwa kolkisin yang diberikan pada tanaman kesuna bali merupakan

    salah satu faktor internal yang mampu memacu penambahan tinggi tanaman

    kesuna bali yang melebihi tanaman kontrol. Teori ini didukung oleh pendapat

    Suryo (1995) yang menyatakan bahwa tanaman yang diberi perlakuan dengan

    kolkisin pada umumnya mempunyai penampilan yang lebih besar dan kekar.

    Penggunaan kolkisin pada tanaman cabai (Capsicum anuum) dengan konsentrasi

    15 ppm mampu menghasilkan tinggi tanaman tertinggi dibandingkan dengan

    kontrol dan perlakuan kolkisin lainnya (Syaifudin et al., 2013).

    Berdasarkan Gambar 5.1 diketahui bahwa tanaman kesuna bali yang

    diberi perlakuan kolkisin 20% pada umur 10 MST menunjukkan penampilan

    tinggi tanaman yang lebih pendek dibandingkan kontrol. Menurut Bakhtiar dan

    Nurzuhairawaty (2002) pemberian kolkisin dengan konsentrasi tinggi dapat

    mengganggu pembelahan sel mitosis sehingga pertumbuhan tanaman akan

    tertekan. Pemberian konsentrasi kolkisin yang tinggi pada tanaman juga akan

    berdampak negatif pada pertumbuhan tanaman, misalnya penampilan tanaman

    menjadi jelek, sel-sel banyak yang rusak atau bahkan menyebabkan matinya

    tanaman (Suryo, 1995).

    Penelitian menggunakan mutagen kimia kolkisin ternyata mampu

    menambah ukuran daun tanaman kesuna bali dibandingkan dengan kontrol.

    Pemberian senyawa kolkisin memberikan efek terhadap pertumbuhan biomassa

    pada tanaman seperti membesarnya sel-sel tanaman, inti sel lebih besar,

    membesarnya diameter pembuluh angkut dan stomata lebih besar. Stomata

    dengan ukuran yang lebih besar pada umumnya memiliki kandungan kloroplas

  • 59

    yang lebih banyak didalam sel penjaganya. Besarnya jumlah kloroplas pada

    tanaman dapat meningkatkan laju fotosintesis tanaman, sehingga membuat daun

    memiliki ukuran yang lebih besar, tebal dan berwarna lebih hijau (Henuhili dan

    Suratsih, 2003). Penelitian Saputra et al. (2014) menyatakan bahwa tanaman sawi

    (Brassica rapa) yang diberi perlakuan kolkisin 0.02% menghasilkan ukuran daun

    yang lebih luas dibandingkan kontrol.

    Ukuran daun yang lebih besar pada tanaman perlakuan kolkisin

    memberikan efek positif bagi pertumbuhan tanaman tersebut. Daun yang lebih

    besar mengakibatkan penyerapan sinar matahari berlangsung maksimal sehingga

    proses fotosintesis berjalan dengan lancar. Proses fotosintesis yang berjalan

    optimal dapat meningkatkan produksi karbohidrat yang digunakan untuk

    pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Gardner et al., 1991 ; Wiendra et al.,,

    2011).

    Pertumbuhan vegetatif tanaman salah satunya adalah ditandai dengan

    pembentukan daun. Perlakuan kolkisin 20% pada 10 MST mampu menghasilkan

    jumlah daun lebih banyak dibandingkan dengan kontrol dan perlakuan lainnya

    (Tabel 5.3). Peningkatan jumlah daun pada penelitian ini menandakan senyawa

    kolkisin tidak mengganggu proses penyerapan unsur hara sehingga pembentukan

    daun tidak terhambat. Unsur hara makro seperti Nitrogen dan Kalium berperan

    dalam pembentukan daun dan peningkatan jumlah klorofil pada tanaman (Puspita

    et al.,2010). Jumlah daun yang semakin banyak pada tanaman akan meningkatkan

    laju fotosintesis yang berakibat pada penambahan luas daun tanaman

    (Hermansyah dan Inoriah, 2009).

  • 60

    Pada penelitian ini tanaman kesuna bali yang diberi perlakuan kolkisin

    20% menunjukkan gejala chimera pada organ daun. Adanya chimera pada organ

    daun ditunjukkan dengan terbentuknya tunas baru dan bentuk daun yang

    melingkar seperti spiral (Gambar 5.2). Bentuk organ tanaman ditentukan oleh arah

    pembelahan sel, arah pembentangan sel serta lokasi-lokasi sel yang aktif

    melakukan pembelahan ketika organ ini mulai tumbuh dan berkembang. Senyawa

    kolkisin menyebabkan hambatan atas mitosis sel-sel primordial daun yang

    berakibat pada perubahan lokasi sel-sel yang aktif membelah sehingga

    menghasilkan bentuk-bentuk organ daun yang abnormal pada tanaman. Selain itu,

    mutagen kimia kolkisin menyebabkan lapisan kutikula pada organ daun menjadi

    tipis sehingga memudahkan penyerapan larutan kolkisin ke dalam sel dan

    menyebabkan gangguan pertumbuhan sebagian sel calon daun (Haryanti et al.,

    2009).

    Penurunan jumlah daun tanaman kesuna bali terjadi pada umur 14 MST,

    hal ini disebabkan karena pada umur tersebut tanaman kesuna bali sudah siap

    untuk dipanen. Ciri-ciri tanaman bawang putih yang siap panen adalah 50% daun

    tanaman akan kering dan layu serta tangkai batang tanaman menjadi lebih keras

    (Hilman, 1997).

    Rata-rata berat kering umbi kesuna bali yang dihasilkan setelah masa

    panen antara perlakuan kolkisin 5%, 10%, 20% tidak memiliki perbedaan yang

    signifikan dengan kontrol (Tabel 5.3). Terdapat tiga proses yang mempengaruhi

    produksi bahan kering pada tanaman yaitu penumpukan asimilat melalui

    fotosintesis, penurunan asimilat akibat respirasi dan akumulasi ke bagian sink.

  • 61

    Menurut Sitompul dan Guritno (1995) penghambatan pada awal fase

    pertumbuhan menyebabkan penurunan produksi biomassa. Tinggi rendahnya

    produksi bahan kering yang dihasilkan berkolerasi dengan jumlah daun. Jumlah

    daun yang banyak akan meningkatkan produktivitas biomassa pada tanaman

    sehingga bahan kering yang dihasilkan lebih banyak. Daun merupakan organ

    fotosintesis utama yang berperan dalam menghasilkan asimilat yang diperlukan

    saat pertumbuhan tanaman. Menurut Loveless (1991) jumlah klorofil yang banyak

    dalam proses fotosintesis meningkatkan efisiensi fotosintesis, sehingga bahan

    kering yang dapat ditimbun tanaman lebih banyak.

    Umbi kesuna bali hanya menghasilkan satu siung, siung tunggal pada

    tanaman ini berkembang dalam satu tunas utama. Tunas utama ini yang menekan

    pertumbuhan tunas-tunas lain yang merupakan bakal siung lainnya sehingga

    hanya terbentuk siung tunggal yang utuh (Suriana, 2011). Pada penelitian ini

    perlakuan kolksin 5%, 10% dan 20% didapatkan umbi kesuna bali dengan jumlah

    siung lebih dari satu (Gambar 5.3). Pada dasarnya kolkisin hanya menyebabkan

    pertambahan diameter umbi pada bawang dan tidak dapat menambah jumlah

    siung (Suminah et al., 2002). Bertambahnya jumlah siung pada penelitian ini

    kemungkinan disebabkan oleh senyawa kolkisin yang mampu menginduksi

    terbentuknya tunas lateral lain pada umbi sehingga pada saat panen dijumpai lima

    umbi kesuna bali yang menghasilkan tiga siung. Pernyataan ini didukung oleh

    penelitian Rahayu dan Berlian (1999) yang menyatakan bahwa pada setiap umbi

    bawang normal dijumpai tunas lateral sebanyak 2-20 tunas yang kemudian

  • 62

    tumbuh membesar membentuk rumpun sehingga bila saat panen tiba dapat

    dihasilkan siung sejumlah tunas tersebut.

    Pada penelitian ini perlakuan kolkisin 5% menyebabkan ukuran umbi

    kesuna bali menjadi lebih besar (Gambar 5.3). Induksi senyawa kolkisin

    menyebabkan pembesaran pada sel-sel tanaman yang berdampak pada

    pembesaran berkas-berkas pengangkut. Pembesaran pada berkas pengangkut

    sangat berpengaruh pada pengangkutan hasil asimilasi dan air yang lebih baik

    sehingga terjadi peningkatan pada diameter tanaman terutama pada bagian umbi.

    Hindarti (2002) mengemukakan bahwa terdapat pengaruh nyata antara lama

    perendaman dan konsentrasi kolkisin pada jumlah kromosom, lebar daun, tinggi

    tanaman, bobot segar, diameter umbi, volume umbi, bobot siung dan kandungan

    protein tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah siung bawang putih.

    Senyawa kolkisin yang berbentuk cair dapat dengan mudah berdifusi

    masuk kedalam sel sehingga dapat langsung mengenai tunas vegetatif pada umbi

    kesuna bali (Harborne, 1996). Tunas vegetatif pada bibit kesuna bali ini terletak

    di bagian tengah daging buah (Suriana, 2011). Pada saat pasca panen umbi kesuna

    bali yang lama akan busuk dan terlepas dari cakram sehingga cakram akan

    membentuk rumpun umbi yang baru sehingga residu kolkisin tidak akan terbawa

    ke pertumbuhan umbi selanjutnya. Pada pertumbuhan tunas vegetatif dari umbi

    kesuna bali dilakukan dengan cara menerobos bagian ujung siung sehingga residu

    kolkisin ikut terbawa seiring kecepatan pertumbuhannya. Hal ini mengakibatkan

    residu kolkisin tidak akan terakumulasi pada umbi kesuna bali sehingga aman

    untuk dikonsumsi (Brodelius dan Pedersen, 1994).

  • 63

    Berdasarkan rata-rata semua karakter vegetatif tanaman kesuna bali,

    senyawa kolkisin menunjukkan perubahan yang bervariasi pada setiap perlakuan.

    Bervariasinya karakter vegetatif pada tanaman kesuna bali disebabkan karena

    pengaruh mutagen yang bersifat acak (Khan et al., 2009). Mutagen kolkisin dapat

    mengakibatkan mutasi sitogenik pada inti sel ditandai dengan perubahan jumlah

    kromosom ataupun perubahan struktur pada kromosom. Perubahan jumlah

    kromosom pada tanaman menyebabkan tanaman bersifat poliploid. Tanaman

    poliploid pada umumnya memiliki sifat dan karakter yang lebih baik

    dibandingkan tanaman diploidnya (Kristanto dan Karno, 2001). Konsentrasi

    kolkisin 10% dan lama perendaman 12 jam kolkisin pada penelitian ini berhasil

    menghasilkan tanaman kesuna bali yang poliploid. Perubahan morfologi kesuna

    bali poliploid ditunjukkan dengan peningkatan ukuran tinggi tanaman, jumlah

    daun menjadi lebih banyak serta peningkatan ukuran daun dibandingkan tanaman

    diploidnya. Perubahan morfologi yang bervariasi pada tanaman kesuna bali

    memberikan harapan adanya keanekaragaman yang besar dan memberikan

    peluang terhadap seleksi tanaman hasil mutasi yang memiliki efek positif untuk

    peningkatan produksinya.

    Contoh perlakuan kolkisin yang pernah dilakukan oleh Ajijah dan

    Bermawie (1996) terhadap dua tipe kencur (Kaempferia galanga Linn.). Kolkisin

    diaplikasikan dalam bentuk pasta pada mata tunas yang terdapat pada rimpang

    dengan variasi konsentrasi 0, 0,05, 0,1, 0,5 dan 1 %. Hasil penelitian

    menunjukkan pengaruh kolkisin dapat meningkatkan jumlah dan panjang daun,

    jumlah dan bobot rimpang per rumpun serta jumlah anakan.

  • 64

    6.2 Karakteristik Sitologi Tanaman kesuna bali (Allium sativum Linn.)

    Perlakuan mutagen kimia kolkisin terhadap perubahan karakter sitologi

    diamati melalui rata-rata jumlah kromosom dan indeks stomata tanaman kesuna

    bali.

    6.2.1 Indeks Stomata Kesuna Bali

    Stomata merupakan salah satu organ penting pada tanaman yang

    digunakan dalam proses transpirasi. Pada daun yang berfotosintesis, stomata

    biasanya ditemukan dibagian permukaan atas dan bawah daun. Berdasarkan

    pengamatan stomata pada perlakuan konsentrasi kolkisin 10% didapatkan hasil

    rata-rata indeks stomata yang tidak berbeda nyata dengan kontrol. Sedangkan

    pada perlakuan kolkisin 5% dan 20% terjadi penurunan indeks stomata (Tabel

    5.4). Tinggi dan rendahnya rata-rata indeks stomata yang didapat berkaitan

    dengan ukuran stomata (Gambar 5.2). Semakin besar ukuran stomata maka

    menunjukkan semakin rendah indeks stomata yang diperoleh, jika ukuran stomata

    kecil maka rata-rata indeks stomata yang diperoleh semakin tinggi. Pendapat ini

    didukung oleh penelitian Setyowati et al. (2013) menyatakan bahwa kolkisin

    konsentrasi 0.5 g.L-1 dan 1 g.L-1 mampu meningkatkan ukuran diameter stomata

    pada semua jenis kultivar bawang wakegi (Allium x wakegi Araki).

    Peningkatan ukuran diameter stomata menandakan senyawa kolkisin

    telah mampu menghasilkan tanaman poliploid. Pada perlakuan kolkisin 10% tidak

    terjadi peningkatan ukuran stomata, hal ini kemungkinan disebabkan oleh

    beberapa faktor seperti senyawa kolkisin yang tidak berdifusi sempurna ketika

    perendaman dan faktor lingkungan tempat tumbuh. Menurut Prawiranata et al

  • 65

    (1995) tanaman yang tumbuh pada lingkungan kering dan dibawah cahaya dengan

    intsitas tinggi cenderung memiliki stomata yang berukuran kecil dan jumlah yang

    banyak. Pemberian kolkisin dapat menyebabkan perubahan kromosom, jumlah

    kloroplas, jumlah stomata dan ukuran stomata pada tanaman. Kolkisin mencegah

    terbentuknya benang-benang spindel pada kromosom sehingga kromosom tidak

    tertarik kearah kutub dan terjadi penggandaan. Kromosom yang mengganda ini

    menyebabkan mitosis pada sel-sel embrio menghasilkan peningkatan diferensiasi

    pada proplastid sehingga menghasilkan tanaman dengan kandungan klorofil yang

    tinggi. Kadar klorofil yang tinggi pada tanaman menyebabkan bertambahnya

    jumlah kloroplas pada sel penutup stomata sehingga berdampak pada peningkatan

    ukuran diameter stomata (Loveless, 1991).

    6.2.2 Jumlah Kromosom Kesuna Bali

    Tanaman kesuna bali merupakan salah satu kultivar lokal bawang putih

    yang tumbuh di Bali. Jumlah kromosom normal bawang putih (Allium sativum

    Linn.) adalah 2n = 16. Perlakuan mutagen kimia kolkisin konsentrasi 20%

    menyebabkan peningkatan jumlah kromosom kesuna bali 2n = 27 (Tabel 5.6).

    Hal ini dapat diamsusikan bahwa senyawa kolkisin efektif dalam menghambat

    proses pembelahan sel (antimitosis) sehingga terjadi peningkatan jumlah

    kromosom (Addink, 2002).

    Senyawa kolkisin dapat menghambat terbentuknya benang spindle pada

    saat mitosis, sehingga kromosom tetap berserakan didalam sel. Pemberian

    konsentrasi kolkisin yang tinggi dan peredaman dalam jangka waktu yang lama

  • 66

    menyebabkan struktur kromosom dalam sel mengalami penggumpalan dan

    pengkerutan. Secara umum pemberian senyawa kolkisin lebih efektif

    dibandingkan mutagen kimia lain seperti ekstrak etanolik daun tapak dara dalam

    membuat tanaman poliploid. Hal tersebut mungkin disebabkan karena kolkhisin

    yang digunakan adalah kolkhisin murni (pure analytic) yang sudah di purifikasi.

    Sedangkan kandungan vinkristin dan vinblastin pada tapak dara masih tercampur

    dengan senyawa lain dalam ekstrak etanolik tersebut (Indraningsih, 2010).

    Pendapat ini didukung oleh penelitian Indraningsih (2008) melaporkan bahwa

    ekstrak etanolik daun tapak dara dapat menginduksi poliploidisasi bawang merah

    diploid (2n=16) menjadi autotetraploid (4n=32). Induksi poliploidisasi bawang

    merah dengan ekstrak etanolik daun tapak dara efektif pada konsentrasi 0,1%

    dengan perendaman 6, 12, 18, dan 24 jam.

    Pada penelitian ini diperoleh beberapa kelainan yang diakibatkan oleh

    kolkisin pada saat pembelahan mitosis (C-mitosis) yaitu kromosom C-anafase

    (Gambar 5.6). Kelainan mitosis pada saat anafase disebabkan oleh senyawa

    kolkisin men