kolinergika_makalah.docx

10
BAB I PENDAHULUAN Sistem saraf manusia adalah suatu jalinan jaringan saraf yang kompleks, sangat khusus dan saling berhubungan satu dengan yang lain. Sistem saraf mengkoordinasi, menafsirkan dan mengontrol interaksi antara individu dengan lingkungan sekitarnya. Sistem tubuh yang penting ini juga mengatur kebanyakan aktivitas sistem-sistem tubuh lainnya. Karena pengaturan saraf tersebut maka terjalin komunikasi antara berbagai sistem tubuh hingga menyebabkan tubuh berfungsi sebagai unit yang dinamis. Dalam sistem inilah berasal segala fenomena kesadaran, pikiran, ingatan, bahasa, sensasi dan gerakan. Jadi kemampuan untuk dapat memahami, belajar dan memberi respon terhadap suatu rangsangan merupakan hasil kerja integrasi dari sistem saraf yang puncaknya dalam bentuk kepribadian dan tingkah laku individu. Sistem saraf otonom adalah bagian dari sistem saraf yang bertanggung jawab terhadap homeostasis. Sistem saraf memiliki dua divisi utama, sistem saraf simpatis dan sistem saraf parasimpatis. Saraf simpatis dan parasimpatis mensekresikan hanya satu di antara substansi neurotransmiter, asetilkoline atau norepinefrine. Serat yang mensekresikan asetilkoline disebut kolinergik dan serat yang mensekresikan norepinefrine dikenal sebagai adrenergik. Semua preganglion adalah kolinergik baik pada sistem saraf simpatis maupun parasimpatis. Sedangkan pada postganglion saraf simpatik

Transcript of kolinergika_makalah.docx

BAB I

PENDAHULUAN

Sistem saraf manusia adalah suatu jalinan jaringan saraf yang kompleks, sangat

khusus dan saling berhubungan satu dengan yang lain. Sistem saraf mengkoordinasi,

menafsirkan dan mengontrol interaksi antara individu dengan lingkungan sekitarnya. Sistem

tubuh yang penting ini juga mengatur kebanyakan aktivitas sistem-sistem tubuh lainnya.

Karena pengaturan saraf tersebut maka terjalin komunikasi antara berbagai sistem tubuh

hingga menyebabkan tubuh berfungsi sebagai unit yang dinamis. Dalam sistem inilah berasal

segala fenomena kesadaran, pikiran, ingatan, bahasa, sensasi dan gerakan. Jadi kemampuan

untuk dapat memahami, belajar dan memberi respon terhadap suatu rangsangan merupakan

hasil kerja integrasi dari sistem saraf yang puncaknya dalam bentuk kepribadian dan tingkah

laku individu.

Sistem saraf otonom adalah bagian dari sistem saraf yang bertanggung jawab terhadap

homeostasis. Sistem saraf memiliki dua divisi utama, sistem saraf simpatis dan sistem saraf

parasimpatis. Saraf simpatis dan parasimpatis mensekresikan hanya satu di antara substansi

neurotransmiter, asetilkoline atau norepinefrine. Serat yang mensekresikan asetilkoline

disebut kolinergik dan serat yang mensekresikan norepinefrine dikenal sebagai adrenergik.

Semua preganglion adalah kolinergik baik pada sistem saraf simpatis maupun parasimpatis.

Sedangkan pada postganglion saraf simpatik adalah adrenergik dan postganglion pada

parasimpatis adalah kolinergik.

Kolinergika atau parasimpatomimetika adalah sekelompok zat yang dapat

menimbulkan efek yang sama dengan stimulasi Susunan Parasimpatis (SP), karena

melepaskan neurohormon asetilkolin (ACh) diujung-ujung neuronnya. Tugas utama SP

adalah mengumpulkan energi dari makanan dan menghambat penggunaannya, singkatnya

berfungsi asimilasi. Bila neuron SP dirangsang, timbullah sejumlah efek yang menyerupai

keadaan istirahat dan tidur. Efek kolinergis faal yang terpenting seperti: stimulasi pencernaan

dengan jalan memperkuat peristaltik dan sekresi kelenjar ludah dan getah lambung (HCl),

juga sekresi air mata, dan lain-lain, memperkuat sirkulasi, antara lain dengan mengurangi

kegiatan jantung, vasodilatasi, dan penurunan tekanan darah, memperlambat pernafasan,

antara lain dengan menciutkan bronchi, sedangkan sekresi dahak diperbesar, kontraksi otot

mata dengan efek penyempitan pupil (miosis) dan menurunnya tekanan intraokuler akibat

lancarnya pengeluaran air mata, kontraksi kantung kemih dan ureter dengan efek

memperlancar pengeluaran urin, dilatasi pembuluh dan kotraksi otot kerangka, menekan SSP

setelah pada permulaan menstimulasinya (Tjay & Rahardja, 2007).

Efek kolinergis faal yang terpenting adalah sebagai berikut :

1. Stimulasi pencernaan dengan jalan memperkuat peristaltic dan sekresi kelenjar ludah dan

getah lambung (HCl), juga sekresi air mata dan lain-lain.

2. Memperlambat sirkulasi, antara lain dengan mengurangi kegiatan jantung, vasodilatasi

dan penurunan tekanan darah.

3. Memperlambat pernapasan, antara lain dengan menciutkan bronchi, sedangkan sekresi

dahak diperbesar.

4. Kontraksi otot mata dengan efek penyempitan pupil (miosis) dan menurunnya tekanan

intraokuler akibat lancarnya pengeluaran air mata.

5. Kontraksi kandung kemih dan ureter dengan efek memperlancar pengeluaran urin .

6. Dilatasi pembuluh dan kontraksi otot kerangka.

7. Menekan SSP setelah pada permulaan menstimulasinya.

BAB II

ISI

Reseptor kolinergika terdapat dalam semua ganglia, sinaps, dan neuron

postganglioner dari SP, juga pelat-pelat ujung motoris dan di bagian Susunan Saraf Pusat

yang disebut sistem ekstrapiramidal. Berdasarkan efeknya terhadap perangsangan, reseptor

ini dapat dibagi menjadi 2 bagian, yakni:

1. Reseptor muskarinik

Reseptor ini, selain ikatannya dengan asetilkolin, mengikat pula muskarin, yaitu suatu

alkaloid yang dikandung oleh jamur beracun tertentu. Sebaliknya, reseptor muskarinik ini

menunjukkan afinitas lemah terhadap nikotin. Dengan menggunakan study ikatan dan

panghambat tertentu, maka telah ditemukan beberapa subklas reseptor muskarinik seperti

M1, M2, M3, M4, M5. Reseptor muskarinik dijumpai dalam ganglia sistem saraf tepi dan

organ efektor otonom, seperti jantung, otot polos, otak dan kelenjar eksokrin. Secara

khusus walaupun kelima subtipe reseptor muskarinik terdapat dalam neuron, namun

reseptor M1 ditemukan pula dalam sel parietal lambung, dan reseptor M2 terdapat dalam

otot polos dan jantung, dan reseptor M3 dalam kelenjar eksokrin dan otot polos. Obat-obat

yang bekerja muskarinik lebih peka dalam memacu reseptor muskarinik dalam jaringan

tadi, tetapi dalam kadar tinggi mungkin memacu reseptor nikotinik pula.

2. Reseptor nikotinik

Reseptor ini selain mengikat asetilkolin, dapat pula mengenal nikotin, tetapi afinitas

lemah terhadap muskarin. Tahap awal nikotin memang memacu reseptor nikotinik,

namun setelah itu akan menyekat reseptor itu sendiri. Reseptor nikotinik ini terdapat di

dalam sistem saraf pusat, medula adrenalis, ganglia otonom, dan sambungan

neuromuskular. Obat-obat yang bekerja nikotinik akan memacu reseptor nikotinik yang

terdapat di jaringan tadi. Reseptor nikotinik pada ganglia otonom berbeda dengan reseptor

yang terdapat pada sambungan neuromuskulular. Sebagai contoh, reseptor ganglionik

secara selektif dihambat oleh heksametonium, sedangkan reseptor pada sambungan

neuromuskular secara spesifik dihambat oleh turbokurarin. Stimulasi reseptor ini oleh

kolinergika menimbulkan efek yang menyerupai efek adrenergika, jadi bersifat

berlawanan sama sekali. Misalnya vasokonstriksi dengan naiknya tensi ringan, penguatan

kegiatan jantung, juga stimulasi SSP ringan. Pada dosis rendah, timbul kontraksi otot

lurik, sedangkan pada dosis tinggi terjadi depolarisasi dan blokade neuromuskuler.

Efek obat kolinergik dapat dicapai melalui dua jalan :

1. Rangsangan pada tempat reseptor khas dan bekerja secara langsung pada sel efektor saraf

parasimpatetik, menghasilkan efek yang serupa dengan efek yang dihasilkan oleh

rangsangan saraf post ganglionk parasimapatetik.

2. Penghambatan enzim asetilkolinesterase dan menimbulkan efek kolinergik secara tidak

langsung.

Obat kolinergik terutama digunakan untuk pengobatan gangguan saluran cerna dan

saluran seni. Beberapa diantaranya digukan untuk pengobatan glaukoma dan miastenia

gravis. Efek lain yang ditimbulkan antara lain miosis, berkeringat, air liur berlebih,

bradikardia dan penurunan tekanan darah.

Berdasarkan mekanisme kerjanya senyawa kolinergik dibagi menjadi tiga kelompok

yaitu :

1. Senyawa kolinergik dengan efek langsung

Senyawa koinergik dengan efek langsung (kolinomimetik, parasimpatomimetik)

adalah obat yang mempunyai struktur kimia, jarak antara gugus-gugus polar dan

distribusi muatan serupa dengan asetilkolin sehingga dapat menimbulkan efek pada

transmiter kimia asetilkolin.

Obat golongan ini ada yang menunjukan efek muskarinik atau nikotinik saja tetapi

adapula yang menunjukkan kedua efek tersebut. Kolinomimetik yang menunjukkan efek

muskarinik biasanya mengandung rantai lima atom yang mengikat N-kuartener.

Banyak senyawa kolinomimetik dihasilkan oleh pergantian isosterik yang sistematik dari

atom atau gugus tertentu dalam molekul transmiter kimianya. Formula umum

kolinomimetik adalah garam onium sederhana : R-N+(CH3)3. Mekanisme kerjanya yaitu

kolinomimetik mempunyai struktur mirip denagn asetilkolin sehingga dapat membentuk

kompleks dengan reseptor asetilkolin. Reseptor tersebut terletak pada membran yang

peka. Asetilkolin dan kolinomimetik dapat mempengaruhi dan memningkatkan

keselektifan permeabilitas membran terhadap kation.

Efek obat dipengaruhi oleh dua elemen struktur yang berbeda yaitu protein reseptor ddan

ionofor. Ionofor bertanggungjawab terhadap translokasi selektif ion-ion. Interaksi obat

dengan protein reseptor menyebabkan transisi konformasi yang akan mengontrol interaksi

reseptor dan ionofor.

Contoh senyawa kolinergik :

a. Asetilkolin : aktif terhadap nikotinik dan muskarinik cepat terhidrolisis. Larutan 1 %

(dibuat baru) topikal pada interior chamber mata : 0,5-2 ml.

b. Metacholin : dihidrolisis lebih lambat karena efek halangan sterik oleh gugus β-metil

aktif terhadap muskarinik (jarang digunakan). Dosis : SC 10 mg, setelah 20 menit

dapat diberikan 25 mg.

c. Carbachol : dihidrolisis lambat (karena gugus karbamat). Digunakan pada glaukoma

untuk menurunkan tekanan intraokuler. Larutan 1 % topikal pada kongjutiva mata 1

tetes 2-3 dd.

d. Betanechol: Efek lebih lama (karena halangan sterik & karbamat). Digunakan untuk

stimulasi saluran cerna dan saluran urin pasca operasi. Dosis oral : 10-30 mg 3 dd dan

SC : 2,5 mg 3 dd.

Hubungan struktur dan aktivitas senyawa kolinergik :

a. Perubahan gugus amonium kuarterner

Salah satu metil dapat digantikan dengan gugus yang lebih besar tetapi modifikasi

seperti itu dapat menurunkan aktivitas secara drastis

Contoh : analog dimetiletil aktivitas hanya 25% dibanding Ach Substitusi dengan

gugus yang lebih besar atau terhadap lebih dari satu metil dapat meniadakan aktivitas.

Muatan juga penting untuk aktivitas, contoh: isoster karbon tak bermuatan (3,3-

dimetilbutilasetat) hanya punya aktivitas 0,003% tetapi amin tersier (pilokarpin,

arecolin) aktif karena pada pH fisiologis, amina-amina ini terprotonasi sehingga

bermuatan.

b. Perubahan rantai etilen

Bagian molekul ini menjamin jarak yang tepat antara gugus amonium dengan gugug

ester penting untuk pengikatan yang efektif dengan reseptor.Peningkatan panjang

rantai menghasilkan penurunan aktivitas yang bermakna. Percabangan rantai hanya

memungkinkan untuk substituen metil. Substitusi dengan β-metil (metacholin)

menunjukkan aktivitas muskarinik, substitusi dengan α-metil menunjukkan aktivitas

nikotinik.

c. Perubahan gugus ester

Ester aromatis yang besar menunjukkan efek antagonis. Penggantian yang paling

bermanfaat adalah dengan gugus karbamat (Carbachol) dapat membuat menjadi

sangat aktif karena mengurangi hidrolisis.

d. Pembentukan analog siklis

Analog siklik ACh dengan aktivitas muskarinik meliputi berbagai senyawa bahan

alam, seperti muscarine, pilocarpine, dan arecoline. Dioxolane juga menunjukkan

aktivitas kuat sebagai agonis muskarinik.

2. Senyawa kolinergik dengan efek tidak langsung

Senyawa kolinergik dengan efek tidak langsung (antikolinesterase) bekerja

menghambat enzim kolinesterase dengan cara mencegah enzim sehingga tidak

menghidrolisis asetilkolin. Akibatnya asetilkolin akan terkumpul pada tempat transmisi

kolinergik dan bekerja pada perifer, sinapsis ganglionik dan penghubung saraf otot

rangka. Mekanisme kerjanya : bekerja sebagai penghambat enzim kolinesterase dengan

cara berinteraksi membentuk kompleks dengan enzim tersebut, melalui berbagai ikatan

kimia termasuk ikatan elektrostatik, ikatan hidrogen dan ikatan kovalen.

a. Turunan karbamat

Studi hubungan struktur dan aktivitas turunan karbamat menunjukan bahwa gugus

yang berperan untuk aktivitas antikolinesterase adalah gugus amino yang tersubstitusi

dan gugus N,N-dimetil karbamat.

Contoh :

1) Fisostigmin salisilat